analisis struktur fisik dan struktur batin ...repository.usd.ac.id/31149/2/121224027_full.pdfmaka...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS STRUKTUR FISIK DAN STRUKTUR BATIN
DALAM LIRIK LAGU DEADSQUAD
ALBUM HORROR VISION TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh:
Christian Adven Saputra
121224027
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini peneliti persembahkan kepada
Allah Bapa di surga
Tuhan Yesus Kristus
Bunda Maria atas berkat, karunia, kelancaran, kekuatan yang telah
diberikan.
Orang tua tercinta, Bapak Sugeng dan Ibu Suharyani yang senantiasa
memberikan doa serta dukungan, serta segenap kasih sayangnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“You were born an original, don’t die a copy”
(Murdoc)
“Music doesn't lie. If there is something to be changed in this
world, then it can only happen through music”
(Jimi Hendrix)
“Sesuatu akan terlihat tidak mungkin sampai semuanya selesai”
(Nelson Mandela)
“Saya kira lebih baik kamu mulai mengajar orang lain hanya
sesudah kamu sendiri mempelajari sesuatu”
(Albert Einstein)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 26 Juli 2018
Peneliti
Christian Adven Saputra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Christian Adven Saputra
Nomor Mahasiswa : 121224027
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS STRUKTUR FISIK DAN STRUKTUR BATIN
DALAM LIRIK LAGU DEADSQUAD
ALBUM HORROR VISION TAHUN 2009
Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini
saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 26 Juli 2018
Yang menyatakan
Christian Adven Saputra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Saputra, Christian Adven. 2018. Analisis Struktur Fisik dan Struktur Batin dalam
Lirik Lagu Deadsquad Album Horror Vision Tahun 2009. SKRIPSI.
Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Sastra merupakan ungkapan perasaan seseorang yang mengandung
keindahan dan pesan penuh makna. Lirik lagu masih bagian dari sastra karena
merupakan puisi yang dilantunkan. Salah satu lirik lagu yang mengandung
keindahan dan pesan penuh makna ditemukan dalam lagu Deadsquad album
Horror Vision tahun 2009. Terbukti dari membaca atau menyanyikan liriknya,
maka kesan indah, menarik, dan gaya bahasa akan muncul. Makna lirik lagu tidak
serta-merta tampak, tetapi dilukiskan secara tersirat. Dalam memahami makna,
dapat dilakukan dengan analisis lirik lagu dari segi struktur fisik dan struktur
batin. Teori analisis struktur fisik dan struktur batin dapat digunakan untuk
menganalisis lirik lagu karena ada pakar yang mengatakan bahwa lirik lagu sama
halnya dengan puisi yang dilantunkan. Penelitian ini hanya akan membahas lima
lagu Deadsquad dari album Horror Vision karena tiga lagu lainnya berbahasa
Inggris. Tujuan penelitian ini, yaitu mendeskripsikan struktur fisik dan struktur
batin dalam lirik lagu Deadsquad album Horror Vision tahun 2009. Lima lagu
yang dianalisis yaitu, “Pasukan Mati”, “Dimensi Keterasingan”, “Dominasi
Belati”, “Hiperbola Monotheis”, dan “Manufaktur Replika Baptis”.
Data dalam penelititan ini berupa lirik lagu Deadsquad pada album Horror
Vision tahun 2009, sedangkan sumber data berupa lagu-lagu dari album tersebut.
Data dari lirik lagu Deadsquad kemudian diklasifikasikan sesuai unsur struktur
fisik maupun struktur batin lalu ditabulasi. Tabulasi data diserahkan kepada
triangulator untuk dilakukan triangulasi. Instrumen penelitian ini berupa data
klasifikasi lirik lagu-lagu Deadsquad. Metode dan teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu simak dan catat. Teknik analisis data yang digunakan yaitu, (1)
mengklasifikasi data-data, (2) melakukan identifikasi terhadap data-data
berdasarkan tuturan, (3) pemberian makna dan (4) mendeskripsikan data
penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan dalam struktur fisik meliputi, diksi; imaji;
kata konkret; bahasa figurati: kiasan, dan perlambangan; verifikasi: ritma, dan
rima yang terdiri atas bentuk intern pola bunyi aliterasi di awal kata, bentuk intern
pola bunyi asonansi di akhir kata, dan pengulangan kata; dan tipografi, sudah
dimiliki oleh kelima lagu tersebut. Tetapi, pada lagu “Dimensi Keterasingan”
tidak ada pengulangan kata. Pada struktur batin meliputi, tema, perasaan, nadadan
suasana, dan amanat sudah didapati pada kelima lagu. Hampir keseluruhan lagu
memiliki tema yang sama, yaitu kritik sosial. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah lima lagu dalam album Horror Vision memiliki struktur fisik beragam dan
struktur batin hampir sama yang ditunjukkan melalui tema serupa tentang kritik
sosial.
Kata kunci: struktur fisik, struktur batin, lirik, lagu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Saputra, Christian Adven. 2018. Analysis of Physical Structure and Inner
Structure in Song Lyrics Deadsquad Horror Vision Album Year 2009.
THESIS. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature Education
Study Program. Faculty of Teachers Training and Education. Sanata
Dharma University.
Literature is an expression of one's feelings that contains beauty and
meaningful messages. Song lyrics are still part of literature because they are
chanted poems. One of the song lyrics that contains beauty and meaningful
messages was found in the album Deadsquad Horror Vision album in 2009.
Evident from reading or singing the lyrics, the impression of beautiful, interesting,
and linguistic style will appear. The meaning of song lyrics is not necessarily
visible, but is implied in an implicit way. In understanding meaning, can be done
by analyzing song lyrics in terms of physical structure and inner structure.
Analysis theory of physical structure and inner structure can be used to analyze
song lyrics because there are experts who say that the song lyrics are the same as
the chanted poems. This research will only discuss five Deadsquad songs from the
Horror Vision album because three other songs speak English. The purpose of this
study was to describe the physical structure and inner structure in the lyrics of the
2009 album Deadsquad Horror Vision album. Baptist Replica ".
The data in this study were in the form of Deadsquad's song lyrics on Horror
Vision's 2009 album, while the data sources were songs from the album. Data
from Deadsquad's song lyrics are then classified according to the physical
structure and inner structure and then tabulated. Data tabulation is submitted to
the triangulator for triangulation. This research instrument is in the form of data
classification of the lyrics of Deadsquad songs. Data collection methods and
techniques used are see and note. Data analysis techniques used are, (1)
classifying data, (2) identifying data based on speech, (3) giving meaning and (4)
describing research data.
The results of this study indicate that the physical structure includes,
diction; image; concrete words; figurative language: figurative and symbolic;
verification: rhythm, and rhyme which consists of the internal form of the
alliteration sound pattern at the beginning of the word, the internal form of the
sound pattern asonance at the end of the word, and the repetition of the word; and
typography, the five songs are already owned. However, on the song "Dimension
of Alienation" there is no repetition of the word. In the inner structure includes,
themes, feelings, nadadan atmosphere, and the message has been found on the
five songs. Almost all songs have the same theme, namely social criticism. The
conclusion of this study is that five songs on the Horror Vision album have
diverse physical structures and almost the same inner structure which is shown
through similar themes about social criticism.
Keywords: physical structure, inner structure, lyric, song.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan penyertaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ANALISIS STRUKTUR FISIK DAN STRUKTUR BATIN DALAM
LIRIK LAGU DEADSQUAD ALBUM HORROR VISION TAHUN 2009
dengan baik dan lancar. Sebagaimana disyaratkan dalam Kurikulum Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, penyelesaian
skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
Kelancaran dan keberhasilan proses pelaksanaan dalam penyusunan skripsi
ini, tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih
kepada:
1. Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Bunda Maria, yang selalu
melimpahkan berkat, rahmat, kesehatan serta penyertaan untuk peneliti
dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
3. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia dan semua dosen penguji, atas semua saran dan
masukan yang berguna demi penyempurnaan skripsi ini.
4. Drs. J. Prapta Diharja,S.J., M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang
dengan penuh ketelitian telah mendampingi dan memberikan berbagai
masukan bagi penulis.
5. Septina Krismawati, S.S., M.A., selaku dosen pembimbing II yang dengan
penuh ketelitian telah mendampingi, memotivasi, dan memberikan berbagai
masukan dalam berbagai hal yang sangat berharga bagi penulis.
6. Danang Satria Nugraha, S.S., M. A., yang bersedia meluangkan waktu
untuk menjadi triangulator.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
7. Segenap dosen Prodi PBSI, dosen MKU, dosen MKK, yang telah mendidik
dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan.
8. Robertus Marsidiq dan Theresia Rusmiyati sebagai karyawan sekretariat
PBSI yang selalu sabar memberikan pelayanan demi kelancaran penulis
dalam menyelesaikan kuliah di PBSI sampai penyusunan skripsi ini.
9. Orang tua, yaitu Bapak dan Ibu saya, Richardus Sugeng dan Luciana
Suharyani, terima kasih atas dukungan doa, moral, dan materi yang
senantiasa diberikan kepada saya serta adik tercinta Paulinus Alfian
Wiranata yang selalu memberi semangat.
10. Veronika Hertania P. R. yang senantiasa menemani dan memotivasi.
11. Rekan-rekan kos 329, Ferry Wahyu Adi, Petrus Fajar Yuniantoro, Wahyu
Awan Yulianto, Septian Purnomo Aji, S.Pd., Ig. Ajie Pamungkas, S.Pd.,
Stefanus Edo Christianto, S.Pd., Cosmas Krisna Widyahananda, S.Pd.,
Fransiscus Xaverius Ari Nugroho, S.Pd., Wahyu Bintoro, S.Pd., Stefanus
Candra Saputra, S.Pd., dan Natalis Haryo Widyanto, S.Pd.
12. Rekan-rekan mahasiswa PBSI 2012, terima kasih atas dukungan dan
semangat kepada penulis.
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Akhir kata,
penulis ucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis sendiri dan bagi pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 26 Juli 2018
Penulis,
Christian Adven Saputra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ......................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
ABSTRACT ......................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4
1.5 Batasan Istilah ................................................................................................. 4
1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan .................................................................................. 7
2.2 Kajian Teori .................................................................................................... 8
2.2.1 Lirik Lagu ........................................................................................... 9
2.2.2 Struktur Fisik ....................................................................................10
2.2.2.1 Diksi atau Pilihan Kata .........................................................10
2.2.2.2 Pengimajian ..........................................................................12
2.2.2.3 Kata Konkret ........................................................................14
2.2.2.4 Bahasa Figuratif (Majas) ......................................................15
2.2.2.5 Versifikasi ............................................................................16
2.2.2.6 Tata Wajah (Tipografi).........................................................17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
2.2.3 Struktur Batin....................................................................................19
2.2.3.1 Tema .....................................................................................20
2.2.3.2 Perasaan ................................................................................20
2.2.3.3 Nada dan Suasana.................................................................21
2.2.3.4 Amanat .................................................................................21
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ..............................................................................................23
3.2 Data dan Sumber Data ..................................................................................23
3.3 Triangulasi Data ............................................................................................24
3.4 Instrumen Penelitian......................................................................................25
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................25
3.6 Teknik Analisis Data .....................................................................................26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Lagu “Pasukan Mati” ....................................................................................28
4.1.1 Struktur Fisik ....................................................................................28
4.1.2 Struktur Batin....................................................................................50
4.2 Lagu “Dimensi Keterasingan” ......................................................................53
4.2.1 Struktur Fisik ....................................................................................53
4.2.2 Struktur Batin....................................................................................78
4.3 Lagu “Dominasi Belati” ................................................................................81
4.3.1 Struktur Fisik ....................................................................................81
4.3.2 Struktur Batin................................................................................. 108
4.4 Lagu “Hiperbola Dogma Monotheis” ........................................................ 112
4.4.1 Struktur Fisik ................................................................................. 112
4.4.2 Struktur Batin................................................................................. 133
4.5 Lagu “Manufaktur Replika Baptis” ........................................................... 136
4.5.1 Struktur Fisik ................................................................................. 136
4.5.2 Struktur Batin................................................................................. 163
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan .................................................................................................... 167
5.2 Saran ........................................................................................................... 168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 169
LAMPIRAN .................................................................................................... 171
BIOGRAFI PENULIS ................................................................................... 251
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Surat Ijin Validasi ............................................................................ 171
Lampiran Lembar Validasi .............................................................................. 172
Lampiran 1 Lirik Lagu Pasukan Mati .............................................................. 246
Lampiran 2 Lirik Lagu Dimensi Keterasingan ................................................ 247
Lampiran 3 Lirik Lagu Dominasi Belati .......................................................... 248
Lampiran 4 Lirik Lagu Hiperbola Dogma Monotheis ..................................... 249
Lampiran 5 Lirik Lagu Manufaktur Replika Baptis ........................................ 250
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan bentuk seni yang diungkapkan oleh pikiran dan perasaan
manusia dengan keindahan bahasa, keaslian gagasan, dan kedalaman pesan
(Najid, 2003: 7). Sastra adalah institusi sosial yang menggunakan medium bahasa
(Wellek dan Warren dalam Najid, 2003: 9). Pendapat lain menyatakan bahwa
literature is composition that tells a story, dramatizes a situation, expresses
emotions, analyzes and advocates ideas (sastra merupakan karangan yang
mengisahkan cerita, mendramatisasi situasi, mengekspresikan emosi atau
perasaan, menganalisis dan mengeluarkan pendapat) (Roberts dan Jacobs, 2006:
2). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra
merupakan ungkapan perasaan seseorang yang mengandung keindahan dan pesan
penuh makna. Selain itu, sastra juga mengandung pesan yang ingin disampaikan
penyair kepada pembaca.
Salah satu jenis sastra yaitu, prosa yang meliputi cerpen, novelet, novel atau
roman, puisi yang meliputi puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik, dan drama
yang meliputi drama komedi, drama tragedi, melodrama, dan drama tragikomedi.
(Najid, 2003:12). Contoh lain dari sastra yaitu lirik lagu yang merupakan bagian
dari puisi. Lirik lagu termasuk dalam genre sastra karena lirik berisi curahan
perasaan pribadi, susunan kata sebuah nyanyian (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008: 835). Awe (2007: 22) berpendapat bahwa lirik juga merupakan ekspresi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
seseorang dari dalam batinnya tentang sesuatu yang sudah dilihat, didengar,
maupun dialaminya. Penuangan ekspresi lewat lirik lagu ini selanjutnya diperkuat
dengan melodi dan notasi musik yang disesuaikan dengan lirik lagunya sehingga
penikmat akan semakin terbawa dalam alam batin pengarang. Lirik lagu sendiri
berisi rangkaian kata-kata yang disusun dan ditulis dengan indah dilengkapi gaya
bahasa yang menarik. Lebih lanjut, Awe (2003:48) mengemukakan bahwa
umumnya cara seseorang menulis lirik lagu sama seperti puisi, yaitu baris-
barisnya tidak terus sampai ke tepi halaman. Teks dalam lirik lagu bersifat
monolog, yang berarti hanya ada satu subyek lirik (penulis) dan jarang atau
bahkan tidak pernah melibatkan pihak lain untuk berbicara.
Lirik lagu dapat dipahami dengan cara membaca atau melantunkan liriknya,
dengan begitu kesan indah, menarik, dan gaya bahasa akan muncul. Di samping
hal tersebut, lirik lagu juga dapat dianalisis menggunakan teori dari puisi. Teori
yang digunakan untuk menganalisis lirik lagu yaitu teori analisis struktur fisik dan
struktur batin. Analisis menggunakan teori tersebut akan menghasilkan unsur-
unsur apa saja yang terdapat dalam lirik lagu. Kedua teori tersebut dapat
digunakan untuk menganalisis lirik lagu karena lirik lagu merupakan bagian dari
puisi.
Bertolak dari penjelasan di atas, peneliti memilih lirik lagu Deadsquad
sebagai objek penelitian. Deadsquad merupakan band beraliran technical death
metal yang berasal dari Jakarta, Indonesia. Lirik lagu Deadsquad bertemakan
kemanusiaan dan kritik sosial yang terlihat pada lirik lagunya. Tema tersebut
menceritakan keadaan negara saat ini yang masih ada kekerasan maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
penderitaan di kalangan masyarakat. Peneliti memilih lirik lagu Deadsquad karen
lirik lagunya menggunakan susunan dan tulisan yang indah serta dilengkapi gaya
bahasa menarik. Selain itu, peneliti memilih lirik lagu Deadsquad album Horror
Vision tahun 2009 sebagai objek penelitian karena belum pernah diteliti oleh
peneliti sebelumnya. Lagu Deadsquad album Horror Vision tahun 2009 memiliki
delapan lagu, lima lagu berbahasa Indonesia dan tiga lagu berbahasa Inggris.
Peneliti hanya menggunakan lima lagu yang berbahasa Indonesia sebagai objek
kajian karena tiga lagu lainya merupakan bahasa Inggris.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, dapat disusun rumusan masalah
penelitian sebagai berikut.
1.2.1. Bagaimana struktur fisik dalam lirik lagu Deadsquad album Horror Vision
tahun 2009?
1.2.2. Bagaimana struktur batin dalam lirik lagu Deadsquad album Horror Vision
tahun 2009?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1.3.1. Mendeskripsikan struktur fisik dalam lirik lagu Deadsquad album Horror
Vision tahun 2009.
1.3.2. Mendeskripsikan struktur batin dalam lirik lagu Deadsquad album Horror
Vision tahun 2009.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi mengenai analisis
struktur fisik dan struktur batin dalam lirik lagu, baik secara teoretis maupun
secara praktis. Manfaat teoretis dan manfaat praktis itu sebagai berikut.
1.4.1. Manfaat teoretis
Bagi program studi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi data
mengenai analisis struktur fisik dan struktur batin lirik lagu. Bagi peneliti
selanjutnya, penelitian ini juga dapat memperkaya kajian dalam bidang analisis
struktur fisik dan struktur batin lirik lagu.
1.4.2. Manfaat praktis
Bagi pendidik, penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam
menerapkan analisis struktur fisik dan struktur batin lirik lagu. Selain itu,
penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pembaca dalam menganalisis lagu
secara benar atau membantu untuk memahami isi lagu.
1.5. Batasan Istilah
Penulis akan mencantumkan batasan-batasan istilah yang disusun dalam
penelitian ini. Batasan istilah tersebut sebagai berikut.
1.5.1. Lirik Lagu
Lirik merupakan ekspresi seseorang dari dalam batinnya tentang sesuatu
yang sudah dilihat, didengar, maupun dialaminya. Penuangan ekspresi lewat lirik
lagu ini selanjutnya diperkuat dengan melodi dan notasi musik yang disesuaikan
dengan lirik lagunya sehingga penikmat akan semakin terbawa dalam alam batin
pengarang (Awe, 2007: 22). Lirik lagu dapat dimasukkan kedalam genre puisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
dalam karya sastra. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan kemiripan unsur-unsur
antara puisi dengan lirik lagu. Pada puisi terdapat kadar kepadatan dan konsentrasi
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan prosa (Pradopo, 1995: 11).
1.5.2. Struktur Fisik
Unsur-unsur bentuk atau struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode
puisi, yakni unsur estetik yang membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur itu
dapat ditelaah satu persatu, tetapi unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh.
Unsur-unsur itu ialah diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas),
versifikasi, dan tata wajah puisi (Waluyo, 1991: 71).
1.5.3. Struktur Batin
Struktur batin yaitu struktur yang mengungkapan apa yang hendak
dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Unsur-unsur
struktur batin tidak langsung Nampak pada fisik puisi, harus digali dari fisik puisi
tersebut. Struktur batin puisi meliputi: tema, perasaan penyair, nada dan amanat
(Waluyo, 1991: 102).
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut. Bab I adalah
pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penulisan. Bab II
adalah landasan teori. Bab ini terdiri atas penelitian yang relevan, kajian teori,
lirik lagu, struktur fisik, dan struktur batin. Bab III adalah metodologi penelitian.
Bab ini terdiri atas jenis penelitian, data dan sumber data, triangulasi data,
instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, dan teknik analisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
data. Bab IV berisi deskripsi data, hasil penelitian dan pembahasan. Bab V adalah
penutup yang berisi simpulan dari data yang sudah diolah dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Penelitian yang Relevan
Ada dua penelitian yang berkaitan dengan struktur fisik dan struktur batin.
Pertama, penelitian dilakukan oleh Fabi (2014) yang berjudul Analisis Struktur
Fisik dan Struktur Batin Puisi “Nyanyian Para Babu” Karya Hartojo
Andangdjaja Serta Implementasi dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X
(Tinjauan Struktural). Tujuan penelitian tersebut yaitu mendeskripsikan struktur
fisik, struktur batin, dan implementasi hasil analisis struktur batin khususnya tema
dan amanat puisi sebagai bahan pembelajaran sastra di SMA kelas X. Metode
yang dipergunakan dalam penelitian itu adalah penelitian kualitatif bersifat
deskriptif-analitis. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa struktur fisik terdiri
dari (1) diksi, (2) pengimajian, (3) kata konkret, (4) bahasa figuratif, (5)
versifikasi, dan (6) tipografi. Hasil dari struktur batin terdiri dari (1) tema, (2)
perasaan, (3) nada dan suasana, dan (4) amanat.
Kedua, penelitian dilakukan oleh Nugroho (2016) yang berjudul Analisis
Citraan pada Puisi-puisi yang Terdapat dalam Majalah Horison Edisi Juli 2015
dan Relevansinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X Semester I. Tujuan
penelitian tersebut yaitu mendeskripsikan citraan yang terdapat dalam puisi-puisi
pada majalah Horison Edisi Juli 2015 dan relevansinya terhadap pembelajaran
sastra di SMA kelas X semester I. Metode yang dipergunakan dalam penelitian itu
adalah penelitian kualitatif bersifat analitis. Hasil analisis menunjukkan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
citraan yang ditemukan dalam puisi adalah: citraan penglihatan sejumlah 37 buah,
citraan pendengaran sejumlah 8 buah, citraan penciuman sejumlah 1 buah, citraan
perabaan sejumlah 3 buah, citraan gerak sejumlah 41 buah, citraan perasaan
sejumlah 17 buah, dan citraan pencecapan sejumlah 3 buah. Implementasi dari
penelitian ini adalah disusunnya produk silabus dan RPP apresisasi sastra di SMA
kelas X semester I dalam Standar Kompetensi (SK) mendengarkan, memahami
puisi yang disampaikan secara langsung/ tidak langsung dan Kompetensi Dasar
(KD) Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk puisi yang disampaikan secara
langsung ataupun melalui rekaman.
Berdasarkan dua penelitian di atas, peneliti dapat mengetahui bahwa
terdapat penelitian yang serupa dengan penelitian ini. Penelitian yang akan
dilakukan peneliti memiliki kesamaan dengan kedua penelitian di atas, yaitu
tentang penggunaan metode dan teknik yang akan dipakai dalam menganalisis
data. Tepatnya, sama-sama menganalisis struktur fisik dan struktur batin
menggunakan teori Waluyo. Penelitian yang sekarang dilakukan oleh peneliti
tentang analisis struktur fisik dan struktur batin lirik lagu. Kebaruan penelitian
yang akan dilakukan peneliti yaitu penelitian sebelumnya menganalisis tentang
puisi sedangkan penelitian ini berfokus pada lirik lagu.
2.2. Kajian Teori
Kajian teori digunakan untuk memperkuat penelitian serta mendukung
keakuratan data. Hal ini dianggap penting karena teori itu sendiri lahir dari kajian
ilmiah yang sudah terbukti kebenarannya. Dalam penelitian ini, peneliti akan
memaparkan tentang lirik lagu, struktur fisik, dan struktur batin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
2.2.1. Lirik Lagu
Menurut Sudjiman (1990: 49), lirik lagu merupakan sajak yang berupa
susunan kata sebuah nyanyian; karya sastra yang berisi curahan perasaan pribadi;
yang diutamakan ialah lukisan perasaannya. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI, 2008: 835) disebutkan bahwa lirik adalah karya sastra yang
berisi curahan perasaan pribadi; susunan kata sebuah nyanyian. Lirik juga
merupakan ekspresi seseorang dari dalam batinnya tentang sesuatu yang sudah
dilihat, didengar, maupun dialaminya. Penuangan ekspresi lewat lirik lagu ini
selanjutnya diperkuat dengan melodi dan notasi musik yang disesuaikan dengan
lirik lagunya sehingga penikmat akan semakin terbawa dalam alam batin
pengarang (Awe, 2007: 22).
Berdasarkan beberapa pendapat yang dipaparkan di atas, lirik lagu
merupakan curahan hati pribadi. Lirik juga menjadi media untuk menghubungkan
maksud penulis kepada pembacanya. Ketika lirik dilantunkan, pembaca masih
dapat memahaminya melalui lirik yang dituliskan. Maka, dengan begitu pembaca
dapat memahami apa maksud yang sebenarnya ingin disampaikan oleh penulis.
Pada umumnya cara seseorang menulis lirik lagu sama seperti puisi, yaitu
baris-barisnya tidak terus sampai ke tepi halaman. Teks dalam lirik lagu bersifat
monolog, yang berarti hanya ada satu subyek lirik (penulis) dan jarang atau
bahkan tidak pernah melibatkan pihak lain untuk berbicara (Awe, 2003:48).
Luxemburg (1989:175) mengatakan bahwa teks puisi tidak hanya mencakup
jenis-jenis karya sastra tetapi menyangkut pula ungkapan bahasa yang bersifat
pepatah, pesan, iklan, semboyan politik, doa-doa dan syair lagu. Di samping itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Pradopo (1995: 11) mengatakan bahwa lirik lagu dapat dimasukkan kedalam
genre puisi dalam karya sastra. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan kemiripan
unsur-unsur antara puisi dengan lirik lagu. Dari beberapa pendapat para pakar
tersebut dapat disimpulkan bahwa lirik lagu sama halnya dengan puisi, selain
memperhatikan penggunaan bahasa, lirik lagu juga mengandung pesan.
2.2.2. Struktur Fisik
Waluyo (1991: 71) menyatakan bahwa unsur-unsur bentuk atau struktur
fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang
membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur itu dapat ditelaah satu-persatu, tetapi
unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah diksi,
pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah
puisi.
2.2.2.1 Diksi (Pilihan Kata)
Waluyo (1991: 72) menjelaskan bahwa penyair sangat cermat dalam
memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya,
komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata
lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, di
samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan
katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut.
Barfield (dalam Pradopo, 2014: 55) mengemukakan bahwa bila kata-kata
dipilih dan disusun dengan cara yang sedemikian rupa hingga artinya
menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan imaginasi estetik, maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
hasilnya disebut diksi puitis. Jadi, diksi itu untuk mendapatkan kepuitisan, untuk
mendapatkan nilai estetik.
Selain kedua pakar di atas, Putrayasa (2014: 20), menjelaskan bahwa diksi
menyangkut hal penggunaan kata, terutama pada soal kebenaran, kejelasan, dan
keefektifan. Untuk menyusun kalimat efektif, hendaklah dipilih kata yang tepat,
yaitu kata yang memenuhi isoformisme (kesamaan makna karena kesamaan
pengalaman masa lalu atau adanya kesamaan struktur kognitif). Isoforisme terjadi
manakala komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial
yang sama, dan ideology yang sama. Selain itu, perlu juga diperhatikan hal-hal
seperti 1) pemakaian kata bersinonim dan berhomofon, 2) pemakaian kata
bermakna denotasi dan konotasi, 3) pemakaian kata umum dan kata khusus, 4)
pemakaian kata-kata atau istilah asing, 5) pemakaian kata abstrak dan konkret, 6)
pemakaian kata popular dan kata kajian, 7) pemakaian jargon, kata percakapan,
dan slang, dan 8) bahasa prokem.
Dari beberapa pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa diksi
yang dimaksud adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam
puisinya. Kata-kata yang dipilih merupakan kata-kata yang dapat menimbulkan
arti lain, dengan begitu kata-kata tersebut akan terlihat indah dan lebih bermakna
bagi pembaca. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan sedikit
kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, kata-kata dan diksi harus dipilih
secermat mungkin.
Sebagai contoh dalam puisi “Aku”, Chairil menulis salah satu baris
berbunyi: kalau sampai waktuku/ ku mau tak seorang kan merayu; kata-kata
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
dalam baris itu tidak boleh dibolak-balik menjadi: kalau waktuku sampai/ ku mau
kan tak seorang merayu; atau salah satu katanya diganti kata lain yang semakna:
kalau sampai saatku/ kuingin tak seorang kan membujuk. Penggantian urutan kata
dan penggantian kata-kata akan merusak kontruksi puisi itu sehingga kehilangan
daya imaji atau keindahan yang ada dalam puisi.
2.2.2.2 Pengimajian
Menurut Waluyo (1991: 78) ada hubungan erat antara diksi, pengimajian,
dan kata konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena
itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti ketika dihayati melalui penglihatan,
pendengaran, atau cita rasa. Pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang
dapat mengungkapkan pengalaman sensoris seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Secara singkat Waluyo (2003: 10) menjelaskan bahwa pengimajian
adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau memperkonkret
apa yang dinyatakan oleh penyair, sehingga hal yang digambarkan seolah-olah
dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji taktil).
Pradopo (2014: 81) menjabarkan bahwa dalam puisi, untuk memberi
gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat
(lebih) hidup gambaran dalam pikiran dan pengindraan dan juga untuk menarik
perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran), di
samping alat kepuitisan yang lain. Gambaran-gambaran angan dalam sajak itu
disebut citraan (imagery).
Selain itu, Wicaksono (2014: 24) juga berpendapat bahwa pengimajian
berguna untuk memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
membuat hidup gambaran dalam pikiran dan penginderaan, untuk menarik
perhatian, untuk memberi kesan mental atau bayangan visual penyair
menggunakan gambaran-gambaran angan.
Dari beberapa pendapat para pakar di atas dapat disimpulkan bahwa
pengimajian merupakan gambaran-gambaran yang muncul dalam pikiran
pembaca. Gambaran-gambaran tersebut menjadi hidup karena hasil sensoris panca
indera pembaca.
Sebagai contoh dalam bait sajak puisi “Priangan si Jelita”, Ramadhan K.H.
mengungkapkan imaji auditif dan imaji visual berbunyi sebagai berikut.
Seruling di pasir ipis, merdu/ antara gundukan pohon pina.
Dalam sajak tersebut mengajak untuk seolah-olah mendengar suara seruling
(auditif) dan seolah melihat pasir yang membentang (visual), sedangkan dalam
bait sajak puisi “Yang Terempas dan Yang Putus” Chairil mengungkapkan imaji
taktil berbunyi sebagai berikut.
Kelam dan angin lalu mempesiang diriku
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin
Malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
Di Karet, di Karet (daerahku y.a.d.) sampai juga deru angin.
Bayangan perasaan ngeri dan mencekam menghadapi maut dapat dirasakan
melalui kata-kata. Ditampilkannya kata “menggigir/menggigil” dalam suasana
mencekam tersebut, seolah membuat tubuh turut menggigil karena bayangan
kematian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2.2.2.3 Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji pembaca (daya bayang), kata-kata harus
diperkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti
yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga
erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang (Waluyo, 1991: 81).
Selain itu, Wicaksono (2014: 25) dalam bukunya mengatakan bahwa kata konkret
adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu
lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji
pembaca.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jika penyair mahir
memperkonkret kata-kata, dengan begitu pembaca akan merasa seolah-olah
melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan oleh penyair. Selain itu,
dapat dikatakan bahwa kata konkret merupakan kata yang dapat diterima oleh
panca indera dan pembaca dapat terlibat penuh secara batin ke dalam puisi
tersebut.
Sebagai contoh dalam bait sajak puisi “PadaMu Jua” karya Amir Hamzah.
Untuk mengkonkretkan kekuasaan Tuhan yang sangat besar, Amir Hamzah
menyatakan Tuhan mampu mempermainkan nasib manusia dengan kata-kata yang
diperkonkret sebagai berikut.
Engkau cemburu/ Engkau ganas/ mangsa aku dalam cakarMu/ bertukar
tangkap dengan lepas/ Di mana Engkau/ Suara sayup/ hanya kata
merangkai hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
2.2.2.4 Bahasa Figuratif (Majas)
Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis artinya memancarkan
banyak makna atau kaya akan makna. Bahasa figuratif ialah bahasa yang
digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni
secara tidak langsung mengungkapkan makna (Waluyo, 1991: 83). Lebih lanjut,
Waluyo (1991: 83) menjelaskan, bahasa figuratif terdiri atas pengiasan yang
menimbulkan makna kias dan pelambangan yang menimbulkan makna lambang.
Untuk memahami bahasa figuratif ini, pembaca harus menafsirkan kiasan dan
lambang yang dibuat penyair baik lambang yang konvensional maupun yang
nonkonvensional. Kiasan terdiri dari metafora, simile, personifikasi, hiperbola,
sinekdoke, dan ironi. Sedangkan perlambangan terdiri dari lambang warna,
lambang benda, lambang bunyi, dan lambang suasana.
Di samping itu Perrine (dalam Waluyo, 1991: 83) mengatakan bahwa
bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan hal yang dimaksudkan
penyair. Alasannya (1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan
imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan
dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi konkret dan menjadikan puisi lebih
nikmat dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan
penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, (4) bahasa figuratif
adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara
menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.
Pendapat di atas menyatakan bahwa bahasa figuratif menyebabkan puisi
memiliki banyak makna (Waluyo), sedangkan menurut Perrine bahasa figuratif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
akan menjadi efektif karena empat alasan yang sudah disebutkan di atas. Bertolak
penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa figuratif merupakan
bahasa yang membantu penyair untuk memperindah syair dan juga makna
dibaliknya. Akan tetapi, peneliti memilih analisis bahasa figuratif lirik lagu
menggunakan teori Waluyo karena dirasa lebih lengkap yang meliputi kiasan dan
lambang.
Sebagai contoh dalam bait sajak puisi “Surat Cinta”, Rendra mengiaskan
diri kekasihnya sebagai putri duyung.
Engkau Putri Duyung/ tawananku/ Putri Duyung dengan suara merdu/
lembut bagi angin laut/ mendesahlah bagiku.
Dalam bait sajak puisi “Surat Kepada Bunda Tentang Calon Menantunya”,
Rendra melambangkan dirinya sebagai berikut.
Burung dara jantan/ yang dulu kau pelihara/ kini telah terbang dan
menemukan jodohnya/ Ia akan pulang/ buat selama-lamanya.
