analisis pendapatan usahatani - repository.ipb.ac.id · adalah agro farm. perusahaan ini belum lama...
TRANSCRIPT
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANILOBAK KOREA DAN DAIKON
(Studi Kasus Agro Farm Di Desa Ciherang Kabupaten Cianjur Jawa barat)
SKRIPSI
HENDRA BACHERAMSYAHH34077022
DEPARTEMEN AGRIBISNISFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2011
RINGKASAN
HENDRA BACHERAMSYAH. Analisis Pendapatan Usahatani Lobak Korea danDaikon(Studi Kasus Agro Farm di Desa Ciherang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor(Di bawah bimbingan YUSALINA)
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian di Indonesia yang cukupmenjanjikan. Hal ini dikarenakan subsektor hortikutura terus mengalami perkembangan yangsignifikan sesuai dengan kondisi perekonomian negara. Subsektor hortikultura terdiri daritanaman sayuran, buah-buahan, obat-obatan, dan tanaman hias. Sayuran merupakan salahsatu bagian dari tanaman hortikultura yang penting dan memiliki peluang untukdikembangkan. Adapun lobak merupakan tanaman sayuran yang potensial untukdikembangkan menjadi komoditas komersial yang menguntungkan.
Salah satu sentra produksi lobak di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur yaitu dikawasan Rintisan Agropolitan yang berada di wilayah Kecamatan Cipanas. Sedangkan Salahsatu perusahaan distribusi sayuran yang berada di daerah Cianjur tepatnya di daerah Ciherangadalah Agro Farm. Perusahaan ini belum lama berdiri namun terbilang cukup maju dalamusahanya. Agro Farm mengkhususkan aktivitasnya sebagai pedagang besar yang membelisayuran hasil dari petani pemasok dan memberikan perlakuan pasca panen pada sayuran yangtelah dibelinya berupa pembersihan, sortasi, pengklasifikasian dan pengemasan untukkemudian memasarkannya ke pasar swalayan dan restoran. Sejak awal berdirinya, perusahaanini menjalankan kerjasama dengan para petani sayuran melalui kemitraan yangmenguntungkan dimana perusahaan bertindak sebagai penyedia input produksi sedangkanpetani yang menjadi mitranya mengolah atau memproses input tersebut untuk menghasilkanoutput yang diharapkan.
Penelitian dilakukan pada bulan Desember hingga Januari 2011 di Desa Ciherang,Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Jumlah petani responden yangdiambil pada penelitian ini sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 orang petani lobak koreadan 15 orang petani lobak daikon. Penelitian ini menggunakan alat analisis pendapatan danefisiensi usahatani dan analisis deskriptif dan saluran pemasaran.
Petani lobak di Agro Farm dikelompokkan ke dalam lobak korea dan lobak daikon.Harga yang telah ditetapkan yaitu untuk lobak korea Rp 1.500/kg dan lobak daikon Rp1.300/kg. Faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan petani responden yaitu harga danproduksi. Jumlah produksi lobak korea sebesar 170 kilogram per hari dan lobak daikonsebesar 150 kilogram per hari. Total nilai biaya petani lobak daikon lebih besar dari petanilobak korea. Jumlah biaya total petani lobak daikon sebesar Rp 332.883 dan petani lobakkorea sebesar Rp 302.500. Alokasi biaya usahatani lobak tersebut dipergunakan untuksaprotan, tenaga kerja, lahan, pajak, dan penyusutan. Pengeluaran total usahatani lobakdaikon dan lobak korea sebagian besar dialokasikan pada biaya tenaga kerja yaitu petanilobak daikon sebesar 51,92 persen dan petani lobak korea sebesar 51,57 persen. Alokasibiaya terbesar setelah tenaga kerja yaitu biaya saprotan. Persentase alokasi biaya saprotanpada petani lobak daikon sebesar 34,00 persen dan petani lobak korea sebesar 35,04 persen.Nilai persentase tersebut menunjukkan bahwa alokasi untuk biaya saprotan pada petani lobakkorea lebih besar dibanding petani lobak daikon. Nilai biaya saprotan pada petani lobakdaikon lebih besar. Hal tersebut terjadi karena petani lobak daikon menggunakan jumlahsaprotan lebih banyak untuk kegiatan produksi dalam usahatani lobak daikon.
Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani lobak korea lebih besardibandingkan petani lobak daikon, namun perbedaannya relatif kecil. Perolehan rasio R/Catas biaya tunai petani lobak korea adalah sebesar 1,85 dan petani lobak daikon sebesar 1.61,
sedangkan nilai rasio R/C atas biaya total petani lobak korea sebesar 1.66 dan petani lobakdaikon sebesar 1.44. Penerimaan yang dihasilkan petani lobak korea besar dengan total biayayang lebih kecil dibandingkan dengan lobak daikon. Oleh karena itu, pendapatan dan R/Cpetani lobak korea lebih besar dibanding pendapatan dan R/C petani lobak daikon. Hasilanalisis tersebut dapat menjelaskan bahwa kemitraan dapat mendatangkan keuntungan bagipetani lobak (bulat maupun panjang). Akan tetapi apabila dilakukan perbandingan antarausahatani lobak korea dengan lobak daikon, maka dapat disimpulkan bahwa usahatani lobakkorea lebih menguntungkan dan efisien dibandingkan usahatani lobak daikon. Pemasaranlobak korea dan panjang hasil panen petani dikumpulkan terlebih dahulu di Agro Farm untukselanjutnya dijual ke restoran-restoran Korea dan Jepang. Berdasarkan hal tersebut,pemasaran lobak korea dan panjang di Desa Ciherang tergolong eksklusif karena hanyaditujukan pada pasar yang bersifat khusus dengan tingkat harga yang lebih tinggidibandingkan dengan harga di pasar tradisional.
Secara umum, usahatani lobak korea dan lobak daikon di Desa Ciherang yangmenjalin kemitraan dengan Agro Farm tergolong menguntungkan. Jika dlakukanperbandingan antara usahatani lobak korea dan panjang, maka usahatani lobak korea lebihmenguntungkan dan efisien karena menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi namundengan biaya yang lebih rendah.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANILOBAK KOREA DAN DAIKON
(Studi kasus Agro Farm di Desa Ciherang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
HENDRA BACHERAMSYAHH34077022
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNISFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2011
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Lobak Korea dan Daikon (Studi Kasus Agro
Farm di Desa Ciherang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
Nama : Hendra Bacheramsyah
NIM : H34077022
Disetujui,Pembimbing
Dra. Yusalina, MSiNIP. 19650115 199003 2001
DiketahuiKetua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan ManajemenInstitut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MSNIP. 19580908 1984031 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan
Usahatani Lobak Korea dan Daikon (Studi Kasus Agro Farm di Desa Ciherang, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Hendra BacheramsyahNRP. H34077022
RIWAYAT HIDUP
Penulis Bernama Lengkap Hendra Bacheramsyah, dilahirkan di Kota Hujan
Bogor,pada tanggal 28 Agustus 1985. Penulis adalah anak pertana dari tiga bersaudara dari
Ayahanda Noviar Amansyah dan Ibunda Tuty Supriati.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1991 di TK Islam Citeureup, Bogor dan
lulus pada tahun 1992, pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SDN
Wanaherang 6, Bogor dan lulus pada tahun 1998. Penulis melanjutkan ke SMP 1 Gunung
Putri, Bogor dan lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMU PGRI 1
Bogor dan lulus pada tahun 2004 dan melalui jalur reguler penulis masuk perguruan tinggi
negeri tahun 2004 di Program Studi Teknisi Usaha Ternak Daging, Fakultas Peternakan,
Program Diploma III IPB Bogor dan lulus pada tahun 2007.
Pada tahun yang sama setelah lulus dari diploma penulis melanjutkan studinya ke
program sarjana penyelanggaraan khusus IPB dengan Program Studi Agribisnis, Fakultas
Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan anugerahnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani
Lobak Korea dan Daikon (Studi Kasus Agro Farm di Desa Ciherang, Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari adanya
kemitraan terhadap pendapatan petani lobak korea dan daikon, serta untuk melihat
perbandingan pendapatan serta tingkat efisiensi usahatani lobak Korea dan Daikon melalui
perhitungan analisis pendapatan dan efisiensi usahatani.
Bogor, Juni 2011
Hendra Bacheramsyah
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril serta materil kepada
penulis dalam penyelesaian karya ilmiah ini, antara lain sebagai berikut :
1. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan
kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen evaluator pada kolokium dan sidang penulis
yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan
proposal penelitian.
3. Yanti Nuraeni Muflikh,SP, M. Agibuss selaku dosen penguji sidang yang telah
meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi.
4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan.
Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
5. Adhelia Okti Bawynda, SE yang telah memberikan motivasi hidup serta doa di saat
senang dan sedih sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
6. Bapak Santoso selaku pemilik perusahaan Agro Farm atas segala bantuan dan
bimbingannya.
7. Para Petani Mitra yang telah menyempatkan waktunya untuk membantu penulis
menyelesaikan tulisannya.
8. Teman-teman sekantor di Perum Pegadaian Cabang Warung Jambu atas semangat dan
sharing selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman seperjuangan Angkatan 4, teman-teman Agribisnis atas semangat dan
sharing selama masa kuliah, penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak dan
sahabat-sahabatku yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya, sukses buat kita semua.
Bogor, Juni 2011
Hendra Bacheramsyah
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................... iiiDAFTAR GAMBAR .............................................................................. ivLAMPIRAN ........................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................... 11.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 51.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 81.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 81.5. Ruang Lingkup............................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bisnis Lobak …................................................................................. 92.2. Kajian Kemitraan Agribisnis .......................................................... 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis........................................................... 163.1.1. Pengertian Kemitraan........................................................... 163.1.2. Maksud dan Tujuan Kemitraan............................................. 173.1.3. Pola Kemitraan .................................................................... 18
3.1.3.1. Pola Kemitraan Inti Plasma .................................... 183.1.3.2. Pola Kemitraan Subkontrak.................................... 193.1.3.3 Pola Kemitraan Dagang Umum .............................. 203.1.3.4. Pola Kemitraan Keagenan ...................................... 213.1.3.5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) 22
3.1.4. Kendala-kendala dalam Kemitraan ...................................... 233.1.5. Peranan Pelaku Kemitraan ................................................... 24
3.1.5.1. Peranan Pengusaha Besar ....................................... 253.1.5.1. Peranan Pengusaha Kecil/Koperasi......................... 253.1.5.1. Peranan Pembina.................................................... 26
3.2. Sistem Agribisnis ............................................................................ 263.3. Pengertian Usahatani....................................................................... 28
3.3.1. Unsur-unsur Pokok Usahatani.............................................. 293.3.2. Unsur Lahan ........................................................................ 293.3.3. Tenaga Kerja ....................................................................... 303.3.4. Modal .................................................................................. 313.3.5. Pengelolaan ......................................................................... 31
3.4. Penerimaan Usahatani ..................................................................... 313.5. Konsep Biaya Usahatani ................................................................. 333.6. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................... 33
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 364.2. Data dan Sumber Data .................................................................. 364.3. Metode Pengumpulan Data dan Informasi..................................... 364.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 374.5. Analisis Deskriptif ........................................................................ 374.6. Analisis Pendapatan...................................................................... 37
V. GAMBARAN UMUM BISNIS AGRO FARM
5.1. Profil Agro Farm........................................................................... 395.2. Deskripsi Proses Pelaksanaan Kemitraan Lobak............................. 405.3. Mekanisme Suplai Bibi Kepada Petani Lobak................................. 425.4. Sistem Panen dan Pembayaran Hasil Panen.................................... 425.5. Alasan-alasan Petani Bermitra.................................... .................... 435.6. Manfaat Pelaksanaan Kemitraan...................................................... 445.7. Karakteristik Petani Lobak Responden............................................ 455.8. Gambaran Umum Budidaya Lobak Korea dan Lobak Daikon
Di Desa Ciherang.......................................................................... 48
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Pendapatan Petani Responden ......................................... 536.2. Penerimaan Petani Responden Lobak per Musim Tanam .............. 536.3. Pengeluaran Petani Responden Lobak per Musim Tanam ............. 53
6.3.1.1. Biaya Tunai .................................................................... 556.3.1.1.1. Saprotan ......................................................... 556.3.1.1.2. Tenaga Kerja Luar Keluarga .......................... 566.3.1.1.3. Sewa Lahan ................................................... 57
6.3.1.2. Biaya Non Tunai ............................................................ 576.3.1.1.1. Biaya penyusutan Alat-alat Pertanian ............. 576.3.1.1.2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga ....................... 58
6.4. Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio ........ 596.5. Saluran Pemasaran Lobak Bulat dan Panjang................................ 61
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan................................................................................... 637.2. Saran ............................................................................................ 64
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 65
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nilai PDB Hortikultura Indonesia BerdasarkanKelompokKomoditiTahun 2007-2008 ……………………………………………………………. 1
2. ProduksiTanamanSayuran di Indonesia Tahun 2003-2007 ……………….. 2
3. KonsumsiTanamanHortikulturaKhususnyaBuah-buahandanSayuranDi Indonesia Tahun 2007-2008 …………………………………………….. 3
4. Tingkat ProduktivitasBeberapaTanamanSayuran di IndonesiaTahun 2003-2007 …………………………………………………………… 3
5. ProduksiKomoditasSayuran di KawasanAgropolitan WilayahKecamatanCipanasTahun 2005-2007 …………………………………….. 4
6. PermintaanLobakPada Agro Farm 2005-2009 …………………………… 6
7. KomposisiZatGiziLobak Per 100 Gram …………………………………. 11
8. BeberapaJenisSayuranProduksi Agro Farm ……………………………... 40
9. PetaniLobakBulatdanPanjangBerdasarkanKelompokUmur ………….. 45
10. PetaniLobakBulatdanPanjangBerdasarkan Tingkat Pendidikan ……….. 46
11. PetaniLobakBulatdanPanjangBerdasarkanLuasLahanUsahatani …….. 47
12. PetaniLobakBulatdanPanjangBerdasarkan Tingkat Pengalaman ………. 48
13. Total BiayaUsahataniLobakBulatdanPanjang Per MusimTanam ……… 54
14. KomponenBiayaTunaiUsahataniLobakBulatdanPanjang ……………... 55
15. Biaya Non TunaiUsahataniLobakBulatdanPanjangPer MusimTanam .. 57
16. PendapatanUsahatanidan R/C RasioLobakBulatdanPanjangPer MusimTanam …………………………………………………………... 60
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pola Kemitraan Inti Plasma …………………………………….………….. 19
2. Pola Kemitraan Subkontrak ……………………………………………….. 20
3. Pola Kemitraan Dagang Umum ……………………………………..…….. 21
4. Pola Kemitraan Keagenan …………………………………………………. 22
5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis ………………..……… 23
6. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Dampak Kemitraan AntaraAgro Fram dengan Petani Mitra Lobak Bulat dan Panjang ………………… 35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Jenis-Jenis Komoditas Budidaya Agro Far ............................. ......................... ........ 68
2. Struktur Organisasi Agro Farm ................................................................................... 71
3. Penerimaan Penjualan Lobak Korea dan Daikon Per Musim Tanam .......... ............. 72
4. Biaya Rata-Rata Petani Lobak .................................................................................... 73
5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur, Luas Lahan,Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengalaman ............................................................ 75
6. Kuisioner Penelitian ................................................................................................... 76
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian di Indonesia yang cukup
potensial. Hal ini dikarenakan subsektor hortikutura terus mengalami perkembangan yang
signifikan sesuai dengan kondisi perekonomian negara (Departemen Pertanian, 2002).
Hortikultura memegang peranan penting dalam sumber pendapatan petani, perdagangan
maupun penyerapan tenaga kerja. Secara nasional, berdasarkan struktur pembentukan PDB
sektor pertanian, subsektor hortikultura memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) secara signifikan.
Subsektor hortikultura terdiri dari tanaman sayuran, buah-buahan, obat-obatan, dan
tanaman hias. Hal ini disebabkan pertumbuhan sebesar 4,55 persen dari total PDB sektor
pertanian pada periode 2007-2008. Nilai PDB Hortikultura Indonesia berdasarkan kelompok
komoditi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Indonesia Berdasarkan Kelompok Komoditi Tahun 2007-2008.
KomoditasNilai PDB (dalam Rp Milyar)
Peningkatan (%)2007 2008*)
Buah-buahan 42.36 42.66 4.02
Sayuran 25.59 27.42 7.18
Tanaman Hias 4.11 4.12 0.32
Biofarmaka 4.74 6.09 28.48
Total 76.80 80.29 4.55
Keterangan: *) Angka PerkiraanSumber: Departemen Pertanian (2008)
Berdasarkan Tabel 1, sayuran merupakan salah satu bagian dari tanaman hortikultura
yang penting dan memiliki peluang untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan sayuran
termasuk komoditas yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat dan merupakan komoditas
pangan yang banyak diperjualbelikan sehari-hari.
Selain itu, jika dilihat dari tahun ke tahun, produksi sayuran cenderung mengalami
peningkatan. Hal ini disebabkan semakin meningkatnya permintaan terhadap komoditas
sayuran (Tabel 2).
Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2003-2007.
No KomoditasProduksi (Ton)
2003 2004 2005 2006 2007
1 Bawang Merah 762.795 757.399 732.610 794.929 802.810
2 Bawang Putih 38.957 28.851 20.733 21.052 17.312
3 Bawang Daun 345.720 475.571 501.437 571.264 479.924
4 Kentang 1.009.979 1.072.040 1.009.619 1.011.911 1.003.732
5 Lobak 26.340 30.625 54.226 49.344 42.076
6 Kol/Kubis 1.348.433 1.432.814 1.292.984 1.267.745 1.288.738
7 Petsai/Sawi 459.253 534.964 548.453 590.400 564.912
8 Wortel 355.802 423.722 440.001 391.370 350.170
9 Kacang Merah 90.281 107.281 132.218 125.251 112.271
10 Kembang Kol 86.222 99.994 127.320 135.517 124.252
Sumber: Departemen Pertanian (2008)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi beberapa tanaman sayuran di
Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan sayuran masih berpotensi
untuk dikembangkan di masa depan sebagai salah satu sumber pangan nasional. Masyarakat
banyak yang berprofesi sebagai petani sayuran sebagai matapencaharian utama, sehingga
sayuran sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi secara keseluruhan.
Saat ini masyarakat semakin memahami pentingnya hidup sehat dengan cara
mengkonsumsi makanan yang sehat pula. Kesadaran gizi menyebabkan kecenderungan
masyarakat untuk mengurangi konsumsi makanan berlemak tinggi terutama berasal dari bahan
hewani dan beralih mengkonsumsi sayuran. Jumlah industri yang meningkat seperti
supermarket, restoran, convention centre, hotel, apartemen, dan rumah sakit membutuhkan
pasokan sayuran lebih besar. Hal tersebut menyebabkan permintaan sayuran sebagai sumber
bahan pangan cenderung meningkat dan menjadi faktor yang mempengaruhi konsumsi
sayuran di negara Indonesia. Tabel 3 menunjukan konsumsi tanaman hortikultura di
Indonesia.
Tabel 3. Konsumsi Tanaman Hortikultura Khususnya Buah-buahan dan Sayuran diIndonesia Tahun 2007-2008.
KomoditiKonsumsi (kg/thn/kapita)
Peningkatan (%)Tahun 2007 Tahun 2008
Buah-buahan 34.06 35.52 4.29
Sayuran 40.90 41.32 1.03
Jumlah 74.96 76.84 2.51
Keterangan: *) Angka PerkiraanSumber: Departemen Pertanian (2008)
Kebutuhan sayuran cenderung meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan
pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita. Berdasarkan data dari World Bank dan
World Development Report (1993) serta International Rice Research Institute (1994) dalam
Rukmana dan Yuniarsih (1996) perkiraan jumlah penduduk dunia pada tahun 2025 naik
menjadi 8,345 milyar, sementara penduduk Indonesia tahun 2025 naik menjadi 275 juta.
Peningkatan konsumsi sayuran dapat tercermin dari perubahan pola pikir hidup sehat. Hal
tersebut mengakibatkan semakin diminatinya makanan-makanan sehat seperti sayur-sayuran.
Masyarakat Indonesia umumnya menyukai sayuran sebagai menu makanan sehari-hari.
Sayuran masih berpeluang untuk dikembangkan menjadi komoditas yang dapat memberikan
manfaat ekonomi bagi masyarakat karena memiliki produktivitas yang cukup baik (Tabel 4).
Tabel 4. Tingkat Produktivitas Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2003-2007.
