analisis faktor yang memengaruhi fungsi paru pada …
TRANSCRIPT
ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI FUNGSI PARU
PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. MABAR FEED
INDONESIA TAHUN 2020
SKRIPSI
Oleh
ROSA NATALISA SINAGA
NIM. 161000179
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI FUNGSI PARU
PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT. MABAR FEED
INDONESIA TAHUN 2020
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
ROSA NATALISA SINAGA
NIM. 161000179
PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
Telah diuji dan dipertahankan
Pada tanggal : 14 Oktober 2020
TIM PENGUJI SKRIPSI
Ketua : dr. Muhammad Makmur Sinaga, M.S.
Anggota : 1. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K.
2. Umi Salmah, S.K.M., M.Kes.
Universitas Sumatera Utara
iii
Pernyataan Keaslian Skripsi
Saya menyatakan dengan ini bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Faktor yang Memengaruhi Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi PT.
Mabar Feed Indonesia Tahun 2020” beserta seluruh isinya adalah benar karya
saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-
cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam
daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang
dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian
karya saya ini.
Medan, Oktober 2020
Rosa Natalisa Sinaga
Universitas Sumatera Utara
iv
Abstrak
Setiap pekerjaan memiliki potensi bahaya dalam bentuk kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit akibat kerja
tergantung pada jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan,
tata ruang, dan lingkungan bangunan serta kualitas manajemen dan tenaga-tenaga
pelaksana. Gangguan fungsi paru masih merupakan salah satu masalah kesehatan
dan penyakit akibat kerja yang banyak dialami pekerja sektor formal maupun
informal yang mampu mempengaruhi produktivitas kerja. Penyakit paru akibat
kerja memperlihatkan insidensi rata-rata yakni sekitar satu kasus per 1000 pekerja
setiap tahun. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor host dan agent
yang dapat memengaruhi fungsi paru pada pekerja bagian produksi PT Mabar
Feed Indonesia. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan
pendekatan “Cross Sectional” dengan menggunakan uji regresi logistik terhadap
30 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 responden terdapat 21
responden mengalami gangguan fungsi paru. Faktor yang berhubungan dengan
variabel gangguan fungsi paru (y) adalah kebiasaan merokok (p value 0,019),
penggunaan Alat Pelindung Diri (p value 0,001), dan kadar debu tepung (p value
0,042). Faktor yang berpengaruh dengan variabel gangguan fungsi paru (y) adalah
penggunaan Alat Pelindung Diri dengan P-value 0,019. Rekomendasi yang
diberikan sesuai dengan hierarki pengendalian risiko yaitu mewajibkan dan
mengawasi penggunaan masker secara ketat dan kontinyu pada pekerja,
pemeriksaan fungsi paru pekerja secara periodik, mengganti masker berjenis kain
tetra dengan menyediakan alat pelindung diri yang berjenis disposable dust mask
dan patuh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) kepada pekerja yang
hendak masuk ke lingkungan kerja
Kata kunci : Pekerja, produksi, fungsi paru
Universitas Sumatera Utara
v
Abstract
Every job has a potential hazard in the form of work accidents and occupational
diseases. The magnitude of the potential for accidents and occupational diseases
depends on the type of production, the technology used, the materials used, the
layout and the building environment as well as the quality of management and
personnel. Lung function disorders are still one of the health problems and
occupational diseases that are experienced by many formal and informal sector
workers which can affect work productivity. Occupational lung disease shows an
average incidence of about one case per 1000 workers per year. The purpose of
this study was to determine thefactors host and agent that can affect lung function
in the production workers of PT Mabar Feed Indonesia. This research is a type of
quantitative research with a "Cross Sectional"using a logistic regression test to
30 respondents. The results showed that of the 30 respondents, 21 respondents
had lung function disorders. Factors related to the variable lung function
disorders (y) were smoking habits (p value 0.019), use of personal protective
equipment (p value 0.001), and flour dust content (p value 0.042). The factor that
influences the variable lung function disorders (y) is the use of personal protective
equipment with a p-value of 0.019. The recommendations given are in accordance
with the risk control hierarchy namely monitoring and controlling the use of
masks strictly and continuously on workers, periodic inspections of workers lung
function, replace masks with a tetra type of cloth by providing Personal
Protective Equipment of the disposable dust mask type and compliance
occupational safety and health (OSH) for workers who want to enter the work
environment.
Keywords : Worker, production, lung function
Universitas Sumatera Utara
vi
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan berkat-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Analisis Faktor yang
Memengaruhi Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi PT. Mabar Feed
Indonesia Tahun 2020”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperolah gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Begitu banyak tantangan
dihadapi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, namun berkat bimbingan dari
berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes., selaku Ketua Departemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara
4. dr. Muhammad Makmur Sinaga, M.S., selaku Dosen Pembimbing
terimakasih atas bimbingan dan dukungan kepada penulis selama proses
penulisan skripsi ini sampai dengan selesai.
5. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K., sebagai Dosen Penguji I terimakasih atas
bimbingan dan dukungan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini
sampai dengan selesai.
Universitas Sumatera Utara
vii
6. Umi Salmah, S.K.M., M.Kes., sebagai Dosen Penguji II terimakasih atas
bimbingan dan dukungan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini
sampai dengan selesai.
7. Namora Lumongga Lubis, B.HSc., MSc., Ph.D., selaku Dosen Penasehat
Akademik selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh Staf dan Dosen Pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
9. Hamdan, S.H., selaku HRD PT. Mabar Feed serta semua pihak perusahaan
yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan
bantuan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Kepada orang tua penulis yaitu Luhut Parasian Sinaga dan Erny Farida
Nursanti Lumban Tobing yang sangat saya kasihi dan cintai yang telah
memberikan banyak doa, dukungan dan motivasi baik dari segi moral
maupun materi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Saudara penulis yaitu Charles Baringin Oloan Sinaga dan Stevanie Clarita
Sinaga yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis.
12. Kepada orang yang spesial Egi Anjas Sitepu yang selalu memberikan
semangat dan cinta kasihnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini.
13. Keluarga besar peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja angkatan 2016
yang selalu memotivasi dan membantu penulis dalam penyelesaian
penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
viii
14. Kepada teman-teman FKM USU dan semua pihak yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya
kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang
dapat membangun saya agar dapat memperbaiki skripsi ini. Semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Medan, Oktober 2020
Rosa Natalisa Sinaga
Universitas Sumatera Utara
ix
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 7
Tinjauan Pustaka 8
Anatomi Pernapasan 8
Anatomi saluran pernapasan atas 8
Anatomi saluran pernapasan bawah 10
Pakan Ikan Mabar Feed 12
Fungsi Paru 15
Volume dan kapasitas fungsi paru 15
Mekanisme ekspirasi dan inspirasi paru 17
Penurunan fungsi paru oleh kualitas udara 18
Gejala penurunan fungsi paru 19
Gangguan fungsi paru 26
Debu 29
Debu tepung 29
Mekanisme penimbunan debu dalam paru 30
Pengaruh debu terhadap pernapasan 31
Penyakit akibat pencemaran debu di tempat kerja 32
Nilai ambang batas debu 32
Faktor yang Memengaruhi Fungsi Paru 33
Usia 33
Masa kerja 33
Alat penggunaan diri 34
Debu tepung 36
Universitas Sumatera Utara
x
Kebiasaan merokok 37
Indeks Brinkman 38
Landasan Teori 38
Kerangka Konsep 40
Hipotesis Penelitian 41
Metode Penelitian 42
Jenis Penelitian 42
Lokasi dan Waktu Penelitian 42
Populasi dan Sampel 42
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 43
Metode Pengumpulan Data 45
Metode Pengukuran 45
Metode Analisis Data 47
Hasil Penelitian 49
Gambaran Umum PT. Mabar Feed Indonesia 49
Analisis Univariat 52
Distribusi proporsi fungsi paru 52
Distribusi proporsi faktor host 53
Distribusi proporsi faktor agent 54
Analisis Bivariat 55
Hubungan umur dengan fungsi paru 55
Hubungan masa kerja dengan fungsi paru 56
Hubungan kebiasaan merokok dengan fungsi paru 57
Hubungan penggunaan APD dengan fungsi paru 57
Hubungan kadar debu tepung dengan fungsi paru 58
Analisis Multivariat 59
Pembahasan 61
Variabel yang Signifikan terhadap Fungsi Paru 61
Penggunaan APD 61
Variabel yang Tidak Signifikan terhadap Fungsi Paru 65
Kebiasaan merokok 65
Kadar debu tepung 66
Keterbatasan Penelitian 67
Kesimpulan dan Saran 68
Kesimpulan 68
Saran 69
Daftar Pustaka 70
Lampiran 75
Universitas Sumatera Utara
xi
Daftar Tabel
No Judul Halaman
1 Distribusi Proporsi Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi
PT. Mabar Feed Indonesia
53
2 Distribusi Proporsi Faktor Host pada Pekerja Bagian Produksi
PT. Mabar Feed Indonesia
53
3 Distribusi Proporsi Faktor Agent pada Bagian Produksi Pakan
Ikan PT. Mabar Feed Indonesia
54
4 Distribusi Proporsi Faktor Agent dan Responden pada Bagian
Produksi Pakan Ikan PT Mabar Feed Indonesia
55
5 Tabulasi Silang antara Umur dengan Fungsi Paru pada Pekerja
Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
56
6 Tabulasi Silang antara Masa Kerja dengan Fungsi Paru pada
Pekerja Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
56
7 Tabulasi Silang antara Kebiasaan Merokok dengan Fungsi Paru
pada Pekerja Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
57
8 Tabulasi Silang antara Penggunaan APD dengan Fungsi Paru
pada Pekerja Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
58
9 Tabulasi Silang antara Kadar Debu Tepung dengan Fungsi Paru
pada Pekerja Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
58
10
11
Hasil Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi PT. Mabar Feed
Indonesia 2020
Variabel yang Berpengaruh terhadap Fungsi Paru pada Pekerja
Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
59
60
Universitas Sumatera Utara
xii
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Kerangka teori 39
2 Kerangka konsep 40
3 Jenis masker pekerja bagian produksi pakan ikan 62
4 Disposable dust mask 63
Universitas Sumatera Utara
xiii
Daftar Lampiran
Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian 75
2 Master Data 79
3 Output SPSS 83
4 Tingkat Debu Bagian Produksi Pakan Ikan 90
5 Surat Izin Penelitian 91
6 Surat Selesai Penelitian 92
7 Dokumentasi Penelitian 93
Universitas Sumatera Utara
xiv
Daftar Istilah
APD Alat Pelindung Diri
CO2 Carbon Dioxide
FEV1 Forced Expiratory in 1 Second
FVC Forced Vital Capacity
IC Inspiratory Capacity
ILO International Labour Organization
K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Kemenaker Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Kemenkes Keputusan Menteri Kesehatan
NAB Nilai Ambang Batas
O2 Oxygen
Permenaker Peraturan Menteri Tenaga Kerja
TLC Total Lung Capacity
WHO World Health Organization
Universitas Sumatera Utara
xv
Riwayat Hidup
Penulis bernama Rosa Natalisa Sinaga berumur 22 tahun, dilahirkan di
Jakarta pada tangal 08 Desember 1997. Penulis beragama Kristen Katolik, anak
kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Luhut Parasian Sinaga dan Erny Farida
Nursanti Lumban Tobing.
Pendidikan formal dimulai di TK Harapan Bunda Tahun 2003. Pendidikan
sekolah dasar di SD Harapan Bunda Tahun 2004-2010, sekolah menengah
pertama di SMP Santa Lusia Tahun 2010-2013, sekolah menengah atas di SMA
Pangudi Luhur II Servasius Tahun 2013-2016, selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, Oktober 2020
Rosa Natalisa Sinaga
Universitas Sumatera Utara
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Setiap pekerjaan memiliki potensi bahaya dalam bentuk kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja. Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit akibat kerja
tergantung pada jenis produksi, teknologi yang dipakai, bahan yang digunakan,
tata ruang, dan lingkungan bangunan serta kualitas manajemen dan tenaga-tenaga
pelaksana (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Berdasarkan data International
Labour Organization (ILO) (2013) menyatakan 160 pekerja di seluruh dunia
mengalami sakit akibat kerja.Selain itu, ILO mengungkapkan bahwa terjadinya
kasus penyakit akibat hubungan kerja menyebabkan 300.000 kematian di seluruh
dunia. Menurut Buku Keselamatan dan Kesehatan Kerja penerbit Markenan pada
Tahun 2004, yaitu hanya sedikit pekerja yang mempunyai akses terhadap
pelayanan kesehatan kerja yang memadai, yaitu sekitar 5-10% pekerja di Negara
berkembang dan 20-50% pekerja di negara industri.
Tenaga kerja juga merupakan sumber daya manusia yang mempunyai
peranan utama didalam proses pembangunan industri. Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada
bagian perlindungan Pasal 86 ayat 2 menyebutkan bahwa untuk melindungi
keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Penjelasannya yaitu
upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan
keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja buruh dengan cara
pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat
Universitas Sumatera Utara
2
kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi (Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Republik Indonesia, 2008:48).
Menurut Buchari, 2007 dengan penelitiannya Penyakit akibat kerja dan
penyakit terkait kerja mengungkapkan data menunjukkan bahwa penyebab utama
kematian akibat PAK adalah kanker dengan persentase 34 % diikuti penyakit
kardiovaskular sebesar 25 % dan penyakit saluran pernafasan sebesar 21 %
dengan pneumokoniosis dan silikosis sebagai penyebabnya. Gangguan fungsi
paru masih merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyakit akibat kerja
yang banyak dialami pekerja sektor formal maupun informal yang mampu
mempengaruhi produktivitas kerja. Penyakit paru akibat kerja memperlihatkan
insi;densi rata-rata yakni sekitar satu kasus per 1000 pekerja setiap tahun.
Udara di lingkungan kerja yang penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya
y;ang disatu pihak mengganggu produktifitas dan mengganggu kesehatan dipihak
lain. Hal ini sering menyebabkan gangguan pernafasan ataupun dapat
mengganggu kapasitas vital paru (Suma‟mur P.K., 2013). Dalam kondisi tertentu,
debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan
kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru bahkan dapat
menimbulkan keracunan umum (Depkes RI, 2003:44).
Hasil penelitian Antarudin pada tahun 2003 dengan judul penelitian yaitu
Pengaruh debu padi pada faal paru pekerja kilang padi yang merokok dan tidak
merokok, menyatakan bahwa debu merupakan salah satu komponen yang
menurunkan kualitas udara. Akibatnya terpapar debu, kenikmatan kerja akan
terganggu dan lambat laun dapat pula menimbulkan gangguan fungsi paru.
Universitas Sumatera Utara
3
Gangguan pernapasan akibat inhalasi debu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu
ukuran partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama pajanan, dan
faktor individu berupa mekanisme pertahanan tubuh. Ketika bernapas, udara yang
mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Tidak semua debu dapat menimbun
di dalam jaringan paru-paru, karena tergantung besar ukuran debu tersebut. Debu-
debu yang berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh jalan napas bagian atas,
sedangkan yang berukuran 3-5 mikron ditahan dibagian tengah jalan napas.
Partikel-partikel yang berukuran 1-3 mikron akan ditempatkan langsung
dipermukaan jaringan dalam paru-paru.
Hasil penelitian Nuraisyah pada tahun 2010 dengan judul penelitian
Pengaruh Karakteristik Pekerja dan Konsentrasi Debu terhadap Gangguan Faal
Paru pada Pekerja di Industri Pakan Ternak Medan Tahun 2010 yaitu kondisi faal
paru pekerja pada industri pakan PT. Gold Coin Indonesia adalah tidak
mengalami gangguan faal paru (normal) yaitu sebanyak 13 pekerja (38,23%),
sedangkan pekerja yang mengalami gangguan faal paru kategori obstriktif ringan
sebanyak 6 pekerja (17,64%), faal paru kategori restriktif ringan sebanyak 6
pekerja (17,64%), pekerja yang mengalami gangguan faal paru kategori campuran
sebanyak 9 pekerja (26,49%), dan tidak ditemukan pekerja dengan gangguan faal
paru kategori berat.
Debu yang masuk ke dalam saluran respirasi menyebabkan reaksi
mekanisme pertahanan non spesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport
mukosilier dan gangguan fagositosis makrofag. Sistem mukosilier juga
mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir bertambah dan otot polos
Universitas Sumatera Utara
4
di sekitar jalan nafas terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Bila lendir
makin banyak disertai mekanismenya tidak sempurna akan terjadi resistensi jalan
naf;as berupa obstruksi saluran pernafasan, yang secara umum bisa dikatakan
terjadi penurunan kapasitas vital paru. Keadaan ini biasanya terjadi pada kadar
debu melebihi nilai ambang batas yaitu 10 mg/m3 berdasarkan Surat Edaran
Menteri No. 1 Tahun 1997.
Hasil penelitian Suyanto, S., dkk. pada tahun 2015 dengan judul Analisis
Pengaruh Kepadatan Debu dan Penggunaan APD Pekerja Pabrik Pakan Ikan
Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pabrik Pakan Ikan di Kecamatan
XIII Koto Kampar mengungkapkan bahwa kepadatan debu yang tidak normal
berisiko 29,7 kali mengalami gangguan fungsi paru dibandingkan dengan
ke;padatan debu dalam ambang batas normal. Selain itu, Pekerja yang tidak
menggunakan APD berisiko 26,4 kali mengalami gangguan fungsi paru
dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan APD.
