analisis faktor risiko penyakit hipertensi pada masyarakat di kecamatan kemuning kota palembang...
DESCRIPTION
pdfTRANSCRIPT
-
ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT HIPERTENSI PADA MASYARAKAT DI KECAMATAN KEMUNING KOTA
PALEMBANG TAHUN 2012
RISET PEMBINAAN TENAGA KESEHATAN
OLEH :
PENELITI UTAMA : ZURAIDAH, SKM, MKM PENELITI I : MAKSUK, SKM, M.Kes PENELITI II : NADI APRILIADI, S.Sos, M.Kes
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU
PALEMBANG 2012
-
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan upaya pembangunan kesehatan dapat diukur dengan
menurunnya angka kesakitan, angka kematian ibu dan bayi, serta
meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Pada tahun 1983 UHH
penduduk Indonesia sebesar 58 tahun dan tahun 1988 meningkat menjadi
63 tahun. Proporsi penduduk Indonesia umur 55 tahun ke atas pada tahun
1980 sebesar 7,7% dari seluruh populasi, pada tahun 2000 meningkat
menjadi 9,37% dan diperkirakan tahun 2010 proporsi tersebut akan
meningkat menjadi 12%, serta UHH meningkat menjadi 65-70 tahun.
Peningkatan UHH akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang
akan berdampak pada pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit
infeksi ke penyakit degenerasi. Prevalensi penyakit menular mengalami
penurunan, sedangkan Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti hipertensi
cenderung mengalami peningkatan.
Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari
semua kalangan masyarakat, mengingat dampak yang ditimbulkannya baik
jangka pendek maupun jangka panjang sehingga membutuhkan
penanggulangan jangka panjang yang menyeluruh dan terpadu. Penyakit
Hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitasnya
(kematian) yang tinggi. Dari berbagai penelitian epidemiologis yang
-
3
dilakukan di Indonesia menunjukkan 1,8 28,6% penduduk yang berusia di
atas 20 tahun adalah penderita hipertensi.
Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan serius.
Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di
masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang
diakibatkan sangat tinggi seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan
lain-lain, juga menimbulkan kecacatan dan kematian mendadak. Kehadiran
hipertensi pada kelompok dewasa muda, sangat membebani perekonomian
keluarga, karena biaya pengobatan yang mahal dan membutuhkan waktu
yang panjang, bahkan seumur hidup.
Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian sekitar 7,1 juta
orang di seluruh dunia atau sekitar 13 % dari total kematian. Hipertensi atau
tekanan darah tinggi merupakan penyebab meningkatnya resiko penyakit
stroke, jantung, dan ginjal. Pada abad 20, penyakit jantung dan pembuluh
darah menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan negara
berkembang.
Menurut data Lancet (2008), jumlah penderita hipertensi diseluruh
dunia terus meningkat. Di India misalnya jumlah penderita hipertensi
mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang
pada tahun 2025. Di Cina sebanyak 98,5 juta orang mengalami hipertensi
dan menjadi 151,7 juta orang pada tahun 2025. Di bagian Asia tercatat 38,4
juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4
juta orang pada tahun 2025.
-
4
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2007 menunjukkan
Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 8,3% per
1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya lebih banyak pria menderita
hipertensi dibandingkan dengan perempuan. Menurut Muhammadun AS
2010 wanita pada usia 50 tahun mempunyai resiko hipertensi lebih besar
dibandingkan laki-laki pada usia yang sama, dan wanita pada usia dibawah
50 tahun memiliki resiko lebih kecil dibandingkan dengan` laki-laki pada usia
yang sama.
Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) tahun 2007 sebagaimana
dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi
hipertensi di Indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah sangat
tinggi, yaitu 31,7 persen dari total penduduk dewasa atau satu di antara 3
penduduk memiliki hipertensi. Berdasarkan data Riskesdas maka hipertensi
(12,3 %) adalah penyebab kematian penyakit tidak menular kedua terbanyak
setelah stroke ( 26,9% ).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi dibagi dalam
dua kelompok besar yaitu faktor yang melekat atau tidak dapat diubah
seperti jenis kelamin, umur, genetik dan faktor yang dapat diubah seperti
pola makan, kebiasaan olah raga dan lain-lain. Untuk terjadinya hipertensi
perlu peran faktor risiko tersebut secara bersama-sama (common underlying
risk factor), dengan kata lain satu faktor
risiko saja belum cukup menyebabkan timbulnya hipertensi.
Saat ini terdapat kecenderungan pada masyarakat perkotaan lebih
banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Hal ini
-
5
antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota yang
berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan),
kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi
kadar lemaknya. Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan
menjurus kesajian siap santap yang mengandung banyak lemak, protein,
dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan, membawa konsekuensi
sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif seperti
hipertensi.
Penyakit Hipertensi merupakan penyakit tidak menular (PTM) yang
menduduki peringkat pertama terbanyak di propinsi Sumatera Selatan.
Prevalensi penderita Hipertensi pada tahun 2007 adalah 0.49% kasus,
ditahun 2008 tercatat sebanyak 0.55% kasus, dan ditahun 2009 tercatat
sebanyak 0.53% kasus hipertensi. Diiringi Penyakit Jantung 0,30% kasus,
Diabetes Melitus 0,28% kasus. (Dinkes Sum-Sel, 2010 ).
Menurut data Dinas Kesehatan Kota Palembang penderita hipertensi
dengan proporsi penderita hipertensi pada tahun 2008 berjumlah 17.278,
tahun 2009 penderita hipertensi berjumlah 20.994, tahun 2010 penderita
hipertensi berjumlah 21.616 dan tahun 2011 sebanyak 352 kasus baru.
(Dinkes Kota Palembang, 2012).
Berdasarkan data dari Puskesmas Sekip sampai dengan bulan Juli
tahun 2012 terdapat 100 kasus baru yang datang berobat ke puskesmas,
sedangkan data mengenai penyakti Hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota
Palembang belum diketahui secara pasti.
-
6
Dari data diatas diketahui bahwa penyakit Hipertensi di Kota
Palembang adalah masih merupakan penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat, oleh kerena itu sangatlah penting untuk mendeteksi
faktor resiko yang berhungan dengan kejadian hipertensi.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari data pada latar belakang masalah dan belum
diketahuinya faktor risiko penyakit Hipertensi di Kecamatan Kemuning
Palembang, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara faktor risiko hipertensi dengan kejadian hipertensi di wilayah
Kecamatan Kemuning Kota Palembang.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor resiko
penyakit hipertensi dengan kejadian hipertensi di Kecamatan
Kemuning Kota Palembang.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi frekuensi penyakit hipertensi di
Kecamatan Kemuning Kota Palembang.
b. Diketahuinya distribusi frekuensi karakteristik responden yang
tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat
-
7
keluarga yang hipertensi) di Kecamatan Kemuning Kota
Palembang.
c. Diketahuinya distribusi frekuensi faktor risiko hipertensi yang
dapat dimodifikasi (kebiasaan merokok, kebiasaan makan-
makanan asin, kebiasaan makan/minum manis, aktivitas fisik,
Indeks Masa Tubuh, kebiasaan mengkonsumsi lemak, kebiasaan
mengkonsumsi minuman beralkohol, stres di Kecamatan
Kemuning Kota Palembang.
d. Diketahuinya hubungan karakteristik responden yang tidak dapat
dimodifikasi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga
yang hipertensi) dengan kejadian hipertensi di Kecamatan
Kemuning Kota Palembang.
e. Diketahuinya hubungan faktor risiko hipertensi yang dapat
dimodifikasi (kebiasaan makan- makanan asin, kebiasaan
makan/minum manis, aktivitas fisik, Indeks Masa Tubuh,
kebiasaan mengkonsumsi lemak, kebiasaan mengkonsumsi
minuman beralkohol, stres, di Kecamatan Kemuning Kota
Palembang.
f. Diketahuinya faktor yang paling dominan mempengaruhi risiko
Hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota Palembang.
-
8
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Pemerintah Daerah atau instansi terkait dapat dipergunakan
sebagai informasi untuk menentukan kebijakan kebijakan di masa
yang akan datang.
2. Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga untuk
mengembangkan riset tenaga kesehatan mengenai faktor risiko
Penyakit Tidak Menular khususnya penyakit Hipertensi.
3. Dapat dijadikan informasi dan acuan tambahan bagi peneliti
selanjutnya yang berhubungan dengan masalah faktor resiko
penyakit Hipertensi.
-
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teori
Bagab 2.1 Kerangka Faktor Risiko Penyebab Hipertensi dari beberapa teori
1. Faktor Ketiurunan 2. Ciri Perseorangan : Jenis kelamin,
umur, ras
3. Kebiasaan hidup : konsumsi garam tinggi, kegemukan atau makan
berlebihan, stres atau ketegangan
jiwa.
