analisis kesenjangan antarwilayah...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
KATA PENGANTAR
Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan kesenjangan antardaerah perlu menjadi acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukung kebijakan nasional dalam upaya pemerataan pembangunan di Indonesia. Untuk memberikan landasan dalam menentukan arah kebijakan mengurangi kesenjangan antardaerah, diperlukan data dan informasi objektif, serta teknik pengolahan data tertentu sehingga dapat member gambaran berbagai aspek yang menunjukkan adanya kesenjangan .Aspek-aspek yang memiliki urgensi tinggi untuk dilihat pada konteks kesenjangan adalah kesenjangan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat, serta aspek-aspek yang mempengaruhinya.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dari berbagai sumber yang kompeten dan pengolahan data, telah dihasilkan berbagai informasi penting yang menggambarkan adanya kesenjangan. Informasi kesenjangan yang disajikan dalam buku ini dibagi menjadi 5 (lima) bagian yang meliputi: Bagian Pertama, berisi uraian yang menjadi latar belakang penyusunan buku ini, dan penjelasan sistematika penyajian buku. Bagian Kedua, berisiuraian Metodologi dan analisis kesenjangan antardaerah, bagian ketiga berisi uraian kesejangan perekonomian antardaerah, bagian keempat, berisi uraian Kesenjangan infrastruktur Antarwilayah, bagian kelima berisi uraian kesenjangan analisis Pendapatan dan Belanja Daerah.Data yang digunakan dalam publikasi ini bersumber dari informasi yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik, PT. PLN, Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian/ Lembaga dan sumber data lainnya.
Informasi kesenjangan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi dan pemahaman terhadap kondisi dan perkembangan kesenjangan di Indonesia dilihat dari beberapa aspek yang dibahas. Dengan demikian melalui informasi dari hasil analisis kesenjangan ini diharapkan dapat menjadi benchmarking, sehingga kondisi atau kinerja tiap daerah bias diperbandingkan dengan daerah yang lain. Selanjutnya berdasarkan informasi kesenjangan antar daerah ini diharapkan dapat memberikan orientasi terhadap berbagai kebijakan dan program pengurangan kesenjangan antardaerah.
Kami mengucapkan terimakasih atas segala dukungan berbagai pihak dalam penyusunan dan penerbitan buku ini. Kami sangat menghargai kritik dan saran dari berbagai pihak guna menyempurnakan publikasi ini pada edisi yang mendatang.
Jakarta, Desember 2012
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Max H. Pohan
ii
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
iii
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tim Penyusun
PENGARAH: Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
PENANGGUNG JAWAB : Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D
Direktur Pengembangan Wilayah
TIM PENYUSUN : Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D, Awan Setiawan, SE, MM, ME
Yudianto, ST. MT, MPP, Rudi Alfian, SE ,Supriyadi, S.Si, MTP, M. Agung Widodo, SP, MIDEC, Septaliana Dewi Prananingtyas, SE,M.Bus.Ec
Fidelia Silvana, SP. M.Int. Ekon & F, Ika Retna Wulandary, ST. Bimo Fahrizal Arvianto, S.Si
TIM AHLI:
Bambang Waluyanto; Moch Rum Alim; Nana Mulyana; Aziz Faizal Fachrudin;
Setya Rusdianto; Tri Supriyana; Nur Farida Panglipuring Tyas.
TIM PENDUKUNG:
Anna Astuti, SE, Eni Arni, Sapto Mulyono, Donny Yanuar, Cecep Supriyadi, Nuning Ariwati, Slamet Supriyanto.
Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke:
Direktorat Pengembangan Wilayah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310
Telp/Fax. (021) 3193 4195
iv
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
v
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
DAFTAR ISI Kata Pengantar i Daftar isi v Daftar Tabel vii Daftar Tabel xi 1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Sistematika Penyajian 2 2. METOLOGI ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 3
2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian Antarwilayah 3 2.1.1. Metode Analisis Pendapatan Regional 4 2.1.2. Metode Analisis Kesenjangan Berdasarkan Pola dan Struktur
Pertumbuhan Ekonomi. 6
2.2. Analisis Kesenjangan kesejahteraan Infrastruktur antarwilayah 7 2.3. Analisis Pendapatan dan Belanja Daerah 8 2.4. Metode Penyajian Kesenjangan. 9 9
3. KESENJANGAN EKONOMI ANTARWILAYAH 13
3.1. Kesenjangan Pendapatan Regional 13 3.1.1. Disparitas Nilai PDRB dan PDRB Perkapita Antarprovinsi. 13 3.1.2. Indeks Kesenjangan Regional 21 3.1.3. Indeks Kesenjangan Pendapatan 30
4. KESENJANGAN INFRASTRUKTUR ANTARWILAYAH 33
4.1. Kesenjangan Infrastruktur Jalan 34 4.1.1. Wilayah Sumatera 35 4.1.2. Wilayah Jawa Bali 36 4.1.3. Wilayah Nusa Tenggara 38 4.1.4. Wilayah Kalimantan 40 4.1.5. Wilayah Sulawesi 42 4.1.6. Wilayah Maluku dan Papua 43
4.2. Kesenjangan Infrastruktur Energi Listrik 46 4.2.1. Wilayah Sumatera 46 4.2.2. Wilayah Jawa – Bali 47 4.2.3. Wilayah Nusa Tenggara 48 4.2.4. Wilayah Kalimantan 49 4.2.5. Wilayah Sulawesi 50 4.2.6. Wilayah Maluku dan Papua 50
vi
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.3. Kesenjangan Infrastruktur Telekomunikasi 51 4.3.1. Wilayah Sumatera 52 4.3.2. Wilayah Jawa – Bali 53 4.3.3. Wilayah Nusa Tenggara 53 4.3.4. Wilayah Kalimantan 54 4.3.5. Wilayah Sulawesi 55 4.3.6. Wilayah Maluku dan Papua 55
5. ANALISIS PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH 57
5.1. Analisis Pendapatan Daerah 57 5.1.1. Rasio Kemandirian Daerah 57 5.1.2. Rasio Pajak (Tax Ratio) 60 5.1.3. Ruang Fiskal Daerah 63
5.2. Analisis Belanja Daerah 65
5.2.1. Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah 66 5.2.2. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja 69 5.2.3. Rasio Belanja Modal Per Total Belanja 71 5.2.4. Rasio Belanja Per Jumlah Penduduk 74 5.2.5. Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk 76
5.3. Perimbangan Kondisi Keuangan Daerah Dengan Kondisi Sosial Masyarakat 79
LAMPIRAN 85
vii
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
3.1. Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Pulau Tahun 2005-2011 13 3.2. Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di
Wilayah Sumatera 15
3.3. Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Jawa-Bali
17
3.4. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di wilayah Kalimantan
18
3.5. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas ProvinsiTahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sulawesi
19
3.6. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Tahun 2005 dan 2010 Menurut Provinsi di Wilayah Maluku, Nusa Tenggara dan Papua
21
3.7. Perkembangan Disparitas Menurut Theil Indeks Tahun 2005 – 2010
22
3.8. Theil Indeks dari PDRB Perkapita (ADHB) Menurut PulauTahun 2005 dan 2010
22
3.9. Kesenjangan Theil Indeks Menurut PulauTahun 2005 dan2010 23 3.10. Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi
Tahun 2005 -2010 di Wilayah Sumatera 23
3.11. CVwdan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sumatera
24
3.12. Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Jawa-Bali
24
3.13. TheilIndeksdari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005-2009di Wilayah Jawa-Bali
25
3.14. CVwdan Theil indeks dari PDRB Perkapita Menurut ProvinsiTahun 2005-2010 di Wilayah Jawa-Bali
25
3.15. CVwdan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut ProvinsiTahun 2005 dan 2010 di Wilayah Kalimantan
26
3.16. Theil Indeksdari PDRB Perkapita Menurut ProvinsiTahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sulawesi
26
3.17. CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sulawesi
27
3.18. Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Nusa Tenggara
27
3.19. CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Nusa Tenggara
28
3.20. 3.21. 3.22. 3.23 3.24.
Theil Indeks Menurut ProvinsiTahun 2005 dan 2010 di Wilayah Maluku CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Maluku Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Papua CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Papua Perkembangan Kesenjangan Pendapatan Provinsi (GiniRasio)Tahun 2008-2012
28
29
29
29
31
viii
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.1. Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Kerapatan JalanAntar KBI dan KTI, Tahun 2010
34
4.2. Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 36 4.3. Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 38 4.4. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 39 4.5. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap Antarprovinsi, Tahun 2010 41 4.6. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 43 4.7. Kondisi Jalan Nasional Tidak Mantap Antarprovinsi, Tahun 2010 45 4.8. Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antarprovinsi, Tahun 2010 45 4.9. Perbandingan Ketersediaan Infrastruktur Energi Listrik Antar
Wilayah Di Indonesia, Tahun 2011 46
4.10. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Sumatera
47
4.11. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Jawa Bali.
48
4.12. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Nusa Tenggara.
49
4.13. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Kalimantan
49
4.14. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Sulawesi.
50
4.15. Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Maluku dan Papua
51
4.16. Perbandingan Penggunaan Alat Telekomunikasi Antarwilayah, tahun 2010
52
4.17. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Sumatera
53
4.18. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan TeleponKabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Jawa Bali
53
4.19. JumlahdanPersentaseDesa/KelurahanMenurutKeberadaanTeleponKabeldanPenerimaanSinyalTelponSeluler di Wilayah Nusa Tenggara.
54
4.20. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Kalimantan
54
4.21. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Sulawesi
55
4.22. Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler
56
5.1. Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah untuk Rasio PAD terhadap Total Pendapatan
59
5.2. Rasio Pajak Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah, Tahun 2011.
63
5.3. 10 Kabupaten/Kota Tertinggi dan 10 Kabupaten/Kota Terendah 65 5.4. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota
Menurut 20 Peringkat Tertinggi dan Terrendah 68
ix
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
5.5. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Menurut 20 Peringkat Tertinggi dan Terrendah
71
5.6. Rasio Belanja Pegawai per jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota tahun 2011
73
5.7. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota 76
5.8. Rasio Belanja Per Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota 79 5.9. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Kesehatan
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Kesehatan Menurut Umur Harapan Hidup (UHH)
82
5.10. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Pendidikan Menurut Rata-Rata Lama Sekolah
84
x
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
xi
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
3.1.
3.2
Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) Tanpa Migas Antar provinsi, Tahun2010 Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010di Wilayah Sumatera
14
15
3.3.
3.4
Perkembangan Disparitas PDRB perkapitaProvinsi Tahun 2005-2010di Wilayah Jawa-Bali Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Kalimantan
16
18
3.5.
3.6
Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Sulawesi Perkembangan Disparitas PDRB perkapita ProvinsiTahun 2005-2010 di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
19
20
4.1. Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antarwilayah Pulau, Tahun 2010
34
4.2. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Sumatera
35
4.3. Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProvinsi Di Wilayah Sumatera
35
4.4. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Jawa Bali
37
4.5. Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 PendudukAntarProviinsi Di Wilayah Jawa-Bali
37
4.6. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Nusa Tenggara
38
4.7. Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProviinsi Di Wilayah Nusa Tenggara
39
4.8. Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Kalimantan
40
4.9. Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProviinsi Di Wilayah Kalimantan
41
4.10 Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Sulawesi
42
4.11 Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProviinsi Di Wilayah Sulawesi
42
4.12 Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) AntarProvinsi Di Wilayah Maluku, Papua
44
4.13 Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk AntarProviinsi Di Wilayah Maluku, Papua
44
5.1. Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi Tahun 2007 dan 2011
58
5.2. Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se – Provinsi
59
5.3. Tax Rasio Pemerintah Provinsi Tahun 2007 dan 2011 61 5.4. Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi 62 5.5. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi, Tahun 2011 64 5.6. Rata-rata Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota Menurut Provinsi,
Tahun 2011 64
5.7. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia
67
xii
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
5.8. Rasio Belanja Pegawai Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Terhadap Total Belanja Pemerintah Di Indonesia
67
5.9. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia
69
5.10. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia
70
5.11. Rasio Belanja Pagawai Perkapita Pemerintah Provinsi, Tahun 2007 dan 2011
72
5.12. Rasio Belanja Pagawai Perkapita Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi,Tahun 2007 dan 2011
73
5.13. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia
74
5.14. Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia
75
5.15. Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Provinsi tahun 2007 dan 2011Daerah Perkapita Pemerintah Provinsi pada tahun 2007 dan 2011
77
5.16. Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi tahun 2007 dan 2011
78
5.17. Perimbangan Indeks Harapan Hidup dengan belanja pemerintah Urusan kesehatan.
81
5.18. Perimbangan Rata-rata Lama Sekolah dengan belanja pemerintah UrusanPendidikan
83
BAB I
PENDAHULUAN
1
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesenjangan antarwilayah di Indonesia tidak terlepas dari adanya keragaman potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis atau politik. Keberagaman ini dapat menjadi sebuah keunggulan dalam satu sisi, namun disisi lain dapat berpotensi menjadi sumber instabilitas sosial dan politik nasional. Untuk itu, maka penyelenggaraan pembangunan secara terencana dan berorientasi terhadap pengurangan kesenjangan antarwilayah menjadi sangat penting untuk dilakukan.Pemahaman secara komprehensif terhadap persoalan kesenjangan tersebut perlu menjadi acuan dalam perumusan perencanaan pembangunan, sehingga dapat mendukung upaya pemerataan pembangunan di Indonesia.
Kesenjangan pendapatan di suatu daerah akan menimbulkan berbagai permasalahan, seperti peningkatan migrasi dari daerah yang miskin ke daerah yang lebih maju, kriminalitas, dan konflik antar masyarakat. Dalam konteks kenegaraan kesenjangan akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang kemudian akan mengancam keutuhan suatu negara. Maka dari itu, kesenjangan harus diatasi oleh pemerintah dengan mendorong daerah yang miskin untuk mampu mengejar ketertinggalan perekonomiannya terhadap daerah yang sudah kaya
Meskipun tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, kesenjangan antar daerah tetap harus diupayakan untuk dikurangi. Salah satu prinsip dasar yang harus dipegang para pengambil kebijakan adalah bahwa kesenjangan perekonomian antar daerah masih dapat ditoleransi sejauh tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional dan tidak menciptakan ketidakmerataan pendapatan yang luar biasa dalam masyarakat. Dengan kata lain, upaya melakukan redistribusi pendapatan masyarakat haruslah mendapatkan prioritas utama dibandingkan redistribusi perekonomian daerah. Satu hal lagi yang harus dilakukan dalam upaya mengurangi kesenjangan perekonomian antar daerah adalah mengurangi jarak antara daerah terkaya dengan daerah termiskin, melalui upaya khusus untuk mengangkat daerah termiskin secara signifikan.
Penyebab terjadinya kesenjangan yang terjadi antardaerah di Indonesia diantaranya dapat diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur dan kemampuan keuangan antardaerah. Infrastruktur merupakan suatu input dalam proses produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output. Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan mobilitas manusia, barang, dan jasa. Sementara itu kesenjangan dari sisi kemampuan keuangan antardaerah dapat dilihat dari aspek jumlah pendapatan daerah, dan kualitas belanja
2
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
daerah. Kedua aspek di atas memiliki pengaruh nyata terhadap kinerja perekonomian daerah.
Untuk memberikan orientasi dalam memperkuat kebijakan upaya mengurangi kesenjangan tersebut, diperlukan data dan informasi objektif, serta teknik pengolahan data tertentu sehingga dapat memberi gambaran adanya kesenjangan antarwilayah. Informasi yang dikembangkan dalam análisis kesenjangan ini mencakup dimensi internal dan eksternal. Dimensi internal memberikan gambaran tentang keadaan di dalam tiap daerah, sedangkan dimensi eksternal menggambarkan posisi relatif keadaan daerah terhadap daerah lainnya. Dengan demikian informasi ini mengandung sifat benchmarking, sehingga kondisi atau kinerja tiap daerah bisa diperbandingkan dengan daerah yang lain. Lebih lanjut juga diharapkan bisa diketahui corak keadaan tiap daerah atau kelompok daerah.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka Direktorat Pengembangan Wilayah berinisiatif menyusun Buku Analisis Kesenjangan Antarwilayah. Melalui berbagai temuan dari hasil análisis kesenjangan ini diharapkan dapat memberikan alternatif dalam penguatan perencanaan yang berbasis wilayah.
1.2. Sistematika Penyajian
Buku ini menyajikan data dan informasi yang terkait dengan kesenjangan antarwilayah, dengan lingkup informasi mengenai beberapa teori pembangunan dan kesenjangan antarwilayah, serta informasi mengenai hasil analisis kesenjangan dilihat dari perspektif perekonomian daerah, kesejahteraan masyarakat, serta kemampuan keuangan daerah. Rincian dari informasi tersebut disajikan dalam 6 Bab, dengan gambaran singkat dari setiap bab adalah sebagai berikut: BAB I, berisi mengenai latar belakang dari penyajian buku analisis kesenjangan antarwilayah; BAB II, berisi mengenai metodologi pendekatan untuk melihat kesenjangan antarwilayah dalam aspek perekonomian daerah, analisis kesejahteraan masyarakat, analisis kemampuan keuanganantarwilayah, serta metode penyajian kesenjangan antarwilayah. BAB III, berisi mengenai hasil analisis perekonomian daerah, BAB IV, berisi mengenai hasil analisis kesenjangan infrastryktur antardaerah, BAB V, berisi mengenai hasil analisis kesenjangan kemapuan keuangan daerah.
BAB II
METODOLOGI
ANALISIS
KESENJANGAN
3
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
BAB 2 METOLOGI ANALISIS
KESENJANGAN ANTARWILAYAH
Kesenjangan berarti suatu gambaran terhadap fakta (kondisi) yang tidak homogen, yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan yang membutuhkan perhatian. Atas dasar pengertian tersebut, nalaisis kesenjangan antarwilayah dimaksudkan untuk memberi gambaran fakta-fakta perbedaan perkembangan kondisi hasil pembangunan antarwilayah, juga terkandung informasi mengenai perbandingan antarwilayah dan informasi adanya gap (kesenjangan) antaradaerah yang maju dan tertinggal.
Peta kesenjangan antarwilayah ini dibangun melalui pendekatan pengolahan dan teknik penyajian data, sehingga dapat memberi gambaran fakta kesenjangan antarwilayah. Berdasarkan temuan fakta kesenjangan ini, selanjutnya diharapkan dapat menjadi dasar dalam menentukan isu dan permasalahan strategis yang perlu direspon melalui kebijakan dan program pembangunan.
Bertitik tolak dari fakta kesenjangan tersebut, melalui publikasi analisis kesenjangan antarwilayah ini, akan menyajikan beberapa fakta kesenjangan antarwilayah yang meliputi:
• Kesenjangan perekonomian antarwilayah • Kesenjangan kesejahteraan antarwilayah • Kesenjangan kemampuan fiskal antarwilayah • Keseimbangan antara kondisi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat
dengan kemampuan fiskal daerah
2.1. Analisis Kesenjangan Perekonomian Antarwilayah
Untuk merepresentasikan pendapatan regional, digunakan parameter output regional (pendekatan produksi) yang sangat terkait dengan area tertentu, dalam hal ini kabupaten/kota digunakan sebagai satuan terkecil. Data yang digunakan ialah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut kabupaten/kota. Dalam hal ini, PDRB menunjukkan total nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh perekonomian suatu daerah (kabupaten/kota) selama satu tahun. Data yang digunakan berasal dari regional account menurut kabupaten/kota yang mulai dipublikasikan oleh BPS secara konsisten sejak tahun 1993. Selanjutnya digunakan nilai PDRB per kapita untuk menunjukkan nilai output dibagi jumlah penduduk di area tersebut. Semakin tinggi nilai PDRB per kapita berarti semakin tinggi kekayaan daerah (region prosperity) di daerah tersebut, dengan kata lain nilai PDRB per kapita dianggap merefleksikan tingkat kekayaan daerah.
4
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
2.1.1. Metode Analisis Pendapatan Regional Metode analisis kesenjangan regional dapat ditunjukkan berdasarkan
perhitungan disparitas PDRB Perkapita antarwilayah, perhitungan indeks Theil, indeks L dan CVw (CV Williamson). Indeks Theil dan L bisa didekomposisi, dimana kesenjangan total sama dengan penjumlahan dari kesenjangan ‘dalam’ grup dan kesenjangan ‘antar’ grup. Sementara yang terakhir, CVw (CV Williamson)terkenal dan populer digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan regional, khususnya pendapatan dalam pengertian indikator PDRB per kapita.
1. Pendapatan per Kapita Pendapatan per kapita didekati dari angka PDRB (Produk Domestik Regional
Bruto) per kapita, yaitu perhitungan PDRB di suatu kabupaten/kota dibagi oleh populasi kabupaten/kota tersebut. Formulasi untuk menghitung pendapatan per kapita adalah:
Data yang digunakan untuk mengolah variabel ini berasal dari buku PDRB Kabupaten dan Kota serta Kabupaten dalam Angka.
2. Perhitungan Indeks: a) Theil Indeks merupakan analisis dekomposisi regional (regional decomposition
analysis), kesenjangan “dalam” provinsi (within provinces inequality) dan ketimpangan “antar” provinsi atau between provinces inequality . Misalkan penduduk dikelompokkan secara eksklusif menurut provinsi dan kabupaten, maka indeks Theil dan L didefinisikan sebagai:
Dimana:
Yij = Total pendapatan di provinsi i, grup j
Y = Total pendapatan untuk Indonesia ( Yij)
Yij = Rata-rata pendapatan di provinsi i, grup j
Y = Rata-rata pendapatan untuk Indonesia
nij = penduduk di provinsi i, grup j
n = Total penduduk Indonesia ( nij)
KotaKabupaten/ Penduduk JumlahKotaKabupaten/ PDRBNilai
Perkapita Pendapatan =
Dim
Yi ani aindegruppenyan
b. C
IacWp
D
C
n
n
Y
Y
Indeks grup seb
Ketimp
mana:
adalah pendadalah jumlaeks Theil dp Ti dan Lduduk untug murni me
CVw (CV W
Indeks Wilantar wilayacoefficient Williamson penduduk, y
Dimana:
CVw =Weight
ni = Penduduk
n = Penduduk
Yi = PDRB pe
Y= Rata-rata P
Theil dan Lbagai beriku
angan total
dapatan totaah pendududan L dan
Li, penimbanuk L. TB daengukur keti
Williamson
lliamson mah berdasarkof variation(1965) mem
yang disebu
ted coefficient
k di daerah i
total
erkapita di dae
PDRB perkapi
AN
L bisa didekut:
= Ketimpan
al di provinuk di provin
didefinisikangnya adalan LB adalaimpangan k
n)
merupakan pkan PDRB pn (CV) biamperkenalk
ut CVw.. For
t of variation
erah i
ita untuk semu
NALISIS KE
kompisisi m
ngan dalam
si, Y adalahnsi i. Tw danan sebagai ah proporsiah komponkarena perbe
pendekatan perkapita. F
asa dimana kan CV ini drmulanya ad
ua daerah
ESENJANG
menjadi kom
m grup + ket
h rata-rata pn Lw adalahrata-rata te
i pendapataen antar gredaan rataan
untuk menFormula inistandar de
dengan mendalah sebag
GAN ANTAR
mponen dala
timpangan a
pendapatan h komponenertimbang kan untuk Thrup dari indn pendapata
ngukur derajpada dasar
eviasi dibagnimbangnyaai berikut:
RWILAYAH
am grup dan
antar grup
di provinsi n dalam grukomponen heil dan pr
deks Theil dan antar pro
ajat ketimprnya sama dgi dengan ra dengan pr
5
H 2012
n antar
i, dan up dari dalam
roporsi dan L,
ovinsi.
pangan dengan rataan. roporsi
6
AN
2.1
digusuatpertatauper
menpereataukeseterh
men1.D
u2. D
y3. D Tiposeba
NALISIS KE
.2. MetoPertu
Tipologunakan untutu daerah.Ptumbuhan eu nasional dkapita daer
Melaluingidentifikaekonomian u komoditienjangan an
hadap perek
Berdasandapatkan mapat membu
usaha, atau kDapat menenyang dimilikDapat menil
ologi Klassagai berikut
Rata-rata P
DR
B
Perk
apita
ESENJANGA
de Analisumbuhan
giKlassen juuk mengetah
Pada pengerekonomi daedan membanrah yang me
i Analisis asi posisi
daerah yani unggulanntarwilayah onomian na
arkan tujuamanfaat sebuat prioritakomoditi dantukan priorki terhadap ai suatu dae
en menghast.
Tinggi
Rendah
AN ANTAR
sis KesenjEkonomi
uga merupahui gambarrtian ini, Terah denganndingkan peenjadi acuan
TipologiKperekono
ng diacunyan suatu da
berdasarkaasional mau
an-tujuan tagai berikuts kebijakanaerah yang mritas kebijakperekonomerah baik da
silkan empa
Rata
Rend
KuadDaerTertelow g
KuadDaer(low gincom
RWILAYAH
jangan Bei.
akan salah sran tentang
TipologiKlasn pertumbuhertumbuhann atau PDB
Klassenini somian suaa, dan menaerah, jugaan posisi peupun daerah
tersebut, pt:
n daerah bermerupakan kan suatu d
mian nasionaari segi daer
at klasifikas
a-rata Pertum
dah
dran II rah Maju tetaekan (high ingrowth)
dran III rah Relatif Tegrowth and lo
me).,
H 2012
erdasarka
satu alat anpola dan strssen dilakuhan ekonomn PDRB per
per kapita (
selain dapaatu daerahngidentifikaa dapat merekonomianh yang diacu
engguna a
rdasarkan khasil analisaerah berda
al maupun drah maupun
si dengan ka
mbuhan Ekon
T
api come but
KDCg
ertinggal ow
KDBg
an Pola d
alisis ekonoruktur pertukan dengan
mi daerah yar kapita daer(secara nasi
at dapat dh dengan asi sektor, smemberi gan yang dimiunya.
analisis tipo
eunggulan ssis tipologiKasarkan posidaerah yang n sektoral.
arakteristik
nomi
Tinggi
Kuadran I Daerah CepaCepat-Tumbugrowth and hi
Kuadran IV Daerah sedanBerkembang growth but low
dan Strukt
omi regionaumbuhaneknmembandiangmenjadi rahdengan Pional).
digunakan memperh
subsektor, ambaran a
miliki suatu d
ologiKlasse
sektor, subsKlassen. isi perekono diacunya.
yang berbe
at Maju dan uh (high igh income)
ng g (high w income)
tur
alyang onomi ingkan acuan
PDRB
untuk hatikan usaha,
adanya daerah
enakan
sektor,
omian
da
7
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Penjelasan dari matriks di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Daerah yang maju dan tumbuh dengan pesat (Kuadran I). Kuadran ini merupakankuadran daerah dengan laju pertumbuhan PDRB yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan daerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan memiliki pertumbuhan PDRB per kapita yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.
2. Daerah maju tapi tertekan (Kuadran II). Daerah yang berada pada kuadran ini memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRBdaerah yang menjadi acuan atau secara nasional, tetapi memiliki pertumbuhan PDRBper kapita yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerahyang menjadi acuan atau secara nasional.
3. Daerah yang masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III). Kuadran inimerupakan kuadran untuk daerah yang memiliki nilai pertumbuhan PDRB yang lebihtinggi dari pertumbuhan PDRB daerah yang menjadi acuan atau secara nasional,tetapi pertumbuhan PDRB per kapita daerah tersebut lebih kecil dibandingkandengan pertumbuhan PDRB per kapita daerah yang menjadi acuan atau secara nasional.
4. Daerah relatif tertingggal (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh daerah yang memilikinilai pertumbuhan PDRB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDRBdaerah yang menjadi acuan atau secara nasional dan sekaligus pertumbuhan PDRBper kapita yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan PDRB per kapita daerahyang menjadi acuan atau secara nasional.
2.2. Analisis Kesenjangan Infrastruktur Antarwilayah
Untuk melihat adanya kesenjangan infrastruktur antarwilayah, dilakukan perbandingan ketersediaan dan dukungan infrastruktur sesuai dengan jenisnya. Jenis infrastruktur yang akan menunjukkan adanya kesenjangan meliputi infrastruktur jalan, energi listrik dan telekomunikasi. Indikator yang digunakan meliputi kuantitas dan kualitas dari ketersediaan infrastruktur, serta beberapa indicator yang dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:
1. Rasio Kerapatan Jalan
Rasio kerapatan jalan ditunjukkan oleh rasio panjang jalan (Km) terhadap Luas wilayah (Km2). Rasio kerapatan jalan memiliki makna tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas antardaerah, yaitu semakin besar angka rasio kerapatan jalan maka kemudahan dalam menjangkau antardaerah yang dihubungkan oleh infrastruktur jalan disuatu wilayah semakin besar, dan sebaliknya.
2. Energi Terjual Perkapita (kWh/ Kapita)
Energi Terjual Perkapita menunjukkan energy yang terjual kepada pelanggan atau energy (kWh) yang terjual kepada pelanggan TT (tegangan Tinggi), TM (Tegangan Menengah) dan TR (Tegangan Rendah dibagi dengan jumlah penduduk.
8
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
3. Rasio Elektrifikasi
Merupakan rasio antara jumlah rumah tangga pengguna energy listrik PLN dibagi dengan total jumlah rumah tangga (di kali 100%).
2.3. Analisis Pendapatan dan Belanja Daerah Analisis keuangan diarahkan untuk mengetahui sisi pendapatam daerah dan belanja pembangunan. Analisis dari sisi pendapatan, meliputi:
• Tax Ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak suatu daerah terhadap pendapatan suatu output perekonomian atau produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Terkait dengan rasio pajak, PDRB menggambarkan jumlah pendapatan potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang baik bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut.
• Rasio pajak Perkapita merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak yang dihasilkan suatu daerah dengan jumlah penduduknya. Tax perkapita menunjukkan kontribusi setiap penduduk pada Pendapatan suatu daerah (PAD).
• Ruang Fiskal merupakan rasio yang menggambarkan besarnya pendapatan yang masih bebas digunakan oleh daerah untuk mendanai program/kegiatan sesuai kebutuhannya. Penghitungan Ruang Fiskal diperoleh dengan mengurangkan seluruh pendapatan dengan pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) dan belanja wajib seperti belanja pegawai dan bunga.
• Rasio kemandirian daerah dicerminkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan, serta rasio transfer terhadap total pendapatan. Dua rasio tersebut memiliki sifat berlawanan, yaitu semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi kemandirian daerah dan sebaliknya untuk rasio transfer. Posisi tertinggi dan terendah rasio transfer umumnya berkebalikan dengan posisi provinsi yang bersangkutan pada rasio PAD
Analisis dari sisi belanja daerah, meliputi:
• Rasio belanja pegawai terhadap total belanja. Semakin tinggi angka rasionya maka semakin besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan begitu sebaliknya semakin kecil angka rasio belanja pegawai maka semakin kecil pula proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai APBD. Belanja pegawai yang dihitung dalam rasio ini melipui belanja pegawai langsung dan belanja pegawai tidak langsung.
• Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja. Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah terhadap pembayaran gaji pegawai PNSD. Semakin besar rasionya maka semakin besar belanja daerah yang dibelanjakan untuk membayar gaji
9
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
pegawai daerah dan sebaliknya, semakin kecil angka rasionya maka semakin kecil belanja daerah yang dipergunakan untuk membayar gaji pegawai daerah.
• Rasio belanja modal per total belanja. Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal. Belanja Modal sendiri ditambah belanja barang dan jasa, merupakan belanja pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah selain dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasionya, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin buruk pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
• Rasio belanja per jumlah penduduk. Rasio belanja daerah terhadap jumlah penduduk (belanja daerah perkapita) menunjukkan seberapa besar belanja yang digunakan untuk menyejahterakan per penduduk di suatu daerah. Semakin besar nilainya, semakin besar besar belanja yang dikeluarkan untuk menyejahterakan satu orang penduduk wilayah tersebut sehingga semakin besar kemungkinan tercapainya. Sebaliknya, semakin kecil angka rasionya, semakin kecil dana yang disediakan pemda untuk menyejahterakan penduduknya. Namun demikian, rasio ini sebaiknya juga dirinci lagi menjadi per jenis belanja perkapita sehingga akan lebih memperlihatkan kontribusi dari setiap jenis belanja sebagai faktor pendorong pertumbuhan ekonomi.
• Rasio belanja modal per jumlah penduduk. Rasio belanja modal perkapita menunjukkan seberapa besar belanja yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah per penduduk. Rasio belanja modal perkapita memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi karena belanja modal merupakan salah satu jenis belanja pemerintah yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan perekonomian penduduknya dari pembangunan infrastruktur yang dikeluarkan.
Semua rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola belanja daerah, apakah suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, atau untuk belanja yang sifatnya untuk pendanaan aparatur, seperti belanja pegawai tidak langsung.
2.4. Metode Penyajian Kesenjangan. Kesenjangan berarti suatu gambaran terhadap fakta (kondisi) yang tidak
homogen, yang di dalamnya terdapat perbedaan-perbedaan yang membutuhkan perhatian.Atas dasar pengertian tersebut, penyusunan profil kesenjangan antarwilayah dimaksudkan untuk memberi gambaran fakta-fakta perbedaan perkembangan kondisi hasil pembangunan antarwilayah, juga terkandung informasi mengenai perbandingan antarwilayah yang maju dan tertinggal.
10
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Kondisi kesenjangan antarwilayah ini akan dilakukan melalui pendekatan analisis data dengan perhitungan indeks yang sudah lajim digunakan, dan dibangun melalui pendekatan pengolahan dan teknik penyajian data. Penyajian dengan cara ini diharapkan akan lebih memberikan informasi yang lebih utuh baik secara kuantitatif maupun dimensi ruangnya. Dalam Profil Kesenjangan Kesejahteraan Masyarakat Antarwilayah ini lingkup unit-unit yang akan diperbandingkan dipilih sedemikian rupa sehingga akan menunjukkan:
1. Kesenjangan antarwilayah Kesenjangan bentuk ini adalah komparatif antarwilayah (kabupaten/kota) yang
disajikan dalam suatu pengamatan yang agregat terhadap seluruh kabupaten/kota yang ada di wilayah Indonesia.
2. Kesenjangan antarwilayah dalam kelompok terdefinitif (cluster pada integrasi spasial, provinsi, pulau, dsb.)
Dalam bentuk ini kesenjangan dilihat dalam suatu lingkup wilayah yang terdefinitif seperti kesenjangan antarwilayah dalam lingkup satu provinsi, satu pulau, dan lainnya.Misalnya kesenjangan antarwilayah(kabupaten/kota) dalam suatu provinsi, kesenjangan antarwilayah (kabupaten/kota) di Pulau Jawa, dan sebagainya.
Untuk menggambarkan keberbandingan melalui pendekatan di atas, akan disajikan melalui format sebagai berikut:
• Grafik, berisi ilustrasi hasil pengolahan data tabular seperti perankingan kabupaten dan kota berdasarkan olahan suatu variabel. Grafik ini juga untuk menggambarkan nilai-nilai ekstrim seperti grafik 10 kabupaten/kota tertinggi dan 10 kabupaten/kota terrendah dan mengambarkan perbandingan antara kabupaten/kota tertinggi dengan kabupaten terrendah seperti grafik perbandingan 10 kabupaten/kota tertinggi dengan 10 kabupaten/kota terrendah.
• Diagram Pencar (Scatter Plot), berisi pemetaan kondisi dan kedudukan kota/kabupaten dilihat dari dua atau tiga aspek variabel yang saling terkait dan dinilai mampu memberikan makna yang lebih berarti. lihat Box 1.
11
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
BOKS 1.
KETERANGAN SALIB SUMBU
Variabel 1 merupakan variabel yang dipertimbangkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap variabel 2, dan variabel 2 dapat merupakan variabel output, outcome atau impact.
