analisis penerapan tax planning -...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING
DALAM USAHA MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK
PADA BADAN USAHA KOPERASI
(Studi Kasus pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan)
Oleh:
Erick Darmawan
NIM : 109082000114
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2015 M
ANALISIS PENERAPAN TAX PLANNING
DALAM USAHA MENGEFISIENKAN BEBAN PAJAK
PADA BADAN USAHA KOPERASI
(Studi Kasus pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih
Gelar Sarjana Ekonomi)
Oleh:
Erick Darmawan
NIM : 109082000114
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2015 M
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Diri
1. Nama Lengkap : Erick Darmawan
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 04 Agustus 1991
3. Alamat : Jl. Karya Utama RT/RW 008/003
No. 12, Kel. Gandaria Utara, Kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, DKI
Jakarta
4. Telepon : 085716418797
5. Email : [email protected]
II. Pendidikan Formal
1. TK Arti Petogogan Tahun 1994 – 1996
2. SDN Pulo 05 Pagi Kebayoran Baru Tahun 1996 – 2003
3. SMP Negeri 13 Tirtayasa Tahun 2003 – 2006
4. SMA Negeri 97 Jagakarsa Tahun 2006 – 2009
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009 – 2015
III. Pendidikan Non Formal
1. Peserta Workshop Software akuntansi Zahir “Zahir Accounting Edisi
Standar 5.1”
2. Peserta training IDEA data analysist software “IDEA Overview for
TOADS (Training of Accounting & Auditing Software)”.
v
IV. Pengalaman Organisasi
1. Ketua Koordinator Divisi Kemahasiswaan Badan Eksekutif
Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2012
2. Bendahara Depok Scorpio Family (DSF) periode 2013-2014
3. Divisi Peralatan Propesa 2011-2012
V. Latar Belakang Keluarga
Ayah : Junari
Ibu : Warsini
Adik : Tika Andiani Utami
Anak ke dari : 1 dari 2 bersaudara
vi
ABSTRACT
This research aims to know whether there are significant differences between
the influence of before and after the application of tax planning to efficiently
cooperative tax expense on business entities. Methods used to research this is
descriptive method to a draft analysis case study. A kind of quantitative research
chosen is descriptive. Analyzing data obtained by means of cooperative financial
report in 2010, 2011 and 2012 and interviews to the competent parties of the related
to the calculation of income tax agency. An analysis of data obtained by the
reconciliation of fiscal and divert the cost of that cannot be deducted to the cost can
be deducted, then compare the expense of tax planning to do before and after tax
Research conclusions this has been proven that tax planned capable of
efficiently of tax charges and to be able to clarify the way the tax calculation in
accordance with the rules a tax whose effect. Tax Planning it turns out that impact
was positive and negative for these cooperatives, namely his positive impact
efficiency cooperatives can the tax charges in 2011 and 2012, the negative impact of
his cooperatives can have tax charges larger so it could give clarification on the size
of the tax is supposed to pay and paid off in 2010 by these cooperatives. Based on the
conclusion above, should be more cooperative carefully and thoroughly in counting
the size of tax, occurred less pay or not to pay more tax burden.
Keywords: Tax planning, income tax expense cooperative, efficiency
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang
signifikan antara pengaruh sebelum dan sesudah penerapan perencanaan pajak untuk
mengefisiensikan beban pajak terhadap badan usaha koperasi. Metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan rancangan
penelitian studi kasus. Jenis penelitian yang dipilih adalah deskriptif kuantitatif. Data
diperoleh dengan cara menganalisis laporan keuangan koperasi tahun 2010, 2011 dan
2012 dan wawancara kepada pihak pihak yang berkompeten dari bagian yang terkait
dengan perhitungan PPh badan. Analisis data diperoleh dengan rekonsiliasi fiskal dan
mengalihkan biaya yang tidak bisa dikurangkan menjadi biaya yang dapat
dikurangkan, kemudian membandingkan beban pajak sebelum dan sesudah
melakukan perencanaan pajak.
Kesimpulan penelitian terbukti bahwa perencanaan pajak mampu
mengefisiensikan beban pajak tetapi dan memperjelas cara perhitungan pajak yang
sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku. Perencanaan pajak ternyata berdampak
positif dan negatif pada koperasi tersebut, yaitu dampak positif nya koperasi dapat
mengefisiensikan beban pajak pada tahun 2011 dan 2012, dampak negatif nya
koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih besar sehingga mampu memberikan
kejelasan tentang besarnya pajak yang memang seharusnya dibayar dan dilunasi pada
tahun 2010 oleh koperasi tersebut. Berdasarkan kesimpulan diatas, sebaiknya
koperasi lebih cermat dan teliti dalam menghitung besarnya pajak, agar tidak terjadi
kurang bayar atau lebih bayar beban pajak.
Kata Kunci: tax planning, beban PPh koperasi, efisiensi
viii
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayahnya kepada kita semua. Sholawat serta salam tak lupa penulis curahkan
kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabatnya, serta para pengikutnya
yang selalu tetap istiqomah sampai akhir zaman. Dengan mengucap syukur
Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis
Penerapan Perencanaan Pajak dalam Usaha Mengefisiensikan Beban Pajak pada
Badan Usaha Koperasi (Studi Kasus pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan)”
telah peneliti selesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Uiversitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama proses penulisan dan penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan
banyak doa, bimbingan, arahan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT. Yang Maha Esa, hanya kepada-Nya aku memohon ampun, hanya
kepada-Nya aku bersyukur atas semua nikmat yang telah Dia berikan. Dia-lah
pemilik hidup dan mati ku.
2. Bapak dan Ibu ku, ( Junari dan Warsini), yang telah memberikan semangat
dan dukungan baik material maupun non material serta doa yang tiada henti-
hentinya kepada penulis.
3. Adikku Tika Andiani Utami yang telah memberikan doa dan semangat selama
ini.
ix
4. Bapak Dr. Amilin, SE, M.Si., Ak., CA., QIA., BKP selaku dosen pembimbing
1 yang telah rela meluangkan waktu untuk membimbing peneliti hingga
skripsi ini bisa terselesaikan.
5. Ibu Ismawati Haribowo, SE., M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan, arahan dan ilmu
pengetahuannya kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini hingga
akhirnya biasa terselesaikan. Terimakasih atas segala bimbingannya.
6. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA selaku Kepala Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmu pengetahuannya selama perkuliahan selama ini,
semoga ilmu tersebut menjadi bermanfaat dan berkah bagi kita semua hingga
sukses di dunia dan akhirat.
9. Bapak Haji Damanhuri SH. yang terus membimbing dan memberi semangat,
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada beliau.
10. Teman-teman seperjuangan Akuntansi kelas C angkatan 2009 alias ACID (
Accounting C’s Indescribable Democracy).
11. Teman-teman seperjuangan jurusan akuntansi angkatan 2009 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
12. Pengurus Primkoppolres Metro Jakarta Selatan yang membantu dalam
penyediaan data penelitian.
13. Keluarga Besar Depok Scorpio Family (DSF) yang terus memberikan
motivasi dan semangat.
14. Berbagai pihak yang telah membantu peneliti dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada
x
peneliti selama ini. Peneliti menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Akhirnya peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Jakarta, 1 Maret 2015
Erick Darmawan
xi
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ...................................................................... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif .............................................. ii
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .......................................... iii
Daftar Riwayat Hidup ............................................................................... iv
Abstract ....................................................................................................... vi
Abstrak....................................................................................................... vii
Kata Pengantar ........................................................................................ viii
Daftar Isi ..................................................................................................... xi
Daftar Tabel ............................................................................................... xv
Daftar Gambar .......................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ...................................................................................... xvii
BAB.I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
BAB.II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 8
A. Teori .................................................................................................. 8
1. Teori Tentang Kemakmuran ......................................................... 8
2. Teori Tentang Efisiensi ................................................................ 10
xii
3. Eisiensi Beban Pajak ................................................................. 12
B. Koreksi Fiskal .................................................................................. 13
1. Beda Tetap ................................................................................. 13
2. Beda Waktu ............................................................................... 14
C. Perencanaan Pajak ........................................................................... 14
1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) ......................... 14
2. Tujuan Perencanaan Pajak ......................................................... 15
3. Manfaat Perencanaan Pajak ....................................................... 17
4. Motivasi Perencanaan Pajak ...................................................... 17
5. Strategi dalam Perencanaan Pajak ............................................. 17
6. Aspek-Aspek dalam Perencanaan Pajak ................................... 22
7. Dasar Hukum Perencanaan Pajak ............................................. 22
8. Teknis Perencanaan Pajak ........................................................ 23
9. Perencanaan Pajak Berdasarkan Undang-undang Domestik ..... 24
10.Jenis-jenis Perencanaan Pajak ................................................... 25
11.Aspek Kebijakan Akuntansi dan Administrasi ......................... 26
12.Pajak Khusus Koperasi ............................................................. 26
D. Koperasi .......................................................................................... 27
1. Pengertian Koperasi ................................................................... 27
2. Prinsip-Prinsip Koperasi ............................................................ 28
3. Fungsi dan Peran Koperasi ........................................................ 29
4. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi ........................................ 29
xiii
5. Bentuk dan Jenis Koperasi ........................................................ 32
6. Sumber Modal Koperasi ............................................................ 32
7. Perangkat Organisasi Koperasi .................................................. 33
E. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 34
F. Skema Kerangka Pemikiran ............................................................. 38
G. Dampak Perencanaan Pajak Terhadap Primkoppolres Metro Jakarta
Selatan .............................................................................................. 38
BAB. III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................ 40
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 40
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................ 40
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 41
D. Metode Analisis Data .................................................................... 41
E. Operasional Variabel Penelitian ................................................... 43
BAB.IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................... 46
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................ 46
1. Sejarah Singkat Koperasi ........................................................ 46
2. Visi dan Misi .......................................................................... 48
3. Struktur Organisasi ................................................................. 48
4. Kebijakan Akuntansi Koperasi ............................................... 49
B. Analisis dan Pembahasan Simulasi Tax Planning pada Primkoppolres
Metro Jakarta Selatan ...................................................................... 51
xiv
1. Perhitungan Pajak Penghasilan Sebelum Perencanaan
Pajak ......................................................................................... 51
2. Perhitungan PPh Badan ............................................................ 64
BAB. V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 68
A. Kesimpulan ................................................................................... 68
B. Saran ............................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 71
xv
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
Tabel 1.1. Perbedaan antara Koperasi dengan Badan Usaha Lain ............... 3
Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu .................................................................. 35
Tabel 2.3. Penelitian Terdahulu .................................................................. 36
Tabel 2.4. Penelitian Terdahulu .................................................................. 37
Tabel 4.1. Masa Manfaat Aktiva Tetap ....................................................... 50
Tabel 4.2. Primer Koperasi Polres Metro Jaksel Rekonsiliasi Laba
Rugi Komersial dan Fiskal Per 31 Desember 2010 .................... 52
Tabel 4.3. Primer Koperasi Polres Metro Jaksel Rekonsiliasi Laba
Rugi Komersial dan Fiskal Per 31 Desember 2011 .................... 56
Tabel 4.4. Primer Koperasi Polres Metro Jaksel Rekonsiliasi Laba
Rugi Komersial dan Fiskal Per 31 Desember 2012 .................... 60
Tabel 4.5. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta
Selatan 2010 ................................................................................ 64
Tabel 4.6. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta
Selatan 2011 ................................................................................ 65
Tabel 4.7. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta
Selatan 2012 ................................................................................. 66
xvi
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
Gambar 2.1. Strategi-Strategi dalam Meminimalkan Jumlah Pajak yang
harus dibayar ........................................................................... 21
Gambar 2.2. Penerapan Perencanaan dalam Mengefisiensikan beban
Pajak Koperasi ...................................................................... 38
Gambar 4.1. Struktur Organisasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan ... 50
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1 PSAK Nomor 27 tentang Akuntansi Perkoperasian Revisi
(Revisi 1998) (Reformat 2007) ............................................... 75
2 Peraturan Pemerintah Keuangan Nomor 131 Tahun 2000
Tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan
Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia ............... 88
3 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 51/KMK.04/2001 Tentang Pemotongan Pajak
Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifikat Bank Indonesia .......................................... 96
4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009
Tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok
Harta Berwujud bukan Bangunan untuk Keperluan
Penyusutan ............................................................................... 100
5 Undang - undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1992 Tentang Perkoperasian ................................................... 105
6 Undang - undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang - undang
Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan .................. 127
7 Undang - undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2012 Tentang Perkoperasian ................................................... 137
xviii
8 Laporan Laba Rugi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan
untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010 ... 140
9 Laporan Laba Rugi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan
untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2011 ... 141
10 Laporan Laba Rugi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan
untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2012 ... 142
11 Rincian Beban Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tahun
2010 ......................................................................................... 143
12 Rincian Beban Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tahun
2011 ......................................................................................... 144
13 Rincian Beban Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tahun
2012 ......................................................................................... 145
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara baik rutin maupun pembangunan adalah pajak.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut:
“Segala pajak dipungut berdasarkan undang undang demi kepentingan negara dan
ditunjukan kesejahteraan rakyat”. Di Indonesia sendiri, pemerintah menggunakan
sistem self assessment system. Sistem pemungutan pajak yang menuntut Wajib
Pajak untuk mematuhi kewajiban perpajakan (tax compliance) dengan secara pro
aktif mengelola administrasi perpajakannya. Self assesment system memberikan
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak
terutang mulai dari menghitung, melapor dan menyetor jumlah pajak terutang,
sedangkan sistem pembayaran (payment) berlaku dapat dilakukan sendiri oleh
wajib pajak maupun melalui pemotongan pihak ketiga (witholder system).
Di Indonesia, pajak menjadi sumber penerimaan utama untuk kegiatan
pembiayaan negara. Bagi negara besarnya jumlah pajak yang diterima maka
kondisi keuangan negara akan semakin baik. Bagi wajib pajak, membayar pajak
malah dijadikan sebuah beban. Akibatnya semakin sedikit pajak yang dibayar
akan semakin menguntungkan. Bagi suatu badan usaha, pajak merupakan beban
yang akan mengurangi laba bersih. Kemudian, muncullah cara atau usaha untuk
meminimalisasi beban pajak yang ditanggung badan usaha tersebut. Hanya ada
dua cara untuk meminimalisasi beban pajak, secara legal yaitu masih dalam
2
bingkai undang-undang perpajakan maupun dengan cara melanggar undang–
undang yang berlaku.
Menurut Noviandi Librata (2013) meminimalisasi beban pajak dengan baik
secara legal, dengan tidak melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan
dikenal dengan perencanaan pajak (tax planning). Tujuan yang diharapkan dengan
adanya tax planning ini adalah mengefisiensikan pembayaran pajak terutang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen
pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan
benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin
untuk memperolah laba dan likuiditas yang diharapkan. Selanjutnya tinggal
melaksanakan kewajiban perpajakan (tax implementation) dan pengendalian pajak
(tax control).
Sebelum perencanaan pajak, pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan
perpajakan harus dilakukan. Wajarnya, tax planning bertujuan untuk
meminimumkan kewajiban pajak yang berdasarkan harus memenuhi syarat-
syarat, diantaranya tidak melanggar ketentuan perpajakan, secara bisnis mampu
diterima dan bukti-bukti pendukungnya memadai.
Mencari keuntungan semaksimal mungkin dengan biaya seminimal mungkin
yang sesuai dengan prinsip ekonomi, maka untuk pelaksanaan perencanaan pajak
pada suatu badan usaha sangat dibutuhkan dalam mengurangi beban pajak yang
mengurangi laba bersih yang akan diperoleh. Koperasi adalah salah satu bentuk
badan usaha yang perlu menerapkan perencanaan pajak. Koperasi yang
3
mempunyai asas kekeluargaan tidak semata-mata mencari keuntungan, tapi
sebagai badan usaha yang berbadan hukum, koperasi juga memerlukan
perencanaan pajak yang baik agar kegiatan yang dilaksanakan oleh koperasi bisa
berjalan lancar dan mampu mencapai tujuan yang menjadi cita-cita koperasi.
Tabel 1.1
Perbedaan antara Koperasi dengan Badan Usaha Lain
Indikator Perorangan Firma PT Koperasi
Pengguna
jasa
Bukan
pemilik
Umumnya
bukan
pemilik
Umumnya
bukan pemilik
Umum /
anggota
Pemilik usaha Individu Sekutu usaha Pemegang
saham
Anggota
Punya
hak suara
Tidak perlu Para sekutu Pemegang
saham
Anggota
Pelaksanaan
voting
Tidak perlu Biasanya
menurut
besarnya
modal
penyertaan
Menurut
besarnya
saham yang
dimiliki
melalui RUPS
Satu
anggota
satu suara
dan
tidak boleh
diwakilkan
Penentuan
kebijaksanaan
Orang yang
bersangkutan
Para sekutu Direksi Pengurus
Balas jasa
terhadap
modal
Tidak
terbatas
Tidak
terbatas
Tidak terbatas Terbatas
Penerima
keuntungan
Orang yang
bersangkutan
Para sekutu
secara
proporsional
Pemegang
saham
secara
proporsional
Anggota
sesuai
jasa/
partisipasi
Bertanggung
jawab
terhadap Rugi
Pemilik Para sekutu Pemegang
saham
sejumlah
saham
yang dimiliki
Anggota
sejumlah
modal
equity
Sumber : Ruly Destiyanningsih, 2013.
Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan
ekonomi berdasarkan tolong menolong. Selanjutnya dikemukakan bahwa gerakan
koperasi adalah perlambang harapan bagi kaum ekonomi lemah, berdasarkan self-
4
help dan tolong menolong diantara anggota-anggotanya, sehingga dapat
melahirkan rasa saling percaya kepada diri sendiri dalam persaudaraan koperasi
yang merupakan semangat baru dan semangat menolong diri sendiri. Kemudian
didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan, berdasarkan prinsip “satu
untuk semua dan semua untuk satu”.
Berarti, koperasi mempunyai beberapa peran yaitu sebagai gerakan ekonomi
dan badan usaha. Peran yang dimiliki koperasi diharapkan dapat menghadapi
distorsi pasar serta menciptakan keseimbangan sebagai akibat berlakunya prinsip
bisnis yang semata-semata bermotif ekonomi. Status hukum koperasi yaitu
tunduk pada peraturan-peraturan yang mengatur tentang kewajiban sebagai badan
usaha, seperti akta pendirian dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), badan
usaha lain pun mempunyai kewajiban yang sama. Pada umumnya, koperasi
mempunyai perbedaan dengan badan usaha lainnya, yang terletak pada tujuan,
pengambil keputusan, permodalan, kepemilikan, balas jasa, pengawasan dan asas.
Perbedaan yang muncul antara koperasi dan badan usaha bukan koperasi
menjelaskan bahwa perbedaan yang terjadi ada pada prinsip. Hal ini menunjukan,
koperasi sebagai bentuk badan usaha bagi perorangan yang umumnya berskala
mikro dan kecil akan lebih maksimal dalam mewujudkan demokrasi ekonomi.
Nita Fhikniati Hidayat (2012), melakukan penelitian mengenai pengaruh
penerapan pajak atas pajak penghasilan badan dalam upaya meningkatkan
efisiensi pembayaran beban pajak pada PT. Agricon Putra Citra Optima . Hasil
dari menggunakan perencanaan pajak, terjadi efisiensi pajak perusahaan sebesar
Rp 79.334.216 dan meningkatkan laba setelah pajak sebesar Rp 5.669.082.
5
Suryanti (2008), melakukan penelitian mengenai perencanaan pajak untuk
meminimalkan pembayaran pajak pada PT. Arta Design. Penggunaan
perencanaan pajak menghasilkan efisiensi pajak sebesar 24,60%.
Berdasarkan hal tersebut tax planning bisa diartikan juga sebagai proses
pengambilan tax factor yang relevan dan non tax factor yang material untuk
melakukan menentukan apakah, kapan, bagaimana, dan dengan siapa (pihak
mana) untuk melakukan transaksi, operasi dan hubungan dagang yang
memungkinkan tercapainya beban pajak pada tax event yang se-efisien mungkin
dan sejalan dengan tujuan perusahaan.
Penulis memilih koperasi sebagai objek penelitian karena penelitian
mengenai tax planning yang pernah dilakukan sebelumnya lebih banyak
dilakukan pada badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Selain itu,
koperasi merupakan badan usaha yang tidak mencari keuntungan semata, tetapi
juga mempunyai tujuan untuk menciptakan dan mengembangan perekonomian
nasional, yang sudah pasti berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi.
Studi Kasus dilakukan di Koperasi Primkoppolres karena koperasi tersebut
memiliki penghasilan bruto dan penghasilan kena pajak (PKP) yang tidak kecil
sehingga penulis berasumsi perlunya penerapan pajak pada koperasi. Penelitian
yang dilakukan sebelumnya hanya meneliti penerapan pajak dalam satu dan dua
tahun, sedangkan penelitian selanjutnya akan dilakukan dalam tiga tahun, yaitu
tahun pajak 2010, 2011 dan 2012. Berdasarkan uraian-uraian diatas penelitian ini
diberi judul “ Analisis penerapan Tax Planning dalam Usaha Mengefisiensikan
6
Beban Pajak pada Badan Usaha Koperasi (Studi Kasus pada Koperasi
Primkoppolres Metro Jakarta Selatan) “.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana dampak perencanaan pajak terhadap kewajiban perpajakan pada
Primkoppolres Metro Jakarta Selatan.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari perumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian
ini adalah:
1. Untuk memperoleh gambaran tentang perencanaan pajak pada Primkoppolres
Metro Jakarta Selatan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran, masukan, dan pertimbangan dalam memperkaya
konsep penerapan tax planning dalam usaha mengesfisiensikan beban
pajak pada badan usaha koperasi dengan tidak melanggar Undang-undang
dan peraturan perpajakan yang berlaku.
b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai penguat teori tentang tax planning
dalam usaha mengefisiensikan beban pajak pada beban usaha koperasi
7
yang sesuai dengan Undang-undang dan peraturan perpajakan yang
berlaku.
c. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai pembanding penerapan tax
planning yang dilakukan pada koperasi dengan yang dilakukan pada
badan usaha lain dengan tujuan mengefisiensikan beban pajak.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat meningkatkan dan
memperbaiki keadaan koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan
melalui tax planning dalam usaha untuk mengefisiensikan beban pajak
yang sesuai dengan peraturan dan Undang-undang yang berlaku.
Karena pajak salah satu sumber pendapatan pemerintah.
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi penerapan tax
planning dalam usaha untuk mengefisiensikan beban pajak pada badan
usaha koperasi.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
1. Teori tentang Kemakmuran
Pengertian welfare state, Welfarestate atau negara kesejahteraan adalah
negara yang pemerintahannya menjamin terselenggaranya kesejahteraan
rakyat. Dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya harus didasarkan pada
lima pilar kenegaraan, yaitu : Demokrasi (Democracy). Penegakan Hukum
(Rule of Law), perlindungan Hak Asasi Manusia, Keadilan Sosial (Social
Juctice) dan anti diskriminasi.