4. Pengaruh lain : merokok, minum alkohol, minum obat obatan.
(Lanny, G , 2001)
1. Stres 2. Konsumsi garam berlebihan
dalam makanan 3. Menjadi kaku dan menebalnya
dinding arteri dan arreriola 4. Obesitas
(Savitri, R , 2007)
1. Stres 2. Penyakit akut (pada ginjal,
komplikasi kehamilan dan gangguan metabolisme serta saraf)
3. Obat obatan (kontrasepsi oral) 4. Usia
(Hans, PW , 2008)
1. Usia semakin tua 2. Stres dan tekanan mental 3. Makanan yang berlebihan 4. Merokok 5. Konsumsi garam
(Muhammadun, 2010)
Kejadian
Hipertensi
-
10
2.2 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Penulisan
tekanan darah (contoh : 130/85 mmHg) didasarkan pada dua fase dalam
setiap denyut jantung.
1. Sistolik (nilai yang lebih tinggi: 130) menunjukkan fase darah yang
sedang dipompa oleh jantung.
2. Diastolik (nilai yang lebih rendah: 85) menunjukkan fase darah yang
kembali ke jantung.
Kriteria hipertensi yang lazim dipakai adalah kriteria JNC7 (the
Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure). Komite ini merupakan
bagian dari National Heart, Lung, and Blood Institute, Departemen
Kesehatan Amerika Serikat. JNC 7 ini merupakan kriteria JNC terbaru yang
diterbitkan tahun 2003 yang bertujuan untuk memberikan sebuah
pendekatan berbasis bukti (evidence-based Approach) pada pencegahan
dan manajemen hipertensi .
-
Kriteria JNC7
SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure.
Menurut WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal
adalah kurang dari 130/85 mmHg.
dibedakan menjadi dua bagian
1. Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih
belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita
jenis hipertensi ini.Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih
banyak ditujukan bagi penderita hipertens
2. Hipertensi sekunder. Jenis hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan
kelenjar tiroid, atau penyakit kelenjar adrenal.
2.3 Faktor Risiko dan Gejala Klinis Hipertensi
Faktor risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain:
1. Obesitas (kegemukan)
Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi
dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
Kriteria JNC7 (usia 18 tahun ke atas)
SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure.
Menurut WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal
adalah kurang dari 130/85 mmHg. Berdasarkan penyebabnya hipertensi
bagian :
Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih
belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita
jenis hipertensi ini.Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih
banyak ditujukan bagi penderita hipertensi essensial ini.
Hipertensi sekunder. Jenis hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan
kelenjar tiroid, atau penyakit kelenjar adrenal.
Faktor Risiko dan Gejala Klinis Hipertensi
risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain:
Obesitas (kegemukan). Merupakan ciri khas penderita hipertensi.
Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi
dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
11
SBP = systolic blood pressure DBP = diastolic blood pressure.
Menurut WHO batas tekanan darah yang masih dianggap normal
Berdasarkan penyebabnya hipertensi
Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih
belum dapat diketahui. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita
jenis hipertensi ini.Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih
Hipertensi sekunder. Jenis hipertensi yang penyebabnya dapat
diketahui, antara lain kelainan pada pembuluh darah ginjal, gangguan
. Merupakan ciri khas penderita hipertensi.
Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi
dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi
-
12
volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal.
Obesitas atau kegemukan di mana berat badan mencapai indeks
massa tubuh > 27 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m))
juga merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi.
Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah
jantung dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas
lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada
obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas
saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah.
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan
lemak yang berlebihan di jaringan lemak tubuh, dan dapat
mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit. Parameter yang umum
digunakan untuk menentukan keadaan tersebut adalah indeks massa
tubuh seseorang 25-29,9 kg/m2.
Obesitas terutama tipe sentral/ abdominal sering dihubungkan dengan
beberapa keadaan seperti diabetes melitus, hiperlipidemia, penyakit
jantung, hipertensi, penyakit hepatobiliar dan peningkatan resiko
mortalitas dan morbiditas. Swedish Obese Study (1999) mendapatkan
kejadian hipertensi pada 13,6% populasi obesitas sedangkan Tromo
study membuktikan adanya hubungan antara peningkatan indeks
massa dengan peningkatan tekanan darah baik pada laki-laki dan
wanita. Peningkatan risiko ini juga seiring dengan peningkatan waist -
hip- ratio (WHR) dan waist circumference dimana dikatakan risiko
-
13
tinggi bila memiliki WHR > 0,95 untuk laki-laki dan > 0,85 untuk
wanita, serta waist circumference > 102 cm untuk laki-laki dan > 88
cm untuk wanita. Laki-laki memiliki resiko angka kejadian penyakit
kardiovaskular yang lebih tinggi dibanding wanita, karena obesitas tipe
sentral ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan distribusi lemak tubuh antara laki-laki
dan wanita. Pada laki-laki distribusi lemak tubuh terutama pada
daerah abdomen sedangkan wanita lebih banyak pada daerah gluteal
dan femoral.
Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan, akan tetapi
patogenesis hipertensi pada obesitas masih belum jelas benar.
Beberapa ahli berpendapat peranan faktor genetik sangat
menentukan kejadian hipertensi pada obesitas, tetapi yang lainnya
berpendapat bahwa faktor lingkungan mempunyai peranan yang lebih
utama. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan prevalensi
obesitas dari tahun ke tahun tanpa adanya perubahan genetik, selain
itu pada beberapa populasi/ ras dengan genetik yang sama
mempunyai angka prevalensi yang sangat berbeda. Mereka
berkesimpulan walaupun faktor genetik berperan tetapi faktor
lingkungan mempunyai andil yang besar. Saat ini dugaan yang
mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas adalah peningkatan
volume plasma dan peningkatan curah jantung yang terjadi pada
obesitas berhubungan dengan hiperinsulinemia, resistensi insulin dan
sleep apnea syndrome, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini
-
14
terjadi pergeseran konsep, dimana diduga terjadi perubahan neuro-
hormonal yang mendasari kelainan ini. Hal ini mungkin disebabkan
karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang berkembang pada
tahun-tahun terakhir ini dengan ditemukannya leptin.
Perubahan berat badan juga merupakan salah satu faktor penting
pada survival rate penderita hipertensi. Perubahan berat badan
merupakan sebanyak 5 kg (meningkat ataupun menurun) pada kurun
waktu 10-15 tahun akan meningkatkan angka mortalitas sebesar 1,5 -
2 kali lebih tinggi. Pada satu studi prospektif- epidemiologi didapatkan
angka mortalitas penyakit kardiovaskular lebih rendah pada populasi
dengan berat badan yang stabil selama kurun waktu tertentu. Pada
obesitas biasanya sering didapatkan adanya fluktuasi peningkatan
dan penurunan berat badan secara periodik ini akan meningkatkan
resiko mortalitas pada obesitas.
2. Stres. Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada
saat kita beraktifitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis
mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara intermitten (tidak
menentu).
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas
saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara
bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat
tekanan darah menjadi tetap tinggi. Arieska Ann Soenarta, 2008
menyatakan bahwa stres akan meningkatkan resistensi pembuluh
darah perifer dan curah jantung. Sehingga akan menstimulasi aktifitas
-
15
saraf simpatetik. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan
pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
3. Faktor keturunan (genetik). Apabila riwayat hipertensi didapati pada
kedua orang tua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat
besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur)
apabila salah satunya adalah penderita hipertensi. Peran faktor
genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya
kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial)
apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama
lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan
dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala
hipertensi dengan kemungkinan komplikasinya. Orang-orang dengan
riwayat keluarga yang mempunyai penyakit tidak menular lebih sering
menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat yang
mempunyai faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko
terkena hipertensi pada keturunannya. Keluarga yang memiliki riwayat
hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4 kali lipat.
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang memiliki kemungkinan
lebih besar mendapatkan penyakit tidak menular jika orang tuanya
penderita PTM. Jika seorang dari orang tua menderita PTM, maka
dimungkinkan sepanjang hidup keturunannya mempunyai peluang
25% terserang penyakit tersebut. Jika kedua orang tua mempunyai
-
16
penyakit tidak menular maka kemungkunan mendapatkan penyakit
tersebut sebesar 60%.
4. Jenis Kelamin (gender). Pria lebih banyak mengalami kemungkinan
menderita hipertensi daripada wanita. Hipertensi berdasarkan gender
ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita
seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat
badan), depresi, dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada
pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang
nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.
Secara teoritis penyakit hipertensi cenderung lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan laki laki. Hal ini disebabkan karena
penyakit hipertensi pada wanita meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, beban tugas sebagai ibu rumah tangga apalagi
ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingkat stres yang tinggi.
Hipertensi esensial mulai terjadi seiring bertambahnya umur. Pada
populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari
pada wanita (39% pria dan 31% wanita). Prevalensi hipertensi primer
pada wanita sebesar 22%-39% yang dimulai dari umur 50 sampai
lebih dari 80 tahun, sedangkan pada wanita berumur kurang dari 85
tahun prevalensinya sebesar 22% dan meningkat sampai 52% pada
wanita berumur lebih dari 85 tahun. (Trenkwalder P et al, 2004).
Bila ditinjau perbandingan antara perempuan dan pria, ternyata
perempuan lebih banyak menderita hipertensi. Dari laporan Sugiri di
Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan
-
17
11,6% untuk perempuan. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria
dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta
(Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% perempuan.