No KomoditiPoduktivitas (Ton/Ha)
2003 2004 2005 2006 2007
1 Kentang 15.32 16.39 16.40 16.94 16.09
2 Wortel 16.55 17.53 17.85 16.97 14.78
3 Lobak 15.98 12.41 16.46 13.51 13.32
4 Labu 11.64 10.24 11.54 12.67 12.21
Sumber: Direktorat Jendral Hortikultura (2007)
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa lobak merupakan komoditas sayuran yang
memiliki tingkat produktivitas yang cukup baik dari tahun 2003 sampai 2007 sebesar 14.34
ton/ha. Selain itu, komoditas ini juga termasuk komoditas yang dapat tumbuh baik apabila
perlakuan yang diberikan selama budidaya tepat. Hal ini menunjukkan lobak merupakan
tanaman sayuran yang potensial untuk dikembangkan menjadi komoditas komersial yang
menguntungkan (Direktorat Jendral Hortikultura, 2008).
Lobak merupakan tanaman hortikultura yang cukup populer. Pada umumnya lobak
digunakan sebagai campuran sop, soto atau hanya rebusan sebagai lalap. Akan tetapi tren ini
berubah dengan semakin banyaknya restoran yang bermunculan, khususnya restoran-restoran
korea dan jepang. Restoran tersebut menyajikan lobak sebagai menu hidangan seperti salad,
kimci dan asinan. Oleh karena, itulah permintaan akan lobak ini terus mengalami peningkatan
yang signifikan.
Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah utama penghasil lobak. Salah satu
sentra produksi lobak di Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur yaitu di kawasan Rintisan
Agropolitan yang berada di wilayah Kecamatan Cipanas. Jika dilihat dari jumlah produksi
beberapa komoditas sayuran di Kawasan Rintisan Agropolitan wilayah Kecamatan Cipanas
tahun 2005-2007, produksi lobak menempati posisi paling bawah diantara produksi sayuran
lainnya seperti wortel, Bawang Daun dan Kubis. Hal ini antara lain disebabkan karena petani
di daerah Cianjur lebih menyenangi menanam wortel ataupun bawang daun yang lebih mudah
penanamannya. Akan tetapi, walaupun lobak ini menempati posisi paling bawah tetapi
produksi dari tahun ke tahunnya meningkat (Tabel 5).
Tabel 5. Produksi Komoditi Sayuran di Kawasan Agropolitan Wilayah Kecamatan CipanasTahun 2005-2007.
Jenis KomoditiProduksi ( Ton )
Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun 2007
Wortel 25.547 13.813 12.469
Bawang daun 7.774 7.932 8.644
Kubis 5.682 2.401 1.640
Sawi 1.544 1.619 332
Lobak 1.558 3.264 4.498
Sumber : Dinas Pertanian Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur (2007)
Jenis lobak yang dibudidayakan di Indonesia bermacam-macam, salah satunya adalah
lobak korea atau yang sering dikenal dengan lobak bulat. Jenis lobak ini dikembangkan di
daerah Cianjur karena iklim Cianjur cocok untuk menanam lobak korea. Selain lobak korea,
para petani di daerah Cianjur juga menanam lobak daikon atau yang sering dikenal lobak
panjang yang memang sudah terlebih dahulu dikenal dan dibudidayakan di daerah ini.
Tanaman lobak yang telah dipanen umumnya dijual ke tengkulak, pasar ataupun ke
perusahaan distribusi sayuran yang ada di sekitar Cianjur.
Salah satu perusahaan distribusi sayuran yang berada di daerah Cianjur tepatnya di
daerah Ciherang adalah Agro Farm. Agro Farm mengkhususkan aktivitasnya sebagai
pedagang besar yang membeli sayuran hasil dari petani pemasok dan memberikan perlakuan
pasca panen pada sayuran yang telah dibelinya berupa pembersihan, sortasi,
pengklasifikasian dan pengemasan untuk kemudian memasarkannya ke pasar swalayan dan
restoran. Sejak awal berdirinya, perusahaan ini menjalankan kerjasama dengan para petani
sayuran melalui kemitraan yang menguntungkan dimana perusahaan bertindak sebagai
penyedia input produksi sedangkan petani yang menjadi mitranya mengolah atau memproses
input tersebut untuk menghasilkan output yang diharapkan.
1.2. Perumusan masalah
Agro Farm sebagai salah satu perusahaan agribisnis yang bergerak dalam
pendistribusian sayur-sayuran segar memasarkan produknya ke pasar swalayan dan restoran.
Dengan demikian, perusahaan membutuhkan pasokan bahan baku dari petani mitra untuk
memenuhi kebutuhannya. Lobak korea dan lobak daikon merupakan beberapa jenis sayuran
yang sedang dikembangkan perusahaan. Permintaan terhadap lobak khususnya dari lobak
korea dan panjang terus mengalami peningkatan, namun Agro Farm belum dapat memenuhi
semua permintaan tersebut. Oleh karena itu, bahan baku produksi lobak korea perlu menjaga
kontinuitas agar menjadi lancar dan terus meningkat. Berdasarkan informasi yang diperoleh
dari Agro Farm, diketahui bahwa permintaan terhadap lobak mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun rata-rata sebesar 15 persen. Keterangan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Permintaan Lobak Pada Agro Farm Tahun 2005-2009
TahunPermintaan
Produksi (Kg) Pertumbuhan (%)
2005 30.164 -
2006 34.668 14.93
2007 40.219 16.01
2008 46.235 14.96
2009 53.217 15.10
Sumber: Agro Farm (2010)
Pada umumnya konsumen sangat memperhatikan kesegaran, daya tahan, dan
kesesuaian kriteria produk yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, produk yang
dipasarkan oleh Agro Farm merupakan produk hortikultura yang mudah rusak. Kendala yang
sering dialami oleh perusahaan menyangkut masalah kontinuitas, kuantitas dan kualitas
produksi sayuran. Perusahaan harus mampu menjaga peningkatan produksi dan
mempertahankan kualitas lobak yang dibudidayakan karena berhubungan dengan pasar lobak
yang ekskusif. Adapun kendala yang sering dihadapi petani lobak adalah mengenai jaminan
pemasaran. Selain itu, petani mengalami permasalahan dalam penerapan manajemen, kualitas
sumberdaya manusia (SDM), dan penggunaan teknologi yang sederhana. Petani juga masih
terkendala dalam hal harga jual lobak yang rendah dan berfluktuasi jika hasil panen mereka
dijual langsung ke pasar. Berdasarkan hal tersebut, pengembangan pola kemitraan merupakan
salah satu alternatif dalam mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, peluang
permintaan yang semakin meningkat dapat dimanfaatkan secara optimal. Walaupun manfaat
bermitra cukup besar, tidak semua petani melakukan kemitraan dengan perusahaan. Hal ini
menyangkut pola pikir petani yang masih memiliki anggapan bahwa kemitraan tidak
memberikan keuntungan apapun bagi mereka.
Agro Farm dengan petani mitra sudah memiliki kesepakatan mengenai penyediaan
faktor-faktor produksi yang diperlukan dalam pembudidayaan lobak. Agro Farm
menyediakan faktor-faktor produksi yang dibutuhkan oleh para petani lobak mitra. Faktor-
faktor produksi yang dibutuhkan diantaranya benih lobak dan saprotan lainnya. Dengan
demikian, petani lobak harus memanfaatkan faktor-faktor produksi tersebut untuk
menghasilkan lobak yang sesuai dengan ketentuan.
Agro Farm dengan petani mitra juga telah membuat kesepakatan mengenai jumlah
lobak yang harus diserahkan petani kepada Agro Farm setiap kali panen. Hal ini disebabkan
jumlah lobak hasil panen para petani yang harus diserahkan kepada Agro Farm sudah
ditentukan dengan jumlah tertentu, sehingga meskipun jumlah produksi lobak petani melebihi
kuota tersebut, tetapi yang harus diserahkan atau disetor petani kepada Agro Farm tetap harus
sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan oleh Agro Farm. Hal ini berlaku pula untuk semua
jenis komoditas sayuran lainnya yang dihasilkan oleh para petani mitra. Adanya kuota
tersebut dimaksudkan agar produk yang dipasarkan sesuai dengan kondisi permintaan di
pasar, sehingga melimpahnya produk di pasar yang berakibat pada turunnya harga jual
produk tersebut dapat diminimalisasi.
Sementara itu, lobak yang dihasilkan para petani dikumpulkan terlebih dahulu di Agro
Farm untuk kemudian dilakukan pemilahan yang bertujuan untuk memisahkan antara lobak
yang sudah sesuai standar dan ketentuan Agro Farm dengan lobak yang tidak sesuai dengan
standar dan ketentuan tersebut. Adapun beberapa perbedaan yang mencolok dari komoditi
ini, untuk lobak korea memiliki pasar yang esklusif dan lobak daikon memiliki pasar yang
umum dan bisa dijumpai dipasar-pasar modern, untuk lobak daikon ini banyak diminati oleh
orang jepang. Adapun harga lobak korea di Agro Farm sekitar Rp. 1.500 per kg sedangkan
Sedangkan Lobak daikon sebesar Rp. 1.300 per kg sedangkan dipasaran dijual sekitar Rp.
1.000/kg. Hal ini menunjukkan bahwa melalui kemitraan petani diuntungkan, Agro Farm
memberikan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pasar.
Kerjasama antara Agro Farm dengan petani lobak didasarkan pada kepentingan kedua
belah pihak yang diharapkan dapat saling menguntungkan. Hasil yang diharapkan dari
pelaksanaan kemitraan ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan memberikan jaminan
pasar yang pasti untuk hasil produksi yang diusahakan.
Agro Farm memproduksi dua macam lobak yaitu lobak korea dan daikon dan para
petani lobak korea dan daikon menjalin kemitraan dengan perusahaan, sehingga perlu juga
dibandingkan bagaimana keuntungan yang didapatkan oleh petani lobak korea dengan petani
lobak daikon yang merupakan mitra Agro Farm tersebut. Selain itu, perlu juga dilihat
bagaimana saluran pemasaran dari lobak korea dan lobak daikon untuk memperoleh
gambaran mengenai karakteristik pemasaran lobak.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan dikaji
yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan kemitraan antara petani lobak korea dan lobak daikon di Desa
Ciherang Kabupaten Cianjur Jawa Barat dengan Agro Farm di Cianjur, Jawa Barat?
2. Bagaimana pendapatan usahatani petani lobak korea dan petani lobak daikon?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji pelaksanaan kemitraan antara petani lobak korea dan lobak daikon dengan Agro
Farm.
2. Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh petani lobak korea dengan petani lobak
daikon
1.4. Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi petani lobak
guna pengembangan produksi lobak dengan pola kemitraan yang saling menguntungkan dan
kesinambungan. Selain itu juga diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi
perusahaan dalam menyempurnakan kinerja pelaksanaan kemitraan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dan dibataskan pada anggota kelompok tani Agro Segar yang
membudidayakan lobak, baik petani lobak korea maupun lobak daikon. Budidaya ini
dilakukan sepanjang musim, baik pada musim kemarau ataupun musim hujan.
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agribisnis Lobak
Tanaman lobak berasal dari Asia Barat, khususnya Cina, kemudian menyebar ke
seluruh daratan Asia, Amerika Selatan, Afrika dan daerah tropis lainnya. Sebutan lain dari
lobak adalah Daikon (Asia), Radish (Inggris), Lu Fu (Cina), Mullong (India), Labanos
(Filipina), Monla (Birma), dan Rabano (Spanyol). Tanaman lobak ini merupakan tanaman
tahunan yang termasuk dalam famili Cruciferae, famili yang sama dengan kubis, mustard
(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2005).
Akarnya berbentuk umbi yang dapat dimakan. Kulit luar dari umbi berwarna merah
maupun putih tergantung dari varietasnya. Jaringan dalam umbi berwarna putih. Umbi dari
lobak merah berbentuk bulat, sedang umbi lobak putih berbentuk silinder memanjang. Ujung
dari umbi lobak biasanya runcing. Menurut (Rukmana, 1995), umbi akar ini akan berpori bila
semakin tua.
Batangnya lurus dan berbulu, daunnya berwarna hijau tua dan agak berbulu, kadang-
kadang lembaran daun sebelah ujung lebih besar daripada pangkalnya, sedang pinggirannya
berlekuk. Pada lobak putih panjang daun kira-kira 60 cm, dengan jumlah delapan sampai 12
pasang helai. Lobak merah memiliki daun lebih pendek, panjangnya kira-kira 25 cm. Umbi
dan daunnya jika dimakan rasanya agak pedas, karena kandungan glikosidanya.
Bunga tanaman lobak berwarna putih atau merah muda, bentuknya kecil dan tersusun
satu demi satu sepanjang batang. Buahnya bergelembung dengan ujung yang panjang
berbentuk kerucut. Panjang buah lobak ini kira-kira tiga sampai tujuh cm dan diameternya
1,5 cm. Didalam buah ini terkandung delapan sampai 12 biji. Bijinya berwarna kuning atau
coklat. Dalam satu gram terdapat 70-100 biji (Rukmana, 1995).
Lobak ditanam dari bijinya. Bibit lobak tidak perlu didatangkan dari luar negeri
(impor), cukup dari hasil biji sendiri karena tanaman ini mudah berbunga dan berbiji. Biji-biji
tersebut dapat ditanam langsung di kebun tanpa disemai terlebih dulu. Untuk penanaman
seluas satu ha diperlukan biji sebanyak lima kg.
Tanaman lobak dapat tumbuh pada kondisi iklim yang bervariasi, walupun
sebenarnya kondisi optimum tumbuh di daerah tropis berhawa sejuk. Lobak dapat tumbuh
pada berbagai kondisi tanah, tetapi lebih menyukai kondisi tanah lempung berpasir. Tanah
dengan kondisi liat yang berat menyebabkan umbi tumbuh dengan bentuk yang jelek. Tanah
yang baik untuk tanaman ini adalah tanah humus yang subur, dan udara yang dingin dengan
pH tanah enam sampai tujuh (Tindall, 1986). Karena itu lobak banyak dibudidayakan di
beberapa tempat dataran tinggi Indonesia.
Jika biji lobak telah tumbuh, maka akan dibiarkan sampai tanaman menjadi kuat, baru
kemudian diperjarang. Kemudian setiap rumpun ditinggalkan dua tanaman yang paling baik.
Tanaman lainnya dicabut dan dijual sebagai lalap. Apabila tanaman agak besar dan umbi akar
telah terbentuk, kemudian di lakukan penimbunan untuk mencegah agar pangkal umbi tidak
berserat. Pemupukan dilakukan dengan pupuk kandang atau pupuk buatan yang mengandung
enam persen nitrogen, delapan sampai sepuluh persen asam phospat dan enam sampai
delapan & kalium. Rekomendasi yang diberikan untuk pemakaian pupuk ini adalah 1.120-
1.680 kg/ha. Dalam hal ini pemberian pupuk tergantung pada jenis sayuran tersebut.
Pada daerah tropis hasil panen terbaik diperoleh pada suhu bulanan minimum 19-22 o
C dan maksimum 30-33 o C. Lobak putih dapat dipanen setelah 30 – 50 hari setelah ditanam
dan lobak merah dipanen setelah 20 – 25 hari setelah ditanam, tergantung pada cara
penanaman, iklim dan tingkat kemasakan. Pada tingkat ini umbi masih lunak, tidak begitu
getir dan renyah, dan biasanya sudah mencapai ukuran yang sesuai untuk dipasarkan. Lobak
dipanen pada tingkat kemasakan ini sebelum berempulur dan berserabut. Waktu dipanen
seluruh tanaman dicabut (Rukmana, 1995). Pemasaran dapat dilakukan dengan atau tanpa
daun. Bila daun-daun disertakan, daun-daun itu diikat. Bila tanpa daun, pemotongan daun-
daunnya dilakukan setelah pencabutan.
Komposisi kimia lobak seperti terlihat pada Tabel 7, diketahui bahwa kandungan air
lobak sangat tinggi yaitu sekitar 94,1 gram pada tiap 100 gram bahan, atau sekitar 94,1 persen
dari lobak adalah air. Kandungan air yang tinggi ini yang menyebabkan lobak mudah rusak.
Tabel 7. Komposisi Zat Gizi Lobak per 100 Gram.
Komponen JumlahKalori ( kal ) 19.00Protein ( g ) 0.90Lemak ( g ) 0.10Karbohidrat ( g ) 4.20Kalsium ( mg ) 35.00Fosfor ( mg ) 26.00Besi ( mg ) 0.60Vitamin A ( I.U.) 10.00Vitamin B1 ( mg ) 0.03Vitamin C ( mg ) 32.00Air ( g ) 94.10
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1979).
Menurut Biro Pusat Statistik (1991) jumlah lobak di Indonesia semakin bertambah
dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena cara penanaman yang makin baik, juga ada
perluasan areal tanah untuk penanaman lobak. Lobak merupakan tanaman yang mudah
tumbuh dan siap dipanen tiga sampai enam minggu setelah waktu penanaman. Adapun
manfaat lain dari lobak yaitu menyembuhkan liver da mencegah infeksi virus seperti batuk
dan flu.
1.6.Kajian Kemitraan Agribisnis
Penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengkaji penelitian-penelitian yang telah
dilakukan dengan mengangkat topik, komoditas, produk maupun alat analisis yang sama
sehingga dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan penelitian dan dapat dijadikan
pembelajaran. Namun penelitian yang membahas kemitraan tentang komoditi lobak masih
sangat sedikit.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang menjadi referensi penelitian ini, dapat
dikatakan bahwa adanya kemitraan tidak dapat menjamin petani dapat meningkatkan
kesejahteraannya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang mengakibatkan
kemitraan menjadi tidak signifikan dampaknya terhadap petani. Hal ini dapat dilihat pada
penelitian yang dilakukan oleh Saraswati (2002) yang mengkaji dampak pelaksanaan
kemitraan terhadap pendapatan petani mitra antara PT. Bumi Mekar Tani dengan petani
kacang tanah di Kabupaten Subang. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani diketahui
bahwa pendapatan atas biaya total petani non mitra. Sebelum bermitra pendapatan atas biaya
total petani mitra mencapai Rp. 725.903,11 sedangkan setelah bermitra menjadi Rp.
352.069,93. Angka ini juga sedikit lebih kecil dibandingkan dengan petani non mitra yaitu
Rp. 403.711,86.
Kecilnya pendapatan petani mitra ini disebabkan tingginya harga benih dan pupuk
dari perusahaan yang menyebabkan biaya tunai petani mitra lebih besar daripada sebelum
bermitra dari petani non mitra. Total produksi yang lebih kecil akibat pengaruh musim
kemarau juga merupakan salah satu faktor penyebabnya.
Dilihat dari segi pendapatan petani mitra, tidak terjadi peningkatan pendapatan yang
diterima oleh petani mitra. Pendapatan petani mitra sebelum mengikuti kemitraan justru lebih
besar jika dibandingkan dengan saat mereka mengikuti kemitraan. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya hal ini, berasal dari dalam kemitraan itu sendiri, yaitu pelunasan
pinjaman petani mitra yang belum terselesaikan, disamping itu faktor-faktor dari luar
kemitraan, seperti pengaruh musim kemarau.
Adapun penelitian yang dilakukan Agreianti (2009) yang mengkaji pengaruh
kemitraan terhadap produktivitas dan pendapatan petani kakao dikabupaten Gunung Kidul,
Yogyakarta dapat memberikan gambaran lain mengenai kemitraan. Hal tersebut disebabkan
kemitraan memberikan manfaat nyata bagi petani, termasuk dalam peningkatan pendapatan
namun pendapatan yang diterima oleh petani yang bermitra belum dapat dikatakan optimal
karena perbedaannya dengan pendapatan petani yang tidak bermitra tidak terlalu jauh.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan memberikan manfaat bagi kedua
belah pihak. Manfaat bagi perusahaan adalah mendapatkan pasokan biji kakao berfermentasi,
menghemat biaya produksi, dan bertambahnya mitra usaha yang loyal terhadap perusahaan.
Manfaat bagi petani kakao mitra adalah bimbingan teknis, pembayaran secara tunai melalui
kelompok tani, pemberian bantuan pupuk, dan kemudahan untuk memasarkan produkya.
Hasil analisis usahatani membuktikan bahwa adanya kemitraan antara PT. Pagilarang
dengan petani kelompok tani Ngupadikoyo dapat meningkatkan penerimaan, karena apabila
dibandingkan dengan pendapatan non petani mitra, pendapatan atas biaya tunai petani mitra
lebih besar yaitu Rp. 1.187.425 dan petani non mitra sebesar Rp. 694.445, sehingga
menyebabkan pendapatan petani mitra lebih besar. Akan tetapi, bila dilihat secara uji statistik
yaitu uji-t untuk melihat seberapa besar perbedaan nyata pendapatan petani mitra dan petani
non mitra hasil t-hitung 0,0010, dimana nilai t-hitung ini dibawah nilai t-tabel yaitu 1,96
sehingga dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani mitra dan petani non mitra tidak
berbeda nyata, jadi adanya kemitraan tidak berpengaruh pada pendapatan petani kakao.