Ide mengenai sistem kesejahteraan negara yang berkembang di Indonesia
biasanya lebih sering bernuansa negatif ketimbang positif. Misalnya, sering
kita dengar bahwa sistem kesejahteraan negara adalah pendekatan yang boros,
tidak kompatibel dengan pembangunan ekonomi, dan menimbulkan
ketergantungan pada penerimanya (beneficiaries). Akibatnya, tidak sedikit
yang beranggapan bahwa sistem ini telah menemui ajalnya, alias sudah tidak
dipraktekan lagi di negara manapun. Meskipun anggapan ini jarang disertai
argumen dan riset yang memadai. banyak orang menjadi kurang berminat
membicarakan, dan apalagi, memperhitungkan pendekatan ini.
Setiap orang haruslah membayar bagiannya (pajak) sesuai dengan
kemampuannya untuk membayar. Tiga ukuran yang biasanya dipakai untuk
mengukur kemakmuran seseorang (atau kemampuan seseorang membayar
pajak) atau sebuah perusahaan atau badan usaha adalah:
9
1. Pendapatan
2. Pengeluaran konsumsi
3. Kekayaan
Didalam perencanaan pajak selain untuk mengefisiensikan beban pajak,
namun juga secara tidak langsung akan mencerminkan dan meningkatkan
tingkat kemakmuran koperasi pada umumnya dan anggota koperasi pada
khususnya. Masyarakat sekitar yang secara tidak langsung ikut meningkat
tingkat kemakmuran nya dengan cara berbelanja di koperasi tersebut tanpa
harus menjadi anggota koperasi. Semakin banyak koperasi, anggota koperasi
dan masyarakat yang secara tidak langsung menggunakan fasilitas koperasi
seperti warung toserba, foto kopi, simpan pinjam dan produk atau fasilitas
koperasi lainnya sehingga meningkat tingkat kemakmuran nya menyebabkan
negara mengalami peningkatan kemamkuran yang menjadi salah satu cita-cita
semua negara.
Ketika koperasi, anggota koperasi dan masyarakat makmur, maka mereka
akan mampu membayar pajak sesuai peraturan yang berlaku seperti di
Indonesia yang menggunakan sistem pajak self assessment dimana pemerintah
yang menerapkan untuk memberi tanggung jawab penuh kepada wajib pajak
yang mana untuk memenuhi kewajiban membayar pajak semua prosedur dan
tahapannya dilakukan sendiri oleh pihak yang wajib membayar pajak tersebut.
Tingkat kemakmuran di Primkoppolres Metro Jakarta Selatan baik koperasi itu
sendiri maupun anggota nya cukup baik, maka sudah mampu melaksanakan
kewajiban dalam membayar pajak.
10
Namun, di masa modern ini dengan harga pokok yang semakin mahal,
tidak stabilnya harga bahan bakar minyak, dan beberapa masalah ekonomi
yang menyebabkan sebagian kalangan masyarakat dengan ekonomi menengah
kebawah kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup muncul lah berbagai
macam cara untuk menghindari dan mengurangi jumlah pajak. Berbagai
macam cara yang ilegal sampai legal dilakukan, salah satu cara legal dan tidak
melanggar peraturan undang-undang dan peraturan perpajakan yang berlaku
adalah perenacanaan pajak (tax planning), Perencanaan pajak lah yang
digunakan untuk mengurangi beban pajak pada Primkoppolres Metro Jakarta
Selatan.
2. Teori tentang Efisiensi
Menurut Setyono (2013) efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan
dari segi besarnya sumber atau biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang
dijalankan. Menurut pengertian ini, efisiensi terdiri atas dua unsur yaitu
kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut:
a. Unsur Kegiatan
Suatu kegiatan dianggap mewujudkan efisiensi jika suatu hasil tertentu
tercapai dengan kegiatan terkecil. Unsur kegiatan terdiri dari lima sub
unsur, yaitu pikiran, tenaga, bahan, waktu, dan ruang.
b. Unsur Hasil
Suatu hasil dianggap mewujudkan efisien jika dengan suatu kegiatan
tertentu mencapai hasil yang terbesar. Unsur hasil terdiri dari dua
subunsur, yaitu jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas).
11
Teori nilai guna atau utility yaitu teori ekonomi yang mempelajarai
kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari
mengkonsumsi barang-barang. Kalau kepuasan itu semakin tinggi nilai guna
atau utility–nya. Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka
utilitynya semakin rendah pula.
Nilai guna dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu:
i. Marginal utility (kepuasan marginal) adalah pertambahan/pengurangan
kepuasan sebagai akibat adanya pertamabahan/pengurangan
penggunaan satu unit barang tertentu.
ii. Total utility adalah keseluruhan kepuasan yang diperoleh dari
mengkonsumsi sejumlah barang-barang tertentu.
Tingkat efisiensi dapat diketahui dengan cara membandingkan antara
output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Jika hasilnya lebih besar
atau sama dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi. Namun sebaliknya, jika
hasilnya kurang dari 1 (satu) maka tidak terjadi efisiensi.
Efisiensi maupun produktivitas keduanya dapat digunakan sebagai bahan
untuk mengukur kinerja suatu unit kegiatan ekonomi, meskipun secara prinsip
kedua pengukuran tersebut berbeda. Konsep efisiensi lebih berkaitan dengan
seberapa jauh suatu proses mengkonsumsi masukan untuk menghasilkan
keluaran tertentu, sementara konsep produktivitas berkaitan dengan seberapa
jauh suatu proses menghasilkan keluaran dengan mengkonsumsi masukan
tertentu.
Efisiensi dan produktivitas merupakan suatu ukuran tentang seberapa
12
efisien suatu proses mengkonsumsi masukan dan seberapa produktif suatu
proses menghasilkan keluaran. Efisiensi merupakan rasio antara keluaran
dengan masukan suatu proses, dengan fokus perhatian pada konsumsi
masukan. Produktivitas merupakan rasio antara masukan dengan keluaran,
dengan fokus perhatian pada keluaran yang dihasilkan oleh suatu proses.
Ada tiga kegunaan mengukur efisiensi. Pertama, sebagai tolak ukur untuk
memperoleh efisiensi relatif, mempermudah memperbandingkan antara unit
ekonomi satu dengan lainnya. Kedua, apabila terdapat variasi tingkat efisiensi
dari beberapa unit ekonomi yang ada maka dapat dilakukan penelitian untuk
menjawab faktor-faktor apa yang menentukan perbedaan tingkat efisiensi.
Ketiga, informasi mengenai efisiensi memiliki implikasi kebijakan karena
manajer dapat menentukan kebijakan perusahaan secara tepat.
3. Efisiensi Beban Pajak
Secara finansial, pajak dapat mengurangi laba yang dihasilkan oleh
seseorang atau suatu badan usaha. Pajak yang harus ditanggung oleh wajib
pajak merupakan beban yang dapat mempengaruhi besarnya laba bersih yang
diperoleh. Jika beban adalah suatu penurunan atau berkurangnya nilai modal
akibat penggunaan aset, maka hal tersebut seharusnya dapat ditekan seminimal
mungkin. Penurunan nilai modal karena penggunaan aset yang disebabkan oleh
penggunaan yang tidak perlu merupakan suatu pemborosan yang harus
diminimalkan ataupun dihindari karena dapat mempengaruhi besarnya laba
yang diperoleh.
13
Upaya untuk menghindari pemborosan sumber daya yang dapat
mempengaruhi besarnya laba usaha adalah tujuan dari efisiensi. Penghindaran
pemborosan tersebut meupakan upaya optimalisasi alokasi sumber daya dengan
melakukan aktivitas dengan benar disamping melakukan aktivitas yang
seharusnya dilakukan. Salah satu cara efisiensi beban pajak yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan perencanaan pajak.
B. Koreksi Fiskal
Menurut Delima (2013) koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba
komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan
neto atau laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Koreksi fiskal terjadi
karena adanya perbedaan perlakuan atau pengakuan penghasilan maupun biaya
antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Perbedaan tersebut terdiri
dari dua macam yaitu:
1. Beda Tetap (Permanent Difference)
Beda tetap adalah penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan
laba bersih untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan
akuntansi pajak.
2. Beda Waktu (Time Difference)
Beda waktu adalah penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh
akuntansi pajak,biasanya karena perbedaan metode pengakuan. Menurut
Rumuy (2013), ada dua macam penyesuaian fiskal, yaitu:
14
i. Penyesuaian Fiskal Positif adalah koreksi atau penyesuaian yang akan
mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan
membuat PPh Badan terutangnya juga akan meningkat.
ii. Penyesuaian Fiskal Negatif adalah penyesuaian yang akan mengakibatkan
menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh Badan terutangnya juga
akan menurun.
Koreksi fiskal dilakukan karena adanya perbedaan antara laba atau rugi
menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, maka
sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu
laba/rugi komersial tersebut harus dilakukankoreksi-koreksi fiskal sesuai
dengan Undang-undang yang berlaku. Untuk keperluan perpajakan wajib pajak
tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu
pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Koreksi fiskal
dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya atau
pengurangan penghasilan bruto.
C. Perencanaan Pajak
1. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Menurut Resmi (2014:6) perencanaan pajak adalah langkah awal dalam
manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian
terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan
pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax
planning) adalah untuk meminimalkan kewajiban pajak.
15
Menurut Zain (2008:67) mengungkapkan bahwa perencanaan pajak
merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi
pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada
konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut
dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah,
melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan
bukan penyelundupan pajak (tax evasion).
Berdasarkan dua definisi yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa
perencanaan pajak adalah suatu proses organisasi usaha wajib pajak atau
kelompok wajib pajak sedemikian rupa, sehingga hutang pajaknya, baik pajak
penghasilan maupun pajak lainnya berada di posisi paling efisien, sepanjang
hal itu mungkin dilakukan baik oleh peraturan perundangan perpajakan
maupun secara komersil.
Jadi perencanaan pajak diajukan bukanlah untuk mengurangi atau
menghindari kewajiban pajak yang harus segera dibayar, melainkan sesuatu
yang dibuat oleh perusahaan untuk menghindari suatu kelebihan pajak yang
tidak diantisipasi atau direncanakan sebelumnya. Dengan merencanakan pajak
maka pengambilan keputusan keuangan dan manajerial dengan sepenuhnya
akan diambil yang dapat memperhatikan konsekuensi bagi perusahaan.
2. Tujuan Perencanaan Pajak
Tujuan Perencanaan Pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax
burden) serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi
berbeda dengan tujuan pembuatan undang-undang maka tax planning disini
16
sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya
berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return)
karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk
dibagikan kepada pemegang saham maupun diinvestasikan kembali.
Menurt Suandy (2011:7) tujuan perencanaan pajak adalah merekayasa
agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan
memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuat
undang – undang, maka perencanaan pajak disini dengan tax avoidance karena
secara hakikat ekonomis keduanya berusaha untuk memaksimalkan
penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur
pengurang laba yang tersedia, baik untuk dibagikan kepada pemegang saham
maupun untuk diinvestasikan kembali.
Tujuan tax planning secara lebih khusus ditujukan untuk memenuhi hal-
hal sebagai berikut:
a. Menghilangkan atau menghapus pajak dalam tahun berjalan.
b. Memperluas bisnis atau melakukan ekspansi usaha dengan membentuk
badan usaha baru.
c. Menunda pengakuan penghasilan.
d. Menghilangkan atau menghapus pajak sama sekali.
e. Menghindari bentuk penghasilan yang bersifat rutin atau teratur atau
membentuk, memperbanyak, atau mempercepat pengurangan pajak.
f. Mengubah penghasilan rutin berbentuk capital gain.
g. Menghindari pengenaan pajak ganda.
17
3. Manfaat Perencanaan Pajak
Menurut Wulansari (2013), manfaat perencanaan pajak pada prinsipnya
adalah sebagai berikut:
a. Mengatur alur kas, merupakan perencanaan yang dapat mengestimasi
kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga
perusahaan dapat menyusun anggaran kasnya dengan lebih akurat.
b. Penghematan kas keluar, adalah perencanaan pajak yang dapat menghemat
pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan.
4. Motivasi Perencanaan Pajak
Menurut Suandy (2011:10) mengungkapkan, bahwa motivasi yang
mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari
tiga unsur perpajakan, yaitu:
a. Kebijakan perpajakan (tax policy).
b. Undang-undang perpajakan (tax law).
c. Administrasi perpajakan (tax administration).
5. Strategi dalam Perencanaan Pajak
Menurut Sumarsan (2011), strategi perencanaan pajak ada lima, atau yang
biasa di sebut model perencanaan pajak SAVANT, yaitu:
a. Strategi (Strategy)
Merupakan sebuah perusahaan tidak mengubah bentuk transaksi kegiatan
usahanya dengan alasan untuk melakukan manajemen pajak. Strategi yang
dapat digunakan untuk mengefisiensi beban PPh badan adalah sebagai
berikut:
18
i. Pemilikan alternatif dasar pembukuan, basis kas, atau basis akrual.
ii. Pengolahan transaksi yang berkaitan dengan pemberian
kesejahteraan pada karyawan.
iii. Pemilihan metode penilaian persediaan.
iv. Pemilihan sumber dana dalam pengedaran asset.
v. Pemilihan metode penyusutan asset tetap dan amortisasi asset tidak
berwujud.
vi. Transaksi dengan pemungut pajak (Witholding Tax).
vii. Optimalisasi pengkreditan pajak yang telah dibayar.
viii. Permohonan penurunan pembayaran angsuran masa (PPh pasal 25
bulanan)
ix. Penyertaan modal pada perseroan terbatas dalam negeri
b. Antisipasi (Anticipation)
Merupakan wajib pajak berantisipasi terhadap penurunan tarif pajak
penghasilan yang akan dibayar menjadi lebih kecil. Jika perusahaan
mengalami kerugian bersih operasional, maka rugi bersih operasional
perusahaan dapat dikompensasikan selama 5 tahun berdasarkan Undang-
undang Pajak Penghasilan.
c. Bernilai Tambah (Value Adding)
Perusahaan mengukur apakah perencanaan pajak meningkatkan arus kas
bersih setelah pajak dapat meningkatkan nilai pemegang saham. Dengan
menggunakan metode arus kas bersih yang didiskontokan dapat mengukur
apakah metode manajemen pajak akan meningkatkan nilai perusahaan.
19
d. Negosiasi (Negotiating)
Perusahaan dapat menggeser penghasilan atau biaya melalui negosiasi
harga beli produk atau harga jual produk. Penggeseran pajak dikenal
sebagai kemampuan perusahaan untuk membagikan beban pajak kepada
pihak lain. Pemerintah dapat meringankan beban pajak perusahaan dengan
tujuan untuk menciptakan lapangan kerja.
e. Transformasi (Transforming)
Perencanaan pajak termasuk melakukan transformasi biaya yang tidak
dapat dikurangkan menjadi biaya yang dapat dikurangkan (Deductible
Expense).
Selain model strategi perencanaan pajak diatas, terdapat metode lain untuk
melakukan perencanaan pajak, yaitu:
a. Metode Shifting
Wajib pajak dapat menggunakan metode ini untuk menggeser jumlah beban
pajak pada periode fiskal yang lebih menguntungkan.
b. Metode Splitting
Wajib pajak dapat menggunakan metode splitting untuk membedakan
penerapan tarif normal perhitungan neto yang lebih rendah dengan
membagi penghasilannya.
c. Metode Combination
Merupakan kebalikan dari metode splitting, yaitu dengan cara
menggabungkan penghasilan bruto wajib pajak maka wajib pajak dapat
menghemat pembayaran.
20
Beberapa strategi yang dianggap ampuh dan sudah banyak digunakan
dalam tax planning.
a. Tax saving
Yaitu upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan jalan
menahan diri untuk tidak membeli produk – produk yang ada pajak
pertambahan nilainya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau
pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil
dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang
besar, misalnya penghindaran atas pengenaan sanksi perpajakan yang
berlaku.
b. Tax avoidance
Merupakan upaya efisiensi untuk meminimkan atau menghilangkan beban
pajak dengan memerhatikan ada atau tidaknya akibat-akibat pajak yang
ditimbulkan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
c. Mengindari pelanggaran atas peraturan perpajakan
Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat
menghindari timbulnya sanksi perpajakan yaitu:
1) Sanksi administrasi berupa denda, bunga atau kenaikan.
2) Sanksi denda pidana atau kurungan.
d. Menunda pembayaran kewajiban pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan berlaku
dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPn. Penundaan ini
21
dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas
waktu yang diperkenankan.
e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan
Wajib pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran
pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka.
Misalnya PPh Pasal 22 atau pembelian solar dan impor dan fiskal luar
negeri atas perjalanan dinas pegawai.
Gambar 2.1
Strategi-Strategi dalam Meminimalkan Jumlah Pajak yang Harus Dibayar
Pengelakan Pajak Dalam
Strategi penghematan Pajak
Merugikan Penerimaan
Negara
Yang Tidak Merugikan
Penerimaan Negara
Melalui
Proses
Produksi
Melalui
Transaksi
Cara Yang
Diperkenank
an oleh
Undang-
Undang
Cara Yang
Tidak
Diperkenank
an oleh
Undang-
Undang
Melalui
Undang-
Undang
Perjanjian
Pajak
Konvensi
Internasional Kapitalisasi Transformasi
Pergeseran Penyelundupan
(Evasion)
Pengelakan
(Avoidance)
Pengecualian
22
Sumber: Mangonting, Yeni. “Tax Planning : Sebuah Pengantar Sebagai
Alternantif Meminimalkan Pajak”, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, Universitas Kristen Petra, Vol. 1, No. 1, Hal 43-
53,1999.
6. Aspek – Aspek dalam Perencanaan Pajak
Menurut Ibrahim (2010) aspek-aspek dalam perencanaan pajak terbagi
menjadi aspek formal dan administratif serta aspek material.
a. Aspek Formal dan Administratif
Aspek Formal dan Administratif yang harus dilaksanakan suatu badan
usaha untuk dapat melakukan perencanaan pajak antara lain:
1) Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(NPPKP).
2) Menyelenggaraan pembukuan atau pencatatan.
3) Memotong dan atau memungut pajak.
4) Membayar pajak.
5) Menyampaikan Surat Pemberitahuan.
b. Aspek Material
Aspek material untuk perhitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka
optimalisasi alokasi sumber dana manajemen akan merencanakan
pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak
harus dilaporkan secara benar dan lengkap.
7. Dasar Hukum Perencanaan Pajak
Perencanan pajak mempunyai dasar hukum yang jelas dan saling berkaitan
satu dengan yang lainnya yaitu:
23
a. PSAK Nomor 27 tentang Akuntansi Perkoperasian Revisi (Revisi 1998)
(Reformat 2007).
b. Peraturan Pemerintah Keuangan Nomor 131 Tahun 2000 Tentang Pajak
Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat
Bank Indonesia.
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
51/KMK.04/2001 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga
Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 Tentang Jenis-jenis
Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud bukan Bangunan
untuk Keperluan Penyusutan.
e. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian.
f. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Keempat atas Undang - undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan.
g. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian.
8. Teknis Perencanaan Pajak
Teknis dalam membuat perencanaan pajak antara lain sebagai berikut:
a. Menganalisis informasi (basis data) yang ada.
b. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak.
c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak.
24
d. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak.
e. Memutakhirkan rencana pajak.
Perencanaan pajak (Tax Planning) mencakup pemahaman dan
implementasi dari berbagai strategi yang dapat meminimalisir jumlah beban
pajak dalam beberapa periode. dengan perencanaan pajak yang baik akan
menjadi sumber bagi penyediaan modal kerja koperasi. Pada dasarnya usaha
mengefisiensikan beban pajak berdasarkan the least dan latest rule yaitu wajib
pajak selalu berusaha menekan pajak sekecil mungkin dan menunda
pembayaran selambat mungkin sebatas masih diperkenankan Undang-undang
dan peraturan perpajakan. Perencaan pajak (Tax Planning) sebagai suatu
langkah yang tepat untuk koperasi, dalam melakukan efisiensi pajak sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan, peraturan dan Udang-undang yang
berlaku.
9. Perencanaan Pajak Berdasarkan Undang-undang Domestik
Menurut Suandy (2011), perencanaan pajak yang baik memerlukan suatu
pemahaman terhadap Undang-undang dan peraturan pajak. Undang-undang
pajak dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan. Dalam
perancangan ulang struktur tingkat pajak khususnya untuk orang pribadi,
pemerintah tampaknya ingin memberikan intensif dengan menurunkan tarif
pajak terendah karena pemerintah ingin memperluas jumlah wajib pajak yang
rata-rata berpendapatan menengah, sedangkan untuk wajib pajak yang
berpendapatannya tinggi, tarif pajaknya ditingkatkan juga sehingga tarif pajak
baru lebig progresif dan diharapkan bisa lebih memberikan keadilan.
25
Sistem perpajakan mungkin akan berubah jika situasi sosial politik suatu
negara berubah. Peraturan perpajakan yang berlaku pada saat ini perlu
dicermati hanya untuk memahami bagaimana perpajakan mempengaruhi
keputusan bisnis. Berapa pun besarnya pajak penghasilan yang akan dikenakan
terhadap perusahaan. Dengan demikian, kita dapat memusatkan perhatian pada
beban perusahaan, beban apa saja yang dapat menjadi pengurang pajak, dan
bagaimana hal itu mempengaruhi pengambilan keputusan.
10. Jenis-jenis Perencanaan Pajak
Menurut Suandy (2011), perencanaan pajak dapat dibagi menjadi dua
sebagai berikut:
a. Perencanaan pajak nasional (national tax planning)
b. Perencanaan pajak internasional (international tax planning)
Dalam melakukan perencanaan pajak, baik nasional maupun internasional,
yang sering dilakukan adalah dengan melakukan hal berikut:
a. Penghindaran tarif pajak tertinggi, baik dengan memanfaatkan bunga,
investasi, maupun arbitrase kerugian (losses arbitage).
b. Percepatan pengakuan pendapatan.
c. Alokasi pajak ke beberapa wajib pajak.
d. Penangguhan pembayaran pajak.
e. Tax exclusive maximization.
f. Transformasi pendapatan yang terkena pajak ke pendapatanyang tidak
terkena.
26
g. Transformasi beban yang tidak boleh dikurangi pajak ke beban-beban
yang boleh dikurangi pajak.
h. Penciptaan maupun percepatan beban-beban yang boleh dikurangi pajak.
