analisis struktur pertumbuhan … nogosari, kecamatan andong, kecamatan kemusu dan kecamatan...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2006-2009
SKRIPSI
Oleh:
PARWANTININGSIH
K7406119
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2006-2009
SKRIPSI
Oleh:
PARWANTININGSIH
K7406119
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Tata
Niaga Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, Juni 2011
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I
Drs. Soemarsono, M. Pd
NIP. 19470420 197501 1 001
Pembimbing II
Dra. Dewi Kusuma Wardani, M. Si
NIP. 19700326 199802 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Pada hari : Senin
Tanggal : 27 Juni 2011
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua Dra. Sri Wahyuni, MM ......................
Sekretaris Dra. Mintasih Indriayu, M.Pd ......................
Anggota I Drs. Soemarsono, M.Pd ......................
Anggota II Dra. Dewi Kusuma W, M.Si ......................
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Parwantiningsih. ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI
DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN
BOYOLALI TAHUN 2006-2009 . Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi
antar kecamatan di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009. (2) Untuk
mengklasifikasikan kecamatan di Boyolali berdasarkan struktur pertumbuhan
ekonomi menurut tipologi Klassen pada periode 2006-2009. (3) Untuk
menghitung ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali pada periode
2006-2009. (4) Untuk membuktikan benar/tidaknya hipotesis Kuznets tentang U-
terbalik berlaku di kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Populasi dalam
penelitian adalah PDRB Kabupaten Boyolali yang dihitung berdasarkan harga
konstan dari tahun 2006-2009. Teknik analisis data menggunakan tipologi
Klassen dan Indeks Williamson. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi dan wawancara. .
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1) Laju pertumbuhan
ekonomi antar kecamatan Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009 mengalami
fluktuasi yaitu pada tahun 2006 sebesar 4, 19% menjadi 4,08% pada tahun 2007
dan tahun 2008 laju pertumbuhannya 4,04%, serta mengalami kenaikan pada
tahun 2009 laju pertumbuhannya yaitu 5,16%. Beberapa tahun tersebut
pertumbuhannya menunjukkan arah yang negatif kecuali pada tahun 2009 yaitu
sudah masuk kriteria pertumbuhan Kabupaten Boyolali diatas 5% jadi sudah
menunjukkan arah yang positif. 2) Terdapat pengelompokan pertumbuhan
ekonomi berdasarkan tipologi Klassen di Kabupaten Boyolali pada tahun
penelitian yaitu yang termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat
tumbuh adalah Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Simo dan
Kecamatan Karanggede. Daerah maju tetapi tertekan meliputi Kecamatan Ampel,
Kecamatan Cepogo,Kecamatan Teras dan Kecamatan Banyudono. Kecamatan
yang masuk daerah berkembang cepat adalah Kecamatan Sambi, Kecamatan
Ngemplak, Kecamatan Klego dan Kecamatan Wonosegoro. Daerah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
tertinggal meliputi Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo,
Kecamatan Nogosari, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu dan Kecamatan
Juwangi. 3) Rata-rata ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun
2006-2009 adalah 0,05, jadi ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali
relatif merata karena angkanya mendekati nol. 4) Kurva Kuznets atau yang biasa
disebut kurva U terbalik tidak berlaku di Kabupaten Boyolali pada tahun
penelitian karena kurvanya tidak berbentuk U terbalik. Hal ini menunjukkan
bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, ketimpangan daerah cenderung
memburuk, namun pada tahap berikutnya, ketimpangan daerah akan membaik, ini
tidak terjadi di Kabupaten Boyolali pada tahun penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Parwantiningsih. ANALYSIS THE ECONOMIC GROWTH STRUCTURE
AND THE GAP AMONG THE SUBDISTRICTS IN BOYOLALI
REGENCY IN 2006-2009. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education
Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, May 2011.
The objectives of research are (1) to find out the economic growth among
the subdistricts of Boyolali Regency in 2006-2009 period, (2) to classify the
subdistricts of Boyolali Regency based on the economic growth structure
according to Klassen’s typology in 2006-2009 period, (3) to calculate the gap
between the subdistricts in Boyolali Regency in 2006-2009, and (4) to verify
whether or not Kuznet’s hypothesis that inversed U prevails in Boyolali in 2006-
2009 is correct.
This research employed a descriptive quantitative method. The population
of research is PDRB of Boyolali regency calculated based on the constant value
from 2006-2009 period. Technique of collecting data used was Klassen’s typology
and Williamson index. Techniques of collecting data used in this research were
documentation and interview.
Considering the result of research, it can be concluded that: 1) the
economic growth rate among the subdistricts of Boyolali Regency during 2006-
2009 fluctuates: in 2006 it reaches 4.19% decreasing to 4.08 in 2007 and 4.04 in
2008, as well as 5.16% in 2009. Those growth shows negative direction except in
2009 in which the Boyolali Regency’s growth is higher than 5%, so it indicates
positive direction. 2) There is economic growth categorization based on Klassen’s
typology in Boyolali Regency in the research year. The subdistricts belonging to
rapidly progressing and striving area are Boyolali, Sawit, Simo and Karanggede
subdistrict. The ones belonging to developed but suppressed areas are Ampel,
Cepogo, Teras, and Banyudono. The ones belonging to rapidly developing area
are Sambi, Ngemplak, Klego and Wonosegoro. The lagged behind areas include
Selo, Musuk, Mojosongo, Nogosari, Andong, Kemusu and Juwangi. 3) The mean
gap between subdistricts in Boyolali Regency during 2006-2009 is 0.05, so the
gap between the subdistricts in Boyolali Regency is relatively evenly distributed
because the number is closer to zero. 4) Kuznets curve or inversed-U curve does
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
not apply to Boyolali Regency in the research year because the curve is not
inversed-U shaped. It indicates that in the beginning stage of economic growth,
the area gap tends to deteriorate, but in the next stage, it improves; it does not
occur in Boyolali Regency during the research.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
MOTTO
“Kebijakan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin yang
komprehensif, yaitu menjaga pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan
meningkatnya kualitas SDM, dan memperkecil ketimpangan”
(Wahyu Prasetiawan).
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
(Q.S. ArRa’d :11)
”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu
telah selesai dengan sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh
urusan yang lain, dan hanya Tuhan-Mu lah hendaknya kamu berharap”
(QS. Al Insyirah:6-8)
“Segeralah mengerjakan yang bisa kamu kerjakan sekarang daripada menyesal
kemudian”
(Penulis)
“Usaha tanpa do’a itu “SOMBONG”, do’a tanpa usaha itu “SIA-SIA”
(Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kusuntingkan skripsi ini untuk:
Orang tuaku, Bapak Paiman, Ibu Suminah, terima kasih untuk setiap doa,
semangat dan kasih sayang kalian semua
Saudara-saudaraku (Mas Joko, Mbk Betty, Mbk Puji), terima kasih atas motivasi,
dukungan dan bantuan yang diberikan
Keponakan yang selalu memberikan keceriaan (Ian & Callista)
Kekasihku Man terima kasih selalu menyalakan pelita ketika aku dalam
kejenuhan dan keletihan
Sahabat-sahabatku tercinta Yani, Nida, Mbk Yati, Sofie ,Nety, Novi, Nani, Ida dan
Pita terima kasih atas semua kebersamaan yang kalian berikan
Teman-teman PTN 2006, terima kasih untuk kebersamaan selama ini
Almamater tercinta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Ekonomi bidang
Keahlian Khusus Pendidikan Tata Niaga pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: ANALISIS
STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN
ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2009
ini, penulis mendapatkan bimbingan , petunjuk , dan dukungan yang berharga dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik dan dari lubuk hati
yang terdalam secara tulus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan
izin penulisan skripsi;
2. Drs. Saiful Bachri, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang telah memberikan persetujuan skripsi;
3. DR. Wiedy Murtini, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui atas
permohonan ijin penulisan skripsi ini;
4. Dra. Sri Wahyuni, MM., Ketua BKK PTN yang telah memberikan izin
menyusun skripsi;
5. Drs. Soemarsono, M.Pd., selaku pembimbing I dan Dra. Dewi Kusuma
Wardani, M. Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
6. Dra Kristiani M. Si., Pembimbing Akademik, yang telah memberikan
arahan dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Studi
Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Tata Niaga FKIP UNS;
7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK
Pendidikan Tata Niaga yang secara tulus memberikan samudra ilmu yang
begitu luas;
8. Rekan-rekan PTN’06 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang
membantu dan memberikan warna selama menjadi mahasiswa dan dalam
menyelesaikan skripsi ini;
9. Kepala dan seluruh staff BAPPEDA Boyolali yang telah membantu
selama proses penelitian;
10. Berbagai pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi
pembaca.
Surakarta, Juni 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................. v
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... x
KATA PENGANTAR ..................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 8
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 8
1. Pertumbuhan Ekonomi ......................................................... 8
a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ............................... 8
b. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi ... 9
c. Teori Pertumbuhan Ekonomi ...................................... 13
d. Pertumbuhan Domestik Regional Bruto ...................... 14
2. Pembangunan Ekonomi ........................................................ 15
a. Pengertian Pembangunan Ekonomi .............................. 15
b. Tujuan Pembangunan ................................................... 16
c. Pembangunan Ekonomi Daerah ................................... 16
d. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah ............ 18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
e. Struktur Pertumbuhan Ekonomi ................................... 20
f. Peran Pemerintah Pembangunan Daerah ...................... 22
3. Ketimpangan Derah .............................................................. 23
a. Pengertian Ketimpangan .............................................. 23
b. Konsep Ketimpangan antar Derah ............................... 24
c. Indeks Williamson ....................................................... 25
d. Penyebab Ketimpangan Pembangunan antar Derah .... 26
e. Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Daerah. 28
f. Hipotesis Kuznets ........................................................ 30
B. Hasil Penelitian yang Relevan .................................................... 31
C. Kerangka Berpikir ....................................................................... 35
D. Hipotesis ...................................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 39
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 39
B. Populasi ...................................................................................... 40
C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 40
D. Rancangan Penelitian .................................................................. 44
E. Teknik Analisis Data ................................................................. 46
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi ............................................... 46
2. Analisis Ketimpangan Regional ........................................ 48
3. Analisis Kurva U Terbalik ................................................... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 50
A. Deskripsi Data ............................................................................ 50
B. Pengujian Hipotesis .................................................................... 53
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi .............................................. 54
2. Struktur Pertumbuhan Ekonomi ......................................... 54
3. Ketimpangan antar Daerah ................................................ 56
4. Hipotesis Kuznets ............................................................. 58
C. Pembahasan Hasil Analisis ........................................................ 60
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .......................................... 72
A. Simpulan ..................................................................................... 72
B. Implikasi ..................................................................................... 73
C. Saran .......................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 78
LAMPIRAN ................................................................................................... 80
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Harga
Konstan Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ................................. 2
2. Fasilitas Perdagangan Kabupaten Boyolali Tahun 2006 .................... 4
3. Matriks Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen 22
4. Jadwal Penelitian ................................................................................ 39
5. Klasifikasi wilayah menurut tipologi Klassen .................................. 47
6. Pertumbuhan Ekonomi di Kecamatan dan Kabupaten Boyolali
Tahun 2006-2009 (persen) ................................................................. 50
7. PDRB Perkapita Masing-Masing Kecamatan di Kabupaten Boyolali
Tahun 2006-2009(Rupiah) .................................................................. 51
8. Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009
........................................................................................................... 52
9. Struktur Pertumbuhan Ekonomi Menurut Klassen Typology ............. 54
10. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun
2006-2009........................................................................................... 57
11. Korelasi Pearson antara Pertumbuhan PDRB dan Indeks Williamson
di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ........................................... 59
12. Potensi Unggulan Kabupaten Boyolali .............................................. 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Kurva U Terbalik ....................................................................................... 30
2. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 36
3. Peta Boyolali menurut Tipologi Klassen tahun 2006-2009 ....................... 55
4. Grafik Indeks Williamson Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ........... 58
5. Kurva Hubungan antara Tingkat Ketimpangan dengan Pertumbuhan
PDRB di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 .................................... 59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali ................................................. 81
2. Pedoman Wawancara.............................................................................. 83
3. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2006 ................. 85
4. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2007 ................. 86
5. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2008 ................. 87
6. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2009 ................. 88
7. Output Korelasi PDRB dengan Indeks Williamson .............................. 89
8. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 ....................................... 90
9. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2006 .......................................... 92
10. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 ....................................... 93
11. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2007 .......................................... 95
12. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 ....................................... 96
13. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2008 .......................................... 98
14. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 ....................................... 99
15. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2009 .......................................... 101
16. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi .............................................. 102
17. Surat Permohonan Ijin Research/Penelitian Kepada Kepala Kesbang
Pol dan Linmas ....................................................................................... 103
18. Surat Permohonan Ijin Research/Penelitian Kepada Kepala Bappeda ... 104
19. Surat Ijin Menyusun Skripsi ................................................................... 105
20. Surat Ijin Penelitian dari Kesbang Pol dan Linmas ............................... 106
21. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ........................................ 107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan
daerah, karena Negara Indonesia terdiri dari beberapa provinsi, kabupaten/ kota
serta bagian daerah yang lebih kecil. Pembangunan daerah merupakan penjabaran
dari pembangunan nasional dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan
sesuai dengan potensi, aspirasi, serta permasalahan pembangunan di daerah.
MP Todaro (2006) mengatakan ada tiga faktor atau komponen utama dalam
pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu
1. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru dalam tanah, peralatan fisik,
dan sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan,
dan ketrampilan kerja.
2. Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan
angkatan kerja.
3. Kemajuan teknologi, yang secara luas, diterjemahkan sebagai cara baru untuk
menyelesaikan pekerjaan.
Berdasarkan ketiga faktor diatas dapat disimpulkan bahwa sumber kemajuan
ekonomi bisa meliputi berbagai macam faktor, akan tetapi secara umum dapat
dikatakan bahwa sumber-sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah
adanya investasi-investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau sumber
daya manusia dan fisik, yang selanjutnya berhasil meningkatkan kuantitas sumber
daya produktif dan yang bisa menaikkan produktivitas seluruh sumber daya
melalui penemuan-penemuan baru, inovasi dan kemajuan teknologi.
Pembangunan dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu
berlangsung sistemik. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara
beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah
tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan oleh karena kurangnya
sumber-sumber yang dimiliki, adanya kecenderungan peranan modal (investor)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti
prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan,
asuransi, juga tenaga kerja yang trampil di samping itu adanya ketimpangan
redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah Pusat kepada daerah.
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang
meningkat dan distribusi pendapatan yang lebih merata. Masalah pertumbuhan
ekonomi disuatu daerah tergantung kepada banyak faktor seperti salah satunya
adalah kebijakan pemerintah itu sendiri, ini harus dikenali dan diidentifikasi
secara tepat supaya faktor tersebut dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
ekonomi.
Selama periode 2006-2009 Kabupaten Boyolali mempunyai pertumbuhan
rata-rata sebesar 4,37% menurut harga konstan, sedangkan target pertumbuhan di
Boyolali 5%, jadi pertumbuhan Kabupaten Boyolali masih berada di bawah target
pertumbuhannya walaupun demikian pertumbuhannya sudah menunjukkan trend
menaik positif. Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2006-2009 mengalami kenaikan
tetapi sedikit mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,11 dan 2008
sebesar 0,04. Lebih jelasnya, tentang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali
tahun 2006 -2009 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Harga
Konstan Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009
Tahun dasar (2000 = 100)
Tahun PDRB (.000) Pertumbuhan (%)
2006 3.601.225.198
4,19
2007 3.748.102.113
4,08
2008 3.899.372.585
4,04
2009 4.100.520.261
5,16
Rata-rata 3.837.305.039
4,37
Sumber : BPS Boyolali diolah 2009
Tahun 2006 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan adalah
sebesar Rp. 3.601.225.198 juta atau meningkat sebesar 4,19 %. Tahun 2007 nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan juga mengalami pertambahan
menjadi sebesar Rp3.748.102,113 juta atau menurun sebesar 0,11% yaitu menjadi
4,08%. Kemudian pada tahun 2008 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut
harga konstan adalah sebesar Rp. 3 899.372,585 juta atau turun sebesar 0,04 %.
Tahun 2009 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan yaitu Rp
4.100.520.261 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,16%.
Meier dan Rauch (2000) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai
suatu proses untuk meningkatkan pendapatan perkapita riil dalam periode jangka
panjang, dengan syarat sejumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan
mutlak tidak naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah
dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kemitraan
antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu agar
pembangunan ekonomi yang dijalankan dapat mengakomodasikan persoalan-
persoalan yang dihadapi daerah dengan efektif dan efisien maka strategi
pembangunan yang dilaksanakan harus mengacu pada karakteristik yang dimiliki
daerah terutama menyangkut bagaimana mendayagunakan potensi sumber daya
manusia, sumber-sumber fisik serta kelembagaan lokal baik yang formal maupun
non formal.
Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal,
ketrampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah
merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan.
Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan
kecenderungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antarsektor ekonomi
suatu daerah.
Ketimpangan daerah dalam konteks daerah (ekonomi regional), adalah
konsekuensi logis dari adanya proses pembangunan dan akan berubah sejalan
dengan tingkat perubahan proses pembangunan itu sendiri (Leny Noviani, 2009).
Pola pembangunan dan tingkat ketimpangan dalam pembangunan yang ditemui di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
beberapa daerah tidaklah sama. Ukuran yang digunakan untuk mengukur
ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah Williamson Index, apabila
ketimpangan semakin mendekati 1 berarti sangat timpang dan bila ketimpangan
mendekati nol berarti sangat merata.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan sektoral terutama selalu
terkonsentrasi pada daerah-daerah yang relatif lebih maju, sementara untuk daerah
yang kurang berkembang tidak menjadi wilayah kegiatan. Perbedaan perlakuan
inilah yang menyebabkan timbulnya kesenjangan pembangunan antar wilayah
dimana daerah maju memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
sedangkan wilayah yang terbelakang mengalami perlambatan. Adanya perbedaan
pertumbuhan inilah yang memicu adanya kesenjangan pendapatan antar
masyarakat.
Sektor yang dominan andilnya dalam PDRB kabupaten Boyolali masih
pada sektor pertanian, perdagangan dan industri. Sektor pertanian didukung oleh
sub sektor pertanian pangan seperti padi, jagung, ubi kayu sedangkan sub sektor
peternakan meliputi sapi potong, sapi perah dan kambing, tak kalah penting
sebagai penyumbang PDRB terbesar kedua yaitu dari sektor perdagangan tapi
dalam hal ini di Kabupaten Boyolali terjadi ketidakmerataan pembangunan seperti
penyediaan fasilitas pasar. Sebagian besar kecamatan mengalami kelebihan
ketersediaan dari kebutuhan standarnya tetapi didapati kecamatan yang sama
sekali tidak memiliki pasar, seperti Kecamatan Selo, Musuk, Mojosongo, Teras,
dan Nogosari. Kecamatan yang memiliki ketersediaan riil tertinggi yaitu
Kecamatan Wonosegoro dan Karanggede yaitu 500% atau mempunyai lima kali
lipat kebutuhan yang ada. Prosentase kesenjangan ketersediaan ini signifikan jika
dibandingkan Kecamatan Selo, Musuk, Mojosongo, Teras, dan Nogosari. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Fasilitas Perdagangan Kabupaten Boyolali Tahun 2006
No Kecamatan Jumlah
Penduduk
Kebutuhan
Pasar Standar
Ketersedian
Pasar riil
% Ketersediaan
Pasar riil
1 Selo 26.777 1 0 0
2 Ampel 68.561 2 0 0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
3 Cepogo 51.722 2 4 200
4 Musuk 60.150 2 0 0
5 Boyolali 58.496 2 9 450
6 Mojosongo 51.026 2 0 0
7 Teras 44.866 1 0 0
8 Sawit 33.001 1 2 200
9 Banyudono 45.086 2 6 300
10 Sambi 48.572 2 0 0
11 Ngemplak 69.686 2 5 250
12 Nogosari 60.849 2 0 0
13 Simo 43.340 1 4 400
14 Karanggede 40.807 1 5 500
15 Klego 45.385 2 3 150
16 Andong 61.213 2 6 300
17 Kemusu 46.033 2 8 400
18 Wonosegoro 53.839 2 10 500
19 Juwangi 34.772 1 4 400
Sumber :Boyolali dalam Angka Tahun 2006, BPS diolah
Keterangan :
% Ketersediaan riil = darasarSKebutuhanP
lanPasarRiiKetersedia
tanX 100%
Selain ketidakmerataan dalam pembangunan fasilitas pasar masih banyak
lagi ketimpangan yang lain misalnya dalam penyediaan prasarana kesehatan
berupa puskesmas juga praktek dokter, dalam hal kerapatan jaringan jalan juga
banyak terjadi ketidakmerataan antar kecamatan. Masyarakat masih belum puas
dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masing-masing
daerah. Hal ini tentu saja akan dapat menimbulkan gejolak bagi daerah yang tidak
puas karena adanya ketimpangan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan judul
penelitian sebagai berikut:
"ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI
TAHUN 2006-2009."
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali
pada periode 2006-2009?
2. Bagaimana klasifikasi struktur pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di
Kabupaten Boyolali menurut tipologi Klassen pada periode 2006-2009?
3. Berapa besar tingkat ketimpangan regional antar kecamatan di Kabupaten
Boyolali pada periode 2006-2009?
4. Apakah hipotesis Kuznets tentang U-terbalik berlaku di Kabupaten Boyolali
pada periode 2006-2009?
C. Tujuan Penelitian
Seseorang yang akan mengadakan penelitiaan sebelum melaksanakan
kegiatanya tentu sudah menetapkan tujuan-tujuan yang nantinya akan dicapai.
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten
Boyolali pada periode 2006-2009.
2. Untuk mengetahui klasifikasi struktur pertumbuhan ekonomi antar
kecamatan di Kabupaten Boyolali menurut tipologi Klassen pada periode
2006-2009.
3. Untuk menghitung ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali
pada periode 2006-2009.
4. Untuk membuktikan benar/tidaknya hipotesis kuznets tentang U-terbalik
berlaku di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun
manfaat praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ekonomi
pembangunan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan
dan informasi bagi pihak lain untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Boyolali diharapkan hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai bahan dan sumbangan pemikiran dalam mengambil
kebijakan dalam pengalokasian dana pembangunan kepada kecamatan
sesuai kondisi alamnya yang dapat dikembangkan.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang bisa
digunakan perguruan tinggi khususnya Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) untuk mengembangkan pendidikan dan ilmu terapan di
dunia kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pertumbuhan Ekonomi
a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi
Suatu masyarakat atau suatu negara dikatakan mengalami adanya
pertumbuhan ekonomi apabila dinegara tersebut terdapat lebih banyak output
dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya. Sadono Sukirno (2006: 9)
mendefiniskan ”Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu
apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya”. Para teoritisi ilmu ekonomi
pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan
konsep pertumbuhan ekonomi, mereka menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi
tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi
bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan
dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan masyarakat luas (Lincolin Arsyad,
2009).
Simon Kuznets dalam Jhingan (2004) mendefinisikan pertumbuhan
ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk
menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya.
Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian
kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3
komponen pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari
meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju
merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat
pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada
penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan
adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Berdasarkan pendapat para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang, dimana penekanannya pada tiga hal yaitu proses, output perkapita
dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses” bukan suatu
gambaran ekonomi pada suatu saat tertentu. Disini kita melihat aspek dinamis dari
suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang
atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada perubahan atau
perkembangan itu sendiri.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sadono Sukirno (2006), faktor yang mempengaruhi tingkat dan
laju pertumbuhan suatu perekonomian yaitu:
1) Luas tanah (termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya).
Luas tanah dan kekayaan alam suatu negara adalah tetap oleh sebab itu
dianggap sebagai faktor penentu pertumbuhan yang kurang penting,
walaupun begitu kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk
membangun perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa
permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Dalam setiap negara dimana
pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk
mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor primer yaitu
sektor dimana kekayaan alam terdapat kekurangan modal, kekurangan
tenaga ahli dan kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk
mengembangkan kegiatan ekonomi modern di satu pihak, dan terbatasnya
pasar bagi berbagai jenis barang kegiatan ekonomi di lain pihak, sehingga
membatasi kemungkinan untuk mengembangkan berbagai jenis kegiatan
ekonomi.
2) Jumlah dan perkembangan penduduk
Penduduk yang bertambah dapat menjadi pendorong maupun penghambat
pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar
jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan memungkinkan negara
tersebut menambah produksi, selain itu perkembangan penduduk dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan pasar yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
diakibatkannya. Besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan
dalam suatu perekonomian tergantung pendapatan penduduk dan jumlah
penduduk.
Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi
dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor
produksi lain yang tersedia. Berarti penambahan penggunaan tenaga kerja
tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat produksi atau pun
kalau bertambah, pertambahan tersebut akan lambat sekali dan tidak
mengimbangi pertambahan jumlah penduduk.
3) Jumlah stok modal dan perkembangannya dari tahun ke tahun
Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan
diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan
di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan, dan
bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock) secara fisik suatu
negara (nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik)
dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan ouput dimasa
mendatang.
4) Tingkat teknologi dan perbaikannya dari tahun ke tahun.
Kemajuan teknologi terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita
mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah
dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang sederhana, seperti
pengelompokan tenaga kerja (spesialisasi) yang dapat mendorong
peningkatan output dan kenaikan konsumsi mayarakat. Kemajuan
tekknologi dapat berlangsung sedemikian rupa sehingga menghemat
pemakaian modal atau tenaga kerja (artinya, penggunaan teknologi
tersebut memungkinkan kita memperoleh output yang lebh tinggi dari
jumlah input kerja atau modal yang sama).
Menurut H Syamsudin dalam (2009), Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi adalah:
1) Faktor sumber daya manusia, sama halnya dengan proses pembangunan,
pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya
proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya
selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk
melaksanakan proses pembangunan.
2) Faktor sumber daya alam, sebagian besar negara berkembang bertumpu
kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya.
Sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan
ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya
dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang
dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan
hasil hutan dan kekayaan laut.
3) Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses
pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan
manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek
efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi
yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju
pertumbuhan perekonomian.
4) Faktor budaya, faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap
pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai
pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi
penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan
diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya.
Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya
sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5) Sumber daya modal, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah
SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-
barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran
pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan
produktivitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
c. Teori Pertumbuhan Ekonomi
1) Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik
Sadono Sukirno (2006) mengatakan bahwa ahli-ahli ekonomi
klasik, dalam menganalisis masalah pembangunan terutama ingin
mengetahui sebab-sebab perkembangan eknomi dalam jangka panjang dan
corak proses pertumbuhannya. Mereka memiliki pandangan yang berbeda
antara satu dengan yang lain, maka dari itu dipilih pandangan ahli ekonomi
klasik yang terkemuka.
a) Pandangan Adam Smith
Faktor yang menentukan pembangunan, Adam Smith berpendapat
bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan
ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan
perluasan pasar akan meninggikan tingkat spesialisasi dalam
perekonomian tersebut. Akibat dari spesialisasi maka tingkat kegiatan
ekonomi akan bertambah.
Mengenai corak proses pertumbuhan ekonomi, Adam Smith
mengatakan bahwa apabila pembangunan sudah terjadi maka proses
tersebut terus berlangung secara kumulatif. Kenaikan produktivitas
dapat ditimbulkan karena pasar berkembang, pembagian kerja, dan
spesilisasi. Kenaikan pendapatan nasional yang disebabkan oleh
perkembangan tersebut dan perkembangan penduduk dari masa ke masa
yang terjadi secara bersamaan dengan kenaikan pendapatan nasional
akan memperluas pasar dan mnciptakan tabungan yang lebih banyak.
b) Pandangan Ricardo dan Mill
Kedua ahli ekonomi Klasik ini berpendapat bahwa dalam jangka
panjang perekonomian akan mencapai stationery state atau suatu
keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali.
Menurut Ricardo, pola proses ekonomi adalah sebagai berikut :
(1) Pada permulaannya jumlah penduduk rendah dan kekayaan alam
relatif cukup banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
(2) Sesudah tahap tersebut, karena jumlah tenaga kerja yang
dipekerjakan bertambah, maka upah akan naik dan kenaikan upah
ini mendorong pertambahan penduduk.
(3) Tahap selanjutnya tingkat upah akan menurun dan pada akhirnya
akan berada pada tingkat yang minimal.
2) Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik
Dalam Sadono Sukirno (2006: 266) Teori pertumbuhan Neo-Klasik
pada umumnya didasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan
oleh Charles Cobb dan Paul Douglas, yang lazim dikenal sebagai fungsi
poduksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Yt = Tt K t L t (2.1)
Keterangan:
Yt = tingkat produksi pada tahun t
Tt = tingkat teknologi pada tahun t
Kt = jumlah stok barang-barang modal pada tahun t
Lt = jumlah tenaga kerja pada tahun t
α = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu unit
modal.
β = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu unit
tenaga kerja.
Pada umumnya nilai α dan β ditentukan dengan menganggap α + β = 1,
yang artinya α dan β nilainya adalah sama dengan produksi marjinal dari
masing-masing faktor tersebut. Jadi nilai α dan β ditentukan dengan
melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam menciptakan pendapatan
nsional.
Persamaan (2.1) diatas dapat diubah menjadi persamaan berikut :
Log Yt = log Tt + αlog Kt + βlog Lt (2.2)
Kalau persamaan tersebut didiferensiasikan akan diperoleh:
t
t
d
Yd log =
t
t
d
Td log + α
t
t
d
Kd log + β
t
t
d
Ld log (2.3)
Selanjutnya persamaan (2.3) dapat disederhanakan menjadi:
rY = rT+ αrK + βrL (2.4)
keterangan :
rY = tingkat pertambahan pendapatan nasional
rT = tingkat perkembangan teknologi
αrK = tingkat pertambahan stok modal
βrL = tingkat pertambahan tenaga kerja
Dari persamaan (2.4) menurut teori pertumbuhan Neo-Klasik, laju tingkat
pertumbuhan yang dapat dicapai suatu negara tergantung pada tingkat
perkembangan teknologi, peranan modal dalam menciptakan pendapatan
negara dikalikan dengan tingkat perkembangan stok modal, dan peranan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
tenaga kerja dalam menciptakan pendapatan negara dikalikan dengan
tingkat pertambahan tenaga kerja.
d. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2002: 3 ) adalah
jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu
wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Pendekatan yang digunakan
untuk menghitung PDRB yang ditimbulkan dari satu daerah ada empat (BPS
2002: 5-6) yaitu :
1) Pendekatan Produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai
tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto
barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian
selama satu tahun.
2) Pendekatan Pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan
menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi,
meliputi:
a) Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja)
b) Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah)
c) Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)
d) Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill)
3) Pendekatan Pengeluaran, adalah model pendekatan dengan cara
menjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa,
yaitu:
a) Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga
swasta yang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah.
b) Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap
bruto.
c) Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto.
4) Metode Alokasi, model pendekatan ini digunakan karena kadang-
kadang dengan data yang tersedia tidak memungkinkan untuk
mengadakan penghitungan Pendapatan Regional dengan
menggunakan metode langsung seperti tiga cara di atas, sehingga
dipakai metode alokasi atau metode tidak langsung.
Contohnya bila suatu unit produksi mempunyai kantor pusat dan kantor
cabang. Kantor pusat berada di wilayah lain sedangkan kantor cabang tidak
mengetahui nilai tambah yang diperoleh karena perhitungan rugi-laba dilakukan
di kantor pusat, untuk mengatasi hal itu penghitungan nilai tambahnya terpaksa
dilakukan dengan metode alokasi, yaitu dengan mengalokasikan angka-angka oleh
kantor pusat dengan menggunakan indikator-indikator yang dapat menunjukkan
seberapa besarnya peranan suatu kantor cabang terhadap kantor pusat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Cara penyajian PDRB dilakukan sebagai berikut:
1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas
dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat
menilai produksi dan biaya maupun pada penilaian komponen nilai PDRB.
2) PDRB Atas Dasar Harga Konstan, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas
dasar harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun
semata-mata karena perkembangan produksi riil bukan karena kenaikan harga
atau inflasi.
Dalam penelitian ini PDRB yang digunakan untuk penelitian pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Boyolali adalah PDRB Atas Dasar Harga Konstan.
2. Pembangunan Ekonomi
a. Pengertian Pembangunan Ekonomi
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang
terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto
suatu negara, untuk daerah makna pembangunan yang tradisional
difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
suatu provinsi, kabupaten, atau kota ( Mudrajad Kuncoro, 2004). Menurut
Raharjo Adisasmita (2005: 9) ”Pembangunan adalah suatu proses dinamis
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi
dan serba sejahtera”.
Alternatif definisi pembangunan ekonomi menekankan pada
peningkatan income per capita (pendapatan per kapita). Definisi ini
menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output
yang dapat melebihi pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan
tradisional sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur
suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Kontribusi mulai
digantikan dengan kontribusi industri. Definisi yang cenderung melihat
segi kuantitatif pembangunan ini dipandang perlu menengok indikator-
indikator sosial yang ada (Mudrajad Kuncoro, 2004).
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang
terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis, apapun yang dilakukan, hakikat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang
baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan
ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua
aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih
banyak dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk.
Pendapatan perkapita berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah
penduduk.
b. Tujuan Pembangunan
Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional
yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik
ekonomi maupun non ekonomi. Menurut MP Todaro (2006: 24 ) Tujuan
pembangunan yang minimal dan pasti ada adalah
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai
macam barang kebutuhan hidup yang pokok-seperti pangan,
sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.
2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan
pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan
kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian
atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu
tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan
juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang
bersangkutan.
3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu
serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan
mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan
hanya terhadap orang atau negara-bangsa lain, namun juga
terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai
kemanusiaan mereka.
c. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang
mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri
alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan
produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru , alih ilmu
pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Lincolin
Arsyad (2009: 108) mengatakan bahwa :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi)
dalam wilayah tersebut.
Perencanaan pembangunan daerah di definisikan sebagai suatu usaha
yang sistematis dari berbagai pelaku (aktor), baik umum (publik), atau
pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat lain pada tingkatan yang
berbeda untuk menghadapi saling kebergantungan dan keterkaitan aspek-
aspek fisik, sosial-ekonomi, dan aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara :
1) Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan
daerah.
2) Merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pambangunan daerah.
3) Menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (solusi).
4) Melaksanakannya dengan menggunakan sumber-sumber daya yang
tersedia.
5) Sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat daerah dapat di tangkap secara berkelanjutan.
Argumen tentang pentingnya pembangunan daerah dan perencanaan
pembangunan adalah berdasarkan alasan politik, perencanaan pembangunan
daerah dapat dilihat sebagai wahana untuk menciptakan hubungan yang lebih
baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan, sementara dalam dimensi alasan ekonomi, perencanaan
pembangunan dapat dilihat sebagai wahana untuk mencapai sasaran
pengentasan kemiskinan dan sasaran pembangunan sosial secara lebih nyata di
daerah-daerah. Dalam pembangunan daerah, pemerintah daerah diharapkan
mampu melakukan manajemen pembangunan daerah dengan fokus
pembangunan wawasan.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal.
Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang
berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak
pembangunan yang diterapkan berbeda pula. Peniruan secara mentah pola
kebijaksanaan yang diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu
memberikan manfaat yang sama bagi daerah yang lain. Kebijakan yang
diambil harus sesuai kondisi (kondisi, kebutuhan dan potensi) daerah yang
bersangkutan, sebab itu penelitian yang mendalam tentang keadaan tiap
daerah harus dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang berguna
bagi penentuan perencanaan pembangunan daerah yang bersangkutan.
d. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah
Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu
daerah penting sekali kegunaannya sebagai sarana mengumpulkan data
tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses
pertumbuhannya. Menurut Lincolin Arsyad (2009), beberapa faktor yang
sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian
diantaranya adalah :
1) Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan
berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).
2) Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan
untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
3) Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab
perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan
perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran -
aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.
4) Bagi Negara Sedang Berkembang, disamping kekurangan data sebagai
kenyataan yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang
akurat dan terkadang relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan
perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.
Menurut (Lincolin Arsyad : 2009) beberapa teori dalam pembangunan
daerah yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory):
“Teori basis ekonomi ini yang menyatakan bahwa faktor penentu
utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung
dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah”(Lincolin Arsyad
2009:116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan
industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga
kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah
dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan
pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila
daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama
dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.
Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada
permintaan eksternal bukan internal, pada akhirnya akan menyebabkan
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan pasar secara nasional
maupun global. Model ini berguna untuk menentukan keseimbangan
antara jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk
mengembangkan stabilitas ekonomi.
2) Teori Tempat Sentral:
Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa
ada hirarki tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah
tempat lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan
baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang
menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori
tempat sentral memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri
yang berbeda-beda terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota.
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan
ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah
yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah
penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah
pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu
masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam
sistem ekonomi daerah.
3) Teori interaksi spasial:
Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan
baik berupa barang, penduduk, uang maupun yang lainnya. Perlu adanya
hubungan antar daerah satu dengan yang lain karena dengan adanya
interaksi antar wilayah maka suatu daerah akan saling melengkapi dan
bekerja sama untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya.
Teori ini didasarkan pada teori gravitasi, dimana dijelaskan bahwa
interaksi antar dua daerah merupakan perbandingan terbalik antara
besarnya massa wilayah yang bersangkutan dengan jarak keduanya,
dimana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi
spasial ini mempunyai kegunaan untuk:
a) Menganalisa gerakan antar aktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu
daerah.
b) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat
pertumbuhan terhadap daerah sekitarnya.
Interaksi antar kelompok masyarakat satu dengan kelompok
masyarakat lain sebagai produsen dan konsumen serta barang-barang yang
diperlukan menunjukkan adanya gerakan. Produsen suatu barang pada
umumnya terletak pada tempat tertentu dalam ruang geografis, sedangkan
para langganannya tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen.
e. Struktur Pertumbuhan Ekonomi
Karakteristik tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah
berdasarkan Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang
pola dan struktur pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap wilayah. Tipologi Klassen
pada dasarnya membagi daerah menjadi dua indikator utama, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Mudrajad
Kuncoro (2003: 101) mengatakan bahwa dengan menentukan rata-rata
pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan
domestik regional domestik bruto (PDRB) perkapita sebagai sumbu
horisontal, yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high
income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah
berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal
(low growth and low income). Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah
adalah sebagai berikut:
a. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income)
adalah laju pertumbuhan PDRB dan pendapatan perkapita lebih tinggi dari
rata-rata pertumbuhan dan pendapatan perkapita rata-rata nasional.
b. Daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah daerah
yang relatif maju, tetapi dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan
ekonominya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang
bersangkutan. Daerah ini merupakan daerah yang sudah maju, tetapi untuk
masa yang akan datang, laju pertumbuhannya tidak akan begitu cepat
walaupun potensi pengembangan yang dimiliki pada dasarnya sangat
besar. Daerah ini mempunyai pendapatan perkapita lebih tinggi tetapi
tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan rata-rata
nasional.
c. Daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah daerah
yang dapat berkembang pesat dengan potensi pengembangan yang dimiliki
sangat besar tetapi belum diolah sepenuhnya dengan baik. Tingkat
pertumbuhan ekonomi daerah sangat tinggi, namun tingkat pendapatan
perkapita yang mencerminkan dari tahap pembangunan yang telah dicapai
sebenarnya masih relatif rendah. Daerah ini memiliki tingkat pertumbuhan
tinggi tetapi tingkat pendapatan perkapita lebih rendah dibandingkan
denga rata-rata nasional.
d. Daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah daerah yang
mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita lebih rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dari pada rata-rata nasional. Menurut Klassen dalam Lincolin Arsyad
(2009: 147) daerah tertekan terjadi karena kondisi wilayahnya yang kurang
menguntungkan dan kurang bisa berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi nasional. Daerah ini tidak dapat bersaing dengan daerah-daerah
lainnya, bahkan dalam satu cabang.
Tabel 3. Matriks Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen
PDRB perkapita (Y)
Laju pertumbuhan (r)
yi > y
yi < y
ri > r Daerah cepat maju
dan cepat tumbuh
Daerah berkembang
cepat
ri < r Daerah maju tetapi
tertekan
Daerah relatif
tertinggal
Keterangan:
ri : rata-rata laju pertumbuhan kecamatan yang diamati
r : rata-rata laju pertumbuhan Kabupaten Boyolali
yi : rata-rata PDRB perkapita kecamatan yang diamati
y : rata-rata PDRB perkapita Kabupaten Boyolali
f. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah
Lincolin Arsyad (2009) mengatakan ada 4 peran yang dapat diambil
oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah dalam
proses pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai entrepreneur,
koordianator, fasilitator dan stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif
pembangunan daerah.
1) Entrepeneur
Dalam perannya sebagai entrepeneur, pemerintah daerah
bertanggungjawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis. Aset–aset
pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan lebih baik sehingga secara
ekonomis menguntungkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2) Koordinator
Pemerintah daerah sebagai koordinator yaitu untuk menetapkan kebijakan
atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya.
Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan ekonomi bisa melibatkan
kelompok dalam masyarakat dalam proses pengumpulan dan
pengevaluasian informasi ekonomi misalnya tingkat kesempatan kerja,
angkatan kerja, pengangguran dan sebagainya.
3) Fasilitator
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan
lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya.
Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan
serta pengaturan penetapan daerah yang lebih baik.
4) Stimulator
Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan
usaha melalui tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan
unttuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang telah
ada tetap berada di daerah tersebut.
3. Ketimpangan Daerah
a. Pengertian Ketimpangan
Menurut hipotesa neo klasik pada permulaan proses pembangunan
suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat.
Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak.
Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-
angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menururn.
Berdasarkan hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa
pada negara-negara sedang berkembang umumnya ketimpangan pembangunan
antar wilayah cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju
ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah.
Berdasarkan konteks daerah (ekonomi regional), ketimpangan daerah
adalah konsekuensi logis dari adanya proses pembangunan dan akan berubah
sejalan dengan tingkat perubahan proses pembangunan itu sendiri. Pola
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
pembangunan dan tingkat ketimpangan dalam pembangunan yang ditemui di
beberapa daerah tidaklah sama. Kenyataan ini disebabkan oleh beberapa
faktor yang berbeda yang dijumpai di negara tersebut. Faktor-faktor terkait
antara lain kepemilikan sumber daya, fasilitas, yang dimiliki, infrastruktur,
sejarah wilayah , lokasi dan sebagainya.
Adelman dan Moris (1991) dalam Mudrajad Kuncoro (2001)
berpendapat bahwa ketimpangan pendapatan di daerah ditentukan oleh jenis
pembangunan ekonomi yang ditunjukan oleh ukuran negara, sumber daya
alam, dan kebijakan yang dianut.
b. Konsep Ketimpangan antar Daerah
Menurut Rostow pada tahun 1960 dalam Mudrajad Kuncoro (2004)
mengembangkan teori penahapan pembangunan ekonomi. Teori ini
menempatkan bermacam-macam isu yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perubahan struktur ekonomi. Rostow mengusulkan lima tahapan peningkatan
ekonomi yaitu; masyarakat tradisional, masa persiapan, proses tinggal landas,
proses pendewasaan dan periode masyarakat konsumtif. Masyarakat
tradisional berada dalam masa equilibrium statis dimana pertanian merupakan
aktivitas dominan. Masa persiapan terjadi secara perlahan khususnya dalam
perilaku dan organisasi sedangkan peningkatan ekonomi muncul sejalan
dengan berubahnya kekakuan tradisional menuju mobilitas sosial, geografi
dan pekerjaan. Fungsi produksi baru disesuaikan dengan kegiatan pertanian
dan industri tetapi perubahannya tetap lambat.
Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan
antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu
tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan
ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang
merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan
(spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan
proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar
secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan
mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Tujuan utama dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-
tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi
penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (M.P.Todaro, 2006).
Mudrajad Kuncoro (2004) menyebutkan beberapa indikator yang
digunakan untuk menganalisis development gap antar wilayah. Indikator
tersebut adalah: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), konsumsi rumah
tangga perkapita, kontribusi sektoral terhadap PDRB, tingkat kemiskinan dan
struktur fiskal. Faktor-faktor penyebab ketimpangan ekonomi daerah adalah:
konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas
faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya alam antar
wilayah, perbedaan kondisi demografis antar wilayah dan kurang lancarnya
perdagangan antar wilayah.