Adapun penelitian yang dilakukan oleh Mia (2009) mengenai keberhasilan
pelaksanaan kemitraan dalam meningkatkan pendapatan antara petani semangka di kabupaten
Kebumen Jawa Tengah dengan CV Bimandiri menunjukkan manfaat yang diperoleh petani
melalui kemitraan. Berdasarkan hasil penelitian kemitraan yang di jalankan oleh CV
Bimandiri dirumuskan dalam sebuah memo kesepakatan antar kedua belah pihak yang
memuat hak dan kewajibannya masing-masing. Hak petani sebagai mitra adalah petani
mendapatkan harga jual sesuai dengan yang telah disepakati dan juga mendapatkan
bimbingan teknis dari pihak perusahaan.
Berdasarkan analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa pendapatan atas biaya
total petani mitra lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total petani non
mitra. Pendapatan atas biaya total petani mitra mencapai Rp. 5.935.667, sedangkan
pendapatan total petani non mitra adalah Rp. 2.430.733. Hal ini disebabkan karena harga jual
semangka petani mitra lebih besar dibandingkan dengan petani semangka non mitra.
Demikian pula dengan R/C atas biaya total petani mitra yang relatif lebih besar dibandingkan
dengan petani non mitra. R/C atas biaya total petani mitra adalah 1.85, artinya setiap satu
rupiah yang dikeluarkan oleh petani akan memberikan tambahan keuntungan sebesar 1.85.
Sedangkan R/C atas biaya total petani non mitra adalah sebesar 1.4, artinya setiap satuan
rupiah yang dikeluarkan oleh petani akan memberikan tambahan keuntungan hanya sebesar
Rp. 14. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang dilakukan oleh petani
semangka terbukti dapat meningkatkan pendapatan petani dengan perbedaan yang mencolok
dengan pendapatan yang diterima petani non mitra. Hal ini menunjukkan kemitraan tersebut
berhasil meningkatkan kesejahteraan petani semangka.
Sejalan dengan itu, Penelitian yang dilakukan oleh Aryati (2009) mengenai analisis
pengaruh kemitraan dengan judul Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan
Usahatani Kacang Tanah, penelitian diarahkan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan
antara PT. Garudafood dengan petani kacang yang berada di daerah Cianjur juga
menunjukkan hasil yang sama. Berdasarkan evaluasi pelaksanaan masih terdapat beberapa
hal yang tidak sesuai dengan perjanjian, seperti masih ada petani yang menggunakan pupuk
tidak sesuai dosis, menjual hasil produknya ke perusahan lain dan waktu tanam yang tidak
sesuai dengan perjanjian. Meskipun demikian pelaksanaan kemitraan tersebut memberikan
manfaat kepada petani yaitu adanya kepastian pasar, kepastian harga, meningkatkan
pendapatan dan menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah.
Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, petani mitra memperoleh pendapatan
usaha yang lebih baik jika dibandingkan dengan petani non mitra, baik untuk pendapatan atas
biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hasil imbangan dapat diketahui R/C rasio
atas biaya tunai dan total petani mitra yaitu 2.77 dan 1.47, sedangkan R/C rasio atas biaya
tunai dan biaya total 1.92 dan 0.96 maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan
antara PT. Garudafood dengan petani kacang tanah mitra di Desa Palangan memberikan
keuntungan bagi petani mitra, sehingga kemitraan dapat diteruskan.
Adapun Kurnia (2003) mengkaji pelaksanaan pola kemitraan antara perusahaan
agribisnis CV Mekar Dana Profitindo dengan petani bawang merah Brebes. Menurut hasil
penelitian kondisi pelaku kerjasama, kondisi perusahaan cenderung menunjukkan kekuatan
yang terletak pada faktor pemasaran, keuangan dan sumberdaya manusia. Adapun kelemahan
perusahaan terletak pada faktor produksi serta penelitian dan pengembangan. Sebaliknya
kondisi petani cenderung menunjukkan kekuatan pada faktor modal, produksi dan teknologi
sedangkan kelemahannya terletak pada manajemen dan pemasaran.
Berdasarkan hasil analisis pemilihan pola kemitraan antara kedua pelaku, pola
kemitraan yang terpilih saat ini adalah Pola Inti Plasma. Pola inti plasma merupakan pola
kemitraan yang dirasakan paling efektif oleh kedua pelaku mengingat kondisi petani yang
masih membutuhkan bantuan dari perusahaan dalam hal sarana produksi, serta bimbingan
teknis dan non teknis dari perusahaan yang dianggap lebih berpengalaman dalam
menjalankan pertanyaan berskala besar.
Kemitraan antara perusahaan dengan petani yang berlangsung selama ini belum
mengalami hambatan meskipun kemitraan yang terbentuk hanya berdasarkan kesepakatan
lisan saja. Namun begitu jika hal tersebut dibiarkan bukan tidak mungkin kemitraan yang
berbentuk dikemudian hari akan mengalami permasalahan.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan
bahwa adanya suatu kemitraan memberikan dampak besar kepada petani mitra khususnya.
Dampak ini terjadi karena adanya berbagai bentuk bantuan yang diberikan oleh perusahaan
seperti dalam hal permodalan, teknis, dan pemasaran. Namun ternyata tidak semua hasil
penelitian menyimpulkan bahwa adanya kemitraan akan memberikan peningkatan
pendapatan bagi petani mitranya, tentu hal ini terkait dengan banyak faktor. Hal inilah
menjadi latar belakang fokus penelitian ini, yaitu mengukur dampak kemitraan pada
pendapatan petani mitra pada komoditi lobak.
Penelitian yang dilakukan oleh Saraswati (2002) dan Aryati (2009) meneliti
komoditas yang sama, yaitu kacang tanah. Perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan
lembaga yang menjalin kemitraan di masing-masing tempat penelitian tersebut. Kedua
penelitian menganalisis mengenai pendapatan usahatani petani mitra dan non mitra. Namun
penelitian terdahulu belum menganalisis sejauh mana perbedaan biaya input produksi pada
kedua bentuk lembaga kemitraan tersebut dapat mempengaruhi perolehan tingkat keuntungan
bagi petani. Persamaan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu terletak pada analisis
pendapatan usahatani, sedangkan perbedaannya terletak pada komoditas yang dikaji yaitu
lobak bulat dan panjang yang menurut pengetahuan penulis belum pernah ada yang meneliti
sebelumnya setidaknya dari sisi kemitraannya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi
penulis untuk dapat mengangkat aspek-aspek yang mungkin pada penelitian sebelumnya
belum sempat dikemukakan. Selain itu, kemitraan yang selama ini berlangsung antara Agro
Farm dengan petani mitranya juga belum pernah dilakukan. Penelitian ini berusaha mencari
penjelasan tentang fenomena kemitraan yang terjadi serta menemukan alternatif rekomendasi
dari kebijakan yang bisa diambil guna mengatasi permasalahan kemitraan dengan melakukan
analisis terhadap kepuasan petani dalam bermitra.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Pengertian Kemitraan
Menurut Dirjen Pembinaan Pengusaha Kecil (1994), Departemen Koperasi dan
Pembinaan Pengusaha Kecil, kemitraan adalah hubungan bisnis antara pengusaha besar
dengan pengusaha kecil disertai bantuan pembinaan berupa peningkatan sumber daya
manusia, peningkatan modal kerja dan peningkatan krekit perbankan. Definisi kemitraan
yang terkandung dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 adalah suatu bentuk kerjasama
yang saling menguntungkan serta bertujuan meningkatkan nilai tambah yang maksimal.
Adapun batasan kemitraan usaha agribisnis menurut Hafsah (2000) adalah hubungan
bisnis usaha pertanian yang melibatkan satu atau sekelompok orang yang berbadan hukum
dengan satu atau sekelompok orang/badan usaha dimana masing-masing pihak memperoleh
penghasilan dan usaha bisnis yang sama atau saling berkaitan dengan tujuan menjamin
terciptanya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang dilandasi rasa saling
menguntungkan, saling memerlukan dan saling melaksanakan etika bisnis.
Secara ekonomi, kemitraan didefinisikan sebagai :
1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga ( Labour) maupun
benda ( properti ) atau keduanya untuk tujuan kegiatan ekonomi. Pengendalian kegiatan
dilakukan bersama dimana pembagian keuntungan dan kerugian distribusi diantara dua
pihak yang bermitra. ( Burrns, 1996 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998
).
2. “Partnership atau Alliance” adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang atau usaha
yang sama-sama memiliki sebuah perusahaan dengan tujuan untuk mencari laba. (
Winardi, 1971 dalam Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998 ).
3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai pemilik bersama
yang menjalankan suatu bisnis mencari keuntungan. ( Spencer, 1977 dalam Badan
Agribisnis Departemen Pertanian, 1998 ).
4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik yang menikmati
bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan masing-masing menanggung
liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-hutang perusahaan. ( McEachern, 1988 dalam
Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 1998 ).
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, maka kemitraan dalam agribisnis dapat
diartikan sebagai jalinan kerjasama yang berorientasi ekonomi (bisnis) yang
berkesinambungan antara dua atau lebih pelaku agribisnis, baik dalam satu subsistem maupun
antara subsistem agribisnis (keterkaitan antar subsistem). Jalinan kerjasama tersebut harus
saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan, sehingga hubungannya
akan berkesinambungan.
3.1.2 Maksud dan Tujuan Kemitraan
Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan adalah “ Win-Win Solution
Partnership”. Kesadaran dan saling menguntungkan disini tidak berarti para patisipan dalam
kemitraan tersebut harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang lebih
dipentingkan adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing.
Berdasarkan pendekatan cultural, kemitraan bertujuan agar mitra usaha dapat
mengadopsi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa, kreatifitas,
berani mengambil risiko, etos kerja, kemampuan aspek-aspek managerial, bekerja atas dasar
perencanaan dan berwawasan ke depan.
Menurut Hafsah (2000), dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret adalah :
1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat,
2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan,
3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil,
4. Meningkatkan pertumbujan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional,
5. Memperluas lapangan kerja.,
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.
Saling membutuhkan merupakan salah satu azas tumbuhnya kerjasama antara dua
belah pihak yang bermitra. Kerjasama antara perusahaan besar dengan petani kecil dapat
berlangsung baik jika ada imbalan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Perusahaan besar memiliki akses lebih besar terhadap pasar, informasi, teknologi dan
modal. Sedangkan petani kecil mempunyai sumberdaya potensial untuk dikembangkan
sebagai sumber bahan baku yang dibutuhkan perusahaan-perusahaan besar. Oleh sebab itu
keberadaan kemitraan usaha ini bagi perusahaan besar bisa mengurangi biaya overhead dan
resiko yang harus diterimanya. Sementara itu petani kecil akan menerima berbagai bantuan
seperti modal, teknologi, manajemen dan kepastian pemasaran produknya.
3.1.3. Pola Kemitraan
Dalam sistem agribisnis Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani
dengan pengusaha besar. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
3.1.3.1. Pola Kemitraan Inti Plasma
Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra
sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan
lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta
memasarkan hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan
perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati (Hafsah, 2000) :
A. Kelebihan dari pola inti plasma adalah :
1. Tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan,
2. Tercipta peningkatan usaha,
3. Dapat mendorong perkembangan ekonomi.
B. Kelemahan dari pola inti plasma adalah :
1. Pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya sehingga kesepakatan yang
telah ditetapkan berjalan kurang lancer.
2. Komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai
dengan kesepakatan yang diharapkan oleh plasma.
Gambar 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma
Sumber : Badan Agribisnis, Departemen Pertanian (1998) dalam Marliana (2009) .
Plasma
PlasmaPerusahaanPlasma
Plasma
3.1.3.2. Pola Kemitraan Subkontrak
Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan
kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra
sebagai bagian dari produksinya. Kelebihan dari pola subkontrak adalah Pola subkontrak
ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak bersama yang mencakup volume, harga,
mutu dan waktu kondusif bagi terciptanya ahli teknologi, modal, keterampilan, dan
produktivitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Menurut Hafsah
(2000), kelemahan dari pola subkontrak adalah :
1. Hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil
dan mengarah ke monopoli atau monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku serta
dalam hal pemasaran.
2. Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak. Perasaan saling
menguntungkan, saling memperkuat dan saling menghidupi berubah menjadi penekanan
terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah.
3. Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang
tetap. Dalam kondisi ini, pembayaran produk perusahaan inti sering terlambat bahkan
cenderung dilakukan secara konsinyasi. Di samping itu, timbul gejala eksploitasi tenaga
kerja untuk mengejar target produksi.
Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak
Sumber : Badan Agribisnis Departemen Pertanian (1998) dalam Marliana (2009).
3.1.3.3. Pola Kemitraan Dagang Umum
Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil
produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha
Pengusaha Mitra
Kelompok Mitra Kelompok Mitra
Kelompok MitraKelompok Mitra
pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Beberapa petani atau
kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya
kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya. Koperasi tani tersebut
bertugas memenuhi kebutuhan toko swalayan dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Kelebihan dari pola dagang umum pada dasarnya pola kemitraan ini adalah hubungan
jual beli sehingga diperlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik
perusahaan mitra maupun kelompok mitra. Keuntungan dalam pola kemitraan ini berasal dari
margin harga dan jaminan harga produk yang diperjualbelikan, serta kualitas produk sesuai
dengan kesepakatan pihak yang bermitra. Adapun kelemahan dari pola dagang umum adalah
:
1. Dalam praktiknya, harga dan volume produknya sering ditentukan secara sepihak oleh
pengusaha mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra.
2. Sistem perdagangan seringkali ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi. Dalam
sistem ini, pembayaran barang-barang pada kelompok mitra tertunda sehingga beban
modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok mitra. Kondisi seperti ini
sangat merugikan perputaran uang pada kelompok mitra yang memiliki keterbatasan
permodalan.
Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum
Sumber : Badan Agribisnis, Departemen Pertanian (1998) dalam Marliana (2009).
3.1.3.4. Pola Kemitraan Keagenan
Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak
perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra
(pengusaha besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan
barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. Perusahaan besar atau
Kelompok Mitra
Konsumen/Industri
Perusahaan Mitra
Memasarkan produkkelompok mitra
Kelompok mitra
menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan
usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang
bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus tercapai dan besarnya fee atau
komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. Kelebihan dari pola keagenan
adalah Pola ini memungkinkan dilaksanakan oleh para pengusaha kecil yang kurang kuat
modalnya karena biasanya menggunakan sistem mirip konsinyasi. Berbeda dengan pola
dagang umum yang justru perusahaan besarlah yang kadang-kadang lebih banyak mengeruk
keuntungan dan kelompok mitra harus bermodal kuat. Kelemahan dari pola keagenan adalah
:
1. Usaha kecil mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya menjadi
tinggi di tingkat konsumen.
2. Usaha kecil sering memasarkan produk dari beberapa mitra usaha saja sehingga kurang
mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target.
Memasok
Memasarkan produkKelompok mitra
Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan
Sumber : Badan Agribisnis, Departemen Pertanian (1998) dalam Marliana (2009).
3.1.3.5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh
kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan
tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan
pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas
pertanian. Di samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar
produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan.
Kelebihan dari pola KOA adalah sama dengan keunggulan sistem inti plasma. Pola KOA ini
Kelompok Mitra Perusahaan Mitra
Konsumen
Masyarakat
paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha
rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Sedangkan kelemahan dari pola KOA adalah :
1. Pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran dan
pengolahan produk terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil oleh kelompok usaha
kecilnya.
2. Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh
pengusaha kecil mitranya.
Gambar 5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
Sumber : Badan Agribisnis Departemen pertanian ( 1998) dalam Marliana (2009).
3.1.4 Kendala-kendala Dalam Kemitraan
Berbagai kasus kemitraan dalam agribisnis selama ini sering adanya keberhasilan
hubungan kemitraan, tetapi juga banyaknya kegagalan dari kemitraan tersebut, sehingga
banyak hal yang menarik untuk dikaji.
Kegagalan jalinan kemitraan dalam agribisnis disebabkan oleh berbagai kelemahan
dari para pelaku agribisnisnya dan juga dikarenakan lemahnya aturan, mekanisme dan
manajemen dari kemitraan itu sendiri. Menurut Hafsah (2000), beberapa kelemahan yang
menjadi hambatan masih ditemukan antara lain sebagai berikut :
Kelompok Mitra Perusahaan Mitra
- biaya- modal- teknologi- manajemen- pemasaran
- lahan- sarana- teknologi
1. Lemahnya posisi petani karena kurangnya kemampuan manajerial, wawasan, dan
kemampuan kewirausahaan. Kondisi ini mengakibatkan petani kurang dapat mengelola
usahatani secara efisien dan komersial.
2. Keterbatasan petani dalam bidang permodalan, teknologi, informasi, dan akses pasar.
Kondisi ini menyebabkan pengelolaan usahatani kurang mandiri sehingga mudah
tersubordinasi oleh kepentingan pihak yang lebih kuat.
3. Kurangnya kesadaran pihak perusahaan agribisnis dalam mendukung permodalan petani
yang lemah. Hal ini menyebabkan menjadi kesulitan mengembangkan produk usahatani
sesuai dengan kebutuhan pasar.
4. Informasi tenetang pengembangan komoditas belum meluas di kalangan pengusaha.
Keadaan ini menyebabkan kurangnya calon investor yang akan menanamkan investasinya
di bidang agribisnis.
5. Etika bisnis kemitraan yang berprinsip win win solution di kalangan investor agribisnis di
daerah masih belum berkembang sesuai dengan dunia agribisnis.
6. Komitmen dan kesadaran petani terhadap pengendalian mutu masih kurang.
7. Hal tersebut mengakibatkan mutu komoditas yang dihasilkan tidak sesuai dengan
kebutuhan pasar.
Penyebab lain kegagalan kemitraan adalah lemahya aspek manajerial dan sumberdaya
manusia yang mengelola jalinan kemitraan itu, baik ditingkat perusahaan maupun petani atau
yang memadukan kedua belah pihak yang bermitra. Kegiatan agribisnis yang menerapkan
pola kemitraan memerlukan tenaga manajer dengan tingkat pengelolaan yang memadai tidak
untuk aspek ekonomi dan teknik agribisnis, tetapi juga aspek sosial. Oleh karena itu
pembenahan dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia di bidang agribisnis dan
keterkaitan antar subsistem agribisnis perlu terus dilakukan.
Oleh karena itu untuk menentukan atau memilih pola kemitraan mana yang akan
dilaksanakan harus diperhatikan perbedaan-perbedaan sebagai berikut :
1. Karakteristik komoditas yang diusahakan
2. Keragaan para pelakunya
3. Keragaan pasar : struktur pasar, tingkah laku pasar, dan penampilan pasar
4. Ketersediaan sarana produksi
5. Ada tidaknya industri pengolahan
6. Kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di daerah setempat
3.1.5 Peranan Pelaku Kemitraan
Sebagai upaya untuk mewujudkan kemitraan usaha yang mampu memberdayakan
ekonomi rakyat sangat dibutuhkan adanya kejelasan peran masing-masing pihak yang terlibat
dalam kemitraan tersebut. Dengan demikian diharapkan terukur seberapa jauh pihak-pihak
yang terkait telah menjalankan tugas dan pernanannya secara baik. Berbagai peran dari
pelaku kemitraan usaha tersebut adalah sebagai berikut (Hafsah, 2000):
a. Peranan Pengusaha Besar
Pengusaha besar melaksanakan pembinaan dan pengembangan kepada pengusaha
kecil atau koperasi dalam hal :
1. Memberikan bimbingan dalam meningkatkan kualitas SDM pengusaha kecil atau
koperasi, baik melalui pendidikan, pelatihan, dan pemagangan dalam bidang
kewirausahaan, manajemen, dan keterampilan teknis produksi.
2. Menyusun rencana usaha dengan pengusaha kecil atau koperasi mitranya untuk disepakati
bersama.
3. Bertindak sebagai penyandang dana atau penjamin kredit untuk permodalan pengusaha
kecil atau koperasi mitranya.
4. Memberikan bimbingan teknologi kepada pengusaha kecil atau koperasi.
5. Memberikan pelayanan dan penyediaan sarana produksi untuk keperluan usaha bersama
yang disepakati.
6. Menjamin pembelian hasil produksi pengusaha kecil atau koperasi sesuai dengan
kesepakatan yang telah disepakati bersama.
7. Promosi hasil produksi untuk mendapatkan pasar yang baik.
8. Pengembangan teknologi yang mendukung pengembangan usaha dan keberhasilan
kemitraan.
b. Peranan Pengusaha Kecil atau Koperasi
Dalam melaksanakan kemitraan usaha, pengusaha kecil atau koperasi didorong untuk
melakukan :
1. Bersama-sama dengan pengusaha besar mitranya melakukan penyusunan rencana usaha
untuk disepakati.
2. Menerapkan teknologi dan melaksanakan ketentuan sesuai hasil kesepakatan dengan
pengusaha besar mitranya.
3. Melaksanakan kerjasama antar sesama pengusaha kecil yang memiliki usaha sejenis dalam
rangka mencapai skala usaha ekonomi untuk mendukung kebutuhan paska produksi
pengusaha besar mitranya.