PT. Mabar Feed Indonesia merupakan salah satu perseroan dalam bidang
industri pakan ikan dan ternak di Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Lokasi
pabrik dan kantor berada di Jalan. Rumah Potong Hewan KM 9 No. 44 Mabar,
Medan 20242. PT. Mabar Feed memiliki 6 proses produksi. Proses pengolahan
pakan ikan pada PT. Mabar Feed Indonesia dimulai dari batching, grinding,
mixing, pembentukan, pengayakan, serta packing. Setiap proses kerja memiliki
faktor-faktor resiko yang terpapar terhadap pekerja bisa dari fisik, kimia, biologi,
maupun ergonomi.
Universitas Sumatera Utara
5
Bahan tambahan yang digunakan antara lain: minyak ikan (fish oil),
vitamin, obat-obatan, karung, benang jahit, dan jarum jahit karung. Pada proses
produksi di PT Mabar Feed yang terdapat pekerja dan terpapar debu tepung
berada pada bagian:
a) Penimbangan (Batching). Penimbangan merupakan tahap paling awal. Proses
penimbangan merupakan proses untuk memisahkan bahan baku dari sampah-
sampah yang terdapat pada bahan baku. Kadar debu pada proses penimbangan
cukup banyak karena letaknya paling belakang pada bagian produksi dan
berdekatan dengan gudang bahan baku. Debu timbul dan berasal dari tepung
ikan, tepung kedelai dan bahan baku lainnya.
b) Pengemasan (Packaging). Pengemasan merupakan tahap paling akhir. Proses
pengemasan dimulai dengan penentuan berat per netto produk jadi ditimbang
secara otomatis 50 Kg untuk pakan ikan teggelam dan 30 Kg untuk pakan ikan
terapung yang masuk ke dalam karung goni plastik. Pengemasan berada di
letak paling depan bagian produksi. Debu berasal pada dari pakan ikan yang
masuk ke dalam karung goni plastik dimana pekerja menunggu dan berdiri
pada mesin proses packing tersebut.
Setelah peneliti terjun langsung ke pabrik tersebut, sebagian besar hampir
semua pekerja bagian produksi yang telah diwawancarai sekilas terdapat keluhan
subjektif yang dirasakan seperti batuk dan sesak nafas. Alasan yang mendasari
yaitu konsentrasi debu hasil dari proses produksi yang terdapat pada lingkungan
kerja, debu yang timbul berupa partikel-partikel halus yang berasal dari bahan
baku pakan ikan berupa debu tepung. Selain itu, perilaku pekerja yang merokok di
Universitas Sumatera Utara
6
lingkungan kerja ketika istirahat yang akan membuat kondisi lingkungan kerja
dan pekerja itu sendiri lebih beresiko terhadap fungsi paru serta perilaku pekerja
yang buruk dalam penggunaan pelindung saluran pernapasan ketika bekerja.
Dengan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam
mengenai analisis faktor yang memengaruhi fungsi paru pada pekerja bagian
produksi.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam
penelitian yaitu belum diketahui faktor-faktor yang memengaruhi fungsi paru.
Penulis ingin mengetahui faktor yang memengaruhi fungsi paru pada pekerja
bagian produksi di PT. Mabar Feed Indonesia.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Untuk mengetahui analisis faktor yang memengaruhi
fungsi paru pada pekerja bagian produksi di PT. Mabar Feed Indonesia.
Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui faktor host yang dapat memengaruhi fungsi paru pada
pekerja bagian produksi PT. Mabar Feed Indonesia
2. Untuk mengetahui faktor agent yang berasal dari partikel debu produksi
pakan ikan di lingkungan tempat kerja bagian produksi PT. Mabar Feed
Indonesia
Universitas Sumatera Utara
7
Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi PT. Mabar Feed Indonesia
Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi PT. Mabar Feed Indonesia dalam
melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) dan upaya
pengendalian untuk pencegahan gangguan fungsi paru bagi tenaga kerja.
2. Bagi Tenaga Kerja
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada tenaga kerja khususnya
pada pekerja bagian produksi PT. Mabar Feed Indonesia mengenai kesehatan
lingkungan kerja serta dampak kesehatan yang diterima tenaga kerja sehingga
dapat dilakukan pencegahan.
3. Peneliti Selanjutnya
Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan bagi penulis
serta sarana pengaplikasian teori yang telah diterima dari bangku kuliah
terhadap kenyataan di lapangan terutama mengenai permasalahan yang
diteliti.
Universitas Sumatera Utara
8
Tinjauan Pustaka
Anatomi Pernapasan
Anatomi saluran pernafasan atas. Anatomi saluran napas atas terdiri
atas lubang hidung (cavum nasalis), sinus paranasalis, faring, laring, diantaranya
yaitu:
1. Hidung. Dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Rongga
hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring
(filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa)
hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut
mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke
dalam saluran pernafasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang
hidung terdapat reseptor.
Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur
kelembapan udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring
udara, indra pencium, dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung
dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan lendir, dan enzim
lisozim.Vibrissa adalah rambut pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai
penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan
kotoran (partikel kecil) yang masih dapat melewati vibrissa akan melekat pada
lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan oleh reflex bersin (Soemantri, 2008).
2. Sinus Paranasalis. Merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxilarris.
Universitas Sumatera Utara
9
Sinus berfungsi untuk:
a) Membantu menghangatkan dan humidifikasi
b) Meringankan berat tulang tengkorak
c) Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi
3. Faring. Merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13 cm) yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus
pada ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat
digestion (menelan) seperti pada saat bernafas. Berdasarkan letaknya, faring
dibagi menjadi tiga yaitu di belakang hidung (naso-faring) yang merupakan
muara tube eustachius, belakang mulut (oro-faring) yang berfungsi untuk
menampung udara dari naso faring dan makanan dari mulut, dan belakang
laring (laringo-faring) yang merupakan bagian terbawah faring yang
berhubungan dengan esophagus dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam
trachea. Laringo faring berfungsi pada saat menelan dan respirasi (Soemantri,
2008).
4. Laring. Disebut dengan voice box dibentuk oleh struktur epitelium lined yang
berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah). Fungsi laring yaitu
untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah dari benda asing
dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas:
a. Epiglotis : katup kartilago yang menutup dan membuka selama
menelan
b. Glottis : lubang antara pita suara dan laring
Universitas Sumatera Utara
10
c. Kartilago tiroid : kartilago yang terbesar pada trachea, terdapat bagian
yang membentuk jakun (Adam‟s apple).
d. Kartilago krikoid : cincin kartilago yang utuh di laring (terletak
dibawah kartilago tiroid)
e. Kartilago arytenoid : digunakan pada pergerakan pita suara bersama
dengan kartilago tiroid
f. Pita suara: sebuah ligament yang dikontrol oleh pergerakan otot yang
menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring (Soemantri,
2008).
Anatomi saluran pernafasan bawah. Saluran pernapasan bagian bawah
terdiri atas:
1. Saluran Udara Konduktif. Merupakan percabangan trakheobronkhialis
(tracheobronchial tree) yang terdiri atas trakhea, bronkhus, dan bronkhiolus.
a. Trakhea. Trakhea merupakan perpanjangan dari laring yang bercabang
menjadi dua bronchus. Ujung cabang trachea disebut carina. Trachea
bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan
cincin kartilago berbentuk huruf C (Soemantri, 2008).
b. Bronkus dan Bronkiolus. Cabang bronkus kanan lebih pendek, lebih
lebar, dan cenderung lebih vertikal daripada cabang yang kiri. Hal
tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam
cabang sebelah kanan daripada cabang bronkus sebelah kiri. Bronkus
disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkiolus yang berakhir
pada alveoli, tidak mengandung kartilago (Soemantri, 2008).
Universitas Sumatera Utara
11
2. Saluran Respiratorius Terminal. Memiliki fungsi yaitu sebagai penyalur
(konduksi) gas masuk dan keluar dari satuan respiratorius terminal (saluran
pernapasan paling ujung), yang merupakan tempat pertukaran gas yang
sesungguhnya.
a. Alveoli. Alveoli merupakan kantung udara yang berukuran sangat
kecil, dan merupakan akhir dari bronkiolus respiratorius sehingga
memungkinkan pertukaran O2 dan CO2 (Soemantri, 2008).
b. Paru-paru. Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut
yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada
pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan
paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Paru-paru kanan dan kiri
dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena
cava, pembuluh paru-paru, esophagus, bagian dari trakea dan bronkus,
serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum (Soemantri, 2008).
c. Dada, Diafragma, dan Pleura. Tulang dada (sternum) berfungsi
melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah besar. Diafragma
terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah
pada keadaan relaksasi. Pleura merupakan membran serosa yang
menyelimuti paru-paru. Pleura ada 2 macam, yaitu pleura parietal
yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan
pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru (lapisan dalam paru-
paru). Di antara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis
yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama
Universitas Sumatera Utara
12
lain selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru.
Apabila terserang penyakit, pleura akan mengalami peradangan
(Soemantri, 2008).
d. Sirkulasi Pulmoner. Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah
yaitu arteri bronkhialis dan arteri pulmonalis. Arteri bronkhialis
berasal dari aorta torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior
bronkus. Vena bronkhialis akan mengalirkan darah menuju vena
pulmonalis. Arteri pulmonalis berasal dari ventrikel kanan yang
mengalirkan darah vena ke paru-paru di mana darah tersebut
mengambil bagian dalam pertukaran gas (Soemantri, 2008).
Pakan Ikan Mabar Feed
Bahan baku. Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam
proses produksi untuk mengahasilkan sebuah produk. bahan ini memiliki
persentase yang relative besar dalam produk dbandingkan dengan bahan-bahan
lainnya. Kualitas bahan baku yang digunakan sangat menentukan kualitas produk
yang dihasilkan. Bahan baku dari pakan ikan yaitu BKK (Bungkil Kacang
Kedelai), cumi-cumi, dedak, jagung, tepung ikan lokal, tepung terigu, MBM
(Tepung Daging), tepung chili, tepung lokal, PMM (tepung).
Proses produksi. Proses produksi merupakan suatu kegiatan yang
melibatkan sumber daya manusia, bahan serta peralatan untuk menghasilkan
produk yang berguna. Berikut merupakan proses produksi pakan ikan pada PT
Mabar Feed Indonesia:
Universitas Sumatera Utara
13
a) Penimbangan (Batching). Bahan baku dimasukkan terlebih dahulu ke lubang
intake, yaitu tempat pemasukan bahan baku yang kemudian akan dialirkan
dengan chains conveyor untuk memisahkan bahan baku dari sampah-sampah
yang terdapat pada bahan baku. Pada saat bahan baku dimasukkan ke lubang
intake, debu timbul dan terhirup oleh pekerja sehingga pekerja mengalami
sesak nafas.
b) Penggilingan (Grinding). Bahan baku yang masuk ke penggilingan akan
terpukul dan terlempar masuk ke ayakan yang terpasang sepanjang sisi pisau
yang berputar. Bahan yang masuk akan diputar dengan hembusan angin
berkecepatan tinggi dan akan membentur mata pisau sehingga bahan akan
hancur dan menjadi tepung. Bahan baku yang sudah halus akan diteruskan ke
ayakan lalu dimasukkan ke bin bahan halus. Pada tahap ini, pekerja tidak
terlibat karena bahan baku sudah masuk ke dalam mesin.
c) Pencampuran (Mixing). Pada pengolahan pakan ikan tenggelam (sinking),
dapat dilakukan pengadukan pada mixer 2 dan mixer 3, sedangkan pakan ikan
terapung (floating) hanya dapat diaduk pada mixer 3 saja. Bahan yang sudah
masuk ke mixer 2 dan mixer 3 dicampur dengan memasukkan bahan-bahan
tambahan seperti mineral, vitamin dan obat-obatan.
Pada tahap ini terdapat pekerja pada lantai 4 sekali sekali datang
memberikan vitamin karena tidak setiap saat pemberian vitamin, hanya dilakukan
pada saat pencampuran bahan baku. Pada pakan ikan tenggelam (sinking),
pencampuran minyak ikan yang dialirkan melalui pipa kecil, sampai tercampur
Universitas Sumatera Utara
14
merata. Pencampuran dilakukan selama 5 menit, Sedangkan untuk pakan ikan
terapung (floating) pelapisan minyak ikan dilakukan di mesin spray.
d) Pembentukan. Ada dua proses pembentukan pakan ikan pada PT. Mabar Feed,
yaitu:
1. Proses pembentukan pakan tenggelam (sinking). Bahan yang telah
tercampur dilanjutkan dengan feeder ke conditionermachine. Pada
conditioner machine ini dilakukan proses steam dengan temperatur
berkisar 80 - 95 °C. Setelah proses steam, dilakukan pembentukan
pellet (pemelletan) pada mesin pellet mill. Pembentukan pellet ini
dicetak pada lubang-lubang yang berukuran tertentu (ukuran die).
2. Proses pembentukan pakan terapung (floating). Campuran bahan dari
bin floating di masukkan ke bin scale extrudder , kemudian dialirkan ke
conditioner machine untuk dilakukan proses steam dengan temperatur
berkisar 80 - 100 °C. Dikatakan pakan ikan terapung apabila pelet
tersebut tetap berada di permukaan air minimal selama semenit,
kemudian akan tenggelam. Pelet terapung yang ditumbuk akan berubah
;menjadi pelet tenggelam. Sedangkan pakan ikan tenggelam akan
langsung jatuh ke dasar air tanpa terapung terlebih dahulu. pelet
tenggelam dikeringkan dalam waktu yang lama, maka sifatnya akan
berubah menjadi pelet apung.
e) Pengayakan (Cooler). Pakan dibawa dengan conveyor dan bucketelevator ke
pengayakan untuk memisahkan debu yang tedapat pada pakan. Debu dari hasil
Universitas Sumatera Utara
15
pengayakan dibawa kembali ke proses pembentukan untuk dilakukan
pembentukan ulang.
f) Pengemasan (Packaging) Proses pengemasan dimulai dengan penentuan berat
per netto produk jadi ditimbang secara otomatis 50 Kg untuk pakan ikan
teggelam dan 30 Kg untuk pakan ikan terapung yang masuk ke dalam karung
goni plastik. Selanjutnya, produk yang sudah di packing dibawa ke gudang
bahan jadi dengan menggunakan fork lift.
Fungsi Paru
Fungsi paru adalah proses respirasi yaitu pengambilan oksigen dari udara
luar yang masuk ke dalam saluran pernapasan dan terus ke dalam darah. Oksigen
digunakan untuk proses metabolisme dan karbondioksida yang terbentuk pada
proses tersebut dikeluarkan dari dalam darah ke luar udara (Yunus, 2006). Proses
respirasi di bagi ke dalam tiga tahap, yaitu:
a. Ventilasi yaitu proses keluar dan masuknya udara ke dalam paru, serta
keluarnya karbondioksida dari alveoli ke udara luar.
b. Difusi yaitu proses berpindahnya oksigen dari alveoli ke dalam darah, serta
keluarnya karbondioksida dari darah ke alveoli.
c. Perfusi yaitu distribusi darah yang telah teroksigenasi di dalam paru untuk
dialirkan ke seluruh tubuh.
Volume dan kapasitas fungsi paru. Volume dan kapasitas fungsi paru
merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem respirasi. Dengan mengetahui
besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas
Universitas Sumatera Utara
16
ventilasi maupun ada tidaknya kelainan ventilasi pada seseorang. Beberapa
parameter volume fungsi paru diantaranya:
1. Volume Alun Napas (Tidal Volume – TV)
Volume udara yang masuk dan keluar paru-paru pada pernapasan biasa dalam
keadaan istirahat (N = ± 500 ml)
2. Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume – IRV)
Volume udara yang masih dapat masuk ke dalam paru-paru pada inspirasi
maksimal setelah inspirasi secara biasa. Volume cadangan inspirasi pada laki-
laki dan perempuan berbeda. Pada laki-laki (L) sebesar ± 3300 ml, sedangkan
pada perempuan (P) sebesar 1900 ml.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspiration Reserve Volume – ERV)
Volume cadangan ekspirasi yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara
aktif dari dalam paru-paru melalui kontraksi otot-otot ekspirasi setelah
ekspirasi secara biasa ( L = ± 1000 ml, P = 700 ml).
4. Volume Residu (Residual Volume – RV)
Volume residu yaitu udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah
ekspirasi maksimal (L = ± 1200 ml, P = ± 1100 ml).
Kapasitas paru merupakan jumlah oksigen yang dapat dimasukkan
kedalam tubuh atau paru-paru seseorang secara maksimal. Kapasitas paru ada
berbagai macam, diantaranya:
1. Kapasitas Inspirasi (Inspiration Capacity – IC)
Kapasitas inspirasi yaitu jumlah udara yang dapat dimasukkan ke dalam paru-
paru setelah akhir ekspirasi secara biasa (IC = IRV + TV).
Universitas Sumatera Utara
17
2. Kapasitas Residu Fungsional (Functional Residual Capacity – FRC)
Kapasitas residu fungsional yaitu jumlah udara di dalam paru-paru pada akhir
ekspirasi secara biasa (FRC = ERV + RV).
3. Kapasitas Vital (Vital Capacity – VC)
Kapasitas vital yaitu volume udara maksimal yang dapat masuk dan keluar
paru-paru selama satu siklus pernapasan yaitu setelah inspirasi maksimal dan
ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV).