Kuadran I: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata niai variabel 1 dan 2.
Kuadran II: merupakan kelompok provinsi yang berada di atas rata-rata variabel 2, dan berada di bawah rata-rata variabel 1.
Kuacran III: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata niai variabel 1 dan 2.
Kuadran IV: merupakan kelompok provinsi yang berada di bawah rata-rata variabel 2, dan berada di atas rata-rata variabel 1.
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00VARIABEL 1
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
11.00
VARI
ABEL
2
Kuadran IKuadran II
Kuadran III Kuadran IV
Nilai
Rata
-rata
Varia
bel
1
Nilai Rata-rata Variabel 2
12
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
BAB III
KESENJANGAN PEREKONOMIAN ANTARWILAYAH
13
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
BAB 3 KESENJANGAN EKONOMI
ANTARWILAYAH
3.1. Kesenjangan Pendapatan Regional
3.1.1. Disparitas Nilai PDRB dan PDRB Perkapita Antarprovinsi. Distribusi nilai PDRB antar provinsi tahun 2011, menunjukkan tingkat
kesenjangan yang cukup tinggi, hal ini terlihat dari perbedaan nilai PDRK antar provinsi sejak tahun 2005 hingga 2011 nilai PDRB ADHB untuk provinsi-provinsi di Wilayah Jawa-Bali dan Wilayah Sumatera rata-rata mencapai 82 persen per tahun, disusul wilayah Kalimantan rata-rata sebesar 9 persen per tahun dan Wilayah Sulawesi rata-rata sekitar 4 persen per tahun. Sementara untuk Wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua cukup rendah, kontribusi dari ketiga wilayah tersebut hanya sebesar sekitar 3 persen per tahun.
Tabel 3.1: Distribusi Nilai PDRB ADHB menurut Pulau Tahun 2005-2011
Distribusi PDRB ADHB (%)
Wilayah 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** 2011**
Sumatera 22,11 22,15 22,74 22,91 22,69 23,10 23,54
Jawa-Bali 60,09 60,86 60,21 59,19 59,88 59,33 58,86
Kalimantan 9,99 9,49 9,38 10,37 9,21 9,16 9,55
Sulawesi 4,06 4,02 4,09 4,19 4,46 4,52 4,61
Nusa Tenggara 1,52 1,45 1,48 1,33 1,47 1,46 1,33
Maluku 0,30 0,25 0,25 0,24 0,25 0,25 0,26
Papua 1,93 1,78 1,85 1,77 2,04 2,17 1,87
TOTAL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
Sumber: BPS tahun 2011 Keterangan: * : angka Sementara; **: angka sangat sementara
14
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Kesenjangan perekonomian antarwilayah dapat digambarkan dari output regional berdasarkan PDRB perkapita. Kesenjangan pendapatan antar provinsi menunjukan angka cukup tinggi atau disparitas cukup tinggi, diakibatkan adanya nilai PDRB perkapita dibeberapa provinsi yang jauh lebih besar dari rata-rata PDB perkapita nasional, berdasarkan data BPS tahun 2010 PDRB perkapita tanpa migas ADHB adanya Gap yang cukup tinggi yaitu sebesar 70.204.864 antar PDRB perkapita tertinggi dan terrendah, tercatat PDRB perkapita tanpa migas terbesar mencapai 88.903.468 dan terrendah sebesar 4.995.261 rupiah per jiwa. Provinsi dengan PDRB perkapita tertinggi diantaranya adalah Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Riau, dan Kepulauan Riau, sementara provinsi dengan PDRB perkapita paling rendah, meliputi Provinsi Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Maluku,dan Gorontalo. Tingginya PDRB perkapita di Kalimantan Timur dan Riau disebabkan wilayah tersebut memiliki sumber daya alam yang berlimpah seperti minyak dan gas bumi, bahan tambang, dan sumberdaya hutan. Di Kepulauan Riau disebabkan adanya Kota Batam yang merupakan pusat kegiatan industri dan perdagangan antar Negara. Sementara DKI Jakarta merupakan pusat kegiatan sektor industri, jasa dan perdagangan.
Perkembangan tingkat kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita untuk setiap provinsi di wilayah Sumatera dalam kurun waktu 2005-2010 (Gambar 3.2). Tingkat kesenjangan dibeberapa provinsi senderung mengalami penurunan, yakni di Provinsi Aceh, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Lampung. Sementara kesenjangan di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Barat, Kep. Bangka Belitung menunjukan kesenjangan yang semakin meningkat.
Gambar 3.1: Perbandingan PDRB Perkapita (ADHB) Tanpa
Migas Antarprovinsi, Tahun 2010
Sumber: Data PDRB, Data BPS
15
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 3-2:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010
di Wilayah Sumatera
Sementara berdasarkan Tabel 3.2, terlihat tingkat perbandingan disparitas
menurut PDRB perkapiat tahun 2005 dan 2010 antarprovinsi di lingkup pulau, disparitas tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Riau dan Riau yang di tunjukan dengan tingginya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi tersebut. Sementara disparitas terrendah di tunjukan dengan rendahnya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi tersebut, disparitas terrendah terdapat di Provinsi Lampung dan Bengkulu.
Tabel 3.2. Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sumatera
Wilayah Tahun Disparitas (ribu Rp) Keterangan
Max. Min. Perubahan Tertinggi Terendah
Aceh 2005 15,207 3,411 11,796 Lhokseumawe, Nagan Raya,
Banda Aceh Simeulue, Aceh Singkil,
Kota Subulusallam
2010** 62.109 5.191 56.919 Kota Banda Aceh, Kota Lhoksumawe, Aceh Utara
Kota Subulussalam, Simelue, Aceh Singkil
Sumatera Utara 2005 24,163 4,474 19,689
Kab.Asahan, Deli Serdang, Kota Tanjung Balai, Kota
Binjai
Pakpak Bharat dan Tapanuli Tengah
2010** 44.136 7.023 37.113 Batu Bara, Kota Medan, Labuhan Batu Selatan
Nias Barat, Padang Lawas, Tapanuli Selatan
Sumatera Barat 2005 16,555 5,375 11,180 Kota Padang, Kota
Pariaman, Kota Swah Lunto Pesisir Selatan, Solok
Selatan, Pasaman
2010** 29.496 9.759 19.737 Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Sawahlunto
Solok Selatan, Pesisir Selatan, Pasaman
R i a u 2005 28,887 11,78 17,107 Pelalawan, Siak, Kuantan
Singingi Kampar, Kota Dumai
2010** 157.709 24.798 132.911 Bengkalis, Siak, Rokan Hilir
Rokan Hulu, Indragiri Hilir, Kampar
J a m b i
2005 10,658 4,551 6,107 Tanjung Jabung Barat, Kota Jambi, Kerinci Tebo dan Muaro Jambi
2010** 43.946 8.797 35.149 Tanjung Jabung Timur,
Tanjung Jabung Barat, Kota Sungai Penuh
Tebo, Merangin, Muaro Jambi
Sumatera Selatan 2005 12,856 4,325 8,531 Kota Palembang, Musi Banyuasin
Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering
Ulu Selatan
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
2005 2006 2007 2008*) 2009**) 2010**)
Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kepulauan Riau Jambi Sumatera Selatan Bangka Belitung Bengkulu Lampung
16
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Wilayah Tahun Disparitas (ribu Rp) Keterangan
Max. Min. Perubahan Tertinggi Terendah
2010** 50.546 8.789 41.757 Musi Banyuasin, Kota Palembang, Muara Enim
OKU Timur, OKU Selatan, Empat Lawang
Bengkulu 2005 10,148 2,761 7,387 Kota Bengkulu, Rejang
Lebong, Kepahiang Kaur, Seluma
2010** 14.560 4.333 10.227 Kota Bengkulu, Rejang Lebong, Kepahing
Seluma, Kaur, Bengkulu Utara
Lampung 2005 8,561 3,69 4,871
Kota Bandar Lampung, Tulang Bawang, Lampung
Utara
Way Kanan, Lampung Barat
2010** 22.043 6.744 15.299 Kota Bandar Lampung, Mesuji, Tulang Bawang
Lampung Barat, Way Kanan, Pringsewu
Bangka Belitung 2005 22,533 10,139 12,394 Bangka Barat, Belitung
Timur, Bangka Tengah Bangka, Bangka Selatan
2010** 34.286 16.554 17.732 Bangka Barat, Belitung Timur, Bangka Tengah
Bangka, Kota Pangkal Pinang, Belitung
Kepulauan Riau 2005 42,043 7,397 34,646 Kota Batam, Kab.Bintan,
Kota Tanjung Pinang Lingga
2010** 72.296 11.852 60.444 Kepulauan Anambas, Natuna, Kota Batam
Lingga, Karimun, Kota Tanjung Pinang
Sumber: BPS Thaun 2010 Keterangan: **) angka sangat sementara
Perkembangan kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita untuk setiap provinsi di wilayah Jawa-Bali(Gambar 3.3). Perkembangan tingkat kesenjangan provinsi secara umummengalami penurunan menurun dalam tiga tahun terkahir, namun di Provinsi DKI Jakarta dan DI. Yogyakarta cenderung meningkat.
Gambar 3-3:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010
di Wilayah Jawa-Bali
Kondisi disparitas PDRB perkapita setiap provinsi antara tahun 2005 dan 2010
(Tabel 3.3), jika diperbandingkan tingkat disparitas tahun 2010 antarprovinsi di lingkup pulau, disparitas tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur yang di tunjukan dengan tingginya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi tersebut. Pada tahun 2010 tercatat PDRB perkapita tertinggi di Provinsi DKI Jakarta adalah di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan. Sementara di Jawa Timur PDRB perkapita tertinggi di Kota Kediri, Kota Surabaya, dan Kota Malang. Sementara disparitas terrendah di Provinsi Bali dan D.I Yogyakarta (Tabel 3.3).
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
2005 2006 2007 2008*) 2009**) 2010**)
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
17
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3.3. Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Jawa-Bali
Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah
DKI Jakarta
2005 126,766 10,305 116,461 Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan
Jakarta Barat, Kep Seribu
2010** 251.814 54.563 197.251 Jakarta Pusat, Kep. Seribu, Jakarta Utara
Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan
Jawa Barat
2005 28,336 4,395 23,941 Bekasi, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Cimahi
Majalengka, Tasikmalaya, Kuningan
2010** 37.077 7.636 29.440 Bekasi, Kota Cirebon, Kota Bandung
Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur
Jawa Tengah
2005 26,275 2,717 23,558 Kudus, Kota Semarang, Cilacap
Kebumen, Tegal, Gerobogan
2010** 56.681 4.966 51.715 Cilacap, Kudus, Kota Semarang
Grobogan, Wonosobo, Blora
DI Yogyakarta
2005 15,495 5,55 9,945 Kota Yogyakarta, Kab. Sleman
Kulon Progo, Bantul
2010** 30.306 9.121 21.184 Kota Yogyakarta, Sleman
Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo
Jawa Timur
2005 121,228 3,245 117,983 Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang
Trenggalek, Pamekasan, Pacitan
2010** 213.205 6.177 207.028 Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang
Pamekasan, Pacitan, Sampang
Banten
2005 39,971 4,209 35,762 Kota Tanggerang, Banten
Lebak, Kab. Tangerang
2010** 59.557 6.456 53.101 Kota Cilegon, Kota Tangerang, Tangerang
Lebak, Pandeglang, Serang
B a l i
2005 17,981 5,852 12,129 Kab. Badung, Kota Denpasar
Bangli, Karang Asem
2010** 27.473 10.432 17.041 Badung, Klungkung, Denpasar
Karangasem, Bangli, Tabanan
Sumber: BPS Tahun 2010 Keterangan: **) angka sangat sementara
Perkembangan kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita untuk setiap provinsi di wilayah Kalimantan (Gambar 3.4). Perkembangan tingkat kesenjangan beberapa provinsi di Wilayah Kalimantan mengalami penurunan dalam tiga tahun terkahir, yakni di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur. Namun di Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat cenderung meningkat.
18
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 3-4:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010
di Wilayah Kalimantan.
Perkembangan disparitas PDRB perkapita seluruh provinsi antara tahun 2005
dan 2010, menunjukan kecenderungan semakin melebar. Disparitas tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan yang di tunjukan dengan tingginya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi tersebut. Provinsi dengan tingkat disparitas rendah adalah Provinsi Kalimantan Tengah. Perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota di tiap provinsi disajikan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di wilayah
Kalimantan
Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan
Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah
Kalimantan Barat 2005 13,752 3,532 10,22 Kota Pontianak, Kab. Pontianak, Kota
Singkawang
Sekadu, Melawi
2010** 22.543 5.359 17.185 Kota Pontianak, Kubu Raya, Ketapang
Melawai, Sekadau, Landak
Kalimantan Tengah 2005 19,809 6,417 13,392 Kab. Sukamara, Murung Raya,
Seruyan
Gunung Mas, Kapuas, Pulang
Pisau 2010** 23.298 10.806 12.492 Sukamara, Murung
Raya, Kotawaringin Timur
Pulang Pisang, Gunung Mas,
Kapuas Kalimantan Selatan 2005 19,662 4,187 15,475 Kota Baru, Tanah
Bambu, Balangan Hulu Sungai tengah, Hulu Sungai Utara
2010** 32.836 7.102 25.734 Kota Baru, Tabalong, Tanah Bumbu
Hulu Sungai Utara, Hulu Sungai
Tengah, Banjar Baru Kalimantan Timur 2005 68,499 8,224 60,275 Kutai Timur, Kota
Bontang, Kab. Berau Nunukan, Penajam
Paser Utara
2010** 369.510 20.453 349.057 Kota Bontang, Kutai Kartanegara, Kutai
Timur
Penajam Paser Utara, Bulungan,
Tana Tidung Sumber: BPS Thaun 2010 Keterangan: **) angka sangat sementara
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
2005 2006 2007 2008*) 2009**) 2010**)
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
19
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Perkembangan kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita untuk setiap provinsi di wilayah Sulawesi (Gambar 3.5). Perkembangan tingkat kesenjangan provinsi di Wilayah Sulawesi secara keseluruhan menurun dalam tiga tahun terkahir. Namun tingkat kesenjangan di Provinsi Sulawesi Selatan meningkat pada tahun 2010 dibandingkan kondisi tahun 2009.
Gambar 3-5:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010
di Wilayah Sulawesi.
Perkembangan disparitas PDRB perkapita seluruh provinsi di Wilayah Sulawesi
antara tahun 2005 dan 2010, rata-rata menunjukan kecenderungan semakin melebar, dimana selisis PDRB perkapita tertinggi dan PDRB perkapita terrendah di seluruh provinsi rata-rata meningkat dibandingkan tahun 2005.Tingkat disparitas tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara yang di tunjukan dengan tingginya selisih nilai PDRB perkapita tertinggi dan terendah di provinsi. Sementara disparitas terrendah terdapat di Provinsi Sulawesi Barat dan Gorontalo. Perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota di tiap provinsi disajikan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Provinsi Tahun 2005 dan 2010
di Wilayah Sulawesi
Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan
Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah
Sulawesi Utara
2005 14,298 5,212 9,086 Kota Bitung, Kota Manado,
Kepulauan Sangihe, Kepulauan Talaud,
Bolaang Mangondow
2010** 29.043 8.151 20.892 Kota Manado, Kota Boitung,
Minahasa Tenggara,
Bolaang Mangondow Selatan, Bolaang
Mangondow, Kepulauan Talaud
Sulawesi Tengah
2005 9,768 3,191 6,577 Kota Palu, Parigi Moutong
Buol, Banggai Kepulauan, Tojo Una una
2010** 18.133 8.601 9.533 Kota Palu, Morowali, Parigi
Banggai Kepulauan, Tojo Una-Una, Buol
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
2005 2006 2007 2008*) 2009**) 2010**)
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Tenggara
20
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan
Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah
Moutong
Sulawesi Selatan
2005 24,274 3,124 21,15 Luwu Timur, Kota Makasar,
Pangkajene
Tana Toraja, Gowa, Jeneponto
2010** 34.289 4.729 29.560 Luwu Timur, Kota Makasar,
Pangkejene Kepulauan
Kota Pare-Pare, Wajo, Jeneponto
Sulawesi Tenggara
2005 11,116 3,248 7,868 Kolaka, Kolaka Utara, Kota
Kendari
Wakatobi, Buton
2010** 19.935 7.535 12.400 Konewa Utara, Kolaka, Kendari
Buton, Bombana, Wakatobi
Gorontalo 2005 4,725 2,764 1,961 Pahuwato, Kota Gorontalo
Gorontalo, Bone Bolango
2010** 9.367 5.595 3.772 Pahuwoto, Kota Gorontalo, Bone
Bolango
Gorontalo Utara, Boalemo, Gorontalo
Sulawesi Barat
2005 6,149 3,779 2,37 Mamuju Utara, Mamasa
Polewali Mandar
2010** 12.351 8.467 3.883 Mamuju Utara, Mamuju, Majene
Polewali Mandar, Mamasa
Sumber: BPS Thaun 2010, Keterangan: **) angka sangat sementara
Perkembangan kesenjangan antarwilayah menurut PDRB perkapita provinsi-provinsi di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua (Gambar 3.6). Jika diperbandingkan antarprovinsi, tingkat kesenjangan paling tinggi, yakni di Provinsi Papua. Pola kesenjangan di Provinsi Papua dalam lima tahun terkahir cenderung menurun. Sementara perkembangan kesenjangan provinsi lainya relatif tidak berubah dalam lima tahun terakhir.
Gambar 3-6:. Perkembangan Disparitas PDRB perkapita Provinsi Tahun 2005-2010
di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Di wilayah Maluku, Nustra, dan Papua perkembangan disparitas PDRB
perkapita setiap provinsi antara tahun 2005 dan 2009 rata-rata menunjukan kecenderungan semakin melebar. Hal ini terlihat dari gap PDRB perkapita di seluruh
0.00
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
350.00
1 2 3 4 5 6
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat
21
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
provinsi meningkat pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2005. Tingkat disparitas PDRB perkapita tertinggi terdapat di Provinsi Papua dan Provinsi Nusa Tenggara Barat, sementara disparitas terrendah di Provinsi Maluku dan Nusa Tenggaara Timur. Perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota di tiap provinsi disajikan pada (Tabel 3.6.)
Tabel 3.6. Disparitas PDRB perkapita dengan Migas Tahun 2005 dan 2010Menurut Provinsidi
Wilayah Maluku, Nusa Tenggara dan Papua.
Wilayah Tahun PDRB Perkapita (Ribu Rp.) Keterangan
Max. Min. Selisih Tertinggi Terendah
Nusa Tenggara Barat
2005 99,512 2,974 96,538 Sumbawa Barat, Mataram, Dompu
Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah
2010** 156.251 5.394 150.857 Sumbawa Barat, Kota Mataram, Dompu
Lombok Tengah, Lombok Timur, Lombok Barat
Nusa Tenggara Timur
2005 9,623 1,968 7,655 Sumba Barat, Kota Kupang, Ngada
Lembata, Manggarai
2010** 13.927 3.229 10.697 Kota Kupang, Kupang, Ngada
Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Lembata
Maluku 2005 7,764 1,908 5,856 Kota Ambon, Maluku Tenggara Barat,
Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, Seram
Bagian Timur
2010** 10.390 2.789 7.601 Kota Ambon, Maluku Barat Daya, Maluku
Tengah Barat
Seram Bagian Timur, Buru, Maluku Tengah
Maluku Utara
2005 6,635 2,226 4,409 Halmahera Tengah, Halmahera Timur,
Halmahera Barat, Kep Sula
2010** 31.570 3.624 27.947 Halmahera Tengah, Halmahera Timur,
Kota Ternate
Halmahera Barat, Pulau Morotai, Kepulauan Sula
Papua Barat
2005 11,759 4,48 4,227.94 Kaimana, Sorong, Fakfak, Teluk Bintuni
Sorong Selatan, Teluk Wondama
2010** 90.863 5.626 85.237 Teluk Bintuni, Sorong, Raja Ampat
Maybrat, Tambrauw, Sorong Selatan
Papua 2005 254141 935 253206 Mimika, Boven Digul, Kota Jayapura
Asmat, Pegunungan Bintan, Yahukimo
2010** 324.716 2.016 322.700 Mimika, Kota Jayapura, Boven
Digoel
Nduga, Lanny Jaya, Yahukimo
Sumber: BPS Thaun 2008 Keterangan: **) angka sangat sementara
3.1.2. Indeks Kesenjangan Regional
Pengukuran kesenjangan regional melalui pendekatan indeks akan digunakan berdasarkan analisis Theil indeks, dan CVw (CV Williamson). Indeks Theil dan L bisa didekomposisi, dimana ketimpangan total sama dengan penjumlahan dari ketimpangan ‘dalam’ grup dan ketimpangan ‘antar’ grup. Sementara yang terakhir, CVw digunakan untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional, khususnya pendapatan dalam pengertian indikator PDRB per kapita.
22
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3.7 : Perkembangan Disparitas Menurut Theil Indeks Tahun 2005 - 2010.
Tipe Kesenjangan 2005 2006 2007 2008 2009* 2010**
T-within prov 0.191 0.189 0.186 0.179 0.182 0,197 T-between prov 0.206 0.206 0.207 0.216 0.218 0,208 Total 0.397 0.395 0.393 0.395 0.400 0,405 T-within prov (%) 48.10 47.80 47.44 45.39 45.54 48,55 T-between prov (%) 51.90 52.20 52.56 54.61 54.46 51,45
Sumber: BPS tahun 2011 Keterangan: * : angka Sementara; **: angka sangat sementara
Ketimpangan wilayah diukur dengan Theil Indeks dari PDRB perkapita dalam kurun waktu 2005-2010, menunjukan tingkat ketimpangan antar wilayah di Indonesia semakin meningkat. Jika didekomposisi tingkat ketimpangan antar wilayah lebih besar di akibatkan oleh besarnya kontribusi dari ketimpangan antar provinsi (between provinces inequality) dibandingkan ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality), dimana pada tahun 2010 ketimpangan “antar” provinsi menyumbang sekitar 51,45 persen terhadap ketimpangan total, dan ketimpangan “dalam” provinsi menyumbang sekitar 48,55 persen.Sementara untuk ketimpangan dalam provinsi dari 2005-2008 cenderung meningkat, namun dalam tiga tahun terakhir ketimpangan dalam provinsi cenderung meningkat. Ketimpangan “dalam” provinsi berarti ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam masing-masing provinsi.
Tabel 3.8 :
Theil Indeks dari PDRB Perkapita (ADHB) Menuru Pulau Tahun 2005 dan 2010
Theil Indeks 2005 2010** T % T %
inequality antarkab/kota 0,246 50,05 0,196 45,64 inequality antarprovinsi 0,208 42,44 0,204 47,54 inequality antarwilayah 0,037 7,51 0,029 6,82 Total inequality 0,491 100,00 0,429 100,00 Sumber: BPS tahun 2011 diolah 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Jika diperbandingkan tingkat kesenjangan wilayah pulau antara tahun 2005 dan tahun 2010 (Tabel 3.9), menunjukan tingkat kesenjangan di wilayah Sumatera, Sulawesi, dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua cenderung menurun, namun untuk Kalimantan meningkat. Untuk kesenjangan nasional juga menunjukan adanya penurunan, dimana nilai CVw tahun 2010 sebesar 0,81 lebih rendah dibandingkan nilai CVw tahun 2005 (0,82). Tingkat kesenjangan antarpulau tahun 2010 paling tinggi yaitu di Wilayah Jawa-Bali dengan CVw sebesar 0,71, sebaliknya kondisi kesenjangan paling rendah di Wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua dengan CVw sebesar 0,11.
23
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3.9: Kesenjangan Theil Indeks Menurut Pulau Tahun 2005 dan 2010.
Pulau 2005 2010**
T-Whitin T-Between T-Total T-Whitin T-Between T-Total
SUMATERA 0,131 0,030 0,161 0,137 0,032 0,169
JAWA-BALI 0,224 0,133 0,357 0,235 0,139 0,373
KALIMANTAN 0,438 0,044 0,482 0,355 0,032 0,386
SULAWESI 0,017 0,001 0,018 0,015 0,001 0,015
NUSTRA 0,029 0,000 0,029 0,048 0,001 0,049
MALUKU 0,005 0,000 0,005 0,000 0,000 0,000
PAPUA 0,030 0,001 0,030 0,001 0,000 0,001 Sumber: Diolah Bappenas, Data PDRB Kab/kota BPS Tahun 2010/2011 Keterangan: **: angka sangat sementara
Kondisi ketimpangan di Wilayah Sumatera antara 2005 dan 2010
kecenderungan meningkat (Tabel 3.10), tingkat ketimpangan di Wilayah Sumatera tahun 2010 lebih besar diakibatkan oleh adanya ketimpangan dalam provinsi (within (provinces inequality)dibandingkan ketimpangan antarprovinsi. Ketimpangan dalam provinsi menyumbang sekitar 81 persen, sementara ketimpangan antarprovinsi menyumbang sekitar 19 persen.
Tabel 3.10.
Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 -2010 di Wilayah Sumatera
Indeks 2005 2010** Theil-Whitin 0,131 0,137 Theil-Between 0,030 0,032 Theil-Total 0,161 0,169 Theil-Whitin (%) 81,60 81,00 Theil-Between (%) 18,40 19,00 Theil-Total (%) 100,00 100,00
Sumber: Data BPS tahun 2010, diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Tingkat ketimpangan provinsi di Wilayah Sumatera antar tahun 2005 dan 2010,
rata-rata diakibatkan tingginya tingkat ketimpangan dalam provinsi. Kondisi ketimpangan di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan Tingkat ketimpangan pada tahun 2010 cenderung menurun dibandingkan tahun 2005, sementara tingkat ketimpangan di Provinsi Sumatera Utara, Jambi, dan Lampung cenderung meningka. Ketimpangan dalam provinsi tertinggi adalah di Provinsi Sumatera Selatan.(Tabel 3.11).
24
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3.11:
CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sumatera Provinsi WI intra prov 2005 2010
2005 2010** T-Whitin
T-Between
T-Total
T-Whitin T-Between
T-Total
Aceh 0.411 0,47 0,33 0,01 0,34 0,15 0,00 0,15 Sumatera Utara 0.445 0,49 0,11 0,01 0,12 0,12 0,01 0,13 Sumatera Barat 0.371 0,33 0,06 0,00 0,06 0,05 0,00 0,05 Riau 0.300 0,29 0,16 0,01 0,17 0,16 0,01 0,17 Kepulauan Riau 0.507 0,37 0,13 0,00 0,13 0,07 0,00 0,07 Jambi 0.259 0,26 0,07 0,00 0,07 0,10 0,00 0,10 Sumatera Selatan 0.384 0,41 0,20 0,01 0,21 0,17 0,01 0,18 Bangka Belitung 0.309 0,3 0,04 0,00 0,04 0,03 0,00 0,03 Bengkulu 0.399 0,38 0,08 0,00 0,08 0,08 0,00 0,08 Lampung 0.264 0,32 0,03 0,00 0,03 0,05 0,00 0,05
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2011 Keterangan: **: angka sangat sementara
Kondisi ketimpangan di Wilayah Jawa-Bali antara 2005 dan 2010 kecenderungan meningkat (Tabel 3.12), tingkat ketimpangan di Wilayah Jawa-Bali tahun 2010 lebih besar diakibatkan oleh adanya ketimpangan dalam provinsi(within (provinces inequality)dibandingkan ketimpanganantarprovinsi. Ketimpangan dalam provinsi menyumbang sebesar 62,88 persen, sementara ketimpangan antarprovinsi menyumbang sebesar 37,12 persen.
Tabel 3.12:
Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Jawa-Bali
Indeks 2005 2010**
Theil-Whitin 0,224 0,235 Theil-Between 0,133 0,139 Theil-Total 0,357 0,373 Theil-Whitin (%) 62,72 62,88 Theil-Between (%) 37,28 37,12 Theil-Total (%) 100,00 100,00
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2011 Keterangan: **: angka sangat sementara
Tingkat ketimpangan provinsi di Jawa-Bali antar tahun 2005 dan 2010, ketimpangan dalam provinsi setiap provinsi rata-rata kecenderungan menurun, kecuali untuk DKI Jakarta dan DI Yogyakarta cenderung meningkat. Ketimpangan dalam provinsi tebesar adalah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. (Tabel 3.13).
25
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3.13:
CVw dan Theil indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Jawa-Bali
Provinsi WI intra prov 2005 2010**
2005 2010** T-Whitin T-Between T-Total
T-Whitin
T-Between
T-Total
DKI Jakarta 0.576 0,63 0,13 0,02 0,15 0,15 0,03 0,17
Jawa Barat 0.620 0,56 0,14 0,02 0,17 0,13 0,02 0,15
Banten 0.811 6,07 0,24 0,01 0,25 0,24 0,01 0,25
Jawa Tengah 0.757 0,71 0,34 0,03 0,37 0,33 0,03 0,35
DI Yogyakarta 0.425 0,49 0,08 0,00 0,08 0,09 0,00 0,09
Jawa Timur 1.245 1,19 0,40 0,06 0,45 0,38 0,06 0,43
Bali 0.392 0,34 0,07 0,00 0,07 0,05 0,00 0,05
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Kondisi ketimpangan di Wilayah Kalimantan antar tahun 2005 dan 2010 kecenderungan menurun. Ketimpangan wilayah di Kalimantan lebih diakibatkan oleh adanya ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality) dibandingkan ketimpangan antarprovinsi(between provinces inequality), dimana ketimpangan dalam provinsi tahun 2010 menyumbang rata-rata 91,79 persen terhadap ketimpangan wilayah di Kalimantan, sementara ketimpangan antarprovinsi menyumbang sebesar 8,21 persen. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antarprovinsi dan ketimpangan dalam provinsi terbesar adalah Provinsi Kalimantan Timur.
Tabel 3.14: Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut ProvinsiTahun 2005-2010 di Kalimantan
Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,4382 0,3547 Theil-Between 0,0439 0,0317 Theil-Total 0,482 0,386 Theil-Whitin (%) 90,89 91,79 Theil-Between (%) 9,11 8,21 Theil-Total (%) 100,00 100,00
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Perkembangan tingkat kesenjangan provinsi di Wilayah Kalimantan antara tahun 2005 dan 2010 menurut Indeks Willianson rata-rata menurun, kecuali Provinsi Kalimantan Timur meningkat. Perbandingan ketimpangan within provinces inequality di Wilayah Kalimantan, Kalimantan Timur memiliki tingkat ketimpangan dalam provinsi paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya (Tabel 3.15).
26
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3.15: CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010
di Wilayah Kalimantan Provinsi WI intra prov 2005 2010**
2005 2010** T-Whitin
T-Between
T-Total
T-Whitin
T-Between
T-Total
Kalimantan Barat 0.335 0,24 0,05 0,00 0,05 0,06 0,00 0,06 Kalimantan Tengah 0.262 0,17 0,03 0,00 0,04 0,01 0,00 0,01 Kalimantan Selatan 0.432 0,43 0,10 0,00 0,10 0,09 0,00 0,09 Kalimantan Timur 0.479 0,56 0,51 0,03 0,55 0,32 0,02 0,34
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Kondisi ketimpangan wilayah di Sulawesi antara tahun 2005-2010 cenderung semakin menurun. Ketimpangan wilayah di Sulawesi antara tahun 2005 – 2010, ketimpangan di wilayah Sulawesi lebih besar diakibatkan oleh ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality) dibandingkan ketimpangan antar provinsi. Dimana ketimpangan dalam provinsi tahun 2010 berkontribusi sebesar 95,59 persen terhadap terjadinya ketimpangan di wilayah Sulawesi. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antar provinsi di Wilayah Sulawesi adalah Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel 3.16: Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010
di Wilayah Sulawesi
Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,0173 0,0145 Theil-Between 0,0007 0,0007 Theil-Total 0,018 0,015 Theil-Whitin (%) 96,01 95,59 Theil-Between (%) 3,99 4,41 Theil-Total (%) 100,00 100,00 Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Ketimpangan wilayah di Sulawesi antara 2005 dan 2010 cenderung menurun.
Namun tingkat ketimpangan masing-masing provinsi within provinces inequality untuk semua provinsi di Wilayah Sulawesi cenderung menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2010, kecuali Provinsi Sulawesi Utara. Ketimpangan within provinces inequality provinsi Sulawesi Selatan lebih tinggi dibandingkan Provinsi lainnya.
27
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3.17:
CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Sulawesi
Provinsi WI intra prov 2005 2010**
2005 2010** T-Whitin
T-Between
T-Total
T-Whitin
T-Between
T-Total
Sulawesi Utara 0.372 0,44 0,07 0,00 0,07 0,09 0,00 0,09 Gorontalo 0.232 0,19 0,03 0,00 0,03 0,02 0,00 0,02 Sulawesi Tengah 0.225 0,21 0,03 0,00 0,03 0,03 0,00 0,03 Sulawesi Selatan 0.621 0,38 0,16 0,00 0,16 0,13 0,00 0,13 Sulawesi Barat 0.160 0,13 0,01 0,00 0,01 0,01 0,00 0,01 Sulawesi Tenggara 0.390 0,34 0,07 0,00 0,08 0,06 0,00 0,06
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Ketimpangan wilayah di Nusa Tenggara antara dari tahun 2005 hingga 2010cenderung meningkat. Ketimpangan di wilayah Nusa Tenggara lebih besar diakibatkan oleh ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality) dibandingkan ketimpangan antar provinsi. Ketimpangan dalam provinsi tahun 2010 berkontribusi sebesar 98,52 persen terhadap terjadinya ketimpangan di wilayah Nusa Tenggara. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antar provinsi di Wilayah Nusa Tenggara adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Tabel 3.18:
Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005-2010 di Wilayah Nusa Tenggara
Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,0287 0,0485 Theil-Between 0,0004 0,0007 Theil-Total 0,029 0,049 Theil-Whitin (%) 98,47 98,52 Theil-Between (%) 1,53 1,48 Theil-Total (%) 100,00 100,00
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan**: angka sangat sementara
Ketimpangan wilayah di Nusa Tenggara antara 2005 dan 2010 cenderung meningkat. Namun tingkat ketimpangan masing-masing provinsi within provinces inequality untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur cenderung menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2010.Ketimpangan within provinces inequality provinsi Nusa Tenggara Barat lebih tinggi dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
28
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3.19: CVw dan Theil Indeks dari PDRB Perkapita Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010
di Wilayah Nusa Tenggara. Provinsi WI intra prov 2005 2010**
2005 2010** T-Whitin
T-Between
T-Total
T-Whitin
T-Between
T-Total
Nusa Tenggara Barat 2.303 2,17 0,76 0,01 0,77 0,73 0,01 0,73 Nusa Tenggara Timur 0.505 0,43 0,10 0,00 0,10 0,08 0,00 0,08
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Ketimpangan wilayah di Kepulauan Maluku antara dari tahun 2005 hingga
2010cenderung menurun. Ketimpangan di wilayah Kepulauan Maluku lebih besar diakibatkan oleh ketimpangan dalam provinsi (within provinces inequality) dibandingkan ketimpangan antar provinsi. Ketimpangan dalam provinsi tahun 2010 berkontribusi sebesar 99,74 persen terhadap terjadinya ketimpangan di wilayah Maluku. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antar provinsi di Wilayah Kep. Maluku adalah Provinsi Maluku.
Tabel 3.20: Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010 di Wilayah Maluku
Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,0054 0,0003 Theil-Between 0,0000 0,0000 Theil-Total 0,005 0,000 Theil-Whitin (%) 99,72 99,74 Theil-Between (%) 0,28 0,26 Theil-Total (%) 100,00 100,00 Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolaha Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Ketimpangan wilayah di Kep. Maluku antara 2005 dan 2010 cenderung
menurun, hal yang sama ditunjukan dengan ketimpangan within provinces inequality di Provinsi Maluku dan Maluku Utara cenderung menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2010. Ketimpangan within provinces inequality provinsi Maluku lebih tinggi dibandingkan Provinsi Maluku Utara.