2.2.2.5 Versifikasi
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritme. Rima adalah pengulangan
bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi. Dengan
pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk mengulang bunyi
ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini, pemilihan
bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi (Waluyo, 1991: 90). Marjorie
Boulton (dalam Waluyo, 1991: 90) menyebut rima sebagai phonetic form (bentuk
fonetik). Jika fonetik itu berpadu dengan ritme, maka akan mampu mempertegas
makna puisi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Ritme sangat berhubungan dengan bunyi dan juga berhubungan dengan
pengulangan bunyi, kata, frasa, kalimat. Ritme berasal dari bahasa Yunani rheo
yang berarti gerakan-gerakan air yang teratur, terus-menerus, dan tidak putus-
putus (mengalir terus). Slametmuljana (dalam Waluyo, 1991: 94) menyatakan
ritma merupakan pertentangan bunyi tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/lemah,
yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk
keindahan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa versifikasi
merupakan persajakan yang mempengaruhi indahnya suatu puisi. Keindahannya
dapat terlihat dari pengulangan kata atau bunyi yang digunakan. Puisi akan
terdengar merdu ketika menemukan bunyi yang sama ketika dibacakan.
Sebagai contoh dalam bait sajak puisi “Balada Terbunuhnya Atmo Karpo”
karya Rendra, terdapat perpaduan konsonan /k/, /b/, dan /p/, serat vokal /a/, /i/, /u/
sebagai berikut.
Dengan kuku-kuku besi, kuda menebah perut bumi
Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
Pada baris pertama bunyi /u/ cukup dominan. Bunyi yang dominan pada baris
berikutnya adalah bunyi /t/ dan bunyi /r/.
2.2.2.6 Tata Wajah (Tipografi)
Waluyo (1991: 97) menyatakan bahwa tipografi merupakan pembeda yang
penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun
periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak
bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan
dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal tersebut tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian menunjukkan
eksistensif sebuah puisi.
Lebih lanjut, Waluyo (1991: 97) menjelaskan bahwa baris-baris prosa dapat
saja disusun seperti tipografi puisi. Namun, maksud prosa tersebut kemudian akan
berubah menjadi lebih kaya, jika prosa itu ditafsirkan sebagai puisi. Sebaliknya
jika orang tetap menafsirkan puisi sebagai prosa, tipografi tersebut tidak berlaku.
Cara sebuah teks ditulis sebagai larik-larik yang khas menciptakan makna
tambahan. Makna tambahan itu diperkuat oleh penyajian tipografi puisi. Kata-
kata yang disusun mewujudkan larik-larik yang panjang dan pendek, yang
membentuk suatu kesatuan padu. Pergantian larik panjang dan pendek bervariasi
secara harmonis sehingga menimbulkan ritma yang padu.
Jabrohim, dkk (2003:54) mengemukakan bahwa tipografi merupakan
pembeda yang paling awal untuk membedakan puisi dengan prosa fiksi dan
drama. Baris-baris puisi tidak diawali dari tepi kiri dan beakhir di tepi kanan. Tapi
sebelah kiri maupun kekanan sebuah baris pusi tidak harus dipenuhi oleh tulisan,
tidak seperti halnya jika kita menulis prosa.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tipografi
merupakan pembeda yang paling awal yang dijumpai dalam membedakan puisi
dengan prosa. Jumlah bait maupun larik dalam puisi tidak di batasi, serta
penulisan larik tidak diharuskan berawal dari kiri, kanan, atau tengah.
Sebagai contoh tipografi puisi Intoyo – penyair Pujangga Baru, sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Rasa Baru
Zaman beredar !
Alam bertukar !
Suasana terisi nyanyian hidup.
Kita manusia
Terkarunia
Badan, jiwa, bekal serta cukup.
Marilah bersama
Berdaya upaya,
Mencemerlangkan apa yang redup.
Memperbaharu
Segala laku,
Menegmbangkan semua kuncup.
Biar terbuka
Segenap RASA
Rasa baharu, dasar harmoni hidup.
Kata-kata yang disusun mewujudkan larik-larik panjang dan pendek, yang
membentuk suatu kesatuan padu. Pergantian larik panjang dan pendek sedemikian
bervariasi secara harmonis sehingga menimbulkan ritma yang padu.
2.2.3. Struktur Batin
Struktur batin yaitu struktur yang mengungkapan hal yang hendak
dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Unsur-unsur
struktur batin tidak langsung tampak pada fisik puisi, harus digali dari fisik puisi
tersebut. Struktur batin puisi meliputi: tema, perasaan penyair, nada dan suasana,
dan amanat (Waluyo, 1991: 102).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
2.2.3.1 Tema
Menurut Waluyo (1991: 106-107), tema merupakan gagasan pokok atau
subject-matter yang dikemukakan penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu
begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama
pengucapannya. Jika desakan yang kuat itu berupa hubungan antara penyair
dengan Tuhan, puisinya bertema ketuhanan. Jika desakan yang kuat berupa rasa
belas kasih kemanusiaan, puisi bertema kemanusiaan. Jika yang kuat adalah
dorongan untuk memprotes ketidakadilan, tema puisinya adalah protes atau kritik
sosial. Perasaan cinta atau patah hati yang kuat juga dapat melahirkan tema cinta
atau tema kedukaan hati karena cinta.
Berdasarkan penjelasan di atas, tema dapat dikatakan pula sebagai hal yang
mendasari disusunnya sebuah puisi. Puisi terbentuk dari kejadian atau hal yang
diamali oleh penyair, dan alasan yang paling kuat dari sebuah kejadian akan
menentukan isi sebuah puisi.
2.2.3.2 Perasaan
Waluyo (1991: 121) mengatakan bahwa untuk mengungkapkan tema yang
sama, penyair yang satu dengan perasaan yang berbeda dari penyair lainnya,
sehingga hasil puisi yang diciptakan berbeda pula. Lebih lanjut, Waluyo (1991:
134) menyatakan bahwa perasaan dalam puisi adalah perasaan yang disampaikan
penyair melalui puisinya. Puisi mengungkapkan perasaan yang beraneka ragam,
mungkin perasaan sedih, kecewa, terharu, benci, rindu, cinta, kagum, bahagia,
ataupun perasaan setia kawan. Selain itu juga, menurutnya dalam menciptakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh
pembaca.
2.2.3.3 Nada dan Suasana
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis
yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada dan suasana puisi saling
berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya
(Waluyo, 1991: 125). Dengan nada dan suasana hati, penyair memberikan kesan
yang lebih mendalam kepada pembaca. Puisi bukan hanya ungkapan yang bersifat
teknis, namun suatu ungkapan yang total karena seluruh aspek psikologis penyair
turut terlibat dan aspek-aspek psikologis itu dikonsentrasikan untuk memperoleh
daya gaib (Waluyo, 1991: 130).
Berkaitan dengan penjelasan di atas, nada puisi merupakan sikap batin
penyair yang ingin ditunjukkan kepada pembacanya. Sedangkan suasana
merupakan suasana pembaca akibat membaca puisi. Di samping hal tersebut dapat
dikatakan bahwa nada dan suasana merupakan sebab dan akibat dari puisi.
2.2.3.4 Amanat
Waluyo (1991: 134) menjelaskan bahwa amanat puisi adalah maksud yang
hendak disampaikan atau himbauan atau pesan atau tujuan yang hendak
disampaikan penyair. Tiap penyair bermaksud ikut meningkatkan martabat
manusia dan kemanusiaan. Penghayatan terhadap amanat sebuah puisi tidak
secara obyektif, namun subyektif, artinya berdasarkan interpretasi pembaca. Di
samping hal tersebut, amanat yang hendak disampaikan penyair dapat ditelaah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan/amanat merupakan
hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat dibalik
kata-kata yang disusun, dan juga berada dibalik tema yang diungkapkan (Waluyo,
1991: 130).
Berdasarkan dengan penjelasan di atas, amanat puisi merupakan pesan yang
ingin disampaikan penyair kepada pembaca. Amanat yang disampaikan oleh
penyair berdasarkan latar belakang atau isi puisi tersebut, sehingga amanat yang
disampaikan akan sesuai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudul “Analisis Struktur Fisik dan Struktur Batin dalam
Lirik Lagu Deadsquad Album Horror Vision Tahun 2009” ini termasuk dalam
jenis penelitian kualitatif, hal tersebut karena peneliti menguraikan data berupa
kata-kata bukan berupa angka-angka. Sugiyono (2010: 222) memaparkan bahwa
penelitian kualitatif dipilih sebagai human instrument (instrumen yang diteliti
adalah orang atau manusia) memiliki fungsi untuk menetapkan fokus penelitian,
pemilihan informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai
kualitas data yang dipakai dalam penelitian ini, analisis data, menafsirkan data,
dan membuat kesimpulan atas temuannya. Di samping itu, Moleong (2007: 6)
menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
3.2 Data dan Sumber Data
Data dalam penelititan ini berupa lirik lagu Deadsquad pada album Horror
Vision tahun 2009. Menurut KBBI (2008: 296), data merupakan keterangan atau
bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan). Sumber
data berupa lirik lagu Deadsquad pada album Horror Vision tahun 2009. Menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Arikunto (2013: 129), sumber data dalam penelitian merupakan subjek tempat
data dapat diperoleh. Sumber data dalam penelitian yang diperoleh peneliti
merupakan data sekunder karena data didapat melalui perantara, perantara
tersebut ialah catatan lirik. Peneliti mendapatkan sumber data dari cd (compact
disk) lagu Deadsquad album Horror Vision tahun 2009. Lagu yang diambil dari
album tersebut berjumlah lima, yaitu Pasukan Mati, Dimensi Keterasingan,
Dominasi Belati, Hiperbola Dogma Monotheis, dan Manufaktur Replika Baptis.
3.3 Triangulasi Data
Moleong (2006: 330) mengatakan bahwa triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Triangulasi
data dilakukan untuk me-recheck temuan dengan jalan membandingkannya
dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Triangulasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah triangulasi penyidik. Triangulasi penyidik adalah triangulasi
yang dilakukan dengan cara memanfaatkan peneliti lainnya untuk keperluan
pengecekan kembali derajat kepercayaan data (Moleong, 2006: 331).
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam proses triangulasi hasil
analisis data. Pertama, peneliti menyerahkan hasil analisis data kepada
triangulator. Kedua, triangulator memeriksa hasil analisis data dengan mengisi
kolom setuju atau tidak setuju pada tabulasi yang dibuat peneliti. Ketiga, apabila
triangulator tidak setuju atas analisis data, peneliti harus melakukan perbaikan
hingga tidak ada data yang tidak disetujui. Keempat, peneliti menyerahkan hasil
perbaikan kepada triangulator. Kelima, apabila triangulator sudah menyatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
keabsahan data, maka hasil tersebut akan digunakan peneliti sebagai acuan dalam
menusun bab IV.
3.4 Instrumen Penelitian
Moleong (2013: 9) berpendapat bahwa dalam penelitian kualitatif, peneliti
sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpulan data utama.
Hanya “manusia sebagai alat” sajalah yang dapat berhubungan dengan responden
atau objek lainnya, dan hanya manusialah yang mampu memahami kaitan
kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Peneliti harus merencanakan
penelitian, memilih data, menganalisis, kemudian memaparkan hasil dari
penelitian itu. Setiap jenis penelitian memiliki instrumen yang berbeda-beda,
tetapi tujuan dari instrumen tersebut tetaplah sama. Instrumen penelitian
merupakan alat yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data sampai data
tersebut diolah. Instrumen penelitian ini adalah peneliti tersendiri. Peneliti
memiliki peran utama dalam melakukan penelitian.
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini untuk mendapatkan data yang diperlukan digunakan
metode dan teknik pengumpulan data. Metode dan teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah simak dan catat, yakni peneliti terlebih
dahulu menyimak lalu mencatat lirik lagu Deadsquad album Horror Vision.
Menurut Sudaryanto (2015: 133), disebut metode simak atau menyimak karena
memang berupa penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu dengan
menyimak penggunaan bahasa. Berkaitan dengan hal tersebut, Mahsun (2007:
243) mengatakan bahwa teknik catat merupakan teknik lanjut yang dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
ketika menerapkan metode simak, yaitu mencatat data yang kemudian
diklasifikasi. Tanpa mengetahui metode dan teknik pengumpulan data, peneliti
tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan
(Sugiyono, 2010: 308). Data yang sudah ada dicermati dan dipilah-pilah yang
kemudian diklasifikasikan ke dalam struktur fisik dan struktur batin. Selanjutnya
lirik lebih dispesifikasiakn lagi dalam kategori yang terdapat dalam struktur fisik
maupun struktur batin.
Langkah-langkah dalam pengumpulan data tersebut sebagai berikut.
1. Peneliti mendengarkan lagu dari band Deadsquad album Horror Vision
tahun 2009.
2. Peneliti membaca lirik lagu dari band Deadsquad album Horror Vision
tahun 2009.
3. Peneliti mencatat kata-kata yang berkaitan dengan unsur-unsur struktur
fisik maupun struktur batin.
4. Peneliti membuat tabulasi mengenai unsur-unsur struktur fisik dan
struktur batin yaitu dengan cara mengklasifikasikan dan menganalisis
data.
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan oleh peneliti merujuk pada kajian
analisis deskriptif. Nurastuti (2007:103) menjelaskan yang dimaksud dengan
analisis deskriptif adalah analisis yang dilakukan dengan merinci dan menjelaskan
secara panjang lebar (menyeluruh) keterkaitan data penelitian dalam bentuk
kalimat. Jadi, peneliti benar-benar mengungkap masalah penelitian ini dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
cara mendeskripsikan, menjelaskan, dan memaparkan masalah penelitian tersebut.
Kemudian peneliti mengaitkan deskripsi masalah tersebut ke dalam suatu bentuk
kalimat, sehingga penelitian ini benar-benar jelas.
Ada empat langkah teknik analisis data dalam peneitian ini, yaitu sebagai berikut
3.6.1 Tahap klasifikasi
Dalam tahap klasifikasi, data diklasifikasikan berdasarkan kesamaan kasus
atau masalah penelitian yang mengacu pada teori.
3.6.2 Tahap identifikasi
Dalam tahap identifikasi, data-data yang telah terkumpul diidentifikasi
dengan mengkaji tuturan kebahasaan dengan menggunakan teori struktur
fisik dan struktur batin dalam puisi.
3.6.3 Tahap interpretasi
Dalam tahap interpretasi, dilakukan pemberian makna atau pemaknaan pada
data-data tersebut.
3.6.4 Tahap deskripsi
Dalam tahap deskripsi, data yang sudah dikaji kemudian dipaparkan dan
dijelaskan
Tabel klasifikasi struktur fisik dan struktur batin.
No. Struktur Fisik Lirik Lagu Triangulasi
Diksi (Pilihan Kata) Deskripsi Setuju Tidak setuju
No. Struktur Batin Lirik Lagu Triangulasi
Tema Deskripsi Setuju Tidak setuju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penyair akan menguraikan hasil-hasil penelitian sekaligus
pembahasannya. Hasil penelitian dan pembahasan ini menyangkut unsur-unsur
struktur fisik dan struktur batin dalam lima lirik lagu milik Deadsquad pada
album Horror Vision, lagu tersebut yaitu “Pasukan Mati”, “Dimensi
Keterasingan”, “Dominasi Belati”, “Hiperbola Dogma Monotheis”, dan
“Manufaktur Replika Baptis”. Unsur-unsur yang terdapat dalam kelima lirik lagu
nantinya akan diklarifikasikan lagi menurut unsur-unsur dari struktur fisik dan
struktur batin. Unsur-unsur struktur fisik yaitu diksi, pengimajian, kata konkret,
bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah (tipografi), sedangkan unsur-
unsur struktur batin yaitu tema, perasaan penyair, nada dan suasana, dan amanat.
Berikut akan diuraikan pembahasan terkait struktur fisik dan struktur batin lirik
lagu band Deadsquad.
4.1 Lagu “Pasukan Mati”
Lagu “Pasukan Mati” secara khusus menceritakan tentang kekerasan dan
penderitaan dalam kehidupan sosial. Lagu ini terdiri atas enam bait. Secara rinci
mengenai struktur fisik dan struktur batin lagu tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut.
4.1.1 Struktur Fisik
Waluyo (1991: 71) menyatakan bahwa unsur-unsur bentuk atau struktur
fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur itu dapat ditelaah satu persatu, tetapi
unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah diksi,
pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah
puisi.
4.1.1.1 Diksi (Pilihan Kata)
Waluyo (1991: 72) menjelaskan bahwa penyair sangat cermat dalam
memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya,
komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata
lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, di
samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan
katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. Berikut analisis
diksi lirik lagu “Pasukan Mati”.
(1) mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
(2) pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
(3) gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
(4) wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
(5) terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
(6) penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Bait pertama, pilihan kata /mata hati telah binasa/ digunakan penyair untuk
menunjukkan hati nurani yang sudah mati. Pilihan kata /terkikis dengki dalam
jiwa/ digunakan penyair untuk menunjukkan kebencian yang menggerogoti
nurani. Pilihan kata /terbuai fatamorgana surga/ digunakan penyair untuk
menunjukkan keadaan tergoda tipuan surga. Pilihan kata /rasuki hamba pecandu
pahala/ digunakan penyair untuk menunjukkan seseorang yang terpengaruh
dengan pahala. Hati nurani yang dimiliki manusia sudah tidak ada lagi atau
sudah mati karena kebencian dalam diri manusia (mata hati telah binasa terkikis
dengki dalam jiwa). Khayalan keindahan surga merasuki mereka yang tergila-
gila akan pahala (terbuai fatamorgana surga, rasuki hamba pecandu pahala).
Bait kedua, pilihan kata /pasukan mati rasa/ digunakan penyair untuk
menunjukkan prajurit atau kelompok orang yang tidak dapat merasakan apa-apa
atau nuraninya sudah mati. Pilihan kata /moralitas tanda tanya/ digunakan
penyair untuk menunjukkan moralitas yang dipertanyakan atau diragukan. Pilihan
kata /kebodohan yang bertahta/ digunakan penyair untuk menunjukkan keadaan
dikuasai kebodohan. Sekelompok orang yang tidak lagi dapat merasakan apa-apa
lagi atau tidak memiliki hati nurani (pasukan mati rasa) tersebut kini moralnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
diragukan atau dipertanyakan (moralitas tanda tanya) sehingga hanya
kebodohan yang menguasai diri (kebodohan yang bertahta).
Bait ketiga, pilihan kata /gelap mata definisikan dosa/ digunakan penyair
untuk menunjukkan keadaan tidak dapat membedakan benar dan salah sehingga
menjadi lupa dengan apa yang diperbuat. Pilihan kata /nilai rapuh menyalibkan
eksistensi/ digunakan penyair untuk menunjukkan nilai yang lemah digunakan
untuk menghukum mati suatu keberadaan. Pilihan kata /membabi buta arogansi
berbalut doa, menyerapah/ digunakan penyair untuk menunjukkan perilaku yang
sewenang-wenang dengan sombong mengucapkan doa lalu memaki. Karena tidak
dapat membedakan benar dan salah lalu mereka memaknai doa menurut mereka
sendiri, sehingga menghukum mati suatu keberadaan (gelap mata definisikan
dosa, nilai rapuh menyalibkan eksistensi). Mereka berlaku sewenang-wenang
dengan menyombongkan diri sambil mengucapkan doa-doa kemudian
menyerapah atau menyumpahi (membabi buta arogansi berbalut doa,
menyerapah).
Bait keempat, pilihan kata /wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis
sekeping surga/ digunakan penyair untuk menunjukkan seorang berhati baik
dengan keadaan tidak berdaya sedang memohon kebaikan. Pilihan kata /terjarah
serdadu Tuhan/ digunakan penyair untuk menunjukkan keadaan terenggut oleh
pasukan atau kelompok orang yang mengatasnamakan Tuhan. Pilihan kata /penuh
ambisi ciptakan neraka dunia/ digunakan penyair untuk menunjukkan hasrat yang
berlebihan sehingga terjadi kesengsaraan. Malaikat dengan wajah biru lebam
terkapar mengemis sekeping surga yang dijarah oleh para serdadu Tuhan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
terlihat seperti bayi kecil yang malang. Pasukan yang penuh ambisi menimbulkan
penderitaan (neraka dunia).
Bait kelima, pilihan kata /terimalah darah dan duka, untukmu yang maha
lemah/ digunakan penyair untuk menunjukkan penderitaan atau kesengsaraan bagi
mereka yang tidak berdaya. Pilihan kata /tersudut dan teraniaya oleh kepercayaan
yang buta/ digunakan penyair untuk menunjukkan keadaan terpojok atau tidak
dapat melakukan apa-apa karena kepercayaannya belum jelas kebenarannya.
Pilihan kata /keimanan yang cacat/, /kesucian yang laknat/ digunakan penyair
untuk menunjukkan kepercayaan akan Tuhan yang sudah melemah atau sudah
ragu akan Tuhan. Karena ulah mereka (pasukan), orang-orang yang lemah
semakin menderita (terimalah darah dan duka, untukmu yang maha lemah).
Orang yang lemah tersebut tidak dapat melakukan apa-apa karena terlanjur
percaya pada hal yang belum tentu benar, keimanan yang tidak sempurna, dan
kesucian yang terkutuk (tersudut dan teraniaya oleh kepercayaan yang buta,
keimanan yang cacat, kesucian yang laknat).
Bait keenam, pilihan kata /penuh ambisi ciptakan neraka dunia/ digunakan
penyair untuk menunjukkan hasrat yang berlebihan sehingga terjadi atau timbul
kesengsaraan. Diksi dalam bait ini merupakan pengulangan dari bait keempat,
maka makna dari diksi tersebut tidak mengalami perubahan. Merekalah pasukan
atau sekelompok orang yang penuh ambisi sehingga menimbulkan penderitaan
bagi sekitarnya, terutama mereka yang lemah akan semakin menderita (neraka
dunia). Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Pasukan Mati” adalah
pilihan kata atau diksi yang sudah menggambarkan dengan jelas apa itu pasukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
mati. Ini digambarkan melalui adanya kata-kata binasa, dengki, menyerapah, dan
buta.
4.1.1.2 Pengimajian
Menurut Waluyo (1991: 78) ada hubungan erat antara diksi, pengimajian,
dan kata konkret. Secara singkat Waluyo (2003: 10) menjelaskan bahwa
pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau
memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair, sehingga hal yang
digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau
dirasa (imaji taktil).
1) Imaji Auditif
Imaji auiditif adalah imaji yang mengandung gema suara. Jika penyair
menginginkan imaji pendengar, maka puisi perlu dihayati sehingga seolah-olah
mendengarkan sesuatu (Waluyo, 1991: 78).
Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Pada bait di atas, terdapat imaji auditif yang ditunjukkan dengan kata-kata
doa dan menyerapah. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-
akan mendengar sebuah doa dan serapah.
2) Imaji Visual
Imaji visual adalah imaji yang mengandung benda-benda yang nampak. Jika
penyair menginginkan imaji penglihatan, maka puisi perlu dihayati seolah-olah
melukiskan sesuatu yang bergerak (Waluyo, 1991: 78).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata
menyalibkan. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan
melihat peristiwa penyaliban atau hukuman mati.
Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata wajah
malaikat biru lebam. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-
akan melihat kondisi wajah malaikat yang biru lebam.
Bait ke-5
terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata
tersudut dan teraniaya. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-
akan melihat situasi atau posisi tersudut dan teraniaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
3) Imaji Taktil
Imaji taktil adalah imaji yang mengandung sesuatu yang dapat dirasakan,
diraba, atau disentuh. Jika penyair menginginkan imaji taktil, maka puisi perlu
dihayati seolah-olah merasakan sentuhan perasaan (Waluyo, 1991: 79).
Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata dengki.
Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan merasakan dengki
atau kebencian yang teramat sangat.
Bait ke-5
terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
duka. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan berduka.
Bait ke-6
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
ambisi. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan merasakan
sebuah ambisi. Ambisi merupakan keadaan menggebu-gebu terhadap suatu hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
yang dialami oleh seseorang. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu
“Pasukan Mati” adalah imaji-imaji yang sudah menggambarkan dengan jelas apa
itu pasukan mati. Ini digambarkan melalui adanya imaji auditif yang digambarkan
dengan doa dan menyerapah, imaji visual digambarkan dengan menyalibkan,
lebam, tersudut, dan teraniaya, dan imaji taktil digambarkan dengan dengki, duka,
dan ambisi.
4.1.1.3 Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji pembaca (daya bayang), kata-kata harus
diperkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti
yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga
erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang (Waluyo, 1991: 81).
Kata-kata konkret yang terdapat dalam lirik lagu “Pasukan Mati” adalah sebagai
berikut.
Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
Untuk mengkonkretkan sebuah kelompok yang tidak lagi mempunyai hati
nurani, penyair menggunakan kata mata hati telah binasa. Hal tersebut
dikarenakan kebencian yang mempengaruhi diri mereka.
Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Untuk mengkonkretkan manusia yang melakukan kesalahan tanpa
disengaja, penyair menggunakan kata gelap mata. Untuk mengkonkretkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
manusia yang melakukan perbuatan tanpa memperdulikan akibatnya, penyair
menggunakan kata membabi buta. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu
“Pasukan Mati” adalah kata-kata yang dapat membuat pembaca seolah-olah
melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan oleh penyair. Ini
digambarkan melalui kata-kata mata hati telah binasa, gelap mata, dan membabi
buta.
4.1.1.4 Bahasa Figuratif (Majas)
Waluyo (1991: 83) menjelaskan bahasa figuratif ialah bahasa yang
digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni
secara tidak langsung mengungkapkan makna. Untuk memahami bahasa figuratif
ini, pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik
lambang yang konvensional maupun yang nonkonvensional. Kiasan terdiri dari
metafora, simile, personifikasi, hiperbola, sinekdoke, dan ironi. Sedangkan
perlambangan terdiri dari lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, dan
lambang suasana.
1) Kiasan (Gaya Bahasa)
Kiasan yang dimaksud oleh Waluyo adalah kiasan yang mempunyai makna
lebih luas dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara tradisional
disebut gaya bahasa secara keseluruhan. Jelasnya, penggunaan kiasan untuk
menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi
(Waluyo, 1991: 84). Gaya bahasa yang terdapat dalam lirik lagu “Pasukan Mati”
dapat memperindah lirik lagu itu sendiri dan juga dapat memberikan daya tarik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
bagi pembaca, kata-kata menjadi lebih hidup, dan menimbulkan kejelasan
gambaran angan.
a. Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan (Waluyo, 1991: 84). Berikut adalah metafora dari lagu “Pasukan
Mati”.
Bait ke-1
mata hati telah binasa, terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga, rasuki hamba pecandu pahala
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata mata
hati, terkikis dengki, fatamorgana surga, dan pecandu pahala. Pada kata mata
hati mengartikan sebuah mata batin atau hati nurani yang digunakan untuk
melihat hal-hal yang tidak nampak. Secara harafiah, mata hati merupakan hati
nurani yang dimiliki oleh seseorang seperti perasaan hati yang murni. Pada kata
terkikis dengki mengartikan lenyap atau tergerogoti kebencian dalam diri.
Terkikis artinya tergerogoti atau lenyap, sedangkan dengki merupakan
kebencian. Ungkapan tersebut tersebut mengisyaratkan bahwa suatu hal telah
lenyap atau tergerogoti rasa benci dalam jiwa.
Pada kata fatamorgana surga diartikan sebagai khayalan akan surga atau
halusinasi akan surga. Ungkapan tersebut menjelaskan seseorang yang berkhayal
akan surga yang sebenarnya hanya berada dalam pikiran seseorang. Pada kata
pecandu pahala diartikan sebagai sifat tergila-gila atau menggilai pahala yang
berarti buah dari kebaikan itu sendiri. Ungkapan tersebut menjelaskan bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
seseorang bernafsu melakukan kebaikan demi mendapatkan buah-buah dari
kebaikan atau pahala.
Bait ke-2
pasukan mati rasa, moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata mati
rasa dan moralitas tanda tanya. Pada kata mati rasa diartikan sebagai suatu
keadaan di mana seseorang sudah tidak lagi bisa merasakan sesuatu atau hal yang
bersinggungan dengan hatinya. Mati rasa sendiri dalam konteks ini diartikan
sebagai hati nurani yang sudah tidak ada. Perasaan dari kelompok itu sudah mati,
sehingga apapun rasa yang mengenai hatinya sudah tidak lagi digubris atau
diabaikan. Pada kata moralitas tanda tanya diartikan sebagai kesantunan atau
sopan santun seseorang yang sudah tidak lagi ada, dengan begitu sopan santun
atau etika yang dimiliki oleh seseorang kini sudah diragukan.
b. Sinekdoke
Sinekdoke adalah menyebutkan sebagian untuk maksud keseluruhan, atau
menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian. Terbagi atas pro toto (
menyebut sebagian untuk keseluruhan) dan totem pro parte (menyebutkan
keseluruhan untuk maksud sebagian) (Waluyo, 1991: 85). Berikut adalah
sinekdoke lagu “Pasukan Mati”.
Bait ke-1 (sebagian menjelaskan keseluruhan/ part pro toto)
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
rasuki hamba pecandu pahala
Untuk menjelaskan sosok pasukan mati, penyair melukiskannya dengan
menggunakan kata-kata seperti mata hati telah binasa.
Bait ke-2 (sebagian menjelaskan keseluruhan/ part pro toto)
pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
Untuk menjelaskan sosok pasukan mati, penyair melukiskannya dengan
menggunakan kata-kata seperti moralitas tanda tanya.
Bait ke-3 (sebagian menjelaskan keseluruhan/ part pro toto)
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Untuk menjelaskan sosok pasukan mati, penyair melukiskannya dengan
menggunakan kata-kata seperti gelap mata definisikan dosa, membabi buta, dan
menyerapah. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Pasukan Mati”
adalah beberapa gaya bahasa yang dapat memperindah syair dan juga makna
dibaliknya dengan jelas apa itu pasukan mati. Ini digambarkan melalui adanya
gaya bahasa metafora seperti mata hati, terkikis dengki, pecandu pahala dan
sinekdoke seperti mata hati telah binasa, moralitas tanda tanya, gelap mata
definisikan dosa yang mewakili sosok pasukan mati.
2) Perlambangan
Perlambangan seperti halnya kiasan, perlambangan digunakan penyair
untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
jelas, sehingga dapat menggugah hati pembaca (Waluyo, 1991: 87).
Menggunakan lambang dalam sebuah lirik lagu akan membuat makna lebih
hidup, lebih jelas, dan lebih mudah dibayangkan oleh pembaca.
a. Lambang Warna
Lambang warna digunakan penyair untuk menggambarkan karakteristik
watak tertentu. Banyak puisi yang menggunakan lambang warna untuk
mengungkapkan perasaan penyair (Waluyo, 1991: 87).
Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Pada bait di atas terdapat lambang warna yang ditunjukkan dengan kata
gelap mata. Kata-kata tersebut digunakan penyair untuk melambangkan
seseorang yang diliputi kemarahan.
Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Pada bait di atas terdapat lambang warna yang ditunjukkan dengan kata biru
lebam. Untuk melambangkang sebuah peristiwa penganiayaan penganiayaan,
penyair menggunakan kata biru lebam. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari
lagu “Pasukan Mati” adalah beberapa lambang yang dapat memperkuat makna
dibaliknya dengan jelas apa itu pasukan mati. Ini digambarkan melalui adanya
lambang warna seperti gelap mata dan biru lebam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
4.1.1.5 Versifikasi
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritme. Versifikasi merupakan
persajakan yang mempengaruhi indahnya suatu puisi. Keindahannya dapat terlihat
dari pengulangan kata atau bunyi yang digunakan. Puisi akan terdengar merdu
ketika menemukan bunyi yang sama ketika dibacakan.Verifikasi memiliki subab
rima dan ritme sebagai berikut.
1) Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas
atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca.
Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi.
Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi
(Waluyo, 1991: 90). Berikut adalah rima dari lagu “Pasukan Mati”.
(1) mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
Rima yang sering muncul pada bait ke-1 yaitu /a/-/a/-/a/-/a/. Pada bait
tersebut terdapat rima terus. Larik pertama sampai keempat memiliki persamaan
bunyi a.
(2) pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
Rima yang sering muncul pada bait ke-2 yaitu /a/-/a/-/a/. Pada bait tersebut
terdapat rima terus. Larik pertama sampai ketiga memiliki persamaan bunyi a.
(3) gelap mata definisikan dosa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa,
menyerapah
Rima yang sering muncul pada bait ke-3 yaitu /a/-/i/-/a/-/a/. Pada bait
tersebut terdapat rima patah. Larik pertama, ketiga, dan keempat memiliki
persamaan bunyi a, sedangkan larik kedua tidak memiliki persamaan bunyi.
(4) wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Rima yang sering muncul pada bait ke-4 yaitu /a/-/a/-/a/. Pada bait tersebut
terdapat rima terus. Larik pertama sampai ketiga memiliki persamaan bunyi a.
(5) terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
Rima yang sering muncul pada bait ke-5 yaitu /a/-/a/-/a/-/a/-/a/-/a/. Pada
bait tersebut terdapat rima terus. Larik pertama sampai keenam memiliki
persamaan bunyi a.
Rima akhir pada setiap bait lirik lagu “Pasuka Mati” adalah sebagai berikut:
/sa-wa-ga-la (a a a a)/, /sa-nya-ta (a a a)/, /sa-si-a-ah (a i a a)/, /ga-ang-ia (a a
ia)/, dan /ka-ah-ya-ta-at-at (a a a a a a)/. Bunyi yang dominan muncul pada lagu
tersebut yaitu a yang melambangkan makna kemarahan atau amarah akibat
penindasan. Melalui kata menyerapah, laknat, neraka, amarah itu digambarkan
oleh penyair.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
a. Bentuk Intern Pola Bunyi Aliterasi di Awal Kata
Persamaan bentuk konsonan di awal kata pada lagu “Pasukan Mati” adalah
sebagai berikut.
Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik kedua; /d/ pada kata
dengki, dalam dan aliterasi di awal kata larik keempat; /p/ pada kata pecandu dan
pahala.
Bait ke-2
pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik kedua; /t/ pada kata
tanda dan tanya.
Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /d/ pada kata
definisikan, dosa, doa dan aliterasi di awal kata larik ketiga; /b/ pada kata buta
dan berbalut. Bunyi pada bait tersebut menimbulkan kesan memuakkan karena
didominasi konsonan /d/ dan /b/.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /m/ pada kata
malaikat dan mengemis; /s/ pada kata sekeping, surga dan aliterasi di awal kata
larik kedua; /y/ pada kata yang dan yang; /t/ pada kata terkapar, terjarah, dan
Tuhan.
Bait ke-5
terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /d/ pada kata
darah, dan, dan dan aliterasi di awal kata larik ketiga; /t/ pada kata tersudut dan
teraniaya.
b. Bentuk Intern Pola Bunyi Asonansi di Akhir Kata
Persamaan bentuk aliterasi di akhir kata pada lagu “Pasukan Mati” adalah
sebagai berikut.
Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /a/ pada kata
mata, binasa dan asonansi di akhir kata larik ketiga; /a/ pada kata hamba dan
pahala.
Bait ke-2
pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik kedua; /a/ pada kata
tanda dan tanya.
Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /a/ pada kata
mata dan dosa, asonansi di akhir kata larik kedua; /i/ pada kata nilai dan
eksistensi, asonansi di akhir kata larik ketiga; /i/ pada kata membabi dan arogansi,
dan asonansi di akhir kata larik ketiga; /a/ pada kata buta dan doa.
Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik ketiga; /a/ pada kata
neraka dan dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
c. Pengulangan Kata/ Ungkapan
Pengulangan kata atau ungkapan pada lagu “Pasukan Mati” adalah sebagai
berikut.
Bait ke-2
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Bait ke-6
ambisi ciptakan neraka dunia
Pada kedua bait di atas terdapat pengulangan kata penuh ambisi ciptakan
neraka dunia dalam bait ke-2 larik ketiga dengan bait ke-6 larik pertama.
2) Ritma
Ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/ rendah, panjang/ pendek,
keras/ lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga
membentuk keindahan (Slametmuljana dalam Waluyo, 1990: 94).
mata hati telah binasa/
terkikis dengki dalam jiwa/
terbuai fatamorgana surga/
rasuki hamba pecandu pahala/
pasukan mati rasa/
moralitas tanda tanya/
kebodohan yang bertahta/
gelap mata/ definisikan dosa/
nilai rapuh/ menyalibkan eksistensi/
membabi buta/ arogansi berbalut doa/ menyerapah/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
wajah malaikat/ biru lebam terkapar/
mengemis sekeping surga/
yang terjarah serdadu Tuhan/
sang bayi kecil yang malang/
penuh ambisi/
ciptakan neraka dunia/
terimalah darah dan duka/
untukmu yang maha lemah/
tersudut dan teraniaya/
oleh kepercayaan yang buta/
keimanan yang cacat/
kesucian yang laknat/
penuh ambisi/ ciptakan neraka dunia//
4.1.1.6 Tata Wajah (Tipografi)
Waluyo (1991: 97) menyatakan bahwa tipografi merupakan pembeda yang
penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun
periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak
bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan
dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal tersebut tidak
berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian menunjukkan
eksistensif sebuah puisi.
Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Pasukan Mati” berbentuk
bait-bait. Pada setiap bait memiliki jumlah larik yang berbeda-beda dan larik
dalam satu bait saling berkesinambungan. Bait dalam lirik lagu memiliki fokus
pembahasan yang berbeda-beda. Pada bait ke-1 mengungkapkan manusia yang
lupa diri, bait ke-2 mengungkapkan manusia yang tidak bermoral, bait ke-3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
mengungkapkan manusia yang diliputi kemarahan, bait ke-4 mengungkapkan
manusia yang menjadi korban, bait ke-5 menceritakan penderitaan yang dialami,
dan bait ke-6 merupakan penegasan ulang.
Lirik tersebut terdiri dari enam bait dan tiap bait berisi larik yang bervariasi,
ada yang terdiri enam, empat, tiga, dan satu. Penyairan lirik di mulai dari tepi kiri
halaman sampai pertengahan halaman dan dilanjutkan pada baris berikutnya. Bait
ke-1 terdiri dari empat larik, larik pertama terdiri dari empat kata, larik kedua
terdiri dari empat kata, larik ketiga terdiri dari tiga kata, dan larik keempat terdiri
dari empat kata. Bait ke-2 terdiri dari tiga larik, larik pertama terdiri dari tiga
kata, larik kedua terdiri dari tiga kata, dan larik ketiga terdiri dari tiga kata.
Bait ke-3 terdiri dari empat larik, larik pertama terdiri dari empat kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, larik ketiga terdiri dari lima kata, dan larik keempat
terdiri dari satu kata. Bait ke-4 terdiri dari enam larik, larik pertama terdiri dari
lima kata, larik kedua terdiri dari tiga kata, larik ketiga terdiri dari empat kata,
larik keempat terdiri dari lima kata, larik kelima terdiri dari dua kata, dan larik
keenam terdiri dari tiga kata. Bait ke-5 terdiri dari enam larik, larik pertama
terdiri dari empat kata, larik kedua terdiri dari empat kata, larik ketiga terdiri dari
tiga kata, larik keempat terdiri dari empat kata, larik kelima terdiri dari tiga kata,
dan larik keenam terdiri dari tiga kata. Bait ke-6 terdiri dari satu larik dan terdiri
dari lima kata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
4.1.2 Struktur Batin
Struktur batin yaitu struktur yang mengungkapan hal yang hendak
dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Unsur-unsur
struktur batin tidak langsung tampak pada fisik puisi, harus digali dari fisik puisi
tersebut. Struktur batin puisi meliputi: tema, perasaan penyair, nada dan amanat
(Waluyo, 1991: 102).
4.1.2.1 Tema
Menurut Waluyo (1991: 106-107), tema merupakan gagasan pokok atau
subject-matter yang dikemukakan penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu
begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama
pengucapannya.
Lirik lagu “Pasukan Mati” mengandung tema besar kehidupan sosial. Secara
khusus lagu tersebut bertemakan kemarahan atau amarah. Hal tersebut
ditunjukkan pada awal hingga akhir bait menggambarkan kemarahan manusia.
Kemarahan tersebut timbul dari pasukan yang tidak memiliki hati nurani.
Kemarahan tersebut dapat terlihat dari kata menyerapah, laknat, dan neraka. Di
samping itu, tema dapat dibuktikan setelah menelaah unsur-unsur yang terdapat
pada struktur fisik. Diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi,
serta tipografi merupakan unsur-unsur yang memperkuat tema kekerasan dan
penderitaan.
4.1.2.2 Perasaan
Waluyo (1991: 134) menyatakan bahwa perasaan dalam puisi adalah
perasaan yang disampaikan penyair melalui puisinya. Puisi mengungkapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
perasaan yang beraneka ragam, mungkin perasaan sedih, kecewa, terharu, benci,
rindu, cinta, kagum, bahagia, ataupun perasaan setia kawan.
Dalam lirik lagu “Pasukan Mati”, penyair mengungkapkan perasaan sedih
disertai marah ketika menciptakan lagu. Hal ini dapat terlihat pada pengulangan
bunyi pada setiap akhir lirik lagu. Berikut kutipan dari lirik lagu tersebut.
(1) mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
(2) pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
Kedua bait di tersebut menunjukkan perasaan penyair yang ingin diluapkan.
Pada bait ke-1 dan ke-2 terdapat pengulangan bunyi yang sama pada setiap akhir
larik, begitu pula pada bait lainnya juga terdapat pengulangan bunyi yang sama
pada akhir larik.
4.1.2.3 Nada dan Suasana
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis
yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada dan suasana puisi saling
berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya
(Waluyo, 1991: 125).
Dalam lirik lagu ”Pasukan Mati” bernada marah. Penyair menceritakan
perlakuan atau sifat buruk dari pasukan. Matinya perasaan (mata hati) membuat
pasukan menjadi arogan maupun bertindak sewenang-wenang (membabi-buta)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
terhadapa kaum lemah. Bertolak dari hal itu, suasana rasa kesal akan timbul dari
pembaca setelah memahami lirik lagu.
4.1.2.4 Amanat
Waluyo (1991: 134) menjelaskan bahwa amanat puisi adalah maksud yang
hendak disampaikan atau himbauan atau pesan atau tujuan yang hendak
disampaikan penyair. Tiap penyair bermaksud ikut meningkatkan martabat
manusia dan kemanusiaan. Penghayatan terhadap amanat sebuah puisi tidak
secara obyektif, namun subyektif, artinya berdasarkan interpretasi pembaca.
Amanat dari lirik ini yaitu penyair ingin menyampaikan tentang perilaku
buruk para pasukan. Tidak adanya perasaan (mata hati) membuat mereka berlaku
sewenang-wenang (membabi buta), dengan begitu mereka menimbulkan
penderitaan (neraka dunia) bagi orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
4.2 Lagu “Dimensi Keterasingan”
Lagu “Dimensi Keterasingan” secara khusus menceritakan tentang orang-
orang yang tidak ingin mengikuti arus jaman saat ini. Lagu ini terdiri atas
sembilan bait. Secara rinci mengenai struktur fisik dan struktur batin lagu tersebut
akan dijelaskan sebagai berikut.
4.2.1 Struktur Fisik
Waluyo (1991: 71) menyatakan bahwa unsur-unsur bentuk atau struktur
fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang
membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur itu dapat ditelaah satu persatu, tetapi
unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah diksi,
pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah
puisi.
4.2.1.1 Diksi (Pilihan Kata)
Waluyo (1991: 72) menjelaskan bahwa penyair sangat cermat dalam
memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya,
komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata
lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, di
samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan
katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. Berikut analisis
diksi lirik lagu “Dimensi Keterasingan”.
(1) keputusasaan yang bernyawa
(2) kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
(3) dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
(4) tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
(5) kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
(6) perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
(7) dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
(8) memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
(9) luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Bait pertama, pilihan kata keputusasaan yang bernyawa digunakan penyair
untuk menunjukkan sifat tidak adanya harapan yang terus-menerus tinggal di
dalam diri. Sifat tidak adanya harapan terus-menerus tinggal dalam diri manusia
(keputusasaan yang bernyawa).
Bait kedua, pilihan kata kami koloni memilih peran sebagai sampah
digunakan penyair untuk menunjukkan suatu kelompok yang memutuskan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
tidak melakukan apa-apa. Pilihan kata dalam drama kehidupan mengecewakan
digunakan penyair untuk menunjukkan kepura-puraan atau sikap yang tidak
sesungguhnya dalam kehidupan bersosial yang mengecewakan. Pilihan kata
membuka pintu dimensi keterasingan digunakan penyair untuk menunjukkan
orang yang memilih pergi atau mengasingkan diri di tempat lain. Sebuah
kelompok memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa (kami koloni memilih
peran sebagai sampah) dalam kehidupan mereka karena merasa kehidupan yang
mereka jalani penuh dengan kepalsuan, tidak ada manusia yang benar-benar
melakukan kebaikan (dalam drama kehidupan mengecewakan). Oleh sebab itu,
mereka memilih pergi mengasingkan diri ketempat lain yang tidak mereka ketahui
(membuka pintu dimensi keterasingan).
Bait ketiga, pilihan kata dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara
berputar digunakan penyair untuk menunjukkan suatu pandangan kekhawatiran
akan penderitaan yang akan didapat. Pilihan kata detik ini terasa kelam
menyedihkan digunakan penyair untuk menunjukkan sebuah situasi suram yang
menyedihkan. Pilihan kata jasad bernafas terbuang dan terlupakan digunakan
penyair untuk menunjukkan tubuh dalam keadaan sekarat yang terabaikan.
Bayangan kekhawatiran akan penderitaan yang akan dialami selalu ada (dalam
perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar), hal itu karena situasi kondisi
kehidupan yang menyedihkan (detik ini terasa kelam menyedihkan). Kondisi
dengan tubuh sekarat dan terabaikan membuat penderitaan semakin dirasakan
(jasad bernafas terbuang dan terlupakan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Bait keempat, pilihan kata tengik aroma amis sperma dan lusuh penuh
ludah dan noda pada kalimat digunakan penyair untuk menunjukkan keadaan
tubuh yang menjijikan dan terlihat hina atau tak layak hidup. Penderitaan yang
dialami berimbas ke tubuh yang menjadi kotor sampai tercium bau amis
menjijikan sehingga terlihat hina (tengik aroma amis sperma) (lusuh penuh ludah
dan noda).
Bait kelima, pilihan kata kuputuskan menyerah digunakan penyair untuk
menunjukkan sikap tidak mampu berbuat apa-apa. Pilihan kata dunia yang kupuja
digunakan penyair untuk menunjukkan seseorang dengan kehidupannya sendiri
atau dunia yang dimilikinya. Pilihan kata dunia fana merangkul indah digunakan
penyair untuk menunjukkan kenyamanan dengan kehidupannya yang sebenarnya
hanya sementara. Kelompok tersebut memutuskan untuk tidak berbuat apa-apa
(kuputuskan menyerah) dalam kehidupan yang mereka jalani (dunia yang kupuja)
karena sebenarnya kenyamanan yang mereka rasakan hanya sementara (dunia
fana merangkul indah).
Bait keenam, pilihan kata perjamuan tanpa akhir digunakan penyair untuk
menunjukkan suatu kesenangan yang berlangsung secara terus-menerus. Pilihan
kata tertuang dalam cawan tak bertuan digunakan penyair untuk menunjukkan
perbuatan yang bersifat sia-sia. Pilihan kata terapi mengobati luka digunakan
penyair untuk menunjukkan suatu cara untuk menghilangkan penderitaan.
Kesenangan yang dinikmati secara terus-menerus (perjamuan tanpa akhir)
sebenarnya hanya perbuatan yang sia-sia (tertuang dalam cawan tak bertuan),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
pada dasarnya yang mereka lakukan hanya untuk menghilangkan penderitaan
yang dirasakan (terapi mengobati luka).
Bait ketujuh, pilihan kata dunia terus berputar dan kami tertinggal
digunakan penyair untuk menunjukkan kehidupan yang terus berjalan tanpa bias
mengikutinya. Pilihan kata berserikat dalam malam pekat digunakan penyair
untuk menunjukkan keadaan menyatukan diri dengan kesunyian. Pilihan kata
mentransfusi luka diantara tawa digunakan penyair untuk menunjukkan
kesedihan yang dilepaskan dengan cara menghibur diri. Kehidupan yang terus
berjalan tanpa dapat mengikutinya (dunia terus berputar dan kami tertinggal)
membuat mereka menjadi kaum terbelakang yang seakan menyatukan diri dengan
kesunyian tanpa adanya perkembangan jaman (berserikat dalam malam pekat).
Kesedihan yang mereka rasakan dilepaskan dengan cara menghibur diri
(mentransfusi luka diantara tawa).
Bait kedelapan, Pilihan kata memecah kesunyian yang mencekik alam
bawah sadar digunakan penyair untuk menunjukkan membangkitkan suasana
yang hening dan terbangun dari mimpi. Pilihan kata selamat tinggal dunia
digunakan penyair untuk menunjukkan seseorang yang terbangun dari mimpi dan
meninggalkan kehidupan lamanya. Seketika tersadarkan dari lamunan karena
suasana yang hening (memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar)
membuat mereka untuk beranjak meninggalkan kehidupan lamanya (kata selamat
tinggal dunia).
Bait kesembilan, Pilihan kata luka menganga digunakan penyair untuk
menunjukkan penderitaan yang bertambah. Pilihan kata bernafaskan kebencian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
digunakan penyair untuk menunjukkan hanya kehidupan yang hanya diliputi rasa
benci. Jika tak beranjak, maka penderitaan yang akan bertambah (luka
menganga) serta kehidupan yang hanya diliputi rasa benci (bernafaskan
kebencian). Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Dimensi
Keterasingan” adalah pilihan kata atau diksi yang sudah menggambarkan dengan
jelas apa itu dimensi keterasingan. Ini digambarkan melalui adanya kata-kata
sampah, drama, kehidupan, kelam, dan fana.
4.2.1.2 Pengimajian
Menurut Waluyo (1991: 78) ada hubungan erat antara diksi, pengimajian,
dan kata konkret. Secara singkat Waluyo (2003: 10) menjelaskan bahwa
pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau
memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair, sehingga hal yang
digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau
dirasa (imaji taktil).
1) Imaji Auditif
Imaji auiditif adalah imaji yang mengandung gema suara. Jika penyair
menginginkan imaji pendengar, maka puisi perlu dihayati sehingga seolah-olah
mendengarkan sesuatu (Waluyo, 1991: 78).
Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Pada bait di atas, terdapat imaji auditif yang ditunjukkan dengan kata tawa.
Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan mendengar sebuah
tawa.
2) Imaji Visual
Imaji visual adalah imaji yang mengandung benda-benda yang nampak. Jika
penyair menginginkan imaji penglihatan, maka puisi perlu dihayati seolah-olah
melukiskan sesuatu yang bergerak (Waluyo, 1991: 78).
Bait ke-2
kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata
membuka pintu. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan
melihat pintu dibuka.
Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata jasad.
Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan melihat jasad.
Bait ke-4
tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata lusuh
penuh ludah dan noda. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-
akan melihat tubuh yang lusuh dipenuhi ludah dan noda.
Bait ke-6
perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata terapi
mengobati luka. Penyair mengajak pembaca untuk seakan-akan melihat sebuah
proses penyembuahan atau terapi mengobati luka.
Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata luka
menganga. Penyair mengajak pembaca untuk seakan-akan melihat luka yang
menganga atau terbuka.
3) Imaji Taktil
Imaji taktil adalah imaji yang mengandung sesuatu yang dapat dirasakan,
diraba, atau disentuh. Jika penyair menginginkan imaji taktil, maka puisi perlu
dihayati seolah-olah merasakan sentuhan perasaan (Waluyo, 1991: 79).
Bait ke-1
keputusasaan yang bernyawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata
keputusasaan. Penyair mengajak pembaca atau pendengar seakan-akan
merasakan keputusasaan.
Bait ke-2
kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata peran
sebagai sampah dan mengecewakan. Penyair mengajak pembaca atau pendengar
untuk seakan-akan merasakan posisi yang tidak berguna (peran sebagai sampah)
dan perasaan mengecewakan.
Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata
kecemasan, sengsara, kesedihan, terbuang, dan terlupakan. Penyair mengajak
pembaca atau pendengar seakan-akan merasakan kecemasan, sengsara,
kesedihan, terbuang, dan terlupakan.
Bait ke-5
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata
menyerah. Penyair mengajak pembaca atau pendengar seakan-akan menyerah
atau berhenti berusaha.
Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata
kebencian. Penyair mengajak pembaca atau pendengar seakan-akan merasakan
kebencian. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Dimensi Keterasingan”
adalah imaji-imaji yang sudah menggambarkan dengan jelas apa itu dimensi
keterasingan. Ini digambarkan melalui adanya imaji auditif yang digambarkan
dengan tawa, imaji visual digambarkan dengan membuka pintu, jasad, lusuh,
noda, dan luka menganga, dan imaji taktil digambarkan dengan keputusasaan,
peran sebagai sampah, mengecewakan, kecemasan, sengsara, menyedihkan,
terbuang, terlupakan, menyerah, dan kebencian.
4.2.1.3 Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji pembaca (daya bayang), kata-kata harus
diperkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti
yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga
erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang (Waluyo, 1991: 81).
Kata-kata konkret yang terdapat dalam lirik lagu “Dimensi Keterasingan” adalah
sebagai berikut.
Bait ke-2
dalam drama kehidupan mengecewakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
membuka pintu dimensi keterasingan
Untuk mengkonkretkan sebuah rekayasa kehidupan yang penuh kepalsuan,
penyair menggunakan kata drama kehidupan mengecewakan. Oleh sebab itu,
mereka memutuskan untuk pergi dan menjalani kehidupan yang berbeda.
Bait ke-3
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas terbuang dan terlupakan
Untuk mengkonkretkan kehidupan yang mereka jalani tidak sesuai dengan
harapan, penyair menggunakan kata detik ini terasa kelam menyedihkan. Karena
hal tersebut mereka terasingkan dari kelompok masyarakat.
Bait ke-5
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
Untuk mengkonkretkan manusia yang menerima kenyataan atau pasrah
dengan keadaan saat ini, penyair menggunakan kata kuputuskan menyerah.
Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
Untuk mengkonkretkan kehidupan terus berjalan tetapi mereka tidak bisa
beradaptasi atau menerima kenyataan bahwa kehidupan sudah berubah, penyair
menggunakan kata dunia terus berputar dan kami tertinggal. Hal-hal yang
menarik dan menonjol dari lagu “Dimensi Keterasingan” adalah kata-kata yang
dapat membuat pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa
yang dilukiskan oleh penyair. Ini digambarkan melalui kata-kata drama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
kehidupan mengecewakan, detik ini terasa kelam menyedihkan, kuputuskan
menyerah, dan dunia terus berputar dan kami tertinggal.
4.2.1.4 Bahasa Figuratif (Majas)
Waluyo (1991: 83) menjelaskan bahasa figuratif ialah bahasa yang
digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni
secara tidak langsung mengungkapkan makna. Untuk memahami bahasa figuratif
ini, pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik
lambang yang konvensional maupun yang nonkonvensional. Kiasan terdiri dari
metafora, simile, personifikasi, hiperbola, sinekdoke, dan ironi. Sedangkan
perlambangan terdiri dari lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, dan
lambang suasana.
1) Kiasan (Gaya Bahasa)
Kiasan yang dimaksud oleh Waluyo adalah kiasan yang mempunyai makna
lebih luas dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara tradisional
disebut gaya bahasa secara keseluruhan. Jelasnya, penggunaan kiasan untuk
menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi
(Waluyo, 1991: 84). Gaya bahasa yang terdapat dalam lirik lagu “Dimensi
Keterasingan” dapat memperindah lirik lagu itu sendiri dan juga dapat
memberikan daya tarik bagi pembaca, kata-kata menjadi lebih hidup, dan
menimbulkan kejelasan gambaran angan.
a. Simile
Simile adalah kiasan yang tidak langsung, benda yang dikiaskan kedua-
duanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti, laksana,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
bagaikan, bagai, bak, dan sebagainya (Waluyo, 1991: 84). Berikut adalah simile
dari lagu “Dimensi Keterasingan”.
Bait ke-2
kami koloni memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Pada bait di atas, terdapat simile yang ditunjukkan dengan kata-kata sebagai
sampah. Pada kata peran sebagai sampah tersebut mengibaratkan koloni atau
suatu kelompok yang memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa. Dalam
kalimat tersebut mengibaratkan koloni atau suatu kelompok yang memilih seolah-
olah menjadi sampah.
b. Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan (Waluyo, 1991: 84). Berikut adalah metafora dari lagu “Dimensi
Keterasingan”.
Bait ke-1
keputusasaan yang bernyawa
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
keputusasaan yang bernyawa. Pada kata keputusasaan yang bernyawa
diartikan sebagai sifat tidak adanya harapan yang terus-menerus tinggal di dalam
diri. Keputusasaan yang bernyawa merupakan sifat sudah tidak ingin berjuang
yang terus-menerus tinggal di dalam diri manusia.
Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
rotasi sengsara berputar. Pada kata rotasi sengsara berputar dapat diartikan
dengan kehidupan manusia itu akan mengalami kesusahan juga, tidak melulu
senang tetapi juga akan merasakan kesedihan atau kesusahan karena roda
kehidupan akan selalu berputar.
Bait ke-5
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
merangkul indah. Pada kata merangkul indah dijelaskan sebagai dilingkupi rasa
nyaman atau merasakan kenyamanan dalam kehidupan.
Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
mentransfusi luka. Pada kata mentransfusi luka dijelaskan sebagai melepaskan
atau membagikan kesedihan kepada orang lain.
Bait ke-8
memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
memecah kesunyian. Pada kata memecah kesunyian diartikan sebagai memulai
pembicaraan dalam keadaan hening.
Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
bernafaskan kebencian. Pada kata bernafaskan kebencian diartikan sebagai
kehidupan yang dipenuhi kebencian. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari
lagu “Dimensi Keterasingan” adalah beberapa gaya bahasa yang dapat
memperindah syair dan juga makna dibaliknya dengan jelas apa itu pasukan mati.
Ini digambarkan melalui adanya gaya bahasa metafora seperti keputusasaan yang
bernyawa, rotasi sengsara berputar, bernafaskan kebencian dan simile sebagai
sampah.
2) Perlambangan
Perlambangan seperti halnya kiasan, perlambangan digunakan penyair
untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih
jelas, sehingga dapat menggugah hati pembaca (Waluyo, 1991: 87).
Menggunakan lambang dalam sebuah lirik lagu akan membuat makna lebih
hidup, lebih jelas, dan lebih mudah dibayangkan oleh pembaca.
a. Lambang Benda
Lambang benda digunakan penyair untuk menggantikan sesuatu yang ingin
diucapkan oleh penyair, seperti halnya burung garuda yang digunakan sebagai
lambang persatuan Indonesia (Waluyo, 1991: 88).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Pada bait di atas terdapat lambang benda yang ditunjukkan dengan kata
jasad bernafas. Kata-kata tersebut digunakan penyair untuk melambangkan
seseorang yang tidak berguna untuk orang lain.
b. Lambang Suasana
Lambang suasana dapat dilambangkan dengan suasana lain yang lebih
konkret. Lambang suasana biasanya dilukiskan dalam kalimat atau alinea dengan
demikian yang diwakili adalah suatu suasana dan bukan hanya peristiwa sepintas
(Waluyo, 1991: 89).
Bait ke-1
keputusasaan yang bernyawa
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
keputusasaan. Kata tersebut digunakan penyair untuk menggambarkan seseorang
yang menyerah dengan keadaan.
Bait ke-2
kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
mengecewakan. Untuk menggambarkan kekecewaan dalam hidup, penyair
menggunakan kata mengecewakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
kecemasan dan menyedihkan. Untuk melambangkan perasaan gelisah, penyair
menggunakan kecemasan dan menyedihkan.
Bait ke-8
memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
kesunyian. Untuk melambangkan suasana sepi, penyair menggunakan kata
kesunyian. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Pasukan Mati” adalah
beberapa lambang yang dapat memperkuat makna dibaliknya dengan jelas apa itu
pasukan mati. Ini digambarkan melalui adanya lambang benda seperti jasad
bernafas dan lambang suasana seperti keputusasaan, mengecewakan, kecemasan,
menyedihkan, kesunyian.
4.2.1.5 Versifikasi
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritme. Versifikasi merupakan
persajakan yang mempengaruhi indahnya suatu puisi. Keindahannya dapat terlihat
dari pengulangan kata atau bunyi yang digunakan. Puisi akan terdengar merdu
ketika menemukan bunyi yang sama ketika dibacakan.Verifikasi memiliki subab
rima dan ritme sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
1) Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas
atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca.
Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi.
Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi
(Waluyo, 1991: 90). Berikut adalah rima dari lagu “Dimensi Keterasingan”.
(1) kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/. Pada bait tersebut terdapat rima
terus. Larik pertama sampai ketiga memiliki persamaan bunyi a.
(2) dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/. Pada bait tersebut terdapat rima
terus. Larik pertama sampai ketiga memiliki persamaan bunyi a.
(3) tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
Rima yang seringmuncul yaitu /a/-/a/. Pada bait tersebut terdapat rima terus.
Larik pertama dan kedua memiliki persamaan bunyi a.
(4) kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/. Pada bait tersebut terdapat rima
terus. Larik pertama sampai ketiga memiliki persamaan bunyi a.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
(5) perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
Rima yang sering muncul yaitu /i/-/a/-/a/. Pada bait tersebut terdapat rima
patah. Larik pertama tidak memiliki persamaan bunyi, sedangkan larik kedua dan
ketiga memiliki persamaan bunyi a (a).
(6) dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/. Pada bait tersebut terdapat rima
terus. Larik pertama sampai ketiga memiliki persamaan bunyi a.
(7) memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/ia/. Pada bait tersebut terdapat rima
patah. Larik pertama dan kedua tidak memiliki persamaan bunyi.
(8) luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/. Pada bait tersebut terdapat rima
terus. Larik pertama dan kedua memiliki persamaan bunyi a.
Rima akhir pada setiap bait lirik lagu “Dimensi Keterasingan” adalah
sebagai berikut: /ah-an-an (a a a)/, /ar-an-an (a a a)/, /ma-da (a a)/, /ah-ja-ah (a
a a)/, /ir-an-ka (i a a)/, /al-at-wa (a a a)/, /ar-ia (a ia)/, dan /nga-an (a a)/. Bunyi
yang dominan muncul pada lagu tersebut yaitu a yang melambangkan makna
keprihatinan orang-orang minoritas. Melalui kata sampah, keterasingan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
terlupakan, dan menyedihkan, semua itu dimaksudkan penyair untuk
menggambarkan menyedihkannya mereka.
a. Bentuk Intern Pola Bunyi Aliterasi di Awal Kata
Persamaan bentuk konsonan di awal kata pada lagu “Dimensi Keterasingan”
adalah sebagai berikut.
Bait ke-2
kami koloni memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /k/ pada kata
kami dan koloni, dan aliterasi di awal kata larik kedua; /d/ pada kata dalam dan
drama.
Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik ketiga; /t/ pada kata
terbuang dan terlupakan.
Bait ke-4
tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik kedua; /l/ pada kata
lusuh dan ludah.
Bait ke-6
perjamuan tanpa akhir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik kedua; /t/ pada kata
tertuang dan tak.
Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /d/ pada kata
dunia dan dan; /t/ pada kata terus dan tertinggal.
Bait ke-8
memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /m/ pada kata
memecah dan mencekik.
Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik kedua; /k/ pada kata
kami dan kebencian.
b. Bentuk Intern Pola Bunyi Asonansi di Akhir Kata
Persamaan bentuk aliterasi di akhir kata pada lagu “Dimensi Keterasingan”
adalah sebagai berikut.
Bait ke-2
kami koloni memilih peran sebagai sampah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
dalam drama kehidupan mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /i/ pada kata
kami, koloni, dan sebagai.
Bait ke-4
tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /a/ pada kata
aroma dan sperma.
Bait ke-5
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik kedua; /a/ pada kata
pada, dunia, dan kupuja dan asonansi di akhir kata larik ketiga; /a/ pada kata
dunia dan fana.
Bait ke-6
perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik ketiga; /i/ pada kata
terapi dan mengobati.
Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
mentransfusi luka diantara tawa
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik ketiga; /a/ pada kata
luka dan tawa.
Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /a/ pada kata
luka dan menganga.
2) Ritma
Ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/ rendah, panjang/ pendek,
keras/ lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga
membentuk keindahan (Slametmuljana dalam Waluyo, 1990: 94).
keputusasaan yang bernyawa/
kami koloni memilih peran sebagai sampah/
dalam drama kehidupan/ mengecewakan/
membuka pintu dimensi keterasingan/
dalam perspektif kecemasan/ rotasi sengsara berputar/
detik ini terasa kelam/ menyedihkan/
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan/
tengik aroma amis sperma/
lusuh penuh ludah dan noda/
kuputuskan menyerah/
pada dunia yang kupuja/
dunia fana merangkul indah/
perjamuan tanpa akhir/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tertuang dalam cawang tak bertuan/
terapi mengobati luka/
dunia terus berputar dan kami tertinggal/
berserikat/ dalam malam pekat/
mentransfusi luka/ di antara tawa/
memecah kesunyian/ yang mencekik/ alam bawah sadar/
selamat tinggal dunia/
luka menganga/
kami/ bernafaskan/ kebencian//
4.2.1.6 Tata Wajah (Tipografi)
Waluyo (1991: 97) menyatakan bahwa tipografi merupakan pembeda yang
penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun
periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak
bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan
dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal tersebut tidak
berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian menunjukkan
eksistensif sebuah puisi.
Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Dimensi Keterasingan”
berbentuk bait-bait. Pada setiap bait memiliki jumlah larik yang berbeda-beda dan
larik dalam satu bait saling berkesinambungan. Bait dalam lirik lagu memiliki
fokus pembahasan yang berbeda-beda. Pada bait ke-1 mengungkapkan
keputusasaan, bait ke-2 mengungkapkan tentang pengasingan diri, bait-3
mengungkapkan penderitaan, bait ke-4 mengungkapkan kemuakan, bait ke-5
mengungkapkan sikap menyerah, bait ke-6 mengungkapkan sebuah pengalihan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
bait ke-7 mengungkapkan ketertinggalan, bait ke-8 mengungkapkan sebuah ajal,
dan bait ke-9 mengungkapkan kebencian.
Lirik tersebut terdiri dari sembilan bait dan tiap bait berisi larik yang
bervariasi, ada yang terdiri enam, empat, tiga, dan satu. Penyairan lirik di mulai
dari tepi kiri halaman sampai pertengahan halaman dan dilanjutkan pada baris
berikutnya. Bait ke-1 terdiri dari satu larik dan terdiri dari tiga kata. Bait ke-2
terdiri dari tiga larik; larik pertama terdiri dari enam kata, larik kedua terdiri dari
empat kata, dan larik ketiga terdiri dari empat kata.
Bait ke-3 terdiri dari tiga larik; larik pertama terdiri dari enam kata, larik
kedua terdiri dari lima kata, dan larik ketiga terdiri dari enam kata. Bait ke-4
terdiri dari dua larik; larik pertama terdiri dari empat kata, dan larik kedua terdiri
dari lima kata. Bait ke-5 terdiri dari tiga larik; larik pertama terdiri dari dua kata,
larik kedua terdiri dari empat kata, dan larik ketiga terdiri dari empat kata. Bait
ke-6 terdiri dari tiga larik; larik pertama terdiri dari tiga kata, larik kedua terdiri
dari lima kata, dan larik ketiga terdiri dari tiga kata.
Bait ke-7 terdiri dari tiga larik; larik pertama terdiri dari enam kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, dan larik ketiga terdiri dari lima kata. Bait ke-8
terdiri dari dua larik; larik pertama terdiri dari tujuh kata, dan larik kedua terdiri
dari tiga kata. Bait ke-9 terdiri dari dua larik; larik pertama terdiri dari dua kata,
dan larik kedua terdiri dari tiga kata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
4.2.2. Struktur Batin
Struktur batin yaitu struktur yang mengungkapan hal yang hendak
dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Unsur-unsur
struktur batin tidak langsung tampak pada fisik puisi, harus digali dari fisik puisi
tersebut. Struktur batin puisi meliputi: tema, perasaan penyair, nada dan amanat
(Waluyo, 1991: 102).
4.2.2.1 Tema
Menurut Waluyo (1991: 106-107), tema merupakan gagasan pokok atau
subject-matter yang dikemukakan penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu
begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama
pengucapannya.
Lirik lagu “Dimensi Keterasingan” memiliki tema besar kritik sosial. Secara
khusus lagu ini bercerita tentang orang-orang yang tidak ingin mengikuti arus
zaman saat ini. Mereka lebih memilih hidup dengan cara mengasingkan diri atau
menjadi kaum minoritas asalkan benar daripada menjadi bagian dari kelompok
yang seolah-olah benar. Hal yang berkaitan dengan pengasingan terlihat dari kata
sampah, keterasingan, terlupakan, dan menyedihkan. Penyair menggunakan kata-
kata tersebut untuk menggambarkan betapa menyedihkannya mereka. Di samping
itu, tema dapat dibuktikan setelah menelaah unsur-unsur yang terdapat pada
struktur fisik. Diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi, serta
tipografi merupakan unsur-unsur yang memperkuat tema tentang orang yang ingin
mengasingkan diri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
4.2.2.2 Perasaan
Waluyo (1991: 134) menyatakan bahwa perasaan dalam puisi adalah
perasaan yang disampaikan penyair melalui puisinya. Puisi mengungkapkan
perasaan yang beraneka ragam, mungkin perasaan sedih, kecewa, terharu, benci,
rindu, cinta, kagum, bahagia, ataupun perasaan setia kawan.
Dalam lirik lagu “Dimensi Keterasingan”, penyair mengungkapkan rasa
prihatin ketika menciptakan lagu. Hal ini dapat terlihat pada pengulangan bunyi
pada setiap akhir lirik lagu. Berikut kutipan dari lirik lagu tersebut.
(1) kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
(2) dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Kedua bait di tersebut menunjukkan perasaan penyair yang ingin diluapkan.
