analisis kepuasan petani tebu mitra terhadap …gambar 8 struktur organisasi pg pakis baru 38 ....
TRANSCRIPT
ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP
KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU
MEGA PRATIWI EKAWATI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kepuasan
Petani Tebu Mitra Terhadap Kemitraan Dengan PG Pakis Baru adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Mega Pratiwi Ekawati
NIM H34090071
ABSTRAK
MEGA PRATIWI EKAWATI. Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap
Kemitraan Dengan PG Pakis Baru. Dibimbing oleh YANTI NURAENI
MUFLIKH.
Bahan baku merupakan suatu kebutuhan yang sangat menentukan
keberlangsungan perusahaan. PG Pakis Baru merupakan salah satu perusahaan
yang menggunakan tebu sebagai bahan bakunya. Keterbatasan PG Pakis baru
dalam pemenuhan tebu mendorong PG untuk menjalin kerjasama dengan petani
tebu. Kerjasama yang dilakukan berbentuk kemitraan dengan pola inti plasma.
Alasan petani melakukan kerjasama kemitraan adalah untuk membantu dalam
permodalan usahatani, budidaya, dan jaminan pemasaran tebu yang dihasilkannya.
Tingkat kepuasan petani tebu mitra terhadap kemitraannya dengan PG Pakis Baru
yang diukur dengan menggunakan analisis Customer Satisfaction Index (CSI)
menunjukkan hasil 94.5 persen. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa
petani tebu mitra sangat merasa puas atas kemitraan yang telah dijalinnya dengan
PG Pakis Baru.
Kata kunci: kemitraan, PG Pakis Baru, kepuasan, hubungan
ABSTRACT
MEGA PRATIWI EKAWATI. Analysis of Sugarcane Growers Partners Against
Satisfaction Partnership With PG Pakis Baru. Guided by YANTI NURAENI
MUFLIKH.
The raw material is a crucial need for survival. PG Pakis Baru is one of the
companies that use sugar cane as raw material. Limitations in the fulfillment of
the PG Pakis Baru cane encourage PG to establish cooperation with farmers. The
cooperation form a partnership with the pattern of the plasma core. The reason
farmers cooperative partnership is to assist in the capitalization of farming,
cultivation, and it produces sugarcane marketing collateral. Partner satisfaction
levels sugarcane farmers against partnership with the PG Pakis Baru measured
using analysis Customer Satisfaction Index (CSI) shows the results of 94.5
percent. Results of these calculations indicate that sugarcane farmers are very
satisfied partners over partnerships with PG DI leaders Pakis Baru.
Keywords: partnership, PG Pakis Baru, satisfaction, relationship
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP
KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU
MEGA PRATIWI EKAWATI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi: Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan PG Pakis Baru
Nama : Mega Pratiwi Ekawati NIM : H34090071
Disetujui oleh
Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Lulus : 2 0 AUG 2013
Judul Skripsi: Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap kemitraan Dengan
PG Pakis Baru
Nama : Mega Pratiwi Ekawati
NIM : H34090071
Disetujui oleh
Yanti Nuraeni Muflikh, SP, MAgribuss
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
Analisis Kepuasan Petani Tebu Terhadap Kemitraan Dengan PG Pakis Baru.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Netti Tinaprilla, Ir.MM selaku
dosen penguji utama, terima kasih kepada Bapak Rahmat Yanuar, SP.Msi selaku
dosen penguji komdik, dan terima kasih kepada Ibu Yanti Nuraeni Muflikh, SP,
M.Agribuss selaku dosen pembimbing. Terima kasih juga saya ucapkan kepada
pihak PG Pakis Baru yang telah memberikan waktu, kesempatan, dan informasi
kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu,
adik serta seluruh keluarga, kepada teman-teman sabimbingan saya Nurma, Getta,
Intan Mega, Emil, Wilaga, teman-teman saya Iqbal, Nawa, Amsetyo, Mada,
Manda, Taufik, Wiggo, Puji, Khonsa, Qisthy, Agatha, Jise, Rama, Tane serta
seluruh keluarga besar Agribisnis IPB 46 atas segala doa, semangat dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Mega Pratiwi Ekawati
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 6 Tujuan Penelitian 8 Manfaat Penelitian 9 Ruang Lingkup Penelitian 9
TINJAUAN PUSTAKA 10 Kemitraan 10 Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kemitraan 12 Atribut Yang Digunakan Dalam Penelitian Kepuasan Petani Mitra Terhadap
Kemitraan 13 KERANGKA PEMIKIRAN 14
Kerangka Pemikiran Teoritis 14 Kerangka Pemikiran Operasional 29
METODE PENELITIAN 33 Lokasi dan Waktu Penelitian 33 Jenis dan Sumber Data 33 Metode Pengumpulan Data 33 Metode Analisis Data 34
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 38 Gambaran Umum Perusahaan 38
KARAKTERISTIK USAHA TANI DAN PETANI 41
Karakteristik Usaha Petani Tebu Mitra Responden 41 Karakteristik Petani Tebu Mitra Responden 45 Pola Kemitraan PG Pakis Baru 48
ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP KEMITRAAN
DENGAN PG PAKIS BARU 56
Analisis Kepuasan Petani Mitra 56 Analisis Kesesuaian Skor Kepentingan dan Kinerja 59 Importance Performance Analysis (IPA) 62 Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) 68
SIMPULAN DAN SARAN 69
Simpulan 69
Saran 70
DAFTAR PUSTAKA 71 L A M P I R A N 73
Lampiran 2 Indikator penilaian petani tebu terhadap kinerja dari atribut
kemitraan 76 RIWAYAT HIDUP 82
DAFTAR TABEL
Table 1 Produk domestik bruto atas harga dasar berlaku menurut
lapangan usaha (miliar rupiah), 2011 1 Table 2 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) subsektor perkebunan
komoditas tebu, tahun 2008-2012 2 Table 3 Perkembangan Produksi Pangan Strategis Tahun 2008-2012
(juta ton) 2 Table 4 Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia
tahun 2008-2012 3 Table 5 Luas areal tanam tebu dan produksi gula di Indonesia tahun
2007-2011 3 Table 6 Skor atau nilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja 35
Table 7 Hasil hubungan antara luas lahan dengan kepuasan petani tebu
mitra dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru 52 Table 8 Tabel hubungan silang pendidikan formal terakhir petani mitra
dengan kepuasan dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis
Baru 54 Table 9 Hasil hubungan antara lama bermitra dengan kepuasan petani
tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru 55 Table 10 Tingkat kesesuaian atribut berdasarkan skor kepentingan dan
kinerja menurut petani tebu mitra responden 60 Table 11 Koordinat nilai kinerja (x) terhadap kepentingan (y) pada
matriks IPA 62 Table 12 Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI) 69
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pola kemitraan inti plasma 23
Gambar 2 Pola kemitraan subkontrak 24
Gambar 3 Pola kemitraan dagang umum 25
Gambar 4 Pola kemitraan keagenan 25
Gambar 5 Pola kemitraan Kerjasama Kemitraan Operasional Agribisnis 26
Gambar 6 Kerangka pemikiran operasional 30
Gambar 7 Diagram Importance Performance Analysis (IPA) 34
Gambar 8 Struktur organisasi PG Pakis Baru 38
Gambar 9 Luas lahan tebu petani mitra responden 39
Gambar 10 Status kepemilikan lahan petani tebu mitra responden 40
Gambar 11 Pekerjaan petani tebu mitra responden di luar usahatani tebu 40
Gambar 12 Lama petani mitra melakukan usahatani tebu 41
Gambar 13 Alasan petani tebu mitra menjalin kemitraan
dengan PG Pakis Baru 42
Gambar 14 Sumber informasi petani tebu mitra terhadap PG Pakis Baru 43
Gambar 15 Sebaran petani tebu mitra berdasarkan lokasi lahan 44
Gambar 16 Sebaran petani tebu mitra berdasarkan usia 45
Gambar 17 Sebaran petani tebu mitra responden berdasarkan
jenis kelamin 45
Gambar 18 Sebaran petani tebu mitra responden berdasarkan
pendidikan formal terakhir 46
Gambar 19 Diagram kartesius hasil perhitungan IPA 60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner penelitian 74
Lampiran 2 Indikator kepuasan petani tebu terhadap atribut kemitraan 76
Lampiran 3 Dokumentasi 80
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian di
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik
Brutto (PDB) pada tahun 2011 yaitu sebesar 14.72 persen (BPS 2012). Salah satu
subsektor yang berkontribusi besar dalam penyumbang PDB untuk sektor
pertanian adalah subsektor perkebunan.
Table 1 Produk domestik bruto atas harga dasar berlaku menurut lapangan usaha
(miliar rupiah), 2011
No. Lapangan Usaha 2011
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 1 093 466.0
a. Tanaman Bahan Makanan 530 603.7
b. Tanaman Perkebunan 153 884.7
c. Peternakan 129 578.3
d. Kehutanan 51 638.1
e. Perikanan 227 761.2
2. Pertambangan dan Penggalian 886 243.3
3. Industri Pengolahan 1 803 486.3
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 55 700.6
5. Konstruksi 756 537.3
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 1 022 106.7
7. Pengangkutan dan Komunikasi 491 240.9
8. Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 534 975.0
9. Jasa-jasa 783 330.0 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)
Tabel 1 menunjukkan bahwa subsektor perkebunan menyumbangkan
sebesar 2.07 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian
pada tahun 2011 atau menempati posisi ketiga terbesar setelah subsektor tanaman
bahan makanan dan subsektor perikanan. Tingginya kontribusi subsektor
perkebunan tersebut dikarenakan subsektor perkebunan merupakan penyedia
bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa
(BPS, 2012).
Jumlah penyerapan tenaga kerja di subsektor perkebunan dari komoditi tebu
berdasarkan Tabel 2 mengalami peningkatan setiap tahunnya sepanjang 2008-
2012, tetapi dari tahun 2008 hingga 2009 penyerapan jumlah petani dan tenaga
kerja subsektor perkebunan komoditas tebu mengalami penurunan drastis sebesar
11.41 persen dari 1 067 766 menjadi 945 912 orang.
2
Table 2 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) subsektor perkebunan
komoditas tebu, tahun 2008-2012
Tahun Penyerapan Tenaga Kerja
2008 1 067 766
2009 945 912
2010 956 466
2011 964 282
2012 996 648 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012 (diolah)
Produk subsektor perkebunan yang berperan dalam perekonomian Indonesia
adalah tebu. Data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2012 menyatakan bahwa
luas lahan tebu pada tahun 2011 yaitu sebesar 473 ribu hektar. Tebu yang
digunakan sebagai bahan baku industri gula mempunyai peran strategis dalam
perekonomian Indonesia. Industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber
pendapatan bagi ribuan petani tebu dan tenaga kerja di industri gula. Hal tersebut
disebabkan oleh gula yang merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia dan menjadi sumber kalori yang relatif murah.
Table 3 Perkembangan Produksi Pangan Strategis Tahun 2008-2012 (juta ton)
Komoditas 2008 2009 2010 2011 2012
Padi 60.32 64.40 66.47 66.76 68.59
Jagung 16.32 17.63 18.33 17.64 18.94
Kedelai 0.77 0.97 0.91 0.85 0.78
Gula 2.70 2.62 2.21 2.23 2.75
Daging Sapi 0.39 0.41 0.43 0.45 0.483 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2012 (diolah)
Gula merupakan komoditas strategis perekonomian Indonesia. Hal tersebut
dikarenakan gula merupakan sumber kalori bagi masyarakat Indonesia. Secara
Nasional, jumlah konsumsi gula lebih besar daripada jumlah produksi gula.
Kekurangan jumlah produksi gula tersebut menimbulkan adanya impor gula
mentah dengan tujuan untuk menutupi kekurangan gula di Indonesia.
Tahun 2008 jumlah produksi gula Indonesia mencapai 2.7 juta ton dan
tahun 2012 mencapai jumlah produksi sebesar 2.75 juta ton. Sepanjang tahun
2008-2012, jumlah produksi gula Indonesia mengalami fluktuasi sesuai dengan
Tabel 3. Data dari Dewan Gula Indonesia menyatakan bahwa jumlah produksi
gula mengalami penurunan sepanjang tahun 2008-2010 dengan presentase 18.61
persen dimana penurunan sebesar 2.96 persen terjadi pada tahun 2009 dan
penurunan sebesar 15.65 persen yang terjadi pada tahun 2010. Keadaan produksi
gula Indonesia setelah tahun 2010 mulai membaik yang dapat dilihat dari adanya
peningkatan jumlah produksi gula dari tahun 2010 sampai tahun 2012 dengan
presentase 24.22 persen. Peningkatan sebesar 0.90 persen terjadi pada tahun 2011
dan 23.32 persen terjadi pada tahun 2012. Adanya peningkatan jumlah produksi
gula tersebut masih belum mampu memenuhi permintaan konsumsi gula
Indonesia.
3
Table 4 Perkembangan produksi, konsumsi, dan impor gula Indonesia tahun
2008-2012
Tahun Produksi Gula
(juta ton)
Konsumsi Gula Nasional
(juta ton)
Impor Gula (juta
ton)
2008 2.70 4.03 1.82
2009 2.62 4.13 1.60
2010 2.21 4.55 2.91
2011 2.23 4.67 2.60
2012 2.75 5.20 2.53 Sumber : Dewan Gula Indonesia, 2013 (diolah)
Kebutuhan gula di Indonesia tahun 2012 menurut Dewan Gula Indonesia
adalah sebesar 5.20 juta ton yang terdiri dari 3.3 juta ton untuk keperluan
konsumsi rumah tangga, dan 1.9 juta ton untuk keperluan industri. Permintaan
gula Indonesia tersebut tidak diimbangi dengan supply tebu nasional pada tahun
2012 yang hanya mencapai 2.75 juta ton dan menyebabkan adanya impor gula
mentah oleh industri gula di Indonesia untuk kelangsungan proses produksinya.
Oleh karena itu, pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan produksi gula
agar mampu memenuhi kebutuhan gula Indonesia tanpa harus bergantung kepada
gula impor.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan produksi gula
tersebut tidak terlepas dari penyediaan bahan baku utama dalam industri gula
yaitu tebu. Ketersediaan bahan baku tebu dalam bidang industri gula mempunyai
keterbatasan yang disebabkan oleh kurangnya lahan yang berakibat kepada
kurangnya produksi tebu di Indonesia.
Table 5 Luas areal tanam tebu dan produksi gula di Indonesia tahun 2007-2011
Tahun Luas areal
(Hektar)
Pertumbuhan
(Persen)
Produksi
(Ton)
Pertumbuhan
(Persen)
Rendemen
2007 427.799 7,91 2.623.786 13,73 7,35
2008 436.505 2,04 2.668.428 1,70 8,20
2009 443.832 1,68 2.849.769 6,80 7,83
2010 434.257 -2,15 2.694.227 -5,45 6,47
2011 473.923 9,13 3.159.836 17,28 7,35 Sumber : Direktorat Jendreral Perkebunan, 2013 (diolah)
Kekurangan tebu sebagai bahan baku industri gula di Indonesia
menyebabkan kurangnya jumlah gula yang dihasilkan oleh pabrik gula di
Indonesia. Kurangnya suplai tebu yang dirasakan dalam industri gula mendorong
perusahaan untuk menentukan strategi dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu strategi yang digunakan oleh perusahaan dalam mengatasi kurangnya
pasokan bahan baku tebu untuk produksinya adalah dengan menjalin kemitraan
dengan petani tebu.
Pola kemitraan yang banyak dilaksanakan oleh pabrik gula dengan petani
tebu di Indonesia menurut Hafsah (2000) dapat berupa pola kemitraan inti plasma,
pola subkontrak, pola dagang umum, pola keagenan, pola waralaba. Masing-
masing pola kemitraan yang dijalankan di Indonesia tersebut mempunyai kendala
dalam pelaksanaannya.
4
Penyimpangan yang sering terjadi dalam pelaksanaan kemitraan yaitu
penyimpangan dari perjanjian yang telah disepakati seperti adanya kewajiban
yang tidak dipenuhi oleh pihak yang bermitra. Kendala lain yang terjadi dalam
kemitraan adalah pondasi kemitraan yang mendasari dilakukannya kemitraan
kurang kuat seperti kemitraan yang dijalin berdasarkan belas kasihan atau atas
dasar paksaan dari pihak lain, bukan alasan untuk maju dan berkembang bersama
pihak bermitra.
Alasan lain penyebab kegagalan kemitraan adalah kurangnya etika bisnis
yang diterapkan dalam pelaksanaan kemitraan sehingga kemitraan tersebut akan
menjadi rapuh dan menyebabkan kemitraan tidak berjalan dengan baik. Kondisi
ini menjadikan kedudukan usaha kecil di pihak yang lemah dan usaha menengah
dan besar sangat dominan cenderung mengeksploitasi yang kecil. Selain itu,
lemahnya sumberdaya manusia yang dimiliki usaha kecil juga sering menjadi
faktor kegagalan kemitraan usaha.
Penelitian mengenai kepuasan kemitraan dalam subsektor perkebunan telah
dilakukan oleh Rochmatika (2006) dengan topik mengenai kepuasan petani mitra
terhadap pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula XYZ. Penelitian yang dilakukan
tersebut menunjukkan hasil bahwa masih banyaknya penyimpangan yang terjadi
dalam pelaksanaan kemitraan di Pabrik Gula XYZ seperti masih lemahnya
perjanjian kemitraan dari sisi hukum yang dapat mengakibatkan adanya klausul
perjanjian yang tidak sesuai dengan kenyataan. Selain karena lemahnya
kedudukan perjanjian kemitraan dari sisi hukum, permasalahan petani juga
berkaitan dengan bantuan biaya garap yang kurang dan adanya keterlambatan
dalam menyaluran bantuan biaya garap dari pabrik gula ke petani tebu mitranya.
Penyimpangan lain yang terdapat dalam kemitraan pada penelitian tersebut adalah
adanya keluhan petani tebu mitra terhadap kurangnya respon dari pabrik gula dan
kurang transparannya perhitungan rendemen tebu petani mitra oleh pabrik gula.
Pabrik Gula (PG) Pakis Baru merupakan salah satu pabrik gula yang masih
kekurangan dalam pemenuhan bahan bakunya. Hal tersebut mendorong PG Pakis
Baru untuk menjalin kemitraan dengan petani tebu yang bertujuan memenuhi
kekurangan persediaan bahan baku tebu yang digunakan dalam produksinya.
Pemenuhan bahan baku tebu PG Pakis Baru yang belum mencukupi baik dalam
standar dan jumlah dengan adanya kemitraan mendorong PG Pakis Baru untuk
mengetahui kepuasan dari petani tebu mitra.
Terdapat banyak penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan antara PG
Pakis Baru dengan petani tebu mitra. Penyimpangan dari segi petani tersebut
dapat dilihat dari adanya petani yang masih menjual tebu hasil produksinya ke PG
lain dengan alasan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hal tersebut
dikarenakan, PG Pakis Baru tidak mentolerir tebu hasil petani mitra yang
mengandung rendemen dibawah rata-rata untuk dapat dihitung harganya sesuai
dengan harga tebu dengan rendemen rata-rata. Tidak adanya toleransi harga dari
PG Pakis Baru kepada tebu hasil petani mitranya mendorong petani tebu mitra
yang menghasilkan tebu dengan rendemen dibawah rata-rata lebih cenderung
untuk memilih menjual tebu hasil produksinya ke PG lain yang bersedia
memberikan harga yang lebih tinggi atas tebunya seperti menjual ke PG Rendeng
yang berani membayar tebu berrendemen rendah dengan harga yang sesuai
dengan harga tebu dengan rendemen rata-rata.
5
Penyimpangan lain yang dilakukan petani tebu mitra adalah berkaitan
dengan tebu yang diserahkan oleh petani mitra kepada PG Pakis Baru. Standar
tebu yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru adalah tebu yang bersih, segar, dan
manis. Standar tersebut merupakan standar rata-rata yang digunakan oleh semua
pabrik gula di Indonesia. Kemitraan yang berjalan antara PG Pakis Baru dengan
petani mitranya mengalami penyimpangan terkait standar tebu yang diserahkan
petani mitra kepada PG Pakis Baru. Masih banyak dijumpai petani mitra yang
menyerahkan hasil tebunya dengan kondisi yang masih kotor seperti masih
terdapat tanah pada akarnya serta kesegarannya yang kurang diperhatikan oleh
petani mitra. Kesegaran tebu yang diserahkan petani mitra kepada PG Pakis Baru
tersebut dinilai masih kurang segar karena ternyata petani mitra telah melakukan
panennya pada beberapa hari sebelum tebu diserahkan ke PG Pakis Baru.
Penyimpangan dari segi PG Pakis Baru terhadap pelaksanaan kemitraan
dapat dilihat dari kurangnya respon dan perhatian dari PG Pakis Baru kepada
petani tebu mitra. Hal tersebut mengakibatkan petani kesulitan dalam menghadapi
permasalahan selama proses budidaya berlangsung. Selain itu, penyimpangan
terhadap perhitungan rendemen juga terjadi dalam pelaksanaan kemitraannya. PG
Pakis Baru kurang transparan dalam perhitungan rendemennya sehingga petani
hanya mampu menerima hasil sesuai dengan yang diputuskan oleh pihak PG.
Penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan antara PG
Pakis Baru dengan petani tebu mitra tersebut dapat berpengaruh terhadap jumlah
petani mitra yang akan mempengaruhi jumlah pasokan bahan baku tebu oleh PG
Pakis Baru. Petani mitra yang merasa tidak puas atas jalannya kemitraan dapat
memberikan dampak kepada jumlah pasokan tebu PG Pakis Baru. Hal tersebut
dikarenakan petani yang tidak puas atas kemitraannya akan lebih memilih untuk
menjual tebu hasil produksinya ke PG lain yang dinilai lebih memberikan
keuntungan dari segi pendapatan sehingga pasokan bahan baku tebu PG Pakis
Baru juga akan berkurang. Untuk mengurangi kemungkinan menurunnya jumlah
pasokan tebu PG Pakis Baru yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah petani
mitra karena adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut, maka PG Pakis Baru
harus memperhatikan kepuasan petani tebu mitra terhadap jalannya kemitraan
sehingga petani akan merasa puas dan dapat merekomendasikan kemitraannya
kepada petani lain yang belum bermitra yang akan dapat meningkatkan jumlah
persediaan tebu PG Pakis Baru.
Kepuasan petani tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan dinilai penting
bagi kelangsungan produksi PG Pakis Baru karena kepuasan petani tebu mitra
terhadap kemitraan mampu membantu PG untuk mengembangkan kemitraannya
dengan menambah jumlah petani tebu mitra sehingga dapat menambah pasokan
bahan baku tebu yang digunakan dalam proses produksinya. Petani tebu mitra
yang merasa puas atas kemitraan yang dijalinnya dengan PG Pakis Baru akan
merekomendasikan kemitraan kepada petani tebu lain yang belum bermitra
sehingga jumlah petani tebu mitra PG Pakis Baru akan bertambah yang akan
mengakibatkan pada bertambahnya jumlah tebu yang digunakan sebagai bahan
baku produksi oleh PG Pakis Baru.
6
Perumusan Masalah
PG Pakis Baru merupakan salah satu industri gula yang menggunakan tebu
sebagai bahan bakunya. Supply tebu yang digunakan sebagai bahan baku oleh PG
Pakis Baru pada tahun 2012 mengalami kekurangan. Kekurangan bahan baku tebu
PG Pakis Baru dikarenakan pasokan tebu yang dihasilkan oleh PG Pakis Baru dari
lahan milik sendiri masih belum mampu menghasilkan tebu dengan jumlah yang
dibutuhkan PG untuk berproduksi. Hal tersebut mendorong PG Pakis Baru untuk
menetapkan strategi dalam memenuhi pasokan bahan baku tebunya. Strategi yang
dilakukan oleh PG Pakis Baru adalah menjalin kemitraan dengan petani tebu.
Permintaan tebu oleh PG Pakis Baru dalam masa giling tahun 2012 adalah
sebesar 276 295.1 ton, sedangkan tebu yang dihasilkan petani mitra yaitu sebesar
168 343.06 ton dan tebu yang dihasilkan dari lahan PG Pakis Baru sendiri adalah
sebesar 9 373 ton (Bagian Tanaman PG Pakis Baru, 2013). Kurangnya jumlah
tebu yang dihasilkan dari petani mitra mendorong PG Pakis Baru untuk membeli
tebu hasil petani tebu yang tidak menjalin mitra. Terjadinya transaksi jual beli
oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu non mitra mampu membantu PG untuk
memenuhi pasokan bahan baku tebu untuk produksinya. Hal tersebut
memungkinkan PG Pakis Baru untuk mengembangkan kemitraannya dengan
petani tebu non mitra untuk meningkatkan jumlah pasokan bahan baku tebu yang
mempengaruhi kegiatan produksinya.
Pengembangan kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru mempunyai
tujuan untuk meningkatkan pasokan bahan baku tebu. Salah satu cara untuk
mampu mengembangkan kemitraannya adalah dengan melalui rekomendasi dari
petani tebu mitra kepada petani tebu non mitra, sehingga PG Pakis Baru harus
mampu memuaskan petani tebu mitra. Petani tebu mitra yang merasa puas
terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru akan cenderung bertahan
untuk bermitra dan dapat merekomendasikan kemitraan tersebut kepada petani
tebu lain yang belum menjalin mitra dengan PG Pakis Baru. Hal tersebut
mempengaruhi PG Pakis Baru untuk mengetahui kepuasan petani tebu mitra
sebagai sarana dalam mengembangkan kemitraannya sehingga dapat
meningkatkan jumlah pasokan tebu yang digunakan untuk produksinya.