4. Mengembangkan profesionalisme untuk meningkatkan kemampuan atau keterampilan
teknis produksi dan usaha.
c. Peranan Pembina
Peranaan lembaga pembinaan ini pada intinya adalah menciptakan iklim yang
kondusif bagi pengembangan kemitraan usaha serta terwujudnya kemitraan usaha yang dapat
memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bermitra. Secara lebih rinci peran lembaga
Pembinaan tersebut adalah :
1. Meningkatkan pembinaan kemampuan kewirausahaan dan manajemen pengusaha kecil
atau koperasi.
2. Membantu penyediaan fasilitas permodalan dengan skim-skim kredit lunak dengan
prosedur yang sederhana sehingga mampu diserap dan dimanfaatkan oleh pengusaha kecil.
3. Mengadakan penelitian, pengembangan usaha, pelayanan, penyediaan informasi bisnis,
promosi peluang pasar dan peluang usaha yang akurat dan aktual pada setiap wilayah.
4. Melakukan koordinasi dalam pembinaan pengembangan usaha, pelayanan, penyediaan
informasi bisnis, promosi peluang pasar dan peluang usaha yang akurat dan aktual pada
setiap wilayah.
5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik SDM aparat maupun pengusaha kecil
melalui pendidikan, pelatihan, inkubator, magang, studi banding dan sebagainya.
6. Bertindak sebagai “arbitrase” atau penengah dalam pembinaan dan pengawasan
pelaksanaan kemitraan usaha dilapangan agar berjalan sebagaimana yang diharapkan.
3.2 Sistem Agribisnis
Menurut Krisnamurthi (1997) Agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang
integratif yang terdiri dari beberapa subsistem yaitu subsistem pengadaan sarana produksi
pertanian, subsistem produksi usahatani, subsistem pengolahan industri hasil pertanian,
subsistem pemasaran hasil pertanian dan subsistem kelembagaan penunjang kegiatan
pertanian. Keterkaitan antar subsistem agribisnis buah-buahan dikatakan baik apabila :
1. Subsistem sarana produksi yang didukung oleh industri primer (backward linkage), seperti
pabrik pupuk, pestisida, peralatan pertanian dan penanganan benih, ternyata berkaitan erat
dengan tersedianya sumberdaya alam (agroekosistem, komoditas, dsb) di wilayah yang
bersangkutan. Subsistem sarana produksi inilah yang menjadi salah satu penentu berhasil
atau tidaknya subsistem produksi (usahatani).
2. Subsistem produksi ditentukan oleh ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia
( tenaga kerja ) dan dukungan dari subsistem sarana produksi. Kemudian hasil produksi
komoditas buah-buahan tersebut ada yang mengalir langsung ke subsistem pemasaran
dengan atau tanpa pemberian perlakuan terlebih dahulu (material handling ). Sementara
itu, ada pula dari komoditas buah-buahan tersebut yang menjadi bahan baku untuk produk
olahan sehingga perlu masuk dahulu ke subsistem penanganan dan pengolahan hasil,
sebelum produk olahan tersebut mengalir ke subsistem pemasaran.
3. Subsistem penanganan dan pengolahan hasil juga tergantung dari hasil subsistem produksi
dan tersedianya sumber daya manusia. Hal ini menunjukan bahwa industri pengolahan
hasil pertanian sangat tergantung dari berjalan atau tidaknya subsistem produksi
(usahatani) yang pada umumnya sangat peka terhadap masalah ketidakpastian harga dan
produksi.
4. Subsistem pemasaran, baik itu berorientasi regional, nasional maupun internasioanl ( expor
). Keberhasilan subsistem ini ditentukan oleh lancar atau tidaknya ketiga subsistem
sebelumnya serta ketersediaan sumber daya manusia dibidang pemasaran.
Menurut Krisnamurthi (1997), sistem agribisnis dapat dibedakan dalam beberapa gugus
industri ( industrial clustered ) berdasarkan produksi akhir dari sistem agribisnis, yaitu :
1. Sistem agribisnis pangan (food and baverage), yakni sistem agribisis yang produk
akhirnya berupa produk-produk bahan pangan (hewani dan nabati) dan minuman.
2. Sistem agribisnis pakan, yaitu sistem agribisnis yang produk akhirnya berupa produk-
produk pakan hewan ( ternak, ikan ).
3. Sistem agribisnis serat alam, yakni agribisnis yang menghasilkan produk akhir berbahan
baku serat alam seperti produk atau barang-barang karet, kayu (pulp, rayon, kertas),
produk tekstil, produk kulit dan produk serat alam lainnya.
4. Sistem agribisnis bahan farmasi dan kosmetika, yakni agribisnis yang menghasilkan
bahan-bahan farmasi (obat-obatan, vaksin, serum) dan produk kosmetika (sampo,
detergen, sabun) baik untuk kebutuhan manusia maupun hewan.
5. Sistem agribisnis wisata dan estetika, yakni sistem agribisnis yang menghasilkan produk
akhir berupa kegiatan wisata, seperti wisata kebun, wisata hutan tanaman dan sebagainya
serta produk-produk keindahan (bunga, tanaman hias, ikan hias, dan lain-lain).
6. sistem agribisnis energi terperbaharui, yakni sistem yang menghasilkan produk akhir
berupa energi alternatif seperti etanol dan berbagai jenis energi-bio lainnya.
Keterkaitan antar usaha dalam sistem mulai dari pengadaan sarana produksi, proses
produksi usaha tani, pengolahan hasil, industri, distribusi dan pemasaran merupakan syarat
keunggulan bisnis yang bersangkutan. Dengan adanya kemitraan diharapkan dapat
menghilangkan permasalahan dalam keterkaitan usaha vertikal sistem agribisnis seperti
bentuk persaingan yang tidak sehat akibat struktur pasar yang tidak sempurna. Agribisnis
Indonesia merupakan lahan yang sangat subur bagi tumbuh dan berkembangnya kemitraan,
karena pola kemitraan merupakan salah satu tuntunan objektif bagi keberadaan agribisnis.
Kemitraan merupakan tuntunan logis dari sifat agribisnis sebagai suatu rangkaian kegiatan
usaha dalam sistem yang terintegrasi.
3.3. Pengertian Usahatani
Soekartawi (2002) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-
faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen yang dikelola oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk memperoleh hasil dari lapangan pertanian. Tjakrawiralaksana dan
Soeriatmaja (1983) mendefinisikan usahatani sebagai suatu organisasi produksi di lapangan
pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang
bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya, dan unsur
pengolahan atau manajemen yang perannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani.
Dalam hal ini, istilah usahatani mencakup kebutuhan keluarga, sampai pada bentuk yang
paling modern yaitu mencari keuntungan atau laba.
Soekartawi (2005) mengemukakan bahwa tujuan usahatani dapat dikategorikan menjadi
dua yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan pengeluaran. Konsep
memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah
tertentu seefisien mungkin untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep
meminimumkan pengeluaran berarti bagaimana menekan pengeluaran produksi sekecil-
kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu.
3.3.1. Unsur-unsur Pokok Usahatani
Hernanto (1989) menyatakan ada empat unsur-unsur pokok usahatani atau dalam istilah
lainnya adalah faktor-faktor produksi usahatani. Faktor-faktor produksi tersebut yaitu:
1. Lahan,
2. Kerja,
3. Modal, dan
4. Pengelolaan (management)
3.3.2. Unsur Lahan
Unsur lahan pada hakekatnya adalah permukaan bumi yang merupakan bagian dari
alam. Fungsi lahan dalam usahatani yaitu:
1. Tempat menyelenggarakan kegiatan produksi pertanian (usaha bercocok tanam dan
pemeliharaan hewan ternak).
2. Tempat pemukiman keluarga petani.
Bentuk dan sifat lahan merupakan manifestasi dari pengaruh faktor-faktor alam lainnya
seperti topografi, iklim, (curah hujan, suhu, penyinaran matahari, dan gelombang nisbah,
jenis tanah) yang ada di sekelilingnya (Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja, 1983).
Hernanto (1989) menjelaskan bahwa pada umumnya di Indonesia tanah merupakan
faktor produksi yang: (a) relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, (b)
distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Sifat-sifat lahan antara lain: (a) luas
relatif tetap atau dianggap tetap, (b) tidak dapat dipindah-pindahkan, (c) dapat
dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Karena sifatnya yang khusus tersebut tanah
kemudian dianggap sebagai salah satu faktor usahatani meskipun di bagian lain dapat juga
berfungsi sebagai faktor atau unsur modal usahatani.
Empat golongan petani berdasarkan luas tanah yang dimiliki yaitu:
1. Golongan petani luas (kepemilikan lahan >2 hektar),
2. Golongan petani sedang (antara 0,5 – 2 hektar),
3. Golongan petani kecil (kepemilikan lahan 0,5 hektar),
4. Golongan buruh tani tidak memiliki lahan.
3.3.3. Tenaga Kerja
Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983) menyatakan bahwa unsur kerja dalam
usahatani diperlakukan untuk menyelesaikan berbagai macam pekerjaan. Pekerjaan-pekerjaan
dalam usahatani menurut sifatnya dapat dikelompokkan menjadi:
1. Pekerjaan yang bersifat produktif (mengolah lahan, menyiangi, memupuk dan mencegah
hama dan penyakit),
2. Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat investasi (membuka hutan untuk lahan pertanian,
memperbaiki pematang, membuat teras),
3. Pekerjaan-pekerjaan yang bersifat umum (memperbaiki alat-alat, menjemur hasil
produksi, membeli sarana produksi dan menyelenggarakan akuntansi usahatani).
Dalam usahatani unsur kerja dapat diklasifikasikan dalam tenaga kerja manusia dan
tenaga kerja ternak. Tenaga kerja manusia dibedakan lagi ke dalam jenisnya tenaga kerja
pria, tenaga wanita, tenaga anak-anak (berumur di bawah 15 tahun). Menurut Soekartawi
(2002), umur tenaga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar kecilnya upah.
Mereka yang tergolong di bawah usia dewasa akan menerima upah juga lebih rendah bila
dibandingkan dengan tenaga kerja dewasa.
HOK (hari orang kerja) atau setara hari kerja pria (HKP) adalah upah tenaga kerja yang
bersangkutan dibagi upah tenaga kerja pria. Menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja
(1983) pengukuran tenaga kerja dalam usahatani umumnya diukur dengan jumlah “hari”.
Dalam satu hari biasanya selama 7 jam dan ukurannya biasa dibulatkan kepada satuan hari
kerja.
3.3.4. Modal
Hernanto (1989) menyatakan bahwa modal merupakan unsur pokok usahatani yang
penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama
dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang
baru, yaitu produksi pertanian. Pada usahatani yang dimaksud dengan modal adalah: (a)
tanah, (b) bangunan, (c) alat-alat pertanian, (d) ternak, dan ikan di kolam, (e) Bahan-
bahan pertanian, (f) Piutang di Bank, (g) Uang tunai. Sedangkan menurut sifatnya modal
dapat dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap, meliputi tanah dan bangunan. Modal tetap
diartikan modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini memerlukan
pemeliharaan agar tetap berdayaguna dalam jangka waktu yang lama.
Jumlah modal yang dipakai dalam usahatani juga sering dipakai untuk pengukuran
usahatani. Pengukuran usahatani dapat didasarkan kepada: (a) Jumlah nilai seluruh modal
yang ditanamkan dalam usahatani dan (b) Jumlah nilai modal lancar dan modal usahatani
(Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja, 1983). Berdasarkan sumbernya modal dapat diperoleh
dari; (a) Milik sendiri, (b) Pinjaman atau kredit, (c) dari usaha lain dan, (e) Kontrak sewa
(Hernanto, 1989).
3.3.5. Pengelolaan
Hernanto (1989) menyatakan bahwa pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani
menentukan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya
dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.
3.4. Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu.
Penerimaan ini mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani,
digunakan dalam usahatani untuk bibit, dan yang digunakan sebagai pembayaran yang
disimpan. Penilaian ini berdasarkan perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang
berlaku. Menurut Soekartawi et al (1986), penerimaan total usahatani (farm receipt)
didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani. Penerimaan
tunai usahatani tidak mencakup uang untuk keperluan usahatani.
Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Istilah lain
untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi (value of production) atau
penerimaan kotor usahatani (gross return). Dalam menaksir pendapatan kotor, semua
komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Pendapatan kotor
usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani
(Soekartawi et al, 1986).
Pengeluaran total usahatani (total farm expense) merupakan nilai semua masukan yang
habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, termasuk tenaga kerja keluarga petani.
Selisih antara pendapatan kotor dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih
usahatani. Pendapatan bersih usahatani dapat digunakan untuk mengukur imbalan yang
diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan
modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Oleh
karena itu, pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat
dipakai untuk dapat membandingkan penampilan beberapa usahatani (Soekartawi et al,
1986). Ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan usahatani kecil adalah
penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Angka ini diperoleh dari pendapatan bersih
usahatani dengan mengurangkan Bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman
(Soekartawi et al, 1986).
Pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi karena ada
kemungkinan pendapatan yang besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh
karena itu, dalam analisis pendapatan usahatani selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi.
Menurut Tjakrawiralaksana dan Soeriatmaja (1983), analisis hubungan rasio penerimaan dan
biaya (R/C) rasio dapat dipakai untuk melihat keuntungan relatif dari kegiatan cabang
usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Dalam analisis ini akan diuji seberapa jauh
setiap nilai rupiah, biaya yang dipakai dalam kegiatan cabang usahatani yang bersangkutan
dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Jika unsur penerimaan dan
biaya total telah diperoleh maka R/C rasio dapat dihitung.
3.5. konsep Biaya Usahatani
Konsep biaya usahatani lebih mengkaji aspek-aspek biaya produksi. Biaya produksi
dalam usahatani dapat dibedakan dalam beberapa bagian (Hernanto, 1989):
a. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari:
1. Biaya tetap, adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya
produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian dan
bunga pinjaman.
2. Biaya variabel, adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi,
misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja.
b. Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan terdiri dari:
1. Biaya tunai, adalah biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar tunai. Biaya
tetap misalnya pajak tanah dan Bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya biaya
untuk pengeluaran bibit, obat-obatan, pupuk, dan tenaga kerja. Biaya tunai ini berguna
untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani.
2. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan
milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak
tunai ini untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani.
3.7. Kerangka Pemikiran Operasional
Kemitraan antara petani lobak di Desa Ciherang Kabupaten Cianjur dengan Agro Farm
diawali dari program yang dimiliki oleh Agro Farm untuk mengembangkan lobak korea atau
yang lebih dikenal dengan lobak bulat. Melalui program kemitraan ini diharapkan dapat
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang bermitra. Dalam melaksanakan
program kemitraan ini banyak sekali kendala yang dihadapi, baik oleh pihak petani maupun
perusahaan. Kualitas, kuantitas dan kontinuitas menjadi faktor yang sangat penting dalam
melaksanakan program kemitraan ini. Hasil yang diharapkan dari program kemitraan ini bagi
petani adalah terjaminnya pasar bagi lobak yang diproduksinya serta dapat meningkatkan
pendapatan mereka. Sedangkan bagi perusahaan adalah dapat memenuhi kebutuhan pasar.
Agar program kemitraan ini dapat berjalan dengan lancar maka diperlukan bentuk pola
kemitraan yang tepat sesuai dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-
masing pihak. Dengan adanya program kemitraan ini juga diharapkan mampu memecahkan
masalah-masalah atau kendala-kendala yang timbul sehingga program kemitraan ini dapat
dilanjutkan.
Dalam evaluasi pelaksanaan kemitraan antara petani lobak dan Agro Farm ini
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh kedua belah pihak yang
bermitra. Selain itu juga untuk mengetahui tingkat pendapatan petani selama mengikuti
program kemitraan. Kemitraan yang dikaji pada Agro Farm pada intinya ditujukan untuk
mengetahui perbedaan mengenai pendapatan para petani lobak yang bermitra dengan Agro
Farm dibandingkan dengan para petani lobak yang tidak menjalin kemitraan dengan Agro
Farm sehingga dapat diketahui secara lebih signifikan peranan kemitraan bagi kesejahteraan
petani dilihat dari segi pendapatan usahatani (Gambar 6).
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Dampak Kemitraan Antara Agro Farmdengan Petani Mitra Lobak
Permasalahan Agro Farm:
1. Kontinuitas pasokan
bahan baku tidak
terjamin
2. Kualitas dan kuantitas
lobak harus terjaga stabil
3. Permintaan Lobak belum
bisa terpenuhi
Permasalahan Petani Lobak:
1. Harga jual rendah
2. Manajemen, SDM dan teknologi
yang rendah
3. Permodalan
4. Peningkatan Produksi dan
kualitas Lobak
Kemitraan Agribisnis
Rekomendasi Bagi Perusahaandan Petani
Pelaksanaan Kemitraan:
1. Aspek Manajemen
2. Aspek Manfaat
Analisis Pendapatan:
- Biaya Tetap dan Biaya Variabel- Biaya Tunai dan Non Tunai- R/C rasioProduksi lobak yang dihasilkan
Harga yang diterima petani
IV.METODE PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) karena merupakan sentra
produksi lobak di Kabupaten Cianjur. Selain itu, Daerah ini juga memiliki potensi besar
untuk membudidayakan lobak baik lobak korea maupun lobak daikon. Waktu pengumpulan
data dilaksanakan bulan Desember hingga Januari 2011.
4.2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder
baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui
observasi langsung di lapangan, wawancara langsung dan pengisian kuisioner yang diajukan
kepada responden. Wawancara dilakukan dengan petani lobak, Petugas Penyuluh Lapang
(PPL) dan lembaga-lembaga yang terkait seperti dinas pertanian Cianjur.
Data sekunder di peroleh dari informasi tertulis perusahaan dan dari literatur-literatur
yang relevan seperti buku, majalah pertanian, internet, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur,
Badan Pusat Statistika, perpustakaan IPB dan instansi lainnya yang dapat membantu untuk
ketersediaan data.
4.3. Metode Pengumpulan Data dan Informasi
Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer sebagai
data utama dan data sekunder sebagai data penunjang. Penentuan responden dilakukan secara
Sensus. Populasi petani sayuran yang bermitra dengan Agro Farm berjumlah 50 orang petani
yang menanam berbagai macam jenis sayuran seperti wortel, saycin, lobak, daun bawang,
kol, bunga kol, dan lain sebagainya. Adapun dari 50 orang petani tersebut, terdapat 30 orang
petani yang menanam lobak. Jumlah petani responden yang diambil pada penelitian ini
sebanyak 30 orang yang terdiri dari 15 orang petani lobak korea dan 15 orang petani lobak
daikon. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner, baik kepada
pihak perusahaan maupun petani. Pihak perusahaan di pilih orang yang dianggap paling
mengetahui teknis pelaksanaan kemitraan. Pihak petani, sampel yang dipilih adalah seluruh
anggota Kelompok Tani Agro Segar yang terlibat dalam program kemitraan dengan Agro
Farm. Data sekunder diperoleh dari data dan laporan yang dimiliki perusahaan serta berbagai
laporan yang terkait dengan topik kemitraan.
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian dikumpulkan dan selanjutnya
diolah untuk dilakukan analisis lebih lanjut. Pengolah data dilakukan secara kualitatif.
Pengolahan secara kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan pelaksanaan kemitraan dan
pengolahan secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program computer Excel.
Analisa kuantitatif dilakukan dengan menggunakan perhitungan pendapatan usahatani dan
R/C Rasio untuk melihat adakah perbedaan nyata antara rata-rata pendapatan petani mitra.
4.5. Analisis Deksriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk melihat karakterisitk mitra tani dan mengevaluasi
pelaksanaan kemitraan. Data primer yang telah diperoleh melalui wawancara dan kuisioner
ditabulasikan dalam kerangka tabel yang dipersiapkan, kemudian data tersebut dianalisis
untuk melihat karakteristik mitra tani meliputi umur, tingkat pendidikan dan pengaaman.
Pelaksanaan kemitraan meliputi aspek proses manajemen dan aspek manfaat dari kemitraan.
4.6 Analisis Pendapatan
Tujuan dari analisis pendapatan yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu
kegiatan usahatani dan keadaan yang akan datang dari suatu perencanaan dan tindakan.
Analisis ini juga dapat digunakan untuk membandingkan tingkat pendapatan antara petani
mitra dan petani non mitra. Analisis pendapatan dilakukan dengan mengurangkan
penerimaan total dengan komponen biaya. Pengeluaran atau biaya terbagi atas biaya tunai
dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). Penjumlahan dari keduanya disebut biaya
total. Menurut Soekartawi (1986), secara matematis pendapatan usahatani dapat dirumuskan
sebagai berikut:
π= TR - TCπ= P.Q – ( Biaya Tunai + Biaya non Tunai )
Dimana :
π = Besarnya keuntungan / pendapatan ( Rp )
TC = Total Biaya yang dikeluarkan oleh petani.TR = Total Penerimaan atau hasil penjualan lobak yang diterima petani ( Rp )Q = Jumlah Produksi ( Unit/kg )P = Harga Produksi ( Rp/Unit/Kg )
Setelah identifikasi biaya, maka untuk melihat mana yang lebih menguntungkan
dilakukan dengan membandingkan rasio penerimaan dengan biaya atau R/C rasio.