29
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3.21: CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010di Wilayah Maluku
Provinsi WI intra prov 2005 2010** 2005 2010** T-
Whitin T-
Between T-
Total T-
Whitin T-
Between T-
Total Maluku 0.570 0,53 0,13 0,00 0,13 0,12 0,00 0,12 Maluku Utara 0.271 0,25 0,03 0,00 0,03 0,03 0,00 0,03
Sumber: Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Ketimpangan wilayah di Papua antara dari tahun 2005 hingga 2010cenderung menurun.Ketimpangan di wilayah Papua lebih besar diakibatkan oleh ketimpangan dalam provinsi dibandingkan ketimpangan antar provinsi, ketimpanganb dalam provinsi tahun 2010 berkontribusi sebesar 97,87 persen terhadap ketimpangan wilayah di Papua.Wilayah yang berkontribusi besar terhadap ketimpangan antar provinsi di Wilayah Papua adalah Provinsi Papua.
Tabel 3.22: Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010di Wilayah Papua
Kab/Kot 2005 2010** Theil-Whitin 0,0295 0,0008 Theil-Between 0,0006 0,0000 Theil-Total 0,030 0,001 Theil-Whitin (%) 98,05 97,87 Theil-Between (%) 1,95 2,13 Theil-Total (%) 100,00 100,00
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
Ketimpangan wilayah di Papua antara 2005 dan 2010 cenderung menurun, hal yang sama ditunjukan tingkat ketimpangan dalam provinsi di Papua dan Papua Barat cenderung menurun dari tahun 2005 hingga tahun 2010.Ketimpangan within provinces inequality provinsi Papua lebih tinggi dibandingkan Provinsi Papua Barat.
Tabel 3.23: CVw dan Theil Indeks Menurut Provinsi Tahun 2005 dan 2010di Wilayah Papua
Provinsi WI intra prov 2005 2010** 2005 2010** T-
Whitin T-
Between T-
Total T-
Whitin T-
Between T-
Total Papua 2.678 2,45 1,48282 0,02 1,51 1,32 0,02 1,35 Papua Barat 0.213 0,19 0,17449 0,00 0,18 0,33 0,00 0,34
Sumber:, Data BPS tahun 2010, Diolah Bappenas 2012 Keterangan: **: angka sangat sementara
30
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
3.1.3. Indeks Kesenjangan Pendapatan
Tingkat kesenjangan pendapatan penduduk di Indonesia dalam periode 2008-2012 kecenderungan kesenjangan tingkat pendapatan meningkat, hal ini ditunjukan dengan indeks Gini dari tahun 2008 hingga 2012 semakin meningkat. Pada tahun 2012 tercatat Indeks Gini sebesar 0,41 lebih besar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Sementara untuk perkembangan Indeks Gini masing-masing provinsi pada tahun 2008-2012, secara keseluruhan dapat dikategorikan rendah dan berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat, hal ini menunjukan bahwa tingkat kesenjangan pendapatan di setiap provinsi rata-rata semakin tinggi. Di Wilayah Sumatera, tercatat lima provinsi memiliki Indeks Gini meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Riau, sementara kesenjangan tingkat pendapatan di Provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Bangka Belitung kecenderungan semakin menurun. Wilayah Jawa-Bali, tercatat empat provinsi memiliki Indeks Gini meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, dan Bali, sementara kesenjangan tingkat pendapatan di Provinsi Banten kecenderungan semakin menurun. Wilayah Kalimantan, tercatat pada Provinsi Kalimantan Selatan memiliki Indeks Gini yang meningkat setiap tahunnya, sementara untuk provinsi lainnya pada tahun 2012 berfluktuatif dan untuk Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur cenderung menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Sulawesi, tercatat empat provinsi memiliki Indeks Gini yang meningkat setiap tahunnya, yaitu Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Gorontalo. Sementara tingkat kesenjangan pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat cenderung menurun. Wilayah Nusa Tenggara-Maluku-Papua, tercatat tingkat kesenjangan pendapatan di provinsi Papua dan Papua Barat meningkat setiap tahunnya, namun sebaliknya perkembangan kesenjangan pendapatan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur cenderung semakin menurun.
Jika diperbandingkan indeks Gini antarprovinsi dan nasional tahun 2012, tercatat bahwa Provinsi Papua Barat, Papua, Gorontalo, dan D.I. Yogyakarta, tingkat kesenjangan pendapatan pada provinsi tersebut lebih tinggi dibandinhgkan provinsi laiinya dan rata-rata berada di atas Indeks Gini Nasional.
31
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 3-24:
Perkembangan Kesenjangan Pendapatan Provinsi (Gini Rasio)Tahun 2008-2012.
Provinsi 2008 2009 2010 2011 2012
Aceh 0.27 0.29 0.30 0.33 0.32 Sumatera Utara 0.31 0.32 0.35 0.35 0.33 Sumatera Barat 0.29 0.30 0.33 0.35 0.36 Riau 0.31 0.33 0.33 0.36 0.40 Jambi 0.28 0.27 0.30 0.34 0.34 Sumatera Selatan 0.30 0.30 0.34 0.34 0.40 Kepulauan Bangka Belitung 0.26 0.29 0.30 0.30 0.29 Kepulauan Riau 0.30 0.29 0.29 0.32 0.35 Bengkulu 0.33 0.30 0.37 0.36 0.35 Lampung 0.35 0.35 0.36 0.37 0.36 DKI Jakarta 0.33 0.36 0.36 0.44 0.42 Jawa Barat 0.35 0.36 0.36 0.41 0.41 Jawa Tengah 0.31 0.32 0.34 0.38 0.38 DI Yogyakarta 0.36 0.38 0.41 0.40 0.43 Jawa Timur 0.33 0.33 0.34 0.37 0.36 Banten 0.34 0.37 0.42 0.40 0.39 Bali 0.30 0.31 0.37 0.41 0.43 Kalimantan Barat 0.31 0.32 0.37 0.40 0.38 Kalimantan Tengah 0.29 0.29 0.30 0.34 0.33 Kalimantan Selatan 0.33 0.35 0.37 0.37 0.38 Kalimantan Timur 0.34 0.38 0.37 0.38 0.36 Sulawesi Utara 0.28 0.31 0.37 0.39 0.43 Sulawesi Tengah 0.33 0.34 0.37 0.38 0.40 Sulawesi Selatan 0.36 0.39 0.40 0.41 0.41 Sulawesi Tenggara 0.33 0.36 0.42 0.41 0.40 Gorontalo 0.34 0.35 0.43 0.46 0.44 Sulawesi Barat 0.31 0.30 0.36 0.34 0.31 Nusa Tenggara Barat 0.33 0.35 0.40 0.36 0.35 Nusa Tenggara Timur 0.34 0.36 0.38 0.36 0.36 Maluku 0.31 0.31 0.33 0.41 0.38 Maluku Utara 0.33 0.33 0.34 0.33 0.34 Papua Barat 0.31 0.35 0.38 0.40 0.43 Papua 0.40 0.38 0.41 0.42 0.44 Indonesia 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat, BPS
32
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
BAB IV
KESENJANGAN INFRASTRUKTUR ANTARWILAYAH
33
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
BAB 4 KESENJANGAN INFRASTRUKTUR
ANTARWILAYAH
Salah satu penyebab kesenjangan yang terjadi antardaerah di Indonesia dapat diakibatkan oleh kesenjangan ketersediaan infrastruktur. Infrastruktur merupakan suatu input dalam proses produksi yang dapat memberikan peningkatan produktivitas marjinal pada output. Infrastruktur yang layak dan tepat dapat membantu mendorong berbagai kegiatan ekonomi melalui fungsinya yang dapat melancarkan proses produksi dan mobilitas manusia, barang, dan jasa. Dengan demikian, infrastruktur berperan sebagai prasyarat dalam meningkatkan perekonomian. Perbedaan ketersediannya antardaerah dapat menciptakan perbedaan kemampuan antardaerah dalam menciptakan pendapatan. Selanjutnya, hal itu akan berdampak pada kesenjangan pendapatan antardaerah.
Salah satu peran infrastruktur adalah menjadi faktor daya tarik investasi di tiap daerah. Dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai tentunya akan memudahkan para investor dalam melakukan kegiatan usaha. Contohnya adalah infrastruktur jalan, energi listrik dan telekomunikasi. Dengan ketersediaan infrastruktur jalan yang baik tentunya akan menjadikan proses distribusi barang maupun jasa menjadi lebih cepat dan efisien dalam hal biaya dan waktu. Ketersediaan energi listrik akan meningkatkan kapasitas pengembangan industri, dan pengembangan telekomunikasi akan meningkatkan interaksi dan komunikasi antardaerah dan dunia global.
Infrastruktur memiliki hubungan yang erat dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dan keputusan pelaku usaha untuk melakukan investasi/ Ketersediaan dan kualitas infrastruktur merupakan penentu factor penentu keputusan pelaku usaha karena sangat menentukan biaya distribusi input dan output produksinya. Karenanya, ketersediaan infrastruktur dapat menjadi faktor pendorong produktiviyas suatu daerah.
Kinerja Indonesia dalam hal infrastruktur relatif rendah bila dibandingkan dengan Negara-negara tetangganya. The Global Copetitiveveness Report 2010-2011 (The World Economis Forum, 2010) menunjukkan bahwa kinerja infrastruktur Indonesia amat rendah. Dari 139 negara yang dikaji, Indonesua menempati peringkat 90 untuk aspek infrastruktur secara keseluruhan, sementara Malaysia dan Thailand masing-masingberada pada peringkat 27 dan 46. Dalam hal kualitas jalan, peringkat Indonesia adalah 84, jauh lebih rendah daripada Malaysia (peringkat 21) dan Thailand (36). Demikian juga halnya dengan kualitas listrik, Indonesia menempati peringkat 97, sementara Malaysia 40 dan Thailand 42.
Kesenjangan infrastruktur di Indonesia sangat nyata dihadapi antar Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), antarwilayah Pulau, serta antar provinsi. Kesenjangan infrastruktur tersebut diantaranya dapat ditunjukkan dari ketersediaan infrastruktur jalan, energy listrik dan telekomunikasi.
34
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.1. Kesenjangan Infrastruktur Jalan. Kesenjangan ketersediaan infrastruktur jalan antar KBI dan KTI dapat
ditunjukkan melalui indikator Rasio Kerapatan Jalan yang menggambarkan panjang jalan pada setiap luas wilayah 1 Km2. Rasio kerapatan jalan di KBI mencapai 0,46 Km/Km2, sementara KTI 0,15 Km/Km2. Perbedaan yang cukup nyata dari kerapatan jalan di kedua kawasan tersebut, disebabkan panjang jalan di KBI meliputi 59 persen dari total panjang jalan di Indonesia, sementara luasan wilayahnya hanya meliputi 32 persen.
Tabel 4.1:
Panjang Jalan, Luas Wilayah dan Kerapatan Jalan Antar KBI dan KTI, Tahun 2010
KAWASAN INDONESIA
Panjang Jalan Luas Wilayah Rasio Kerapatan
Jalan (Km/Km2)
(Km) % (Km) %
KBI 281.128 59 616.012 32 0,46 KTI 197.540 41 1.294.920 68 0,15 TOTAL 478.668 100 1.910.931 100 0,25
Sumber: Hasil Pengolahan data Bina Marga, Kementerian PU.
Kerapatan pada tingkat antarwilayah pulau, Jawa Bali memiliki karapatan tertinggi (0,89 Km/Km2), sementara terrendah di wilayah Papua yang hanya mencapai 0,06 Km/Km2. Kerapatan di wilayah KTI tertinggi berada di wilayah Sulawesi (0,43 Km/Km2, lebih tinggi dari kerapatan jalan di wilayah Sumatera yang berada di KBI.
Gambar 4.1:
Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan Antarwilayah Pulau, Tahun 2010
Sumber: Hasil Pengolahan data Ditjen Bina Marga, Kementerian PU.
0.34
0.89
0.40
0.10
0.43
0.16 0.06
- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00
- 20,000 40,000 60,000 80,000
100,000 120,000 140,000 160,000 180,000
Km
Km/km2)
Panjang Jalan (Km)
Kerapatan Jalan (Km/Km2)
35
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.1.1. Wilayah Sumatera
Kerapatan jalan di wilayah Sumatera sebesar 0,34 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi Kepulauan Riau sebesar 0,55 Km/Km², dan terrendah di provinsi Sumatera Selatan sebesar 0,18 Km/Km².
Gambar 4.2: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Sumatera
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan kerapatan tertinggi (43,18 unit/Km), dan berada di atas rata-rata nasional (33,42 unt/Km). Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Bengkulu sebesar 10,58 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Sumatera menunjukkan nilai rasio lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Hal ini menunjukkan kebutuhan penduduk terhadap infrastrukur jalan masih dibawah rata-rata nasional, khususnya di Provinsi Aceh dan Bengkulu.
Gambar 4.3:
Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar Proviinsi Di Wilayah Sumatera
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
2079
5
3544
8
2076
3
2345
0
1037
2
1663
5
7811
1700
3
4526
4523
0.36
0.49 0.49
0.27 0.21 0.18
0.39 0.49
0.28
0.55
0.34 0.25
- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60
010,00020,00030,00040,000
Km
Km/Km2
Total Panjang Jalan(Km)
Kerapatan Jalan(Km/Km2)
11.
98
21.
75
16.
15
27.
68
35.
41
33.
81
10.
58
11.
05
43.
18
35.
49
22.
07
33.
42
4.63
2.73
4.28 4.23 3.35
2.23
4.55
2.23
3.70
2.69 3.19
2.01
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
Uni
t/Km
Km/1000 Orang
Rasio Jumlah KendaraanRoda 4 dengan Panjang Jalan(Unit/Km)Rasio Panjang jalan denganJumlah Penduduk (Km/1000Orang)
36
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di Provinsi Sumatera Utara yaitu meliputi panjang 556 Km (25,02% dari total panjang jalan), dengan komposisi 46,72 persen Rusak Ringan dan 53,28 persen Rusak Berat. Berikutnya di Provinsi Kepulauan Riau dengan panjang jalan Tidak Mantap sepanjang 69,22 Km (20,73%), dengan komposisi sebesar 15,88 persen Rusak Ringan dan 84,12 persen Rusak Berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terendah terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitungyaitu sepanjang 1,28 Km atau 0,25 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 85,94 persen Rusak Ringan dan 14,06 persen Rusak Berat.
Tabel 4.2: Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010
PROVINSI Panjang
Jalan Nasional
(Km)
KUALITAS JALAN NASIONAL Panjang Jalan Mantap Panjang Jalan Tidak
Mantap Komposisi Jalan
Tidak Mantap (Km) % (Km) % % Rusak
Ringan % Rusak
Berat Aceh 1.803,36 1.667,56 92,47 135,80 7,53 33,63 66,37
Sumatera Utara 2.224,51 1.667,91 74,98 556,60 25,02 46,72 53,28
Sumatera Barat 1.212,88 1.103,21 90,96 109,67 9,04 76,46 23,55
Riau 1.082,12 954,77 88,23 127,35 11,77 62,39 37,61
Kepulauan Riau 333,99 264,77 79,27 69,22 20,73 15,88 84,12
Jambi 936,48 824,23 88,01 112,25 11,99 68,73 31,27
Bengkulu 782,87 728,67 93,08 54,20 6,92 55,61 44,39
Sumatera Selatan 1.418,38 1.400,49 98,74 17,89 1,26 85,69 14,31
Bangka Belitung 509,59 508,31 99,75 1,28 0,25 85,94 14,06
Lampung 1.159,57 1.017,22 87,72 142,35 12,28 70,64 29,36
SUMATERA 11.463,75 10.137,14 88,43 1.326,61 11,57 53,09 46,91
INDONESIA 38 .189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72 Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga
(Status 18 Agustus 2010) 4.1.2. Wilayah Jawa Bali
Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Jawa Bali sebesar 0,89 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 9,65 Km/Km², dan terrendah di provinsi Banten sebesar 0,67 Km/Km².
37
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 4.4: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Jawa Bali
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk
setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kerapatan tertinggi (550,49 unit/Km), dan menduduki peringkat kerapatan tertinggi secara nasional. Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Banten sebesar 27,88 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Jawa-Bali berada dibawah nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan tingginya kebutuhan dukungan infrastruktur jalan bagi mobilitas penduduk.
Gambar 4.5: Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Proviinsi Di Wilayah Jawa Bali
Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, persentase jalan Tidak Mantap tertinggi
terdapat di Provinsi DI. Yogyakarta dan Banten masing-masing sebesar 25 persen dan 25,67 persen.Kondisi Jalan tidak mantap di DI. Yogyakarta sebesar 99,66 persen Rusak Ringan, sementara di Provinsi Banten sebesar 60,61 persen dan 39,38 persen rusak berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap terrendah terdapat di Provinsi Jawa Timur sebesar 1,59 persen, dengan komposisi 87,39 persen Rusak Ringan dan 12,61 persen Rusak Berat.
6409
2580
3
2920
3
4753
3985
4
6474
7306
9.65
0.73 0.89 1.52
0.83 0.67 1.26 0.89
0.25
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000Km
Km/Km2
Total Panjang Jalan (Km)
Kerapatan Jalan (Km/Km2) 4
6.34
31.
24
85.
68
37.
60
27.
88
106
.22
70.
94
33.
42 0.67 0.60
0.90 1.37
1.06 0.61
1.88
0.85
2.01
- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
- 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00
Uni
t/Km
Km/1000 Orang
Rasio Jumlah KendaraanRoda 4 dengan Panjang Jalan(Unit/Km)
38
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 4.3:
Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010
PROVINSI Panjang Jalan
Nasional (Km)
KUALITAS JALAN Panjang Jalan
Mantap Panjang Jalan Tidak Mantap
Komposisi Jalan Tidak Mantap
(Km) % (Km) % % Rusak Ringan
% Rusak Berat
DKI Jakarta**) 142,65 138,44 97,05 4,21 2,95 97,62 2,38 Banten 476,49 354,16 74,33 122,33 25,67 60,61 39,39 Jawa Barat 1.341,05 1.226,60 91,47 114,45 8,53 85,59 14,41 Jawa Tengah 1.390,58 1.334,76 95,99 55,82 4,01 95,16 4,84 D.I. Yogyakarta 223,16 165,14 74,00 58,02 26,00 99,66 0,34 Jawa Timur 1.995,30 1.963,58 98,41 31,72 1,59 87,39 12,61 Bali 535,18 502,49 93,89 32,69 6,11 48,73 51,27 JAWA + BALI 6.104,41 5.685,17 93,13 419,24 6,87 78,90 21,10 INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
MonitoringData IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)
4.1.3. Wilayah Nusa Tenggara Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan
kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Nusa Tenggara sebesar 0,40 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan di Provinsi NTT dan NTB sebesar 0,40 Km/Km².
Gambar 4.6: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah
Nusa Tenggara
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi NTB menunjukkan kerapatan lebih tinggi disbanding NTT, namun masih berada di bawah rata-rata nasional (33,42 unt/Km). Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), Provinsi NTB menunjukkan dukungan infrastruktur jalan untuk kebutuhan mobilitas penduduk lebih tinggi dibanding dengan Provinsi NTT.
7,43
4
19,6
40
0.40 0.40 0.40
0.25
- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50
0
10000
20000
30000
NusaTenggara
Barat
NusaTenggara
Timur
NUSATENGGARA
NASIONAL
Km Km/Km2
Total Panjang Jalan (Km)Kerapatan Jalan (Km/Km2)
39
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 4.7: Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Proviinsi Di Wilayah Nusa Tenggara
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, persentase jalan Tidak Mantap tertinggi
terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar 16,26 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 38,31 persen Rusak Ringan dan 61,69 persen Rusak Berat.Sementara panjang jalan tidak mantap sebagian besar berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur sepanjang 150,57 Km dengan komposisi 79,83 persen rusak ringan dan 20,17 persen rusak berat.
Tabel4.4: Kondisi JalanNasionalTidakMantapantarprovinsi,Tahun 2010
Sumber: Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness TahunAnggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)
31.
90
12.
24
17.
64
33.
42
1.65
4.19
2.95
2.01
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
NusaTenggara
Barat
NusaTenggara
Timur
NUSATENGGARA
NASIONAL
Uni
t/Km
Km/1000 Orang
Rasio Jumlah Kendaraan Roda4 dengan Panjang Jalan(Unit/Km)Rasio Panjang jalan denganJumlah Penduduk (Km/1000Orang)
PROVINSI PanjangJalanNasional (Km)
KUALITAS JALAN
PanjangJalanMantap PanjangJalanTidakMantap KomposisiJalanTidakMantap
(Km) % (Km) % % RusakRingan
% RusakBerat
Nusa Tenggara Barat
623,90 522,44 83,74 101,46 16,26 38,31 61,69
Nusa Tenggara Timur
1.406,68 1.256,11 89,30 150,57 10,70 79,83 20,17
NUSA TENGGARA
2.030,58 1.778,55 87,59 252,03 12,41 63,12 36,88
INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
40
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.1.4. Wilayah Kalimantan Berdasarkan rasio panjang jalan dengan luas wilayah yang mengindikasikan
kerapatan jalan (Road Density) pada tahun 2010, kerapatan jalan di wilayah Kalimantan sebesar 0,10 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 0,28 Km/Km², dan terrendah di provinsi Kalimantan Timur sebesar 0,06 Km/Km².
Gambar 4.8: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi
Di Wilayah Kalimantan
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan kerapatan tertinggi (43,32 unit/Km), lebih tinggi dari kerapatan nasional (33,42 unit/Km). Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 22,48 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Kalimantan berada di atas nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan dukungan infrastruktur jalan terhadapkebutuhan mobilitas penduduk lebih rendah dibanding nasional, hal ini dapat disebabkan adanya dukungan jalur transportasi sungai, khususnya di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
1500
7
1434
4
1094
3
1249
9
0.10 0.09
0.28
0.06 0.10
0.25
- 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30
0
5000
10000
15000
20000
Km Km/Km2
Total Panjang Jalan (Km)Kerapatan Jalan (Km/Km2)
Sum
ProvjalanBersepadan tereperspers
Sum
Unit/Km
KalimanKalimanKalimanKalimanKALIMINDONE
Rasio Jumla
mber: Hasil Pen
Kualita
vinsi Kalimn), dengan ikutnya di anjang 573,
91,56 perendah terdapsen dari totasen Rusak B
Ko
mber: MonitoDirektor
‐
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
Unit/Km
PROVINSI
ntan Barat ntan Tengah ntan Timur ntan Selatan
MANTAN ESIA
ah Kendaraan
ngolahan Data
as jalan NasmantanBarat
komposisiProvinsi
,97 Km (34rsen Rusakpat di Provial panjang jBerat.
ondisi Jalan
oring Data IRratJenderalB
31.15
22.48
9.40
6.86
Panjang JNasiona
(Km)
1.661.662.11 866.31
38.18
AN
n Roda-4 PeProviinsi
a BPS, 2012.
sional antartyaitu melipi 66,6 persKalimantan
4,43%), denk Berat. Seinsi Kalimaalan, denga
nNasionalTi
RMS BerdasBinaMarga (S
36.90
43.32
3.02 3.52
alan al P
(K
66,43 1.066,95 1.08,17 1.7
66,08 7,63 4.7
89,43 31.5
NALISIS KE
Gambar 4.er Km, dan P
Di Wilayah
rprovinsi, japuti panjangen Rusak R
n Tengah ngan kompoementara k
antan Selataan komposis
Tabel 4.5dakMantap
sarkan Rough(Status 18 Ag
32.87
33.42
3.83
2.01
Panjang JalaMantap
Km)
054,36 092,98 782,09 840,52 769,95 522,09
ESENJANG
.9: anjang JalanKalimantan
alan Tidak Mg 612,07 KmRingan dandengan pa
osisi sebesakondisi jalaan, yaitu sepsi 88,81 per
: p Antarprov
hness Tahungustus 2010)
‐
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00 Km
KUALIan P
T
% (K
3,27 61 5,57 57
84,13 3397,05 275,50 1.5482,54 6.66
GAN ANTAR
n Per 1000 Pe
Mantap tertm (36,73% dn 33,4 persnjang jalan
ar 8,44 persean Nasionapanjang 25,rsen Rusak R
insi,Tahun 2
Anggaran 2
m/1000 Orang
Rasio JumRoda 4 deJalan (Uni
Rasio PanJumlah PeOrang)
ITAS JALANanjang Jalaidak Manta
Km) %
12,07 3673,97 3436,08 1525,56 247,68 2467,34 17
RWILAYAH
enduduk Ant
tinggi terdadari total pasen Rusak n Tidak Men Rusak R
al Tidak M,56 Km atauRingan dan
2010
2010.
g
mlah Kendaraaengan Panjangit/Km)
njang jalan deenduduk (Km/
N an ap
KoJala
M% %
RusaRinga
6,73 66,64,43 8,45,87 75,82,95 88,84,50 47,47,46 48,2
41
H 2012
tar
apat di anjang Berat.
Mantap Ringan Mantap u 2,95
n 11,19
ang
ngan/1000
omposisi an Tidak
Mantap
ak an
% Rusak Berat
60 33,40 44 91,56 87 24,13 81 11,19 41 52,59 28 51,72
42
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.1.5. Wilayah Sulawesi
Kerapatan jalan di wilayah Sulawesi sebesar 0,43 Km/Km², lebih tinggi dari kerapatan jalan tingkat nasional sebesar 0,25 Km/Km². Kerapatan jalan antarprovinsi, tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 0,70 Km/Km², dan terrendah di provinsi Sulawesi Tenggara sebesar 0,28 Km/Km².
Gambar 4.10: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Sulawesi
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, Provinsi Gorontalo menunjukkan kerapatan tertinggi (32,54 unit/Km), dan menduduki peringkat kerapatan tertinggi secara nasional. Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 7,94 unit/Km. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Sulawesi berada di atas nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung kebutuhan mobilitas penduduk masih lebih rendah dibanding rata-rata nasional, terutama di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
Gambar 4.11: Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Proviinsi Di Wilayah Sulawesi
Sumber Data: Ditjen Bina Marga, Kementerian PU
7195
1832
9
3268
1
1083
1
4464
7423
0.52
0.30
0.70
0.28 0.40 0.44 0.43
0.25
- 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80
05000
100001500020000250003000035000
Km Km/Km2
Total Panjang Jalan (Km)
Kerapatan Jalan (Km/Km2)
29.
53
16.
56
18.
78
14.
47
32.
54
7.9
4
18.
42 3
3.42
10.69 8.68
4.07 4.85 4.29 6.41
4.66 2.01
- 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00
- 20.00 40.00 60.00 80.00
100.00
Uni
t/Km
Km/1000 Orang
Rasio Jumlah KendaraanRoda 4 dengan PanjangJalan (Unit/Km)
Rasio Panjang jalan denganJumlah Penduduk (Km/1000Orang)
ProvjalanBer390persdi Pjalan
PRO
Sulawesi
Gorontal
Sulawesi
Sulawesi
Sulawesi
Sulawesi
SULAW
INDONE
Sumb
4.1
keratertiprovKmKerKm
Kualita
vinsi Sulawn), dengan ikutnya di P
0,21 Km (36sen Rusak BProvinsi Gon, dengan k
Ko
OVINSI
i Utara
lo
i Tengah
i Barat
i Selatan
i Tenggara
WESI
ESIA
ber : Monitor BinaMa
.6. Wil
Kerapatapatan jalaninggi terdapvinsi Maluk
m/Km², lebihrapatan jalan
m/Km², dan t
as jalan NaswesiBaratya
komposisi Provinsi Su6,58%), denBerat. Semeorontalo yaikomposisi 6
ondisi Jalan
PanjanJalan
Nasion(Km)
2.160,
571,
1.718,
1.397,
1.066,
511,
7.426,
38.189,
ring Data IRMarga (Status 18
ayah Mal
tan jalan dn tingkat napat di Provku sebesar 0h rendah dn antarprovterrendah di
AN
sional antaraitu meliput
43,43 persulawesi Selangan kompoentara konditu sepanjan0,68 persen
nNasionalTi
ng n al
PanjM
(Km
,97 1.913
,99 547
,34 1.487
,00 876
,65 676
,89 478
,84 5.981
,43 31.522
MS Berdasark8 Agustus 201
luku dan
di wilayah Masional sebevinsi Maluk0,15 Km/Km
dari kerapatvinsi, tertingi provinsi P
NALISIS KE
rprovinsi, jati panjang 5sen Rusak Ratan denganosisi sebesardisi jalan Nang 24,39 Kn Rusak Rin
Tabel 4.6dakMantap
jang Jalan Mantap
m) %
3,82 88,5
7,60 95,74
7,84 86,5
6,86 62,7
6,44 63,42
8,89 93,5
1,45 80,54
2,09 82,54
kan Roughness10)
Papua
Maluku sebesar 0,25 K
ku Utara sem². Kerapattan jalan tiggi terdapatapua sebesa
ESENJANG
alan Tidak M520,14 Km Ringan dan
n panjang jar 13,86 persasional Tida
Km atau 4,2ngan dan 39
: p Antarprov
KUALIT
PanjaTidak
(Km)
6 247,15
4 24,39
9 230,50
7 520,14
2 390,21
5 33,00
4 1.445,39
4 6.667,34
s Tahun Angg
besar 0,16 Km/Km². Keebesar 0,18tan jalan di ngkat nasiot di Provinsar 0,05 Km/
GAN ANTAR
Mantap tert(37,23% d
n 56,57 perslan Tidak Msen Rusak Rak Mantap 26 persen d,32 persen R
insi,Tahun 2
TAS JALAN
ang Jalan k Mantap
%
5 11,44
9 4,26
0 13,41
4 37,23
1 36,58
0 6,45
9 19,46
4 17,46
aran 2010. D
Km/Km², lerapatan jal Km/Km², wilayah Pa
onal sebesasi Papua Ba/Km².
RWILAYAH
tinggi terdadari total parsen Rusak Mantap sepaRingan danterendah te
dari total paRusak Bera
2010
N
KompoTidak
% RusakRi
ngan 4 47,05
6 60,68
1 61,28
3 43,43
8 13,86
5 48,48
6 39,32
6 48,28
Direktorat Jend
lebih rendalan antarprodan terrend
apua sebesaar 0,25 Kmarat sebesa
43
H 2012
apat di anjang Berat.
anjang 86,14
erdapat anjang at.
osisi Jalan Mantap
% RusakB
erat 52,95
39,32
38,72
56,57
86,14
51,52
60,68
51,72
deral
ah dari ovinsi, dah di ar 0,06
m/Km². ar 0,08
44
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 4.12: Total Panjang Jalan dan Kerapatan Jalan (Road Density) Antar Proviinsi Di Wilayah Maluku
dan Papua
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
Berdasarkan jumlah kendaraan roda-4 (mobil penumpang, Bus dan truk) untuk setiap Km panjang jalan yang menunjukkan kerapatan kendaraan per Km, setiap provinsi di wilayah Maluku dan Papua masih lebih rendah dibanding dengan kerapatan kendaraan rata-rata secara nasional. Kerapatan kendaraan terrendah berada di Provinsi Maluku Utara sebesar 0,72 unit/Km. Hal ini disebabkan kondisi geografis wilayah merupakan kepulauan dan tingginya mobilitas penduduk yang menggunakan sarana transportasi laut. Sementara itu, dilihat dari sisi ketersediaan panjang jalan per jumlah penduduk yang ditunjukkan melalui indikator panjang jalan per 1000 penduduk (Km/1000 orang), seluruh provinsi di wilayah Maluku dan Papua berada di atas nilai rasio nasional. Hal ini menunjukkan ketersediaan infrastruktur jalan dalam mendukung kebutuhan mobilitas penduduk masih lebih rendah dibanding rata-rata nasional, terutama di Provinsi Papua Barat..
Gambar 4.13: Rasio Jumlah Kendaraan Roda-4 Per Km, dan Panjang Jalan Per 1000 Penduduk Antar
Proviinsi Di Wilayah Maluku dan Papua
Sumber: Hasil Pengolahan Data BPS, 2012.
7216
5698
7301
1653
5
0.15 0.18
0.08 0.05
0.16
0.06
0.25
- 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30
0
5000
10000
15000
20000
Km Km/Km2
Total Panjang Jalan (Km)
Kerapatan Jalan (Km/Km2)
8.4
1
0.7
2
1.4
8
9.6
7
5.0
2
7.1
6
33.
42
4.71 5.49
9.60
5.84 5.02
6.63
2.01
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
-
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
Uni
t/Km
Km/1000 Orang
Rasio Jumlah KendaraanRoda 4 dengan PanjangJalan (Unit/Km)
Rasio Panjang jalan denganJumlah Penduduk (Km/1000Orang)
45
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di
Provinsi Malukuyaitu meliputi panjang 220,63 Km (16,72% dari total panjang jalan), dengan komposisi 74,60 persen Rusak Ringan dan 25,40 persen Rusak Berat. Sementara kondisi jalan Nasional Tidak Mantap di Provinsi Maluku Utara adalah sepanjang 61,59 Km atau 10,15 persen dari total panjang jalan, dengan komposisi 51,42 persen Rusak Ringan dan 48,58 persen Rusak Berat.
Tabel4.7:
Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010
Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)
Kualitas jalan Nasional antarprovinsi, jalan Tidak Mantap tertinggi terdapat di Provinsi Papuayaitu meliputi panjang 965,49 Km (49,33% dari total panjang jalan), dengan komposisi 47,57 persen Rusak Ringan dan 52,43 persen Rusak Berat.Sementara di Provinsi Papua Baratmemiliki panjang jalan Tidak Mantap sepanjang 428,68 Km (44,50%), dengan komposisi sebesar 15,64 persen Rusak Ringan dan 84,37 persen Rusak Berat.
Tabel4.8: Kondisi jalan Nasional Tidak Mantap antar provinsi, Tahun 2010
Monitoring Data IRMS Berdasarkan Roughness Tahun Anggaran 2010. Direktorat Jenderal Bina Marga (Status 18 Agustus 2010)
PROVINSI Panjang Jalan
Nasional (Km)
KUALITAS JALAN Panjang Jalan
Mantap Panjang Jalan Tidak Mantap
Komposisi Jalan Tidak Mantap
(Km) % (Km) % % Rusak Ringan
% Rusak Berat
Maluku 1.319,23 1.098,60 83,28 220,63 16,72 74,60 25,40 Maluku Utara 606,69 545,10 89,85 61,59 10,15 51,42 48,58 MALUKU 1.925,92 1.643,70 85,35 282,22 14,65 69,54 30,46 INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
PROVINSI Panjang Jalan
Nasional (Km)
KUALITAS JALAN
Panjang Jalan Mantap
Panjang Jalan Tidak Mantap
Komposisi Jalan Tidak Mantap
(Km) % (Km) % % Rusak Ringan
% Rusak Berat
Papua 1.957,07 991,58 50,67 965,49 49,33 47,57 52,43 Papua Barat 963,23 534,55 55,50 428,68 44,50 15,64 84,37 PAPUA 2.920,30 1.526,13 52,26 1.394,17 47,74 37,75 62,25 INDONESIA 38.189,43 31.522,09 82,54 6.667,34 17,46 48,28 51,72
46
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.2. Kesenjangan Infrastruktur Energi Listrik
Kesenjangan ketersediaan infrastruktur energy listrik antar KBI dan KTI dapat ditunjukkan melalui indikator Total KWh Jual, Rasio Elektrifikasi, dan KWh Jual Perkapita. Di wilayah KBI memiliki jumlah KWh jual mencapai 143.832.982 KWh (91%) atau sebesar 742,7 KWh/kapita. Sementara di wilayah KTI hanya mencapai 14.159.164 KWh (9%) atau sebesar 298,3 KWh/kapita. Sementara berdasarkan rasio eleltrifikasi. wilayah KBI sudah mencapai 74 persen, sementara KTI baru mencapai 58,1 persen.