Tujuan utama dilakukannya kemitraan oleh PG Pakis Baru dengan petani
tebu adalah untuk memenuhi pasokan bahan baku yang digunakan dalam proses
produksinya. PG Pakis Baru mempunyai kemampuan dalam hal permodalan,
tetapi mereka kekurangan tenaga kerja untuk mengolah lahan yang dimilikinya
sehingga PG memanfaatkan petani tebu untuk menggarap lahannya dan
menghasilkan tebu sehingga proses produksinya dapat terus berlangsung. Petani
mempunyai tenaga kerja yang mampu menjalankan usahatani tebu, tetapi petani
tidak mempunyai modal, teknologi, dan informasi untuk menjalankan
usahataninya serta tidak memiliki jaminan pasar yang jelas sehingga petani
memanfaatkan keadaan PG yang mengalami kekurangan tenaga kerja untuk dapat
bekerjasama sehingga dapat saling menguntungkan.
Pola kemitraan yang dijalankan oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu
mitra adalah pola kemitraan inti plasma dimana PG Pakis Baru bertindak sebagai
pihak inti dan petani tebu mitra bertindak sebagai plasma. Pola kemitraan inti
plasma yang dijalankan oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra memberikan
kewajiban kepada pihak inti yaitu PG Pakis Baru untuk menyediakan modal yang
7
diperlukan petani tebu mitra dalam menjalankan usahataninya dengan imbalan
pihak PG menerima hasil tebu petani mitra sesuai dengan yang diharapkan oleh
PG Pakis Baru untuk produksinya. Petani tebu mitra sebagai pihak plasma
menerima bantuan modal dari pihak inti dan berkewajiban untuk mentaati segala
aturan yang telah ditetapkan oleh PG Pakis Baru dalam pelaksanaan usahataninya
dan menghasilkan tebu sesuai dengan permintaan PG Pakis Baru sebagai pihak
inti.
Kemitraan yang dijalin oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra
mempunyai kendala dalam pelaksanaannya. Kendala yang terdapat dalam
kemitraan PG Pakis baru dengan petani tebu mitra adalah adanya penyimpangan
dalam perhitungan rendemen tebu hasil petani mitra. Petani merasa bahwa dalam
perhitungan rendemen tebu hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh
petani. Rendemen pada tebu hasil produksinya dinilai tinggi oleh petani yang
dapat dilihat selama proses berlangsungnya budidaya, tetapi hasil perhitungan
rendemen yang dilakukan oleh PG Pakis Baru dinilai rendah dan tidak sesuai
dengan yang diharapkan petani. Penyimpangan tersebut menyebabkan petani
mitra kurang puas terhadap kemitraan yang dijalinnya dengan PG Pakis Baru
sehingga petani mitra menjual tebu hasilnya ke PG lain yang memberikan nilai
tinggi terhadap rendemennya.
Penyimpangan lain yang dirasakan petani tebu mitra dalam kemitraannya
yaitu pelaksanaan pendampingan yang telah disepakati tidak dijalankan sesuai
dengan perjanjian dan ketentuan yang telah disepakati bersama. Respon petani
tebu mitra yang diharapkan petani mitra dapat membantu petani mitra dalam
menyelesaikan masalah ternyata juga tidak berjalan sesuai dengan harapan petani
mitra. Hal tersebut dapat dilihat dari lambatnya respon PG Pakis Baru atas
keluhan petani tebu mitra selama proses budidaya berlangsung.
Penyimpangan dalam pelaksanaan kemitraan tidak hanya dirasakan petani
tebu mitra, tetapi juga dirasakan oleh PG Pakis Baru. Pihak PG Pakis Baru
merasakan penyimpangan dalam penyerahan hasil tebu dari petani tebu mitra.
Penyimpangan tebu hasil petani mitra dapat ditemukan dari adanya tebu yang
belum layak panen tetapi sudah dipanen oleh petani dan diserahkan kepada PG
Pakis Baru. Selain itu, jumlah tebu yang dikirimkan oleh petani mitra juga belum
mampu memenuhi jumlah yang seharusnya diterima oleh PG Pakis Baru. Kualitas
tebu yang dihasilkan petani mitra juga masih belum mampu memenuhi standar
yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru (sehat, manis, bersih). Petani mitra masih
menyerahkan tebu hasil produksinya kepada PG Pakis Baru dalam kondisi kotor
seperti masih terdapatnya tanah pada akar tebu. Petani mitra juga sering
menyerahkan tebu hasil produksinya ke PG Pakis Baru dalam kondisi yang
kurang segar karena penyimpanan yang cukup lama setelah panen dan dengan
umur yang belum sesuai dengan yang ditetapkan PG Pakis Baru.
Kepuasan yang dirasakan oleh petani tebu mitra yaitu dari penetapan harga
yang diberikan PG Pakis Baru kepada tebu hasil petani mitra dengan rendemen
yang sama jika dijual ke PG lain, tetapi harga yang diberikan oleh PG Pakis Baru
lebih tinggi dari PG lainnya. Hal tersebut dikarenakan perhitungan rendemen di
PG Pakis Baru masih tergolong kedalam perhitungan yang akurat karena mesin
yang digunakan untuk menghitung rendemen tebu hasil petani mitra masih
tergolong baik sehingga tidak terdapat kesalahan ataupun kebocoran dalam
perhitungan rendemen tebu tersebut.
8
Kelemahan dari PG Pakis Baru terkait dengan penetapan harga untuk tebu
rendemen rendah adalah PG Pakis Baru tidak dapat mentolerir harga tebu
berendemen rendah menjadi sama dengan harga tebu berendemen rata-rata. Hal
tersebut bermaksud, PG Pakis Baru akan tetap memberikan harga yang sesuai
dengan rendemen tebu hasil petani mitra. Petani mitra yang menghasilkan tebu
dengan rendemen rendah atau dibawah rata-rata PG akan menerima harga yang
sesuai dengan rendemennya, karena perhitungan harga tebu di PG Pakis Baru
terhadap tebu dengan rendemen rendah atau dibawah rata-rata adalah sesuai
dengan keadaan rendemen tebu. PG Pakis Baru tidak memberikan harga yang
sama dengan harga rata-rata bagi tebu yang menghasilkan rendemen dibawah
rata-rata, hal tersebut memicu petani yang menghasilkan tebu dengan rendemen
rendah untuk menjual hasil tebunya ke PG yang berani memberikan nilai lebih
tinggi dengan rendemen yang rendah tersebut.
Penyimpangan-penyimpangan yang dirasakan oleh PG Pakis Baru maupun
petani tebu mitra tersebut mendorong adanya perubahan baik dalam jumlah mitra
maupun jumlah pasokan tebu oleh PG Pakis Baru. Hal tersebut dikarenakan
jumlah petani mitra akan berpengaruh terhadap jumlah pasokan bahan baku tebu
PG Pakis Baru karena sebagian besar pasokan bahan baku tebu PG Pakis Baru
berasal dari petani tebu mitra, sehingga kepuasan petani tebu mitra akan
kemitraan dengan PG Pakis Baru harus diperhatikan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dilihat bahwa diperlukan pengukuran
kepuasan dari petani tebu mitra dalam pelaksanaan kemitraannya dengan PG
Pakis Baru untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepuasan petani tebu mitra
terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru selama ini. Kepuasan
petani tebu mitra dalam kemitraannya dirasakan sangat penting oleh PG Pakis
Baru karena petani mitra yang merasa puas dapat merekomendasikan kemitraan
dengan PG Pakis Baru kepada petani tebu lainnya yang belum bermitra maupun
yang sudah habis masa mitranya dengan PG yang lain., sehingga dapat
dirumuskan permasalahannya adalah:
1. Bagaimana karakteristik petani plasma yang bermitra dengan PG Pakis
Baru?
2. Bagaimana pola kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru?
3. Bagaimana tingkat kepuasan petani plasma terhadap pelaksanaan kemitraan
dengan PG Pakis Baru?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis karakteristik petani plasma yang bermitra dengan PG Pakis
Baru.
2. Menganalisis pola kemitraan yang dilakukan oleh PG Pakis Baru.
3. Menganalisis tingkat kepuasan petani plasma terhadap pelaksanaan
kemitraan dengan PG Pakis Baru.
9
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan akan berguna bagi :
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat digunakan untuk menerapkan ilmu yang
telah dipelajari di bangku kuliah sekaligus memberikan pengalaman kepada
peneliti untuk langsung terjun ke masyarakat dan menganalisis suatu
kondisi, permasalahan, dan fakta yang terjadi di lapangan sehingga dapat
merumuskannya berdasarkan teori yang telah dipelajari selama kuliah.
2. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan yang berguna bagi pihak perusahaan terkait dengan kemitraan
dalam mengambil keputusan untuk menyempurnakan pelaksanaan
kemitraan sehingga petani mitra dapat semakin berkomitmen dalam
pelaksanaan kemitraan dengan perusahaan serta dapat merekomendasikan
kemitraannya kepada petani tebu lain yang belum bermitra, sehingga dapat
membantu perusahaan dalam mengatasi permasalah yang ada terkait
kurangnya pasokan bahan baku produksi.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai
keadaan petani suatu daerah dalam kaitannya dengan pelaksanaan budidaya
tebu yang didukung oleh adanya kemitraan dengan pabrik gula sehingga
pemerintah dapat membantu kelancaran pelaksanaan kemitraan dengan
kebijakan-kebijakan terkait dengan gula yang berhubungan dengan tebu,
dimana tebu digunakan sebagai bahan baku produksi penghasil gula yang
dapat mendukung tercapainya swasembada gula Jawa Tengah tahun 2013
dan swasembada gula Nasional tahun 2014.
4. Bagi petani, penelitian ini dapat memberikan rekomendasi kepada pihak
perusahaan untuk lebih memperbaiki kinerjanya dalam pelaksanaan
kemitraan dengan petani mitra sehingga petani merasa lebih puas dalam
bermitra dan menjadi lebih loyal untuk menjual hasil tebunya ke pabrik gula
yang bersangkutan. Selain itu, penelitian ini juga akan membantu petani
untuk menyampaikan keluh kesahnya selama kemitraan berlangsung.
5. Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai tambahan informasi mengenai
pelaksanaan kemitraan petani tebu di Kabupaten Rembang dengan PG Pakis
Baru serta memberikan informasi tentang kepuasan petani tebu tersebut atas
kemitraan terhadap PG Pakis Baru.
6. Bagi pihak lain, penelitian ini berguna sebagai rujukan untuk mengadakan
penelitian lebih lanjut, serta dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian
selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada komoditi tebu yang diusahakan oleh petani di
Kabupaten Rembang untuk menganalisis kepuasan petani tebu mitra terhadap
kemitraan dengan PG Pakis Baru dan melihat kepuasan dari PG Pakis Baru dalam
kemitraannya dengan petani tebu mitra. Data yang digunakan adalah data primer
yang merupakan hasil wawancara langsung dengan pihak PG Pakis Baru dan
petani mitra serta menggunakan kuesioner dan data sekunder yang diperoleh dari
instansi-instansi terkait yang mendukung data penelitian seperti Badan Pusat
10
Statistik, Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan, dan media
elektronik (internet).
TINJAUAN PUSTAKA
Kemitraan
Penelitian tentang kemitraan dilakukan oleh Iftaudin (2005) tentang kajian
kemitraan serta pengaruhnya terhadap pendapatan usahatani dan efisiensi faktor
produksi udang windu. Penelitian ini dilakukan pada kemitraan udang windu di
Desa Banjar Sari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Tujuan
penelitian ini untuk mempelajari pelaksanaan kemitraan antara PT Atina dengan
petani udang windu serta mengidentifikasikan manfaat dan kendala kemitraan
serta memberikan masukan alternatif pemecahan dari kendala-kendala tersebut.
Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan usahatani udang windu
dan efisiensi penggunanaan faktor-faktor produksi. Sejak awal berdiri PT Atina
melakukan kemitraan dengan petani udang windu untuk memenuhi ekspor ke
jepang dengan bentuk kemitraan sub kontrak. Manfaat kemitraan bagi petani mitra
antara lain peningkatan penerimaan, tambak bersertifikat organik, dan bimbingan
teknis budidaya tambak organik. Manfaat bagi PT Atina antara lain pasokan
bahan baku terpenuhi, kemudahan memasuki pasar udang Internasional dan
investasi untuk kemitraan tidak terlalu besar.
Kartika (2005) melakukan penelitian di PT Inter Agro Prospek. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menjelaskan mekanisme kemitraan Pola Inti Rakyat
(PIR) yang dilakukan oleh PT Inter Agro Prospek dengan peternak plasma.
Pelaksanaan kemitraan mencakup persyaratan menjadi peternak plasma,
penetapan harga sarana produksi, pengaturan pola produksi, pemberian bonus dan
sanksi serta pengawasan dari inti. Alat analisis yang digunakan yaitu alat analisis
deksriptif dan analisis usahatani. Peternak dibagi menjadi tiga skala. Hasil analisis
pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan peternak skala I adalah Rp 2 584 843
per periode. Pendapatan yang diterima peternak skala II adalah Rp 6 970 493.79
per periode. Untuk peternak skala III pendapatan yang diterimanya sebesar Rp 11
544 761.90 per periode. Perolehan nilai positif pada pendapatan total rata-rata
menunjukkan bahwa peternak mendapat mendapatkan keuntungan dari usaha
ternaknya.
Insentif perusahaan inti diperoleh dari penjualan pakan, DOC, obat-obatan,
vaksin dan vitamin serat selisih harga jual ayam di pasar dengan harga
kesepakatan. Mekanisme dalam hal pemasokan DOC inti memperoleh insentif
dari selisih harga beli DOC dengan kesepakatan plasma sebesar Rp 400/ekor.
Insentif pakan merupakan selisih harga beli pakan dengan harga kesepakatan
sebesar Rp 100/kg sedangkan insentif obat-obatan, vaksin dan vitamin inti
memperoleh harga antara 15-25 persen dari perusahaan obat.
Marliana (2008) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Manfaat dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan
Kemitraan Lettuce di PT Saung Mirwan”. Bertujuan untuk mengkaji pola
pelaksanaan kemitraan dan juga mengetahui proses perkembangan serta kendala
yang dihadapi petani, menganalisa manfaat kerjasama kemitraan dari aspek
11
teknologi dan pemasaran, menganalisa tingkat pendapatan usahatani Lettuce di
petani mitra dan non mitra untuk mengetahui manfaat pendapatan yang diperoleh
petani mitra dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani
untuk menjadi mitra PT Saung Mirwan. Data dan informasi yang diperoleh
selanjutnya akan diolah untuk dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat proses pelaksanaan kemitraan dengan
menguraikan gambaran umum mengenai pola kemitraan. Pola kemitraan
mencakup manfaat-manfaat yang diperoleh, kendala-kendala yang dihadapi petani
dan perusahaan, serta kegiatan budidaya di petani. Analisis manfaat kemitraan
menggunakan analisis usahatani R/C rasio. Fungsi dari analisis BEP yaitu untuk
mengetahui tingkat penjualan dimana suatu usaha tidak memperoleh laba, atau
penjualan sama dengan biaya yang dikeluarkan.
Widianto (2008) melakukan penelitian tentang pemberdayaan komunitas
petani melalui program kemitraan agribisnis paprika di Desa Pasirlangu,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
lebih jauh mengenai bentuk kemitraan yang telah terjalin antara petani dengan
perusahaan swasta dan juga ingin mengetahui kemitraan tersebut yang merupakan
jalan keluar dalam usaha pemberayaan masyarakat. Bina Tani Mandiri adalah
perusahaan kemitraan dengan sistem kemitraan yang memiliki interaksi negatif,
dimana para petani saling berpencar dan menghindari berhubungan dengan
perusahaan mitra. Hal tersebut disebabkan karena pola komunikasi yang
dijalankan bersifat satu arah, keputusan semua berada di tangan perusahaan.
Keadaan ini membuat petani mencari alternatif lain.
Tiara (2009) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Rencana Kemitraan
Antara Petani Kacang Tanah dengan CV. Mitra Priangan (Kasus Pada Petani
Kacang Tanah di Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur)”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kondisi masing-
masing pelaku kemitraan, dalam hal ini kondisi CV. Mitra Priangan dengan petani
mitra dan menentukan pola kemitraan yang sesuai dengan CV. Mitra Priangan dan
petani mitra. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembentukan kemitraan dapat
dipengaruhi oleh tujuan masing-masing pelaku sebagai pendorong internal dan
faktor-faktor yang berasal dari eksternal yang dihadapi oleh kedua pelaku mitra.
Analisis juga dilakukan untuk mengetahui faktor bagi penentuan pola kemitraan
CV. Mitra Priangan dan kelompok tani mitranya. Pola kemitraan kenjelaskan
hubungan kerjasama dan posisi kedua pelaku dalam pelaksanaan kemitraan. Pola
kemitraan yang ideal dan efektif dapat menjadi solusi terbaik untuk
pengembangan usaha kedua pelaku.
Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya, penulis menjadikan beberapa
kajian sebelumnya sebagai referensi dalam penelitian yang dilakukan. Hal
tersebut dikarenakan adanya persamaan yang mendasar dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan pada metode analisis dalam penelitian ini adalah
mempunyai kesamaan topik penelitian yaitu membahsa mengenai kemitraan.
Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan topik analisis kemitraan
terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang dilakukan, misalnya dalam
penentuan lokasi dan objek yang diteliti.
12
Tingkat Kepuasan Petani terhadap Kemitraan
Kemitraan yang dilakukan harus dikaji tingkat kepuasannya untuk
mengevaluasi pelaksanaan kemitraan yang dilihat dari sisi konsumen produk
kemitraan yang dalam hal ini adalah petani mitra. Penelitian tentang kepuasan
petani terhadap kemitraan dilakukan oleh Firwiyanto (2008) dengan mengukur
tingkat kepuasan peternak terhadap kemitraan ayam broiler. Perhitungan
dilakukan untuk menemukan indeks tingkat kepuasan peternak terhadap
pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budidaya dan pelayanan pasca panen
dengan penentuan bobot berdasarkan metode Importance Performance Analysis
(IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Melalui analisis IPA dapat diketahui
atribut dari kemitraan yang berada pada kuadran I, dimana atribut tersebut tingkat
kinerjanya belum optimal dan harus menjadi prioritas untuk ditingkatkan.
Disamping itu kinerja atribut pada kuadran II harus tetap dipertahankan, dan
meningkatkan kinerja atribut kuadran III setelah perbaikan kinerja atribut kuadran
I. Secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut
kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti. Hal ini dilihat dari nilai CSI
sebesar 0.74 atau 74 persen.
Lestari (2009) juga melakukan penelitian mengukur kepuasan petani mitra
menggunakan metode IPA dan CSI. Atribut yang digunakan oleh peneliti terdiri
dari tujuh belas atribut, dimana terdapat empat atribut yang memiliki tingkat
kepentingan yang tinggi tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak
plasma sehingga digolongkan kedalam kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas
pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis
kesesuaian juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai
kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma
merasa puas dengan kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal
tersebut diketahui dari nilai CSI sebesar 63.38 persen dimana nilai ini berada di
skala puas.
Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan petani
mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT SHS. Metode IPA dapat melihat
tingkat kepentingan dan kepuasan petani terhadap atribut kepuasan yang
digunakan dalam penelitian ini, sehingga akan dapat diperoleh atribut yang
menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja pelaksanaan kemitraan.
Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian yang dilakukan oleh
Lestari adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih
pokok, harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh
sarana produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi
yang diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani,
bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan
kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi,
bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana
transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu
pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui
kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian dari penelitian sebelumnya, penulis menjadikan
beberapa kajian sebelumnya sebagai referensi dalam penelitian yang dilakukan.
Hal tersebut dikarenakan adanya persamaan yang mendasar dengan penelitian
13
sebelumnya. Persamaan pada metode analisis dalam penelitian ini adalah
mempunyai kesamaan topik penelitian yaitu membahas mengenai kemitraan dan
kepuasan petani terhadap kemitraan. Beberapa penelitian sebelumnya yang
relevan dengan topik analisis kemitraan dan kepuasan petani terhadap kemitraan
terdapat perbedaan dengan penelitian yang sekarang dilakukan yang terletak
dalam komoditi yang diusahakan dan lokasi penelitian.
Atribut Yang Digunakan Dalam Penelitian Kepuasan Petani Mitra Terhadap
Kemitraan
Kusumah (2008) dalam penelitiannya mengenai tingkat kepuasan peternak
plasma terhadap pola kemitraan Tunas Mekar Farm menggunakan beberapa
atribut yang diduga berpengaruh terhadap kepuasan peternak yaitu penerapan
harga kontrak DOC, kualitas pakan, obat dan vaksin, serta bimbingan teknis yang
diberikan pihak inti. Atribut yang menjadi prioritas utama yang harus diperbaiki
berdasarkan penelitian Kusumah (2008) adalah kualitas DOC yang diharapkan
oleh peternak plasma adalah DOC yang memiliki performa baik dan lebih tahan
terhadap penyakit stress. Atribut yang menjadi prioritas utama yaitu atribut yang
memiliki tingkat kepentingan tinggi namun kinerjanya dinilai masih rendah oleh
peternak plasma. Hasil dari penentuan atribut yang menjadi prioritas utama akan
berbeda dari masing-masing perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Firwiyanto (2008) menyimpulkan atribut
utama dalam penelitiannya adalah jadwal pengiriman sarana produksi, kesesuaian
waktu panen, pelayanan dan materi bimbingan, dan kecukupan sarana produksi.
Lestari (2009) melakukan penelitian dengan topik yang sama yaitu terkait denagn
tingkat kepuasan dan pendapatan peternak ayam broiler. Atribut yang digunakan
dalam penelitian Lestari (2009) yaitu prosedur penerimaan mitra, penerapan harga
kontrak DOC, harga kontrak pakan, kualitas DOC dan pakan, harga dan kualitas
obat vaksin, jadwal pengiriman sarana produksi, frekuensi bimbingan teknis,
pelayanan dan materi bimbingan, penerapan standar produksi, kesesuaian waktu
panen, respon terhadap keluhan, kesesuaian harga jual output, kecepatan
pembayaran hasil panen, pemberian bonus, dan pemberian kompensasi. Alat
analisis yang digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan peternak terhadap
atribut tersebut adalah dengan menggunakan metode Importance Performance
Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Tiap atribut diberikan
skala skor 1 sampai 4 dengan alasan untuk menghindari ketidakpastian responden
(central tendency), yaitu kecenderungan responden memilih jawaban tengah atau
jawaban kategori cukup. Hasil dari penelitian Lestari (2009) menunjukkan bahwa
atribut yang menjadi prioritas utama adalah kualitas DOC, kualitas pakan,
kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus.
14
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka teoritis adalah suatu kerangka yang menjelaskan mengenai teori-
teori yang sesuai dengan topik penelitian. Kerangka pemikiran teoritis dalam
penelitian ini meliputi kemitraan, konsep kepuasan kemitraan dan pengukuran
kepuasan.
Kemitraan
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 menyatakan bahwa kemitraan adalah
kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar
dengan memperlihatkan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan
saling menguntungkan. Definisi tersebut mengandung arti kemitraan sebagai
tanggungjawab moral. Pengusaha menengah atau besar membimbing dan
membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya
sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan
kesejahteraan bersama. hal tersebut berarti bahwa masing-masing pelaku mitra
harus menyadari adanya kelemahan pada masing-masing baik di bidang
manajemen, penguasaan iptek maupun penguasaan sumberdaya sehingga pelaku
mitra harus mampu saling mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing.
Kemitraan adalah strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih
dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip
saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000). Keberhasilan
kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam
menjalankan etika bisnis karena kemitraan merupakan suatu strategi bisnis.
Kemitraan yang ideal menurut Hafsah (2000) adalah kemitraan antara usaha
menengah dan usaha besar yang kuat di kelasnya dengan pengusaha kecil yang
kuat di bidangnya yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau kesamaan
derajat bagi pihak mitra sehingga tidak ada pihak lain yang dirugikan, karena
tujuan utama dari kemitraan adalah untuk meningkatkan keuntungan atau
pendapatan melalui pengembangan usahanya tanpa saling mengeksploitasi satu
sama lain serta tumbuh berkembang dengan rasa saling percaya diantara pelaku
mitra. Peraturan Pemerintah No.44 Tahun 1997 menyatakan bahwa kemitraan
adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau
dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah
dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat, dan saling menguntungkan.
Kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama yang mengacu pada
terbentuknya keseimbangan, keselarasan, dan keterampilan yang didasari oleh
sikap paling percaya antara kedua belah pihak yang bermitra yaitu perusahaan dan
kelompok, dimana adanya hubungan kemitraan ini akan terwujud hubungan saling
menguntungkan, saling membutuhkan, dan saling memperkuat. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa kerjasama dalam bentuk kemitraan ini bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, adanya jaminan supply,
meningkatkan kualitas produksi, meningkatkan kualitas kelompok mitra,
meningkatkan usaha, serta menciptakan kelompok mitra yang mandiri.
15
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kemitraan merupakan kerjasama usaha yang dilakukan sebagai strategi bisnis
antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan yang disertai adanya satu pembinaan dan
pengembangan. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya masing-masing pihak
pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan yang akan dapat saling dilengkapi
dengan adanya kemitraan.
Kemitraan merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan
berbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama
lainnya. Kemitraan merupakan satu harapan yang dapat meningkatkan
produktivitas dan posisi tawar yang adil antar pelaku usaha. Berkaitan dengan
kemitraan tersebut diatas, maka terdapat beberapa unsur pokok yang terkandung
dalam kemitraan antara lain :
1. Kerjasama Usaha
Kerjasama usaha melalui kemitraan dilakukan antara usaha besar atau
menengah dengan skala kecil yang didasarkan pada kesejajaran kedudukan atau
mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah pihak yang bermitra. Hal
tersebut menunjukkan bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara
pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil mempunyai kedudukan
yang setara dengan hak dan kewajiban timbal balik sehingga tidak ada pihak yang
dirugikan, tidak ada yang saling mengeksploitasi satu sama lain dan tumbuh
berkembangnya rasa saling percaya diantara para pihak dalam mengembangkan
usahanya. Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan
pengusaha besar atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling
menguntungkan dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonomi lainnya, sehingga
pengusaha kecil akan lebih berdaya dan tangguh dalam berusaha demi tercapainya
kesejahteraan.