Pada bait ke-1 dan ke-2 terdapat pengulangan bunyi yang sama pada setiap akhir
larik, begitu pula pada bait lainnya juga terdapat pengulangan bunyi yang sama
pada akhir larik.
4.2.2.3 Nada dan Suasana
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis
yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada dan suasana puisi saling
berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya
(Waluyo, 1991: 125).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Dalam lirik lagu “Dimensi Keterasingan” bernada prihatin dan kesal yang
berbaur menjadi satu. Penyair menceritakan tentang yang dirasakan kaum
minoritas. Mereka yang dianggap tak berguna (peran sebagai sampah) lebih
memilih untuk mengasingkan diri (membuka pintu dimensi keterasingan).
Bertolak dari hal itu, suasana iba akan timbul dari pembaca setelah memahami
lirik lagu.
4.2.2.4 Amanat
Waluyo (1991: 134) menjelaskan bahwa amanat puisi adalah maksud yang
hendak disampaikan atau himbauan atau pesan atau tujuan yang hendak
disampaikan penyair. Tiap penyair bermaksud ikut meningkatkan martabat
manusia dan kemanusiaan. Penghayatan terhadap amanat sebuah puisi tidak
secara obyektif, namun subyektif, artinya berdasarkan interpretasi pembaca.
Amanat dari lirik ini yaitu penyair ingin menyampaikan tentang bagaimana
kaum minoritas memilih mengasingkan diri dari pada dianggap tidak berguna.
Jika tetap bertahan atau memaksakan keadaan hanya akan menimbulkan
penderitaan (luka menganga) dan kebencian (kami bernafaskan kebencian).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
4.3 Lagu “Dominasi Belati”
Lagu “Dominasi Belati” secara khusus menceritakan tentang kekerasan
yang sudah menjadi barang biasa dan marak terjadi di mana-mana. Lagu ini terdiri
atas enam bait. Secara rinci mengenai struktur fisik dan struktur batin lagu
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
4.3.1 Struktur Fisik
Waluyo (1991: 71) menyatakan bahwa unsur-unsur bentuk atau struktur
fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang
membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur itu dapat ditelaah satu persatu, tetapi
unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah diksi,
pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah
puisi.
4.3.1.1 Diksi (Pilihan Kata)
Waluyo (1991: 72) menjelaskan bahwa penyair sangat cermat dalam
memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya,
komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata
lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, di
samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan
katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. Berikut analisis
diksi lirik lagu “Dominasi Belati”.
(1) langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
melumpuhkan kehendak
(2) terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
(3) bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
(4) panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi
abstrak
bias
(5) bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
(6) insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Bait pertama, pilihan kata /langit cakrawala lambat laun menghitam/
digunakan penulis untuk menunjukkan kehidupan manusia yang mulai dipenuhi
penderitaan atau kesedihan. Pilihan kata /harapan yang sirna/ digunakan penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
untuk menunjukkan sudah tidak adanya harapan lagi. Pilihan kata /terkutuk
berpijak pada tanah tak berpihak/ digunakan penulis untuk menunjukkan sesuatu
yang tidak baik berada di tempat yang bertentangan dengan dirinya atau
tempatnya menjajah. Pilihan kata /terbelenggu aturan dan sistem menindas/
digunakan penulis untuk menunjukkan keterikatan pada aturan dan sistem
sehingga terasa menindas. Pilihan kata /melumpuhkan kehendak/ digunakan
penulis untuk menunjukkan ketidakbebasan dalam berkemauan atau kemauan
menjadi terhalang. Saat ini kehidupan manusia mulai dipenuhi penderitaan atau
kesedihan (langit cakrawala lambat laun menghitam) dan tidak adanya harapan
lagi (harapan yang sirna). Sebuah kesalahan berada di tempat yang bertentangan
atau tak diharapkan (terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak). Hat tersebut
membuat diri terikat pada aturan dan sistem yang menindas (terbelenggu aturan
dan sistem menindas) serta ketidakbebasan dalam berkemauan atau kemauan
menjadi terhalang (melumpuhkan kehendak).
Bait kedua, Pilihan kata /terpuruk budaya tata krama dan sopan santun
membusuk/ digunakan penulis untuk menunjukkan terbenam dalam kebiasan
sopan santun yang memburuk. Pilihan kata /parodi satir/ digunakan penulis untuk
menunjukkan sebuah sindiran melalui lelucon. Pilihan kata /mengemis mimpi/
digunakan penulis untuk menunjukkan meminta-minta sesuatu yang sebenarnya
hanya khayalan. Pilihan kata /damai temporer hanya ilusi/ digunakan penulis
untuk menunjukkan sebuah khayalan akan ketenangan namun hanya sementara.
Tenggelam dalam kebiasan sopan santun yang busuk (terpuruk budaya tata
krama dan sopan santun membusuk) membuat sindiran disampaikan melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
lelucon (parodi satir). Mengaharapkan sesuatu yang sebenarnya hanya khayalan
(mengemis mimpi) sama seperti mengharapkan sebuah ketenangan yang hanya
sementara (damai temporer hanya ilusi).
Bait ketiga, pilihan kata /bunuh dan tikam/ digunakan penulis untuk
menunjukkan sebuah konflik yang berujung kematian. Pilihan kata /mengasah
kultur belati/ digunakan penulis untuk menunjukkan mempertajam kebudayaan
yang identik dengan kekerasan. Pilihan kata /pawai rayakan nyeri/ digunakan
penulis untuk menunjukkan sekumpulan orang yang bersenang-senang di atas
penderitaan orang lain. Pilihan kata /nurani terampas paksa/ digunakan penulis
untuk menunjukkan pemaksaan agar tidak menggunakan hati nurani. Pilihan kata
/terperkosa pasrah sekarat/ digunakan penulis untuk menunjukkan keadaan tidak
berdaya sampai ajal menjemput. Pilihan kata /fajar keagungan mata pisau/
digunakan penulis untuk menunjukkan masa kejayaan kekerasan yang muncul
kembali. Pilihan kata /hening terkoyak dendam memerah pekat/ digunakan penulis
untuk menunjukkan ketenangan yang terusik oleh dendam yang membara. Pilihan
kata /menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti/ digunakan penulis untuk
menunjukkan seseorang yang menerima kematian yang akan menimpanya.
Sebuah konflik yang berujung kematian (bunuh dan tikam) terjadi karena
kebudayaan yang identik dengan kekerasan semakin dipertajam atau
dikembangkan (mengasah kultur belati). Sekumpulan orang yang bersenang-
senang di atas penderitaan orang lain (pawai rayakan nyeri) memaksa orang
atau kelompok lain supaya tidak menggunakan hati nurani mereka (nurani
terampas paksa). Keadaan tidak berdaya sampai ajal menjemput (terperkosa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
pasrah sekarat) ada ketika masa kejayaan sebuah kekerasan muncul kembali
(fajar keagungan mata pisau). Sebuah ketenangan yang terusik oleh dendam yang
membara (hening terkoyak dendam memerah pekat) membuat seseorang
menerima kematian yang akan menimpanya (menyambut hangat ajal berbisik
memanggil pasti).
Bait keempat, pilihan kata /panorama alam baka terbuka/ digunakan
penulis untuk menunjukkan ajal yang sudah di depan mata. Pilihan kata /kematian
berkilau menyilaukan/ digunakan penulis untuk menunjukkan kematian yang
indah. Pilihan kata /supremasi tirani yang berkuasa/ digunakan penulis untuk
menunjukkan penguasa yang menggunakan kekuasaannya secara sewenang-
wenang. Pilihan kata /menyodomi hukum impotensi/ digunakan penulis untuk
menunjukkan memaksakan diri dengan hukum yang sudah tidak lagi kuat. Pilihan
kata /abstrak/ dan /bias/ digunakan penulis untuk menunjukkan ketidakjelasan
atau keragu-ragu. Ajal yang sudah di depan mata (panorama alam baka terbuka)
bagaikan kematian indah yang sudah dinantikan (kematian berkilau
menyilaukan). Penguasa yang menggunakan kekuasaannya secara sewenang-
wenang (supremasi tirani yang berkuasa), memaksakan diri untuk menerima
hukum yang sudah tidak lagi kuat (menyodomi hukum impotensi) sehingga
menjadi ketidakjelasan atau keragu-ragu (abstrak) (bias).
Bait kelima, pilihan kata /bunuh dan tikam/ digunakan penulis untuk
menunjukkan sebuah konflik yang berujung kematian. Pilihan kata /mengasah
kultur belati/ digunakan penulis untuk menunjukkan mempertajam kebudayaan
yang identik dengan kekerasan. Pilihan kata /pawai rayakan nyeri/ digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
penulis untuk menunjukkan sekumpulan orang yang bersenang-senang di atas
penderitaan orang lain. Sebuah konflik yang berujung kematian (bunuh dan tikam)
terjadi karena kebudayaan yang identik dengan kekerasan semakin dipertajam
atau dikembangkan (mengasah kultur belati). Sekumpulan orang yang bersenang-
senang di atas penderitaan orang lain (pawai rayakan nyeri).
Bait keenam, pilihan kata /insting membunuh untuk semua umur/ digunakan
penulis untuk menunjukkan naluri membunuh yang sudah tertanam secara turun-
temurun pada setiap orang. Pilihan kata /iblis untuk hari ini/ dan /monster masa
depan suram/ digunakan penulis untuk menunjukkan penindasan yang selalu ada
dimasa kini maupun masa depan. Naluri membunuh sudah tertanam secara turun-
temurun pada setiap orang (insting membunuh untuk semua umur) sehingga
penindasan selalu ada dimasa kini maupun masa depan (iblis untuk hari ini)
(monster masa depan suram). Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu
“Dominasi Belati” adalah pilihan kata atau diksi yang sudah menggambarkan
dengan jelas apa itu dominasi belati. Ini digambarkan melalui adanya kata-kata
menindas, melumpuhkan, tepuruk, bunuh, tikam, nyeri, terampas, terperkosa,
dendam, dan membunuh.
4.3.1.2 Pengimajian
Menurut Waluyo (1991: 78) ada hubungan erat antara diksi, pengimajian,
dan kata konkret. Secara singkat Waluyo (2003: 10) menjelaskan bahwa
pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau
memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair, sehingga hal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau
dirasa (imaji taktil).
1) Imaji Visual
Imaji visual adalah imaji yang mengandung benda-benda yang nampak. Jika
penyair menginginkan imaji penglihatan, maka puisi perlu dihayati seolah-olah
melukiskan sesuatu yang bergerak (Waluyo, 1991: 78).
Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata langit
cakrawala dan menghitam. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk
seakan-akan melihat langit cakrawala yang perlahan mulai menghitam.
Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata
mengemis mimpi. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan
melihat seseorang yang mengemis mimpi atau meminta-minta sesuatu yang tidak
akan pernah terjadi atau hanya diangan-angan saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Pada bait di atas, terdapat imaji penglihatan yang ditunjukkan dengan kata-
kata bunuh, tikam, mengasah kultur belati, pawai rayakan nyeri, dan dendam
memerah pekat. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan
melihat sebuah konflik yang ditandai dengan kata-kata tersebut.
Bait ke-4
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi,
abstrak
bias
Pada bait di atas, terdapat imaji penglihatan yang ditunjukkan dengan kata-
kata panorama alam baka terbuka dan kematian berkilau menyilaukan. Penyair
mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan melihat kematian atau ajal
di hadapannya (panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
2) Imaji Taktil
Imaji taktil adalah imaji yang mengandung sesuatu yang dapat dirasakan,
diraba, atau disentuh. Jika penyair menginginkan imaji taktil, maka puisi perlu
dihayati seolah-olah merasakan sentuhan perasaan (Waluyo, 1991: 79).
Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
harapan yang sirna, terbelenggu aturan, sistem menindas, dan melumpuhkan
kehendak. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan
merasakan harapan yang sirna, terbelenggu aturan, sistem menindas, dan
melumpuhkan kehendak.
Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
terpuruk budaya tata krama, sopan santun membusuk dan damai temporer.
Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan merasakan
terpuruk sebuah budaya tata krama, sopan santun yang membusuk dan damai
temporer (sementara).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
terperkosa pasrah sekarat dan hening terkoyak dendam. Penyair mengajak
pembaca atau pendengar untuk seakan-akan merasakan terperkosa pasrah sekarat
dan hening yang terkoyak dendam.
Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
insting membunuh. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-
akan merasakan insting membunuh. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari
lagu “Dominasi Belati” adalah imaji-imaji yang sudah menggambarkan dengan
jelas apa itu dominasi belati. Ini digambarkan melalui adanya imaji visual
digambarkan dengan langit cakrawala, menghitam, megemis mimpi, bunuh,
tikam, pawai, panorama, dan menyilaukan, dan imaji taktil digambarkan dengan
harapan, terbelenggu, menindas, kehendak, teerpuruk, sopan santun, damai,
terperkosa, pasrah, sekarat, dendam, dan insting.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
4.3.1.3 Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji pembaca (daya bayang), kata-kata harus
diperkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti
yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga
erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang (Waluyo, 1991: 81).
Kata-kata konkret yang terdapat dalam lirik lagu “Dominasi Belati” adalah
sebagai berikut.
Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
Untuk mengkonkretkan sebuah konflik yang berujung kematian, penyair
menggunakan kata bunuh dan tikam. Untuk mengkonkretkan kebudayaan yang
semakin dipenuhi dengan kekerasan, penyair menggunakan kata mengasah kultur
belati. Untuk mengkonkretkan sebuah pemaksaan agar tidak menggunakan hati
nurani, penyair menggunakan kata nurani terampas paksa. Untuk
mengkonkretkan keadaan tidak berdaya sampai ajal menjemput (mati), penyair
menggunakan kata terperkosa pasrah sekarat. Untuk mengkonkretkan sebuah
masa kejayaan dengah kekerasan yang muncul kembali, penyair menggunakan
kata fajar keagungan mata pisau. Untuk mengkonkretkan kebencian yang ingin
sudah semakin memuncak, penyair menggunakan dendam memerah pekat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Untuk mengkonkretkan sebuah naluri membunuh yang sudah tertanam
secara turun-temurun pada setiap orang, penyair menggunakan kata insting
membunuh untuk semua umur. Untuk mengkonkretkan sebuah jiwa dengan
hasrat buruk (menghancurkan maupun membunuh) yang selalu ada dimasa kini
maupun masa depan, penyair menggunakan kata iblis untuk hari ini dan monster
masa depan. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Dominasi Belati”
adalah kata-kata yang dapat membuat pembaca seolah-olah melihat, mendengar,
atau merasakan apa yang dilukiskan oleh penyair. Ini digambarkan melalui kata-
kata bunuh, tikam, mengasah kultur belati, nurani terampas paksa, terperkosa
pasrah sekarat, fajar keagungan mata pisau, dan dendam memerah pekat.
4.3.1.4 Bahasa Figuratif (Majas)
Waluyo (1991: 83) menjelaskan bahasa figuratif ialah bahasa yang
digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni
secara tidak langsung mengungkapkan makna. Untuk memahami bahasa figuratif
ini, pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik
lambang yang konvensional maupun yang nonkonvensional. Kiasan terdiri dari
metafora, simile, personifikasi, hiperbola, sinekdoke, dan ironi. Sedangkan
perlambangan terdiri dari lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, dan
lambang suasana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
1) Kiasan (Gaya Bahasa)
Kiasan yang dimaksud oleh Waluyo adalah kiasan yang mempunyai makna
lebih luas dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara tradisional
disebut gaya bahasa secara keseluruhan. Jelasnya, penggunaan kiasan untuk
menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi
(Waluyo, 1991: 84). Gaya bahasa yang terdapat dalam lirik lagu “Dominasi
Belati” dapat memperindah lirik lagu itu sendiri dan juga dapat memberikan daya
tarik bagi pembaca, kata-kata menjadi lebih hidup, dan menimbulkan kejelasan
gambaran angan.
a. Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan (Waluyo, 1991: 84). Berikut adalah metafora dari lagu “Dominasi
Belati”.
Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak. Pada kata terkutuk berpijak pada
tanah tak berpihak diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik berada ditempat
yang bertentangan dengan dirinya atau tepatnya menjajah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
parodi satir dan mengemis mimpi. Pada kata parodi satir diartikan sebagai
sindiran yang disampaikan melalui candaan atau lelucon. Pada kata mengemis
mimpi diartikan sebagai meminta-minta sesuatu yang tidak akan pernah terjadi
atau hanya diangan-angan saja.
Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
mengasah kultur belati, fajar keagungan mata pisau, dan dendam memerah
pekat. Pada kata mengasah kultur belati diartikan mempertajam kebudayaan
yang mengedepankan kekerasan. Pada kata fajar keagungan mata pisau artinya
terbitnya atau munculnya kejayaan dari kekerasan tersebut. Pada kata dendam
memerah pekat artinya kebencian yang ingin dilampiasakan sudah semakin
memuncak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Bait ke-4
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi,
abstrak
bias
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
kematian berkilau menyilaukan dan menyodomi hukum impotensi. Pada kata
kematian berkilau menyilaukan diartikan sebagai kematian yang indah atau yang
didambakan. Pada kata menyodomi hukum impotensi diartikan sebagai
memaksakan hukum yang sudah tidak berdaya. Hal-hal yang menarik dan
menonjol dari lagu “Dominasi Belati” adalah beberapa gaya bahasa yang dapat
memperindah syair dan juga makna dibaliknya dengan jelas apa itu pasukan mati.
Ini digambarkan melalui adanya gaya bahasa metafora seperti terkutuk berpijak
pada tanah tak berpihak, parodi satir, mengemis mimpi, dan mengasah kultur
belati.
2) Perlambangan
Perlambangan seperti halnya kiasan, perlambangan digunakan penyair untuk
memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas,
sehingga dapat menggugah hati pembaca (Waluyo, 1991: 87). Menggunakan
lambang dalam sebuah lirik lagu akan membuat makna lebih hidup, lebih jelas,
dan lebih mudah dibayangkan oleh pembaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
a. Lambang Warna
Lambang warna digunakan penyair untuk menggambarkan karakteristik
watak tertentu. Banyak puisi yang menggunakan lambang warna untuk
mengungkapkan perasaan penyair (Waluyo, 1991: 87).
Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Pada bait di atas terdapat lambang warna yang ditunjukkan dengan kata
menghitam. Untuk melambangkan langit yang mulai gelap, penyair menggunakan
kata menghitam. Menghitam artinya berubah menjadi hitam yang diterjemahkan
menjadi sesuatu yang berubah menjadi semakin buruk.
Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Pada bait di atas terdapat lambang warna yang ditunjukkan dengan kata
memerah pekat. Untuk melambangkan dendam yang semakin menjadi, penyair
menggunakan kata memerah pekat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
b. Lambang Benda
Lambang benda digunakan penyair untuk menggantikan sesuatu yang ingin
diucapkan oleh penyair, seperti halnya burung garuda yang digunakan sebagai
lambang persatuan Indonesia (Waluyo, 1991: 88).
Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Pada bait di atas terdapat lambang benda yang ditunjukkan dengan kata
belati dan mata pisau. Untuk melambangkan kekerasan atau kejahatan, penyair
menggunakan kata belati dan mata pisau.
c. Lambang Suasana
Lambang suasana dapat dilambangkan dengan suasana lain yang lebih
konkret. Lambang suasana biasanya dilukiskan dalam kalimat atau alinea dengan
demikian yang diwakili adalah suatu suasana dan bukan hanya peristiwa sepintas
(Waluyo, 1991: 89).
Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
hening. Untuk melambangkan sunyi, penyair menggunakan kata hening.
Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
suram. Untuk melambangkan tidak adanya harapan hanya, penyair menggunakan
kata suram. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Dimensi
Keterasingan” adalah beberapa lambang yang dapat memperkuat makna
dibaliknya dengan jelas apa itu pasukan mati. Ini digambarkan melalui adanya
lambang warna seperti menghitam, lambang benda seperti belati, dan lambang
suasana seperti hening.
4.3.1.5 Versifikasi
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritme. Versifikasi merupakan
persajakan yang mempengaruhi indahnya suatu puisi. Keindahannya dapat terlihat
dari pengulangan kata atau bunyi yang digunakan. Puisi akan terdengar merdu
ketika menemukan bunyi yang sama ketika dibacakan.Verifikasi memiliki subab
rima dan ritme sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
1) Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas
atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca.
Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi.
Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi
(Waluyo, 1991: 90). Berikut adalah rima dari lagu “Dominasi Belati”.
(1) langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/-/a/-/a/. Pada bait tersebut terdapat
rima terus. Larik pertama sampai kelima memiliki persamaan bunyi a.
(2) terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
Rima yang sering muncul yaitu /u/-/i/-/i/-/i/. Pada bait tersebut terdapat rima
patah. Larik pertama tidak memiliki persamaan bunyi, sedangkan larik kedua
sampai ketiga memiliki persamaan bunyi i.
(3) bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/i/-/i/-/a/-/a/-/u/-/a/-/i/. Pada bait tersebut
terdapat rima patah. Larik pertama, keempat, kelima, dan ketujuh memiliki
persamaan bunyi a, larik kedua, ketiga, dan kedelapan memiliki persamaan bunyi
i, sedangkan larik keenam tidak memiliki persamaan bunyi.
(4) panorama alam baka terbuka,
kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi
abstrak
bias
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/-/i/-/a/-/a/. Pada bait tersebut
terdapat rima patah. Larik pertama, kedua, ketiga, kelima dan keenam memiliki
persamaan bunyi a, sedangkan larik keempat tidak.
(5) bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/i/-/i/. Pada bait tersebut terdapat rima
patah. Larik pertama tidak memiliki persamaan bunyi, sedangkan larik ketiga dan
keempat memiliki persamaan bunyi i.
(6) insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Rima yang sering muncul yaitu /u/-/i/-/a/. Pada bait tersebut terdapat rima
patah. Larik pertama sampai ketiga tidak memiliki persamaan bunyi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Rima akhir pada setiap bait lirik lagu “Dominasi Belati” adalah sebagai
berikut: /am-na-ak-as-ak (a a a a a)/, /sa-nya-ta (a a a)/, /uk-ir-pi-si (u i i i), /ka-
an-sa-si-ak-as (a a a i a a)/, /am-ti-ri (a i i)/, dan /ur-ni-am (u i a)/. Bunyi yang
dominan muncul pada lagu tersebut yaitu a-i yang melambangkan makna ratapan
karena tindak kekerasan merajalela. Melalui kata menindas, nyeri, belati, dan
suram, kekerasan dan kesakitan itu digambarkan oleh penyair.
a. Bentuk Intern Pola Bunyi Aliterasi di Awal Kata
Persamaan bentuk konsonan di awal kata pada lagu “Dominasi Belati”
adalah sebagai berikut.
Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /l/ pada kata
langit, lambat, laun dan aliterasi di awal kata larik ketiga; /t/ pada kata terkutuk,
tanah, dan tak; /b/ pada kata berpijak dan berpihak.
Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /t/ pada kata
terpuruk dan tata; /s/ pada kata sopan, santun dan aliterasi di awal kata larik
ketiga; /m/ pada kata mengemis dan mimpi.
Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Pada bait di atas terdapat bunyi aliterasi di awal kata larik kedelapan; /m/
pada kata mengemis dan mimpi.
Bait ke-4
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi,
abstrak
bias
Pada bait di atas terdapat bunyi aliterasi di awal kata larik pertama; /b/ pada
kata baka dan berkilau.
Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Pada bait di atas terdapat bunyi aliterasi di awal kata larik ketiga; /m/ pada
kata monster dan masa.
b. Bentuk Intern Pola Bunyi Asonansi di Akhir Kata
Persamaan bentuk aliterasi di akhir kata pada lagu “Dominasi Belati” adalah
sebagai berikut.
Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parody satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /a/ pada kata
budaya, tata, krama dan asonansi di akhir kata pada larik keempat; /i/ pada kata
damai dan ilusi.
Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik ketiga; /i/ pada kata
pawai dan nyeri.
Bait ke-4
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi
abstrak
bias
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /a/ pada kata
panorama, baka, terbuka dan Asonansi di akhir kata pada larik kedua; /i/ pada
kata supremasi dan tirani.
Bait ke-5
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik ketiga; /i/ pada kata
pawai dan nyeri.
Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik kedua; /i/ pada kata
hari dan ini.
c. Pengulangan Kata/ Ungkapan
Pengulangan kata atau ungkapan pada lagu “Dominasi Belati” adalah
sebagai berikut.
Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Bait ke-5
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
Pada kedua bait di atas terdapat pengulangan kata bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati, dan pawai rayakan nyeri pada bait ke-3 larik pertama,
kedua, dan ketiga; bait ke-5 larik pertama, kedua, dan ketiga.
2) Ritma
Ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/ rendah, panjang/ pendek,
keras/ lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga
membentuk keindahan (Slametmuljana dalam Waluyo, 1990: 94).
langit cakrawala lambat laun menghitam/
iringi harapan yang sirna/
terkutuk berpijak/ pada tanah tak berpihak/
terbelenggu aturan/ dan sistem menindas/
melumpuhkan kehendak/
terpuruk budaya tata krama/ dan sopan santun membusuk/
parodi satir/
mengemis mimpi/
damai temporer/ hanya ilusi/
bunuh/ dan tikam/
mengasah kultur belati/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
pawai rayakan nyeri/
nurani/ terampas paksa/
terperkosa pasrah sekarat/
fajar keagungan/ mata pisau/
hening terkoyak/ dendam memerah pekat/
menyambut hangat ajal/ berbisik memanggil/pasti/
panorama alam baka terbuka/ kematian berkilau menyilaukan/
supremasi tirani yang berkuasa/
menyodomi hukum impotensi/
abstrak/
bias/
bunuh/ dan tikam/
mengasah kultur belati/
pawai rayakan nyeri/
insting membunuh untuk semua umur/
iblis untuk hari ini/
monster masa depan/ suram//
4.3.1.6 Tata Wajah (Tipografi)
Waluyo (1991: 97) menyatakan bahwa tipografi merupakan pembeda yang
penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun
periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak
bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan
dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal tersebut tidak
berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian menunjukkan
eksistensif sebuah puisi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Dominasi Belati” berbentuk
bait-bait. Tiap bait berisi larik yang bervariasi, ada yang sembilan, enam, lima,
empat, dan paling sedikit tiga larik. Larik dalam satu bait saling berkaitan satu
sama lain. Pada setiap bait memiliki jumlah larik yang berbeda-beda dan larik
dalam satu bait saling berkesinambungan. Bait dalam lirik lagu memiliki fokus
pembahasan yang berbeda-beda. Pada bait ke-1 mengungkapkan
ketidakberdayaan, bait ke-2 mengungkapkan keterpurukan, bait ke-3
mengungkapkan kekerasan dan penderitaan, bait ke-4 mengungkapkan
penindasan, bait ke-5 mengungkapkan kekerasan, bait ke-6 mengungkapkan
kehancuran.
Lirik tersebut terdiri dari enam bait dan tiap bait berisi larik yang bervariasi,
ada yang terdiri enam, empat, tiga, dan satu. Penulisan lirik di mulai dari tepi kiri
halaman sampai pertengahan halaman dan dilanjutkan pada baris berikutnya. Bait
ke-1 terdiri dari lima larik; larik pertama terdiri dari lima kata, larik kedua terdiri
dari empat kata, larik ketiga terdiri dari enam kata, dan larik keempat terdiri dari
lima kata, dan larik kelima terdiri dari dua kata. Bait ke-2 terdiri dari empat larik;
larik pertama terdiri dari depalan kata, larik kedua terdiri dari dua kata, larik
ketiga terdiri dari dua kata, dan larik keempat terdiri dari empat kata.
Bait ke-3 terdiri dari delapan larik; larik pertama terdiri dari tiga kata, larik
kedua terdiri dari tiga kata, larik ketiga terdiri dari tiga kata, larik keempat terdiri
dari tiga kata, larik kelima terdiri dari tiga kata, larik keenam terdiri dari empat
kata, larik ketujuh terdiri dari lima kata, dan larik kedelapan terdiri dari enam
kata. Bait ke-4 terdiri dari lima larik; larik pertama terdiri dari tujuh kata, larik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
kedua terdiri dari empat kata, larik ketiga terdiri dari tiga kata, larik keempat
terdiri dari satu kata, dan larik kelima terdiri dari satu kata. Bait ke-5 terdiri dari
tiga larik; larik pertama terdiri dari tiga kata, larik kedua terdiri dari tiga kata,
dan larik ketiga terdiri dari tiga kata. Bait ke-6 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari lima kata, larik kedua terdiri dari empat kata, dan larik ketiga
terdiri dari empat kata.
4.3.2 Struktur Batin
Struktur batin yaitu struktur yang mengungkapan hal yang hendak
dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Unsur-unsur
struktur batin tidak langsung tampak pada fisik puisi, harus digali dari fisik puisi
tersebut. Struktur batin puisi meliputi: tema, perasaan penyair, nada dan amanat
(Waluyo, 1991: 102).
4.3.2.1 Tema
Menurut Waluyo (1991: 106-107), tema merupakan gagasan pokok atau
subject-matter yang dikemukakan penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu
begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama
pengucapannya.
Lirik lagu “Dominasi Belati” mengandung tema besar kritik sosial dan tema
khususnya tentang kekerasan. Bisa disebut kekerasan karena dalam lirik lagu
tersebut banyak menjelaskan tentang bagaimana kekerasan merupakan sesuatu
yang biasa dilakukan. Kekerasan dan penderitaan sudah hinggap disetiap pikiran
dan hati manusia. Kekerasan tersebut dapat terlihat dari kata tikam, terampas, dan
paksa. Di samping itu, tema dapat dibuktikan setelah menelaah unsur-unsur yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
terdapat pada struktur fisik. Diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif,
versifikasi, serta tipografi merupakan unsur-unsur yang memperkuat tema
kekerasan.
4.3.2.2 Perasaan
Waluyo (1991: 134) menyatakan bahwa perasaan dalam puisi adalah
perasaan yang disampaikan penyair melalui puisinya. Puisi mengungkapkan
perasaan yang beraneka ragam, mungkin perasaan sedih, kecewa, terharu, benci,
rindu, cinta, kagum, bahagia, ataupun perasaan setia kawan.
Dalam lirik lagu “Dominasi Belati”, penulis mengungkapkan rasa marah
ketika menciptakan. Hal ini dapat terlihat pada pengulangan bunyi pada setiap
akhir lirik lagu. Berikut kutipan dari lirik lagu tersebut.
(1) langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
(3) bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Kedua bait di tersebut menunjukkan perasaan penulis yang ingin
diluapkan. Pada bait ke-1 dan ke-2 terdapat pengulangan bunyi yang sama pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
setiap akhir larik, begitu pula pada bait lainnya juga terdapat pengulangan bunyi
yang sama pada akhir larik.
4.3.2.3 Nada dan Suasana
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis
yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada dan suasana puisi saling
berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya
(Waluyo, 1991: 125).
Dalam lirik lagu “Dominasi Belati” bernada marah. Penyair menceritakan
kekerasan marak terjadi pada saat itu. Hal itu ditandai dengan penggunaan kata
seperti bunuh, tikam, belati, dan terampas. Kata-kata itu terlihat jelas mewakili
peristiwa kekerasan yang marak saat itu. Bertolak dari hal itu, suasana kekesalan
atau pun marah akan timbul dari pembaca setelah memahami lirik lagu.
4.3.2.4 Amanat
Waluyo (1991: 134) menjelaskan bahwa amanat puisi adalah maksud yang
hendak disampaikan atau himbauan atau pesan atau tujuan yang hendak
disampaikan penyair. Tiap penyair bermaksud ikut meningkatkan martabat
manusia dan kemanusiaan. Penghayatan terhadap amanat sebuah puisi tidak
secara obyektif, namun subyektif, artinya berdasarkan interpretasi pembaca.
Amanat dari lirik ini yaitu penyair ingin menyampaikan tentang kekerasan
atau kejahatan merupakan hal kerap terjadi. Aturan atau sistem-sistem yang
diterapkan (terbelenggu aturan dan sistem menindas) sebenarnya dapat
menimbulkan penderitaan. Selain itu, budaya yang buruk (budaya tata krama dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
sopan santun membusuk) juga berpengaruh buruk di masyarakat hingga akhirnya
timbul suatu tragedi kekerasan (bunuh dan tikam, mengasah kultur belati).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
4.4 Lagu “Hiperbola Dogma Monotheis”
Lagu “Hiperbola Dogma Monotheis” secara khusus menceritakan tentang
ajaran kesesatan atau ajaran yang tidak membawa kebjikan melainkan
perseteruan. Lagu ini terdiri atas enam bait. Secara rinci mengenai struktur fisik
dan struktur batin lagu tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
4.4.1 Struktur Fisik
Waluyo (1991: 71) menyatakan bahwa unsur-unsur bentuk atau struktur
fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang
membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur itu dapat ditelaah satu persatu, tetapi
unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah diksi,
pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah
puisi.
4.4.1.1 Diksi (Pilihan Kata)
Waluyo (1991: 72) menjelaskan bahwa penyair sangat cermat dalam
memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya,
komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata
lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, di
samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan
katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. Berikut analisis
diksi lirik lagu “Hiperbola Dogma Monotheis”.
(1) tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
(2) mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
(3) ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
(4) siklus kehampaan,
doa untuk ketiadaan
(5) menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
(6) rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Bait pertama, pilihan kata /tradisi usang mengapa tetap pertahankan/,
/sebar kebodohan/ digunakan penyair untuk menunjukkan kebudayaan lama yang
masih digunakan sehingga hanya mengajarkan kebodohan. Pilihan kata /otak
miskin logika berpihak satu arah/ digunakan penyair untuk menunjukkan
pengetahuan yang sedikit atau sempit sehingga hanya percaya pada satu hal.
Pilihan kata /bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya/ digunakan
penyair untuk menunjukkan semua ajaran yang tidak jelas dihancurkan.
Kebudayaan lama yang masih digunakan hanya akan mengajarkan kebodohan
(tradisi usang mengapa tetap pertahankan), (sebar kebodohan). Sedikit atau
sempitnya pengetahuan membuat seseorang hanya akan percaya pada satu hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
(otak miskin logika berpihak satu arah). Semua ajaran yang tidak jelas
dihancurkan (bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya).
Bait kedua, pilihan kata /mewariskan kesesatan/ digunakan penyair untuk
menunjukkan ketika kesesatan diberikan secara turun-temurun. Pilihan kata
/menghantui kecemasan/ digunakan penyair untuk menunjukkan keadaan
dibayangi kegelisahan. Pilihan kata /gadaikan diri demi surga utopia/ digunakan
penyair untuk menunjukkan ketika memberikan dirinya untuk kebahagian yang
tidak akan tercapai. Ketika kesesatan diajarkan atau diberikan secara turun-
temurun (mewariskan kesesatan), kehidupannya akan dibayangi kegelisahan
(menghantui kecemasan). Hal tersebut membuatnya untuk memberikan diri demi
kebahagian yang sebenarnya tidak akan tercapai (gadaikan diri demi surga
utopia).
