analisis kontrak pengadaan alat-alat kesehatan …digilib.unila.ac.id/56651/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
ANALISIS KONTRAK PENGADAAN ALAT-ALAT KESEHATAN
(COMPUTED TOMOGRAPHY SCANNER SINGLE SLICE) ANTARA
RUMAH SAKIT GRAHA HUSADA LAMPUNG BEKERJA SAMA
DENGAN PT GARDENA MAS LESTARI
(Skripsi)
Oleh
BIATON NARDO SIMARMATA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
ANALISIS KONTRAK PENGADAAN ALAT-ALAT KESEHATAN
(COMPUTEDTOMOGRAPHY SCANNER SINGLE SLICE) ANTARARUMAH
SAKIT GRAHA HUSADA LAMPUNG BEKERJASAMA DENGAN PT.
GARDENA MAS LESTARI.
Oleh
BIATON NARDO SIMARMATA
Kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga didalam
menjalankan pembangunan manusia sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini
masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain, maka dari itu peran
dari pemerintah menjadi sebuah kewajiban untuk membuat regulasi yang jelas
tentang capaian dan standar tersendiri,oleh karenaitu diadakanlah kegiatan pengadaan
alat-alat kesehatan oleh salah satu Rumah Sakit Swasta di Lampung yaitu Rumah
Sakit Graha Husada Lampung (pengguna barang) yang melibatkan pihak kedua PT
Gardena Mas Lestari (penyedia barang) yang dutuangkan ke dalam Studi Surat
Perjanjian Pekerjaan (kontrak) Pengadaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Graha
Husada Lampung Nomor: 001/RSGH-KSO/VIII/2017. Kontrak pengadaan sarana
dan prasarana Rumah Sakit tersebut serta melibatkan pihak lainseperti penyedia
barang dan jasa, dalam pelaksanaan perlu adanya suatu kontrak, salah satu bentuk
kontrak itu adalah kontrak pengadaan barang dan jasa.Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis apakah pelaksanaan kontrak pengadaan alat-alat kesehatan antara
Rumah Sakit Graha Husada Lampung dengan PT Gardena Mas Lestari telah
memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku dan adakah hambatan yang ditemui,
sertaapakah akibat hukum jika syarat-syarat dalam prosedur tersebut tidak terpenuhi
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian normatif
empiris dengan tipe penelitian deskriptif.Pendekatan masalah yang digunakan adalah
pendekatan normatif terapan.Data yang digunakan adalah data primer serta data
sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier.Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan
wawancara.Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, rekonstruksi
data, dan sistematisasi data. Data yang terkumpul kemudian di analisis secara
kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya pelaksanaan pengadaan alat-alat kesehatan antara Rumah
Sakit Graha Husada Lampung dengan PT Gardena Mas Lestari belum seutuhnya
memenuhi dasar hukumyaitu Pasal 1313KUHPerdata yang mengatur perjanjian
sebagai suatu perbuatan hukum sehingga telah terjadinya pelaksanaan kontrak.
Seperti halnya perjanjian jual-beli, kontrak pengadaan alat kesehatan ini berlaku
sama, dimana jika terpenuhinya kewajiban (barang) maka terpenuhi hak (harga) yang
mencakup subjek hukum, objek hukum, dan hubungan hukum antara para pihak.
Apabila Kontrak Pengadaan Alat Kesehatan tidak terpenuhi maka diadakan evaluasi
ulang terhadap kontrak dan disesuaikan dengan ketentuan addendum.Penyelesaian
permasalahan dapat dilakukan secara musyawarah mufakat berdasarkan Asas
Pancasila.Sebisa mungkin penyelesaian maslah dilakukan diluar pengadilan sehingga
para pihak mendapatkan win-win solution.
Kata Kunci: Kontrak, Pengadaan Barang dan Jasa, Rumah Sakit
ANALISIS KONTRAK PENGADAAN ALAT-ALAT KESEHATAN
(COMPUTED TOMOGRAPHY SCANNER SINGLE SLICE) ANTARA
RUMAH SAKIT GRAHA HUSADA LAMPUNG BEKERJA SAMA
DENGAN PT. GARDENA MAS LESTARI
Oleh:
BIATON NARDO SIMARMATA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Biaton Nardo Simarmata dilahirkan di
Bandung pada tanggal 27 Maret 1996 anak ke empat dari
delapan bersaudara dari pasangan Ir. Lerman Simarmata dan
Magdalena Sinurat.Pendidikan formal yang ditempuh penulis,
TK Yos Sudarso Purwakarta diselesaikan pada tahun 2002,
Sekolah Dasar Yos Sudarso Purwakarta diselesaikan pada tahun 2008.SMP Negeri 1
Purwakarta diselesaikan pada tahun 2011, dan SMA Negeri 1 Purwakarta
diselesaikan pada tahun 2014.
Pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Hukum Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Nasioanal Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis
telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata pada tahun 2017 di Desa Bandar Putih Tua,
Kecamatan Anak Ratu Aji, Kabupaten Lampung Tengah.
Selama mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan mahasiswa diantarannya sebagai
Sekretaris Fungsi Pendidikan Kader dan Kerohanian Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia Cabang Bandarlampung 2014-2016, Ketua Bidang Pendidikan Kader dan
Kerohanian Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Bandarlampung 2016-
2018.Penulis Juga Aktif mengikuti Kegiatan Organisasi dan menjadi
vi
DelegasiProvinsi Lampung dalam ToT (Training of Trainers) Pemahaman Hak
Konstitusional Warga Negara Bagi Pengurus dan Anggota Oranisasi Kepemudaan
Lintas Agama oleh Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S. (Ketua Mahkamah Konstitusi)
viii
MOTTO
“Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? KepadaMulah aku
berharap.”
(Mazmur 39 : 8)
"Karmanye Vadhikaraste ma Phaleshu Kada Chana"
(Prabu Kresna)
“Bunga mawar tidak mempropagandakan harum semerbaknya, dengan sendirinya
harum semerbaknya itu tersebar di sekelilingnya.”
(Ir. Soekarno)
"Politik bukan alat kekuasaan, tetapi etika untuk melayani”
(Dr. Johannes Leimena)
“Yang mesti kita cari adalah titik temu, bukan titik beda. Mencari titik temu
mewujudkan perdamaian dan harmoni.”
(Prof. Dr. M Quraish Shihab, M.A., Ph.D)
“Ut Omnes Unum Sint”
(Gerakan Mahasiwa Kristen Indonesia)
ix
PERSEMBAHAN
Kepada Tuhan Yesus Kristus dengan segenap hati kupersembahkan skripsiku ini kepada:
Bapa (Ir.Lerman Simarmata) dan Mama (Magdalena Sinurat) tercinta.
Terimakasih atas segala kasih sayang,pengorbanan, doa dan dukungan dalam setiap langkah
yang kuambil
.
Alamamater tercinta Universitas Lampung.
Tempatku menimba ilmu dan mendaptkan pengalaman berharga yang menjadi sebagian jejak
langkahku menuju kesuksesan.
x
SANWACANA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang
berjudul “Analisis Kontrak Pegadaan Alat-Alat Kesehatan (Computed
Tomography Scanner Single Slice) Antara Rumah Sakit Graha Husada
Lampung Bekerjasama dengan PT Gardena Mas Lestari” sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari
berbagai pihak lain.
Saya sebagai penulis telah melakukan yang terbaik, namun saya sadar kemungkinan
adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini, maka dari itu saya sangat
mengharapkan segala saran, kritik dan masukan yang membangun dari seluruh pihak
demi pengembangan dan penyempurnaan skripsi ini.
Penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini banyak mendapatkan ilmu pengetahuan,
bimbingan, dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
x
2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H, M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Melly Aida, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan
pengarahan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
4. Ibu Nila Nargis, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi dan mengarahkan
penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
5. Ibu Selvia Oktaviana, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan motivasi dan
masukan yang membangun serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
6. Dr. M. Fakih, S.H, M.S.,selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan saran,
masukan-masukan dan pengarahan yang bermanfaat selama proses penulisan
skripsi ini.
7. Ibu Yulia Kusuma Wardani, S.H., LL.M.,selaku Dosen Pembahas II yang juga
telah memberikan saran, masukan-masukan dan pengarahan yang bermanfaat
selama proses penulisan skripsi ini.
8. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas
Lampung, khususnya Bapak/Ibu Dosen Bagian Hukum Keperdataan sumber
mata air ilmuku yang penuh ketulusan, dedikasi untuk memberikan ilmu yang
bermanfaat, motivasi dan pengalaman yang berharga bagi penulis, serta segala
kemudahan dan bantuannya kepada penulis untuk terus berkembang maju.
x
9. Teman-teman Hukum Keperdataan Angkatan 2014, Darwin Y. Manalu, Dedi
Putera, Frans Pakpahan,Ibnu Alwan, M Syarifful Hadi, dan teman-teman lainnya
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas doa, dukungan, dan
kerjasamanya. Semoga kita semuanya sukses.
10. Teman-teman Seperjuangan, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI)
Romario Sihaloho, Novelin Silalahi, Erland Simamora, Melky Nababan,
Fernandus Manurung, Bulbul Orariri, Timothy Hutapea, Dewi Hany Tobing,
Derick Huliselan.
11. Teman-teman dan adik-adik Komisariat Hukum Ekonomi Sosial Politik
(HEKSOSPOL) Universitas Lampung dan Forum Mahasiswa Hukum Kristen
(FORMAHKRIS), terima kasih atas dukungannya selama ini baik secara moral
maupun semangat kalian semua.
12. Temen-temen DJAKOM Universitas Lampung, Fuad Abdullah, Daniel Jordy
Fikri Hadyan, Roy Hutagaol, Eka Wahyudin, Josua Edward, Yoga Aji, Rizky
Damara
13. Tim Cicak Mafia Lampung, Abangda Laikmen Sipayung, S.E., M.Si., Abangda
Melki Samosir S.P., Abangda Hery Doni, S.Pt., Abangda David Simanjuntak,
S.H., Abangda Mori, Candra Taripar Silaban, beserta Adinda Dwiki Simbolon&
Mariono Sitorus.
14. Khusus untuk almamater tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung yang
telah menjadi saksi bisu dari perjalanan pendidikanku sehingga menuntunku
menjadi orang yang lebih dewasa dalam berfikir.
x
15. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu telah membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas semua doa, bantuan dan
dukungannya.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan jasa balas budi kepada setiap
pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan skripsi ini dan kemuliaan
sertahikmat dilipat gandakan atas segala kebaikannya yang telah diberikan kepada
penulis dan semua pihak yang membantu serta semoga skripsi ini bermanfaat bagi
yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan
mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 16 April2019
Penulis,
Biaton Nardo Simarmata
xiv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL ................................................................................ ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vi
MOTTO ..................................................................................................... viii
PERSEMBAHAN ...................................................................................... ix
SANWACANA .......................................................................................... x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xiv
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 11
C. Ruang Lingkup ............................................................................. 11
D. Tujuan Penelitian ......................................................................... 11
E. Kegunaan Penelitian .................................................................... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 14
A. Pengertiandan Asas Hukum Kontrak ............................................ 14
B. Syarat Sah Suatu Kontrak ............................................................. 22
C. Jenis Kontrak ................................................................................ 30
D. Akibat Hukum Suatu Kontrak ...................................................... 35
E. Berakhirnya Suatu Kontrak ........................................................... 39
F. Penyelesaian Sengketa .................................................................. 42
G. Kerangka Pikir .............................................................................. 49
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 51
A. Jenis Penelitian.............................................................................. 52
B. Tipe Penelitian .............................................................................. 52
C. Pendekatan Masalah...................................................................... 52
D. Sumber Data.................................................................................. 53
E. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 54
F. Analisis Data ................................................................................. 55
xiv
IV. PEMBAHASAN ................................................................................. 56
A. Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Alat-Alat Kesehatan Rumah
Sakit Graha Husada Lampung ......................................................... 56
B. Akibat Hukum dan Penyelesaian Sengketa terhadap Kontrak
yang bermasalah .............................................................................. 72
V. PENUTUP........................................................................................... 87
A. Simpulan ........................................................................................ 87
B. Saran .............................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, maka tercermin
bahwa manusia lah yang menjadi tujuan utama pembangunan selain berperan
sebagai pembangun itu sendiri, dalam rangka mencapai cita-cita bangsa tersebut
pembangunan nasional diselenggarakan di semua bidang kehidupan yang
berkesinambungan dan merupakan rangkaian pembangunan yang meyeluruh dan
salah satunya ialah pembangunan bidang kesehatan yang diarahkan guna
tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Tugas utama Pemerintah Republik Indonesia adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum termasuk pelayanan kesehatan rakyat, Pemerintah
memandang perlu menetapkan dasar hukum untuk usaha kesejahteraan rakyat
dalam bidang kesehatan.
