analisis pendapatan dan efisiensi teknis...

93
ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHATANI BAYAM JEPANG (HORENSO) KELOMPOK TANI AGRO SEGAR KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT SKRIPSI DECY EKANINGTIAS H34070068 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Upload: dinhdieu

Post on 05-May-2018

279 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS

USAHATANI BAYAM JEPANG (HORENSO) KELOMPOK

TANI AGRO SEGAR KECAMATAN PACET KABUPATEN

CIANJUR JAWA BARAT

SKRIPSI

DECY EKANINGTIAS

H34070068

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 2: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Horenso Kelompok Tani Agro

Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat “ adalah karya sendiri dan

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Decy Ekaningtias

H34070068

Page 3: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

RINGKASAN

DECY EKANINGTIAS. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani

Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet

Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY

KUSWANTI DARYANTO).

Hortikultura adalah satu subsektor pertanian yang memiliki pengaruh

besar bagi perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusi PDB

hortikultura yang terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu komoditi

hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah sayuran. Usaha

sayuran terutama sayuran eksklusif Jepang mulai berkembang dewasa ini, baik

pada on farm maupun pada industri olahannya. Banyaknya jumlah restoran

Jepang di wilayah Jabodetabek menjadi peluang besar bagi para petani sayuran

eksklusif di wilayah sekitar Jabodetabek untuk menjadi pemasok kebutuhan

restoran-restoran Jepang tersebut. Salah satu komoditas sayuran eksklusif Jepang

yang banyak dikonsumsi masyarakat dan kini mulai menarik minat petani

budidaya hortikultura adalah horenso. Kelompok Tani Agro Segar merupakan

salah satu kelompok tani di wilayah Cianjur yang menjadi wadah atau

perkumpulan bagi para petani sayuran dan merupakan kelompok tani pertama di

Cianjur yang menjadikan sayuran eksklusif Jepang sebagai komoditas

unggulannya. Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh petani dari sayuran

eksklusif Jepang lebih menguntungkan dibanding komoditas lainnya dan

permintaan dari restoran dan hotel di wilayah Jabodetabek akan sayuran eksklusif

Jepang pun cukup tinggi. Permintaan horenso yang mencapai 80 kg per hari

membutuhkan pasokan yang memadai setiap harinya. Kapasitas produksi yang

dapat dihasilkan oleh Kelompok Tani Agro Segar adalah 60-70 kg per hari. Hal

ini dikarenakan tingkat produktivitas petani anggota kelompok tani yang belum

seragam.

Luas lahan yang terbatas serta perkembangan horenso yang potensial

namun produksinya masih terbatas membutuhkan metode produksi yang efisien

agar mampu mengoptimalkan hasil panen untuk setiap satuan luas lahan. Hal

tersebut juga bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan usahatani yang

diperoleh. Selain itu Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Pacet

Kabupaten Cianjur pada tahun 2011 berencana untuk menyusun buku tentang

panduan budidaya aneka sayuran Jepang dengan meminta bantuan kepada

Kelompok Tani Agro Segar. Dalam penyusunan panduan budidaya sayuran

Jepang tersebut diperlukan adanya komposisi faktor-faktor produksi yang sesuai

serta efisien agar petani yang membudidayakan sayuran eksklusif Jepang tersebut

dapat memperoleh hasil panen yang optimal dengan sumber daya yang ada.

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis

tingkat pendapatan usahatani horenso di Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan

Pacet Kabupaten Cianjur, (2) menganalisis efisiensi teknis usahatani horenso di

Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur, dan (3)

menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat efisiensi

teknis usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan

Pacet Kabupaten Cianjur

Page 4: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

Analisis pendapatan yang dilakukan terdiri dari analisis pendapatan,

analisis R/C dan analisis BEP. Hasil analisis pendapatan usahatani horenso

menunjukkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total lebih

besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani horenso pada lokasi

penelitian dapat memberi keuntungan kepada petani responden. Hasil analisis R/C

juga menunjukkan usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar

menguntungkan untuk diusahakan, tercermin dari nilai R/C atas biaya tunai

maupun atas biaya total lebih besar dari satu. Hasil analisis BEP menunjukkan

bahwa harga jual yang digunakan petani dan jumlah produksi horenso di lokasi

penelitian lebih besar dari nilai BEP harga dan BEP unit. Hal ini berarti harga jual

yang digunakan petani dan jumlah produksi horenso memberikan keuntungan

bagi petani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar.

Analisis efisiensi teknis usahatani horenso dilakukan melalui dua tahap,

yaitu tahap pertama menggunakan metode OLS dan tahap kedua menggunakan

metode MLE. Metode OLS dilakukan untuk mengetahui keberadaan autokorelasi

dan multikorelasi pada model. Hasil pendugaan model dengan metode OLS

menunjukkan bahwa tidak tedapat autokorelasi maupun multikolinearitas pada

model, sedangkan hasil pendugaan model fungsi produksi Cobb-Douglas

Stochastic Frontier horenso dengan metode MLE menunjukkan bahwa nilai rata-

rata efisiensi teknis usahatani horenso adalah 0,876 atau 87,6 persen dari produksi

maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani horenso pada Kelompok Tani

Agro Segar sudah efisien, tercermin dari nilai rata-rata efisiensi teknis yang lebih

besar dari 0,7. Namun masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar

12,4 persen untuk mencapai produksi horenso maksimum. Variabel-variabel yang

berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi horenso pada Kelompok Tani

Agro Segar adalah variabel lahan, tenaga kerja, pupuk organik dan pupuk

anorganik. Variabel bibit dan pestisida berpengaruh nyata namun negatif terhadap

produksi horenso. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bibit dan pestisida yang

berlebihan oleh petani responden. Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata

dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani horenso adalah variabel

pengalaman. Variabel pendidikan formal berpengaruh nyata dan negatif terhadap

efek inefisiensi teknis usahatani horenso. Variabel-variabel lainnya seperti umur,

dummy penyuluhan dan dummy status kepemilikan lahan berpengaruh positif

namun tidak berpengaruh nyata.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran yang

dapat diberikan untuk peningkatan produksi dan efisiensi teknis serta pendapatan

usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar, yaitu : (1) ekstensifikasi

lahan produksi horenso di Kecamatan Pacet wilayah sekitar Kelompok Tani Agro

Segar, (2) penambahan penggunaan tenaga kerja, pupuk organik dan pupuk

anorganik, (3) penyuluh pertanian lebih mendalami teknik budidaya yang tepat

dan melakukan teknik pendekatan yang sesuai kepada petani, dan (4) penelitian

lebih lanjut terkait efisiensi usahatani horenso, khususnya efisiensi alokatif dan

efisiensi ekonomis yang belum dibahas pada penelitian ini.

Page 5: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS

USAHATANI BAYAM JEPANG (HORENSO) KELOMPOK

TANI AGRO SEGAR KECAMATAN PACET KABUPATEN

CIANJUR JAWA BARAT

DECY EKANINGTIAS

H34070068

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

Page 6: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Proposal : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam

Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan

Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat

Nama : Decy Ekaningtias

NRP : H34070068

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. Rr. Heny Kuswanti Daryanto, M.Ec

NIP. 19610916 198601 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

Page 7: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan

dan Efisiensi Produksi Usahatani Horenso Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan

Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

pendapatan usahatani dan efisiensi produksi horenso Kelompok Tani Agro Segar

Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula karya tulis ini masih memiliki

beberapa kekurangan dan keterbatasan. Namun demikian penulis mengharapkan

penulisan penelitian ini tetap memberi manfaat bagi para pembaca.

Bogor, September 2011

Decy Ekaningtias

Page 8: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 9 Desember 1989. Penulis

adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Sunarto dan

Ibunda Ratnawati Putri (Alm). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD

Negeri Pucang II pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan

pada tahun 2004 di SLTP Mardi Waluya Bogor. Pendidikan lanjutan menengah

atas di SMA Negeri 1 Bogor diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai

pengurus Himpunan Profesi HIPMA pada Departemen Komunikasi dan Informasi

periode tahun 2008-2010.

Page 9: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 7

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 10

1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 12

2.1. Karakteristik Horenso ...................................................................... 12

2.2. Penelitian Terdahulu ........................................................................ 13

III KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................. 22

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................ 22

3.1.1. Konsep Usahatani ................................................................... 22

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani ............................................... 25

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi ......................................................... 26

3.1.4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier ...................................... 29

3.1.5. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi ............................................ 33

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 35

IV METODE PENELITIAN ...................................................................... 39

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 39

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ........................ 39

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 40

4.3.1. Spesifikasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier ........ 40

4.3.2. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis ............................... 42

4.3.3. Uji Hipotesis ........................................................................... 43

4.3.4. Analisis Pendapatan Usahatani ............................................... 45

4.4. Definisi Operasional ........................................................................ 45

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN ....................... 47

5.1. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur ............................................. 47

5.2. Profil Kelompok Tani Agro Segar ................................................... 48

5.3. Karakteristik Petani Responden ....................................................... 49

5.4. Usahatani Horenso ........................................................................... 51

5.4.1. Pembibitan .............................................................................. 51

5.4.2. Pengolahan Lahan ................................................................... 52

5.4.3. Penanaman .............................................................................. 53

5.4.4. Penyiangan ............................................................................. 53

5.4.5. Pemupukan ............................................................................. 53

5.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit .......................................... 54

5.4.7. Pemanenan .............................................................................. 55

Page 10: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

xi

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI HORENSO .................... 57

6.1. Penerimaan Usahatani Horenso ....................................................... 57

6.2. Biaya Usahatani Horenso ................................................................ 58

6.3. Pendapatan Usahatani Horenso ....................................................... 61

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI .......................... 64

7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Horenso .. 65

7.2. Tingkat Efisiensi Produksi dan Inefisiensi Produksi ....................... 70

7.3. Implikasi Penelitian ......................................................................... 75

VIII KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 78

8.1. Kesimpulan ...................................................................................... 78

8.2. Saran ................................................................................................ 79

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 81

LAMPIRAN ..................................................................................................... 83

Page 11: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia Periode 2005-2009 ............ 1

2. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Periode

2004-2008 .................................................................................................... 2

3. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Jawa Barat Periode

2004-2008 .................................................................................................... 3

4. Komoditi Hortikultura Unggulan di Kabupaten Cianjur ............................. 4

5. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Sayuran Eksklusif Jepang di

Desa Ciherang Tahun 2011 .......................................................................... 5

6. Volume Rata-Rata Permintaan Komoditas Sayuran Eksklusif Jepang

terhadap Kelompok Tani Agro Segar pada Tahun 2011 ............................. 7

7. Jenis Komoditi yang Dibudidayakan oleh Kelompok Tani Agro Segar ...... 8

8. Beberapa Studi Empiris Efisiensi Produksi Menggunakan Pendekatan

Stochastic Production Frontier dan Analisis Pendapatan Usahatani .......... 14

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Usahatani ........................... 20

10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia pada Tahun 2011 ................. 49

11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...................... 50

12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan Penyuluhan ........... 50

13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Horenso .. 51

14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan........... 51

15. Persentase Pemupukan Petani Responden pada Tahun 2011 ...................... 54

16. Persentase Penggunaan Obat-obatan Petani Responden pada Tahun 2011. 55

17. Persentase Cara Panen Petani Responden pada Tahun 2011 ....................... 56

18. Penerimaan Usahatani Horenso per Hektar di Kelompok Tani Agro Segar

Periode April-Juni 2011 ............................................................................... 57

19. Biaya Usahatani Horenso per Hektar pada Kelompok Tani Agro

Segar Periode April-Juni 2011 ..................................................................... 58

20. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C)

Usahatani Horenso per Hektar pada Kelompok Tani Agro Segar Periode

April-Juni 2011 ............................................................................................ 62

21. Perhitungan Break Even Point (BEP) Usahatani Horenso per Hektar

pada Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011 ......................... 63

22. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic

Frontier Horenso dengan Metode OLS tahun 2011 .................................... 65

Page 12: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

23. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic

Frontier Horenso dengan Metode MLE tahun 2011 ................................... 66

24. Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi Produksi ................ 70

25. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Produksi

Usahatani Horenso pada Kelompok Tani Agro Segar Tahun 2011 ............ 71

26. Pendugaan Parameter Efek Inefisiensi Fungsi Produksi Stochastic

Frontier Horenso pada Kelompok Tani Agro Segar Tahun 2011 ............... 72

Page 13: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Produksi Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal ................... 28

2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier. .......................................................... 32

3. Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomis ...................... 32

4. Efisiensi Teknis dan Alokatif ....................................................................... 34

5. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 38

Page 14: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian ............................................................................ 84

2. Daftar Restauran Jepang di Jakarta ...................................................... 91

3. Luas Lahan dan Produksi Petani Responden Musim Tanam Mei – Juli

Tahun 2011 ............................................................................................ 93

4. Sebaran Status Lahan Petani Responden Musim Tanam Mei – Juli

Tahun 2011 ............................................................................................ 94

5. Hasil Olahan Minitab 14 ...................................................................... 94

6. Hasil Olahan Program Frontier 4.1 ...................................................... 95

7. Tabel Kodde dan Palm ......................................................................... 99

Page 15: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu kegiatan paling mendasar yang dilakukan

sebagian besar penduduk Indonesia. Sektor pertanian secara luas terdiri dari

beberapa subsektor, seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

peternakan, dan perikanan. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki

pengaruh besar bagi perekonomian Indonesia adalah hortikultura. Hal ini dapat

dilihat dari kontribusi PDB hortikultura yang tinggi dan terus meningkat setiap

tahunnya (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia Periode 2005-2009

No Komoditi Nilai PDB (Milyar Rupiah) Rata-

Rata 2005 2006 2007 2008 2009*)

1. Buah-buahan 31.694 35.448 42.362 47.060 50.595 41.432

2. Sayuran 22.630 24.694 25.587 28.205 29.005 26.024

3. Tanaman Hias 4.662 4.734 4.741 4.960 5.348 4.889

4. Biofarmaka 2.806 3.762 4.105 3.853 4.109 3.727

Hortikultura 61.792 68.639 76.795 84.078 89.057 76.072

Keterangan : *) Angka Sementara

Sumber: Ditjen Hortikultura, 2010 (diolah)

Pada Tabel 1 dijelaskan bahwa nilai PDB hortikultura secara keseluruhan

terus meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar tujuh triliyun rupiah setiap

tahunnya. Hal ini menggambarkan bahwa subsektor hortikultura memiliki

kontribusi yang tinggi bagi perekonomian Indonesia. Tabel 1 juga menunjukkan

bahwa komoditi sayuran menempati peringkat kedua setelah buah-buahan dalam

kontribusi PDB hortikultura dengan peningkatan yang signifikan selama periode

2005-2009. Sementara itu, komoditi tanaman hias dan biofarmaka mengalami

peningkatan nilai PDB yang berkelanjutan pada periode tersebut. Pada dasarnya

komoditi hortikultura memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan prospektif untuk

Page 16: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

2

dikembangkan mengingat potensi serapan pasar yang terus meningkat1. Hal ini

sangat terkait dengan terus meningkatnya jumlah populasi penduduk di Indonesia.

Sayuran adalah salah satu komoditi hortikultura yang banyak dikonsumsi

oleh masyarakat. Tingginya kandungan vitamin dan mineral pada sayuran

membuat komoditi ini dinilai sangat bermanfaat bagi kesehatan. Di sisi lain,

sayuran juga memiliki potensi terkait dengan nilai ekonomi dan kemampuan

menyerap tenaga kerja yang baik. Kelebihan-kelebihan tersebut menyebabkan

produksi sayuran terus dilakukan bahkan produksi sayuran di Indonesia

mengalami peningkatan pada beberapa tahun terakhir.

Tabel 2. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Periode

2004-2008

Tahun Produksi

(ton)

Pertum-

buhan

(%)

Luas Areal

(ha)

Pertum-

buhan

(%)

Produktivitas

(ton/ha)

Pertum-

buhan

(%)

2004 9.059.676 - 977.552 - 9,27 -

2005 9.101.987 0,47 944.695 -3,36 9,63 3,88

2006 9.527.463 4,67 1.007.839 6,68 9,45 -1,87

2007 9.455.464 -0,76 1.001.606 -0,62 9,44 -0,11

2008 9.563.075 1,14 990.915 -1,07 9,65 2,22

Sumber: Ditjen Hortikultura, 2010 (diolah)

Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi sayuran di Indonesia terus

meningkat setiap tahunnya secara kontinu. Namun pada tahun 2007 terlihat

adanya penurunan produksi sebesar 0,76 persen. Hal ini bukan disebabkan

menurunnya produksi sayuran secara keseluruhan, melainkan pada tahun tersebut

terjadi penurunan yang cukup signifikan pada beberapa komoditi, yaitu cabai,

wortel, dan daun bawang. Luas areal pada periode 2004-2008 cukup fluktuatif

bahkan banyak terjadi penurunan sekitar satu hingga tiga persen, peningkatan luas

areal hanya terjadi pada tahun 2006. Produktivitas sayuran mengalami

peningkatan pada tahun 2005 dan 2008 namun cenderung konstan pada kisaran

9,5 ton/ha.

1 www.deptan.go.id. 2010. Pengembangan Agribisnis Hortikultura di Jawa Timur. [Diakses : 6

Mei 2011]

Page 17: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

3

Jawa Barat merupakan wilayah di Indonesia yang memiliki berbagai jenis

dataran, dari mulai dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi lahan dan iklim

yang mendukung pada daerah ini menjadikan Jawa Barat sebagai propinsi yang

banyak memproduksi sayuran dan memiliki banyak sentra komoditi hortikultura

terutama sayuran. Adapun produksi, luas areal dan produktivitas sayuran di Jawa

Barat akan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Jawa Barat

Periode 2004-2008

Tahun Produksi

(ton)

Pertum-

buhan

(%)

Luas Areal

(ha)

Pertum-

buhan

(%)

Produktivitas

(ton/ha)

Pertum-

buhan

(%)

2004 2.929.585 - 181.583,8 - 15,44 -

2005 3.202.413 9,31 183.480,8 1,04 18,22 18,01

2006 2.944.388 -8,06 182.215,9 -0,69 16,17 -11,25

2007 2.990.769 1,58 184.143,9 1,06 15,37 -4,95

2008 3.368.371 12,63 170.097,3 -7,63 20,62 34,16

Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2009

Pada Tabel 3 terlihat bahwa produksi sayuran di Jawa Barat fluktuatif

sedangkan luas arealnya cenderung stabil. Pada tahun 2006 terjadi penurunan

pada seluruh aspek, baik produksi maupun luas areal. Hal ini berdampak pada

penurunan nilai produktivitas yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2008

terjadi suatu fenomena dimana luas areal sayuran mengalami penurunan namun di

lain sisi produksi sayuran mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini

menyebabkan nilai produktivitas sayuran pada tahun 2008 meningkat drastis.

Kabupaten Cianjur terkenal sebagai wilayah pegunungan yang sejuk dan

subur serta memiliki keanekaragaman sumber daya alam yang sangat potensial2.

Selain sebagai sentra beras nasional, Kabupaten Cianjur juga merupakan salah

satu sentra sayuran nasional yang sebagian besar hasil panennya dipasok ke

wilayah Jakarta dan sekitarnya. Tabel 4 akan menguraikan beberapa jenis

komoditi hortikultura yang menjadi unggulan di Kabupaten Cianjur serta potensi

dan peluang yang dimiliki komoditi-komoditi tersebut.

2 www.puncakview.com. 2010. Profil Daerah Kabupaten Cianjur. [Diakses : 6 Mei 2011]

Page 18: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

4

Tabel 4. Komoditi Hortikultura Unggulan di Kabupaten Cianjur

Komoditi Daya

Dukung

SDM

Daya

Dukung

SDA

Peluang

Cabai Merah ++ ++ Nilai ekonomi relatif tinggi dan

komoditi ekspor.

Buah Tropika ++ ++ Memiliki keunggulan komparatif

Aneka Sayuran

Jepang

+ ++ Nilai ekonomi relatif tinggi, pangsa

pasar domestik dan pasar ekspor

relatif besar.