2. Pembinaan dan Pengembangan
Perbedaan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang biasa oleh
pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah adanya bentuk pembinaan dari
pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan
pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain
pembinaan dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen
usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia (SDM), pembinaan
manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pembinaan
dalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.
3. Prinsip Saling Memerlukan, Saling Memperkuat, dan Saling
Menguntungkan
a. Prinsip Saling Memerlukan
Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang diawali dengan
mengenal dan mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya.
Pemahaman terhadap keunggulan akan menghasilkan sinergi yang
berdampak pada efisiensi, turunnya biaya produksi dan sebagainya.
Penerapan dalam kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga
dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang
dimiliki oleh perusahaan yang kecil. Perusahaan lebih kecil yang pada
umumnya relatif lemah dalam kemampuan teknologi, permodalan dan
sarana produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang dimiliki oleh
16
perusahaan besar. Dengan demikian sebenarnya ada rasa saling memerlukan
atau ketergantungan diantara kedua pihak yang bermitra.
b. Prinsip Saling Memperkuat
Sebelum kedua belah pihak memulai untuk bekerjasama, terdapat
suatu tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pihak dalam bermitra
yaitu nilai tambah. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai ekonomi seperti
peningkatan modal dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, maupun non
ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen dan penguasaan
teknologi. Keinginan ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari
adanya kemitraan sehingga dengan bermitra akan terjadi suatu hubungan
antara pelaku yang bermitra dengan harapan nilai tambah yang diterima
akan lebih besar. Dengan demikian terjadi saling mengisi atau saling
memperkuat kekurangan masing-masing pihak yang bermitra.
c. Prinsip Saling Menguntungkan
Tujuan dari kemitraan usaha salah satunya adalah saling
menguntungkan. Para partisipan harus memiliki kemampuan dan kekuatan
yang sama dalam bermitra, tetapi adanya posisi tawar yang setara
berdasarkan peran masing-masing pihak yang bermitra, maka tidak ada
pihak yang tereksploitasi dan dirugikan tetapi justru terciptanya rasa saling
percaya diantara para pihak sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usahanya.
Implementasi dari hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola
kemitraan yang sesuai dengan sifat atau kondisi dan tujuan usaha yang
dimitrakannya dengan menciptakan suasana kondusif baik dalam pembinaan
maupun pelaksanaan operasionalnya. Pembinaan kemitraan sangat berpengaruh
terhadap kebijakan yang berlaku di suatu wilayah. Oleh karena itu, dukungan
kemitraan diperlukan dalam pelaksanaan kemitraan usaha dan ditunjang dengan
operasionalisasi yang baik seperti penjabaran pelaksanaan kemitraan melalui
kontak kerjasama kemitraan dan secara konsisten mengikuti segala kesepakatan
yang telah ditetapkan bersama. Kontrak kerjasama ini tidak hanya berupa
Memorandum of Understanding tetapi kontrak kerjasama yang sudah memuat
perjanjian waktu, harga, dan jumlah produksi yang diimbangi dengan sanksi yang
ditetapkan apabila salah satu pihak melanggar atau merugikan pihak lain.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Bab 1 Pasal 2 ayat 1 tentang
Kemitraan Usaha Pertanian, tujuan dari usaha kemitraan adalah untuk
meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas
sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha dalam rangka
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra yang
mandiri. Kemitraan bertujuan untuk menumbuhkan, meningkatkan kemampuan,
dan meningkatkan peranan usaha kecil dalam perekonomian nasional khususnya
dalam mewujudkan usaha yang tangguh dan mandiri, yang mampu menjadi
terdepan dan memperkokoh struktur perekonomian nasional.
Etika bisnis diperlukan dalam pelaksanaan kemitraan untuk membangun
kemitraan yang baik dan benar sehingga dapat mencapai tujuan bersama yang
diinginkan. John L. Mariotti dalam bukunya The Power of Partnership (1993)
pada Hafsah (2000) mengemukakan bahwa terdapat enam dasar etika bisnis
dimana empat dasar etika bisnis tersebut merupakan hubungan interaksi manusia
17
dan dua lainnya merupakan perspektif bisnis. Keenam dasar etika bisnis tersebut
adalah :
1. Karakter, Integritas, dan Kejujuran
Karakter merupakan kualitas yang dimiliki seseorang atau kelompok yang
membedakan dengan yang lainnya. Karakter diperlukan oleh pelaku-pelaku mitra
yaitu karakter yang kuat dan tidak mudah putus asa. Integritas merupakan sikap
dalam bertindak jujur dan benar. Kemitraan yang dibangun dengan integritas yang
terpuji dari pelakunya akan menghasilkan suatu kemitraan yang kokoh dan tidak
mudah terombang-ambing oleh berbagai hambatan. Kejujuran merupakan
ketulusan hati dan merupakan sikap dasar harfiah yang dimiliki manusia.
Kemitraan yang diawali dengan kejujuran dari pelaku mitra akan dapat menjadi
awal untuk terbentuknya transparasi dalam segala manifestasinya.
2. Kepercayaan
Kepercayaan kepada mitra merupakan modal dasar dalam menjalin
kemitraan. Kemitraan yang dilakukan oleh pelaku mitra dengan dasar saling
mempercayai akan mampu memudahkan dalam pelaksanaan kemitraannya. Hal
tersebut dikarenakan kemitraan yang didasari dengan kepercayaan akan
memudahkan dalam menindaklanjuti segala kesepakatan yang telah disepakati
bersama. Kepercayaan dalam kemitraan susah untuk didapat, tetapi mudah untuk
dihilangkan. Hilangnya kepercayaan dalam kemitraan dapat disebabkan dari
adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pelaku mitra.
3. Komunikasi yang terbuka
Komunikasi yang terbuka merupakan suatu rangkaian proses dimana
informasi tersebut dipertukarkan secara transparan. Kemitraan bersifat dinamik
yaitu berkembang sesuai dengan tantangan dan masalah yang sedang terjadi,
sehingga untuk dapat bertahan, kemitraan memerlukan ide, gagasan, dan
informasi yang terus berkembang. Informasi yang tertahan akan menghasilkan
suatu kreativitas yang dipaksakan yang berasal dari salah satu pihak. Pertukaran
informasi yang terbuka oleh pelaku mitra akan melahirkan ide atau gagasan yang
melahirkan kreativitas yang dapat berdampak pada kegiatan atau usaha yang
dilakukan.
4. Adil
Adil dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang bias atau bersikap sama
atau seimbang terhadap semua orang. Secara harfiah adil diartikan sebagai tidak
memihak atau tidak berat sebelah. Kemitraan yang dilandasi dengan sikap adil
menunjukkan adanya pengorbanan dari pihak yang bermitra untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih besar. Pengorbanan yang diberikan oleh satu pihak tidak
berarti sebagai kerugian melainkan suatu tindakan yang telah diperhitungkan demi
meraih suatu nilai tambah yang maksimal.
5. Keinginan Pribadi dari Pihak yang Bermitra
Sebelum memulai menjalin kerjasama dalam kemitraan oleh kedua belah
pihak mitra, terdapat satu tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mendapatkan nilai
tambah yang tidak hanya diwujudkan dalam bentuk ekonomi seperti peningkatan
modal dan keuntungan dan perluasan pangsa pasar, tetapi juga dalam bentuk non
ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajemen, penguasaan teknologi dan
kepuasan tertentu. Batasan dari pencapaian keinginan tersebut harus didasari
sampai sejauh mana kemampuan untuk memanfaatkan keinginan tersebut untuk
memperkuat keunggulan-keunggulan yang dimilikinya, sehingga akan terjadi
18
sinergi antara para pelaku yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan
lebih besar.
6. Keseimbangan antara Insentif dan Risiko
Kemitraan merupakan perpaduan antara risiko yang diberikan dengan hasil
atau insentif yang diterima. Pihak yang bermitra harus mempunyai keinginan
untuk menghadapi risiko secara bersama sehingga dapat menikmati keuntungan
secara bersama. Keseimbangan ini harus terus dikembangkan sebagai penjabaran
dari aturan praktek-praktek bisnis secara umum. Keinginan untuk mengambil
risiko dari suatu usaha dapat diartikan sebagai awal dari keberhasilan kemitraan.
Kemitraan menurut John L. Mariotti (1993) dalam Hafsah (2000) dimulai
dari mengenal calon mitra, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan
usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan
mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Proses dalam pengembangan
kemitraan harus dicermati sejak awal sehingga permasalah yang timbul dapat
diketahui baik besarnya permasalahan maupun langkah-langkah yang perlu
diambil. Selain itu, perubahan terhadap peluang dan pangsa pasar yang timbul
dapat segera diantisipasi sehingga target yang ingin dicapai tidak mengalami
perubahan. Rangkaian urutan proses pengembangan kemitraan merupakan suatu
urutan tangga yang harus dilalui secara bertahap dan beraturan untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
a. Memulai Membangun Hubungan dengan Calon Mitra
Langkah awal dalam memulai kemitraan adalah mengenal calon mitra.
Pengenalan calon mitra merupakan awal keberhasilan dalam proses pelaksanaan
kemitraan selanjutnya. Kekeliruan dalam memilih calon mitra akan berdampak
pada proses selanjutnya sehingga akan terasa membuang-buang waktu dan
melakukan hal yang sia-sia untuk merai kesuksesan. Memilih calon mitra bukan
merupakan pekerjaan mudah, karena harus memenuhi kriteria tertentu sesuai yang
diinginkan sehingga informasi mengenai calon mitra harus benar-benar lengkap.
b. Mengetahui Kondisi Bisnis Pihak yang Bermitra
Kondisi bisnis dari calon mitra harus benar-benar diperhatikan dan
diperhitungkan terutama dalam kemampuan manajemen, penguasaan pasar,
teknologi, permodalan dan sumberdaya manusianya. Pemahaman akan
keunggulan akan menghasilkan sinergi yang berdampak pada efisiensi, turunnya
biaya produksi, dan sebagainya. Saling mengenal kondisi bisnis dari pihak yang
bermitra sangat penting untuk menyusun suatu strategi yang akan dilakukan.
Kondisi bisnis pihak yang bermitra harus dinilai secara jujur dan realistis terutama
dalam mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang membawa sukses.
c. Mengembangkan Strategi dan Menilai Detail Bisnis
Strategi yang direncanakan bersama dalam kemitraan meliputi strategi
dalam pemasaran, distribusi, operasional dan informasi. Strategi disusun
berdasarkan informasi mengenai keunggulan dan kelemahan bisnis dari pihak
yang bermitra. Selain itu, juga harus dilakukan penilaian secara detail terhadap
rencana penjualan dan keuntungan yang akan dicapai. Penilaian ini terkait dengan
besarnya produk yang dihasilkan, sasaran pembeliannya, pangsa pasarnya serta
metode distribusinya.
19
d. Mengembangkan Program
Setelah informasi dikumpulkan dan dikembangkan menjadi suatu rencana
taktis dan strategi yang akan diimplementasikan. Termasuk didalamnya adalah
menentukan atau membatasi nilai tambah (dengan berbagai pertimbangan) yang
ingin dicapai. Rencana yang telah disepakati selanjutnya dikomunikasikan dengan
setiap orang yang terlibat dalam pelaksanaan.
e. Memulai Pelaksanaan
Pelaksanaan kemitraan dimulai dengan ketentuan yang telah disepakati. Hal
yang perlu dilakukan pada tahap awal adalah melakukan pengecekan terhadap
kemajuan-kemajuan yang dialami. Pada tahap ini akan timbul berbagai masalah
dan ini harus dicarikan jalan keluarnya. Penyelesaian dilakukan dengan
mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang dianggap perlu.
f. Memonitor dan Mengevaluasi Perkembangan
Perkembangan pelaksanaan perlu dimonitor secara terus-menerus agar
target yang ingin dicapai benar-benar dapat menjadi kenyataan. Selain itu,
evaluasi juga diperlukan untuk perbaikan dalam pelaksanaan kemitraan
berikutnya.
Manfaat kemitraan menurut Hafsah (2000) berkaitan dengan :
1. Produktivitas
Produktivitas dalam model ekonomi secara umum didefinisikan sebagai
input dibagi dengan output. Produktivitas menurut Schonberger and Knod (1991)
dan Chase and Aquilano (1992) dalam Hafsah (2000) akan meningkat jika dengan
menggunakan input yang sama dapat diperoleh hasil yang lebih tinggi, atau
sebaliknya dapat menghasilkan output yang sama dengan input yang lebih rendah.
Salah satu manfaat yang diharapkan dari adanya kemitraan adalah untuk
peningkatan produktivitas.
Bagi perusahaan yang lebih besar, peningkatan produktivitas dapat
dilakukan dengan dua cara yang pertama yaitu tingkat produksi (output) yang
diharapkan dapat dicapai dengan mengurangi faktor input seperti target penjualan
dapat dicapai dengan pengurangan tenaga kerja lapangan yang dimiliki oleh
perusahaan, yaitu dengan menerapkan model pemasaran berjenjang (multilevel
marketing) dimana kegiatan pemasaran dapat dilakukan oleh pemasar lepas atau
perusahaan mendiri. Model pemasaran berjenjang pada sektor pertanian
dilaksanakan dalam pola PIR dimana perusahaan besar mengoperasikan kapasitas
pabriknya secara full capacity, tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan
sendiri, karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani plasma
peserta program PIR. Cara kedua yang dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas bagi perusahaan besar adalah dengan meningkatkan produksi
(output) dengan menggunakan sumberdaya sendiri yang sama atau tetap baik
dalam jumlah maupun kualitasnya.
Bagi perusahaan kecil atau petani secara individu, peningkatan produktivitas
biasanya dicapai secara terus-menerus yaitu dengan menambah unsur input baik
secara kualitas maupun kuantitasnya dengan tujuan bahwa dalam jumlah tertentu
akan mampu memperoleh output dalam jumlah dan kualitas berlipat. Secara
berkelompok, perusahaan kecil atau petani dapat meningkatkan produktivitasnya
dengan cara mengurangi atau menekan faktor input. Hal tersebut dapat terjadi
pada input yang dapat digunakan secara bersama seperti penggunaan traktor milik
20
kelompok, memberantas hama penyakit, biaya pemeliharaan irigasi, biaya
pengangkutan sarana produksi dan hasil per unit apabila dilakukan dalam jumlah
besar, pergudangan, menjual secara bersama, dan lainnya.
2. Efisiensi
Berdasarkan teori Operations Management menurut Schonberger and Knod
(1991) dalam Hafsah (2000), produktivitas adalah hasil perkalian antara efisiensi
dan utilisasi. Efisiensi dapat terjadi bila output tertentu dapat dicapai dengan input
minimum. Efisiensi input dapat berbentuk waktu dan tenaga. Penerapan dalam
kemitraan, perusahaan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai target
tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil.
Sebaliknya perusahaan yang lebih kecil mempunyai kelemahan dalam hal
kemampuan teknologi dan sarana produksi, sehingga dengan bermitra akan
mampu menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang
dimiliki oleh perusahaan besar. Mekanisasi pertaniandalam penyiapan lahan yang
dimiliki oelh petani plasma dimana perusahaan inti menyediakan mesin pertanian
sehingga petani dapat mempercepat dan memperluas areal tanam dengan tenaga
yang tersedia dan mampu memberikan hasil yang diharapkan sesuai dengan
kapasitas produksi yang ditargetkan oleh perusahaan.
3. Jaminan Kualitas, Kuantitas, dan Kontinuitas
Produk akhir dari kemitraan ditentukan oleh dapat atau tidaknya suatu
produk diterima oleh pasar. Indikator diterimanya suatu produk di pasar adalah
kesesuaian mutu yang diinginkan oleh konsumen (market driven quality atau
consumer driven quality). Loyalitas konsumen hanya dapat dicapai apabila ada
jaminan mutu dari suatu produk. Jaminan kualitas semakin terasa apabila produk
yang dihasilkan dapat masuk ke pasar dunia (diekspor).
Kualitas, kuantitas, dan kontinuitas erat kaitannya dengan efisiensi dan
produktivitas yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya
menjamin keuntungan perusahaan mitra yang memerlukan manajemen yang
mantap mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan disertai dengan
prosedur dan petunjuk teknis yang jelas dan disiplin yang ketat sehingga apabila
kualitas, kuantitas, dan kontinuitas berhasil dilaksanakan, dapat menyempurnakan
pelaksanaan kemitraan selanjutnya.
4. Risiko
Setiap kegiatan bisnis atau usaha selalu terdapat risiko. Risiko yang terdapat
pada kegiatan bisnis atau usaha dapat diminimalisir dengan menjalin kemitraan.
Pihak yang bermitra akan menanggung risiko secara proposional sesuai dengan
besarnya modal dan keuntungan yang akan diperoleh. Berdasarkan teori
manajemen risiko yang dilihat dari sudut finansial perusahaan besar biasanya
menerapkan falsafah “tidak menaruh seluruh telurnya dalam keranjang (do not pu
your all eggs in one basket)” yang artinya dengan modal yang ada diusahakan
untuk mendiversivikasi usahanya dalam beberapa kegiatan yang mudah dicapai
apabila perusahaan tersebut bekerjasama atau bermitra dengan pihak lain.
Bagi pihak perusahaan kecil atau petani risk sharing dapat terlaksana
apabila memperoleh mitra usaha yang betul-betul mampu menjamin penyerapan
hasil produksi yang dapat menghindarkan dari kerugian akibat kelebihan hasil dan
penurunan harga. Risiko yang ditanggung secara bersama bukan hanya membagi
risiko secara proporsional sehingga lebih ringan melalui risk sharing, tetapi lebih
21
mengandung makna senasib sepenanggungan sehingga eksistensi perusahaan yang
bermitra menjadi lebih besar yang dapat berdampak pada pengurangan risiko.
5. Sosial
Kondisi ideal perekonomian suatu negara adalah apabila mayoritas aset
produksi berada dan bergeser di level usaha kecil dan menengah. Hal tersebut
dikarenakan kelas kecil dan menengah diharapkan dapat tumbuh sebagai
komunitas penggerak kemajuan suatu negara. Menumbuhkan pengusaha di tingkat
kecil dan menengah merupakan suatu strategi untuk mencapai kondisi ideal
perekonomian di Indonesia. Salah satu cara untuk menumbuhkan pengusaha kelas
kecil tersebut dengan melakukan kemitraan karena kemitraan usaha bukan hanya
memberikan dampak positif dengan saling menguntungkan tetapi juga dapat
memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Adanya dampak
sosial yang cukup tinggi tersebut dapat menghindarkan masyarakat dari
kecemburuan sosial yang bisa berkembang menjadi gejolak sosial akibat
ketimpangan. Selain itu, dengan melalui kemitraan juga dapat menghasilkan
persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status yang merupakan
perwujudan dari keadilan sosial dan keadilan ekonomi seperti yang tertera dalam
UUD 1945.
6. Ketahanan Ekonomi Nasional
Pokok permasalahan dalam kemitraan adalah upaya pemberdayaan pelaku
mitra yang lemah yaitu pengusaha kecil, atau dengan kata lain terciptanya
kesetaraan dalam posisi tawar antar pelaku usaha yang memerlukan usaha konkret
sehingga mendorong terlaksananya kemitraan usaha sekaligus sebagai model
terciptanya kemitraan usaha. Pendorong kemitraan usaha yang sering dilakukan
adalah dengan menciptakan suasana kondusif berupa peraturan, mewujudkan
model atau pola kemitraan yang sesuai, dengan menyediakan prasarana penunjang
seperti listrik, sarana transportasi, sarana komunikasi, dan sebagainya. Harapan
dari tersedianya upaya dan fasilitas fisik adalah terciptanya kemitraan.
Produktivitas, efektivitas, dan efisiensi akan meningkat yang akan mempengaruhi
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para pelaku kemitraan. Dengan adanya
peningkatan pendapatan akan dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan dan
terciptanya pemerataan yang lebih baik sehingga mampu mengurangi timbulnya
kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan usaha yang
dapat mendorong peningkatan ketahanan ekonomi secara nasional.
Maksud dan tujuan dari kemitraan pada dasarnya adalah Win Win Solution
Partnership yang berarti saling menguntungkan antar sesama pelaku mitra.
Kesadaran dan saling menguntungkan dalam kemitraan berarti adanya posisi
tawar yang setara berdasarkan peran masing-masing pelaku mitra. Ciri dari
kemitraan usaha adalah adanya hubungan timbal balik antar pelaku mitra. Hafsah
(2000) menyatakan bahwa dalam kondisi ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan kemitraan adalah :
a. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat
b. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan
c. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil
d. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah, dan nasional
e. Memperluas kesempatan kerja
f. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional
22
Berdasarkan SK Mentan No.940/Kpts/OT.210/10/1997, pola kemitraan
yang banyak dilaksanakan di Indonesia adalah pola inti plasma, pola subkontrak,
pola dagang umum, pola keagenan, dan pola kerjasama operasional khusus.
1. Inti-plasma
Pola inti-plasma menurut SK Mentan No 940/Kpts/OT.210/10/1997 adalah
pola kemitraan yang merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra
dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi
komponen yang diperlukan mitra sebagai bagian dari produksi.
Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1997 Pasal 3 menyatakan bahwa dalam
pola kemitraan inti plasma, pihak inti yaitu usaha besar dan atau usaha menengah
melakukan pembinaan dan pengembangan terhadap pihak plasma atau usaha kecil
dalam hal :
a. Penyediaan dan penyiapan lahan
b. Penyediaan sarana produksi
c. Pemberian bimbingan teknis dan manajemen usaha dan produksi
d. Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan
e. Pembiayaan
f. Pemberian bantuan lainnya yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi
dan produktivitas usaha.
Keunggulan pola kemitraan inti plasma menurut Hafsah (2000) adalah :
1) Kemitraan inti plasma memberikan manfaat timbal balik antara
pengusaha besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai
plasma melalui cara pengusaha besar atau menengah memberikan
pembinaan serta penyediaan sarana produksi, bimbingan, pengolahan
hasil, serta pemasaran. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan
besar telah membagi risiko dan peluangnya dengan perusahaan kecil
sebagai plasma, sehingga akan tercipta saling ketergantungan dan saling
memperoleh keuntungan.
2) Kemitraan inti plasma dapat berperan sebagai upaya pemberdayaan
pengusaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan, dan lain-lain
sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam jumlah dan
kualitas sesuai dengan standar yang diperlukan.
3) Pengusaha besar pada kemitraan inti plasma memberikan bimbingan
kepada pengusaha kecil agar mampu memenuhi skala ekonomi yang
dapat mempengaruhi terciptanya efisiensi.
4) Pengusaha besar atau menengah pada pola kemitraan inti plasma
mempunyai kemampuan dan kawasan pasar yang lebih luas sehingga
mampu mengembangkan komoditas seperti barang produksi yang
mempunyai keunggulan dan kemampuan bersaing di pasar nasional,
regional, maupun pasar internasional.
5) Keberhasilan kemitraan dapat menjadi daya tarik bagi perusahaan besar
atau menengah lainnya sebagai investor baru untuk membangun
kemitraan baru baik investor swasta nasional maupun investor swasta
asing.
6) Tumbuhnya kemitraan inti plasma akan mempengaruhi pertumbuhan
pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga dapat
23
mengupayakan pemerataan pendapatan yang dapat mencegah terjadinya
kesenjangan sosial.
Kelemahan dari pola kemitraan inti plasma adalah :
a) Pelaku mitra yaitu perusahaan besar dan petani yang tergabung kedalam
kelompok atau koperasi dan organisasi petani belum solid dan belum
dapat mewakili aspirasi dan kepentingan anggotanya
b) Petani belum memahami hak dan kewajibannya dengan baik
c) Prusahaan mitra sebagai inti belum sepenuhnya memberikan perhatian
dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya seperti apa yang diharapkan
d) Belum adanya kontrak kemitraan yang benar-benar menjamin hak dan
kewajiban dari komoditi yang dimitrakan
Pola kemitraan inti plasma menurut Soemardjo et al. (2004) adalah
hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma
dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Kewajiban dari perusahaan inti
adalah menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen,
menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra
mempunyai kewajiban dalam memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan
persyaratan yang telah disepakati. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
1.
Gambar 1 Pola Kemitraan Inti Plasma Sumber : Soemardjo et al. 2004
2. Subkontrak
Pola kemitraan subkontrak menurut SK Mentan No 940 Tahun 1997
merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan
mitra yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan
perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola kemitraan subkontrak
berdasarkan PP No 44 Tahun 1997 Pasal 4 menyatakan bahwa dalam hal
kemitraan yang terjalin antara usaha besar dan atau usaha menengah dengan usaha
kecil bertujuan untuk memenuhi barang atau jasa. Usaha besar atau usaha
menengah memberikan bantuan berupa :
Plasma
Plasma Inti
Plasma
Plasma
24
a. Kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen
b. Kesempatan yang seluas-luasnya dalam memperoleh bahan baku yang
di produksinya secara berkesinambungan dengan jumlah dan harga
yang wajar
c. Bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen
d. Perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan
e. Pembiayaan
Kekuatan dari pola kemitraan subkontrak adalah adanya keuntungan yang
dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan keterampilan, serta
menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. kelemahan pola kemitraan
subkontak dapat dilihat pada penelitian yang dilakukan oleh Erna (1994) di
industri batik Pekalongan dalam Hafsah (2000). Berdasarkan penelitian Erna,
hubungan subkonntra seringkali menimbulkan kecenderungan untuk mengisolasi
produsen kecil sebagai subkontrak pada suatu bentuk hubungan monopoli dan
monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran yaitu sering
dijumpai adanya penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga produk
yang rendah, kontrol kualitas produk yang ketat, dan sistem pembayaran yang
sering terlambat serta sering timbulnya gejala eksploitasi tenaga kerja untuk
mengejar target produksi.
Pola kemitraan subkontrak menurut Soemardjo et al. (2004) merupakan
kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang
memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari
produksinya. Pola kemitraan subkontrak ditandai dengan adanya kesepakatan
tentang kontrak bersama yang mecakup volume, harga, mutu, dan waktu.