11. Aspek Kebijakan Akuntansi dan Adminitrasi
Walaupun secara teknis proses penyajian laporan tidak diatur secara rinci
dalam ketentuan perpajakan, pengukuran dan penilaian atas suatu fakta sangat
dipengaruhi oleh ketentuan perpajakan merupakan produk lembaga legislatif
yang mengikat semua anggota masyarakat (termasuk profesi akuntansi).
Dengan demikian, apabila terjadi kekurang sesuaian antara ketentuan
perpajakan dan praktik atau standar akuntansi yang berlaku umum, Undang-
undang perpajakan mempunyai prioritas untuk dipatuhi diatas praktik dan
kelaziman akuntansi. Perbedaan kebijakan antara kebijakan akuntansi
komersial dengan akuntansi pajak untuk perhitungan laba kena pajak meliputi:
a. Sistem pengakuan penghasilan dan beban.
b. Sistem penilaian persediaan.
c. Metode penyusutan.
d. Penliaian kembali aset tetap.
e. Sewa guna usaha (leasing).
12. Pajak Khusus Koperasi
Koperasi yang omsetnya Rp 20.000.000,00 per tahun dan perusahaan yang
omsetnya Rp 40.000.000.000,00 miliar per tahun mempunyai hak dan
kewajiban sama di bidang perpajakan. Koperasi dan wajib pajak badan dalam
negeri lainnya berhak mendapatkan diskon 50% tarif pajak asal peredaran bruto
27
setahun tidak lebih Rp 50.000.000.000,00. Tetapi, diskon 50% berlaku atas
keuntungan dari peredaran bruto sampai Rp 4.800.000.000,00 saja, sisanya
bayar tarif 100% ( Pasal 31E Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008). Jenis
pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak ada perlakuan istimewa pula pada
koperasi. Ketika omset setahun lebih dari Rp 600.000.000,00, maka wajib
pajak pula dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) lalu memungut
PPN dan menyetor ke kas negara. Jika selama dua tahun omset nya melebihi
Rp 600.000.000,00 setahun tetapi tidak memungut PPN maka pada tahun
ketiga akan dikenakan denda atau sanksi yang jumlahnya dapat melenyapkan
modal koperasi. Apalagi SHU telah dibagikan pada anggota, hampir dipastikan
koperasi dapat bangkrut akibat membayar denda pajak (PPh dan PPN).
D. Koperasi
1. Pengertian Koperasi
Menurut Undang-undang 25 Tahun 1992 Pasal 1 pengertian koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
koperasi berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Kemudian pengertian koperasi di sempurnakan menurut Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2012 koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang
perseorangan atau badan hukum koperasi, untuk dengan pemisahan kekayaan
para anggotanya sebagai modal menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi
dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan
nilai dan prinsip koperasi.
28
Berdasarkan dua pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa koperasi
adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum
koperasi yang memiliki identitas ganda, yaitu sebagai pemilik sekaligus
pengguna jasa koperasi yang melaksanakan kegiatannya berdasar atas asas
kekeluargaan. Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan, koperasi memiliki tujuan untuk kepentingan anggotanya antara
lain meningkatkan kesejahteraan, menyediakan kebutuhan, membantu modal,
dan mengembangkan usaha.
2. Prinsip-Prinsip Koperasi
Prinsip Koperasi menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 yang
terdapat pada Pasal 6 yaitu:
a. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka.
b. Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis.
c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi koperasi.
d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen.
e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota,
pengawas, pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada
masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan koperasi.
f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat gerakan
koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal,
nasional, regional, dan internasional.
g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan
masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh anggota.
29
3. Fungsi dan Peran Koperasi
Menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa
fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan
perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya.
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional,
yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan
demokrasi ekonomi.
e. Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para
pelajar bangsa.
4. Landasan, Asas dan Tujuan Koperasi
Menurut Marcellina (2012) landasan ideal koperasi Indonesia adalah
Pancasila, didasarkan atas pertimbangan bahwa Pancasila adalah pandangan
falsafah, pandangan hidup, dan ideologi bangsa Indonesia. Pancasila akan
menjadi pedoman yang mengarahkan semua tindakan koperasi dan organisasi-
organisasi lainnya dalam mengemban fungsinya masing-masing di tengah-
tengah masyarakat.
30
Landasan struktural koperasi Indonesia adalah Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 33, dengan pertimbangan bahwa pasal tersebut pada dasarnya
mengatur perikehidupan ekonomi bangsa Indonesia yang di dalam gerak
pelaksanaannya dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi ekonomi. Artinya,
usaha pemenuhan kebutuhan ekonomi warga negara Indonesia harus dilakukan
melalui usaha bersama di antara anggota masyarakat.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (1) ditegaskan bahwa
perekonomian yang hendak disusun di Indonesia adalah suatu usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Artinya, susunan perekonomian usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Hal ini terdapat
dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 dan berulang kali telah
ditegaskan oleh Muhammad Hatta bahwa yang dimaksud dengan usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan itu ialah koperasi. Asas koperasi
Indonesia adalah kekeluargaan (Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 Pasal
3). Semangat kekeluargaan ini merupakan pembeda utama antara koperasi
dengan bentuk badan usaha lainnya. Semangat kekeluargaan mengandung tiga
unsur:
a. Kesadaran akan harga diri sebagai pribadi (individualitas)
Kesadaran bahwa setiap manusia tidak akan dapat berkembang dengan baik
bila tidak bekerja sama dengan orang lain. Kesadaran seperti itulah yang
kemudian mendorong tumbuhnya sikap mental yang mengarah pada
semangat kekeluargaan.
b. Rasa setia kawan (solidaritas)
31
Rasa setia kawan ini sangat penting bagi perkembangan usaha koperasi,
karena rasa setia kawan akan mendorong setiap anggota koperasi untuk
merasa sebagai satu keluarga besar yang senasib dan sepenanggungan.
Bertolak dari rasa setia kawan ini akan tumbuh kehendak untuk bersatu,
bekerja sama, dan tolong-menolong dalam koperasi. Rasa setia kawan itu
antara lain terwujud dalam bentuk gotong royong yang telah lama ada
dalam masyarakat Indonesia.
c. Kepercayaan pada diri sendiri (self-help)
Sikap percaya pada diri sendiri yang tumbuh karena adanya saling tolong
menolong di antara sesama anggota koperasi akan mendukung kesadaran
berpribadi dan rasa setia kawan yang berguna bagi pengembangan koperasi.
Ketiga unsur tersebut diharapkan saling memperkuat setiap anggota
koperasi dalam melakukan usaha untuk meningkatkan kemakmuran
bersama. Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan
perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju,
adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan demikian, dalam garis besarnya tujuan koperasi Indonesia meliputi
tiga hal:
1) Untuk memajukan kesejahteraan anggota.
2) Untuk memajukan kesejahteraan masyarakat.
3) Ikut serta membangun tatanan perekonomian nasional.
32
5. Bentuk dan Jenis Koperasi
Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012, bentuk koperasi terbagi
menjadi dua, yaitu:
a. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
orang perseorangan.
b. Koperasi Sekunder adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
badan hukum koperasi.
Jenis koperasi menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 yang
didasarkan pada kesamaan kegiatan usaha dan atau kepentingan ekonomi
anggota yaitu:
a. Koperasi konsumen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
penyediaan barang kebutuhan anggota dan non-anggota.
b. Koperasi produsen menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang
pengadaan sarana produksi dan pemasaran produksi yang dihasilkan
anggota kepada anggota dan non-anggota.
c. Koperasi jasa menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan jasa non-
simpan pinjam yang diperlukan oleh anggota dan non-anggota.
d. Koperasi simpan pinjam menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-
satunya usaha yang melayani anggota.
6. Sumber Modal Koperasi
Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 modal koperasi terdiri
dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal. Selain
modal, modal koperasi dapat berasal dari:
33
a. Hibah.
b. Modal Penyertaan.
c. Modal pinjaman yang berasal dari:
1) Anggota.
2) Koperasi lainnya dan/atau Anggotanya.
3) Bank dan lembaga keuangan lainnya.
4) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya.
5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
7. Perangkat Organisasi Koperasi
Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012, koperasi mempunyai
perangkat organisasi yang terdiri atas:
a. Rapat Anggota
Rapat Anggota adalah wadah inspirasi anggota dan pemegang kekuasaan
tertinggi, maka segala kebijakan yang berlaku dalam koperasi harus
melewati persetujuan rapat anggota terlebih dahulu, termasuk pemilihan,
pengangkatan dan pemberhentian personalia pengurus dan pengawas.
b. Pengawas
Pengawas adalah suatu badan yang dibentuk untuk melaksanakan
pengawasan terhadap kinerja pengurus. Anggota pengawas dipilih oleh
anggota koperasi di rapat angggota. Dalam pelaksanaannya, pengawas
berhak mendapatkan setiap laporan pengurus, tetapi merahasiakannya
kepada pihak ketiga. Pengawas bertanggung jawab kepada rapat anggota.
34
c. Pengurus.
Pengurus adalah badan yang dibentuk oleh rapat angggota dan disertai dan
diserahi mandat untuk melaksanakan kepemimpinan koperasi. Anggota
pengurus dipilih dari dan pleh anggota koperasi dalam rapat anggota.
Dalam menjalankan tugasnya, pengurus bertanggung jawab terhadap rapat
anggota. Atas persetujuan rapat anggota pengurus dapat mengangkat
manajer untuk mengelola koperasi. Namun pengurus tetap bertanggung
jawab pada rapat anggota.
E. Penelitian Terdahulu
Penulis membendingkan penelitian yang dilakukan dengan penelitian
terdahulu dalam hal judul penelitian, jenis penelitian, variabel penelitian, tempat
penelitian, dan hasil penelitian. Perbandingan penilitian terdahulu dengan
penelitian yang dilakukan selanjutnya mengenai perencanaan pajak akan
dijelaskan dalam tabel berikut.
35
n
No.
Peneliti
(Tahun)
Judul
Metode Penelitian
Hasil
Penelitian Perbedaan Persamaan
1. Suryanti
(2008)
Penerapan
Perencanaan
Pajak Untuk
Meminimalkan
Pembayaran
Pajak Pada PT.
Arta Design
1. Objek Penelitian
terdahulu
dilakukan pada
PT. Arta Design
yang bergerak
dibidang jasa
desain interior
sedangkan
penelitian
sekarang
dilakukan pada
koperasi.
2. Teknik analisis
penelitian
terdahulu
menggunakan
analisis
deskriptif
komparatif
sedangkan
penelitian
sekarang
menggunakan
analisis
deskriptif
dengan studi
kasus.
1. Data yang
digunakan
dalam
penelitian
terdahulu dan
sekarang sama
yaitu data
sekunder.
Tax planning
menyebabkan
perusahaan
memperoleh
penghematan
pajak sebesar Rp
28.233.243,25.
2.
Renita
Rumuy
Dan
Rizal
Effendi
(2013)
Penerapan
Perencanaan
Pajak
Penghasilan
Badan Sebagai
Upaya Efisiensi
Pembayaran
Pajak PT. Sinar
Sasongko
1. Objek penelitian
terdahulu
dilakukan pada
di PT. Sinar
Sasongko yang
bergerak
dibidang
perkebunan
kelapa sawit
sedangkan
peneltitian
sekarang pada
koperasi.
1. Sumber data
yang
digunakan
penelitian
terdahulu dan
penelitian
sekarang
sama, yaitu
data sekunder.
2. Menggunakan
variabel yang
sama yaitu
efisiensi.
Perencanaan
pajak
mengakibatkan
terjadi efisiensi
pajak
perusahaan
sebesar
Rp 60.000.000,-.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
36
2. Metode analisis
penelitian
terdahulu
menggunakan
pendekatan
kualitatif
sedangkan
penelitian
sekarang
menggunakan
pendekatan
kuantitatif.
3.
Evi
Wulansari
(2013)
Implementasi
Tax Planning
Terhadap
Perhitungan PPh
Badan Pada PT.
Pelabuhan
Indonesia IV
1. Objek penelitian
terdahulu
dilakukan pada
PT. pelabuhan
Indonesia IV
yang bergerak
dibidang jasa
sedangkan
penelitian
sekarang pada
koperasi.
2. Metode analisis
penelitian
terdahulu
menggunakan
metode analisis
deskriptif
kuantitatif
sedangkan
penelitian
sekarang
menggunakan
metode
deskriptif
analisis dengan
studi kasus.
1. Sumber data
yang
digunakan
penelitian
terdahulu dan
penelitian
sekarang
sama, yaitu
data sekunder.
2. Mengambil
tema yang
sama yaitu tax
planning.
Perencanaan
pajak
mengakibatkan
terjadi
penghematan
pajak sebesar
Rp
2.080.269.889,-.
Peneliti Metode Penelitian
(Tahun) Perbedaan Persamaan
Hasil
Penelitian
Judul No.
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
37
4.
Noviandi
Librata
(2013)
Analisis
Penerapan Tax
Planning Dalam
Upaya
Meningkatkan
Efisiensi
Pembayaran
Beban Pajak
Penghasilan
Pada PT. Graha
Mitra Sukarami
1. Objek penelitian
terdahulu
dilakukan pada
di PT. Graha
Mitra Sukarami
yang bergerak
dibidang
properti
sedangkan
peneltitian
sekarang pada
koperasi.
2. Teknik analisis
data penelitian
terdahulu
menggunakan
pendekatan
kuantitatif dan
kualitatif
sedangkan
teknik analsis
data penelitian
sekarang hanya
menggunakan
pendekatan
kuantitatif.
1. Teknik
pengumpulan
data dalam
penelitian
terdahulu dan
penelitian
yang sekarang
sama, yaitu
studi pustaka
dan
wawancara.
2. Teknik
analisis data
yang
digunakan
dalam
penelitian
terdahulu dan
sekarang
sama, yaitu
pendekatan
kuantitatif.
3. Menggunakan
variabel yang
sama yaitu
efisiensi.
Perencanaan
pajak dapat
menghemat
pajak
penghasilan
sebesar
Rp 53.972.313,-
Peneliti Metode Penelitian
(Tahun) Perbedaan Persamaan
Judul No. Hasil
Peneitian
Tabel 2.4
Penelitian Terdahulu
38
F. Skema Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penjelasan diatas maka kerangka pemikiran yang dapat dibuat
sebagai berikut.
Gambar 2.2
G. Dampak Perencanaan Pajak Terhadap Primkoppolres Metro Jakarta
Selatan
Dampak yang ditimbulkan oleh adanya penerapan perencanaan pajak pada
Primkoppolres Metro Jakarta Selatan adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak menurun setelah
dilakukannya perencanaan pajak yang berarti ada item pajak yang belum
terhitung atau belum ikut terbayar.
2. Beban PPh badan yang ikut menurun. Menurunnya beban PPh badan
menyebabkan menurunnya pajak penghasilan juga. Perencanaan pajak dapat
Tax Saving
Tax
Avoidance
Ketaatan
Perpajakan
Efisiensi Beban
Pajak Penghasilan
Penerapan
Perencanaan Pajak
Penerapan Perencanaan Pajak dalam Mengefiseinsikan Beban Pajak Koperasi
Perencanaan Pajak
Sesuai Undang-
undang
Perpajakan yang
Berlaku
39
digunakan sebagai sebuah sarana pengelolaan pajak yang bisa menunjang
efisiensi beban pajak koperasi.
3. Perencanaan pajak ternyata berdampak negatif pada koperasi pada tahun 2010,
yaitu koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih besar sehingga mampu
memberikan kejelasan tentang besarnya pajak yang memang seharusnya
dibayar oleh koperasi tersebut. Sebaliknya di tahun 2011 dan 2012, yaitu
koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih kecil sehingga mampu
mengefisiensikan besarnya pajak yang seharusnya dibayar oleh koperasi
tersebut.
40
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengambil objek Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta
Selatan yang berada di kawasan Panglima Polim, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui penerapan perencanaan pajak
dalam usaha mengefisiensikan beban pajak pada badan usaha koperasi khususnya
pada Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Convenience Sampling atau pemilihan sampel yang berdasarkan kemudahan.
Menurut Abdul Hamid (2012) Convenience Sampling adalah istilah umum yang
mencakup variasi luasnya prosuder pemilihan responden. Convenience Sampling
berarti unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah
untuk mengukur, dan bersifat kooperatif. Peneliti mengumpulkan data tempat
untuk mengambil data untuk dijadikan sampel sesuai yang diinginkan peneliti dan
judul yang akan digunakan oleh peneliti. Peneliti memilih 1 dari 4 data dari 4
tempat yang berbeda untuk dijadikan sampel, kemudian peneliti memilih data
yang paling mudah untuk diambil, diolah, hemat waktu, hemat biaya, dan
mempunyai “orang dalam” yang mampu memberikan data secara cepat dan
terpercaya.
41
Sampel juga ditentukan berdasarkan penentuan sampel di penelitian
terdahulu, yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh Renita Rumuy dan Rizal
Effendy (2013) dengan judul Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Badan
Sebagai Upaya Efisiensi Pembayaran Pajak PT. Sinar Sasongko dan Penelitian
yang dilakukakn oleh Noviandi Librata (2013) dengan judul Analisis Penerapan
Tax Planning dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Pembayaran Beban Pajak
Penghasilan pada PT. Graha Mitra Sukarami. Kedua penelitian tersebut
menentukan jumlah sampel berdasarkan kemudahan, contoh nya jika ada yang
mengambil jumlah sampel dalam satu tahun, maka peneliti lainnya akan mencoba
untuk mengambil jumlah sampel dua tahun atau tiga tahun atau lebih.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah laporan keuangan
khususnya laporan laba rugi dan Surat Pemberitahuan (SPT) periode tahun 2010,
2011 dan 2012. Jenis data adalah data sekunder. Menurut Wulansari (2013) data
sekunder adalah data yang berupa catatan-catatan perusahaan dan lampiran-
lampiran serta literature yang berhubungan dengan penelitian ini. Selain itu,
didapatkan pula data yang berhubungan dengan sejarah, strukstur organisasi, dan
aktivitas utama Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan.
D. Metode Analisis Data
Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif analisis dengan rancangan penelitian studi kasus. Pendekatan
keilmuan yang digunakan adalah pendekatan ilmu ekonomi positif. Menurut Joko
(2013), ilmu ekonomi positif adalah pendekatan ekonomi yang mempelajari
42
berbagai pelaku dan proses bekerjanya aktivitas ekonomi, tanpa menggunakan
suatu pandangan subjektif untuk menyatakan bahwa sesuatu itu baik atau jelek
dari sudut pandang ekonomi. Salah satu studi kasus yang di gunakan oleh peneliti
adalah studi kasus pada perusahaan jasa angkutan di Malang dalam penerapan tax
planning terhadap PPh sebagai upaya efisiensi pembayaran pajak diteliti oleh
Nanik (2011).
Nanik (2011) melakukan studi kasus tersebut dengan maksud untuk
mengefisiensikan beban pajak yang harus dibayar kepada pemerintah melalui
penghindaran pajak dengan tidak melanggar Undang-undang perpajakan (tax
aoidance) bukan penghindaran pajak yang melanggar Undang-undang (tax
evasion). Dengan melakukan tax planning (perencanaan pajak), perusahaan dapat
memperoleh penghasilan yang lebih besar, karena beban pajak yang harus
dibayarkan lebih kecil dari sebelum perusahaan melakukan tax planning. Menurut
Santoso (2008) metode deskriptif analisis dengan rancangan studi kasus yaitu
suatu metode penelitian dengan cara mengumpulkan data yang ada kemudian
diolah, dianalisis, dan diteliti lebih lanjut dengan dasar - dasar yang diperoleh
untuk kemudian dianalisa dan diambil kesimpulan secara kuantitatif. Penelitian
kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan
fenomena serta hubungan-hubungannya.
Tujuan penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan mengggunakan
teori - teori dan atau hipotesis yang berkaitan sentral dalam penelitian kuantitatif
karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan
empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Penelitian ini
43
menggunakan jenis kuantitatif dengan menggunakan format deskriptif bertujuan
untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau
berbagai variabel yang timbul di masyarakat, yang menjadi penelitian ini,
berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau
gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tersebut. Dalam penelitian ini
penulis mengggunakan alat analisis, yaitu dengan melakukan rekonsiliasi fiskal
yang terdiri dari koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif pada biaya - biaya
terhadap penghasilan kena pajak dan laporan laba rugi perusahaan. Untuk
menghitung persentase efisiensi pajak setelah dilakukan perencanaan pajak
dengan menggunakan rumus:
T = P 0 – P 1 x 100%
Keterangan:
T = Besarnya % efisiensi pajak.
P 0 = Besarnya pajak penghasilan sebelum perencanaan pajak.
P 1 = Besarnya pajak penghasilan setelah perencanaan pajak.
Sumber: Berliyanti, Elen Setiyaning. “ Analisis Penerapan Perencanaan Pajak
dalam Usaha Mengefisiensikan Beban Pajak pada Badan Usaha
Koperasi ” Jurnal Akuntansi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol.1,
No.1, Hal.51, 2011.
E. Operasional Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah beban pajak
koperasi dan perencanaan pajak.
P 0
44
1. Beban pajak koperasi
Beban pajak koperasi adalah jumlah pajak yang harus ditanggung oleh
pihak koperasi atas kegiatan usaha yang dilakukan oleh koperasi tersebut yang
dapat mengurangi laba usaha. Beban pajak ini diukur dengan cara:
a. Mengidentifikasi biaya-biaya yang diperbolehkan dalam pajak.
b. Penggunaan tarif pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan yang
berlaku.
2. Perencanaan pajak (tax planning)
Perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau
kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya berada dalam
posisi paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan
perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial. Perencanaan pajak
ini dapat dilakukan dengan cara:
a. Memaksimalkan penghasilan yang bukan objek pajak atau telah dikenakan
PPh Final.
b. Pemilihan metode akuntansi.
3. Efisiensi beban pajak
Secara finansial, pajak dapat mengurangi laba yang dihasilkan oleh
seseorang atau suatu badan usaha. Pajak yang harus ditanggung oleh wajib
pajak merupakan beban yang dapat mempengaruhi besarnya laba bersih yang
diperoleh. Jika beban adalah suatu penurunan atau berkurangnya nilai modal
akibat penggunaan aset, maka hal tersebut seharusnya dapat ditekan
seminimal mungkin. Penurunan nilai modal karena penggunaan aset yang
45
disebabkan oleh penggunaan yang tidak perlu merupakan suatu pemborosan
yang harus diminimalkan ataupun dihindari karena dapat mempengaruhi
besarnya laba yang diperoleh.
Upaya untuk menghindari pemborosan sumber daya yang dapat
mempengaruhi besarnya laba usaha adalah tujuan dari efisiensi. Penghindaran
pemborosan tersebut meupakan upaya optimalisasi alokasi sumber daya dengan
melakukan aktivitas dengan benar disamping melakukan aktivitas yang
seharusnya dilakukan. Salah satu cara efisiensi beban pajak yang dapat
dilakukan adalah dengan melakukan perencanaan pajak.