Investor cenderung memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah
memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan
telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil dan
fasilitas lain yang dapat menunjang kemudahan usahanya. Bagi daerah-daerah
yang belum terjangkau fasilitas-fasilitas tersebut dimungkinkan akan relatif
tertinggal, demikian akan menyebabkan ketimpanggan antar daerah yang
semakin besar, yang akan berdampak pula terhadap tingkat pendapatan
daerah.
c. Indeks Williamson
Dalam Sjafrizal (2008) Indeks Williamson merupakan salah satu alat
ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah yang semula dipergunakan
oleh Jeffrey G. Williamson. Perhitungan indeks Williamson didasarkan pada
data PDRB per kapita pada masing-masing daerah. Indeks Williamson
mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitif terhadap definisi
wilayah yang cukup digunakan dalam perhitungan, namun demikian indeks
Williamson lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan
antar wilayah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Indeks Williamson menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar
karena yang dibandingkan tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan
tingkat kemakmuran antar kelompok. Hasil pengukuran dari nilai Indeks
Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < VW < 1, jika
indeks Williamson semakin mendekati angka 0 maka semakin kecil
ketimpangan pembangunan ekomoni dan jika indeks Wlliamson semakin
mendekati angka 1 maka semakin melebar ketimpangan pembangunan
ekonomi.
d. Penyebab Ketimpangan Pembangunan antar Daerah
Menurut Sjafrizal (2008) Faktor yang menyebabkan ketimpangan
pembangunan antar wilayah adalah sebagai berikut :
1) Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam.
Penyebab pertama yang mendorong timbulnya ketimpangan pembangunan
antar wilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam
kandungan sumber daya alam pada masing-masing daerah. Perbedaan
kandungan sumber daya alam jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi
pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumberdaya alam
cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan
biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai
kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Daerah
lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil dapat
memproduksi barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya
saingnya menjadi lemah, sehingga pertumbuhan ekonominya lebih lambat.
2) Perbedaan Kondisi Demografis
Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat
pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat
kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan
kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkat laku dan kebiasaan
serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah yang beersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai
produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong
peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan
lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan.
Daerah yang kondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan
menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat
yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal
sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih
rendah.
3) Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan
migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi
sontan. Mobilitas tersebut apabila kurang lancar maka kelebihan produksi
suatu daerah tidak dapat dijual kedaerah lain yang membutuhkan, begitu
pula dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga
kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat
membutuhkan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung
tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah
lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong
proses pembangunannya.
4) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah.
Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah
dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi
tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui
peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan
masyarakat, begitu pula konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah
relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan
rendahnya tingkat pendapatan masyarakat setempat.
5) Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah.
Daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau
dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini
tentunya akan dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui
penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan
perkapita yang lebih tinggi, sebaliknya terjadi bilamana investasi
pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu daerah ternyata lebih rendah.
e. Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Daerah
Menurut Sjafrizal (2008) Upaya pemerintah baik pusat maupun daerah
yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan ketimpangan
pembangunan antar daerah adalah sebagai berikut :
1) Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan
Upaya untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan faktor produksi
antar daerah dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana
dan sarana perhubungan keseluruh pelosok wilayah. Prasarana
perhubungan yang dimaksudkan disini adalah fasilitas jalan, terminal dan
pelabuhan laut guna mendorong proses perdagangan antar daerah. Jaringan
dan telekomunikasi juga sangat penting untuk dikembangkan agar tidak
ada daerah yang teriolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah
lainnya. Pemerintah perlu pula mendorong berkembangnya sarana
perhubungan seperti perusahaan angkutan dan fasilitas telekomunikasi,
bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan pembangunan antar
wilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas
faktor produksi, khususya invetasi akan dapat lebih diperlancar.
2) Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan.
Proses transmigrasi dan migrasi spontan dapat menanggulangi
ketimpangan pembangunan, melalui program ini kekurarngan tenaga kerja
yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga
proses pembangunan daerah bersangkutan akan dapat pula digerakkan.
Kegiatan ekonomi pada daerah terbelakang pun dapat ditingkatkan
sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
3) Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Kebijakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan
pembangunan antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat
pertumbuhan (growth poles) secara tersebar. Kebijakan ini diperkirakan
akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena
pusat pertumbuhan menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi
secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan
pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan masih terus
mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk
pengembangan usaha terebut. Aspek desentralisasi diperlukan agar
penyebaran kegiatan pembangunan antar daerah dapat dilakukan sehingga
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.
4) Pelaksanaan Otonomi Daerah
Dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi maka aktifitas
pembangunan daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih
digerakkan karena ada wewenang yang berada pada pemerintah daerah dan
masyarakat setempat. Adanya kewenangan tersebut, maka berbagai
inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah akan dapat
lebih digerakkan, bila hal ini dapat dilakukan maka proses pembangunan
daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara
bersamaan ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat pula
dikurangi. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan
yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerahnya
masing-masing. Setiap daerah diberikan Dana Perimbangan yang terdiri
dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya Alam, Dana Alokasi Umum,
dan Dana Alokasi Khusus. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan
otonomi daerah dapat berjalan baik sehingga proses pembangunan daerah
dapat ditingkatkan dan ketimpangan antar wilayah secara bertahap akan
dapat dikurangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
f. Hipotesis Kuznets
Simon Kuznets dalam MP Todaro, (2006 ) mengatakan bahwa pada
tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung
memburuk (ketimpangan membesar), namun pada tahap selanjutnya, distribusi
pendapatan akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai
kurva Kuznets “U-terbalik” (Hipotesis Kuznets). pembuktian hipotesis
Kuznets dilakukan dengan membuat grafik antara pertumbuhan PDRB dengan
indeks ketimpangan (Indeks Williamson). Jika kurva yang dibentuk oleh
hubungan antara variabel tersebut menunjukkan kurva U-terbalik, maka
hipotesis Kuznets terbukti bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi
terjadi ketimpangan yang membesar dan pada tahap-tahap berikutnya
ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu ketimpangan akan menaik
dan demikian seterusnya dan akan membentuk kurva U terbalik seperti
gambar berikut :
Gambar 1. Kurva U Terbalik
Sumber : Sjafrizal (2008)
Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan
berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern, seiring dengan
perkembangan sebuah negara dari perekonomian tradisional ke perekonomian
modern. Di samping itu, imbalan yang diperoleh dari investasi di sektor
Kurva U terbalik
Indeks Williamson
Pertumbuhan PDRB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pendidikan mungkin akan meningkat terlebih dahulu, karena sektor modern
yang muncul memerlukan tenaga kerja terampil, namun imbalan ini akan
menurun karena penawaran tenaga terdidik meningkat dan penawaran tenaga
kerja tidak terdidik menurun. Jadi, walaupun Kuznets tidak menyebutkan
mekanisme yang dapat menghasilkan kurva U-terbalik ini, secara prinsip
hipotesis tersebut konsisten dengan proses bertahap dalam pembangunan
ekonomi. Namun terlihat bahwa, dampak pengayaan sektor tradisional dan
modern terhadap ketimpangan pendapatan akan cenderung bergerak
berlawanan arah, sehingga perubahan neto pada ketimpangan bersifat mendua
(ambiguous), dan validitas empiris kurva Kuznets masih patut dipertanyakan.
Terlepas dari perdebatan metodologisnya, beberapa ekonom pembangunan
tetap berpendapat bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan
ketimpangan pendapatan yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Jurnal ekonomi Pembangunan bertajuk Pertumbuhan Ekonomi Dan
Ketimpangan Antar Kecamatan Di Kabupaten Banyumas, 1993-2000
oleh Sutarno dan Mudrajad Kuncoro
Penelitian ini dilakukan antar kecamatan di kabupaten Banyumas
dengan mengambil data sekunder yaitu berupa data Produk Domestik
Regional Bruto berdasarkan harga konstan atas dasar tahun 1993 dalam kurun
waktu 5 tahun yaitu dari tahun 1993-2000 mengalami fluktuasi, terlebih pada
tahun 1998 terjadi penurunan PDRB akibat krisis ekonomi. Laju
pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 1996 lebih 4%, pada tahun 1998
turun menjadi minus 6,8 % walaupun pada tahun 2000 perekonomian sudah
tumbuh positif 4,03 %. Pertumbuhan negatif yang terjadi di Kabupaten
Banyumas maupun di Propinsi Jawa Tengah merupakan dampak dari krisis
ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Dampak
krisis tersebut lebih besar melanda Propinsi Jawa Tengah dari pada di
Kabupaten Banyumas. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan negatif yang
lebih besar dari pada di Kabupaten Banyumas, di mana Propinsi Jawa Tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
terjadi pertumbuhan -11,74 sedangkan di Kabupaten Banyumas hanya –6,8.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
tipologi Klassen, daerah/kecamatan di Kabupaten Banyumas dapat
diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan dan pendapatan per kapita menjadi
empat kelompok yaitu daerah/kecamatan cepat maju dan cepat tumbuh,
kecamatan yang maju tapi tertekan, kecamatan/daerah yang berkembang
cepat dan kecamatan/ daerah tertinggal. Pada periode pengamatan 1993–2000
terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan, baik dianalisis dengan
indeks Williamson maupun dengan indeks entropi Theil. Ketimpangan ini
salah satunya diakibatkan konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial.
Hipotesis Kuznets mengenai ketimpangan yang berbentuk kurva U terbalik
berlaku di Kabupaten Banyumas, ini terbukti dari hasil analisis trend dan
korelasi Pearson. Hubungan antara pertumbuhan dengan indeks ketimpangan
Williamson dan entropi Theil untuk kasus Kabupaten Banyumas selama
periode 1993-2000 terbukti berlaku hipotesis Kuznets.
Perbedaannya dengan penelitian penulis yaitu pada alat analisisnya,
Sutarno dan Mudrajad Kuncoro menggunakan indeks Williamson dan indeks
entropi Theil sedangkan penulis hanya menggunakan indeks Williamson.
Selain itu tempat dan periode penelitian juga berbeda, Sutarno dan Mudrajad
Kuncoro melakukan penelitian antar kecamatan di kabupaten Banyumas
selama periode 1993-2000, sedangkan penulis melakukan penelitian di
Kabupaten Boyolali pada tahun 2006-2009.
2. Jurnal Ekonomi yang bertajuk Struktur Pertumbuhan Ekonomi dan
Ketimpangan antar Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001
– 2006 oleh Leny Noviani
Data yang digunakan adalah data kurun waktu (time-series) tahun 2001
-2006, maupun data silang ditempat (cross-section) antar kabupaten/ kota di
Jawa Tengah. Alasan pemilihan periode pengamatan tahun 2001- 2006 adalah
tahun dimulaianya otonomi daerah, perekonomian selama periode ini relatif
stabil baik secara empirik maupun teoritis, PDRB sebagai data utama
mempunyai tahun dasar yang baru sejak tahun 2000. Alat yang digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
untuk mengetahui struktur pertumbuhan ekonomi adalah tipologi klassen
sedangkan untuk mengukur ketimpangan pertumbuhan ekonomi
menggunakan indeks Entropy Theil. Kesimpulan dari penelitian tersebut
adalah bahwa berdasarkan tipologi klassen menunjukkan jawa tengah
diklasifikasikan menjadi empat klasifikasi yaitu daerah cepat maju dan cepat
tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat dan daerah
relatif tertinggal. Kabupaten/kota di Jawa Tengah yang termasuk daerah cepat
maju dan cepat tumbuh adalah kabupaten Cilacap, Karanganyar, Kudus, kota
Surakarta, Salatiga, Semarang. Kabupaten/kota di Jawa Tengah yang
termasuk daerah berkembang cepat adalah Kabupaten Purworejo, Boyolali,
Klaten, Sragen, Grobogan, Tegal, Kota Tegal dan Brebes. Daerah yang
termasuk kategori daerah maju tetapi tertekan adalah Kabupaten Sukoharjo,
Semarang, Kendal, Magelang, dan Kota Pekalongan. Kabupaten/kota di Jawa
Tengah yang termasuk kategori daerah relatif tertinggal adalah Kabupaten
Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang,
Wonogiri, Blora, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Temanggung, Batang,
Pekalongan, Pemalang.
Ketimpangan pendapatan antar daerah tertinggi adalah di Bakorlin I.
Tingkat ketimpangan pendapatan antar Bakorlin di Jawa Tengah yang
menunjukan tingkat ketimpangan relatif stabil adalah Bakorlin II dan III.
Berdasarkan analisis grafis yang menunjukkan antara pertumbuhan ekonomi
dengan tingkat ketimpangan yang berbentuk ”U terbalik” tidak berlaku di
Jawa Tengah.
Perbedaannya dengan penelitian penulis yaitu pada alat analisisnya,
Leny Noviani menggunakan indeks entropi Theil sedangkan penulis
menggunakan indeks Williamson. Selain itu tempat dan periode penelitian
juga berbeda, Leny Noviani melakukan penelitian antar kabupaten/kota di
provinsi Jawa Tengah selama periode 2001-2006, sedangkan penulis
melakukan penelitian di Kabupaten Boyolali pada tahun 2006-2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
3. Jurnal Ekonomi yang bertajuk Pertumbuhan dan Ketimpangan
Pembangunan Ekonomi antar daerah Provinsi Riau oleh Caska dan RM.
Riadi
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi/daerah yang cukup kaya
baik dengan hasil bumi berupa migas dan hasil perkebunan berupa kelapa
sawit, nenas, kelapa, karet dan lainnya. Akan tetapi masyarakat masih belum
puas dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahterhadap masing-
masing daerah. Hal ini tentu saja akan dapat menimbulkan gejolak bagi
daerah yang tidak puas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah di dalam
pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Riau, daerah yang termasuk daerah
yang mengalami cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income)
hanya 1 (satu) daerah saja yakni Kota Pekanbaru. Daerah atau kabupaten
yang dikategorikan berkembang cepat dalam arti pertumbuhan (high growth
but low income) adalah Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri
Hulu dan Kabupaten Siak. Untuk daerah atau kabupaten yang maju tapi
tertekan (high income but low growth) adalah pada Kabupaten Indragiri Hilir,
Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar, sedangkan daerah yang pembangunan
atau pertumbuhan ekonominya relatif tertinggal adalah Kabupaten Rokan
Hilir, Dumai dan Kabupaten Bengkalis. Selama periode pengamatan 2003-
2005, terjadi ketimpangan pembangunan yang tidak cukup signifikan
berdasarkan Indeks Williamson, sedangkan menurut Indeks entropi Theil,
ketimpangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih
terjadinya pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode
pengamatan. Sebagai akibatnya tidak terbuktinya hipotesis Kuznets di
Provinsi Riau yang mengatakan adanya kurva U terbalik.
Perbedaannya dengan penelitian penulis yaitu pada alat analisisnya,
Caska dan RM Riadi menggunakan indeks Williamson dan indeks entropi
Theil sedangkan penulis hanya menggunakan indeks Williamson. Selain itu
tempat dan periode penelitian juga berbeda, , Caska dan RM Riadi melakukan
penelitian antar daerah di provnsi Riau selama periode 2003-2005, sedangkan
penulis melakukan penelitian di Kabupaten Boyolali pada tahun 2006-2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
C. Kerangka Pemikiran
Perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi struktural dan
dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu
dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar negeri
(ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor produksi
seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (MP Todaro, 2006)
Adanya perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah satu dengan
daerah lainnya merupakan fenomena yang umum dijumpai, terutama di negara
berkembang, namun tentunya bukan sebuah alasan yang tepat untuk kemudian
membiarkan situasi tersebut terus berlangsung. Perbedaan tingkat pembangunan
tersebut dipengaruhi oleh banyak hal seperti ketersediaan sumber daya alam,
tenaga kerja, luas daerah, pasar ekspor, kebijakan pemerintah dan faktor-faktor
lainya. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dari laju pertumbuhan pendapatan
daerah yang bersangkutan sehingga upaya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi
daerah pada hakikatnya adalah upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Menurut sebagian ekonom antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
memiliki hubungan kausal, dimana ketimpangan mempengaruhi pertumbuhan,
dan sebaliknya pertumbuhan mempengaruhi ketimpangan. Pandangan dan debat
mengenai hubungan antara ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ini
sangat dipengaruhi hipotesis Kuznets yang menyatakan bahwa keterkaitan antara
pertumbuhan dan ketimpangan seperti U-shaped terbalik. Tahap awal
pembangunan ekonomi, ditribusi pendapatan cenderung buruk dan tidak akan
meningkat sampai negara tersebut mencapai status berpendapatan menengah.
Implikasi lebih lanjut hipotesis ini sangat jelas, jika pada tahap awal pertumbuhan
akan menciptakan ketimpangan, maka kemisikinan membutuhkan waktu beberapa
tahun untuk berkurang di negara-negara berkembang (Jhingan, 2004).
Permulaan poses pembangunan menurut hipotesa Neo-Klasik,
ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat sampai
ketimpangan tersebut mencapai titik puncak (divergence), apabila pembangunan
terus berlanjut, maka setelah itu berangsur-angsur ketimpangan pembangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
antarwilayah tersebut akan menurun/ berkurang (convergen). Berdasarkan
hipotesa ini kurva ketimpangan pembangunan antarwilayah atau ketimpangan
regional adalah berbentuk U terbalik. Kurva U Terbalik oleh Kuznets
(M.P.Todaro, 2006) yaitu dimana pada tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi
ketimpangan memburuk atau membesar dan pada tahap-tahap berikutnya
ketimpang menurun, namun pada suatu waktu ketimpangan akan menaik dan
demikian seterusnya sehingga terjadi peristiwa yang berulangkali dan jika
digambarkan akan membentuk kurva U-terbalik. Untuk lebih jelasnya dapat
digambarkan sebagai berikut :
Struktur Pertumbuhan Ekonomi Ketimpangan antar daerah
Hipotesis
Kuznets
Indeks Williamsson - Daerah cepat maju & cepat
tumbuh
- Daerah maju tetapi
tertekan
- Daerah berkembang cepat
- Daerah relatif tertinggal
Berlaku bila
grafiknya
membentuk U
terbalik
Tidak berlaku bila
grafiknya tidak tidak
menbentuk U terbalik
Gambar 2. Kerangka Berfikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Keterangan :
- Daerah cepat maju & cepat tumbuh : daerah yang memiliki tingkat
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi
dibanding rata-rata Kabupaten Boyolali.
- Daerah maju tetapi tertekan : daerah yang memiliki pendapatan perkapita
yang lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah
dibanding rata-rata Kabupaten Boyolali.
- Daerah berkembang cepat : daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi tinggi, tetapi tingkat pendapatan perkapita lebih rendah dibanding
rata-rata Kabupaten Boyolali.
- Daerah relatif tertinggal : daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan
ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita lebih rendah dibanding rata-rata
Kabupaten Boyolali.
- Indeks Williamson : analisis yang digunakan sebagai indeks ketimpangan
regional (regional inequality), menggunakan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) perkapita sebagai data dasar.
- Hipotesis Kuznets : dimana pada pertumbuhan awal distribusi pendapatan
cenderung memburuk atau ketimpangan akan meningkat, pada tahap
berikutnya ketimpangan tersebut akan menurun dan pemerataan PDRB
akan tercapai.
- Hipotesis Kuznets berlaku apabila pada tahap awal ketimpangan
meningkat dan menurun pada tahap- tahap berikutnya sehingga grafiknya
membentuk U terbalik.
- Hipotesis Kuznets tidak berlaku apabila ketimpangan meningkat secara
terus menerus atau menurun terus menerus sehingga grafiknya tidak
membentuk U terbalik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
D. Hipotesis
Menurut Sugiyono (2009 : 145 ) hipotesis adalah” suatu kebenaran yang
bersifat lemah. Kebenaran hipotesis bersifat lemah karena kebenarannya baru
teruji pada tingkat teori”. Hipotesis harus diuji dengan menggunakan data–data
yang dikumpulkan agar bersifat kuat. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali mengalami
fluktuasi dan menunjukkan arah yang positif.
2. Terdapat pengklasifikasian struktur pertumbuhan ekonomi antar kecamatan
di Kabupaten Boyolali berdasarkan tipologi Klassen pada periode 2006-
2009.
3. Ketimpangan regional pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten
Boyolali pada periode 2006-2009 sebesar 0,1.
4. Hipotesis Kusnetz tidak berlaku di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-
2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
BAB III
METODE PENELITIAN
Pemilihan metode yang tepat dalam suatu penelitian sangat menentukan
keberhasilan penelitian. Data yang diperoleh ditentukan oleh tepat tidaknya
memilih dan menggunakan metode dalam penelitian.
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah Kabupaten Boyolali yang terdiri dari 19
kecamatan yaitu : Selo, Ampel, Cepogo, Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras,
Sawit, Banyudono, Sambi, Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego,
Andong, Kemusu, Wonosegoro, Juwangi. Alasan memilih lokasi diatas yaitu:
a. Terdapat data penelitian di Kabupaten Boyolali yang terdiri dari 19
kecamatan tersebut.
b. Kabupaten Boyolali belum pernah menjadi objek penelitian dengan masalah
yang sama.
2. Waktu Penelitian
Penulis merencanakan pelaksanaan penelitian dari bulan Oktober 2010
sampai dengan selesai. Waktu ini meliputi kegiatan persiapan sampai penyusunan
laporan penelitian. Lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 4. Jadwal Penelitian
No Jenis
kegiatan
Okt Nop Des-
Feb
Mar Apr Mei Jun
1 Pengajuan
Judul
2 Pengajuan
Proposal
3 Perijinan
4 Pengumpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Data
5 Pengolahan
Data
6 Analisis Data
7 Penyusunan
Laporan
Sumber : Penulis
B. Populasi
Sugiyono (2009: 80) mengatakan bahwa“Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya”. “Populasi adalah kelompok besaran wilayah yang
menjadi lingkup penelitian kita” (Nana Syaodih Sukmadinata ,2007: 250).
Populasi dalam penelitian ini adalah PDRB Kabupaten Boyolali yang dihitung
berdasarkan harga konstan dari tahun 2006-2009. Peneliti menggunakan PDRB
berdasarkan harga konstan dengan pertimbangan PDRB atas dasar harga konstan
menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada
satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya, karena menggunakan
harga konstan maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun semata-mata
disebabkan oleh perkembangan riil produksi tanpa mengandung fluktuasi harga
maupun inflasi.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara yang ditempuh untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan dengan
menggunakan alat-alat atau instrument pengumpulan data. Data merupakan suatu
hal yang sangat mendasar yang akan menentukan apakah penelitian itu dapat
dikatakan berhasil atau tidak.
1. Jenis dan Sumber Data
Data sekunder adalah data yang ditebitkan atau digunakan oleh organisasi
yang bukan pengolahnya (Soeratno dan Lincolin Arsyad, 2008: 71). Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
sekunder ini telah dikumpulkan sebelumnya oleh lembaga pengumpul data yang
kemudian dipublikasikan kepada orang atau organisasi yang ingin menggunakan
data tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder data
runtut waktu (time series). Data runtut waktu merupakan suatu data yang disusun
berdasarkan urutan kejadian berdasarkan variabel tertentu yang telah ditentukan,
sedangkan data silang tempat merupakan data yang dikumpulkan pada suatu
waktu tertentu (Mudrajad Kuncoro, 2003). Data yang digunakan adalah data
kurun waktu time series dalam rentang pengamatan dari tahun 2006 -2009.
Penelitian ini juga menggunakan data yang berupa hasil wawancara
dengan pihak terkait (informan) sebagai data pendukung penelitian. Data tersebut
digunakan untuk memperkuat hasil penelitian supaya lebih akurat.
a. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2009: 60), “Variabel penelitian adalah suatu
atribut atau sifat dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”. Dalam hal ini yang menjadi variabel penelitian adalah:
1) Struktur Pertumbuhan Ekonomi
Definisi operasional: susunan suatu daerah berdasarkan laju pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan per kapita daerah tersebut. Indikator yang
digunakan untuk menentukan struktur pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Boyolali adalah tipologi Klassen. Indikator yang digunakan untuk
menentukan tipologi Klassen adalah rata-rata pertumbuhan ekonomi dan
PDRB perkapita di masing-masing kecamatan dari Kabupaten Boyolali
(Selo, Ampel, Cepogo, Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit,
Banyudono, Sambi, Ngemplak, Nogosari, Simo, Karanggede, Klego,
Andong, Kemusu, Wonosegoro, Juwangi) serta rata-rata pertumbuhan
ekonomi dan PDRB perkapita di Kabupaten Boyolali.
2) Ketimpangan Pertumbuhan Ekonomi antar Kecamatan.
Definisi operasional: ketimpangan daerah merupakan keadaan dimana
terdapat perbedaan kesejahteraan antar daerah. Perbedaan tingkat
kesejahteraan tersebut karena sumber daya yang dimiliki oleh masing–
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
masing daerah sehingga mengakibatkan pertumbuhan ekonomi antar
daerah berbeda. Indikator yang digunakan untuk menentukan besarnya
indeks ketimpangan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali
adalah Indeks Ketimpangan Wiliamson. Indikator yang digunakan dalam
menentukan besarnya indeks ketimpangan adalah PDRB per kapita
masing-masing kecamatan dan jumlah penduduk masing-masing
kecamatan di Kabupaten Boyolali serta PDRB per kapita dan jumlah
penduduk Kabupaten Boyolali.
3) Hipotesis Kusnetz
Definisi operasional: Kurva U Terbalik yaitu dimana pada tahap-tahap
awal pertumbuhan ekonomi ketimpangan memburuk atau membesar dan
pada tahap-tahap berikutnya ketimpang menurun, namun pada suatu waktu
ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya sehingga terjadi
peristiwa yang berulangkali dan jika digambarkan akan membentuk kurva
U-terbalik yaitu dengan menghubungkan indeks Williamson dan
pertumbuhan PDRB.
b. Definisi Indikator Penelitian
1) Tipologi Klassen
Tipologi Klassen merupakan alat analisis yang digunakan untuk
menentukan struktur pertumbuhan ekonomi berdasarkan indikator
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita.
a) Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kinerja yang
menggambarkan hasil–hasil pembangunan yang dicapai, khususnya
dalam bidang ekonomi, diukur dalam persen. Pertumbuhan dalam
penelitian ini adalah pertumbuhan PDRB rata-rata yang dihitung sejak
tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.
b) Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan perkiraan pendapatan perorangan
yang dihasilkan dari PDRB pertahun dibagi dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun atau dengan kata lain pendapatan perkapita
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
merupakan hasil bagi pendapatan regional dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun.
2) Indeks Williamson
Indeks Williamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat
ketimpangan daerah yang semula dipergunakan oleh Jeffrey G.
Williamson. Perhitungan indeks Williamson didasarkan pada data PDRB
per kapita pada masing-masing daerah
a) Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk adalah jumlah penduduk pertengahan tahun yang
ada dimasing–masing kecamatan dan jumlah penduduk di Kabupaten
Boyolali.
3) Hipotesis Kuznets
Hipotesis Kusnetz menyatakan bahwa pada awal distribusi pendapatan
cenderung memburuk atau ketimpangan akan meningkat, pada tahap
berikutnya ketimpangan tersebut akan menurun dan pemerataan PDRB
akan tercapai.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam sebuah penelitian dibutuhkan data yang objektif karena data
diterapkan sebagai suatu hal yang sangat mendasar yang akan menentukan apakah
penelitian tersebut dapat dikatakan atau tidak. Teknik pengumulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi dan
wawancara.
“Studi dokumenter (documentary study) merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen,
baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik “(Nana Syaodih Sukmadinata
,2007 : 22 ). Dokumentasi adalah menyelidiki benda-benda tertentu seperti buku,
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya. Dokumen yang digunakan adalah PDRB Kabupaten Boyolali,
pendapatan per kapita kecamatan di Kabupaten Boyolai, serta jumlah penduduk
kecamatan di Kabupaten Boyolali pada tahun 2006-2009 di Badan Pusat Statistik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi dengan pertimbangan sebagai
berikut :
a. Penelitian ini menganalisis data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai
instansi pemerintah, Biro Pusat Statistik Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009
dan beberapa literatur lainnya.
b. Berguna sebagai bukti kebenaran dalam saat pengujian.
Selain dokumentasi peneliti juga menggunakan tehnik wawancara
mendalam. “ Wawancara atau interviu (interview) merupakan salah satu bentuk
tehnik pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian deskriptif
kualitatif dan deskriptif kuantitatif, dilaksanakan secara tatap muka secara lisan
dalam pertemuan tatap muka “(Nana Syaodih Sukmadinata ,2007: 216 ). Interviu
mendalam adalah “Interviu yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan terbuka, yang memungkinkan responden memberikan jawaban secara
luas“(Nana Syaodih Sukmadinata ,2007: 112). Peneliti menggunakan wawancara
supaya lebih mendalam dalam memperoleh informasi yang sesuai.
D. Rancangan Penelitian
Suatu penelitian tanpa menggunakan metode yang tepat, penelitian itu
tidak dapat diselesaikan dengan baik. Pemilihan metode yang tepat tidaklah
mudah, karena hal itu harus disesuaikan dengan sifat dan tujuan dari penelitian
itu sendiri. Menurut Purwanto (2008: 163 ) berpendapat bahwa “Penelitian adalah
cara penemuan kebenaran atau pemecahan masalah yang dilakukan secara ilmiah.
Prosesnya dilakukan melalui cara tertentu yang dilakukan secara terencana,
sistemik, dan teratur sedemikian rupa sehingga setiap tahap diarahkan kepada
pemecahan masalah.” Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2007: 52)” Metode
penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang
didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis,
pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi”. Berdasarkan pendapat–pendapat diatas
penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa metode penelitian sebagai suatu
kegiatan sistematis, terencana, teratur untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif karena
penelitian ini terpusat pada pemecahan masalah yang ada di masa sekarang dan
data yang diperoleh, disusun, dianalisa dan disajikan tersebut hasilnya merupakan
suatu gambaran hasil penelitian secara sistematis, nyata dan cermat. Menurut
Nana Syaodih Sukmadinata (2007: 72)
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang paling dasar.
Ditujukan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada, baik feomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa
manusia. Penelitian ini mengkaji bentuk, aktivitas, karakteistik, perubahan,
hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan fenomena lain.
Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau
pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi
apa adanya. Semua kegiatan, keadaan, kejadian, aspek, komponen atau variabel
berjalan sebagaimana adanya. Penelitian deskritif tidak berhenti pada
pengumpulan data, pengorganisasian, analisis, dan penarikan interpretasi serta
penyimpulan, tetapi dilanjutkan dengan pembandingan, mencari kesamaan
perbedaan dan hubungan kausal dalam berbagai hal.
Winarno Surakhmad (2004) ciri-ciri penelitian deskriptif antara lain:
1. Masalah yang ada pada penelitian ini merupakan masalah actual yang ada pada
masa sekarang.
2. Penelitian ini menggunakan tahapan yang sistematis dengan cara
mengumpulkan data, menganalisis data dan mengiterprestasikan.
3. Adanya pengajuan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian dimana hipotesis
menentukan hasil yang diramalkan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder time series pada tahun 2006–
2009 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.
Pendekatan deskriptif merupakan pengumpulan data yang dianalisis guna
mengetahui kondisi terakhir dari subyek yang diteliti. Peneliti berusaha
mendapatkan gambaran yang benar dan apa adanya mengenai suatu obyek dengan
menggunakan pedoman semua teori yang ada kaitannya dengan obyek penelitian
untuk mendapatkan data yang jelas. Penelitian deskriptif kuantitatif ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
menggunakan angka-angka untuk menggambarkan suatu kondisi. Penelitian
dengan analisa kuantitatif bertujuan untuk memperoleh gambaran sistematik
mengenai isi suatu dokumen. Penyelidikan menitikberatkan pengumpulan data
pada data yang dikuantifikasi, misalnya menghitung frekuensi, perbandingan atau
intensitas faktor tertentu yang terdapat dalam suatu dokumen.
Data-data berupa laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita antar
kecamatan di Kabupaten Boyolali yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan
Tipologi Klassen untuk mengetahui struktur perekonomian di tiap kecamatan di
Kabupaten Boyolali. Jumlah penduduk masing-masing kecamatan juga diperlukan
untuk mencari indeks ketimpangan Williamson
Berdasarkan penjelasan di atas, maka alasan peneliti menggunakan
rancangan penelitian deskriptif kuantitatif adalah:
a. Penelitian dimaksudkan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa
sekarang yaitu untuk mengetahui struktur ekonomi serta menghitung
ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali
b. Penelitian ini menggunakan tahapan yang sistematis yaitu dengan cara
mengumpulkan data, menganalisis, dan menginterpretasikan data.
c. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan studi dokumenter.
E. Teknik Analisis Data
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi
a. Untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali (BPS,
2008) menggunakan rumus :
Pertumbuhan ekonomi = %100)1(
)1(x
PDRB
PDRBPDRB
t
tt
Keterangan :
PDRBt : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t
PDRB(t-1) : Produk Domestik Regional Bruto pada tahun t-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
b. Analisis pertumbuhan ekonomi Tipologi Klassen
Guna mengetahui gambaran tentang struktur pertumbuhan ekonomi daerah
dapat digunakan tipologi Klassen sebagai alat analisis. Sjafrizal (2008)
menjelaskan bahwa dengan menggunakan alat analisis ini dapat diperoleh
empat klasifikasi pertumbuhan masing-masing daerah yaitu daerah
pertumbuhan cepat (rapid growth region), daerah tertekan (retarded region),
daerah sedang berkembang (growing region) dan daerah relatif tertinggal
(relatively backward region). Lebih jelasnya dapat digambarkan sebagai
berikut :
Tabel 5. Klasifikasi wilayah menurut tipologi Klassen
y
r
yi > y yi < y
ri > r Wilayah maju dan tumbuh
cepat
Wilayah yang berkembang
cepat
ri < r Wilayah maju tetapi
tertekan
Wilayah yang relatif
tertinggal
Sumber: Sjafrizal ( 2008 )
Keterangan :
ri = Laju pertumbuhan ekonomi PDRB wilayah i
yi = PDRB per kapita wilayah i.
r = Laju pertumbuhan PDRB wilayah referensi
y = PDRB per kapita wilayah referensi
- Wilayah maju dan tumbuh cepat yaitu kecamatan yang mempunyai laju
pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan pendapatan perkapita yang lebih
tinggi dari Kabupaten Boyolali.
- Wilayah maju tapi tertekan yaitu kecamatan yang mempunyai laju
pertumbuhan ekonomi lebih rendah dan pendapatan perkapita yang lebih
tinggi dari Kabupaten Boyolali.
- Wilayah yang berkembang cepat yaitu yaitu kecamatan yang mempunyai
laju pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan pendapatan perkapita yang
lebih rendah dari Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
- Wilayah yang relatif tertinggal yaitu yaitu kecamatan yang mempunyai
laju pertumbuhan ekonomi lebih rendah dan pendapatan perkapita yang
lebih rendah dari Kabupaten Boyolali.
2. Analisis Ketimpangan Regional
Rumus untuk menghitung ketimpangan regional adalah :
Menurut Sjafrizal (2008) Indeks Ketimpangan Williamson yakni analisis yang
digunakan sebagai indeks ketimpangan regional (regional inequality) dengan
rumusan sebagai berikut ;
IW = Y
nfiYYi /.)( 2
Dimana ;
Yi = PDRB per kapita di Kecamatan i
Y = PDRB per kapita rata-rata di Kabupaten Boyolali
fi = jumlah penduduk di Kecamatan i
n = jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali
Angka indeks ketimpangan Williamson semakin mendekati nol maka
menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil dan bila angka indeks
menunjukkan semakin jauh dari nol maka menunjukkan ketimpangan yang
makin melebar.
3. Analisis Kurva U Terbalik
Kurva U Terbalik oleh Kuznets (M.P.Todaro, 2006) yaitu dimana pada
tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi ketimpangan memburuk atau membesar
dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu
ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya sehingga terjadi peristiwa
yang berulangkali dan jika digambarkan akan membentuk kurva U-terbalik.
Mudrajad Kuncoro (2004) mengatakan hipotesis Kuznets dapat dibuktikan dengan
membuat grafik antara pertumbuhan produk domestik regional bruto dan indeks
ketimpangan. Grafik tersebut merupakan hubungan antara pertumbuhan PDRB
dengan indeks ketimpangan Williamson maupun pertumbuhan PDRB dengan
indeks ketimpangan entropi Theil pada periode pengamatan. Dalam penelitian ini
pembuktian kurva U-Terbalik yaitu dengan menghubungkan antara angka indeks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Williamson dengan Pertumbuhan PDRB Kabupaten Boyolali. Indikator terjadinya
ketimpangan apabila angka indeks tersebut menggambarkan kurva U terbalik,
maka teori Kuznets berlaku di Kabupaten Boyolali sebaliknya apabila angka
indeks tidak menggambarkan kurva U terbalik, maka teori Kuznets tidak berlaku
di Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Deskripsi data diartikan sebagai suatu gambaran yang menjelaskan
mengenai data yang telah dikumpulkan di tiap-tiap variabelnya. Berikut
merupakan penjelasan dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Struktur Pertumbuhan Ekonomi
a. Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2006-2009
Pertumbuhan ekonomi di setiap kecamatan di Kabupaten Boyolali
dihitung rata-ratanya, yang dimulai tahun 2006 sampai dengan 2009, data diukur
dalam persen. Pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini meliputi pertumbuhan
ekonomi di setiap kecamatan di Kabupaten Boyolali (Selo, Ampel, Cepogo,
Musuk, Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Sambi, Ngemplak,
Nogosari, Simo, Karanggede, Klego, Andong, Kemusu, Wonosegoro, dan
Juwangi) serta pertumbuhan ekonomi di daerah referensinya yaitu Kabupaten
Boyolali itu sendiri. Berikut adalah data pertumbuhan ekonomi di tiap kecamatan
di Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009:
Tabel 6. Pertumbuhan Ekonomi di Kecamatan dan Kabupaten Boyolali Tahun
2006-2009 (persen)
No.
Kecamatan /
Tahun 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
1 Selo 2.79 2.79 1,00 4.42 2.75
2 Ampel 1.89 3.76 3.94 4.91 3.63
3 Cepogo 2.12 3.33 3.51 4.79 3.44
4 Musuk 1.74 3.19 -3.72 4.86 1.52
5 Boyolali 8.90 6.08 4.17 6.65 6.45
6 Mojosongo 5.20 3.82 1.93 5.07 4,00
7 Teras 0.02 4.50 2.71 4.86 3.02
8 Sawit 15.99 4.44 2.42 5.38 7.06
9 Banyudono 4.61 4.68 1.25 5.14 3.92
10 Sambi 3.86 4.20 6.03 5.42 4.88
11 Ngemplak 6.16 4.23 5.84 5.34 5.39
12 Nogosari 3.52 3.96 4.53 5.10 4.28
13 Simo 4.91 4.61 8.02 5.63 5.79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
14 Karanggede 4.09 -2.69 20.57 5.03 6.75
15 Klego 3.75 3.54 6.04 4.92 4.56
16 Andong 3.71 3.50 2.85 4.92 3.75
17 Kemusu 3.45 3.27 5.08 3.08 3.72
18 Wonosegoro 3.57 3.36 12.86 4.67 6.12
19 Juwangi 4.03 3.73 3.28 5.06 4.03
Kab. Boyolali 4.19 4.08 4.04 5.16 4.37
Sumber: Badan Pusat Statistik Boyolali
Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa laju pertumbuhan ekonomi di
masing-masing kecamatan cukup fluktuatif dari tahun 2006-2009. Hampir semua
kecamatan mengalami pertumbuhan ekonomi yang menurun menginjak tahun
2007 kecuali kecamatan Ampel, Cepogo, Musuk, Teras, Banyudono, Sambi, dan
Nogosari. Menginjak tahun 2008 pertumbuhan ekonomi di beberapa kecamatan
masih menurun walaupun tidak serendah tahun 2007. Tahun 2009 hampir semua
kecamatan mengalami pertumbuhan yang menaik.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi dicapai oleh Kecamatan Sawit
sebesar 7,06%, diikuti Kecamatan Karanggede yaitu 6,75%, lalu selanjutnya
Kecamatan Boyolali sebesar 6,45%, sedangkan terendah diperoleh Kecamatan
Musuk yaitu 1,52%. Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Boyolali juga mengalami fluktuatif, dengan pertumbuhan terendah ada pada tahun
2008 yaitu sebesar 4,04% dan tertinggi pada tahun 2009 yaitu 5,16%.
b. PDRB Per Kapita Tahun 2006-2009
PDRB perkapita diperoleh dari pendapatan regional yang dibagi dengan
jumlah penduduk pada pertengahan tahun, data diukur dengan satuan rupiah.
Pendapatan perkapita dalam penelitian ini meliputi PDRB perkapita di setiap
kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009 dan PDRB perkapita pada
Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009. Adapun data PDRB perkapita di
Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut:
Tabel 7. PDRB Perkapita Masing-Masing Kecamatan di Kabupaten Boyolali
Tahun 2006-2009 (rupiah)
No.
Kecamatan /
Tahun 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
1 Selo 3.824.552,99 3.916.443,19 3.955.791,87 4.128.216,22 3.956.251,07
2 Ampel 3.918.562,77 4.071.441,55 4.231.690,29 4.415.102,74 4.159.199,34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3 Cepogo 4.013.138,61 4.127.063,04 4.271.801,46 4.406.774,60 4.204.694,43
4 Musuk 3.627.324,22 3.736.482,44 3.597.537,28 3.765.973,30 3.681.829,31
5 Boyolali 4.928.670,22 5.199.426,88 5.416.197,81 5.704.844,57 5.312.284,87
6 Mojosongo 3.490.189,42 3.620.383,91 3.690.285,40 3.865.132,99 3.666.497.93
7 Teras 6.709.323,80 6.964.021,34 7.153.078,65 7.409.291,17 7.058.928,74
8 Sawit 4.261.669,38 4.434.955,92 4.542.105,59 4.792.030,44 4.507.690,33
9 Banyudono 7.778.261,65 8.110.442,33 6.211.874,35 8.633.142,82 7.683.430,29
10 Sambi 3.206.391,25 3.332.828,42 3.533.832,84 3.734.660,94 3.451.928,36
11 Ngemplak 2.689.341,65 2.774.741,31 2.936.822,08 3.068.218,84 2.867.280.97
12 Nogosari 3.223.061,56 3.357.807,56 3.509.980,30 3.695.370,58 3.446.555,00
13 Simo 4.056.375,93 4.232.496,81 4.572.053,75 4.806.317,59 4.416.811,02
14 Karanggede 3.818.749.30 3.976.765,87 4.498.559,54 4.721.753,47 4.253.957,05
15 Klego 2.917.658,94 3.126.776,41 3.315.522,01 3.473.682,58 3.208.409,99
16 Andong 2.892.953,98 2.983.515,86 3.068.506,02 3.191.065,06 3.034.010,84
17 Kemusu 2.566.931,45 2.644.633,70 2.735.442,64 2.846.995,57 2.698.500,84
18 Wonosegoro 2.790.633,52 2.861.237,52 3.229.137,33 3.350.782,02 3.057.947,60
19 Juwangi 2.848.257,86 2.904.014,25 2.999.126,53 3.123.816,43 2.968.803,77
Kab. Boyolali 3.822.175,15 3.963.578,22 4.123.907,24 4.313.871,4 4.055.883,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Boyolali
Berdasarkan Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa Kecamatan Banyudono
disetiap tahunnya masih tetap merupakan daerah dengan pendapatan terbesar
dibandingkan daerah lain, yang disusul Kecamatan Teras dan Kecamatan Boyolali
yaitu besarnya masing-masing rata-rata PDRB perkapita Rp7.683.430,29;
Rp7.058.928,74 ; dan Rp5.312.284,87 . Berbeda dengan Kecamatan Kemusu yang
hanya mencapai Rp 2.698.500,84 dan berada pada posisi paling bawah di antara
daerah-daerah di Kabupaten Boyolali.