Hubungan kemitraan subkontrak dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Pola Kemitraan Subkontrak Sumber : Soemardjo et al. 2004
3. Dagang umum
Pola kemitraan dagang umum berdasarkan SK Mentan No 940 Tahun 1997
merupakan suatu hubungan kemitraan usaha antara kelompok mitra dengan
perusahaan mitra, dimana kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra
sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan perusahaan mitra memasarkan
hasil produksi kelompok mitra. Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 1997 Pasal 5
menyatakan bahwa bentuk kemitraan dengan pola dagang umum dapat
berlangsung dalam bentuk kerjasama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau
Kelompok
Mitra
Pengusaha
Mitra
Kelompok
Mitra
Kelompok
Mitra
Kelompok
Mitra
25
penerimaan pasokan dari usaha kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan
yang diperlukan oleh usaha besar dan atau usaha menengah yang bersangkutan.
Keunggulan pola kemitraan dagang umum adalah adanya jaminan harga
atas produk yang dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan atau
disepakati. Kelemahan dar pola kemitraan dagang umum adalah memerlukan
permodalan yang kuat sebagai modal kerja dalam menjalankan usahanya baik
oleh kelompok mitra usaha maupun perusahaan mitra usaha.
Soemardjo et al. (2004) menjelaskan bahwa kemitraan dengan pola dagang
umum merupakan kemitraan yang mengandung hubungan usaha dalam pemasaran
hasil produksi yang melibatkan pihak pemasaran dengan kelompok usaha
pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Pola
hubungan kemitraan dagang umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Memasok
Memasarkan produk
kelompok mitra
Gambar 3 Pola Kemitraan Dagang Umum Sumber : Soemardjo et al. 2004
4. Keagenan
Pola keagenan dalam SK Mentan No 940 Tahun 1997 merupakan salah satu
bentuk hubungan kemitraan dimana kelompok mitra di dalamnya diberikan hak
khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra. Keuntunga
dari pola kemitraan keagenan yaitu diperolehnya komisi atau fee yang diusahakan
oleh usaha besar atau menengah. Kelebihan lain dari pola kemitraan keagenan
yaitu agen yang bertindak sebagai tulang punggung dan ujung tombak pemasaran
usaha besar dan usaha menengah, sehingga agen harus lebih profesional, handal,
dan ulet dalam pemasaran agar dapat saling menguntungkan dan memperkuat
pihak-pihak mitra.
Pola kemitraan keagenan menurut Soemardjo et al. (2004) merupakan
bentuk kemitraan yang terdiri dari perusahaan mitra dan kelompok mitra atau
pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra merupakan perusahaan besar yang
meberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau
jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. Pola kemitraan
keagenan dapat dilihat pada Gambar 4.
Kelompok
Mitra
Konsumen /
Industri
Perusahaan
Mitra
26
Memasok
Memasarkan produk
kelompok mitra
Gambar 4 Pola Kemitraan Keagenan Sumber : Soemardjo et al. 2004
5. Kerjasama Operasional Angribisnis (KOA)
SK Mentan No 940 Tahun 1997 menyatakan bahwa pola kemitraan KOA
merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan
lahan, sarana, dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau
modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu
komoditi pertanian. Selain itu, perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin
pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan
pengemasan.
Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis menurut Soemardjao et al.
(2004) merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan
perusahaan mitra dimana kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga
kerja. Pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan
pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu
komoditas pertanian. Selain itu, perusahaan mitra juga berperan sebagai penjamin
pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan
pengemasan. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis dapat dilihat pada
Gambar 5.
Gambar 5 Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis Sumber : Soemardjo et al. 2004
Kelompok
Mitra
Perusahaan
Mitra
Konsumen/
Masyarakat
Kelompok
Mitra
Perusahaan
Mitra
- Lahan
- Sarana
- Teknologi
- Biaya
- Modal
- Teknologi
- Manajemen
27
Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa
Pelayanan yang bermutu dan berkualitas yang mampu memenuhi tingkat
kepentingan konsumennya merupakan salah satu cara agar perusahaan dapat lebih
unggul bila dibandingkan dengan para pesaingnya. Tingkat kepentingan
konsumen terhadap jasa yang diterima perusahaan dapat diberntuk berdasarkan
pengalaman dan saran yang diperoleh langsung dari konsumen. Konsumen yang
telah menikmati jasa tersebut memberikan penilaian terhadap jasa yang diberikan
perusahaan tersebut dengan berdasarkan kepada tingkat kepentingan yang akan
dibandingkan dengan harapan.
Konsumen akan mengurangi konsumsinya terhadap produk dari perusahaan
tersebut apabila jasa yang konsumen nikmati berada jauh dibawah jasa yang
diharapkan. Begitu pula sebaliknya, bila konsumen merasa jasa yang diterimanya
lebih tinggi daripada jasa yang diharapkan maka konsumen akan terus melakukan
konsumsi terhadap produk dari perusahaan tersebut.
Penilaian terhadap kualitas pelayanan tidak dapat dilihat berdasarkan sudut
pandang perusahaan tetapi harus diukur dari sudut pandang konsumen. Dengan
demikian, dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, perusahaan harus
berorientasi pada kepentingan pelanggan dengan memperhatikan komponen
kualitas pelayanan.
Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Rangkuti (2003), ciri-ciri
kualitas jasa dapat dievaluasi ke dalam lima dimensi besar yaitu :
a. Keandalan (reliability)
Keandalan digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
meberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan
b. Ketanggapan (responsiveness)
Ketanggapan digunakan untuk membantu dan memberikan pelayanan
kepada pelanggan dengan cepat
c. Jaminan (assurance)
Jaminan digunakan perusahaan untuk mengukur kemampuan dan kesopanan
karyawan secara sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan
d. Empati (emphaty)
Empati digunakan untuk mengukur pemahaman karyawan terhadap
kebutuhan konsumen serta perhatian yang diberikan oleh karyawan
e. Berwujud (tangible)
Dimensi berwujud digunakan untuk mengukur penampilan fisik, peralatan,
karyawan, serta sarana komunikasi
Konsep Kepuasan Kemitraan
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi atau kesan terhadap kinerja suatu produk
dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari kinerja dan harapan.
Jika kinerja berada dibawah harapan berarti pelanggan tidak puas. Jika kinerja
memenuhi harapan berarti pelanggan amat puas atau senang (Kotler, 2000).
Dalam pengukuran kepuasan, harapan diasumsikan sebagai suatu kepentingan
yang dinilai oleh konsumen. Harapan konsumen yang tinggi terhadap suatu atribut
akan mempengaruhi tingkat kepentingan dari atribut tersebut. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa kepentingan mewakili harapan konsumen.
28
Kepuasan kemitraan muncul ketika perusahaan inti dan plasma memperoleh
hasil yang sesuai dengan apa yang diharapkan dan memberikan keuntungan
kepada kedua belah pihak sehingga memunculkan rasa puas atau senang. Teori
perilaku kepuasan kemitraan banyak didefinisikan dari perspektif terhadap hasil
yang diperoleh. Dikatakan puas jika proses kemitraan berjalan sesuai dengan yang
diharapkan yang dapat memberikan nilai bagi pihak penyedia jasa dalam hal ini
adalah perusahaan dan produsen yang dalam hal ini adalah petani tebu. Nilai yang
diinginkan bisa berasal dari produk, pelayanan, atau sistem yang telah dirasakan
oleh pelaku kemitraan. Berdasarkan penjelasan tersebut, pengertian kepuasan
kemitraan mencakup perbedaan antara suatu kepentingan yang mewakili harapan
dan kinerja (hasil) yang dirasakan terkait dengan harapan tersebut. Kepuasan
petani sangat bergantung pada harapan petani. oleh karena itu untuk mengetahui
tingkat kepuasan petani harus diketahui terlebih dahulu harapan petani terhadap
sesuatu. Harapan merupakan perkiraan atau keyakinan seseorang tentang apa yang
akan diterimanya.
Pengukuran Kepuasan
Inti dari kegiatan pemasaran adalah mengetahui keinginan konsumen serta
berusaha memuaskan keinginan tersebut. Konsumen yang puas akan sebuah
produk atau jasa mempunyai kecenderungan untuk mengkonsumsi produk atau
jasa tersebut berulang kali yang akan menimbulkan loyalitas atau kesetiaan
terhadap produk atau jasa tersebut sehingga dapat meningkatkan profit
perusahaan. Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu harapan
konsumen dan kinerja sebuah produk atau jasa serta kenyataan setelah mereka
mengkonsumsi produk atau jasa tersebut dengan kepentingan yang diasumsikan
sebagai harapan.
Diperlukan penentuan terhadap atribut-atribut yang mempengaruhi
kepuasan konsumen sebelum melakukan pengukuran kepuasan yang dituangkan
kedalam butir-butir pertanyaan atau kuesioner. Langkah selanjutnya yang harus
dilakukan setelah menentukan atribut-atribut tersebut adalah dengan melakukan
pengolahan data menggunakan bantuan Minitab 14 dan Microsoft Excel. Dalam
pengukuran kepuasan, metode yang paling banyak digunakan adalah metode IPA
dan CSI yang akan diperkuat dengan menggunakan analisis gap (kesenjangan).
a) Importance Performance Analysis (IPA)
Importance Performance Analysis (IPA) digunakan untuk mengukur
hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk.
Metode IPA mempunyai fungsi untuk menampilkan informasi yang berkaitan
dengan faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan
dan loyalitas mereka dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu
ditingkatkan karena kondisi saat ini kurang memuaskan. Teknik IPA diukur
dengan menggunakan dua kriteria yaitu kepentingan terhadap atribut dan
kepuasan konsumen. Penerapan teknik IPA dilakukan dengan mengidentifikasi
atribut-atribut yang relevan terhadap situasi yang diamati dimana atribut yang
diamati dapat berasal dari literatur dan interview langsung dengan melihat lokasi
penelitian.
29
Sasaran dari suatu pencapaian hasil dapat ditentukan berdasarkan tingkat
kepentingan dan kinerja dari atribut suatu produk. Kajian terhadap seberapa
pentingnya atau seberapa besarnya harapan terhadap kinerja atribut yang
berkorelasi aktual penting dilakukan untuk menghasilkan suatu kepuasan.
Penentuan kepuasan dengan menggunakan metode IPA digambarkan melalui dua
variabel yang dibandingkan dan terdiri dari empat kuadran. Sumbu horizontal
menggambarkan tingkat kepentingan suatu atribut, sedangkan sumbu vertikal
menggambarkan tingkat kinerja suatu atribut. Keunggulan metode IPA adalah
perusahaan dapat membuat perumusan strategi berdasarkan hasil penempatan dari
dua variabel yang dibandingkan, sehingga perusahaan memiliki bahan
pertimbangan untuk memperbaiki kinerja produksinya.
b) Customer Satisfaction Index
Customer Satisfaction Index merupakan indeks yang digunakan untuk
mengukur kepuasan berdasarkan atribut-atribut tertentu. Nilai indeks kepuasan
dapat digunakan untuk melihat perkembangan tingkat kepuasan konsumen
terhadap sebuah produk sehingga dapat membantu dalam proses perbaikan
kinerjanya. Cara yang digunakan dalam metode CSI adalah dengan mencari rata-
rata dari semua skor kinerja tiap atribut yang diteliti sehingga dengan
menggunakan indeks kepuasan dapat diketahui tingkat kepuasan dari atribut-
atribut suatu produk secara keseluruhan.
c) Analisis Gap (kesenjangan)
Analisis gap atau kesenjangan digunakan untuk membandingkan nilai
kepentingan dan kinerja tiap atribut sehingga diperoleh nilai selisih (kesenjangan).
Berdasarkan analisis kesenjangan, apabila nilai kinerja lebih kecil daripada nilai
kepentingan, berarti perusahaan tidak dapat memuaskan konsumennya dan begitu
juga sebaliknya. Semakin besar nilai kesenjangan, maka konsumen semakin tidak
puas terhadap produk atau jasa yang ditawarkan.
Keunggulan dari analisis kesenjangan adalah relatif mudah diaplikasikan
dan hasil analisisnya dapat digunakan untuk melengkapi hasil analisis IPA.
Kelemahan dari analisis kesenjangan adalah tidak dapat mengetahui atribut apa
saja yang perlu dipertahankan dan atribut apa saja yang kinerjanya dianggap
berlebihan oleh konsumen.
Kerangka Pemikiran Operasional
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang berkontribsi
cukup besar dalam menyumbangkan Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun
2011 yaitu sebesar 2.07 persen dari nilai total atau menempati posisi ketiga
terbesar setelah subsektor tanaman bahan makanan dan subsektor perikanan. Hal
tersebut dikarenakan subsektor perkebunan merupakan penyedia bahan baku
untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja dan penghasil devisa (BPS, 2012).
Komoditi perkebunan yang cukup memberikan andil dalam sektor perkebunan
adalah tebu. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jumlah pabrik gula yang
terdapat di Indonesia. Pabrik gula menggunakan tebu sebagai bahan baku untuk
produksinya. Salah satu pabrik gula yang menggunakan tebu sebagai bahan
bakunya adalah PG Pakis Baru yang terletak di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
PG Pakis Baru merupakan salah satu pabrik gula yang melakukan kemitraan
dengan petani tebu Kabupaten Rembang, Jawa Tengah untuk menjaga pasokan
30
bahan baku produksinya. Bentuk kemitraan yang terjadi diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan kedua belah pihak. Sebagai pihak inti, PG Pakis Baru
berperan dalam menentukan prosedur, harga, serta waktu panen yang diduga tidak
sepenuhnya dapat diterima oleh petani tebu. Petani tebu yang menjadi mitra PG
Pakis Baru harus sanggup menghasilkan tebu sesuai dengan kualitas yang
disepakati, serta melaksanakan anjuran pelaksanaan budidaya tanaman tebu oleh
PG Pakis Baru. Pada kondisi tertentu, harga masukan dan harga keluaran tebu
yang ditetapkan akan bisa menjadi sangat murah atau sangat mahal dari harga
pasar. Oleh karena itu, kontrak diadakan untuk menjamin harga yang diterima
oleh petani maupun perusahaan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak
sehingga harga pasar tidak dapat mempengaruhi harga yang sudah ditetapkan dan
disepakati.
Terdapat beberapa kesalahan yang pada umumnya terjadi dalam
pelaksanaan kemitraan oleh perusahaan dengan petani mitra seperti
ketidaksesuaian waktu panen dan jumlah produksi, ketidaksesuaian kualitas tebu
yang dikirimkan petani mitra ke PG Pakis Baru, pelaksanaan pembinaan dan
pendampingan kepada petani mitra yang tidak dilaksanakan tepat waktu, dan
kurangnya respon terhadap keluhan dari petani tebu mitra. Beberapa kesalahan
tersebut akan mampu mempengaruhi kepuasan petani tebu terhadap kemitraan
yang dijalankan dengan perusahaan. Penilaian petani tebu terhadap kinerja dari
PG Pakis Baru merupakan hal terpenting dalam menjaga kelangsungan kemitraan
yang terjalin meskipun penilaian petani tebu akan berbeda-beda karena memiliki
latar belakang pendidikan, usia, dan pengalaman yang beragam. Untuk dapat
mempertahankan kemitraan yang terjadi antara PG Pakis Baru dengan petani tebu,
maka salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menjaga loyalitas petani tebu
mitra agar tidak keluar dari kemitraan sehingga jumlah pasokan bahan baku tebu
PG Pakis Baru tidak berkurang. Petani tebu mitra yang merasa puas terhadap
kemitraan dengan PG Pakis Baru dapat merekomendasikan kemitraan dengan PG
Pakis Baru kepada petani tebu lainnya baik yang belum menjalin kemitraan
dengan PG manapun maupun kepada petani tebu yang telah selesai masa mitranya
dengan PG lainnya. Keberhasilan kemitraan yang dijalin antara petani tebu
dengan PG Pakis Baru akan dapat diindikasikan dengan mengetahui penilaian
petani tebu terhadap kinerja pelaksanaan kemitraan PG Pakis Baru serta perlunya
pengukuran mengenai tingkat kepuasan petani tebu mitra dengan menggunakan
atribut-atribut yang telah ditentukan. Atribut yang digunakan dalam penelitian ini
adalah prosedur penerimaan menjadi petani mitra, kualitas bibit yang diberikan
oleh PG Pakis Baru, kecakapan pendamping dalam melakukan pendampingan
kepada petani tebu mitra, kemudahan untuk menghubungi pendamping, adanya
pengaruh dari aktivitas pendampingan bagi permasalahan petani, penetapan SOP
atas hasil tebu petani mitra, ketanggapan PG Pakis Baru terhadap keluhan-keluhan
petani tebu mitra, penetapan harga jual tebu petani mitra, pembayaran hasil tebu
petani mitra, pemberian bantuan dari PG Pakis Baru dalam hal tebang angkut hasil
tebu petani mitra, serta adanya kompensasi bagi petani tebu mitra.
Sebelum mengetahui tingkat kepuasan petani tebu terhadap kemitraan yang
dijalankan antara petani tebu dengan PG Pakis Baru tersebut, maka terlebih
dahulu mengetahui pelaksanaan kemitraan yang terjadi dengan menggunakan
analisis deskriptif. Setelah mengetahui pelaksanaan kemitraan antara petani tebu
dengan PG Pakis Baru tersebut, maka dilakukanlah penilaian kepuasan terhadap
31
kemitraan oleh petani tebu terhadap PG Pakis Baru dengan menggunakan metode
IPA dan CSI. Metode IPA digunakan untuk mengetahui tingkat kepentingan dan
kepuasan terhadap masing-masing atribut, sedangkan CSI digunakan untuk
mengetahui tingkat kepuasan petani tebu secara keseluruhan. Perhitunagn
mengenai kepuasan terhadap atribut kemitraan juga dilakukan dengan
menggunakan analisis gap atau kesenjangan untuk memperkuat hasil perhitungan
dengan metode IPA dan CSI. Analisis tingkat kepentingan dan kinerja penting
untuk dilakukan karena digunakan untuk mengetahui ukuran pelayanan yang
diberikan oleh pihak inti. Kinerja yang baik akan membawa dampak positif bagi
kelangsungan usaha kemitraan dimana petani plasma yang puas akan cenderung
loyal terhadap perusahaan inti yang akan memungkinkan petani tebu plasma
untuk merekomendasikan kepada petani tebu yang belum menjadi mitra untuk
ikut bermitra dengan perusahaan inti dalam hal ini adalah PG Pakis Baru.
32
Gambar 6 Kerangka Operasional Analisis Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap
Kemitraan dengan PG Pakis Baru, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Petani
Masalah :
- Keterbatasan modal, teknologi,
informasi, dan pasar
Peluang :
- Mampu melakukan usahatani tebu
- Mempunyai tenaga kerja dalam
pelaksanaan usahatani tebu
PG Pakis Baru
Masalah :
- Kurangnya persediaan bahan baku
produksi berupa tebu
- Jumlah tebu yang dihasilkan dari
lahan sendiri masih kurang
mencukupi keperluan produksi
Peluang :
- Mempunyai modal besar dalam
pelaksanaan usahatani tebu serta
memberikan jaminan pasar bagi
petani yang bermitra
Pelaksanaan Kemitraan
Kemitraan dilakukan dengan pola inti
plasma oleh PG Pakis Baru dengan
petani mitranya, dimana PG Pakis
Baru bertindak sebagai inti dan petani
mitra sebagai plasma
Analisis
Deskriptif
Kepuasan Petani terhadap
Kemitraan dengan PG Pakis
Baru
- Prosedur penerimaan mitra
PG Pakis Baru
- Kualitas bibit
- Pengetahuan dan
kemampuan
berkomunikasi
pendamping
- Pendamping mudah
ditemui dan dihubungi
- Frekuensi pembinaan
petani
- Penetapan standar
produksi
- Respon terhadap keluhan
petani
- Kesesuaian harga jual
hasil panen
- Kecepatan pembayaran
hasil panen
- Penyediaan sarana
penebangan dan
pengangkutan hasil panen
- Pemberian kompensasi
Masalah Kemitraan
- Penyimpangan dalam penyerahan
hasil produksi tebu dari petani
mitra ke PG Pakis Baru
- Kurang transparannya perhitungan
rendemen tebu oleh PG Pakis Baru
- Tidak win-win solution
Analisis
IPA dan
CSI
Rekomendasi Kemitraan dengan
PG Pakis Baru dari Petani Tebu
Mitra Kepada Petani Tebu yang
Belum Bermitra
33
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah dengan
responden para petani tebu yang menjalin kerjasama kemitraan dengan PG Pakis
Baru. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan bahwa di Kabupaten Rembang banyak terdapat petani tebu yang
menjalin mitra dengan PG Pakis Baru, serta adanya ketersediaan perusahaan
untuk memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Waktu
pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2013.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara secara
langsung dengan petani tebu di Kabupaten Rembang yang menjalin kerjasama
kemitraan dengan PG Pakis Baru. Data primer juga diperoleh dengan
menggunakan kuesioner kepada petani tebu mitra yang dipilih secara sengaja
(purposive sampling).
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari literatur
yang relevan dan berbagai referensi pendukung serta penelitian terdahulu yang
berkaitan erat dengan penelitian ini, seperti buku, majalah serta dari lembaga atau
instansi terkait. Instansi-instansi terkait yang dimaksud antara lain Kantor Kepala
Desa, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Badan Pusat Statistik, dan media
elektronik (internet).
Metode Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan pencarian fakta dan
interpretasi yang tepat terhadap petani tebu di Kabupaten Rembang dan kemitraan
yang terjalin antara petani tebu dengan PG Pakis Baru. Metode deskriptif
digunakan untuk membuat deskripsi mengenai petani tebu dan kemitraan yang
dijalankan antara petani tebu mitra dengan PG Pakis Baru. Jenis metode deskriptif
yang digunakan adalah metode studi kasus (case study). Pengumpulan data
dilakukan melalui pengamatan yang diteruskan dengan wawancara langsung
dengan petani tebu dengan panduan kuesioner yang telah dipersiapkan
sebelumnya dan juga penelusuran dengan media elektronik (internet). Kuesioner
yang digunakan berisi pertanyaan yang berhubungan dengan atribut :
- Prosedur penerimaan mitra PG Pakis Baru
- Kualitas bibit
- Pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi pendamping
- Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
- Frekuensi pembinaan petani
- Penetapan standar produksi
- Respon terhadap keluhan petani
- Kesesuaian harga jual hasil panen
- Kecepatan pembayaran hasil panen
34
- Penyediaan sarana penebangan dan pengangkutan hasil panen
- Pemberian bonus
Metode pengumpulan data juga dilakukan dengan cara studi pustaka yaitu
dengan mencari sumber lain yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
penelitian. Penentuan sampel dilakukan pada petani tebu yang bermitra dengan
PG Pakis Baru dan berada di Kabupaten Rembang. Dalam penentuan sampel,
metode yang digunakan adalah non probability sampling dengan cara purposive
(sengaja) berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan penulis yaitu petani tebu
yang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru sebanyak 32 responden dengan
ketentuan sudah bermitra dengan PG Pakis Baru sebanyak minimal dua tahun
bermitra dengan pertimbangan bahwa petani tebu tersebut memiliki pengalaman
yang cukup dan dapat mengisi daftar pertanyaan dengan baik. Penentuan jumlah
sampel sebanyak 32 petani responden dikarenakan jumlah 30 responden tergolong
ke dalam sampel besar dan memenuhi persyaratan minimum jumlah sampel
(Nazir 2005). Pengambilan sampel dibantu dengan salah satu petani yang paham
dengan kondisi lapang di Kabupaten Rembang sehingga untuk memperoleh data
akurat mengenai petani tersebut diperlukan data sekunder. Data sekunder
diperoleh dari Kantor Kepala Desa, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Badan
Pusat Statistik, dan media elektronik (internet).
Metode Analisis Data
Data yang diolah dalam penelitian adalah data kualitatif dan kuantitatif.
Data kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum pola kemitraan.
Sedangkan data kuantitatif yang diperoleh digunakan untuk menganalisis tingkat
kepuasan petani tebu terhadap kemitraan. Alat analisis yang digunakan adalah
metode IPA dan CSI yang diperkuat dengan menggunakan analisis Gap atau
kesenjangan.
Importance Performance Analysis (IPA)
Alat analisis kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
IPA. Metode ini merupakan suatu teknik penerapan untuk mengukur atribut dari
tingkat kepentingan (importance) dan tingkat kinerjanya (performance). Tingkat
kepentingan adalah seberapa penting suatu atribut pelayanan dinilai oleh petani
plasma. Tingkat kinerja digunakan untuk menilai seberapa besar kinerja atribut
yang sudah dirasakan petani plasma. Penentuan atribut yang dinilai dalam
penelitian ini didasarkan pada ketentuan mengenai hak dan kewajiban yang
terdapat dalam kontrak kemitraan, wawancara pendahuluan dengan pihak
perusahaan, dan studi literatur.
Setiap atribut pernyataan diberikan skala 1 sampai 4. Skala ini sengaja
digunakan untuk menghindari ketidakpastian responden (central tendency), yaitu
kecenderungan memilih jawaban tengah atau kategori cukup dalam menilai atribut
evaluasi kemitraan (Aritonang, 2005). Keempat tingkat kepentingan dan kinerja
tersebut diberikan bobot sesuai dengan tabel 1.
35
Table 6 Skor atau nilai tingkat kepentingan dan tingkat kinerja
Skor / Nilai Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja
1 Sangat Tidak Penting Sangat Tidak Memuaskan
2 Tidak Penting Tidak Memuaskan
3 Penting Memuaskan
4 Sangat Penting Sangat Memuaskan
Perbandingan penilaian tingkat kepentingan dan kinerja menghasilkan suatu
perhitungan tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kinerja.
