analisis pemecahan masalah matematika … · 2018. 4. 23. · analisis pemecahan masalah matematika...
TRANSCRIPT
-
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN
TAKSONOMI SOLO PADA MATERI BILANGAN BAGI SISWA
KELAS VII-C SMP NEGERI 1 SALATIGA
JURNAL
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh
Ira Sulistiani Rahayu
202013603
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
-
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN
TAKSONOMI SOLO PADA MATERI BILANGAN BAGI SISWA
KELAS VII-C SMP NEGERI 1 SALATIGA
Ira Sulistiani Rahayu1),
Erlina Prihatnani 2)
Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana Jln. Diponegoro 52-60 Salatiga 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, Email: [email protected]
2Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, Email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pemecahan masalah siswa pada materi Bilangan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkategorikan kemampuan pemecahan masalah siswa ke
dalam level tertentu berdasarkan level taksonomi SOLO. Taksonomi Solo mengelompokkan
level kemampuan pemecahan masalah siswa ke dalam lima level, yaitu prastructural,
unistructural, multistructural, relasioanal dan extended abstract. Jenis penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif. Subjek dari penelitian ini adalah sepuluh siswa kelas VII SMP
N 1 Salatiga. Subjek diambil berdasarkan keunikan jawaban siswa dalam menjawab soal tes
tentang bilangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk soal penentuan tanggal
seluruh subjek masuk dalam kategori extended abstrack meski dengan keberagaman strategi
yang digunakan. Adapun untuk soal operasi pembagian yang melibatkan bilangan yang
terdiri dari angka-angka berulang terdapat keragaman jenis level yang dimiliki subjek. Satu
subjek yang masuk ke dalam level unistructural, enam subjek yang masuk ke dalam level
multistructural, dan tiga subjek masuk ke dalam level extended abstrack.
Kata Kunci: pemecahan masalah, bilangan, taksonomi SOLO.
PENDAHULUAN
Cornellius (Abdurrahman, 2009:253) menyebutkan bahwa matematika merupakan sarana
berpikir yang jelas dan logis, sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,
sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, sarana untuk
mengembangkan kreativitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya, oleh karenanya penting bagi siswa untuk belajar matematika.
Matematika secara umum didefinisikan sebagai bidang ilmu yang mempelajari pola dari
struktur, perubahan dan ruang dan secara informal dapat pula disebut sebagai ilmu tentang
bilangan dan angka (Hariwijaya, 2009: 33).
Salah satu tujuan diberikan pelajaran matematika adalah untuk membekali siswa dengan
kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah adalah proses menerapkan
pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi yang baru dikenal
(Depdiknas,2004:8). Solso (2008 : 434) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu
pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar
untuk suatu masalah yang spesifik.
-
Tidak semua siswa memiliki kemampuan pemecahan yang baik. Secara umum,
kemampuan pemecahan masalah siswa SMP di Indonesia belum sesuai harapan. Salah satu
buktinya adalah hasil PISA pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa Indonesia berada di
peringkat 64 dari 65 negara yang mengikuti PISA untuk bidang literasi matematika. PISA
merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan dan pengetahuan yang dirancang untuk siswa
usia 15 tahun (Shiel, 2007). PISA mengukur kompetensi yang dimiliki siswa melalui literasi.
Saat ini Indonesia berada pada level kedua dari enam level yang ada pada PISA. Peringkat
tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemecahan masalah siswa di Indonesia masih sangat
rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindak lanjut atas adanya fakta ini. Salah satu cara
untuk menindak lanjuti hal ini adalah dengan melakukan analisis untuk mengetahui proses
pemecahan masalah siswa sehingga dapat mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah matematika.
Terdapat berbagai teori yang dapat digunakan untuk menganalisis kemampuan
pemecahan masalah siswa, salah satunya adalah taksonomi SOLO. Taksonomi SOLO
merupakan gambaran bagaimana struktur kompleksitas kognitif atau respon siswa dari level
yang ada. Penggunaan taksonomi SOLO pada penelitian ini adalah untuk menelusuri
kemampuan pemecahan masalah siswa. Pemilihan taksonomi SOLO dikarenakan taksonomi
SOLO merupakan alat evaluasi yang praktis untuk mengukur kualitas jawaban siswa
terhadap suatu masalah berdasarkan pada pemahaman atau jawaban siswa terhadap masalah
yang diberikan. Biggs dan Collis (1982) menjelaskan bahwa tiap tahap kognitif terdapat
respon yang sama dan makin meningkat dari yang sederhana sampai yang abstrak. Teori ini
dikenal dengan istilah Structure of the Observed Learning Outcome (SOLO) yaitu struktur
hasil belajar yang diamati. Taksonomi SOLO digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam merespon suatu masalah yang diklasifikasikan menjadi lima level berbeda yang
disajikan pada tabel berikut.