Kesehatan rakyat adalah salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan
kehidupan bangsa, dan mempunyai peranan penting dalam penyusunan
masyarakat adil, makmur dan sejahtera, karena kesejahteraan umum termasuk
kesehatan, maka harus lah diusahakan pelaksanaan cita-cita Bangsa Indonesia
2
yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu mewujudkan
suatu tata masyarakat yang adil dan makmur, material dan spiritual berdasarkan
Pancasila. Bagi suatu masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera,
kesehatan merupakan suatu unsur yang sangat penting, sehubungan dengan itu
maka perlu ditetapkan suatu undang-undang tentang pokok-pokok kesehatan yang
sesuai dengan dasar-dasar negara kita serta sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan.
Peraturan yang sampai sekarang berlaku, yakni “Het Reglement op de Dienst der
Volksgezondheid” dengan peraturan- peraturan pelaksanaanya, yang tidak sesuai
lagi dengan alam kemerdekaan dan hasrat pembangunan bangsa Indonesia, perlu
segera diganti dengan suatu undang-undang pokok sebagai landasan bagi
peraturan-peraturan kesehatan selanjutnya.1
Dilihat dari aspek hukumnya dengan dikembangkannya sistem kesehatan nasional
sudah tiba saatnya untuk melengkapi peraturan perundang-undangan dengan
mengeluarkan produk hukum yang lebih sesuai dan dapat memuat sanksi hukum
yang sepadan, sehingga setiap pelanggar dapat ditindak sebagaimana mestinya,
serta mengganti produk hukum yang tidak sesuai dengan situasi, kondisi, yang
dapat pula mengatur kewenangan dan tanggung jawab serta dapat memberikan
perlindungan hukum bagi penerima dan pemberi pelayanan jasa kesehatan dan
yang lebih utama yaitu mengatur kewenangan dan tanggung jawab pembiayaan
1 CST. Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta 1991,
hlm. 4-5.
3
upaya kesehatan mengingat negara kita masih tergolong negara berkembang yang
otomatis masyarakatnya masih ada yang masuk dalam garis kemiskinan.2
Tujuan nasional pembangunan yang berkesinambungan merupakan suatu
rangkaian menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan
kesehatan yang merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa indonesia, oleh karena itu
setiap kegiatan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif,
perlindungan, dan berkelanjutan yang sangat penting artinya bagi sumber daya
manusia, namun sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum
menganggap kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga di
dalam menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini
masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain, maka dari itu peran
dari pemerintah yang menjadi sebuah kewajiban untuk membuat regulasi yang
jelas tentang capaian dan standar seperti yang tertera pada definisi kesehatan
dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 yaitu “Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis” 3
Pembangunan nasional khususnya dalam bidang kesehatan termasuk hal yang
penting. hal tersebut juga mendukung kinerja sumber daya manusia dalam suatu
negara untuk mencapai hal tersebut, maka harus tersedia sarana dan prasarana
kesehatan yang lengkap dan mutakhir namun dalam pelaksanaannya pemerintah
2 Maskawati, Hukum Kesehatan (dimensi etis dan yuridis tanggunjawab pelayanan
kesehatan), Litera, Yogyakarta 2018, hlm 27. 3 Pasal 1 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
4
tidak dapat melaksanakannya sendiri, oleh karena itu setiap pembangunan ataupun
proyek pemerintah melibatkan pihak lain, seperti penyedia barang dan jasa, dalam
pelaksanaan pembangunan ini antara pihak-pihak yang melaksanakannya perlu
adanya suatu kontrak, salah satu bentuk kontrak itu adalah kontrak pengadaan
barang dan jasa.4
Kontrak pengadaan barang yang diadakan antara pengguna barang dengan
penyedia barang harus dilaksanakan sesuai dengan substansi kontrak dan asas
itikad baik. Asas ini menghendaki bahwa para pihak harus melaksanakan
substansi kontrak sesuai dengan kemauan dan kehendak baik para pihak, Namun
dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang tidak jarang menimbulkan
persoalan, baik pada tahap prakontraktual, kontraktual maupun pascakontraktual.5
Barang/Jasa Publik adalah barang yang pengunaannya terkait dengan kepentingan
masyarakat banyak baik secara berkelompok maupun secara umum, sedangkan
barang/jasa privat merupakan barang yang hanya digunakan secara individual atau
kelompok tertentu, berdasarkan penggolongan ini maka suatu barang atau jasa
dapat saja dikategorikan atas barang publik tapi dapat juga dikategorikan atas
barang privat tergantung pada penggunaannya.6
Pengadaan Barang/Jasa mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan
pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan pengembangan
perekonomian nasional daerah yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang
4 Djumialdji, Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek Dan Sumber Daya
Manusia, Rineka Cipta, Jakarta 1996, hlm. 1. 5 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta 2006, hlm. 291. 6Senator Nur Bahagia, Senarai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), hlm. 12.
5
sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan
produk dalam negeri, peningkatan peran usaha mikro, usaha kecil, dan usaha
menengah serta pembangunan berkelanjutan.
Pengadaan Barang/Jasa Publik (Public procurement) menjadi semakin penting
bukan hanya di negara berkembang seperti di Indonesia tetapi juga di berbagai
negara maju seperti di Amerika dan negara yang tergabung dalam Komunitas
Eropa, sampai saat ini belum ada rumusan maupun panduan dan pedoman baku
terkait dengan bagaimana penyelenggaraan public procurement yang dapat
digunakan oleh setiap negara, mengingat kondisi di setiap negara berbeda-beda,
bahkan pemahaman terhadap batasan dan ruang lingkup public procurement juga
masih belum ada keseragaman, yang ada dan telah disepakati adalah prinsip dasar
dan etika pengadaan.7
Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh pemerintah dan institusi publik maka
dikategorikan sebagai public procurement, namun jika dilakukan oleh institusi
privat (swasta) maka dikategorikan sebagai private procurement, dalam hal ini
jika institusi privat maka istilah pengadaan swasta (private procurement) akan
lebih sesuai.8 Disaat menjalankan bisnis seringkali orang melupakan betapa
pentingnya kontrak yang harus dibuat sebelum bisnis itu sendiri berjalan di
kemudian hari, seperti yang kita ketahui bahwa budaya (culture) tiap bangsa
dalam menjalankan bisnis memang diakui berbeda-beda.
7 Senator Nur Bahagia, Op.Cit, hlm. 9. 8 Senator Nur Bahagia, Senarai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), hlm.12.
6
Bangsa-bangsa lain cenderung senang berbisnis dengan lebih mempercayai bahasa
secara lisan, namun ada pula bangsa yang senang dengan cara tertulis, namun
kecenderungan sekarang ini, baik di Indonesia maupun di dunia Internasional,
kerja sama bisnis antara para pihak/bangsa dirasakan lebih mempunyai kepastian
hukum bisa diadakan dengan suatu kontrak secara tertulis. Sebelum kontrak
dibuat, biasanya akan didahului dengan suatu pembicaraan pendahuluan serta
pembicaraan-pembicaraan tingkat berikutnya (negosiasi/komunikasi) untuk
mematangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, sehingga kontrak yang
akan ditandatangani telah betul-betul matang (lengkap dan jelas), dengan
demikian sekalipun selengkap-lengkapnya suatu kontrak (perjanjian), selalu saja
ada kekurangan-kekurangan di sana-sini sehingga ada ungkapan nobody is perfect
(tidak ada seorangpun yang sempurna) demikian pula halnya dengan si pembuat
kontrak, selalu ada pihak-pihak yang beritikad baik, to goeder trouw yang
mengakibatkan terjadinya sengketa para pihak yang membuat kontrak.
Sengketa dalam bisnis tentunya harus diselesaikan dengan segera, agar bisnis
yang telah berjalan tidak mengalami kerugian besar. Menurut jalur hukum, ada 2
(dua) kemungkinan/cara yang dapat ditempuh untuk meyelesaikannya, yaitu
pertama, jalur pengadilan, dan kedua jalur arbitrase (perwasitan). Namun ada pula
yang menambahkan cara penyelesaian sengketa dengan cara yang ketiga, yaitu
melalui jalur negosiasi (perundingan). Kedua jalur hukum ini sudah sering
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, begitu pun cara negosiasi seperti yang
lazim dipergunakan.9 Menurut hemat penulis, yang diartikan dengan kontrak
pengadaan barang adalah kontrak yang dibuat antara pengguna barang dengan
9 Salim HS, Op.Cit, hlm. 33.
7
penyedia barang dimana pengguna barang berhak atas prestasi yang dilakukan
oleh penyedia barang berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya, yaitu
pengadaan barang sesuai dengan yang telah disepakatinya.
Subjek hukum dalam kontrak pengadaan barang adalah pengguna barang dan
penyedia barang. Pengguna barang adalah kepala kantor/satuan kerja/pemimpin
proyek/pengguna anggaran daerah/pejabat yang disamakan sebagai pemilik
pekerjaan yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dalam
lingkungan unit kerja/proyek tertentu. Penyedia barang adalah badan usaha atau
orang perseorangan yang kegiatan usahanya menyediakan barang. Objek kontrak
ini adalah kegiatan pengadaan barang.10
Ironisnya penyelewengan yang paling sering terjadi justru dalam kegiatan
pengadaan tersebut. Kontrak yang tidak sesuai ketentuan, proses tender yang tidak
benar, mark-up harga dengan besaran yang tidak masuk akal, pejabat pembuat
komitmen yang nakal, tidak maksimalnya hasil kerja penyedia, serta berbagai
kasus lainnya, merupakan bentuk-bentuk penyelewengan yang pada akhirnya
membuat kegiatan pengadaan menjadi sebuah kegiatan pemborosan anggaran.
Sistem pengadaan barang dan jasa yang baik adalah sistem pengadaan barang dan
jasa yang mampu menerapkan prinsip-prinsip tata cara pemerintahan yang baik
(good governance), mendorong efisiensi dan efektivitas belanja publik, serta
penataan perilaku tiga pilar (pemerintah, swasta, dan masyarakat) dan
penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik.11
10 Ibid. hlm. 258-259. 11 Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa Dan Berbagai Permasalannya,
Sinar Grafika, Jakarta 2008, hlm. 3.