4. Kapasitas Paru-paru Total (Total Lung Capacity – TLC)
Kapasitas paru-paru total yaitu jumlah udara maksimal yang masih dapat
berada paru-paru (TLC = VC + RV). Nilai TLC normal pada laki-laki adalah ±
6000 ml sedangkan pada perempuan ± 4200 ml.
Mekanisme ekspirasi dan inspirasi paru. Inspirasi adalah proses yang
aktif. Kontraksi otot inspirasi meningkatkan volume intrathoracic. Tekanan
intrapleural di dasar paru-paru, yang biasanya sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap
atmosfer) pada awal inspirasi, berkurang menjadi sekitar -6 mmHg. Paru-paru
ditarik ke posisi yang lebih luas. Tekanan di jalan napas menjadi sedikit negatif,
dan udara mengalir ke paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil paru mulai menarik
kembali dada ke posisi ekspirasi, sehingga tekanan pada paru-paru takan normal
kembali dan akan menjaga keseimbangan dinding dada. Tekanan di jalan napas
menjadi sedikit positif, dan udara mengalir keluar dari paru-paru.
Ekspirasi saat bernapas tenang dan pasif akan membuat otot-otot
pernafasan mengalami relaksasi yang dapat menurunkan volume intrathoracic.
Namun, beberapa kontraksi otot inspirasi terjadi juga pada bagian awal ekspirasi.
Universitas Sumatera Utara
18
Kontraksi ini memberikan tindakan memperlambat masa ekspirasi. Upaya
inspirasi yang kuat mengurangi tekanan intrapleural terhadap nilai serendah -
30mmHg, menghasilkan derajat inflasi paru yang lebih tinggi. Ketika ventilasi
meningkat, tingkat deflasi paru juga meningkat dengan kontraksi aktif otot
ekspirasi yang menurunkan volume intrathoracic (Guyton A.C. dan J.E. Hall,
2007).
Penurunan fungsi paru oleh kualitas udara. Untuk mendapatkan energi,
manusia memerlukan oksigen yang digunakan untuk pembakaran zat makanan
dalam tubuh. Pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut diperoleh dari udara melalui
proses respirasi. Paru merupakan salah satu organ sistem respirasi yang berfungsi
sebagai tempat penampungan udara, sekaligus merupakan tempat berlangsungnya
peningkatan oksigen oleh hemoglobin. Interaksi udara dengan paru berlangsung
setiap saat, oleh karena itu kualitas yang terinhalasi sangat berpengaruh terhadap
faal paru (Khumaidah, 2009).
Penyebaran bahan kimia pencemar yang bercampur dengan udara yang
tembus ke dalam tumpukan troposfer kemudian terbawa secara lurus dan
melintang didalam atmosfer bereaksi secara kimiawi dengan bahan lainnya. Polusi
yang tahan lama akan terbawa dalam jarak tempuh yang jauh dan jatuh ke
permukaan bumi menjadi partikel padat tetapi dalam mengikuti gerakan udara
polutan menyebar dan bercampur dalam butiran air serta mengembun jatuh ke
permukaan bumi (Suma‟mur 2013).
Universitas Sumatera Utara
19
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel
melayang di udara (Suspended Particulate Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron
sampai dengan 500 mikron. Macam-macam debu yaitu:
1. Debu Organik (debu kapas, debu dedaunan, tembakau dan sebagainya)
2. Debu Mineral (merupakan senyawa komplek: SiO2, SiO3, arang batu)
3. Debu Metal (Debu yang mengandung unsur logam: Pb, Hg, Cd, Arsen)
Gejala penurunan fungsi paru. Berikut merupakan gejala-gejala
penurunan fungsi paru yaitu:
1. Menurut Halim Danusantoso pada buku yang berjudul Buku Saku Ilmu
Penyakit Paru, keluhan utama penyakit paru yaitu:
a. Batuk
Sebetulnya, batuk tidak lain adalah suatu reflex defensif belaka, untuk
membersihkan saluran pernapasan dari secret (berupa mukus), bahan
nekrotik, benda asing, dan sebagainya. Refleks ini bisa pula
ditimbulkan oleh berbagai rangsangan pada mukosa saluran pernapasan
dan juga oleh rangsangan pada pleura paritalis.
b. Sesak
Keluhan sesak merupakan akibat kurang lancarnya pemasukan udara
saat inspirasi atau pengeluaran udara saat ekspirasi, karena ada
penyempitan atau penyumbatan pada bronkeolus/bronkus/trakea/larings.
Sebab lain adalah berkurangnya volume paru yang masih berfungsi
baik, atau berkurangnya elastisitas paru. Bisa juga, ekspansi paru
terhambat. Perlu juga diingat bahwa ada berbagai penyebab yang sama
Universitas Sumatera Utara
20
sekali tak ada hubungannya dengan paru, misalnya anemia berat,
decompensation cordis, dan lain-lain.
c. Batuk darah
Lesi pada saluran pernapasan mulai dari hidung sampai paru dapat
mengenai pembuluh darah dan menimbulkan perdarahan.
d. Nyeri dada
Keluhan ini dapat berasal dari pleura paritalis, jantung, mediastinum,
dan dinding toraks.
e. Sputum
Bila dahak berwarna putih-keruh, berarti sudah mulai ada infeksi
setempat. Kalau infeksi semakin parah, dahak akan semakin mendekati
nanah dengan warna kuning dan baunya yang khas. Bila penyebabnya
kuman anaerob, dahak akan berwarna hijau-keruh dan berbau busuk.
Adanya bintik-bintik hitam dalam dahak menunjukan adanya polusi
udara berat, baik yang akibat ulah sendiri atau karena pencemaran udara
berat. Bila dahak berwarna seperti karat besi dan disertai panas tinggi,
perlu diingat pnemoni karena pnemokokus. Bila dahak seperti jelly
kismis atau kurma dan disertai panas tinggi, perlu dipikirkan adanya
pnemo karena klebsiella.
f. Napas berat
Napas berat terjadi ketika oksigen masuk ke dalam tubuh terlalu sedikit.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) disebabkan oleh penyumbatan
Universitas Sumatera Utara
21
udara di paru-paru akibat peradangan kronis pada paru-paru yang
mengakibatkan kesulitan bernapas atau napas menjadi berat.
2. Menurut Prof. Dr. H. Tabrani Rab pada buku yang berjudul Ilmu Penyakit
Paru, keluhan utama penyakit paru yaitu:
a. Batuk
Sekalipun batuk merupakan suatu mekanisme dari saluran napas untuk
membersihkan (clearance) saluran napas, akan tetapi batuk dapat
dianggap patologi apabila frekuensi dan amplitudonya terlalu dalam. Dan
sebaliknya, batuk dapat merupakan keluhan bagi pasien yang datang ke
dokter dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan gejala
penyakit saluran pernapasan. Zat-zat yang dapat merangsang batuk
misalnya asap atau debu. Bila tersedot, maka akan dikeluarkan melalui
batuk, akan tetapi bila mekanisme ini gagal, maka akan terjadi fibrosis,
atelectasis, atau massa endobronkial.
Dasarnya adalah iritasi dari mukosa bronkus yang dapat disebabkan oleh
inflamasi (peradangan), baik oleh bakteri, virus, dan jamur, disertai
dengan mukus yang banyak. Dapat pula disebabkan oleh iritasi karena
benda asing. Selain itu, batuk dapat disebabkan oleh tumor THT, dan
tumor pada saluran pernapasan. Baik penyakit paru obstruktif (bronkitis
kronik, asma, emfisema, dan bronkiektasis) maupun penyakit restriktif
(berbagai penyakit interstisial dan degeneratif) dan berbagai penyakit
infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan batuk. Iritasi pada saluran
pernapasan selain disebabkan oleh faktor-faktor mekanik, dapat pula
Universitas Sumatera Utara
22
disebabkan oleh iritan, seperti rokok, gas, dan bahan-bahan kimia, dapat
merupakan stimulant dalam terjadinya batuk.
b. Dispne (Sesak)
Dispne atau sesak napas merupakan keadaan yang sering ditemukan pada
penyakit paru maupun penyakit jantung. Bila nyeri dada merupakan
keluhan yang paling dominan dalam infark jantung, maka dispne (sesak
napas) merupakan hal yang dominan pada penyakit paru. Akan tetapi
kedua gejala ini jelas dapat dilihat pada emboli paru, bahkan sesak napas
merupakan gejala utama pada payah jantung. Secara umum yang
dimaksud dengan dispne adalah kesulitan bernapas. Kesulitan bernapas
ini terlihat dengan adanya kontraksi dari otot-otot pernapasan tambahan.
Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan tetapi dapat pula
terjadi dengan cepat.
c. Wheezing (Bengek)
Wheezing yang persisten menunjukkan adanya asma, bronchitis, atau
emfisema.
d. Nyeri Dada
Walaupun parenkim paru dan pleura viseralis tidak mempunyai reseptor
rasa sakit, tetapi nyeri dada selalu merupakan keluhan utama pada
penyakit paru. Rasa nyeri ini juga dirasakan pada hipertensi pulmonal,
disamping infark jantung. Pada kanker paru juga dirasakan nyeri yang
unilateral.
Universitas Sumatera Utara
23
3. Menurut dr. Hermayudi dan Ayu Putri Ariani, Am. Keb pada buku yang
berjudul Pulmonologi, keluhan utama penyakit paru yaitu:
a. Dispnea (Rasa Sesak)
Dyspnea (breathlessness) adalah keluhan yang sering memerlukan
penanganan darurat tetapi intensitas dan tingkatnya dapat berupa rasa
tidak nyaman di dada yang bisa membaik sendiri yang membutuhkan
bantuan napas yang serius (severe air hunger) sampai yang fatal. Hal ini
dapat diketahui dengan anamnesis teliti, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang foto toraks dan spirometri.
b. Batuk
Batuk adalah suatu refleks napas yang terjadi karena adanya rangsangan
iritan yang terdapat diseluruh saluran napas. Batuk juga dapat merupakan
akibat penyakit telinga atau gangguan perut yang mengakibatkan iritasi
diafragma. Batuk yang terjadi kadang-kadang dan berhubungan dengan
paparan sesuatu keadaan lingkungan (hawa dingin, debu, asap, angin, dan
lainnya) akan menggiring kepada penyebab batuk itu. Batuk berdahak
(sputum mukopurulen) menunjukkan adanya kelainan saluran napas
bawah.
c. Hemoptysis
Batuk darah (hemoptysis) atau dahak bercampur darah harus dibedakan
dari muntah darah (hemastemesis), hemastemesis disebabkan lesi pada
saluran cerna (tukak peptik, gastritis, varises esophagus), sedangkan
hemoptysis (batuk darah) lesi di paru-paru atau bronkus atau bronkioli.
Universitas Sumatera Utara
24
d. Nyeri dada
Nyeri dada dapat disebabkan oleh penyakit jantung, paru atau nyeri alih
abdomen. Ada 2 jenis nyeri dada karena penyakit paru yaitu pleuritik
(nyeri tajam, menusuk dan makin memburuk dengan bernapas dalam
ataupun batuk) dan trakeobronkial (nyeri dapat berlangsung berjam-jam
hingga berhari-hari).
4. Menurut John E. Stark MA, MD, FRCP, dkk pada buku yang berjudul Manual
Ilmu Penyakit Paru, keluhan utama penyakit paru yaitu:
a. Sesak napas
Sesak napas (dyspnea) merupakan suatu perasaan bernapas yang tidak
nyaman. Orang normal hanya mengalami sesak napas jika ia melakukan
aktifitas. Rasa sesak ini akan meningkat seiring dengan dicapainya
kecepatan kerja yang maksimal dan kecepatan pertukaran oksigen dan
karbondioksida yang maksimal.
b. Mengi (Wheezing)
Mengi adalah suara kontinyu yang dihasilkan jika dinding saluran napas
mengalami obstruksi sebagian. Mengi terdiri dari mengi monofonik dan
polifonik. Mengi monofonik adalah suara mengi yang mirip dengan suara
dari satu alat music dan polifonik mirip dengan beberapa nada yang
dimainkan secara berbarengan. Yang lebih umum kita dengar adalah
mengi polifonik, dimana mengi hampir selalu kita dengar pada kedua sisi.
Hal ini menunjukkan suatu penyempitan saluran napas yang umum,
terutama terjadi pada bronkhitis obstruktif, emfisema atau asma. Mengi
Universitas Sumatera Utara
25
menunjukkan asma, bronchitis obstruktif kronis, obstruksi jalan napas
sentral.
c. Batuk
Batuk merupakan gejala penyakit pernapasan yang paling umum,
berfungsi terutama untuk pertahanan paru terhadap masuknya/terisapnya
benda asing. Batuk yang disadari merupakan suatu respon terhadap
perasaan adanya sesuatu dalam saluran napas. Batuk yang tak disadari
terjadi akibat refleks yang dipacu oleh perangsangan laring, trakea, atau
bronki yang besar atau karena hilangnya compliance paru. Batuk
dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak dan tidak sesuai atau
jika terbentuk sputum.
d. Sputum
Sputum merupakan materi yang di ekspektorasi dari saluran napas bawah
oleh batuk, yang tercampur bersama ludah. Sekresi bronkus yang normal
tak cukup banyak untuk di ekspektorasi, biasanya di alirkan ke laring oleh
aksi silia lalu ditelan. Sputum putih atau tidak berwarna dengan
konsistensi seperti gelatin apabila dihasilkan secara berlebihan di dalam
paru terjadi pada pasien bronchitis kronis simple dan asma. Sputum
berwarna hijau, kuning, atau kadang-kadang cokelat menunjukan adanya
suatu reaksi peradangan dalam paru yang mungkin merupakan infeksi
(bronchitis purulent, pneumonia, abses paru, bronkiektasis, tuberkulosis,
fibrosis kistik), alergi, kimiawi, dan iritan (asap atau debu iritan). Sputum
karat menunjukan adanya sejumlah kecil darah yang sudah berubah
Universitas Sumatera Utara
26
tercampur dengan sputum. Sputum hitam menunjukan adanya karbon
dalam jumlah banyak, biasanya pada pekerja tambang yang mengalami
fibrosis masih progresif.
e. Nyeri dada
Nyeri yang muncul dari setiap struktur besar dalam toraks akan memiliki
gambaran klinis yang berbeda. Nyeri pada pleura diafragmatika akan
menjalar ke puncak bahu dan yang dari pleura mediastinalis mungkin
menyebabkan nyeri pada pusat dada atau turun ke lengan.
Gangguan fungsi paru. Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kelainan
paru yang timbul sehubungan dengan pekerjaan. Berbagai bahan berupa debu,
serat, dan gas dapat timbul pada proses industri. Tergantung pada jenis bahan
tersebut maka penyakit yang ditimbulkannya pun bermacam- macam. Manifestasi
klinis penyakit paru kerja bermacam-macam, mirip dengan penyakit paru lain
yang tidak berhubungan dengan pekerjaan (Ikhsan, M., 2009).
1. Gangguan fungsi paru Obstruksi
Penyakit paru obstruksi kronik yang biasa disebut sebagai PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di
dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat
progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel
atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala
utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. PPOK merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
Universitas Sumatera Utara
27
masyarakat dunia saat ini, tidak hanya bagi negara maju namun juga bagi negara
berkembang seperti Indonesia (PDPI, 2010).
Penyakit paru obstruktif kronik dapat mengakibatkan kerusakan pada
alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi pernapasan, kemudian mempengaruhi
oksigenasi tubuh secara keseluruhan. Faktor-faktor resiko tersebut diatas akan
mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada
dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi
awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara
(air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan
segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan
kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi (Hartono, 2015).
2. Ganggun fungsi paru restriksi
Restriksi adalah gangguan pada pengembangan paru oleh sebab apapun.
Pada gangguan restriksi, paru menjadi kaku sehingga daya tarik kedalam lebih
besar maka dinding dada mengecil. Volume paru menjadi mengecildan sela iga
menyempit. Sebagai parameter yang diukur adalah VC. Nilai normal VC 80%-
120% prediksi. VC kurang dari 80% nilai prediksi dianggap gangguan restriksi.
VC lebih dari 120% nilai prediksi merupakan suatu keadaan over atau
hiperinflasi. Selain itu, pada penyakit-penyakit restriktif kecepatan aliran normal,
walaupun kadang-kadang kecepatan aliran akan berkurang secara proporsional
terhadap berkurangnya kapasitas vital (Bakhtiar A dan Tantri R, 2017).
Universitas Sumatera Utara
28
Penyakit paru-paru restriktif disebabkan oleh suatu kondisi yang
menyebabkan kekakuan pada paru-paru itu sendiri. Penyakit paru restriktif
dikategorikan sebagai intrinsik dan ekstrinsik. Gangguan Paru Pembatasan
Intrinsik meliputi: Penyakit paru interstitial, Fibrosis paru idiopatik, Fibrosis paru,
Sarkoidosis, Pneumoconiosis. Gangguan Paru Ekstremik restriktif meliputi:
Kegemukan, Efusi pleura, Myasthenia gravis, Skoliosis, Penyakit neuromuskuler,
seperti distrofi otot atau Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS). Penyakit paru
restriktif ditandai oleh berkurangnya kapasitas paru total (TLC). Kapasitas paru
total mewakili jumlah udara yang ada di paru-paru setelah menghirup napas
sedalam mungkin. TLC ditentukan selama tes fungsi paru. Mengetahui kapasitas
total paru-paru seseorang dengan penyakit paru restriktif adalah penting untuk
mengkonfirmasi pembatasan paru-paru dan untuk mengukur tingkat pembatasan
( Lung Health Institute, 2018).
