anestesi umum

13
GENERAL ANESTHESIA ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI) Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Trias anestesi 1. hipnotik 2. analgesik 3. relaksasi 4. stabilisasi otonom Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan kunjungan pra anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantranya :

Upload: dwi-n

Post on 08-Jun-2015

22.589 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

This is about general anestesia in Bahasa.

TRANSCRIPT

Page 1: Anestesi Umum

GENERAL ANESTHESIA

ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI)

Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.

Trias anestesi

1. hipnotik

2. analgesik

3. relaksasi

4. stabilisasi otonom

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam

anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu

sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan kunjungan pra

anestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu

pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi,

rumatan dan bangun dari anestesi diantranya :

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

3. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah

4. Mengurangi isi cairan lambung

5. Membuat amnesia

Page 2: Anestesi Umum

6. Memperlancar induksi anestesi

7. Meminimalkan jumlah obat anestesi

8. Mengurangi reflek yang membahayakan

OBAT PREMEDIKASI

a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik

Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi

efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau

anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek lainnya adalah melemaskan

tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Perlu diingat bahwa obat

ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan anestesi umum.

Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada perasaan

kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan

untuk anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada penderita dengan suhu

diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi aurikuler.

Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg. Diberikan

secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk dewasa dan

0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.

b. Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan

pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena

transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan

perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan

secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan.

Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan

pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.

Page 3: Anestesi Umum

Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan,

umumnya hanya sedikit

c. Cedantron 4 mg (Ondansentrone)

Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan

pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme, konstipasi

dan sesak nafas. Dosis dewas 2-4 mg.

OBAT INDUKSI

a. Tracrium 20 mg (Atracurium) : nondepolarisasi

Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan reseptor

nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin

menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.

Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit

dan dapat meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 250 C, kecepatan efek kerjanya 1-2 menit.

Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot

mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang

paling sring digunakan ialah neostigmin dengan dosis (0,04-0,08 mg/kgBB) atau obat antikolinergik

lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi, keringatan,

bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya

harus disertai obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau glikopirolat 0,005-0,01

mg/kgBB sampai 0,2-0,3 mg/kgBB pada dewasa.

b. Recofol 80 mg (Profofol)

Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery

anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Profofol merupakan cairan emulsi minyak-

air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut

dalam lemak. Profopol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah

obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik.

Page 4: Anestesi Umum

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25-

100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi maupun

maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur

55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infus,

namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada cara pemberian pada oranag dewasa di

bawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan tetesan

juga lebih lambat

MAINTAINANCE

a. N2O

N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan

memanaskan ammonium nitrat sampai 240°C (NH4 NO3 2H2O + N2O)

N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan

beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.

Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk

mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi

dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir

anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi

pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi,

berikan O2 100% selama 5-10 menit.

Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% :

40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan

20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila

digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan

timpanoplasti.

b. Halothane (Fluothane)

Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana yang

mudah menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama dengan oksigen

atau nitrous okside 70%-oksigen dan sebaiknya menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi

Page 5: Anestesi Umum

untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan. Pada nafas

spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang

tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Kelebihan dosis menyebabkan depresi

pernafasan, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer, depresi

vasomotor, depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane sering

menyebabkan pasien menggigil

INTUBASI

Setelah dilakukan induksi anestesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari sadar

menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi dapat

dilakukan secara intrvena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum dilakukan induksi sebaiknya

disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan yang diperlukan. Untuk persiapan induksi

sebaiknya kita ingat STATICS:

S = Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope

T = Tubes Pipa trakea. Usia <>5 tahun dengan balon (cuffed)

A = Airway Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakan untuk

menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas

T = Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut

I = Intro Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan

C = Connec Penyambung pipa dan perlatan anestesia

S = Suction Penyedot lendir dan ludah

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran

trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta

mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan

intubasi endotrakheal (Anonim, 1986) :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

Page 6: Anestesi Umum

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung

penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

g. Obat.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-

lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan

refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi

endotrakheal antara lain :

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk

dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa

kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga

sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al., 2000) biasanya

dijumpai pada pasien-pasien dengan :

Page 7: Anestesi Umum

a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.

b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental symphisis

dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang bawah yang lebih

lebar selama intubasi.

c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.

Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).

d. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi

temporomandibuler, spondilitis servical spine.

e. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada leher di

sendi atlantooccipital.

f. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan

antara lain :

a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan

menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus 1

gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam

satu garis lurus.

b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi

dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang

dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang

dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan

terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan

kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan

tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak

keputihan berbentuk huruf V.

Page 8: Anestesi Umum

d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan

mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa

asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak

dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan

dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan

dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,

dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama.

Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi

endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara

nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas

terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi

kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah

epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),

kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin

membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan

oksigenasi yang cukup.

f. Ventilasi.