analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat ... · setiap kredit yang dikeluarkan akan...
TRANSCRIPT
12
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Unsur-Unsur Kredit
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan yang
asing bagi masyarakat kita. Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere)
yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu dasar dari kredit ialah
kepercayaan. Seseorang atau badan hukum yang memberikan kredit (kreditur)
percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa mendatang akan sanggup
memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang telah dijanjikan itu
dapat berupa barang, uang, atau jasa (Suyatno, et al., 2007).
Prestasi dan kontraprestasi dapat berbentuk barang terhadap barang,
barang terhadap uang, barang terhadap jasa, jasa terhadap jasa, jasa terhadap uang,
jasa terhadap barang, uang terhadap uang, uang terhadap barang, dan uang
terhadap jasa. Diterimanya kontraprestasi pada masa yang akan datang, maka jelas
tergambar bahwa kredit dalam arti ekonomi adalah penundaan pembayaran dari
prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa.
Disini terlihat pula bahwa faktor waktu merupakan faktor utama yang
memisahkan prestasi dan kontraprestasi. Kredit berarti bahwa pihak kesatu
memberikan prestasi baik berupa barang, uang, atau jasa kepada pihak lain,
sedangkan kontraprestasi akan diterima kemudian (dalam jangka waktu tertentu).
Dalam hitungan ini, kredit dapat pula diartikan sebagai hak untuk menerima
pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu
yang diminta, atau pada waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-
barang sekarang (Kent, 1988).
13
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai Pokok-Pokok
Perbankan, pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Uang
sering dijumpai pada proses perkreditan karena uang dalam transaksi kredit lebih
mudah/lancar dibandingkan dengan barang dan jasa, terutama untuk mengukur
pembayaran di hari yang akan datang. Jalannya transaksi semakin diperlancar
dengan adanya ukuran yang tepat mengenai berapa yang akan diterima oleh
kreditur dan berapa yang harus dibayar oleh debitur pada masa yang akan datang.
Kredit juga memiliki konsekuensi penanggungan resiko bersama baik oleh
kreditur maupun debitur. Resiko yang mungkin ditanggung oleh kreditur adalah
apabila jasa kredit yang diberikan mempunyai masalah di dalam
pengembaliannya, sedangkan resiko yang mungkin ditanggung oleh debitur
adalah jika ia tidak mampu membayar lunas kredit yang ia terima sesuai dengan
perjanjian jatuh tempo maka debitur dapat dituntut dan akan kehilangan agunan
yang menjadi jaminan dalam pemberian kredit.
Unsur-unsur yang terdapat dalam kredit adalah:
1. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.
2. Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur
waktu ini terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang yang ada
14
sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang diterima pada masa yang akan
datang.
3. Degree of risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat
dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dan
kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit
diberikan, semakin tinggi pula tingkat resikonya karena terdapat unsur
ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan
timbulnya unsur resiko. Adanya unsur resiko inilah yang mengakibatkan
perlunya jaminan dalam pemberian kredit.
4. Prestasi, atau objek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga
dalam bentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang
didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut
uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.
2.2 Tujuan dan Fungsi Kredit
Keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari pembelian kredit
yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima, dan karena pancasila adalah
dasar dan falsafah negara kita, maka tujuan kredit tidak semata-mata mencari
keuntungan, melainkan disesuaikan dengan tujuan negara yaitu untuk mencapai
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila. Dengan demikian maka
tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah yang
akan mengembangkan tugas sebagai agent of development adalah untuk (Suyatno,
et al.,2007):
15
1. Turut menyukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan
pembangunan.
2. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna
menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
3. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin, dan dapat
memperluas usahanya.
Pemberian kredit harus mencakup kepentingan yang seimbang antara
kepentingan pemerintah, kepentingan masyarakat, dan kepentingan pengusaha.
Dimana kredit tidak semata-mata menguntungkan pihak debitur maupun kreditur,
tapi juga bermanfaat bagi masyarakat luas.
Kredit yang diberikan oleh bank mempunyai pengaruh yang sangat luas
dalam segala bidang kehidupan. Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan
perekonomian dan perdagangan antara lain dapat meningkatkan daya guna uang,
meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, meningkatkan daya guna dan
peredaran barang, sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi, meningkatkan
kegairahan berusaha, meningkatkan pemerataan pendapatan, dan sebagai alat
untuk meningkatkan hubungan internasional.