Tabel 4.9: Perbandingan Ketersediaan Infrastruktur Energi Listrik Antar Wilayah Di Indonesia,
Tahun 2011 WILAYAH Jumlah Pelanggan kWh Jual Rasio
Elektrifikasi (%)
kWh jual/kapita
RT % kWh % Sumatera 8.407.689 19,7 23.015.992 14,6 68,6 446,3 Jawa Bali 28.066.341 65,9 120.816.990 76,5 75,8 850,3 Nusa Tenggara 912.186 2,1 1.324.083 0,8 41,5 141,8 Kalimantan 2.113.628 5,0 5.828.978 3,7 64,8 414,3 Sulawesi 2.510.172 5,9 5.636.868 3,6 65,6 319,8 Maluku 329.053 0,8 541.344 0,3 58,4 205,0 Papua 238.473 0,6 827.892 0,5 36,8 218,5 KBI 36.474.030 85,7 143.832.982 91,0 74,0 742,7 KTI 6.103.512 14,3 14.159.164 9,0 58,1 298,3 INDONESIA 42.577.542 100,0 157.992.146 100,0 71,2 655,2 Sumber: Hasil Pengolahan Data PLN 2011
4.2.1. Wilayah Sumatera
Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satua PLN/provinsi bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 58 persen (wilayah Bangka Belitung), sedangkan terrendah sebesar 10 persen (wilayah Sumatera Utara dan PT. PLN Batam). Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 adalah di wilayah Aceh sebesar 87,76 persen, dan terrendah di wilayah Wilayah Sumsel, Jambi, dan Bengkulu sebesar 56,68 persen, sementara terrendah menurut provinsi adalah di Provinsi Jambu sebesar 32,74 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi terjadi di Pprovinsi Kepulauan Riau sebesar 24,47 persen, dan terrendah di PT. PLN Batam sebesar -9,62 persen.
47
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 4.10: Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik
Perkapita di Wilayah Sumatera. Satuan PLN/Provinsi
Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita
2009 2011 Laju (%)
2009 2011 ∆ (11-09)
2009 2011 ∆ (11-09)
Wilayah Aceh 853.659 951.165 11 87,76 87,21 -0,55 292,53 343,54 51,01
Wilayah Sumatera Utara 2.290.474
2.511.003 10 76,81 80,11 3,3 460,2 548,84 88,64
Wilayah Sumatera Barat 775.637 860.130 11 67,21 76,21 9 415,6 489,82 74,22
Wilayah Riau 575.003 778.161 35 40,59 57,39 16,8 361,47 436,38 74,91
- Riau 479.841 655.068 37 38,88 54,8 15,92 336,58 411,42 74,84
- Kepulauan Riau 95.162 123.093 29 52,17 76,64 24,47 541,41 620,1 78,69
Wilayah Sumsel, Jambi, dan Bengkulu
1.369.350
1.726.583 26 49,13 56,68 7,55 310,23 360,67 50,44
- Sumatera Selatan 947.325 1.197.649 26 56,11 65,18 9,07 367,57 390,19 22,62
- Jambi 206.414 258.184 25 29,9 32,74 2,84 209,9 332,55 122,65
- Bengkulu 215.611 270.750 26 52,74 64,48 11,74 232,39 283,41 51,02
Wilayah Bangka Belitung 127.830 202.340 58 45,56 66,18 20,62 350,36 424,33 73,97
Wilayah Lampung 877.400 1.182.013 35 47,75 61,88 14,13 270,16 315,38 45,22
PT PLN Batam 178.888 196.294 10 78,76 69,14 -9,62 1.659,21 1.534,30 -124,91
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012
4.2.2. Wilayah Jawa Bali
Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satua PLN/provinsi bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 16 persen (Provinsi Baten), sedangkan terrendah sebesar 7 persen (Provinsi DI. Yogyakarta). Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 adalah di wilayah Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 103,52 persen, dan terrendah di Provinsi Banten sebesar 55,27 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 13,09 persen, dan terrendah di Provinsi Banten sebesar -13,89 persen.
48
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 4.11:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Jawa Bali.
Satuan PLN/Provinsi
Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita 2009 2011 ∆ (11-
09) 2009 2011 ∆ (11-
09)
Dist. Jawa Timur 64,73 73,66 8,93 564,77 637,28 72,51
Dist. Jawa Tengah dan Yogyakarta
69,92 78,75 8,83 414,78 478,44 63,66
- Jawa Tengah 69,85 78,91 9,06 407,59 472,29 64,7
- D.I. Yogyakarta 70,54 77,43 6,89 482,27 535,52 53,25
Dist. Jawa Barat dan Banten 66,85 68,73 1,88 755,42 826,26 70,84
- Jawa Barat 66,63 70,47 3,84 683,82 776,9 93,08
- Banten 69,16 55,27 -13,89 1.326,02 1.176,07 -149,95
Dist. Jakarta Raya dan Tangerang
90,43 103,52 13,09 2.102,29 2.419,10 316,81
J a w a 69,48 76,02 6,54 755,21 851,38 96,17
Distribusi Bali 72,77 68,63 -4,14 785,31 811,12 25,81
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012
Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Dist. Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 2.419,10 kWh/kapita, dan terrendah di Provinsi DI. Yogyakarta sebesar 535,52 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di Dist. Jakarta Raya dan Tangerang sebesar 316,81 kWh/kapita dan terrendah di Provinsi Banten yang berkurang sebesar 149,95 kWh/kapita.
4.2.3. Wilayah Nusa Tenggara
Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selama periode 2009-2011 bertumbuh cukup tinggi, yaitu sebesar 69 persen di NTB dan 53 persen di NTT. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di wilayah NTB sebesar 47,2 persen, dan di wilayah NTT sebesar 34,52 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah NTB sebesar 17,92 persen, dan terrendah di wilayah NTT sebesar 11,71 persen.
Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di wilayah NTB sebesar 184,17 kWh/kapita, dan terrendah di wilayah NTT sebesar 101,63 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah NTB sebesar 28,8 kWh/kapita dan terrendah di wilayah NTT sebesar 18,79 kWh/kapita.
49
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 4.12:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Nusa Tenggara.
Satuan PLN/Provinsi
Pelanggan Rumah Tangga (RT)
Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita
2009 2011 Laju (%)
2009 2011 ∆ (11-09)
2009 2011 ∆ (11-09)
Wilayah Nusa Tenggara Barat
336.805 569.042 69 29,28 47,2 17,92 155,37 184,17 28,8
Wilayah Nusa Tenggara Timur
224.869 343.144 53 22,81 34,52 11,71 82,84 101,63 18,79
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012
4.2.4. Wilayah Kalimantan
Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selama periode 2009-2011 bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 38 persen di PT.PLN Tarakan, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 17 persen. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 73,95 persen, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 52,97 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Kalimantan Barat sebesar 14,54 persen, dan terrendah di wilayah Kalimantan Timur sebesar 4,46 persen.
Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di wilayah PT.PLN Tarakan sebesar 601,28 kWh/kapita, dan terrendah di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 288,91 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah Kalimantan Barat sebesar 56,37 kWh/kapita dan terrendah di wilayah PT.PLN Tarakan sebesar 16,87 kWh/kapita.
Tabel 4.13:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Kalimantan.
Satuan PLN/Provinsi
Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita 2009 2011 Laju
(%) 2009 2011 ∆
(11-09) 2009 2011 ∆
(11-09)
Wilayah Kalimantan Barat 486.764 589.263 21 50,32 64,86 14,54 267,56 323,93 56,37 Wilayah Kalsel dan Kalteng 832.531 997.163 20 57,89 66,4 8,51 316,89 356,09 39,2 - Kalimantan Selatan 609.802 711.010 17 66,06 73,95 7,89 357,6 397 39,4 - Kalimantan Tengah 222.729 286.153 28 43,25 52,97 9,72 248,66 288,91 40,25 Wilayah Kalimantan Timur 408.307 494.266 21 57,02 61,48 4,46 579,12 601,28 22,16 PT PLN Tarakan 23.905 32.936 38 57,3 67,14 9,84 857,95 874,82 16,87
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012
50
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.2.5. Wilayah Sulawesi
Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selama periode 2009-2011 bertumbuh dengan kisaran tertinggi sebesar 30 persen di Provinsi Sulawesi Tenggara, dan terrendah di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 14 persen. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 77,99 persen, dan terrendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 33,56 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Gorontalo sebesar 27,29 persen, dan terrendah di wilayah Sulawesi Barat sebesar -2,43 persen.
Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 429,59 kWh/kapita, dan terrendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 127,4 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 69,25 kWh/kapita dan terrendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 23,55 kWh/kapita.
Tabel 4.14: Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik
Perkapita di Wilayah Sulawesi.
Satuan PLN/Provinsi
Pelanggan Rumah Tangga (RT) Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita 2009 2011 Laju
(%) 2009 2011 ∆
(11-09) 2009 2011 ∆
(11-09)
Wilayah Sulut, Sulteng dan Gorontalo
735.828 879.626 20 51,43 69,66 18,23 249,45 297,45 48
- Sulawesi Utara 361.559 424.321 17 61,22 77,99 16,77 360,34 429,59 69,25 - Gorontalo 100.356 119.934 20 40,09 67,38 27,29 191,7 222,53 30,83 - Sulawesi Tengah 273.913 335.371 22 46,45 62,03 15,58 172,7 214,07 41,37 Wilayah Sulsel, Sultra dan Sulbar
1.401.300 1.630.546 16 55,88 63,59 7,71 286,01 331,41 45,4
- Sulawesi Selatan 1.131.868 1.289.257 14 62,97 71,97 9 342,69 400,02 57,33 - Sulawesi Tenggara 183.727 238.932 30 38,91 51,08 12,17 164,47 193,55 29,08 - Sulawesi Barat 85.705 102.357 19 35,99 33,56 -2,43 103,85 127,4 23,55
Sumber: Hasil Pengolahan data PT. PLN 2012
4.2.6. Wilayah Maluku dan Papua
Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di setiap satuan PLN/provinsi selama periode 2009-2011 bertumbuh sebesar 18 persen di Maluku dan 14 persen di Maluku Utara. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Maluku sebesar 61,8 persen, dan di Maluku Utara sebesar 53,48 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi dalam periode 2009-2011, peningkatan tertinggi di wilayah Maluku Utara sebesar 7,03 persen.Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Maluku sebesar 213.49 kWh/kapita, dan terrendah di wilayah Maluku Utara sebesar 192,43 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011, tertinggi di wilayah Maluku Utara sebesar 32,74 kWh/kapita.
51
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 4.15:
Perkembangan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga, Rasio Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik Perkapita di Wilayah Maluku dan Papua.
Satuan PLN/Provinsi
Pelanggan Rumah Tangga (RT)
Rasio Elektrifikasi (%) kWh jual/kapita
2009 2011 Laju (%)
2009 2011 ∆ (11-09)
2009 2011 ∆ (11-09)
Wilayah Maluku dan Maluku Utara
279.407 329.053 18 56,29 58,45 2,16 182,74 205 22,26
- Maluku 182.849 207.846 14 63,37 61,8 -1,57 199,52 213,49 13,97 - Maluku Utara 96.558 121.207 26 46,45 53,48 7,03 159,69 192,43 32,74 Wilayah Papua 187.598 238.473 27 27,9 36,79 8,89 232,79 218,47 -14,32 - Papua 148.631 30,79 174,25
- Papua Barat 89.842 54,29 386,54
Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di wilayah Papua selama periode 2009-2011 bertumbuh sebesar 27 persen. Rasio Elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Papua Barat sebesar 54,29 persen, dan di Provinsi Papua sebesar 30,79 persen. Perkembangan rasio ekektrifikasi di wilayah Papua dalam periode 2009-2011, meningkat sebesar 8,89 persen.Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Papua Barat sebesar 386,54 kWh/kapita, dan terrendah di wilayah Papua sebesar 174,25 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011 di wilayah Papua, menurun sebesar 14,32 kWh/kapita.
4.3. Kesenjangan Infrastruktur Telekomunikasi
Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi memiliki peran penting dalam mendukung interaksi sosial dan ekonomi masyarakat. Sejalan dengan perkembangan teknologi, disamping penggunaan Telpon Kabel juga telah marak digunakan Telepon Seluler hingga sampai di perdesaan. Namun demikian, distribusi infrastruktur telekomunikasi tersebut masih belum merata, sehingga masih banyak desa-desa yang belum memperoleh pelayanan Telpon Kabel, atau belum mampu menjangkau sinyal telepon seluler. Untuk mendukung jangkauan sinyal telepon seluler tersebut, pada dasarnya dapat diindikasikan oleh adanya Base Transceiver Station (BTS) atau Manara Telepon Seluler di sekitar wilayah tersebut.
Kesenjangan dalam penggunaan ketersediaan infrastruktur telekomunikasi antar KBI dan KTI dapat dilihat dari indikator jumlah desa/kelurahan yang terjangkau pelayanan telpon kabel, dan penerimaan sinyal telepon genggam atau Hand Phone (HP). Pada tahun 2010, Persentase desa/kelurahan yang ada di wilayah KBI telah mencapai 35 persen, sementara di wilayah KTI baru mencapai 13 persen. Sementara untuk penerimaan sinyal kuat, wilayah KBI telah mencapai 78,5 persen dari total desa, sementara di KTI baru mencapai 49 persen.
52
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 4.16: Perbandingan Penggunaan Alat Telekomunikasi Antarwilayah, tahun 2010
WILAYAH Ada Pelanggan Telpon Kabel
Penerimaan Sinyal HP Sinyal Lemah Sinyal Kuat
∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % Sumatera 3884 16,0 6197 25,6 17091 70,6 Jawa Bali 13901 53,6 3512 13,5 22291 85,9 Nusa Tenggara 531 13,1 1340 33,1 2382 58,8 Kalimantan 881 12,7 2170 31,2 3896 56,0 Sulawesi 1966 19,7 2938 29,4 5879 58,9 Maluku 177 8,4 567 27,0 793 37,7 Papua 148 2,8 548 10,2 1006 18,8 KBI 17785 35,5 9709 19,4 39382 78,5 KTI 3703 13,0 7563 26,6 13956 49,0 INDONESIA 21488 27,3 17272 22,0 53338 67,9
Sumber Podes, 2011 (BPS)
4.3.1. Wilayah Sumatera
Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi di wilayah Sumatera, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.026 desa (17,7%), sementara berdasarkan persentase tertinggi adalah di Provinsi Sumatera Barat sebanyak 37,9 persen. Berdasarkan desa/kelurahan di wilayah Sumatera yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai di atas 90 persen, namun diantaranya terdapat 25,6 persen yang menerima sinyal lemah.
Tabel 4.17: Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan
Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Sumatera
PROVINSI Ada Pelanggan
Telpon Kabel
Penerimaan Sinyal HP Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % Aceh 714 11,0 1486 22,9 4803 74,1 6289 97,0 Sumatera Utara 1026 17,7 1520 26,2 3891 67,1 5411 93,3 Sumatera Barat 391 37,9 236 22,8 751 72,7 1014 98,2 Riau 210 12,7 430 26,0 1172 70,8 1602 96,8 Jambi 180 13,1 397 28,9 918 66,9 1315 95,8 Sumatera Selatan 480 15,1 994 31,2 2119 66,5 3113 97,7 Bengkulu 215 14,2 376 24,9 1097 72,7 1473 97,6 Lampung 469 19,0 645 26,2 1762 71,5 2407 97,7 Kep. Bangka Belitung 99 27,4 41 11,4 318 88,1 359 99,4 Kepulauan Riau 100 28,3 72 20,4 260 73,7 332 94,1 SUMATERA 3.884 16,0 6.197 25,6 17.091 70,6 23.315 96,3
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
53
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.3.2. Wilayah Jawa-Bali
Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi di wilayah Jawa Bali, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Provinsi Jawa Timur sebanyak 5.605 desa (65,9%), sementara berdasarkan persentase tertinggi adalah di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 97,8 persen. Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai hamper 100 persen di seluruh provinsi, namun diantaranya terdapat 13,2 persen yang masih menerima sinyal lemah.
Tabel 4.18: Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan
Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Jawa Bali.
PROVINSI Ada Pelanggan Telpon Kabel
Penerimaan Sinyal HP
Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa %
D.K.I. Jakarta 261 97,8 - 267 100,0 267 100,0
Jawa Barat 3434 58,2 579 9,8 5282 89,4 5861 99,3
Jawa Tengah 3364 39,2 1193 13,9 7356 85,8 8549 99,7
D.I. Yogyakarta 229 52,3 39 8,9 398 90,9 437 99,8
Jawa Timur 5605 65,9 1406 16,5 7041 82,8 8447 99,4
Banten 577 37,6 244 15,9 1285 83,7 1529 99,6
Bali 431 60,2 51 7,1 662 92,5 713 99,6
JAWA-BALI 13.901 53,6 3.512 13,5 22.291 85,9 25.803 99,5
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
4.3.3. Wilayah Nusa Tenggara
Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di NTB sebanyak 283 desa/kelurahan (26,1%). Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai di atas 90 persen di seluruh provinsi, namun diantaranya terdapat (1.340 desa/kelurahan) atau 33,1 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah NTT yang mencapai 41,3 persen.
54
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 4.19:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Nusa Tenggara.
PROVINSI Ada Pelanggan
Telpon Kabel
Penerimaan Sinyal HP Jumlah Desa/kel Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
∑ Desa
% ∑ Desa
% ∑ Desa
% ∑ Desa
%
Nusa Tenggara Barat 283 26,1 115 10,6 926 85,4 1041 96,0 1084 Nusa Tenggara Timur 248 8,4 1225 41,3 1456 49,1 2681 90,4 2966 NUSTRA 531 13,1 1.340 33,1 2.382 58,8 3.722 91,9 4.050
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
4.3.4. Wilayah Kalimantan
Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Kalimantan Selatan sebanyak 374 desa/kelurahan (18,7%). Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat sudah mencapai di atas 80 persen di seluruh provinsi, namun diantaranya terdapat (2,170 desa/kelurahan) atau 31,2 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah Kalimantan tengah yang mencapai 40,9 persen.
Tabel 4.20:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Kalimantan.
PROVINSI Ada Pelanggan
Telpon Kabel
Penerimaan Sinyal HP
Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
∑ Desa
% ∑ Desa
% ∑ Desa % ∑ Desa
%
Kalimantan Barat 188 9,6 673 34,2 928 47,2 1601 81,4
Kalimantan Tengah 84 5,5 625 40,9 625 40,9 1250 81,8
Kalimantan Selatan 374 18,7 423 21,2 1513 75,7 1936 96,8
Kalimantan Timur 235 16,0 449 30,6 830 56,7 1279 87,3
KALIMANTAN 881 12,7 2.170 31,2 3.896 56,0 6.066 87,2
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
55
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
4.3.5. Wilayah Sulawesi
Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Sulawesi Selatan sebanyak 853 desa/kelurahan (28,6%), dan menurut persentasenya adalah di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 35,1 persen. Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat, jumlah desa/kelurahan terbanyak di Provinsi Sulawesi Selatan (94,7%) dan terrendah di Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 78,3 persen. Persentase desa/kelurahan dengan penerimaan sinya lemah, terbanyak di Provinsi Sulawesi Barat yang mencapai 37 persen.
Tabel 4.21:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler di Wilayah Sulawesi
PROVINSI Ada Pelanggan
Telpon Kabel
Penerimaan Sinyal HP Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % ∑ Desa % Sulawesi Utara 595 35,1 415 24,5 1149 67,9 1564 92,4 Sulawesi Tengah 162 8,9 484 26,7 938 51,7 1422 78,3 Sulawesi Selatan 853 28,6 891 29,9 1934 64,9 2825 94,7 Sulawesi Tenggara 138 6,5 683 32,2 1130 53,3 1813 85,5 Gorontalo 171 23,4 229 31,3 445 60,9 674 92,2 Sulawesi Barat 47 7,4 236 37,0 283 44,4 519 81,3 SULAWESI 1.966 19,7 2.938 29,4 5.879 58,9 8.817 88,3
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
4.3.6. Wilayah Maluku dan Papua
Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Maluku Utara sebanyak 95 desa/kelurahan (8,8%). Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat baru mencapai sekitar 64,7 persen, namun diantaranya terdapat (567desa/kelurahan) atau 27 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah Maluku Utara yang mencapai 29,8 persen.
56
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 4.22:
Jumlah dan Persentase Desa/Kelurahan Menurut Keberadaan Telepon Kabel dan Penerimaan Sinyal Telpon Seluler
PROVINSI Ada Pelanggan
Telpon Kabel
Penerimaan Sinyal HP Sinyal Lemah Sinyal Kuat Lemah - Kuat
∑ Desa
% ∑ Desa
% ∑ Desa
% ∑ Desa
%
Maluku 82 8,0 245 23,9 387 37,8 632 61,7 Maluku Utara 95 8,8 322 29,8 406 37,6 728 67,5 MALUKU 177 8,4 567 27,0 793 37,7 1.360 64,7 Papua Barat 60 4,2 206 14,3 301 20,9 507 35,2 Papua 88 2,2 342 8,7 705 18,0 1047 26,7 PAPUA 148 2,8 548 10,2 1.006 18,8 1.554 29,0
Sumber: Hasil Pengolahan data PODES 2011 (BPS)
Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antarprovinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Provinsi Papua sebanyak 88 desa/kelurahan, dan menurut persentasenya adalah sebesar 4,2 persen di Provinsi Papua Barat. Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat baru mencapai sekitar 89,9 persen, namun diantaranya terdapat (17.272 desa/kelurahan) atau 22 persen yang masih menerima sinyal lemah, khususnya di wilayah Papua Barat yang mencapai 14,3 persen.
BAB V
ANALISIS PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
57
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
BAB 5 ANALISIS PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH
5.1. Analisis Pendapatan Daerah APBD dialokasikan untuk melaksanakan program/kegiatan sesuai dengan
kemampuan pendapatannya, serta didukung oleh pembiayaan yang sehat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang diikuti dengan pemerataan pembangunan. Pencapaian tujuan tersebut diharapkan dapat dilakukan melalui peningkatan potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah ditambah dengan dana transfer dari pemerintah Pusat yang digunakan untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas. Selanjutnya melalui belanja yang berkualitas diharapkan APBD dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian, kenyataan yang dihadapi dalam pengelolaan keuangan publik, selalu terjadi kendala penganggaran, yang tercermin dari banyaknya kebutuhan yang dihadapkan pada keterbatasan sumber-sumber pendapatan daerah. Dengan demikian, prioritas belanja dan perencanaan yang baik dapat menjadi kunci untuk menyiasati kendala penganggaran. Terkait dengan hal tersebut, melalui analisis keuangan APBD diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna dalam memotret kondisi keuangan APBD baik dari sisi pendapatan dan belanja.
Disisi pendapatan, analisis kesehatan keuangan APBD akan melihat aspek kemandirian daerah dan ruang fiskal (fiscal space), sementara dari sisi belanja daerah akan meliputi rasio belanja pegawai terhadap total belanja, rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja, rasio belanja modal per total belanja, dan rasio belanja modal per jumlah penduduk. Semua rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola belanja daerah, apakah suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, atau untuk belanja yang sifatnya untuk pendanaan aparatur, seperti belanja pegawai tidak langsung. Analisis dari sisi pendapatan, meliputi analisis rasio kemandirian daerah, Tax Effort, Tax perkapita, serta ruang fiskal (fiscal space).
5.1.1. Rasio Kemandirian Daerah
Rasio kemandirian ditunjukkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan. Semakin besar angka rasio PAD, maka kemandirian daerah semakin besar, dan sekaligus memiliki rasio transfer yang rendah. Penghitungannya dilakukan dengan menjumlahkan PAD seluruh pemda pada satu daerahi kemudian membaginya dengan total pendapatan untuk wilayah yang sama.
58
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi
Perkembangan rasio PAD dibandingkan dengan total pendapatan pada tahun 2011 secara umum menunjukkan peningkatan dibanding dengan Rasio PAD pada tahun 2007, kecuali untuk Provinsi Papua Barat, Provinsi Aceh, Kepulauan Bangka Belitung, dan Bengkulu. Rasio PAD tertinggi dicapai oleh pemerintah provinsi Jawa Timur sebesar 76,87 persen dan terendah dimiliki oleh pemda provinsi Papua Barat sebesar 2,92 persen Sementara itu Rasio PAD terhadap total Pendapatan antarprovinsi yang berada di atas rata-rata antarprovinsi (50,07%), meliputi sebanyak 10 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1:
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Pemerintah Provinsi Tahun 2007 dan 2011
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se – Provinsi
Perkembangan rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se – Provinsi pada tahun 2007 dibandingkan dengan total pendapatan pada tahun 2011 secara umum menunjukkan peningkatan, kecuali untuk Provinsi Kalimantan Selatan dan Riau. Rasio PAD tertinggi dicapai oleh pemerintah provinsi Riau sebesar 26,07 persen dan terendah dimiliki oleh pemda provinsi Papua Barat sebesar 2,60 persen Sementara itu Rasio PAD terhadap total Pendapatan yang berada di atas rata-rata kabupaten/kota se-provinsi (8,55%), meliputi sebanyak 8 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.2.
59
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 5.2:
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Kabupaten dan Kota Se – Provinsi
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan Untuk Tingkat Kabupaten dan Kota
Rasio PAD terhadap Total Pendapatan untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Badung Provinsi Bali dengan nilai Rasio 77,24 persen sementara rasio terrendah di Kabupaten Maybrat Provinsi Papua Barat sebesar 0,04 persen dan Kabupaten Deiyai Provinsi Papua sebesar 0.10 persen. Berdasarkan pemeringkatan nilai Rasio PAD pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kota-kota wilayah Jawa Bali dan Sumatera. Sementara untuk Rasio PAD pada 20 kabupaten/kota terrendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di Provinsi papua dan Papua Barat. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Rasio PAD terhadap total pendapatan, dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel. 5.1:
Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah untuk Rasio PAD terhadap Total Pendapatan.
N0 20 PERINGKAT TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH TERRENDAH
20 PERINGKAT TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH TERTINGGI
PROVINSI KABUPATEN DAN KOTA
PAD/APBD (%)
PROVINSI KABUPATEN DAN KOTA
PAD/APBD (%)
1 PAPUA BARAT Maybrat 0,04 BALI Badung 77,24
2 PAPUA Deiyai 0,10 JAWA TIMUR Kota Surabaya 53,87
3 PAPUA BARAT Tambrauw 0,11 SUMATERA UTARA Kota Medan 31,57
4 PAPUA Puncak 0,17 KEPULAUAN RIAU Karimun 30,91
5 PAPUA Intan Jaya 0,18 BALI Kota Denpasar 30,69
6 PAPUA Yalimo 0,21 KEPULAUAN RIAU Kota Batam 27,32
7 PAPUA Membramo Raya 0,24 BANTEN Kota Cilegon 26,98
60
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
N0 20 PERINGKAT TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH TERRENDAH
20 PERINGKAT TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH TERTINGGI
PROVINSI KABUPATEN DAN KOTA
PAD/APBD (%)
PROVINSI KABUPATEN DAN KOTA
PAD/APBD (%)
8 PAPUA Mamberamo Tengah 0,24 D I YOGYAKARTA Kota Yogyakarta 25,44
9 PAPUA Dogiyai 0,34 JAWA TENGAH Kota Semarang 24,94
10 NTT Sabu Raijua 0,44 JAWA BARAT Kota Bekasi 24,81
11 LAMPUNG Tulang Bawang Barat 0,54 JAWA TIMUR Sidoarjo 23,63
12 MALUKU UTARA Pulau Morotai 0,60 JAWA BARAT Kota Bandung 23,49
13 PAPUA Supiori 0,61 MALUKU UTARA Halmahera Utara 22,58
14 LAMPUNG Mesuji 0,61 BANTEN Tangerang 21,94
15 SUMATERA UTARA Nias Utara 0,61 JAWA BARAT Bekasi 21,51
16 SUMATERA UTARA Nias Barat 0,67 JAWA TENGAH Kota Tegal 21,44
17 SULAWESI UTARA Bolaang Mongondow Timur
0,86 BANTEN Kota Tangerang Selatan
21,43
18 PAPUA Nduga 0,89 BANTEN Kota Tangerang 21,40
19 SULAWESI TENGAH Sigi 0,89 SULAWESI SELATAN
Kota Makassar 21,00
20 SULAWESI UTARA Minahasa Tenggara 0,90 BALI Gianyar 19,72
5.1.2. Rasio Pajak (Tax Ratio)
Tax Ratio merupakan perbandingan antara jumlah penerimaan pajak suatu daerah terhadap pendapatan suatu output perekonomian atau produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Terkait dengan rasio pajak, PDRB menggambarkan jumlah pendapatan potensial yang dapat dikenai pajak. PDRB juga menggambarkan kegiatan ekonomi masyarakat yang jika berkembang dengan baik merupakan potensi yang baik bagi pengenaan pajak di wilayah tersebut. Oleh karena itu, mengetahui angka-angka rasio pajak di berbagai wilayah di Indonesia akan membantu kita dalam menganalisis secara sederhana hubungan antara pajak daerah wilayah tersebut dengan PDRB-nya, mengetahui jenis-jenis pajak apa saja yang potensial serta sektor ekonomi yang terkait, dan menilai kondisi suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah lain.
Rasio Pajak Pemerintah Provinsi
Perkembangan Rasio Pajak pemerintah provinsi tahun 2011 secara umum menunjukkan peningkatan dibanding dengan Rasio Pajak pada tahun 2007, kecuali untuk Provinsi Sulawesi Tengah. Rasio Pajak tertinggi dicapai oleh pemerintah provinsi Bali 4 persen dan terendah dimiliki oleh pemda provinsi Papua Barat sebesar 0,9 persen Tingginya angka rasio pajak tersebut disebabkan angka pembaginya, yaitu PDRB-nya rendah, kemudian rendahnya rasio tersebut disebabkan karena penerimaan pajak daerah yang sangat rendah. Sementara itu Rasio pajak antarprovinsi yang berada di atas rata-rata antarprovinsi (2,3%) meliputi 13 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.3.
61
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 5.3:
Tax Rasio Pemerintah Provinsi Tahun 2007 dan 2011
Rasio PajakPemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi
Perkembangan Rasio Pajak pemerintah provinsi tahun 2011 secara umum menunjukkan peningkatan diseluruh provinsi dibanding dengan Rasio Pajak pada tahun 2007. Rasio pajak pemkab dan pemkot se-Provinsi Bali menunjukkan angka yang paling tinggi yaitu sebesar 5,05 persen Penyebab tingginya rasio tersebut adalah tingginya pajak daerah pemkab dan pemkot se-provinsi tersebut berasal dari sektor pariwisata yang mencapai hingga 51 persen. Sementara itu, rasio pajak terendah terdapat pada pemerintah kabupaten dan kota se-Provinsi Riau, yaitu sebesar 0,28 persen Rendahnya angka tersebut disebabkan oleh rendahnya potensi penerimaan pajak daerah. Potensi penerimaan pajak yang tinggi di Provinsi Riau adalah dari sektor pertambangan yang merupakan sumber penerimaan Negara yang selanjutnya akan menjadi sumber pendapatan bagi hasil sumber daya alam (DBH SDA) yang dalam rasio ini tidak dihitung. Provinsi-provinsi yang memiliki Rasio pajak di atas rata-rata antarprovinsi (50,07%), meliputi 13 provinsi. Data tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.4.
62
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 5.4:
Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi
Rasio Pajak Pemerintah Kabupaten dan Kota
Rasio Pajak untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Badung Provinsi Bali dengan nilai Rasio 15,94 persen, sementara rasio terrendah di Kabupaten Puncak Provinsi Papua sebesar 0,004 persen dan Kabupaten Sorongi Provinsi Papua sebesar 0,03 persen Tingginya kontribusi pajak di Kabupaten Badung sebagian besar bersumber dari Pajak Hotel dan Restoran yang mencapai 84 persen dari total pajak yang diterima daerah. Sementara relatif tingginya Rasio pajak di Kota Tomohon lebih disebabkan oleh rendahnya nilai PDRB kota tersebut. Berdasarkan pemeringkatan nilai Rasio pajak pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kota-kota wilayah Jawa Bali dan Sulawesi. Sementara untuk Rasio Pajak pada 20 kabupaten/kota terrendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Kalimantan dan Papua. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Rasio Pajak, dapat dilihatpada Tabel 5.2.
63
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel. 5.2:
Rasio Pajak Kabupaten/Kota Menurut Dua Puluh (20) Peringkat Tertinggi dan Terendah, Tahun 2011
20 Kab/Kota dengan Rasio Pajak tertinggi 20 Kab/Kota dengan Rasio Pajak terrendah
No Provinsi kabupaten/kota (%) Provinsi kabupaten/kota (%)
1 BALI Badung 15.94 PAPUA Puncak 0.00
2 SULAWESI UTARA Kota Tomohon 14.28 PAPUA BARAT Sorong 0.03
3 KEPULAUAN RIAU Karimun 6.76 LAMPUNG Mesuji 0.03
4 SULAWESI TENGGARA
Buton Utara 4.27 SUMATERA UTARA Nias Utara 0.04
5 BANTEN Kota Tangerang Selatan 3.96 KALIMANTAN TIMUR Kutai Timur 0.04
6 BALI Kota Denpasar 3.79 SUMATERA UTARA Nias 0.05
7 KEPULAUAN RIAU Kepulauan Riau 3.23 KALIMANTAN TIMUR Pasir 0.06
8 NUSA TENGGARA BARAT
Lombok Barat 3.00 KALIMANTAN TIMUR Kutai 0.06
9 BALI Gianyar 2.85 KALIMANTAN SELATAN
Balangan 0.07
10 JAWA BARAT Kota Bogor 2.57 PAPUA Deiyai 0.07
11 GORONTALO Kota Gorontalo 2.41 SULAWESI UTARA Manado 0.07
12 SULAWESI SELATAN Maros 2.36 JAMBI Tanjung Jabung Timur 0.07
13 MALUKU UTARA Kota Ternate 2.14 SUMATERA UTARA Batu Bara 0.07
14 JAWA BARAT Kota Depok 2.10 RIAU Rokan Hilir 0.08
15 JAWA BARAT Kota Bekasi 2.02 JAWA TIMUR Kota Kediri 0.08
16 JAWA TIMUR Kota Surabaya 1.93 PAPUA Dogiyai 0.08
17 KALIMANTAN BARAT Kayong Utara 1.82 KALIMANTAN TIMUR Kota Bontang 0.08
18 D I YOGYAKARTA Kota Yogyakarta 1.81 PAPUA Waropen 0.09
19 MALUKU Maluku Tenggara 1.79 KALIMANTAN BARAT
Bengkayang 0.09
20 D I YOGYAKARTA Sleman 1.78 SULAWESI TENGGARA
Konawe Utara 0.09
5.1.3. Ruang Fiskal Daerah
Perencanaan dan penganggaran yang dituangkan dalam APBD suatu daerah memegang peranan sangat penting. Pemerintah daerah diharapkan memiliki terobosan untuk memanfaatkan ruang fiskal yang ada guna memacu pertumbuhan ekonomi. Ruang fiskal diperoleh dari pendapatan umum setelah dikurang pendapatan yang sudah ditentukan penggunaannya (earmarked) serta belanja yang sifatnya mengikat seperti belanja pegawai dan belanja bunga. Efektivitas penggunaan anggaran di suatu daerah juga menunjang terciptanya ruang fiskal yang cukup memberi ruang dalam pembangunan suatu daerah.
