analisis efektivitas biaya dan penilaian … · manfaat yang diharapkan dari pengelolaan limbah ......

165
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG KAMILA HAQQ DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Upload: lamlien

Post on 02-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN

LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG

KAMILA HAQQ

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH

RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG

KAMILA HAQQH44050332

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGANFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2009

RINGKASAN

KAMILA HAQQ. Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan NUVA.

Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi membuat jumlah rumah sakit di Indonesia menjadi semakin tinggi pula. Hal ini menunjukkan akses terhadap kesehatan lebih mudah dan bervariatif, baik secara biaya maupun pelayanan namun, terdapat konsekuensi yang harus diambil, yaituadanya ekstra beban yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal ini terkait dengan limbah yang dihasilkan dalam berbagai aktivitas pelayanan kesehatan.

Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit, limbah padat (klinis, non klinis dan infeksius) dan limbah cair. Sesuai dengan KepMen 58/MenLH/12/1995 tentang pengelolaan limbah, rumah sakit mempunyai kewajiban mengolah limbah yang dihasilkan.

Rumah sakit Telogorejo mengawali pengelolaan limbah cair dengan membangun IPAL bersistem bioreactor pada tahun 2001. Sedangkan untuk pengelolaan limbah padat, RS. Telogorejo memilih untuk bekerjasama dengan Dinas Kebersihan Kota Semarang dalam hal pengangkutan sampah domestik dan dengan Krematorium Yayasan Pancaka dalam hal pembakaran dan pemusnahan sampah medis. Penelitian ini mengenai penilaian pengelolaan limbah RS. Telogorejo yang dianalisis dari keragaan pengelolaan limbah rumah, efisiensi IPAL, penetapan Unit Daily Cost dan analisis efektivitas biaya, pengaruh biaya efektif dengan kinerja IPAL serta penilaian masyarakat sekitar RS. Telogorejo.

Berdasarkan perhitungan efisiensi, nilai efisiensi RS. Telogorejo berada pada kategori efisien (>60%-80%) dan sangat efisien (>80%) menurut Soeparman dan Suparmin (2001). Pengujian statistik dengan menggunakan uji nilai tengah menunjukkan bahwa IPAL RS. Telogorejo mampu menurunkan konsentrasi dari kelima parameter secara signifikan. Hasil uji nilai tengah untuk mengetahui pencapaian standar baku mutu menunjukkan hanya satu parameter yang dinyatakan tidak signifikan pada taraf nyata 0.05, yaitu NH3.

Besar UDC yang didapat dari perhitungan adalah Rp 1.397,04. Sedangkan rasio efektivitas biaya yang paling kecil ada pada parameter COD, yaitu Rp 0.016/mg. Rasio efektivitas biaya parameter TSS, BOD, NH3 dan PO4 adalah Rp 0.018/mg, Rp 0.044/mg, Rp 0.089/mg dan Rp 0.471/mg. Informasi ini diharapkan akan meminimisasi biaya eksternal yang dikeluarkan dengan tanpa mengurangi manfaat yang diharapkan dari pengelolaan limbah sehingga sistem pengelolaan limbah akan menjadi semakin baik.

R-sq terbesar dalam menganalisis pengaruh biaya efektif dengan penurunan konsentrasi adalah pada parameter NH3 sebesar 74.1%. Hal ini menunjukkan biaya pengelolaan limbah yang telah dikeluarkan dapat menjelaskan sebesar 74.1% terhadap penurunan konsentrasi NH3 yang menunjukkan kinerja IPAL dan sisanya dijelaskan faktor lain. Nilai R-sq untuk parameter BOD, COD, TSS dan PO4 adalah 65.6%, 69.2%, 45.4% dan 25.1%.

Persepsi masyarakat sekitar, yaitu warga Anggrek RT 06/RW V dalam menilai pengelolaan limbah RS. Telogorejo adalah sudah baik. Alasan dari

mereka adalah selama RS. Telogorejo berdiri, tidak pernah terdapat keluhan yang mengganggu kesehatan mereka. Sedangkan untuk masalah bau, mereka tidak terlalu meresahkan. Selama mereka tinggal di Anggrek mereka belum pernah mendapatkan kerugian kesehatan yang berujung pada kerugian ekonomi.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada RS. Telogrejo dan pihak lainnya yang berkepentingan dalam penggunaan IPAL dan pengelolaan limbah serta pemerintah dalam menyusun kebijakan dan arahan dalam pengelolaan limbah sehingga terwujud kesehatan lingkungan yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Judul Skripsi : Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat Terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang

Nama : Kamila HaqqNRP : H44050332

Disetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS Nuva, Sp, M.ScNIP. 19650212 199003 2 001

Diketahui,Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc19620421 198603 1 003

Tanggal Lulus :

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA DAN PENILAIAN MASYARAKAT

TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO

SEMARANG” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI

MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK

TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR

HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN

YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN

KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM

NASKAH

Bogor, Agustus 2009

Kamila HaqqH44050332

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Kamila Haqq lahir pada tanggal 8 Oktober 1987 di

Semarang, Jawa Tengah. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara, dari

pasangan Budi Harto dan Sumijati. Jenjang pendidikan yang ditempuh penulis

adalah SD Negeri Jatingaleh II Semarang dengan tahun kelulusan 1999, kemudian

melanjutkan ke SLTP Negeri 12 Semarang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun

yang sama penulis melanjutkan ke SMA Negeri 5 Semarang sampai dengan tahun

2005.

Pada tahun 2005 penulis melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan pada Fakultas Ekonomi dan

Manajemen di tingkat II pada sistem kurikulum Mayor-Minor. Pada saat TPB,

penulis pernah menjadi Ketua Asrama Putri A1 TPB. Selain itu, selama kuliah

penulis juga aktif pada beberapa organisasi kampus yaitu, Dewan Perwakilan

Mahasiswa FEM IPB, Shariah Economics Student Club, Majelis

Permusyawaratan Mahasiswa KM IPB, Badan Pengawas Resources and

Environmental Economics Student Association serta aktif dalam kepanitian yang

ada di lingkup IPB.

Penulis pernah menjadi Juara Harapan I Essay Lingkungan Hidup Se-Jawa

Tengah & D.I.Yogyakarta serta mewakili Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan sebagai mahasiswa berprestasi (tahun 2008). Penulis mempunyai

pengalaman kerja sebagai pengajar ekonomi umum di MSC Education Bogor

serta menjadi asisten praktikum Ekonomi Umum di TPB dan Pra-University IPB.

Sampai saat ini penulis adalah penerima beasiswa supersemar.

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur kehadirat Alloh SWT karena rahmat dan

ridhoNya penulis dimudahkan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Didasari dengan ketertarikan penulis mengenai limbah, penulis memiliki

keinginan untuk mempelajari sisi ekonomi dari pengelolaan suatu limbah dalam

rangka memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan

Manajemen Institut Pertanian Bogor dengan menyusun skripsi yang berjudul

“Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat Terhadap Pengelolaan

Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas biaya dalam

menurunkan konsentrasi dari masing-masing parameter limbah yang diamati serta

respon masyarakat sekitar terhadap pengelolaan limbah RS. Telogorejo Semarang.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran sosial ekonomi dari

pengelolaan limbah rumah sakit yang selama ini seringkali diteliti hanya sebatas

permasalahan teknis serta menjadi masukan bagi pemerintah dan keseluruhan

pihak yang terkait dengan manajemen limbah rumah sakit. Penulis menyadari

bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna sehingga saran dan kritik

dari pembaca sangat diharapkan untuk kemajuan penelitian ini.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI............................................................................................ i

DAFTAR TABEL ................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR............................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi

I . PENDAHULUAN………………………………………… 1

1.1. Latar Belakang ........................................................... 11.2. Perumusan Masalah.................................................... 81.3. Tujuan Penelitian........................................................ 101.4. Manfaat Penelitian...................................................... 111.5. Ruang Lingkup Penelitian.......................................... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………... 13

2.1. Rumah Sakit ............................................................... 132.2. Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah

Sakit............................................................................ 152.3. Limbah Rumah Sakit.................................................. 212.4. Strategi Pengelolaan Limbah ..................................... 242.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit .......... 322.6. Dampak Limbah Cair terhadap Kualitas Lingkungan

dan Kesehatan ............................................................ 362.7. Upaya Minimisasi Limbah ......................................... 37

2.7.1. Hubungan Minimisasi Limbah dengan Ekonomi ......................................................... 39

2.8. Pemanfaatan Limbah.................................................. 412.9. Kendala dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit .... 412.10. Persepsi....................................................................... 422.11. Penelitian Terdahulu .................................................. 43

III. KERANGKA PEMIKIRAN……………………………… 45

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ..................................... 453.1.1.Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil

Limbah .............................................................. 453.1.2. Uji Nilai Tengah............................................... 453.1.3. Cost-Effectiveness Analysis.............................. 463.1.4. Regresi Linear Sederhana................................. 48

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional............................... 49

IV. METODOLOGI PENELITIAN…………………………... 53

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................... 534.2. Jenis dan Sumber Data ............................................... 534.3. Metode Pengambilan Sampel..................................... 53

4.4. Analisis Data .............................................................. 554.4.1. Keragaan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit... 554.4.2. Evaluasi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit dalam Pengelolaan Limbah Cair ...................... 564.4.3.Unit Daily Cost ................................................. 594.4.4.Biaya Efektif dalam Penurunan Baku Mutu

setiap Parameter Limbah Cair........................... 604.4.5.Analisis Pengaruh Biaya Penurunan Per

Satuan Parameter dengan Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit.............................................. 61

4.4.6. Penilaian Masyarakat Sekitar terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ................... 62

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN……………… 66

5.1. Rumah Sakit Telogorejo Semarang............................ 665.1.1.Sejarah Bedirinya Rumah Sakit Telogorejo

Semarang .......................................................... 665.1.2. Visi Misi Rumah Sakit Telogorejo Semarang.. 665.1.3. Letak Geografis Rumah Sakit Telogorejo........ 675.1.4.Daya Tampung Pasien Rumah Sakit

Telogorejo......................................................... 675.2. Kawasan Anggrek Semarang Tengah............... 68

VI. KERAGAAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG ........................... 70

6.1. Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang ........................................ 70

6.2. Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit Telogorejo. 726.3. Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit Telogorejo... 76

VII. EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG........... 83

7.1. Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit Telogorejo .................................................................. 83

7.2. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL Rumah Sakit Telogorejo .................................................................. 94

7.3. Hubungan Antara Efisiensi dengan Ekonomi Perusahaan dan Masyarakat ....................................... 94

VIII. EFEKTIVITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG ........................... 97

8.1. Identifikasi Biaya Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit Telogorejo Semarang ........................................ 98

8.2. Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair................................................................ 100

8.3. Perhitungan Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah ...................................................... 102

IX. PENGARUH BIAYA TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG ........................... 106

9.1. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan BOD terhadap Penurunan Konsentrasi BOD ...................... 107

9.2. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan COD terhadap Penurunan Konsentrasi COD ...................... 108

9.3. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan TSS terhadap Penurunan Konsentrasi TSS....................................... 109

9.4. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan NH3 terhadap Penurunan Konsentrasi NH3....................................... 110

9.5. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan PO4 terhadap Penurunan Konsentrasi PO4 ....................................... 111

X. PENILAIAN WARGA SEKITAR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT............... 114

10.1. Karakteristik Responden ............................................ 11510.1.1. Sebaran Jarak Rumah Warga Anggrek

dengan RS. Telogorejo Semarang................ 11510.1.2. Persentase Lama Tinggal Responden di

Sekitar RS. Telogorejo ................................. 11610.1.3. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden...... 11710.1.4. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden ............ 11810.1.5. Sebaran Pendapatan Responden................... 119

10.2. Hasil Survei Kepada Masyarakat Terkait dengan Penilaian Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ............. 119

XI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 125

11.1. Kesimpulan ................................................................... 12511.2. Saran ............................................................................. 126

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 128LAMPIRAN............................................................................................. 132

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit ....................................... 7

2. Pengelompokkan Limbah Klinis dengan Potensi Bahaya dan Cara Penanganan......................................................................... 24

3. Standardisasi Warna dan Logo Kantong Sampah....................... 26

4. Warna dan Kantong Limbah Klinis Berdasarkan Jenis Limbah. 27

5. Efisiensi Pengolahan Limbah Cair Berdasarkan Unit Operasi dan Unit Pengolahan Limbah ..................................................... 58

6. Penentuan H0 dan H1 untuk Uji Nilai Tengah Pencapaian Standar Baku Mutu Masing-masing Parameter .......................... 59

7. Penilaian Data Survey terhadap Masyarakat .............................. 63

8. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk Penelitian .................. 64

9. Penentuan Beban Pencemar Limbah RS. Telogorejo................. 90

10. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL RS. Telogorejo Semarang.................................................................. 92

11. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah ........ 93

12. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi Per Parameter Limbah Sesuai dengan Standar Baku Mutu ............................................. 93

13. Perhitungan Biaya Pengelolaan IPAL Rata-rata per Hari .......... 100

14. Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang.............................................. 104

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ilustrasi Besar Biaya Sosial Marjinal dan Biaya Privat Marjinal 40

2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit................................................................................ 52

3. Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah RS. Telogorejo Semarang .................................................................................... 71

4. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat RS. Telogorejo Semarang.................................................................. 75

5. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang .................................................................................... 81

6. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu.......... 84

7. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu.......... 85

8. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007dengan Standar Baku Mutu........... 85

9. Perbandingan Konsentrasi Parameter NH3 Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu.......... 86

10. Perbandingan Konsentrasi Parameter PO4 Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu.......... 87

11. Sebaran Umur Responden (dalam tahun) ................................... 115

12 Sebaran Jarak Rumah Responden dengan RS. Telogorejo (dalam meter).............................................................................. 116

13. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo Semarang (dalam tahun) ............................................................. 117

14. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden .................................... 117

15. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden ........................................... 118

16. Sebaran Pendapatan Responden ................................................. 119

17. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah ................. 120

18. Persentase Responden yang Merasakan Bau .............................. 121

19. Persentase Responden yang Merasa Terganggu......................... 121

20. Persentase Responden yang Mengetahui Adanya Pengelolaan Limbah di RS. Telogorejo .......................................................... 122

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet Limbah ......................... 133

2. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter BOD.......................... 134

3. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter COD.......................... 135

4. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter TSS ........................... 136

5. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter NH3 ........................... 137

6. Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual, dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter PO4............................ 138

7. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Semarang .................................................................................... 139

8. Biaya Operasional dan Pemeliharaan Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang........................................................... 141

9. Rekapitulasi Biaya Pengelolaan IPAL RS. Telogorejo per Bulan........................................................................................... 153

10. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana antara Biaya Penurunan Parameter dengan Penurunan Konsentrasi Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang ............................ 154

11. Kuesioner Penelitian ................................................................... 162

12. Hasil Wawancara dengan Menggunakan Kuesioner kepada Warga Anggrek, Semarang Tengah............................................ 163

13. Foto-foto Hasil Pengamatan Lapang di RS. Telogorejo Semarang .................................................................................... 165

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan kompleks karena

merupakan suatu institusi yang padat karya, memiliki sifat dan ciri serta fungsi

yang khusus dalam menghasilkan jasa medik. Rumah sakit juga mempunyai

berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Selain melaksanakan

fungsi pelayanan kesehatan masyarakat, rumah sakit juga mempunyai fungsi

pendidikan dan penelitian (Boekitwetan dalam Muluk, 2001).

Keberadaan rumah sakit di suatu daerah merupakan aspek yang sangat

penting. Hal ini terkait dengan fungsi rumah sakit sebagai sarana pelayanan

kesehatan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat serta

berdampak pada mutu sumberdaya manusia. Pelayanan kesehatan yang ada

mencakup pemeriksaan, pengobatan, perawatan, rehabilitasi hingga penanganan

orang meninggal.

Kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang semakin tinggi membuat

jumlah rumah sakit di Indonesia menjadi semakin tinggi pula. Hal ini

menunjukkan akses terhadap kesehatan lebih mudah dan bervariatif, baik secara

biaya maupun pelayanan namun, terdapat konsekuensi yang harus diambil, yaitu

adanya ekstra beban yang menjadi permasalahan lingkungan. Hal ini terkait

dengan limbah yang dihasilkan dalam berbagai aktivitas pelayanan kesehatan.

Secara umum terdapat dua jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit,

limbah padat (klinis, non klinis dan infeksius) dan limbah cair. Sesuai dengan

KepMen 58/MenLH/12/1995 tentang pengelolaan limbah, rumah sakit

mempunyai kewajiban mengolah limbah yang dihasilkan. Limbah padat dapat

dikelola dengan penimbunan, pembakaran ataupun sanitary landfill sedangkan

limbah cair harus diproses terlebih dahulu dengan menggunakan Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) agar kadar pencemarnya tidak merusak

lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan oleh IPAL akan dibuang ke saluran

pembuangan kota, sungai ataupun diresapkan ke tanah. Limbah cair tersebut

banyak mengandung berbagai bahan kimia seperti bahan anorganik, organik serta

bakteri. Sungai merupakan sumber air bagi masyarakat baik digunakan untuk

minum maupun keperluan mandi, cuci dan kakus sehingga baku mutu limbah

yang dibuang harus memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Keberadaan limbah tersebut, apabila tidak dikelola dengan baik akan

menimbulkan tanggapan negatif dari masyarakat karena mereka merasakan

dampak buruknya berupa penurunan kualitas lingkungan. Selain itu, hal yang

paling membahayakan adalah apabila telah terjadi kerusakan lingkungan serta

penurunan kesehatan masyarakat ataupun kehilangan nyawa.

Pengelolaan limbah rumah sakit memiliki banyak kendala. Kendala yang

umum ditemukan dalam pengelolaan limbah adalah biaya pengelolaan yang

mahal karena terkait dengan teknologi tinggi, mekanisme operasional dan

pemantauan serta pemeliharaan pengelolaan limbah dan juga benturan yang

berhubungan dengan kebijakan pemerintah.

Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik

tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3).

Sekitar 10 sampai 15 persen dari keseluruhan limbah rumah sakit merupakan

limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain merkuri (Hg).

Sebanyak 40 persen lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan

sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya,

sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik

(Pristiyanto,2000).

Hasil kajian terhadap 100 rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan

bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per tempat tidur per hari.

Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per hari.

Analisa lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah

domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen.

Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) rumah sakit sebesar

376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Hal

tersebut menunjukkan besarnya potensi RS untuk mencemari lingkungan dan

kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit

(Kusminarno, 2004)9.

Pengelolaan limbah rumah sakit di Indonesia masih dalam kategori belum

cukup baik. Berdasarkan kriteria WHO, pengelolaan limbah rumah sakit yang

baik bila persentase limbah medis 15 persen, namun kenyatannya di Indonesia

mencapai 23,3 persen. Survei ini juga menemukan rumah sakit yang memisahkan

limbah sebesar 80,7 persen, melakukan pewadahan 20,5 persen dan pengangkutan

72,7 persen. Sedangkan pengelolaan limbah dengan insinerator untuk limbah

infeksius 62 persen, limbah toksik 51,1 persen, limbah radioaktif di Batan 37

persen (Sianturi, 2003)10.

9 Profil Kesehatan Indonesia (Depkes, 1997) dalam artikel Manajemen Limbah Rumah Sakit diakses melalui http://pdpersi.com pada tanggal 24 Februari 200910

Survei pengelolaan limbah di 88 rumah sakit di luar Kota Jakarta oleh WHO dan DepKes pada tahun 1997 dalam artikel Limbah Rumah Sakit Belum Dikelola dengan Baik diakses melalui http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1066703478,2145 tanggal 24 Februari 2009

Pengolahan limbah rumah sakit di Indonesia menunjukan hanya 53,4

persen rumah sakit yang sudah melaksanakan pengelolaan limbah cair, dan dari

rumah sakit yang mengelola limbah tersebut 51,1 persen melakukan dengan

instalasi IPAL dan septic tanc (tangki septik). Pemeriksaan kualitas limbah hanya

dilakukan oleh 57,5 persen rumah sakit, dan dari rumah sakit yang melakukan

pemeriksaan tersebut yang telah memenuhi syarat baku mutu adalah 63 persen

(Arifin, 2008)11.

Limbah rumah sakit tidak hanya berdampak negatif terhadap kualitas

lingkungan baik fisik, kimia, biologis serta ekosistem perairan (sungai), tetapi

juga berpotensi mengeluarkan penyakit. Sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476

rumah sakit yang ada, hanya 49 persen yang memiliki insinerator dan 30 persen

memiliki IPAL. Kualitas limbah cair yang telah melalui proses pengolahan yang

memenuhi syarat jumlahnya mencapai 52 persen. Kondisi tersebut dapat

disebabkan karena mahalnya biaya pembuatan insinerator ataupun IPAL pada

khususnya dan keseluruhan pengelolaan limbah pada umumnya (Djaja dan

Maniksulistya, 2006)12.

Pengelolaan limbah padat pada umumnya dilakukan dengan cara dibakar

menggunakan insinerator. Hal tersebut memiliki dampak negatif terhadap

lingkungan karena adanya asap hasil pembakaran. Beberapa rumah sakit, terutama

yang terletak di kawasan padat permukiman, memilih untuk menyerahkan

pembakaran limbah padat ke pihak swasta ataupun instansi lain yang memiliki

insinerator. Ini membuktikan bahwa rumah sakit tetap bertanggungjawab dalam

11 Penelitian pada tahun 2007 oleh Badan Riset Universitas Indonesia dalam artikel Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan diakses melalui http://www.pontianak post.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=157591 pada tanggal 24 Februari 2009.12 Hasil Rapid Assessment Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota (2002)

mengolah limbah padat dan mementingkan kenyamanan hidup masyarakat

sekitar. Pilihan ini patut dihargai karena masyarakat juga dapat dijadikan suatu

indikator dalam menilai kinerja pengelolaan limbah. Insinerator sendiri memiliki

kelemahan, yaitu pembakaran limbah padat medis jenis tertentu akan

menghasilkan gas furan atau emisi buang yang bersifat dioksin (beracun). Hal

tersebut mungkin yang menjadi salah satu alasan bagi WHO untuk tidak

merekomendasikan insinerator13.

Kualitas limbah cair yang telah diolah dengan menggunakan IPAL

ditentukan per parameternya. Kualitas limbah cair dilihat dari baku mutu setiap

parameter baik fisika, kimia dan biologi. Parameter yang umumnya menjadi

perhatian umum adalah BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4. Baku mutu setiap

parameter mengacu pada aturan pemerintah yang berlaku. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh rumah sakit diantaranya

adalah kinerja IPAL yang digunakan, biaya operasional, Standard Operational

Procedure (SOP) dan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Namun sejauh mana

faktor-faktor tersebut mempengaruhi pengelolaan limbah belum begitu

diperhatikan. Selain itu, sejauh mana keefektifan dari hasil pengelolaan limbah

rumah sakit juga belum diketahui. Hal ini terlihat dengan sedikitnya penelitian

yang mengkaji hal tersebut. Penelitian yang terkait dengan efektivitas pengolahan

limbah cair pada umumnya dilakukan oleh para peneliti dari perguruan tinggi dan

bukan pemerintah.

13 Maharani (Kepala Sanitasi RSCM) dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Akan (Perlu) Diawasi diakses melalui www.technologyindonesia.com/news.php?page_mode=detail&id=104 pada tanggal 24 Februari 2009

Kota semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia dan menjadi

jantung Provinsi Jawa Tengah. Sebagai kota yang pernah meraih adipura sudah

seharusnya Kota Semarang menjadikan kelestarian lingkungan sebagai salah satu

tujuan yang akan dicapai di tengah pembangunan yang ada. Kelestarian maupun

kesehatan lingkungan di dalamnya terdapat permasalahan mengenai limbah

termasuk limbah rumah sakit. Air limbah perlu dijadikan perhatian karena air

limbah biasanya dibuang ke saluran air atau sungai. Oleh karena itu, diperlukan

peraturan-peraturan mengenai kesehatan lingkungan yang mengatur tegas

mengenai pengelolaan limbah. Selanjutnya, peraturan tersebut harus didampingi

dengan pengawasan yang ketat oleh pemerintah yang berwenang.

Setiap rumah sakit seharusnya mempunyai IPAL dan pengadaan IPAL

menjadi salah satu syarat perizinan beroperasinya suatu rumah sakit. Belum ada

data mengenai kepemilikan IPAL rumah sakit di Semarang karena tidak ada

pengawasan dari Dinas Kesehatan Kota Semarang mengenai hal tersebut14.

Pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit dapat berada di bawah Badan

Lingkungan Hidup (BLH) dan Dinas Kesehatan Kota (DKK). Pengawasan yang

ada kurang maksimal dan terkadang tidak benar-benar memenuhi aturan yang

telah ada dari pusat. Bahkan kedua instansi tersebut seakan lempar tanggungjawab

apabila disinggung permasalahan kesehatan lingkungan rumah sakit termasuk

masalah limbah yang dihasilkan. Pengawasan yang telah dilakukan adalah

pengujian hasil outlet limbah rumah sakit oleh laboratorium BLH Kota Semarang.

DKK Semarang sendiri tidak memiliki program supervisi khusus terkait dengan

kesehatan lingkungan rumah sakit.

14

Berdasar wawancara dengan Bapak Wahyono dan Ibu Satrida, staf pegawai Subdin Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Semarang yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2009.

Rumah Sakit Telogorejo merupakan rumah sakit swasta yang memiliki

predikat baik di mata masyarakat Kota Semarang. Masyarakat menilai dengan

melihat hanya sebatas faktor pelayanan kesehatan saja. Belum muncul pendapat

atau pemikiran masyarakat dalam menilai rumah sakit dari sisi pengelolaan

limbah.

Rumah sakit Telogorejo mulai mengawali pengelolaan limbah cair dengan

membangun IPAL bersistem bioreactor pada tahun 2001. Sedangkan untuk

pengelolaan limbah padat, RS. Telogorejo memilih untuk bekerjasama dengan

Dinas Kebersihan Kota Semarang dalam hal pengangkutan sampah domestik dan

dengan Krematorium Yayasan Pancaka dalam hal pembakaran dan pemusnahan

sampah medis. Pihak rumah sakit memilih untuk mengolahnya dengan bekerja

sama dengan pihak luar karena memperhatikan kondisi rumah sakit yang letaknya

sangat dekat dengan perumahan warga.

Pengelolaan limbah cair RS. Telogorejo mengacu ke Kepmen

58/MenLH/12/1995 dan peraturan lainnya yang terkait dengan kesehatan

lingkungan. Standar baku mutu yang dipakai dalam IPAL RS. Telogorejo adalah

Perda Prov. Jateng/10/2004 yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit

Parameter Baku Mutu Satuan

Suhu 30 �C

TSS 30 mg/l

pH 6 − 9

BOD 30 mg/l

COD 80 mg/l

NH3 bebas 0.1 mg/l

Fosfat 2 mg/lSumber : Perda Prov. Jateng/10/2004

Berdasarkan standar baku mutu yang ada, dapat diketahui bahwa parameter BOD

dan TSS setelah diolah dengan IPAL, baku mutu yang dapat ditoleransi adalah

sebesar 30 mg/l. Baku mutu yang disyaratkan untuk parameter COD adalah 80

mg/l. NH3 bebas dan phosphat harus dapat memenuhi standar baku mutu sebesar

0.1 dan 2 mg/l. Standar untuk NH3 bebas dirasa terlalu tinggi oleh pihak rumah

sakit karena standar baku mutu tersebut sama halnya dengan standar baku mutu

NH3 untuk air minum. Sedangkan suhu yang dikeluarkan oleh limbah cair

berstandar 30�C dan untuk derajat asam (pH) limbah berkisar antara 6-9.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang mendasar mengenai limbah adalah pengelolaannya

dan dampak yang akan terjadi apabila limbah tidak dikelola dengan baik atau

bahkan tidak dikelola sama sekali. Salah satu dampak yang terjadi adalah

meningkatnya pencemaran, kualitas lingkungan dan kesehatan yang kian

memburuk yang kemudian dapat merugikan masyarakat dari sisi sosial dan

ekonomi.