2.3 Jenis-Jenis Kredit
Pemberian fasilitas kredit oleh bank dikelompokkan ke dalam jenis yang
masing-masing dilihat dari berbagai segi. Pembagian jenis ini ditujukan untuk
mencapai sasaran atau tujuan tertentu mengingat setiap jenis usaha memiliki
berbagai karakteristik tertentu.
16
Kasmir (2008) mengklasifikasikan jenis-jenis kredit yaitu:
1. Dilihat dari Segi Kegunaan
a. Kredit Investasi
Yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau
membangun proyek/pabrik baru dimana masa pemakaiannya untuk suatu
periode yang relatif lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk
kegiatan utama suatu perusahaan.
b. Kredit Modal Kerja
Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi
dalam operasionalanya. Kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan
baku, membayar gaji pegawai, atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan
dengan proses produksi perusahaan.
2. Dilihat dari Segi Tujuan Kredit
a. Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi.
Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. Artinya, kredit ini
digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik berupa
barang maupun jasa.
b. Kredit Konsumtif
Merupakan kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara
pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang
dihasilkan karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau
badan usaha.
17
c. Kredit Perdagangan
Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan
perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang
pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
Kredit ini sering diberikan kepada suplier atau agen-agen perdagangan yang
akan membeli barang dalam jumlah tertentu.
3. Dilihat dari segi Jangka Waktu
a. Kredit Jangka Pendek
Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu
tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan
modal kerja.
b. Kredit Jangka Menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun,
kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja. Beberapa bank
mengklasifikasikan kredit menengah menjadi kredit jangka panjang.
c. Kredit Jangka Panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling lama yaitu diatas tiga
tahun atau lima tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi jangka
panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit, atau manufaktur dan juga
untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.
4. Dilihat dari Segi Jaminan
a. Kredit dengan Jaminan
Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan
tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya,
18
setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan
si calon debitur.
b. Kredit tanpa Jaminan
Yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit
jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas si
calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan.
5. Dilihat dari Segi Sektor Usaha
a. Kredit Pertanian
Merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian
rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka
panjang.
b. Kredit Peternakan
Dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu yang relatif pendek
misalnya peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti kambing
atau sapi.
c. Kredit Industri
Yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil,
menengah, atau besar.
d. Kredit Pertambangan
Yaitu jenis kredit untuk usaha tambang yang dibiayainya, biasanya dalam
jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, atau tambang timah.
19
e. Kredit Pendidikan
Merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana
pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa yang sedang
belajar.
f. Kredit Profesi
Diberikan kepada kalangan para profesional seperti dosen, dokter, atau
pengacara.
g. Kredit Perumahan
Yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan.
2.4 Prinsip Penilaian Kredit
Ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan bagi pihak bank dalam
melakukan seleksi pengajuan kredit. Dua jenis prinsip yang biasa diterapkan
dalam mempertimbangkan pengajuan kredit (analisis kredit), yaitu prinsip ‘6C’
dan prinsip “6A”. Adapun prinsip “6C” (Dendawijaya, 2001) meliputi:
1. Character (Kepribadian)
Prinsip ini menyangkut sifat, kepribadian, dan citra calon debitur dalam
masyarakat. Hal ini terkait dengan kemauan dan kesungguhan dalam membayar
angsuran kredit (willingness to pay) yang tentunya sangat berpengaruh terhadap
integritas dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit dan pemanfaatan
pemberian kredit dengan benar. Karakter ini dapat dilihat dari:
a. Berkelakuan baik, dalam arti tidak membiasakan diri beringkar janji dan
selalu berupaya untuk memenuhi janjinya. Hal ini dapat diketahui dengan
melihat riwayat pinjaman terdahulu, atau riwayat pembayaran tagihan rutin
nasabah setiap bulan (tagihan listrik, air, telepon)
20
b. Tidak mempunyai predikat penjudi, pencuri, pemabuk atau penipu.
c. Kedudukan calon debitur di lingkungan masyarakat.
