analisis praktek akuntabilitas dan wujud transparansi di ... · tumbuh dan menguntungkan dalam...
TRANSCRIPT
1
1. PENDAHULUAN
Transparansi dan Akuntabilitas saat ini kian populer karena masalah Good
Coporate Governance (GCG). GCG mengandung dua pengertian yaitu nilai-nilai
yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial (Yahya, 2006). Daniri (2005) dalam
Kaihatu menyatakan GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk
tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang, sekaligus memenangkan bisnis
global. Namun dalam pelaksanaannya GCG menghadapi banyak kendala yang cukup
rumit, salah satu masalah penting yang menjadi penyebabnya adalah kurangnya
akuntabilitas dan transparasi (Yahya, 2006). Transparasi dan Akuntabilitas
merupakan keniscayaan, semua aktivitas lembaga baik publik maupun swasta selalu
dituntut transparan dan akuntabel (Simanjutak dan Januarsi 2011).
Organisasi nirlaba merupakan sebuah organisasi yang didirikan tidak bertujuan
untuk memperoleh laba. Organisasi keagamaan merupakan salah satu organisasi
nirlaba yang dianggap khusus dari organisasi nirlaba lainnya. Kekhususan tersebut
dapat terlihat segi penyelenggaraannya. Menurut buku Akuntansi untuk LSM dan
Partai Politik (216-217) menyatakan bahwa dari segi penyelenggaraannya, organisasi
keagamaan dijalankan oleh sebuah lembaga atau organisasi yang muncul atas
kesadaran akan berjalannya visi dan misi agama tersebut.
Organisasi keagamaan mengacu pada organisasi dalam bentuk tempat ibadah
seperti Masjid, Gereja, Pure, Wihara, dan organisasi yang dibentuk sebagai tempat
belajar agama seperti pesantren, serta organisasi lainnya yang bergerak dalam bidang
keagamaan. Sumberdaya atau pengurus yang terlibat dalam pengelolaan organisasi
keagamaan bukan merupakan orang-orang yang profesional seperti halnya dalam
organisasi bisnis (Setio dan Radianto, 2007). Sebagai bentuk dari organisasi
keagamaan, sebagian organisasi gereja belum memperhatikan pengelolaan keuangan,
dan terkesan tertutup bagi publik (Silvia dan Ansar 2011).
Selama ini penelitian peran dan praktek akuntansi keagamaan seperti Gereja
setidaknya lebih maju dibandingkan dengan penelitian akuntansi di entitas
2
keagamaan lainnya (Simanjuntak dan Januarsi 2011). Beberapa penelitian terkait
akuntansi dan akuntabilitas dalam organisasi Gereja telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, seperti Booth (1993), Duncan et al. (1999), Lightbody (1999), Silvia &
Ansar (2011), dan Randa (2011). Hasil penelitian mengenai akuntabilitas dalam
organisasi Gereja lebih banyak ditentukan oleh para pemimpin Gereja yang
cenderung menolak praktik akuntabilitas (Booth, 1993).
Dilihat dari keorganisasiannya, keanggotaan organisasi Gereja lebih jelas
dibandingkan dengan organisasi Masjid. Dilakukan pencatatan keanggotaan untuk
organisasi Gereja, sedangkan tidak demikian untuk organisasi Masjid. Dalam konteks
masjid bersifat terbuka bagi siapapun masyarakat Islam yang ingin menggunakannya,
berbeda dengan kalangan kelompok masyarakat Kristen yang memiliki gereja-nya
masing-masing (Barliana, 2004). Muhamad (2002) menyatakan bahwa Islam
merupakan agama yang rahmatan lil „alamiin, yang berarti ajaran Islam akan dapat
diterapkan atau dipakai siapa saja, dan dimana saja.
Masjid adalah pusat kegiatan ibadah ummat Islam, yang hadir dari segenap
kemampuan yang dimiliki masyarakatnya dan merupakan representasi dari
komunitas ummat Islam yang melahirkan dan memakmurkannya (Barliana, 2004).
Imam masjid hanya sebatas menjadi imam dalam shalat tidak menjadi pimpinan
dalam sebuah organisasi masjid tersebut. Kebanyakan organisasi di masjid
merupakan organisasi kecil yang kurang terstruktur dengan baik, terlebih pada masjid
didaerah pemukiman kampung. Sebagai salah satu dari organisasi keagamaan, Masjid
merupakan organisasi yang cukup besar yang ada di Indonesia, mengingat mayoritas
penduduk di Indonesia beragama Islam. Simanjuntak dan Januarsi (2011)
menyatakan bahwa entitas Masjid jarang sekali menjadi perhatian peneliti akuntansi
sebelumnya, padahal organisasi nirlaba seperti organisasi Masjid yang memperoleh
sumber dana dari sumbangan para donatur, justru harus menjadi prioritas mengenai
transparasi dan akuntabilitas organisasi Masjid tersebut.
Allah SWT melalui Al-Qur’an surat Al Baqarah 282 berfirman:
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Hendaklah seorang penulis
diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan.”
3
Penggalan Surat Al Baqarah 282 tersebut memberikan pesan bahwa Islam mendorong
praktek akuntansi dalam kehidupan bermuamalah. Sebagai entitas pelaporan
akuntansi yang menggunakan dana masyarakat sebagai sumber keuangan dalam
bentuk sumbangan, sedekah atau bantuan sosial lainnya yang berasal dari masyarakat,
Masjid menjadi bagian dari entitas publik yang semua aktifitasnya harus
dipertanggungjawabkan kepada publik (Simanjuntak dan Januarsi, 2011).
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Simanjuntak dan Januarsi
(2011) tentang “Akuntabilitas Dan Pengelolaan Keuangan Di Masjid”, memfokuskan
praktik akuntansi dalam bentuk laporan keuangan sebagai suatu wujud transparansi
dan akuntabilitas. Namun, akuntabilitas memiliki cangkupan yang luas bukan hanya
pertanggungjawaban financial (Silvia dan Ansar, 2011). Dalam penelitian kali ini
peneliti akan melakukan penelitian bukan hanya didasarkan pada praktik akuntansi,
tetapi peneliti akan mengkaji atas pertanggungjawaban secara keseluruhan atas
segala aktifitas dan kinerja financial organisasi Masjid.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu; Bagaimanakah praktek akuntabilitas dan wujud
transparansi yang dijalankan organisasi Masjid?. Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan tambahan pemahaman dan pengetahuan mengenai transparansi dan
akuntabilitas organisasi Masjid. Selain itu juga diharapkan dapat dijadikan bahan
masukan dan pertimbangan bagi organisasi Masjid bahwa transparansi dan
akuntabilitas adalah dua aspek penting, yang berguna untuk keberhasilan organisasi
tersebut dalam terwujudnya kepercayaan, kepuasan, dan untuk menghindari fitnah
dari masyarakat.
2. TELAAH TEORITIS
2.1 AKUNTABILITAS
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai suatu kewajiban mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu pertanggungjawaban
yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003 dalam Mardiasmo, 2006).