46
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Koperasi
Menurut Buku Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Primkopplores
Metro Jakarta Selatan, Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan
didirikan di Jakarta pada tahun 1979 yang kemudian di tahun 1981 dengan
akta pendirian yang disahkan Departemen Koperasi dan Pembinaan
Pengusaha Kecil Republik Indonesia kantor wilayah DKI Jakarta dengan
nomor 1409/BH/I/9.4/1981. Kedudukan Primkopplores Metro Jakarta
Selatan tanggal 5 Februari 1998 ditetapkan sebagai Koperasi Mandiri
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha
Kecil Republik Indonesia dengan nomor 58/KEP.M/II/1998.
Nama sesuai akta pendirian adalah Primkoppolres Metro Jakarta
Selatan. Pada tanggal 27 Juni 2009 telah mendapatkan akta pengesahan atau
berbadan hukum dengan akta Nomor 37, dan tanggal 8 September 2009
Koperasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan menyelenggarakan Rapat
Khusus Perubahan Anggaran Dasar dan telah mendapatkan pengesahan dari
Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil Republik Indonesia Daerah
Khusus Ibukota Jakarta Nomor : b0/PH/Y/IX/1994 tanggal 26 September
1994.
Primkopplores Metro Jakarta Selatan merupakan Koperasi Anggota
Polri dan Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Polres Metro Jakarta Selatan.
47
Pada awal berdirinya koperasi berdiri, keanggotaan koperasi terbatas pada
Anggota Polri, namun sejalan dengan perkembangan usaha koperasi,
keanggotaan koperasi diperluas dengan memperbolehkannya Pegawai
Negeri Sipil yang bekerja di wilayah Polres Jakarta Selatan untuk bisa
menjadi anggota koperasi. Produk dan jasa yang diberikan koperasi
ditujukan untuk anggota dan bukan anggota.
Kegiatan usaha ekonomi yang ditujukan antara lain kegiatan unit
pertokoan, unit simpan pinjam dan unit fotokopi. Kegiatan unit pertokoan
menyediakan barang-barang kebutuhan sekunder antara lain barang-barang
elektronika. Kegiatan unit simpan pinjam melayani anggota Polri atau
Pegawai Negeri Sipil Polres Metro Jakarta Selatan yang memerlukan
bantuan pinjaman uang tunai, untuk memenuhi kebutuhan berobat, biaya
pendidikan, sewa kontrak rumah dan lain-lain. Kegiatan unit fotokopi
melayani kebutuhan fotokopi anggota dan non anggota koperasi.
Selain usaha ekonomi, koperasi juga melaksanakan usaha sosial antara
lain sumbangan anggota yang terkena musibah (meninggal dunia),
sumbangan paket lebaran dan natal, dan sumbangan musibah banjir dan lain-
lain. Peranan pengurus dalam menjalin kerjasama yang baik dengan anggota
sangat diperlukan guna kelangsungan usaha koperasi dan hal inilah yang
menjadi kunci sukses koperasi bisa bertahan sampai sekarang.
48
2. Visi, dan Misi
a. Visi
Visi dari Koperasi Primkopplores Metro Jakarta Selatan adalah sebagai
pedoman dalam melaksanakan tugas koperasi dalam upaya mewujudkan
dan meningkatkan kesejahteraan anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil
beserta keluarganya. Kemudian secara umum meningkatkan
kesejahteraan dan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya, serta menjadi gerakan ekonomi rakyat dan ikut
membangun tatanan perekonomian nasional.
b. Misi
Misi dari Koperasi Primkopplores Metro Jakarta Selatan adalah sebagai
acuan agar sesuai dengan keputusan yang sudah ditetapkan dalam
melaksanakan tugas dan untuk mensejahterakan anggota koperasi.
3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Koperasi Primkopplores Metro Jakarta Selatan
terdiri dari Penasehat, Pengurus, Badan Pengawas dan Anggota.
49
Gambar 4.1
Struktur Organisasi Primkoppolres Metro Jakarta Selatan
Penasehat
Wahyu Hadiningrat
Jakub Prayogo
Pengurus
Sumber : Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan
4. Kebijakan Akuntansi Koperasi
Laporan keuangan Koperasi disusun dengan mengacu pada Standar
Akuntansi Keuangan Nomor 27 Tahun 2007 tentang Akuntansi Perpajakan.
Laporan Keuangan disusun dengan menggunakan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia berdasarkan nilai historis. Laporan arus kas
disusun dengan menggunakan metode langsung (direct method) dengan
mengklasifikasikan arus kas dalam aktivitas operasi, investasi dan keuangan.
Untuk menilai persediaan menggunakan harga perolehan. Harga perolehan
yang digunakan berdasarkan metode pertama masuk pertama keluar (First In
First Out). Penyisihan persediaan uang ditentukan berdasarkan hasil
pemeriksaan terhadap keadaan persediaan pada tanggal neraca. Aktiva tetap
dinyatakan berdasarkan harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan.
Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus (Straight Line
Method) berdasarkan perkiraan masa manfaat berikut:
Ketua Sugiarto
Sekretaris A.M. Bangun
Bendahara Junhari
Badan Pengawas Ketua Suresmiati
Sekretaris M. Sembiring
Anggota
50
Tabel 4.1
Masa Manfaat Aktiva Tetap
Aktiva Tetap Masa Manfaat
Gedung dan Bangunan 20 tahun
Kendaraan 8 tahun
Peralatan dan Mesin 4-8 tahun
Komputer 4 tahun
Sumber: Laporan Pertanggung Jawaban Pengurus Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan
Pengakuan pendapatan dan beban dilakukan secara akrual. Pendapatan
diakui pada saat barang atau jasa diserahkan kepada pelanggan. Apabila jasa
diberikan dalam jangka waktu lebih dari satu periode, pendapatan diakui
berdasarkan presentase penyelesaian jasa selesai diberikan. Sementara
beban-beban koperasi diakui pada saat terjadinya.
Primkoppolres Metro Jakarta Selatan sebagai wajib pajak badan telah
memiliki NPWP dan berkewajiban menghitung, mengisi, menendatangani,
dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Surat Pemberitahuan (SPT)
diisi dengan informasi yang sesuai kaidah-kaidah tertentu menurut peraturan
perpajakan yang berlaku. Surat Pemberitahuan (SPT) juga harus diisi dengan
dasar laporan laba rugi fiskal.
Beban pajak saat ini ditetapkan berdasarkan taksiran laba kena pajak
tahun berjalan. Aktiva dan kewajiban pajak tangguhan diakui atas perbedaan
waktu antara aktiva dan kewajiban untuk tujuan komersial dan untuk tujuan
perpajakan disetiap tanggal pelaporan. Rekonsiliasi fiskal dilakukan untuk
mengetahui besarnya penghasilan kena pajak (PKP) suatu badan.
Penyesuaian yang dilakukan dalam rekonsiliasi fiskal ini dilakukan pada
51
pos-pos penghasilan dan biaya yang menurut fiskal boleh dikurangkan atau
ditambahkan.
B. Analisis dan Pembahasan Simulasi Tax Planning pada Primkoppolres
Metro Jakarta Selatan
1. Perhitungan Pajak Penghasilan Sebelum Perencanaan Pajak
52
Uraian Komersial Rekonsiliasi
Fiskal Positif Negatif
Pendapatan Toko
Penjualan Rp 1,284,045,035.00
Rp 1,284,045,035.00
Harga Pokok Penjualan
Persediaan Barang Awal Rp 163,853,682.71
Rp 163,853,682.71
Pembelian Rp 1,278,060,763.00
Rp 1,278,060,763.00
Barang Tersedia Untuk Dijual Rp 1,441,914,445.71
Rp 1,441,914,445.71
Persediaan Barang Akhir Rp (164,329,471.41)
Rp (164,329,471.41)
Harga Pokok Penjualan Rp 1,277,584,974.30
Rp 1,277,584,974.30
Pendapatan Kotor Rp 6,460,060.70
Rp 6,460,060.70
Pendapatan Jasa
Laundry Rp 2,841,800.00
Rp 2,841,800.00
Pendapatan ATK
Rp -
Foto Copy Rp 13,000,000.00
Rp 13,000,000.00
SHU Puskopol Rp 9,599,455.00
Rp 9,599,455.00 Rp -
Jumlah Pendapatan Jasa Rp 587,517,100.00
Rp 577,917,645.00
Jumlah Pendapatan Rp 593,977,160.70
Rp 584,377,705.70
Beban Operasional
Beban ATK & administrasi Rp 29,838,050.00
Rp 29,838,050.00
Beban PPh Pasal 29 Tahun 2009 Rp 1,126,500.00
Rp 1,126,500.00 Rp -
Perbaikan Alat kantor Rp 860,000.00
Rp 860,000.00
Biaya RAT Rp 26,075,300.00
Rp 26,075,300.00
Beban Telepon Rp 1,623,800.00
Rp 1,623,800.00
Beban Listrik Rp 3,221,100.00
Rp 3,221,100.00
Operasional Pengurus & Pangawas Rp 27,550,000.00
Rp 27,550,000.00
Media Cetak-cetakan Rp 4,600,000.00
Rp 4,600,000.00
Beban Konsumsi/makan Rp 5,800,000.00
Rp 5,800,000.00
Beban Penyusutan Rp 30,109,638.83
Rp 197,916.00 Rp 30,307,554.83
Beban Lain-lain Rp 12,019.00
Rp 12,019.00
Beban Air Minum Rp 523,650.00
Rp 523,650.00
Jasa Pinjaman Rp 95,000,000.00
Rp 95,000,000.00
Beban Gaji / Upah Rp 198,600,000.00
Rp 198,600,000.00
Jumlah Beban Rp 424,940,057.83
Rp 423,615,641.83
SHU sebelum Pajak Rp 169,037,102.87
Rp 160,762,063.87
Pajak Rp 21,129,625.00
Rp 20,095,250,00
SHU setelah Pajak Rp 147,907,375.00
Rp 140,666,750.00
Tabel 4.2
Primer Koperasi Polres Metro Jakarta Selatan
Rekonsiliasi Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Per 31 Desember 2010
53
Pajak terutang tahun 2010 menurut Primer Koperasi Polres Metro
Jakarta Selatan adalah sebesar Rp 20.129.625,00 didapat dari SHU sebelum
pajak (pendapatan yang menjadi objek pajak) setelah dilakukan koreksi
fiskal oleh koperasi sehingga penghasilan kena pajak menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan penghasilan sebelum dilakukan koreksi fiskal, yaitu
sebesar Rp 169.037.102,87 setelah dilakukan koreksi fiskal menjadi Rp
160.762.063,87 Berikut ini rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh
koperasi untuk penghasilan kena pajak yang berakhir tanggal 31 Desember
2010.
Koreksi Negatif:
SHU Puskoppol Rp 9.599.455,00
SHU Puskoppol termasuk kategori koreksi negatif karena penghasilan
dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba bersih untuk akuntansi
komersial tetapi tidak diakui dalam perhitungan akuntansi pajak. Dijelaskan
juga di PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi. Kemudian di Undang - undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat
(1) atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk
54
usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan dan dalam
pasal 4 ayat ayat (2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat
final dan pasal 4 ayat (3) f yang dikecualikan dari obyek pajak adalah
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau
badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat dividen
berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan
usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah
25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Beban PPh Pasal 29 tahun 2009 Rp 1.126.500,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2009 termasuk kategori koreksi negatif
karena adanya pajak terutang yang belum dibayar di tahun 2009, sehingga
pajak yang kurang tersebut baru bisa dibayarkan di tahun 2010. Tertuang
pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) tentang tarif
pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak dan Pasal 9 ayat (1) h
untuk menentukan besarnya peghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pajak penghasilan.
Beban Penyusutan Rp 197.916,00
Beban penyusutan termasuk kategori koreksi negatif karena terjadi
perbedaan perhitungan beban penyusutan, disebabkan koperasi mengukur
55
nilai ekonomis masa manfaat 10 tahun, tetapi seharusnya koperasi
menghitung nilai ekonomis masa manfaat 8 tahun yang menyebabkan
terjadinya beda waktu, yaitu adanya penghasilan atau biaya yang dapat
diakui saat ini oleh akuntansi pajak, biasanya terjadi karena perbedaan
metode pengakuan . Seperti yang tertuang pada Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008 pasal 11 ayat (6) yaitu tentang besarnya penghasilan kena pajak
bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.03/2009 tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok
harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan.
SHU sebelum pajak (komersial) Rp 169.037.102,87
Koreksi Negatif:
SHU Puskoppol Rp 9.599.455,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2009 Rp 1.126.500,00
Beban Penyusutan Rp 197.916,00
SHU sebelum pajak (fiskal) Rp 160.762.063,87
Pembulatan PKP: Rp 160.762.063,87 – Rp 063,87 = Rp 160.762.000,00
Perhitungan PPh Badan Tahun 2010:
(50% x 25%) x Rp 160.762.000,00 = Rp 20.095.250,00
SHU setelah pajak:
Rp 160.762.000,00 - Rp 20.095.250,00 = Rp 140.666.750,00
56
Uraian Komersial Rekonsiliasi
Fiskal Positif Negatif
Pendapatan Toko
Penjualan Rp 1,453,932,590.00 Rp 1,453,932,590.00
Harga Pokok Penjualan
Persediaan Barang Awal Rp 164,329,471.00 Rp 164,329,471.00
Pembelian Rp 1,502,123,351.00 Rp 1,502,123,351.00
Barang Tersedia Untuk Dijual Rp 1,666,452,822.00 Rp 1,666,452,822.00
Persediaan Barang Akhir Rp (224,672,702.00) Rp (224,672,702.00)
Harga Pokok Penjualan Rp 1,441,780,120.00 Rp 1,441,780,120.00
Pendapatan Kotor Rp 12,152,470.00 Rp 12,152,470.00
Pendapatan Jasa
Jasa Simpan Pinjam Rp 543,573,714.75 Rp 543,573,714.75
Laundry Rp 3,445,825.00 Rp 3,445,825.00
SHU Puskopol Rp 7,047,403.00 Rp 7,047,403.00 Rp -
Jumlah Pendapatan Jasa Rp 559,066,942.75 Rp 552,019,539.75
Jumlah Pendapatan Rp 571,219,412.75 Rp 564,172,009.75
Beban Operasional
Beban ATK & Administrasi Rp 36,273,300.00 Rp 36,273,300.00
Beban PPh Pasal 29 Tahun 2010 Rp 1,250,000.00 Rp 1,250,000.00 Rp -
Operasional Mobil Rp 925,000.00 Rp 925,000.00
Pajak Kendaraan Rp 1,600,000.00 Rp 1,600,000.00
Perbaikan Alat kantor Rp 735,000.00 Rp 735,000.00
Pendidikan Pengurus & Pegawai Rp 2,250,000.00 Rp 2,250,000.00
Biaya RAT Rp 44,250,500.00 Rp 44,250,500.00
Beban Telepon Rp 2,193,000.00 Rp 2,193,000.00
Beban Listrik Rp 3,222,200.00 Rp 3,222,200.00
Operasional Pengurus & Pangawas Rp 14,650,000.00 Rp 14,650,000.00
Media Cetak-cetakan Rp 550,000.00 Rp 550,000.00
Beban Konsumsi/makan Rp 12,072,000.00 Rp 12,072,000.00
Beban Penyusutan Rp 37,280,471.50 Rp 2,375,000.00 Rp 39,655,471.50
Beban Lain-lain Rp 4,500,000.00 Rp 4,500,000.00
Beban Air Minum Rp 304,250.00 Rp 304,250.00
Jasa Pinjaman Rp 68,650,000.00 Rp 68,650,000.00
Beban Gaji / Upah Rp 201,850,000.00 Rp 201,850,000.00
Jumlah Beban Rp 432,555,721.50 Rp 428,930,721.50
SHU sebelum Pajak Rp 138,663,691.25 Rp 142,086,094.25
Pajak Rp 17,332,875.00 Rp 17,760,750.00
SHU setelah Pajak Rp 121,330,125.00 Rp 124,325,250.00
Tabel 4.3
Primer Koperasi Polres Metro Jakarta Selatan PRIMER KOPERASI POLRES METRO JAKSEL
Rekonsiliasi Laba Rugi Komersial dan Fiskal REKONSILIASI LABA RUGI KOMERSIAL DAN FISKAL
Per 31 Desember 2011 PER 31 DESEMBER 2011
57
Pajak terutang tahun 2011 menurut Primer Koperasi Polres Metro
Jakarta Selatan adalah sebesar Rp 17.332.875,00 didapat dari SHU sebelum
pajak (pendapatan yang menjadi objek pajak) setelah dilakukan koreksi
fiskal oleh koperasi sehingga penghasilan kena pajak menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan penghasilan sebelum dilakukan koreksi fiskal, yaitu
sebesar Rp 138.663.691,25 setelah dilakukan koreksi fiskal menjadi Rp
142.086.094,25. Berikut ini rincian loreksi fiskal yang dilakukan oleh
koperasi untuk penghasilan kena pajak yang berakhir tanggal 31 Desember
2011.
Koreksi Negatif:
SHU Puskoppol Rp 7.047.403,00
SHU Puskoppol masuk kategori koreksi negatif karena penghasilan dan
biaya yang diakui dalam penghitungan laba bersih untuk akuntansi
komersial tetapi tidak diakui dalam perhitungan akuntansi pajak. Dijelaskan
juga di PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi. Kemudian di Undang - undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 23 ayat
(1) a atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan dan dalam bentuk
apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk
58
usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan, sebesar
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto diatas dan dalam Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3) f yaitu yang dikecualikan dari objek
pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
Beban PPh Pasal 29 tahun 2010 Rp 1.250.000,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2010 masuk kategori koreksi negatif karena
adanya pajak terutang yang belum dibayar di tahun 2010, sehingga pajak
yang kurang tersebut baru bisa dibayarkan di tahun 2011. Tertuang pada
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) yaitu tentang tarif
pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak dan Undang-undang
No.36 tahun 2008 pasal 9 ayat (1) h yaitu untuk menentukan besarnya
penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap tidak boleh dikurangkan pajak penghasilan.
Beban Penyusutan Rp 2.375.000,00
Beban penyusutan termasuk kategori koreksi negatif karena terjadi
perbedaan perhitungan beban penyusutan, disebabkan koperasi mengukur
59
nilai ekonomis masa manfaat 10 tahun, tetapi seharusnya koperasi
menghitung nilai ekonomis masa manfaat 8 tahun yang menyebabkan
terjadinya beda waktu, yaitu adanya penghasilan atau biaya yang dapat
diakui saat ini oleh akuntansi pajak, biasanya terjadi karena perbedaan
metode pengakuan. Seperti yang tertuang pada Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008 pasal 11 ayat (6) yaitu tentang besarnya penghasilan kena pajak
bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.03/2009 tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok
harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan.
SHU sebelum pajak (komersial) Rp 138.663.691,25
Koreksi Negatif:
SHU Puskoppol Rp 7.047.403,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2010 Rp 1.250.000,00
Beban Penyusutan Rp 2.375.000,00
SHU sebelum pajak (fiskal) Rp 142.086.094,25
Pembulatan PKP: Rp 142.086.094,25 – Rp 094,25 = Rp 142.086.000,00
Perhitungan PPh Badan Tahun 2011:
(50% x 25%) x Rp 142.086.000,00 = Rp 17.760.750,00
SHU setelah pajak:
Rp 142.086.000,00 - Rp 17.760.750,00 = Rp 124.325.250,00
60
Uraian Komersial Rekonsiliasi
Fiskal Positif Negatif
Pendapatan Toko
Penjualan Rp 1,676,738,500.00 Rp 1,676,738,500.00
Harga Pokok Penjualan
Persediaan Barang Awal Rp 224,672,702.00 Rp 224,672,702.00
Pembelian Rp 1,797,974,276.00 Rp 1,797,974,276.00
Barang Tersedia Untuk Dijual Rp 2,022,646,978.00 Rp 2,022,646,978.00
Persediaan Barang Akhir Rp (333,690,615.00) Rp (333,690,615.00)
Haraga Pokok Penjualan Rp 1,688,956,363.00 Rp 1,688,956,363.00
Pendapatan Kotor Rp (12,217,863.00) Rp (12,217,863.00)
Pendapatan Jasa
Jasa Simpan Pinjam Rp 676,874,920.60 Rp 676,874,920.60
Laundry Rp 4,837,600.00 Rp 4,837,600.00
SHU Puskopol Rp 10,027,800.00 Rp 10,027,800.00 Rp -
Jumlah Pendapatan Jasa Rp 698,740,320.60 Rp 688,712,520.60
Jumlah Pendapatan Rp 686,522,457.60 Rp 676,494,657.60
Beban Operasional
Beban ATK & administrasi Rp 38,181,400.00 Rp 38,181,400.00
Beban PPh Pasal 29 Tahun 2011 Rp 1,937,475.00 Rp 1,937,475.00 Rp -
Perbaikan Alat kantor Rp 665,000.00 Rp 665,000.00
Biaya RAT Rp 57,925,000.00 Rp 57,925,000.00
Beban Telepon Rp 1,593,300.00 Rp 1,593,300.00
Beban Listrik Rp 3,679,400.00 Rp 3,679,400.00
Operasional Pengurus & Pangawas Rp 24,490,000.00 Rp 24,490,000.00
Media Cetak-cetakan Rp 656,000.00 Rp 656,000.00
Beban Konsumsi/makan Rp 12,651,500.00 Rp 12,651,500.00
Beban Penyusutan Rp 35,789,222.00 Rp 2,375,000.00 Rp 38,164,222.00
Beban Lain-lain Rp 12,000,000.00 Rp 12,000,000.00
Beban Air Minum Rp 1,739,500.00 Rp 1,739,500.00
Jasa Pinjaman Rp 92,500,000.00 Rp 92,500,000.00
Beban Gaji / Upah Rp 253,800,000.00 Rp 253,800,000.00
Jumlah Beban Rp 537,607,797.00 Rp 538,045,322.00
SHU sebelum Pajak Rp 148,914,660.60 Rp 154,629,995.60
Pajak Rp 18.614.250,00 Rp 19,328,625.00
SHU setelah Pajak Rp 130,299,750.60 Rp 135,300,375.00
Tabel 4.4
Primer Koperasi Polres Metro Jakarta Selatan
Rekonsiliasi Laba Rugi Komersial dan Fiskal
Per 31 Desember 2012
61
Pajak terutang tahun 2012 menurut Primer Koperasi Polres Metro
Jakarta Selatan adalah sebesar Rp 18.614.250,00 didapat dari SHU sebelum
pajak (pendapatan yang menjadi objek pajak) setelah dilakukan koreksi
fiskal oleh koperasi sehingga penghasilan kena pajak menjadi lebih kecil
dibandingkan dengan penghasilan sebelum dilakukan koreksi fiskal, yaitu
sebesar Rp 148.914.660,60 setelah dilakukan koreksi fiskal menjadi Rp
154.629.995,60. Berikut ini rincian koreksi fiskal yang dilakukan oleh
koperasi untuk penghasilan kena pajak yang berakhir tanggal 31 Desember
2012.