Tingkat kesesuaian inilah yang menunjukkan tingkat kepuasan terhadap kinerja
produk atau jasa yang dihasilkan. Rumus untuk tingkat kesesuaian responden
yang digunakan adalah :
Keterangan :
Tki : tingkat kesesuaian responden
Xi : skor penilaian kinerja atribut kemitraan
Yi : skor penilaian kepentingan pada setiap atribut pelaksanaan
kemitraan
Jika dihasilkan nilai Tki < 100% berarti kinerja atribut belum memenuhi
kepuasan petani plasma. Sedangkan jika nilai Tki > 100% berarti kinerja atribut
telah memenuhi kepuasan pelanggan. Tahap selanjutnya penilaian kepentingan
dan kinerja atribut yang diformulasikan kedalam diagram Kartesius. Tingkat
kepentingan dan kinerja yang dimasukkan dalam diagram kartesius adalah skor
Rataan responden. Rumus yang digunakan adalah :
= =
Keterangan :
: rataan skor penilaian kinerja atribut kemitraan
: rataan skor penilaian kepentingan pada setiap atribut pelaksanaan
kemitraan
n : jumlah responden
Diagram Kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi menjadi empat
bagian yang dibatasi oleh dua buah garis lurus yang berpotongan tegak lurus pada
titik ( , ) yang diperoleh dengan rumus :
Keterangan :
: rataan dari skor rataan kinerja atribut kemitraan
: rataan dari skor rataan kepentingan pada setiap atribut
pelaksanaan kemitraan
k : banyaknya atribut yang mempengaruhi kepuasan petani plasma
36
Tingkat Kepentingan (Y)
Kuadran I Kuadran II
Prioritas Utama Pertahankan Prestasi
Kuadran III Kuadran IV
Prioritas Rendah Berlebihan
Tingkat Kinerja (X)
Gambar 7 Diagram Importance Performance Analysis (IPA) Sumber : Rangkuti (2003)
Kuadran I (prioritas utama) memuat atribut yang dianggap penting oleh
petani tetapi pada kenyataannya atribut tersebut belum sesuai dengan yang
diharapkan petani (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Atribut
yang terdapat pada kuadran I harus ditingkatkan dengan cara melakukan
perbaikan secara terus-menerus sehingga performance atribut yang terdapat pada
kuadran I akan meningkat.
Kuadran II (pertahankan prestasi) merupakan wilayah yang memuat atribut
yang dianggap penting oleh petani mitra dan sesuai dengan yang dirasakannya
sehingga tingkat kepuasannya relatif tinggi. Atribut-atribut yang temasuk kedalam
kuadran II harus tetap dipertahankan karena atribut-atribut tersebut unggul di mata
petani tebu mitra.
Kuadran III (prioritas rendah) memuat atribut-atribut yang dianggap kurang
penting oleh petani tebu mitra dan pada kenyatannya kinerja dari atribut tersebut
tidak terlalu istimewa. Peningkatan atribut yang terdapat pada kuadran III
dianggap dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang
dirasakan oleh petani tebu mitra sangat kecil.
Kuadran IV (berlebihan) memuat atribut-atribut yang dianggap kurang
penting oleh petani tebu mitra dan dirasakan terlalu berlebihan. Atribut-atribut
yang terletak pada kuadran IV dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat
biaya.
Customer Satisfaction Index (CSI)
Metode ini digunakan untuk menentukan tingkat kepuasan secara
keseluruhan dengan pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan
dari atribut-atribut mutu jasa yang diukur. Pengukuran terhadap CSI diperlukan
karena hasil pengukuran dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan
sasaran terhadap peningkatan pelayanan kepada pelanggan dan diperlukan sebagai
hal yang kontinyu (Irawan, 2004).
Untuk melakukan penghitungan CSI digunakan skor rata-rata tingkat
kepentingan dan kinerja yang digunakan dalam analisis IPA. Menurut Stanford
(2004), metode pengukuran CSI meliputi beberapa tahap antara lain :
37
1. Menghitung importance weighting factors (faktor kepentingan terbobot),
yaitu mengubah nilai rataan tingkat kepentingan menjadi angka presentase
dari total nilai rataan tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji.
2. Menghitung weighted score (skor terbobot), yaitu nilai perkalian antara nilai
rataan tingkat kinerja masing-masing atribut dengan faktor kepentingan
terbobot masing-masing atribut.
3. Menghitung weighted total (total terbobot), yaitu menjumlahkan skor
terbobot dari semua atribut.
4. Menghitung customer satisfaction index (indeks kepuasan), yaitu total
terbobot dibagi skala maksimal yang digunakan, kemudian dikaliakan 100
persen.
Kepuasan konsumen dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan konsumen
(Durianto, 2011). Nilai perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI)
menunjukkan rentang 100 persen akan mampu mengdindikasikan tingkat
kepuasan konsumen terhadap atribut yang diukur. Kisaran untuk rentang kepuasan
konsumen adalah antara 1-100 persen. Skala yang digunakan dalam penentuan
kepuasan konsumen adalah skala linear numeric. Langkah pertama yang
dilakukan untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen adalah dengan mencari
rentang skala (RS) menggunakan rumus:
Keterangan :
m = skor tertinggi
n = skor terendah
b = jumlah kelas kategori yang akan dibuat.
Rentang skala untuk penelitian ini dengan menggunakan rumus di atas adalah :
Tingkat kepuasan secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat
kepuasan pelanggan. Adapun kriterianya berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan rumus adalah :
0,00 – 0,25 = tidak memuaskan
0,26 – 0,50 = kurang memuaskan
0,51 – 0,75 = memuaskan
0,75 – 1,00 = sangat memuaskan
38
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Rembang terletak di ujung timur bagian utara dari Provinsi Jawa
Tengah dengan posisi lintang 111000’-111
030’ BT dan 6
030’-7
000’ LS. Topografi
daerah ini adalah daerah pantai, pegunungan, dataran rendah, dan dataran tinggi.
Adapun jenis tanahnya terdiri atas kandungan Mediterial, Grumosal, Aluvial,
Andosal, dan Regasal. Kabupaten Rembang memiliki luas 1.014,08 km2 dengan
diapit oleh Pegunungan Kendeng Utara dan Laut Jawa. Luasan terbesar dari
Kabupaten Rembang berupa tegalan dan sawah yang mengakibatkan sektor
pertanian khususnya tanaman bahan makanan menjadi andalan utama dalam
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Rembang. Kabupaten Rembang
merupakan daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat
dari rata-rata curah hujan dalam tiga tahun terakhir hingga tahun 2010 yang
mencapai 18,24mm per hari. Rata-rata hujan yang terjadi di Kabupaten Rembang
selama tahun 2010 yaitu sebanyak 111 hari dengan dengan curah hujan rata-rata
2.023 mm3. Batas-batas administrasi Kabupaten Rembang adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Laut Jawa. Batas
Sebelah Timur : Kabupaten Tuban dan Provinsi Jawa Timur
Sebelah Barat : Kabupaten Pati
Sebelah Selatan : Kabupaten Blora
Rembang merupakan daerah yang berpotensi di sektor perikanan, industri,
pertanian, dan perkebunan. Komoditi utama sektor tersebut meliputi perikanan
tangkap (32.370 ton), jagung (69.322 ton), tebu (11.951 ton), dan industri gula
tumbu (163.421 ton). Lokasi Kabupaten Rembang yang terletak di sepanjang
pesisir pantai mendorong berkembangnya sektor perikanan terlebih pada
perikanan tangkap. Hal tersebut dibuktikan dengan ditetapkannya Rembang
sebagai salah satu pusat perikanan tangkap di Jawa Tengah pada tahun 2004.
Selain sebagai sentra perikanan tangkap di Jawa Tengah, Kabupaten Rembang
juga menjadi salah satu sentra tebu terbesar di Jawa Tengah. Tebu yang dihasilkan
di Kabupaten Rembang ini didatangkan dari perkebunan rakyat seluas 3.871 ha.
Kabupaten Rembang memiliki satu industri gula dengan berbahan baku tebu yaitu
industri Gula Tumbu yang terletak di Kecamatan Pamotan. Hasil tebu yang
melimpah di Kabupaten Rembang dapat mendukung berkembangnya industri
Gula Tumbu sehingga dapat menjadikan gula tumbu sebagai salah satu komoditi
unggulan (BPS Rembang, 2013).
Gambaran Umum Perusahaan
Sejarah Perkembangan Perusahaan
Pabrik Gula Pakis Baru didirikan pada tahun 1884 oleh seorang warga
Belanda bernama Lourentz. PG Pakis Baru ini pada awalnya dikenal dengan nama
S.F. Pakkies. Produksi pertama dari PG ini berupa gula mangkok. Tahun 1904,
PG Pakis Baru dipindahtangankan kepada Oei Tiong Ham Concern, tetapi untuk
manajemen pabrik diserahkan kepada seorang warga negara Inggris bernama
39
James G. Williem. Sejak tahun 1904 tersebut PG Pakis Baru memproduksi gula
pasir.
PG Pakis Baru ditutup pada tahun 1930 karena kerugian yang diakibatkan
oleh adanya perang dunia pertama yang berlanjut dengan perang dunia kedua. PG
Pakis Baru kembali dioperasikan pada tahun 1949. Kerugian yang masih
dirasakan perusahaan secara terus menerus memaksa perusahaan ini untuk ditutup
kembali, dan dioperasikan lagi pada tahun 1951 dengan situasi
pemindahatanganan perusahaan kepada Yayasan Kodam VII Diponegoro.
Pemindahtanganan perusahaan tersebut dikarenakan situasi sosial dan politik yang
masih belum stabil pada saat itu (I Wayan Indra, 1996).
Seiring dengan teknologi yang semakin berkembang, PG Pakis Baru
mengalami perubahan dalam hal produksi gulanya. Gula produksi awal PG Pakis
Baru yang berupa gula warna kuning berubah menjadi gula warna putih. Bahan
baku tebu yang digunakan oleh PG Pakis Baru berasal dari sistem sewa tanah
milik petani dengan rekomendasi dari Pamong Praja setempat (Bupati Kepala
Daerah). Perolehan bahan baku tebu oleh PG Pakis Baru sejak tahun 1975, tidak
lagi diperoleh dari hasil menyewa lahan milik petani, tetapi perusahaan
diharuskan menjalin kerjasama dengan Koperasi Unit Desa (KUD) sesuai dengan
Inpres nomer 9 Tahun 1975 yang beisi penyataan bahwa perusahaan tidak
diperbolehkan menyewa tanah milik petani tetapi menjalin kerjasama dengan
Koperasi Unit Desa (KUD).
Struktur Organisasi
Struktur organisasi PG Pakis Baru masih mengacu kepada manajemen
perusahaan swasta, dimana organisasi yang ada mampu mengelola perusahaan
dengan baik, dan mampu mendatangkan keuntungan bagi perusahaan secara
mandiri. Struktur organisasi PG Pakis Baru terdiri dari seorang direktur utama,
dua orang direktur, seorang administratum kepala bagian tanaman, kepala bagian
pabrikasi, kepala bagian tata usaha dan keuangan. Masing-masing kepala bagian
ini membawahi kepala sub bagian dan bertanggungjawab langsung kepada kepala
bagian. Pimpinan tertinggi dari PG Pakis Baru ini tetap dipegang oleh
Administratum meskipun terdapat seorang direktur utama dan dua orang direktur.
Bagan struktur organisasi PG Pakis Baru dapat dilihat pada gambar 8.
40
Keterangan :
Garis Koordinasi
Garis Komando
Gambar 8 Struktur Organisasi PG Pakis Baru Sumber : Bagian Tanaman PG Pakis Baru
Tenaga Kerja
PG Pakis Baru mempunyai jumlah tenaga kerja sebanyak 1.300 orang dalam
menjalankan manajemen perusahaannya yang terdiri dari tenaga tetap dan tenaga
musiman. Tenaga musiman terbagi menjadi dua yaitu musiman tetap dan
musiman harian lepas. Tenaga tetap adalah tenaga kerja mulai dari administratur
sampai pekerja di lapangan yang setiap hari masuk kerja kecuali hari minggu dan
hari besar dengan cara pengganjian yang dibayarkan setiap satu bulan sekali.
Tenaga kerja musiman tetap yaitu tenaga kerja yang masuk hanya saat musim
giling berlangsung sehingga dalam satu tahun hanya bekerja selama 6 bulan
(waktu dilakukan proses penggilingan) dan digaji setiap minggu pada musim
giling saja. Tenaga kerja musiman harian lepas adalah tenaga kerja yang masuk di
setiap musim giling namun jika tidak masuk kerja, maka tidak dibayar.
Pembayaran gaji untuk tenaga kerja musiman harian lepas ini dibayarkan setiap
minggu.
Proses Produksi
Proses produksi pada pabrik gula dilakukan kurang lebih hanya 6 bulan
dalam satu tahun. Hal tersebut dikarenakan kurangnya penyediaan bahan baku
tebu. Bahan baku tebu dapat diproses menjadi gula setelah berumur satu tahun
atau lebih sehingga memiliki kadar gula (rendemen) yang layak. Pengambilan
bahan baku dari petani menuju ke pabrik gula dilakukan dengan pengangkutan
menggunakan truk atau lori milik pabrik gula. Setelah tebu diterima oleh pabrik
gula, maka dilakukan penimbangan dengan menggunakan satuan hitung kuintal.
Langkah yang dilakukan setelah dilakukan penimbangan adalah proses
pengolahan menjadi nira dan berakhir dengan proses pemanasan nira yang akan
menghasilkan gula.
Administratur
Wakil Administratur
Kepala Bagian
Tanaman
Kepala
Sub-Bagian
Tanaman
Kepala Bagian
Pabrikasi
Kepala Bagian
TU dan Keuangan
Kepala
Bagian
Instalasi
Kepala
Sub-Bagian
TU dan Keuangan
Kepala
Sub-Bagian
Pabrikasi
Kepala
Sub-Bagian
Instalasi
41
34,375
25
18,75
3,1256,25
12,5
0
5
10
15
20
25
30
35
Persentase
2-4,5 4,6-7,1 7,2-9,7 9,8-12,3 12,4-14,9 15-17,5
KARAKTERISTIK USAHA TANI DAN PETANI
Karakteristik Usaha Petani Tebu Mitra Responden
Luas Lahan Tebu
Lahan tebu yang digunakan oleh petani tebu mitra dalam kegiatan budidaya
tebu bergantung kepada besarnya luas lahan yang tersedia. Luas lahan tebu yang
banyak dimiliki petani adalah antara skala 2-5,75 hektar dengan jumlah petani
responden yaitu sebanyak 16 orang. Luas lahan dengan kisaran 5,76-9,51 hektar
dimiliki oleh 8 petani responden, luas lahan 9,52-13,27 hektar dimiliki oleh 3
petani dan sisanya dengan luas lahan 13,28-17,03 dimiliki oleh 5 petani
responden. Hal tersebut dijelaskan pada Gambar 9.
Gambar 9 Luas Lahan Tebu Petani Mitra Responden
Status Kepemilikan Lahan Tebu
Sebagian besar lahan tebu yang digunakan oleh petani tebu mitra adalah
lahan tebu milik sendiri. Petani tebu mitra dengan status kepemilikan lahan tebu
milik sendiri sebanyak 30 orang, sisanya seorang petani tebu mitra menggunakan
lahan sewaan dengan biaya sewa 400.000/hektar dan seorang petani tebu mitra
lainnya menggunakan lahan dengan status bengkok yaitu lahan dari kepala desa
setempat yang disewakan sesuai dengan penjelasan pada Gambar 10.
42
93,75
3,13 3,130
20
40
60
80
100
Presentase
Sendiri Sewa Lainnya
12,50%
3,13%
18,75%
9,38%
56,25%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
Pertanian
Hortikultur
Angkutan PNS Wiraswasta Tidak Ada
Gambar 10 Status Kepemilikan Lahan Petani Tebu Mitra Responden
Pekerjaan Diluar Usahatani Tebu
Sebagian besar petani tebu mitra responden mengandalkan usahatani tebu
sebagai pekerjaan utama. Berdasarkan survey yang dilakukan, petani tebu mitra
yang tidak memiliki pekerjaan lain diluar usahatani tebu adalah sebanyak 18
orang, sedangkan sisanya sebanyak 14 orang memiliki pekerjaan sampingan
seperti PNS/TNI/POLRI dan usaha pertanian hortikultura dengan masing-masing
4 orang petani, buruh/karyawan non pertanian sebanyak 2 orang yaitu sebagai
perangkat desa, seorang usaha angkutan serta 3 orang lainnya yang bekerja
sebagai wirausaha yang dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Pekerjaan Petani Tebu Mitra Responden Diluar Usahatani Tebu
43
46,875
12,5
25
9,375
3,125 3,12505
10
1520
25
3035
40
4550
Persentase
2-5,83 5,84-
9,67
9,68-
13,51
13,52-
17,35
17,36-
21,19
21,20-
25,03
Lama Berusahatani Tebu
Gambar 12 menjelaskan bahwa petani tebu mitra responden yang memiliki
pengalaman berusahatani tebu antara 2 sampai 8 tahun adalah sebanyak 19 orang,
sedangkan antara 9 sampai 15 tahun sebanyak 10 orang, antara 16 sampai 22
tahun 2 orang dan lebih dari 2 tahun sebanyak 1 orang. Hal tersebut menunjukkan
bahwa petani tebu yang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru telah memiliki
pengalaman yang cukup dalam budidaya tebu sehingga dapat mengelola budidaya
tebu dengan baik.
Gambar 12 Lama Petani Mitra Melakukan Usahatani Tebu
Alasan Bermitra
Pertimbangan utama petani mitra dalam menjalin kemitraan dengan
perusahaan adalah untuk mendapatkan bantuan modal dan meningkatkan
keuntungan. Begitu pula yang dirasakan oleh petani tebu mitra PG Pakis Baru.
Mereka menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru dengan tujuan utama adalah
untuk mendapatkan modal sehingga petani tebu mitra tidak harus mengeluarkan
biaya utama seperti saprotan. Petani tebu mitra cukup memesan saprotan pada saat
periode produksi dan diakumulasikan pada akhir periode sehingga petani tebu
mitra hanya berkewajiban menyediakan lahan tebu dan mengeluarkan biaya
operasional selama budidaya tebu berlangsung. Alasan petani tebu mitra terkait
untuk meningkatkan pendapatan adalah karena harga yang ditetapkan oleh PG
Pakis Baru terhadap rendemen tebu hasil petani mitra lebih tinggi daripada PG
lainnya dengan nilai rendemen yang sama, sehingga keuntungan yang diperoleh
petani tebu mitra menjadi lebih besar yang dipengaruhi dari bertambahnya jumlah
pendapatan yang diterima petani tebu mitra.
Tujuan lain yang dipertimbangkan oleh petani tebu mitra untuk menjalin
kemitraan dengan PG Pakis Baru adalah untuk menambah pengetahuan dalam
budidaya tebu yang baik. Petani tebu mitra menilai bahwa apabila pengetahuan
dalam menjalankan budidaya tebu dapat dikuasai dengan baik, maka resiko
kegagalan yang dihadapi akan lebih rendah. Dengan melalui kemitraan juga
diharapkan dapat mampu membantu petani mengurangi resiko pemasaran tebu
44
9,38 9,38
81,25
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Persentase
A B C
yang dihasilkannya. Hal tersebut dilihat dari adanya penetapan harga sesuai
kesepakatan yang telah disepakati kedua belah pihak, sehingga saat harga tebu
dipasaran rendah, petani tidak harus menanggung semua resiko kerugian hasil
produksi mereka.
Keterangan :
A = Untuk memperleh pinjaman modal
B = Untuk menambah pengetahuan
C = Untuk meningkatkan keuntungan
Gambar 13 Alasan Petani Tebu Mitra Menjalin Kemitraan
Dengan PG Pakis Baru
Sumber Informasi Mengenai PG Pakis Baru
Sumber informasi mengenai PG Pakis Baru paling banyak diperoleh dari
teman-teman sesama petani tebu baik yang bermitra maupun yang pernah
bermitra dengan PG Pakis Baru. Petani mitra yang memperoleh informasi dari
petani tebu lainnya sebanyak 22 orang, dan petani yang memperoleh informasi
dari pihak PG Pakis Baru langsung sebanyak 10 orang. Hal ini menunjukkan
bahwa peran PPL perlu ditingkatkan dalam hal penyebarluasan informasi untuk
meningkatkan jumlah mitra PG Pakis Baru.
45
68,75
31,25
0
10
20
30
40
50
60
70
Persentase
Teman Langsung dari PGPakis Baru
Sumber Informasi PG Pakis Baru
Gambar 14 Sumber Informasi Petani Tebu Mitra Terhadap PG Pakis Baru
Karakteristik Petani Tebu Mitra Responden
Petani tebu plasma di Kabupaten Rembang yang terdaftar sebagai mitra dari
PG Pakis Baru tersebar di beberapa wilayah kecamatan yaitu Pamotan, Sumber,
Rembang, Kragan, Sedan, Sulang, Kaliori, dan Bulu. Jumlah petani tebu mitra di
Kabupaten Rembang hingga tahun 2012 adalah sebanyak 35 petani. Dalam
pelaksanaan kemitraannya, pihak PG Pakis Baru selalu melakukan koreksi dan
evaluasi sehingga tercipta suatu upaya perbaikan apabila terdapat penyimpangan-
penyimpangan baik yang dilakukan oleh pihak inti maupun pihak petani plasma.
Petani tebu mitra yang dijadikan responden sudah mewakili populasi petani
tebu mitra karena petani tebu mitra yang digunakan sebagai responden adalah
sebanyak 32 petani. Responden diambil dari masing-masing kecamatan di
Kabupaten Rembang. Responden paling banyak diperoleh di Kecamatan Pamotan
dengan jumlah 15 orang. Hal tersebut dikarenakan di Kecamatan Pamotan banyak
lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya tebu. Selain itu, struktur tanah yang
cocok untuk tanaman tebu sehingga produksi tebu di pamotan tergolong terbesar
diantara kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Rembang. Penyebaran
pengambilan responden dapat dilihat pada Gambar 15.
46
46,88
12,59,38 9,38
3,13
12,5
3,13 3,13
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
Pamotan Sumber Rembang Kragan Sedan Sulang Kaliori Bulu
Gambar 15 Sebaran Petani Tebu Mitra Berdasarkan Lokasi Lahan
Usia
Survey yang dilakukan terhadap petani tebu mitra responden menyatakan
bahwa umur dari petani tebu mitra adalah berada pada kisaran 30 sampai 64
tahun. Petani tebu mitra sebagian besar berada pada rentang usia antara 38 sampai
45 tahun. Hal tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya 14 petani tebu mitra yang
berada pada kisaran usia tersebut. Petani dengan kisaran usia antara 30 sampai 37
tahun yang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru dan menjadi responden
dalam penelitian ini adalah sebanyak 8 petani, petani dengan kisaran usia 46
sampai 53 tahun sebanyak 4 orang, kisaran 54 sampai 60 tahun sebanyak 5 orang,
dan seorang petani mitra responden dengan usia kisaran antara 61 sampai 67
tahun. Petani dengan kisaran usia antara 38 sampai 45 tahun dianggap petani yang
masih mempunyai tingkat produktifitas yang tinggi, karena usia dapat
menentukan prestasi kerja seseorang. Pekerjaan fisik yang semakin berat dengan
semakin tua usia, maka tenaga kerjanya akan semakin menurun sehingga
prestasinya juga akan menurun. Dalam kaitannya dengan tanggungjawab, semakin
tua usia maka semakin berpengalaman pula dalam berusaha sehingga dapat
meningkatkan prestasi kerja (Suratiyah, 2006). Penyebaran responden berdasarkan
usia dapat dilihat pada Gambar 11.
47
25
43,75
12,515,63
3,130
510152025
3035
4045
Persentase
30-37 38-45 46-53 54-60 61-67
100
00
20
40
60
80
100
Persentase
Laki-laki Perempuan
Gambar 16 Sebaran Responden Berdasarkan Usia
Jenis Kelamin
Petani tebu mitra yang digunakan sebagai responden dalam penelitian kali
ini semuanya berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut dikarenakan laki-laki
dianggap sebagai pemeimpin keluarga yang berusaha mencari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain alasan tersebut, menjalankan
usahatani tebu juga membutuhkan tenaga yang besar sehingga dipercaya laki-laki
lebih mampu melakukannya.
Gambar 17 Sebaran Petani Tebu Mitra Sebagai Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
Pendidikan
Petani tebu mitra yang digunakan sebagai responden mempunyai tingkat
pendidikan yang berbeda-beda. Sebagian besar petani tebu mitra yang menjadi
responden mempunyai tingkat pendidikan tertinggi SMA/STM dengan jumlah 13
petani responden. Petani tebu mitra responden dengan tingkat pendidikan terakhir
SMP juga ditemui dengan jumlah 7 petani.petani tebu mitra lainnya juga dijumpai
dengan tingkat pendidikan terakhir adalah tidak tamat SD, SD, Sarjana, dan D3.