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak
menular tertentu, yang banyak dicetuskan oleh hipertensi dimana pria
lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio
sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Wanita yang
sedang memasuki menopause berpengaruh terhadap terjadinya
hipertensi.
Di Indonesia terdapat beban ganda dari prevalensi penyakit hipertensi
dan penyakit kardiovaskuler lainnya dengan penyakit infeksi dan
malnutrisi. Prevalensi hipertensi yang tertinggi adalah pada wanita
(25%) dan pria (24%). Rata-rata tekanan darah sistole 127,33 mmHg
pada pria Indonesia dan 124,13 mmHg pada wanita Indonesia.
Tekanan diastole 78,10 mmHg pada pria dan 78,56 mmHg pada
wanita.
Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa lelaki mempunyai
resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Lelaki juga
mempunyai resiko lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas
cardiovaskuler. Sedangkan diatas umur 50 tahun, hipertensi lebih
banyak terjadi pada perempuan.
5. Usia. Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang
menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit tidak menular
tertentu seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, dan lain-
-
18
lain erat kaitannya dengan umur. Semakin tua seseorang maka
semakin besar risiko terserang penyakit tersebut. Umur lebih dari 40
tahun mempunyai risiko terkena hipertensi dan penyakit DM. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga
prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 %
dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan
elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan
berkembang pada umur lima puluhan dan enampuluhan.
Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi.
Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai
pada usia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya biasa saja bila tekanan
darah kita sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Hanya saja bila perubahan ini disertai faktor-faktor lain maka
bisa memicu terjadinya hipertensi.
Muhammadun AS, 2010 menyatakan bahwa wanita pada usia 50
tahun mempunyai resiko hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki
pada usia yang sama, dan wanita pada usia dibawah 50 tahun
memiliki resiko lebih kecil dibandingkan dengan` laki-laki pada usia
yang sama.
Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa Insidensi hipertensi
meningkat seiring dengan pertambahan usia. Seseorang yang
berumur diatas 60 tahun, 50 - 60 % diantaranya mempunyai tekanan
-
19
darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu
merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi sejalan dengan
pertambahan usia.
6. Asupan garam. Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh)
dan tekanan darah yang akan diikuti oleh peningkatan ekskresi
kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik
(sistem perdarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial
mekanisme inilah yang terganggu.
Arieska Ann Soenarta, 2008 menyatakan bahwa Sodium adalah
penyebab dari hipertensi esensial, asupan garam yang tinggi akan
menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik yang
secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Sodium
secara eksperimental menunjukkan kemampuan untuk menstimulasi
mekanisme vasopressor pada susunan syaraf pusat. Defisiensi
potasium akan berimplikasi terhadap terjadinya hipertensi.
7. Gaya hidup yang kurang sehat. Walaupun tidak terlalu jelas
hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok, minum
minuman beralkohol dan kurang olah raga dapat pula mempengaruhi
peningkatan tekanan darah.
Marice, S (2010) dalam penelitiannya mengenai hubungan perilaku
merokok, konsumsi makanan/minuman dan aktifitas fisik dengan
penyakit hipertensi pada responden obes usia dewasa di Indonesia
yang menyatakan bahwa responden yang mengkonsumsi makanan
asin tidak terbukti ada hubungan mengalami penyakit hipertensi.
-
20
Mubarok, Khamim (2011), dalam penelitiannya mengenai Studi
Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada Nelayan di
Pelabuhan Jepara dengan hasil penelitian menunjukka bahwa
prevalensi hipertensi primer di Pelabuhan Jepara sebesar 24,5 %.
Berdasarkan analisis diketahui ada hubungan antara Indeks Massa
Tubuh (IMT) dengan kejadian hipertensi primer (p = 0,0001), ada
hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi
primer (p = 0,02). ada hubungan antara tingkat penghasilan dengan
kejadian hipertensi primer (p = 0,0001), ada hubungan antara
kebiasaan minum-minum berkafein dengan kejadian hipertensi primer
(p = 0,0001), ada hubungan konsumsi alkohol dengan kejadian
hipertensi primer(p = 0,0001).
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi
garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap
hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan
darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi (pengeluaran)
kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem
pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial mekanisme ini
terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh.
Olah raga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap
hipertensi. Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik
selama 30-45 menit/hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah.
-
21
Beberapa data data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi (Lany Gunawan, 2001; 17-
19),antara lain :
1) Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang
tuanya adalah penderita hipertensi.
2) Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi hipertensi adalah :
a) Umur
Umur yang bertambah akan menyebabkan terjadinya tekanan
darah/ hipertensi.
b) Jenis kelamin
Pada umumnya lebih banyak pria menderita hipertensi
dibandingkan dengan perempuan. Pria lebih banyak dari pada
wanita usia 50 tahun. Tekanan darah pria umumnya lebih tinggi
pada wanita.
3) Kebiasaan hidup
a) Konsumsi garam yang tinggi
Garam dapat meningkatkan tekanan darah karena
mengandung natrium dalam jumlah berlebih.
-
22
b) Kegemukkan (obesitas)
Makanan yang mengandung banyak lemak dapat
menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh
darah sehingga terjadi penyempitan pada pembuluh darah
dan memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat, akibat
tekanan darah menjadi meningkat dan terjadilah hipertensi.
c) Stress
Stress yang terlalu besar dapat memicu terjadinya hipertensi
karena dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat
serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.
d) Pengaruh lain
(1) Merokok, karena dapat merangsang sistem adrenergic
dan meningkatnya tekanan darah. Selain itu rokok juga
bisa mempengaruhi pembuluh darah . racun pada rokok
yang berjumlah ribuan oksidan. (radikal bebas) yang
merusak dinding pembuluh darah dan menyebabkan
keleastian pembuluh darah berkurang akibatnya
pembuluh darah meningkat.
(2) Minum alkohol, karena alkohol dapat merusak fungsi saraf
pusat dan dan saraf tepi.apabila saraf simpatis terganggu
,maka pengaturan tekanan darah menjadi terganggu pula.
(3) Minum obat-obatan, misal epedhrin, prednisone, epinefrin.
-
23
Menurut Muhammadun (2010:56-70), untuk beberapa penyebab
terjadinya hipertensi primer antara lain :
1) Usia yang semakin tua
Semakin tua seseorang metabolisme zat kapur terganggu
sehingga banyak zat kapur yang berdar bersama darah.
2) Stres dan tekanan mental
Salah satu tugas saraf simpatis adalah pengeluaran adrenalin
yang dapat menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat
menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi dan terjadinya
peningkatan tekanan darah
3) Makanan yang berlebihan
Makanan yang berlebih dapat menyebabkan obesitas yang
nantikan dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
4) Merokok
Merokok membuat darah menjadi mudah membeku, dan lengket,
selain itu nikoti bisa memacu penguluaran adrenalin yang bisa
meningkatan kerja jantung.
5) Konsumsi garam
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena
cairan diluar sel agar tidak keluar sehingga dapat menyebabkan
volume dan tekanan darah.
-
24
Menurut Savitri (2007:23-24), beberapa faktor yang bisa menyebabkan
hipertensi antara lain :
1) Stres
Stres merangsang otak untuk melepaskan sejumlah besar hormon
katekolamine. Hormon-hormon ini menyebabkan : meningkatnya
output kardiak, meningkatnya resistensi ferifer, menurunnya cairan
dan garam melalui ginjal, dan menebalnya dinding pembuluh darah.
2) Garam (sodium klorida) yang berlebihan dalam makanan
Garam yang berlebihan meningkatkan volume darah dan output
kardiak karnanya. Sebagai tambahan, asupan garam berlebihan
secara tidak langsung menaikkan pelepasan katekolamin.
3) Menjadi kaku dan menebalnya dinding arteri dan arteriola
Berbagai beberapa hal ini diawali faktor-faktor keterunan . penuaan,
diabetes kolesterol tinggi, merokok memperburuk perubahan dalam
arteri . dinding arteri yang kakku mengurangi elastisitas dan
menyebabkan tekanan yang tinggi.
4) Meningkatnya penambanan air dan garam ginjal
Ini mungkin disebakan oleh faktor keturunan. Peningkatan air dan
garam diselurh tubuh meningkatkan volume darah yang sebagai
akibatny meingkatkan output kardiak.
5) Obesitas
Obesitas meningkatkan pengeluaran insulin suatu hormon yang
mengatur gula darah . insulin yang menyebabkan penebalaan
pembuluh darah dan meningkatan resistensi pembuluh darah .
-
25
Menurut Hanns (2008:9-15), faktor-faktor yang dapat menyebabkan
hipertensi pada individu yaitu:
1) Berat badan berlebihan
Hal ini meningkatkan berkembangnya berbagai faktor resiko oleh
karena itu, berat badan itu suatu bahaya terhadap kesehatan.
Penyebab utama dari kelebihan berat badan adalah terlalu banyak
makan dan kurang bolahraga.
2) Metabolisme lemak yang abnormal
Lemak serum, yang dikenal sebagi lipid, memasok tubuh dengan
energi dan bahan pembangun. Sebagi lemak diperoleh dari
makan yang kita konsumsi dan diciptakan sendiri oleh tubuh.