Koreksi Negatif:
SHU Puskoppol Rp 10.027.800,00
SHU Puskoppol termasuk kategori koreksi negatif karena penghasilan
dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba bersih untuk akuntansi
komersial tetapi tidak diakui dalam perhitungan akuntansi pajak. Dijelaskan
juga di PPh Pasal 4 ayat (2) yaitu penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi. Kemudian di Undang - undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 23 ayat
(1) a atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan dan dalam bentuk
apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk
62
usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan, sebesar
15% (lima belas persen) dari jumlah bruto diatas dan dalam Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3) f yaitu yang dikecualikan dari objek
pajak adalah dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor.
Beban PPh Pasal 29 tahun 2011 Rp 1.937.475,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2011 termasuk kategori koreksi negatif
adanya pajak terutang yang belum dibayar di tahun 2010, sehingga pajak
yang kurang tersebut baru bisa dibayarkan di tahun 2011. Tertuang pada
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) yaitu tentang tarif
pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak dan Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 ayat (1) h yaitu untuk menentukan besarnya
penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap tidak boleh dikurangkan pajak penghasilan.
Beban Penyusutan Rp 2.375.000,00
Beban penyusutan termasuk kategori koreksi negatif karena terjadi
perbedaan perhitungan beban penyusutan, disebabkan koperasi mengukur
63
nilai ekonomis masa manfaat 10 tahun, tetapi seharusnya koperasi
menghitung nilai ekonomis masa manfaat 8 tahun yang menyebabkan
terjadinya beda waktu, yaitu adanya penghasilan atau biaya yang dapat
diakui saat ini oleh akuntansi pajak, biasanya terjadi karena perbedaan
metode pengakuan. Seperti yang tertuang pada Undang-undang Nomor 36
Tahun 2008 pasal 11 ayat (6) yaitu tentang besarnya penghasilan kena pajak
bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
96/PMK.03/2009 tentang jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok
harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan.
SHU sebelum pajak (komersial) Rp 148.914.660,60
Koreksi Negatif:
SHU Puskoppol Rp 10.027.800,00
Beban PPh Pasal 29 tahun 2011 Rp 1.937.475,00
Beban Penyusutan Rp 2.375.000,00 +
SHU sebelum pajak (fiskal) Rp 154.629.995,60
Pembulatan PKP: Rp 154.629.995,60 – Rp 995,60 = Rp 154.629.000,00
Perhitungan PPh Badan Tahun 2012:
(50% x 25%) x Rp 154.629.000,00 = Rp 19.328.625,00
SHU setelah pajak:
Rp 154.629.000,00 - Rp 19.328.625,00 = Rp 135.300.375,00
64
2. Perhitungan PPh Badan
Tabel 4.5
a. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 2010
Keterangan Sebelum
Perencanaan
Setelah
Perencanaan
Penghasilan Kena Pajak Rp 169.037.102,87 Rp 160.762.063,87
PPh Badan :
(50% x 25%) x Rp 169.037.000,00 Rp 21.129.625,00
(50% x 25%) x Rp 160.762.000,00 Rp 20.095.250,00
Total PPh Badan Terutang Rp 147.907.375,00 Rp 140.666.750,00
Hasil dari tax planning yang dilakukan pada Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan adalah penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak
pada tahun 2010 sebesar Rp 169.037.102,87 menurun setelah dilakukannya
perencanaan pajak menjadi sebesar Rp 160.762.063,87 berarti ada item
pajak yang belum terhitung atau belum ikut terbayar. Beban PPh Pasal 29
tahun 2009 termasuk kategori koreksi negatif karena adanya item pajak
terutang yang belum dibayar di tahun 2009, sehingga pajak yang kurang
tersebut baru bisa dibayarkan di tahun 2010. Tertuang pada Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (1) tentang tarif pajak yang diterapkan
atas penghasilan kena pajak dan Pasal 9 ayat (1) h untuk menentukan
besarnya peghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap tidak boleh dikurangkan pajak penghasilan. Sebelum
perencanaan beban PPh badan tahun 2010 sebesar Rp 21.129.625,00
menurun menjadi sebesar Rp 20.095.250,00.
Menurunnya beban PPh badan pada tahun 2010 menyebabkan
menurunnya pajak penghasilan juga, yang terjadi pada tahun 2010 sebesar
65
Rp 147.907.375,00 menurun menjadi sebesar Rp 140.666.750,00. Penerapan
perencanaan pajak yang dilakukan pada koperasi Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan tidak terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak pada
tahun 2010 karena beban pajak koperasi tidak berkurang meskipun sudah
menerapkan perencanaan pajak yang baik dan benar. Penerapan tax planning
pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tidak berhasil pada tahun 2010,
karena pada tahun 2010 dari segi perpajakan tidak terjadi efisiensi pajak dan
dari segi akuntansi tidak terjadi peningkatan laba.
Tabel 4.6
b. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 2011
Keterangan Sebelum
Perencanaan
Setelah
Perencanaan %
Penghasilan Kena Pajak Rp 138.663.691,00 Rp 142.086.094,25 2,408 %
PPh Badan :
(50% x 25%) x Rp 138.663.000,00 Rp 17.332.875,00
(50% x 25%) x Rp 142.086.000,00 Rp 17.760.750,00 2,409 %
Total PPh Badan Terutang Rp 121.330.125,00 Rp 124.325.250,00 2,409 %
Hasil dari tax planning yang dilakukan pada Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan adalah penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak
pada tahun 2011 terjadi peningkatan, meningkat dari Rp 138.663.691,25
menjadi Rp 142.086.094,25. Sebelum perencanaan beban PPh badan tahun
2011 sebesar Rp 17.332.875,00 meningkat menjadi Rp 17.760.750,00.
Meningkatnya beban PPh badan pada tahun 2011 menyebabkan
meningkatnya pajak penghasilan juga, yang terjadi pada tahun 2011 sebesar
Rp 121.330.125,00 meningkat menjadi sebesar Rp 124.325.250,00.
66
Pada tahun 2011 terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak karena
beban pajak koperasi berkurang. Penerapan tax planning pada
Primkoppolres Metro Jakarta Selatan berhasil pada tahun 2011, karena pada
tahun 2011 dari segi perpajakan terjadi efisiensi pajak dan dari segi
akuntansi terjadi peningkatan laba.
Tabel 4.7
c. Perhitungan PPh Badan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan 2012
Keterangan Sebelum
Perencanaan
Setelah
Perencanaan %
Penghasilan Kena Pajak Rp 148.914,660,00 Rp 154.629.995,00 3,696 %
PPh Badan :
(50% x 25%) x Rp 148.914.000,00 Rp 18.614.250,00
(50% x 25%) x Rp 154.629.000,00 Rp 19.328.625,00 3,695 %
Total PPh Badan Terutang Rp 130.299.750,60 Rp 135.300.375,00 3,695 %
Hasil dari tax planning yang dilakukan pada Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan adalah penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak
pada tahun 2012 meningkat juga dari sebesar Rp 148.914.660,60 menjadi
sebesar Rp 154.629.995,00. Sebelum perencanaan beban PPh badan tahun
2012 sebesar Rp 18.614.250,00 meningkat menjadi sebesar Rp
19.328.625,00. Meningkatnya beban PPh badan pada tahun 2012
menyebabkan meningkatnya pajak penghasilan juga, yang terjadi pada tahun
2012 sebesar Rp 130.299.750,00 meningkat menjadi sebesar Rp
135.300.375,00.
Pada tahun 2012 terbukti dapat mengefisiensikan beban pajak karena
beban pajak koperasi berkurang. Penerapan tax planning pada
Primkoppolres Metro Jakarta Selatan berhasil pada tahun 2012, karena pada
67
tahun 2012 dari segi perpajakan terjadi efisiensi pajak dan dari segi
akuntansi terjadi peningkatan laba.
Dari hasil analisis rekonsiliasi berdasarkan perhitungan diatas bisa
ditarik kesimpulan bahwa adanya tax planning itu sangat berguna bagi
koperasi untuk mengefisiensikan dan mengetahui beban pajak PPh badan.
Penghematan pajak diperoleh karena biaya-biaya komersial dapat
meminimalkan untuk dikoreksi fiskal sehingga jumlah SHU setelah pajak
penghasilan dan SHU sebelum pajak penghasilan bisa meningkat, menurun
dan juga mampu memperjelas pajak koperasi yang semestinya di bayar.
Perencanaan pajak yang telah dilakukan di koperasi Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan sudah sesuai dengan undang-undang perpajakan yang
berlaku, seperti yang terjadi saat koreksi fiskal negatif dengan menyesuaikan
akun SHU Puskoppol dengan Undang-undang PPh Pasal 4 ayat (2) dan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1).
Dampak dari tax planning yang diterapkan pada Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan yaitu dengan menerapkan tax planning maka pengambilan
keputusan keuangan dan manajerial dengan sepenuhnya yang diambil dapat
mempertimbangkan konsekuensi bagi koperasi. Pada Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan dampak tax planning juga muncul yaitu menghindari
pelanggaran atas peraturan yang berlaku, baik yang berupa sanksi
admnistrasi maupun sanksi denda. Secara tidak langsung tax planning
mampu mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan.
68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah di jelaskan, maka peneliti
bisa memberi kesimpulan bahwa penerapan tax planning yang dilakukan di
Primkopplores Metro Jakarta Selatan pada tahun 2010 tidak mampu
mengefisiensikan beban pajak namun pada tahun 2011 dan tahun 2012 mampu
mengefisiensikan beban pajak dan memperjelas perhitungan pajak agar sesuai
dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku. Hasil dari tax planning yang
dilakukan pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan kena pajak sebelum perencanaan pajak menurun setelah
dilakukannya perencanaan pajak yang berarti ada item pajak yang belum
terhitung atau belum ikut terbayar.
2. Beban PPh badan yang ikut menurun. Menurunnya beban PPh badan
menyebabkan menurunnya pajak penghasilan juga. Perencanaan pajak
dapat digunakan sebagai sebuah sarana pengelolaan pajak yang bisa
menunjang efisiensi beban pajak koperasi.
3. Perencanaan pajak ternyata berdampak negatif pada koperasi pada tahun
2010, yaitu koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih besar sehingga
mampu memberikan kejelasan tentang besarnya pajak yang memang
seharusnya dibayar oleh koperasi tersebut. Sebaliknya di tahun 2011 dan
2012, yaitu koperasi bisa memiliki beban pajak yang lebih kecil sehingga
69
mampu mengefisiensikan besarnya pajak yang seharusnya dibayar oleh
koperasi tersebut.
Dampak dari tax planning yang diterapkan oleh peneliti pada
Primkoppolres Metro Jakarta Selatan yaitu dengan menerapkan tax planning
maka koperasi mampu mengesfisiensikan beban pajak nya, pengambilan
keputusan keuangan dan manajerial dengan sepenuhnya akan diambil yang
dapat memperhatikan konsekuensi bagi koperasi. Pada Primkoppolres Metro
Jakarta Selatan dampak tax planning juga muncul yaitu menghindari
pelanggaran atas peraturan yang berlaku, baik yang berupa sanksi admnistrasi
maupun sanksi denda. Secara tidak langsung tax planning mampu
mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan. Penerapan tax planning
pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan tidak berhasil pada tahun 2010m
dan berhasil pada tahun 2011 dan 2012 karena dari segi perpajakan di tahun
2010 tidak terjadi efisiensi pajak kemudian di tahun 2011 dan 2012 terjadi
efisiensi pajak dan dari segi akuntansi tidak terjadi peningkatan SHU pada
tahun 2010 dan terjadi peningkatan SHU di tahun 2011 dan 2012.
Dengan demikian, peneliti menyatakan bahwa penerapan perencanaan
pajak yang dilakukan pada Primkoppolres Metro Jakarta Selatan terbukti tidak
dapat mengefisiensikan beban pajak pada tahun 2010 dan terbukti dapat
mengefisiensikan beban pajak pada tahun 2011 dan tahun 2012. Perencanaan
pajak yang dilakukan di Primkoppolres Metro Jakarta Selatan sudah sesuai
dengan Undang – undang perpajakan yang berlaku.
70
Penelitian tentang perencanaan pajak ini mampu menambah pengetahuan
bagi penulis dan pembaca tentang tata cara yang bisa dilaksanakan dalam usaha
menerapkan perencanaan pajak pada koperasi sehingga bisa meminimalkan
beban pajak pada koperasi tersebut.
B. Saran
Berdasarkan pengamatan, penelitian dan evaluasi yang telah dilaksanakan
pada bab per bab sebelumnya dan digabungkan dengan kesimpulan yang
dijabarkan, maka bisa diajukan saran-saran yang dapat bermanfaat bagi
koperasi dan bisa menjadi pertimbangan dan sebagai masukan bagi penelitian
selanjutnya. Saran-saran yang bisa diajukan oleh penulis antara lain, penulis
memberikan saran kepada koperasi untuk melakukan tax planning dengan
melalui penganalisaan informasi yang ada secara teliti dan cermat, seperti
mengikuti dan mengetahui perkembangan peraturan perpajakan terbaru yang
berlaku, menambah variabel-variabel agar ada pengembangan dari penelitian
sebelumnya dan penambahan periode penelitian yang semula hanya dua atau
tiga tahun menjadi lima tahun atau lebih. Melalui surat edaran yang
dikeluarkan oleh Dirjen Pajak, berita pajak dan majalah atau koran yang
berhubungan dengan perpajakan dalam rangka meminimalisasi PPh terutang.
71
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah, Diyah. “ Analisis Penerapan Pajak atas Biaya Kesejahteraan
keryawan pada Yayasan Al-Mujahirin Kota Depok “, Jurnal
Akuntansi, Vol.11, No.2, 2011.
Anonim. “ Perbedaan Koperasi dengan Badan Usaha Lain “, artikel diakses
tanggal 14 September 2013, dari http://rulidestyaningsih.blogspot.com
/2013/03/manajemen-koperasi-perbedaan-koperasi_20.html.
Brotodihardjo, Santoso. “ Pengantar Ilmu Hukum Pajak “, Edisi 4, Refika
Aditama, Bandung, 2003.
Chandra, Ryan Setyono. “ Pengaruh Efficiency, System Availability, Fulfillment,
dan Privacy Terhadap Loyalty Melalui Perceveid Value pada Online
Ticketing Garuda Indonesia di Surabaya “, Jurnal Akuntansi, Vol.3, No.1,
2013.
Cendiman. “Definisi Efisiensi”, artikel diakses tanggal 19 September 2013,
dari http://cendiman.blogspot.com/2009/11/definisiefisiensi.html.
Chrisdianto dan Ardianto. “ Penerapan Tax Planning dalam Pengambilan
Keputusan terhadap Pilihan Alternatif Pembelian Truk secara Tunai,
Kredit Bank, dan Leasing dengan Hak Opsi pada PT. Rajawali Dwi
Putra”, Jurnal Bisnis Perspektif, Vol.2, No.5, 2009.
Chrisdianto, Bernadinus dan Yunus Yohanes Biu Katik. “ Evaluasi
Perencanaan Pajak Melalui Revaluasi Aset Tetap Untuk Meminimalkan
Beban Pajak Perusahaan Studi Kasus pada PT “X” “, Jurnal Akuntansi
dan Perpajakan, Vol.4, No.2, 2012.
Danfar. “ Definisi atau Pengertian Efisiensi ”, artikel diakses tanggal 20
Juli 2013, dari http://dansite.wordpress.com/2009/03/28/pengertian-
efisiensi/.
Darmayasa, Nyoman dan Nyoman Sentosa Hardika. “ Perencanaan Pajak
dari Aspek Rasio Total Benchmarking, Kebijakan Akuntansi, dan
Administrasi sebagai Strategi Penghematan Pajak “, Jurnal Bisnis dan
Kewirausahaan, Vol.7 No.3, 2011.
Destyaningsih, Ruli. “ Manajemen Koperasi – Perbedaan Koperasi dan Badan
Usaha “, 2013, artikel diakses tanggal 3 Juli 2013, dari
http://rulidestyaningsih.blogspot.com/search?q=perbedaan+koperasi.
72
Givner, Bruce and Owen Kaye. “Once in a Generation Opportunity to Engage
in Estate Tax Planning”, Journal Of Financial Service Professionals,
2009.
Gloritho. “ Pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak Biaya pegawai pada
PT. XYZ untuk Meminimalkan Beban Pajak dan Hubungannya dengan
Kinerja Perusahaan “, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol.3, No.1, 2010.
Hidayat, Nita Fhikniati. “ Penerapan Tax Planning atas Pajak Penghasilan
Badan dalam Upaya Meningkatkan Efisiensi Pembayaran Beban Pajak
pada PT. Agricon Putra Citra Optima “, Jurnal Perpajakan, Vol.6, No.1,
2012.
Hamid, Abdul. “ Pedoman Penulisan Skripsi “, FEB UIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta, 2012.
IAI, PSAK, Nomor 27 tentang Akuntansi Perkoperasian (Revisi
1998)(Reformat 2007), 2007.
Ilyas, Wirawan B dan Richard Burton. “ Hukum Pajak “, Edisi 3, Salemba
Empat, Jakarta,2007.
Laporan Keuangan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan, 2010.
Laporan Keuangan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan, 2011.
Laporan Keuangan Primkoppolres Metro Jakarta Selatan, 2012.
Librata, Noviandi. “ Analisis Penerapan Tax Planning dalam Upaya
Meningkatkan Efisiensi Pembayaran Beban Pajak Penghasilan pada PT.
Graha Mitra Sukarami “, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol.3, No.1, 2013.
Mangonting Yeni. “ Tax Planning : Sebuah Pengantar Sebagai Alternatif
Meminimalkan Pajak ”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.1, No.2,
1999.
Marcellina. Ayu Linda. “ Analisis Dampak Kredit Mikro terhadap Perkembangan
Usaha Mikro Di Kota Semarang (Studi Kasus : Nasabah Koperasi
Enka Mulia)”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.2, No.1, 2012.
Mardiasmo. “ Perpajakan “, Revisi 2011, Andi Publisher, Yogyakarta, 2011.
Peraturan Pemerintah Keuangan Nomor 131 Tahun 2000 Tentang Pajak
Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto
Sertifikat Bank Indonesia, 2000.
73
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
51/KMK.04/2001Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga
Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, 2001.
Nur, Iim Ibrahim. “ Implementasi Manajemen Pajak pada PT. Mega Visual
Elektronik dan Dampaknya terhadap Laporan Keuangan “, Jurnal
Akuntansi dan Manajemen, Vol.12, No.3, 2010.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 Tentang Jenis - jenis
Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud bukan
Bangunan untuk Keperluan Penyusutan, 2009.
Pratiwi, Eva Indira Desak. “ Perencanaan Pajak sebagai Upaya Legal untuk
Meminimalkan Pajak Penghasilan Studi Kasus pada KSU Griya Anyar
Sari Boga “, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol.23, No.2, 2013.
Putra, Eka. “ Pengertian Koperasi dan Fungsinya “,artikel diakses tanggal 2
Juli 2013, dari http://ekapputra.blogspot.com/2012/10/pengertian-
koperasi-dan fungsinya.html.
Radianto, Wirawan ED. “ Memahami Pajak Penghasilan dalam Sehari:Konsep
dan Aplikasi Praktis “, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010.
Reardon, Dennis C. “ Defined Value Clause Offers Gift Planning Certainty”,
Journal Of Financial Service Professionals, 2012 .
Resmi, Siti. “ Perpajakan : Teori dan Kasus “, Jilid 1, Edisi 8, Salemba Empat,
Jakarta, 2014.
Rori, Handri. “ Analisis Penerapan Tax Planning atas Pajak Penghasilan Badan
“, Jurnal EMBA Vol.1 No.3 Hal 410-418, 2013.
Rumuy, Renita dan Rizal Effendi. “ Penerapan Perencanaan Pajak
Penghasilan Badan sebagai Upaya Efisiensi Pembayaran Pajak PT.
Sinar Sasongko “, Jurnal Akuntansi dan Pajak, Vol.6, No.3, 2013.
Sari, Elisa Delima. “ Analisis Koreksi Fiskal dalam Rangka Perhitungan PPh
Badan pada PT. Asuransi Bumiputera Cabang Sekip Palembang “. Jurnal
Akuntansi dan Perpajakan, Vol.15, No.1, 2013.
Santoso, Slamet. “ Format Penelitian Kuantitatif ( Materi III ) ”, artikel diakses
tanggal 14 September 2013, dari http://ssantoso.blogspot.com/2008/08/
format-penelitian-kuantitatif-materi.html.
Suandy, Erly. “ Perencanaan Pajak “, Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta, 2011.
74
Sumarsan, Thomas. “ Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak “, Edisi 2,
Indeks, Jakarta, 2011.
Suryanti. “ Perencanaan Pajak untuk Meminimalkan Pembayaran Pajak pada
PT. Arta Design “, Jurnal Akuntansi, Vol.1, No.3, 2008.
Tri Cahyono, Aris dan Erdania Eka Putri .“ Penerapan Zakat sebagai
Perencanaan Pajak untuk Efisiensi PPh Badan pada PT. Alwan Zahira
Samarinda “, Jurnal Eksis, Vol.8, No. 1, 2012.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian.1992.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan. 2010.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 Tentang
Perkoperasian.2012.
Wahyudi, Joko. “ Pengantar Ilmu Ekonomi, Definisi dan Metode Ekonomi “,
2013, artikel diakses tanggal 2 Juni 2015, dari http://djokowahyu.blogspot.
com/2013/08/pengantar-ilmu-ekonomi-definisi-dan.html#
Wahyuni, Nanik. “ Penerapan Tax Planning terhadap PPh sebagai Upaya
Efisiensi Pembayaran Pajak Studi Kasus pada perusahaan Jasa
Angkutan Di Malang “, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.2, No.3, 2011.
Waluyo. “ Perpajakan Indonesia “, Jilid 1, Edisi 11, Salemba Empat, Jakarta,
2011.
Wulansari, Evi. “ Implementasi Tax Planning terhadap Perhitungan PPh Badan
pada PT. Pelabuhan Indonesia IV “, Jurusan Akuntansi, Vol.2, No.3,
2013.
Zain, Mohammad. “ Manajemen Perpajakan “, Salemba Empat, Jakarta, 2008.