-
Tabel 1. Level Taksonomi SOLO
Terdapat beberapa penelitian yang telah menggunakan Taksonomi SOLO untuk
menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematika diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Safitri (2016) dan Azizah dkk (2015). Penelitian yang dilakukan oleh Safitri
(2016) menganalisis kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VII-D SMP N 2
Colomadu dalam menyelesaikan masalah tentang materi segitiga. Adapun hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa siswa yang berkemampuan tinggi dapat mencapai tingkatan
extended abstrack, siswa berkemampuan sedang pada tingkatan relasional, dan siswa
berkemampuan rendah pada tingkatan multistruktural. Adapun penelitian Fitria (2015)
menganalisis kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII-H SMP N 7 Jember dalam
menyelesaikan masalah tentang sub pokok bahsan balok. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa berdasarkan level taksonomi SOLO subyek yang diteliti masuk ke dalam empat level
yaitu unistruktural, multistruktural, relasional dan extended abstrack.
Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2016) dan Azizah dkk (2015)
yang menganalisis tentang kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal
matematika, maka penelitian ini juga menganalisis pemecahan masalah siswa kelas VII-C
SMP N 1 Salatiga berdasarkan taksonomi SOLO namun pada materi yang berbeda yaitu pada
materi bilangan. Penelitian ini menganalisis jawaban siswa dan mengkategorikan kemampuan
pemecahan masalah matematika yang dilakukan berdasarkan kelima level dalam taksonomi
SOLO. Kelima level tersebut digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis proses
pemecahan masalah yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal matematika pada
Level Taksonomi
SOLO Deskripsi
Prastruktural
siswa tidak menggunakan informasi yang diberikan untuk
menyelesaikan masalah, tidak memahami soal yang diberikan bahkan
mengerjakan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan soal.
Unistruktiral siswa menggunakan informasi yang diberikan, namun belum bisa
mendapatkan jawaban yang benar.
Multistruktural
siswa menggunakan beberapa informasi yang diberikan secara terpisah
dan siswa menyelesaikan masalah hanya pada kasus tertentu sehingga
masih belum mendapatkan jawaban yang benar.
Relasional
siswa dapat memahami semua pernyataan yang diberikan dan
menghubungkan pernyataan tersebut sehingga diperoleh jawaban yang
benar, akan tetapi dia tidak menemukan prinsip baru bahkan memiliki
konsep yang salah dan siswa tidak dapat menerapkan pernyataan
tersebut ke dalam kasus yang lain.
Extended
abstrack
siswa dapat menggunakan semua informasi yang diberikan untuk
menyelesaikan masalah, siswa menghubungkan antar informasi
tersebut untuk memperoleh jawaban yang benar dan siswa
menemukan prinsip yang baru dan dapat membuktikan kebenarannya
-
materi bilangan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pemecahan masalah
matematika siswa dan mengkategorikan kedalam level tertentu berdasarkan teori taksonomi
SOLO. Diharapkan analisis pemecahan masalah matematika terkait materi bilangan ini dapat
membantu guru untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa. Selain itu,
penelitian ini juga memberikan data empirik tentang proses pemecahan masalah matematika
yang dilakukan oleh siswa dan diharapkan data tersebut dapat menjadi dasar guru untuk
memberikan bantuan yang tepat kepada siswa untuk membekali kemampuan pemecahan
masalah siswa.
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang berkembang
apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu
mempengaruhi dinamika pada obyek (Sugiyono, 2010). Penelitian kualitatif bertujuan untuk
mengetahui lebih dalam mengenai suatu gejala, fakta, dan realita dari subjek yang akan
diteliti. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2009), metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif karena peneliti ingin memperoleh informasi yang mendalam, informasi tersebut
akan diperoleh melalui data yang didapat dari observasi, tes dan wawancara. Data yang
dihasilkan adalah data deskriptif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkategorikan kemampuan pemecahan masalah
matematika pada siswa ke dalam level tertentu berdasarkan level pada Taksonomi SOLO,
maka dilakukan deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menganalisis, menggambarkan dan
meringkas berbagai kondisi, situasi dari berbagai data yang dikumpulkan berupa hasil
wawancara atau pengamatan mengenai masalah yang diteliti yang terjadi di lapangan.
Subjek penelitian terdiri dari 10 siswa kelas VII-C SMP N 1 Salatiga. Pengambilan
subjek penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu dengan penentuan
sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, sehingga data yang diperoleh lebih representatif
dengan melakukan proses penelitian yang kompeten di bidangnya (Sugiyono:2010). Subjek
penelitian dipilih berdasarkan hasil tes. Subjek yang dipilih merupakan subjek yang mewakili
setiap keunikan jawaban yang ditemukan dari hasil tes siswa. Teknik pengambilan data
dilakukan menggunakan dua metode yaitu metode tes dan metode wawancara. Metode tes
dilakukan dengan cara pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-
-
pertanyaan kepada subjek penelitian. Metode wawancara digunakan untuk pengumpulan data
yang dilakukan melalui percakapan antara peneliti dan subjek. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah soal tes uraian yang berisikan soal-soal materi bilangan. Adapun
kisi-kisi soal dapat dilihat pada Tabel 2 dan soal dapat dilihat pada gambar 1.
Tabel 2. Kisi-kisi instrumen
Kompetensi Dasar
Indikator
No
Jml
Soal
3.2 Menjelaskan dan melakukan operasi
hitung bilangan bulat dan
pecahan dengan
memanfaatkan berbagai
sifat operasi
Diberikan masalah matematika tentang penentuan
hari dari beberapa hari ke depan jika diketahui
hari pada saat tertentu dengan menggunakan
konsep pembagian ( hasil dan sisa pembagian).
1 2
4.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
operasi hitung bilangan
bulat dan pecahan
Diberikan masalah matematika tentang pembagian
antara bilangan yang terdiri dari barisan angka
berulang dengan bilangan pada barisan tersebut (
tidak berulang). Siswa diminta untuk menentukan
banyaknya angka nol dengan menggunakan
prinsip pembagian.
2 5
Gambar 1. Soal Tes Penelitian.
Pengujian validitas instrumen menggunakan validitas isi. Pengujian validitas dengan
menggunakan kisi-kisi instrumen yang di dalamnya terdapat indikator sebagai tolok ukur dan
nomor butir pertanyaan-pertanyaan yang telah dijabarkan oleh indikator tersebut dan untuk
menguji validitas lebih lanjut, maka dikonsultasikan kepada ahli. Validator dari instrumen
penelitian ini adalah guru matematika yang mengampu mata pelajaran matematika kelas VII
SMP N 1 Salatiga. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi empat tahap
yaitu data collection, data reduction, data display, dan conclution.
-
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan subjek dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu melihat dari
keunikan jawaban siswa dalam menyelesaikan tes yang telah diberikan. Keunikan disini
adalah jawaban siswa yang memiliki karakter tersendiri yang dapat digunakan untuk
penelitian ini . Dari 27 siswa yang telah mendapatkan materi bilangan di pilih sepuluh siswa
sebagai subjek yaitu, subjek AU, AS, AV, BR, DM, ER, HS, HJ, JA dan SS.
1. Soal nomor satu
Pada dasarnya keseluruhan subjek memiliki jawaban yang hampir sama untuk soal
nomor satu. Soal nomor satu terdapat dua tipe jawaban yaitu tipe jawaban A dan tipe jawaban
B. Subjek AU, AV, BR, DM, ER, HS, HJ, JA dan SS memiliki tipe jawaban yang sama yaitu
tipe jawaban A, namun berbeda dengan subjek AS yang menyelesaikan soal nomor satu
menggunakan tipe jawaban B. Sebagai contoh untuk tipe jawaban A adalah subjek AU
sedagkan untuk contoh tipe jawaban B adalah subjek AS.
a) Tipe jawaban A
Gambar 2. Jawaban dan kutipan wawancara subjek AU
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, dapat diketahui jika sujek AU masuk ke dalam
level extended abstrack. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes subjek dan kutipan wawancara.
Pada awalanya untuk soal 1b subjek hanya menjawab hari rabu tanpa memberikan cara
penyelesaiannya. Setelah melalui proses wawancara barulah subjek mengetahui informasi apa
yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal tersebut yaitu informasi tentang jumlah hari pada
tahun kabisat. Selain itu, subjek AU juga mampu menggabungkan antar informasi yang
diketahui untuk menyelesaikan soal tersebut, sehingga subjek dapat mengerjakan dengan
benar. Subjek AU masuk ke dalam level extended abstrack karena subjek telah memenuhi
P : Kalau tahun biasa itu jumlah harinya berapa?
S : 365 hari bu
P : Kalau tahun kabisat berapa hari?
S : 366 hari.
P : Menurut kamu tahun 2015 itu tahun kabisat bukan?
S : Bukan bu.
P : Kalau 2016 tahun kabisat bukan?
S : Iya bu.
P : Jadi kalau gitu untuk soal 1b butuh berapa hari
agar bisa melaksanakan syukuran?
S : 366 hari.
P : Jadi mau mengadakan syukurannya hari apa?
S : Hari kamis. Kan 366 : 7 = 52 sisa 2.
Selasa tambah 2 hari jadi hari kamis.
-
indikator dalam level extended abstrack yaitu siswa dapat menggunakan semua informasi
yang diberikan untuk menyelesaikan masalah, siswa dapat menghubungkan antar informasi
tersebut untuk memperoleh jawaban yang benar dan siswa menemukan prinsip yang baru dan
dapat membuktikan kebenarannya.
b) Tipe jawaban B
Gambar 2. Jawaban dan kutipan wawancara subjek AS.
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, dapat diketahui jika subjek AS masuk kedalam
level extended abstrack. Hal ini dapat dilihat dari hasil tes subjek dan kutipan wawancara
diatas. Soal 1b subjek hanya menjawab hari kamis tanpa memberikan cara penyelesaiannya.
Setelah melalui proses wawancara subjek AS tetap tidak menyertakan bagaimana cara
penyelesaiannya, karena subjek AS hanya menggunakan prinsip yaitu “Kalau setiap satu tahun
itu hari-harinya mundur 1 hari”. Perhitungan subjek AS untuk soal 1b benar adanya. Subjek AS
masuk kedalam level extended abstrack karena walaupun subjek tidak menggunkan cara
penyelesaian seperti halnya subjek yang lain, namun subjek AS sudah mampu menggunakan
semua informasi yang diberikan untuk menyelesaikan masalah untuk memperoleh jawaban
yang benar dan siswa menemukan prinsip yang baru dan dapat membuktikan kebenarannya.
Berdasarkan kedua contoh diatas dapat dilihat bahwa penggunaan prinsip dalam
menyelesaikan soal tes beragam. Subjek yang menjawab dengan tipe jawaban A
menggunakan prinsip pembagian dalam menyelesaikan soal tes, sedangkan subjek dengan
tipe jawaban B menggunakan prinsip penghafalan pola dalam menyelesaikan soal tes.
Meskipun terdapat keberagaman prinsip yang digunakan untuk menyelesaikan soal tes,
subjek yang menyelesaikan soal tes dengan tipe jawaban A maupun tipe jawaban B masuk ke
P : Nah sekarang balik lagi ke yang tadi. Kalau sekarang misal 1
september 2015 itu hari selasa dua tahun lagi hari apa? Kan kamu
tadi bilang kalau 2016 nya ada 366 hari nah jadi 1 september 2017
itu hari apa? Di tahun 2016 itu biasa disebut tahun apa ya?
S : Tahun 2016 itu tahun kabisat bu. Lalu 1 september 2017 itu hari
jum’at.
P : Caranya bagimana? Pakai rumus?
S : Nggak ada bu ya karena prinsip. Kalau setiap satu tahun itu
hari-harinya mundur 1 hari.
P : Prinsip yang kamu temukan sendiri atau tahu dari orang lain?
S : Dari guru SD bu.
P : Nah kalau yang b ini bagaimana?
S : Ya sama bu seperti yang tadi, kan butuh 366 hari karena
tahun 2016 tahun kabisat. Jadi selasa + 366 hari lagi adalah
hari kamis.
-
dalam level extended abstrack. Hal ini dikarenakan kedua tipe jawaban tersebut sudah
memenuhi indikator extended abstrack.
2. Soal nomor dua.
Pada soal nomor dua keseluruhan subjek memiliki jawaban yang beragam. Soal nomor
dua terdapat tiga tipe jawaban, yaitu tipe jawaban A,B dan C. Tipe jawaban A adalah tipe
jawaban yang merupakan jawaban subjek yang masuk kedalam level unistruktural. Tipe
jawaban B adalah tipe jawaban yang merupakan jawaban subjek yang masuk kedalam level
multistruktural. Tipe jawaban C adalah tipe jawaban yang merupakan jawaban subjek yang
masuk kedalam level extended abstrack. Subjek BR adalah satu-satunya subjek yang tidak
memiliki jawaban untuk soal nomor dua sehingga subjek BR masuk kedalam level
unistruktural. Subjek AS, DM, ER, HS, HJ, dan SS memiliki tipe jawban yang sama dan
masuk ke dalam level multistruktural. Subjek AU, AV dan JA memiliki tipe jawaban yang
sama dan masuk ke dalam level extended abstrack. Sehingga sebagai contoh di ambil subjek
BR, DM dan AV
a) Tipe jawaban A
Gambar 3. Jawaban dan kutipan wawancara subjek BR
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut dapat diketahui bahwa subjek BR masuk ke
dalam level unistructural. Hal ini dapat dilihat pada hasil tes dan hasil wawancara. Untuk
soal nomor 2 subjek BR pada awalnya hanya menghitung angka nol yang ada pada soal tanpa
menghitung menggunakan pembagian. Setelah melalui proses wawancara subjek BR hanya
dapat mengerjakan untuk soal 2a saja. Untuk soal yang lainnya subjek BR tidak mampu
untuk engerjakan. Jadi, sesuai dengan indikator pada level unistructural yaitu siswa
menggunakan informasi yang diberikan, namun belum bisa mendapatkan jawaban yang
benar. Maka, subjek BR masuk ke dalam level unistructural.
P : Coba sekarang dihitung kalau yang 2a itu gimana?
S : Hasilnya 1 jadi nggak ada angka nol
P : Kalau yang b itu gimana?
S : Hasilnya 101
P : Coba kalau 101 dikalikan 2017 apakah hasilya 20172017?
S : Emm enggak. Aku nyerah aku nggak bisa
-
b) Tipe jawaban B
Gambar 5. Jawaban dan kutipan wawancara subjek DM
Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa subjek DM masuk ke
dalam level multistructural. Hal ini dikarenakan subjek DM sudah mengetahui informasi apa
saja yang dibutuhkan tetapi belum bisa menggabugka informasi tesebut. Contohnya, yaitu
subjek DM mengatakan bahwa angka yang subjek gunakan mulai dari angka 12345 sebanyak
2 kali namun subjek tidak menyadari bahwasannya perhitungan angka nol dimulai dari
perhitungan 12345 : 12345 terlebih dahulu. Sehingga, subjek DM belum mampu menjawab
dengan benar. Hal ini sesuai dengan indikator pada level multistructural yaitu siswa
menggunakan beberapa informasi yang diberikan secara terpisah dan siswa menyelesaikan
masalah hanya pada kasus tertentu sehingga masih belum mendapatkan jawaban yang benar.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa subjek DM masuk kedalam level multistructural.
c) Tipe jawaban C
Gambar 6. Jawaban dan kutipan wawancara subjek AV
Bedasarkan kutipan wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa subjek AV masuk ke
dalam level extended abstrack. Hal ini dikarenakan subjek sudah mampu menghubungkan
informasi yang di dapat untuk menyelesaikan soal tersebut dengan benar. Hal ini sesuai
dengan indikator extended abstrack yaitu siswa dapat menggunakan semua informasi yang
diberikan untuk menyelesaikan masalah, siswa dapat menghubungkan antar informasi
tersebut untuk memperoleh jawaban yang benar dan siswa menemukan prinsip yang baru dan
dapat membuktikan kebenarannya.
P : Kalau yang 2e ini cara mengerjakannya gimana?
Kalau pakai cara porogapit gimana?
S : Nanti kelamaan bu
P : Supaya nggak kelamaan pakai cara apa?
S : Emm gini bu kalau yang 2017 itu tadi kan angka nya ada 4
lalu angka nolnya ada 3. Kalau yang e ini kan ada 5
angka jadi nolnya tinggal tambah 1.
P : maksudnya gimana coba dijelaskan lagi
S : kan tadi pas 2017 kan ada 4 angka.
Lalu ketika 2017nya ada 2 hasli nolnya ada 3.
