analisis kebijakan kemandirian pangan berbasis sumber daya...
TRANSCRIPT
Agung Hendriadi
ANALISIS KEBIJAKAN KEMANDIRIAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL MELALUI PENDEKATAN SISTEMS
MODELLING
Analysis of Food Resiliency Policy Based on Local Resources through Modelling System Approaches
Agung Hendriadi
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No. 10 Cimanggu Bogor E-mail:[email protected]
ABSTRACT
Food resiliency is a country and nation’s ability to produce variety of foods from
domestic source that could assure food needs sufficiently down to individual level by utilizing natural resources, human, social, economic resources and local wisdom with pride. The analysis of food resiliency based on local resources using dynamic system approach is an effort to formulate policies that could be implemented based on simulations that address to the pro-food producers by utilizing local resources optimally in line with the Law 18/2012 on Food Resiliency. Through the process of policy analysis using three subsystems (food availability, consumption-competitive improvement, and access), the paper argues that food resiliency based on local resources could be achieved by: (1) increasing food (vegetable, fruits and nuts) availability by 5 percent and intensification on fruits and vegetables by 5 percent, (2) increasing competitiveness (preference, quality, price, access to information, food safety, access to fresh water, and information dissemination), (3) increasing food access by 10 percent through improvement in infrastructure such as road, electricity, distribution and market infrastructure), and (4) increasing collaboration and synergism among sectors and concerned institution on the achievement of food resiliency, sovereignty and/or security. Keywords : food resiliency, food sovereignty, food security, local resources, food availability
ABSTRAK
Kemandirian Pangan merupakan kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai ditingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia,sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat. Analisis kebijakan kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal berdasarkan dinamika sistem, merupakan upaya untuk merumuskan kebijakan yang dapat diimplementasikan berdasarkan simulasi-simulasi yang diarahkan pada keberpihakan pemerintah terhadap pelaku utama produsen pangan dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal sesuai amanah UU No.18 Tahun 2012 tentang Kemandirian Pangan. Melalui proses analisis kebijakan yang dikategorikan ke dalam tiga subsistem (subsistem ketersediaan, konsumsi- peningkatan daya saing pangan, dan akses pangan), maka kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal dapat dicapai melalui upaya: a) Peningkatkan ketersediaan pangan (kacang-kacangan, buah, dan sayuran) melalui intensifikasi sebesar 5 persen dan ekstensifikasi untuk buah dan sayuran sebesar 5 persen, b) Peningkatan daya saing (preferensi, mutu, harga, akses informasi, keamanan pangan, akses air bersih, dan
76
Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sistems Modelling
penyebaran informasi) produk pangan sebesar 20 peresn, c) Peningkatan akses pangan sebesar 10% melalui peningkatan sarana jalan, listrik, sarana prasarana distribusi dan pasar, dan d) Peningkatan kerjasama (sinergi) antar sektor dan lembaga terkait dalam pencapaian kemandirian, kedaulatan dan/atau ketahanan pangan.
Kata kunci : kemandirian pangan, kedaulatan pangan, keamanan pangan, sumberdaya
lokal, ketersediaan pangan
PENDAHULUAN
Pembangunan pangan perlu senantiasa mendapatkan prioritas pembangunan nasional untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional. Kedaulatan pangan dan kemandirian pangan merupakan dua komponen utama untuk dapat mewujudkan ketahanan pangan. Ketahanan pangan yang disertai dengan sistem keamanan pangan (food security) akan mewujudkan sistem ketahanan pangan baik dalam perspektif individual atau perseorangan maupun masyarakat yang sehat, aktif, dan produktif serta berkelanjutan.
