analisis pola konsumsi mahasiswa terhadap … · menimbulkan perbedaan pengambilan keputusan dalam...

117
ANALISIS POLA KONSUMSI MAHASISWA TERHADAP PANGAN ASAL TERNAK (Studi Kasus: Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk 2011) AGUSTIN NEORIMA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Upload: vantu

Post on 23-Mar-2019

252 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS POLA KONSUMSI MAHASISWA

TERHADAP PANGAN ASAL TERNAK (Studi Kasus: Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk 2011)

AGUSTIN NEORIMA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Pola Konsumsi

Mahasiswa Terhadap Pangan Asal Ternak (Studi Kasus: Mahasiswa Program

Sarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk

2011) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta

dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Agustin Neorima

NIM H44100056

ABSTRAK

AGUSTIN NEORIMA. Analisis Pola Konsumsi Mahasiswa Terhadap Pangan

Asal Ternak (Studi Kasus: Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk 2011). Dibimbing oleh

UJANG SEHABUDIN.

Mahasiswa FEM memiliki karakteristik yang beragam sehingga

menimbulkan perbedaan pengambilan keputusan dalam konsumsi, salah satunya

konsumsi pangan asal ternak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola

konsumsi pangan asal ternak, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

permintaan pangan asal ternak, dan menganalisis tingkat elastisitas harga dan

pendapatan dari pangan asal ternak dengan penerapan model Almost Ideal

Demand System (AIDS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi

pendapatan mahasiswa maka semakin rendah total pengeluaran mahasiswa yang

dialokasikan untuk konsumsi pangan asal ternak. Proporsi terbesar dari total

pengeluaran mahasiswa FEM digunakan untuk konsumsi daging ayam ras, diikuti

oleh susu sapi, telur ayam ras, dan daging sapi. Variabel harga sendiri, harga silang,

total pengeluaran, dummy jenis kelamin, dummy status tempat tinggal cenderung

dominan berpengaruh secara signifikan terhadap proporsi pengeluaran pangan asal

ternak pada taraf nyata (α) 0,10. Elastisitas harga sendiri daging sapi, daging ayam

ras, dan telur ayam ras bersifat inelastis sedangkan elastistas harga sendiri susu

sapi bersifat elastis. Sebagian besar elastisitas harga silang bertanda negatif,

pangan asal ternak memiliki hubungan komplementer dengan pangan asal ternak

lainnya. Elastisitas pendapatan daging ayam ras dan telur ayam ras bernilai kurang

dari satu yang mengartikan bahwa komoditas tersebut merupakan kebutuhan

pokok. Elastisitas pendapatan daging sapi dan susu sapi bernilai lebih besar dari

satu yang mengartikan bahwa komoditas ini dianggap barang mewah.

Kata kunci: elastisitas, model Almost Ideal Demand System (AIDS), pangan asal

ternak, permintaan, pola konsumsi

ABSTRACT

AGUSTIN NEORIMA. An Analysis of Consumption Pattern of Students to The

Food from Livestock. (Case Studies: Undergraduate Students of FEM IPB Period

2011). Supervised by UJANG SEHABUDIN.

FEM Students have a diverse characteristic, which rise to differences in

consumption decisions, one of which is the consumption of the food from

livestock. This study aims to analyze the consumption pattern of the food from

livestock, identify the factors that influence the demand for the food from

livestock, and analyze the level of price and income elasticity of the food from

livestock with the application of the Almost Ideal Demand System (AIDS) model.

The results of this studies showed that the higher the students income, the lower

the total expenditure of FEM students allocated to consumption of food from

livestock. The largest proportion of total expenditure of FEM students is used for the

consumption of chicken meat, followed by cow’s milk, eggs of chicken, and beef.

The own price variable, cross-price, total expenditure, gender, residence status

tends to be dominant significantly affect the proportion of food from livestock

expenditure on the real level (α) of 0,10. The own price elasticity of beef, chicken

meat, and eggs is inelastic while the own price elasticity of cow’s milk is elastic.

Most of cross-price elasticity have negative sign, its mean that the livestock has

the complementary relationship with other food from livestock. The income

elasticity for chicken meat, and eggs of chicken shown the value less than one, its

mean that commodities are a staple goods. The income elasticity for beef and

cow’s milk shown the value more than one, its mean that commodity is considered

luxury good.

Keywords: Almost Ideal Demand System (AIDS) Model, consumption patterns,

demand, elasticity, food from livestock

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS POLA KONSUMSI MAHASISWA

TERHADAP PANGAN ASAL TERNAK (Studi Kasus: Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor Tahun Masuk 2011)

AGUSTIN NEORIMA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan

sejak bulan Maret 2014 mengambil topik tentang pola konsumsi dengan judul

Analisis Pola Konsumsi Mahasiswa Terhadap Pangan Asal Ternak (Studi Kasus:

Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian

Bogor Tahun Masuk 2011).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Ujang Sehabudin, M.Si

selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, saran, dan

kritik dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak Adi Hadianto,

SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan Ibu Hastuti SP, M.Si selaku dosen

perwakilan departemen yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan

skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada kedua orangtua

tercinta, yaitu H. Imam Subikhi, SE dan Hj. Nurbaini, kedua adik tersayang Esar

dan Shafa, serta seluruh keluarga besar atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.

Terima kasih kepada ketua angkatan 48 (Faisal, Vozu, Yogo, Rayyan, dan Amin)

dan seluruh mahasiswa FEM angkatan 48 atas kerjasamanya dalam membantu

pengisian kuesioner penelitian; Angga Priandhika yang selalu menemani saat

jenuh, memberikan doa, bantuan serta dukungan; sahabat-sahabat (Nurul Puspita,

Amalia Dwi Marseva, Nana Winnit, Suci Angraini, Puti, Bintang, Summayah),

Marlina, Nindya Shinta IE 47, teman sebimbingan (Adilla, Sri, Jaza, Rendy R,

Rendy M, Andry, Firmansyah), serta keluarga besar ESL 47 yang selalu

memberikan bantuan dan motivasi; sahabat-sahabat terbaik Tria, Riri, Irma,

Vionita, Riza, Uci, Anggi, Maya, Vindy, Ica, Wati, Ayi, Anes, Putri, yang telah

memberikan doa, bantuan dan dukungan. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

Agustin Neorima

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xv

I PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah............................................................................ 3

1.3 Tujuan Penelitian................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian.............................................................................. 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian................................................................... 5

II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7

2.1 Pangan Asal Ternak............................................................................ 7

2.1.1 Daging....................................................................................... 7

2.1.2 Telur........................................................................................... 8

2.1.3 Susu........................................................................................... 8

2.2 Perilaku Konsumen............................................................................. 9

2.3 Teori Permintaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya............ 10

2.3.1 Teori Permintaan....................................................................... 10

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan........................ 11

2.4 Konsep Elastisitas............................................................................... 14

2.5 Model Almost Ideal Demand System (AIDS)..................................... 17

2.6 Penelitian Terdahulu........................................................................... 20

III KERANGKA PEMIKIRAN..................................................................... 23

IV METODE PENELITIAN.......................................................................... 25

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 25

4.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................ 25

4.3 Metode Pengambilan Sampel............................................................. 25

4.4 Metode Pengelompokan Data............................................................. 26

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data............................................... 27

4.5.1 Analisis Deskriptif..................................................................... 27

4.5.2 Analisis Almost Ideal Demand System (AIDS)......................... 27

4.5.3 Analisis Elastisitas..................................................................... 31

V GAMBARAN UMUM............................................................................... 33

5.1 Karakteristik Responden..................................................................... 33

5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin............... 33

5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal.. 33

5.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Daerah.................. 34

5.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan...... 34

5.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengeluaran untuk

Konsumsi Bahan Makanan........................................................ 35

5.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pangan Hewani

yang Paling Sering Dikonsumsi................................................. 36

5.2 Pola Konsumsi Pangan Asal Ternak................................................... 37

5.2.1 Pola Konsumsi Daging Sapi...................................................... 37

5.2.2 Pola Konsumsi Daging Ayam Ras............................................ 40

5.2.3 Pola Konsumsi Telur Ayam Ras................................................ 43

5.2.4 Pola Konsumsi Susu Sapi.......................................................... 46

VI HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 50

6.1 Analisis Pola Konsumsi Pangan Asal Ternak..................................... 50

6.1.1 Pola Pengeluaran Pangan Asal Ternak...................................... 50

6.1.2 Proporsi Pengeluaran Pangan Asal Ternak Terhadap

Pengeluaran Pangan Asal Ternak Total.................................... 51

6.2 Analisis Permintaan Pangan Asal Ternak........................................... 53

6.3 Elastisitas Permintaan......................................................................... 57

6.3.1 Permintaan Daging Sapi............................................................ 57

6.3.2 Permintaan Daging Ayam Ras................................................... 62

6.3.3 Permintaan Telur Ayam Ras...................................................... 66

6.3.4 Permintaan Susu Sapi................................................................ 71

VII SIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 76

7.1 Simpulan............................................................................................. 76

7.2 Saran................................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 78

LAMPIRAN................................................................................................... 83

RIWAYAT HIDUP........................................................................................ 99

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Sasaran skor Pola Pangan Harapan (PPH)...................................... 2

2 Distribusi jumlah mahasiswa program sarjana Institut Pertanian

Bogor berdasarkan fakultas dan tahun masuk................................. 3

3 Distribusi jumlah responden berdasarkan mayor............................ 26

4 Matriks analisis data........................................................................ 27

5 Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin................. 33

6 Distribusi jumlah responden berdasarkan status tempat tinggal .... 34

7 Distribusi jumlah responden berdasarkan asal daerah ................... 34

8 Distribusi jumlah responden berdasarkan tingkat pendapatan ....... 35

9 Distribusi jumlah responden berdasarkan pengeluaran untuk

konsumsi bahan makanan............................................................... 36

10 Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis pangan hewani

yang paling sering dikonsumsi........................................................ 36

11 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi

daging sapi...................................................................................... 38

12 Rata-rata pengeluaran konsumsi daging sapi berdasarkan kategori

sosial ekonomi................................................................................. 39

13 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi daging sapi....................... 40

14 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi

daging ayam ras.............................................................................. 41

15 Rata-rata pengeluaran konsumsi daging ayam ras berdasarkan

kategori sosial ekonomi................................................................. 41

16 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi daging ayam ras................ 42

17 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi

telur ayam ras.................................................................................. 43

18 Rata-rata pengeluaran konsumsi telur ayam ras berdasarkan

kategori sosial ekonomi................................................................... 44

19 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi telur ayam ras................... 45

20 Distribusi mahasiswa berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi..... 46

21 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi

susu sapi.......................................................................................... 47

22 Rata-rata pengeluaran konsumsi susu sapi berdasarkan kategori

sosial ekonomi.................................................................................. 48

23 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi susu sapi........................... 49

24 Rata-rata pengeluaran mahasiswa FEM untuk bahan makanan dan bukan bahan makanan berdasarkan kelas pendapatan........................ 50

25 Pengeluaran pangan asal ternak total mahasiswa FEM terhadap

pengeluaran bahan makanan dan total pengeluaran mahasiswa

berdasarkan kategori sosial ekonomi................................................. 51

26 Proporsi terhadap pengeluaran pangan asal ternak total

berdasarkan kategori sosial ekonomi............................................... 52

27 Koefisien dugaan variabel model AIDS untuk masing-masing

pangan asal ternak pada mahasiswa tanpa pengelompokan............ 55

28 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan

elastisitas pendapatan daging sapi berdasarkan kategori sosial

ekonomi........................................................................................... 58

29 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan

elastisitas pendapatan daging ayam ras berdasarkan kategori sosial

ekonomi............................................................................................ 63

30 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan

elastisitas pendapatan telur ayam ras berdasarkan kategori sosial

ekonomi............................................................................................ 67

31 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan

elastisitas pendapatan susu sapi berdasarkan kategori sosial

ekonomi............................................................................................ 71

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Tabel Komposisi Pangan Asal Ternak ................................................ 85

2 Distribusi jumlah sampel dengan perbedaan karakteristik .................. 86

3 Kuesioner penelitian......................................................................... 87

4 Hasil output model Almost Ideal Demand System dengan

menggunakan software SAS…….....………………………............ 93

5 Editor SAS pada data mahasiswa tanpa pengelompokan.................. 98

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan mempunyai peran penting bagi kehidupan manusia. Peran utama

pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan fisiologis agar bisa hidup sehat, aktif,

dan cerdas. Pangan juga mempunyai peran untuk memenuhi kebutuhan

psikososial, budaya, ekonomi, sekuriti, dan bahkan juga mempunyai peran politik.

Peran pangan secara fisiologis ditinjau dari kandungan gizi pangan dan

manfaatnya bagi kerja jaringan dan organ tubuh untuk hidup sehat (Nugraheni

2013).

Pangan hewani merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai

kandungan gizi tinggi dan mempunyai peranan dalam peningkatan derajat

kesehatan dan kecerdasan. Hal ini dikarenakan protein hewani mengandung asam

amino esensial yang lebih lengkap dan seimbang dibandingkan dengan protein

nabati. Selain itu, protein hewani lebih mudah dicerna dan diabsorpsi, sehingga

mempunyai nilai hayati yang lebih baik (Sudono et al. 1989).

Pentingnya mengonsumsi pangan hewani dalam mencapai kebutuhan gizi

konsumsi pangan yang baik tercermin dalam Pola Pangan Harapan (PPH) (Budiar

2000). Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 2010-2014 dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 sasaran pencapaian kebutuhan gizi dapat tercermin oleh

meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,4 pada tahun 2010

menjadi 93,3 pada tahun 2014. Pangan hewani memiliki skor tertinggi setelah

padi-padian sebagai sumber karbohidrat diantara beberapa komoditas pangan. Hal

ini menunjukkan bahwa pangan hewani memiliki peranan strategis dalam

pencapaian kebutuhan gizi konsumsi pangan yang baik.

Daging, telur, dan susu merupakan pangan hewani asal ternak yang paling

banyak dikonsumsi masyarakat. Konsumsi atau permintaan terhadap protein

pangan hewani asal ternak selama tahun 2010-2013 mengalami peningkatan

terhadap komoditas daging sedangkan konsumsi komoditas telur dan susu

mengalami penurunan. Rata-rata konsumsi protein penduduk di Indonesia untuk

kelompok makanan sumber protein hewani, contohnya pada rata-rata konsumsi

2

daging sebesar 2,47 gram protein/ kapita/ hari, telur dan susu sebesar 3,08 gram/

kapita/ hari (Badan Pusat Statistik 2013).

Tabel 1 Sasaran skor Pola Pangan Harapan (PPH)

Makanan Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Padi-padian 54,90 53,90 52,90 51,90 51,00

Umbi-umbian 5,00 5,20 5,40 5,60 5,80

Pangan hewani 9,60 10,10 10,60 11,10 11,50

Minyak dan lemak 10,10 10,10 10,10 10,00 10,00

Buah/biji berminyak 2,80 2,90 2,90 2,90 3,00

Kacang-kacangan 4,30 4,40 4,60 4,70 4,90

Gula 4,90 4,90 5,00 5,00 5,00

Sayur dan buah 5,20 5,40 5,50 5,70 5,80

Lain-lain 2,90 2,90 2,90 2,90 3,00

SKOR PPH 86,40 88,10 89,80 91,50 93,30

Sumber: Renstra Kementrian Pertanian (2009)

Menurut Hardinsyah et al. (2012), Angka Kecukupan Protein (AKP) tahun

2012 berdasarkan golongan umur 19-29 tahun untuk laki-laki dan perempuan

masing-masing sebesar 62 gram/ kapita/ hari dan 56 gram/ kapita/ hari. Dari AKP

rata-rata per kapita per hari tersebut direkomendasikan sebanyak 25% dari AKP

dipenuhi dari protein sumber hewani untuk memperoleh mutu protein dan mutu

gizi yang lebih baik. Porsi ikan akan lebih banyak dalam pemenuhan kebutuhan

protein hewani penduduk Indonesia karena dalam pola pangan penduduk saat ini

sekitar 60% kuantitas pangan hewani penduduk berasal dari ikan.

Mahasiswa program sarjana merupakan seseorang yang mempunyai kisaran

umur 17-23 tahun. Pemenuhan konsumsi pangan asal ternak pada kisaran umur

tersebut penting untuk diperhatikan. Hal ini dikarenakan kandungan gizi pangan

asal ternak dibutuhkan mahasiswa guna menunjang aktivitas keseharian dan

meningkatkan konsentrasi belajar. Ketidakseimbangan antara makanan yang

dikonsumsi dengan kebutuhan pada seseorang akan menimbulkan masalah gizi

kurang atau masalah gizi lebih. Kekurangan gizi akan menurunkan daya tahan

tubuh terhadap penyakit, meningkatkan angka kesakitan (morbiditas),

pertumbuhan tidak normal (pendek), tingkat kecerdasan rendah, dan produktivitas

rendah (Soekirman 2000).

3

Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) merupakan fakultas di Institut

Pertanian Bogor dengan jumlah mahasiswa program sarjana terbanyak setelah

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). FEM terdiri dari

lima mayor, yaitu Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP), Manajemen (MAN),

Agribisnis (AGB), Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL), dan Ekonomi

Syariah (EKS). Jumlah mahasiswa yang banyak dan perbedaan karakteristik

menjadikan mahasiswa FEM memiliki pola konsumsi yang beragam. Distribusi

jumlah mahasiswa Institut Pertanian Bogor berdasarkan fakultas dan tahun masuk

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Distribusi jumlah mahasiswa program sarjana Institut Pertanian Bogor

berdasarkan fakultas dan tahun masuk

Fakultas Tahun Masuk

Total 2010 2011 2012

Pertanian 466 422 446 1334

Kedokteran Hewan 188 172 216 576

Perikanan dan Ilmu Kelautan 385 393 441 1219

Peternakan 174 170 209 553

Kehutanan 434 389 401 1224

Teknologi Pertanian 441 444 480 1365

Matematika dan IPA 746 643 731 2120

Ekonomi dan Manajemen 526 486 534 1546

Ekologi Manusia 340 341 387 1068

Sumber: TPB dalam Angka (2010, 2011, 2012)

Pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa FEM dicirikan oleh

keragaman daerah (letak geografis) seperti lokasi desa-kota. Karakteristik sosial,

ekonomi, budaya, dan perbedaan pendapatan juga merupakan penyebab

keragaman pola konsumsi pangan asal ternak. Oleh karena itu perlu adanya

penelitian lebih lanjut mengenai pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa

FEM.

1.2 Perumusan Masalah

Mahasiswa program sarjana FEM merupakan peserta didik yang terdaftar

dan memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Institut Pertanian Bogor.

Mahasiswa sama halnya dengan masyarakat atau rumah tangga, melakukan

aktivitas ekonomi sehari-hari termasuk konsumsi. Selain itu, mahasiswa juga

memiliki karakteristik beragam yang akan menimbulkan perbedaan pengambilan

4

keputusan dalam konsumsi kebutuhan pangannya, salah satunya yaitu konsumsi

pangan asal ternak.

Daging, telur, dan susu merupakan komoditas pangan hewani berprotein

tinggi yang harganya relatif mahal dibandingkan pangan lainnya (Budiar 2000).

Dengan demikian, konsumsi atau permintaan pangan asal ternak sangat berkaitan

erat dengan tingkat pendapatan atau uang saku yang beragam. Pemahaman

perilaku konsumsi pangan asal ternak juga diperlukan untuk menyusun total

pengeluaran mahasiswa terhadap pangan asal ternak termasuk informasi mengenai

besaran pengaruh perubahan harga dan pendapatan terhadap permintaan pangan

asal ternak.

Proses pengambilan keputusan untuk mengonsumsi pangan asal ternak

ditentukan oleh besarnya pendapatan mahasiswa, harga komoditas tersebut, harga

komoditas lain, jenis kelamin, status tempat tinggal, dan asal daerah. Hal ini dapat

dilakukan dengan menggunakan model Almost Ideal Demand System (AIDS)

yang dikembangkan oleh Deaton and Muellbauer pada tahun 1980, sehingga

hubungan dua arah antar komoditas dapat dianalisis dengan baik.

Hal lain yang mendasari adalah bahwa model AIDS selama ini digunakan

untuk menganalisis pola konsumi di daerah yang mempunyai cakupan wilayah

yang luas, sedangkan untuk menganalisis wilayah yang lebih sempit setingkat

fakultas belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini mempunyai

batasan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pola konsumsi pangan asal ternak seperti daging, telur, dan susu

pada mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan pangan asal ternak

seperti daging, telur, dan susu pada mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor?

3. Bagaimana tingkat elastisitas harga dan pendapatan dari komoditas pangan asal

ternak dengan penerapan model Almost Ideal Demand System (AIDS) pada

mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

5

1. Menganalisis pola konsumsi pangan asal ternak seperti daging sapi, daging

ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi pada mahasiswa FEM Institut Pertanian

Bogor.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pangan asal

ternak seperti daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi pada

mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor.

3. Menganalisis tingkat elastisitas harga dan pendapatan dari komoditas pangan

asal ternak dengan penerapan model Almost Ideal Demand System (AIDS)

pada mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi

berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

1. Akademisi dan peneliti, sebagai referensi untuk melakukan penelitian terkait

pola konsumsi pangan asal ternak dengan menggunakan model Almost Ideal

Demand System (AIDS).

2. Pemerintah, untuk meningkatkan perhatian terhadap konsumsi pangan asal

ternak yang berupa daging sapi, daging ayam, telur ayam ras, dan susu sapi.

3. Produsen, untuk menentukan strategi pemasaran pangan asal ternak yang

berupa daging sapi, daging ayam, telur ayam ras, dan susu sapi.

4. Mahasiswa dan masyarakat luas, untuk menambah pengetahuan mengenai pola

konsumsi pangan asal ternak dan mengontrol pengeluaran pangan asal ternak

agar lebih baik.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Batasan dalam penelitian ini meliputi beberapa hal, diantaranya adalah:

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada mahasiswa program sarjana FEM Institut

Pertanian Bogor angkatan 2011.

2. Pangan asal ternak yang diteliti yaitu daging sapi, daging ayam ras, telur ayam

ras, dan susu sapi yang sudah diolah menjadi makanan/minuman siap saji

dengan satuan ukuran rumah tangga.

6

3. Tingkat pendapatan mahasiswa adalah jumlah keseluruhan penghasilan yang

diterima oleh mahasiswa baik yang bersumber dari orangtua, beasiswa maupun

penghasilan sampingan dari hasil usaha.

4. Frekuensi konsumsi adalah tingkat keseringan mahasiswa mengonsumsi

daging sapi/daging ayam/telur ayam ras/susu sapi yang dibeli oleh mahasiswa

FEM.

5. Konsumsi atau pengeluaran pangan asal ternak dihitung dengan satuan rupiah

per kilogram (kg).

6. Konsumsi pangan asal ternak diasumsikan homogen dengan konversi satuan

mengikuti ukuran rumah tangga yaitu satu potong daging sapi = 50 gram, satu

potong daging ayam ras = 50 gram, dan satu butir telur ayam ras = 60 gram

7. Susu sapi yang dihitung ada tiga jenis yaitu susu cair, susu kental manis, dan

susu bubuk. Konsumsi susu kental manis dan susu bubuk dihitung berdasarkan

susu yang dibeli dalam satu kemasan yang diasumsikan setara dengan susu cair

ukuran 200 ml. Konsumsi susu cair dihitung berdasarkan volume sebenarnya

per satu kemasan saji dalam satuan milliliter (ml) yang dikonversikan menjadi

satuan kilogram.

8. Penelitian dilakukan dengan teknik recall yaitu mencatat pengeluaran pangan

asal ternak dengan mengingat kembali penyajian menu makanan selama satu

bulan.

7

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan Asal Ternak

Pangan hewani asal ternak merupakan salah satu bahan pangan yang

mempunyai kandungan gizi tinggi dan mempunyai peranan dalam peningkatan

derajat kesehatan dan kecerdasan. Hal ini dikarenakan protein hewani

mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan seimbang dibandingkan

dengan protein nabati. Protein hewani lebih mudah dicerna dan diabsorbsi,

sehingga mempunyai nilai hayati yang lebih baik (Sudono et al. 1989). Pangan

hewani terutama pangan asal ternak seperti daging, telur, dan susu konsentrasi dan

imbangan asam amino esensial sesuai bagi kebutuhan tubuh manusia untuk

pertumbuhan, reproduksi, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya (Kamaruddin 1990).

Menurut Karyadi dan Muhilal dalam Budiar (2000), bahan pangan hewani

sebagai salah satu komponen bahan pangan memiliki beberapa keunikan: a)

Mempunyai komposisi asam esensial yang lebih lengkap dibandingkan dengan

pangan nabati yang kandungan lisin dan methioninnya lebih rendah; b)

Mengandung vitamin yang mudah diserap (B-12, preformed vitamin A, D-3),

sedangkan pada pangan nabati hanya vitamin D-2; c) Mengandung zat besi

(haem) yang mudah diserap (15%-20%), juga Zn, Selenium, Cu, dan Ca,

sedangkan kandungan zat besi pangan nabati yang mudah diserap hanya 1%-15%;

d) Nilai cerna protein dan zat besi bahan pangan hewani lebih baik dari bahan

pangan nabati. Sebanyak 20% nitrogen dikeluarkan dalam tinja dari bahan pangan

hewani yang dikonsumsi (nilai cerna (90%), sedangkan dari bahan pangan nabati

dikeluarkan sebanyak 35% (nilai cerna 70%-80%). Tabel komposisi gizi pada

daging sapi, daging ayam, telur ayam, dan susu sapi berdasarkan Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (1992) dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.1.1 Daging

Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan

dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman jenis olahan dapat

menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang mengonsumsinya,

keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi karena kandungan gizinya

8

lengkap. Daging dapat diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, disate,

diasap atau dapat diolah menjadi produk lain yang menarik (Soeparno 1994).