Rumah Sakit Telogorejo pernah mendapat protes dari warga sekitar (Jalan

Anggrek) karena merasa terganggu dengan asap dari insinerator15. Asap hasil

pembakaran dengan menggunakan insinerator masuk ke lingkungan Jalan

Anggrek dan menimbulkan gangguan pernafasan. Solusi dari permasalahan

tersebut adalah RS. Telogorejo menutup insinerator dan menyerahkan

pembakaran sampah pada krematorium milik Yayasan Pancaka Semarang. Selain

itu, permasalahan pengelolaan limbah yang dialami oleh RS. Telogorejo adalah

15 Informasi diperoleh dari wawancara kepada Sanitarian RS. Telogorejo dan Bapak Sulis (warga Anggrek), 2009.

penurunan konsentrasi beban pencemar limbah cair. Apabila konsentrasi limbah

hasil olahan berada di atas baku mutu, maka limbah tersebut dikatakan mencemari

lingkungan.

Permasalahan lain dalam pengelolaan limbah adalah eksternalitas negatif

dari dampak limbah jika limbah tidak diproses. Limbah sebagai eksternalitas

negatif dari seluruh kegiatan di rumah sakit membutuhkan pengolahan yang

memerlukan biaya yang disebut dengan biaya eksternal sehingga biaya

keseluruhan yang dikeluarkan oleh rumah sakit bukan hanya biaya swasta

melainkan juga biaya sosial yang mencakup biaya eksternal. Selama ini,

pembiayaan pengelolaan limbah belum diperhatikan oleh Bagian Sanitasi RS.

Telogorejo. Selain itu, sejauhmana efektivitas biaya dalam menurunkan

konsentrasi masing-masing parameter limbah maupun pengaruh biaya efektif

tersebut terhadap kinerja IPAL belum diketahui.

Penilaian pengelolaan limbah rumah sakit tidak hanya melalui pengamatan

yang dilakukan di rumah sakit tetapi juga menganalisis persepsi masyarakat

terhadap pengelolaan limbah. Pengelolaan limbah yang buruk dapat merugikan

warga, misalnya penurunan kesehatan sehingga masyarakat perlu mengeluarkan

biaya ekstra untuk berobat. Secara tidak langsung, pengelolaan limbah yang buruk

dapat merugikan kesejahteraan masyarakat.

Pemilihan RS. Telogorejo Semarang untuk dijadikan tempat penelitian

dikarenakan rumah sakit tersebut telah memiliki pengelolaan limbah, namun

belum melakukan evaluasi terkait permasalahan efisiensi dan pembiayaan. Selain

itu, RS.Telogorejo juga merupakan salah satu rumah sakit terkemuka dan

dipercayai oleh masyarakat Semarang dan lokasinya berdekatan dengan

permukiman warga sehingga akan lebih menarik untuk dijadikan tempat

penelitian karena nantinya manfaat yang dihasilkan dalam penelitian ini akan

dapat terasa tidak hanya bagi rumah sakit tetapi juga warga Anggrek dan

masyarakat Semarang secara umum.

Berdasarkan permasalahan di atas, berikut adalah rumusan pertanyaan

dalam penelitian ini :

1. Bagaimana keragaan RS. Telogorejo Semarang dalam pengelolaan

limbah rumah sakit?

2. Bagaimana efisiensi IPAL dalam pengolahan limbah cair rumah sakit?

3. Seberapa besar biaya pengelolaan limbah cair yang dapat dibebankan

pada pasien dan bagaimana efektivitas biaya IPAL dalam menurunkan

konsentrasi dari setiap parameter limbah?

4. Bagaimana pengaruh biaya terhadap penurunan konsentrasi parameter

limbah?

5. Bagaimana penilaian masyarakat sekitar RS. Telogorejo dalam

memandang pengelolaan limbah rumah sakit?

1.3. Tujuan Penelitian

Utamanya, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi dan

efektivitas pengelolaan limbah rumah sakit dengan mengambil contoh kasus di

RS. Telogorejo Semarang. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji keragaan pengelolaan limbah RS. Telogorejo.

2. Menghitung dan menganalisis efisiensi IPAL dalam pengolahan

limbah cair rumah sakit.

3. Menghitung dan menganalisis biaya pengelolaan limbah cair yang

dapat dibebankan pada pasien dan efektivitas biaya IPAL dalam

menurunkan konsentrasi dari setiap parameter limbah.

4. Menganalisis pengaruh biaya terhadap penurunan konsentrasi

parameter limbah.

5. Menganalisis penilaian masyarakat sekitar RS. Telogorejo mengenai

pengelolaan limbah rumah sakit.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan bagi pengelola rumah sakit dalam meningkatkan

faktor-faktor kinerja, efisiensi dan efektivitas biaya dari pengelolaan

limbah rumah sakit.

2. Sebagai masukan bagi pengelola rumah sakit dalam menyikapi

pendapat masyarakat sekitar mengenai kinerja rumah sakit terutama

dalam hal pengelolaan limbah.

3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah atau instansi terkait lainnya

dalam menyusun kebijakan pengelolaan limbah rumah sakit.

4. Sebagai sumbangan untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan

ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah rumah

sakit.

5. Sebagai informasi yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang

berkepentingan pada penggunaan IPAL dalam pengelolaan limbah

cair.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Masalah pengelolaan limbah rumah sakit sangat luas dan mencakup

berbagai aspek misalnya aspek teknis, ekonomi, sosial dan sebagainya. Berikut

adalah ruang lingkup penelitian ini :

1. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit dengan mengambil contoh

kasus di RS. Telogorejo Semarang.

2. Parameter yang diteliti dalam pengelolaan limbah cair adalah

parameter yang telah ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasar

yaitu BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4.

3. Permasalahan teknis yang dibahas dalam penelitian ini hanya

mengenai evaluasi kemampuan IPAL.

4. Permasalahan ekonomi yang dibahas dalam penelitian ini adalah

estimasi biaya pengelolaan limbah cair yang dapat dibebankan pada

pasien serta biaya ekfektif dalam menurunkan parameter-parameter

yang ada dalam limbah cair.

5. Biaya yang diamati adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam

pengelolaan limbah cair.

6. Masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar

RS. Telogorejo yaitu masyarakat di kawasan perumahan Anggrek,

Semarang Tengah.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

Rumah sakit oleh WHO (1957) diberikan batasan yaitu suatu bagian

menyeluruh (integrasi) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan

pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun

rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan

lingkungan. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta

untuk penelitian biososial (dalam Tadda, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI

(2003), rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan berupa rawat jalan, rawat inap, gawat darurat yang mencakup

pelayanan dan penunjang medis, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan

tenaga kesehatan dan penelitian.

Adanya kemajuan teknologi disertai dengan penggunaan cara-cara baru di

bidang diagnostik dan terapeutik mengharuskan rumah sakit mempekerjakan

berbagai profesi kedokteran dan profesi lain sehingga rumah sakit menjadi

organisasi padat karya spesialis dan merupakan tempat dimana terjadi proses

pengubahan dari masukan menjadi luaran. Masukan utama adalah dokter, perawat

personil lainnya, prasarana, sarana peralatan dan sebagainya merupakan bagian

dari rumah sakit.

Rumah sakit juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuan

pelayanan. Klasifikasi rumah sakit milik Depkes RI atau Pemda, yaitu :

1. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik spesialis dan sub spesialis luas.

2. Rumah Sakit Kelas B

Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medik spesialis luas dan subspesialis terbatas.

3. Rumah Sakit Kelas C

Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-

kurangnya spesialis empat dasar lengkap (bedah penyakit dalam,

kesehatan anak, serta kebidanan dan kandungan).

4. Rumah Sakit Kelas D

Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan sekurang-

kurangnya pelayanan medik dasar (Depkes RI, 2003).

Sedangkan untuk klasifikasi rumah sakit swasta adalah :

1. Rumah sakit tipe Utama yang setaraf dengan Rumah Sakit Kelas B.

2. Rumah Sakit tipe Madya yang setaraf dengan Rumah Sakit Kelas C.

3. Rumah Sakit tipe Pratama yang setaraf dengan Rumah Sakit Kelas D.

Berdasarkan fasilitas pelayanan dan kapasitas tempat tidur, rumah sakit

dibagi menjadi :

1. Rumah Sakit Kelas A, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik luas,

dengan kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur.

2. Rumah Sakit Kelas B, dibagi menjadi :

a. Rumah sakit B1 yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik

minimal 11spesialistik dan belum memiliki sub spesialistik luas

dengan kapasitas 300-500 tempat tidur.

b. Rumah sakit B2 yaitu RS yang melaksanakan pelayanan medik

spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas 500-1000

tempat tidur.

3. Rumah Sakit Kelas C yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, yaitu penyakit dalam,

bedah, kebidanan atau kandungan, dan kesehatan, dengan kapasitas 100-

500 tempat tidur.

4. Rumah Sakit Kelas D yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas tempat tidur

kurang dari 100.

Fungsi Rumah sakit selain yang di atas juga merupakan pusat pelayanan

rujukan medik spesialistik dan sub spesialistik dengan fungsi utama menyediakan

dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan (kuratif) dan

pemulihan (rehabilitatisi pasien) (Depkes RI, 1989). Menurut surat keputusan

Menteri Kesehatan RI no. 983/Menkes/17/1992 tentang pedoman organisasi,

rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan

yang bersifat dasar, spsialistik dan sub spesialistik. Sedangkan klasifikasi

didasarkan pada perbedaan tingkat menurut kemampuan pelayanan kesehatan

yang dapat disediakan yaitu rumah sakit kelas A, Kelas B, (Pendidikan dan Non

Pendidikan) kelas C dan Kelas D.

2.2. Landasan Hukum yang Mengatur Limbah Rumah Sakit

Pelaksanaan pengelolaan limbah rumah sakit harus dilakukan sesuai

dengan dasar peraturan yang berlaku. Peraturan-peraturan yang dimaksud adalah

peraturan yang terkait dengan pengendalian pencemaran air. Hal ini mengingat

bahwa sebagian besar limbah dibuang ke sungai. Berikut adalah peraturan-

peraturan yang berlaku :

1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

Hal-hal yang terkait adalah :

a) Kewajiban mengendalikan pencemaran lingkungan bagi yang

menimbulkannya, baik bagi setiap orang (pasal 5 ayat 2) maupun bagi

setiap bidang usaha (pasal 7 ayat 1).

b) Dasar perlindungan lingkungan hidup, yaitu dengan berdasarkan baku

mutu lingkungan (pasal 15).

c) Persyaratan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan, yaitu tidak

boleh menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan yang menerima

limbah tersebut (pasal 15 ayat 2).

d) Ganti rugi dan biaya pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran

lingkungan (pasal 20 ayat 1 dan 3).

e) Sanksi pidana perusakan dan pencemaran lingkungan (pasal 22).

2. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Hal-hal yang terkait adalah :

a) Hak bagi setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang

optimal (pasal 4).

b) Kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara dan meningkatkan

derajat kesehatan perseorangan, keluarga dan lingkungannya (pasal 5).

c) Penyelenggaraan kesehatan lingkungan demi terwujudnya kualitas

lingkungan yang sehat yaitu bebas dari risiko yang membahayakan

kesehatan dan keselamatan hidup manusia (pasal 22 ayat 1).

d) Kewajiban untuk memelihara dan meningkatkan lingkungan yang

sehat sesuai dengan standar dan persyaratan bagi setiap tempat atau

sarana pelayanan umum (pasal 22 ayat 4).

3. PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Peraturan ini mengenai kriteria, tolak ukur pencemaran, penggolongan air,

daya tampung, izin, pengaturan pembuangan limbah cair dan pengawasan

kualitas air yang mencantumkan tentang :

a) Kriteria dan tolak ukur pencemaran, yaitu didasarkan pada baku mutu

air sesuai dengan peruntukannya.

b) Penggolongan air dan baku mutu air (pasal 7, 10, 42).

c) Dasar pengendalian pencemaran air, yaitu berdasarkan baku mutu air,

daya tampung beban pencemaran pada lingkungan perairan penerima

limbah, baku mutu limbah, persyaratan pembuangan limbah dan

perizinan pembuangan limbah (pasal 14, 15,16, 17, 25 dan 26).

d) Perizinan pembuangan limbah cair ke dalam lingkungan perairan

(pasal 17, 20, 21, 22, 25 dan 26).

e) Pengaturan pembuangan limbah cair ke dalam tanah (pasal 19).

f) Saluran pembuangan limbah cair (pasal 20), pengawasan kualitas air

(pasal 31 dan 32).

g) Kewajiban setiap penanggungjawab kegiatan yang membuang

limbahnya ke lingkungan perairan untuk melaporkan hasil

pemeriksaannya kepada Gubernur (pasal 31, ayat 2, dan pasal 32).

4. Permenkes No. 173/Menkes/Per/VIII/77 tentang Pengawasan Pencemaran

Badan Air dan Air untuk berbagai Kegunaan yang Berhubungan dengan

Kesehatan.

Peraturan ini mengenai lokasi rumah sakit, tanggungjawab pengelola rumah

sakit, lingkup, pembinaan teknis dan pengawasan, mencantumkan tentang

kemungkinan timbulnya pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan dan

tempat penyebab penularan penyakit dari rumah sakit. Rinciannya adalah :

a) Lokasi rumah sakit harus terletak di daerah yang terhindar dari

pencemaran (pasal 1 ayat 1).

b) Tanggungjawab pengelola rumah sakit terhadap upaya menyehatkan

dan memelihara lingkungan rumah sakit dan pengaruhnya terhadap

manusia (Ketentuan Umum dari pasal 5).

c) Lingkup upaya penyehatan lingkungan rumah sakit (pasal 6).

d) Pembinaan teknis terhadap pengelola rumah sakit di tingkat pusat oleh

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, sedangkan pembinaan teknis

penyehatan lingkungan rumah sakit di provinsi dilaksanakan oleh

Kakanwil Depkes RI yang bersangkutan (pasal 7).

e) Pelaksanaan pengawasan penyelenggara penyehatan lingkungan rumah

sakit dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Depkes RI, 1998)

5. Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Rumah Sakit, yang mempertimbangkan :

a) Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat

berkumpulnya orang sakit maupun sehat, atau dapat menjadi tempat

penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran

lingkungan dan gangguan kesehatan.

b) Oleh karena itu (tindak lanjut poin a), perlu penyelenggaraan

kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan

kesehatan.

6. PP No.51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL).

Usaha atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap

lingkungan (pasal 2)

7. Kepmenkes RI No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis

Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.

Pedoman teknis AMDAL yang merupakan kajian aspek kesehatan

masyarakat yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan perencanaan mulai

dari perencanaan, pelaksanaan dan penilaian dari suatu usaha dan atau

kegiatan pembangunan yang dapat menimbulkan dampak penting (pasal 1).

8. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air.

a) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana

pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota dikenakan retribusi (pasal 24 ayat 1).

b) Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban

memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan

kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air

(pasal 32).

9. Kep-58/MenLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan

Rumah Sakit.

Peraturan ini mengenai baku mutu limbah cair rumah sakit dan

tanggungjawab rumah sakit mencantumkan tentang :

a) baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit (pasal 2 ayat 1 dan

lampiran 3, 4, 5, 6).

b) Rumah sakit yang telah beroperasi sebelum dikeluarkannya keputusan

ini, berlaku Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) seperti dalam lampiran

A dan wajib memenuhi BMLC seperti dalam lampiran B selambat-

lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat a).

c) Rumah sakit yang tahap perencanaannya dilakukan sebelum

dikeluarkannya keputusan ini dan beroperasi setelah dikeluarkannya

keputusan ini, berlaku BMLC lampiran A dan wajib memenuhi BMLC

lampiran B selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 2000 (pasal 3 ayat

b).

d) Kewajiban penanggungjawab kegiatan rumah sakit untuk mengelola

dan memeriksa kualitas limbah cair oleh laboratorium yang berwenang

berikut frekuensinya (pasal 7 dan 8).

10. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep-

124/12/1997 tentang Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat dalam

Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, menimbang :

a) Setiap usaha atau kegiatan pembangunan yang diperkirakan

menimbulkan dampak penting terhadap kesehatan masyarakat, perlu

dilakukan pengkajian aspek kesehatan masyarakat.

b) Aspek kesehatan masyarakat merupakan bagian dalam penyusunan

AMDAL yang perlu dikaji secara mendalam sehingga dampak negatif

akibat suatu kegiatan terhadap kesehatan masyarakat dapat ditekan

serendah mungkin dan dikelola dengan baik.

2.3. Limbah Rumah Sakit

Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber

hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak/belum memilki nilai

(DKSHE IPB, 2008). Karakteristik limbah rumah sakit pada umumnya

dicerminkan dari kandungannya yang berupa zat organik, deterjen, beberapa

kandungan kimia organik, mikroorganisme pathogen, klor dan sebagainya.

Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, produksi limbah cair dapat

ditentukan kisarannya per hari.

Limbah rumah sakit harus menjadi konsentrasi penuh bagi para pengelola

mengingat dampaknya yang dapat bersifat multiplier. Hal ini dapat ditunjukkan

kondisi pengelolaan limbah yang buruk seperti pembuangan limbah medis (misal:

jarum suntik, botol infus, dan lain-lain) di TPA dapat membawa dampak negatif

bagi masyarakat sekitar TPA, pemulung, pekerja daur ulang dan bahkan ketika

sampah tersebut mengenai kucing dan anjing dimana binatang tersebut dapat

menggigit manusia dan menularkan toksik yang ada di dalamnya. Maka dari itu,

diperlukan pemaparan yang jelas mengenai limbah rumah sakit.

Jenis-jenis limbah yang dihasilkan rumah sakit antara lain :

1. Limbah padat

a) Sampah domestik (dapur, pengunjung, kantor, daun-daun),

b) Sampah medik.

2. Limbah cair yang berasal dari buangan :

a) Dapur,

b) Laundry,

c) Laboratorium,

d) Radiologi,

e) Rembesan tangki septic tank dari asrama, poliklinik rawat jalan

dan rawat inap.

Aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan

pengelolaan limbah cair adalah perilaku pembuangan limbah di peralatan saniter

oleh petugas, pasien, pengunjung dan penunggu pasien. Selain itu, dana

pembangunan unit pengolahan juga perlu diperhatikan agar efisien baik secara

biaya maupun dalam upaya meminimisasi limbah. Fasilitas dari unit pengolahan

juga perlu diperhatikan, misalnya fungsi pompa, blower ataupun filter. Tenaga

kerja yang ditugasi untuk menangani limbah cair harus sudah mendapat pelatihan

dan memakai alat pelindung diri dengan benar.

Salah satu dampak dari limbah rumah sakit adalah pencemaran udara.

Menurut Depkes RI (1996), pencemaran udara berasal dari :

a) Debu dari pembakaran insinerator,

b) Uap asam dari laboratorium,

c) Uap air dari steam boiler,

d) Asam dan karbon sisa pembakaran sampah,

e) Pengoperasian genset, boiler dan alat masak dapur.

Berdasarkan sumbernya, limbah dapat dibedakan menjadi :

a) Ruang rawat jalan (poliklinik, pengunjung dan karyawan),

b) Ruang rawat inap (ruang perawatan, pelayanan khusus seperti UGD,

dan kamar operasi),

c) Ruang penunjang medis (apotek, laboratorium dan radiologi),

d) Bangunan umum, perkantoran, kantin dan asrama.

Sampah rumah sakit dibagi menjadi infeksius dan non infeksius. Sampah

non infeksius masih dibagi menjadi sampah klinis dan non klinis. Sampah

infeksius berupa plastik, jarum suntik, plasenta, organ tubuh dan limbah klinik

lainnya seperti: perban, pembalut wanita, kapas, sampah laboratorium klinik.

Sampah tersebut dikumpulkan di kantong plastik berwarna khusus, kemudian

dibakar di insinerator. Sampah berupa jarum suntik dan benda-benda tajam

lainnya sebaiknya dikumpulkan dalam kotak karton agar tidak melukai petugas

kebersihan dan selanjutnya dibakar dalam insinerator. Perbedaan penanganan

yang mendasar antara sampah infeksius dan non infeksius adalah waktu

pemusnahannya. Sampah non infeksius dimusnahkan secara berkala ke dalam

tempat penampungan sementara. Sedangkan sampah infeksius, sampahnya

langsung diantar ke insinerator. Abu hasil pembakaran akan dikirim ke tempat

penampungan sementara dan selanjutnya diangkut ke tempat penampungan akhir

limbah di luar rumah sakit bersama sampah non infeksius.

Limbah klinis dapat dibedakan menjadi limbah benda tajam, limbah

infeksius, limbah sitotoksik, limbah farmasi, limbah kimia, limbah radioaktif dan

limbah plastik. Limbah klinis dapat menimbulkan bahaya, baik dalam kadar

rendah maupun tinggi. Masing-masing jenis limbah memiliki karakteristik dan

potensi bahaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang

tepat pada masing-masing kelompok limbah. Pembagian jenis limbah klinis

beserta cara penanganannya dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Pengelompokkan Limbah Klinis dengan Potensi Bahaya dan Cara Penanganan

Jenis Limbah Potensi Bahaya dan Cara Penanganan

Limbah benda Dapat memotong atau menusuk kulit, cedera akibat sobekan atau

tajamtusukan,dan infeksi. Penanganannya dengan menempatkan limbah

ke dalam kontainer benda tajam.

Limbah Bahaya infeksi yang akan meningkat apabila limbah tersebut

infeksius diinapkan maka harus cepat dimusnahkan (misal: dengan

insinerator).

Limbah sitotoksik Menyebabkan kontaminasi. Jika terjadi tumpahan perlu

dibersihkan (dihapus) dengan segera dan dimusnahkan

menggunakan insinerator.

Limbah farmasiDapat menyebabkan keracunan (konsumsi dari obat

kadaluarsa).

Penanganannya dengan memasukkan ke dalam wadah kontainer

yang kuat dan bila dimungkinkan, hendaknya dibakar dengan

insinerator.

Limbah kimiaMenimbulkan efek kimia (misal : korosi, ledakan).

Penanganan

dengan dibuang bersama limbah umum (limbah tidak berbahaya),

reklamasi dan daur ulang (limbah berbahaya).

Limbah radioaktif

Dapat menyebabkan radiasi. Penanganan harus memenuhi standar

BATAN.

Limbah plastik Pembakarannya dapat menghasilkan emisi udara yang

berbahaya

(pencemaran udara). Penanganannya dengan pemisahan dan daur

ulang.Sumber : Depkes, 1991

2.4. Strategi Pengelolaan Limbah

Setiap organisasi rumah sakit harus memiliki strategi pengelolaan limbah

yang komprehensif dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada. Strategi

harus mengandung prosedur dalam pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh

pelayanan rawat inap di rumah sakit. Strategi yang ada harus dapat menjamin

bahwa semua limbah dibuang dengan aman. Hal ini berlaku terutama untuk

limbah medis yang dapat menimbulkan infeksi. Petunjuk praktis pengelolaan

limbah harus disediakan untuk semua pekerja yang terlibat

Beberapa aspek dalam strategi pengolahan limbah menurut Depkes

(1991), adalah :

1. Pemisahan dan Pengurangan

Limbah harus diidentifikasi dan dipilah-pilah. Pengurangan jumlah limbah

hendaknya merupakan proses yang berkelanjutan. Pemilahan dan reduksi jumlah

limbah klinis dan sejenisnya merupakan persyaratan keamanan penting untuk

petugas pembuang sampah, petugas darurat dan masyarakat.

Pemilahan dan pengurangan limbah hendaknya mempertimbangkan

kelancaran penanganan dan penampungan limbah serta pengurangan jumlah

limbah yang memerlukan perlakuan khusus. Pemisahan limbah berbahaya dari

semua limbah pada tempat penghasil limbah adalah cara pembuangan yang baik.

Limbah dimasukkan ke dalam kantong atau kontainer penyimpanan,

pengangkutan dan pembuangan guna mengurangi kemungkinan kesalahan

petugas dalam penanganan limbah.

2. Penampungan

Sarana penampungan limbah harus memadai. Penampungan diletakkan

pada tempat yang tepat, aman dan higienis. Pemadatan adalah cara yang efisien

dalam penyimpanan limbah yang dapat dibuang ke sanitary landfill. Akan tetapi

pemadatan tidak boleh dilakukan untuk limbah benda tajam dan infeksius.

3. Standardisasi Kantong dan Kontainer Pembuangan Limbah

Kantong untuk pembuangan limbah rumah sakit hendaknya menggunakan

bermacam-macam warna untuk membedakan jenis sampah. Hal ini dapat

mengurangi kesalahan dalam pemisahan sampah. Standar nasional dengan kode

warna tertentu sangat diperlukan guna mengidentifikasi kantong dan kontainer

limbah.

Keberhasilan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran, prosedur

yang jelas dan keterampilan petugas sampah di semua tingkat. Keuntungan

keseragaman standar kantong dari kontainer limbah adalah mengurangi biaya dan

waktu pelatihan staf, meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan

di lingkungan rumah sakit dan di luar rumah sakit, pengurangan biaya produksi

kantong dan kontainer. Standardisasi warna dan logo menurut Depkes (1996)

digunakan untuk limbah infeksius, limbah sitotoksik dan limbah radioaktif. Hal

ini bertujuan agar mudah dikenal dan berlaku secara umum. Limbah infeksius

dengan kantong berwarna kuning, limbah sitotoksik dengan kantong berwarna

ungu dan limbah radioaktif dengan kantong berwarna merah. Pada Tabel 3 akan

dijelaskan secara ringkas mengenai standardisasi warna dan logo kantong limbah

infeksius, sitotoksik dan radioaktif.

Tabel 3. Standardisasi Warna dan Logo Kantong Limbah

Jenis Limbah Warna dan Logo

Limbah infeksiusKantong berwarna kuning dengan simbol

biohazard

Limbah sitotoksik Kantong berwarna ungu dengan simbol limbah

sitotoksik (berbentuk sel dalam stadia telophase)

Limbah radioaktifKantong berwarna merah dengan simbol

radioaktif

yang telah dikenal secara internasionalSumber : Depkes RI, 1991

Warna kantong limbah klinis yang diusulkan dan diupayakan agar mudah

dikenal dan berlaku umum. Kantong dan kontainer limbah harus cukup bermutu

dan terjamin agar tidak mudah sobek atau pecah pada saat penanganan dan tidak

bereaksi dengan limbah yang disimpannya. Kantong limbah ini harus sama tebal

dengan kantong limbah domestik. Perbedaan warna kantong untuk masing-

masing jenis limbah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Warna dan Kantong Limbah Klinis Berdasarkan Jenis Limbah

Warna Kantong Jenis Limbah

Hitam Limbah rumahtangga baisa (non-klinis)

Kuning Semua jenis limbah yang akan dibakar

Kuning dengan strip hitamJenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi dapat

juga

dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan

pengumpulan seara terpisah dan pengaturan

pembuangan

Biru muda atau transparan Limbah untuk autoclaving (pengolahan sejenis)

dengan strip biru tua sebelum dibuang di pembuangan akhirSumber : Depkes RI, 1991

4. Pengangkutan Limbah

Pengangkutan limbah dibagi menjadi dua bagian yaitu, pengangkutan

internal dan eksternal. Pengangkutan limbah internal dimulai dari titik

penampungan awal ke tempat pembuangan atau insinerator dalam on-site

insinerator dengan menggunakan kereta dorong. Peralatan harus jelas dan diberi

label, dibersihkan secara regular dan hanya digunakan untuk pengangkutan

sampah. Setiap petugas dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.

Pengangkutan limbah klinis ke tempat pembuangan di luar rumah sakit

memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat yang harus dilaksanakan oleh

petugas terkait. Prosedurnya harus memenuhi peraturan angkutan lokal. Limbah

klinis diangkut dengan kontainer khusus yang hanya digunakan untuk

mengangkut limbah klinis dengan kontainer yang kuat, tidak bocor dengan

dilengkapi oleh alat pengumpul kebocoran, mudah memuat dan membongkar

serta mudah dibersihkan dan dicuci dengan deterjen. Ruang sopir didesain

terpisah dari limbah agar terlindung bila terjadi kecelakaan. Kendaraan harus

diberi kode atau tanda peringatan.

Pembuangan limbah ini harus dilengkapi prosedur untuk mengatasi

tumpahan pada saat kecelakaan. Air bekas cuci kendaraan harus dibuang secara

tepat. Sopir harus dilatih melakukan prosedur pekerjaan ini dengan baik dan tepat.

Pengecualian untuk staf medis, farmasi atau tenaga ahli yang membawa limbah

klinis dalam jumlah terbatas ke pusat sarana pembuangan limbah dapat

menggunakan kendaraan biasa.

Limbah harus diberi label dengan jelas dan diidentifikasi. Bila

memungkinkan menggunakan kontainer khusus atau dengan cara lain. Dinas

kebersihan atau kontraktor pengelola limbah dapat menyediakan pelayanan

pengumpulan untuk institusi kecil seperti tempat praktik dokter atau poliklinik.

5. Metode Pembuangan

Limbah klinis dibuang dengan menggunakan insinerator atau ke sanitary

landfill. Metode yang digunakan tergantung pada faktor-faktor khusus sesuai

dengan peraturan yang berlaku pada institusi dan aspek lingkungan yang

berpengaruh terhadap masyarakat. Kedua metode ini dapat digunakan bersamaan

atau hanya salah satu.

6. Perlakuan sebelum Dibuang

Reklamasi atau daur ulang untuk limbah kimia berbahaya hendaknya

dipertimbangkan secara teknis dan ekonomi. Hal ini dapat digunakan dengan

autoclaving atau disinfeksi dengan bahan kimia tertentu, sedangkan limbah

infeksius dapat dibuang ke sanitary landfill.

7. Autoclaving

Perlakuan terhadap limbah infeksius dilakukan dengan autoclaving.

Limbah dipanasi dengan uap bertekanan tertentu. Masalah yang sering menjadi

kendala adalah besarnya volume limbah atau limbah yang dipadatkan dan

penetrasi uap secara lengkap pada suhu yang diperlukan sering tidak tercapai

sehingga tujuan autoclaving (sterilisasi) tidak tercapai. Perlakuan dengan suhu

tinggi pada periode singkat akan membunuh bakteri vegetatif dan

mikroorgamisme lain yang dapat membahayakan penjamah limbah.

Kantong limbah plastik sebaiknya tidak digunakan secara ulang karena

bahan kantong tidak tahan panas dan akan meleleh selama autoclaving. Oleh

sebab itu, sebaiknya digunakan kantong khusus untuk proses autoclaving.

Kantong tersebut mempunyai pita indikator yang menunjukkan kantong telah

mengalami perlakuan panas yang cukup tinggi.

8. Disinfeksi dengan Bahan Kimia

Disinfeksi adalah penghacuran mikroorganisme yang tidak terlalu spora.

Selain itu, terdapat pula sterilisasi, yaitu penghancuran seluruh mikroorganisme

termasuk spora. Pemilihan keduanya tergantung pada jenis yang memerlukan

efisiensi untuk prosedur tersebut (Aqarwal, 2005).

Peranan disinfektan pada institusi besar bersifat terbatas. Misalnya,

digunakan setelah mengepel lantai atau membasuh tumpahan dan mencuci

kendaraan limbah. Limbah inifeksius dalam jumlah kecil dapat diidisinfeksi

dengan bahan kimia seperti hipoklorida atau permanganate. Cairan disinfeksi ini

dapat diserap oleh limbah sehingga akan menambah bobot dan menimbulkan

masalah dalam penanganan.

9. Insinerator

Insinerator adalah alat yang digunakan untuk membakar. Proses

pembakaran dilaksanakan dalam ruang ganda insinerator yang mempunyai

mekanisme pemantauan secara ketat dan parameter pengenalan pembakaran.

Kotak api atau insinerator domestik adalah ruang tunggal, pada ruangan ini

biasanya proses pembakaran tidak terjadi secara lengkap dan suhu tidak dapat

dikendalikan.

Limbah combustible dapat dibakar bila tersedia insinerator yang tepat.

Residu insinerator dapat dibuat ke sanitary landfill. Jenis residu yang

mengandung pencemar logam berat harus dilakukan penanganan yang lebih

cermat.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan insinerator adalah

alasan ekonomi, sejarah atau alasan-alasan lain rumah sakit. Alasan-alasan

tersebut tidak dapat dijadikan pengecualian dalam pemenuhan standar kualitas

udara. Diperlukan prioritas sumberdaya dalam perbaikan sarana yang ada atau

menggunakan sarana di luar rumah sakit untuk dapat memenuhi persyaratan emisi

udara.

10. Sanitary Landfill

Sanitary Landfill merupakan metode pembuangan limbah tradisional.

Lokasi yang digunakan sekarang lebih merupakan tempat pembuangan terbuka

yang memilki resiko terhadap manusia dan lingkungan. Lokalisasi yang terisolasi,

dipagar dan jauh dari masyarakat, merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan.

Sanitary Landfill secara fisik berada di daerah lapisan padat agar

mencegah perpindahan limbah ke dalam air tanah atau ke tanah dan sekitarnya

dapat dilakukan dengan menggunakan lapisan kedap seperti tanah liat, aspal atau

lapisan sintetis. Lokasi harus didaftar dan mendapat izin dari instansi yang

berwenang. Operator harus mencatat setiap limbah yang dibuang. Apabila limbah

sudah penuh, harus segera ditutup dengan tanah atau lapisan yang sesuai.

Pemilihan lokasi harus memenuhi kriteria : sesuai dengan tata guna lahan, dekat

dengan penghasil limbah, meterologi, penguapan tinggi, rasio hujan rendah,

hidrogeologi, permukaan air tanah dalam dan terpisah oleh lapisan yang dapat

ditembus air tanah.

11. Sistem Saluran Air Kotor

Rumah sakit harus memanfaatkan sistem pengolahan air limbah yang

memiliki sistem pengolahan air limbah perkotaan yang tersedia dan dijangkau

rumah sakit. Seringkali rumah sakit belum memiliki sistem limbah perkotaan

dengan pertimbangan faktor-faktor efektivitas, kebutuhan lahan, biaya investasi,

tingkat mekanisasi, biaya operasi dan pemeliharaan, serta energi listrik yang

dibutuhkan. Namun untuk keamanan lingkungan, karyawan dan pasiennya, rumah

sakit tersebut harus membangun dan memiliki sistem pengolahan air limbah.

12. Pelatihan

Program pelatihan meliputi latihan dasar tentang prosedur penanganan

limbah untuk semua tenaga kerja yang menangani limbah. Program pelatihan

hendaknya ditinjau secara periodik dan diperbaharui bila perlu penerangan pokok

dalam pelatihan antara lain mengenai biaya limbah klinis dan sejenisnya, prosedur

aman untuk menangani limbah, tindakan yang diperlukan bila terjadi kecelakaan

termasuk cara pelaporan kepada supervisor. Rumah sakit harus menunjuk seorang

pejabat yang bertanggungjawab atas sistem pembuangan limbah secara efisien

dan memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja.

2.5. Sistem Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit

Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan

hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator. Keduanya sekarang

terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran

rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang

ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut

langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai

mengandung zat medis (Suparmin, et.al. 2002).

Menurut Depkes (1993) sistem pengolahan limbah cair yang sudah

berjalan adalah:

1. Tangki septik.

Tangki ini digunakan untuk menampung limbah cair dari kamar mandi,

kakus, ruang bersalin dan ruang perawatan. Limbah cair ini ditampung

untuk mendapatkan pengolahan/pembersihan yang lebih baik.

2. Sistem biologi aerobik.

Sistem ini menggunakan udara yang berfungsi untuk mencerna zat organik

dan zat anorganik.

3. Sistem biologi anaerobik.

Sistem ini berkebalikan dengan proses aerobik. Biasanya proses anaerobik

menggunakan penambahan peralatan seperti pompa limbah dan anaerobik

filter.

Bioreaktor sebagai Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) ini bertujuan untuk mengolah air

limbah yang mengandung polutan yang mana dinyatakan dalam beban BOD,

COD, TSS dan lain-lainnya. Bioreaktor memiliki 10 komponen, yaitu NSI –

Noggerath Automatic Screen, Grit Chamber, Equalisasi, Clarifier, Buffer Tank,

Bioreaktor, Dosing Pump, Polishing Tank, Treated Water Tank dan Sludge Tank

yang memiliki fungsi masing-masing. Berikut adalah fungsi dari komponen yang

ada dalam bioreaktor.

NSI – Noggerath Automatic Screen

NSI berfungsi untuk menyaring sampah/kotoran yang ikut ke dalam

saluran air limbah. Sampah yang tersaring tersebut dikumpulkan, dikeringkan lalu

dikompresi secara otomatis sehingga sampah yang keluar berupa sampah padat

yang kering. Sampah kering tersebut lalu ditampung pada kantong plastik dan

kemudian dibakar di dalam insinerator.

Grit Chamber

Berfungsi sebagai bak pengendapan awal, sebelum masuk ke dalam bak

equalisasi sebagai proses lanjutan untuk proses peruraian limbah secara areob.

Equalisasi

Bak Equalisasi berfungsi sebagai :

- Penampung fluktuasi debit air limbah yang masuk.

- Penampung macam-macam karakteristik dan sifat air limbah yang

berbeda-beda.

Bak equalisasi berisikan pompa equalisasi yang berfungsi

memindah/mentransfer air limbah ke Clarifier Tank dan Submersible Aerator

yang berfungsi untuk membantu proses aerasi. Pompa equalisasi didesain dengan

kapasitas yang lebih besar dari kapasitas air limbah yang masuk, maka ada

sebagian air limbah yang disirkulasikan kembali ke dalam Bak Equalisasi.

Clarifier

Clarifier berfungsi sebagai unit pemisah antara partikel-partikel atau

padatan dengan air agar air yang keluar dari Clarifier terpisah antara air dan

padatannya. Padatan yang terkumpul dalam bentuk lumpur akan turun ke dasar

Clarifier yang berbentuk kerucut. Clarifier dilengkapi dengan Tube Settler yang

berguna untuk mempercepat proses pembentukan endapan. Clarifier dilengkapi

dengan Automatic Sludge Cleaning Systems, dimana lumpur yang terkumpul akan

dialirkan ke Sludge Tank.

Buffer Tank

Buffer Tank berfungsi sebagai bak penampung sementara, untuk

selanjutnya dipompa ke dalam Bioreaktor. Buffer Tank berisikan pompa buffer

yang berfungsi memindahkan/mentransfer air limbah ke Bioreaktor. Pompa buffer

didesain dengan kapasitas yang lebih besar dari kapasitas air limbah yang masuk,

maka ada sebagian air limbah yang disirkulasikan kembali ke dalam Buffer Tank.

Bioreaktor

Bioreaktor merupakan sistem pengolah limbah secara aerobik dengan

menggunakan sistem Fixed Bed Cascade. Sistem ini terdiri dari sebuah reaktor

dan di dalamnya terdapat elemen fixed bed yang berfungsi sebagai tempat

berkembangbiaknya mikroorganisme. Mikroorganisme pembentuk film akan

melekat, tumbuh dan berkembang pada permukaan elemen tersebut. Kemudian

dari sisi bawah elemen fixed bed tersebut diaerasi dengan menggunakan blower

untuk menciptakan suasana aerobik. Bioreaktor ditambahkan dengan cairan

mikroorganisma saat dioperasikan. Organisme yang ditambahkan adalah jenis

NOGGIES®, yang merupakan mikroorgnisma pembentuk film. Mikroorganisme

yang dimasukkan dalam reaktor akan tumbuh dalam waktu beberapa hari setelah

ditambahkan makanan tambahan selama limbah belum dimasukkan, kemudian

mikroorganisma tersebut akan membentuk lapisan film pada fixed bed sesuai

dengan spesifikasi makanannya.

Dosing Pump

Berfungsi untuk menginjeksikan kaporit setelah bioreaktor, untuk

mematikan bakteri-bakteri yang ada.

Pengisian kaporit

Konsentrasi : 3 mg/l

Kapasitas : 1000 liter

Calcium hypochloride : 17.5 kg

Jadwal pengisian : 14 hari

Polishing Tank

Berfungsi sebagai bak pengendapan terakhir dan bak khlorinasi sebelum

masuk ke Treated Water Tank.

Treated Water Tank

Berfungsi sebagai bak penampung terkahir dan sebagian air

didkembalikan ke bireaktor untuk mengurangi busa dengan menggunakan pompa

spayer.

Sludge Tank

Berfungsi untuk menampung lumpur yang terkumpul dari bak Clarifier dan

Polishing. Secara periodik, lumpur yang berada di dalamnya harus dibuang (SOP

Bioreaktor RS. Telogorejo Semarang, 2001).

2.6. Dampak Limbah Rumah Sakit terhadap Kualitas Lingkungan dan Kesehatan

Menurut Depkes (1993), Limbah rumah sakit perlu diolah sebelum

dibuang ke tempat pembuangan akhir agar tidak mencemari lingkungan. Adapun

dampak yang timbul apabila limbah tidak diolah adalah :

1. Mencemari air permukaan, air tanah dan badan-badan air.

2. Mengganggu biota air.

3. Mengganggu estetika.

4. Terjadi pendangkalan pada sungai dan badan air.

5. Menyebabkan penurunan kesehatan dan kehilangan nyawa.

6. Menimbulkan kerugian ekonomi masyarakat.

7. Mengurangi kesejahteraan masyarakat.

Zat-zat yang terdapat dalam limbah dapat menyebabkan dampak negatif

bagi kualitas lingkungan. Terdapat tiga kategori polutan limbah yaitu, fisik, kimia

dan biologis. Polutan fisik memiliki resiko lingkungan dan kesehatan yang terkait

dengan limbah medis. Resiko tersebut dapat berupa pengaruh insenerasi terhadap

kesehatan seperti iritasi mata dan saluran pernafasan sampai hujan asam dan juga

cedera fisik yang dapat timbul karena tertusuk limbah benda tajam. Polutan kimia

kemungkinan dapat bersifat karsinogenik dan cedera fisik seperti terbakar karena

terkena bahan kimia yang mudah terbakar. Sedangkan polutan biologis dapat

menyebabkan resiko terkena infeksi apabila limbah biologis memiliki dosis agen

infeksi yang tinggi dan limbah. Resiko ini dapat terjadi pada pemulung dan anak-

anak yang ada di sekitar tempat pembuangan. Pada dasarnya, adanya limbah dapat

memberi resiko dampak bagi semua orang yang ada di sekelilingnya termasuk

pengunjung, masyarakat, pekerja kesehatan dan pemulung (Aqarwal, 2005).

2.7. Upaya Meminimisasi Limbah

Pengolahan limbah merupakan salah satu upaya untuk meminimisasi

limbah baik dalam mengurangi jumlah, konsentrasi atau bahaya limbah, pasca

produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau secara hayati. Minimisasi

limbah meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya dan upaya

pemanfaatan limbah. Menurut Soemantojo (dalam Djunaedi, 2007), terdapat

beberapa cara dalam meminimisasi limbah, yaitu :

1. Reduksi pada sumbernya (source reduction) dilakukan dengan cara

memilih bahan baku yang relatif aman, melakukan pengolahan bahan dan

modifikasi bahan, operasi misalnya housekeeping, segregasi limbah,

preventive maintenance, pengaturan kondisi operasi dan proses

pengolahan, modifikasi proses dan perubahan produk.

Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya

adalah (Hananto, 1999) :

a) Housekeeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam

menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran,

tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi

dengan sebaik mungkin.

b) Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah

menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat

mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya

pengolahan limbah.

c) Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian

alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.

d) Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar

persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses

kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan

lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.

e) Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan

petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.

f) Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan

yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi

yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan

rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.

2. Re-use atau penggunaan kembali adalah pemanfaatan limbah dengan jalan

menggunakan kembali untuk keperluan yang sama atau fungsinya sama

tanpa mengalami pengolahan atau perubahan bentuk. Contohnya, botol

infus dapat digunakan kembali sebagai botol infus.

3. Daur ulang atau re-cycle adalah pemanfaatan kembali limbah melalui

pengolahan secara fisik, kimiawi untuk menghasilkan produk yang sama

atau produk lain. Contohnya, besi bekas dapat digunakan kembali untuk

membuat barang berbahan besi.

4. Perolehan kembali adalah upaya pemanfaatan limbah dengan jalan

memprosesnya guna memperoleh kembali salah satu komponen yang

terkandung di dalamnya. Contohnya, pengambilan logam perak dari

limbah.

5. Pemanfaatan kembali ataupun daur ulang limbah rumah sakit harus

menggunakan teknologi yang benar-benar tepat. Apabila tidak, dapat

dipastikan, kuman atau bibit penyakit yang menempel dan bersarang akan

tetap hidup, yang selanjutnya menularkan kepada penggunanya. Apabila

pengguna ini (misal : anak-anak) terkontaminasi lalu terjangkit penyakit

HIV atau hepatitis melalui limbah medis, dalam puluhan tahun

diasumsikan kualitas SDM remaja Indonesia menurun, belum lagi

pengobatannya yang mahal. Bibit penyakit berupa kuman, virus HIV, dan

virus hepatitis bila strain ganas bukan lagi menyebabkan kualitas SDM

menurun, bahkan menyebabkan maut.

2.7.1. Hubungan Minimisasi Limbah dengan Ekonomi

Proses minimisasi limbah di rumah sakit bertujuan untuk memperbaiki

kualitas lingkungan dan memberikan keuntungan ekonomis antara lain :

1. Mengurangi biaya investasi atau modal dan biaya operasi unit pengolah

limbah yang dilakukan di rumah sakit yang bersangkutan.

2. Mengurangi biaya pengolahan limbah dan transportasi untuk pengolahan

limbah di luar fasilitas rumah sakit.

3. Mengurangi biaya untuk perizinan, pemantauan, penegakan dan tanggap

darurat.

4. Mengurangi biaya penanggulangan kerusakan lingkungan

5. Meningkatkan keuntungan karena penjualan atau pemanfaatan limbah.

6. Menjamin kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat karena terhindar

dari kerugian yang dapat ditimbulkan dari limbah.

Limbah yang merupakan eksternalitas negatif dari adanya suatu produksi

atau kegiatan dapat diminimisasi dengan suatu pengolahan yang membutuhkan

biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk menutup eksternalitas negatif atau

mengkompensasi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi disebut dengan

External Cost. Biaya tersebut adalah biaya di luar biaya swasta (Private Cost)

yang digunakan dalam menjalankan usaha. Dengan kata lain, keseluruhan biaya

yang dikeluarkan oleh suatu unit usaha yang mencakup biaya eksternal disebut

dengan biaya sosial (Sosial Cost). Besarnya biaya akan berubah sejalan dengan

adanya perubahan aktivitas produksi dari suatu unit usaha. Perubahan biaya

tersebut adalah biaya marjinal.

Gambar 1. Ilustrasi Besar Biaya Sosial Marjinal dan Biaya Privat Marjinal

Sumber : Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan Departemen ESL, IPB (2008)

Sesuai dengan konsep biaya sosial yang lebih besar dari biaya swasta,

besar Marginal Sosial Cost (MSC) juga lebih besar daripada Marginal Private

Cost (MPC) karena merupakan penambahan MPC dengan MEC (Marginal

External Cost). Hubungan antara MSC dan MPC dapat dilihat pada Gambar 1.

2.8. Pemanfaatan Limbah

Pemanfaatan limbah akan sangat membantu dalam mengurangi jumlah

limbah di lingkungan rumah sakit dan juga memberi nilai tambah pada limbah

yang semula tidak mempunyai nilai ekonomis menjadi bahan yang mempunyai

nilai ekonomis. Pelaksanaan pemanfaatan limbah dapat berlangsung di dalam

ataupun di luar rumah sakit. Pemanfaatan limbah dapat dikelompokkan menjadi

tiga jenis yaitu, kegiatan 3R (reuse, recycle dan recovery) (DKSHE IPB, 2008).

Limbah cair rumah sakit dalam bentuk air hasil olahan dapat digunakan

kembali. Air hasil olahan dapat dipergunakan untuk menyiram tanaman dan

mencuci mobil serta endapannya dapat dijadikan batu bata. Selain itu, air hasil

olahan dapat dijadikan pengisi kolam ikan hias atau membuat ternak ikan non

konsumtif seperti ikan hias dan ikan sapu-sapu.

Sampah (limbah padat) rumah sakit tidak bisa dimanfaatkan seluruhnya.

Hanya sampah non-infeksius yang dapat dimanfaatkan, misalnya sampah tersebut

dijadikan kompos untuk dijual sebagai pupuk tanaman. Pemanfaatan sampah

infeksius rumah sakit tidak diperkenankan karena mengandung bahan-bahan yang

dapat membahayakan penggunanya. Oleh karena itu, sampah infeksius harus

selalu dimusnahkan.

2.9. Kendala dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Menurut Djunaedi (2007), kendala dalam pengelolaan limbah rumah sakit

adalah :

a. Terbatasnya lahan yang tersedia merupakan salah satu kendala dalam

pengolahan limbah. Hal ini ditentukan oleh lokasi lahan baik di perkotaan atau

pedesaan, jarak dengan sumber limbah dan penataannya.

b. Dampak terhadap lingkungan yang dapat menjadi hambatan dalam pencapaian

target pengelolaan limbah.

c. Dampak kesehatan yang timbul akibat zat pencemar yang berasal dari fasilitas

pengolahan limbah.

d. Keterbatasan sumberdaya manusia yang dapat mengolah limbah dan yang

memberikan pelatihan.

e. Keterbatasan alat, bahan dan teknologi yang dapat mempengaruhi pencapaian

target pengelolaan limbah.

f. Masalah pendanaan dalam penyelenggaraan pengelolaan limbah.

2.10. Persepsi

Persepsi adalah suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan

dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau gejala

sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Bagaimana segala sesuatu tersebut

mempengaruhi persepsi seseorang natinya akan mempengaruhi perilaku yang

dipilihnya. Persepsi dapat diartikan sebagai tanggapan, pendapat yang

mengandung unsur penilaian seseorang terhadap objek dan gejala berdasarkan

pengalaman dan wawasan yang dimilikinya (Hammaer dan Organ dalam Syaf,

2005).

Hal-hal yang mempengaruhi persepsi dibagi menjadi dua, yaitu internal

dan eksternal. Faktor internal meliputi: kecerdasan, minat, emosi, pendidikan,

pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal

meliputi : pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan perbedaan latar

belakang sosial budaya.

Persepsi individu dibatasi oleh (1) perbedaan pengalaman, motivasi dan

keadaan; (2) perbedaan kemampuan alat indera; (3) perbedaan sikap, nilai dan

kepercayaan. Perbedaan tersebut selanjutnya mempengaruhi perbedaan respon

seperti kecenderungan memandang sesuatu yang sesuai dengan sikap, nilai-nilai

dan kebutuhan seseorang, kecenderungan hanya menerima stimulus yang

konsisten dengan sikap, nilai dan kepercayaan dan kecenderungan untuk

mengingat pesan yang sesuai dengan sikap, nilai dan kepercayaan. Proses

pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera

menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu persepsi visual,

auditori, perabaan, penciuman, dan pengecapan.

2.11. Penelitian Terdahulu

Djunaedi (2007), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

efektivitas IPAL dalam pengolahan limbah cair, hubungan kinerja pengelolaan

limbah dengan kualitas limbah rumah sakit dan meramalkan parameter-parameter

limbah yang harus dipantau dalam masa yang akan datang. Metode yang

digunakan dalam penelitian tersebut adalah efektivitas IPAL, cost-effectiveness,

dan principal component analysis (PCA).

Penelitian ini dilakukan di berbagai rumah sakit kelas A, B, C dan D di

Jakarta. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat efektivitas IPAL rumah sakit

di Jakarta bervariasi dan secara umum tidak efektif dalam menurunkan parameter

pencemar. Djunaedi mengungkapkan bahwa parameter limbah yang ada dalam

KepMen No.58./MenLH/12/1995 harus tetap dipantau. Hasil analisis dalam

menduga hubungan antara kinerja pengelolaan limbah dengan kualitas limbah

menunjukkan bahwa tidak sepenuhnya kinerja pengelolaan limbah berhubungan

dengan kualitas limbah yang dihasilkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di

empat kelas rumah sakit di Jakarta, masing-masing kelas rumah sakit tersebut

memiliki ketidak-efektifan dalam pengolahan limbah cair pada parameter-

parameter tertentu dan tidak selalu sama antara satu rumah sakit dengan yang

lainnya.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Aktivitas Rumah Sakit sebagai Penghasil Limbah

Rumah Sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang potensial

menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Seperti halnya sektor industri,

kegiatan rumah sakit berlangsung 24 jam sehari dan melibatkan berbagai aktivitas

orang banyak sehingga potensial dalam menghasilkan sejumlah besar limbah.

Limbah yang dihasilkan tersebut terdiri dari berbagai bentuk dan jenis yang

berasal dari aktivitas medis maupun non medis; padatan, cairan maupun gas.

Limbah rumah sakit terutama yang berasal dari aktivitas medis berpotensi besar

menurunkan kualitas lingkungan, baik lingkungan rumah sakit maupun

lingkungan sekitarnya.

Rumah sakit juga merupakan tempat yang sangat potensial bagi transmisi

dari berbagai agen penyakit yang ada di rumah sakit yang dapat menginfeksi ke

pasien, para pegawai rumah sakit, maupun pengunjung rumah sakit. Berkaitan

dengan hal tersebut, berbagai kebijaksanaan pemerintah pusat maupun daerah

dalam bidang pengelolaan lingkungan yang tertuang dalam peraturan dan

perundang-undangan serta berbagai program lingkungan, selalu melibatkan rumah

sakit sebagai sumber pencemar yang harus dikelola dengan baik dan benar

(Yayasan Pelangi Indonesia, 2002).

3.1.2. Uji Nilai Tengah

Uji nilai tengah digunakan untuk menguji hipotesis dari suatu populasi,

bahwa nilai tengah populasinya (misal: µ) sama dengan nilai tertentu (misal: µ0)

dan lawan hipotesis alternatifnya bahwa nilai tengah populasi itu tidak sama

dengan µ0, artinya akan diuji :

H0 : µ = µ0

H1 : µ ≠ µ0

Statistik yang dapat digunakan dalam kriteria uji ini adalah varaibel acak x. Dapat

ditentukan dua wilayah kritik x1 dan x2 dengan mengambil taraf nyata sebesar α,

sedemikian sehingga x1 ≤ x ≤ x2, merupakan wilayah penerimaan dan kedua ekor

sebarannya x < x1 dan x > x2, menyusun wilayah kritiknya.

Jika jumlah n < 30 dan tidak memiliki ragam, maka uji nilai tengahnya

menggunakan uji-t. Dengan kasus yang dirubah dari kondisi semula, yaitu :

H0 : µ1 = µ2

H1 : µ1 > µ2

Maka, nilai kritik tersebut dapat diucapkan dalam nilai t melalui rumus :

diketahui tidak tetapi,asumsi

2-n

:bebasderajat dengan

/1/1

d

21

21

21

021

nv

nnSt

p

xx

Keterangan :

xn : nilai rata-rata x1 d0 : bilangan bulat

v : derajat bebas n : banyaknya nilai : ragam

Bila x jatuh pada wilayah kritik t > tα, maka dapat disimpulkan bahwa µ1 = µ2 dan

terima H0, berlaku sebaliknya.

3.1.3. Cost-Effectiveness Analysis

Menurut Dixon dan Sherman (1990), cost-effectiveness analysis adalah

suatu teknik dari analisis proyek yang mengestimasi manfaat dan fokus pada

konsep least-cost dalam rangka mencapai suatu tujuan. Pendekatan ini umumnya

digunakan untuk proyek sosial dan lingkungan dimana manfaat dalam mencapai

tujuan sulit untuk dinilai atau sukar diidentifikasi.

Cost-effectiveness analysis adalah bentuk dari analisis ekonomi yang

membandingkan biaya pengeluaran dan manfaat yang dihasilkan dari dua

kegiatan atau lebih. Analisis ini sering digunakan saat analisis biaya manfaat tidak

dapat dilakukan secara penuh. Dalam ekonomi kesehatan, Cost-effectiveness

analysis digunakan dalam kegiatan terapi atau pencegahan terhadap suatu hal

(misal : limbah), yang merupakan rasio antara biaya yang dikeluarkan untuk

kegiatan tersebut terhadap ukuran relevan dari efek yang dihasilkan16.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Weinstein et.al. (1996) yang

memformulasikan cost effectiveness ratio sebagai keseluruhan pengeluaran

sumberdaya dalam sektor kesehatan (diukur dalam satuan moneter) dibandingkan

dengan kemajuan yang terjadi dalam sektor kesehatan (diukur dalam satuan non-

moneter). Sehingga dapat dikatakan bahwa cost effectiveness ratio adalah

perbandingan biaya keseluruhan dengan beneficiaries yang dihasilkan.

Berdasarkan perbandingan tersebut akan didapatkan angka yang mengindikasikan

rasio efektivitas biaya dari masing-masing kegiatan (dalam Hutton, 2000).