2. Capacity (Kemampuan)
Terkait dengan kesanggupan dan kemampuan calon debitur untuk
melunasi pokok pinjamannya disertai bunga dan syarat-syarat lain dalam
perjanjian kredit. Kemampuan ini dapat diukur dari kondisi usaha,
pendapatan/omzet usaha yang dapat mencerminkan tingkat likuiditas dan
profitabilitas usaha. Semakin likuid dan semakin tinggi tingkat profitabilitasnya,
maka kemampuan membayar kembali pinjaman dan kewajiban lain akan semakin
besar.
3. Capital (Modal)
Merupakan kepemilikan terhadap modal dan kemampuan nasabah
(pengusaha) dalam membiayai perusahaannya. Perbandingan besarnya
pembiayaan dari bank dengan modal sendiri dapat dinilai melalui debt to equity
ratio. Hal ini dapat dilihat berdasarkan laporan keuangan perusahaan atau ditinjau
langsung oleh petugas kredit.
4. Condition of economy (Kondisi ekonomi)
Pertimbangan atas situasi ekonomi yang sedang terjadi dalam suatu
wilayah atau negara yang tentunya berpengaruh terhadap usaha calon debitur dan
pada akhirnya mempengaruhi keberhasilan pemanfaatan dan pengembalian kredit.
5. Collateral (Agunan)
Berupa ketersediaan jaminan yang sesuai dan seimbang dengan jumlah
kredit yang diberikan sehingga pihak bank tidak perlu merasa khawatir ketika
21
terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman (kredit) karena agunan tersebut
dapat menjadi pengganti pengembalian kredit yang macet.
6. Constraints (Keterbatasan)
Merupakan faktor-faktor yang menjadi penghambat atau pembatas berupa
faktor sosial psikologis dalam suatu wilayah tertentu yang menyebabkan suatu
proyek/usaha tidak memungkinkan untuk dijalankan.
Metode analisis “6A” adalah metode analisis kredit yang lebih teliti, tepat,
dan akurat. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, pihak bank (pemberi kredit)
diharuskan untuk melakukan penelitian yang seksama terhadap kesanggupan dan
kemampuan debitur untuk melaksanakan proyeknya dan pengembalian kredit
yang diterimanya. Adapun prinsip “6A” menurut Dendawijaya (2001) meliputi:
1. Aspek yuridis (hukum), bertujuan untuk meneliti ketentuan-ketentuan
legalitas dari perusahaan atau badan hukum yang akan memperoleh bantuan
kredit atau pembiayaan dari bank.
2. Aspek pasar dan pemasaran, mengkaji kemungkinan pangsa pasar yang dapat
diraih bagi produk/jasa perusahaan yang akan dibiayai oleh kredit serta
meneliti tentang strategi pemasaran yang akan dilakukan pengusaha dalam
menghadapi persaingan yang kompetitif.
3. Aspek teknis, bertujuan untuk menilai seberapa jauh kemampuan pengusaha
dalam mempersiapkan dan melaksanakan pembangunan proyek/usaha serta
seberapa besar kesiapan teknik dalam menjalankan operasi usahanya nanti
sebagai suatu business entity.
4. Aspek manajemen, mengukur kemampuan dan kecakapan dalam mengelola
usaha atau manajemen perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya.
22
5. Aspek keuangan, bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
mengelola keuangannya.
6. Aspek sosial ekonomi, suatu kajian terhadap value added yang dimiliki
perusahaan dari sudut pandang sosial dan makroekonomi terutama manfaat
sosial ekonomi yang diterima oleh pemerintah maupun masyarakat seperti
perluasan lapangan kerja dan pendapatan pajak pemerintah.
2.5 Kolektibilitas (Kualitas) Kredit
Kolektibilitas (kualitas) kredit adalah kemampuan debitur untuk
mengembalikan dana yang dipinjam dari bank, baik pinjaman pokok maupun
bunga kreditnya pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian yang
telah disepakati.
Penggolongan kolektibilitas (kualitas) kredit dapat diukur melalui ketepatan
pembayaran kembali pokok dan bunga serta kemampuan debitur baik ditinjau dari
usaha maupun nilai agunan kredit yang bersangkutan. Berdasarkan tingkat
kelancaran dalam pengembalian kredit, Bank Indonesia menggolongkan
kolektibilitas kredit ke dalam empat kategori yaitu:
1. Kredit lancar (Pass)
Kredit lancar adalah kredit yang pelunasan angsuran pokok dan/atau bunga
dilakukan tepat waktu (tidak pernah melakukan penunggakan).