8
Pengadaan barang/jasa tersebut diselenggarakan oleh pihak swasta yaitu Rumah
Sakit Graha Husada Lampung dengan PT Gardena Mas Lestari yang mengadakan
perjanjian kerjasama Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa dimana
produk yang dihasilkan sifatnya tidak berwujud dan mempunyai kespesifikan
dalam hal sumber daya manusia, sarana prasarana dan peralatan yang dipakai.
Menurut Undang-Undang Rumah sakit nomor 44 tahun 2009 bahwa Sumber
daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan
kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan
dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat.
Banyaknya sumber daya di rumah sakit karena rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri yang
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.
Rumah sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan
yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan, sehingga
pengembangan rumah sakit pada saat ini tentu tidak dapat dilepaskan dari
kebijaksanaan pembangunan kesehatan, sistem kesehatan nasional, rencana
pembangunan di bidang kesehatan serta peraturan perundang- undangan lainnya.
Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tentunya rumah sakit mempunyai
perencanaan yang banyak, salah satunya adalah pengadaan baik obat-obatan,
9
peralatan medis, bahan makanan pasien, jasa maupun alat penunjang lain, yang
sering kita sebut dengan pengadaan barang dan jasa.
Berdasarkan syarat-syarat untuk mendirikan rumah sakit sesuai dengan ketentuan
undang-undang No 44 tahun 2009 tentang rumah sakit salah satu diantaranya ialah
adanya peralatan sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) yaitu persyaratan peralatan
meliputi peralatan medis dan non medis harus memenuhi standar pelayanan,
persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan layak pakai, sehingga yang di
maksud dengan alat kesehatan adalah bahan, instrumen, aparatus, mesin, serta
implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosa, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit
serta memulihkan kesehatan pada manusia dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh, begitupun dengan objek dari pengadaan barang dan
jasa yang dimaksud dalam kontrak tersebut ialah Computed tomography scanner
single slice yang merupakan alat kesehatan yang dimiliki oleh Rumah Graha
Husada Lampung.12 CT Scanner single slice adalah alat yang digunakan untuk
mendapatkan gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak,
tujuan penggunaan CT Scan ialah menemukan patologi otak dan medulla spinalis
dengan teknik scanning/pemeriksaan tanpa radioisotope. CT Scan dapat
digunakan untuk menilai semua organ dalam tubuh, bahkan di luar negeri sudah
digunakan alat skrining menggantikan foto rontgen dan ultrasonografi. Computer
Tomography (CT) Scanner merupakan alat diagnostik dengan teknik radiografi
yang menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang berdasarkan
penyerapan sinar-x pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor tv
12 Undang-undang No 44 Tahun 2009 Pasal 16 dan17
10
hitam putih. Alat ini pada umumnya digunakan dalam dunia kedokteran sebagai
alat diagnostik dan sebagai pemandu untuk interventional prosedur.13
Rumah Sakit Graha Husada merupakan Rumah Sakit Swasta di bawah
pengelolaan atau manajemen PT Graha Husada, yaitu suatu Perseroan Terbatas
yang didirikan keenam dokter spesialis yang terdiri dari seorang dokter spesialis
bedah, seorang dokter spesialis anak, seorang dokter spesialis penyakit dalam,
dan tiga orang dokter spesialis obstetri dan ginekologi. Rumah Sakit yang
bernama Rumah Sakit Graha Husada yang terletak di Jalan Gajah Mada, No 6
GH. Sesuai dengan Akte Notaris Marudin Pasaribu, SH No. 2 tanggal 4 Oktober
2001 dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Kehakiman dan HAM RI
berdasarkan Keputusan Nomor: C-II.876.HT.0.01 Tahun 2001 Tanggal 30
Oktober 2001, Serta Surat Izin penyelenggaraan Rumah Sakit, keputusan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung No. HK.07.06/III/2091/09. Berdasarkan latar
belakang tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai aturan yang
dapat memastikan bahwa pengadaan barang/jasa sesuai dengan yang dibutuhkan,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penyerahan sampai dengan pelaporan dan
pertanggung jawaban kegiatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa kesehatan
tersebut dan menuangkannya dalam skripsi dengan judul “Analisis Kontrak
Pengadaan Alat-Alat Kesehatan (Computed Tomography Scanner Single
Slice) Antara Rumah Sakit Graha Husada Lampung bekerja sama dengan
PT Gardena Mas Lestari”
13 https://www.academia.edu/32801365/CT_Scanku
11
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang, maka
permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah:
a. Apakah Perjanjian antara Rumah Sakit Graha Husada Lampung dengan PT
Gardena Mas Lestari sudah sesuai dengan Hukum perjanjian?
b. Bagaimanakah Akibat hukum terhadap perjanjian antara Rumah Sakit Graha
Husada Lampung dengan PT Gardena Mas Lestari?
2. Ruang Lingkup
Lingkup penelitian ini meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu.
Lingkup pembahasan ini yaitu mengenai aturan yang dapat memastikan bahwa
kontrak pengadaan barang/ jasa sesuai dengan yang dibutuhkan, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, penyerahan sampai dengan pelaporan dan pertanggung
jawaban kegiatan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa kesehatan tersebut, dan
untuk lingkup bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan.
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas-tugas dalam mencapai
gelar “Sarjana Hukum” bagi mahasiswa-mahasiswi Fakultas Hukum Universitas
Lampung, serta:
12
a. Mengetahui dan memahami serta menganalisis pelaksanaan kontrak
pengadaan alat-alat kesehatan antara Rumah Sakit Graha Husada Lampung
dengan PT Gardena Mas Lestari.
b. Mengetahui dan memahami serta menganalisis akibat hukum yang terjadi
terhadap perjanjian antara Rumah Sakit Graha Husada Lampung dengn PT
Gardena Mas Lestari.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dari rencana penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1) Hasil penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya.
2) Guna memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan tentang
pengadaan barang dan jasa, terlebih pengadaan alat-alat kesehatan pada
Rumah Sakit Graha Husada Lampung.
3) Hasil penulisan ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penulisan-
penulisan sejenis untuk tahap berikutnya.
b. Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan dengan
pemecahan masalah. Kegunaan praktis dari rencana penulisan ini sebagai berikut:
Sebagai upaya bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk
pola pikir sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan
ilmu yang diperoleh. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi
13
masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan
permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan
memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum, khususnya
hukum perdata dalam hal pengadaan alat-alat kesehatan.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Asas Hukum Kontrak
1. Pengertian Kontrak
Istilah kontrak berasal dari Bahasa inggris, yaitu contract, sedangkan dalam
bahasa Belanda, disebut dengan overeenkomst (perjanjian). Pengertian perjanjian
atau kontrak diatur Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi;
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih. Definisi perjanjian dalam Pasal 1313
KUHPerdata ini adalah:
a. Tidak jelas, Karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian,
b. Tidak tampak asas konsesualisme, dan
c. Bersifat dualisme.
Tidak jelasnya definisi disebabkan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan
perbuatan saja. Maka yang bukan perbuatan hukum pun disebut dengan
perjanjian. Untuk memperjelas pengertian itu maka harus dicari dalam doktrin.
Jadi, menurut doktrin yang disebut perjanjian adalah Perbuatan hukum
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.14
14 Salim HS, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik penyusunan kontrak) Sinar Grafika, Jakarta
2004, hlm. 25.
15
Menurut subekti, perjanjian adalah suatu perisitiwa dimana seorang berjanji
kepada orang lain atau dimana orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu
hal, dalam definisi ini yang dimaksud suatu hal adalah sesuatu yang menjadi
kesepakatan bersama yang harus dilaksanakan bagi kedua belah pihak yang
mengadakannya. Kontrak dapat disamaartikan dengan perjanjian, hal mendasar
perbedaan pengertian kontrak dan perjanjian, yaitu kontrak merupakan suatu
perjanjian yang dibuat secara tertulis, sedangkan perjanjian merupakan semua
bentuk hubungan antara dua pihak dimana pihak yang satu berjanji kepada pihak
yang lain untuk melakukan sesuatu hal. Perjanjian tidak membedakan apakah
perjanjian tersebut dibuat tertulis mapun tidak, sehingga kontrak dapat diartikan
sebagai perjanjian secara sempit, yaitu hanya yang berbentuk tertulis. Hal ini
memberikan arti bahwa kontrak dapat disamakan dengan perjanjian.15
Ada fenomena bahwa hukum kontrak dianggap sebagai “keranjang sampah”
(catch all). Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara
lain. Yang dimaksud dengan fenomena hukum kontrak sebagai keranjang sampah
adalah bahwa banyak hal tentang dan sekitar kontrak tidak diatur baik dalam
undang-undang ataupun dalam yurisprudensi. Kalaupun diatur tidak selamanya
bersifat hukum memaksa, dalam arti para pihak dapat mengenyampingkannya
dengan aturan yang dibuatnya sendiri oleh para pihak.
Pengaturannya sendiri oleh para pihak ini dituangkan dalam kontrak tersebut
berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, serta pengaturan sendiri dalam kontrak
tersebut sama kekuatannya dengan ketentuan dari undang-undang. Para pihak
15 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Jakarta 2000 hlm. 225.
16
dapat mengatur apa pun dalam kontrak tersebut, sebatas yang tidak dilarang oleh
undang-undang, yurisprudensi atau kepatutan (Pasal 1338 ayat 1) KUHPerdata. 16
Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan
dirinya terdapat orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau
prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak)
lainnya, yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan
konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di
mana satu pihak adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor).
Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan
dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu
atau lebih badan hukum.17
Menurut teori yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan
perjanjian adalah Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan
kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori baru tersebut tidak hanya
melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya
atau yang mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut
teori baru, yaitu:
a. Tahap pracontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
b. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para
pihak;
16 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari sudut pandang hukum bisnis), Citra Aditya Bakti,
Bandung 2001, hlm. 3. 17 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2003, hlm.92.
17
c. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian
Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang
bersumber dari undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan
yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu
perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum. Kontrak
atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seseorang berjanji
kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu.18
2. Asas Hukum Kontrak.
Asas-asas dalam Kontrak, Setidaknya terdapat 5 (lima) asas yang perlu mendapat
perhatian, yaitu asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas
konsensualisme (consensualism), asas kepastian hukum (pacta sun servanda),
asas itikad baik (good faith), asas kepribadian (personality). Berikut
penjelasannya:
a. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam
hukum kontrak, kebebasan berkontrak ini oleh sebagian sarjana hukum biasanya
didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang
membuatnya, demikian pula ada yang mendasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata
yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian. Kebebasan berkontrak
18 Salim HS, Op.Cit, hlm. 26.
18
memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam
beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya:
1. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
2. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
3. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
4. Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
5. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan denga peraturan
perundang-undangan. Asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) ini
merupakan refleksi dari sistem terbuka (open system) dari hukum kontrak
tersebut.19
b. Asas Konsensualisme (consensualism)
Asas konsensualisme muncul dan di ilhami dari hukum Romawi dan hukum
Jerman. Di dalam hukum Jerman tidak dikenal asas konsensualisme, tetapi yang
dikenal adalah perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu
perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata (kontan dalam hukum adat).
Sedangkan yang disebut perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah
ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta autentik maupun akta bawah
tangan). Dalam hukum Romawi dikenal istilah contractus verbis literis dan
contractus innominate. Artinya bahwa terjadinya perjanjian apabila memenuhi
bentuk yang telah ditetapkan.20
Asas Konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk
lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
19 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 28. 20 Salim HS, Op.Cit, hlm. 10.
19
konsesualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya
kesepakatan, dengan demikian apabila tercapai kesepakatan antara para pihak
lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum bisa dilaksanakan pada saat itu. Hal
ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak
dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah
bersifat obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
kontrak tersebut.