Bait ketiga, pilihan kata /ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela/
digunakan penyair untuk menunjukkan ketika memandang rendah sesuatu yang
dibangga-banggakan. Pilihan kata /otakmu terpaku dogma usang membelenggu/
digunakan penyair untuk menunjukkan pemikiran yang tertuju pada ajaran lama
yang tidak dapat diubah-ubah. Memandang rendah sesuatu yang dibangga-
banggakan (ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela) berasal dari
pemikiran yang tertuju pada ajaran lama yang tidak dapat diubah-ubah (otakmu
terpaku dogma usang membelenggu).
Bait keempat, pilihan kata /siklus kehampaan/ digunakan penyair untuk
menunjukkan kekosongan dalam hidup yang akan selalu datang dan pergi. Pilihan
kata /doa untuk ketiadaan/ digunakan penyair untuk menunjukkan sebuah doa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
yang sia-sia karena tidak jelas kepada siapa doa itu ditujukan. Kekosongan dalam
hidup akan selalu datang dan pergi (siklus kehampaan) membuat doa akan
menjadi sia-sia karena tidak jelas kepada siapa doa itu ditujukan atau
dipanjatkan (doa untuk ketiadaan).
Bait kelima, pilihan kata /menodai altar replika, lumur darah pekat
sesamamu/ digunakan penyair untuk menunjukkan tempat persembahan yang
berlumuran darah sesama. Pilihan kata /jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa
Tuhan/ digunakan penyair untuk menunjukkan jiwa yang menjadi gila akan ajaran
Tuhan. Tempat persembahan yang berlumuran darah sesama (menodai altar
replika, lumur darah pekat sesamamu) akibat dari jiwa yang menjadi gila akan
ajaran Tuhan (jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan).
Bait keenam, Pilihan kata /rumah Tuhan terbakar bara api kebencian/
digunakan penyair untuk menunjukkan kebencian yang selalu diajarkan dalam
suatu tempat ibadah. Pilihan kata /sebar benih dendam sejak dini pada janin/
digunakan penyair untuk menunjukkan sebuah dendam yang sudah diajarkan
sejak dini. Pilihan kata /jemaat buta arah reproduksi kedengkian yang tersalurkan
lewat perbaikan moral memuakkan/ digunakan penyair untuk menunjukkan
jemaat yang tidak tahu arah mana yang benar sehingga menghasilkan kebencian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral yang tidak ada perubahannya. Pilihan kata
/pembelaan bodoh sia-sia/ digunakan penyair untuk menunjukkan pembelaan
yang tidak ada gunanya. Kebencian yang selalu diajarkan dalam suatu tempat
ibadah (rumah Tuhan terbakar bara api kebencian) dapat menanamkan sebuah
dendam yang diajarkan sejak dini (sebar benih dendam sejak dini pada janin).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Jemaat yang tidak tahu arah mana yang benar sehingga menghasilkan kebencian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral yang tidak ada perubahannya (jemaat
buta arah reproduksi kedengkian yang tersalurkan lewat perbaikan moral
memuakkan) hanya akan melakukan pembelaan yang tidak ada gunanya
(pembelaan bodoh sia-sia). Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu
“Hiperbola Dogma Monotheis” adalah pilihan kata atau diksi yang sudah
menggambarkan dengan jelas apa itu hiperbola dogma monotheis. Ini
digambarkan melalui adanya kata-kata tradisi, doktrin, Tuhan, dogma, doa, altar,
ayat, kitab, dan jemaat.
4.4.1.2 Pengimajian
Menurut Waluyo (1991: 78) ada hubungan erat antara diksi, pengimajian,
dan kata konkret. Secara singkat Waluyo (2003: 10) menjelaskan bahwa
pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau
memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair, sehingga hal yang
digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau
dirasa (imaji taktil).
1) Imaji Auditif
Imaji auiditif adalah imaji yang mengandung gema suara. Jika penyair
menginginkan imaji pendengar, maka puisi perlu dihayati sehingga seolah-olah
mendengarkan sesuatu (Waluyo, 1991: 78).
Bait ke-4
siklus kehampaan, doa untuk ketiadaan
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Pada bait di atas, terdapat imaji auditif yang ditunjukkan dengan kata doa.
Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan mendengarkan
sebuah doa yang sia-sia (untuk ketiadaaan) karena tidak jelas kepada siapa doa
itu ditujukan.
2) Imaji Visual
Imaji visual adalah imaji yang mengandung benda-benda yang nampak. Jika
penyair menginginkan imaji penglihatan, maka puisi perlu dihayati seolah-olah
melukiskan sesuatu yang bergerak (Waluyo, 1991: 78).
Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata-kata
menodai altar replika, lumur darah pekat, jilat penuh nafsu, dan kitab alfa
Tuhan. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan melihat
tempat persembahan (altar) yang berlumuran darah replika dan melihat
seseorang yang terlihat penuh nafsu menjilati kitab (jilat penuh nafsu dan kitab
alfa Tuhan).
Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata-kata
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian dan jemaat buta arah. Penyair
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan melihat tempat ibadah yang
dibakar karena rasa benci (rumah Tuhan terbakar bara api kebencian) dan
melihat jemaat yang tidak tahu kepada siapa doanya dipanjatkan (jemaat buta
arah).
3) Imaji Taktil
Imaji taktil adalah imaji yang mengandung sesuatu yang dapat dirasakan,
diraba, atau disentuh. Jika penyair menginginkan imaji taktil, maka puisi perlu
dihayati seolah-olah merasakan sentuhan perasaan (Waluyo, 1991: 79).
Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
menghantui kecemasan. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk
seakan-akan merasa khawatir tentang sesuatu yang membuat hati tidak tenang
(menghantui kecemasan).
Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata
membelenggu. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan
merasa terikat (belenggu).
Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata nafsu.
Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan merasakan penuh
nafsu.
Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
kebencian, dendam, kedengkian, dan memuaskan. Penyair mengajak pembaca
atau pendengar untuk seakan-akan merasakan kebencian, dendam, kedengkian,
dan muak. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Hiperbola Dogma
Monotheis” adalah imaji-imaji yang sudah menggambarkan dengan jelas apa itu
hiperbola dogma monotheis. Ini digambarkan melalui adanya imaji auditif yang
digambarkan dengan doa, imaji visual digambarkan dengan menodai, altar,
replika, lumur, darah, jilat, kitab, rumah, terbakar, dan bara api, dan imaji taktil
digambarkan dengan kecemasan, membelenggu, nafsu, kebencian, dendam,
kedengkian, dan memuakkan.
4.4.1.3 Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji pembaca (daya bayang), kata-kata harus
diperkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti
yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang (Waluyo, 1991: 81).
Kata-kata konkret yang terdapat dalam lirik lagu “Hiperbola Dogma Monotheis”
adalah sebagai berikut.
Bait ke-1
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
Untuk mengkonkretkan sebuah kebiasaan lama yang tidak mengalami
perkembangan (kuno), penyair menggunakan kata-kata tradisi usang. Karena hal
tersebut, akhirnya hanya ajaran salah yang disebarkan.
Bait ke-2
mewariskan kesesatan
gadaikan diri demi surga utopia
Untuk mengkonkretkan ketika kesesatan diberikan secara turun-temurun,
penyair menggunakan kata-kata mewariskan kesesatan. Sedangkan untuk
mengkonkretkan ketika menyerahkan diri demi kebahagian yang sebenarnya tidak
akan tercapai, penyair menggunakan kata gadaikan diri demi surga utopia
Bait ke-3
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Untuk mengkonkretkan sebuah pemikiran yang tertuju pada ajaran lama
yang tidak dapat diubah-ubah, penyair menggunakan kata-kata otakmu terpaku
dogma usang membelenggu.
Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Untuk mengkonkretkan tempat persembahan yang berlumuran darah
manusia, penyair menggunakan kata-kata menodai altar replika, lumur darah
pekat sesamamu.
Bait ke-6
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
Untuk mengkonkretkan sebuah kebencian atau dendam yang sudah
diajarkan sejak kecil, penyair menggunakan kata-kata sebar benih dendam.
Sedangkan untuk mengkonkretkan kelompok jemaat yang tidak ajaran mana yang
benar sehingga menghasilkan kebencian, penyair menggunakan kata-kata jemaat
buta arah reproduksi kedengkian. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu
“Hiperbola Dogma Monotheis” adalah kata-kata yang dapat membuat pembaca
seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan oleh
penyair. Ini digambarkan melalui kata-kata tradisi usang, mewariskan kesesatan,
gadaikan diri demi surga utopia, otakmu terpaku dogma usang membelenggu, dan
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu.
4.4.1.4 Bahasa Figuratif (Majas)
Waluyo (1991: 83) menjelaskan bahasa figuratif ialah bahasa yang
digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni
secara tidak langsung mengungkapkan makna. Untuk memahami bahasa figuratif
ini, pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik
lambang yang konvensional maupun yang nonkonvensional. Kiasan terdiri dari
metafora, simile, personifikasi, hiperbola, sinekdoke, dan ironi. Sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
perlambangan terdiri dari lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, dan
lambang suasana.
1) Kiasan (Gaya Bahasa)
Kiasan yang dimaksud oleh Waluyo adalah kiasan yang mempunyai makna
lebih luas dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara tradisional
disebut gaya bahasa secara keseluruhan. Jelasnya, penggunaan kiasan untuk
menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi
(Waluyo, 1991: 84). Gaya bahasa yang terdapat dalam lirik lagu “Hiperbola
Dogma Monotheis” dapat memperindah lirik lagu itu sendiri dan juga dapat
memberikan daya tarik bagi pembaca, kata-kata menjadi lebih hidup, dan
menimbulkan kejelasan gambaran angan.
a. Simile
Simile adalah kiasan yang tidak langsung, benda yang dikiaskan kedua-
duanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti, laksana,
bagaikan, bagai, bak, dan sebagainya (Waluyo, 1991: 85). Berikut adalah simile
dari lagu “Hiperbola Dogma Monotheis”.
Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Pada bait di atas, terdapat simile yang ditunjukkan dengan kata sesamamu.
Pada kata sesamamu menjelaskan tentang kaum atau golongannya sendiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
b. Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan (Waluyo, 1991: 84). Berikut adalah metafora dari lagu “Dimensi
Keterasingan”.
Bait ke-1
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata otak
miskin logika. Pada kata otak miskin logika diartikan sebagai seseorang yang
kurang pengetahuan sehingga pikirannya kurang terbuka.
Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata-kata
rumah Tuhan dan reproduksi kedengkian. Pada kata rumah Tuhan diartikan
sebagai tempat ibadah bisa berupa bangunan atau diri, hati seseorang itu sendiri.
Pada kata rumah Tuhan diartikan sebagai tempat ibadah bisa berupa bangunan
atau diri, hati seseorang itu sendiri. Pada kata reproduksi kedengkian diartikan
sebagai kedengkian yang dihasilkan berulang-ulang atau kedengkian seseorang itu
selalu timbul karena selalu dibuat untuk dengki/benci. Hal-hal yang menarik dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
menonjol dari lagu “Hiperbola Dogma Monotheis” adalah beberapa gaya bahasa
yang dapat memperindah syair dan juga makna dibaliknya dengan jelas apa itu
pasukan mati. Ini digambarkan melalui adanya gaya bahasa simile seperti
sesamamu dan metafora seperti otak miskin logika, reproduksi kedengkian.
2) Perlambangan
Perlambangan seperti halnya kiasan, perlambangan digunakan penyair untuk
memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas,
sehingga dapat menggugah hati pembaca (Waluyo, 1991: 87). Menggunakan
lambang dalam sebuah lirik lagu akan membuat makna lebih hidup, lebih jelas,
dan lebih mudah dibayangkan oleh pembaca.
a. Lambang Benda
Lambang benda digunakan penyair untuk menggantikan sesuatu yang ingin
diucapkan oleh penyair, seperti halnya burung garuda yang digunakan sebagai
lambang persatuan Indonesia (Waluyo, 1991: 88).
Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Pada bait di atas terdapat lambang benda yang ditunjukkan dengan kata-kata
kitab alfa Tuhan. Untuk melambangkan suatu ajaran atau pegangan hidup,
penyair menggunakan kata kitab alfa Tuhan.
b. Lambang Suasana
Lambang suasana dapat dilambangkan dengan suasana lain yang lebih
konkret. Lambang suasana biasanya dilukiskan dalam kalimat atau alinea dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
demikian yang diwakili adalah suatu suasana dan bukan hanya peristiwa sepintas
(Waluyo, 1991: 89).
Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
kecemasan. Untuk melambangkan rasa gelisah, penyair menggunakan kata
kecemasan.
Bait ke-4
siklus kehampaan,
doa untuk ketiadaan
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
kehampaan. Untuk melambangkan sunyi, penyair menggunakan kata
kehampaan.
Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata-
kata kedengkian dan memuakkan. Untuk melambangkan rasa marah, penyair
menggunakan kata kedengkian dan memuakkan. Hal-hal yang menarik dan
menonjol dari lagu “Hiperbola Dogma Monotheis” adalah beberapa lambang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
dapat memperkuat makna dibaliknya dengan jelas apa itu pasukan mati. Ini
digambarkan melalui adanya lambang benda seperti kitab alfa Tuhan dan lambang
suasana seperti kecemasan, kehampaan.
4.4.1.5 Versifikasi
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritme. Versifikasi merupakan
persajakan yang mempengaruhi indahnya suatu puisi. Keindahannya dapat terlihat
dari pengulangan kata atau bunyi yang digunakan. Puisi akan terdengar merdu
ketika menemukan bunyi yang sama ketika dibacakan.Verifikasi memiliki subab
rima dan ritme sebagai berikut.
1) Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas
atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca.
Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi.
Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi
(Waluyo, 1991: 90). Berikut adalah rima dari lagu “Hiperbola Dogma
Monotheis”.
(1) tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
Rima yang sering muncul pada bait ke-1 yaitu /a/-/a/-/a/-/a/. Pada bait
tersebut terdapat rima terus. Larik pertama sampai keempat memiliki persamaan
bunyi a.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
(2) mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Rima yang sering muncul pada bait ke-2 yaitu /a/-/a/-/ia/. Pada bait tersebut
terdapat rima patah. Larik pertama dan kedua memiliki persamaan bunyi a,
sedangkan larik ketiga tidak memiliki persamaan bunyi.
(3) ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Rima yang sering muncul pada bait ke-3 yaitu /a/-/u/. Pada bait tersebut
terdapat rima patah. Larik pertama dan kedua tidak memiliki persamaan bunyi a.
(4) siklus kehampaan,
doa untuk ketiadaan
Rima yang sering muncul pada bait ke-4 yaitu /a/-/a/. Pada bait tersebut
terdapat rima terus. Larik pertama dan kedua memiliki persamaan bunyi a.
(5) menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Rima yang sering muncul pada bait ke-5 yaitu /u/-/a/. Pada bait tersebut
terdapat rima patah. Larik pertama dan kedua tidak memiliki persamaan bunyi.
(6) rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Rima yang sering muncul pada bait ke-6 yaitu /a/-/i/-/a/-/a/-/ia/. Pada bait
tersebut terdapat rima patah. Larik pertama, ketiga, dan keempat memiliki
persamaan bunyi a, sedangkan larik kedua dan kelima tidak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Rima akhir pada setiap bait lirik lagu “Hiperbola Dogma Monotheis” adalah
sebagai berikut: /an-an-ah-nya (a a a a)/, /an-an-ia (a a ia)/, /la-gu (a u)/, /an-an
(a a)/, /mu-an (u a)/, dan /an-in-an-an-ia (a i a a ia). Bunyi yang dominan
muncul pada lagu tersebut yaitu a yang melambangkan makna kesesatan
seseorang.
a. Bentuk Intern Pola Bunyi Aliterasi di Awal Kata
Persamaan bentuk konsonan di awal kata pada lagu “Hiperbola Dogma
Monotheis” adalah sebagai berikut.
Bait ke-1
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /t/ pada kata
tradisi, tetap dan aliterasi di awal kata larik keempat; /t/ pada kata tanda dan
tanya.
Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik ketiga; /d/ pada kata
diri dan demi.
Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /k/ pada kata
ku replika.
Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /t/ pada kata
Tuhan, terbakar, aliterasi di awal kata larik kedua; /d/ pada kata dendam, dini, dan
aliterasi di awal kata larik keempat; /m/ pada kata moral dan memuakkan.
b. Bentuk Intern Pola Bunyi Asonansi di Akhir Kata
Persamaan bentuk aliterasi di akhir kata pada lagu “Hiperbola Dogma
Monotheis” adalah sebagai berikut.
Bait ke-1
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik keempat; /a/ pada kata
semua, tanda, dan tanya.
Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik ketiga; /i/ pada kata
diri dan demi; /a/ pada kata surga dan utopia.
Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /u/ pada kata
ku dan asonansi di akhir kata larik kedua; /u/ pada kata otakmu, terpaku, dan
terbelenggu.
c. Pengulangan Kata/ Ungkapan
Pengulangan kata atau ungkapan pada lagu “Dominasi Belati” adalah
sebagai berikut.
Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Pada ketiga bait di atas terdapat pengulangan kata Tuhan pada bait ke-3
larik pertama; bait ke-5 larik kedua; bait ke-6 larik pertama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
2) Ritma
Ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/ rendah, panjang/ pendek,
keras/ lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga
membentuk keindahan (Slametmuljana dalam Waluyo, 1990: 94).
tradisi usang/ mengapa tetap pertahankan/
sebar kebodohan/
otak miskin logika/ berpihak satu arah/
bakar/ semua/ doktrin membusuk/ ajaran tanda tanya/
mewariskan kesesatan/
menghantui kecemasan/
gadaikan diri demi surga utopia/
ku pandang rendah/ Tuhan lemah yang kau bela/
otakmu terpaku/ dogma usang membelenggu/
siklus kehampaan/
doa untuk ketiadaan/
menodai altar replika/ lumur darah pekat sesamamu/
jilat penuh nafsu/ ayat dalam kitab alfa Tuhan/
rumah Tuhan terbakar/ bara api kebencian/
sebar benih dendam/ sejak dini pada janin/
jemaat buta arah reproduksi kedengkian/
yang tersalurkan/ lewat perbaikan moral memuakkan/
pembelaan bodoh sia-sia//
4.4.1.6 Tata Wajah (Tipografi)
Waluyo (1991: 97) menyatakan bahwa tipografi merupakan pembeda yang
penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun
periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan
dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal tersebut tidak
berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian menunjukkan
eksistensif sebuah puisi.
Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Hiperbola Dogma
Monotheis” berbentuk bait-bait. Pada setiap bait memiliki jumlah larik yang
berbeda-beda dan larik dalam satu bait saling berkesinambungan. Bait dalam lirik
lagu memiliki fokus pembahasan yang berbeda-beda. Pada bait ke-1
mengungkapkan ajaran yang salah, bait ke-2 mengungkapkan kekhawatiran, bait
ke-3 mengungkapkan kekecewaan, bait ke-4 mengungkapkan keraguan, bait ke-5
mengungkapkan kekecewaan, dan bait ke-6 mengungkapkan kehancuran.
Lirik tersebut terdiri dari enam bait dan tiap bait berisi larik yang bervariasi,
ada yang terdiri enam, empat, tiga, dan satu. Penyairan lirik di mulai dari tepi kiri
halaman sampai pertengahan halaman dan dilanjutkan pada baris berikutnya. Bait
ke-1 terdiri dari empat larik; larik pertama terdiri dari lima kata, larik kedua
terdiri dari dua kata, larik ketiga terdiri dari enam kata, dan larik keempat terdiri
dari tujuh kata. Bait ke-2 terdiri dari tiga larik; larik pertama terdiri dari dua kata,
larik kedua terdiri dari dua kata, dan larik ketiga terdiri dari lima kata.
Bait ke-3 terdiri dari dua larik; larik pertama terdiri dari delapan kata, dan
larik kedua terdiri dari lima kata. Bait ke-4 terdiri dari dua larik; larik pertama
terdiri dari dua kata, dan larik kedua terdiri dari tiga kata. Bait ke-5 terdiri dari
dua larik; larik pertama terdiri dari tujuh kata, dan larik kedua terdiri dari
delapan kata. Bait ke-6 terdiri dari lima larik; larik pertama terdiri dari enam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
kata, larik kedua terdiri dari tujuh kata, larik ketiga terdiri dari lima kata, larik
keempat terdiri dari enam kata, dan larik kelima terdiri dari empat kata.
4.4.2 Struktur Batin
Struktur batin yaitu struktur yang mengungkapan hal yang hendak
dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Unsur-unsur
struktur batin tidak langsung tampak pada fisik puisi, harus digali dari fisik puisi
tersebut. Struktur batin puisi meliputi: tema, perasaan penyair, nada dan amanat
(Waluyo, 1991: 102).
4.4.2.1 Tema
Menurut Waluyo (1991: 106-107), tema merupakan gagasan pokok atau
subject-matter yang dikemukakan penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu
begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama
pengucapannya.
Lirik lagu “Hiperbola Dogma Monotheis” mengandung tema yang sama
yakni kritik sosial dengan tema khusus ajaran kesesatan. Hal tersebut ditunjukkan
pada awal hingga akhir bait menggambarkan suatu ajaran yang sesat. Ajaran
tersebut merupakan sebuah tradisi atau ajaran yang sudah buruk tetapi masih
dipertahankan bahkan diajarkan (tradisi usang mengapa tetap pertahankan). Oleh
sebab itu, hal-hal yang bersimpangan (menodai altar replika, lumur darah pekat
sesamamu) banyak dilakukan. Di samping itu, tema dapat dibuktikan setelah
menelaah unsur-unsur yang terdapat pada struktur fisik. Diksi, pengimajian, kata
konkret, bahasa figuratif, versifikasi, serta tipografi merupakan unsur-unsur yang
memperkuat tema ajaran kesesatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
4.4.2.2 Perasaan
Waluyo (1991: 134) menyatakan bahwa perasaan dalam puisi adalah
perasaan yang disampaikan penyair melalui puisinya. Puisi mengungkapkan
perasaan yang beraneka ragam, mungkin perasaan sedih, kecewa, terharu, benci,
rindu, cinta, kagum, bahagia, ataupun perasaan setia kawan.
Dalam lirik lagu “Hiperbola Dogma Monotheis”, penyair mengungkapkan
rasa marah.
(1) tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
(2) mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Kedua bait di tersebut menunjukkan perasaan penyair yang ingin
diluapkan. Pada bait ke-1 dan ke-2 terdapat pengulangan bunyi yang sama pada
setiap akhir larik, begitu pula pada bait lainnya juga terdapat pengulangan bunyi
yang sama pada akhir larik.
4.4.2.3 Nada dan Suasana
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis
yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada dan suasana puisi saling
berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya
(Waluyo, 1991: 125).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Dalam lirik lagu “Hiperbola Dogma Monotheis” bernada marah serta risau.
Ini karena dalam lirik lagu tersebut menceritakan tentang orang-orang yang
menganggap dirinya benar telah mendoktrin orang lain untuk membenci sesama.
Bertolak dari hal itu, suasana kekesalan serta marah dapat timbul dari pembaca
setelah memahami lirik lagu.
4.4.2.4 Amanat
Waluyo (1991: 134) menjelaskan bahwa amanat puisi adalah maksud yang
hendak disampaikan atau himbauan atau pesan atau tujuan yang hendak
disampaikan penyair. Tiap penyair bermaksud ikut meningkatkan martabat
manusia dan kemanusiaan. Penghayatan terhadap amanat sebuah puisi tidak
secara obyektif, namun subyektif, artinya berdasarkan interpretasi pembaca.
Amanat dari lirik ini yaitu penyair ingin menyampaikan tentang ajaran salah
yang sampai saat ini kerap diajarkan. Kesesatan atau iming-iming surga (gadaikan
diri demi surga utopia) masih menjadi janji manis bagi mereka yang mau
mengikuti ajaran tersebut. Ajaran tersebut juga ditanamkan kepada mereka yang
berusia belia datau sejak dini (sebar benih dendam sejak dini pada janin).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
4.5 Lagu “Manufaktur Replika Baptis”
Lagu “Manufaktur Replika Baptis” secara khusus menceritakan keimanan
palsu, yaitu melaksanakan suatu ajaran yang salah karena ajaran tersebut dianggap
benar. Lagu ini terdiri dari tujuh bait. Secara rinci mengenai struktur fisik dan
struktur batin lagu tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
4.5.1 Struktur Fisik
Waluyo (1991: 71) menyatakan bahwa unsur-unsur bentuk atau struktur
fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang
membangun struktur luar puisi. Unsur-unsur itu dapat ditelaah satu persatu, tetapi
unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah diksi,
pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), versifikasi, dan tata wajah
puisi.
4.5.1.1 Diksi (Pilihan Kata)
Waluyo (1991: 72) menjelaskan bahwa penyair sangat cermat dalam
memilih kata-kata sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya,
komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata
lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Oleh sebab itu, di
samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan urutan
katanya dan kekuatan atau daya magis dari kata-kata tersebut. Berikut analisis
diksi lirik lagu “Manufaktur Replika Baptis”.
1) ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
2) refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
3) manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
4) penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
5) ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
6) ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
7) sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
Bait pertama, pilihan kata /ciptakan budak kekhawatiran/ digunakan penyair
untuk menunjukkan ketika menciptakan orang-orang yang selalu gelisah. Pilihan
kata /sirkulasi kecemasan berputar/ digunakan penyair untuk menunjukkan suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
kegelisahan yang akan selalu dirasakan. Pilihan kata /diam lemah tak berdaya/
digunakan penyair untuk menunjukkan keadaan tidak dapat melakukan apa-apa.
Pilihan kata /tersumpal dogma penuh kepalsuan/ digunakan penyair untuk
menunjukkan keadaan yang dipaksa untuk menerima ajaran-ajaran palsu.
Menciptakan orang-orang yang gelisah (ciptakan budak kekhawatiran), selalu
merasakan kegelisahan (sirkulasi kecemasan berputar) serta tidak dapat
melakukan apa-apa (diam lemah tak berdaya) merupakan akibat dari ajaran-
ajaran palsu yang diterima secara paksaan (tersumpal dogma penuh kepalsuan).
Bait kedua, pilihan kata /refleksi keimanan semakin instan/ digunakan
penyair untuk menunjukkan perenungan iman yang semakin mudah. Pilihan kata
/syair ayat sumbang dikumandangkan untuk memuja apa yang bias di sana/
digunakan penyair untuk menunjukkan syair ayat yang salah yang disampaikan
untuk sesuatu yang belum pasti. Pilihan kata /khotbah di atas mimbar bersama
Lucifer, parade laskar binatang/ digunakan penyair untuk menunjukkan khotbah
tentang hal ajaran kesesatan atau tidak benar. Perenungan iman yang semakin
mudah atau cepat (refleksi keimanan semakin instan) menyebabkan kesalahan
dalam menyampaikan syair ayat (syair ayat sumbang dikumandangkan untuk
memuja apa yang bias di sana). Hal tersebut karena sebuah khotbah tentang hal
ajaran kesesatan atau tidak benar (khotbah di atas mimbar bersama Lucifer,
parade laskar binatang).
Bait ketiga, pilihan kata /manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga
mati/ digunakan penyair untuk menunjukkan sebuah alat dengan harga mati yang
dapat digunakan untuk menyucikan orang. Pilihan kata /tangga menuju surga,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
sogokan kita terima/ digunakan penyair untuk menunjukkan sebuah syarat yang
harus dilakukan untuk menuju surga. Pilihan kata /jiwa yang terikat rantai
pertanyaan, melangkah patah dan tertinggal/ digunakan penyair untuk
menunjukkan dalam hidup yang dipenuhi dengan pertanyaan dan membuat
keraguan untuk melangkah. Sebuah alat dengan harga mati yang dapat
digunakan untuk menyucikan orang (manufaktur replika baptis, paksakan sebuah
harga mati) merupakan syarat yang harus dilakukan untuk menuju surga (tangga
menuju surga, sogokan kita terima). Dalam hidup selalu dipenuhi dengan
pertanyaan sehingga membuat keraguan untuk melangkah (jiwa yang terikat
rantai pertanyaan, melangkah patah dan tertinggal).
Bait keempat, pilihan kata /penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan/
digunakan penyair untuk menunjukkan sebuah perbudakan dengan cara memberi
kebebasan yang terbatas. Pilihan kata /memelihara kemunafikan/ digunakan
penyair untuk menunjukkan kemunafikan yang selalu dipertahankan. Pilihan kata
/kepalsuan menikam/ digunakan penyair untuk menunjukkan keadaan dilukai
dengan sesuatu yang dianggap nyata tetapi hanya kebohongan. Pilihan kata /api
neraka yang samar/ digunakan penyair untuk menunjukkan sebuah neraka yang
pasti. Pilihan kata /bernafaskan kecemasan/ digunakan penyair untuk
menunjukkan kehidupan yang diliputi rasa cemas. Pilihan kata /nilai sakral
semakin terbelakang/ digunakan penyair untuk menunjukkan nilai yang sudah
lama menjadi pegangan kini semakin terlupakan. Perbudakan dengan cara
memberi kebebasan yang terbatas (penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan)
merupakan kemunafikan yang selalu dipertahankan (memelihara kemunafikan).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
Disakiti dengan kebohongan (kepalsuan menikam) seperti mendapatkan
penderitaan yang belum jelas penyebabnya (api neraka yang samar). Kehidupan
yang diliputi rasa cemas (bernafaskan kecemasan) membuat nilai yang sudah
lama menjadi pegangan akan semakin terlupakan (nilai sakral semakin
terbelakang).
Bait kelima, pilihan kata /ciptakan harmonisasi paduan suara duka, nada
suram yang bergema/ digunakan penyair untuk menunjukkan ketika menciptakan
kesengsaraan yang sama-sama dirasakan oleh semua manusia sehingga hanya ada
suasana kesedihan. Pilihan kata /kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam
yang tak bersinar/ digunakan penyair untuk menunjukkan kebenaran yang
sesungguhnya belum tampak dari orang yang mengatakan kebenaran itu sendiri.
Menciptakan kesengsaraan yang sama-sama dirasakan oleh semua manusia
sehingga hanya ada suasana kesedihan (ciptakan harmonisasi paduan suara
duka, nada suram yang bergema) karena kebenaran yang sesungguhnya belum
tampak dari orang yang mengatakan kebenaran itu sendiri (kebenaran semu yang
terpancar dari mata hitam yang tak bersinar).
Bait keenam, pilihan kata /ciptakan budak kekhawatiran/ digunakan penyair
untuk menunjukkan ketika menciptakan orang-orang yang selalu gelisah. Pilihan
kata /sirkulasi kecemasan berputar/ digunakan penyair untuk menunjukkan suatu
kegelisahan yang akan selalu dirasakan. Pilihan kata /diam lemah tak berdaya/
digunakan penyair untuk menunjukkan keadaan tidak dapat melakukan apa-apa.
Pilihan kata /tersumpal dogma penuh kepalsuan/ digunakan penyair untuk
menunjukkan keadaan yang dipaksa untuk menerima ajaran-ajaran palsu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Menciptakan orang-orang yang gelisah (ciptakan budak kekhawatiran), selalu
merasakan kegelisahan (sirkulasi kecemasan berputar) serta tidak dapat
melakukan apa-apa (diam lemah tak berdaya) merupakan akibat dari ajaran-
ajaran palsu yang diterima secara paksaan (tersumpal dogma penuh kepalsuan).
Bait ketujuh, pilihan kata /sirkulasi kecemasan berputar/ digunakan penyair
untuk menunjukkan suatu kegelisahan yang akan selalu dirasakan. Pilihan kata
/mata rantai pertanyaan/ digunakan penyair untuk menunjukkan rentetan
pertanyaan yang akan selalu mengintai. Kegelisahan yang akan selalu dirasakan
(sirkulasi kecemasan berputar) disertai rentetan pertanyaan yang akan selalu
mengintai (mata rantai pertanyaan). Hal-hal yang menarik dan menonjol dari
lagu “Manufaktur Replika Baptis” adalah pilihan kata atau diksi yang sudah
menggambarkan dengan jelas apa itu manufaktur replika baptis. Ini digambarkan
melalui adanya kata-kata dogma, kepalsuan, keimanan, dan khotbah.
4.5.1.2 Pengimajian
Menurut Waluyo (1991: 78) ada hubungan erat antara diksi, pengimajian,
dan kata konkret. Secara singkat Waluyo (2003: 10) menjelaskan bahwa
pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang dapat memperjelas atau
memperkonkret apa yang dinyatakan oleh penyair, sehingga hal yang
digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau
dirasa (imaji taktil).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
1) Imaji Auditif
Imaji auiditif adalah imaji yang mengandung gema suara. Jika penyair
menginginkan imaji pendengar, maka puisi perlu dihayati sehingga seolah-olah
mendengarkan sesuatu (Waluyo, 1991: 78).
Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Pada bait di atas, terdapat imaji auditif yang ditunjukkan dengan kata-kata
syair ayat sumbang dikumandangkan dan khotbah di atas mimbar. Penyair
mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan mendengarkan syair ayat
sumbang dikumandangkan dan khotbah di atas mimbar.
Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Pada bait di atas, terdapat imaji auditif yang ditunjukkan dengan kata-kata
paduan suara duka dan nada suram yang bergema. Penyair mengajak pembaca
atau pendengar untuk seakan-akan mendengarkan paduan suara duka disertai
nada suram yang bergema.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
2) Imaji Visual
Imaji visual adalah imaji yang mengandung benda-benda yang nampak. Jika
penyair menginginkan imaji penglihatan, maka puisi perlu dihayati seolah-olah
melukiskan sesuatu yang bergerak (Waluyo, 1991: 78).
Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata-kata-
kata khotbah di atas mimbar dan parade laskar binatang. Penyair mengajak
pembaca atau pendengar untuk seakan-akan melihat khotbah di atas mimbar dan
sebuah parade laskar binatang.
Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata-kata
tangga menuju surga. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-
akan melihat sebuah tangga menuju surga.
Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata-kata
api neraka. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan
melihat sebuah api neraka.
Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Pada bait di atas, terdapat imaji visual yang ditunjukkan dengan kata-kata
mata hitam. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan
melihat mata yang hitam.
3) Imaji Taktil
Imaji taktil adalah imaji yang mengandung sesuatu yang dapat dirasakan,
diraba, atau disentuh. Jika penyair menginginkan imaji taktil, maka puisi perlu
dihayati seolah-olah merasakan sentuhan perasaan (Waluyo, 1991: 79).
Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya, tersumpal dogma penuh kepalsuan
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
kekhawatiran dan kecemasan. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk
seakan-akan merasakan kekhawatiran dan kecemasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata
kemunafikan dan kecemasan. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk
seakan-akan merasakan kemunafikan dan kecemasan.
Bait ke-6
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata-kata-
kata kekhawatiran dan kecemasan. Penyair mengajak pembaca atau pendengar
untuk seakan-akan merasakan kekhawatiran dan kecemasan.