2. Dalam Perhatian Khusus (Special mention)
Suatu kredit dikatakan daam perhatian khusus apabila terdapat penunggakan
pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 hari.
3. Kredit kurang lancar (Sub-standard)
23
Kredit kurang lancar adalah kredit yang mengalami penunggakan
pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 hari.
4. Kredit diragukan (Doubtful)
Kredit yang diragukan merupakan kredit yang mengalami penunggakan
angsuran pokok dan/atau bunga yan telah melampaui 180 hari.
5. Kredit macet (Loss)
Kredit macet adalah kredit yang mengalami penunggakan pembayaran
angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari.
2.6 Defenisi dan Ruang Lingkup Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003 tentang
Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, pengertian usaha mikro adalah usaha
produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki
hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun. Menurut Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, pengertian Usaha kecil adalah usaha
produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang
perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan
hukum termasuk koperasi, dan bukan merupakan anak perusahan atau cabang
perusahaan yang dimilki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Menengah atau Besar, serta memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun.
Berdasarkan Inpres Nomor 10 Tahun 1999, tentang Pemberdayaan Usaha
Menengah, pengertian usaha menengah adalah usaha produktif milik Warga
24
Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha orang perorangan, badan usaha
yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk
koperasi, yang berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha besar, serta memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp
200 juta, sampai dengan Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun. Badan
Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu
usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omzet kurang dari Rp 1 milyar per tahun.
Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omzet antara Rp
1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun. BPS juga menggolongkan suatu usaha
berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja
1-19 orang, usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang.
Bank Indonesia (BI) menggolongkan Usaha Kecil dengan merujuk pada
UU Nomor 9 Tahun 1995, sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan
sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri
manufaktur (Rp 200 juta s/d Rp 5 miliar) dan non manufaktur (Rp 200 s/d 600
juta). BI juga mendefinisikan bahwa kredit mikro adalah kredit dengan plafond
Rp.0,- sampai dengan maksimum Rp.50 juta, kredit kecil adalah kredit dengan
plafon lebih dari Rp.50 juta sampai dengan maksimum Rp.500 juta, kredit
menengah adalah kredit dengan plafon lebih dari Rp.500 juta sampai dengan
maksimum Rp.5 miliar. Namun dalam penyaluran KMU, pihak BJB KCP
Dramaga medefinisikan kredit mikro adalah kredit dengan palfond Rp.0,- sampai
dengan maksimum Rp.100 juta.
25
2.7 Lembaga Keuangan Bank
Lembaga keuangan merupakan suatu lembaga yang bertugas memberikan
layanan yang menyangkut keuangan, termasuk di dalamnya pemberian jasa
bantuan permodalan atau pembiayaan. Lembaga keuangan ini dibedakan menjadi
dua yaitu lembaga keuangan bank dan non bank.
Bank merupakan salah satu institusi yang menyediakan jasa keuangan, kata
‘bank’ berasal dari bahasa Italia yaitu banca yang artinya adalah uang. Fungsi
utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai dan
perluasan kredit.
Pengertian bank dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, secara sederhana
pengertian bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan
utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali
dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir, 2008).
Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannnya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Prof. G.M. Verryn Stuart (2001) mendefinisikan bank adalah suatu badan
yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat
pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain,
maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.
Jadi dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi tiga kegiatan
utama yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank
lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok
26
perbankan, sedangkan kegiatan memberikan jasa-jasa bank lainnya hanyalah
merupakan pendukung dari kedua kegiatan di atas.
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian menyangkut kredit telah banyak dilakukan
diantaranya oleh Alamsyah (2007) yang meneliti tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat pengembalian kredit macet pada kredit usaha pedesaan
(Kupedes) sektor agribisnis di BRI unit Ciomas, Bogor. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian
kredit macet Kupedes adalah jumlah tanggungan keluarga, jarak rumah debitur
dengan Bank, dan omzet usaha yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah
tanggungan keluarga dan semakin jauh jaraknya dari rumah ke bank serta semakin
kecil omzet usaha yang diperoleh maka kemungkinan timbulnya kredit macet
semakin besar. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
regresi logistik (logit).
Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2007) tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan pengembalian kredit umum pedesaan
(Kupedes) untuk usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kabupaten Bogor (kasus
di BRI unit Leuwiliang) menggunakan model analisis logistik biner (logit biner).
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa karakteristik individu yang
berpengaruh nyata dan negatif terhadap pengembalian Kupedes adalah jarak
rumah debitur dengan BRI. Sedangkan karakteristik usaha yang berpengaruh
nyata dan positif terhadap pengembalian Kupedes adalah omzet, pengalaman
kredit, dan jangka waktu pinjaman.
27
Asih (2007) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh pada pengembalian kredit pengusaha kecil dalam program kemitraan
Corporate Social Responsibility (studi kasus pada PT. Telkom Divre II Jakarta).
Dengan menggunakan teknik analisis model binar (probit) diperoleh kesimpulan
bahwa hanya ada dua faktor yang berpengaruh positif terhadap pengembalian
kredit yaitu jumlah pinjaman dan penghasilan bersih usaha. Sedangkan yang
terbukti berpengaruh negatif terhadap pengembalian kredit adalah tingkat suku
bunga, bencana, dan penghasilan di luar usaha.
Penelitian yang dilakukan oleh Muhammamah (2008) mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit oleh UMKM (studi kasus
nasabah Kupedes PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk (Persero) Unit Cigudeg,
Cabang Bogor) menyimpulkan bahwa hanya ada dua variabel yang berpengaruh
nyata bersifat positif/searah terhadap kelancaran pengembalian kredit yakni omzet
usaha dan frekuensi pinjaman. Sedangkan variabel lainnya yakni usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, nilai
plafond, dan jangka waktu pengembalian tidak memiliki hubungan yang nyata
terhadap tingkat pengembalian kredit.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnnya ialah
lokasi penelitian yang tergolong masih tergolong baru dan belum pernah ada yang
meneliti di Bank Jabar Banten KCP Dramaga, Bogor. Ditambah lagi dengan
program pengucuran Kredit Mikro Utama dari Bank Jabar Banten kepada pelaku
usaha UMKM yang juga masih tergolong baru sehingga perlu dilakukan
penelitian seperti ini untuk penyusunan strategi yang tepat agar program
28
penyaluran Kredit Mikro Utama dapat berjalan dengan lancar baik pada periode
awal dan seterusnya.
Disamping itu, dalam penelitian ini juga dilengkapi dengan analisis
deskriptif yang membandingkan karakteristik debitur responden yang tergolong
lancar dan menunggak dalam mengembalikan kredit. Variabel-variabel yang
dipakai dalam penelitian ini juga lebih beragam agar dapat diketahui dengan jelas
faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kelancaran Kredit Mikro Utama
dari semua kemungkinan faktor-faktor yang diduga berpengaruh, baik itu faktor
ekonomi maupun non-ekonomi.
2.9 Kerangka Pemikiran
2.9.1 Kerangka Pemikiran Konseptual
2.9.1.1 Kekuatan dan Kelemahan UMKM
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada kenyataannya mampu
bertahan dan mengantisipasi kelesuan perekonomian yang disebabkan inflasi atau
berbagai faktor lainnya. Tanpa subsidi maupun proteksi, UMKM mampu
menambah devisa negara khususnya industri kecil di sektor informal dan mampu
berperan sebagai penyangga perekonomian masyarakat kecil lapisan bawah.
Sebahagian besar UMKM merupakan kegiatan padat karya, yang banyak
memanfaatkan sumber daya lokal. Pada umumnya produk UMKM adalah produk
yang khusus, unik, dan spesial. Hal ini dilakukan agar UMKM mampu bersaing
dengan usaha besar yang memiliki banyak kekuatan dalam aktivitas produksinya.
Hal inilah yang justru menjadi salah satu keunggulan UMKM.