Ruang fiscal antarprovinsi, menunjukkan Pemprov. Papua Barat memiliki ruang fiskal yang tertinggi yaitu sebesar 93,7 persen hal ini dapat disebabkan dana transfer
64
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
yang besar yang dialokasikan oleh pemerintah pusat, sedangkan Pemprov. NTT mempunyai ruang fiskal yang terendah yaitu sebesar 64,4 persen. Hal ini dapat disebabkan karena pendapatan daerah yang rendah, disisi lain pendapatan DAU sebagian besar digunakan untuk belanja pegawai. Gambaran selengkapnya tentang ruang fiskal masing-masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5. Ruang Fiskal Pemerintah Provinsi, Tahun 2011
Rata-rata Ruang fiskal seluruh pemkab dan pemkot pada suatu provinsi dapat digambarkan pada grafik 5.6. Dari hasil analisis ini, rata-rata ruang fiskal tertinggi untuk kabupaten dan kota terdapat di Provinsi Papua yaitu sebesar 70,95 persen Tingginya angka ini dapat disebabkan oleh pendapatan yang tidak dibatasi penggunaanya yang didominasi oleh sektor pertambangan dan migas serta sektor kehutanan. Adapun ruang fiskal terendah terdapat pada kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Bali, yaitu sebesar 34,70 persen Rendahnya angka ini disebabkan tingginya pendapatan yang bersifat earmarked serta belanja wajib, khususnya belanja pegawai.
Gambar 5.6: Rata-rata Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota Menurut Provinsi, Tahun 2011
65
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Ruang Fiskal Kabupaten dan Kota
Ruang fiskal untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Membramo Raya Provinsi Papua dengan Ruang Fiskal sebesar 86,6 persen, dan Ruang fiskal terrendah di Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat sebesar Rp. 24,4 persen dan Kabupaten Karang Anyar Provinsi Jawa Tengah sebesar 25,1 persen Berdasarkan pemeringkatan nilai Ruang Fiskal pada 10 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Provinsi Papua, Papua Barat dan Kalimantan Timur. Sementara untuk Tax Ratio pada 10 kabupaten/kota terrendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa-Bali dan sebagian Sumatera. Rincian untuk sepuluh (10) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Tax Ratio, dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3.
10 Kabupaten/Kota tertinggi dan 10 Kabupaten/Kota Terrendah Menurut Ruang Fiskal
N0 RUANG FISKAL TERRENDAH RUANG FISKAL TERTINGGI
PROV KABUPATEN DAN KOTA
(%) PROV KABUPATEN DAN KOTA
(%)
1 SUMATERA BARAT Agam 24.4 PAPUA Membramo Raya 86.6
2 JAWA TENGAH Karanganyar 25.1 PAPUA BARAT Kaimana 84.8
3 SUMATERA UTARA Simalungun 26.4 PAPUA Puncak 84.7
4 BALI Kota Denpasar 26.5 PAPUA BARAT Teluk Bintuni 84.4
5 JAWA TENGAH Kebumen 26.6 PAPUA Sarmi 84.0
6 JAWA TENGAH Klaten 27.7 KALIMANTAN TIMUR Kota Bontang 83.6
7 D I YOGYAKARTA Gunung Kidul 28.7 PAPUA Supiori 83.6
8 SUMATERA BARAT Tanah Datar 28.8 PAPUA Waropen 83.1
9 JAWA TIMUR Ngawi 29.6 PAPUA Intan Jaya 82.2
10 JAWA TENGAH Sragen 29.6 PAPUA Mamberamo Tengah 80.8
5.2. Analisis Belanja Daerah
Belanja daerah merupakan gambaran alokasi anggaran untuk melaksanakan program/kegiatan dan pembiayaan Pembangunan. Pembangunan dimaksud meliputi berbagai program untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, pembangunan di berbagai sector, termasuk untuk mendanai penyelenggaraan layanan publik dalam jumlah yang mencukupi dan juga berkualitas. Dengan demikian, belanja yang berkualitas diharapkan dapat menjadi injeksi bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
66
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Melalui Profil Belanja daerah ini diharapkan dapat memberikan gambaran kualitas belanja berdasarkan pendekatan rasio antar beberapa komponen penting belanja daerah. Komponen penting tersebut akan dilihat dari indikator sebagai berikut:
1. Rasio belanja pegawai terhadap total belanja. 2. Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja. 3. Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk. 4. Rasio belanja modal terhadap total belanja. 5. Rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk.
5.2.1. Rasio belanja pegawai terhadap total belanja
Rasio belanja pegawai terhadap total belanja dapat memberikan indikasi terhadap porsi belanja pegawai/ di luar belanja pegawai yang khususnya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi angka rasionya maka semakin besar proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai dan begitu sebaliknya semakin kecil angka rasio belanja pegawaimaka semakin kecil pula proporsi APBD yang dialokasikan untuk belanja pegawai APBD. Belanja pegawai yang dihitung dalam rasio ini melipui belanja pegawai langsung dan belanja pegawai tidak langsung.
Rasio belanja pegawai terhadap total belanja Pemerintah Provinsi.
Rasio belanja pegawai pemerintah provinsi di Indonesia pada tahun 2007 rata-rata sebesar 24,1 persen meningkat menjadi sebesar 24,7 persen pada tahun 2011. Pada tahun 2011, sebanyak 13 provinsi memiliki rasio belanja pegawai yang lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio provinsi tersebut dan sedangkan 20 provinsi lainnya di atas rata-rata. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah provinsi masih memiliki rasio belanja pegawai relatif tinggi. Pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terbesar adalah Pemprov Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan rasio sebesar 38,2 persen sedangkan pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terkecil adalah Pemprov Papua Barat yang sebesar 9,1 persen Perbaikan rasio belanja pegawai tidak langsung selama periode 2007-2011 diperlihatkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang menurun tajam dari 45,2 persen pada tahun 2007 menjadi 22,9 persen pada tahun 2011. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai terhadap total belanja masing-masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.7.
67
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 5.7: Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di
Indonesia
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi.
Rasio belanja pegawai pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi di Indonesia pada tahun 2007 rata-rata sebesar 42,6 Persen, meningkat menjadi sebesar 51,1 persen pada tahun 2011. Pada tahun 2011, sebanyak 14 provinsi memiliki rasio belanja pegawai yang lebih rendah dibandingkan rata-rata rasio provinsi tersebut dan sedangkan 18 provinsi lainnya di atas rata-rata. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi masih memiliki rasio belanja pegawai relatif tinggi. Pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai terbesar adalah DI. Yogyakarta dengan rasio sebesar 66,9 persen sedangkan rasio belanja pegawai terkecil adalah pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi Kalimantan Timur sebesar 31,9 persen Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai terhadap total belanja masing-masing pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8: Rasio Belanja Pegawai Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Terhadap Total Belanja Pemerintah
Di Indonesia
68
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Rasio belanja pegawai untuk tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Karang Anyar Provinsi Jawa Tengah dengan Rasio Belanja sebesar 75,5 persen, dan Rasio Belanja terrendah di Kabupaten Puncak Provinsi Papua sebesar Rp. 16,1 persen Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi, sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Sumatera,. Sementara untuk Rasio belanja pada 20 kabupaten/kota terrendah, sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan rasio belanja pegawai tinggi tersebut, umumnya dipengaruhi oleh banyaknya pagawai, sejalan dengan banyaknya jumlah penduduk. Sementara kondisi sebaliknya untuk di wilayah Papua yang berpenduduk sedikit. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Rasio belanja, dapat dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4: Rasio Belanja Pegawai Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota Menurut 20 Peringkat
Tertinggi dan Terrendah.
no 20 Peringkat Rasio belanja pegawai (langsung + tidak langsung) terrendah
30 Peringkat Rasio belanja pegawai (langsung + tidak langsung) tertinggi
Prov Kab/Kota Rasio (%)
Prov Kab/Kota Rasio (%)
1 PAPUA PUNCAK 16,1 JAWA TENGAH KARANGANYAR 75,5
2 KALIMANTAN TIMUR
TANA TIDUNG 17,9 MALUKU KOTA AMBON 73,4
3 PAPUA MAMBERAMO RAYA
19,0 SUMATERA BARAT AGAM 72,0
4 KALIMANTAN TIMUR
PENAJAM PASER UTARA
19,2 SUMATERA UTARA SIMALUNGUN 71,9
5 PAPUA SUPIORI 19,5 SULAWESI TENGAH KOTA PALU 71,4
6 PAPUA SARMI 20,1 ACEH BIREUEN 71,1
7 PAPUA INTAN JAYA 20,3 JAWA BARAT KUNINGAN 70,8
8 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 22,9 D I YOGYAKARTA BANTUL 70,7
9 PAPUA BARAT TAMBRAUW 23,4 D I YOGYAKARTA KULON PROGO 70,7
10 KALIMANTAN TIMUR
KOTA BONTANG 23,5 JAWA TENGAH PEMALANG 70,2
11 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 23,6 JAWA TENGAH PURWOREJO 70,0
12 KALIMANTAN TIMUR
MALINAU 24,0 JAWA TENGAH SRAGEN 69,9
13 PAPUA BOVEN DIGOEL 24,8 SUMATERA UTARA KOTA PADANG SIDEMPUAN
69,9
14 KEPULAUAN RIAU NATUNA 25,0 SULAWESI UTARA KOTA BITUNG 69,7
15 KALIMANTAN TENGAH
SERUYAN 25,1 JAWA TENGAH KLATEN 69,7
16 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR
25,1 JAWA BARAT KOTA TASIKMALAYA
69,5
17 PAPUA BARAT KAIMANA 25,7 SUMATERA UTARA TOBA SAMOSIR 68,6
18 PAPUA MAMBERAMO TENGAH
25,8 GORONTALO GORONTALO 68,5
19 PAPUA NDUGA 26,3 NUSA TENGGARA BARAT
LOMBOK TENGAH 68,4
20 PAPUA YALIMO 26,9 JAWA TIMUR NGAWI 68,4
69
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
5.2.2. Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja.
Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja. Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah terhadap pembayaran gaji pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD). Semakin besar rasionya maka semakin besar belanja daerah yang dibelanjakan untuk membayar gaji pegawai daerah dan sebaliknya, semakin kecil angka rasionya maka semakin kecil belanja daerah yang dipergunakan untuk membayar gaji pegawai daerah.
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Pemerintah Provinsi
Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap belanja daerah pemerintah provinsi memperlihatkan bahwa secara rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2007 sebesar 17,1 persen meningkat menjadi 20,2 persen pada tahun 2011. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2011, sebanyak 15 provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari angka tersebut, dan 18 provinsi memiliki rasio yang lebih besar. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah provinsi masih memiliki rasio belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) relatif tinggi. Sulawesi Utara memiliki rasio tertinggi sebesar 32,4 persen, sedangkan yang terrendah, adalah Pemprov Papua Barat, memiliki rasio sebesar 6,0 persen Perbaikan rasio belanja pegawai tidak langsung selama periode 2007-2011 diperlihatkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang menurun tajam dari 38,8 persen pada tahun 2007 menjadi 19,5 persen pada tahun 2011. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja masing-masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Gambar 5.9.
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia
70
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi.
Rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap belanja daerah pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi memperlihatkan bahwa secara rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2007 sebesar 34,9 persen meningkat menjadi 45,9 persen pada tahun 2011. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja pegawai tidak langsung pada tahun 2011, sebanyak 15 provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari angka tersebut, dan 17 provinsi memiliki rasio yang lebih besar. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi masih memiliki rasio belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) relatif tinggi. Kabupaten dan kota se-Provinsi DI. Yogyakarta memiliki rasio tertinggi sebesar 60,7 persen sedangkan yang terrendah, adalah Kabupaten dan kota se-provinsi Kalimantan Timur, memiliki rasio sebesar 24,2 persen Peningkatan rasio belanja pegawai tidak langsung selama periode 2007-2011 diperlihatkan oleh setiap provinsi. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja masing-masing Pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.10 .
Gambar 5.10.
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia
Rasio Belanja Pegawai Tidak Langsung (PNSD) Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Rasio belanja pegawai tidak langsung atau untuk Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) pada tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Karang Anyar Provinsi Jawa Tengah dengan Rasio Belanja sebesar 72,2 persen , dan Rasio Belanja terrendah di Kabupaten Puncak Provinsi Papua sebesar Rp. 11,8 persen Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi, belanja untuk PNSD sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Sumatera,. Sementara untuk Rasio belanja terrendah sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten
71
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan rasio belanja PNSD tinggi tersebut, umumnya dipengaruhi oleh banyaknya PNSD, sejalan dengan banyaknya jumlah penduduk. Sementara kondisi sebaliknya untuk di wilayah Papua yang berpenduduk sedikit memiliki jumlah PNSD yang sedikit pula. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja PNSD, dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5: Rasio Belanja Pegawai (PNSD) Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota
No 20 PERINGKAT RASIO BELANJA PEGAWAI UNTUK PNSD TERRENDAH
20 PERINGKAT RASIO BELANJA PEGAWAI UNTUK PNSD TERRENDAH
Prov Kab/Kota % Prov Kab/Kota % 1 PAPUA PUNCAK 11,8 JAWA TENGAH KARANGANYAR 72,2
2 PAPUA MAMBERAMO RAYA 13,4 MALUKU KOTA AMBON 72,1
3 KALIMANTAN TIMUR TANA TIDUNG 14,5 SUMATERA UTARA SIMALUNGUN 70,2
4 KALIMANTAN TIMUR PENAJAM PASER UTARA
14,7 SUMATERA BARAT AGAM 69,1
5 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 15,0 JAWA BARAT KUNINGAN 67,8
6 PAPUA BARAT KAIMANA 15,1 JAWA TENGAH KLATEN 67,2
7 PAPUA SUPIORI 16,0 SULAWESI UTARA MINAHASA 66,8
8 PAPUA SARMI 16,0 D I YOGYAKARTA KULON PROGO 66,5
9 KALIMANTAN TIMUR KOTA BONTANG 16,8 JAWA TENGAH SRAGEN 66,5
10 PAPUA WAROPEN 17,0 Aceh BIREUEN 66,3
11 PAPUA INTAN JAYA 17,9 JAWA TIMUR NGAWI 66,2
12 KALIMANTAN TIMUR KUTAI BARAT 17,9 JAWA TENGAH PURWOREJO 66,2
13 KEPULAUAN RIAU NATUNA 18,3 JAWA TENGAH PEMALANG 66,1
14 KALIMANTAN TIMUR MALINAU 18,4 JAWA TIMUR TULUNGAGUNG 66,0
15 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 18,6 JAWA TENGAH BOYOLALI 66,0
16 PAPUA BOVEN DIGOEL 19,0 SUMATERA UTARA TOBA SAMOSIR 65,5
17 PAPUA MAMBERAMO TENGAH
19,3 SULAWESI TENGAH KOTA PALU 65,5
18 PAPUA BARAT TAMBRAUW 20,4 D I YOGYAKARTA BANTUL 65,5
19 PAPUA MAPPI 20,5 NUSA TENGGARA BARAT
LOMBOK TENGAH 65,4
20 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR 21,0 BALI TABANAN 65,3
5.2.3. Rasio Belanja Pegawai Terhadap Jumlah Penduduk.
Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk (belanja pegawai perkapita) seharusnya menunjukkan seberapa besar belanja pegawai yang digunakan untuk memberikan pelayanan per penduduk di suatu daerah. Semakin besar nilainya, seharusnya semakin besar besar pelayanan yang diberikan kepada penduduk wilayah tersebut. Namun hal ini dapat memiliki makna berbedajika tingginya belanja pegawai
72
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
tidak diikuti dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, dan hal ini lebih menunjukkan pemborosan anggaran pembangunan.Sehingga tingginya belanja pegawai belum tentu sejalan dengan orientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Rasio Belanja Pegawai Per Jumlah Penduduk Pemerintah Provinsi.
Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk (belanja pegawai perkapita) pada tahun 2007 sebesar Rp.65.011 perkapita, meningkat menjadi Rp.132.796 perkapita pada tahun 2011. Dari grafik tersebut terlihat bahwa Sebanyak 22 pemprov. memiliki rasio belanja pegawai perkapita di atas rata-rata, dan hanya sisanya memiliki rasio belanja pegawai perkapita di bawah rata-rata. Pemerintah Provinsi yang mempunyai rasio belanja pegawai perkapita tertinggi adalah di Pemprov. DKI Jakarta sebesar Rp. 1,013 juta, sedangkan pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai perkapita terrendah adalah Pemprov. Jawa Tengah dengan rasio sebesar Rp. 42.935.
Gambar 5.11: Rasio Belanja Pagawai Perkapita Pemerintah Provinsi, Tahun 2007 dan 2011.
Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk (belanja pegawai perkapita) untuk pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi pada tahun 2007 sebesar Rp. 475.325 perkapita, meningkat menjadi Rp. 831.180 perkapita pada tahun 2011. Dari grafik tersebut terlihat bahwa Sebanyak 27 provinsi memiliki rasio belanja pegawai perkapita di atas rata-rata, dan hanya sisanya memiliki rasio belanja pegawai perkapita di bawah rata-rata. Pemerintah Pemkab/Pemkot se-provinsi yang mempunyai rasio belanja pegawai perkapita tertinggi adalah di Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 3,027 juta, sedangkan pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja pegawai perkapita terrendah adalah Pemkab/Pemkot di Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 478.985.
73
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 5.12: Rasio Belanja Pagawai Perkapita Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi,
Tahun 2007 dan 2011.
Rasio Belanja Pegawai Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Rasio belanja pegawai terhadap jumlah penduduk (belanja pegawai perkapita), nilai tertinggi terdapat di Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat sebesar Rp. 14.73 juta, sementara nilai terrendah di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. Rp. 263.509. Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pegawai pada 20 kabupaten/kota tertinggi dan terrendah, memperlihatkan bahwa kabupaten dan kota di sebagian besar wilayah timur Indonesia memiliki rasio tertinggi, sedangkan kabupaten dan kota di wilayah Pulau Jawa memiliki rasio yang terendah. Hal ini disebabkan oleh karena kabupaten dan kota di wilayah timur Indonesia jumlah penduduknya masih sedikit sedangkan pendapatan daerahnya relatif tinggi. Sebaliknya kabupaten dan kota yang berada di pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang besar dan pendapatan daerah yang terbatas. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja pegawai perkapita, dapat dilihat pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6:
Rasio Belanja Pegawai Per Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota tahun 2011
No. Rasio belanja perkapita (20 Kab/Kota) Terrendah
Rasio belanja perkapita (20 Kab/Kota) Tertinggi
Prov Kab/Kota Rp. Prov Kab/Kota Rp. 1 JAWA BARAT BOGOR 263.509 PAPUA BARAT TAMBRAUW 14.729.298 2 BANTEN TANGERANG 321.867 KALIMANTAN TIMUR TANA TIDUNG 12.989.937 3 JAWA BARAT KOTA DEPOK 323.527 KEPULAUAN RIAU KEPULAUAN ANAMBAS 8.867.963 4 JAWA BARAT BEKASI 325.789 ACEH KOTA SABANG 7.370.612 5 BANTEN KOTA TANGSEL 382.245 PAPUA SUPIORI 6.491.785 6 JAWA BARAT BANDUNG BARAT 383.985 PAPUA MAMBERAMO RAYA 6.389.336 7 JAWA TIMUR MALANG 389.499 PAPUA WAROPEN 5.954.303 8 NTT SUMBA TENGAH 396.910 SULAWESI UTARA KOTA TOMOHON 5.927.789 9 JAWA BARAT SUKABUMI 398.744 PAPUA BARAT RAJA AMPAT 5.144.670 10 JAWA BARAT KOTA BEKASI 401.318 KALIMANTAN TIMUR MALINAU 5.069.005 11 JAWA BARAT BANDUNG 413.014 PAPUA BARAT MAYBRAT 4.652.630 12 JAWA BARAT CIANJUR 416.051 PAPUA BARAT SORONG SELATAN 4.572.894 13 JAWA BARAT KARAWANG 420.488 KALIMANTAN TIMUR BULUNGAN 4.452.688
74
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
14 JAWA TIMUR JEMBER 436.103 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 4.352.060 15 JAWA TIMUR SIDOARJO 442.679 PAPUA ASMAT 4.342.009 16 JAWA TENGAH BREBES 466.383 PAPUA BARAT SORONG 4.294.630 17 JAWA BARAT CIREBON 484.628 PAPUA BARAT FAKFAK 4.254.638 18 JAWA TIMUR SAMPANG 488.621 KEPULAUAN RIAU NATUNA 4.165.741 19 JAWA TIMUR PASURUAN 491.255 PAPUA PEGUNUNGAN BINTANG 3.932.344 20 BANTEN SERANG 500.276 SUMATERA BARAT KOTA SAWAH LUNTO 3.791.900
5.2.4. Rasio Belanja Modal Per Total Belanja.
Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi belanja daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal. Belanja Modal merupakan belanja pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah selain dari sektor swasta, rumah tangga, dan luar negeri. Oleh karena itu, semakin tinggi angka rasionya, semakin baik pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, semakin rendah angkanya, semakin buruk pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Rasio Belanja Modal Per Total Belanja Pemerintah Provinsi. Rasio belanja modal pemerintah provinsi terhadap total belanja daerahnya pada
tahun 2007 sebesar 24,9 persen menurun menjadi 20,7 persen. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja modal pada tahun 2011, sebanyak 19 provinsi memiliki rasio yang lebih kecil dari angka tersebut, dan 14 provinsi memiliki rasio yang lebih besar. Dengan demikian, sebagian besar pemerintah provinsi masih memiliki rasio belanja modal relatif rendah. Pemerintah Provinsi Kep. Bangka Belitung memiliki rasio tertinggi sebesar 39,8 persen sedangkan yang terrendah, adalah Pemprov Jawa Tengah memiliki rasio sebesar 7,1 Persen. Selama periode 2007-2011, sebagian besar pemerintah provinsi mengalami penurunan rasio modal dibanding total belanja. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja modal terhadap total belanja masing-masing Pemerintah provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.13.
Gambar 5.13: Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Provinsi Di Indonesia
75
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Rasio Belanja Modal Per Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi.
Rasio belanja modal pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi terhadap total belanja daerahnya pada tahun 2007 sebesar 32,4 Persen menurun menjadi 22,5 persen pada tahun 2011. Berdasarkan angka rata-rata rasio belanja modal pada tahun 2011, Sebanyak 16 provinsi memiliki rasio belanja modal lebih besar dari rata-rata, sedangkan 16 provinsi memiliki rasio belanja modal terhadap belanja pegawai yang lebih kecil dari rata-rata. Pemerintah kabupaten dan kota di Prov. Kalimantan Timur memiliki rasio belanja modal yang terbesar yaitu sebesar 38,0 persen sedangkan pemerintah kabupaten dan kota di Prov. DI Yogyakarta memiliki rasio terkecil yaitu 11,00 persen Selama periode 2007-2011, sebagian besar pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi mengalami penurunan rasio modal terhadap total belanja. Gambaran selengkapnya tentang rasio belanja modal terhadap total belanja masing-masing Pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.14.
Gambar 5.14
Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Masing-Masing Pemerintah Kabupaten Dan Kota Se-Provinsi Di Indonesia
Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Rasio belanja modal pada tingkat Kabupaten dan Kota, tertinggi di Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur dengan Rasio Belanja sebesar 57,4 persen, dan Rasio Belanja terrendah di Koya Den Pasar Provinsi Bali sebesar Rp. 5,8 persen Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi, persentase belanja modal tertinggi sebagian besar terdapat di kabupaten-kabupaten di wilayah Indonesia Timur. Sementara untuk Rasio belanja modal terrendah sebagian besar berada di kabupaten-kabupaten di wilayah Jawa dan Bali. Distribusi kabupaten-kabupaten dengan rasio belanja modal tinggi tersebut, berbanding terbalik dengan rasio
76
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
belanja pegawai. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja modal, dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7.
Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Kabupaten dan Kota
No 20 PERINGKAT RASIO BELANJA MODAL TERRENDAH 20 PERINGKAT RASIO BELANJA MODAL TERTINGGI
Prov KABUPATEN DAN KOTA
% Prov KABUPATEN DAN KOTA
%
1 BALI KOTA DENPASAR 5,8 KALIMANTAN TIMUR
PENAJAM PASER UTARA
57,4
2 LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG
6,4 KALIMANTAN TIMUR
TANA TIDUNG 57,4
3 Aceh KOTA BANDA ACEH 6,8 PAPUA INTAN JAYA 53,9
4 JAWA TENGAH KARANGANYAR 7,9 PAPUA PUNCAK 52,6
5 D I YOGYAKARTA KOTA YOGYAKARTA 8,0 MALUKU UTARA KEPULAUAN SULA 50,4
6 JAWA BARAT KOTA TASIKMALAYA
8,0 PAPUA BARAT TAMBRAUW 50,2
7 JAWA BARAT KUNINGAN 9,2 SUMATERA UTARA NIAS BARAT 49,5
8 BALI TABANAN 9,2 PAPUA NDUGA 49,0
9 JAWA TENGAH PURBALINGGA 9,3 MALUKU SERAM BAGIAN TIMUR 48,4
10 JAWA TENGAH BATANG 9,4 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW TIMUR
46,9
11 JAWA TENGAH SRAGEN 9,5 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 46,0
12 JAWA TENGAH PEMALANG 9,6 RIAU ROKAN HILIR 45,7
13 JAWA TENGAH SUKOHARJO 9,6 KALIMANTAN TIMUR
KOTA BONTANG 45,5
14 BENGKULU KOTA BENGKULU 9,7 KALIMANTAN TIMUR
NUNUKAN 45,4
15 JAWA TIMUR JOMBANG 9,9 KALIMANTAN TIMUR
MALINAU 45,4
16 JAWA BARAT SUMEDANG 10,0 MALUKU UTARA HALMAHERA TENGAH 45,0
17 D I YOGYAKARTA BANTUL 10,0 PAPUA MAMBERAMO RAYA 44,9
18 JAWA TENGAH TEMANGGUNG 10,1 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR 44,9
19 NUSA TENGGARA TIMUR
SIKKA 10,1 PAPUA DEIYAI 44,8
20 JAWA BARAT KOTA CIMAHI 10,1 GORONTALO GORONTALO UTARA 44,8
5.2.5. Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk.
Rasio belanja modal perkapita menunjukkan seberapa besar belanja yang dialokasikan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur daerah per penduduk. Rasio belanja modal perkapita memiliki hubungan yang erat dengan pertumbuhan ekonomi karena belanja modal merupakan salah satu jenis belanja pemerintah yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Rasio ini bermanfaat untuk menunjukkan perhatian pemerintah dalam meningkatkan perekonomian penduduknya, khususnya untuk pembangunan infrastruktur.
77
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Provinsi.
Rasio Belanja Modal perkapita pemerintah provinsi pada tahun 2007 sebesar Rp. 67,3 ribu/kapita meningkat menjadi 111,4 Ribu/kapita pada tahun 2011. Pemerintah provinsi yang memiliki rasio belanja modal terhadap jumlah penduduk di atas rata-rata
nasional yaitu sebanyak 17 provinsi dan sebanyak 16 provinsi yang memiliki rasio di bawah rata-rata nasional. Pemerintah Provinsi yang memiliki rasio belanja modal perkapita tertinggi adalah Pemprov. DKI Jakarta, yaitu sebesar Rp. 839 ribu/kapita sedangkan yang terrendah adalah Pemprov.Jawa Tengah Rp. 13,2 ribu/kapita.
Gambar 5.15.
Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Provinsi tahun 2007 dan 2011.
Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota Se-Provinsi.
Rasio Belanja Modal perkapita pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi pada tahun 2007 sebesar Rp. 361 ribu/kapita meningkat menjadi 367 Ribu/kapita pada tahun 2011. Pemkab dan Pemkot Se-Provinsi yang memiliki rasio belanja modal perkapita lebih tinggi dari rata-rata sebanyak 23 provinsi, sedang yang dibawah rata-rata sebanyak 9 provinsi. Pemkab dan Pemkot se-Prov. Papua Barat memiliki rasio belanja modal perkapita tertinggi yaitu sebesar Rp.2,6 juta perkapita, sedangkan yang terrendah adalah Pemkab dan Pemkot se-Prov. DI Yogyakarta dengan rasio Rp. 142,7 ribu perkapita.
78
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 5.16: Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Provinsi tahun
2007 dan 2011
Rasio Belanja Modal Per Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Rasio belanja Modal daerah terhadap jumlah penduduk (belanja daerah perkapita), nilai tertinggi terdapat di Kabupaten Tana Tidung Provinsi Kalimantan Timur sebesar Rp. 41.517.416, sementara nilai terrendah di Kota Den Pasar Provinsi Bali sebesar Rp. 75.356.Berdasarkan pemeringkatan Rasio Belanja pada 20 kabupaten/kota tertinggi dan terrendah, memperlihatkan pola yang sama dengan rasio belanja perkapita, bahwa kabupaten dan kota di sebagian besar wilayah timur Indonesia memiliki rasio tertinggi, sedangkan kabupaten dan kota di wilayah Pulau Jawa memiliki rasio yang terendah. Hal ini disebabkan oleh karena kabupaten dan kota di wilayah timur Indonesia jumlah penduduknya masih sedikit sedangkan pendapatan daerahnya relatif tinggi. Sebaliknya kabupaten dan kota yang berada di pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang besar dan pendapatan daerah yang terbatas. Rincian untuk dua puluh (20) Kabupaten/Kota menurut peringkat tertinggi dan terendah untuk Belanja modal, dapat dilihat pada Tabel 5.8.
79
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel 5.8: Rasio Belanja Per Jumlah Penduduk Kabupaten dan Kota
No. Rasio Belanja Perkapita (20 Kab/Kota) Terrendah Rasio Belanja Perkapita (20 Kab/Kota) Tertinggi
Prov Kab/Kota Rp. Prov Kab/Kota Rp.
1 BALI KOTA DENPASAR 75.356 KALIMANTAN TIMUR
TANA TIDUNG 41.517.416
2 LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG
76.665 PAPUA BARAT TAMBRAUW 31.598.953
3 JAWA TENGAH KARANGANYAR 87.248 PAPUA MAMBERAMO RAYA 15.131.630
4 JAWA BARAT BANDUNG 87.283 PAPUA SUPIORI 14.577.500
5 JAWA TIMUR JOMBANG 89.583 KALIMANTAN TIMUR
MALINAU 9.576.291
6 JAWA BARAT SUKABUMI 90.370 PAPUA INTAN JAYA 8.211.849
7 JAWA BARAT TASIKMALAYA 90.696 KEPULAUAN RIAU KEPULAUAN ANAMBAS
7.559.539
8 JAWA BARAT KOTA TASIKMALAYA 91.059 PAPUA WAROPEN 7.120.969
9 JAWA TENGAH PURBALINGGA 96.650 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 7.042.880
10 D I YOGYAKARTA
BANTUL 99.760 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 7.000.803
11 JAWA BARAT KUNINGAN 101.086 PAPUA SARMI 6.868.817
12 D I YOGYAKARTA
SLEMAN 101.346 KALIMANTAN TIMUR
PENAJAM PASER UTARA
5.835.063
13 JAWA TENGAH BATANG 102.677 PAPUA BOVEN DIGOEL 5.492.622
14 JAWA TENGAH TEMANGGUNG 103.127 PAPUA BARAT MAYBRAT 5.233.470
15 JAWA BARAT CIANJUR 106.079 PAPUA BARAT SORONG SELATAN 5.233.431
16 JAWA TENGAH SUKOHARJO 107.478 MALUKU UTARA HALMAHERA TENGAH 4.828.850
17 JAWA TENGAH PATI 107.765 KEPULAUAN RIAU NATUNA 4.803.238
18 JAWA BARAT SUMEDANG 107.841 PAPUA BARAT RAJA AMPAT 4.784.694
19 JAWA BARAT GARUT 113.761 PAPUA YALIMO 4.685.726
20 BANTEN PANDEGLANG 113.792 PAPUA PUNCAK 4.539.343
5.3. Perimbangan Kondisi Keuangan Daerah Dengan Kondisi Sosial Masyarakat.
Infomasi perimbangan kondisi keuangan daerah dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran dan kinerja kemampuan keuangan daerah terhadap peningkatan kondisi sosial masyarakat. Gambaran terhadap kondisi sosial masyarakat ini akan dijelaskan dari aspek pendidikan dan kesehatan, yaitu dengan berdasarkan indikator Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Umur Harapan Hidup (UHH). Untuk melihat kondisi keuangan daerah dapat diperkirakan dengan menggunakan struktur APBD menurut urusan, yaitu untuk sektor pendidikan dan kesehatan.
80
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Pengolahan data dilakukan berdasarkan data yang tersedia, yaitu untuk indikator kesehatan dan pendidikan menggunakan data yang bersumber dari BPS, dan data struktur APBD yang bersumber dari DJPK (Kementerian Keuangan). Rata-rata belanja untuk urusan pendidikan dan kesehatan dihitung dari total belanja dari pemerintah provinsi ditambah dengan belanja dari pemerintah kabupaten dan kota se-provinsi. Dengan demikian, informasi ini akan menggambarkan kondisi perimbangan pada agregat provinsi.
Pada Gambar 5.17, tampak perimbangan Umur Harapan Hidup dengan belanja pemerintah urusan kesehatan. Pada Kuadran I, sebanyak 5 provinsi yang berada pada kelompok Umur Harapan Hidup di atas rata-rata nasional dan dukungan belanja pemerintah urusan kesehatan juga berada di atas rata-rata nasional. Provinsi tersebut meliputi: Provinsi Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk kelima Provinsi tersebut sudah mengindikasikan adanya keberpihakan dalam alokasi anggaran untuk urusan kesehatan yang sudah berada di atas rata-rata nasional.
Kondisi sebaliknya yang menunjukkan kurangnya keberpihakan alokasi belanja untuk urusan kesehatan dapat ditunjukkan pada daerah yang menempati Kuadran III, yaitu sebanyak 9 provinsi. Rincian provinsi dimaksud dapat dilihat pada Gambar 5.20. dan Tabel 5.10.
81
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Gambar 5.17. Perimbangan Indeks Harapan Hidup dengan belanja pemerintah Urusan kesehatan.
Keterangan:
Kuadran I : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di atas rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan terhadap kondisi kesehatan masyarakat. Kuadran II : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada di bawah rata-rata provinsi dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di atas rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan masih belum optimal, walaupun kondisi kesehatan masyarakat sudah berada di atas rata nasional. Kuadran III : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di bawah rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi rendahnya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan terhadap kondisi kesehatan masyarakat yang masih rendah. Kuadran IV : Rata-rata Belanja Menurut urusan Kesehatan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada di atas rata-rata provinsi dan Umur Harapan Hidup Provinsi berada di bawah rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan kesehatan untuk melakukan perbaikan kondisi kesehatan masyarakat yang masih rendah.