Daging yang biasa dikonsumsi masyarakat berupa daging sapi, daging

kerbau, kambing, babi, kelinci, dan unggas (seperti ayam, itik, burung, dan

kalkun) (Tarwotjo 1998). Konsumen dalam mengonsumsi daging dipengaruhi

oleh berbagai faktor antara lain nilai gizinya tinggi, mudah diperoleh, kesehatan,

variasi, bersifat mengenyangkan dan prestise (Natasasmita et al. dalam Pratiwi

2002).

2.1.2 Telur

Telur merupakan salah satu bahan makanan yang bernilai gizi tinggi bagi

pertumbuhan dan perkembangan anak maupun dewasa. Telur mempunyai arti

penting karena mengandung bahan-bahan yang bernilai gizi tinggi, sebagai bahan

pangan sumber protein, telur mengandung semua jenis asam amino esensial.

Kecuali protein, di dalam telur juga terdapat aneka gizi lain terutama lemak,

vitamin, dan mineral (Anjarsari 2010).

Telur-telur yang diperdagangkan diperoleh dari berbagai jenis unggas yang

diternakkan. Macam-macam telur yang diperdagangkan di masyarakat antara lain

telur ayam kampung (buras), telur ayam negeri (ras), telur burung puyuh, telur itik,

telur angsa dan telur kalkun.

2.1.3 Susu

Susu didefinisikan sebagai sekresi normal kelenjar mamari atau ambing

mamalia, atau cairan yang diperoleh dari pemerahan ambing sapi sehat, tanpa

dikurangi atau ditambah sesuatu. Dari aspek kimia, susu yaitu emulsi lemak di

dalam larutan air dari gula dan garam-garam mineral dengan protein dalam

keadaan koloid (Anjarsari 2010).

Susu yang banyak dikonsumsi diperoleh dari sapi. Selain itu, susu juga

diperoleh dari induk hewan lainnya, seperti kambing, kerbau, kuda, unta, domba,

dan lain-lain. Selain sebagai minuman, susu juga digunakan sebagai campuran

membuat kue. Hasil olahan susu, bisa berbentuk mentega, keju, yoghurt, susu

skim atau susu tanpa lemak (nonfat). Jenis susu yang banyak diperdagangkan di

9

pasaran yaitu susu cair segar, susu kental tidak manis, susu kental manis, susu

bubuk, dan sebagainya (Tarwotjo 1998).

Komposisi susu bervariasi dan tergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor

yang mempengaruhi komposisi susu adalah jenis ternak, waktu laktasi, waktu

pemerahan, urutan pemerahan, keragaman akibat musim, pengaruh susu, umur

sapi, penyakit, pakan ternak, dan faktor-faktor lain. Normalnya rata-rata susu

mengandung lemak 3,8%, protein 3,2%, laktosa 4,7%, abu (mineral) 0,885%, air

87,25% serta bahan kering 12,75% (Anjarsari 2010).

2.2 Perilaku Konsumen

Asumsi pokok tentang perilaku konsumen adalah bahwa rumah tangga

memaksimumkan apa yang seringkali disebut kepuasan, kesejahteraan,

kemakmuran, atau utilitas konsumen. Jika rumah tangga dihadapkan dengan

pilihan antara dua kelompok alternatif konsumsi, setiap rumah tangga

diasumsikan memilih sekelompok yang disukainya, atau dengan kata lain rumah

tangga menentukan pilihannya dalam rangka memaksimumkan kepuasannya atau

kesejahteraannya (Lipsey et al. 1995).

Menurut Nicholson (2002), utilitas/kepuasan didefinisikan sebagai kepuasan

yang diterima seseorang akibat aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Konsep

utilitas ini sendiri sebenarnya memiliki makna yang luas karena tingkat kepuasan

seseorang merupakan suatu hal yang bersifat subjektif dan nilainya tidak dapat

diukur secara pasti. Namun terdapat beberapa sifat mendasar mengenai preferensi

individu ini, yaitu :

1. Complete Preferences (Preferensi yang lengkap)

Sifat dasar ini diasumsikan bahwa para individu mampu menyatakan apa

yang diinginkannya dari antara dua pilihan. Individu tersebut diharapkan dapat

secara tegas menyatakan kelompok satu akan lebih baik dari kelompok lainnya

jika terdapat dua kelompok konsumsi A dan B.

2. Transitivity of Preferences (Preferensi bersifat transitif)

Sifat dasar ini dijelaskan bahwa jika A lebih diinginkan dari B, dan B lebih

diinginkan dari C, maka A harus lebih diinginkan dari C. Jadi dalam hal ini

10

diasumsikan bahwa individu akan bersikap konsisten dalam menentukan

pilihannya.

3. ‘More is better than less’

Sifat dasar ketiga ini diasumsikan bahwa individu akan lebih menyukai

banyak barang daripada sedikit barang. Sebagai tambahan menurut Pindyck dan

Rubinfeld (2009), konsumen tidak akan pernah puas atau kenyang dan

menganggap lebih banyak konsumsi selalu lebih menguntungkan, meskipun

kelebihan untungnya hanya sedikit.

2.3 Teori Permintaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

2.3.1 Teori Permintaan

Permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu

yang akan dibeli oleh konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga

komoditi tertentu. Jumlah komoditi total yang ingin dibeli oleh semua rumah

tangga disebut jumlah yang diminta, konsep jumlah yang diminta ini adalah

jumlah yang diinginkan, yaitu berapa banyaknya yang ingin dibeli oleh konsumen

dengan mempertimbangkan harga barang itu, tingkat harga barang lain,

pendapatan konsumen dan selera konsumen tersebut (Lipsey et al. 1995).

Deaton dan Muellbeaur (1980b) telah meringkas beberapa sifat dari fungsi

permintaan Hicksian dan Marshallian yaitu sebagai berikut:

a) Adding Up

Nilai total atau penjumlahan dari permintaan (baik fungsi permintaan

Hicksician maupun fungsi permintaan Marshallian) merupakan total pengeluaran

dari suatu rumah tangga dalam mengonsumsi barang dan jasa.

b) Homogenitas

Fungsi permintaan Hicksician akan homogen berderajat nol terhadap harga,

sedangkan untuk fungsi permintaan Marshallian akan homogen berderajat nol

terhadap harga dan pengeluaran rumah tangga. Hal tersebut menunjukkan bahwa

untuk fungsi permintaan Marshallian apabila terjadi perubahan harga dan

pengeluaran secara proporsional, maka permintaan rumah tangga terhadap suatu

barang atau jasa tidak akan berubah.

11

c) Simetri

Penurunan koefisien harga silang dari permintaan Hicksician adalah simetris.

Simetris di sini menunjukkan bahwa koefisien harga silang yang dihasilkan adalah

sama. Sifat ini merupakan jaminan dari cara untuk menguji aksioma yang

menyatakan bahwa konsumen bersifat konsisten dalam menentukan preferensinya.

d) Negativitas

Antara harga suatu komoditi dengan jumlah yang diminta akan terdapat

hubungan yang negatif. Hal ini sesuai yang dinyatakan dalam hukum permintaan

(the law of demand), sehingga apabila harga suatu barang meningkat dengan

utilitas diasumsikan tetap, maka permintaan barang tersebut akan turun.

Dari keempat sifat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sifat adding up dan

homogenitas merupakan konsekuensi dari spesifikasi kendala anggaran linier

yang ditunjukkan melalui garis anggaran. Sedangkan sifat simetri dan negativitas

adalah konsekuensi dari sifat preferensi konsumen yang konsisten. Tanpa kedua

sifat ini, berarti konsumen tidak konsisten terhadap pilihannya.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Lipsey et al. (1995) mengatakan bahwa banyaknya komoditi yang akan

dibeli oleh semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh

enam faktor yaitu: (1) harga komoditi itu sendiri, (2) harga komoditi yang

berkaitan, (3) selera, (4) distribusi pendapatan, (5) rata-rata pendapatan rumah

tangga, dan (6) besarnya populasi/ jumlah penduduk.

Bilas (1989) menyatakan hubungan-hubungan tersebut secara matematis

dapat dirumuskan secara umum dengan fungsi sebagai berikut :

QdA = f (PA, PB*, ....., PZ*, I*, T*, W*)

Keterangan :

QdA = kuantitas barang A yang diminta per unit waktu

PA = harga A

PB, ....., PZ = harga barang-barang lain dari komoditi B sampai Z

I = pendapatan (income)

T = selera (taste)

W = kemakmuran (wealth)

12

dan tanda *, berarti variabel ini konstan.

Jadi Q dA = f (PA) ; ceteris paribus

2.3.2.1 Faktor Harga Komoditi itu Sendiri

Menurut Lipsey et al. (1995), suatu hipotesis dasar adalah bahwa harga

suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif,

dengan catatan faktor lain tetap dianggap tetap1. Harga didefinisikan sebagai

tingkat kemampuan suatu barang untuk ditukarkan dengan barang lain. Semakin

tinggi harga maka jumlah permintaan semakin berkurang dan sebaliknya semakin

rendah harga maka jumlah permintaan semakin tinggi.

2.3.2.2 Faktor Harga Komoditi yang Berkaitan

Penurunan harga suatu komoditi komplementer akan menyebabkan lebih

banyak komoditi yang akan dibeli pada setiap tingkat harga (Lipsey et al. 1995).

Sedangkan kenaikan harga barang substitusi komoditi tertentu akan menyebabkan

lebih banyak komoditi yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. Kaitan diantara

suatu barang dengan berbagai jenis barang yang lainnya dapat dibedakan dalam

tiga golongan yaitu : 1). Barang substitusi yaitu suatu barang lain yang dapat

menggantikan fungsi dari barang tersebut, 2). Barang komplementer yaitu suatu

barang yang cenderung digunakan bersama-sama dengan barang lain, dan 3).

Barang netral yaitu dua macam barang yang tidak mempunyai kaitan yang erat,

perubahan atas permintaan salah satu barang tidak akan mempengaruhi

permintaan barang lain.

2.3.2.3 Faktor Selera

Lipsey et al. (1995) mengatakan bahwa selera berpengaruh besar terhadap

keinginan orang untuk membeli. Perubahan selera bisa terjadi dalam waktu yang

lama dan bisa juga berubah dalam waktu yang cepat, tetapi cepat atau lambatnya

perubahan perubahan selera terhadap suatu komoditi akan menyebabkan lebih

banyaknya komoditi yang akan dibeli pada setiap tingkat harga. Menurut

Soekartawi (2002), selera dan pilihan konsumen bukan saja dipengaruhi oleh

1 Ahli ekonomi terkemuka di Inggris, Alfred Marshall menyebut hubungan fundamental ini

“hukum permintaan”.

13

struktur umur konsumen, tapi juga karena faktor adat dan kebiasaan setempat,

tingkat pendidikan atau lainnya.

2.3.2.4 Faktor Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga

Soekartawi (2002) berpendapat bahwa perubahan tingkat pendapatan akan

mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi bukan saja bertambah akan

tetapi juga kualitas barang tersebut. Tinggi rendahnya pendapatan konsumen

mempengaruhi besar kecilnya daya beli terhadap barang yang dibutuhkannya.

Lipsey et al. (1995) menyatakan bahwa rumah tangga yang menerima rata-rata

pendapatan lebih besar maka mereka dapat diperkirakan akan membeli lebih

banyak komoditi walaupun harga komoditi-komoditi itu tetap sama2. Dengan

melihat keseluruhan rumah tangga, kita memperkirakan bahwa harga berapa pun

yang kita ambil, jumlah komoditi yang diminta akan lebih banyak daripada yang

diminta sebelumnya pada tingkat harga yang sama.

2.3.2.5 Faktor Distribusi Pendapatan

Perubahan dalam distribusi pendapatan akan menyebabkan naiknya

permintaan untuk komoditi yang dibeli, terutama oleh rumah tangga yang

memperoleh tambahan pendapatan tersebut, tetapi perubahan dalam distribusi

pendapatan juga akan mengakibatkan berkurangnya permintaan untuk komoditi

yang akan dibeli terutama oleh rumah tangga yang berkurang pendapatan (Lipsey

et al. 1995).

Jika suatu pendapatan total yang konstan didistribusikan kembali kepada

sejumlah penduduk, permintaan akan berubah. Pertumbuhan penduduk tidak

dengan sendirinya menyebabkan pertambahan permintaan, tetapi biasanya

pertumbuhan penduduk diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja.

Dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan hal ini akan

menambah daya beli dalam masyarakat. Pertambahan daya beli ini akan

meningkatkan permintaan.

2 Beberapa komoditi disebut barang normal. Jika banyaknya komoditi yang dibeli menurun apabila

harganya naik, maka komoditi semacam itu disebut barang inferior.

14

2.3.2.6 Faktor Jumlah Penduduk

Soekartawi (2002) mengatakan bahwa semakin banyak jumlah penduduk,

maka semakin besar pula barang yang dikonsumsi. Dalam banyak kejadian

penambahan jumlah penduduk berarti adanya perubahan struktur umur. Sebagai

tambahan menurut Lipsey et al. (1995), tambahan orang berusia kerja, tentunya

akan menciptakan pendapatan baru. Jika ini terjadi, permintaan untuk semua

komoditi yang dibeli oleh penghasil pendapatan baru akan meningkat. Jadi

biasanya adalah benar bahwa kenaikan jumlah penduduk akan meningkatkan lebih

banyak komoditi yang dibeli pada setiap tingkat harga.

2.4 Konsep Elastisitas

Lipsey et al. (1995) merumuskan bahwa untuk melihat seberapa jauh reaksi

perubahan kuantitas terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi

permintaan. Menurut Nicholson (2002) elastisitas merupakan ukuran persentase

perubahan suatu variabel yang disebabkan oleh satu persen perubahan variabel

lainnya. Konsep elastisitas permintaan ini memiliki beberapa macam variasi,

yaitu :

1. Elastisitas Harga dari Permintaan

Salah satu aplikasi elastisitas yang paling penting ialah elastisitas harga dari

permintaan (price elastisity of demand). Perubahan P (harga barang) akan

menyebabkan perubahan Q (kuantitas yang dibeli/dikonsumsi), dan elastisitas

harga dari permintaan mengukur hubungan ini. Secara khusus, elastisitas harga

dari permintaan (eQ,P) didefinisikan sebagai persentase perubahan kuantitas

sebagai respon atas satu persen perubahan harga. Bentuk matematisnya ialah

sebagai berikut :

, = er enta e eru ahan

er enta e eru ahan …………..………………………...………........(1)

Elastisitas ini menunjukkan bagaimana perubahan Q (dalam bentuk

persentase) sebagai respon terhadap perubahan persentase P. P dan Q bergerak

dalam arah yang berlawanan, maka eQ,P biasanya bernilai negatif3. Misalnya nilai

3 Kadang-kadang, elastisitas harga dari permintaan didefinisikan sebagai nilai absolut dari hasil

definisi persamaan 1. Dengan menggunakan definisi ini, elastisitas tidak akan pernah bernilai

negatif.

15

EQ,P sebesar -1 berarti bahwa kenaikan 1 persen dalam harga mengarah pada

penurunan 1 persen dalam jumlah, sementara nilai EQ,P sebesar -2 mencatat fakta

bahwa kenaikan 1 persen dalam harga menyebabkan jumlah menurun 2 persen.

Perbedaan seringkali dibuat di antara nilai-nilai EQ,P yang kurang dari, sama

dengan, atau lebih besar dari -1. Elastisitas harga (EQ,P > 1) dikatakan elastis jika

kenaikan harga diikuti dengan penurunan jumlah dalam proporsi yang lebih besar.

Elastisitas harga (EQ,P = 1) dikatakan unik jika kenaikan harga dan penurunan

jumlah memiliki besar proporsi yang identik. Elastisitas harga (EQ,P < 1)

dikatakan inelastis jika kenaikan harga secara proporsional lebih besar daripada

penurunan jumlah (Nicholson 2002).

Lipsey et al. (1995) meringkas secara umum hubungan antara elastisitas

dengan perubahan harga sebagai berikut:

a. Jika permintaan bersifat elastis, harga dan total pengeluaran berhubungan

secara negatif. Penurunan harga meningkatkan total pengeluaran dan

kenaikan harga akan menurunkan total pengeluaran.

b. Jika permintaan bersifat inelastis, harga dan total pengeluaran berhubungan

secara positif. Penurunan harga menurunkan total pengeluaran dan kenaikan

harga akan meningkatkan total pengeluaran.

c. Jika elastisitas permintaan adalah satu, peningkatkan ataupun penurunan

harga tidak mempengaruhi total pengeluaran.

2. Elastisitas Pendapatan dari Permintaan

Tipe elastisitas lainnya adalah elastisitas pendapatan dari permintaan

(income elastisity of demand) (eQ,I). Konsepnya, elastisitas jenis ini merupakan

persentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas

perubahan pendapatan sebesar satu persen. Secara matematis, elastisitas

pendapatan dirumuskan sebagai berikut :

, = er enta e eru ahan

er enta e eru ahan ……...………………………………....……......(2)

Konsep elastisitas pendapatan ini dapat digunakan untuk mengkategorikan

suatu barang, apakah barang tersebut tergolong sebagai komoditi normal, inferior,

atau barang mewah (luxury). Untuk suatu barang normal, eQ,I adalah positif karena

kenaikan pendapatan mengakibatkan kenaikan pembelian barang. Di sisi lain,

suatu barang termasuk kepada barang inferior jika nilai eQ,I adalah negatif. Hal ini

16

berarti peningkatan pendapatan justru menurunkan kuantitas barang yang dibeli.

Barang-barang dengan elastisitas pendapatan eQ,I > 1 dapat dikategorikan sebagai

barang- barang mewah (luxury).

Barang-barang yang oleh konsumen dianggap sebagai kebutuhan pokok

akan mempunyai elastisitas pendapatan yang tinggi pada tingkat pendapatan

rendah, tetapi pada batas pendapatan tertentu elastisitas pendapatannya rendah.

Hal ini dikarenakan bahwa dengan semakin tingginya pendapatan, maka bagi

rumah tangga semakin memungkinkan untuk menyediakan proporsi yang lebih

kecil dari pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dan proporsi yang

lebih besar untuk barang yang selalu mereka ingin beli tetapi tidak mampu

membelinya. Beberapa dari kebutuhan pokok ini bahkan bisa menjadi barang

inferior. Barang-barang yang tergolong mewah cenderung tidak dibeli pada

tingkat pendapatan rendah, tetapi akan memiliki elastisitas yang tinggi, segera

seketika pendapatan meningkat yang memungkinkan rumah tangga memilih

barang-barang yang tersedia untuk kehidupan yang lebih baik (Lipsey et al.

(1995).

3. Elastisitas Harga Silang dari Permintaan

Salah satu faktor yang akan mempengaruhi kuantitas permintaan suatu jenis

barang ialah perubahan harga barang-barang lainnya. Untuk mengukur efek

perubahan tersebut, terdapat suatu konsep elastisitas harga silang dari permintaan

(cross price elastisity of demand). Elastisitas ini didefinisikan sebagai persentase

perubahan kuantitas suatu barang yang diminta (Q) sebagai respon atas satu

per en peru ahan harga arang lain ( ’). Maka :

, = er enta e eru ahan

er enta e eru ahan …………………………..…………….……......(3)

Konsep elastisitas harga silang ini dapat digunakan untuk menggolongkan

hubungan antara dua komoditi, apakah saling bersubtitusi atau saling melengkapi

(komplementer). Dua barang akan saling bersubtitusi jika elastisitas harga

silangnya bernilai positif, dimana harga satu barang dengan kuantitas permintaan

barang lain bergerak dengan arah yang sama. Sebaliknya, dua barang akan saling

melengkapi (komplementer) jika elastisitas harga silangnya bernilai negatif. Hal

ini menunjukkan bahwa harga satu barang dan kuantitas barang lain akan bergerak

pada arah yang berlawanan.

17

2.5 Model Almost Ideal Demand System (AIDS)

Model Permintaan Almost Ideal Demand System (AIDS) ini pertama kali

diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer pada tahun 1980. Berbeda dengan

model permintaan lainnya, model ini dapat menjawab tuntutan preferensi

konsumen, dan bentuk fungsinya lebih fleksibel. Hal tersebut disebabkan

restriksi-restriksi dari model ini seperti additivitas, homogenitas, dan simetri dapat

diuji secara statistik (Deaton dan Muellbauer 1980).

Selain itu, model permintaan ini juga mempertimbangkan keputusan

konsumen dalam menentukan seperangkat komoditi secara bersama-sama. Hal

tersebut tidak ditemukan dalam model permintaan lainnya, sehingga hubungan

silang dua arah antara dua komoditi dapat ditentukan. Hal itu sesuai dengan fakta

yang ada bahwa pemilihan suatu komoditi dilakukan oleh konsumen secara

bersama-sama.

Menurut Deaton dan Muellbauer (1980) beberapa karakteristik penting dari

model permintaan AIDS ini ialah (1) model ini merupakan pendekatan orde

pertama terhadap sembarang fungsi sistem permintaan, (2) dapat memenuhi

aksioma perilaku pemilihan komoditi dengan tepat, (3) dapat digunakan untuk

menguji restriksi homogenitas dan simetrik (4) bentuk fungsinya konsisten

dengan pengeluaran rumah tangga, (5) dapat mengagregasi perilaku rumah tangga

tanpa menerapkan kurva Engel yang linier dan yang terpenting parameternya

mudah diduga tanpa harus menggunakan metode non linier.

Model ini merupakan pendekatan orde pertama dari suatu fungsi permintaan

dengan titik awalnya adalah sebuah kelas preferensi yang spesifik. Kelas tersebut

menurut teori Muellbeaur (1980) memungkinkan pengagresasian yang tepat dari

konsumen, sebagai gambaran dari permintaan pasar yang merupakan hasil

pengambilan keputusan konsumen secara rasional. Kelas preferensi tersebut

dikenal sebagai PIGLOG Class ditunjukkan melalui fungsi biaya atau

pengeluaran, yang menentukan pengeluaran minimum yang dibutuhkan untuk

mencapai tingkat utilitas khusus pada tingkat harga tertentu. Kita dapat

menotasikan fungsi tersebut c(u,p) untuk u adalah utilitas dan p adalah vektor

harga, dan mendefinisikan PIGLOG Class sebagai :

log c (u,p) = (1-u) log [a(p)] + u log [b(p)] ………………………..……………(4)

18

Dengan syarat bahwa u berada diantara 0 (subsisten) dan 1 (kemewahan)

sehingga fungsi linier positif homogen dari a(p) dan b(p) dapat dikatakan sebagai

biaya subsisten dan kemewahan. Selanjutnya digunakan fungsi yang khusus dari

fungsi log a(p) dan log b(p). Agar fungsi biaya yang dihasilkan menjadi bentuk

yang fleksibel, fungsi tersebut harus memiliki sejumlah parameter yang

mencukupi, ehingga pada em arang titik, turunan δc/δp, δc/δu, δ2c/δpipj, δ

2δuδpi,

dan δ2c/δu

2 dapat dianggap sama dengan fungsi-fungsi biaya yang berubah. Untuk

itu digunakan :

log a(p) = α0 +∑ αkk

log k + 1

2∑∑ *

kj

jk

log k log j……………………….(5)

log (p) = log a(p) + 0 ∏ k

k…………………………..…………………….(6)

k

Sehingga fungsi biaya AIDS dapat ditulis sebagai berikut :

log c(u,p) = α0+∑ αk log kk

+ 1

2∑∑ *

kj

jk

log k log j +u 0 ∏ k k……….(7)

k

Secara mudah dapat diperiksa bahwa c(u,p) homogen linier dalam p

(sebagai gambaran preferensi), yang dipenuhi oleh :

∑ αii

= 1, ∑ *

j

kj, ∑ j

j

=0

Fungsi permintaan dapat diturunkan secara langsung dari persamaan (7).

Suatu fungsi biaya memiliki sifat fundamental yang apabila fungsi tersebut

diturunkan terhadap harganya maka akan dihasilkan jumlah komoditi yang

diminta.

δ c(u,p)

δ i

i

c (u,p)= i…………………….…..……………………………………(8)

Apabila kedua sisi dikalikan dengan Pi / c(u,p) didapat :

( )

( ) ……………………………………………………...(9)

Wi adalah proporsi pengeluaran komoditi i sehingga penurunan logaritmik

dari persamaan (4) dengan proporsi pengeluaran sebagai fungsi dari harga dan

utilitas adalah :

i (u,p)= αi + ∑ ij

j

log j + u i 0 ∏ k k

…………………………… …..(10)

19

eterangan: ij =

1

2 ( *

ij+ *

ji)……………..………………… ………………(11)

Untuk maksimisasi utilitas konsumen, pengeluaran total X harus sama

dengan c (u,p) dan dari persamaan tersebut dapat kita balikkan untuk

mendapatkan u sebagai fungsi dari P dan X merupakan fungsi utilitas tidak

langsung. Apabila kita melakukan hal tersebut pada persamaan (7) dan

mensubstitusi hasilnya ke persamaan (9), kita akan mendapatkan fungsi

permintaan AIDS dalam bentuk proporsi pengeluaran.

i (p, ) = αi + ∑ ij

j

log j + i log( / )………………………..…………...(12)

Keterangan : X/P adalah pendapatan dibagi oleh indeks harga P.

Indeks harga P didefinisikan sebagai berikut :

log = α0 + ∑ αkk

log k + 1

2∑∑ *

kj

jk

log k log j…………………………(13)

Sehingga secara umum model permintaan AIDS adalah :

( ) ∑

( ∑

∑∑

)….(14)

Persamaan (14) menyajikan fungsi permintaan yang konsisten jika memenuhi

restriksi-restriksi berikut :

Adding up : ∑ αi

n

i=1

=1, ∑ ij

n

i=1

=0, ∑ i

n

i=1

=0…….......................……….. (15)

omogenita :∑ ij

j

=0……………….….……………………………….. (16)

Simetri : Yij= Yji ................................................................................ (17)

Dari persamaan (14) dapat dilihat bahwa model AIDS merupakan model

non linier akibat adanya penggunaan indeks harga P. Sehingga agar dapat

diestimasi secara linier maka perlu dilakukan pendekatan terhadap nilai indeks P

dengan mengeksploitasi hubungan kolinieritas antar harga, salah satunya adalah

melalui penggunaan Indeks Stone (log *= Σi Wi log Pi), sehingga model AIDS

menjadi :

i (p, ) = αi + ∑ ij

j

log j + i log (

*)…………………………….……....(18)

20

Dengan catatan : αi* = αi - i log σ , apa ila = σ *

Fungsi diatas dikenal dengan aproksimasi linier dari AIDS.