2. Ketimpangan antar Daerah
a. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk yang digunakan dalam Badan Pusat Statistik untuk
menghitung PDRB per kapita adalah jumlah penduduk pada pertengahan
tahun. Penduduk Kabupaten Boyolali pada tahun 2006 sebesar 942.107 jiwa,
sedangkan pada tahun 2007 sebesar 945.553 jiwa atau mengalami
pertumbuhan 0.37%. Tahun 2008 penduduk Kabupaten Boyolali sebanyak
945.553 jiwa atau tetap, dan tahun 2009 jumlah penduduk sebesar 950.543
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 0.53%. Lebih jelasnya berikut data
pertumbuhan penduduk Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009 sebagai berikut:
Tabel 8. Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009
Kecamatan
Jumlah Penduduk
2006 2007 2008 2009
Selo 26711 26813 26813 26830
Ampel 68565 68472 68472 68851
Cepogo 51559 51806 51806 52627
Musuk 60084 60189 60189 60290
Boyolali 58300 58623 58623 59359
Mojosongo 51026 51070 51070 51230
Teras 44647 44949 44949 45505
Sawit 32892 33010 33010 32972
Banyudono 45100 45277 45277 45280
Sambi 48481 48617 48617 48496
Ngemplak 69353 70064 70064 70644
Nogosari 60971 60839 60839 60734
Simo 43261 43371 43371 43581
Karanggede 40857 40692 40692 40719
Klego 45391 45500 45500 45566
Andong 61099 61315 61315 61858
Kemusu 45967 46076 46076 46358
Wonosegoro 53636 54070 54070 54541
Juwangi 53636 34800 34800 35102
Kab Boyolali 942107 945553 945553 950543
Pertumbuhan - 0.37 0 0.53
Sumber : Badan Pusat Statistik Boyolali
B. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan sebagai langkah dalam upaya untuk
membuktikan pernyataan yang ada dalam perumusan hipotesis, yaitu diterima
atau ditolak. Hipotesis akan diterima apabila fakta-fakta empiris yang telah
dikumpulkan mampu mendukung pernyataan yang ada dalam hipotesis,
sedangkan hipotesis akan ditolak apabila fakta empiris tidak mendukung
pernyataan hipotesis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali selama periode penelitian
antara tahun 2006-2009 mengalami fluktuasi yaitu tiap tahunnya mengalami
penurunan kecuali pada tahun 2009. Rata-rata laju pertumbuhan Kabupaten
Boyolali tahun 2006 yaitu 4,19% dan turun 0,11% pada tahun 2007 yaitu menjadi
4,08%, tahun 2008 pun mengalami penurunan juga sebesar 0,04% yaitu menjadi
4,04%. Tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 1,12% yaitu menjadi 5,16%, dan
menunjukkan pertumbuhan yang positif karena telah memasuki kriteria
pertumbuhan yang diinginkan. Laju pertumbuhan rata-ratanya 4,37%, karena
Kabupaten Boyolali dari tahun ke tahun masih tergantung pada sektor pertanian
yaitu sebesar 35,84%. Laju pertumbuhan ditiap kecamatan di Kabupaten Boyolali
tahun 2006-2009 juga mengalami fluktuasi seperti yang tertulis di tabel 6 yaitu
pada tahun 2007 hampir semua kecamatan mengalami penurunan, begitu juga
tahun 2008 walaupun tak sebesar tahun 2007. Menginjak tahun 2009 hampir
semua kecamatan mengalami kenaikan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut diatas
menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten
Boyolali mengalami fluktuasi dan menunjukkan arah positif pada tahun 2009 saja.
2. Struktur Pertumbuhan Ekonomi
Struktur pertumbuhan ekonomi antar kecamatan berdasarkan Tipologi
Klasen di Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 9 dan
Gambar 2.
Tabel 9. Struktur Pertumbuhan Ekonomi Menurut Klassen Typology
PDRB perkapita (Y)
Laju pertumbuhan (r)
yi > y
yi < y
ri > r Daerah cepat maju
dan cepat tumbuh
Boyolali
Sawit
Simo
Karanggede
Daerah berkembang
cepat
Sambi
Ngemplak
Klego
Wonosegoro
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
ri < r Daerah maju tetapi
tertekan
Ampel
Cepogo
Teras
Banyudono
Daerah relatif
tertinggal
Selo
Musuk
Mojosongo
Nogosari
Andong
Kemusu
Juwangi
Sumber: Badan Pusat Statistik Boyolali diolah.
Gambar 3. Peta Boyolali menurut Tipologi Klassen tahun 2006-2009
Sumber: Tabel 8 diolah
Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 2 dapat diketahui bahwa terdapat
pengelompokkan pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali
tahun 2006-2009. Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Simo, dan
Kecamatan Karanggede termasuk dalam klasifikasi daerah cepat maju dan cepat
tumbuh. Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Teras, dan
Kecamatan Banyudono termasuk ke dalam klasifikasi daerah maju tetapi tertekan.
Sementara itu Kecamatan Sambi, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Klego,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Kecamatan Wonosegoro masuk dalam klasifikasi daerah berkembang cepat.
Tujuh daerah lainnya masuk ke dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal, yaitu
Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan
Nogosari, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu dan Kecamatan Juwangi. Hal
tersebut di atas menunjukkan bahwa terdapat pengelompokkan pertumbuhan
ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009.
3. Ketimpangan antar Daerah
Besar kecilnya ketimpangan PDRB per kapita antar kecamatan
memberikan gambaran tentang kondisi dan perkembangan di Kabupaten Boyolali,
untuk memberikan gambaran yang lebih baik tentang kondisi dan perkembangan
pembangunan daerah di wilayah Kabupaten Boyolali, akan dibahas pemerataan
PDRB per kapita antar kecamatan yang dianalisis dengan menggunakan indeks
ketimpangan Williamson. Angka indeks ketimpangan yang semakin kecil atau
mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil pula atau dengan
kata lain makin merata, dan bila semakin jauh dari nol menunjukkan ketimpangan
yang semakin melebar (Sjafrizal, 2008).
Ketimpangan ditiap kecamatan di Kabupaten Boyolali dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
IW = Y
nfiYYi /.)( 2
Keterangan:
Yi = PDRB per kapita di Kecamatan i
Y = PDRB per kapita rata-rata di Kabupaten Boyolali
fi = jumlah penduduk di Kecamatan i
n = jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali
Contoh perhitungan indeks Williamson pada Kecamatan Selo tahun 2006 :
IW = 15,175.822.3
107.942/711.26)15,175.822.399,552.824.3( 2 x
= 15,175.822.3
0283,007,123.654.5 x = 0,0001
Perhitungan yang sama diberlakukan untuk kecamatan yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Berikut adalah ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun
2006-2009 :
Tabel 10. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun
2006-2009
Kecamatan
IW IW
2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Selo 0.0001 0.002 0.007 0.007 0.004025
Ampel 0.006 0.007 0.007 0.006 0.0065
Cepogo 0.012 0.009 0.0002 0.005 0.00655
Musuk 0.001 0.014 0.01 0.031 0.014
Boyolali 0.072 0.077 0.078 0.08 0.07675
Mojosongo 0.02 0.02 0.024 0.024 0.022
Teras 0.164 0.165 0.16 0.16 0.16225
Sawit 0.021 0.022 0.019 0.02 0.0205
Banyudono 0.226 0.229 0.11 0.22 0.19625
Sambi 0.037 0.036 0.032 0.009 0.0285
Ngemplak 0.08 0.081 0.078 0.079 0.0795
Nogosari 0.039 0.039 0.038 0.036 0.038
Simo 0.013 0.014 0.023 0.024 0.0185
Karanggede 0.0001 0.0006 0.019 0.02 0.009925
Klego 0.051 0.046 0.043 0.043 0.04575
Andong 0.0619 0.063 0.065 0.066 0.063975
Kemusu 0.072 0.073 0.074 0.024 0.06075
Wonosegoro 0.064 0.067 0.051 0.053 0.05875
Juwangi 0.049 0.051 0.052 0.053 0.05125
Rata-rata 1 0.052 0.053 0.047 0.05
Rata-rata 2 0.05
Sumber: Badan Pusat Statistik Boyolali
Keterangan :
1. Rata-rata 1: Rata-rata Williamson Index tiap tahun antar kecamatan.
2. Rata-rata 2: Rata-rata Williamson Index antar kecamatan di Kabupaten
Boyolali tahun 2006-2009.
Tabel 10 menunjukkan angka indeks ketimpangan PDRB per kapita antar
kecamatan di Kabupaten Boyolali selama periode 2006-2009 yaitu rata-rata 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Boyolali PDRB per kapita relatif
merata karena nilai indeksnya mendekati nol. Ketimpangan antar kecamatan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
terjadi di Kabupaten Boyolali dari tahun 2006-2009 ada kecenderungan
meningkat, misalnya pada tahun 2006 sebesar 0,052 menjadi 0,053 pada tahun
2007 walaupun hanya naik sedikit saja. Tahun 2008 indeks ketimpangan menurun
menjadi 0,047 walaupun pada tahun 2009 ketimpangan naik lagi yaitu menjadi
0,05. Kecenderungan peningkatan ketimpangan dapat dilihat pada gambar 4
sebagai berikut :
0.044
0.046
0.048
0.05
0.052
0.054
2006 2007 2008 2009
Ind
eks
Will
iam
son
Tahun Pengamatan
Grafik Indeks Williamson Kabupaten Boyolali 2006-2009
Gambar 4. Grafik Indeks Williamson Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009
Sumber : Tabel 9 diolah
Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa terdapat ketimpangan antar kecamatan di
Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009, walaupun relatif merata
ketimpangannya.
4. Hipotesis Kuznets
Berdasarkan gambar 4 diatas didapatkan hasil indeks Williamson yang
menunjukkan terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan di Kabupaten
Boyolali dalam periode penelitian. Kecenderungan peningkatan tersebut belum
membuktikan berlakunya hipotesis Kuznets di Kabupaten Boyolali.
Hipotesis Kuznets dapat dibuktikan dengan membuat grafik antara
pertumbuhan produk domestik regional bruto ( PDRB) dan indeks ketimpangan.
Grafik tersebut merupakan hubungan antara pertumbuhan PDRB dengan indeks
ketimpangan Williamson.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
K uznets
0.046
0.047
0.048
0.049
0.05
0.051
0.052
0.053
0.054
0 2 4 6
P DR B (%)
Ind
ek
s W
illi
am
so
n
K uznets
Gambar 5. Kurva Hubungan antara Tingkat Ketimpangan dengan Pertumbuhan
PDRB di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009.
Sumber : Tabel 9 diolah
Gambar 5 diatas menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets yang menggambarkan
hubungan antara pertumbuhan PDRB dengan tingkat ketimpangan daerah yang
berbentuk U terbalik tidak berlaku di Kabupaten Boyolali.
Disamping menggunakan gambaran kurva, peneliti juga menggunakan
gambaran secara statistik yakni melalui pengolahan data statistik melalui korelasi
Pearson untuk mengetahui hubungan antara PDRB dengan Indeks Williamson.
Tabel 11. Korelasi Pearson antara Pertumbuhan PDRB dan Indeks Williamson di
Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009
Sumber : Tabel 9 diolah
Keterangan :
IW = Indeks Williamson
r = Pertumbuhan PDRB
IW r
Korelasi IW 1,00 -0,416
r -0,416 1,00
Signifikansi IW - 0,584
r 0,584 -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Berdasarkan hasil analisis korelasi (korelasi Pearson) antara pertumbuhan PDRB
dan Indeks Wiliiamson didapatkan nilai -0,416 (lihat tabel 11) dan signifikasi
0,584 yang berarti secara statistik korelasi ini kurang kuat karena tidak terbukti
secara signifikasi pada 5%.
C. Pembahasan Hasil Analisis Data
Berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian dianalisis dengan
Analisis Klassen Typology dan Analisis Williamson Index maka dapat diberikan
pembahasan sebagai berikut:
1. Laju Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan perhitungan pertumbuhan ekonomi diperoleh rata-rata
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009 sebesar
4,37% . Dilihat dari periode pengamatan tersebut ada kecenderungan penurunan
pertumbuhan ekonomi yaitu tahun 2007 dan 2008, sedangkan pada tahun 2009
pertumbuhan ekonomi sudah mulai membaik terbukti hampir semua kecamatan
mengalami kenaikan. Banyak kecamatan mengalami pertumbuhan menurun pada
tahun 2007 yaitu diantaranya Kecamatan Boyolali, Kecamatan Mojosongo,
Kecamatan Sawit, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Simo, Kecamatan
Karanggede, Kecamatan Klego, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu,
Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Juwangi, dikarenakan terjadi sedikit
penurunan dari sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, listrik dan air
bersih serta pengangkutan dan telekomunikasi. Menginjak tahun 2008 masih
terdapat penurunan pertumbuhan ekonomi karena pada pertengahan tahun 2008
terjadi kenaikan BBM premium, solar juga minyak tanah sehingga berdampak
pada segala bidang terutama berkaitan dengan angkutan distribusi. Tahun 2009
hampir semua kecamatan di Kabupaten Boyolali mengalami kenaikan
pertumbuhan ekonomi hal ini dikarenakan faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi tersebut di atas yaitu untuk sektor pertanian, listrik dan air bersih, serta
jasa-jasa mengalami kenaikan cukup signifikan, sedangkan sektor yang lain juga
tumbuh, tetapi tidak setinggi sektor tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
2. Struktur Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan hasil analisis Tipologi Klassen dapat diketahui struktur
pertumbuhan ekonomi masing-masing kecamatan di Kabupaten Boyolali, 7
kecamatan yang tergolong daerah relatif tertinggal (Kecamatan Selo, Kecamatan
Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Andong,
Kecamatan Kemusu, dan Kecamatan Juwangi) berada di pinggir mengitari
daerah-daerah yang menjadi pusat terjadinya kegiatan ekonomi khususnya
perdagangan, yaitu Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Simo dan
Kecamatan Karanggede. Daerah-daerah tersebut, dapat dikatakan sebagai pusat
pertumbuhan bagi daerah-daerah di Kabupaten Boyolali karena dengan kegiatan
utamanya sebagai pusat perdagangan dan industri mampu merangsang
pertumbuhan ekonomi daerah-daerah sekitarnya yaitu dengan menampung hasil
produksi daerah sekitarnya untuk diperdagangkan serta menyerap tenaga kerja.
Berdasarkan kriteria Tipologi Klasen (Sjafrizal, 2008), Kecamatan atau
daerah yang termasuk kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh, pada
umumnya adalah daerah yang maju dilihat dari segi pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang terus menerus membaik, hal ini dapat dilihat dari
sumbangan sektor industri baik barang maupun jasa, dan perdagangan yang
cenderung meningkat terhadap PDRB kecamatan. Suatu daerah akan mencapai
pertumbuhan yang cepat apabila sektor sekunder dan tersier memberikan
sumbangan yang relatif besar terhadap PDRB daerah. Kecamatan Boyolali,
Kecamatan Sawit, Kecamatan Simo dan Kecamatan Karanggede termasuk dalam
klasifikasi daerah cepat maju dan cepat tumbuh, yaitu keempat daerah ini
mempunyai pendapatan perkapita dan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih
tinggi sepanjang periode penelitian dibandingkan rata-rata di tingkat daerah
referensinya (Kabupaten Boyolali). Kecamatan Boyolali merupakan kecamatan
yang berada di pusat kota. Perekonomian Kecamatan Boyolali sudah tidak lagi di
dominasi oleh sektor-sektor primer (sektor pertanian), melainkan oleh sektor
sekunder dan sektor tersier (sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor industri
pengolahan; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor
pengangkutan dan komunikasi; serta sektor jasa-jasa). Sektor-sektor sekunder
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
maupun tersier tersebut menjadi kegiatan yang sangat penting dengan
memberikan kontribusi yang besar pada pendapatan daerah. Menurunnya lahan
pertanian menjadikan Kecamatan Boyolali mulai berada di masa transisi ke sektor
perdagangan sebagai kegiatan utama daerah tersebut, terbukti dengan banyaknya
industri yang muncul yaitu industri kerajinan alumunium dan alat dapur, textile,
bahan bangunan, selain itu muncul industri rumah tangga yang memanfaatkan
hasil sekitar seperti marning jagung, abon dan dendeng sapi, serta tempe gepuk
dan mentho kacang. Kecamatan Boyolali juga terdapat tempat pariwisata yang
terkenal yaitu Tlatar, jadi banyaknya potensi yang dimiliki oleh Kecamatan
Boyolali serta sarana infrastruktur yang memadai, jaringan listrik, tersedianya air
bersih yang cukup sehingga banyak menarik para investor untuk berinvestasi di
Kecamatan Boyolali.
Kecamatan Sawit merupakan kecamatan dengan rata-rata pendapatan
perkapita sebesar Rp4.507.690,33 dan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi
mencapai 7,06% lebih tinggi dari Kabupaten Boyolali. Daerahnya pinggiran dari
Kabupaten Boyolali tetapi Kecamatan Sawit memiliki potensi di bidang perikanan
yaitu dengan adanya kawasan Minapolitan yang biasa disebut Kampung lele.
Konsep Minapolitan merupakan daerah yang diciptakan dengan basis ekonomi
sub sektor perikanan. Kawasan tersebut akan dijadikan kota perikanan yang
direncanakan mampu tumbuh dan berkembang sejalan dengan komuditas
unggulan dan usaha agribisnis yang dikembangkan. Struktur Minapolitan terdiri
dari kota tani (desa dengan fasilitas kota) sebagai pusat kegiatan, pusat pelayanan
agribisnis, serta kawasan desa pemasok bahan baku berupa produksi primer.
Kampung lele di Kecamatan Sawit ini sekarang telah mampu menghasilkan lebih
dari 10 ton ikan lele per hari. Ikan lele itu kemudian diolah menjadi berbagai
produk olahan, antara lain abon, nuget, kripik serta dalam bentuk ikan segar.
Jumlah kelompok peternak ikan lele di Kampung Lele sekarang lebih dari 100
kelompok peternak yang tergabung dalam Kelompok Tani Mina Usaha.
Bidang perkebunan Kecamatan Sawit juga terkenal dengan tembakau asapan dan
rajangan. Kecamatan Sawit walaupun daerahnya tidak dipusat kota tapi daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
tersebut mampu memafaatkan potensi yang ada sehingga daerahnya dapat
berkembang dengan cepat.
Kecamatan Simo termasuk kecamatan yang yang cepat maju dan cepat
tumbuh karena laju pertumbuhan dan pendapatan per kapitanya melebihi
Kabupaten Boyolali, laju pertumbuhannya yaitu sebesar 5,79% dan pendapatan
per kapitanya yaitu Rp4.416.811,02%. Sektor pertanian masih dominan di
Kecamatan Simo yaitu sebesar 35,65%. Kecamatan Simo struktur tanahnya
berupa lempung jadi tumbuhan yang cocok adalah jenis palawija, komoditi
Kecamatan Simo yaitu Singkong dan jahe. Selain pertanian, perdangangan di
Kecamatan Simo juga sudah maju yaitu dengan dibangunnya STC (Simo Trade
Center), yaitu pusat perdagangan yang menyediakan berbagai keperluan mulai
dari pulsa, makanan, pakaian, aksesoris hingga laptop. Sepanjang jalan menuju
kecamatan pun tumbuh banyak minimarket yang ramai dengan pengunjung.
Terdapat pula waterboom yang dapat menarik wisatawan lokal.
Kecamatan Karanggede yang letaknya berbatasan dengan Kecamatan
Simo juga termasuk kecamatan yang cepat maju dan cepat tumbuh. Laju
pertumbuhannya 6,75% dan pendapatan per kapitanya sebesar Rp 4.253.957,05.
Sektor yang dominan pada Kecamatan Karanggede yaitu pertanian dan
perdagangan, hampir seimbang. Ekonomi masyarakatnya banyak ditopang oleh
faktor pertanian dan perdagangan, dapat dilihat dari sentral-sentral lumbung
pertanian ditemukan didaerah ini terutama diselatan,utara dan timur Kecamatan
Karanggede. Sektor perdagangan kota kecil ini sangat aktif dibanding kecamatan
sekitarnya. Rata-rata perputaran uang per hari mencapai ratusan juta rupiah dari
sektor perdagangan nilai yang relatif besar jika dilihat dari segi wilayah
kecamatan yang jauh dari Kabupaten Boyolali. Sektor pertanian dan agronomi
komoditi yang berasal dari Kecamatan Karanggede yaitu padi dan singkong
karena keadaan tanahnya berupa lempung. Hasil industri kerajinan yaitu berupa
anyaman bambu terletak di desa Manyaran dan Dologan, selain itu juga ada pande
besi di Desa Klari. Potensi bahan galian golongan C yaitu berupa bentonit yaitu
seluas 375 hektar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Sjafrizal (2008) menyebutkan bahwa dalam tipologi Klassen kriteria dari
daerah maju tapi tertekan adalah daerah dengan pendapatan perkapita lebih tinggi
dengan pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan rata-rata Kabupaten
Boyolali, pada umumnya mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi yang
drastis pada suatu periode atau dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan
yang relatif kecil, akibat tertekannya kegiatan utama kecamatan yang
bersangkutan. Kecamatan yang termasuk adalah Kecamatan Ampel yaitu pada
awal tahun 2006 pertumbuhannya hanya 1,89%, Kecamatan Cepogo awal tahun
2006 pertumbuhannya hanya 2,12%, Kecamatan Banyudono pada tahun 2007
sebesar 4,68% turun menjadi 1,25% pada tahun 2008 dan Kecamatan Teras pada
tahun 2007 pertumbuhannya sebesar 4,50% turun menjadi 2,71% pada tahun
2008. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kecamatan Ampel yaitu sebesar 3,63%,
sedangkan pendapatan per kapitanya Rp 4.159.199,34. Kecamatan Ampel
merupakan salah satu dari daerah penghasil susu sapi perah dan sapi potong, yaitu
86.021liter per hari gabungan dari Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo,
Kecamatan Musuk dan Kecamatan Mojosongo dan sebanyak 8.581.996 kg
daging sapi dihasilkan per hari oleh beberapa kecamatan tersebut termasuk
Kecamatan Ampel (Bappeda Kab Boyolali). Kelebihan penawaran daging sapi
masyarakat Kecamatan Ampel tidak menjual hanya dalam keadaan daging mentah
saja tetapi dalam bentuk olahan seperti abon maupun dendeng sapi supaya ada
nilai tambahnya. Banyak potensi yang terdapat di Kecamatan Ampel selain
sebagai daerah penghasil susu dan daging, yaitu sentra jagung hibrida, anyaman
bambu, penghasil komponen bahan bangunan, penghasil kayu lapis laminasi juga
terdapat industri tekstil. Banyak potensi yang dimiliki daerah tersebut tapi
pertumbuhanya masih tertekan karena pengorganisasian dari usaha-usaha tersebut
yaitu belum ada kerjasama yang bagus dengan pihak luar serta sulitnya akses
pasar terbukti pada tabel 2.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kecamatan Cepogo pada tahun
pengamatan mencapai 3,44%, sedangkan pendapatan per kapitanya Rp
4.204.694,43% yaitu melebihi rata-rata pendapatan per kapita Kabupaten
Boyolali. Rendahya pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh tertekannya kegiatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
utamanya pertanian yang terdiri dari peternakan dan perkebunan. Sub sektor
peternakan Kecamatan Cepogo sebagai salah satu daerah penghasil susu dan
daging sapi selain itu tedapat tempat wisata yaitu agrowisata sapi perah,
sedangkan subsektor perkebunan yaitu sebagai penghasil tembakau asapan dan
rajangan juga minyak atsiri. Kecamatan Cepogo juga terkenal sebagai daerah
penghasil kuningan dan tembaga. Permasalahannya yaitu pada infrastruktur atau
akses karena topografi wilayahnya yang tinggi, sehingga agak sulit mencapai
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Kecamatan Banyudono termasuk kecamatan yang maju tapi tertekan
karena pertumbuhannya hanya sebesar 3,92% dibawah Kabupaten Boyolali dan
pendapatan per kapitanya yaitu Rp7.683.430,43 diatas Kabupaten Boyolali.