75
DAFTAR LAMPIRAN
PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
NO. 27 (REVISI 1998)
AKUTANSI PERKOPERASIAN
Paragraf-paragraf yang dicetak dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf
standar yang harus dibaca dalam konteks dengan paragraf-paragraf
penjelasan dan panduan implementasi yang dicetak dalam huruf biasa.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Akuntansi Perkoperasian (Pernyataan)
ini tidak wajib diterapkan untuk unsur-unsur yang tidak material.
PENDAHULUAN
Karakteristik Koperasi
01 Koperasi adalah badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan
dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-
prinsip Koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup
anggota pada khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya, dengan
demikian koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru
perekonomian nasional.
02 Prinsip-prinsip koperasi merupakan landasan pokok koperasi dalam
menjalankan usahanya sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat. Prinsip-
prinsip tersebut terdiri dari: kemandirian, keanggotaan bersifat terbuka,
pengelolaan dilakukan secara demokratis pembagian sisa hasil usaha dilakukan
secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota,
pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, pendidikan perkoperasian dan
kerjasama antar koperasi.
03 Karakteristik utama koperasi yang membedakannya dengan badan usaha
lain adalah bahwa anggota koperasi memiliki identitas ganda (the dual identity of
the member), yaitu anggota sebagai pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi
(user own oriented firm). Oleh karena itu:
a. Koperasi dimiliki oleh anggota yang bergabung atas dasar sedikitnya
ada satu kepentingan ekonomi yang sama.
b. Koperasi didirikan dan dikembangkan berlandaskan nilai-nilai percaya diri
untuk menolong dan bertanggung jawab kepada diri sendiri,
kesetiakawanan, keadilan, persamaan dan demokrasi. Selain itu anggota-
anggota koperasi percaya pada nilai-nilai etika kejujuran, keterbukaan,
tanggung jawab sosial, dan kepedulian terhadap orang lain.
c. Koperasi didirikan, dimodali, dibiayai, diatur dan diawasi serta
dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya.
d. Tugas pokok badan usaha koperasi adalah menunjang kepentingan
ekonomi anggotanya dalam rangka memajukan kesejahteraan
76
anggota (promotion of the members’ welfare).
e. Jika terdapat kelebihan kemampuan pelayanan koperasi kepada
anggotanya maka kelebihan kemampuan pelayanan tersebut dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang nonanggota
koperasi.
04 Dalam meningkatkan kesejahteraan anggotanya, koperasi tidak hanya
dituntut mempromosikan usaha-usaha ekonomi anggota, tetapi juga
mengembangkan sumber daya anggota melalui pendidikan dan pelatihan yang
dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan sehingga anggota semakin
profesional dan mampu mengikuti perkembangan bidang usahanya.
05 Sebagai penggerak ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian
nasional, pemerintah sangat berkepentingan terhadap keberhasilan koperasi. Oleh
karena itu pemerintah berperan dalam memberikan pembinaan, perlindungan dan
peluang usaha pada koperasi. Dalam pelaksanaan pembinaan, perlindungan dan
peluang usaha tersebut koperasi perlu berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan pemerintah. Ketentuan-ketentuan tersebut juga berpengaruh terhadap
perlakuan akuntansi pada koperasi.
Struktur Pengorganisasian Koperasi
06 Koperasi terbagi ke dalam Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder.
Koperasi Primer adalah koperasi yang beranggotakan orang seseorang. Koperasi
Sekunder adalah koperasi yang beranggotakan badan-badan hukum koperasi.
07 Jumlah pemilikan anggota pada koperasi, baik pada Koperasi Primer
maupun Koperasi Sekunder pada prinsipnya adalah sama, dengan demikian tidak
terdapat pemilikan mayoritas dan minoritas dalam koperasi. Oleh karena itu
laporan keuangan Koperasi Primer dan Sekunder tidak dikonsolidasikan.
Usaha dan Jenis Koperasi
08 Koperasi dapat melakukan usaha-usaha sebagaimana badan usaha lain,
seperti di sektor perdagangan, industri manufaktur, jasa keuangan dan
pembiayaan, jasa asuransi, jasa transportasi, jasa profesi dan jasa lainnya.
Perlakuan akuntansi koperasi ini mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan yang mengatur perlakuan akuntansi dalam setiap sektor industri
tersebut.
09 Koperasi dapat digolongkan dalam beberapa jenis, namun berdasarkan
kepentingan anggota dan usaha utama koperasi, koperasi digolongkan ke dalam
empat jenis, yakni Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Simpan
Pinjam, dan Koperasi Pemasaran.
77
Tujuan
10 Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi
yang timbul dari hubungan transaksi antara koperasi dengan anggotanya
dan transaksi lain yang spesifik pada koperasi. Pernyataan ini mencakup
pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
dalam laporan keuangan.
Ruang Lingkup
11 Pernyataan ini mengatur akuntansi bagi badan usaha koperasi atas
transaksi yang timbul dari hubungan koperasi bagi anggotanya, yaitu meliputi
transaksi setoran anggota koperasi dan transaksi usaha koperasi dengan
anggotanya; dan transaksi yang spesifik pada badan usaha koperasi, di antaranya
cadangan, modal penyertaan, modal sumbangan, beban-beban perkoperasian;
serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan.
12 Pernyataan ini tidak mengatur akuntansi transaksi yang timbul dari
hubungan koperasi dengan non-anggota. Transaksi tersebut diperlakukan sama
dengan transaksi yang terjadi pada badan usaha lainnya.
13 Hal-hal yang bersifat umum atau yang tidak secara khusus diatur dalam
Pernyataan ini, termasuk akuntansi untuk transaksi unit usaha otonom koperasi,
harus diperlakukan dengan mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan yang lain.
14 Pernyataan ini berlaku bagi laporan keuangan untuk disajikan kepada
pihak eksternal yaitu anggota koperasi, pemerintah, kreditur dan pihak lain yang
berkepentingan.
15 Pemerintah sebagai salah satu pihak pemakai laporan keuangan koperasi,
mungkin memerlukan informasi khusus untuk tujuan tertentu. Pernyataan ini
bukan merupakan pengaturan penyajian laporan untuk kepentingan pemerintah
tersebut. Penyajian informasi khusus ini diatur dalam pedoman akuntansi
tersendiri yang mengacu pada pernyataan ini.
16 Bermacam-macam jenis koperasi, misalnya Koperasi Konsumen, dan
Koperasi Produsen, Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Pemasaran dalam
penyajian laporan keuangannya dapat menampakkan kekhususan masing-masing,
dan untuk itu dapat diatur dalam pedoman akuntansi tersendiri dengan mengacu
pada Pernyataan ini.
Definisi
Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan ini.
78
17 Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orangseorang
atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan.
18 Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi,
dan telah membayar penuh simpanan pokok yang ditetapkan.
19 Koperasi Konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen
akhir atau pemakai barang atau jasa, dan kegiatan atau jasa utama melakukan
pembelian bersama. Contoh Koperasi Konsumen adalah koperasi yang kegiatan
utamanya mengelola warung serba ada atau supermarket.
20 Koperasi Produsen adalah koperasi yang anggotanya tidak memiliki
rumah tangga usaha atau perusahaan sendiri-sendiri tetapi bekerja sama dalam
wadah koperasi untuk menghasilkan dan memasarkan barang atau jasa, dan
kegiatan utamanya menyediakan, mengoperasikan, atau mengelola sarana
produksi bersama. Contoh Koperasi Produsen adalah Koperasi Jasa Konsultasi.
21 Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang kegiatan atau jasa
utamanya menyediakan jasa penyimpanan dan peminjaman untuk anggotanya.
22 Koperasi Pemasaran adalah koperasi yang anggotanya para produsen
atau pemilik barang atau penyedia jasa dan kegiatan atau jasa utamanya
melakukan pemasaran bersama.
23 Simpanan Pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya dan atau
sama nilainya yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat
masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama
yang bersangkutan menjadi anggota.
24 Simpanan Wajib adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus
sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan
kesempatan tertentu. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang
bersangkutan menjadi anggota.
25 Modal Anggota adalah simpanan pokok dan simpanan wajib yang harus
dibayar anggota kepada koperasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada
koperasi. Tiap anggota memiliki hak suara yang sama, tidak tergantung pada
besarnya modal anggota pada koperasi.
26 Modal Sumbangan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat
dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah dan tidak
mengikat. Modal sumbangan tidak dapat dibagikan kepada anggota selama
koperasi belum dibubarkan.
79
27 Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat
dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan
memperkuat struktur permodalan dalam meningkatkan usaha koperasi.
28 Cadangan adalah bagian dari sisa hasil usaha yang disisihkan sesuai
dengan ketentuan anggaran dasar atau ketetapan rapat anggota.
29 Partisipasi Bruto adalah kontribusi anggota kepada koperasi sebagai
imbalan penyerahan barang dan jasa kepada anggota, yang mencakup harga pokok
dan partisipasi neto.
30 Partisipasi Neto adalah kontribusi anggota terhadap hasil usaha koperasi
yang merupakan selisih antara partisipasi bruto dengan beban pokok.
31 Pendapatan dari non-anggota adalah penjualan barang/jasa kepada non-
anggota.
32 Beban Perkoperasian adalah beban sehubungan dengan gerakan
perkoperasian dan tidak berhubungan dengan kegiatan usaha.
33 Sisa Hasil Usaha (SHU) adalah gabungan dari hasil partisipasi neto dan
laba atau rugi kotor dengan non-anggota, ditambah atau dikurangi dengan
pendapatan dan beban lain serta beban perkoperasian dan pajak penghasilan badan
koperasi.
34 Promosi Ekonomi Anggota adalah peningkatan pelayanan koperasi
kepada anggotanya dalam bentuk manfaat ekonomi yang diperoleh sebagai
anggota koperasi.
35 Unit Usaha Otonom adalah bagian organisasi yang mandiri berkegiatan
dan beranggota khusus dalam sebuah koperasi, sehingga unit usaha otonom
tersebut setara dengan sebuah entitas akuntansi. Contoh: sebuah KUD memiliki
unit usaha otonom simpan pinjam, unit usaha otonom konsumen dan unit usaha
otonom distribusi.
PENJELASAN
EKUITAS
36 Ekuitas koperasi terdiri dari modal anggota berbentuk simpanan pokok,
simpanan wajib, simpanan lain yang memiliki karakteristik yang sama dengan
simpanan pokok atau simpanan wajib, modal penyertaan, modal sumbangan,
cadangan dan sisa hasil usaha belum dibagi.
Modal Anggota
80
37 Simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan lain yang memiliki
karakteristik yang sama dengan simpanan pokok atau simpanan wajib
diakui sebagai ekuitas koperasi dan dicatat sebesar nilai nominalnya.
38 Secara formal, anggota dapat diakui sebagai anggota koperasi jika ia telah
menyetor uang sejumlah tertentu sebagai simpanan pokok pada saat pertama
menjadi anggota. Di samping itu ia juga harus menyetor uang sejumlah tertentu
secara berkala sebagai simpanan wajib.
39 Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib
dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat menjadi anggota. Simpanan
wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang yang tidak harus sama yang wajib
dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu.
40 Simpanan pokok dan simpanan wajib berfungsi sebagai penutup risiko dan
karena itu tidak dapat diambil selama yang bersangkutan masih menjadi anggota.
Simpanan wajib yang terkait dengan pinjaman anggota dan jenis simpanan wajib
lain yang dalam prakteknya justru dapat diambil setelah pinjaman yang
bersangkutan lunas atau pada waktu-waktu tertentu, tidak dapat diakui sebagai
ekuitas.
41 Walaupun simpanan pokok dan simpanan wajib dapat diambil kembali
jika yang bersangkutan keluar dari anggota koperasi, namun diasumsikan bahwa
anggota koperasi akan tetap menjadi anggota dalam waktu yang tidak terbatas.
Dengan demikian simpanan pokok dan simpanan wajib tersebut bersifat
permanen.
42 Simpanan pokok dan simpanan wajib yang belum diterima disajikan
sebagai piutang simpanan pokok dan simpanan wajib.
43 Pembayaran simpanan pokok dan simpanan wajib dapat dilakukan dengan
cara angsuran yang jumlah dan lamanya ditetapkan dalam anggaran dasar atau
ketentuan lain. Penyajian nilai simpanan pokok dan simpanan wajib di neraca
adalah dengan menyajikan nilai nominal simpanan pokok dan simpanan wajib.
Jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang belum diterima dari anggota
disajikan sebagai piutang simpanan pokok dan simpanan wajib.
44 Kelebihan setoran simpanan pokok dan simpanan wajib anggota baru
di atas nilai nominal simpanan pokok dan simpanan wajib anggota pendiri
diakui sebagai Modal Penyetaraan Partisipasi Anggota.
45 Rapat anggota dapat menetapkan jumlah setoran simpanan pokok dan
simpanan wajib bagi anggota baru yang masuk kemudian yang jumlahnya setara
dengan jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib anggota pendiri. Jika terdapat
kelebihan nilai setoran simpanan tersebut di atas nilai nominal simpanan pokok
dan simpanan wajib anggota pendiri, maka kelebihan tersebut diakui sebagai
81
modal penyetaraan partisipasi anggota. Modal ini bukan milik anggota penyetor,
karena itu tidak dapat diambil kembali pada saat anggota keluar dari keanggotaan
koperasi.
46 Apabila koperasi juga menetapkan simpanan lain selain simpanan pokok
dan simpanan wajib sebagai ekuitas, maka bila terdapat penyetoran lebih dari nilai
nominal simpanan oleh anggota baru, maka kelebihan tersebut juga diakui sebagai
modal penyetaraan partisipasi anggota.
Modal Penyertaan
47 Modal penyertaan diakui sebagai ekuitas dan dicatat sebesar jumlah
nominal setoran. Dalam hal modal penyertaan yang diterima selain uang
tunai, maka modal penyertaan tersebut dinilai sebesar harga pasar yang
berlaku pada saat diterima.
48 Modal penyertaan ikut menutup risiko kerugian dan memiliki sifat relatif
permanen, dan imbalan atas pemodal didasarkan atas hasil usaha yang diperoleh.
Oleh karena itu modal pernyertaan tersebut diakui sebagai ekuitas.
49 Modal penyertaan dicatat dengan nilai nominal, dan dalam hal modal
penyertaan diterima dalam bentuk selain uang tunai, maka modal penyertaan
tersebut dicatat sebesar nilai pasar yang berlaku pada saat diterima. Apabila nilai
pasar tidak tersedia dapat digunakan nilai taksiran. Penjelasan yang cukup harus
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan atas penilaian yang dilakukan.
50 Ketentuan mengenai perjanjian dengan pemodal yang menyangkut
pembagian keuntungan atau hasil usaha, tanggungan kerugian, jangka
waktu dan hak-hak pemodal harus dijelaskan dalam catatan atas laporan
keuangan.
Modal Sumbangan
51 Modal sumbangan yang diterima oleh koperasi yang dapat menutup
risiko kerugian diakui sebagai ekuitas, sedangkan modal sumbangan yang
substansinya merupakan pinjaman diakui sebagai kewajiban jangka
panjang dan dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.
52 Oleh karena koperasi mengemban misi nasional untuk menggerakkan
ekonomi rakyat dan menjadi soko guru perekonomian nasional, maka
dimungkinkan koperasi memperoleh sumbangan dari pemerintah dan pihak lain.
Sumbangan tersebut dapat diakui sebagai ekuitas jika ia dapat menanggung risiko
atas kerugian.
53 Kadangkala sumbangan diterima oleh koperasi dengan persyaratan tertentu
yang mengikat, sehingga hakekat sumbangan tersebutadalah pinjaman.
82
Sumbangan ini tidak dapat diakui sebagai ekuitas, tetapi harus diakui sebagai
kewajiban lain-lain jangka panjang dan dijelaskan dalam catatan atas laporan
keuangan.
Cadangan
54 Cadangan dan tujuan penggunaannya dijelaskan dalam catatan atas
laporan keuangan.
55 Pembentukan cadangan dapat ditujukan antara lain untuk pengembangan
usaha koperasi, menutup risiko kerugian, dan pembagian kepada anggota yang
keluar dari keanggotaan koperasi. Cadangan yang dibentuk dari sisa hasil usaha
dicatat dalam akun Cadangan. Tujuan penggunaan cadangan tersebut harus
dijelaskan dalam catatan atas laporan keuangan.
56 Pembayaran tambahan kepada anggota yang keluar dari
keanggotaan koperasi di atas jumlah simpanan pokok, simpanan wajib dan
simpanan lain-lain dibebankan pada cadangan.
57 Cadangan yang dibentuk dari sisa hasil usaha yang diperoleh setiap tahun
buku yang dimaksudkan untuk pemupukan modal untuk pengembangan usaha dan
untuk menutup risiko kerugian merupakan bagian dari ekuitas. Sebagai bagian
dari ekuitas, cadangan berpengaruh terhadap total nilai kekayaan bersih koperasi
yang mencerminkan nilai pemilikan anggota dalam koperasi. Oleh karena itu
anggota yang keluar dalam tahun berjalan, selain menerima pengembalian
simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan lain sebesar nilai nominalnya,
koperasi dapat menetapkan pembayaran tambahan dalam jumlah yang
proporsional dengan nilai kekayaan bersih koperasi atau jumlah tertentu yang
ditetapkan rapat anggota. Pembayaran tambahan tersebut dibebankan pada
cadangan koperasi.
Sisa Hasil Usaha
58 Sisa hasil usaha tahun berjalan dibagi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku pada koperasi. Dalam hal jenis dan jumlah pembagian sisa hasil
telah diatur secara jelas maka bagian yang tidak menjadi hak koperasi
diakui sebagai kewajiban. Apabila jenis dan jumlah pembagiannya belum
diatur secara jelas, maka sisa hasil usaha tersebut dicatat sebagai sisa hasil
usaha belum dibagi dan harus dijelaskan dalam catatan atas laporan
keuangan.
59 Suatu kebiasaan dalam koperasi, bahwa sisa hasil usaha yang diperoleh
dalam tahun berjalan dibagi sesuai dengan ketentuan anggaran dasar atau
anggaran rumah tangga. Keharusan pembagian sisa hasil usaha tersebut juga
dinyatakan dalam undang-undang perkoperasian. Penggunaan sisa hasil usaha
yang dibagikan tersebut diantaranya adalah untuk anggota, dana pendidikan dan
83
untuk koperasi sendiri. Jumlah yang merupakan hak Koperasi diakui sebagai
cadangan.
60 Pembagian sisa usaha tersebut harus dilakukan pada akhir periode
pembukuan. Jumlah yang dialokasikan selain untuk koperasi diakui sebagai
kewajiban. Dalam hal pembagian tidak dapat dilakukan karena jenis dan jumlah
pembagiannya belum diatur secara jelas dalam anggaran dasar atau anggaran
rumah tangga, tetapi harus menunggu rapat anggota, maka sisa hasil usaha
tersebut dicacat sebagai sisa hasil usaha belum dibagi dan harus dijelaskan dalam
catatan atas laporan keuangan.
KEWA J I BAN
61 Simpanan anggota yang tidak berkarakteristik sebagai ekuitas diakui
sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang sesuai dengan
tanggal jatuh temponya dan dicatat sebesar nilai nominalnya.
62 Simpanan anggota yang berkarakteristik sebagai ekuita adalah sejumlah
tertentu dalam nilai uang yang diserahkan oleh anggota pada koperasi atas
kehendak sendiri sebagai simpanan dan dapat diambil sewaktu-waktu sesuai
perjanjian. Simpanan ini tidak menanggung risiko kerugian dan sifatnya
sementara karenanya diakui sebagai kewajiban.
A K T I VA
63 Aktiva yang diperoleh dari sumbangan yang terikat penggunaannya
dan tidak dapat dijual untuk menutup kerugian koperasi diakui sebagai
aktiva lain-lain. Sifat keterikatan penggunaan tersebut dijelaskan dalam
catatan atas laporan keuangan.
64 Sebagai penggerak ekonomi rakyat dan sebagai soko guru perekonomian
nasional, koperasi sering mendapat dukungan dari berbagai pihak dalam bentuk
bantuan atau sumbangan barang modal untuk menjalankan usahanya. Barang
modal tersebut dapat diakui sebagai aktiva tetap milik koperasi walaupun aktiva
tetap tersebut tidak dapat dijual untuk menutup risiko kerugian. Dalam hal aktiva
tetap tersebut tidak dapat menutup risiko kerugian sebagaimana disyaratkan oleh
penyumbangnya atau ditetapkan dalam perjanjian (akta penerimaan) sumbangan,
maka aktiva tetap tersebut dikelompokkan dalam aktiva lain-lain. Sifat
pembatasan aktiva tetap dijelaskan dalam catatan laporan keuangan.
65 Aktiva-aktiva yang dikelola oleh koperasi, tetapi bukan milik
koperasi, tidak diakui sebagai aktiva dan harus dijelaskan dalam catatan
atas laporan keuangan.
66 Rapat anggota koperasi dapat menetapkan pengumpulan dana tertentu dari
anggota yang digunakan untuk tujuan khusus sesuai kepentingan anggota. Dana
84
tersebut merupakan milik anggota yang pengelolaannya dikuasakan kepada
koperasi, misalnya dana pemeliharaan jalan dan peremajaan kebun pada koperasi
perkebunan kelapa sawit. Dana tersebut tidak diakui sebagai aktiva koperasi.
Namun sebagai pengelola koperasi harus membuat pertanggung-jawaban
tersendiri dan keberadaan dana tersebut harus dijelaskan dalam catatan atas
laporan keuangan.
PENDAPATAN DAN BEBAN
Transaksi Usaha Koperasi Dengan Anggota
67 Pendapatan koperasi yang timbul dari transaksi dengan anggota
diakui sebesar partisipasi bruto.
68 Partisipasi bruto pada dasarnya adalah penjualan barang/jasa kepada
anggota. Dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa untuk anggota, partisipasi
bruto dihitung dari harga pelayanan yang diterima atau dibayar oleh anggota yang
mencakup beban pokok dan partisipasi neto. Dalam kegiatan pemasaran hasil
produksi anggota, partisipasi bruto dihitung dari beban jual hasil produksi anggota
baik kepada non-anggota maupun kepada anggota.
69 Pendapatan koperasi yang berasal dari transaksi dengan non-
anggota diakui sebagai pendapatan (penjualan) dan dilaporkan terpisah dari
partisipasi anggota dalam laporan perhitungan hasil usaha sebesar nilai
transaksi. Selisih antara pendapatan dan beban pokok transaksi dengan non-
anggota diakui sebagai laba atau rugi kotor dengan non-anggota.
70 Dalam hal koperasi memiliki kelebihan kapasitas setelah pelayanan
kepada anggota, koperasi dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut
kepada non-anggota. Dalam hal ini, berarti koperasi memasuki pasar bebas dan
kedudukan koperasi adalah sama seperti badan usaha lain. Koperasi boleh
menggunakan motivasi mencari laba sebesar-besarnya sejauh pelanggan adalah
pasar bebas.