R/C = Penerimaan total Biaya total
Jika nilai R/C > 1, maka penerimaan yang diperoleh lebih besar dari tiap unit biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Dan jika R/C < 1, berarti
penerimaan yang diperoleh lebih kecil dari tiap unit biaya yang dikeluarkan. Analisis ini
dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relative kegiatan usahatani. Jika
penerimaan lebih kecil dari biaya yang telah dikeluarkan, maka dapat disimpulkan bahwa
usahatani tersebut tidak menguntungkan.
Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak dapat pula diukur nilai efisiensinya.
Salah satu alat untuk mengukur efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap
biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaan dengan biaya atau revenue and cost ratio
( analisis R/C rasio). Perbandingan ini menunjukan penerimaan kotor untuk setiap rupiah
yang dikeluarkan dalam usahatani. Semakin tinggi nilai R/C rasio menunjukan semakin besar
penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan sehingga dengan perolehan
nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat pendapatan pun semakin baik.
BAB V
GAMBARAN UMUM BISNIS AGRO FARM
5.1 Profil Agro Farm
Agro Farm adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis sayuran yaitu
sebagai produsen dan Trading Company. Lokasi umum Agro Farm terletak di Desa Ciherang,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Sejak dirintis dari tahun 2000, berawal dari usaha
pemasaran kecil-kecilan kemudian berkembang menjadi Agro Farm yang bergerak dibidang
budidaya dan pemasaran mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup berarti.
Perkembangan dunia pertanian dan agribisnis yang begitu pesat dan dinamis
mendorong Agro Farm melakukan langkah-langkah strategis dalam memenuhi tuntutan pasar
terhadap kebutuhan sayuran, baik sayuran konvensional maupun organik yang semakin
tinggi. Tidak saja mutu jumlah, dan kontinuitasnya, namun lebih daripada itu, kecepatan dan
ketepatan distribusi merupakan suatu keniscayaan yang harus dipenuhi. Maksud dan tujuan
dibentuknya kelompok tani Agro Farm adalah untuk membantu dan memfasilitasi para petani
dalam pembelajaran, transfer atau alih tekhnologi melalui pelatihan, dan permagangan,
terutama budidaya termasuk didalamnya sekolah lapang pemberantasan hama penyakit
terpadu, pemasaran, penyiapan benih-benih unggul yang berkualitas, sehingga petani dapat
menghasilkan produk sayuran sesuai dengan kebutuhan pasar.
Permintaan pasar terhadap produk sayuran korea - jepang yang terus meningkat dan
bervariasi mengharuskan petani membentuk kelompok atau jaringan yang terorganisir agar
mampu memenuhi spesifikasi kebutuhan dan permintaan konsumen dan pasar. Berdasarkan
hal itu, tujuan utama dan muara dari usaha agribisnis adalah :
1. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan petani
2. Membuka lapangan dan peluang kerja baru
3. Penyerapan tenaga kerja produktif yang putus dan tidak mampu melanjutkan sekolah.
4. Memperlus pasar dan memperbesar produksi agar dapat sebanyak-banyaknya membukadan menyerap tenaga kerja.
Usaha ini belum berbentuk badan hukum kepemilikannya nya masih dimiliki
perseorangan dimana usaha ini masih beroperasi dalam skala kecil, Agro Farm dipimpin oleh
seorang kelompok tani yang bertanggung jawab penuh pada usahanya. Struktur organisasi
usaha ini dapat dilihat pada (Lampiran 2).
Agro Farm melakukan dua jenis kegiatan budidaya, yaitu:
a. Budidaya sayuran konvensional (non organik)
b. Budidaya sayuran Organik
Kegiatan budidaya sayuran konvensional ini telah berlangsung kurang lebih 10 tahun
yang lalu, yaitu mulai awal didirikannya kelompok tani Agro Farm. Hingga saat ini jenis
tanaman yang dibudidayakan lebih dari 30 jenis tanaman (Tabel 8).
Tabel 8. Beberapa Jenis Sayuran Produksi Agro Farm Tahun 2010
No
Jenis Sayuran
Jenis Herbal
Lokal Jepang Korea
1 Bayam Daikon Shigemsi Mint2 Kangkung Nasubi Kowari Kiwari3 Caysim Satsuma imo Altari Sage4 Pakchoy Sato imo Yolmu Taragon5 Selada kriting Gobo Gogo masum Mitsuba6 Selada Merah Edamame Knip Rosmerry7 Daun Bw.Silfa Kyuuri Knip son Tarogon8 Terung Zukini Zukini Time9 Brokoli
Sumber: Agro Farm (2010)
5.2. Deskripsi Proses Pelaksanaan Kemitraan Lobak
Pola kemitraan Agro Farm mulai diterapkan tahun 2000 dengan jumlah mitra tani
yang semakin berkembang. Saat ini perusahaan memiliki sekitar 50 orang petani mitra yang
menanam komoditas sayuran beragam jenis.
Pola kemitraan yang diterapkan Agro Farm dengan petani lobak korea dan panjang
dikategorikan ke dalam pola KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis). Agro Farm sebagai
pihak perusahaan mitra menyediakan pinjaman sarana produksi berupa bibit, bimbingan
teknis budidaya, dan jaminan pasar. Petani lobak korea dan panjang menyediakan lahan,
tenaga kerja dan sarana. Berdasarkan jangka waktu dikategorikan dalam kemitraan jangka
panjang. Kemitraan dilakukan dalam waktu panjang dan terus-menerus dengan perjanjian
tertulis.
Program kemitraan termasuk tipe sinergis dan saling menguntungkan pelaksanaan
kemitraan telah dijalankan menunjukkan kerja sama usaha yang saling menguntungkan dan
saling memperkuat serta menjadikan kerja sama bisnis menjadi berkesinambungan. Sinergi
yang menguntungkan diantaranya dalam bentuk petani menyediakan lahan, sarana, dan
tenaga kerja, sedangkan perusahaan menyediakan saprotan, bimbingan teknis, dan
penjaminan pasar.
Jumlah komoditas yang berhasil dibudidayakan oleh perusahaan saat ini semakin
bertambah, kira-kira sudah 66 jenis komoditas yang dikembangkan (Lampiran 1). Permintaan
sayuran terbesar di Agro Farm yaitu sawi putih dan lobak, sehingga petani lobak korea dan
panjang lebih dikhususkan untuk menanam sawi putih dan lobak. Pertimbangan perusahaan
mengembangkan kemitraan dengan petani antara lain yaitu ketersediaan sumber daya lahan
dan modal yang terbatas, serta permintaan pasar yang tinggi terhadap jenis sayuran tertentu.
Agro Farm secara terbuka mentransformasikan pengalamannya kepada petani kecil untuk
kemajuan bidang pertanian. Pengusahaan sayuran melalui pola kemitraan ini dapat
menciptakan beberapa keuntungan, yaitu mampu menyerap tenaga kerja baik di tingkat
usahatani maupun tingkat pengolahan.
Perjanjian kemitraan berlaku untuk waktu yang tidak terbatas. Keterikatan petani
dengan Agro Farm berakhir saat salah satu pihak mengakhiri kerjasama. Kerjasama dapat
berakhir misalnya saat pihak perusahaan mengakhiri karena terjadi masalah atau pihak petani
mengundurkan diri dari program kemitraan tersebut. Kemitraan akan mengatur alokasi
penanaman kepada petani lobak daikon yang dalam status aktif menanam produk kemitraan.
Alokasi penanaman akan diprioritaskan untuk petani yang selalu berhasil dalam budidayanya.
Petani yang gagal dalam budidaya akan menjadi daftar tunggu agar belajar terlebih dahulu
dari kegagalannya. Petani yang telah disetujui melakukan penanaman akan diberikan bibit
sesuai jumlah pengajuannya.
Komoditas lobak merupakan komoditas yang diminati petani lobak korea dan daikon
untuk melakukan budidaya. Permintaan lobak yang tinggi setiap minggunya membuat petani
dapat menanam dengan luasan lebih dibandingkan komoditas lain. Budidaya lobak menurut
penilaian petani lobak korea dan daikon juga dapat mendatangkan pendapatan yang lebih
tinggi dibanding komoditas lain, karena proses budidaya yang terhitung mudah dengan waktu
yang singkat. Pelaksanaan kemitraan lobak akan dijelaskan dengan menjabarkan kontrak
perjanjian, pelayanan bantuan budidaya oleh Agro Farm, mekanisme suplai bibit, serta sistem
panen dan pembayaran hasil panen.
5.3. Mekanisme suplai bibit kepada petani lobak
Benih lobak merupakan salah satu benih yang relatif mudah dalam pengadaannya.
Keperluan benih untuk penanaman lobak petani disuplai oleh perusahaan dalam bentuk bibit.
Petani lobak korea dan daikon mendapatkan bibit dalam bentuk pinjaman. Harga bibit lobak
yaitu Rp 55.000 per 100 gram per 500 m2. Pinjaman bibit tersebut akan dihitung dalam
rupiah yang dibayar oleh petani dengan cara potong panen. Uang hasil penjualan lobak akan
dipotong sebesar biaya pinjaman bibit.
Pemotongan hasil panen dilakukan oleh pihak perusahaan sehingga petani langsung
menerima pendapatan bersih setelah dipotong pinjaman bibit. Perusahaan memberikan
kebijakan pelunasan pinjaman bibit dilakukan dengan pembayaran secara bertahap apabila
terjadi kegagalan panen pada petani. Petani lobak korea dan daikon sebelumnya harus
melaporkan terlebih dahulu kebutuhan bibit yang akan ditanam.
5.4. Sistem panen dan pembayaran hasil panen
Jadwal tanam lobak telah direncanakan terlebih dahulu oleh perusahaan, sehingga
kegiatan panen akan sesuai jadwal. Petani dapat menghubungi pihak perusahaan untuk
memberitahukan bahwa pada hari tertentu mereka akan melakukan panen. Penjadwalan
tanam lobak untuk petani lobak korea dan daikon akan memudahkan Agro Farm dalam
memenuhi permintaan pelanggan. Pihak perusahaan akan menyediakan armada angkutan
untuk mengangkut hasil panen kepada pelanggan yang terdiri dari restoran Korea.
Petani lobak korea dan daikon tidak melakukan penyortiran terlebih dahulu di lokasi
penanaman, sehingga penyortiran dilakukan oleh pihak perusahaan. Lobak hasil panen petani
lobak daikon segera diangkut ke Agro Farm untuk dilakukan proses pasca panen. Pada proses
sortir lobak yang termasuk kriteria berdasarkan standar kualitas yang telah ditetapkan akan
diterima oleh Agro Farm. Grade atau standar kualitas lobak ditetapkan oleh Agro Farm.
Penetapan harga pun dilakukan oleh perusahaan, berdasarkan analisis usahatani lobak yang
dibuat oleh perusahaan rencana perubahan harga langsung diinformasikan kepada petani satu
minggu sebelum perubahan harga ditetapkan. Harga yang ditetapkan saat penelitian yaitu Rp
1.500 per kg untuk lobak korea dan Rp 1.300 per kg untuk lobak daikon. Pembayaran hasil
panen petani akan dilakukan seminggu setelah panen. Pihak perusahaan akan membayar hasil
panen sesuai dengan jumlah lobak yang masuk ke Agro Farm setelah penyortiran. Jumlah
produk petani yang masuk akan dikalikan dengan harga jual, kemudian dipotong jumlah bibit
yang harus dibayar pada pihak perusahaan. Berdasarkan penilaian terhadap sistem
pembayaran hasil panen, diperoleh bahwa petani lobak responden menerima sistem
pembayaran yang diterapkan oleh perusahaan, dengan kata lain mereka tidak keberatan
dengan sistem pembayaran tersebut.
5.5. Alasan-alasan Petani Bermitra
Tujuan petani menjadi mitra adalah untuk meningkatkan pendapatan. Harapan petani
mengikuti kemitraan agar pendapatan usahatani dapat meningkat, sehingga sangat cocok bagi
petani untuk menanam lobak. Alasan-alasan petani bermitra menanam lobak disamping
memperoleh peningkatan pendapatan yaitu adanya jaminan pemasaran produk, mudah
pengusahaannya, cocok diusahakan di daerah tinggal petani dan harga yang sesuai.
Berdasarkan wawancara, seratus persen petani lobak korea dan panjang responden
menjawab alasan menjalin kemitraan dan menanam lobak yaitu keuntungan lebih tinggi dan
cocok diusahakan di daerah tinggal. Terjaminnya pasar membuat petani memiliki harapan
akan jaminan pasar terhadap produknya, sehingga petani hanya perlu konsentrasi pada
budidaya.
5.6. Manfaat Pelaksanaan Kemitraan
Pelaksanaan kemitraan lobak Agro Farm semakin berkembang terlihat pada jumlah
mitra yang meningkat. Sistem kemitraan yang dilakukan bertujuan untuk memudahkan dalam
pemenuhan permintaan lobak. Agro Farm tidak harus mengelola usahatani sendiri untuk
memproduksi lobak, sehingga dapat menghemat dalam penggunaan sumberdaya lahan,
modal, dan sumberdaya manusia. Pihak petani mendapatkan manfaat-manfaat dari jalinan
kemitraan. Manfaat tersebut ada pula yang sejalan dengan alasan petani untuk bergabung
dengan kemitraan. Manfaat yang sudah pasti diperoleh oleh petani selaku mitra antara lain
dapat membantu dalam pengadaan bibit. Petani memperoleh kemudahan untuk bibit karena
tidak harus melakukan pembibitan sendiri, sehingga mengurangi resiko kegagalan karena
bibit sudah siap tanam.
Manfaat jaminan pemasaran memberikan jaminan bahwa produk yang dihasilkan
akan langsung dapat terjual. Petani lobak korea dan daikon menjawab memperoleh manfaat
dalam kemudahan pemasaran. Sejalan dengan alasan dan harapan awal untuk bergabung
yaitu petani tidak harus mencari pasar untuk menjual produknya. Jaminan pemasaran pun
dapat menjadi motivasi petani untuk memproduksi sesuai dengan kriteria Agro Farm agar
produknya diterima. Harga yang ditetapkan memberikan manfaat dalam fluktuasi harga pasar
yang tidak dapat diprediksi. Petani tidak khawatir dengan anjloknya harga dipasaran karena
penetapan harga lobak yang tetap sesuai kesepakatan.
Keuntungan atau pendapatan lebih tinggi dirasa menjadi suatu manfaat bagi petani.
Petani lobak korea dan daikon merasa memperoleh keuntungan yang tinggi dalam usahatani
lobak. Hal ini disebabkan permintaan terhadap komoditas lobak baik bulat maupun daikon
dari pelanggan tetap tinggi, sehingga pasokan terhadap pelanggan harus tetap terjaga karena
harus dapat menjaga permintaan pelanggan yang terdiri dari restoran Korea dan Jepang.
Manfaat bantuan modal juga diperoleh petani lobak korea dan daikon. Petani lobak
korea dan daikon umumnya mengatakan bantuan modal sebagai manfaat. Perusahaan
memberikan bantuan berupa penyediaan bibit. Manfaat lainnya yang diperoleh petani yaitu
adanya bimbingan teknis budidaya dari Agro Farm. Mitra tani responden menyatakan mereka
mendapatkan bimbingan teknis budidaya. Bimbingan budidaya sangat penting bagi
perawatan tanaman lobak. Manfaat sosial program kemitraan yaitu terjalinnya ikatan antara
pihak Agro Farm dengan petani serta ikatan antara petani lobak dengan petani lobak korea
dan daikon lainnya. Ikatan kekerabatan tersebut membuat petani dapat bertukar pengalaman
dalam masalah pertanian, sehingga dapat saling belajar dengan petani lainnya.
5.7. Karakteristik Petani Mitra
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan usahatani yaitu faktor
internal berupa karakteristik dari petani. Kinerja petani sebagai pengelola akan
mempengaruhi hasil usahatani. Petani lobak yang dijadikan responden berjumlah 30 orang
yang terdiri dari 15 orang petani lobak korea dan l5 orang petani lobak daikon. Karakteristik
petani yang dilihat meliputi umur, luas lahan, tingkat pendidikan, dan tingkat pengalaman
(Lampiran 5).
Umur Petani Mitra
Kisaran usia produktif untuk menjalankan usaha pertanian berada pada kisaran 15 –
50 tahun. Diketahui usia rata-rata petani lobak korea 35 tahun keatas, sedangkan untuk petani
lobak daikon usia rata-ratanya berumur 41 tahun ketaas. Kedua kelompok petani responden
ini dapat dikategorikan usia produkstif dalam berusahatani (Tabel 9).
Tabel 9. Petani Lobak korea dan daikon Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok
Umur (Tahun)
Petani Lobak korea Petani Lobak daikon
Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
34 – 40 6 40 3 20
41 – 45 5 33.4 5 33.4
46 – 50 2 13.3 4 26.6
>51 2 13.3 3 20
Jumlah 15 100 15 100
Berdasarkan Tabel 9. Petani lobak korea pada umunya berumur 35 tahun keatas, ini
dikarenakan budidaya lobak korea relatif baru dibudidayakan oleh petani sehingga yang
tertarik pada budidaya ini kelompok usia yang relatif lebih muda yang memiliki inovasi dan
kreatifitas yang cukup baik, sedangkan untuk petani lobak daikon didominasi usia 41 tahun
keatas dikarenakan budidaya yang tidak terlalu sulit dan budidaya yang digunakan pun
biasanya tidak perlu teknologi yang modern hanya mengandalkan pengalaman saja.
Tingkat Pendidikan Petani Mitra
Tingkat pendidikan formal petani lobak pada umumnya masih dapat dikatakan
rendah, petani lobak beberapa diantaranya berumur sekitar 35 tahun dan berpendidikan
terakhir SD. Hal tersebut bertentangan dengan program pemerintah di periode tahun 90an
adalah mencanangkan pentingnya pendidikan serta wajib belajar minimal sampai jenjang
SLTA, walaupun demikian ada pula petani lobak yang berpendidikan sampai jenjang SLTA
(Tabel 10).
Tabel 10. Petani Lobak korea dan daikon Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Jenjang
Pendidikan
Petani Lobak korea Petani Lobak daikon
Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
SD 1 6.6 3 20
SLTP 2 13.4 5 33.4
SLTA 12 80 7 46.7
D3 – S1 - - - -
Jumlah 15 100 15 100
Berdasarkan Tabel 10. Petani lobak korea diketahui rata-rata pendidikan pada
umumnya yaitu SLTA karena hal ini berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru
dan ilmu pengetahuan. Untuk petani lobak daikon pendidikannya relatif lebih beragam tidak
terlalu besar perbedaannya antara pendidikan SD, SLTP dan SLTA ini dikarenakan budidaya
lobak daikon telah terlebih dahulu dikenal, karena tingkat pendidikan petani sangat
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan usaha dan membantu petani dalam
menganalisa peluang pasar sehingga petani dapat memperoleh benefit yang diharapkan.
Luas Lahan Petani Mitra
Lahan yang dikelola para petani lobak korea dan panjang berupa lahan sewa dari
ornag lain, pembayaran sewa lahan yang dilakukan petani lobak korea dan panjang berupa
pembayaran tunai per tahun. Petani selain menanam lobak umumnya juga menanam komoditi
lain, sehingga bagi petani yang memiliki lahan sempit tidak mencukupi, luasan lahan yang
digarap untuk komoditas pertanian baik petani lobak korea dan panjang berkisar 100m2 –
350m2 (Tabel 11).
Tabel 11. Jumlah Petani Lobak korea dan daikon Berdasarkan Luas Lahan Usahatani
Luas Lahan
(m)
Petani Lobak korea Petani Lobak daikon
Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%)
100 – 200 9 60 7 46.7
200 – 300 6 40 7 46.7
>300 - - 1 6.6
Jumlah 15 100 15 100
Berdasarkan Tabel 11. Luasan lahan yang digunakan tidak jauh berbeda antara petani
lobak korea dan panjang dalam pengolahaan lahan untuk usahatani. Pengolahan lahan petani
lobak korea terbanyak pada kisaran 100m2 keatas hal ini dikarenakan budidaya ini baru dan
permintaan akan lobak ini belum begitu besar, berbeda halnya dengan luas lahan terbanyak
petani lobak daikon pada kisaran 200m2 keatas hal ini karena budidaya yang dilakukan relatif
lebih mudah dan produksinya pun jika terjadi kelebihan tidak khawatir tidak laku karena
pasarnya relatif umum beda halnya dengan lobak korea yang pasarnya lebih khusus.