Menurut Triyuwono yang dikutip oleh Permatasari dan Dewi (2011) menyatakan
bahwa ruang lingkup akuntabilitas dalam akuntansi Islam antara lain meliputi
4
akuntabilitas kepada Tuhan, akuntabilitas kepada manusia, dan akuntabilitas kepada
alam. Akuntabilitas kepada Tuhan dilakukan dengan menerapkan syari’ah Islam
dalam upaya menjaga mempertahankan amanah yang diberikan Allah SWT.
Sedangkan akuntabilitas kepada manusia dilakukan dengan memberikan laporan-
laporan, informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam
aktifitas organisasi. Sehingga realisasi kegiatannya baik keberhasilan maupun
kegagalan dalam pencapaian sasaran yeng telah ditetapkan mendapat penjelasan
(Kama, 2011). Silvia dan Ansar (2011) menyatakan bahwa akuntabilitas memiliki
berbagai dimensi dalam organisasi antara lain yaitu akuntabilitas hukum dan
kejujuran, akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas kebijakan, dan
akuntabilitas financial.
A. AKUNTABILITAS HUKUM DAN KEJUJURAN
Ghamidi (1997) dalam Muhamad (2002) menyatakan bahwa perilaku yang Islami,
adalah perilaku yang pelakunya selalu merasakan adanya pengawasan oleh Allah baik
dalam keadaan tersembunyi maupun terlihat orang dan selalu melakukan muhasaba
(menghitung-hitung/ mengevaluasi) diri terhadap pihak lain. Oleh karena itu, kaum
Muslimin harus kembali kepada Allah, mengoreksi diri mereka, menerapkan perilaku
Islami, beriman dan jujur (Muhamad, 2002). Namun, secara nyata kedalaman hati
seseorang bahwa dia sudah melakukan “kejujuran” hanya Tuhan yang tahu, sehingga
dalam prakteknya sulit untuk mengukur mengenai tingkat kejujuran itu sendiri.
Tetapi lewat pengawasan dan aturan-aturan yang diberlakukan secara tegas dapat
membantu seseorang untuk transparan dan akuntabel (Silvia dan Ansar, 2011).
Suatu jaminan mengenai adanya peraturan terkait dengan supermasi hukum atau
peraturan lain dalam organisasi tersebut dengan akuntabilitas hukum (Silvia dan
Ansar, 2011). Hamid (2003) menyatakan bahwa pertanggungjawaban secara hukum
terkait dengan adanya suatu jamiman mengenai kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Dalam
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 Tahun 2004
menjelaskan bahwa akuntabilitas hukum tekait dalam pelayanan publik, antara lain:
a. Seluruh mekanisme penyelenggaraan pelayanan publik harus didasarkan pada
ketentuan yang mengaturnya.
5
b. Setiap penyimpangan harus diproses dan diberi sanksi (punishment) menurut
ketentuan hukum yang berlaku, sehingga dapat melahirkan efek jerah bagi
pelakunya. Namun pada saat yang sama yang berprestasi harus pula diperhatikan
penghargaan (reward) untuknya, sehingga termotivasi untuk bekerja lebih baik.
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan bagaimana suatu organisasi dapat
menghindari penyalahgunaan seperti KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), sehingga
dapat menjamin sebuah praktik yang sehat. Ellwood dalam Mardiasmo (2002),
menyebutkan bahwa akuntabilitas kejujuran berhubungan dengan bagaimana suatu
organisasi dapat menghindari penyalahgunaan jabatan serta pengawasan dan
pemeriksaan dapat dilakukan untuk dapat menghindari kolusi, korupsi dan nepotisme.
Kepatuhan hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik merupakan suatu hal
yang mutlak, sebab dengan begitu indikator untuk menilai atau mengukur tingkat
akuntabilitas organisasi dalam penyelenggaraan aktifitas khususnya di bidang
pelayanan publik dapat terwujud dengan sendirinya (Kama,2011).
B. AKUNTABILITAS PROGRAM
Berkaitan dengan bagaimana organisasi melahirkan sebuah program yang
mengacu pada strategi dalam pencapaian visi, misi organisasi (Silvia dan Ansar,
2011). Diperlukan pengungkapkan pelaporan hasil program kegiatan organisasi,
sehingga dapat mengetahui besarnya sumberdaya yang dialokasikan kehasil kegiatan
yang telah terlaksana.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam akuntabilitas program antara lain
(Kama,2011):
1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf yang bersangkutan dalam
melahirkan suatu program.
2. Dapat menjamin penggunaan sumberdaya secara konsisten dengan ketentuan
peraturan yang berlaku untuk menghindari penyalahgunaan sumberdaya yang ada.
C. AKUNTABILITAS PROSES
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang telah digunakan
dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal prosedur administrasi yang
berkaitan dengan penyelenggaraan atau pengelolaan organisasi (Hamid, 2003).
6
Prosedur administrasi antara lain :1
a. Pembagian & pengarahan kerja, terdiri : adanya pendelegasian wewenang, uraian
tugas, rapat pimpian dan pengurus organisasi yang dilaksanakan secara periodik.
b. Kecukupan sistem informasi manajemen, yang terdiri dari: Pendokumentasian
data organisasi (data struktur kepengurusan, data program kegiatan, data
keuangan), dan kemudahan mengakses informasi yang dimiliki organisasi.
Akuntabilitas proses harus menyajikan penjelasan tentang kesesuaian antara
realisasi kegiatan dengan rencana awal, serta keberhasilan dan kegagalan dalam
pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengurus organisasi
yang akuntabel, tidak hanya bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan, tetapi
juga terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan (Kama, 2011).
D. AKUNTABILITAS KEBIJAKAN
Suatu kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan yang harus dijadikan
pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari para pengurus organisasi
sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Semua hal yang berkaitan dengan mekanisme dalam organisasi
(pengambilan keputusan, kepemimpinan, dan struktur organisasi) dilandasi
kesepakatan2, dan pertimbangan seluruh anggota organisasi dalam membuat suatu
kebijakan (Silvia dan Ansar, 2011). Kesepakatan tersebut harus didokumentasikan
agar jelas dan dapat dijadikan pedoman yang diterapkan organisasi secara konsisten.
Organisasi juga perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan
informasi, lama waktu mendapakan informasi serta prosedur pengaduan apabila
informasi tidak sampai kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Sutedjo, 2009).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas memiliki
cakupan yang luas, bukan hanya pertanggungjawaban financial dalam bentuk laporan
keuangan, tetapi juga pertanggungjawaban atas segala kegiatan yang dilakukan oleh
organisasi, sebagai pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban,
menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktifitas dan kegiatan
pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2004).
1&2.prosedur administrasi dan penjabaran dalam klasifikasi akuntabilitas dan Transparasi LSM dalam
Buku kerja Instrumen Transparasi dan Akuntabilitas LSM, dengan judul Menilai Transparasi dan
Akuntabilitas LSM.
7
E. AKUNTABILITAS FINANCIAL
Islam melalui Al-Qur’an telah menggariskan bahwa konsep akuntansi yang
diikuti oleh para pembuat laporan akuntansi menekankan pada konsep
pertanggungjawaban atau accountability. Akuntansi Syariah pada intinya yaitu
akuntansi yang akan dinilai kembali dari sudut pandang Islam (Muhamad, 2002).