Asas konsensualisme ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini
hanya berlaku terhadap kontrak konsensual sedangkan terhadap kontrak formal
dan kontrak materiel tidak berlaku.21 Akan tetapi terhadap beberapa jenis kontrak
diisyaratkan harus dibuat dalam bentuk tertulis, atau bahkan harus dibuat oleh
atau di hadapan pejabat tertentu, sehingga disebut dengan kontrak formal. Ini
adalah merupakan perkecualian dari prinsip umum tentang asas konsensual
tersebut.
Contoh dari kontrak yang harus dibuat secara tertulis (perkecualian dari asas
konsensual) adalah:
1) Kontrak Perdamaian
2) Kontrak Pertanggungan
3) Kontrak Penghibahan.22
c. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
21 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
2007, hlm. 3. 22 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 31.
20
Setiap orang yang membuak kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut
karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji
tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini
dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.23
Asas pacta sun servanda pada mulanya dikenal dalam hukum gereja, di dalam
hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada
kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah, ini mengandung
makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan
perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam
perkembangannya asas pacta sun servanda diberi arti pactum, yang berarti
sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya,
sedangkan nudus pactum sudah cukup dengan sepakat saja.24
d. Asas Itikad Baik (good faith)
Asas itikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian.
Ketentuan tentang itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata
bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Sementara itu, Arrest
H.R. di negeri belanda memberikan peranan tertinggi terhadap itikad baik dalam
tahap praperjanjian bahkan kesesatan ditempatkan di bawah asas itikad baik,
bukan lagi pada teori kehendak.
23 Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 4. 24 Salim HS, Salim HS, Op.Cit, hlm. 10.
21
Begitu pentingnya itikad baik tersebut sehingga dalam perundingan-perundingan
atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu
hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan hubungan khusus ini
membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan
mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain.
Bagi masing-masing calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk
mengadakan penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan
sebelum menandatangani kontrak atau masing-masing pihak harus menaruh
perhatian yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan itikad baik.25
Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik
mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang
nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilainnya terletak pada akal sehat
dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak
memihak) menurut norma-norma yang objektif.26
e. Asas Kepribadian (Personalitiy)
Merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan
atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat
dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata
berbunyi; Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau
perjanjian selain untuk dirinya sendiri, Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang
25 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
2007, hlm. 5. 26 Salim HS, Op.Cit, hlm. 10.
22
mengadakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bahwa
seseorang dapat mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi; Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang
membuatnya, namun ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang di
introdusir dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yang berbunyi; dapat pula perjanjian
diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk
diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat
semacam itu. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan
perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan suatu syarat yang ditentukan,
sedangkan di dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian
untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-
orang yang memperoleh hak dari padanya.27
B. Syarat Sah Suatu Kontrak
Perjanjian sah dan mengikat adalah perjanjian yang memenuhi unsur-unsur dan
syarat-syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Perjanjian yang sah dan
mengikat diakui dan memiliki akibat hukum (legally concluded contract).
Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata. Setiap perjanjian selalu memiliki
empat unsur dan pada setiap unsur melekat syarat-syarat yang ditentukan Undang-
Undang.28, di dalam hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata atau Pasal 1365 Buku IV KUHPerdata
Pasal 1320 KUHPerdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak,
27 Salim HS, Op.Cit, hlm. 12. 28 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung 1986, hlm. 93.
23
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,
3. Adanya objek, dan
4. Adanya kausa yang halal.29
Keempat syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
KUHPerdata tersebut di atas akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut,
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak.
Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting
adalah penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Cara-cara untuk
terjadinya penawaran dan penerimaan dapat dilakukan secara tegas maupun
dengan tidak tegas, yang penting dapat dipahami atau dimengerti oleh para pihak
bahwa telah terjadi penawaran dan penerimaan adalah:
1. dengan cara tertulis;
2. dengan cara lisan;
3. dengan simbol-simbol tertentu; bahkan
4. dengan berdiam diri.
Seseorang yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik
dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta otentik. Akta di bawah tangan
merupakan akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang
berwenang membuat akta seperti notaris, PPAT, atau pejabat lain yang diberi
wewenang untuk itu. Berbeda dari akta di bawah tangan yang tidak melibatkan
pihak berwenang dalam pembuatan akta, akta autentik adalah akta yang dibuat
oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang. Berdasarkan pengertian akta
autentik di atas dapat diketahui bahwa akta autentik ada dua macam, yaitu akta
29 Salim HS, Op.Cit, hlm. 33.
24
yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, dan akta yang dibuat di hadapan
pejabat berwenang.
Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta autentik adalah jika
pihak lawan mengingkari akta tersebut, akta di bawah tangan selalu dianggap
palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta autentik selalu
dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya, artinya jika suatu akta dibawah
tangan di sangkal oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan (diuntungkan
oleh akta di bawah tangan tersebut) dibebani untuk membuktikan keaslian akta
autentik tersebut tetapi pihak yang menyangkal yang harus membuktikan bahwa
akta autentik tersebut adalah palsu, Oleh karena itu pembuktian akta di bawah
tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik adalah
pembuktian kepalsuan.30
Salah satu syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana yang dimaksudkan dalam
Pasal 1320 KUHPerdata adalah bahwa para pihak dalam kontrak yang
bersangkutan haruslah dalam keadaan cakap berbuat (bevoegd).31 Kecakapan
bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum.
Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum.
Orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan
hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang. Orang yang cakap
dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah
dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin.
Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum:
30 Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 5. 31 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 30.
25
1. Anak di bawah umur (minderjarig);
2. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan; dan
3. Istri (Pasal 133 KUHPerdata). Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat
melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam pasal 31 UU
Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No.3 Tahun 1963.32
Dari isi pasal 1330 KUHPerdata tersebut dapat ditafsirkan secara a contrario
bahwa yang cakap membuat perjanjian adalah:
1. Orang-orang yang sudah dewasa,
2. Orang yang tidak ditaruh di bawah pengampuan,
3. Orang orang perempuan dalam hal-hal tidak ditetapkan oleh Undang-Undang,
4. Orang-orang yang tidak dilarang oleh Undang-Undang.
Dikatakan dewasa juga dapat ditafsirkan dari ketentuan Pasal 330 KUHPerdata
yang menyatakan; ”Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
genap dua puluh satu tahun (21), dan tidak lebih dahulu telah kawin, apabila
perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka, tidak kembali lagi dalam
kedudukan belum dewasa.”, mereka yang tidak dibawah pengampuan dapat
ditafsirkan secara a contrario dari isi Pasal 433 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa: “setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak
atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika kadang-kadang
cakap mempergunakan pikirannya, seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah
pengampuan karena keborosannya.”
32 Salim HS, Op.Cit, hlm. 33.
26
Pasal 1330 ayat (3) KUHPerdata dapat diketahui bahwa dalam pasal ini ada dua
kelompok orang dinyatakan tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Kelompok
pertama adalah orang-orang perempuan yang ditetapkan oleh Undang-Undang,
dan kelompok kedua adalah semua orang yang dilarang Undang-Undang untuk
membuat perjanjian. Orang-orang perempuan ditetapkan oleh Undang-Undang
sebagai tidak cakap melakukan perbuatan hukum dalam ketentuan ini adalah istri.
Dasar pemikiran diberlakukannya pasal ini adalah tanggapan bahwa suami
sebagai kepala rumah tangga, sehingga seorang istri kedudukannya menjadi di
bawah suami, dan karenanya seorang istri menjadi tidak cakap melakukan
perbuatan hukum, namun setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 31 yang mengatur:
1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan-pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Dengan demikian ketidakmampuan istri untuk melakukan perbuatan hukum telah
dihapuskan oleh ketentuan sejajar dengan KUHPerdata.33 Adanya objek tertentu
di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian
adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban
debitur dan apa yang menjadi hak debitur dan apa yang menjadi hak kreditur34
Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas:
1. Memberikan sesuatu;
33 CST Kansil, Modul Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta 2006, hlm. 88. 34 Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian Alumni 1982, Jakarta 1986 hlm. 10.
27
2. Berbuat sesuatu; dan
3. Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata).35
Menemukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai
cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar. Sementara itu,
untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus dilakukan oleh salah satu
pihak. Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu
juga harus dijelaskan dalam kontak seperti berjanji untuk tidak saling membuat
pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga.36
Pengetian sebab (bahasa Belanda oorzaak, bahasa Latin causa) ini dimaksudkan
tiada lain dari pada isi perjanjian, dengan segera harus dihilangkan suatu
kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan
seseorang membuat perjanjian yang termaksud, bukan itu yang dimaksudkan oleh
Undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan
seseorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu
perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh undang-undang.
Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan
seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang, yang diperhatikan oleh hukum
atau undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat jadi yang
dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi perjanjian
itu sendiri, dalam suatu perjanjian jual beli isinya adalah; Pihak yang satu
menghendaki uang dalam perjanjian sewa-menyewa: Satu pihak mengingini
kenikmatan sesuatu barang, pihak yang lain menghendaki uang, dengan demikian,
35 Salim HS, Op.Cit, hlm. 34. 36 Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 27.
28
kalau seseorang membeli pisau dengan maksud tidak untuk membunuh orang
dengan pisau tadi, jual beli pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa yang
halal.37
Pasal 1336 KUHPerdata “jika tidak dinyatakan sesuatu sebab tetapi ada suatu
sebab yang halal, ataupun jika ada suatu sebab lain, dari pada yang dinyatakan,
perjanjiannya namun demikian adalah sah”. Keabsahan suatu perjanjian
digantungkan pada sebab yang halal, walaupun hal itu tidak dicantumkan secara
jelas dalam perjanjian. Pasal 1337 KUHPerdata “suatu sebab adalah terlarang,
apabila dilarang oleh udang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan
baik atau ketertiban umum”. Suatu sebab dinyatakan terlarang atau biasa disebut
sebab tidak halal apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan
ketertiban umum.38
Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang, digolongkan ke dalam:
1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan
perjanjian (unsur subjektif); dan
2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek
perjanjian (unsur objektif).
Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak
yang berjanji, dan kecakapan dari para pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian,
sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang
37 Subekti R, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta 1996,
hlm. 19. 38 Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 77.
29
merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi
yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang
atau diperkenankan menurut hukum.39
Mengenai syarat-syarat dalam suatu akta perjanjian dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
syarat, yaitu:
1. Syarat Esensialia;
2. Syarat Naturalia; dan
3. Syarat Aksidentalia.
Syarat esensialia adalah syarat yang harus ada dalam perjanjian, bilamana syarat
ini tidak ada, maka perjanjian tersebut cacat (tidak sempurna), artinya tidak
mengikat para pihak. Misalnya dalam perjanjian sewa-menyewa di atas, syarat
esensialianya adalah syarat tentang barang dan harga sewa, bilamana dalam akta
tidak dirumuskan barangnya, artinya tidak ada yang disewakan, maka tidak ada
perjanjian sewa-menyewa, demikian pula jika dirumuskan barangnya tetapi tidak
ada harga sewa, maka tetap tidak ada perjanjian sewa-menyewa. Contoh lain
misalnya dalam perjanjian jual beli, esensialianya adalah syarat tentang barang
dan syarat tentang harga. Pada perjanjian kerja, esensialianya adalah syarat harga.
Pada perjanjian kerja, esensialianya adalah syarat pekerjaan dan upah. Pada
perjanjian kerja sama, esensialianya adalah syarat tentang objek kerja sama,
modal yang dimasukkan masing-masing dan pembagian keuntungan dan rugi.