Ada beberapa gejala umum dengan sesak napas di bagian atas pernapasan.
Pada tahap awal penyakit, sesak napas dapat terjadi hanya dengan aktivitas.
Namun, seiring perkembangan penyakit, sesak napas atau sesak napas dapat
terjadi dengan aktivitas minimal atau selama istirahat. Gejala umum lainnya
adalah batuk kronis. Biasanya, batuk kering, tetapi juga menghasilkan dahak
putih. Penurunan berat badan dan kelelahan adalah gejala umum juga. Banyak
orang merasa sulit mempertahankan berat badan yang sehat dan memiliki energi
yang cukup. Beberapa orang dengan penyakit paru restriktif mengalami gejala
depresi dan kecemasan. Gejala-gejala ini lebih sering terjadi ketika penyakit paru-
paru menyebabkan keterbatasan yang signifikan ( Lung Health Institute, 2018).
Universitas Sumatera Utara
29
Debu
Debu merupakan partikel padat yang berukuran sangat kecil yang dibentuk
oleh suatu proses disintegrasi atau fraktur seperti penggilingan, penghancuran,
atau pemukulan terhadap benda padat.
Debu tepung (flour dust). Debu tepung (flour dust) merupakan zat yang
heterogen dengan sensitisasi pernapasan dan sifat iritasi, paparan selama proses
produksi, dapat menyebabkan penyakit pernapasan akut atau kronis. Tepung debu
adalah zat berbahaya. Pekerja dalam pekerjaan yang berhubungan dengan debu
tepung menghirup debu tepung yang berada di udara. Gejala dari paparan debu
tepung termasuk batuk, mengi, sesak napas (dyspnoea), suara serak, asma,
masalah mata, konjungtivitis, rinitis dan sinusitis. Efek kesehatan dari menghirup
debu tepung tergantung pada konsentrasi tepung di udara dan berapa lama pekerja
sudah terpapar. Paparan tingkat rendah yang sering mungkin tidak menimbulkan
gejala hingga 30 tahun. Tepung mungkin mengandung pemanis buatan, perasa,
atau pewarna. Bahan-bahan ini selanjutnya dapat mengiritasi saluran pernapasan
pekerja itu sendiri. Paparan jangka pendek dapat mengakibatkan hidung beringus,
mata berair, mengi, bersin, batuk, dan sesak napas. Paparan jangka panjang akan
mengakibatkan asma kerja atau baker’s asthma (Work Safe BC, 2007).
Penyakit paru kerja merupakan penyakit atau kelainan paru yang timbul
sehubungan dengan pekerjaan. Berbagai bahan berupa debu, serat, dan gas dapat
timbul pada proses industri. Tergantung pada jenis bahan tersebut maka penyakit
yang timbul pun bermacam-macam. Menurut Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang Penyakit Akibat Kerja, asma disebabkan
Universitas Sumatera Utara
30
oleh penyebab sensitisasi atau zat iritan yang dikenal yang ada dalam proses
pekerjaan.
Mekanisme penimbunan debu dalam paru. Mekanisme penimbunan
debu dalam paru dapat terjadi pada saat kita bernapas dengan menarik napas,
udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru. Jalur yang ditempuh adalah
hidung, faring, trakea, bronkus, bronchioli dan alveoli. Partikel debu yang dapat
terhirup saat bernapas berukuran antara 0,1µ - 10 µ. Pada hidung dan tenggorokan
bagian bawah, ada silia yang berfungsi menahan benda asing, yang kemudian
dikeluarkan bersama secret waktu bernapas. Debu yang masuk ke saluran
pernapasan tergantung pada ukuran partikel debu tersebut. Ukuran partikel debu
yang dapat masuk ke dalam saluran pernapasan dan dapat masuk sampai alveoli
paru berukuran 1-3 mikron. Partikel kecil yang berukuran 0,1-1 mikron akan
melakukan gerakan brown, dan ada kemungkinan membentur permukaan alveoli
dan tertimbun disana. Bila debu masuk di alveoli, maka jaringan alveoli akan
mengeras (fibrosis). Bila 10 % alveoli mengeras akibatnya mengurangi
elastisitasnya dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat
oksigen menurun dan kapasitas parunya pun akan menurun (Slamet & Laila,
2017).
Beberapa proses menumpuknya debu dalam paru menurut Suma‟mur
(2014) antara lain:
a. Inertia, bagian debu yang bermassa besar tidak dapat menyimpang mengikuti
saluran udara, melainkan terus dan akhirnya menabrak selaput lendir dan
Universitas Sumatera Utara
31
menumpuk disana. Terjadi pada waktu udara menyimpang melalui jalan
pernapasan yang tidak lurus.
b. Sendimentasi, ketika kelajuan udara sangat rendah kira-kira 1 cm/detik maka
penimbunan debu terjadi di bronkhi dan bronkhioli, sehingga gaya tarik
bekerja terhadap partikel debu.
c. Gerakan Brown, merupakan pengumpulan bagi partikel yang berukuran kurang
dari 0,1 mikron kemudian bergerak karena oleh gerakan brown sehingga
memungkinkan terjadi pembenturan dipermukaan alveoli dan mengendap di
sana.
Pengaruh debu terhadap pernapasan. Ada empat alternatif pengaruh
fisik dari partikel debu yang mengendap yaitu:
a. Debu berukuran 5 mikron yang mengendap pada saluran pernapasan bagian
atas dapat menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala
faringitis.
b. Debu berukuran 2-3 mikron yang mengendap lebih dalam pada
bronkus/bronkiolus dapat menimbulkan efek berupa bronkitis, alergi, atau
asma.
c. Debu yang berukuran 1-3 mikron yang mengendap di alveoli, dimana
gerakannya sejalan dengan kecepatan konstan.
d. Debu yang berukuran 0,1 mikron karena terlalu ringan tidak dapat menempel
pada saluran napas tetapi mengikuti gerak brown dan berada dalam bentuk
suspense (Fume atau Smoke) (Darmawan, 2013).
Universitas Sumatera Utara
32
Penyakit akibat pencemaran debu di tempat kerja. Pada saat orang
menarik nafas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-
paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan
letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Pneumoconiosis merupakan
penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang
masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pneumokoniosis banyak
jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam
paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di
daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu Silikosis,
Asbestosis, Bisinosis, Antrakosis, Beriliosis, Pneumonitis Kimia, Asma karena
pekerjaan, Pneumonitis Hipersensitivitas (Pneumonitis Interstisial Alergika) dll.
Nilai ambang batas debu. Nilai ambang batas adalah standar (NAB)
adalah standar faktor-faktor lingkungan kerja yang dianjurkan ditempat kerja agar
tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8
jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB ini sebagai rekomendasi pada
praktek hiegene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja
sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan (SE/Men/1997),
untuk Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja sebesar 10
mg/m3. Namun menurut SNI tahun 2005 mengenai Nilai Ambang Batas zat kimia
di udara tempat kerja, debu biji-bijian dan tepung memiliki NAB sebesar 4
mg/m3.
Universitas Sumatera Utara
33
Faktor yang Memengaruhi Penurunan Fungsi Paru
Fungsi paru memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya terutama
pada pekerja, diantaranya:
Umur. Umur berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya
umur. Semakin tua usia seseorang semakin besar kemungkinan terjadi penurunan
fungsi paru. Dalam keadaan normal usia mempengaruhi frekuensi pernafasan dan
kapasitas paru. Frekuensi pernafasan pada orang dewasa antara 16–18 kali
permenit, pada anak-anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30
kali per menit. Pada individu normal terjadi perubahan nilai fungsi paru secara
fisiologis sesuai dengan perkembangan umur dan pertumbuhan parunya. Mulai
pada fase anak sampai umur kira-kira 22–24 tahun terjadi pertumbuhan paru
sehingga pada waktu nilai fungsi paru semakin besar bersamaan dengan
pertambahan umur dan nilai fungsi paru mencapai maksimal pada umur 22–24
tahun (Rahmatullah, 2009).
Masa kerja dan lama paparan. Semakin lama waktu kerja seseorang,
maka semakin tinggi pula tingkat risiko dalam terjadinya gangguan faal paru.
Selain itu, juga menyatakan bahwa masa kerja menentukan lama kerja seseorang
terhadap faktor risiko terpapar debu, sehingga semakin besar masa kerja seseorang
maka semakin besar pula risiko terkena penyakit paru. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya gangguan faal paru pada pekerja yang terpapar debu
adalah lama kerja. Menurut penelitian pekerja dengan masa kerja 5-10 tahun
memiliki gangguan fungsi paru sebesar 89,29% dan yang lebih dari 10 tahun
sebesar 75%. Efek gangguan kesehatan yang ditimbulkan dapat terjadi dalam
Universitas Sumatera Utara
34
jangka waktu tertentu, sehingga lama kerja dalam sehari belum tentu dapat
digunakan sebagai indikator untuk menentukan gangguan kesehatan (Aunillah &
Ardam, 2015).
Gangguan faal paru merupakan efek dari pemajanan kronis, sehingga
pengaruhnya dapat diketahui dalam waktu relatif lama. Hal ini menjelaskan
bahwa penyebab gangguan faal paru tidak dapat dilihat hanya dari lama kerja
sehari atau waktu pemajanan singkat, namun membutuhkan waktu yang relatif
lama. Faktor lain yang diduga kuat memiliki hubungan dengan terjadinya
gangguan faal paru pekerja adalah debu. Debu di lingkungan kerja diduga sebagai
faktor potensial dalam menimbulkan gangguan faal paru pekerja (Aunillah &
Ardam, 2015).
Masa kerja menentukan lama kerja seseorang terhadap faktor risiko
terpapar debu, sehingga semakin besar lama kerja seseorang maka semakin besar
pula risiko terkena penyakit paru (Suma‟mur, 2013). Menurut penelitian Aunillah
& Ardam (2015) Pekerja dengan lama paparan kurang dari 8 jam sehari lebih
sedikit yang mengalami gangguan fungsi paru, sedangkan pekerja dengan lama
paparan 8 jam sehari dan lebih dari 8 jam sehari ditemukan lebih banyak pekerja
yang mengalami gangguan fungsi paru dengan persentase yang tidak berbeda
jauh, yaitu 92,9% pekerja pada lama kerja 8 jam sehari dan 90% pekerja pada
kelompok lama kerja lebih dari 8 jam dalam sehari.
Alat pelindung diri (APD). Pemakaian alat pelindung diri sangat penting
bagi pekerja untuk melindungi pekerja dari bahaya serta kecelakaan yang berada
di tempat kerja dimana APD bertujuan untuk mengurangi angka kecelakaan kerja
Universitas Sumatera Utara
35
dan penyakit akibat kerja. Penggunaan APD merupakan alternatif terakhir yaitu
kelengkapan dari segenap upaya teknis pencegahan kecelakaan.
Menurut Harwanti (2009), alat pelindung pernafasan digunakan untuk
melindungi pernafasan dari resiko paparan gas, uap, debu, atau udara
terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang bersifat rangsangan. Sebelum
melakukan pemilihan terhadap suatu alat pelindung pernafasan yang tepat, maka
perlu mengetahui informasi tentang potensi bahaya atau kadar kontaminan yang
ada di lingkungan kerja. Jenis alat pelindung pernafasan antara lain:
a. Masker. Masker digunakan untuk mengurangi paparan debu ataupartikel-
partikel yang lebih besar masuk kedalam saluran pernafasan. Adapun jenis-
jenis masker dalam membantu pekerjaan:
1. Masker sekali pakai
Masker ini terbuat dari bahan filter, beberapa cocok untuk debu
berukuran pernapasan.
2. Separuh masker
Masker ini terbuat dari karet atau plastik yang dirancang untuk menutup
mulut dan hidung. Alat ini memiliki cartridge filter yang dapat diganti.
3. Masker seluruh muka
Masker ini terbuat dari karet atau plastik yang dirancang untuk menutup
hidung, mulut dan mata. Cocok untuk menyaring debu, gas dan uap.
Universitas Sumatera Utara
36
4. Masker berdaya
Masker ini terbuat dari karet atau plastik yang dirancang untuk menutup
hidung yang dipertahankan dalam tekanan positif dengan jalan
mengalirkan udara melalui filter dengan bantuan kipas baterai.
b. Respirator. Menurut Harwanti (2009), alat ini digunakan untuk melindungi
pernafasan dari paparan debu, kabut, uap logam,asap, dan gas-gas berbahaya.
Jenis-jenis respirator ini antara lain:
1. Chemical Respirator
Merupakan catridge respirator terkontaminasi gas dan uap dengan
toksisitas rendah. Catridge ini berisi adsorban dankarbon aktif, arang
dan silica gel. Sedangkan canisterdigunakan untuk mengadsorbsi khlor
dan gas atau uap zat organik.
2 Mechanical Filter Respirator
Alat pelindung ini berguna untuk menangkap partikel partikel zat padat,
debu, kabut, uap logam dan asap. Respirator ini biasanya dilengkapi
dengan filter yang berfungsi untuk menangkap debu dan kabut dengan
kadar kontaminasi udara tidak terlalu tinggi atau partikel yang tidak
terlalu kecil.
Debu tepung. Debu adalah suatu kumpulan yang terdiri dari berbagai
macam partikel padat di udara yang berukuran kasar dan tersebar, yang biasa
disebut dengan koloid. Debu umumnya berasal dari gabungan secara mekanik dari
material yang berukuran besar (Kemenkes, 2015).
Universitas Sumatera Utara
37
Proses pembuatan pakan ikan menghasilkan debu bahan baku yang berupa
tepung dan campuran lainnya. Apabila terpapar debu tepung (flour dust) secara
terus menerus maka akan mengakibatkan terjadinya penyakit asma akibat kerja.
Di Amerika, The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
memperkirakan bahwa angka kematian yang terkait dengan Penyakit Paru Akibat
Kerja (PAK Paru atau dalam publikasi internasional disebut sebagai Occupational
Lung Diseases/OLD) sekitar 70% dari total kematian akibat kerja. Menurut
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 30% dari penderita penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) dan penderita asma dewasa, disebabkan oleh pajanan di tempat kerja.
Lebih dari 20 juta pekerja di Amerika Serikat telah terpajan bahan material yang
dapat menyebabkan penyakit sistem pernapasan (Kurniawidjaja LM, 2010).
Menurut Silica baseline survey Annex 3 Stonemasonry industry debu yang
memiliki ukuran 0,3 mg.m3 memiliki tingkat kefatalan kurang lebih 36 kasus
sedangkan debu yang memiliki ukuran 0,01 mg.m3 menyumbang angka kefatalan
sekitar 455 kasus (Easterbrook & Hill, 2009).
Kebiasaan merokok. Paru manusia pada dasarnya memiliki sifat elestis
seperti balon, dia akan mengembang ketika seseorang menarik nafas, dan
mengempis ketika seseorang mengeluarkan nafas. Racun dari asap rokok dapat
mengurangi elastisitas paru manusia, akibatnya seseorang akan terserang penyakit
paru kronis. Hal ini sangat berbahaya, karena tidak ada pengobatan untuk
menanggulangi penyakit ini, dan kemudian seseorang akan perlahan mati karena
kekurangan udara saat melakukan proses pernapasan (Sudrajad, 2016).
Universitas Sumatera Utara
38
Asap rokok dapat meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronkitis dan
kanker paru. Menurut Mangesiha dan Bakele terdapat hubungan yang signifikan
antara kebiasan merokok dan gangguan saluran pernapasan. Dari penelitian yang
dilakukan oleh dr.E.C.Hammond dari American Center Society ditarik kesimpulan
bahwa mereka yang mulai merokok pada umur kurang dari 15 tahun mempunyai
risiko menderita kanker paru 4-18 kali lebih tinggi dari pada yang tidak pernah
merokok. Sedangkan kebiasaan merokok dimulai diatas umur 25 tahun, risikonya
2-5 kali lebih tinggi dari pada yang tidak pernah merokok. Tenaga kerja yang
perokok dan berada di lingkungan yang berdebu cenderung mengalami gangguan
saluran pernapasan dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan
yang sama tetapi tidak merokok.
Indeks Brinkman
Derajat merokok menurut Indeks Brinkman adalah hasil perkalian
antaralama merokok dengan rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari. Jika
hasilnya kurang dari 200 dikatakan perokok ringan, jika hasilnya antara 200–599
dikatakan perokok sedang dan jika hasilnya lebih dari 600 dikatakan perokok
berat. Semakin lama seseorang merokok dan semakin banyak rokok yang dihisap
perhari, maka derajat merokok akan semakin berat (Perhimpunan Dokter Paru
Seluruh Indonesia, 2003).
Landasan Teori
Mengacu pada teori Gordon & Le Rich (1950) bahwa proses terjadinya
penyakit disebabkan oleh adanya interaksi antara host atau manusia sebagai
Universitas Sumatera Utara
39
penjamu, agent sebagai faktor penyebab penyakit dan faktor environment yang
mendukung.
Variable Independen Variabel Dependen
Gambar 1. Kerangka teori
Faktor Host:
Umur
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan
menggunaan APD
Faktor Agent:
Kadar Debu Tepung
Faktor Environment:
Udara sebagai
perantara
Fungsi Paru
Universitas Sumatera Utara
40
Kerangka Konsep
Variable Independen Variabel Dependen
`
Gambar 2. Kerangka konsep
Berdasarkan kerangka konsep diatas fungsi paru dapat disebabkan oleh
beberapa faktor:
a. Umur merupakan variabel yang penting dalam hal terjadinya gangguan fungsi
paru. Semakin bertambahnya umur, terutama yang disertai dengan kondisi
lingkungan yang buruk serta kemungkinan terkena suatu penyakit, maka
kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru dapat terjadi lebih besar.