3) Merokok
Merokok adalah suatu faktor resiko yang penting dalam penyakit
kardiovskuler.
4) Stres
Stres telah menjadi suatu istilah yang digunakan untuk
menjelaskan segala sesuatu, mulai dari sakit kepala ringan
sampai gangguan serius.
5) Usia
Kondisi yang berkaitan dengan usia ini bukanlah hipertensi sejati
tetapi produk kausan arterioskleorisis dari arteri-arteri utama
terutama utama, dan akbatnya dari kelenturan. Dengan kerasnya
arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku arteri dan aorta itu
kehilangan penyesuaian diri. Dinding yang kini tidak elastis, tidak
-
26
dapat lagi mengubah darah yang keluar dari jantung menjadi
aliran darah yang lancar.
Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya
berupa:
Pusing
Mudah marah
Telinga berdengung
Sukar tidur
Sesak nafas
Rasa berat di tengkuk
Mudah lelah
Mata berkunang-kunang
Mimisan (jarang dilaporkan)
2. 4 Komplikasi Hipertensi
a. Stroke
Stroke dapat terjadi akibat hemoragic tekanan darah tinggi di otak,
atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis
apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertripi dan
penebalan, sehingga aliran darah kearea otak yang diperdarahi
berkurang. Arteri otak menglami arterioskleorosis dapat melemah
sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard
Infark miokard dapat menjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke mio
-
27
kardium atau apabila terbentuk tronbus yang menghambat aliran
darah melewati pembuluh darah.
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kegagalan progresif akibat
tekannan tinggi pada kapiler glemorulus ginjal. Dengan rusaknya
glemorulus, aliran darah keunit fungsional ginjal, yaitu nefron yang
akan terganggu yang dapat terganggu dan berlajut menjadi
hipoksik atau kematian.
d. Ensepalopati
Enselopati dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna.
Tekanan yang sangat tinggi pad kelainan ini menyebabkan
kelainan kapiler dan mendorong cairan ke ruang intertistial
diseluruh susunan saraf pusat.
e. Kejang
Kejang dapat terjadi pada wanita preeklamsi. Bayi yang baru
lahir mungkin memiliki berat lahir kecil akibat fungsi plasenta tidak
adekuat, kemudian dapat dialami hipoksi dan asidosis jika ibu
kejang selama atau sebelum proses persalinan (Elisabeth J.
Corwin, 2009:487-488)
-
28
2.5 Pencegahan dan Penatalaksanaan Peyakit Hipertensi
Penanganan/Pengobatan Hipertensi
Pengobatan Non-farmakologis. Terkadang dapat mengontrol tekanan
darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan, atau
minimal ditunda.
Pengobatan Farmakologis. Pengobatan dengan menggunakan obat-
obatan kimiawi.
Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan secara
non-farmakologis, antara lain:
1. Mengatasi Obesitas. Dengan melakukan diet rendah kolesterol,
namun kaya dengan serat dan protein. Dianjurkan pula minum
suplemen potassium dan kalsium. Minyak ikan yang kaya dengan
asam lemak omega-3 juga dianjurkan. Diskusikan dengan dokter
ahli/ahli gizi sebelum melakukan diet.
2. Mengurangi Asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan
kebiasaan makan penderita hipertensi. Pengurangan asupan garam
secara drastis akan sulit dilaksanakan, jadi sebaiknya dilakukan
secara bertahap dan tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal.
3. Menghindari stres. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi
pasien penderita hipertensi. Perkenalkan berbagai metode relaksasi
seperti yoga atau meditasi, yang dapat mengontrol sistem saraf yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada
pasien penderita Hipertensi untuk melakukan olah raga seperti senam
-
29
aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali
seminggu. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok dan
mengurangi minum minuman beralkohol sebaiknya juga dilakukan.
Dengan bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi.
Hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai
pada usia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya biasa saja bila tekanan
darah kita sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Hanya saja bila perubahan ini disertai faktor-faktor lain maka
bisa memicu terjadinya hipertensi.
Penanganan hipertensi dimulai dengan penentuan klasifikasi pasien
berdasarkan nilai tekanan darah yang didapatkan pada waktu pemeriksaan
berlangsung. Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi duduk dengan lengan
sejajar jantung serta diverifikasi kembali dengan lengan yang sebelahnya.
Seperti yang telah ditentukan pada tabel 1 sebelumnya, jika pasien termasuk
dalam kategori pre-hipertensi, penanganan yang harus diberikan adalah
modifikasi gaya hidup yang meliputi penurunkan berat badan, diet
berdasarkan aturan DASH, diet rendah garam, olahraga yang teratur, serta
pembatasan konsumsi alkohol (tabel 2.1). Kategori pre-hipertensi tidak
memerlukan penatalaksanaan farmakologi. Namun, oleh karena resiko
perkembangan pre-hipertensi menjadi hipertensi cukup tinggi, maka
dianjurkan untuk selalu melaksanakan pemeriksaan tekanan darah secara
-
30
berkala. Paling tidak dapat melakukan pemeriksaan setiap dua minggu
sekali.
Strategi penanganan hipertensi dengan modifikasi gaya hidup tidak hanya
dilakukan untuk kategori pre-hipertensi. Hal ini juga dilakukan untuk kategori
tingkat lanjut yakni hipertensi stage 1 dan hipertensi stage 2, oleh karena
hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang muncul akibat perilaku gaya
hidup yang salah. Saat seseorang yang telah melakukan modifikasi gaya
hidup namun tekanan darahnya tidak sesuai dengan tekanan darah target
(
-
31
Tabel 2.1
Klasifikasi Dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi Pada Orang Dewasa
Klasifikasi
Tekanan
Darah
TDS*
mmHg
TDD*
mmHg
Modifikasi
Gaya
Hidup
Obat Awal
Tanpa
Indikasi
Dengan Indikasi
Normal < 120 < 80 Anjuran Tidak Perlu
menggunakan obat
antihipertensi
Gunakan obat yang
spesifik dengan
indikasi (resiko).
Pre-
Hipertensi
120-
139
80-89 Ya
Hipertensi
Stage 1
140-
159
90-99 Ya Untuk semua kasus
gunakan diuretik
jenis thiazide,
pertimbangkan
ACEi, ARB, BB,
CCB, atau
kombinasikan
Gunakan obat yang
spesifik dengan
indikasi
(resiko).Kemudian
tambahkan obat
antihipertensi
(diretik, ACEi,
ARB, BB, CCB)
seperti yang
dibutuhkan
Hipertensi
Stage 2
>160 >100 Ya Gunakan kombinasi
2 obat (biasanya
diuretik jenis
thiazide dan
ACEi/ARB/BB/CCB Keterangan: TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan Darah Diastolik Kepanjangan Obat: ACEi, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB, Angiotensin Reseptor Bloker; BB, Beta Bloker; CCB,
Calcium Chanel Bloker * Pengobatan berdasarkan pada kategori hipertensi Penggunaan obat kombinasi sebagai terapi awal harus digunakan secara hati-hati oleh karena hipotensi ortostatik. Penanganan pasien hipertensi dengan gagal ginjal atau diabetes harus mencapai nilai target tekanan darah sebesar
-
32
Contohnya, konsumsi1600 mg natrium memiliki efek yang sama dengan
pengobatan tunggal. Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup dapat
memberikan hasil yang lebih baik. Berikut adalah uraian modifikasi gaya
hidup dalam rangka penanganan hipertensi.
Tabel 2.2 Modifikasi Gaya Hidup Dalam Penanganan Hipertensi*
Modifikasi Rekomendasi Perkiraan Penurunan
Tekanan Darah Sistolik
(Skala)
Menurunkan
Berat Badan
Memelihara Berat Badan Normal
(Indeks Massa Tubuh 18.524.9
kg/m2).
5-20 mmHg/ 10 kg
penurunan Berat Badan
Melakukan
pola diet
berdasarkan
DASH
Mengkonsumsi makanan yang kaya
dengan buah-buahan, sayuran, produk
makanan yang rendah lemak, dengan
kadar lemak total dan saturasi yang
rendah.
8 14 mmHg
Diet Rendah
Natrium
Menurunkan Intake Garam sebesar 2-8
mmHg tidak lebih dari 100 mmol per-
hari (2.4 gr Natrium atau 6 gr garam).
2-8 mmHg
Olahraga Melakukan Kegiatan Aerobik fisik
secara teratur, seperti jalan cepat
(paling tidak 30 menit per-hari, setiap
hari dalam seminggu).
4 9 mmHg
Membatasi
Penggunaan
Alkohol
Membatasi konsumsi alkohol tidak
lebih dari 2 gelas ( 1 oz atau 30 ml
ethanol; misalnya 24 oz bir, 10 oz
anggur, atau 3 0z 80 whiski) per-hari
pada sebagian besar laki-laki dan tidak
lebih dari 1 gelas per-hari pada wanita
dan laki-laki yang lebih kurus.