Paprika + ++ Nilai ekonomi relatif tinggi

Aneka Bunga + ++ Nilai ekonomi relatif tinggi dan

pangsa pasar cenderung meningkat Keterangan :

+ : sedang

++ : tinggi

Sumber : Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Cianjur3, (diolah)

Komoditi yang pada beberapa tahun terakhir mulai diminati para petani di

subsektor hortikultura adalah sayuran eksklusif Jepang. Jenis sayuran ini dinilai

sangat prospektif karena harganya yang tinggi bahkan berkali-kali lipat dari

sayuran lokal, serta didukung oleh kondisi alam yang sesuai untuk budidaya, usia

panen yang singkat, dan teknik budidaya yang relatif mudah. Selain itu, restoran

Jepang yang beberapa tahun terakhir banyak didirikan di kota-kota besar terutama

wilayah Jabodetabek menjadi peluang besar bagi petani sayuran eksklusif Jepang

untuk menjadi pemasok restoran-restoran tersebut dengan mengembangkan

budidaya sayuran eksklusif Jepang. Adapun komoditi yang termasuk ke dalam

jenis sayuran eksklusif Jepang adalah edamame, gobo, kyuuri, horenso, zukini,

daikon, nasubi, dan sebagainya.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa sayuran eksklusif Jepang merupakan salah

satu komoditi hortikultura unggulan di Kabupaten Cianjur. Dilihat dari daya

dukung sumber daya alamnya yang tinggi, komoditi sayuran eksklusif Jepang di

Kabupaten Cianjur mampu dibudidayakan dengan baik sehingga dapat

berkembang pesat. Namun daya dukung sumber daya manusia yang dimiliki

masih kurang jika dibandingkan komoditi lainnya, seperti cabai merah dan buah

tropika. Hal tersebut disebabkan komoditi sayuran Jepang masih tergolong baru

dibudidayakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan maupun

3 http://cianjurkab.go.id. 2010. Prospek Investasi Sektor/Sub Sektor : Pertanian Tanaman Pangan

dan Hortikultura. [Diakses : 30 Mei 2011]

Page 19: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

5

pembelajaran secara intensif untuk membina sumber daya manusia yang tersedia

agar dapat mengembangkan komoditi potensial tersebut.

Desa Ciherang adalah salah satu wilayah di Kabupaten Cianjur yang

mampu mengembangkan bahkan menjadi sentra sayuran eksklusif Jepang di

wilayah Cianjur dengan luas areal dan tingkat produksi yang tinggi. Tabel 5

menjelaskan rata-rata luas lahan, rata-rata produksi dan produktivitas dari

komoditi sayuran eksklusif Jepang yang dibudidayakan di desa tersebut.

Tabel 5. Rata-Rata Luas Lahan, Rata-Rata Produksi, dan Produktivitas Sayuran

Eksklusif Jepang di Desa Ciherang Tahun 2011

Komoditi Luas Lahan

(m2)

Produksi

(kg)

Produktivitas

(kg/m2)

Altari 150 1500 10

Zukini 211 3000 14,2

Gobo 100 1800 18

Horenso 150 3000 20

Lettuce Head 100 600 6

Pakchoy 150 600 4

Sawi Baby 326 1800 5,5

Timun Jepang 341 3000 8,8

Timun Acar 100 900 9

Tale 150 600 4

Tespong 214 1500 7

Ubi Jepang 150 600 4

Youlmu Korea 651 1200 1,8

Terung Jepang 100 450 4,5

Knip 90 450 5

Sumber : Laporan BPP Kecamatan Cianjur, 2011

Pada Tabel 5 terlihat bahwa produktivitas komoditi sayuran eksklusif

Jepang di Desa Ciherang sangat beragam. Komoditi pakchoy, tale dan ubi Jepang

memiliki produktivitas paling rendah yaitu 4 kg/m2, sedangkan produktivitas

paling tinggi sebesar 20 kg/m2 dimiliki oleh horenso. Horenso merupakan salah

satu komoditi sayuran eksklusif Jepang sejenis bayam. Sayuran ini banyak

Page 20: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

6

diminati konsumen di Indonesia karena rasanya yang enak, lunak, memberikan

rasa dingin di perut, dan melancarkan pencernaan. Selain itu, horenso yang juga

dikenal sebagai bayam Jepang ini memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan

karena sangat kaya akan kandungan zat gizi yaitu vitamin dan mineral.

Hingga saat ini horenso masih sulit dijumpai di pasar bebas. Hanya

beberapa supermarket dengan segmen pasar menengah ke atas yang menjual

sayuran horenso tersebut. Di Indonesia, sayuran ini banyak dikonsumsi oleh turis

Jepang ataupun masyarakat Indonesia yang gemar masakan Jepang. Hal ini

menyebabkan permintaan sayuran horenso sangat dipengaruhi oleh jumlah

restoran Jepang yang kini semakin meningkat. Untuk wilayah Jakarta, jumlah

restoran Jepang yang telah didirikan mencapai lebih dari 35 gerai4. Horenso

sendiri selalu dikonsumsi hampir di seluruh gerai restoran Jepang tersebut. Tidak

hanya untuk konsumsi dalam negeri, horenso juga diminati oleh pasar ekspor.

Oleh karena itu dibutuhkan pasokan horenso yang kontinu dari petani yang

membudidayakan sayuran eksklusif tersebut.

Salah satu kelompok tani yang membudidayakan serta memproduksi

horenso di Desa Ciherang adalah Kelompok Tani Agro Segar. Pada dasarnya

Kelompok Tani Agro Segar bergerak di bidang budidaya sayuran yang menanam

berbagai jenis sayuran lokal hingga herba. Namun kelompok tani ini memilih

sayuran eksklusif untuk menjadi komoditi unggulannya. Selain menjadi salah satu

pusat pemasok kebutuhan sayur mayur untuk wilayah Jabodetabek, Kelompok

Tani Agro Segar juga menjadi salah satu pilot project agro industri di Kabupaten

Cianjur. Dengan predikat tersebut, Kelompok Tani Agro Segar membantu dan

memfasilitasi para petani baik dalam hal pembelajaran maupun alih teknologi

melalui pelatihan dan praktek magang5. Hal tersebut sangat membantu petani

untuk dapat menghasilkan produk sayuran eksklusif Jepang yang sesuai dengan

kebutuhan pasar. Hasil panen dari kelompok tani ini kemudian dipasok ke

berbagai supermarket dan restoran Jepang di wilayah Jabodetabek. Hingga saat

ini Kelompok Tani Agro Segar telah memasok sayuran eksklusif Jepang ke

sekitar 25 supermarket dan restoran Jepang di Jabodetabek. Volume rata-rata

4 www.jepang.net. 2009. Daftar Restoran Jepang. [Diakses : 4 Juni 2011]

5 http://cianjurkab.go.id. 2010. Poktan Agro Segar Cigombong Kec. Pacet Cianjur Tembus Pasar

Luar Negeri. [Diakses : 25 Juni 2011]

Page 21: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

7

permintaan komoditi sayuran eksklusif Jepang terhadap Kelompok Tani Agro

Segar akan ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Volume Rata-Rata Permintaan Komoditi Sayuran Eksklusif Jepang

terhadap Kelompok Tani Agro Segar pada Tahun 2011

Komoditi Volume rata-rata permintaan per

bulan (kg)

Altari 600

Caisim 300

Zuchini 2100

Daun Knip 450

Gobo 1200

Horenso 2400

Pakchoy 450

Timun Jepang 2100

Youlmu 1800

Sumber : Kelompok Tani Agro Segar, 2011

Volume rata-rata permintaan sayuran eksklusif Jepang terhadap

Kelompok Tani Agro Segar tergolong tinggi. Tabel 6 menunjukkan bahwa

horenso merupakan komoditi yang memiliki volume rata-rata permintaan tertinggi

dari supermarket dan restoran Jepang yang dipasok oleh kelompok tani tersebut.

Tingginya permintaan akan komoditi horenso merupakan peluang besar bagi

Kelompok Tani Agro Segar terutama terkait dengan pendapatan petani anggota

kelompok tani. Oleh karena itu, untuk dapat terus memenuhi permintaan horenso

yang relatif tinggi tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya guna meningkatkan

produksi baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.

1.2 Perumusan Masalah

Usaha sayuran terutama sayuran eksklusif Jepang mulai berkembang

dewasa ini, baik pada on farm maupun pada industri olahannya. Hal ini

disebabkan oleh prospek sayuran eksklusif Jepang yang cukup menjanjikan.

Banyaknya jumlah restoran Jepang di wilayah Jabodetabek menjadi peluang besar

bagi para petani sayuran eksklusif di wilayah sekitar Jabodetabek untuk menjadi

Page 22: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

8

pemasok kebutuhan restoran-restoran Jepang tersebut. Hal ini disebabkan masih

terbatasnya petani yang mengusahakan sayuran eksklusif Jepang.

Horenso sebagai salah satu komoditi sayuran eksklusif Jepang yang

banyak dikonsumsi masyarakat, kini mulai menarik minat petani budidaya

hortikultura. Dengan teknik budidaya yang tidak terlalu rumit dan usia panen yang

relatif singkat, petani dapat menjual hasil panen horenso tersebut dengan harga

Rp5.000-Rp12.000 per kg.

Kelompok Tani Agro Segar merupakan salah satu kelompok tani yang

berada di Cianjur yang menjadi wadah atau perkumpulan bagi para petani

sayuran. Namun dari berbagai jenis sayuran yang dikelola, kelompok tani ini

memilih sayuran eksklusif Jepang termasuk horenso untuk menjadi komoditi

unggulannya. Adapun daftar komoditi yang dikelola Kelompok Tani Agro Segar

tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7. Jenis Komoditi yang Dibudidayakan oleh Kelompok Tani Agro Segar

Jenis Sayuran Yang Dibudidayakan Jenis Herb

(Herbal) Lokal Jepang

Bayam Daikon Shigemsi Mint

Kangkung Nasubi Kowari Majoram

Caysim Satsuma imo Altari Sage

Pakchoy Sato imo Yolmu Oregano

Selada kriting Gobo Gogo masum Mitsuba

Selada Merah Edamame Knip Rosmerry

Daun Bw.Silfa Kyuuri Knip son Taragon

Terung Zukini Zukini Time

Brokoli Horenso Olgari Basil

Sumber : Kelompok Tani Agro Segar

Tabel 7 menunjukkan bahwa sayuran eksklusif Jepang adalah jenis yang

paling banyak dibudidayakan. Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh petani dari

sayuran eksklusif Jepang lebih menguntungkan dibanding komoditi lainnya dan

permintaannya pun cukup tinggi. Horenso yang merupakan salah satu komoditi

sayuran eksklusif Jepang yang memiliki tingkat permintaan tertinggi mencapai 80

Page 23: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

9

kg per hari, membutuhkan pasokan horenso yang memadai setiap harinya. Selama

ini kapasitas produksi horenso di Kelompok Tani Agro Segar adalah sebesar 60-

70 kg per hari. Jumlah tersebut masih belum dapat memenuhi permintaan horenso

terhadap kelompok tani tersebut. Hal ini dikarenakan produktivitas petani anggota

kelompok tani yang belum seragam. Beberapa petani memiliki tingkat

produktivitas yang tinggi sedangkan beberapa petani lainnya masih memiliki

tingkat produktivitas yang rendah. Ketidakseragaman produktivitas ini

dikarenakan oleh berbagai faktor dan menyebabkan kapasitas produksi horenso

tidak maksimal.

Hingga saat ini Kelompok Tani Agro Segar sering menolak permintaan

horenso yang dibutuhkan pasar karena keterbatasan produksi. Hal ini akan sangat

berpengaruh pada pendapatan usahatani para petani horenso. Oleh karena itu,

perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani horenso untuk mengetahui tingkat

pendapatan petani horenso dengan kapasitas produksi yang masih terbatas dan

penolakan beberapa permintaan horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro

Segar. Selain itu, dengan luas lahan garapan yang terbatas serta prospek horenso

yang potensial namun produksinya masih terbatas, dibutuhkan teknik budidaya

yang efisien agar mampu mengoptimalkan hasil panen untuk setiap satuan luas

lahan. Hal tersebut juga bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan usahatani

horenso yang diperoleh para petani.

Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur

pada tahun 2011 berencana untuk menyusun buku tentang panduan budidaya

aneka sayuran Jepang dengan meminta bantuan kepada Kelompok Tani Agro

Segar sebagai kelompok tani pelopor yang menjadikan sayuran eksklusif Jepang

sebagai komoditi unggulannya. Dalam penyusunan panduan budidaya sayuran

Jepang tersebut diperlukan adanya komposisi faktor-faktor produksi yang sesuai

serta efisien agar petani yang membudidayakan sayuran eksklusif Jepang tersebut

dapat memperoleh hasil panen yang optimal dengan sumber daya yang ada. Hal

ini akan berdampak pada pendapatan usahatani sayuran eksklusif Jepang tersebut.

Pendapatan usahatani dan efisiensi teknis merupakan hal yang saling

berkaitan. Pendapatan usahatani yang diterima petani akan digunakan untuk

membeli faktor-faktor produksi yang akan berpengaruh terhadap efisiensi teknis.

Page 24: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

10

Begitu pula efisiensi teknis yang dicapai oleh petani akan mempengaruhi besar

kecilnya pendapatan yang didapat petani tersebut. Maka dari itu diperlukan

informasi mengenai pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi

efisiensi teknis. Tingkat pendapatan usahatani dan efisiensi teknis yang dijalankan

dapat digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan untuk kombinasi

input usahatani yang optimal dan kebijakan pertanian untuk masa datang.

Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan, perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani horenso di Kelompok Tani Agro

Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur?

2. Apakah usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar Desa

Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur sudah efisien secara teknis?

3. Faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi

teknis usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar Desa

Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan

untuk :

1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani horenso di Kelompok Tani Agro

Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur

2. Menganalisis efisiensi teknis usahatani horenso di Kelompok Tani Agro

Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

3. Menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat

efisiensi teknis usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar

Desa Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur

Page 25: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

11

1.4 Manfaat

Dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

berbagai pihak :

1. Petani horenso sebagai bahan masukan dan tambahan informasi dalam upaya

peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani pada pengelolaan

usahatani horenso di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

2. Pemerintah daerah sebagai tambahan informasi dan masukan dalam upaya

penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik dan peningkatan

kesejahteraan petani horenso di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

3. Sebagai informasi dan literatur bagi para peneliti yang akan melakukan

penelitian lebih lanjut pada bidang yeng berkaitan dengan penelitian ini.

Page 26: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Horenso

Horenso atau sering juga disebut sebagai bayam Jepang merupakan

sayuran yang termasuk ke dalam genus Spinacia. Sayuran ini hanya dikonsumsi

bagian daunnya dan sering dijumpai di masakan Jepang. Berbeda dengan bayam

lokal (Amaranthus), horenso kurang cocok dibudidayakan di daerah panas. Hal ini

dikarenakan tanaman sayur tersebut akan cepat berbunga dan tidak menumbuhkan

banyak daun.

Bayam berasal dari Amerika dan Selandia Baru. Di Eropa dan Australia,

awalnya bayam adalah tanaman hias. Baru ditahun 1960-an penduduk Australia

mulai mengenal bayam sebagai bahan makanan. Dua jenis bayam yang dikenal di

Indonesia adalah bayam cabut/bayam sekul/bayam putih dan bayam tahun/bayam

skop/bayam kakap. Bayam cabut disukai karena enak, lunak, memberikan rasa

dingin di perut, dan melancarkan pencernaan. Bayam tahun memiliki ciri utama

daun lebar1.

Sama dengan jenis bayam lokal, horenso juga kaya akan kandungan zat

gizi yaitu vitamin dan mineral. Vitamin yang banyak terkandung dalam bayam

Jepang adalah vitamin K, A, C, B1, B2, B6, asam folat, dan vitamin E. Secangkir

bayam rebus merupakan sumber vegetable mangan, magnesium, besi, kalsium,

kalium, tembaga, fosfor, dan seng. Horenso merupakan sumber vitamin K yang

baik, dimana vitamin ini sangat berperan dalam pengaktifan berbagai jenis protein

yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Beberapa riset menunjukkan

vitamin K yang terkandung dalam horenso berperan sebagai antipenuaan,

mencegah penyakit jantung dan stroke, dan bertindak sebagai racun dalam sel-sel

kanker, tetapi tidak membahayakan sel-sel yang sehat. Sayuran ini juga

merupakan sumber vitamin A yang sangat baik yang dapat bermanfaat untuk

organ penglihatan, kekebalan tubuh, pembentukan serta pemeliharaan sel-sel

kulit, saluran pencernaan, dan selaput kulit. Selain itu horenso merupakan sumber

zat besi yang baik dan sangat berguna bagi penderita anemia. The journal of

1 www.madhealth.net/tags/kanker/ [ Diakses pada tanggal : 7 Maret 2011]

Page 27: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

13

Experimental Neurology juga menyebutkan bahwa horenso mengandung 13

senyawa Flavonoid yang berfungsi sebagai anti oksidan dan anti kanker .

Rasa yang enak dan manfaat yang berlimpah bagi kesehatan menjadikan

horenso sebagai komoditas sayuran eksklusif yang mulai berkembang dan banyak

diminati konsumen. Konsumen tidak segan membeli sayuran horenso ini dengan

harga yang relatif tinggi, yaitu sekitar Rp12.000 per kg untuk horenso non organik

dan Rp28.000 per kg untuk horenso organik.

Teknik budidaya horenso cukup sederhana. Hal pertama yang harus

dilakukan adalah menentukan lahan yang sesuai, yaitu lahan yang memiliki pH

tanah 5,5-6,5; suhu udara 20-30° C; kelembaban 60-90% dan bebas dari limbah

pencemaran. Kemudian lahan dibedeng dan diberi pupuk dasar berupa pupuk

kandang. Setelah dua minggu, bibit sudah dapat ditanam dengan cara ditebar.

Untuk penanaman pada musim hujan, lahan yang ditanami horenso perlu ditutup

dengan plastik atau mulsa untuk menghindari pembusukan pada tanaman.

Sedangkan penyiraman hanya dilakukan pada penanaman di musim kemarau.

Setelah itu dilakukan pemupukan, penyiangan dan pengendalian HPT secara

bekala hingga waktu panen. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat memanen

horenso adalah sekitar 1,5-2 bulan. Hasil panen horenso dapat langsung dijual ke

pasar ataupun melalui kelompok tani.

2.2. Penelitian Terdahulu

Pada kegiatan usahatani, efisiensi teknis dan analisis pendapatan usahatani

merupakan salah satu topik yang menarik untuk dianalisis. Hal ini dikarenakan

petani selalu menginginkan hasil yang optimal dari penggunaan sumberdaya input

yang ada guna mendapatkan pendapatan yang maksimal. Dalam upaya pencapaian

produksi yang optimal, perlu dilakukan analisis terkait faktor-faktor yang

mempengaruhi kegiatan usahatani tersebut. Selain itu, analisis pendapatan juga

perlu dilakukan sebagai salah satu indikator kinerja usahatani yang dilakukan oleh

petani. Oleh karena itu, banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan efisiensi

teknis dan analisis pendapatan usahatani. Tabel 8 menjelaskan secara singkat

mengenai beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan efisiensi

teknis dan analisis pendapatan usahatani.

Page 28: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

14

Tabel 8. Beberapa Studi Empiris Efisiensi teknis Menggunakan Pendekatan

Stochastic Production Frontier dan Analisis Pendapatan Usahatani

Nama Peneliti Judul Alat Analisis

Adhiana

(2005)

Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani

Lidah Buaya (Aloe Vera) di Kabupaten

Bogor : Pendekatan Stochastic Frontier

- OLS

- MLE

Ainul Haq

Daulay

(2007)

Sistem Usahatani dan Pemasaran

Bayam Jepang (Peleng) di Kabupaten

Karo

- Regresi Berganda

- R/C Rasio

Maryono

(2008)

Analisis Efisiensi Teknis dan

Pendapatan Usahatani Padi Program

Benih Bersertifikat : Pendekatan

Stochastic Production Frontier (Studi

Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan

Telagasari, Kabupaten Karawang)

- MLE

- R/C Rasio

Theresia Lidia

Pinondang

Hutauruk

(2008)

Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih

Bersubsidi di Kecamatan Telagasari,

Kabupaten Karawang, Jawa Barat :

Pendekatan Stochastic Production

Frontier

- OLS

- MLE

Rosana

Podesta S

(2009)

Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat

terhadap Efisiensi dan Pendapatan

Usahatani Padi Pandan Wangi

- OLS

- MLE

- R/C Rasio

Hadi Nugraha

(2010)

Analisis Efisiensi teknis Usahatani

Brokoli

- Analisis Regresi

- R/C Rasio

Husnul

Khotimah

(2010)

Analisis Efisiensi Teknis dan

Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di

Kecamatan Cilimus Kabupaten

Kuningan Jawa Barat

- OLS

- MLE

- R/C Rasio

Julianto

Efendy Sitepu

(2010)

Analisis Pendapatan Usahatani dan

Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih

di Kecamatan Tamansari Kabupaten

Bogor

- R/C Rasio

Penelitian yang dilakukan oleh Adhiana (2005) bertujuan untuk

mengetahui dan menganalisis efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis pada

usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Analisis dilakukan dengan menggunakan data cross section

dari hasil survei pada 35 petani. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis

tentang supply chain usahatani lidah buaya. Model fungsi produksi stochastic

frontier yang digunakan menggunakan enam variabel penjelas.