Komponen pembentuk akuntabilitas financial diantaranya yaitu pengungkapan
dan ketaatan terhadap peraturan3.
a. Pengungkapan
Konsep pengungkapan mewajibkan agar laporan keuangan didesain dan disajikan
sebagai gambaran atau kenyataan dari segala proses kejadian atau aktifitas organisasi
untuk suatu periode yang berisi suatu informasi. Dengan melakukan pencatatan
terhadap semua transaksi akan lebih mudah mempertanggungjawabkannya
(Muhamad, 2002). Pengungkapan laporan keuangan harus berdasarkan pada aktifitas-
aktifitas yang mempengaruhi dalam proses operasional organisasi.
b. Ketaatan terhadap Peraturan
Ketaatan terhadap peraturan dalam proses pencatatan keuangan dengan
menggunakan prinsip syariah. Prinsip umum akuntansi syariah yaitu keadilan,
kebenaran, dan pertanggungjawaban, oleh karena itu pencatatan transaksi dalam
pelaporan akuntansi dilakukan dengan benar, jelas, informatif, menyeluruh, ditujukan
kepada semua pihak dan tidak terdapat unsur manipulasi (Muhamad, 2002).
2.2 TRANSPARANSI
Transparansi adalah kegiatan pembangunan yang harus dikelola dengan
setransparan mungkin bagi masyarakat, donatur, dan organisasi yang bersangkutan,
yang harus diberi wewenang berupa kemudahan untuk mendapatkan informasi yang
terkait dengan kebijakan serta kegiatan pembangunan dalam pengelolaan organisasi
(Sadaly, 2002). Prinsip pokok pelaksanaan transparansi :
1. Menyediakan informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh
informasi mengenai aktifitas-aktifitas yang dijalankan dalam organisasi tersebut
(Sutedjo, 2009).
3.Lembaga Administrasi Negara (LAN) dikutip BPKP, dalam Universitas Sumatera Utara,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17482/3/Chapter%20II.pdf
8
2. Informasi harus diungkapkan secara lengkap, antara lain meliputi visi, misi,
kondisi keuangan, susunan pengurus, bentuk perencanaan dan hasil dari kegiatan
kepada masyarakat maupun donatur (Sadaly, 2002). Pengungkapan informasi
harus bersifat terbuka, mudah diakses, diterbitkan secara teratur, dan mutakhir
(Schiavo-Campo & Tomasi, 1999 dalam Mardiasmo, 2006).
3. Adanya media untuk menyampaikan pendapat, saran, kritik maupun argumen
terhadap perbaikan kondisi kinerja atau kegiatan yang lebih baik dan terarah
(Sutedjo, 2009).
Menurut Logos (2003) dalam Sutedjo (2009) menyatakan bahwa transparansi dan
akuntabilitas merupakan konsep yang berkaitan erat satu dengan yang lain, karena
tanpa transparansi tidak mungkin ada akuntabilitas. Sebaliknya transparansi tidak
akan banyak bermanfaat tanpa dilengkapi dengan akuntabilitas. Aryani (2007)
menyatakan bahwa prasyarat utama mewujudkan akuntabilitas harus berada pada
situasi dan kondisi lingkungan yang mengutamakan keterbukaan (transparasi) sebagai
landasan pertanggungjawaban serta lingkungan yang demokratis. Pembuatan laporan
keuangan adalah salah satu bentuk kebutuhan transparasi yang merupakan syarat
pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan (opennes) atas aktivitas
pengelolaan sumber daya publik (Mardiasmo, 2006). Tujuannya adalah untuk
menjelaskan bagaimanakah pertanggungjawaban dilakukan. Dengan adanya
penjelasan secara transparan, masyarakat menjadi tahu tentang apa yang telah
dilakukan organisasi, berapa besarnya anggaran yang digunakan, dan bagaimana hasil
tindakannya (Kama, 2011).
3. METODE PENELITIAN
3.1 Satuan analisis
Penelitian ini dilakukan dengan metode Studi Kasus dengan melibatkan data
kualitatif. Untuk satuan analisis peneliti mengambil objek Masjid Raya Darul Amal
yang terletak Di Jalan Tentara Pelajar 2, Salatiga. Adapun alasan peneliti memilih
Masjid tersebut sebagai objek penelitian, karena Masjid Raya Darul Amal merupakan
Masjid yang besar diwilayah Salatiga. Adapun alasan praktis yaitu peneliti bertempat
tinggal di Salatiga dengan demikian peneliti dapat menghemat biaya dan waktu.
9
3.2 Batasan penelitian
1. Penelitian ini menempatkan peneliti dalam internal organisasi.
2. Penelitian ini menganalisis tentang bentuk praktek akuntabilitas dan wujud
transparansi yang dijalankan oleh organisasi.
3.3 Metode pengumpulan data
Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu wawancara dan review document.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara:
1. Wawancara dengan Ketua takmir Prof. Muh Zuhri, untuk mendapatkan data awal
mengenai informasi dasar tentang kondisi organisasi masjid.
2. Menggunakan daftar cek kajian dokumen / check list documents review yang
diperoleh dari pengurus ta’mir melalui petugas harian, disertai dengan observasi
dilapangan untuk mendukung hasil wawancara.
3. Melakukan wawancara mendalam terhadap petugas harian Bapak Yahya, S, Ag,
pihak yang diberikan wewenang dari objek penelitian untuk memberikan jawaban
yang menunjang pokok permasalahan.
3.4 Teknik analisis
Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yang
menyesuaikan berbagai hasil wawancara, pengamatan secara langsung dan hasil
review document dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini (Simanjuntak dan
Januarsi, 2011). Metode deskriptif digunakan karena penelitian ini memberikan
gambaran tentang praktek akuntabilitas dan wujud transparansi dalam pengelola
organisasi masjid.
3.5 Langkah analisis
Langkah analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan tentang masjid yang menjadi objek penelitian.
2. Melakukan analisis hasil wawancara dan review dokumen, untuk mengetahui
praktek akuntabilitas dan wujud transparansi organisasi.
3. Membuat kesimpulan secara menyeluruh mengenai praktek akuntabilitas dan
transparansi yang telah dijalankan organisasi.
10
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Masjid Raya Darul Amal berdiri sejak tahun 1990an yang pada mulanya
merupakan Masjid yang hanya dengan satu lantai. Namun karena jumlah jamaah yang
semakin banyak maka pihak Pemerintah Kota Salatiga memberikan sumbangan untuk
pembangunan Masjid. Masjid Raya Darul Amal selesai direnovasi pada tahun 2011
dan kini bangunan masjid telah memiliki tiga lantai. Masjid tersebut berdiri diatas
tanah milik Pemerintah Kota Salatiga. Sumberdana yang diperoleh yaitu dari donatur-
donatur yang memberikan sumbangan kepada masjid. Organisasi Ta’mir Masjid
Darul Amal (selanjutnya dituliskan OTAMDA) didirikan di kota Salatiga pada
tanggal 1 Muharram 1427 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 31 Mei 2007
Miladiyah. Alasan utama didirikannya OTAMDA yaitu agar pengelolaan masjid lebih
jelas kepengurusannya, karena lokasi masjid berdekatan dengan STAIN maka
pengurus anggota ta’mir masjid kebanyakan dari STAIN terlebih pada kepengurusan
hariannya. Sedangkan tujuan dari terbentuknya OTAMDA yaitu terbinanya umat
Islam Kota Salatiga yang beriman, berilmu dan beramal dalam rangka mengabdi
kepada Allah SWT. Kepengurusan organisasi masjid dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
susunan keanggotaan takmir yang diangkat oleh Walikota Salatiga yang terdiri dari
59 anggota, karyawan yang dipekerjakan oleh pihak takmir untuk membantu dalam
pengelolaan masjid, serta penjaga masjid yang mayoritas merupakan mahasiswa dari
STAIN. Hal tersebut dilakukan karena anggota takmir mempunyai pekerjaan dinas
diluar kepengurusannya sebagai takmir masjid, maka untuk mempermudah proses
pengelolaan masjid pihak masjid menyusun kepengurusan harian masjid dengan
melibatkan karyawan dan penjaga.