800000.00600000.00400000.00200000.000.00
Rata-rata Belanja Urusan Kesehatan Perkapita, tahun 2007-2010 (Rp/Kapita)
74.00
72.00
70.00
68.00
66.00
64.00
62.00
Usia
Har
apan
Hid
up ta
hun
2010
(Tah
un)
PapuaPapua Barat
Maluku Utara
MalukuSulawesi Barat
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
NTT
NTB
Bali
Banten
Jawa Timur
Dl Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kep. RiauKep. Bangka BelitungLampung
Bengkulu
Jambi
Riau
Sumatera BaratAceh
Kuadran I Kuadran II
Kuadran III Kuadran
82
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel. 5.9. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Ueusan Kesehatan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Kesehatan Menurut Umur Harapan Hidup
(UHH). N0 PROVINSI Rata2 Belanja
Menurut urusan Kesehatan ‘07-‘10
(Rp./Kapita)
UHH 2010 kuadran (1) Vs (2)
(0) (1) (2) (3) 1 Aceh 476.997 68,70 IV 2 Sumatera Utara 146.788 69,50 II 3 Sumatera Barat 248.397 69,50 II 4 Riau 244.418 71,40 II 5 Jambi 246.600 69,10 III 6 Sumatera Selatan 204.723 69,60 II 7 Bengkulu 382.845 69,90 I 8 Lampung 111.088 69,50 II 9 Kep. Bangka Belitung 674.055 68,90 IV 10 Kep. Riau 418.179 69,80 I 11 DKI Jakarta 294.043 73,20 II 12 Jawa Barat 82.103 68,20 III 13 Jawa Tengah 126.808 71,40 II 14 Dl Yogyakarta 154.236 73,22 II 15 Jawa Timur 136.283 69,60 II 16 Banten 94.821 64,90 III 17 Bali 240.110 70,72 II 18 Nusa Tenggara Barat 155.998 62,11 III 19 Nusa Tenggara Timur 206.306 67,50 III 20 Kalimantan Barat 228.628 66,60 III 21 Kalimantan Tengah 373.238 71,20 I 22 Kalimantan Selatan 336.147 63,81 IV 23 Kalimantan Timur 650.860 71,20 I 24 Sulawesi Utara 220.171 72,22 II 25 Sulawesi Tengah 180.550 66,60 III 26 Sulawesi Selatan 435.456 70,00 I 27 Sulawesi Tenggara 461.125 67,80 IV 28 Gorontalo 216.813 66,81 III 29 Sulawesi Barat 210.231 67,80 III 30 Maluku 320.034 67,40 IV 31 Maluku Utara 363.805 66,01 IV 32 Papua Barat 875.987 68,51 IV 33 Papua 777.977 68,60 IV RATA-RATA PROVINSI 311.995 69,43
Pada Gambar 5.18, menunjukkan perimbangan antara pencapaian Rata-rata lama sekolah dengan belanja pemerintah urusan pendidikan. Pada Kuadran I, sebanyak 11 provinsi yang berada pada kelompok Rata-rata Lama Sekolah di atas rata-rata nasional dan memiliki dukungan belanja pemerintah urusan pendidikan juga berada di atas rata-rata nasional. Untuk kelima Provinsi tersebut sudah mengindikasikan adanya
83
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
keberpihakan dalam alokasi anggaran untuk urusan pendidikan yang sudah berada di atas rata-rata nasional.
Kondisi sebaliknya yang menunjukkan kurangnya keberpihakan alokasi belanja untuk urusan pendidikan dapat ditunjukkan pada daerah yang menempati Kuadran III, yaitu sebanyak 8 provinsi. Rincian provinsi dimaksud dapat dilihat pada Gambar 5.21. dan Tabel 5.10
Gambar 5.18: Perimbangan Rata-rata Lama Sekolah dengan belanja pemerintah Urusan Pendidikan.
Keterangan:
Kuadran I : Rata-rata Belanja urusan pendidikan pada periode 2007-2011 (Rp./Kapita) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Provinsi berada di atas rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan terhadap kondisi pendidikan masyarakat. Kuadran II : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2011 (Rp./Kapita) berada di bawah rata-rata provinsi dan RLS Provinsi berada di atas rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan masih belum optimal, walaupun kondisi pendidikan masyarakat sudah berada di atas rata nasional. Kuadran III : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) dan RLS Provinsi berada di bawah rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi rendahnya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan terhadap kondisi pendidikan masyarakat yang masih rendah. Kuadran IV : Rata-rata Belanja Menurut urusan pendidikan pada periode 2007-2010 (Rp./Kapita) berada di atas rata-rata provinsi dan RLS Provinsi berada di bawah rata-rata provinsi (Nasional). Memberikan indikasi adanya keberpihakan alokasi anggaran urusan pendidikan untuk melakukan perbaikan kondisi pendidikan masyarakat yang masih rendah.
1500000.001250000.001000000.00750000.00500000.00250000.00
Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Perkapita, tahun 2007-2011 (Rp/Kapita)
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
Rat
a-ra
ta L
ama
Seko
lah
(RLS
) tah
un 2
011
(Tah
un)
Papua
Papua Barat
Maluku Utara
Maluku
Sulawesi BaratGorontalo
Sulawesi Tenggara
Sulawesi SelatanSulawesi Tengah
Sulawesi UtaraKalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Tengah
Kalimantan BaratNTTNTB
Bali
Banten
Jawa Timur
Dl Yogyakarta
Jawa Tengah
Jawa Barat
DKI Jakarta
Kep. Riau
Kep. Bangka Belitung
LampungBengkulu
Jambi
Riau
Sumatera Barat
Sumatera UtaraAceh
84
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
Tabel. 5.10. Hasil Analisis Kuadran Rata-rata Belanja Urusan Pendidikan Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/kota se-Provinsi dengan Kondisi Pendidikan Menurut Rata-Rata Lama Sekolah.
No Provinsi Rata2 Belanja urusan Pendidikan ‘07-‘11
(Rp./Kapita)
RLS 2011 kuadran (1) Vs (2)
(0) (1) (2) (3) 1 Aceh 1.111.010 8,80 I 2 Sumatera Utara 471.855 8,80 II 3 Sumatera Barat 760.279 8,40 I 4 Riau 782.251 8,60 I 5 Jambi 681.016 9,70 II 6 Sumatera Selatan 540.985 8,00 II 7 Bengkulu 728.320 7,80 IV 8 Lampung 422.716 7,50 III 9 Kep. Bangka Belitung 1.151.102 8,30 I 10 Kep. Riau 977.241 7,70 IV 11 DKI Jakarta 890.651 10,40 I 12 Jawa Barat 296.102 7,90 II 13 Jawa Tengah 398.655 8,40 II 14 Dl Yogyakarta 548.403 7,20 III 15 Jawa Timur 336.768 9,10 II 16 Banten 273.519 7,30 III 17 Bali 662.249 8,30 II 18 Nusa Tenggara Barat 451.006 6,90 III 19 Nusa Tenggara Timur 544.617 6,80 III 20 Kalimantan Barat 536.350 6,80 III 21 Kalimantan Tengah 965.901 8,00 I 22 Kalimantan Selatan 738.733 7,60 IV 23 Kalimantan Timur 1.227.845 9,10 I 24 Sulawesi Utara 791.363 8,90 I 25 Sulawesi Tengah 427.213 8,00 II 26 Sulawesi Selatan 1.181.944 7,70 IV 27 Sulawesi Tenggara 1.085.702 8,20 I 28 Gorontalo 534.202 7,30 III 29 Sulawesi Barat 531.094 7,00 III 30 Maluku 799.672 8,70 I 31 Maluku Utara 662.084 8,20 II 32 Papua Barat 1.415.724 8,80 I 33 Papua 1.057.507 5,80 IV
RATA-RATA PROVINSI 726.790 7,90
LAMPIRAN
85
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
LAMPIRAN
INDIKATOR KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH MENURUT APBD TAHUN 2011 NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak
daerah/ Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
1 ACEH SIMEULUE 11.290 0,36 59,79 2,69 94,35 2 ACEH ACEH SINGKIL 26.778 0,57 51,85 3,85 90,60 3 ACEH ACEH SELATAN 23.142 0,35 38,85 4,37 88,55 4 ACEH ACEH TENGGARA 39.933 0,96 52,08 4,41 92,42 5 ACEH ACEH TIMUR 14.237 0,21 44,73 8,21 89,18 6 ACEH ACEH TENGAH 20.036 0,30 42,57 4,19 93,31 7 ACEH ACEH BARAT 66.204 0,91 37,17 6,34 88,51 8 ACEH ACEH BESAR 55.845 0,78 38,87 7,10 82,73 9 ACEH PIDIE 18.599 0,41 34,51 4,64 92,47
10 ACEH BIREUEN 24.660 0,36 32,44 8,26 89,86 11 ACEH ACEH UTARA 22.128 0,28 45,86 5,53 89,55 12 ACEH ACEH BARAT DAYA 21.780 0,41 53,46 6,06 91,91 13 ACEH GAYO LUES 21.008 0,39 62,03 3,08 92,54 14 ACEH ACEH TAMIANG 43.517 0,84 50,19 5,75 92,57 15 ACEH NAGAN RAYA 62.419 0,90 47,41 5,54 91,83 16 ACEH ACEH JAYA 52.024 1,45 55,37 3,84 94,06 17 ACEH BENER MERIAH 13.232 0,22 44,33 4,77 89,82 18 ACEH PIDIE JAYA 29.005 0,59 48,17 3,25 95,06 19 ACEH KOTA BANDA ACEH 122.117 0,89 39,75 9,56 81,27 20 ACEH KOTA SABANG 143.325 1,77 45,37 4,59 93,66 21 ACEH KOTA LANGSA 48.218 0,81 44,73 6,00 92,07 22 ACEH KOTA
LHOKSEUMAWE 95.589 0,39 49,63 6,75 88,91
23 ACEH KOTA SUBULUSSALAM
37.363 0,96 65,00 3,15 92,96
24 SUMATERA UTARA NIAS 1.992 0,05 60,91 3,04 95,03 25 SUMATERA UTARA MANDAILING NATAL 23.349 0,47 40,99 4,00 91,57 26 SUMATERA UTARA TAPANULI SELATAN 44.710 0,66 46,94 6,36 85,14 27 SUMATERA UTARA TAPANULI TENGAH 15.748 0,41 43,49 3,07 91,07 28 SUMATERA UTARA TAPANULI UTARA 10.485 0,18 43,78 2,17 92,59 29 SUMATERA UTARA TOBA SAMOSIR 24.644 0,24 35,44 2,81 90,56 30 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU 47.486 0,60 47,81 7,80 86,23 31 SUMATERA UTARA ASAHAN 18.369 0,23 46,38 3,37 90,12 32 SUMATERA UTARA SIMALUNGUN 32.887 0,48 26,39 5,81 89,37 33 SUMATERA UTARA DAIRI 7.767 0,10 33,77 3,09 93,65 34 SUMATERA UTARA KARO 39.246 0,41 30,38 4,89 91,24 35 SUMATERA UTARA DELI SERDANG 140.793 1,74 48,54 18,10 74,01 36 SUMATERA UTARA LANGKAT 19.527 0,26 39,90 3,57 92,64
86
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
37 SUMATERA UTARA NIAS SELATAN 12.023 0,28 52,70 2,19 95,67 38 SUMATERA UTARA HUMBANG
HASUNDUTAN 32.343 0,55 47,05 4,06 90,43
39 SUMATERA UTARA PAKPAK BHARAT 16.686 0,41 55,96 1,88 95,32 40 SUMATERA UTARA SAMOSIR 26.410 0,30 50,77 5,22 84,83 41 SUMATERA UTARA SERDANG BEDAGAI 29.695 0,39 48,08 4,75 89,90 42 SUMATERA UTARA BATU BARA 14.540 0,07 60,30 3,02 91,32 43 SUMATERA UTARA PADANG LAWAS
UTARA 27.418 0,78 58,24 3,79 88,01
44 SUMATERA UTARA PADANG LAWAS 25.200 0,76 56,15 4,60 90,34 45 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU
SELATAN 11.661 0,11 55,23 2,43 93,57
46 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU UTARA
13.900 0,15 54,56 1,62 95,47
47 SUMATERA UTARA NIAS UTARA 1.350 0,04 70,93 0,61 96,43 48 SUMATERA UTARA NIAS BARAT 9.779 0,32 75,48 0,67 92,98 49 SUMATERA UTARA KOTA SIBOLGA 39.098 0,45 55,57 4,60 93,82 50 SUMATERA UTARA KOTA TANJUNG
BALAI 28.861 0,32 47,94 5,91 84,25
51 SUMATERA UTARA KOTA PEMATANG SIANTAR
78.042 0,90 38,21 7,51 88,54
52 SUMATERA UTARA KOTA TEBING TINGGI
54.798 0,68 39,96 7,87 88,80
53 SUMATERA UTARA KOTA MEDAN 261.073 1,53 51,51 31,57 56,50 54 SUMATERA UTARA KOTA BINJAI 73.674 0,90 40,32 6,81 86,94 55 SUMATERA UTARA KOTA PADANG
SIDEMPUAN 34.175 0,70 38,01 4,73 90,48
56 SUMATERA UTARA KOTA GUNUNGSITOLI
11.711 0,17 56,84 1,24 96,76
57 SUMATERA BARAT KEPULAUAN MENTAWAI
8.242 0,12 62,36 5,93 92,15
58 SUMATERA BARAT PESISIR SELATAN 14.329 0,29 40,54 3,58 91,79 59 SUMATERA BARAT SOLOK 15.954 0,26 33,83 5,23 91,84 60 SUMATERA BARAT SIJUNJUNG 17.479 0,26 35,74 5,51 82,35 61 SUMATERA BARAT TANAH DATAR 13.388 0,17 28,76 7,65 89,70 62 SUMATERA BARAT PADANG PARIAMAN 33.627 0,45 30,73 4,25 81,96 63 SUMATERA BARAT AGAM 20.284 0,30 24,38 5,35 92,01 64 SUMATERA BARAT LIMA PULUH KOTA 11.730 0,14 37,07 3,16 93,42 65 SUMATERA BARAT PASAMAN 14.885 0,28 39,98 4,37 92,71 66 SUMATERA BARAT SOLOK SELATAN 24.918 0,55 51,76 4,06 89,95 67 SUMATERA BARAT DHARMAS RAYA 43.890 0,73 57,54 9,05 86,53 68 SUMATERA BARAT PASAMAN BARAT 19.678 0,27 41,75 5,40 91,83 69 SUMATERA BARAT KOTA PADANG 116.176 0,81 33,33 13,04 79,47 70 SUMATERA BARAT KOTA SOLOK 30.998 0,35 44,21 6,81 87,31 71 SUMATERA BARAT KOTA SAWAH
LUNTO 46.682 0,51 46,45 7,91 87,68
72 SUMATERA BARAT KOTA PADANG PANJANG
52.651 0,59 55,15 8,39 89,30
73 SUMATERA BARAT KOTA BUKITTINGGI 149.746 1,62 41,20 12,00 86,76
87
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
74 SUMATERA BARAT KOTA PAYAKUMBUH
48.272 0,65 40,09 11,25 86,10
75 SUMATERA BARAT KOTA PARIAMAN 32.799 0,36 40,54 3,85 94,49 76 RIAU KUANTAN SINGINGI 13.884 0,13 51,01 3,55 93,18 77 RIAU INDRAGIRI HULU 23.220 0,20 51,78 2,88 93,60 78 RIAU INDRAGIRI HILIR 14.215 0,14 55,12 3,24 92,04 79 RIAU PELALAWAN 19.266 0,18 61,55 4,30 91,23 80 RIAU SIAK 102.959 0,28 67,72 13,04 84,05 81 RIAU KAMPAR 16.789 0,13 51,51 6,04 91,19 82 RIAU ROKAN HULU 9.909 0,17 65,45 2,85 93,57 83 RIAU BENGKALIS 61.224 0,11 61,16 6,74 91,92 84 RIAU ROKAN HILIR 15.820 0,08 72,48 6,93 87,68 85 RIAU KEPULAUAN
MERANTI 22.123 0,18 66,63 2,00 95,65
86 RIAU KOTA PEKANBARU 143.953 1,43 57,43 14,99 75,18 87 RIAU KOTA DUMAI 71.939 0,49 60,09 9,69 71,70 88 JAMBI KERINCI 18.786 0,38 45,16 4,98 92,94 89 JAMBI MERANGIN 18.996 0,53 55,39 5,80 90,62 90 JAMBI SAROLANGUN 20.508 0,41 58,88 3,46 93,48 91 JAMBI BATANG HARI 28.407 0,57 50,92 4,66 92,80 92 JAMBI MUARO JAMBI 21.469 0,63 47,14 3,43 94,20 93 JAMBI TANJUNG JABUNG
TIMUR 8.551 0,07 59,27 2,98 92,19
94 JAMBI TANJUNG JABUNG BARAT
10.457 0,13 52,38 3,53 93,59
95 JAMBI TEBO 15.551 0,51 59,84 3,50 93,59 96 JAMBI BUNGO 27.877 0,66 44,50 7,58 84,94 97 JAMBI KOTA JAMBI 86.602 1,34 39,19 10,22 85,34 98 JAMBI KOTA SUNGAI
PENUH 35.775 0,54 51,63 2,39 93,67
99 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU
39.051 0,45 54,98 5,70 85,99
100 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ILIR
10.410 0,23 54,86 3,54 93,18
101 SUMATERA SELATAN MUARA ENIM 21.822 0,18 57,75 5,40 90,42 102 SUMATERA SELATAN LAHAT 32.435 0,44 45,48 6,00 88,50 103 SUMATERA SELATAN MUSI RAWAS 16.247 0,23 67,26 6,11 91,32 104 SUMATERA SELATAN MUSI BANYUASIN 23.197 0,11 71,94 2,91 93,16 105 SUMATERA SELATAN BANYU ASIN 16.944 0,27 55,86 2,74 94,49 106 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING
ULU SELATAN 15.893 0,40 58,92 2,19 88,63
107 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU TIMUR
7.000 0,18 57,20 3,29 92,98
108 SUMATERA SELATAN OGAN ILIR 16.015 0,35 54,49 2,15 93,21 109 SUMATERA SELATAN EMPAT LAWANG 16.299 0,38 68,56 2,04 93,82 110 SUMATERA SELATAN KOTA PALEMBANG 100.716 0,81 45,11 15,52 74,38
88
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
111 SUMATERA SELATAN KOTA PRABUMULIH 47.150 0,55 59,82 4,64 87,73 112 SUMATERA SELATAN KOTA PAGAR ALAM 14.217 0,30 60,81 4,06 91,20 113 SUMATERA SELATAN KOTA
LUBUKLINGGAU 32.346 0,57 65,02 5,29 81,15
114 BENGKULU BENGKULU SELATAN
19.601 0,49 35,49 3,34 94,91
115 BENGKULU REJANG LEBONG 18.182 0,26 47,51 5,49 92,72 116 BENGKULU BENGKULU UTARA 11.074 0,35 44,42 4,85 93,19 117 BENGKULU KAUR 14.858 0,65 48,90 2,13 95,27 118 BENGKULU SELUMA 18.221 0,89 51,59 1,73 73,49 119 BENGKULU MUKOMUKO 32.391 0,86 58,81 4,52 93,45 120 BENGKULU LEBONG 12.231 0,24 57,30 2,61 95,63 121 BENGKULU KEPAHIANG 18.618 0,31 46,88 3,94 81,66 122 BENGKULU BENGKULU TENGAH 7.329 0,19 54,72 0,96 88,22 123 BENGKULU KOTA BENGKULU 79.795 1,16 38,48 8,29 88,81 124 LAMPUNG LAMPUNG BARAT 6.564 0,18 45,23 2,35 86,72 125 LAMPUNG TANGGAMUS 9.169 0,21 49,45 1,77 76,43 126 LAMPUNG LAMPUNG SELATAN 15.832 0,33 47,12 6,21 87,96 127 LAMPUNG LAMPUNG TIMUR 7.907 0,17 35,75 2,15 95,45 128 LAMPUNG LAMPUNG TENGAH 17.432 0,33 35,89 3,12 93,99 129 LAMPUNG LAMPUNG UTARA 10.655 0,18 41,82 1,42 93,19 130 LAMPUNG WAY KANAN 18.674 0,54 45,96 2,70 85,21 131 LAMPUNG TULANGBAWANG 7.816 0,14 57,40 3,51 81,33 132 LAMPUNG PESAWARAN 8.023 0,19 48,03 1,46 96,12 133 LAMPUNG PRINGSEWU 8.922 0,23 41,22 2,95 89,85 134 LAMPUNG MESUJI 2.138 0,03 71,27 0,61 94,65 135 LAMPUNG TULANG BAWANG
BARAT 5.177 0,12 63,73 0,54 85,37
136 LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG
85.972 1,16 38,12 11,31 83,50
137 LAMPUNG KOTA METRO 30.883 0,80 43,68 6,43 86,91 138 KEP. BANGKA
BELITUNG BANGKA 39.231 0,54 57,28 7,70 86,22
139 KEP. BANGKA BELITUNG
BELITUNG 90.789 1,13 56,87 10,91 83,38
140 KEP. BANGKA BELITUNG
BANGKA BARAT 14.355 0,10 55,30 6,26 88,49
141 KEP. BANGKA BELITUNG
BANGKA TENGAH 40.316 0,50 55,34 5,66 87,58
142 KEP. BANGKA BELITUNG
BANGKA SELATAN 9.274 0,12 61,61 3,72 91,50
143 KEP. BANGKA BELITUNG
BELITUNG TIMUR 102.840 1,24 55,68 9,00 87,33
144 KEP. BANGKA BELITUNG
KOTA PANGKAL PINANG
109.265 1,48 49,92 10,70 80,32
145 KEPULAUAN RIAU KARIMUN 649.029 6,76 51,95 30,91 58,03 146 KEPULAUAN RIAU BINTAN 706.765 3,23 56,87 19,67 69,13 147 KEPULAUAN RIAU NATUNA 41.361 0,19 76,91 2,29 92,10
89
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
148 KEPULAUAN RIAU LINGGA 28.988 0,42 68,26 2,40 90,85 149 KEPULAUAN RIAU KEPULAUAN
ANAMBAS 56.628 0,22 63,25 2,07 94,21
150 KEPULAUAN RIAU KOTA BATAM 300.592 1,01 59,70 27,32 70,19 151 KEPULAUAN RIAU KOTA TANJUNG
PINANG 178.661 1,32 55,99 11,29 82,05
152 DKI JAKARTA KEPULAUAN SERIBU - - 153 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA
SELATAN - -
154 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA TIMUR
- -
155 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA PUSAT
- -
156 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA BARAT
- -
157 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA UTARA
- -
158 JAWA BARAT BOGOR 65.663 0,96 61,68 17,75 68,67 159 JAWA BARAT SUKABUMI 19.401 0,53 46,90 7,99 85,87 160 JAWA BARAT CIANJUR 16.725 0,44 43,85 8,55 88,78 161 JAWA BARAT BANDUNG 30.752 0,45 38,55 10,62 82,99 162 JAWA BARAT GARUT 6.202 0,13 41,61 6,25 87,48 163 JAWA BARAT TASIKMALAYA 8.119 0,25 29,78 3,82 93,76 164 JAWA BARAT CIAMIS 7.295 0,15 33,48 4,31 92,48 165 JAWA BARAT KUNINGAN 14.089 0,37 30,75 7,00 88,51 166 JAWA BARAT CIREBON 18.137 0,46 47,11 10,47 79,13 167 JAWA BARAT MAJALENGKA 8.487 0,22 39,38 6,68 84,93 168 JAWA BARAT SUMEDANG 37.998 0,74 37,29 11,95 81,12 169 JAWA BARAT INDRAMAYU 13.711 0,15 39,77 7,15 88,44 170 JAWA BARAT SUBANG 18.154 0,36 46,34 6,37 86,61 171 JAWA BARAT PURWAKARTA 51.753 0,61 44,08 9,73 78,17 172 JAWA BARAT KARAWANG 46.272 0,45 56,57 11,77 79,23 173 JAWA BARAT BEKASI 84.286 0,40 49,99 21,51 69,90 174 JAWA BARAT BANDUNG BARAT 36.070 0,67 46,12 7,39 86,60 175 JAWA BARAT KOTA BOGOR 129.323 2,57 45,79 18,86 72,85 176 JAWA BARAT KOTA SUKABUMI 34.154 0,53 50,29 15,23 78,78 177 JAWA BARAT KOTA BANDUNG 204.927 1,55 56,85 23,49 58,48 178 JAWA BARAT KOTA CIREBON 118.140 0,67 54,27 15,18 67,97 179 JAWA BARAT KOTA BEKASI 134.119 2,02 58,21 24,81 57,90 180 JAWA BARAT KOTA DEPOK 78.733 2,10 59,40 19,36 67,03 181 JAWA BARAT KOTA CIMAHI 67.545 0,56 41,70 17,43 77,39 182 JAWA BARAT KOTA
TASIKMALAYA 26.641 0,44 33,76 13,10 81,95
183 JAWA BARAT KOTA BANJAR 13.353 0,31 49,33 11,57 84,72 184 JAWA TENGAH CILACAP 28.076 0,19 40,91 12,35 80,86 185 JAWA TENGAH BANYUMAS 24.513 0,82 38,57 11,93 82,44
90
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
186 JAWA TENGAH PURBALINGGA 20.180 0,68 41,12 10,60 79,05 187 JAWA TENGAH BANJARNEGARA 10.727 0,32 36,88 6,12 84,58 188 JAWA TENGAH KEBUMEN 12.271 0,48 26,58 5,99 81,64 189 JAWA TENGAH PURWOREJO 13.272 0,31 29,89 7,51 87,73 190 JAWA TENGAH WONOSOBO 8.148 0,33 46,32 6,97 81,76 191 JAWA TENGAH MAGELANG 23.849 0,68 35,43 8,30 86,62 192 JAWA TENGAH BOYOLALI 18.408 0,40 29,90 7,83 87,47 193 JAWA TENGAH KLATEN 21.734 0,51 27,72 5,38 87,96 194 JAWA TENGAH SUKOHARJO 35.284 0,58 36,78 8,07 85,42 195 JAWA TENGAH WONOGIRI 8.527 0,26 30,62 5,94 89,13 196 JAWA TENGAH KARANGANYAR 29.698 0,44 25,14 9,49 84,80 197 JAWA TENGAH SRAGEN 20.390 0,57 29,61 8,35 85,79 198 JAWA TENGAH GROBOGAN 10.352 0,42 41,10 6,34 88,31 199 JAWA TENGAH BLORA 12.163 0,46 39,40 6,21 89,06 200 JAWA TENGAH REMBANG 22.499 0,58 43,56 10,55 80,97 201 JAWA TENGAH PATI 16.729 0,44 36,28 10,42 83,14 202 JAWA TENGAH KUDUS 36.200 0,22 43,81 11,05 80,30 203 JAWA TENGAH JEPARA 21.234 0,55 45,57 10,00 77,59 204 JAWA TENGAH DEMAK 18.805 0,66 46,13 7,00 82,06 205 JAWA TENGAH SEMARANG 43.451 0,73 40,62 14,22 78,28 206 JAWA TENGAH TEMANGGUNG 9.743 0,29 35,92 8,07 84,53 207 JAWA TENGAH KENDAL 23.275 0,39 41,63 8,93 78,53 208 JAWA TENGAH BATANG 17.300 0,52 32,58 7,32 87,53 209 JAWA TENGAH PEKALONGAN 15.346 0,40 34,64 8,77 86,87 210 JAWA TENGAH PEMALANG 11.026 0,40 32,43 7,40 86,57 211 JAWA TENGAH TEGAL 16.385 0,63 41,14 7,54 86,13 212 JAWA TENGAH BREBES 9.868 0,31 40,79 6,62 88,13 213 JAWA TENGAH KOTA MAGELANG 59.132 0,63 43,68 12,62 81,65 214 JAWA TENGAH KOTA SURAKARTA 182.000 1,78 41,56 15,86 75,87 215 JAWA TENGAH KOTA SALATIGA 92.466 1,73 39,54 14,53 79,01 216 JAWA TENGAH KOTA SEMARANG 177.098 1,29 48,38 24,94 61,04 217 JAWA TENGAH KOTA PEKALONGAN 65.778 0,89 47,59 11,85 80,84 218 JAWA TENGAH KOTA TEGAL 67.458 1,26 46,88 21,44 70,84 219 D I YOGYAKARTA KULON PROGO 10.857 0,24 30,30 7,57 86,64 220 D I YOGYAKARTA BANTUL 31.544 0,72 33,35 11,86 78,55 221 D I YOGYAKARTA GUNUNG KIDUL 10.554 0,21 28,69 4,98 90,66 222 D I YOGYAKARTA SLEMAN 103.832 1,78 38,16 19,35 72,44 223 D I YOGYAKARTA KOTA YOGYAKARTA 257.060 1,81 44,30 25,44 65,35 224 JAWA TIMUR PACITAN 10.781 0,38 29,73 4,90 91,03
91
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
225 JAWA TIMUR PONOROGO 13.390 0,34 31,87 5,00 89,90 226 JAWA TIMUR TRENGGALEK 11.133 0,24 32,60 7,04 88,04 227 JAWA TIMUR TULUNGAGUNG 15.523 0,20 31,21 8,45 84,18 228 JAWA TIMUR BLITAR 11.777 0,23 35,25 5,95 89,18 229 JAWA TIMUR KEDIRI 14.168 0,28 31,33 5,40 90,40 230 JAWA TIMUR MALANG 14.563 0,24 46,13 7,74 85,57 231 JAWA TIMUR LUMAJANG 17.715 0,28 41,48 7,52 87,30 232 JAWA TIMUR JEMBER 18.673 0,38 46,83 10,33 84,00 233 JAWA TIMUR BANYUWANGI 15.075 0,21 31,15 7,54 87,19 234 JAWA TIMUR BONDOWOSO 6.977 0,16 34,33 7,05 89,75 235 JAWA TIMUR SITUBONDO 15.174 0,28 43,20 6,32 86,57 236 JAWA TIMUR PROBOLINGGO 12.647 0,21 45,02 4,74 88,90 237 JAWA TIMUR PASURUAN 50.425 1,12 42,39 9,81 83,39 238 JAWA TIMUR SIDOARJO 106.447 0,79 52,98 23,63 66,28 239 JAWA TIMUR MOJOKERTO 38.500 0,50 37,14 8,92 81,99 240 JAWA TIMUR JOMBANG 15.637 0,30 36,12 10,40 83,75 241 JAWA TIMUR NGANJUK 12.313 0,24 38,03 8,70 86,68 242 JAWA TIMUR MADIUN 15.739 0,34 37,51 5,78 88,02 243 JAWA TIMUR MAGETAN 15.073 0,29 36,26 7,03 86,84 244 JAWA TIMUR NGAWI 13.106 0,34 29,61 3,59 80,02 245 JAWA TIMUR BOJONEGORO 19.898 0,30 46,14 6,99 88,62 246 JAWA TIMUR TUBAN 38.911 0,51 35,81 9,29 86,63 247 JAWA TIMUR LAMONGAN 17.260 0,33 39,22 8,81 84,16 248 JAWA TIMUR GRESIK 84.751 0,58 51,05 19,60 74,62 249 JAWA TIMUR BANGKALAN 11.458 0,30 48,04 4,27 87,63 250 JAWA TIMUR SAMPANG 6.528 0,20 42,38 5,83 90,57 251 JAWA TIMUR PAMEKASAN 9.314 0,34 47,07 5,19 84,89 252 JAWA TIMUR SUMENEP 6.393 0,13 38,50 4,56 92,09 253 JAWA TIMUR KOTA KEDIRI 65.030 0,08 45,25 13,26 81,38 254 JAWA TIMUR KOTA BLITAR 37.804 0,51 49,09 11,30 78,43 255 JAWA TIMUR KOTA MALANG 125.844 0,73 44,14 16,04 72,31 256 JAWA TIMUR KOTA
PROBOLINGGO 44.274 0,47 49,45 10,43 81,67
257 JAWA TIMUR KOTA PASURUAN 37.509 0,63 47,65 7,28 86,86 258 JAWA TIMUR KOTA MOJOKERTO 85.236 0,83 59,40 8,42 77,40 259 JAWA TIMUR KOTA MADIUN 86.675 0,70 31,51 8,38 85,86 260 JAWA TIMUR KOTA SURABAYA 611.664 1,93 60,61 53,87 33,49 261 JAWA TIMUR KOTA BATU 98.773 1,32 52,97 7,13 84,62 262 BANTEN PANDEGLANG 4.991 0,13 33,40 5,26 90,64 263 BANTEN LEBAK 7.956 0,24 47,72 7,44 88,16
92
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
264 BANTEN TANGERANG 71.044 1,09 57,72 21,94 53,61 265 BANTEN SERANG 47.948 0,94 48,00 13,70 76,56 266 BANTEN KOTA TANGERANG 145.217 0,89 48,96 21,40 63,05 267 BANTEN KOTA CILEGON 356.419 1,10 53,87 26,98 62,87 268 BANTEN KOTA SERANG 26.827 0,54 43,70 5,11 86,38 269 BANTEN KOTA TANGERANG
SELATAN 164.894 3,96 64,87 21,43 59,57
270 BALI JEMBRANA 54.905 0,83 39,21 7,50 82,79 271 BALI TABANAN 59.649 1,01 29,77 14,91 76,35 272 BALI BADUNG
1.726.394
15,94 43,08 77,24 19,39
273 BALI GIANYAR 204.932 2,85 35,49 19,72 62,25 274 BALI KLUNGKUNG 24.108 0,31 32,85 7,07 83,33 275 BALI BANGLI 19.843 0,39 39,29 4,23 85,44 276 BALI KARANG ASEM 74.383 1,61 32,62 8,34 81,87 277 BALI BULELENG 47.362 0,85 33,47 9,97 81,73 278 BALI KOTA DENPASAR 274.541 3,79 26,48 30,69 50,74 279 NUSA TENGGARA
BARAT LOMBOK BARAT 88.420 3,00 44,55 13,84 83,02
280 NUSA TENGGARA BARAT
LOMBOK TENGAH 21.359 0,83 34,26 7,42 90,03
281 NUSA TENGGARA BARAT
LOMBOK TIMUR 5.859 0,22 35,75 4,96 92,32
282 NUSA TENGGARA BARAT
SUMBAWA 22.556 0,51 43,96 6,31 91,28
283 NUSA TENGGARA BARAT
DOMPU 9.066 0,21 36,54 5,09 92,12
284 NUSA TENGGARA BARAT
BIMA 5.538 0,16 37,80 5,65 79,29
285 NUSA TENGGARA BARAT
SUMBAWA BARAT 102.366 0,21 69,73 18,94 61,07
286 NUSA TENGGARA BARAT
LOMBOK UTARA 52.042 1,60 57,30 4,80 91,28
287 NUSA TENGGARA BARAT
KOTA MATARAM 75.086 1,38 35,35 9,47 83,73
288 NUSA TENGGARA BARAT
KOTA BIMA 32.009 0,99 40,64 2,83 93,54
289 NUSA TENGGARA TIMUR
SUMBA BARAT 22.869 0,84 64,49 6,38 92,43
290 NUSA TENGGARA TIMUR
SUMBA TIMUR 14.136 0,45 45,60 6,42 92,52
291 NUSA TENGGARA TIMUR
KUPANG 6.266 0,19 43,86 6,17 93,00
292 NUSA TENGGARA TIMUR
TIMOR TENGAH SELATAN
9.272 0,43 44,20 4,42 94,88
293 NUSA TENGGARA TIMUR
TIMOR TENGAH UTARA
18.119 0,83 51,09 8,15 90,75
294 NUSA TENGGARA TIMUR
BELU 21.273 0,73 38,28 8,38 90,27
295 NUSA TENGGARA TIMUR
ALOR 11.290 0,50 49,37 3,88 95,40
296 NUSA TENGGARA TIMUR
LEMBATA 18.763 1,45 47,61 4,07 95,04
297 NUSA TENGGARA TIMUR
FLORES TIMUR 10.632 0,40 43,86 4,54 94,72
93
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
298 NUSA TENGGARA TIMUR
SIKKA 13.914 0,49 44,61 5,59 93,52
299 NUSA TENGGARA TIMUR
ENDE 34.214 1,12 43,32 4,86 94,11
300 NUSA TENGGARA TIMUR
NGADA 18.398 0,65 54,00 5,70 93,39
301 NUSA TENGGARA TIMUR
MANGGARAI 11.448 0,56 49,09 6,32 89,84
302 NUSA TENGGARA TIMUR
ROTE NDAO 21.914 0,76 53,78 5,05 94,09
303 NUSA TENGGARA TIMUR
MANGGARAI BARAT 24.115 1,31 60,51 5,87 93,26
304 NUSA TENGGARA TIMUR
SUMBA TENGAH 18.484 1,47 69,28 4,08 94,93
305 NUSA TENGGARA TIMUR
SUMBA BARAT DAYA
5.233 0,30 61,58 2,98 96,43
306 NUSA TENGGARA TIMUR
NAGEKEO 11.235 0,48 60,19 4,01 94,78
307 NUSA TENGGARA TIMUR
MANGGARAI TIMUR 9.372 0,61 63,72 3,42 95,26
308 NUSA TENGGARA TIMUR
SABU RAIJUA 5.235 0,26 65,81 0,44 99,04
309 NUSA TENGGARA TIMUR
KOTA KUPANG 54.254 0,79 36,14 9,90 87,29
310 KALIMANTAN BARAT SAMBAS 11.167 0,19 44,75 3,92 93,56 311 KALIMANTAN BARAT BENGKAYANG 4.645 0,09 56,24 2,46 94,08 312 KALIMANTAN BARAT LANDAK 5.801 0,12 63,55 1,08 81,38 313 KALIMANTAN BARAT PONTIANAK 28.020 0,54 42,65 3,83 92,76 314 KALIMANTAN BARAT SANGGAU 21.803 0,33 49,03 3,97 93,70 315 KALIMANTAN BARAT KETAPANG 18.580 0,28 66,33 4,21 93,04 316 KALIMANTAN BARAT SINTANG 6.150 0,11 53,81 3,78 94,58 317 KALIMANTAN BARAT KAPUAS HULU 4.951 0,09 67,37 1,59 97,87 318 KALIMANTAN BARAT SEKADAU 20.236 0,55 65,33 4,63 92,59 319 KALIMANTAN BARAT MELAWI 16.786 0,56 57,66 3,78 89,68 320 KALIMANTAN BARAT KAYONG UTARA 82.908 1,82 73,74 4,09 92,86 321 KALIMANTAN BARAT KUBU RAYA 35.255 0,36 54,67 3,95 79,98 322 KALIMANTAN BARAT KOTA PONTIANAK 174.301 1,46 47,95 15,51 72,27 323 KALIMANTAN BARAT KOTA SINGKAWANG 59.038 0,89 47,30 7,10 88,43 324 KALIMANTAN TENGAH KOTAWARINGIN
BARAT 45.488 0,41 54,06 7,15 87,06
325 KALIMANTAN TENGAH KOTAWARINGIN TIMUR
39.343 0,49 53,26 8,15 87,26
326 KALIMANTAN TENGAH KAPUAS 13.765 0,21 44,78 2,99 93,83 327 KALIMANTAN TENGAH BARITO SELATAN 32.773 0,42 51,37 3,36 94,27 328 KALIMANTAN TENGAH BARITO UTARA 14.285 0,16 54,45 4,04 93,85 329 KALIMANTAN TENGAH SUKAMARA 12.113 0,09 72,87 3,94 94,05 330 KALIMANTAN TENGAH LAMANDAU 36.996 0,40 69,76 3,12 94,72 331 KALIMANTAN TENGAH SERUYAN 18.147 0,25 74,71 3,07 94,85 332 KALIMANTAN TENGAH KATINGAN 12.007 0,14 61,92 4,26 92,91 333 KALIMANTAN TENGAH PULANG PISAU 53.822 0,87 53,67 3,32 94,79
94
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
334 KALIMANTAN TENGAH GUNUNG MAS 46.582 0,66 57,55 4,02 85,53 335 KALIMANTAN TENGAH BARITO TIMUR 21.433 0,31 53,87 2,99 92,13 336 KALIMANTAN TENGAH MURUNG RAYA 11.976 0,12 63,55 3,73 94,80 337 KALIMANTAN TENGAH KOTA PALANGKA
RAYA 102.140 1,44 34,10 7,86 86,47
338 KALIMANTAN SELATAN TANAH LAUT 13.951 0,18 36,87 5,45 85,09 339 KALIMANTAN SELATAN KOTA BARU 81.420 0,48 48,72 8,74 79,42 340 KALIMANTAN SELATAN BANJAR 34.289 0,52 47,35 6,26 85,05 341 KALIMANTAN SELATAN BARITO KUALA 12.889 0,18 50,68 3,12 93,87 342 KALIMANTAN SELATAN TAPIN 39.010 0,65 55,78 4,28 78,14 343 KALIMANTAN SELATAN HULU SUNGAI
SELATAN 27.353 0,54 38,65 7,26 86,32
344 KALIMANTAN SELATAN HULU SUNGAI TENGAH
13.571 0,30 40,86 5,52 89,41
345 KALIMANTAN SELATAN HULU SUNGAI UTARA
17.126 0,41 45,75 4,34 82,51
346 KALIMANTAN SELATAN TABALONG 51.924 0,38 56,09 4,84 87,60 347 KALIMANTAN SELATAN TANAH BUMBU 23.036 0,19 56,43 2,80 77,65 348 KALIMANTAN SELATAN BALANGAN 8.562 0,07 57,71 3,86 74,41 349 KALIMANTAN SELATAN KOTA BANJARMASIN 109.864 1,42 43,79 12,64 75,43 350 KALIMANTAN SELATAN KOTA BANJAR BARU 78.893 1,65 47,44 8,66 81,99 351 KALIMANTAN TIMUR PASIR 14.264 0,06 58,43 5,58 79,60 352 KALIMANTAN TIMUR KUTAI BARAT 105.640 0,54 79,05 4,98 85,78 353 KALIMANTAN TIMUR KUTAI
KARTANEGARA 27.172 0,06 75,34 3,14 86,95
354 KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR 23.764 0,04 71,03 1,67 87,67 355 KALIMANTAN TIMUR BERAU 79.880 0,39 58,97 10,38 84,43 356 KALIMANTAN TIMUR MALINAU 11.692 0,11 79,01 6,63 86,46 357 KALIMANTAN TIMUR BULUNGAN 19.006 0,20 51,41 5,78 83,28 358 KALIMANTAN TIMUR NUNUKAN 24.472 0,24 75,17 4,59 92,21 359 KALIMANTAN TIMUR PENAJAM PASER
UTARA 13.665 0,10 77,50 3,64 83,38
360 KALIMANTAN TIMUR TANA TIDUNG - - 78,04 2,49 93,97 361 KALIMANTAN TIMUR KOTA BALIKPAPAN 395.340 1,36 73,82 17,65 66,74 362 KALIMANTAN TIMUR KOTA SAMARINDA 119.375 0,74 60,97 10,57 68,28 363 KALIMANTAN TIMUR KOTA TARAKAN 87.397 0,64 52,38 10,94 76,62 364 KALIMANTAN TIMUR KOTA BONTANG 134.264 0,08 83,58 4,18 87,68 365 SULAWESI UTARA BOLAANG
MONGONDOW 11.024 0,23 46,46 1,70 96,83
366 SULAWESI UTARA MINAHASA 27.447 0,40 31,48 3,01 95,55 367 SULAWESI UTARA KEPULAUAN
SANGIHE 26.412 0,45 39,37 5,33 93,20
368 SULAWESI UTARA KEPULAUAN TALAUD
13.749 0,27 49,61 1,83 96,56
369 SULAWESI UTARA MINAHASA SELATAN
12.280 0,18 42,20 1,98 96,12
370 SULAWESI UTARA MINAHASA UTARA 21.141 0,30 44,26 3,22 94,01
95
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
371 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW UTARA
9.021 0,17 68,28 1,36 95,17
372 SULAWESI UTARA SIAU TAGULANDANG BIARO
16.865 0,51 60,89 2,94 95,84
373 SULAWESI UTARA MINAHASA TENGGARA
15.884 0,12 58,70 0,90 96,48
374 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW SELATAN
55.346 1,17 64,09 2,08 96,04
375 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW TIMUR
10.761 0,18 68,11 0,86 83,09
376 SULAWESI UTARA KOTA MANADO 9.434 0,07 49,73 2,28 95,90 377 SULAWESI UTARA KOTA BITUNG 57.325 0,49 34,88 5,56 91,74 378 SULAWESI UTARA KOTA TOMOHON
1.034.958
14,28 38,54 16,43 76,24
379 SULAWESI UTARA KOTA KOTAMOBAGU
15.773 0,36 48,66 1,82 96,53
380 SULAWESI TENGAH BANGGAI KEPULAUAN
18.791 0,44 55,01 2,29 96,57
381 SULAWESI TENGAH BANGGAI 20.844 0,34 39,87 3,22 95,08 382 SULAWESI TENGAH MOROWALI 40.131 0,47 54,66 7,54 90,83 383 SULAWESI TENGAH POSO 19.094 0,36 36,72 4,38 93,86 384 SULAWESI TENGAH DONGGALA 47.810 0,78 50,41 2,88 95,61 385 SULAWESI TENGAH TOLI-TOLI 16.545 0,27 47,60 4,65 93,68 386 SULAWESI TENGAH BUOL 19.972 0,42 53,45 2,83 92,19 387 SULAWESI TENGAH PARIGI MOUTONG 7.675 0,11 49,75 1,81 95,65 388 SULAWESI TENGAH TOJO UNA-UNA 20.015 0,55 55,15 4,25 91,55 389 SULAWESI TENGAH SIGI 6.743 0,09 53,37 0,89 96,03 390 SULAWESI TENGAH KOTA PALU 68.138 0,83 33,13 12,06 84,75 391 SULAWESI SELATAN KEPULAUAN
SELAYAR 14.347 0,38 58,36 3,97 92,19
392 SULAWESI SELATAN BULUKUMBA 29.812 0,68 40,78 8,57 87,22 393 SULAWESI SELATAN BANTAENG 12.379 0,29 45,14 3,99 92,50 394 SULAWESI SELATAN JENEPONTO 7.954 0,31 47,92 3,74 91,90 395 SULAWESI SELATAN TAKALAR 8.865 0,26 39,34 7,03 89,00 396 SULAWESI SELATAN GOWA 19.757 0,68 35,58 7,00 85,30 397 SULAWESI SELATAN SINJAI 10.898 0,23 40,02 2,64 88,24 398 SULAWESI SELATAN MAROS 85.212 2,36 45,24 8,41 81,73 399 SULAWESI SELATAN PANGKAJENE DAN
KEPULAUAN 138.071 1,68 44,66 11,42 85,93
400 SULAWESI SELATAN BARRU 26.336 0,60 44,69 3,41 90,94 401 SULAWESI SELATAN BONE 14.485 0,32 39,10 6,09 87,37 402 SULAWESI SELATAN SOPPENG 15.425 0,29 38,23 3,54 93,48 403 SULAWESI SELATAN WAJO 20.309 0,32 45,92 6,80 88,45 404 SULAWESI SELATAN SIDENRENG
RAPPANG 16.100 0,29 49,56 7,18 87,63
96
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
405 SULAWESI SELATAN PINRANG 12.903 0,18 43,48 5,92 89,43 406 SULAWESI SELATAN ENREKANG 9.482 0,24 50,51 4,01 92,79 407 SULAWESI SELATAN LUWU 12.001 0,24 47,59 3,52 93,00 408 SULAWESI SELATAN TANA TORAJA 9.685 0,32 45,19 5,48 86,31 409 SULAWESI SELATAN LUWU UTARA 14.790 0,28 49,40 6,31 89,33 410 SULAWESI SELATAN LUWU TIMUR 151.436 0,75 60,83 11,23 72,74 411 SULAWESI SELATAN TORAJA UTARA 10.387 0,33 47,52 2,13 88,28 412 SULAWESI SELATAN KOTA MAKASSAR 178.385 1,47 52,68 21,00 66,15 413 SULAWESI SELATAN KOTA PAREPARE 67.221 1,13 51,00 9,56 83,19 414 SULAWESI SELATAN KOTA PALOPO 49.670 0,79 46,40 7,47 88,97 415 SULAWESI TENGGARA BUTON 14.032 0,51 37,48 2,85 95,50 416 SULAWESI TENGGARA MUNA 11.310 0,27 35,54 3,07 95,44 417 SULAWESI TENGGARA KONAWE 10.848 0,29 42,69 3,03 94,73 418 SULAWESI TENGGARA KOLAKA 21.577 0,23 47,90 12,38 83,73 419 SULAWESI TENGGARA KONAWE SELATAN 6.825 0,18 52,03 3,07 95,72 420 SULAWESI TENGGARA BOMBANA 11.671 0,39 54,65 3,66 94,88 421 SULAWESI TENGGARA WAKATOBI 25.481 0,91 61,04 3,79 94,58 422 SULAWESI TENGGARA KOLAKA UTARA 10.590 0,15 67,87 4,77 94,16 423 SULAWESI TENGGARA BUTON UTARA 5.846 4,27 70,60 1,75 87,62 424 SULAWESI TENGGARA KONAWE UTARA 302.039 0,09 71,17 18,49 76,89 425 SULAWESI TENGGARA KOTA KENDARI 107.629 1,56 33,06 13,84 73,02 426 SULAWESI TENGGARA KOTA BAU-BAU 28.615 0,51 44,49 4,23 92,92 427 GORONTALO BOALEMO 14.816 0,57 51,84 3,60 95,16 428 GORONTALO GORONTALO 7.919 0,33 32,94 5,37 92,87 429 GORONTALO POHUWATO 19.696 0,49 54,06 3,69 95,05 430 GORONTALO BONE BOLANGO 12.638 0,64 50,73 4,17 94,51 431 GORONTALO GORONTALO UTARA 26.160 1,28 64,42 3,17 95,44 432 GORONTALO KOTA GORONTALO 80.449 2,41 38,92 12,98 81,43 433 SULAWESI BARAT MAJENE 11.663 0,29 40,68 2,58 96,10 434 SULAWESI BARAT POLEWALI MANDAR 9.025 0,58 41,54 4,83 93,32 435 SULAWESI BARAT MAMASA 10.984 0,11 46,73 2,05 97,15 436 SULAWESI BARAT MAMUJU 23.625 0,58 56,08 4,65 93,88 437 SULAWESI BARAT MAMUJU UTARA 13.653 0,26 54,47 1,72 97,33 438 MALUKU MALUKU TENGGARA
BARAT 9.066 0,33 55,55 6,14 93,39
439 MALUKU MALUKU TENGGARA 41.214 1,79 49,59 5,94 92,90 440 MALUKU MALUKU TENGAH 11.612 0,68 35,42 2,59 96,78 441 MALUKU BURU 15.384 0,95 66,75 1,68 97,63 442 MALUKU KEPULAUAN ARU 35.809 1,44 64,88 3,74 83,69 443 MALUKU SERAM BAGIAN
BARAT 28.001 1,44 62,57 3,07 95,83
97
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
444 MALUKU SERAM BAGIAN TIMUR
24.984 1,69 69,91 1,93 70,56
445 MALUKU MALUKU BARAT DAYA
5.515 0,20 61,19 1,28 95,71
446 MALUKU BURU SELATAN 27.948 1,23 72,65 1,58 95,56 447 MALUKU KOTA AMBON 85.742 1,58 29,72 7,44 88,70 448 MALUKU KOTA TUAL 17.734 0,69 67,18 1,23 97,28 449 MALUKU UTARA HALMAHERA BARAT 14.937 0,66 43,99 1,72 97,73 450 MALUKU UTARA HALMAHERA
TENGAH 28.966 0,53 64,16 2,55 97,19
451 MALUKU UTARA KEPULAUAN SULA 12.866 0,51 71,48 5,68 93,58 452 MALUKU UTARA HALMAHERA
SELATAN 5.703 0,20 61,00 6,02 88,86
453 MALUKU UTARA HALMAHERA UTARA 25.414 1,04 68,02 22,58 77,02 454 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR 9.829 0,28 72,57 10,66 89,21 455 MALUKU UTARA PULAU MOROTAI 7.181 0,36 72,47 0,60 95,73 456 MALUKU UTARA KOTA TERNATE 69.465 2,14 44,90 5,85 91,43 457 MALUKU UTARA KOTA TIDORE
KEPULAUAN 25.801 0,87 50,13 2,15 97,30
458 PAPUA BARAT FAKFAK 17.455 0,18 61,07 4,22 95,37 459 PAPUA BARAT KAIMANA 13.313 0,16 84,81 1,14 87,16 460 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA 92.417 1,35 80,62 1,17 97,89 461 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 227.290 0,56 84,41 5,31 93,90 462 PAPUA BARAT MANOKWARI 39.366 0,62 54,74 2,63 92,67 463 PAPUA BARAT SORONG SELATAN 13.087 0,28 73,89 1,63 89,46 464 PAPUA BARAT SORONG 7.165 0,03 57,20 2,30 97,40 465 PAPUA BARAT RAJA AMPAT 16.142 0,13 68,00 2,76 97,14 466 PAPUA BARAT TAMBRAUW - - 78,14 0,11 99,89 467 PAPUA BARAT MAYBRAT - - 69,63 0,04 99,96 468 PAPUA BARAT KOTA SORONG 21.246 0,26 50,80 4,65 93,28 469 PAPUA MERAUKE 41.823 0,54 62,37 8,05 91,10 470 PAPUA JAYAWIJAYA 8.588 0,32 65,77 3,73 95,65 471 PAPUA JAYAPURA 26.317 0,32 54,95 2,88 96,67 472 PAPUA NABIRE 27.733 0,40 59,96 2,44 96,74 473 PAPUA YAPEN WAROPEN 12.055 0,27 56,92 1,66 97,76 474 PAPUA BIAK NUMFOR 21.100 0,30 51,25 3,66 90,21 475 PAPUA PANIAI 2.033 0,17 66,07 1,14 98,40 476 PAPUA PUNCAK JAYA 2.529 0,11 74,69 2,34 91,24 477 PAPUA MIMIKA 386.454 0,66 75,29 11,34 87,09 478 PAPUA BOVEN DIGOEL 19.538 0,22 80,30 1,22 95,94 479 PAPUA MAPPI 39.951 1,10 79,60 1,87 97,85 480 PAPUA ASMAT 3.029 0,10 66,46 2,22 97,54 481 PAPUA YAHUKIMO 4.540 0,42 62,09 2,26 97,58
98
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO. Provinsi Provinsi/Kab/Kota Pajak daerah/
Kap
Tax Effort
Se-Provinsi,
2011
Ruang Fiskal
Rasio Kemandirian
Rasio Transfer
482 PAPUA PEGUNUNGAN BINTANG
6.113 0,16 76,84 1,17 98,01
483 PAPUA TOLIKARA - - 71,34 1,17 98,41 484 PAPUA SARMI 33.272 0,45 83,97 0,96 98,64 485 PAPUA KEEROM 15.519 0,21 73,05 2,37 96,37 486 PAPUA WAROPEN 4.671 0,09 83,05 0,96 98,58 487 PAPUA SUPIORI 10.268 0,13 83,55 0,61 89,49 488 PAPUA MAMBERAMO RAYA - - 86,63 0,24 99,42 489 PAPUA NDUGA 3.795 0,41 72,86 0,89 98,44 490 PAPUA LANNY JAYA 1.885 0,17 69,52 1,01 97,16 491 PAPUA MAMBERAMO
TENGAH - - 80,78 0,24 99,76
492 PAPUA YALIMO - - 71,55 0,21 99,37 493 PAPUA PUNCAK 91 0,00 84,74 0,17 99,55 494 PAPUA DOGIYAI 2.432 0,08 58,89 0,34 99,66 495 PAPUA INTAN JAYA - - 82,15 0,18 98,72 496 PAPUA DEIYAI 1.207 0,07 71,50 0,10 99,81 497 PAPUA KOTA JAYAPURA 107.555 0,82 51,53 8,39 85,32
RATA-RATA KABU/KOTA
56.558 0,62 50,19 8,55 85,00
99
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
INDIKATOR KOMPONEN BELANJA DAERAH MENURUT APBD TAHUN 2011
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
1 ACEH SIMEULUE 56,0 46,4 20,4 3.988.478 811.994
2 ACEH ACEH SINGKIL 53,2 43,5 17,7 3.627.160 641.218
3 ACEH ACEH SELATAN 63,6 59,2 17,5 2.692.201 470.831
4 ACEH ACEH TENGGARA 52,0 46,8 18,5 2.685.287 496.064
5 ACEH ACEH TIMUR 63,4 56,1 13,6 1.943.833 263.407
6 ACEH ACEH TENGAH 60,1 55,9 21,1 3.186.003 673.039
7 ACEH ACEH BARAT 64,2 60,1 15,5 2.948.618 457.316
8 ACEH ACEH BESAR 62,2 58,6 13,2 1.979.768 262.115
9 ACEH PIDIE 64,5 62,0 12,7 1.983.265 252.689
10 ACEH BIREUEN 71,1 66,3 13,7 1.912.303 261.048
11 ACEH ACEH UTARA 54,0 47,1 19,5 2.051.936 400.254
12 ACEH ACEH BARAT DAYA
51,2 45,0 24,9 3.356.504 837.329
13 ACEH GAYO LUES 42,5 36,2 19,3 5.268.583 1.014.984
14 ACEH ACEH TAMIANG 59,3 48,4 10,9 2.034.865 221.596
15 ACEH NAGAN RAYA 59,0 48,0 15,4 3.562.624 549.242
16 ACEH ACEH JAYA 52,5 41,5 26,2 5.569.821 1.458.321
17 ACEH BENER MERIAH 56,0 51,6 18,6 3.517.656 655.415
18 ACEH PIDIE JAYA 55,4 52,0 18,1 2.642.843 477.455
19 ACEH KOTA BANDA ACEH
67,5 60,4 6,8 2.652.403 180.247
20 ACEH KOTA SABANG 52,6 46,9 21,2 14.011.288
2.971.482
21 ACEH KOTA LANGSA 66,9 53,6 16,6 2.816.214 468.890
22 ACEH KOTA LHOKSEUMAWE
55,3 49,1 14,2 2.683.861 380.436
23 ACEH KOTA SUBULUSSALAM
41,8 33,5 27,3 4.215.660 1.149.347
24 SUMATERA UTARA NIAS 37,3 33,2 38,7 2.968.896 1.148.324
25 SUMATERA UTARA MANDAILING NATAL
64,5 59,0 13,0 1.545.158 200.454
26 SUMATERA UTARA TAPANULI SELATAN
57,0 53,8 22,6 2.185.415 494.720
27 SUMATERA UTARA TAPANULI TENGAH
57,9 54,7 22,8 1.806.308 411.139
28 SUMATERA UTARA TAPANULI UTARA 55,3 51,7 17,5 2.334.812 407.534
29 SUMATERA UTARA TOBA SAMOSIR 68,6 65,5 15,6 2.414.978 376.343
30 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU 58,8 51,4 20,2 1.532.768 309.674
31 SUMATERA UTARA ASAHAN 58,5 52,7 17,9 1.201.946 215.233
32 SUMATERA UTARA SIMALUNGUN 71,9 70,2 15,6 1.285.536 200.919
33 SUMATERA UTARA DAIRI 65,9 63,0 13,8 1.820.376 251.444
34 SUMATERA UTARA KARO 64,7 60,5 18,9 2.058.177 388.893
35 SUMATERA UTARA DELI SERDANG 54,3 51,0 20,7 930.911 193.079
100
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
36 SUMATERA UTARA LANGKAT 60,7 56,4 17,2 1.190.569 204.354
37 SUMATERA UTARA NIAS SELATAN 47,3 41,3 23,0 1.807.749 415.774
38 SUMATERA UTARA HUMBANG HASUNDUTAN
55,5 51,7 22,3 2.641.207 587.973
39 SUMATERA UTARA PAKPAK BHARAT 43,2 40,8 22,7 7.160.392 1.624.407
40 SUMATERA UTARA SAMOSIR 53,2 46,0 22,6 3.523.404 794.877
41 SUMATERA UTARA SERDANG BEDAGAI
57,2 54,7 18,2 1.200.456 219.076
42 SUMATERA UTARA BATU BARA 45,1 38,4 28,0 1.488.923 416.793
43 SUMATERA UTARA PADANG LAWAS UTARA
44,1 40,6 33,3 1.827.404 607.988
44 SUMATERA UTARA PADANG LAWAS 40,5 36,0 35,3 2.044.834 721.045
45 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU SELATAN
45,1 38,1 29,4 1.719.084 505.224
46 SUMATERA UTARA LABUHAN BATU UTARA
49,7 44,2 21,3 1.496.285 319.125
47 SUMATERA UTARA NIAS UTARA 34,1 26,6 39,6 2.799.499 1.107.885
48 SUMATERA UTARA NIAS BARAT 29,0 22,7 49,5 3.819.103 1.891.696
49 SUMATERA UTARA KOTA SIBOLGA 48,0 42,5 26,1 4.804.586 1.256.348
50 SUMATERA UTARA KOTA TANJUNG BALAI
54,1 50,5 20,9 2.499.077 521.613
51 SUMATERA UTARA KOTA PEMATANG SIANTAR
65,7 59,1 17,9 2.584.332 462.325
52 SUMATERA UTARA KOTA TEBING TINGGI
55,5 51,5 17,4 2.854.180 498.012
53 SUMATERA UTARA KOTA MEDAN 52,4 43,2 18,4 1.397.491 256.750
54 SUMATERA UTARA KOTA BINJAI 65,1 58,5 17,2 2.010.171 344.872
55 SUMATERA UTARA KOTA PADANG SIDEMPUAN
69,9 60,8 12,4 2.223.212 274.969
56 SUMATERA UTARA KOTA GUNUNGSITOLI
43,9 40,6 41,4 2.720.488 1.126.750
57 SUMATERA BARAT KEPULAUAN MENTAWAI
34,9 28,0 31,2 7.761.530 2.424.510
58 SUMATERA BARAT PESISIR SELATAN 57,8 55,7 15,9 1.749.056 277.858
59 SUMATERA BARAT SOLOK 63,9 62,4 15,4 1.872.927 289.000
60 SUMATERA BARAT SIJUNJUNG 52,5 47,2 23,4 2.748.131 642.489
61 SUMATERA BARAT TANAH DATAR 66,0 62,0 16,7 1.877.657 313.921
62 SUMATERA BARAT PADANG PARIAMAN
67,2 64,3 16,3 1.861.175 302.596
63 SUMATERA BARAT AGAM 72,0 69,1 11,7 1.576.667 184.430
64 SUMATERA BARAT LIMA PULUH KOTA
62,1 58,8 18,1 1.959.256 354.027
65 SUMATERA BARAT PASAMAN 59,6 57,4 18,3 2.081.078 380.933
66 SUMATERA BARAT SOLOK SELATAN 47,5 44,2 28,5 2.834.856 806.745
67 SUMATERA BARAT DHARMAS RAYA 45,1 39,5 31,7 2.803.517 888.252
68 SUMATERA BARAT PASAMAN BARAT 57,7 54,3 19,0 1.599.725 304.337
69 SUMATERA BARAT KOTA PADANG 64,2 61,0 13,2 1.457.882 192.228
101
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
70 SUMATERA BARAT KOTA SOLOK 47,8 43,6 16,8 6.778.927 1.137.362
71 SUMATERA BARAT KOTA SAWAH LUNTO
53,0 48,0 21,9 7.153.798 1.566.183
72 SUMATERA BARAT KOTA PADANG PANJANG
47,2 38,9 22,3 7.532.755 1.677.131
73 SUMATERA BARAT KOTA BUKITTINGGI
57,2 48,6 20,2 3.875.212 783.546
74 SUMATERA BARAT KOTA PAYAKUMBUH
64,0 55,3 15,7 3.269.935 513.565
75 SUMATERA BARAT KOTA PARIAMAN 50,2 46,6 26,2 5.413.530 1.418.333
76 RIAU KUANTAN SINGINGI
53,9 48,2 16,0 3.058.266 490.081
77 RIAU INDRAGIRI HULU 58,3 47,3 14,6 2.332.282 340.830
78 RIAU INDRAGIRI HILIR 46,0 41,7 25,2 1.925.982 485.707
79 RIAU PELALAWAN 35,7 30,2 31,4 3.519.687 1.105.154
80 RIAU SIAK 33,8 25,6 34,3 4.812.055 1.649.273
81 RIAU KAMPAR 47,9 40,9 25,3 2.527.860 640.261
82 RIAU ROKAN HULU 44,6 36,5 20,6 1.951.702 401.898
83 RIAU BENGKALIS 31,4 25,7 37,1 6.350.270 2.354.118
84 RIAU ROKAN HILIR 28,8 21,7 45,7 3.711.918 1.694.957
85 RIAU KEPULAUAN MERANTI
38,6 30,9 32,4 5.205.854 1.686.908
86 RIAU KOTA PEKANBARU
57,3 43,0 19,5 1.660.193 323.523
87 RIAU KOTA DUMAI 49,6 40,0 21,9 3.167.785 692.606
88 JAMBI KERINCI 51,8 47,0 23,3 2.746.413 638.648
89 JAMBI MERANGIN 49,6 42,1 27,1 1.945.707 528.053
90 JAMBI SAROLANGUN 49,8 40,6 24,7 2.537.460 625.484
91 JAMBI BATANG HARI 55,9 49,0 19,1 2.442.721 465.584
92 JAMBI MUARO JAMBI 54,3 50,7 22,8 1.920.753 438.615
93 JAMBI TANJUNG JABUNG TIMUR
36,9 33,3 40,1 3.381.422 1.357.286
94 JAMBI TANJUNG JABUNG BARAT
43,5 38,8 33,1 2.799.105 927.486
95 JAMBI TEBO 44,8 41,0 37,1 1.918.515 711.588
96 JAMBI BUNGO 58,3 52,7 20,7 2.179.366 451.557
97 JAMBI KOTA JAMBI 63,0 57,9 14,7 1.500.022 219.813
98 JAMBI KOTA SUNGAI PENUH
46,2 40,6 34,0 5.649.538 1.918.173
99 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU
47,4 44,5 25,5 2.185.085 558.099
100 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ILIR
46,5 44,1 19,5 1.488.688 289.993
101 SUMATERA SELATAN MUARA ENIM 44,4 40,5 26,6 1.654.131 440.456
102 SUMATERA SELATAN LAHAT 58,1 54,2 19,8 2.328.729 461.895
103 SUMATERA SELATAN MUSI RAWAS 42,7 36,2 28,2 2.039.259 575.729
104 SUMATERA SELATAN MUSI BANYUASIN 32,8 26,4 38,8 3.491.032 1.354.781
102
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
105 SUMATERA SELATAN BANYU ASIN 47,3 43,3 25,9 1.406.500 364.696
106 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU SELATAN
41,7 39,1 38,9 1.977.164 768.949
107 SUMATERA SELATAN OGAN KOMERING ULU TIMUR
45,9 43,4 25,7 1.301.216 334.065
108 SUMATERA SELATAN OGAN ILIR 57,2 54,8 23,7 1.594.706 378.629
109 SUMATERA SELATAN EMPAT LAWANG 36,4 32,6 30,6 2.334.270 713.749
110 SUMATERA SELATAN KOTA PALEMBANG
59,2 54,8 16,4 1.148.802 188.720
111 SUMATERA SELATAN KOTA PRABUMULIH
45,4 41,4 22,9 3.099.330 710.706
112 SUMATERA SELATAN KOTA PAGAR ALAM
41,0 37,5 30,8 3.871.378 1.192.782
113 SUMATERA SELATAN KOTA LUBUKLINGGAU
41,0 35,1 32,8 2.818.576 923.860
114 BENGKULU BENGKULU SELATAN
66,2 60,1 14,6 3.221.296 469.182
115 BENGKULU REJANG LEBONG 54,6 50,3 21,2 2.369.054 501.775
116 BENGKULU BENGKULU UTARA
58,4 52,8 17,2 2.080.531 358.314
117 BENGKULU KAUR 51,2 45,4 20,4 3.296.278 673.271
118 BENGKULU SELUMA 50,9 47,1 29,8 2.903.831 865.434
119 BENGKULU MUKOMUKO 54,3 42,7 19,8 2.696.468 532.762
120 BENGKULU LEBONG 47,9 40,2 26,4 3.861.257 1.020.641
121 BENGKULU KEPAHIANG 46,4 41,4 30,1 3.222.240 969.278
122 BENGKULU BENGKULU TENGAH
46,2 41,1 28,8 4.399.370 1.267.888
123 BENGKULU KOTA BENGKULU 66,7 61,4 9,7 1.824.444 176.730
124 LAMPUNG LAMPUNG BARAT 50,6 47,2 21,3 1.614.585 343.972
125 LAMPUNG TANGGAMUS 53,5 50,8 22,7 1.358.006 308.737
126 LAMPUNG LAMPUNG SELATAN
56,8 53,2 16,8 1.027.668 172.745
127 LAMPUNG LAMPUNG TIMUR 62,5 57,8 10,6 1.086.327 114.732
128 LAMPUNG LAMPUNG TENGAH
64,7 61,2 16,2 1.080.233 174.898
129 LAMPUNG LAMPUNG UTARA 62,3 57,7 19,2 1.465.397 280.944
130 LAMPUNG WAY KANAN 53,7 48,7 19,4 1.448.995 281.732
131 LAMPUNG TULANGBAWANG 47,2 42,5 24,9 1.611.922 400.709
132 LAMPUNG PESAWARAN 53,3 49,8 24,5 1.520.159 371.961
133 LAMPUNG PRINGSEWU 60,4 57,1 18,5 1.591.526 294.492
134 LAMPUNG MESUJI 31,6 27,0 32,9 2.175.372 716.113
135 LAMPUNG TULANG BAWANG BARAT
39,7 34,6 37,9 1.766.248 668.715
136 LAMPUNG KOTA BANDAR LAMPUNG
65,9 61,0 6,4 1.200.670 76.665
137 LAMPUNG KOTA METRO 58,6 53,9 19,8 3.195.227 632.267
138 KEP. BANGKA BELITUNG
BANGKA 49,4 41,3 21,0 2.075.741 435.324
103
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
139 KEP. BANGKA BELITUNG
BELITUNG 46,2 38,3 27,7 3.355.392 927.867
140 KEP. BANGKA BELITUNG
BANGKA BARAT 46,0 37,9 25,9 2.493.951 645.448
141 KEP. BANGKA BELITUNG
BANGKA TENGAH 46,6 40,8 21,1 2.520.285 530.805
142 KEP. BANGKA BELITUNG
BANGKA SELATAN
47,7 37,1 20,4 2.417.736 492.057
143 KEP. BANGKA BELITUNG
BELITUNG TIMUR 43,4 34,1 30,4 4.835.822 1.472.182