Mengenai syarat naturalia adalah syarat yang biasa dicantumkan dalam perjanjian.
Apabila syarat ini tidak ada maka perjanjian tidak akan cacat tapi tetap sah. Syarat
39 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Perikatan yang lahir dari perjanjian, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2003, hlm.92.
30
naturalia mengenai suatu perjanjian terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dan kebiasaan, oleh sebab itu kalau para pihak tidak mengatur syarat
naturalia dalam perjanjian, maka yang berlaku ialah yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan atau kebiasaan. Tanpa ada syarat naturalia dalam perjanjian,
perjanjian itu tetap sah dan tidak bercatat. Misalnya dalam perjanjian sewa-
menyewa di atas, bila tidak diatur syarat bahwa menyewa memasang pompa air
listrik ia boleh mengambil pompa air jika ia meninggalkan rumah setelah masa
sewa berakhir, tetapi dalam hal ini berlaku Pasal 1567 KUHPerdata yang
mengatur bahwa pompa air boleh dibongkar dan dibawa penyewa, sedangkan
mengenai syarat aksidentalia adalah merupakan syarat-syarat yang bersifat
khusus. Syarat aksidentalia ini biasanya tidak mutlak dan tidak biasa, tetapi
apabila para pihak menganggap bagian tersebut perlu dimuat dalam akta bisa
dicantumkan dalam akta, dalam contoh kontrak diatas, syarat aksidentalia
misalnya dapat dilihat pada Pasal 14 dan Pasal 15 KUHPerdata. 40
C. Jenis Kontrak
Jenis kontrak dapat dibagi berdasarkan sumber hukumnya, namanya, bentuknya,
aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya. Berikut jenis kontrak
berdasarkan pembagiannya:
1. Kontrak menurut sumber hukumnya. Ada beberapa jenis kontrak (perjanjian)
dari sumbernya antara lain:
a. yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;
b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan
dengan Perjanjian peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
40 Ahmadi Miru, Op.Cit, hlm. 31.
31
c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan
bewijsovereenkomst;
e. Perjanjian yang bersumber dari hukum public, yang disebut dengan
publieckechtelijke overeenkomst.
2. Kontrak menurut namanya, penggolongan berdasarkan pada nama perjanjian
yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu kontrak nominaat
(bernama). Sedangkan kontrak innominaat adalah kontak yang timbul, tumbuh
dan berkembang di dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal di
KUHPerdata seperti sewa-menyewa, Suharnoko mengatakan bahwa beli-sewa
adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata akan tetapi karena Buku III KUHPerdata menganut
sistem terbuka, maka para pihak boleh membuat perjanjian yang tidak diatur
secara khusus dalam KUHPerdata.41
3. Kontrak menurut bentuknya, dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan
dan kontrak tulisan. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat
oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320
KUHPerdata). Kontrak tertulis adalah kontrak yang dibuat para pihak dalam
bentuk tulisan. Kontrak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu akta dibawah
tangan adalah akta yang cukup dibuat dibawah tangan oleh para pihak.
Sedangkan akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris
(pejabat).
41 Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Kencana. Jakarta 2004. hlm 43.
32
4. Kontrak timbal balik, ialah perjanjian yang dilakukan para pihak
menimbulkan hak dan kewajiban. Perjanjian ini dibagi 2 yaitu:
a. Kontrak timbal balik tidak sempurna, menimbulkan kewajiban pokok bagi
satu pihak sedangkan yang lainnya wajib melakukan sesuatu.
b. Perjanjian sepihak, merupakan perjanjian yang menurut hukum hanyalah
menimbulkan kewajiaban-kewajiban hanya bagi satu pihak.
5. Perjanjian cuma-cuma atau dengan alas hak yang membebaninya, perjanjian
cuma-cuma merupakan perjanjian yang menurut hukum hanyalah
menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Sedangkan perjanjian dengan
alas hak yang membebani merupakan perjanjian, disamping pihak yang satu
senantiasa ada prestasi (kontra) dari pihak lain, yang menurut hukum saling
berkaitan.
6. Perjanjian berdasarkan sifatnya, dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian
kebendaaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir. Perjanjian
kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah
atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan, sedangkan
perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari
para pihak.
7. Perjanjian dari Aspek Larangan, merupakan penggolongan perjanjian dari
aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang
bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, ketertiban umum. Ini
33
disebabpan perjanjian tersebut mengandung praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.42
Terdapat beberapa jenis kontrak dalam pengadaan barnag/jasa, kontrak tersebut
dibedakan atas:
1. Berdasarkan bentuk imbalan:
a. Kontrak Lump Sum, adalah kontrak pengadaan barang/ jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah
harga yang pasti dan tetap, dan semua risiko yang mungkin terjadi dalam
proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya di tanggung oleh penyedia
barang/ jasa.
b. Kontrak Harga Satuan, adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, berdasarkan
harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan unsur pekerjaan
dengan spesifikasi teknis tertentu, yang volume pekerjaannya masih
bersifat pekerjaan sementara, sedangkan pembayaran didasarkan pada
hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah
dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa.
c. Kontrak Gabungan Lump Sum dengan harga satuan, adalah kontrak yang
merupakan gabungan lump sum dan harga satuan dalam suatu pekerjaan
yang di perjanjikan.
d. Kontrak Terima Jadi (turn key), adalah kontrak pengadaan barang/jasa
pemborongan atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu
42 Salim HS, Op.Cit. hlm. 27-30.
34
tertentu dengan jumlah harga pasti dan tetap sampai seluruh bangunan /
kontruksi, peralatan dan jaringan utama maupun penunjangnya dapat
berfungsi dengan baik sesuai dengan kriteria kinerja yang telah ditetapkan.
e. Kontrak Presentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultasi dibidang
konstuksi atau pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang
bersangkutan menerima imbalan jasa berdasarkan persentase tertentu dari
nilai pekerjaan fisik kontruksi / pemborongan tersebut.
2. Berdasarkan jangka waktu pelaksanaan:
a. Kontrak Tahun Tunggal adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang
mengikat dana anggaran untuk masa 1 (satu) tahun anggaran.
b. Kontrak Tahun Jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang
mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggran yang
dilakukan atas persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang
dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota, untuk pengadaan yang dibiayai
APBD Kabupaten/ Kota.
3. Berdasarkan jumlah pengguna barang/jasa:
a. Kontrak Pengadaan Tunggal adalah kontrak antara satu unit kerja atau satu
proyek dengan penyedia barang/ jasa tertentu untuk menyelesaikan
pekerjaan tertentu dalam waktu tertentu.
b. Kontrak Pengadaan Bersama adalah kontrak antara beberapa unit kerja
atau beberapa proyek dengan penyedia barang/jasa tertentu untuk
menyelesaikan pekerjaan tertentu dan waktu tertentu sesuai dengan
35
kegiatan bersama yang jelas dari masing-masing unit kerja dan pendanaan
bersama yang dituangkan dalam kesempatan bersama.
Hampir setiap hari kita mendengar adanya kegiatan bisnis dan melakukan
transaksi yang dilakukan oleh para usahawan baik itu yang dilakukan di dalam
satu negara maupun yang dilakukan antar negara. Kegiatan bisnis ini tentunya
diharapkan akan mendatangkan keuntungan para pihak sesuai dengan asas
kesepakatan, dalam hukum perdata, kesepakatan yang telah disetujui para pihak
tentunya akan mengikat sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya
(Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata), namun demikian apa yang telah mereka sepakati
itu, kerapkali menimbulkan sengketa yang tentunya akan mendatangkan kerugian
salah satu pihak, untuk menegakkan hak-hak para pihak tersebut, maka dua jalan
yang dapat ditempuh, yaitu melalui jalur pengadilan atau melalui jalur
musyawarah, tetapi ilmu hukum mempunyai alternatif lain yaitu melalui suatu
Lembaga yang dinamakan Arbitrase (Perwasitan).
Bila kita melakukan suatu bisnis dengan melakukan suatu transaksi dengan pihak
lain atau dalam suatu kontrak yang telah ditandatangani bersama, maka dalam
kontrak yang telah ditandatangani bersama itu biasanya selalu ada disebutkan
dalam suatu pasal tersendiri yang menyatakan cara bagaimana melakukan suatu
penyelesaian atas suatu perselisihan atau sengketa yang timbul.
D. Akibat Hukum Suatu Kontrak
Kontrak sebagai instrument pertukaran hak dan kewajiban diharapkan dapat
berlangsung dengan baik, fair dan proporsional sesuai kesepakatan para pihak.
36
Terutama pada kontrak komersial, baik pada tahap pra kontraktual, pembentukan
kontrak maupun pelaksanaannya, asas proposionalitas mempunyai daya kerja
menciptakan aturan main pertukaran hak dan kewajiban. Aturan main pertukaran
ini menjadi domain para pihak, kecuali dalam batas-batas tertentu muncul
intervensi, baik dari Undang-Undang yang bersifat memaksa, maupun dari
otoritas tertentu (hakim), namun sifat intervensi ini, lebih ditujukan untuk
menjaga proses pertukaran hak dan kewajiban berlangsung secara fair.
Dinamika bisnis dengan pasang surutnya, juga berakibat pada keberlangsungan
hubungan kontraktual para pihak. Untuk memuaskan, prospek bisnis cerah kadang
kala dapat berubah merugi dan memutus hubungan bisnis para pihak. “siapa yang
dapat memastikan hujan esok hari”, demikian pula dengan kontrak. Para pihak
yang berkontrak senantiasa berharap kontraknya berakhir dengan “happy ending”,
namun tidak menutup kemungkinan kontrak dimaksud menemui hambatan
bahkan berujung pada kegagalan kontrak. Terkait dengan kegagalan kontrak,
dapat terjadi karena faktor internal para pihak maupun faktor eksternal yang
berpengaruh terhadap eksistensi kontrak yang bersangkutan, dalam pembahasan
berikut beberapa faktor penting yang mengakibatkan kegagalan pelaksanaan
pemenuhan kewajiban kontraktual, meliputi:
1. Wanprestasi;
2. Keadaan Memaksa (force majeure/ Over macht);
3. Keadaan Sulit.43
43 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Jakarta 2010, hlm. 262.
37
Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Wanprestasi
adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang
ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur, dalam
restatement of the law of contracts (Amerika serikat), wanprestasi atau breach of
contracts dibedakan menjadi dua macam, yaitu total breachts dan partial
breachts. Total breachts artinya pelaksanaan kontrak tidak mungkin dilaksanakan,
sedangkan partial breachts artinya pelaksanaan perjanjian masih mungkin untuk
dilaksanakan. Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah
diberikan somasi oleh kreditur atau juru sita.
Somasi itu minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditur atau juru sita.
Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak membawa
persoalan itu ke pengadilan, dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah
debitur wanprestasi atau tidak.44 Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan
apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia melakukan “wanprestasi”. Alpha atau
“lalai” atau ingkar janji. Atau juga ia melanggar perjanjian, bila Ia melakukan atau
berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya. Kata wanprestasi berasal dari
bahasa Belanda, yang berarti prestasi buruk (wanbeheer yang berarti pengurusan
buruk, wandaad perbuatan buruk).
1. Wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang debitur dapat berupa empat
macam:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
44 Salim HS, Op.Cit, hlm. 98.
38
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.45
2. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.