Page 29: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

15

Hasil yang diperoleh dari analisis ini menunjukkan bahwa rata-rata petani

di daerah penelitian sudah cukup efisien secara teknis dan alokatif, namun belum

efisien secara ekonomis dengan kontribusi pengaruh efisiensi teknis terhadap

produksi rata-rata petani sebesar 0,984. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 0,016 disebabkan oleh faktor

stochastic seperti serangan hama, cuaca dan iklim serta kesalahan permodelan.

Sedangkan hasil analisis supply chain menunjukkan bahwa supply chain pada

usahatani lidah buaya belum berjalan efisien. Adapun saran yang diberikan

peneliti adalah petani di daerah penelitian diharapkan dapat saling berbagi

pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimiliki untuk mengurangi

kesenjangan efisiensi antar individu. Sedangkan untuk meningkatkan efisiensi

ekonomi, disarankan petani di daerah penelitian meningkatkan pendidikan,

keterampilan dan pengalaman berusahatani serta menghemat biaya input dengan

cara menggunakan input secara proporsional dan memanfaatkan potensi inout

yang ada di daerah penelitian.

Penelitian sistem usahatani bayam Jepang dilakukan oleh Daulay (2007)

dengan tujuan untuk mengetahui sistem usahatani bayam Jepang di lokasi

penelitian, mengetahui produktivitas bayam Jepang di lokasi penelitian,

mengetahui input produksi yang berpengaruh terhadap produktivitas bayam

Jepang di lokasi penelitian dan mengetahui pendapatan usahatani bayam Jepang di

lokasi penelitian. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda dan R/C

rasio.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa produktivitas bayam

Jepang di Desa Rumah Berastagi adalah 12,44 ton/ha dan input produksi yang

berpengaruh terhadap produktivitas bayam Jepang adalah bibit, luas lahan, tenaga

kerja, pupuk dan pestisida. Untuk hasil analisis pendapatan yang dilakukan

diperoleh hasil bahwa komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi

adalah biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp 671.770,83 per petani per musim

tanam dan Rp 2.838.859,33 per hektar per musim tanam. Usahatani bayam Jepang

di lokasi penelitian tergolong usahatani yang menguntungkan dilihat dari jumlah

pendapatan bersih rata-rata per ha per musim tanam sebesar Rp 16.525.331,72 dan

nilai R/C rasio sebesar 3,89. Dilihat dari tingkat investasi diperoleh nilai ROI

Page 30: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

16

sebesar 289,25 persen yang berarti bahwa usahatani bayam Jepang di lokasi

penelitian efisien untuk dilaksanakan. Analisis BEP juga dilakukan pada

penelitian ini dan diperoleh hasil BEP harga sebesar Rp 459,25 per kg dan BEP

unit sebesar 170,03 kg.

Penelitian terkait efisiensi teknis dilakukan oleh Maryono (2008) dengan

tujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan teknologi baru dalam program benih

bersertifikat, menganalisis efisiensi teknis petani sebelum dan setelah program,

dan menganalisis struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sebelum dan

setelah program. Berdasarkan hasil analisis pelaksanaan teknologi usahatani

ditunjukkan bahwa petani yang menggunakan pupuk organik dalam usahataninya

hanya sebanyak 9,68 persen dan petani yang melaksanakan penggunaan pupuk

sesuai anjuran hanya sebesar 45,16 persen responden. Berdasarkan hasil

perhitungan fungsi produksi stochastic frontier, pada masa tanam II terjadi

penurunan tingkat efisiensi teknis petani responden. Hal ini ditunjukkan dengan

angka rata-rata tingkat efisiensi teknis pada masa tanam I sebesar 0,966 dengan

nilai terendah 0,805 dan nilai tertinggi adalah 0,994. Sedangkan pada masa tanam

II nilai rata-rata efisiensi teknis 0,899 dengan nilai terndah 0,732 dan nilai

tertinggi 0,990. Berdasarkan angka-angka tersebut dapat diketahui bahwa dengan

adanya program benih bersertifikat ini justru menurunkan efisiensi teknis rata-rata

sebesar 6,935 persen. Berdasarkan uji statistik berbeda nyata (signifikan) pada

selang kepercayaan 99 persen atau α sebesar 1 persen.

Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa pada masa

tanam I variabel yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis adalah dummy

bahan organik dan dummy legowo, sedangkan pada masa tanam II faktor-faktor

yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses

produksi petani responden adalah pengalaman, pendidikan dan rasio urea-TSP.

Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya tunai sebelum

program sebesar 4,97 dan setelah program nilai nominalnya sebesar 7,09 dan nilai

riilnya sebesar 5,74. R/C rasio atas biaya total setelah program secara nominal

menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sebelum program, namun secara

riil mengalami penurunan. R/C rasio atas biaya total sebelum program sebesar

1,64 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 1,91 dan nilai riilnya

Page 31: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

17

sebesar 1,62. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa program benih bersertifikat

yang dilakukan dapat meningkatkan pendapatan petani di lokasi penelitian secara

nominal. Namun untuk pendapatan secara riil, perlu adanya faktor lain yang

mendukung program tersebut agar mampu meningkatkan pendapatan petani

secara riil.

Hutauruk (2008) melakukan penelitian terkait efisiensi usahatani dengan

tujuan untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi produksi padi di

Kecamatan Telagasari, menganalisis efisiensi teknis petani dan menganalisis

pembiayaan usahatani padi. Penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil

pada musim tanam dimana petani menggunakan benih unggul bersubsidi dan

musim tanam sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis, faktor-faktor yang

berpengaruh pada musim tanam dengan menggunakan benih sendiri adalah lahan,

benih/lahan, pupuk KCL/lahan, pupuk NPK/lahan, tenaga kerja luar

keluarga/lahan dan tenaga kerja dalam keluarga/lahan. Sedangkan pada musim

tanam dengan benih bantuan pemerintah adalah lahan, pupuk KCL/lahan dan

tenaga kerja luar keluarga/lahan. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan

bahwa terjadi penurunan efisiensi teknis sesudah penggunaan benih program

bersubsidi dibandingkan dengan sebelum penggunaan benih program bersubsidi.

Hal tersebut dipengaruhi oleh efek inefisiensi teknis yaitu umur bibit. Selain itu,

nilai efisiensi alokatif dan ekonomis juga menurun pada saat penggunaan benih

program bersubsidi. Hal ini terjadi karena kekakuan petani mengubah penggunaan

faktor produksi akibat perubahan harga. Perubahan input yang tidak berubah

akibat kenaikan harga menyebabkan efisiensi alokatif dan ekonomis turun.

Podesta (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis

tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis usahatani padi Pandan Wangi benih

sertifikat dan benih non sertifikat di Kabupaten Cianjur, menganalisis faktor-

faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani padi Pandan Wangi di Kabupaten

Cianjur, dan menghitung pendapatan petani usahatani padi Pandan Wangi benih

sertifikat dan benih non sertifikat di Kabupaten Cianjur. Penelitian ini

menggunakan tujuh variabel independen penduga dalam fungsi produksi, yaitu

luas lahan (X1), benih (X2), pupuk N (X3), pupuk P (X4), pupuk K (X5), obat cair

(X6) dan tenaga kerja (X7). Sedangkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi

Page 32: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

18

tingkat inefisiensi teknis usahatani padi Pandan Wangi meliputi usia, pendidikan

formal, pengalaman, umur bibit dan dummy status usahatani serta dummy

pendidikan non formal. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa

rata-rata tingkat efisiensi teknis petani pandan wangi benih sertifikat adalah 0,967

sedangkan petani pandan wangi benih non sertifikat adalah 0,713 dengan

frekuensi tersebar. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan atas

biaya tunai dan biaya total usahatani padi Pandan Wangi baik benih sertifikat

maupun benih non sertifikat pada musim tanam II mengalami peningkatan jika

dibandingkan pada saat musim tanam I. nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani

padi Pandan Wangi benih non sertifikat musim tanam II lebih besar dibandingkan

R/C rasio yang lain yakni sebesar 7,54.

Penelitian efisiensi teknis juga dilakukan Nugraha (2010) dengan tujuan

untuk menganalisis keragaan usahatani brokoli di Desa Cibodas, Kecamatan

Lembang ditinjau dari pendapatan usahataninya dan faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi brokoli dan menganalisis efisiensi teknis brokoli di Desa

Cibodas, Kecamatan Lembang. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani,

produksi brokoli dari sejumlah petani responden di Desa Cibodas bisa dikatakan

menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio

atas biaya total usahatani brokoli di Desa Cibodas masing-masing yaitu 1,77 dan

1,31. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa faktor produksi yang memiliki

pengaruh nyata dan positif pada selang 99 persen adalah benih, dan faktor

produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada taraf 95 persen adalah

pupuk kandang, pupuk kimia, dan tenaga kerja. Penambahan jumlah benih dan

pupuk kimia yang digunakan akan meningkatkan jumlah produksi brokoli secara

signifikan. Pestisida padat dan pestisida cair merupakan faktor produksi yang

berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi brokoli. Usahatani

brokoli di Desa Cibodas secara ekonomis belum efisien secara ekonomis.

Khotimah (2010) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis

keragaan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan,

menganalisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknis usahatani ubi

jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya, dan menganalisis tingkat pendapatan usahatani ubi jalar di

Page 33: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

19

Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan. Hasil analisis menunjukkan bahwa

variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan,

benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan

variabel pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar.

Semua variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap produksi ubi jalar.

Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani ubi jalar adalah 0,75 atau 75 persen

dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di

Kecamatan Cilimus telah cukup efisien. Sedangkan hasi dari analisis pendapatan

usahatani ubi jalar menunjukan pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun

biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukan bahwa usahatani ubi jalar di

lokasi penelitian menguntungkan. Hasil analisis menggunakan R/C juga

menunjukan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus menguntungkan untuk

diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar

dari satu.

Penelitian yang dilakukan Sitepu (2010) bertujuan untuk menganalisis

pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian, mengetahui bentuk

saluran pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian, dan menganalisis

efesiensi pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian. Berdasarkan analisis

pendapatan, diperoleh R/C rasio total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya

total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57.

Sedangkan R/C rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang artinya untuk

setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar

Rp 1,84. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut

menguntungkan karena R/C rasio lebih dari satu dan layak untuk dikembangkan.

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada penelitian-penelitian terdahulu terdapat

beberapa faktor yang diduga mempengaruhi inefisiensi suatu usahatani. Namun

dari hasil penelitian diperoleh bahwa faktor-faktor tersebut ada yang berpengaruh

positif maupun negatif terhadap inefisiensi usahatani.

Page 34: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

20

Tabel 9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Usahatani

Peneliti

(Tahun) Judul

Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Inefisiensi

Usahatani

Adhiana

(2005)

Analisis Efisiensi Ekonomi

Usahatani Lidah Buaya (Aloe

Vera) di Kabupaten Bogor :

Pendekatan Stochastic Frontier

- Umur (-) d

- Pendidikan (-) b

- Pengalaman (-) a

- Manajemen (+)

- Pendapatan luar usahatani (+)

Theresia

Lidia

Pinondang

Hutauruk

(2008)

Analisis Efisiensi Usahatani

Padi Benih Bersubsidi di

Kecamatan Telagasari,

Kabupaten Karawang, Jawa

Barat : Pendekatan Stochastic

Production Frontier

- Pengalaman (+)

- Pendapatan di luar usahatani

(+)

- Pendidikan (+)

- Jarak tanam (-)

- Status kepemilikan lahan (-)

- Umur Bibit (+) b

Rosana

Podesta S

(2009)

Pengaruh Penggunaan Benih

Sertifikat terhadap Efisiensi

dan Pendapatan Usahatani

Padi Pandan Wangi

- Umur (-)

- Pendidikan Formal (-)

- Pengalaman (+)

- Umur bibit (-)

- Dummy status usahatani (+)

- Dummy pendidikan non

formal (-)d

Husnul

Khotimah

(2010)

Analisis Efisiensi Teknis dan

Pendapatan Usahatani Ubi

Jalar di Kecamatan Cilimus

Kabupaten Kuningan Jawa

Barat

- Umur (-) b

- Pengalaman (+) c

- Pendidikan (-) d

- Lama kerja di luar usahatani

(+) c

- Pendapatan di luar usahatani

(-) a

- Status kepemilikan lahan (+) d

- Penyuluhan (-) Keterangan : a = nyata pada α = 0,01 c = nyata pada α = 0,10

b = nyata pada α = 0,05 d = nyata pada α ≥ 0,15

Pada Tabel 9 ditunjukkan bahwa faktor-faktor inefisiensi dapat

berpengaruh positif maupun negatif terhadap inefisiensi suatu kegiatan usahatani.

Adapun faktor yang sebagian besar berpengaruh positif terhadap inefisiensi

usahatani dari hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah pengalaman,

pendapatan di luar usahatani, manajemen dan status kepemilikan lahan.

Sedangkan faktor dugaan lainnya seperti umur, lama bekerja di luar usahatani,

penyuluhan, umur bibit, pendidikan, dan sebagainya memiliki pengaruh yang

berbeda-beda di setiap penelitian. Faktor-faktor penyebab inefisiensi yang

digunakan pada penelitian-penelitian terdahulu kemudian menjadi pertimbangan

Page 35: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

21

peneliti untuk menentukan variabel yang digunakan untuk menganalisis

inefisiensi suatu usahatani horenso. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, faktor

pengalaman, pendapatan di luar usahatani dan status kepemilikan lahan akan

dijadikan variabel untuk menganalisis inefisiensi usahatani pada penelitian ini.

Analisis pendapatan usahatani juga banyak dilakukan oleh peneliti untuk

mengetahui tingkat pengembalian dari suatu kegiatan usahatani. Analisis

pendapatan usahatani yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya

menunjukkan bahwa secara keseluruhan kegiatan usahatani yang dilakukan sudah

menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio yang lebih besar dari

satu. Oleh karena itu, kegiatan usahatani layak untuk terus dilakukan dan

dikembangkan.

Page 36: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani menurut Soekarwati (2002) adalah ilmu yang mempelajari

bagaimana cara-cara petani memperoleh dan mengkombinasikan sumberdaya

(lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengolahan) yang terbatas untuk mencapai

tujuannya. Sedangkan Suratiyah (2008) menjelaskan bahwa ilmu usahatani adalah

ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir

faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga

memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.

Keberhasilan dalam suatu usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (faktor internal) dan faktor-faktor di

luar usahatani (faktor eksternal). Faktor-faktor internal usahatani terdiri dari

petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah

keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga.

Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, harga

output, harga faktor produksi, fasilitas kredit, dan penyuluhan bagi petani.

Hernanto (1996) diacu dalam Khotimah (2010) menjelaskan bahwa

terdapat empat unsur pokok faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu :

1) Lahan

Lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor

produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh

karena itu, lahan memiliki beberapa sifat, di antaranya adalah : luasnya relatif

atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat

dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh

dengan cara membeli, menyewa, membuka lahan sendiri, wakaf, menyakap

atau pemberian negara.

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas

menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Dalam usahatani, tenaga

kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : tenaga kerja manusia, tenaga

kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia digolongkan

Page 37: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

23

menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat

mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani didasari oleh tingkat

kemampuannya. Kualitas kerja manusia sangat dipengaruhi oleh umur,

pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan, dan lain-lain. Oleh

karena itu, dalam kegiatan usahatani digunakan satuan ukuran yang umum

untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini

menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan

dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu

dijadikan hari kerja total (HK total). Tenaga kerja manusia dapat diperoleh

dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja ternak sering digunakan untuk

pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik

sering digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pengemdalian hama,

serta pemanenan.

3) Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor

produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan produk

pertanian. Menurut sifatnya modal dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap

yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat,

bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam.

Penggunaan modal berfungsi untuk membantu meningkatkan produktivitas

dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani. Modal dalam suatu

usahatani untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan

usahatani berlangsung. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri,

pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain,

atau kontrak sewa.

4) Manajemen

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan,

mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaik-

baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang

diharapkan. Dengan demikian, pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki

dan faktor yang dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan.

Page 38: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

24

Sementara itu Suratiyah (2008) mengklasifikasikan usahatani menurut

corak dan sifat, organisasi, pola dan tipe usahataninya.

1. Corak dan Sifat

Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten dan

usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usahatani komersil adalah usahatani

yang dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, melainkan juga

untuk memperoleh keuntungan.

2. Organisasi

Berdasarkan organisasinya, usahatani dibagi menjadi usahatani individual,

kolektif dan kooperatif. Usahatani individual merupakan usahatani yang seluruh

prosesnya dilakukan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari

perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri. Usahatani

kolektif merupakan usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan

bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura

maupun keuntungan. Sedangkan usahatani kooperatif merupakan usahatani yang

setiap prosesnya dikerjakan secara individual, namun kegiatan yang penting

dikerjakan oleh kelompok, seperti : pembelian saprodi, pemberantasan hama,

pemasaran hasil, dan pembuatan saluran.

3. Pola

Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak

khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya

mengusahakan satu cabang usahatani saja, seperti : usahatani peternakan,

perikanan, dan tanaman pangan. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani

yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun terdapat batas

yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan

beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang

tegas, seperti tumpang sari dan mina padi.

4. Tipe

Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi usahatani berdasarkan

komoditas yang diusahakan, seperti : usahatani ayam, usahatani kambing, dan

usahatani jagung. Setiap komoditas dapat menjadi tipe usahatani.

Page 39: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

25

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan

total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan

sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam

jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui

keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima. Pendapatan yang

semakin besar mencerminkan keberhasilan petani yang semakin baik. Dengan

dilakukannya analisis tersebut, petani dapat melakukan perencanaan kegiatan

usahatani yang lebih baik di masa yang akan datang.

Soekartawi et al. (2002) menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah

yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani, yaitu :

1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan

produk usahatani.

2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk

pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu

tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai

atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang

diperhitungkan.

5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor

usahatani dengan pengeluaran total usahatani.

Dalam melakukan analisis usahatani, diperlukan data-data yang terkait

dengan penerimaan dan biaya usahatani selama jangka waktu tertentu.

Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara jumlah produksi yang

diperoleh dengan harga jual dari hasil produksi tersebut selama jangka waktu

tertentu. Sedangkan biaya usahatani adalah total pengeluaran petani yang

dikeluarkan untuk kegiatan usahatani selama jangka waktu tertentu.

Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : biaya tetap (fixed

cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya

yang jumlahnya tetap dan dikeluarkan terus menerus tanpa terpengaruh oleh

Page 40: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

26

faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah

satu contoh dari biaya tetap adalah pajak. Sementara biaya variabel didefinisikan

sebagai biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang

digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari biaya

variabel adalah biaya untuk tenaga kerja, dimana penggunaan tenaga kerja yang

lebih banyak akan menyebabkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi.

Pendapatan usahatani terbagi menjadi pendapatan tunai usahatani dan

pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara

penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total

usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang

dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan

usahatani dengan biaya total usahatani.

Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

untuk mengetahui pendapatan usahatani. Dengan dilakukannya analisis R/C rasio,

maka akan diketahui besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk

setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Nilai R/C rasio

yang dihasilkan dapat bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Jika nilai R/C rasio

lebih besar dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya

tersebut. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, maka setiap

tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang

lebih kecil daripada tambahan biaya tersebut. Sedangkan jika nilai R/C rasio sama

dengan satu, maka tambahan biaya yang dikeluarkan akan sama besar dengan

tambahan penerimaan yang didapat, sehingga diperoleh keuntungan normal. Pada

dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin

besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang

dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut layak dan

menguntungkan untuk dilakukan.