Ruang lingkup pemasaran yang tidak terlalu luas juga menjadikan UMKM
mampu memahami sifat dan tabiat dari konsumennya. Hal ini jelas menjadi
29
kelebihan UMKM dibanding usaha besar yang jangkauan pemasarannya lebih
luas dan jauh sehingga kurang memiliki hubungan langsung dengan para
konsumennya. Kedekatan dengan konsumen tersebut dapat menjadi alat bagi
UMKM untuk mencapai keberhasilan usaha.
Disamping memiliki keunggulan yang sangat prospektif di atas, UMKM
juga menghadapi kelemahan yang tidak sedikit. Pemberdayaan UMKM sampai
sekarang ini masih bergelut pada masalah-masalah klasik seperti masalah
keuangan khususnya menyangkut permodalan baik dalam membiayai aktivitas
operasional maupun dalam pengembangan usaha. Dalam hal pemasaran juga
30
terdapat banyak kekurangan diantaranya kurangnya kemampuan promosi, posisi
nilai tawar yang rendah ketika mengembangkan penetrasi usaha dalam konteks
kompetensi global dan juga persaingan antar perusahaan kecil.
Kelemahan juga terletak pada keberadaan UMKM sebagai usaha informal
yang tidak memliki struktur organisasi yang jelas dan bersifat sederhana tanpa
adanya aturan baku baik menyangkut status dan pembagian tugas karyawan dan
sistem pengupahan. Dalam bidang admistrasi dan pembukuan juga masih ada
kelemahan dimana pada umumnya UMKM tidak melakukan penganggaran dan
pencatatan yang memadai terkait dengan pendapatan dan pengeluaran usaha.
Masalah permodalan merupakan salah satu kelemahan dominan dalam
pertumbuhan dan perkembangan UMKM. Meskipun memiliki peran yang sangat
penting bagi perekonomian, namum UMKM memiliki kendala dalam
memperoleh dana sebagai modal usaha. Oleh karena itu diperlukan peranan dari
sektor perbankan maupun lembaga keuangan lainnya seperti pegadaian, modal
ventura, leasing, dan juga lembaga keuangan informal dalam menyalurkan
pendanaan dalam bentuk kredit.
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan formal masih menjadi salah
satu alternatif sumber permodalan bagi UMKM. Perbedaan persepsi antar UMKM
dan bank khusunya mengenai kelayakan kredit kiranya dapat dipecahkan agar
pelaku UMKM tidak terjerumus pada lembaga keuangan informal dengan bunga
yang kredit yang tinggi.
2.9.1.2 Peran Kredit Bagi UMKM
Kredit dapat berperan sebagai salah satu alternatif pembiayaan dalam
mengatasi persoalan modal yang dihadapi UMKM. Pemberian kredit bagi pihak
31
UMKM diharapkan dapat mendukung kelancaran arus barang dan jasa sebagai
sektor riil dan berguna dalam peningkatan produktivitas dalam masyarakat apabila
kredit tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan produktif.
Kredit bagi UMKM juga berperan dalam pemerataan pembangunan,
memperluas kesempatan kerja, dan memperluas kesempatan berusaha yang pada
ujungnya akan meningkatakan kesejahteraan, meningkatkan produktivitas, dan
meningkatkan pendapatan pelaku UMKM. Pada umumnya, pemberian kredit bagi
UMKM akan memberikan manfaat yang luas dalam perbaikan kehidupan
masyarakat, tidak hanya dalam dunia usaha tapi juga dalam hal-hal lain
menyangkut kesejahteraan dan kualitas hidup.
2.9.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Penyaluran Kredit Mikro Utama oleh Bank Jabar Banten yang
dioperasikan di tingkat cabang dan kantor cabang pembantu diharapkan mampu
membantu pelaku UMKM yang membutuhkan bantuan modal baik dalam
menjalankan usahanya maupun untuk memenuhi kebutuhannya. Pemberian Kredit
Mikro Utama yang tepat sasaran bagi sektor UMKM akan menjadi pendorong
berkembangnya skala usaha pada sektor ini dan meningkatkan produktivitas
usahanya yang diharapkan dapat menambah pendapatan yang diterima dan
menyerap tenaga kerja yang lebih banyak lagi. Hal ini merupakan salah satu tolak
ukur penyaluran Kredit Mikro Utama oleh Bank Jabar Banten.