Indonesia adalah sebuah negara agraris yang besar dan kaya, terbukti dengan kinerjanya di bidang produksi dan perdagangan hasil-hasil pertanian pada skala internasional. Data tahun 2010 menunjukkan Indonesia menduduki peringkat pertama dunia dalam hal produksi minyak sawit (CPO) yang mencapai 21 juta ton, peringkat kedua untuk produksi karet dan lada dengan produksi masing-masing 2,7 juta ton dan 80 ribu ton, peringkat ketiga untuk padi dan kakao dengan produksi masing-masing 64,33 juta ton lebih dan 800 ribu ton. Sementara untuk komoditas jagung, kelapa dan kopi Indonesia menduduki peringkat keempat dunia, dengan produksi masing-masing 17,62 juta ton, 3,16 juta ton dan 0,79 juta ton. Bahkan, Indonesia menduduki peringkat ke-10 untuk produksi kedelai, sekalipun tanaman kedelai sejatinya bukan tanaman yang sangat cocok di tanam di daerah tropis seperti Indonesia. Sebagian prestasi produksi komoditas tersebut diikuti dengan capaian ekspor untuk komoditas yang bersangkutan dengan volume dan nilai ekspor yang cukup besar, seperti ekspor CPO mencapai US $ 15,1 milyar pada tahun 2010, karet mencapai US $ 7,5 milyar dan kakao serta kopi masing-masing US $ 1,64 milyar dan US $ 0,81 milyar. Dari perspektif yang lain, sektor pertanian Indonesia telah berhasil menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat hingga mencapai swasembada untuk berbagai bahan pangan dan bahan baku industri di dalam negeri, seperti beras, sayuran, buah-buahan, daging ayam, telur dan berbagai komoditas perkebunan. Namun, untuk keberlanjutan swasembada tersebut juga merupakan suatu tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk mencapai kemandirian pangan (PPHP, 2012).
Kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia apabila dipantau dengan menggunakan ukuran melalui Pola Pangan Harapan (PPH) adalah sebagai berikut: Skor PPH Indonesia periode 2009-2011 mengalami fluktuasi mulai dari 75,7; pada tahun 2009 naik menjadi 77,5 pada tahun 2010, kemudian turun lagi pada tahun 2011 menjadi 77,3 dan PPH tahun 2012 bahkan mengalami penurunan menjadi 75,4. Hal ini disebabkan di antaranya adalah oleh masih
77
Agung Hendriadi
rendahnya konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah. Bahkan konsumsi kelompok padi-padian masih sangat besar dengan proporsi sebesar 58,4 persen. Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah.
Secara umum upaya pelaksanaan program kemandirian pangan sangat penting untuk dilaksanakan secara massal, mengingat trend permintaan terhadap beras kian meningkat seiring dengan derasnya pertumbuhan penduduk, semakin terasanya dampak perubahan iklim, adanya efek pemberian beras bagi keluarga miskin (Raskin) sehingga semakin mendorong masyarakat yang sebelumnya mengonsumsi pangan pokok selain beras menjadi mengonsumsi beras (padi), serta belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok bagi masyarakat setempat.
Menurut data BPS tahun 2011, Indonesia memiliki penduduk sebesar 242,3 juta jiwa. Jumlah ini menyebabkan kebutuhan pangan, terutama beras semakin besar.Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia, beras mempunyai bobot paling tinggi. Oleh karena itu, inflasi nasional sangat dipengaruhi oleh perubahan harga beras (Sutomo, 2005). Beras mempunyai peran yang strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional (Suryana et al., 2001). Tahun 2011, konsumsi beras perkapita nasional sebesar 139,15 kg/kapita/tahun (BKP, 2012). Jika angka tersebut dikalikan dengan jumlah penduduk sebesar 242,3 juta jiwa, maka angka kebutuhan beras nasional mencapai 33,72 juta ton/tahun.
Permintaan terhadap beras di Indonesia menunjukkan tren yang semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari adanya perubahan pola konsumsi pangan pokok nasional. Data menunjukkan, pada tahun 1954 pemenuhan pangan pokok beras mencapai 53,5 persen dan pangan non beras sebesar 46,5 persen. Gencarnya program swasembada beras dan modernisasi gaya hidup telah merubah konsumsi pangan non beras menjadi beras dan terigu. Pada tahun 2010,konsumsi beras naik menjadi 78,04 persen, dan konsumsi pangan non beras nyaris hilang dan digantikan oleh terigu sebagai sumber karbohidrat setelah beras sebesar 14,73 persen.
Sumber daya pangan lokal memiliki peran yang sangat penting sebagai bahan komplementer maupun substitusi pengganti beras dalam mewujudkan kemandirian pangan. Banyak faktor yang mempengaruhi proses untuk tercapainya kemandirian pangan baik dilihat dari perilaku masyarakat, peran pemerintah, ketersediaan unsur pendukung pembangunan pertanian lainnya. Oleh karena itu, analisis kebijakan dalam mewujudkan kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal perlu disusun, dan di antaranya adalah melalui sistem modeling dengan indikator yang dapat diukur secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan serta dapat disimulasikan terlebih dahulu sebelum diterapkan di lapangan.
78
Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sistems Modelling
KONSEP KETAHANAN DAN KEMANDIRIAN PANGAN BERBASIS
SUMBER DAYA LOKAL
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai pada perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik dalam jumlah dan mutu; memenuhi standar aman, yaitu: beragam, bergizi, merata, dan terjangkau (B2SA); tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Dengan demikian, pangan dapat memenuhi kebutuhan manusia untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketahanan pangan dalam aspek ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan (konsumsi) pangan dapat tercapai apabila didukung oleh ketersediaan sumberdaya lahan, air, sumber daya manusia, teknologi, kelembagaan, maupun budaya serta dukungan kebijakan ekonomi dan pangan serta kebijakan otonomi dan desentralisasi sehingga mampu menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh yaitu sehat, aktif, dan produktif (Pemerintah Indonesia, 2009). Namun demikian tentu saja ketahanan pangan juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan strategis luar negeri dan dalam negeri di antaranya jumlah penduduk, kinerja ekonomi, dinamika pasar, dan terjadinya bencana (Gambar 1).
Gambar 1. Konsep dan Aspek yang Terkait dengan Ketahanan Pangan
Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan, menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau, serta
79
Agung Hendriadi
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan. Dengan demikian, konsep ketahanan pangan tidak melihat darimana pangan tersebut dihasilkan atau dengan cara apa pangan tersebut dihasilkan. Dalam ketahanan pangan suatu negara akan dikatakan “AMAN“, apabila mampu memenuhi pangannya tanpa dia memproduksi sendiri pangan tersebut. Artinya suatu negara boleh menggantungkan pemenuhan pangannya terhadap negara lain melalui mekanisme pasar. Konsep Ketahanan Pangan tersebut telah menyebabkan kebijakan pangan Indonesia saat ini cenderung sangat bergantung pada impor dan telah meminggirkan para petani pangan. Dalam hal ini produsen pangan utama. Petani dipaksa oleh sistem dan paradigma yang berorientasi pada keuntungan dan berorientasi uang. Akhirnya, petani dikondisikan untuk masuk ke dalam pasar produk pertanian yang tanggap terhadap perkembangan harga.
Berbasis kondisi pemahaman ketahanan pangan yang tidak berpihak pada pelaku utama produsen pangan, maka arah dan kebijakan ketahanan pangan harus didorong untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan dalam kerangka kemandirian pangan. Dalam hal ini, UU No.18 Tahun 2012 tentang Pangan mendifinisikan:
“Kemandirian Pangan sebagai kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai ditingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia,sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermartabat”.
Di tengah upaya pemerintah untuk memperkuat kemandirian pangan berbasis sumberdaya lokal, Indonesia juga harus mempersiapkan diri dalam menyongsong implementasi ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang tinggal kurang dari 2 tahun lagi. Konsep Utama dari MEA atau AEC adalah menciptakan ASEAN SEBAGAI SEBUAH PASAR TUNGGAL dan kesatuan basis produksi dimana terjadi aliran yang bebas atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN. Dengan Pemberlakuan MEA diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Terdapat empat pilar dari pemberlakuan MEA yaitu: 1) menjadikan ASEAN sebagai Pasar Tunggal dan Pusat Produksi; 2) Menjadikan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang kompetitif; 3) Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang seimbang; dan 4) Menjadikan ASEAN terintegrasi ke dalam ekonomi global.
Dunia usaha yang tergabung didalam Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN INDONESIA), sejak tahun 2010 sampai saat ini telah mengidentifikasi komoditas pangan unggulan/prioritas termasuk memanfaatkan sumber daya genetik pangan lokal yang dapat dikembangkan produksinya di dalam negeri, dengan tujuan memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sebagian dapat mensuplai pangan dunia. Program tersebut oleh Kadin Indonesia diberi nama FEED INDONESIA FEED THE WORLD (FIFTW), yang kegiatannya dilaksanakan secara
80
Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sistems Modelling
teratur setiap dua tahun sekali. Komoditas unggulan yang telah diidentifikasi sebanyak 20 komoditas yang dikelompokan ke dalam 4 kelompok, yaitu:
a. Kelompok I: 5 komoditas pangan strategis dan pendukung diversifikasi pangan : beras, jagung, kedele, gula dan singkong.
b. Kelompok II: 6 komoditas unggulan ekspor, yaitu kelapa sawit, teh, kopi, kakao, udang dan tuna.
c. Kelompok III: 3 komoditas pendukung perbaikan gizi masyarakat : daging, susu dan hortikultura.
d. Kelompok IV: 6 komoditas buah-buahan lokal terpopuler dan khas daerah tropis: mangga, pisang, salak, jeruk, manggis dan sirsak.
Sebagaimana digambarkan dalam the Food System Concept Diagram, with the Addition of Drivers And Feedbacks (Ericksen, 2009) bahwa natural driver (di antaranya adalah perubahan tanaman penutup lahan dan tanah, atmosfir, iklim, ketersediaan dan kualitas air, ketersediaan dan siklus nutrisi, biodifersiti, salinitas), socioeconomic driver (perubahan demografi, ekonomi, sosial politik, budaya, sains dan teknologi) yang menghasilkan driver interactions akan mempengaruhi kegiatan dalam sistem pembangunan pangan dan sistem pengolahan pangan yang memberikan kontribusi pada sosial welfare yang saling mempengaruhi terhadap aspek food security yang mencakup food utilization, food access, dan food availability dimana food security akan mempengaruhi secara timbal balik dengan aspek kesehatan lingkungan (Gambar 2).
Gambar 2. The Food System Concept Diagram, With the Addition of Drivers and
Feedbacks (Ericksen, 2009)
81
Agung Hendriadi
PRINSIP DINAMIKA SISTEM (SYSTEM MODELLING) DALAM ANALISIS KEBIJAKAN KEMANDIRIAN PANGAN
Dinamika sistem didasari oleh berpikir sistem (system thinking) yang merupakan salah satu konsep dasar dalam memahami dan melakukan analisis terhadap sistem (Bloom, 2008). Implementasi prinsip berpikir sistem pada sistem produksi kedelai nasional memfokuskan pada bagaimana sistem produksi kedelai nasional dipelajari secara berkaitan dengan unsur-unsur lainnya dalam suatu sistem. Pada prinsipnya, seperangkat elemen atau unsur sistem dalam mewujudkan kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal saling berinteraksi untuk menghasilkan perilaku, di mana elemen tersebut adalah sebuah bagian tertentu yang terdiri atas individu (pelaku produksi pangan), dan tiga subsistem lainnya yaitu, subsistem ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan.
Melalui proses berpikir sistem ini dapat dipelajari kaitan-kaitan (linkages), interaksi, dan proses antara elemen-elemen yang membangun sistem produksi kedelai nasional secara keseluruhan. Dengan demikian, diharapkan dengan model berpikir secara sistem ini, dapat efektif untuk menyelesaikan permasalahan pada sebagian besar tipe permasalahan khususnya permasalahan terkait dengan bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kemandirian pangan nasional.
Gambar 3. Keterkaitan Antar Sistem dalam Dinamika Sistem Analisis Kebijakan untuk Ketahanan Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
82
Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sistems Modelling
Subsistem ketersediaan pangan terdiri atas: produksi pangan (intensifikasi
dan ekstensifikasi), impor, cadangan pangan, dan bantuan pangan. Subsistem akses pangan terdiri atas: distribusi, daya beli, transportasi, infrastruktur pasar, pendapatan, dan pengeluaran untuk konsumsi. Sedangkan subsistem pemanfaatan pangan terdiri atas perilaku kesehatan masyarakat, higiene, sanitasi, kualitas air bersih, serta mutu dan keamanan pangan.
Kebijakan adalah petunjuk-petunjuk (directives) yang dikeluarkan dan disebarluaskan (oleh pemerintah) dengan tujuan: 1) Menciptakan serta membangun iklim dan kondisi yang perlu untuk mendukung (to facilitate) pelaksanaan strategi dan 2) Memberikan kepastian kepada unsur-unsur dunia usaha, masyarakat luas, dan peyelenggara pemerintahan; tentang arah, ruang lingkup, dan tingkat keleluasaan masing-masing di dalam memilih upaya yang berkaitan dengan strategi tersebut. Sedangkan prinsip-prinsip dinamika sistem atau (model) dalam analisis kebijakan adalah:
1. Model yang memenuhi syarat dan mampu dijadikan sarana analisis untuk merumuskan (merancang) kebijakan haruslah merupakan suatu wahana untuk menemukan jalan dan cara intervensi yang efektif dalam suatu sistem (fenomena).
2. Melalui jalan dan cara intervensi inilah perilaku sistem yang diinginkan dapat diperoleh (perilaku sistem yang tidak diinginkan dapat dihindari).
Dengan demikian, model yang dibentuk untuk tujuan analisis kebijakan haruslah memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Karena efek suatu intervensi (kebijakan), dalam bentuk perilaku, merupakan suatu kejadian berikutnya; maka untuk melacaknya, unsur (elemen) waktu perlu ada (dynamic);
2. Mampu mensimulasikan bermacam intervensi dan dapat memunculkan perilaku sistem karena adanya intervensi tersebut;
3. Memungkinkan mensimulasikan suatu intervensi yang efeknya dapat berbeda secara dramatik: (1) dalam konteks waktu (efek jangka pendek vs jangka panjang, trade offs in time), dan (2) dalam konteks sektoral (efek memperbaiki performance suatu sektor yang berakibat memperburuk performance sektor yang lain, trade offs between sectors); disebut dengan istilah dynamic complexity (kompleksitas dinamik);
4. Perilaku sistem di atas dapat merupakan perilaku yang pernah dialami dan teramati (historis) ataupun perilaku yang belum pernah teramati (pernah dialami tetapi tidak teramati atau belum pernah dialami tetapi kemungkinan besar terjadi); dan
5. Mampu menjelaskan mengapa (why) suatu perilaku tertentu (transisi yang sukar misalnya) dapat terjadi.
83
Agung Hendriadi
DINAMIKA SISTEM DALAM ANALISIS KEBIJAKAN KEMANDIRIAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL
Kerangka pikir dinamika sistem dalam analisis kebijakan kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal adalah dalam aspek kebijakan dalam perencanaan penyediaan pangan nasional dan dalam perencanaan konsumsi melalui diversifikasi pangan melalui pemanfaatan sumber daya pangan lokal. Kebijakan kemandirian pangan berbasis lokal ini akan dipengaruhi oleh sumber daya (lahan, teknologi, dan sarana-prasarana), impor maupun cadangan makanan, akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: gap konsumsi (merupakan selisih antara konsumsi aktual dan konsumsi ideal) dan gap ketersediaan (merupakan selisih antara ketersediaan aktual dengan ketersediaan ideal). Ketersediaan pangan dan konsumsi pangan akan mempengaruhi tingkat akses masyarakat terhadap pangan yang dibutuhkan. Sedangkan perencanaan konsumsi pangan dapat dilakukan di antaranya melalui perencanaan pola diversifikasi pangan. Ketersediaan pangan sangat dipengaruhi oleh perilaku produksi pangan nasional (Gambar 4).
Gambar 4. Kerangka Pikir Analisis Kebijakan Berbasis Sumber Daya Lokal Berdasarkan Dinamika Sistem
Kemandirian pangan sangat bergantung pada aspek ketersediaan pangan yang dipengaruhi oleh subsistem produksi nasional. Tabel 1 menyajikan Target Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Lima Komoditas Pangan Utama 2011 – 2014.
84
Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sistems Modelling
Tabel 1. Target Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan Lima Komoditas
Pangan Utama 2011 – 2014
Komoditas Sasaran Rata-rata
Pertumbuhan/ Tahun (%/th) 2010 2011 2012 2013 2014
Padi1)
Jagung2)
Kedelai3)
Gula
Daging Sapi4)
66,47
18,33
0,91
2,69
0,42
65,726)
17,61
0,84
2,23
0,45
67,826)
18,86
1,10
2,66
0,52
72,066)
19,83
2,00
3,10
0,58
76,576)
20,82
2,70
3,10
0,58
3,64
3,33
35,02
4,53
8,48 Keterangan: 1) GKG; 2) Pipilan Kering (PK); 3) Biji Kering; 4) Karkas; 5) Rata-rata
pertumbuhan selama 5 tahun (2010-2014); 6) Angka produksi padi tahun 2011-2014 mengalami penyesuaian sesuai Direktif Presiden.
Fenomena produksi tanaman pangan nasional, khususnya padi dan jagung menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Namun demikian, untuk kedelai pada tahun terakhir (2012 ke tahun 2013) sedikit menurun (Gambar 5). Sedangkan untuk produksi buah dan sayuran dari tahun 2002 sampai 2012 menunjukkan fluktuasi yang cukup nyata, khususnya untuk komoditas sayuran pada tahun 2009 ke 2010 menurun drastis, namun dua tahun berikutnya (2011 dan 2012) menunjukkan peningkatan.
Gambar 5. Perilaku Produksi Pangan Nasional pada Sepuluh Tahun Terakhir.
85
Agung Hendriadi
Produksi pangan nasional yang cukup tinggi ternyata belum mampu mengimbangi konsumsi pangan ideal sesuai dengan pola pangan harapan (PPH) di antaranya selain tingginya jumlah penduduk juga belum beragamnya pola konsumsi masyarakat. PPH di Indonesia masih 75 di bawah PPH ideal 100 (Gambar 6).
Gambar 6. Gambaran Umum Kondisi Eksisting dan Kondisi Ideal PPH
Berdasarkan kondisi existing dari pola pangan nasional yang ada saat ini, maka untuk menuju pada pola pangan harapan yang ideal, maka terdapat elemen-elemen yang perlu mendapatkan perhatian yang dimanifestasikan dalam causal loop. Elemen atau unsur yang terkait dan saling mempengaruhi dalam mewujudkan PPH ideal yang merupakan salah satu indikator tercapainya kemandirian pangan nasional adalah: a) konsumsi (beragam, bergizi, merata, dan terjangkau atau B2SA), b) Diversifikasi pangan, c) Perubahan perilaku konsumsi, d) Akses pangan, e) Ketersediaan pangan, f) Neraca pangan, g) Produksi, h) Impor, i) harga pangan, j) Ekstensifikasi, k) Intensifikasi, l) daya beli masyarakat, m) Distribusi pangan, n) Penyuluhan/akses informasi, o) Keamanan pangan, dan p) daya saing. Hubungan sebab akibat (causal loop) antar unsur yang terkait diwujudkan dalam Gambar 7.
86
Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sistems Modelling
Gambar 7. Causal Loop Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumber
Daya Lokal
Berdasarkan causal loop model ketahanan pangan yang telah disusun, dalam proses penyusunan analisis kebijakan, disusun diagram stock and flow (Gambar 8) yang dikategorikan ke dalam tiga subsistem sebagaimana telah disampaikan dalam kerangka pikir, yaitu: subsistem ketersediaan, subsistem konsumsi dan pemanfaatan pangan, dan subsistem akses pangan. Gambaran secara menyeluruh dari masing-masing subsistem model ketahanan pangan disajikan pada Gambar 8. Stock and flow inilah yang selanjutnya dideskripsikan dengan dukungan data riil didukung dengan analisis kualitatif berdasarkan diskusi dan focus group discussion (FGD) dengan stakeholders dan pelaku pembangunan pangan untuk disimulasikan sehingga menghasilkan kebijakan yang ideal untuk dapat diterapkan pada masyarakat sesuai dengan lingkungan strategis dan kondisi masyarakat.
KetersediaanPangan
AksesPangan
KonsumsiB2SA
DiversifikasiPangan
Perubahanperilaku
konsumsi (KAP)
Daya Beli
Distribusi
//
Penyuluhan/akses informasi
Produksi
DayaSaing
KeamananPangan
( - )( + )
NeracaPangan
Intensifikasi
Ekstensifikasi
Impor
Harga
-
+
++++-
+
+
+
-
++++
+
++
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Gap konsumsidg konsumsi
ideal-
+
87
Agung Hendriadi
Gambar 8. Diagram Stock and Flow Dinamika Sistem Analisis Kebijakan dalam
Mencapai Ketahanan Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
Analisis dinamika sistem nasional dilaksanakan dengan beberapa asumsi yang ditetapkan sebagai berikut:
1. Sub Model Ketersediaan Pangan: Laju kenaikan produksi semua kelompok bahan pangan existing diambil berdasarkan data 5 tahun terakhir (2007 – 2012) dan besarannya dianggap tetap.
2. Sub Model Konsumsi:
a. Kondisi existing preferensi (kecenderungan masyarakat terhadap pangan B2SA/beragam bergizi, seimbang dan aman) 50 persen, mutu (kualitas pangan yang tersedia di pasaran) 50 persen, harga/keterjangkauan masyarakat 70 persen, akses infomasi 50 persen.
b. Kondisi existing keamanan pangan yaitu higienis dan sanitasi 55 persen, tingkat kesehatan masyarakat 80 persen, penggunaan air bersih 55 persen (Unicef, 2010), penyebaran informasi 50 persen.
c. Angka Kecukupan Energi (AKE) dipakai berdasarkan AKE konsumsi yaitu 2000 Kkal/kapita/hari.
d. Target PPH sampai tahun 2020 adalah 100.
SUB MODEL PPHSUB MODEL KONSUMSI/ PEMANFAATAN PANGAN
MODEL KETAHANAN PANGAN
MODEL KETAHANANPANGAN
SUB-MODEL KETERSEDIAAN PANGAN
SUB-MODEL AKSES PANGAN
umbi2an
pngn hewani
kcng2ansyr dn buah
biji berminyaklmk dan mnyk
gula
lain2
AKE stndr
% kal
% AKE
Bobot
Skor AKE
Skor maks
Skor PPH awal
Delay diversifikasi
Kalori
konsumsi
PPH awal
Diversifikasi
Laju KAP
Gap Stdr Std pa
Ketersediaan
Akses Pangan
Penduduk
Produksi bhn pngn
Jml pa awal
Konversi div
Energi 2
Skor maks
Skor AKE 1
padi2an
tot kalskor aktual
energi3
lj energi
Delay diversifikasi
gap energi
std energi
toten3
%kal3
%AKE3
AKE stndr
Bobot
skorAKE3
totAKE3
SkorPPH3
PPH3
skor AKE4
Daya saing
Keamanan Pangan
Mutu
Preferensi Tingkat kesehatan
Penyebaraninformasi
Perubahankonsumsi Pangan
harga
Higienis dansanitasi
Produksi
Persen kenaikan
Intensifikasi
Ekstensifikasi
Impor
Perubahankonsumsi Pangan
Trend eksist
Prod bhn pngn 1
Laju pngktn prod
Gap prod BP
Bhn Pangan maks
susut
khlngn hsl
Stok BP
Konsumsi B2SA
delay akses
Penggunaan airbersih
Stok awal
Akses informasi
NeracaKetersediaan
Diversifikasi
Akses_Pangan
Akses_eksisting
Penambahansarana listrik
Pendapatan
Peningkatan saranajalan gap
peningkatan hambatan
Kerusakan saprasakses
Perbaikan saprasberkala
daya beli
distribusi
Sarana Pasar
Pengeluaran
88
Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sistems Modelling
e. Laju pertumbuhan penduduk 1,49 persen/tahun.
f. Penurunan konsumsi beras 1.625 persen/tahun.
Upaya (skenario) yang paling efisien, efektif, dan rasional dilakukan sesuai interkoneksi peubah yang berpengaruh untuk mencapai target yang diinginkan dengan memperhatikan time constraints. Berdasarkan hasil kajian terhadap kondisi eksisting, validitas data dan informasi yang tersedia, analisis lingkungan strategis, dan simulasi model yang telah dibuat, maka diperoleh skenario ideal yang memungkinkan dapat tercapainya Neraca Pangan positif serta target PPH tercapai dan berlanjut (Gambar 9).