Jika dalam kontrak terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak
maka akibatnya terhadap perjanjian itu adalah:
a. Perikatan tetap ada, Kreditur masih dapat menuntut kepada debitur
pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi, disamping
itu kreditur berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan
melaksanakan prestasinya. Hal ini disebabkan kreditur akan mendapat
keuntungan apabila debitur melaksanakan prestasi tepat pada waktunya.
b. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243
KUHPerdata), namun tidak semua wanprestasi lahir karena kelalaian
debitur bisa pula jadi karena keadaan memaksa (force majeur) ketentuan
ini diatur pada Pasal 1244-1245 KUHPerdata, dalam hal ini debitur tidak
wajib mengganti kerugian.
c. Beban risiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul
setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan
besar dari pihak kreditur, Oleh karena itu debitur tidak dibenarkan untuk
berpegangan pada keadaan memaksa. Mengenai risiko ini diatur pada
Pasal 1237, 1460, 1545, 1553 ayat (1) KUHPerdata.
45 Subekti R, Op.Cit, hlm. 23.
39
d. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontrak prestasi dengan
menggunakan Pasal 1266 KUHPerdata.46
Berkaitan dengan akibat hukum, menurut Pasal 1339 KUHPerdata suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang ditegaskan dalam perjanjian,
tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan
(diwajibkan) oleh kepatutan, kebiasaan, dan Undang-Undang.47
E. Berakhirnya Suatu Kontrak
Berakhirnya kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat
antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur tentang sesuatu hal. Pihak
kreditur adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan
debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Sesuatu hal
yang bisa berarti segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak, bisa
jual beli, utang piutang, sewa-menyewa, dan lain-lain, di dalam Rancangan
Undang-Undang Kontrak telah ditentukan tentang berakhirnya kontrak. Terdapat
5 (lima) hal yang diatur, yaitu:
1. Hak untuk mengakhiri kontrak,
2. Pemberitahuan pengakhiran,
3. Ketidakpelaksanaan yang sudah diantisipasi,
4. Jaminan yang memadai dari ketidakpelaksanaan tersebut, dan
46 Salim HS, Op.Cit, hlm. 103. 47 Ibid, hlm. 105.
40
5. Pengaruh dari pengakhiran secara umum.48
Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan sepuluh cara
hapusnya suatu perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
1. Pembayaran, pembayaran yang dimaksud pada bagian ini berbeda dari istilah
pembayaran yang digunakan dalam percakapan sehari-hari karena pembayaran
dalam pengertian sehari-hari harus dilakukan dengan menyerahkan uang
sedangkan menyerahkan barang selain uang tidak disebut sebagai
pembayaran, tetapi pada bagian ini yang dimaksud dengan pembayaran adalah
segala bentuk pemenuhan prestasi.
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,
Apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur,
debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika
kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di
pengadilan. Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan uang atau
barang di pengadilan, membebaskan debitur dan berlaku baginya pembayaran
asal penawaran itu dilakukan berdasarkan Undang-Undang, dan apa yang
dititipkan itu merupakan atas tanggungan kreditur.
3. Pembaharuan utang (Novasi), Pembaharuan utang pada merupakan
penggantian objek atau subjek kontrak lama dengan objek atau subjek kontrak
yang baru.
4. Perjumpaan utang atau kompensasi, Perjumpaan utang atau kompensasi ini
terjadi jika antar dua pihak saling berutang antara satu dengan yang lain
sehingga apabila utang tersebut masing-masing diperhitungkan dan sama
48 Ibid, hlm. 163.
41
nilainya, kedua belah pihak akan bebas dari utangnya. Perjumpaan utang ini
terjadi secara hukum walaupun hal itu tidak diketahui oleh debitur.
Perjumpaan utang hanya dapat terjadi jika utang tersebut berupa uang atau
barang habis karena pemakaian yang sama jenisnya serta dapat ditetapkan dan
jatuh tempo.
5. Percampuran utang (Konfusio), Apabila kedudukan kreditur dan debitur
berkumpul pada satu orang, utang tersebut hapus demi hukum. Dengan
demikian percampuran utang tersebut juga dengan sendirinya menghapuskan
tanggung jawab penanggungan utang. Namun, sebaliknya, apabila
percampuran utang terjadi pada penanggung utang, tidak dengan sendirinya
menghapuskan utang pokok. Demikian pula percampuran utang terhadap salah
seorang piutang tanggung menanggung tersebut tidak dengan sendirinya
menghapus utang kawan-kawan berutangnya.
6. Pembebasan utang, Pembebasan utang adalah suatu perbuatan yang dilakukan
oleh kreditur yang membebaskan debitur dari kewajibannya untuk memenuhi
prestasi atau utang berdasarkan pada perikatanya kepada kreditur tersebut.
Pembebasan utang menghapuskan perikatan yang melahirkan utang yang
sedianya harus dipenuhi atau dilaksanakan oleh debitur tersebut.
7. Musnahnya barang yang terutang, Jika suatu barang tertentu yang dijadikan
objek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang,
hapuslah perikatannya, kecuali kalau hal tersebut terjadi karena kesalahan
debitur telah lalai menyerahkan sesuai dengan waktu yang ditentukan.
8. Batal atau pembatalan, Perjanjian-perjanjian pembatalan oleh orang tua atau
wali dari pihak yang tidak cakap itu atau oleh pihak yang memberikan
42
perizinannya secara tidak bebas karena menderita paksaan atau yang
kekurangan syarat objektifnya (sepakat atau kecakapan) dapat dimintakan
karena khilaf atau ditipu.
9. Berlakunya suatu syarat batal, Hapusnya perikatan yang diakibatkan oleh
berlakunya syarat batal berlaku jika kontrak yang dibuat oleh para pihak
dibuat dengan syarat tangguh atau syarat batal karena apabila kontrak tersebut
dibuat dengan syarat tangguh dan ternyata syarat yang dijadikan syarat
penangguhan tersebut tidak terpenuhi, kontrak tersebut dengan sendirinya
batal, demikian pula kontrak yang dibuat dengan syarat batal, apabila syarat
batal tersebut terpenuhi, kontrak tersebut dengan sendirinya batal.
10. Lewatnya waktu (kadaluwarsa), Kadaluarsa atau lewat waktu juga dapat
mengakibatkan hapusnya kontrak antara para pihak. Hal ini diatur pada Pasal
1967 KUHPerdata dan seterusnya.49
F. Penyelesaian Sengketa
1. Jalur Pengadilan
Hubungan yang terjadi diantara para pihak di dalam bisnis, termasuk dalam ikatan
hubungan perdata, oleh karena itu apabila terjadi sengketa dari sebuah kontrak
(breach of contract), akan diselesaikan secara perdata. Penyelesaian kasus ini
tentunya harus didahului dengan adanya surat gugatan ke pengadilan di wilayah
hukum tergugat berada. Proses di pengadilan ini pada umumnya akan diselesaikan
melalui usaha perdamaian oleh Hakim Pengadilan Perdata.
49 Subekti, R, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta 2001, hlm 65.
43
Perdamaian bisa dilakukan diluar pengadilan, bilamana hal ini penggugat dengan
atau tanpa persetujuan tergugat, tetapi perdamaian pun dapat diselesaikan di muka
pengadilan, kemungkinan ini diadakan atas anjuran hakim, bilamana damai dapat
diselesaikan para pihak, maka sewaktu sidang berjalan akan dibuatkan akta
perdamaian, dalam hal mana kedua belah pihak dihukum untuk mentaati
persetujuan yang dibuat.
Akta perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan suatu vonis
hakim, apabila jalan perdamaian tidak dapat diselesaikan oleh para pihak, proses
penyelesaian selanjutnya biasanya akan memakan waktu yang panjang, sebab tiga
tingkatan proses pengadilan minimal akan dijalani untuk sampai pada proses final,
yaitu mulai dari gugatan ke Pengadilan Negeri, proses banding ke Pengadilan
Tinggi dan terakhir proses kasasi ke Mahkamah Agung. Kondisi demikian saat ini
masih sering terjadi di Indonesia. Artinya proses pengadilan yang diharapkan
menurut Undang-Undang dilaksanakan secara sederhana, ringan dan cepat, belum
dapat terwujud.
2. Jalur Arbitrase
Alternatif lain yang biasanya dan sering dilakukan oleh kalangan pengusaha untuk
meyelesaikan sengketa yang terjadi saat ini adalah melalui Lembaga Arbitrase,
sebab penyelesaian melalui Lembaga Arbitrase ini mempunyai karakteristik
sendiri, yang bagi dunia usaha sangat dibutuhkan keberadaannya, tetapi banyak
pula kaum usahawan yang belum mengetahui seluk-beluk pemakaian Lembaga
Arbitrase, padahal menurut sejarahnya arbitrase dibentuk oleh kalangan usahawan
sendiri untuk menyelesaikan kemungkinan sengketa yang timbul.
44
Arbitrare yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut
kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang dimaksud tidaklah berarti tidak
mengindahkan norma-norma hukum dan semata-mata hanya bersandarkan
kebijaksanaan saja. Lembaga Arbitrase tidak lain merupakan suatu jalur
musyawarah yang melibatkan pihak ketiga sebagai wasitnya, dengan perkataan
lain, Arbitrase adalah suatu cara penyelesaian perselisihan dengan bantuan pihak
ketiga, bukan hakim, walaupun dalam pelaksanaan putusannya harus dengan
bantuan hakim.
Frank Elkouri dan Edna Elkouri dalam bukunya how arbitration works, 1974,
telah mendefinisikan Arbitrase sebagai berikut: “arbitration is a simple
preceeding voluntarily chosen by parties who want a dispute determined by an
impartial judge of their own mutual selection, whose decision, based on the merits
of the case, they agreed in advanced to accept as final and binding,” dengan kata
lain, arbitrase adalah proses penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang
hakim atau para hakim yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk
kepada atau mentaati keputusan yang diberikan oleh para hakim yang mereka
pilih atau tunjuk, dari definisi di atas jelas bahwa dasar hukum arbitrase adalah
bahwa menurut hukum dianggap wajar apabila dua orang atau pihak yang terlibat
dalam suatu sengketa mengadakan persetujuan dan mereka menunjuk seorang
pihak ketiga yang mereka berikan wewenang untuk memutus sengketa.
Mereka pun berjanji untuk tunduk kepada putusan yang akan diberikan oleh pihak
ketiga tersebut, apabila salah satu pihak kemudian enggan memberikan
bantuannya untuk pengambilan keputusan atau tidak mentaati keputusan yang
telah diambil oleh orang yang mereka berikan wewenang untuk sengketa tersebut,
45
pihak itu dianggap melakukan breach of contract atau melanggar perjanjian.
Landasan hukum mengapa menggunakan Lembaga Arbitrase, dapat dilihat dalam
Pasal 615 s.d Pasal 651 RV (Reglement op de Rechtsvordering) = Peraturan
Hukum Acara Perdata) dan dalam memori penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undang-
Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal
615 RV menyebutkan bahwa diperkenankan kepada siapa saja yang terlibat dalam
suatu sengketa yang mengenai hak-hak yang berada dalam kekuasaanya untuk
melepaskannya, untuk meyerahkan pemutusan sengketa tersebut kepada seorang
atau beberapa orang wasit.
Memori penjelasan Pasal 3 Ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan bahwa,
“Penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui wasit
(arbitrase) tetap diperbolehkan”. Tidak semua sengketa yang terjadi dapat
diselesaikan melalui arbitrase, karena hanya sengketa dalam dunia bisnis saja
yang termasuk dalam ruang lingkup penyelesaian oleh arbitrase seperti, masalah
perdagangan, perindustrian dan keuangan, sedangkan sengketa perdata lainnya
seperti, masalah warisan, pengangkatan anak, perumahan, perburuhan, dan lain-
lain, tidak dapat diselesaikan oleh lembaga arbitrase.