Namun permasalahan yang kadang muncul ialah adanya keterlambatan
pengembalian/pelunasan kredit yang dipengaruh oleh faktor-faktor dari sisi
nasabah. Hal ini tentu saja merugikan bagi pihak bank karena modal bank menjadi
beku dan menurunnya pendapatan yang semestinya diperoleh dari hasi pemberian
32
kredit. Hal inilah yang mendorong perlunya dilakukan penelitian mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi pengembalian kredit.
Pengembalian Kredit Mikro Utama digolongkan lancar apabila
pembayaran angsuran dan bunga dilakukan tepat waktu berdasarkan perjanjian.
Sedangkan kredit digolongkan tidak lancar (menunggak) dalam pengembailannya
jika pembayaran angsuran dan bunga mengalami penundaan dari waktu yang
diperjanjikan. Pengembalian kredit yang tidak lancar digolongkan dalam empat
tingkatan/status oleh Bank Jabar Banten yaitu (1) DPK (dalam perhatian khusus),
status ini diberikan kepada debitur yang menunda pembayaran angsuran Kredit
Mikro Utama selama satu sampai tiga bulan dari tanggal yang ditentukan. (2)
Kurang lancar, status ini diberikan kepada debitur yang menunggak angsuran
Kredit Mikro Utama selama empat sampai lima bulan dari tanggal yang
ditentukan. (3) Meragukan, status ini diberikan kepada debitur yang menunggak
pembayaran angsuran Kredit Mikro Utama selama enam bulan. (4) Macet, status
ini diberikan kepada debitur yang menunggak pembayaran angsuran Kredit Mikro
Utama di atas tujuh bulan.
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat kelancaran
pengembalian Kredit Mikro Utama dan membedakan kelompok debitur yang
tergolong lancar dan menunggak dalam pengembalian kredit tersebut diduga
terdiri dari faktor jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status nasabah, dan
jumlah tanggungan dalam keluarga yang merupakan karakteristik personal.
Sedangkan karakteristik usaha yang diduga berpengaruh terhadap kelancaran
pengembalian Kredit Mikro Utama meliputi pengalaman usaha, aset usaha, omzet
usaha, dan total pendapatan usaha bersih. Selain itu, karakteristik kredit yang
33
diduga berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian Kredit Mikro Utama
meliputi plafond pinjaman, jangka waktu pelunasan, pengalaman kredit, jaminan
kredit, dan tingkat suku bunga. Pemilihan semua faktor atau variabel yang diduga
berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit tersebut berdasarkan hasil
diskusi terhadap pihak analis kredit Bank Jabar Banten KCP Dramaga serta
didukung oleh referensi dari penelitian sebelumnnya.
Pengaruh yang diduga berasal dari ketiga karakteristik tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Karakteristik Personal
Jenis kelamin wanita diduga memiliki loyalitas yang lebih besar dan lebih
mampu menjaga kepercayaan yang diberikan bank dalam memenuhi kewajiban
angsuran kredit (KMU Bank Jabar Banten KCP Dramaga) dibandingkan pria
sehingga wanita diduga memiliki peluang pengembalian kredit dengan lancar
lebih besar daripada pria. Usia diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran
pengembalian kredit karena usia yang lebih muda menunjukkan produktifitas
yang lebih tinggi dibanding dengan usia yang lebih tinggi.
Tingkat pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran
pengembalian kredit karena semakin tinggi tingkat pendidikan nasabah
menunjukkan kemampuan manajerial yang semakin baik dalam pengelolaan
usaha. Status nasabah lama diduga memilki peluang pengembalian kredit dengan
lancar lebih besar daripada nasabah yang bersatatus masih baru karena nasabah
yang berstatus lama memiliki rekam jejak pengembalian kredit dengan lancar di
peminjaman sebelumnya. Jumlah tanggungan dalam keluarga diduga berpengaruh
negatif dalam kelancaran pengembalian kredit karena semakin banyak tanggungan
34
dalam keluaraga maka semakin besar pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka sehari hari. Hal ini mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang
sedianya digunakan dalam pengembalian kedit.