Anggota takmir masjid Raya Darul Amal bekerja secara sukarela atau tidak
mendapat gaji, karyawan masjid mendapatkan gaji dari pihak takmir yang berasal
dari sumbangan atau kas masjid, sedangkan penjaga masjid mendapatkan fasilitas
berupa diperbolehkan menempati sebuah ruangan yang ada di masjid, yaitu di ruang
bagian kantor masjid. Masjid berada di kawasan alun-alun Pancasila sehingga jamaah
yang melakukan ibadah disana mayoritas merupakan jamaah yang berasal dari
11
mahasiswa STAIN dan jamaah dari dalam maupun luar kota Salatiga. Berbeda
dengan masjid-masjid yang didirikan di daerah pemukiman warga, dimana jamaah
masjid dapat dikenali dengan mudah yaitu mayoritas warga pemukiman dikawasan
tersebut. Program kegiatan yang dijalankan oleh organisasi masjid bersifat tradisional
berasaskan Islam yang berpedoman kepada Al Qur’an dan As Sunah. Tidak ada suatu
peraturan yang mengikat dalam proses pengelolaan masjid, semua yang dilakukan
oleh pengurus masjid berjalan dengan mengalir. Berdasarkan keterangan yang
diberikan oleh Bapak Prof.Muh Zuhri, hal itu dilakukan karena unsur kepercayaan
oleh para pengurus masjid.
Berikut penjelasan dari 5 dimensi akuntabilitas yang dipraktekkan di Masjid
Raya Darul Amal:
4.2.1 Praktik Akuntabilitas Hukum Dan Kejujuran di Masjid Raya
Darul Amal
Surat Keputusan Walikota Salatiga, Nomor 451/338/2012 (tercantum dalam
lampiran 5) merupakan satu ketentuan yang dijadikan landasan hukum dalam proses
operasional OTAMDA. Dalam Surat Keputusan tersebut mencantumkan daftar
keanggotaann ta’mir, dengan struktur anggota yang jelas diharapkan para pengurus
ta’mir dapat bekerja sesuai dengan fungsinya.
Akuntabilitas hukum dalam pelayanan publik yang dijalankan oleh
OTAMDA, sebagai berikut:
1. Terkait ketentuan peraturan dalam penyelenggaraan kegiatan
Berikut pernyataan yang diberikan oleh Bapak Yahya,S,Ag selaku petugas harian:
“pedoman aturan merujuk pada kebiasaan dalam organisasi”
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa selama ini OTAMDA
menyelenggarakan suatu bentuk pelayanan atas dasar tradisi yang dijalankan oleh
organisasi dengan berasaskan Islam, seperti sholat jum’at, pengajian, dan Peringatan
Hari Besar Islam (PHBI).
2. Peraturan terhadap sistem punishment dan reword
Salah satu bentuk peraturan yang ada di OTAMDA yaitu peraturan mengenai
tata tertib penggunaan masjid seperti pada lampiran 9. Belum ada ketentuan dalam
sebuah bentuk dokumentasi mengenai sistem punishment dan reward.
12
OTAMDA belum pernah melakukan proses audit secara formal sebagai
bentuk pengawasan dan pemeriksaan untuk menghindari terjadinya kasus
penyimpangan. Namun pihak masjid bersedia dan terbuka jika akan dilakukannya
proses audit. Upaya OTAMDA untuk menghindari sebuah praktek yang tidak sehat
yaitu dengan mengadakan pertemuan rutin atau dengan istilah “kultum penasihatan”4
kepada para pengurus takmir dengan periode waktu yang tidak ditentukan, serta
menggunakan sistem keamanan dengan memasang CCTV di bagian sudut tertentu,
sebagai bentuk dari pengawasan.
Belum ada peraturan secara tertulis yang dijadikan ketentuan untuk mengatur
dalam mekanisme penyelenggaraan publik. Walaupun demikian, selama ini tidak
pernah ditemukannya kasus penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus masjid.
Berikut pernyataan yang diberikan oleh Ketua Ta’mir Bapak Prof. Muh Zuhri:
“selama ini tidak pernah dijumpai adanya kasus mengenai penyalahgunaan
wewenang terlebih penyelewengan yang dilakukan oleh ta‟mir masjid”
4.2.2 Praktik Akuntabilitas Program di Masjid Raya Darul Amal
Proses terciptanya program di OTAMDA dapat diuraikan sebagai berikut:
visi dan misi membentuk
komitmen menciptakan
program
Mengacu pada pelaksanaan prinsip akuntabilitas program oleh Kama (2011)
dengan praktek yang dilakukan oleh OTAMDA
1. Ketua ta’mir Bapak Prof.Muh Zuhri menyatakan bahwa komitmen para
pengurus masjid dalam menciptakan suatu program kegiatan yaitu membuat suasana
masjid menjadi semarak dan jamaah masjid menjadi banyak. Komitmen tersebut
membentuk program kegiatan seperti, pengajian- pengajian, lomba adzan,
pelaksanaan sholat jumat, PHBI dan program lainnya yang terbentuk secara mengalir
berdasarkan tradisi yang sering dilakukan oleh umat Islam. Komitmen OTAMDA
terbentuk dari sebuah visi yaitu “menuju kehidupan Islamy dan harmoni”, kemudian
diturunkan dalam misi sebagai berikut:
4.istilah yang diberikan oleh ketua takmir Prof. Muh Zuhry dalam wawancara yang dilakukan pada
tanggal 5 Maret 2013
13
a. Menjadikan masjid sebagai tempat untuk beribadah kepada Allah SWT dan
sebagai pusat peradapan Islam
b. Membina jama’ah Masjid Darul Amal menjadi pribadi muslim yang beriman,
berilmu, beramal
c. Menuju masyarakat islami yang harmoni
Visi dan misi organisasi masjid tercantum dalam draft anggaran dasar, walau
masih dalam wujud draft namun hal tersebut sudah dijadikan suatu pedoman dalam
pengelolaan masjid. Pelaporan program organisasi tidak dibuat secara detail
mengenai sumberdaya yang dibutuhkan dan digunakan serta hasil dari pelaksanaan
program kegiatan, pelaporan yang ada hanya berbentuk rencana kegiatan seperti pada
lampiran 7.