2 -4 mmHg
DASH, Pendekatan Diet Untuk Menghentikan Hipertensi * Untuk semua penurunan resiko kardiovaskuler, berhenti merokok
Pengobatan hipertensi dilakukan dengan tujuan untuk mencapai
tekanan darah target. Sekali obat antihipertensi digunakan, selanjutnya
sangat diperlukan pemeriksaan rutin untuk menilai perkembangan
pengobatan yang dilakukan. Pemeriksaan rutin dilakukan paling tidak
sebulan sekali, dan kunjungan akan lebih sering pada pasien dengan
-
33
hipertensi stage 2 atau pasien dengan penyakit penyerta. Jika pasien telah
mencapai tekanan darah target, follow up dapat dilakukan dalam interval 3-6
bulan sekali. Namun, jika tekanan darah target tidak dapat tercapai dengan
penggunaan obat dosis optimal dan kombinasi beberapa obat yang sesuai,
dipertimbangkan untuk berkonsultasi dengan spesialis.
-
34
2.6 Penelitian Terkait
1. Peneltiian Anis, Prabowo (2005) mengenai Hubungan Stres dan
Kejadian Hipertensi pada Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Oen
Surakarta.
2. Penelitian Yuliana, Suheni (2007) tentang Hubungan antara
Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi pada Laki Laki Usia
40 tahun Keatas di Rumah Sakit Daerah Cepu.
Jenis penelitian survei analitik dengan deain cross sectional. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keturunan, berat badan, olahraga,
asupan garan dan stres pekerjaan merupakan variabel perancu dalam
menilai risiko kebiasaan merokok terhadap kejadian hipertensi di
Rumah Sakit daerah Cepu.
3. Peneltian Ahmad, Husain Asdie (2009), tentang : Faktor Faktor
Kejadian Hipertensi pada Perempuan Usia 20 50 Tahun di Kota
Bengkulu.
Jenis penelitian analitik observasional dengan rancangan penetian
case control. Hasil peneltian didapatkan bahwa faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada perempuan usia 20
50 tahun di Kota Bengkuu adalah konsumsi garam, stres, obesitas dan
minum kopi.
4. Penelitian Jono (2009) mengenai Faktor Faktor yang
Mempengaruhi Hipertensi di Puskesmas Musuk II Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini mengunakan metode korelasional yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan kegemukan dan obesitas, riwayat keluarga,
-
35
kebiasaan merokokdengan kejadian hipertensi dengan hasil kebiasaan
minum kopi, riwayat keluarga berhubungan dengan kejadian
hipertensi.
2.7 Kerangka Konsep
Faktor Risiko yang Tidak
dapat di modifikasi :
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Riwayat keluarga /keturunan
Faktor risiko dapat
dimodifikasi :
- Kebiasaan Merokok - Kebiasaan makan-
makanan asin
- Kebiasaan makan/minum manis
- Aktivitas Fisik - Berat badan lebih - Kebiasaan mengkonsumsi
lemak
- Kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol
- Stres
KEJADIAN
HIPERTENSI
-
36
2.8 Hipotesis Penelitian
a. Ada hubungan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (umur, jenis
kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga yang hipertesni) dengan kejadian
hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota Palembang
b. Ada hubungan faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasi (kebiasaan
merokok, kebiasaan makan- makanan asin, kebiasaan makan/minum
manis, aktivitas fisik, berat badan lebih, kebiasaan mengkonsumsi lemak,
kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol, stres, di Kecamatan
Kemuning Kota Palembang.
2.9 Variabel dan Definisi Opersional
No Variabel Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Hipertensi Tekanan darah yang lebih tinggi dari normal, dengan menggunakan kriteria JNC-VII 2003 yaitu : 121/81 mmHg
Pengukuran TD
Tensimeter 1.Hipertensi 2.Normal
Ordinal
2 Umur Tanggal lahir yang dilihat dari kartu identitas
Wawancara Kuesioner 1 . 35 tahun 2. 2. .18-
-
37
6 Kebiasaan merokok
Kebiasaan/perilaku menghisap rokok dan atau pernah merokok dalam sehari-hari atau terpapar anggota keluarga yang merokok.
Wawancara Kuesioner 1. Ya 2. Tidak
Ordinal
7 Kebiasaan makan makanan asin ( 1 x/hari)
Kebiasaan makan makanan asin atau banyak mengadung garam (telur asin, ikan asin, asyur asin, kecap asin, keju dan lain lain) yang dilakukan sehari-hari dalam periode waktu tertentu
Wawancara Kuesioner 1.Ya 2. Tidak
Ordinal
8 Kebiasaan Makan/minum manis ( 1 x/hari)
Kebiasaan makan makanan / minum yang manis atau banyak mengadung gula yang dilakukan sehari-hari dalam periode waktu tertentu
Wawancara Kuesioner 1.Ya 2. Tidak
Ordinal
9 Aktivitas Fisik Aktivitas yang dilakukan sekurang-kurangnya 30 menit/hari selama 3-4 hari/minggu.
Wawancara Kuesioner 1.Ya 2.Tdak
Ordinal
10 Berat badan lebih
Berat badn lebih atau obesitas yang dilihat dari Indeks Massa Tubuh (IMT) > 25 kg/m2
Wawancara Kuesioner 1. 25Kg/m2
(berisiko) 2.
-
38
13 Stres ( 1 x/hari)
Gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan faktor dari luar dan masalah itu menyebabkan perasaan tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah, tegang, cemas, dan panik.
Wawancara Kuesioner 1. Ya 2. Tidak
Ordinal
-
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional yaitu suatu penelitian
untuk mempelajari hubungan faktor resiko penyakit Hipertensi,
dengan cara pengumpulan data pada saat bersamaan (point time
approach), artinya subjek penelitian hanya di observasi sekali saja
dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel
subjek pada saat pemeriksaan dengan pendekatan analitik
observasional.
3.2 Lokasi dan Waktu
Tempat penelitian di wilayah Kecamatan Kemuning Kota Palembang,
yang akan dilaksanakan pada bulan September Oktober 2012.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi yang digunakan semua responden yang beresiko untuk
terkena panyakit Hipertensi berusia 18 tahun yang bertempat tinggal
di Kecamatan Kemuning.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian responden yang diambil sebagai objek
penelitian yang bertempat tinggal di Kecamatan Kemuning dan
berusia 18 tahun.
-
40
Kriteria Inklusi :
- Umur 18 tahun
- Bersedia menjadi responden penelitian
- Bertempat tinggal di wilayah tempat objek penelitian
Kriteria Ekslusi :
- Umur < 18 tahun
- Tidak bersedia menjadi responden
- Tidak tinggal di wilayah tempat objek penelitian
c. Besar Sampel Penelitian
Besar sampel ditentukan dengan rumus perhitungan besar sampel
untuk uji hipotesis sampel tunggal yaitu :
(Z PoQo + Z PaQa) n = (Pa Po)
Keterangan :
n : Jumlah sampel yang sebenarnya z : Deviasi standar normal = 1,645 : 0,05 : 80% Po : Proporsi kejadian (50% atau 0,5) Pa : 0,6 n = 153 untuk mencegah bias dalam penelitian maka sampel dibulatkan
menjadi 160 responden yang diambil dalam sampel penelitian.
3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini secara acak (probability
sampling) dengan cara cluster sampling. Pengambilan sampel dilakukan
-
41
dengan cara mengambil sebua sampel terdiri atas klaster klaster.
Proses pengambilan sebuah sampel dari unit pendaftaran dipilih secara
bertahap.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu dengan wawancara kepada responden
penelitian dengan menggunakan kuesioner dan pengukuran tekanan
darah, penimbangan berat badan.
3.6 Bahan dan Alat untuk Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- Tensi meter air raksa
- Timbangan BB portable
- Pengukur tinggi badan
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
a. Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan
penelitian setelah pengumpulan data, digunakan untuk menjawab penelitian.
Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar.
-
42
Menurut Hastono (2001) ada empat tahapan dalam pengolahan data
yang harus dilalui yaitu :
1. Editing
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir
atau check list apakah jawaban yang ada di check list sudah
lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.
2. Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka/bilangan.
3. Processing
Setelah semua isian kuesioner / check list terisi penuh, benar
dan sudah melewati pengkodingan, maka langkah selanjutnya
adalah memproses data agar dapat dianalisa.
4. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry.
apakah ada kesalahan atau tidak (data ekstrim).
b. Teknik Analisis Data
1. Analisis Univariat
Teknik analisa yang dilakukan untuk menampilkan data dalam
bentuk distribusi frekuensi dari masing masing variabel .
2. Analisis Bivariat
Teknik analisa yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
faktor risiko hipertensi pada masyarakat yang berada di Kecamatan
-
43
Kemuning Kota Palembang. Uji statistik yang digunakan adalah uji
Chi square.
3. Analisis Multivariat
Melalui analisis regresi logistik dicari kemungkinan perbedaan
besar pengaruh faktor faktor penentu kadar As dalam Urin. Secara
garis besar, analisis regresi logistik adalah pendekatan analisis
statistik melalui model matematik yang dipergunakan untuk
menjelaskan hubungan antara beberapa variabel independen dan
variabel dependen yang biner (binary variable). Dalam metode
analisis, regresi logistik dikatakan robust karena asumsi asumsi
yang diperlukan untuk menjalankan analisis tidak diperlukan sebanyak
metode analisis multivariat lain.