Fungsi Paru
Faktor Host:
Umur
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan
menggunaan APD
Faktor Agent:
Kadar Debu Tepung
Universitas Sumatera Utara
41
b. Masa kerja yaitu lamanya seseorang bekerja di pabrik tersebut. Semakin lama
waktu kerja seseorang, maka semakin tinggi pula tingkat risiko dalam
terjadinya gangguan faal paru.
c. Kebiasaan merokok, salah satu hal yang paling penting untuk di kontrol pada
orang dengan gangguan fungsi paru adalah kebiasaan merokok. Rokok
merupakan salah satu polutan udara. Rokok merupakan unsur yang berperan
penting sebagai penyebab kanker paru pada perokok disebut tar hidrokarbon
aromatik.
d. Kebiasaan menggunaan APD berkaitan dengan banyaknya partikulat yang
tertimbun di dalam organ paru akibat pencemaran yang dapat mengurangi
kemampuan fungsi paru sehingga dengan digunakannya APD maka akan dapat
mencegah menumpuknya partikulat pencemar dalam organ paru sehingga akan
mengurangi terjadinya penurunan fungsi paru.
e. Kadar debu tepung, debu yang dihasilkan oleh kegiatan pembuatan/produksi
pakan ikan berasal dari bahan baku pakan ikan itu sendiri yaitu pada waktu
penimbangan bahan baku dimana bahan baku dituangkan ke aliran mesin
chains conveyor hingga pada proses packaging pakan ikan, kemudian pada
waktu pengemasan bahan jadi, dan kita telah mengetahui bahwa debu tidak
baik untuk kesehatan fungsi paru.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh antara faktor host (umur, masa kerja, kebiasaan merokok,
penggunaan APD) dan faktor agent (kadar debu tepung) dengan fungsi paru pada
pekerja bagian produksi pakan ikan di PT. Mabar Feed Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
42
Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Jenis desain penelitian yang
digunakan adalah desain penelitian cross sectional karena pada penelitian ini
variabel independen dan dependen diteliti dalam waktu yang relativ pendek dan
tempat tertentu kemudian menggunakan regresi logistik, untuk mengetahui
pengaruh masing-masing variabel independen dengan variabel dependen yaitu
untuk mengetahui faktor yang memengaruhi fungsi paru pada pekerja bagian
produksi di PT. Mabar Feed Indonesia.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian. Penelitian dilakukan di PT Mabar Feed Indonesia Jalan
Rumah Potong Hewan KM 9 No. 44 Mabar, Medan 20242.
Waktu penelitian. Waktu Penelitian dilakukan pada bulan November
2019 sampai selesai.
Populasi dan Sampel
Populasi. Populasi adalah seluruh tenaga kerja bagian produksi pakan ikan
berjumlah 30 orang
Sampel. Menurut Arikunto (2012:104) jika jumlah populasinya kurang
dari 100 orang, maka jumlah sampelnya diambil secara keseluruhan, tetapi jika
populasinya lebih besar dari 100 orang, maka bisa diambil 10-15% atau 20-25%
dari jumlah populasinya. Penelitian ini menggunakan teknik Total Sampling.
Sampel menggunakan total populasi yaitu 30 orang pekerja tetap.
Universitas Sumatera Utara
43
Variabel dan Definisi Operasional
Variabel. Variabel merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi
perhatian pada suatu penelitian. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah :
Variabel independen. Variabel Independen dalam penelitian ini umur,
masa kerja, alat pelindung diri, kebiasaan merokok, dan kadar debu tepung bagian
produksi di PT. Mabar Feed.
Variabel dependen. Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel
yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
fungsi paru.
Fungsi paru. Kondisi fungsi paru pekerja bagian produksi PT. Mabar
Feed yang dinilai dengan menggunakan kuesioner mengenai riwayat penyakit atau
gejala-gejala atau keluhan yang dirasakan pekerja. Fungsi paru tidak dapat diukur
menggunakan alat spirometer karena pandemik covid.
Definisi operasional. Definisi Operasional mengenai masing-masing
penelitian adalah sebagai berikut:
Umur. Umur adalah usia pekerja industri pakan ikan sampai penelitian
dalam satuan (tahun).
Masa kerja. Lamanya seorang pekerja pada bagian produksi PT Mabar
Feed, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian berlangsung dalam satuan
(tahun).
Universitas Sumatera Utara
44
Debu tepung. Padatan halus yang tersuspensi di udara (airbone) yang
tidak mengalami perubahan secara kimia ataupun fisika dari bahan padatan
aslinya yang timbul pada bagian produksi pakan ikan.
Penggunaan Alat Pelindung Diri. Alat pelindung pernapasan berupa
masker untuk melindungi area wajah terutama pada mulut dan hidung dari
percikan, semprotan, gas, fumes untuk meningkatkan kualitas bekerja.
Kebiasaan merokok. Aktifitas yang dilakukan seorang dalam menghirup
asap rokok yang mengandung komponen gas dan partikel dapat merusak
kesehatan pekerja.
a. Perokok : mereka yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6
bulan selama hidupnya.
b. Bukan perokok : orang yang tidak merokok.
Metode Pengumpulan Data
Data primer. Data yang diperoleh peneliti secara langsung. Data primer
pada penelitian ini diperoleh dari wawancara langsung dengan kuesioner serta
observasi tempat kerja.
Data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari kantor
PT. Mabar Feed Indonesia meliputi Profil Perusahaan dan Data debu total pada
bagian produksi pakan ikan yang berkaitan dengan faktor yang memengaruhi
fungsi paru pada pekerja.
Universitas Sumatera Utara
45
Metode Pengukuran
Penelitian ini menggunakan metode wawancara, dan observasi.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh data umur, masa kerja, gejala
penurunan fungsi paru, penggunaan APD dan kebiasaan merokok.
Pengukuran variabel dependen. Variabel dependen yaitu fungsi paru
dengan menggunakan kuesioner berupa keluhan atau gejala-gejala atau riwayat
penyakit yang dirasakan pekerja yang dikategorikan sebagai ada gangguan/ sakit
dan tidak ada gangguan/tidak sakit, karena alat spirometer saat ini belum bisa
digunakan sebelum adanya pengumuman resmi dari pemerintah bahwa kondisi
pandemik covid ini sudah normal.
Terdapat 6 aspek pertanyaan gejala penurunan fungsi paru yaitu batuk,
sesak napas, nyeri dada, napas berat, dahak, dan mengi yang dinyatakan dengan
skor yaitu:
1. Ya diberi nilai = 1
2. Tidak diberi nilai = 0
(Sugiyono, 2016)
Kriteria penilaian:
1.Ada gangguan jika pekerja mengalami semua gejala dengan skor = 6
2.Tidak ada gangguan jika pekerja tidak mengalami semua gejala dengan skor < 6
Skala: Ordinal
Universitas Sumatera Utara
46
Pengukuran variabel independen. Variabel independen dalam penelitian
ini antara lain:
Umur. Umur diukur dengan menanyakan berapa usia pekerja dihitung
sampai pada saat penelitian berlangsung dan kemudian dikelompokkan ke dalam
2 kategori yaitu di bawah 37 tahun dan di atas 37 tahun.
Skala: Nominal
Masa kerja. Masa kerja diukur dengan menanyakan ke pekerja sudah
berapa lama mereka bekerja di bagian produksi pakan ikan tersebut kemudian
dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu dibawah 7 tahun dan diatas 7 tahun.
Skala: Nominal
Kebiasaan merokok. Kebiasaan merokok diukur dengan menanyakan ke
pekerja mengenai status merokok dan berapa jumlah rokok yang dikonsumsi dan
dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu perokok dan bukan perokok.
Skala: Nominal
Penggunakan APD. Penggunaan APD diukur dengan menanyakan ke
pekerja penggunaan APD sewaktu bekerja apakah rutin digunakan atau tidak dan
dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu baik dan buruk.
Terdapat 5 aspek pertanyaan yang dinyatakan dengan skor yaitu:
3. Ya diberi nilai = 1
4. Tidak diberi nilai = 0
(Sugiyono, 2016)
Universitas Sumatera Utara
47
Kriteria penilaian:
3.Baik jika skor = 5
4.Buruk jika skor < 5
Skala: Ordinal
Pengukuran kadar Debu total tepung. Kadar debu total tepung adalah
berat debu tepung dalam mg/m3 di bagian produksi PT Mabar Feed yang di ukur
di 2 titik yaitu:
Titik 1 : Penimbangan (Batching)
Titik 2 : Pengemasan (Packaging)
Data kadar debu total diambil dari data sekunder perusahaan. Nilai kadar debu
dalam satuan mg/m3. Hasil pengukuran dibandingkan dengan standar Nilai
Ambang Batas Debu Biji-bijian dan tepung (4 mg/m3).
Skala pengukuran:
a. Diatas NAB, jika hasil pengukuran 4 mg/m3
b. Dibawah NAB, jika hasil pengukuran 4 mg/m3
Skala: Nominal
Metode Analisis Data
Analisis univariat. Analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dan
hasil penelitian pada umumnya. Dalam analisis ini membuat distribusi dan
frekuensi dari tiap variabel. Analisis Univariat dalam penelitian ini meliputi hasil
dalam bentuk tabel dan narasi.
Analisis bivariat. Analisis lanjutan untuk melihat hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen menggunakan uji Chi-Square dengan
Universitas Sumatera Utara
48
membandingkan nilai α sebesar 0,05 pada taraf kepercayaan 95%. Jika pvalue
<0,05 artinya ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan
variable dependen. Jika pvalue>0,05 artinya tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel independen dengan variabel dependen.
Analisis multivariat. Analisis multivariat dilakukan untuk melihat
hubungan variabel-variabel bebas dengan variabel terikat dan variabel bebas mana
yang paling besar hubungannya dengan variabel terikat. Analisis multivariat
dilakukan dengan cara menghubungkan variabel bebas dengan satu variabel
terikat secara bersamaan. Uji regresi logistik digunakan untuk menjelaskan
hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. Regresi logistik merupakan jenis
analisis multivariat dengan variabel dependen berjenis non metrik dan variabel
independen berjenis metrik/non metrik. Prosedur yang dilakukan terhadap uji
regresi logistik sebelumnya diawali dengan menguji kemaknaan masing-masing
variabel bebas, jika nilai p<0,25 maka variabel tersebut dapat dilanjutkan dalam
model multivariat.
Universitas Sumatera Utara
49
Hasil Penelitian
Gambaran Umum Tempat Penelitian
Sejarah penelitian. PT Mabar Feed merupakan Salah satu perseroan
dalam bidang industri pakan ternak, ikan dan hewan lainnya di Medan, Sumatera
Utara, Indonesia. PT mabar feed berawal dari perusahaan kecil dengan nama
perusahaan pakan ternak “MABAR” didirikan oleh Bapak Rachman, tanggal 15
Maret 1976, kemudian berstatus sebagai perusahaan penanaman modal dalam
negeri pada Agustus 1989. Produk utamanya adalah pakan ayam dan pakan ikan,
yang volume penjualannya dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang
cukup signifikan. Mulai dari produksi awal 7.200 Ton pertahun, meningkat
menjadi 80.000 ton pada Tahun 2000. Seiring dengan pulihnya perkonomian
nasional maka volume penjualan juga meningkat menjadi 155.000 Ton sampai
dengan akhir tahun 2011, dan tahun 2012 penjualan sudah mencapai 190.000 Ton
dengan kapasitas terpasang sebesar 450.000 Ton pertahun. Program jangka
panjang perseroan meningkatkan volume penjualan hingga mencapai 25.000 Ton
perbulan dengan melaksanakan diversifikasi produk, penambahan fasilitas
produksi dan laboratorium yang modern serta melakukan aktifitas benchmarking
sehingga kualitas pakan tetap tinggi dan terjaga
Lokasi. Lokasi pabrik dan kantor berada di Jl. Rumah Potong hewan no.44
Mabar, Medan 20242, Telp (061) 6851244. E-mail : [email protected].
Universitas Sumatera Utara
50
Proses produksi. Proses produksi merupakan suatu kegiatan yang
melibatkan sumber daya manusia, bahan serta peralatan untuk menghasilkan
produk yang berguna. Berikut merupakan proses produksi pakan ikan pada PT.
Mabar Feed Indonesia:
a) Penimbangan (Batching). Bahan baku dimasukkan terlebih dahulu ke lubang
intake, yaitu tempat pemasukan bahan baku yang kemudian akan dialirkan
dengan chains conveyor untuk memisahkan bahan baku dari sampah-sampah
yang terdapat pada bahan baku. Pada saat bahan baku dimasukkan ke lubang
intake, debu timbul dan terhirup oleh pekerja sehingga pekerja mengalami
sesak nafas.
b) Penggilingan (Grinding). Bahan baku yang masuk ke penggilingan akan
terpukul dan terlempar masuk ke ayakan yang terpasang sepanjang sisi pisau
yang berputar. Bahan yang masuk akan diputar dengan hembusan angin
berkecepatan tinggi dan akan membentur mata pisau sehingga bahan akan
hancur dan menjadi tepung. Bahan baku yang sudah halus akan diteruskan ke
ayakan lalu dimasukkan ke bin bahan halus. Pada tahap ini, pekerja tidak
terlibat karena bahan baku sudah masuk ke dalam mesin.
c) Pencampuran (Mixing). Pada pengolahan pakan ikan tenggelam (sinking),
dapat dilakukan pengadukan pada mixer 2 dan mixer 3, sedangkan pakan ikan
terapung (floating) hanya dapat diaduk pada mixer 3 saja. Bahan yang sudah
masuk ke mixer 2 dan mixer 3 dicampur dengan memasukkan bahan-bahan
tambahan seperti mineral, vitamin dan obat-obatan.
Universitas Sumatera Utara
51
Pada tahap ini terdapat pekerja pada lantai 4 sekali sekali datang
memberikan vitamin karena tidak setiap saat pemberian vitamin, hanya dilakukan
pada saat pencampuran bahan baku. Pada pakan ikan tenggelam (sinking),
pencampuran minyak ikan yang dialirkan melalui pipa kecil, sampai tercampur
merata. Pencampuran dilakukan selama 5 menit, Sedangkan untuk pakan ikan
terapung (floating) pelapisan minyak ikan dilakukan di mesin spray.
d) Pembentukan. Ada dua proses pembentukan pakan ikan pada PT. Mabar Feed,
yaitu:
1. Proses pembentukan pakan tenggelam (sinking). Bahan yang telah
tercampur dilanjutkan dengan feeder ke conditionermachine. Pada
conditioner machine ini dilakukan proses steam dengan temperatur
berkisar 80 - 95 °C. Setelah proses steam, dilakukan pembentukan
pellet (pemelletan) pada mesin pellet mill. Pembentukan pellet ini
dicetak pada lubang-lubang yang berukuran tertentu (ukuran die).
2. Proses pembentukan pakan terapung (floating). Campuran bahan dari
bin floating di masukkan ke bin scale extrudder , kemudian dialirkan ke
conditioner machine untuk dilakukan proses steam dengan temperatur
berkisar 80 - 100 °C. Dikatakan pakan ikan terapung apabila pelet
tersebut tetap berada di permukaan air minimal selama semenit,
kemudian akan tenggelam. Pelet terapung yang ditumbuk akan berubah
menjadi pelet tenggelam. Sedangkan pakan ikan tenggelam akan
langsung jatuh ke dasar air tanpa terapung terlebih dahulu. pelet
Universitas Sumatera Utara
52
tenggelam dikeringkan dalam waktu yang lama, maka sifatnya akan
berubah menjadi pelet apung.
g) Pengayakan (Cooler). Pakan dibawa dengan conveyor dan bucketelevator ke
pengayakan untuk memisahkan debu yang tedapat pada pakan. Debu dari hasil
pengayakan dibawa kembali ke proses pembentukan untuk dilakukan
pembentukan ulang.
h) Pengemasan (Packaging) Proses pengemasan dimulai dengan penentuan berat
per netto produk jadi ditimbang secara otomatis 50 Kg untuk pakan ikan
teggelam dan 30 Kg untuk pakan ikan terapung yang masuk ke dalam karung
goni plastik. Selanjutnya, produk yang sudah di packing dibawa ke gudang
bahan jadi dengan menggunakan fork lift.
Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
proporsi setiap variabel penelitian. Dalam penelitian ini mendeskripsikan variabel
faktor host dan faktor agent.
Distribusi proporsi fungsi paru. Fungsi paru dinyatakan dalam 6
pertanyaan yang ditanyakan kepada pekerja bagian produksi pakan ikan.
Pertanyaan tersebut merupakan sebuah rincian gejala penurunan fungsi paru
selama bekerja di bagian produksi pakan ikan. Dari variabel fungsi paru, sebagian
besar responden (24 pekerja) menjawab “iya” pada pertanyaan gejala penurunan
fungsi paru yaitu berupa gejala batuk berdahak, suara napas berbunyi mengi,
sesak napas, nyeri dada, dan napas terasa berat.
