analisis variasi arus pengelasan submerged arc …repository.ppns.ac.id/2540/1/0715040056 - agung...
TRANSCRIPT
1
TUGAS AKHIR (607408A)
ANALISIS VARIASI ARUS PENGELASAN SUBMERGED
ARC WELDING TANDEM PADA PROSES PENGERJAAN
BUILD UP BEAM DENGAN MATERIAL HSLA A572 Gr 50
TERHADAP PENETRASI, KEKERASAN, DAN STRUKTUR MIKRO
AGUNG EKA YUDI PRATOMO NRP. 0715040056
DOSEN PEMBIMBING : MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, S.T., M.M. IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA 2019
i
HALAMAN JUDUL
2019
TUGAS AKHIR (607408A)
ANALISIS VARIASI ARUS PENGELASAN SUBMERGED ARC WELDING TANDEM PADA PROSES PENGERJAAN
BUILD UP BEAM DENGAN MATERIAL HSLA A572 Gr 50
TERHADAP PENETRASI, KEKERASAN, DAN STRUKTUR
MIKRO
AGUNG EKA YUDI PRATOMO NRP. 0715040056
DOSEN PEMBIMBING : MOHAMMAD THORIQ WAHYUDI, S.T., M.M. IMAM KHOIRUL ROHMAT, S.ST., M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA 2019
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS AKHIR
ANALISA VARIASI ARUS PENGELASAN SUBMERGED ARC WELDING
TANDEM PADA PROSES PENGERJAAN BUILD UP BEAM DENGAN
MATERIAL HSLA A572 Gr 50 TERHADAP PENETRASI, KEKERASAN, DAN
STRUKTUR MIKRO
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan
Program Studi D4 Teknik Pengelasan
Jurusan Teknik Bangunan Kapal
Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir Tanggal Ujian:
Periode Wisuda: Oktober 2018
Program Studi D4 Teknik Pengelasan
Jurusan Teknik Bangunan Kapal
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
Mengetahui/menyetujui Mengetahui/menyetujui
Ketua Jurusan, Koordinator Program Studi,
Ruddianto, S.T., M.T., MRINA
NIP. 196910151995011001
Muhamad Ari, S.T., M.T.
NIP. 197408282003121001
Mengetahui/menyetujui,
Dosen Penguji Tanda Tangan
1. (.........................................)
2. (.........................................)
3. (.........................................)
4. (.........................................)
Dosen Pembimbing Tanda Tangan
1. Mohammad Thoriq Wahyudi, S.T., M.M (.........................................)
2. Imam Khoirul Rohmat, S.ST., M.T. (.........................................)
iv
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
No. : F.WD I. 021
Date : 3 Nopember 2015
Rev. : 01
Page : 1 dari 1
7uuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu0po\]l Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Agung Eka Yudi Pratomo
NRP : 0715040056
Jurusan/Prodi : Teknik Bangunan Kapal / D-4 Teknik Pengelasan
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :
Tugas Akhir yang akan saya kerjakan dengan judul :
ANALISIS VARIASI ARUS PENGELASAN SUBMERGED ARC WELDING
TANDEM PADA PROSES PENGERJAAN BUILD UP BEAM DENGAN
MATERIAL HSLA A572 Gr 50 TERHADAP PENETRASI, KEKERASAN,
DAN STRUKTUR MIKRO
Adalah benar karya saya sendiri dan bukan plagiat dari karya orang lain.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah tersebut, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.
Surabaya, 28 Agustus 2019 Yang membuat pernyataan,
(Agung Eka Yudi Pratomo)
NRP. 0715040056
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan segala berkat,
rahmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
Tugas Akhir dengan judul “Analisis Variasi Arus Pengelasan Submerged Arc
Welding Tandem Pada Proses Pengerjaan Build Up Beam Dengan Material HSLA
A572 Gr 50 Terhadap Penetrasi, Kekerasan, dan Struktur Mikro” yang disusun
sebagai persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma IV Teknik
Pengelasan di Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya. Penulis berharap agar tugas
akhir ini dapat memberi manfaat serta pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca
dan pihak PT. Korindo Heavy Industry mengenai pengelasan Submerged Arc
Welding Tandem pada proses pengerjaan Build Up Beam dengan variasi arus.
Dalam penyusunan tugas akhir ini tentunya penulis tidak terlepas dari
berbagai pihak yang memberikan bimbingan, kepercayaan, doa, dan dukungan
berupa tenaga, pikiran, materi maupun moril hingga terselesaikannya laporan tugas
akhir ini. Pihak - pihak yang telah memberikan banyak kontribusi khususnya :
1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Budi Santoso dan Ibu Is Ngulandar i,
serta adik penulis yaitu Diandari Ridhaningrat yang tiada henti selalu
mendoakan, memberikan dukungan baik moril maupun materil kepada
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.
2. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., FRINA. Selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS).
3. Bapak Ruddianto, S.T., M.T., MRINA Selaku Ketua Jurusan Teknik
Bangunan Kapal PPNS.
4. Bapak Muhamad Ari, S.T., M.T. Selaku Koordinator Progam Studi
Teknik Pengelasan PPNS.
5. Bapak Mohammad Thoriq Wahyudi, S.T., M.M. Selaku Dosen
Pembimbing I tugas akhir penulis yang telah memberikan bimbingan dan
masukan yang sangat bermanfaat dan telah banyak membantu penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Bapak Imam Khoirul Rohmat, S. ST., M.T. Selaku Dosen Pembimbing II
tugas akhir penulis yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang
viii
sangat bermanfaat dan telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Bapak Mukhlis, S.ST., M.T. Selaku Koordinator Tugas Akhir Program
Studi D4 Teknik Pengelasan PPNS.
8. Bapak Zulfahmi Arif selaku D. G. QA/QC Manager PT. Korindo Heavy
Industry, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama
pelaksanaan OJT.
9. Bapak Condro Widiyarto selaku D. G. QC Manager PT. Korindo Heavy
Industry, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama
pelaksanaan OJT.
10. Bapak Evan Rizal Pratama. Selaku alumni Teknik Pengelasan 2012 serta
Staf QA/QC Department PT. Korindo Heavy Industry, yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan selama pelaksanaan OJT.
11. Bapak Ahmad Fahmi. Selaku alumni Teknik Pengelasan 2012 serta Staf
QA/QC Department PT. Korindo Heavy Industry, yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan selama pelaksanaan OJT.
12. Bapak Puguh Pribadhi. Selaku alumni Teknik Pengelasan 2012 serta Staf
QA/QC Department PT. Korindo Heavy Industry, yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan selama pelaksanaan OJT.
13. Bapak M. Bintang Bayu Kusuma. Selaku alumni Teknik Pengelasan 2012
serta Staf QA/QC Department PT. Korindo Heavy Industry, yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan selama pelaksanaan OJT.
14. Bapak Robbin Maulana Ahmad. Selaku alumni Teknik Pengelasan 2012
serta Staf QA/QC Department PT. Korindo Heavy Industry, yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan selama pelaksanaan OJT.
15. Mas Panji, mas Aryok, mas Wisnu. Selaku alumni Teknik Pengelasan
2012, yang telah memberikan pengarahan, dan bimbingan selama proses
menyelesaikan Tugas Akhir.
16. Om dan Tante penulis yaitu Om Setiyoko Tavip Yulianto dan Tante Rini
Wartiningsih yang tiada henti selalu mendoakan, memberikan dukungan
baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas -
Akhir.
ix
17. Anugerah Irianti yang selalu memberikan motivasi, semangat, bantuan
tenaga, pikiran dan waktu, serta doa untuk penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir.
18. Tsandi Mukhlasin, M. Auliya’ Rakhman, Faris Akbar teman yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membantu serta bertukar pikiran
dengan penulis ketika kesulitan dalam masa On The Job Training dan
menyelesaikan Tugas Akhir.
19. Kevin, Gading, Jadung, Firman, Dahlan, David, Rosyid, Auliya’ Rahman,
teman teman Kontrakan Bumi Marina Selatan 6 blok E 108 yang selalu
memberi motivasi, semangat, bantuan, serta dukungan dan doa untuk
penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
20. Hilmy, Zein, Arya, Riyan, Adi teman teman Kos Bumi Marina Emas yang
selalu memberi motivasi, semangat, bantuan, serta dukungan dan doa
untuk penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
21. Seluruh Teman teman D4 Teknik Pengelasan 2015 yang selalu medukung
dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
Tugas akhir ini tentunya masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun atas ketidak sempurnaan penyusunan tugas akhir ini sangat
penulis harapkan. Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Semoga Allah SWT
memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua orang yang telah berjasa
dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Surabaya, Agustus 2019
Agung E. Y. Pratomo
x
xi
ANALISIS VARIASI ARUS PENGELASAN SUBMERGED ARC
WELDING TANDEM PADA PROSES PENGERJAAN BUILD UP BEAM DENGAN MATERIAL HSLA A572 Gr 50
TERHADAP PENETRASI, KEKERASAN, DAN STRUKTUR MIKRO
Agung Eka Yudi Pratomo
ABSTRAK
PT. Korindo Heavy Industry sedang mengerjakan proyek Coal Fired Steam
Power Plant 2 × 1,000 MV Tanjung Jati B Expansion (Jawa-4). Dalam proyek ini,
PT. Korindo Heavy Industry memproduksi sendiri build up beam yang akan
digunakan pada proyek tersebut, pengerjaan build up beam menggunakan material
HSLA A572 Gr. 50, dan menggunakan proses pengelasan SAW Tandem. Penelit ian
bertujuan untuk menganalisa penggunaan variasi arus pengelasan terhadap
penetrasi, kekerasan, dan struktur mikro pada pengelasan SAW Tandem dengan arus
650A/500A, SAW Tandem dengan arus 500A/500A, dan pengelasan SAW Single
dengan arus 500A. Pada pengujian makro, penetrasi paling dalam terjadi pada
pengelasan SAW Tandem 650A/500A dengan persentase dilusi 45.64% dan
persentase dilusi terkecil pada pengelasan SAW Single 500A yaitu 40.06 %. Nilai
kekerasan weld metal spesimen pengelasan SAW Tandem 650A/500A lebih rendah
daripada nilai kekerasan weld metal spesimen pengelasan SAW Singel 500A, Nilai
kekerasan HAZ 1 & HAZ 2 pengelasan SAW Tandem 650A/500A memiliki nilai
kekerasan lebih rendah daripada nilai kekerasan HAZ 1 & HAZ 2 pengelasan SAW
Single 500A. Hasil uji struktur mikro menunjukkan bahwa dari perbesaran 500x,
perlakuan variasi arus, menghasilkan struktur (AF) acicular ferrite yang dominan
pada weld metal pengelasan SAW Tandem dengan arus 650A/500A. Sedangkan
pada HAZ, peningkatan arus disetiap variasi arus menunjukkan peningkatan bentuk
struktur (WF) widmanstatten ferrite.
Kata Kunci : Variasi Arus, SAW Tandem, Penetrasi, Kekerasan, Struktur Mikro
xii
xiii
ANALYSIS ARC CURRENT VARIATION OF SUBMERGED ARC
WELDING TANDEM PROCESS ON BUILD UP BEAM PROCESSING USING HSLA A572 Gr 50 TO PENETRATION,
MICROHARDNESS, AND MICRO STRUCTURE
Agung Eka Yudi Pratomo
ABSTRACT
PT. Korindo Heavy Industry is working on the 2 × 1,000 MV Coal Fired Steam Power Plant project Tanjung Jati B Expansion (Java-4). In this project, PT.
Korindo Heavy Industry produced its own build-up beam which will be used in the project, the build-up beam using HSLA A572 Gr. 50, and uses the SAW Tandem welding process. The research aims to analysis the used of welding current
variations on penetration, hardness, and microstructure on welding SAW Tandem with 650A / 500A currents, SAW Tandem with 500A / 500A currents, and SAW
Single welding with 500A currents. In macro testing, the deepest penetration occurs in SAW Tandem 650A / 500A welding with 45.64% dilution percentage and the smallest dilution percentage in SAW Single 500A welding is 40.06%. The hardness
value of weld metal welding specimens SAW Tandem 650A / 500A is lower than the hardness value of weld metal welding specimens of SAW Singel 500A, hardness
values of HAZ 1 & HAZ 2 welding SAW Tandem 650A / 500A have lower hardness values than HAZ 1 & HAZ 2 hardness values welding SAW Single 500A. The results of the microstructure test show that from 500x magnification, the treatment of
current variations, produces the dominant acicular ferrite (AF) structure in the weld metal of Tandem SAW with a current of 650A / 500A. Whereas in HAZ, the
increase in current in each current variation shows an increase in the structure shape of the (WF) widmanstatten ferrite.
Keywords: Current Variations, SAW Tandem, Penetration, Hardness, Micro
Structure
xiv
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT....................................................................... v
KATA PENGANTAR............................................................................................ vii
ABSTRAK .............................................................................................................. xi
ABSTRACT .............................................................................................................xiii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xxi
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................................3
1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa ............................................................................3
1.4.2 Manfaat bagi perusahaan ...........................................................................3
1.4.3 Manfaat bagi umum ...................................................................................3
1.5 Batasan Masalah................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................5
2.1 Pengertian Pengelasan .......................................................................................5
2.2 Material HSLA A 572 Gr. 50............................................................................6
2.3 Submerged Arc Welding (SAW) .....................................................................10
2.3.1 Proses Pengelasan Submerged Arc Welding (SAW) ...............................10
2.3.2 Pengelasan SAW Tandem .........................................................................15
2.3.3 Parameter Pengelasan ..............................................................................15
2.4 Komponen Pada Submerged Arc Welding (SAW)..........................................18
2.5 Kawat Elektroda ..............................................................................................18
2.6 Klasifikasi Flux ...............................................................................................21
2.7 Pengujian .........................................................................................................22
2.7.1 Hardness Test...........................................................................................22
xvi
2.7.2 Metallography ......................................................................................... 23
2.7.3 Penetrant Test.......................................................................................... 24
2.7.4 Visual Inspection ..................................................................................... 25
2.7.5 Fillet Weld Test........................................................................................ 26
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 27
3.1 Diagram Alur .................................................................................................. 27
3.2 Garis Besar Penelitian..................................................................................... 28
3.3 Studi Literatur ................................................................................................. 28
3.4 Pengumpulan Data .......................................................................................... 28
3.5 Persiapan alat dan bahan................................................................................. 28
3.5.1 Material.................................................................................................... 28
3.5.2 Logam Pengisi (Filler metal) & Flux ...................................................... 29
3.5.3 Alat .......................................................................................................... 29
3.6 Proses Pengelasan ........................................................................................... 29
3.7 Pengujian Spesimen ........................................................................................ 30
3.7.1 Visual Inspection...................................................................................... 30
3.7.2 Pengujian Hardness (kekerasan) ............................................................. 31
3.7.3 Pengujian Metallography (Macro & Micro Structure) ........................... 32
3.7.4 Pengujian Penetrant ................................................................................ 34
3.8 Analisa Data.................................................................................................... 36
3.9 Kesimpulan ..................................................................................................... 36
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 37
4.1 Data Pengelasan .............................................................................................. 37
4.2 Data Parameter Pengelasan............................................................................. 37
4.3 Hasil Inspeksi Visual ...................................................................................... 41
4.4 Hasil Uji PT (Penetrant Test) ......................................................................... 45
4.5 Hasil Uji Makro Etsa ...................................................................................... 48
4.6 Hasil Uji Kekerasan (Hardness Test) ............................................................. 51
4.7 Hasil Uji Struktur Mikro................................................................................. 56
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 61
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 61
5.2 Saran ............................................................................................................... 62
xvii
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................63
xviii
xix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Baja Karbon ...........................................................................7
Tabel 2.2 Karakteristik Uji Tarik Baja HSLA .........................................................9
Tabel 2.3 Mechanical Properties Baja SA 572 Gr50 ..............................................9
Tabel 2.4 Chemical Composition Baja HSLA A 572 Gr. 50 .................................10
Tabel 2.5 Rekomendasi Diameter Elektroda dan Arus (A) ...................................16
Tabel 2.6 Data Arus Listrik Berdasarkan Diameter Elektroda ..............................18
Tabel 2.7 Spesifikasi Kawat Las Busur Rendam. (JIZ Z 3311-1964) ...................19
Tabel 2.8 Spesifikasi Kawat Las Busur Rendam (AWS A 5.71 – 1976)...............20
Tabel 2.9 Chemical Composition Filler Metal EM12K.........................................20
Tabel 2.10 Mechanical Properties Filler Metal EM12K.......................................20
Tabel 4.1 Parameter Pengelasan SAW Tandem Dengan Arus 500A/500A. Spesimen
A ............................................................................................................37
Tabel 4.2 Parameter Pengelasan SAW Tandem Dengan Arus 500A/500A. Spesimen
B, & C ....................................................................................................38
Tabel 4.3 Parameter Pengelasan SAW Tandem Dengan Arus 650A/500A. Spesimen
A ............................................................................................................38
Tabel 4.4 Parameter Pengelasan SAW Tandem Dengan Arus 650A/500A. Spesimen
B & C .....................................................................................................39
Tabel 4.5 Parameter Pengelasan SAW Single Dengan Arus 500A. Spesimen A ...39
Tabel 4.6 Parameter Pengelasan SAW Single Dengan Arus 500A. Spesimen B & C.