2. Terkait Dengan Penggunaan Sumberdaya
Berikut pernyataan yang dilontarkan oleh Bapak Yahya,S.Ag selaku petugas
harian masjid:
“penggunaan sumberdaya tergantung pada kebutuhan. Karena sebagian
kegiatan sifatnya mengalir jadi kebutuhannyapun juga mengalir”
Berdasarkan penyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa belum ada ketentuan
peraturan secara tertulis dalam penggunaan sumberdaya. Namun, berdasarkan hasil
wawancara yang diperoleh dari Ketua Takmir mengungkapkan bahwa untuk
menghindari penyalahgunaan sumberdaya, OTAMDA merumuskan melalui
musyawarah takmir, dimana musyawarah takmir berfungsi sebagai forum
pengambilan keputusan tertinggi (tercantum dalam draft Anggaran Dasar Ta’mir
Masjid Raya Darul Amal Kota Salatiga, lampiran 6), sehingga kebutuhan sumberdaya
mendapatkan pengawasan dari semua pihak. Pertanggungjawaban dalam penggunaan
kas dilakukan dengan penyerahan kwitansi kepada bendahara masjid yang nantinya
akan masuk ke laporan keuangan masjid.
4.2.3 Praktek Akuntabilitas Proses di Masjid Raya Darul Amal
Prosedur administrasi yang dijalankan OTAMDA:
a. Pembagian dan pengarahan kerja di Masjid Raya Darul Amal
1. Pendelegasian wewenang dan uraian tugas
Berikut pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Yahya, S.Ag selaku petugas
harian mengenai pembagian dan pengarahan kerja:
14
“pembentukan panitia kegiatan dilakukan melalui rapat ta‟mir. Di masjid ketika
akan mengadakan suatu kegiatan maka akan mengundang semua anggota ta‟mir.
Namun tidak semua bisa hadir dengan kesibukan yang dimilikinya. Misal yang hadir
10 orang maka dibentuklah yang datang itu. Pembagian dan pengarahan kerja
seperti uraian tugas-pun dilakukan secara lisan”
Pendelegasian wewenang dan uraian tugas disusun dalam rapat ta’mir, dan hanya
dilakukan secara lisan. Dapat dilihat dari gambar 1 dibahwa ini tidak ada
pendelegasian wewenang dan uraian tugas yang dicacat dari hasil rapat.
Gambar 1
Notulen Rapat
Sumber lampiran 10
15
2. Periodisasi pelaksanaan rapat
Belum ada peraturan tertulis untuk periode pelaksanaan rapat di OTAMDA.
Ketentuan pelaksanaan rapat diumumkan secara lisan yaitu 35 hari sekali bersamaan
dengan pengajian rutin. Namun, dalam prakteknya pengadaan rapat ta’mir dilakukan
dengan menyesuaikan program kegiatan yang akan dilakukan oleh organisasi. Tidak
semua anggota ta’mir terlibat dalam setiap program kerja yang diselenggarakan oleh
organisasi. Dari 59 anggota ta’mir tidak semua anggota ikut aktif dalam rapat ta’mir.
Berikut daftar hadir anggota ta’mir dalam rapat yang diadakan oleh OTAMDA:
Gambar 2
Lembar Daftar Hadir Anggota yang Menghadiri Rapat Ta’mir
Sumber lampiran 11
16
b. Kecukupan Informasi Manajemen
1. Data Pengurus Organisasi
Gambar 3
Berikut struktur pengurus harian Masjid Raya Darul Amal:
Sumber lampiran 16
Gambar 3. Selain anggota ta’mir yang telah ditetapkan oleh Walikota, pihak
ta’mir juga membentuk pengurus harian masjid dengan pihak yang terlibat lebih
sedikit. Hal tersebut dilakukan agar pengelolaan masjid lebih diperhatikan mengingat
tidak semua anggota ta’mir dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan maksimal
karena kesibukan di luar kepengurusannya sebagai anggota OTAMDA.
KETUA TA’MIR
PROF. DR. H. M. ZUHRI, MA
SEKRETARIS
DR.H.RAHMAT, H.M,Pd
BENDAHARA
H.MAHASIN
PETUGAS HARIAN
YAHYA, S.Ag
KEAMANAN
IRAWAN
KEBERSIHAN
BUDI
ADMINISTRASI
BUDI S.
FAIDLUL M.
MUADZIN
TOYIB ABDUL M.
MUHAMAD B.
17
2. Data Program
Tabel 1
Bentuk perencanaan kegiatan di Masjid Raya Darul Amal
PEMERINTAHAN KOTA SALATIGA
TAKMIR MASJID RAYA DARUL AMAL
Sekretariat: Jl. Tentara Pelajar No. 02 Salatiga 50721 Telp. (0298) 316594
RENCANA KEGIATAN
MASJID RAYA DARUL AMAL KOTA SALATIGA TAHUN 2013
KEGIATAN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
(JENIS
KEGIATAN
YANG AKAN
DILAKUKAN
OTAMDA)
Sumber lampiran 7
Tabel 1. Data program berisikan perencanaan kegiatan yang disusun secara
tertulis berdasarkan periode waktu pelaksanaan kegiatan tersebut. Jenis kegiatan yang
dilakukan terkait dengan perbaikan sarana untuk pengelolaan masjid dan kegiatan-
kegiatan yang bersifat tradisional yang dijalankan oleh umat Islam seperti pengajian-
pengajian dan Peringatan Hari Besar Islam.
18
3. Data Keuangan
Laporan keuangan masjid ≤ tahun 2009 dibuat secara manual dengan pencatatan
yang dilakukan secara tertulis dalam sebuah buku laporan keuangan. Pada tahun
2010-2011 OTAMDA tidak melakukan pencatatan laporan keuangan, hal tersebut
dikarenakan tidak adanya kegiatan selama proses pembangunan renovasi masjid.
Namun, sejak tahun 2012 OTAMDA kembali melakukan pencatatan laporan
keuangan dengan menggunakan komputer. Laporan keuangan yang ada di Masjid
Raya Darul Amal terdiri dari pemasukan dan pengeluaran kas yang dibuat dalam
periode bulanan.
Data organisasi yang terdiri dari struktur kepengurusan, data program, serta data
keuangan hanya disimpan oleh pihak internal organisasi. Namun pihak masjid
bersedia memberikan informasi ketika ada pihak luar yang mempertanyakan
mengenai kinerja organisasi dalam pengelolan Masjid Raya Darul Amal.
Selama ini tingkat pengukuran keberhasilan kegiatan OTAMDA diukur dari: 5
1. Acara berjalan lancar
2. Jamaah yang hadir banyak
3. Kyai6-nya menarik
4. Program kegiatan yang dilaksanakan memberikan kesan yang baik.
Namun program kegiatan yang telah dirancang oleh OTAMDA tidak semua berjalan
sesuai dengan rencana awal yang telah di tetapkan. Berikut contoh kegiatan yang
belum terlaksana:
Tabel 2
Kemunduran Rencana Kegiatan yang di Masjid Raya Darul Amal tahun 2013
Kegiatan April
Pembangunan tempat wudhu X X
Sumber lampiran 7
Periode mingguan
5.hal yang disampaikan Bapak Yahya,S.Ag dalam wawancara tgl 29 April 2013 di ruang tamu masjid.