2. Karakteristik Usaha
Pengalaman usaha debitur diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran
pengembalian kredit karena semakin lama keberadaan usaha debitur maka dapat
meningkatkan pemahaman dan kemampuan dalam mengelola usaha sehingga
mendukung usaha yang digeluti dan pada akhirnya akan meningkatkan
pendapatan serta memberikan peluang kemampuan pengembalian kredit secara
lancar. Aset usaha diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian
kredit karena tingginya aset usaha yang dimiliki menunjukkan kemampuan
membayar dan penalangan yang lebih besar dibandingkan dengan debitur yang
aset usahanya lebih kecil.
Omzet penjualan diduga berpengaruh positif dalam kelancaran
pengembalian kredit karena semakin tinggi omzet penjualan maka akan
berpeluang lebih tinggi untuk mengembalikan kredit sesuai jadwal yang
ditetapkan bank. Total pendapatan usaha bersih diduga berpengaruh positif
terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin besar pendapatan bersih
usaha maka kemampuan membayar angsuran dan beban bunga akan semakin
besar sehingga peluang pengembalian kredit dengan lancar juga semakin besar.
3. Karakteristik Kredit
Plafond pinjaman diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran
pengembalian kredit karena semakin besar nilai plafond yang diterima maka akan
memperbesar beban angsuran dan bunga yang harus dibayar sehingga
35
menurunkan peluang pengembalian kredit secara lancar. Jangka waktu pelunasan
diduga berpengaruh positif terhadap kelancaran pengembalian kredit, dengan
asumsi semakin lama jangka waktu pelunasan kredit maka tanggungan angsuran
akan semakin kecil sehingga beban debitur dalam pelunasan kredit menjadi lebih
ringan dibandingkan dengan jangka waktu pelunasan yang lebih cepat dengan
besar pinjaman yang sama.
Pengalaman menerima kredit diduga berpengaruh positif terhadap
kelancaran pengembalian kredit karena semakin sering debitur memperoleh
pinjaman kredit menunjukkan bahwa kredibilitas debitur tersebut tidak diragukan
lagi dalam memenuhi angsuran kredit. Jaminan kredit diduga berpengaruh positif
terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin besar nilai jaminan yang
diberikan debitur pada saat penerimaan kredit maka keseriusannya dalam
mengembalikan kredit akan semakin tinggi juga agar jaminnya kembali. Tingkat
suku bunga diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit
karena semakin tinggi tingkat suku bunga kredit maka beban angsuran bunga akan
semakin tinggi juga yang mengakibatkan peluang nasabah dalam pengembalian
kredit akan semakin kecil.
Faktor-faktor di atas akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, untuk
mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit.
Besarnya pengaruh masing-masing faktor akan dapat terlihat dengan melakukan
analisis regresi logistik biner. Hasil analisis akan menjadi bahan pertimbangan
dalam menentukan kebijakan yang akan ditempuh guna mengatasi permasalahan
kredit di Bank Jabar Banten KCP Dramaga. Kerangka pemikiran operasional yang
telah diuraikan di atas dapat dirangkum dalam Gambar 2.1
36
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Operasional
Bank Jabar Banten Cabang Cibinong
Bank Jabar Banten KCP Dramaga
Kredit Mikro Utama
Bahan evaluasi dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan Kredit Mikro Utama Bank Jabar Banten
KCP Dramaga pada masa yang akan datang
Output: 1. Karakteristik debitur yang lancar dan menunggak dalam pengembalian
kredit (Deskriptif) 2. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi dan memiliki keterkaitan
terhadap tingkat pengembalian kredit (Regresi Logistik dan Korelasi)
Analisis Kualitatif (Deskriptif) Analisis Kuantitatif (Regresi Logistik) dan Korelasi
Tidak Lancar Lancar
Tingkat Pengembalian Kredit
Karakteristik Kredit a. Plafond Pinjaman b. Jangka Waktu
Pelunasan Kredit c. Pengalaman
Memerima Kredit d. Jaminan Kredit e. Tingkat Suku
Bunga
Karakteristik Usaha a. Pengalaman
Usaha b. Aset Usaha c. Omzet Penjualan d. Total Pendapatan
Usaha Bersih
Karakteristik Personal a. Jenis Kelamin b. Usia c. Tingkat
Pendidikan d. Status Debitur e. Jumlah
Tanggungan dalam Keluaga
Penunggakan Kredit (Kredit Bermasalah)
UMKM