2.6 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan studi pustaka diperoleh beberapa penelitian yang terkait dengan

pola konsumsi, permintaan dan penggunaan model Almost Ideal Demand System

(AIDS). Penelitian tersebut dijadikan bahan rujukan pada penelitian ini.

Budiar (2000) melakukan penelitian tentang permintaan dan konsumsi

sumber protein hewani rumah tangga di Pulau Jawa. Penelitian ini menggunakan

model AIDS, perhitungan nilai elastisitas, pembentukan harga agregat dan indeks

stone. Variabel yang digunakan untuk mengetahui pola konsumsi berupa harga

ikan, daging, telur, susu, dan pengeluaran. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu

rata-rata pengeluaran total per kapita untuk sumber protein hewani rumah tangga

di Pulau Jawa tahun 1999 adalah sebesar Rp 2.389,72 setiap bulannya. Kelompok

daging dan ikan termasuk dalam komoditas superior dan bersifat elastis

sedangkan kelompok telur dan susu bersifat inelastis dan memiliki hubungan

komplementer satu dengan lainnya.

Pratiwi (2002) melakukan penelitian tentang pola konsumsi daging dan telur

di rumah tangga Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan

analisis deskriptif, analisis AIDS, analisis penduga/proyeksi konsumsi sebagai alat

analisisnya. Variabel yang digunakan dalam model AIDS berupa harga kelompok

daging, telur, dan pengeluaran total pangan hewani rumah tangga. Hasil penelitian

menunjukkan pola konsumsi daerah pedesaan dengan proporsi konsumsi daging

sebesar 15,588% dan telur 6,396% dan rata-rata konsumsi daging 9,242 kg/

kapita/tahun dan telur 11,418 kg/ kapita/tahun, sedangkan pola konsumsi daerah

perkotaan dengan proporsi daging sebesar 22,142% dan telur 5,751% dan rata-rata

konsumsi daging 18,28 kg/ kapita/tahun dan telur sebesar 14,207 kg/ kapita/tahun.

Elastistas harga sendiri untuk komoditas daging dan telur bersifat inelastis,

elastisitas harga silang bertanda negatif yang mengartikan bahwa daging dan telur

memiliki hubungan komplementer, dan elastisitas pendapatan bertanda positif

yang mengartikan bahwa daging dan telur adalah komoditas normal.

21

Ramdhiani (2008) melakukan penelitian tentang permintaan telur ayam ras

dan ayam buras di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan analisis

deskriptif, analisis AIDS, analisis penduga/ proyeksi konsumsi sebagai alat

analisisnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeluaran untuk konsumsi

telur tertinggi oleh kelas pendapatan rendah, diikuti pendapatan sedang, dan

pendapatan tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras

dan ayam buras di DKI Jakarta dan erpengaruh nyata pada taraf α=10% (p<0,1)

yaitu harga telur ayam ras, harga telur ayam buras dan jumlah anggota rumah

tangga.

Budiwinarto (2011) melakukan penelitian tentang pola konsumsi pangan

rumah tangga nelayan di Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas dengan

menggunakan model AIDS melalui metode Seemingly Unrelated Regression

(SUR). Komoditas pangan yang disurvei adalah komoditi daging (sapi, kerbau,

dan kambing), ikan laut, ayam broiler dan ayam kampong, telur (ayam ras dan

buras, dan itik), dan makanan lainnya. Permintaan kelima komoditas tersebut

semuanya bersifat inelastis yang menunjukkan bahwa komoditas-komoditas

tersebut merupakan kebutuhan pokok. Semua elastisitas pendapatan bernilai

positif dan kurang dari satu sehingga dapat dikatakan bahwa komoditas-

komoditas tersebut merupakan barang normal. Pada umumnya, hubungan kedua

komoditas adalah bersifat komplementer kecuali hubungan komoditas daging dan

ayam, ikan laut dan ayam serta ikan laut dan telur yang bersifat substitusi.

Hadini et al. (2011) melakukan penelitian tentang permintaan dan prediksi

konsumsi serta produksi daging broiler di Kota Kendari Propinsi Sulawesi

Tenggara. Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series) tahun 1994-

2008 meliputi jumlah penduduk, pendapatan, harga daging broiler, daging sapi,

daging ayam buras, telur, ikan bandeng, minyak goreng, dan beras. Fungsi

permintaan daging broiler diestimasi menggunakan analisis regresi linier berganda

dalam logaritma. Secara parsial jumlah penduduk, pendapatan, harga daging

broiler, harga daging sapi, harga telur, harga ikan bandeng, harga minyak goreng

dan harga beras, masing-masing berpengaruh terhadap permintaan daging broiler.

Elastisitas pendapatan terhadap permintaan daging broiler masyarakat Kota

Kendari bernilai positif dan kurang dari satu, menunjukkan bahwa daging broiler

22

termasuk barang superior yang merupakan barang kebutuhan pokok. Elastisitas

harga daging broiler sendiri bersifat inelastis yang menunjukkan daging broiler

merupakan barang kebutuhan pokok. Daging broiler merupakan barang substitusi

bagi daging sapi dan ikan bandeng, sedangkan minyak goreng dan beras termasuk

barang komplementer.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas

mengenai pola konsumsi pangan hewani asal ternak dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya dengan menggunakan model AIDS, sedangkan perbedaannya

adalah lokasi penelitian yang lebih sempit dan penelitian ini tidak menggunakan

data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).

23

III KERANGKA PEMIKIRAN

Pangan asal ternak berperan dalam meningkatkan konsentrasi belajar dan

memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Harga pangan asal ternak yang relatif tinggi

dibandingkan pangan lainnya sangat berkaitan dengan tingkat pendapatan atau

karakteristik mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor yang beragam. Oleh karena

itu perlu diteliti bagaimana pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa FEM.

Pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa FEM dihadapkan pada proses

membuat keputusan untuk konsumsi pangan asal ternak. Pola konsumsi dapat

dilihat dari frekuensi konsumsi, proporsi konsumsi berdasarkan jenis kelamin,

status tempat tinggal, asal daerah, kelas pendapatan, dan rata-rata pengeluaran

untuk konsumsi suatu pangan asal ternak. Keputusan untuk konsumsi pangan asal

ternak juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi

harga daging sapi (Rp/kg), harga daging ayam ras (Rp/kg), harga telur ayam ras

(Rp/kg), harga susu sapi (Rp/kg), jenis kelamin, status tempat tinggal, asal daerah,

dan pendapatan mahasiswa (Rp/ bulan).

Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka untuk

tujuan mengidentifikasi pola konsumsi akan digunakan metode analisis deskiptif,

yaitu untuk melihat bagaimana perkembangan tingkat konsumsi dan proporsi

pengeluaran mahasiswa FEM IPB untuk komoditi pangan asal ternak seperti

daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi berdasarkan

karakteristik yang beragam. Untuk merumuskan fungsi permintaan pangan asal

ternak dan pengaruhnya jika terjadi perubahan harga dan pengeluaran, maka akan

digunakan model Almost Ideal Demand System (AIDS) dengan metode Seemingly

Unrelated Regression (SUR). Secara skematis alur kerangka berpikir penelitian

ini, dapat dilihat pada Gambar 1.

24

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir

Karakteristik mahasiswa FEM

yang Beragam

Perilaku konsumsi pangan

asal ternak:

Frekuensi konsumsi

Proporsi konsumsi

Kelas pendapatan

Jenis kelamin

Status tempat tinggal

Asal daerah (desa-kota)

Faktor - faktor yang

mempengaruhi

pengeluaran konsumsi

pangan asal ternak:

Harga daging sapi

Harga daging ayam

ras

Harga telur ayam ras

Harga susu sapi

Tingkat pendapatan

Jenis kelamin

Status tempat tinggal

Asal daerah

Konsumsi pangan

asal ternak seperti

daging sapi, daging

ayam ras, telur

ayam ras, dan susu

sapi.

Analisis Deskriptif Analisis Model Almost

Ideal Demand System

(AIDS)

Analisis tingkat konsumsi

dan proporsi pengeluaran

mahasiswa untuk

konsumsi pangan asal

ternak

Metode SUR ((Seemingly

Unrelated Regression)

Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap

pengeluaran untuk konsumsi pangan asal ternak

pada mahasiswa FEM Institut Pertanian Bogor

Identifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan pangan

asal ternak dan analisis elastisitas

harga dan pengeluaran

Harga pangan asal ternak yang

relatif tinggi dibandingkan

pangan lain

25

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut

Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

dengan pertimbangan Fakultas Ekonomi dan Manajemen merupakan fakultas

dengan jumlah mahasiswa terbanyak kedua di Institut Pertanian Bogor yang

memiliki karakteristik asal daerah yang beragam (TPB dalam Angka 2011, 2012,

2013). Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap utama yaitu pra penelitian,

penelitian, dan hasil penelitian. Dari ketiga tahap tersebut dilakukan dalam jangka

waktu selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Juni 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan pengisian

kuesioner oleh responden yang berisi daftar pertanyaan, terdiri dari pertanyaan

tertutup (closed ended question) dan pertanyaan terbuka (open ended question).

Kuesioner penelitian disajikan pada Lampiran 2. Pencatatan data dilakukan

dengan teknik recall yaitu mencatat pengeluaran untuk daging sapi, daging ayam

ras, telur ayam ras, dan susu sapi dengan mengingat kembali penyajian menu

makanan selama satu bulan. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran karya-

karya ilmiah, data-data yang dikeluarkan oleh TPB dalam Angka, Administrasi

FEM IPB, Susenas Badan Pusat Statistik (BPS), dan Kementerian Pertanian.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FEM Institut Pertanian

Bogor angkatan 2011. Hal ini dikarenakan mahasiswa angkatan 2011 memiliki

aktivitas yang lebih padat di kampus dibandingkan mahasiswa angkatan lainnya.

Distribusi jumlah responden berdasarkan mayor disajikan pada Tabel 3.

Penelitian ini menggunakan teknik stratified random sampling, yaitu

pengambilan sampel secara acak dari suatu populasi yang telah terbagi dalam

suatu lapisan (strata) tertentu yang seragam (Singarimbun dan Effendi 1995).

26

FEM yang terbagi menjadi lima mayor digunakan sebagai kriteria dasar untuk

membagi populasi menjadi lima strata. Penentuan jumlah sampel yang diambil

pada setiap strata dilakukan dengan alokasi yang berimbang dengan besarnya

strata. Setiap strata memenuhi kriteria karakteristik pengelompokan jenis kelamin,

status tempat tinggal, dan asal daerah sehingga terpilih jumlah responden

sebanyak 122 responden.

Tabel 3 Distribusi jumlah responden berdasarkan mayor

Mayor / Program studi Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan 24 19,67

Manajemen 31 25,41

Agribisnis 28 22,95

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan 24 1967

Ekonomi Syariah 15 12,30

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

4.4 Metode Pengelompokan Data

Pengelompokan mahasiswa FEM berdasarkan pendapatan per bulan terbagi

menjadi tiga kelas. Pertama, mahasiswa kelas pendapatan I dengan jumlah

pendapatan lebih kecil dari Rp 1.094.000 per bulan. Kedua, mahasiswa kelas

pendapatan II dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 1.094.000 – Rp 1.688.000

per bulan. Ketiga, mahasiswa kelas pendapatan III dengan jumlah pendapatan

lebih besar dari Rp 1.688.000 per bulan.

Pengelompokan mahasiswa FEM berdasarkan klasifikasi asal daerah

merujuk pada Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010

Tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia. Dalam peraturan ini

yang dimaksud adalah (1) Perkotaan adalah status suatu wilayah administrasi

setingkat desa/kelurahan yang memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.

(2) Perdesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan

yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan. Untuk menentukan

apakah suatu desa tertentu termasuk daerah perkotaan atau perdesaan dilakukan

penghitungan skor terhadap tiga variabel potensi desa yaitu kepadatan penduduk,

persentase rumah tangga pertanian, dan akses fasilitas umum.

27

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif

dengan menerapkan model Almost Ideal Demand System (AIDS) dengan metode

Seemingly Unrelated Regression (SUR) untuk mengetahui parameter yang

mempengaruhi permintaan pangan asal ternak dan elastisitas permintaannya.

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan menggunakan software

Microsoft Office Excel 2013, SAS (Statistical Analitical System) versi 9.3. Metode

analisis data dijabarkan pada Tabel 4 berdasarkan tujuan penelitian.

Tabel 4 Matriks analisis data

No. Tujuan penelitian Analisis data

1 Menganalisis pola konsumsi pangan asal

ternak pada konsumen mahasiswa FEM

Institut Pertanian Bogor;

Analisis deskriptif dengan bantuan

Microsoft Office Excel 2013 dan SAS

(Statistical Analitical System) versi 9.3.

2 Mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan pangan asal

ternak pada mahasiswa FEM Institut

Pertanian Bogor;

Analisis Almost Ideal Demand System

(AIDS) dengan bantuan SAS (Statistical

Analitical System) versi 9.3.

3 Menganalisis tingkat elastisitas harga dan

pengeluaran dari komoditas pangan asal

ternak mahasiswa FEM Institut Pertanian

Bogor.

Analisis Almost Ideal Demand System

(AIDS) dengan bantuan SAS (Statistical

Analitical System) versi 9.3

4.5.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan proporsi pengeluaran

berdasarkan data kualitatif, seperti data karakteristik responden (pendapatan per

bulan, jenis kelamin, status tempat tinggal, dan asal daerah). Data kualitatif yang

telah dikumpulkan kemudian ditabulasikan untuk mempermudah melakukan

analisis tingkat konsumsi dan proporsi pengeluaran pangan asal ternak pada

mahasiswa FEM. Pada analisis ini peneliti menggunakan bantuan komputer

dengan software Microsoft Office Excel 2013 dan SAS (Statistical Analitical

System) versi 9.3.

4.5.2 Analisis Almost Ideal Demand System (AIDS)

Model matematika yang digunakan adalah aproksimasi linier dari model

AIDS (LA/AIDS, Linier Aproximation / Almost Ideal Demand System) dengan

menggunakan software SAS (Statistical Analitical System) versi 9.3. Pada model

28

ini perilaku permintaan untuk suatu jenis komoditi dinyatakan dalam share atau

proporsi pengeluaran untuk komoditi yang bersangkutan terhadap pendapatannya.

Secara spesifik fungsi proporsi pengeluaran model AIDS untuk daging sapi,

daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi pada penelitian ini adalah :

1. Fungsi proporsi pengeluaran untuk komoditas 1 (daging sapi)

( ) ( ) ( ) ( ) (

)

2. Fungsi proporsi pengeluaran untuk komoditas 2 (daging ayam ras)

( ) ( ) ( ) ( ) (

)

3. Fungsi proporsi pengeluaran untuk komoditas 3 (telur ayam ras)

( ) ( ) ( ) ( ) (

)

4. Fungsi proporsi pengeluaran untuk komoditas 4 (susu sapi)

( ) ( ) ( ) ( ) (

)

Keterangan :

Wi = share/proporsi pengeluaran komoditas ke-i terhadap total

pengeluaran untuk komoditas pangan asal ternak, dimana i=1,2,3,4.

α, , dan = parameter regresi berturut-turut untuk intersep, total pengeluaran,

dan harga agregat dari masing-masing komoditas

P1 = harga daging sapi (Rp/ kg)

P2 = harga daging ayam ras (Rp/ kg)

P3 = harga telur ayam ras (Rp/ kg)

P4 = harga susu sapi (Rp/ kg)

x/p = pengeluaran pangan asal ternak (Rp) dibagi oleh harga yang

diperoleh dari indeks stone

d1 = dummy jenis kelamin (0= perempuan dan 1= laki-laki)

d2 = dummy status tempat tinggal (0 = kos/kontrak dan 1= rumah

orangtua/wali)

d3 = dummy asal daerah (0= pedesaan dan 1= perkotaan)

29

d4 = dummy kelas pendapatan (0= kelas pendapatan lainnya dan 1=

kelas pendapatan II)

d5 = dummy kelas pendapatan (0=kelas pendapatan lainnya dan 1=

kelas pendapatan III)

Indeks stone dicari dengan rumus : Log p* = Σ i log pi dimana p* adalah

Indeks Stone, Wi adalah proporsi pengeluaran komoditas pangan asal ternak ke-i

terhadap total pengeluaran untuk pangan asal ternak dan harga pi adalah harga

agregat dari kelompok komoditas i. Harga agregat dari masing-masing kelompok

komoditas diperoleh sebagai rata-rata tertimbang dari harga masing-masing

komoditas dalam kelompok yang bersangkutan.

Proporsi pengeluaran pangan asal ternak (ke-i) terhadap total pengeluaran

per kapita per bulan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

i= p i

......................................…..............…................................................. (19)

Keterangan:

Wi = proporsi pengeluaran per kapita per bulan untuk konsumsi pangan asal

ternak ke-i (%)

Vpxi = pengeluaran per kapita per bulan untuk konsumsi pangan asal ternak ke-

i (Rp)

V = total pengeluaran per kapita per bulan untuk konsumsi pangan asal

ternak (Rp)

i = 1,2,3,4 (1=daging sapi, 2=daging ayam ras, 3=telur ayam ras, 4= susu

sapi)

Untuk menjamin asumsi maksimisasi kepuasan agar terpenuhi, maka

terdapat tiga restriksi yang harus dimasukkan ke dalam model, yaitu penjumlahan

(adding up), homogenitas dan simetri. Berturut-turut ketiga restriksi tersebut

adalah :

Adding up : ∑ αi

n

i=1

=1, ∑ ij

n

i=1

=0, ∑ i

n

i=1

=0…….......................…....….. (20)

omogenita :∑ ij

j

=0……………….….……………………………….. (21)

Simetri : Yij= Yji ................................................................................ (22)

30

Pengujian parameter secara statistik menguji apakah persamaan matematis

yang akan dipergunakan untuk meramalkan sudah cocok atau belum (goodness of

fit test) atau menguji apakah setiap koefisien dari suatu variabel bebas dapat

menunjukkan bahwa pengaruh variabel tersebut terhadap variabel tak bebas cukup

nyata (significant) (Firdaus 2004). Pengujian statistik terhadap model AIDS dapat

dilakukan dengan empat cara yaitu standard error estimated, koefisien

determinan, uji statistik t, dan uji statistik F.

(1) Standard error estimated

Standard error of the estimate bertujuan untuk mengukur ketepatan model

persamaan regresi yang dihasilkan dalam mengestimasi nilai variabel

dependent dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least square) (Sitepu

dan Sinaga 2006). Parameter ini mengindikasikan pengaruh signifikan yang

cukup tinggi dalam prediksi. Batasan dalam parameter statistik ini adalah 0

ampai dengan ∞. erforma model dikatakan ter aik jika mendekati nilai 0.

Untuk mencari nilai Standard error of the estimate dapat digunakan formula

berikut ini:

Se=√∑( - ̂)

2

n-k-1=√

SS

n-k-1=√MS ..............................................................(23)

dimana:

n=jumlah pengamatan

k=jumlah variabel bebas (independent) di dalam model regresi

(2) Koefisien Determinan

Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), ukuran yang biasa digunakan untuk

memeriksa seberapa dekat garis regresi yang terestimasi dengan data

aktualnya adalah koefisien determinasi (coefficient of determination).

Formula koefisien determinan, (R2) ditentukan dengan formula:

2=SS

SS =∑( ̂- ̅)

2

∑( - ̂ )2............................................……................…........ (24)

Formula ini memiliki bentuk dan interpretasi yang sama dengan r2

pada

regresi linear sederhana, yaitu proporsi variasi Y yang dapat dijelaskan oleh

hubungan dari Y dengan variabel X. Nilai R2 = 1 dikatakan bahwa seluruh

31

variasi di dalam respon dijelaskan oleh model regresi. Jika nilai R2 = 0 yang

berarti bahwa tidak ada variasi yang dijelaskan dalam model persamaan

regresi. Pada kenyataannya nilai 0 < R2

< 1, dan nilai R2 harus diinterpretasi

relatif terhadap nilai ekstrim 0 dan 1.

(3) Uji Statistik t

Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), cara untuk mengetahui apakah secara

individu independent variabel berbeda nyata dengan nol pada taraf tertentu

tanpa melihat distribusi tabel-t adalah dengan menggunakan langsung nilai

r > │t│ yang diha ilkan oleh SAS. Dengan kata lain, tingkat signifikansi

masing-masing prediktor variabel dalam suatu model regresi linear berganda

e uai dengan nilai yang ditampilkan oleh r > │t│. Signifikansi pada hasil

estimasi terjadi jika r > │t│ lebih kecil dari α=10%.

(4) Uji Statistik F

Menurut Sitepu dan Sinaga (2006), uji statistik F digunakan untuk menguji

secara keseluruhan koefisien regresi dalam menentukan dependent

variabelnya. Penentuan apakah suatu model persamaan regresi secara

statistik berbeda nyata dengan nol atau tidak dapat dilakukan dengan

melihat langsung nilai probabiliti yang diberi label Pr > F oleh program

SAS.

4.5.3 Analisis Elastisitas

Besaran elastisitas permintaan untuk harga dan pengeluaran dihitung dari

rumus yang diturunkan dari fungsi permintaan (Deaton dan Muellbeaur 1980).

Rumus perhitungan elastisitas adalah sebagai berikut :

a. la ti ita arga : eii= ii- i i

i-1.....................................…….….... (25)

. la ti ita Silang : eij= ij- i j

i; (i j).......................……................. (26)

c. la ti ita endapatan : i = 1 + i

i..........................…….....….…............ (27)

Keterangan :

eii = elastisitas harga pangan asal ternak ke-i

32

ii = koefisien dugaan variabel harga agregat pangan asal ternak ke-i

terhadap share pengeluaran pangan asal ternak ke-i

i = koefisien dugaan variabel total pengeluaran pangan asal ternak ke-i

Wi = share/proporsi pengeluaran pangan asal ternak ke-i

eij = elastisitas harga silang pangan asal ternak ke-i terhadap pangan

asal ternak ke-j

ij = koefisien dugaan variabel harga agregat pangan asal ternak ke-i

terhadap share pengeluaran pangan asal ternak ke-j

Wj = share/proporsi pengeluaran pangan asal ternak ke-j

i = elastisitas pendapatan pangan asal ternak ke-i

i atau j = 1,2,3,4 (1=daging sapi, 2=daging ayam ras, 3=telur ayam ras, 4=

susu sapi)

33

V GAMBARAN UMUM

5.1 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini merupakan mahasiswa FEM Institut

Pertanian Bogor angkatan 48 yang mempunyai karakteristik yang beragam. Hal

ini tentu berpengaruh pada pola konsumsi pangan asal ternak. Karakteristik

mahasiswa yang diambil pada penelitian ini adalah jenis kelamin, status tempat

tinggal, asal daerah, dan tingkat pendapatan.

5.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin mahasiswa mempengaruhi keputusan untuk mengonsumsi

pangan asal ternak. Pada penelitian ini, mahasiswa yang berjenis kelamin

perempuan sebanyak 82 responden (67,21%) dan sebanyak 40 responden

(32,79%) berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai data jumlah mahasiswa FEM

tahun 2014 secara keseluruhan yang menyatakan bahwa proporsi jumlah

mahasiswa perempuan lebih besar dibandingkan mahasiswa laki-laki. Tabel 5

menunjukkan distribusi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 5 Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

Laki-laki 40 32,79

Perempuan 82 67,21

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

5.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Tempat Tinggal

Status tempat tinggal mempengaruhi keputusan responden untuk

mengonsumsi pangan asal ternak karena responden yang tinggal di rumah kos

atau kontrakan diduga mempunyai banyak pertimbangan untuk konsumsi

makanan maupun konsumsi non makanan. Mahasiswa yang kos mengeluarkan

biaya-biaya rutin yang dikeluarkan untuk setiap periode. Biaya kos ini meliputi

uang sewa kos per bulan, pembayaran listrik, air, dan segala keperluan yang

berhubungan dengan tempat tinggal mahasiswa. Hal ini yang menyebabkan

mahasiswa yang kos menyisihkan pendapatan mereka tidak hanya untuk

dibelanjakan kebutuhan makanan melainkan biaya-biaya rutin kebutuhan kos.

34

Tabel 6 Distribusi jumlah responden berdasarkan status tempat tinggal

Status tempat tinggal Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

Kos/kontrak 93 76,23

Rumah orangtua/ wali 29 23,77

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Tabel 6 menyajikan distribusi jumlah responden berdasarkan status tempat

tinggal. Sebanyak 93 responden (76,23%) tinggal di rumah kos atau kontrakan

dan sebesar 29 responden (23,77%) tinggal di rumah orangtua atau wali. Hal ini

mengindikasikan bahwa mayoritas mahasiswa FEM tinggal di rumah kos atau

kontrakan.

5.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Daerah

Asal daerah mahasiswa mempengaruhi pola konsumsi makanan. Mahasiswa

yang berasal dari luar daerah cenderung mengalami perubahan pola makan.

Proporsi terbesar mahasiswa dalam penelitian ini berasal dari daerah Jakarta,

Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Mahasiswa dalam

penelitian ini tidak hanya berasal dari Pulau Jawa, tetapi juga berasal dari daerah

lain yang ada di luar Pulau Jawa. Kriteria asal daerah responden ditentukan

berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 37 Tahun 2010

tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia.

Tabel 7 Distribusi jumlah responden berdasarkan asal daerah

Asal daerah Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

Perkotaan 106 86,89

Pedesaan 16 13,11

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Tabel 7 menyajikan distribusi jumlah responden berdasarkan asal daerah.

Sebanyak 106 responden (86,89%) berasal dari perkotaan dan sebanyak 16

responden (13,11%) berasal dari pedesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa

mayoritas mahasiswa FEM berasal dari perkotaan.