...............................................................................................................40
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Leg Size Pada Saat Inspeksi Visual. .........................41
Tabel 4.8 Nilai Delusi Pada Hasil Uji Makro ........................................................49
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Hardness Pada Daerah Weld Metal Pengelasan SAW
Tandem 650A/500A...............................................................................52
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Hardness Pada Daerah Weld Metal Pengelasan SAW
Tandem 500A/500A...............................................................................52
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Hardness Pada Daerah Weld Metal Pengelasan SAW
Single 500A ...........................................................................................52
xx
Tabel 4.12 Hasil Pengujian Hardness Pada Daerah HAZ 1 & 2 Pengelasan SAW
Tandem 650A/500A............................................................................ 53
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Hardness Pada Daerah HAZ 1 & 2 Pengelasan SAW
Tandem 500A/500A............................................................................ 53
Tabel 4.14 Hasil Pengujian Hardness Pada Daerah HAZ 1 & 2 Pengelasan SAW
Single 500A ........................................................................................ 54
xxi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Pengelasan SAW......................................................................11
Gambar 2.2 Hubungan Kecepatan Pemindahan Logam Dengan Arus Pengelasan
Dalam Las Busur Rendam ................................................................11
Gambar 2.3 Mesin Las Busur Rendam ..................................................................12
Gambar 2.4 Tracktor SAW Machine ......................................................................13
Gambar 2.5 Gantry SAW Machine .........................................................................13
Gambar 2.6 Crane SAW Machine ..........................................................................14
Gambar 2.7 Mekanisme Proses Pengelasan SAW-T .............................................15
Gambar 2.8 Pengaruh Arus Listrik ........................................................................16
Gambar 2.9 Mesin Las SAW Tandem double wire.................................................18
Gambar 2.10 Sifat Bahan Berdasarkan Kekerasan ................................................22
Gambar 2.11 Proses Kapilaritas Pada Spesimen Uji..............................................25
Gambar 2.12 Fillet Weld Soundness Test untuk WPS Qualification .....................26
Gambar 3.1 Diagram Alur......................................................................................27
Gambar 3.2 Desain join PJP...................................................................................30
Gambar 3.3 Gambar Pengambilan Titik Untuk Uji Kekerasan .............................31
Gambar 4.1 Pengukuran Leg Size Menggunakan Welding Gauge.........................41
Gambar 4.2 Spesimen A Pengelasan SAW Single 500A ........................................42
Gambar 4.3 Spesimen B Pengelasan SAW Single 500A ........................................42
Gambar 4.4 Spesimen C Pengelasan SAW Single 500A ........................................42
Gambar 4.5 Spesimen A Pengelasan SAW Tandem 650A/500A ...........................42
Gambar 4.6 Spesimen B Pengelasan SAW Tandem 650A/500A ...........................43
Gambar 4.7 Spesimen C Pengelasan SAW Tandem 650A/500A ...........................43
Gambar 4.8 Spesimen A Pengelasan SAW Tandem 500A/500A ...........................43
Gambar 4.9 Spesimen B Pengelasan SAW Tandem 500A/500A ...........................43
Gambar 4.10 Spesimen C Pengelasan SAW Tandem 500A/500A .........................44
Gambar 4.11 Penetrant Test Pada Spesimen B Pengelasan SAW Single 500A .....45
Gambar 4.12 Penetrant Test Pada Spesimen C Pengelasan SAW Single 500A .....45
Gambar 4.13 Penetrant Test Pada Spesimen A Pengelasan SAW Single 500A.....45
xxii
Gambar 4.14 Penetrant Test Pada Spesimen A Pengelasan SAW Tandem
500A/500A..................................................................................... 46
Gambar 4.15 Penetrant Test Pada Spesimen B Pengelasan SAW Tandem
500A/500A..................................................................................... 46
Gambar 4.16 Penetrant Test Pada Spesimen C Pengelasan SAW Tandem
500A/500A..................................................................................... 46
Gambar 4.17 Penetrant Test Pada Spesimen A Pengelasan SAW Tandem
650A/500A..................................................................................... 46
Gambar 4.18 Penetrant Test Pada Spesimen B Pengelasan SAW Tandem
650A/500A..................................................................................... 47
Gambar 4.19 Penetrant Test Pada Spesimen C Pengelasan SAW Tandem
650A/500A..................................................................................... 47
Gambar 4.20 Macro Etsa Pada Spesimen A, B, C Pengelasan SAW Single 500A 48
Gambar 4.21 Macro Etsa Pada Spesimen A, B, C Pengelasan SAW Tandem
650A/500A..................................................................................... 48
Gambar 4.22 Macro Etsa Pada Spesimen A, B, C Pengelasan SAW Tandem
500A/500A..................................................................................... 49
Gambar 4.23 Grafik Rata-Rata Persentase Dilusi ................................................. 50
Gambar 4.24 Pengambilan Titik Untuk Pengujian Hardness. D : Dalam, T : Tengah,
L : Luar........................................................................................... 51
Gambar 4.25 Ketentuan Pengambilan Jarak Antar Titik Pengujian Hardness. ... 51
Gambar 4.26 Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan Pada Weld Metal (Sumber :
Hasil Penelitian, 2019) ................................................................... 54
Gambar 4. 27 Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan Pada HAZ 1 & 2 (Sumber :
Hasil Penelitian, 2019) ................................................................... 54
Gambar 4.28 Struktur Mikro Weld Metal Perbesaran 500X, (a) SAW S 500A, (b)
SAW TD 500A, (c) SAW TD 650A. (AF) acicular ferrite, (GBF)
grain boundary ferrite, (WF) widmanstatten ferrite. (Sumber : Hasil
Penelitian, 2019) ............................................................................ 57
Gambar 4.29 Struktur Mikro HAZ Perbesaran 500X, (a) SAW S 500A, (b) SAW
TD 500A, (c) SAW TD 650A. (WF) widmanstatten ferrite .......... 58
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada masa seperti saat ini, perkembangan industri mengalami perkembangan
yang sangat pesat, baik dalam bidang manufaktur maupun bidang lain, yaitu jasa
konstruksi dan fabrikasi. PT. Korindo Heavy Industry merupakan salah satu
perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi dan fabrikasi. Perusahaan dituntut
untuk menghasilkan hasil produksi dengan sesempurna mungkin dan sesuai dengan
permintaan yang diminta oleh owner serta mengacu pada standart internasiona l
yang sudah ditetapkan.
Saat ini PT. Korindo Heavy Industry sedang mengerjakan sebuah proyek
Coal Fired Steam Power Plant 2 × 1,000 MV Tanjung Jati B Expansion (Jawa-4)
dengan PT. Sumitomo Corporation sebagai owner. Dalam proses pengerjaan
proyek ini, PT. Korindo Heavy Industry sebagai fabrikator memproduksi sendiri
build up beam yang akan digunakan pada proyek tersebut, proses pengerjaan build
up beam menggunakan material HSLA A572 Gr. 50, dan menggunakan proses
pengelasan SAW (Submerged Arc Welding).
Proses pengelasan SAW (Submerged Arc Welding) umumnya banyak
digunakan untuk industri fabrikasi yang memiliki jumlah produksi yang tinggi
setiap harinya. Proses pengelasan SAW Single umumnya banyak dipakai, namun
pada proyek ini PT. Korindo Heavy Industry lebih memilih untuk memula i
menggunakan proses pengelasan SAW Tandem, karena dirasa proses
pengelasannya cepat dan menghasilkan kualitas las yang baik, sehingga mampu
mempermudah dan mempercepat proses produksi.
Proses pengelasan SAW Tandem pada proses pengerjaan Build Up Beam
dengan material HSLA A572 Gr 50 saat ini belum diketehaui hasilnya secara detail,
apakah lebih baik dari proses pengelasan SAW Single, ditinjau dari kekerasan,
penetrasi, serta struktur mikronya, juga untuk mengetahui seberapa baik kualitas
hasil pengelasan dengan proses SAW Tandem, maka dari itu, akan dilakukan
pengujian dan analisa “Analisis Variasi Arus Pengelasan Submerged Arc
Welding Tandem Pada Proses Pengerjaan Build Up Beam Dengan Material
2
HSLA A572 Gr 50 Terhadap Penetrasi, Kekerasan, dan Struktur Mikro”,
penelitian ini dilakukan, karena saat ini perusahaan fabrikasi baru memulai untuk
menerapkan proses pengelasan Submerged Arc Welding (SAW) tandem. Dengan
adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu dan berguna bagi perusahaan
tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang diatas, maka rumusan masalah untuk
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penetrasi yang dihasilkan pada variasi arus proses pengelasan
SAW Tandem & Single?
2. Bagaimana nilai kekerasan daerah weld metal & HAZ pada variasi arus
proses pengelasan SAW Tandem & Single?
3. Bagaimana struktur mikro daerah weld metal & HAZ pada variasi arus
proses pengelasan SAW Tandem & Single?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui penetrasi yang dihasilkan pada variasi arus proses
pengelasan SAW Tandem & Single.
2. Untuk mengetahui nilai kekerasan pada daerah weld metal & HAZ pada
variasi arus proses pengelasan SAW Tandem & Single.
3. Untuk mengetahui struktur mikro daerah weld metal & HAZ pada variasi
arus proses pengelasan SAW Tandem & Single.
3
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Manfaat bagi mahasiswa
1. Sebagai sarana untuk menerapkan teori selama perkuliahan,
khususnya yang berkaitan dengan proses pengelasan Submerged Arc
Welding Tandem. Serta mengasah pola pikir ilmiah yang nantinya
akan bermanfaat di dunia industri.
1.4.2 Manfaat bagi perusahaan
1. Sebagai informasi dan literature bagi perusahaan fabrikasi tentang
proses pengelasan Submerged Arc Welding Tandem.
2. Hasil analisa dan penelitian variasi arus dari proses pengelasan
Submerged Arc Welding Tandem pada pengerjaan Build Up Beam
dengan material HSLA A572 Gr 50, terhadap dalamnya penetrasi
yang dihasilkan, kekerasan, dan struktur mikro.
3. Sebagai perbandingan untuk mengetahui perbedaan hasil variasi
arus proses pengelasan SAW Tandem dan SAW Single terhadap
dalamnya penetrasi yang dihasilkan, kekerasan, dan struktur mikro.
1.4.3 Manfaat bagi umum
1. Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan akan memberikan
tambahan informasi dan litelatur mengenai proses pengelasan
(Submerged Arc Welding) SAW Tandem.
1.5 Batasan Masalah
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Parameter pengelasan sepenuhnya mengacu pada WPS Tandem &
Single.
2. Material yang digunakan adalah HSLA A 572 Gr. 50 dengan tebal
22mm.
3. Filler yang digunakan EM12K AWS A 5.17 & Flux yang
digunakan adalah type S-717 X EM12K dengan spesifikasi AWS
A5.17 F7A6.
4. Proses pengelasan menggunakan mesin las SAW Tandem & SAW
Single dengan variasi arus seperti berikut:
4
a. DC/AC 500A/500A (SAW Tandem)
b. DC/AC 650A/500A (SAW Tandem)
c. DC 500A (SAW Single)
5. Tipe sambungan las adalah PJP T joint.
6. Tidak memperhatikan deformasi.
7. Coolingrate diasumsikan sama.
8. Pengelasan dilakukan dengan posisi 1F.
9. Pengujian yang dilakukan adalah penetrant test, kekerasan &
Metallografy.
10. Standard yang digunakan adalah AWS D1.1.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengelasan
Pengelasan menurut American Welding Society (AWS) 1989 adalah proses
penyambungan logam atau non logam yang dilakukan dengan mamanaskan
material yang akan disambung hingga temperature pencairan yang dilakukan
dengan atau tanpa menggunakan takanan (pressure), dengan atau tanpa
menggunakan logam pengisi (filler). Dari difinisi tersebut dapat diambil sebuah
pengertian jika pengelasan merupakan suatu proses penyambungan daerah
setempat yang akan disambung hingga mencair dan selanjutnya akan terjadi ikatan
metalurgi pada kedua logam tersebut. Pengelasan bukan tujuan utama dari
konstruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan
yang lebih baik. Karena itu rangcangan las dan cara pengelasan harus betul-betul
diperhatikan dan memperlihatkan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan kegunaan
kontruksi serta kegunaan disekitarnya. Prosedur pengelasan kelihatannya sangat
sederhana, tetapi sebenarnya didalamnya terdapat banyak masalah-masalah yang
harus diatasi dimana pemecahannya memerlukan bermacam-macam pengetahuan.
Karena itu di dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta mendampingi
praktek, secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa perancangan kontruksi
bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara
pengelasan, cara pemeriksaan, bahan las dan jenis las yang akan dipergunakan,
berdasarkan fungsi dan bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang
(Wiryosumarto, 2000).
Bedasarkan difinisi dari DIN (Deuth Industrie Normen) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam
keadaan lumer atau cair. Dari difinisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa
las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam mengunakan energi
panas. Pada waktu itu telah dipergunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk
pengelasan yang dilaksanakan dengan cara menekan dua logam yang disambung
sehingga terjadi ikatan antara atom-atom molekul dari logam disambungkan.
Klasifikasi dari cara-cara pengelasan ini akan diterangkan lebih lanjut. Pada waktu
6
ini pengelasan dan pemotongan merupakan pelaksanaan pengerjaan yang amat
penting dalam teknoligi produksi dengan bahan baku logam. Dari
perkembangannya yang pesat telah banyak teknologi baru yang ditemukan.