Bait ke-7
sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
Pada bait di atas, terdapat imaji taktil yang ditunjukkan dengan kata
kecemasan. Penyair mengajak pembaca atau pendengar untuk seakan-akan
merasakan kecemasan. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu
“Manufaktur Replika Baptis” adalah imaji-imaji yang sudah menggambarkan
dengan jelas apa itu manufaktur replika baptis. Ini digambarkan melalui adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
imaji auditif yang digambarkan dengan dikumandangkan, khotbah, paduan suara,
nada, dan bergema, imaji visual digambarkan dengan mimbar, parade, tangga,
api, mata, dan hitam, dan imaji taktil digambarkan dengan kekhawatiran,
kecemasan, dan kemunafikan.
4.5.1.3 Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji pembaca (daya bayang), kata-kata harus
diperkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti
yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga
erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang (Waluyo, 1991: 81).
Kata-kata konkret yang terdapat dalam lirik lagu “Manufaktur Replika Baptis”
adalah sebagai berikut.
Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Untuk mengkonkretkan terbentuknya kaum-kaum yang diliputi kecemasan,
penyair menggunakan kata ciptakan budak kekhawatiran. Sedangkan untuk
mengkonkretkan suatu ajaran yang penuh kebohongan (ajaran sesat), penyair
menggunakan kata dogma penuh kepalsuan.
Bait ke-2
syair ayat sumbang dikumandangkan,
Untuk mengkonkretkan sebuah penyampaian ajaran yang salah, penyair
menggunakan kata syair ayat sumbang dikumandangkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Untuk mengkonkretkan bahwa hal-hal yang telah disebutkan merupakan
syarat mutlak, penyair menggunakan kata paksakan sebuah harga mati.
Bait ke-4
nilai sakral semakin terbelakang
Untuk mengkonkretkan sebuah ajaran yang sudah turun-temurun ada tetapi
kini mulai diabaikan, penyair menggunakan kata nilai sakral semakin
terbelakang. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Manufaktur Replika
Baptis” adalah kata-kata yang dapat membuat pembaca seolah-olah melihat,
mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan oleh penyair. Ini digambarkan
melalui kata-kata ciptakan budak kekhawatiran, syair ayat sumbang
dikumandangkan, paksakan sebuah harga mati, dan nilai sakral semakin
terbelakang.
4.5.1.4 Bahasa Figuratif (Majas)
Waluyo (1991: 83) menjelaskan bahasa figuratif ialah bahasa yang
digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni
secara tidak langsung mengungkapkan makna. Untuk memahami bahasa figuratif
ini, pembaca harus menafsirkan kiasan dan lambang yang dibuat penyair baik
lambang yang konvensional maupun yang nonkonvensional. Kiasan terdiri dari
metafora, simile, personifikasi, hiperbola, sinekdoke, dan ironi. Sedangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
perlambangan terdiri dari lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, dan
lambang suasana.
1) Kiasan (Gaya Bahasa)
Kiasan yang dimaksud oleh Waluyo adalah kiasan yang mempunyai makna
lebih luas dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili apa yang secara tradisional
disebut gaya bahasa secara keseluruhan. Jelasnya, penggunaan kiasan untuk
menciptakan efek lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa puisi
(Waluyo, 1991: 84). Gaya bahasa yang terdapat dalam lirik lagu “Manufaktur
Replika Baptis” dapat memperindah lirik lagu itu sendiri dan juga dapat
memberikan daya tarik bagi pembaca, kata-kata menjadi lebih hidup, dan
menimbulkan kejelasan gambaran angan.
a. Simile
Simile adalah kiasan yang tidak langsung, benda yang dikiaskan kedua-
duanya ada bersama pengiasnya dan digunakan kata-kata seperti, laksana,
bagaikan, bagai, bak, dan sebagainya (Waluyo, 1991: 85). Berikut adalah simile
dari lagu “Manufaktur Replika Baptis”.
Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Pada bait di atas, terdapat simile yang ditunjukkan dengan kata-kata
semakin instan. Pada kata semakin instan menjelaskan suatu proses yang
semakin mudah.
Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Pada bait di atas, terdapat simile yang ditunjukkan dengan kata sebuah.
Pada kata sebuah menjelaskan suatu hal yang hanya menjadi satu-satunya.
b. Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan (Waluyo, 1991: 84). Berikut adalah metafora dari lagu “Manufaktur
Replika Baptis”.
Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
budak kekhawatiran. Pada kata budak kekhawatiran diartikan sebagai hamba
atau orang yang selalu khawatir tentang segala hal.
Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
manufaktur replika baptis dan rantai pertanyaan. Pada kata manufaktur replika
baptis diartikan sesuatu yang dibuat dan bisa digunakan untuk menyucikan
seseorang. Pada kata rantai pertanyaan diartikan sebagai atau serentetan
pertanyaan.
Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Pada bait di atas, terdapat metafora yang ditunjukkan dengan kata-kata
penjara tanpa terali, memelihara kemunafikan, kepalsuan menikam, dan
bernafaskan kecemasan. Pada kata penjara tanpa terali diartikan seolah-olah
manusia itu bebas untuk menentukan segala pilihannya tetapi ternyata tetap ada
hal-hal yang menjerat dirinya untuk melakukan sesuatu. Pada kata memelihara
kemunafikan diartikan sebagai mempertahankan kepura-puraan. Pada kata
kepalsuan menikam diartikan sebagai manusia dibunuh oleh rasa kepalsuan
dalam hidup. Pada kata bernafaskan kecemasan diartikan sebagai hidup yang
selalu diliputi perasaan gelisah (hidupnya selalu gelisah). Hal-hal yang menarik
dan menonjol dari lagu “Manufaktur Replika Baptis” adalah beberapa gaya
bahasa yang dapat memperindah syair dan juga makna dibaliknya dengan jelas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
apa itu pasukan mati. Ini digambarkan melalui adanya gaya bahasa simile seperti
semakin instan, sebuah dan metafora seperti budak kekhawatiran, manufaktur
replika baptis, rantai pertanyaan.
1) Perlambangan
Perlambangan seperti halnya kiasan, perlambangan digunakan penyair untuk
memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak menjadi lebih jelas,
sehingga dapat menggugah hati pembaca (Waluyo, 1991: 87). Menggunakan
lambang dalam sebuah lirik lagu akan membuat makna lebih hidup, lebih jelas,
dan lebih mudah dibayangkan oleh pembaca.
a. Lambang Warna
Lambang warna digunakan penyair untuk menggambarkan karakteristik
watak tertentu. Banyak puisi yang menggunakan lambang warna untuk
mengungkapkan perasaan penyair (Waluyo, 1991: 87).
Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Pada bait di atas terdapat lambang warna yang ditunjukkan dengan kata-
kata mata hitam. Untuk melambangkan kemarahan seseorang, penyair
menggunakan kata mata hitam.
b. Lambang Benda
Lambang benda digunakan penyair untuk menggantikan sesuatu yang ingin
diucapkan oleh penyair, seperti halnya burung garuda yang digunakan sebagai
lambang persatuan Indonesia (Waluyo, 1991: 88).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Pada bait di atas terdapat lambang benda yang ditunjukkan dengan kata-kata
rantai pertanyaan. Untuk melambangkan deretan pertanyaan, penyair
menggunakan kata rantai pertanyaan.
Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Pada bait di atas terdapat lambang benda yang ditunjukkan dengan kata-kata
penjara tanpa terali. Untuk lambangkan kebebasan yang belum sepenuhnya atau
bersyarat, penyair menggunakan kata penjara tanpa terali.
c. Lambang Suasana
Lambang suasana dapat dilambangkan dengan suasana lain yang lebih
konkret. Lambang suasana biasanya dilukiskan dalam kalimat atau alinea dengan
demikian yang diwakili adalah suatu suasana dan bukan hanya peristiwa sepintas
(Waluyo, 1991: 89).
Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
kecemasan. Untuk melambangkan suasana cemas saai itu, penyair menggunakan
kata kecemasan.
Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
duka. Untuk melambangkan suasana sedih atau berkabung, penyair menggunakan
kata duka.
Bait ke-6
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata-
kata kekhawatiran dan kecemasan. Untuk melambangkan gelisah, penyair
menggunakan kata kekhawatiran dan kecemasan.
Bait ke-7
sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
Pada bait di atas terdapat lambang suasana yang ditunjukkan dengan kata
kecemasan. Untuk melambangkan gelisah, penyair menggunakan kata
kecemasan. Hal-hal yang menarik dan menonjol dari lagu “Manufaktur Replika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
Baptis” adalah beberapa lambang yang dapat memperkuat makna dibaliknya
dengan jelas apa itu pasukan mati. Ini digambarkan melalui adanya lambang
warna seperti mata hitam, lambang benda seperti rantai pertanyaan, dan lambang
suasana seperti duka.
4.5.1.5 Versifikasi
Bunyi dalam puisi menghasilkan rima dan ritme. Versifikasi merupakan
persajakan yang mempengaruhi indahnya suatu puisi. Keindahannya dapat terlihat
dari pengulangan kata atau bunyi yang digunakan. Puisi akan terdengar merdu
ketika menemukan bunyi yang sama ketika dibacakan.Verifikasi memiliki subab
rima dan ritme sebagai berikut.
1) Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas
atau orkestrasi. Dengan pengulangan bunyi itu, puisi menjadi merdu jika dibaca.
Untuk mengulang bunyi ini, penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi.
Dengan cara ini, pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi
(Waluyo, 1991: 90). Berikut adalah rima dari lagu “Manufaktur Replika Baptis”.
(1) ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Rima yang sering muncul pada bait ke-1 yaitu /a/-/a/-/a/-/a/. Pada bait
tersebut terdapat rima terus. Larik pertama sampai keempat memiliki persamaan
bunyi a.
2) refleksi keimanan semakin instan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Rima yang sering muncul pada bait ke-2 yaitu /a/-/a/-/a/-/e/-/a/. Pada bait
tersebut terdapat rima patah. Larik pertama, kedua, ketiga, dan kelima memiliki
persamaan bunyi a, sedangkan larik keempat tidak memiliki persamaan bunyi.
3) manufaktur replika baptis,
paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga,
sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Rima yang sering muncul pada bait ke-3 yaitu /i/-/i/–a/-/a/-/a/-/a/. Pada bait
tersebut terdapat rima pasang. Larik pertama dan kedua memiliki persamaan
bunyi i, sedangkan larik ketiga sampai keenam memiliki persamaan bunyi a.
4) penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Rima yang sering muncul pada bait ke-4 yaitu /a/-/a/-/a/-/a/-/a/-/a/. Pada
bait tersebut terdapat rima terus. Larik pertama sampai keenam memiliki
persamaan bunyi a.
5) ciptakan harmonisasi
paduan suara duka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar
dari mata hitam yang tak bersinar
Rima yang sering muncul pada bait ke-5 yaitu /i/-/a/-/a/-/a/-/a/. Pada bait
tersebut terdapat rima patah. Larik pertama tidak memiliki persamaan bunyi,
sedangkan larik kedua sampai kelima memiliki persamaan bunyi a.
6) sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
Rima yang sering muncul pada bait ke-6 yaitu /a/-/a/. Pada bait tersebut
terdapat rima terus. Larik pertama dan kedua memiliki persamaan bunyi a.
Rima akhir pada setiap bait lirik lagu “Manufaktur Replika Baptis” adalah
sebagai berikut: /an-ar-ya-an (a a a a)/, /an-an-na-er-ang a a a e a)/, /is-ti-ga-ma-
an-al (i i a a a a)/, /an-an-am-ar-an-ang (a a a a a a)/, /si-ka-ma-ar-ar (i a a a a)/,
/ dan /an-an (a a)/. Bunyi yang dominan muncul pada lagu tersebut yaitu a yang
melambangkan makna kesesatan yang dialami oleh seseorang. Melalui kata
kekhawatiran, kepalsuan, binatang, dan kemunafikan yang digambarkan oleh
penyair yakni menjelaskan betapa sesaatnya seseorang karena mengikuti iman
yang salah.
a. Bentuk Intern Pola Bunyi Aliterasi di Awal Kata
Persamaan bentuk konsonan di awal kata pada lagu “Dominasi Belati”
adalah sebagai berikut.
Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik kedua; /s/ pada kata
syair dan sumbang.
Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik pertama; /m/ pada kata
manufaktur dan mati; /s/ pada kata surga dan sogokan.
Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata penjara dan perbudakan; /t/
pada kata tanpa, terali dan aliterasi di awal kata larik keenam; /s/ pada kata sakral
dan semakin.
Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik ketiga; /y/ pada kata
yang dan yang; /t/ pada kata terpancar dan tak.
Bait ke-6
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Pada bait di atas terdapat aliterasi di awal kata larik ketiga; /d/ pada kata
diam dan dogma; /t/ pada kata tak dan tersumpal.
b. Bentuk Intern Pola Bunyi Asonansi di Akhir Kata
Persamaan bentuk aliterasi di akhir kata pada lagu “Dominasi Belati” adalah
sebagai berikut.
Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik ketiga; /a/ pada kata
memuja, apa, dan sana.
Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /a/ pada kata
replika, harga dan asonansi di akhir kata larik kedua; /a/ pada kata tangga, surga,
kita, dan terima.
Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /a/ pada kata
penjara dan tanpa.
Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Pada bait di atas terdapat asonansi di akhir kata larik pertama; /a/ pada kata
suara, duka dan asonansi di akhir kata larik kedua; /a/ pada kata nada dan
bergema.
c. Pengulangan Kata/ Ungkapan
Pengulangan kata atau ungkapan pada lagu “Dominasi Belati” adalah
sebagai berikut.
Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Bait ke-6
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya, tersumpal dogma penuh kepalsuan
Bait ke-7
sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
Pada keempat bait di atas terdapat pengulangan kata ciptakan budak
kekhawatiran, sirkulasi kecemasan berputar, diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan pada bait ke-1 larik pertama, kedua, ketiga,
dan keempat; bait ke-5 larik pertama; bait ke-6 larik pertama, kedua, ketiga, dan
keempat; bait ke-7 larik pertama.
2) Ritma
Ritma merupakan pertentangan bunyi: tinggi/ rendah, panjang/ pendek,
keras/ lemah, yang mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga
membentuk keindahan (Slametmuljana dalam Waluyo, 1990: 94).
ciptakan budak kekhawatiran/
sirkulasi kecemasan berputar/
diam lemah tak berdaya/
tersumpal dogma penuh kepalsuan/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
refleksi keimanan semakin instan/
syair ayat sumbang dikumandangkan/
untuk memuja apa yang bias di sana/
khotbah di atas mimbar/bersama Lucifer/
parade laskar binatang/
manufaktur replika baptis/paksakan sebuah harga mati/
tangga menuju surga/sogokan kita terima/
jiwa yang terikat rantai pertanyaan/
melangkah patah dan tertinggal/
penjara tanpa terali/ wajah baru perbudakan/
memelihara kemunafikan/
kepalsuan menikam/
api neraka yang samar/
bernafaskan kecemasan/
nilai sakral semakin terbelakang/
ciptakan harmonisasi/paduan suara duka/
nada suram yang bergema/
kebenaran semu yang terpancar/dari mata hitam yang tak bersinar/
ciptakan budak kekhawatiran/
sirkulasi kecemasan berputar/
diam lemah tak berdaya/
tersumpal dogma penuh kepalsuan/
sirkulasi kecemasan/
mata rantai pertanyaan//
4.5.1.6 Tata Wajah (Tipografi)
Waluyo (1991: 97) menyatakan bahwa tipografi merupakan pembeda yang
penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak membangun
periodisitet yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
bermula dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan
dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal tersebut tidak
berlaku bagi tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang demikian menunjukkan
eksistensif sebuah puisi.
Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Manufaktur Replika Baptis”
berbentuk bait-bait. Pada setiap bait memiliki jumlah larik yang berbeda-beda dan
larik dalam satu bait saling berkesinambungan. Bait dalam lirik lagu memiliki
fokus pembahasan yang berbeda-beda. Pada bait ke-1 mengungkapkan
ketidakberdayaan, bait ke-2 mengungkapkan pengaruh ajaran sesat, bait ke-3
mengungkapkan sebuah syarat mutlak, bait ke-4 mengungkapkan penderitaan,
bait ke-5 mengungkapkan penderitaan, dan bait ke-6 mengungkapkan
ketidakberdayaan, dan bait ke-7 mengungkapkan kegelisahan.
Lirik tersebut terdiri dari tujuh bait dan tiap bait berisi larik yang bervariasi,
ada yang terdiri enam, empat, tiga, dan satu. Penyairan lirik di mulai dari tepi kiri
halaman sampai pertengahan halaman dan dilanjutkan pada baris berikutnya. Bait
ke-1 terdiri dari empat larik; larik pertama terdiri dari tiga kata, larik kedua terdiri
dari tiga kata, larik ketiga terdiri dari empat kata, dan larik keempat terdiri dari
empat kata. Bait ke-2 terdiri dari lima larik; larik pertama terdiri dari empat kata,
larik kedua terdiri dari empat kata, larik ketiga terdiri dari tujuh kata, larik
keempat terdiri dari enam kata, dan larik kelima terdiri dari tiga kata.
Bait ke-3 terdiri dari empat larik; larik pertama terdiri dari tujuh kata, larik
kedua terdiri dari enam kata, larik ketiga terdiri dari lima kata, dan larik keempat
terdiri dari empat kata. Bait ke-4 terdiri dari enam larik; larik pertama terdiri dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
enam kata, larik kedua terdiri dari dua kata, larik ketiga terdiri dari dua kata, larik
keempat terdiri dari empat kata, larik kelima terdiri dari dua kata, dan larik
keenam terdiri dari empat kata. Bait ke-5 terdiri dari tiga larik; larik pertama
terdiri dari lima kata, larik kedua terdiri dari empat kata, dan larik ketiga terdiri
dari sepuluh kata. Bait ke-6 terdiri dari empat larik; larik pertama terdiri dari tiga
kata, larik kedua terdiri dari tiga kata, larik ketiga terdiri dari empat kata, dan
larik keempat terdiri dari empat kata. Bait ke-7 terdiri dari dua larik; larik
pertama terdiri dari dua kata, dan larik kedua terdiri dari tiga kata.
4.5.2 Struktur Batin
Struktur batin yaitu struktur yang mengungkapan hal yang hendak
dikemukakan oleh penyair dengan perasaan dan suasana jiwanya. Unsur-unsur
struktur batin tidak langsung tampak pada fisik puisi, harus digali dari fisik puisi
tersebut. Struktur batin puisi meliputi: tema, perasaan penyair, nada dan amanat
(Waluyo, 1991: 102).
4.5.2.1 Tema
Menurut Waluyo (1991: 106-107), tema merupakan gagasan pokok atau
subject-matter yang dikemukakan penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan itu
begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama
pengucapannya.
Lirik lagu “Manufaktur Replika Baptis” mengandung tema kehidupan
sosial. Secara khusus lagu ini bertemakan keimanan palsu. Keimanan palsu yang
dimaksud adalah orang-orang yang sebenarnya tahu bahwa salah ketika
melakukan hal itu, tetapi masih saja dilakukan karena ajaran yang mereka terima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
membenarkannya. Mereka seolah-olah membohongi diri mereka sendiri dan
menutup mata atas itu. Hal tersebut ditunjukkan pada awal hingga akhir bait
terdapat kata seperti kekhawatiran, kepalsuan, binatang, dan kemunafikan. Di
samping itu, tema dapat dibuktikan setelah menelaah unsur-unsur yang terdapat
pada struktur fisik. Diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif, versifikasi,
serta tipografi merupakan unsur-unsur yang memperkuat tema keimanan palsu.
4.5.2.2 Perasaan
Waluyo (1991: 134) menyatakan bahwa perasaan dalam puisi adalah
perasaan yang disampaikan penyair melalui puisinya. Puisi mengungkapkan
perasaan yang beraneka ragam, mungkin perasaan sedih, kecewa, terharu, benci,
rindu, cinta, kagum, bahagia, ataupun perasaan setia kawan.
Dalam lirik lagu “Manufaktur Replika Baptis”, penyair mengungkapkan
rasa gusar ketika menciptakan lagu. Hal ini dapat terlihat pada pengulangan bunyi
pada setiap akhir lirik lagu. Berikut kutipan dari lirik lagu tersebut.
(2) refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
(3) manufaktur replika baptis,
paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga,
sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
Kedua bait di tersebut menunjukkan perasaan penyair yang ingin
diluapkan. Pada bait ke-1 dan ke-2 terdapat pengulangan bunyi yang sama pada
setiap akhir larik, begitu pula pada bait lainnya juga terdapat pengulangan bunyi
yang sama pada akhir larik.
4.5.2.3 Nada
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis
yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Nada dan suasana puisi saling
berhubungan karena nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya
(Waluyo, 1991: 125).
Dalam lirik lagu “Manufaktur Replikas Baptis” bernada kekesalan dan
kemarahan. Penyair menceritakan bagaimana seseorang menjadi sesat. Seseorang
tersebut dihinggapi rasa cemas atau khawatir (sirkulasi kecemasan berputar)
karena terpengaruh sebuah ajaran palsu (tersumpal dogma penuh kepalsuan).
Bertolak dari hal itu, suasana kesal atau resah akan timbul dari pembaca setelah
memahami lirik lagu.
4.5.2.4 Amanat
Waluyo (1991: 134) menjelaskan bahwa amanat puisi adalah maksud yang
hendak disampaikan atau himbauan atau pesan atau tujuan yang hendak
disampaikan penyair. Tiap penyair bermaksud ikut meningkatkan martabat
manusia dan kemanusiaan. Penghayatan terhadap amanat sebuah puisi tidak
secara obyektif, namun subyektif, artinya berdasarkan interpretasi pembaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
Amanat dari lirik ini yaitu penyair ingin menyampaikan tentang orang yang
menjadi sesat. Menjadi manusia yang sesat akan menyebabkan orang tersebut
menyampaikan hal yang salah (syair ayat sumbang dikumandangkan). Segala cara
akan dilakukannya (tangga menuju surga, sogokan kita terima) demi diterima di
surga, di samping itu ajaran yang benar sudah tidak dihiraukan lagi (nilai sakral
semakin terbelakang).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis kelima lagu karya Deadsquad dalam album
Horror Vision tahun 2009, diperoleh kesimpulan sebagai berikut. Lagu dari album
Horror Vision tahun 2009 karya Deadsquad memiliki struktur fisik dan struktur
batin yang beragam. Struktur fisik yang digunakan sebagai analisis lagu meliputi:
diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), verifikasi, dan tipografi.
Struktur batin yang digunakan untuk menganalisis lirik lagu meliputi: teman,
perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat. Pengulangan kata/ makna yang
merupakan bagian dari struktur fisik tidak dijumpai pada setiap lagu, misalnya
pada lagu Dimensi Keterasingan. Tema yang termasuk bagian dari struktur batin
berbeda-beda, tetapi memiliki makna serupa.
Lagu “Pasukan Mati” mencerminkan kemarahan atau amarah, lagu
“Dimensi Keterasingan” mencerminkan tentang orang-orang yang tidak ingin
mengikuti arus zaman saat ini, lagu “Dominasi Belati” mencerminkan kekerasan,
lagu “Hiperbola Dogma Monotheis” mencerminkan ajaran kesesatan, dan lagu
“Manufaktur Replika Baptis” mencerminkan keimanan palsu. Kelima lagu
tersebut memiliki tema besar tentang kritik sosial. Bertolak dari penjelasan di atas,
ditemukan hal serupa dalam kehidupan nyata tentang kritik sosial, baik kasus
kekerasan maupun penderitaan. Contoh kasus yang dimaksud yaitu kasus
terorisme dan radikalisme yang marak terjadi belakangan ini. Akibat dari teror
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
bom tersebut, banyak keluarga dari korban bom yang menderita fisik, mental
maupun harta benda, serta ketakutan masyarakat yang berkepanjangan ketika
melakukan aktivitas di luar rumah.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang sudah dipaparkan sebelumnya, ada beberapa
saran yang peneliti berikan yaitu,
1) Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti lain dapat meneliti maupun mengembangkan penelitian sejenis
dengan menggunakan objek yang lebih baru. Selain itu, nantinya teori
struktur fisik maupun struktur batin dapat semakin diperdalam.
2) Bagi pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam memahami isi lagu secara
mendalam, dengan begitu tidak akan salah mengartikan maksud yang ingin
disampaikan oleh penulis lagu tersebut.
3) Bagi musisi
Semoga para musisi Indonesia dapat terus mengembangkan talentanya
dalam bermusik dan juga dapat mengharumnya nama negara dengan cara
Go Internasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Erlangga.
Awe, Moko. 2007. Fals Nyanyian di Tengah Kegelapan. Yogyakarta: Ombak.
Deadsquad. 2009. Lirik Lagu Album Horror Vision.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fabi, Anastasia Tatiana. 2014. Analisis Struktur Fisik dan Struktur Batin Puisi
“Nyanyian Para Babu” Karya Hartojo Andangdjaja Serta Implementasi
dalam Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X. Skripsi. PBSI. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Jabrohim, Dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keraf, Gorys. 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Najid, Moh. 2003. Mengenal Apresiasi Prosa Fiksi. Surabaya: University Press
dengan Kreasi Media Promo.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahap Strategi, Metode, dan
Tekniknya (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexi. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.
Moleong, Lexi. 2007. Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexi. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya
CV.
Nugroho, Yohanes Rizky. 2016. Analisis Citraan pada Puisi-puisi yang Terdapat
dalam Majalah Horison Edisi Juli 2015 dan Relevansinya dalam
Pembelajaran Sastra di SMA Kelas X Semester I. Skripsi. PBSI.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
Nurastuti, Wiji. 2007. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Ardana Media.
Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode, dan
Penggunaannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2014. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
Univesity Press.
Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur, dan Logika).
Bandung: PT. Refika Aditama.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surakarta: Erlangga.
Waluyo, Herman J. 2002. Apresiasi Puisi untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Wicaksono, Andri. 2014. Menulis Kreatif Sasttra dan Beberaapa Model
Pembelajarannya. Yogyakarta: Garudhawaca.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
Triangulasi Data
Data dan Hasil Penelitian Skripsi dengan Judul Analisis Struktur Fisik dan Struktur Batin
Lirik Lagu Deadsquad dalam Album Horror Vision Tahun 2009
Oleh : Christian Adven Saputra (121224027)
Pembimbing 1 : Drs. J. Prapta Diharja, SJ M.Hum.
Pembimbing 2 : Septina Krismawati, S.S., M.A.
Petunjuk Triangulasi:
1. Triangulator memberikan tanda centang (√) pada kolom Setuju/Tidak Setuju yang menggambarkan penilaian anda.
2. Berikan catatan pada kolom keterangan yang dapat membantu kebenaran hasil analisis struktur fisik dan struktur batin lirik
lagu.
3. Setelah mengisi tabulasi data, triangulator membubuhi tanda tangan pada akhir.
No.
Struktur Fisik Lirik Lagu Pasukan Mati Triangulasi
Diksi (Pilihan Kata) Deskripsi Setuju Tidak
Setuju
1. Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa,
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
1) Pilihan kata mata hati telah binasa
digunakan penulis untuk menunjukkan
hati nurani yang sudah mati. √
2) Pilihan kata terkikis dengki dalam jiwa
digunakan penulis untuk menunjukkan
kebencian yang menggerogoti nurani. √
3) Pilihan kata terbuai fatamorgana surga √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
digunakan penulis untuk menunjukkan
keadaan tergoda tipuan surga.
4) Pilihan kata rasuki hamba pecandu
pahala digunakan penulis untuk
menunjukkan seseorang yang
terpengaruh dengan pahala.
√
2. Bait ke-2
pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya,
kebodohan yang bertahta
1) Pilihan kata pasukan mati rasa
digunakan penulis untuk menunjukkan
prajurit atau kelompok orang yang tidak
dapat merasakan apa-apa atau nuraninya
sudah mati.
√
2) Pilihan kata moralitas tanda tanya
digunakan penulis untuk menunjukkan
moralitas yang dipertanyakan atau
diragukan.
√
3) Pilihan kata kebodohan yang bertahta
digunakan penulis untuk menunjukkan
keadaan dikuasai kebodohan. √
3. Bait ke-3
gelap mata definisakan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi,
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
1) Pilihan kata gelap mata definisikan dosa
digunakan penulis untuk menunjukkan
keadaan tidak dapat membedakan benar
dan salah sehingga menjadi lupa dengan
apa yang diperbuat.
√
2) Pilihan kata nilai rapuh menyalibkan
eksistensi digunakan penulis untuk
menunjukkan nilai yang lemah
digunakan untuk menghukum mati suatu
keberadaan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
3) Pilihan kata membabi buta arogansi
berbalut doa, menyerapah digunakan
penulis untuk menunjukkan perilaku
yang sewenang-wenang dengan
sombong mengucapkan doa lalu
memaki.
√
4. Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping
surga,
terjarah serdadu Tuhan,
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
1) Pilihan kata wajah malaikat biru lebam
terkapar mengemis sekeping surga
digunakan penulis untuk menunjukkan
seorang berhati baik dengan keadaan
tidak berdaya sedang memohon
kebaikan.
√
2) Pilihan kata terjarah serdadu Tuhan
digunakan penulis untuk menunjukkan
keadaan terenggut oleh pasukan atau
kelompok orang yang mengatasnamakan
Tuhan.
√
3) Pilihan kata penuh ambisi ciptakan
neraka dunia digunakan penulis untuk
menunjukkan hasrat yang berlebihan
sehingga terjadi kesengsaraan.
√
5. Bait ke-5
terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah,
tersudut dan teraniaya
oleh kepercayaan yang buta,
1) Pilihan kata terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah digunakan
penulis untuk menunjukkan penderitaan
atau kesengsaraan bagi mereka yang
tidak berdaya.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
2) Pilihan kata tersudut dan teraniaya oleh
kepercayaan yang buta digunakan
penulis untuk menunjukkan keadaan
terpojok atau tidak dapat melakukan
apa-apa karena kepercayaannya belum
jelas kebenarannya.
√
3) Pilihan kata keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat digunakan penulis
untuk menunjukkan kepercayaan akan
Tuhan yang sudah melemah atau sudah
ragu akan Tuhan.
√
6. Bait ke-6
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Pilihan kata penuh ambisi ciptakan neraka
dunia digunakan penulis untuk
menunjukkan hasrat yang berlebihan
sehingga terjadi atau timbul kesengsaraan.
√
Pengimajian
Imaji Auditif Deskripsi
7. Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Penyair mengajak pembaca atau pendengar
untuk seakan-akan mendengar sebuah doa
dan serapah. √
Imaji Visual Deskripsi
8. Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Penyair mengajak pembaca atau pendengar
untuk seakan-akan melihat peristiwa
penyaliban atau hukuman mati. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
9. Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping
surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Penyair mengajak pembaca atau pendengar
untuk seakan-akan melihat wajah malaikat
biru lebam. √
10. Bait ke-5
terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
Penyair mengajak pembaca atau pendengar
untuk seakan-akan melihat situasi atau
posisi tersudut dan teraniaya.
√
Imaji Taktil Deskripsi
11. Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
Penyair mengajak pembaca atau pendengar
untuk seakan-akan merasakan dengki.
√
12. Bait ke-5
terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
Penyair mengajak pembaca atau pendengar
untuk seakan-akan merasakan duka.
√
13. Bait ke-6
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Penyair mengajak pembaca atau pendengar
untuk seakan-akan merasakan sebuah
ambisi. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
Kata Konkret Deskripsi
14. Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
Penyair menggunakan kata mata hati telah
binasa untuk mengkonkretkan keadaan
yang tidak lagi mempunyai hati nurani. √
15. Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
1) Penyair menggunakan kata gelap mata
untuk mengkonkretkan keadaan tidak
dapat membedakan antara benar dan
salah.
√
2) Penyair menggunakan kata membabi
buta untuk mengkonkretkan tindakan
yang tidak memperdulikan apa-apa. √
3) Penyair menggunakan kata menyerapah
untuk mengkonkretkan sebuah makian. √
Bahasa Figuratif (Majas)
Kiasan (Gaya Bahasa)
Metafora Deskripsi
16. Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
1) Pada kata mata hati mengartikan
sebuah mata batin atau hati nurani yang
digunakan untuk melihat hal-hal yang
tidak nampak.
√
2) Pada kata terkikis dengki mengartikan
lenyap atau tergerogoti kebencian dalam
diri. √
3) Pada kata fatamorgana surga diartikan
sebagai khayalan akan surga atau
halusinasi akan surga. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
4) Pada kata pecandu pahala diartikan
sebagai sifat tergila-gila atau menggilai
pahala yang berarti buah dari kebaikan
itu sendiri.
√
17. Bait ke-2
pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya kebodohan yang bertahta
1) Pada kata mati rasa diartikan sebagai
suatu keadaan di mana seseorang sudah
tidak lagi bisa merasakan sesuatu atau
hal yang bersinggungan dengan hatinya.
Mati rasa sendiri dalam konteks ini
diartikan sebagai hati nurani yang sudah
tidak ada.
√
2) Pada kata moralitas tanda tanya
diartikan sebagai kesantunan atau sopan
satun yang dimiliki oleh seseorang
sudah tidak lagi ada atau diragukan.
√
Sinekdoke Deskripsi
18. Bait ke-1 (sebagian menjelaskan keseluruhan/ part pro toto)
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
Untuk menjelaskan sosok pasukan mati
yang tidak memiliki hati nurani, penyair
melukiskannya dengan menggunakan kata-
kata seperti mata hati telah binasa.
√
19. Bait ke-2 (sebagian menjelaskan keseluruhan/ part pro toto)
pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya kebodohan yang bertahta
Untuk menjelaskan sosok pasukan mati
yang tidak memiliki hati nurani, penyair
melukiskannya dengan menggunakan kata-
kata seperti moralitas tanda tanya.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
20. Bait ke-3 (sebagian menjelaskan keseluruhan/ part pro toto)
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Untuk menjelaskan sosok pasukan mati
yang tidak memiliki hati nurani, penyair
melukiskannya dengan menggunakan kata-
kata seperti gelap mata definisikan dosa,
membabi buta, dan menyerapah.
√
Perlambangan
Lambang Warna Deskripsi
21. Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
Untuk melambangkan kemarahan, penyair
menggunakan kata gelap mata,
menyalibkan, membabi buta, dan
menyerapah.
√
22. Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping
surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Untuk melambangkang bekas dari
penganiayaan, penyair menggunakan kata
biru lebam. √
Lambang Suasana Deskripsi
23. Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping
surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Untuk melambangkan suasana
menyedihkan, penyair menggunakan kata
terkapar, malang, dan neraka. √
24. Bait ke-5
terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
Untuk melambangkan penderitaan, penyair
menggunakan kata duka, maha lemah,
tersudut, dan teraniaya. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
kesucian yang laknat
Versifikasi
Rima Deskripsi
25. (1) mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/-
/a/. √
26. (2) pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/.
√
27. (3) gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa,
menyerapah
Rima yang sering muncl yaitu /a/-/i/-/a/-/a/
√
28. (4) wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping
surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/.