48
9,3812,5
21,88
40,63
12,5
3,13
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Persentase
Tidak Tamat
SD
SD SMP SMA/STM Sarjana Lainnya
Gambar 18 Sebaran Petani Tebu Mitra Sebagai Responden
Berdasarkan Pendidikan Formal Terakhir
Pola Kemitraan PG Pakis Baru
Pola kemitraan yang dijalankan oleh PG Pakis Baru adalah pola kemitraan
inti plasma dimana PG Pakis Baru bertindak sebagai inti dan petani tebu mitranya
bertindak sebagai plasma. Dalam pelaksanaan kemitraan antara PG Pakis Baru
dengan petani mitranya, terdapat beberapa kesepakatan yang harus dipenuhi oleh
masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan yang telah disetujui kedua belah
pihak. PG Pakis Baru sebagai pihak inti merupakan pihak yang mempunyai
kontrol atau kekuatan yang lebih besar terhadap tebu dan akses terhadap pasar,
tetapi perusahaan juga membutuhkan pihak lain untuk memenuhi kebutuhan pasar
dalam hal ini adalah petani tebu. PG Pakis Baru sebagai pihak inti dalam konsep
kemitraan inti plasma mempunyai kewajiban sebagai berikut :
1. Menyediakan kebutuhan sarana produksi (dengan sistem pinjaman)
2. Menentukan standar tebu yang layak giling untuk proses produksinya
3. Membeli semua hasil produksi dari petani tebu mitra yang memenuhi
standar mutu produk yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru
4. Membayar hasil panen petani tebu mitra yang dijual kepada PG Pakis Baru
sesuai dengan kesepakatan dengan cara yang telah disepakati bersama
5. Memberikan penyuluhan dan bimbingan serta pengawasan terhadap petani
tebu mitra secara langsung di palangan untuk memantau aktivitas budidaya
yang dilakukan petani tebu mitra
Petani tebu yang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru sebagai plasma
juga mempunyai kewajiban sebagai berikut :
1. Mengikuti dan melaksanakan program kerja dan teknis budidaya sesuai
dengan yang diberikan oleh PG Pakis Baru
2. Menjual hasil produksinya kepada PG Pakis Baru dengan harga yang
ditentukan sesuai kesepakatan
3. Memenuhi standar produk yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru
49
4. Menyelesaikan pinjaman saprotan dengan jangka yang telah ditentukan
sesuai kesepakatan bersama antara petani tebu mitra dengan PG Pakis Baru
Konsep kemitraan yang dijalin oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra
tersebut masih berlangsung hingga saat ini meskipun terdapat beberapa
penyesuaian kondisi mitra tani. Harapan PG Pakis Baru terhadap adanya
kemitraan yang dijalin dengan petani tebu mitra adalah mendapatkan pasokan
bahan baku berupa tebu untuk produksinya dengan nilai rendemen tinggi dan
jumlah yang maksimal sehingga dapat mempengaruhi jumlah gula yang
dihasilkan. Selain itu, harapan dari PG Pakis Baru terhadap petani tebu mitra juga
dilihat dari tingkat kepuasan petani tebu mitra dalam pelaksanaan kemitraan
dengan PG Pakis Baru. Hal tersebut dikarenakan petani tebu mitra yang merasa
puas akan mampu merekomendasikan kemitraan dengan PG Pakis Baru kepada
petani tebu lain yang belum menjalin kemitraan sehingga jumlah pasokan bahan
baku tebu PG Pakis Baru juga mengalami peningkatan. Harapan yang muncul dari
pihak petani tebu mitra terhadap pelaksanaan kemitraan yaitu petani
mengharapkan kemudahan dalam permodalan untuk melaksanakan usahatani tebu
dan adanya pendampingan yang diberikan kepada petani tebu mitra selama proses
budidaya tebu berlangsung untuk mengurangi resiko kerugian dari petani tebu
mitra yang ditimbulkan oleh permasalahan yang muncul selama proses budidaya
tebu berlangsung. Harapan lain dari petani tebu mitra terhadap adanya kemitraan
dengan PG Pakis Baru yaitu petani mempunyai pasar yang jelas untuk tebu hasil
produksinya dan adanya jaminan pembayaran yang jelas atas tebu yang
dihasilkan. Mekanisme kemitraan antara PG Pakis Baru dan petani tebu mitra
akan dibahas secara lebih mendalam pada bab selanjutnya mengenai Analisis
Kepuasan Petani Tebu Mitra Terhadap Kemitraan dengan PG Pakis Baru.
Pola Kemitraan Inti Plasma antara PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra
Pembahasan mengenai pola kemitraan inti plasma yang dijalin antara PG
Pakis Baru dengan petani tebu mitra mencangkup beberapa hal yang menarik
untuk dikaji seperti sistem dan prosedur penerimaan mitra, persyaratan menjadi
petani mitra, hak dan kewajiban pihak inti maupun pihak plasma, penerapan
kontrak kerjasama kemitraan, dan pembinaan dari pihak inti terhadap petani
plasma. Mekanisme pelaksanaan kemitraan yang dijalankan oleh PG Pakis Baru
dapat dijelaskan dalam pembahasan sebagai berikut :
Sistem dan Prosedur Penerimaan Mitra
Bagi perusahaan inti, petani tebu mitra merupakan pihak yang harus
dipertahankan secara baik agar usaha kemitraan dapat terus berlangsung secara
baik dan berkesinambungan. Petani tebu mitra dapat membantu dalam
pengembangan kemitraan untuk semakin meningkatkan jumlah bahan baku
produksi berupa tebu dengan cara merekomendasikan kemitraan dengan PG Pakis
Baru kepada petani tebu yang belum menjalin kemitraan dengan PG manapun
maupun kepada petani tebu yang telah habis masa kemitraannya dengan PG
lainnya. Petani mitra yang diharapkan oleh pihak perusahaan adalah petani tebu
yang baik dan berkualitas dalam melakukan usahatani tebu sehingga dapat
menghasilkan tebu dengan kualitas yang baik pula. Untuk mendapatkan petani
dengan kualitas tebu produksi sesuai yang ditentukan oleh perusahaan, maka
50
pihak perusahaan mengadakan seleksi terhadap kualitas-kualitas tebu yang
dihasilkan petani tebu.
PG Pakis Baru dalam kaitannya dengan kemitraan telah mempersiapkan
sistem dan prosedur yang harus dipenuhi oleh petani-petani tebu yang ingin
menjalin mitra dengan PG Pakis Baru. Petani tebu yang ingin menjalin kemitraan
dengan PG Pakis Baru harus mengirimkan tebu hasil produksinya untuk
digunakan sebagai sampel dalam proses seleksi petani tebu mitra oleh PG Pakis
Baru. Informasi mengenai PG Pakis Baru diperoleh melalui petani tebu lainnya
yang sedang menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru maupun yang pernah
bermitra dengan PG Pakis Baru. Sumber informasi mengenai PG Pakis Baru juga
diperoleh dari pihak PG Pakis Baru secara langsung melalui PPL yang ditunjuk
oleh perusahaan untuk mendampingi petani selama proses budidaya tebu
berlangsung.
Proses seleksi dilakukan dengan beberapa pertimbangan seperti lokasi
lahan, kondisi lahan, serta kualitas tebu yang dihasilkan. Berdasarkan survey
kepada petani mitra responden, luas lahan tidak dipertimbangkan sebagai syarat
untuk bergabung menjadi mitra PG Pakis Baru, tetapi lokasi lahan
dipertimbangkan dalam proses seleksi petani mitra. Lokasi lahan dipertimbangkan
untuk menentukan bantuan biaya angkut dari PG Pakis Baru yang diberikan
kepada petani tebu mitra. Tebu yang dihasilkan oleh petani mitra dikirimkan ke
PG Pakis Baru untuk digunakan sebagai sampel yang akan diukur kadar
rendemennya. Rendemen tebu yang sesuai dengan ketentuan perusahaan akan
langsung diberikan surat kontrak perjanjian kerjasama. Surat perjanjian kerjasama
tersebut terdiri dari pasal-pasal yang bersifat mengikat dan berlaku sejak
ditandatanganinya perjanjian tersebut. Perjanjian dapat berakhir apabila ada
keinginan dari salah satu pihak atau ada pihak yang melanggar perjanjian sebagai
sanksi atas pelanggaran sesuai dengan kesepakatan diawal. Bagi petani tebu mitra
yang menghasilkan tebu dengan rendemen dibawah rata-rata maka akan tetap
diterima oleh PG Pakis Baru tetapi dengan harga yang rendah sesuai dengan
besarnya rendemen yang dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan PG Pakis Baru
tidak mentolerir harga untuk tebu yang mempunyai rendemen rendah menjadi
sama dengan harga tebu yang mempunyai rendemen rata-rata.
Syarat Bergabung Menjadi Petani Tebu Mitra
Syarat petani tebu untuk bisa menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru
adalah lokasi lahan tebu yang mudah terjangkau dengan struktur tanah yang baik
untuk pertumbuhan tanaman tebu sehingga kualitas tebu yang dihasilkan dapat
mempunyai kualitas yang baik dengan tingkat rendemen yang tinggi. Petani tebu
mitra dapat mengajukan kepemilikan lahan dengan status baik kepemilikan sendiri
maupun sewa atau status lainnya yaitu bengkok seperti yang terdapat pada
kepemilikan lahan tebu petani mitra. Setiap petani tebu yang ingin menjadi mitra
PG Pakis Baru harus menyerahkan ketentuan-ketentuan seperti jaminan atas lahan
dalam bentuk bukti kepemilikan lahan bagi lahan milik sendiri, BPKB, atau dapat
juga berupa uang tunai. Hal tersebut dilakukan agar petani mitra mempunyai
tanggungjawab atas hasil tebu sesuai dengan kesepakatan dalam bermitra.
Petani tebu mitra harus bersedia menerima pembinaan dan pengawasan dari
pihak PG Pakis Baru selama proses budidaya tebunya. Hal tersebut dilakukan
untuk membantu petani dalam menghadapi masalah-masalah yang mungkin
51
timbul selama budidaya tebu berlangsung. Selain itu, petani tebu mitra juga
diwajibkan mengikuti segala peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan pihak
PG Pakis Baru sesuai kesepakatan yang telah ditandatangani pada awal
dimulainya kemitraan, baik kontrak kerjasama kemitraan maupun kontrak harga
per periode produksi.
Pembinaan dan Pengawasan Pihak Inti
Salah satu kewajiban pihak inti adalah memberikan pengawasan kepada
pihak plasma melalui petugas penyuluh lapang (PPL) untuk membantu petani tebu
mitra yang mendapakan masalah atau kesulitan dalam menjalankan usahatani
tebunya. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak PG Pakis Baru
antara lain mengontrol pemeliharaan tanaman tebu dan membantu petani menjaga
kondisi tanaman tebu agar pada saat dipanen tebu dapat menghasilkan kualitas
yang maksimal. PG Pakis Baru mempunyai PPL dengan wilayah kerja yang
berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan untuk setiap kecamatan masing-masing
mempunyai PPL yang bertugas untuk memantau dan mendampingi petani tebu
mitra selama melakukan proses budidaya tebu. Pembagian wilayah kerja PPL
tersebut ditujukan agar PPL fokus terhadap permasalahan yang terjadi di satu
wilayah tersebut, sehingga tidak ada kerancuan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dialami petani. PPL dari PG Pakis Baru mendapatkan
kesempatan dan pelatihan terkait dengan budidaya tebu untuk memperluas
wawasan sehingga mampu menyalurkan wawasannya tersebut kepada petani tebu
mitra. Bagi PPL yang petaninya mampu menghasilkan produk tebu sesuai standar
perusahaan akan mendapatkan bonus sebagai balas jasa atas kewajibannya.
Sanksi dari Pihak Inti
Sanksi yang ditetapkan oleh pihak inti kepada petani tebu mitra yang
melanggar perjanjian kemitraan adalah dengan cara pemotongan jumlah pinjaman
yang dapat diperoleh petani tebu mitra untuk proses produksi pada periode
selanjutnya. Apabila pelanggaran perjanjian yang dilakukan petani tebu mitra
sudah mencapai batas tertentu seperti lebih dari 2 kali petani tebu mitra tidak
menjual hasil tebunya kepada PG Pakis Baru, maka sanksi yang dijatuhkan adalah
dengan pemutusan hubungan kerjasama atau menghentikan kemitraan dengan
petani tebu mitra yang bersangkutan dengan meminta kembali pinjaman yang
telah diberikan untuk periode tersebut.
Berdasarkan karakteristik petani tebu mitra responden, maka dapat dilihat
dengan menggunakan hubungan silang untuk menganalisis petani yang sudah
merasa puas atas kemitraannya dengan PG Pakis Baru. Analisis hubungan silang
yang dlihat berkaitan dengan hubungan antara luas lahan dan lama bermitra
dengan kepuasan petani tebu mitra responden. Hal tersebut dikarenakan untuk
melihat bagaimanakah pengaruh luas lahan terhadap kepuasan dari petani tebu
mitra dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru dan bagaimanakah
lama bermitra dapat mempengaruhi kepuasan dalam kaitannya dengan
pelaksanaan kemitraan petani tebu dengan PG Pakis Baru.
52
Table 7 Hasil hubungan antara luas lahan dengan kepuasan petani tebu mitra
dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru
Uji hubungan antara luas lahan dengan kepuasan dalam kemitraan
dengan PG Pakis Baru
kepuasan
Total Puas Tidak puas
Luas lahan 2-4.5 Count 9 2 11
% within luas
lahan
81.8% 18.2% 100.0%
% of Total 28.1% 6.3% 34.4%
4.6-7.1 Count 7 1 8
% within luas
lahan
87.5% 12.5% 100.0%
% of Total 21.9% 3.1% 25.0%
7.2-9.7 Count 6 0 6
% within luas
lahan
100.0% .0% 100.0%
% of Total 18.8% .0% 18.8%
9.8-12.3 Count 1 0 1
% within luas
lahan
100.0% .0% 100.0%
% of Total 3.1% .0% 3.1%
12.4-14.9 Count 1 1 2
% within luas
lahan
50.0% 50.0% 100.0%
% of Total 3.1% 3.1% 6.3%
15-17.5 Count 4 0 4
% within luas
lahan
100.0% .0% 100.0%
% of Total 12.5% .0% 12.5%
Total Count 28 4 32
% within luas
lahan
87.5% 12.5% 100.0%
% of Total 87.5% 12.5% 100.0%
53
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara luas lahan dengan kepuasan
petani tebu mitra diatas, maka dapat disimpulkan bahwa petani tebu mitra yang
merasa puas terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru adalah petani
dengan luas lahan 2-4.5 hektar. Petani dengan luas 2-4.5 hektar merupakan petani
dengan luas lahan minimal untuk bergabung menjadi petani mitra, karena salah
satu syarat untuk bisa menjadi petani tebu mitra dari PG Pakis Baru adalah
mempunyai lahan tebu minimal seluas 2 hektar. Pengukuran hubungan antara luas
lahan dengan kepuasan yang menunjukkan hasil bahwa petani dengan luas lahan
2-4.5 hektar sudah merasa puas atas kemitraan tersebut mengindikasikan bahwa
PG Pakis Baru harus lebih meningkatkan kinerjanya sehingga petani tebu mitra
dengan luas lahan yang lebih besar juga merasa puas atas kemitraan dengan PG
Pakis Baru. Kepuasan dari petani dengan luas lahan yang besar dapat membantu
memudahkan PG Pakis Baru untuk menambah pasokan bahan baku tebu yang
digunakan dalam produksinya karena hasil dari lahan yang lebih luas akan lebih
banyak sehingga jumlah persediaan tebu PG Pakis Baru juga bertambah banyak.
Kepuasan petani tebu mitra juga dapat dilihat dengan menggunakan tabulasi
silang antara kepuasan dengan pendidikan formal terakhir petani mitra. Petani
tebu mitra dengan pendidikan yang rendah merasa puas atas kemitraan dengan PG
Pakis Baru. Hal tersebut dikarenakan adanya pembinaan serta pemberian
informasi dari PG Pakis Baru kepada petani mitra terkait dengan budidaya tebu
yang dapat membantu petani mitra dalam menangani permasalahan yang muncul
selama budidaya tebu berlangsung. Berdasarkan tabulasi silang antara kepuasan
dengan pendidikan formal terakhir petani mitra, dapat dilihat bahwa petani mitra
dengan tingkat pendidikan maksimal SMA/STM mempunyai tingkat kepuasan
yang tinggi yaitu sebesar 72 persen jika dibandingkan dengan petani yang
memiliki pendidikan formal terakhir sebagai sarjana maupun D3.
54
Table 8 Tabel hubungan silang pendidikan formal terakhir petani mitra dengan
kepuasan dalam pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru
Uji hubungan pendidikan formal terakhir petani mitra dengan kepuasan dalam
kemitraan dengan PG Pakis Baru
kepuasan
Total Puas Tidak puas
Pendidikan formal
akhir
Tidak tamat SD Count 2 1 3
% within
pendidikan akhir
66.7% 33.3% 100.0%
% of Total 6.3% 3.1% 9.4%
SD Count 3 1 4
% within
pendidikan akhir
75.0% 25.0% 100.0%
% of Total 9.4% 3.1% 12.5%
SMP Count 6 1 7
% within
pendidikan akhir
85.7% 14.3% 100.0%
% of Total 18.8% 3.1% 21.9%
SMA/STM Count 12 1 13
% within
pendidikan akhir
92.3% 7.7% 100.0%
% of Total 37.5% 3.1% 40.6%
Sarjana Count 4 0 4
% within
pendidikan akhir
100.0% .0% 100.0%
% of Total 12.5% .0% 12.5%
Lainnya Count 1 0 1
% within
pendidikan akhir
100.0% .0% 100.0%
% of Total 3.1% .0% 3.1%
Total Count 28 4 32
% within
pendidikan akhir
87.5% 12.5% 100.0%
% of Total 87.5% 12.5% 100.0%
55
Table 9 Hasil hubungan antara lama bermitra dengan kepuasan petani tebu mitra
terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru
Uji hubungan lama bermitra dengan kepuasan petani mitra dalam
kemitraan dengan PG Pakis Baru
Kepuasan
Total Puas
Tidak
puas
Lama
bermitra
(tahun)
2 Count 3 0 3
% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%
3 Count 0 2 2
% within lama bermitra .0% 100.0% 100.0%
4 Count 2 1 3
% within lama bermitra 66.7% 33.3% 100.0%
5 Count 8 1 9
% within lama bermitra 88.9% 11.1% 100.0%
6 Count 2 0 2
% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%
8 Count 2 0 2
% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%
10 Count 8 0 8
% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%
16 Count 1 0 1
% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%
20 Count 1 0 1
% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%
25 Count 1 0 1
% within lama bermitra 100.0% .0% 100.0%
Total Count 28 4 32
% within lama bermitra 87.5% 12.5% 100.0%
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara lama bermitra dengan kepuasan
petani tebu mitra diatas, dapat disimpulkan bahwa petani tebu mitra yang merasa
puas terhadap pelaksanaan kemitraan dengan PG Pakis Baru adalah petani dengan
lama bermitra lebih dari 2 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa petani tebu
56
mitra telah merasa puas atas kemitraan yang dijalankannya, karena petani tebu
mitra yang merasa puas akan bertahan untuk terus menjalin mitra dengan PG
Pakis Baru sehingga petani mitra akan semakin lama bermitra dengan PG Pakis
Baru.
ANALISIS KEPUASAN PETANI TEBU MITRA TERHADAP
KEMITRAAN DENGAN PG PAKIS BARU
Analisis Kepuasan Petani Mitra
Evaluasi kemitraan dapat dilihat dari tingkat kepuasan petani mitra yang
menjalankannya. Kepuasan petani terhadap kemitraan menunjukkan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan inti terhadap kemitraan dengan petani
plasmanya. Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi kemitraan ditentukan
berdasarkan lima kelompok pembagian menurut Rangkuti, 2003. Lima dimensi
yang dievaluasi dalam kemitraan tersebut yaitu keandalan (reliability),
ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (emphaty), dan
berwujud (tangible). Hasil penilaian ini akan menunjukkan atribut-atribut apa saja
yang perlu diperbaiki kinerjanya oleh perusahaan inti untuk meningkatkan
kualitas pelayanan. Lima dimensi kualitas pelayanan yang diberikan PG Pakis
Baru dengan menggunakan pendekatan prinsip kemitraan yaitu saling
menguntungkan, saling memperkuat, dan saling memerlukan, serta berdasarkan
etika bisnis dalam kemitraan yaitu adanya karakter, integritas, dan kejujuran,
kepercayaan, komunikasi yang terbuka, adil, keinginan pribadi dari pihak
bermitra, serta adanya keseimbangan antara insentif dan risiko, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat 11 atribut yang diukur tingkat kepentingan dan
kinerjanya. Dimana tingkat kepentingan dari atribut tersebut merupakan harapan
dari petani tebu mitra responden. Atribut yang diukur tingkat kepentingan dan
kinerjanya adalah sebagai berikut :
1 Prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru (dimensi kualitas
pelayanan responsiveness dengan prinsip saling menguntungkan karena
prosedur penerimaan menjadi mitra mudah dan terbuka serta terdapat
perjanjian tertulis, dan pihak PG Pakis Baru mendapatkan tambahan
jumlah pasokan tebu sebagai bahan baku produksinya dari petani tebu
yang menjadi mitranya dengan etika bisnis karakter yaitu petani tebu yang
telah melaksanakan usahatani tebu selama minimal dua tahun, integritas
tinggi, kejujuran dalam pelaksanaan kemitraan, kepercayaan dari petani
tebu mitra kepada PG Pakis Baru dan kepercayaan dari PG Pakis Baru
terhadap petani tebu mitra, serta adanya keinginan pribadi dari pihak yang
bermitra untuk dapat menghasilkan nilai tambah dengan adanya hubungan
kemitraan seperti untuk meningkatkan modal dan keuntungan)
2 Kualitas bibit yang disediakan oleh PG Pakis Baru (dimensi kualitas
pelayanan tangible dengan prinsip saling menguntungkan karena petani
dimudahkan dalam perolehan bibit dan PG Pakis Baru yang akan
diuntungkan karena kualitas bibit yang disediakan oleh PG Pakis Baru
adalah bibit unggul yang cepat tumbuh dan menghasilkan tebu dengan
kualitas baik dengan etika bisnis kemitraan adanya keseimbangan antara
insentif dan risiko karena dengan adanya bibit unggul yang dibantu PG
57
Pakis Baru dalam penyediannya, petani akan menggunakan bibit unggul
dalam budidaya tebunya sehingga risiko gagal panen dapat diminimalisir)
3 Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping yang diberikan PG
Pakis Baru (dimensi kualitas pelayanan reliability dengan prinsip saling
memerlukan karena dalam proses budidayanya petani mitra membutuhkan
informasi atau tambahan pengetahuan terkait proses budidaya tebu untuk
dapat menghasilkan tebu yang manis dan rendemennya tinggi serta
kualitas yang baik seperti batang tebu yang lurus, dan PG Pakis Baru
memerlukan petani untuk kelangsungan produksinya karena petani mitra
menghasilkan tebu yang digunakan sebagai bahan baku produksi PG
Pakis Baru dengan etika bisnis kemitraannya adalah komunikasi yang
terbuka agar dapat memunculkan ide atau gagasan baru untuk
menghasilkan tebu dengan kualitas maupun kuantitas yang lebih baik)
4 Kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu
mitra (dimensi kualitas pelayanan yang adalah emphaty dengan prinsip
saling memerlukan karena petani memerlukan adanya pendamping yang
mampu menemani petani mitra selama proses budidaya tebu berlangsung
sehingga dapat mengurangi permasalahan petani tebu mitra, dan PG Pakis
Baru memerlukan petani tebu mitra karena petani mitra dapat
menghasilkan tebu yang digunakan sebagai bahan baku produksi PG
Pakis Baru dengan etika bisnis adalah komunikasi yang terbuka karena
akan membantu memunculkan ide atau gagasan dalam menyikapi
permasalahan yang dirasakan oleh petani tebu mitra selama budidaya
berlangsung)
5 Frekuensi pembinaan kepada petani tebu mitra yang diadakan oleh PG
Pakis Baru (dimensi kulitas pelayanannya adalah reliability dengan
prinsip saling memperkuat karena dengan adanya pembinaan kepada
petani tebu mitra akan semakin meningkatkan kemampuan dari petani
tebu mitra dan dapat memantau keadaan tebu petani mitra selama proses
budidaya sehingga dapat lebih terjamin kualitas dari tebu hasil petani
mitra yang akan digunakan sebagai bahan baku produksi PG Pakis Baru
yang akan mempengaruhi gula yang dihasilkan, etika bisnis kemitraan
dari atribut ini adalah adanya keseimbangan antara intensif dan risiko
karena dengan adanya pembinaan yang tepat waktu maka dapat
membantu petani dalam menghadapi permasalahan selama budidaya
berlangsung yang dapat mengurangi tingkat risiko gagal panen oleh petani
tebu mitra yang berdampak pada produksi PG Pakis Baru)
6 Penetapan standar produksi oleh PG Pakis Baru terkait tebu yang
dihasilkan petani mitra (dimensi kualitas pelayanannya adalah reliability
dengan prinsip saling menguntungkan karena PG Pakis Baru menetapkan
standar tebu hasil petani mitra dengan menggunakan standar secara umum
yang mudah dipenuhi oleh petani tebu mitra yaitu bersih, manis, dan segar
yang akan berpengaruh terhadap gula yang dihasilkan oleh PG Pakis Baru
karena apabila standar tebu sudah terpenuhi, maka gula yang dihasilkan
juga akan berkualitas baik sehingga dapat meningkatkan nilai jual dari
gula tersebut. Etika bisnis kemitraan yang digunakan adalah kepercayaan,
karena PG Pakis Baru percaya bahwa dengan standar yang ditetapkan
menganut penetapan standar secara umum, maka petani tebu mitra akan
58
mampu memenuhi standar yang ditetapkan sehingga hasil tebunya akan
memuaskan, selain itu petani mitra percaya bahwa dalam penentuan
standar tersebut PG Pakis Baru tidak akan melakukan kecurangan dalam
penentuannya)
7 Respon PG Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra
terkait budidaya tebu (dimensi kualitas pelayanannya adalah
responsiveness dengan prinsip saling memerlukan karena petani
memerlukan respon yang cepat dan tanggap dari PG Pakis Baru dalam
mengatasi permasalahan yang muncul dan PG Pakis Baru memerlukan
petani tebu mitra untuk mendapatkan pasokan bahan baku tebu yang
digunakan dalam produksinya. Etika bisnis kemitraan yang dijalankan
adalah keseimbangan antara intensif dan risiko, hal tersebut dikarenakan
dengan adanya respon dari PG Pakis Baru atas keluhan petani tebu mitra
maka akan dapat meminimalisir kerugian akibat kegagalan dari petani
tebu mitra)
8 Kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga tebu di pasar
(dimensi kualitas pelayanannya adalah reliability dengan prinsip saling
menguntungkan karena harga tebu yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru
lebih tinggi daripada PG lainnya dengan kadar rendemen yang sama
sehingga petani merasa untung dengan menjual tebu ke PG Pakis Baru
dan petani lebih loyal untuk menjual tebu hasil produksinya ke PG Pakis
Baru, dimana keuntungan yang diperoleh PG Pakis Baru adalah
kontinuitas dalam perolehan bahan baku tebu dari petani mitra untuk
proses produksi PG Pakis Baru. Etika bisnis kemitraan yang terdapat pada
atribut ini adalah adil karena harga disesuaikan dengan kualitas tebu yang
dihasilkan, dan kualitas tebu tersebut merupakan hasil dari usaha petani
selama proses budidaya)
9 Kecepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG
Pakis Baru (dimensi kualitas pelayanannya adalah responsiveness dengan
prinsip saling menguntungkan karena petani mendapatkan hasil dari
budidayanya dengan cepat untuk dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan
petani baik untuk keperluan usaha tani tebu selanjutnya maupun untuk
keperluan pribadi lainnya, sehingga petani akan merasa puas terhadap
pembayaran hasil panennya yang akan mendorong petani untuk terus
menjual hasil tebunya kepada PG Pakis Baru sehingga jumlah pasokan
bahan baku PG Pakis Baru terus meningkat. Etika bisnis kemitraan yang
terdapat dalam atribut ini adalah keseimbangan antara insentif dan risiko
karena PG Pakis Baru melakukan pembayaran terhadap hasil panen petani
tebu mitra secara cepat dan tepat waktu sebagai balasan dari adanya usaha
yang dilakukan oleh petani mitra dalam menghasilkan tebu sesuai dengan
yang diharapkan oleh PG Pakis Baru)
10 Adanya bantuan tebang angkut tebu kepada petani mitra oleh PG Pakis
Baru (dimensi kelitas pelayanannya adalah tangible dengan prinsip saling
memperkuat karena adanya bantuan tebang angkut yang diberikan PG
Pakis Baru kepada petani tebu mitra dapat memudahkan petani dalam
proses penebangan tebu dan pengangkutan tebu dari lahan petani menuju
ke PG Pakis Baru, selain itu dengan adanya bantuan tebang angkut tebu
dari PG Pakis Baru juga dapat menjamin keadaan tebu (mengurangi risiko
59
kerusakan tebu akibat mobilisasi tebu dari lahan ke PG Pakis Baru) dan
menjamin ketepatan waktu tiba di PG Pakis Baru sehingga tidak
mengurangi kualitas dari tebu yang dihasilkan petani mitra. Etika bisnis
yang digunakan dalan atribut ini adalah adil karena pihak PG Pakis Baru
telah melakukan pengorbanan dengan memberikan bantuan tebang angkut
kepada petani tebu mitra untuk mendapatkan keuntungan yang lebih
besar)
11 Adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu
mitra (dimensi kualitas pelayanannya adalah emphaty dengan prinsip
saling menguntungkan karena terdapat kemampuan dan kekuatan yang
sama dalam bermitra tetapi terdapat posisi tawar yang setara berdasarkan
peran dari masing-masing pelaku mitra yaitu PG Pakis Baru dan petani
tebu mitra dan tidak ada eksploitasi atau perasaan dirugikan dari
penetapan standar tebu hasil petani tebu mitra yang berhak mendapatkan
kompensasi datau bonus dari PG Pakis Baru. Etika bisnis dalam atribut ini
adalah adil yaitu karena ditunjukkan dari adanya pengorbanan yang
dilakukan oleh petani tebu mitra untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal, dimana pengorbanan yang dilakukan petani tebu mitra tidak
berbentuk negatif atau merugikan tetapi bersifat positif yaitu dengan
berkorban dalam arti mengikuti segala aturan dan bimbingan yang
diberikan oleh PG Pakis Baru selama budidaya tebunya berlangsung)
Analisis Kesesuaian Skor Kepentingan dan Kinerja
Tingkat kesesuaian petani tebu mitra merupakan presentase perbandingan
antara total skor kinerja atau kepuasan dengan total skor kepentingan atau
harapan. Skor kinerja atau kepuasan menunjukkan pelaksanaan serta pelayanan
yang telah diberikan PG Pakis Baru selama kemitraan berlangsung berdasarkan
masing-masing atribut yang telah ditetapkan. Skor kepentingan atau harapan
menunjukkan sejauh mana harapan dan keinginan petani tebu mitra terhadap
jalannya kemitraan sesuai dengan atribut yang telah ditetapkan. Petani tebu mitra
responden dianggap puas terhadap kinerja suatu atribut bila tingkat kesesuaiannya
lebih dari atau sama dengan seratus persen. Sebaliknya, bila tingkat kesesuaian
atribut kurang dari seratus persen maka petani tebu mitra responden belum puas
terhadap kinerja atribut tersebut. Tingkat kesesuaian atribut kemitraan antara PG
Pakis baru dengan petani tebu mitranya dapat dilihat pada tabel 4.
60
Table 10 Tingkat kesesuaian atribut berdasarkan skor kepentingan dan kinerja
menurut petani tebu mitra responden
No
. Atribut
Skor
Kepentingan
Skor
Kinerja
Tingkat
Kesesuaian
(%)
1
Prosedur penerimaan kemitraan
di PG Pakis Baru
(responsiveness) 3.56 3.78 106.18
2 Kualitas bibit yang disediakan
oleh PG Pakis Baru (tangible) 3.59 3.38 94.15
3
Pengetahuan dan kemampuan
komunikasi pendamping yang
diberikan PG Pakis Baru
(reliability) 3.44 3.28 95.35
4
Kemudahan pendamping untuk
dihubungi dan ditemui oleh
petani tebu mitra (emphaty) 3.66 3.25 88.80
5
Frekuensi pembinaan kepada
petani tebu mitra yang diadakan
oleh PG Pakis Baru (reliability) 3.16 3.00 94.94
6
Penetapan standar produksi oleh
PG Pakis Baru terkait tebu yang
dihasilkan petani mitra
(reliability) 3.25 3.06 94.15
7
Respon PG Pakis Baru terhadap
keluhan yang dirasakan petani
tebu mitra terkait budidaya tebu
(responsiveness) 3.75 2.44 65.07
8
Kesesuaian harga jual tebu petani
mitra dengan harga tebu di pasar
(reliability) 3.50 3.81 108.86
9
Kecepatan pembayaran hasil
panen kepada petani tebu mitra
oleh PG Pakis Baru
(responsiveness) 3.75 3.91 104.27
10
Adanya bantuan tebang angkut
tebu kepada petani mitra oleh PG
Pakis Baru (tangible) 3.31 2.88 87.01
11
Adanya kompensasi yang
diberikan PG Pakis Baru kepada
petani tebu mitra (emphaty) 3.22 3.28 101.86
61
Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui bahwa dari 11 atribut hanya 4 atribut
yang memiliki tingkat kesesuaian atribut lebih dari seratus persen, yaitu prosedur
penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru, kesesuaian harga jual tebu petani mitra
dengan harga tebu di pasar, kecepatan pembayaran hasil panen petani tebu mitra
oleh PG Pakis Baru, dan adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru
kepada petani tebu mitra. Nilai kesesuaian atribut yang melebihi seratus persen
tersebut menunjukkan bahwa petani tebu mitra sudah puas dengan kinerja dari
atribut tersebut. Atribut mengenai respon PG Pakis Baru terhadap keluhan petani
tebu mitra terkait budidaya tebu mempunyai tingkat kesesuaian paling rendah. Hal
tersebut menunjukkan bahwa petani tebu mitra masih belum puas dengan
kesigapan PG Pakis Baru dalam menanggapi keluhan petani yang masih tergolong
lambat.
PG Pakis Baru harus mampu memahami apa yang diinginkan oleh petani
mitra untuk meningkatkan kualitas pelayanannya dalam upaya memuaskan
kebutuhan petani tebu mitra. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan PG Pakis
Baru, maka perlu dilihat seberapa penting atribut-atribut kemitraan yang telah
diberikan kepada petani tebu mitra, serta seberapa puas petani terhadap atribut-
atribut kemitraan tersebut.
62
Importance Performance Analysis (IPA)
Table 11 Koordinat nilai kinerja (x) terhadap kepentingan (y) pada matriks IPA
No
. Atribut
Kinerja
(X)
Kepentingan
(Y) Kuadran
Input
1
Prosedur penerimaan kemitraan
di PG Pakis Baru
(responsiveness) 3.78 3.56 II
2 Kualitas bibit yang disediakan
oleh PG Pakis Baru (tangible) 3.38 3.59 II
Produksi
3
Pengetahuan dan kemampuan
komunikasi pendamping yang
diberikan PG Pakis Baru
(reliability) 3.28 3.44 IV
4
Kemudahan pendamping untuk
dihubungi dan ditemui oleh
petani tebu mitra (emphaty) 3.25 3.66 I
5
Frekuensi pembinaan kepada
petani tebu mitra yang diadakan
oleh PG Pakis Baru (reliability) 3.00 3.16 III
6
Penetapan standar produksi
oleh PG Pakis Baru terkait tebu
yang dihasilkan petani mitra
(reliability) 3.06 3.25 III
7
Respon PG Pakis Baru terhadap
keluhan yang dirasakan petani
tebu mitra terkait budidaya tebu
(responsiveness) 2.44 3.75 I
Output
8
Kesesuaian harga jual tebu
petani mitra dengan harga tebu
di pasar (reliability) 3.81 3.50 II
9
Kecepatan pembayaran hasil
panen kepada petani tebu mitra
oleh PG Pakis Baru
(responsiveness) 3.91 3.75 II
10
Adanya bantuan tebang angkut
tebu kepada petani mitra oleh
PG Pakis Baru (tangible) 2.88 3.31 III
11
Adanya kompensasi yang
diberikan PG Pakis Baru
kepada petani tebu mitra 3.28 3.22 IV
63
(emphaty)
Rata-rata 3.28 3.47
Metode Importance Performance Analysis (IPA) digunakan untuk
menggolongkan atribut-atribut pelayanan kemitraan kedalam skala prioritas
sehingga dapat diukur sejauh mana kinerja atribut pelayanan yang dilaksanakan
oleh PG Pakis Baru serta sejauh mana pelaksanaan atribut-atribut tersebut
mempengaruhi harapan petani tebu mitra sehingga petani merasa puas.
Berdasarkan tabel 5, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata dari tingkat kinerja
adalah 3,28. Atribut-atribut dengan nilai kinerja diatas rata-rata berjumlah 6
atribut. Tingkat kepentingan mempunyai nilai rata-rata 3,47 dan atribut yang
mempunyai nilai diatas rata-rata tersebut berjumlah 6 atribut. Untuk dapat melihat
posisi atribut di dalam skala prioritas, maka digunakan matriks kepentingan-
kinerja. Posisi koordinat suatu atribut dalam matriks ditentukan dari skor
kepentingan dan kinerja, dimana skor kinerja menjadi matriks X dan skor
kepentingan menjadi matriks Y.
Matriks kepentingan-kinerja menggolongkan atribut menjadi empat
kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III, dan kuadran IV. Atribut yang
berada pada kuadran I merupakan atribut dengan tingkat kepentingan tinggi tetapi
kepuasan rendah dimana atribut yang berada di kuadran I merupakan prioritas
utama yang dianggap penting pengaruhnya bagi kepuasan petani tebu mitra, tetapi
dalam kenyatannya PG Pakis Baru belum melaksanakannya sesuai dengan
harapan petani tebu mitra sehingga petani mitra merasa belum puas. Atribut yang
berada pada kuadran II merupakan atribut yang tingkat kepentingan dan tingkat
kepuasannya tinggi. Atribut yang berada pada kuadran II merupakan atribut yang
harus dipertahankan karena merupakan atribut yang dianggap penting oleh petani
mitra dan telah dilaksanakan oleh PG Pakis Baru sesuai dengan harapan petani
tebu mitra sehingga petani tebu mitra merasa puas. Pada kuadran III, atribut
memiliki tingkat kepentingan dan kepuasan yang rendah. Hal tersebut
dikarenakan atribut yang berada pada kuadran III merupakan atribut yang kurang
diprioritaskan karena sering dianggap penting oleh petani tebu mitra tetapi dalam
pelaksanaannya PG Pakis Baru melakukannya dengan biasa saja. Atribut yang
berada pada kuadran IV yang mempunyai tingkat kepentingan rendah dan
kepuasan tinggi. Atribut pada kuadran IV merupakan atribut yang dianggap
berlebihan oleh petani tebu mitra karena dianggap kurang penting oleh petani
tetapi pihak PG Pakis Baru melaksanakannya secara berlebihan. Matriks yang
menggambarkan tingkat kepentingan-kinerja responden petani tebu mitra dapat
dilihat pada gambar 19.
64
Kinerja
4,003,753,503,253,002,752,50
Ke
pe
nti
ng
an
3,8
3,7
3,6
3,5
3,4
3,3
3,2
3,1
3,28
3,47
11
10
9
8
7
6
5
4
3
21
Importance Performance AnalysisKemitraan Petani Tebu dengan PG Pakis Baru, Pati, Jawa Tengah
Gambar 19 Diagram Kartesius Hasil Perhitungan IPA
Keterangan :
1 = Prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru
2 = Kualitas bibit yang disediakan oleh PG Pakis Baru
3 = Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping yang diberikan PG
Pakis Baru
4 = Kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu mitra
5 = Frekuensi pembinaan kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru
6 = Penetapan standar produksi oleh PG Pakis Baru terkait tebu yang dihasilkan
petani tebu mitra
7 = Respon PG Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra
terkait budidaya tebu
8 = Kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga tebu di pasar
9 = Ketepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis
Baru
10 = Adanya bantuan tebang angkut tebu kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis
Baru
11 = Adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra
Berdasarkan gambar 19, dapat dilihat bahwa masih terdapat dua atribut yang
harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kepuasan petani tebu mitra
terhadap jalannya kemitraan. Kedua atribut tersebut adalah kemudahan
pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu mitra dan respon PG
65
Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan oleh petani tebu mitra terkait
budidaya tebu. Atribut yang harus dipertahankan kinerjanya adalah prosedur
penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru, kualitas bibit yang diberikan oleh PG
Pakis Baru, kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga jual di pasar,
kecepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru.
Atribut dengan prioritas rendah diantaranya adalah frekuensi pembinaan kepada
petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru, penetapan standar produksi oleh PG Pakis
Baru terkait tebu yang dihasilkan petani tebu mitra, dan adanya bantuan tebang
angkut tebu kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru. Atribut yang dianggap
berlebihan adalah pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping yang
diberikan PG Pakis Baru dan adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru
kepada petani tebu mitra. Berikut adalah penjelasan mengenai atribut-atribut yang
diukur berdasarkan analisis IPA :
1. Prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru
Berdasarkan survey yang dilakukan kepada petani tebu mitra responden,
prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis Baru tergolong tidak rumit dan
mudah serta pelayanannya sangat ramah. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh
petani tebu untuk dapat menjalin kemitraan dengan PG Pakis Baru juga dinilai
mudah. Hal tersebut dikarenakan petani tidak harus mempersiapkan syarat-syarat
yang rumit untuk bisa bekerjasama dengan PG Pakis Baru. Persyaratan yang harus
dipenuhi oleh petani tebu untuk memulai melaksanakan kemitraan dengan PG
Pakis Baru adalah dengan mengirimkan sampel tebu yang akan diperiksa dan
diseleksi oleh pihak PG Pakis Baru. Hal tersebut bertujuan agar PG Pakis Baru
dapat memperoleh tebu yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan untuk
produksinya. Atribut prosedur penerimaan kemitraan PG Pakis Baru ini berada
pada kuadran II, dimana perusahaan inti harus mempertahankan kinerja atribut
tersebut karena pelaksanaannya yang dianggap sangat penting dan sangat
memuaskan.
2. Kualitas bibit yang disediakan oleh PG Pakis Baru
Kualitas bibit tebu yang diberikan oleh PG Pakis Baru dinilai sangat
memuaskan petani tebu mitra. Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor
utama yang mendukung keberhasilan usahatani tebu. Petani tebu responden
menyatakan bahwa tebu yang dihasilkannya sebagian besar dapat mencapai
rendemen yang tinggi dengan melebihi nilai rendemen standar yaitu 7. Hal
tersebut dikarenakan salah satu faktor pendukungnya adalah kualitas bibit tebu
yang unggul. Atribut kualitas bibit tebu yang disediakan oleh PG Pakis Baru
menempati kuadran II, dimana perusahaan harus tetap mempertahankan kualitas
benih tebunya karena dianggap penting dan dianggap sudah sangat memuaskan
oleh petani tebu mitra.
3. Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping yang diberikan PG
Pakis Baru
Menurut petani tebu mitra responden, pengetahuan dan kemampuan
komunikasi pendamping yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra
dianggap berlebihan dalam menunjang kegiatan usahatani tebu. Atribut
pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping ini terletak pada kuadran
IV, dimana atribut dinilai berlebihan oleh petani tebu mitra. Berlebihan yang
dirasakan petani terletak dari adanya pelatihan yang diadakan PPL dalam
mengatasi masalah selama budidaya tebu seperti untuk mengantisipasi masalah
66
kekurangan pupuk yang dialami petani. Tugas PPL menurut petani hanyalah
sebatas pemantauan dan pendampingan selama proses budidaya tebu berlangsung.
4. Kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu
mitra
Atribut kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani
tebu mitra tergolong kedalam kuadran I yang merupakan prioritas utama dalam
meningkatkan kepuasan petani tebu mitra. Atribut ini dianggap penting oleh
petani tebu mitra dikarenakan petani merasa kesulitan dalam menghadapi
permasalahan selama proses budidaya tebunya karena terbatas oleh teknologi dan
pengetahuan yang digunakan sehingga petani berharap bahwa pendamping akan
mudah untuk dihubungi dan ditemui petani mitra apabila mereka mengalami
permasalahan dalam budidaya tebunya. Namun pada kenyataannya, pendamping
dari PG Pakis Baru cukup sulit untuk ditemui. Hal tersebut dikarenakan
pendamping yang disediakan oleh PG Pakis Baru dalam satu wilayah kerja
jumlahnya sangat terbatas, sehingga petani merasakan kurang puas atas
pendamping dari PG Pakis Baru.
5. Frekuensi pembinaan kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru
Berdasarkan survey yang dilakukan kepada petani tebu mitra responden,
atribut frekuensi pembinaan kepada petani dinilai kurang penting dalam
pengaruhnya bagi petani. Hal tersebut dikarenakan petani merasa kurang perlunya
pembinaan yang diberikan dari PG Pakis Baru kepada petani. Petani tebu mitra
menganggap bahwa mereka telah terbiasa dan mampu melakukan usahatani tebu
dengan baik berdasarkan pengalaman yang telah dilaluinya. Selain itu, petani juga
memanfaatkan petani tebu lain untuk saling bertukar informasi atau pengalaman
dalam menghadapi permasalahan budidaya tebu. Frekuensi pembinaan dari PG
Pakis Baru juga dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga atribut
ini tergolong pada kuadran III yaitu dinilai kurang penting bagi petani, dan
kinerjanya yang kurang memuaskan.
6. Penetapan standar produksi oleh PG Pakis Baru terkait tebu yang dihasilkan
petani tebu mitra
Atribut penetapan standar tebu digunakan untuk memenuhi tebu yang
diperlukan PG Pakis Baru untuk menjalankan produksinya. Pihak PG Pakis Baru
sebagai pihak inti menetapkan standar tebu hasil petani mittra yang digunakan
untuk proses penggilingannya seperti segar, manis, dan bersih. Atribut penetapan
standar produksi terletak pada kuadran III dimana atribut pada kuadran III dinilai
kurang penting bagi petani dan kinerjanya dianggap kurang memuaskan. Penilaian
yang diberikan petani tebu mitra terhadap standar produksi dinilai berdasarkan
tingkat kesulitan petani tebu mitra untuk memenuhinya. Selain itu, penilaian juga
dilakukan berdasarkan manfaat dari petani tebu mitra yang mampu memenuhi
standar sesuai dengan yang ditetapkan PG Pakis Baru seperti ada atau tidaknya
bonus yang diterima petani tebu mitra apabila petani tebu mitra dapat memenuhi
standar produksi yang ditetapkan PG Pakis Baru tersebut.
7. Respon PG Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra
terkait budidaya tebu
Penilaian yang diberikan petani tebu mitra terkait dengan respon PG Pakis
Baru dalam menanggapi keluhan petani adalah penting dan kurang memuaskan.
Hal tersebut dikarenakan PG Pakis Baru belum cukup tanggap terhadap keluhan-
keluhan petani tebu mitra seperti terkait dengan rendahnya rendemen tebu yang
67
dihasilkan yang disebabkan dari kurang tepatnya pengelolaan lahan dan tanaman
tebu selama proses budidaya berlangsung. Atribut respon terhadap keluhan petani
tebu mitra tersebut tergolong kedalam kuadran I yang berarti respon PG Pakis
Baru terhadap keluhan petani tebu dianggap sebagai prioritas utama oleh petani
tebu mitra tetapi PG Pakis baru kurang maksimal dalam pelaksanaanya sehingga
tidak memuaskan petani tebu mitra.
8. Kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga tebu di pasar
Penentuan harga tebu petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru dihitung
berdasarkan nilai rendemen tebu yang telah diukur oleh PG Pakis Baru.
Selanjutnya dalam penentuan harga yang harus dibayarkan PG Pakis Baru
terhadap tebu yang dihasilkan petani tebu mitra dilakukan juga dengan melalui
lelang sesuai dengan harga gula saat dilaksanakannya lelang tersebut. Harga tebu
yang ditentukan berdasarkan proses lelang gula kepada investor-investor gula
dapat mempengaruhi harga tebu yang harus dibayarkan oleh PG Pakis Baru.
Adanya penentuan harga berdasarkan lelang tersebut menyebabkan harga yang
diterima petani tidak jauh berbeda dengan harga dipasaran. Harga yang ditetapkan
oleh PG Pakis Baru lebih tinggi daripada harga dipasaran. Harga di PG Pakis
berkisar antara Rp 600-Rp 650/kw, sedangkan harga di pasaran hanya berkisar
antara Rp 450-Rp 550/kw. Hal tersebut mendukung semakin tingginya
pendapatan yang diterima petani tebu mitra. Atribut kesesuaian harga jual tebu
petani mitra dengan harga tebu dipasar menempati kuadran II yang berarti PG
Pakis Baru harus mempertahankan kinerjanya yang sudah baik. Petani
menganggap bahwa harga jual tebu petani mitra yang lebih tinggi dari harga pasar
dapat membantu petani dalam meningkatkan pendapatannya, sehingga petani
sangat merasa puas.
9. Ketepatan pembayaran hasil panen kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis
Baru
Ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh PG Pakis Baru merupakan
hal yang dianggap penting oleh petani tebu mitra karena hasil dari pembayaran
tersebut akan diputar dan digunakan kembali untuk modal dalam menjalankan
usahatani tebu pada periode selanjutnya. Atribut ketepatan pembayaran hasil
panen menempati kuadran II. Hal tersebut berarti PG Pakis Baru telah membayar
hasil panen tebu petani mitra tepat pada waktunya yaitu paling lambat adalah
seminggu setelah penetapan harga yang harus dibayarkan PG Pakis Baru kepada
petani tebu mitra sehingga petani tebu mitra merasa puas dan PG Pakis Baru
diharapkan dapat mempertahankan kinerjanya dengan baik.
10. Adanya bantuan tebang angkut tebu kepada petani tebu mitra oleh PG Pakis
Baru
Bantuan tebang angkut yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu
mitra termasuk kedalam kuadran III yang berarti atribut bantuan tebang angkut
yang diberikan PG Pakis Baru dianggap kurang penting pengaruhnya bagi petani
dan pelaksanaannya dari PG Pakis Baru dianggap biasa-biasa saja. Petani
menganggap bahwa bantuan tebang angkut yang diberikan PG Pakis Baru tidak
berpengaruh penting bagi petani dikarenakan tidak adanya perubahan signifikan
dalam pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani tebu mitra, sehingga
petani merasa kurang puas atas bantuan tebang angkut. Petani tebu mitra tetap
mengeluarkan biaya meskipun telah terdapat bantuan tebang angkut dari PG Pakis
Baru seperti biaya tenaga tebang angkut.
68
11. Adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra
Pemberian bonus dilakukan oleh PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra
yang mampu memenuhi standar sesuai yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru.
Selain itu, kompensasi juga diberikan kepada petani tebu mitra yang mampu
menghasilkan tebu dengan rendemen yang tinggi dan dalam jumlah maksimal,
sehingga dapat membantu perusahaan dalam menghasilkan gula secara maksimal.
Atribut pemberian kompensasi kepada petani tebu mitra termasuk kedalam
kuadran IV yang berarti berlebihan. Petani menganggap pemberian kompensasi
kepada petani mitra yang berhasil menghasilkan tebu dengan rendemen tinggi
sangat berlebihan. Hal tersebut dikarenakan rendemen tebu yang terkandung pada
tebu petani mitra tidak selalu tinggi, karena tingkat rendemen tebu dipengaruhi
oleh struktur tanah dan curah hujan pada lokasi budidaya. Tetapi petani merasa
puas atas kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru karena dinilai kompensasi
tersebut setara dengan usaha petani dalam menghasilkan tebu sesuai kriteria yang
ditentukan PG Pakis Baru.
Perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI)
Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk mengukur tingkat
kepuasan petani tebu mitra secara keseluruhan. Pengukuran ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar harapan petani tebu mitra dapat dipenuhi oleh PG
Pakis Baru, sehingga untuk menentukan tingkat kepuasan petani tebu mitra
terhadap kemitraan dengan PG Pakis Baru dilakukan secara keseluruhan dengan
pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kepentingan dari 11 atribut
kemitraan yang diukur. Penelitian ini menganggap petani tebu mitra sebagai
konsumen dari pelayanan jasa kemitraan yang diberikan oleh PG Pakis Baru.