6. kyai: ahli ulama (cerdik pandai di Agama Islam), Kamus Besar Bahasa Indonesia.
19
Tabel 2. Perencanaan kegiatan untuk pembangunan tempat wudhu yang telah
direncanakan pada bulan April minggu ke 3-4 dalam pelaksanaannya kegiatan
tersebut belum terlaksana sebagai mana yang telah ditetapkan diawal. Alasan
kemunduran pelaksanaan kegiatan tersebut karena masih menunggu dana sumbangan
dari Pemkot.
Salah satu bentuk dari tidak terlaksananya program kegiatan masjid lainnya
yaitu penyelenggaraan “lomba adzan”. Rencana lomba adzan telah dirumuskan pada
rapat ta’mir, (dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini). Namun Ketua Ta’mir Bapak
Muh Zuhri mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut batal terlaksana karena tidak
adanya informasi lebih lanjut. Pertanggungjawaban mengenai tidak terlaksananya
kegiatan tersebut belum diungkapkan secara jelas.
Gambar 4
Perumusan Lomba Adzan
Sumber lampiran 10
20
Rasa kebersamaan akan tanggungjawab semua anggota ta’mir terhadap kinerja
organisasi secara keseluruhan masih kurang. Hal tersebut tercermin dengan sedikitnya
pengurus yang terlibat secara aktif dalam pengelolaan masjid, berikut pernyataan
Bapak Yahya,S.Ag selaku petugas harian masjid berikut ini:
“ketika ada kendala yang dihadapi dilapangan pada waktu diberlangsungkannya
kegiatan masjid, proses pelaporan da evaluasinya disampaikan secara lisan, kita
belum membuat secara tertulis. Anggota ta‟mir di masjid ini banyak, namun yang
aktif dan menekuni hanyalah pengurus harian”
Karena para anggota ta’mir bekerja secara sukarela dan tidak mendapat gaji, sehingga
tidak ada tuntutan secara tegas yang mengharuskan semua anggota terlibat langsung
dan bersifat aktif dalam pengelolaan masjid. Namun sebagai anggota ta’mir yang
telah ditetapkan seharusnya dapat menjalankan amanah yang diberikan dengan baik.
4.2.4 Praktik Akuntabilitas Kebijakan di Masjid Raya Darul Amal
Kebijakan mengenai pertanggungjawaban para pengurus masjid dalam
pengelolaan masjid telah dirumuskan dalam Keputusan Walikota Salatiga,
Nomor:451/338/2012 pada ketetapan poin kedua yaitu: “melaporkan hasilnya dan
bertanggung jawab kepada Walikota”, dan selama ini bentuk pelaporan
pertanggungjawaban pengurus takmir atas pengelolaan masjid telah dilakukan secara
lisan.
Kebijakan dalam pengelolaan masjid tercantum dalam draft anggaran dasar
masjid. Walau belum disahkan secara resmi namun pihak masjid mengungkapkan
bahwa draft anggaran dasar tersebutlah yang dijadikan pedoman untuk menjalankan
proses pengelolaan masjid. Draft tersebut dibentuk atas dasar kesepakatan bersama
anggota ta’mir yang disahkan dalam musyawarah ta’mir Masjid Darul Amal.
Kebijakan yang memuat ketentuan-ketentuan untuk dijadikan pedoman oleh
anggota ta’mir tidak semua dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah dirumuskan
sebelumnya. Dalam draft anggaran dasar pasal 5 mengenai kewajiban anggota
terdapat ketentuan bahwa “anggota ta’mir berkewajiban untuk berpartisipasi aktif
dalam kegiatan yang diselenggarakan ta’mir”, namun dalam prakteknya hal tersebut
tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan (penjelasan lebih dalam telah dibahas
pada pembahasan mengenai akuntabiltas proses). Bentuk lain dari ketidakpaduan
21
antara kebijakan dengan pelaksanaannya yaitu pada ketentuan pasal 12 mengenai
tanggungjawab ta’mir, menuliskan bahwa tanggungjawab ta’mir yaitu
“menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam musyawarah ta’mir” namun
prakteknya bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan program kerja ta’mir hanya
dilakukan secara lisan.
Draft anggaran dasar takmir masjid raya darul amal belum memuat mengenai
kebijakan dalam mendapatkan informasi terkait program kerja organisasi serta
prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Namun, pada prakteknya pihak masjid menyediakan sebuah buku
untuk mengisi saran, kritik maupun pendapat yang ditempatkan di ruang tamu.
4.2.5 Praktik Akuntabilitas Financial di Masjid Raya Darul Amal
Perbedaan hasil penelitian Simanjuntak dan Januarsi (2011) dengan penelitian
di Masjid Raya Darul Amal adalah, pengurus Masjid Raya Darul Amal mentolelir
bahwa pembuatan laporan keuangan berdasarkan kesadaran dari pihak masjid tanpa
adanya tekanan dari masyarakat. Berdasarkan informasi yang didapat dari Bapak
Yahya,S.Ag, mengungkapkan bahwa selama ini masyarakat tidak menuntut kepada
organisasi masjid untuk membuat laporan keuangan. Pengurus masjid merasa
mempunyai tanggungjawab penuh atas penggunaan dana yang diperoleh dari para
donatur maka pihak masjid mempertanggungjawabkan kinerja organisasi masjid
dalam bentuk laporan keuangan.
Komponen pembentuk akuntabilitas financial:
a. Pengungkapan
Pengungkapan aktifitas-aktifitas yang mempengaruhi penggunaan kas dalam
proses operasional organisasi telah disajikan dalam laporan keuangan masjid. Namun
selama ini OTAMDA belum mempunyai suatu kebijakan mengenai besarnya
anggaran untuk pengelolaan keuangan. Hal tersebut dapat memicu timbulnya aktifitas
yang tidak terkontrol.
Dalam penelitian yang dilakukan di Masjid Raya Darul Amal ditemukan satu
bentuk aktifitas pengeluaran kas yang belum dicatat dalam laporan pengeluaran kas.
22
Gambar 5
Kwitansi Pemberian Utang
Tanggal 22 Oktober 2006 terdapat akitifitas pengeluaran kas masjid untuk pemberian
pinjaman utang kepada pihak luar, tertera pada kwitansi pembayaran diatas. Namun
aktifitas pengeluaran kas tersebut belum diungkapkan dalam laporan keuangan
masjid, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 6
Pencatatan pengeluaran bulan Oktober 2006
23
b. Ketaatan terhadap peraturan
Pihak masjid Raya Darul Amal melakukan pencatatan laporan keuangan secara
sederhana. Berikut pernyataan dari Bapak Yahya, S.Ag:
“kami melakukan pencatatan laporan keuangan serta pencatatan aset yang
masjid miliki secara sederhana dan mudah dipahami oleh para pembaca laporan
keuangan. Kalau membuat laporan yang rinci pihak kami belum terlalu memahami
proses pencatatannya”
Dari pernyataan tersebut dapat diungkapkan bahwa pihak masjid berupanya
menyajikan dan melaporan laporan keuangan serta aset yang dimiliki masjid walau
dalam desain pelaporan yang masih sederhana.