√
29. (5) terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/-
/a/-/a/-/a/.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
Bentuk Intern Pola Bunyi
Aliterasi di Awal Kata Deskripsi
30. Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
1) Aliterasi di awal kata pada larik kedua;
/d/ pada kata dengki dan dalam √
2) Aliterasi di awal kata pada larik
keempat; /p/ pada kata pecandu dan
pahala. √
31. Bait ke-2
pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
Aliterasi di awal kata pada larik kedua; /t/
pada kata tanda dan tanya. √
32. Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
1) Aliterasi di awal kata pada larik
pertama; /d/ pada kata definisikan dan
dosa, dan doa √
2) Aliterasi di awal kata pada larik ketiga;
/b/ pada kata buta dan berbalut. √
33. Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
1) Aliterasi di awal kata pada larik
pertama; /m/ pada kata malaikat dan
mengemis; /s/ pada kata sekeping, dan
surga
√
2) Aliterasi di awal kata pada larik kedua;
/y/ pada kata yang dan yang; /t/ pada
kata terkapar, terjarah, dan Tuhan. √
34. Bait ke-5
terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
1) Aliterasi di awal kata pada larik
pertama; /d/ pada kata darah, dan, dan
dan √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
2) Aliterasi di awal kata pada larik ketiga;
/t/ pada kata tersudut dan teraniaya. √
Asonansi di Akhir Kata Deskripsi
35. Bait ke-1
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
1) Asonansi di akhir kata pada larik
pertama; /a/ pada kata mata dan binasa √
2) Asonansi di akhir kata pada larik ketiga;
/a/ pada kata hamba dan pahala √
36. Bait ke-2
pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
Asonansi di akhir kata pada larik kedua;
/a/ pada kata tanda dan tanya √
37. Bait ke-3
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
1) Asonansi di akhir kata pada larik
pertama; /a/ pada kata mata dan dosa √
2) Asonansi di akhir kata pada larik kedua;
/i/ pada kata nilai dan eksistensi √
3) Asonansi di akhir kata pada larik ketiga;
/i/ pada kata membabi dan arogansi √
4) Asonansi di akhir kata pada larik ketiga;
/a/ pada kata buta dan doa √
38. Bait ke-4
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Asonansi di akhir kata pada larik ketiga;
/a/ pada kata neraka dan dunia
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
Pengulangan Kata/ Ungkapan Deskripsi
39. Bait ke-2
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Terdapat pengulangan kata penuh ambisi
ciptakan neraka dunia pada bait ke-2 larik
ketiga dengan bait ke-6 larik pertama. √
40. Bait ke-6
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
Tata Wajah (Tipografi) Deskripsi
41. Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Pasukan Mati”
berbentuk bait-bait. Lirik tersebut terdiri dari enam bait dan
tiap baitn berisi larik yang bervariasi, ada yang terdiri enam,
empat, tiga, dan satu. Larik dalam setiap bait saling berkaitan.
Lirik tersebut terdiri dari enam bait.
1) Bait ke-1 terdiri dari empat larik; larik
pertama terdiri dari empat kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, larik
ketiga terdiri dari tiga kata, dan larik
keempat terdiri dari empat kata.
√
2) Bait ke-2 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari tiga kata, larik
kedua terdiri dari tiga kata, dan larik
ketiga terdiri dari tiga kata.
√
3) Bait ke-3 terdiri dari empat larik; larik
pertama terdiri dari empat kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, larik
ketiga terdiri dari lima kata, dan larik
keempat terdiri dari satu kata.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
4) Bait ke-4 terdiri dari enam larik; larik
pertama terdiri dari lima kata, larik
kedua terdiri dari tiga kata, larik ketiga
terdiri dari empat kata, larik keempat
terdiri dari lima kata, larik kelima
terdiri dari dua kata, dan larik keenam
terdiri dari tiga kata.
√
5) Bait ke-5 terdiri dari enam larik; larik
pertama terdiri dari empat kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, larik
ketiga terdiri dari tiga kata, larik
keempat terdiri dari empat kata, larik
kelima terdiri dari tiga kata, dan larik
keenam terdiri dari tiga kata.
√
6) Bait ke-6 terdiri dari satu larik dan
terdiri dari lima kata. √
Struktur Batin Lirik Lagu Pasukan Mati
Tema
42. Lirik lagu “Pasukan Mati” mengandung tema besar kehidupan sosial. Secara khusus lagu tersebut
bertemakan kekerasan dan penderitaan. Hal tersebut ditunjukkan pada awal hingga akhir bait
menggambarkan kekerasan dan penderitaan dalam kehidupan sosial manusia. Penderitaan-penderitaan
tersebut timbul dari “pasukan” yang tidak memiliki hati nurani. Mereka bertindak sewenang-wenang
kepada kaum yang lemah sehingga penderitaan semakin dirasakan.
√
Perasaan
43. Dalam lirik lagu “Pasukan Mati”, penulis mengungkapkan tentang penderitaan yang dialami oleh mereka
yang lemah. Penderitaan tersebut ditimbulkan oleh “pasukan” yang sudah tidak memiliki hati nurani.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
Nada
44. Dalam lirik lagu ”Pasukan Mati” bernada kekesalan. Penyair mengingatkan pembaca untuk memahami
penderitaan yang dialami kaum lemah disebabkan oleh para “pasukan”. Pasukan tersebut terlalu berambisi
dengan sesuatu yang dianggap pahala sehingga mereka berlaku sewenang-wenang tanpa dapat
membedakan benar dan salah.
√
Amanat
45. Amanat yang hendak disampaikan penulis lewat lagu tersebut yaitu agar kita mengetahui tentang keadaan
sebenarnya yang ada disekitar bahwa penderitaan masih dirasakan oleh kaum yang lemah. Keadilan belum
sepenuhnya ditegakkan, masih banyak penindasan-penindasan kepada kaum lemah yang dilakukan oleh
“pasukan” atau mereka yang merasa memiliki kemampuan dan kekuatan di atas kaum lemah.
√
No.
Struktur Fisik Lirik Lagu Dimensi Keterasingan Triangulasi
Diksi (Pilihan Kata) Deskripsi Setuju Tidak
Setuju
46. Bait ke-1
keputusasaan yang bernyawa
Pilihan kata keputusasaan yang
bernyawa digunakan penulis untuk
menunjukkan sifat tidak adanya harapan
yang terus-menerus tinggal di dalam diri.
√
47. Bait ke-2
kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
1) Pilihan kata kami koloni memilih
peran sebagai sampah digunakan
penulis untuk menunjukkan suatu
kelompok yang memutuskan untuk
tidak melakukan apa-apa.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
2) Pilihan kata dalam drama kehidupan
mengecewakan digunakan penulis
untuk menunjukkan kepura-puraan
atau sikap yang tidak sesungguhnya
dalam kehidupan bersosial yang
mengecewakan.
√
3) Pilihan kata membuka pintu dimensi
keterasingan digunakan penulis untuk
menunjukkan orang yang memilih
pergi atau mengasingkan diri di tempat
lain.
√
48. Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
1) Pilihan kata dalam perspektif
kecemasan rotasi sengsara berputar
digunakan penulis untuk menunjukkan
suatu pandangan kekhawatiran akan
penderitaan yang akan didapat.
√
2) Pilihan kata detik ini terasa kelam
menyedihkan digunakan penulis untuk
menunjukkan sebuah situasi suram
yang menyedihkan.
√
3) Pilihan kata jasad bernafas terbuang
dan terlupakan digunakan penulis
untuk menunjukkan tubuh dalam
keadaan sekarat yang terabaikan.
√
49. Bait ke-4
tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
Pilihan kata tengik aroma amis sperma
dan lusuh penuh ludah dan noda pada
kalimat digunakan penulis untuk
menunjukkan keadaan tubuh yang
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
menjijikan dan terlihat hina atau tak
layak hidup.
50. Bait ke-5
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
1) Pilihan kata kuputuskan menyerah
digunakan penulis untuk menunjukkan
sikap tidak mampu berbuat apa-apa.
√
2) Pilihan kata dunia yang kupuja
digunakan penulis untuk menunjukkan
seseorang dengan kehidupannya
sendiri atau dunia yang dimilikinya.
√
3) Pilihan kata dunia fana merangkul
indah digunakan penulis untuk
menunjukkan kenyamanan dengan
kehidupannya yang sebenarnya hanya
sementara.
√
51. Bait ke-6
perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
1) Pilihan kata perjamuan tanpa akhir
digunakan penulis untuk menunjukkan
suatu kesenangan yang berlangsung
secara terus-menerus.
√
2) Pilihan kata tertuang dalam cawan tak
bertuan digunakan penulis untuk
menunjukkan perbuatan yang bersifat
sia-sia.
√
3) Pilihan kata terapi mengobati luka
digunakan penulis untuk menunjukkan
suatu cara untuk menghilangkan
penderitaan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
52. Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
1) Pilihan kata dunia terus berputar dan
kami tertinggal digunakan penulis
untuk menunjukkan kehidupan yang
terus berjalan tanpa bias
mengikutinya.
√
2) Pilihan kata berserikat dalam malam
pekat digunakan penulis untuk
menunjukkan keadaan menyatukan
diri dengan kesunyian.
√
3) Pilihan kata mentransfusi luka
diantara tawa digunakan penulis
untuk menunjukkan kesedihan yang
dilepaskan dengan cara menghibur
diri.
√
53. Bait ke-8
memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
1) Pilihan kata memecah kesunyian yang
mencekik alam bawah sadar
digunakan penulis untuk menunjukkan
membangkitkan suasana yang hening
dan terbangun dari mimpi.
√
2) Pilihan kata selamat tinggal dunia
digunakan penulis untuk menunjukkan
seseorang yang terbangun dari mimpi
dan meninggalkan kehidupan
lamanya.
√
54. Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
1) Pilihan kata luka menganga digunakan
penulis untuk menunjukkan
penderitaan yang bertambah.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
2) Pilihan kata bernafaskan kebencian
digunakan penulis untuk menunjukkan
hanya kehidupan yang hanya diliputi
rasa benci.
√
Pengimajian
Imaji Auditif Deskripsi
55. Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan mendengar
sebuah tawa. √
Imaji Visual Deskripsi
56. Bait ke-2
kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan melihat
pintu dibuka. √
57. Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan melihat
jasad.
√
58. Bait ke-4
tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan melihat
tubuh yang lusuh dipenuhi ludah dan
noda.
√
59. Bait ke-6
perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
Penyair mengajak pembaca untuk
seakan-akan melihat sebuah proses
penyembuahan atau terapi mengobati
luka.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
60. Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Penyair mengajak pembaca seakan-akan
melihat luka menganga. √
Imaji Taktil Deskripsi
61. Bait ke-1
keputusasaan yang bernyawa
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar seakan-akan merasakan
keputusasaan.
√
62. Bait ke-2
kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar seakan-akan merasakan posisi
yang tidak berguna (peran sebagai
sampah) dan perasaan mengecewakan.
√
63. Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar seakan-akan merasakan
kecemasan, sengsara, kesedihan,
terbuang, dan terlupakan.
√
64. Bait ke-5
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar seakan-akan menyerah. √
65. Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar seakan-akan merasakan
kebencian. √
Kata Konkret Deskripsi
66. Bait ke-2
kami koloni memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Penyair menggunakan kata drama
kehidupan mengecewakan untuk
mengkonkretkan bahwa kehidupan yang
dijalaninya tidak sesuai keinginannya,
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
hanya penuh kepalsuan.
67. Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas terbuang dan terlupakan
Penyair menggunakan kata detik ini
terasa kelam menyedihkan untuk
mengkonkretkan setiap waktu yang
dilalui selalu terasa menyedihkan.
√
68. Bait ke-5
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
Penyair menggunakan kata dunia yang
kupuja untuk mengkonkretkan kehidupan
yang dijalaninya atau dunianya sendiri. √
69. Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal berserikat dalam malam pekat
mentransfusi luka diantara tawa
Penyair menggunakan kata dunia terus
berputar dan kami tertinggal kehidupan
yang terus berjalan tanpa bias
mengikutinya.
√
Bahasa Figuratif (Majas)
Kiasan (Gaya Bahasa)
Simile Deskripsi
70. Bait ke-2
kami koloni memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Pada kata peran sebagai sampah tersebut
mengibaratkan koloni atau suatu
kelompok yang memutuskan untuk tidak
melakukan apa-apa.
√
Metafora Deskripsi
71. Bait ke-1
keputusasaan yang bernyawa
Pada kata keputusasaan yang bernyawa
diartikan sebagai sifat tidak adanya
harapan yang terus-menerus tinggal di
dalam diri.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
72. Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
1) Pada kata rotasi sengsara berputar
mengartikan bahwa dalam kehidupan
manusia itu akan mengalami
kesusahan juga, tidak melulu senang
tetapi juga akan merasakan kesedihan
atau kesusahan karena roda
kehidupan akan selalu berputar.
√
2) Pada kata jasad bernafas diartikan
sebagai tubuh manusia dalam
keadaan sekarat yang terabaikan.
√
73. Bait ke-5
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
Pada kata merangkul indah dijelaskan
sebagai dilingkupi dengan rasa nyaman
atau kenyamanan dalam kehidupan. √
74. Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
Pada kata mentransfusi luka dijelaskan
sebagai melepaskan atau membagikan
kesedihan kepada orang lain. √
75. Bait ke-8
memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
Pada kata memecah kesunyian diartikan
sebagai memulai pembicaraan dalam
keadaan hening.
√
76. Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Pada kata bernafaskan kebencian
diartikan sebagai kehidupan yang
dipenuhi kebencian.
√
Perlambangan
Lambang Benda Deskripsi
77. Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
Untuk melambangkan manusia dalam
keadaan sekarat, penyair menggunakan √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
kata jasad bernafas.
Lambang Suasana Deskripsi
78. Bait ke-1
keputusasaan yang bernyawa
Untuk melambangkan rasa menyerah
dengan keadaan, penyair menggunakan
kata keputusasaan.
√
79. Bait ke-2
kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Untuk melambangkan kekecewaan akan
hidup, penyair menggunakan kata
mengecewakan. √
80. Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan
rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Untuk melambangkan perasaan gelisah,
penyair menggunakan kecemasan dan
menyedihkan. √
81. Bait ke-8
memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
Untuk melambangkan suasana sepi,
penyair menggunakan kata kesunyian. √
Versifikasi
Rima Deskripsi
82. (1) kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-
/a/. √
83. (2) dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-
/a/. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
84. (3) tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
Rima yang seringmuncul yaitu /a/-/a/. √
85. (4) kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-
/a/. √
86. (5) perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
Rima yang sering muncul yaitu /i/-/a/-/a/. √
87. (6) dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-
/a/. √
88. (7) memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/ia/. √
89. (8) luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/. √
Bentuk Intern Pola Bunyi
Aliterasi di Awal Kata Deskripsi
90. Bait ke-2
kami koloni memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
1) Aliterasi di awal kata pada larik
pertama; /k/ pada kata kami dan koloni. √
2) Aliterasi di awal kata pada larik kedua;
/d/ pada kata dalam dan drama. √
91. Bait ke-3
dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
Aliterasi di awal kata pada larik ketiga;
/t/ pada kata terbuang dan terlupakan. √
92. Bait ke-4
tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
1) Aliterasi di awal kata pada larik
pertama; /a/ pada kata aroma dan
amis.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
2) Aliterasi di awal kata pada larik kedua;
/l/ pada kata lusuh dan ludah. √
93. Bait ke-6
perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
Aliterasi di awal kata pada larik kedua; /t/
pada kata tertuang dan tak. √
94. Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
Aliterasi di awal kata pada larik pertama;
/d/ pada kata dunia dan dan; /t/ pada kata
terus dan tertinggal. √
95. Bait ke-8
memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
Aliterasi di awal kata pada larik pertama;
/m/ pada kata memecah dan mencekik. √
96. Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Aliterasi di awal kata pada larik kedua;
/k/ pada kata kami dan kebencian. √
Asonansi di Akhir Kata Deskripsi
97. Bait ke-2
kami koloni memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
Asonansi di akhir kata pada larik
pertama; /i/ pada kata kami, koloni, dan
sebagai. √
98. Bait ke-4
tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
Asonansi di akhir kata pada larik
pertama; /a/ pada kata aroma dan
sperma.
√
99. Bait ke-5
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
1) Asonansi di akhir kata pada larik
kedua; /a/ pada kata pada, dunia, dan
kupuja.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
dunia fana merangkul indah 2) Asonansi di akhir kata pada larik
ketiga; /a/ pada kata dunia dan fana. √
100. Bait ke-6
perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
Asonansi di akhir kata pada larik ketiga;
/i/ pada kata terapi dan mengobati. √
101. Bait ke-7
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka diantara tawa
Asonansi di akhir kata pada larik ketiga;
/a/ pada kata luka dan tawa. √
102. Bait ke-9
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
Asonansi di akhir kata pada larik
pertama; /a/ pada kata luka dan
menganga.
√
Tata Wajah (Tipografi) Deskripsi
103. Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Dimensi
Keterasingan” berbentuk bait-bait. Tiap bait berisi larik yang
bervariasi, ada yang tiga, dua, atau hanya satu larik saja,
bahkan ada yang terdiri atas empat larik. Larik dalam satu bait
saling berkaitan satu sama lain.
Lirik tersebut terdiri dari sembilan bait.
1) Bait ke-1 terdiri dari satu larik dan
terdiri dari tiga kata.
√
2) Bait ke-2 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari enam kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, dan
larik ketiga terdiri dari empat kata.
√
3) Bait ke-3 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari enam kata, larik
kedua terdiri dari lima kata, dan larik
ketiga terdiri dari enam kata.
√
4) Bait ke-4 terdiri dari dua larik; larik
pertama terdiri dari empat kata, dan √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
larik kedua terdiri dari lima kata.
5) Bait ke-5 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari dua kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, dan
larik ketiga terdiri dari empat kata.
√
6) Bait ke-6 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari tiga kata, larik
kedua terdiri dari lima kata, dan larik
ketiga terdiri dari tiga kata.
√
7) Bait ke-7 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari enam kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, dan
larik ketiga terdiri dari lima kata.
√
8) Bait ke-8 terdiri dari dua larik; larik
pertama terdiri dari tujuh kata, dan
larik kedua terdiri dari tiga kata.
√
9) Bait ke-9 terdiri dari dua larik; larik
pertama terdiri dari dua kata, dan
larik kedua terdiri dari tiga kata.
√
Struktur Batin Lirik Lagu Dimensi Keterasingan
Tema
104. Lirik lagu Dimensi Keterasingan memiliki tema besar kritik sosial. Secara khusus lagu ini bercerita tentang
orang-orang yang tidak ingin mengikuti arus jaman saat ini. Mereka lebih memilih hidup dengan cara
mengasingkan diri atau menjadi kaum minoritas asalkan benar daripada menjadi bagian dari kelompok
yang seolah-olah benar.
√
Perasaan
105. Dalam lirik lagu “Dimensi Keterasingan”, penulis mengungkapkan rasa kesedihan sangat karena menjadi
orang yang dianggap sampah, terbuang dan terlupakan. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
Nada
106. Dalam lirik lagu “Dimensi Keterasingan” bernada kesedihan dan kekecewaan yang berbaur menjadi satu.
Penulis mengajak pembaca untuk memahami penderitaan, kesedihan dan segala perasaan yang dirasakan
dan dialami oleh kaum minoritas. √
Amanat
107. Amanat yang hendak disampaikan penulis lewat lagu tersebut yaitu bagaimana menjadi seorang yang benar
itu susah sekali. Perlu banyak perjuangan dalam hidup untuk bisa bertahan dalam kehidupan yang sudah
keras seperti ini. Menjadi orang benar sulit dilakukan dan banyak diantaranya malah dianggap seperti
sampah karena tidak bisa mengikuti hal-hal yang dianggap dunia ini benar.
√
No.
Struktur Fisik Lirik Lagu Dominasi Belati Triangulasi
Diksi (Pilihan Kata) Deskripsi Setuju Tidak
Setuju
108. Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
1) Pilihan kata /langit cakrawala lambat
laun menghitam/ digunakan penulis
untuk menunjukkan kehidupan
manusia yang mulai dipenuhi
penderitaan atau kesedihan.
√
2) Pilihan kata /harapan yang sirna/
digunakan penulis untuk menunjukkan
sudah tidak adanya harapan lagi.
√
3) Pilihan kata /terkutuk berpijak pada
tanah tak berpihak/ digunakan penulis
untuk menunjukkan sesuatu yang tidak
baik berada di tempat yang
bertentangan dengan dirinya atau
tempatnya menjajah.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
4) Pilihan kata /terbelenggu aturan dan
sistem menindas/ digunakan penulis
untuk menunjukkan keterikatan pada
aturan dan sistem sehingga terasa
menindas.
√
5) Pilihan kata /melumpuhkan kehendak/
digunakan penulis untuk menunjukkan
ketidakbebasan dalam berkemauan atau
kemauan menjadi terhalang.
√
109. Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
1) Pilihan kata /terpuruk budaya tata
krama dan sopan santun membusuk/
digunakan penulis untuk menunjukkan
terbenam dalam kebiasan sopan santun
yang memburuk.
√
2) Pilihan kata /parodi satir/ digunakan
penulis untuk menunjukkan sebuah
sindiran melalui lelucon.
√
3) Pilihan kata /mengemis mimpi/
digunakan penulis untuk menunjukkan
meminta-minta sesuatu yang
sebenarnya hanya khayalan.
√
4) Pilihan kata /damai temporer hanya
ilusi/ digunakan penulis untuk
menunjukkan sebuah khayalan akan
ketenangan namun hanya sementara.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
110. Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
1) Pilihan kata /bunuh dan tikam/
digunakan penulis untuk menunjukkan
sebuah konflik yang berujung
kematian.
√
2) Pilihan kata /mengasah kultur belati/
digunakan penulis untuk menunjukkan
mempertajam kebudayaan yang identik
dengan kekerasan.
√
3) Pilihan kata /pawai rayakan nyeri/
digunakan penulis untuk menunjukkan
sekumpulan orang yang bersenang-
senang di atas penderitaan orang lain.
√
4) Pilihan kata /nurani terampas paksa/
digunakan penulis untuk menunjukkan
pemaksaan agar tidak menggunakan
hati nurani.
√
5) Pilihan kata /terperkosa pasrah
sekarat/ digunakan penulis untuk
menunjukkan keadaan tidak berdaya
sampai ajal menjemput.
√
6) Pilihan kata /fajar keagungan mata
pisau/ digunakan penulis untuk
menunjukkan masa kejayaan kekerasan
yang muncul kembali.
√
7) Pilihan kata /hening terkoyak dendam
memerah pekat/ digunakan penulis
untuk menunjukkan ketenangan yang
terusik oleh dendam yang membara.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
8) Pilihan kata /menyambut hangat ajal
berbisik memanggil pasti/ digunakan
penulis untuk menunjukkan seseorang
yang menerima kematian yang akan
menimpanya.
√
111. Bait ke-4
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi
abstrak
bias
1) Pilihan kata /panorama alam baka
terbuka/ digunakan penulis untuk
menunjukkan ajal yang sudah di depan
mata.
√
2) Pilihan kata /kematian berkilau
menyilaukan/ digunakan penulis untuk
menunjukkan kematian yang indah.
√
3) Pilihan kata /supremasi tirani yang
berkuasa/ digunakan penulis untuk
menunjukkan penguasa yang
menggunakan kekuasaannya secara
sewenang-wenang.
√
4) Pilihan kata /menyodomi hukum
impotensi/ digunakan penulis untuk
menunjukkan memaksakan diri dengan
hukum yang sudah tidak lagi kuat.
√
5) Pilihan kata /abstrak/ dan /bias/
digunakan penulis untuk menunjukkan
ketidakjelasan atau keragu-ragu
√
112. Bait ke-5
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
1) Pilihan kata /bunuh dan tikam/
digunakan penulis untuk menunjukkan
sebuah konflik yang berujung
kematian.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
2) Pilihan kata /mengasah kultur belati/
digunakan penulis untuk menunjukkan
mempertajam kebudayaan yang identik
dengan kekerasan.
√
3) Pilihan kata /pawai rayakan nyeri/
digunakan penulis untuk menunjukkan
sekumpulan orang yang bersenang-
senang di atas penderitaan orang lain.
√
113. Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
1) Pilihan kata /insting membunuh untuk
semua umur/ digunakan penulis untuk
menunjukkan naluri membunuh yang
sudah tertanam secara turun-temurun
pada setiap orang.
√
2) Pilihan kata /iblis untuk hari ini/ dan
/monster masa depan suram/
digunakan penulis untuk menunjukkan
penindasan yang selalu ada dimasa kini
maupun masa depan.
√
Pengimajian
Imaji Visual Deskripsi
114. Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan melihat
langit cakrawala yang perlahan mulai
menghitam. √
115. Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan melihat √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
parodi satir
mengemis mimpi damai temporer hanya ilusi
seseorang yang mengemis mimpi atau
meminta-minta sesuatu yang tidak akan
pernah terjadi atau hanya diangan-angan
saja.
116. Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan melihat
sebuah konflik yang ditandai dengan
bunuh, tikam, mengasah kultur belati,
pawai rayakan nyeri, dan dendam
memerah pekat.
√
117. Bait ke-4
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau
menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi,
abstrak
bias
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan melihat
kematian atau ajal di hadapannya
(panorama alam baka terbuka, kematian
berkilau menyilaukan). √
Imaji Taktil Deskripsi
118. Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan merasakan
harapan yang sirna, terbelenggu aturan,
sistem menindas, dan melumpuhkan
kehendak.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
119. Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan merasakan
terpuruk budaya tata krama dan sopan
santun membusuk dan sebuah damai
temporer.
√
120. Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan merasakan
terperkosa pasrah sekarat dan hening
yang terkoyak dendam. √
121. Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan sura
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan merasakan
insting membunuh. √
Kata Konkret Deskripsi
122. Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
1) Penyair menggunakan kata bunuh dan
tikam untuk mengkonkretkan sebuah
konflik yang berujung kematian atau
pertumpahan darah.
√
2) Penyair menggunakan kata mengasah
kultur belati untuk mengkonkretkan
mempertajam kebudayaan yang identik
dengan kekerasan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti 3) Penyair menggunakan kata nurani
terampas paksa untuk mengkonkretkan
sebuah pemaksaan agar tidak
menggunakan hati nurani.
√
4) Penyair menggunakan kata terperkosa
pasrah sekarat untuk mengkonkretkan
keadaan tidak berdaya sampai ajal
menjemput (mati).
√
5) Penyair menggunakan kata fajar
keagungan mata pisau untuk
mengkonkretkan sebuah masa kejayaan
dengah kekerasan yang muncul
kembali.
√
6) Penyair menggunakan untuk dendam
memerah pekat mengkonkretkan
kebencian yang ingin dilampiasakan
sudah semakin memuncak.
√
123. Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
1) Penyair menggunakan kata insting
membunuh untuk semua umur untuk
mengkonkretkan sebuah naluri
membunuh yang sudah tertanam secara
turun-temurun pada setiap orang.
√
2) Penyair menggunakan kata iblis untuk
hari ini dan monster masa depan
untuk mengkonkretkan sebuah jiwa
dengan hasrat buruk (menghancurkan
maupun membunuh) yang selalu ada
dimasa kini maupun masa depan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
Bahasa Figuratif (Majas)
Kiasan (Gaya Bahasa)
Metafora Deskripsi
124. Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Pada kata terkutuk berpijak pada tanah
tak berpihak diartikan sebagai sesuatu
yang tidak baik berada ditempat yang
bertentangan dengan dirinya atau tepatnya
menjajah.
√
125. Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi damai temporer hanya ilusi
1) Pada kata parodi satir diartikan
sebagai sindiran yang disampaikan
melalui candaan atau lelucon.
√
2) Pada kata mengemis mimpi diartikan
sebagai meminta-minta sesuatu yang
tidak akan pernah terjadi atau hanya
diangan-angan saja.
√
126. Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
1) Pada kata mengasah kultur belati
diartikan mempertajam kebudayaan
yang mengedepankan kekerasan.
√
2) Pada kata fajar keagungan mata
pisau artinya terbitnya atau munculnya
kejayaan dari kekerasan tersebut.
√
3) Pada kata dendam memerah pekat
artinya kebencian yang ingin
dilampiasakan sudah semakin
memuncak.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
127. Bait ke-4
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi,
abstrak
bias
1) Pada kata kematian berkilau
menyilaukan diartikan sebagai
kematian yang indah atau yang
didambakan.
√
2) Pada kata menyodomi hukum
impotensi diartikan sebagai
memaksakan hukum yang sudah tidak
berdaya.
√
Perlambangan
Lambang Warna Deskripsi
128. Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Untuk melambangkan langit yang mulai
gelap, penyaur menggunakan kata
menghitam. √
129. Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Untuk melambangkan dendam yang
semakin menjadi, penyair menggunakan
kata memerah pekat.
√
Lambang Benda Deskripsi
130. Bait ke-3
bunuh dan tikam,
Untuk melambangkan kekerasan atau
kejahatan, penyair menggunakan kata √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
belati dan mata pisau.
Lambang Suasana Deskripsi
131. Bait ke-3
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Untuk melambangkan sunyi, penyair
menggunakan kata hening.
√
132. Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Untuk melambangkan tidak adanya
harapan hanya, penyair menggunakan kata
suram. √
Versifikasi
Rima Deskripsi
133. (1) langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/-
/a/-/a/. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
134. (2) terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
Rima yang sering muncul yaitu /u/-/i/-/i/-
/i/. √
135. (3) bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/i/-/i/-
/a/-/a/-/u/-/a/-/i/.
√
136. (4) panorama alam baka terbuka,
kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi
abstrak
bias
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/-
/i/-/a/-/a/.
√
137. (5) bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/i/-/i/. √
138. (6) insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Rima yang sering muncul yaitu /u/-/i/-/a/.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
Bentuk Intern Pola Bunyi
Aliterasi di Awal Kata Deskripsi
139. Bait ke-1
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
1) Aliterasi di awal kata pada larik
pertama; /l/ pada kata langit, lambat,
dan laun.
√
2) Aliterasi di awal kata pada larik ketiga;
/t/ pada kata terkutuk, tanah, dan tak;
/b/ pada kata berpijak dan berpihak.
√
140. Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
1) Aliterasi di awal kata pada larik
pertama; /t/ pada kata terpuruk dan
tata; /s/ pada kata sopan dan santun.
√
2) Aliterasi di awal kata pada larik ketiga;
pada kata mengemis dan mimpi. √
141. Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Aliterasi di awal kata pada larik
kedelapan; /m/ pada kata mengemis dan
mimpi.
√
142. Bait ke-4
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi
abstrak
bias
Aliterasi di awal kata pada larik pertama;
/b/ pada kata baka dan berkilau.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
143. Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Aliterasi di awal kata pada larik ketiga;
/m/ pada kata monster dan masa. √
Asonansi di Akhir Kata Deskripsi
144. Bait ke-2
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parody satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
1) Asonansi di akhir kata pada larik
pertama; /a/ pada kata budaya, tata,
dan krama.
√
2) Asonansi di akhir kata pada larik
keempat; /i/ pada kata damai dan ilusi. √
145. Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Asonansi di akhir kata pada larik ketiga;
/i/ pada kata pawai dan nyeri.
√
146. Bait ke-4
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi
abstrak
bias
1) Asonansi di akhir kata pada larik
pertama; /a/ pada kata panorama,
baka, dan terbuka.
√
2) Asonansi di akhir kata pada larik
kedua; /i/ pada kata supremasi dan
tirani.
√
147. Bait ke-5
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
Asonansi di akhir kata pada larik ketiga;
/i/ pada kata pawai dan nyeri. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
pawai rayakan nyeri
148. Bait ke-6
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
Asonansi di akhir kata pada larik kedua; /i/
pada kata hari dan ini. √
Pengulangan Kata/ Ungkapan Deskripsi
149. Bait ke-3
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
Terdapat pengulangan kata bunuh dan
tikam, mengasah kultur belati, dan pawai
rayakan nyeri pada bait ke-3 larik
pertama, kedua, dan ketiga; bait ke-5 larik
pertama, kedua, dan ketiga.
√
150. Bait ke-5
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
Tata Wajah (Tipografi) Deskripsi
151. Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Dominasi
Belati” berbentuk bait-bait. Tiap bait berisi larik yang
bervariasi, ada yang sembilan, enam, lima, empat, dan paling
sedikit tiga larik. Larik dalam satu bait saling berkaitan satu
sama lain.
Lirik tersebut terdiri dari enam bait.
1) Bait ke-1 terdiri dari lima larik; larik
pertama terdiri dari lima kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, larik
ketiga terdiri dari enam kata, dan larik
keempat terdiri dari lima kata, dan larik
kelima terdiri dari dua kata.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
2) Bait ke-2 terdiri dari empat larik; larik
pertama terdiri dari depalan kata, larik
kedua terdiri dari dua kata, larik ketiga
terdiri dari dua kata, dan larik keempat
terdiri dari empat kata.
√
3) Bait ke-3 terdiri dari delapan larik;
larik pertama terdiri dari tiga kata,
larik kedua terdiri dari tiga kata, larik
ketiga terdiri dari tiga kata, larik
keempat terdiri dari tiga kata, larik
kelima terdiri dari tiga kata, larik
keenam terdiri dari empat kata, larik
ketujuh terdiri dari lima kata, dan larik
kedelapan terdiri dari enam kata.
√
4) Bait ke-4 terdiri dari lima larik; larik
pertama terdiri dari tujuh kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, larik
ketiga terdiri dari tiga kata, larik
keempat terdiri dari satu kata, dan larik
kelima terdiri dari satu kata.
√
5) Bait ke-5 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari tiga kata, larik
kedua terdiri dari tiga kata, dan larik
ketiga terdiri dari tiga kata.
√
6) Bait ke-6 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari lima kata, larik
kedua terdiri dari empat kata, dan larik
ketiga terdiri dari empat kata.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
214
Struktur Batin Lirik Lagu Dominasi Belati
Tema
152. Lirik lagu “Dominasi Belati” mengandung tema besar kritik sosial dan tema khususnya tentang kekerasan.
Bisa disebut kekerasan karena dalam lirik lagu tersebut banyak menjelaskan tentang bagaimana saat ini
kekerasan sudah menjadi barang biasa atau marak dilakukan dimana-mana. Kekerasan dan penderitaan
sudah hinggap disetiap pikiran dan hati manusia.
√
Perasaan
153. Dalam lirik lagu “Dominasi Belati” mengungkapkan rasa penderitaan. Perasaan itu dibuktikan dari lirik lagu
yang menjelaskan bagaimana masa-masa kedamaian, ketenangan sudah tidak ada lagi. Yang ada saat ini
hanya keinginan untuk saling membunuh, menjatuhkan, dan semua hal yang mengandung kekerasan. √
Nada
154. Dalam lirik lagu “Dominasi Belati” bernada mencekam. Penulis mengajak pembaca untuk ikut
membayangkan bagaimana kalau dunia ini sudah tidak ada lagi kedamaian. Semua orang hanya ingin saling
membunuh, menjatuhkan, membuat penderitaan satu sama lain, menyiksa, dan berbagai hal yang berbau
kekerasan.