5.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Jumlah pendapatan adalah total pendapatan yang diterima tiap bulan yang

berasal dari kiriman orangtua maupun hasil usaha pribadi. Tingkat pendapatan

35

responden per bulan cenderung mempengaruhi perbedaan konsumsi pangan atau

kebutuhan lainnya. Jumlah pendapatan yang terlalu kecil menyebabkan

mahasiswa FEM membatasi konsumsi pangan asal ternak. Rata-rata pendapatan

mahasiswa FEM sebesar Rp 1.390.934 per bulan.

Tabel 8 Distribusi jumlah responden berdasarkan tingkat pendapatan

Tingkat pendapatan per bulan Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

≤ Rp 1.094.000 39 31,97

Rp 1.094.000 - Rp 1.688.000 59 48,36

≥ Rp 1.688.000 24 19,67

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Tabel 8 menyajikan distribusi jumlah responden berdasarkan tiga kelas

pendapatan. Pertama, mahasiswa kelas pendapatan I dengan jumlah pendapatan

lebih kecil dari Rp 1.094.000 per bulan yaitu sebanyak 39 responden (31,97%).

Kedua, mahasiswa kelas pendapatan II dengan jumlah pendapatan sebesar Rp

1.094.000 – Rp 1.688.000 per bulan yaitu sebanyak 59 responden (48,36%).

Ketiga, mahasiswa kelas pendapatan III dengan jumlah pendapatan lebih besar

dari Rp 1.688.000 per bulan yaitu sebanyak 24 responden (19,67%). Hal ini

mengindikasikan bahwa mayoritas mahasiswa FEM merupakan mahasiswa kelas

pendapatan II.

5.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengeluaran untuk Konsumsi

Bahan Makanan

Pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan adalah jumlah uang yang

dialokasikan dari total pendapatan mahasiswa selama satu bulan untuk keperluan

konsumsi bahan makanan. Pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan tidak

terlalu beragam dikarenakan sebagian besar mahasiswa membeli bahan makanan

di wilayah kampus dengan kisaran harga bahan makanan yang tidak terlalu

beragam.

Rata-rata pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan pada mahasiswa

FEM adalah sebesar Rp 620.607 per bulan. Tabel 9 menyajikan distribusi jumlah

responden berdasarkan pengeluaran untuk konsumsi bahan makanan. Sebagian

besar responden atau sebanyak 72 responden (59,02%) mengalokasikan

pendapatannya untuk konsumsi bahan makanan diantara Rp 500.000-Rp

36

1.000.000. Sebanyak 44 responden (36,07%) mengalokasikan pendapatannya

untuk konsumsi bahan makanan kurang dari Rp 500.000. Sebanyak lima

responden (4,10%) mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi bahan

makanan diantara Rp 1.000.000-Rp 1.500.000 dan sisanya satu responden

(0,82%) mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi bahan makanan diantara

lebih dari Rp 1.500.000.

Tabel 9 Distribusi jumlah responden berdasarkan pengeluaran untuk konsumsi

bahan makanan

Jumlah pengeluaran untuk konsumsi

bahan makanan per bulan Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

< Rp 500.000 44 36,07

Rp 500.000 - Rp 1.000.000 72 59,02

Rp 1.001.000 - Rp 1.500.000 5 4,10

> Rp 1.500.000 1 0,82

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

5.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pangan Hewani yang

Paling Sering Dikonsumsi

Data pada Tabel 10 memberikan informasi mengenai jenis pangan hewani

yang paling sering dikonsumsi mahasiswa FEM. Informasi ini digunakan sebagai

data pendukung untuk mendeskripsikan proporsi pengeluaran pangan asal ternak

pada bab pembahasan.

Tabel 10 Distribusi jumlah responden berdasarkan jenis pangan hewani yang

paling sering di konsumsi

Jenis pangan hewani Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

Daging sapi 1 0,82

Daging ayam 56 45,90

Telur 49 40,16

Susu 9 7,38

Ikan 7 5,74

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Sebanyak 56 responden (45,90%) paling sering mengonsumsi daging ayam.

Sebanyak 49 responden (40,16%) paling sering mengonsumsi telur. Sebanyak

sembilan responden (7,38%) paling sering mengonsumsi susu. Sebanyak tujuh

responden (5,74%) paling sering mengonsumsi ikan dan sisanya satu responden

(0,82%) paling sering mengonsumsi daging sapi. Hal ini mengindikasikan bahwa

37

pangan hewani yang paling sering dikonsumsi mahasiswa FEM adalah daging

ayam dikarenakan ketersediaan makanan olahan dari pangan tersebut lebih banyak

dan lebih bervariasi dibandingkan pangan hewani lainnya. Lain halnya dengan

daging sapi, komoditas tersebut merupakan pangan hewani yang paling jarang

dikonsumsi mahasiswa FEM. Hal ini dikarenakan harga daging sapi yang relatif

lebih mahal sehingga mahasiswa cenderung tidak suka mengonsumsi daging sapi.

5.2 Pola Konsumsi Pangan Asal Ternak

Pola konsumsi pangan asal ternak adalah ragam kebiasaan seseorang dalam

mengambil keputusan untuk memperoleh kepuasaan atau kegunaan yang

semaksimal mungkin dari suatu pangan asal ternak. Menurut Wulandari dalam

Aprilian (2010) ada tiga hal yang mempengaruhi konsumsi pangan yaitu kuantitas

dan ragam pangan yang tersedia dan diproduksi, pendapatan, dan tingkat

pengetahuan gizi. Pola konsumsi yang diamati adalah frekuensi konsumsi,

pengeluaran konsumsi, dan alasan mlengonsumsi pangan asal ternak. Pangan asal

ternak yang diteliti adalah daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu

sapi.

5.2.1 Pola Konsumsi Daging Sapi

Pola konsumsi daging sapi mahasiswa FEM dapat dilihat dari frekuensi

konsumsi, pengeluaran konsumsi, dan alasan mengonsumsi daging sapi.

Konsumsi daging sapi dihitung dengan satuan rupiah per kilogram (kg) yang

sudah diolah menjadi makanan siap saji. Konsumsi diasumsikan homogen dengan

konversi satuan mengikuti ukuran rumah tangga menurut Daftar Komposisi

Bahan Makanan (DKBM), yaitu 1 potong daging sapi = 50 gram.

Frekuensi Konsumsi Daging Sapi

Frekuensi konsumsi daging sapi adalah tingkat keseringan mahasiswa

mengonsumsi daging sapi yang dibeli oleh mahasiswa dalam satuan potong per

bulan. Frekuensi konsumsi daging sapi dibagi menjadi tiga kategori. Kategori

pertama, mahasiswa yang mengonsumsi kurang dari 2 potong per bulan. Kategori

kedua, mahasiswa yang mengonsumsi 2-6 potong per bulan. Kategori ketiga,

mahasiswa yang mengonsumsi lebih dari 6 potong per bulan.

38

Tabel 11 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi daging

sapi

Frekuensi konsumsi daging sapi (potong

/ bulan) Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

≤ 2 72 59,02

2-6 27 22,13

≥ 6 23 18,85

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Berdasarkan hasil analisis, terdapat mahasiswa yang tidak mengonsumsi

daging sapi dan frekuensi konsumsi daging sapi terbanyak yaitu 28 potong per

bulan. Rata-rata frekuensi konsumsi daging sapi responden yaitu 4 potong per

bulan. Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 72 responden (59,02%)

mengonsumsi daging sapi kurang dari dua kali per bulan. Pada penelitian ini

dikatakan bahwa mahasiswa FEM sangat jarang mengonsumsi daging sapi. Hal

tersebut disebabkan faktor harga daging sapi yang relatif mahal membuat

mahasiswa FEM membatasi konsumsi terhadap daging sapi.

Pengeluaran Konsumsi Daging Sapi

Pengeluaran konsumsi daging sapi adalah besaran yang dialokasikan

mahasiswa FEM dari total pendapatannya untuk mengonsumsi daging sapi yang

dihitung dalam bentuk fisik dan nominal rupiah per bulan. Hasil perhitungan

pengeluaran konsumsi daging sapi dapat digunakan untuk mengetahui proporsi

pengeluaran daging sapi dari total pengeluaran untuk konsumsi pangan asal ternak.

Konsumsi daging sapi yang dihitung dalam bentuk fisik (kg/ kapita/ bulan) dan

nominal rupiah per bulan disajikan pada Tabel 12.

Rata-rata konsumsi mahasiswa terhadap daging sapi berdasarkan kelas

pendapatan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka

semakin tinggi pula konsumsi daging sapi. Berdasarkan jenis kelamin, rata-rata

konsumsi daging sapi lebih tinggi pada mahasiswa perempuan. Hal ini didukung

bahwa mahasiswa perempuan cenderung lebih mementingkan kesehatan/nilai gizi

yang terkandung dalam daging sapi dibandingkan mahasiswa laki-laki.

Berdasarkan status tempat tinggal, rata-rata konsumsi daging sapi lebih tinggi

pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali. Hal ini dikarenakan

mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali cenderung terbiasa mengonsumsi

daging sapi saat di rumah sehingga mahasiswa kelompok ini membeli daging sapi

39

dengan jumlah yang lebih banyak. Berdasarkan asal daerah, rata-rata konsumsi

daging sapi lebih tinggi pada mahasiswa asal daerah perkotaan. Hal ini didukung

dari hasil analisis yang menyatakan bahwa mahasiswa asal daerah perkotaan

cenderung lebih mementingkan kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam

daging sapi dibandingkan mahasiswa asal daerah pedesaan.

Tabel 12 Rata-rata pengeluaran konsumsi daging sapi berdasarkan kategori sosial

ekonomi

Kategori sosial ekonomi Konsumsi (kg/kapita/bulan) Rata-rata pengeluaran (Rp per bulan)

1. Pendapatan

a. Kelas I 0.13 25.526

b. Kelas II 0.14 25.458

c. Kelas III 0.31 76.500

2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki 0.14 29.613

b. Perempuan 0.19 38.402

3. Status tempat tinggal

a. Rumah orangtua/ wali 0.26 62.328

b. Kos/kontrak 0.14 27.161

4. Asal daerah

a. Perkotaan 0.18 37.448

b. Pedesaan 0.13 22.750

Rata-rata 0.17 35.520

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Alasan Mengonsumsi Daging Sapi

Motif mahasiswa dalam mengonsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain tingkat pendapatan, harga suatu komoditas, lingkungan teman sebaya,

dan pengetahuan nilai gizi. Motif mahasiswa FEM mengonsumsi daging sapi

yang dilihat dalam penelitian ini yaitu kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam

daging sapi, makanan kesukaan, harga murah, perubahan selera dalam waktu

singkat (mood), dan alasan lainnya. Tabel 13 menyajikan alasan mahasiswa FEM

mengonsumsi daging sapi.

Tabel 13 menunjukkan bahwa kesehatan atau nilai gizi menjadi alasan

utama yang paling banyak dipilih mahasiswa FEM dalam mengonsumsi daging

sapi, yaitu sebanyak 62 responden (48,06%) dari total frekuensi pilihan responden.

Hal ini menunjukkan adanya kesadaran pentingnya nilai gizi yang terkandung

dalam daging sapi dan membuktikan bahwa tingkat pengetahuan sangat

mempengaruhi seseorang dalam mengonsumsi suatu produk. Alasan kedua untuk

40

mengonsumsi daging sapi adalah karena makanan kesukaan yaitu sebanyak 35

responden (27,13%). Sebanyak sepuluh responden (7,75%) beralasan

mengonsumsi daging sapi dikarenakan harganya yang murah dan sebanyak 20

responden (15,50%) beralasan mengonsumsi dikarenakan perubahan selera dalam

waktu singkat (mood). Alasan lainnya disebabkan kesadaran pribadi untuk

melakukan diversifikasi pangan dan faktor gengsi yaitu sebanyak dua responden

(1,5%).

Tabel 13 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi daging sapi

Alasan mengonsumsi* Frekuensi pilihan responden Persentase (%)

Kesehatan/nilai gizi 62 48,06

Makanan kesukaan 35 27,13

Harga murah 10 7,75

Perubahan selera dalam waktu singkat 20 15,50

Lainnya 2 1,55

Total 129 100,00

Keterangan : *) Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban

5.2.2 Pola Konsumsi Daging Ayam Ras

Pola konsumsi daging ayam ras mahasiswa FEM dapat dilihat dari frekuensi

konsumsi, pengeluaran konsumsi, dan alasan mengonsumsi daging ayam ras.

Konsumsi daging ayam ras dihitung dengan satuan rupiah per kilogram (kg) yang

sudah diolah menjadi makanan siap saji. Konsumsi diasumsikan homogen dengan

konversi satuan mengikuti ukuran rumah tangga menurut Daftar Komposisi

Bahan Makanan (DKBM), yaitu 1 potong daging ayam ras = 50 gram.

Frekuensi Konsumsi Daging Ayam Ras

Frekuensi konsumsi daging ayam ras adalah tingkat keseringan mahasiswa

mengonsumsi daging ayam ras yang dibeli oleh mahasiswa dalam satuan potong

per bulan. Frekuensi konsumsi daging ayam ras dibagi menjadi tiga kategori.

Kategori pertama, mahasiswa yang mengonsumsi kurang dari 9 potong per bulan.

Kategori kedua, mahasiswa yang mengonsumsi 9-17 potong per bulan. Kategori

ketiga, mahasiswa yang mengonsumsi lebih dari 17 kali per bulan.

Berdasarkan hasil analisis, terdapat mahasiswa yang tidak mengonsumsi

daging ayam ras dan frekuensi konsumsi daging ayam ras terbanyak yaitu 36

potong per bulan. Rata-rata frekuensi konsumsi daging ayam ras responden yaitu

13 potong per bulan. Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 35 responden

41

(28,69%) mengonsumsi daging ayam ras kurang dari 9 potong per bulan. Hal

tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 87 responden (71,31%) dapat

mengonsumsi daging ayam ras lebih dari 9 potong per bulan.

Tabel 14 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi daging

ayam ras

Frekuensi konsumsi daging ayam ras

(potong /bulan) Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

≤ 9 35 28,69

9-17 51 41,80

≥ 17 36 29,51

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Pengeluaran Konsumsi Daging Ayam Ras

Pengeluaran konsumsi daging ayam ras adalah besaran yang dialokasikan

mahasiswa FEM dari total pendapatannya untuk mengonsumsi daging ayam ras.

Hasil perhitungan pengeluaran konsumsi daging ayam ras dapat digunakan untuk

mengetahui proporsi pengeluaran daging ayam ras dari total pengeluaran untuk

konsumsi pangan asal ternak. Konsumsi daging ayam ras yang dihitung dalam

bentuk fisik (kg/ kapita/ bulan) dan nominal rupiah per bulan disajikan pada Tabel

15.

Tabel 15 Rata-rata pengeluaran konsumsi daging ayam ras berdasarkan kategori

sosial ekonomi

Kategori sosial ekonomi Konsumsi (kg/kapita/bulan) Rata-rata pengeluaran (Rp per bulan)

1. Pendapatan

a. Kelas I 0.56 89.359

b. Kelas II 0.63 98.814

c. Kelas III 0.79 135.938

2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki 0.71 118.975

b. Perempuan 0.60 95.348

3. Status tempat tinggal

a. Rumah orangtua/ wali 0.77 129.414

b. Kos/kontrak 0.59 94.887

4. Asal daerah

a. Perkotaan 0.64 103.613

b. Pedesaan 0.59 99.656

Rata-rata 0.64 103.094

Sumber: Data primer, diolah (2014)

42

Rata-rata konsumsi mahasiswa terhadap daging ayam ras berdasarkan kelas

pendapatan pada Tabel 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka

semakin tinggi pula konsumsi daging ayam ras. Berdasarkan jenis kelamin, rata-

rata konsumsi daging ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa laki-laki. Hal ini

didukung bahwa mahasiswa laki-laki cenderung lebih mementingkan

kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam daging ayam ras dibandingkan

mahasiswa perempuan. Berdasarkan status tempat tinggal, rata-rata konsumsi

daging ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali.

Hal ini dikarenakan daging ayam ras merupakan makanan kesukaan bagi sebagian

besar mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali. Berdasarkan asal daerah,

rata-rata konsumsi daging ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa asal daerah

perkotaan. Hal ini didukung bahwa daging ayam ras merupakan makanan

kesukaan bagi sebagian besar mahasiswa asal daerah perkotaan.

Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Ras

Motif mahasiswa FEM mengonsumsi daging ayam ras yang dilihat dalam

penelitian ini yaitu kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam daging ayam ras,

makanan kesukaan, harga murah, perubahan selera dalam waktu singkat (mood),

dan alasan lainnya. Tabel 16 menyajikan alasan mahasiswa FEM mengonsumsi

daging ayam ras.

Tabel 16 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi daging ayam ras

Alasan mengonsumsi* Frekuensi pilihan responden Persentase (%)

Kesehatan/nilai gizi 48 36,09

Makanan kesukaan 53 39,85

Harga murah 17 12,78

Perubahan selera dalam waktu singkat 5 3,76

Lainnya 10 7,52

Total 133 100,00

Keterangan : *) Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban

Tabel 16 menunjukkan bahwa makanan kesukaan menjadi alasan utama

yang paling banyak dipilih mahasiswa FEM dalam mengonsumsi daging ayam ras,

yaitu sebanyak 53 responden (39,85%) dari total frekuensi pilihan responden.

Alasan kedua untuk mengonsumsi daging ayam ras adalah karena kesehatan atau

nilai gizi yang terkandung dalam daging ayam ras yaitu sebanyak 48 responden

(36,09%). Sebanyak 17 responden (12,78%) beralasan mengonsumsi daging ayam

43

ras dikarenakan harganya yang murah dan sebanyak lima responden (3,76%)

beralasan mengonsumsi dikarenakan perubahan selera dalam waktu singkat

(mood). Alasan lainnya disebabkan kesadaran pribadi untuk melakukan

diversifikasi pangan, faktor gengsi, keadaan keuangan yang baik pada awal bulan,

dan banyaknya ketersediaan olahan daging ayam ras di rumah makan yaitu

sebanyak sepuluh responden (7,52%).

5.2.3 Pola Konsumsi Telur Ayam Ras

Pola konsumsi telur ayam ras mahasiswa FEM dapat dilihat dari frekuensi

konsumsi, pengeluaran konsumsi, dan alasan mengonsumsi telur ayam ras.

Konsumsi telur ayam ras dihitung dengan satuan rupiah per kilogram (kg) yang

sudah diolah menjadi makanan siap saji. Konsumsi diasumsikan homogen dengan

konversi satuan mengikuti ukuran rumah tangga menurut Daftar Komposisi

Bahan Makanan (DKBM), yaitu satu butir telur ayam ras = 60 gram.

Frekuensi Konsumsi Telur Ayam Ras

Frekuensi konsumsi telur ayam ras adalah tingkat keseringan mahasiswa

mengonsumsi telur ayam ras yang dibeli oleh mahasiswa dalam satuan butir per

bulan. Frekuensi konsumsi telur ayam ras dibagi tiga kategori. Kategori pertama,

mahasiswa yang mengonsumsi kurang dari 10 butir per bulan. Kategori kedua,

mahasiswa yang mengonsumsi 10-19 butir per bulan. Kategori ketiga, mahasiswa

yang mengonsumsi lebih dari 19 butir per bulan.

Tabel 17 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi telur

ayam ras

Frekuensi konsumsi telur ayam ras

(butir /bulan) Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

≤ 10 51 41,80

10-19 45 36,89

≥ 19 26 21,31

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Berdasarkan hasil analisis, terdapat mahasiswa yang tidak mengonsumsi

telur ayam ras dan frekuensi konsumsi telur ayam ras terbanyak yaitu 50 butir per

bulan. Rata-rata frekuensi konsumsi telur ayam ras responden yaitu 14 butir per

bulan. Tabel 17 menunjukkan bahwa sebanyak 51 responden (41,80%) dari total

44

responden mengonsumsi telur ayam ras kurang dari 10 butir per bulan. Hal

tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 71 responden (58,20%)

mengonsumsi telur ayam ras lebih dari 10 butir per bulan.

Pengeluaran Konsumsi Telur Ayam Ras

Pengeluaran konsumsi telur ayam ras adalah besaran yang dialokasikan

mahasiswa FEM dari total pendapatannya untuk mengonsumsi telur ayam ras.

Hasil perhitungan pengeluaran konsumsi telur ayam ras dapat digunakan untuk

mengetahui proporsi pengeluaran telur ayam ras dari total pengeluaran untuk

konsumsi pangan asal ternak. Konsumsi telur ayam ras yang dihitung dalam

bentuk fisik (kg/ kapita/ bulan) dan nominal rupiah per bulan disajikan pada Tabel

18.

Tabel 18 Rata-rata pengeluaran konsumsi telur ayam ras berdasarkan kategori

sosial ekonomi

Kategori sosial ekonomi Konsumsi (kg/kapita/bulan) Rata-rata pengeluaran (Rp per bulan)

1.Pendapatan

a. Kelas I 0.78 33.285

b. Kelas II 0.86 38.900

c. Kelas III 0.79 31.275

2.Jenis Kelamin

a. Laki-laki 1.02 47.083

b. Perempuan 0.71 30.006

3.Status tempat tinggal

a. Rumah orangtua/ wali 0.65 23.931

b. Kos/kontrak 0.87 39.245

4.Asal daerah

a. Perkotaan 0.80 33.762

b. Pedesaan 0.95 47.813

Rata-rata 0.82 35.605

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Berdasarkan kelas pendapatan, peningkatan pendapatan mahasiswa dari

kelas pendapatan I ke II menyebabkan pengeluaran konsumsi telur ayam ras

meningkat. Kondisi tersebut berlaku sebaliknya apabila terjadi peningkatan

pendapatan mahasiswa dari kelas pendapatan II ke III. Hal ini dikarenakan

mahasiswa kelas pendapatan III cenderung mengurangi konsumsi telur ayam ras

dengan mengonsumsi pangan lain yang kualitasnya lebih baik. Berdasarkan jenis

kelamin, rata-rata konsumsi telur ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa laki-laki.

Hal ini didukung bahwa mahasiswa laki-laki cenderung lebih mementingkan

45

kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam telur ayam ras dibandingkan

mahasiswa perempuan. Berdasarkan status tempat tinggal, rata-rata konsumsi

telur ayam ras lebih tinggi pada mahasiswa yang kos. Hal ini dikarenakan motif

mahasiswa yang kos untuk menghemat pengeluarannya dengan lebih memilih

mengonsumsi telur ayam ras yang harganya lebih murah dibandingkan pangan

asal ternak lainnya. Berdasarkan asal daerah, rata-rata konsumsi telur ayam ras

lebih tinggi pada mahasiswa asal daerah pedesaan. Hal ini didukung bahwa harga

telur ayam ras yang relatif lebih murah menyebabkan mahasiswa asal daerah

pedesaan lebih memilih mengonsumsi telur ayam ras.

Alasan Mengonsumsi Telur Ayam Ras

Motif mahasiswa FEM mengonsumsi telur ayam ras yang dilihat dalam

penelitian ini yaitu kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam telur ayam ras,

makanan kesukaan, harga murah, perubahan selera dalam waktu singkat (mood),

dan alasan lainnya. Tabel 19 menyajikan alasan mahasiswa FEM mengonsumsi

telur ayam ras.

Tabel 19 Alasan mahasiswa FEM mengonsumsi telur ayam ras

Alasan mengonsumsi* Frekuensi pilihan responden Persentase (%)

Kesehatan/nilai gizi 64 48,85

Makanan kesukaan 29 22,14

Harga murah 29 22,14

Perubahan selera dalam waktu singkat 4 3,05

Lainnya 5 3,82

Total 131 100,00

Keterangan : *) Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban

Tabel 19 menunjukkan bahwa kesehatan atau nilai gizi menjadi alasan

utama yang paling banyak dipilih mahasiswa FEM dalam mengonsumsi telur

ayam ras yaitu sebanyak 64 responden (48,85%) dari total frekuensi pilihan

responden. Sebanyak 29 responden (22,14%) beralasan mengonsumsi telur ayam

ras dikarenakan harganya yang murah dan sebanyak 29 responden (22,14%)

beralasan mengonsumsi dikarenakan telur ayam ras merupakan makanan

kesukaannya. Alasan perubahan selera dalam waktu singkat (mood) hanya dipilih

empat responden (3,05%). Alasan lainnya disebabkan untuk menghemat

pengeluaran, kemudahan mengolah telur ayam ras, dan terbatasnya ketersediaan

46

olahan pangan lainnya di suatu rumah makan yaitu sebanyak lima responden

(3,82%).

5.2.4 Pola Konsumsi Susu Sapi

Pola konsumsi susu sapi mahasiswa FEM dapat dilihat dari frekuensi

konsumsi, pengeluaran konsumsi, dan alasan mengonsumsi susu sapi. Konsumsi

susu sapi dihitung dengan satuan rupiah per kilogram (kg) yang sudah diolah

menjadi minuman siap saji. Susu sapi yang dihitung ada tiga jenis yaitu susu cair,

susu kental manis, dan susu bubuk. Konsumsi susu kental manis dan susu bubuk

dihitung berdasarkan susu yang dibeli dalam satu kemasan saji (sachet) yang

diasumsikan setara dengan susu cair ukuran 200 ml. Konsumsi susu cair dihitung

berdasarkan volume sebenarnya per satu kemasan saji dalam satuan milliliter (ml)

yang dikonversikan menjadi satuan kilogram. Menurut Bueche dan Hecht (2006),

satu liter susu sapi = 1,032 kg.

Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat lima mahasiswa yang tidak

mengonsumsi susu sapi. Distribusi mahasiswa berdasarkan jenis susu yang

dikonsumsi dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu mahasiswa yang hanya

mengonsumsi susu cair, mahasiswa yang hanya mengonsumsi susu kental manis,

mahasiswa yang hanya mengonsumsi susu bubuk, mahasiswa yang mengonsumsi

susu cair dan susu kental manis, mahasiswa yang mengonsumsi susu cair dan

susuk bubuk, dan mahasiswa yang mengonsumsi susu kental manis dan susu

bubuk.