Bentuk laporan keuangan yang telah dibuat oleh bendahara merupakan satu
bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan kepada masyarakat. Hal tersebut
dilakukan karena sumber dana dari aktifitas pengelolaan masjid diperoleh dari donatur
yang kemudian dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan keuangan, selanjutnya
diinformasikan kepada jamaah sebelum sholat jumat.
Tabel 3
Daftar inventaris Masjid Raya Darul Amal Ruang Lantai 2
No Nama Barang Jumlah Keterangan
1 Karpet 30 buah Kurang baik
2 Lampu gantung 1 buah Baik
3 Rak Al Qur’an 2 buah Baik
4 Al Qur’an 16 buah Baik
5 Rak Mukena 1 buah Baik
6 Mukena 60 buah Baik
7 Cermin 1 buah Baik
8 Kipas Angin 1 buah Baik sumber lampiran 8
Tabel 3. Pencatatan mengenai kekayaan sumberdaya yang ada di masjid
dilakukan dengan mengkelompokan sumberdaya yang tersedia berdasarkan ruang
penempatannya. Dengan bentuk pencacatan seperti itu, maka hanya mempermudah
dalam proses monitoring untuk menjaga dari pencurian dan untuk memantau kondisi
kelayakan inventaris. Namun, sulit untuk mengukur nilai asset yang dimiliki masjid.
Pihak masjid mengungkapkan bahwa keterbatasan penyajian laporan
keuangan disebabkan oleh salah satu faktor yaitu sumberdaya yang terlibat dalam
24
pengelolan masjid bukan orang yang profesional dalam bidangnya, sehingga belum
bisa menjalankan perannya dengan optimal.
4.3 Wujud Transparansi Yang Dijalankan Oleh Organisasi Masjid
Raya Darul Amal
OTAMDA tidak mempunyai suatu pedoman dasar dalam pelaksanaan
transparansi. Berikut praktek yang dijalankan OTAMDA dengan mengacu pada
prinsip pokok dari bentuk pelaksanaan transparansi:
1. OTAMDA belum menyediakan informasi atas hasil dari pengelolaan masjid.
Namun, ada jaminan kemudahan yang diberikan oleh pihak masjid ketika ada pihak
luar yang mempertanyakan mengenai informasi hasil kinerja masjid. Seperti hal nya
pernyataan dari Bapak Yahya,S,Ag sebagai berikut:
“kami dari pihak masjid selalu terbuka mengenai aktifitas yang telah kami jalankan,
namun untuk media mempublikasian yang ditujukan untuk masyarakat luas belum
ada. Jika ada yang mencari informasi, kami melayani dengan senang hati”
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa OTAMDA telah berupaya
untuk transparan atas hasil dari kinerja yang telah dilakukan. Untuk mendapatkan
informasi terkait pengelolaan kinerja organisasi dengan mendatangi ke kantor masjid
untuk menemui penjaga masjid, kemudian penjaga masjid akan mencarikan data
yang diperlukan melalui otoritas dari ketua ta’mir.
2. Visi misi dan tujuan yang dijadikan pedoman dalam perancangan program
organisasi hanya tercantum dalam draft anggaran dasar takmir masjid, serta susunan
kepengurusan dan bentuk perencanaan program kegiatan OTAMDA hanya disimpan
oleh pihak internal organisasi. Kondisi keuangan organisasi masjid dipublikasikan
dalam bentuk pengumuman secara sederhana mengenai pemasukan dan pengeluaran
masjid sebelum sholat jumat. Hal tersebut diungkapkan oleh pihak masjid sebagai
bentuk dari keterbukaan kepada publik.
Budaya yang digunakan oleh OTAMDA masih menggunakan budaya lisan
dalam penyampaian pertanggungjawabannya, namun telah ada upaya perbaikan untuk
lebih memperhatikan dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban secara tertulis.
Laporan pertanggungjawaban yang dibuat secara tertulis akan lebih mempermudah
dalam proses evaluasi untuk menilai kinerja organisasi.
25
3. Berikut media yang disediakan oleh OTAMDA untuk menyampaikan
pendapat, saran maupun kritik:
Gambar 7
Laporan Pengaduan dan Masukan
Sumber lampiran 13
Gambar 7.Tersedia media untuk menyampaikan pendapat, saran, dan kritik untuk
perbaikan kondisi masjid yang lebih baik. Dari berbagai pendapat yang masuk
belum ditemukan saran atau kritik atas penilaian hasil dari program kegiatan masjid.
Hal tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang hasil
penyelenggaraan program kegiatan masjid, karena belum ada suatu media secara
tertulis untuk mengumumkan hasil kinerja organisasi.
26
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
OTAMDA telah menjalankan praktek akuntabilitas, namun praktek tersebut belum
dilaksanakan secara memadai / maksimal. Hal tersebut ditunjukan oleh:
1. Belum ada aturan yang jelas dalam mekanisme penyelenggaraan pelayanan.
2. Belum melaporkan program kegiatan organisasi secara detail.
3. Rasa kebersamaan akan tanggungjawab semua anggota ta’mir terhadap
kinerja organisasi masih kurang. Hal tersebut tercermin dengan sedikitnya
pengurus yang terlibat secara aktif dalam pengelolaan masjid.
4. Belum menyajikan kesesuaian antara realisasi kegiatan dengan rencana awal,
sehingga tidak ada penjelasan mengenai keberhasilan atau kegagalan dalam
pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
5. Pencatatan laporan keuangan kurang teliti, karena ditemukannya bukti
pengeluaran kas tetapi belum dilakukan pencatatan dalam laporan pengeluaran
kas.
OTAMDA bersedia untuk transparan, namun selama ini praktek transparansi di
OTAMDA masih belum optimal karena informasi-informasi mengenai pengelolaan
masjid disimpan untuk kepentingan internal organisasi dan mengumuman laporan
keuangan secara lisan sebagai “simbol” dari bentuk transparansi.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di OTAMDA, peneliti
menyarankan untuk:
1. Adanya suatu peraturan yang tertulis sebagai ketentuan yang mengatur dalam
mekanisme penyelenggaraan pelayanan, karena dengan begitu organisasi
mempunyai ketentuan peraturan yang jelas dalam penyelengaraannya supaya
lebih terarah.
2. Disahkannya draft anggaran dasar, sehingga OTAMDA mempunyai pedoman
yang resmi dalam pengelolaan masjid.
3. Adanya SOP sumberdaya, untuk menghindari penyimpangan dalam penggunaan
sumberdaya.
27
4. Semua anggota ta’mir dapat terlibat secara aktif dalam semua kegiatan masjid
karena dengan kebersamaan untuk memenuhi bentuk pertanggungjawaban atas
amanah yang telah diberikan.
5. Adanya suatu dokumen pencatatan mengenai hasil dari pelaksanaan dan evaluasi
program kegiatan yan telah dilakukan. Sehingga penilaian atas kinerja organisasi
lebih terarah.