Sehingga boleh dikatakan hampir tidak ada logam yang tidak dapat diopotong dan
di las dengan cara-cara yang ada pada waktu ini. Dalam bab ini akan diterangkan
beberapa cara pengelasan dan pemotongan yang telah banyak digunakan
sedangakan penerapanya dalam praktek akan diterangkan dalam bab-bab lain
(Harsono, 2000).
2.2 Material HSLA A 572 Gr. 50
Baja HSLA tidak dibuat untuk mendapatkan komposisi kimia yang spesifik
melainkan untuk mendapatkan sifat mekanik yang spesifik. Baja HSLA memilik i
karakteristik khusus yaitu sifat kekuatan dan ketahanan terhadap korosi yang lebih
baik daripada baja karbon biasa, memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor,
tahan terhadap abrasi, mudah dibentuk, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat
mampu las yang tinggi (G. E. Dieter, 1976). Baja HSLA, secara umum diproduksi
dengan menitik-beratkan perhatian pada persyaratan sifat mekanik dari pada
batasan komposisi kimia. Baja HSLA dapat diproduksi dalam kondisi as-hot rolled,
dengan kekuatan luluh berkisan antara 290-550 MPa dan kekuatan tarik 415-700
MPa. Kandungan karbon yang rendah dari baja ini, membuatnya lebih mudah di
las.
Baja HSLA A 572 Gr 50 termasuk dalam baja karbon rendah dengan
kandungan karbon kurang dari (0.30%C). HSLA A 572 Gr 50 termasuk dalam P-
No 1 atau Group II pada AWS d1.1. Material jenis ini banyak digunakan untuk steel
structure. Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon (paling dominan)
dengan sedikit paduan Si (silicon), Mn (manganese), P (phospor), S (silicon) dan
Cu (curum). Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbonya, baja karbon
rendah (low carbon steel) yaitu baja dengan kadar kandungan mencapai 0.05%
sampai 0.30%, baja karbon sedang mengandung 0.30% sampai 0.45% karbon dan
baja karbon tinggi mengandung 0.45% sampai 1.70% karbon. Bila kadar karbon
naik, kekuatan dan kekerasan juga bertambah tinggi, akan tetapi perpanjanganya
menurun (Wiryosumarto, 2000). Berikut Tabel 2.1 tentang klasifikasi baja karbon.
7
Tabel 2.1 Klasifikasi Baja Karbon
Sumber: Wiryosummarto, 2000
Baja karbon jenis ini dibuat dan diaplikasikan dengan mengeksploitas ikan
sifat-sifat ferrite, ferrite adalah salah satu fasa terpenting didalam baja yang bersifat
lunak dan ulet, baja karbon rendah umumnya memiliki kadar karbon dibawah
komposisi eutectoid dan memiliki struktur mikro hampir seluruh ferrite. Pada
lembaran baja, kandungan karbon sangat rendah atau ultra rendah, jumlah atom
pada karbonnya bahkan masih berada dalam batas kelarutannya pada larutan padat
sehingga struktur mikronya adalah ferrite seluruhnya.
Baja HSLA (High Strength Low Alloy) merupakan baja paduan mikro
berkadar karbon rendah (0.05-0.20 %C) dengan penambahan unsur paduan seperti
mangan yang komposisinya dapat mencapai maksimum 2.0 wt % serta paduan
lainnya seperti tembaga, nikel, niobium, nitrogen, vanadium, kromium,
molibdenum, titanium ataupun zirkonium dalam jumlah kecil (Martua Raja,
Anugrah, 2010). Paduan mikro tersebut efektif untuk membentuk karbida, nitrida
atau karbonitrida. Adapun fungsi pokok elemen paduan struktur mikro adalah:
1. Pembentukan presipitat yang kaya akan karbonitrida yang stabil pada
temperatur tinggi.
2. Pembentukan karbonitrida yang mengendap selama dan setelah temperatur
transformasi.
3. Pembentukan endapan dalam ferrite acicular selama atau setelah pendinginan
dipercepat.
8
4. Pembentukan endapan pada transformasi martensit selama perlakuan temper
untuk menghasilkan secondary hardening.
5. Menghambat laju transformasi struktur austenit menjadi ferrite dan
mempromosikan pembentukan martensit.
Sifat kekuatan yang baik dihasilkan dari mekanisme penghalusan butir oleh
paduan seperti niobium dan penguatan presipitat oleh paduan seperti titanium dan
vanadium pada kondisi hot rolled, cold rolled, anil, stress relieved, direct
quenching atau normalisasi. (R.E. Smallman dan R.J. Bishop, 2000). Selain itu baja
HSLA memiliki rasio perbandingan antara kekuatan dan berat yang lebih besar dan
lebih baik dibandingkan dengan baja karbon biasa. Dengan komposisi karbon dan
kekuatan yang sama, baja HSLA dapat memiliki ukuran berat sekitar 20-30% lebih
ringan daripada baja karbon biasa. Dikarenakan baja HSLA memiliki rasio
perbandingan antara kekuatan dan berat yang lebih baik maka baja HSLA banyak
digunakan untuk aplikasi bidang industri yang membutuhkan reduksi ukuran berat
yang besar atau dengan kata lain lebih ringan namun tetap kuat seperti dalam
industri manufaktur, rangka mobil, jembatan dan pesawat. Baja HSLA dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa kategori (ASM Speciality Handbook):
1. Weathering Steel. Baja HSLA ini mengandung sejumlah kecil elemen
paduan seperti Tembaga dan Fosfor yang berfungsi untuk meningkatkan
ketahanan korosi atmosferik serta berfungsi sebagai penguat butir dengan
penguatan larutan padat (solid solution strengthening).
2. Microalloyed Ferrite-Pearlite Steel. Baja HSLA ini mengandung elemen
paduan pembentuk karbida atau karbon-nitrida (umumnya kurang dari 0,1%),
seperti Niobium, Vanadium, dan/atau Titanium yang berfungsi sebagai
penguat presipitat, penghalus butir, serta mengontrol temperatur
transformasi.
3. As Rolled Pearlitic Steel, yang merupakan baja karbon–mangaan (C-Mn)
dengan penambahan sejumlah kecil elemen paduan lain untuk meningkatkan
kekuatan, ketangguhan, mampu bentuk, serta mampu las.
4. Acicular Ferrite (Low Carbon Bainite) Steel. Baja HSLA ini mempunya i
kandungan karbon yang rendah (kurang dari 0,05%C) dengan kombinasi sifat
9
kekuatan luluh yang tinggi, mampu las, mampu bentuk, serta ketangguhan
yang baik.
5. Dual Phase Steel. Ciri baja HSLA jenis ini memiliki mikrostruktur pulau-
pulau martensit yang tersebar dalam matriks ferrite serta mempunya i
kombinasi sifat yang baik antara keuletan dan kekuatan tarik yang tinggi.
Berikut adalah Tabel 2.2 klasifikasi uji tarik baja HSLA berdasarkan ASTM Untuk
aplikasi baja HSLA meliputi penggunaan sebagai baja konstruksi, otomotif, bejana
tekan, saluran pipa minyak dan gas dengan diameter besar, automotive beams,
struktur lepas pantai dan shipbuilding.
Tabel 2.2 Karakteristik Uji Tarik Baja HSLA
Sumber: ASM Speciality Handbook
Berikut adalah Tabel 2.3 mechanical properties dan chemical composition
dari baja HSLA A 572 Gr 50.
Tabel 2.3 Mechanical Properties Baja SA 572 Gr50
Material Yield Point /S tre ng th Tensi le Strength
(MPa) (MPa)
HSLA A 572 Gr50 387 540
Sumber: Mill Certificate HSLA A 572 Gr. 50
Dari Tabel 2.3 diatas dapat dilihat untuk yield strength HSLA A 572 Gr 50
adalah sebesar 387 MPa. Sedangkan untuk tensile strength adalah sebesar 540
MPa, berikut Tabel 2.4 yang berisi Chemical Composition baja HSLA A 572
Gr.50.
ASTM
Specification
Grade
Product
Thickness
Minimum
Tensile
Strength
Minimum
Yield
Strength
Minimum
elongation, %
mm
in
Mpa
ksi
Mpa
ksi
in
200mm
(8 in)
in 50
mm
(2 in)
HSLA A572 50 100 4 450 65 345 50 18 21
10
Tabel 2. 4 Chemical Composition Baja HSLA A 572 Gr. 50
Che m ic al Com p osi tio n Percentase (max % )
C 0,15
Mn 1,37
P 0,017
S 0,0026
Si 0.342
Cr 0.024
Cu 0.019
V 0.005
Sumber: Mill Certificate Material HSLA A 572 Gr. 50
Pada Tabel 2.4 diatas dijelaskan bahwa kandungan karbon sebesar 0.15% dan
unsur lain seperti manganese, phosphorus, dan sulfur yang terdapat pada baja
HSLA A 572 Gr.50.
2.3 Submerged Arc Welding (SAW)
2.3.1 Proses Pengelasan Submerged Arc Welding (SAW)
Submerged Arc Welding (SAW) adalah proses di mana kawat elektroda
dilapisi tembaga terus menerus digunakan bersama dengan granulated fluks yang
dituangkan didepan busur sehingga memberikan media pelindung untuk
menangkal gas atmosfer agar tidak bereaksi dengan kolam logam cair. Diameter
kawat elektroda dapat berkisar antara 2 hingga 10 mm. Kedua sumber daya ac dan
dc digunakan meskipun dc dengan elektroda positif (dcep) adalah pilihan yang
lebih disukai (R S Parmar, 1997).
Proses las SAW adalah salah satu jenis las busur listrik dengan proses
memadukan material yang di las dengan cara memanaskan dan mencairkan metal
induk dan elektroda oleh busur listrik yang terletak diantara metal induk dan
elektroda. Arus dan lelehan metal diselimuti (ditimbun) dengan butiran pasir flux
diatas daerah yang di las. SAW tidak membutuhkan tekanan dan bahan pengisi
(filler metal) dipasok secara mekanis terus kedalam busur listrik yang terbentuk
diantara ujung filler elektroda dan logam induk yang ditimbun oleh flux. Elektroda
pada las SAW terbuat dari logam padat (solid). Prinsip pada pengelasan ini hampir
sama dengan pengelasan SMAW. Bedanya dengan SAW adalah flux yang digunakan
tidak dibungkus ke elektroda, menggunakan elektroda kontinyu, arus lebih tinggi
11
sehingga dapat digunakan untuk mengelas benda yang lebih tebal hanya dengan
langkah yang sedikit ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Proses Pengelasan SAW
(Sumber: Herman, 2012)
Dari hal-hal seperti disebutkan di atas keadaan yang paling menguntungkan
dalam pengelasan ini adalah besarnya arus yang dapat digunakan. Bila
menggunakan beberapa elektroda dalam waktu yang bersamaan arus las dapat
dinaikkan sampai kira-kira 3000 amper. Hubungan antara efisiensi dan arus dalam
pengelasan busur rendam ditunjukkan dalam seperti pada Gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.2 Hubungan Kecepatan Pemindahan Logam Dengan Arus Pengelasan Dalam Las Busur
Rendam
(Sumber: Wiryosumarto, 2000)
Karena dalam pengelasan ini busur listriknya tidak kelihatan, maka sangat
sukar untuk mengatur jatuhnya ujung busur. Di samping itu karena
mempergunakan kawat elektroda yang besar maka sangat sukar untuk memegang
12
alat pembakar dengan tangan tepat pada tempatnya. Karena kedua hal tersebut
maka pengelasan selalu dilaksanakan secara otomatis penuh. Mesin las otomatik
pelaksanaannya bermacam-macam, salah satu di antaranya ditunjukkan dalam
Gambar 2.3 dibawah. Pada jenis ini kepala las dibawa oleh kereta yang berjalan
melalui rel penuntun sepanjang garis las. Fluks yang diperlukan diumpankan
melalui pipa penyalur dari penampung fluks yang juga terletak di atas kereta.
Biasanya mesin las ini melayani satu elektroda saja, tetapi untuk memperbaik i
efisiensi pengelasan kadang-kadang satu mesin melayani dua atau tiga elektroda.
Mesin las ini dapat menggunakan sumber listrik arus bolak-balik yang lamban dan
arus searah dengan tegangan tetap. Bila menggunakan listrik AC perlu adanya
pengaturan kecepatan pengumpanan kawat las yang dapat diubah-ubah untuk
mendapatkan panjang busur yang diperlukan. Hal ini dapat diatur dengan
mengukur tegangan busur yang kemudian dipakai dasar untuk menentukan
kecepatan pengumpanan kawat. (Wiryosumarto, 2000).
Gambar 2.3 Mesin Las Busur Rendam (Sumber: Wiryosumarto, 2000)
Seperti terlihat pada Gambar 2.3. bila menggunakan sumber listrik arus
searah dengan tegangan tetap kecepatan pengumpan dapat dibuat tetap dan
biasanya memakai polaritas balik. Mesin las dengan listrik DC ini kadang-kadang
digunakan untuk mengelas pelat tipis dengan kecepatan tinggi atau untuk
pengelasan dengan elektroda lebih dari satu.
Sifat-sifat daerah las yang dihasilkan dengan las busur rendam sangat
dipengaruhi oleh kwalitas kawat las logam induk, bahan dari kawat las dan fluks
yang digunakan. Karena kwalitas kawat las dan fluks mempunyai pengaruh yang
13
besar terhadap hasil lasan maka keduanya dibahas secara terpisah. (Wiryosumarto,
2000).
Mesin las busur rendam sendiri memiliki beberapa macam, dapat
diklasifikasikan berdasarkan posisi pembawanya (Mounting) terdapat 3 jenis Mesin
yaitu:
- Tracktor SAW Machine.
- Gantry SAW Machine.
- Crane SAW Machine.
Masing – masing jenis mesin las SAW tersebut diatas dapat dilihat pada Gambar
2.4-2.6 dibawah ini (Batam Institutional Development Project, 2002) :
Gambar 2.4 Tracktor SAW Machine (Sumber : Batam Institutional Development Project, 2002)
Gambar 2.5 Gantry SAW Machine (Sumber : Batam Institutional Development Project, 2002)
14
Gambar 2.6 Crane SAW Machine
(Sumber : Batam Institutional Development Project, 2002)
Tractor SAW Machine ini termasuk yang termurah dan berguna untuk
pengelasan panjang seperti pada pengelasan sudut (Fillet) pada Beam-beam
Jembatan atau sambungan datar (Butt Joint) untuk panel-panel pada Kapal laut.
Kecepatan pengelasan, voltase serta kecepatan kawat elektrodanya dapat diatur
sesuai dengan yang dibutuhkan. Maksimum diameter kawat elektroda yang
digunakan 4 mm, sedangkan sumber powernya harus memiliki karakter voltase
konstan. Sedangkan bagian untuk pengelasannya (Welding Head) dapat berputar
dan bergerak sepanjang rel baik ke depan, atas, maupun kebawah serta memungk in
untuk pengelasan secara melingkar.
Gantry / Crane SAW Machine termasuk dalam kategori mesin yang sangat
mahal, karena mesin ini dilengkapi dengan peralatan yang sangat mempermudah
pengerjaan las karena dilengkapi dengan Gantry atau Crane, sehingga
memungkinkan untuk digunakan pengelasan didalam Bejana Tekan. Selain itu
mesin tipe ini pada umumnya dilengkapi dengan unit pengatur kecepatan, baik
untuk Kecepatan kawat elektroda maupun kecepatan pengelasannya sehingga
menjamin kestabilan busur api yang terjadi selama proses pengelasan, serta
maksimum diameter kawat elektroda yang dipergunakan sampai dengan 6 mm.
(Batam Institutional Development Project, 2002)
15
2.3.2 Pengelasan SAW Tandem
(Uttrachi GD, 1978) Proses pengelasan busur terendam dua kawat tandem
(SAW-T) adalah varian deposisi tinggi dari proses pengelasan busur terendam
kawat tunggal konvensional (SAW). Dalam proses (SAW-T), kabel utama
terhubung ke DC atau AC, dan kabel tambahan ke AC. Secara umum, arus busur
leading sangat mempengaruhi penetrasi las sedangkan lebar manik las dan tinggi
manik las sensitif terhadap arus busur trailing (Kiran, DV. 2014). Berikut adalah
Gambar 2.7 yang menjelaskan mekanisme proses pengelasan Submerged Arc
Welding Tandem.
Gambar 2.7 Mekanisme Proses Pengelasan SAW-T
(Sumber : https://www.twi-global.com/technical-knowledge/job-knowledge/equipment-for-
submerged-arc-welding-016)
SAW dapat dioperasikan dengan lebih dari satu elektroda. Kapasitas
maksimum hingga lima elektroda digunakan untuk mendapatkan tingkat deposisi
yang tinggi, biasanya digunakan dipabrik pipa. Sistem multi-elektroda yang paling
umum digunakan memiliki dua elektroda dalam pengaturan tandem. Elektroda
leading dijalankan pada DCEP untuk menghasilkan penetrasi yang dalam
sedangkan elektroda trailing dioperasikan pada AC yang menyebarkan kolam las,
yang ideal untuk mengisi sambungan. AC juga meminimalkan interaksi antara
busur, dan risiko kurangnya cacat fusi dan porositas melalui defleksi busur (busur
pukulan). Elektroda biasanya berjarak 20 mm terpisah sehingga elektroda kedua
masuk ke bagian belakang kolam las (TWI Global.com).
2.3.3 Parameter Pengelasan
Kestabilan dari busur api yang terjadi pada saat pengelasan merupakan
masalah yang paling banyak terjadi dalam proses pengelasan dengan SAW, oleh
16
karena itu kombinasi dari arus listrik (I) yang dipergunakan dan tegangan (V) harus
benar-benar sesuai dengan spesifikasi kawat elektroda dan flux yang dipakai.
Beberapa hal yang diperhatikan diperhatikan dalam pengelasan adalah sebagai
berikut :
1. Arus Listrik
Setiap kenaikan arus listrik yang dipergunakan pada saat pengelasan akan
meningkatkan Penetrasi serta memperbesar kuantiti lasnya. Penetrasi akan
meningkat 2 mm per 100 A dan Kuantiti las meningkat juga 1,5 Kg/jam per 100
A, berikut Gambar 2.8 yang menjelaskan bagaimana pengaruh arus listrik.
Pengaruh Arus Listrik
Gambar 2.8 Pengaruh Arus Listrik (Sumber: Batam, 2002)
Sedangkan pengaruhnya terhadap diameter kawat elektroda yang
dipergunakan pada saat proses pengelasan adalah diammeter (mm) x (100-200)
(A), berikut Tabel 2.5 rekomendasi diameter elektroda dan arus.
Tabel 2.5 Rekomendasi Diameter Elektroda Dan Arus (A)
Kawat Elektroda Diameter
(mm)
Arus listrik
(A)
Kawat Elektroda Dimetr
(mm)
Arus listrik
(A)
1,2 120 – 250 3 280 – 650
1,6 160 – 350 4 350 – 900
2,0 200 – 450 5 500 – 1100
2,5 240 – 570 6 600 – 1400
Sumber: Batam Institutional Development Project, 2002
2. Tegangan Listrik
Setiap peningkatan tegangan listrik (V) yang dipergunakan pada proses
pengelasan akan semakin memperbesar jarak antara tip elektroda dengan material
yang akan di las, sehingga busur api yang terbentuk akan menyebar dan
17
mengurangi Penetrasi pada material las. Konsumsi flux yang dipergunakan akan
meningkat sekitar 10% pada setiap kenaikan 1 Volt tegangan.
3. Kecepatan Pengelasan
Jika kecepatan awal pengelasan dimulai pada kecepatan 40 Cm/Menit, setiap
pertambahan kecepatan akan membuat bentuk jalur las yang kecil (Welding Bead),
penetrasi, lebar serta kedalam las pada benda kerja akan berkurang. Tetapi jika
kecepatan pengelasannya berkurang dibawah 40 Cm/Menit cairan las yang terjadi
dibawah busur api las akan menyebar serta penetrasi yang dangkal, hal ini
dikarenakan over heat.
4. Polaritas Arus Listrik
Pengelasan dengan kawat Elektroda Tunggal pada umumnya menggunakan
tipe arus Direct Current (DC), Elektroda Positif (EP), jika menggunakan Elektroda
Negatif (EN) penetrasi yang terbentuk akan rendah dan kuantiti las yang tinggi.
Pengaruh dari arus alternating curret (AC) pada bentuk butiran las dan kuantit i
pengelasan antara elektroda positif dan negatif adalah sama yaitu cenderung
porosity, oleh karena itu dalam proses pengelasan yang menggunakan arus AC
harus memakai flux yang khusus.
Penggunaan pengelasan Submerged Arc Welding dengan sumber tenaga AC
voltage konstan ialah untuk pemakaian :
1. Arus tinggi.
2. Elektroda majemuk (tandem, triple, atau quarter).
3. Pengelasan dengan kampuh sempit (narrow gap).
4. Pengelasan untuk plat-plat tebal.
18
2.4 Komponen Pada Submerged Arc Welding (SAW)
Mesin las yang digunakan pada penelitian ini adalah double wire dengan arus
DC dan AC. Berikut Gambar 2.9 menunjukkan mesin las yang digunakan.
Gambar 2.9 Mesin Las SAW Tandem Double Wire
(Sumber: Dokumen Pribadi, 2019)
Bagian-bagian mesin Submerged Arc Welding (SAW) Tandem
1. Power supply
2. Electrode delivery system
3. Flux distribution system
4. Travel arrangement
5. Control system
6. Flux recovery (pemulung flux) sebagai pilihan
7. Positioning equipment (Alat pengarah)
2.5 Kawat Elektroda
Ukuran kawat – kawat elektroda di mulai dari ukuran 1.2 mm, 1.6 mm, 2.0
mm, 2.5 mm, 3 mm, 4 mm, 5 mm, dan 6 mm. Data arus listrik berdasarkan diameter
elektorda dapat dilihat pada Tabel 2.6 dibawah ini.
Tabel 2.6 Data Arus Listrik Berdasarkan Diameter Elektroda
Kawat Elektroda
Diameter (mm)
Arus listrik (A) Kawat Elektroda
Dimetr (mm)
Arus listrik (A)
1,2 120 – 250 3 280 – 650
1,6 160 – 350 4 350 – 900
2,0 200 – 450 5 500 – 1100
2,5 240 – 570 6 600 – 1400
Sumber: Batam Institutional Development Project, 2002
19
Kawat-kawat las yang digunakan untuk las busur rendam mempunya i
komposisi kimia yang berbeda-beda tergantung pada penggunaannya. Secara kasar
kawat-kawat tersebut dapat dibedakan berdasarkan kandungan mangan (Mn)
sebagai berikut:
1. Kelompok Mn rendah, kelompok ini mengandung Mn antara 0 ,2 sampai
0,8% dan biasanya digunakan bersama-sama dengan fluks jenis ikatan.
2. Kelompok Mn sedang, kandungan Mn dalam kawat las ini berkisar
antara 0,8 sampai 1,8% dan biasanya digabungkan dengan fluks jenis
leburan.
3. Kelompok Mn tinggi, kawat las ini berisi Mn antara 1,8 sampai 2,2%
dan penggunaannya digabung dengan fluks jenis leburan. Kelompok ini
dapat dipakai untuk berbagai penggunaan misalnya las lapis tunggal, las
lapis banyak, las tumpul dan las sudut.
Kawat tersebut biasanya dibuat dengan diameter 2.4, 3.2, 4.0, 4.8, 5.6, 6.4,
dan 8.0 mm. Berdasarkan efisiensi pengelasan, kawat yang banyak digunakan
adalah kawat dengan diameter antara 4.0 sampai 6.4 mm. (Wiryosumarto, 2000).
Berikut adalah Tabel 2.7 yang menjelaskan spesifikasi kawat las busur rendam dari
JIZ Z 3311 & Tabel 2.8 yang menjelaskan spesifikasi kawat las busur rendam dari
aws A571.
Tabel 2.7 Spesifikasi Kawat Las Busur Rendam. (JIZ Z 3311-1964)
Klasifikasi
Komposisi Kimia Kawat Las (%)
C Si Mn P S
SAW 11 ≤ 0.10
≤ 0.05
0.20 – 0,80
≤0.030 ≤0.030
SAW 21
≤ 0.13 0.80 – 1.30 SAW 22 0.05 – 0.25
SAW 23 0.25 – 0.45
SAW 31
≤ 0.15
≤ 0.05
1.30 – 1.80
SAW 32 0.05 – 0.25
SAW 41 ≤ 0.17 0.80 – 2.20 0.80 – 2.20
Sumber: Wiryosumarto, 2000
20
Tabel 2.8 Spesifikasi Kawat Las Busur Rendam (AWS A 5.71 – 1976)
Klasifikasi Komposisi Kimia Kawat Las (%)
C Si Mn P S Cu Lainnya
EL 8 ≤ 0.10
≤ 0,05 0.30 – 0.55
≤0.03 ≤0.035 ≤0.3 ≤0.50
EL 8K 0.10 – 0.20
EL 12 0.07 – 0.15 ≤ 0.05 0.35 – 0.60
EM 5K ≤ 0.06 0.40 – 0.70 0.90 – 1.40
EM 12 0.07 – 0.15
≤ 0.05 0.85 – 1.25
EM 12 K 0.15 – 0.35
EM 13M 0.07 – 0.19 0.45 – 0.70 0.90 – 1.40
EM 15K 0.12 – 0.20 0.15 – 0.35 0.85 – 1.25
EM 14 0.10 – 0.18 ≤ 0.05 1.75 – 2.25
Sumber: Wiryosumarto, 2000
Pada percobaan kali ini menggunakan jenis filler metal EM12K untuk proses
las Submerged Arc Welding dengan chemical composition dan mechanical
properties tercantum dalam Tabel 2.9-2.10 dibawah ini.
Tabel 2.9 Chemical Composition Filler Metal EM12K
Sumber: Mill Certificate Hyundai Electrode
Klasifikasi elektroda EM12K
*E : Electrode
*M : Medium Manganese
*12 : 0.12 nominal karbon konten pada elektroda
EM12K merupakan kawat las untuk pengelasan SAW yang mempunya i
kandungan mangan yang rendah dan rendah silicon. Tidak sensitif terhadap karat
pada logam dasar, elektroda ini adalah yang paling sering digunakan untuk
pengelasan SAW dengan polaritas AC atau DC.
Che m ic al Com p osi tio n (%)
C 0.09
Mn 1.01
Si 0.23
S 0.014
P 0.013
Cu 0.09
Sumber: Mill Certificate Hyundai Electrode
Tabel 2.10 Mechanical Properties Filler Metal EM12K Filler Metal Yield Streng th (Mpa ) Ultim ate Stren gth (Mpa )
EM12 K 465 552
21
2.6 Klasifikasi Flux
Pada pengelasan Submerged Arc Welding (SAW), memilik tiga macam type
flux diantaranya adalah berikut :
1. Fused Flux
2. Agglomerated Flux.
Fused Flux terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan, kapur,
boxit, kwarsa dan flourpar di dalam suatu tungku pemanas. Cairan terak akan
terbentuk akan di ubah kedalam bentuk flux dengan jalan:
1. Dituang di suatu cetakan dalam bentuk beberapa lapis atau susunan yang
tebal kemudian dipecah serta disaring sesuai dengan ukuran butiran yang
diinginkan.
2. Dari kondisi panas dituang ke dalam air, sehingga timbul percikan-
percikan yang kemudian disaring sesuai ukuranya. Metode ini lebih
efisien, tetapi kualitas flux yang dihasilkan mengandung hydrogen yang
cukup tinggi yang memerlukan proses lebih lanjut untuk mengurangi
kadar hydrogen tersebut.
Agglomerated flux ini dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-
butiran material yang ukuranya jauh lebih halus seperti mineral, ferro alloy, water
glass sebagai pengikat dalam suatu mixer yang khusus.
Selain dua jenis flux tersebut terdapat juga beberapa flux khusus yang
digunakan adalah sebagai barikut :
1. Flux untuk pengelasan kecepatan tinggi.
2. Flux khusus digunakan dengan arus AC.
3. Flux untuk multi kawat elektroda (kecepatan tinggi, AC).
4. Flux untuk pengelasan fillet.
5. Flux untuk pengelasan kawat elektroda tunggal atau ganda.
6. Flux untuk multipass welding.
7. Flux untuk pengelasan khusus diameter kecil.
22
2.7 Pengujian
Pengujian bahan bertujuan mengetahui sifat-sifat mekanik bahan atau cacat
pada bahan atau produk, sehingga pemilihan bahan dapat dilakukan dengan tepat
untuk suatu keperluan. Cara pengujian dibagi dalam dua kelompok yaitu pengujian
dengan merusak (destructive test) dan pengujian tanpa merusak (non destructive
test). Pengujian dengan meruak dilakukan dengan merusak benda uji dengan cara
pembebanan atau penekanan sampai benda uji tersebut rusak, dari pengujian ini
dapat diperoleh informasi tentang sifat mekanik bahan. Pengujian tanpa merusak
dilakukan memeberi perlakuan tertentu terhadap bahan uji atau produk jadi
sehingga diketahui adanya cacat pada benda uji (Rony wijaya, 2013).
2.7.1 Hardness Test
Kekerasan suatu bahan adalah suatu kemampuan material untuk menerima
beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan
terhadap penggoresan, tahan terhadap aus, tahan terhadap pengikisan. Kekerasan
suatu bahan merupakan sifat mekanik yang paling penting, Karena kekerasan dapat
digunakan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik yang lain, yaitu strength
(kekuatan). Bahan nilai kekuatan tarik yang dimiliki suatu material dapat
dikonversi dari kekerasanya, Seperti pada Gambar 2.10 berikut (Rony wijaya,
2013).
Gambar 2.10 Sifat Bahan Berdasarkan Kekerasan
(Sumber: Modul DT, 2014)
Istilah kekerasan (hardness) sebenarnya sangat sulit untuk didefinis ikan
secara tepat, karena setiap bidang ilmu memeberikan definisinya sendiri-send ir i
sesuai persepsi dan keperluan yang melatarbelakangi. Meskipun demikian dalam
23
tujuan teknik (engineering) yang menyangkut logam, suatu definisi yang cukup
mewakili, menyatakan bahwa kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk
tahan terhadap identasi atau penetrasi dan abrasi di dunia teknik, umumnya
pengujian kekerasan menggunakan tiga macam metode pengujian kekerasan,
yakni:
1. Metode Pengujian Kekerasan Brinell.
2. Metode Pengujian Kekerasan Vikers.
3. Metode Pengujian Kekerasan Rockwell.
Dari ketiga metode yang disebutkan diatas, biasanya yang sering digunakan hanya
dua saja yaitu Brinell dan Vickers.