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi

Pada suatu proses produksi, terdapat istilah hubungan input dengan output

yang merupakan hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi

dengan produk yang diperoleh. Produk yang dihasilkan oleh suatu proses produksi

Page 41: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

27

tergantung pada kuantitas dan jenis faktor produksi yang digunakan pada proses

produksi tersebut. Hubungan antara faktor produksi dan produksi yang dihasilkan

ini dapat dilihat pada fungsi produksi.

Soekaratawi et al (2002) menjelaskan bahwa fungsi produksi merupakan

hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk,

tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya itu mempengaruhi besar-kecilnya

produksi yang diperoleh. Misalkan Y adalah produksi dan Xi adalah masukan i,

maka besarnya Y akan tergantung pada besarnya X1, X2, X3, ..., Xm yang

digunakan pada fungsi tersebut. Secara aljabar, hubungan Y dan X dapat ditulis

sebagai berikut :

Y = f(X1, X2, X3, ..., Xm) ........................................................................ (3.1)

dimana :

Y : produksi/output

X1, X2, X3, ..., Xm : faktor produksi/input

Jika bentuk fungsi produksi tersebut diketahui, maka informasi harga dan

biaya dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan terbaik maupun

mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan masukan dan

terhadap produksi. Namun hal ini sulit dilakukan oleh petani. Hal ini disebabkan

oleh :

1. Adanya faktor ketidaktentuan terkait cuaca, hama, dan penyakit tanaman.

2. Data yang digunakan untuk pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar.

3. Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata

suatu pengamatan.

4. Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat

diketahui secara pasti.

5. Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus.

Pada dasarnya fungsi produksi dapat dinyatakan secara sistematis maupun

dengan kurva produksi. Kurva tersebut menggambarkan hubungan fisik faktor

produksi dan hasil produksinya, dengan asumsi hanya satu produksi yang berubah

dan faktor produksi lainnya dianggap tetap (cateris paribus).

Page 42: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

28

Selain hubungan input dan output suatu proses produksi, fungsi produksi

juga menggambarkan Marginal Product (MP) dan Average Product (AP).

Pengertian dari Marginal Product (MP) adalah tambahan produksi per kesatuan

tambahan input. Sedangkan Average Product (AP) adalah produksi per kesatuan

input. Adapun kurva produksi digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Kurva Produksi Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal Sumber : Doll dan Orazem (1984)

Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa berdasarkan elastisitas produksinya,

kurva produksi terbagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah I dimana terjadi

Page 43: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

29

peningkatan AP, daerah II dimana terjadi penurunan AP saat MP positif, dan

daerah III dimana terjadi penurunan AP saat MP negatif.

Daerah I berada di sebelah kiri titik AP maksimum dengan nilai elastisitas

produksi lebih besar dari satu (ε > 1). Hal ini berarti bahwa penambahan faktor

produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar

dari satu satuan. Kondisi tersebut dapat terjadi saat nilai MP lebih besar dari nilai

AP. Pada kondisi elastisitas produksi yang lebih besar dari satu, keuntungan

maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan. Oleh karena

itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien.

Daerah II berada di antara AP maksimum dan MP=0 dengan nilai

elastisitas produksi antara nol dan satu (0 < ε < 1). Hal ini berarti bahwa

penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan

produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada daerah ini

terjadi penambahan hasil produksi yang semakin menurun, namun penggunaan

faktor-faktor produksi tertentu di daerah ini dapat memberikan keuntungan

maksimum. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.

Daerah III berada di sebelah kanan MP=0 dengan nilai elastisitas produksi

kurang dari nol (ε < 0). Hal ini berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input

akan menyebabkan penurunan produksi. Pada daerah ini, penggunaan faktor

produksi sudah tidak efisien. Oleh karena itu, daerah III disebut daerah irrasional.

3.1.4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Seinford dan Trail (1990) diacu dalam Coelli et al (1998) menjelaskan

bahwa terdapat dua metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur

tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode yang pertama adalah metode

stochastic frontier yang berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana

keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak,

dan inefisiensi. Sementara metode yang kedua adalah teknik linear programming

(Data Envelopment Analysis) yang tidak mempertimbangkan adanya kesalahan

acak, sehingga efisiensi teknis tersebut bisa menjadi bias.

Menurut Greene (1993) dalam Sukiyono (2005), model produksi frontier

memungkinkan untuk menduga atau memperkirakan efisiensi relatif usahatani

Page 44: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

30

tertentu yang didapatkan dari hubungan antara produksi dan potensi produksi

yang dapat dicapai. Selain itu Van Dijk dan Szirmai (2002) dalam Sirait (2007)

juga menyebutkan bahwa stochastic frontier (SF) lebih baik daripada metode

DEA. Hal ini dikarenakan metode stochastic frontier dapat digunakan secara

langsung untuk menguji hipotesa yang terkait dengan model produksi. Namun

walaupun begitu, model stochastic frontier masih jauh dari kenyataan riil, karena

pencapaian best practice perusahaan banyak dipengaruhi oleh gaya

kepemimpinan, pengalaman dan skala perusahaan (Alvarez dan Inespi 2003,

dalam Sirait 2007).

Giannakas, et al, 2003 diacu dalam Sukiyono, 2005 menjelaskan bahwa

karakteristik model produksi frontier untuk menduga efisiensi teknis adalah

adanya pemisahan dampak dari goncangan peubah eksogen terhadap keluaran

melalui kontribusi ragam yang menggambarkan efisiensi teknis. Hal ini

memungkinkan metode ini digunakan untuk menduga ketidakefisienan suatu

proses produksi tanpa mengabaikan error term (galat) dari modelnya. Jika fungsi

produksi frontier diketahui maka dapat diestimasi inefisiensi teknis melalui

perbandingan posisi aktual relatif terhadap batasnya (Adiyoga 1999, dalam Hutauruk

2008).

Aigner, Lovell dan Schmidt (1977) serta Meeusen dan van den Broeck

(1977) dalam Coelli et al (1998) menjelaskan bahwa fungsi stochastic frontier

merupakan perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek

yang tidak terduga (stochastic frontier) di dalam batas produksi. Dalam fungsi

produksi ini ditambahkan random error (vi) ke dalam variabel acak non negatif

(non-negative random variable) (ui) seperti dirumuskan dalam persamaan sebagai

berikut :

Yi = Xi+ (vi - ui) .................................................................................. (3.2)

dimana :

Yi : Produk yang dihasilkan pada waktu ke-t

Xi : Vektor input yang digunakan pada waktu ke-t

Vektor parameter yang akan diestimasi

vi : Random error atau variabel acak yang bebas dan secara identik

terdistribusi normal (independent-identically distributed atau i.i.d)

Page 45: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

31

ui : Variabel acak setengah normal (half-normal variables) yang

diasumsikan sebagai i.i.d eksponensial.

Variabel vi pada persamaan di atas berfungsi untuk menghitung error dan

faktor random lainnya, seperti : cuaca, pemogokan di dalam nilai variabel output,

yang bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi

di fungsi produksi. Variabel vi tersebut memiliki nilai rataan sebesar nol dan

ragamnya konstan, yaitu : ζv2 atau n(0, ζv

2). Sedangkan variabel ui pada

persamaan di atas berfungsi untuk menangkap efek inefisiensi teknis.

Model yang dijelaskan pada persamaan (3.2) diatas disebut sebagai fungsi

produksi stochastic frontier. Hal ini disebabkan nilai output dibatasi oleh variabel

acak (stochastic) yaitu nilai harapan dari xi+ vi atau exp(xi+ vi). Random error

yang ditunjukkan oleh variabel vi dapat bernilai positif maupun negatif. Begitu

pula dengan output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari

model frontier (exp(xi+ vi)).

Gambar 2 akan menjelaskan tentang struktur dasar dari model stochastic

frontier, dimana sumbu X mewakili input dan sumbu Y mewakili output.

Komponen deterministik dari model frontier, Y=exp(xi), digambarkan sesuai

dengan asumsi diminishing return to scale. Penjelasan Gambar 2 diinterpretasikan

oleh dua petani yaitu petani i dan petani j. Petani i menggunakan input sebesar xi

dan menghasilkan output sebesar yi. Nilai dari output stochastic frontier adalah

yi*, dimana nilai ini berada di atas fungsi produksi yaitu f(xi;β). Hal tersebut bisa

terjadi karena kegiatan produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang

menguntungkan dimana random error atau variabel vi bernilai positif. Sementara

petani j menggunakan input sebesar xj dan menghasilkan output sebesar yj. Output

stochastic frontier-nya sebesar yj* yang berada di bawah fungsi produksi. Hal ini

disebabkan kegiatan produksi petani j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak

menguntungkan dimana random error atau variabel vi bernilai negatif. Hal

tersebut menyebabkan output stochastic frontier tidak dapat diamati karena nilai

random error tidak teramati. Bagian deterministik dari model stochastic frontier

terlihat diantara ouput stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi

lebih besar dari bagian deterministik dari frontier apabila random error yang

sesuai lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya yi > exp (xjβ) jika vj> uj)

Page 46: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

32

(Coelli et al, 1998). Kurva fungsi produksi stochastic frontier pada Gambar 2

menggambarkan produksi maksimum yang dapat dihasilkan oleh sejumlah faktor

produksi yang digunakan pada kegiatan produksi.

Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli et al (1998)

Gambar 3 akan menunjukkan garis produksi TP1 dan TP2 dengan

garis rasio harga. Kondisi efisiensi alokatif ditunjukkan pada titik A dimana garis

harga bersinggungan dengan garis produksi total. Sedangkan efisiensi teknis tidak

terjadi pada titik A tersebut. Hal ini dikarenakan jumlah output yang dihasilkan

lebih kecil dibanding jumlah output yang berada pada TP2. Dengan kata lain,

terdapat cara lain yang lebih baik untuk menghasilkan output yang lebih banyak.

Pada titik C ditunjukkan terjadinya efisiensi teknis dan titik D tidak menunjukkan

adanya efisiensi alokatif maupun efisiensi teknis. Sedangkan titik B menunjukkan

kedua kondisi baik efisiensi alokatif dan teknis.

Gambar 3. Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomis Sumber : Doll dan Orazem (1984)

Page 47: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

33

3.1.5. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi

Dalam suatu kegiatan usahatani, proses produksi yang dilakukan tidak

hanya bertujuan untuk menghasilkan produk dengan jumlah besar, melainkan juga

untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Efisiensi

merupakan perbandingan antara produk yang dihasilkan dengan faktor-faktor

produksi yang digunakan dalam proses produksi, dimana asumsi dasarnya adalah

produksi untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya minimum. Petani

yang rasional akan menggunakan faktor produksi selama nilai tambah yang

dihasilkan oleh tambahan faktor produksi tersebut sama atau lebih besar dengan

tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan faktor produksi tersebut.

Menurut Soekartawi (2002), konsep efisiensi terbagi menjadi efisien

teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency), dan

efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis merupakan

pengalokasian faktor produksi yang sedemikian rupa sehingga menghasilkan

produksi dalam jumlah yang besar. Efisiensi harga dapat dicapai pada kondisi

dimana petani dapat memperoleh keuntungan yang tinggi dari kegiatan usahatani

yang dilakukan. Sedangkan efisiensi ekonomis dapat dicapai pada kondisi dimana

penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum.

Dengan demikian apabila petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga

maka produktivitas akan semakin tinggi.

Sementara Farrel (1957) dalam Coelli et al (1998) menjelaskan bahwa

efisiensi terdiri dari dua komponen yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif.

Efisiensi teknis memperlihatkan kemampuan usahatani untuk memperoleh hasil

maksimal dari penggunaan sejumlah faktor produksi tertentu. Efisiensi alokatif

memperlihatkan kemampuan usahatani untuk menggunakan proporsi faktor

produksi optimal sesuai dengan harganya dan teknologi produksi yang

dimilikinya untuk mencapai keuntungan maksimum. Sedangkan penggabungan

dari efisiensi teknis dan efisiensi alokatif akan menjadi efisiensi ekonomi.

Farrel (1957) juga menjelaskan bahwa terdapat dua pendekatan dalam

perhitungan efisiensi, yaitu pendekatan input dan pendekatan output. Pendekatan

input akan dijelaskan melalui kurva sebagai berikut:

Page 48: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

34

Gambar 4. Efisiensi Teknis dan Alokatif Sumber : Coelli et al (1998)

Pada kurva di atas digambarkan bahwa kurva AA’ menunjukkan kurva

isocost dan BB’ menunjukkan kurva isoquant. Jika usahatani menggunakan faktor

produksi pada titik P, maka jarak sepanjang SP adalah inefisiensi teknis yang

merupakan jumlah faktor produksi yang dapat dikurangi tanpa mengurangi jumlah

produk yang dihasilkan. Titik S pada kurva merupakan titik yang efisien secara

teknis karena titik tersebut berada pada kurva isoquant. Secara matematis, nilai

efisiensi teknis ditulis sebagai berikut :

TEi = 0S/0P = 1-SP/0P ........................................................................... (3.3)

Notasi i menunjukkan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi input.

Nilai TEi menunjukkan derajat efisiensi teknis yang dapat dicapai dimana besaran

nilainya berkisar antara 0 dan 1. Sedangkan efisiensi alokatif dapat dihitung jika

rasio harga input ditunjukkan oleh kurva isocost AA’. Jarak sepanjang RS pada

kurva adalah inefisiensi alokatif yang menunjukkan biaya yang dapat dikurangi

untuk mencapai efisiensi alokatif. Adapun nilai efisiensi alokatif dirumuskan

sebagai berikut :

AEi = 0R/0S ........................................................................................... (3.4)

Efisiensi ekonomis pada akhirnya ditunjukkan oleh titik S’ yang

merupakan perpaduan antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Selain itu

kurva SS’ juga merupakan kurva isoquant yang menunjukkan kondisi efisien

secara penuh. Secara matematis efisiensi ekonomis dirumuskan sebagai berikut :

EEi = TEi x AEi = (0S/0P) x (0R/0S) = 0R/0P ....................................... (3.5)

Page 49: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

35

Daryanto (2002) diacu dalam Khotimah (2010) menjelaskan bahwa

terdapat dua pendekatan alternatif untuk menguji sumber-sumber inefisiensi

teknis. Pendekatan yang pertama adalah prosedur dua tahap. Tahap pertama

merupakan pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu

perusahaan, dan tahap kedua merupakan pendugaan terhadap regresi dimana skor

efisiensi (inefisiensi dugaan) dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial

ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Sedangkan

pendekatan yang kedua adalah prosedur satu tahap dimana efek inefisiensi dalam

stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan

dalam menjelaskan inefisiensi dalam proses produksi.

Pada penelitian ini, model inefisiensi yang digunakan mengacu pada

model Coelli et al (1998). Dalam perhitungan inefisiensi teknis, digunakan

variabel ui yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N

(µ, ζ2). Nilai parameter distribusi (µ) efek inefisiensi teknis dapat diperoleh

melalui perhitungan sebagai berikut :

μ = δ0 + Zitδ + wit ................................................................................... (3.6)

Zit pada perhitungan tersebut adalah variabel penjelas yang merupakan faktor

dengan ukuran (1xM) yang nilainya konstan, δ adalah parameter skalar yang

dicari nilainya dengan ukuran (1xM).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Horenso kini mulai banyak dikonsumsi oleh masyarakat di kota-kota besar

khususnya kalangan menengah ke atas. Hal ini disebabkan keunggulan kandungan

gizi dan nutrisi yang dimiliki oleh sayuran ini. Banyaknya restauran Jepang yang

didirikan di kota-kota besar khususnya Jabodetabek pada beberapa tahun terakhir

mendukung berkembangnya komoditi yang berasal dari Jepang ini. Tidak hanya

itu, manfaat serta prestise yang dirasa oleh konsumen jika mengkonsumsi horenso

menjadikan komoditi ini memiliki harga yang tinggi dibanding harga sayuran

lokal. Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki, potensi pasar untuk horenso

menjadi semakin terbuka lebar.

Kabupaten Cianjur khususnya Kecamatan Pacet sebagai salah satu sentra

produksi sayuran termasuk horenso, memiliki keunggulan berupa tempat yang

Page 50: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

36

strategis. Jika dibandingkan dengan sentra sayuran lain seperti Lembang, wilayah

ini memiliki jarak yang lebih dekat dengan Jakarta, dimana Jakarta memiliki

tingkat konsumsi yang tinggi karena tingginya daya beli serta jumlah penduduk di

daerah tersebut. Hal ini menjadikan hasil produksi sayuran di Kabupaten Cianjur

khususnya Kecamatan Pacet sebagian besar di pasok ke Jakarta. Di Jakarta sendiri

horenso cukup banyak tersedia di restoran Jepang dan swalayan dengan segmen

tertentu. Jumlah restoran Jepang yang cukup tinggi di Jakarta secara langsung

berdampak pada jumlah permintaan horenso. Dengan begitu, pemasok horenso

dituntut untuk berproduksi dalam jumlah besar dan kontinu.

Horenso di Kabupaten Cianjur khususnya Kecamatan Pacet merupakan

komoditi yang tergolong baru dibudidayakan. Namun saat ini sudah cukup banyak

petani yang membudidayakan komoditi tersebut. Hal ini dikarenakan munculnya

Kelompok Tani Agro Segar sebagai kelompok tani pelopor yang

membudidayakan sayuran Jepang pada beberapa tahun lalu. Peluang yang dirasa

bagus oleh petani-petani di Kabupaten Cianjur mendorong mereka untuk

membudidayakan sayuran Jepang. Selain itu, harga yang cukup tinggi dan relatif

stabil membuat para petani memilih horenso untuk dibudidayakan di lahan

mereka. Petani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar juga memiliki tingkat

permintaan yang tinggi, tetapi hal ini belum diimbangi dengan hasil produksi yang

mampu memenuhi permintaan tersebut. Hal ini menjadi kendala bagi para petani

horenso pada Kelompok Tani Agro Segar Kabupaten Cianjur dan sangat

berdampak pada tingkat pendapatan para petani tersebut.

Dalam kegiatan usahatani secara umum, ketersediaan dan penggunaan

faktor-faktor produksi serta teknik budidaya sangat berpengaruh pada tingkat

efisiensi teknis. Hal ini juga akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan

pendapatan usahatani. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan model fungsi

produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier untuk menduga input yang

digunakan dalam usahatani horenso. Hal ini dilakukan untuk melihat bagaimana

input-input tersebut mempengaruhi produksi horenso. Input-input yang diduga

adalah luas lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk organik, pupuk anorganik dan

pestisida.

Page 51: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

37

Pada penelitian ini juga dilakukan analisis inefisiensi teknis. Analisis ini

dilakukan untuk mengetahui ketersediaan efek inefisiensi secara teknis pada

model. Variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi adalah luas lahan, umur

petani, pengalaman usahatani, pendidikan formal, lama kerja di luar usahatani,

pendapatan di luar usahatani, penyuluhan, dan status kepemilikan lahan. Variabel-

variabel ini dipilih dengan alasan beberapa penelitian terdahulu menggunakan

variabel-variabel tersebut untuk menganalisis inefisiensi usahatani. Hasil olahan

ini akan menggambarkan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan inefisensi

usahatani horenso.

Hasil analisis tersebut akan menunjukkan tingkat efisiensi dari masing-

masing petani. Hal ini dapat digunakan untuk pengambilan keputusan terkait

kombinasi faktor-faktor produksi usahatani yang optimal dan melihat faktor

efisiensi teknis yang mempengaruhi usahatani horenso serta faktor-faktor yang

harus segera diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan

petani. Tingkat efisiensi teknis dapat juga digunakan untuk pengambilan

kebijakan pertanian di masa mendatang. Jika tingkat efisiensi teknis yang dicapai

sangat tinggi (mendekati frontier), artinya peluang untuk meningkatkan lebih

lanjut tidak optimistik sehingga kebijakan yang ditempuh haruslah mencari

alternatif lain (misalnya melakukan perluasan areal budidaya horenso).

Kinerja (performansi) produksi petani juga dapat dianalisis menggunakan

analisis pendapatan usahatani. Analisis tersebut bisa digunakan untuk

menggambarkan kondisi umum usahatani horenso di Desa Ciherang. Berdasarkan

uraian di atas maka kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat

digambarkan pada Gambar 5.