Dasar model logistik ialah fungsi logistik z yang digambarkan
melalui persamaan :
Z : adalah sekumpulan faktor faktor risiko indenpenden
f(z) : adalah resiko yang bergantung pada (dependen) nilai z
f (z) menunjukkan probabilitas berkisar antara 0 dan 1 berapapun nilai
z atau dapat dipakai untuk menjelaskan model hubungan yang variabel
dependennya dikotom. Grafik f (z) membentuk garis yang berbentuk huruf S.
Bila nilai Z merupakan nilai indeks variabel independen. Nilai Z bervariasi
antara - sampai +.
1
f(z) =
1 + e -z
-
44
Model logistik dapat disusun dari fungsi logistik setelah penjabaran z
dalam bentuk persamaan berikut :
z = a + b1x1 + b2x2+.........bkxk
Bila nilai Z dimasukan pada fungsi Z, maka rumus fungsi Z adalah
sebagai berikut :
dalam persamaan ini a dan b adalah parameter konstan yang belum
diketahui, sedangkan x adalah variabel variabel independen.
Model regresi logistik dapat dapat digunakan pada data melalui
rancangan kohort, case control dan cross sectional. Pada rancangan case
control dan cross sectional dapat dihitung nilai OR (Odds Ratio) yang
merupakan perhitungan RR yang indirek. Nilai OR merupakan perhitungan
eksponensial dari persamaan garis regresi.
1
f(z) =
1 + e (
a + b1x1 + b2x2+.........bkxk)
Odds Ratio (OR) = exp()
atau dapat ditulis OR = e()
-
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Hasil Analisis Univariat
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jumlah Penderita Hipertensi di
Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Variabel Jumlah Persentase (%)
Hipertensi
- Ya
- Tidak
82
78
51,2
48,8
Jumlah 160 100
Dari tabel 4.1 didapatkan bahwa jumlah penderita hipertensi adalah
sebanyak 82 responden (51,2%) dan sebihnya tidak hipertensi sebanyak 78
responden (48,8%) .
-
46
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Variabel Umur, Jenis Kelamin,
Pekerjaan dan Riwayat Keluarga yang Hiipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Variabel Jumlah Persentase
(%)
1. Umur - 35 Tahun - < 35 Tahun
Jumlah
113 47 160
70,6 29,4 100
2. Jenis Kelamin - Pria - Wanita
Jumlah
67 93 160
41,9 58,1 100
3. Pekerjaan - Bekerja - Tidak Bekerja
Jumlah
69 91 160
43,1 56,9 100
4. Riwayat Keluarga dengan Hipertensi
- Ya - Tidak
Jumlah
74 86 160
46,2 53,8 100
1. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Umur Responden
Dari tabel 4.2 didapatkan distribusi umur responden yang berisiko
mengalami hipertensi adalah kelompok umur 55 tahun lebih banyak
dibanding dengan kelompok umur < 55 tahun yaitu sebanyak 113
responden (70,6%).
2. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Jenis Kelamin Responden
Berdasarkan tabel 4.2 distribusi responden perempuan lebih banyak
dibandingkan dengan pria yaitu sebanyak 93 responden (58,1%)
selebihnya responden pria sebanyak 67 responden (41,9%) .
-
47
3. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Pekerjaan Responden
Dari tabel 4.2 didapatkan distribusi responden yang tidak bekerja lebih
banyak dibanding dengan dengan yang bekerja yaitu sebanyak 91
responden (56,9%) dan yang bekerja sebanyak 69 responden (43,1%).
4. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Riwayat Keluarga dengan
Hipertensi
Berdasarkan tabel 4.2 distribusi responden yang mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi sebanyak 74 responden (46,2%), sedangkan
yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi sebanyak 86
responden (53,8%).
-
48
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kebiasaan Merokok, Kebiasaan
makan makanan asin, Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh, kebiasaan makan/minum yang manis, Kebiasaan minum minuman yang mengandung alkohol, Indeks Masa Tubuh dan Stres di Kecamatan
Kemuning Tahun 2012
Variabel
Jumlah Persentase (%)
1. Kebiasaan Merokok - Ya - Tidak
Jumlah
29
131 160
18,1 81,9 100
2. Kebiasaan makan makanan asin - Ya - Tidak
Jumlah
75 85
160
46,9 53,1 100
3. Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh - Ya - Tidak
Jumlah
90 70
160
56,2 43,8 100
4. Kebiasaan makan/minum yang manis - Ya - Tidak
Jumlah
117 43
160
73,1 26,9 100
5. Kebiasaan minum yang mengandung alkohol - Ya - Tidak
Jumlah
13
147 160
8,1
91,9 100
6. Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik ( 30 menit/hari) - Ya - Tidak
Jumlah
106 54
160
66,3 33,8 100
7. Indeks Masa Tubuh - >25 kg/m2 - 25 kg/m2
Jumlah
66 94
160
41,2 58,8 100
8. Stres (panik) - Ya - Tidak
Jumlah
95 65
160
59,4 40,6 100
-
49
1. Distribusi Faktor Risiko Hipertensi Menurut Kebiasaan Merokok
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang merokok
sebanyaknya 18,1% dan yang tidak merokok sebanyak 81,9%.
2. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Makan Makanan Asin
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai
kebiasaan makan makanan asin sebanyaknya 46,9% dan yang tidak
sebanyak 83,1%.
3. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan makan makanan yang
mengandung lemak jenuh
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai
kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh
sebanyaknya 56,2% dan yang tidak sebanyak 43,8%.
4. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan makan/minum yang manis
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai
kebiasaan makan/ minum yang manis sebanyaknya 73,1% dan yang
tidak sebanyak 26,9%.
5. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan minum yang mengandung
alkohol
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai
kebiasaan minum yang mengandung alkohol sebanyaknya 8,1% dan
yang tidak sebanyak 91,9%.
-
50
6. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik ( 30
menit/hari)
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai
kebiasaan minum yang mengandung alkohol sebanyaknya 66,3% dan
yang tidaksebanyak 33,8%.
7. Distribusi Responden Menurut Indeks Masa Tubuh
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden yang mempunyai indeks
masa tubuh 25 kg/m2 sebanyaknya 58,8 % dan >25 kg/m2 sebanyak
41,2%.
8. Distribusi Responden Menurut Stres (panik)
Pada tabel 4.3 didapatkan bahwa responden mengalami stres atau
panik adalah sebanyaknya 59,4% dan yang tidak sebanyak 40,6%.
-
51
4.2 Hasil Analisis Bivariat
Tabel 4.4
Hubungan antara Faktor Risiko Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan dan Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Variabel
Kejadian Hipertensi
Total
OR
95%CI
p
Ya Tidak
n % n % n %
1. Umur - 35 Tahun - < 35 Tahun
Total
75
7
82
66,4
14,9
51,2
78
40
78
33,6
85,1
48,8
113
47
160
100
100
100
11,28
4,62-
27,54
0,0001
2. Jenis Kelamin - Pria - Wanita
Total
30
52
82
44,8
55,9
51,2
37
41
78
55,2
44,1
48,8
67
93
160
100
100
100
0,639
0,340-
1,203
0,164
3. Pekerjaan - Bekerja - Tidak
Bekerja
Total
27
55
82
39,1
60,4
51,2
42
36
78
60,9
39,6
48,8
69
91
160
100
100
100
0,421
0,22-
0,798
0,008
4. Riwayat Keluarga
dengan
Hipertensi
- Ya - Tidak
Total
38
44
82
51,4
51,2
51,2
36
42
78
48,6
48,8
48,8
74
86
160
100
100
100
1,008
0,54-
1,88
0,981
1. Hubungan antara Umur dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan
Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara umur
dengan kejadian Hipertensi dari 113 responden yang kelompok umur
35 tahun mengalami hipertensi sebanyak 75 responden (66,4%)
selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang berumur < 35
tahun mengalami hipertensi sebanyak 7 responden (14,9%) dari 47
-
52
responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa ada hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi
(p=0,0001).
2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi di
Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara jenis
kelamin dengan kejadian Hipertensi dari 67 responden dengan jenis
kelamin pria yang mengalami hipertensi sebanyak 30 responden (44,8%)
selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden wanita mengalami
hipertensi sebanyak 52 responden (55,9%) dari 93 responden selebihnya
tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi (p=0,164).
3. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan
Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara
pekerjaan dengan kejadian Hipertensi dari 69 responden yang bekerja
mengalami hipertensi sebanyak 27 responden (39,1%) selebihnya tidak
hipertensi. Sedangkan responden yang tidak bekerja mengalami
hipertensi sebanyak 55 responden (60,4%) dari 91 responden selebihnya
tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi (p=0,008).