2.7.2 Metallography
Metallography merupakan pengamatan struktur logam baik secara makro
maupun mikro dimana intinya adalah pengamatan struktur dan pengenalan yang
multiple tipe, ukuran, distribusi dan kuantitas. Tipe mewakili nama kelas pada
logam tertentu misalnya ferrite, pearlite, eutectoid dan sebagainya. Ukuran
mewakili dimensi dari fase dibandingkan dengan dimensi yang lain, misalnya
ukuran butir. Disribusi mewakili daerah penyebaran masing-masin fase diantara
luasan yang menjadi pengamatan dalam sample tersebut. Dalam pengujian mikro
tujuan utamanya mengetahui ukuran butir daerah HAZ dan butiran las, sedangkan
pada pengujian makro adalah mengetahui kedalam fusi dan lebar HAZ dan
pengaruh jumlah masukan panas. Adapun langkah dalam pengujian adalah sebagai
berikut.
1. Pengamplasan Spesimen
Tahap ini dilakukan pada pengujian makro maupun mikro. Untuk dapat
menghaluskan permukaan pada benda uji, agar kerak pada spesimen
menghilang dan mendapatkan kehalusan pada permukaan pengamplasan
spesimen menggunakan amplas ukuran 80, 180, 240, 320, 400, 600, 800,
1000, 2000 dan 5000.
2. Polishing Material
Proses polishing ini hanya pada pengujian mikro yang bertujuan untuk
mendapatkan permukaan yang mengkilap, supaya pada saat pengambilan
24
gambar tidak terjadi gangguan pada gambar hasil struktur mikronya. Pada
tahap ini dilakukan dengan menggunakan kain bludru serta bahan polish
menggunakan pasta gigi Zact yang terdapat komposisi alumina yang dapat
mengkilapkan permukaan, setelah itu dibersihkan supaya bekas dari bahan
polishnya bersih dan tidak menghalangi hasil gambar struktur mikronya.
3. Etching
Tahap ini dilakukan pada pengujian makro maupun mikro. Pada pengujian
ini menggunakan larutan etsa nital yang merupakan paduan dari 2% HNO3
dan Alkohol 98%. Dilakukan pada base metal, weld metal dan HAZ.
Proses etching ini bertujuan untuk menampilkan lebar HAZ dan struktur
mikro serta menampilkan batas-batas butirnya.
4. Mengamati Gambar
Mengamati gambar struktur mikro dengan menggunakan mikroskop,
sehingga dapat melakukan pengambilan gambar struktur mikro, jika
gambar belum sesuai atau masih ada gangguan, dapat dilakukan lagi
proses polishing dan etching sampai gambar terlihat jelas.
5. Pengambilan Gambar Struktur Mikro
Setelah diamati gambar struktur mikro pada mikroskop sudah terliha t
jelas, dapat dilakukan pengambilan gambar dengan metode capture di
komputer yang di hubungkan pada mikroskop optik (Modul NDT, 2008).
2.7.3 Penetrant Test
Uji liquid penetrant merupakan salah satu metoda pengujian jenis NDT (Non
Destructive Test) yang relatif mudah dan praktis untuk dilakukan. Uji liquid
penetrant ini dapat digunakan untuk mengetahui diskontinyuitas halus pada
permukaan seperti retak, berlubang atau kebocoran. Pada prinsipnya metoda
pengujian dengan liquid penetrant memanfaatkan daya kapilaritas. Liquid
penetrant dengan warna tertentu (merah) meresap masuk kedalam diskontinyuitas,
kemudian liquid penetrant tersebut dikeluarkan dari dalam diskontinyuitas dengan
menggunakan cairan pengembang (developer) yang warnanya kontras dengan
liquid penetrant (putih). Terdeteksinya diskontinyuitas adalah dengan timbulnya
25
bercak-bercak merah (liquid penetrant) yang keluar dari dalam diskontinyuitas.
Diskontinyuitas yang mampu dideteksi dengan pengujian ini adalah diskontinyuitas
yang bersifat terbuka dengan prinsip kapilaritas seperti pada Gambar 2.11. Prinsip
kapilaritas dalam pengujian liquid penetrant seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11
berikut:
Gambar 2.11 Proses Kapilaritas Pada Spesimen Uji (Sumber: Modul NDT-2014)
2.7.4 Visual Inspection
Visual Inspection dilakukan setelah proses pengelasan pada material, standart
yang digunakan sebagai acceptance criteria visual inspection adalah AWS D1.1
Clause 4.9.1.2 Visual Incpestion of Fillet Weld, berikut adalah acceptance criteria
AWS D1.1 Clause 4.9.1.2 Visual Incpestion of Fillet Weld:
1. Setiap retakan tidak dapat diterima, berapapun ukurannya.
2. Semua kawah harus terisi hingga seluruh bagian lasan.
3. Ukuran leg size las fillet tidak boleh kurang dari ukuran leg size yang
disyaratkan.
4. Profil pengelasan harus memenuhi persyaratan.
5. Undercut pada base metal tidak boleh melebihi 1mm.
Peralatan yang umum digunakan untuk melakukan visul inspection antara lain
adalah:
1. Senter.
2. Welding Gauge.
3. Penggaris.
4. Marker.
Cacat yang umumnya terjadi pada permukaan hasil pengelesan antara lain:
1. Retak pengelasan.
2. Undercut.
3. Incomplate side wall fusion.
26
4. Porosity.
5. Underfill.
2.7.5 Fillet Weld Test
Sambungan T fillet yang dilas, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12
untuk pelat atau Gambar 2.13 untuk pipa (Detail A atau Detail B) berikut, harus
dibuat untuk setiap WPS dan posisi yang akan digunakan dalam konstruksi.
Diperlukan pengujian untuk lasan fillet Single-pass ukuran maksimum dan lasan
fillet multi-pass ukuran minimum yang digunakan dalam konstruksi. Dua uji lasan
fillet ini dapat digabungkan dalam satu lasan atau rakitan uji tunggal atau
dikualifikasikan secara individual sebagai kualifikasi mandiri. Setiap lasan harus
dipotong tegak lurus terhadap arah pengelasan di lokasi yang ditunjukkan pada
Gambar 2.12 atau Gambar 2.13. Spesimen yang mewakili satu sisi dari setiap
potongan harus merupakan spesimen uji makroetch dan harus diuji sesuai dengan
4.9.4.
Gambar 2. 12 Fillet Weld Soundness Test Untuk WPS Qualification
(Sumber: AWS D1.1 2015)
Gambar 2.13 Pipe Fillet Weld Soundness Test Untuk WPS Qualification
(Sumber: AWS D1.1 2015)
27
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alur
Metodologi yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan diagram alur
yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 dibawah ini.
Gambar 3.1 Diagram Alur
28
3.2 Garis Besar Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu menarik hasil
kesimpulan dengan cara melakukan percobaan yang sebenarnya dengan parameter-
parameter yang telah ditentukan sebelumnya. Tempat yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah ini berada di PT. Korindo Heavy Industry & Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya. Penelitian ini menggunakan mesin las Submerged Arc
Welding (SAW) Tandem & Single berikut peralatan yang disiapkan adalah mesin
las SAW, flux dengan type S-717 AWS A5.17 EM12K serta filler EM12K AWS
A5.17 sedangkan untuk materialnya berupa plat HSLA A 572 Gr. 50 dengan
ketebalan 22mm. Untuk penelitian ini menggunakan tiga variasi arus yaitu 500A-
500A DC/AC SAW Tandem, 650A-500A DC/AC SAW Tandem, & 500A DC SAW
Single. Pengujian yang dilakukan menggunakan pengujian kekerasan, struktur
mikro dan makro untuk mengetahui seberapa dalam penetrasi yang dihasilkan.
Pengujian dilakukan untuk mengetahui bagaimana penetrasi yang dihasilkan,
bagaimana nilai kekerasan material tersebut dan bagaimana struktur mikronya.
3.3 Studi Literatur
Studi literatur meliputi pengumpulan sumber-sumber referensi dan data yang
dijadikan sebagai acuan untuk pembentukan spesimen, pelaksanaan penelit ian
sampai penelitian ini selesai, serta mempelajari teori-teori yang berhubungan
dengan penelitian ini dan beberapa referensi yang berhubungan dengan objek yang
akan dibahas serta beberapa sumber lainnya.
3.4 Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data dari tinjauan pustaka atau dasar teori yang
mendukung dan berkaitan baik secara langsung maupun tidak terhadap masalah
yang akan diteliti.
3.5 Persiapan alat dan bahan
Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pengerjaan penelit ian
ini adalah sebagai berikut:
3.5.1 Material
Material logam induk yang akan digunakan dalam penelitian adalah
baja karbon HSLA A 572 Gr.50 dengan tebal 22mm.
29
3.5.2 Logam Pengisi (Filler metal) & Flux
Logam pengisi menggunakan EM12K, merupakan filler metal untuk
proses las Submerged Arc Welding dengan spesifikasi AWS A5.17 EM12K
dengan diameter 4mm. Dan Flux yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan type S-717 X EM12K dengan spesifikasi AWS A5.17 F7A6.
3.5.3 Alat
Penelitian ini membutuhkan alat yang dapat mendukung dalam proses
pembuatan, pembentukan, pengujian, dan penganalisaan spesimen uji untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Peralatan tersebut antara lain :
1. Mesin las Submerged Arc Welding (SAW) Tandem & Single.
2. Mesin oven flux
3. Mesin gerinda
4. Mesin potong
5. Tang amper
6. Penggaris
7. Welding gauge
8. Sikat baja
3.6 Proses Pengelasan
Proses pengelasan dalam pengerjaan penelitian ini menggunakan mesin las
SAW Tandem & Single dengan langkah- langkah sebagai berikut :
1. Pemotongan spesimen sesuai dengan ukuran yang akan digunakan yaitu
400 mm x 150 mm x 22 mm.
30
2. Pembentukan Joint Design T joint (PJP) dengan bevel pada spesimen
dengan sudut 50° pada kedua sisinya dan root face 6 mm seperti pada
Gambar 3.2 dibawah ini.
Gambar 3.2 Desain join PJP (Sumber: Dokumen Pribadi, 2019)
3.7 Pengujian Spesimen
Setelah pengelasan selesai selanjutnya dilakukan pengujuian untuk
mengetahui data pada hasil pengelasan. Jenis pengujian yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut:
3.7.1 Visual Inspection
Visual Inspection dilakukan setelah proses pengelasan pada material, standart
yang digunakan sebagai acceptance criteria visual inspection adalah AWS D1.1
Clause 4.9.1.2 Visual Incpestion of Fillet Weld, berikut adalah acceptance criteria
AWS D1.1 Clause 4.9.1.2 Visual Incpestion of Fillet Weld:
1. Setiap retakan tidak dapat diterima, berapapun ukurannya.
2. Semua kawah harus diisi ke seluruh bagian lasan.
3. Ukuran leg size las fillet tidak boleh kurang dari ukuran leg size yang
disyaratkan.
4. Profil pengelasan harus memenuhi persyaratan.
5. Undercut pada base metal tidak boleh melebihi 1mm.
31
3.7.2 Pengujian Hardness (kekerasan)
a. Persiapan material uji yang meliputi :
i. Material uji dihaluskan pada permukaan yang akan diamati dengan
menggunakan polishing machining.
ii. Material uji di – Etching (dietsa), hal ini dilakukan untuk dapat
menghaluskan dan meratakan permukaan pada spesimen uji, agar
kerak sisa hasil etching sebelumnya pada spesimen menghilang dan
mendapatkan kehalusan pada permukaanya. Pengamplasan spesimen
menggunakan amplas grade 120, 240, 320, 400, 800 dan 1000.
iii. Material uji dibilas dengan air bersih dan disemprotkan alkohol
kemudian dikeringkan dengan menggunakan dryer.
b. Alat tes kekerasan harus di kalibrasi terlebih dahulu.
c. Alat tes kekerasan harus tegak lurus dengan spesimen.
d. Tempatkan spesimen pengujian dan atur dengan tepat titik penetrasi yang
telah ditentukan.
e. Tentukan titik lokasi yang akan dipenetrasi, kemudian tentukan jarak
antara titiknya, berikut Gambar 3.3 berikut adalah pengambilan titik untuk
uji Hardness.
Gambar 3.3 Gambar Pengambilan Titik Untuk Uji Kekerasan (Sumber: Dokumen Pribadi, 2019)
Keterangan: D : Dalam.
T : Tengah.
L : Luar.
32
f. Tentukan berapa beban yang akan digunakan.
g. Setelah 15 detik akan muncul penetrasi yang terjadi.
h. Ukur dimensi penetrasi, kemudian catat pada laporan kerja.
i. Lakukan prosedure D sampai prosedure H untuk masing-masing titik yang
telah ditentukan.
j. Lakukan berulang untuk untuk semua spesimen uji.
3.7.3 Pengujian Metallography (Macro & Micro Structure)
Pengujian metalografi yang di gunakan pada penelitan ini adalah uji makro &
mikro. Uji metalografi dilakukan untuk melihat terjadinya perubahan struktur
mikro dan makro pada obyek penelitian sebagai akibat dari proses-proses
eksperimen yang telah diterima pada material tersebut juga untuk mengkualifikas i
fillet weld test untuk Welding Procedure Specification SAW Tandem. Acceptance
Criteria for Macroetch Test menggunakan AWS D1.1 clause 4.9.4.1, berikut adalah
clause 4.9.4.1 Acceptance Criteria for Macroetch Test:
1. PJP Grove Weld: aktual weld size harus sama dengan atau lebih besar dari
spesifikasi weld size (E).
2. Fillet Weld harus memenuhi fusi hingga root dari sambungan pengelasan.
3. Minimum leg size harus memenuhi spesifikasi fillet weld size.
4. PJP Grove welds dan Fillet welds harus memenuhi kriteria berikut:
a. Tidak ada retak pengelasan
b. Fusi menyeluruh antara lapisan yang berdekatan dari lapisan logam
las dan antara logam las dan base metal.
c. Profil las sesuai dengan detail yang ditentukan, tetapi dengan tidak
ada variasi yang dilarang.
d. Tidak boleh ada undercut melebihi 1/32in [1mm].
Pengamatan uji metalografi mikro spesimen, alat, dan bahan yang digunakan:
a. Spesimen
b. Kertas gosok (grid 320,400 dan 600)
c. Kain wool
d. Bubuk alumina
33
e. Larutan nital 2% (Alkohol 98 ml + HNO3 2 ml)
f. Kain bersih.
Langkah langkah dalam melakukan pengujian mikro meliputi:
1. Pemotongan spesimen
Proses ini tidak dilakukan pada praktik metalografi, karena spesimen
yang disediakan telah dipotong dengan ukuran tertentu. Hal ini bertujuan
untuk mempersingkat waktu.
2. Grinding
a. Mengambil kertas gosok yang paling kasar (grid 240) yang telah digunting
sesuai dengan bentuk piringan hand grinding dan pasang pada hand
polishing machine setelah itu menyalakan polishing machine
b. Menyalakan polishing machine, buka katup sehingga air mengalir di kertas
gosok tersebut dan sampai permukaan halus.
c. Mengangkat spesimen dan amati permukaan yang digosok. Bila masih ada
goresan yang tidak searah dengan orientasi gosokkan, gosok lagi sampai
tidak ada lagi goresan yang tidak searah.
d. Bila goresan sudah searah, matikan polishing machine dan aliran air,
kemudian ganti kertas gosok dengan grid yang lebih halus (grid 320, 400,
dan 600) dan gosok lagi seperti langkah sebelumnya.
e. Bila proses grinding telah selesai, mematikan polisher dan aliran polisher
serta cuci spesimen dengan air.
f. Hal yang perlu di perhatikan dalam proses grinding yaitu setiap pergantian
kertas gosok maka arah orientasi penggosokan harus tegak lurus dengan
arah orientasi penggosokan sebelumnya.