Page 52: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

38

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan horenso yang tinggi dari

subsistem hilir menuntut kontinuitas produksi

Harga horenso tinggi dibanding sayuran lokal

Relatif baru dilakukan budidaya horenso di

Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur

Kondisi alam di Kecamatan Pacet Kabupaten

Cianjur mendukung untuk pembudidayaan

horenso.

Analisis Pendapatan dan Efisiensi

Teknis Usahatani Horenso

Efisiensi Teknis pada Usahatani

Horenso dan Keuntungan Maksimum

bagi Petani Pembudidaya Horenso

Output Produksi Input Produksi

Stochastic Production Frontier

Pendapatan Usahatani

1. Pendapatan bersih

usahatani

2. R/C atas Biaya Tunai

dan R/C atas Biaya

Total

3. BEP Harga dan BEP

Unit

Pendapatan Usahatani Efisiensi Teknis

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi

Produksi Frontier :

lahan, TK, bibit,

pupuk organik,

pupuk anorganik

dan pestisida.

Faktor-faktor yang

Mempengaruhi

Inefisiensi Usahatani

Horenso : umur,

pengalaman,

pendidikan formal,

penyuluhan dan status

kepemilikan lahan,.

Page 53: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Agro Segar di Desa Ciherang

Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Cianjur

khususnya Kecamatan Pacet dilakukan secara purposive dengan pertimbangan

bahwa wilayah ini merupakan salah satu sentra sayuran untuk daerah Jawa Barat

yang memiliki lokasi strategis untuk pemasarannya. Kelompok Tani Agro Segar

di Desa Ciherang juga dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa

kelompok tani ini adalah salah satu pemasok sayuran eksklusif untuk supermarket

dan restoran jepang di wilayah Jabodetabek yang ingin diketahui efisiensi

teknisnya. Selain itu Kelompok Tani Agro Segar juga telah menjadi salah satu

pilot project Agro industry di Kabupaten Cianjur. Pengambilan data dilakukan

pada bulan Mei sampai Juni 2011.

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan di lokasi penelitian dan

wawancara secara langsung dengan petani menggunakan kuisioner. Data primer

yang diperoleh meliputi data karakteristik petani dan data usahatani horenso.

Karakteristik petani meliputi data nama, usia, alamat, pendidikan formal dan non

formal, pengalaman usahatani, status kepemilikan lahan, alasan menanam

horenso, pendapatan rumah tangga, teknis budidaya horenso dan lain-lain. Data

tersebut berguna untuk mengetahui gambaran mengenai kondisi petani horenso di

lokasi penelitian. Data usahatani horenso yang dikumpulkan meliputi luas lahan

yang digunakan untuk usahatani horenso, faktor-faktor produksi yang digunakan

untuk usahatani horenso, dan produksi horenso selama satu musim tanam serta

data lain yang dapat mendukung analisis pendapatan, fungsi produksi stochastic

frontier dalam usahatani horenso.

Data sekunder untuk penelitian diperoleh dari beberapa jurnal, data

internet, dan berbagai instansi yang terkait dengan penelitian ini, antara lain : Biro

Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur,

Perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan FEM IPB, Pemerintah Desa Ciherang dan

Page 54: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

40

lain-lain. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 petani

horenso. Pemilihan jumlah responden dikarenakan jumlah tersebut sudah cukup

kuat untuk menunjukkan keragaman populasi. Pemilihan responden penelitian

dilakukan secara purposive.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data primer dan sekunder yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis

dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk

mengetahui keragaan usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar

Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan

untuk mengidentifikasi pendapatan usahatani horenso serta faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap produksi dan efisiensi teknis horenso pada Kelompok Tani

Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

Pengolahan dan analisis data yang telah diperoleh dilakukan dengan

menggunakan program Microsoft Excel, Minitab 14, dan Frontier 4.1. Dari

pendekatan tersebut diperoleh hasil analisis pendapatan usahatani horenso serta

faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi dan inefisiensi usahatani horenso.

4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani

Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani, perlu dilakukan

pencatatan seluruh penerimaan total dan biaya total usahatani dalam satu musim

tanam. Penerimaan total adalah nilai produk total dalam jangka waktu tertentu.

Biaya total adalah nilai semua input yang dikeluarkan untuk proses produksi.

Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pendapatan usahatani dibedakan

menjadi pendapatan atas biaya tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai

adalah pendapatan atas biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani.

Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah penadapatan dimana semua input

milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya. Secara matematis, perhitungan

penerimaan total, biaya dan pendapatan dirumuskan sebagai berikut :

TR = Py x Y

TC = TFC + TVC

π tunai = TRtotal - TCtunai

π tunai = TRtotal – ( TCtunai + Bd)

Page 55: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

41

dimana :

TRtotal : Total penerimaan tunai usahatani (Rupiah)

TCtunai : Total biaya tunai usahatani (Rupiah)

π : Pendapatan (Rupiah)

Bd : Biaya yang diperhitungkan (Rupiah)

Py : Harga output (Rupiah)

Y : Jumlah output (kg)

TVC : Total biaya variabel (Rupiah)

TFC : Total biaya tetap (Rupiah)

Penerimaan usahatani terbagi atas penerimaan tunai dan penerimaan total.

Penerimaan tunai merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk

usahatani, yaitu jumlah produk yang dijual dikalikan dengan harga jual produk.

Penerimaan total usahatani merupakan keseluruhan nilai produksi usahatani baik

dijual, dikonsumsi keluarga dan dijadikan persediaan. Selain itu, biaya usahatani

juga dibagi menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya total. Biaya tunai adalah

jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kebutuhan

usahatani. Sedangkan biaya total adalah seluruh nilai yang dikeluarkan bagi

usahatani, baik tunai maupun tidak tunai.

Analisis R/C rasio merupakan alat analisis dalam usahatani yang berfungsi

untuk mengetahui kelayakan dari kegiatan usahatani yang dilaksanakan dengan

membandingkan nilai output terhadap nilai inputnya atau dengan kata lain

membandingkan penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahataninya.

Analisis R/C rasio dilakukan untuk mengetahui besarnya penerimaan yang

dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu kegiatan usahatani. Jika

rasio R/C bernilai lebih dari satu (R/C > 1), maka usahatani layak untuk

dilaksanakan. Sebaliknya jika rasio R/C bernilai kurang dari satu (R/C < 1), maka

usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Analisis R/C rasio dilakukan

berdasarkan jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tunai dan biaya total.

Adapun rumus R/C rasio atas biaya tunai adalah sebagai berikut :

R/C atas Biaya Tunai =

Page 56: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

42

Sedangkan rumus R/C rasio atas biaya total adalah sebagai berikut:

R/C atas Biaya Total =

Suratiyah (2008) menjelaskan bahwa Break Even Point atau BEP terbagi

menjadi dua, yaitu BEP unit dan BEP harga. BEP unit adalah analisis yang

digunakan untuk menentukan dan mencari jumlah barang yang harus dijual pada

harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul. Sedangkan BEP harga

adalah analisis yang digunakan untuk menentukan harga yang harus didapatkan

petani untuk menutupi biaya-biaya yang timbul. Break Even Point atau BEP

hanya dapat terjadi pada saat nilai total penerimaan sama dengan nilai total biaya

yang dikeluarkan (TR=TC). Perhitungan BEP unit dirumuskan sebagai berikut :

Sedangkan perhitungan BEP harga dirumuskan sebagai berikut :

4.3.2. Spesifikasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Pada penelitian ini, bentuk fungsi produksi yang digunakan adalah

Stochastic Frontier Cobb-Douglas. Bentuk fungsi produksi ini dipilih karena

tergolong sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk fungsi linear. Spesifikasi

model tersebut akan dirumuskan ke dalam persamaan di bawah ini :

ln Y = ln β0 + β1 ln L + β2 ln B + β3 ln TK + β4 ln Po + β5 ln Pa + β6

ln Pest + vi - ui

dimana :

Y : Produksi total horenso (kg)

L : Luas lahan yang digarap (ha)

Page 57: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

43

B : Jumlah bibit (kg)

TK : Penggunaan tenaga kerja (HOK)

Po : Jumlah pupuk organik (kg)

Pa : Jumlah pupuk anorganik (kg)

Pest : Jumlah pestisida (kg)

β0 : Intersep

βi : Koefisien Parameter Penduga, dimana i = 1,2,3…9.

0 < βi < 1 (Diminishing Return)

vi - ui : Error term (ui = efek inefisiensi teknis dalam model)

Penyelesaian model dilakukan dengan menggunakan dua tahap. Tahap

yang pertama dilakukan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS)

dan tahap kedua dilakukan menggunakan metode Maximum-Likelihood Estimate

(MLE). Tahap pertama atau OLS dilakukan dengan tujuan untuk melihat

keberadaan autokorelasi dan multikolinearitas pada model. Hal ini perlu

dilakukan karena pada tahap kedua atau MLE, model hanya dapat diolah jika

pada model tidak terdapat autokorelasi maupun multikolinearitas.

4.3.3. Analisis Inefisiensi Teknis

Pada penelitian ini, metode efek inefisiensi teknis yang digunakan didasari

pada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli

(1998). Variabel ui berfungsi untuk menghitung efek inefisiensi teknis. Adapun

nilai parameter distribusi dari inefisiensi teknis pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

µi = δ0 + Z1δ1 + Z2δ2 + Z3δ3 + Z4δ4 + Z5δ5 + wit

dimana :

Z1 : Umur petani (tahun)

Z2 : Pendidikan formal petani (tahun)

Z3 : Pengalaman usahatani (tahun)

Z4 : Dummy penyuluhan

Z5 : Dummy status kepemilikan lahan

Page 58: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

44

Terdapat beberapa hipotesis yang digunakan pada model inefisiensi teknis

dalam persamaan di atas, yaitu :

1. Semakin berumur usia petani yang mengusahakan usahatani maka diduga

akan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis.

2. Semakin lama pendidikan formal petani, diduga akan berpengaruh negatif

terhadap inefisiensi teknis.

3. Semakin lama pengalaman petani dalam kegiatan usahatani maka akan

berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis.

4. Semakin sering petani mengikuti penyuluhan maka diduga akan berpengaruh

negatif terhadap inefisiensi teknis.

5. Status kepemilikan lahan diduga mempengaruhi keseriusan petani dalam

mengolah lahannya dimana petani non penyewa cenderung lebih inefisien

dibanding petani penyewa.

Semua parameter pada fungsi stochastic frontier dan efek inefisiensi

secara simultan diperoleh dengan menggunakan program Frontier 4.1. Pengujian

efek inefisiensi dilakukan dengan metode statistik. Pengujian Frontier 4.1 akan

menghasilkan nilai perkiraan varian dari parameter dalam bentuk berikut ini :

σs2 = σv

2 + σu

2 dan γ = σu

2 / σs

2

Nilai parameter gamma (γ) berkisar antara nol dan satu. Untuk keputusan

penerimaan hipotesa nol (akan dijelaskan dalam bagian uji hipotesa) atau

ditentukan oleh nilai kritis.

Efisiensi teknis petani ke-i adalah nilai harapan dari (-ui) yang dinyatakan

sebagai berikut :

TEi =

TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i, dan yi adalah fungsi output deterministic

(tanpa error term). Nilai efisiensi teknis tersebut berbanding terbalik dengan efek

inefisiensi teknis di atas yang juga bernilai di antara nol dan satu. Nilai efisiensi

teknis dalam persamaan di atas digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah

output dan input tertentu (cross section data) dan tidak untuk input yang bersifat

logaritmik (panel data) (Coelli et al, 1998).

Page 59: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

45

4.3.4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis berfungsi sebagai jawaban awal dari analisis di atas. Adapun

hipotesis yang dibentuk adalah sebagai berikut :

H0 : δ1 = 0

H1 : δ1 ≠ 0

Hipotesis nol memiliki arti bahwa koefisien dari masing-masing variabel

di dalam model efek inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima, maka

masing-masing variabel penjelas dalam model efek inefisiensi tidak memiliki

pengaruh terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses produksi.

Uji statistik yang digunakan yaitu :

t-hitung =

t-tabel = t(α, n-k-1)

Kriteria uji :

│t- itung│ > t-tabel t(α, n-k-1) : tolak H0

│t- itung│< t-tabel t(α, n-k-1) : terima H0

dimana : k : Jumlah variabel bebas

n : Jumlah pengamatan (responden)

S (δi) : Simpangan baku koefisien efek inefisiensi.

4.4. Definisi Operasional

Pada penelitian ini, variabel yang diamati adalah data dan informasi

usahatani horenso yang diusahakan oleh petani. Variabel tersebut terlebih dahulu

didefinisikan untuk mempermudah pengumpulan data yang mengacu pada

pengertian di bawah ini :

1. Produksi horenso (Y) adalah horenso yang dihasilkan dalam satu musim

tanam yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

2. Luas lahan (L) adalah luas lahan yang digunakan untuk berusahatani horenso

yang diukur dalam satuan ribu meter persegi (000 m2).

3. Bibit horenso (B) adalah jumlah bibit horenso yang digunakan petani untuk

satu kali musim tanam yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Page 60: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

46

4. Pupuk organik (Po) adalah jumlah pupuk organik yang digunakan petani

untuk memupuk horenso selama satu kali musim tanam yang diukur dalam

satuan kilogram (kg).

5. Pupuk anorganik (Pa) adalah jumlah pupuk anorganik yang digunakan petani

untuk memupuk horenso selama satu kali musim tanam yang diukur dalam

satuan kilogram (kg).

6. Pestisida (Pest) adalah jumlah pestisida yang digunakan petani untuk

pengendalian hama selama satu musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan

adalah liter (lt) untuk pestisida cair dan kilogram (kg) untuk pestisida padat.

7. Tenaga kerja (TK) adalah jumlah tenaga kerja total yang digunakan dalam

proses produksi untuk berbagai kegiatan usahatani selama satu musim tanam.

Tenaga kerja diukur dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK) dan mengabaikan

jenis tenaga kerja yang digunakan apakah dari dalam keluarga atau luar

keluarga.

8. Usia petani (Z1) adalah usia petani saat musim tanam horenso yang diukur

dalam satuan tahun.

9. Pendidikan formal (Z2) adalah lamanya pendidikan formal yang pernah

diperoleh petani yang diukur dalam satuan tahun.

10. Pengalaman berusahatani (Z3) adalah lamanya petani dalam mengusahakan

usahatani horenso yang diukur dalam satuan tahun.

11. Penyuluhan (Z4) adalah informasi yang didapat dari penyuluhan dalam

bentuk dummy. Satu untuk petani yang mengikuti penyuluhan dan nol untuk

yang tidak mengikuti penyuluhan.

12. Status kepemilikan lahan (Z5) dalam bentuk dummy. Satu untuk petani yang

memiliki lahan garap sendiri, HGP, dan sakap dan nol untuk petani yang

menyewa.

Page 61: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

5.1 Gambaran Umum Kabupaten Cianjur

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu dari 17 kabupaten di Provinsi

Jawa Barat. Secara geografis wilayah ini terletak pada koordinat 106°42’-107°25’

Bujur Timur dan 6°21’-25° Lintang Selatan. Kabupaten yang berada tepat di

tengah Provinsi Jawa Barat ini memiliki luas sebesar 350.148 km2 yang terdiri

dari 32 kecamatan serta 348 desa, dimana mayoritas penduduk Kabupaten Cianjur

bekerja pada bidang pertanian, yaitu sekitar 52 persen. Sedangkan 23 persen

penduduk lainnya bekerja pada bidang perdagangan.

Secara administratif Kabupaten Cianjur berbatasan dengan wilayah-

wilayah sebagai berikut :

- Sebelah utara : Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta

- Sebelah barat : Kabupaten Sukabumi

- Sebelah selatan : Samudra Indonesia

- Sebelah timur : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut

Kabupaten Cianjur terbagi menjadi tiga wilayah pembangunan secara

geografis, yaitu : wilayah utara, tengah dan selatan.

1. Wilayah Utara

Wilayah utara merupakan daerah yang beriklim tropis sehingga cocok

untuk areal pertanian yang subur seperti sayuran, teh dan tanaman hias. Wilayah

ini terdiri dari dataran tinggi yang terletak di kaki Gunung Gede. Sebagian besar

daerahnya berupa pegunungan dan sebagian lagi berupa dataran yang digunakan

untuk areal perkebunan dan persawahan. Daerah tersebut meliputi 15 kecamatan

yakni Cibeber, Bojong Picung, Ciranjang, Karang Tengan, Cianjur,

Warungkondang, Cugenang, Pacet, Mande, Cikalongkulon, Sukaluyu, Cilaku,

Sukaresmi, Gekbrong dan Cipanas.

2. Wilayah Tengah

Wilayah tengah tergolong kedalam daerah perbukitan kecil sehingga

sering terjadi longsor. Hal ini dikarenakan struktur tanah yang labil. Kecamatan

yang tergolong kedalamnya meliputi Tanggeung, Pagelaran, Kadupandak,

Takokak, Sukanagara, Campaka dan Campakamulya. Wilayah tengah cocok

untuk ditanami padi, kelapa dan buah-buahan.

Page 62: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

48

3. Wilayah Selatan

Wilayah selatan merupakan dataran rendah dan terdapat bukit-bukit kecil

yang diselingi pegunungan melebar sampai ke daerah pantai Samudra Indonesia.

Seperti halnya wilayah bagian tengah, kondisi struktur tanah di wilayah selatan ini

labil sehingga sering terjadi longsor. Areal perkebunan dan persawahan di

daerah ini juga tidak terlalu luas yang mencakup Kecamatan Agrabinta, Leles,

Sindangbarang, Cidaun, Naringgul, Cibinong, Cikadu dan Cijati. Wilayah selatan

banyak ditanami palawija, teh, padi, kelapa, aren dan coklat. Selain itu wilayah

selatan juga bisa dijadikan objek wisata pantai yang masih alami.

5.2 Profil Kelompok Tani Agro Segar

Kelompok Tani Agro Segar merupakan kelompok tani pelopor yang

pertama kali membudidayakan sayuran Jepang di Kabupaten Cianjur. Kelompok

tani ini fokus pada komoditas sayuran dan buah khususnya pada sayuran Jepang.

Kelompok tani yang beralamat di Jalan Raya Cipanas, Ciherang, Pacet ini berdiri

sejak tahun 2000 dibawah pimpinan Bapak Santoso. Hingga saat ini Kelompok

Tani Agro Segar memiliki anggota sejumlah 43 orang dengan total luas lahan

sebesar 16,83 hektar. Dengan luas lahan yang relatif kecil Kelompok Tani Agro

Segar memiliki kapasitas sayuran dan buah yang cukup tinggi yaitu sekitar 1500

kg per hari. Sayuran dan buah ini yang kemudian akan disalurkan ke supermarket

dan restauran Jepang di wilayah Jabodetabek (Lampiran 1).

Kelompok Tani Agro Segar memiliki visi dan misi yang dijadikan

pedoman bagi kelompok tani tersebut dalam menjalankan kegiatannya. Adapun

visi dan misi Kelompok Tani Agro Segar adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan produk sayuran yang sehat baik sayuran konvensional maupun

organik sesuai dengan prinsip 4K, yaitu ;

Kualitas

Kuantitas

Kontinuitas

Komitmen

2. Memenuhi kebutuhan dan permintaan sayuran Jepang di wilayah Jakarta dan

sekitarnya, baik secara langsung personal, perumahan, maupun melalui

restoran, supermarket, serta perusahaan.

Page 63: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

49

3. Meraih dan memanfaatkan peluang dan potensi pasar dengan sebaik-baiknya.

Kelompok Tani Agro Segar memiliki kegiatan-kegiatan usaha yang

dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani anggota

yang terdiri dari : menyediakan sarana produksi berupa bibit, memproduksi

berbagai jenis sayur dan buah, menampung hasil produksi, pengolahan hasil

berupa sortasi dan pengemasan, serta pemasaran hasil panen sayur dan buah para

petani anggota. Selain itu, untuk meningkatkan kemampuan teknis para petani

anggota, Kelompok Tani Agro Segar memberikan pelatihan-pelatihan dan

pembinaan yang terkait dengan komoditi yang diusahakan oleh kelompok tani

tersebut. Hampir seluruh anggota Kelompok Tani Agro Segar memiliki mata

pencaharian utama sebagai petani. Sedangkan sebagian kecil lainnya memiliki

pekerjaan utama sebagai pedagang dan buruh bangunan.

5.3 Karakteristik Petani Responden

Karakteristik petani responden yang akan dijelaskan dikelompokkan

menurut usia, tingkat pendidikan formal, penyuluhan, pengalaman usahatani dan

status kepemilikan lahan. Keragaman karakteristik tersebut akan mempengaruhi

keputusan petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani.

Petani yang menjadi responden memiliki rentang usia antara 20-60 tahun,

namun petani responden didominasi oleh petani dengan usia 45-54. Hal ini

menunjukkan bahwa mayoritas petani telah berada pada usia yang tidak produktif

dimana akan mempengaruhi pengambilan keputusan dan kemampuan fisik petani

dalam melakukan kegiatan usahatani. Adapun persentase usia petani responden

akan ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia pada Tahun 2011

Usia (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

20-24 2 6,67

25-34 7 23,33

35-44 8 26,67

45-54 11 36,67

55-60 2 6,67

Total 30 100

Pendidikan yang dilihat dari petani responden adalah lamanya pendidikan

formal yang dijalani oleh petani responden. Tingkat pendidikan petani responden

Page 64: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

50

dapat dilihat dari tingkat pendidikan terakhir yang pernah dijalani. Tabel 11 akan

menunjukkan sebaran tingkat pendidikan formal petani responden dimana

mayoritas petani responden memiliki tingkat pendidikan lulusan SD, yaitu 70

persen. Hal ini akan sangat mempengaruhi pengambilan keputusan usahatani dan

kemampuan adaptasi terhadap teknologi baru yang diperkenalkan guna

peningkatan produksi tanaman.

Tabel 11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

Tidak lulus SD 4 13,33

Lulusan SD 21 70

Lulusan SMP 3 10

Lulusan SMA 2 6,67

Sarjana 0 0

Total 30 100

Tabel 12 akan menunjukkan sebaran petani responden berdasarkan

keikutsertaannya dalam penyuluhan-penyuluhan yang diadakan oleh Dinas

Pertanian (BPP) setempat. Sebanyak 14 petani responden pernah mengikuti

penyuluhan. Mengingat petani responden yang berjumlah 30 orang, maka angka

petani responden yang mengikuti penyuluhan masih tergolong kecil karena

belum sampai 50 persen dari jumlah total petani responden. Hal ini sangat terkait

dengan kemampuan teknis petani responden dalam melaksanakan kegiatan

usahatani.

Tabel 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan Penyuluhan

Pernah Mengikuti

Penyuluhan

Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

Ya 14 46,67

Tidak 16 53,33

Total 30 100

Sayuran Jepang khususnya horenso merupakan sayuran yang masih

tergolong baru dibudidayakan oleh para petani responden. Rata-rata pengalaman

bertani horenso yang dimiliki petani responden adalah 3-6 tahun. Tabel 13 akan

menunjukkan sebaran petani responden berdasarkan pengalaman usahatani

horenso yang dimiliki.

Page 65: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

51

Tabel 13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani

Horenso

Pengalaman (tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

1-3 12 40

4-6 15 50

7-10 3 10

Total 30 100

Tabel 14 menunjukkan sebaran petani responden berdasarkan status

penguasaan lahan. Perbandingan antara petani responden yang merupakan

pemilik dan non pemilik lahan hampir seimbang yaitu masing-masing 46,67

persen dan 53,33 persen. Petani responden yang merupakan pemilik lahan

menggunakan modal sendiri dalam mengusahakan usahatani, sehingga seluruh

biaya termasuk biaya input dan tenaga kerja berasal dari modal sendiri.

Sedangkan petani yang merupakan non pemilik lahan menggarap lahan dengan

menyewa, bagi hasil (sakap) atau gadai.

Tabel 14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan

Status Kepemilikan

Lahan

Jumlah Responden (orang) Persentase (%)

Pemilik 14 46,67

Non Pemilik 16 53,33

Total 30 100

Bagi petani responden yang menyewa lahan, petani tersebut membayar

sewa per musim tanam. Sedangkan bagi petani yang melakukan sakap atau bagi

hasil biasanya biaya input ditanggung pemilik, hanya biaya tenaga kerja yang

ditanggung petani penggarap. Terkadang pada awal musim tanam petani

penggarap juga mengeluarkan biaya pembelian input, setelah panen biaya

pembelian input tersebut dikurangi dengan hasil penjualan panen.

5.4 Usahatani Horenso

5.4.1 Pembibitan

Varietas horenso yang dibudidayakan oleh petani responden adalah

varietas Ritoma Hybrid F1 Chinese Spinach. Mayoritas petani responden

menggunakan bibit dengan merk AMS Seeds. Bibit tersebut dapat diperoleh di

Kelompok Tani Agro Segar dengan harga sekitar Rp 65.000,00 per kemasan

berisi 250 gram. Penggunaan bibit dengan merk AMS Seeds tersebut banyak

Page 66: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

52

dipilih oleh petani responden karena memiliki beberapa keunggulan di antaranya

pentumbuhannya lebih cepat dan lebih seragam. Adapun jumlah penggunaan

bibit yang dianjurkan adalah 10-15 kg per hektar.

Terdapat dua metode penanaman horenso, yaitu : penanaman dengan

pembibitan terlebih dahulu dan penanaman langsung tebar. Metode penanaman

dengan pembibitan terlebih dahulu harus melalui proses pembibitan. Adapun

proses pembibitan horenso adalah sebagai berikut : bibit direndam di dalam air

selama 30 menit lalu ditiriskan. Kemudian bibit diperam selama tiga hari hingga

berkecambah. Bibit yang telah berkecambah ditanam di kebun semai hingga

berusia dua minggu. Setelah itu bibit dapat ditanam di lahan pertanian yang telah

diolah sebelumnya. Namun seluruh petani responden di lokasi penelitian

menggunakan metode penanaman langsung tebar. Hal ini dikarenakan perbedaan

hasil dari kedua metode tersebut kurang signifikan, sedangkan penanaman

dengan pembibitan terlebih dahulu memerlukan waktu dan usaha yang lebih

besar.

5.4.2 Pengolahan Lahan

Hal pertama yang dilakukan dalam pengolahan lahan adalah

menghaluskan tanah yang masih berupa bongkahan. Kemudian tanah dibentuk

bedengan dengan lebar bedeng sebesar 150 cm dan jarak antar bedeng sebesar

75 cm. Jumlah bedeng disesuaikan dengan luas lahan yang dimiliki petani

responden. Tanah yang telah dibentuk bedengan kemudian dicampur dengan

pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 dan didiamkan selama dua minggu.

Jika tanah memiliki pH kurang dari 5, maka dapat ditambahkan kapur dengan

dosis rata-rata 3-4 ton per hektar. Seluruh petani responden di lokasi penelitian

melakukan metode yang sama, dimana alat yang digunakan untuk pengolahan

lahan masih berupa alat sederhana yaitu cangkul.

Pengolahan lahan dilakukan dengan tujuan untuk membentuk tanah yang

subur dan memiliki struktur yang mendukung tumbuhnya tanaman khususnya

horenso. Selain itu berfungsi dalam menstabilkan kondisi tanah, memperbaiki

sifat fisik tanah serta memperbaiki pengairan sehingga diharapkan hasil yang

diperoleh maksimal.

Page 67: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

53

5.4.3 Penanaman

Penanaman horenso yang dilakukan petani responden tergolong mudah.

Dapat dikatakan demikian karena seluruh petani responden di lokasi penelitian

menggunakan metode penanaman langsung tebar, dimana proses penanaman

tersebut tidak perlu melalui proses pembibitan terlebih dahulu. Pada metode

penanaman langsung tebar, bibit yang telah dibeli dapat langsung ditebar pada

lahan pertanian yang telah tersedia tanpa harus dilakukan perlakuan khusus pada

bibit.

5.4.4 Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan membuang atau mencabut tanaman

pengganggu yang berada di sekitar bedeng ataupun sayuran yang

pertumbuhannya terganggu. Seluruh petani responden menggunakan tenaga

kerja wanita untuk melakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan sebanyak 4-6

kali saat usia tanaman telah mencapai 25 hari, dimana pada usia tersebut

pertumbuhan tanaman sedang berada pada tingkat maksimal.

Penyiangan dilakukan oleh petani responden dengan tujuan untuk

mencabut tanaman yang dapat mengganggu pertumbuhan horenso, membuang

tanaman yang dapat menyaingi penyerapan unsur hara, menghindari serangan

hama dan penyakit, dan menggemburkan tanah disekitar tanaman horenso. Pada

kegiatan usahatani horenso yang dilakukan petani responden, penyulaman tidak

dilakukan. Hal ini terkait dengan metode penanaman yang dilakukan oleh petani

responden yaitu metode langsung tebar, sehingga penyulaman tidak perlu

dilakukan.

5.4.5 Pemupukan

Pemupukan penting dilakukan oleh petani responden agar tanaman

horenso yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan hasil

panen yang optimal. Terdapat dua jenis pupuk yang digunakan oleh petani

responden dalam usahatani horenso, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik.

Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang, sedangkan pupuk

Page 68: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

54

anorganik yang digunakan bermacam-macam, seperti : NPK, Phoska, TSP, Urea

dan ZA.

Pupuk organik digunakan untuk pemupukan dasar yang dilakukan satu

kali yaitu pada saat sebelum menebar bibit. Seluruh petani responden melakukan

pemupukan dasar dengan tujuan untuk merangsang peranakan tanaman horenso.

Pupuk anorganik digunakan untuk pemupukan rutin yang dilakukan sekitar dua

kali selama masa tanam. Adapun tahapan untuk pemupukan rutin adalah sebagai

berikut :

a. Pemupukan rutin pertama dilakukan 10-14 hari setelah tebar dengan

komposisi pupuk NPK sebesar 125 kg/ha dan pupuk Phoska sebesar 175

kg/ha.

b. Pemupukan rutin kedua dilakukan 25-30 hari setelah tebar dengan

komposisi pupuk Phoska sebesar 175 kg/ha dan pupuk TSP sebesar 200

kg/ha.

Terdapat beberapa petani responden yang tidak mengikuti anjuran

penggunaan pupuk dengan melakukan pemupukan kurang atau lebih dari tiga

kali. Persentase pemupukan petani responden dijelaskan pada Tabel 15.

Tabel 15. Persentase Pemupukan Petani Responden pada Tahun 2011

Pemupukan Jumlah Persentase (%)

Sesuai anjuran 18 60

Tidak sesuai anjuran 12 40

Total 30 100

Ketidaksesuaian pemupukan yang dilakukan petani responden dengan

anjuran penggunaan pupuk mengakibatkan perbedaan jumlah hasil panen yang

diperoleh oleh petani responden.

5.4.6 Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan petani responden sesuai

dengan kondisi hama dan penyakit yang menyerang lahan pertanian. Petani

responden sering menggunakan obat cair untuk mengendali hama dan penyakit

pada tanaman horenso seperti curacron, supergrow, score, rohastic, calicron,

bestox, dursban, agrimex dan lain-lain. Selain itu, digunakan juga obat padat

seperti vandozeb, dithane, antracol, dan lain-lain. Jenis obat-obatan yang

Page 69: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

55

digunakan oleh petani responden adalah insektisida, fungisida, obat daun dan

perekat. Penggunaan obat-obatan disesuaikan dengan kondisi tanaman. Jenis

hama yang paling sering menyerang tanaman horenso adalah ulat.

Intensitas pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan petani

responden bervariasi, namun rata-rata dilakukan 4-6 kali selama masa tanam.

Adapun persentase pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani

responden dijelaskan pada Tabel 16.

Tabel 16. Persentase Penggunaan Obat-obatan Petani Responden pada Tahun

2011

Intensitas per satu musim tanam Jumlah Persentase (%)

3 4 13,33

4 8 26,67

5 5 16,67

6 7 23,33

7 3 10

8 2 6,67

> 8 1 3,33

Total 30 100

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan mencampurkan

beberapa jenis obat menjadi larutan dengan kapasitas tujuh belas liter untuk sekali

pengobatan. Pengobatan dilakukan dengan cara disemprot, oleh karena itu alat

yang diperlukan untuk mendukung kegiatan pengendalian hama dan penyakit

adalah tangki penyemprot obat. Pengobatan dilakukan saat pagi atau sore hari dan

dilakukan hanya oleh satu orang tenaga kerja.

5.4.7 Pemanenan

Pemanenan horenso dilakukan setelah tanaman berusia 45-50 hari. Hal

ini dikarenakan pada usia tersebut tanaman horenso sedang berada pada kondisi

ideal. Bobot ideal untuk horenso yang akan dipanen adalah 50 gram. Cara

memanen horenso adalah dengan mencabut seluruh tanaman tersebut hingga ke

akar. Pencabutan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak tanaman.

Terdapat dua cara panen yang dilakukan oleh petani responden, yaitu

panen sekaligus dan panen bertahap. Hal ini terkait dengan jumlah permintaan di

pasar. Horenso yang merupakan sayuran eksklusif memiliki pasar yang sangat

spesifik. Hal ini membuat permintaan komoditas tersebut belum tetap. Oleh

Page 70: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

56

karena itu, sebagian besar petani responden melakukan pemanenan secara

bertahap agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasar namun tidak berlebihan dan

terbuang. Persentase cara panen petani responden dijelaskan pada Tabel 17.

Tabel 17. Persentase Cara Panen Petani Responden pada Tahun 2011

Pemanenan Jumlah Persentase (%)

Panen sekaligus 7 23,33

Panen bertahap 23 76,67

Total 30 100

Metode pemanenan bertahap dianggap petani responden lebih baik

daripada pemanenan sekaligus karena pada pemanenan bertahap petani dapat

menyesuaikan waktu panen dengan harga yang sesuai. Hal ini juga menjadi alasan

petani responden banyak memilih metode panen bertahap.

Page 71: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI HORENSO

Analisis pendapatan usahatani horenso yang dilakukan bertujuan untuk

mengetahui tingkat penerimaan dan pengeluaran petani responden serta

perbandingan dari penerimaan dan pengeluaran tersebut. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh petani responden dalam

melakukan kegiatan usahatani horenso. Oleh karena itu, analisis pendapatan

usahatani horenso yang dilakukan terdiri dari analisis penerimaan, analisis biaya,

analisis pendapatan serta analisis R/C rasio usahatani horenso.

6.1 Penerimaan Usahatani Horenso

Penerimaan usahatani horenso yang dihitung hanya terdiri dari penerimaan

tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan yang langsung diterima oleh

petani responden dalam bentuk uang tunai dari hasil penjualan horensonya.

Penerimaan tidak tunai tidak dimasukkan ke dalam analisis penerimaan karena

seluruh hasil panen yang diperoleh petani responden langsung dijual dan tidak ada

hasil panen yang disimpan untuk konsumsi rumah tangga ataupun untuk konsumsi

bibit.

Penerimaan usahatani horenso dihitung dari hasil perkalian antara jumlah

hasil produksi horenso dengan harga jualnya. Jumlah rata-rata produksi horenso di

lokasi penelitian adalah 888,05 kg dengan harga jual rata-rata sebesar Rp

5.700,00/kg. Penerimaan tunai yang diperoleh petani responden dari hasil

penjualan horenso adalah sebesar Rp 5.061.916,67. Sedangkan penerimaan tidak

tunai bernilai nol karena tidak ada hasil panen horenso yang digunakan untuk

konsumsi RT maupun konsumsi untuk bibit. Adapun penerimaan usahatani

horenso di lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 18.

Tabel 18. Penerimaan Usahatani Horenso per Hektar di Kelompok Tani Agro

Segar Periode April-Juni 2011

Penerimaan Jumlah (kg) Harga (Rp/kg) Nilai (Rp)

Horenso 888,05 5.700 5.061.916,67

Penerimaan tunai 5.061.916,67

Penerimaan non tunai 0

Total penerimaan 5.061.916,67

Page 72: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

58

6.2 Biaya Usahatani Horenso

Biaya usahatani horenso yang dilakukan terdiri dari dua bagian, yaitu biaya

tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani

responden meliputi biaya bibit, pemupukan, pestisida, biaya tenaga kerja luar

keluarga, sewa lahan dan pajak lahan. Sedangkan biaya yang diperhitungkan

merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk kegiatan produksi yang harus

diperhitungkan sebagai pengeluaran petani untuk usahatani horenso. Biaya yang

diperhitungkan yang dikeluarkan petani responden meliputi biaya tenaga kerja

dalam keluarga dan biaya penyusutan.

Tabel 19. Biaya Usahatani Horenso per Hektar pada Kelompok Tani Agro Segar

Periode April-Juni 2011

Keterangan Jumlah Harga satuan

(Rp) Nilai (Rp)

% atas

biaya

Biaya tunai

Bibit (kg) 0,86 292.667 252.221,76 13,54

Pupuk Kandang (kg) 620,28 441,10 273.604,53 14,69

Pupuk NPK (kg) 26,01 8.538,46 222.109,47 11,93

Pupuk TSP (kg) 30,72 3.340,91 102.631,73 5,51

Pupuk Phoska (kg) 33,23 2.760,00 91.724 4,93

Pupuk Urea (kg) 65,12 1.852,94 120.668,25 6,48

Pupuk ZA (kg) 111,11 1.600,00 177.777,78 9,55

Pestisida (kg) 3,3 62.433,00 206.028,90 11,06

TKLK Pria (HOK) 4,75 21.518,52 96.302,01 5,17

TKLK Wanita (HOK) 5,34 9.966,67 53.183,24 2,86

Sewa lahan (000 m2/

1,5 bulan) 1,3 146.953,13 183.691,40 9,86

Pajak lahan (000 m2/

1,5 bulan) 3,7 8.952,70 33.125 1,78

Total biaya tunai 1.813.068,09 97,35

Biaya diperhitungkan

TKDK Pria (orang) 2,10 21.518,52 45.162,32 2,42

Penyusutan 4.159,99 0,22

Total biaya diperhitungkan 49.322,31 2,65

Total biaya 1.862.390,39 100,00

Page 73: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

59

Nilai biaya terbesar pada komponen biaya tunai adalah biaya pupuk

kandang, yaitu sebesar Rp 273.604,53 atau 14,69 persen dari biaya total. Jumlah

rata-rata pupuk kandang yang digunakan adalah 620,28 kg/1000 m2 dengan harga

rata-rata sebesar Rp 441,10. Penggunaan pupuk kandang yang tinggi pada lokasi

penelitian bertujuan untuk meningkatkan kesuburan tanah pada lahan produksi

agar tanaman horenso yang dibudidayakan dapat tumbuh secara maksimal.

Biaya terbesar kedua adalah biaya pembibitan yaitu sebesar Rp 252.221,76

atau 13,54 persen dari biaya total. Besarnya biaya pembibitan di lokasi penelitian

disebabkan tingginya penggunaan bibit yang dilakukan oleh petani responden.

Rata-rata penggunaan bibit horenso di lokasi penelitian adalah sebanyak 3,45

kg/1000 m2 dengan harga rata-rata sebesar Rp 73.166,67. Penggunaan bibit yang

dilakukan para petani responden sudah berlebihan dibandingkan penggunaan bibit

pada lokasi lain yang hanya 2,46 kg/1000 m2.

Komponen biaya pemupukan anorganik terdiri dari biaya pupuk NPK, TSP,

Phoska, Urea dan ZA. Biaya pemupukan terbesar yang dikeluarkan petani

responden adalah biaya untuk pupuk NPK yaitu sebesar Rp 222.109,47 atau 11,93

persen dari biaya total. Jumlah rata-rata pupuk NPK yang digunakan adalah 26,01

kg/1000 m2 dengan harga rata-rata sebesar Rp 8.538,46. Biaya pemupukan

lainnya berdasarkan presentase dari biaya total yang diurutkan dari biaya terbesar

adalah ZA (9,55%), Urea (6,48%), TSP (5,51%), Phoska (4,93%). Komponen

biaya tunai lainnya adalah biaya pestisida yang sebesar Rp 206.028,9 atau 11,06

persen dari biaya total. Persentase biaya pestisida tergolong tinggi disebabkan

harga rata-rata pestisida yang relatif mahal yaitu sebesar Rp 62.433,00. Pestisida

yang digunakan pada lokasi penelitian adalah Curacron, Vandozeb, Score, dan

lain-lain dengan rata-rata penggunaan sebesar 3,3 kg/1000 m2 dengan harga Rp

62.433,00/kg. Penggunaan pestisida per 1000 m2 sangat tinggi karena tanaman

horenso sangat rentan terhadap hama dan penyakit sehingga penggunaan pestisida

yang tinggi dibutuhkan untuk memperoleh tanaman horenso yang sehat.

Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan petani responden terbagi menjadi dua,

yaitu biaya tenaga kerja wanita dan biaya tenaga kerja pria. Biaya tenaga kerja

wanita sebesar Rp 53.183,24 atau 2,86 persen dari biaya total dengan harga Rp

9.966,67 per orang. Sedangkan biaya tenaga kerja pria sebesar Rp 96.302,01 atau

Page 74: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

60

5,17 persen dari biaya total usahatani horenso dengan harga Rp 21.528,52 per

orang. Biaya untuk tenaga kerja pria lebih besar daripada biaya untuk tenaga kerja

wanita karena harga untuk tenaga kerja pria lebih tinggi. Tenaga kerja wanita

hanya mengerjakan pekerjaan penyiangan tanaman sedangkan pekerjaan lainnya

dikerjakan oleh tenaga kerja pria.

Biaya tunai sewa lahan dan pajak lahan dihitung dalam jangka waktu satu

musim tanam horenso atau satu setengah bulan. Biaya sewa lahan yang

dikeluarkan petani responden yang menyewa lahan adalah sebesar Rp 183.691,41.

Rata-rata luas lahan yang disewa petani responden adalah seluas 130 m2 dengan

harga Rp 1.469.531,25 per 1000 m2. Sedangkan biaya pajak lahan yang

dikeluarkan petani responden yang merupakan pemilik lahan adalah sebesar Rp

33.125. Jumlah biaya pajak lahan tersebut relatif rendah karena hanya sebagian

kecil petani pemilik lahan yang membayar pajak lahannya.

Komponen biaya diperhitungkan hanya terdiri dari biaya tenaga kerja dalam

keluarga (TKDK) dan biaya penyusutan. Pada komponen biaya diperhitungkan,

biaya terbesar adalah biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yaitu sebesar Rp

45.162,32 atau 2,42 persen dari biaya total usahatani horenso. Biaya tenaga kerja

dalam keluarga digunakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat pemeliharaan

seperti pemupukan, penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Komponen

biaya diperhitungkan lainnya adalah biaya penyusutan sebesar Rp 4.159,99 atau

0,22 persen dari biaya total.

Total biaya diperhitungkan adalah sebesar Rp 49.322,31 atau 2,65 persen

dari biaya total. Sedangkan total biaya tunai adalah sebesar Rp 1.813.068,19 atau

sebesar 97,35 persen dari biaya total. Total biaya diperhitungkan jumlahnya lebih

kecil dari biaya tunai. Hal ini menjelaskan bahwa usahatani horenso pada

Kelompok Tani Agro Segar termasuk komersial karena sebagian besar inputnya

dibayar tunai (97,35 persen). Sehingga biaya total usahatani horenso di lokasi

penelitian adalah Rp 1.862.390,39 untuk luas tanam 1000 m2.

Page 75: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

61

6.3 Pendapatan Usahatani Horenso

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani

dengan pengeluaran usahatani. Komponen pendapatan usahatani terdiri dari

pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Analisis R/C rasio

digunakan untuk menunjukan perbandingan antara nilai output terhadap nilai

inputnya sehingga dapat diketahui kelayakan usahatani yang diusahakan petani

horenso pada Kelompok Tani Agro Segar. Penerimaan usahatani horenso di lokasi

penelitian adalah sebesar Rp 5.061.916,67, sedangkan biaya tunai sebesar Rp

1.813.068,09 dan biaya total sebesar Rp 1.862.390,39.

Pendapatan atas biaya tunai usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro

Segar adalah sebesar Rp 3.248.848,58 dan bernilai lebih besar dari nol. Hal ini

menunjukkan bahwa usahatani horenso di lokasi penelitian memberikan

keuntungan sebesar Rp 3.248.848,58 bagi petani atas biaya tunai yang

dikeluarkannya dalam memproduksi horenso seluas satu 1000 m2. Sedangkan

pendapatan atas biaya total yang diperoleh adalah sebesar Rp 3.199.526,27 dan

bernilai lebih besar dari nol. Hal ini menunjukan bahwa usahatani horenso di

lokasi penelitian memberikan keuntungan sebesar Rp 3.199.526,27 bagi petani

atas total biaya yang dikeluarkannya untuk memproduksi horenso seluas 1000 m2.

Namun hampir seluruh petani responden memiliki luas lahan yang kurang dari

1000 m2, sehingga pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya

total yang diperoleh petani responden pun tidak sebesar angka tersebut.

Nilai R/C atas biaya tunai usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro

Segar adalah 2,79. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1.000,00 biaya tunai

yang dikeluarkan petani dalam kegiatan produksi horenso akan menghasilkan

penerimaan sebesar Rp 2.790,00. Sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah

2,72. Hal ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1.000 biaya total yang dikeluarkan

petani dalam kegiatan produksi horenso akan menghasilkan penerimaan sebesar

Rp 2.720.

Penelitian lain terkait analisis pendapatan usahatani adalah penelitian yang

dilakukan Haris (2007) dimana penelitian ini membahas tentang pendapatan

usahatani komoditas kentang. Hasil analisis menunjukkan bahwa komoditas

kentang memiliki nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,05 dan nilai R/C rasio

Page 76: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

62

atas biaya total sebesar 1,26. Sedangkan penelitian Sitepu (2010) membahas

tentang pendapatan usahatani komoditas jamur tiram. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa komoditas jamur tiram memiliki nilai R/C rasio atas biaya

tunai sebesar 1,57 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,84. Jika melihat

penelitian-penelitian lain yang membahas pendapatan usahatani, hasil analisis

pendapatan usahatani horenso memiliki nilai R/C rasio yang lebih tinggi

dibanding hasil analisis pendapatan usahatani komoditas-komoditas lain.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro

Segar lebih menguntungkan untuk diusahakan. Adapun hasil perhitungan

pendapatan dan rasio penerimaan terhadap biaya (R/C) usahatani horenso pada

Kelompok Tani Agro Segar ditunjukkan pada Tabel 20.

Tabel 20. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C)

Usahatani Horenso per 1000 m2 pada Kelompok Tani Agro Segar

Periode April-Juni 2011

Komponen Nilai (Rp)

A. Penerimaan Tunai 5.061.916,67 B. Penerimaan Diperhitungkan - C. Total Penerimaan (A+B) 5.061.916,67 D. Biaya Tunai 1.813.068,09 E. Biaya Diperhitungkan 49.322,31 F. Total Biaya (D+E) 1.862.390,39 Pendapatan Atas Biaya Tunai (C-D) 3.248.848,58 Pendapatan Atas Biaya Total (C-F) 3.199.526,27 R/C atas Biaya Tunai 2,79 R/C atas Biaya Total 2,72

Analisis BEP pada penelitian memberikan hasil perhitungan yang

menunjukkan bahwa BEP harga usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro

Segar dengan produksi rata-rata sebesar 888,05 kg/1000 m2 adalah pada harga jual

Rp 2.097,16/kg. Hal ini berarti petani responden akan mendapatkan keuntungan

jika harga jual horenso berada di atas Rp 2.097,16/kg. Harga jual rata-rata pada

petani responden adalah Rp 5.700,00 dan bernilai lebih tinggi dari nilai BEP harga

Page 77: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

63

pada jumlah produksi rata-rata. Hal tersebut menunjukan bahwa harga rata-rata

pada lokasi penelitian memberikan keuntungan bagi petani horenso. Sedangkan

BEP unit usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar dengan harga jual

rata-rata sebesar Rp 5.700,00/kg adalah pada tingkat produksi 326,74 kg/1000 m2.

Hal ini berarti petani responden akan mendapatkan keuntungan jika petani dapat

memproduksi horenso dengan jumlah 326,74 kg/1000 m2 ketika harga jual

horenso sebesar Rp 5.700,00/kg. Jumlah rata-rata hasil panen horenso pada

Kelompok Tani Agro Segar adalah 888,05 kg/1000 m2 dan bermilai lebih tinggi

dari nilai BEP unit pada harga jual rata-rata. Hal tersebut menunjukkan bahwa

usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar memberikan keuntungan pada

petani responden pada musim tanam April-Juni tahun 2011. Adapun perhitungan

Break Even Point (BEP) usahatani horenso di lokasi penelitian dijelaskan pada

Tabel 21.

Tabel 21. Perhitungan Break Even Point (BEP) Usahatani Horenso per 1000m2

pada Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011

Keterangan Hasil Penelitian (Real) BEP =

TC/P = TC/Q Kesimpulan

Total Cost (TC) Rp 1.862.390,39/1000 m2

Harga (P) Rp 5.700,00/kg Rp 2.097,16/kg Real > BEP = profitable

Unit (Q) 8.880,56 kg/1000 m2 3.267,35 kg/1000 m

2 Real > BEP = profitable

Analisis pendapatan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari analisis

pendapatan, analisis R/C dan analisis BEP usahatani horenso pada Kelompok

Tani Agro Segar. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa usahatani

horenso memberikan keuntungan kepada petani responden. Begitu pun hasil

analisis R/C dan analisis BEP menunjukkan bahwa usahatani horenso

menguntungkan petani. Oleh karena itu, dapat disimpulkan dari hasil analisis

secara keseluruhan bahwa usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar

menguntungkan untuk diusahakan.

Page 78: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

Analisis fungsi produksi yang digunakan pada penelitian ini adalah model

fungsi stochastic production frontier Cobb-Douglas dengan menggunakan

parameter Maximum Likelihood Estimated (MLE). Tujuan dilakukannya analisis

fungsi produksi tersebut adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi fungsi produksi usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro

Segar. Sedangkan metode MLE digunakan untuk menggambarkan hubungan

antara produksi maksimum yang dapat dicapai dengan faktor-faktor produksi

yang digunakan. Adapun penelitian ini menggunakan enam variabel independen

penduga dalam fungsi produksi, yaitu luas lahan (X1), jumlah bibit (X2),

penggunaan tenaga kerja (X3), jumlah pupuk organik (X4), jumlah pupuk

anorganik (X5) dan jumlah pestisida (X6). Seluruh variabel independen pada

fungsi produksi yang dibentuk memiliki nilai VIF di bawah 10. Hal ini

menggambarkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada fungsi produksi

tersebut.

Pencarian fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas dilakukan

dengan dua tahap. Pencarian awal fungsi produksi dilakukan dengan metode

Ordinary Least Square (OLS) dan kemudian menggunakan metode Maximum

Likelihood Estimates (MLE) pada tahap kedua. Pendugaan parameter fungsi

produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS menunjukkan gambaran kinerja

rata-rata (best fit) dari proses produksi petani pada tingkat teknologi yang ada.

Sedangkan dengan metode MLE menggambarkan kinerja terbaik (best practice)

dari prilaku petani dalam proses produksi.

Pada penelitian ini ditemukan beberapa variabel yang memiliki nilai

koefisien negatif pada tahap analisis menggunakan metode OLS. Keberadaan nilai

koefisien yang negatif ini sebaiknya dihindari untuk dua alasan. Pertama, agar

relevan dengan analisis ekonomi maka nilai koefisien fungsi produksi harus

positif. Ini berlaku asumsi bahwa penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah dalam

keadaan law of diminishing returns untuk setiap input sehingga informasi yang

diperoleh dapat dipakai untuk melakukan upaya agar dapat setiap penambahan

input dapat menghasilkan tambahan output yang lebih besar. Kedua, nilai

koefisien yang negatif menyebabkan penurunan fungsi biaya dual tidak dapat

Page 79: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

65

dilakukan. Sehingga dalam penentuan fungsi produksi dipilih fungsi produksi

yang memiliki nilai koefisien keseluruhan yang positif (Coelli 1998). Namun

penelitian ini hanya membahas mengenai efisiensi teknis dan tidak berkaitan

dengan analisis ekonomis maupun fungsi biaya dual. Oleh karena itu, koefisien

yang bernilai negatif tidak perlu dihapus.

7.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Horenso

Tabel 18 menjelaskan bahwa hasil pendugaan fungsi produksi stochastic

frontier usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar menggunakan enam

variabel independen. Nilai parameter dugaan pada fungsi produksi rata-rata

menunjukkan elastisitas produksi rata-rata dari penggunaan faktor-faktor produksi

yang digunakan. Berikut hasil pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan

metode OLS.

Tabel 22. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier

Horenso dengan Metode OLS tahun 2011

Variabel OLS

Koefisien t-hitung

Intersep (ln β0) 10,757 4,695

Lahan (β1) 0,763 3,049****

Bibit (β2) -0,854 -2,714***

Tenaga Kerja (β3) 0,199 2,063**

Pupuk Organik (β4) 0,721 0,595

Pupuk Anorganik (β5) 0,393 1,647*

Pestisida (β6) -0,812 -0,563 Keterangan : **** nyata pada α = 0,5 % ** nyata pada α = 5 %

*** nyata pada α = 1 % * nyata pada α = 10 %

Pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS diperlukan

untuk mengetahui keberadaan autokorelasi maupun multikolinearitas pada model

yang digunakan. Sebagian besar variabel berpengaruh nyata terhadap produksi

horenso. Namun terdapat satu variabel yang tidak berpengaruh nyata yaitu

variabel pupuk organik.

Hasil dari pendugaan tahap kedua yaitu pendugaan model fungsi produksi

usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar dengan menggunakan metode

MLE dijelaskan oleh Tabel 19. Pada metode MLE dapat diketahui bahwa nilai R2

yang dihasilkan adalah sebesar 84,9 persen. Hal ini berarti keragaman produksi

Page 80: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

66

(Y) dapat dijelaskan oleh variabel independen (Xi) sebesar 84,9 persen.

Sedangkan sebesar 15,1 persen keragaman produksi dipengaruhi oleh faktor-

faktor lain yang tidak termasuk ke dalam model.

Tabel 23. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier

Horenso dengan Metode MLE tahun 2011

Variabel MLE

Koefisien t-hitung

Intersep (ln β0) 10,944 11,236

Lahan (β1) 0,742 5,218****

Bibit (β2) -0,839 -2,567***

Tenaga Kerja (β3) 0,196 2,387**

Pupuk Organik (β4) 0,715 1,059

Pupuk Anorganik (β5) 0,392 2,227**

Pestisida (β6) -0,838 -1,109

R2

84,9 %

P 0,000

σ2

0,060

Γ 0,831

LR test of one side error 9,783 Keterangan : **** nyata pada α = 0,5 % ** nyata pada α = 5 %

*** nyata pada α = 1 % * nyata pada α = 10 %

Parameter dugaan pada fungsi produksi Cobb-Douglas telah menunjukkan

nilai elastisitas produksi batas dari input-input yang digunakan. Terdapat

perbedaan nilai parameter dugaan fungsi produksi rata-rata dengan fungsi

produksi batas (frontier). Elastisitas yang lebih besar pada fungsi produksi batas

dapat diartikan sebagai peningkatan produksi yang lebih besar pada fungsi

produksi batas dibandingkan fungsi produksi rata-rata.

Berdasarkan metode MLE, model memiliki LR test of one side error sebesar

9,783 yang lebih besar dari χ2

7 pada Tabel Chi Square Kodde dan Palm pada α =

0,25 yaitu 8,461. Hal ini menunjukkan keberadaan inefisiensi teknis pada model.

Adapun model yang digunakan pada penelitian ditunjukkan pada persamaan di

bawah ini.

ln Y = 10,944 + 0,742 ln X1 – 0,839 ln X2 + 0,196 ln X3 + 0,715 ln X4 + 0,392

ln X5 - 0,838 ln X6 + vi - ui

Page 81: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

67

Interpretasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Tabel 19 menjelaskan bahwa terdapat beberapa variabel yang berpengaruh

positif dan berpengaruh negatif terhadap produksi horenso. Variabel yang

berpengaruh positif terhadap produksi horenso adalah lahan, tenaga kerja, pupuk

organik dan pupuk anorganik. Sedangkan variabel lainnya seperti bibit dan

pestisida berpengaruh negatif terhadap produksi horenso pada Kelompok Tani

Agro Segar. Seluruh variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap

produksi horenso pada Kelompok Tani Agro Segar. Adapun interpretasi dari

masing-masing faktor produksi pada model fungsi produksi stochastic frontier

adalah sebagai berikut :

1. Lahan

Pada Tabel 19 ditunjukkan bahwa variabel lahan berpengaruh positif dan

nyata pada taraf kepercayaan 99,5 persen terhadap produksi horenso pada

Kelompok Tani Agro Segar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produksi

berbanding lurus dengan luas lahan. Nilai koefisien variabel lahan pada model

yang menunjukkan elastisitas variabel lahan terhadap produksi horenso adalah

sebesar 0,742. Hal ini berarti peningkatan luas lahan sebesar satu persen akan

mengakibatkan peningkatan produksi horenso sebesar 0,742 persen, cateris

paribus.

Hubungan positif serta pengaruh variabel lahan yang besar terhadap produksi

horenso dapat menjelaskan bahwa ekstensifikasi merupakan salah satu cara yang

tepat untuk meningkatkan produksi horenso di lokasi penelitian. Upaya

ekstensifikasi luas lahan masih memungkinkan dilakukan karena masih terdapat

banyak sumber daya lahan yang belum digunakan.

2. Bibit

Variabel bibit berpengaruh negatif dan nyata terhadap produksi horenso pada

Kelompok Tani Agro Segar pada taraf kepercayaan 99 persen. Nilai elastisitas

variabel bibit pada model adalah sebesar -0,839. Angka tersebut menunjukkan

bahwa peningkatan penggunaan bibit sebesar satu persen akan mengakibatkan

penurunan produksi horenso sebesar 0,839 persen, cateris paribus. Dari hasil

analisis tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan bibit di lokasi penelitian

Page 82: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

68

sudah berlebihan sehingga penambahan bibit akan menyebabkan perkembangan

tanaman horenso tidak maksimal. Perkembangan yang tidak maksimal

menyebabkan berat dari masing-masing tanaman horenso kurang dari berat ideal.

Selain itu, dari bibit yang digunakan oleh petani responden, banyak bibit yang

gagal tumbuh. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi horenso

jika dilakukan penambahan penggunaan bibit.

Rata-rata penggunaan bibit horenso di lokasi penelitian adalah 7,79 kg/ha

dengan lebar bedeng 100 cm dan jarak antar bedeng 30 cm. Sedangkan anjuran

penggunaan bibit untuk penanaman satu hektar adalah 2,46 kg/ha dengan lebar

bedeng 100 cm dan jarak antar bedeng 25-35 cm. Terlihat bahwa lebar bedeng

dan jarak antar bedeng pada lahan petani responden sudah sesuai dengan anjuran

namun penggunaan bibit yang dilakukan petani responden sangat berlebihan.

Penggunaan bibit yang berlebihan tersebut dilakukan karena kebiasaan sejak

pertama kali teknik budidaya tanaman horenso diberitahukan ke petani

responden.

3. Tenaga Kerja

Variabel tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi

horenso pada Kelompok Tani Agro Segar pada taraf kepercayaan 95 persen. Nilai

elastisitas variabel tenaga kerja pada model adalah sebesar 0,196. Angka tersebut

menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan tenaga kerja sebesar satu persen

akan mengakibatkan peningkatan produksi horenso sebesar 0,196 persen, cateris

paribus. Meskipun pengaruh variabel tenaga kerja relatif kecil karena kemampuan

teknik budidaya yang masih rendah, namun penambahan tenaga kerja diperlukan

untuk intensifikasi pemeliharaan seperti pengendalian hama dan penyakit,

penyiangan dan sebagainya.

Tanaman horenso adalah tanaman yang rentan terhadap hama ulat dan

pembusukan. Oleh karena itu dibutuhkan intensifikasi pemeliharaan untuk

meminimalisir tanaman horenso yang mati atau terserang hama penyakit.

Pemeliharaan yang intensif menjadikan petani perlu menambah penggunaan

tenaga kerja untuk meningkatkan produksi horenso. Dari hasil analisis tersebut

Page 83: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

69

dapat diketahui bahwa penggunaan tenaga kerja per satu satuan luas lahan dapat

ditingkatkan untuk memperoleh hasil panen yang lebih tinggi.

4. Pupuk Organik

Pada Tabel 19 ditunjukkan bahwa variabel pupuk organik berpengaruh positif

dan tidak nyata terhadap peningkatan produksi horenso pada Kelompok Tani

Agro Segar. Nilai koefisien variabel pupuk organik pada model adalah sebesar

0,715. Angka tersebut menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pupuk

organik sebesar satu persen akan mengakibatkan peningkatan produksi horenso

sebesar 0,715 persen, cateris paribus. Penambahan pupuk organik dapat

menyebabkan peningkatan produksi horenso karena pupuk organik dapat

membantu memulihkan kondisi tanah yang kurang subur dan mempengaruhi

tingkat unsur hara dalam tanah yang berfungsi sebagai nutrisi bagi

mikroorganisme tanah. Hal ini dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme

tanah yang baik bagi tanaman. Oleh karena itu, penambahan penggunaan pupuk

organik akan berdampak baik bagi pertumbuhan tanaman.

Rata-rata penggunaan pupuk organik di lokasi penelitian adalah 5490 kg/ha.

Sedangkan penggunaan pupuk organik yang ideal untuk penanaman satu hektar

adalah 7120 kg/ha. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik yang

dilakukan petani responden masih kurang dari penggunaan pupuk organik yang

ideal. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan pupuk

organik per satu satuan luas lahan dapat terus ditingkatkan untuk memperoleh

hasil panen yang lebih tinggi.

5. Pupuk Anorganik

Variabel pupuk anorganik berpengaruh positif dan nyata terhadap

peningkatan produksi horenso pada Kelompok Tani Agro Segar pada taraf

kepercayaan 95 persen. Nilai koefisien variabel pupuk organik pada model adalah

sebesar 0,392. Angka tersebut menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan

pupuk organik sebesar satu persen akan mengakibatkan peningkatan produksi

horenso sebesar 0,392 persen, cateris paribus.

Rata-rata penggunaan pupuk anorganik di lokasi penelitian adalah 1152

kg/ha. Sedangkan penggunaan pupuk anorganik yang ideal untuk penanaman satu

Page 84: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

70

hektar adalah 293,9 kg/ha. Walaupun penggunaan pupuk anorganik di lokasi

penelitian melebihi penggunaan ideal, namun penambahan penggunaan pupuk

anorganik berpengaruh positif dan signifikan walaupun kecil. Pengaruh perubahan

yang kecil sebesar 0,057 persen diduga karena penggunaan pupuk anorganik

sudah mendekati jumlah maksimum dari kapasitas lahan.

6. Pestisida

Pada Tabel 19 ditunjukkan bahwa variabel pestisida berpengaruh negatif dan

tidak nyata terhadap peningkatan produksi horenso pada Kelompok Tani Agro

Segar. Nilai koefisien variabel pestisida pada model adalah sebesar -0,838. Angka

tersebut menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan pestisida sebesar satu

persen akan mengakibatkan penurunan produksi horenso sebesar 0,838 persen,

cateris paribus.

Rata-rata penggunaan pestisida di lokasi penelitian adalah 24,6 kg/ha.

Sedangkan penggunaan pestisida yang ideal untuk penanaman satu hektar adalah

1,73 kg/ha. Penggunaan pestisida pada petani responden sudah melebihi

penggunaan pestisida yang ideal. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat

merusak tanaman dan hewan-hewan kecil yang baik bagi tanaman. Oleh karena

itu penggunaan pestisida yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan

produksi horenso di lokasi penelitian.

7.2 Tingkat Efisiensi teknis dan Inefisiensi teknis

Analisis model inefisiensi teknis dilakukan secara simultan dengan

menggunakan model stochastic production frontier. Variabel-variabel independen

yang digunakan dalam model adalah umur, pengalaman, pendidikan formal,

penyuluhan dan status kepemilikan lahan. Tabel 24 menunjukkan ringkasan

statistik dari variabel yang digunakan dalam model efek inefisiensi teknis.

Tabel 24. Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi teknis

Bebas variabel Mean Min Maks

Umur (tahun) 40,7 22 60

Pengalaman (tahun) 4,17 1 10

Pendidikan formal (tahun) 6,5 3 12

Penyuluhan (dummy) - 0 1

Status kepemilikan lahan (dummy) - 0 1

Page 85: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

71

Hasil pendugaan tingkat efisiensi teknis menunjukan tingkat efisiensi

teknis petani horenso berada pada range 0,47 sampai 0,98, rata-rata tingkat

efisiensi teknis petani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar adalah 0,87 atau

87 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukan bahwa usahatani horenso

pada Kelompok Tani Agro Segar sudah cukup efisien namun masih terdapat

peluang meningkatkan produksi sebesar 13 persen untuk mencapai produksi

maksimum. Sebaran efisiensi teknis ditunjukkan oleh Tabel 25, sedangkan

efisiensi masing-masing responden dapat dilihat pada Lampiran .

Tabel 25. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi teknis

Usahatani Horenso pada Kelompok Tani Agro Segar Tahun 2011

Tingkat Efisiensi Teknis Jumlah (orang) Presentase (persen)

0 < 0,5 1 3,3

0,5 ≤ TE < 0,60 0 0

0,6 ≤ TE < 0,7 2 6,7

0,7 ≤ TE < 0,8 2 6,7

0,8 ≤ TE < 0,9 8 26,7

TE ≥ 0,9 17 56,6

Total 30 100

Rata-rata TE 0,87

Minimum TE 0,47

Maksimum TE 0,98

Sumaryanto (2001) menjelaskan bahwa petani dikategorikan efisien jika

memiliki tingkat efisiensi lebih dari 0,7. Pada penelitian ini terdapat 27 orang atau

90 persen petani responden yang memiliki tingkat efisiensi teknis di atas 0,7.

Sedangkan 10 persen petani responden masih memiliki tingkat efisiensi di bawah

0,7 atau belum efisien. Petani-petani yang belum efisien tersebut dapat dijadikan

sasaran penyuluhan dalam hal teknis pertanian maupun manajemen usahatani. Hal

ini dikarenakan petani masih memiliki peluang atau potensi maksimum yang

seharusnya dapat dicapai dari penggunaan sumber daya yang ada.

Hasil dari analisis model inefisiensi teknis menunjukan bahwa terdapat

variabel yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap inefisiensi teknis.

Variabel yang berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis adalah umur,

pengalaman, dummy penyuluhan dan dummy status kepemilikan lahan, sedangkan

variabel pendidikan formal berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis.

Page 86: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

72

Adapun pendugaan parameter Maximum-Likelihood Model Inefisiensi teknis

Horenso pada Kelompok Tani Agro Segar akan ditunjukkan pada Tabel 22.

Tabel 26. Pendugaan Parameter Efek Inefisiensi Fungsi Produksi Stochastic

Frontier Horenso pada Kelompok Tani Agro Segar Tahun 2011

Variabel MLE

Koefisien t-hitung

Konstanta (δ0) -0,023 -0,023

Umur (δ1) 0,062 0,203

Pengalaman (δ2) 0,609 2,134**

Pendidikan formal (δ3) -0,629 -1,317*

Dummy penyuluhan (δ4) 0,168 0,443 Dummy status kepemilikan

lahan (δ5)

0,049 0,106

Keterangan : ** nyata pada α = 2,5 % * nyata pada α = 25 %

Setiap efek inefisiensi teknis memiliki pengaruh yang berbeda-beda.

Pengaruh dari masing-masing efek inefisiensi teknis dijelaskan sebagai berikut:

1. Umur

Faktor umur petani responden berpengaruh positif dan tidak berpengaruh

nyata terhadap efek inefisiensi teknis horenso pada Kelompok Tani Agro

Segar. Koefisien pada faktor umur sebesar 0,062 menunjukkan bahwa

penambahan umur petani sebesar satu tahun akan meningkatkan inefisiensi

sebesar 0,062, cateris paribus. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal dimana

faktor umur dimasukkan dalam model inefisiensi dengan dugaan akan

berpengaruh positif bahwa semakin bertambah umur petani akan terjadi

peningkatan inefisiensi. Hal ini terjadi karena mayoritas umur petani responden

atau 83,3 persen dari petani responden memiliki umur yang berada pada usia

produktif yaitu 20-50 tahun, sehingga kemampuan untuk menyerap ilmu terkait

teknologi dan teknik budidaya baru masih dalam keadaan optimal. Selain itu

kemampuan fisik petani yang masih berada pada usia produktif akan lebih baik

daripada petani yang sudah lebih berumur.

Usahatani horenso sendiri membutuhkan teknik budidaya yang intensif,

dari mulai penanaman hingga pemanenannya, dimana penerapan teknologi atau

teknik budidaya baru akan berpengaruh terhadap produksi horenso. Oleh

karena itu, pada lokasi penelitian penambahan umur petani responden akan

Page 87: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

73

meningkatkan inefisiensi karena kurangnya kemampuan untuk menyerap

teknologi maupun teknik budidaya baru, penurunan kinerja dan kemampuan

fisik.

2. Pengalaman

Pengalaman diukur berdasarkan jumlah waktu (tahun) petani responden

menbudidayakan horenso. Faktor pengalaman berpengaruh positif dan nyata

terhadap efek inefisiensi teknis usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro

Segar pada taraf kepercayaan 97,5 persen. Koefisien pada faktor pengalaman

sebesar 0,609 menunjukkan bahwa jika pengalaman petani responden bertambah

satu tahun maka inefisiensi teknis akan bertambah 0,609, cateris paribus. Hasil

ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dimana faktor pengalaman diduga akan

menurunkan inefisiensi teknis dari usahatani horenso. Hal ini dikarenakan

pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman dengan menggunakan teknik

budidaya konvensional yang dipahami petani sejak awal dan terbentuk oleh

pengalaman.

Semakin bertambahnya pengalaman petani maka petani akan lebih sulit

untuk merubah kebiasaan teknik budidayanya karena pengalaman telah

membentuk teknik budidaya petani yang kuat. Sedangkan teknik budidaya

horenso membutuhkan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan efisiensi

budidaya. Selain itu, hal ini dikarenakan petani yang lebih berpengalaman enggan

mengikuti inovasi teknik budidaya maupun teknologi yang baru. Selain karena

telah nyaman dengan teknik yang biasa digunakan, petani yang lebih

berpengalaman juga merasa bahwa mereka lebih mengerti mengenai penguasaan

lahan. Sedangkan petani yang kurang berpengalaman lebih terbuka terhadap

teknologi dan inovasi baru dalam berusahatani karena merasa belum menemukan

teknik yang terbaik dalam berusahatani.

3. Pendidikan formal

Pendidikan formal diukur berdasarkan jumlah waktu (tahun) yang ditempuh

petani responden dalam menjalankan masa pendidikan formalnya. Faktor

pendidikan formal berpengaruh negatif dan nyata terhadap efek inefisiensi teknis

usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar pada taraf kepercayaan 75

Page 88: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

74

persen. Koefisien pada faktor pengalaman sebesar -0,629 menunjukkan bahwa

jika pendidikan formal petani responden bertambah satu tahun maka inefisiensi

teknis akan menurun 0,629, cateris paribus. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat

pendidikan petani maka inefisiensi teknis usahatani akan semakin rendah.

Sebagian besar petani responden yaitu sebanyak 19 orang mengenyam

pendidikan formal hingga lulus SD, 7 orang melanjutkan pendidikan hingga SMP

atau SMA dan sisanya sebanyak 4 orang belum lulus SD. Petani yang

mendapatkan pendidikan formal memiliki kemampuan membaca, menulis dan

menghitung. Kemampuan ini meskipun sederhana tapi mampu membantu petani

dalam melakukan pengelolaan usahataninya menjadi lebih baik dan efisien. Selain

itu, semakin tinggi tingkat pendidikan formal petani, maka semakin tinggi pula

kemampuan petani tersebut untuk mengikuti teknik budidaya ataupun teknologi

baru yang meningkatkan efisiensi usahatani horenso. Maka dari itu faktor

pendidikan formal di lokasi penelitian berdampak nyata dalam menurunkan

inefisiensi teknis usahatani horenso.

4. Penyuluhan

Penyuluhan berpengaruh positif dan tidak berpengaruh nyata terhadap efek

inefisiensi teknis usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar. Hal ini

menunjukan bahwa adanya penyuluhan terkait teknik budidaya dan teknologi

usahatani tidak mempengaruhi tingkat inefisiensi usahatani horenso di lokasi

penelitian, karena sebagian besar petani responden lebih nyaman dengan teknik

budidaya yang telah biasa dikerjakan. Hal ini menyebabkan petani sulit

melakukan perubahan dengan mengadopsi teknik maupun teknologi baru.

Selain itu penyuluhan yang diberikan pun tidak banyak memberi informasi

baru kepada petani responden, karena teknik budidaya ideal bagi horenso belum

diketahui secara pasti oleh penyuluh. Data di lapangan menunjukkan bahwa

terdapat 14 orang petani responden yang telah mengikuti penyuluhan.

Page 89: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

75

5. Status kepemilikan lahan

Status kepemilikan lahan diukur dengan dummy lahan sewa = 0 dan lahan

bukan sewa = 1, dan. Status kepemilikan lahan berpengaruh positif dan tidak

berpengaruh nyata terhadap efek inefisiensi teknis usahatani horenso pada

Kelompok Tani Agro Segar. Hal ini menunjukan bahwa kepemilikan lahan petani

responden tidak mempengaruhi tingkat inefisiensi usahatani horenso di lokasi

penelitian. Nilai koefisien status kepemilikan lahan yang positif menunjukkan

bahwa petani yang menyewa lahan membudidayakan horenso dengan lebih

efisien dibandingkan petani yang memiliki lahan sendiri. Hal ini disebabkan rasa

tanggung jawab yang dimiliki oleh petani yang bukan pemilik lahan lebih besar

dibandingkan dengan petani yang memiliki lahannya sendiri. Petani responden

petani sewa lebih termotivasi dalam menjalankan usahataninya karena petani sewa

telah mengeluarkan biaya sewa lahan di awal tahun untuk lahan usahataninya,

sehingga petani tersebut berusaha lebih baik untuk mengejar kembalinya modal

sewa disamping untuk memperoleh keuntungan.

7.3 Implikasi Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian efisiensi teknis horenso pada Kelompok Tani

Agro Segar dapat diketahui tingkat efisiensi teknis dari budidaya horenso di lokasi

penelitian. Hasil dari penelitian ini memberikan beberapa implikasi terhadap

kebijakan perusahaan dan manajerial usahatani yang dapat diterapkan oleh

Kelompok Tani Agro Segar sebagai alternatif pemecahan masalah dan

peningkatan produksi dan efisiensi teknis usahatani horenso. Peningkatan

produksi dapat dicapai dengan cara menggeser production frontier (peningkatan

efisiensi teknis) atau dengan cara memperbaiki tingkat efisiensi dengan

pemakaian teknologi tertentu (bergerak menuju frontier).

Diketahui dari hasil penelitian bahwa variabel yang berpengaruh negatif

terhadap inefisiensi (meningkatkan efisiensi teknis) adalah pendidikan formal.

Sedangkan umur, pengalaman, penyuluhan dan status kepemilikan lahan

berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis (menurunkan efisiensi teknis).

Adapun beberapa implikasi kebijakan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini

adalah :

Page 90: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

76

1. Lahan dan pupuk organik memiliki pengaruh positif dan nyata dengan nilai

elastisitas yang tinggi. Sedangkan variabel yang lain walaupun berdampak

positif dan nyata akan tetapi nilai elastisitasnya rendah mendekati nol

(inelastis) atau sudah mendekati frontier, sehingga penambahan input hanya

akan mempengaruhi sedikit penambahan output. Oleh karena itu upaya

peningkatan produksi diprioritaskan kepada variabel lahan dan pupuk

organik. Penambahan lahan dapat dilakukan dengan memperluas lahan

garapan oleh petani responden dengan proporsi penggunaan input yang

konstan. Sedangkan penambahan penggunaan pupuk organik diperlukan

untuk mendukung kesuburan lahan yang akan ditanami horenso.

2. Penambahan penggunaan tenaga kerja dan pupuk anorganik juga mampu

meningkatkan produksi horenso di lokasi penelitian. Upaya penambahan

yang dilakukan dapat berupa penambahan jam kerja maupun penambahan

jumlah pekerja. Hal yang harus diperhatikan adalah upaya penambahan

tenaga kerja harus diimbangi dengan penambahan kualitas dari sumber daya

manusia agar lebih berpengaruh terhadap peningkatan produksi horenso pada

Kelompok Tani Agro Segar. Sedangkan penggunaan pupuk anorganik

diperlukan untuk pemeliharaan tanaman horenso agar tetap sehat dan

mencapai bobot ideal yaitu 40 gram per tanaman.

3. Bibit dan pestisida memiliki pengaruh negatif dan nyata terhadap produksi

horenso di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa sebaiknya petani

mengurangi penggunaan bibit dan pestisida dalam usahatani horenso. Hal ini

akan berdampak positif, selain tanaman horenso yang dibudayakan akan lebih

besar dan sehat, pengeluaran petani responden pun dapat ditekan karena

pengurangan penggunaan bibit dan pestisida.

4. Pendidikan formal berpengaruh nyata dalam meningkatkan efisiensi teknis

usahatani horenso. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan sumber daya

manusia melalui pendidikan formal. Upaya tersebut dapat direalisasikan

dengan mempermudah akses keluarga petani terhadap dunia pendidikan di

lokasi penelitian. Kelompok Tani Agro Segar sendiri sudah memiliki divisi

yang mengurus pelatihan pertanian terutama budidaya sayuran Jepang bagi

pemuda-pemuda sekitar yang tertarik akan usahatani sayura Jepang. Namun

Page 91: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

77

divisi ini belum berjalan secara maksimal. Selain itu diperlukan upaya untuk

menaikan citra dunia pertanian yang menguntungkan agar menarik minat para

pemuda untuk belajar pertanian, karena sumber daya alam yang ada sangat

mendukung untuk pengembangan pertanian dan agribisnis secara luas.

Page 92: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

DAFTAR PUSTAKA

Adhiana. 2005. Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Lidah Buaya (Aloe Vera) di

Kabupaten Bogor : Pendekatan Stochastic Frontier [skripsi]. Bogor:

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Coelli T, Rao PSD, Battese GE. 1998. An Introduction to Efficiency and Product

Analysis. London: Kluwer Academic Publisher.

Daulay AH. 2007. Sistem Usahatani dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) di

Kabupaten Karo [skripsi]. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara.

[Ditjenhort] Direktorat Jendral Hortikultura. 2010. Pengelolaan Data dan

Informasi Ditjen Hortikultura. www.deptan.go.id/pusdatin/admin/IB/

forumNTB/Ditjen%20Horti.pdf [9 Maret 2011]

Doll Pj, Orazem F. 1984. Production Economics Theory with Applications Second

Edition. Canada: John Wiley and Sons, Inc.

Hutauruk TLP. 2008. Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi di

Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat : Pendekatan

Stochastic Production Frontier [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Khotimah H. 2010. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar

di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat : Pendekatan

Stochastic Production Frontier [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Maryono. 2008. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi

Program Benih Bersertifikat : Pendekatan Stochastic Production Frontier

(Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten

Karawang) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nugraha H. 2010. Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Brokoli [skripsi]. Bogor:

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Podesta R. 2009. Pengaruh Penggunaan Benih Bersertifikat Terhadap Efisiensi

dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi [skripsi]. Bogor: Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Sirait H. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis

Usaha Kecil dan Usaha Menengah. Jakarta : IBII

Page 93: ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/52412/H11dek.pdfAnalisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso)

82

Sitepu JE. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Jamur

Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor:

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi, Soeharjo A, Dillon J, Hardaker J. 1986. Ilmu Usahatani dan

Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Dillon JL, Hardaker JB,

Penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari : Farm Management

Research for Small Development.

Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis

Cobb-Douglas. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta : UI Press.

Sukiyono K. 2005. Faktor Penentu Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada

Industri Keramik Hias (Studi Kasus di Desa Anjun, Kec. Plered, Kab.

Purwakarta) [skripsi]. Bandung : FPEB UPI Bandung.

Sumaryanto. 2001. Determinan Efisiensi Teknis Usahatani Padi di Lahan Sawah

Irigasi. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian.

Suratiyah K. 2008. Analisis Usahatani. Yogyakarta : Fakultas Pertanian

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.