Tabel 20 Distribusi mahasiswa berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi

Jenis susu Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

Susu cair 82 70,09

Susu kental manis 11 9,40

Susu bubuk 9 7,69

Susu cair dan susu kental manis 8 6,84

Susu cair dan susu bubuk 6 5,13

Susu kental manis dan susu bubuk 1 0,85

Jumlah 117 100,00 Sumber: Data primer, diolah (2014)

Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa FEM hanya

mengonsumsi susu cair yaitu sebanyak 82 responden (70,09%). Sebanyak sebelas

responden (9,40%) hanya mengonsumsi susu kental manis. Sebanyak sembilan

47

responden (7,69%) hanya mengonsumsi susu bubuk. Sebanyak delapan responden

(6,84%) mengonsumsi susu cair dan susu kental manis. Sebanyak enam responden

(5,13%) mengonsumsi susu cair dan susu bubuk dan sisanya satu responden

(9,40%) hanya mengonsumsi susu kental manis.

Frekuensi Konsumsi Susu Sapi

Frekuensi konsumsi susu sapi adalah tingkat keseringan mahasiswa

mengonsumsi susu sapi yang dibeli oleh mahasiswa dalam satuan kilogram (kg)

per bulan. Frekuensi konsumsi susu sapi dibagi menjadi tiga kategori. Kategori

pertama, mahasiswa yang mengonsumsi kurang dari 2 kg per bulan. Kategori

kedua, mahasiswa yang mengonsumsi 2-5 kg per bulan. Kategori ketiga,

mahasiswa yang mengonsumsi lebih dari 5 kg per bulan.

Tabel 21 Distribusi jumlah responden berdasarkan frekuensi konsumsi susu sapi

Frekuensi konsumsi susu sapi (kg

/bulan) Jumlah responden (mahasiswa) Persentase (%)

≤ 2 47 38,52

2-5 41 33,61

≥ 5 34 27,87

Total 122 100,00

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Berdasarkan hasil analisis, terdapat mahasiswa yang tidak mengonsumsi

susu sapi dan frekuensi konsumsi susu sapi terbanyak yaitu 10,06 kg per bulan.

Rata-rata frekuensi konsumsi susu sapi responden yaitu 3,18 kg per bulan. Tabel

21 menunjukkan bahwa sebanyak 47 responden (38,52%) mengonsumsi susu sapi

kurang dari 2 kg per bulan. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 75

responden (61,48%) dapat mengonsumsi susu sapi lebih dari 2 kg per bulan.

Pengeluaran Konsumsi Susu Sapi

Pengeluaran konsumsi susu sapi adalah besaran yang dialokasikan

mahasiswa FEM dari total pendapatannya untuk mengonsumsi susu sapi. Hasil

perhitungan pengeluaran konsumsi susu sapi dapat digunakan untuk mengetahui

proporsi pengeluaran susu sapi dari total pengeluaran untuk konsumsi pangan asal

ternak. Konsumsi susu sapi yang dihitung dalam bentuk fisik (kg/ kapita/ bulan)

dan nominal rupiah per bulan disajikan pada Tabel 22.

48

Tabel 22 Rata-rata pengeluaran konsumsi susu sapi berdasarkan kategori sosial

ekonomi

Kategori sosial ekonomi Konsumsi (kg/kapita/bulan) Rata-rata pengeluaran (Rp per bulan)

1.Pendapatan

a. Kelas I 2.28 40.117

b. Kelas II 3.17 51.980

c. Kelas III 4.68 92.983

2.Jenis Kelamin

a. Laki-laki 3.12 48.408

b. Perempuan 3.21 60.081

3.Status tempat tinggal

a. Rumah orangtua/ wali 3.06 55.209

b. Kos/kontrak 3.22 56.580

4.Asal daerah

a. Perkotaan 3.24 57.116

b. Pedesaan 2.77 50.544

Rata-rata 3.18 56.254

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Rata-rata konsumsi mahasiswa terhadap susu sapi berdasarkan kelas

pendapatan pada Tabel 22 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka

semakin tinggi pula konsumsi susu sapi. Susu sapi merupakan pangan asal ternak

yang paling mencolok perbedaan tingkat konsumsinya antar kelas pendapatan.

Hal ini dikarenakan susu sapi merupakan pangan asal ternak yang dianggap

barang mewah. Jadi ketika terjadi peningkatan pendapatan, maka tingkat

konsumsi mahasiswa FEM untuk susu sapi juga meningkat. rata-rata konsumsi

susu sapi lebih tinggi pada mahasiswa perempuan. Hal ini dikarenakan mahasiswa

perempuan cenderung menganggap mengonsumsi susu lebih praktis dalam hal

penyajian dan mahasiwa laki-laki cenderung lebih memilih untuk konsumsi

pangan asal ternak yang lebih mengenyangkan. Berdasarkan status tempat tinggal,

rata-rata konsumsi susu sapi lebih tinggi pada mahasiswa yang kos. Hal ini

dikarenakan mahasiswa yang kos tidak terbiasa sarapan sehingga lebih memilih

untuk mengonsumsi susu sapi. Berdasarkan asal daerah, rata-rata konsumsi susu

sapi lebih tinggi pada mahasiswa asal daerah perkotaan. Hal ini dikarenakan

mahasiswa asal daerah perkotaan terbiasa mengonsumsi susu sapi sebagai

kebutuhan sehari-harinya.

49

Alasan Mengonsumsi Susu Sapi

Motif mahasiswa FEM mengonsumsi susu sapi yang dilihat dalam

penelitian ini yaitu kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam susu sapi,

makanan kesukaan, harga murah, perubahan selera dalam waktu singkat (mood),

dan aktivitas yang padat. Tabel 23 menyajikan alasan mahasiswa FEM

mengonsumsi susu sapi.

Tabel 23 Alasan mahasiswa FEM IPB mengonsumsi susu sapi

Alasan mengonsumsi Frekuensi pilihan responden Persentase (%)

Kesehatan/nilai gizi 95 67,38

Harga murah 4 2,84

Aktivitas yang padat 31 21,99

Perubahan selera dalam waktu singkat 5 3,55

Makanan kesukaan 6 4,26

Total 141 100,00

Keterangan : *) Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban

Tabel 23 menunjukkan bahwa kesehatan atau nilai gizi menjadi alasan

utama yang paling banyak dipilih mahasiswa FEM dalam mengonsumsi susu sapi

yaitu sebanyak 95 responden (67,38%). Hal ini menunjukkan adanya kesadaran

pentingnya nilai gizi yang terkandung dalam susu sapi. Alasan kedua untuk

mengonsumsi susu sapi adalah karena aktivitas yang padat yaitu sebanyak 31

responden (21,99%). Aktivitas yang padat menyebabkan mahasiswa lebih

memilih mengonsumsi susu sapi karena untuk mengonsumsi susu sapi seseorang

tidak membutuhkan waktu yang lama. Sebanyak enam responden (4,26%)

beralasan mengonsumsi susu sapi dikarenakan makanan kesukaan. Sebanyak lima

responden (3,55%) dan sisanya sebanyak empat responden (2,84%) beralasan

mengonsumsi susu sapi dikarenakan harganya yang murah.

50

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Pola Konsumsi Pangan Asal Ternak

Pola konsumsi mahasiswa terhadap pangan asal ternak dalam pembahasan

ini hanya membahas besarnya kontribusi konsumsi masing-masing pangan asal

ternak terhadap total konsumsi pangan asal ternak yang dikonsumsi. Pola

konsumsi tidak terlepas dari besarnya pengeluaran tiap individu untuk

mengonsumsi suatu pangan asal ternak sesuai dengan selera dan kebutuhannya.

6.1.1 Pola Pengeluaran Pangan Asal Ternak

Pendapatan merupakan faktor utama yang mempengaruhi permintaan suatu

barang selain harga. Dalam penelitian ini pendapatan diproksi dengan total

pengeluaran mahasiswa. Badan Pusat Statistika (2011) menyatakan bahwa pola

pengeluaran dapat menggambarkan cara pengalokasian penduduk masyarakat

terhadap kebutuhan rumah tangganya, selain itu pola pengeluaran dapat dipakai

sebagai salah satu alat untuk menilai tingkat kesejahteraan (ekonomi) penduduk.

Tabel 24 Rata-rata pengeluaran mahasiswa FEM untuk bahan makanan dan

bukan bahan makanan berdasarkan kelas pendapatan

Pendapatan Rp/ bulan % Pengeluaran mahasiswa

BM Non BM Total BM Non BM

Kelas I 491.538 379.231 870.769 56,45 43,55

Kelas II 603.966 750.847 1.354.814 44,58 55,42

Kelas III 871.250 1453.750 2.325.000 37,47 62,53

FEM 620.607 770.328 1.390.934 47,67 52,33

Keterangan: BM = Bahan Makanan

Non BM = Bukan bahan makanan

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 24 dapat dilihat bahwa alokasi

pengeluaran untuk bahan makanan pada kelas pendapatan III (37,47%) lebih kecil

daripada bukan bahan makanan (62,53%), begitu juga dengan kelas pendapatan I,

dan II. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan mahasiswa maka

sebagian besar pengeluaran tersebut dialokasikan untuk kebutuhan bukan

makanan. Kebutuhan untuk bahan makanan sudah tercukupi sehingga konsumen

beralih ke kebutuhan lain untuk gaya hidup, misalnya untuk membeli barang

mewah yang tidak dapat dibeli saat pendapatan rendah. Hasil ini sejalan dengan

hukun Engel (Nicholson 1999) yang menyatakan bahwa proporsi pengeluaran

51

untuk pangan cenderung menurun dan lebih membelanjakan barang yang

memiliki nilai lebih tinggi jika pendapatan bertambah.

Dari hasil analisis pengeluaran untuk bahan makanan dapat dilihat proporsi

pengeluaran mahasiswa untuk konsumsi pangan asal ternak total. Tabel 25

menunjukkan proporsi pengeluaran untuk pangan asal ternak terhadap

pengeluaran bahan makanan semakin kecil apabila terjadi peningkatan pendapatan

mahasiswa dari kelas pendapatan I ke II, namun peningkatan pendapatan

mahasiswa dari kelas pendapatan II ke III menyebabkan proporsi pengeluaran

untuk pangan asal ternak semakin besar.

Tabel 25 Pengeluaran pangan asal ternak total mahasiswa FEM terhadap

pengeluaran bahan makanan dan total pengeluaran mahasiswa

berdasarkan kelas pendapatan

Pendapatan % Terhadap pengeluaran BM % Terhadap total pengeluaran

Kelas I 41,00 21,64

Kelas II 37,27 15,84

Kelas III 39,94 14,91

FEM 38,99 17,51

Keterangan: BM = Bahan Makanan

Secara umum jika dilihat dari proporsi terhadap total pengeluaran dapat

dikatakan bahwa proporsi pengeluaran tertinggi untuk konsumsi pangan asal

ternak yaitu pada mahasiswa kelas pendapatan I. Besarnya proporsi pengeluaran

untuk pangan asal ternak pada kelas pendapatan I dikarenakan pendapatan yang

rendah membatasi mahasiswa untuk membelanjakan kebutuhan non pangan dan

memilih untuk melengkapi kebutuhan pangannya terlebih dahulu.

6.1.2 Proporsi Pengeluaran Pangan Asal Ternak Terhadap Pengeluaran

Pangan Asal Ternak Total

Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswa FEM mengeluarkan

sekitar 45,03 persen untuk mengonsumsi daging ayam ras, dimana proporsi ini

merupakan yang terbesar dibandingkan dengan proporsi untuk komoditas lainnya.

Tingkat proporsi daging sapi, telur ayam ras, dan susu sapi terhadap pengeluaran

pangan asal ternak total masing-masing sebesar 12,90 persen, 18,15 persen dan

23,91 persen. Tingkat proporsi pengeluaran daging sapi masih menduduki tingkat

proporsi terendah sama halnya dengan tingkat konsumsi. Dalam hal ini faktor

harga daging sapi yang relatif lebih mahal dibandingkan pangan asal ternak

52

lainnya menunjukkan pengaruh besar terhadap nilai proporsi pengeluaran

daripada tingkat konsumsinya.

Tabel 26 Proporsi terhadap pengeluaran pangan asal ternak total berdasarkan

kategori sosial ekonomi

Kategori sosial ekonomi

Share terhadap pengeluaran pangan asal ternak (%)

Daging sapi Daging ayam

ras

Telur ayam

ras Susu sapi

1. Pendapatan

a. Kelas I 12.54 45.88 19.29 22.29

b. Kelas II 10.68 45.90 19.77 23.65

c. Kelas III 18.96 41.50 12.35 27.19

2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki 11.42 46.88 21.55 20.15

b. Perempuan 13.63 44.12 16.50 25.75

3. Status tempat tinggal

a. Rumah orangtua/ wali 18.77 49.15 11.53 20.55

b. Kos/kontrak 11.08 43.74 20.22 24.96

4. Asal daerah

a. Perkotaan 13.46 45.46 16.97 24.10

b. Pedesaan 9.19 42.18 25.99 22.65

Rata-rata 12.90 45.03 18.15 23.91

Sumber: Data primer, diolah (2014)

Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak terbesar antar kelas

pendapatan mahasiswa FEM dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tabel

26 juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan proporsi pengeluaran untuk

daging ayam ras dan telur ayam ras ketika pendapatan mahasiswa meningkat dari

kelas pendapatan I ke kelas pendapatan II dan terjadi penurunan proporsi

pengeluaran ketika pendapatan mahasiswa meningkat dari kelas pendapatan II ke

kelas pendapatan III. Hal ini menunjukkan bahwa daging ayam ras dan telur ayam

ras dianggap sebagai kebutuhan pokok oleh mahasiswa. Berbeda halnya dengan

daging sapi dan susu sapi yang dianggap barang mewah sehingga ketika terjadi

peningkatan pendapatan dari kelas pendapatan II ke kelas pendapatan III akan

diikuti dengan meningkatnya proporsi pengeluaran untuk daging sapi dan susu

sapi yang dialokasikan dari pengeluaran asal ternak totalnya.

Berdasarkan jenis kelamin, tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak

baik pada mahasiswa laki-laki maupun mahasiswa perempuan menunjukkan

bahwa proporsi pengeluaran terbesar dialokasikan untuk konsumsi daging ayam

ras. Tingkat proporsi pengeluaran pada mahasiswa laki-laki dan mahasiswa

53

perempuan untuk daging ayam ras masing-masing sebesar 46,88 persen dan 44,12

persen. Tingkat proporsi pengeluaran terendah pada mahasiswa laki-laki dan

mahasiswa perempuan dialokasikan untuk konsumsi daging sapi dengan proporsi

masing-masing sebesar 11,42 persen dan 13,63 persen.

Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak baik pada mahasiswa yang

tinggal di rumah orangtua/wali maupun mahasiswa yang kos menunjukkan bahwa

proporsi pengeluaran terbesar dari pengeluaran pangan asal ternak totalnya

dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tingkat proporsi pengeluarannya

masing-masing sebesar 49,15 persen dan 43,74 persen. Tingkat proporsi

pengeluaran terendah pada mahasiswa yang kos dialokasikan untuk konsumsi

daging sapi sebesar 11,08 persen sedangkan tingkat proporsi pengeluaran terendah

pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali dialokasikan untuk

konsumsi telur ayam ras sebesar 11,53 persen. Tingkat proporsi pengeluaran yang

rendah untuk konsumsi telur ayam ras dikarenakan mahasiswa yang tinggal di

rumah orangtua/wali terbiasa dengan pola makan yang didominasi oleh keluarga

dan kebutuhan pangannya lebih terjamin sehingga mahasiswa tersebut cenderung

mengonsumsi pangan asal ternak selain telur ayam ras.

Tingkat proporsi pengeluaran pangan asal ternak baik pada mahasiswa asal

daerah perkotaan maupun mahasiswa asal daerah pedesaaan juga menunjukkan

bahwa proporsi pengeluaran terbesar dari pengeluaran pangan asal ternak totalnya

dialokasikan untuk konsumsi daging ayam ras. Tingkat proporsi pengeluarannya

masing-masing sebesar 45,46 persen dan 42,18 persen Baik mahasiswa asal

daerah perkotaan maupun mahasiswa asal daerah pedesaan sama-sama

mengalokasikan proporsi pengeluaran terendahnya untuk konsumsi daging sapi.

Mahasiswa asal daerah perkotaan mengalokasikan sebesar 13,46 persen untuk

konsumsi daging sapi dan mahasiswa asal daerah pedesaan mengalokasikan

sebesar 9,19 persen.

6.2 Analisis Permintaan Pangan Asal Ternak

Nilai koefisien determinasi sistem (R2) yang diperoleh dari hasil pendugaan

model dengan metode Ordinary Least Squares (OLS) berkisar antara 0,1950

sampai 0,3960. Hal ini berarti hanya 19,50 persen sampai 39,60 persen keragaman

54

dalam proporsi pengeluaran setiap pangan asal ternak yang dapat dijelaskan oleh

variabel-variabel bebasnya dalam model, yaitu variabel harga sendiri, harga silang,

total pengeluaran, dummy jenis kelamin, dummy status tempat tinggal, dummy asal

daerah, dummy pendapatan kelas II, dan dummy pendapatan kelas III.

Rendahnya nilai R2

pada model diduga karena penelitian ini menggunakan

data penampang melintang (cross section) yang hanya dapat menerangkan kondisi

pada suatu waktu. Selain itu, model AIDS dalam penelitian ini dibatasi pada

komoditas daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi sehingga

substitusi yang dapat dijelaskan terbatas pada komoditas yang dianalisis saja. Hal

ini berbeda dalam kondisi sebenarnya, keputusan mahasiswa untuk mengonsumsi

suatu pangan asal ternak tidak hanya dipengaruhi oleh harga pangan asal ternak

tersebut tetapi juga dipengaruhi oleh harga dari sub komoditas pangan lainnya,

bahkan barang bukan pangan seperti biaya transportasi, uang sewa kos/kontrak,

buku, dan sebagainya.

Nilai R2 yang relatif rendah tersebut bukan halangan untuk penggunaannya

dalam analisis. Keputusan terakhir mengenai diterima atau ditolaknya suatu model,

tergantung pada pertimbangan logis mengenai model itu sendiri, dengan kata lain

tergantung pada konsistensi variabel yang dihasilkan dengan teori yang berlaku

(Fitriadi dalam Wardani 2007). Selain itu, untuk model AIDS kriteria statistik

yang lebih tepat digunakan untuk mengevaluasi hasil estimasi model persamaan

ialah root-MSE. Dari hasil diketahui bahwa nilai root-MSE untuk model

permintaan secara umum berkisar antara 0,1098 sampai 0,1745, yang berarti nilai

error yang mungkin terjadi pada model berkisar antara 10,98 persen sampai 17,45

persen.

Analisis model permintaan yang memenuhi syarat adding-up, simetry, dan

homogenity perlu diuji seberapa besar pengaruh variabel secara keseluruhan

dengan melakukan uji F. Nilai statistik F secara otomatis dihitung sebagai bagian

dari analisis model AIDS yang terdapat di dalam Analysis of Variance, ANOVA.

Pada lampiran 4, dapat diketahui bahwa (Prob > F) kurang dari α = 10%. Uji ini

menyimpulkan bahwa total variasi dari variabel dependen model permintaan (w1;

w2; w3; w4) dapat dijelaskan dengan baik oleh seluruh atau sebagian variabel

55

independen dan secara statistik signifikan pada masing-masing level sebesar

<0.0001; 0.0055; <0.0001; <0.0001.

Pengujian model permintaan juga dilakukan secara individu (satu per satu

dari variabel independen) dengan metode SUR untuk mengetahui apakah secara

signifikan dapat mempengaruhi variabel dependennya. Tabel 27 menyajikan

koefisien dugaan variabel model AIDS untuk masing-masing pangan asal ternak

pada mahasiswa FEM tanpa pengelompokan.

Tabel 27 Koefisien dugaan variabel model AIDS untuk masing-masing pangan

asal ternak pada mahasiswa tanpa pengelompokan

Variabel Daging sapi Daging ayam

ras Telur ayam ras Susu sapi

Intersep -0.2668 0.9938 0.7552 -0.4821

P daging sapi 0.3743* -0.2733* -0.0313 -0.0697

P daging ayam ras -0.2733* 0.5048* -0.1573* -0.0742

P telur ayam ras -0.0313 -0.1573* 0.2972* -0.1085*

P susu sapi -0.0697 -0.0742 -0.1085* 0.2524*

Total pengeluaran 0.0851* -0.2411* -0.1385* 0.2945

Jenis kelamin -0.0319 0.0335 0.0451* -0.0468

Status tempat tinggal 0.0650* 0.0535 -0.0570* -0.0614*

Asal daerah 0.0141 0.0352 -0.0507 0.0013

Pendapatan kelas II -0.0251 0.0310 -0.0125 0.0065

Pendapatan kelas III 0.0425 0.0305 -0.0534 -0.0196

Keterangan : * = nyata pada taraf α = 10 % ( <0.1)

Dugaan variabel harga sendiri pada semua per amaan nyata pada taraf α =

10 % (P<0.1). Dari hasil analisis juga diperoleh bahwa semua dugaan variabel

harga sendiri pangan asal ternak bertanda positif. Tanda positif menunjukkan

bahwa peningkatan harga suatu pangan asal ternak akan diikuti dengan

peningkatan proporsi pengeluarannya. Berdasarkan hasil analisis elastisitas,

sebagian besar pangan asal ternak memiliki nilai elastisitas harga sendiri yang

inelastis, dengan kata lain ketika terjadi peningkatan ataupun penurunan harga

maka permintaannya cenderung tidak berubah. Tanda dugaan variabel harga

sendiri menjadi positif karena kenaikan harga pangan asal ternak yang

dikombinasikan dengan permintaan yang relatif tetap akan menghasilkan

kenaikan proporsi pengeluaran pangan asal ternak.

Sebanyak 50% dugaan variabel harga silang menunjukkan angka yang nyata

pada taraf α = 10 % ( <0.1). Dari hasil analisis juga diperoleh bahwa semua tanda

dugaan variabel harga silang yang nyata berpengaruh terhadap proporsi

56

pengeluaran bertanda negatif, yang berarti terdapat korelasi dengan arah yang

berlawanan antara proporsi pengeluaran suatu pangan asal ternak dengan harga

komoditas lainnya. Salah satu koefisien dugaan variabel harga silang yang negatif

yaitu koefisien dugaan variabel harga daging ayam ras pada persamaan daging

sapi sebesar -0,2733 yang menunjukkan bahwa peningkatan harga daging ayam

ras menyebabkan penurunan proporsi pengeluaran daging sapi sebesar 27,33

persen.

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar dugaan variabel total

pengeluaran pada taraf α = 10 % ( <0.1). Dugaan variabel total pengeluaran

untuk pengeluaran susu sapi menunjukkan tanda positif yang menunjukkan bahwa

semakin tinggi total pengeluaran maka semakin besar proporsi dari pendapatan

yang digunakan untuk mengonsumsi susu sapi. Selanjutnya, dugaan variabel

pengeluaran daging ayam ras dan telur ayam ras bertanda negatif. Hal ini berarti

bahwa semakin tinggi total pengeluaran maka semakin kecil proporsi pendapatan

yang digunakan untuk mengonsumsi daging ayam ras dan telur ayam ras.

Dugaan variabel dummy jenis kelamin yang nyata berpengaruh terhadap

proporsi pengeluaran pada taraf α = 10 % ( <0.1) yaitu pada persamaan telur

ayam ras. Koefisien dugaan variabel dummy jenis kelamin pada persamaan telur

ayam ras sebesar 0,0451. Hal ini berarti bahwa rata-rata proporsi pengeluaran

telur ayam ras pada mahasiswa laki-laki diduga lebih besar sebesar 4,51 persen

dibandingkan mahasiswa perempuan.

Dugaan variabel dummy status tempat tinggal pada persamaan daging sapi,

telur ayam ras, dan susu sapi menunjukkan angka yang nyata pada taraf α = 10 %

(P<0.1), namun variabel dummy status tempat tinggal tidak nyata berpengaruh

terhadap proporsi pengeluaran daging ayam ras. Koefisien dugaan variabel

dummy status tempat tinggal pada persamaan daging sapi sebesar 0.0650

mengartikan bahwa rata-rata proporsi pengeluaran daging sapi pada mahasiswa

yang tinggal di rumah orangtua/wali diduga lebih besar sebesar 6,50 persen

dibandingkan mahasiswa yang kos. Dugaan variabel dummy status tempat tinggal

pada persamaan telur ayam ras dan susu sapi bertanda negatif. Hal ini berarti

bahwa rata-rata proporsi pengeluaran telur ayam ras dan susu sapi pada

57

mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali diduga lebih rendah masing-

masing sebesar 5,70 persen dan 6,14 persen dibandingkan mahasiswa yang kos.

Seluruh dugaan variabel dummy asal daerah menunjukkan angka yang tidak

nyata berpengaruh terhadap proporsi pengeluaran pangan asal ternak pada

mahasiswa FEM pada taraf α = 10 % ( <0.1). Hal ini dikarenakan bahwa

sebagian besar mahasiswa asal daerah pedesaan sudah mengalami proses

penyesuaian lingkungan untuk terbiasa dengan ketersediaan pangan di lingkungan

kampus.

Seluruh dugaan variabel dummy pendapatan kelas II dan dummy pendapatan

kelas III menunjukkan angka yang tidak nyata berpengaruh terhadap proporsi

pengeluaran pangan asal ternak pada mahasiswa FEM pada taraf α = 10 %

(P<0.1). Proporsi pengeluaran pangan asal ternak terhadap total pengeluaran

mahasiswa FEM rendah disebabkan kebutuhan mahasiswa FEM yang cukup

banyak, sehingga besaran pendapatan per bulan dialokasikan untuk kebutuhan

akademik (buku, foto copy, fieldtrip, internet, dan lain-lain) dan kebutuhan hidup

sehari-hari (makan, hiburan, kecantikan, dan lain-lain). Hal ini menyebabkan

variabel pendapatan mahasiswa FEM tidak nyata mempengaruhi proporsi

pengeluaran pangan asal ternak.