Rendahnya pertumbuhan ekonomi disebabkan pada tahun 2008 terjadi penurunan
yang drastis yaitu sebesar 3,43%. Sektor industri pengolahan adalah sektor utama
di Kecamatan Banyudono. Kecamatan Banyudono sudah mengalami transformasi
ekonomi yaitu dari pertanian ke industri, yaitu terdapat beberapa industri
kerajinan seperti kerajinan wayang kulit dan gamelan, kerajinan sangkar burung
dan krupuk/rambak, selain itu Kecamatan Banyudono juga penghasil minyak
atsiri dan tembakau. Pertumbuhan Kecamatan Banyudono lambat karena investor
lebih senang berinvestasi ke Kecamatan Boyolali walaupun infrastruktur sudah
lumayan memadai. Kecamatannya sudah mengalami transformasi ekonomi tetapi
karena tidak mendapat investor yang memadai atau kekurangan modal sehingga
daerah ini pertumbuhannya tertekan.
Kecamatan lain yang masuk kategori daerah maju tapi tertekan adalah
Kecamatan Teras, karena laju pertumbuhannya sebesar 3,02% dibawah
Kabupaten Boyolali dan pendapatan perkapitanya Rp7.058.928,74 melebihi
pendapatan per kapita Kabupaten Boyolali. Kecamatan Teras juga mengalami
penurunan drastis pada tahun 2008 yaitu sebesar 1,79%, sama halnya dengan
Kecamatan Banyudono, kecamatan Teras telah mengalami transformasi ekonomi
dari pertanian ke industri. Bidang pertanian Kecamatan Teras sebagai salah satu
sentra jagung hibrida, selain itu bersama Kecamatan Mojosongo sebagai daerah
pengasil rebung dan asparagus, bahkan sudah mencapai ekspor. Permasalahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
yang dialami Kecamatan Teras sama dengan Kecamatan Banyudono yaitu kalah
saing untuk menarik investor untuk berinvestasi selain itu juga sulit akses pasar
terbukti pada tabel 2.
Sjafrizal (2008) berpendapat bahwa daerah berkembang cepat pada
Tipologi Klassen merupakan daerah yang mempunyai rata-rata pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi dari Kabupaten Boyolali, meskipun rata-rata
pendapatan perkapitanya lebih rendah, umumnya daerah yang memiliki potensi
besar tetapi belum optimal pengelolaannya, sektor pertanian di daerah
berkembang cepat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan ke sektor
industri. Berdasarkan data yang diperoleh yang masuk dalam klasifikasi daerah
berkembang cepat adalah Kecamatan Sambi, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan
Klego dan Kecamatan Wonosegoro. Kecamatan Sambi laju pertumbuhannya
selama tahun pengamatan adalah 4,88% dan pendapatan per kapitanya sebesar
Rp3.451.928,36. Kecamatan Sambi masih mengandalkan sektor pertanian untuk
menopang kehidupan ekonominya. Komoditi yang terkenal adalah singkong dan
kencur karena faktor tanah yang berupa tanah lempung, selain itu juga terdapat
industri kerajinan gamelan. Pendapatan perkapitanya rendah disebabkan masih
mengandalkan sektor pertanian, sedangkan sektor pertanian sudah maksimal jadi
kehidupan ekonominyapun tidak berkembang.
Kecamatan Ngemplak laju pertumbuhannya adalah 5,39% diatas
Kabupaten Boyolali tetapi pendapatan perkapitanya sebesar Rp2.867.280,97
dibawah pendapatan perkapita Kabupaten Boyolali sehingga termasuk daerah
yang berkembang cepat, sama dengan Kecamatan Sambi, Kecamatan Ngemplak
juga mengandalkan sektor pertanian yaitu terutama padi, selain untuk konsumsi
lokal juga dipasarkan ke daerah lain untuk kepentingan industri pangan. Mebel/
furniture dan sentra batu bata juga terdapat di Kecamatan Ngemplak. Perdagangan
sudah mulai berkembang terbukti sepanjang jalan menuju kecamatan sudah
banyak terdapat minimarket, pasar tradisionalpun sudah dibangun sedemikian
rupa supaya dapat bersaing dengan pasar modern.
Kecamatan Klego juga termasuk daerah yang berkembang cepat karena
laju pertumbuhannya sebesar 4,56% dan pendapatan per kapitanya sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Rp3.208.409,99 dibawah pendapatan per kapita Kabupaten Boyolali. Palawija
tumbuh subur di Kecamatan Klego terbukti Kecamatan Klego sebagai salah satu
sentra jagung hibrida dan singkong, selain itu juga penghasil tanaman jarak.
Terdapat bahan galian golongan C yaitu bentonit seluas 500 hektar. Kecamatan
Klego juga masih mengandalkan sektor pertanian sehingga pendapatan per
kapitapun belum optimal.
Kecamatan yang terakhir masuk kategori daerah yang berkembang cepat
adalah Kecamatan Wonosegoro. Kecamatan Wonosegoro walaupun merupakan
kecamatan yang berada di pinggiran tapi masih merupakan daerah yang
berkembang cepat karena laju pertumbuhannya lebih besar dari Kabupaten
Boyolali yaitu sebesar 6,12% dan pendapatan per kapitanya Rp3.057.947,60.
Sektor pertanian mendominasi hampir 50% pada kecamatan ini. Tahun ke tahun
hasil pertaniannya selalu meningkat. Komoditi yang terkenal yaitu jagung hibrida
juga tanaman jarak. Terdapat pula industri rumah tangga yaitu gula jawa. Sektor
bahan galian golongan C menghasilkan bentonit seluas 750 hektar. Daerah –
daerah yang termasuk kecamatan cepat berkembang merupakan kecamatan yang
masih mengandalkan sektor primer sebagai kegiatan ekonominya.
Tujuh kecamatan terakhir adalah Kecamatan Selo , Kecamatan Musuk,
Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu dan Kecamatan
Juwangi yang tergolong daerah relatif tertinggal, yaitu menurut Sjafrizal (2008)
merupakan daerah yang mempunyai pendapatan perkapita dan laju pertumbuhan
ekonomi lebih rendah dari pada di Kabupaten Boyolali dengan kata lain,
kecamatan-kecamatan dalam kategori ini adalah kecamatan yang paling buruk
keadaannya dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Boyolali. Daerah
yang termasuk dalam kategori ini, pada umumnya sektor pertanian yang menjadi
sumber utama PDRB daerah. Kecamatan-kecamatan tersebut mempunyai wilayah
yang cukup luas dibandingkan dengan kecamatan lain, namun belum ada
pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal, bisa dilihat dari wilayahnya yang
sebagian besar digunakan sebagai lahan sawah sehingga perekonomian pun hanya
berpusat pada sektor pertanian saja. Daerah yang hanya mengandalkan
pertaniannya saja akan sulit untuk berkembang, mengingat situasi harga barang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
barang pertanian di pasaran internasional kurang menguntungkan, berakibat pada
kelebihan produksi dan penurunan harga. Selain daripada itu, jika produksi
pertaniannya lambat, hama yang menyerang hingga membuat gagal panen akan
meningkatkan harga pangan, berakibat pada kenaikan upah dan pada akhirnya
akan menghambat perindustrian daerah tersebut.
Kecamatan Selo yang tercatat mempunyai laju pertumbuhan 2,75% dan
pendapatan per kapitanya Rp3.956.251,07 merupakan kecamatan yang
mengandalkan sektor pertanian sebagai penyumbang utama perekonomian daerah,
terutama subsektor bahan makanan, serta subsektor peternakan dan hasil-hasilnya.
Kecamatan Selo merupakan salah satu daerah sentra penghasil susu sapi perah dan
daging sapi, selain itu Kecamatan Selo karena letaknya di lereng gunung Merapi
sehingga sayur-sayuran tumbuh subur bahkan terdapat tempat pariwisata berupa
agrowisata sayuran. Terdapat tempat wisata antara lain Arga Merapi Merbabu dan
Air Terjun Kedung Kayang. Permasalahan pada Kecamatan Selo adalah hanya
mengandalkan sektor primer dan akses jalan yang tidak baik serta sulitnya akses
pasar sehingga tidak menarik para investor untuk berinvestasi.
Kecamatan Musuk masuk dalam kecamatan yang relatif tertinggal karena
laju pertumbuhannya hanya sebesar 1,52% dan pendapatan per kapitanya
Rp3.681.829,31 berada dibawah Kabupaten Boyolali. Kecamatan Musuk
merupakan daerah yang sangat subur, hal ini terbukti bahwa Kecamatan Selo
sebagai sentra jagung hibrida, singkong, tembakau asapan dan rajangan, berbagai
bunga sebagai bahan minyak atsiri dan buah pepaya yang diolah untuk dodol
pepaya selain itu juga dijual dalam bentuk buah ke berbagai daerah bahkan
sampai Jakarta. Kecamatan Musuk juga termasuk kecamatan penghasil susu dan
daging sapi karena tersedianya pakan ternak yang melimpah. Permasalahan yang
dialami Kecamatan Musuk sama dengan Kecamatan Selo yaitu mengandalkan
sektor primer dan infrastruktur yang belum baik serta sulitnya akses pasar
sehingga tidak menarik minat investor berinvestasi karena sektor industri yang
belum berkembang.
Kecamatan Mojosongo yang mempunyai laju pertumbuhan 4%, dan
pendapatan per kapitanya Rp3.666.497,93 termasuk kecamatan yang relatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
tertinggal. Kecamatan Mojosongo merupakan kecamatan yang berdekatan dengan
Kecamatan Boyolali tetapi Kecamatan Mojosongo tidak mampu bersaing karena
belum mengalami transformasi ekonomi yaitu masih mengandalkan sektor primer.
Komoditi yang terkenal yaitu jagung hibrida, buah pepaya, dan tembakau. Industri
juga muncul tetapi hanya sedikit yaitu seperti industri kayu, kayu lapis laminasi
dan sapu ijuk.
Kecamatan Nogosari mempunyai rata-rata pertumbuhan ekonomi 4,28%
dengan pendapatan per kapitanya Rp3.446.555,00 merupakan kecamatan yang
juga mengandalkan sektor pertanian sebagai penyumbang utama perekonomian
daerah yaitu lebih dari 35% terutama padi. Akses pasar susah di Kecamatan
Nogosari jadi harus ke daerah lain untuk menjual hasil bumi. Mebel banyak
menjamur di Kecamatan Nogosari bahkan pemasarannya sampai keluar negeri.
Kecamatan Andong mempunyai laju pertumbuhan ekonomi 3,75% dengan
pendapatan per kapitanya Rp3.034.010,84 termasuk kecamatan yang relatif
tertinggal. Kecamatan ini juga mengandalkan sektor pertanian yaitu sebagai
penghasil padi dan kencur. Industri yang terdapat adalah industri alat-alat
pertanian karena sektor utamanya pertanian, selain itu juga tedapat banyak mebel
dan industri tekstil. Jumlah penduduk yang banyak sedangkan hanya
mengandalkan pertanian jadi tidak dapat menyerap banyak tenaga kerja, sehingga
kegiatan ekonominya tidak tumbuh baik.
Kecamatan lain yang masuk daerah relatif tertinggal adalah Kecamatan
Kemusu yang mempunyai rata-rata pertumbuhan sebesar 3,72% dan rata-rata
pendapatan per kapitanya sebesar Rp2.698.500,84. Letaknya yang pinggiran
membuat infrastruktur daerah ini tidak baik, susah dalam jasa angkutan. Daerah
ini juga sama dengan daerah yang relatif tertinggal lainnya yaitu bertumpu pada
sektor pertanian sebagai penyumbang utama perekonomian daerah. Kecamatan
Kemusu sebagai penghasil jagung, singkong juga terdapat mebel kayu dan
penyedia komponen bangunan. Terdapat tempat wisata yaitu waduk Kedung
Ombo sehingga mendapat penghasilan daerah.
Kecamatan Juwangi mempunyai laju pertumbuhan sebesar 4,03% dengan
rata-rata pendapatan per kapitanya Rp2.968.803,77, seperti ketujuh kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
lainnya juga sama-sama mengandalkan sektor pertanian sebagai penggerak
perekonomiannya, terutama subsektor tanaman bahan makanan. Tanah pada
Kecamatan Juwangi adalah berkapur sehingga berpotensi bahan galian golongan
C yaitu batu gamping seluas 200 hektar. Infrastruktur di daerah ini juga masih
kurang memadai sehingga hanya bergantung pada pertanian dan susah
berkembang.
3. Ketimpangan antar Daerah
Ketimpangan pembangunan antar daerah atau antar kecamatan di
Kabupaten Boyolali selama tahun 2006-2009 dapat dianalisis dengan
menggunakan indek ketimpangan regional (regional inequality) atau biasa disebut
dengan nama Indeks Williamson (Sjafrizal, 2008). Dalam hal ini Indeks
Williamson dapat dilihat pada tabel 9 yaitu menunjukkan bahwa indeks
ketimpangan PDRB per kapita antara kecamatan di Kabupaten Boyolali selama
periode 2006-2009 rata-rata sebesar 0,05. Selama tahun 2006-2009, terjadi
kenaikan ketimpangan PDRB per kapita antar kecamatan walaupun tidak
signifikan, seperti tahun 2006 Indeks Williamson sebesar 0,052 naik menjadi
sebesar 0,053 tahun 2007 dan tahun 2008 turun menjadi sebesar 0,047, tahun
2009 naik lagi menjadi 0,05, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3
mengenai kenaikan Indeks Williamson.
Tinggi rendahnya nilai Indeks Williamson mengandung arti bahwa
ketimpangan rata-rata produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita antar
daerah atau antar kecamatan di Kabupaten Boyolali tidak merata. Kecamatan yang
Indeks Williamsonnya berada dibawah rata-rata indeks kabupaten atau lebih
rendah antara lain Kecamatan Selo, Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo,
Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Sawit, Kecamatan Sambi,
Kecamatan Nogosari, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede, dan Kecamatan
Klego mengandung arti bahwa secara rata-rata tingkat PDRB per kapita antar
kecamatan yang ada relatif lebih merata jika dibandingkan dengan daerah lainnya
di Kabupaten Boyolali.
Rendahnya nilai Indeks Williamson antar daerah atau kecamatan bukan
berarti secara otomatis menerangkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
kecamatan tersebut (Indeks Williamson lebih rendah) lebih baik jika dibandingkan
dengan kecamatan lainnya (Indeks Williamson lebih tinggi dari rata-rata
kabupaten). Indeks Williamson hanya menjelaskan distribusi PDRB per kapita
antar kecamatan di Kabupaten Boyolali tanpa menjelaskan seberapa besar PDRB
per kapita yang didistribusikan tersebut dengan rata-rata PDRB daerah atau
kecamatan lainnya.
4. Hipotesis Kuznets
Gambar 4 pada halaman 56 menunjukkan bahwa hipotesis Kuznets yang
menggambarkan hubungan antara pertumbuhan PDRB dengan tingkat
ketimpangan daerah yang berbentuk U terbalik tidak berlaku di Kabupaten
Boyolali. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi,
ketimpangan daerah cenderung memburuk, namun pada tahap berikutnya
ketimpangan daerah akan membaik, ini tidak terjadi di Kabupaten Boyolali pada
tahun penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan data yang diperoleh serta analisis yang telah dilaksanakan,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Laju pertumbuhan ekonomi antar kecamatan Kabupaten Boyolali tahun
2006-2009 mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2006 sebesar 4,19%
menjadi 4,08% pada tahun 2007 terjadi penurunan sebesar 0,11% dan tahun
2008 laju pertumbuhannya 4,04% terjadi penurunan sebesar 0,04%, serta
mengalami kenaikan pada tahun 2009 sebesar 1,12% laju pertumbuhannya
yaitu 5,16%. Beberapa tahun tersebut pertumbuhannya menunjukkan arah
yang negatif kecuali pada tahun 2009 yaitu sudah masuk kriteria
pertumbuhan Kabupaten Boyolali diatas 5% jadi sudah menunjukkan arah
yang positif. Terjadi pertumbuhan menurun pada tahun 2007 disebabkan
karena adanya terdapat sedikit penurunan dari sektor pertanian,
pertambangan dan penggalian, listrik dan air bersih serta pengangkutan dan
telekomunikasi, sedangkan penurunan pertumbuhan pada tahun 2008
disebabkan karena adanya kenaikan harga BBM premium, minyak tanah
sehingga berdampak pada segala bidang perekonomian, dan tahun 2009
mengalami kenaikan karena faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi
tersebut di atas yaitu untuk sektor pertanian, listrik dan air bersih, serta jasa-
jasa mengalami kenaikan cukup signifikan, sedangkan sektor yang lain juga
tumbuh, tetapi tidak setinggi sektor tersebut.
2. Terdapat pengelompokan pertumbuhan ekonomi berdasarkan tipologi
Klassen di Kabupaten Boyolali pada tahun penelitian yaitu yang termasuk
dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah Kecamatan
Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Simo dan Kecamatan Karanggede.
Daerah maju tetapi tertekan meliputi Kecamatan Ampel, Kecamatan
Cepogo,Kecamatan Teras dan Kecamatan Banyudono. Kecamatan yang
masuk daerah berkembang cepat adalah Kecamatan Sambi, Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Ngemplak, Kecamatan Klego dan Kecamatan Wonosegoro. Daerah yang
tertinggal meliputi Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, Kecamatan
Mojosongo, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu
dan Kecamatan Juwangi.
3. Rata-rata ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2006-
2009 adalah 0,05, jadi ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali
relatif merata karena angkanya mendekati nol. Kecamatan yang Indeks
Williamsonnya berada dibawah rata-rata indeks kabupaten atau lebih
rendah antara lain Kecamatan Selo, Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo,
Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Sawit, Kecamatan
Sambi, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Simo, Kecamatan Karanggede,
dan Kecamatan Klego mengandung arti bahwa secara rata-rata tingkat
PDRB per kapita antar kecamatan yang ada relatif lebih merata jika
dibandingkan dengan daerah lainnya di Kabupaten Boyolali.
4. Kurva Kuznets atau yang biasa disebut kurva U terbalik tidak berlaku di
Kabupaten Boyolali pada tahun penelitian karena kurvanya tidak berbentuk
U terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap awal pertumbuhan
ekonomi, ketimpangan daerah cenderung memburuk, namun pada tahap
berikutnya, ketimpangan daerah akan membaik, ini tidak terjadi di
Kabupaten Boyolali pada tahun penelitian.
B. Implikasi
Berdasarkan pada simpulan penelitian yang telah dikemukakan, maka
uraian berikut menyajikan implikasi penelitian yaitu:
1. Pengambil kebijakan dalam hal ini adalah pemerintah daerah Kabupaten
Boyolali dapat melakukan berbagai kegiatan pembangunan sektoral yang
sesuai dengan prioritas, kondisi dan potensi yang ada di masing-masing
daerah yang bersangkutan. Perbedaan kondisi daerah akan membawa
implikasi yang berbeda terhadap corak pembangunan yang akan diterapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
di masing-masing daerah, misalnya dengan penetapan daerah potensi
unggulan seperti berikut ini :
Tabel 12. Potensi Unggulan Kabupaten Boyolali
Potensi
Unggulan
Kondisi Prospek Lokasi
Sapi
Perah Populasi
60.205 ekor
Produksi
86.021
liter/hari
Bahan baku
industri
pengolahan susu
Bahan baku
industri makanan
Dijual dalam
produk susu segar
Kecamatan
Selo,
Cepogo,Musuk,
Boyolali,
Mojosongo
Kerajinan
Tembaga Produksi >
400.000
buah/ tahun
Jumlah unit
usaha 360
Lebih dari 70%
produk dieksport
ke luar negeri
Kecamatan
Cepogo
Lele Produksi
4.380.000
kg/tahun
Jumlah unit
usaha > 200
Pemasaran ke
jogjakarta,
semarang, solo dll
Untuk abon lele
dan kripik lele
Kapasitas
produksi yang ada
belum mampu
memenuhi
permintaan pasar
Kecamatan
Sawit, Teras,
Banyudono
Minyak
Atsiri Produksi
113,65
ton/tahun
Bahan baku
industri kosmetik
Kecamatan
Teras,
Banyudono,
Mojosongo,
Ampel, Cepogo
Sumber : Bappeda Kabupaten Boyolali 2009
2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu ekonomi
pembangunan, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai penguat tentang
teori struktur pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar daerah. Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan
bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis.
3. Bagi pendidikan ekonomi hasil penelitian ini dapat memperkaya wawasan
mahasiswa pendidikan ekonomi dalam mata kuliah khususnya ekonomi
pembangunan yaitu tentang struktur pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan
antar daerah. Dapat memberikan informasi mengenai potensi masing-masing
daerah di Kabupaten Boyolali bagi mahasiswa yang akan membuat program
kreativitas mahasiswa.
C. Saran
Berdasarkan simpulan dan pembahasan analisis data yang telah dilakukan,
maka dapat dikemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi Pemerintah Daerah
a. Guna mengurangi ketimpangan yang semakin melebar, salah satu
kebijakan yang dapat ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali
yaitu dalam perencanaan pembangunan agar diarahkan/diprioritaskan
bagi daerah-daerah yang relatif tertinggal dengan tidak melupakan
daerah yang lain yaitu dengan membangun infrastruktur di daerah-
daerah tertinggal seperti Juwangi, Nogosari, Kemusu, Selo, Musuk,
dan Andong supaya aksesnya lebih mudah sehingga kegiatan
ekonomipun dapat berjalan lancar.
b. Membangun unit-unit kegiatan ekonomi produktif di daerah-daerah
yang kurang maju. Langkah operasional dari pemikiran ini adalah
pembentukkan unit kegiatan ekonomi produktif yang berbasis pada
potensi serta melibatkan masyarakat banyak. Langkah ini cukup tepat
bila diterapkan pada daerah yang berkembang cepat, karena daerah ini
sebenarnya punya potensi hanya saja belum diolah secara baik.
Kecamatan Sambi merupakan daerah penghasil singkong yaitu dengan
membangun kegiatan ekonomi produktif dengan memanfaatkan
singkong tersebut untuk diolah menjadi makanan yang mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
nilai lebih dibandingkan dijual singkong mentah misal dibuat
brownies, kue bolu, daunnya bisa dimanfaatkan untuk kripik.
c. Membangun dan memberdayakan kemampuan berusaha pada
masyarakat yang mengalami hambatan untuk melakukan kegiatan
ekonomi produktif secara mandiri. Upaya ini dilakukan agar kelompok
masyarakat miskin memiliki pendapatan tetap. Langkah awal program
ini adalah melalui stimulus modal kerja pada masyarakat miskin atau
pemberian pendidikan latihan (diklat) praktis yang diarahkan untuk
meningkatkan kemandirian ekonomi masyarakat.
d. Pemerintah daerah perlu memperhatikan sektor yang paling dominan
dalam pembentukan PDRB, apabila ingin mencapai pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi tanpa mengabaikan sektor yang lain.
Kebijakan ini disebut kebijakan picking the winner. Penyumbang
PDRB terbesar di Kabupaten Boyolali adalah sektor pertanian jadi
dengan memaksimalkan sektor pertanian yaitu dengan cara penerapan
panca yasa pembangunan pertanian yang meliputi perbaikan
infrastruktur pertanian, perbenihan, pengaktifan kelembagaan tani dan
penyuluh, fasilitas pembiayaan dan pengembangan sistem pemasaran
hasil.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Pada penelitian ini khususnya untuk hipotesis Kuznets, peneliti hanya
melakukan peneletian selama 4 tahun periode 2006-2009, karena pada tahun
penelitian Kabupaten Boyolali mengalami pertumbuhan ekonomi yang
fluktuasinya hanya kecil, telah melakukan otonomi daerah serta data
tercukupi pada tahun dasar 2000. Besar kemungkinan hasil analisis yang
diperoleh belum benar-benar tepat, karena hipotesis Kuznets akan berlaku
dalam jangka panjang. Berdasarkan alasan tersebut, untuk peneliti
selanjutnya supaya penelitian dilakukan diatas 5 tahun guna memperoleh
hasil yang maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Boyolali. Pendapatan Domestik Regional Bruto
(PDRB ) Tahun 2006-2009.
Caska & R.M. Riadi. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pembangunan
Ekonomi antar Daerah Di Provinsi Riau. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Hal 1-14.
Jhingan, M.L. (2004). Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan . Jakarta : PT.
Raja Grafindo.
Leny Noviani. (2009). Struktur Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antar
Kabupaten / Kota Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Tahun 2001–2006 Vol 8, No. 1, hal 1 – 10.
Lincolin Arsyad. (2009). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. BPFE : Jogjakarta.
Meier, GM. and J E Rauch. (2000). Leading Issues in Economic Development.
Oxford University Press : Oxford.
Mudrajad Kuncoro. (2001). Analisis Spasial dan Regional : Aglomerasi dan
Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta : Unit Penerbit dan Percetakan
AMP YKPN.
. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta:
Erlangga
.(2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta :
Erlangga.
Nana Syaodih Sukmadinata. (2007). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Pemerintah Kabupaten Boyolali. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD)Kabupaten Boyolali Tahun 2009.
Purwanto. (2008). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan
Pendidikan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Raharjo Adisasmita. (2005). Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Sadono Sukirno. (2006). Ekonomi Pembangunan (Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan ) Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Sjafrizal . (2008). Ekonomi Regional Teori dan aplikasi. Padang : Baduose Media
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung :
Alvabeta.
Soeratno dan Lincolin Arsyad. 2008. Metodologi Penelitian Untuk Ekonomi dan
Bisnis. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Sutarno dan Mudrajad Kuncoro. (2003). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan
antar Kecamatan di Kabupaten Banyumas, 1993 – 2000. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, Vol 8. 97 – 110.
Syamsudin. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi.
Tersedia pada http://makalah-artikel online.blogspot.com/ 2009/05/faktor-
faktor-yang-mempengaruhi.html. Diunduh pada tanggal 22 September
2010 jam 11.00 WIB.
Todaro, Michael P. (2006). Pembangunan Ekonomi di dunia Ketiga edisi ketujuh.
Jilid 1 Jakarta : Erlangga.
Winarno Surakmad. (2004). Pengantar Penelitian Ilmiah ; Dasar, Metode dan
Teknik. Bandung : Tarsito.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Lampiran 1. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali
a. Letak Geografis
Kabupaten Boyolali terletak pada posisi geografis antara 1100
22’-
1100
50’ Bujur Timur dan antara 70
7’-70
36’ Lintang Selatan. Posisi geografis
wilayah Kabupaten Boyolali merupakan kekuatan yang dapat dijadikan
sebagai modal pembangunan daerah karena berada pada segitiga wilayah
Yogyakarta-Solo-Semarang (Joglosemar) yang merupakan tiga kota utama di
wilayah Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta. Dikembangkannya wisata
Solo-Selo (Kabupaten Boyolali) - Borobudur (Kabupaten Magelang)/ Solo
Selo Borobudur (SSB), diharapkan lebih meningkatkan pengembangan
pariwisata di Kabupaten Boyolali. Disamping itu, seiring dengan mulai
perencanaan pembangunan jalan tol Solo-Semarang, Solo-Yogyakarta dan
jalan tol Solo-Ngawi yang melintasi wilayah Kabupaten Boyolali, maka
diharapkan potensi pengembangan Kabupaten Boyolali, terutama dalam sektor
perekonomian dan industri menjadi sangat besar.
b. Luas Wilayah
Kabupaten Boyolali dengan bentang Barat-Timur sejauh 48 km dan
bentang Utara-Selatan sejauh 54 km, mempunyai luas wilayah kurang lebih
101.510,10 hektar, dengan batas-batas wilayah, sebagai berikut :
1) Sebelah Utara yaitu Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Semarang;
2) Sebelah Timur yaitu Kabupaten Karanganyar, Sragen, dan Sukoharjo
3) Sebelah Selatan yaitu Kabupaten Klaten dan Provinsi D.I. Yogyakarta;
4) Sebelah Barat yaitu Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang.
Kabupaten Boyolali secara administratif terbagi dalam 19 kecamatan
terdiri 263 desa dan 4 kelurahan.
c. Iklim dan Hidrologi
Wilayah Kabupaten Boyolali termasuk iklim tropis dengan rata-rata
curah hujan sekitar 2000 milimeter/tahun, dari sisi hidrologi, terdapat
potensi/kekayaan sumber daya air, meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
1) Sumber air dangkal/mata air atau masyarakat setempat menyebutnya
umbul, terdapat di Tlatar (Kecamatan Boyolali), Nepen (Kecamatan
Teras), Pengging (Kecamatan Banyudono), Pantaran (Kecamatan
Ampel),
2) Waduk, terdapat di Kedungombo (Kecamatan Kemusu) seluas 3.536 ha,
Kedungdowo (Kecamatan Andong) seluas 48 ha, Cengklik (Kecamatan
Ngemplak) seluas 240 ha, dan Bade (Kecamatan Klego) seluas 80 ha,
3) Terdapat 4 (empat) sungai sebagai penyedia air baku yaitu Sungai Serang,
Cemoro, Pepe, dan Gandul.
d. Penggunaan Lahan
Wilayah Kabupaten Boyolali dengan luas 101.510,10 ha, sebagian
besar (70%) merupakan lahan kering baik berupa tegalan, pekarangan,
maupun hutan dan sisanya berupa sawah, waduk/kolam, dan lahan lainnya.
Wilayah yang memiliki lahan kritis dan lahan kering meliputi Kecamatan
Sambi, Simo, Nogosari, Andong, Klego, Karanggede, Wonosegoro, Kemusu,
dan Juwangi. Sementara itu, wilayah Kecamatan Selo, Cepogo, Ampel, dan
Musuk beriklim cukup sejuk mendukung untuk pengembangan budidaya
peternakan sapi dan hortikultura.
e. Pertambangan
Sektor pertambangan (bahan galian) di Kabupaten Boyolali
menyimpan potensi, berupa :
1) Bahan galian bentonit terdapat di Kecamatan Wonosegoro, Karanggede,
Klego, dan Simo,
2) Bahan galian gamping di Kecamatan Juwangi,
3) Bahan galian tanah urug terdapat di Kecamatan Nogosari dan Ngemplak
4) Bahan galian pasir dan batu terdapat di Kecamatan Selo, Cepogo, Ampel,
Musuk, Mojosongo, Teras, Karanggede, dan Wonosegoro,
5) Bahan galian trass terdapat di Kecamatan Mojosongo,
6) Bahan galian tanah liat terdapat di Kecamatan Boyolali, Mojosongo,
Teras, dan Banyudono.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Lampiran 2. Pedoman Wawancara
KISI – KISI PEDOMAN WAWANCARA
“STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN
ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-
2009”
Variabel Indikator Daftar pertanyaan
1. Struktur
pertumbuhan
ekonomi
Tipologi Klassen
- Daerah cepat
maju & cepat
tumbuh
- Daerah maju
tapi tertekan
- Daerah
berkembang
cepat
- Daerah relatif
tertinggal
1) Bagaimanakah pertumbuhan
ekonomi di kabupaten Boyolali
tahun 2006-2009? Fluktuatif atau
stabil?
2) Kecamatan mana saja yang
mengalami pertumbuhan ekonomi
cepat dan mana yang lambat?
3) Mengapa kecamatan tersebut
dapat berkembang pesat
sedangkan kecamatan lain
lambat?
4) Sektor- sektor apa saja yang
menjadi unggulan Kabupaten
Boyolali?
5) Apa usaha pemerintah Kabupaten
Boyolali menanggapi kecamatan
yang tertinggal/ lambat?
2.
Ketimpangan
antar
kecamatan
Indek
Williamson
1) Apakah terdapat ketimpangan
antar kecamatan di kabupaten
Boyolali dilihat dari
pendapatanya?
2) Apakah ada persaingan antara
kecamatan satu dengan yang lain?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
3) Apakah ada perlakuan khusus dari
Kabupaten terhadap kecamatan
yang maju dengan kecamatan
yang tertinggal?
4) Pertimbangan apa saja yang
dilakukan kabupaten dalam
memberikan sarana prasarana
terhadap kecamatan, misal pasar,
puskesmas, jalan dll?
5) Apa usaha dari pemerintah
kabupaten supaya ketimpangan
antar kecamatan tidak terlalu
besar?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Lampiran 3. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2006
Sumber : BPS Boyolali diolah
Kecamatan
Yi Y fi n fi /n IW
Selo 3.824.552,99 3.822.175,15 26.711 942.107 5.654.123,07 0,02835241 160.307,9919 400,38 0,0001
Ampel 3.918.562,77 3.822.175,15 68.565 942.107 9.290.573.289 0,07277836 676.152.663,7 26.002,94 0,006
Cepogo 4.013.138,61 3.822.175,15 51.559 942.107 36.467.043.055 0,05472733 1.995.743.873 44.673,75 0,012
Musuk 3.627.324,22 3.822.175,15 60.084 942.107 3.796.684.922 0,0637762 242.138.119 4.920,68 0,001
Boyolali 4.928.670,22 3.822.175,15 58.300 942.107 1,22433E+12 0,06188257 75.764.766.760 275.254 0,072
Mojosongo 3.490.189,42 3.822.175,15 51.026 942.107 1,10215E+11 0,05416158 5.969.392.382 77.261,84 0,02
Teras 6.709.323,8 3.822.175,15 44.647 942.107 8,33563E+12 0,04739058 3,9503E+11 628.514,12 0,164
Sawit 4.261.669,38 3.822.175,15 32.892 942.107 1,93155E+11 0,03491323 6.743.671.495 82.119,86 0,021
Banyudono 7.778.261,65 3.822.175,15 45.100 942.107 1,56506E+13 0,04787142 7,49217E+11 865.573,22 0,226
Sambi 3.206.391,25 3.822.175,15 48.481 942.107 3,7919E+11 0,05146018 19.513.177.645 139.689,58 0,037
Ngemplak 2.689.341,65 3.822.175,15 69.353 942.107 1,28331E+12 0,07361478 94.470.711.942 307.360,88 0,08
Nogosari 3.223.061,56 3.822.175,15 60.971 942.107 3,58937E+11 0,0647177 23.229.583.839 152.412,54 0,039
Simo 4.056.375,93 3.822.175,15 43.261 942.107 54.850.005.353 0,04591941 2.518.680.024 50.186,45 0,013
Karanggede 3.818.749,30 3.822.175,15 40.857 942.107 11.736.448,22 0,04336769 508.982,5944 713,43 0,0001
Klego 2.917.658,94 3.822.175,15 45.391 942.107 8,1815E+11 0,0481803 39.418.693.758 198.541,41 0,051
Andong 2.892.953,98 3.822.175,15 61.099 942.107 8,63452E+11 0,06485357 55.997.941.524 236.638,84 0,0619
Kemusu 2.566.931,45 3.822.175,15 45.967 942.107 1,57564E+12 0,0487917 76.877.991.907 277.268,82 0,072
Wonosegoro 2.790.633,52 3.822.175,15 53.636 942.107 1,06408E+12 0,05693196 60.580.056.000 246.130,16 0,064
Juwangi 2.848.257,86 3.822.175,15 34.207 942.107 9,48515E+11 0,03630904 34.439.664.248 185.579,27 0,049
Kecamatan
Yi Y fi n fi /n IW
Keterangan : - Yi : Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan
- Y : Pendapatan Kab Boyolali
- fi : Jumlah penduduk masing-masing kecamatan
- n : Jumlah penduduk Kab Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Sumber : BPS Boyolali diolah
Selo 3.916.443,19 3.963.578,22 26.813 945.553 2.221.711.053 0,028356951 63.000.951,26 7.937,31 0,002
Ampel 4.071.441,55 3.963.578,22 68.472 945.553 11.634.497.959 0,072414767 842.509.456,6 29.026,01 0,007
Cepogo 4.127.063,04 3.963.578,22 51.806 945.553 26.727.286.370 0,054789102 1.464.364.026 38.267 0,009
Musuk 3.736.482,44 3.963.578,22 60.189 945.553 51.572.493.294 0,063654814 3.282.837.449 57.296,05 0,014
Boyolali 5.199.426,88 3.963.578,22 58.623 945.553 1,52732E+12 0,061998640 94.691.881.211 307.720,46 0,077
Mojosongo 3.620.383,91 3.963.578,22 51.070 945.553 1,17782E+11 0,054010722 6.361.508.893 79.759,07 0,020
Teras 6.964.021,34 3.963.578,22 44.949 945.553 9,00266E+12 0,047537261 4,27962E+11 654.188,05 0,165
Sawit 4.434.955,92 3.963.578,22 33.010 945.553 2,22197E+11 0,034910788 7.757.070.052 8.8074,23 0,022
Banyudono 8.110.442,33 3.963.578,22 45.277 945.553 1,71965E+13 0,047884148 8,23439E+11 907.435,4 0,229
Sambi 3.332.828,42 3.963.578,22 48.617 945.553 3,97845E+11 0,051416473 20.455.802.526 143.023.78 0,036
Ngemplak 2.774.741,31 3.963.578,22 70.064 945.553 1,41333E+12 0,074098438 1,04726E+11 323.613,96 0,081
Nogosari 3.357.807,56 3.963.578,22 60.839 945.553 3,66958E+11 0,064342242 23.610.906.412 153.658,41 0,039
Simo 4.232.496,81 3.963.578,22 43.371 945.553 72.317.208.048 0,045868397 3.317.074.379 57.594,05 0,014
Karanggede 3.976.765,87 3.963.578,22 40.692 945.553 17.391.4112,5 0,043035134 7.484.417,126 2.735,77 0,0006
Klego 3.126.776,41 3.963.578,22 45.500 945.553 7,00237E+11 0,048119989 33.695.409.723 183.563,09 0,046
Andong 2.983.515,86 3.963.578,22 61.315 945.553 9,60522E+11 0,064845651 62.285.689.434 249.571,01 0,063
Kemusu 2.644.633,70 3.963.578,22 46.076 945.553 1,73961E+12 0,048729156 84.769.954.162 291.152,8 0,073
Wonosegoro 2.861.237,52 3.963.578,22 54.070 945.553 1,21516E+12 0,057183468 69.486.778.500 263.603,45 0,067
Juwangi 2.904.014,25 3.963.578,22 34.800 945.553 1,12268E+12 0,036803860 41.318.802.930 203.270,27 0,051
Lampiran 4. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2007
Keterangan : - Yi : Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan
- Y : Pendapatan Kab Boyolali
- fi : Jumlah penduduk masing-masing kecamatan
- n : Jumlah penduduk Kab Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Lampiran 5. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2008
Kecamatan Yi Y fi n fi /n IW
Selo 3.955.791,87 4.123.907,24 26.813 945.533 28.262.777.630 0,028357551 801.463.150 28.310,12 0,007
Ampel 4.231.690,29 4.123.907,24 68.472 945.553 11.617.185.867 0,072414767 841.255.805,6 29.004,41 0,007
Cepogo 4.127.063,46 4.123.907,24 51.806 945.553 9.961.724,688 0,054789102 545.793,9525 738,78 0,0002
Musuk 3.597.537,28 4.123.907,24 60189 945.553 2,77065E+11 0,063654814 17.636.542.252 41.995,86 0,01
Boyolali 5.416.197,81 4.123.907,24 58.623 945.553 1,67001E+12 0,061998640 1,03539E+11 321.774,77 0,078
Mojosongo 3.690.285,40 4.123.907,24 51.070 945.553 1,88028E+11 0,054010722 10.155.522.598 100.774,61 0,024
Teras 7.153.078,65 4.123.907,24 44.949 945.553 9,17588E+12 0,047537261 4,36196E+11 660.451,36 0,16
Sawit 4.542.105,59 4.123.907,24 33.010 945.553 1,7489E+11 0,034910788 6.105.542.764 78.137,97 0,019
Banyudono 6.211.874,35 4.123.907,24 45.277 945.553 4,35961E+12 0,047884148 2,08756E+11 456.898,24 0,11
Sambi 3.533.832,84 4.123.907,24 48.617 945.553 3,48188E+11 0,051416473 17.902.588.382 133.800,55 0,032
Ngemplak 2.936.822,08 4.123.907,24 70.064 945.553 1,40917E+12 0,074098438 1,04417E+11 323.136,19 0,078
Nogosari 3.509.980,30 4.123.907,24 60.839 945.553 3,76906E+11 0,064342242 24.250.995.592 155.727,31 0,038
Simo 4.572.053,75 4.123.907,24 43.371 945.553 2,00835E+11 0,045868397 9.211.992.934 95.979,12 0,023
Karanggede 4.498.559,54 4.123.907,24 40.692 945.553 1,40364E+11 0,043035134 6.040.598.426 77.721,29 0,019
Klego 3.315.522,01 4.123.907,24 45.500 945.553 6,53487E+11 0,048119989 31.445.771.886 177.329,56 0,043
Andong 3.068.506,02 4.123.907,24 61.315 945.553 1,11387E+12 0,064845651 72.229.737.987 268.755,91 0,065
Kemusu 2.735.442,64 4.123.907,24 46.076 945.553 1,92783E+12 0,048729156 93.941.721.797 306.499,14 0,074
Wonosegoro 3.229.137,33 4.123.907,24 54.070 945.553 8,00613E+11 0,057183468 45.781.839.075 213.966,91 0,051
Juwangi 2.999.126,53 4.123.907,24 34.800 945.553 1,26513E+12 0,036803860 46.561.727.652 215.781,67 0,052
Sumber : BPS Boyolali diolah
Keterangan :
- Yi : Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan
- Y : Pendapatan Kab Boyolali
- fi : Jumlah penduduk masing-masing kecamatan
- n : Jumlah penduduk Kab Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Lampiran 6. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2009
Kecamatan Yi Y fi n fi /n IW
Selo 4.128.216,22 4.313.871,4 26.830 950.543 34.467.845.861 0,028225972 972.888.448,4 31.191,16 0,007
Ampel 4.415.102,74 4.313.871,4 68.851 950.543 1.024.7784.198 0,072433335 74.228.1190,7 27.244,84 0,006
Cepogo 4.406.774,60 4.313.871,4 52.627 950.543 8.631.004.570 0,055365197 477.857.264,2 21.859,95 0,005
Musuk 3.765.973,30 4.313.871,4 60.290 950.543 3,00192E+11 0,063426904 19.040.270.092 137.986,49 0,031
Boyolali 5.704.844,57 4.313.871,4 59.359 950.543 1,93481E+12 0,062447464 1,20824E+11 347.597,47 0,08
Mojosongo 3.865.132,99 4.313.871,4 51.230 950.543 2,01366E+11 0,05389551 10.852.731.973 104.176,45 0,024
Teras 7.409.291,17 4.313.871,4 45.505 950.543 9,58162E+12 0,047872637 4,58698E+11 677.272,47 0,16
Sawit 4.792.030,44 4.313.871,4 32.972 950.543 2,28636E+11 0,034687542 7.930.823.139 89.055,17 0,02
Banyudono 8.633.142,82 4.313.871,4 45.280 950.543 1,86561E+13 0,04763593 8,88701E+11 942.709,39 0,22
Sambi 3.734.660,94 4.313.871,4 48.496 950.543 3,35485E+11 0,05101926 17.116.183.880 41.372,50 0,009
Ngemplak 3.068.218,84 4.313.871,4 70.644 950.543 1,55165E+12 0,074319626 1,15318E+11 339.585,04 0,079
Nogosari 3.695.370,58 4.313.871,4 60.734 950.543 3,82543E+11 0,063894006 24.442.221.569 156.340,08 0,036
Simo 4.806.317,59 4.313.871,4 43.581 950.543 2,42503E+11 0,045848531 11.118.417.726 105.443,91 0,024
Karanggede 4.721.753,47 4.313.871,4 40.719 950.543 1,66368E+11 0,04283762 7.126.799.900 84.420,38 0,02
Klego 3.473.682,58 4.313.871,4 45.566 950.543 7,05917E+11 0,047936811 33.839.421.848 183.954,95 0,043
Andong 3.191.065,06 4.313.871,4 61.858 950.543 1,26069E+12 0,065076488 82041542807 286.428,95 0,066
Kemusu 2.846.995,57 4.313.871,4 46.358 950.543 2,15172E+12 0,048770019 1,0494E+11 102.440,23 0,024
Wonosegoro 3.350.782,02 4.313.871,4 54.541 950.543 9,27541E+11 0,057378782 53.221.182.075 230.697,17 0,053
Juwangi 3.123.816,43 4.313.871,4 35.102 950.543 1,41623E+12 0,036928366 52.299.090.785 228.689,95 0,053
Sumber : BPS Boyolali diolah
Keterangan :
- Yi : Pendapatan per kapita masing-masing kecamatan
- Y :Pendapatan Kab Boyolali
- fi :Jumlah penduduk masing-masing kecamatan
- n :Jumlah penduduk Kab Boyolali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Lampiran 7. Output Korelasi PDRB dengan Indeks Williamson
CORRELATIONS
/VARIABLES=PDRB IW
/PRINT=TWOTAIL NOSIG
/MISSING=PAIRWISE .
Correlations
[DataSet0]
Correlations
1 -.416
.584
4 4
-.416 1
.584
4 4
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
PDRB
IW
PDRB IW
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Lampiran 8. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006
TABEL XXI. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MNRT LAP USAHA
PER KECAMATAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN (2000 = 100)
KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006 (Ribuan Rupiah)
KECAMATAN Pertanian Pertambangan
Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, Gas
dan Air Minum
Bangunan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
56.144.240
94.219.069
93.057.464
118.354.639
49.561.812
72.664.844
44.915.392
44.270.056
61.435.996
68.534.693
64.017.340
86.216.901
63.372.004
55.240.769
66.856.819
85.055.297
56.918.643
70.857.903
38.978.300
1.111.294
4.644.719
5.415.257
5.378.418
825.796
1.430.561
1.056.036
528.018
574.066
871.844
1.074.456
555.647
967.010
825.796
745.979
549.507
598.625
2.876.471
669.232
4.836.900
54.721.073
14.918.613
13.112.078
25.874.501
17.541.047
173.778.744
31.585.540
169.582.879
8.683.110
15.851.046
15.617.942
6.293.798
5.711.039
4.953.452
5.944.142
3.787.934
4.603.796
5.361.383
825.736
3.260.158
1.719.926
2.053.643
5.536.279
2.776.696
3.521.142
1.313.476
4.073.058
1.899.620
2.716.798
1.702.812
2.186.274
1.630.079
1.583.016
1.805.494
1.334.868
1.450.385
1.394.766
1.990.239
5.230.162
3.684.256
2.490.113
13.913.157
6.674.242
3.878.651
2.999.243
7.322.984
4.322.984
6.026.258
8.581.169
4.730.288
2.915.913
3.054.785
5.526.384
2.925.188
4.054.533
2.249.433
JUMLAH 1.290.672.178 30.698.735 582.759.034 42.784.225 92.569.242
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Lanjutan
KECAMATAN
Perdagangan
Angkutan
Komunikasi
Keuangan
Persewaan
Jasa Persh.
Jasa-jasa
PDRB
Kecamatan
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
25.603.702
66.532.917
57.723.041
46.160.079
93.788.470
43.590.532
41.755.141
33.771.191
62.586.826
37.258.433
55.428.802
47.720.161
57.264.193
56.805.345
36.524.277
47.536.622
34.872.425
43.039.914
29.733.331
1.886.698
9.711.529
5.749.463
4.498.285
16.156.091
7.348.192
4.667.095
2.750.607
5.928.203
4.587.655
7.129.732
4.468.495
4.974.924
7.288.612
2.115.088
4.289.755
1.390.198
1.449.778
2.909.487
5.990.764
14.562.165
13.686.592
13.179.681
23.594.394
13.064.474
10.529.920
8.041.449
12.857.101
10.576.003
15.115.159
14.285.668
10.668.168
11.820.238
10.207.340
12.672.770
8.755.732
12.741.894
8.064.490
3.768.063
15.794.465
10.958.784
12.717.213
58.090.974
12.999.818
15.449.059
14.915.250
26.439.243
18.714.714
19.154.321
17.364.491
25.026.220
13.784.831
11.366.991
13.376.624
7.410.524
8.603.744
8.069.935
102.157.635
268.676.256
206.913.413
217.944.148
287.341.474
178.090.405
299.551.179
140.174.829
350.799.600
155.449.054
186.513.911
196.513.287
175.482.879
156.022.640
137.407.747
176.756.595
117.994.138
149.678.420
97.430.357
JUMLAH 917.695.400 99.299.886 230.414.003 314.005.265 3.600.897.968
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Lampiran 9. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2006
TABEL XXIII. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
ATAS DASAR HARGA KONSTAN (2000 = 100)
PER KECAMATAN KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006
KECAMATAN
PDRB (000 Rp)
DISTRIBUSI
PROSENTASE
PENDUDUK
PERTENGAHAN
TAHUN
PDRB PER
KAPITA
(Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
102.157.635
268.676.256
206.913.413
217.944.148
287.341.474
178.090.405
299.551.179
140.174.829
350.799.600
155.449.054
186.513.911
196.513.911
196.513.287
175.482.879
137.407.747
176.756.595
117.994.138
149.678.420
97.430.357
2,84
7,46
5,75
6,05
7,98
4,95
8,32
3,89
9,74
4,32
5,18
5,46
4,87
4,33
3,82
4,91
3,28
4,16
2,71
26.711
68.565
51.559
60.084
58.300
51.026
44.647
32.892
45.100
48.481
69.353
60.971
43.261
40.857
45.391
61.099
45.967
53.636
34.207
3.824.552,99
3.918.562,77
4.013.138,61
3.627.324,22
4.928.670,22
3.490.189,42
6.709.323,80
4.261.669,38
7.778.261,65
3.206.391,25
2.689.341,65
3.223.061,56
4.056.375,93
3.818.749,30
3.027.202,45
2.892.953,98
2.566.931,45
2.790.633,52
2.848.257,86
JUMLAH 3.600.897.968 100,00 942.107 3.822.175,15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Lampiran 10. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007
TABEL XXI. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MNRT LAP USAHA
PER KECAMATAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN (2000 = 100)
KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2007 (Ribuan Rupiah)
KECAMATAN Pertanian Pertambangan
Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, Gas
dan Air Minum
Bangunan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
56.803.640
95.325.648
94.150.401
119.744.684
50.143.903
73.518.274
45.442.912
44.789.996
62.157.546
69.339.615
64.769.208
87.229.497
64.116.292
55.889.558
67.642.035
86.054.250
57.587.138
71.690.111
39.436.090
1.242.011
5.191.057
6.052.231
6.011.059
922.931
1.598.832
1.180.254
590.127
641.591
974.395
1.200.839
621.006
1.080.755
922.931
833.726
614.144
669.039
3.214.819
747.951
5.056.802
57.208.879
15.596.883
13.708.198
27.050.844
18.338.523
181.679.316
33.021.526
177.292.693
9.077.873
16.571.688
16.327.987
6.579.935
5.970.682
5.178.653
6.214.383
3.960.146
4.813.101
5.605.130
900.231
3.554.279
1.875.092
2.238.916
6.035.744
3.027.201
3.838.808
1.431.973
4.440.517
2.070.997
2.961.899
1.856.434
2.383.513
1.777.139
1.725.831
1.968.380
1.455.295
1.581.234
1.520.597
2.257.407
5.932.256
4.178.828
2.824.384
15.780.851
7.570.189
4.399.319
3.401.860
8.305.159
4.903.298
6.835.219
9.733.100
5.365.280
3.307.364
3.464.858
6.268.242
3.317.864
4.598.811
2.551.395
JUMLAH 1.305.830.800 34.309.698 609.253.241 46.644.081 104.995.685
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Lanjutan
KECAMATAN
Perdagangan
Angkutan
Komunikasi
Keuangan
Persewaan
Jasa Persh.
Jasa-jasa
PDRB
Kecamatan
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
26.237.591
68.180.119
59.152.131
47.302.896
96.110.457
44.669.733
42.788.902
34.607.288
64.136.333
38.180.867
56.801.092
48.901.603
58.681.923
58.211.715
37.428.534
48.713.520
35.735.787
44.105.484
30.469.460
1.915.574
9.860.164
5.837.459
4.567.131
16.403.361
7.460.656
4.738.525
2.792.705
6.018.935
4.657.869
7.238.853
4.536.885
5.051.066
7.400.164
2.147.459
4.355.410
1.411.475
1.471.967
2.954.016
6.188.520
15.042.864
14.138.388
13.614.744
24.373.249
13.495.734
10.877.514
8.306.898
13.281.516
10.925.118
15.614.112
14.757.240
11.020.326
12.210.426
10.544.286
13.091.100
9.044.760
13.162.506
8.330.700
4.409.816
18.484.478
12.825.215
14.883.129
67.984.662
15.213.865
18.080.245
17.455.521
30.942.208
21.902.086
22.416.564
20.321.902
29.288.527
16.132.576
13.302.945
15.654.846
8.672.638
10.069.080
9.444.356
105.011.591
278.779.746
213.806.628
224.895.142
304.806.002
184.893.007
313.025.795
146.397.895
367.216.497
162.032.119
194.409.475
204.285.654
183.567.617
161.822.557
142.268.326
182.934.275
121.854.143
154.707.113
101.059.698
JUMLAH 940.415.435 100.819.675 238.020.006 367.484.657 3.747.773.278
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Lampiran 11. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2007
TABEL XXII. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
ATAS DASAR HARGA KONSTAN (2000 = 100)
PER KECAMATAN KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2007
KECAMATAN
PDRB (000 Rp)
DISTRIBUSI
PROSENTASE
PENDUDUK
PERTENGAHAN
TAHUN
PDRB PER
KAPITA
(Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
105.011.591
278.779.746
213.806.628
224.895.142
304.806.002
184.893.007
313.025.795
146.397.895
367.216.497
162.032.119
194.409.475
204.285.654
183.567.617
161.822.557
142.268.326
182.934.275
121.854.143
154.707.113
101.059.696
2,80
7,44
5,70
6,00
8,13
4,93
8,35
3,91
9,80
4,32
5,19
5,45
4,90
4,32
3,80
4,88
3,25
4,13
2,70
26.813
68.472
51.806
60.189
58.623
51.070
44.949
33.010
45.277
48.617
70.064
60.839
43.371
40.692
45.500
61.315
46.076
54.070
34.800
3.916.443,19
4.071.441,55
4.127.063,04
3.736.482,44
5.199.426,88
3.620.383,91
6.964.021,34
4.434.955,92
8.110.442,33
3.332.828,42
2.774.741,31
3.357.807,56
4.232.496,76
3.976.765,87
3.126.776,41
2.983.515,86
2.644.633,70
2.861.237,52
2.904.014,25
JUMLAH 3.747.773.278 100,00 945.553 3.963.578,22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Lampiran 12. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008
TABEL XXI. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MNRT LAP USAHA
PER KECAMATAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN (2000 = 100)
KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2008 (Ribuan Rupiah)
KECAMATAN Pertanian Pertambangan
Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, Gas
dan Air Minum
Bangunan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
54.476.004
95.930.914
94.070.758
103.637.276
46.769.643
71.350.278
55.538.950
42.119.252
62.713.839
73.077.566
67.895.703
90.084.709
70.685.037
64.839.732
70.021.595
83.707.031
57.000.502
84.637.109
40.126.227
1.283.585
5.364.817
6.254.816
6.212.266
953.824
1.652.349
1.219.760
609.880
663.067
1.007.011
1.241.035
641.792
1.116.931
953.824
861.633
634.701
691.434
3.322.428
772.987
6.448.324
61.227.155
18.195.765
16.727.335
28.985.535
19.217.282
175.253.952
35.242.325
173.977.056
10.151.322
18.642.679
17.301.938
8.172.133
13.152.027
7.661.375
9.065.960
5.746.031
7.980.599
5.299.118
980.596
3.871.576
2.042.485
2.438.788
6.574.567
3.297.445
4.181.506
1.559.808
4.836.930
2.255.879
3.226.314
2.022.162
2.596.293
1.935.788
1.879.899
2.144.101
1.585.212
1.722.394
1.656.344
2.315.629
6.085.257
4.286.606
2.897.228
16.187.860
7.765.434
4.512.783
3.489.599
8.519.360
5.029.761
7.011.508
9.984.129
5.503.657
3.392.665
3.554.221
6.429.909
3.403.436
4.717.420
2.617.199
JUMLAH 1.328.683.026 35.458.142 638.447.911 50.808.090 107.703.660
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
Lanjutan
KECAMATAN
Perdagangan
Angkutan
Komunikasi
Keuangan
Persewaan
Jasa Persh.
Jasa-jasa
PDRB
Kecamatan
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
27.113.630
70.456.564
61.127.143
48.882.278
99.319.460
46.161.197
44.217.568
35.762.780
66.277.761
39.455.676
58.697.607
50.534.363
60.641.236
60.155.329
38.678.224
50.340.000
36.928.958
45.578.109
31.486.796
2.011.480
10.353.828
6.129.720
4.795.791
17.224.619
7.834.185
4.975.766
2.932.526
6.320.281
4.891.072
7.601.276
4.764.031
5.303.955
7.770.664
2.254.975
4.573.470
1.482.143
1.545.663
3.101.914
6.519.167
15.846.591
14.893.789
14.342.167
25.675.489
14.216.799
11.458.690
8.750.728
13.991.135
11.508.837
16.448.360
15.545.706
11.609.132
12.862.818
11.107.658
13.790.546
9.528.013
13.865.767
8.775.802
4.918.234
20.615.596
14.303.863
16.599.038
75.822.767
16.967.906
20.164.758
19.468.008
34.509.605
24.427.227
25.001.021
22.664.860
32.665.268
17.992.538
14.836.671
17.459.729
9.672.526
11.229.967
10.533,217
106.066.648
289.752.298
221.304.946
216.532.170
317.513.764
188.462.875
321.523.732
149.934.906
371.809.035
171.804.351
205.765.502
213.543.691
198.294.543
183.055.385
150.856.251
188.145.447
126.038.255
174.599.455
104.369.603
JUMLAH 971.814.681 105.867.359 250.737.193 409.852.796 3.899.369.603
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Lampiran 13. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2008
TABEL XXII. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
ATAS DASAR HARGA KONSTAN (2000 = 100)
PER KECAMATAN KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2008
KECAMATAN
PDRB (000 Rp)
DISTRIBUSI
PROSENTASE
PENDUDUK
PERTENGAHAN
TAHUN
PDRB PER
KAPITA
(Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
106.066.648
289.752.298
221.304.946
216.532.170
317.513.764
188.462.875
321.523.732
149.934.906
371.809.035
171.804.351
205.765.502
213.543.691
198.294.543
183.055.385
150.856.251
188.145.447
126.038.255
174.599.455
104.369.603
2,72
7,43
5,68
5,55
8,14
4,83
8,25
3,85
9,54
4,41
5,28
5,48
5,09
4,69
3,87
4,83
3,23
4,48
2,68
26.813
68.472
51.806
60.189
58.623
51.070
44.949
33.010
45.277
48.617
70.064
60.839
43.371
40.692
45.500
61.315
46.076
54.070
34.800
3.955.791,87
4.231.690,29
4.271.801,46
3.597.537,26
5.416.197,81
3.690.285,40
7.153.078,65
4.542.105,59
8.211.874,35
3.533.832,08
2.936.822,08
3.509.980,30
4.572.053,74
4.498.559,54
3.315.522,01
3.068.506,02
2.735.442,64
3.229.137,33
2.999.126,53
JUMLAH 3.899.372.858 100,00 945.553 4.123.907,24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Lampiran 14. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009
TABEL XXI. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MNRT LAP USAHA
PER KECAMATAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN (2000 = 100)
KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009 (Ribuan Rupiah)
KECAMATAN Pertanian Pertambangan
Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, Gas
dan Air Minum
Bangunan
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
56.337.178
99.208.396
97.284.687
107.178.045
48.367.528
73.787.962
57.436.440
43.558.257
64.856.458
75.574.263
70.215.360
93.162.455
73.100.923
67.054.455
72.413.884
86.566.883
58.947.925
87.528.737
41.497.141
1.423.614
5.950.079
6.937.170
6.889.979
1.057.879
1.832.609
1.352.827
676.413
735.403
1.116.869
1.376.423
711.807
1.238.780
1.057.879
955.631
703.942
766.864
3.684.880
857.315
6.730.878
63.910.023
18.993.072
17.460.298
30.255.631
20.059.350
182.933.277
36.786.582
181.600.430
10.596.135
19.459.569
18.060.079
8.530.222
13.728.326
7.997.083
9.463.215
5.997.812
8.330.295
5.531.316
1.030.248
4.067.610
2.145.905
2.562.274
6.907.464
3.464.408
4.393.232
1.638.788
5.081.843
2.370.103
3.389.675
2.124.552
2.727.754
2.033.805
1.975.086
2.252.666
1.665.478
1.809.606
1740.211
2.272.071
6.501.630
4.579.909
3.095.466
17.295.485
8.296.770
4.821.562
3.728.368
9.102.281
5.373.913
7.491.258
10.667.275
5.880.235
3.624.802
3.797.412
6.869.863
3.636.310
5.040.201
2.796.276
JUMLAH 1.374.077.501 39.326.363 666.423.595 53.380.709 115.073.090
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Lanjutan
KECAMATAN
Perdagangan
Angkutan
Komunikasi
Keuangan
Persewaan
Jasa Persh.
Jasa-jasa
PDRB
Kecamatan
(1) (7) (8) (9) (10) (11)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
28.148.179
73.144.911
63.459.516
50.747.435
103.109.102
47.922.528
45.904.737
37.127.348
68.806.661
40.961.150
60.937.277
52.462.557
62.955.068
62.450.620
40.154.034
52.260.778
38.338.022
47.317.191
32.688.208
2.147.113
11.051.980
6.543.043
5.119.169
18.386.065
8.362.439
5.311.279
3.130.264
6.746.454
5.220.874
8.113.826
5.085.267
5.661.597
8.294.635
2.407.026
4.881.856
1.582.083
1.649.887
3.311.074
6.880.170
16.724.105
15.718.541
15.718.541
27.097.283
15.004.062
12.093.221
9.235.305
14.765.903
12.146.146
17.359.197
16.406.558
12.251.994
13.575.104
11.722.751
14.554.205
10.055.633
14.633.592
9.261.767
5.588.590
23.425.507
16.253.483
18.861.492
86.157.431
19.280.636
22.913.219
22.121.503
39.213.274
27.756.664
28.408.666
25.754.086
37.117.553
20.444.926
16.858.914
19.839.495
10.990.894
12.760.614
11.968.897
110.760.041
303.984.239
231.915.327
227.050.530
338.633.869
198.010.763
337.159.795
158.002.828
390.908.707
181.116.117
216.751.252
224.434.637
209.464.127
192.265.080
158.281.820
197.392.903
131.981.021
182.755.002
109.652.204
JUMLAH 1.008.895.320 113.005.931 264.621.909 465.715.843 4.100.520.261
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Lampiran 15. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2009
TABEL XXII. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
ATAS DASAR HARGA KONSTAN (2000 = 100)
PER KECAMATAN KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009
KECAMATAN
PDRB (000 Rp)
DISTRIBUSI
PROSENTASE
PENDUDUK
PERTENGAHAN
TAHUN
PDRB PER
KAPITA
(Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. SELO
2. AMPEL
3. CEPOGO
4. MUSUK
5. BOYOLALI
6. MOJOSONGO
7. TERAS
8. SAWIT
9. BANYUDONO
10. SAMBI
11. NGEMPLAK
12. NOGOSARI
13. SIMO
14. KARANGGEDE
15. KLEGO
16. ANDONG
17. KEMUSU
18. WONOSEGORO
19. JUWANGI
110.760.041
303.984.239
231.915.327
227.050.530
338.633.869
198.010.763
337.159.795
158.002.828
390.908.707
181.116.117
216.751.252
224.434.637
209.464.127
192.265.080
158.281.820
197.392.903
131.981.021
182.755.002
109.652.204
2,70
7,41
5,66
5,54
8,26
4,83
8,22
3,85
9,53
4,42
5,29
5,47
5,11
4,69
3,86
4,81
3,22
4,46
2,67
26.830
68.851
52.627
60.290
59.359
51.230
45.505
32.972
45.280
48.496
70.644
60.734
43.581
40.719
45.566
61.858
46.358
54.541
35.102
4.128.216,22
4.415.102,74
4.406.774,60
3.765.973,30
5.704.844,57
3.865.132,99
7.409.291,17
4.792.030,44
8.622.142,82
3.734.660,94
3.068.218,84
3.695.370,58
4.806.317,59
4.721.753,47
3.473.682,58
3.191.065,06
2.846.995,57
3.350.782,02
3.123.816,43
JUMLAH 4.100.520.261 100,00 950.543 4.313.871,40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106