3. Polishing
a. kertas kain wool diambil dan dipasang pada polishing machine
b. Polishing machine dinyalakan, membuka sedikit katup air sehingga air
mengalir tidak terlalu deras diatas kain wool yang berputar.
c. Benda yang akan di polishing di celupkan terlebih dahulu ke dalam serbuk
alumina.
d. Spesimen diambil, ditelungkupkan pada polisher dengan sedikit tekanan
diatas kain wool tersebut dan tahan sampai benda uji halus.
34
e. Spesimen diangkat dan diamati permukaan benda uji, apabila benda uji
belum halus maka benda uji harus di polisher lagi sampai tidak ada goresan
lagi.
f. Proses polisher selesai jika bekas goresan dari proses grinding (grid 600)
telah hilang dan halus seperti cermin.
g. Untuk membersihkan sisa-sisa polishing powder, spesimen dicuci dengan
air dan alkohol, lalu dikeringkan dengan dryer atau digosok dengan soft
tissue.
4. Etsa
a. Menyiapkan alat-alat yang diperlukan seperti pipet, cawan kimia dan hand
dryer yang telah dibersihkan terlebih dahulu
b. Mengambil larutan HNO3 2 ml dengan pipet dan tuangkan ke cawan kimia
c. Campur HNO3 dengan alkohol 98 ml.
d. Masukkan spesimen ke dalam cawan kimia tersebut selama beberapa detik
dan ambil kembali kemudian menyiramnya dengan air.
e. Mengeringkan spesimen tersebut dengan hand dryer.
f. Pengamatan dengan mikroskop.
g. Meletakkan spesimen di bawah lensa mikroskop.
h. Mengatur pembesaran (100x atau 200x dan 500x).
i. Menyalakan lampu dan mengatur fokusnya, menggambar struktur mikro
yang tampak pada lembar kerja.
j. Apabila telah selesai, matikan lampu.
k. Menganalisa gambar struktur mikro spesimen.
3.7.4 Pengujian Penetrant
A. Menentukan Teknik Uji Liquid Penetrant
Sebelum pengujian dilakukan ditentukan terlebih dahulu teknik yang
digunakan dalam Liquid Penetrant Test, yaitu dengan menggunakan Solvent
Removable System. Solvent removable system digunakan pada saat pre cleaning dan
pembersihan penetrant. Penetrant jenis ini larut dalam surfaktan. Pembersihan
penetrant secara optimum dapat dicapai dengan cara mengelap permukaan benda
kerja dengan lap yang telah dilembabkan dengan solvent. Tahap akhir dari
35
pengelapan dilakukan dengan menggunakan kain kering. Pengujian kemudian
dilakukan dengan menggunakan material uji berupa Weld part (baja karbon).
B. Pre Cleaning
Pertama-tama sebelum dilakukan pengujian liquid penetrant, spesimen
dibersihkan terlebih dahulu dengan cara mengelap permukaan menggunakan kain
lap, kemudian kain lap yang lebih bersih dibasahi dulu dengan cleaner lalu
digosokkan pada spesimen untuk membersihkan spesimen dari kotoran, oli, lemak-
lemak, dll kemudian spesimen disemprot dengan cleaner kemudian material uji
dilap hingga benar-benar bersih.
C. Penentuan Dwell Time
Sebelum dilakukan penyemprotan liquid penetrant terlebih dahulu ditentukan
Dwell Time yang digunakan untuk proses penetrasi liquid penetrant dengan baik.
Dwell Time ditentukan dengan dua pertimbangan, yang pertama ditentukan dari
bahan penetrant tersebut, dan yang kedua menggunakan tabel standart dari ASME
section V article 6, berdasarkan bahan yang digunakan. Karena material ujinya
berupa weld part maka Dwell Time minimumnya adalah 5 menit.
D. Aplikasi Liquid Penetrant
Setelah itu dilakukan penyemprotan liquid penetrant ke material uji dengan
Dwell Time 5 menit yang ditujukan agar diperoleh penetrasi liquid penetrant yang
baik. Selain itu juga warna liquid penetrant yang digunakan berbeda (kontras)
dengan warna developer yang digunakan supaya dapat diketahui secara visual
diskontinyuitas yang ada.
E. Pembersihan sisa penetrant
Setelah liquid penetrant disemprotkan, dan dengan menggunakan Dwell Time
5 menit, liquid penetrant yang ada di daerah spesimen yang akan diamati,
dibersihkan dengan menggunakan solvent. Caranya yaitu dengan mengelap
permukaan spesimen dengan kain yang telah dilembabkan dengan solvent dengan
arah searah. Perhatian kain yang digunakan harus bersih karena dikhawatirkan
kotoran yang ada pada kain akan menempel pada spesimen uji.
F. Aplikasi Developer
Setelah 5 menit liquid penetrant yang telah disemprotkan pada material uji
dibersihkan bagian atasnya (permukaannya) dengan menggunakan lap kering.
36
Setelah itu agar permukaan material uji lebih bersih dari liquid penetrant maka
permukaan material uji dibersihkan dengan lap ataupun kertas penyerap yang
dilembabkan dengan cleaner untuk membersihkan permukaan spesimen hingga
tidak ada lagi sisa penetrant yang ada kecuali yang meresap di dalam
diskontinyuitas. Sebelum diberi (disemprotkan) developer terlebih dahulu dilihat
Dwell Time dari developer yang digunakan. Dwell Time dari developer yaitu
minimum 10 menit. Setelah itu barulah disemprotkan ke material uji dengan jarak
penyemprotan 20 cm sehingga diperoleh penyemprotan yang rata ke seluruh
permukaan material uji.
G. Evaluasi
Setelah spesimen disemprot dengan liquid penetrant dengan rata, kemudian
ditunggu selama 10 menit hingga benar-benar diperoleh hasil yang baik lalu kita
mengamati adanya warna liquid penetrant yang tampak karena terangkat keluar
kepermukaan oleh developer. Warna yang tampak tersebut kemudian diukur
panjangnya dan didokumentasikan untuk diperoleh data yang lebih baik mengena i
diskontinyuitas yang diperoleh dari pngujian Non-Destructive Test dengan
menggunakan Liquid Penetrant.
H. Post Cleaning
Setelah diadakan evaluasi, tahap yang terakhir yaitu pembersihan spesimen.
Spesimen dibersihkan dengan cara mengelap permukaan menggunakan kain lap,
kain lap yang telah dibasahi dengan cleaner, kemudian spesimen disemprot dengan
cleaner kemudian dilap lagi dengan kain lap. Hal ini ditujukan agar liquid penetrant
dan developer yang telah disemprotkan pada spesimen dapat terangkat, sehingga
spesimen bersih seperti pada tahap pre-cleaning.
3.8 Analisa Data
Dari data-data hasil pengujian yang telah dilakukan selanjutnya akan
dianalisa untuk mengetahui bagaimana penetrasi yang dihasilkan, nilai kekerasan,
dan struktur mikro dari proses pengelasan SAW Tandem & Single.
3.9 Kesimpulan
Setelah analisa selesai dilakukan pembahasan kemudian selanjutnya ditarik
suatu kesimpulan.
37
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengelasan
Data-data pengelasan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Material : HSLA A 572 Gr. 50.
Dimensi Material : Tebal 22mm.
Desain Sambungan : T-joint dengan bevel 50° (PJP).
Logam Pengisi : AWS A5.17 EM12K.
Diameter Elektroda : 4mm.
Proses Las : SAW Tandem & SAW Single
Bentuk Kampuh Las : Double bevel 50°
Posisi Pengelasan : 1F.
4.2 Data Parameter Pengelasan
Pengelasan ini menggunakan mesin las SAW Tandem & SAW Single dan
dikondisikan seperti dilapangan. Elektroda yang digunakan adalah EM12K dengan
diameter 4mm. Polaritas DC digunakan untuk lead electrode dan polaritas AC
digunakan untuk trailing electrode pada pengelasan SAW Tandem, sedangkan
untuk SAW Single menggunakan polaritas DC untuk single wire electrode. Setelah
dilakukan porses pengelasan didapat parameter pengelasan yang dapat dilihat pada
Tabel 4.1-4.6 dibawah ini:
Tabel 4.1 Parameter Pengelasan SAW Tandem Dengan Arus 500A/500A. Spesimen A
Weld Layer Type of
Electrode Amp Volt TS (cm/min) HI (kj/cm)
A
1 Lead 500 30
75 24.80 Trailing 500 32
2 Lead 500 29
75 24.40 Trailing 500 30
A’
1 Lead 500 30
75 25.05 Trailing 510 32
2 Lead 500 28
75 23.84 Trailing 510 31
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
38
Tabel 4.2 Parameter Pengelasan SAW Tandem Dengan Arus 500A/500A. Spesimen B, & C
Weld Layer Type of
Electrode Amp Volt
Speed
(cm/min) HI (kj/cm)
B
1
Lead 540 32
76 27.53
Trailing 550 32
2
Lead 550 32
75 28.16
Trailing 550 32
B’
1
Lead 540 30
76 26.68
Trailing 550 32
2
Lead 540 32
72 28.80
Trailing 540 32
C
1
Lead 550 36
75 28.64
Trailing 500 32
2
Lead 500 32
70 28.80
Trailing 550 32
C’
1
Lead 540 32
75 27.64
Trailing 540 32
2
Lead 540 32
70 29.38
Trailing 500 34
Sumber: Hasil Penelitian, 2019
Tabel 4.3 Parameter Pengelasan SAW Tandem Dengan Arus 650A/500A. Spesimen A
Weld Layer Type of
Electrode Amp Volt TS (cm/min) HI (kj/cm)
A
1 Lead 650 32
90 24.53 Trailing 500 32
2 Lead 650 31
75 28.12 Trailing 500 30
A’
1 Lead 650 31
90 22.76 Trailing 500 28
2 Lead 650 32
75 29.04 Trailing 500 31
Sumber: Hasil Penelitian, 2019
39
Tabel 4.4 Parameter Pengelasan SAW Tandem Dengan Arus 650A/500A. Spesimen B & C
Weld Layer Type of
Electrode Amp Volt TS (cm/min) HI (kj/cm)
B
1
Lead 650 32
90 24.53
Trailing 500 32
2
Lead 650 32
75 29.44
Trailing 500 32
B’
1
Lead 650 30
90 23.66
Trailing 500 32
2
Lead 650 32
75 29.44
Trailing 500 32
C
1
Lead 650 36
92 25.69
Trailing 500 32
2
Lead 650 32
75 29.44
Trailing 500 32
C’
1
Lead 650 32
92 24.53
Trailing 500 32
2
Lead 650 32
75 30.24
Trailing 500 34
Sumber: Hasil Penelitian, 2019
Tabel 4.5 Parameter Pengelasan SAW Single Dengan Arus 500A. Spesimen A
Weld Layer Type of
Electrode Amp Volt TS (cm/min) HI (kj/cm)
A
1 Single Wire 540 32 55 18.85
2 Single Wire 540 30 51 19.05
A’
1 Single Wire 550 32 51 20.70
2 Single Wire 550 32 45 23.46
Sumber: Hasil Penelitian, 2019
40
Tabel 4.6 Parameter Pengelasan SAW Single Dengan Arus 500A. Spesimen B & C.
Sumber: Hasil Penelitian, 2019
Parameter pengelasan diatas seluruhnya mengacu pada Welding Procedure
Spesification (WPS) yang dimiliki oleh perusahaan, dan hasil parameter diatas
didapatkan dari pencatatan data aktual saat proses pengelasan berlangsung
dilapangan, hasil dari proses pengelasan ini yang nantinya dianalisa dengan
beberapa pengujian yang akan dilakukan mulai dari visual inspeksi, penetrant test,
pengujian makro, pengujian kekerasan, dan struktur mikro.
Weld Layer Type of
Electrode Amp Volt TS (cm/min) HI (kj/cm)
B
1 Single Wire 540 32 55 18.85
2 Single Wire 540 30 51 19.05
B’
1 Single Wire 540 32 51 20.32
2 Single Wire 540 32 45 23.04
C
1 Single Wire 550 32 51 20.70
2 Single Wire 540 32 45 23.04
C’
1 Single Wire 540 32 51 20.32
2 Single Wire 540 32 45 23.04
41
4.3 Hasil Inspeksi Visual
Pengujian visual ini bertujuan melihat cacat atau tidak pada permukaan las
yang tampak dan bisa terlihat oleh mata atau alat bantu pengelihatan. Pengujian ini
dilakukan dengan cara mengamati hasil pengelasan secara detail dan seksama.
Dari hasil inspeksi visual didapatkan data seperti pada Tabel 4.7 dibawah ini:
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran Leg Size Pada Saat Inspeksi Visual.
Nama spesimen Type joint Leg Size (mm)
S 500 A
A 7
B 7.2
C 7.1
TD 500A/500A
A 7.3
B 7
C 7.2
TD 650A/500A
A 7.5
B 7.1
C 7
Sumber: Hasil Penelitian, 2019
Pengukuran leg size menggunakan welding gauge, dari Tabel 4.7 diatas dapat
diketahui leg size tertinggi terdapat pada pengelasan SAW Tandem dengan arus
650A/500A yaitu 7,5mm. Berikut Gambar 4.1 saat proses pengukuran leg size.
Gambar 4.1 Pengukuran Leg Size Menggunakan Welding Gauge. (Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
42
Untuk hasil pengelasan dapat dilihat pada Gambar 4.2-4.10 dibawah ini:
Gambar 4.2 Spesimen A Pengelasan SAW Single 500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.3 Spesimen B Pengelasan SAW Single 500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.4 Spesimen C Pengelasan SAW Single 500A
(Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.5 Spesimen A Pengelasan SAW Tandem 650A/500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
43
Gambar 4.6 Spesimen B Pengelasan SAW Tandem 650A/500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.7 Spesimen C Pengelasan SAW Tandem 650A/500A
(Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.8 Spesimen A Pengelasan SAW Tandem 500A/500A
(Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.9 Spesimen B Pengelasan SAW Tandem 500A/500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
44
Gambar 4.10 Spesimen C Pengelasan SAW Tandem 500A/500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Dari pengujin visual inspeksi, seluruh pengelasan pada setiap spesimen
dinyatakan memenuhi acceptance criteria dari AWS D1.1 clause 4.9.1.2 visual
inspection of fillet weld. Dalam proses pengelasan SAW jarang ditemukan cacat
pada surface weld metal dari hasil pengelasan, hal ini dikarenakan mesin SAW yang
otomatis, menghasilkan kualitas lasan yang sangat baik tanpa harus didukung
dengan kemampuan dari welding operator yang cukup baik. Hal ini dikuatkan oleh
(Parmar, 1997), proses pengelasan busur terendam sering lebih disukai karena
menawarkan tingkat produksi yang tinggi, efisiensi peleburan tinggi, kemudahan
otomatisasi dan persyaratan keterampilan operator yang rendah. Pengelasan SAW
ini pertama kali digunakan dalam industri dipertengahan 1930-an sebagai sistem
pengelasan kawat tunggal.