Para pihak dalam perjanjian yang menghendaki agar penyelesaian sengketa yang
timbul akan diselesaikan dengan arbitrase, dapat mempergunakan salah satu dari
dua cara yang dapat membuka jalan timbulnya perwasitan yaitu dengan:
a. Mencantumkan klausul dalam perjanjian pokok, yang berisi bahwa
penyelesaian sengketa yang mungkin timbul akan diselesaikan dengan
peradilan wasit. Cara ini disebut dengan “pictum compromittendo”.
46
b. Suatu perjanjian tersendiri, diliuar perjanjian pokok. Perjanjian ini dibuat
secara khusus bila telah timbul sengketa dalam melaksanakan perjanjian
pokok. Surat perjanjian semacam ini disebut “akta kompromis”, seperti
dimaksudkan Pasal 618 RV. Akta kompromis ini ditulis dalam suatu akta dan
ditandatangani oleh para pihak. Kalau para pihak tidak dapat menandatangani,
akta kompromis itu harus dibuat dimuka notaris dan saksi-saksi. Akta
kompromis tersebut berisi pokok-pokok dari perselisihan, Nama dan tempat
tinggal para pihak, demikian pula nama dan tempat tinggal wasit atau para
wasit, yang jumlahnya selalu ganjil.
Bila menggunakan Lembaga Arbitrase dalam penyelesaian suatu sengketa,
minimal ada 3 (tiga) keuntungan yang dapat diperoleh, yaitu:
a. Waktu yang cepat
Bagi dunia bisnis, waktu untuk menyelesaikan suatu masalah atau sengketa
merupakan sesuatu yang sangat berharga. Sedangkan jalan melalui pengadilan
sangat tidak menguntungkan, karena menggugat dimuka Pengadilan Perdata
merupakan jalan yang sangat Panjang. Putusan dari Pengadilan Negeri belum
merupakan kekuatan hukum yang mengikat, sebab masih ada tingkatan
banding ke Pengadilan Tinggi serta kasasi bagi mereka yang belum merasa
belum puas atas putusan tingkat Pengadilan Negeri.
Proses ini tentunya akan memakan waktu yang lama sekali. Belum lagi adanya
tunggakan perkara, yang menyebabkan semakin lamanya proses penyelesaian
perkara di pengadilan, oleh karena itu alternatif Lembaga Arbitrase
merupakan suatu sarana yang sesuai bagi dunia bisnis.
47
b. Adanya orang-orang yang ahli
Melalui Lembaga Arbitrase, para pihak dapat menunjuk ahli-ahli (experts)
yang serba mengetahui tentang masalah yang menjadi sengketa, dengan
demikian putusan yang akan diambilnya akan didukung oleh pengetahuan
yang mendalam tentang hal-hal yang dipersengketakan, dalam arbitrase, selain
ahli-ahli hukum, juga selalu terdapat ahli lain dalam berbagai bidang;
misalnya ahli perbankan asuransi, pemborongan, perkapalan, perburuhan dan
lain-lain.
c. Rahasia para pihak terjamin
Bahwa pemeriksaan maupun pemutusan sengketa oleh suatu majelis arbitrase
selalu dilakukan dengan pintu tertutup, sehingga rahasia para pihak yang
bersengketa akan tersimpan baik-baik dan tidak akan diketahui umum. Bila
suatu perusahaan diketahui oleh masyarakat bahwa perusahaan tersebut
mempunyai banyak utang dan dituntut dimuka pengadilan, akan merugikan
nama baik putusan tersebut. Selain itu, berlainan dengan putusan badan
pengadilan, putusan arbitrase tidak pernah dipublikasikan dalam majalah,
dalam prakteknya ada dua macam arbitrase, yaitu arbitrase Ad-Hoc/Voluntair
dan arbitrase sebagai permanent body arbitration. Arbitrase Ad-Hoc/Voluntair
adalah suatu majelis wasit (arbiter) atau wasit tunggal yang di dalam
menjalankan tugasnya hanya sekali saja, setelah itu tidak mempunyai
peraturan atau prosedur tentang tata cara pengangkatan arbiter, mereka juga
tidak mempunyai peraturan atau prosedur yang mengatur bagaimana tata cara
pemeriksaan sengketa.
48
Arbitrase sebagai permanent body arbitration, adalah suatu badan arbitrase yang
mempunyai peraturan atau prosedur dan tata cara pemeriksaan sengketa,
contohnya adalah BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia; London
Arbitration, American Arbitration, ICC Arbitration (international Chamber of
Commerce Arbitration), dan lain-lain.
Mengingat begitu pentingnya lembaga arbitrase, para pengusaha kita pun tidak
mau ketinggalan di dalam memanfaatkan lembaga arbitrase ini, apalagi setelah
pemerintah Indonesia meratifikasi Convention on The Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitrase Awards (Suatu konvensi tentang pengakuan
dan pelaksanaan putusan-putusan perwasitan asing yang telah dikenal dengan
sebutan New York Convention 1958) dengan Keppres No. 34 tahun 1981 tanggal
5 Agustus 1981, dan Convention on the Settlement Disputes between States and
National of other state (suatu konvensi tentang penyelesaian perselisihan antara
negara dengan warga negara asing mengenai penanaman modal, yang lebih
dikenal dengan sebutan World Bank Convention).
Konvensi ini telah disetujui oleh pemerintah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1968. Pada pengusaha Indonesia pun yang menjalin kerjasama hubungan
bisnis dengan pihak asing tersitimewa dalam rangka menarik penanaman modal
asing masuk ke Indonesia, telah berusaha memanfaatkan lembaga ini, sebagai
tambahan bahwa New York Convention 1958 sejak ratifikasi tersebut juga
memakai asas reciprocity (asas timbal balik), artinya putusan arbitrase asing ini
49
dapat dilaksanakan oleh Indonesia bila di negara contracting state lainnya hal
serupa juga dapat dilaksanakan.50
G. Kerangka Pikir
Kerangka berpikir merupakan sebuah bagan atau alur kerja dalam memecahakan
permasalahan penelitian. Kerangka kerja tersebut dimulai dari permasalahan
sampai pencapain tujuan.
50 Salim HS, Hukum kontrak (Teori dan penyusunan kontrak), Sinar Grafika, Jakarta
2004, hlm.52.
PT. Gardena
Mas Lestarri
Rumah Sakit
Graha Husada
Lampung
Mekanisme Pelaksanaan kontrak
pengadaan alat-alat kesehatan
Akibat Hukum Pelaksanaan kontrak
alat-alat kesehatan pada Rumah Sakit
Garaha Husada Lampung
Bandarlampung
PERJANJIAN BELI - SEWA
ALAT-ALAT KESEHATAN
50
Berdasarkan sekema di atas dapat dijelaskan bahwa:
Terjadi proses jual beli dalam bentuk perjanjian tertentu dan telah disepakati oleh
kedua belah pihak, dari proses tersebut menyebabkan hubungan hukum yaitu hak
dan kewajiban bagi masing-masing pihak yaitu Rumah Sakit Graha Husada
Lampung dengan pihak swasta yang telah ditunjuk berdasarkan kriteria dan
prosedur tertentu sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku yaitu PT Gardena Mas
Lestari, setelah pihak swasta yang ditunjuk untuk mengadakan alat-alat kesehatan
tersebut terpilih maka timbulah suatu kontrak dengan Rumah Sakit agar dapat
berjalan baik sesuai aturan yang berlaku, nantinya perusahaan/pihak swasta yang
ditunjuk tersebut haruslah menjalankan kewajiban-kewajiban yang telah
disepakati sesuai kebutuhan dan berkesesuaian dengan yang tercantum dalam
kontrak, maka kebutuhan dari rumah sakit haruslah terpenuhi untuk kepentingan
masyarakat dalam hal ini pasien, sehingga dari pada itu penulis mencoba
memaparkan bagaimana mekanisme pelaksanaan pengadaan alat-alat kesehatan
dan bagaimana perlindungan hukum terhadap persyaratan serta standar kualitas
yang diberikan begitu pun akibat hukum pelaksanaan kontrak bila tidak
berkesesuaian dengan aturan-aturan yang berlaku.
51
III. METODE PENELITIAN
Penelitian hukum merupakan proses kegiatan berpikir dan bertindak dan berpikir
logis, metodis, dan sistematis mengenai gejala yuridis, peristiwa hukum, atau
fakta empiris yang terjadi, atau yang ada di sekitar kita untuk direkonstruksikan
guna mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan.51 Berpikir
logis adalah berpikir secara bernalar menurut logika yang diakui ilmu
pengetahuan dengan bebas dan mendalam sampai ke dasar persoalan guna
mengungkapkan kebenaran. Metodis adalah berpikir dan berbuat menurut metode
tertentu yang kebenarannya diakui menurut penalaran. Sistematis adalah berpikir
dan berbuat yang bersistem, yaitu runtun berurutan, dan tidak tumpang tindih.52
Kegiatan penelitian hukum harus dilakukan guna untuk mengungkap fakta
maupun kebenaran dalam peristiwa hukum sebagai fakta empiris yang menjadi
objek penelitian hukum. Dalam penulisan skripsi ini, digunakan metode
pengumpulan data dan bahan-bahan yang berkaitan dengan materi skripsi ini.
Bertujuan agar tulisan ini dapat dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya, maka
diusahakan memperoleh dan mengumpulkan data dengan mempergunakan metode
sebagai berikut:
51 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung
2004, hlm. 2. 52 Ibid. hlm. 3.
52
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian normative empiris.
Penelitian normatif yaitu pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum
utama dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep, kepustakaan, asas-asas
hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian
ini, serta dapat berupa pendapat sarjana. Penelitian empiris yaitu cara prosedur
yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data
sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan
penelitian terhadap data primer di lapangan dan Data yang diperoleh berasal dari
observasi, dengan melakukan penelitian pada Rumah Sakit Graha Husada
Lampung.
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif. Tipe penelitian ini digunakan
untuk menggambarkan secara jelas, rinci, dan sistematis mengenai hukum kontrak
pengadaan alat-alat kesehatan di Bandar lampung, kemudian diadakan suatu
analisis dan dipaparkan secara lengkap, rinci dan sistematis sebagai karya ilmiah.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif-terapan.53 Penelitian ini mengkaji Surat perjanjian pekerjaan (kontrak)
53 Ibid, hlm 150
53
pengadaan sarana dan prasarana Rumah Sakit Graha Husada Lampung Nomor:
001/RSGH-KSO/VIII/2017
D. Data dan Sumber Data
Penyusunan skripsi ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari bahan
kepustakaan dan data primer yang diperoleh dari observasi
1. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara
tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).
Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan. Data sekunder mencakup:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu
KUHPerdata dan Surat Perjanjian Pekerjaan (Kontrak) Pengadaan Sarana dan
Prasarana Rumah Sakit Graha Husada Lampung Nomor: 001/RSGH-
KSO/VIII/2017.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelesan mengenai hukum
primer dengan menganalisa serta memahami bahan hukum primer. Seperti
buku, jurnal, teori-teori dan pendapat sarjana.
c. Bahan hukum tersier, yaitu yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus ensiklopedia.
2. Data Primer
Metode pengumpulan data primer yaitu data yang berasal dari sumber asli atau
pertama. Sumber data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari
54
pihak-pihak atau instansi-instansi yang terkait dengan objek yang diteliti secara
langsung yaitu melalui wawancara dengan responden.