Hasil perhitungan CSI terhadap 11 atribut kemitraan kepada petani tebu mitra
adalah sebesar 94.5 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa secara
keseluruhan petani tebu mitra merasa sangat puas atas kemitraan yang telah dijalin
dengan PG Pakis Baru, karena nilai tersebut berada pada kisaran 0.76-1.00. Hal
tersebut menunjukkan bahwa pelayanan dalam kemitraan antara PG Pakis Baru
dengan petani tebu mitra sudah cukup maksimal dan memberikan kepuasan
kepada petani tebu mitra, namun masih perlu dilakukan perbaikan terhadap atribut
pelayanan kemitraan terutama bagi atribut yang berada pada kuadran I yaitu
kemudahan pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu mitra dan
respon PG Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra terkait
budidaya tebu untuk semakin meningkatkan kepuasan petani tebu mitra. Atribut
tersebut dinilai penting bagi petani karena dapat membantu petani dalam
mengatasi permasalahan yang dialami selama proses budidaya berlangsung dan
dapat membantu petani mengatasi risiko yang terjadi dari permasalahan yang
muncul dalam budidaya tebu yang dilaksanakan. Hasil analisis tingkat kepuasan
terhadap atribut kemitraan antara PG Pakis Baru dengan petani tebu mitra dapat
dilihat pada tabel 12 di bawah ini.
69
Table 12 Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI)
Atribut Rataan Tingkat
Kepentingan
WF
(%)
Rataan Tingkat
Kepuasan
WS
(%)
1 3.56 0.09 3.78 0.35
2 3.59 0.09 3.38 0.36
3 3.44 0.09 3.28 0.34
4 3.66 0.10 3.25 0.36
5 3.16 0.08 3.00 0.31
6 3.25 0.09 3.06 0.32
7 3.75 0.10 2.44 0.37
8 3.50 0.09 3.81 0.35
9 3.75 0.10 3.91 0.37
10 3.31 0.09 2.88 0.33
11 3.22 0.08 3.28 0.32
Total 38.19 1.00 36.07 3.78
Customer Satisfaction Index (%) 94.5 %
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pola kemitraan yang dijalankan oleh PG Pakis Baru dengan petani tebu
mitra adalah pola kemitraan inti plasma. Pola kemitraan ini dipilih untuk
mencapai tujuan win-win solution kedua belah pihak. Pihak inti pada kemitraan
inti plasma membantu pihak plasma dalam hal permodalan dengan cara
memberikan bantuan bibit tebu dengan kualitas terjamin dengan rendemen yang
tinggi dan tingkat pertumbuhan yang cepat. Selain itu, bantuan modal juga
diberikan berupa pinjaman dengan tingkat bunga rendah yang bekerjasama
dengan Bank Rakyat Indonesia yang dicairkan melalui koperasi tebu PG Pakis
Baru. Pihak plasma dalam kemitraan berpola inti plasma sering menjadi pihak
yang posisinya lemah karena perjanjian yang ditetapkan merupakan keputusan
dari pihak inti yang harus diterima apa adanya tanpa ada perundingan terlebih
dahulu mengenai isi perjanjian tersebut. Prosedur penerimaan kemitraan yang
ditetapkan secara jelas dan mudah, syarat-syarat menjadi petani tebu mitra yang
tidak terlalu sulit untuk dipenuhi, serta hak dan kewajiban pihak inti maupun
pihak plasma sudah tercantum pada kontrak perjanjian tersebut. Harga tebu hasil
petani mitra dan pembayarannya juga tercantum pada surat perjanjian kontrak.
Atribut yang memiliki tingkat kepentingan tinggi tetapi kinerja yang
dihasilkannya rendah (kuadran I) berdasarkan perhitungan IPA adalah kemudahan
pendamping untuk dihubungi dan ditemui oleh petani tebu mitra dan respon PG
Pakis Baru terhadap keluhan yang dirasakan petani tebu mitra terkait budidaya
tebu. Berdasarkan hasil analisis tingkat kesesuaian skor kepentingan dan kinerja,
kedua atribut mempunyai tingkat kesesuaian terendah dan menjadi prioritas utama
untuk diperbaiki kinerjanya. Dalam pelaksanaan kemitraan terdapat beberapa
kesalahan seperti penjualan hasil tebu petani mitra yang dijual ke PG selain PG
Pakis Baru. Harga tebu yang ditetapkan di PG Pakis Baru dihitung berdasarkan
70
rendemen yang dihasilkan dan lelang gula pada saat tersebut. Petani tebu mitra
merasakan kepuasan terhadap atribut prosedur penerimaan kemitraan di PG Pakis
Baru, kesesuaian harga jual tebu petani mitra dengan harga tebu di pasar,
kecepatan pembayaran hasil panen petani tebu mitra oleh PG Pakis Baru, dan
adanya kompensasi yang diberikan PG Pakis Baru kepada petani tebu mitra. Hal
tersebut dapat dilihat dari tingkat kesesuaian kinerja dengan kepentingan atribut
kemitraan yang mempunyai nilai lebih dari 100 persen. Berdasarkan perhitungan
Customer Satisfaction Index, petani tebu mitra tergolong sangat puas atas
pelayanan kemitraan yang dapat dilihat dari hasil perhitungan Customer
Satisfaction Index (CSI).
Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, masih terdapat banyak
penyimpangan dalam pengiriman tebu hasil petani mitra ke PG Pakis Baru.
Penyimpangan tersebut dilihat dari banyaknya petani tebu yang mengirimkan
tebunya ke PG Pakis Baru pada saat pabrik akan melakukan produksi tanpa
memperhatikan kondisi dari tebu yang dikirimkan tersebut. Tebu yang dikirimkan
dengan hanya memperhatikan waktu produksi PG akan memaksa petani untuk
memanen tebunya dalam kondisi apa adanya seperti belum cukup umur dan
rendemen yang belum maksimal. Dari permasalahan tersebut, maka dapat
disarankan kepada PG Pakis Baru untuk lebih menyeleksi tebu hasil petani mitra
yang akan diberikan kompensasi sehingga petani lebih memperhatikan kondisi
tebu yang dikirimnya.
Standar penentuan kualitas tebu yang ditetapkan oleh PG Pakis Baru dan
digunakan sebagai patokan dari perhitungan rendemen tebu adalah bersih, sehat,
dan manis. Dalam perhitungan rendemen tebu, sering terjadi kesalahan seperti
adanya kolusi antara pegawai PG bagian rendemen dengan petani. tidak setiap
tebu dengan kondisi bersih, segar, dan manis mempunyai rendemen yang tinggi
dan tebu dengan kondisi cacat atau tingkat kebersihan, kemanisan, dan
kesegarannya mempunyai rendemen yang rendah. Adanya kolusi antara pegawai
PG dengan petani tebu mitra akan sangat berbahaya bagi PG karena apabila petani
tidak bisa berkolusi, maka dia akan berpindah ke PG lain yang berarti jumlah
pasokan tebu yang digunakan sebagai bahan baku produksi akan berkurang.
Sehingga dengan adanya permasalahan tersebut, sebaiknya pihak PG lebih
memperhatikan pegawai yang menangani masalah perhitungan rendemen tebu
hasil petani mitra.
Pelaksaan pendampingan dan penyuluhan dari pihak PG kepada petani tebu
mitra sebaiknya dilakukan dengan jadwal yang rutin dan terjangkau karena petani
tebu mitra memerlukan bantuan penyuluh dari PG Pakis Baru untuk membantu
menangani permasalahan yang dihadapi petani selama proses budidaya
berlangsung. Karena dalam kenyataannya, pendampingan dan penyuluhan dari PG
Pakis Baru kepada petani tebu mitra belum dilaksanakan secara rutin atau
dilaksanakan secara rutin dalam jangka waktu yang lama seperti 4-6 bulan sekali.
Pelaksanaan pendampingan dan penyuluhan dengan rentang waktu yang lama
membuat petani kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
71
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang R, L. 2005. Kepuasan Pelanggan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Aminah E dan Sutarman DC. 2007. Analisis Multivariat : Analisis IPA dan CSI.
Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2013. Sentra Produksi Tebu
Indonesia. Jakarta (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Total Pendapatan Domestik Bruto Semua
Sektor. Jakarta (ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Tengah. 2012. Daerah Penghasil Tebu Terbesar
di Jawa Tengah. Semarang (ID).
[DGI] Dewan Gula Indonesia. 2013. Daerah Penghasil Tebu Terbesar di
Indonesia. Jakarta (ID).
Firwiyanto. 2008. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Terhadap
Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler Kasus Kemitraan Peternak Plasma
Rudi Jaya PS Sawangan Kota Depok. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.
Hafsah, Muhammad Jafar. 2000. Kemitraan Usaha : Konsepsi dan Strategi.
Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.
Iftaudin. 2005. Kajian Kemitraan Serta Pengaruhnya Terhadap Pendapatan
Usahatani Efisiensi Faktor Produksi (Kasus Kemitraan Petani Udang Windu
di Desa Banjar Panji, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Jawa
Timur dengan PT. Atina). [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Irawan H. 2004. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Jakarta (ID): PT Elex Media
Komputindo.
Kartika, Dini. 2005. Analisis Kemitraan Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) Usaha
Peternakan Ayam Ras Pedaging PT Inti Agro Prospek. [Skripsi]. Bogor
(ID). Institut Pertanian Bogor.
Kotler. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID): Prentince Hall.
Kusumah, Mantera. 2008. Analisis Tingkat Kepuasan Peternak Plasma Terhadap
Pola Kemitraan Tunas Mekar Farm di Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Lestari, Meylani. 2009. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak
Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler Studi Kasus
Kemitraan PT X di Yogyakarta. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian
Bogor.
Marliana. 2008. Analisis Manfaat dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Keputusan Petani Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Lettuce di PT Saung
Mirwan. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Rangkuti. 2003. Measuring Cunsomer Satisfaction. Jakarta (ID): PT Gramedia
Pustaka Utama.
Satria, Tiara Asri. 2009. Analisis Rencana Kemitraan Antara Petani Kacang
Tanah Dengan CV Mitra Priangan (Kasus Pada Petani Kacang Tanah di
Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur). [Skripsi]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
72
Sumarwan. 2004. Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Jakarta (ID): Ghalia Indah.
Supranto, J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan
Pangsa Pasar. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Widianto. 2008. Pemberdayaan Komunitas Petani Melalui Program Kemitraan
Agribisnis Paprika (Studi Kasus Kampung Pasirlangu, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bandung). [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
74
Lampiran 1 Kuesioner penelitian terhadap kepentingan dan kinerja atas kepuasan petani tebu mitra terhadap kemitraannya dengan PG
Pakis Baru
TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN KEMITRAAN
I. Tingkat Kepentingan
Petunjuk
Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan harapan anda terhadap pelaksanaan kemitraan PG Pakis Baru dengan petani mitra. Berilah tanda “√” pada
kolom jawaban yang anda pilih.
II. Tingkat Kinerja
Petunjuk
Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan apa yang anda rasakan terhadap pelaksanaan kemitraan PG Pakis Baru dengan petani mitra. Berilah tanda
“√” pada kolom jawaban yang anda pilih.
No Atribut
Kepentingan Kinerja
1
Sangat
Tidak
Penting
2
Tidak
Penting
3
Penting
4
Sangat
Penting
1
Sangat
Tidak Baik
2
Tidak Baik
3
Baik
4
Sangat Baik
1 Prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG PAKIS BARU
yang mudah, jelas, dan terdapat perjanjian tertulis.
2 Kualitas bibit yang diberikan PG PAKIS BARU merupakan
jenis bibit unggul (cepat tumbuh dan menghasilkan tebu
dengan kualitas yang baik).
3 Pendamping mempunyai pengetahuan mengenai budidaya tebu
serta mampu berkomunikasi dengan petani secara baik, jelas,
dan mudah dimengerti oleh petani.
4 Kemudahan dalam menghubungi dan menemui pendamping
setiap waktu saat petani membutuhkan.
5 Aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh PG PAKIS
BARU terhadap petani tebu mitra dengan periode waktu
tertentu (misal : 2 kali seminggu) selama 1 kali musim tanam
sehingga dapat mengurangi permasalahan yang dirasakan
petani selama periode 1 kali musim tanam.
75
No Atribut
Kepentingan Kinerja
1
Sangat
Tidak
Penting
2
Tidak
Penting
3
Penting
4
Sangat
Penting
1
Sangat Tidak
Baik
2
Tidak Baik
3
Baik
4
Sangat Baik
6 Terdapat SOP yang jelas berkaitan dengan hasil produksi tebu
petani mitra yang sesuai dengan keperluan produksi pabrik
seperti yang telah disepakati.
7 PG PAKIS BARU harus cepat tanggap terhadap keluhan-
keluhan yang dirasakan petani tebu mitra dan segera mencari
solusi terhadap keluhan petani tebu mitra tersebut.
8 Harga jual hasil panen yang diberikan PG PAKIS BARU
kepada petani tebu mitra sesuai dengan penetapan harga yang
telah disepakati bersama melihat dari kualitas dan jumlah tebu
yang dihasilkan petani tebu mitra.
9 Pembayaran hasil panen petani mitra oleh PG PAKIS BARU
dilakukan tepat waktu dengan cara yang telah disepakati.
10 Pemberian bantuan dalam hal penebangan dan pengangkutan
hasil panen tebu petani mitra oleh PG Pakis Baru dari lokasi
budidaya sampai ke pabrik untuk membantu memudahkan
petani tebu mitra serta dapat membantu mengurangi biaya yang
harus dikeluarkan oleh petani tebu mitra.
11 Adanya kompensasi atau bonus yang diberikan PG PAKIS
BARU kepada petani tebu mitra yang berhasil menghasilkan
tebu sesuai dengan SOP dan jumlah yang telah disepakati
bersama antara PG PAKIS BARU dan petani tebu mitra.
76
Lampiran 2 Indikator penilaian petani tebu terhadap kinerja dari atribut
kemitraan
1. Penilaian saya terhadap prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG PAKIS
BARU :
4 = (Sangat mudah) jika prosedur pzenerimaan menjadi petani mitra mudah,
jelas, terdapat perjanjian tertulis serta ingin terus melanjutkan kemitraan
dengan PG PAKIS BARU.
3 = (Mudah) jika prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG PAKIS
BARU mudah.
2 = (Tidak mudah) jika prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG PAKIS
BARU sulit.
1 = (Sangat tidak mudah) jika prosedur penerimaan menjadi petani mitra PG
PAKIS BARU sangat sulit, tidak jelas, tidak terdapat perjanjian tertulis,
dan merugikan petani.
2. Penilaian saya terhadap bantuan bibit dari PG PAKIS BARU :
4 = (Sangat berkualitas) jika kualitas bibit yang diberikan PG PAKIS BARU
merupakan bibit unggul (cepat tumbuh dan menghasilkan tebu dengan
kualitas yang baik) yang diperoleh secara tepat waktu.
3 = (Berkualitas) jika bibit yang diberikan PG Pakis Baru dapat diperoleh
tepat waktu.
2 = (Tidak berkualitas) jika kualitas bibit yang diberikan PG PAKIS BARU
menghasilkan tebu dengan kualitas yang kurang baik.
1 = (Sangat tidak berkualitas) jika sulit untuk mendapatkan bibit yang telah
disediakan oleh PG PAKIS BARU.
3. Penilaian saya terhadap pendamping dari PG PAKIS BARU :
4 = (Sangat menguasai lapang dan sangat interaktif) jika pendamping yang
diberikan PG PAKIS BARU kepada petani mempunyai pengetahuan
yang baik mengenai budidaya tebu serta mempu berkomunikasi secara
baik, jelas, dan mudah dimengerti oleh petani.
3 = (Menguasai lapang) jika pendamping yang diberikan PG PAKIS BARU
kepada petani mempunyai pengetahuan yang baik mengenai budidaya
tebu.
2 = (Tidak menguasai lapang) jika pendamping yang diberikan PG PAKIS
BARU kepada petani tidak mempunyai pengetahuan yang baik mengenai
budidaya tebu.
1 = (Sangat tidak menguasai lapang dan tidak interaktif) jika pendamping
yang diberikan PG PAKIS BARU kepada petani tidak mempunyai
pengetahuan yang baik mengenai budidaya tebu serta tidak mempu
berkomunikasi secara baik dan jelas, serta sulit dimengerti oleh petani.
4. Penilaian saya terhadap kemudahan dalam menghubungi dan menemui
pendamping yang diberikan PG PAKIS BARU :
4 = (Sangat membantu dan mudah dihubungi) jika pendamping yang diberikan
PG PAKIS BARU mudah dihubungi dan ditemui ketika petani
membutuhkan serta mengayomi petani tebu mitra dan membantu petani
tebu mitra menemukan solusi untuk kendala yang dihadapi selama
kegiatan budidaya tebu berlangsung.
77
3 = (Mudah dihubungi) jika pendamping yang diberikan PG PAKIS BARU
mudah dibungi dan ditemui saat petani membutuhkan.
2 = (Tidak dapat dihubungi) jika pendamping yang diberikan PG PAKIS
BARU sulit dihubungi saat petani membutuhkan.
1 = (Sangat sulit dihubungi dan ditemui dan sangat mengecewakan petani)
jika pendamping yang diberikan PG PAKIS BARU tidak melaksanakan
tugasnya sebagai pendamping bagi petani tebu mitra.
5. Penilaian saya terhadap aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh PG
PAKIS BARU terhadap petani tebu mitra dengan periode waktu tertentu
secara rutin (misal : 2 kali seminggu) selama 1 kali musim tanam sehingga
dapat mengurangi permasalahan yang dirasakan petani selama periode 1 kali
musim tanam:
4 = (Dilakukan dengan sangat rutin dan sangat membantu petani) jika aktivitas
pendampingan yang dilakukan oleh PG PAKIS BARU terhadap petani
tebu mitra dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan
sehingga dapat memantau perkembangan usahatani petani tebu mitra
serta dapat mengurangi permasalahan yang dirasakan oleh petani mitra.
3 = (Dilakukan secara rutin tetapi masih belom dapat membantu petani) jika
aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh PG PAKIS BARU terhadap
petani tebu mitra dilakukan secara rutin tetapi masih belum dapat
mengurangi permasalahan yang dirasakan oleh petani mitra.
2 = (Tidak memuaskan) jika aktivitas pendampingan yang dilakukan oleh PG
PAKIS BARU terhadap petani tebu mitra dilakukan secara tidak rutin dan
belum dapat mengurangi permasalahan yang dirasakan oleh petani mitra.
1 = (Sangat tidak memuaskan) jika aktivitas pendampingan yang seharusnya
dilakukan oleh PG PAKIS BARU terhadap petani tebu mitra tidak pernah
dilakukan.
6. Penilaian saya terhadap penetapan SOP yang ditetapkan oleh PG PAKIS
BARU terkait dengan hasil produksi tebu petani mitra :
4 = (Sangat memuaskan) jika SOP yang ditetapkan PG PAKIS BARU jelas,
wajar, dan dapat diterima oleh petani terkait dengan hasil produksi tebu
petani mitra yang sesuai dengan keperluan produksi pabrik.
3 = (Memuaskan) jika SOP yang ditetapkan PG PAKIS BARU dapat diterima
oleh petani dengan baik terkait dengan hasil produksi tebu petani mitra.
2 = (Tidak memuaskan) jika SOP yang ditetapkan PG PAKIS BARU tidak
wajar dan mengandung banyak ketentuan yang tidak dapat diterima oleh
petani terkait dengan hasil produksi tebu petani mitra.
1 = (Sangat tidak memuaskan) jika SOP yang ditetapkan PG PAKIS BARU
memberatkan petani tebu mitra bahkan dapat memicu kerugian bagi
petani tebu mitra.
7. Penilaian saya terhadap PG PAKIS BARU dalam menyikapi keluhan-keluhan
yang dirasakan petani tebu mitra :
4 = (Sangat tanggap terhadap keluhan petani) jika PG PAKIS BARU cepat
tanggap dalam menyikapi keluhan-keluhan petani mitra dan segera
membantu mencari solusi terhadap keluhan petani tebu mitra tersebut.
4 = (Tanggap terhadap keluhan petani) jika PG PAKIS BARU cepat tanggap
dalam menyikapi keluhan-keluhan petani mitra.
78
2 = (Kurang tanggap dalam menyikapi keluhan petani) jika PG PAKIS BARU
terlalu lama menanggapi keluhan-keluhan petani mitra.
1 = (Sangat tidak peduli terhadap keluhan petani) jika PG PAKIS BARU tidak
peduli dan mengabaikan keluhan petani tebu mitra tersebut.
8. Penilaian saya terhadap penetapan harga hasil panen oleh PG PAKIS BARU
kepada petani tebu mitra :
4 = (Sangat memuaskan) jika penetapan harga hasil panen oleh PG PAKIS
BARU kepada petani tebu mitra dilakukan dengan cara yang disepakati
bersama (misal : lelang) serta melihat dari kualitas dan jumlah tebu yang
dihasilkan oleh petani tebu mitra.
3 = (Memuaskan) jika penetapan harga hasil panen oleh PG PAKIS BARU
kepada petani tebu mitra sesuai dengan rendemen tebu yang dihasilkan.
2 = (Tidak memuaskan) jika penetapan harga hasil panen oleh PG PAKIS
BARU kepada petani tebu mitra ditetapkan dengan nilai yang rendah
tanpa melihat dari kualitas tebu.
1 = (Sangat tidak memuaskan) jika penetapan harga hasil panen ditetapkan
sepihak oleh PG PAKIS BARU kepada petani tebu mitra ditentukan
sepihak oleh PG PAKIS BARU dengan harga yang jauh lebih rendah dari
hasil tebu tersebut.
9. Penilaian saya terhadap pembayaran hasil panen petani mitra oleh PG PAKIS
BARU :
4 = (Sangat sesuai dan tepat waktu) jika pembayaran hasil panen tebu oleh PG
PAKIS BARU dilakukan tepat waktu dengan cara yang telah disepakati
sesuai harga yang telah ditetapkan.
3 = (Sesuai kesepakatan) jika pembayaran hasil panen tebu oleh PG PAKIS
BARU sesuai dengan harga yang telah disepakati.
2 = (Tidak tepat waktu) jika pembayaran hasil panen tebu oleh PG PAKIS
BARU dilakukan tidak tepat waktu.
1 = (Sangat mengecewakan dan terlalu lama) jika pembayaran hasil panen
tebu oleh PG PAKIS BARU ditunda-tunda dengan berbagai alasan secara
sepihak.
10. Penilaian saya terhadap adanya bantuan yang diberikan dalam hal penebangan
dan pengangkutan hasil panen tebu petani mitra oleh PG PAKIS BARU :
4 = (Sangat memuaskan, memudahkan, dan menguntungkan petani mitra) jika
PG PAKIS BARU memberikan bentuan terkait penebangan dan
pengangkutan hasil panen petani tebu mitra dari lokasi produksi tebu
sampai ke pabrik baik secara langsung maupun tidak langsung (berupa
uang) untuk mengurangi biaya yang harus dikeluarkan petani serta
memberikan jaminan dalam ketepatan jumlah dan waktu tiba tebu di
pabrik.
3 = (Memudahkan petani mitra) jika terdapat bantuan yang diberikan PG
PAKIS BARU dalam kegiatan tebang dan angkut hasil panen petani tebu
mitra oleh PG PAKIS BARU dengan ketentuan yang mudah diterima dan
dipenuhi petani.
2 = (Tidak memberikan manfaat bagi petani mitra) jika bantuan dari PG
PAKIS BARU dalam hal penebangan dan pengangkutan hasil panen tidak
sesuai dengan yang diperlukan petani tebu mitra.
79
1 = (Sangat mengecewakan petani mitra) jika bantuan penebangan dan
pengangkutan hasil panen yang seharusnya dilakukan oleh PG PAKIS
BARU tidak dilakukan seperti seharusnya.
11. Penilaian saya terhadap adanya kompensasi atau bonus yang diberikan PG
PAKIS BARU kepada petani tebu mitra:
4 = (Sangat memuaskan dan sesuai kesepakatan) jika kompensasi atau bonus
yang diberikan PG PAKIS BARU kepada petani tebu mitra disesuaikan
dengan keberhasilan petani dalam menghasilkan tebu sesuai dengan SOP
dan jumlah yang telah disepakati bersama antara PG PAKIS BARU dan
petani tebu mitra.
3 = (Memuaskan) jika kompensasi atau bonus yang diberikan PG PAKIS
BARU kepada petani tebu mitra disesuaikan dengan hasil tebu yang
dihasilkan petani tebu mitra.
2 = (Tidak memuaskan) jika kompensasi atau bonus yang diberikan PG
PAKIS BARU kepada petani tebu mitra hanya bila tebu hasil
produksinya mampu menghasilkan rendemen yang tinggi yang telah
ditentukan PG PAKIS BARU.
1 = (Sangat tidak memuaskan) jika tidak terdapat kompensasi atau bonus
yang diberikan PG PAKIS BARU kepada petani tebu mitra sama sekali.
80
Proses Pengangkutan Tebu
Hasil Petani Mitra
Proses Pengangkutan Tebu Hasil
Petani Mitra Setelah Proses
Penebangan
Tebu diproses Setelah Tiba di
Pabrik Gula
Kegiatan Petani Tebu Mitra
Responden di Lahan
Kegiatan Petani Tebu Mitra Responden di
Lahan
81
Kegiatan Petani Tebu Mitra Responden di
Lahan
Petani Tebu Mitra Responden
Tebu PG Pakis Baru
Petani Tebu Mitra Responden
82
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 30 April 1991 yang
merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Suyadi dan Ibunda Tutik Sriyani.
Penulis mempunyai satu saudara kandung laki-laki bernama Rahadhion Dwi
Kurnianto. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Kuthoharjo IV
Rembang pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis berhasil menyelesaikan studi
pendidikan menegah pertamanya di SMPN 2 Rembang. Pendidikan lanjutan
menengah keatas juga berhasil diselesaikan oleh penulis dengan baik pada tahun
2009.
Tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor dengan program
studi Agribisnis melalui program Undangan Seleksi Masuk (USMI). Penulis
menerima beasiswa dari kampus berupa beasiswa Bantuan Belajar Mahasiwa
(BBM) untuk keperluan biaya kuliah. Selama kegiatan masa perkuliahan, penulis
termasuk aktif dalam urusan baik terkait akademik maupun non akademik. Hal
tersebut dapat dilihat dari penulis yang aktif dalam mengikuti Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA), Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis
(HIPMA), serta organisasi lainnya terkait dengan bidang seni seperti Vocal Group
FEM Goes to IAC dan masih banyak lagi kegiatan-kegiatan kelas yang
melibatkan penulis. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan baik kepanitian dalam
acara yang diadakan oleh kelas, maupun Himpro dan fakultas.