-
53
4. Hubungan antara Riwayat Hipertensi dalam Keluarga dengan Kejadian
Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara riwayat
keluarga yang hipertensi dengan kejadian Hipertensi dari 74 responden
yang bekerja mengalami hipertensi sebanyak 38 responden (51,4%)
selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden tidak ada riwayat
hipertensi dalam keluarga mengalami hipertensi sebanyak 44 responden
(51,2%) dari 86 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat keluarga yang
hipertensi dengan kejadian hipertensi (p=0,981).
-
54
Tabel 4.5 Hubungan antara Kebiasaan merokok, Kebiasaan makan makanan asin, Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh, Kebiasaan
makan/minum yang manis, Kebiasaan minum yang mengandung alkohol, Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik, Indeks Masa Tubuh, stres dengan
Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Variabel
Kejadian Hipertensi
Total
OR
95%CI
p
Ya Tidak
n % n % n %
1. Kebiasaan Merokok
- Ya - Tidak
Total
11
71
82
37,9
54,2
51,2
18
60
78
62,1
45,8
48,8
29
131
160
100
100
100
0,52
0,23-
1,18
0,113
2. Kebiasaan makan
makanan asin
- Ya - Tidak
Total
45
37
82
60
43,5
1,2
30
48
78
40
56,5
48,8
75
85
60
100
100
100
1,95
1,04-
3,66
0,038
3. Kebiasaan makan
makanan yang
mengandung
lemak jenuh
- Ya - Tidak
Total
51
31
82
56,7
44,3
51,2
39
39
78
43,3
55,7
48,8
90
70
160
100
100
100
1,65
0,88-
3,09
0,120
4. Kebiasaan makan/minum
yang manis
- Ya - Tidak
Total
65
17
82
55,6
39,5
51,2
52
26
78
44,4
60,5
48,8
117
43
160
100
100
100
1,91
0,94-
3,89
0,072
5. Kebiasaan minum yang
mengandung
alkohol
- Ya - Tidak
Total
4
78
82
30,8
63
51,2
9
69
78
69,2
37
48,8
13
147
160
100
100
100
0,39
0,11-
1,33
0,123
-
55
6. Kebiasaan Melakukan
Aktivitas Fisik
( 30
menit/hari)
- Ya - Tidak
Total
48
34
82
45,3
53,1
51,2
58
20
78
54,7
46,9
48,8
106
54
160
100
100
100
0,49
0,25-
0,95
0,034
7. Indeks Masa Tubuh
- >25 kg/m2 - 25 kg/m2
Total
39
43
82
59,1
5,7
51,2
27
51
78
40,9
54,3
48,8
66
94
160
100
100
100
1,713
0,906-
3,24
0,096
8. Stres - Ya - Tidak
Total
49
33
82
51,6
0,8
51,2
46
32
78
48,4
49,2
48,8
95
94
160
100
100
100
1,03
0,55-
1,94
0,92
1. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian Hipertensi di
Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara
kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi dari 29 responden yang
merokok yang mengalami hipertensi sebanyak 11 responden (37,9%),
selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak merokok
yang mengalami hipertensi sebanyak 71 responden (54,2%) dari 131
responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi
(p=0,113).
2. Hubungan antara Kebiasaan Makan Makanan Asin dengan Kejadian
Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara
kebiasaan makan makanan asin dengan kejadian Hipertensi dari 75
responden yang suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak
-
56
45 responden (60%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden
yang tidak suka makanan asin yang mengalami hipertensi sebanyak 37
responden (43,5%) dari 85 responden, selebihnya tidak hipertensi. Hasil
uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan
makanan asin dengan kejadian hipertensi (p=0,038).
3. Hubungan antara Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak
jenuh dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara
kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh dengan
kejadian Hipertensi dari 90 responden yang makan makanan yang
mengandung lemak jenuh mengalami hipertensi sebanyak 51 responden
(56,7%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak
suka makanan yang mengandung lemak jenuh mengalami hipertensi
sebanyak 31 responden (43,5%) dari 70 responden selebihnya tidak
hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh
dengan kejadian hipertensi (p=0,120).
4. Hubungan antara Kebiasaan makan/minum yang manis dengan Kejadian
Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara
kebiasaan makan/minum yang manis dengan kejadian Hipertensi dari
117 responden yang makan/minum yang manis mengalami hipertensi
sebanyak 65 responden (55,6%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan
responden yang tidak suka makan/minum yang manis mengalami
-
57
hipertensi sebanyak 17 responden (39,5%) dari 43 responden selebihnya
tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara kebiasaan makan/minum yang manis dengan kejadian hipertensi
(p=0,072).
5. Hubungan antara kebiasaan minum minuman mengandung alkohol
dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara
kebiasaan minum minuman mengandung alkohol dengan kejadian
Hipertensi dari 13 responden yang minum minuman mengandung
alkohol mengalami hipertensi sebanyak 4 responden (30,8%) selebihnya
tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak minum minuman
mengandung alkohol mengalami hipertensi sebanyak 78 responden
(63%) dari 147 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan minum
minuman mengandung alkohol dengan kejadian hipertensi (p=0,123).
6. Hubungan antara Kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan Kejadian
Hipertensi di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara
kebiasaan melakukan aktivitas fisik dengan kejadian Hipertensi dari 106
responden yang melakukan aktivitas fisik mengalami hipertensi sebanyak
48 responden (45,3%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden
yang tidak melakukan aktivitas fisik mengalami hipertensi sebanyak 34
responden (53,1%) dari 54 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji
-
58
statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan
melakukan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi (p=0,034).
7. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh dengan Kejadian Hipertensi di
Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara Indeks
Masa Tubuh dengan kejadian Hipertensi dari 66 responden yang Indeks
Masa Tubuh > 25 kg/m2 mengalami hipertensi sebanyak 39 responden
(59,1%) selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang Indeks
Masa Tubuh 25 kg/m2 mengalami hipertensi sebanyak 43 responden
(45,7%) dari 94 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Indeks Masa Tubuh
dengan kejadian hipertensi (p=0,096).
8. Hubungan antara Stres (Panik) dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan
Kemuning Tahun 2012
Pada tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan antara stres
(panik) dengan kejadian Hipertensi dari 95 responden yang stres
mengalami hipertensi sebanyak 39 responden (51,6%) selebihnya tidak
hipertensi. Sedangkan responden yang tidak stres mengalami hipertensi
sebanyak 33 responden (50,8%) dari 94 responden selebihnya tidak
hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara stres (panik) dengan kejadian hipertensi (p=0,92).
-
59
4.3 Hasil Analisis Multivariat
1. Pemilihan Variabel Potensial
Berdasarkan hasil analisis bivariat didapatkan variabel variabel
potensial atau kandidat yang dapat diikutsertakan dalam model persamaan
logistik dengan batas kemaknaan p < 0,25. Seleksi bivariat masing masing
variabel independen dengan variabel dependen. Variabel yang masuk dalam
model multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai
p (p value) < 0,25. Namun ketentuan p value < 0,25 ini tidaklah harus
terpenuhi manakala dijumpai ada suatu variabel yang walaupun p value >
0,25 karena secara substansi sangat penting berhubungan dengan variabel
dependen, maka variabel tersebut dapat diikutkan dalam model multivariat.
(Hastono,S 2006;Dahlan,S, 2006)
Adapun variabel yang dikategorikan potensial mempengaruhi kejadian
hipertensi dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6 Variabel Variabel Potensial yang didapat dari hasil Analisis Bivariat
Variabel OR p
Umur 11,28 0,0001
Jenis Kelamin 0,639 0,164
Pekerjaan 0,421 0,008
Riwayat Hipertensi 1,008 0,981
Kebiasaan Merokok 0,52 0,113
Kebiasaan makan makanan asin 1,95 0,038
Kebiasaan makan makanan yang mengandung lemak jenuh 1,65 0,120
Kebiasaan makan/minum yang manis 1,91 0,072
Kebiasaan minum yang mengandung alkohol 0,39 0,123
Kebiasaan Melakukan Aktivitas Fisik ( 30 menit/hari) 0,49 0,034
Indeks Masa Tubuh 1,713 0,096
Stres 1,03 0,92
-
60
2. Identifikasi Variabel yang masuk dalam Model
Pada langkah ini, untuk mengidentifikasi variabel variabel yang akan
masuk dalam model persamaan regresi yang fit keseluruhan variabel
tersebut akan dianalisis dengan uji regresi logistik dengan batas kemaknaan
p < 0,05. Hasil analisis data dengan Logistic Regression metode backward
selection dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.7 Model Logistic Regression untuk Melihat Hubungan Faktor Risiko Hipertensi
di Kecamatan Kemuning Tahun 2012
Variabel Independen OR 95%CI p
Umur 1,811 6,115 2,627 14,234 0,0001
Jenis Kelamin ** ** ** ** **
Pekerjaan ** ** ** ** **
Riwayat hipertensi 0,811 2,251 1,001 5,060 0,05
Kebiasaan Merokok ** ** ** ** **
Kebiasaan makan makanan
asin
0,739 2,093 0,999 4,385 0,05
Kebiasaan makan makanan
yang mengandung lemak
jenuh
** ** ** ** **
Kebiasaan makan/minum
yang manis ** ** ** ** **
Kebiasaan minum yang
mengandung alkohol ** ** ** ** **
Kebiasaan Melakukan
Aktivitas Fisik ( 30
menit/hari)
** ** ** ** **
Indeks Masa Tubuh ** ** ** ** **
Stres ** ** ** ** **
Konstan -4,733
Ket : tanda ** menunjukan bahwa variabel turut dalam analisis logistic regression tetapi p < 0,05, dengan metode backward
selection.