Pengalaman Petani Mitra
Tingkat pendidikan ataupun pengetahuan yang baik tidak cukup untuk mendukung
keberhasilan seorang petani. Selain dari pendidikan yang baik dibutuhkan juga pengalaman
dalam berusahatani. Pengalaman petani berusahatani sangat berpengaruh terhadap jumlah
total produksi yang dihasilkan (Tabel 12).
Tabel 12. Petani Lobak korea dan daikon Berdasarkan Tingkat
Tingkat
Pengalaman (thn)
Petani Lobak korea Petani Lobak daikon
Jumlah(orang) Persentase(%) Jumlah(orang) Persentase(%)
1 – 2 11 73.4 5 33.3
3 – 4 2 13.3 7 46.7
>5 2 13.3 3 20
Jumlah 15 100 15 100
Berdasarkan Tabel 12. Tingkat pengalaman, petani lobak korea pada umumnya relatif
lebih rendah jika dibandingkan dengan petani lobak daikon hal ini dikarenakan budidaya
lobak korea relatif baru untuk diusahakan oleh petani beda halnya dengan budidaya lobak
daikon yang terlebih dahulu dikenal oleh petani. Pengalaman berperan penting dalam
menjalankan usahatani termasuk lobak karena dengan pengalaman, para petani memiliki skill
(keterampilan) yang diperlukan dalam usahanya.
5.8. Gambaran Umum Budidaya Lobak korea dan Lobak daikon di Desa Ciherang
Proses budidaya yang dilakukan petani lobak korea dan daikon umumnya sama
yaitu dimulai dari persiapan lahan sampai panen dan pasca panen. Perbedaan terletak pada
penggunaan pupuk dan kegiatan pengendalian penyakit, karena dipengaruhi oleh
pengalaman dan modal yang dimiliki petani. Petani yang sudah berpengalaman atau
petani yang memiliki modal besar akan menggunakan pupuk dan pestisida yang baik sesuai
kebutuhan.
Hasil yang diperoleh dengan menggunakan pupuk dan pestisida secara intensif
akan tinggi. Petani dengan pengalaman yang masih kurang dan juga modal yang
rendah, akan menggunakan pupuk dan pestisida serta saprotan lain dengan seadanya dan
masih kurang intensif. Proses budidaya lobak yang dilakukan oleh petani mitra
responden adalah sebagai berikut.
1. Persiapan Lahan
Petani responden adalah petani yang mata pencaharian utamanya bertani,
sehingga lahan yang digunakan petani umumnya merupakan lahan yang telah ditanami
oleh komoditas lain. Oleh karena itu, petani tidak perlu melakukan pembukaan dan
pembersihan lahan terlebih dahulu. Kegiatan dalam persiapan lahan yang dilakukan
petani hanya pengolahan tanah sampai pembuatan bedengan dan pemberian pupuk dasar di
atas bedengan.
Tujuan utama pengolahan tanah adalah menyediakan media tumbuh yang baik
bagi tanaman. Lahan yang akan ditanami dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya.
Pembersihan lahan selain menghilangkan sisa-sisa tanaman dapat mensterilisasi lahan
dari hama atau penyakit tanaman sebelumnya. Kegiatan persiapan lahan umumnya
diikuti dengan pembuatan saluran drainase.
Pembuatan saluran drainase berfungsi untuk memasukkan air saat kekeringan dan
membuang kelebihan air saat berlebih. Saluran air juga dibuat di sekitar lahan yang
berfungsi untuk memasukkan air, sehingga memudahkan pengambilan air untuk
penyiraman. Petani yang memiliki kolam ikan di dekat lahan memiliki keuntungan,
karena dapat digunakan sebagai sumber air untuk penyiraman di musim kemarau.
Pengolahan tanah dilakukan satu minggu atau tiga hari sebelum tanam
dengan cara mencangkul tanah. Kegiatan selanjutnya setelah pengolahan tanah adalah
pembuatan bedengan. Lebar bedengan yaitu 80 cm dan ada juga yang menggunakan
jarak 130 cm, panjang bedengan disesuaikan dengan panjang lahan.
Tanaman membutuhkan unsur hara untuk pertumbuhan. Unsur hara yang
tersedia dalam tanah tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman sehingga
diperlukan pemupukan. Pemberian pupuk kandang dilakukan dengan cara disebar di atas
bedengan. Pemberian pupuk dasar lainnya yang biasa digunakan yaitu Kurakron,
Antrokon, Supergrowth dan Tenastikron.
Kegiatan selanjutnya yaitu pemasangan mulsa plastik dilakukan setelah
pemberian pupuk dasar. Penggunaan mulsa untuk melindungi tanaman dengan
meminimalisasi gulma yang tumbuh dan juga dapat menjaga kelembaban tanah. Mulsa
dipasang dengan cara menutup permukaan bedengan. Bagian ujung bedengan
dipatok agar mulsa tidak lepas. Mulsa selanjutnya dilubangi untuk penanaman dengan
diameter sekitar 10 cm.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan pada pagi hari. Penanaman pada petani umumnya
dilakukan oleh tenaga kerja wanita yang diusahakan selesai dalam satu hari. Tenaga
kerja wanita digunakan untuk menghemat biaya karena lebih murah dari tenaga kerja
laki-laki. Walaupun demikian ada pula petani yang menggunakan tenaga kerja pria
untuk penanaman.
Jarak tanam yang digunakan petani umumnya yaitu 30X30 cm. Kedalaman
penugalan umumnya sama yaitu 1,5 cm. Bibit yang akan ditanam dilakukan seleksi
terlebih dahulu,kemudian dipilih bibit yang pertumbuhannya baik dan tidak terserang
penyakit. Cara penanaman yaitu bibit lobak dikeluarkan dari plastik/bungkus.
Kemudian bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam yang sudah dibuat.
3. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan yaitu pemberian air, penyiangan,
pemupukan susulan, dan penyemprotan pestisida. Tanaman lobak pada pertumbuhan awal
banyak membutuhkan air. Pengairan secara khusus tidak dibutuhkan pada musim hujan,
tetapi lebih membutuhkan saluran drainase untuk menyalurkan air keluar lahan. Air
untuk penyiraman pada musim kemarau diambil dari saluran yang telah dibuat di
sekitar lahan. Intensitas pengairan di musim kemarau disesuaikan dengan keadaan lahan,
bisa 1-2 minggu sekali.
Gulma merupakan saingan tanaman dalam kebutuhan air, unsur hara, sinar
matahari dan juga kemungkinan menjadi tanaman inang hama atau penyakit
sehingga perlu dilakukan penyiangan. Tujuan penyiangan adalah untuk
mengurangi persaingan antara tanaman lobak dengan tumbuhan liar atau gulma dalam
mendapatkan air atau unsur hara dalam tanah. Penyiangan mulai dilakukan pada tanaman
umur 20 hari setelah tanam atau berumur tiga minggu. Penyiangan dilakukan dengan
mencabut rumput tanaman liar lainnya yang tumbuh diantara tanaman lobak.
Penyiangan dilakukan bersama-sama dengan pembumbunan, setelah rumput
dicabuti dilakukan pembumbunan. Kegiatan pembumbunan gulma yaitu dengan cara
mengubur gulma yang sudah mati dalam tanah. Pembumbunan tersebut dapat berguna
sebagai kompos untuk tanah yang dapat menyuburkan tanaman.
Pemupukan susulan diberikan pada saat minggu ketiga setelah tanam. Pupuk
tambahan yang biasa digunakan yaitu Urea atau dapat juga ZA. Pemberian pupuk susulan
ini dikenal petani dengan “menyuntik”. Pemberian pupuk disebut menyuntik karena
dilakukan seperti menyuntik yaitu dengan cara membuat lubang di dekat tanaman lobak
menggunakan tugal. Pupuk dimasukkan ke dalam lubang tersebut kemudian ditutup
dengan tanah.
Tindakan pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit sangat perlu
dilakukan. Serangan penyakit biasanya pada musim hujan cukup berbahaya, sehingga
perlu dilakukan tindakan pencegahan yang dilakukan secara intensif. Obat dan pupuk yang
telah disemprot akan terbawa oleh air hujan. Oleh karena itu dibutuhkan intensitas
aplikasi pupuk dan obat-obatan yang cenderung lebih sering. Penyemprotan dilakukan
satu minggu sekali sehingga dalam satu musim tanam sebanyak 4-7 kali penyemprotan.
Penyakit pada musim kemarau tidak terlalu berbahaya sehingga penyemprotan cukup
dilakukan dua minggu sekali.
Hama yang biasa menyerang tanaman lobak yaitu ulat, belalang, dan kutu daun.
Penyakit yang biasa menyerang yaitu busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun dan
penyakit tepung, yang disebabkan oleh jamur. Penyakit tanaman umumnya lebih sulit dalam
pengendalian dibanding hama. Pengendalian penyakit sebaiknya dilakukan pencegahan atau
tindakan preventif.
Pestisida dan fungisida yang biasa digunakan dalam pengendalian hama dan penyakit yaitu
Decis, Dithane, Matador, Curacron, Simbus, Antracol, Daconil, dan lainnya. Pemberian
pupuk daun atau penggunaan zat pengatur tumbuh dilakukan bersamaan dengan
penyemprotan pestisida dengan mencampurkan larutan pupuk tambahan tersebut ke
dalam campuran pestisida atau fungisida. Pupuk daun atau ZPT yang biasa digunakan
yaitu Atonik, Biotonik, Vitablum, dan lainnya. Obat-obatan atau pupuk pertanian diperoleh
di toko-toko pertanian terdekat dengan merk dagang yang cukup terkenal.
4. PanenTanaman lobak sudah dapat dipanen sekitar 55-60 hari. Cara panen lobak yaitu
dipanen bersama akarnya dengan cara dicabut dari bagian daun. Berbeda halnya pasca panen
terhadap lobak korea, sehabis proses pemanenan lubang yang kosong langsung di isi kembali
dengan dengan bibit baru hal ini dimaksudkan untuk mempercepat budidaya lobak korea
teknologi ini baru diterapkan oleh para petani mitra lobak korea sedangkan beda halnya
dengan lobak daikon yang panen sekali habis dan butuh pengolahan lahan kembali. Waktu
panen yaitu pagi hari agar tetap segar dan dapat langsung dikirim ke Agro Farm. Panen
dilakukan setiap hari, lobak dipanen dengan cara dipilih sesuai kriteria panen. Pada saat
proses panen lobak yang terkena penyakit seperti busuk pada daunnya sementara
ditinggalkan di lahan karena tidak bisa diterima oleh Agro Farm.
VI. PENDAPATAN USAHATANI
6.1. Analisis Pendapatan Petani Mitra
Pengukuran keberhasilan pengusahaan usahatani lobak dapat diukur dengan perolehan
laba yang dihitung menggunakan analisis pendapatan. Analisis pendapatan usahatani yang
akan dibahas yaitu menguraikan komponen-komponen penerimaan, biaya, pendapatan, serta
perhitungan nilai efisiensi dari penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan dengan
menggunakan rumus R/C. Pendapatan usahatani lobak dibagi menjadi pendapatan usahatani
atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Biaya tunai adalah biaya yang
dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai untuk keperluan usahatani lobak. Biaya total
adalah penjumlahan antara biaya tunai usahatani lobak dan biaya non tunai. Biaya tidak tunai
adalah biaya-biaya yang tidak dikeluarkan secara tunai oleh petani sehingga masuk ke dalam
biaya yang diperhitungkan.
6.2. Penerimaan Petani Mitra Lobak per Musim Tanam
Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil penjualan lobak petani. Hasil penjualan
yang diterima petani lobak dengan cara menghitung jumlah lobak yang masuk ke Agro farm
dikalikan harga per kilogram lobak yang telah ditetapkan sehingga diperoleh penerimaan
petani lobak korea dan daikon. Produk lobak petani lobak Agro Farm dikelompokkan ke
dalam lobak korea dan lobak daikon. Harga yang telah ditetapkan yaitu untuk lobak korea Rp
1.500/kg dan lobak daikon Rp 1.300/kg. Faktor yang mempengaruhi besarnya penerimaan
petani responden yaitu harga dan produksi. Jumlah produksi lobak korea sebesar 170
kilogram per hari dan lobak daikon sebesar 150 kilogram per hari. Adapun penerimaan petani
lobak secara jelas dapat dilihat pada (Lampiran 3).
6.3. Pengeluaran Petani Mitra Lobak per Musim Tanam
Pengeluaran usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya non tunai atau yang
diperhitungkan. Petani menganggap komponen-komponen biaya tidak tunai tersebut
bukanlah sebagai biaya atau pengeluaran. Petani tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja
keluarga yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan usahatani seperti mencangkul,
memupuk, dan lain-lain. Analisis dengan memperhitungkan biaya tidak tunai penting
dilakukan untuk mengetahui keuntungan sebenarnya yang diperoleh dari usahatani lobak
yang diusahakan. Penelitian ini dilakukan analisis pendapatan usahatani atas biaya tunai dan
biaya non tunai per musim tanam lobak (Lampiran 4).
Tabel 13. Total Biaya Usahatani Lobak korea dan daikon per Musim Tanam
Biaya
Petani lobak Bulat Petani lobak daikon
Total Nilai
(Rp)
Persentase (%) Total Nilai (Rp) Persentase (%)
Saprotan 106.000 35.04 113.200 34.18
Tenaga Kerja 156.000 51.57 171.600 51.82
Sewa Lahan 30.000 9.92 33.000 9.96
Penyusutan 10.500 3.47 13.333 4.02
Jumlah 302.500 100.00 331.133 100.00
Berdasarkan Tabel 13 total nilai biaya petani lobak daikon lebih besar dari petani
lobak korea. Jumlah biaya total petani lobak daikon sebesar Rp 331.133 dan petani lobak
korea sebesar Rp 302.500. Alokasi biaya usahatani lobak tersebut dipergunakan untuk
saprotan, tenaga kerja, lahan, pajak, dan penyusutan. Pengeluaran total usahatani lobak
daikon dan lobak korea sebagian besar dialokasikan pada biaya tenaga kerja yaitu petani
lobak daikon sebesar 51,82 persen dan petani lobak korea sebesar 51,57 persen. Alokasi
biaya terbesar setelah tenaga kerja yaitu biaya saprotan. Alokasi biaya saprotan pada petani
lobak daikon sebesar 34,18 persen dan petani lobak korea sebesar 35,04 persen. Nilai
persentase tersebut menunjukkan bahwa biaya saprotan pada petani lobak korea lebih besar.
Hal tersebut terjadi karena petani lobak korea menggunakan jumlah saprotan lebih banyak
untuk kegiatan produksi dalam usahatani lobak.
Persentase sewa lahan terhadap biaya total yaitu petani lobak korea sebesar 9,92
persen, dan petani lobak daikon sebesar 9,96 persen. Alokasi biaya terendah yaitu biaya
penyusutan di mana petani lobak korea sebesar 3,47 persen dan petani lobak daikon sebesar
4,02 persen.
6.3.1.1. Biaya Tunai
Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani. Responden selama kegiatan
usahatani berlangsung mulai dari pengolahan lahan hingga pemasaran hasil. Biaya tunai
usahatani lobak pada petani lobak korea dan daikon terdiri dari biaya sewa lahan, saprotan,
dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Pengeluaran biaya tunai (Tabel 14.).
Tabel 14. Komponen Biaya Tunai Usahatani Lobak korea dan daikon.
Uraian Biaya
Tunai
Petani lobak korea Petani lobak daikon
Nilai (Rp) % Nilai (Rp) %
Saprotan 106.000 48.85 114.400 48.37
TKLK 81.000 37.33 89.100 37.67
Sewa Lahan 30.000 13.82 33.000 13.95
Jumlah 217.000 100.00 236.500 100.00
Komponen biaya tunai dan jumlah nilai biaya yang dikeluarkan masing-masing
kelompok petani berbeda. Perbedaan biaya secara signifikan dengan jumlah besar terlihat
pada komponen jumlah biaya saprotan dan biaya tenaga kerja. Biaya saprotan lebih besar
pada kelompok petani lobak daikon, demikian pula dengan nilai biaya tenaga kerja lebih
besar pada kelompok petani lobak daikon. Komponen biaya tunai masing-masing akan
dijelaskan sebagai berikut:
6.3.1.1.1. Saprotan
a. Biaya Benih/Bibit
Petani lobak korea maupun panjang mendapatkan bibit dari Agro Farm dengan
pembayaran sistem potong panen. Harga bibit per pohon yang disuplai oleh Agro Farm yaitu
Rp 550/gram untuk lobak korea dan Rp 500/gram untuk lobak daikon. Petani umumnya
sudah mengetahui kebutuhan bibit untuk luasan yang akan digarap, sehingga dapat
menyesuaikan penyediaan luasan lahan untuk ditanami dengan jumlah bibit yang diajukan.
Komponen biaya yang dikeluarkan untuk pembibitan yaitu biaya benih, tenaga kerja, pupuk,
dan media plastik. Total biaya benih rata-rata pada petani lobak korea dan daikon sebesar Rp
22.000.
Mortalitas atau tingkat kematian tanaman saat pembibitan pada petani lobak berbeda-
beda yaitu antara 10-20 persen. Petani lobak harus membeli benih dengan jumlah yang lebih
banyak dari target produksi, karena tidak semua benih berhasil menjadi bibit siap tanam dan
yang paling berpengaruh adalah faktor cuaca. Harga bibit yang ditetapkan Agro Farm
terhitung lebih mahal dibandingkan melakukan pembibitan sendiri. Walaupun demikian para
petani berpendapat lebih dimudahkan dengan adanya penyediaan bibit, sehingga tidak perlu
mencari atau membeli benih serta melakukan pembibitan sendiri.
b. Biaya Pupuk dan Obat-obatan
Biaya pupuk dan obat-obatan merupakan komponen biaya tunai di dalam biaya yang
dikeluarkan petani lobak korea dan panjang. Biaya pupuk masing-masing petani berbeda
karena variasi jenis pupuk, jumlah pupuk dan harga pupuk yang digunakan. Keterbatasan
modal mempengaruhi masing-masing petani dalam penggunaan pupuk dan obat-obatan.
Petani dengan modal rendah akan menggunakan pupuk dan obat-obatan dengan kualitas
rendah dan jumlah yang sedikit.
Biaya pupuk dan obat-obatan petani lobak daikon lebih besar dibanding petani lobak
korea. Nilai biaya pupuk dan obat-obatan petani lobak daikon sebesar Rp 66.000 dan lobak
korea sebesar Rp 60.000. Alokasi penggunaan pupuk untuk lobak daikon lebih besar jika
dibandingkan dengan lobak korea hal ini dikarenakan lobak daikon lebih rentan terkena hama
penyakit sedangkan untuk Jenis pupuk dan obat-obatan yang digunakan petani lobak korea
dan panjang relatif sama. Hal tersebut yang diduga menyebabkan produksi dan produktivitas
petani lobak korea dan panjang cenderung tidak memiliki perbedaan yang mencolok.
6.3.1.1.2. Tenaga kerja luar keluarga
Penggunaan tenaga kerja petani responden terdiri dari Tenaga Kerja Luar Keluarga
(TKLK) atau buruh tani, dan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK). TKLK termasuk dalam
komponen biaya tunai, sedangkan TKDK masuk ke dalam komponen biaya non tunai.
Kebutuhan tenaga kerja usahatani lobak cenderung besar. Tenaga kerja yang digunakan baik
petani lobak korea maupun lobak daikon lebih banyak berasal dari luar keluarga atau buruh.
Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan jumlah anggota keluarga yang dapat berpartisipasi
dalam pengelolaan usahatani lobak. Unit rata-rata tenaga kerja masing-masing petani
berbeda. Jumlah biaya TKLK petani lobak korea sebesar Rp 81.000 dan petani lobak daikon
sebesar Rp 89.100. Persentase TKLK petani lobak korea sebesar 37,33 persen sedangkan
petani lobak daikon sebesar 37,67 persen.
6.3.1.1.3. Sewa Lahan
Penggunaan lahan petani responden untuk usahatani lobak yaitu lahan sewa. Oleh
karena itu, biaya sewa lahan dimasukkan ke dalam perhitungan biaya tunai untuk lahan sewa.
Besarnya biaya sewa lahan bervariasi tergantung pada kualitas lahan dan jauh dekatnya
dengan sumber air. Lahan yang semakin gembur dan semakin dekat dengan sumber air maka
harga sewa lahan pun akan semakin mahal. Alokasi biaya untuk sewa lahan dalam biaya
tunai tidak begitu besar, dengan nilai persentase petani lobak korea sebesar 13,82 persen dan
petani lobak daikon sebesar 13,95 persen terhadap biaya tunai. Biaya rata-rata sewa lahan per
musim tanam yang dikeluarkan petani lobak korea sebesar Rp 30.000 dan petani lobak
daikon sebesar Rp 33.000.