√
Amanat
155.
Amanat yang hendak disampaikan penulis lewat lagu tersebut yaitu dunia atau bumi yang menjadi tempat
tinggal kita saat ini sudah tidak lagi sama. Kedamaian, ketenangan, keharmonisan yang dulu bisa dirasakan
oleh orang-orang kini menjadi barang langka. Semua orang kini berambisi untuk saling menjatuhkan,
mereka lebih suka kekerasan daripada harus mengalah untuk mencari kedamaian. Apabila ini terus berlanjut,
maka tidak mungkin kematian itu akan lebih cepat datang di hidup kita.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
215
No.
Struktur Fisik Lirik Lagu Hiperbola Dogma Monotheis Triangulasi
Diksi (Pilihan Kata) Deskripsi Setuju Tidak
Setuju
156. Bait ke-1
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
1) Pilihan kata /tradisi usang mengapa
tetap pertahankan/, /sebar kebodohan/
digunakan penulis untuk menunjukkan
kebudayaan lama yang masih
digunakan sehingga hanya mengajarkan
kebodohan.
√
2) Pilihan kata /otak miskin logika
berpihak satu arah/ digunakan penulis
untuk menunjukkan pengetahuan yang
sedikit atau sempit sehingga hanya
percaya pada satu hal.
√
3) Pilihan kata /bakar semua doktrin
membusuk ajaran tanda tanya/
digunakan penulis untuk menunjukkan
semua ajaran yang tidak jelas
dihancurkan.
√
157. Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
1) Pilihan kata /mewariskan kesesatan/
digunakan penulis untuk menunjukkan
ketika kesesatan diberikan secara turun-
temurun.
√
2) Pilihan kata /menghantui kecemasan/
digunakan penulis untuk menunjukkan
keadaan dibayangi kegelisahan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
216
3) Pilihan kata /gadaikan diri demi surga
utopia/ digunakan penulis untuk
menunjukkan ketika memberikan
dirinya untuk kebahagian yang tidak
akan tercapai.
√
158. Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
1) Pilihan kata /ku pandang rendah Tuhan
lemah yang kau bela/ digunakan
penulis untuk menunjukkan ketika
memandang rendah sesuatu yang
dibangga-banggakan.
√
2) Pilihan kata /otakmu terpaku dogma
usang membelenggu/ digunakan penulis
untuk menunjukkan pemikiran yang
tertuju pada ajaran lama yang tidak
dapat diubah-ubah.
√
159. Bait ke-4
siklus kehampaan,
doa untuk ketiadaan
1) Pilihan kata /siklus kehampaan/
digunakan penulis untuk menunjukkan
kekosongan dalam hidup yang akan
selalu dating dan pergi.
√
2) Pilihan kata /doa untuk ketiadaan/
digunakan penulis untuk menunjukkan
sebuah doa yang sia-sia karena tidak
jelas kepada siapa doa itu ditujukan.
√
160. Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
1) Pilihan kata /menodai altar replika,
lumur darah pekat sesamamu/
digunakan penulis untuk menunjukkan
tempat persembahan yang berlumuran
darah sesama.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
217
2) Pilihan kata /jilat penuh nafsu ayat
dalam kitab alfa Tuhan/ digunakan
penulis untuk menunjukkan jiwa yang
menjadi gila akan ajaran Tuhan.
√
161. Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
1) Pilihan kata /rumah Tuhan terbakar
bara api kebencian/ digunakan penulis
untuk menunjukkan kebencian yang
selalu diajarkan dalam suatu tempat
ibadah.
√
2) Pilihan kata /sebar benih dendam sejak
dini pada janin/ digunakan penulis
untuk menunjukkan sebuah dendam
yang sudah diajarkan sejak dini.
√
3) Pilihan kata /jemaat buta arah
reproduksi kedengkian yang
tersalurkan lewat perbaikan moral
memuakkan/ digunakan penulis untuk
menunjukkan jemaat yang tidak tahu
arah mana yang benar sehingga
menghasilkan kebencian yang
tersalurkan lewat perbaikan moral yang
tidak ada perubahannya.
√
4) Pilihan kata /pembelaan bodoh sia-sia/
digunakan penulis untuk menunjukkan
pembelaan yang tidak ada gunanya.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
218
Pengimajian
Imaji Auditif Deskripsi
162. Bait ke-4
siklus kehampaan, doa untuk ketiadaan
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
mendengarkan sebuah doa yang sia-sia
(untuk ketiadaaan) karena tidak jelas
kepada siapa doa itu ditujukan.
√
Imaji Visual Deskripsi
163. Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan melihat
tempat persembahan (altar) yang
berlumuran darah replika dan melihat
seseorang yang terlihat penuh nafsu
menjilati kitab (jilat penuh nafsu dan
kitab alfa Tuhan).
√
164. Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan melihat
tempat ibadah yang dibakar karena rasa
benci (rumah Tuhan terbakar bara api
kebencian) dan melihat jemaat yang tidak
tahu kepada siapa doanya dipanjatkan
(jemaat buta arah).
√
Imaji Taktil Deskripsi
165. Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan merasa
khawatir tentang sesuatu yang membuat
hati tidak tenang (menghantui
kecemasan).
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
219
166. Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan merasa
terikat (belenggu).
√
167. Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan merasakan
penuh nafsu.
√
168. Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan merasakan
kebencian, dendam, kedengkian, dan
muak. √
Kata Konkret Deskripsi
169. Bait ke-1
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
1) Penyair menggunakan kata tradisi
usang untuk mengkonkretkan sebuah
kebiasaan lama yang tidak mengalami
perkembangan (kuno).
√
2) Penyair menggunakan kata otak miskin
logika berpihak satu arah untuk
mengkonkretkan pengetahuan yang
sedikit atau sempit sehingga hanya
percaya pada satu hal.
√
170. Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
1) Penyair menggunakan kata
mewariskan kesesatan untuk
mengkonkretkan ketika kesesatan
diberikan secara turun-temurun.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
220
2) Penyair menggunakan kata gadaikan
diri demi surga utopia untuk
mengkonkretkan ketika memberikan
dirinya demi kebahagian yang tidak
akan tercapai.
√
171. Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Penyair menggunakan kata otakmu
terpaku dogma usang membelenggu untuk mengkonkretkan sebuah pemikiran
yang tertuju pada ajaran lama yang tidak
dapat diubah-ubah.
√
172. Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Penyair menggunakan kata menodai altar
replika, lumur darah pekat sesamamu
untuk mengkonkretkan sebuah tempat
persembahan yang berlumuran darah
sesama
√
173. Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
1) Penyair menggunakan kata sebar benih
dendam untuk mengkonkretkan sebuah
kebencian atau dendam yang sudah
diajarkan sejak dini.
√
2) Penyair menggunakan kata jemaat buta
arah reproduksi kedengkian untuk
mengkonkretkan kelompok jemaat
yang tidak tahu arah mana yang benar
sehingga menghasilkan kebencian yang
tersalurkan lewat perbaikan moral yang
tidak ada perubahannya.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
221
Bahasa Figuratif (Majas)
Kiasan (Gaya Bahasa)
Simile Deskripsi
174. Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Pada kata sesamamu menjelaskan tentang
kaum atau golongannya sendiri. √
Metafora Deskripsi
175. Bait ke-1
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
Sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
Pada kata otak miskin logika diartikan
sebagai seseorang yang kurang
pengetahuan sehingga pikirannya kurang
terbuka. √
176. Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
1) Pada kata rumah Tuhan diartikan
sebagai tempat ibadah bisa berupa
bangunan atau diri, hati seseorang itu
sendiri.
2) Pada kata reproduksi kedengkian
diartikan sebagai kedengkian yang
dihasilkan berulang-ulang atau
kedengkian seseorang itu selalu timbul
karena selalu dibuat untuk
dengki/benci.
√
Perlambangan
Lambang Benda Deskripsi
177. Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Untuk melambangkan suatu ajaran atau
pegangan hidup, penyair menggunakan
kata kitab alfa Tuhan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
222
Lambang Suasana Deskripsi
178. Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Untuk melambangkan rasa gelisah,
penyair menggunakan kata kecemasan. √
179. Bait ke-4
siklus kehampaan,
doa untuk ketiadaan
Untuk melambangkan sunyi, penyair
menggunakan kata kehampaan. √
180. Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Untuk melambangkan rasa marah, penyair
menggunakan kata kedengkian dan
memuakkan.
√
Versifikasi
Rima Deskripsi
181. (1) tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/a/-
/a/. √
182. (2) mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/-/ia/. √
183. (3) ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/u/. √
184. (4) siklus kehampaan,
doa untuk ketiadaan
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/a/. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
223
185. (5) menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
Rima yang sering muncul yaitu /u/-/a/. √
186. (6) rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Rima yang sering muncul yaitu /a/-/i/-/a/-
/a/-/ia/. √
Bentuk Intern Pola Bunyi
Aliterasi di Awal Kata Deskripsi
187. Bait ke-1
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
1) Aliterasi di awal kata pada larik
pertama; /t/ pada kata tradisi dan tetap. √
2) Aliterasi di awal kata pada larik
keempat; /t/ pada kata tanda dan tanya. √
188. Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Aliterasi di awal kata pada larik ketiga; /d/
pada kata diri dan demi. √
189. Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Aliterasi di awal kata pada larik pertama;
/k/ pada kata ku replika. √
190. Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
1) Aliterasi di awal kata pada larik
pertama; /t/ pada kata Tuhan dan
terbakar.
√
2) Aliterasi di awal kata pada larik kedua;
/d/ pada kata dendam dan dini. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
224
pembelaan bodoh sia-sia 3) Aliterasi di awal kata pada larik
keempat; /m/ pada kata moral dan
memuakkan.
√
Asonansi di Akhir Kata Deskripsi
191. Bait ke-1
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
Asonansi di akhir kata pada larik keempat;
/a/ pada kata semua, tanda, dan tanya. √
192. Bait ke-2
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
Asonansi di akhir kata pada larik ketiga;
/i/ pada kata diri dan demi; /a/ pada kata
surga dan utopia. √
193. Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
1) Asonansi di akhir kata pada larik
pertama; /u/ pada kata ku. √
2) Asonansi di akhir kata pada larik
kedua; /u/ pada kata otakmu, terpaku,
dan terbelenggu.
√
Pengulangan Kata/ Ungkapan Deskripsi
194. Bait ke-3
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
Terdapat pengulangan kata Tuhan pada
bait ke-3 larik pertama; bait ke-5 larik
kedua; bait ke-6 larik pertama.
√
195. Bait ke-5
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
196. Bait ke-6
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
225
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
Tata Wajah (Tipografi) Deskripsi
197. Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Hiperbola
Dogma Monotheis” berbentuk bait-bait. Jumlah bait yang
dimiliki adalah enam bait. Tiap bait berisi larik yang bervariasi,
ada yang lima, empat, tiga, dan paling sedikit dua larik. Larik
dalam satu bait saling berkaitan satu sama lain.
Lirik tersebut terdiri dari enam bait.
1) Bait ke-1 terdiri dari empat larik; larik
pertama terdiri dari lima kata, larik
kedua terdiri dari dua kata, larik ketiga
terdiri dari enam kata, dan larik
keempat terdiri dari tujuh kata.
√
2) Bait ke-2 terdiri dari tiga larik; larik
pertama terdiri dari dua kata, larik
kedua terdiri dari dua kata, dan larik
ketiga terdiri dari lima kata.
√
3) Bait ke-3 terdiri dari dua larik; larik
pertama terdiri dari delapan kata, dan
larik kedua terdiri dari lima kata.
√
4) Bait ke-4 terdiri dari dua larik; larik
pertama terdiri dari dua kata, dan larik
kedua terdiri dari tiga kata.
√
5) Bait ke-5 terdiri dari dua larik; larik
pertama terdiri dari tujuh kata, dan
larik kedua terdiri dari delapan kata.
√
6) Bait ke-6 terdiri dari lima larik; larik
pertama terdiri dari enam kata, larik
kedua terdiri dari tujuh kata, larik
ketiga terdiri dari lima kata, larik
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
226
keempat terdiri dari enam kata, dan
larik kelima terdiri dari empat kata.
Struktur Batin Lirik Lagu Hiperbola Dogma Monotheis
Tema
198. Lirik lagu Hiperbola Dogma Monotheis mengandung tema yang sama yakni kritik sosial dengan tema
khusus ajaran kesesatan. Melalui lirik lagu ini, penulis ingin memaparkan bahwa saat ini banyak sekali
ajaran-ajaran yang bukan membawa kepada kebajikan tetapi perseteruan. Ajaran-ajaran yang dianggap oleh
salah seorang benar dianut terus-menerus tanpa mau menerima masukan lain yang sesungguhnya. Intinya,
banyak orang yang kini menganggap dirinya paling benar dan sesuka hati mendoktrin orang lain untuk
membenci yang tidak sepaham dengan dirinya.
√
Perasaan
199. Dalam lirik lagu Hiperbola Dogma Monotheis, penulis mengungkapkan rasa kemarahan. Kemarahan itu
tampak dari penggalan-penggalan lirik lagu yang bercerita tentang ajaran-ajaran yang masih dipertanyakan
kebenarannya sudah mendoktrin orang bahkan ketika masih dalam kandungan. √
Nada
200. Dalam lirik lagu Hiperbola Dogma Monotheis bernada marah dan getir. Ini karena dalam lirik lagu tersebut
menceritakan tentang orang-orang yang menganggap dirinya benar telah mendoktrin orang lain untuk
membenci replika manusia. √
Amanat
201. Amanat yang hendak disampaikan penulis lewat lagu tersebut yaitu kita sebagai orang beriman tentunya
harus pandai memilah, memilih, dan melihat mana yang sebenarnya benar dan tidak. Jangan sampai kita
dibodohi oleh sesuatu yang nantinya memecah belah kita sebagai manusia. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
227
No.
Struktur Fisik Lirik Lagu Manufaktur Replika Baptis Triangulasi
Diksi (Pilihan Kata) Deskripsi Setuju Tidak
Setuju
202. Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
1) Pilihan kata /ciptakan budak
kekhawatiran/ digunakan
penulis untuk menunjukkan
ketika menciptakan orang-
orang yang selalu gelisah.
√
2) Pilihan kata /sirkulasi
kecemasan berputar/
digunakan penulis untuk
menunjukkan suatu
kegelisahan yang akan selalu
dirasakan.
√
3) Pilihan kata /diam lemah tak
berdaya/ digunakan penulis
untuk menunjukkan keadaan
tidak dapat melakukan apa-
apa. √
4) Pilihan kata /tersumpal dogma
penuh kepalsuan/ digunakan
penulis untuk menunjukkan
keadaan yang dipaksa untuk
menerima ajaran-ajaran palsu.
203. Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
1) Pilihan kata /refleksi
keimanan semakin instan/
digunakan penulis untuk
menunjukkan perenungan
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
228
khotbah di atas mimbar bersama Lucifer,
parade laskar binatang
iman yang semakin mudah.
2) Pilihan kata /syair ayat
sumbang dikumandangkan
untuk memuja apa yang bias
di sana/ digunakan penulis
untuk menunjukkan syair ayat
yang salah yang disampaikan
untuk sesuatu yang belum
pasti.
√
3) Pilihan kata /khotbah di atas
mimbar bersama Lucifer,
parade laskar binatang/
digunakan penulis untuk
menunjukkan khotbah tentang
hal ajaran kesesatan atau tidak
benar.
√
204. Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
1) Pilihan kata /manufaktur
repliks baptis, paksakan
sebuah harga mati/ digunakan
penulis untuk menunjukkan
sebuah alat dengan harga mati
yang dapat digunakan untuk
menyucikan orang.
√
2) Pilihan kata /tangga menuju
surga, sogokan kita terima/
digunakan penulis untuk
menunjukkan sebuah syarat
yang harus dilakukan untuk
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
229
menuju surga.
3) Pilihan kata /jiwa yang terikat
rantai pertanyaan, melangkah
patah dan tertinggal/
digunakan penulis untuk
menunjukkan dalam hidup
yang dipenuhi dengan
pertanyaan dan membuat
keraguan untuk melangkah.
√
205. Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
1) Pilihan kata /penjara tanpa
terali, wajah baru
perbudakan/ digunakan
penulis untuk menunjukkan
sebuah perbudakan dengan
cara memberi kebebasan yang
terbatas.
√
2) Pilihan kata /memelihara
kemunafikan/ digunakan
penulis untuk menunjukkan
kemunafikan yang selalu
dipertahankan.
√
3) Pilihan kata /kepalsuan
menikam digunakan penulis
untuk menunjukkan keadaan
dilukai dengan sesuatu yang
dianggap nyata tetapi hanya
kebohongan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
230
4) Pilihan kata api neraka yang
samar/ digunakan penulis
untuk menunjukkan sebuah
neraka yang pasti.
√
5) Pilihan kata /bernafaskan
kecemasan/ digunakan penulis
untuk menunjukkan
kehidupan yang diliputi rasa
cemas.
√
6) Pilihan kata /nilai sakral
semakin terbelakang/
digunakan penulis untuk
menunjukkan nilai yang sudah
lama menjadi pegangan kini
semakin terlupakan.
√
206. Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
1) Pilihan kata /ciptakan
harmonisasi paduan suara
duka, nada suram yang
bergema/ digunakan penulis
untuk menunjukkan ketika
menciptakan kesengsaraan
yang sama-sama dirasakan
oleh semua manusia sehingga
hanya ada suasana kesedihan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
231
2) Pilihan kata kebenaran semu
yang terpancar dari mata
hitam yang tak bersinar/
digunakan penulis untuk
menunjukkan kebenaran yang
sesungguhnya belum tampak
dari orang yang mengatakan
kebenaran itu sendiri.
√
207. Bait ke-6
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsua
1) Pilihan kata /ciptakan budak
kekhawatiran/ digunakan
penulis untuk menunjukkan
ketika menciptakan orang-
orang yang selalu gelisah.
√
2) Pilihan kata /sirkulasi
kecemasan berputar/
digunakan penulis untuk
menunjukkan suatu
kegelisahan yang akan selalu
dirasakan.
√
3) Pilihan kata /diam lemah tak
berdaya/ digunakan penulis
untuk menunjukkan keadaan
tidak dapat melakukan apa-
apa.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
232
4) Pilihan kata /tersumpal dogma
penuh kepalsuan/ digunakan
penulis untuk menunjukkan
keadaan yang dipaksa untuk
menerima ajaran-ajaran palsu.
√
208. Bait ke-7
sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
1) Pilihan kata /sirkulasi
kecemasan berputar/
digunakan penulis untuk
menunjukkan suatu
kegelisahan yang akan selalu
dirasakan.
√
2) Pilihan kata /mata rantai
pertanyaan/ digunakan
penulis untuk menunjukkan
rentetan pertanyaan yang akan
selalu mengintai.
√
Pengimajian
Imaji Auditif Deskripsi
209. Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
mendengarkan syair ayat
sumbang dikumandangkan dan
khotbah di atas mimbar.
√
210. Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
mendengarkan paduan suara
duka disertai nada suram yang
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
233
bergema.
Imaji Visual Deskripsi
211. Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
melihat khotbah di atas mimbar
dan sebuah parade laskar
binatang.
√
212. Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
melihat sebuah tangga menuju
surga.
√
213. Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
melihat sebuah api neraka. √
214. Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
melihat mata yang hitam. √
Imaji Taktil Deskripsi
215. Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
merasakan kekhawatiran dan
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
234
diam lemah tak berdaya, tersumpal dogma penuh kepalsuan kecemasan.
216. Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
merasakan kemunafikan dan
kecemasan. √
217. Bait ke-6
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
merasakan kekhawatiran dan
kecemasan
√
218. Bait ke-7
sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
Penyair mengajak pembaca atau
pendengar untuk seakan-akan
merasakan kecemasan
√
Kata Konkret Deskripsi
219. Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
1) Penyair menggunakan kata
ciptakan budak
kekhawatiran untuk
mengkonkretkan
terbentuknya kaum-kaum
yang dipiputi kecemasan.
√
2) Penyair menggunakan kata
dogma penuh kepalsuan untuk mengkonkretkan suatu
ajaran yang penuh
kebohongan (ajaran sesat).
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
235
220. Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Penyair menggunakan kata syair
ayat sumbang dikumandangkan untuk mengkonkretkan sebuah
penyampaian ajaran yang salah. √
221. Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Penyair menggunakan kata
paksakan sebuah harga mati untuk mengkonkretkan bahwa
hal-hal yang telah disebutkan
merupakan syarat mutlak.
√
222. Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
1) Penyair menggunakan kata
penjara tanpa terali, wajah
baru perbudakan untuk
mengkonkretkan suatu
sistem penindasan.
√
2) Penyair menggunakan kata
nilai sakral semakin
terbelakang untuk
mengkonkretkan sebuah
ajaran yang sudah turun
temurun ada kini mulai
diabaikan.
√
Bahasa Figuratif (Majas)
Kiasan (Gaya Bahasa)
Simile Deskripsi
223. Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
Pada kata semakin instan
menjelaskan suatu proses yang √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
236
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
semakin mudah.
224. Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Pada kata sebuah menjelaskan
suatu hal yang hanya menjadi
satu-satunya. √
Metafora Deskripsi
225. Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Pada kata budak kekhawatiran
diartikan sebagai hamba atau
orang yang selalu khawatir
tentang segala hal. √
226. Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
1) Pada kata manufaktur
replika baptis diartikan
sesuatu yang dibuat dan bisa
digunakan untuk
menyucikan seseorang.
√
2) Pada kata rantai pertanyaan
diartikan sebagai atau
serentetan pertanyaan.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
237
227. Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
1) Pada kata penjara tanpa
terali diartikan seolah-olah
manusia itu bebas untuk
menentukan segala
pilihannya tetapi ternyata
tetap ada hal-hal yang
menjerat dirinya untuk
melakukan sesuatu.
√
2) Pada kata memelihara
kemunafikan diartikan
sebagai mempertahankan
kepura-puraan.
√
3) Pada kata kepalsuan
menikam diartikan sebagai
manusia dibunuh oleh rasa
kepalsuan dalam hidup.
√
4) Pada kata bernafaskan
kecemasan diartikan sebagai
hidup yang selalu diliputi
perasaan gelisah (hidupnya
selalu gelisah).
√
Perlambangan
Lambang Warna Deskripsi
228. Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Untuk melambangkan kemarahan
seseorang, penyair menggunakan
kata mata hitam. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
238
Lambang Benda Deskripsi
229. Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Untuk melambangkan deretan
pertanyaan, penyair
menggunakan kata rantai
pertanyaan.
√
230. Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Untuk lambangkan kebebasan
yang belum sepenuhnya atau
bersyarat, penyair menggunakan
kata penjara tanpa terali.
√
Lambang Suasana Deskripsi
231. Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Untuk melambangkan suasana
cemas saai itu, penyair
menggunakan kata kecemasan. √
232. Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Untuk melambangkan suasana
sedih atau berkabung, penyair
menggunakan kata duka. √
233. Bait ke-6
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Untuk melambangkan gelisah,
penyair menggunakan kata
kekhawatiran dan kecemasan. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
239
234. Bait ke-7
sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
Untuk melambangkan gelisah,
penyair menggunakan kata
kecemasan. √
Versifikasi
Rima Deskripsi
235. (1) ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Rima yang sering muncul pada
bait ke-1 yaitu /a/-/a/-/a/-/a/. √
236. (2) refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Rima yang sering muncul pada
bait ke-2 yaitu /a/-/a/-/a/-/e/-/a/. √
237. (3) manufaktur replika baptis,
paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga,
sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
Rima yang sering muncul pada
bait ke-3 yaitu /i/-/i/–a/-/a/-/a/-
/a/. √
238. (4) penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
Rima yang sering muncul pada
bait ke-4 yaitu /a/-/a/-/a/-/a/-/a/-
/a/. √
239. (5) ciptakan harmonisasi
paduan suara duka
Rima yang sering muncul pada √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
240
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar
dari mata hitam yang tak bersinar
bait ke-5 yaitu /i/-/a/-/a/-/a/-/a/.
240. (6) sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
Rima yang sering muncul pada
bait ke-6 yaitu /a/-/a/. √
Bentuk Intern Pola Bunyi
Aliterasi di Awal Kata Deskripsi
241. Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Aliterasi di awal kata pada larik
kedua; /s/ pada kata syair dan
sumbang. √
242. Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
1) Aliterasi di awal kata pada
larik pertama; /m/ pada kata
manufaktur dan mati; /s/ pada
kata surga dan sogokan.
√
243. Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
1) Aliterasi di awal kata pada
larik pertama; /p/ pada kata
penjara dan perbudakan; /t/
pada kata tanpa dan terali.
√
2) Aliterasi di awal kata pada
larik keenam; /s/ pada kata
sakral dan semakin.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
241
244. Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
Aliterasi di awal kata pada larik
ketiga; /y/ pada kata yang dan
yang; /t/ pada kata terpancar dan
tak.
√
245. Bait ke-6
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Aliterasi di awal kata pada larik
ketiga; /d/ pada kata diam dan
dogma; /t/ pada kata tak dan
tersumpal.
√
Asonansi di Akhir Kata Deskripsi
246. Bait ke-2
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
Asonansi di akhir kata pada larik
ketiga; /a/ pada kata memuja,
apa, dan sana. √
247. Bait ke-3
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
1) Asonansi di akhir kata pada
larik pertama; /a/ pada kata
replika dan harga.
√
2) Asonansi di akhir kata pada
larik kedua; /a/ pada kata
tangga , surga, kita, dan
terima.
√
248. Bait ke-4
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
Asonansi di akhir kata pada larik
pertama; /a/ pada kata penjara
dan tanpa. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
242
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
249. Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
1) Asonansi di akhir kata pada
larik pertama; /a/ pada kata
suara dan duka.
√
2) Asonansi di akhir kata pada
larik kedua; /a/ pada kata
nada dan bergema.
√
Pengulangan Kata/ Ungkapan Deskripsi
250. Bait ke-1
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
Terdapat pengulangan kata
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar,
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh
kepalsuan pada bait ke-1 larik
pertama, kedua, ketiga, dan
keempat; bait ke-5 larik pertama;
bait ke-6 larik pertama, kedua,
ketiga, dan keempat; bait ke-7
larik pertama. √
251. Bait ke-5
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
252. Bait ke-6
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
253. Bait ke-7
sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
243
Tata Wajah (Tipografi) Deskripsi
254. Tata wajah (tipografi) dari lirik lagu berjudul “Manufaktur Replika
Baptis” berbentuk bait-bait. Jumlah baitnya adalah tujuh bait. Tiap bait
berisi larik yang bervariasi, ada yang enam, empat, tiga, dan paling
sedikit dua larik. Larik dalam satu bait saling berkaitan satu sama lain.
Lirik tersebut terdiri dari tujuh
bait.
1) Bait ke-1 terdiri dari empat
larik; larik pertama terdiri
dari tiga kata, larik kedua
terdiri dari tiga kata, larik
ketiga terdiri dari empat kata,
dan larik keempat terdiri dari
empat kata.
√
2) Bait ke-2 terdiri dari lima
larik; larik pertama terdiri
dari empat kata, larik kedua
terdiri dari empat kata, larik
ketiga terdiri dari tujuh kata,
larik keempat terdiri dari
enam kata, dan larik kelima
terdiri dari tiga kata.
√
3) Bait ke-3 terdiri dari empat
larik; larik pertama terdiri
dari tujuh kata, larik kedua
terdiri dari enam kata, larik
ketiga terdiri dari lima kata,
dan larik keempat terdiri dari
empat kata.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
244
4) Bait ke-4 terdiri dari enam
larik; larik pertama terdiri
dari enam kata, larik kedua
terdiri dari dua kata, larik
ketiga terdiri dari dua kata,
larik keempat terdiri dari
empat kata, larik kelima
terdiri dari dua kata, dan larik
keenam terdiri dari empat
kata.
√
5) Bait ke-5 terdiri dari tiga
larik; larik pertama terdiri
dari lima kata, larik kedua
terdiri dari empat kata, dan
larik ketiga terdiri dari
sepuluh kata.
√
6) Bait ke-6 terdiri dari empat
larik; larik pertama terdiri
dari tiga kata, larik kedua
terdiri dari tiga kata, larik
ketiga terdiri dari empat kata,
dan larik keempat terdiri dari
empat kata.
√
7) Bait ke-7 terdiri dari dua larik;
larik pertama terdiri dari dua
kata, dan larik kedua terdiri
dari tiga kata.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
245
Struktur Batin Lirik Lagu Manufaktur Replika Baptis
Tema
255. Lirik lagu “Manufaktuir Replika Baptis” mengandung tema kehidupan sosial. Secara khusus lagu ini
bertemakan keimanan palsu. Keimanan palsu yang dimaksud adalah orang-orang yang sebenarnya tahu
bahwa salah ketika melakukan hal itu, tetapi masih saja dilakukan karena ajaran yang mereka terima
membenarkannya. Mereka seolah-olah membohongi diri mereka sendiri dan menutup mata atas itu.
√
Perasaan
256. Dalam lirik lagu “Manufaktur Replika Baptis”, penulis mengungkapkan rasa kekecewaan dan kemarahan
karena dalam lirik tersebut bercerita tentang orang-orang yang sok suci, sok benar tentang berbagai hal
sehingga bisa menghakimi orang lain. Mereka selalu dicekoki kebenaran palsu sehingga merasa benar. √
Nada
257. Dalam lirik lagu “Manufaktur Replikas Baptis” bernada kekesalan dan kemarahan. Penulis mengajak
pembaca untuk memahami kebenaran yang sesungguhnya seperti apa, jangan asal menerima ajaran palsu
sehingga tidak mampu melakukan yang benar. √
Amanat
258. Amanat yang hendak disampaikan penulis lewat lagu tersebut yaitu kini marak ajaran yang
mengatasnamakan agama. Ajaran yang mendoktrin manusia untuk melakukan hal buruk dengan iming-
iming bisa masuk surga padahal salah. Mereka seolah-olah sudah tidak mampu melakukan hal benar
lainnya karena isi kepalanya sudah berisi ajaran palsu.
√
Mengetahui,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
246
Lampiran 1
Deadsquad “PASUKAN MATI”
mata hati telah binasa,
terkikis dengki dalam jiwa
terbuai fatamorgana surga,
rasuki hamba pecandu pahala
pasukan mati rasa,
moralitas tanda tanya
kebodohan yang bertahta
gelap mata definisikan dosa,
nilai rapuh menyalibkan eksistensi
membabi buta arogansi berbalut doa, menyerapah
wajah malaikat biru lebam terkapar mengemis sekeping surga
yang terjarah serdadu Tuhan, sang bayi kecil yang malang
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
terimalah darah dan duka,
untukmu yang maha lemah
tersudut dan teraniaya,
oleh kepercayaan yang buta
keimanan yang cacat,
kesucian yang laknat
penuh ambisi ciptakan neraka dunia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
247
Lampiran 2
Deadsquad “DIMENSI KETERASINGAN”
keputusasaan yang bernyawa
kami koloni yang memilih peran sebagai sampah
dalam drama kehidupan yang mengecewakan
membuka pintu dimensi keterasingan
dalam perspektif kecemasan rotasi sengsara berputar
detik ini terasa kelam menyedihkan
jasad bernafas yang terbuang dan terlupakan
tengik aroma amis sperma,
lusuh penuh ludah dan noda
kuputuskan menyerah
pada dunia yang kupuja
dunia fana merangkul indah
perjamuan tanpa akhir
tertuang dalam cawang tak bertuan
terapi mengobati luka
dunia terus berputar dan kami tertinggal
berserikat dalam malam pekat,
mentransfusi luka di antara tawa
memecah kesunyian yang mencekik alam bawah sadar,
selamat tinggal dunia
luka menganga,
kami bernafaskan kebencian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
248
Lampiran 3
Deadsquad “DOMINASI BELATI”
langit cakrawala lambat laun menghitam,
iringi harapan yang sirna
terkutuk berpijak pada tanah tak berpihak
terbelenggu aturan dan sistem menindas
melumpuhkan kehendak
terpuruk budaya tata krama dan sopan santun membusuk
parodi satir
mengemis mimpi
damai temporer hanya ilusi
bunuh dan tikam
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
nurani terampas paksa
terperkosa pasrah sekarat
fajar keagungan mata pisau,
hening terkoyak dendam memerah pekat
menyambut hangat ajal berbisik memanggil pasti
panorama alam baka terbuka, kematian berkilau menyilaukan
supremasi tirani yang berkuasa
menyodomi hukum impotensi
abstrak
bias
bunuh dan tikam,
mengasah kultur belati
pawai rayakan nyeri
insting membunuh untuk semua umur
iblis untuk hari ini
monster masa depan suram
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
249
Lampiran 4
Deadsquad “HIPERBOLA DOGMA MONOTHEIS”
tradisi usang mengapa tetap pertahankan
sebar kebodohan
otak miskin logika berpihak satu arah
bakar semua doktrin membusuk ajaran tanda tanya
mewariskan kesesatan
menghantui kecemasan
gadaikan diri demi surga utopia
ku pandang rendah Tuhan lemah yang kau bela
otakmu terpaku dogma usang membelenggu
siklus kehampaan,
doa untuk ketiadaan
menodai altar replika, lumur darah pekat sesamamu
jilat penuh nafsu ayat dalam kitab alfa Tuhan
rumah Tuhan terbakar bara api kebencian
sebar benih dendam sejak dini pada janin
jemaat buta arah reproduksi kedengkian
yang tersalurkan lewat perbaikan moral memuakkan
pembelaan bodoh sia-sia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
250
Lampiran 5
Deadsquad “MANUFAKTUR REPLIKA BAPTIS”
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
refleksi keimanan semakin instan
syair ayat sumbang dikumandangkan,
untuk memuja apa yang bias di sana
khotbah di atas mimbar bersama lucifer,
parade laskar binatang
manufaktur replika baptis, paksakan sebuah harga mati
tangga menuju surga, sogokan kita terima
jiwa yang terikat rantai pertanyaan,
melangkah patah dan tertinggal
penjara tanpa terali, wajah baru perbudakan
memelihara kemunafikan,
kepalsuan menikam
api neraka yang samar
bernafaskan kecemasan
nilai sakral semakin terbelakang
ciptakan harmonisasi paduan suara duka,
nada suram yang bergema
kebenaran semu yang terpancar dari mata hitam yang tak bersinar
ciptakan budak kekhawatiran,
sirkulasi kecemasan berputar
diam lemah tak berdaya,
tersumpal dogma penuh kepalsuan
sirkulasi kecemasan
mata rantai pertanyaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
251
BIOGRAFI PENULIS
Christian Adven Saputra lahir di Sidoharjo, Lampung Selatan,
pada tanggal 3 Desember 1991. Pada tahun ajaran 2003/2004
menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Sidoharjo,
Lampung Selatan, kemudian pada tahun ajaran 2006/2007
menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1
Sidomulyo, Lampung Selatan, dan pada tahun ajaran 2009/2010 menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMK YPT Pringsewu. Pada tahun 2012, peneliti
melanjutkan studi di Program Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. Selama menjadi
mahasiswa PBSI, penulis aktif mengikuti dan terlibat aktif di berbagai kegiatan
baik di dalam prodi maupun di luar prodi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI