analisis menjaga kerukunan
TRANSCRIPT
ANALISIS MENJAGA KERUKUNAN MELALUI PENERAPAN PRINSIP
MULTIKULTURALIS HIRAKIS DALAM KEHIDUPAN
Disusun Oleh:Stephen Setyadi / 24110158 / Kelas D
Dosen: Bapak Syamsuddin
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bantuan dan karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih pula saya ucapakan kepada dosen Agama penulis, Bpk Syamsudin, atas gambarannya tentang apa yang harus saya tuliskan dalam makalah ini. Makalah yang penuh dengan segala kekurangan ini diharapkan akan memberikan manfaat bagi anda yang membacanya.
Makalah ini berjudul Analisis Menjaga Kerukunan Melalui Penerapan Prinsip Multikulturalis Hirarkis dalam Kehidupan. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia sering mengalami krisis dalam menjaga kerukunan antar umar beragamanyanya. Makalah ini bertujuan untuk membahasnya mengenai apa penyebab terjadinya masalah, pendapat beberapa tokoh, dan pemecahan masalah yang sebaiknya dilakukan.
Demikianlah yang ingin saya sampaikan, saya ucapkan terima kasih dan mohon jika ada kekurangan yang ada dimakalah ini.
Jakarta, 27 Februari 2013
BAB 1 : Pendahuluan
A. Teks Kasus
B. Ringkasan Pemahaman Kasus
Banyak orang seperti tidak bisa belajar dari peristiwa – peristiwa diskriminasi terhadap kelompok minoritas yang terjadi terdahulu. Kalaupun belajar, kita seperti tidak ada niat untuk memperbaiki kerukunan antara kelompok minoritas dan mayoritas yang sering kali menimbulkan konflik.
Banyak orang yang tidak bisa menerima keberagaman, sehingga kerukunanan tidak bisa tercipta. Padahal pada dasarnya manusia itu berasal dari berbagai ras, etnik, agama, dan kebudayaan yang berbeda – beda.
Negara bertugas untuk menjaga kerukukan bangsa, tapi sebaliknya yang terjadi negara gagal dalam menjaga kerukunan tersebut dan cenderung berpihak pada suatu kelompok tertentu, sehingga merugikan kelompok minoritas.
BAB 2 : Pendapat Beberapa Tokoh / Ahli
Secara umum, prinsip membangun multikulturalisme pluralis didefinisikan sebagai landasan yang membangun kesadaran padamasyarakat untuk hidup berdampingan antara pihak yang satu dengan yang lainnya yang saling berbeda dan pemahaman yang berbeda. Perbedaan itu dapat meliputi : agama, suku, ras, dan antar golongan, yang jika tidak dipersatukan, akan memberi dampak perselisihan. Pluralisme menunjuk pada keragaman / kemajemukan, yakni kondisi dalam suatu masyarakat yang secara faktual berbeda - beda. Sementara itu multikultralisme lebih mengacu pada sikap warga masyarakat terhadap perbedaan – perbedaan baik yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan maupun dalam masyarakat lain. Sikap itu dibentuk dengan melibatkan seperangkat nilai yang didasarkan pada minat untuk mempelajari dan memahami (understanding) dan pada penghormatan (respect) serta penghargaaan (valuation) kepada kebudayaan masyarakat lain. Walaupun tidak selalu diikuti dengan kesetujuan dan kesepakatan terhadap apa yang ada dalam kebudayaan lain, tetapi yang ditekankan dalam multikulturalisme adalah pemahaman, penghormatan, dan penghargaan.
Prinsip – prinsip membangun multikulturalis pluratis dalam kehidupan beragama menurut beberapa ahli:
1. Victor I. Tanja, STh. MThMenurut Victor I. Tanja, agama menjadi salah satu bagian dari kandungan ungkapan dari semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang menyatakan berbeda-beda tetapisatu (unity in diversity / kesatuan dalam perbedaan). Poin penting berikutnya dalah bahwa perbedaan agama telah berhasil diatasi oleh bangsa ini dan membuktikan bahwa Indonesia mampu berdiri secara independen dan berdaulat tanpa ada campur tangan pihak luar, namun bukan berarti Indonesia tidak memerlukan bangsa lain. Indonesia justru tetap perlu adanya hubungan kerjasama dengan bangsa lain dengan menyadari bahwa kita tidak dapat hidup sendiri di dunia ini. Indonesia juga perlu teman untuk membantu mendorong maju kehidupan bangsa Indonesia menjadilebih baik di masa depan. Indonesia adalah bangsa yang mandiri dan menyadari semakin kokoh semangat kemandirian tersebut maka sumbangan yang bermutu yang dapat diberikan dalam menjalin kerjasama dengan bangsa lain akan semakin lebih baik. Dapat dikatakan pula bahwa dalam hidup ini memerlukan saling berhubungan dengan orang lain sehingga hidup pun mencapai makna terdalam yaitu dapat berguna bagi semua orang. Oleh karena itu, sikap absolutisme atau pemutlakan adalah hal yang sia - sia untuk dilakukan dan hanya menjerumuskan manusia pada sikap egoisme dan fanatisme terhadap kelompok sendiri yang akan membawa hidup pada kejahatan dan kematian.
Dari hal diatas, ajaran agama ada dan diberikan bukan untuk pembenaran diri atau kelompok lain namun agar kita sebagai individu dapat mengelolah hidup secara lebih baik untuk memuliakan Tuhan. Usaha memuliakan Tuhan adalah sekaligus memberikan yang terbaik daripada hidup kita demi mencapai keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian bagi semua orang walau
mereka berbeda suku, agama, budaya, ataupun antar golongan.Poin lainnya adalah bahwa agama berperan penting sebagai motivator serta meletakkan landasan etik moral dan spiritual untuk mendorong pembangunan. Tanpa peranan agama, dikhawatirkan bahwa hal negatif akibat pembangunan akan semakin meningkat, seperti kesenjangan sosial yang semakin lebar dan tentunya hal ini dapat membawa efek yang negatif pula yang dapat mengancam kesatuan dan persatuan bangsa.
Agama di Indonesia dalam konteks berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara terdapat 5 agama yang diterima oleh Departemen Agama. Oleh karena itu, 5 agama yang resmi di Indonesia dan kepercayaan - kepercayaan lainnya adalah cerminan dari bagaian agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia sebagai bangsa yang satu. Sehingga dengan adanya naungan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, kedudukan agama – agama di Indonesia adalah sama dan sederajat didepan hukum tanpa memandang mayoritas ataupun minoritas. Dan hal ini bukan berarti karena berdasarkan Pancasila semua agama itu adalah sama dan sederajat sehingga menyembah Tuhan yang sama. Yang dimaksudkan dalam Pancasila adalah agama yang berbeda – beda tapi kita sama – sama mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa sesuai menurut kepercayaan masing – masing. Intinya dalam Pancasila tidak memberikan pengertian bahwa setiap agama menyembah Tuhan yang sama tetapi adanya pengakuan Tuhan yang Maha Esa menurut kepercayaan dan pengertian masing – masing agama.
Sikap seperti ini menyatakan sesuai dengan semboyan Indonesia atau Bhinneka Tunggal Ika di mana ketunggalan yang berakar pada persamaan. Bukan sebaliknya, sehingga mengakui perbedaan itulah membuat kebersamaan dapat berlangsung dengan baik. Ajaran agama adalah ajaran yang bersifat nisbi dan universal, dalam pelaksanaanya atau penerapannya harus berfikir secara global tapi bertindak sesuai dengan situasi di sekitar sehingga agama dapat memberikan sumbangan demi mencapai persatuandan kesatuan bangsa. Pada akhirnya, sikap hidup keagamaan yang baik adalah mengakui perbedaan dalam hidup beragama yang merupakan jalan pemecahan dari segala kemelut perpecahan dan pertengkaran antara agama sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sehingga bangsa Indonesia dapat hidup bersama secara lebih baik
2. KH. Ali YafieBeliau adalah mantan Ketua Majelis Ulama Islam (MUI) danulama fiqh. Saat ini beliau masih aktif sebagai pengasuh pesantren Darul Dakwah Al Irsyad, Pare-Pare, Sulawesi Selatan,yang berdiri sejak 1947, serta sebagai dewan penasihat untuk Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Menurut KH. Ali Yafie, rakyat Indonesia telah memiliki sejarah panjang mengenai pluralism. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang religius dapat dibuktikan dari sejarah konstitusi & realita kehidupan keseharian bangsa ini. Konstitusi Republik Indonesia sekarang ini cukup mencerminkan peta keagamaan di Indonesia yang sejarahnya sudah berabad - abad dan semenjak berpuluh - puluh tahun kemerdekaan Indonesia, peta keagamaan kita semakin beragam warnanya. Indonesia dianggap sudah cukup berpengalaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sehingga Indonesia telah menampilkan suatu pola
kehidupan beragama yang telah dituangkan pada konstitusi hukum Indonesia. Menurutnya, Iman dan takwa harus berfungsi dengan baik sehingga jikalau keduanya berfungsi dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara tentunya tidak akan ada lagi pikiran bahwa apakah agama itu pembawa petaka atau pembawa rahmat.