71 Oleh karena laporan keuangan koperasi harus dapat mencerminkan tujuan
koperasi, maka perhitungan hasil usaha harus menonjolkan secara jelas kegiatan
usaha koperasi dengan anggotanya, karena itu pendapatan dari anggota disajikan
terpisah dari pendapatan yang berasal dari transaksi non-anggota. Penyajian ini
lebih mencerminkan bahwa usaha koperasi lebih mementingkan transaksi atau
pelayanan kepada anggotanya daripada non-anggota.
72 Beban usaha dan beban-beban perkoperasian harus disajikan
terpisah dalam laporan perhitungan hasil usaha.
73 Dalam meningkatkan kesejahteraan anggota, koperasi tidak hanya
berfungsi menjalankan usaha-usaha bisnis yang memberikan manfaatkan atau
85
keuntungan ekonomi kepada anggota, tetapi juga harus menjalankan fungsi lain
untuk meningkatkan kemampuan sumber daya anggota, baik secara khusus
maupun sumber daya koperasi secara nasional. Kegiatan ini tidak dilakukan oleh
badan usaha lain. Beban-beban yang dikeluarkan untuk kegiatan ini disebut
dengan beban perkoperasian. Termasuk dalam beban ini antara lain adalah beban
pelatihan anggota, beban pengembangan usaha anggota, dan beban iuran untuk
gerakan koperasi (Dewan Koperasi Indonesia).
LAPORAN KEUANGAN KOPERASI
74 Laporan keuangan koperasi meliputi Neraca, Perhitungan Hasil
Usaha, Laporan Arus Kas, Laporan Promosi Ekonomi Anggota, dan Catatan
atas Laporan Keuangan.
N e r a c a
75 Neraca menyajikan informasi mengenai aktiva, kewajiban, dan ekuitas
koperasi pada waktu tertentu.
Perhitungan Hasil Usaha (PHU)
76 Perhitungan hasil usaha harus memuat hasil usaha dengan anggota
dan laba atau rugi kotor dengan non-anggota.
77 Perhitungan hasil usaha menyajikan informasi mengenai pendapatan dan
beban-beban usaha dan beban perkoperasian selama periode tertentu. Perhitungan
hasil usaha menyajikan hasil akhir yang disebut sisa hasil usaha. Sisa hasil usaha
yang diperoleh mencakup hasil usaha dengan anggota dan laba atau rugi kotor
dengan non-anggota. Istilah perhitungan hasil usaha digunakan mengingat
manfaat dari usaha koperasi tidak semata-mata diukur dari sisa hasil usaha atau
laba tetapi lebih ditentukan pada manfaat bagi anggota.
Laporan Arus Kas
78 Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai perubahan kas yang
meliputi saldo awal kas, sumber penerimaan kas, pengeluaran kas dan saldo akhir
kas pada periode tertentu.
Laporan Promosi Ekonomi Anggota
79 Dalam hal sisa hasil usaha tahun berjalan belum dibagi, maka
manfaat ekonomi yang diperoleh anggota dari pembagian sisa hasil usaha
pada akhir tahun buku dapat dicatat sebesar taksiran jumlah sisa hasil
usaha yang akan dibagi untuk anggota.
86
80 Laporan promosi ekonomi anggota adalah laporan yang memperlihatkan
manfaat ekonomi yang diperoleh anggota koperasi selama satu tahun tertentu.
Laporan tersebut mencakup empat unsur, yaitu:
a. Manfaat ekonomi dari pembelian barang atau pengadaan jasa bersama.
b. Manfaat ekonomi dari pemasaran dan pengolahan bersama.
c. Manfaat ekonomi dari simpan pinjam lewat koperasi.
d. Manfaat ekonomi dalam bentuk pembagian sisa hasil usaha.
81 Manfaat tersebut mencakup manfaat yang diperoleh selama tahun berjalan
dari transaksi pelayanan yang dilakukan koperasi untuk anggota dan manfaat yang
diperoleh pada akhir tahun buku dari pembagian sisa hasil usaha tahun berjalan.
Laporan promosi ekonomi anggota ini disesuaikan dengan jenis koperasi dan
usaha yang dijalankannya.
82 Sisa hasil usaha tahun berjalan harus dibagi sesuai dengan ketentuan
anggaran dan anggaran rumah tangga koperasi. Bagian sisa hasil usaha untuk
anggota merupakan manfaat ekonomi yang diterima anggota pada akhir tahun
buku. Dalam hal pembagian sisa hasil usaha tahun berjalan belum dibagi karena
tidak diatur secara tegas pembagiannya dalam anggaran dasar atau anggaran
rumah tangga dan harus menunggu keputusan rapat anggota, maka manfaat
ekonomi yang diterima dari pembagian sisa hasil usaha dapat dicatat atas dasar
taksiran jumlah bagian sisa hasil usaha yang akan diterima oleh anggota.
Catatan atas Laporan Keuangan
83 Catatan atas laporan keuangan menyajikan pengungkapan (disclosures)
yang memuat:
a. Perlakuan akuntansi antara lain mengenai:
1) Pengakuan pendapatan dan beban sehubungan dengan transaksi koperasi
dengan anggota dan non-anggota
2) Kebijakan akuntansi tentang aktiva tetap, penilaian persediaan, piutang
dan sebagainya.
3) Dasar penetapan harga pelayanan kepada anggota dan nonanggota
b. Pengungkapan informasi lain antara lain:
1) Kegiatan atau pelayanan utama koperasi kepada anggota baik yang
tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga maupun
dalam praktek, atau yang telah dicapai oleh koperasi.
2) Aktivitas koperasi dalam pengembangan sumber daya dan
mempromosikan usaha ekonomi anggota, pendidikan dan pelatihan
perkoperasian, usaha, manajemen yang diselenggarakan untuk anggota dan
penciptaan lapangan usaha baru untuk anggota.
3) Ikatan atau kewajiban bersyarat yang timbul dan transaksi koperasi dengan
anggota dan non-anggota.
4) Pengklasifikasian piutang dan hutang yang timbul dari transaksi koperasi
dengan anggota dan non-anggota.
87
5) Pembatasan penggunaan dan risiko atas aktiva tetap yang diperoleh atas
dasar hibah atau sumbangan.
6) Aktiva yang dioperasikan oleh koperasi tetapi bukan milik koperasi.
7) Aktiva yang diperoleh secara hibah dalam bentuk pengalihan saham dari
perusahaan swasta.
8) Pembagian sisa hasil usaha dan penggunaan cadangan.
9) Hak dan tanggungan pemodal modal penyertaan.
10) Penyelenggaraan rapat anggota, dan keputusan-keputusan penting yang
berpengaruh terhadap perlakuan akuntansi dan penyajian laporan
keuangan.
88
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 131 TAHUN 2000
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN
SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan
Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-undang
Dasar Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
CaraPerpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang -undang Nomor 16 Tahun 2000
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3984);
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3263), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3985);
4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790);
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3844);
89
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS
BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO SERTIFIKAT
BANK INDONESIA.
Pasal 1
(1) Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat
BankIndonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Termasuk bunga yang harus dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), adalah bunga yang diterima atau diperoleh dari
deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri
di Indonesia.
(3) Dengan memperhatikan perkembangan moneter, Menteri Keuangan dapat
menetapkan pengenaan Pajak Penghasilan atas diskonto Sertifikat Bank
Indonesia selain sebagaimana ditentukan dalam ayat (1).
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap orang
pribadi Subjek Pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya dalam 1
(satu) tahun pajak termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak.
(5) Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat mengajukan
permohonan restitusi atas pajak yang telah dipotong sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai permohonan restitusi diatur dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 2
Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifikat
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebagai berikut :
a. dikenakan pajak final sebesar 20%(dua puluh persen) dari jumlah bruto,
terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau
dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang
berlaku, terhadap Wajib Pajak luar negeri.
Pasal 3
(1) Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak dilakukan
terhadap :
a. bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia
tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah)
dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesiaatau cabang bank luar negeri di Indonesia;
90
c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari
sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun
untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d
ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan, Menteri Pemukiman dan
Prasarana Wilayah dan atau Gubernur Bank Indonesia, baik secara
bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya
masing-masing.
Pasal 4
(1) Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dan Bank Indonesia wajib
memotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan bank
yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang bukan
Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan dan
bukan bank wajib memotong Pajak Penghasilan atas diskonto Sertifikat Bank
Indonesia tersebut.
Pasal 5
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini
diaturdengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 6
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor
51 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan
serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1994 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3582) dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 7
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2000
a.n. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
91
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2000.
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 236
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 131 TAHUN 2000
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN
SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA
I. UMUM
Dalam rangka pembiayaan negara guna pelaksanaan pembangunan yang semakin
meningkat, peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam ikut memikul
pembiayaan pembangunan perlu terus ditingkatkan melalui pelaksanaan undang-
undang perpajakan yang makin mantap. Disamping itu, dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat, dana yang dihimpun oleh bank melalui piranti
pengerahan dana dalam bentuk deposito, tabungan dan Sertifikat Bank Indonesia
telah semakin berkembang, sehingga pengenaan pajak atas bunga dan diskonto
perlu diamankan dan disesuaikan. Walaupun demikian terhadap deposito dan
tabungan kecil tetap perlu dikecualikan pengenaannya guna melindungi para
penabung kecil yang pada umumnya masih berpenghasilan rendah.
Sejalan dengan pemikiran di atas, berdasarkan Pasal 4 (2) Undang-undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, perlu mengatur kembali
ketentuan tentang pengenaan pajak atas bunga deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi, badan, lembaga, atau
organisasi berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta diskonto
Sertifikat Bank Indonesia dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebagai
berikut:
a. Dibebaskan dari pemotongan PPh sepanjang jumlah deposito dan tabungan
serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh
juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
92
b. Dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, dalam
hal jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut
lebih dari Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah).
Atas penghasilan bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan
yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia wajib dipotong Pajak Penghasilan sebesar
20% (dua puluh persen).
Perlu ditegaskan bahwa setoran pelunasan Ongkos Naik Haji adalah bukan
merupakandeposito atau tabungan.
Untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang seluruh penghasilannya
ditambahdengan bunga dan atau diskonto tersebut tidak melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak, atas pajak yang telah dipotong dapat diajukan permohonan
pengembalian (restitusi).
Walaupun bank dan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan pada saat membeli Sertifikat Bank Indonesia dari Bank Indonesia atau
dari bank yang ditunjuk dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan, namun
apabila bank atau dana pensiun tersebut menjual kembali Sertifikat Bank
Indonesia kepada pihak lain, atas diskonto yang berupa selisih nominal dengan
harga jualnya harus dipotong Pajak Penghasilan oleh bank atau dana pensiun
tersebut.
Dalam hal yang menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga atau
diskonto tersebut adalah Wajib Pajak luar negeri, diberlakukan pemotongan Pajak
Penghasilan yang bersifat final sebesar 20% (dua puluh persen) atau tarif lain
sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang
berlaku.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Yang dimaksud dengan deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan "deposit on call"
baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada atau
diterbitkan oleh bank.
Sedangkan yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan pada bank dengan
nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat
tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank.
Termasuk dalam pengertian deposito dan tabungan seperti tersebut di atas adalah
deposito dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing yang ditempatkan di
luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri
di Indonesia.
93
Ayat (1) dan Ayat (2)
Pemotongan Pajak Penghasilan yang diatur dalam ayat (1) dan ayat (2) bersifat
final. Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh
penghasilan berupa bunga yang berasal dari deposito dan tabungan termasuk jasa
giro serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, penghasilan tersebut tidak perlu
digabung dengan penghasilan lainnya dalam penghitungan Pajak Penghasilan
yang terutang dalam pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Demikian pula Pajak Penghasilan yang telah dipotong tersebut tidak dapat
dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Ayat (3)
Sertifikat Bank Indonesia dapat digunakan sebagai alat kebijaksanaan moneter,
oleh karena itu selaras dengan perkembangan moneter, pengenaan pajak atas
diskonto Sertifikat Bank Indonesia dapat ditetapkan lain dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
Ayat (4), ayat (5) dan ayat (6)
Dalam hal seluruh penghasilan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri termasuk
bunga dan diskonto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak, Pajak Penghasilan yang telah dipotong dapat
diminta kembali dengan mengajukan permohonan pengembalian (restitusi).
Pengembalian pajak yang telah dipotong tersebut dilakukan melalui prosedur
restitusi sederhana yang ketentuannya ditetapkan dengan keputusan Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 2
Atas penghasilan berupa bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan dalam negeri serta bentuk usaha tetap dikenakan pemotongan
Pajak Penghasilan final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, dalam
hal jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut lebih
dari Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah), dan bukan merupakan
jumlah yang dipecah-pecah.
Pada prinsipnya, Wajib Pajak luar negeri dikenakan pemotongan Pajak
Penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto yang diterima atau
diperoleh di Indonesia sebesar 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan
ketentuan dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku dan
bersifat final. Wajib Pajak luar negeri yang melakukan usaha atau kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, atas penghasilannya dipotong Pajak
Penghasilan sesuai dengan ketentuan dalam huruf a pasal ini dan bersifat final.
Pasal 3
Ayat (1)
Walaupun penghasilan berupa bunga atau diskonto yang diterima atau diperoleh
bank di Indonesia dan cabang bank luar negeri di Indonesia tidak dipotong Pajak
Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, tetapi penghasilan tersebut
94
wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sesuai
dengan tarif Pasal 17 Undangundang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000.
Untuk melindungi para deposan dan penabung kecil, atas bunga tabungan yang
diterima atau diperoleh para penabung kecil tersebut tidak dilakukan pemotongan
Pajak Penghasilan, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank
Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu
rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
Demikian pula atas bunga atau diskonto yang diterima atau diperoleh dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan serta bunga
tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan
sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Dengan ketentuan ini, bank termasuk Bank Indonesia wajib memotong Pajak
Penghasilan atas bunga dan diskonto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1. Selain
wajib memotong Pajak Penghasilan atas bunga dan diskonto yang dibayarkan atau
terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), bank-bank tersebut juga
wajib memotong Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan yang
ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau cabang
bank luar negeri yang beroperasi di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat (2).
Ayat (2)
Dalam hal bank atau dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang
bukan bank atau kepada dana pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh
Menteri Keuangan, atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia dimaksud, yaitu
berupa selisih antara nilai nominal Sertifikat Bank Indonesia dengan harga
jualnya, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh bank atau dana pensiun penjual.
Sedangkan pihak lain tersebut apabila kemudian menjual kembali Sertifikat Bank
Indonesia, maka selisih antara nilai nominal dengan harga jualnya merupakan
keuntungan karena pengalihan harta yang tidak perlu dipotong Pajak Penghasilan
berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini, namun demikian keuntungan tersebut wajib dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dari Wajib Pajak yang menerima
atau memperoleh keuntungan tersebut.
Pasal 5
Cukup jelas
95
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
4039
PSAK 27 Akuntansi Perkoperasian (Revisi 1998) (Reformat 2007)
Koperasi adalah badan usaha yang mengorganisir pemanfaatan dan
pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsip-prinsip
koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada
khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya, dengan demikian
koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian
nasional.
Prinsip-prinsip koperasi merupakan landasan pokok koperasi dalam menjalankan
usahanya sebagai badan usaha dan gerakan ekonomi rakyat. Prinsip-prinsip
tersebut terdiri atas: kemandirian, keanggotaan bersifat terbuka, pengelolaan
dilakukan secara demokratis pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil
sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas
jasa yang terbatas terhadap modal, pendidikan perkoperasian dan kerja sama
antarkoperasi.
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi yang timbul dari
hubungan transaksi antara koperasi dengan anggotanya dan transaksi lain yang
spesifik pada koperasi. Pernyataan ini mencakup pengaturan mengenai
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan dalam laporan keuangan.
Ruang Lingkup Pernyataan ini mengatur akuntansi bagi badan usaha koperasi atas
transaksi yang timbul dari hubungan koperasi bagi anggotanya, yaitu meliputi
transaksi setoran anggota koperasi dan transaksi usaha koperasi dengan
anggotanya; dan transaksi yang spesifik pada badan usaha koperasi, di antaranya
cadangan, modal penyertaan, modal sumbangan, beban-beban perkoperasian;
serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan.
Laporan keuangan koperasi meliputi neraca, perhitungan hasil usaha, laporan arus
kas, laporan promosi ekonomi anggota, dan catatan atas laporan keuangan.
96
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONSIA
NOMOR 51/KMK.04/2001
TENTANG
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
ATAS BUNGA DEPOSITO DAN TABUNGAN
SERTA DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 131
Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga deposito dan
Tabungan serta Diskonto Sertifikat bank Indonesia, perlu
menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Bunga deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifikat bank Indonesia;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahn 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262),
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahn 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn
1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3263), sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahn 2000 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3985);
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 1992 Nomor
31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahn 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3790);
4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahn 1999
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3844);
97
5. Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan atas Bunga deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifikat bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahn 2000 Nomor 236, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4039);
6. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG
PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA
DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO
SERTIFIKAT BANK INDONESIA.
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan
:
(1) Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan
"depositi on call" baik dalam mata uang rupiah maupun
dalam mata uang asing (valuta asing) yang ditempatkan pada
atau diterbitkan oleh bank.
(2) Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun,
termasuk giro, yang penarikannya menurut syarat-syarat
tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank.
Pasal 2
(1) Atas penghasilan berupa bunga dengan nama dan dalam
bentuk apabun yang diterima atau diperoleh dari deposito
dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia
dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Termasuk bunga yang harus dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bunga yang
diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang
ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar
negeri di Indonesia.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
berlaku terhadap orang pribadi subyek pajak dalam negeri
yang seluruh penghasilannya dalam 1 (satu) tahun pajak,
termasuk bunga dan diskonto, tidak melebihi Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP).
(4) Orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat
mengajukan permohonan restitusi atas pajak yang telah
dipotong sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
98
Pasal 3
Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
serta diskonto Sertifikat bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 adalah sebagai berikut :
a. dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari
jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap;
b. dikenakan PPh final sebesar 20% (dua puluh persen) dari
jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wjaib
Pajak luar negeri.
Pasal 4
Pemotongan PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak
dilakukan terhadap :
a. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonesia, sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta
Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp
7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah);
b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang
didirikan di Indonesia di Indonesia atau cabang bank luar
negeri di Indonesia;
c. bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank
Indonsia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapartan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam
rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana,
kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat
sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
Pasal 5
(1) Pengecualian dari pemotongan Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud Pasal 4 huruf c dapat diberikan
berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan
Pajak Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifikat Bank Indonesia, yang diterbitkan oleh
Kantor Pelayanan Pajak tempat Dana Pensiun yang
bersangkutan terdaftar.
(2) Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan
99
terhadap :
a. tabungan;
b. deposito Sertifikat Bank Indonesia yang penempatan dan
atau perpanjangannya (rollover) dilakukan pada tanggal
1 Januari 2001 dan sesudahnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengnai tata cara penerbitan Surat
Keterangan Bebas (SKB) sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 6
(1) Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan
Bank Indonesia wajib memotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri
Keuangan dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank
Indonesia kepada pihak lain yang bukan bank atau kepada
Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh
Menteri Keuangan, wajib memotong Pajak Penghasilan atas
diskonto Sertifikat Bank Indonesia tersebut.
Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan
Keputusan Menteri Keuangan ini diatur dengan Keputusan
Direktur Janderal Pajak.
Pasal 9
Dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini maka
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 652/KMK.04/1994
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 10
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Keputusan ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 Februari 2001
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
PRIJADI PRAPTOSUHARDJO
100
101
102
103
104
105
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1992
TENTANG
PERKOPERASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun
sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang
maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
b. bahwa Koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun
menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu
berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;
c. bahwa pembangunan Koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab
Pemerintah dan seluruh rakyat;
d. bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan
dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang
perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan Persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
106
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau
badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan
prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar
atas asas kekeluargaan.
2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan
Koperasi.
3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan orang-seorang.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan
beranggotakan Koperasi.
5. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan
kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita
bersama Koperasi.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Bagian Pertama
Landasan dan Asas
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar
atas asas kekeluargaan.
107
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB III
FUNGSI, PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI
Bagian Pertama
Fungsi dan Peran
Pasal 4
Fungsi dan peran Koperasi adalah:
a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi
anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya;
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat;
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai sokogurunya;
d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
dan demokrasi ekonomi.
Bagian Kedua
Prinsip Koperasi
Pasal 5
(1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut:
108
a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding
dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;
d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e. kemandirian.
(2) Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan
pula prinsip Koperasi sebagai berikut:
a. pendidikan perkoperasian;
b. kerja sama antarkoperasi.
BAB IV
PEMBENTUKAN
Bagian Pertama
Syarat Pembentukan
Pasal 6
(1) Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)
orang.
(2) Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)
Koperasi.
Pasal 7
(1) Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
dilakukan dengan akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar.
(2) Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara
Republik Indonesia.
109
Pasal 8
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat sekurang-
kurangnya:
a. daftar nama pendiri;
b. nama dan tempat kedudukan;
c. maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d. ketentuan mengenai keanggotaan;
e. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
f. ketentuan� mengenai pengelolaan;
g. ketentuan mengenai permodalan;
h. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
i. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
j. ketentuan mengenai sanksi.
Bagian Kedua
Status Badan Hukum
Pasal 9
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan
oleh Pemerintah.
Pasal 10
(1) Untuk mendapatkan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai akta pendirian
Koperasi.
(2) Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan pengesahan.
(3) Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
110
Pasal 11
(1) Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan
penolakan diberitahukan kepada para pendiri secara tertulis dalam. waktu
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
(2) Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat
mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak
diterimanya penolakan.
(3) Keputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan
permintaan ulang.
Pasal 12
(1) Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Rapat Anggota.
(2) Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut
penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha Koperasi
dimintakan pengesahan kepada Pemerintah.
Pasal 13
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan
pengesahan akta pendirian, dan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Untuk keperluan pengembangan dan/atau efisiensi usaha, satu
Koperasi atau lebih dapat:
a. menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain, atau
b. bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk
Koperasi baru.
(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuan Rapat
Anggota masing-masing Koperasi.
111
Bagian Ketiga
Bentuk dan Jenis
Pasal 15
Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.
Pasal 16
Jenis Koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi
anggotanya.
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 17
(1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa
Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota.
Pasal 18
(1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara
Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang
memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan, hak,
dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 19
(1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaan kepentingan
ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
(3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindahtangankan.
(4) Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap
Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.
112
Pasal 20
(1) Setiap anggota mempunyai kewajiban:
a. mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta
keputusan yang telah disepakati dalam Rapat Anggota;
b. berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh
Koperasi;
c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas
asas kekeluargaan.