Untuk yang e kan 12345 itu ada 5 angka . lalu 12345 nya ada 2
hasilnya tinggal ditambah 1 nolnya jadi nolnya ada 4.
P : Kalau sebanyak 30 kali ada berapa?
S : Ada 120 tinggal 30 x 4 =120.
P : Kalau yang 2e ini gimana?
S : Hampir sama kayak yang 2d tadi
P : Ini kamu bisa jawab 116 dari mana?
S : Jadi 1234512345 : 12345 = 100001 angka nolnya ada 4
P : Lha ini kok kamu bisa jawab 116 bagaimana caranya?
S : Jadi 4 tadi dikali 28 sama dengan 112
lalu ditambah 4 tadi bu jadinya 116
-
Adapun level yang dimiliki kesupuluh subjek yaitu, level unistructural adalah subjek
BR, level multistructural subjek AS, DM, ER, HS,HJ,dan SS sedangkan level extended
abstrack adalah subjek AU,AV dan JA.
PENUTUP
Teori taksonomi SOLO merupakan salah satu alat untuk menganalisis proses pemecahan
masalah siswa yang dikelompokkan menjadi 5 level yaitu prastructural, unistructural,
multistructural, relasioanal, dan extended abstract. Berdasarkan analisis hasil tes mengenai
materi bilangan dan hasil wawancara maka dapat ditarik kesimpulan terhadap sepuluh subjek
siswa kelas VII-C SMP Negeri 1 Salatiga yaitu untuk soal nomor satu semua subjek masuk
kedalam level extended abstrack sedangkan untuk soal nomor dua terdapat satu subjek masuk
ke dalam level unistructural, enam subjek masuk ke dalam level multistructural dan tiga
subjek masuk ke dalam level extended abstrack.
Berdasarkan hasil tersebut maka disarankan bagi guru untuk dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa salah satunya dengan mengajak siswa
untuk berlatih soal pemecahan masalah dengan soal yang bervariasi. Adapun bagi siswa,
diharapkan siswa dapat aktif berlatih soal pemecahan masalah.
Penelitian ini hanya menggunakan skala kecil yaitu 10 subjek saja yang diteliti,
diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menggunkan skala besar sehingga dapat
meneliti seluruh siswa agar dapat mengetahui proses pemecahan masalah siswa. Selain itu
penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya, contohnya
penelitian tindak lanjut untuk memperbaiki kemampuan pemecaha masalah siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, G Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta
Biggs, J.B and Collis, K.F. 1982. Evaluating the Quality of Learning - the
SOLO Taxonomy. New York: Academic Press. xii + 245 pp diakses melalui
https://books.google.co.id/ pada tanggal 3 Mei 2017
Dekdikbud. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan 2006. Jakarta.
Depdiknas. 2006. Peraturan menteri pendidikan nasioanal republik indonesia tentang
standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah (Permen No. 22, tahun 2006). Jakarta: Depdiknas.
https://books.google.co.id/books?id=0kQmAQAAIAAJ&q=buku+evaluating+the+quality+of+learning+biggs+collis&dq=buku+evaluating+the+quality+of+learning+biggs+collis&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjsl7He8NTTAhXMLI8KHb0oDZ0Q6AEIJTAA
-
Glover, David. 2004. Seri Ensiklopedia Anak A-Z Matematika. Bandung: PT Grafindo Media
Pratama.
Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang:
UM Press.
Ismunanto dkk. Ensiklopedia Matematika Jilid 1. Jakarta : PT Lentera Abadi
Kuswana, W.S. 2011. Taksonomi Berpikir. Bandung: Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Rosdakarya.
OECD. 2010. Draft PISA 2012 Assessment Framework.
Safitri,Elita. 2016. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Berdasarkan Taksonomi Solo. Skripsi. Surakarta: FKIP UMS diakses melalui
eprints.ums.ac.id pada tanggal 9 Agustus 2016
Salamah, Umi. 2012. Berlogika dengan Matematika 2. Semarang: Tiga Serangkai.
Siswono, Tatag Y. E. (2008). Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan
Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya:
Unesa University Press.
Solso, Robert L. 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta : Erlangga
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Suwartono. 2014. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CV Andi Offset
Uno, Hamzah B. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahyudi dan Inawati. 2012. Pemecahan Masalah Matematika. Salatiga. Widya Sari Press