Selama ini kehidupan beragama di Indonesia terus berkembang menjadi semakin beragam. Keberagaman agama di Indonesia bisa menjadi bencana bila tidak disertai dengan iman dan takwa dari masyarakatnya. Iman dan takwa dibutuhkan agar tercipta kehidupan beragama yang harmonis.
3. Frans Magnis SusenoMenurut Frans Magnis Suseno, Indonesia merupakan bangsa yang pluralistik secara budaya, etnik dan kesukuan, dan juga dalam dimensi agama. Jelaslah peranagama di Indonesia sangat menentukan masa depannya.Pastor kelahiran Jerman, 26 Mei 1936 ini dalam makalahnya pada Seminar Agama - Agama XV: Theologia religionum, mengatakan agama dengan sendirinya dihubungkan dengan yang suci, baik hati, berbelas kasih, bebas pamrih, berdamai. Tetapi, dalam kenyataan, kita mengamati bahwa dalam banyak tindak kekerasan terorisme dan konflik bersenjata, agama - agama dalam salah satu bentuk terlibat. Terutama kita mengobservasikan suatu kecenderungan kearah primoridalisme, baik etnik maupun agama, dan begitu pula fundamentalisme agama (suatu paham yang cukup kabur dan untuk sementara dibiarkan saja) kelihatan bertambah terus dalam berbagai bentuk. Dalam konteks tersebut, beliau tidak akan menjadi peramal dan menjawab pertanyaan tersebut. Yang ingin beliau kemukakan adalah beberapa gagasan untuk kita dapat memahami apa yang kita alami. Hal ini memberikan tantanganuntuk agama-agama terutama di Indonesia untuk mengatasimasalah-masalah yang mungkin terjadi. Beliau mengajukan sebuah hipotesa. Bahwa kita, di Indonesia sedang terlibat dalam proses perubahan paradigma tentang manusia, yaitu perubahan yang sedang berlangsung di seluruh dunia (antara lain karena didukung oleh komunikasi global), yaitu dari paradigma ‘orang kita-orang asing’ ke paradigma ‘martabat manusia universal’. Beliau ingin memperlihatkan bahwa manusia universal sebenarnya sudah didasarkan dalam agama - agama besar, namun semula tidak dapat menjadi operatif. Bahwa perubahan - perubahan yang besar menginisiasikan proses modernisasi berbarengan dengan perubahan paradigma itu. Bahwa paradigma manusia universal selama abad-abad terakhir diperjuangkan bukan oleh agama - agama, melainkan oleh pelbagai ideologi sekularistik. Mau tak mau, agama - agama yang sering belumsiap berhadapan dengan situasi yang ditandai perubahan sosial dan cultural yang cepat disertai perubahan paradigma tentang manusia, dapat dikatakan dengan menempatkan agama pada situasi menempatkan agama - agama dihadapan historis.
Sikap agama - agama terhadap dunia global yang modern ini akan mempengaruhi agama - agama dalam situasi historis ini. Kalau agama - agama bereaksi tertutup, ketika terjadi sebuah reprimordialisasi, agama-agama dapat menjadi ancaman bagi kasatuan dan persatuan serta masa depan bangsa. Sebaliknya, apabila agama - agama itu berani memperjuangjan manusia, dan masyarakat manusiawi sesuai dengan bagaimana Sang Pencipta menghendaki
hubungan antar manusia maka agama justru menjadi pembela manusia, berhadapan dengan kekuatan politik dan ekonomis yang tidak memanusiakan masyarakat. Kiranya, medan konflik ideologis dalam dasawarsa - dasawarsa mendatang tidak lagi ditentukan oleh pertentangan ideology - ideologi besar, tidak juga antara agama dengan ideologi itu, tetapi juga tidak oleh pertentangan antara agama - agama sendiri.