45
4.4 Hasil Uji PT (Penetrant Test)
Dari pengujian penetrant yang telah dilakukan tidak ditemukan adanya cacat
pada pengelasan pada semua spesimen mulai dari pengelasan SAW Tandem
650a/500a, SAW Tandem 500a/500a, dan Single 500a. Untuk hasil penetrant test
yang dilakukan pada pengelasan dapat dilihat pada Gambar 4.11-4.19 dibawah
berikut:
Gambar 4.11 Penetrant Test Pada Spesimen B Pengelasan SAW Single 500A
(Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.12 Penetrant Test Pada Spesimen C Pengelasan SAW Single 500A
(Sumber: Hasil Penelitin)
Gambar 4.13 Penetrant Test Pada Spesimen A Pengelasan SAW Single 500A
(Sumber: Hasil Penelitian, 2019)
46
Gambar 4.14 Penetrant Test Pada Spesimen A Pengelasan SAW Tandem 500A / 500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.15 Penetrant Test Pada Spesimen B Pengelasan SAW Tandem 500A / 500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.16 Penetrant Test Pada Spesimen C Pengelasan SAW Tandem 500A / 500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.17 Penetrant Test Pada Spesimen A Pengelasan SAW Tandem 650A / 500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
47
Gambar 4.18 Penetrant Test Pada Spesimen B Pengelasan SAW Tandem 650A / 500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.19 Penetrant Test Pada Spesimen C Pengelasan SAW Tandem 650A / 500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Pada pengujian penetrant test tidak ditemukan adanya cacat pada open
surface pengelasan. Berdasarkan acceptance criteria pada AWS D1.1 pengujian
penetrant test dinyatakan memenuhi acceptance criteria. Sama dengan pengujian
visual, hal ini karena proses pengelasan SAW memiliki kualitas las yang sangat
bagus, sehingga kemungkinan terjadinya cacat pengelasan sangat kecil terjadi.
Proses pengelasan busur terendam sering lebih disukai karena menawarkan tingkat
produksi yang tinggi, efisiensi peleburan tinggi, kemudahan otomatisasi dan
persyaratan keterampilan operator yang rendah. Pengelasan SAW ini pertama kali
digunakan dalam industri dipertengahan 1930-an sebagai sistem pengelasan kawat
tunggal (Parmar, 1997).
48
4.5 Hasil Uji Makro Etsa
Berdasarkan hasil pengujian makro, hasil dari pengujian makro etsa pada
spesimen pengelasan dapat dilihat sperti pada Gambar 4.20-4.22 berikut:
Gambar 4.20 Makro Etsa Pada Spesimen A, B, C Pengelasan SAW Single 500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.21 Makro Etsa Pada Spesimen A, B, C Pengelasan SAW Tandem 650A/500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
49
Gambar 4.22 Makro Etsa Pada Spesimen A, B, C Pengelasan SAW Tandem 500A/500A
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Berdasarkan acceptance criteria for Macroetch Test menggunakan AWS
D1.1 clause 4.9.4.1 semua hasil makro dinyatakan accepted. Dari hasil foto uji
makro tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan persentase dilusi, perhitungan
dilakukan dengan cara memasukkan foto makro untuk dianalisa menggunakan
autocad sehingga dihasilkan data seperti pada Tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8 Nilai Dilusi Pada Hasil Uji Makro
Variasi S 500A TD 500A/500A TD 650A/500A
A 43.48 44.49 46.61
B 38.86 40.60 46.78
C 37.86 37.60 43.52
Rata-rata 40.06 % 40.89 % 45.64 %
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
Dari Tabel 4.8 diatas didapat nilai rata-rata persentase dilusi dari setiap
variasi, dari nilai tersebut dapat diketahui pengaruh variasi arus yang dilakukan dan
seberapa besar pengaruhnya terhadap luasan daerah base metal yang ikut mencair.
Jika dilihat dari grafik persentase rata-rata nilai dilusi dari setiap variasi pada
Gambar 4.23 berikut:
50
Gambar 4.23 Grafik Rata-rata Persentase Dilusi
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Nilai tertinggi persentase dilusi yaitu terdapat pada variasi pengelasan SAW
Tandem dengan arus 650A/500A dengan nilai 45.64%, sedangkan pada variasi
pengelasan SAW Tandem dengan arus 500A/500A dengan nilai 40.89%, dan pada
pengelasan SAW Single dengan arus 500A menjadi nilai terendah yang didapatkan
dari persentase dilusi, dengan nilai 40.06 %.
Berdasarkan nilai persentase dilusi dapat diketahui semakin tinggi arus yang
digunakan dan perubahan proses pengelasan SAW Single menjadi SAW Tandem
maka penetrasi yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini dikuatkan oleh
pendapat (Pranesh B. Bamankar & Dr. S.M. Sawan, 2013) peningkatan arus
pengelasan meningkatkan kedalaman penetrasi. Diketahui bahwa lelehan tetesan
logam yang tertransfer dari elektroda ke material sangat terlalu panas. Ini bisa
dianggap wajar bahwa panas ekstra ini berkontribusi lebih banyak mencairkan
benda kerja. Hal selaras juga dikemukakan oleh (Batam International Development,
2002), setiap kenaikan arus listrik yang dipergunakan pada saat pengelasan akan
meningkatkan penetrasi serta memperbesar kuantiti lasnya. Penetrasi akan
meningkat 2mm per 100 A dan kuantiti las meningkat juga 1.5 Kg/jam per 100 A.
40.06%40.89%
45.64%
37.00%
38.00%
39.00%
40.00%
41.00%
42.00%
43.00%
44.00%
45.00%
46.00%
47.00%
S 500A TD 500A/500A TD 650A/500A
Per
sen
tase
Dil
usi
Persentase Rata-rata Dilusi
Presentase Rata-rata Dilusi
51
4.6 Hasil Uji Kekerasan (Hardness Test)
Data yang diperoleh dari hasil pengujian akan digunakan untuk menganalisa
bagaimana nilai kekerasan daerah weld metal & HAZ pada variasi arus proses
pengelasan SAW Tandem & Single. Pengambilan spot hardness test ditunjukkan
sperti pada Gambar 4.24 dibawah ini :
Gambar 4.24 Pengambilan Titik Untuk Pengujian Hardness. D : Dalam, T : Tengah, L : Luar
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Ada 3 titik di masing-masing weld metal dan HAZ disetiap variasi pengelasan.
Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Vickers. Identor menggunakan
pyramid intan dengan beban 10kgf dan lama waktu identasi 15 detik. Spesimen uji
kekerasan berjumlah 9 spesimen, 3 spesimen pengelasan SAW Tandem dengan arus
650A/500A, 3 spesimen pengelasan SAW Tandem dengan arus 500A/500A, dan 3
spesimen pengelasan SAW Single dengan arus 500A. Penentuan jarak antar titik
yang diuji sebesar 2.5dv seperti pada Gambar 4.25 berikut :
Gambar 4.25 Ketentuan Pengambilan Jarak Antar Titik Pengujian Hardness.
(Sumber : ASTM E384)
52
Data hasil pengujian & grafik rata-rata nilai kekerasan pada variasi arus
pengelasan SAW Tandem dengan arus 650A/500A, pengelasan SAW Tandem
dengan arus 500A/500A, dan pengelasan SAW Single dengan arus 500A
ditunjukkan pada Tabel 4.9-4.11 untuk weld metal dan Tabel 4.12-4.14 untuk HAZ,
serta Gambar 4.26 untuk nilai rata-rata kekerasan weld metal dan Gambar 4.27
untuk nilai rata-rata kekerasan HAZ sebagai berikut :
Tabel 4.9 Hasil Hardness Pada Daerah Weld Metal Pengelasan SAW Tandem 650A/500A
HV Weld Metal Tandem 650A/500A
A
(HVN)
B
(HVN)
C
(HVN)
Rata-rata
(HVN)
D 195.06 197.36 201.94 198.12
T 199.56 211.61 207.52 206.23
L 216.03 206.27 210.32 210.87
Rata-rata nilai kekerasan weld metal SAW Tandem 650A/500A 205.07
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
Tabel 4.10 Hasil Hardness Pada Daerah Weld Metal Pengelasan SAW Tandem 500A/500A
HV Weld Metal Tandem 500A/500A
A
(HVN)
B
(HVN)
C
(HVN)
Rata-rata
(HVN)
D 209.62 206.69 202.21 206.17
T 216.11 219.24 211.03 215.46
L 220.53 221.37 223.91 221.94
Rata-rata nilai kekerasan weld metal SAW Tandem 500A/500 214.52
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
Tabel 4.11 Hasil Hardness Pada Daerah Weld Metal Pengelasan SAW Single 500A
HV Weld Metal Single 500A
A
(HVN)
B
(HVN)
C
(HVN)
Rata-rata
(HVN)
D 227.93 225.95 222.75 225.54
T 226.66 222.13 228.66 225.82
L 228.09 225.71 224.93 226.24
Rata-rata nilai kekerasan weld metal SAW Single 500A 225.87
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
53
Tabel 4.12 Hasil Hardness Pada Daerah HAZ 1 & HAZ 2 Pengelasan SAW Tandem 650A/500A
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
Tabel 4.13 Hasil Hardness Pada Daerah HAZ 1 & HAZ 2 Pengelasan SAW Tandem 500A/500A
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
HV HAZ 1 Tandem 650A/500A
Identasi A
(HVN)
B
(HVN)
C
(HVN)
Rata-rata
(HVN)
1 206.41 203.28 207.73 205.81
2 205.45 204.29 207.38 205.71
3 203.42 201.41 201.28 202.04
Rata-rata nilai kekerasan HAZ 1 SAW Tandem 650A/500A 204.52
HV HAZ 2 Tandem 650A/500A
Identasi A
(HVN)
B
(HVN)
C
(HVN)
Rata-rata
(HVN)
1 205.63 206.13 204.38 205.38
2 206.72 204.65 205.78 205.72
3 206.42 203.37 205.16 204.98
Rata-rata nilai kekerasan HAZ 2 SAW Tandem 650A/500A 205.36
HV HAZ 1 Tandem 500A/500A
Identasi A
(HVN)
B
(HVN)
C
(HVN)
Rata-rata
(HVN)
1 206.96 204.91 205.45 205.77
2 202.94 206.62 203.01 204.19
3 208.91 204.29 206.14 206.45
Rata-rata nilai kekerasan HAZ 1 SAW Tandem 500A/500A 205.47
HV HAZ 2 Tandem 500A/500A
Identasi A
(HVN)
B
(HVN)
C
(HVN)
Rata-rata
(HVN)
1 206.96 205.43 206.74 206.38
2 205.26 206.62 206.31 206.06
3 205.52 205.57 206.14 205.74
Rata-rata nilai kekerasan HAZ 2 SAW Tandem 500A/500A 206.06
54
Tabel 4.14 Hasil Hardness Pada Daerah HAZ 1 & HAZ 2 Pengelasan SAW Single 500A
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
Gambar 4.26 Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan Pada Weld Metal
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Gambar 4.27 Grafik Perbandingan Nilai Kekerasan Pada HAZ 1 & 2
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
HV HAZ 1 Single 500A
Identasi A
(HVN)
B
(HVN)
C
(HVN)
Rata-rata
(HVN)
1 205.87 206.78 206.96 206.54
2 202.35 204.84 208.08 205.09
3 206.56 205.93 205.18 205.89
Rata-rata nilai kekerasan HAZ 1 SAW Single 500A 205.84
HV HAZ 2 Single 500A
Identasi A
(HVN)
B
(HVN)
C
(HVN)
Rata-rata
(HVN)
1 206.45 205.81 206.96 206.41
2 205.32 206.14 208.08 206.51
3 207.12 208.67 205.18 206.99
Rata-rata nilai kekerasan HAZ 2 SAW Single 500A 206.64
225.87
214.52
205.07
190.00
195.00
200.00
205.00
210.00
215.00
220.00
225.00
230.00
S 500A TD 500A/500A TD 650A/500A
Nil
ai K
eke
rasa
n (H
VN)
Rata-rata Nilai Kekerasan Weld Metal
Rata-rata Nilai Kekerasan Weld Metal
205.84205.47
204.52
206.64
206.06
205.36
203
203.5
204
204.5
205
205.5
206
206.5
207
S 500A TD 500A/500A TD 650A/500A
Nil
ai K
eker
asa
n (H
VN
)
Rata-rata Nilai Kekerasan HAZ 1 & 2
Rata-rata nilai kekerasan HAZ 1 Rata-rata Nilai kekerasan HAZ 2
55
Jika dilihat dari Tabel 4.9-4.14 dan Gambar 4.26-4.27 dapat dilihat bahwa
variasi nilai kekerasan pada masing-masing titik memiliki perbedaan, hal ini terjadi
karena pada masing-masing titik terpapar panas dengan masukan panas (heat input)
yang berbeda. Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Samir, 2015), dimana heat
input merupakan faktor utama nilai kekerasan. Hasil pengujian kekerasan untuk
setiap variasi pada weld metal menunjukkan bahwa semakin tinggi arus yang
digunakan maka nilai kekerasan semakin rendah pada weld metal & HAZ.
Berdasarkan Tabel 4.9-4.11 dan Gambar 4.26 nilai kekerasan yang didapat
dari hasil pengujian antara spesimen pengelasan SAW Single dengan arus 500A dan
SAW Tandem 650A/500A khususnya pada daerah weld metal memiliki perbedaan.
Hal ini terjadi dikarenakan adanya peningkatan arus pengelasan, ketika arus
pengelasan meningkat ada peningkatan linear dalam masukan panas, karena terjadi
peningkatan masukan panas, maka memperlambat laju pendinginan (Harish Kumar
Arya, Kulwant Singh. 2012). Dengan masukan panas yang tinggi maka laju
pendinginan akan menjadi lambat, hal ini menyebabkan menurunnya nilai
kekerasan pada weld metal. Hal ini juga dikuatkan oleh (Kou, 2013) laju
pendinginan menurun seiring dengan bertambahnya heat input dan preheating.
Nilai kekerasan weld metal spesimen pengelasan SAW Tandem dengan arus
650A/500A lebih rendah daripada nilai kekerasan weld metal spesimen pengelasan
SAW Singel dengan arus 500A, sebanding dengan nilai heat input spesimen
pengelasan SAW Tandem dengan arus 650A/500A yang lebih tinggi daripada heat
input spesimen pengelasan SAW Single dengan arus 500A, hal ini dikuatkan oleh
(M. Eroglu, 1999), dimana heat input yang relatif tinggi akan menghasilkan
pendinginan lambat dan menyebabkan proses solidification menghasilkan sifat
material yang ductile. Nilai kekerasan yang lebih rendah sangat berkorelasi dengan
sifat material yang ductile.
Nilai kekerasan pada daerah HAZ 1 & HAZ 2 disetiap spesimen pengelesanan
memiliki nilai kekerasan yang berbeda, pada Tabel 4.12-4.14 dan Gambar 4.27
menunjukkan perbedaan HAZ 1 & HAZ 2. Nilai kekerasan di setiap spesimen pada
HAZ 1 memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah daripada nilai kekerasan HAZ 2,
hal ini terjadi karena pengelasan yang dilakukan pada setiap spesimen terdiri dari 2
layer, laju pendinginan pengelasan pada HAZ layer pertama sedikit diperlambat
56
oleh passlayer berikutnya, heat input yang disebabkan layer kedua mengakibatkan
laju pendinginan sedikit lebih lama pada HAZ 1, sehingga nilai kekerasan HAZ 1
pada setiap spesimen memiliki nilai kekerasan yang lebih rendah dibandingkan
dengan nilai kekerasan HAZ 2. Heat input yang relatif tinggi akan menghasilkan
pendinginan lambat dan menyebabkan proses solidification menghasilkan sifat
material yang ductile (M. Eroglu, 1999).