E. Metode Pengumpulan Data & Metode Pengolahan Data.
Berdasarkan pendekatan masalah dan sumber data yang diperlukan untuk
pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi pustaka
dan wawancara
1. Studi Pustaka yaitu pengumpulan data utuk memperoleh data sekunder dengan
melakukan serangkaian studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan,
membaca/mempelajari, membuat catatan-catatan, dan kutipan-kutipan serta
menelaah bahan-bahan pustaka yaitu berupa karya tulis dari para ahli yang
tersusun dalam literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini.
2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data untuk memperoleh data primer yang
dilakukan dengan cara wawancara atau interview dengan menggunakan daftar
pertanyaan yang bersifat terbuka. Dimana wawancara ini menggunakan dan
menentukan responden atau narasumber yang akan diwawancara berkaitan
dengan objek penelitian dengan wawancara kepada narasumber atau
responden yang memahami objek penelitian dan permasalahan yang dihadapi
tentunnya sesuai substansi dari penelitian yaitu lingkungan Rumah Sakit
Graha Husada Lampung.
Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya pengolahan data yang
diperoleh digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Pengolahan
data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara:
55
1. Pemeriksaan Data, yaitu melakukan pemeriksaan data yang terkumpul apakah
data yang diperoleh sudah cukup lengkap, sudah benar dan sesuai atau
relevan, sehingga data yang terkumpul benar-benar bermanfaat untuk
menjawab permasalahan dengan penelitian ini.
2. Rekonstruksi Data, yaitu dilakukan dengan cara menyusun ulang data secara
teratur, berurutan, logis sehingga mudah untuk dipahami dan di
interpretasikan.
3. Sistematis Data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap
pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan pembahasan.
F. Analisis Data
Data yang digunakan oleh penulis adalah analisis kualitatif dengan menganalisa
keseluruhan data baik primer dan data sekunder serta menguraikan data secara
bermutu dalam bentuk kalimat yang tersusun secara teratur, runtun, logis, tidak
tumpang tindih dan efektif dan disusun secara sistematis, dikategorisasikan,
dihubungkan dan selanjutnya dianalisis untuk mencapai kejelasan masalah yang
akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dan dideskripsikan dalam skripsi.
87
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya mengenai pokok permasalahan yang diajukan oleh penulis, maka
dapat disimpulkan bahwa ada 3 (Tiga) hal pokok dalam pelaksanaan kontrak
antara Rumah Sakit Graha Husada dengan PT Gardena Mas Lestari, sebagai
berikut:
1. Prestasi
Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para pihak dalam suatu
kontrak, Prestasi pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata
tersebut dapat berwujud:
a. Menyerahkan sesuatu (benda);
b. Berbuat Sesuatu (tenaga atau keahlian);
c. Tidak berbuat sesuatu.
2. Wanprestasi,
Wanprestasi dapat berupa:
a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
b. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
c. Terlambat memenuhi prestasi;
d. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
V. PENUTUP
88
Kesimpulannya ada dua kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak yang
dirugikan, yaitu pembatalan atau pemenuhan kontrak, namun jika dua
kemungkinan pokok tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat
dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Pembatalan kontrak saja;
b. Pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi;
c. Pemenuhan kontrak saja;
d. Pemenuhan kontrak disertai tuntutan ganti rugi.
3. Pembelaan debitur yang dituduh wanprestasi (lalai)
Pihak yang dituduh wanprestasi pada umumnya adalah debitur, tangkisan atau
pembelaan tersebut dapat berupa:
a. Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena keadaan terpaksa
(overmacht);
b. Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena pihak lain juga
wanprestasi (exceptio non adimpleti contractus);
c. Tidak dipenuhinya kontrak (wanprestasi) terjadi karena pihak lawan telah
melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi.
Maka dari itu penulis dapat mencermati dan menguraikan bahwa terdapat
beberapa kesalahan dalam mengklasifikasikan perjanjian yang dibuat sehingga isi
dari perjanjian antara Pihak Rumah Sakit Graha Husada Lampung dengan PT
Gardena Mas Lestari menjadi kurang tepat, diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk dapat merevisi atau membuat ulang perjanjian dikarenakan isi kontrak
tidak sinkron atau bertolak belakang dengan jenis perjanjian tersebut, dalam
hal ini pinjam pakai yang sesuai KUHPerdata Pasal 1740 yaitu suatu perjanjian
89
dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan
cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima
barang itu memakainya setelah lewat waktu yang ditentukan, akan
mengembalikan barang itu. Berlainan dengan isi perjanjian tersebut yang
merupakan sistem atau unsur-unsur yang terkandung dalam perjanjian beli-
sewa, bila Pihak I telah selesai melakukan pembayaran maka hak kepemilikan
dari alat-alat kesehatan pun ikut berpindah menjadi milih Rumah Sakit Graha
Husada Lampung secara seutuhnya. Sesuai isi perjanjian Pasal 21 yang
mengharuskan segera mungkin menyelesaikan permasalahan akibat dari
pelaksanaan kerja sama ini sehingga perjanjian bisa tetap diberlangsukan
sampai pada tanggal 15 Agustus 2022.
2. Untuk memperhatikan serta merubah konteks atau jenis perjanjian dari
perjanjian pinjam pakai beralih konteks perjanjian atau jenis perjanjian ke
perjanjian beli-sewa sehingga secara legal untuk adanya kegiatan beli-sewa
alat kesehatan tersebut dapat dilakukan sesuai isi yang berlaku dan sedang
berlangsung dari tanggal 15 Agustus 2017 sampai 15 Agustus 2022.
Penulis memperoleh data bahwa ada tahap yang umumnya tidak dilakukan atau
sebagian dilakukan tetapi tidak sesuai/penyimpangan dengan ketentuan yang
berlaku dalam hal ini tahap Pra Kontraktual yang tidak sempurna dilakukan oleh
kedua Pihak yaitu pada saat membuat draft kontrak maupun memberikan draft
kontrak untuk dikoreksi, berikut beberapa hal prosedur yang dilewati atau
diabaikan:
90
a. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) disusun dan dibuat menyesuaikan atau
didasarkan pada penawaran dari calon penyedia barang/jasa;
b. Surat Permintaan Penawaran langsung dikirim oleh Rekanan/calon Penyedia
Barang/Jasa tanpa didahului prosedur pengambilan dokumen pelelangan dan
penjelasan; Prosedur prakualifikasi dilaksanakan bersamaan dengan pemasukan
surat penawaran;
c. Barang atau jasa telah dikirim/dikerjakan oleh penyedia barang dan jasa tanpa
terlebih dahulu melakukan prosedur tahapan Pra Kontrak/Perjanjian Pendahuluan
yang artinya barang/jasa dikirim/dikerjakan lebih dahulu dan untuk proses
administrasi Pra Kontraknya dilakukan kemudian.
Dengan tidak dilaksanakannya sebagian prosedur dalam tahap Pra
Kontrak/perjanjian pendahuluan dan/dalam melaksanakannya tidak sesuai atau
dalam hal ini kaitannya dengan syarat-syarat sahnya kontrak/perjanjian seperti
diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata, maka ini jelas menyangkut syarat adanya
suatu sebab yang halal, dengan kata lain bahwa dengan tidak dilaksanakannya
prosedur dalam tahap Pra Kontrak/Perjanjian Pendahuluan dan dalam
melaksanakannya tidak sesuai/melanggar ketentuan Undang-Undang itu adalah
bentuk tidak dipenuhinya syarat adanya suatu sebab yang halal, yaitu harus tidak
melanggar Undang-Undang ketertiban umum serta kesusilaan, karena adanya
unsur pelanggaran maka sebagai konsekuensi hukumnya menurut KUHPerdata
adalah batal demi hukum, dan atau dapat dimintakan pembatalan perjanjian,
terutama oleh para calon penyedia barang/jasa lainnya yang menjadi peserta atau
salah satu pihak pada saat dilaksanakannya tahapan Pra Kontrak.
91
Di dalam Surat Perjanjian Kerja Sama (Kontrak) Pinjam Pakai Peralatan CT Scan
(computed tomography scanner single slice) Nomor: 001/RSGH/-KSO/VIII/2017
pada Pasal 21, kedua belah pihak yaitu Pihak Penyedia barang/jasa dan Pihak
Rumah sakit sepakat menyelesaikan perselisihan dengan cara musyawarah
mufakat sesuai dengan azas pancasila, bilamana dalam hal ini juga tidak bisa
tercapai maka alternatif lain dalam sengketa kontrak pengadaan barang dan jasa
biasanya melakukan penyelesaian sengketa dengan arbitrase, dapat juga
diselesaikan melaui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Penjelasan Pasal
3 Undang-Undang nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman menyatakan bahwa penyelesaian sengketa diluar pengadilan atas
dasar perdamaian atau arbitrase tetap diperbolehkan, tetapi putusan arbitrase
hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau pemerintah
untuk eksekusi (executoir) dari pengadilan.
B. Saran
Berdasarkan permasalahan yang sering terjadi dalam kontrak biasanya dihadapkan
dengan kecenderungan lalainya sumber daya manusia yang menjadi subjek
hukum, sehingga mengakibatkan kerugian bagi beberapa pihak, adapun dalam
penulisan skripsi ini penulis menyarankan agar adanya suatu kesepakatan yang
baku, jelas dan sempurna pada perjanjian/kontrak pengadaan barang/jasa swasta
(Private Procurement) dikarenakan tuntutan zaman yang memaksa Negara kita
harus mengikuti pasar bebas, maka dari itu menjadi suatu bagian penting bahwa
perlu adanya keseragaman dan pemahaman melalui rumusan maupun panduan
serta pedoman baku terkait bagaimana penyelenggaran pengadaan barang dan jasa
92
yang memang pada saat ini setiap negara-negara yang ada, masih dalam tahap
menyepakati prinsip dasar dan etika pengadaan barang dan jasa.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Djumialdji, 1996. Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek Dan
Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Harahap Y, 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian. Jakarta: Alumni
Hernoko Agus Yudha, 2010. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam
Kontrak Komersial. Jakarta:
Kansil, 1991. Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kansil, 2006. Modul Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita.
Marzuki Peter Mahmud, 2008. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Maskawati, 2018. Hukum Kesehatan (dimensi etis dan yuridis tanggunjawab
pelayanan kesehatan), Yogyakarta. Litera.
Miru Ahmad, 2007. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Muhammad Abdulkadir, 1986. Hukum Perjanjian. Bandung: PT. Alumni.
Muhammad Abdulkadir, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Munir Fuady, 2001. Hukum Kontrak (Dari sudut pandang hukum bisnis).
Bandung:PT. Citra Aditya Bakti.
Salim H.S, 2004. Hukum Kontrak (Teori dan Teknik penyusunan kontrak) Jakarta:
Sinar Grafika.
Salim HS, 2006. Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUH Perdata. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Subekti R, 1996. Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Jakarta: PT Pradnya
Paramita.
Subekti, R, 2001. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Intermasa.
Sutedi Adrian, 2008. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa Dan Berbagai
Permasalannya, Jakarta: Sinar Grafika.
Widjaya Gunawan & Kartini Muljadi, 2002. Hapusnya Perikatan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
B. Jurnal
Senator Nur Bahagia, Senarai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
https://www.academia.edu/32801365/CT_Scanku.
C. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Undang-undang No 44Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
D. Surat Perjanjian
Surat Perjanjian Pekerjaan (Kontrak) Pengadaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit
Graha Husada Lampung Nomor: 001/RSGH-KSO/VIII/2017.
E. Kamus
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, 1993. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka.