analisis integrasi pasar modal syariah dan...
TRANSCRIPT
ANALISIS INTEGRASI PASAR MODAL
SYARIAH DAN KONVENSIONAL YANG ADA
DI DUNIA DENGAN PASAR MODAL SYARIAH
DAN KONVENSIONAL DI INDONESIA
Oleh:
Sri Sumiati Handayani
1113081000073
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
T.A 1441 H/2020 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISIS INTEGRASI PASAR MODAL SYARIAH DAN
KONVENSIONAL YANG ADA DI DUNIA DENGAN PASAR MODAL
SYARIAH DAN KONVENSIONAL DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Sri Sumiati Handayani
NIM: 1113081000073
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing
Amalia, SE., MSM.
NIP. 197408212009012005
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
T.A 1441 H/2020 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Kamis, 18 Juni 2020 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Sri Sumiati Handayani
2. NIM : 1113081000073
3. Jurusan : Manajemen
4. Judul Skripsi : ―Analisis Integrasi Pasar Modal Syariah dan
Konvensional yang Ada di Dunia Dengan Pasar Modal Syariah dan
Konvensional di Indonesia‖
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di
atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 18 Juni 2020
1. Murdiyah Hayati, S.Kom., MM (_____________________)
NIP. 19741003 200312 2 001 Ketua
2. Amalia, SE., MSM (_____________________)
NIP. 197408212009012005 Pembimbing
3. Faizul Mubarok, M.M. (_____________________)
NIDN. 2014058801 Penguji Ahli
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari Senin Tanggal 17 April 2017 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas
mahasiswa:
1. Nama : Sri Sumiati Handayani
2. NIM : 1113081000073
3. Jurusan : Manajemen
4. Judul Skripsi : Analisis Integrasi Pasar Modal Syariah dan
Konvensional yang Ada di Dunia Dengan Pasar Modal
Syariah dan Konvensional di Indonesia
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 Agustus 2017
1. Titi Dewi Warninda, SE, M.SI
NIP. 19731221 200501 2 002 Penguji I
2. Faizul Mubarok, M.M.
NIDN. 2014058801 Penguji II
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Nama : Sri Sumiati Handayani
Tempat Tanggal Lahir : Banyumas, 19 Agustus 1995
Alamat : Dusun 1 Karangrau RT 02 RW 08, Banyumas
Nomor Telephone : 0838-9631-0528
Email : [email protected]
B. Pendidikan Formal
1. 2001 – 2007 : SD N 1 Kedunggede
2. 2007 – 2010 : SMP N 3 Banyumas
3. 2010 – 2013 : SMK N 1 Banyumas
4. 2013 – Sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
C. Pengalaman Organisasi
1. 2014 – 2016 : Anggota Departemen Penelitian dan Pengembangan
HMJ Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
D. Pengalaman Bekerja
1. Oktober 2016 : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kebayoran Baru II
Jakarta Selatan
vii
ABSTRAC
This study examines the integration of Indonesia's Islamic and conventional
capital markets with Islamic and conventional capital markets in the United
States, Malaysia, Japan, China, India, Britain, Sri Lanka, and Canada. This study
uses the Vector Autoregressive (VAR) / Vector Error Correction Model (VECM)
method and daily closing index data from January 2017 to March 2020.
The results showed a causal relationship between all Islamic and
conventional stock indices in the United States, Malaysia, Japan, China, India,
United Kingdom, Sri Lanka, and Canada with Islamic and conventional stock
indices in Indonesia. Then based on cointegration analysis, all Islamic and
conventional stock indices have a long-term relationship with the Indonesian
Islamic and conventional stock indices, except the Sri Lankan conventional stock
index. VECM estimation results show that all Islamic and conventional stock
indices have a short-term relationship, except for the Canadian stock index
Keywords: integration, VAR, VECM, causality, co-integration.
viii
ABSTRAK
Penelitian ini meneliti integrasi pasar modal syariah dan konvensional
Indonesia dengan pasar modal syariah dan konvensional yang di Amerika Serikat,
Malaysia, Jepang, China, India, Inggris, Sri Lanka, dan Kanada. Penelitian ini
menggunakan metode Vector Autoregressive (VAR)/Vector Error Correction
Model (VECM) dan data indeks penutupan harian mulai dari Januari 2017 sampai
Maret 2020.
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara semua
indeks saham syariah dan konvensional di Amerika Serikat, Malaysia, Jepang,
China, India, Inggris, Sri Lanka, dan Kanada dengan indeks saham syariah dan
konvensional di Indonesia. Kemudian berdasarkan analisis kointegrasi, semua
indeks saham syariah dan konvensional mempunyai hubungan jangka panjang
dengan indeks saham syariah dan konvensional Indonesia, kecuali indeks saham
konvensional Sri Lanka. Hasil estimasi VECM menunjukkan bahwa semua indeks
saham syariah dan konvensional mempunyai hubungan jangka pendek, kecuali
indeks saham Kanada.
Kata kunci: integrasi, VAR, VECM, kausalitas, kointegrasi.
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‟alamin, segala puji bagi Allah Subhanallahu
wata‟ala atas rahmat dan hidayah-Nya, yang telah memberikan nikmat dan
anugerah yang tak terkira, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul: ―Integrasi Pasar Modal Syariah dan Konvensional Yang Ada di Dunia
dengan Pasar Modal Syariah dan Konvensional di Indonesia‖. Tak lupa shalawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu „alaihi
wassalam beserta keluarga dan sahabatnya sehingga kita selaku umatnya
mendapat syafa‟at dan hidayahnya di hari akhir nanti.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan
tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
skripsi ini terutama kepada:
1. Orang tua saya yang telah membesarkan, mendidik, dan menyayangi saya
sepenuh hati. Mereka berdua yang tidak pernah lelah memberikan motivasi,
selalu mendoakan saya tanpa henti, selalu mengingatkan dan mendukung
saya baik secara moril maupun materil. Karena kerja keras, usaha, dan doa
mereka saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA, QIA., BKP., CRMP selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Murdiyah Hayati, S.Kom., MM. selaku Ketua Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Ibu Amalia, SE., MSM. selaku Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan
juga sekaligus selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih telah berkenan
meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing saya, yang telah bersedia
memberikan motivasi, tambahan ilmu, arahan dan solusi dari setiap
permasalahan atas kesulitan dalam penulisan skripsi ini.
x
5. Bapak Ade Suherlan, M.M, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
bersedia memberikan motivasi, banyak ilmu dan solusi selama masa
perkuliahan.
6. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan Staf Karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
kelancaran proses studi penulis selama masa perkuliahan.
7. Teman-teman seperjuangan Manajemen 2013, yang telah memberikan
semangat kepada penulis, terutama Tiara, Cucu, Lian, Debby, Maya, Rifka
dan teman-teman lainnya dari Konsentrasi Keuangan yang telah membantu,
mendukung, saling bertukar ilmu dan senantiasa berjuang bersama.
8. Teman-teman KKN BERKAT 094, terutama Anggun, Mega, Aldi, Indra,
terima kasih atas dukungannya.
9. Mba Nina, yang telah membantu memahami langkah-langkah penggunaan
Eviews, terima kasih banyak atas bantuannya.
10. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu dan memberi masukan serta inspirasi bagi penulis, suatu
kebahagian dan karunia dari Allah telah dipertemukan dan diperkenalkan
dengan orang-orang baik yang tanpa pamrih memberikan dukungan dan
pertolongan, saya ucapkan terima kasih banyak.
Akhir kata, penulis memahami bahwasannya tak ada satupun di dunia ini
yang sempurna, tak terkecuali skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan
kepada pembaca berkenan memberikan saran yang membangun guna memberikan
koreksi pada skripsi ini dan diadakan perbaikan untuk penulis berikutnya.
Jakarta, 10 Juni 2020
Sri Sumiati Handayani
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ....................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ....................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
ABSTRAC .............................................................................................................. vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah .................................................................................. 10
C. Perumusan Masalah ................................................................................... 11
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 14
A. Landasan Teori ........................................................................................... 14
1. Pasar Modal ............................................................................................ 14
2. Manfaat Pasar Modal .............................................................................. 16
3. Pasar Modal Syariah ............................................................................... 17
4. Prinsip Pasar Modal Syariah .................................................................. 17
5. Karakteristik Pasar Modal Syariah ......................................................... 20
6. Instrumen Pasar Modal Syariah ............................................................. 21
7. Fungsi Pasar Modal Syariah ................................................................... 23
8. Diversifikasi Internasional...................................................................... 24
xii
9. Integrasi Pasar ........................................................................................ 27
B. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 30
C. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 43
D. Hipotesis Penelitian .................................................................................... 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 49
A. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 49
B. Metode Penentuan Sampel ......................................................................... 49
C. Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 50
D. Metode Analisis Data ................................................................................. 51
E. Operasional Variabael Penelitian ............................................................... 59
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 66
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................................... 66
B. Temuan Hasil Penelitian ............................................................................ 77
C. Pembahasan .............................................................................................. 226
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 232
A. Simpulan .................................................................................................. 232
B. Saran ......................................................................................................... 234
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 235
LAMPIRAN ........................................................................................................ 240
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 36
Tabel 4. 1 Perkembangan Pasar Modal Indonesia ................................................ 67
Tabel 4. 2 Perkembangan Pasar Modal Syariah Indonesia ................................... 73
Tabel 4. 3 Statistika Deskriptif Indeks Saham Konvensional ............................... 90
Tabel 4. 4 Statistika Deskriptif Indeks Saham Syariah ......................................... 91
Tabel 4. 5 Uji ADF at level Indeks Saham Konvensional .................................... 92
Tabel 4. 6 Uji ADF at 1st Difference Indeks Saham Konvensional ..................... 93
Tabel 4. 7 Uji ADF at Level Indeks Saham Syariah ............................................. 94
Tabel 4. 8 Uji ADF at 1st Difference Indeks Saham Syariah ............................... 94
Tabel 4. 9 Penentuan Lag Optimal atas DJIA dengan IHSG ................................ 96
Tabel 4. 10 Penentuan Lag Optimal atas KLSE dengan IHSG............................. 96
Tabel 4. 11 Penentuan Lag Optimal atas N225 dengan IHSG .............................. 97
Tabel 4. 12 Penentuan Lag Optimal atas HSI dan IHSG ...................................... 98
Tabel 4. 13 Penentuan Lag Optimal atas NSEI dengan IHSG .............................. 98
Tabel 4. 14 Penentuan Lag Optimal antara FTSE dengan IHSG .......................... 99
Tabel 4. 15 Penentuan Lag Optimal antara CSE dan IHSG ............................... 100
Tabel 4. 16 Penentuan Lag Optimal antara TSX dengan IHSG ......................... 100
Tabel 4. 17 Penentuan Lag Optimal antara DJIMI dengan JKII......................... 101
Tabel 4. 18 Penentuan Lag Optimal antara DJMY25D dengan JKII ................. 102
Tabel 4. 19 Penentuan Lag Optimal antara DJIJP dengan JKII .......................... 102
Tabel 4. 20 Penentuan Lag Optimal antara DJICHKU dengan JKII .................. 103
Tabel 4. 21 Penentuan Lag Optimal antara DJIMIND dengan JKII ................... 104
Tabel 4. 22 Penentuan Lag Optimal antara DJIUK dengan JKII ........................ 104
Tabel 4. 23 Penentuan Lag Optimal antara DJISRLD dengan JKII ................... 105
Tabel 4. 24 Penentuan Lag Optimal antara DJICA dengan JKII ........................ 106
Tabel 4. 25 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIA dengan IHSG ................ 107
Tabel 4. 26 Hasil Uji Kausalitas Granger antara KLSE dengan IHSG ............... 107
Tabel 4. 27 Hasil Uji Kausalitas Granger antara N225 dengan IHSG ................ 108
Tabel 4. 28 Hasil Uji Kausalitas Granger antara HSI dengan IHSG .................. 109
Tabel 4. 29 Hasil Uji Kausalitas Granger antara NSEI dengan IHSG ................ 109
Tabel 4. 30 Hasil Uji Kausalitas Granger antara FTSE dengan IHSG ............... 110
Tabel 4. 31 Hasil Uji Kausalitas Granger antara CSE dengan IHSG ................. 111
Tabel 4. 32 Hasil Uji Kausalitas Granger antara TSX dengan IHSG ................. 111
Tabel 4. 33 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIMI dengan JKII ................ 113
Tabel 4. 34 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJMY25D dengan JKII ......... 114
Tabel 4. 35 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIJP dengan JKII ................. 114
Tabel 4. 36 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJICHKU dengan JKII .......... 115
Tabel 4. 37 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIMIND dengan JKII .......... 116
xiv
Tabel 4. 38 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIUK dengan JKII ............... 116
Tabel 4. 39 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJISRLD dengan JKII ........... 117
Tabel 4. 40 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJICA dengan JKII................ 118
Tabel 4. 41 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIA dengan IHSG ............................ 119
Tabel 4. 42 Hasil Uji Kointegrasi antara KLSE dengan IHSG ........................... 120
Tabel 4. 43 Hasil Uji Kointegrasi antara N225 dengan IHSG ............................ 121
Tabel 4. 44 Hasil Uji Kointegrasi antara HSI dengan IHSG .............................. 122
Tabel 4. 45 Hasil Uji Kointegrasi antara NSEI dengan IHSG ............................ 123
Tabel 4. 46 Hasil Uji Kointegrasi antara FTSE dengan IHSG ........................... 124
Tabel 4. 47 Hasil Uji Kointegrasi antara CSE dengan IHSG ............................. 125
Tabel 4. 48 Hasil Uji Kointegrasi antara TSX dengan IHSG ............................. 126
Tabel 4. 49 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIMI dengan JKII ............................ 127
Tabel 4. 50 Hasil Uji Kointegrasi antara DJMY25D dengan JKI....................... 128
Tabel 4. 51 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIJP dengan JKII ............................. 129
Tabel 4. 52 Hasil Uji Kointegrasi antara DJICHKU dengan JKII ...................... 130
Tabel 4. 53 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIMIND dengan JKII ...................... 131
Tabel 4. 54 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIUK dengan JKII ........................... 132
Tabel 4. 55 Hasil Uji Kointegrasi antara DJISRLD dengan JKII ....................... 133
Tabel 4. 56 Hasil Uji Kointegrasi antara DJICA dengan JKII ............................ 134
Tabel 4. 57 Nilai t-tabel ...................................................................................... 146
Tabel 4. 58 Hasil Estimasi VECM antara DJIA dengan IHSG .......................... 147
Tabel 4. 59 Hasil Estimasi VECM antara KLSE dengan IHSG ......................... 150
Tabel 4. 60 Hasil Estimasi VECM antara N225 dengan IHSG .......................... 153
Tabel 4. 61 Hasil Estimasi VECM antara HSI dengan IHSG ............................. 155
Tabel 4. 62 Hasil Estimasi VECM antara NSEI dengan IHSG .......................... 157
Tabel 4. 63Hasil Estimasi VECM antara FTSE dengan IHSG ........................... 160
Tabel 4. 64 Hasil Estimasi VECM antara CSE dengan IHSG ............................ 163
Tabel 4. 65 Hasil Estimasi VECM antara TSX dengan IHSG ............................ 165
Tabel 4. 66 Hasil Estimasi VECM antara DJIMI dengan JKII ........................... 168
Tabel 4. 67 Hasil Estimasi VECM antara DJMY25D dengan JKII .................... 171
Tabel 4. 68 Hasil Estimasi VECM antara DJIJP dengan JKII ............................ 173
Tabel 4. 69 Hasil Estimasi VECM antara DJICHKU dengan JKII .................... 176
Tabel 4. 70 Hasil Estimasi VECM antara DJIMIND dengan JKII ..................... 178
Tabel 4. 71 Hasil Estimasi VECM antara DJIUK dengan JKII .......................... 180
Tabel 4. 72 Hasil Estimasi VECM antara DJISRLD dengan JKII ..................... 183
Tabel 4. 73 Hasil Estimasi VECM antara DJICA dengan JKII .......................... 185
Tabel 4. 74 Variance Decomposition antara DJIA dengan IHSG ...................... 205
Tabel 4. 75 Variance Decomposition antara KLSE dengan IHSG ..................... 207
Tabel 4. 76 Variance Decomposition antara N225 dengan IHSG ...................... 208
Tabel 4. 77 Variance Decomposition antara HSI dengan IHSG ......................... 209
xv
Tabel 4. 78 Variance Decomposition antara NSEI dengan IHSG ..................... 211
Tabel 4. 79 Variance Decomposition antara FTSE dengan IHSG ...................... 212
Tabel 4. 80 Variance Decomposition antara CSE dengan IHSG ........................ 213
Tabel 4. 81 Variance Decomposition antara TSX dengan IHSG........................ 215
Tabel 4. 82 Variance Decomposition antara DJIMI dengan JKII ....................... 216
Tabel 4. 83 Variance Decomposition antara DJMY25D dengan JKII................ 217
Tabel 4. 84 Variance Decomposition antara DJIJP dengan JKII ........................ 219
Tabel 4. 85 Variance Decomposition antara DJICHKU dengan JKII ................ 220
Tabel 4. 86 Variance Decomposition antara DJIMIND dengan JKII ................. 222
Tabel 4. 87 Variance Decomposition antara DJIUK dengan JKII ...................... 223
Tabel 4. 88 Variance Decomposition antara DJISRLD dengan JKII ................. 224
Tabel 4. 89 Variance Decomposition antara DJICA dengan JKII ...................... 226
Tabel 4. 90 Total Neraca Perdagangan Indonesia ............................................... 229
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1. Pergerakan IHSG dari 2016-2020 .................................................... 3
Gambar 1. 2. Pergerakan JKII dari 2016-2020 ...................................................... 7
Gambar 4. 1. Grafik Closing Price IHSG ............................................................ 78
Gambar 4. 2. Grafik Closing Price DJIA ............................................................. 78
Gambar 4. 3. Grafik Closing Price KLSE ........................................................... 79
Gambar 4. 4. Grafik Closing Price N225 ............................................................ 80
Gambar 4. 5. Grafik Closing Price HSI ............................................................... 80
Gambar 4. 6. Grafik Closing Price NSEI ............................................................ 81
Gambar 4. 7. Grafik Closing Price FTSE ............................................................ 82
Gambar 4. 8. Grafik Closing Price CSE .............................................................. 82
Gambar 4. 9. Grafik Closing Price TSX .............................................................. 83
Gambar 4. 10. Grafik Closing Price JKII ............................................................ 84
Gambar 4. 11. Grafik Closing Price DJIMI ......................................................... 84
Gambar 4. 12. Grafik Closing Price DJMY25D ................................................. 85
Gambar 4. 13. Grafik Closing Price DJIJP .......................................................... 86
Gambar 4. 14. Grafik Closing Price DJICHKU .................................................. 86
Gambar 4. 15. Grafik Closing Price DJIMIND ................................................... 87
Gambar 4. 16. Grafik Closing Price DJIUK ........................................................ 88
Gambar 4. 17. Grafik Closing Price DJISRLD ................................................... 88
Gambar 4. 18. Grafik Closing Price DJICA ........................................................ 89
Gambar 4. 19. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIA dengan IHSG.............. 135
Gambar 4. 20. Hasil Uji Stabilitas VECM antara KLSE dengan IHSG ............ 136
Gambar 4. 21. Hasil Uji Stabilitas VECM antara N225 dengan IHSG ............. 136
Gambar 4. 22. Hasil Uji Stabilitas VECM antara HSI dengan IHSG ................ 137
Gambar 4. 23. Hasil Uji Stabilitas VECM antara NSEI dengan IHSG ............. 138
Gambar 4. 24. Hasil Uji Stabilitas VECM antara FTSE dengan IHSG ............. 138
Gambar 4. 25. Hasil Uji Stabilitas VECM antara CSE dengan IHSG ............... 139
Gambar 4. 26. Hasil Uji Stabilitas VECM antara TSX dengan IHSG ............... 140
Gambar 4. 27. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIMI dengan JKII .............. 140
Gambar 4. 28. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJMY25D dengan JKII ....... 141
Gambar 4. 29. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIJP dengan JKII ............... 142
Gambar 4. 30. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJICHKU dengan JKII ....... 142
Gambar 4. 31. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIMIND dengan JKII ........ 143
Gambar 4. 32. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIUK dengan JKII ............. 144
Gambar 4. 33. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIUK dengan JKII ............. 144
Gambar 4. 34. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJICA dengan JKII ............. 145
Gambar 4. 35. Impulse Response Function antara DJIA dengan IHSG ............ 189
Gambar 4. 36. Impulse Response Function antara KLSE dengan IHSG ........... 190
xvii
Gambar 4. 37. Impulse Response Function antara N225 dengan IHSG ............ 191
Gambar 4. 38. Impulse Response Function antara HSI dengan IHSG .............. 192
Gambar 4. 39. Impulse Response Function antara NSEI dengan IHSG ............ 193
Gambar 4. 40. Impulse Response Function antara FTSE dengan IHSG ........... 194
Gambar 4. 41. Impulse Response Function antara CSE dengan IHSG ............. 195
Gambar 4. 42. Impulse Response Function antara TSX dengan IHSG ............. 196
Gambar 4. 43. Impulse Response Function antara DJIMI dengan JKII ............ 197
Gambar 4. 44. Impulse Response Function antara DJMY25D dengan JKII ..... 198
Gambar 4. 45. Impulse Response Function antara DJIJP dengan JKII ............. 199
Gambar 4. 46. Impulse Response Function antara DJICHKU dengan JKII ...... 200
Gambar 4. 47. Impulse Response Function antara DJIMIND dengan JKII....... 201
Gambar 4. 48. Impulse Response Function antara DJIUK dengan JKII ........... 202
Gambar 4. 49. Impulse Response Function antara DJISRLD dengan JKII ....... 203
Gambar 4. 50. Impulse Response Function antara DJICA dengan JKII ............ 204
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Analisis Deskriptif Indeks Saham Konvensional ........................... 241
Lampiran 2: Analisis Deskriptif Indeks Saham Syariah ..................................... 241
Lampiran 3: Uji Stasioneritas Tingkat Level IHSG ............................................ 242
Lampiran 4: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIA ............................................ 242
Lampiran 5: Uji Stasioneritas Tingkat Level KLSE ........................................... 242
Lampiran 6: Uji Stasioneritas Tingkat Level N225 ............................................ 243
Lampiran 7: Uji Stasioneritas Tingkat Level HSI............................................... 243
Lampiran 8: Uji Stasioneritas Tingkat Level NSEI ............................................ 243
Lampiran 9: Uji Stasioneritas Tingkat Level FTSE ............................................ 244
Lampiran 10: Uji Stasioneritas Tingkat Level CSE ............................................ 244
Lampiran 11: Uji Stasioneritas Tingkat Level TSX ........................................... 244
Lampiran 12: Uji Stasioneritas Tingkat Level JKII ............................................ 245
Lampiran 13: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJMY25D ................................. 245
Lampiran 14: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIJP ......................................... 245
Lampiran 15: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJCHKU ................................... 246
Lampiran 16: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIMIND .................................. 246
Lampiran 17: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIUK ....................................... 246
Lampiran 18: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJISRLD ................................... 247
Lampiran 19: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJICA ........................................ 247
Lampiran 20: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IHSG ......................... 247
Lampiran 21: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIA .......................... 247
Lampiran 22: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference N225 .......................... 248
Lampiran 23: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference HSI ............................ 248
Lampiran 24: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference NSEI .......................... 248
Lampiran 25: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FTSE ......................... 248
Lampiran 26: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference CSE ........................... 249
Lampiran 27: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference TSX ........................... 249
Lampiran 28: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference JKII............................ 249
Lampiran 29: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIMI ........................ 250
Lampiran 30: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJMY25D ................. 250
Lampiran 31: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIJP ......................... 250
Lampiran 32: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJICHKU.................. 250
Lampiran 33: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIMIND .................. 251
Lampiran 34: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIUK ....................... 251
Lampiran 35: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJISRLD ................... 251
Lampiran 36: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJICA ....................... 251
Lampiran 37: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIA dengan IHSG .......... 252
Lampiran 38: Uji Penentuan Asumsi Deterministik KLSE dengan IHSG ......... 253
xix
Lampiran 39: Uji Penentuan Asumsi Deterministik N225 dengan IHSG .......... 254
Lampiran 40: Uji Penentuan Asumsi Deterministik HSI dengan IHSG ............. 255
Lampiran 41: Uji Penentuan Asumsi Deterministik NSEI dengan IHSG .......... 256
Lampiran 42: Uji Penentuan Asumsi Deterministik FTSE dengan IHSG .......... 257
Lampiran 43: Uji Penentuan Asumsi Deterministik CSE dengan IHSG ............ 258
Lampiran 44: Uji Penentuan Asumsi Deterministik TSX dengan IHSG ............ 259
Lampiran 45: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIMI dengan JKII ........... 260
Lampiran 46: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJMY25D dengan JKII .... 261
Lampiran 47: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIJP dengan JKII ............ 262
Lampiran 48: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJICHKU dengan JKII .... 263
Lampiran 49: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIMIND dengan JKII ..... 264
Lampiran 50: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIUK dengan JKII .......... 265
Lampiran 51: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJISRLD dengan JKII ..... 266
Lampiran 52: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJICA dengan JKII .......... 267
Lampiran 53: Estimasi VECM antara DJIA dengan IHSG ................................ 267
Lampiran 54: Estimasi VECM antara DJJIMI dengan JKII ............................... 269
Lampiran 55: Impulse Response Function DJIA dengan IHSG ......................... 271
Lampiran 56: Impulse Response Function DJIMI dengan JKII ......................... 272
Lampiran 57: Variance Decomposition DJIA dengan IHSG .............................. 272
Lampiran 58: Variance Decomposition DJMI dengan JKII ............................... 273
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menjalankan roda perekonomiannya, suatu negara pasti
membutuhkan modal yang bisa didapatkan baik dari dalam negeri maupun
luar negeri. Modal akan diperoleh dari investasi yang ditanamkan oleh para
investor ke dalam berbagai proyek ataupun sekuritas yang tersedia di negara
tersebut. Oleh karena itu peran pasar modal sangatlah penting disini sebagai
sarana untuk menampung modal baik dari investor dalam negeri maupun
investor asing.
Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk
berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa
diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang
diterbitkan oleh pemerintah, public authorities, maupun perusahaan swasta.
Dengan demikian pasar modal merupakan konsep yang lebih sempit dari
pasar keuangan (financial market). Dalam financial market, diperdagangkan
semua bentuk hutang dan modal sendiri, baik dana jangka pendek maupun
jangka panjang, baik negotiable maupun tidak (Husnan, 2005). Sedangkan
menurut UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang dimaksud dengan
pasar modal adalah kegiaan yang berkaitan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Adapun
yang dimaksud dengan efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan
2
utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit
penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap
derivatif dari efek.
Kemajuan suatu negara dapat dilihat melalui perkembangan pasar
modalnya. Pasar modal menjalankan fungsi ekonomi dan fungsi keuangan
yang membuat peran pasar modal menjadi sangat penting terhadap kemajuan
suatu negara (Husnan, 2005). Fungsi ekonomi dari pasar modal yaitu
menyediakan fasilitas yang mempertemukan pihak yang memiliki kelebihan
dana dengan pihak yang kekurangan dana. Sedangkan fungsi keuangan pasar
modal yaitu memberikan kemungkinan pengembalian (return) sesuai dengan
jenis investasinya. Dengan menanamkan investasi, investor akan
mengharapkan pengembalian keuntungan dari penyerahan dana tersebut
(Krisandi & Muharam, 2015). Pasar modal adalah salah satu instrumen
pembiayaan dan investasi yang melibatkan seluruh potensi masyarakat baik
di dalam negeri dan luar negeri. Oleh karena itu, pasar modal merupakan
salah satu pendorong utama globalisasi di sektor keuangan (Dwi Puryati,
2013).
3
Gambar 1. 1. Pergerakan IHSG dari 2016-2020
Sumber: www.investing.com
Perkembangan IHSG selama 5 tahun terakhir menunjukkan pergerakan
yang cukup stabil. Namun pada 3 bulan pertama di tahun 2020 IHSG terus
mengalami penurunan. Pergerakan indeks cenderung menurun, dengan harga
penutupan (closing price) pada bulan Maret 2020 mencapai Rp. 4.538,93.
Selama 5 tahun terakhir IHSG mencapai harga penutupan tertinggi pada
bulan Januari 2018, yaitu sebesar Rp. 6.605,63. Sedangkan harga penutupan
terendah terdapat pada bulan September 2015 sebesar Rp. 4.223,91.
Perkembangan teknologi dan arus globalisasi saat ini membuat kita mau
tidak mau untuk berinteraksi dengan dunia luar. Berbagai informasi dari luar
negeri dapat mempengaruhi keadaan di dalam negeri, dan tentunya sektor
ekonomi pun tidak luput dari pengaruh tersebut. Contoh kegiatan interaksi
4
ekonomi antarnegara adalah perusahaan-perusahaan multinasional (yaitu
perusahaan yang dimiliki lebih dari satu negara) ataupun perusahaan
transnasional (yaitu perusahaan yang beroperasi di berbagai negara). Dengan
adanya pasar modal internasional, para pemodal bisa melakukan investasi di
berbagai negara bukan dengan melakukan investasi langsung (direct
invesment), seperti yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dan
transnasional, tetapi dengan jalan membeli sekuritas-sekuritas yang
ditawarkan di bursa-bursa efek tersebut (Husnan, 2005).
Perkembangan teknologi informasi, munculnya investor global dan
perusahaan multinasional, dan bantuan dari hambatan perdagangan
tradisional telah memfasilitasi penciptaan ekonomi global, dan sebagai
hasilnya, itu memotivasi integrasi ekonomi di seluruh negara (Chin-Hong
Puah, et.al., 2015). Integrasi ekonomi adalah pengurangan hambatan ekonomi
antara dua atau beberapa negara. Sementara integrasi pasar adalah suatu
keadaan di mana harga saham di berbagai pasar modal di dunia saling
berkorelasi erat dengan berbagai pasar modal lainnya (Eitmen, et.al., 2007),
sehingga sehingga tercapai harga internasional dan memberikan akses yang
mudah bagi investor diseluruh dunia. Integrasi pasar modal berarti bahwa
tidak ada hambatan untuk memiliki sekuritas di setiap pasar modal, dan tidak
ada penghalang di capital inflow/outflow. Dengan integrasi pasar modal akan
membuat biaya modal yang lebih rendah daripada jika pasar modal tidak
terintegrasi (Husnan, 2005).
5
Pasar modal yang terintegrasi, akan meningkatkan perannya dalam
peningkatan pembangunan ekonomi. Menurut Liaw (2005), pasar modal
memiliki peranan penting sebagi sumber pendanaan jangka panjang bagi
korporasi dan memberikan investor tambahan nilai keuntungan. Bursa-bursa
saham yang terintegrasi akan memberikan peluang bagi perusahaan-
perusahaan untuk mendapatkan modal secara efisien. Sedangkan bagi para
investor dapat menanamkan modalnya pada sekuritas atau investasi portofolio.
Rasyidin (2016) menguji integrasi pasar modal ASEAN pasca
pemberlakuan MEA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasar modal
Singapura (FTSE), Filipina (PSEI), dan Vietnam (VN30) dengan pasar modal
Indonesia hanya mempunyai hubungan jangka panjang. Sementara itu, pasar
modal Malaysia (KLSE) dan Thailand (SET) memiliki hubungan jangka
panjang dan jangka pendek dengan pasar modal Indonesia.
Sektor pasar modal merupakan sektor kegiatan perekonomian yang
mempunyai potensi besar untuk dikembangkan setelah pemberlakuan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dengan adanya pemberlakuan MEA
diharapkan dapat meningkatkan kualitas transparansi dan tata kelola pasar
modal sehingga meningkatkan investasi di pasar modal domestik. Dengan
terintegrasinya pasar modal akan membuat aliran modal antar negara di
ASEAN meningkat, sinkronisasi harga aset, pendalaman pasar, stabilitas
pasar keuangan, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan
ASEAN. Pelaku pasar harus sadar dengan konsekuensi persaingan yang
semakin ketat jika terjadi integrasi pasar. (Rasyidin, 2016).
6
Penelitian tentang integrasi pasar modal di kawasan Asia oleh Dwi
Puryati dan Reni Marlina (2013) menunjukkan bahwa terdapat kointegrasi di
sembilan bursa saham Asia. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan harga
saham di pasar tidak hanya ditentukan oleh faktor dalam negeri tetapi juga
terkait erat dengan faktor pembentukan harga di negara asing. Jadi, ketika
harga saham naik, maka akan diikuti dengan kenaikan harga di bursa-bursa di
negara-negara Asia lainnya dan sebaliknya.
Secara teoritis, pasar modal Asia terpadu menunjukkan tidak ada
hambatan dalam memiliki bursa efek dan tidak ada hambatan dalam capital
inflow dan outflow modal. Investor dapat melakukan diversifikasi dengan
lebih luas sehingga biaya modal menjadi lebih rendah dari pasar modal yang
tidak terintegrasi. Karena risiko yang relevan bagi investor adalah risiko
nondiversification. Diversifikasi yang dapat menghilangkan sebagian besar
dari total risiko akan membuat investor tertarik untuk melakukan diversifikasi
investasi mereka di banyak pasar (Dwi Puryati, 2013).
Bakri Abdul Karim, M. Shabri Abd. Majid, dan Samsul Arifin Abdul
Karim (2014) menguji integrasi pasar saham antara emerging market
Indonesia dengan mitra dagang utamanya (Jepang, AS, Singapura, dan
China). Hasil penelitian menunjukkan pasar saham Indonesia terkointegrasi
dengan pasar saham AS, Jepang, Singapura, dan China. Hal ini menunjukkan
kesempatan untuk investor asing memperoleh keuntungan dari diversifikasi
portofolio internasional di pasar tersebut terbatas. Pemerintah Indonesia
harus mepertimbangkan berbagai perkembangan di pasar Jepang, AS,
7
Singapura, dan China dalam membuat kebijkan terkait pasar saham
Indonesia.
Gambar 1. 2. Pergerakan JKII dari 2016-2020
Sumber: www.investing.com
Pasar modal syariah di Indonesia juga menunjukkan perkembangan
yang baik sejak pertama kali diluncurkan pada tahun 2003. Pasar Modal
Syariah menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 40/DSN-
MUI/X/2003, tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal, adalah pasar modal beserta seluruh
mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang
diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah memenuhi prinsip-
prinsip syariah.
8
Pasar modal syariah yang diwakili oleh Jakarta Islamic Index (JKII)
selama tahun terakhir mengalami kenaikan dan penurunan secara bergantian
dengan harga penutupan tertinggi mencapai Rp. 789,12 pada Januari 2018.
Namun, JKII terus mengalami penurunan dari pertengahan akhir 2019 hingga
awal tahun 2020 dengan harga penutupan terendah mencapai Rp. 449,85.
Pasar modal syariah menawarkan resiko yang lebih kecil sehingga menjadi
sarana investasi yang menarik. Selain itu, mayoritas masyarakat Indonesia
adalah muslim, hal ini membuat semakin banyak orang yang terarik untuk
berinvestasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Hingga saat ini penelitian mengenai integrasi pasar modal syariah dan
konvensional masih sedikit ditemukan. Beberapa diantaranya adalah
penelitian yang dilakukan oleh Yunus Kilic dan Mehmet Fatih Bugan (2016)
yang meneliti tentang pasar ekuitas syariah, menguji efek contagion
menggunakan metode DCC-GARCH. Hasil menunjukkan terdapat korelasi
yang sangat tinggi antara return indeks syariah dan konvensional masing-
masing region. Selama krisis, hubungan ini menurun dan respon terhadap
guncangan berbeda waktunya. Penelitian ini menyimpulkan pasar syariah
tidak bereaksi berbeda dari pasar konvensional menghadapi krisis keuangan,
dan mereka tidak ―aman‖ untuk investor selama krisis keuangan.
Penelitian selanjutnya oleh Hussin, et al. (2013) menguji kointegrasi
pasar saham syariah di Malaysia, Indonesia, dan dunia menggunakan metode
Vector Auto Regression (VAR). Hasil studi menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan jangka panjang antara FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah
9
(FBMES), Jakarta Islamic Index (JAKISL), dan Dow Jones Islamic Market
Index (DJIM). Berdasarkan hasil, dapat disimpulkan pasar modal syariah
Malaysia tidak terintegrasi dengan pasar modal Indonesia dan pasar modal
dunia secara jangka panjang.
Kemudian N. Abu Bakar dan Mansur M. Masih (2014) meneliti
hubungan dinamis antara indeks syariah dan pasar modal utama dengan
menggunakan Wavelet Time-Scale Decoposition Analysis. Penelitian ini
merupakan percobaan pertama untuk menguji analisis skala waktu dari
hubungan antara indeks syariah internasional dengan 6 pasar modal utama
internasional. Variabel yang digunakan adalah DJIM sebagai indeks utama,
FTSE100 (UK), Nikkei 225 (Jepang), S&P Euro (Eropa), SSEC (China), dan
KLCI (Malaysia) dengan periode penelitian dari Januari 1996 – Februari
2013. Hasil penelitian menunjukkan dalam hal volatilitas, indeks yang
dianalisis tampaknya memiliki pola yang sama dimana volatilitas yang
signifikan terjadi selama tahun 1998 sampai 2003 dan 2007 sampai 2011,
dan perbedaan antara mereka adalah skala waktu. Kemudian indeks Islam
tampaknya memiliki comovement sangat tinggi dengan pasar AS, Inggris dan
Eropa, cukup dipengaruhi oleh pasar Malaysia dan Jepang, dan memiliki
comovement rendah dengan pasar Cina.
Objek penelitian ini adalah indeks saham yang terdapat dalam bursa
saham syariah dan konvensional di dunia. Untuk wilayah Asia diwakili oleh
indeks saham dari Indonesia, Malaysia, Jepang, China, India, dan Sri Lanka.
10
Wilayah Eropa diwakili oleh indeks saham dari Inggris, wilayah Amerika
diwakili oleh Amerika Serikat dan Kanada.
Bursa saham Indonesia, Malaysia, India, dan Sri Lanka dipilih untuk
mewakili bursa saham di negara berkembang, sedangkan bursa saham
Jepang, China, Inggris, Kanada dan Amerika Serikat mewakili bursa saham
di negara maju. Data indeks saham syariah dan konvensional yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data harian dengan periode penelitian
1 Januari 2017 sampai 31 Maret 2020. Berdasarkan latar belakang dan uraian
diatas, maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul
―Analisis Integrasi Pasar Modal Syariah dan Konvensional yang Ada di
Dunia dengan Pasar Modal Syariah dan Konvensional di Indonesia.‖
B. Pembatasan Masalah
Pada saat ini terdapat berbagai macam bursa saham di seluruh dunia.
Setiap negara pasti mempunyai bursa saham dengan berbagai macam jenis
indeks di dalamnya. Dengan kemajuan teknologi informasi dan dorongan
ekonomi, investor saat ini dapat menanamkan modalnya di berbagai bursa
saham tersebut. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya hubungan yang
berkaitan antara bursa saham satu sama lainnya.
Namun dikarenakan berbagai hambatan, diantaranya tidak tersedianya
data di publik dan tidak semua negara mengeluarkan indeks syariah, maka
penulis hanya meneliti beberapa negara saja. Bursa saham yang akan diteliti
adalah bursa saham syariah dan konvensional di negara Indonesia, Malaysia,
Jepang, China, India, Sri Lanka, Inggris, Amerika Serikat dan Kanada.
11
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat hubungan jangka pendek antara bursa saham
konvensional di Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris, India,
Sri Lanka dan Kanada terhadap bursa saham konvensional di Indonesia
(IHSG)?
2. Apakah terdapat hubungan jangka pendek antara bursa saham syariah di
Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris, India, Sri Lanka dan
Kanada terhadap bursa saham syariah di Indonesia (JKII)?
3. Apakah terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham
konvensional di Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris, India,
Sri Lanka dan Kanada terhadap bursa saham konvensional di Indonesia
(IHSG)?
4. Apakah terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham syariah di
Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris, India, Sri Lanka dan
Kanada terhadap bursa saham syariah di Indonesia (JKII)?
5. Apakah terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham konvensional di
Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris, India, Sri Lanka dan
Kanada terhadap bursa saham konvensional di Indonesia (IHSG)?
6. Apakah terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham yariah di
Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris, India, Sri Lanka dan
Kanada terhadap bursa saham syariah di Indonesia (JKII)?
12
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Peneltian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk menganalisis hubungan jangka pendek antara bursa saham
konvensional di Malaysia, Jepang, China, India, Sri Lanka, Inggris,
Amerika Serikat dan Kanada terhadap bursa saham konvensional di
Indonesia (IHSG).
b. Untuk menganalisis hubungan jangka pendek antara bursa saham syariah
di Malaysia, Jepang, China, India, Sri Lanka, Inggris, Amerika Serikat
dan Kanada terhadap bursa saham syariah di Indonesia (JKII).
c. Untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara bursa saham
konvensional di Malaysia, Jepang, China, India, Sri Lanka, Inggris, Turki,
Amerika Serikat dan Kanada terhadap bursa saham konvensional di
Indonesia (IHSG).
d. Untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara bursa saham
syariah di Malaysia, Jepang, China, India, Sri Lanka, Inggris, Amerika
Serikat dan Kanada terhadap bursa saham syariah di Indonesia (JKII).
e. Untuk menganalisis hubungan kausalitas antara bursa saham
konvensional di Malaysia, Jepang, China, India, Sri Lanka, Inggris,
Amerika Serikat dan Kanada terhadap bursa saham konvensional di
Indonesia (IHSG).
13
f. Untuk menganalisis hubungan kausalitas antara bursa saham syariah di
Malaysia, Jepang, China, India, Sri Lanka, Inggris, Amerika Serikat dan
Kanada terhadap bursa saham syariah di Indonesia (JKII).
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan
pengetahuan tentang pasar modal, manajemen investasi, dan diversifikasi
portofolio, sebagaimana yang telah dipelajari secara teoritis dalam
perkuliahan. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai suatu
gambaran dan informasi bagi para civitas akademika yang ingin
melakukan penelitian selanjutnya di masa depan.
b. Bagi Investor
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
membuat strategi investasi, agar dapat menghasilkan keuntungan yang
maksimal pada saat menyusun portofolionya. Penelitian ini juga dapat
membantu meramalkan pergerakan dalam bursa saham syariah dan
konensional.
c. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam menentukan
kebijakan strategis dalam perekonomian khususnya di bidang pasar
modal syariah dan konvensional.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pasar Modal
Pada dasarnya, pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk
berbagai instrumen keuangan jangka panjang, baik dalam bentuk utang
ataupun modal yang bisa diperjualbelikan. Jika pasar modal merupakan pasar
untuk surat berharga jangka panjang, maka pasar uang (money market)
merupakan pasar surat berharga jangka pendek. Baik pasar modal maupun
pasar uang merupakan bagian dari pasar keuangan (financial market). Jika di
pasar modal diperjualbelikan instrumen keuangan seperti saham, obligasi,
waran, right, obligasi konvertibel dan berbagai produk turunan (derivatif)
seperti opsi (put atau call), maka di pasar uang diperjualbelikan antara lain
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU),
Commercial Paper, Promissory Notes, Call Money, Repurchase Agreement,
Banker‟s Acceptance, Treasury Bills dan lain-lain. Undang-undang Pasar
Modal No. 8 Tahun 1995 memberikan pengertian Pasar Modal yang lebih
spesifik yaitu ―kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan
perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.‖
Pasar modal memiliki peran besar bagi perekonomian suatu negara
karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan
fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena
15
menyediakan fasilitas atau wadah yang mempertemukan dua kepentingan
yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang
memerlukan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka pihak yang
memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan
harapan memperoleh imbalan (return) sedangkan pihak issuer (dalam hal ini
perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk kepentingan investasi
tanpa harus menunggu tersedianya dana dari operasi perusahaan. Pasar modal
dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan
kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik
dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Pasar modal menyediakan sumber pembiayaan dengan jangka waktu
yang lebih panjang, yang diinvestasikan sebagai modal untuk menciptakan
dan memperluas lapangan kerja yang akan meningkatkan volume aktivitas
perekonomian yang profitable dan sehat. Modal yang bisa berupa dana
produksi atau dana untuk pengadaan barang modal seperti barang atau benda,
pabrik dan peralatannya yang digunakan secara aktual untuk memproduksi
barang dan jasa. Instrumen pasar modal dapat dibedakan ke dalam dua
macam segmen yaitu, non-securities segment dan securities segment.
Non-securities segment menyediakan dana dari lembaga keuangan
langsung kepada perusahaan. Perusahaan langsung bernegosiasi dengan
penyedia dana, misalnya dengan lembaga perbankan, perusahaan asuransi,
dana pensiun, dan sebagainya. Biasanya lembaga keuangan akan menahan
tanda bukti investasi berupa loan agreement dan credit agreement sampai
16
pelunasan dilaksanakan. Dengan demikian, investasi tidak dapat dijual secara
mudah kepada perorangan maupun kepada investor kecil.
Dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian menjadi
meningkat karena pasar modal merupakan alternatif pendanaan bagi
perusahaan-perusahaan sehingga perusahaan dapat beroperasi denan skala
lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahaan
dan kemakmuran masyarakat luas.
2. Manfaat Pasar Modal
a. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha
sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.
b. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan
upaya diversifikasi.
c. Menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi negara.
d. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat
menengah.
e. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme,
menciptakan iklim perusahaan yang sehat.
f. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik.
g. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan
mempunyai prospek.
h. Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan
risiko yang bisa diperhitunkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan
diversifikasi investasi.
17
i. Membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses
kontrol sosial.
j. Pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, mendorong
pemanfaatan manajemen profesional.
k. Sumber pembiayaan dana jangka panjang bagi emiten.
3. Pasar Modal Syariah
Pasar modal adalah pasar yang mempertemukan mereka yang
memerlukan dana jangka panjang dan mereka yang dapat menyediakan dana
tersebut. Jual beli dana jangka panjang ditunjukkan dengan kegiatan
perusahaan yang menerbitkan saham, obligasi, dan sekuritas-sekuritas lain
yang bersifat jangka panjang. Bursa Efek merupakan satu bentuk kegiatan
pasar modal (Achsien, 2003).
Pasar Modal Syariah menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.
40/DSN-MUI/X/2003, tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan
Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, adalah: Pasar Modal beserta seluruh
mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang
diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah memenuhi prinsip-
prinsip syariah.
4. Prinsip Pasar Modal Syariah
Saat dibukanya penawaran umum pada pasar modal perdana terdapat
berbagai hal yang harus diperhatikan baik oleh investor maupun emiten, yaitu:
a. Instrumen atau efek yang diperjualbelikan harus sejalan dengan prinsip
syariah, seperti saham syariah dan sukuk (obligasi syariah) yang terbebas
18
dari unsur riba (interest) dan gharar (ketidakpastian atau
ketidaklengkapan informasi yang tidak dapat dikelola dan potensi
menimbulkan penyesalan dan pertengkaran).
b. Emiten yang mengeluarkan efek syariah, baik berupa saham ataupun
sukuk, harus mentaati semua aturan syariah, maka produk barang dan
jasa harus sejalan etika ajaran Islam. Seperti usaha casino, perusahaan
rokok, minuman keras, dan bisnis asusila akan membuat emiten tidak
boleh masuk dalam bursa saham dan obligasi syariah.
c. Semua efek harus berbasis pada harta (berbasis aset) atau transaksi riil
(‗ain), bukan menerapkan dari kontrak hutang piutang. Oleh karena itu,
hasil investasi yang akan diterima pemodal merupakan fungsi dari
manfaat yang akan diterima perusahaan dari dana atau harta hasil
penjualan efek.
d. Semua transaksi tidak mengandung ketidakjelasan yang berlebihan
(gharar) atau spekulasi murni. Atau semua transaksi tidak mengandung
unsur judi atau pertukaran yang didasari oleh spekulasi tinggi (qimar)
yang lebih tepat disebut dengan permainan asumsi kosong.
e. Mematuhi semua aturan islam yang berhubungan dengan hutang piutang,
seperti tidak dibenarkan jual-beli utang dengan cara diskon; emiten tidak
boleh menerbitkan efek untuk membayar kembali hutang (bai‟ad-dain bi
ad-dain), maka dana hasil penjualan efek diterima perusahaan emiten
untuk diinvestasikan pada usaha riil; tidak boleh ada kompensasi yang
berdasarkan pada pembaharuan (restructuring/rescheduling) dari utang;
19
dan, tidak dibenarkan melakukan jual-beli masa datang (forward) untuk
transaksi valuta asing.
Prinsip-prinsip dan petunjuk fundamental Al-Qur‘an yang dapat
dibangun dalam tataran muamalah, khususnya dalam pembiayaan dan
investasi keuangan, antara lain:
a. Pembiayaan atau investasi hanya dapat dilakukan pada asset atau
kegiatan usaha yang halal, spesifik dan bermanfaat.
b. Uang merupakan alat bantu pertukaran nilai, dimana pemilik harta akan
memperoleh bagi hasil dari kegiatan usaha tersebut, maka pembiayaan
atau investasi harus pada mata uang yang sama dengan pembukuan
kegiatan usaha.
c. Akad yang terjadi antara pemilik harta dengan emiten harus jelas.
Tindakan maupun informasinya harus transparan dan tidak boleh
menimbulkan keraguan yang dapat merugikan salah satu pihak,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW; ―tidak halal bagi seorang muslim
menjual dari saudaranya suatu jual beli di dalamnya ada aib, cacat,
kecuali ia menjelaskannya.‖ (HR. Bukhari).
d. Baik pemilik harta maupun emiten tidak boleh mengambil resiko yang
melebihi kemampuannya dan dapat menimbulkan kerugian. Dalam
sebuah hadist shohih, Rasulullah SAW bersabda; ―sebaik-baik orang
beriman adalah orang yang toleran dala menjual, toleran dalam membeli,
toleran dalam membayar dan toleran dalam mencari keadilan.‖
20
e. Penekanan pada mekanisme yang wajar dan prinsip kehati-hatian baik
pada investor maupun emiten.
5. Karakteristik Pasar Modal Syariah
Karakter yang diperlukan dalam membentuk struktur pasar modal
syariah, dimana memungkinkan para pemegang saham individual dapat
melepaskan sahamnya dan memperoleh keuntungan dengan adanya
komitmen antara pemegang saham dengan perusahaan, untuk tidak
mencairkan sahamnya setidaknya dalam jangka 3 bulan adalah sebagai
berikut:
a. Semua saham harus diperjualbelikan pada bursa efek.
b. Bursa perlu mempersiapkan pasca perdagangan, dimana saham dapat
diperjualbelikan melalui pialang.
c. Semua saham yang mempunyai saham dapat diperjualbelikan pada bursa
efek, diminta menyampaikan informasi tentang perhitungan keuntungan
dan kerugian, serta neraca keuntungan kepada komite manajemen bursa
efek, dengan jangka waktu tidak lebih dari 3 bulan.
d. Komite manajemen menerapkan harga saham tertinggi (HST) tiap-tiap
perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan sekali.
e. Saham tidak boleh diperdagangkan dengan harga lebih tinggi dari HST.
f. HST ditetapkan dengan rumus:
HST =
21
g. Komite manajemen harus memastikan bahwa semua perusahaan yang
terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar akuntansi syariah.
h. Perdagangan saham mestinya hanya berlangsung dalam satu minggu,
periode perdagangan, setelah menentukan HST.
i. Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham dalam periode perdagangan,
dan dengan harga HST.
Khan (2005) dalam Abdul Hamid (2009) menambahkan, bahwa
saham dan perdagangannya harus sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan
dalam Islam. Agar tercipta pasar saham yang adil maka share holder dilarang
berpartisipasi dalam perdagangan dan tidak diperbolehkan untuk mempunyai
orang yang bermain dalam pasar saham. Pasar saham juga harus bebas dari
penipuan praktek-praktek yang dapat merugikan investor, seperti rekayasa
informasi, pelarangan short selling, dan pencegahan adanya insider trading.
6. Instrumen Pasar Modal Syariah
Instrumen pasar modal syariah terdiri dari:
a. Emiten
Emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah wajib
menjamin bahwa kegiatan usahanya memenuhi prinsip-prinsip syariah
dan memiliki syariah compliance officer. Dalam pasar modal, jenis usaha,
produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan
perusahaan Emiten atau perusahaan Publik yang menerbitkan Efek
Syariah tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Adapun
22
jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah,
antara lain:
1) Perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang
dilarang.
2) Lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan
asuransi konvensional.
3) Produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang
haram.
4) Produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang atau jasa
yang merusak moral yang bersifat mudharat.
5) Melakukan investasi pada emiten (perusahaan) yang pada saat
transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga
keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya.
Dalam hal emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek
syariah sewaktu-waktu tidak memenui persyaratan tersebut diatas, maka
efek yang diterbitkan dengan sendirinya sudah bukan sebagai efek
syariah.
b. Efek Syariah
Efek syariah mencakup saham syariah, obligasi syariah, reksa dana
syariah, kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIKEBA) Syariah,
dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Saham syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang
23
memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak
termasuk saham yan memiliki hak-hak istimewa.
c. Obligasi
Obligasi syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah yang mewajibkan emiten untuk membayarkan pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
7. Fungsi Pasar Modal Syariah
Fungsi dari keberadaan pasar modal syariah adalah sebagai berikut:
a. Memungkinkan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan resikonya.
b. Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna
mendapatkan likuiditas.
c. Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk
membangun dan mengembangkan lini produksinya.
d. Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada
harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar cermin pada harga
modal konvensional.
e. Memungkinkan investasi pada ekonomi yang ditentukan oleh kinerja
kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.
24
8. Diversifikasi Internasional
Konsep diversifikasi berawal dari penelitian yang dilakukan oleh
Harry Markowitz pada 1952. Dalam model penelitiannya, Markowitz
mengidentifikasikan perangkat portofolio yang efisien dari dua aset berisiko.
Risiko portofolio dapat diminimalisir jika kedua aset tersebut memiliki
koefisien korelasi negatif sempurna yaitu -1. Dia juga menemukan bahwa
diversifikasi selalu dapat menurunkan risiko portofolio sepanjang koefisien
korelasi tidak positif sempurna atau lebih kecil dari satu. Namun, diversifikasi
tidak dapat menghilangkan risiko sepenuhnya. Risiko yang tersisa bahkan
setelah diversifikasi yang luas disebut risiko pasar (market risk), yaitu risiko
yang melekat pada sumber risiko pasar. Risiko tersebut juga disebut risiko
sistematis (systematic risk), atau risiko yang tidak dapat terdiversifikasi.
Sebaliknya, risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi disebut risiko
khusus (unique risk), risiko khusus perusahaan (firm-specific risk), risiko
tidak sistematis (unsystematc risk), atau risiko yang dapat terdiversifikasi
(diversifiable risk) (Bodie, 2014).
Dewasa ini, kegiatan ekonomi antar negara semakin tergantung satu
sama lain. Hampir semua negara memiliki interaksi dengan dunia luar dan
tidak memiliki batas. Misalnya saja pada sektor keuangan kita dapat
mengatakan bahwa kegiatan sektor ini hampir tidak mengenal batasan negara
dan beroperasi selama dua puluh empat jam dalam satu hari. Pada saat
kegiatan lembaga keuangan di Jepang tutup, maka kegiatan di Inggris akan
mulai. Pada saat kegiatan di Inggris tutup, kegiatan di Amerika Serikat
25
ditutup, kegiatan di Jepang dimulai. Karena itu mereka yang bergerak dalam
sektor keuangan harus waspada selama dua puluh empat jam setiap harinya.
Para pemodal bisa melakukan investasi di berbagai negara bukan melalui
investasi langsung (direct investment) seperti yang dilakukan perusahaan-
perusahaan multinasional dan transnasional tetapi dengan membeli sekuritas-
sekuritas yang ditawarkan di bursa-bursa efek tersebut (Husnan, 2005)
Menurut Rodoni (2008) faktor penting dalam diversifikasi ialah
korelasi yang rendah antara keuntungan. Semakin rendah korelasi ini, maka
semakin besar manfaat diversifikasi portofolio. Diversifikasi bertujuan untuk
mengurangi risiko dari beberapa aset berisiko sehingga dapat memberikan
tingkat keuntungan yang cukup.
Diversifikasi internasional mengandung arti adanya kemungkinan
untuk melakukan investasi pada berbagai jenis aset atau sekuritas pada
berbagai negara sekaligus. Seiring dengan perkembangan pasar modal di
berbagai negara berkembang, kesempatan investor menginvestasikan dananya
pada berbagai negara semakin terbuka. Hal inilah yang akan mendorong
investasi secara internasional atau yang dikenal dengan istilah diversifikasi
internasional. Dengan melakukan diversifikasi internasional, investor bisa
berharap memperoleh kombinasi risiko dan return yang lebih baik. Sesuai
dengan konsep portofolio, diversifikasi pada berbagai aset dan berbagai
negara diharapkan bisa memberikan harapan tingkat return yang lebih tinggi
dan manfaat pengurangan risiko yang lebih besar dibanding berinvestasi
hanya pada pasar dalam negeri saja. Pertumbuhan pasar saham di negara-
26
negara berkembang (emerging market) akan membuka peluang bagi investor
untuk melakukan diversifikasi internasional. Dengan bermunculannya
emerging market, berarti alternatif diversifikasi internasional yang tersedia
bagi investor akan semakin terbuka. Emerging market mempunyai
karakteristik pertumbuhan ekonomi yang berbeda sehingga hal itu dapat
dimanfaatkan oleh investor untuk membentuk portofolio yang lebih
menguntungkan.
Dengan runtuhnya komunisme di bekas Uni Soviet dan Eropa Timur
pada awal 1990-an, maka pasar modal juga muncul di berbagai negara Eropa
Timur, seperti Cekoslovakia, Hungaria, Polandia dan lain-lain. Fenomena
tersebut disamping menunjukkan dirasakannya perlunya pasar modal untuk
mengalokasikan dana secara efisien, juga merupakan kesempatan melakukan
diversifikasi internasional yang makin luas. Tentu saja kemungkinan
diversifikasi internasional tersebut hanya bisa dilakukan apabila pasar-pasar
modal tersebut membuka diri bagi pemodal asing.
Pemodal asing diizinkan untuk membeli sekuritas-sekuritas yang
diperdagangkan karena dana domestik mungkin dirasa terbatas. Umumnya
pemodal asing diberi kesempatan untuk masuk ke pasar modal dengan
batasan-batasan tertentu. Batasan yang paling sering diberikan adalah bahwa
para pemodal asing dibatasi kepemilikannya sebanyak 49% dari saham yang
terdaftar. Batasan seperti ini dilakukan anatara lain di Indonesia. Beberapa
negara membatasi pemodal asing hanya boleh membeli obligasi tetapi tidak
untuk saham. Bahkan India memberikan batasan yang cukup unik, yaitu
27
pemodal asing boleh membeli sekuritas-sekuritas yang diperdagangkan di
bursa-bursa efek yang terdapat di India, sejauh pemodal asing tersebut
keturunan India (Rowley, 1987 dalam Suad Husnan, 2005).
Salah satu daya tarik melakukan diversifikasi adalah bisa
dikuranginya risiko yang ditanggung pemodal. Diversifikasi tersebut akan
makin menarik kalau ternyata koefisien korelasi antartingkat keuntungan
rendah. Diversifikasi internasional memungkinkan pemodal melakukan
diversifikasi antarnegara. Apabila koefisien korelasi tingkat keuntungan
antarnegara (yang diwakili oleh indeks pasar di bursa-bursa tersebut) ternyata
rendah, maka diversifikasi innternasional makin menarik. Penelitian yang
dilakukan terhadap sebelas bursa saham di Asia Pasifik menunjukkan bahwa
koefisien korelasi setelah dikonversikan ke dalam US dollar, umumnya
rendah (Husnan dan Pudjiastuti, 1994).
9. Integrasi Pasar
Menurut Suad Husnan (2005) secara teoritis pasar modal internasional
yang terintegrasikan sepenuhnya (artinya tidak ada hambatan apapun untuk
memiliki sekuritas di setiap pasar modal dan juga tidak ada hambatan dalam
capital inflow/outflow) akan menciptakan biaya modal yang lebih rendah
daripada seandainya pasar modal tidak terintegrasikan. Hal ini disebabkan
karena pemodal bisa melakukan diversifikasi investasi dengan lebih luas
(bukan hanya antar industri tetapi juga antar negara) karena risiko yang
relevan bagi para pemodal hanyalah risiko yang tidak dapat dihilangkan
dengan diversifikasi. Dengan semakin kecilnya risiko yang ditanggung
28
pemodal, maka tingkat keuntungan yang disyaratkan pun akan lebih kecil.
Dengan kata lain biaya modal akan menjadi lebih kecil. Menurunnya biaya
modal membuat investasi makin menguntungkan, kalau hal-hal lain sama.
Dengan demikian pasar modal internasional yang terintegrasikan sepenuhnya
akan memberikan manfaat yang lebih besar.
Menurut Jeina Mailangkay (2013) integrasi pasar modal merupakan
suatu keadaan dimana harga-harga saham di berbagai pasar saham di dunia
mempunyai hubungan yang sangat dekat antara suatu pasar saham dengan
pasar saham lainnya di dunia, sehingga pasar saham di dunia dapat mencapai
suatu harga internasional atas saham-saham mereka dan memberikan akses
yang tidak terbatas atau hambatan apapun kepada para investor di seluruh
dunia untuk memilikinya.
Armanious (2007) menyatakan bahwa suatu pasar modal dikatakan
terintegrasi dengan pasar modal lainnya, jika memiliki hubungan
keseimbangan yang berkelanjutan. Dengan kata lain, adanya pergerakan
bersama antar pasar modal mengindikasikan adanya integrasi diantara pasar
modal tersebut. sehingga salah satu pasar modal dapat dijadikan alat ukur
untuk memprediksi imbal hasil pada pasar modal lainnya.
Hooper (2001) berpendapat bahwa integrasi pasar modal regional
diartikan sebagai suatu kondisi dimana para investor dapat membeli dan
menjual saham pada setiap pasar tanpa adanya pembatasan. Surat-surat
berharga identik dapat diterbitkan dan diperjualbelikan di seluruh pasar pada
kawasan regional tersebut.
29
Beberapa manfaat yang diperoleh dari integrasi pasar saham
(Armanious, 2007) diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Harga yang lebih murah untuk semua produk-produk jasa keuangan. Hal
ini disebabkan karena adanya kompetisi biaya transaksi yang lebih
rendah.
b. Lebih efisien, likuid, dan lebih luasnya pasar surat berharga dengan
kemungkinan perdagangan yang lebih tinggi.
c. Memungkinkan munculnya produk atau jasa keuangan yang lebih
inovatif.
d. Bagi perusahaan dapat dijadikan sebagai alternatif pembiayaan yang
murah karena biaya transaksi yang rendah.
e. Bagi investor akan mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi karena
biaya transaksi yang rendah serta akan memiliki pilihan yan lebih banyak
dalam diversifikasi investasi sehingga dapat mengurangi tingkat
resikonya.
Adapun kendala yang mungkin dihadapi terkait dengan integrasi pasar
saham diantaranya adalah perbedaan nilai mata uang, adanya praktek
monopoli domestik/regional, ketidakpastian peraturan yang disebabkan oleh
multiple regulator, hambatan legislatif dan peraturan yang terlalu kaku, biaya
transaksi yang tinggi, hambatan perpajakan, perbedaan sistem akuntansi,
keterbasan informasi tentang seluruh aspek pasar saham, serta sejarah dan
budaya (Adjaoute, et al., 2004).
30
Globalisasi pada gilirannya menimbulkan gejala menyatunya ekonomi
semua bangsa yang mengakibatkan suatu negara akan mengalami
interdepedensi dengan negara lain. Perekonomian dunia dihadapkan dengan
runtuhnya stabilitas ekonomi global, seiring dengan meluasnya berbagai
krisis ke berbagai negara. Hal ini merupakan salah satu contoh dari risiko
pasar modal yang terjadi (Jeina Mailangkay, 2013).
B. Penelitian Terdahulu
Abd. Jamal, et al. (2018) meneliti tentang efek kebijakan moneter dan
indeks saham Malaysia (KLSE) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) di Indonesia menggunakan Vector Autoregressive (VAR) Model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar dan KLSE signifikan secara
positif, sedangkan BI-rate signifkan secara negatif. Berdasarkan hasil ini,
peneliti menyarankan pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia untuk
berhati-hati dalam menentukan suku bunga acuan (BI-rate) untuk menjaga
stabilitas nilai tukar, sehingga IHSG mampu menunjukkan tren positif.
Yunus Kilic dan Mehmet Fatih Bugan (2016) yang meneliti tentang
pasar ekuitas syariah, menguji efek contagion menggunakan metode DCC-
GARCH. Hasil menunjukkan terdapat korelasi yang sangat tinggi antara
return indeks syariah dan konvensional masing-masing region. Selama krisis,
hubungan ini menurun dan respon terhadap guncangan berbeda waktunya.
Penelitian ini menyimpulkan pasar syariah tidak bereaksi berbeda dari pasar
konvensional menghadapi krisis keuangan, dan mereka tidak ―aman‖ untuk
investor selama krisis keuangan.
31
N. Abu Bakar dan Mansur M. Masih (2014) meneliti hubungan
dinamis antara indeks syariah dan pasar modal utama dengan menggunakan
Wavelet time-scale decoposition analysis. Penelitian ini merupakan
percobaan pertama untuk menguji analisis skala waktu dari hubungan antara
indeks syariah internasional dengan 6 pasar modal utama internasional.
Variabel yang digunakan adalah DJIM sebagai indeks utama, FTSE100
(UK), Nikkei 225 (Jepang), S&P Euro (Eropa), SSEC (China), dan KLCI
(Malaysia) dengan periode penelitian dari Januari 1996-Februari 2013. Hasil
penelitian menunjukkan dalam hal volatilitas, indeks yang dianalisis
tampaknya memiliki pola yang sama dimana volatilitas yang signifikan
terjadi selama tahun 1998 sampai 2003 dan 2007 sampai 2011, dan
perbedaan antara mereka adalah skala waktu. Kemudian indeks Islam
tampaknya memiliki comovement sangat tinggi dengan pasar AS, Inggris dan
Eropa, cukup dipengaruhi oleh pasar Malaysia dan Jepang, dan memiliki
comovement rendah dengan pasar Cina.
Marjan Naseri dan Mansur Masih (2014) meneliti integrasi dan
comovement dari pasar modal syariah dari negara berkembang dan negara
maju berdasarkan studi kasus Malaysia. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis integrasi keuangan dari 2 pasar modal negara maju (AS dan
Jepang) dan 2 pasar modal negara berkembang (China dan India) dengan
pasar modal syariah di Malaysia agar investor dapat membuat keputusan
mengenai diversifikasi portofolio, manajemen risiko dan alokasi aset. Indeks
yang digunakan yaitu FSMY (Malaysia), FSCN (China), FSIN (India), FSJP
32
(Jepang), DJUS (AS) dengan periode penelitian dari 29 Oktober 2007 sampai
5 April 2014. Metode yang digunakan yaitu Multivariate GARCH-Dynamic
Conditional Correlation, Continuous Wavelet Transformation, dan Maximum
Overlap Discret Wavelet Transfrom. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
integrasi keuangan yang kuat antara China dan pasar modal syariah Malaysia.
Kemudian, dalam jangka panjang investor dapat memperoleh keuntungan
diversifikasi portofolio dengan Jepang, sedangkan untuk jangka pendek dapat
diperoleh dari pasar Amerika.
Jihed Majdoub dan Walid Mansour (2014) melakukan penelitian
tentang integrasi pasar ekuitas syariah dan volatility spillover antara negara
berkembang dengan pasar Amerika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
meneliti volatility spillovers antara pasar modal AS dan 5 pasar modal syariah
negara berkembang menggunakan MSCI Islamic Equity Index, yaitu
Indonesia, Malaysia, Pakistan, Qatar, Turki, selama Januari 2008 sampai
Januari 2013 menggunakan model Multivariate Autoregressive Conditional
Heteroskedasticity (MGARCH). Estimasi GARCH BEKK model multivariat
menunjukkan bahwa semua pasangan negara menunjukkan korelasi
volatilitas yang lemah, yang menunjukkan hubungan yang lemah antara pasar
AS dan negara berkembang Islam.
Bakri Abdul Karim, M. Shabri Abd. Majid, dan Samsul Arifin Abdul
Karim (2014) meneliti integrasi keuangan antara Indonesia dan mitra dagang
utamanya. Penelitian ini menguji integrasi pasar saham antara emerging
market Indonesia dengan mitra dagang utamanya (Jepang, AS, Singapura,
33
dan China). Penelitian ini menggunakan metode Autoregressive Distributed
Lag (ARDL), dengan rentang waktu penelitian dari Juli 1998 sampai dengan
Desember 2007. Hasil penelitian menunjukkan pasar saham Indonesia
terkointegrasi dengan pasar saham AS, Jepang, Singapura, dan China. Hal ini
menunjukkan kesempatan untuk investor asing memperoleh keuntungan dari
diversifikasi portofolio internasional di pasar tersebut terbatas. Selanjutnya,
berbagai perkembangan di pasar Jepang, AS, Singapura, dan China harus
dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia dalam membuat kebijkan terkait
pasar saham Indonesia.
Dewandaru, et al (2014) melakukan penelitian untuk mengukur
comovement dalam pasar modal syariah dan konvensional, menemukan efek
contagion, dan untuk mengukur tingkat integrasi. Peneliti menggunakan
wavelet decomposition untuk mengungkap multi-horizon comovement.
Peneliti menggunakan indeks ekuitas Islam harian dan indeks saham
konvensional di tiga wilayah, yang meliputi Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika
Serikat. Indeks individu diperoleh dari Indeks Dow Jones Islamic Market dan
Indeks Dow Jones Total Market. Periode penelitian dari 30 November 2006
hingga 10 Maret 2011. Hasil penelitian menunjukkan krisis subprime
menghasilkan efek contagion fundamental untuk kedua pasar. Semakin
sedikit paparan untuk beberapa indeks syariah dapat disebabkan oleh efek
leverage yang rendah dan mengesampingkan saham konvensional. Peneliti
juga menemukan semakin tinggi integrasi pasar modal syariah disebabkan
oleh alokasi mereka yang terkait dengan sektor riil.
34
Salina H. Kassim (2013) meneliti tentang krisis keuangan global dan
integrasi pasar modal syariah di negara-negara maju dan berkembang.
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dampak krisis keuangan global tahun
2007 pada integrasi pasar modal syariah. Indeks syariah yang digunakan
dalam penelitian ini adalah JAKIS (Indonesia), DJIMKW (Kuwait), DJIMY
(Malaysia), DJIMTR (Turki), DJIJ (Jepang), DJIUK (Inggris), dan IMUS
(AS). Periode penelitian adalah dari 9 Januari 2005-10 Januari 2010. Metode
penelitian yang digunakan adalah ARDL Bound Testing Approach dan
Generalised Method of Moments (GMM). Hasil uji ARDL menunjukkan
tidak ada hubungan jangka panjang antara pasar modal syariah. Dalam
konteks manfaat diversifikasi portofolio, hasilnya menunjukkan bahwa
dalam periode non-krisis, ada potensi keuntungan dengan melakukan
diversifikasi portofolio investasi di pasar saham syariah ini. Sebaliknya,
dalam masa krisis, hasil estimasi ARDL menunjukkan adanya hubungan
ekuilibrium jangka panjang antara pasar saham syariah. Penilitian ini
menunjukkan krisis keuangan global mempunyai dampak signifikan
terhadap integrasi pasar modal syariah.
Hussin, et al. (2013) menguji kointegrasi pasar saham syariah di
Malaysia, Indonesia, dan dunia menggunakan metode Vector Auto
Regression (VAR). Hasil studi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
jangka panjang antara FTSE Bursa Malaysia Emas Shariah (FBMES),
Jakarta Islamic Index (JAKISL), dan Dow Jones Islamic Market Index
(DJIM). Berdasarkan hasil, dapat disimpulkan pasar modal syariah Malaysia
35
tidak terintegrasi dengan pasar modal Indonesia dan pasar modal dunia
secara jangka panjang.
Jeina Mailangkay (2013) melakukan penelitian tentang integrasi pasar
modal Indonesia dan beberapa bursa saham di dunia. Periode penelitian ini
adalah Januari 2013 sampai dengan Maret 2013. Teknik analisis yang
digunakan adalah korelasi sederhana (bivariate correlation). Bursa saham
yang digunakan adalah IHSG (Indonesia), DJIA (Amerika Serikat), DAX
(Jerman), Hang Seng (China), dan Nikkei 225 (Jepang). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa indeks saham Indonesia (IHSG) terintegrasi dengan
empat bursa saham lainnya.
Endri (2009) meneliti keterkaitan pasar saham berkembang dan maju
melalui implikasi diversifikasi portofolio internasional. Penelitian ini
bertujuan untuk menginvestigasi keterkaitan antara pasar saham di negara-
negara kawasan ASEAN-5 yang tergolong pasar saham sedang berkembang,
yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina dengan pasar
saham kuat dunia yaitu pasar saham Amerika Serikat, dan pasar saham kuat
Asia yaitu pasar saham Jepang yang keduanya tergolong pasar saham yang
telah maju dengan mengaplikasikan model kointegrasi multivariat. Hasil
pengujian kointegrasi menunjukkan pasar saham ASEAN-5 dan pasar saham
AS dan Jepang saling terkointegrasi selama periode penuh dan lebih menguat
selama periode sebelum krisis. Disamping itu, hasil ini juga menunjukkan
bahwa pasar saham emerging sangat sensitif terhadap pergerakan pasar saham
negara maju, khususnya negara AS.
36
Agar dapat mempermudah dan lebih jelas, penelitian sebelumnya
disusun dalam tabel berikut ini:
Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu
NO
Judul
Penelitian
Penulis
(Tahun)
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
1. Does
Monetary
Policy and
ASEAN Stock
Market Affect
Jakarta
Composite
Index
(IHSG)?
Abd. Jamal,
et. al.
(2018)
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa nilai tukar
dan KLSE
signifikan secara
positif,
sedangkan BI-
rate signifkan
secara negatif.
Meneliti
hubungan
integrasi antara
IHSG dengan
KLSE
Penelitian ini
menggunakan
metode VAR
dan tambahan
variabel bebas
yaitu BI-rate
dan nilai tukar.
2. Are Islamic
Equity
Markets
“Safe
Havens”?
Testing the
Contagion
Effect using
DCC-
Yunus
Kilic dan
Mehmet
Fatih
Bugan
(2016)
Terdapat
korelasi yang
sangat tinggi
antara return
indeks syariah
dan
konvensional
masing-masing
region. Pasar
syariah tidak
bereaksi berbeda
dari pasar
Meneliti
integrasi
indeks saham
syariah dan
konvensional.
Meneliti
menggunakan
metode DCC-
GARCH
37
NO
Judul
Penelitian
Penulis
(Tahun)
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
GARCH konvensional
dalam
menghadapi
krisis keuangan,
dan mereka tidak
―aman‖ untuk
investor selama
krisis keuangan.
3. The Dynamic
Linkages
between
Islamic Index
and the
Major Stock
Markets:
New
Evidence
from
Wavelett
time-scale
decompositio
n Analysis.
N. Abu
Bakar dan
Mansur M.
Masih
(2014)
Indeks Islam
memiliki
comovement
sangat tinggi
dengan pasar
AS, Inggris dan
Euro, cukup
dipengaruhi oleh
pasar Malaysia
dan Jepang, dan
memiliki
comovement
rendah dengan
pasar Cina.
Meneliti
integrasi
indeks saham
di Amerika,
Inggris.
Jepang, China
dan Malaysia
Meneliti
menggunakan
metode
Continuous
Wavelet
Transformatio
n (CWT), dan
Maximal
Overlap
Discrete
Wavelet
Transformatio
n (MODWT).
4. Global Ibnu Terdapat Penelitian ini Penelitian ini
38
NO
Judul
Penelitian
Penulis
(Tahun)
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Financial
Crisis and
Islamic
Capital
Market
Integration
among 5-
ASEAN
Countries.
Qizam,
Abdul
Qoyum,
Misnen
Ardiansyah
(2015)
kointegrasi
antara indeks
saham syariah di
Indonesia,
Malaysia,
Filipina,
Singapura dan
Thailand.
Terdapat
hubungan
kausalitas bi-
directional
antara pasar
modal syariah
Malaysia dan
Singapura,
Thailand dan
Singapura, serta
Singapura dan
Filipina.
menggunakan
Vector Error
Correction
Model
(VECM)
menggunakan
tambahan
variabel bebas
yaitu indeks
saham
Singapura,
Thailand, dan
Filipina.
5. Integration
and
Comovement
of Developed
and
Emerging
Marjan
Naseri dan
Mansur
Masih
(2014)
Terdapat
integrasi
keuangan yang
kuat antara
China dan pasar
modal syariah
Malaysia. Dalam
jangka panjang
Meneliti
integrasi pasar
modal syariah.
Penelitian ini
menggunakan
metode
Multivariate
GARCH-
Dynamic
39
NO
Judul
Penelitian
Penulis
(Tahun)
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Islamic Stock
Markets: A
Case Study of
Malaysia.
investor dapat
memperoleh
keuntungan
diversifikasi
portofolio
dengan Jepang,
sedangkan untuk
jangka pendek
dapat diperoleh
dari pasar
Amerika.
Conditional
Correlation,
Continuous
Wavelet
Transformatio
n, dan
Maximum
Overlap
Discret
Wavelet
Transfrom.
6. Islamic
Equity
Market
Integration
and Volatility
Spillover
between
Emerging
and US Stock
Markets.
Jihed
Majdoub
dan Walid
Mansour
(2014)
Estimasi
GARCH BEKK
model
multivariat
menunjukkan
bahwa semua
pasangan negara
menunjukkan
korelasi
volatilitas yang
lemah, yang
menunjukkan
hubungan yang
Meneliti
integrasi pasar
modal syariah
Penelitian ini
menggunakan
Multivariate
Autoregressive
Conditional
Heteroskedasti
city
(MGARCH).
40
NO
Judul
Penelitian
Penulis
(Tahun)
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
lemah antara
pasar AS dan
negara
berkembang
Islam.
7. Financial
Integration
beween
Indonesia
and Its Major
Trading
Partners
Bakri
Abdul
Karim, M.
Shabri
Abd.
Majid, dan
Samsul
Arifin
Abdul
Karim
(2014)
Pasar saham
Indonesia
terkointegrasi
dengan pasar
saham AS,
Jepang,
Singapura, dan
China.
Meneliti
integrasi pasar
saham AS,
Jepang, dan
China.
Penelitian ini
menggunakan
metode
Autoregressive
Distributed
Lag (ARDL),
dan tambahan
variabel bebas
indeks saham
Singapura.
8. Linkages and
Co-movement
between
International
Stock Market
Returns.
Dewandaru
, et. al.
(2014)
Krisis subprime
menghasilkan
efek contagion
fundamental
untuk kedua
pasar.
Meneliti
hubungan
integrasi
indeks saham
syariah dan
konvensional.
Meneliti
menggunakan
metode
Wavelet
Decomposition
41
NO
Judul
Penelitian
Penulis
(Tahun)
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
9. The Global
Financial
Crisis and
The
Integration of
Islamic Stock
Market in
Developed
and
Developing
Countries.
Salina H.
Kassim
(2013)
Tidak ada
hubungan jangka
panjang antara
pasar modal
syariah. Krisis
keuangan global
mempunyai
dampak
signifikan
terhadap
integrasi pasar
modal syariah.
Meneliti
integrasi pasar
modal syariah.
Meneliti
menggunakan
metode ARDL
Bound Testing
Approach dan
Generalised
Method of
Moments
(GMM).
10.
.
The
Integration
Of Islamic
Stock
Markets:
Does A
Problem For
Investors?
Hussin, et.
al. (2013)
Tidak ada
hubungan jangka
panjang antara
FTSE Bursa
Malaysia Emas
Shariah
(FBMES),
Jakarta Islamic
Index (JAKISL),
Meneliti
integrasi pasar
modal syariah.
Meneliti
menggunakan
metode Vector
Auto
Regression
(VAR).
42
NO
Judul
Penelitian
Penulis
(Tahun)
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
dan Dow Jones
Islamic Market
Index (DJIM).
11. Integrasi
Pasar Modal
Indonesia dan
Beberapa
Bursa di
Dunia.
Jeina
Mailangkay
(2013)
Indeks saham
Indonesia
(IHSG)
terintegrasi
dengan DJIA,
DAX, Hang
Seng, dan
N225.
Meneliti
integrasi pasar
modal di
Indonesia
dengan
beberapa pasar
modal di
dunia.
Meneliti
menggunakan
metode
korelasi
sederhana
(bivariate
correlation).
12. Keterkaitan
Pasar Saham
Berkembang
dan Maju:
Implikasi
Diversifikasi
Portofolio
Internasional.
Endri
(2009)
Pasar saham
ASEAN-5 dan
pasar saham AS
dan Jepang
saling
terkointegrasi
selama periode
penuh dan lebih
menguat selama
periode sebelum
Meneliti
integrasi pasar
modal
konvensional.
Meneliti
menggunakan
metode Model
Kointegrasi
Multivariat.
43
NO
Judul
Penelitian
Penulis
(Tahun)
Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
krisis.
Sumber: berbagai jurnal-data diolah
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui integrasi yang terjadi antara
indeks saham syariah dan konvensional di negara Indonesia, Amerika Serikat,
Malaysia, Jepang, China, Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada. Data yang
digunakan adalah data time series harian dari tiap indeks yang menjadi objek
penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Vector Error
Correction Model (VECM), dengan tahap-tahap analisisnya yaitu uji
deskriptif statistik, uji stasioneritas, penentuan lag optimum, uji kausalitas, uji
kointegrasi, uji stabilitas VAR, estimasi VAR/VECM, analisis Impulse
Response Function, dan Variance Decomposition.
Langkah pertama adalah mengumpulkan semua data nilai penutupan
setiap indeks bursa saham syariah dan konvensional yang menjadi objek
penelitian melalui internet, kemudian data tersebut diolah dengan bantuan
software Eviews. Uji yang pertama adalah uji deskriptif statistik, yang
kemudian dilanjutkan uji stasioneritas menggunakan uji Augmented Dickey
Fuller (ADF), kemudian menentukan lag optimum untuk mengetahui jumlah
lag yang akan digunakan dalam uji kausalitas, uji kointegrasi dan estimasi
VAR/VECM.
44
Uji selanjutnya adalah uji kausalitas Granger untuk mengetahui
hubungan kausalitas indeks saham syariah dan konvensional dari negara-
negara yang menjadi objek penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan uji
kointegrasi untuk mengetahui hubungan jangka panjang antar variabel agar
dapat menentukan estimasi VAR/VECM yang akan digunakan. Jika data
stasioner pada level, maka bentuk estimasi yang digunakan adalah estimasi
VAR at level. Jika data stasioner pada first difference dan terdapat kointegrasi,
maka bentuk estimasi yang digunakan adalah estimasi VECM, sedangkan jika
data stasioner pada first difference namun tidak terdapat kointegrasi, maka
bentuk estimasi yang digunakan adalah estimasi VAR in difference. Langkah
selanjutnya yaitu uji stabilitas VAR untuk mengetahui apakah model
VAR/VECM yang akan digunakan sudah stabil agar analisis Impulse
Response Function (IRF) dan Variance Decomposition (VD) dapat dikatakan
valid.
Berdasarkan landasan penelitian, maka sebagai dasar untuk
merumuskan hipotesis, berikut disajikan kerangka pemikiran untuk
menganalisis integrasi bursa saham di negara Indonesia, Amerika Serikat,
Malaysia, Jepang, China, Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada:
45
Indeks Saham Syariah
Indonesia, Malaysia, Jepang, China,
India, Sri Lanka, Inggris, Amerika
Serikat dan Kanada
Indeks Saham Konvensional
Indonesia, Malaysia, Jepang, China,
India, Sri Lanka, Inggris, Amerika
Serikat dan Kanada
Descriptive Statistic Test
Stasionerity Test
Stasioner Tidak Stasioner
VAR at level
Uji Kointegrasi
Stasioner at different
level
Analisis IRF dan VD
Intepretasi
Kesimpulan
Granger Causality Test
VECM
46
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran, maka peneliti membuat
beberapa hipotesis penelitian integrasi bursa saham konvensional dan syariah
di negara Malaysia, Jepang, China dan Amerika Serikat dengan bursa saham
syariah dan konvensional Indonesia.
1. Hipotesis Pertama
Ho : Tidak terdapat hubungan jangka pendek antara bursa saham
konvensional di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang,
China, Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada dengan bursa
saham konvensional di Indonesia.
Ha : Terdapat hubungan jangka pendek antara bursa saham
konvensional di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang,
China, Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada dengan bursa
saham konvensional di Indonesia.
2. Hipotesis Kedua
Ho : Tidak terdapat hubungan jangka pendek antara bursa saham
syariah di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China,
Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada dengan bursa saham
syariah di Indonesia.
Ha : Terdapat hubungan jangka pendek antara bursa saham syariah
di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris,
India, Sri Lanka dan Kanada dengan bursa saham syariah di
Indonesia.
47
3. Hipotesis Ketiga
Ho : Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham
konvensional di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang,
China, Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada dan China dengan
bursa saham konvensional di Indonesia.
Ha : Terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham
konvensional di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang,
China, Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada dengan bursa
saham konvensional di Indonesia.
4. Hipotesis Keempat
Ho : Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham
syariah di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China,
Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada dengan bursa saham
syariah di Indonesia.
Ha : Terdapat hubungan jangka panjang antara bursa saham syariah
di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris,
India, Sri Lanka dan Kanada dengan bursa saham syariah di
Indonesia.
5. Hipotesis Kelima
Ho : Tidak terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham
konvensional di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang,
China, Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada dalam pergerakan
bursa saham konvensional di Indonesia.
48
Ha : Terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham
konvensional di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang,
China, Inggris, India, Sri Lanka dan Kanada dalam pergerakan
bursa saham konvensional di Indonesia.
6. Hipotesis Keenam
Ho : Tidak terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham syariah
di negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris,
India, Sri Lanka dan Kanada dalam pergerakan bursa saham
syariah di Indonesia.
Ha : Terdapat hubungan kausalitas antara bursa saham syariah di
negara Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, Inggris,
India, Sri Lanka dan Kanada dalam pergerakan bursa saham
syariah di Indonesia.
49
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisa integrasi yang terjadi
di bursa saham konvensional dan bursa saham syariah di dunia, yaitu
Indonesia (IHSG, JKII), Malaysia (KLSE, DJMY25D), Jepang (N225, DJIJP),
China (HSI, DJICHKU), India (NSEI, DJIMIND), Sri Lanka (CSE,
DJISRLD), Amerika Serikat (DJIA, DJIM), Kanada (TSX, DJICA), dan
Inggris (FTSE100, DJIUK). Periode penelitian ini adalah dari 1 Januari 2017
sampai dengan 31 Maret 2020.
B. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Populasi (population) mengacu pada keseluruhan kelompok orang,
kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi (Uma Sekaran, 2006).
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pergerakan aktivitas bursa saham
konvensional dan syariah di Indonesia, Malaysia, Jepang, China, India, Sri
Lanka, Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris selama periode Januari 2017
sampai Maret 2020.
2. Sampel
Sampel (sample) adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas
sejumlah anggota yang dipilih dari populasi, dengan kata lain tidak semua
populasi akan membentuk sampel. Jadi, sampel adalah subkelompok atau
sebagian dari populasi (Uma Sekaran, 2006). Teknik yang digunakan untuk
50
memilih sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu suatu
model pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu, sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh peneliti. Sampel untuk penelitian ini diperoleh dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Sampel adalah indeks saham konvensional dan syariah yang
terkenal/utama/terbesar di 9 negara yang dipilih.
b. Tersedianya data indeks bursa saham konvensional dan syariah harian
selama periode penelitian, yaitu dari tahun 2017 sampai tahun 2020.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah informasi yang dikumpulkan oleh seseorang, bukan peneliti
yang melakukan studi mutakhir. Data tersebut bisa merupakan internal atau
eksternal organisasi dan diakses melalui internet, penelurusan dokumen, atau
publikasi informasi (Uma Sekaran, 2006). Penelitian ini menggunakan data
sekunder berupa data time series. Teknik pengumpulan data yang digunakan
untuk penelitian ini adalah:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Untuk dapat memperoleh landasan dan konsep yang kuat agar dpat
memecahkan permasalahan yang ada, maka peneliti mengadakan
penelitian kepustakaan dengan membaca literatur-literatur berupa jurnal,
text book, buku-buku, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan skripsi.
51
2. Internet Research
Terkadang buku referensi atau literatur yang dimiliki atau pinjam di
perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu dikarenakan ilmu yang
berkembang, penulis melakukan penelitian dengan bantuan media
internet sehingga data yang diperoleh up to date, seperti
www.yahoofinance.com www.wikipedia.com www.googlescholar.com,
www.investing.com www.djindexes.com dan website lainnya.
D. Metode Analisis Data
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan
analisis Vector Error Correction Model (VECM), dan menggunakan program
Eviews 9 sebagai alat analisisnya. Sebelum memasuki detail atas analisis dan
pembahasan model yang digunakan, pada bagian ini akan dijelaskan terlebih
dahulu mengenai statistika deskriptif, dan analisis Vector Error Correction
Model (VECM).
1. Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif merupakan ringkasan atas data yang disajikan yang
berisi beberapa hitungan pokok statistik, seperti rata-rata, nilai maksimum,
nilai minimum, standar deviasi, kurtosis, Jarque-Bera, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, standarnya hanya ada 3 informasi, yaitu rata-rata, standar deviasi
dan observation (banyaknya data), tetapi tidak menutup kemungkinan bisa
ditambahkan dengan informasi lainnya. Berikut ini penjelasan dari beberapa
hitungan pokok di dalam statistika deskriptif:
52
a. Mean, yaitu rata-rata dari data kuantitatif, yang diperoleh dari
penjumlahan seluruh ukuran (data) dibagi dengan jumlah ukuran.
b. Median, yaitu nilai tengah yang diperoleh apabila ukuran disusun dari
nilai terkecil ke nilai terbesar. Nilai tengah dan rata-rata merupakan
ukuran tedensial sentral, karena itu bila nilai tengah dan rata-rata
besarnya identik maka dapat disimpulkan distribusinya simetris.
c. Modus, yaitu ukuran yang frekuensinya paling sering muncul.
d. Standar deviation, yaitu standar deviasi yang merupakan akar dari
varians sampel. Semakin besar standar deviasi berarti semakin tinggi
penyimpangan data dengan nilai rata-ratanya. Sebaliknya, semakin kecil
nilai standar deviasi berarti data mengelompok di sekitar nilai rata-
ratanya dan tidak menunjukkan variasi yang banyak.
e. Variance, yaitu jumlah selisih antara data dengan nilai rata-ratanya
dibagi dengan (n-1).
f. Skewness, yaitu kecondongan yang merupakan selisih antara rata-rata dan
nilai tengah. Dengan kata lain, ini menunjukkan simetri tidaknya
distribusi sampel. Data akan mempunyai skew (kecondongan) ke kanan
apabila nilai tengah lebih kecil daripada nilai rata-rata, yang
menunjukkan bahwa distribusi data mempunyai ―ekor‖ ke kanan. Data
akan mempunyai kecondongan ke kiri apabila nilai rata-rata lebih kecil
daripada nilai tengah, yang berarti distribusi data memiliki ―ekor‖ ke kiri.
Bila nilai rata-rata sama dengan nilai tengah, maka datanya berdistribusi
normal atau simetris.
53
g. Minimum, menunjukkan nilai minimum dari data.
h. Maximum, menunjukkan nilai maksimum dari data.
2. Analisis Vector Autoregresssive (VAR)/Vector Error Correction Model
(VECM)
Sebagian besar model-model ekonometrika deret waktu adalah model
yang dibangun berdasarkan teori ekonomi yang ada. Dengan kata lain, teori
ekonomi menjadi dasar dalam mengembangkan hubungan antar peubah pada
model. Namun, seringkali teori ekonomi belum mampu menentukan
spesifikasi yang tepat untuk model. Hal ini mungkin disebabkan teori
ekonomi yang terlalu kompleks sehingga perlu dilakukan penyederhanaan
dalam model atau sebaliknya fenomena yang ada terlalu kompleks sehingga
tidak cukup hanya dijelaskan dengan teori yang ada. Model Vector
Autoregressive (VAR) menawarkan alternatif pemodelan sebagai jalan
keluarnya karena model ini dibangun dengan pendekatan yang meminimalkan
teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik.
(Juanda & Junaidi, 2012).
Berdasarkan bentuknya, metode VAR yang secara umum sering
digunakan adalah unrestricted VAR, restricted VAR, dan structural VAR.
Unrestricted VAR sendiri mempunyai dua bentuk, yaitu VAR in level dan
VAR in difference. VAR in level digunakan jika data telah stasioner pada
tingkat level, sedangkan VAR in difference digunakan jika data tidak
stasioner pada tingkat level dan tidak memiliki hubungan kointegrasi. Bentuk
restricted VAR disebut juga Vector Error Correction Model (VECM).
54
Restriksi tambahan diberikan karena data yang tidak stasioner namun
terkointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang
variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya,
namun tetap membiarkan keberadaan dinaminasi jangka pendek. Sementara
itu structural VAR juga merupakan bentuk VAR yang terestriksi, namun
restriksinya berdasarkan hubungan teoritis yang kuat antar variabel-variabel
yang digunakan dalam sistem VAR. (Juanda &Junaidi, 2012).
Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam analisis VAR/VECM adalah
sebagai berikut:
a. Uji Stasioneritas
Menurut Widarjono (2007), data time series seringkali tidak
stasioner sehingga menyebabkan hasil regresi yang meragukan atau sering
disebut regresi lancung (superious regression). Regresi lancung adalah
situasi dimana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang
signifikan secara statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi
namun hubungan antarvariabel di dalam model tidak saling berhubungan.
Data yang tidak stasioner menunjukkan hubungan ketidakseimbangan
dalam jangka pendek, namun ada kecenderungan terjadinya hubungan
keseimbangan dalam jangka panjang. Agar regresi yang dihasilkan tidak
rancu (meragukan) kita perlu merubah data tidak stasioner menjadi data
stasioner.
Penelitian ini menggunakan metode Augmented Dickey Fuller (ADF
test) untuk menguji stasioneritas data. Jika nilai ADF statistik lebih besar
55
daripada Mackinnon critical value, maka data tersebut stasioner karena
tidak mengandung unit root (Dendy S, dkk., 2016). Sebaliknya, jika nilai
ADF statistik lebih kecil daripada Mackinnon critical value, maka data
tersebut tidak stasioner pada derajat level. Sehingga, harus dilakukan
diferensiasi data untuk memperoleh data yang stasioner pada derajat yang
sama di first difference. Dalam model VAR, jika terdapat satu variabel
yang tidak stasioner pada level, maka secara keseluruhan data yang
digunakan adalah data first difference (Shochrul R Ajija, dkk., 2011).
b. Penentuan Lag Optimal
Penentuan Lag Optimal sangat diperlukan karena variabel eksogen
yang digunakan tidak lain adalah lag dari variabel endogen dan variabel
eksogennya (Husein Umar, 2017). Oleh karena itu, dalam penentuan lag
optimal dipilih kriteria yang mempunyai Likelihood Ratio (LR), Final
Prediction Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz
Information Criterion (SIC), dan Hannan-Quin Criterion (HQ) yang
paling kecil atau minimal diantara berbagai lag yang diajukan. Lag yang
optimal dapat dilihat melalui banyaknya tanda asterik (*) pada setiap
kriteria, lag yang mempunyai tanda asterik paling banyak
mengindikasikan lag yang paling cocok untuk penelitian ini (Jamal et al.,
2018).
c. Uji Kausalitas
Uji kausalitas adalah uji yang dilakukan untuk menentukan
hubungan sebab akibat antar variabel dalam sistem VAR (Juanda &
56
Junaidi, 2012). Kemungkinan adanya hubungan kausalitas antar variabel
dapat dilihat dengan menggunakan uji kausalitas Granger (Granger
Causality Test). Uji kausalitas Granger bertujuan untuk melihat
bagaimana pola hubungan antar variabel. (Husein Umar, 2017).
Suatu persamaan Granger dapat diinterpretasikan sebagai (1)
Unidirectional causality (kausalitas satu arah) dari variabel dependen ke
variabel independen, (2) Feedback/bilateral causality (kausalitas dua arah)
dan (3) Independence (tidak saling mempengaruhi) (Shochrul R Ajija,
dkk., 2011). Untuk menguji kausalitas tersebut, apabila nilai probabilitas
lebih kecil daripada 0.05, maka terjadi kausalitas Granger, dan sebaliknya
apabila nilai probabilitas lebih besar daripada 0.05, maka tidak terjadi
kausalitas Granger.
d. Uji Kointegrasi
Menurut Dendy S, dkk., (2016) uji Kointegrasi dilakukan untuk
menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner pada level
namun stasioner pada tingkat first difference memiliki kointegrasi atau
tidak. Uji Kointegrasi mengindikasikan bahwa dalam sistem persamaan
tersebut terdapat error correction model yang menggambarkan adanya
dinamisasi jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka
panjangnya. Kointegrasi merepresentasikan hubungan keseimbangan
jangka panjang.
Dalam penelitian ini, uji kointegrasi yang digunakan adalah uji
kointegrasi Johansen. Hubungan Kointegrasi dapat dilihat dengan
57
membandingkan nilai trace statistic dan maximum eigenvalue test dengan
nilai kritis 0.05. Jika nilai trace statistic dan nilai Max-Eigen statistic
lebih besar daripada nilai kritis 0.05, maka data terkointegrasi (Jamal et
al., 2018). Pengujian hubungan kointegrasi dilakukan dengan
menggunakan lag optimal sesuai pengujian sebelumnya.
e. Stabilitas VAR/VECM
Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, harus dilakukan uji
stabilitas VAR untuk melihat kestabilan dari sistem VAR terlebih dahulu.
Hal ini dilakukan agar hasil analisis IRF dan VD valid. Uji stabilitas
VAR/VECM dapat dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi
polynomial. Apabila seluruh akar-akarnya mempunyai modulus yang nilai
absolutnya lebih kecil dari satu dan terletak pada unit circle-nya, maka
dapat disimpulkan model VAR tersebut stabil sehingga hasil analisis IRF
dan VD dianggap valid (Dendy S, dkk., 2016).
f. Estimasi VAR/VECM
Tahap pertama sebelum merumuskan model VAR adalah memeriksa
apakah data tersebut stasioner atau tidak. Jika data stasioner, maka
langkah selanjutnya adalah merumuskan dan mengestimasi model VAR.
Jika data tidak stasioner, maka kemungkinan yang bisa dilakukan yaitu
melakukan differencing terhadap data sehingga data menjadi stasioner dan
modelnya menjadi VAR in difference, atau tidak melakukan differencing
tetapi merestriksi VAR dengan persamaan kointegrasi sehingga modelnya
menjadi VECM (Juanda & Junaidi, 2012).
58
Estimasi VAR/VECM dilakukan dengan melihat apakah variabel
bebas mempengaruhi variabel terikat, begitupun sebaliknya. Untuk
melihat apakah variabel bebas mempengaruhi variabel terikat dapat
dilihat dengan membandingkan nilai t-statistik hasil estimasi secara
mutlak, yaitu apabila variabel bebas memiliki nilai t-statistik lebih besar
dari t-tabel maka variabel bebas memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel terikat, begitupun sebaliknya.
g. Impulse Response Function (IRF)
Model VAR dapat digunakan untuk melihat dampak perubahan dari
suatu variabel dalam sistem terhadap variabel lainnya dalam sistem secara
dinamis. Untuk melihat pengaruh dinamis dari adanya suatu guncangan
dapat diketahui menggunakan analisis Impulse Response Function (IRF).
Analisis ini menunjukkan respon dinamis jangka panjang setiap variabel
apabila ada suatu guncangan (shock) tertentu sebesar satu standar deviasi
pada setiap persamaan. (Husein Umar, 2017).
h. Variance Decomposition (VD)
Untuk menjelaskan seberapa jauh peran suatu variabel ekonomi
dalam menjelaskan guncangan variabel ekonomi lainnya dapat dianalisis
menggunakan metode Variance Decomposition (VD). Variance
Decomposition juga dapat digunakan untuk melihat kekuatan dan
kelemahan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya
dalam kurun waktu tertentu. (Husein Umar, 2017). Fungsi dari Uji
Variance Decomposition yaitu untuk menjelaskan seberapa besar
59
persentase kontribusi masing-masing guncangan (shock) terhadap variabel
yang diteliti (Dendy S, dkk., 2016).
E. Operasional Variabael Penelitian
Berikut disajikan variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini:
1. Indeks Saham Konvensional
a. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG, disebut juga Indonesia
Composite Index, ICI, atau IDX Composite) merupakan salah satu indeks
pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia. Diperkenalkan
pertama kali pada tanggal 1 April 1983, sebagai indikator pergerakan
harga saham di BEJ, Indeks ini mencakup pergerakan harga seluruh
saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI
(www.wikipedia.org).
b. DJIA (Dow Jones Industrial Average)
Dow Jones Industrial Average (DJIA) adalah salah satu indeks pasar
saham yang didirikan oleh editor The Wall Street Journal dan pendiri
Dow Jones & Company Charles Dow. Dow membuat indeks ini sebagai
suatu cara untuk mengukur performa komponen industri di pasar saham
Amerika. Saat ini DJIA merupakan indeks pasar AS tertua yang masih
berjalan. Sekarang, bursa saham ini terdiri dari 30 perusahaan terbesar di
Amerika Serikat yang sudah secara luas go public. Untuk
mengkompensasi efek pemecahan saham dan penyesuaian lainnya,
60
sekarang ini menggunakan weighted average, bukan rata-rata aktual dari
harga saham komponennya (www.wikipedia.org).
c. KLSE (Kuala Lumpur Stock Exchange Composite Index)
Kuala Lumpur Composite Index (KLSE) merupakan indeks pasar saham
umumnya diterima sebagai barometer pasar saham lokal. Diperkenalkan
pada tahun 1986 untuk menjawab kebutuhan satu indeks pasar saham
yang akan memberikan layanan sebagai suatu indikator kinerja pasar
saham Malaysia begitu juga dengan ekonomi. Ia digunakan sebagai
indeks utama, dan sekarang merupakan salah satu dari tiga indeks utama
untuk pasar saham Malaysia yang mana dua lagi adalah FMB30 dan
FMBEMAS, Bursa Malaysia. Indeks ini terdiri atas sekitar 100
perusahaan (www.wikipedia.org).
d. N225 (Nikkei 225)
Nikkei 225 adalah sebuah indeks pasar saham untuk Bursa Saham Tokyo
(Tokyo Stock Exchange - TSE). Ia telah dihitung setiap hari oleh surat
kabar Nihon Keizai Shimbun (Nikkei) sejak tahun 1950. Indeks ini adalah
harga rata-rata tertimbang (dalam satuan Yen), dan komponennya
ditinjau ulang setahun sekali. Saat ini Nikkei adalah indeks rata-rata
ekuitas Jepang yang paling banyak dikutip, sebagaimana demikian pula
dengan Dow Jones Industrial Average di Amerika Serikat. Bahkan
dahulu antara 1975-1985, Nikkei 225 pernah dikenal dengan sebutan
Dow Jones Nikkei Stock Average (www.wikipedia.org).
61
e. HSI (Hang Seng Index)
Hang Seng Index adalah sebuah indeks pasar saham berdasarkan
kapitalisasi di Bursa Saham Hong Kong. Indeks ini digunakan untuk
mendata dan memonitor perubahan harian dari perusahaan-perusahaan
terbesar di pasar saham Hong Kong dan sebagai indikator utama dari
performa pasar di Hong Kong. Ke-34 perusahaan tersebut mewakili 65%
kapitalisasi pasar di bursa ini (www.wikipedia.org).
f. Indeks FTSE 100 (FT All Share Index 100)
Indeks FTSE 100 adalah sebuah indeks pasar saham dari 100 saham
perusahaan publik yang diperdagangkan di Bursa Saham London dengan
kapitalisasi pasar tertinggi. FTSE 100 adalah salah satu indeks saham
yang paling banyak digunakan dan dipandang sebagai ukuran
kemakmuran bisnis untuk bisnis diatur oleh hukum perusahaan Britania
Raya. Indeks ini dikelola oleh FTSE Group, sebuah anak perusahaan dari
London Stock Exchange Group (www.wikipedia.org).
g. Indeks NSEI (Nifty 50 Index)
Indeks NSEI atau S&P CNX Nifty, merupakan indeks saham terkemuka
India untuk 50 perusahaan besar di Bursa Saham Nasional India. Indeks
saham ini digunakan untuk berbagai tujuan seperti portofolio dana
pembandingan, derivatif berbasis indeks dan dana indeks. Hari Dasar
untuk perhitungan NSEI adalah tanggal 3 November 1995. Pada tanggal
tersebut, indeks ditetapkan dengan Nilai Dasar 1000 dan saham tercatat
pada saat itu berjumlah 50 saham (www.wikipedia.org).
62
h. Indeks CSE (Colombo Stock Exchange All Share)
Bursa Saham Kolombo (CSE) adalah bursa saham utama di Sri Lanka,
didirikan pada tahun 1985 untuk mengambil alih Pasar Saham dari
Asosiasi Broker Saham Kolombo. Bursa saham ini adalah salah satu
bursa yang paling modern di Asia Selatan, menyediakan platform
perdagangan yang sepenuhnya otomatis. Visi CSE adalah memberikan
kontribusi pada kekayaan negara dengan menciptakan nilai melalui
sekuritas. Indeks pasar saham utama CSE adalah Indeks Harga Semua
Saham (ASPI) dan Indeks Harga Milanka (MPI).
i. Indeks TSX (S&P Toronto Stock Exchange Composite Index)
Bursa Saham Toronto adalah bursa saham terbesar di Kanada. TSX
merupakan bagian dari TSX Group yang memegang ekuitas senior.
Beragam jenis perniagaan dari Kanada, Amerika Serikat, dan negara
lainnya disenaraikan di bursa saham tersebut.
2. Indeks Saham Syariah
a. JKII (Jakarta Islamic Index)
Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JKII adalah salah satu indeks
saham yang ada di Indonesia yang menghitung indeks harga rata-rata
saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syariah.
Pembentukan JKII tidak lepas dari kerja sama antara Pasar Modal
Indonesia (dalam hal ini PT Bursa Efek Jakarta) dengan PT Danareksa
Invesment Management (PT DIM). JKII telah dikembangkan sejak
tanggal 3 Juli 2000. Pembentukan instrumen syariah ini untuk
63
mendukung pembentukan Pasar Modal Syariah yang kemudian
diluncurkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 2003 (www.wikipedia.org).
b. DJIMI (Dow Jones Islamic Market World Index)
DJIMI adalah indeks saham syariah pertama yang dibuat berdasarkan
hukum syariah islam. DJIMI mulai diluncurkan pada tahun 1999 di
Bahrain dengan Dewan Pengawas Syariah yang bersifat independen.
Hingga akhirnya DJIMI diadopsi oleh Auditing & Accounting
Organization Of Islamic Financial Institution (AAOIFI). Saat ini anggota
DJIM meliputi ribuan pasar dalam berbagai kategori antara lain broad
market, blue chip, fixed income, dan strategy and thematic yang
menjadikan DJIMI sebagai benchmark bagi pasar modal syariah di
seluruh dunia. Dalam pelaksanaannya untuk menentukan kelayakan suatu
perusahaan agar dapat bergabung dengan DJMI ini ditetapkan standar
yang memenuhi persyaratan syariah seperti jenis produk, kegiatan usaha,
tingkat utang, pendapatan dan beban bunga. Metode perhitunan DJIMI
menggunakan metode rata-rata tertimbang (www.djindexes.com).
c. DJMY25D (Dow Jones Islamic Market Malaysia Titans 25 USD Index)
Dow Jones Islamic Market Malaysia Titans 25 USD Index (DJMY25D)
pertama kali diluncurkan pada 17 April 1999. DJMY25D
memperhitungkan tingkat kontribusi pendapatan bunga yang diterima
perusahaan dari deposito konvensional atau instrumen keuangan
berbunga lainnya. Dividen diterima dari investasi pada saham non
syariah juga dipertimbangkan dalam analisis yang dilakukan untuk
64
memastikan apakah perusahaan tersebut layak untuk menjadi anggota
saham syariah atau tidak (www.djindexes.com).
d. DJIJP (Dow Jones Islamic Market Japan Index)
Dow Jones Islamic Market Japan Index (DJIJP) merupakan bursa indeks
syariah di Jepang. DJIJP ini merupakan bagian dari Dow Jones Index
Global Group yang memilliki nilai tingi yang tergabung dalam Dow
Jones Index Global Group (www.djindexes.com).
e. DJICHKU (Dow Jones Islamic Market China/Hong Kong Titans 30
Index)
DJICHKU digunakan untuk mengukur 30 perusahaan terbesar yang
beroperasi utama di China dan Hong Kong, tetapi diperdagangkan di
Bursa Efek Hong Kong. Komponen indeks harus lulus aturan untuk
mematuhi pedoman investasi Islam. Kriteria kepatuhan Islam termasuk
layar untuk industri dan rasio keuangan. Saham harus memiliki 12 bulan
volume perdagangan minimum rata-rata harian sebesar HKD 5 juta. Dow
Jones Islamic Market China/Hong Kong Titans 30 Index pertama kali
dihitung pada 4 Mei 2007 (www.djindexes.com).
f. DJIUK (Dow Jones Islamic Market United Kingdom Index)
Dow Jones Islamic Market United Kingdom Index (DJIUK) merupakan
bursa indeks syariah di Inggris. DJIUK ini merupakan bagian dari Dow
Jones Index Global Group yang memilliki nilai tingi yang tergabung
dalam Dow Jones Index Global Group (www.djindexes.com).
65
g. DJIMIND (Dow Jones Islamic Market India Index)
Dow Jones Islamic Market India Index (DJIMIND) merupakan bursa
indeks syariah di India. DJIMIND ini merupakan bagian dari Dow Jones
Islamic Market Index Region Asia-Pasific dan tergabung dalam Dow
Jones Index Global Group (www.djindexes.com).
h. DJISRLD (Dow Jones Islamic Market Sri Lanka Index)
Dow Jones Islamic Market Sri Lanka Index (DJISRLD) merupakan bursa
indeks syariah di Sri Lanka. DJISRLD ini merupakan bagian dari Dow
Jones Islamic Market Index Region Asia-Pasific dan tergabung dalam
Dow Jones Index Global Group (www.djindexes.com).
i. DJICA (Dow Jones Islamic Market Canada Index)
Dow Jones Islamic Market Canada Index (DJICA) merupakan bursa
indeks syariah di Kanada. DJICA ini merupakan bagian dari Dow Jones
Islamic Market Index di kawasan Amerika dan tergabung dalam Dow
Jones Index Global Group (www.djindexes.com).
66
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui integrasi yang terjadi antara
bursa saham syariah dan konvensional di negara Indonesia, Malaysia, Jepang,
China, India, Sri Lanka, Inggris, Amerika Serikat dan Kanada. Data yang
digunakan adalah data time series harian dari tiap indeks yang menjadi objek
penelitian.
1. Perkembangan Pasar Modal Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia
merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial
Belanda, tepatnya pada 14 Desember 1912 di Batavia (Jakarta). Pasar modal
ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan
pemerintah atau VOC. Nama yang dipakai Vereniging voor de Effectenhandel,
cabang dari Amsterdamse Effectenbeurs—Bursa Efek Amsterdam di Belanda.
Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan
pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan
pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kekosongan. Hal itu
disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan
kekuasaan dari pemerintah kolonial Belanda kepada pemerintah Republik
Indonesia dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak
dapat berjalan sebagaimana mestinya.
67
Babak baru pasar modal di Indonesia diiringi dengan pendirian Badan
Pelaksana dan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) tahun 1976 melalui PP No.
25/1976 dan Kepres No. 52/1976. Pembentukan Bapepam menunjukkan
komitmen pemerintah untuk membangun kembali pasar modal. Pada waktu
itu, Bapepam menjalankan fungsi ganda sebagai pelaksana sekaligus
pengawas pasar modal. Pada tahun 1992, fungsi pelaksana bursa saham
diserahkan kepada swasta, ditandai dengan pendirian Bursa Efek Jakarta (BEJ)
pada tanggal 13 Juli 1992, melengkapi Bursa Efek Surabaya (BES) yang
didirikan pada 16 Juni 1989.
Pada 1995 pula, Bursa Efek Jakarta mulai menggunakan sistem
otomatisasi transaksi elektronik dalam platform Jakarta Automated Trading
System (JATS) guna memperkuat infrastruktur perdagangan. Pembentukan
Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) pada 1997 melengkapi Self
Regulatory Organization (SRO) Pasar Modal Indonesia. Pada tahun 2007,
BES digabung dengan BEJ dan lahirlah Bursa Efek Indonesia (BEI).
Secara singkat, tonggak sejarah perkembangan pasar modal Indonesia
adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 1 Perkembangan Pasar Modal Indonesia
Tahun Peristiwa
1987 Diaktifkannya kembali Pasar Modal di Indonesia
1988
Dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober dan Desember
1988
Berdirinya Bursa Paralel Indonesia (BPII)
68
1989 Berdirinya Bursa Efek Surabaya (BES)
1992
Swastanisasi Bursa Efek Jakarta (BEJ)
Badan Pelaksana Pasar Modal berubah fungsi menjadi
Badan Pengawas Pasar Modal
1995
Perdagangan ekuitas di BEJ memasuki era
komputerisasi, beralih dari penggunaan sistem
perdagangan manual ke Jakarta Automated Trading
System (JATS)
Merger antara BPI dan BES
Diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagai landasan
hukum penyelenggara pasar modal
1996 Didirikannya PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia
1997
Didirikannya PT Kustodian Sentral Efek Indonesia
(KSEI)
Peluncuran Indeks LQ45
2000
Penerapan Scripless Trading System
Peluncuran Jakarta Islamic Index
2004 Peluncuran perdagangan Kontrak Opsi Saham
2005 Penyediaan fasilitas Disaster Recovery Center. Sertifikat
ISO 9001:2000
2006 Penerapan prosedur Business Contingency Plan.
69
Sertifikat ISO 9001:2000
2007
Penggabungan BES ke dalam BEJ menjadi BEI
Peluncuran Indeks KOMPAS100
2008 Sertifikasi ISO 9001:2000 untuk fungsi Perdagangan,
Pencatatan, dan Manajemen Keuangan
2009
Penerapan JATS-NextG
Peluncuran Indeks BISNIS-27
Peluncuran Indeks PEFINDO25
Peluncuran Indeks SRI-KEHATI
Peluncuran IDXnet
2010
Sertifikasi ISO 9001:2008 untuk seluruh fungsi yang ada
di BEI
Pendirian The Indonesia Capital Market Institute
(TICMI)
2011
Penerapan Jaringan Terpadu Pasar Modal
Pembangunan Galeri BEI menggantikan area trading
floor yang berfungsi sebagai Pusar Edukasi dan
Informasi Pasar Modal Indonesia
Penerbitan fatwa DSN-MUI No. 80 Tahun 2011 tentang
Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme
Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler BEI
Peluncuran Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)
70
2012
Peresmian Galeri BEI
Penerapan Single Investor Identity (SID)
Penerapan Trading ID
Penerapan Straight Through Processing (STP)
Penerapan Data Warehouse (DWH)
Penerapan Rekening Dana Nasabah
Penerapan Metode Perhitungan Baru MKBD
Penyediaan Fasilitas Data Center Anggota Bursa
Peluncuran Indeks IDX30
Peluncuran Indeks Infobank 15
Sertifikasi ISO 27001:2005 Sertifikasi Sistem
Manajemen Keamanan Informasi untuk fungsi
Pengawasan Transaksi
Pendirian PT Penyelenggara Program Perlindungan
Investor Efek Indonesia (P3IEI)
Pendirian PT Indonesian Capital Market Electronic
2013
Perubahan waktu perdagangan
Peluncuran Indeks MNC36
Peluncuran Indeks SMinfra18
Peluncuran New IDXnet
PT P3IEI mulai beroperasi
2014 Penurunan satuan perdagangan dan penyederhanaan
71
fraksi harga
Perubahan ketentuan jumlah saham yang beredar
Peluncuran Indeks Investor33
Peluncuran Indeks INDOBeX (Composite Government,
Corporate)
2015
Peningkatan jaminan risiko kerugian investor di P3IEI
Pendirian IDX Channel
Kampanye Nasional ―Yuk Nabung Saham‖
Peluncuran Sistem Pelaporan Laporan Keuangan
Berbasis XBRL
2016
Penyempurnaan Fraksi Harga (Peraturan II-A Kep-
00023/BEI/04-2016)
Pendirian PIGP di 5 kota: Jakarta, Medan, Bandung,
Semarang, dan Surabaya
Global Sharia Capital Market Hub, Indonesia dan
Malaysia pada saat World Islamic Economic Forum
Soft Launching Produk LQ45 Futures
Pendirian PT Pendanaan Efek Indonesia
2017
Relaksasi Transaksi Marjin
Peresmian IDX Incubator
Implementasi Electronic Trading Platform.
Peluncuran Produk Derivatif Indonesia Government
72
Bond Futures
Sumber: Laporan Tahunan PT Bursa Efek Indonesia tahun 2017
2. Perkembangan Pasar Modal Syariah Indonesia
Pasar Modal Syariah adalah seluruh kegiatan di pasar modal yang tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Pasar modal syariah Indonesia
merupakan bagian dari industri keuangan syariah yang diatur oleh Otoritas
Jasa Keuangan (OJK), khususnya Direktorat Pasar Modal Syariah.
Tonggak sejarah kelahiran pasar modal syariah Indonesia diawali
dengan diterbitkannya reksa dana syariah pertama tahun 1997. Kemudian
diikuti dengan diluncurkannya Jakarta Islamic Index (JKII) sebagai indeks
saham syariah pertama, yang terdiri dari 30 saham syariah paling likuid di
Indonesia, pada tahun 2000. Sukuk pertama di Indonesia dengan
menggunakan akad mudarabah diterbitkan pertama kali tahun 2002.
Peraturan OJK (pada saat itu Bapepam dan LK) tentang pasar modal syariah
pertama dikeluarkan tahun 2006 dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya
Daftar Efek Syariah (DES) pada tahun 2007. DES adalah panduan bagi
pelaku pasar dalam memilih saham yang memenuhi prinsip syariah. Pada
tahun 2008, pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 19 tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara.
Kebangkitan pasar modal syariah Indonesia diawali dengan
diluncurkannya Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sebagai indeks
komposit saham syariah, yang terdiri dari seluruh saham syariah yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada tahun 2011. Kemudian diikuti dengan
73
diluncurkannya Syariah Online Trading System (SOTS) oleh perusahaan efek
pada tahun yang sama. SOTS adalah sistem pertama di dunia yang
dikembangkan untuk memudahkan investor syariah dalam melakukan
transaksi saham sesuai prinsip Islam. Pada tahun 2013, Bank Syariah Mandiri
menjadi Bank RDN Syariah pertama. Selain itu, pada tahun yang sama ETF
(Exchange Traded Fund) syariah pertama diluncurkan di Indonesia. Bank
Panin Syariah menjadi emiten syariah pertama yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2014.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia
adalah negara yang memiliki pangsa pasar modal syariah terbesar di dunia. Di
sisi lain, rasio kapitalisasi pasar terhadap GDP (Gross Domestic Product)
Indonesia masih di bawah 50%. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa potensi
pengembangan pasar modal syariah di Indonesia masih sangat besar.
Secara singkat, perkembangan pasar modal syariah Indonesia adalah
sebagai berikut:
Tabel 4. 2 Perkembangan Pasar Modal Syariah Indonesia
Tahun Peristiwa
1997 Penerbitan reksa dana syariah pertama
2000
Peluncuran indeks saham syariah pertama Jakarta Islamic
Index
2002 Penerbitan sukuk pertama di Indonesia
2006
Penerbitan peraturan Bapepam-LK tentang pasar modal
syariah
74
2007 Pengeluaran Daftar Efek Syariah (DES)
2008
Penerbitan UU No. 19 tentang Surat Berharga Syariah
Negara
2011
Penerbitan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)
Peluncuran Syariah Online Trading System (SOTS)
2013
Bank Syariah Mandiri menjadi Bank RDN Syariah pertama
di Indonesia
Peluncuran ETF Syariah pertama di Indonesia
2014 Bank Panin Syariah emiten pertama yang tercatat di BEI
Sumber: Laporan Tahunan PT Bursa Efek Indonesia tahun 2017
3. Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah indeks saham yang
menggunakan semua emiten yang tercatat sebagai komponen perhitungan
indeks. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan
pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang
tercatat di bursa. Hari dasar perhitungan indeks adalah tanggal 10 Agustus
1982 dengan nilai 100. Sedangkan jumlah emiten yang tercatat pada waktu
itu adalah sebanyak 13 emiten. Per Desember 2017 jumlah emiten yang
tercatat di Bursa Efek Indonesia mencapai 566 emiten.
Seiring perkembangan dan dinamika pasar, IHSG mengalami periode
naik dan turun. Pada tahun 2017 IHSG dibuka pada level 5.275,971 yang
kemudian mencapai level tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia
yaitu ditutup pada level 6.355,654 pada tanggal 29 Desember 2017. Pada
75
tahun 2020 IHSG dibuka pada level 6.313,13 dan ditutup pada level 4.538,93
pada tanggal 31 Maret 2020.
4. Perkembangan Jakarta Islamic Index
Pada tanggal 3 Juli 2000, PT Bursa Efek Indonesia bekerja sama
dengan PT Danareksa Investment Management (DIM) meluncurkan indeks
saham yang dibuat berdasarkan syariat Islam yaitu Jakarta Islamic Index
(JKII). Indeks ini diharapkan menjadi tolak ukur kinerja saham-saham yang
berbasis syariah serta untuk lebih mengembangkan pasar modal syariah.
Jakarta Islamic Index terdiri atas 30 saham yang dipilih dari saham-
saham yang sesuai dengan syariah Islam. Pada awal peluncurannya,
pemilihan saham yang masuk kriteria syariah melibatkan pihak Dewan
Pengawas Syariah PT Danareksa Investment Management. Akan tetapi
seiring perkembangan pasar, tugas pemilihan saham-saham tersebut
dilakukan oleh Bapepam-LK, bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Bapepam-LK Nomor II K.1 tentang Kriteria
dan Penerbitan Efek Syariah.
a. Kriteria Pemilihan Saham yang Memenuhi Prinsip-prinsip Syariah
Berdasarkan arahan Dewan Syariah Nasional dan Peraturan Bapepam-
LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, jenis kegiatan
utama suatu badan usaha yang dinilai memenuhi syariah Islam adalah:
1) Tidak melakukan kegiatan usaha yang tergolong judi atau
perdagangan yang dilarang, menyediakan jasa usaha dengan konsep
ribawi jual beli resiko yang mengandung gharar dan maysir.
76
2) Tidak melakukan perdagangan yang tidak disertai dengan
penyerahan barang jasa dan perdagangan dengan penawaran dan
permintaan palsu.
3) Tidak melebihi rasio keuangan sebagai berikut:
a) Total hutang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total
ekuitas tidak lebih dari 82% (hutang yang berbasis bunga
dibandingkan dengan total ekuitas tidak lebih dari 45% ; 55 %)
b) Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya
dibandingkan dengan total pendapatan (revenue) tidak lebih dari
10%
b. Kriteria Pemilihan Saham Jakarta Islamic Index
Untuk menetapkan saham-saham yang masuk dalam perhitungan Jakarta
Islamic Index dilakukan proses seleksi sebagai berikut:
1) Saham-saham yang akan dipilih berdasarkan Daftar Efek Syariah
(DES) yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK.
2) Memilih 60 saham dari Daftar Efek Syariah tersebut berdasarkan
urutan kapitalisasi pasar terbesar selama 1 tahun terakhir.
3) Dari 60 saham tersebut dipilih berdasarkan tingkat likuiditas yaitu
nilai transaksi di pasar regular selama 1 tahun terakhir.
77
B. Temuan Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan indeks saham syariah dan konvensional
yang terdapat di dunia sebagai sampel penelitian. Penelitian ini menggunakan
9 indeks saham syariah dan konvensional. Semua data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang berbentuk harian dari tahun 2017-
2020. Data-data yang dibutuhkan untuk memperhitungkan nilai return saham
diperoleh dari data historis indeks saham yang disajikan di Dow Jones Index,
Google Finance, dan Investing.
1. Deskripsi Variabel Penelitian
Untuk mengetahui gambaran mengenai variabel yang diteliti maka
dilakukan analisis deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah harga penutupan indeks saham yang dibagi atas harga penutupan
indeks saham syariah dan konvensional. Oleh karena itu, analisis singkat
mengenai pola pergerakan dari indeks-indeks saham yang digunakan dalam
penelitian ini akan dibahas sebagai berikut:
1) Indeks Saham Konvensional
a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) tertinggi adalah sebesar 6689.29, sedangkan harga penutupan
terendah dari IHSG adalah 3937.63. Harga penutupan harian rata-rata
IHSG adalah 5997.224.
78
Gambar 4. 1. Grafik Closing Price IHSG
Sumber: Data diolah
b. Dow Jones Industrial Average (DJIA)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Dow Jones Industrial Average
(DJIA) tertinggi adalah sebesar 29551.42, sedangkan harga penutupan
terendah dari DJIA adalah 18591.93. Harga penutupan harian rata-rata
DJIA adalah 24501.2.
Gambar 4. 2. Grafik Closing Price DJIA
Sumber: Data diolah
0
2000
4000
6000
8000
3-Jan-17 3-Jan-18 3-Jan-19 3-Jan-20
IHSG
IHSG
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
3-Jan-17 3-Jan-18 3-Jan-19 3-Jan-20
DJIA
DJIA
79
c. Kuala Lumpur Stock Exchange Composite Index (KLSE)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Kuala Lumpur Stock Exchange
Composite Index (KLSE) tertinggi adalah sebesar 1895.18, sedangkan
harga penutupan terendah dari KLSE adalah 1219.72. Harga penutupan
harian rata-rata KLSE adalah 1700.399.
Gambar 4. 3. Grafik Closing Price KLSE
Sumber: Data diolah
d. Nihon Keizai Shimbun 225 (Nikkei 225/N225)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Nihon Keizai Shimbun 225 (Nikkei
225/N225) tertinggi adalah sebesar 24270.62, sedangkan harga penutupan
terendah dari N225 adalah 16552.83. Harga penutupan harian rata-rata
N225 adalah 21410.17.
0
500
1000
1500
2000
3-Jan-17 3-Jan-18 3-Jan-19 3-Jan-20
KLSE
KLSE
80
Gambar 4. 4. Grafik Closing Price N225
Sumber: Data diolah
e. Hang Seng Index (HSI)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Hang Seng Index (HSI) tertinggi
adalah sebesar 33154.12, sedangkan harga penutupan terendah dari HSI
adalah 21696.13. Harga penutupan harian rata-rata HSI adalah 27436.37.
Gambar 4. 5. Grafik Closing Price HSI
Sumber: Data diolah
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
3-Jan-17 3-Jan-18 3-Jan-19 3-Jan-20
N225
N225
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
3-Jan-17 3-Jan-18 3-Jan-19 3-Jan-20
HSI
HSI
81
f. NSEI (Indeks S&P CRISIL NSE 50)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham NSEI (Indeks S&P CRISIL NSE 50)
tertinggi adalah sebesar 12362.30, sedangkan harga penutupan terendah
dari NSEI adalah 7610.25. Harga penutupan harian rata-rata NSEI adalah
10625.76.
Gambar 4. 6. Grafik Closing Price NSEI
Sumber: Data diolah
g. Indeks FTSE 100
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham FTSE 100 tertinggi adalah sebesar
7877.45, sedangkan harga penutupan terendah dari FTSE adalah 4993.89.
Harga penutupan harian rata-rata FTSE adalah 7293.894.
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
3-Jan-17 3-Jan-18 3-Jan-19 3-Jan-20
NSEI
NSEI
82
Gambar 4. 7. Grafik Closing Price FTSE
Sumber: Data diolah
h. Indeks CSE
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham CSE tertinggi adalah sebesar
6766.14, sedangkan harga penutupan terendah dari CSE adalah 4571.63.
Harga penutupan harian rata-rata CSE adalah 6123.338.
Gambar 4. 8. Grafik Closing Price CSE
Sumber: Data diolah
0
2000
4000
6000
8000
10000
3-Jan-17 3-Jan-18 3-Jan-19 3-Jan-20
FTSE
FTSE
0
2000
4000
6000
8000
3-Jan-17 3-Jan-18 3-Jan-19 3-Jan-20
CSE
CSE
83
i. S&P/TSX Composite (GSPTSE)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham S&P/TSX Composite (GSPTSE)
tertinggi adalah sebesar 17944.14, sedangkan harga penutupan terendah
dari TSX Composite adalah 11228.49. Harga penutupan harian rata-rata
TSX Composite adalah 15850.78.
Gambar 4. 9. Grafik Closing Price TSX
Sumber: Data diolah
2) Indeks Saham Syariah
a. Jakarta Islamic Index (JKII)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Jakarta Islamic Index (JKII)
tertinggi adalah sebesar 798.77, sedangkan harga penutupan terendah dari
JKII adalah 393.86. Harga penutupan harian rata-rata JKII adalah 693.85.
0
5000
10000
15000
20000
3-Jan-17 3-Jan-18 3-Jan-19 3-Jan-20
TSX
TSX
84
Gambar 4. 10. Grafik Closing Price JKII
Sumber: Data diolah
b. Dow Jones Islamic Market Index (DJIMI)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Dow Jones Islamic Market Index
(DJIMI) tertinggi adalah sebesar 4491.07, sedangkan harga penutupan
terendah dari DJIMI adalah 2908.79. Harga penutupan harian rata-rata
DJIMI adalah 3649.07.
Gambar 4. 11. Grafik Closing Price DJIMI
Sumber: Data diolah
0
200
400
600
800
1000
03-Jan-17 03-Jan-18 03-Jan-19 03-Jan-20
JKII
JKII
0
1000
2000
3000
4000
5000
03-Jan-17 03-Jan-18 03-Jan-19 03-Jan-20
DJIMI
DJIMI
85
c. Dow Jones Islamic Market Malaysia Index (DJMY25D)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Dow Jones Islamic Market
Malaysia Index (DJMY25D) tertinggi adalah sebesar 1105.99, sedangkan
harga penutupan terendah dari DJMY25D adalah 802.63. Harga
penutupan harian rata-rata DJMY25D adalah 987.48.
Gambar 4. 12. Grafik Closing Price DJMY25D
Sumber: Data diolah
d. Dow Jones Islamic Market Japan Index (DJIJP)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Dow Jones Islamic Market Japan
Index (DJIJP) tertinggi adalah sebesar 2095.04, sedangkan harga
penutupan terendah dari DJIJP adalah 1471.49. Harga penutupan harian
rata-rata DJIJP adalah 1826.31.
0
200
400
600
800
1000
1200
03-Jan-17 03-Jan-18 03-Jan-19 03-Jan-20
DJMY25D
DJMY25D
86
Gambar 4. 13. Grafik Closing Price DJIJP
Sumber: Data diolah
e. Dow Jones Islamic Market China/Hong Kong Titans 30 Index (DJICHKU)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Dow Jones Islamic Market
China/Hong Kong Titans 30 Index (DJICHKU) tertinggi adalah sebesar
2501.30, sedangkan harga penutupan terendah dari DJICHKU adalah
1597.80. Harga penutupan harian rata-rata DJICHKU adalah 2163.069.
Gambar 4. 14. Grafik Closing Price DJICHKU
Sumber: Data diolah
0
500
1000
1500
2000
2500
03-Jan-17 03-Jan-18 03-Jan-19 03-Jan-20
DJIJP
DJIJP
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
03-Jan-17 03-Jan-18 03-Jan-19 03-Jan-20
DJICHKU
DJICHKU
87
f. Dow Jones Islamic Market India Index (DJIMIND)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Dow Jones Islamic Market India
Index (DJIMIND) tertinggi adalah sebesar 2822.49, sedangkan harga
penutupan terendah dari DJIMIND adalah 1772.64. Harga penutupan
harian rata-rata DJIMIND adalah 2476.51.
Gambar 4. 15. Grafik Closing Price DJIMIND
Sumber: Data diolah
g. Dow Jones Islamic Market United Kingdom Index (DJIUK)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Dow Jones Islamic Market United
Kingdom Index (DJIUK) tertinggi adalah sebesar 2703.27, sedangkan
harga penutupan terendah dari DJIUK adalah 1655.24. Harga penutupan
harian rata-rata DJIUK adalah 2299.42.
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
03-Jan-17 03-Jan-18 03-Jan-19 03-Jan-20
DJMIND
DJMIND
88
Gambar 4. 16. Grafik Closing Price DJIUK
Sumber: Data diolah
h. Dow Jones Islamic Market Sri Lanka Index (DJISRLD)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Dow Jones Islamic Market Sri
Lanka Index (DJISRLD) tertinggi adalah sebesar 2070.35, sedangkan
harga penutupan terendah dari DJISRLD adalah 754.43. Harga penutupan
harian rata-rata DJISRLD adalah 1414.67.
Gambar 4. 17. Grafik Closing Price DJISRLD
Sumber: Data diolah
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
03-Jan-17 03-Jan-18 03-Jan-19 03-Jan-20
DJIUK
DJIUK
0
500
1000
1500
2000
2500
03-Jan-17 03-Jan-18 03-Jan-19 03-Jan-20
DJISRLD
DJISRLD
89
i. Dow Jones Islamic Market Canada Index (DJICA)
Dari periode 3 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2020 terlihat
harga penutupan harian indeks saham Dow Jones Islamic Market Canada
Index (DJICA) tertinggi adalah sebesar 2052.42, sedangkan harga
penutupan terendah dari DJICA adalah 1340.12. Harga penutupan harian
rata-rata DJICA adalah 1747.001.
Gambar 4. 18. Grafik Closing Price DJICA
Sumber: Data diolah
2. Statistika Deskriptif
Berdasarkan tabel statistika deskriptif untuk harga penutupan saham
konvensional di bawah ini, terlihat bahwa rata-rata harga penutupan tertinggi
adalah indeks saham HangSeng sebesar 27436,37 sedangkan rata-rata harga
penutupan terendah adalah indeks saham KLSE sebesar 1700,40. Sementara
itu, indeks saham yang mempunyai risiko paling tinggi berdasarkan informasi
data standar deviasi adalah indeks HangSeng dengan standar deviasi sebesar
2212,147. Hal ini sejalan dengan rata-rata harga penutupannya yang tinggi
0
500
1000
1500
2000
2500
03-Jan-17 03-Jan-18 03-Jan-19 03-Jan-20
DJICA
DJICA
90
yang menunjukkan semakin tinggi resiko indeks saham, semakin tinggi pula
keuntungannya. Indeks saham yang mempunyai risiko paling rendah adalah
indeks KLSE yaitu sebesar 104,7669, hal ini sejalan dengan harga penutupan
harian KLSE yang rendah.
Tabel 4. 3 Statistika Deskriptif Indeks Saham Konvensional
IHSG DJIA KLSE N225 HANSENG
Mean 5997,22 24501,20 1700,40 21410,17 27436,37
Median 6023,64 24893,49 1710,71 21565,15 27547,30
Max 6689,29 29551,42 1895,18 24270,62 33154,12
Min 3937,63 18591,93 1219,72 16552,83 21696,13
Std. Dev. 391,3259 2436,968 104,7669 1494,796 2212,147
NSEI FTSE CSE TSX
Mean 10625,76 7293,894 6124,338 15850,78
Median 10696,20 7348,030 6113,000 15946,17
Max 12362,30 7877,450 6766,140 17944,06
Min 7610,25 4993,890 4571,630 11228,49
Std. Dev. 976,0482 364,3926 379,1131 814,8905
Sumber: Data diolah
Sementara itu, berdasarkan tabel statistika deskriptif untuk harga
penutupan saham syariah di bawah ini, terlihat bahwa rata-rata harga
penutupan tertinggi adalah indeks saham DJIMIND sebesar 2476,511
sedangkan rata-rata harga penutupan terendah adalah indeks saham JKII
sebesar 693,8495. Sementara itu, indeks saham yang mempunyai risiko
paling tinggi berdasarkan informasi data standar deviasi adalah indeks
DJISRLD dengan standar deviasi sebesar 380,4516. Indeks saham yang
mempunyai risiko paling rendah adalah indeks DJMY25D yaitu sebesar
44,84177.
91
Tabel 4. 4 Statistika Deskriptif Indeks Saham Syariah
JKII DJIMI DJMY25D DJIJP DJIMIND
Mean 693,8495 3649,070 987,4794 1826,307 2476,511
Median 696,2000 3667,985 979,7200 1823,980 2513,340
Max 798,7700 4491,070 1105,9900 2095,040 2822,490
Min 393,8600 2908,790 802,6300 1471,490 1772,640
Std. Dev. 51,57987 330,1643 44,84177 145,1588 165,6985
DJICHKU DJIUK DJISRLD DJICA
Mean 2163,069 2299,423 1414,607 1747,001
Median 2195,985 2311,025 1418,295 1740,780
Max 2501,300 2703,270 2070,350 2052,420
Min 1597,800 1655,240 754,430 1340,120
Std. Dev. 193,9080 170,3465 380,4516 121,8412
Sumber: Data diolah
3. Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented
Dickey Fuller Test atau uji ADF. Hasil keputusan diperoleh dengan
membandingkan antara nilai statistik ADF yang diperoleh dan koefisien α
dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik
ADF lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensiasi tingkat pertama, maka
data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi, jika nilainya lebih
kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan pada diferensiasi yang lebih
tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner. Berikut adalah hasil uji
variabel-variabel penelitian untuk return harian indeks saham konvensional:
92
Tabel 4. 5 Uji ADF at level Indeks Saham Konvensional
Augmented Dickey-Fuller test
statistic t-Statistic Prob,*
IHSG
-0,688666 0,8473
DJIA
-2,283256 0,1777
KLSE
0,376795 0,9819
N225
-2,07463 0,2552
HANSENG
-2,295106 0,1739
NSEI
-2,086617 0,2503
FTSE
-0,719248 0,8397
CSE
0,47092 0,9857
TSX -3,835263 0,0027
Test critical values: 1% level
-3,439008
5% level
-2,865251
10% level
-2,568802
*MacKinnon (1996) one-sided p-values,
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel hasil penelitian di atas, hanya nilai absolut t-Statistic
dari indeks saham TSX yang lebih besar dari nilai kritisnya, baik pada level
1%, 5%, maupun 10%. Hal ini menunjukan data stasioner pada tingkat level
tetapi indeks yang lain tidak stasioner, sehingga perlu dilakukan uji derajat
integrasi pada tingkat berikutnya. Setelah dilakukan proses 1st difference nilai
absolut t-Statistic dari semua indeks saham konvensional lebih besar dari nilai
kritisnya baik pada level 1%, 5% maupun 10%. Hal ini menunjukkan bahwa
data stasioner pada tingkat first difference. Berikut ini adalah tabel hasil uji
ADF pada tingkat diferensiasi pertama:
93
Tabel 4. 6 Uji ADF at 1st Difference Indeks Saham Konvensional
Augmented Dickey-Fuller test statistic t-Statistic Prob,*
IHSG
-24,79924 0,0000
DJIA
-8177258 0,0000
KLSE
-25,92479 0,0000
N225
-25,50954 0,0000
HANSENG
-27,26366 0,0000
NSEI
-10,30604 0,0000
FTSE
-26,28231 0,0000
CSE
-6,316092 0,0000
TSX -7,349591 0,0000
Test critical values: 1% level
-3,439020
5% level
-2,865256
10% level
-2,568805
*MacKinnon (1996) one-sided p-values,
Sumber: data diolah
Sementara itu, berdasarkan tabel hasil penelitian uji stasioneritas untuk
indeks saham syariah di bawah ini, nilai absolut t-Statistic dari indeks saham
JKII, DJIMI, DJMY25D, DJIMIND, DJISRLD, dan DJICA menunjukkan
nilai yang lebih kecil dari nilai kritisnya, baik pada level 1%, 5%, maupun
10%. Hal ini menunjukkan data tidak stasioner pada tingkat level, sehingga
perlu dilakukan uji derajat integrasi pada tingkat berikutnya.
Setelah dilakukan proses 1st difference nilai absolut t-Statistic dari
semua indeks saham syariah lebih besar dari nilai kritisnya baik pada level
1%, 5% maupun 10%. Hal ini menunjukan bahwa data stasioner pada tingkat
first difference.
94
Tabel 4. 7 Uji ADF at Level Indeks Saham Syariah
Augmented Dickey-Fuller test statistic t-Statistic Prob,*
JKII
-0.191566 0.9369
DJIMI
-2,338802 0.1601
DJMY25D
-1,650304 0.4563
DJIJP
-2,636908 0.0860
DJICHKU
-2,888165 0.0472
DJIMIND
-2,454978 0.1272
DJIUK
-2,607578 0.0918
DJISRLD
0,539479 0.9880
DJICA -2,28612 0.1768
Test critical values: 1% level
-3,438807
5% level
-2,865163
10% level -2,568755
*MacKinnon (1996) one-sided p-values,
Sumber: data diolah
Tabel 4. 8 Uji ADF at 1st Difference Indeks Saham Syariah
Augmented Dickey-Fuller test statistic t-Statistic
Prob,*
JKII
-26,57561 0.0000
DJIMI
-10,22196 0.0000
DJMY25D
-26,4704 0.0000
DJIJP
-27,15207 0.0000
DJICHKU
-28,10647 0.0000
DJIMIND
-16,64641 0.0000
DJIUK
-16,61559 0.0000
DJISRLD
-17,63086 0.0000
DJICA -10,01643 0.0000
Test critical values: 1% level
-3,438819
5% level
-2,865168
10% level -2,568757
*MacKinnon (1996) one-sided p- values,
Sumber: data diolah
95
4. Penentuan Lag Optimal
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah penentuan lag optimal dengan
menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidat lag yang terpilih
adalah panjang lag menurut kriteria Likelihood Ratio (LR), Final Prediction
Error (FPE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information
Criterion (SC), dan Hannan-Quin Criterion (HQ).
Dalam penentuan lag optimal dengan menggunakan kriteria informasi
tersebut, maka dipilih kriteria yang mempunyai nilai paling kecil yang
ditunjukkan oleh tanda asterik (*) pada hasil lag optimal. Jika kriteria
informasi hanya merujuk pada sebuah kandidat lag saja, maka kandidat
tersebutlah yang optimal. Akan tetapi, jika ada beberapa pilihan kandidat,
maka selanjutnya dipilih berdasarkan uji kebaikan model terbaik, yaitu lag
yang mempunyai tanda asterik (*) paling banyak.
1) Penentuan Lag Optimal Indeks Saham Konvensional
a. Penentuan Lag Optimal antara DJIA dengan IHSG
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJIA dengan IHSG di bawah ini,
terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2, dan lag menurut
LR, FPE, AIC, dan HQ akan optimal saat lag 8. Karena uji kebaikan
model yang terbanyak jatuh pada lag ke-8 maka lag optimal yang
digunakan adalah lag 8.
96
Tabel 4. 9 Penentuan Lag Optimal atas DJIA dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -9244.601 NA 3.69e+08 25.40275 25.41536 25.40762
1 -9193.224 102.3293 3.24e+08 25.27259 25.31043 25.28719
2 -9161.433 63.14554 3.00e+08 25.19625 25.25930* 25.22058
3 -9156.258 10.25067 2.99e+08 25.19302 25.28129 25.22708
4 -9145.506 21.23855 2.94e+08 25.17447 25.28796 25.21826
5 -9137.236 16.29072 2.90e+08 25.16274 25.30145 25.21626
6 -9129.756 14.69166 2.88e+08 25.15318 25.31712 25.21643
7 -9113.261 32.31020 2.78e+08 25.11885 25.30801 25.19184
8 -9096.323 33.08478* 2.68e+08* 25.08331* 25.29769 25.16603*
Sumber: data diolah
b. Penentuan Lag Optimal antara KLSE dengan IHSG
Dari tabel penentuan lag optimal di bawah ini, terlihat bahwa lag
menurut SC akan optimal saat lag 1, lag menurut HQ akan optimal saat
lag 4, sedangkan lag menurut LR, FPE, dan AIC akan optimal saat lag 8.
Karena uji kebaikan model yang terbanyak ada pada saat lag ke-8, maka
lag optimal yang digunakan adalah lag 8.
Tabel 4. 10 Penentuan Lag Optimal atas KLSE dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -6782.422 NA 426243.8 18.63852 18.65113 18.64339
1 -6740.024 84.44580 383570.5 18.53303 18.57087* 18.54763
2 -6728.961 21.97337 376200.0 18.51363 18.57668 18.53796
3 -6723.999 9.829894 375206.7 18.51099 18.59926 18.54505
4 -6711.605 24.48017 366654.5 18.48793 18.60142 18.53172*
5 -6706.168 10.70981 365210.5 18.48398 18.62270 18.53750
6 -6703.997 4.264282 367051.4 18.48900 18.65294 18.55226
7 -6698.012 11.72428 365056.2 18.48355 18.67271 18.55654
8 -6682.982 29.35692* 354162.6* 18.45325* 18.66763 18.53597
Sumber: data diolah
97
c. Penentuan Lag Optimal antara N225 dengan IHSG
Dari tabel penentuan lag optimal di bawah ini, terlihat bahwa lag
menurut SC akan optimal saat lag 0, lag menurut HQ akan optimal saat
lag 1, sedangkan lag menurut LR, FPE, dan AIC akan optimal saat lag 4.
Karena uji kebaikan model yang terbanyak ada pada lag ke-4, maka lag
optimal yang digunakan adalah lag 4.
Tabel 4. 11 Penentuan Lag Optimal atas N225 dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -9022.394 NA 2.01e+08 24.79229 24.80490* 24.79716
1 -9013.680 17.35618 1.98e+08 24.77934 24.81717 24.79394*
2 -9006.283 14.69215 1.96e+08 24.77001 24.83306 24.79434
3 -9002.451 7.590790 1.96e+08 24.77047 24.85874 24.80453
4 -8997.474 9.830991* 1.96e+08* 24.76779* 24.88128 24.81158
5 -8996.608 1.705061 1.97e+08 24.77640 24.91511 24.82992
6 -8992.667 7.742698 1.97e+08 24.77656 24.94050 24.83981
7 -8989.866 5.486041 1.98e+08 24.77985 24.96901 24.85284
8 -8986.114 7.328848 1.98e+08 24.78053 24.99491 24.86325
Sumber: data diolah
d. Penentuan Lag Optimal antara HSI dengan IHSG
Dari tabel penentuan lag optimal di bawah ini, terlihat bahwa lag
menurut SC akan optimal saat lag 0, lag menurut FPE, AIC dan HQ akan
optimal saat lag 4, sedangkan lag menurut LR akan optimal saat lag 6.
Karena uji kebaikan model yang terbanyak ada pada lag ke-4, maka lag
optimal yang akan digunakan adalah lag 4.
98
Tabel 4. 12 Penentuan Lag Optimal atas HSI dan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -9212.937 NA 3.38e+08 25.31576 25.32837* 25.32063
1 -9204.789 16.22939 3.35e+08 25.30436 25.34220 25.31896
2 -9193.228 22.96217 3.28e+08 25.28359 25.34665 25.30792
3 -9185.811 14.69107 3.25e+08 25.27421 25.36248 25.30827
4 -9169.833 31.56240 3.14e+08* 25.24130* 25.35480 25.28509*
5 -9168.711 2.209014 3.17e+08 25.24921 25.38792 25.30273
6 -9162.426 12.34543* 3.15e+08 25.24293 25.40687 25.30619
7 -9160.931 2.928617 3.17e+08 25.24981 25.43897 25.32280
8 -9158.342 5.056949 3.18e+08 25.25369 25.46807 25.33641
Sumber: data diolah
e. Penentuan Lag Optimal antara NSEI dengan IHSG
Dari tabel penentuan lag optimal di bawah ini terlihat bahwa lag menurut
SC akan optimal saat lag 1, sedangkan lag menurut LR, FPE, AIC, dan
HQ akan optimal saat lag 6. Karena uji kebaikan model yang terbanyak
ada pada lag ke-6, maka lag optimal yang digunakan adalah lag 6.
Tabel 4. 13 Penentuan Lag Optimal atas NSEI dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -8486.627 NA 46022947 23.32040 23.33302 23.32527
1 -8459.193 54.64227 43153372 23.25603 23.29386* 23.27062
2 -8451.826 14.63329 42756030 23.24677 23.30983 23.27110
3 -8449.588 4.432721 42963546 23.25162 23.33989 23.28568
4 -8444.864 9.331959 42878187 23.24963 23.36312 23.29342
5 -8423.148 42.77589 40841340 23.20095 23.33967 23.25448
6 -8409.555 26.70027* 39779184* 23.17460* 23.33854 23.23786*
7 -8407.662 3.708402 40010252 23.18039 23.36955 23.25338
8 -8403.150 8.812487 39954270 23.17898 23.39337 23.26170
Sumber: data diolah
99
f. Penentuan Lag Optimal antara FTSE dengan IHSG
Dari tabel penentuan lag di bawah ini terlihat bahwa lag menurut SC
akan optimal saat lag 1, lag menurut HQ akan optimal saat lag 2,
sedangkan lag menurut LR, FPE, dan AIC akan optimal saat lag 8.
Karena uji kebaikan model terbanyak ada pada saat lag ke-8, maka lag
optimal yang digunakan adalah lag 8.
Tabel 4. 14 Penentuan Lag Optimal antara FTSE dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -8116.747 NA 16659579 22.30425 22.31686 22.30912
1 -8084.456 64.31668 15413778 22.22653 22.26436* 22.24112
2 -8074.145 20.47908 15148871 22.20919 22.27224 22.23352*
3 -8068.688 10.80957 15088356 22.20519 22.29346 22.23925
4 -8063.985 9.290661 15059244 22.20325 22.31675 22.24705
5 -8052.947 21.74168 14770914 22.18392 22.32264 22.23745
6 -8049.134 7.489430 14778557 22.18443 22.34837 22.24769
7 -8040.666 16.58792 14598304 22.17216 22.36132 22.24515
8 -8033.146 14.68808* 14457905* 22.16249* 22.37687 22.24521
Sumber: data diolah
g. Penentuan Lag Optimal antara CSE dan IHSG
Dalam tabel penentuan lag optimal di bawah ini terlihat bahwa lag
menurut SC akan optimal saat lag 1, lag optimal menurut HQ akan
optimal saat lag 4, sedangkan lag optimal menurut LR, FPE dan AIC
akan optimal saat lag 7. Karena uji kebaikan model yang terbanyak ada
pada saat lag ke-7, maka lag optimal yang digunakan adalah lag 7.
100
Tabel 4. 15 Penentuan Lag Optimal antara CSE dan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -7596.374 NA 3988394. 20.87465 20.88726 20.87952
1 -7574.864 42.84186 3801081. 20.82655 20.86438* 20.84115
2 -7564.283 21.01748 3732973. 20.80847 20.87152 20.83280
3 -7560.497 7.498040 3735177. 20.80906 20.89733 20.84312
4 -7542.997 34.56744 3599189. 20.77197 20.88547 20.81576*
5 -7536.512 12.77547 3574701. 20.76514 20.90386 20.81867
6 -7536.013 0.979006 3609266. 20.77476 20.93870 20.83802
7 -7526.538 18.56011* 3555396.* 20.75972* 20.94888 20.83271
8 -7522.904 7.097928 3558993. 20.76073 20.97511 20.84345
Sumber: data diolah
h. Penentuan Lag Optimal antara TSX dengan IHSG
Dalam tabel penentuan lag optimal di bawah ini dapat diketahui bahwa
lag optimal menurut SC akan optimal saat lag 2, lag optimal menurut HQ
akan optimal saat lag 7, sedangkan lag optimal menurut LR, FPE, AIC
akan optimal saat lag 8. Karena uji kebaikan model yang terbanyak ada
pada saat lag ke-8, maka lag optimal yang digunakan adalah lag 8.
Tabel 4. 16 Penentuan Lag Optimal antara TSX dengan IHSG
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -8754.838 NA 96156905 24.05725 24.06986 24.06211
1 -8709.169 90.96119 85756054 23.94277 23.98060 23.95737
2 -8679.651 58.62935 79950225 23.87267 23.93572* 23.89700
3 -8669.223 20.65596 78550755 23.85501 23.94328 23.88907
4 -8666.086 6.196723 78737284 23.85738 23.97088 23.90117
5 -8657.572 16.77053 77767066 23.84498 23.98370 23.89850
6 -8643.190 28.25079 75580509 23.81646 23.98039 23.87971
7 -8622.565 40.39961 72206500 23.77078 23.95994 23.84377*
8 -8615.482 13.83550* 71597861* 23.76231* 23.97670 23.84503
Sumber: data diolah
101
2) Penentuan Lag Optimal Indeks Saham Syariah
a. Penentuan Lag Optimal antara DJIMI dengan JKII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJIMI dengan JKII di bawah
ini, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 2, dan lag
menurut LR, FPE, AIC, dan HQ akan optimal saat lag 8. Karena uji
kebaikan model yang terbanyak jatuh pada lag ke-8 maka lag optimal
yang digunakan adalah lag 8.
Tabel 4. 17 Penentuan Lag Optimal antara DJIMI dengan JKII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -6411.566 NA 102937.1 17.21763 17.23001 17.22240
1 -6407.822 7.459455 103007.7 17.21831 17.25547 17.23263
2 -6379.772 55.72182 96567.50 17.15375 17.21568* 17.17762
3 -6367.831 23.65732 94530.75 17.13243 17.21913 17.16585
4 -6357.259 20.88982 92877.54 17.11479 17.22625 17.15775
5 -6347.149 19.92151 91366.69 17.09839 17.23462 17.15090
6 -6338.757 16.49049 90296.08 17.08660 17.24760 17.14865
7 -6325.270 26.43113 88025.72 17.06113 17.24690 17.13273
8 -6310.865 28.15235* 85601.39* 17.03320* 17.24374 17.11435*
Sumber: data diolah
b. Penentuan Lag Optimal antara DJMY25D dengan JKII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJMY25D dengan JKII di
bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat
lag 0, lag menurut FPE, dan AIC, akan optimal saat lag 5, sedangkan
lag menurut LR akan optimal saat lag 5. Karena uji kebaikan model
yang terbanyak jatuh pada lag ke-5 maka lag optimal yang digunakan
adalah lag 5.
102
Tabel 4. 18 Penentuan Lag Optimal antara DJMY25D dengan JKII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -5147.095 NA 3454.106 13.82307 13.83546* 13.82785*
1 -5141.954 10.23952 3443.547 13.82001 13.85717 13.83433
2 -5138.794 6.278299 3451.319 13.82227 13.88419 13.84613
3 -5135.507 6.512957 3457.931 13.82418 13.91087 13.85759
4 -5126.907 16.99119 3415.500 13.81183 13.92330 13.85479
5 -5119.352 14.88629 3383.069* 13.80229* 13.93852 13.85480
6 -5116.998 4.625739 3398.061 13.80671 13.96771 13.86876
7 -5113.950 5.974619 3406.763 13.80926 13.99503 13.88087
8 -5108.500 10.65101* 3393.545 13.80537 14.01591 13.88652
Sumber: data diolah
c. Penentuan Lag Optimal antara DJIJP dengan JKII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJIJP dengan JKII di bawah
ini, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 0, lag menurut
HQ akan optimal saat lag 1, sedangkan lag menurut LR, FPE, dan AIC,
akan optimal saat lag 8. Karena uji kebaikan model yang terbanyak
jatuh pada lag ke-8 maka lag optimal yang digunakan adalah lag 8.
Tabel 4. 19 Penentuan Lag Optimal antara DJIJP dengan JKII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -5890.849 NA 25437.38 15.81973 15.83211* 15.82450
1 -5880.324 20.96607 24995.65 15.80221 15.83937 15.81653*
2 -5873.467 13.62097 24804.72 15.79454 15.85647 15.81841
3 -5871.006 4.876558 24907.40 15.79867 15.88537 15.83209
4 -5868.036 5.868717 24976.38 15.80144 15.91290 15.84440
5 -5867.247 1.554357 25192.67 15.81006 15.94629 15.86257
6 -5865.261 3.902616 25329.32 15.81547 15.97647 15.87752
7 -5859.449 11.38882 25206.55 15.81060 15.99638 15.88221
8 -5846.798 24.72470* 24628.01* 15.78738* 15.99792 15.86853
Sumber: data diolah
103
d. Penentuan Lag Optimal antara DJICHKU dengan JKII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJICHKU dengan JKII di
bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC akan optimal saat lag 1, lag
menurut HQ akan optimal saat lag 2, sedangkan lag menurut LR, FPE,
dan AIC, akan optimal saat lag 4. Karena uji kebaikan model yang
terbanyak jatuh pada lag ke-4 maka lag optimal yang digunakan adalah
lag 4.
Tabel 4. 20 Penentuan Lag Optimal antara DJICHKU dengan JKII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -6077.417 NA 41974.97 16.32058 16.33297 16.32536
1 -6061.471 31.76335 40650.21 16.28851 16.32567* 16.30283
2 -6053.223 16.38614 40189.23 16.27711 16.33903 16.30098*
3 -6048.204 9.943462 40079.48 16.27437 16.36107 16.30779
4 -6040.510 15.20102* 39684.10* 16.26446* 16.37592 16.30742
5 -6039.462 2.065559 39999.89 16.27238 16.40862 16.32489
6 -6036.050 6.705602 40063.15 16.27396 16.43496 16.33602
7 -6034.297 3.435872 40305.68 16.27999 16.46576 16.35160
8 -6033.325 1.899659 40634.85 16.28812 16.49866 16.36927
Sumber: data diolah
e. Penentuan Lag Optimal antara DJIMIND dengan JKII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJIMIND dengan JKII di
bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat
lag 2, sedangkan lag menurut LR, FPE, dan AIC, akan optimal saat lag
6. Karena uji kebaikan model yang terbanyak jatuh pada lag ke-6 maka
lag optimal yang digunakan adalah lag 6.
104
Tabel 4. 21 Penentuan Lag Optimal antara DJIMIND dengan JKII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -6109.046 NA 45694.68 16.40549 16.41788 16.41027
1 -6083.787 50.31435 43159.87 16.34842 16.38558 16.36274
2 -6068.042 31.27825 41820.30 16.31689 16.37882* 16.34076*
3 -6066.189 3.670432 42062.11 16.32266 16.40935 16.35607
4 -6060.109 12.01389 41827.90 16.31707 16.42853 16.36003
5 -6049.362 21.17548 41077.25 16.29896 16.43519 16.35147
6 -6039.286 19.80063* 40412.75* 16.28265* 16.44365 16.34471
7 -6036.677 5.114325 40564.02 16.28638 16.47215 16.35799
8 -6033.669 5.877748 40672.45 16.28904 16.49959 16.37020
Sumber: data diolah
f. Penentuan Lag Optimal antara DJIUK dengan JKII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJIUK dengan JKII di bawah
ini, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat lag 2, lag
menurut LR akan optimal saat lag 5, sedangkan lag menurut FPE dan
AIC akan optimal saat lag 8. Karena uji kebaikan model yang
terbanyak ada pada lag ke-2 dan ke-8 maka lag optimal yang
digunakan adalah lag 8 yang mempunyai nilai AIC paling kecil.
Tabel 4. 22 Penentuan Lag Optimal antara DJIUK dengan JKII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -6086.544 NA 43016.10 16.34508 16.35747 16.34986
1 -6053.196 66.42737 39757.09 16.26630 16.30345 16.28062
2 -6039.367 27.47136 38721.82 16.23991 16.30184* 16.26378*
3 -6035.598 7.466790 38745.88 16.24053 16.32723 16.27395
4 -6030.638 9.800629 38646.18 16.23796 16.34942 16.28092
5 -6019.536 21.87762* 37916.34 16.21889 16.35512 16.27140
6 -6014.808 9.289223 37842.51 16.21694 16.37794 16.27899
7 -6011.071 7.323841 37869.36 16.21764 16.40341 16.28925
8 -6006.781 8.384303 37840.08* 16.21686* 16.42741 16.29801
Sumber: data diolah
105
g. Penentuan Lag Optimal antara DJISRLD dengan JKII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJISRLD dengan JKII di
bawah ini, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat
lag 0, lag menurut FPE dan AIC akan optimal saat lag 3, sedangkan
lag menurut LR akan optimal saat lag 7. Karena uji kebaikan model
yang terbanyak ada pada lag ke-0 dan ke-3 maka lag optimal yang
digunakan adalah lag 3.
Tabel 4. 23 Penentuan Lag Optimal antara DJISRLD dengan JKII Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -5501.328 NA 8939.898 14.77403 14.78642* 14.77881*
1 -5500.451 1.746698 9015.168 14.78242 14.81957 14.79674
2 -5490.523 19.72194 8872.847 14.76650 14.82843 14.79037
3 -5486.032 8.898307 8861.157* 14.76519* 14.85188 14.79860
4 -5483.356 5.285861 8892.738 14.76874 14.88021 14.81171
5 -5481.513 3.633299 8944.378 14.77453 14.91076 14.82704
6 -5480.862 1.277432 9025.204 14.78352 14.94453 14.84558
7 -5474.439 12.58899* 8966.702 14.77702 14.96279 14.84862
8 -5472.797 3.208380 9023.697 14.78335 14.99389 14.86450
Sumber: data diolah
h. Penentuan Lag Optimal antara DJICA dengan JKII
Dari tabel penentuan lag optimal antara DJICA dengan JKII di bawah
ini, terlihat bahwa lag menurut SC dan HQ akan optimal saat lag 2,
sedangkan lag menurut LR, FPE dan AIC akan optimal saat lag 8.
Karena uji kebaikan model yang terbanyak ada pada ke-8, maka lag
optimal yang digunakan adalah lag 8.
106
Tabel 4. 24 Penentuan Lag Optimal antara DJICA dengan JKII
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 0 -5912.223 NA 26939.62 15.87711 15.88949 15.88188
1 -5891.378 41.52194 25748.52 15.83189 15.86904 15.84621
2 -5866.069 50.27741 24316.94 15.77468 15.83661* 15.79855*
3 -5861.085 9.875328 24252.77 15.77204 15.85873 15.80545
4 -5856.911 8.246997 24241.48 15.77157 15.88304 15.81454
5 -5849.478 14.64546 24019.18 15.76236 15.89859 15.81487
6 -5844.930 8.937438 23983.93 15.76089 15.92189 15.82294
7 -5836.270 16.97229 23685.81 15.74837 15.93415 15.81998
8 -5821.385 29.08952* 23003.84* 15.71915* 15.92970 15.80031
Sumber: data diolah
5. Uji Kausalitas Granger
Uji Kausalitas Granger bertujuan untuk menguji hubungan antar
variabel sebagaimana telah disusun pemodelannya. Hubungan kausalitas
Granger adalah uji hubungan yang saling menyebabkan di antara variabel.
Syarat yang harus terpenuhi adalah variabel-variabel yang akan diujikan telah
stasioner. Analisis dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas
dengan nilai kritis. Nilai kritis yang digunakan adalah sebesar 5% atau
α=0,05%. Jika probabilitas lebih kecil dari nilai α, maka hipotesis nol ditolak,
begitu pula sebaliknya jika probabilitas lebih besar dari nilai α, maka
hipotesis nol diterima.
1) Uji Kausalitas Granger Indeks Saham Konvensional
a. Uji Kausalitas Granger antara DJIA dengan IHSG
Uji Kausalitas Granger antara DJIA dengan IHSG dilakukan dengan
menggunakan lag 8 yang dipilih sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tahap penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji kausalitas Granger
menunjukkan bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena mempunyai nilai
107
probabilitas yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 5.E-24 dan 0,0353. Hal
ini menunjukkan bahwa DJIA berpengaruh signifikan terhadap IHSG,
begitu pula sebaliknya IHSG berpengaruh signifikan terhadap DJIA.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas dua arah antara
kedua indeks tersebut.
Tabel 4. 25 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIA dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJIA does not Granger Cause IHSG 729 17.6020 5.E-24
IHSG does not Granger Cause DJIA 2.08205 0.0353
Sumber: data diolah
b. Uji Kausalitas Granger antara KLSE dengan IHSG
Uji Kausalitas Granger antara KLSE dengan IHSG dilakukan dengan
menggunakan lag 8 sesuai dengan hasil yang diperoleh pada tahap
penentuan lag optimal. Hasil dari tabel Uji Kausalitas Granger
menunjukkan bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena mempunyai
probabilitas yang lebih kecil dari 0,05, yaitu sebesar 5.E-22 dan 0,0073.
Hal ini menunjukkan bahwa KLSE berpengaruh signifikan terhadap
IHSG, begitu pula sebaliknya IHSG berpengaruh signifikan terhadap
KLSE. Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas dua
arah dari kedua indeks tersebut.
Tabel 4. 26 Hasil Uji Kausalitas Granger antara KLSE dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. KLSE does not Granger Cause IHSG 729 16.1276 5.E-22
IHSG does not Granger Cause KLSE 2.64430 0.0073
Sumber: data diolah
108
c. Uji Kausalitas Granger antara N225 dengan IHSG
Uji Kausalitas Granger antara N225 dengan IHSG dilakukan dengan
menggunakan lag 4 sesuai dengan hasil yang diperoleh pada tahap
penentuan lag optimal. Hasil dari tabel Uji Kausalitas Granger
menunjukkan bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena mempunyai nilai
probabilitas yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,0036 dan 0,0081. Hal
ini menunjukkan bahwa N225 berpengaruh signifikan terhadap IHSG,
begitu pula sebaliknya IHSG berpengaruh signifikan terhadap N225.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas dua arah dari
kedua indeks tersebut.
Tabel 4. 27 Hasil Uji Kausalitas Granger antara N225 dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. N225 does not Granger Cause IHSG 733 3.93456 0.0036
IHSG does not Granger Cause N225 3.46628 0.0081
Sumber: data diolah
d. Uji Kausalitas Granger antara HSI dengan IHSG
Uji Kausalitas Granger antara HSI dengan IHSG dilakukan dengan
menggunakan lag 4 sesuai hasil yang diperoleh pada tahap penentuan lag
optimal. Hasil dari tabel Uji Kausalitas Granger menunjukkan bahwa
kedua hipotesis nol ditolak karena mempunyai nilai probabilitas yang
lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,0005 dan 0,0043. Hal ini
menunjukkan bahwa HSI berpengaruh signifikan terhadap IHSG, begitu
pula sebaliknya IHSG berpengaruh signifikan terhadap HSI. Dengan
109
demikian dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas dua arah dari
kedua indeks saham tersebut.
Tabel 4. 28 Hasil Uji Kausalitas Granger antara HSI dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. HANSENG does not Granger Cause IHSG 733 6.92639 2.E-05
IHSG does not Granger Cause HANSENG 3.83467 0.0043
Sumber: data diolah
e. Uji Kausalitas Granger antara NSEI dengan IHSG
Uji Kausalitas Granger antara NSEI dengan IHSG dilakukan dengan
menggunakan lag 6 sesuai dengan hasil yang diperoleh pada tahap
penentuan lag optimal. Hasil dari tabel Uji Kausalitas Granger
menunjukkan bahwa hipotesis nol yang pertama ditolak karena
mempunyai probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 5.E-14.
Artinya, NSEI berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Sedangkan
hipotesis nol kedua diterima karena mempuyai probabilitas yang lebih
besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,1141. Artinya, IHSG tidak berpengaruh
signifikan terhadap NSEI. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat
hubungan kausalitas satu arah antara NSEI dengan IHSG.
Tabel 4. 29 Hasil Uji Kausalitas Granger antara NSEI dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. NSEI does not Granger Cause IHSG 731 13.0089 5.E-14
IHSG does not Granger Cause NSEI 1.71759 0.1141
Sumber: data diolah
110
f. Uji Kausalitas Granger antara FTSE dengan IHSG
Uji Kausalitas Granger antara FTSE dengan IHSG dilakukan dengan
menggunakan lag 8 sesuai dengan hasil yang diperoleh pada tahap
penentuan lag optimal. Hasil dari tabel Uji Kausalitas Granger
menunjukkan bahwa hipotesis nol pertama ditolak karena mempunyai
probabilitas lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 2.E-19. Artinya FTSE
berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Sedangkan hipotesis nol kedua
diterima karena mempunyai probabilitas lebih besar dari 0,05 yaitu
sebesar 0,2587. Artinya IHSG tidak berpengaruh signifikan terhadap
FTSE. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas
searah antara FTSE dengan IHSG.
Tabel 4. 30 Hasil Uji Kausalitas Granger antara FTSE dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. FTSE does not Granger Cause IHSG 729 14.2953 2.E-19
IHSG does not Granger Cause FTSE 1.26499 0.2587
Sumber: data diolah
g. Uji Kausalitas Granger antara CSE dengan IHSG
Uji Kausalitas Granger antara CSE dengan IHSG dilakukan dengan
menggunakan lag 7 sesuai dengan hasil yang diperoleh pada tahap
penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji Kausalitas Granger
menunjukkan bahwa hipotesis nol pertama diterima karena mempunyai
probabilitas lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,2047. Artinya CSE tidak
berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Sedangkan hipotesis nol kedua
111
ditolak karena mempunyai probabilitas lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar
0,0003. Artinya IHSG berpengaruh signifikan terhadap CSE. Dengan
demikian dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas searah antara
IHSG dengan CSE.
Tabel 4. 31 Hasil Uji Kausalitas Granger antara CSE dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. CSE does not Granger Cause IHSG 730 1.39379 0.2047
IHSG does not Granger Cause CSE 4.73313 3.E-05
Sumber: data diolah
h. Uji Kausalitas Granger antara TSX dengan IHSG
Uji Kausalitas Granger antara TSX dengan IHSG dilakukan dengan
menggunakan lag 8 sesuai dengan hasil yang diperoleh pada tahap
penentuan lag optimal. Hasil dari tabel Uji Kausalitas Granger
menunjukkan bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena mempunyai
probabilitas lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 4.E-20 dan 0,0104. Hal ini
menunjukkan bahwa TSX berpengaruh signifikan terhadap IHSG, begitu
pula sebaliknya IHSG berpengaruh signifikan terhadap TSX. Dengan
demikian dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas dua arah antara
kedua indeks saham tesebut.
Tabel 4. 32 Hasil Uji Kausalitas Granger antara TSX dengan IHSG
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. TSX does not Granger Cause IHSG 729 14.8126 4.E-20
IHSG does not Granger Cause TSX 2.52319 0.0104
Sumber: data diolah.
112
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa indeks saham
yang mempunyai hubungan kausalitas dua arah dengan indeks saham
Indonesia (IHSG) adalah indeks saham Amerika Serikat (DJIA), indeks
saham Malaysia (KLSE), indeks saham Jepang (N225), indeks saham
Hongkong (HSI), dan indeks saham Kanada (TSX). Hal ini menunjukkan
bahwa bursa saham yang ada di Indonesia saling mempengaruhi satu sama
lain dengan bursa saham yang ada di negara Amerika Serikat, Malaysia,
Jepang, Hongkong, dan Kanada. Penelitian ini menemukan terdapat
hubungan kausalitas searah antara indeks saham India (NSEI) dan indeks
saham Inggris dengan indeks saham Indonesia (IHSG). Hal ini menunjukkan
bahwa pergerakan bursa saham di India dan Inggris akan mempengaruhi
pergerakan bursa saham yang ada di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga
menemukan hubungan kausalitas searah antara indeks saham Indonesia
(IHSG) dengan indeks saham Sri Lanka (CSE). Hal ini menunjukkan bahwa
pergerakan bursa saham di Indonesia akan mempengaruhi pergerakan bursa
saham yang ada di negara Sri Lanka.
2) Uji Kausalitas Granger Indeks Saham Syariah
a. Uji Kausalitas Granger antara DJIMI dengan JKII
Uji Kausalitas Granger antara DJIMI dengan JKII dilakukan dengan
menggunakan lag 8 yang dipilih sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tahap penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji kausalitas Granger
menunjukkan bahwa hipotesis nol pertama ditolak karena mempunyai nilai
probabilitas yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 5.E-17. Hal ini
113
menunjukkan bahwa DJIMI berpengaruh signifikan terhadap JKII.
Sedangkan hipotesis nol kedua diterima karena mepunyai nilai probabilitas
lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,1263. Hal ini menunjukkan bahwa
JKII tidak berpengaruh signifikan terhadap DJIMI. Sehingga dapat
disimpulkan terdapat hubungan kausalitas searah antara DJIMI dengan
JKII.
Tabel 4. 33 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIMI dengan JKII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJIMI does not Granger Cause JKII 746 12.5974 5.E-17
JKII does not Granger Cause DJIMI 1.58227 0.1263
Sumber: data diolah
b. Uji Kausalitas Granger antara DJMY25D dengan JKII
Uji Kausalitas Granger antara DJMY25D dengan JKII dilakukan dengan
menggunakan lag 5 yang dipilih sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tahap penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji kausalitas Granger
menunjukkan bahwa hipotesis nol pertama ditolak karena mempunyai
nilai probabilitas yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,0040. Hal ini
menunjukkan bahwa DJMY25D berpengaruh signifikan terhadap JKII.
Sedangkan hipotesis nol kedua diterima karena mepunyai nilai
probabilitas lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,0799. Hal ini
menunjukkan bahwa JKII tidak berpengaruh signifikan terhadap
DJMY25D. Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas
searah antara DJMY25D dengan JKII.
114
Tabel 4. 34 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJMY25D dengan JKII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJMY25D does not Granger Cause JKII 749 3.49101 0.0040
JKII does not Granger Cause DJMY25D 1.97728 0.0799
Sumber: data diolah
c. Uji Kausalitas Granger antara DJIJP dengan JKII
Uji Kausalitas Granger antara DJIJP dengan JKII dilakukan dengan
menggunakan lag 8 yang dipilih sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tahap penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji kausalitas Granger
menunjukkan bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena mempunyai nilai
probabilitas yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,0063 dan 0,0042. Hal
ini menunjukkan bahwa DJIJP berpengaruh signifikan terhadap JKII,
begitu pula sebaliknya JKII berpengaruh signifikan terhadap DJIJP.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas dua arah
antara kedua indeks saham tersebut.
Tabel 4. 35 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIJP dengan JKII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJIJP does not Granger Cause JKII 746 2.69558 0.0063
JKII does not Granger Cause DJIJP 2.83532 0.0042
Sumber: data diolah
d. Uji Kausalitas Granger antara DJICHKU dengan JKII
Uji Kausalitas Granger antara DJICHKU dengan JKII dilakukan dengan
menggunakan lag 4 yang dipilih sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tahap penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji kausalitas Granger
115
menunjukkan bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena mempunyai nilai
probabilitas yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 2.E-07dan 0,0133. Hal
ini menunjukkan bahwa DJICHKU berpengaruh signifikan terhadap JKII,
begitu pula sebaliknya JKII berpengaruh signifikan terhadap DJICHKU.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas dua arah
antara kedua indeks saham tersebut.
Tabel 4. 36 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJICHKU dengan JKII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJICHKU does not Granger Cause JKII 750 9.39169 2.E-07
JKII does not Granger Cause DJICHKU 3.17859 0.0133
Sumber: data diolah
e. Uji Kausalitas Granger antara DJIMIND dengan JKII
Uji Kausalitas Granger antara DJIMIND dengan JKII dilakukan dengan
menggunakan lag 6 yang dipilih sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tahap penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji kausalitas Granger
menunjukkan bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena mempunyai nilai
probabilitas yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 4.E-12dan 0,0012. Hal
ini menunjukkan bahwa DJIMIND berpengaruh signifikan terhadap JKII,
begitu pula sebaliknya JKII berpengaruh signifikan terhadap DJIMIND.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas dua arah
antara kedua indeks saham tersebut.
116
Tabel 4. 37 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIMIND dengan JKII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJMIND does not Granger Cause JKII 748 11.3463 4.E-12
JKII does not Granger Cause DJMIND 3.70855 0.0012
Sumber: data diolah
f. Uji Kausalitas Granger antara DJIUK dengan JKII
Uji Kausalitas Granger antara DJIUK dengan JKII dilakukan dengan
menggunakan lag 8 yang dipilih sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tahap penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji kausalitas Granger
menunjukkan bahwa kedua hipotesis nol ditolak karena mempunyai nilai
probabilitas yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 6.E-18 dan 0,0015. Hal
ini menunjukkan bahwa DJIUK berpengaruh signifikan terhadap JKII,
begitu pula sebaliknya JKII berpengaruh signifikan terhadap DJIUK.
Sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas dua arah
antara kedua indeks saham tersebut.
Tabel 4. 38 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJIUK dengan JKII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJIUK does not Granger Cause JKII 746 13.2501 6.E-18
JKII does not Granger Cause DJIUK 3.16897 0.0015
Sumber: data diolah
g. Uji Kausalitas Granger antara DJISRLD dengan JKII
Uji Kausalitas Granger antara DJISRLD dengan JKII dilakukan dengan
menggunakan lag 3 yang dipilih sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tahap penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji kausalitas Granger
117
menunjukkan bahwa hipotesis nol pertama diterima karena mempunyai
nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,0663. Hal ini
menunjukkan bahwa DJISRLD tidak berpengaruh signifikan terhadap
JKII. Sedangkan hipotesis nol kedua ditolak karena mempunyai nilai
probabilitas kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,0001. Hal ini menunjukkan
bahwa JKII berpengaruh signifikan terhadap DJISRLD. Sehingga dapat
disimpulkan terdapat hubungan kausalitas searah antara JKII dengan
DJISRLD.
Tabel 4. 39 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJISRLD dengan JKII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJISRLD does not Granger Cause JKII 751 2.40385 0.0663
JKII does not Granger Cause DJISRLD 7.07092 0.0001
Sumber: data diolah
h. Uji Kausalitas Granger antara DJICA dengan JKII
Uji Kausalitas Granger antara DJICA dengan JKII dilakukan dengan
menggunakan lag 8 yang dipilih sesuai dengan hasil yang diperoleh pada
tahap penentuan lag optimal. Hasil dari tabel uji kausalitas Granger
menunjukkan bahwa hipotesis nol pertama ditolak karena mempunyai
nilai probabilitas yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 3.E-18. Hal ini
menunjukkan bahwa DJICA berpengaruh signifikan terhadap JKII.
Sedangkan hipotesis nol kedua diterima karena mempunyai nilai
probabilitas lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,1504. Hal ini menunjukkan
bahwa JKII tidak berpengaruh signifikan terhadap DJICA. Sehingga
118
dapat disimpulkan terdapat hubungan kausalitas searah antara DJICA
dengan JKII.
Tabel 4. 40 Hasil Uji Kausalitas Granger antara DJICA dengan JKII
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. DJICA does not Granger Cause JKII 746 13.4949 3.E-18
JKII does not Granger Cause DJICA 1.50860 0.1504
Sumber: data diolah
Dengan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa indeks saham
yang mempunyai hubungan kausalitas dua arah dengan indeks saham syariah
di Indonesia (JKII) adalah indeks saham Jepang (DJIJP), indeks saham China
(DJICHKU), indeks saham India (DJIMIND), dan indeks saham Inggris
(DJIUK). Hal ini menunjukkan bahwa bursa saham yang ada di Indonesia
saling mempengaruhi satu sama lain dengan bursa saham yang ada di negara
Jepang, China, India dan Inggris. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat
hubungan kausalitas searah antara indeks saham Amerika Serikat (DJIMI),
indeks saham Malaysia (DJMY25D), dan indeks saham Kanada (DJICA)
dengan indeks saham Indonesia (JKII). Hal ini menunjukkan bahwa
pergerakan bursa saham di Amerika Serikat, Malaysia, dan Kanada akan
mempengaruhi pergerakan bursa saham di Indonesia. Selain itu, penelitian ini
juga menemukan hubungan kausalitas searah antara indeks saham syariah
Indonesia (JKII) dengan indeks saham syariah Sri Lanka (DJISRLD). Hal ini
menunjukkan bahwa pergerakan bursa saham di Indonesia akan
mempengaruhi pergerakan bursa saham di Sri Lanka.
119
6. Uji Kointegrasi
Penelitian ini menggunakan Uji Kointegrasi Johansen untuk menguji
kointegrasi yang dilakukan dengan membandingkan nilai trace statistic dan
nilai Max-Eigen statistic dengan nilai kritis 0,05. Jika nilai trace statistic dan
nilai Max-Eigen statistic lebih besar dari nilai kritis 0,05, maka data
terkointegrasi. Sementara itu penentuan asumsi deterministik yang melandasi
pembentukan persamaan kointegrasi, didasarkan pada pemilihan nilai kriteria
antara AIC dan SC yang tidak dipermasalahkan (bebas menentukan) yang
dapat dilihat di lampiran 37 s.d. lampiran 52.
1) Uji Kointegrasi Indeks Saham Konvensional
a. Uji Kointegrasi antara DJIA dengan IHSG
Tabel 4. 41 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIA dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(IHSG) D(DJIA)
Lags interval (in first differences): 1 to 7
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.158427 189.0371 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.083492 63.47002 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.158427 125.5671 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.083492 63.47002 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
120
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham DJIA dan IHSG memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic yaitu
189,0371 yang lebih besar dari nilai critical value 12,32090, serta nilai
Max-Eigen Statistic yaitu 125,5671 yang lebih besar dari critical value
11,22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan menggunakan
model VECM.
b. Uji Kointegrasi antara KLSE dengan IHSG
Tabel 4. 42 Hasil Uji Kointegrasi antara KLSE dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(IHSG) D(KLSE)
Lags interval (in first differences): 1 to 7
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.156954 201.4142 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.100516 77.11973 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.156954 124.2945 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.100516 77.11973 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham KLSE dan IHSG memiliki hubungan keseimbangan
121
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic yaitu
201,4142 yang lebih besar dari nilai critical value 12,32090, serta nilai
Max-Eigen Statistic yaitu 124,2945 yang lebih besar dari critical value
11,22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan menggunakan
model VECM.
c. Uji Kointegrasi antara N225 dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham N225 dan IHSG memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic yaitu
311,7274 yang lebih besar dari nilai critical value 12,32090, serta nilai
Max-Eigen Statistic yaitu 193,9672 yang lebih besar dari critical value
11,22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan menggunakan
model VECM.
Tabel 4. 43 Hasil Uji Kointegrasi antara N225 dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(IHSG) D(N225)
Lags interval (in first differences): 1 to 3
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.232781 311.7274 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.148601 117.7602 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.232781 193.9672 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.148601 117.7602 4.129906 0.0001
122
Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
d. Uji Kointegrasi antara HSI dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham HSI dan IHSG memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic yaitu
341,5093 yang lebih besar dari nilai critical value 12,32090, serta nilai
Max-Eigen Statistic yaitu 244,3707 yang lebih besar dari critical value
11,22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan menggunakan
model VECM.
Tabel 4. 44 Hasil Uji Kointegrasi antara HSI dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(IHSG) D(HANSENG)
Lags interval (in first differences): 1 to 3
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.283831 341.5093 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.124275 97.13863 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.283831 244.3707 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.124275 97.13863 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
123
e. Uji Kointegrasi antara NSEI dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham NSEI dan IHSG memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic yaitu
249,4374 yang lebih besar dari nilai critical value 12,32090, serta nilai
Max-Eigen Statistic yaitu 171,0974 yang lebih besar dari critical value
11,22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan menggunakan
model VECM.
Tabel 4. 45 Hasil Uji Kointegrasi antara NSEI dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(IHSG) D(NSEI)
Lags interval (in first differences): 1 to 5
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.208939 249.4374 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.101757 78.34003 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.208939 171.0974 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.101757 78.34003 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
124
f. Uji Kointegrasi antara FTSE dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham FTSE dan IHSG memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic yaitu
178,7304 yang lebih besar dari nilai critical value 12,32090, serta nilai
Max-Eigen Statistic yaitu 113,2532 yang lebih besar dari critical value
11,22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan menggunakan
model VECM.
Tabel 4. 46 Hasil Uji Kointegrasi antara FTSE dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(IHSG) D(FTSE)
Lags interval (in first differences): 1 to 7
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.144071 178.7304 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.086015 65.47725 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.144071 113.2532 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.086015 65.47725 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
125
g. Uji Kointegrasi antara CSE dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham CSE dan IHSG memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic yaitu
100,9108 yang lebih besar dari nilai critical value 12,32090, serta nilai
Max-Eigen Statistic yaitu 76.29204 yang lebih besar dari critical value
11,22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan menggunakan
model VECM.
Tabel 4. 47 Hasil Uji Kointegrasi antara CSE dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(IHSG) D(CSE)
Lags interval (in first differences): 1 to 6
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.099363 100.9108 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.033207 24.61873 4.129906 0.0000 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.099363 76.29204 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.033207 24.61873 4.129906 0.0000 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
126
h. Uji Kointegrasi antara TSX dengan IHSG
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham TSX dan IHSG memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic
yaitu 146,5826 yang lebih besar dari nilai critical value 12,32090, serta
nilai Max-Eigen Statistic yaitu 96,58009 yang lebih besar dari critical
value 11,22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan
menggunakan model VECM.
Tabel 4. 48 Hasil Uji Kointegrasi antara TSX dengan IHSG
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(IHSG) D(TSX)
Lags interval (in first differences): 1 to 6
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.124082 146.5826 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.066291 50.00253 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.124082 96.58009 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.066291 50.00253 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
127
2) Uji Kointegrasi Indeks Saham Syariah
a. Uji Kointegrasi antara DJIMI dengan JKII
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham DJIMI dan JKII memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic yaitu
196.8925 yang lebih besar dari nilai critical value 12,32090, serta nilai
Max-Eigen Statistic yaitu 136.7798 yang lebih besar dari critical value
11,22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan menggunakan
model VECM.
Tabel 4. 49 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIMI dengan JKII
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(JKII) D(DJIMI)
Lags interval (in first differences): 1 to 7
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.167729 196.8925 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.077519 60.11277 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.167729 136.7798 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.077519 60.11277 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
128
b. Uji Kointegrasi antara DJMY25D dengan JKII
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham DJMY25D dan JKII memiliki hubungan
keseimbangan jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace
Statistic yaitu 270.9574 yang lebih besar dari nilai critical value
12.32090, serta nilai Max-Eigen Statistic yaitu 175.4882 yang lebih besar
dari critical value 11.22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan
menggunakan model VECM.
Tabel 4. 50 Hasil Uji Kointegrasi antara DJMY25D dengan JKI
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(JKII) D(DJMY25D)
Lags interval (in first differences): 1 to 4
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.209121 270.9574 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.119823 95.46921 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.209121 175.4882 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.119823 95.46921 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
129
c. Uji Kointegrasi antara DJIJP dengan JKII
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham DJIJP dan JKII memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic
yaitu 197.3628 yang lebih besar dari nilai critical value 12.32090, serta
nilai Max-Eigen Statistic yaitu 121.7266 yang lebih besar dari critical
value 11.22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan
menggunakan model VECM.
Tabel 4. 51 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIJP dengan JKII
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(JKII) D(DJIJP)
Lags interval (in first differences): 1 to 7
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.150741 197.3628 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.096542 75.63621 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.150741 121.7266 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.096542 75.63621 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
130
d. Uji Kointegrasi antara DJICHKU dengan JKII
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham DJICHKU dan JKII memiliki hubungan
keseimbangan jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace
Statistic yaitu 349.1542 yang lebih besar dari nilai critical value
12.32090, serta nilai Max-Eigen Statistic yaitu 227.0559 yang lebih besar
dari critical value 11.22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan
menggunakan model VECM.
Tabel 4. 52 Hasil Uji Kointegrasi antara DJICHKU dengan JKII
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(JKII) D(DJICHKU)
Lags interval (in first differences): 1 to 3
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.261508 349.1542 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.150422 122.0983 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.261508 227.0559 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.150422 122.0983 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
131
e. Uji Kointegrasi antara DJIMIND dengan JKII
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham DJIMIND dan JKII memiliki hubungan
keseimbangan jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace
Statistic yaitu 258.6312 yang lebih besar dari nilai critical value
12.32090, serta nilai Max-Eigen Statistic yaitu 172.4114 yang lebih besar
dari critical value 11.22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan
menggunakan model VECM.
Tabel 4. 53 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIMIND dengan JKII
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(JKII) D(DJMIND)
Lags interval (in first differences): 1 to 5
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.206106 258.6312 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.109009 86.21987 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.206106 172.4114 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.109009 86.21987 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
132
f. Uji Kointegrasi antara DJIUK dengan JKII
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham DJIUK dan JKII memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic
yaitu 179.9741 yang lebih besar dari nilai critical value 12.32090, serta
nilai Max-Eigen Statistic yaitu 106.9196 yang lebih besar dari critical
value 11.22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan
menggunakan model VECM.
Tabel 4. 54 Hasil Uji Kointegrasi antara DJIUK dengan JKII
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(JKII) D(DJIUK)
Lags interval (in first differences): 1 to 7
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.133693 179.9741 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.093405 73.05444 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.133693 106.9196 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.093405 73.05444 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
133
g. Uji Kointegrasi antara DJISRLD dengan JKII
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan bahwa
indeks saham DJISRLD dan JKII memiliki hubungan keseimbangan
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic yaitu 365.0611
yang lebih besar dari nilai critical value 12.32090, serta nilai Max-Eigen
Statistic yaitu 217.7325 yang lebih besar dari critical value 11.22480.
Dengan demikian analisis selanjutnya akan menggunakan model VECM.
Tabel 4. 55 Hasil Uji Kointegrasi antara DJISRLD dengan JKII
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(JKII) D(DJISRLD)
Lags interval (in first differences): 1 to 2
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.251968 365.0611 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.178348 147.3285 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.251968 217.7325 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.178348 147.3285 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
h. Uji Kointegrasi antara DJICA dengan JKII
Berdasarkan tabel hasil penelitian uji kointegrasi dapat disimpulkan
bahwa indeks saham DJICA dan JKII memiliki hubungan keseimbangan
134
jangka panjang. Hal ini dibuktikan dari nilai Trace Statistic
yaitu 194.8137 yang lebih besar dari nilai critical value 12.32090, serta
nilai Max-Eigen Statistic yaitu 128.4579 yang lebih besar dari critical
value 11.22480. Dengan demikian analisis selanjutnya akan
menggunakan model VECM.
Tabel 4. 56 Hasil Uji Kointegrasi antara DJICA dengan JKII
Trend assumption: No deterministic trend
Series: D(JKII) D(DJICA)
Lags interval (in first differences): 1 to 7
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.158380 194.8137 12.32090 0.0001
At most 1 * 0.085217 66.35587 4.129906 0.0001 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Unrestricted Cointegration Rank Test (Maximum Eigenvalue) Hypothesized Max-Eigen 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.** None * 0.158380 128.4579 11.22480 0.0001
At most 1 * 0.085217 66.35587 4.129906 0.0001 Max-eigenvalue test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Sumber: data diolah
7. Uji Stabilitas VAR/VECM
Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, harus dilakukan uji stabilitas
VAR untuk melihat kestabilan dari sistem VAR terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan agar hasil analisis IRF dan VD valid. Uji stabilitas VAR/VECM
dapat dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polynomial.
135
Apabila seluruh akar-akarnya mempunyai modulus yang nilai absolutnya
lebih kecil dari satu dan terletak pada unit circle-nya, maka dapat
disimpulkan model VAR tersebut stabil.
1) Uji Stabilitas VAR/VECM Indeks Saham Konvensional
a. Uji Stabilitas VECM antara DJIA dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VECM antara DJIA dengan IHSG pada pilihan lag
optimal 8, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini
menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 19. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIA dengan IHSG
Sumber: data diolah
b. Uji Stabilitas VECM antara KLSE dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VECM antara KLSE dengan IHSG pada pilihan
lag optimal 8, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal
ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
136
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 20. Hasil Uji Stabilitas VECM antara KLSE dengan IHSG
Sumber: data diolah
c. Uji Stabilitas VECM antara N225 dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VECM antara N225 dengan IHSG pada pilihan lag
optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini
menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 21. Hasil Uji Stabilitas VECM antara N225 dengan IHSG
Sumber: data diolah
137
d. Uji Stabilitas VECM antara HSI dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VECM antara HSI dengan IHSG pada pilihan lag
optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini
menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 22. Hasil Uji Stabilitas VECM antara HSI dengan IHSG
Sumber: data diolah
e. Uji Stabilitas VECM antara NSEI dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VECM antara NSEI dengan IHSG pada pilihan lag
optimal 6, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini
menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
138
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 23. Hasil Uji Stabilitas VECM antara NSEI dengan IHSG
Sumber: data diolah
f. Uji Stabilitas VECM antara FTSE dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VECM antara FTSE dengan IHSG pada pilihan
lag optimal 8, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal
ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 24. Hasil Uji Stabilitas VECM antara FTSE dengan IHSG
Sumber: data diolah
139
g. Uji Stabilitas VECM antara CSE dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VECM antara CSE dengan IHSG pada pilihan lag
optimal 7, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini
menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 25. Hasil Uji Stabilitas VECM antara CSE dengan IHSG
Sumber: data diolah
h. Uji Stabilitas VECM antara TSX dengan IHSG
Dari hasil uji stabilitas VECM antara TSX dengan IHSG pada pilihan lag
optimal 8, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini
menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
140
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 26. Hasil Uji Stabilitas VECM antara TSX dengan IHSG
Sumber: data diolah
2) Uji VAR/VECM Indeks Saham Syariah
a. Uji Stabilitas VECM antara DJIMI dengan JKII
Dari hasil uji stabilitas VECM antara DJIMI dengan JKII pada pilihan
lag optimal 8, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal
ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 27. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIMI dengan JKII
Sumber: data diolah
141
b. Uji Stabilitas VECM antara DJMY25D dengan JKII
Dari hasil uji stabilitas VECM antara DJMY25D dengan JKII pada
pilihan lag optimal 5, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit
circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag
optimalnya sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 28. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJMY25D dengan JKII
Sumber: data diolah
c. Uji Stabilitas VECM antara DJIJP dengan JKII
Dari hasil uji stabilitas VECM antara DJIJP dengan JKII pada pilihan lag
optimal 8, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal ini
menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
142
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 29. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIJP dengan JKII
Sumber: data diolah
d. Uji Stabilitas VECM antara DJICHKU dengan JKII
Dari hasil uji stabilitas VECM antara DJICHKU dengan JKII pada
pilihan lag optimal 4, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit
circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag
optimalnya sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 30. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJICHKU dengan JKII
Sumber: data diolah
143
e. Uji Stabilitas VECM antara DJIMIND dengan JKII
Dari hasil uji stabilitas VECM antara DJIMIND dengan JKII pada
pilihan lag optimal 6, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit
circle. Hal ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag
optimalnya sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 31. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIMIND dengan JKII
Sumber: data diolah
f. Uji Stabilitas VECM antara DJIUK dengan JKII
Dari hasil uji stabilitas VECM antara DJIUK dengan JKII pada pilihan
lag optimal 8, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal
ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
144
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 32. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIUK dengan JKII
Sumber: data diolah
g. Uji Stabilitas VECM antara DJISRLD dengan JKII
Dari hasil uji stabilitas VECM antara DJISRLD dengan JKII pada pilihan
lag optimal 3, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal
ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 33. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJIUK dengan JKII
Sumber: data diolah
145
h. Uji Stabilitas VECM antara DJICA dengan JKII
Dari hasil uji stabilitas VECM antara DJICA dengan JKII pada pilihan
lag optimal 8, terlihat bahwa semua root berada di dalam unit circle. Hal
ini menunjukkan bahwa model VECM sudah stabil pada lag optimalnya
sehingga dapat digunakan.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Gambar 4. 34. Hasil Uji Stabilitas VECM antara DJICA dengan JKII
Sumber: data diolah
8. Estimasi VAR/VECM
Tahap pertama sebelum merumuskan model VAR adalah memeriksa
apakah data tersebut stasioner atau tidak. Jika data stasioner, maka langkah
selanjutnya adalah merumuskan dan mengestimasi model VAR. Jika data
tidak stasioner, maka kemungkinan yang bisa dilakukan yaitu melakukan
differencing terhadap data sehingga data menjadi stasioner dan modelnya
menjadi VAR in difference, atau tidak melakukan differencing tetapi
merestriksi VAR dengan persamaan kointegrasi sehingga modelnya menjadi
146
VECM. Penentuan signifikansi hasil estimasi VAR/VECM adalah dengan
membandingkan nilai absolut t-statistik hasil estimasi dengan nilai t-tabel,
yaitu apabila variabel X mempunyai nilai t-statistik yang lebih besar dari t-
tabel maka variabel X memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y.
Berikut ini adalah nilai t-tabel untuk masing-masing model estimasi VECM.
Tabel 4. 57 Nilai t-tabel
Model Estimasi VECM
Indeks Syariah t-tabel Indeks Konvensional t-tabel
DJIMI dengan JKII 1,96318 DJIA dengan IHSG 1,96326
DJMY25D dengan JKII 1,96315 KLSE dengan IHSG 1,96326
DJIJP dengan JKII 1,96318 N225 dengan IHSG 1,96322
DJICHKU dengan JKII 1,96314 HIS dengan IHSG 1,96322
DJIMIND dengan JKII 1,96316 NSEI dengan IHSG 1,96324
DJIUK dengan JKII 1,96318 FTSE dengan IHSG 1,96326
DJISRLD dengan JKII 1,96314 CSE dengan IHSG 1,96325
DJICA dengan JKII 1,96318 TSX dengan IHSG 1,96326
Sumber: data diolah
147
1) Estimasi Model VAR/VECM Indeks Saham Kovensional
a. Estimasi VECM antara DJIA dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJIA dengan IHSG
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
Tabel 4. 58 Hasil Estimasi VECM antara DJIA dengan IHSG
Cointegrating Eq: CointEq1
D(IHSG(-1)) 1.000000
D(DJIA(-1)) -0.279634
[-14.0254]*
Error Correction: D(IHSG,2) D(DJIA,2) D(IHSG,2) D(DJIA,2) CointEq1 -0.761281 3.213024
[-9.20400]* [ 6.72644]*
D(IHSG(-1),2) -0.229654 -2.913052 D(DJIA(-1),2) -0.153497 -0.194430
[-2.97210]* [-6.52796]* [-6.71416]* [-1.47263]
D(IHSG(-2),2) -0.317259 -2.197702 D(DJIA(-2),2) -0.100518 0.029154
[-4.46468]* [-5.35531]* [-4.67809]* [ 0.23495]
D(IHSG(-3),2) -0.292919 -1.897987 D(DJIA(-3),2) -0.072586 0.122446
[-4.51798]* [-5.06909]* [-3.70585]* [ 1.08248]
D(IHSG(-4),2) -0.351579 -1.502464 D(DJIA(-4),2) -0.045124 0.051771
[-6.00868]* [-4.44631]* [-2.60936]* [ 0.51838]
D(IHSG(-5),2) -0.323084 -1.668486 D(DJIA(-5),2) -0.022327 0.091668
[-6.04423]* [-5.40491]* [-1.49744] [ 1.06456]
D(IHSG(-6),2) -0.243767 -1.035106 D(DJIA(-6),2) -0.001661 0.081080
[-5.31077]* [-3.90488]* [-0.13846] [ 1.17032]
D(IHSG(-7),2) -0.117712 -0.190793 D(DJIA(-7),2) 0.005239 0.233163
[-3.24248]* [-0.91004] [ 0.70400] [ 5.42513]*
Sumber: data diolah
148
Berdasarkan hasil estimasi VECM antara DJIA dengan IHSG,
diperoleh hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan
hasil differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(IHSG,2) = - 0.761281*( D(IHSG(-1)) - 0.279634*D(DJIA(-1)) )
0.229654*D(IHSG(-1),2) - 0.317259*D(IHSG(-2),2) –
0.292919*D(IHSG(-3),2) - 0.351579*D(IHSG(-4),2) –
0.323084*D(IHSG(-5),2) - 0.243767*D(IHSG(-6),2) –
0.117712*D(IHSG(-7),2) - 0.153497*D(DJIA(-1),2) –
0.100518*D(DJIA(-2),2) - 0.072586*D(DJIA(-3),2) –
0.045124*D(DJIA(-4),2) - 0.022327D(DJIA(-5),2) –
0.001661D(DJIA(-6),2) + 0.005239D(DJIA(-7),2)
D(DJIA,2) = 3.213024*( D(IHSG(-1)) - 0.279634*D(DJIA(-1)) ) –
2.913052*D(IHSG(-1),2) - 2.197702*D(IHSG(-2),2) –
1.897987*D(IHSG(-3),2) - 1.502464*D(IHSG(-4),2) –
1.668486*D(IHSG(-5),2) - 1.035106*D(IHSG(-6),2) –
0.190793D(IHSG(-7),2) - 0.194430D(DJIA(-1),2) +
0.029154D(DJIA(-2),2) + 0.122446D(DJIA(-3),2) +
0.051771D(DJIA(-4),2) + 0.091668D(DJIA(-5),2) +
0.081080D(DJIA(-6),2) + 0.233163*D(DJIA(-7),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa DJIA (-0.279634) memiliki pengaruh yang
149
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks DJIA
berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan IHSG.
Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk DJIA
sebesar 3.213024 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek DJIA akan menyesuaikan secara positif sebesar 3.213024 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk IHSG sebesar -
0.761281 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga IHSG akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel DJIA memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan IHSG hanya
pada 1, 2, 3, dan 4 hari sebelumnya. Sedangkan IHSG sendiri memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 sampai 7 hari sebelumnya.
Pada persamaan kedua, variabel IHSG memberikan pengaruh
signifikan secara negatif terhadap pergerakan DJIA pada 1 sampai 6 hari
sebelumnya. Sedangkan DJIA sendiri memberikan pengaruh yang
signifikan secara positif pada 7 hari sebelumnya.
b. Estimasi VECM antara KLSE dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara KLSE dengan IHSG
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
150
Tabel 4. 59 Hasil Estimasi VECM antara KLSE dengan IHSG
Cointegrating Eq: CointEq1
D(IHSG(-1)) 1.000000
D(KLSE(-1)) -10.19097
[-14.9599]*
Error Correction: D(IHSG,2) D(KLSE,2) D(IHSG,2) D(KLSE,2) CointEq1 -0.295894 0.118226
[-4.78777]* [ 9.43680]*
D(IHSG(-1),2) -0.638296 -0.087063 D(KLSE(-1),2) -1.231352 0.248872
[-10.0042]* [-6.73146]* [-2.10064]* [ 2.09440]*
D(IHSG(-2),2) -0.657701 -0.078152 D(KLSE(-2),2) -0.447227 0.227603
[-10.4929]* [-6.15062]* [-0.83375] [ 2.09315]*
D(IHSG(-3),2) -0.553691 -0.053033 D(KLSE(-3),2) -0.239266 0.276630
[-8.90482]* [-4.20742]* [-0.49585] [ 2.82804]*
D(IHSG(-4),2) -0.542511 -0.016929 D(KLSE(-4),2) 0.285281 0.252416
[-9.08095]* [-1.39786] [ 0.66413] [ 2.89873]*
D(IHSG(-5),2) -0.478449 -0.010666 D(KLSE(-5),2) 0.561088 0.204295
[-8.52066]* [-0.93704] [ 1.51712] [ 2.72497]*
D(IHSG(-6),2) -0.358704 0.016889 D(KLSE(-6),2) 0.426228 0.110967
[-7.42485]* [ 1.72449] [ 1.45381] [ 1.86712]
D(IHSG(-7),2) -0.184580 0.021996 D(KLSE(-7),2) 0.456211 0.043960
[-4.94373]* [ 2.90627]* [ 2.16519]* [ 1.02920]
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi VECM antara KLSE dengan IHSG,
diperoleh hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan
hasil differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(IHSG,2) = - 0.295894*( D(IHSG(-1)) - 10.19097*D(KLSE(-1)) ) –
0.638296*D(IHSG(-1),2) - 0.657701*D(IHSG(-2),2) –
0.553691*D(IHSG(-3),2) - 0.542511*D(IHSG(-4),2) –
151
0.478449*D(IHSG(-5),2) - 0.358704*D(IHSG(-6),2) –
0.184580*D(IHSG(-7),2) - 1.231352*D(KLSE(-1),2) –
0.447227D(KLSE(-2),2) - 0.239266D(KLSE(-3),2) +
0.285281D(KLSE(-4),2) + 0.561088D(KLSE(-5),2) +
0.426228D(KLSE(-6),2) + 0.456211*D(KLSE(-7),2)
D(KLSE,2) = 0.118226*( D(IHSG(-1)) - 10.19097*D(KLSE(-1)) ) –
0.087063*D(IHSG(-1),2) - 0.078152*D(IHSG(-2),2) –
0.053033*D(IHSG(-3),2) - 0.016929D(IHSG(-4),2) –
0.010666D(IHSG(-5),2) + 0.016889D(IHSG(-6),2) +
0.021996*D(IHSG(-7),2) + 0.248872*D(KLSE(-1),2) +
0.227603*D(KLSE(-2),2) + 0.276630*D(KLSE(-3),2)+
0.252416*D(KLSE(-4),2) + 0.204295*D(KLSE(-5),2) +
0.110967D(KLSE(-6),2) + 0.043960D(KLSE(-7),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa KLSE (-10.19097) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks KLSE
berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan IHSG.
Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk KLSE
sebesar 0.118226 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek KLSE akan menyesuaikan secara positif sebesar 0.118226 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk IHSG sebesar -
152
0.295894 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga IHSG akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel KLSE memberikan
pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan IHSG hanya
pada 7 hari sebelumnya, pada saat 1 hari sebelumnya KLSE memberikan
pengaruh signifikan secara negatif. Sedangkan IHSG sendiri memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 sampai 7 hari sebelumnya.
Pada persamaan kedua, variabel IHSG memberikan pengaruh
signifikan secara positif terhadap pergerakan KLSE pada 7 hari
sebelumnya, pada 1, 2 dan 3 hari sebelumnya memberikan pengaruh
signifikan secara negatif. Sedangkan KLSE sendiri memberikan pengaruh
yang signifikan secara positif pada 1 sampai 5 hari sebelumnya.
c. Estimasi VECM antara N225 dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara N225 dengan IHSG
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
153
Tabel 4. 60 Hasil Estimasi VECM antara N225 dengan IHSG
Cointegrating Eq: CointEq1
D(IHSG(-1)) 1.000000
D(N225(-1)) -0.171520
[-10.5353]*
Error Correction: D(IHSG,2) D(N225,2) D(IHSG,2) D(N225,2) CointEq1 -0.831083 1.956008
[-12.2367]* [ 6.49803]*
D(IHSG(-1),2) -0.056826 -1.279180 D(N225(-1),2) -0.109615 -0.474375
[-0.94019] [-4.77519]* [-9.07432]* [-8.86046]*
D(IHSG(-2),2) -0.078192 -0.750868 D(N225(-2),2) -0.064039 -0.315249
[-1.53428] [-3.32425]* [-5.85308]* [-6.50103]*
D(IHSG(-3),2) 0.011881 -0.720768 D(N225(-3),2) -0.030532 -0.166169
[ 0.30866] [-4.22497]* [-3.55068]* [-4.36004]*
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi VECM antara N225 dengan IHSG,
diperoleh hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan
hasil differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(IHSG,2) = -0.831083*( D(IHSG(-1)) -0.171520*D(N225(-1)) ) –
0.056826D(IHSG(-1),2) - 0.078192D(IHSG(-2),2) +
0.011881D(IHSG(-3),2) - 0.109615*D(N225(-1),2) –
0.064039*D(N225(-2),2) - 0.030532*D(N225(-3),2)
D(N225,2) = 1.956008*( D(IHSG(-1)) - 0.171520*D(N225(-1)) ) –
1.279180*D(IHSG(-1),2) - 0.750868*D(IHSG(-2),2) –
0.720768*D(IHSG(-3),2) - 0.474375*D(N225(-1),2) –
0.315249*D(N225(-2),2) - 0.166169*D(N225(-3),2)
154
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa N225 -0.171520 memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks N225
berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan IHSG.
Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk N225
sebesar 1.956008 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek N225 akan menyesuaikan secara positif sebesar 1.956008 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk IHSG sebesar -
0.831083 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga IHSG akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel N225 memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan IHSG pada 1,
2, dan 3 hari sebelumnya. Sedangkan IHSG sendiri tidak memberikan
pengaruh yang signifikan. Pada persamaan kedua, variabel IHSG
memberikan pengaruh signifikan secara negatif terhadap pergerakan N225
pada 1, 2, dan 3 hari sebelumnya. Sedangkan N225 sendiri memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1, 2, dan 3 hari sebelumnya.
d. Estimasi VECM antara HSI dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara HSI dengan IHSG diperoleh hasil
adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan estimasi VECM.
155
Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka pendek dan
jangka panjang.
Tabel 4. 61 Hasil Estimasi VECM antara HSI dengan IHSG
Cointegrating Eq: CointEq1
D(IHSG(-1)) 1.000000
D(HSI(-1)) -0.176473
[-13.3481]*
Error Correction: D(IHSG,2) D(HSI,2) D(IHSG,2) D(HSI,2) CointEq1 -0.729383 3.452019
[-12.5538]* [ 10.6262]*
D(IHSG(-1),2) -0.133050 -2.686780 D(HSI(-1),2) -0.097711 -0.317049
[-2.46391]* [-8.89870]* [-9.65029]* [-5.60027]*
D(IHSG(-2),2) -0.140251 -2.338762 D(HSI(-2),2) -0.053821 -0.186124
[-3.01768]* [-8.99990]* [-5.93816]* [-3.67269]*
D(IHSG(-3),2) -0.018944 -1.344429 D(HSI(-3),2) -0.035731 -0.025802
[-0.51079] [-6.48312]* [-5.38300]* [-0.69521]
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi VECM antara HSI dengan IHSG,
diperoleh hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan
hasil differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(IHSG,2) = -0.729383*( D(IHSG(-1)) - 0.176473*D(HSI(-1)) ) –
0.133050*D(IHSG(-1),2) - 0.140251*D(IHSG(-2),2) –
0.018944D(IHSG(-3),2) - 0.097711*D(HSI (-1),2) –
0.053821*D(HSI (-2),2) - 0.035731*D(HSI (-3),2)
156
D(HSI,2) = 3.452019*( D(IHSG(-1)) - 0.176473*D(HSI (-1)) ) –
2.686780*D(IHSG(-1),2) - 2.338762*D(IHSG(-2),2) –
1.344429*D(IHSG(-3),2) - 0.317049*D(HSI (-1),2) –
0.186124*D(HSI (-2),2) - 0.025802D(HSI (-3),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa HSI -0.176473 memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks HSI
berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan IHSG.
Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk HSI
sebesar 3.452019 dinilai signifikan secara statistik, dalam jangka pendek
HSI akan menyesuaikan secara positif sebesar 1.956008 jika terjadi
disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk IHSG sebesar -
0.729383 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga IHSG akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel HSI memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan IHSG pada 1,
2, dan 3 hari sebelumnya. Sedangkan IHSG sendiri memberikan pengaruh
yang signifikan secara negatif pada 1 dan 2 hari sebelumnya. Pada
persamaan kedua, variabel IHSG memberikan pengaruh signifikan secara
negatif terhadap pergerakan HSI pada 1, 2, dan 3 hari sebelumnya.
157
Sedangkan HSI sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara
negatif pada 1 dan 2 hari sebelumnya.
e. Estimasi VECM antara NSEI dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara NSEI dengan IHSG
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
Tabel 4. 62 Hasil Estimasi VECM antara NSEI dengan IHSG
Cointegrating Eq: CointEq1
D(IHSG(-1)) 1.000000
D(NSEI(-1)) -0.499422
[-13.5094]*
Error Correction: D(IHSG,2) D(NSEI,2) D(IHSG,2) D(NSEI,2) CointEq1 -0.903027 1.173208
[-11.1630]* [ 6.93245]*
D(IHSG(-1),2) -0.024619 -0.957362 D(NSEI(-1),2) -0.308968 -0.339667
[-0.33408] [-6.20991]* [-7.64578]* [-4.01784]*
D(IHSG(-2),2) -0.071841 -0.670043 D(NSEI(-2),2) -0.244850 -0.208757
[-1.08627] [-4.84283]* [-6.61111]* [-2.69431]*
D(IHSG(-3),2) -0.018956 -0.526012 D(NSEI(-3),2) -0.200090 -0.203480
[-0.32423] [-4.30056]* [-6.15092]* [-2.98997]*
D(IHSG(-4),2) -0.082078 -0.351049 D(NSEI(-4),2) -0.142221 -0.107730
[-1.66043] [-3.39461]* [-5.19568]* [-1.88126]
D(IHSG(-5),2) -0.052124 -0.234054 D(NSEI(-5),2) -0.044227 0.142213
[-1.40061] [-3.00625]* [-2.30298]* [ 3.53975]*
Sumber: data diolah.
158
Berdasarkan hasil estimasi VECM antara NSEI dengan IHSG,
diperoleh hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan
hasil differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(IHSG,2) = -0.903027*( D(IHSG(-1)) -0.499422*D(NSEI(-1)) ) –
0.024619D(IHSG(-1),2) - 0.071841D(IHSG(-2),2) –
0.018956D(IHSG(-3),2) - 0.082078D(IHSG(-4),2) –
0.052124D(IHSG(-5),2) - 0.308968*D(NSEI(-1),2) –
0.244850*D(NSEI(-2),2) - 0.200090*D(NSEI(-3),2) –
0.142221*D(NSEI(-4),2) - 0.044227*D(NSEI(-5),2)
D(NSEI,2) = 1.173208*( D(IHSG(-1)) - 0.499422*D(NSEI(-1)) ) –
0.957362*D(IHSG(-1),2) - 0.670043*D(IHSG(-2),2) –
0.526012*D(IHSG(-3),2) - 0.351049*D(IHSG(-4),2) –
0.234054*D(IHSG(-5),2) - 0.339667*D(NSEI(-1),2) –
0.208757*D(NSEI(-2),2) - 0.203480*D(NSEI(-3),2) –
0.107730D(NSEI(-4),2) + 0.142213*D(NSEI(-5),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa NSEI (-0.499422) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks NSEI
berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan IHSG.
Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk NSEI
159
sebesar 1.173208 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek NSEI akan menyesuaikan secara positif sebesar 1.173208 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk IHSG sebesar -
0.903027 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga IHSG akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel NSEI memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan IHSG pada 1
sampai 5 hari sebelumnya. Sedangkan IHSG sendiri tidak memberikan
pengaruh yang signifikan. Pada persamaan kedua, variabel IHSG
memberikan pengaruh signifikan secara negatif terhadap pergerakan NSEI
pada 1 sampai 5 hari sebelumnya. Sedangkan NSEI sendiri memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1, 2, dan 3 hari sebelumnya.
NSEI memberikan pengaruh yang signifikan secara positif hanya pada 5
hari sebelumnya.
f. Estimasi VECM antara FTSE dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara FTSE dengan IHSG
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
160
Tabel 4. 63Hasil Estimasi VECM antara FTSE dengan IHSG
Cointegrating Eq: CointEq1
D(IHSG(-1)) 1.000000
D(FTSE(-1)) -1.061809
[-11.9140]*
Error Correction: D(IHSG,2) D(FTSE,2) D(IHSG,2) D(FTSE,2) CointEq1 -0.752955 0.503077
[-9.67613]* [ 4.88320]*
D(IHSG(-1),2) -0.224235 -0.502331 D(FTSE(-1),2) -0.561661 -0.351861
[-3.03844]* [-5.14133]* [-6.75989]* [-3.19870]*
D(IHSG(-2),2) -0.292762 -0.432849 D(FTSE(-2),2) -0.408187 -0.243451
[-4.27390]* [-4.77291]* [-5.17178]* [-2.32986]*
D(IHSG(-3),2) -0.243066 -0.332280 D(FTSE(-3),2) -0.309807 -0.168120
[-3.81852]* [-3.94288]* [-4.22447]* [-1.73155]
D(IHSG(-4),2) -0.312841 -0.278533 D(FTSE(-4),2) -0.217408 -0.128840
[-5.33977]* [-3.59098]* [-3.30491]* [-1.47935]
D(IHSG(-5),2) -0.281022 -0.318167 D(FTSE(-5),2) -0.108795 -0.040438
[-5.22728]* [-4.47020]* [-1.89361] [-0.53163]
D(IHSG(-6),2) -0.210605 -0.158448 D(FTSE(-6),2) -0.048667 -0.044359
[-4.52334]* [-2.57049]* [-1.03917] [-0.71543]
D(IHSG(-7),2) -0.114121 -0.044601 D(FTSE(-7),2) -0.051439 0.106286
[-3.13481]* [-0.92540] [-1.57976] [ 2.46551]*
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi VECM antara FTSE dengan IHSG,
diperoleh hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan
hasil differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(IHSG,2) = -0.752955*( D(IHSG(-1)) - 1.061809*D(FTSE(-1)) ) –
0.224235*D(IHSG(-1),2) - 0.292762*D(IHSG(-2),2) –
0.243066*D(IHSG(-3),2) - 0.312841*D(IHSG(-4),2) –
161
0.281022*D(IHSG(-5),2) - 0.210605*D(IHSG(-6),2) –
0.114121*D(IHSG(-7),2) - 0.561661*D(FTSE(-1),2) –
0.408187*D(FTSE(-2),2) - 0.309807*D(FTSE(-3),2) –
0.217408*D(FTSE(-4),2) - 0.108795D(FTSE(-5),2) –
0.048667D(FTSE(-6),2) - 0.051439D(FTSE(-7),2)
D(FTSE,2) = 0.503077*( D(IHSG(-1)) - 1.061809*D(FTSE(-1)) ) –
0.502331*D(IHSG(-1),2) - 0.432849*D(IHSG(-2),2) –
0.332280*D(IHSG(-3),2) - 0.278533*D(IHSG(-4),2) –
0.318167*D(IHSG(-5),2) - 0.158448*D(IHSG(-6),2) –
0.044601D(IHSG(-7),2) - 0.351861*D(FTSE(-1),2) –
0.243451*D(FTSE(-2),2) - 0.168120D(FTSE(-3),2) –
0.128840D(FTSE(-4),2) - 0.040438D(FTSE(-5),2) –
0.044359D(FTSE(-6),2) + 0.106286*D(FTSE(-7),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa FTSE -1.061809 memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks FTSE
berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan IHSG.
Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk FTSE
sebesar 0.503077 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek FTSE akan menyesuaikan secara positif sebesar 0.503077 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk IHSG sebesar -
162
0.752955 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga IHSG akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel FTSE memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan IHSG pada 1
sampai 4 hari sebelumnya. Sedangkan IHSG sendiri memberikan pengaruh
yang signifikan secara negatif pada 1 sampai 7 hari sebelumnya. Pada
persamaan kedua, variabel IHSG memberikan pengaruh signifikan secara
negatif terhadap pergerakan FTSE pada 1 sampai 6 hari sebelumnya.
Sedangkan FTSE sendiri memberikan pengaruh yang signifikan secara
negatif pada 1 dan 2 hari sebelumnya. FTSE hanya memberikan pengaruh
yang signifikan secara positif pada 7 hari sebelumnya.
g. Estimasi VECM antara CSE dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara CSE dengan IHSG
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
163
Tabel 4. 64 Hasil Estimasi VECM antara CSE dengan IHSG
Cointegrating Eq: CointEq1
D(IHSG(-1)) 1.000000
D(CSE(-1)) -0.305551
[-1.79667]
Error Correction: D(IHSG,2) D(CSE,2) D(IHSG,2) D(CSE,2) CointEq1 -0.808821 0.169058
[-8.28969]* [ 3.04599]*
D(IHSG(-1),2) -0.092703 -0.136972 D(CSE(-1),2) -0.182853 -0.736532
[-1.01610] [-2.63926]* [-2.67975]* [-18.9754]*
D(IHSG(-2),2) -0.124073 -0.171303 D(CSE(-2),2) -0.330258 -0.587859
[-1.47034] [-3.56870]* [-4.04030]* [-12.6427]*
D(IHSG(-3),2) -0.045396 -0.128279 D(CSE(-3),2) -0.334138 -0.583162
[-0.60000] [-2.98056]* [-3.80187]* [-11.6645]*
D(IHSG(-4),2) -0.109292 -0.071250 D(CSE(-4),2) -0.160482 -0.392907
[-1.64650] [-1.88698] [-1.80686] [-7.77670]*
D(IHSG(-5),2) -0.087270 -0.027264 D(CSE(-5),2) -0.138538 -0.248109
[-1.59350] [-0.87515] [-1.65826] [-5.22073]*
D(IHSG(-6),2) -0.073036 -0.032517 D(CSE(-6),2) -0.169277 -0.192986
[-1.81877] [-1.42349] [-2.46007]* [-4.93039]*
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi antara CSE dengan IHSG, diperoleh
hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(IHSG,2) = -0.808821*( D(IHSG(-1)) - 0.305551D(CSE(-1)) ) –
0.092703D(IHSG(-1),2) - 0.124073D(IHSG(-2),2) –
0.045396D(IHSG(-3),2) - 0.109292D(IHSG(-4),2) –
0.087270D(IHSG(-5),2) - 0.073036D(IHSG(-6),2) –
0.182853*D(CSE(-1),2) -0.330258*D(CSE(-2),2) –
164
0.334138*D(CSE(-3),2) - 0.160482D(CSE(-4),2) –
0.138538D(CSE(-5),2) - 0.169277*D(CSE(-6),2)
D(CSE,2) = 0.169058*( D(IHSG(-1)) - 0.305551D(CSE(-1)) ) –
0.136972*D(IHSG(-1),2) - 0.171303*D(IHSG(-2),2) –
0.128279*D(IHSG(-3),2) -0.071250D(IHSG(-4),2) –
0.027264D(IHSG(-5),2) - 0.032517D(IHSG(-6),2) –
0.736532*D(CSE(-1),2) - 0.587859*D(CSE(-2),2) –
0.583162*D(CSE(-3),2) - 0.392907*D(CSE(-4),2) –
0.248109*D(CSE(-5),2) - 0.192986*D(CSE(-6),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa CSE (-0.305551) memiliki pengaruh yang
tidak signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks
CSE tidak berkontribusi pada hubungan jangka panjang dengan IHSG.
Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk CSE
sebesar 0.169058 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek CSE akan menyesuaikan secara positif sebesar 0.169058 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk IHSG sebesar -
0.808821 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga IHSG akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
165
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel CSE memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan IHSG pada 1,
2, 3 dan 6 hari sebelumnya. Sedangkan IHSG sendiri tidak memberikan
pengaruh yang signifikan. Pada persamaan kedua, variabel IHSG
memberikan pengaruh signifikan secara negatif terhadap pergerakan CSE
pada 1, 2 dan 3 hari sebelumnya. Sedangkan CSE sendiri memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 sampai 6 hari sebelumnya.
h. Estimasi VECM antara TSX dengan IHSG
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara TSX dengan IHSG
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
Tabel 4. 65 Hasil Estimasi VECM antara TSX dengan IHSG
Cointegrating Eq: CointEq1
D(IHSG(-1)) 1.000000
D(TSX(-1)) -0.290179
[-7.14177]*
Error Correction: D(IHSG,2) D(TSX,2) D(IHSG,2) D(TSX,2) CointEq1 -0.788448 0.512261
[-8.44625]* [ 1.84816]
D(IHSG(-1),2) -0.160562 -0.655532 D(TSX(-1),2) -0.107003 -0.921447
[-1.82992] [-2.51617]* [-3.63879]* [-10.5533]*
D(IHSG(-2),2) -0.191179 -0.422132 D(TSX(-2),2) -0.025705 -0.702035
[-2.33918]* [-1.73952] [-0.85814] [-7.89335]*
D(IHSG(-3),2) -0.151186 -0.620116 D(TSX(-3),2) -0.026888 -0.434862
[-2.00094]* [-2.76410]* [-0.90184] [-4.91226]*
D(IHSG(-4),2) -0.187549 -0.510164 D(TSX(-4),2) -0.023655 -0.300653
[-2.75519]* [-2.52409]* [-0.82015] [-3.51066]*
166
D(IHSG(-5),2) -0.173454 -0.647818 D(TSX(-5),2) -0.008848 -0.202840
[-2.87883]* [-3.62111]* [-0.32843] [-2.53582]*
D(IHSG(-6),2) -0.125521 -0.342970 D(TSX(-6),2) 0.026925 -0.252731
[-2.54143]* [-2.33870]* [ 1.16500] [-3.68292]*
D(IHSG(-7),2) -0.047950 -0.089378 D(TSX(-7),2) 0.035708 0.057092
[-1.28733] [-0.80815] [ 2.34768]* [ 1.26418]
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi antara TSX dengan IHSG, diperoleh
hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(IHSG,2) = -0.788448*( D(IHSG(-1)) - 0.290179*D(TSX(-1)) ) –
0.160562*D(IHSG(-1),2) - 0.191179*D(IHSG(-2),2) –
0.151186*D(IHSG(-3),2) - 0.187549*D(IHSG(-4),2) –
0.173454*D(IHSG(-5),2) - 0.125521*D(IHSG(-6),2) –
0.047950D(IHSG(-7),2) - 0.107003*D(TSX(-1),2) –
0.025705D(TSX(-2),2) - 0.026888D(TSX(-3),2) –
0.023655D(TSX(-4),2) - 0.008848D(TSX(-5),2) +
0.026925D(TSX(-6),2) + 0.035708*D(TSX(-7),2)
D(TSX,2) = 0.512261( D(IHSG(-1)) - 0.290179*D(TSX(-1)) ) –
0.655532*D(IHSG(-1),2) - 0.422132D(IHSG(-2),2) –
0.620116*D(IHSG(-3),2) - 0.510164*D(IHSG(-4),2) –
0.647818*D(IHSG(-5),2) - 0.342970*D(IHSG(-6),2) –
0.089378D(IHSG(-7),2) - 0.921447*D(TSX(-1),2) –
167
0.702035*D(TSX(-2),2) - 0.434862*D(TSX(-3),2) –
0.300653*D(TSX(-4),2) - 0.202840*D(TSX(-5),2) –
0.252731*D(TSX(-6),2) + 0.057092*D(TSX(-7),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa TSX (-0.290179) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks TSX
berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan IHSG.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk TSX
sebesar 0.512261 dinilai tidak signifikan secara statistik, artinya dalam
jangka pendek TSX tidak akan berpengaruh jika terjadi disequilibrium.
Koefisien speed of adjustment untuk IHSG sebesar -0.788448 dinilai
signifikan secara statistik, sehingga IHSG akan menyesuaikan secara
negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel TSX memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan IHSG pada 1
hari sebelumnya, dan berpengaruh signifikan secara positif pada 7 hari
sebelumnya. Sementara itu, IHSG memberikan pengaruh yang signifikan
secara negatif pada 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 hari sebelumnya. Pada persamaan
kedua, variabel IHSG memberikan pengaruh signifikan secara negatif
terhadap pergerakan TSX pada 1, 3, 4, 5 dan 6 hari sebelumnya.
Sementara itu, TSX memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif
pada 1 sampai 6 hari sebelumnya, dan memberikan pengaruh yang
signifikan secara positif pada 7 hari sebelumnya.
168
2) Estimasi Model VAR/VECM Indeks Saham Syariah
a. Estimasi VECM antara DJIMI dengan JKII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJIMI dengan JKII
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
Tabel 4. 66 Hasil Estimasi VECM antara DJIMI dengan JKII
Cointegrating Eq: CointEq1
D(JKII(-1)) 1.000000
D(DJIMI(-1)) -0.255076
[-12.7216]*
Error Correction: D(JKII,2) D(DJIMI,2) D(JKII,2) D(DJIMI,2) CointEq1 -0.775976 2.925057
[-9.06713]* [ 7.40613]*
D(JKII(-1),2) -0.226044 -2.438144 D(DJIMI(-1),2) -0.187206 -0.235444
[-2.81453]* [-6.57821]* [-8.70081]* [-2.37117]*
D(JKII(-2),2) -0.337643 -2.278904 D(DJIMI(-2),2) -0.136655 -0.020127
[-4.56959]* [-6.68316]* [-6.63146]* [-0.21164]
D(JKII(-3),2) -0.283229 -1.919490 D(DJIMI(-3),2) -0.098648 0.108977
[-4.22368]* [-6.20260]* [-5.08962]* [ 1.21834]
D(JKII(-4),2) -0.300928 -1.904561 D(DJIMI(-4),2) -0.062789 0.107645
[-4.88944]* [-6.70544]* [-3.51249]* [ 1.30484]
D(JKII(-5),2) -0.272950 -1.584975 D(DJIMI(-5),2) -0.027016 0.165998
[-4.89334]* [-6.15717]* [-1.69147] [ 2.25205]*
D(JKII(-6),2) -0.220978 -1.245281 D(DJIMI(-6),2) -0.017830 0.059410
[-4.66934]* [-5.70178]* [-1.35068] [ 0.97519]
D(JKII(-7),2) -0.111050 -0.492215 D(DJIMI(-7),2) 0.001643 0.195826
[-3.00698]* [-2.88804]* [ 0.18500] [ 4.77809]*
Sumber: data diolah.
169
Berdasarkan hasil estimasi antara DJIMI dengan JKII, diperoleh
hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(JKII,2) = -0.775976*( D(JKII(-1)) - 0.255076*D(DJIMI(-1)) ) –
0.226044*D(JKII(-1),2) - 0.337643*D(JKII(-2),2) –
0.283229*D(JKII(-3),2) - 0.300928*D(JKII(-4),2) –
0.272950*D(JKII(-5),2) - 0.220978*D(JKII(-6),2) –
0.111050*D(JKII(-7),2) - 0.187206*D(DJIMI(-1),2) –
0.136655*D(DJIMI(-2),2) - 0.098648*D(DJIMI(-3),2) –
0.062789*D(DJIMI(-4),2) - 0.027016D(DJIMI(-5),2) –
0.017830D(DJIMI(-6),2) + 0.001643D(DJIMI(-7),2)
D(DJIMI,2) = 2.925057*( D(JKII(-1)) - 0.255076*D(DJIMI(-1)) ) –
2.438144*D(JKII(-1),2) - 2.278904*D(JKII(-2),2) –
1.919490*D(JKII(-3),2) -1.904561*D(JKII(-4),2) –
1.584975*D(JKII(-5),2) - 1.245281*D(JKII(-6),2) –
0.492215*D(JKII(-7),2) - 0.235444*D(DJIMI(-1),2) –
0.020127D(DJIMI(-2),2) + 0.108977D(DJIMI(-3),2) +
0.107645D(DJIMI(-4),2) + 0.165998*D(DJIMI(-5),2) +
0.059410D(DJIMI(-6),2) + 0.195826*D(DJIMI(-7),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa DJIMI (-0.255076) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks DJIMI
170
berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan JKII. Hasil
estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek. Koefisien
speed of adjustment pada cointegrating vector untuk DJIMI sebesar
2.925057 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka pendek
DJIMI akan menyesuaikan secara positif sebesar 2.925057 jika terjadi
disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk JKII sebesar -
0.775976 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga JKII akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel DJIMI memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan JKII pada 1,
2, 3 dan 4 hari sebelumnya. Begitu pula sebaliknya, JKII memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 hingga 7 hari sebelumnya.
Pada persamaan kedua, variabel JKII memberikan pengaruh signifikan
secara negatif terhadap pergerakan DJIMI pada 1 hingga 7 hari
sebelumnya. Sedangkan DJIMI memberikan pengaruh yang signifikan
secara negatif pada 1 hari sebelumnya, dan memberikan pengaruh yang
signifikan secara positif pada 5 dan 7 hari sebelumnya.
b. Estimasi VECM antara DJMY25D dengan JKII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJMY25D dengan JKII
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
171
Tabel 4. 67 Hasil Estimasi VECM antara DJMY25D dengan JKII
Cointegrating Eq: CointEq1
D(JKII(-1)) 1.000000
D(DJMY25D(-1)) -1.007681
[-10.3322]*
Error Correction: D(JKII,2) D(DJMY25D,2) D(JKII,2) D(DJMY25D,2) CointEq1 -0.770423 0.432001
[-11.0062]* [ 7.01633]*
D(JKII(-1),2) -0.160625 -0.336877 D(DJMY25D(-1),2) -0.586275 -0.435368
[-2.48273]* [-5.91978]* [-8.34482]* [-7.04516]*
D(JKII(-2),2) -0.175411 -0.258468 D(DJMY25D(-2),2) -0.499063 -0.394536
[-2.98893]* [-5.00708]* [-7.61036]* [-6.83997]*
D(JKII(-3),2) -0.062356 -0.217215 D(DJMY25D(-3),2) -0.430597 -0.239116
[-1.26711] [-5.01820]* [-7.65797]* [-4.83469]*
D(JKII(-4),2) -0.050322 -0.071173 D(DJMY25D(-4),2) -0.235430 -0.066649
[-1.35903] [-2.18526]* [-5.51649]* [-1.77547]
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi antara DJMY25D dengan JKII, diperoleh
hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(JKII,2) = -0.770423*( D(JKII(-1)) - 1.007681*D(DJMY25D(-1)) ) –
0.160625*D(JKII(-1),2) - 0.175411*D(JKII(-2),2) –
0.062356D(JKII(-3),2) - 0.050322D(JKII(-4),2) –
0.586275*D(DJMY25D(-1),2) - 0.499063*D(DJMY25D(-2),2) –
0.430597*D(DJMY25D(-3),2) - 0.235430*D(DJMY25D(-4),2)
D(DJMY25D,2) = 0.432001*( D(JKII(-1)) - 1.007681*D(DJMY25D(-1)) ) –
172
0.336877*D(JKII(-1),2) - 0.258468*D(JKII(-2),2) –
0.217215*D(JKII(-3),2) - 0.071173*D(JKII(-4),2) –
0.435368*D(DJMY25D(-1),2) - 0.394536*D(DJMY25D(-
2),2) – 0.239116*D(DJMY25D(-3),2) -
0.066649D(DJMY25D(-4),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa DJMY25D (-1.007681) memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks
DJMY25D berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan
JKII. Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk DJMY25D
sebesar 0.432001 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek DJMY25D akan menyesuaikan secara positif sebesar 0.432001
jika terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk JKII
sebesar -0.770423 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga JKII
akan menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel DJMY25D
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan
JKII pada 1, 2, 3 dan 4 hari sebelumnya. Namun JKII memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 1 dan 2 hari
sebelumnya. Pada persamaan kedua, variabel JKII memberikan pengaruh
signifikan secara negatif terhadap pergerakan DJMY25D pada 1 hingga 4
173
hari sebelumnya. Sedangkan DJIMI memberikan pengaruh yang signifikan
secara negatif pada 1, 2 dan 3 hari sebelumnya.
c. Estimasi VECM antara DJIJP dengan JKII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJIJP dengan JKII diperoleh
hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan estimasi
VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka pendek
dan jangka panjang.
Tabel 4. 68 Hasil Estimasi VECM antara DJIJP dengan JKII
Cointegrating Eq: CointEq1
D(JKII(-1)) 1.000000
D(DJIJP(-1)) -6.247188
[-11.7053]*
Error Correction: D(JKII,2) D(DJIJP,2) D(JKII,2) D(DJIJP,2) CointEq1 0.012839 0.188198
[ 1.67970] [ 11.3828]*
D(JKII(-1),2) -0.896423 0.134940 D(DJIJP(-1),2) 0.121603 0.121755
[-23.5794]* [ 1.64095] [ 2.71295]* [ 1.25580]
D(JKII(-2),2) -0.866820 0.275059 D(DJIJP(-2),2) 0.135158 0.088709
[-17.7693]* [ 2.60676]* [ 3.17745]* [ 0.96414]
D(JKII(-3),2) -0.685736 0.390739 D(DJIJP(-3),2) 0.121572 0.143708
[-12.1862]* [ 3.21020]* [ 3.05078]* [ 1.66722]
D(JKII(-4),2) -0.610065 0.497585 D(DJIJP(-4),2) 0.088516 0.204421
[-10.4536]* [ 3.94177]* [ 2.43826]* [ 2.60328]*
D(JKII(-5),2) -0.480324 0.476294 D(DJIJP(-5),2) 0.079767 0.256635
[-8.38236]* [ 3.84273]* [ 2.50693]* [ 3.72881]*
D(JKII(-6),2) -0.359366 0.360669 D(DJIJP(-6),2) 0.054253 0.225959
[-7.13820]* [ 3.31202]* [ 2.11403]* [ 4.07052]*
D(JKII(-7),2) -0.176527 0.247642 D(DJIJP(-7),2) 0.032329 0.135729
[-4.47889]* [ 2.90481]* [ 1.84572] [ 3.58243]*
Sumber: data diolah.
174
Berdasarkan hasil estimasi antara DJIJP dengan JKII, diperoleh hasil
dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(JKII,2) = 0.012839( D(JKII(-1)) - 6.247188*D(DJIJP(-1)) ) –
0.896423*D(JKII(-1),2) - 0.866820*D(JKII(-2),2) –
0.685736*D(JKII(-3),2) - 0.610065*D(JKII(-4),2) –
0.480324*D(JKII(-5),2) - 0.359366*D(JKII(-6),2) –
0.176527*D(JKII(-7),2) + 0.121603*D(DJIJP(-1),2) +
0.135158*D(DJIJP(-2),2) + 0.135158*D(DJIJP(-3),2) +
0.088516*D(DJIJP(-4),2) + 0.079767*D(DJIJP(-5),2) +
0.054253*D(DJIJP(-6),2) + 0.032329D(DJIJP(-7),2)
D(DJIJP,2) = 0.188198*( D(JKII(-1)) - 6.247188*D(DJIJP(-1)) ) +
0.134940D(JKII(-1),2) + 0.275059*D(JKII(-2),2) +
0.390739*D(JKII(-3),2) + 0.497585*D(JKII(-4),2) +
0.476294*D(JKII(-5),2) + 0.360669*D(JKII(-6),2) +
0.247642*D(JKII(-7),2) + 0.121755D(DJIJP(-1),2) +
0.088709D(DJIJP(-2),2) + 0.143708D(DJIJP(-3),2) +
0.204421*D(DJIJP(-4),2) + 0.256635*D(DJIJP(-5),2) +
0.225959*D(DJIJP(-6),2) + 0.135729*D(DJIJP(-7),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa DJIJP (-6.247188) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks DJIJP
175
berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan JKII. Hasil
estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek. Koefisien
speed of adjustment pada cointegrating vector untuk DJIJP sebesar
0.188198 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka pendek
DJIJP akan menyesuaikan secara positif sebesar 0.188198 jika terjadi
disequilibrium.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel DJIJP memberikan
pengaruh yang signifikan secara positif terhadap pergerakan JKII pada 1
hingga 6 hari sebelumnya. Namun JKII memberikan pengaruh yang
signifikan secara negatif hanya pada 1 hingga 7 hari sebelumnya. Pada
persamaan kedua, variabel JKII memberikan pengaruh signifikan secara
positif terhadap pergerakan DJIJP pada 1 hingga 7 hari sebelumnya.
Sedangkan DJIJP memberikan pengaruh yang signifikan secara positif
pada 4 hingga 7 hari sebelumnya.
d. Estimasi VECM antara DJICHKU dengan JKII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJICHKU dengan JKII
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
176
Tabel 4. 69 Hasil Estimasi VECM antara DJICHKU dengan JKII
Cointegrating Eq: CointEq1
D(JKII(-1)) 1.000000
D(DJICHKU(-1)) -0.297393
[-13.4274]*
Error Correction: D(JKII,2) D(DJICHKU,2) D(JKII,2) D(DJICHKU,2) CointEq1 -0.864712 1.684782
[-12.6442]* [ 7.92824]*
D(JKII(-1),2) -0.080568 -1.112752 D(DJICHKU(-1),2) -0.168707 -0.400511
[-1.33068] [-5.91459]* [-8.46522]* [-6.46747]*
D(JKII(-2),2) -0.136361 -0.991474 D(DJICHKU(-2),2) -0.101073 -0.265870
[-2.77084]* [-6.48362]* [-5.87355]* [-4.97221]*
D(JKII(-3),2) -0.028876 -0.549396 D(DJICHKU(-3),2) -0.061296 -0.073298
[-0.79006] [-4.83748]* [-4.99097]* [-1.92071]
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi antara DJICHKU dengan JKII, diperoleh
hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(JKII,2) = -0.864712*( D(JKII(-1)) - 0.297393*D(DJICHKU(-1)) ) –
0.080568D(JKII(-1),2) - 0.136361*D(JKII(-2),2) –
0.028876D(JKII(-3),2) - 0.168707*D(DJICHKU(-1),2) –
0.101073*D(DJICHKU(-2),2) - 0.061296*D(DJICHKU(-3),2)
D(DJICHKU,2) = 1.684782*( D(JKII(-1)) - 0.297393*D(DJICHKU(-1)) ) –
1.112752*D(JKII(-1),2) - 0.991474*D(JKII(-2),2) –
0.549396*D(JKII(-3),2) - 0.400511*D(DJICHKU(-1),2) –
0.265870*D(DJICHKU(-2),2) -0.073298D(DJICHKU(-3),2)
177
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa DJICHKU (-0.297393) memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks
DJICHKU berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan
JKII. Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk DJICHKU
sebesar 1.684782 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek DJICHKU akan menyesuaikan secara positif sebesar 1.684782 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk JKII sebesar -
0.864712 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga JKII akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel DJICHKU
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan
JKII pada 1, 2, dan 3 hari sebelumnya. Sedangkan JKII memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 1 dan 2 hari
sebelumnya. Pada persamaan kedua, variabel JKII memberikan pengaruh
signifikan secara negatif terhadap pergerakan DJICHKU pada 1, 2 dan 3
hari sebelumnya. Sedangkan DJICHKU memberikan pengaruh yang
signifikan secara negatif hanya pada 1 dan 2 hari sebelumnya.
e. Estimasi VECM antara DJIMIND dengan JKII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJIMIND dengan JKII
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
178
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
Tabel 4. 70 Hasil Estimasi VECM antara DJIMIND dengan JKII
Cointegrating Eq: CointEq1
D(JKII(-1)) 1.000000
D(DJMIND(-1)) -0.279233
[-13.2310]*
Error Correction: D(JKII,2) D(DJMIND,2) D(JKII,2) D(DJMIND,2) CointEq1 -0.947554 2.010668
[-10.5552]* [ 7.09557]*
D(JKII(-1),2) -0.017468 -1.619680 D(DJMIND(-1),2) -0.167872 -0.393004
[-0.21263] [-6.24584]* [-6.76535]* [-5.01757]*
D(JKII(-2),2) -0.067199 -1.055138 D(DJMIND(-2),2) -0.141573 -0.200805
[-0.91424] [-4.54770]* [-6.18766]* [-2.78040]*
D(JKII(-3),2) -0.006994 -0.751904 D(DJMIND(-3),2) -0.137611 -0.167331
[-0.10859] [-3.69822]* [-6.75934]* [-2.60384]*
D(JKII(-4),2) -0.039895 -0.440829 D(DJMIND(-4),2) -0.086555 -0.067800
[-0.76060] [-2.66253]* [-4.92793]* [-1.22288]
D(JKII(-5),2) -0.031502 -0.498931 D(DJMIND(-5),2) -0.030185 0.072198
[-0.83885] [-4.20885]* [-2.45589]* [ 1.86095]
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi antara DJIMIND dengan JKII, diperoleh hasil
dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(JKII,2) = -0.947554*( D(JKII(-1)) - 0.279233*D(DJMIND(-1)) ) –
0.017468D(JKII(-1),2) - 0.067199D(JKII(-2),2) –
0.006994D(JKII(-3),2) - 0.039895D(JKII(-4),2) –
179
0.031502D(JKII(-5),2) - 0.167872*D(DJMIND(-1),2) –
0.141573*D(DJMIND(-2),2) - 0 .137611*D(DJMIND(-3),2) –
0.086555*D(DJMIND(-4),2) - 0.030185*D(DJMIND(-5),2)
D(DJMIND,2) = 2.010668*( D(JKII(-1)) - 0.279233*D(DJMIND(-1)) ) –
1.619680*D(JKII(-1),2) - 1.055138*D(JKII(-2),2) –
0.751904*D(JKII(-3),2) - 0.440829*D(JKII(-4),2) –
0.498931*D(JKII(-5),2) - 0.393004*D(DJMIND(-1),2) –
0.200805*D(DJMIND(-2),2) - 0.167331*D(DJMIND(-3),2) –
0.067800D(DJMIND(-4),2) + 0.072198D(DJMIND(-5),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa DJIMIND (-0.279233) memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks
DJIMIND berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan
JKII. Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk DJIMIND
sebesar 2.010668 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek DJIMIND akan menyesuaikan secara positif sebesar 2.010668 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk JKII sebesar -
0.947554 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga JKII akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel DJIMIND
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan
180
JKII pada 1 hingga 5 hari sebelumnya. Sedangkan JKII tidak memberikan
pengaruh yang signifikan. Pada persamaan kedua, variabel JKII
memberikan pengaruh signifikan secara negatif terhadap pergerakan
DJIMIND pada 1 hingga 5 hari sebelumnya. Sedangkan DJIMIND
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif hanya pada 1, 2 dan
3 hari sebelumnya.
f. Estimasi VECM antara DJIUK dengan JKII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJIUK dengan JKII
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
Tabel 4. 71 Hasil Estimasi VECM antara DJIUK dengan JKII
Cointegrating Eq: CointEq1
D(JKII(-1)) 1.000000
D(DJIUK(-1)) -0.334077
[-12.1957]*
Error Correction: D(JKII,2) D(DJIUK,2) D(JKII,2) D(DJIUK,2) CointEq1 -0.853568 1.615122
[-8.54451]* [ 5.14092]*
D(JKII(-1),2) -0.171738 -1.270699 D(DJIUK(-1),2) -0.177095 -0.366570
[-1.83423] [-4.31535]* [-5.34027]* [-3.51479]*
D(JKII(-2),2) -0.286225 -1.032231 D(DJIUK(-2),2) -0.121252 -0.201177
[-3.33590]* [-3.82532]* [-3.85594]* [-2.03425]*
D(JKII(-3),2) -0.247094 -0.818205 D(DJIUK(-3),2) -0.086023 -0.095745
[-3.13924]* [-3.30529]* [-2.93463]* [-1.03858]
D(JKII(-4),2) -0.291571 -0.658316 D(DJIUK(-4),2) -0.060599 0.008101
[-4.14480]* [-2.97564]* [-2.28203]* [ 0.09701]
D(JKII(-5),2) -0.278835 -0.895463 D(DJIUK(-5),2) -0.042748 0.015658
[-4.53080]* [-4.62659]* [-1.84702] [ 0.21512]
181
D(JKII(-6),2) -0.223600 -0.743565 D(DJIUK(-6),2) -0.010482 -0.008878
[-4.43783]* [-4.69249]* [-0.55107] [-0.14841]
D(JKII(-7),2) -0.104698 -0.362121 D(DJIUK(-7),2) 0.004687 0.085282
[-2.81319]* [-3.09386]* [ 0.35489] [ 2.05331]*
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi antara DJIMIND dengan JKII, diperoleh
hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(JKII,2) = -0.853568*( D(JKII(-1)) - 0.334077*D(DJIUK(-1)) ) –
0.171738D(JKII(-1),2) - 0.286225*D(JKII(-2),2) –
0.247094*D(JKII(-3),2) - 0.291571*D(JKII(-4),2) –
0.278835*D(JKII(-5),2) - 0.223600*D(JKII(-6),2) –
0.104698*D(JKII(-7),2) - 0.177095*D(DJIUK(-1),2) –
0.121252*D(DJIUK(-2),2) - 0.086023*D(DJIUK(-3),2) –
0.060599*D(DJIUK(-4),2) - 0.042748D(DJIUK(-5),2) –
0.010482D(DJIUK(-6),2) + 0.004687D(DJIUK(-7),2)
D(DJIUK,2) = 1.615122*( D(JKII(-1)) - 0.334077*D(DJIUK(-1)) ) –
1.270699*D(JKII(-1),2) - 1.032231*D(JKII(-2),2) –
0.818205*D(JKII(-3),2) - 0.658316*D(JKII(-4),2) –
0.895463*D(JKII(-5),2) - 0.743565*D(JKII(-6),2) –
0.362121*D(JKII(-7),2) - 0.366570*D(DJIUK(-1),2) –
0.201177*D(DJIUK(-2),2) - 0.095745D(DJIUK(-3),2) +
0.008101D(DJIUK(-4),2) + 0.015658D(DJIUK(-5),2) –
182
0.008878D(DJIUK(-6),2) + 0.085282*D(DJIUK(-7),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa DJIUK (-0.334077) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks
DJIUK berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan
JKII. Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk DJIUK
sebesar 1.615122 dinilai signifikan secara statistik, dalam jangka pendek
DJIUK akan menyesuaikan secara positif sebesar 1.615122 jika terjadi
disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk JKII sebesar -
0.853568 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga JKII akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel DJIUK
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan
JKII pada 1 hingga 4 hari sebelumnya. Sedangkan JKII memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 2 hingga 7 hari sebelumnya.
Pada persamaan kedua, variabel JKII memberikan pengaruh signifikan
secara negatif terhadap pergerakan DJIUK pada 1 hingga 7 hari
sebelumnya. Sedangkan DJIUK memberikan pengaruh yang signifikan
secara negatif pada 1 dan 2 hari sebelumnya, dan memberikan pengaruh
yang signifikan secara positif pada 7 hari sebelumnya.
183
g. Estimasi VECM antara DJISRLD dengan JKII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJISRLD dengan JKII
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
Tabel 4. 72 Hasil Estimasi VECM antara DJISRLD dengan JKII
Cointegrating Eq: CointEq1
D(JKII(-1)) 1.000000
D(DJISRLD(-1)) -0.370253
[-7.89327]*
Error Correction: D(JKII,2) D(DJISRLD,2) D(JKII,2) D(DJISRLD,2) CointEq1 -0.837107 0.571806
[-13.6629]* [ 6.45022]*
D(JKII(-1),2) -0.092566 -0.455349 D(DJISRLD(-1),2) -0.208210 -0.611768
[-1.86094] [-6.32685]* [-7.45375]* [-15.1364]*
D(JKII(-2),2) -0.109976 -0.216110 D(DJISRLD(-2),2) -0.068296 -0.279810
[-2.95145]* [-4.00845]* [-2.77067]* [-7.84547]*
Sumber: data diolah.
Berdasarkan hasil estimasi antara DJISRLD dengan JKII, diperoleh
hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(JKII,2) = -0.837107*( D(JKII(-1)) - 0.370253*D(DJISRLD(-1)) ) –
0.092566D(JKII(-1),2) - 0.109976*D(JKII(-2),2) –
0.208210*D(DJISRLD(-1),2) - 0.068296*D(DJISRLD(-2),2)
184
D(DJISRLD,2) = 0.571806*( D(JKII(-1)) - 0.370253*D(DJISRLD(-1)) ) –
0.455349*D(JKII(-1),2) - 0.216110*D(JKII(-2),2) –
0.611768*D(DJISRLD(-1),2) - 0.279810*D(DJISRLD(-2),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa DJISRLD (-0.370253) memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks
DJISRLD berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan
JKII. Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk DJISRLD
sebesar 0.571806 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek DJISRLD akan menyesuaikan secara positif sebesar 0.571806 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk JKII sebesar -
0.837107 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga JKII akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel DJISRLD
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan
JKII pada 1 dan 2 hari sebelumnya. Sedangkan JKII memberikan pengaruh
yang signifikan secara negatif hanya pada 2 hari sebelumnya. Pada
persamaan kedua, variabel JKII memberikan pengaruh signifikan secara
negatif terhadap pergerakan DJISRLD pada 1 dan 7 hari sebelumnya.
Begitu pula sebaliknya, DJISRLD memberikan pengaruh yang signifikan
secara negatif pada 1 dan 2 hari sebelumnya.
185
h. Estimasi VECM antara DJICA dengan JKII
Setelah dilakukan uji kointegrasi antara DJICA dengan JKII
diperoleh hasil adanya hubungan kointegrasi, maka selanjutnya dilakukan
estimasi VECM. Estimasi VECM dilakukan untuk melihat analisis jangka
pendek dan jangka panjang.
Tabel 4. 73 Hasil Estimasi VECM antara DJICA dengan JKII
Cointegrating Eq: CointEq1
D(JKII(-1)) 1.000000
D(DJICA(-1)) -0.480046
[-12.3340]*
Error Correction: D(JKII,2) D(DJICA,2) D(JKII,2) D(DJICA,2) CointEq1 -0.815251 1.321591
[-9.90334]* [ 6.55426]*
D(JKII(-1),2) -0.200506 -1.176661 D(DJICA(-1),2) -0.287548 -0.263243
[-2.57562]* [-6.17083]* [-7.18570]* [-2.68566]*
D(JKII(-2),2) -0.282306 -0.934505 D(DJICA(-2),2) -0.189907 -0.115823
[-3.85400]* [-5.20846]* [-4.95353]* [-1.23340]
D(JKII(-3),2) -0.225835 -0.917371 D(DJICA(-3),2) -0.137375 -0.028123
[-3.29970]* [-5.47223]* [-3.79026]* [-0.31678]
D(JKII(-4),2) -0.251508 -0.791987 D(DJICA(-4),2) -0.100797 0.028878
[-4.03628]* [-5.18901]* [-3.03005]* [ 0.35440]
D(JKII(-5),2) -0.226260 -0.790966 D(DJICA(-5),2) -0.090843 0.149594
[-4.05492]* [-5.78722]* [-3.07529]* [ 2.06750]*
D(JKII(-6),2) -0.194103 -0.499550 D(DJICA(-6),2) -0.065784 0.077025
[-4.17415]* [-4.38583]* [-2.67665]* [ 1.27949]
D(JKII(-7),2) -0.101061 -0.325067 D(DJICA(-7),2) -0.027246 0.193144
[-2.81009]* [-3.69016]* [-1.59322] [ 4.61104]*
Sumber: data diolah.
186
Berdasarkan hasil estimasi antara DJICA dengan JKII, diperoleh
hasil dua persamaan kointegrasi serta variabel yang merupakan hasil
differencing dari lag tiap variabel. Berikut ini adalah dua persamaan
VECM yang terbentuk beserta penjelasannya.
D(JKII,2) = -0.815251*( D(JKII(-1)) - 0.480046*D(DJICA(-1)) ) –
0.200506*D(JKII(-1),2) - 0.282306*D(JKII(-2),2) –
0.225835*D(JKII(-3),2) - 0.251508*D(JKII(-4),2) –
0.226260*D(JKII(-5),2) - 0.194103*D(JKII(-6),2) –
0.101061*D(JKII(-7),2) - 0.287548*D(DJICA(-1),2) –
0.189907*D(DJICA(-2),2) - 0.137375*D(DJICA(-3),2) –
0.100797*D(DJICA(-4),2) - 0.090843*D(DJICA(-5),2) –
0.065784*D(DJICA(-6),2) - 0.027246D(DJICA(-7),2)
D(DJICA,2) = 1.321591*( D(JKII(-1)) - 0.480046*D(DJICA(-1)) ) –
1.176661*D(JKII(-1),2) - 0.934505*D(JKII(-2),2) –
0.917371*D(JKII(-3),2) - 0.791987*D(JKII(-4),2) –
0.790966*D(JKII(-5),2) - 0.499550*D(JKII(-6),2) –
0.325067*D(JKII(-7),2) - 0.263243*D(DJICA(-1),2) –
0.115823D(DJICA(-2),2) - 0.028123D(DJICA(-3),2) +
0.028878D(DJICA(-4),2) + 0.149594*D(DJICA(-5),2) +
0.077025D(DJICA(-6),2) + 0.193144*D(DJICA(-7),2)
Pada hasil estimasi cointegrating vector di dalam kedua persamaan
di atas menunjukkan bahwa DJICA (-0.480046) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap cointegrating vector, yang berarti bahwa indeks
187
DJICA berkontribusi signifikan pada hubungan jangka panjang dengan
JKII. Hasil estimasi juga menunjukkan terdapat hubungan jangka pendek.
Koefisien speed of adjustment pada cointegrating vector untuk DJICA
sebesar 1.321591 dinilai signifikan secara statistik, artinya dalam jangka
pendek DJICA akan menyesuaikan secara positif sebesar 1.321591 jika
terjadi disequilibrium. Koefisien speed of adjustment untuk JKII sebesar -
0.815251 juga dinilai signifikan secara statistik, sehingga JKII akan
menyesuaikan secara negatif jika terjadi disequilibrium dalam jangka
pendek.
Selanjutnya, pada persamaan pertama, variabel DJICA
memberikan pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pergerakan
JKII pada 1 hingga 6 hari sebelumnya. Sedangkan JKII memberikan
pengaruh yang signifikan secara negatif pada 1 hingga 7 hari sebelumnya.
Pada persamaan kedua, variabel JKII memberikan pengaruh signifikan
secara negatif terhadap pergerakan DJICA pada 1 hingga 7 hari
sebelumnya. Sedangkan DJICA memberikan pengaruh yang signifikan
secara negatif hanya pada 1 hari sebelumnya, dan memberikan pengaruh
yang signifikan secara positif pada 5 dan 7 hari sebelumnya.
9. Impulse Response Function
Model VAR dapat digunakan untuk melihat dampak perubahan dari
suatu variabel dalam sistem terhadap variabel lainnya dalam sistem secara
dinamis. Untuk melihat pengaruh dinamis dari adanya suatu guncangan dapat
diketahui menggunakan analisis Impulse Response Function (IRF). Analisis
188
ini menunjukkan respon dinamis jangka panjang setiap variabel apabila ada
suatu guncangan (shock) tertentu sebesar satu standar deviasi pada setiap
persamaan. Dalam grafik IRF, sumbu horizontal merupakan periode waktu ke
depan setelah terjadinya shock, sedangkan sumbu vertikal adalah nilai respon.
Melalui analisis ini akan diketahui respon positif atau negatif dari suatu
variabel terhadap variabel lainnya.
1) Impulse Response Fuction Indeks Saham Konvensional
a. Impulse Response Function antara DJIA dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIA dengan
IHSG di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama bahwa IHSG
merespon guncangan DJIA secara positif. Di awal periode respon
IHSG mengalami kenaikan pada periode kedua, namun kemudian
cenderung mengalami penurunan hingga periode terakhir. Sementara
itu, pada grafik kedua terlihat bahwa DJIA merespon guncangan IHSG
secara positif. Di awal periode respon DJIA mengalami kenaikan pada
periode kedua, namun cenderung menurun pada periode keenam dan
kemudian mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada periode
kedelapan.
189
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(DJIA)
-100
0
100
200
300
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIA) to D(IHSG)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 35. Impulse Response Function antara DJIA dengan IHSG
Sumber: Data diolah
b. Impulse Response Function antara KLSE dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara KLSE dengan
IHSG di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama bahwa IHSG
merespon guncangan KLSE secara positif. IHSG mulai merespon
secara positif pada periode kedua, setelahnya mengalami penurunan
hingga periode keempat. Respon IHSG terus mengalami kenaikan dan
penurunan secara bergantian hingga akhirnya mengalami kenaikan
pada periode terakhir. Sementara itu pada grafik kedua terlihat bahwa
KLSE merespon guncangan IHSG secara positif. Respon KLSE
mengalami penurunan pada periode ketiga, kemudian mengalami
peningkatan pada perode kelima. Setelahnya, respon KLSE cenderung
mengalami kenaikan dan penurunan secara bergantian, hingga
penurunan terendah terjadi pada periode kesembilan.
190
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(KLSE)
0
4
8
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(KLSE) to D(IHSG)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 36. Impulse Response Function antara KLSE dengan IHSG
Sumber: Data diolah
c. Impulse Response Function antara N225 dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara N225 dengan
IHSG di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama IHSG merespon
guncangan N225 secara positif. Respon IHSG mengalami kenaikan
pada awal periode hingga periode kelima, kemudian mengalami
penurunan pada periode keenam dan cenderung konstan hingga
periode terakhir. Pada grafik kedua dapat diketahui bahwa N225
merespon guncangan IHSG secara postitif. Respon N225 mengalami
penurunan pada periode keempat dan kemudian meningkat pada
periode kelima. Setelah mengalami sedikit penurunan pada periode
keenam, respon N225 cenderung konstan hingga periode terakhir.
191
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(N225)
0
50
100
150
200
250
300
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(N225) to D(IHSG)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 37. Impulse Response Function antara N225 dengan IHSG
Sumber: Data diolah
d. Impulse Response Function antara HSI dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara HSI dengan
IHSG di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama IHSG merespon
guncangan HSI secara positif. Respon IHSG mengalami kenaikan pada
awal periode hingga periode ketiga, kemudian mengalami penurunan
dan kenaikan secara bergantian pada periode keempat, kelima dan
keenam, setelahnya respon IHSG cenderung sama hingga periode
terakhir. Pada grafik kedua, terlihat bahwa HSI merespon secara
positif guncangan IHSG. Respon HSI mengalami peningkatan pada
awal periode hingga periode kelima, kemudian menurun pada periode
keenam, dan setelahnya cenderung sama hingga akhir periode.
192
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(HANSENG)
0
100
200
300
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(HANSENG) to D(IHSG)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 38. Impulse Response Function antara HSI dengan IHSG
Sumber: Data diolah
e. Impulse Response Function antara NSEI dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara NSEI dengan
IHSG di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama IHSG merespon
guncangan NSEI secara positif. IHSG merespon cukup tinggi
guncangan NSEI pada periode kedua, namun setelahnya mengalami
penurunan hingga naik kembali pada periode keenam dan ketujuh.
Pada grafik kedua terlihat bahwa NSEI merespon guncangan IHSG
secara positif. Respon NSEI cenderung stabil hingga periode terakhir,
dengan respon terendah pada period keempat dan respon yang cukup
tinggi pada periode ketujuh.
193
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(NSEI)
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(NSEI) to D(IHSG)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 39. Impulse Response Function antara NSEI dengan IHSG
Sumber: Data diolah
f. Impulse Response Function antara FTSE dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara FTSE dengan
IHSG di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama IHSG merespon
guncangan FTSE secara positif. Respon IHSG mengalami kenaikan di
awal periode yaitu pada periode kedua, namun mengalami penurunan
hingga periode keempat. Respon IHSG kembali mengalami
peningkatan yang cukup tinggi pada periode kesembilan. Pada grafik
kedua FTSE merespon guncangan IHSG secara positif hingga periode
kelima. Pada periode keenam FTSE memberikan respon negatif
terhadapa guncangan IHSG, namun kembali memberikan respon
secara positif pada periode ketujuh hingga periode terakhir
194
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(FTSE)
-20
0
20
40
60
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(FTSE) to D(IHSG)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 40. Impulse Response Function antara FTSE dengan IHSG
Sumber: Data diolah
g. Impulse Response Function antara CSE dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara CSE dengan
IHSG di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama IHSG merespon
guncangan CSE secara positif pada periode kedua dan setelahnya
mengalami penurunan secara negatif hingga periode keempat. Pada
periode kelima respon mengalami kenaikan namun setelahnya kembali
mengalami penurunan hingga periode ketujuh. Pada periode kedelapan
hingga akhir periode, IHSG kembali memberikan respon secara positif
terhadap guncangan CSE. Pada grafik kedua, CSE memberikan respon
positif terhadap guncangan IHSG pada awal periode dan mengalami
penurunan pada periode ketiga, namun kembali mengalami
peningkatan pada periode keempat. CSE memberikan respon positif
terhadap guncangan IHSG hingga periode berakhir.
195
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(CSE)
-10
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(CSE) to D(IHSG)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 41. Impulse Response Function antara CSE dengan IHSG
Sumber: Data diolah
h. Impulse Response Function antara TSX dengan IHSG
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara TSX dengan
IHSG di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama IHSG
memberikan respon secara positif terhadap guncangan TSX. IHSG
memberikan respon positif yang cukup tinggi pada periode kedua,
namun setelahnya mengalami penurunan hingga periode keempat.
Pada periode kelima IHSG kembali mengalami peningkatan, dan
hingga akhir periode memberikan respon positif terhadap guncangan
TSX. Pada grafik kedua, dapat diketahui bahwa pada awal periode
TSX memberikan respon secara negatif terhadap guncangan IHSG.
Pada periode ketiga TSX mengalami peningkatan dan memberikan
respon secara positif, namun kembali mengalami penurunan secara
bergantian pada periode keempat, kelima dan keenam. Pada periode
ketujuh hingga periode berakhir, TSX kembali memberikan respon
positif terhadap guncangan IHSG.
196
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(TSX)
-40
0
40
80
120
160
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(TSX) to D(IHSG)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 42. Impulse Response Function antara TSX dengan IHSG
Sumber: data diolah
2) Impulse Response Function Indeks Saham Syariah
a. Impulse Response Function antara DJIMI dengan JKII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIMI dengan
JKII di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama JKII memberikan
respon secara postif terhadap guncangan DJIMI. Respon JKII mulai
meningkat pada periode ketiga, dan mengalami penurunan yang cukup
rendah pada periode ketujuh. Setelahnya, respon JKII kembali
mengalami kenaikan pada periode kedelapan dan penurunan pada
periode kesembilan. Pada grafik kedua, dapat dilihat bahwa DJIMI
memberikan respon positif terhadap guncangan JKII. Respon DJIMI
secara bergantian mengalami kenaikan dan penurunan pada periode
kedua, ketiga, keempat dan kelima. Setelahnya respon DJIMI terus
mengalami peningkatan hingga periode kedelapan.
197
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(DJIMI)
-10
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIMI) to D(JKII)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 43. Impulse Response Function antara DJIMI dengan JKII
Sumber: data diolah
b. Impulse Response Function antara DJMY25D dengan JKII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJMY25D
dengan JKII di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama JKII
memberikan respon secara positif terhadap guncangan DJMY25D.
Respon JKII mulai mengalami peningkatan pada periode kedua dan
setelahnya mengalami penurunan hingga periode keempat. JKII
memberikan respon positif yang cukup tinggi pada periode keenam,
namun setelahnya kembali mengalami penurunan pada periode ketujuh,
hingga akhir periode JKII tetap memberikan respon positif. Pada grafik
kedua dapat diketahui bahwa DJMY25D memberikan respon secara
positif terhadap guncangan JKII. DJMY25D memberikan respon yang
cukup tinggi pada periode kelima, namun mengalami penurunan
hingga pada periode ketujuh., kemudian terus meningkat hingga
periode terakhir.
198
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(DJMY25D)
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJMY25D) to D(JKII)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 44. Impulse Response Function antara DJMY25D dengan JKII
Sumber: data diolah
c. Impulse Response Function antara DJIJP dengan JKII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIJP dengan
JKII di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama JKII memberikan
respon secara positif yang cukup tinggi terhadap guncangan DJIJP
pada periode kedua dan setelahnya mengalami penurunan dan
kenaikan secara bergantian, respon IHSG mengalami penurunan secara
negatif hingga akhir periode. Pada grafik kedua dapat dilihat bahwa
DJIJP meberikan respon secara positif hingga periode kelima dan
setelahnya mengalami penurunan secara negatif pada periode
kedelapan dan kesembilan, kemudian respon DJIJP kembali positif
pada akhir periode.
199
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(DJIJP)
-5
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIJP) to D(JKII)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 45. Impulse Response Function antara DJIJP dengan JKII
Sumber: data diolah
d. Impulse Response Function antara DJICHKU dengan JKII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJICHKU
dengan JKII di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama JKII
memberikan respon positif terhadap guncangan DJICHKU. Respon
JKII mengalami peningkatan pada periode kedua, dan setelahnya
mengalami penurunan pada periode ketiga dan keempat. Pada periode
kelima respon mengalami kenaikan, namun kembali mengalami
penurunan pada periode keenam. JKII tetap memberikan respon secara
positif hingga akhir periode. Pada grafik kedua respon DJICHKU
secara positif diawali dari periode kedua, kemudian menurun pada
periode ketiga dan selanjutnya secara bergantian mengalami kenaikan
dan penurunan pada periode kelima dan keenam. DJICHKU tetap
memberikan respon secara positif hingga akhir periode.
200
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(DJICHKU)
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJICHKU) to D(JKII)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 46. Impulse Response Function antara DJICHKU dengan JKII
Sumber: data diolah
e. Impulse Response Function antara DJIMIND dengan JKII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIMIND
dengan JKII di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama JKII
memberikan respon secara positif terhadap guncangan DJIMIND. Di
awal periode respon JKII mengalami kenaikan pada periode kedua,
namun kemudian cenderung mengalami penurunan hingga periode
keempat. Respon JKII kemudian mengalami kenaikan pada periode
kelima dan kembali mengalami penurunan pada periode kedelapan.
Hingga akhir periode, JKII tetap memberikan respon secara positif
terhadap guncangan DJIMIND. Sementara itu, pada grafik kedua
terlihat bahwa DJIMIND merespon guncangan JKII secara positif. Di
awal periode respon DJIMIND mengalami penurunan pada periode
kedua, dan setelahnya terus mengalami kenaikan dan penurunan secara
bergantian hingga periode terakhir.
201
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(DJMIND)
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJMIND) to D(JKII)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 47. Impulse Response Function antara DJIMIND dengan JKII
Sumber: data diolah
f. Impulse Response Function antara DJIUK dengan JKII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJIUK dengan
JKII di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama JKII memberikan
respon secara positif terhadap guncangan DJIUK. Respon JKII
mengalami peningkatan pada periode kedua, dan menurun pada
periode ketiga, setelahnya JKII terus memberikan respon secara positif
hingga akhir periode. Pada grafik kedua dapat dilihat bahwa DJIUK
memberikan respon secara positif hingga periode kelima, dan
mengalami penurunan secara negatif pada periode keenam. Respon
DJIUK kemudian mengalami peningkatan pada periode ketujuh dan
terus bertahan hingga akhir periode.
202
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(DJIUK)
0
10
20
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIUK) to D(JKII)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 48. Impulse Response Function antara DJIUK dengan JKII
Sumber: data diolah
g. Impulse Response Function antara DJISRLD dengan JKII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJISRLD
dengan JKII di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama JKII
memberikan respon secara positif terhadap guncangan DJISRLD.
Respon JKII mengalami kenaikan pada periode kedua dan ketiga,
kemudian mengalami sedikit penurunan pada periode kelima dan terus
memberikan respon secara positif hingga periode terakhir. Pada grafik
kedua dapat dilihat bahwa DJISRLD merespon guncangan cukup
tinggi secara positif pada awal periode. Kemudian respon DJISRLD
mengalami penurunan pada periode kelima, dan setelahnya mengalami
sedikit peningkatan pada periode keenam. DJISRLD tetap merespon
secara positif guncangan terhadap guncangan JKII hingga akhir
periode.
203
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(DJISRLD)
0
4
8
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJISRLD) to D(JKII)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 49. Impulse Response Function antara DJISRLD dengan JKII
Sumber: data diolah
h. Impulse Response Function antara DJICA dengan JKII
Berdasarkan grafik Impulse Response Function antara DJICA dengan
JKII di bawah ini, dapat dilihat pada grafik pertama JKII memberikan
respon secara positif yang cukup tinggi terhadap guncangan DJICA
pada periode kedua, dan setelahnya terus mengalami penurunan hingga
periode keenam. Respon JKII mengalami peningkatan pada periode
ketujuh hingga akhir periode. Pada grafik kedua dapat diketahui bahwa
DJICA memberikan respon secara negatif terhadap guncangan JKII
pada awal periode, kemudian mengalami peningkatan respon secara
positif hingga periode ketiga. Kemudian, secara bergantian respon
DJICA terus mengalami penurunan dan kenaikan hingga akhir periode.
204
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(DJICA)
-5
0
5
10
15
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJICA) to D(JKII)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Gambar 4. 50. Impulse Response Function antara DJICA dengan JKII
Sumber: data diolah
10. Variance Decomposition (VD)
Langkah terakhir dalam analisis VAR/VECM adalah Variance
Decomposition (VD). Variance Decomposition digunakan untuk melihat
kekuatan dan kelemahan masing-masing variabel dalam mempengaruhi
variabel lainnya dalam kurun waktu tertentu. Hasil Uji Variance
Decomposition digunakan untuk menjelaskan seberapa besar persentase
kontribusi masing-masing guncangan (shock) terhadap variabel yang diteliti.
Prosedur VD yaitu dengan mengukur persentase kejutan-kejutan atas masing-
masing variabel.
1) Variance Decomposition Indeks Saham Konvensional
a. Variance Decomposition antara DJIA dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara DJIA
dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, DJIA
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar
205
10.50%. Kemudian kontribusi DJIA semakin lama semakin relatif
besar hingga akhir periode sebesar 28.29%, sedangkan kontribusi
IHSG sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir
periode sebesar 71.71%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi IHSG
lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel
DJIA.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas DJIA sebesar 0.11% pada periode
pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode
sebesar 7.24%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJIA yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 99.88% menjadi 92.75%
pada akhir periode.
Tabel 4. 74 Variance Decomposition antara DJIA dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period S.E. D(IHSG) D(DJIA) 1 53.75849 100.0000 0.000000
2 56.83919 89.49116 10.50884
3 58.84821 83.79059 16.20941
4 59.91645 81.42683 18.57317
5 61.32264 77.76156 22.23844
6 62.24151 76.21679 23.78321
7 63.74960 74.26242 25.73758
8 65.27086 73.72360 26.27640
9 67.38289 73.06943 26.93057
10 68.34948 71.70772 28.29228 Variance Decomposition of D(DJIA):
Period S.E. D(IHSG) D(DJIA) 1 310.4614 0.110492 99.88951
2 312.1654 0.345363 99.65464
3 324.1002 1.819677 98.18032
4 326.1924 2.055106 97.94489
5 327.5717 2.803989 97.19601
6 331.5526 2.739896 97.26010
206
7 334.3191 4.280051 95.71995
8 349.8015 6.398474 93.60153
9 352.3725 6.684467 93.31553
10 361.9401 7.245583 92.75442 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(DJIA)
Sumber: data diolah
b. Variance Decomposition antara KLSE dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara KLSE
dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, KLSE
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar
11.05%. Kemudian kontribusi KLSE semakin lama semakin relatif
besar hingga akhir periode sebesar 15.30%, sedangkan kontribusi
IHSG sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir
periode sebesar 84.69%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi IHSG
lebih banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel
KLSE.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas KLSE sebesar 3.29% pada periode
pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode
sebesar 17.63%. Hal ini berbeda dengan kontribusi KLSE yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 96.70% menjadi 82.23%
pada akhir periode.
207
Tabel 4. 75 Variance Decomposition antara KLSE dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period S.E. D(IHSG) D(KLSE) 1 55.41282 100.0000 0.000000
2 59.26241 88.94064 11.05936
3 60.39251 86.13682 13.86318
4 61.18781 86.12454 13.87546
5 62.41719 84.00099 15.99901
6 63.94889 83.53994 16.46006
7 65.43056 84.07342 15.92658
8 68.20139 84.62725 15.37275
9 71.12213 85.75777 14.24223
10 72.04261 84.69717 15.30283 Variance Decomposition of D(KLSE):
Period S.E. D(IHSG) D(KLSE) 1 11.23302 3.292534 96.70747
2 11.38935 5.746701 94.25330
3 11.42153 6.154127 93.84587
4 11.59370 8.081724 91.91828
5 11.89286 12.46970 87.53030
6 11.96127 13.00942 86.99058
7 12.15572 15.76705 84.23295
8 12.23602 16.79636 83.20364
9 12.25189 16.76366 83.23634
10 12.32634 17.76320 82.23680 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(KLSE)
Sumber: data diolah
c. Variance Decomposition antara N225 dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara N225
dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, N225
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar
2.00%. Kemudian kontribusi N225 semakin lama semakin relatif besar
hingga akhir periode sebesar 27.82%, sedangkan kontribusi IHSG
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
208
sebesar 72.17%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih
banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel N225.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas N225 sebesar 2.14% pada periode
pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode
sebesar 19.04%. Hal ini berbeda dengan kontribusi N225 yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 97.85% menjadi 80.95%
pada akhir periode.
Tabel 4. 76 Variance Decomposition antara N225 dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period S.E. D(IHSG) D(N225) 1 58.27358 100.0000 0.000000
2 59.38935 97.99286 2.007137
3 61.12852 92.71915 7.280854
4 63.58372 88.41175 11.58825
5 66.03154 83.15616 16.84384
6 67.60490 80.67523 19.32477
7 69.40139 78.40776 21.59224
8 71.19600 76.04138 23.95862
9 72.98499 73.99732 26.00268
10 74.63902 72.17516 27.82484 Variance Decomposition of D(N225):
Period S.E. D(IHSG) D(N225) 1 258.2743 2.144980 97.85502
2 266.9081 5.061018 94.93898
3 277.3521 8.059845 91.94016
4 287.7830 8.613877 91.38612
5 311.2148 13.64798 86.35202
6 322.9413 15.18002 84.81998
7 334.7220 16.07173 83.92827
8 347.1066 17.19088 82.80912
9 360.1229 18.24094 81.75906
10 371.3140 19.04150 80.95850 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(N225)
Sumber: data diolah
209
d. Variance Decomposition antara HSI dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara HSI
dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, HSI
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar
2.84%. Kemudian kontribusi HSI semakin lama semakin relatif besar
hingga akhir periode sebesar 26.39%, sedangkan kontribusi IHSG
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
sebesar 73.61%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih
banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel HSI.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas HSI 0.35% pada periode pertama dan
terus mengalami peningkatan hingga akhir periode sebesar 21.83%.
Hal ini berbeda dengan kontribusi HSI yang cenderung menurun dari
awal periode sebesar 99.64% menjadi 78.16% pada akhir periode.
Tabel 4. 77 Variance Decomposition antara HSI dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period S.E. D(IHSG) D(HANSENG) 1 57.69129 100.0000 0.000000
2 59.16677 97.15265 2.847351
3 61.42948 90.36735 9.632651
4 63.25425 88.09167 11.90833
5 66.64845 81.09363 18.90637
6 68.42010 79.35933 20.64067
7 70.20484 78.16867 21.83133
8 72.25728 76.29204 23.70796
9 74.24741 75.05889 24.94111
10 76.01875 73.61042 26.38958 Variance Decomposition of D(HANSENG):
Period S.E. D(IHSG) D(HANSENG)
210
1 322.5712 0.351128 99.64887
2 326.6372 2.287755 97.71224
3 332.2701 3.165646 96.83435
4 348.4676 7.395056 92.60494
5 369.4079 15.90299 84.09701
6 379.2079 16.78320 83.21680
7 390.2365 17.98140 82.01860
8 401.8796 19.69080 80.30920
9 413.3835 20.60692 79.39308
10 423.4854 21.83879 78.16121 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(HANSENG)
Sumber: data diolah
e. Variance Decomposition antara NSEI dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara NSEI
dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, NSEI
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar
7.96%. Kemudian kontribusi NSEI semakin lama semakin relatif besar
hingga akhir periode sebesar 27.56%, sedangkan kontribusi IHSG
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
sebesar 72.43%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih
banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel NSEI.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas NSEI 0.98% pada periode pertama
dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode sebesar 12.29%.
Hal ini berbeda dengan kontribusi NSEI yang cenderung menurun dari
awal periode sebesar 99.01% menjadi 87% pada akhir periode.
211
Tabel 4. 78 Variance Decomposition antara NSEI dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period S.E. D(IHSG) D(NSEI) 1 55.91950 100.0000 0.000000
2 58.58968 92.03769 7.962311
3 59.41963 89.48810 10.51190
4 60.41144 87.86781 12.13219
5 61.39450 85.14574 14.85426
6 63.93298 79.76400 20.23600
7 66.77803 75.77156 24.22844
8 67.94481 74.91263 25.08737
9 69.16461 73.72574 26.27426
10 70.40199 72.43162 27.56838 Variance Decomposition of D(NSEI):
Period S.E. D(IHSG) D(NSEI) 1 116.9855 0.985248 99.01475
2 118.0166 2.169207 97.83079
3 121.2332 4.717236 95.28276
4 122.3434 5.759842 94.24016
5 125.3724 7.307293 92.69271
6 133.3348 8.108893 91.89111
7 135.5420 10.94149 89.05851
8 139.0474 11.66558 88.33442
9 140.9665 12.29219 87.70781
10 144.2500 12.99676 87.00324 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(NSEI)
Sumber: data diolah
f. Variance Decomposition antara FTSE dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara FTSE
dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, FTSE
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar
9%. Kemudian kontribusi FTSE semakin lama semakin relatif besar
hingga akhir periode sebesar 28.86%, sedangkan kontribusi IHSG
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
212
sebesar 71.13%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih
banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel FTSE.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas FTSE 0.06% pada periode pertama
dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode sebesar 4.78%.
Hal ini berbeda dengan kontribusi FTSE yang cenderung menurun dari
awal periode sebesar 99.93% menjadi 95.21% pada akhir periode.
Tabel 4. 79 Variance Decomposition antara FTSE dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period S.E. D(IHSG) D(FTSE) 1 54.12878 100.0000 0.000000
2 56.77175 90.99324 9.006765
3 58.40926 86.28675 13.71325
4 59.29191 84.12021 15.87979
5 60.29985 81.36491 18.63509
6 61.52854 78.50950 21.49050
7 62.71607 76.49730 23.50270
8 63.65761 76.01517 23.98483
9 66.25655 73.05581 26.94419
10 67.33096 71.13046 28.86954 Variance Decomposition of D(FTSE):
Period S.E. D(IHSG) D(FTSE) 1 71.66237 0.067675 99.93233
2 72.12639 0.068035 99.93196
3 72.75999 0.368049 99.63195
4 73.51140 1.067483 98.93252
5 74.05621 1.355258 98.64474
6 75.03398 1.325058 98.67494
7 75.85468 2.936998 97.06300
8 78.73343 4.074860 95.92514
9 79.03658 4.485824 95.51418
10 79.83383 4.780011 95.21999 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(FTSE)
Sumber: data diolah
213
g. Variance Decomposition antara CSE dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara CSE
dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, CSE
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar
0.13%. Kemudian kontribusi CSE semakin lama semakin relatif besar
hingga akhir periode sebesar 2.59%, sedangkan kontribusi IHSG
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
sebesar 97.41%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih
banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel CSE.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas CSE 0.04% pada periode pertama dan
terus mengalami peningkatan hingga akhir periode sebesar 4.5%. Hal
ini berbeda dengan kontribusi CSE yang cenderung menurun dari awal
periode sebesar 99.96% menjadi 95.5% pada akhir periode.
Tabel 4. 80 Variance Decomposition antara CSE dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period S.E. D(IHSG) D(CSE) 1 57.40239 100.0000 0.000000
2 57.72216 99.86781 0.132190
3 57.88451 99.35177 0.648229
4 58.02461 99.31133 0.688668
5 58.29015 98.57375 1.426253
6 58.33370 98.44287 1.557125
7 58.34126 98.44288 1.557116
8 58.70896 97.62437 2.375629
9 58.80062 97.44949 2.550507
10 58.81383 97.40744 2.592559 Variance Decomposition of D(CSE):
Period S.E. D(IHSG) D(CSE)
214
1 32.65304 0.036655 99.96334
2 33.43556 0.383601 99.61640
3 34.06384 0.510091 99.48991
4 34.21814 0.942316 99.05768
5 35.35252 2.228230 97.77177
6 36.54675 3.440293 96.55971
7 37.18633 3.544326 96.45567
8 38.81511 4.021524 95.97848
9 39.60788 4.349536 95.65046
10 40.34490 4.500006 95.49999 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(CSE)
Sumber: data diolah
h. Variance Decomposition antara TSX dengan IHSG
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara TSX
dengan IHSG, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya IHSG
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, TSX
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas IHSG sebesar
11.54%. Kemudian kontribusi TSX semakin lama semakin relatif besar
hingga akhir periode sebesar 26.13%, sedangkan kontribusi IHSG
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
sebesar 73.87%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi IHSG lebih
banyak dipengaruhi oleh IHSG itu sendiri daripada variabel TSX.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi IHSG
mampu menjelaskan variabilitas TSX sebesar 0.05% pada periode
pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode
sebesar 2.54%. Hal ini berbeda dengan kontribusi TSX yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 99.95% menjadi 97.46%
pada akhir periode.
215
Tabel 4. 81 Variance Decomposition antara TSX dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period S.E. D(IHSG) D(TSX) 1 53.70970 100.0000 0.000000
2 57.15921 88.45952 11.54048
3 58.59239 84.39915 15.60085
4 58.73403 84.21905 15.78095
5 59.41668 82.43928 17.56072
6 60.00047 80.84326 19.15674
7 61.04656 78.23772 21.76228
8 61.61509 77.49312 22.50688
9 62.38665 76.49503 23.50497
10 63.50472 73.86879 26.13121 Variance Decomposition of D(TSX):
Period S.E. D(IHSG) D(TSX) 1 159.4761 0.045815 99.95418
2 160.0410 0.262522 99.73748
3 163.8430 0.784815 99.21518
4 169.2961 1.332949 98.66705
5 170.7416 1.414525 98.58548
6 173.3950 1.535390 98.46461
7 174.1306 2.163649 97.83635
8 189.4102 2.284094 97.71591
9 189.5181 2.283227 97.71677
10 193.3261 2.543219 97.45678 Cholesky Ordering: D(IHSG) D(TSX)
Sumber: data diolah
2) Variance Decomposition Indeks Saham Syariah
a. Variance Decomposition antara DJIMI dengan JKII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara DJIMI
dengan JKII, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya JKII
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, DJIMI
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas JKII sebesar
0.24%. Kemudian kontribusi DJIMI semakin lama semakin relatif
besar hingga akhir periode sebesar 19.87%, sedangkan kontribusi JKII
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
216
sebesar 80.12%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi JKII lebih
banyak dipengaruhi oleh JKII itu sendiri daripada variabel DJIMI.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi JKII
mampu menjelaskan variabilitas DJIMI sebesar 0.48% pada periode
pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode
sebesar 9.85%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJIMI yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 99.51% menjadi 90.14%
pada akhir periode.
Tabel 4. 82 Variance Decomposition antara DJIMI dengan JKII
Variance Decomposition of D(JKII):
Period S.E. D(JKII) D(DJIMI) 1 8.041121 100.0000 0.000000
2 8.050928 99.75672 0.243280
3 8.298715 94.65044 5.349555
4 8.463744 91.79474 8.205261
5 8.627174 88.48566 11.51434
6 8.860545 84.36345 15.63655
7 8.962426 83.51604 16.48396
8 9.205282 81.40587 18.59413
9 9.363874 81.27235 18.72765
10 9.464654 80.12374 19.87626 Variance Decomposition of D(DJIMI):
Period S.E. D(JKII) D(DJIMI) 1 37.10914 0.483891 99.51611
2 37.32639 1.605476 98.39452
3 38.25947 1.778638 98.22136
4 38.91777 2.652934 97.34707
5 39.06292 2.755743 97.24426
6 39.74951 3.581337 96.41866
7 39.96822 4.619801 95.38020
8 41.74033 7.560346 92.43965
9 42.42090 9.725108 90.27489
10 42.92747 9.855015 90.14498 Cholesky Ordering: D(JKII) D(DJIMI)
Sumber: data diolah
217
b. Variance Decomposition antara DJMY25D dengan JKII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara
DJMY25D dengan JKII, menunjukkan bahwa pada periode pertama
hanya JKII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode
kedua, DJMY25D mulai memberikan kontribusinya terhadap
variabilitas JKII sebesar 2.65%. Kemudian kontribusi DJMY25D
semakin lama semakin relatif besar hingga akhir periode sebesar
21.77%, sedangkan kontribusi JKII sendiri semakin menurun dari
waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 78.23%. Hal ini
menujukkan bahwa fluktuasi JKII lebih banyak dipengaruhi oleh JKII
itu sendiri daripada variabel DJMY25D.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi JKII
mampu menjelaskan variabilitas DJMY25D sebesar 1.90% pada
periode pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir
periode sebesar 16.51%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJMY25D
yang cenderung menurun dari awal periode sebesar 98.10% menjadi
83.49% pada akhir periode.
Tabel 4. 83 Variance Decomposition antara DJMY25D dengan JKII
Variance Decomposition of D(JKII):
Period S.E. D(JKII) D(DJMY25D) 1 8.351414 100.0000 0.000000
2 8.499941 97.35331 2.646690
3 8.550571 96.25520 3.744797
4 8.674196 95.65879 4.341214
5 8.932902 90.90309 9.096914
6 9.418732 83.90670 16.09330
7 9.563735 82.84849 17.15151
8 9.690915 81.66088 18.33912
218
9 9.895035 79.80271 20.19729
10 10.11429 78.22562 21.77438 Variance Decomposition of D(DJMY25D):
Period S.E. D(JKII) D(DJMY25D) 1 7.345847 1.904847 98.09515
2 7.463459 3.383080 96.61692
3 7.536336 4.709496 95.29050
4 7.706767 5.409459 94.59054
5 8.125978 9.975033 90.02497
6 8.403586 12.58991 87.41009
7 8.556756 13.31276 86.68724
8 8.735553 14.36076 85.63924
9 8.953260 15.52720 84.47280
10 9.189010 16.51034 83.48966 Cholesky Ordering: D(JKII) D(DJMY25D)
Sumber: data diolah
c. Variance Decomposition antara DJIJP dengan JKII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara DJIJP
dengan JKII, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya JKII
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua, DJIJP
mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas JKII sebesar
0.77%. Kemudian kontribusi DJIJP semakin lama semakin relatif
besar hingga akhir periode sebesar 1.75%, sedangkan kontribusi JKII
sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir periode
sebesar 98.25%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi JKII lebih
banyak dipengaruhi oleh JKII itu sendiri daripada variabel DJIJP.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi JKII
mampu menjelaskan variabilitas DJIJP sebesar 2.01% pada periode
pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode
sebesar 6.44%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJIJP yang
219
cenderung menurun dari awal periode sebesar 97.98 % menjadi 93.56%
pada akhir periode.
Tabel 4. 84 Variance Decomposition antara DJIJP dengan JKII
Variance Decomposition of D(JKII):
Period S.E. D(JKII) D(DJIJP) 1 8.676295 100.0000 0.000000
2 8.782061 99.23321 0.766795
3 8.803358 99.12089 0.879105
4 8.972923 99.09304 0.906956
5 9.041410 98.88108 1.118916
6 9.155912 98.90883 1.091172
7 9.310344 98.79664 1.203360
8 9.564889 98.62852 1.371482
9 9.881198 98.26702 1.732984
10 9.947164 98.25236 1.747642 Variance Decomposition of D(DJIJP):
Period S.E. D(JKII) D(DJIJP) 1 18.76727 2.014253 97.98575
2 18.98131 3.932849 96.06715
3 19.03154 4.412469 95.58753
4 19.11984 4.847716 95.15228
5 19.24204 5.741098 94.25890
6 19.27278 5.894483 94.10552
7 19.28625 5.887052 94.11295
8 19.37051 5.844119 94.15588
9 19.59365 6.360402 93.63960
10 19.60240 6.439517 93.56048 Cholesky Ordering: D(JKII) D(DJIJP)
Sumber: data diolah.
d. Variance Decomposition antara DJICHKU dengan JKII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara
DJICHKU dengan JKII, menunjukkan bahwa pada periode pertama
hanya JKII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode
kedua, DJICHKU mulai memberikan kontribusinya terhadap
variabilitas JKII sebesar 6.78%. Kemudian kontribusi DJICHKU
220
semakin lama semakin relatif besar hingga akhir periode sebesar
30.17%, sedangkan kontribusi JKII sendiri semakin menurun dari
waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 69.83%. Hal ini
menujukkan bahwa fluktuasi JKII lebih banyak dipengaruhi oleh JKII
itu sendiri daripada variabel DJICHKU.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi JKII
mampu menjelaskan variabilitas DJICHKU sebesar 2.7% pada periode
pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode
sebesar 21.88%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJICHKU yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 97.3 % menjadi 78.12%
pada akhir periode.
Tabel 4. 85 Variance Decomposition antara DJICHKU dengan JKII
Variance Decomposition of D(JKII):
Period S.E. D(JKII) D(DJICHKU) 1 8.327343 100.0000 0.000000
2 8.667946 93.21596 6.784044
3 8.918165 88.19275 11.80725
4 9.205274 85.84837 14.15163
5 9.760858 78.86797 21.13203
6 10.03568 77.08743 22.91257
7 10.29445 75.33701 24.66299
8 10.61444 73.08653 26.91347
9 10.91996 71.48094 28.51906
10 11.19261 69.82527 30.17473 Variance Decomposition of D(DJICHKU):
Period S.E. D(JKII) D(DJICHKU) 1 25.87568 2.697792 97.30221
2 26.50880 6.391637 93.60836
3 27.09366 7.017039 92.98296
4 28.61586 10.31114 89.68886
5 30.32757 16.35774 83.64226
6 31.32734 17.06761 82.93239
7 32.32606 18.21401 81.78599
8 33.45852 19.82560 80.17440
9 34.56565 20.85809 79.14191
221
10 35.52329 21.87739 78.12261 Cholesky Ordering: D(JKII) D(DJICHKU)
Sumber: data diolah
e. Variance Decomposition antara DJIMIND dengan JKII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara
DJIMIND dengan JKII, menunjukkan bahwa pada periode pertama
hanya JKII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode
kedua, DJIMIND mulai memberikan kontribusinya terhadap
variabilitas JKII sebesar 8.27%. Kemudian kontribusi DJIMIND
semakin lama semakin relatif besar hingga akhir periode sebesar
24.08%, sedangkan kontribusi JKII sendiri semakin menurun dari
waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 75.92%. Hal ini
menujukkan bahwa fluktuasi JKII lebih banyak dipengaruhi oleh JKII
itu sendiri daripada variabel DJIMIND.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi JKII
mampu menjelaskan variabilitas DJIMIND sebesar 2.63% pada
periode pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir
periode sebesar 19.77%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJIMIND
yang cenderung menurun dari awal periode sebesar 97.37% menjadi
80.23% pada akhir periode.
222
Tabel 4. 86 Variance Decomposition antara DJIMIND dengan JKII
Variance Decomposition of D(JKII):
Period S.E. D(JKII) D(DJMIND) 1 8.183383 100.0000 0.000000
2 8.574566 91.73401 8.265985
3 8.618654 90.80201 9.197986
4 8.714125 90.51007 9.489929
5 8.934203 86.51662 13.48338
6 9.241531 82.12228 17.87772
7 9.545270 79.02937 20.97063
8 9.715922 78.44267 21.55733
9 9.898044 77.24761 22.75239
10 10.06866 75.91504 24.08496 Variance Decomposition of D(DJMIND):
Period S.E. D(JKII) D(DJMIND) 1 25.83140 2.629877 97.37012
2 26.07881 4.270390 95.72961
3 27.37372 8.442683 91.55732
4 27.82817 10.18574 89.81426
5 28.78298 12.61629 87.38371
6 29.70767 12.68702 87.31298
7 30.65507 17.30491 82.69509
8 31.60085 17.86615 82.13385
9 32.20893 18.78743 81.21257
10 32.95969 19.77057 80.22943 Cholesky Ordering: D(JKII) D(DJMIND)
Sumber: data diolah
f. Variance Decomposition antara DJIUK dengan JKII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara DJIUK
dengan JKII, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya JKII
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua,
DJIUK mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas JKII
sebesar 10.2%. Kemudian kontribusi DJIUK semakin lama semakin
relatif besar hingga akhir periode sebesar 24.7%, sedangkan kontribusi
JKII sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga akhir
223
periode sebesar 75.3%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi JKII lebih
banyak dipengaruhi oleh JKII itu sendiri daripada variabel DJIUK.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi JKII
mampu menjelaskan variabilitas DJIUK sebesar 1.67% pada periode
pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode
sebesar 11.55%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJIUK yang
cenderung menurun dari awal periode sebesar 98.33% menjadi 88.45%
pada akhir periode.
Tabel 4. 87 Variance Decomposition antara DJIUK dengan JKII
Variance Decomposition of D(JKII):
Period S.E. D(JKII) D(DJIUK) 1 7.996665 100.0000 0.000000
2 8.439864 89.80422 10.19578
3 8.595662 86.80291 13.19709
4 8.729008 85.21557 14.78443
5 8.848065 83.06317 16.93683
6 8.970143 81.37143 18.62857
7 9.171548 78.80145 21.19855
8 9.378853 77.77630 22.22370
9 9.617641 76.80208 23.19792
10 9.761785 75.30943 24.69057 Variance Decomposition of D(DJIUK):
Period S.E. D(JKII) D(DJIUK) 1 25.14912 1.666803 98.33320
2 25.44236 3.074158 96.92584
3 26.13148 4.047733 95.95227
4 26.68885 4.916024 95.08398
5 27.40833 5.777148 94.22285
6 27.67626 5.676266 94.32373
7 27.89877 6.441905 93.55810
8 28.88829 8.865329 91.13467
9 29.35531 11.15838 88.84162
10 29.86192 11.54916 88.45084 Cholesky Ordering: D(JKII) D(DJIUK)
Sumber: data diolah
224
g. Variance Decomposition antara DJISRLD dengan JKII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara
DJISRLD dengan JKII, menunjukkan bahwa pada periode pertama
hanya JKII yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode
kedua, DJISRLD mulai memberikan kontribusinya terhadap
variabilitas JKII sebesar 2.08%. Kemudian kontribusi DJISRLD
semakin lama semakin relatif besar hingga akhir periode sebesar
24.31%, sedangkan kontribusi JKII sendiri semakin menurun dari
waktu ke waktu hingga akhir periode sebesar 75.69%. Hal ini
menujukkan bahwa fluktuasi JKII lebih banyak dipengaruhi oleh JKII
itu sendiri daripada variabel DJISRLD.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi JKII
mampu menjelaskan variabilitas DJISRLD sebesar 1.23% pada
periode pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir
periode sebesar 16.42%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJISRLD
yang cenderung menurun dari awal periode sebesar 98.77% menjadi
83.58% pada akhir periode.
Tabel 4. 88 Variance Decomposition antara DJISRLD dengan JKII
Variance Decomposition of D(JKII):
Period S.E. D(JKII) D(DJISRLD) 1 8.467388 100.0000 0.000000
2 8.588917 97.92021 2.079790
3 8.823542 92.84368 7.156323
4 9.110140 89.73701 10.26299
5 9.296081 87.31794 12.68206
6 9.513455 84.36627 15.63373
7 9.721895 81.91943 18.08057
8 9.917204 79.73176 20.26824
9 10.11689 77.60751 22.39249
225
10 10.30932 75.68792 24.31208 Variance Decomposition of D(DJISRLD):
Period S.E. D(JKII) D(DJISRLD) 1 12.25142 1.233094 98.76691
2 12.49881 2.147289 97.85271
3 13.59367 5.995422 94.00458
4 15.01710 9.769013 90.23099
5 15.70762 10.95070 89.04930
6 16.66724 12.52311 87.47689
7 17.53812 13.90825 86.09175
8 18.29795 14.81257 85.18743
9 19.08834 15.68292 84.31708
10 19.82471 16.42411 83.57589 Cholesky Ordering: D(JKII) D(DJISRLD)
Sumber: data diolah
h. Variance Decomposition antara DJICA dengan JKII
Pada tabel pertama dalam hasil Variance Decomposition antara DJICA
dengan JKII, menunjukkan bahwa pada periode pertama hanya JKII
yang mempengaruhi dirinya sebesar 100%. Pada periode kedua,
DJICA mulai memberikan kontribusinya terhadap variabilitas JKII
sebesar 6.06%. Kemudian kontribusi DJICA semakin lama semakin
relatif besar hingga akhir periode sebesar 25.23%, sedangkan
kontribusi JKII sendiri semakin menurun dari waktu ke waktu hingga
akhir periode sebesar 74.76%. Hal ini menujukkan bahwa fluktuasi
JKII lebih banyak dipengaruhi oleh JKII itu sendiri daripada variabel
DJICA.
Selanjutnya, pada tabel kedua dapat dilihat bahwa kontribusi JKII
mampu menjelaskan variabilitas DJICA sebesar 0.08% pada periode
pertama dan terus mengalami peningkatan hingga akhir periode
sebesar 7.26%. Hal ini berbeda dengan kontribusi DJICA yang
226
cenderung menurun dari awal periode sebesar 99.92% menjadi 92.74%
pada akhir periode.
Tabel 4. 89 Variance Decomposition antara DJICA dengan JKII
Variance Decomposition of D(JKII):
Period S.E. D(JKII) D(DJICA) 1 7.949565 100.0000 0.000000
2 8.204384 93.93500 6.064996
3 8.483285 88.34224 11.65776
4 8.625639 86.20715 13.79285
5 8.737830 84.01590 15.98410
6 8.801896 83.01958 16.98042
7 8.941211 80.84969 19.15031
8 9.165087 78.43819 21.56181
9 9.449144 76.01922 23.98078
10 9.567056 74.76501 25.23499 Variance Decomposition of D(DJICA):
Period S.E. D(JKII) D(DJICA) 1 19.47182 0.084598 99.91540
2 19.60399 0.394976 99.60502
3 19.98396 1.309768 98.69023
4 20.23084 1.302252 98.69775
5 20.47262 1.699873 98.30013
6 20.93246 1.686470 98.31353
7 21.15184 3.525759 96.47424
8 21.82769 4.331735 95.66826
9 22.12835 6.869623 93.13038
10 22.44832 7.263422 92.73658 Cholesky Ordering: D(JKII) D(DJICA)
Sumber: data diolah
C. Pembahasan
Penelitian ini menggunakan tiga analisis yang berada di dalam metode
VAR/VECM untuk melihat integrasi bursa saham konvensional dan syariah yang
diteliti. Analisis yang digunakan yaitu, analisis jangka pendek, analisis kointegrasi
dan analisis kausalitas.
227
Hubungan jangka pendek indeks-indeks saham yang diteliti dapat dilihat
melalui hasil estimasi VECM. Analisis hubungan jangka pendek digunakan untuk
melihat respon indeks saham terhadap ketidakseimbangan yang terjadi dalam
jangka pendek. Artinya, kemampuan indeks saham merespon secara cepat
terhadap perubahan yang muncul. Hasil estimasi menunjukkan semua indeks
saham konvensional mempunyai hubungan jangka pendek yang signifikan positif
kecuali indeks TSX (S&P Toronto Stock Exchange Composite Index). Sementara
itu, hasil estimasi menunjukkan bahwa semua indeks syariah mempunyai hubungan
jangka pendek yang signifikan positif.
Hubungan jangka panjang antar indeks saham syariah dan konvensional
yang diteliti dapat dilihat melalui analisis Kointegrasi. Hasil analisis Kointegrasi
Johansen menunjukkan bahwa indeks saham konvensional di Indonesia (IHSG)
mempunyai hubungan jangka panjang dengan semua indeks yang diteliti, kecuali
dengan Colombo Stock Exchange (CSE). Sedangkan indeks saham syariah di
Indonesia (JKII) mempunyai hubungan jangka panjang dengan semua indeks
yang diteliti.
Secara keseluruhan, indeks saham syariah dan konvensional di Indonesia
yaitu JKII dan IHSG memiliki hubungan kausalitas dengan indeks saham syariah
dan konvensional yang ada di Amerika Serikat, Malaysia, Jepang, China, India,
Inggris, Sri Lanka, dan Kanada, yang membedakan adalah arah hubungan
kausalitas indeks-indeks saham tersebut. Hubungan kausalitas dua arah pada
indeks saham konvensional terdapat pada pasangan DJIA dengan IHSG, KLSE
dengan IHSG, N225 dengan IHSG, dan HSI dengan IHSG. Hubungan kausalitas
228
dua arah adalah hubungan yang saling mempengaruhi antar variabel penelitan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pergerakan indeks saham DJIA, KLSE, N225,
dan HSI akan mempengaruhi pergerakan indeks saham Indonesia, begitu pula
sebaliknya. Sedangkan di kelompok indeks saham syariah hubungan kausalitas
dua arah dimiliki oleh DJIJP dengan JKII, DJICHKU dengan JKII, DJIMIND
dengan JKII, dan DJIUK dengan JKII.
Sementara itu, hubungan kausalitas searah untuk indeks saham
konvensional dimiliki oleh pasangan NSEI dengan IHSG, FTSE dengan IHSG,
dan IHSG dengan CSE. Artinya, pergerakan indeks saham konvensional di India
dan Inggris akan mempengaruhi pergerakan indeks IHSG, namun pergerakan
IHSG sendiri tidak akan mempengaruhi pergerakan indeks tersebut. Indeks saham
konvensional Indonesia juga mempunyai hubungan kausalitas searah dengan
indeks saham konvensional Sri Lanka, dimana arah kausalitas adalah dari
Indonesia sehingga dapat disimpulkan bahwa pergerakan IHSG akan
mempengaruhi pergerakan CSE namun tidak sebaliknya. Sedangkan di kelompok
indeks saham syariah, hubungan kausalitas searah terdapat pada pasangan DJIMI
dengan JKII, DJMY25D dengan JKII, DJISRLD dengan JKII, dan DJICA dengan
JKII.
Hubungan antar indeks saham yang saling mepengaruhi (hubungan
kausalitas dua arah) bisa disebabkan oleh adanya kerja sama yang cukup kuat
yang dilakukan oleh antar perusahaan yang terdaftar di masing-masing bursa
saham tersebut khususnya dalam bidang ekonomi, misalnya ekspor dan impor.
229
Ekspor dan impor dilakukan oleh perusahaan-perusahaan antar negara untuk dapat
memenuhi kebutuhan di dalam negeri masing-masing.
Seiring dengan melemahnya perekonomian dunia, aktivitas perdagangan
sepanjang 2019 sampai kuartal pertama 2020 juga mengalami penurunan. Total
ekspor dan impor di Indonesia didominasi oleh sektor non migas, seperti sektor
industri, pertanian, dan pertambangan. Komoditi-komoditi utama di Indonesia
yang banyak diekspor ke berbagai negara adalah tekstil dan produk tekstil, karet
dan produk karet, sawit, produk hasil hutan, otomotif, udang, kakao, dan kopi.
Tabel 4. 90 Total Neraca Perdagangan Indonesia
Uraian 2016 2017 2018 2019 2020
Total
Perdagangan 23,439,852.9 25,916,152.4 28,615,987.4 26,975,938.8 8,979,898.5
Migas 548,347.2 1,082,783.8 1,840,275.0 1,198,349.8 315,025.6
Non Migas 22,891,505.7 24,833,368.6 26,775,712.4 25,777,588.9 8,664,873.0
Ekspor 16,141,412.2 17,794,523.1 18,439,760.7 17,720,336.2 6,127,514.6
Migas 456,452.3 660,104.0 772,065.6 38,544.1 50,4
Non Migas 15,684,959.8 17,134,419.1 17,667,695.1 17,681,792.0 6,127,464.2
Impor 7,298,440.7 8,121,629.3 10,176,226.7 9,255,602.6 2,852,383.9
Migas 91,894.9 422,679.9 1,068,209.4 1,159,805.7 314,975.2
Non Migas 7,206,545.8 7,698,949.5 9,108,017.3 8,095,796.9 2,537,408.7
Neraca
Perdagangan 8,842,971.4 9,672,893.7 8,263,534.0 8,464,733.5 3,275,130.7
Migas 364,557.4 237,424.1 -296,143.8 -1,121,261.6 -314,924.8
Non Migas 8,478,414.0 9,435,469.6 8,559,677.8 9,585,995.1 3,590,055.5
Sumber: BPS, data diolah oleh Kementrian Perdagangan
Hasil analisis Variance Decomposition (VD) menunjukkan bahwa indeks
saham syariah di China/Hong Kong memberikan kontribusi terbesar tehadap
pergerakan indeks saham syariah di Indonesia (JKII) yaitu sebesar 30,17%, begitu
pula sebaliknya Dow Jones Islamic Market China/Hong Kong Titans 30
230
(DJICHKU) menerima kontribusi terbesar dari indeks saham syariah Indonesia,
yaitu Jakarta Islamic Index (JKII) sebesar 21,87%. Sementara itu indeks saham
konvensional di Inggris yaitu Financial Times Stock Exchange (FTSE)
memberikan kontribusi terbesar dari indeks saham konvensional di Indonesia
(IHSG) sebesar 28,86%. Sedangkan IHSG memberikan kontribusi terbesar kepada
indeks saham Hang Seng Stock Index (HSI) sebesar 21,83%.
Oleh karena itu, berdasarkan tiga analisis yang telah dipaparkan sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa pasar modal syariah yang terintegrasi dengan pasar
modal syariah Indonesia (JKII) adalah pasar modal syariah China (DJICHKU)
dan pasar modal konvensional yang terintegrasi dengan pasar modal Indonesia
(IHSG) adalah HSI. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian
terdahulu, seperti yang dilakukan oleh Bakri Abdul Karim, M. Shabri Abd. Majid,
& Samsul Arifin Abdul Karim (2014), dan Jeina Mailangkay (2013) dimana
indeks saham konvensional China terintegrasi dengan indeks saham konvensional
Indonesia. Sedangkan hasil penelitian indeks saham syariah China teintegrasi
dengan indeks saham syariah Indonesia juga sesuai dengan hasil penelitian oleh
Ibnu Qizam, Abdul Qoyum & Misnen Ardiansyah (2015).
Menurut Suad Husnan (2005) secara teoritis pasar modal internasional yang
terintegrasikan sepenuhnya (artinya tidak ada hambatan apapun untuk memiliki
sekuritas di setiap pasar modal dan juga tidak ada hambatan dalam capital
inflow/outflow) akan menciptakan biaya modal yang lebih rendah daripada
seandainya pasar modal tidak terintegrasikan. Hal ini disebabkan karena pemodal
231
bisa melakukan diversifikasi investasi dengan lebih luas (bukan hanya antar
industri tetapi juga antar negara) karena risiko yang relevan bagi para pemodal
hanyalah risiko yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Dengan
semakin kecilnya risiko yang ditanggung pemodal, maka tingkat keuntungan yang
disyaratkan pun akan lebih kecil. Dengan kata lain biaya modal akan menjadi
lebih kecil. Menurunnya biaya modal membuat investasi makin menguntungkan,
kalau hal-hal lain sama. Dengan demikian pasar modal internasional yang
terintegrasikan sepenuhnya akan memberikan manfaat yang lebih besar.
232
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Integrasi pasar modal syariah dan konvensional di dunia dengan pasar
modal syariah dan konvensional di Indonesia dapat dilihat melalui hasil tiga
analisis berikut ini:
1. Hasil Estimasi VECM menunjukkan bahwa semua indeks saham
konvensional mempunyai hubungan jangka pendek kecuali indeks saham
TSX (S&P Toronto Stock Exchange Composite Index).
2. Hasil Estimasi VECM menunjukkan bahwa semua indeks saham syariah
mempunyai hubungan jangka pendek.
3. Hasil analisis Kointegrasi Johansen menunjukkan bahwa indeks saham
konvensional di Indonesia mempunyai hubungan jangka panjang dengan
semua indeks saham konvensional yang diteliti, kecuali dengan Colombo
Stock Exchange (CSE).
4. Hasil analisis Kointegrasi menunjukkan bahwa indeks saham syariah di
Indonesia mempunyai hubungan jangka panjang dengan semua indeks
saham syariah yang diteliti.
5. Hasil analsisis kausalitas Granger yang menunjukkan bahwa semua
indeks saham konvensional yang diteliti mempunyai hubungan kausalitas
dengan indeks saham konvensional di Indonesia. Terdapat dua arah
hubungan kausalitas yang didapatkan dari analisis ini. Hubungan
233
kausalitas dua arah dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
dimiliki oleh Dow Jones Industrial Average (DJIA), Kuala Lumpur Stock
Exchange (KLSE), Nikkei 225 (N225), Hang Seng Stock Index (HSI), dan
S&P Toronto Stock Exchange Composite Index (TSX), sedangkan sisanya
memiliki hubungan kausalitas satu arah, yaitu NIFTY 50 (NSEI),
Financial Times Stock Exchange (FTSE), Colombo Stock Exchange
(CSE), dan Borsa Istanbul 100 Index (BIST 100).
6. Hasil analsisis kausalitas Granger yang menunjukkan bahwa semua
indeks saham syariah yang diteliti mempunyai hubungan kausalitas
dengan indeks saham syariah di Indonesia. Terdapat dua arah hubungan
kausalitas yang didapatkan dari analisis ini. Hubungan kausalitas dua arah
dengan Jakarta Islamic Index (JKII) dimiliki oleh Dow Jones Islamic
Market Japan (DJIJP), Dow Jones Islamic Market China/Hong Kong
Titans 30 (DJICHKU), Dow Jones Islamic Market India (DJIMIND), dan
Dow Jones Islamic Market United Kingdom (DJIUK), sedangkan sisanya
memiliki hubungan satu arah, yaitu Dow Jones Islamic Market Index
(DJIMI), Dow Jones Islamic Market Malaysia Titan 25 USD (DJMY25D),
Dow Jones Islamic Market Sri Lanka (DJISRLD), dan Dow Jones Islamic
Market Canada (DJICA).
234
B. Saran
1. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat membantu investor dalam mengambil
keputusan investasi yang tepat, terutama saat ingin melakukan investasi di
luar negeri.
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan membantu perusahaan dalam mengambil
keputusan investasi, terutama jika ingin berinvestasi dengan membeli
saham di beberapa negara yang berbeda.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini menggunakan variabel indeks saham syariah dan
konvensional dari 9 negara yang berbeda menggunakan metode
VAR/VECM dalam kurun waktu Januari 2017 sampai Maret 2020.
Peneliti selanjutnya dapat mencoba melakukan penelitian dengan model
metode yang berbeda dan menambah variabel indeks saham dari negara
yang lainnya.
235
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, N., & Masih, A.M.M. (2014). The Dynamic Linkages between
Islamic Index and the Major Stock Markets: New Evidence from
Wavelet time-scale decomposition Analysis. Munich Personal RePEc
Archive. No. 56977.
Ajija, S.R., Wulansari, D., Setianto, D.H., & Primanthi, M.R. (2011). Cara
Cerdas Menguasai Eviews. Jakarta: Salemba Empat.
Alaoui, A.K.O., Dewandaru, G., Azhar, S.A., Masih, M. (2014). Linkages and
Co-movement between International Stock Market Returns: Case of Dow
Jones Islamic Dubai Financial Market Index. Journal of International
Financial Markets, Institutions and Money.
Atmadja, Adwin Surja. (2010). Pasar Modal Regional Dalam Masa Krisis
Finansial 1997 dan 2007: Kajian Terhadap Interdependensi Bursa Efek
Asia Tenggara. Ekuitas. 14 (3). 350-364.
Beik, I.S., & Fatmawati, S.W. (2014). Pengaruh Indeks Harga Saham Syariah
Internasional dan Variabel Makro Ekonomi terhadap Jakarta Islamic
Index. Al-Iqtishad. VI (2). 155-178.
Beik, I.S., & Wardhana, W. (2011). The Relationship Between Jakarta Islamic
Index and Other Selected Markets: Evidence From Impulse Response
Function. Majalah Ekonomi. Tahun XXI, No.2. 100-109.
Billah, Mohd Ma‘sum. (2010). Penerapan Pasar Modal Islam. Malaysia: Sweet
& Maxwell Asia.
Bodie, Z., Kane, A., & Marcus, A.J. (2014). Manajemen Portofolio dan Investasi
Edisi 9. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Chin-Hong Puah., Brahmana, R.K., & Kai-Hung Wong. (2015). Revisiting Stock
Market Integration Pre-Post Subprime Mortgage Crisis: Insight From
BRIC Countries. Economic and Finance in Indonesia. 61 (2). 120-130.
Chittedy, Krishna Reddy. (2010). Integration of International Stock Markets: with
Special Reference to India. GITAM Review of International Business. 2
(1).
236
Darmadji, T., & Fakhruddin, H.M. (2001). Pasar Modal di Indonesia. Jakarta:
Penerbit Salembat Empat.
Dendy S., Tanti N., & Deni L. (2016). Analisis Pengaruh Instrumen Moneter
Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Pertanian
Indonesia. Jurnal Al-Muzara‟ah, 4 (1).
Dewandaru, G., Alaoui, A.K., Bacha, O., & Masih, M. (2014). Stock Market Co-
movement and Shock Transmission: Islamic versus Conventional Equity
Indices.Munich Personal RePEc Archive. No. 56888.
Direktorat Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan. (2015). Roadmap Pasar
Modal Syariah 2015-2019. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan. Diunduh
pada 16 Oktober 2018, dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-
dan-kegiatan/publikasi/Pages/Roadmap-Pasar-Modal-Syariah-2015-
2019.aspx.
Endri. (2010). Keterkaitan Pasar Saham Berkembang dan Maju: Implikasi
Diversifikasi Portofolio Internasional. Jurnal Ekonomi Bisnis. 2 (15).
105-119.
Hamid, Abdul. (2009). Pasar Modal Syariah. Jakarta: Lembaga Penelititan UIN
Syarif Hidayatullah.
Husnan, Suad. (2005). Dasar-dasar Teori Portofolio&Analisis Sekuritas Edisi
Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Indonesia Stock Exchange. (2010). Buku Panduan Indeks Harga Saham Bursa
Efek Indonesia. Jakarta. Diunduh pada 4 Oktober 2018 dari,
https://idx.co.id/media/1481/buku-panduan-indeks-2010.pdf/
Jamal, A., Salim, J., Seftarita, C., Mahmud, M. S., Daud, W. M. N. W., Ghazali, P.
L., & Rashid, N. (2018). Does Monetary Policy and Asean Stock Market
Affect Jakarta Composite Index (IHSG)? International Journal of
Academic Research in Business and Sosial Sciences, 8 (12), 1236-1248.
Jeong, Jinho. Dynamic Stock Market Integration and Financial Crisis: The Case
of China, Japan and Korea. Korea: School of Business Administration.
Juanda, Bambang & Junaidi. (2012). Ekonometrika Deret Waktu: Teori dan
Aplikasi. Bogor: IPB Press.
237
Karim, B.A., & Majid, M.S.A. (2010). Does Trade Matter for Stock Market
Integration?. Studies in Economics and Finance. 27 (1). 47-66.
Karim, B.A., Majid., M.S.A., Karim, S.A.A. (2009). Financial Integration
between Indonesia and Its Major Trading Partners. RePEc.
Kassim, Salina H. (2012). Evidence of Global Financial Shocks Transmission:
Changing Nature of Stock Markets Integration during the 2007/2008
Financial Crisis. Journal of Economic Cooperation and Development. 33
(4). 117-138.
______________. (2013). The Global Financial Crisis And The Integration Of
Islamic Stock Markets In Developed and Developing Countries. Asian
Academy of Management Journal of Accounting and Finance. 9 (2). 75-
94.
Kartiasih, Fitri. (2014). Vector Autoregressive (VAR). Sekolah Tinggi Ilmu
Statistik.
Kilic, Yunus., & Bugan, M.F. (2016). Are Islamic Equity Markets ―Safe Havens‖?
Testing the Contagion Effect using DCC-GARCH. International Journal
of Academic Research in Accounting, Finance and Management
Sciences.6 (4). 166-176.
Krisandi, S.D., & Muharam, H. (2015). Analisis Kointegrasi dan Volatilitas Co-
movement Pasar Modal Negara ASEAN Selama Periode 1988-2011.
Forum Manajemen Indonesia (FMI) Ke-5.
Mailangkay, Jeina. (2013). Integrasi Pasar Modal Indonesia dan Beberapa Bursa
di Dunia (Periode Januari 2013 – Maret 2013). Jurnal EMBA. 1 (3). 722-
731.
Majdoub, J., & Mansour, W. (2014). Islamic Equity Market Integration and
Volatility Spillover between Emerging and US Stock Markets. North
American Journal of Economics and Finance.
http://dx.doi.org/10.1016/j.najef.2014.06.011
Majdoub, J., Mansour, W., & Jouini, J. (2016). Market Integration Between
Conventional and Islamic Stock Prices. North American Journal of
Economic and Finance. http://dx.doi.org/10.1016/j.najef.2016.03.004
238
Mohd Yahya, M.H., Yusni Anis. Y., Fidlizan, M., Azila, A.R., Emilda, H., & Nur
Fakhzan, M. (2013). The Integration Of Islamic Stock Markets: Does A
Problem For Investors?. Labuan e-Journal of Muamalat and Society. 7.
17-27.
Nasarudin, et al. 2008. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Jakarta: Kencana.
Naseri, M., & Masih, M. (2014). Integration and Comovement of Developed and
Emerging Islamic Stock Markets: A Case Study of Malaysia. Munich
Personal RePEc Archive. No. 58799.
PT Bursa Efek Indonesia. (2017). Laporan Tahunan BEI Tahun 2017. Jakarta: PT
Bursa Efek Indonesia. Diunduh pada 4 Oktober 2018, dari
https://www.idx.co.id/tentang-bei/laporan-tahunan/
Puryati, D., & Marlina, R. (2013). Analysis of Capital Market Integration Region
Asia. South East Asia Journal of Contemporary Business, Economic and
Law. 2 (1).
Puteh, Anwar. (2012). Integrasi Pasar Keuangan Pasca Krisis Finansial Global
Pada Negara Indonesia, Cina dan Italia. Fakultas Ekonomi Unimal.
Qizam, I., Qoyum, A., & Ardiansyah M. (2015). Global Financial Crisis and
Islamic Capital Market Integration among 5-ASEAN Countries. Global
Review of Islamic Economics and Business. Vol. 2 No. 3. 207-218.
Rasyidin. (2016). Integrasi Pasar Modal ASEAN Pasca Pemberlakuan MEA.
Jurnal Visioner & Strategis. 5 (2). 17-24.
Rodoni, Ahmad & Abdul Hamid. (2008). Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:
Zikrul Hakimi.
Rodoni, Ahmad. (2009). Pasar Modal Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta.
Santosa, Budi. (2011). Integrasi Pasar Modal Kawasan Eropa. Jurnal Ilmu
Ekonomi dan Sosial. 1 (2). 166-173.
____________. (2013). Integrasi Pasar Modal Kawasan Cina – ASEAN. Jurnal
Ekonomi Pembangunan. 14 (1). 78-91.
Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian untuk Bisnis Edisi Empat. Jakarta:
Penerbit Salemba Empat.
239
Sholahuddin, Muhammad dan Lukman Hakim. 2008. Lembaga Ekonomi daan
Keuangan Syariah Kontemporer. Surakarta: Muhammadiyah University
Perss Universitas Muhammadiyah.
Sugiyanto, & Sudarwan. (2016). Model Kointegrasi Pasar Modal Indonesia
dengan Pasar Modal Regional. Jurnal Ekonomi. 7 (1). 9-21.
Teguh, Muhammad. (2005). Metodologi Penelitian Ekonomi Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tiwari, A.K., Dar, A.B., Bhanja, N., & Shah, A. (2013). Stock Market Integration
in Asian Countries: evidence from Wavelet multiple correlations. Journal
of Economic Integration. 28 (3). 441-456.
Umar, Husein. (2017). Dampak Krisis Sub-Prime Mortage terhadap Ekonomi
Makro dan Pasar Modal di Indonesia. Jurnal Riset Bisnis, 1 (1), 8-18.
Widarjono, Agus. (2017). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta:
UPP AMP YKPM.
febriyanto79.wordpress.com
www.kemendag.go.id, diakses pada Selasa, 16 Juni 2020 pukul 07.00 WIB
www.wikipedia.org, diakses pada Selasa, 10 Januari 2017 pukul 14.15 WIB
www.djindexes.com, diakses pada Rabu, 11 Januari 2017 pukul 11.00 WIB
www.ivestasi-saham.com, diakses pada Selasa, 10 Januari 2017 pukul 15.30 WIB
www.idx.co.id/idx-syariah/tonggak-waktu, diakses pada 4 Oktober 2018 pukul
10.45 WIB
www.investing.com
www.finance.yahoo.com
www.finance.google.com
240
LAMPIRAN
241
Lampiran 1: Analisis Deskriptif Indeks Saham Konvensional
Lampiran 2: Analisis Deskriptif Indeks Saham Syariah
242
Lampiran 3: Uji Stasioneritas Tingkat Level IHSG
Lampiran 4: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIA
Lampiran 5: Uji Stasioneritas Tingkat Level KLSE
243
Lampiran 6: Uji Stasioneritas Tingkat Level N225
Lampiran 7: Uji Stasioneritas Tingkat Level HSI
Lampiran 8: Uji Stasioneritas Tingkat Level NSEI
244
Lampiran 9: Uji Stasioneritas Tingkat Level FTSE
Lampiran 10: Uji Stasioneritas Tingkat Level CSE
Lampiran 11: Uji Stasioneritas Tingkat Level TSX
245
Lampiran 12: Uji Stasioneritas Tingkat Level JKII
Lampiran 13: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJMY25D
Lampiran 14: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIJP
246
Lampiran 15: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJCHKU
Lampiran 16: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIMIND
Lampiran 17: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJIUK
247
Lampiran 18: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJISRLD
Lampiran 19: Uji Stasioneritas Tingkat Level DJICA
Lampiran 20: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference IHSG
Lampiran 21: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIA
248
Lampiran 22: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference N225
Lampiran 23: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference HSI
Lampiran 24: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference NSEI
Lampiran 25: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference FTSE
249
Lampiran 26: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference CSE
Lampiran 27: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference TSX
Lampiran 28: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference JKII
250
Lampiran 29: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIMI
Lampiran 30: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJMY25D
Lampiran 31: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIJP
Lampiran 32: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJICHKU
251
Lampiran 33: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIMIND
Lampiran 34: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJIUK
Lampiran 35: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJISRLD
Lampiran 36: Uji Stasioneritas Tingkat First Difference DJICA
252
Lampiran 37: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIA dengan IHSG
253
Lampiran 38: Uji Penentuan Asumsi Deterministik KLSE dengan IHSG
254
Lampiran 39: Uji Penentuan Asumsi Deterministik N225 dengan IHSG
255
Lampiran 40: Uji Penentuan Asumsi Deterministik HSI dengan IHSG
256
Lampiran 41: Uji Penentuan Asumsi Deterministik NSEI dengan IHSG
257
Lampiran 42: Uji Penentuan Asumsi Deterministik FTSE dengan IHSG
258
Lampiran 43: Uji Penentuan Asumsi Deterministik CSE dengan IHSG
259
Lampiran 44: Uji Penentuan Asumsi Deterministik TSX dengan IHSG
260
Lampiran 45: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIMI dengan JKII
261
Lampiran 46: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJMY25D dengan JKII
262
Lampiran 47: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIJP dengan JKII
263
Lampiran 48: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJICHKU dengan JKII
264
Lampiran 49: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIMIND dengan JKII
265
Lampiran 50: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJIUK dengan JKII
266
Lampiran 51: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJISRLD dengan JKII
267
Lampiran 52: Uji Penentuan Asumsi Deterministik DJICA dengan JKII
Lampiran 53: Estimasi VECM antara DJIA dengan IHSG
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/07/20 Time: 03:46
Sample (adjusted): 10 737
Included observations: 728 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 D(IHSG(-1)) 1.000000
D(DJIA(-1)) -0.279634
(0.01994)
268
[-14.0254] Error Correction: D(IHSG,2) D(DJIA,2) CointEq1 -0.761281 3.213024
(0.08271) (0.47767)
[-9.20400] [ 6.72644]
D(IHSG(-1),2) -0.229654 -2.913052
(0.07727) (0.44624)
[-2.97210] [-6.52796]
D(IHSG(-2),2) -0.317259 -2.197702
(0.07106) (0.41038)
[-4.46468] [-5.35531]
D(IHSG(-3),2) -0.292919 -1.897987
(0.06483) (0.37442)
[-4.51798] [-5.06909]
D(IHSG(-4),2) -0.351579 -1.502464
(0.05851) (0.33791)
[-6.00868] [-4.44631]
D(IHSG(-5),2) -0.323084 -1.668486
(0.05345) (0.30870)
[-6.04423] [-5.40491]
D(IHSG(-6),2) -0.243767 -1.035106
(0.04590) (0.26508)
[-5.31077] [-3.90488]
D(IHSG(-7),2) -0.117712 -0.190793
(0.03630) (0.20965)
[-3.24248] [-0.91004]
D(DJIA(-1),2) -0.153497 -0.194430
(0.02286) (0.13203)
[-6.71416] [-1.47263]
D(DJIA(-2),2) -0.100518 0.029154
(0.02149) (0.12409)
[-4.67809] [ 0.23495]
D(DJIA(-3),2) -0.072586 0.122446
(0.01959) (0.11312)
[-3.70585] [ 1.08248]
D(DJIA(-4),2) -0.045124 0.051771
(0.01729) (0.09987)
[-2.60936] [ 0.51838]
D(DJIA(-5),2) -0.022327 0.091668
(0.01491) (0.08611)
[-1.49744] [ 1.06456]
D(DJIA(-6),2) -0.001661 0.081080
269
(0.01200) (0.06928)
[-0.13846] [ 1.17032]
D(DJIA(-7),2) 0.005239 0.233163
(0.00744) (0.04298)
[ 0.70400] [ 5.42513] R-squared 0.537803 0.652887
Adj. R-squared 0.528727 0.646071
Sum sq. resids 2060552. 68723398
S.E. equation 53.75849 310.4614
F-statistic 59.25939 95.79173
Log likelihood -3926.126 -5202.716
Akaike AIC 10.82727 14.33439
Schwarz SC 10.92185 14.42897
Mean dependent 0.198077 -0.556387
S.D. dependent 78.30887 521.8545 Determinant resid covariance (dof adj.) 2.78E+08
Determinant resid covariance 2.67E+08
Log likelihood -9128.440
Akaike information criterion 25.16604
Schwarz criterion 25.36781
Lampiran 54: Estimasi VECM antara DJJIMI dengan JKII
Vector Error Correction Estimates
Date: 06/08/20 Time: 01:01
Sample (adjusted): 10 754
Included observations: 745 after adjustments
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq: CointEq1 D(JKII(-1)) 1.000000
D(DJIMI(-1)) -0.255076
(0.02005)
[-12.7216] Error Correction: D(JKII,2) D(DJIMI,2) CointEq1 -0.775976 2.925057
(0.08558) (0.39495)
[-9.06713] [ 7.40613]
D(JKII(-1),2) -0.226044 -2.438144
(0.08031) (0.37064)
[-2.81453] [-6.57821]
D(JKII(-2),2) -0.337643 -2.278904
(0.07389) (0.34099)
[-4.56959] [-6.68316]
D(JKII(-3),2) -0.283229 -1.919490
270
(0.06706) (0.30947)
[-4.22368] [-6.20260]
D(JKII(-4),2) -0.300928 -1.904561
(0.06155) (0.28403)
[-4.88944] [-6.70544]
D(JKII(-5),2) -0.272950 -1.584975
(0.05578) (0.25742)
[-4.89334] [-6.15717]
D(JKII(-6),2) -0.220978 -1.245281
(0.04733) (0.21840)
[-4.66934] [-5.70178]
D(JKII(-7),2) -0.111050 -0.492215
(0.03693) (0.17043)
[-3.00698] [-2.88804]
D(DJIMI(-1),2) -0.187206 -0.235444
(0.02152) (0.09929)
[-8.70081] [-2.37117]
D(DJIMI(-2),2) -0.136655 -0.020127
(0.02061) (0.09510)
[-6.63146] [-0.21164]
D(DJIMI(-3),2) -0.098648 0.108977
(0.01938) (0.08945)
[-5.08962] [ 1.21834]
D(DJIMI(-4),2) -0.062789 0.107645
(0.01788) (0.08250)
[-3.51249] [ 1.30484]
D(DJIMI(-5),2) -0.027016 0.165998
(0.01597) (0.07371)
[-1.69147] [ 2.25205]
D(DJIMI(-6),2) -0.017830 0.059410
(0.01320) (0.06092)
[-1.35068] [ 0.97519]
D(DJIMI(-7),2) 0.001643 0.195826
(0.00888) (0.04098)
[ 0.18500] [ 4.77809] R-squared 0.529729 0.582900
Adj. R-squared 0.520710 0.574900
Sum sq. resids 47201.53 1005275.
S.E. equation 8.041121 37.10914
F-statistic 58.73541 72.86988
Log likelihood -2602.536 -3741.861
Akaike AIC 7.026943 10.08553
Schwarz SC 7.119830 10.17842
Mean dependent 0.037275 -0.035450
S.D. dependent 11.61495 56.91616
271
Determinant resid covariance (dof adj.) 88611.17
Determinant resid covariance 85078.85
Log likelihood -6342.590
Akaike information criterion 17.11299
Schwarz criterion 17.31115
Lampiran 55: Impulse Response Function DJIA dengan IHSG
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(IHSG)
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(IHSG) to D(DJIA)
-100
0
100
200
300
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIA) to D(IHSG)
-100
0
100
200
300
400
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIA) to D(DJIA)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
272
Lampiran 56: Impulse Response Function DJIMI dengan JKII
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(JKII)
-2
0
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(JKII) to D(DJIMI)
-10
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIMI) to D(JKII)
-10
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Response of D(DJIMI) to D(DJIMI)
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Lampiran 57: Variance Decomposition DJIA dengan IHSG
Variance Decomposition of D(IHSG):
Period S.E. D(IHSG) D(DJIA) 1 53.75849 100.0000 0.000000
2 56.83919 89.49116 10.50884
3 58.84821 83.79059 16.20941
4 59.91645 81.42683 18.57317
5 61.32264 77.76156 22.23844
6 62.24151 76.21679 23.78321
7 63.74960 74.26242 25.73758
8 65.27086 73.72360 26.27640
9 67.38289 73.06943 26.93057
10 68.34948 71.70772 28.29228 Variance Decomposition of D(DJIA):
Period S.E. D(IHSG) D(DJIA) 1 310.4614 0.110492 99.88951
2 312.1654 0.345363 99.65464
3 324.1002 1.819677 98.18032
4 326.1924 2.055106 97.94489
5 327.5717 2.803989 97.19601
6 331.5526 2.739896 97.26010
7 334.3191 4.280051 95.71995
8 349.8015 6.398474 93.60153
9 352.3725 6.684467 93.31553
10 361.9401 7.245583 92.75442
273
Cholesky Ordering: D(IHSG) D(DJIA)
Lampiran 58: Variance Decomposition DJMI dengan JKII
Variance Decomposition of D(JKII):
Period S.E. D(JKII) D(DJIMI) 1 8.041121 100.0000 0.000000
2 8.050928 99.75672 0.243280
3 8.298715 94.65044 5.349555
4 8.463744 91.79474 8.205261
5 8.627174 88.48566 11.51434
6 8.860545 84.36345 15.63655
7 8.962426 83.51604 16.48396
8 9.205282 81.40587 18.59413
9 9.363874 81.27235 18.72765
10 9.464654 80.12374 19.87626 Variance Decomposition of D(DJIMI):
Period S.E. D(JKII) D(DJIMI) 1 37.10914 0.483891 99.51611
2 37.32639 1.605476 98.39452
3 38.25947 1.778638 98.22136
4 38.91777 2.652934 97.34707
5 39.06292 2.755743 97.24426
6 39.74951 3.581337 96.41866
7 39.96822 4.619801 95.38020
8 41.74033 7.560346 92.43965
9 42.42090 9.725108 90.27489
10 42.92747 9.855015 90.14498 Cholesky Ordering: D(JKII) D(DJIMI)