144 KEP. BANGKA BELITUNG
KOTA PANGKAL PINANG
56,0 48,6 20,6 2.647.447 545.474
145 KEPULAUAN RIAU KARIMUN 40,7 31,5 21,5 4.120.335 885.008
146 KEPULAUAN RIAU BINTAN 44,0 35,9 21,4 4.974.951 1.063.266
147 KEPULAUAN RIAU NATUNA 25,0 18,3 28,8 16.649.399
4.803.238
148 KEPULAUAN RIAU LINGGA 35,3 24,6 25,7 7.783.877 2.003.749
149 KEPULAUAN RIAU KEPULAUAN ANAMBAS
34,7 25,8 29,6 25.575.736
7.559.539
150 KEPULAUAN RIAU KOTA BATAM 47,8 35,7 22,0 1.520.874 334.188
151 KEPULAUAN RIAU KOTA TANJUNG PINANG
43,6 36,4 23,0 3.750.017 861.357
152 DKI JAKARTA KEPULAUAN SERIBU
153 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA SELATAN
154 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA TIMUR
155 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA PUSAT
156 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA BARAT
157 DKI JAKARTA KODYA JAKARTA UTARA
158 JAWA BARAT BOGOR 39,3 34,8 25,8 670.193 172.724
159 JAWA BARAT SUKABUMI 52,9 47,4 12,0 753.507 90.370
160 JAWA BARAT CIANJUR 56,3 52,6 14,4 738.705 106.079
161 JAWA BARAT BANDUNG 55,8 53,0 11,8 739.575 87.283
162 JAWA BARAT GARUT 61,0 55,1 13,5 840.419 113.761
163 JAWA BARAT TASIKMALAYA 66,4 63,5 11,5 792.094 90.696
164 JAWA BARAT CIAMIS 64,5 62,1 13,3 888.894 118.439
165 JAWA BARAT KUNINGAN 70,8 67,8 9,2 1.101.483 101.086
166 JAWA BARAT CIREBON 57,2 50,5 13,6 846.704 115.432
167 JAWA BARAT MAJALENGKA 65,3 59,4 13,5 1.068.132 144.000
168 JAWA BARAT SUMEDANG 68,1 61,7 10,0 1.077.784 107.841
169 JAWA BARAT INDRAMAYU 59,1 55,3 18,5 947.385 175.142
170 JAWA BARAT SUBANG 57,4 53,6 16,2 894.223 144.846
171 JAWA BARAT PURWAKARTA 59,8 55,0 19,6 1.257.675 246.088
172 JAWA BARAT KARAWANG 45,2 36,9 19,2 929.475 178.714
104
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
173 JAWA BARAT BEKASI 44,5 41,7 27,5 732.220 201.241
174 JAWA BARAT BANDUNG BARAT 49,8 46,6 15,7 770.561 120.770
175 JAWA BARAT KOTA BOGOR 56,0 50,3 13,1 1.091.008 142.604
176 JAWA BARAT KOTA SUKABUMI 54,7 47,6 12,4 2.030.720 251.266
177 JAWA BARAT KOTA BANDUNG 42,6 38,9 26,0 1.193.541 310.344
178 JAWA BARAT KOTA CIREBON 50,3 45,1 16,7 2.598.266 433.589
179 JAWA BARAT KOTA BEKASI 49,2 41,0 17,3 816.373 141.618
180 JAWA BARAT KOTA DEPOK 40,9 33,1 26,2 790.155 207.231
181 JAWA BARAT KOTA CIMAHI 59,4 50,6 10,1 1.281.417 129.988
182 JAWA BARAT KOTA TASIKMALAYA
69,5 63,5 8,0 1.134.962 91.059
183 JAWA BARAT KOTA BANJAR 52,4 45,2 20,5 2.285.627 469.507
184 JAWA TENGAH CILACAP 63,2 56,8 14,7 825.098 121.512
185 JAWA TENGAH BANYUMAS 62,4 58,0 16,6 985.265 163.805
186 JAWA TENGAH PURBALINGGA 59,3 57,3 9,3 1.041.117 96.650
187 JAWA TENGAH BANJARNEGARA 61,9 60,4 14,8 1.180.152 174.313
188 JAWA TENGAH KEBUMEN 68,4 64,8 12,6 995.100 125.503
189 JAWA TENGAH PURWOREJO 70,0 66,2 11,1 1.359.139 151.367
190 JAWA TENGAH WONOSOBO 51,9 51,1 15,6 1.183.983 184.371
191 JAWA TENGAH MAGELANG 60,9 58,7 13,3 989.308 131.448
192 JAWA TENGAH BOYOLALI 67,0 66,0 12,8 1.185.709 151.868
193 JAWA TENGAH KLATEN 69,7 67,2 12,0 1.150.283 137.834
194 JAWA TENGAH SUKOHARJO 65,6 60,3 9,6 1.115.623 107.478
195 JAWA TENGAH WONOGIRI 66,9 64,7 12,4 1.204.090 149.456
196 JAWA TENGAH KARANGANYAR 75,5 72,2 7,9 1.108.229 87.248
197 JAWA TENGAH SRAGEN 69,9 66,5 9,5 1.217.064 115.168
198 JAWA TENGAH GROBOGAN 59,0 54,6 16,0 880.787 141.306
199 JAWA TENGAH BLORA 59,5 55,4 20,0 1.234.899 246.590
200 JAWA TENGAH REMBANG 59,6 53,4 19,6 1.354.318 266.001
201 JAWA TENGAH PATI 59,7 56,5 11,0 981.627 107.765
202 JAWA TENGAH KUDUS 54,8 52,5 16,8 1.249.789 209.481
203 JAWA TENGAH JEPARA 54,7 51,4 18,5 941.831 174.537
204 JAWA TENGAH DEMAK 53,5 50,0 19,3 985.428 189.987
205 JAWA TENGAH SEMARANG 63,5 59,6 13,8 1.013.053 139.661
206 JAWA TENGAH TEMANGGUNG 66,7 63,3 10,1 1.025.739 103.127
207 JAWA TENGAH KENDAL 57,7 55,1 17,9 1.128.708 201.905
208 JAWA TENGAH BATANG 67,9 63,9 9,4 1.087.459 102.677
209 JAWA TENGAH PEKALONGAN 66,1 63,0 10,7 1.071.847 114.871
210 JAWA TENGAH PEMALANG 70,2 66,1 9,6 785.425 75.316
211 JAWA TENGAH TEGAL 62,4 58,0 15,5 809.847 125.485
105
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
212 JAWA TENGAH BREBES 56,6 54,0 16,4 823.939 135.187
213 JAWA TENGAH KOTA MAGELANG 59,0 52,5 14,2 3.956.047 562.300
214 JAWA TENGAH KOTA SURAKARTA
56,9 54,0 23,0 2.141.068 492.497
215 JAWA TENGAH KOTA SALATIGA 59,6 54,5 18,2 2.802.896 510.387
216 JAWA TENGAH KOTA SEMARANG 49,9 43,7 16,7 1.298.922 217.386
217 JAWA TENGAH KOTA PEKALONGAN
55,9 49,0 16,0 1.686.702 269.653
218 JAWA TENGAH KOTA TEGAL 51,4 44,9 18,7 2.162.677 405.097
219 D I YOGYAKARTA KULON PROGO 70,7 66,5 11,3 1.754.553 198.249
220 D I YOGYAKARTA BANTUL 70,7 65,5 10,0 996.584 99.760
221 D I YOGYAKARTA GUNUNG KIDUL 67,7 64,7 15,4 1.376.628 211.941
222 D I YOGYAKARTA SLEMAN 66,3 59,0 10,3 981.891 101.346
223 D I YOGYAKARTA KOTA YOGYAKARTA
60,2 49,4 8,0 2.289.527 183.600
224 JAWA TIMUR PACITAN 67,7 65,2 13,1 1.393.934 182.211
225 JAWA TIMUR PONOROGO 67,4 64,9 13,5 1.295.122 174.402
226 JAWA TIMUR TRENGGALEK 65,9 62,5 10,6 1.380.964 145.933
227 JAWA TIMUR TULUNGAGUNG 67,3 66,0 12,3 1.076.121 132.822
228 JAWA TIMUR BLITAR 66,2 62,6 13,8 1.036.576 142.642
229 JAWA TIMUR KEDIRI 62,3 59,3 18,9 850.872 161.110
230 JAWA TIMUR MALANG 52,3 48,2 19,2 744.755 143.160
231 JAWA TIMUR LUMAJANG 56,3 53,1 17,2 1.107.707 190.029
232 JAWA TIMUR JEMBER 56,1 51,2 15,7 777.564 121.931
233 JAWA TIMUR BANYUWANGI 60,9 59,8 16,4 895.347 146.631
234 JAWA TIMUR BONDOWOSO 65,4 62,2 14,4 1.023.892 147.707
235 JAWA TIMUR SITUBONDO 57,4 52,7 17,6 1.337.456 235.772
236 JAWA TIMUR PROBOLINGGO 56,7 52,7 19,3 957.206 184.526
237 JAWA TIMUR PASURUAN 52,5 50,0 15,9 935.009 148.886
238 JAWA TIMUR SIDOARJO 47,1 42,2 16,8 939.414 158.131
239 JAWA TIMUR MOJOKERTO 64,3 59,0 18,8 917.995 172.624
240 JAWA TIMUR JOMBANG 61,3 58,9 9,9 905.179 89.583
241 JAWA TIMUR NGANJUK 59,8 56,9 15,0 1.036.415 155.529
242 JAWA TIMUR MADIUN 60,3 57,4 20,5 1.416.490 290.471
243 JAWA TIMUR MAGETAN 61,4 58,3 16,5 1.385.299 228.545
244 JAWA TIMUR NGAWI 68,4 66,2 16,1 1.273.001 205.483
245 JAWA TIMUR BOJONEGORO 55,4 51,5 15,4 1.141.603 175.617
246 JAWA TIMUR TUBAN 59,2 57,8 20,8 985.574 204.597
247 JAWA TIMUR LAMONGAN 60,2 58,4 15,2 1.029.513 156.952
248 JAWA TIMUR GRESIK 52,8 47,1 12,2 1.043.034 127.278
249 JAWA TIMUR BANGKALAN 51,7 46,0 30,3 1.273.309 386.386
106
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
250 JAWA TIMUR SAMPANG 57,2 53,3 18,8 853.795 160.190
251 JAWA TIMUR PAMEKASAN 49,2 47,4 24,7 1.234.737 304.639
252 JAWA TIMUR SUMENEP 60,8 58,5 14,0 1.048.089 147.072
253 JAWA TIMUR KOTA KEDIRI 59,9 52,9 13,0 2.564.184 332.523
254 JAWA TIMUR KOTA BLITAR 50,0 48,1 19,3 3.411.412 657.220
255 JAWA TIMUR KOTA MALANG 58,6 53,1 14,6 1.232.317 179.982
256 JAWA TIMUR KOTA PROBOLINGGO
55,2 46,7 16,7 2.671.630 445.225
257 JAWA TIMUR KOTA PASURUAN 57,0 48,4 16,2 2.432.212 394.725
258 JAWA TIMUR KOTA MOJOKERTO
41,4 33,2 22,5 3.547.087 799.333
259 JAWA TIMUR KOTA MADIUN 66,8 63,2 13,9 2.878.627 400.078
260 JAWA TIMUR KOTA SURABAYA 37,8 30,0 24,6 1.878.549 462.931
261 JAWA TIMUR KOTA BATU 48,8 43,5 24,8 2.368.768 588.438
262 BANTEN PANDEGLANG 66,8 62,8 13,0 875.589 113.792
263 BANTEN LEBAK 52,4 49,9 23,3 962.876 224.686
264 BANTEN TANGERANG 44,4 37,8 26,7 725.064 193.452
265 BANTEN SERANG 56,2 50,3 20,5 890.416 182.332
266 BANTEN KOTA TANGERANG
59,2 42,9 21,6 948.893 204.652
267 BANTEN KOTA CILEGON 54,5 46,3 15,9 2.078.837 330.461
268 BANTEN KOTA SERANG 58,0 53,5 21,7 1.026.937 223.123
269 BANTEN KOTA TANGERANG SELATAN
39,2 32,2 28,6 974.778 278.330
270 BALI JEMBRANA 57,6 56,6 12,3 2.193.980 268.965
271 BALI TABANAN 66,2 65,3 9,2 1.941.049 179.516
272 BALI BADUNG 51,3 49,1 11,6 2.764.717 319.864
273 BALI GIANYAR 63,6 60,1 13,4 1.837.007 245.303
274 BALI KLUNGKUNG 61,8 59,7 16,2 3.000.246 485.532
275 BALI BANGLI 58,8 55,6 19,4 2.634.938 511.575
276 BALI KARANG ASEM 64,0 62,2 13,0 1.822.326 235.992
277 BALI BULELENG 63,2 60,9 12,7 1.659.799 211.071
278 BALI KOTA DENPASAR 59,0 56,3 5,8 1.303.385 75.356
279 NUSA TENGGARA BARAT
LOMBOK BARAT 58,0 55,7 18,1 1.370.586 248.051
280 NUSA TENGGARA BARAT
LOMBOK TENGAH 68,4 65,4 13,4 1.051.111 140.568
281 NUSA TENGGARA BARAT
LOMBOK TIMUR 62,3 60,5 20,1 1.015.742 203.666
282 NUSA TENGGARA BARAT
SUMBAWA 57,8 52,5 19,8 1.788.559 354.973
283 NUSA TENGGARA BARAT
DOMPU 64,2 60,1 14,4 2.406.728 347.281
284 NUSA TENGGARA BARAT
BIMA 63,8 59,7 18,8 1.806.985 340.587
107
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
285 NUSA TENGGARA BARAT
SUMBAWA BARAT
33,4 30,3 39,7 5.645.884 2.242.595
286 NUSA TENGGARA BARAT
LOMBOK UTARA 42,9 39,2 30,8 1.911.670 588.163
287 NUSA TENGGARA BARAT
KOTA MATARAM 64,2 58,6 16,2 1.519.980 246.864
288 NUSA TENGGARA BARAT
KOTA BIMA 59,5 55,6 20,9 3.016.103 629.425
289 NUSA TENGGARA TIMUR
SUMBA BARAT 42,7 33,6 28,8 3.075.492 886.149
290 NUSA TENGGARA TIMUR
SUMBA TIMUR 53,2 48,6 20,4 2.491.601 508.821
291 NUSA TENGGARA TIMUR
KUPANG 48,0 44,4 21,8 2.370.819 516.101
292 NUSA TENGGARA TIMUR
TIMOR TENGAH SELATAN
55,1 50,0 23,8 1.608.851 383.631
293 NUSA TENGGARA TIMUR
TIMOR TENGAH UTARA
50,7 45,3 20,4 2.248.824 457.991
294 NUSA TENGGARA TIMUR
BELU 64,0 59,0 12,9 1.656.376 213.320
295 NUSA TENGGARA TIMUR
ALOR 52,7 48,3 19,6 2.630.454 515.703
296 NUSA TENGGARA TIMUR
LEMBATA 51,7 48,4 17,2 3.320.547 570.173
297 NUSA TENGGARA TIMUR
FLORES TIMUR 54,9 52,6 14,7 2.312.053 340.866
298 NUSA TENGGARA TIMUR
SIKKA 56,4 53,7 10,1 1.724.781 174.424
299 NUSA TENGGARA TIMUR
ENDE 59,9 56,9 16,5 2.046.716 337.503
300 NUSA TENGGARA TIMUR
NGADA 42,9 40,0 28,0 3.003.255 840.128
301 NUSA TENGGARA TIMUR
MANGGARAI 52,6 48,2 28,7 1.748.035 502.524
302 NUSA TENGGARA TIMUR
ROTE NDAO 48,0 41,2 22,8 3.070.749 700.798
303 NUSA TENGGARA TIMUR
MANGGARAI BARAT
43,4 38,2 27,6 6.627.229 1.831.749
304 NUSA TENGGARA TIMUR
SUMBA BARAT DAYA
43,1 37,2 29,8 1.709.703 509.366
305 NUSA TENGGARA TIMUR
SUMBA TENGAH 34,3 27,2 38,9 1.156.478 450.343
306 NUSA TENGGARA TIMUR
NAGEKEO 45,5 38,0 25,1 2.677.671 670.859
307 NUSA TENGGARA TIMUR
MANGGARAI TIMUR
38,7 35,5 39,6 1.661.478 657.717
308 NUSA TENGGARA TIMUR
SABU RAIJUA 34,4 32,8 40,7 3.857.833 1.568.317
309 NUSA TENGGARA TIMUR
KOTA KUPANG 66,0 61,3 14,5 1.658.925 240.026
310 KALIMANTAN BARAT SAMBAS 53,4 50,8 21,4 1.673.191 358.448
311 KALIMANTAN BARAT BENGKAYANG 44,9 40,4 24,0 2.456.911 589.005
312 KALIMANTAN BARAT LANDAK 46,6 39,5 23,3 1.810.441 421.009
313 KALIMANTAN BARAT PONTIANAK 59,7 56,4 20,7 2.007.294 414.548
314 KALIMANTAN BARAT SANGGAU 50,4 47,4 21,5 1.919.207 412.649
108
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
315 KALIMANTAN BARAT KETAPANG 39,2 32,3 31,4 2.197.574 690.352
316 KALIMANTAN BARAT SINTANG 45,3 41,6 18,8 2.210.377 414.900
317 KALIMANTAN BARAT KAPUAS HULU 33,2 30,6 35,8 3.679.484 1.317.714
318 KALIMANTAN BARAT SEKADAU 38,4 34,6 28,8 2.270.386 653.634
319 KALIMANTAN BARAT MELAWI 49,6 40,8 26,9 2.682.554 722.563
320 KALIMANTAN BARAT KAYONG UTARA 32,7 24,6 36,8 4.088.547 1.505.706
321 KALIMANTAN BARAT KUBU RAYA 44,9 42,0 28,1 1.509.784 424.678
322 KALIMANTAN BARAT KOTA PONTIANAK
57,8 51,0 21,3 1.554.165 331.770
323 KALIMANTAN BARAT KOTA SINGKAWANG
57,1 51,7 25,7 2.634.338 677.431
324 KALIMANTAN TENGAH
KOTAWARINGIN BARAT
48,3 44,7 28,6 2.524.126 722.397
325 KALIMANTAN TENGAH
KOTAWARINGIN TIMUR
49,3 44,5 24,6 2.149.013 529.629
326 KALIMANTAN TENGAH
KAPUAS 56,1 52,8 26,5 2.523.937 669.988
327 KALIMANTAN TENGAH
BARITO SELATAN 50,2 47,1 24,1 4.415.522 1.066.108
328 KALIMANTAN TENGAH
BARITO UTARA 47,1 42,5 26,5 4.700.188 1.245.012
329 KALIMANTAN TENGAH
SUKAMARA 28,6 24,0 39,8 9.144.962 3.641.051
330 KALIMANTAN TENGAH
LAMANDAU 33,3 28,9 40,4 7.142.638 2.884.152
331 KALIMANTAN TENGAH
SERUYAN 25,1 21,5 37,9 5.025.305 1.904.933
332 KALIMANTAN TENGAH
KATINGAN 35,4 30,8 30,2 4.842.199 1.461.758
333 KALIMANTAN TENGAH
PULANG PISAU 46,4 44,7 35,2 3.853.556 1.356.914
334 KALIMANTAN TENGAH
GUNUNG MAS 39,7 37,9 38,4 5.874.513 2.253.598
335 KALIMANTAN TENGAH
BARITO TIMUR 45,3 40,3 21,7 5.041.072 1.095.449
336 KALIMANTAN TENGAH
MURUNG RAYA 40,5 33,6 35,4 6.666.606 2.359.906
337 KALIMANTAN TENGAH
KOTA PALANGKA RAYA
66,8 63,6 13,2 2.673.987 354.159
338 KALIMANTAN SELATAN
TANAH LAUT 55,8 49,1 16,5 2.276.158 375.868
339 KALIMANTAN SELATAN
KOTA BARU 43,5 38,2 31,9 3.403.504 1.086.130
340 KALIMANTAN SELATAN
BANJAR 54,4 49,2 22,4 1.666.359 372.791
341 KALIMANTAN SELATAN
BARITO KUALA 50,1 47,8 25,2 2.096.519 527.281
342 KALIMANTAN SELATAN
TAPIN 41,7 39,6 35,3 4.049.263 1.429.371
343 KALIMANTAN SELATAN
HULU SUNGAI SELATAN
60,3 57,2 20,6 2.758.453 568.890
344 KALIMANTAN SELATAN
HULU SUNGAI TENGAH
57,0 53,1 26,0 2.622.638 680.719
345 KALIMANTAN HULU SUNGAI 52,0 48,3 22,5 3.253.598 732.113
109
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
SELATAN UTARA
346 KALIMANTAN SELATAN
TABALONG 46,3 39,6 28,7 4.611.750 1.321.450
347 KALIMANTAN SELATAN
TANAH BUMBU 41,0 29,2 27,4 3.122.274 856.645
348 KALIMANTAN SELATAN
BALANGAN 34,6 31,4 38,2 5.569.328 2.128.304
349 KALIMANTAN SELATAN
KOTA BANJARMASIN
54,2 49,8 20,4 1.492.833 303.970
350 KALIMANTAN SELATAN
KOTA BANJAR BARU
57,0 50,8 19,6 2.238.169 438.476
351 KALIMANTAN TIMUR PASIR 40,7 33,8 30,0 5.571.778 1.672.864
352 KALIMANTAN TIMUR KUTAI BARAT 32,3 17,9 40,1 9.148.025 3.666.694
353 KALIMANTAN TIMUR KUTAI KARTANEGARA
29,3 22,1 37,4 7.391.721 2.768.097
354 KALIMANTAN TIMUR KUTAI TIMUR 28,9 23,1 33,6 8.856.438 2.979.512
355 KALIMANTAN TIMUR BERAU 35,9 29,3 34,8 8.279.917 2.884.422
356 KALIMANTAN TIMUR MALINAU 24,0 18,4 45,4 21.098.713
9.576.291
357 KALIMANTAN TIMUR BULUNGAN 38,3 33,4 34,2 11.625.262
3.979.203
358 KALIMANTAN TIMUR NUNUKAN 29,8 21,8 45,4 7.746.949 3.518.483
359 KALIMANTAN TIMUR PENAJAM PASER UTARA
19,2 14,7 57,4 10.169.358
5.835.063
360 KALIMANTAN TIMUR TANA TIDUNG 17,9 14,5 57,4 72.382.106
41.517.416
361 KALIMANTAN TIMUR KOTA BALIKPAPAN
30,8 23,9 27,4 3.213.826 880.432
362 KALIMANTAN TIMUR KOTA SAMARINDA
64,7 41,9 17,8 2.114.182 376.974
363 KALIMANTAN TIMUR KOTA TARAKAN 33,4 29,8 38,0 7.023.883 2.669.710
364 KALIMANTAN TIMUR KOTA BONTANG 23,5 16,8 45,5 9.945.323 4.522.748
365 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW
58,2 50,8 20,5 2.257.334 463.323
366 SULAWESI UTARA MINAHASA 68,4 66,8 17,8 1.885.877 335.398
367 SULAWESI UTARA KEPULAUAN SANGIHE
60,0 57,5 16,2 3.622.169 585.275
368 SULAWESI UTARA KEPULAUAN TALAUD
52,2 50,4 20,3 4.589.841 931.087
369 SULAWESI UTARA MINAHASA SELATAN
61,7 57,8 13,8 2.089.544 289.385
370 SULAWESI UTARA MINAHASA UTARA
58,9 54,4 20,6 2.139.063 440.367
371 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW UTARA
32,2 28,9 40,3 6.022.158 2.424.656
372 SULAWESI UTARA MINAHASA TENGGARA
39,2 35,0 34,5 6.207.406 2.142.908
373 SULAWESI UTARA SIAU TAGULANDANG BIARO
41,1 35,0 36,0 4.219.134 1.518.418
374 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW
38,6 32,5 34,4 5.142.894 1.770.252
110
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
SELATAN
375 SULAWESI UTARA BOLAANG MONGONDOW TIMUR
32,5 26,0 46,9 5.461.405 2.564.112
376 SULAWESI UTARA KOTA MANADO 59,4 51,7 20,8 844.952 175.478
377 SULAWESI UTARA KOTA BITUNG 69,7 62,3 14,5 2.215.944 322.115
378 SULAWESI UTARA KOTA TOMOHON 67,6 61,6 18,4 8.767.215 1.609.267
379 SULAWESI UTARA KOTA KOTAMOBAGU
54,1 48,1 26,8 3.155.218 844.376
380 SULAWESI TENGAH BANGGAI KEPULAUAN
48,7 45,4 32,3 2.526.840 815.647
381 SULAWESI TENGAH BANGGAI 59,4 58,5 19,6 2.060.281 404.720
382 SULAWESI TENGAH MOROWALI 52,7 48,9 23,4 2.852.905 667.256
383 SULAWESI TENGAH POSO 66,7 63,1 12,5 2.656.697 333.014
384 SULAWESI TENGAH DONGGALA 52,1 47,7 24,2 2.236.756 541.958
385 SULAWESI TENGAH TOLI-TOLI 54,1 50,3 21,6 2.322.978 502.382
386 SULAWESI TENGAH BUOL 49,9 43,8 27,2 3.696.503 1.004.854
387 SULAWESI TENGAH PARIGI MOUTONG 55,0 50,3 21,8 1.352.642 294.669
388 SULAWESI TENGAH TOJO UNA-UNA 45,5 39,5 29,8 3.354.756 1.000.055
389 SULAWESI TENGAH SIGI 50,2 45,9 25,1 2.354.605 590.356
390 SULAWESI TENGAH KOTA PALU 71,4 65,5 11,8 1.913.934 226.022
391 SULAWESI SELATAN KEPULAUAN SELAYAR
50,0 41,8 23,1 3.862.294 893.754
392 SULAWESI SELATAN BULUKUMBA 63,7 58,3 21,0 1.786.316 375.277
393 SULAWESI SELATAN BANTAENG 63,9 58,1 15,9 2.026.296 323.114
394 SULAWESI SELATAN JENEPONTO 64,0 50,6 20,0 1.603.104 320.892
395 SULAWESI SELATAN TAKALAR 59,2 56,9 16,9 1.979.926 334.117
396 SULAWESI SELATAN GOWA 64,8 61,4 14,3 1.087.041 155.517
397 SULAWESI SELATAN SINJAI 57,4 53,3 17,1 2.325.350 398.439
398 SULAWESI SELATAN MAROS 58,0 55,3 16,8 1.793.503 300.516
399 SULAWESI SELATAN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN
61,4 56,9 21,4 2.106.367 449.943
400 SULAWESI SELATAN BARRU 54,6 50,3 30,2 3.191.229 965.262
401 SULAWESI SELATAN BONE 59,0 57,6 19,3 1.271.793 245.690
402 SULAWESI SELATAN SOPPENG 63,0 59,0 19,0 2.570.964 487.706
403 SULAWESI SELATAN WAJO 53,0 50,2 27,6 1.966.723 542.057
404 SULAWESI SELATAN SIDENRENG RAPPANG
49,9 45,6 28,6 2.669.302 762.741
405 SULAWESI SELATAN PINRANG 60,4 57,8 19,3 1.771.180 341.985
406 SULAWESI SELATAN ENREKANG 56,6 49,0 20,2 2.669.592 538.896
407 SULAWESI SELATAN LUWU 55,4 52,0 13,4 1.649.120 221.300
408 SULAWESI SELATAN TANA TORAJA 54,9 49,5 22,9 2.196.764 502.859
409 SULAWESI SELATAN LUWU UTARA 50,9 49,2 19,5 1.973.620 385.769
111
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
410 SULAWESI SELATAN LUWU TIMUR 43,0 37,8 31,1 2.496.125 775.280
411 SULAWESI SELATAN TORAJA UTARA 53,4 50,7 23,5 1.976.296 465.045
412 SULAWESI SELATAN KOTA MAKASSAR 57,7 44,7 11,9 1.186.292 140.755
413 SULAWESI SELATAN KOTA PAREPARE 49,0 44,4 28,7 4.450.397 1.277.619
414 SULAWESI SELATAN KOTA PALOPO 58,2 52,7 21,0 3.233.747 678.341
415 SULAWESI TENGGARA
BUTON 62,4 60,1 19,6 2.075.668 407.567
416 SULAWESI TENGGARA
MUNA 62,9 61,5 21,9 2.463.937 540.485
417 SULAWESI TENGGARA
KONAWE 58,0 54,7 17,9 2.618.933 469.494
418 SULAWESI TENGGARA
KOLAKA 61,3 55,8 18,1 1.909.030 345.631
419 SULAWESI TENGGARA
KONAWE SELATAN
50,9 48,4 24,2 1.927.462 467.382
420 SULAWESI TENGGARA
BOMBANA 53,3 45,7 19,7 2.613.610 514.949
421 SULAWESI TENGGARA
WAKATOBI 45,6 38,8 26,4 4.186.041 1.104.748
422 SULAWESI TENGGARA
KOLAKA UTARA 37,7 31,4 31,6 6.745.380 2.133.118
423 SULAWESI TENGGARA
KONAWE UTARA 35,6 27,7 38,4 3.933.117 1.509.516
424 SULAWESI TENGGARA
BUTON UTARA 29,7 26,1 40,8 6.989.616 2.850.058
425 SULAWESI TENGGARA
KOTA KENDARI 61,2 57,0 22,3 2.521.731 563.588
426 SULAWESI TENGGARA
KOTA BAU-BAU 56,5 53,3 21,9 3.281.506 717.245
427 GORONTALO BOALEMO 55,9 45,8 22,6 2.937.651 663.801
428 GORONTALO GORONTALO 68,5 64,2 18,3 1.662.490 303.421
429 GORONTALO POHUWATO 49,5 45,5 22,9 3.228.093 739.377
430 GORONTALO BONE BOLANGO 52,0 47,3 26,1 2.773.202 724.474
431 GORONTALO GORONTALO UTARA
35,6 30,7 44,8 3.763.642 1.684.367
432 GORONTALO KOTA GORONTALO
65,6 57,8 20,2 3.091.243 623.620
433 SULAWESI BARAT MAJENE 62,4 58,8 16,7 2.727.041 455.038
434 SULAWESI BARAT POLEWALI MANDAR
57,8 55,5 18,4 1.663.304 306.174
435 SULAWESI BARAT MAMASA 53,0 50,2 17,6 2.956.645 520.061
436 SULAWESI BARAT MAMUJU 50,8 43,5 28,2 2.031.303 572.521
437 SULAWESI BARAT MAMUJU UTARA 46,9 43,2 27,6 2.828.247 780.928
438 MALUKU MALUKU TENGGARA BARAT
49,3 45,5 23,6 4.560.553 1.074.798
439 MALUKU MALUKU TENGGARA
53,4 46,1 22,6 4.162.125 938.711
440 MALUKU MALUKU TENGAH 64,4 62,3 20,5 2.281.308 467.355
441 MALUKU BURU 39,0 33,0 35,4 4.605.804 1.632.440
112
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
442 MALUKU KEPULAUAN ARU 28,9 23,3 34,6 5.548.886 1.918.497
443 MALUKU SERAM BAGIAN BARAT
48,6 42,0 16,4 2.640.654 434.059
444 MALUKU SERAM BAGIAN TIMUR
31,2 27,4 48,4 6.070.922 2.938.743
445 MALUKU MALUKU BARAT DAYA
40,2 35,3 26,3 5.916.587 1.554.300
446 MALUKU BURU SELATAN 33,0 25,5 30,2 5.712.598 1.724.755
447 MALUKU KOTA AMBON 73,4 72,1 13,7 1.816.691 249.655
448 MALUKU KOTA TUAL 31,5 26,3 39,7 5.793.899 2.302.580
449 MALUKU UTARA HALMAHERA BARAT
58,1 56,4 18,1 3.594.363 651.640
450 MALUKU UTARA HALMAHERA TENGAH
32,5 29,1 45,0 10.732.871
4.828.850
451 MALUKU UTARA KEPULAUAN SULA
29,0 24,8 50,4 4.535.609 2.286.041
452 MALUKU UTARA HALMAHERA SELATAN
51,3 36,5 24,2 2.556.721 618.970
453 MALUKU UTARA HALMAHERA UTARA
36,6 32,2 36,5 3.167.718 1.157.052
454 MALUKU UTARA HALMAHERA TIMUR
25,1 21,0 44,9 7.526.747 3.375.793
455 MALUKU UTARA PULAU MOROTAI 27,3 23,0 36,6 5.723.654 2.096.113
456 MALUKU UTARA KOTA TERNATE 63,1 52,8 17,8 2.865.938 509.874
457 MALUKU UTARA KOTA TIDORE KEPULAUAN
52,6 49,3 19,5 4.439.864 865.572
458 PAPUA BARAT FAKFAK 42,9 38,4 30,7 9.915.807 3.044.679
459 PAPUA BARAT KAIMANA 25,7 15,1 24,0 12.606.250
3.024.067
460 PAPUA BARAT TELUK WONDAMA
23,6 18,6 37,9 18.470.632
7.000.803
461 PAPUA BARAT TELUK BINTUNI 22,9 15,0 46,0 15.322.334
7.042.880
462 PAPUA BARAT MANOKWARI 52,6 46,2 12,9 3.880.418 500.852
463 PAPUA BARAT SORONG SELATAN
32,4 25,8 37,1 14.098.419
5.233.431
464 PAPUA BARAT SORONG 51,1 47,6 21,9 8.396.482 1.839.118
465 PAPUA BARAT RAJA AMPAT 34,5 32,0 32,1 14.913.975
4.784.694
466 PAPUA BARAT TAMBRAUW 23,4 20,4 50,2 62.924.518
31.598.953
467 PAPUA BARAT MAYBRAT 35,3 31,2 39,8 13.163.634
5.233.470
468 PAPUA BARAT KOTA SORONG 52,5 50,3 22,0 2.464.205 543.148
469 PAPUA MERAUKE 38,9 34,2 33,8 6.187.675 2.088.681
470 PAPUA JAYAWIJAYA 37,4 33,5 31,6 3.426.930 1.083.930
471 PAPUA JAYAPURA 50,8 44,8 18,3 5.132.274 937.045
472 PAPUA NABIRE 52,4 41,8 24,9 4.563.438 1.138.300
473 PAPUA YAPEN WAROPEN 50,0 43,8 20,0 5.722.386 1.143.752
474 PAPUA BIAK NUMFOR 52,9 48,9 22,1 4.511.031 995.882
113
ANALISIS KESENJANGAN ANTARWILAYAH 2012
NO Prov Kab/Kota Rasio Belanja Pegawai
(Langsung + Tidak
Langsung)
Rasio Belanja Pegawai
Tidak Langsung
Rasio Belanja Modal
Belanja Perkapita
Belanja Modal
Perkapita
475 PAPUA PANIAI 41,3 32,6 30,4 4.152.474 1.260.799
476 PAPUA PUNCAK JAYA 34,6 25,4 31,4 6.263.907 1.968.933
477 PAPUA MIMIKA 31,5 24,8 18,2 7.094.354 1.293.633
478 PAPUA BOVEN DIGOEL 24,8 19,0 39,5 13.890.421
5.492.622
479 PAPUA MAPPI 29,9 20,5 30,3 7.941.467 2.407.392
480 PAPUA ASMAT 44,2 34,5 19,0 9.827.274 1.870.913
481 PAPUA YAHUKIMO 35,3 33,2 19,4 4.330.297 840.316
482 PAPUA PEGUNUNGAN BINTANG
38,3 24,2 29,1 10.272.788
2.990.178
483 PAPUA TOLIKARA 34,4 28,8 31,3 5.677.245 1.778.874
484 PAPUA SARMI 20,1 16,0 37,5 18.309.949
6.868.817
485 PAPUA KEEROM 31,3 26,1 23,8 10.466.342
2.489.539
486 PAPUA WAROPEN 30,4 17,0 36,4 19.557.753
7.120.969
487 PAPUA SUPIORI 19,5 16,0 43,8 33.290.090
14.577.500
488 PAPUA MAMBERAMO RAYA
19,0 13,4 44,9 33.694.387
15.131.630
489 PAPUA NDUGA 26,3 24,7 49,0 7.755.658 3.800.314
490 PAPUA LANNY JAYA 28,0 25,7 39,8 3.893.793 1.550.301
491 PAPUA MAMBERAMO TENGAH
25,8 19,3 39,4 10.414.050
4.104.772
492 PAPUA YALIMO 26,9 23,8 42,0 11.160.437
4.685.726
493 PAPUA PUNCAK 16,1 11,8 52,6 8.626.639 4.539.343
494 PAPUA DOGIYAI 44,1 39,2 24,9 4.722.096 1.177.266
495 PAPUA INTAN JAYA 20,3 17,9 53,9 15.227.244
8.211.849
496 PAPUA DEIYAI 31,0 28,6 44,8 7.343.185 3.290.458
497 PAPUA KOTA JAYAPURA 52,0 47,3 14,7 2.651.901 390.222
RATA-RATA KAB/LOTA
51,1 45,9 22,5 1.626.630 366.692