Gambar 9. Skenario Kebijakan dalam Mencapai Kemandirian Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal
Skenario kebijakan yang diharapkan dapat diterapkan untuk mencapai ketahanan pangan secara berkelanjutan adalah dengan melakukan beberapa intervensi terhadap beberapa unsur yang dapat dikendalikan, yaitu terhadap subsistem ketersediaan pangan, daya saing, dan akses pangan. Berkaitan dengan ketersediaan pangan, upaya peningkatannya dapat dilakukan melalui: a) Peningkatan ketersediaan pangan jenis kacang-kacangan, sayur, dan buah sebesar 5 persen melalui intensifikasi melalui penggunaan benih berkualitas, adopsi pupuk berimbang, pengairan yang cukup dan penerapan sistem mutu (GAP dan GHP), dan b) Peningkatan ketersediaan sayur-sayuran/buah melalui ekstensifikasi dan intensifikasi masing-masing sebesar 5 persen. Pada subsistem peningkatan unsur daya saing pangan yang diproduksi, dilakukan upaya peningkatan preferensi, mutu, harga, akses informasi, higienis dan sanitasi, serta tingkat kesehatan masyarakat, penggunaan air bersih, dan penyediaan informasi
89
Agung Hendriadi
sebesar 100 persen. Sedangkan untuk peningkatan akses pangan dilakukan dengan upaya peningkatan sarana jalan dan sarana listrik sebesar 30 persen, perbaikan sarpras berkala 31 persen, sarana pasar 70 persen, pendapatan Rp 9.704.806, dan pengeluaran Rp 3.505.170.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan kondisi existing dari pola pangan nasional yang ada saat ini, maka analisis kebijakan untuk menuju kemandirian pangan berbasis sumber daya lokal didasarkan atas elemen-elemen pembangun tercapainya ketahanan pangan nasional yaitu: a) konsumsi (beragam, bergizi, merata, dan terjangkau), b) Diversifikasi pangan, c) Perubahan perilaku konsumsi, d) Akses pangan, e) Ketersediaan pangan, f) Neraca pangan, g) Produksi, h) Impor, i) Harga pangan, j) Ekstensifikasi, k) Intensifikasi, l) Daya beli masyarakat, m) Distribusi pangan, n) Penyuluhan/alses informasi, o) Keamanan pangan, dan p) Daya saing. Dalam proses analisis kebijakan, dikategorikan ke dalam tiga subsistem yaitu: subsistem ketersediaan, subsistem konsumsi dan pemanfaatan pangan yang dimanifestasikan dalam peningkatan daya saing pangan, dan subsistem akses pangan.
Rekomendasi yang disarankan berdasarkan dinamika sistem untuk kebijakan dalam rangka menuju sistem ketahanan dan kemandirian pangan nasional berbasis sumber daya lokal adalah:
1. Meningkatkan ketersediaan pangan melalui intensifikasi sebesar 5 persen (Kacang, sayur dan buah), melalui penggunaan benih berkualitas, adopsi pupuk berimbang, pengairan yang cukup dan penerapan sistem mutu (GAP dan GHP) serta ekstensifikasi dan rehabilitasi lahan sebesar 5 persen (sayur dan buah) melalui pembukaan lahan pertanian.
2. Meningkatkan daya saing produk pangan sebesar 20 persen melalui peningkatan preferensi, mutu, harga, akses informasi, keamanan pangan, akses air bersih, dan penyebaran informasi.
3. Peningkatan akses pangan sebesar 10 persen melalui peningkatan sarana jalan, penambahan sarana listrik, perbaikan sarana prasarana distribusi secara berkala dan perbaikan sarana pasar
4. Peningkatan kerjasama (sinergi) antar sektor dan lembaga terkait dalam pencapaian kemandirian, kedaulatan dan/atau ketahanan pangan
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2013. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi. Edisi 34 Maret 2013
Ericksen. 2009. The Food System Concept Diagram, With the Addition of Drivers and Feedbacks.
90
Analisis Kebijakan Kemandirian Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal Melalui Pendekatan Sistems Modelling
Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Teknis Gerakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP) tahun 2011. Jakarta: Kementan.
Pemerintah Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal.
Pemerintah Indonesia. 2012. UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pemerintah Indonesia, Jakarta
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal
Suryana, A. 2013. ”Kebijakan Percepatan Diversifikasi Pangan dan Pengembangan Pangkin untuk Substitusi Raskin di Wilayah Tertentu: Peluang dan Tantangan” disampaikan pada Diskusi:“Percepatan Diversifikasi Pangan melalui Strategi Ganda: Peningkatan Konsumsi dan Penguatan Bisnis Kuliner Pangan Lokal” 19 September 2013.
91