(2) Setiap anggota mempunyai hak:
a. menghadiri, menyatakan pendapat, dan memberikan suara
dalam Rapat Anggota;
b. memilih dan/atau dipilih menjadi anggota Pengurus atau
Pengawas;
c. meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam
Anggaran Dasar;
d. mengemukakan pendapat atau saran kepada Pengurus diluar
Rapat Anggota baik diminta maupun tidak diminta;
e. memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang sama
antara sesama anggota;
f. mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi
menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar.
BAB VI
PERANGKAT ORGANISASI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 21
Perangkat organisasi Koperasi terdiri dari:
a. Rapat Anggota
113
b. Pengurus
c. Pengawas
Bagian Kedua
Rapat Anggota
Pasal 22
(1) Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
Koperasi.
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur
dalam Anggaran Dasar.
Pasal 23
Rapat Anggota menetapkan:
a. Anggaran Dasar;
b. kebijaksanaan umum dibidang organisasi manajemen, dan usaha
Koperasi;
c. pemilihan, pengangkatan, pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
d. rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi,
serta pengesahan laporan keuangan;
e. pengesahan pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan
tugasnya;
f. pembagian sisa hasil usaha;
g. penggabungan, peleburan, pembagian, dan pembubaran Koperasi.
Pasal 24
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk
mencapai mufakat.
(2) Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah, maka
pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
114
(3) Dalam hal dilakukan pemungutan suara, setiap anggota mempunyai
hak satu suara.
(4) Hak suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran
Dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi-
anggota secara berimbang.
Pasal 25
Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus
dan Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi.
Pasal 26
(1) Rapat Anggota dilakukan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus
diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku lampau.
Pasal 27
(1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,
Koperasi dapat melakukan Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan
mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada Rapat
Anggota.
(2) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah
anggota Koperasi atau atas keputusan Pengurus yang pelaksanaannya diatur
dalam Anggaran Dasar.
(3) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai wewenang yang sama dengan
wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
Pasal 28
Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat
Anggota Luar Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga
Pengurus
Pasal 29
(1) Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat
Anggota.
115
(2) Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota.
(3) Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota Pengurus
dicantumkan dalam akta pendirian.
(4) Masa jabatan Pengurus paling lama 5 (lima) tahun.
(5) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat menjadi anggota
Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 30
(1) Pengurus bertugas:
a. mengelola Koperasi dan usahanya;
b. mengajukan rancangan rencana kerja serta rancangan rencana
anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
c. menyelenggarakan Rapat Anggota;
d. mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan tugas;
e. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara
tertib;
f. memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
(2) Pengurus berwenang:
a. mewakili Koperasi di dalam dan di luar pengadilan;
b. memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta
pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran
Dasar;
c. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan
kemanfaatan Koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan
keputusan Rapat Anggota.
Pasal 31
Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan
usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.
116
Pasal 32
(1) Pengurus Koperasi dapat mengangkat Pengelola yang diberi
wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha.
(2) Dalam hal Pengurus Koperasi bermaksud untuk mengangkat
Pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat
Anggota untuk mendapat persetujuan.
(3) Pengelola bertanggung jawab kepada Pengurus.
(4) Pengelolaan usaha oleh Pengelola tidak mengurangi tanggung jawab
Pengurus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31.
Pasal 33
Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan
Pengurus Koperasi merupakan hubungan kerja aas dasar perikatan.
Pasal 34
(1) Pengurus, baik bersama-sama, maupun sendiri-sendiri, menanggung
kerugian yang diderita Koperasi, karena tindakan yang dilakukan dengan
kesengajaan atau kelalaiannya.
(2) Di samping penggantian karugian tersebut, apabila tindakan yang
dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan bagi penuntut
umum untuk melakukan penuntutan.
Pasal 35
Setelah tahun buku Koperasi ditutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
diselenggarakan rapat anggota tahunan, Pengurus menyusun laporan tahunan yang
memuat sekurang-kurangnya:
a. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang
baru lampau dan perhitungan hasil usaha dari tahun yang bersangkutan serta
penjelasan atas dokumen tersebut;
b. keadaan dan usaha Koperasi serta hasil usaha yang dapat dicapai.
Pasal 36
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ditandatangani oleh semua anggota Pengurus.
117
(2) Apabila salah seorang anggota Pengurus tidak menandatangani
laporan tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan menjelaskan alasannya
secara tertulis.
Pasal 37
Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan,
merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.
Bagian Keempat
Pengawas
Pasal 38
(1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat
Anggota.
(2) Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat Anggota.
(3) Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai anggota
Pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 39
(1) Pengawas bertugas:
a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan
dan pengelolaan Koperasi;
b. membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.
(2) Pengawas berwenang:
a. meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
b. mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
(3) Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak
ketiga.
Pasal 40
Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik
118
BAB VII
MODAL
Pasal 41
(1) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
(2) Modal sendiri dapat berasal dari:
a. simpanan pokok;
b. simpanan wajib;
c. dana cadangan;
d. hibah.
(3) Modal pinjaman dapat berasal dari:
a. anggota;
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c. bank dan lembaga keuangan lainnya;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.
Pasal 42
(1) Selain modal sebagai dimaksud dalam Pasal 41, Koperasi dapat pula
melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan.
(2) Ketentuan mengenai pemupukan modal yang berasal dari modal
penyertaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
LAPANGAN USAHA
Pasal 43
(1) Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan
kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota.
119
(2) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota Koperasi.
(3) Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala
bidang kehidupan ekonomi rakyat.
Pasal 44
(1) Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui
kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk:
a. anggota Koperasi yang bersangkutan;
b. Koperasi lain dan/atau anggotanya.
(2) Kegiatan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu
atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.
(3) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
SISA HASIL USAHA
Pasal 45
(1) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang
diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya, penyusutan, dan
kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
(2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada
anggota standing dengan jasa usaha yang dilakukan oleh, masing-masing
anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan
perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan keputusan
Rapat Anggota.
(3) Besarnya pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat
Anggota.
BAB X
PEMBUBARAN KOPERASI
Bagian Pertama
120
Cara Pembubaran Koperasi
Pasal 46
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan:
a. keputusan Rapat Anggota, atau
b. keputusan Pemerintah.
Pasal 47
(1) Keputusan pembubaran oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 huruf b dilakukan apabila:
a. terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak
memenuhi ketentuan Undang-undang ini;
b. kegiatannya bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau
kesusilaan;
c. kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.
(2) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dikeluarkan dalam
waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya
surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh Koperasi yang
bersangkutan.
(3) Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal
penerimaan pemberitahuan, Koperasi yang bersangkutan berhak
mengajukan keberatan.
(4) Keputusan Pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan
atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak
tanggal diterimanya penyataan keberatan tersebut.
Pasal 48
Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dan tata cara
pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 49
(1) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan
secara tertulis oleh Kuasa Rapat Anggota kepada:
121
a. semua kreditor;
b. Pemerintah.
(2) Pemberitahuan kepada semua kreditor dilakukan oleh Pemerintah,
dalam hal pembubaran tersebut berlangsung berdasarkan keputusan
Pemerintah.
(3) Selama pemberitahuan pembubaran Koperasi belum diterima oleh
kreditor, maka pembubaran Koperasi belum berlaku baginya.
Pasal 50
Dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 disebutkan:
a. nama dan alamat Penyelesai, dan
b. ketentuan bahwa semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan sesudah tanggal diterimanya surat
pemberitahuan pembubaran.
Bagian Kedua
Penyelesaian
Pasal 51
Untuk kepentingan kreditor dan para anggota Koperasi, terhadap pembubaran
Koperasi dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut
penyelesaian.
Pasal 52
(1) Penyelesaian dilakukan oleh penyelesai pembubaran yang
selanjutnya disebut Penyelesai.
(2) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Rapat Anggota,
Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota.
(3) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Pemerintah, Penyelesai
ditunjuk oleh Pemerintah.
(4) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi tersebut tetap ada
dengan sebutan "Koperasi dalam penyelesaian".
122
Pasal 53
(1) Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan
pembubaran Koperasi.
(2) Penyelesai bertanggung jawab kepada Kuasa Rapat Anggota dalam
hal Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota dan kepada Pemerintah dalam
hal Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.
Pasal 54
Penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban sebagai berikut:
a. melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama "Koperasi
dalam penyelesaian";
b. mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan;
c. memanggil Pengurus, anggota dan bekas anggota tertentu yang
diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama;
d. memperoleh, memeriksa, dan menggunakan segala catatan dan arsip
Koperasi;
e. menetapkan dan melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang
didahulukan dari pembayaran hutang lainnya;
f. menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa
kewajiban Koperasi;
g. membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota;
h. membuat berita acara penyelesaian.
Pasal 55
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi, anggota hanya menanggung kerugian
sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya.
Bagian Ketiga
Hapusnya Status Badan Hukum
Pasal 56
123
(1) Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
(2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman
pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik Indonesia.
BAB XI
LEMBAGA GERAKAN KOPERASI
Pasal 57
(1) Koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal
yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan
bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi.
(2) Organisasi ini berasaskan Pancasila.
(3) Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja organisasi diatur dalam
Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan
Pasal 58
(1) Organisasi tersebut melakukan kegiatan:
a. memperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi;
b. meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat;
c. melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan
masyarakat;
d. mengembangkan kerja sama antarkoperasi dan antara Koperasi
dengan badan usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun
internasional.
(2) Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, Koperasi secara bersama-
sama, menghimpun dana Koperasi.
Pasal 59
Organisasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1)disahkan
oleh Pemerintah.
124
BAB XII
PEMBINAAN
Pasal 60
(1) Pemerintah menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi
yang mendorong pertumbuhan serta permasyarakatan Koperasi.
(2) Pemerintah memberikan bimbingan, kemudahan, dan perlindungan
kepada Koperasi.
Pasal 61
Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang
mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah:
a. memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada
Koperasi;
b. meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi
Koperasi yang sehat, tangguh, dan mandiri;
c. mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan
antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
d. membudayakan Koperasi dalam masyarakat.
Pasal 62
Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi,
Pemerintah:
a. membimbing usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan
ekonomi anggotanya;
b. mendorong, mengembangkan, dan membantu pelaksanaan
pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian perkoperasian;
c. memberikan kemudahan untuk memperkokoh permodalan Koperasi
serta mengembangkan lembaga keuangan Koperasi;
d. membantu pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama
yang saling menguntungkan antarkoperasi;
125
e. memberikan bantuan konsultasi guna memecahkan permasalahan
yang dihadapi oleh Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar
dan prinsip Koperasi.
Pasal 63
(1) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi, Pemerintah
dapat:
a. menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh di-
usahakan oleh Koperasi;
b. menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang
telah berhasil diusahakan oleh Koperasi untuk tidak diusahakan oleh
badan usaha lainnya.
(2) Persyaratan dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 64
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal
63 dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional,
serta pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Koperasi yang telah memiliki status badan hukum pada saat Undang-undang ini
berlaku, dinyatakan telah memperoleh status badan hukum berdasarkan Undang-
undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran
Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967
Nomor 2832) dinyatakan tidak berlaku lagi.
126
(2) Peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967
tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832) dinyatakan
masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti
berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 67
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 21 Oktober 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 21 Oktober 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 116
127
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang semakin
meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil,
lebih memberikan keadilan, dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum
serta transparansi perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang
Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
128
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK
PENGHASILAN.
Pasal 2
(1) Yang menjadi subjek pajak adalah:
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak;
b. badan; dan
c. bentuk usaha tetap.
(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
(2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek
pajak luar negeri.
(3) Subjek pajak dalam negeri adalah:
b. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu
tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia;
c. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara;
dan
d. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.
(4) Subjek pajak luar negeri adalah:
129
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
dan
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
(5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
130
(6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
Pasal 3
(1) Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
adalah:
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersamasama mereka dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud
pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak
menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.(2) Organisasi internasional yang tidak
termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Pasal 4
(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. laba usaha;
d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
131
3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan,pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihakpihak yang bersangkutan; dan
5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan;
e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k.keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m.selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. premi asuransi;
o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal daripenghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
132
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima
oleh perusahaan modal ventura;
d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan/atau bangunan; dan
e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antarapihak- pihak yang bersangkutan;
b. warisan;
c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham
atau sebagai pengganti penyertaan modal;
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan
oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara
final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan
khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
133
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor;
g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai;
h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang
unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
j. dihapus;
k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
m.sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Pasal 6
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk:
a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
134
kegiatan usaha, antara lain:
1. biaya pembelian bahan;
2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang;
3. bunga, sewa, dan royalti;
4. biaya perjalanan;
5. biaya pengolahan limbah;
6. premi asuransi;
7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan MenteriKeuangan;
8. biaya administrasi; dan
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;
b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya
lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan;
d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;
f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu;
4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang
dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
135
k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah;
l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah; dan
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
(1) Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada
awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula
kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum
dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2)
dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali
penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu)
pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21
dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau
pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
(2) Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila:
a. suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkanputusan hakim;
b. dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian
pemisahan harta danpenghasilan; atau
c. dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan
kewajiban perpajakannyasendiri.
(3) Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto
suami-istri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing
suami-istri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto
mereka.
(4) Penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan
orang tuanya.
Pasal 9
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan,
kecuali:
136
1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf
m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah;
h. Pajak Penghasilan;
i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan
di bidang perpajakan.
137
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012
TENTANG PERKOPERASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya ekonomi dalam suatu iklim pengembangan dan pemberdayaan Koperasi yang memiliki peran strategis dalam tata ekonomi nasional berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa pengembangan dan pemberdayaan Koperasi dalam suatu kebijakan Perkoperasian harus mencerminkan nilai dan prinsip Koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi Anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh dalam menghadapi perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan; c. bahwa kebijakan Perkoperasian selayaknya selalu berdasarkan ekonomi kerakyatan yang melibatkan, menguatkan, dan mengembangkan Koperasi sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi; d. bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian perlu diganti karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dan perkembangan Perkoperasian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perkoperasian. Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
www.hukumonline.com
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
138
1. Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.
2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi. 3. Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang
perseorangan. 4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan
badan hukum Koperasi. 5. Rapat Anggota adalah perangkat organisasi Koperasi yang memegang
kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. 6. Pengawas adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan
memberikan nasihat kepada Pengurus. 7. Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh
atas kepengurusan Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
8. Setoran Pokok adalah sejumlah uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum Koperasi pada saat yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi.
9. Sertifikat Modal Koperasi adalah bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.
10. Hibah adalah pemberian uang dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai modal usaha.
11. Modal Penyertaan adalah penyetoran modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai dengan uang yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk menambah dan memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan usahanya.
12. Selisih Hasil Usaha adalah Surplus Hasil Usaha atau Defisit Hasil Usaha yang diperoleh dari hasil usaha atau pendapatan Koperasi dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan pengeluaran atas berbagai beban usaha.
13. Simpanan adalah sejumlah uang yang disimpan oleh Anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam, dengan memperoleh jasa dari Koperasi Simpan Pinjam sesuai perjanjian.
14. Pinjaman adalah penyediaan uang oleh Koperasi Simpan Pinjam kepada Anggota sebagai peminjam berdasarkan perjanjian, yang mewajibkan peminjam untuk melunasi dalam jangka waktu tertentu dan membayar jasa.
15. Koperasi Simpan Pinjam adalah Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.
16. Unit Simpan Pinjam adalah salah satu unit usaha Koperasi non-Koperasi Simpan Pinjam yang dilaksanakan secara konvensional atau syariah.
17. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan Perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita dan tujuan Koperasi.
18. Dewan Koperasi Indonesia adalah organisasi yang didirikan dari dan oleh Gerakan Koperasi untuk memperjuangkan kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi.
19. Hari adalah hari kalender. 20. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Koperasi.
139
BAB II LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3 Koperasi berdasar atas asas kekeluargaan.
Pasal 4 Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.
BAB III NILAI DAN PRINSIP
Pasal 5
(1) Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi yaitu: b. kekeluargaan; c. menolong diri sendiri; d. bertanggung jawab; e. demokrasi; f. persamaan; g. berkeadilan; dan h. kemandirian.
(2) Nilai yang diyakini Anggota Koperasi yaitu: a. kejujuran;www.hukumonline.com b. keterbukaan; c. tanggung jawab; dan d. kepedulian terhadap orang lain.
Pasal 6 (1) Koperasi melaksanakan Prinsip Koperasi yang meliputi:
a. Keanggotaan Koperasi bersifat sukarela dan terbuka; b. Pengawasan oleh Anggota diselenggarakan secara demokratis; c. Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi Koperasi; d. Koperasi merupakan badan usaha swadaya yang otonom, dan independen; e. Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas,
Pengurus, dan karyawannya, serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan kemanfaatan Koperasi;
f. Koperasi melayani anggotanya secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional; dan
g. Koperasi bekerja untuk pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan yang disepakati oleh Anggota.
(2) Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sumber inspirasi dan menjiwai secar keseluruhan organisasi dan kegiatan usaha Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan pendiriannya.
140
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SELATAN
LAPORAN LABA RUGI
Untuk Tahun yang berakhir pada Tanggal 31 Desember 2010
PENDAPATAN
Pendapatan Usaha Rp. 1.825.212.055
Harga Pokok Penjualan Rp. (1.277.584.974)
LABA KOTOR USAHA Rp. 547.627.081
BIAYA USAHA Rp. 423.999.455
LABA USAHA Rp . 123.627.626
PENDAPATAN DAN (BEBAN) LAIN-LAIN
Pendapatan Lain-lain Rp. 46.350.000
Beban Lain-lain Rp. (12.019)
Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih Rp. 46.337.981
SHU BERSIH SEBELUM PAJAK Rp. 169.965.678
PAJAK PENGHASILAN Rp. (17.306.185)
SISA HASIL USAHA SETELAH PAJAK Rp. 152.659.502
141
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SELATAN
LAPORAN LABA RUGI
Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2011
PENDAPATAN
Pendapatan Usaha Rp. 1.997.506.305
Harga Pokok Penjualan Rp. (1.441.780.120)
LABA KOTOR USAHA Rp. 555.726.185
BIAYA USAHA Rp. 433.680.722
LABA USAHA Rp . 122.045.463
PENDAPATAN DAN (BEBAN) LAIN-LAIN
Pendapatan Lain-lain Rp. 15.493.228
Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih Rp. 15.493.228
SHU BERSIH SEBELUM PAJAK Rp. 137.538.691
PAJAK PENGHASILAN Rp. (58.754.481)
SISA HASIL USAHA SETELAH PAJAK Rp. 78.784.210
142
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SELATAN
LAPORAN LABA RUGI
Untuk Tahun yang berakhir pada Tanggal 31 Desember 2012
PENDAPATAN
Pendapatan Usaha Rp. 2.353.613.421
Harga Pokok Penjualan Rp. (1.693.328.364)
LABA KOTOR USAHA Rp. 660.285.057
BIAYA USAHA Rp. 538.045.322
LABA USAHA Rp . 122.239.735
PENDAPATAN DAN (BEBAN) LAIN-LAIN
Pendapatan Lain-lain Rp. 21.865.400
Jumlah Pendapatan (Beban) Lain-lain Bersih Rp. 21.865.400
SHU BERSIH SEBELUM PAJAK Rp. 144.105.135
PAJAK PENGHASILAN Rp. (16.759.667)
SISA HASIL USAHA SETELAH PAJAK Rp. 127.345.468
143
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SEATAN
RINCIAN BEBAN TAHUN 2010
Beban Honor Pengurus Rp. 81.600.000
Beban Honor Karyawan Rp. 117.000.000
Beban Pinjaman Rp. 95.000.000
Beban Entertainment Rp. 11.450.000
Beban Sumbangan Rp. 6.500.000
Beban Alat Tulis Kantor Rp. 24.273.050
Beban Lain-lain Rp. 1.813.650
Beban Operasional Rp. 49.743.550
Beban Penyusutan Rp. 95.000.000
Beban RAT Rp. 26.075.300
Pajak Bunga Rp. 1.753.541
Beban Pajak PPh Rp. 197.250
Jumlah Rp. 445.713.896
144
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SEATAN
RINCIAN BEBAN TAHUN 2011
Beban Gaji Unit S/P Rp. 16.800.000
Jasa Simpan Pinjam Rp. 68.650.000
Beban Gaji Karyawan Rp. 105.550.000
Beban Uang Jasa Pengurus & Pengawas Rp. 79.500.000
Beban Kantor Rp. 6.735.000
Beban Telepon Rp. 2.193.000
Beban Entertainment Rp. ` 16.350.000
Beban Sumbangan Rp. 4.700.000
Beban Alat Tulis Kantor Rp. 38.181.400
Beban Sewa Tanah Rp. 12.000.000
Beban Audit Rp. 5.000.000
Beban Kesejahteraan Karyawan (Makan) Rp. 7.651.500
Beban Lain-lain Rp. 7.200.000
Beban Operasional Pengurus Rp. 24.290.000
Beban Penyusutan Peralatan Kantor Rp. 3.320.165
Beban Penyusutan Kendaraan Rp. 11.875.000
Beban Penyusutan Bangunan Rp. 23.059.057
Beban Listrik Rp. 3.679.400
Beban Air Mineral Rp. 1.739.500
Beban RAT Rp. 57.925.000
Pajak Bunga Rp. 2.007.201
Beban Pajak PPh Rp. 1.200.000
Jumlah Rp. 465.137.923
145
KOPERASI PRIMKOPPOLRES METRO JAKARTA SEATAN
RINCIAN BEBAN TAHUN 2012
Beban Gaji Unit S/P Rp. 21.600.000
Jasa Simpan Pinjam Rp. 92.500.000
Beban Gaji Karyawan Rp. 139.200.000
Beban Uang Jasa Pengurus & Pengawas Rp. 93.000.000
Beban Kantor Rp. 1.521.000
Beban Telepon Rp. 1.593.300
Beban Entertainment Rp. 20.345.000
Beban Sumbangan Rp. 5.500.000
Beban Alat Tulis Kantor Rp. 38.181.400
Beban Sewa Tanah Rp. 12.000.000
Beban Audit Rp. 5.000.000
Beban Kesejahteraan Karyawan (Makan) Rp. 7.651.500
Beban Lain-lain Rp. 5.340.115
Beban Operasional Pengurus Rp. 24.290.000
Beban Penyusutan Peralatan Kantor Rp. 3.230.165
Beban Penyusutan Kendaraan Rp. 11.875.000
Beban Penyusutan Bangunan Rp. 23.059.057
Beban Listrik Rp. 3.679.400
Beban Air Mineral Rp. 1.739.500
Beban RAT Rp. 57.925.000
Pajak Bunga Rp. 2.335.505
Beban Pajak PPh Rp. 950.000
Jumlah Rp. 572.515.942