6. Memanfaatkan media seperti papan pengumuman yang telah ada dimasjid sebagai
sarana untuk mengkomunikasikan hasil kinerja OTAMDA sehingga masyarakat
lebih mengetahui dan menilai hasil pengelolaan kinerja organisasi.
7. Buku saran dan kotak saran ditempatkan di tempat yang strategis dimana
masyarakat lebih mudah untuk mengaksesnya.
Ketujuh poin tersebutlah yang menjadi saran dari peneliti untuk OTAMDA.
Walau memang secara nyata kedalaman hati seseorang bahwa dia sudah
melakukan”kejujuran” hanya Tuhan yang tahu. Tetapi lewat pengawasan dan aturan-
aturan yang diberlakukan secara tegas dapat membantu seseorang untuk lebih
transparan dan akuntabel (Silvia dan Ansar,2011).
5.3 Keterbatasan penelitian
Keterbatasan narasumber oleh karena tidak semua pihak berkenan menjadi
informan. Terlebih para pengurus organisasi merupakan pihak-pihak yang juga
memiliki tanggungjawab diluar kepengurusannya sebagai takmir masjid. Sehingga
informasi dan data yang diperoleh terbatas.
5.4 Penelitian Mendatang
Penelitian ini menggambarkan bentuk dari praktek akuntabilitas dan
transparansi dari prespektif organisasi masjid. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini
masih jauh dari kesempurnaan dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu
harapkan peneliti untuk penelitian selanjutnya yaitu dapat mengembangkan tingkat
keefektifan dan efisiensi praktek akuntabilitas dan transparansi yang dijalankan
organisasi masjid dari prespektif masyarakat atau donatur.
28
DAFTAR PUSTAKA
Aryani, D.F., 2007, Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Tata Kelola
Perusahaan Daerah Air Minum Kota Salatiga. Skripsi Program S1 Fakultas
Hukum Universitas Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan).
Barliana,M.S.,2004,”Tradisionalitas Dan Modernitas Tipologi Arsitektur Masjid”,
Jurnal Terakreditasi Nasional Dimensi Teknik Arsitektur, Vol.32, No.2.
Bastian, Indra,2007, Akuntansi Untuk LSM Dan Partai Politik, Erlangga, Jakarta.
Booth, P., 1993, “ Accounting in churches: a research framework and agenda,
Accounting Auditing and Accountability”, Journal, Vol. 6, No.4. pp 37-67.
Darma, S., 2007, “Manajemen Keuangan sekolah”, Direktorat Tenaga Kependidikan,
Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan,
Departemen Pendidikan Nasional.
Duncan, J. B. and Flesher, D.L., 1999, “ Internal Control Systems In US Churches,
An Examination of The Effects of Church Size and Denomination on Systems of
Internal Control, Accounting, Auditing & Accountability”, Journal, Vol.12, No.2,
pp. 142-163.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2001, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat,
Jakarta.
Kaihatu, T.S., 2006, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”,
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8, No.1.
Kama, A.Z.,2001,” Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”, Jurnal
Ilmiah Ishlah, ISSN. 1410 – 9328, Vol.13 No. 03.
29
Lightbody, M., 1999, “Storing and Shielding: Financial Management Behaviour in a
Church Organisation, Accounting, Auditing & Accountability”, Journal, Vol. 13,
No. 2, pp. 156-174.
Mardiasmo, 2004, “Membangun Akuntabilitas Publik Keuangan Negara”, Cetakan
Majalah Media Akuntansi, Edisi No.39, April, hal. 12.
Mardiasmo, 2006, “Pewujudan Transparasi dan Akuntabilitas Publik Melalui
Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance”, Jurnal Akuntansi
Pemerintah, Vol.2, No.1,Mei: 1-17.
Moleong, L.J., 2005, “Metodologi Penelitian Kualitatif”, Edisi Revisi, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Muhamad, 2002, “Penyesuaian Teori Akuntansi Syariah: Perspektif Akuntansi Sosial
Dan Pertanggungjawab”, Journal of Islamic Economics, Vol.3, No.1, Muharram
1432 H/Maret, pp.67-87.
Muhammad. H., 2007, “Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)”, Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama.
Permatasari,N.C. dan Dewi,N.H.U., 2011, ”Pandangan Pemilik Badan Usaha Islam
Terhadap Akuntabilitas Dan Moralitas”, The Indonesian Accounting Review,
Vol.1, No.2,July, 135-144.
Rahardi,F. 2007. “Menguak Rahasia Bisnis dalam Gereja”, Visimedia Jakarta.
Randa, F., 2011, “Rekonstruksi Konsep Akuntansi Organisasi Gereja”, Jurnal
Simposium Akuntansi,Vol.14,No.8.
Sadaly, Hariyanti. 2002. Akuntabilitas Publik Ornop. Laporan Lokakarya : Lembaga
Penelitian SMERU.
30
Setio, R. dan Radianto, W,. 2007, “Sistem Pengendalian Manajemen Dalam Gereja:
Studi Kasus Gereja Di Kota Yogyakarta”, Jurnal Riset Manajemen &
Bisnis,Vol.2,No.1.
Silvia, J. dan Ansar, M., 2011, “Akuntabilitas Dalam Perspektif Gereja Protestan”,
Jurnal Simposium Nasional Akuntansi,Vol.14, No.9.
Simanjuntak,D.A. dan Januarsi, Y.,2011,”Akuntabilitas dan Pengelolaan Keuangan
Di Masjid”, Jurnal Simposium Nasional Akuntansi,Vol.14, No.7.
Sutedjo, 2009, Persepsi Stakeholders Terhadap Transparasi Dan Akuntabilitas
Pengelolaan Keuangan Sekolah. Tesis Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id/24292/1/Sutedjo.pdf. 14 November 2012.
Tim Penyusun PAPBK, 2011, Panduan Akuntabilitas Pengelolaan Bantuan
Kemanusiaan, Piramedia, Depok.
Yahya, I., 2006, “Akuntabilitas Dan Transparasi Pengelolaan Keuangan Daerah”,
Jurnal Sistem Teknik Industri, Vol.7, No.4.
Yayasan Tifa, 2011, Mengukur Transparansi Dan Akuntabilitas LSM,
http://penabulu.org/wp-content/plugins/download-monitor/download.php?id=70.
21 September 2012.
31
Curriculum vitae
Name : Diah Intan Pandini
Address : Osamaliki 549, Salatiga
Place, Date of Birth : Salatiga, 18 September 1991
Sex : Female
Religion : Islam
Email : [email protected]
Educational & Professional Background :
1. Elementary School at SD Negeri 06, Salatiga (1997 - 2003)
2. Junior High School at SMP Negeri 2, Salatiga (2003 – 2006)
3. Senior High School at SMA Negeri 3, Salatiga (2006 - 2009)
Organization Experience:
1. Member of organizing committe Satgas “ONE FOR ALL”
2. Member of organizing Social Evening “LEGEND” 2012
Workshop & Seminar :
1. National Seminar “Believe, Begin Become An Entrepreneur” at Salatiga, April
27, 2010.
2. National Seminar “Peran Akuntansi dalam Pemberantasan Korupsi” at
Salatiga, April 28, 2010.
3. National Seminar “Inspire, Instruct, Improve : Other Side of Business” at
Salatiga, March 7, 2012.