Gambar 4.27 menunjukkan nilai kekerasan daerah HAZ 1 & HAZ 2
mengalami penurunan. Nilai kekerasan HAZ 1 & HAZ 2 pengelasan SAW Tandem
dengan arus 650A/500A memiliki nilai kekerasan lebih rendah daripada nilai
kekerasan HAZ 1 & HAZ 2 pengelasan SAW Single dengan arus 500A, sebanding
dengan nilai heat input spesimen pengelasan SAW Tandem dengan arus 650A/500A
yang lebih tinggi daripada heat input spesimen pengelasan SAW Single dengan arus
500A, sama halnya yang terjadi pada weld metal. Hal ini terjadi dikarenakan adanya
peningkatan arus pengelasan, ketika arus pengelasan meningkat ada peningkatan
linear dalam masukan panas, karena terjadi peningkatan masukan panas, maka
memperlambat laju pendinginan (Harish Kumar Arya, Kulwant Singh, 2012).
Dengan masukan panas yang tinggi maka laju pendinginan akan menjadi lambat,
hal ini menyebabkan menurunnya nilai kekerasan pada HAZ.
4.7 Hasil Uji Struktur Mikro
Keterangan dan hasil foto mikro pada spesimen pengujian mikro pada daerah
weld metal pengelasan dari setiap variasi yaitu pengelasan SAW Tandem dengan
arus 650A/500A, pengelasan SAW Tandem 500A/500A, dan pegelasan SAW Single
dengan arus 500A masing-masing foto diambil dengan perbesaran 500X pada
daerah weld metal & HAZ, Gambar 4.28-4.29 dibawah ini menunjukkan hasil foto
weld metal & HAZ perbesaran 500X dari setiap variasi :
(a)
WF
GBF
AF P
57
(b)
(c) Gambar 4.28 Struktur Mikro Weld Metal Perbesaran 500X, (a) SAW S 500A, (b) SAW TD 500A,
(c) SAW TD 650A. (P) Pearlite, (AF) Acicular Ferrite, (GBF) Grain Boundary Ferrite, (WF)
Widmanstatten Ferrite. (Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
(a)
(b)
WF
GBF
AF
WF
GBF AF
WF
WF
P
P
P
P
58
(c)
Gambar 4.29 Struktur Mikro HAZ Perbesaran 500X, (a) SAW S 500A, (b) SAW TD 500A, (c)
SAW TD 650A. (P) Pearlite, (WF) Widmanstatten Ferrite
(Sumber : Hasil Penelitian, 2019)
Berdasarkan hasil pengujian mikro dapat teridentifikasi adanya pearlite
(gelap) dan ferrite (terang). Hasil pengujian ini juga sesuai dengan penelitian (Butt
dkk, 2016), hasil struktur mikro pada baja terdapat pearlite dan ferrite. Dari Gambar
4.28 dapat diketahui bahwa struktur yang terbentuk di setiap struktur mikro weld
metal adalah acicular ferrite (AF), grain boundary ferrite (GBF) dan
widmanstatten ferrite (WF). Hal ini juga disebutkan oleh (Kou, 2003), struktur
mikro pada weld metal dari low-carbon, low-alloy steel adalah acicular ferrite
(AF), grain boundary ferrite (GF) dan widmanstatten ferrite (WF). Struktur AF
saling berkaitan membentuk interlocking structure, struktur GF memiliki struktur
berbentuk garis tegas dan struktur WF memiliki struktur butir panjang atau disebut
juga columnar grains (Amin, 2015).
Variasi arus yang dilakukan disetiap spesimen menunjukkan perbedaan
bentuk struktur pada weld metal. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.28, pada
Gambar 4.28 (a) menunjukkan struktur mikro spesimen pengelasan SAW Single
dengan arus 500A yang terbentuk di dominasi oleh (GBF) grain boundary ferrite,
hal ini terjadi karena pendinginan yang relatif cepat dikarenakan heat input yang
lebih rendah, dan terdapat struktur (AF) acicular ferrite juga sturktur (WF)
widmanstatten ferrite. Gambar 4.28 (b) terlihat peningkatan struktur (AF) acicular
ferrite dan berkurangnya struktur (GBF) grain boundary ferrite juga struktur (WF)
widmanstatten ferrite, ini disebabkan pendinginan yang semakin lambat
dikarenakan proses pengelasan menggunakan SAW Tandem dengan arus
500A/500A. Seperti pada pembahasan sebelumnya, ketika arus pengelasan
WF
WF
WF
P
59
meningkat ada peningkatan linear dalam masukan panas, karena terjadi
peningkatan masukan panas, maka memperlambat laju pendinginan (Harish Kumar
Arya, Kulwant Singh, 2012). Gambar 4.28 (c) menunjukkan bahwa pengelasan
SAW Tandem dengan arus 650A/500A jumlah struktur acicular ferrite terlihat lebih
banyak dan mendominasi, hal ini disebabkan karena heat input pada pengelasan
SAW Tandem dengan arus 650A/500A lebih tinggi. Dikuatkan oleh penelit ian
(Suryana, 2018), struktur acicular ferrite terlihat lebih banyak pada pengelasan
dengan heat input yang lebih tinggi, lalu ada penurunan struktur widmanstatten
ferrite dan grain boundary ferrite. Kondisi ini disebabkan kekuatan arus yang besar
dan akan meningkatkan heat input, dengan meningkatnya heat input maka
memperlambat laju pendinginan, mengakibatkan laju pendinginan yang sesuai
untuk terbentuknya acicular ferrite. Struktur acicular ferrite sendiri sangat
diinginkan karena mampu meningkatkan ketangguhan logam las (Kou, 2013)
Struktur ini dikenal untuk meningkatkan sifat baja, terutama ketangguhan baja,
pada dasarnya (Loder, 2017) seperti yang kita ketahui nilai ketangguhan berbanding
terbalik dengan nilai kekerasan, ketangguhan naik maka kekerasan akan turun.
Berdasarkan hasil struktur mikro weld metal yang dilihat dari Gambar 4.28
(a) SAW S 500A, (b) SAW TD 500A/500A, (c) SAW TD 650A/500A menunjukkan
semakin dominannya struktur acicular ferrite, yang diakibatkan tingginya heat
input yang terjadi seiring dengan penambahan arus yang digunakan. Berdasarkan
hasil pengujian kekerasan menunjukkan berkurangnya nilai kekerasan yang
diakibatkan tingginya heat input yang terjadi seiring dengan penambahan arus yang
digunakan. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi arus yang digunakan, maka
heat input akan semakin tinggi, mengakibatkan laju pendinginan yang lambat, dan
membuat semakin dominan struktur acicular ferrite yang terbentuk, dan semakin
banyak struktur acicular ferrite yang terbentuk, menyebabkan penurunan pada nilai
kekerasan pada weld metal.
Sedangkan untuk daerah HAZ pada Gambar 4.29 (a) pengelasan SAW Single
dengan arus 500A menunjukkan struktur kolumnar yang halus dan memilik i
struktur (WF) widmanstatten ferrite yang lebih sedikit. Hal ini disebabkan karena
pendinginan yang lebih cepat (Setiawan, 2006), dan untuk daerah HAZ pada
Gambar 4.29 (c) pengelasan SAW Tandem dengan arus 650A/500A menunjukkan
60
struktur kolumnar yang lebih besar, dan struktur mikro yang didominasi oleh (WF)
widmanstatten ferrite, lalu pada Gambar 4.29 (a), (b), dan (c) juga menunjukkan
adanya struktur pearlite yang terbentuk. Hasil pengujian ini juga sesuai dengan
penelitian (M. Eroglu, 1999) struktur yang terbentuk pada HAZ terdiri dari
widmanstatten ferrite, dan pearlite.
61
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Analisa dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab
sebelumnya mengenai variasi arus pada pengelasan SAW Tandem dengan arus
650A/500A, 500A/500A, dan SAW Single 500A sehingga dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Variasi arus yang dilakukan menunjukkan pada spesimen pengelasan SAW
Tandem dengan arus 650A/500A memiliki hasil penetrasi paling dalam,
hasil diketahui saat setelah dilakukan pengujian makro dan didapatkan
nilai persentase dilusi terbesar pada spesimen pengelasan SAW Tandem
dengan arus 650A/500A dengan nilai 45.64%, dan nilai persentase dilus i
terkecil terdapat pada spesimen pengelasan SAW Single 500A dengan nila i
40.06 %.
2. Variasi arus pada pengelasan SAW Tandem & SAW Single menunjukkan
perbedaan terhadap nilai kekerasan pada daerah weld metal & HAZ. Nilai
kekerasan weld metal spesimen pengelasan SAW Tandem dengan arus
650A/500A lebih rendah daripada nilai kekerasan weld metal spesimen
pengelasan SAW Singel dengan arus 500A, sebanding dengan nilai heat
input spesimen pengelasan SAW Tandem dengan arus 650A/500A yang
lebih tinggi daripada heat input spesimen pengelasan SAW Single dengan
arus 500A. Nilai kekerasan HAZ 1 & HAZ 2 pengelasan SAW Tandem
dengan arus 650A/500A memiliki nilai kekerasan lebih rendah daripada
nilai kekerasan HAZ 1 & HAZ 2 pengelasan SAW Single dengan arus 500A.
Sebanding dengan nilai heat input spesimen pengelasan SAW Tandem
dengan arus 650A/500A yang lebih tinggi daripada heat input spesimen
pengelasan SAW Single dengan arus 500A.
3. Pada hasil foto struktur mikro weld metal menunjukkan bahwa variasi
pengelasan SAW Tandem dengan arus 650A/500A menghasilkan struktur
mikro yang didominasi (AF) acicular ferrite sedangkan weld metal
pengelasan SAW Single dengan arus 500A menghasilkan struktur mikro
62
yang didominasi oleh (GBF) grain boundary ferrite. Sedangkan pada
HAZ, peningkatan arus disetiap variasi arus menunjukkan peningka tan
bentuk struktur (WF) widmanstatten ferrite.
5.2 Saran
Saran dapat diajukan penulis untuk penelitian selanjutnya antara lain :
1. Agar mendapatkan hasil pengelasan yang lebih optimal maka perlu untuk lebih
memperhatikan preparation sebelum dilakukan pengelasan.
2. Dapat menggunakan elektroda lead dengan diameter lebih kecil agar penetrasi
yang dihasilkan dapat maksimal.
3. Dalam penelitian selanjutnya dapat memperhatikan bagaimana pengaruh
kenaikan arus terhadap deformasi.
4. Dapat melakukan pengujian SEM untuk megnetahui lebih jelas struktur mikro
yang terbentuk.
63
DAFTAR PUSTAKA
American Welding Society. (2015). AWSD1.1 (Structural Welding Code Steel).
AWS.
Amin, Ahmadil. (2015). Analisis Struktur Mikro dan Fraktografi Hasil Pengelasan
GMAW Metode Temper Bead Welding dengan Variasi Temperatur Interpass
pada Baja Karbon Sedang. SNTTM XIV. Kalimantan Selatan.
ASM Speciality Handbook, Carbon and Alloy Steels. Edited by J.R. Davis. ASM
International.
ASTM E384-05a Standart Test Method for Microidentation Hardness of Material.
Batam International Development. (2002). Pengelasan Las Busur Rendam,
Indonesia Australia Partnership for Skills Development, Batam.
Butt, M. T. Z., Ahmad, T., Siddiqui, N. A. (2016). Characterization of Two Hybrid
Welding Techniques on SA 516 Grade 70 Weldmenst. International Schorlaly
and Scientific Research & Innovation. Vol.10, No.8, pp.1115-1120, Pakistan.
Degala Venkata Kiran & Dae-Won Cho & Hee-Keun Lee & Chung Yun Kang &
Suck-Joo Na, (2014) A study on the quality of two-wire tandem submerged
arc welds under iso-heat input conditions.
G. E. Dieter, Mechanical Mettalurgy, 2nd Ed., Mc Graw-Hill Book Co., 1976,
Chap. 9.
Harish Kumar Arya, Kulwant Singh (2012) Effect of current, voltage and travel
speed on micro hardness of saw welded mild steel plate.
Herman Sandy Wicaksono (2012). Busur Listrik Rendam SAW.
Kou, Sindo, (2003), Welding Metallurgy, WILEY INTERSCIENCE, Canada.
Loder, Denise, Susanne K. Michelic & Christian Bernhard (2017) Acicular Ferrite
Formation and Its Influencing Factors - A Review
Martua Raja, Anugrah. “Modifikasi Metode Etsa Terhadap Penampakan Batas
Butir Austenit Pada Baja HSLA A572 Grade 50 Hasil Proses Canai Panas”.
Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik UI Depok, 2010
M. Eroglu, M. Aksoy, N. Orhan (1999) Effect of coarse initial grain size on
microstructure and mechanical properties of weld metal and HAZ of a low
carbon steel
64
Nelvi Erizon (2009) Pengaruh Panas Pengelasan Pada Baja Karbon Rendah
Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis.
Pranesh B. Bamankar, Dr. S.M. Sawant (2013) STUDY OF THE EFFECT OF
PROCESS PARAMETERS ON DEPTH OF PENETRATION AND BEAD
WIDTH IN SAW (SUBMERGED ARC WELDING) PROCESS.
PPNS. (2013) Modern Welding 11th Edition, Goodheart-Wilcon Publisher.
PPNS. (2014). Modul Destructife Test. Surabaya.
PPNS. (2014). Modul Penetrant Test. Surabaya.
R.E. Smallman dan R.J. Bishop 2000. “Metalurgi Fisik Modern & Rekayasa
Material”. PT Erlangga. Jakarta.
R S Parmar (1997). Welding process and technology, Khanna Publisher, New Delhi
Rony Wijaya (2013). Analisa multiple repair pada pengelasan A-537 Class 1
terhadap sifat mekanik dan struktur mikro. Surabaya: PPNS.
Samir Y., Merchant. (2015). Investigation on Effect of Heat Input on Cooling Rate
and Mechanical Property (Hardness) of Mild Steel Weld Joint by MMAW
Process. IJMER. Vol.5, Iss.3, pp.34- 41, Sir P. P. Institute of Science
Bhavnagar, India.
Setiawan, A., Wardan, Yusa Asra Yuli. (2006). Analisa Ketangguhan dan Struktur
Mikro pada Daerah Las dan HAZ Pengelasan Submerged Arc Welding Pada
Baja SM 490. JURNAL TEKNIK MESIN. Vol.8, No.2, pp.57-63,
Yogyakarta.
Suryana, Agus Pramono, Iskandar Muda and Ade Setiawan (2018) The Influence
of Heat Input to Mechanical Properties and Microstructures of API 5L-X65
Steel Using Submerged Arc Welding Process
Uttrachi GD (1978) Multiple electrode systems for Submerged Arc Welding. Weld
J 78:15–22
Wiryosumarto, Okumura. (2000). Teknologi Pengelasan Logam PT. Pradnya
Paramita. Jakarta.
65
Lampiran A
Mill Certificate HSLA A572 Gr. 50
66
67
Lampiran B
Mill Certificate Filler EM12K & Flux S-717
68
Lampiran B (lanjutan)
Mill Certificate Filler EM12K & Flux S-717
69
Lampiran C
WPS & PQR SAW Single
70
Lampiran C (lanjutan)
WPS & PQR SAW Single
71
Lampiran D
WPS & PQR SAW Tandem
72
Lampiran D (lanjutan)
WPS & PQR SAW Tandem