6.3.1.2 Biaya Non Tunai
Biaya non tunai merupakan biaya yang tidak diperhitungkan sebagai biaya yang telah
dikeluarkan. Biaya non tunai yang dihitung pada usahatani lobak petani responden terdiri dari
biaya penyusutan alat pertanian dan tenaga kerja petani itu sendiri (tenaga kerja keluarga),
pengeluaran pada petani lobak daikon relatif lebih besar dari petani lobak korea. Rincian
biaya non tunai petani responden usahatani lobak per musim tanam (Tabel 15).
Tabel 15. Biaya Non Tunai Usahatani Lobak korea dan daikon per Musim Tanam
Uraian Petani lobak korea Petani lobak daikon
Nilai (Rp) % Nilai (Rp) %
Penyusutan 10.500 12.28 13.333.3 13.91
TKDK 75.000 87.72 82.500 86.09
Total Biaya Non Tunai 85.500 100.00 95.833.3 100,00
6.3.1.1.1 Biaya penyusutan alat-alat pertanian
Alat-alat pertanian yang digunakan untuk usahatani lobak per satu musim tanam
dibebankan pada biaya penyusutan peralatan. Penyusutan peralatan yaitu dengan menghitung
penyusutan alat pertanian yang digunakan dalam usahatani lobak. Peralatan usahatani terdiri
dari cangkul dan arit. Peralatan yang digunakan memiliki umur ekonomis yang lama
sehingga dapat digunakan beberapa periode tanam. Biaya yang dibebankan atas pemakaian
peralatan tersebut dihitung sebagai biaya penyusutan selama periode satu musim tanam (tiga
bulan).
Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi
peralatan setelah umur teknis habis tidak dapat digunakan lagi. Penggunaan peralatan pada
masing-masing petani responden berbeda. Hal tersebut berdampak pada biaya penyusutan
masing-masing petani yang berbeda. Biaya rata-rata untuk penyusutan peralatan per satu
musim tanam lobak, untuk petani lobak korea sebesar Rp 10.500 dan petani lobak daikon
sebesar Rp 13.333,3. Biaya penyusutan peralatan petani lobak korea lebih kecil dari petani
lobak daikon.
Perbedaan persentase alokasi biaya penyusutan peralatan antara petani lobak korea
dengan petani lobak daikon tidak jauh berbeda. Persentase alokasi biaya penyusutan peralatan
terhadap biaya non tunai petani lobak korea sebesar 12,28 persen dan petani lobak daikon
sebesar 13,91 persen. Nilai persentase Biaya penyusutan peralatan merupakan biaya non
tunai terbesar kedua setelah biaya TKDK pada petani lobak korea dan panjang.
6.3.1.1.2 Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK)
Biaya tenaga kerja dalam keluarga termasuk ke dalam komponen biaya non tunai.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya diketahui bahwa penggunaan tenaga kerja pada dua
kelompok petani penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih besar dibanding tenaga kerja
dalam keluarga. Jumlah biaya TKDK petani lobak korea sebesar Rp 75.000 dan petani lobak
daikon sebesar Rp 82.500. Perbedaan jumlah biaya tenaga keja dalam keluarga antara kedua
keompok tani relatif kecil. Hal tersebut karena jumlah keluarga petani lobak korea umumnya
sebanding dengan petani lobak daikon, sehingga penggunaan TKDK pada dua kelompok
petani lobak dapat dikatakan sama.
Persentase alokasi biaya TKDK terhadap biaya non tunai petani lobak korea sebesar
87,72 persen dan petani lobak daikon sebesar 86,09 persen. Alokasi biaya TKDK pada
petani lobak korea dan panjang merupakan persentase terbesar terhadap biaya non tunai.
Jumlah persentase biaya TKDK petani lobak sangat signifikan dibanding komponen biaya
lainnya terhadap biaya non tunai. Hal tersebut menunjukkan pentingnya peran anggota
keluarga dalam usahatani lobak. Jumlah TKDK yang digunakan dapat berperan dalam
besarnya pendapatan tunai yang diterima petani.
6.4 Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Petani Lobak koreadengan Petani Lobak daikon
Berdasarkan analisis usahatani yang telah dilakukan diperoleh komponen penerimaan,
biaya-biaya, pendapatan serta rasio R/C. Nilai pendapatan usahatani diperoleh dengan cara
mengurangi penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan petani. Pendapatan rata-rata
usahatani lobak per satu musim tanam yang dihitung adalah pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dengan cara mengurangi
penerimaan total dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan total diperoleh dengan
mengurangi penerimaan total dengan biaya total. Perbandingan pendapatan rata-rata dan R/C
petani lobak korea dengan petani lobak daikon (Tabel 16).
Tabel 16. Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Lobak korea dan Lobak daikon per SatuMusim Tanam per 250 m2.
No Uraian Lobak korea Lobak daikon
Unit Sat
uan
Harga
(Rp)
Nilai
(Rp)
Unit Sat
uan
Harga
(Rp)
Nilai
(Rp)
A Penerimaan 896 Kg 1.500 1.344.000 985.6 Kg 1.300 1.281.280
B B.Tunai:
1. Sewa Lahan 896 Met 600 537.600 985.6 Met 600 591.360
2. Saprotan:
Benih 40 Gr 550 22.000 44 Gr 500 22.000
Pupuk 4 Kg 15.000 60.000 4.4 Kg 15.000 66.000
Obat-obatan 24.000 26.400
3. TKLK 30 Jam 2.700 81.000 33 Jam 2.700 89.100
Total B Tunai 724.600 794.860
C B. Non Tunai:
1. Penyusutan 10.500 13.333.3
2. TKDK 30 Jam 2.500 75.000 33 Jam 2.500 82.500
Total B. N Tunai 85.500 95.883.3
D Total Biaya
(B+C)
810.100
890.693.3
E PAB Tunai (A-B) 619.400 486.420
F PAB Total (A-D) 533.900 390.586,7
G R/C Atas B Tunai 1.85 1.61
H R/C Atas B Total 1.66 1.44
Berdasarkan Tabel 12 perolehan penerimaan rata-rata petani lobak korea per satu
musim tanam adalah sebesar Rp 1.344.000 dan petani lobak daikon sebesar Rp 1.281.280.
Dengan mengurangi penerimaan tersebut dengan biaya tunai dari masing-masing kelompok
petani maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai kelompok petani lobak korea sebesar Rp
619.400 dan petani lobak daikon sebesar Rp 486.420. Pendapatan atas biaya total adalah
petani lobak korea Rp 533.900 dan petani lobak daikon Rp 390.586,7. Pada dasarnya
usahatani lobak korea maupun panjang sama-sama mendatangkan keuntungan bagi petani,
namun bila dilakukan perbandingan, terlihat bahwa pendapatan tunai dan non tunai petani
lobak korea lebih besar dibandingkan dengan petani lobak daikon, sehingga dapat diketahui
bahwa usahatani lobak korea dapat mendatangkan pendapatan yang lebih besar. Oleh karena
itu, kemitraan lobak umumnya dan lobak korea khususnya dapat memberikan manfaat
pendapatan kepada petani.
Berdasarkan perolehan nilai penerimaan dan nilai biaya dapat diketahui nilai rasio
R/C kedua kelompok petani responden. Perhitungan analisis R/C yaitu pendapatan dibagi
biaya. Rasio tersebut diperoleh dengan cara membagi penerimaan total dengan biaya tunai
untuk memperoleh rasio R/C atas biaya tunai dan biaya total untuk memperoleh rasio R/C
atas biaya total. Perolehan rasio R/C atas biaya tunai petani lobak korea adalah sebesar 1,85
dan petani lobak daikon sebesar 1.61. Besarnya R/C tersebut artinya setiap 1 rupiah biaya
tunai yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,85 untuk petani lobak
korea dan Rp 1.61 untuk petani lobak daikon. Nilai rasio R/C atas biaya total petani lobak
korea sebesar 1.66 dan petani lobak daikon sebesar 1.44. Artinya, setiap 1 rupiah biaya total
yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.66 untuk petani lobak korea
dan Rp 1.44 untuk petani lobak daikon.
Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani lobak korea lebih besar
dibandingkan petani lobak daikon, namun perbedaannya relatif kecil. Penerimaan yang
dihasilkan petani lobak korea besar dengan total biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan
lobak daikon. Oleh karena itu, pendapatan dan R/C petani lobak korea lebih besar dibanding
pendapatan dan R/C petani lobak daikon. Hasil analisis tersebut dapat menjelaskan bahwa
kemitraan dapat mendatangkan keuntungan bagi petani lobak (bulat maupun panjang). Akan
tetapi apabila dilakukan perbandingan antara usahatani lobak korea dengan lobak daikon,
maka dapat disimpulkan bahwa usahatani lobak korea lebih menguntungkan dan efisien
dibandingkan usahatani lobak daikon.
6.5 Saluran Pemasaran Lobak korea dan Panjang
Pemasaran lobak korea dan lobak daikon di Desa Ciherang melalui kemitraan dengan
Agro Farm dimulai dari petani lobak. Selanjutnya lobak hasil panen petani dikumpulkan di
Agro Farm sebagai mitra petani. Lobak yang dibawa ke Agro Farm (baik bulat maupun
panjang) disesuaikan dengan standar yang sudah ditetapkan Agro Farm seperti ukuran, warna
dan bentuk serta penampilan fisik lainnya. Setelah itu, Agro Farm akan menjual lobak hasil
panen tersebut ke restoran-restoran Korea dan Jepang yang sudah menjadi langganan Agro
Farm. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemasaran lobak korea dan panjang yang dilakukan
oleh Agro Farm tergolong eksklusif karena ditujukan bagi pasar khusus dengan harga jual
yang berbeda dibandingkan dengan harga jual di pasar tradisional.
Selain jaminan dalam hal pemasaran, petani lobak (korea dan daikon) yang bermitra
dengan Agro Farm juga memperoleh jaminan dalam hal harga jual dimana harga jual sudah
ditetapkan oleh pihak Agro Farm pada kisaran stabil sebesar Rp 1.500/kg untuk lobak korea
dan Rp 1.300/kg untuk lobak daikon. Apabila terjadi perubahan harga, maka pihak Agro
Farm akan memberitahukan kepada petani lobak mitra sehingga petani memperoleh
informasi yang memadai mengenai perkembangan harga dan pasar. Hal ini untuk menjamin
bahwa petani juga memperoleh pengetahuan dan gambaran mengenai perubahan yang terjadi
di pasar, baik dalam hal harga, tingkat permintaan dan penawaran.
V11. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Kemitraan Agro Farm mulai diterapkan tahun 2000 dengan jumlah mitra tani yang
semakin berkembang. Pola kemitraan yang diterapkan Agro Farm dengan petani mitra
dikategorikan ke dalam pola KOA (Kerjasama Operasional Agribisnis). Agro Farm sebagai
pihak perusahaan mitra menyediakan pinjaman sarana produksi berupa bibit, bimbingan
teknis budidaya, dan jaminan pasar. Petani mitra menyediakan lahan, tenaga kerja dan sarana.
Kerjasama kemitraan berhasil dijalankan dengan konsep tipe sinergis dan saling
menguntungkan serta didasari azas kesetaraan didalam menikmati keuntungan. Manfaat teknis
lainnya dengan menjadi mitra yaitu adanya penyediaan bibit, sehingga petani mitra tidak perlu
melakukan pembibitan sendiri. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani lobak yang dilihat
dari pendapatan tunai dan non tunai serta R/C rasio tersebut nilai petani lobak korea lebih
besar dibandingkan dengan petani obak panjang. Hasil analisis tersebut dapat menjelaskan
bahwa dengan bergabung dengan program kemitraan dapat mendatangkan manfaat
pendapatan usahatani lobak, baik lobak korea maupun lobak daikon.
Berdasarkan perolehan nilai penerimaan dan nilai biaya dapat diketahui nilai rasio
R/C kedua kelompok petani responden. Perhitungan analisis R/C yaitu pendapatan dibagi
biaya. Rasio tersebut diperoleh dengan cara membagi penerimaan total dengan biaya tunai
untuk memperoleh rasio R/C atas biaya tunai dan biaya total untuk memperoleh rasio R/C
atas biaya total. Perolehan rasio R/C atas biaya tunai petani lobak korea adalah sebesar 1,85
dan petani lobak daikon sebesar 1.61. Besarnya R/C tersebut artinya setiap 1 rupiah biaya
tunai yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,85 untuk petani lobak
korea dan Rp 1.61 untuk petani lobak daikon. Nilai rasio R/C atas biaya total petani lobak
korea sebesar 1.66 dan petani lobak daikon sebesar 1.44. Artinya, setiap 1 rupiah biaya total
yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1.66 untuk petani lobak korea
dan Rp 1.44 untuk petani lobak daikon.
Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun biaya total petani lobak korea lebih besar
dibandingkan petani lobak daikon, namun perbedaannya relatif kecil. Penerimaan yang
dihasilkan petani lobak korea besar dengan total biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan
lobak daikon. Oleh karena itu, pendapatan dan R/C petani lobak korea lebih besar dibanding
pendapatan dan R/C petani lobak daikon. Hasil analisis tersebut dapat menjelaskan bahwa
kemitraan dapat mendatangkan keuntungan bagi petani lobak (korea maupun daikon).
7.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka rekomendasi yang dapat diberikan penulis yaitu
lebih dianjurkan kepada petani. Rekomendasi yang diajukan dengan mengacu pada
keuntungan masing-masing pelaku kemitraan dalam melaksanakan budidaya lobak,
sebaiknya petani mempertahankan hubungan kerjasama kemitraan.
Petani lobak korea dan daikon disarankan untuk lebih bisa mempertahankan budidaya
yang sesuai dengan arahan perusahaan mitra, jangan hanya kuantitas saja yang di tingkatkan
tetapi kualitas tidak diperhatikan, sehingga penggunaan input-input produksi bisa lebih
maksimal dan dapat menghemat pengeluarkan biaya-biaya produksi. Dalam penelitian ini
peneliti belum banyak menggali tentang kemitraannya hanya berfokus saja pada pendapatan
yang diterima oleh petani.
DAFTAR PUSTAKA
Agreianti. 2009. Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Kakaodikabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Skripsi. Program Sarjana EkstensiManajemen Agribisnis. Fakultas ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Agro Farm. 2010. Permintaan Lobak Agro farm Di Desa Ciherang. Cianjur. Jawa barat
Ali, F. 2005. Analisis Tingkat Pendapatan dan Kepuasan Petani Terhadap PelaksanaanKemitraan Jagung Manis di Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, JawaBarat. Skripsi. Fakultas Pertanian Departemen Sosial Ekonomi Institut PertanianBogor.
Aryati. 2009. Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanahdidaerah Cianjur dengan PT Garudafood. Skripsi. Departemen Ilmu Sosial. FakultasPertanian. Institut Pertanian Bogor.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 1991. Produksi Tanaman padi dan Palawija di Indonesia. BadanPusat Statistik, Jakarta.
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2005. Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. BadanPusat Statistik, Bogor.
Damayanti, N.M. 2009. Kajian Keberhasilan Pelaksanaan Kemitraan Dalam MeningkatkanPendapatan Antara Petani Semangka Di Kabupaten Kebumen Jawa tengah. Skripsi.Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. InstitutPertanian Bogor.
Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2007. Statistik Pertanian Kabupaten Cianjur. Departemen Pertanian,Cianjur. Jawa Barat.
Dirtjen Pembinaan Usaha kecil. 1994. Departemen Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil.Jakarta.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2005. Vedemekum Tanaman Sayuran. Jakarta: DepartemenPertanian.
Direktorat Jendral Hortikultura. 2007. Nilai PDB Indonesia. Direktorat Jendral Hortikultura,Jakarta.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1979. Komposisi Beberapa Zat gizi. Jakarta.Departemen Kesehatan.
Gujarati, Damodar N. 1988. Basic Econometrics. Second Edition. McGraw-Hill BookCompany. New York.
Hafsah M.J. 2000. Kemitraan Usaha, Konsepsi dan Strategi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hernanto. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kurnia, Y. 2003. Kajian pelaksanaan pola kemitraan antara perusahaan agribisnis denganpetani mitra (Studi Kemitraan CV. Mekar Dana Profitindo Dengan Petani Bawang
Merah Brebes). Jurusan Ilmu-ilmu Sosial ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.Institut Pertanian Bogor.
Krisnamurthi,B. 1997. Pengantar Agribisnis. Bahan Mata Kuliah Bagi Program StudiAgribisnis. Jurusan Ilmu Sosial ekonomi. Fakultas Pertanian Bogor.
Laporan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 2007-2008.
Marliana. 2009. Analisis Manfaat dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan PetaniTerhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan. Skripsi. FakultasPertanian. Institut Pertanian Bogor.
Mia. 2009. keberhasilan pelaksanaan kemitraan dalam meningkatkan pendapatan antarapetani semangka di kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Skripsi. Sarjana fakultasPertanian. Departemen Sosial Ekonomi. Institut Pertanian Bogor.
Puspitasari, I. 2003. Kajian Pelaksanaan Kemitraan antara PT Agro Inti Pratama denganPetani Ubi Jalar di Desa Sindang Barang. Skripsi. Sarjana Fakultas Pertanian.Departemen Sosial Ekonomi. Institut Pertanian Bogor.
Puspitasari, A. 2009. Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan PetaniKakao. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. InstitutPertanian Bogor.
Rukmana, Rahmat. 1995. Bertanam Lobak. Jakarta: Kanisus.
Saraswati,D. 2002. Dampak Pelaksanaan Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Mitra,Studi Kasus : Kemitraan Antara PT. Bumi Mekar Tani Dengan Petani Kacang TanahDI Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial EkonomiPertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi, Soeharjo A, Dillon IL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untukPengembangan Petani Kecil. Penerbit:Universitas Indonesia. Jakarta.
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Penerbit:Universitas Indonesia. Jakarta.
Soekartawi. 2005. Agroindustri dalam Perspektif Sosial Ekonomi. PT. Raja Grafindo.Jakarta.
Tjakrawiralaksana, A. dan Soeriatmaja. 1983. Usahatani. Departemen Pendidikan danKebudayaan. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jenis-Jenis Komoditas Budidaya Agro Farm
NO ITEM SAYURANJUMLAH RATA-RATA (KG)
PER HARI PER BULAN
1 Altari 50 1500
2 Batang ubi 40 1200
3 Brokoli B 15 450
4 Cabe Merah 20 600
5 Cabe Hijau 20 600
6 Cabe Rawit 15 450
7 Caisim 20 600
8 Zukini 100 3000
9 Daun Bawang Besar 100 3000
10 Daun Bawang Kecil 50 1500
11 Daun Bawang Cung 15 450
12 Daun Knip 15 450
13 Daun Knip Song 10 300
14 Daun Labu 15 450
15 Gobo 60 1800
16 Horenso 100 3000
17 Jamur Shimeji 15 450
18 Jahe Besar 15 450
19 Jeruk Nipis 10 300
20 Jagun Manis 10 300
21 Kucai 40 1200
22 Kentang 30 900
23 Kol Putih Korea 100 3000
24 Kol Merah 20 600
25 Kacang Merah Kulit 20 600
26 Kacang Merah Kupas 5 150
27 Kacang Edamame 10 300
28 Lobak Korea 170 5100
29 Lobak Daikon 150 4500
30 Labu Parang 40 1200
31 Letuce Head 20 600
32 Paprika Merah 10 300
33 Paprika Kuning 10 300
34 Paprika Hijau 15 450
35 Pakchoy 20 600
36 Sawi putih 700 21000
37 Sawi Baby 60 1800
38 Selada Keriting 100 3000
39 Suk / Lokatmala 5 150
40 Sukat 15 450
41 Timun Jepang 100 3000
42 Timun Acar 30 900
43 Timun korea 15 450
44 Tale 20 600
45 Tomat TW 15 450
46 Tomat Apel 40 1200
47 Tomat Cherry 10 300
48 Terung Jepang 15 450
49 Tespong 50 1500
50 Ubi Jepang 20 600
51 Ubi Putih 20 600
52 wortel 10 300
53 Wortel Import 10 300
54 Youlmu Lokal 20 600
55 Youlmu Korea 40 1200
56 Semangka 50 1500
57 Zukini Korea Korea 30 900
58 Zukini Korea Daikon 30 900
59 Selada Merah 40 1200
60 Parceri 2 60
61 Kailan 5 150
62 Kembang Kol 5 150
63 Toge Lokal 5 150
64 Bayam 10 300
65 Doramul 5 150
66 Bengkuang 10 300
JUMLAH 2.842 85.260
Lampiran 2. Struktur Organisasi Agro Farm
Struktur Organisasi
Keterangan :
Garis Perintah/Komando
BENDAHARA
NIRAWATI
SEKRETARIS
MUJAFAR
PRIYONO
BUDIDAYA
YUKIARAMDANI
PEMASARAN
AGUS S.
DISTRIBUSI
RISMIANTO
PACKING
AGUS
KETUA
SANTOSO
PENGADAAN
IWAN
Lampiran 3. Penerimaan Penjualan Lobak Korea dan Daikon per Musim Tanam
KeteranganProduksi (Kg) Harga Jual (Rp) Penerimaan (Rp)
Lobak Korea:Petani 1 896 1.500 1.344.000Petani 2 672 1.500 1.008.000Petani 3 448 1.500 672.000Petani 4 1.344 1.500 2.016.000Petani 5 1.120 1.500 1.680.000Petani 6 672 1.500 1.008.000Petani 7 896 1.500 1.344.000Petani 8 448 1.500 672.000Petani 9 672 1.500 1.008.000Petani 10 1344 1.500 2.016.000Petani 11 672 1.500 1.008.000Petani 12 896 1.500 1.344.000Petani 13 1120 1.500 1.680.000Petani 14 1120 1.500 1.680.000Petani 15 672 1.500 1.008.000Rata-rata 896 1.500 1.344.000Lobak Daikon:Petani 1 1120 1.300 1.456.000Petani 2 672 1.300 873.600Petani 3 896 1.300 1.164.800Petani 4 1120 1.300 1.456.000Petani 5 448 1.300 582.400Petani 6 896 1.300 1.164.800Petani 7 1120 1.300 1.456.000Petani 8 672 1.300 873.600Petani 9 1120 1.300 1.456.000Petani 10 1344 1.300 1.747.200Petani 11 672 1.300 873.600Petani 12 1120 1.300 1.456.000Petani 13 1568 1.300 2.038.400Petani 14 1344 1.300 1.747.200Petani 15 672 1.300 873.600Rata-rata 985,6 1.300 1.281.280
Lampiran 4. Biaya Rata-Rata Petani Lobak
A. Biaya Rata-Rata Petani Lobak Korea
No Petani Bibit/Benih Pupuk
Obat-
obatan Penyusutan
Sewa
Lahan BTKLK BTKDK
1 petani 1 33.000 90.000 36.000 15.000 45.000 121.500 112.500
2 petani 2 16.500 45.000 18.000 7.500 22.500 60.750 56.250
3 petani 3 11.000 30.000 12.000 7.500 15.000 40.500 37.500
4 petani 4 33.000 90.000 36.000 15.000 45.000 121.500 112.500
5 Petani 5 27.500 75.000 30.000 15.000 37.500 101.250 93.750
6 petani 6 16.500 45.000 18.000 7.500 22.500 60.750 56.250
7 petani 7 22.000 60.000 24.000 7.500 30.000 81.000 75.000
8 petani 8 11.000 30.000 12.000 7.500 15.000 40.500 37.500
9 petani 9 16.500 45.000 18.000 7.500 22.500 60.750 56.250
10 petani 10 33.000 90.000 36.000 15.000 45.000 121.500 112.500
11 petani 11 16.500 45.000 18.000 7.500 22.500 60.750 56.250
12 petani 12 22.000 60.000 24.000 7.500 30.000 81.000 75.000
13 petani 13 27.500 75.000 30.000 15.000 37.500 101.250 93.750
14 petani 14 27.500 75.000 30.000 15.000 37.500 101.250 93.750
15 petani 15 16.500 45.000 18.000 7.500 22.500 60.750 56.250
Rata-rata 22.000 60.000 24.000 10.500 30.000 81.000 75.000
B. Biaya Rata-Rata Petani Lobak Daikon
No Petani Bibit/Benih Pupuk
Obat-
obatan Penyusutan
Sewa
Lahan BTKLK BTKDK
1 petani 1 25000 75000 30000 15000 37500 101250 93750
2 petani 2 15000 45000 18000 7500 22500 60750 56250
3 petani 3 20000 60000 24000 15000 30000 81000 75000
4 petani 4 25000 75000 30000 15000 37500 101250 93750
5 Petani 5 10000 30000 12000 7500 15000 40500 37500
6 petani 6 20000 60000 24000 15000 30000 81000 75000
7 petani 7 25000 75000 30000 15000 37500 101250 93750
8 petani 8 15000 45000 18000 7500 22500 60750 56250
9 petani 9 25000 75000 30000 15000 37500 101250 93750
10 petani 10 30000 90000 36000 20000 45000 121500 112500
11 petani 11 15000 45000 18000 7500 22500 60750 56250
12 petani 12 25000 75000 30000 15000 37500 101250 93750
13 petani 13 35000 105000 42000 22500 52500 141750 131250
14 petani 14 30000 90000 36000 15000 45000 121500 112500
15 petani 15 15000 45000 18000 7500 22500 60750 56250
Rata-rata 22000 66000 26400 13333,3333 33000 89100 82500
Lampiran 5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur, Luas Lahan, TingkatPendidikan, dan Tingkat Pengalaman.
No RespondenUmur
(Tahun)Jenis Lobak
Luas Lahan
(m2)Tingkat Pendidikan Tingkat Pengalaman
1 Petani 1 42 Korea 300 SLTP 2 Tahun
2 Petani 2 38 Korea 150 SMA 1 Tahun
3 Petani 3 40 Korea 100 SMA 1 Tahun
4 Petani 4 63 Korea 300 SD 2 Tahun
5 Petani 5 40 Korea 250 SMA 1 tahun
6 Petani 6 42 Korea 150 SMA 1 tahun
7 Petani 7 38 Korea 200 SMA 1 tahun
8 Petani 8 44 Korea 100 SMA 2 tahun
9 Petani 9 35 Korea 150 SMA 2 tahun
10 Petani 10 50 Korea 300 SLTP 2 tahun
11 Petani 11 45 Korea 150 SMA 1 tahun
12 Petani 12 47 Korea 200 SMA 1 tahun
13 Petani 13 40 Korea 250 SMA 1 tahun
14 Petani 14 45 Korea 250 SMA 1 tahun
15 Petani 15 55 Korea 150 SMA 1 tahun
16 Petani 16 66 Daikon 250 SD 5 Tahun
17 Petani 17 41 Daikon 150 SD 3 Tahun
18 Petani 18 44 Daikon 200 SMA 4 Tahun
19 Petani 19 35 Daikon 250 SLTP 2 Tahun
20 Petani 20 47 Daikon 100 SLTP 3 Tahun
21 Petani 21 45 Daikon 200 SMA 2 tahun
22 Petani 22 39 Daikon 250 SLTP 3 tahun
23 Petani 23 43 Daikon 150 SMA 2 tahun
24 Petani 24 50 Daikon 250 SLTP 3 tahun
25 Petani 25 45 Daikon 300 SMA 2 tahun
26 Petani 26 38 Daikon 150 SLTP 5 Tahun
27 Petani 27 50 Daikon 250 SMA 4 Tahun
28 Petani 28 48 Daikon 350 SMA 4 Tahun
29 Petani 29 55 Daikon 300 SD 5 Tahun
30 Petani 30 52 Daikon 150 SMA 1 tahun
Lampiran 6. Kuisioner
KUISIONER PENELITIANUNTUK MENGETAHUI PENDAPATAN USAHATANI
LOBAK KOREA DAN DAIKON
Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi “ANALISIS PENDAPATAN
USAHATANI LOBAK KOREA DAN DAIKON (Studi Kasus Agro Farm di DESA
CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT)” oleh Hendra Bacheramsyah
(H 34077022), Mahasiswa Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Untuk Perusahaan Mitra
I. Data Pribadi
1. Nama :
2. Jabatan :
II. Kondisi Perusahaan
1. Apa tujuan yang ingin dicapai perusahaan?
2. Apakah visi dan misi perusahaan?
3. Bagaimana struktur organisasi perusahaan?
4. Pihak/ bagian yang terkait dengan program kemitraan?
5. Adakah bagian khusus perusahaan yang secara khusus menangani pembinaan kepada
petani mitra ?
III. Pelaksanaan Kemitraan
1. Tujuan apa yang ingin dicapai dengan adanya kemitraan?
2. Apa alasan perusahaan melakukan kemitraan dengan petani mitra?
3. Apa saja yang menjadi kreteria bagi petani mitra dan juga wilayahnya untuk menjadi
mitra perusahaan?
4. Apakah pola kemitraan yang dijalankan perusahaan dengan petani mitra, dan bagaimana
mekanisme kerjasama yang dujalankan?
5. Bagaimana bentuk pembinaan/bimbingan yang diberikan kepada petani mitra?
6. Bagaimana bentuk permodalan kepada petani mitra?
7. Bagaimana penyediaan sarana dan prasarana produksi untuk petani mitra?
8. Adakah pendampingan secara teknis maupun non teknis dari perusahaan mitra?
9. Apakah petani mitra dilibatkan dalam pembuatan peraturan dan kontrak kemitraan?
10. Apakah dalam pelaksanaannya, seluruh petani patuh terhadap peraturan dan kontrak
kemitraan?
11. Apa saja hak dan kewajiban untuk masing-masing pelaku kemitraan (perusahaan dan
petani mitra)?
12. Apa saja yang menjadi kendala dalam kemitraan?
13. Adakah kelembagaan yang dibentuk sebagai penghubung komunikasi dengan petani?
14. Apa peran pemerintah dalam kemitraan ini?
IV. Sistem Produksi
1. Apa perusahaan memiliki target tahunan?berapa banyak pertahun?
2. Upaya apa yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan pengusahaan teknologi bagi
petani?
3. Apakah untuk saat ini, produksi yang diterima perusahaan sudah sesuai dengan mutu
yang diharapkan?
4. Solusi apa yang dilakukan untuk mengantisipasi kendala teknis yang mempengaruhi
produksi lobak petani mitra?
V. Pemasaran Hasil
1. Bagaimana sistem bagi hasil yang diterapkan perusahaan dengan petani mitra?
2. Bagaimana sistem pembayaran hasil terhadap petani mitra?
3. Bagaimana proses pemasaran yang terjadi dalam kemitraan ini?
4. Apa peran dari masing-masing pihak yang menjalankan kemitraan ini?
5. Adakah keterlibatan pihak lain dalam pemasaran hasil lobak dalam kemitraan ini?apa
peran kalau ada?
6. Apakah sistem pemasaran lobak dalam kemitraan ini dinilai sudah menguntungkan bagi
perusahaan?
7. Apakah harapan perusahaan dengan menggunakan sistem pemasaran ini?
VI. Pembiayaan dan Pendanaan
1. Apakah perusahaan membantu petani dalam hal pendanaan atau pembiayaan?
2. Apakah pendanaan yang diberikan berasal dari perusahaan sepenuhnya ataukah ada
pihak lain penyedia dana?
3. Bagaimana bentuk kerjasama perusahaan dengan pihak yang menyediakan dana?
4. Bagaimana aliran dana, dari pihak penyedia hingga samapai pada petani?
5. Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan atas dana yang diberikan?
6. Bagaimana sistem pengembalian kredit yang dilakukan oleh petani?
KUISIONER PENELITIANUNTUK MENGETAHUI PENDAPATAN USAHATANI
LOBAK KOREA DAN DAIKON
Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi “ANALISIS PENDAPATAN
USAHATANI LOBAK KOREA DAN DAIKON (Studi Kasus Agro Farm di DESA
CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT)” oleh Hendra Bacheramsyah
(H 34077022), Mahasiswa Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
A. Karakteristik Petani Lobak Korea
1. Nama :
2. Jenis Kelamin : a). Perempuan b). Laki-laki
3. Umur :
4. Pendidikan Terakhir :
a). SD c). SLTA e). Lainnya
b). SLTP d). Perguruan Tinggi
5. Luas Lahan yang diusahakan : (Hektar)
6. Jumlah tanaman produktif yang dimiliki : (Tanaman)
7. Status kepemilikan lahan
a). Penggarap
b). Penggarap dan pemilik
c). Sewa :Rp /Ha
8. ` Lama menjadi petani lobak korea : Tahun
9. Pekerjaan Di luar menjadi petani lobak korea :
a). PNS
b). Wiraswasta
c). pedagang
d). Lain-lain :
10. Alasan menjadi petani lobak korea :
a). Pekerjaan utama
b). Pekerjaan sampingan
c). Usaha turun temurun
d). Keuntungan yang besar
e). Lain-lain :
11. Permasalahan yang sering dihadapi dalam usahatani lobak korea dalam hal budidaya,
teknologi, modal, hama, dan lainnya)
Uraian Singkat :
12. Sumber permodalan usahatani lobak korea :
a). Sendiri
b). Pinjaman
c). Pinjaman dari pihak bank
d). pinjaman dari perusahaan mitra
Jumlah pinjaman : Rp........................................
B. KEMITRAAN YANG DIJALANKAN
1. Lama bermitra : 1 Tahun
2. Alasan bermitra :
a). Ingin mendapat bantuan modal
b). Ingin mendapatkan jaminan pasar
c). Ingin mendapatkan bantuan dalam hal teknologi (budidaya ataupun peralatan
budidaya)
d). Ingin meningkatkan keuntungan
e). Lain-lain
3. Manfaat apa yang diperoleh dari kemitraan ini : harga kontrak,pasar terjamin
4. Pelayanan apa saja yang anda peroleh dari perusahaan mitra?
5. Apakah anda puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan mitra :
a). Puas
Alasannya :
b). Tidak puas
Alasannya
6. Apakah anda mendapatkan pinjaman modal dari perusahaan
a). Ya : Rp.
b). Tidak
7. berapa kali anda mendapatkan pembinaan dari perusahaan : ( kali per mimggu atau
bulan)
8. Pinjaman sarana dan prasarana yang anda peroleh dari perusahaan : Rp.
9. Menurut anda, bagaimana harga beli yang ditetapkan Agro Farm untuk membeli lobak
korea yang anda miliki :
a). Tinggi (jika yang diberikan diatas harga pasaran)
b). Sedang (jika harga yang diberikan sama atau sesuai dengan harga pasaran)
c). Rendah (jika harga yang diberikan lebih rendah dari harga pasaran)
10. Apakah anda mengetahui dan memahami peraturan dalam kemitraan
a). Ya
b). Tidak, alasannya :
11. Keluhan apa yang ada dalam kemitraan :
a). Isi perjanjian :
b). Pelaksanaan isi perjanjian :
c). Pembayaran :
12. Apa saran anda kepada perusahaan :
1).
2).
C. Karakteristik Usaha Lobak Korea
1. Biaya produksi
No Uraian JumlahHarga/Unit Total
(Rp) (Rp)
1 Jumlah Tanaman
2 Pupuk
a. Urea
b. SP-36
c. KCL
d. Organik
3 Pestisida
4 Peralatan
a.
b.
c.
5 Investasi
a.
b.
c.
Dst
6 Sewa / pembelian tanah
7 lain-lain
2. Kebutuhan Tenaga Kerja
No. Kegiatan
Kebutuhan Waktu Biaya Total
Tenaga Yang Tenaga Biaya
Kerja dibutuhkan Kerja (Rp)
(Orang) (Hari) (Rp/Hari)
1
2
3
4
5
6
7
dst
3. Produksi
Dalam satu tahun berapa kali panen : panen
Panen Volume (Kg)Jumlah yang Harga Jual Penerimaan
diterima oleh (Kg) (Rp)
mitra (Kg)Panen 1
Panen 2
Panen 3
D. Keanggotaan Petani dalam Kelompok Tani
1. Nama Kelompok Tani yang anda ikuti :
2. Berapa lama anda menjadi anggota Kelompok Tani ini :
3. Jabatan anda dalam Kelompok Tani ini sebagai apa :
4. Berapa sering anda ikut dalam pertemuan Kelompok Tani ini :
a). Sering (jika mengikuti setiap ada pertemuan dalam satu bulan)
b). Kadang-kadang (jika hanya mengikuti karang dari 3 kali pertemuan dalam 1 bulan)
c). tidak pernah (sama sekalitidak pernah mengikuti pertemuan)
5. Manfaat apa saja yang anda rasakan dengan bergabung dalam Kelompok Tani ini :
6. Apa yang menjadi harapan anda pada Kelompok Tani ini berkaitan dengan kemitraan
yang dijalin dengan Agro Farm?
KUISIONER PENELITIANUNTUK MENGETAHUI PENDAPATAN USAHATANI
PETANI LOBAK KOREA DAN DAIKON
Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi “ANALISIS PENDAPATAN
USAHATANI LOBAK KOREA DAN DAIKON (Studi Kasus Agro Farm di DESA
CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT)” oleh Hendra Bacheramsyah
(H 34077022), Mahasiswa Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
E. Karakteristik Petani Lobak Daikon
5. Nama :
6. Jenis Kelamin : a). Perempuan b). Laki-laki
7. Umur :
8. Pendidikan Terakhir :
a). SD c). SLTA e). Lainnya
b). SLTP d). Perguruan Tinggi
5. Luas Lahan yang diusahakan : (Hektar)
6. Jumlah tanaman produktif yang dimiliki : (Tanaman)
7. Status kepemilikan lahan
a). Penggarap
b). Penggarap dan pemilik
c). Sewa :Rp /Ha
8. ` Lama menjadi petani lobak daikon : Tahun
9. Pekerjaan Di luar menjadi petani lobak daikon :
a). PNS
b). Wiraswasta
c). pedagang
d). Lain-lain :
10. Alasan menjadi petani lobak daikon :
a). Pekerjaan utama
b). Pekerjaan sampingan
c). Usaha turun temurun
d). Keuntungan yang besar
e). Lain-lain :
11. Permasalahan yang sering dihadapi dalam usahatani lobak daikon dalam hal budidaya,
teknologi, modal, hama, dan lainnya)
Uraian Singkat :
12. Sumber permodalan usahatani lobak daikon :
a). Sendiri
b). Pinjaman
c). Pinjaman dari pihak bank
d). pinjaman dari perusahaan mitra
Jumlah pinjaman : Rp........................................
F. KEMITRAAN YANG DIJALANKAN
7. Lama bermitra : Tahun
8. Alasan bermitra :
a). Ingin mendapat bantuan modal
b). Ingin mendapatkan jaminan pasar
c). Ingin mendapatkan bantuan dalam hal teknologi (budidaya ataupun peralatan
budidaya)
d). Ingin meningkatkan keuntungan
e). Lain-lain
9. Manfaat apa yang diperoleh dari kemitraan ini :
10. Pelayanan apa saja yang anda peroleh dari perusahaan mitra?
11. Apakah anda puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan mitra :
a). Puas
Alasannya :
b). Tidak puas
Alasannya
12. Apakah anda mendapatkan pinjaman modal dari perusahaan
a). Ya : Rp.
b). Tidak
7. berapa kali anda mendapatkan pembinaan dari perusahaan : ( kali per mimggu atau
bulan)
8. Pinjaman sarana dan prasarana yang anda peroleh dari perusahaan : Rp.
9. Menurut anda, bagaimana harga beli yang ditetapkan Agro Farm untuk membeli lobak
daikon yang anda miliki :
a). Tinggi (jika yang diberikan diatas harga pasaran)
b). Sedang (jika harga yang diberikan sama atau sesuai dengan harga pasaran)
c). Rendah (jika harga yang diberikan lebih rendah dari harga pasaran)
10. Apakah anda mengetahui dan memahami peraturan dalam kemitraan
a). Ya
b). Tidak, alasannya :
11. Keluhan apa yang ada dalam kemitraan :
a). Isi perjanjian :
b). Pelaksanaan isi perjanjian :
c). Pembayaran :
12. Apa saran anda kepada perusahaan :
1).
2)
G. Karakteristik Usaha Lobak Daikon
4. Biaya produksi
No Uraian JumlahHarga/Unit Total
(Rp) (Rp)
1 Jumlah Tanaman
2 Pupuk
a. Urea
b. SP-36
c. KCL
d. Organik
3 Pestisida
4 Peralatan
a.
b.
c.
5 Investasi
a.
b.
c.
6 Sewa / pembelian tanah
7 lain-lain
5. Kebutuhan Tenaga Kerja
No. Kegiatan
Kebutuhan Waktu Biaya Total
Tenaga Yang Tenaga Biaya
Kerja dibutuhkan Kerja (Rp)
(Orang) (Hari) (Rp/Hari)
1
2
3
4
5
6
7
dst
6. Produksi
Dalam satu tahun berapa kali panen : panen
Panen Volume (Kg)Jumlah yang Harga Jual Penerimaan
diterima oleh (Kg) (Rp)
mitra (Kg)Panen 1
Panen 2
Panen 3
H. Keanggotaan Petani dalam Kelompok Tani
5. Nama Kelompok Tani yang anda ikuti :
6. Berapa lama anda menjadi anggota Kelompok Tani ini :
7. Jabatan anda dalam Kelompok Tani ini sebagai apa :
8. Berapa sering anda ikut dalam pertemuan Kelompok Tani ini :
a). Sering (jika mengikuti setiap ada pertemuan dalam satu bulan)
b). Kadang-kadang (jika hanya mengikuti karang dari 3 kali pertemuan dalam 1 bulan)
c). tidak pernah (sama sekalitidak pernah mengikuti pertemuan)
5. Manfaat apa saja yang anda rasakan dengan bergabbung dalam Kelompok Tani ini :
6. Apa yang menjadi harapan anda pada Kelompok Tani ini berkaitan dengan kemitraan
yang dijalin dengan Agro Farm?