6.3 Elastisitas Permintaan

Hukum permintaan dan penawaran meramalkan arah perubahan harga dan

kuantitas sebagai respon terhadap berbagai pergeseran permintaan dan penawaran.

Pengukuran dan penjelasan seberapa jauh respon permintaan pangan asal ternak

pada mahasiswa FEM apabila terjadi perubahan harga dan variabel-variabel

lainnya dapat diketahui dengan menggunakan konsep elastisitas. Konsep

elastisitas permintaan tersebut dapat dijabarkan menjadi elastisitas harga sendiri

(own price elasticity), elastisitas harga silang (cross price elasticity), dan

elastisitas pendapatan/pengeluaran (income elasticity).

6.3.1 Permintaan Daging Sapi

Besaran dan arah elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang,

dan elastisitas pendapatan daging sapi tercantum pada Tabel 28. Berdasarkan tabel

tersebut dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:

58

Tabel 28 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan

elastisitas pendapatan daging sapi berdasarkan kategori sosial

ekonomi

Kategori sosial ekonomi

Elastisitas

harga sendiri

(Eii)

Elastisitas harga silang (Eij)

terhadap: Elastisitas

pendapatan

(Eiy) Daging

ayam ras

Telur

ayam ras Susu sapi

1. Pendapatan

a. Kelas I -1.305 -0.622 -0.609 -0.950 1.214

b. Kelas II -1.054 -0.043 0.095 -0.098 1.952

c. Kelas III -0.696 -0.150 0.201 -0.051 0.886

2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki -0.511 -0.250 0.014 -0.266 1.202

b. Perempuan -0.836 -0.140 0.086 -0.190 1.866

3. Status tempat tinggal

a. Kos/kontrak -0.733 -0.115 -0.005 -0.213 1.537

b. Rumah orangtua/

wali -0.826 -0.567 0.652 -0.340 3.643

4. Asal daerah

a. Perkotaan -0.693 -0.185 0.025 -0.240 1.593

b. Pedesaan -1.179 0.052 0.215 -0.152 1.958

Rata-rata -0.711 -0.204 0.067 -0.229 1.660

Sumber: Data primer, diolah (2014)

6.3.1.1 Elastisitas Harga Sendiri

Elastisitas harga sendiri untuk daging sapi secara umum seragam, baik dari

analisis secara keseluruhan maupun pengelompokan serta arah elastisitas, namun

terdapat beberapa perbedaan dalam besaran elastisitas. Secara lebih rinci

pembahasannya sebagai berikut:

1) Elastisitas harga sendiri daging sapi secara umum menunjukkan tanda negatif

dan bernilai kurang dari satu. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang

mempunyai arah negatif, dimana bila terjadi kenaikan harga daging sapi

menyebabkan permintaan terhadap daging sapi menurun. Nilai elastisitas harga

sendiri daging sapi secara umum sebesar -0,711 artinya setiap perubahan harga

daging sapi (menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah daging sapi

yang diminta berubah (meningkat/menurun) sebesar 7,11 persen.

2) Berdasarkan pengelompokan menurut pendapatan dapat diketahui bahwa nilai

elastisitas harga sendiri daging sapi lebih elastis pada mahasiswa kelas

pendapatan I. Nilai elastisitas harga sendiri daging sapi pada mahasiswa kelas

pendapatan I sebesar -1,305 artinya setiap perubahan harga daging sapi

59

(menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah daging sapi yang diminta

berubah (meningkat/menurun) dengan persentase yang lebih besar daripada

perubahan harganya yaitu 13,05 persen. Harga daging sapi yang relatif lebih

mahal menyebabkan mahasiswa kelas pendapatan I mengalokasikan proporsi

pengeluaran terkecilnya untuk konsumsi daging sapi (dapat dilihat pada Tabel

26). Hal ini juga menyebabkan bahwa perubahan harga daging sapi akan

memperoleh respon permintaan yang lebih kuat dari mahasiswa kelas

pendapatan I.

3) Berdasarkan pengelompokan menurut jenis kelamin, elastisitas permintaan

daging sapi pada mahasiswa perempuan lebih elastis. Mahasiswa perempuan

cenderung lebih mementingkan kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam

daging sapi dibandingkan mahasiswa laki-laki sehingga perubahan harga

daging sapi akan memperoleh respon permintaan yang lebih kuat dari

mahasiswa perempuan. Nilai elastisitas harga sendiri daging sapi pada

mahasiswa perempuan sebesar -0,836 artinya jika terdapat perubahan harga

daging sapi (meningkat/menurun) sebesar 10 persen permintaan daging sapi

akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 8,36 persen.

4) Berdasarkan pengelompokan menurut status tempat tinggal, elastisitas harga

sendiri daging sapi pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali lebih

elastis. Mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali cenderung terbiasa

mengonsumsi daging sapi saat di rumah sehingga ketika terjadi perubahan

harga mahasiswa kelompok ini memberikan respon permintaan yang lebih kuat.

Nilai elastisitas harga sendiri daging sapi pada mahasiswa yang tinggal di

rumah orangtua/wali sebesar -0,826 artinya setiap perubahan harga daging sapi

(menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah daging sapi yang diminta

berubah (meningkat/menurun) sebesar 8,26 persen.

5) Berdasarkan pengelompokan menurut asal daerah, elastisitas permintaan

daging sapi lebih elastis pada mahasiswa asal daerah pedesaan. Proporsi

pengeluaran daging sapi pada mahasiswa asal daerah pedesaan sangat rendah

dikarenakan daging sapi dianggap pangan yang hanya dikonsumsi pada waktu

tertentu seperti acara adat, syukuran, dan keagamaan. Namun apabila terjadi

perubahan harga daging sapi maka permintaan direspon lebih kuat dari

60

mahasiswa asal daerah pedesaan. Nilai elastisitas harga sendiri daging sapi

pada mahasiswa asal daerah pedesaan sebesar -1,179 artinya setiap perubahan

harga daging sapi (menurun/meningkat) perubahan harga daging sapi sebesar

10 persen maka jumlah daging sapi yang diminta akan berubah

(meningkat/menurun) dengan persentase yang lebih besar dari perubahan

harganya yaitu 11,79 persen.

6.3.1.2 Elastisitas Harga Silang

Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa seluruh elastisitas harga silang

daging sapi bernilai rendah yang menyebabkan keeratan hubungan daging sapi

dengan komoditas lainnya menjadi sangat lemah. Besaran nilai yang bertanda

positif dan negatif bervariasi menyebabkan terjadinya hubungan searah dalam

hubungan komplementer maupun substitusinya untuk hubungan timbal balik.

Pada tabel terlihat bahwa daging sapi secara umum mempunyai hubungan

komplementer (Eij bertanda negatif) dengan susu sapi. Tetapi di sisi lain juga

memiliki hubungan substitusi dengan daging ayam ras dan telur ayam ras (Eij

bertanda positif).

Hubungan komplementer terkuat terjadi pada hubungan daging sapi

terhadap susu sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I. Hubungan komplementer

menunjukkan apabila terjadi peningkatan harga susu sapi akan diikuti oleh

penurunan permintaan daging sapi. Tabel 28 juga menunjukkan nilai elastisitas

harga silang yang bertanda positif atau bersifat substitusi. Hubungan substitusi

terkuat terjadi pada hubungan daging sapi terhadap telur ayam ras pada

mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali. Hal ini berarti bahwa kenaikan

harga telur ayam ras akan menyebabkan mahasiswa yang tinggal di rumah

orangtua/wali lebih memilih meningkatkan konsumsi daging sapi.

6.3.1.3 Elastisitas Pendapatan

Hasil perhitungan elastisitas pendapatan yang disajikan pada Tabel 28

menunjukkan bahwa elastisitas pendapatan pada mahasiswa FEM umumnya

bernilai positif dan lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

daging sapi akan meningkat dengan persentase perubahan permintaan yang lebih

besar jika terjadi peningkatan pengeluaran daging sapi atau cenderung bersifat

61

elastis terhadap perubahan pegeluaran daging sapi. Ini berarti daging sapi

merupakan komoditas superior atau barang mewah. Hasil ini sejalan dengan

Budiar (2000), Kariyasa (2005), dan Budiwinarto (2011) yang mengatakan bahwa

elastisitas pendapatan daging sapi lebih besar dari satu mengartikan daging sapi

merupakan komoditas superior.

Berdasarkan tingkat pendapatan, nilai elastisitas pendapatan daging sapi

pada mahasiswa kelas pendapatan II lebih elastis dibandingkan dengan mahasiswa

kelas pendapatan lainnya. Proporsi pengeluaran daging sapi pada mahasiswa kelas

ini lebih rendah dikarenakan mahasiswa cenderung mengonsumsi pangan asal

ternak lain dengan proporsi yang lebih besar. Namun apabila terjadi perubahan

harga daging sapi maka permintaan daging sapi akan memperoleh respon

permintaan yang lebih kuat dari mahasiswa kelas pendapatan II. Nilai elastisitas

pendapatan daging sapi pada mahasiswa kelas pendapatan II sebesar 1,952 artinya

setiap terjadi perubahan (peningkatan/penurunan) pendapatan sebesar 10 persen

akan menyebabkan perubahan (peningkatan/penurunan) permintaan daging sapi

sebesar 19,52 persen. Lain halnya dengan mahasiswa kelas pendapatan III yang

cenderung terbiasa mengonsumsi daging sapi, nilai elastisitas pendapatannya

positif dan bersifat inelastis. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi perubahan

pendapatan maka jumlah daging sapi yang diminta lebih rendah daripada proporsi

perubahan pendapatannya.

Berdasarkan jenis kelamin, nilai elastisitas pendapatan daging sapi lebih

elastis pada mahasiswa perempuan. Mahasiswa perempuan memiliki kebutuhan

bukan bahan makanan yang lebih banyak dibandingkan mahasiswa laki-laki

sehingga perubahan pendapatan lebih cepat direspon terhadap jumlah permintaan

daging sapi. Nilai elastisitas pendapatan daging sapi pada mahasiswa perempuan

sebesar 1,866 artinya peningkatan pendapatan sebesar 10 persen menyebabkan

peningkatan permintaan daging sapi dengan persentase yang lebih besar dari

perubahan pendapatannya yaitu sebesar 18,66 persen.

Berdasarkan status tempat tinggal, nilai elastisitas pendapatan daging sapi

pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali lebih elastis. Daging sapi

merupakan salah satu pangan yang paling digemari mahasiswa yang tinggal di

rumah orangtua/wali sehingga perubahan pendapatan cenderung direspon lebih

62

cepat terhadap jumlah permintaan daging sapi. Nilai elastisitas pendapatan daging

sapi pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali sebesar 3,643 artinya

peningkatan pendapatan pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali

sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan permintaan daging sapi dengan

persentase yang lebih besar dari perubahan pendapatannya yaitu sebesar 36,43

persen.

Berdasarkan asal daerah, nilai elastisitas pendapatan daging sapi lebih

elastis pada mahasiswa asal daerah pedesaan. Daging sapi yang biasa dikonsumsi

pada waktu tertentu pada mahasiswa asal daerah pedesaan menyebabkan

perubahan pendapatan cenderung lebih cepat direspon terhadap jumlah

permintaan daging sapi. Nilai elastisitas pendapatan daging sapi pada mahasiswa

asal daearah pedesaan sebesar 1,958 artinya peningkatan pendapatan pada

mahasiswa asal daerah pedesaan sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan

permintaan daging sapi dengan persentase yang lebih besar dari perubahan

pendapatannya yaitu sebesar 19,58 persen.

6.3.2 Permintaan Daging Ayam Ras

Besaran dan arah elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang,

dan elastisitas pendapatan daging ayam ras, tercantum pada Tabel 29.

Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:

6.3.2.1 Elastisitas Harga Sendiri

Hasil perhitungan pada komoditas daging ayam ras menunjukkan tanda dan

arah elastisitas harga sendiri yang sama dan hanya berbeda pada besarannya.

Pembahasan secara lebih terincinya ialah sebagai berikut:

1) Tabel 29 menunjukkan bahwa nilai elastisitas harga sendiri untuk daging ayam

ras sebagian besar bertanda negatif dan bersifat inelatis. Tanda negatif sesuai

dengan hukum permintaan yang menunjukkan adanya korelasi negatif antara

harga suatu komoditas dengan jumlah permintaannya. Nilai elastisitas harga

sendiri daging ayam ras secara umum sebesar -0,254 artinya setiap perubahan

harga daging ayam ras (menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah

daging ayam ras yang diminta berubah (meningkat/menurun) sebesar 2,54

persen.

63

Nilai elastisitas harga sendiri daging ayam ras secara umum lebih rendah

dibandingkan dengan nilai elastisitas harga sendiri komoditas lainnya. Daging

ayam ras merupakan salah satu pangan asal ternak yang banyak tersedia di

warung makan maupun restoran dan memiliki produk olahan yang bervariasi.

Hal ini menyebabkan mahasiswa menganggap daging ayam ras sebagai

kebutuhan pokok sehingga permintaan daging ayam ras cenderung lebih stabil

terhadap perubahan harga. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hadini (2011)

yang menyatakan bahwa elastisitas harga daging ayam broiler bersifat inelastis

yang berarti barang kebutuhan pokok.

Tabel 29 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan

elastisitas pendapatan daging ayam ras berdasarkan kategori sosial

ekonomi

Kategori sosial ekonomi

Elastisitas

harga sendiri

(Eii)

Elastisitas harga silang (Eij)

terhadap: Elastisitas

pendapatan

(Eiy) Daging

sapi

Telur

ayam ras Susu sapi

1. Pendapatan

a. Kelas I -1.655 -4.007 -2.567 -1.867 0.598

b. Kelas II -0.231 -0.539 0.052 -0.713 0.446

c. Kelas III -0.779 -0.068 1.285 -0.774 1.184

2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki -0.406 -0.344 -0.027 -0.277 1.008

b. Perempuan -0.220 -0.623 0.324 -0.739 0.260

3. Status tempat tinggal

a. Kos/kontrak -0.289 -0.413 0.165 -0.724 0.430

b. Rumah orangtua/

wali 0.239 -2.006 0.584 -0.029 0.254

4. Asal daerah

a. Perkotaan -0.243 -0.544 0.103 -0.630 0.332

b. Pedesaan -0.500 -0.342 0.169 -0.622 1.112

Rata-rata -0.254 -0.570 0.186 -0.629 0.465

Sumber: Data primer, diolah (2014)

2) Berdasarkan pengelompokan menurut pendapatan, nilai elastisitas harga sendiri

daging ayam ras lebih elastis pada mahasiswa kelas pendapatan I. Pendapatan

yang rendah memberikan batasan pada mahasiswa untuk mengonsumsi suatu

barang sehingga ketika terjadi perubahan harga daging ayam ras maka

permintaan daging ayam ras akan direspon lebih kuat oleh mahasiswa kelas

pendapatan I. Nilai elastisitas harga sendiri daging ayam ras pada mahasiswa

kelas pendapatan I sebesar -1,655 artinya jika terdapat perubahan harga daging

64

ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10 persen, permintaan daging ayam ras

akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 16,55 persen.

3) Berdasarkan pengelompokan menurut jenis kelamin, mahasiswa laki-laki

memiliki nilai elastisitas harga sendiri daging ayam ras yang lebih elastis.

Mahasiswa laki-laki cenderung lebih mementingkan kesehatan/nilai gizi yang

terkandung dalam daging ayam ras sehingga perubahan harga daging ayam ras

akan direspon lebih kuat oleh mahasiswa laki-laki. Nilai elastisitas harga

sendiri daging ayam ras pada mahasiswa laki-laki sebesar -0,406 artinya jika

terdapat perubahan harga daging ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10

persen, permintaan daging ayam ras akan berubah (menurun/meningkat)

sebesar 4,06 persen.

4) Berdasarkan pengelompokan menurut status tempat tinggal, nilai elastisitas

harga sendiri daging ayam ras pada mahasiswa yang tinggal di rumah

orangtua/wali kecil dan bertanda positif. Daging ayam ras merupakan makanan

kesukaan bagi sebagian besar mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali

sehingga perubahan harga tidak terlalu mempengaruhi perubahan jumlah

permintaannya. Nilai elastisitas harga sendiri daging ayam ras pada mahasiswa

yang tinggal di rumah orangtua/wali sebesar 0,239 artinya jika terdapat

perubahan harga daging ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10 persen,

permintaan daging ayam ras hanya berubah (menurun/meningkat) sebesar 2,39

persen. Lain halnya dengan mahasiswa yang kos cenderung menghemat

pengeluarannya sehingga ketika terjadi penurunan harga maka permintaan

daging ayam ras meningkat dengan persentase yang lebih kecil.

5) Berdasarkan pengelompokan menurut asal daerah, nilai elastisitas harga sendiri

daging ayam ras lebih elastis pada mahasiswa asal daerah pedesaan.

Mahasiswa asal daerah pedesaan cenderung memilih pangan lain seperti

pangan nabati dibandingkan mengonsumsi daging ayam ras namun apabila

terjadi perubahan harga maka permintaan daging ayam ras direspon lebih kuat

dari mahasiswa asal daerah pedesaan. Nilai elastisitas harga sendiri daging

ayam ras pada mahasiswa asal daerah pedesaan sebesar -0,5 artinya jika

terdapat perubahan harga (meningkat/menurun) daging ayam ras sebesar 10

65

persen, jumlah daging ayam ras yang diminta akan berubah

(menurun/meningkat) sebesar 5 persen pada mahasiswa asal daerah perkotaan.

6.3.2.2 Elastisitas Harga Silang

Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa sebagian besar elastisitas harga

silang bernilai kurang dari satu dan terdapat variasi arah koefisien. Pada tabel

terlihat bahwa daging ayam ras secara umum mempunyai hubungan

komplementer dengan daging sapi dan susu sapi. Tetapi memiliki hubungan yang

bersifat substitusi antara daging ayam ras dengan telur ayam ras.

Hubungan komplementer terkuat terjadi pada hubungan daging ayam ras

terhadap daging sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I. Interpretasinya adalah

peningkatan harga daging sapi akan diikuti dengan penurunan permintaan daging

ayam ras. Hubungan substitusi terkuat terjadi pada hubungan daging ayam ras

terhadap telur ayam ras pada mahasiswa kelas pendapatan III. Interpretasinya

adalah peningkatan harga telur ayam ras akan diikuti dengan peningkatan

permintaan daging ayam ras pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali.

6.3.2.3 Elastisitas Pendapatan

Hasil perhitungan elastisitas pendapatan yang disajikan pada Tabel 29

menunjukkan bahwa daging ayam ras bersifat barang normal, yang berarti jika

terdapat peningkatan pendapatan maka jumlah permintaan daging ayam ras akan

meningkat. Nilai elastisitas pendapatan daging ayam ras secara umum tanpa

pengelompokan sebesar 0,465 artinya peningkatan/penurunan pendapatan

mahasiswa sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan/penurunan jumlah

permintaan daging ayam ras sebesar 4,65 persen.

Berdasarkan tingkat pendapatan, secara konsisten ditunjukkan bahwa nilai

elastisitas pendapatan daging ayam ras akan semakin elastis dengan semakin

tingginya tingkat pendapatan mahasiswa. Tingkat konsumsi daging ayam ras

meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan walaupun proporsi

pengeluarannya menurun. Hal ini dikarenakan peningkatan pendapatan

mahasiswa menyebabkan mahasiswa mengalokasikan untuk kebutuhan lain.

Namun apabila terjadi perubahan harga daging ayam ras maka permintaannya

66

akan memperoleh respon permintaan yang lebih kuat dari mahasiswa kelas

pendapatan III.

Berdasarkan jenis kelamin, nilai elastisitas pendapatan daging ayam ras

lebih elastis pada mahasiswa laki-laki. Kesadaran mahasiswa laki-laki terhadap

kesehatan/gizi yang terkandung dalam daging ayam ras menyebabkan mahasiswa

laki-laki cenderung lebih cepat merespon perubahan pendapatan terhadap jumlah

permintaan daging ayam ras. Nilai elastisitas pendapatan daging ayam ras pada

mahasiswa laki-laki sebesar 1,008 artinya peningkatan/penurunan pendapatan

mahasiswa laki-laki sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan/penurunan

jumlah permintaan daging ayam ras sebesar 10,08 persen.

Berdasarkan status tempat tinggal, nilai elastisitas pendapatan daging ayam

ras lebih elastis pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali. Mahasiswa

yang kos cenderung menghemat pengeluarannya sehingga perubahan pendapatan

akan direspon lebih cepat terhadap jumlah permintaan daging ayam ras. Elastisitas

pendapatan daging ayam ras pada mahasiswa yang kos sebesar 0,43 artinya

peningkatan/penurunan pendapatan mahasiswa yang kos sebesar 10 persen

menyebabkan peningkatan/penurunan jumlah permintaan daging ayam ras sebesar

4,3 persen.

Berdasarkan asal daerah, nilai elastisitas pendapatan daging ayam ras lebih

elastis pada mahasiswa asal daerah pedesaan. Mahasiswa asal daerah pedesaan

cenderung memilih pangan lain seperti pangan nabati dibandingkan mengonsumsi

daging ayam ras namun apabila terjadi perubahan pendapatan maka permintaan

daging ayam ras direspon lebih kuat dari mahasiswa asal daerah pedesaan.

Elastisitas pendapatan daging ayam ras pada mahasiswa asal daerah pedesaan

sebesar 1,112 artinya peningkatan/penurunan pendapatan mahasiswa asal daerah

perkotaan sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan/penurunan jumlah

permintaan daging ayam ras sebesar 11,12 persen

6.3.3 Permintaan Telur Ayam Ras

Besaran dan arah elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang,

dan elastisitas pendapatan telur ayam ras, tercantum dalam Tabel 30. Berdasarkan

tabel tersebut dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:

67

Tabel 30 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan

elastisitas pendapatan telur ayam ras berdasarkan kategori sosial

ekonomi

Kategori sosial ekonomi

Elastisitas

harga sendiri

(Eii)

Elastisitas harga silang (Eij)

terhadap: Elastisitas

pendapatan

(Eiy) Daging

sapi

Daging

ayam ras Susu sapi

1. Pendapatan

a. Kelas I -1.669 -1.497 -0.608 -1.049 0.029

b. Kelas II -0.533 -0.162 -0.132 -0.359 0.361

c. Kelas III -0.698 -0.296 0.146 0.045 -1.690

2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki -0.534 -0.094 -0.294 -0.103 0.435

b. Perempuan -0.547 -0.190 0.015 -0.373 0.023

3. Status tempat tinggal

a. Kos/kontrak -0.529 -0.190 -0.020 -0.381 0.312

b. Rumah orangtua/

wali -0.692 -0.010 -0.265 -0.083 -0.901

4. Asal daerah

a. Perkotaan -0.585 -0.150 -0.035 -0.346 0.446

b. Pedesaan 0.029 -0.175 -0.505 -0.531 -0.529

Rata-rata -0.564 -0.151 -0.060 -0.332 0.237

Sumber: Data primer, diolah (2014)

6.3.3.1 Elastisitas Harga Sendiri

1) Tabel 30 menunjukkan bahwa seluruh nilai elastisitas harga sendiri untuk telur

ayam ras bertanda negatif. Hal ini sesuai dengan hukum permintaan yang

menunjukkan adanya korelasi negatif antara harga suatu komoditas dengan

jumlah permintaannya. Nilai elastisitas harga sendiri telur ayam ras secara

umum sebesar -0,564 artinya setiap perubahan harga telur ayam

(menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah telur ayam yang diminta

berubah (meningkat/menurun) sebesar 5,64 persen.

2) Berdasarkan pengelompokan menurut pendapatan, nilai elastisitas harga

sendiri telur ayam ras lebih elastis pada mahasiswa kelas pendapatan I.

Pendapatan yang rendah memberikan batasan pada mahasiswa untuk

mengonsumsi suatu barang sehingga ketika terjadi perubahan harga telur ayam

ras maka permintaan telur ayam ras akan direspon lebih kuat oleh mahasiswa

kelas pendapatan I. Nilai elastisitas harga sendiri telur ayam ras pada

mahasiswa kelas pendapatan I sebesar -1,669 artinya jika terdapat perubahan

68

harga telur ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10 persen, permintaan telur

ayam ras akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 16,69 persen.

3) Berdasarkan pengelompokan menurut jenis kelamin, elastisitas permintaan

telur ayam ras pada mahasiswa perempuan lebih elastis. Mahasiswa

perempuan cenderung tidak menyukai telur ayam ras namun apabila terjadi

perubahan harga telur ayam ras maka permintaan telur ayam ras direspon lebih

kuat dari mahasiswa perempuan. Nilai elastisitas harga sendiri telur ayam ras

pada mahasiswa perempuan sebesar -0,547 artinya jika terdapat perubahan

harga telur ayam ras (meningkat/menurun) sebesar 10 persen, permintaan telur

ayam ras akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 5,47 persen.

4) Berdasarkan pengelompokan menurut status tempat tinggal, nilai elastisitas

harga sendiri telur ayam ras pada mahasiswa yang tinggal di rumah

orangtua/wali lebih elastis. Mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali

cenderung lebih memilih mengonsumsi pangan lain selain telur ayam ras

karena faktor kebiasaan pola makan di rumah. Namun apabila terjadi

perubahan harga maka permintaan telur ayam ras direspon lebih kuat dari

mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali . Nilai elastisitas harga sendiri

telur ayam ras pada mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali sebesar -

0,692 artinya jika terdapat perubahan harga telur ayam ras

(meningkat/menurun) sebesar 10 persen, permintaan telur ayam ras akan

berubah (menurun/meningkat) sebesar 6,92 persen.