Berdasarkan hasil analisis tersebut dengan kemaknaan p < 0,05
ditemukan bahwa terdapat tiga variabel yang signifikan mempengaruhi
-
61
kejadian hipertensi yaitu umur, jenis kelamin dan kebiasaan makan
makanan asin. Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dari variabel umur
adalah 6,115 artinya responden yang berumur 35 tahun 6 kali lebih lebih
berisiko terkena hipertensi dibandingkan dengan responden yang berumur
< 35 tahun.
Apabila dibuat persamaan, maka model persamaan regresi logistik
faktor risiko kejadian hipertensi di Kecamatan Kemuning Kota Palembang,
yaitu :
Logit P (y) = a + b1 (umur) + b2 (kebiasaan makan makanan asin)
+ b3 (Riwayat Hipertensi)
Jika kofisien beta masing masing variabel dimasukkan ke dalam mode
diatas maka persamaannya adalah :
Logit P (Kejadian Hipertensi) = - 4,733 + 1,811 (umur) + 0,739(kebiasaan
makan makanan asin) + 0,811 (Riwayat Hipertensi)
Dari persamaan ini artinya bahwa kejadian hipertensi dipengaruhi secara
bersama sama oleh variabel umur, kebiasaan makan makanan asin dan
riwayat hipertensi dalam keluarga, dengan risiko (OR) masing masing
adalah sebesar 6,115, 2,251, 2,093. Ini berarti bahwa responden dengan
kelompok umur 35 tahun 6 kali lebih berisiko untuk terkena penyakit
hipertensi dibandingkan dengan responden dengan kelompok umur < 35
tahun. Sedangkan responden yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
makan makanan asin 2,2 kali lebih berisiko dibandingkan dengan yang tidak
mengkonsumsi makanan yang tidak asin dan responden yang mempunyai
-
62
riwayat keturunan hipertensi dalam keluarga mempunyai resiko 2 kali lebih
risiko dibandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi dalam
keluarga.
4.4 Pembahasan
1. Hubungan antara Umur dengan Kejadian Hipertensi
Pada penelitian ini sebagian besar responden berumur 55 tahun
dan yang hipertensi sebesar 66,4% dan selebihnya tidak hipertensi.
Hubungan antara umur dengan kejadian hipertensi dapat dilihat dari
nilai p = 0,0001 (p < 0,05). Ini berarti ada hubungan antara kejadian
hipertensi, dan umur merupakan faktor risiko yang paling dominan
dalam menentukan penyakit hipertensi.
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia.
Seseorang yang berumur diatas 60 tahun, 50 - 60 % diantaranya
mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90
mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi sejalan
dengan pertambahan usia.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice,S
(2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara umur pada
responden obesitas dengan hipertensi. Muhammadun AS (2010) juga
menyatakan bahwa wanita pada usia 50 tahun mempunyai resiko
hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki pada usia yang sama, dan
wanita pada usia dibawah 50 tahun memiliki resiko lebih kecil
dibandingkan dengan` laki-laki pada usia yang sama.
-
63
Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang
menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit tidak menular
tertentu seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, dan lain-lain
erat kaitannya dengan umur. Semakin tua seseorang maka semakin
besar risiko terserang penyakit tersebut.
2. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian
Berdasarkan hasil analisis bivariat dari 67 responden dengan jenis
kelamin pria yang mengalami hipertensi sebanyak 44,8% selebihnya
tidak hipertensi. Sedangkan responden wanita mengalami hipertensi
sebanyak 55,9% dari 93 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan kejadian hipertensi (p=0,164).
Penelitian ini sejalan dengan data WHO (2000) diperkirakan 972
juta orang (26,4%0 di dunia mengidap hipertensi dan tidak ada
perbedaan risiko menderita hipertensi antara laki laki (26,6%) dan
perempuan (26,1%). Penelitian ini juga sejalan dengan hasil survei
Monica III (2000) diketahui bahwa prevalensi hipertensi pada
janda/duda dibandingkan dengan yang memiliki pasangan, ini
memperlihatkan bahwa risiko menderita hipertensi relatif sama antara
laki laki dan perempuan. Dari beberapa hasil penelitian diketahui
bahwa perempuan lebih rentan menderita hipertensi dibandingkan laki
laki. Lelaki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi
lebih awal. Lelaki juga mempunyai resiko lebih besar terhadap
-
64
morbiditas dan mortalitas cardiovaskuler. Sedangkan diatas umur 50
tahun, hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Marice, S (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan responden obes berumur 18
tahun keatas.
Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sarastini, Ni Made (2008) tentang faktor faktor yang
berhubungan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat kelompok
usia 30 tahun keatas di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo Kota
Depok, dimana terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin
dengan kejadian hipertensi.
Dari hasil penelitian didapatkan penyakit hipertensi cenderung
lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki laki. Hal ini
disebabkan karena penyakit hipertensi pada wanita meningkat seiring
dengan bertambahnya usia, beban tugas sebagai ibu rumah tangga
apalagi ibu rumah tangga yang bekerja dengan tingkat stres yang
tinggi.
3. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian Hipertensi
Berdasarkan data hasil penelitian pada tabel 4.4 didapatkan
bahwa hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan kejadian
Hipertensi dari 69 responden yang bekerja mengalami hipertensi
sebanyak 39,1% selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden
-
65
yang tidak bekerja mengalami hipertensi sebanyak 60,4% dari 91
responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi
(p=0,008).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marice, S
(2010) menyatakan bahwa status ekonomi tinggi pada responden obes
berumur 18 tahun keatas mempunyai risiko 1,1 kali lebih berisiko
dibandingkan dengan status ekonomi rendah dan secara statistik
bermakna. Begitu pula Mubarok, Khamim (2011) dalam penelitinnya
mengenai Studi Prevalensi dan Faktor Risiko Hipertensi Primer pada
Nelayan di Pelabuhan Jepara yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan dengan kejadian
hipertensi primer.
Penelitian ini juga tidak sejalan dengan Hasurungan S, Jefri
(2002) tentang faktor faktor yang berhubungan dengan hipertensi di
Kota Depok dimana terdapat hubungan yang bermakna antara
pekerjaan dengan kejadian hipertensi, dimana responden yang memiliki
derajat stres yang tinggi berpeluang mendapat hipertensi 3,02 kali lebih
berisiko dibanding dengan derajat stres rendah.
Dari hasil penelitian secara statistik menunjukkan ada hubungan
antara pekerjaan dengan kejadian hipertensi, namun risiko responden
yang tidak bekerja lebih banyak yang mengalami penyak i thipertensi
dibandingkan dengan yang bekerja. Hal ini disebabkan oleh karena
-
66
responden yang tidak bekerja lebih memikirkan kondisi ekonomi dalam
keluarga.
4. Hubungan antara Riwayat Hipertensi dalam Keluarga dengan
Kejadian Hipertensi
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan
antara riwayat keluarga yang hipertensi dengan kejadian Hipertensi dari
74 responden yang bekerja mengalami hipertensi sebanyak 51,4%
selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden tidak ada riwayat
hipertensi dalam keluarga mengalami hipertensi sebanyak 51,2% dari
86 responden selebihnya tidak hipertensi. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat keluarga
yang hipertensi dengan kejadian hipertensi (p=0,0,981).
Secara teoritis apabila riwayat hipertensi didapati pada kedua
orang tua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat besar.
Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah
satunya adalah penderita hipertensi. Peran faktor genetik terhadap
timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa
hipertensi lebih banyak pada pada kembar monozigot (satu sel telur)
daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan
secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-
50 tahun akan timbul tanda dan gejala hipertensi dengan kemungkinan
-
67
komplikasinya. Orang-orang dengan riwayat keluarga yang mempunyai
penyakit tidak menular lebih sering menderita penyakit yang sama. Jika
ada riwayat keluarga dekat yang mempunyai faktor keturunan
hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena hipertensi pada
keturunannya.
Walaupun sepertinya hipertensi merupakan penyakit keturunan
namun hubungannya tidak sederhana sehingga tidak ada tes genetik
yang dapat membuktikan orang yang berisiko hipertensi secara
konsisten. Meskipun belum ada tes genetik secara konsisten mengenai
penyakit hipertensi tetaplah harus hati hati karena dalam garis
keturunan keluarga mempunyai genetik yang sama.
5. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Hipertensi
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa hasil analisis hubungan
antara kebiasaan merokok dengan kejadian Hipertensi dari 29
responden yang merokok yang mengalami hipertensi sebanyak 37,9%,
selebihnya tidak hipertensi. Sedangkan responden yang tidak merokok
yang mengalami hipertensi sebanyak 54,2% dari 131 responden. Hasil
uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara umur
dengan kejadian hipertensi (p=0,113).