4. Harold CowardMenurut Harold Coward, agama di masa depan adalah agama – agama yang mampu hidup berdapingan secara menyenangkan dalam sebuah kmunitas dunia. Menurutnya pularilisme akan selalu menuntut manusia agar saling membagi pemahaman mengenai agama. Jika dilakukan dengan penuh simpatik dan rasa hormat terhadap pihak lain, dapat menimbulkan perkembangan rohani dan memperkaya semua pihak.
Berdasrakan pandangan ini penglihatan dan penghayatan realitas agama pada tataran spiritual dapat memberikan rasa keseimbangan bagi kehidupan manusia yang terus menerus dikuasai keingginan duniawi dan dapat menjalin hubungan yang harmonis antar berbagai agama.
5. Komaruddin Hidayat dan Wahyuni NafisMenurut mereka, kebenaran sejati itu hanya bersumber dan membantu pada Yang Maha Kuasa. Hanya saja manifestasi dari kebenaran itu selalu tampil dalam wujud plural. Di balik plularilitas itu ada kebenaran yang tunggal. Namun tidak mungkin diketahui secara tuntas oleh manusia sebab realitas metafisis entology selalu berada di luar jangkauan manusia. Oleh karena itu, semua agama selalu hadir menyapa manusia dengan bantuan medium sejarah dan budaya. Plularitas pemahaman agama meupakan keniscayaan teologis, psikologis, dan historis.
BAB 3 : Analisis Kasus
Penerapan prinsip – prinsip membangung multikulturalis pluralis untuk pemecahan kasus.
1. Victor I. Tanja, STh. MThBhinneka Tunggal Ika menegaskan bahwa walaupun Indonesia terdiri dari berbagai keragaman namun harus tetrap bersatu. Kiranya prinsip pemikiran ini selalu menjadi dasar untuk seseorang dapat berpikir, dengan adanya rasa toleransi maka tidak ada lagi rasa saling denki antara kaum mayoritas dan kaum minoritas. Sehingga negara dapat bersatu ke arah yang baik tanpa ada perpecahan. Pada akhirnya, sikap hidup keagamaan yang baik adalah mengakui perbedaan dalam hidup beragama yang merupakan jalan pemecahan dari segala kemelut perpecahan dan pertengkaran antara agama sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa sehingga bangsa Indonesia dapat hidup bersama secara lebih baik.
2. KH. Ali YafieMenurut saya dalam pemecaahan masalah ini benar apa yang dikatakan oleh bapak KH. Ali Yafie bahwa dalam kehidupan bernegara yang memili keragaman dalam hal agama ini harus disertai dengan adanya imam dan takwa yang kuat kepada Tuhan yang Maha Esa, karena pada dasarnya tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan. Hanya kesalahpahaman yang dimanfaatkan oleh kelompok – kelompok tertentu untuk menghancurkan persatuan bangsa. Jika seseorang memilik iman dan takwa yang kuat, pastinya tidak akan mudah terpengaruh oleh isu – isu yang sengaja dibuat untuk menghancurkan kerukunan beragama.
BAB 4 : Kesimpulan
Perlu adanya rasa toleransi yang besar dari kaum mayoritas terhadap kaum minoritas, bahwa semua WNI yang tinggal di Indonesia itu memilik hak yang sama tanpa perlu di beda – bedakan. Toleransi dengan memahami bahwa tidak ada yang hidup sendiri di dunia ini, sehingga harus bisa memahami kepentingan kaum lainnya dam tidak egois. Harusnya mereka sadar dengan kerukunan yang tercipta maka negara dapat harmonis dan berkembang dengan baik, dengan adanya permasalahan selama ini yang berasal dari faktor internal mengenai SARA telat menghambat kemajuan negara. Tidak mungkin negara bisa maju bila di dalamnya masyarakat saling menjatuhkan tanpa adanya kesatuan.
Di dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 sudah tertulis dengan jelas bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing - masing dan untuk berinadah menurut agama dan kepercayaannya itu”. Tapi pada kenyataannya negara gagal dalam menjaga hubungan yang harmonis antar umat beragama. Bahkan cenderung memperburuk dengan memberikan isu – isu yang tidak perlu. Seharusnya negara bisa menjadi jembatan antara kaum mayoritas dan kaum minoritas untuk menemukan solusi yang terbaik untuk kedua pihak tanpa perlu melewati jalur kekerasan.