Universitas Sumatera Utara
53
Fungsi paru dikategorikan menjadi 2 yaitu “Ada gangguan” dan “Tidak
ada gangguan”. Persentase fungsi paru pada pekerja bagian produksi PT. Mabar
Feed Indonesia yang berjumlah 30 orang dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1
Distribusi Proporsi Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi PT. Mabar Feed
Indonesia
Fungsi Paru n %
Ada gangguan 21 70
Tidak ada gangguan 9 30
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa persentase fungsi paru pada pekerja
bagian produksi PT Mabar Feed Indonesia mengalami adanya gangguan fungsi
paru sebanyak 70%
Distribusi proporsi faktor host. Distribusi proporsi faktor host pada
pekerja bagian produksi PT Mabar Feed Indonesia meliputi umur, masa kerja,
kebiasaan merokok, dan penggunaan APD dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2
Distribusi Proporsi Faktor Host pada Pekerja Bagian Produksi PT. Mabar Feed
Indonesia
Faktor Host n %
Umur
> 37 tahun
≤ 37 tahun
11
19
36,7
63,3
Masa Kerja
> 7 tahun
≤ 7 tahun
14
16
46,7
53,3
Kebiasaan Merokok
Perokok
Bukan Perokok
25
5
63,3
36,7
Penggunaan APD
Buruk
Baik
21
9
70
30
Universitas Sumatera Utara
54
Berdasarkan tabel 2, distribusi proporsi umur ditemukan bahwa lebih
tinggi pekerja yang memiliki umur > 37 tahun yaitu sebanyak 11 pekerja dengan
persentase 36,7% dibandingkan pekerja yang berumur ≤ 37 tahun yaitu sebanyak
19 pekerja dengan persentase 63,3%. Proporsi masa kerja lebih tinggi pekerja
yang bekerja > 7 tahun yaitu sebanyak 14 pekerja dengan persentase 46,7%
dibandingkan pekerja yang memiliki masa kerja ≤ 7 tahun yaitu sebanyak 16
pekerja dengan persentase 53,3%. Proporsi kebiasaan merokok memiliki
peringkat tertinggi yaitu pekerja perokok sebanyak 25 pekerja dengan persentase
63,3% dibandingkan pekerja yang tidak merokok sebanyak 5 pekerja dengan
persentase 36,7%. Proporsi penggunaan APD lebih tinggi pekerja yang buruk
dalam penggunaan APD sebanyak 21 pekerja dengan persentase 70%
dibandingkan pekerja yang baik dalam penggunaan APD sebanyak 9 pekerja
dengan persentase 30%.
Distribusi proporsi faktor agent. Faktor agent yaitu kadar debu total
pada bagian produksi pakan ikan PT Mabar Feed Indonesia yang diteliti di 2 titik
yaitu di penimbangan (batching) dan pengemasan (packaging) diperoleh dengan
hasil sebagai berikut.
Tabel 3
Distribusi Proporsi Faktor Agent pada Bagian Produksi Pakan Ikan PT. Mabar
Feed Indonesia
Titik Area Kerja Kadar Debu (mg/m3) Keterangan
1 Penimbangan (Batching) 5,9870 4 mg/m3
2 Pengemasan (Packaging) 3,5621 4 mg/m3
Universitas Sumatera Utara
55
Berdasarkan tabel 3, distribusi proporsi faktor agent ditemukan bahwa
pada titik 1 area penimbangan (batching) memiliki kadar debu diatas NAB Debu
Tepung yaitu 5,9870 sedangkan pada titik 2 area pengemasan (packaging)
memiliki kadar debu dibawah NAB yaitu 3,5621.
Tabel 4
Distribusi Proporsi Faktor Agent dan Responden pada Bagian Produksi Pakan
Ikan PT. Mabar Feed Indonesia
Titik Area Kerja Kadar Debu
(mg/m3)
Jumlah
Responden %
1 Penimbangan (Batching) 5,9870 19 63,3
2 Pengemasan (Packaging) 3,5621 11 36,7
Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa pada area kerja
penimbangan (batching) terdapat 19 pekerja (63,3%) dengan kadar debu 5,9870
mg/m3 dan pada area kerja pengemasan (packaging) terdapat 11 pekerja (36,7%)
dengan kadar debu 3,5621.
Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan menggunakan tabulasi silang yang bertujuan
untuk melihat hubungan variabel bebas dengan variabel terikat, berdasarkan
distribusi sel-sel yang ada. Pada tahap selanjutnya dilihat apakah ada hubungan
antara variabel umur, masa kerja, kebiasaan merokok, penggunaan APD, dan
kadar debu tepung dengan fungsi paru. Untuk uji statistik yang di gunakan adalah
Chi Square Test.
Hubungan antara umur dengan fungsi paru. Untuk mengetahui
hubungan antara umur dengan fungsi paru dilakukan tabulasi silang dan uji
statistik dengan hasil sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
56
Tabel 5
Tabulasi Silang antara Umur dengan Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi
PT. Mabar Feed Indonesia 2020
Umur
Fungsi Paru Jumlah
P Ada gangguan Tidak ada gangguan
n % n % n %
> 37 tahun 7 63,6 4 36,4 11 100 0,687
≤ 37 tahun 14 73,7 5 26,3 19 100
Berdasarkan tabel 5 di atas diketahui dari 19 responden menyatakan
bahwasanya sebanyak 14 responden (73,7%) berumur ≤ 37 tahun mengalami
adanya gangguan fungsi paru. Hasil uji statistik menggunakan uji chi square
menunjukkan nilai p = 0,687 > 0,25. Hal ini berarti variabel umur tidak signifikan
dengan fungsi paru sehingga variabel umur secara statistic tidak dapat dilanjutkan
ke multivariat.
Hubungan antara masa kerja dengan fungsi paru. Hasil uji statistik
antara variabel dependen yaitu fungsi paru dengan variabel independen yaitu masa
kerja dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6
Tabulasi Silang antara Masa Kerja dengan Fungsi Paru pada Pekerja Bagian
Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
Masa Kerja
Fungsi Paru Jumlah
P Ada gangguan Tidak ada gangguan
n % n % n %
> 7 tahun 10 71,4 4 28,6 14 100 1
≤ 7 tahun 11 68,8 5 31,3 16 100
Berdasarkan tabel 6 di atas diketahui dari 14 responden menyatakan
bahwasanya sebanyak 10 responden (71,4%) berumur > 7 tahun mengalami
Universitas Sumatera Utara
57
adanya gangguan fungsi paru. Hasil uji statistik menggunakan uji chi square
menunjukkan nilai p = 1 > 0,25. Hal ini berarti variabel masa kerja tidak
signifikan dengan fungsi paru sehingga variabel masa kerja secara statistik tidak
dapat dilanjutkan ke multivariat.
Hubungan antara kebiasaan merokok dengan fungsi paru. Hasil uji
statistik antara variabel dependen yaitu fungsi paru dengan variabel independen
yaitu kebiasaan merokok dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7
Tabulasi Silang antara Kebiasaan Merokok dengan Fungsi Paru pada Pekerja
Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
Kebiasaan Merokok
Fungsi Paru Jumlah
P Ada gangguan Tidak ada gangguan
n % n % n %
Perokok 20 80,0 5 20,0 25 100 0,019
Bukan Perokok 1 20,0 4 80,0 5 100
Berdasarkan tabel 7 di atas diketahui dari 25 responden menyatakan
bahwasanya sebanyak 20 responden (71,4%) perokok tahun mengalami adanya
gangguan fungsi paru. Hasil uji statistik menggunakan uji chi square
menunjukkan nilai p = 0,019 < 0,25. Hal ini berarti variabel kebiasaan merokok
signifikan dengan fungsi paru sehingga variabel kebiasaan merokok secara
statistik dapat dilanjutkan ke multivariat.
Hubungan antara penggunaan APD dengan fungsi paru. Hasil uji
statistik antara variabel dependen yaitu fungsi paru dengan variabel independen
yaitu penggunaan APD dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
58
Tabel 8
Tabulasi Silang antara Penggunaan APD dengan Fungsi Paru pada Pekerja
Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
Penggunaan APD
Fungsi Paru Jumlah
P Ada gangguan Tidak ada gangguan
n % n % n %
Buruk 19 90,5 2 9,5 21 100 0,001
Baik 2 22,2 7 77,8 9 100
Berdasarkan tabel 8 di atas diketahui dari 21 responden menyatakan
bahwasanya sebanyak 19 responden (90,5%) yang buruk dalam penggunaan APD
mengalami adanya gangguan fungsi paru. Hasil uji statistik menggunakan uji chi
square menunjukkan nilai p = 0,001 < 0,25. Hal ini berarti variabel penggunaan
APD signifikan dengan fungsi paru sehingga variabel penggunaan APD secara
statistik dapat dilanjutkan ke multivariat.
Hubungan antara kadar debu tepung dengan fungsi paru. Hasil uji
statistik antara variabel dependen yaitu fungsi paru dengan variabel independen
yaitu kadar debu tepung dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 9
Tabulasi Silang antara Kadar Debu Tepung dengan Fungsi Paru pada Pekerja
Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
Kadar Debu Tepung
Fungsi Paru
Jumlah P Ada gangguan
Tidak ada
gangguan
n % n % n %
> 4 mg/m3 16 84,2 3 15,8 19 100
0,042 ≤ 4 mg/m
3 5 45,5 6 54,5 11 100
Berdasarkan tabel 9 di atas diketahui dari 19 responden menyatakan
bahwasanya sebanyak 16 responden (84,2%) yang bekerja di kadar debu > 4
Universitas Sumatera Utara
59
mg/m3 mengalami adanya gangguan fungsi paru. Hasil uji statistik menggunakan
uji chi square menunjukkan nilai p = 0,042 < 0,25. Hal ini berarti variabel kadar
debu tepung signifikan dengan fungsi paru sehingga variabel kadar debu tepung
secara statistik dapat dilanjutkan ke multivariat.
Analisis Multivariat
Analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap
fungsi paru. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak semua variabel
berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian gangguan fungsi paru, beberapa
faktor yang berpangaruh secara bermakna terhadap kejadian gangguan fungsi paru
adalah sebagai berikut:
Tabel 10
Hasil Analisis Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Fungsi Paru
pada Pekerja Bagian Produksi PT. Mabar Feed Indonesia 2020
Variabel Penelitian p Value Keterangan
Umur 0,687 Tidak ada hubungan
Masa Kerja 1 Tidak ada hubungan
Kebiasaan Merokok 0,019 Ada hubungan
Penggunaan APD 0,001 Ada hubungan
Debu Tepung 0,042 Ada hubungan
Berdasarkan hasil bivariat di atas yang diperoleh maka dilanjutkan dengan
melakukan analisis antara masing-masing variabel independen dengan variabel
dependennya. Bila hasil bivariat mempunyai nilai p ≤ 0,25 maka variabel tersebut
dapat masuk model multivariat. Tabel diatas menunjukkan dari lima variabel yang
di teliti, hasil analisis secara bivariat menunjukkan tiga variabel yang dapat lanjut
ke dalam model multivariat yaitu dengan besarnya tingkat p value secara berurut
Universitas Sumatera Utara
60
adalah debu tepung (0,042), kebiasaan merokok (0,019), dan penggunaan APD
(0,001).
Tabel 11
Variabel yang Berpengaruh terhadap Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi
PT. Mabar Feed Indonesia 2020
Variabel yang berhubungan B Wald Sig. OR CI 95%
Kebiasaan Merokok 1,841 1,265 0,261 6,303 0,255-155,833
Penggunaan APD 2,762 5,484 0,019 15,833 1,569-159,779
Kadar Debu Tepung 1,198 1,038 0,308 3,313 0,331-33,204
Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat satu variabel dengan
nilai p <0,05 sementara variabel lainnya menunjukkan nilai p>0,05. Hal ini berarti
menunjukkan bahwa variabel penggunaan APD memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel fungsi paru. Dari tabel diatas juga menunjukkan
bahwa nilai OR untuk variabel penggunaan APD adalah sebesar 15,8, angka ini
lebih tinggi dibandingkan nilai OR untuk variabel kebiasaan merokok sebesar 6,3
dan variabel kadar debu tepung yaitu sebesar 3,3. Hal ini juga menunjukkan faktor
host yaitu penggunaan APD merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
fungsi paru pada pekerja bagian produksi PT Mabar Feed Indonesia Tahun 2020.
Universitas Sumatera Utara
61
Pembahasan
Variabel yang Signifikan terhadap Fungsi Paru
Dari 3 (tiga) variabel yang masuk dalam model multivariat, terdapat 1
(satu) variabel yang bermakna secara statistik (variables in the equation).
Variabel tersebut adalah penggunaan Alat Pelindung Diri. Variabel
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Penggunaan APD. Hasil uji pengaruh secara bersama-sama variabel
bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan regresi logostik berganda.
Variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel terikat adalah penggunaan
APD. Variabel tersebut dengan hasil p value 0,019 < 0,05 ini berarti secara
statistik terbukti sah untuk diintepretasikan dalam analisis pengaruh bersama-
sama. Hal ini berarti bahwa pekerja yang buruk dalam penggunaan masker
berisiko untuk mengalami gangguan fungsi paru hampir 16 kali lebih besar jika
dibandingkan dengan pekerja yang baik dalam penggunaan masker. Hampir
semua pekerja bagian produksi pakan ikan buruk dalam penggunaan APD, mereka
menggunakan masker kain yang dibawa masing-masing pekerja sebagai alat
pelindung diri, namun ada juga yang menggunakan serbet sebagai pengganti
masker. Pekerja tidak menggunakan masker dari perusahaan dikarenakan masker
dari perusahaan seperti berikut:
Universitas Sumatera Utara
62
Gambar 3. Jenis masker pekerja produksi pakan ikan
Masker dari perusahaan merupakan masker kain berjenis kain tetra.
Pekerja merasa menggunakan masker berjenis kain tetra tersebut tidak berfungsi
karena lubang-lubang masker tersebut mengakibatkan debu terhirup sehingga
tidak memberi perlindungan yang efektif. Penggunaan masker kain tidak efektif
dikarenakan masker yang digunakan sebagai alat pelindung diri tidak memenuhi
standar, yaitu terbuat dari kain dengan pori-pori 10 mikron, dimana partikel debu
terigu yang ukurannya lebih kecil dari 10 mikron masih dapat terhirup, debu yang
menempel pada kain tersebut dan hygiene individu yang kurang diperhatikan. Alat
Pelindung Pernapasan yang disarankan untuk pekerjaan dilingkungan kerja yang
berdebu menurut OSHA berjenis particulate respirator yaitu disposable dust
mask. Pada respirator jenis ini, filter menangkap partikel dari udara dengan
metode penyaringan, sehingga udara yang melewati respirator menjadi
bersih. Berikut contoh disposable dust mask:
Universitas Sumatera Utara
63
Gambar 4. Disposable dust mask
Hasil penelitian ini mendkukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Budi Utomo pada tahun 2005 dengan judul Faktor-faktor Risiko Penurunan
Kapasitas Paru Pekerja Tambang Batu Kapur (Studi Kasus di Desa
Darmakradenan Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas) yang menunjukkan
hasil 66,7% pekerja yang mempunyai kapasitas paru normal ternyata dalam
melakukan aktivitas penambangan menggunakan masker dengan baik. Sebaliknya
34,3% yang tidak menggunakan masker ternyata menunjukkan adanya penurunan
kapasitas paru.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Mengkidi pada
tahun 2006 dengan judul Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya pada Karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi Selatan,
Budiono pada tahun 2007 dengan judul Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru
Pada Pekerja Pengecatan Mobil (Studi pada Bengkel Pengecatan Mobil di Kota
Semarang) dan Khumaidah pada tahun 2009 dengan judul Analisis faktor-faktor
yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja mebel PT Kota Jati
Universitas Sumatera Utara
64
Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara yang
menyatakan bahwa Pemakaian APD (masker) berhubungan dengan gangguan
fungsi paru dan merupakan faktor protektif terhadap terjadinya gangguan fungsi
paru. Dimana gangguan paru yang dimaksud ditandai dengan adanya penurunan
fungsi paru.
Hasil penelitian menunjukkan dari 30 pekerja sebanyak 21 pekerja yang
buruk dalam penggunaan APD dimana 15 pekerja yang buruk dalam penggunaan
APD merupakan pekerja perokok yang berada di kadar debu tinggi mengalami
gangguan fungsi paru. Pekerja yang aktivitas pekerjaannya banyak terpapar oleh
partikel debu memerlukan alat pelindung diri berupa masker untuk mereduksi
jumlah partikel yang kemungkinan dapat terhirup. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa penggunaan Alat Pelindung Diri sangat penting sebagai faktor protektif
dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan.
Pekerja yang taat menggunakan masker pada saat bekerja akan
meminimalkan jumlah paparan partikel debu yang dapat terhirup. Selain jumlah
paparan, ukuran partikel yang kemungkinan lolos dari masker menjadi kecil. Jika
ukuran partikel kurang dari 1μ, maka partikel debu yang masuk dapat keluar
kembali dengan gerakan brown. Selain itu dengan mekanisme pertahanan paru
berupa refleks batuk, yang dapat lebih kuat untuk mendorong sekresi ke saluran
pernafasan bagian atas, sehingga dapat ditelan atau dikeluarkan. Selanjutnya bila
masih ada debu yang lolos, maka makrofag alveolar akan mengeluarkan ke
pembuluh limfe atau bronkiolus, dimana partikel tersebut akan dibuang oleh
eskalator muskosiliaris.
Universitas Sumatera Utara
65
Variabel yang Tidak Signifikan terhadap Fungsi Paru
Dari 3 (tiga) variabel yang masuk dalam model multivariat, terdapat 2
(dua) variabel yang tidak bermakna secara statistik (variabel not in the equation)
yaitu kebiasaan merokok dan kadar debu tepung, yang secara teori kedua variabel
tersebut merupakan faktor risiko yang kuat untuk terjadinya gangguan fungsi
paru. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing variabel tersebut :
Kebiasaan merokok. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa
kebiasaan merokok tidak berpengaruh secara signifikan dengan kejadian
gangguan fungsi paru pada pekerja. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil
penelitian lain yang dilakukan oleh Faidawati pada tahun 2003 dengan judul
Penyakit Paru Obstruktif Kronik Dan Asma Akibat Kerja menunjukkan hasil
bahwa paparan debu cat pada pekerja pengecatan mobil ditambah dengan
kebiasaan merokok pada pekerja akan memberikan dampak kumulatif terhadap
timbulnya gangguan fungsi paru. Hal ini disebabkan asap rokok akan
menghilangkan bulu-bulu silia di saluran pernafasan yang berfungsi sebagai
penyaring udara yang masuk dalam pernafasan.
Hasil yang berbeda dengan penelitian terdahulu ini kemungkinan
disebabkan karena meskipun sebagian besar pekerja merokok, namun sebagian
besar mereka merokok dengan Indeks Brinkman kategori 0-199 dengan klasifikasi
perokok ringan. Sehingga dengan pengelompokan variabel kebiasaan merokok
ini, maka hasil uji statistik multivariat tidak menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian gangguan fungsi paru.
Universitas Sumatera Utara
66
Kadar debu tepung. Salah satu dampak negatif dari industri pakan ikan
adalah pencemaran udara oleh debu. Industri pakan ikan berpotensi menimbulkan
kontaminasi di udara berupa debu. Debu merupakan limbah utama dari pabrik
pakan ikan. Debu yang dihasilkan oleh kegiatan industri pakan ikan terdiri dari
debu yang dihasilkan pada bagian produksi pada waktu penimbangan (batching)
bahan baku dan pengemasan (packaging) pakan ikan. Bahan pencemar tersebut
dapat berpengaruh terhadap lingkungan dan manusia.
Dari hasil penelitian di ketahui bahwa kadar debu pada area kerja batching
5,9870 mg/m3. Diketahui dari 19 responden yang bekerja di area kadar debu
tinggi menyatakan bahwasanya sebanyak 16 responden (84,2%) yang bekerja di
kadar debu > 4 mg/m3 mengalami adanya gangguan fungsi paru. Hasil uji statistik
menggunakan uji chi square menunjukkan nilai p = 0,042. Pekerja yang bekerja di
area kadar debu 5,987 mg/m3 yaitu 15 pekerja perokok yang buruk dalam
penggunaan APD mengalami gangguan fungsi paru dan 1 pekerja perokok yang
baik dalam penggunaan APD mengalami gangguan fungsi paru.
Efek biologis paparan debu tepung di udara terhadap kesehatan manusia
dapat menyebabkan efek alergi dimana debu tepung merupakan debu organik
yang mempunyai sifat dapat meningkatkan reaksi alergi. Beberapa reaksi
kekebalan biasanya membentuk respon secara psikologi berupa iritasi. Secara
patologi dapat ditentukan melalui tes alergi sebagai penyakit akibat kerja pada
saluran pernafasan yang umumnya berupa asma bronchial.
Debu tepung yang masuk saluran nafas, menyebabkan timbulnya reaksi
mekanisme pertahanan non spesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport
Universitas Sumatera Utara
67
mukosilier dan fagositisis oleh makrofag. Otot polos sekitar jalan napas dapat
terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini biasanya terjadi bila
kadar debu melebihi nilai ambang batas.
Variabel kadar debu tepung berhubungan dengan fungsi paru akan tetapi
dari hasil uji multivariat, variabel kadar debu tepung tidak berpengaruh terhadap
fungsi paru dengan p value 0,308. Tidak lolosnya variabel kadar debu tepung ke
dalam model akhir analisis multivariat dalam penelitian ini dapat dijelaskan
bahwa tidak semua pekerja yang bekerja > NAB mengalami gangguan fungsi
paru. Hal ini disebabkan karena adanya faktor individual, faktor allergen dan
faktor penyerta potensial seperti umur, etnis, kebiasaan merokok. Salah satu faktor
yang paling sulit diukur disini adalah kerentanan dari individu. Seseorang akan
terekspose debu di lingkungan kerja dengan konsentrasi yang sama dan durasi
eksposure yang sama dapat memberikan kelainan klinis yang berbeda.
Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan dalam penelitian ini yaitu tidak
menggunakan pengukuran spirometri fungsi paru pada pekerja dikarenakan
kondisi yang tidak memungkinkan akibat pandemi virus Covid-19 sehingga
diganti dengan penggunaan kuesioner.
Universitas Sumatera Utara
68
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan yang diperoleh dari 30 pekerja di bagian produksi pakan
ikan PT. Mabar Feed Indonesia Tahun 2020 adalah sebagai berikut:
1. Persentase adanya gangguan fungsi paru pada pekerja bagian produksi PT
Mabar Feed Indonesia adalah 70%
2. Persentase tertinggi untuk faktor host yaitu pekerja yang buruk dalam
penggunaan APD pada bagian produksi PT Mabar Feed Indonesia yaitu sebesar
70%.
3. Persentase tertinggi untuk faktor agent pada pekerja bagian produksi PT Mabar
Feed Indonesia dengan kadar debu tepung total di lingkungan kerja memiliki
persentase tertinggi pekerja yang bekerja di bagian penimbangan dengan kadar
debu > NAB yaitu 63,3%.
4. Ditemukan bahwa faktor host yaitu kebiasaan merokok (p value 0,019) dan
penggunaan APD (p value 0,001) serta faktor agent yaitu kadar debu tepung (p
value 0,042) di lingkungan kerja yang signifikan terhadap fungsi paru pekerja
bagian produksi PT Mabar Feed Indonesia.
5. Penggunaan APD merupakan faktor dominan (p value 0,019) yang
mempengaruhi fungsi paru pada pekerja bagian produksi PT Mabar Feed
Indonesia. Selain itu ditemukan juga bahwa faktor host yang meliputi
penggunaan APD tersebut merupakan faktor yang menimbulkan resiko 16 kali
Universitas Sumatera Utara
69
terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja bagian produksi PT Mabar Feed
Indonesia
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti di PT. Mabar
Feed Indonesia, maka peneliti memberikan saran-saran yang mungkin dapat
menjadi bahan masukan atau perbaikan bagi perusahaan. Adapun saran-saran
yang dapat peneliti berikan sebagai berikut:
1. Mewajibkan dan mengawasi penggunaan masker secara ketat dan kontinyu
pada pekerja, agar dapat mengurangi angka kejadian gangguan fungsi paru.
2. Perlunya pemeriksaan fungsi paru pekerja secara periodik.
3. Berdasarkan temuan tingginya prevalensi pekerja produksi pakan ikan yang
mengalami gangguan fungsi paru (70%), maka disarankan agar instansi terkait
yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Kesehatan dan Lingkungan Hidup agar
melakukan upaya promosi kesehatan untuk meminimalkan risiko terjadinya
gangguan fungsi paru pada pekerja produksi pakan ikan.
4. Sebaiknya PT Mabar Feed Indonesia mengganti masker berjenis kain tetra
dengan menyediakan Alat Pelindung Diri yang berjenis disposable dust mask
yang sesuai dengan lingkungan kerja bagian produksi pakan ikan.
5. Diharapkan kepada pekerja yang hendak masuk lingkungan kerja, patuh
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (K3) seperti pemakaian alat
pelindung diri (APD) terutama masker agar dapat mengurangi kejadian
gangguan fungsi paru.
Universitas Sumatera Utara
70
Daftar Pustaka
Aditama, Y. T. (2006). Situasi Beberapa penyakit paru di masyarakat bagian
pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Unit Paru R. S.
Persahabatan Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran, 84. Diakses dari
http://www.cerminduniakedokteran.com/
Amin, M. (2013). Pemeriksaan dan interpretasi faal paru. Surabaya: PKB
Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi.
Antarudin. (2003). Pengaruh debu padi pada faal paru pekerja kilang padi yang
merokok dan tidak merokok (Program Pendidikan Dokter Spesialis Paru,
FK USU). Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6409
Arikunto, S. (2012). Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ariani, P. dan Hermayudi, D. (2017). Pulmonologi (Ed. 1). Yogyakarta: Nuha
Medika.
Aunillah, K. dan Ardam, Y. (2015). Hubungan paparan debu dan lama paparan
dengan gangguan faal paru pekerja overhaul power plant. The Indonesian
Journal of Occupational Safety and Health, 4. Doi http://dx.doi.org/
10.20473/ijosh.v4i2.2015.155-166
Bakhtiar, A. dan Irviana, R. (2017). Faal paru dinamis. Jurnal Respirasi, 3. Doi
http://dx.doi.org/10.20473/jr.v3-I.3.2017.89-96
Barrett, L., Barman, K., Boitano, S., Brooks, S., & Heddwen. (2016). Ganong’s
review of medical physiology. United State Of America: Medic.
Buchari. (2007). Penyakit akibat kerja dan penyakit terkait kerja. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Budiono, I. (2007). Faktor risiko gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan
mobil di Kota Semarang (Tesis, Epidemiologi UNDIP). Semarang.
Diakses dari http://eprints.undip.ac.id/17854/
BSN. (2009). Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di udara di tempat kerja (SNI
19-0232-2005). Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Danusantoso, H. (2012). Buku saku ilmu penyakit paru (Ed. 2). Jakarta: EGC.
Darmawan, A. (2013). Penyakit sistem respirasi akibat kerja. JMJ, 1. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/71507-ID-penyakit-sistem-
respirasi-akibat-kerja.pdf
Universitas Sumatera Utara
71
Demeke, D. & Haile, D. (2018). Assessment of respiratory symptoms and
pulmonary function status among workers of flour mills in addis ababa,
ethiopia: comparative cross-sectional study. Pulm Med, 2018. Ethiopia:
Department of Physiology, Bahir Dar University College of Medicine and
Health Sciences. Doi https://doi.org/10.1155/2018/9521297
Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan Indonesia 2006. Diakses dari
https://pusdatin.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2006.pdf
Easterbrook, A. & Hill, H. (2009). Silica baseline survey annex 2 construction
sector. Health and Safety Laboratory Harpur Hill Buxton Derbyshire,
17(9). Diakses dari http://www.bollettinoadapt.it/old/files/document/
3444UK_SILICA_3_2009.pdf
Endra, F., Noerwahjono, A., dan Nurridha, A. (2018). Analisis lingkungan kerja
dan karakteristik pekerja terhadap faal paru pekerja industri papan semen
rata (studi kasus di PT “X” Malang). Herb-Medicine Journal, 1. Diakses
dari https://www.researchgate.net/publication/334255169_Analisis_
Lingkungan_Kerja_dan_Karakteristik_Pekerja_Terhadap_Faal_Paru_Peke
rja_Industri_Papan_Semen_Rata_Studi_Kasus_di_PT_X_Malang/link/5d9
a93ee458515c1d39c43b8/download
Faidawati, R. (2003). Penyakit paru obstruktif kronik dan asma akibat kerja.
Journal of the Indonesia Association of Pulmonologist.
Gold, D., Xiaobin, W., Wypij, D. (2005). Effect of cigarette smoking on lung
function in adolescent boys and girls. NEJM, 335(13).
Guyton, A. dan Hall, J. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran (edisi 9). Jakarta:
EGC Kedokteran.
Hartono, H. (2015). Peningkatan kapasitas vital paru pada pasien ppok
menggunakan metode pernapasan pursed lips. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, 4. Diakses dari http://jurnal.poltekkes-solo.ac.id/index.php/
Int/article/view/122
Harwanti, N. (2009). Pemakaian alat pelindung diri dalam memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja di Instalasi Rawat Inap I RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta (Skripsi yang tidak dipublikasikan). Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Ikhsan, M. (2009). Dalam Bunga Rampai Penyakit Paru Kerja dan Lingkungan.
(Seri 1). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Universitas Sumatera Utara
72
ILO. (2013). Health and safety in work place for productivity. Geneva:
International Labour Office.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Efek Biologis dari Paparan
Debu. Diakses dari http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/MPK/
article/view/717
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman
Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Diakses dari
http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/kenali-penyakit-paru-obstruktif-
kronik-ppok
Khumaidah. (2009). Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan
fungsi paru pada pekerja mebel PT. Kota Jati Furnindo Desa Suwawal
Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara (Tesis yang tidak dipublikasikan).
Universitas Diponegoro, Semarang.
Kurniawidjaja, L. M. (2010). Program perlindungan kesehatan respirasi di tempat
kerja manajemen resiko penyakit paru akibat kerja. Jurnal Respirologi
Indonesia, 30. Diakses dari http://arsip.jurnalrespirologi.org/program-
perlindungan-kesehatan-respirasi-di-tempat-kerja-manajemen-risiko-
penyakit-paru-akibat-kerja/
Lung Health Institute. (2019, 5 Juli). Restrictive Lung Disease: Facts You Need to
Know. Diakses pada 20 Juli 2020, dari
https://lunginstitute.com/restrictive-lung-disease-facts/
Marcin, A. & Rogers, G. (2017, 23 Maret). Yellow, Brown, Green, and More:
What Does the Color of My Phlegm Mean?. Diakses pada 27 September
2020, dari https://www.healthline.com/health/green-phlegm
Markenan, P. (2004). Keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Jakarta: PT.
Pustaka Binaman Pressindo.
Mengkidi, D. (2006). Gangguan fungsi paru dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya pada karyawan PT. Semen Tonasa Pangkep Sulawesi
Selatan (Tesis, Universitas Diponegoro). Diakses dari
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/view/9602
Nuraisyah. (2010). Pengaruh karakteristik pekerja dan konsentrasi debu terhadap
gangguan faal paru pada pekerja di Industri Pakan Ternak Medan Tahun
2010 (Tesis yang tidak dipublikasikan). Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Universitas Sumatera Utara
73
Nonato, N. (2015). Occurrence of respiratory symptoms in persons with restrictive
ventilatory impairment compared with persons with chronic obstructive
pulmonary disease: The PLATINO study. Sage Journals, 12. Doi
https://doi.org/10.1177/1479972315588004
Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia. (2003). Pedoman diagnosis &
penatalaksanaan asma di Indonesia. Jakarta: PDPI.
Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia. (2010). Penyakit paru obstruktf
kronik”. Pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: PDPI.
Rab, T. (2010). Ilmu penyakit paru (Ed. 2). Jakarta: TIM.
Rahmatullah, P. (2009). Pneumonitis dan penyakit paru lingkungan. Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, 364.
Slamet, S. dan Laila, K. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan
gangguan fungsi paru pada pekerja pengelasan di Kota Pontianak. Jurnal
Laboratorium Khatulistiwa, 1. Diakses dari
https://www.researchgate.net/publication/337213174_Faktor-
Faktor_yang_Berhubungan_dengan_Gangguan_Fungsi_Paru_pada_Pekerj
a_Pengelasan_Di_Kota_Pontianak
Soemantri, I. (2008). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sudrajad, M. dan Azizah, R. (2016). Gambaran status faal paru pekerja di Industri
penggilingan batu kapur di Kabupaten Tuban. Jurnal Kesehatan
Lingkungan, 8. Diakses dari
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:yu9ZOFRgNhIJ:
https://e-journal.unair.ac.id/JKL/article/download/8017/4751+&cd=1&hl=
ban&ct=clnk&gl=id
Sugiyono. (2016). Metode penelitian manajemen pendekatan kuantitatif,
kualitatif, kombinasi (mixed methods), penelitian tindakan (action
research, dan penelitian evaluasi. Bandung: Alfabeta.
Suma‟mur, P. K. (2013). Higene perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES).
Jakarta: CV. Haji Mas Agung.
Suyanto S. (2015). Analisis pengaruh kepadatan debu dan penggunaan apd
pekerja pabrik pakan Ikan Terhadap Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja
Pabrik Pakan Ikan di Kecamatan XIII Koto Kampar. Jurnal Dinamika
Lingkungan Indonesia, 2. Diakses dari https://dli.ejournal.unri.ac.id/
index.php/DL/article/view/2879
Universitas Sumatera Utara
74
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Utomo, B. (2015). Faktor-faktor risiko penurunan kapasitas paru pekerja
tambang batu kapur (studi kasus di Desa Darmakradenan Kecamatan
Ajibarang Kabupaten Banyumas Tahun 2005) (Thesis, Magister
Epidemiologi. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro). Diakses
dari http://eprints.undip.ac.id/4990/
Werdhani, R. (2011). Patofisiologi, diagnosis, dan klasifikasi tuberkulosis.
Departemen Ilmu kedokteran komunitas, Okupasi, Keluarga. Jakarta:
FKUI.
Work Safe BC. (2007, 4 Juni). Flour Dust. Diakses pada 20 Juli 2020 diakses dari
https://www.worksafebc.com/en/health-safety/hazards-exposures/flour-
dust
Universitas Sumatera Utara
75
Lampiran 1. Lembar Kuesioner
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FUNGSI PARU
PADA PEKERJA BAGIAN PRODUKSI PT MABAR FEED INDONESIA
TAHUN 2020
I. PETUNJUK PENGISIAN
A. Identitas Responden
1. Nama Responden :
2. Berapa umur anda :
3. Apakah jenis kelamin anda?
4. Anda bekerja di bagian produksi?
5. Berapa masa kerja anda di perusahaan ini?
6. Berapa jam anda bekerja di tempat tersebut setiap hari?
7. Berat Badan: ...…….. kg
8. Tinggi Badan: ……... cm
B. Gejala Penurunan Fungsi Paru
1. Apakah bapak menderita batuk-batuk (kering / dahak / berdarah)?
Ya Tidak
2. Apakah bapak merasa sesak nafas?
Ya Tidak
Universitas Sumatera Utara
76
3. Apakah bapak nyeri dada?
Ya Tidak
4. Apakah bapak saat bernafas terasa berat?
Ya Tidak
5. Apakah bapak banyak mengeluarkan riak (dahak) tiap hari?
Ya Tidak
6. Apakah suara nafas bapak berbunyi mengi (ngikngik)?
Ya Tidak
Skala Sesak Keluhan sesak berkaitan dengan
aktivitas
0 Tidak ada sesak kecuali dengan
aktivitas berat
1 Sesak mulai timbul bila berjalan cepat
atau naik tangga 1 tingkat
2 Berjalan lebih lambat karena merasa
sesak
3 Sesak timbul bila berjalan 100 m atau
setelah beberapa menit
4 Sesak bila mandi atau berpakaian
(Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia)
Universitas Sumatera Utara
77
C. Riwayat Pekerjaan
1. Apakah sebelumnya anda pernah bekerja di tempat lain?
Ya Tidak
2. Apabila pernah, apakah tempat kerja anda yang dulu berdebu?
Ya Tidak
3. Berapa lama anda bekerja di tempat tersebut?
< 10 tahun ≥ 10 tahun
4. Berapa jam anda bekerja di tempat tersebut setiap hari?
< 8 jam
5. Apakah selama anda bekerja di tempat tersebut pernah mengalami sakit pada
saluran pernafasan?
Ya Tidak
D. Kebiasaan Penggunaan Alat Pelindung Diri
Berilah tanda (√) pada jawaban yang benar!
1. Menggunakan penutup hidung (serbet) atau masker sewaktu bekerja
Ya Tidak
2. Menggunakan penutup hidung (serbet) atau masker selama 8 jam sehari
selama bekerja di bagian berdebu secara terus-menerus
Ya Tidak
≥ 8 jam
Universitas Sumatera Utara
78
3. Menggunakan penutup hidung atau masker setiap hari
Ya Tidak
4. Jenis masker terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori yang kecil
Ya Tidak
5. Masker diganti setiap hari
Ya Tidak
(Sumber: Khumaidah, 2009; Kemenkes 2008; Sage Journals 2015)
E. Kebiasaan Merokok
Untuk perokok aktif:
Sudah berapa tahun merokok?
Kapan mulai merokok?
Apakah sekarang masih merokok?
Berapa batang rata-rata konsumsi rokok perhari?
Rumus: Indeks Brinkman (IB) = jumlah rata-rata rokok yang dihisap sehari
(batang) x lama merokok (tahun)
Klasifikasi perokok berdasarkan IB:
Indeks Brinkman Klasifikasi
0 – 199 Perokok ringan
200 – 599 Perokok sedang
≥ 600 Perokok berat
(Sumber: Indeks Brinkmen, Perhimpunan Dokter Paru Seluruh Indonesia, 2003)
Kuesioner ini telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan penelitian
Universitas Sumatera Utara
79
Lampiran 2. Master Data
1.Master Data Semua Variabel
No.
Responden
Fungsi
Paru Umur
Masa
Kerja
Kebiasaan
Merokok
Penggunaan
APD
Kadar
Debu
Tepung
1 1 2 2 1 1 1
2 1 2 1 1 1 1
3 1 2 2 1 1 1
4 1 2 1 1 1 1
5 1 1 2 1 1 1
6 1 1 1 2 1 1
7 1 2 1 1 1 1
8 1 2 1 1 2 1
9 1 1 1 1 1 1
10 1 2 2 1 1 1
11 2 2 2 1 2 2
12 1 2 1 1 1 1
13 2 2 2 2 2 2
14 2 2 1 2 2 2
15 1 2 1 1 1 1
16 1 1 2 1 1 1
17 2 1 2 1 2 2
18 1 1 2 1 1 1
19 2 1 1 2 2 1
20 2 1 1 1 1 1
21 2 1 1 1 2 1
22 1 2 1 1 1 2
23 1 2 2 1 1 2
24 2 2 2 1 1 2
25 2 2 2 2 2 2
26 1 1 2 1 1 2
27 1 1 2 1 1 1
28 1 2 1 1 2 2
29 1 2 2 1 1 2
30 1 2 2 1 1 1
2. Master Data Jawaban Setiap Responden untuk Variabel Fungsi Paru
Terdapat 6 aspek pertanyaan yang dinyatakan dengan skor yaitu:
1. Ya diberi nilai = 1
2. Tidak diberi nilai = 0
Universitas Sumatera Utara
80
Kriteria penilaian:
1. Ada gangguan jika skor = 6
2. Tidak ada gangguan jika skor < 6
Perta
nyaan
No.
Responden
Variabel Fungsi Paru
Total Kategorik 1 2 3 4 5 6
1 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
2 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
3 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
4 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
5 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
6 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
7 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
8 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
9 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
10 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
11 1 0 0 0 1 0 2 Tidak Ada Gangguan Fungsi
Paru
12 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
13 1 0 0 0 0 0 1 Tidak Ada Gangguan Fungsi
Paru
14 0 0 0 0 0 0 0 Tidak Ada Gangguan Fungsi
Paru
15 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
16 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
17 1 0 0 1 1 0 3 Tidak Ada Gangguan Fungsi
Paru
18 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
19 1 0 0 0 1 0 2 Tidak Ada Gangguan Fungsi
Paru
20 1 0 0 1 0 0 2 Tidak Ada Gangguan Fungsi
Paru
21 1 0 1 1 0 0 3 Tidak Ada Gangguan Fungsi
Paru
22 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
23 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
24 1 0 0 0 0 0 1 Tidak Ada Gangguan Fungsi
Paru
25 1 0 0 0 0 0 1 Tidak Ada Gangguan Fungsi
Paru
Universitas Sumatera Utara
81
26 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
27 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
28 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
29 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
30 1 1 1 1 1 1 6 Ada Gangguan Fungsi Paru
Total
Menjawab
„Ya‟
29 21 22 24 24 21
Total
menjawab
„Tidak‟
1 9 8 6 6 9
3. Master Data Jawaban Setiap Responden untuk Variabel Penggunaan
APD
Terdapat 6 aspek pernyataan yang dinyatakan dengan skor yaitu:
3. Ya diberi nilai = 1
4. Tidak diberi nilai = 0
Kriteria penilaian:
1. Baik jika skor = 5
2. Buruk jika skor < 5
Pernyataan
No.
Responden
Variabel Penggunaan APD
Total Keterangan 1 2 3 4 5
1 1 0 0 1 1 3 Buruk
2 1 0 1 1 1 4 Buruk
3 1 0 0 1 1 3 Buruk
4 1 0 0 1 1 3 Buruk
5 1 0 0 1 1 3 Buruk
6 1 0 0 1 1 3 Buruk
7 1 0 0 1 1 3 Buruk
8 1 1 1 1 1 5 Baik
9 1 0 0 1 1 3 Buruk
10 1 0 0 1 1 3 Buruk
11 1 1 1 1 1 5 Baik
Universitas Sumatera Utara
82
12 1 0 0 1 1 3 Buruk
13 1 1 1 1 1 5 Baik
14 1 1 1 1 1 5 Baik
15 1 0 1 1 1 4 Buruk
16 1 0 0 1 1 3 Buruk
17 1 1 1 1 1 5 Baik
18 1 0 1 1 1 4 Buruk
19 1 1 1 1 1 5 Baik
20 1 0 0 1 1 3 Buruk
21 1 1 1 1 1 5 Baik
22 1 0 1 1 1 4 Buruk
23 1 0 0 1 1 3 Buruk
24 1 0 0 1 1 3 Buruk
25 1 1 1 1 1 5 Baik
26 1 0 0 1 1 3 Buruk
27 1 0 1 1 1 4 Buruk
28 1 1 1 1 1 5 Baik
29 1 0 0 1 1 3 Buruk
30 1 0 0 1 1 3 Buruk
Total
Menjawab
„Ya‟
30 9 14 30 30
Total
menjawab
„Tidak‟
0 21 16 0 0
Universitas Sumatera Utara
83
Lampiran 3. Output SPSS
1. Umur dan Masa Kerja Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed Indonesia
Responden Umur Masa Kerja
1 38 7
2 37 8
3 33 4
4 34 10
5 41 5
6 39 8
7 28 8
8 36 9
9 42 10
10 37 3
11 36 4
12 25 8
13 35 6
14 38 11
15 37 8
16 48 6
17 39 5
18 42 5
19 48 8
20 49 9
21 51 10
22 32 8
23 37 7
24 32 7
25 31 6
26 45 5
27 44 5
28 37 9
29 36 5
30 26 4
Universitas Sumatera Utara
84
2.Klasifikasi Perokok Pada Pekerja Bagian Produksi Pakan Ikan PT Mabar Feed
Indonesia Berdasarkan Indeks Brinkman
Responden
Jumlah rata-rata rokok
yang dihisap sehari
(batang)
Lama
merokok
(tahun)
Indeks
Brinkman Klasifikasi
1 12 18 216 Perokok sedang
2 12 25 300 Perokok sedang
3 24 17 408 Perokok sedang
4 30 20 600 Perokok berat
5 12 22 264 Perokok sedang
6 0 0 0 Bukan perokok
7 12 17 204 Perokok sedang
8 16 20 320 Perokok sedang
9 16 21 336 Perokok sedang
10 0 0 0 Bukan perokok
11 4 21 84 Perokok ringan
12 6 20 120 Perokok ringan
13 0 0 0 Bukan perokok
14 0 0 0 Bukan perokok
15 6 21 126 Perokok ringan
16 16 14 224 Perokok sedang
17 6 19 114 Perokok ringan
18 16 24 384 Perokok sedang
19 0 0 0 Bukan perokok
20 6 22 132 Perokok ringan
21 4 21 84 Perokok ringan
22 12 22 264 Perokok sedang
23 24 22 528 Perokok sedang
24 8 20 160 Perokok ringan
25 0 0 0 Bukan perokok
26 8 20 160 Perokok ringan
27 24 24 576 Perokok sedang
28 16 21 336 Perokok sedangk
29 12 17 204 Perokok sedang
30 16 20 320 Perokok sedang
Universitas Sumatera Utara
85
3. Median Umur dan Masa Kerja Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed
Indonesia
Statistics
Umur Masakerja
N Valid 30 30
Missing 0 0
Median 37.00 7.00
4. Persentase Fungsi Paru pada Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed
Indonesia Fungsi Paru Pekerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid ada gangguan 21 70.0 70.0 70.0
tidak ada gangguan 9 30.0 30.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
5. Persentase Umur pada Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed Indonesia Umur Pekerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid > 37 tahun 11 36.7 36.7 36.7
<= 37 tahun 19 63.3 63.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
6. Persentase Masa Kerja pada Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed
Indonesia Masa Kerja Pekerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid > 7 tahun 14 46.7 46.7 46.7
<= 7 tahun 16 53.3 53.3 100.0
Total 30 100.0 100.0
7. Persentase Kebiasaan Merokok pada Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed
Indonesia Kebiasaan Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid perokok 25 83.3 83.3 83.3
bukan perokok 5 16.7 16.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
Universitas Sumatera Utara
86
8. Persentase Penggunaan APD pada Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed
Indonesia Penggunaan APD
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Buruk 21 70.0 70.0 70.0
Baik 9 30.0 30.0 100.0
Total 30 100.0 100.0
9. Persentase Kadar Debu Tepung pada Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed
Indonesia Debu Tepung Lingkungan Kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid > 4 mg/m3 19 63.3 63.3 63.3
=< 4 mg/m3 11 36.7 36.7 100.0
Total 30 100.0 100.0
10. Uji Hubungan antara Umur dengan Fungsi Paru pada Pekerja Bagian
Produksi PT Mabar Feed Indonesia
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp.
Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .335a 1 .563 Continuity Correctionb .027 1 .869 Likelihood Ratio .331 1 .565 Fisher's Exact Test .687 .429
Linear-by-Linear Association .324 1 .569 N of Valid Cases 30 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.30.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Fungsi Paru Pekerja
Total ada gangguan tidak ada gangguan
Umur Pekerja > 37 tahun Count 7 4 11
% within
Umur
Pekerja
63.6% 36.4% 100.0%
<= 37 tahun Count 14 5 19
% within
Umur
Pekerja
73.7% 26.3% 100.0%
Total Count 21 9 30
% within
Umur
Pekerja
70.0% 30.0% 100.0%
Universitas Sumatera Utara
87
11. Uji Hubungan antara Masa Kerja dengan Fungsi Paru pada Pekerja Bagian
Produksi PT Mabar Feed Indonesia
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .026a 1 .873 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .026 1 .873 Fisher's Exact Test 1.000 .596
Linear-by-Linear Association .025 1 .875 N of Valid Cases 30 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.20.
b. Computed only for a 2x2 table
12. Uji Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Fungsi Paru pada
Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed Indonesia Crosstab
Fungsi Paru Pekerja
Total ada gangguan
tidak ada
gangguan
Kebiasaan Merokok perokok Count 20 5 25
% within
Kebiasaan
Merokok
80.0% 20.0% 100.0%
bukan perokok Count 1 4 5
% within
Kebiasaan
Merokok
20.0% 80.0% 100.0%
Crosstab
Fungsi Paru Pekerja
Total ada gangguan tidak ada gangguan
Masa Kerja Pekerja > 7 tahun Count 10 4 14
%
within
Masa
Kerja
Pekerja
71.4% 28.6% 100.0%
<= 7 tahun Count 11 5 16
%
within
Masa
Kerja
Pekerja
68.8% 31.3% 100.0%
Total Count 21 9 30
%
within
Masa
Kerja
Pekerja
70.0% 30.0% 100.0%
Universitas Sumatera Utara
88
Total Count 21 9 30
% within
Kebiasaan
Merokok
70.0% 30.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.143a 1 .008 Continuity Correctionb 4.571 1 .033 Likelihood Ratio 6.628 1 .010 Fisher's Exact Test .019 .019
Linear-by-Linear
Association
6.905 1 .009
N of Valid Cases 30 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.50.
b. Computed only for a 2x2 table
13. Uji Hubungan antara Penggunaan APD dengan Fungsi Paru pada Pekerja
Bagian Produksi PT Mabar Feed Indonesia Crosstab
Fungsi Paru Pekerja
Total ada gangguan
tidak ada
gangguan
Penggunaan APD buruk Count 19 2 21
% within
Penggunaan
APD
90.5% 9.5% 100.0%
baik Count 2 7 9
% within
Penggunaan
APD
22.2% 77.8% 100.0%
Total Count 21 9 30
% within
Penggunaan
APD
70.0% 30.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square 13.976a 1 .000 Continuity Correctionb 10.915 1 .001 Likelihood Ratio 13.908 1 .000 Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 13.510 1 .000 N of Valid Cases 30 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.70.
b. Computed only for a 2x2 table
Universitas Sumatera Utara
89
14. Uji Hubungan antara Kadar Debu Tepung dengan Fungsi Paru pada Pekerja
Bagian Produksi PT Mabar Feed Indonesia Crosstab
Fungsi Paru Pekerja
Total
ada
gangguan
tidak ada
gangguan
Debu Tepung Lingkungan Kerja > 4 mg/m3 Count 16 3 19
% within
Debu Total
Lingkungan
Kerja
84.2% 15.8% 100.0%
=< 4 mg/m3 Count 5 6 11
% within
Debu Total
Lingkungan
Kerja
45.5% 54.5% 100.0%
Total Count 21 9 30
% within
Debu Total
Lingkungan
Kerja
70.0% 30.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp.
Sig. (2-
sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.983a 1 .026 Continuity Correctionb 3.308 1 .069 Likelihood Ratio 4.919 1 .027 Fisher's Exact Test .042 .035
Linear-by-Linear
Association
4.817 1 .028
N of Valid Cases 30 a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.30.
b. Computed only for a 2x2 table
15. Uji Pengaruh antara Variabel yang Berhubungan dengan Fungsi Paru pada
Pekerja Bagian Produksi PT Mabar Feed Indonesia Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step 1a merokok 1.841 1.637 1.265 1 .261 6.303 .255 155.833
APD 2.762 1.179 5.484 1 .019 15.833 1.569 159.779
debu 1.198 1.176 1.038 1 .308 3.313 .331 33.204
Constant -8.587 3.013 8.124 1 .004 .000 a. Variable(s) entered on step 1: merokok, APD, debu.
Universitas Sumatera Utara
90
Lampiran 4. Data Sekunder Tingkat Debu Pakan Ikan
Universitas Sumatera Utara
91
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian
Universitas Sumatera Utara
92
Lampiran 6. Surat Selesai Penelitian
Universitas Sumatera Utara
93
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Pengemasan
Gambar 2. Penimbangan
Universitas Sumatera Utara
94
Gambar 3. Wawancara dengan responden 1
Gambar 4. Wawancara dengan responden 2
Universitas Sumatera Utara
95
Gambar 5. Wawancara dengan responden 3
Gambar 6. Wawancara dengan responden 4
Universitas Sumatera Utara
96
Gambar 7. Wawancara dengan responden 5
Gambar 8. Wawancara dengan responden 6
Universitas Sumatera Utara
97
Gambar 9. Wawancara dengan responden 7
Universitas Sumatera Utara