5) Berdasarkan pengelompokan menurut asal daerah, nilai elastisitas harga

sendiri telur ayam ras pada mahasiswa asal daerah pedesaan kecil dan

bertanda positif. Telur ayam ras merupakan pangan asal ternak yang sering

dikonsumsi masyarakat asal daerah pedesaan karena harganya yang lebih

murah sehingga perubahan harga tidak terlalu mempengaruhi perubahan

jumlah permintaannya.

6.3.3.2 Elastisitas Harga Silang

Hubungan antara telur ayam ras dengan komoditas lainnya dapat dilihat dari

arah elastisitas harga silang pada Tabel 30. Elastisitas harga silang telur ayam ras

memiliki variasi tanda positif dan negatif. Pada tabel terlihat bahwa telur ayam ras

69

secara umum tanpa pengelompokan mempunyai hubungan komplementer (Eij

bertanda negatif) dengan daging ayam ras, telur ayam ras, dan susu sapi.

Hubungan komplementer terkuat terjadi pada hubungan telur ayam ras

terhadap daging sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I. Hubungan

komplementer mengartikan bahwa apabila terjadi kenaikan harga daging sapi

akan diikuti oleh penurunan permintaan telur ayam ras. Tabel 30 juga dapat

menunjukkan hubungan substitusi terkuat yang terjadi pada hubungan telur ayam

ras terhadap daging ayam ras pada mahasiswa kelas pendapatan III. Hal ini

mengartikan bahwa kenaikan harga daging ayam ras menyebabkan mahasiswa

kelas pendapatan III lebih memilih meningkatkan permintaan terhadap telur ayam

ras.

6.3.3.3 Elastisitas Pendapatan

Hasil perhitungan elastisitas pendapatan yang disajikan pada Tabel 30

menunjukkan bahwa sebagian besar elastisitas pendapatan telur ayam ras bertanda

positif dan bernilai kurang dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi telur

ayam ras akan meningkat dengan persentase perubahan permintaan yang lebih

kecil jika terjadi perubahan pengeluaran atau mahasiswa menganggap telur ayam

ras sebagai kebutuhan paling mendasar sama halnya dengan daging ayam ras.

Nilai elastisitas pendapatan telur ayam ras secara umum tanpa pengelompokan

sebesar 0,237. Interpretasinya adalah peningkatan/penurunan pendapatan

mahasiswa sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan/penurunan jumlah

permintaan telur ayam ras sebesar 2,37 persen. Sebagian besar elastisitas

pendapatan telur ayam ras bernilai kurang dari satu dan memiliki nilai terendah

dibandingkan komoditas lain. Hal ini menunjukkan bahwa telur ayam ras

merupakan pangan asal ternak yang dianggap sebagai kebutuhan paling mendasar

bagi mahasiswa.

Berdasarkan tingkat pendapatan, elastisitas pendapatan pada mahasiswa

kelas pendapatan I dan II bertanda positif sedangkan elastisitas pendapatan kelas

pendapatan III bertanda negatif. Hal ini mengartikan bahwa mahasiswa kelas

pendapatan rendah dan sedang menganggap telur ayam ras sebagai barang normal

sedangkan mahasiswa kelas pendapatan III menganggap telur ayam ras sebagai

70

barang inferior. Penurunan permintaan ketika terjadi peningkatan pendapatan pada

mahasiswa kelas pendapatan III mengindikasikan bahwa mahasiswa kelas ini

lebih memilih untuk konsumsi barang yang selalu ingin dibeli tetapi tidak mampu

dibelinya saat pendapatannya lebih rendah.

Berdasarkan jenis kelamin, nilai elastisitas pendapatan telur ayam ras lebih

elastis pada mahasiswa laki-laki. Kesadaran mahasiswa laki-laki terhadap

kesehatan/gizi yang terkandung dalam telur ayam ras menyebabkan mahasiswa

laki-laki cenderung lebih cepat merespon perubahan pendapatan terhadap jumlah

permintaan telur ayam ras. Nilai elastisitas pendapatan telur ayam ras pada

mahasiswa laki-laki sebesar 0,435 artinya peningkatan/penurunan pendapatan

mahasiswa laki-laki sebesar 10 persen akan menyebabkan peningkatan/penurunan

jumlah permintaan telur ayam ras sebesar 4,35 persen.

Berdasarkan status tempat tinggal, nilai elastisitas pendapatan pada

mahasiswa yang kos bertanda positif sedangkan elastisitas pendapatan yang

tinggal di rumah orangtua/wali bertanda negatif. Hal ini mengartikan bahwa

mahasiswa yang kos menganggap telur ayam ras sebagai barang normal

sedangkan mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali menganggap telur

ayam ras sebagai barang inferior. Elastisitas pendapatan telur ayam ras pada

mahasiswa yang tinggal di rumah orangtua/wali sebesar -0,901 artinya

peningkatan/penurunan pendapatan mahasiswa sebesar 10 persen menyebabkan

penurunan/peningkatan jumlah permintaan telur ayam ras sebesar 9,01 persen.

Berdasarkan asal daerah, nilai elastisitas pendapatan telur ayam ras pada

mahasiswa asal daerah perkotaan bertanda positif sedangkan elastisitas

pendapatan asal daerah pedesaan bertanda negatif. Hal ini mengartikan bahwa

mahasiswa yang asal daerah perkotaan menganggap telur ayam ras sebagai barang

normal sedangkan mahasiswa asal daerah pedesaan menganggap telur ayam ras

sebagai barang inferior. Elastisitas pendapatan telur ayam ras pada mahasiswa asal

daerah pedesaan sebesar -0,529 artinya peningkatan/penurunan pendapatan

mahasiswa sebesar 10 persen menyebabkan penurunan/peningkatan jumlah

permintaan telur ayam ras sebesar 5,29 persen.

71

6.3.4 Permintaan Susu Sapi

Besaran dan arah elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang,

dan elastisitas pendapatan susu sapi tercantum pada Tabel 31. Berdasarkan tabel

tersebut dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:

Tabel 31 Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan

elastisitas pendapatan susu sapi berdasarkan kategori sosial ekonomi

Kategori sosial ekonomi

Elastisitas

harga sendiri

(Eii)

Elastisitas harga silang (Eij)

terhadap: Elastisitas

pendapatan

(Eiy) Daging

sapi

Daging

ayam ras

Telur ayam

ras

1. Pendapatan

a. Kelas I -1.619 -2.165 -0.295 -1.341 2.547

b. Kelas II -1.009 -0.197 -0.041 0.025 2.179

c. Kelas III -1.241 0.174 -0.401 0.902 2.021

2. Jenis Kelamin

a. Laki-laki -0.824 -0.253 -0.058 0.112 1.470

b. Perempuan -1.134 -0.217 0.085 0.115 2.436

3. Status tempat tinggal

b. Kos/kontrak -0.999 -0.201 -0.005 0.057 2.317

b. Rumah orangtua/

wali -0.984 -0.801 0.338 0.358 1.437

4. Asal daerah

a. Perkotaan -1.102 -0.206 0.131 0.011 2.318

b. Pedesaan -0.852 -0.262 -0.159 0.116 2.156

Rata-rata -1.042 -0.227 0.054 0.074 2.231

Sumber: Data primer, diolah (2014)

6.3.4.1 Elastisitas Harga Sendiri

Elastisitas harga sendiri untuk susu sapi secara umum seragam, baik dari

analisis secara keseluruhan maupun pengelompokan serta arah koefisien dari

elastisitas, namun terdapat pula beberapa perbedaan dalam nilai besaran elastisitas.

Secara lebih rinci pembahasannya sebagai berikut :

1) Elastisitas harga sendiri susu sapi secara umum menunjukkan tanda negatif.

Hal ini sesuai dengan sifat kurva permintaan yang mempunyai arah negatif,

dimana bila terjadi kenaikan harga susu sapi menyebabkan permintaan

terhadap susu sapi menurun. Nilai elastisitas harga sendiri susu sapi secara

umum sebesar -1,042 artinya setiap perubahan harga susu sapi

(menurun/meningkat) sebesar 10 persen maka jumlah daging sapi yang

diminta berubah (meningkat/menurun) sebesar 10,42 persen. Nilai elastisitas

72

harga sendiri susu sapi tertinggi dibandingkan elastisitas harga sendiri

komoditas lainnya. Ini berarti konsumsi susu sapi paling responsif

dibandingkan komoditas lainnya bila terjadi perubahan harga.

2) Berdasarkan pengelompokan menurut pendapatan dapat diketahui bahwa nilai

elastisitas harga sendiri susu sapi lebih elastis pada mahasiswa kelas

pendapatan I. Harga susu sapi yang mahal menyebabkan mahasiswa kelas

pendapatan I tidak mengonsumsi susu sapi lebih banyak dari mahasiswa kelas

pendapatan lainnya. Namun apabila terjadi perubahan harga susu sapi maka

permintaannya akan direspon lebih kuat dari mahasiswa kelas ini. Nilai

elastisitas harga sendiri susu sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I sebesar

-1,619, artinya setiap perubahan harga susu sapi (menurun/meningkat)

sebesar 10 persen, maka jumlah susu sapi yang diminta berubah

(meningkat/menurun) dengan persentase yang lebih besar daripada perubahan

harganya yaitu 16,19 persen.

3) Berdasarkan pengelompokan menurut jenis kelamin, elastisitas permintaan

susu sapi pada mahasiswa perempuan lebih elastis dibandingkan dengan

mahasiswa laki-laki. Mahasiswa perempuan cenderung lebih mementingkan

kesehatan/nilai gizi yang terkandung dalam susu sapi dibandingkan

mahasiswa laki-laki sehingga perubahan harga susu sapi akan memperoleh

respon permintaan yang lebih kuat dari mahasiswa perempuan. Nilai

elastisitas harga sendiri susu sapi pada mahasiswa perempuan sebesar -1,134

artinya jika terdapat perubahan harga susu sapi (meningkat/menurun) sebesar

10 persen permintaan permintaan susu sapi akan berubah

(menurun/meningkat) sebesar 11,34 persen.

4) Berdasarkan pengelompokan menurut status tempat tinggal, elastisitas harga

sendiri susu sapi pada mahasiswa yang kos lebih elastis. Mahasiswa yang kos

cenderung terbiasa mengonsumsi susu sapi dikarenakan aktivitas yang padat

tidak memungkinkan untuk makan. Hal ini menyebabkan perubahan harga

susu sapi akan memperoleh respon permintaan yang lebih kuat dari

mahasiswa yang kos. Nilai elastisitas harga sendiri susu sapi pada mahasiswa

yang kos sebesar -0,999 artinya jika terdapat perubahan harga susu sapi

73

(meningkat/menurun) sebesar 10 persen permintaan permintaan susu sapi

akan berubah (menurun/meningkat) sebesar 9,99 persen.

5) Berdasarkan pengelompokan menurut asal daerah, elastisitas permintaan susu

sapi lebih elastis pada mahasiswa asal daerah perkotaan. Mahasiswa asal

daerah perkotaan terbiasa mengonsumsi susu sapi sebgai kebutuhan sehari-

harinya sehingga ketika terjadi perubahan harga mahasiswa kelompok ini

memberikan respon permintaan yang lebih kuat. Nilai elastisitas harga sendiri

susu sapi pada mahasiswa asal daerah perkotaan sebesar -1,1235 artinya setiap

perubahan harga susu sapi (menurun/meningkat) perubahan harga susu sapi

sebesar 10 persen maka jumlah susu sapi yang diminta akan berubah

(meningkat/menurun) dengan persentase yang lebih besar dari perubahan

harganya yaitu 11,235 persen.

6.3.4.2 Elastisitas Harga Silang

Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui bahwa seluruh elastisitas harga silang

susu sapi bernilai rendah yang menyebabkan keeratan hubungan susu sapi dengan

komoditas lainnya menjadi sangat lemah. Besaran nilai yang bertanda positif dan

negatif bervariasi menyebabkan terjadinya hubungan searah dalam hubungan

komplementer maupun substitusinya untuk hubungan timbal balik. Pada tabel

terlihat bahwa susu sapi secara umum mempunyai hubungan substitusi (Eij

bertanda positif) dengan telur ayam ras dan susu sapi. Tetapi di sisi lain juga

memiliki hubungan komplementer (Eij bertanda negatif) dengan daging sapi.

Hubungan komplementer terkuat terjadi pada hubungan susu sapi terhadap

daging sapi pada mahasiswa kelas pendapatan I. Hal ini berarti bahwa peningkatan

harga daging sapi akan diikuti dengan penurunan permintaan susu sapi. Hubungan

substitusi terkuat terjadi pada hubungan susu sapi terhadap telur ayam ras pada

mahasiswa kelas pendapatan III. Hal ini berarti apabila harga telur ayam ras naik

maka mahasiswa kelas pendapatan III akan meningkatkan konsumsi susu sapi.

Sebagian besar nilai elastisitas harga silang kurang dari satu yang berarti pengaruh

perubahan harga komoditas lainnya tidak terlalu mempengaruhi jumlah

permintaan susu sapi.

74

6.3.4.3 Elastisitas Pendapatan

Hasil perhitungan elastisitas pendapatan susu sapi yang disajikan pada Tabel

31 menunjukkan bahwa elastisitas pendapatan pada mahasiswa FEM umumnya

bernilai positif dan lebih besar dari satu. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi

susu sapi akan meningkat dengan persentase perubahan permintaan yang lebih

besar jika terjadi peningkatan pengeluaran susu sapi. Bila dibandingkan dengan

elastisitas pendapatan komoditas lainnya, nilai elastisitas pendapatan susu sapi

merupakan nilai tertinggi. Ini berarti susu sapi dianggap lebih superior atau barang

mewah jika dibandingkan dengan komoditas lainnya. Dengan kata lain,

peningkatan pendapatan menyebabkan proporsi pengeluaran susu sapi lebih besar

dibandingkan komoditas lainnya.

Berdasarkan tingkat pendapatan, secara konsisten ditunjukkan bahwa nilai

elastisitas pendapatan susu sapi akan semakin elastis dengan semakin rendahnya

tingkat pendapatan mahasiswa. Hal ini mengartikan bahwa semakin tinggi

pendapatan mahasiswa, maka mahasiswa tersebut cenderung lebih menganggap

susu sapi sebagai kebutuhan mendasarnya. Pernyataan tersebut dapat tercermin

dari Tabel 24 dan 27 yang menunjukkan tingkat konsumsi dan proporsi

pengeluaran susu sapi yang semakin besar seiring dengan meningkatnya

pendapatan.

Berdasarkan jenis kelamin, nilai elastisitas pendapatan susu sapi lebih

elastis pada mahasiswa perempuan. Mahasiswa perempuan memiliki kebutuhan

bukan bahan makanan yang lebih banyak dibandingkan mahasiswa laki-laki

sehingga perubahan pendapatan lebih cepat direspon terhadap jumlah permintaan

susu sapi. Nilai elastisitas pendapatan susu sapi pada mahasiswa perempuan

sebesar 2,436 artinya adalah peningkatan pendapatan pada mahasiswa perempuan

sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan permintaan susu sapi dengan

persentase yang lebih besar dari perubahan pendapatannya yaitu sebesar 24,36

persen.

Berdasarkan status tempat tinggal, nilai elastisitas pendapatan susu sapi

pada mahasiswa yang kos lebih elastis. Mahasiswa yang kos cenderung terbiasa

mengonsumsi susu sapi dikarenakan aktivitas yang padat sehingga mahasiswa

yang kos cenderung lebih cepat merespon perubahan pendapatan terhadap jumlah

75

permintaan susu sapi. Elastistas pengeluaran susu sapi pada mahasiswa yang kos

sebesar 2,317 artinya peningkatan pendapatan pada mahasiswa yang kos sebesar

10 persen menyebabkan peningkatan permintaan susu sapi dengan persentase

yang lebih besar dari perubahan pendapatannya yaitu sebesar 23,17 persen.

Berdasarkan asal daerah, nilai elastisitas pendapatan susu sapi lebih elastis pada

mahasiswa asal daerah perkotaan. Mahasiswa asal daerah perkotaan terbiasa

mengonsumsi susu sapi sebgai kebutuhan sehari-harinya sehingga ketika terjadi

perubahan pendapatan mahasiswa kelompok ini memberikan respon permintaan

yang lebih kuat. Elastisitas pendapatan susu sapi pada mahasiswa asal daerah

perkotaan sebesar 2,318 artinya peningkatan pendapatan pada mahasiswa asal

daerah perkotaan sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan permintaan susu

sapi dengan persentase yang lebih besar dari perubahan pendapatannya yaitu

sebesar 23,18 persen.

76

VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

1. Pola konsumsi pangan asal ternak mahasiswa FEM IPB yaitu semakin tinggi

pendapatan mahasiswa maka semakin rendah proporsi pengeluaran pangan asal

ternak yang dialokasikan dari total pengeluaran mahasiswa. Proporsi

pengeluaran pangan asal ternak sebesar 38,99 persen dari total pengeluaran

bahan makanan. Proporsi terhadap total pengeluaran pangan asal ternak

mulai dari yang paling besar adalah daging ayam ras, susu sapi, telur ayam

ras, dan daging sapi. Konsumsi pangan asal ternak cenderung lebih tinggi

dikonsumsi oleh mahasiswa kelas pendapatan III. Konsumsi daging sapi dan

susu sapi cenderung lebih tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa perempuan

sedangkan konsumsi daging ayam ras dan telur ayam ras cenderung lebih

tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa laki-laki. Daging sapi dan daging ayam

ras cenderung lebih tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa yang tinggal di

rumah orangtua/wali dan mahasiswa asal daerah perkotaan. Konsumsi telur

ayam ras cenderung lebih tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa yang kos dan

mahasiswa asal daerah pedesaan. Konsumsi susu sapi cenderung lebih

tinggi dikonsumsi oleh mahasiswa yang kos dan mahasiswa asal daerah

pedesaan.

2. Variabel harga sendiri, harga daging ayam ras, harga telur ayam ras, dan total

pengeluaran cenderung dominan berpengaruh secara signifikan terhadap

permintaan pangan asal ternak.

3. Elastisitas harga sendiri daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras

bersifat inelastis sedangkan elastistas harga sendiri susu sapi bersifat elastis.

Sebagian besar elastisitas harga silang bertanda negatif yang menunjukkan

bahwa pangan asal ternak memiliki hubungan komplementer. Elastisitas

pendapatan daging ayam ras dan telur ayam ras bernilai kurang dari satu

yang mengartikan bahwa komoditas tersebut merupakan kebutuhan pokok.

Elastisitas pendapatan daging sapi dan susu sapi bernilai lebih besar dari

satu yang mengartikan bahwa komoditas tersebut dianggap barang mewah.

77

7.2 Saran

1. Daging ayam ras memiliki proporsi pengeluaran terbesar dibandingkan

pangan asal ternak lainnya. Hal ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

penjual makanan di sekitar kampus IPB untuk membuat inovasi produk

olahan daging ayam.

2. Elastisitas permintaan terhadap harga dan pengeluaran lebih elastis pada

susu sapi dibandingkan pangan asal ternak lainnya. Hal ini diharapkan dapat

menjadi masukan bagi produsen susu sapi untuk meningkatkan konsumsi

susu sapi pada mahasiswa dengan cara menstabilkan harga susu sapi,

membuat segmentasi produk susu sapi, dan meningkatkan kualitas susu sapi.

3. Model AIDS disarankan untuk lebih sering digunakan dalam menganalisis

pola konsumsi, permintaan suatu komoditas serta mengetahui elastisitas

permintaanya. Selain karena metode pendugaan yang sederhana, hasil

analisisnya lebih menyeluruh untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan suatu komoditas dengan komoditas lainnya.

4. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menambah variabel harga

komoditas lain (subtistusi/komplementer) seperti beras, kambing, itik,

makanan laut, dan lain-lain serta menggunakan objek penelitian yang lebih

luas dengan jumlah responden yang lebih besar.

78

DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari B. 2010. Pangan Hewani (Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi).

Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

Aprilian R. 2010. Pola Konsumsi Pangan Hewani dan Status Gizi Remaja SMA

dengan Status Sosial Ekonomi Berbeda di Bogor [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Ariansyah J. 2008. Perilaku Konsumsi Mahasiswa IPB Terhadap Daging Ayam

Olahan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Bakrie B, Suwandi, Setiabudi D, Sarjoni. 2008. Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Preferensi Konsumen Terhadap Produk Peternakan di

Wilayah Perkotaan DKI Jakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan

dan Veteriner [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].

Jakarta (ID): Departemen Pertanian. hlm 854-861; [diunduh 2014 Feb 13].

Tersedia pada: http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks /semnas/

pro08-135.pdf

Bilas RA. 1989. Teori Mikro Ekonomi: Ed ke-2. Hutauruk G, penerjemah;

Sumiharti Y, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari:

Microeconomics Theory.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor

37 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia.

Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [internet]. [diunduh pada 2014 Mar 8].

Tersedia pada http://www.bps.go.id.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Rata-rata Konsumsi Protein (gram) per Kapita

Menurut Kelompok Makanan 1999, 2002-2013. Jakarta (ID): Badan Pusat

Statistik. [internet]. [diunduh pada 2014 Jan 30]. Tersedia pada

http://www.bps.go.id.

Budiar S. 2000. Analisis Permintaan dan Konsumsi Sumber Protein Hewani

Rumah Tangga di Pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Budiwinarto K. 2011. Penerapan model Almost Ideal Demand System (AIDS)

pada Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Nelayan di Kecamatan Tambak

Kabupaten Banyumas. Smoothing. 6(11): 27-39.

Bueche FJ, Hecht E. 2006. Schaum’s Outlines Teori dan Soal-soal FISIKA

UNIVERSITAS Edisi Kesepuluh. Indriasari R, penerjemah; Simarmata L,

editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Schaum’ Outline

of Theory and Problems of COLLEGE PHYSICS Tenth Edition.

Deaton A, Muellbauer J. 1980. An Almost Ideal Demand System. American

Economic Review. 70 (3) : 312-326.

79

___________________. 1980b. Economics and Consumer Behavior. London

(GB): Cambridge University Press.

[DEPKES] Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.

Jakarta (ID): Bhratara Karya Aksara.

Firdaus M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): Bumi

Aksara.

Hadini HA, Nurtini S, Sulastri E. 2011. Analisis Permintaan dan Prediksi

Konsumsi serta Produksi Daging Broiler di Kota Kendari Propinsi Sulawesi

Tenggara. Buletin Peternakan. 35(3): 202-207.

Hardinsyah, Riyadi H, Napitupulu V. 2012. Kecukupan Energi, Protein, Lemak,

dan Karbohidrat. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB dan

Departemen Gizi FK UI.

Kamaruddin A. 1990. Sumbangan Pangan Ternak untuk Gizi Masyarakat.

Prosiding: Simposium Pangan dan Gizi, serta Konggres IV Perhimpunan

Peminat Pangan dan Gizi Indonesia; 1989 Sep 26-28; Padang, Indonesia.

Bogor (ID): Puslitbang Gizi. hlm 207-212.

Kariyasa, K. (2004). Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di

Indonesia Sebelum dan saat Krisis Ekonomi: Suatu Analisis Proyeksi

Swasembada Daging Sapi 2005. SOCA (SOCIO-ECONOMIC OF

AGRICULTURRE AND AGRIBUSINESS). 4(3): 1-21.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2009. Rancangan Rencana Strategis

Kementerian Pertanian Tahun 2010 – 2014. [internet]. [diunduh pada 2

Februari 2014]. Tersedia pada http://www.deptan.go.id/ .

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1994. Risalah Widyakarya Pangan

dan Gizi V. Jakarta, 20-22 Apr 1993. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia.

Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Wasana AJ, Kirbrandoko,

penerjemah. Pengantar Mikroekonomi Jilid I. Jakarta (ID): Binarupa Aksara.

Terjemahan dari: Economics 10th ed.

Nicholson W. 1999. Teori Ekonomi Makro. Edisi ke-2. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Nicholson W. 2002. Mahendra IGNB, Aziz A, penerjemah. Mikroekonomi

Intermediate dan Aplikasinya Edisi Kedelapan. Yogyakarta (ID): Erlangga.

Terjemahan dari : Intermediate Microeconomics and Its Application.

Nugraheni M. 2013. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Yogyakarta (ID): Graha

Ilmu.

80

Oni OA, Fashogbon AE. 2013. Heterogeneity in Rural Household Food Demand

and Its Determinants in Ondo State, Nigeria: An Application of Quadratic

Almost Ideal Demand System. Journal of Agricultural Science. 5(2): 169-

177.

Pindyck RS, Rubinfeld DL. 2009. Mikroekonomi Edisi Keenam Jilid 1. Dewi NK,

penerjemah; Sarwiji B, editor. Jakarta (ID): Indeks. Terjemahan dari:

Microeconomic Sixth Edition.

Prasetyo E, Mukson, Ekowati T, Setiadi A. 2005. Pengaruh Faktor Penawaran dan

Permintaan Terhadap Ketahaan Pangan Hewani Asal Ternak di Jawa

Tengah. Journal of Animal Agricultural Socio-economics. 1(1): 1-7.

Pratiwi LD. 2002. Pola Konsumsi Daging dan Telur Rumah Tangga di Kabupaten

Rembang, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ramdhiani H. 2008. Analisis Permintaan Telur Ayam Ras dan Ayam Buras di

Propinsi DKI Jakarta : Penerapan Model Almost Ideal Demand System

dengan Data Susenas 2005. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Singarimbum M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES.

Sitepu RK, Sinaga BM. 2006. Aplikasi Model Ekonometrika: Estimasi, Simulasi

dan Peramalan Menggunakan Program SAS. Bogor (ID): Program Studi

Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Jakarta

(ID): Raja Grafindo Persada.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.

Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen

Pendidikan Nasional.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada

University Press.

Sriwijayanti E. 2004. Analisis Pola Permintaan dan Pengeluaran Konsumsi Buah-

Buahan di DKI Jakarta. Forum Pascasarjana. 27(2): 159-175.

Sudono A, Hardjosworo PS, Eidman HM, Muhilal. 1989. Peranan Bahan

Makanan Hewani Guna Mencapai Kecukupan Gizi. Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi. Jakarta: LIPI.

Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam

Pemasaran. Jakarta (ID): Ghalia Indonesia

Tarwotjo CS. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta (ID): Gramedia

Widiasarana Indonesia.

No

N

am

a

Pan

gan

Ener

gi

Pro

tein

L

em

ak

Kar

bo

hid

rat

Kal

siu

m

Fo

sfo

r B

esi

Vit

. A

V

it.

B

Vit

. C

A

ir

UR

T

Kal

g

g

g

m

g

mg

M

g

RE

m

g

mg

G

N

am

a

Kri

teri

a B

erat

(g)

1

Dag

ing

Ayam

3

02

18

.2

25

0

14

20

0

1.5

2

78

0.0

8

0

76

.7

1

po

tong

se

dan

g

50

2

Dag

ing S

api

20

7

18

.8

14

0

11

17

0

2.8

9

0

.08

0

66

1

po

tong

se

dan

g

50

3

Tel

ur

Ayam

1

62

12

.8

11

.5

0.7

5

4

18

0

2.7

3

09

0.1

0

7

.4

1 b

uti

r se

dan

g

60

4

Susu

Sap

i 6

1

3.2

3

.5

4.3

1

43

60

1.7

4

5

0.0

3

1

88

.3

1

gel

as

sed

ang

2

00

81

[TPB] Tingkat Persiapan Bersama. 2011. TPB dalam Angka 2009/2010. Bogor

(ID): Tingkat Persiapan Bersama. [internet]. [diunduh 2014 Feb 4]. Tersedia

pada http://tpb.ipb.ac.id/tpb-dalam-angka/category/15-tpb-dalam-angka

____________________________. 2012. TPB dalam Angka 2010/2011. Bogor

(ID): Tingkat Persiapan Bersama. [internet]. [diunduh 2014 Feb 4]. Tersedia

pada http://tpb.ipb.ac.id/tpb-dalam-angka/category/20-tpb-dalam-angka

____________________________. 2013. TPB dalam Angka 2011/2012. Bogor

(ID): Tingkat Persiapan Bersama. [internet]. [diunduh 2014 Februari 4].

Tersedia pada http://tpb.ipb.ac.id/tpb-dalam-angka/category/38-tpb-dalam-

angka-20112012

Wardani TPK. 2007. Analisis Pola Konsumsi dan Permintaan Buah pada Tingkat

Rumah Tangga di Pulau Jawa Penerapan Model Almost Ideal Demand

System (AIDS) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

82

83

LAMPIRAN

84

Lam

pir

an 1

. T

abel

Kom

posi

si P

angan

Asa

l T

ernak

No

N

am

a P

angan

Ener

gi

Pro

tein

L

em

ak

Kar

bo

hid

rat

Kal

siu

m

Fo

sfo

r B

esi

Vit

. A

V

it.

B

Vit

. C

A

ir

UR

T

Kal

g

g

g

m

g

mg

m

g

RE

m

g

mg

g

N

am

a

Kri

teri

a B

erat

(g)

1

Dag

ing A

yam

3

02

18

.2

25

0

14

20

0

1.5

2

78

0.0

8

0

76

.7

1 p

oto

ng

sed

ang

5

0

2

Dag

ing S

api

20

7

18

.8

14

0

11

17

0

2.8

9

0

.08

0

66

1 p

oto

ng

sed

ang

5

0

3

Tel

ur

Ayam

1

62

12

.8

11

.5

0.7

5

4

18

0

2.7

3

09

0.1

0

7

.4

1 b

uti

r se

dan

g

60

4

Susu

Sap

i

61

3.2

3

.5

4.3

1

43

60

1.7

4

5

0.0

3

1

88

.3

1 g

elas

se

dan

g

20

0

Su

mb

er:

Dep

arte

men

Kese

hat

an R

epub

lik I

nd

onesi

a (1

99

2)

85

Lampiran 2. Distribusi jumlah sampel dengan perbedaan karakteristik

No Karakteristik Jumlah sampel

1 P-K-D-S 5

2 P-K-D-T 3

3 P-K-KO-R 20

4 P-K-KO-S 27

5 P-K-KO-T 8

6 P-TK-KO-R 6

7 P-TK-KO-S 10

8 P-TK-KO-T 3

9 L-K-D-R 1

10 L-K-D-S 4

11 L-K-D-T 1

12 L-K-KO-R 6

13 L-K-KO-S 10

14 L-K-KO-T 8

15 L-TK-D-R 2

16 L-TK-KO-R 4

17 L-TK-KO-S 3

18 L-TK-KO-T 1

Total 122

Keterangan: P: Perempuan; L: Laki-laki; K: Kos/kontrak; TK: Rumah

orangtua/wali; KO: Kota; D: Desa; R: Rendah; S: Sedang; T: Tinggi

86

87

Lampiran 3. Kuesioner penelitian

No Responden: Tanggal :

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Jl. Kamper Level 4 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor 16680

KUISIONER PENELITIAN

Petunjuk : Isi dan pilihlah salah satu jawaban dengan memberikan tanda (v)

A. Karakteristik Responden

1. Nama Responden :

2. Departemen :

3. Semester :

4. Nomor telepon/ HP :

5. Tempat Tinggal : Kost / Tidak Kost (pilih salah satu)

6. Alamat di Bogor :

7. Alamat Asal :

8. Asal daerah : [ ] pedesaan [ ] perkotaan

9. Usia : ......... tahun

10. Jenis Kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan

11. Status Pernikahan : [ ] Belum menikah [ ] Menikah

12. Agama :

13. Jumlah anggota keluarga :

14. Pendapatan perbulan (kiriman orangtua dan pendapatan pribadi apabila

telah bekerja) :

[ ] < Rp 500.000 = Rp

[ ] Rp 500.000 - Rp 1.000.000 = Rp

[ ] Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 = Rp

[ ] > Rp 1.500.000 = Rp

15. Apakah saat ini Anda sedang mendapatkan beasiswa?

[ ] Ya, sebutkan............... [ ] Tidak

Kuisioner ini digunakan untuk penelitian Analisis Pola Konsumsi Mahasiswa

Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Terhadap Pangan Asal Ternak

oleh Agustin Neorima, mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Kami mohon partisipasi Saudara/i untuk mengisi kuisioner ini dengan teliti dan

lengkap sehingga dapat menjadi data yang objektif. Informasi ini dijamin

kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan, dan tidak untuk kepentingan

politis. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

88

16. (Jika Ya,) Berapa besar beasiswa yang Anda peroleh saat ini?

Rp......................... perbulan

B. Perilaku Konsumsi Pangan Asal Ternak

1. Pengeluaran untuk makan perbulan:

[ ] < Rp 500.000 = Rp

[ ] Rp 500.000 - Rp 1.000.000 = Rp

[ ] Rp 1.000.001 – Rp 1.500.000 = Rp

[ ] > Rp 1.500.000 = Rp

2. Dalam sehari berapa kali Anda makan? Sebutkan waktunya.

[ ] 1 kali/ hari

[ ] 2 kali/ hari

[ ] 3 kali/ hari

[ ] > 3 kali/ hari

3. Apakah Anda sedang dalam program diet?

[ ] Ya [ ] Tidak

4. Apakah ada pengaruh jumlah uang yang tersisa di akhir bulan terhadap

perubahan pola makan?

[ ] Ya [ ] Tidak

5. Pangan asal ternak apa yang paling sering Anda konsumsi?

[ ] Daging sapi [ ] Daging ayam

[ ] Ikan [ ] Telur

[ ] Susu [ ] Lainnya, sebutkan..............................

6. Jenis masakan daging sapi apa yang paling sering Anda konsumsi?

[ ] Sup [ ] Soto

[ ] Rendang [ ] Dendeng

[ ] Sate [ ] Lainnya, sebutkan..............................

7. Berapa kisaran harga daging sapi yang biasa Anda konsumsi?

± Rp..........................per porsi

8. Dimana biasanya Anda membeli daging sapi?

[ ] Restoran

[ ] Warung makan

[ ] Warung tenda

[ ] Kantin kampus

[ ] Lainnya, sebutkan..................................................

Alasan:…………………………………………………………................

9. Apa yang sering Anda pertimbangkan dalam pemilihan tempat pembelian

daging sapi?

[ ] Rasanya enak

[ ] Kebersihan tempat

[ ] Harga murah

[ ] Kualitas terjamin

[ ] Pelayanan memuaskan

[ ] Lainnya, sebutkan..................................................

10. Apa yang memotivasi Anda mengkonsumsi daging sapi?

[ ] Kesehatan/nilai gizi

[ ] Makanan kesukaan

[ ] Harga

89

[ ] Lainnya, sebutkan..................................................

11. Jenis masakan daging ayam negeri (ras) apa yang paling sering Anda

konsumsi?

[ ] Sup [ ] Soto

[ ] Bakar [ ] Goreng

[ ] Sate [ ] Lainnya, sebutkan............................

12. Berapa kisaran harga daging ayam negeri yang biasa Anda konsumsi?

± Rp..........................per potong

13. Dimana biasanya Anda membeli daging ayam negeri?

[ ] Restoran

[ ] Warung makan

[ ] Warung tenda

[ ] Kantin kampus

[ ] Lainnya, sebutkan..................................................

Alasan:…………………………………………………………................

14. Apa yang sering Anda pertimbangkan dalam pemilihan tempat

pembelian daging ayam negeri?

[ ] Rasanya enak

[ ] Kebersihan tempat

[ ] Harga murah

[ ] Kualitas terjamin

[ ] Pelayanan memuaskan

[ ] Lainnya, sebutkan..................................................

15. Apa yang memotivasi Anda mengkonsumsi daging ayam negeri?

[ ] Kesehatan/nilai gizi

[ ] Makanan kesukaan

[ ] Harga

[ ] Lainnya, sebutkan...................................................

16. Jenis masakan telur ayam negeri (ras) apa yang paling sering Anda

konsumsi?

[ ] Goreng [ ] Rebus

[ ] Masakan olahan [ ] Lainnya,sebutkan............................

17. Berapa kisaran harga telur ayam negeri yang biasa Anda konsumsi?

± Rp..........................per butir

18. Dimana biasanya Anda membeli telur ayam negeri?

[ ] Restoran

[ ] Warung makan

[ ] Warung tenda

[ ] Kantin kampus

[ ] Lainnya, sebutkan..................................................

Alasan:…………………………………………………………................

19. Apa yang sering Anda pertimbangkan dalam pemilihan tempat

pembelian telur ayam negeri?

[ ] Rasanya enak

[ ] Kebersihan tempat

[ ] Harga murah

[ ] Kualitas terjamin

[ ] Pelayanan memuaskan

90

[ ] Lainnya, sebutkan..................................................

20. Apa yang memotivasi Anda mengkonsumsi telur ayam negeri?

[ ] Kesehatan/nilai gizi

[ ] Makanan kesukaan

[ ] Harga

[ ] Lainnya, sebutkan...................................................

21. Jenis susu sapi apa yang paling sering Anda konsumsi?

[ ] Susu murni [ ] Susu kental manis

[ ] Susu cair pabrik [ ] Susu bubuk

Lainnya, sebutkan................................................

22. Berapa kisaran harga susu sapi yang biasa Anda konsumsi?

± Rp..........................per pc.

23. Dimana biasanya Anda membeli susu sapi?

[ ] Supermarket

[ ] Mini market

[ ] Toko kelontong

[ ] Kantin kampus

[ ] Lainnya, sebutkan..................................................

Alasan:…………………………………………………………................

24. Apa yang sering Anda pertimbangkan dalam pemilihan tempat

pembelian susu sapi?

[ ] Harga murah

[ ] Kualitas terjamin

[ ] Kebiasaan

[ ] Lainnya, sebutkan..................................................

25. Apa yang memotivasi Anda mengkonsumsi susu sapi?

[ ] Kesehatan/nilai gizi

[ ] Harga

[ ] Aktivitas yang padat

[ ] Lainnya, sebutkan...................................................

91

C. Konsumsi Pangan Asal Ternak Selama Seminggu yang Lalu

Rincian jenis pangan asal ternak:

A. Daging

1) Daging Segar

- Daging sapi

- Daging ayam ras

2) Daging diawetkan

- Dendeng

- Abon

- Daging dalam kaleng, misalnya corned

- Lainnya

3) Lainnya

- Hati

- Tetelan

- Jeroan (selain hati)

- Tulang

B. Telur

- Telur ayam ras

C. Susu

- Susu murni

- Susu cair pabrik, misalnya susu Ultra dan susu Bear Brand.

- Susu kental manis, misalnya susu Indomilk dan susu cap Nona.

- Susu bubuk, baik yang dikemas dalam kaleng maupun kardus,

seperti: susu bubuk cap Bendera, Dancow, dan Klim, termasuk

susu bubuk kiloan.

D. Makanan Jadi

- Soto/gule/sop/rawon/cincang (porsi)

- Sate/tongseng (porsi= 5 tusuk)

- Mie (bakso/rebus/goreng) (porsi)

- Ayam/daging (goreng, bakar,dsb) (potong)

92

D. Catatlah pengeluaran untuk konsumsi pangan asal ternak dalam jangka waktu 7

hari berturut-turut beserta ukuran dan satuannya.

Contoh pengisian:

Hari ke-x:

1. Susu cair pabrik (250ml)

2. Ayam bakar (1 potong)

3. Rendang sapi (1 potong)

4. Telur rebus (2 butir)

Menu pangan asal ternak yang dikonsumsi selama seminggu terakhir

Hari ke-1 (Tanggal: )

1.

2.

3.

4.

Hari ke-2 (Tanggal: )

1.

2.

3.

4.

Hari ke-3 (Tanggal: )

1.

2.

3.

4.

Hari ke-4 (Tanggal: )

1.

2.

3.

4.

Hari ke-5 (Tanggal: )

1.

2.

3.

4.

Hari ke-6 (Tanggal: )

1.

2.

3.

4.

Hari ke-7 (Tanggal: )

1.

2.

3.

4.

93

Lampiran 4. Hasil output model Almost Ideal Demand System dengan

menggunakan software SAS

The SYSLIN Procedure

Ordinary Least Squares Estimation

1. Model Permintaan Daging Sapi

Analysis of Variance

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 10 0.527057 0.052706 4.37 <.0001

Error 111 1.338745 0.012061

Corrected Total 121 1.865802

Root MSE 0.10982 R-Square 0.28248

Dependent Mean 0.12904 Adj R-Sq 0.21784

Coeff Var 85.10935

Parameter Estimates

Variable DF Parameter

Estimate

Standard Error t Value Pr > |t| Variable

Label

Intercept 1 -0.90799 0.588881 -1.54 0.1259 Intercept

lp1 1 0.396344 0.098799 4.01 0.0001 lp1

lp2 1 -0.22223 0.107970 -2.06 0.0419 lp2

lp3 1 -0.01021 0.056992 -0.18 0.8581 lp3

lp4 1 -0.02358 0.071843 -0.33 0.7434 lp4

lnp 1 0.073561 0.047834 1.54 0.1269 lnp

d1 1 -0.02811 0.022119 -1.27 0.2064 d1

d2 1 0.062407 0.024463 2.55 0.0121 d2

d3 1 0.017593 0.030760 0.57 0.5685 d3

d4 1 -0.02196 0.023833 -0.92 0.3587 d4

d5 1 0.040878 0.031594 1.29 0.1984 d5

2. Model Permintaan Daging Ayam Ras

Analysis of Variance

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 10 0.818801 0.081880 2.69 0.0055

Error 111 3.379242 0.030444

Corrected Total 121 4.198043

Root MSE 0.17448 R-Square 0.19504

94

Dependent Mean 0.45028 Adj R-Sq 0.12252

Coeff Var 38.74956

Parameter Estimates

Variable DF Parameter

Estimate

Standard Error t Value Pr > |t| Variable

Label

Intercept 1 -0.19292 0.935597 -0.21 0.8370 Intercept

lp1 1 -0.21684 0.156969 -1.38 0.1699 lp1

lp2 1 0.567905 0.171539 3.31 0.0013 lp2

lp3 1 -0.02521 0.090548 -0.28 0.7812 lp3

lp4 1 -0.06953 0.114142 -0.61 0.5437 lp4

lnp 1 -0.26393 0.075997 -3.47 0.0007 lnp

d1 1 0.034700 0.035142 0.99 0.3256 d1

d2 1 0.054739 0.038866 1.41 0.1618 d2

d3 1 0.044687 0.048871 0.91 0.3625 d3

d4 1 0.028734 0.037866 0.76 0.4496 d4

d5 1 0.028301 0.050195 0.56 0.5740 d5

3. Model Permintaan Telur Ayam Ras

Analysis of Variance

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 10 0.975414 0.097541 7.28 <.0001

Error 111 1.487959 0.013405

Corrected Total 121 2.463373

Root MSE 0.11578 R-Square 0.39597

Dependent Mean 0.18155 Adj R-Sq 0.34155

Coeff Var 63.77469

Parameter Estimates

Variable DF Parameter

Estimate

Standard Error t Value Pr > |t| Variable

Label

Intercept 1 1.779518 0.620832 2.87 0.0050 Intercept

lp1 1 -0.02632 0.104160 -0.25 0.8010 lp1

lp2 1 -0.32488 0.113828 -2.85 0.0052 lp2

lp3 1 0.259092 0.060085 4.31 <.0001 lp3

lp4 1 -0.12314 0.075741 -1.63 0.1068 lp4

95

Parameter Estimates

Variable DF Parameter

Estimate

Standard Error t Value Pr > |t| Variable

Label

lnp 1 -0.11942 0.050429 -2.37 0.0196 lnp

d1 1 0.043229 0.023319 1.85 0.0664 d1

d2 1 -0.05302 0.025791 -2.06 0.0422 d2

d3 1 -0.05499 0.032429 -1.70 0.0927 d3

d4 1 -0.01451 0.025127 -0.58 0.5648 d4

d5 1 -0.05259 0.033308 -1.58 0.1172 d5

4. Model Permintaan Susu Sapi

Analysis of Variance

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 10 1.018639 0.101864 4.61 <.0001

Error 111 2.453935 0.022108

Corrected Total 121 3.472575

Root MSE 0.14869 R-Square 0.29334

Dependent Mean 0.23914 Adj R-Sq 0.22968

Coeff Var 62.17529

Parameter Estimates

Variable DF Parameter

Estimate

Standard Error t Value Pr > |t| Variable

Label

Intercept 1 0.321390 0.797279 0.40 0.6876 Intercept

lp1 1 -0.15319 0.133763 -1.15 0.2546 lp1

lp2 1 -0.02080 0.146179 -0.14 0.8871 lp2

lp3 1 -0.22367 0.077161 -2.90 0.0045 lp3

lp4 1 0.216246 0.097267 2.22 0.0282 lp4

lnp 1 0.309796 0.064762 4.78 <.0001 lnp

d1 1 -0.04982 0.029946 -1.66 0.0990 d1

d2 1 -0.06413 0.033121 -1.94 0.0554 d2

d3 1 -0.00729 0.041646 -0.17 0.8614 d3

d4 1 0.007740 0.032268 0.24 0.8109 d4

d5 1 -0.01659 0.042774 -0.39 0.6989 d5

96

The SYSLIN Procedure

Seemingly Unrelated Regression Estimation

1. Model Permintaan Daging Sapi

Parameter Estimates

Variable DF Parameter

Estimate

Standard Error t Value Pr > |t| Variable

Label

Intercept 1 -0.26682 0.159726 -1.67 0.0976 Intercept

lp1 1 0.374306 0.096014 3.90 0.0002 lp1

lp2 1 -0.27329 0.091280 -2.99 0.0034 lp2

lp3 1 -0.03134 0.046487 -0.67 0.5016 lp3

lp4 1 -0.06968 0.057444 -1.21 0.2277 lp4

lnp 1 0.085133 0.046713 1.82 0.0711 lnp

d1 1 -0.03185 0.021856 -1.46 0.1479 d1

d2 1 0.065006 0.024313 2.67 0.0086 d2

d3 1 0.014113 0.030565 0.46 0.6452 d3

d4 1 -0.02507 0.023645 -1.06 0.2913 d4

d5 1 0.042464 0.031563 1.35 0.1812 d5

2. Model Permintaan Daging Ayam Ras

Parameter Estimates

Variable DF Parameter

Estimate

Standard Error t Value Pr > |t| Variable

Label

Intercept 1 0.993762 0.246001 4.04 <.0001 Intercept

lp1 1 -0.27329 0.091280 -2.99 0.0034 lp1

lp2 1 0.504808 0.135508 3.73 0.0003 lp2

lp3 1 -0.15729 0.066114 -2.38 0.0191 lp3

lp4 1 -0.07423 0.079464 -0.93 0.3523 lp4

lnp 1 -0.24109 0.073723 -3.27 0.0014 lnp

d1 1 0.033468 0.034624 0.97 0.3358 d1

d2 1 0.053452 0.038376 1.39 0.1665 d2

d3 1 0.035206 0.048319 0.73 0.4678 d3

d4 1 0.031016 0.037186 0.83 0.4060 d4

d5 1 0.030539 0.049518 0.62 0.5387 d5

97

3. Model Permintaan Telur Ayam Ras

Parameter Estimates

Variable DF Parameter

Estimate

Standard Error t Value Pr > |t| Variable

Label

Intercept 1 0.755189 0.161167 4.69 <.0001 Intercept

lp1 1 -0.03134 0.046487 -0.67 0.5016 lp1

lp2 1 -0.15729 0.066114 -2.38 0.0191 lp2

lp3 1 0.297153 0.055151 5.39 <.0001 lp3

lp4 1 -0.10852 0.047740 -2.27 0.0249 lp4

lnp 1 -0.13851 0.048910 -2.83 0.0055 lnp

d1 1 0.045142 0.022939 1.97 0.0516 d1

d2 1 -0.05704 0.025602 -2.23 0.0279 d2

d3 1 -0.05066 0.032097 -1.58 0.1173 d3

d4 1 -0.01249 0.024698 -0.51 0.6139 d4

d5 1 -0.05341 0.032818 -1.63 0.1065 d5

4. Model Permintaan Susu Sapi

Parameter Estimates

Variable DF Parameter

Estimate

Standard Error t Value Pr > |t| Variable

Label

Intercept 1 -0.48213 0.210557 -2.29 0.0239 Intercept

lp1 1 -0.06968 0.057444 -1.21 0.2277 lp1

lp2 1 -0.07423 0.079464 -0.93 0.3523 lp2

lp3 1 -0.10852 0.047740 -2.27 0.0249 lp3

lp4 1 0.252428 0.079906 3.16 0.0020 lp4

lnp 1 0.294471 0.062769 4.69 <.0001 lnp

d1 1 -0.04676 0.029636 -1.58 0.1174 d1

d2 1 -0.06142 0.032579 -1.89 0.0620 d2

d3 1 0.001345 0.041113 0.03 0.9740 d3

d4 1 0.006548 0.031841 0.21 0.8374 d4

d5 1 -0.01960 0.042117 -0.47 0.6427 d5

98

Lampiran 5. Editor SAS pada data mahasiswa tanpa pengelompokan

options nodate nonumber;

data sasumum;

SET sintax;

run;

proc syslin data=sasumum SUR outest=hasil;

a: model w1=lp1 lp2 lp3 lp4 lnp d1 d2 d3 d4 d5;

b: model w2=lp1 lp2 lp3 lp4 lnp d1 d2 d3 d4 d5;

c: model w3=lp1 lp2 lp3 lp4 lnp d1 d2 d3 d4 d5;

d: model w4=lp1 lp2 lp3 lp4 lnp d1 d2 d3 d4 d5;

var w1 w2 w3 w4;

srestrict a.intercep + b.intercep + c.intercep + d.intercep =1;

srestrict a.lnp + b.lnp + c.lnp + d.lnp =0;

srestrict a.d1 + b.d1 + c.d1 + d.d1 =0;

srestrict a.d2 + b.d2 + c.d2 + d.d2 =0;

srestrict a.d3 + b.d3 + c.d3 + d.d3 =0;

srestrict a.d4 + b.d4 + c.d4 + d.d4 =0;

srestrict a.d5 + b.d5 + c.d5 + d.d5 =0;

srestrict a.lp1 + b.lp1 + c.lp1 + d.lp1 = 0;

srestrict a.lp2 + b.lp2 + c.lp2 + d.lp2 = 0;

srestrict a.lp3 + b.lp3 + c.lp3 + d.lp3 = 0;

srestrict a.lp4 + b.lp4 + c.lp4 + d.lp4 = 0;

srestrict a.lp2 = b.lp1;

srestrict a.lp3 = c.lp1;

srestrict a.lp4 = d.lp1;

srestrict b.lp3 = c.lp2;

srestrict b.lp4 = d.lp2;

srestrict c.lp4 = d.lp3;

run;

proc sort data= sasumum;

by d1 d2 d3 d4 d5;

proc summary data = sasumum;

by d1 d2 d3 d4 d5;

var w1 w2 w3 w4;

output out = aa1 mean=;

proc print data = aa1;

run;

proc summary data = sasumum;

var w1 w2 w3 w4;

output out = aa1 mean=;

proc print data = aa1;

run;

99

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Agustin Neorima, dilahirkan di Jakarta pada

tanggal 7 Agustus 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara

dari pasangan H. Imam Subikhi, SE dan Hj. Nurbaini. Penulis menjalani

pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2004 di

SD Negeri Jatiluhur I, Bekasi. Selanjutnya meneruskan pendidikan ke sekolah

menengah pertama dari tahun 2004 sampai tahun 2007 di SMP Negeri 157 Jakarta.

Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA

Negeri 113 Jakarta dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan,

penulis pernah mengikuti Pekan Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKM-K)

dan berhasil didanai oleh DIKTI tahun 2011. Penulis juga mendapatkan beasiswa

Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) selama tahun 2011-2014. Selain itu,

penulis pernah aktif di Himpunan Profesi Resources dan Environmental

Economics Student Association (REESA) sebagai anggota Divisi

Entrepreneurship periode 2012-2013, serta aktif sebagai bagian dari kepanitiaan

diberbagai kegiatan lingkungan FEM-IPB.