Efektivitas biaya merupakan ukuran lain dalam kelayakan ekonomi dan

finansial dari suatu kegiatan. Efektivitas biaya dapat berarti mencapai tujuan

dengan biaya yang minimal. Dalam hal ini, semua upaya yang dapat dianggap

mencapai tujuan dibandingkan dalam hal biaya yang dikeluarkan. Salah satu yang

16 Cost Effectiveness Analysis diakses melalui http://en.wikipedia.org/wiki/ Cost-effectiveness_ analysis pada tanggal 20 Februari 2009

paling sedikit memerlukan biaya itulah yang paling tinggi efektif biayanya

(Patton, 1986 dalam Djunaedi, 2000).

3.1.4. Regresi Linear Sederhana

Suatu variabel yang bersifat tak bebas (y) dapat dipengaruhi oleh variabel

lain yang bersifat bebas (x)., Konsep regresi dapat digunakan untuk mengetahui

bagaimana pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Hubungan linear

tersebut dapat digambarkan dalam persamaan berikut :

Y = a + bX

dimana a adalah intersep dan b adalah kemiringan (gradien). Lambang Y

digunakan di sini untuk membedakan antara nilai ramalan yang dihasilkan garis

regresi dengan pengamatan y sesungguhnya untuk nilai x tertentu. Penentuan a

dan b agar jumlah kuadrat galat (JKG) minimum atau dengan kata lain kesalahan

yang terjadi minimum, maka dapat digunakan kalkulus diferensial. Bila diberikan

data contoh {(xi,yi); i = 1,2,…,n}, maka nilai dugaan kuadrat terkecil bagi

parameter dalam garis regresi

Y = a + bX

Dapat diperoleh dari rumus :

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

xxn

yxyxn

b

1

2

1

2

1 11

xy ba

dan,

Keterangan:

y = nilai y rata-rata dari pengamatan x = nilai x rata-rata dari pengamatan

Pengujian kebaikan model, dapat dihitung dengan koefisien determinasi

(R-sq), yaitu:

21 1 1

2

12.2

1

---1

y

n

i

n

i

n

iiiii

ysn

yxbyayR

(Walpole, 1982)

R-sq dapat menunjukkan proporsi keragaman total nilai-nilai peubah y yang dapat

diterangkan oleh model yang digunakan. Semakin tinggi nilai R-sq, maka semakin

baik model tersebut. Misalnya nila R-sq adalah sebesar 0.8, artinya model tersebut

dapat dijelaskan oleh x sebesar 80 persen dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Selama ini masalah limbah masih merupakan masalah lingkungan yang

perlu dicarikan jalan keluar yang tepat. Pengolahan limbah yang tidak sesuai baik

dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dapat menyebabkan inefisiensi. Jika

dikaitkan dengan biaya, adanya inefisiensi pengelolaan limbah dapat

meningkatkan biaya lingkungan yang akan menjadi tanggungjawab rumah sakit.

Penelitian ini bermula dari permasalahan yang sering terjadi dalam

pengelolaan limbah, yaitu permasalahan yang akan timbul apabila limbah tidak

dikelola dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem

pengelolaan limbah. Awal kajian dari penelitian ini adalah melihat dan

menganalisis secara deskriptif keragaan pengelolaan limbah rumah sakit,

bagaimana pembagian divisi pengelolaan limbah padat dan cair sampai

mekanisme pengelolaan. Setelah itu, kajian dilanjutkan dengan meneliti efisiensi

dari pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL. Efisiensi kinerja IPAL

secara keseluruhan dapat digambarkan dengan membandingkan kualitas limbah

setelah diolah (outlet) dengan yang sebelum diolah (inlet). Rumus yang digunakan

adalah rumus efisiensi (Soeparman dan Suparmin, 2001) pada halaman 57. Selain

itu, uji-t juga digunakan dalam membandingkan nilai inlet dan outlet serta

pencapaian nilai outlet terhadap standar baku mutu pada masing-masing

parameter.

Optimalisasi pengelolaan limbah juga perlu memperhatikan keseluruhan

biaya pengelolaan yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan penetapan tarif

rumah sakit. Hal tersebut terkait dengan biaya pengelolaan limbah cair yang dapat

dibebankan pada pasien kelas tertentu. Penetapan biaya pengelolaan limbah cair

dihitung dengan menggunakan konsep Unit Daily Cost. Selain itu, dalam

penelitian ini juga akan dibahas mengenai biaya efektif dalam penurunan per

satuan parameter limbah dengan menggunakan konsep cost-effectiveness. Hal ini

bertujuan untuk mengetahui biaya efektif dalam menurunkan konsentrasi dalam

setiap parameter limbah.

Secara umum, kualitas limbah dipengaruhi oleh aspek-aspek penting

dalam prosedural dan kinerja pengelolaan, baik dari sisi performa SDM maupun

kemampuan teknologinya ataupun faktor lain yang mempengaruhi seperti biaya.

Hal tersebut akan dianalisis dengan melihat seberapa besar pengaruh aspek-aspek

penting dalam prosedural dan kinerja terhadap kualitas limbah yang dihasilkan.

Namun, karena hanya faktor biaya yang dapat mengalami perubahan dan

penelitian ini lebih menekankan pada sudut pandang ekonomi saja, maka

analisisnya hanya mengamati pengaruh biaya terhadap kinerja IPAL yang

ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi parameter limbah. Biaya yang diamati

pengaruhnya adalah biaya penurunan per parameter limbah yang menunjukkan

keefektifan biaya. Analisis mengenai sejauhmana pengaruh antar kedua variabel

tersebut menggunakan analisis regresi linear sederhana.

Hal yang dapat dijadikan bahan tambahan untuk pertimbangan dalam

kelangsungan pengelolaan limbah rumah sakit adalah penilaian masyarakat sekitar

rumah sakit mengenai limbah yang dihasilkan rumah sakit terutama mengenai

pengelolaan limbah rumah sakit. Hasil dari survey terhadap masyarakat dianalisis

secara deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi

feedback kepada pengembangan sistem pengelolaan limbah rumah sakit pada

khususnya dan pengelolaan limbah untuk kesehatan lingkungan pada umumnya.

Secara grafis, alur pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Operasional

Permasalahan pengelolaan limbah RS.

Telogorejo

Penurunan kadar pencemar parameter

limbah

Pemilihan dan strategi pengelolaan

limbah

Respon masyarakat sekitar mengenai

limbah

Sistem pengelolaan limbah

Limbah padat Limbah cair

Non klinis Klinis Infeksius IPAL Biaya

Penilaian masyarakat

Deskriptif Kuantiatif

Uji–t, Regresi lineardan cost-effectiveness

Dinas Kebersihan Kota

Insinerator (subkontrak)

Analisis deskriptif

Rekomendasi

Permasalahan pengelolaan limbah RS.

Telogorejo

Penurunan kadar pencemar parameter

limbah

Pemilihan dan strategi pengelolaan

limbah

Respon masyarakat sekitar mengenai

limbah

Sistem pengelolaan limbah

Limbah padat Limbah cair

Non klinis Klinis Infeksius IPAL

Penilaian masyarakat

Kualitas limbah cair

Baku mutu limbah cair (Perda)

Efisiensi; penetapan tarif; biaya efektif; pengaruh biaya;

hubungannya dengan masyarakat

Biaya

Deskriptif Kuantiatif

Uji–t, Regresi lineardan cost-effectiveness

Dinas Kebersihan Kota

Insinerator (subkontrak)

Analisis deskriptif

Rekomendasi

Permasalahan pengelolaan limbah RS.

Telogorejo

Penurunan kadar pencemar parameter

limbah

Pemilihan dan strategi pengelolaan

limbah

Respon masyarakat sekitar RS. Telogorejo

Sistem pengelolaan limbah

Limbah padat Limbah cair

Non klinis Klinis Infeksius IPAL

Penilaian masyarakat

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS. Telogorejo Semarang. Rumah sakit ini

merupakan rumah sakit tipe B yang telah memiliki sistem pengelolaan limbah,

baik cair maupun padat. Selain di RS. Telogorejo Semarang, penelitian juga

dilaksanakan di kawasan perumahan penduduk sekitar, yaitu warga Jalan

Anggrek, Semarang Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari dan

Maret 2009.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan

sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan berupa: penilaian pengelolaan limbah

yang telah dilakukan dalam penelitian di bidang kesehatan lingkungan, peraturan

atau perundang-undangan mengenai limbah, kondisi umum RS. Telogorejo

Semarang dan kawasan Anggrek, pengelolaan limbah di RS. Telogorejo

Semarang, uji laboratorium inlet dan outlet limbah RS. Telogorejo dan

keseluruhan biaya pengelolaan limbah. Data sekunder diperoleh dari Dinas

Kesehatan Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah dan penelitian terdahulu

yang terkait. Sedangkan data primer yang diambil adalah respon warga Anggrek

RT 06/ RW V Semarang terhadap pengelolaan limbah RS. Telogorejo Semarang

serta dampak yang mereka rasakan.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan dengan mempelajari pengelolaan limbah rumah sakit

di RS. Telogorejo Semarang. Pokok utama yang diteliti adalah pengelolaan

limbah secara keseluruhan, IPAL dan penilaian masyarakat sekitar rumah sakit.

Secara umum, data yang diambil dalam penelitian mengenai pengelolaan limbah

ini mencakup: nama rumah sakit, alamat, status, kelas, luas, jumlah tempat tidur,

prosedur pengelolaan limbah, unit pelayanan dan unit pengelolaan limbah yang

dimiliki serta luas unit pengolahan limbah cair.

Mengenai IPAL, data diambil dengan menggunakan data sekunder dari

analisis laboratorium yaitu hasil uji laboraturium terhadap inlet dan outlet limbah

cair serta biaya yang diperlukan dalam pengolahan limbah cair. Teknik

wawancara secara mendalam dengan Sanitarian RS. Telogorejo dilakukan untuk

mendapatkan informasi yang lebih jelas. Data yang diambil mengenai kajian unit

pengolahan limbah cair mencakup: tahun pendirian, biaya instalasi, tipe unit

pengolahan limbah buatan dan metodenya, biaya operasional, waktu pemeriksaan,

kualitas limbah, tempat buangan limbah rumah sakit, sumber air bersih yang dapat

digunakan, cara daur ulang, disinfektan, alur pengumpulan, pengangkutan,

pembuangan jarum suntik, jaringan tubuh, kasa, bahan infeksius dan limbah

laboratorium.

Data hasil uji laboratorium limbah yang digunakan adalah inlet (sebelum

memulai IPAL) dan outlet (setelah melalui IPAL). Data tersebut berupa data

sekunder yang ada di BLH Kota Semarang dan RS. Telogorejo. Analisis

laboratorium terhadap sampel limbah cair meliputi parameter yang mengacu pada

Perda Prov. Jateng/10/2004, yang terdiri atas Total Suspended Solid (TSS), BOD5,

COD, NH3 bebas, dan Phosphat. Standar baku mutu mengenai parameter-

parameter tersebut terdapat dalam Tabel 1 pada halaman 7.

Data mengenai pandangan masyarakat terhadap pengelolaan limbah

diambil dengan survey menggunakan kuesioner yang mencakup: nama responden,

umur, pekerjaan, pendidikan, lama menetap, pendapatan, pengetahuan tentang

limbah rumah sakit dan dampaknya, jarak rumah dengan rumah sakit, merasa bau

atau tidak terhadap limbah dari rumah sakit, perasaan terganggu atau tidak,

mengetahui atau tidak adanya pengolahan limbah rumah sakit, merasa ada efek

positif atau tidak dari pengolahan tersebut dan penilaian masyarakat terhadap

pengelolaan limbah rumah sakit.

Jumlah rumahtangga yang tinggal di sekeliling gedung RS. Telogorejo

adalah 52 dan jumlah responden dalam survey ini adalah sebanyak 40

rumahtangga yang diambil secara acak. Metode pengambilan sampel yang

digunakan adalah purposive sampling. Hal ini dikarenakan pengambilan

responden dilakukan dengan memilih rumahtangga secara sengaja (dengan

kriteria tertentu) untuk dijadikan sampel. Kriteria tertentu yang dimaksud adalah

rumahtangga yang bertempat tinggal di samping RS. Telogorejo dan sejauh ini

pernah mencium bau tak sedap dari RS. Telogorejo. Selain itu, penentuan sampel

tersebut merupakan rekomendasi dari Ketua RW setempat.

4.4. Analisis Data

4.4.1. Keragaan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui deskripsi pengelolaan

limbah rumah sakit yang dihasilkan. Masing-masing dari keragaan IPAL di

bagian sanitasi dalam mengolah limbah cair dan penanganan limbah padat di

bagian housekeeping rumah sakit akan dikaji secara jelas. Hal ini dimaksudkan

untuk mengetahui keragaan pengelolaan limbah secara umum. Analisis yang

digunakan dalam tahap ini adalah analisis deskriptif.

4.4.2. Evaluasi Pengelolaan Limbah Cair IPAL Rumah Sakit.

Kemampuan fisik IPAL rumah sakit akan dianalisis dalam mengolah

limbah cair yang dihasilkan berdasarkan kualitas limbah cair yang dihasilkan.

Hasil dari tahap ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan

pengelolaan IPAL di kemudian hari sebagai masukan dalam pengembangan

rumah sakit termasuk perencanaan pengembangan IPAL. Selain itu, nilai efisiensi

juga dapat dijadikan bahan pembanding terhadap keseluruhan biaya yang telah

dikeluarkan untuk mengelola limbah cair.

Kemampuan fisik IPAL rumah sakit dievaluasi dengan membandingkan

kualitas setiap kadar parameter pencemar limbah rumah sakit sebelum (inlet) dan

sesudah masuk IPAL (outlet) menggunakan uji-t pada taraf nyata lima persen.

Beban IPAL dihitung berdasarkan tingkat efisiensi, kapasitas IPAL, beban limbah

nyata atau beban pencemaran, dan pencapaian baku mutu limbah cair yang

berpedoman pada metode yang dikemukakan oleh Soeparman dan Suparmin

(2001).

100%parameter

)parameter -(parameterEfisiensi x

inlet

outletinlet

Tingkat efisiensi IPAL dikelompokkan sebagai berikut:

- Sangat efisien : x > 80%

- Efisien : 60% < x ≤ 80%

- Cukup efisien : 40% < x ≤ 60%

- Kurang efisien : 20% < x ≤ 40%

- Tidak efisien : x ≤ 20%

kg/harix 1000

limbahdebit x )parameter -(parameterKapasitas

outletinlet

kg/hari x 1000

limbah)debit x (parameterPencemaranBeban

outlet

Hasil dari Beban Pencemar Aktual (BPA) dibandingkan dengan Beban

Pencemaran Maksimum (BPM) yang dihitung dengan menggunakan standar baku

mutu pada masing-masing parameter.

100%x parameterBM

parameter -parameter)BM x (2BMLC target Pencapaian

outlet

Standar target pencapaian BMLC adalah sebagai berikut:

- 0 < BMLC < 99 pencapaian di atas baku mutu

- BMLC = 100 pencapaian sama dengan baku mutu

- 101 < BMLC < 200 pencapaian di bawah baku mutu

Keterangan:

BM = Baku Mutu BMLC = Baku Mutu Limbah Cair

Selain standar efisiensi yang dikemukakan dalam pedoman tersebut,

efisiensi pengolahan limbah cair juga dapat dikelompokkan menurut kategori

yang dikemukakan oleh Metcalf & Eddy (1991). Efisiensi pengolahan limbah cair

berdasarkan unit operasi dan unit pengolahan limbah dapat dilihat pada Tabel 5.

Dalam penelitian ini, kategori efisiensi yang digunakan adalah kategori untuk

jenis unit pengolahan activated sludge (lumpur aktif).

Data yang digunakan berupa data series dengan mengambil sampel outlet

yang diuji di laboratorium selama 36 bulan. Nilai yang dimasukkan dalam

perhitungan adalah nilai rata-rata. Data inlet yang digunakan dalam penelitian ini

hanya berupa satu titik. Hal ini dikarenakan perbedaan konsentrasi limbah pada

inlet tidak terlalu berbeda dari waktu ke waktu sehingga diasumsikan tetap17.

Tabel 5. Efisiensi Pengolahan Limbah Cair Berdasarkan Unit Operasi dan Unit

Pengolahan Limbah

Jenis Unit efisiensi (%)

Pengolahan BOD COD TSS

Primary Treatment 30-40 30-40 50-65

Chemical Processes 60-80 80-90 80-90

Biological Processes

Activated Sludge 80-95 80-95 10-25

Oxydation Ditch 80-95 80-85 10-25

Trickling Filter 65-80 60-80 60-85

RBC 80-85 80-85 80-85Sumber: Metcalf & Eddy (1991)

Penggunaan uji-t pada penelitian ini dimaksudkan untuk membandingkan

nilai rataan baku mutu limbah dengan dua perlakuan, yaitu tanpa pengolahan

(memakai nilai inlet) dan dengan pengolahan (memakai nilai outlet). Uji ini

bertujuan untuk mengetahui apakah dengan adanya pengolahan nilai outlet akan

berada di bawah nilai inlet. Uji-t dilakukan dengan menggunakan statistik t-paired

pada software Minitab 14.

Notasi yang digunakan dan artinya:

x1n = inlet parameter n dan x2n = outlet parameter n

Penentuan H0 dan H1 untuk setiap parameter:

H0 : µ1 = µ2

H1 : µ1 > µ2 jika thit > tα (Walpole, 1982)

Dimana:

17 Keputusan Sanitarian, HS RS. Telogorejo Semarang, 2009

µ1n = nilai rataan parameter n tanpa perlakuan

µ2n = nilai rataan parameter n dengan perlakuan

Selain membandingkan nilai rataan baku mutu limbah pada inlet dan

outlet, pada penelitian ini dilakukan pula pengujian nilai tengah untuk mengetahui

apakah hasil pengolahan limbah rumah sakit memenuhi standar baku mutu yang

telah disyaratkan. Data yang digunakan dalam pengujian ini adalah sama dengan

pengujian statistik sebelumnya, yaitu 36 hasil outlet dari uji laboratorium. Uji ini

bertujuan untuk mengetahui apakah nilai outlet masing-masing parameter akan

berada di bawah standar baku mutunya. Misalkan, nilai outlet BOD yang

dihasilkan apakah sudah memenuhi standar baku mutunya, yaitu 30 mg/l. Uji

statistik yang digunakan adalah 1-sample t pada software Minitab 14.

Notasi yang digunakan dan artinya:

xn = nilai outlet parameter n

Penentuan H0 dan H1 untuk setiap parameter akan ditunjukkan pada Tabel 6

dimana hipotesis setiap parameter disesuaikan dengan standar baku mutu masing-

masing parameter.

Tabel 6. Penentuan H0 dan H1 untuk Uji Nilai Tengah Pencapaian Standar Baku Mutu Masing-masing Parameter

Hipotesis BOD COD TSS NH3 PO4

H0 µ ≥ 30 µ ≥ 80 µ ≥ 30 µ ≥ 0.1 µ ≥ 2

H1 µ < 30 µ < 80 µ < 30 µ < 0.1 µ < 2

4.4.3. Unit Daily Cost

Unit Daily Cost (UDC) adalah rata-rata biaya pengelolaan limbah cair

yang dikeluarkan per harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja, et.al.

2006). Biaya pengelolaan limbah cair adalah biaya yang dikeluarkan dalam

keseluruhan proses pengolahan limbah cair, mencakup biaya instalasi serta biaya

operasional dan pemeliharaan. Setelah mengidentifikasi keseluruhan biaya yang

dibutuhkan dalam pengelolaan limbah cair, nilai biaya tersebut dibagi dengan

kapasitas tempat tidur rumah sakit. UDC dapat dijadikan salah satu jenis biaya

yang dapat dibebankan pada pasien kelas tertentu. Konsep ini diharapkan dapat

membantu rumah sakit untuk tetap mempertahankan keuntungannya dan

meningkatkan kinerja pengelolaan limbah cair.

4.4.4. Biaya Efektif dalam Penurunan Baku Mutu setiap Parameter Limbah Cair

Sama halnya dengan perhitungan UDC, sebelum menghitung biaya efektif,

yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi keseluruhan biaya pengelolaan

limbah cair. Perhitungan biaya pengelolaan IPAL dapat dipergunakan untuk

menentukan strategi dalam mengurangi biaya pengelolaan IPAL pada khususnya

dan biaya pengelolaan rumah sakit pada umumnya. Manfaat yang diharapkan dari

pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL adalah berkurangnya

konsentrasi dari parameter-parameter yang terdapat pada limbah.

Kualitas limbah ditentukan oleh konsentrasi dari setiap parameter. Konsep

efektivitas biaya dapat membantu mengidentifikasi biaya penurunan dari masing-

masing parameter yang paling efektif dalam pengolahan limbah cair melalui

IPAL. Rasio efektivitas biaya dalam penelitian ini ditunjukkan oleh keseluruhan

biaya pengelolaan limbah cair yang dibandingkan dengan manfaat yang

dihasilkan dalam pengelolaan tersebut. Manfaat yang dihasilkan adalah penurunan

konsentrasi pada masing-masing parameter limbah yang diamati. Nilai rasio yang

paling kecil menunjukkan efektivitas biaya yang paling baik. Rasio efektivitas

biaya dalam ilmu kesehatan lingkungan khususnya dalam manajemen limbah

ditunjukkan dengan rumus biaya penurunan per satuan parameter.

liter per parameter mgper penurunan

literper pengolahanbiayaparametermgper penurunan biaya

rata/hari-ratalimbah debit

i total/harbiayaliter per pengolahanbiaya

lain-lainbiaya

anpemeliharadan loperasionabiayainstalasibiayaIPALpengolahan totalbiaya

(Djaja, 2006)Keterangan: parameter yang diamati adalah BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4.

Seluruh jenis biaya yang dipakai dalam penelitian ini adalah biaya instalasi

yang dibagi dengan umur ekonomis IPAL, biaya operasional dan pemeliharaan

rutin selama tiga tahun, yaitu dari Januari 2005 sampai dengan Desember 2007.

Data konsentrasi limbah pada masing-masing parameter menggunakan rataan inlet

dan 36 sampel outlet. Efektivitas biaya penurunan parameter limbah ditunjukkan

dengan membandingkan biaya penurunan pada masing-masing parameter yang

merupakan rasio efektivitas biayanya. Hasil olah data akan terlihat biaya

penurunan parameter yang efektif diantara parameter lainnya.

4.4.5. Analisis Pengaruh Biaya Penurunan Per Satuan Parameter dengan Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit

Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel

bebas (xn = biaya penurunan per satuan parameter n) terhadap variabel tak bebas

(yn = penurunan konsentrasi parameter n dari limbah cair). Alat analisis yang

digunakan adalah regresi linear sederhana. Persamaan regresinya adalah:

yn = a+bxn

Keterangan:

yn = nilai dugaan untuk penurunan konsentrasi parameter n (dalam mg/l)

xn = biaya penurunan per satuan parameter n (dalam Rupiah)

a = intersep (bilangan konstan)

b = koefisien variabel x atau gradien

Data yang diambil dalam analisis ini adalah data series selama 36 bulan,

yaitu biaya penurunan per satuan parameter limbah rumah sakit sebagai xn dan

penurunan konsentrasi parameter limbah yang menunjukkan kinerja IPAL. Kedua

data tersebut diolah dengan menggunakan keseluruhan data biaya pengelolaan

IPAL dan uji laboratorium inlet dan outlet limbah pada bulan Januari 2005 sampai

dengan Desember 2007. Parameter limbah yang diamati mengacu pada Perda

Prov. Jateng/10/2004 yang terdiri dari BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4.

4.4.6. Penilaian Masyarakat terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Penilaian masyarakat sekitar rumah sakit terhadap pengelolaan limbah

rumah sakit diperoleh dengan cara wawancara kepada 40 rumah tangga yang

bertempat tinggal di kawasan perumahan Anggrek, Semarang Tengah.

Wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner. Rumahtangga yang dimintai

keterangan adalah rumahtangga yang rumahnya berdampingan langsung dengan

dinding RS. Telogorejo. Jumlah kepala keluarga yang tinggal di samping RS.

Telogorejo adalah 52 kepala keluarga.

Data yang dalam survey ini meliputi umur dan jenis kelamin responden,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lama tinggal, pengetahuan tentang limbah

rumah sakit dan dampaknya, jarak rumah dengan rumah sakit, merasa bau karena

adanya limbah rumah sakit, perasaan terganggu atau adanya keluhan warga

dengan adanya rumah sakit, mengetahui atau tidak adanya pengelolaan limbah

rumah sakit, ada atau tidaknya efek positif dari adanya pengelolaan limbah rumah

sakit dan penilaian responden terhadap pengelolaan limbah rumah sakit.

Tabel 7. Penilaian Data Survey terhadap Masyarakat

Data Pilihan jawaban

Jenis kelamin (x1) Pria

Wanita

Umur (x2) (dalam tahun)

Pendidikan (x3) -

Pekerjaan (x4) -

Pendapatan (x5) (dalam rupiah)

Lama tinggal (x6) (dalam tahun)

Pengetahuan tentang limbah (x7) tahu

tidak tahu

Pengetahuan tentang dampak limbah (x8) tahu

tidak tahu

Jarak rumah dengan rumah sakit (x9) (dalam meter)

Merasa bau terhadap limbah (x10) tidak

ya

Jika merasa bau, jenis bau apa yang dirasa? -

Frekuensi merasa bau? kadang-kadang

sering

selalu

Perasaan terganggu atau adanya keluhan tidak

dengan adanya rumah sakit (x11) ya

Mengetahui ada pengelolaan limbah RS (x12) ya

tidak

Ada tidaknya efek positif dari adanya ada

pengelolaan limbah (x13) tidak

Penilaian warga terhadap pengelolaan limbah Sudah baik

rumah sakit (y) Belum baik

Sumber: Hasil Pengamatan di Lapangan, 2009

Data tersebut diolah dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif.

Data yang telah didapat selama penelitian di lapang ditampilkan dengan

menggunakan pie chart dengan bantuan software Microsoft Excell 2007 dan

dinyatakan dalam persentase. Keseluruhan data yang dibutuhkan dari masyarakat

dijelaskan secara ringkas pada Tabel 7.

RESUME

Tabel 8. Alat Analisis dan Kebutuhan Data untuk PenelitianNo. Tujuan Penelitian Alat analisis Data Jenis Sumber

1 Mengkaji keragaan Deskriptif data pengelolaan sekunderRS.

Telogorejo

pengelolaan limbah limbah RS

2 Menganalisis efisiensi Standar data inlet-outlet primer & RS.

IPAL dalam pengolahan efisiensi sekunder Telogorejo

limbah cair rumah sakit. IPAL & uji-t

3 Menghitung & menganalisis UDC& cost- data biaya primer & RS.

UDC dan efektivitas biaya effectiveness pengelolaan sekunder Telogorejo

penurunan per satuan analysis IPAL & inlet-

Parameter limbah outlet

4 Menganalisis pengaruh biaya Regresi data biaya sekunder RS.

penurunan per parameter Linear pengelolaan Telogorejo

dengan hasil kualitas Sederhana IPAL

parameter limbah

5 Menganalisis penilaian Analisis hasil pengisian primer Warga

masyarakat sekitar RS. Deskriptif kuesioner dari Anggrek

Telogorejo mengenai kuantitatif masyarakat RT 06/V

pengelolaan limbah Semarang

Secara ringkas, data yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditampilkan

pada Tabel 8. Data yang dibutuhkan dalam mengkaji keragaan pengelolaan

limbah rumah sakit berupa data pengelolaan limbah dari RS. Telogorejo serta

dianalisis secara deskriptif. Analisis efisiensi IPAL membutuhkan data inlet-outlet

dari IPAL dan dihitung dengan menggunakan standar efisiensi IPAL serta diuji

dengan menggunakan uji-t. Data yang dibutuhkan dalam menghitung dan

menganalisis biaya pengelolaan limbah yang dapat dibebankan pada pasien serta

efektivitas biaya penurunan per satuan parameter adalah data biaya pengelolaan

IPAL dan inlet-outlet IPAL. Data ini dianalisis dengan menggunakan konsep Unit

Daily Cost dan cost-effectiveness analysis. Data tersebut juga dibutuhkan untuk

menganalisis pengaruh biaya penurunan per satuan parameter limbah yang

dianalisis dengan menggunakan regresi linear sederhana. Sedangkan untuk

menganalisis penilaian masyarakat terhadap pengelolaan limbah rumah sakit, data

yang diambil berdasarkan hasil wawancara dengan panduan kuesioner yang

dilakukan di perumahan Anggrek, Semarang Tengah.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Rumah Sakit Telogorejo Semarang

5.1.1. Sejarah Berdirinya RS. Telogorejo Semarang

Rumah Sakit Telogorejo merupakan rumah sakit swasta yang didirikan

pada tanggal 25 November 1951. Rumah sakit ini bukan dimiliki oleh pemilik

modal untuk mencari keuntungan melainkan berada di bawah naungan yayasan

kesehatan Telogorejo dimana anggota-anggotanya adalah tokoh masyarakat yang

terpilih sehingga diharapkan dapat mewakili kepentingan masyarakat sepenuhnya

di dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Dana yang diperoleh dari

masyarakat dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan

kesehatan.

Sejalan dengan perkembangan zaman dan ilmu teknologi, RS. Telogorejo

yang dulu berupa poliklinik kecil, kini telah berkembang menjadi rumah sakit

yang cukup besar di kota Semarang. Rumah sakit ini dilengkapi dengan fasilitas

sumberdaya manusia yang mendukung, sehingga saat ini RS. Telogorejo tetap

konsisten menjalankan misi yang diemban dari para pendahulunya untuk

memberikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dengan mengutamakan mutu

dan kepuasan pelanggan. Berbagai prestasi medik telah berhasil diraih dengan

tidak melepaskan visi dan misi yang dijadikan landasan gerak dan langkah kerja

dari seluruh staf dan karyawan RS. Telogorejo.

5.1.2. Visi Misi RS. Telogorejo

Rumah sakit yang saat ini telah berumur 58 tahun memiliki visi “Menjadi

Rumah Sakit Pilihan Utama”. Diperlukan misi yang mendukung dalam mencapai

visi tersebut. Misi dari RS. Telogorejo adalah :

1. Kami senantiasa menjunjung tinggi etika dalam bekerja

2. Kami senantiasa melayani pasien dengan profesional

3. Kami menyediakan pelayanan medik spesialistik

4. Kami menyediakan pelayanan dan keperawatan berstandar internasional

5. Kami senantiasa mengembangkan kemampuan teknologi medik mutahir.

6. Kami senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan

7. Kami mengupayakan pertumbuhan yang berkesinambungan

8. Kami peduli terhadap lingkungan

5.1.3. Letak Geografis RS. Telogorejo

Rumah Sakit Telogorejo merupakan rumah sakit tipe B yang mempunyai

luas tanah 22.107 m2, luas lantai 21.518,68 m2 dan luas bangunan 9.910 m2 dan

sisanya tanah terbuka. Secara geografis, RS. Telogorejo terletak di Jalan KH.

Ahmad Dahlan No.1 Semarang. Adapun batas-batas RS. Telogorejo adalah

sebagai berikut :

Sebelah Barat : Permukiman penduduk (Jalan Anggrek)

Sebelah Timur : Jalan KH. Ahmad Dahlan Semarang

Sebelah Selatan : Permukiman penduduk (Jalan Anggrek)

Sebelah Utara : Kompleks Sekolah Theresiana I Semarang

5.1.4. Daya Tampung Pasien Rumah Sakit Telogorejo

Rumah Sakit Telogorejo Semarang merupakan salah satu sarana dan

prasarana pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Semarang yang tidak hanya

melayani warga Kota Semarang saja tetapi juga daerah-daerah di luar Kota

Semarang. RS. Telogorejo yang merupakan rumah sakit tipe B ini berkapasitas

tempat tidur 295 tempat tidur berdasar data yang diperoleh pada Maret 2009.

5.2. Kawasan Anggrek Semarang Tengah

RS. Telogorejo Semarang lokasinya berdekatan dengan permukiman

warga yaitu, Jalan Anggrek RT 06/RW V Kelurahan Pekunden Kecamatan

Semarang Tengah Kota Semarang. Terdapat 52 kepala keluarga yang berada

persis di samping tembok RS. Telogorejo. Secara umum, hampir seluruh

warganya adalah suku jawa namun beberapa diantaranya terdapat pula etnis

tionghoa. Secara geografis, berikut adalah batas-batas dari Jalan Anggrek :

Sebelah barat : Jalan Gadjah Mada Semarang

Sebelah Timur : Jalan KH. Ahmad Dahlan Semarang (RS. Telogorejo Semarang)

Sebelah Selatan : Simpang Lima Semarang

Sebelah Utara : Jalan Mayjen Sutoyo

Kawasan pinggir RS. Telogorejo ini mulai padat dari awal tahun 70-an.

Para warga memanfaatkan keberadaan RS. Telogorejo dengan membuka warung

makan. Terdapat lebih dari lima warung makan di Jalan Anggrek di sepanjang RS.

Telogorejo. Ini belum termasuk warung makan dari warga Anggrek yang dibuka

di jalan lain seperti Jalan Seroja dan KH. Ahmad Dahlan (masih sekitar RS.

Telogorejo). Mata pencaharian mereka cukup beragam, selain menjadi penjual

makanan dengan membuka warung, diantara mereka juga ada yang bekerja

sebagai tukang becak dan juga pegawai swasta.

Hubungan warga anggrek dengan RS. Telogorejo Semarang cukup baik.

Hal ini dikarenakan hubungan mereka memberikan manfaat satu sama lain. Para

pegawai Telogorejo dapat dengan mudah membeli makanan untuk konsumsi

mereka sehari-hari. Selain itu, pihak rumah sakit juga tak jarang mempekerjakan

sebagian warga dalam hal pengerjaan atau pembangunan sesuatu. Dengan adanya

Telogorejo, selain mendapatkan keuntungan ekonomi, warga Anggrek juga

diuntungkan dengan adanya lampu-lampu jalan rumah sakit yang membuat

kawasan mereka terang. Terlebih lagi, pihak rumah sakit tak sungkan memberikan

bantuan secara finansial untuk kegiatan warga.

VI. KERAGAAN PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG

Rumah Sakit Telogorejo Semarang memiliki manajemen pengelolaan

limbah yang secara umum mengacu kepada pedoman pengelolaan limbah dari

peraturan daerah maupun pusat. RS. Telogorejo merupakan salah satu rumah sakit

di Semarang yang berperan aktif dalam pengelolaan limbah. Hal ini dibuktikan

dengan tidak adanya sampah yang dihibahkan untuk diambil pihak luar dan

dijadikan bahan untuk barang daur ulang.

Sampah medis rumah sakit sangat berbahaya apabila dijadikan barang

daur ulang karena mengandung bahan-bahan beracun. Akan tetapi, untuk limbah

cair, lumpur yang dihasilkan setelah pengolahan dengan teknologi tertentu yang

sesuai dengan persyaratan, dapat dijadikan media tanam. Selain itu, air hasil

olahan IPAL juga dapat dijadikan sebagai air untuk mencuci kendaraan. Bahkan

dengan teknologi canggih, air hasil olahan juga dapat dikembalikan menjadi air

untuk konsumsi sehari-hari dan untuk air di bagian Mandi Cuci Kakus (MCK)

sehingga pengelolaan limbahnya akan menjadi zero waste. Namun demikian,

kesemua itu masih berupa hal yang jauh untuk diimplementasikan mengingat

teknologi untuk mengolahnya belum ada di Indonesia. Saat ini, IPAL cenderung

hanya dijadikan sebagai tindakan dalam mematuhi aturan dari pemerintah namun

belum ada tindakan evaluasi dari pemerintah dengan menyertakan denda atau

sanksi bagi pelanggaran atau ketidaksesuaiaan dengan peraturan yang telah ada.

6.1. Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah RS. Telogorejo

Penanganan limbah di RS. Telogorejo secara umum dibagi dalam dua

divisi, yaitu kebersihan yang mengelola limbah padat (sampah) dan sanitasi yang

mengelola limbah cair. Kedua divisi itu berada dalam bagian Hospitality yang

langsung di bawahi oleh General Affair Division Manager. Jumlah personel

dalam Hospitality untuk pengelolaan limbah sebanyak 8 orang dari RS.

Telogorejo dan terdapat personel tambahan untuk pelaksana kebersihan yang

didapat dari perusahaan yang bergerak di bidang outsourcing sumberdaya

manusia.

Sumber: Data Hospitality Rumah Sakit Telogorejo Semarang, 2009

Gambar 3. Struktur Manajerial Pengelolaan Limbah RS. Telogorejo Semarang

Bagian kebersihan dipegang oleh Kepala Bagian atau Head Section dan

dibantu oleh satu staf penunjang untuk administrasi serta tiga pengangkut sampah

yang bekerja menurut jadwal. Terdapat penanggungjawab pengelolaan sampah

yang membawahi pelaksana pengelolaan sampah dan empat pengawas kebersihan

yang membawahi empat pelaksananya di bagian kebersihan, yaitu pelaksana

kebersihan blok A, blok B, Gedung OPD dan taman. Pelaksanaan kebersihan

dipegang oleh pegawai dari perusahaan yang bergerak dalam penyediaan jasa

General Affair Divison Manager

Hospitality OIC

Sanitary HSHousekeeping HS

Administrator Petugas Pratama (Pengawas)

pelaksana

Penanggung Jawab Pengelolaan Sampah

Pengawas Kebersihan

Blok A

Pengawas Kebersihan

Blok B

Pengawas Kebersihan Gd. OPD

Pengawas Kebersihan

Taman

pelaksana pelaksana pelaksana pelaksana

General Affair Divison Manager

Hospitality OIC

tenaga kerja outsourcing. Bagian kebersihan menangani seluruh kegiatan

kebersihan rumah sakit termasuk pengumpulan dan pengelolaan sampah.

Sama halnya dengan bagian kebersihan, bagian sanitasi juga dipegang oleh

Kepala Bagian. Terdapat dua staf di bagian sanitasi yaitu, satu petugas pratama

(pengawas) dan satu pelaksana. Struktur manajerial pengelolaan limbah RS.

Telogorejo dapat dilihat di Gambar 3.

6.2. Pengelolaan Limbah Padat RS. Telogorejo

Pengelolaan limbah padat yang dipegang oleh bagian kebersihan bukan

hanya bertugas tentang pengumpulan sampah rumah sakit melainkan juga

termasuk kegiatan-kegiatan pembersihan rumah sakit seperti menyapu, mengepel,

membersihkan bagian-bagian yang berdebu dan kotor dari semua area dan unit

RS. Telogorejo. Berdasarkan pengamatan di lapangan, area dan unit-unit di RS.

Telogorejo dalam kondisi bersih. Bahkan, petugas-petugas kebersihan stand by di

masing-masing titik tempat tugas mereka sehingga peluang adanya area yang

kotor sangat kecil.

Beberapa kegiatan dari pengelolaan limbah padat adalah membersihkan

sampah atau kotoran (cleaning) dari sumber-sumber yang ada seperti ruangan

perkantoran, kamar pasien, kamar mandi, taman dan lain-lain. Khusus untuk

kegiatan cleaning kamar pasien setelah pasien keluar, terdapat dua jenis yaitu,

general cleaning dan semigeneral cleaning. General cleaning ditujukan untuk

bekas kamar pasien yang mengidap penyakit yang dapat menyebabkan infeksi

nosokomial karena virus dan bakteri. Kamar bukan hanya dibersihkan namun juga

terdapat pembunuhan kuman dengan sterilisasi selama dua jam dalam kegiatan

tersebut. Sedangkan semigeneral cleaning ditujukan untuk bekas kamar pasien

yang tidak mengidap penyakit infeksius dan dibersihkan tanpa adanya sterilisasi.

Infeksi nosokomial harus sangat dihindari sehingga perlu penanganan

yang serius dalam hal kebersihan rumah sakit. Terjadinya infeksi nosokomial,

akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain: lama hari perawatan makin

panjang, penderitaan bertambah, biaya meningkat. Permenkes No.

986/Menkes/Per/XI/1992 dan SK Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.6.44

mengatur persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, agar rumah sakit tidak

menjadi depot bagi berbagai macam kuman penyakit. Kenyataan infeksi

nosokomial masih menjadi masalah pokok di rumah sakit (Suwarni, 2001).

Kegiatan lain dari pengelolaan limbah padat adalah pengumpulan sampah.

Alur dan proses pengumpulan sampah di RS. Telogorejo adalah sampah dari

ruang-ruang dan unit pelayanan ditampung dalam suatu bak atau tempat sampah

dengan pembedaan warna kantong plastik pada tempat sampah. Terdapat dua

warna kantong plastik yang digunakan untuk membedakan antara sampah

domestik (biasa) dan klinis (termasuk sampah medis dan infeksius). Sampah

domestik ditempatkan di kantong plastik berwarna hitam dan sampah klinis

ditempatkan di kantong plastik berwarna kuning. Setelah itu, sampah dari seluruh

ruangan yang sudah terkumpul diangkut dengan gerobak khusus yang tertutup

untuk dibuang ke tempat penampungan sementara. Petugas kebersihan yang

mengangkut sampah-sampah tersebut dilengkapi dengan personal protective

equipment (PPE) seperti masker, sarung tangan, baju tertutup dan sepatu boot.

Proses pengumpulan sampah ini berlangsung terus-menerus dan tidak mengenal

hari libur. Selama sehari, pengumpulan sampah dibagi menjadi tiga jadwal, yaitu

jadwal pagi (pukul 07.00-14.00), jadwal siang (pukul 14.00-21.00) dan jadwal

malam (21.00-07.00). Masing-masing jadwal pengumpulan sampah dipegang oleh

satu orang petugas dengan sistem shift.

Sampah domestik akan diambil oleh truk pengangkut sampah dari Dinas

Kebersihan Kota Semarang dari tempat penampungan sementara. Pengangkutan

dilakukan pada pukul 08.30 yaitu waktu dimana orang-orang beraktivitas di luar

rumah. Pengangkutan sampah pada waktu ini sangat mungkin sekali menganggu

orang-orang yang kebetulan berpapasan dengan truk sampah ataupun warga yang

berdomisili di sekitar rumah sakit. Tentu saja hal ini dapat menimbulkan

ketidaknyamanan bagi lingkungan.

Setelah sampah tersebut diangkut, sampah kemudian dibuang ke Tempat

Pembuangan Akhir (TPA). RS. Telogorejo wajib membayar retribusi sampah

sebesar Rp 1.000.000,- per bulan. Sedangkan sampah klinis dimasukkan ke dalam

peti dan diangkut oleh mobil khusus yang tertutup untuk kemudian dibakar di

insenerator di luar RS. Telogorejo, yaitu insenerator Yayasan Pancaka.

Sebenarnya, RS. Telogorejo memiliki insenerator sendiri namun tidak

dipergunakan karena bau yang dihasilkan dari proses pembakaran mengundang

protes masyarakat sekitar. Pengiriman sampah klinis dilakukan selama dua kali

dalam seminggu dimana satu kali pengiriman dapat mencapai 7-8 peti sehingga

dalam sebulan RS. Telogorejo dapat mengirim sampai 59 peti dengan biaya Rp

120.000,- per peti.

Secara ringkas, alur pengumpulan sampah atau limbah padat di RS.

Telogorejo dapat dilihat dalam Gambar 4.

Sumber: Hasil Pengamatan Selama Penelitian, 2009

Gambar 4. Diagram Alir Proses Pengumpulan Limbah Padat RS. Telogorejo Semarang.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, pengelolaan limbah padat RS.

Telogorejo memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:

Kelebihan:

a. Pengangkutan sampah baik yang berada di ruangan maupun di TPS

dilakukan tidak lebih dari 24 jam.

b. Sampah tidak dibiarkan menumpuk dan berceceran.

c. Pemilahan sampah domestik dan klinis sudah efektif diterapkan karena

tidak ada pencampuran diantaranya.

d. Pengemasan masing-masing jenis sampah sudah baik.

e. Petugas pengumpul sampah dilengkapi dengan alat pelindung diri

seperti masker, sarung tangan, baju tertutup dan sepatu boots.

Mobil khusus (tertutup)

- R. Perawatan- Poli Spesialis- Laboratorium- Farmasi- R. Operasi- Renal Unit- ICU- UGD- Poli Umum- Radiologis- R. Tunggu- Halaman- Parkir- Taman

Tempat sampah klinis

Tempat sampah umum

(domestik)

Troli pengangkut sampah

Troli pengangkut sampah umum

TPS Klinis

TPS/container sampah umum

insineratorSumber sampah

- Dapur/Gizi- Perkantoran

Armada/mobil Dinas Kebersihan

TPA

f. Gerobak sampah untuk proses pengumpulan adalah gerobak tertutup.

Kekurangan:

a. Belum adanya atap untuk melindungi sampah klinis dan domestik di

TPS dari hujan dan panas

b. Sampah klinis tidak langsung dibakar dalam insinerator.

6.3. Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo

IPAL RS. Telogorejo yang memiliki luas sebesar 235,84 m2 berada di

bagian belakang rumah sakit sehingga tidak berdekatan dengan pusat aktivitas

pelayanan kepada pasien dan pengunjung. Lokasi IPAL memang dekat dengan

Jalan Anggrek namun antara lokasi dengan jalan dipisahkan dengan tempat parkir

sehingga bau yang timbul dari IPAL diharapkan tidak tercium dari luar rumah

sakit. Selain itu, Jalan Anggrek yang berdekatan dengan lokasi IPAL tidak

terdapat rumah warga seperti yang ada di samping rumah sakit sehingga bau yang

dihasilkan dari IPAL tidak sampai tercium dari luar dan rumah warga.

Limbah cair RS. Telogorejo yang dihasilkan dari masing-masing ruangan

dan unit pelayanan dibuang melalui saluran berupa pipa pembuangan yang akan

terkumpul di sumpit utama untuk akhirnya diolah. Terdapat 3 sumpit di RS.

Telogorejo, yaitu Sumpit OK, Sumpit RU dan Sumpit Utama. Masing-masing

sumpit memiliki sumber sendiri dari ruangan-ruangan dan unit pelayanan. Sumpit

OK diperuntukkan gedung OPD, Auditorium, ruang OK (operasi) dan ruang

direksi. Sedangkan untuk sumpit RU diperuntukkan ruang Bougenville, Anyelir

dan Cempaka. Setelah dari sumpit OK dan RU, limbah cair akan bermuara di

Sumpit Utama bersama limbah cair dari ruang laundry, gudang, perkantoran dan

dapur serta ruang makan. Setelah semua terkumpul di sumpit utama, limbah

diolah dengan menggunakan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang

bersistem bioreaktor.

Secara rinci, berikut adalah sumber-sumber limbah cair yang ada di RS.

Telogorejo Semarang.

a. Gedung OPD lantai 1, 2, 3 dan 4

Limbah cair berasal dari laboraturium, septik tank/kloset, kafetaria,

kamar mandi, wastafel dan pantry.

b. Gedung Radiologi dan Auditorium

Limbah cair berasal dari cuci film, septik tank/kloset, kamar mandi dan

wastafel.

c. Gedung Ruang Direksi dan OK

Limbah cair berasal dari septik tank/kloset, kamar mandi dan wastafel

d. Gedung Bougenville lantai 1,2,3 dan 4

Limbah cair berasal dari pantry, PH, septik tank/kloset, kamar mandi

dan watafel.

e. Gedung Anyelir Lantai 1,2,3 dan Ruang Infertil.

Limbah cair berasal dari pantry, PH, septik tank/kloset, kamar mandi,

wastafel dan hemodialisa.

f. Gedung Cempaka lantai 1 dan 2

Limbah cair berasal dari PH, septik tank/kloset, kamar mandi dan

wastafel.

g. Gedung ICU dan RU

Limbah cair berasal dari PH, septik tank/kloset, kamar mandi, wastafel

dan Hemodialisa.

h. Ruang laundry, Gudang dan Perkantoran

Limbah cair berasal dari kamar mandi, septik tank/kloset dan air

cucian.

i. Ruang Dapur dan Ruang Makan

Limbah cair berasal dari cucian dapur, kamar mandi dan septik

tank/kloset.

Pengolahan limbah cair menggunakan IPAL bersistem bioreaktor yang

bertujuan untuk mengolah air limbah yang mengandung polutan yang mana

dinyatakan dalam beban BOD, COD, TSS, NH3, PO4 dan bakteriologis (E. Coli).

Air limbah sebelum dibuang harus memenuhi standar baku mutu air limbah yang

ditetapkan dalam Keputusan Menteri KLH, Kep. 58/MENLH/12/1995 dan

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004, sehingga air limbah

tersebut harus diolah dahulu sebelum dibuang ke saluran umum agar tidak

mencemari lingkungan .

Air limbah mula-mula melewati NSI – Nogerrath Automatic Screen,

bertujuan untuk menyaring partikel tersuspensi kasar/ kotoran yang besar,

memampatkan dan mengeringkan padatan-padatannya, agar tidak masuk menuju

ke unit IPAL. Unit ini bekerja secara otomatis dan semua proses tersebut di atas

dilakukan di dalam satu wadah (chamber). Air limbah kemudian dimasukkan ke

Grit Chamber sebelum masuk ke dalam Bak Equalisasi (Equalization Tank) yang

dilengkapi dengan Submersible Aerator.

Bak Equalisasi berfungsi sebagai penampung fluktuasi debit air limbah

yang masuk dan penampung macam-macam karakteristik/sifat air limbah yang

berbeda-beda seperti: pH tinggi dari laundry/cucian, lemak dari dapur ataupun

kamar mandi. Bak equalisasi dapat menyetarakan beban air limbah baik secara

kualitas maupun kuantitas, sehingga sistem dapat berjalan dengan efisien dan

optimal.

Air limbah dipompa menuju Clarifier Tank setelah dari bak. Hal ini

bertujuan untuk mengendapkan padatan-padatan yang tidak tersaring pada screen.

Air limbah secara visual sudah lebih bersih dari Clarifier tetapi beban polutannya

masih di ambang batas, seperti BOD, COD dan lain-lain, masih hampir sama

seperti waktu air limbah masuk. Air kemudian masuk ke dalam Buffer Tank

setelah dari Clarifier, kemudian dipompa ke dalam reaktor yang disebut

Bioreaktor atau Biodetox.

Bioreaktor merupakan sistem pengolah limbah secara aerobic dengan

menggunakan sistem Fixed Bed Cascade yang merupakan paten dari Jerman.

Sistem ini merupakan alih teknologi dari Jerman. Sistem ini mempunyai keunikan

dalam aliran air dan desain rumah bakteri. Sistem ini terdiri dari sebuah reactor

yang didalamnya terdapat elemen fixed bed atau media film yang berfungsi

sebagai tempat berkembang biaknya mikroorganisme. Dengan sistem ini,

mikroorganisme pembentuk film akan melekat, tumbuh dan berkembang.

Bioreaktor menggunakan media lumpur aktif (activated sludge) dalam

pengoperasiannya.

Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dengan spektrum yang amat luas

dengan adanya media tersebut, seperti: Bakteri lipolitik untuk pemakan lemak,

bakteri Proteolitik untk pemakan protein, bakteri pemakan detergent, bakteri

warna dan lain sebagainya. Pada sistem ini aerasi diperlukan karena

mikroorganisme yang digunakan adalah mikroorganisme aerob.

Air limbah diproses secara aerobic dengan efisiensi yang tinggi di dalam

Bioreaktor,. BOD dan COD yang terkandung dalam air limbah akan mengalami

penurunan 90-98 persen (tergantung jenis limbah yang akan diolah). Air limbah

yang keluar dari Bioreaktor sudah memenuhi baku mutu dari segi BOD dan COD

tetapi kadang masih terlihat padatan-padatan sehingga lanjutan dari proses seperti

proses pengendapan lanjutan (di dalam polishing tank) dan khlonirasi masih

diperlukan.

Polishing tank ini berfungsi untuk mengendapkan padatan atau partikel

yang keluar dari Bioreaktor. Air yang keluar dari Polishing Tank sudah

memenuhi syarat yang ditentukan (BOD, COD, TSS, dan lain-lain) dan

layak/dapat dibuang. Setelah dari Polishing tank, air secara overflow dialirkan ke

Treated Water Tank lalu ke saluran umum. Sebagian air dari Treated Water Tank

digunakan untuk spraying Sistems pada Bioreaktor, yaitu kolam ikan yang

dijadikan sebagai indikator alami dalam menguji kelayakan baku mutu limbah

hasil olahan IPAL.

Uji baku mutu air limbah hasil pengolahan (outlet) juga wajib dilakukan di

laboratorium Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Semarang. Biaya yang

dikeluarkan untuk pengujian outlet ini ditanggung oleh rumah sakit. Besar biaya

yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 185.000,-. Pengujian outlet limbah

merupakan salah satu bentuk pengawasan pemerintah kota dalam menyikapi

permasalahan limbah. Pengujian inlet tidak dilakukan karena selain tidak

diharuskan dalam peraturan, pengujian limbah akan menambah beban biaya bagi

rumah sakit.

Sumber: Hasil Pengamatan Selama Penelitian, 2009

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pengolahan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang

Sumpit RU

R. Laundry, Gudang dan Perkantoran

1. Gd. OPD Lt 1,2,3,42. Gd. Auditorium3. Gd. Ruang OK + Direksi

1. Gd. Bougenville Lt. 1,2,3,42. Gd. Anyelir 1,2,3 + R.

Infertil3. Gd. Cempaka Lt. 1,24. Radiologi+

Sumpit OK

Sumpit Logistik(Utama)

R. Dapur, R. Makan Grease Trap

Noggerath(Automatic Screen)

Equalization Tank

Clarifier Tank

Buffer Tank

Bioreaktor/biodetox

Chlorination Tank

Polishing Tank

Grit Chamber

Submersible aerator

Fixed bed cascade sistem

Treated Water Tank

Sludge tank

lumpur

lumpur

Uji Laboratorium (BLH)

Kolam Ikan(Spraying sistem)

Saluran umum kota

Selain itu, RS. Telogorejo juga melakukan pengujian di laboatorium lain seperti di

Sucofindo, Dinas Perdagangan dan Perindustrian ataupun Dinas Kesehatan

dengan biaya yang bervariasi dan lebih dari Rp 185.000,-. Pengujian di tempat-

tempat tersebut tidak bersifat rutin seperti yang dilakukan di BLH dan tujuannya

hanya untuk dijadikan pembanding. Secara ringkas, berdasar pemaparan

mengenai alur dan proses pengelolaan termasuk pengolahan limbah cair RS.

Telogorejo melalui IPAL dapat dilihat dalam Gambar 5.

IPAL RS. Telogorejo menggunakan dua macam air dalam

pengoperasiannya, yakni air PAM dan air tanah. Setiap harinya rata-rata debit

limbah yang diolah adalah sebesar 300 m3 atau 300.000 liter. Air limbah hasil

olahan IPAL RS. Telogorejo tidak dimanfaatkan kembali padahal air limbah

tersebut sudah dikhlorinasi dan seharusnya dapat dimanfaatkan kembali misalnya

air olahan tersebut dapat digunakan untuk mencuci kendaraan operasional rumah

sakit.

VII. EFISIENSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG

Rumah sakit ataupun industri dan kegiatan usaha lainnya yang

menghasilkan limbah cair diwajibkan untuk membuat IPAL untuk menurunkan

konsentrasi limbah. Namun, sejauh mana pengawasan terhadap hasil olahan IPAL

dan bagaimana efisiensi dari pengolahan tersebut belum banyak dipelajari dan

diamati. Penilaian efisiensi pengolahan IPAL perlu dilakukan setidaknya sebagai

media pengawasan dan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan (misal:

perairan) yang terjadi akibat tingginya konsentrasi limbah yang dibuang. Tidak

menutup kemungkinan masih banyak rumah sakit atau kegiatan yang

menghasilkan limbah yang nilai konsentrasinya di atas standar yang telah

ditetapkan. Pengadaan IPAL bisa saja hanya menjadi suatu syarat usaha atau

perizinan. Seharusnya, kemampuan fisik IPAL tetap harus diawasi agar kualitas

lingkungan tetap terjaga. Kemampuan fisik IPAL dapat diukur dengan

menggunakan perhitungan efisiensi dan uji statistik dengan menggunakan konsep

uji nilai tengah.

7.1. Efisiensi Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo

Berdasar pengolahan data dari uji laboratorium terhadap sampel hasil

olahan IPAL RS. Telogorejo, nilai BOD sebelum dan sesudah pengolahan

mengalami penurunan. Sebelum dilakukan perhitungan efisiensi, setidaknya dapat

diketahui bahwa IPAL RS. Telogorejo dapat menurunkan parameter BOD. Rata-

rata inlet BOD adalah sebesar 53.61 mg/l dimana jumlah tersebut berada jauh

lebih tinggi daripada standar baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah

sebesar 30 mg/l. Setelah pengolahan, konsentrasi BOD rata-rata turun menjadi

20.36 mg/l. Penurunan tersebut secara nyata menempatkan RS. Telogorejo pada

posisi di bawah standar baku mutu atau dengan kata lain air limbah dapat dibuang

tanpa membahayakan perairan. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku

mutu dan outlet BOD dapat dilihat di Gambar 6.

Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)

Gambar 6. Perbandingan Konsentrasi Parameter BOD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu

Penurunan yang terjadi pada parameter COD melebihi apa yang ada pada

parameter BOD. Rata-rata inlet COD sebesar 129.58 mg/l. Standar baku mutu

yang diberlakukan untuk parameter COD tidak seketat BOD. Besar standar baku

mutu untuk COD adalah 80 mg/l. Berdasarkan data outlet yang ada di RS.

Telogorejo, didapat perhitungan rata-rata outlet sebesar 42.72 mg/l. Jumlah

tersebut sangat jauh dari standar baku mutu dan nilainya hampir mencapai

setengah dari standar. Hal ini membuktikan IPAL RS. Telogorejo bekerja dengan

baik dalam menurunkan COD. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku

mutu dan outlet COD dapat dilihat di Gambar 7.

Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)

Gambar 7. Perbandingan Konsentrasi Parameter COD Limbah Cair RS. Telogorejo tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu

Parameter ketiga yang dinilai dalam penelitian ini adalah TSS. Rata-rata

inlet TSS dari limbah RS. Telogorejo adalah 93.33 mg/l. setelah dilakukan

pengolahan, besar konsentrasi rata-rata TSS adalah 15.31 mg/l. Nilai tersebut

berada di bawah standar baku mutu yang telah ditetapkan yaitu sebesar 30 mg/l.

Dengan hasil tersebut, TSS limbah RS. Telogorejo tidak membahayakan badan air

yang menerimanya. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan

outlet TSS dapat dilihat di Gambar 8.

Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)

Gambar 8. Perbandingan Konsentrasi Parameter TSS Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu

Sedangkan untuk parameter NH3 yang memiliki standar baku mutu yang

sangat ketat, yaitu 0.1 mg/l, rata-rata inlet NH3 RS. Telogorejo sebesar 23.37

mg/l. Nilai tersebut sangat jauh dari standar. Setelah dilakukan pengolahan, nilai

outlet limbah adalah sebesar 6.18 mg/l. Penurunan tersebut menunjukkan IPAL

RS. Telogorejo bekerja dengan baik. Namun, hasil outlet dari NH3, nilainya masih

berada di atas standar yang ditetapkan. Ini artinya, NH3 dari RS. Telogorejo masih

belum aman menurut standar. Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku

mutu dan outlet NH3 dapat dilihat di Gambar 9.

Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)

Gambar 9. Perbandingan Konsentrasi Parameter NH3 Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 dengan Standar Baku Mutu

Parameter terakhir yang diamati dalam penelitian ini adalah PO4. Rata-

rata besar konsentrasi inlet PO4 adalah sebesar 3.53 mg/l yang masih berada di

atas standar baku mutu, yaitu 2 mg/l. Setelah dilakukan pengolahan, konsentrasi

PO4 menurun dan berada di bawah standar baku mutu. Nilai inlet PO4 adalah

sebesar 0.60 mg/l. Menurut Odum(1971), nilai PO4 atau fosfat yang besarnya

lebih dari 0.50 mg/l masih harus diwaspadai karena dapat merangsang

pertumbuhan fitoplankton (blooming) yang tidak terkendali dalam perairan.

Blooming tersebut dapat memfiksasi nitrogen secara langsung dari atmosfir

(dalam Djunaedi, 2007). Secara grafis, perbandingan inlet, standar baku mutu dan

outlet PO4 dapat dilihat di Gambar 10.

Sumber: Data Bagian Sanitasi RS. Telogorejo Semarang (2005-2007)

Gambar 10. Perbandingan Konsentrasi Parameter PO4 dengan Standar Baku Mutu

Kualitas limbah cair akan tergantung pada kemampuan fisik IPAL dan

salah satu cara mengukur hal tersebut adalah dengan menggunakan standar

perhitungan efisiensi yaitu penurunan konsentrasi dibanding dengan inlet limbah.

Kemampuan fisik IPAL RS. Telogorejo yang bersistem bioreaktor ini diamati

dengan mengambil sampel inlet dan outlet dari parameter BOD, COD, TSS, NH3

dan PO4. Nilai yang dimasukkan dalam perhitungan efisiensi adalah nilai rata-rata

inlet dan outlet masing-masing parameter, yaitu sebesar 53.61 mg/l dan 20.36

mg/l untuk BOD, 129.58 mg/l dan 42.72 mg/l untuk COD, 93.33 mg/l dan 15.31

mg/l untuk TSS, 23.37 mg/l dan 6.18 mg/l untuk NH3 dan 3.53 mg/l dan 0.60

mg/l untuk PO4. Fluktuasi nilai inlet masing-masing parameter dari waktu ke

waktu tidak terlalu signifikan. Hal ini berbeda dengan apa yang ada di outlet.

Nilai outlet berfluktuasi cukup signifikan dari waktu ke waktu. Fluktuasi nilai

outlet dipengaruhi oleh debit limbah, kinerja bakteri, oksigen dan nyala listrik

untuk kerja pompa. Apabila debit limbah tinggi, bakteri harus bekerja lebih keras

dalam menurunkan konsentrasi limbah dan pada saat terjadi mati listrik, oksigen

yang dibutuhkan bakteri berkurang sehingga kerja bakteri terganggu.

Dari data laboratorium mengenai uji limbah, diperoleh rata-rata nilai

efisiensi > 60 persen untuk kelima parameter yang diuji. Hal ini menunjukkan

kemampuan fisik IPAL yang baik dan efisien dari IPAL RS. Telogorejo. Nilai

efisiensi terendah adalah penurunan parameter BOD, yaitu sebesar 62.03 persen

yang berarti IPAL RS. Telogorejo efisien menurunkan konsentrasi BOD 62.03

persen atau sebesar 33.25 mg/l. Efisiensi tertinggi adalah pada parameter TSS,

yaitu sebesar 83.60 persen yang berarti IPAL RS. Telogorejo sangat efisien dalam

menurunkan konsentrasi TSS 83.60 persen atau sebesar 78.03 mg/l. Sedangkan

nilai efisiensi untuk parameter lain adalah sebesar 67.03 persen atau penurunan

sebesar 86.06 mg/l untuk parameter COD, 73.56 persen atau 17.19 mg/l untuk

NH3 dan 83.03 persen atau sebesar 2.93 mg/l untuk PO4. Secara rinci terdapat dua

parameter limbah yang sangat efisien diolah dengan IPAL, yaitu TSS dan PO4.

Sedangkan ketiga parameter lainnya, yaitu BOD, COD dan NH3 diolah secara

efisien dengan menggunakan IPAL.

Berdasarkan kategori efisiensi Metcalf & Eddy (1991) untuk parameter

BOD, COD dan TSS, RS. Telogorejo yang menggunakan media lumpur aktif

dikatakan efisien dalam menurunkan atau mengolah parameter TSS saja. Efisiensi

untuk TSS menurut Metcalf & Eddy adalah 10-25 persen. Sedangkan nilai

efisiensi untuk TSS pada penelitian ini adalah sebesar 83.60 persen. Nilai tersebut

berada di atas nilai efisiensi yang disyaratkan. Dengan kata lain, IPAL RS.

Telogorejo sangat efisien menurunkan atau mengolah TSS. Sedangkan untuk

kedua parameter lain, yakni BOD dan COD, nilai efisiensi yang ada belum

memenuhi nilai efisiensi Metcalf & Eddy sebesar 80-95 persen.

Kapasitas pengolahan limbah juga dapat diperkirakan dari data inlet dan

outlet yang ada. Kapasitas pengolahan limbah menunjukkan sampai seberapa

besar daya tampung IPAL dalam mengolah limbah pada masing-masing

parameter. Kapasitas untuk masing-masing parameter ditentukan dengan

mengalikan penurunan konsentrasi parameter dengan debit limbah. Data debit

limbah yang digunakan dalam penelitian ini hanya berupa nilai rata-rata debit

limbah RS. Telogorejo pada setiap harinya, yaitu sebesar 300 m3.

Rata-rata kapasitas pengolahan yang paling besar adalah pada parameter

COD yaitu sebesar 26.06 kg/hari. Sedangkan yang terkecil adalah rata-rata

kapasitas pengolahan pada parameter PO4 yang sebesar 0.88 kg/hari. Rata-rata

kapasitas pengolahan pada parameter TSS, BOD dan NH3, masing-masing sebesar

23.41 kg/hari, 9.98 kg/hari dan 5.16 kg/hari. Perhitungan ini diharapkan dapat

memberi informasi kepada pihak terkait mengenai daya tampung IPAL dalam

mengolah setiap parameter yang ada dalam limbah.

Nilai yang perlu ditafsirkan dari pengolahan limbah selain efisiensi dan

kapasitas adalah beban pencemaran atau beban limbah nyata. Nilai ini

menunjukkan berapa besar nilai masing-masing parameter limbah setiap harinya.

Nilai beban pencemaran diperoleh dengan mengalikan konsentrasi outlet dengan

debit limbah. Berdasarkan data yang ada, nilai rata-rata beban pencemaran yang

tertinggi adalah COD yang sebesar 12.81 kg/hari. Nilai rata-rata beban

pencemaran yang terendah adalah PO4, yaitu sebesar 0.18 kg/hari. Sedangkan

nilai rata-rata beban pencemaran untuk BOD, TSS dan NH3 adalah sebesar 6.11

kg/hari, 4.59 kg/hari dan 1.85 kg/hari. Dengan adanya nilai beban pencemaran,

dapat pula diketahui apakah beban pencemaran masing-masing parameter masih

dapat diterima oleh lingkungan atau sesuai dengan standar baku mutu yang ada.

Berdasarkan standar baku mutu limbah cair rumah sakit yang ada dalam

Perda Prov. Jateng/10/2004 yang lebih ketat daripada KepMen

58/MenLH/12/1995, dapat dihitung beban pencemaran maksimum. Hasil

perhitungan beban pencemaran limbah RS. Telogorejo, dalam hal ini disebut

dengan beban pencemaran aktual (BPA) dapat dibandingkan dengan beban

pencemaran berdasar standar baku mutu limbah cair yang disebut dengan beban

pencemaran maksimum (BPM). BPM dapat dihitung dengan mengalikan standar

baku mutu masing-masing parameter dengan debit limbah. Berdasar standar baku

mutu limbah cair yang ditetapkan pada Perda Prov. Jateng/10/2004, BPM untuk

masing-masing parameter serta perbandingan antara BPM dan BPA dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9. Penentuan Beban Pencemar Limbah RS. Telogorejo Semarang

Parameter BPM (kg/hari) BPA (kg/hari) Keterangan

BOD 9 6.11 tidak mencemari

COD 24 12.81 tidak mencemari

TSS 9 4.59 tidak mencemari

NH3 0.03 1.85 mencemari

PO4 0.6 0.18 tidak mencemari

Hasil perhitungan yang ada, konsentrasi dari parameter-parameter limbah

yang disyaratkan dalam Perda Prov. Jateng/10/2004 hampir keseluruhan dapat

dikatakan tidak mencemari lingkungan atau berada di bawah BPM. Parameter-

parameter tersebut adalah BOD, COD, TSS dan PO4. Sedangkan parameter NH3

tidak memenuhi persyaratan karena berada di atas BPM. Namun, penurunan

konsentrasi NH3 untuk menuju nilai di bawah BPM adalah hal yang sulit karena

standar baku mutu yang ditetapkan untuk NH3 sebesar 0.1 mg/l merupakan

standar yang terlalu tinggi. Nilai 0.1 mg/l untuk NH3 sama halnya dengan

persyaratan air minum.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan IPAL bukan hanya beban

pencemarannya melainkan juga pencapaian target baku mutu limbah cair

(BMLC). Nilai ini menunjukkan seberapa besar pencapaian target untuk

disesuaikan dengan baku mutu pada masing-masing parameter limbah. Nilai

pencapaian target BMLC dapat dihitung dengan mengurangkan nilai dua kali

baku mutu dengan konsentrasi outlet dan dibagi dengan baku mutu parameter

serta dinyatakan dalam persentase.

Berdasar perhitungan yang telah dilakukan, nilai BMLC RS. Telogorejo

tidak ada yang tepat sama dengan baku mutu. Berbanding lurus dengan nilai rata-

rata BPA dimana terdapat satu parameter yang tidak memenuhi target pencapaian

atau berada di atas standar baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu parameter NH3

yang nilai BMLCnya sebesar -5978.53 persen. Sedangkan parameter BOD, COD,

TSS dan PO4 memenuhi target pencapaian BMLC atau berada di bawah baku

mutu karena nilainya berkisar antara 101 persen sampai dengan 200 persen.

Pencapaian target BMLC untuk masing-masing parameter BOD, COD, TSS dan

PO4 adalah 132.15 persen, 146.60 persen, 148.98 persen dan 170.02 persen.

Keseluruhan hasil perhitungan nilai rata-rata efisiensi, kapasitas, beban

pencemaran aktual dan pencapaian target BMLC serta informasi mengenai

rincian standar baku mutu per parameter, debit limbah rata-rata per hari, rata-rata

inlet dan rata-rata outlet dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Rata-rata Efisiensi, Kapasitas, Beban Pencemaran Aktual dan Pencapaian Baku Mutu Limbah Cair pada IPAL RS. Telogorejo Tahun 2005-2007

Par

Std

BM

Debit

rata- rata

Inlet

rata- rata

Outlet

rata- rata

Efisiensi

rata-rata

Kapasitas

rata-rata

BPA

rata-rata

BMLC

rata-rata

(mg/l) (m3/hari) (mg/l) (mg/l) ( persen) (kg/hari) (kg/hari) ( persen)

BOD 30 53.61 20.36 62.03 9.98 6.11 132.15

COD 80 129.58 42.72 67.03 26.06 12.81 146.60

TSS 30 300 93.33 15.31 83.60 23.41 4.59 148.98

NH3 0.1 23.37 6.18 73.56 5.16 1.85 -5978.53

PO4 2 3.53 0.60 83.03 0.88 0.18 170.02

7.2. Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Semarang

Kemampuan IPAL dalam mengolah limbah dapat dinilai dengan

signifikansi penurunan konsentrasi limbah, yaitu dengan melihat selisih inlet

dengan outlet. Penurunan konsentrasi limbah yang signifikan menunjukkan

kemampuan yang baik dalam pengolahan limbah dengan menggunakan IPAL.

Signifikansi penurunan konsentrasi limbah didapat dengan menguji 36 data outlet

limbah berdasar uji laboratorium BLH Kota Semarang.

Uji-t yang dilakukan menggunakan selang kepercayaan sebesar 95 persen.

P-value dari uji-t yang dilakukan untuk semua parameter yang diuji, yaitu BOD,

COD, TSS, NH3 dan PO4 adalah 0.000. P-value yang nilainya kurang dari taraf

nyata 5 persen, menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi limbah RS.

Telogorejo adalah sangat signifikan. Hasil dari uji-t dalam mengetahui

signifikansi penurunan konsentrasi parameter limbah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Uji-t Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007

No. Indikator ObservasiUji Statistik: T-

Paired

Mean Std Dev T-ValueP-

Value

1 BOD inlet 54 0.000 31.92 0.000*

outlet 20.3556 6.3239

2 COD inlet 129.58 0.000 39.64 0.000*

outlet 42.716 13.149

3 TSS inlet 93.0000 0.0000 70.06 0.000*

outlet 15.3056 6.6540

4 NH3 inlet 23.37 0.0000 20.37 0.000*

outlet 6.18 4.921

5 PO4 inlet 3.53 0.0000 80.43 0.000*

outlet 0.59951 0.21245Keterangan: *) = signifikan pada selang kepercayaan 95 persen

Kualitas yang diharapkan dalam pengelolaan limbah adalah bukan hanya

penurunan konsentrasi secara signifikan melainkan juga pemenuhan standar baku

mutu yang disyaratkan. Digunakan uji-t dengan menggunakan data outlet

sebanyak 36 titik untuk mengetahui apakah pemenuhan kualitas masing-masing

parameter dengan standar baku mutu tercapai dengan uji statistik,. Sama halnya

dengan uji-t untuk mengetahui signifikansi penurunan konsentrasi limbah, selang

kepercayaan yang digunakan adalah sebesar 95 persen.

Tabel 12. Hasil Uji-t Pencapaian Konsentrasi per Parameter Limbah Sesuai dengan Standar Baku Mutu

No.Indikator Observasi Uji Statistik: T-Paired

Mean Std Dev T-Value P-Value

1BOD outlet 20.3556 6.3239 -9.15 0.000*

2COD outlet 42.7164 13.1492 -17.01 0.000*

3TSS outlet 15.3056 6.654 -13.25 0.000*

4NH3 outlet 6.18000 4.92098 7.2 1.000

5PO4 outlet 0.599506 0.212451 -38.44 0.000*

Keterangan: *) = signifikan pada selang kepercayaan 95 persen

P-Value dari uji-t untuk kesemua parameter BOD, COD, TSS dan PO4

adalah 0.000. Nilai tersebut menunjukkan bahwa outlet dari parameter BOD,

COD, TSS dan PO4 secara signifikan telah memenuhi standar baku mutu yang

disyaratkan. Nilai tersebut terkecuali untuk NH3 yang memiliki P-Value sebesar

1.000 yang artinya, IPAL RS. Telogorejo tidak signifikan dalam menghasilkan

kualitas limbah yang sesuai dengan standar baku mutu untuk parameter NH3.

Hasil dari uji-t dalam mengetahui signifikansi pencapaian kualitas limbah yang

sesuai dengan standar baku mutu dapat dilihat pada Tabel 12.

Berdasarkan pengamatan dan pengolahan data limbah RS. Telogorejo,

dapat dikatakan IPAL RS. Telogorejo signifikan dalam menurunkan konsentrasi

per parameter limbah. Sesuai dengan standar baku mutu yang telah disyaratkan

pada Perda Prov. Jateng/10/2004, RS. Telogorejo telah berhasil memenuhi standar

baku mutu untu parameter BOD, COD, TSS dan PO4. Sedangkan standar baku

mutu NH3 tidak terpenuhi. Standar baku mutu NH3 sebesar 0.1 mg/l memang sulit

dicapai karena nilainya begitu ketat. Nilai 0.1 mg/l untuk NH3 biasanya

diperuntukkan dalam penggunaan air sebagai air minum10.

7.3. Hubungan antara Perhitungan Efisiensi dengan Ekonomi Perusahaan dan Masyarakat

Aktivitas rumah sakit yang menghasilkan limbah membuat pengelola

rumah sakit wajib untuk membangun dan menjalankan IPAL agar dampak atau

eksternalitas negatif dari limbah dapat diatasi. Pendirian IPAL dan pembuatan

10 Berdasar wawancara yang dilakukan dengan sanitarian RS. Telogorejo, Suharno, AMKL pada tanggal 29 Desember 2008 di RS. Telogorejo Semarang.

sistem pengelolaan limbah secara utuh memerlukan biaya yang tinggi. Oleh

karena itu, biaya yang dikeluarkan oleh pengelola rumah sakit bukan hanya biaya

privat untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, melainkan juga biaya

pengelolaan limbah yang termasuk dalam biaya eksternal. Keseluruhan biaya

tersebut merupakan biaya sosial yang besarnya lebih dari biaya privat.

Rumah Sakit Telogorejo belum pernah membandingkan kinerja IPAL

dengan keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan dalam mengelola limbah sampai

saat ini. Nilai efisiensi dapat dijadikan bahan pembanding mengenai manfaat

yang didapat dari pengelolaan limbah dengan keseluruhan biaya pengelolaan

limbah. Apabila nilai efisiensi atau manfaat yang dihasilkan dirasa belum sesuai

dengan biaya yang telah dikeluarkan, maka pengelola RS. Telogorejo perlu

melakukan evaluasi lebih lanjut baik dalam hal teknis maupun pembiayaan

pengelolaan limbah. Selain itu, nilai efisiensi juga dapat dijadikan bahan

pertimbangan apabila pengelola RS. Telogorejo mengganti jenis atau unit

pengolahan limbah cair.

Hasil dari perhitungan efisiensi dan beban pencemar aktual dapat dijadikan

informasi penting bagi pengelola RS. Telogorejo untuk menjustifikasi bahwa

limbah hasil olahan dengan menggunakan IPAL sudah layak atau belum untuk

dibuang. Sebagaimana yang terjadi pada Rumah Sakit Telogorejo Semarang yang

memiliki nilai efisiensi di atas 60 persen untuk parameter BOD, COD, TSS, NH3

dan PO4, nilai tersebut dapat menguatkan pernyataan bahwa RS. Telogorejo sudah

mengolah limbah cair dengan baik. Selain nilai efisiensi, nilai BPA dari keempat

parameter yang dipantau dinyatakan tidak mencemari. Hanya satu parameter yang

dinyatakan mencemari, yaitu NH3. Jika konsentrasi NH3 tinggi, salah satu

dampaknya adalah adanya potensi iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung,

tenggorokan dan paru-paru karena bau dari amoniak. Potensi tersebut dapat

menyebabkan ketidaknyamanan atau bahkan gangguan kesehatan bagi orang yang

merasakannya. Selain itu, NH3 dalam air sangat beracun bagi ikan, udang dan

binatang air lainnya. NH3 dapat menimbulkan kesuburan tanaman air (eutropia)

sehingga dapat menganggu biota air lainnya yang berfungsi sebagai bahan

makanan manusia. Dampak yang ditimbulkan ini dapat menimbulkan kerugian

ekonomi bagi masyarakat, baik berupa biaya untuk berobat (kesehatan) maupun

penurunan tangkapan biota laut untuk konsumsi manusia ataupun pemanfaatan

lainnya.

Berdasarkan informasi tersebut, pengelola RS. Telogorejo dapat menyusun

strategi lebih lanjut mengenai pengolahan limbah yang lebih fokus kepada

penurunan konsentrasi NH3. Pemerintah daerah juga dapat memberikan

pandangan berupa saran atau revisi peraturan yang terkait dengan pengelolaan

limbah. Hal ini diharapkan untuk lebih menguatkan sistem pengelolaan limbah

secara umum dan secara khusus di Rumah Sakit Telogorejo sehingga dampak

kepada masyarakat, baik dampak terhadap kesehatan maupun kesejahteraan, yang

dapat ditimbulkan dari adanya limbah dapat diminimalkan.

VIII. EFEKTIVITAS BIAYA PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH

RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG

Sejauh ini, penggunaan IPAL sebagai alat pengolahan limbah cair rumah

sakit memang menjadi kewajiban namun pengawasan pemerintah mengenai hasil

pengolahan masih kurang optimal. Penelitian mengenai hal ini pun masih jarang

dilakukan dan belum menjadi perhatian bagi pemerintah. Seiring berkembangnya

ilmu pendidikan mengenai kesehatan lingkungan, sudah ada beberapa penelitian

mengenai hasil pengolahan limbah cair namun sedikit untuk kasus yang ada di

rumah sakit. Padahal, limbah rumah sakit adalah limbah yang berbahaya karena

bersifat infeksius dan seharusnya bisa dijadikan perhatian yang lebih. Walaupun

demikian, dengan teknologi canggih, limbah cair hasil olahan sebenarnya dapat

dimanfaatkan kembali misalnya sebagai air untuk cuci mobil atau media ternak

ikan. Pemanfaatan limbah cair rumah sakit pasca pengolahan masih jarang

ditemukan di Indonesia sehingga penelitian yang dilakukan mengenai limbah cair

rumah sakit masih sebatas teknis saja dan belum membahas dari sisi ekonomi.

Penelitian mengenai pengelolaan limbah dalam sudut pandang ekonomi

seharusnya juga dilakukan. Hal ini dapat membantu rumah sakit dalam efisiensi

biaya dan dapat menjadi pertimbangan untuk penghematan biaya dan dapat

dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menetapkan aturan-aturan

rumah sakit dan menjadikan hal ini sebagai stimulus positif bagi rumah sakit.

Penelitian di bidang ekonomi dapat dimulai dengan mengidentifikasi

keseluruhan biaya yang dibutuhkan dalam pengelolaan IPAL. Kemudian, dari

identifikasi tersebut, pengelola rumah sakit dapat menentukan biaya rata-rata per

hari yang dikelurakan rumah sakit untuk mengelola limbah cair serta menentukan

biaya pengelolaan limbah cair yang seharusnya dapat dibebankan kepada pasien.

Hal tersebut perlu dipertimbangkan mengingat selain bersifat sosial, RS.

Telogorejo juga tetap harus mengejar profit demi kelangsungan usaha rumah

sakit. Selain itu, meneliti seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk

menurunkan per-miligram parameter limbah juga dibutuhkan. Besaran rupiah

yang dihabiskan dalam menurunkan satu milligram parameter limbah sehingga

akan diketahui parameter mana yang biaya penurunannya lebih efektif akan

didapatkan dalam penelitian ini.

8.1. Identifikasi Biaya Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo Semarang

Perhitungan biaya penurunan konsentrasi dari parameter limbah,

membutuhkan keseluruhan data mengenai biaya pendirian IPAL, biaya

operasional dan pemeliharaan, penggantian komponen IPAL, gaji pegawai dan

serta biaya listrik dan air. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

biaya operasional dan pemeliharaan, gaji pegawai, pembayaran listrik dan air dari

bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Desember 2007. Sedangkan biaya

instalasi akan dibagi menurut umur ekonomis IPAL.

Biaya instalasi yang dihabiskan pada tahun 2001 adalah sebesar Rp

1.200.000.000,- dan umur ekonomis IPAL adalah 50 tahun. Dalam bangunan

IPAL terdapat tiga komponen yang memiliki umur tersendiri yaitu diffuser, sikat

NSI dan rumpon. Diffuser harus diganti setiap lima tahun sekali dengan harga Rp

15.000.000,-. Sikat NSI seharga Rp 18.000.000,- harus diganti setiap enam tahun

sekali. Sedangkan penggantian rumpon dilakukan setiap 10 tahun sekali dengan

harga Rp 20.000.000,-. Karena terdapat tiga komponen dalam IPAL yang

memiliki umur berbeda, penetapan biaya instalasi dikurangi sejumlah harga tiga

komponen tersebut sehingga besar biaya instalasi IPAL dengan umur ekonomis

selama 50 tahun adalah sebesar Rp 1.147.000.000,-

Biaya operasional dan pemeliharaan, antara lain meliputi : pembelian

pupuk untuk pakan bakteri, kaporid, disinfektan, tas plastik, sedot WC serta

penggantian kabel, pompa dan spareparts serta kebutuhan lain yang terkait

dengan pemeliharaan. Kebutuhan tersebut bukan merupakan kebutuhan rutin

bulanan melainkan tahunan sehingga dihitung sebagai biaya tahunan. Besar biaya

operasional dan pemeliharaan untuk masing-masing tahun 2005, 2006 dan 2007

adalah Rp 21.113.668,52, Rp 32.932.199,20 dan Rp 20.289.613,40. Sedangkan

untuk kebutuhan rutin bulanan adalah biaya uji laboratorium untuk outlet,

pembayaran gaji pegawai serta pembayaran listrik dan air. Pembayaran gaji

pegawai untuk pengelolaan limbah cair pada tahun 2005, 2006 dan 2007 adalah

Rp 53.376.333,60, Rp 47.949.538,- dan Rp 52.654.875. Sedangkan untuk

pembayaran listrik dan air untuk pengelolaan limbah cair di RS.Telogorejo, pada

tahun 2005 menghabiskan dana sebesar Rp 43.386.374,- serta pembayaran listrik

dan air untuk tahun 2006 dan 2007 adalah Rp 43.369.296,- dan Rp 43.386.374,-.

Keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair RS.

Telogorejo dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.

Sebelum menghitung biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah,

perlu diidentifikasi keseluruhan biaya pengelolaan IPAL yang dinyatakan dalam

biaya tahunan rata-rata. Kemudian, biaya pengelolaan rata-rata per tahun

dikonversi menjadi biaya pengelolaan rata-rata per hari. Tabulasi biaya

pengelolaan IPAL rata-rata per hari ditunjukkan pada Tabel 13.

Berdasar hasil identifikasi biaya pengelolaan IPAL keseluruhan,

didapatkan besaran biaya pengelolaan IPAL rata-rata per hari sebesar Rp 412.126,

28. Besar biaya tersebut yang kemudian dapat digunakan dalam perhitungan biaya

pengelolaan IPAL yang dapat dijadikan pertimbangan dalam penetapan tarif

rumah sakit dan biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah.

Tabel 13. Perhitungan Biaya Pengelolaan IPAL Rata-rata per Hari RS. Telogorejo Tahun 2005-2007

Jenis Biaya Jumlah (Rp)

Instalasi 22.940.000

Operasional&Pemeliharaan 24.778.494

Penggantian komponen

difuser 3.000.000

sikat NSI 3.000.000

rumpon 2.000.000

Pembayaran Gaji Pegawai 51.326.916

Listrik+Air 43.380.681

Jumlah biaya rata-rata/tahun 150.426.091

Jumlah biaya rata-rata/hari 412.126,28

Asumsi yang digunakan :

1. Umur ekonomis gedung IPAL adalah 50 tahun

2. Penggantian komponen untuk diffuser adalah setiap lima tahun, sikat NSI

adalah setiap enam tahun dan rumpon adalah setiap 10 tahun.

3. Jumlah hari dalam satu tahun adalah 365 hari

4. Keseluruhan biaya dihitung dalam rata-rata per tahunnya.

8.2. Perhitungan Unit Daily Cost dari Pengelolaan Limbah Cair

Aktivitas rumah sakit yang menghasilkan limbah membuat suatu

konsekuensi yaitu kewajiban pengelolaan limbah yang membutuhkan biaya.

Biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan limbah dapat disebut sebagai biaya

sosial dimana biaya sosial merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi

eksternalitas negatif, yaitu limbah. Kebutuhan biaya yang meningkat dapat

menyebabkan aktivitas terganggu, misalnya berkurangnya jenis layanan atau

produk dan jasa yang dikeluarkan, pengurangan tenaga kerja serta penurunan

keuntungan.

Sebagai rumah sakit swasta di samping harus tetap menjalankan fungsi

sosialnya, RS. Telogorejo juga harus tetap memperhatikan neraca pengeluaran

agar tetap dapat mempertahankan keuntungan demi kelangsungan rumah sakit.

Adanya kewajiban membuat IPAL akan memberi beban tambahan bagi rumah

sakit dalam hal pengeluaran. Agar tidak mengurangi jumlah keuntungan rumah

sakit, biaya pengelolaan limbah cair dapat dibebankan pada pasien yang

menempati kelas tertentu dengan konsep Unit Daily Cost (UDC).

UDC adalah rata-rata biaya pengelolaan limbah cair yang dikeluarkan per

harinya dibagi dengan jumlah kamar pasien (Djaja, 2006). Berdasarkan

perhitungan ini, akan didapatkan UDC yang dapat dijadikan salah satu biaya yang

harus ditanggung oleh pasien rawat inap. Ketentuan ini menjadi hak penuh bagi

rumah sakit untuk dilaksanakan ataupun tidak. Belum seluruh rumah sakit di

Indonesia telah menggunakan kebijakan UDC. Penetapan tarif ini dapat

dibebankan kepada seluruh pasien pada kelas apapun namun juga dapat ditetapkan

pada pasien kelas tertentu. Penetapan tarif pada kelas tertentu menunjukkan

adanya subsidi silang antar pasien. Hal ini ditujukan untuk tetap membantu pasien

dari kalangan menengah ke bawah, tanpa mengurangi layanan yang diberikan

pada mereka.

Berdasar data pembiayaan untuk pengelolaan limbah cair di RS.

Telogorejo, didapatkan biaya pengelolaan rata-rata per hari adalah sebesar Rp

412.126,28. Sedangkan kapasitas tempat tidur RS. Telogorejo adalah 295 bed.

Berdasarkan data tersebut, besar UDC yang dihasilkan adalah Rp 412.126,28

dibagi dengan 295 tempat tidur, yaitu sebesar Rp 1.397,04. Penetapan beban

pengelolaan limbah cair pada pasien, selain ditujukan untuk tetap

mempertahankan keuntungan, hal ini juga ditujukan untuk menjaga pengelolaan

limbah cair atau bahkan menjadikan pengelolaan tersebut jauh lebih baik agar

dapat meminimalkan dampak negatif dari limbah secara optimal sehingga

masyarakat dan lingkungan tidak akan menerima dampak yang dapat

menimbulkan kerugian baik secara ekonomi dan sosial.

8.3. Perhitungan Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah

Sesuai dengan rumus perhitungan menurut Djaja (2006), tahapan setelah

menghitung biaya pengelolaan IPAL rata-rata per harinya adalah menghitung

biaya pengelolaan per hari per liter limbah. Rata-rata debit limbah RS. Telogorejo

adalah sebesar 300 m3 atau 300.000 liter sehingga dapat dihitung biaya

pengelolaan per hari per liter adalah sebesar Rp 1.374,-. Biaya pengelolaan yang

digunakan dalam perhitungan dinyatakan dalam biaya per hari per liter

dikarenakan nilai konsentrasi dari limbah dinyatakan dalam mg per liter.

Biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah didapat dengan

membagi biaya pengelolaan per hari per liter dengan penurunan konsentrasi pada

masing-masing parameter. Pada parameter BOD, rata-rata dari keseluruhan

penurunan konsentrasi BOD adalah sebesar 33.254 mg/l sehingga biaya

penurunan konsentrasi untuk parameter BOD adalah sebesar Rp 0.044,-/mg.

Artinya adalah IPAL RS. Telogorejo rata-rata menurunkan 33.254 mg/l BOD

dengan biaya penurunan konsentrasinya sebesar Rp 0.044,-/mg. Sedangkan untuk

parameter COD, rata-rata penurunan konsentrasinya adalah yang tertinggi, yaitu

sebesar 86.864 mg/l sehingga didapat biaya penurunan konsentrasi yang relatif

lebih kecil daripada parameter BOD. Biaya penurunan konsentrasi parameter

COD adalah sebesar Rp 0.016,-/mg. Parameter TSS yang rata-rata besar

penurunannya berada setelah COD, yaitu 78.028 mg/l, besar biaya penurunannya

relatif lebih besar sedikit daripada COD dan relatif lebih kecil daripada BOD.

Besar biaya penurunan konsentrasi TSS adalah sebesar Rp 0.018,-/mg. Rata-rata

besar penurunan pada NH3 sebesar 17.192 mg/l. Nilai tersebut berada di bawah

rata-rata penurunan konsentrasi parameter BOD. Besar biaya penurunan

konsentrasi NH3 adalah sebesar Rp 0.089,-/mg. Sedangkan untuk rata-rata besar

penurunan parameter PO4 adalah yang terendah diantara yang lain, yaitu sebesar

2.392 mg/l dan biaya penurunan konsentrasi untuk parameter PO4 adalah sebesar

Rp 0.471,-/mg. Biaya tersebut adalah yang paling tinggi diantara parameter lain.

Berdasarkan keseluruhan perhitungan, dapat dikatakan bahwa, semakin besar

penurunan konsentrasi limbah, maka biaya penurunannya akan semakin kecil.

Efektivitas biaya dapat dilihat dengan membandingkan nilai (rasio) biaya

penurunan konsentrasi per satuan parameter. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan di RS. Telogorejo, biaya penurunan konsentrasi yang paling efektif

adalah pada parameter COD dengan biaya penurunan Rp 0.016,-/mg dan

penurunan sebesar 86.864 mg/l. Biaya tersebut efektif karena dalam pengolahan

dengan IPAL, konsentrasi COD mengalami penurunan yang paling besar. Biaya

penurunan konsentrasi yang paling tidak efektif jika dibandingkan dengan

parameter lainnya adalah PO4 yang bernilai Rp 0.471,- /mg dengan penurunan

terkecil yaitu sebesar 2.932 mg/l. Biaya penurunan parameter NH3 lebih efektif

dari PO4 yaitu sebesar Rp 0.089,-/mg dengan penurunan 17.192 mg/l. namun,

penurunan NH3 tidak efektif jika dibandingkan dengan parameter BOD yang

memiliki biaya penurunan sebesar Rp 0.044,-/mg dengan penurunan sebesar

33.254 mg/l. Sedangkan parameter TSS memiliki biaya penurunan yang lebih

efektif daripada parameter BOD namun tidak efektif bila dibandingkan dengan

parameter COD. Besar biaya penurunan TSS adalah Rp 0.018,-/mg dengan

penurunan 78.028 mg/l. Rangkuman dari hasil pengamatan dan perhitungan

mengenai efektivitas biaya penurunan konsentrasi per parameter limbah RS.

Telogorejo dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Efektivitas Biaya Penurunan Konsentrasi per Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang

Parameter Biaya/liter (Rp)Penurunan

(mg/l) Biaya penurunan (Rp/mg)

BOD 33.254 0.044

COD 86.864 0.016

TSS 1.374 78.028 0.018

NH3 17.192 0.089

PO4 2.932 0.471

Sumber : Data Uji Inlet dan Outlet serta Biaya Pengelolaan Limbah Cair RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 (diolah).

Biaya efektif dapat membantu pengelola RS. Telogorejo pada khususnya

dan pengguna IPAL serta pemerintah pada umumnya terkait dengan

pengembangan strategi pengelolaan limbah atau dalam mengidentifikasi jenis unit

IPAL dengan efektivitas biaya penurunan pada parameter tertentu, misalnya

mengidentifikasi biaya penurunan parameter BOD yang sering menjadi fokus

perhatian sehingga identifikasi tersebut dapat dijadikan informasi untuk pihak lain

yang berkepentingan dalam menurunkan konsentrasi limbah untuk parameter

tertentu secara optimal.

Informasi ini diharapkan dapat meminimisasi biaya eksternal yang

dikeluarkan dengan tanpa mengurangi manfaat yang diharapkan dari pengelolaan

limbah sehingga lingkungan tetap terjaga dan masyarakat tidak mengalami

kerugian. Selain itu, apabila terdapat pemanfaatan dari hasil olahan limbah,

penelitian yang lebih jauh di bidang ekonomi akan dapat dilakukan, misalnya

dengan menggunakan konsep benefit-cost ratio.

Limbah cair hasil olahan IPAL yang sudah melalui proses khlorinasi dapat

dimanfaatkan. Pemanfaatan tersebut dapat berupa : penggunaan air hasil limbah

olahan IPAL sebagai air cuci mobil, media ternak ikan non konsumtif seperti ikan

sapu-sapu ataupun dimanfaatkan dengan tujuan keindahan seperti air pengisi

kolam ikan hias untuk memperindah taman rumah sakit. Apabila pemanfaatan

tersebut dapat dikomersilkan, maka akan menambah manfaat yang dapat diukur

secara ekonomi. Namun, pemanfaatan air limbah hasil olahan seperti yang telah

dicontohkan sebelumnya juga dapat memberikan manfaat ekonomi yaitu

penghematan penggunaan air. Selain itu, pemanfaatan air limbah hasil olahan

IPAL akan mengurangi tingkat pencemaran di perairan karena tidak dibuang

langsung ke perairan. Berdasarkan analisis tersebut, pemanfaatan limbah dapat

menekan terjadinya kerusakan lingkungan dan meminimalkan dampak yang dapat

mengenai berbagai aspek.

IX. PENGARUH BIAYA TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI PARAMETER LIMBAH

RUMAH SAKIT TELOGOREJO SEMARANG

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja IPAL dalam menghasilkan

kondisi limbah yang berkualitas cukup beragam, yaitu: luas IPAL, biaya

pengelolaan, sumber air, adanya daur ulang limbah, pemakaian disinfektan,

jumlah tenaga kerja serta pendidikan dan pelatihan tenaga kerja. Berdasarkan

keseluruhan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kinerja IPAL, faktor atau

variabel yang mengalami perubahan atau memiliki keragaman adalah biaya.

Kinerja IPAL dalam mengolah limbah cair dapat dilihat dari besarnya penurunan

konsentrasi pada masing-masing parameter limbah. Parameter yang diamati

adalah BOD, COD, TSS, NH3 dan PO4.

Sebagaimana yang telah diketahui dalam bab sebelumnya, konsep

perhitungan biaya penurunan per satuan parameter limbah dapat digunakan dalam

mengidentifikasi efektivitas biaya dalam menurunkan atau mengolah masing-

masing parameter dalam limbah. Biaya penurunan konsentrasi per satuan

parameter menunjukkan keseluruhan biaya dalam mengusahakan pengelolaan

limbah cair. Berdasarkan metode perhitungan biaya penurunan konsentrasi

parameter limbah, dapat diperkirakan hubungan antara biaya penurunan

konsentrasi parameter limbah dengan penurunan konsentrasi masing-masing

parameter setelah pengolahan. Hubungan yang diduga antar keduanya adalah

negatif. Hal ini dapat dilihat dari konsep efektivitas biaya yang telah dibahas

dalam bab sebelumnya. Biaya penurunan konsentrasi parameter limbah

menunjukkan rasio efektivitas biaya diantara parameter limbah yang diamati.

Semakin efektif biaya, maka nilai (rasio) biaya penurunan konsentrasi akan

semakin kecil dan sebaliknya. Biaya efektif menunjukkan besar penurunan

konsentrasi yang besar. Berdasarkan konsep tersebut dapat dibuat hipotesis bahwa

semakin kecil nilai biaya penurunan maka penurunan konsentrasi yang dihasilkan

akan semakin besar. Hal ini dapat menunjukkan bahwa efektivitas biaya akan

berpengaruh pada kualitas limbah yang baik. Hipotesis tersebut akan diuji dengan

menggunakan regresi linear sederhana.

9.1. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan BOD terhadap Penurunan Konsentrasi BOD

Berdasarkan perhitungan biaya penurunan per satuan parameter yang ada

pada bab sebelumnya, rata-rata biaya penurunan per satuan parameter untuk BOD

adalah sebesar Rp 0.044/mg/l. Sebelum mengetahui pengaruh antara biaya

penurunan per satuan BOD dengan konsentrasi BOD pada titik outlet, akan

dihitung terlebih dahulu biaya penurunan per satuan BOD pada 36 nilai

penurunan konsentrasi BOD yang ada. Berdasarkan data tersebut diperoleh

persamaan regresi hubungan antara biaya penurunan per satuan BOD dengan

penurunan konsentrasi BOD adalah:

yBOD = 44.2 – 246 xBOD

Secara statistik dari persamaan tersebut, dapat diartikan bahwa apabila

biaya penurunan per satuan parameter BOD menurun sebesar satu satuan, maka

penurunan konsentrasi BOD akan meningkat sebesar 201 satuan dan sebaliknya.

P-value dari variabel biaya penurunan per satuan BOD pada persamaan

tersebut adalah 0.00. Hal ini menunjukkan bahwa biaya penurunan per satuan

BOD berpengaruh nyata dalam kinerja IPAL yang ditunjukkan dengan besarnya

penurunan konsentrasi parameter limbah pada taraf nyata lima persen. Sedangkan

nilai koefisien determinasi (R-sq) untuk persamaan regresi tersebut adalah sebesar

65.6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menduga keragaman variabel

penurunan konsentrasi BOD, variabel biaya penurunan per satuan BOD dapat

menjelaskan sebesar 65.6 persen sedangkan untuk sisa sebesar 34.4 persen akan

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam persamaan.

9.2. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan COD terhadap Penurunan Konsentrasi COD

Prosedur kerja untuk mengetahui seberapa besar pengaruh biaya

penurunan per satuan parameter COD dengan penurunan konsentrasi COD adalah

sama dengan konsep regresi pada parameter BOD. Setelah menghitung masing-

masing biaya penurunan per satuan COD pada 36 nilai penurunan konsentrasi

COD, keseluruhan data dimasukkan dalam konsep regresi dan menghasilkan

persamaan regresi sebagai berikut :

yCOD = 129 – 2602 xCOD

Berdasar persamaan regresi yang dihasilkan dapat dilihat bahwa biaya

penurunan per satuan COD akan mempengaruhi kinerja IPAL pada penurunan

konsentrasi COD dengan hubungan yang terbalik (negatif). Apabila biaya

penurunan per satuan COD menurun sebesar satu satuan, maka penurunan

konsentrasi COD yang dihasilkan oleh IPAL akan meningkat sebesar 2602 satuan

dan sebaliknya.

Variabel biaya penurunan per satuan COD memilliki P-value 0.00. Hal ini

menunjukkan bahwa pada taraf nyata lima persen, biaya penurunan per satuan

COD berpengaruh nyata terhadap penurunan konsentrasi COD. Nilai R-sq pada

persamaan regresi di atas adalah sebesar 69.2 persen. Nilai tersebut menunjukkan

bahwa variabel biaya penurunan per satuan COD dapat menjelaskan perubahan

pada variabel penurunan konsentrasi COD sebesar 69.2 persen. Sedangkan

sisanya sebesar 31.8 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam

persamaan.

9.3. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan TSS terhadap PenurunanKonsentrasi TSS

Sejalan dengan prosedur dalam menduga pengaruh biaya penurunan per

satuan parameter dengan penurunan konsentrasi parameter, biaya penurunan per

satuan TSS pada masing-masing penurunan konsentrasi TSS harus dihitung

terlebih dahulu. Setelah mendapatkan biaya penurunan per satuan parameter dari

36 titik outlet TSS, data-data tersebut diolah dengan menggunakan konsep regresi

sederhana. Dengan prosedur tersebut, persamaan regresi yang dihasilkan dalam

menjelaskan pengaruh antara biaya penurunan per satuan TSS dengan penurunan

konsentrasi TSS adalah sebagai berikut :

yTSS = 94,5 – 877 xTSS

Berdasarkan persamaan tersebut, dapat ditunjukkan bahwa hubungan

antara biaya penurunan per satuan TSS adalah berkebalikan dengan penurunan

konsentrasi TSS. Pada saat biaya penurunan per satuan TSS menurun sebesar satu

satuan, maka penurunan konsentrasi TSS hasil pengolahan dengan menggunakan

IPAL meningkat sebesar 877 satuan dan sebaliknya. Jika hal tersebut terjadi,

maka kualitas limbah untuk parameter TSS akan semakin baik karena nilai

konsentrasinya akan semakin rendah.

Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan konsep regresi

sederhana, P-value untuk variabel biaya penurunan per satuan TSS adalah 0.00.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa biaya penurunan per satuan TSS berpengaruh

nyata terhadap penurunan konsentrasi TSS pada taraf nyata lima persen.

Sedangkan nilai R-sq dari persamaan ini adalah sebesar 45.4 persen. Nilai tersebut

menunjukkan bahwa variabel biaya penurunan per satuan TSS hanya menjelaskan

perubahan penurunan konsentrasi TSS sebesar 45.4 persen dan sisanya sebesar

54.6 persen dijelaskan oleh variabel lain yang memang tidak diamati pada

penelitian ini.

9.4. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan NH3 terhadap Penurunan Konsentrasi NH3

Sama halnya dengan prosedur perhitungan biaya penurunan per satuan

parameter pada parameter-parameter yang dianalisis sebelumnya, biaya

penurunan per satuan NH3 dihitung berdasarkan data penurunan konsentrasi NH3

yang ada. Setelah mendapatkan biaya penurunan per satuan NH3, pengaruh antara

variabel biaya penurunan per satuan NH3 dengan data outlet NH3 akan dianalisis

dengan menggunakan regresi sederhana. Adapun persamaan regresi yang

dihasilkan adalah sebagai berikut:

yNH3 = 26.6 – 106 xNH3

Persamaan di atas menunjukkan hubungan yang negatif antara biaya

penurunan per satuan NH3 dengan penurunan konsentrasi NH3 yang dihasilkan.

Saat terjadi penurunan variabel biaya penurunan per satuan NH3 sebesar satu

satuan, maka penurunan konsentrasi NH3 hasil pengolahan dengan menggunakan

IPAL akan meningkat sebesar 106 satuan dan sebaliknya. Jika hal tersebut terjadi,

maka kualitas limbah untuk parameter NH3 akan menjadi lebih baik karena nilai

konsentrasi akhir (outlet) akan semakin kecil.

P-value untuk variabel biaya penurunan per satuan NH3 adalah 0.00. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa variabel biaya penurunan per satuan NH3

berpengaruh nyata terhadap variabel penurunan konsentrasi NH3 pada taraf nyata

lima persen. Nilai koefisien determinasi (R-sq) dari persamaan regresi di atas

adalah 74.1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik variabel biaya

penurunan per satuan NH3 mempengaruhi perubahan variabel penurunan

konsentrasi NH3 sebesar 74.1 persen dan sisanya sebesar 25.9 persen dijelaskan

oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan.

9.5. Pengaruh Biaya Penurunan per Satuan PO4 terhadap Penurunan Konsentrasi PO4

Berdasarkan data penurunan konsentrasi PO4 yang ada, biaya penurunan

per satuan PO4 bisa didapatkan. Kemudian, dari kedua variabel tersebut, pengaruh

biaya penurunan per satuan PO4 dengan penurunan konsentrasi PO4 hasil

pengolahan dengan IPAL akan dianalisis dengan menggunakan konsep regresi

sederhana. Persamaan regresi yang didapat adalah:

yPO4 = 3.47 – 1.15 xPO4

Berdasarkan persamaan regresi yang dihasilkan, apabila variabel biaya

penurunan per satuan PO4 turun sebesar satu satuan, maka penurunan konsentrasi

PO4 yang dihasilkan dari IPAL akan meningkat sebesar 1.15 satuan dan

sebaliknya. Berdasarkan analisis tersebut, biaya penurunan yang rendah akan

menghasilkan kualitas limbah yang baik karena penurunan konsentrasi yang

besar. Biaya penurunan per satuan parameter yang rendah menunjukkan

efektivitas biaya dalam menurunkan konsentrasi parameter limbah.

P-value untuk variabel biaya penurunan per satuan PO4 pada persamaan

tersebut adalah sebesar 0.00. Nilai tersebut mengartikan bahwa variabel biaya

penurunan per satuan PO4 berpengaruh nyata terhadap variabel penurunan

konsentrasi PO4 pada taraf nyata lima persen. Selain itu, nilai koefisien

determinasi pada persamaan tersebut adalah sebesar 25.1 persen. Nilai R-sq

tersebut menunjukkan bahwa variabel biaya penurunan per satuan PO4 hanya

menjelaskan sebesar 25.1 persen terhadap variabel perubahan konsentrasi PO4.

Sedangkan sisanya sebesar 74.9 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang

memang tidak diamati dalam penelitian ini.

Berdasarkan analisis ini, dapat dipastikan bahwa biaya penurunan per

satuan parameter yang semakin kecil akan menghasilkan kinerja IPAL yang

semakin baik. Kinerja IPAL yang baik ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi

yang semakin besar sehingga kualitas parameter limbah yang dihasilkan akan

semakin baik. Biaya penurunan per satuan parameter limbah yang kecil

menunjukkan efektivitas biaya dalam menurunkan konsentrasi parameter tersebut.

Nilai R-sq yang berbeda pada analisis regresi pada masing-masing

parameter menunjukkan bahwa pengaruh biaya penurunan per satuan parameter

tidak sama pada masing-masing parameter. Biaya yang telah dikeluarkan pada

pengelolaan limbah RS. Telogorejo lebih menjelaskan pada kinerja IPAL dalam

menurunkan konsentrasi NH3 karena nilai R-sq pada persamaan regresi untuk

parameter NH3 adalah yang terbesar diantara parameter lainnya. Biaya penurunan

per satuan parameter menunjukkan keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan

dalam pengelolaan limbah RS. Telogorejo. Berdasarkan hal tersebut dapat

dikatakan bahwa persamaan regresi yang memiliki R-sq yang tinggi

mengindikasikan biaya pengelolaan limbah cair yang telah dikeluarkan

berpengaruh terhadap penurunan parameter tersebut. Sedangkan untuk R-sq yang

rendah, terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh dan di luar besaran

keseluruhan biaya yang telah dikeluarkan dalam pengelolaan limbah cair di RS.

Telogorejo.

Keseluruhan analisis regresi linear sederhana untuk memperkirakan

pengaruh biaya penurunan dengan penurunan konsentrasi parameter n hasil

pengolahan IPAL telah memenuhi uji normalitas Kolomogorov-Smirnov dan

residualnya dinyatakan menyebar normal karena memiliki P-value lebih besar dari

taraf nyata yang digunakan yaitu, lima persen. Selain itu, residual dari

keseluruhan model regresi dinyatakan saling bebas dan homogeny berdasarkan

Residual Plots dari masing-masing parameter. Hasil dari analisis regrsi dan uji

statistik dapat dilihat pada Lampiran 10.

X. PENILAIAN WARGA SEKITAR RUMAH SAKIT TELOGOREJO TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH RUMAH SAKIT

Limbah rumah sakit baik yang berupa limbah padat maupun cair, harus

diolah terlebih dahulu dan setelah itu dibuang ke tempat yang layak. Pada

pengelolaan limbah cair, konsentrasi pada masing-masing parameter harus

disesuaikan dengan standar baku mutu yang berlaku. Pengelolaan limbah

bertujuan untuk mengurangi resiko terjadinya pencemaran lingkungan.

Rumah Sakit Telogorejo sebagai rumah sakit besar yang ada di lingkungan

padat permukiman memiliki potensi besar mencemari lingkungan sekitar apabila

tidak melakukan pengelolaan limbah dengan baik. Apabila hal tersebut terjadi,

masyarakat yang cenderung lebih dekat terkena dampaknya adalah masyarakat

sekitar. RS. Telogorejo berbatasan langsung dengan permukiman warga Anggrek,

Kelurahan Pekunden, Semarang Tengah. Jumlah keseluruhan kepala keluarga

yang berada pada kawasan Anggrek adalah 52 kepala keluarga yang letaknya

berdekatan tepat di sepanjang RS. Telogorejo11.

Analisis pengelolaan limbah di RS. Telogorejo termasuk kinerja

pengolahan limbah cair dengan menggunakan IPAL telah dilakukan pada bab

sebelumnya. Survey terhadap 40 rumahtangga di kawasan Anggrek RT 06/ RW V

yang terletak di sekitar RS. Telogorejo dilakukan untuk meningkatkan nilai

manfaat pada penelitian ini. Hasil dari survey ini diharapkan dapat berujung pada

penilaian warga terhadap pengelolaan limbah di RS. Telogorejo berdasarkan

persepsi mereka masing-masing.

11 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Djuadji (Ketua RW V Kel. Pekunden)

10.1. Karakteristik Responden

Pada pengamatan yang dilakukan di Jalan Anggrek, warga yang dijadikan

responden adalah sebanyak 40 rumahtangga, dapat melalui kepala keluarga

(suami) maupun istri apabila kepala keluarga sedang tidak berada pada saat

penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil pengamatan selama di lapangan,

menunjukkan bahwa responden yang berumur kurang dari 24 tahun adalah

sebanyak 5 persen. Pada selang 24-35 tahun, 36-49 tahun dan 50-62 tahun

masing-masing adalah 30 persen, 25 persen dan 37.5 persen. Sedangkan

responden yang umurnya di atas 62 tahun hanya sebesar 2.5 persen. Gambaran

karakteristik umur responden dapat dilihat pada Gambar 11.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 11. Sebaran Umur Responden (dalam tahun)

10.1.1. Sebaran Jarak Rumah Warga Anggrek dengan RS. Telogorejo

Warga yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah warga yang

letak rumahnya berjarak antara 5 sampai dengan 30 meter. Sebanyak 55 persen

atau mayoritas rumah responden berjarak kurang dari 10 meter dari RS.

Telogorejo. Jumlah rumah responden yang berjarak antara 10.01 meter sampai 15

meter adalah 2.5 persen. Jarak rumah responden dengan RS. Telogorejo antara

15.01-20 meter dan 20.01 sampai 25 meter masing-masing sebanyak 2.5 persen.

Kemudian, responden yang rumahnya berjarak antara 25.01-30 meter adalah 22.5

persen. Sedangkan 5 persen responden lain rumahnya berjarak lebih dari 30

meter dari RS. Telogorejo. sebaran warga yang menjadi responden menurut jarak

rumah mereka dengan rumah sakitdapat dilihat pada Gambar 12.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 12. Sebaran Jarak Rumah Responden dengan RS. Telogorejo (dalam meter)

10.1.2. Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo

Permukiman di sekitar RS. Telogorejo Semarang mulai ada sejak tahun

1974. Sampai saat ini, jumlah warga yang berada di sekitar RS. Telogorejo

semakin banyak. Pada penelitian ini, sebanyak 37.5 persen responden telah

tinggal di sekitar RS. Telogorejo selama lebih dari 30 tahun. Responden yang

telah tinggal antara 18 sampai 30 tahun adalah sebanyak 32.5 persen. Kemudian,

jumlah responden yang telah tinggal selama 5 sampai 17 tahun adalah 25 persen.

Sedangkan responden yang telah tinggal kurang dari 5 tahun adalah sebanyak 5

persen. Keseluruhan persentase lama tinggal responden di sekitar RS. Telogorejo

dapat dilihat pada Gambar 13.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 13. Persentase Lama Tinggal Responden di Sekitar RS. Telogorejo Semarang (dalam tahun)

10.1.3. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden

Secara umum tingkat pendidikan yang telah ditempuh dari 40 responden

pada penelitian ini adalah SD dan SMP. Banyaknya responden yang

berpendidikan SD adalah 57.5 persen. Sedangkan Persentase responden yang

berpendidikan SMP adalah sebanyak 25 persen. Sisanya sebanyak 17.5 persen

responden berpendidikan SMA/Sederajat. Berdasarkan data ini, sebagian besar

warga Anggrek yang bertempat tinggal di sekitar RS. Telogorejo memiliki tingkat

pendidikan menengah ke bawah. Sebaran tingkat pendidikan responden disajikan

pada Gambar 14.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 14. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden

10.1.4. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden

Secara umum pekerjaan responden pada penelitian ini adalah penjual

makanan dengan membuka warung makan dan tukang becak. Banyak warga yang

memanfaatkan kedekatan letak rumah mereka dengan rumah sakit dengan

membuka warung makan. Usaha mereka ini tidak sia-sia karena banyak pegawai

RS. Telogorejo dan juga beberapa pengunjung yang menggunakan jasa mereka.

Selain itu, para warga pria di sekitar RS. Telogorejo berkesempatan untuk

menarik becak. Kondisi RS. Telogorejo yang bukan merupakan jalur angkutan

umum memberikan kesempatan para tukang becak untuk menawarkan jasanya

pada pengunjung RS. Telogorejo untuk menuju ke tempat pemberhentian

angkutan umum, misalnya di sekitar daerah Simpang Lima Semarang.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 15. Sebaran Jenis Pekerjaan Responden

Banyaknya responden yang bekerja sebagai tukang becak adalah sebesar

37 persen dan penjual makanan warungan sebesar 20 persen. Selain itu, terdapat

25 persen responden yang menjadi pegawai/pekerja swasta. Sejumlah 18 persen

lainnya memiliki pekerjaan di luar penjual makanan warungan, tukang becak dan

pegawai/pekerja swasta. Pekerjaan tersebut diantaranya adalah pegawai

kelurahan, tukang bordir, penjual makanan keliling dan pensiunan. Sebaran jenis

pekerjaan responden dapat dilihat pada Gambar 15.

10.1.5. Sebaran Pendapatan Responden

Pendapatan dari responden yang ada dalam penelitian ini berkisar antara

Rp 500.000,- sampai dengan lebih dari Rp 1.500.000,-. Responden yang

berpenghasilan antara Rp 500.000,- sampai dengan Rp 750.000,- adalah sebanyak

28 persen. Jumlah responden yang memiliki pendapatan antara lebih dari Rp

750.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,- dan lebih dari Rp 1.000.000,- sampai

dengan Rp 1.500.000 masing-masing sebanyak 15 persen dan 42 persen.

Sementara itu responden yang memiliki pendapatan lebih dari Rp 1.500.000

adalah sebanyak 15 persen. Secara ringkas, sebaran pendapatan responden dapat

dilihat pada Gambar 16.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 16. Sebaran Pendapatan Responden (dalam Rupiah)

10.2. Hasil Survey Kepada Masyarakat Terkait dengan PenilaianPengelolaan Limbah Rumah Sakit

Pertanyaan awal yang diajukan kepada responden terkait dengan penilaian

mereka terhadap pengelolaan limbah rumah sakit adalah pengetahuan mereka

tentang limbah. Seluruh responden menyatakan mengetahui apa yang disebut

dengan limbah. Terdapat beberapa dari responden yang menyebutkan contoh-

contoh limbah sebagai pernyataan bahwa mereka mengetahui apa yang dimaksud

dengan limbah. Berlanjut dari hal tersebut, tidak seluruh responden mengetahui

dampak dari adanya limbah apabila limbah tidak dikelola dengan baik. Terdapat

hanya 15 persen responden yang tidak mengetahui dampak limbah. Sedangkan

sisanya menyatakan mengetahui dampak limbah apabila tidak dikelola dengan

baik. Sebagian besar dari mereka menyebutkan bahwa dampak dari pengelolaan

limbah yang tidak baik adalah adanya penyakit. Mereka menyadari jika dampak

dari limbah dapat menyebabkan kerugian bagi mereka. Gambar 17 adalah

persentase pengetahuan responden mengenai limbah.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 17. Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Limbah

Selanjutnya, responden akan dibawa pada pertanyaan apakah mereka

pernah merasakan bau atau menemukan limbah rumah sakit yang tercecer.

Keseluruhan responden menjawab tidak pernah menemukan limbah tercecer di

lingkungan mereka. Mereka juga menyatakan bahwa tidak pernah ada pemulung

yang memanfaatkan sampah RS. Telogorejo. Hanya saja, terdapat 35 persen

responden yang pernah merasa mencium bau yang berasal dari rumah sakit.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 18. Persentase Responden yang Merasakan Bau yang Berasal dari RS. Telogorejo

Bau tak sedap yang tercium antara lain berupa bau kabel terbakar (adanya

sengatan listrik), bau saluran pembuangan di bawah rumah mereka dan bau ketika

mobil sampah dari Dinas Kebersihan mengangkut sampah dari dalam rumah sakit

ketika pagi hari. Frekuensi mereka dalam mencium bau-bau tersebut adalah

kadang-kadang. Sejumlah 65 persen responden lainnya merasa tidak pernah

mencium bau yang berasal dari rumah sakit. Gambar 18 berikut adalah gambaran

warga yang merasakan adanya bau dan tidak.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 19. Persentase Responden yang Merasa Terganggu Akibat Adanya Bau dari RS. Telogorejo

Sebanyak 35 persen responden yang merasa pernah merasa bau, 25 persen

diantaranya merasa terganggu saat mencium bau tersebut dan 75 persen responden

lain merasa tidak masalah walaupun mereka mencium bau tersebut. Persentase

responden yang merasa terganggu dengan adanya bau tersebut dapat dilihat pada

Gambar 19.

Setelah mengetahui pengetahuan responden mengenai limbah dan

perasaan mereka terkait dengan adanya bau yang muncul dari rumah sakit,

responden ditanya apakah mereka mengetahui adanya pengelolaan limbah di

dalam rumah sakit. Hasilnya adalah sebanyak 30 persen responden mengetahui

adanya pengelolaan limbah. Sisanya, yaitu sebesar 70 persen responden yang lain

menyatakan mereka tidak mengetahui adanya pengelolaan tersebut.

Mereka yang mengetahui adanya pengelolaan limbah di RS. Telogorejo

adalah mereka yang sudah lama tinggal di Jalan Anggrek dan kenal dekat dengan

para pegawai RS. Telogorejo. Persentase responden yang mengetahui adanya

pengelolaan limbah di RS. Telogorejo ditunjukkan pada Gambar 20.

Sumber : Data Primer (diolah), 2009

Gambar 20. Persentase Responden yang Mengetahui Adanya Pengelolaan Limbah di RS. Telogorejo

Pertanyaan yang selanjutnya diberikan kepada responden adalah mengenai

ada atau tidaknya efek positif dari pengelolaan limbah. 30 persen responden yang

mengetahui adanya pengelolaan limbah menyatakan pengelolaan limbah RS.

Telogorejo telah menghasilkan efek yang positif karena mereka tidak pernah

melihat sampah bercecer, wabah penyakit ataupun dampak yang merugikan

lainnya. Sedangkan 70 persen responden yang belum mengetahui adanya

pengelolaan limbah, diberikan informasi mengenai pengelolaan limbah di RS.

Telogorejo. Setelah itu 70 persen responden tersebut diminta untuk memberikan

opini mengenai hasil dari pengelolaan limbah. Opini yang diberikan oleh seluruh

70 persen responden adalah pengelolaan limbah RS. Telogorejo telah memberikan

hasil yang positif bagi lingkungan karena tidak mencemari lingkungan mereka.

Para responden menjadi mengetahui bahwa RS. Telogorejo telah

melakukan pengelolaan limbah dengan adanya penelitian ini. Berdasar kehidupan

mereka sehari-hari, seluruh responden merasa RS. Telogorejo sudah baik dalam

mengelola limbah. Meskipun beberapa dari mereka pernah merasakan bau dan

mengaku tidak mengetahui adanya pengelolaan limbah sebelumnya, selama

tinggal bertahun-tahun di sekitar RS. Telogorejo, mereka tidak pernah merasa

mendapat gangguan yang berarti dari segi apapun termasuk gangguan penyakit.

Berdasarkan pengamatan lapangan, daerah di sekitar rumah sakit yang bau

dan kotor adalah saluran pembuangan kota di bagian depan RS. Telogorejo.

Namun, tidak dapat dipastikan bahwa rumah sakit yang mencemari karena banyak

warga yang membuang sampah sembarangan di saluran tersebut. Sedangkan

untuk IPAL RS. Telogorejo, bau yang muncul hanya tercium di sekitar gedung

IPAL dan tidak sampai keluar wilayah rumah sakit.

Seharusnya, jika ditarik hubungan antara warga yang pernah merasakan

bau dan terganggu akan bau tersebut dengan penilaian mereka terhadap

pengelolaan limbah rumah sakit, hubungan yang ada adalah positif atau searah.

Artinya, apabila mereka merasa terganggu dengan adanya bau, maka penilaian

yang seharusnya mereka sebutkan adalah belum baik. Bagi mereka, adanya bau

tersebut hanya merupakan masalah yang kecil dan tidak terlalu dirasakan.

Hubungan warga yang dekat dengan pihak rumah sakit diduga menjadi faktor

yang berpengaruh pada penilaian mereka terhadap pengelolaan limbah rumah

sakit. Selain itu, kebanyakan warga Anggrek di sekitar RS. Telogorejo merasa

diuntungkan dengan adanya rumah sakit. Para warga memiliki kesempatan untuk

dapat membuka usaha seperti warung makan dan menyediakan jasa becak.

XI. KESIMPULAN DAN SARAN

11.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penyusunan skripsi

ini,berikut adalah beberapa hal yang dapat disimpulkan.

1. Pengelola RS. Telogorejo telah berkomitmen penuh dalam mewujudkan

salah satu misinya yaitu peduli terhadap lingkungan dengan

menyelenggarakan pengelolaan limbah padat dan cair secara baik dan

profesional.

2. IPAL RS. Telogorejo yang menggunakan lumpur aktif memiliki tingkat

efisiensi lebih dari 60 persen untuk semua parameter dan tergolong efisien.

Tingkat efisiensi yang tertinggi adalah parameter TSS (83.60 persen) dan

yang terendah adalah parameter BOD (62.03 persen). Empat dari rata-rata

outlet parameter yang dipantau dalam Perda Prov Jateng/10/2004, yakni

BOD, COD, TSS, dan PO4 telah memenuhi standar baku mutu. Sedangkan

rata-rata nilai outlet NH3 masih berada di atas baku mutu.

3. Besar unit daily cost (UDC) pengelolaan limbah RS. Telogorejo adalah

sebesar Rp 1.397,04 dan biaya penurunan per satuan parameter yang

paling efektif pada pengelolaan limbah cair RS. Telogorejo adalah

parameter COD (Rp 0.016/mg) dengan rata-rata penurunan sebesar 86.864

mg/l.

4. Biaya penurunan per satuan parameter berpengaruh nyata pada penurunan

konsentrasi parameter yang menunjukkan kinerja IPAL . Biaya penurunan

per satuan parameter yang paling berpengaruh adalah biaya penurunan per

satuan NH3 dengan R-sq dari persamaan regresi sebesar 74.1 persen.

5. Masyarakat sekitar RS. Telogorejo (Jalan Anggrek) menilai pengelolaan

limbah RS. Telogorejo sudah baik. Hal ini didasarkan bahwa selama ini

masyarakat setempat belum pernah mendapatkan dampak negatif dari RS.

Telogorejo yang dapat menimbulkan kerugian baik secara sosial maupun

ekonomi.

11.2. Saran

1. Pengelola RS. Telogorejo melakukan pemantauan kinerja IPAL bukan

hanya dari outlet limbah melainkan juga dari segi efisiensi kinerja IPAL

sehingga dapat diketahui apabila nantinya kinerja IPAL tersebut menurun

oleh karena itu diperlukan pengujian inlet dalam mendukung perhitungan

efisiensi yang lebih rinci dan akurat.

2. Hendaknya pengelola rumah sakit membandingkan nilai efisiensi yang

dihasilkan dalam penelitian dan selanjutnya dibandingkan dengan

keseluruhan biaya pengelolaan limbah cair yang telah dikeluarkan untuk

mengetahui apakah sudah dirasa layak atau belum.

3. Pembiayaan pengelolaan limbah perlu diperhatikan karena terkait dengan

rencana pengeluaran rumah sakit yang dapat berpengaruh pada

pengelolaan limbah dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

4. Pengelola RS. Telogorejo seharusnya dapat memanfaatkan air limbah hasil

olahan untuk dijadikan air cuci mobil, air untuk mengisi kolam ataupun

membuat ternak ikan. Hal tersebut diharapkan dapat memberi manfaat

ekonomi dan mengurangi pencemaran pada perairan karena air limbah

tidak dibuang begitu saja setelah diolah.

5. Pemerintah seharusnya lebih mengawasi permasalahan limbah yang

berasal dari rumah sakit. IPAL tidak hanya dijadikan kewajiban dalam

pendirian saja tetapi juga harus diawasi pelaksanaan dan hasilnya.

6. Wewenang pengawasan terhadap limbah seharusnya dipertegas pada

dinas-dinas tertentu sehingga tidak terjadi lempar tanggungjawab antar

dinas.

7. Pemerintah seharusnya dapat memberikan saran-saran pengelolaan limbah

yang baik dan tidak hanya memberikan evaluasi tertulis pada laporan hasil

uji limbah.

8. Efisiensi dan efektivitas pengelolaan limbah diharapkan dapat dijadikan

agenda kerja bagi seluruh stakeholders yang ada dalam pengelolaan

limbah.

9. Penelitian mengenai skenario penetapan Unit Daily Cost dan pemanfaatan

ekonomi dari air hasil pengolahan dengan menggunakan IPAL perlu

dilakukan untuk pengembangan penelitian dalam bidang pengelolaan

limbah rumah sakit dari sisi ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 2008. ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit terhadap Kesehatan’. www.pontianakpost.com / berita / index. asp? Berita = Opini& id=157591Diakses: 20 Februari 2009.

Aqarwal, A.K. 2005. Limbah Medis: Batasan. School of health Sciences. Indira Gandhi National Open University, New Delhi.

Departemen Kesehatan RI. Permenkes No. 173/Menkes/Per/VIII/1977 tentang Pengawasan Pencemaran Badan Air, Air untuk berbagai Kegunaan yang Berhubungan dengan Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. Permenkes RI No. 982 tentang Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Bidang Kesehatan.

_____ Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

_____ 1991. Pedoman Pengelolaan Limbah Klinis. Ditjen PPM & PLP dan WHO, Depkes RI, Jakarta.

_____ 1992. Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Ditjen PPM & PLP dan Ditjen Pelayanan Medik, Depkes RI, Jakarta.

_____ 1992. Pedoman Teknis Perbaikan Kualitas Air. Jakarta : Ditjen PPM & PLP dan Ditjen Penyehatan Air, Depkes RI.

_____ 1993. Pedoman Pemeliharaan Instalasi Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit. Ditjen Pelayanan Medik & Ditjen Instalasi Medik, Depkes RI, Jakarta.

_____ 1995. Pedoman Teknis Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Rumah Sakit. Depkes RI, Jakarta.

_____ 1996. Pedoman Teknis Pengelolaan Limbah Klinis dan Disinfeksi & Sterilisasi di Rumah Sakit. Ditjen PPM & PLP, Depkes RI, Jakarta.

Dixon, A.J. & P.B.Sherman. 1990. Economics of Protected Areas – A New Look at Benefits and Costs. Earthscan Publications Ltd, London

Djaja, I.M. dan D. Maniksulistya. 2006. Gambaran Pengelolaan Limbah Cair di Rumah Sakit X Jakarta Februari 2006. Makara, Kesehatan, Vol. 10, no. 2 : 60-63.

Djaja, I.M., B. Hartono dan L. Fitria. 2006. Modul Mata Kuliah Manajemen Limbah. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.

Djunaedi, A. [Basic Methods of Policy Analysis & Planning]. [Metode Dasar Perencanaan dan Analisis Kebijakan]. Bahan Kuliah MPKD UGM. 2000. Bab VI. Artikel A. http://mpkd.ugm.ac.id/homepagedj/support/materi/mtp-ii/a06-mtp2-2002-bab6-pdf. Diakses: 4 Mei 2009.

Djunaedi, H. 2007. Kajian Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit (Studi Kasus Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta). Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Hananto, W.M. (1999). Mikroorganisme Patogen Limbah Cair Rumah Sakit dan Dampak Kesehatan yang Ditimbulkannya. Buletin Keslingmas : 18 (70) 1999: 37-44.

Haryanto, P. 2000. Tinjauan Instalasi Pengolahan Limbah Cair di RSU PMI Bogor. Laporan Parktikum. FKM-UI, Jakarta.

Hendartomo, T. 2003. Analisis Efisiensi dan Benefit Cost Ratio Pengoperasian Instalasi Pengolah Air Limbah Industri Penyamakan Kulit (Studi Kasus PT Budi Makmur Jayamurni Yogyakarta 2002). Naskah Publikasi. Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta

Himpunan Mahasiswa Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional. 2008. Klasifikasi Rumah Sakit. Artikel. ISTN, Jakarta

Hutton, G. 2000. ‘Considerations in Evaluating The Cost-Effectiveness of The Environmental Health Interventions. Protection of The Human Environment’. WHO. Geneva. http://www.who.int/ water_sanitation_ health/Economic/costeffecthutton.pdf. Diakses: 4 Mei 2009.

Indonesia Nutrition Network. 2003. Limbah Rumah Sakit Belum Dikelola dengan Baik. Artikel. INN, Jakarta.

Kementrian Negara Lingkungan Hidup. KepMen 58/MenLH/12/1995. Baku Mutu Kegiatan Rumah Sakit.

Kementrian Lingkungan Hidup-Tim Asdep Urusan Insentif & Pendanaan Lingkungan. 2008. Efektivitas Biaya Penggunaan Briket Batubara sebagai Bahan Bakar Alternatif. Jurnal Ekonomi Lingkungan-KLH. Edisi 20. No.3 : 33-47.

Kusminarno, K. 2004. ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’. Majalah Kesehatan DepKes. www.pdpersi.co.id. Diakses: 24 Februari 2009.

Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse. 3rd Edition. New McGraw-Hill Inc, New York.

Muluk, M.R.K. 2001. Budaya Organisasi Pelayanan Publik. Jurnal Vol.1 No.2. Malang.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah untuk Kegiatan Rumah Sakit.

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan.

Pristiyanto, D. 2000. ‘Berita Lingkungan : Limbah Rumah Sakit Mengandung Bahan Beracun Berbahaya’. http://kompas.com/kompas-cetak/0005 /13/ IPTEK/limb10.htm. Diakses: 24 Februari 2009.

Prasojo, D. 2008. Produk Kreatif dari Limbah Rumah Sakit Buat Anak-Anak Tetapi Mengandung Maut. Artikel. Program Magister KARS FKM-UI, Jakarta.

Purbayani, N.A. 2005. Efektivitas IPAL Industri Tahu Jomblang dalam Menurunkan BOD Limbah Cair Tahu di Kelurahan Lamper Tengah, Semarang. Skripsi. FKM-UNDIP, Semarang.

Tadda, A. 2008. ‘Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit’. http://astaqauliyah.com. Diakses: 20 Februari 2009.

Sanitasi RS. Telogorejo Semarang. 2001. Standart Operational Procedure IPAL –Bioreaktor. RS. Telogorejo, Semarang.

Soeparman, H.M. & Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Suatu Pengantar. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Suparmin, et.al. 2002. Studi Evaluasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit diProvinsi Jateng Tahun 2002. Buletin Keslingmas.

Suwarni, Agus. 2001. Studi Diskriptif Pola Upaya Penyehatan Lingkungan Hubungannya dengan Rata-rata Lama Hari Perawatan dan Kejadian Infeksi Nosokomial Studi Kasus: Penderita Pasca Bedah Rawat Inap di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta Provinsi DIY Tahun 1999. Jurnal. Warta Litbang Kesehatan. Vol. 5 (2) 2001. http://digilib. itb.ac.id/gdl.php?mod= browse&node=1558. Diakses: 24 Februari 2009.

Syaf, A.H. 2005. Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak Limbah

Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar. (Studi Kasus Sentra Industri Kulit Sukaregang, Kabupaten Garut, Jawa Barat). Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Tim Mata Kuliah Manajemen Jasa Lingkungan dan Pengendalian Dampak. 2008. Diktat Kuliah Manajemen Jasa Lingkungan dan Pengendalian Dampak. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fahutan-IPB, Bogor.

Tim Pengajar Mata Kuliah Ekonomi Lingkungan. 2008. Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM-IPB, Bogor

Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Walpole, R.E. 1982. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Gramedia, Jakarta.

Wikipedia Indonesia. 2008. Cost-effectiveness analysis. http://en.wikipedia.org/wiki/Cost-effectiveness_ analysis. Diakses: 20 Februari 2009.

Yayasan Pelangi Indonesia. 2002. Waste Minimization Program in Private Hospital. Research Report. ITB Central Library, Bandung.

L A M P I R A N

Lampiran 1

Hasil Uji Laboratorium Sampel Outlet LimbahRS. Telogorejo (Januari 2005-Desember 2007)

No

Parameter (mg/l)

BOD COD TSS NH3 PO4

1 24 44.78 20 - -

2 16.8 27.59 10 - -

3 14 34.01 15 0.05 0.288

4 17 29.63 10 0.05 0.422

5 26 43.8 15 0.044 0.582

6 21 37.04 10 0.0671 0.328

7 12 26.92 30 0.055 0.353

8 15 22.06 30 0.034 0.172

9 17 39.37 20 0.066 0.295

10 21 37.88 20 2.0785 0.338

11 18 31.5 15 8.7594 0.446

12 38 84.24 20 5.5426 0.680

13 15 35.97 10 6.8942 0.880

14 20 32.44 15 8.4303 0.910

15 28 35.71 20 4.6449 0.880

16 41 69.23 20 3.9794 0.740

17 23 39.06 10 10.2015 0.930

18 15 28.57 30 11.4835 0.870

19 12 29.85 20 8.8552 0.870

20 17 41.18 10 0.6914 0.730

21 15 36.5 30 9.186 0.840

22 19 46.88 10 12.5521 0.720

23 20 48.95 10 13.0936 0.810

24 16 38.46 10 9.7903 0.720

25 18 35.71 20 5.9475 0.660

26 20 46.15 10 5.5946 0.710

27 21 50 10 4.8389 0.690

28 23 53.83 10 4.7395 0.550

29 24 53.85 15 3.2581 0.480

30 23 57.14 10 3.6516 0.370

31 21 50 10 12.79 0.430

32 12 30.53 13 13.4281 0.510

33 26 62.99 12 5.1276 0.550

34 25 59.26 7 15.0667 0.680

35 23 53.85 14 16.2413 0.520

36 16 42.86 10 2.8872 0.430Sumber : Arsip Bagian Sanitasi RS. Telogorejo (Jan 2005- Des 2007)

Lampiran 2Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter BOD

BM BOD (mg/l)

in BOD (mg/l)

out BOD (mg/l)

efisiensi (%)

kapasitas (kg/hari)

BPA (kg/hari)

BMLC (%)

30 54 24 55.232 8.883 7.2 120.000

16.8 68.663 11.043 5.04 144.000

14 73.885 11.883 4.2 153.333

17 68.289 10.983 5.1 143.333

26 51.502 8.283 7.8 113.333

21 60.828 9.783 6.3 130.000

12 77.616 12.483 3.6 160.000

15 72.020 11.583 4.5 150.000

17 68.289 10.983 5.1 143.333

21 60.828 9.783 6.3 130.000

18 66.424 10.683 5.4 140.000

38 29.118 4.683 11.4 73.333

15 72.020 11.583 4.5 150.000

20 62.694 10.083 6 133.333

28 47.771 7.683 8.4 106.667

41 23.522 3.783 12.3 63.333

23 57.098 9.183 6.9 123.333

15 72.020 11.583 4.5 150.000

12 77.616 12.483 3.6 160.000

17 68.289 10.983 5.1 143.333

15 72.020 11.583 4.5 150.000

19 64.559 10.383 5.7 136.667

20 62.694 10.083 6 133.333

16 70.155 11.283 4.8 146.667

18 66.424 10.683 5.4 140.000

20 62.694 10.083 6 133.333

21 60.828 9.783 6.3 130.000

23 57.098 9.183 6.9 123.333

24 55.232 8.883 7.2 120.000

23 57.098 9.183 6.9 123.333

21 60.828 9.783 6.3 130.000

12 77.616 12.483 3.6 160.000

26 51.502 8.283 7.8 113.333

25 53.367 8.583 7.5 116.667

23 57.098 9.183 6.9 123.333

16 70.155 11.283 4.8 146.667

nilai rata- rata 20.36 62.03 9.98 6.11 132.15Sumber : Arsip Bagian Sanitasi RS. Telogorejo (Jan 2005- Des 2007)

Lampiran 3Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter COD

BM COD in COD out COD efisiensi kapasitas BPA BMLC

(mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) (kg/hari) (kg/hari) (%)

80 129.58 44.78 65.44 25.440 13.434 144.025

27.59 78.71 30.597 8.277 165.513

34.01 73.75 28.671 10.203 157.488

29.63 77.13 29.985 8.889 162.963

43.8 66.20 25.734 13.14 145.250

37.04 71.42 27.762 11.112 153.700

26.92 79.23 30.798 8.076 166.350

22.06 82.98 32.256 6.618 172.425

39.37 69.62 27.063 11.811 150.788

37.88 70.77 27.510 11.364 152.650

31.5 75.69 29.424 9.45 160.625

84.24 34.99 13.602 25.272 94.700

35.97 72.24 28.083 10.791 155.038

32.44 74.97 29.142 9.732 159.450

35.71 72.44 28.161 10.713 155.363

69.23 46.57 18.105 20.769 113.463

39.06 69.86 27.156 11.718 151.175

28.57 77.95 30.303 8.571 164.288

29.85 76.96 29.919 8.955 162.688

41.18 68.22 26.520 12.354 148.525

36.5 71.83 27.924 10.95 154.375

46.88 63.82 24.810 14.064 141.400

48.95 62.22 24.189 14.685 138.813

38.46 70.32 27.336 11.538 151.925

35.71 72.44 28.161 10.713 155.363

46.15 64.38 25.029 13.845 142.313

50 61.41 23.874 15 137.500

53.83 58.46 22.725 16.149 132.713

53.85 58.44 22.719 16.155 132.688

57.14 55.90 21.732 17.142 128.575

50 61.41 23.874 15 137.500

30.53 76.44 29.715 9.159 161.838

62.99 51.39 19.977 18.897 121.263

59.26 54.27 21.096 17.778 125.925

53.85 58.44 22.719 16.155 132.688

42.86 66.92 26.016 12.858 146.425

nilai rata-rata 42.71639 67.0347 26.05908 12.8149 146.605Sumber : Arsip Bagian Sanitasi RS. Telogorejo (Jan 2005- Des 2007)

Lampiran 4Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter TSS

BM TSS in TSS out TSS Efisiensi Kapasitas BPA BMLC

(mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) (kg/hari) (kg/hari) (%)

30 93 20 78.5714 22 6 133.333

10 89.2857 25 3 166.667

15 83.9286 23.5 4.5 150.000

10 89.2857 25 3 166.667

15 83.9286 23.5 4.5 150.000

10 89.2857 25 3 166.667

30 67.8571 19 9 100.000

30 67.8571 19 9 100.000

20 78.5714 22 6 133.333

20 78.5714 22 6 133.333

15 83.9286 23.5 4.5 150.000

20 78.5714 22 6 133.333

10 89.2857 25 3 166.667

15 83.9286 23.5 4.5 150.000

20 78.5714 22 6 133.333

20 78.5714 22 6 133.333

10 89.2857 25 3 166.667

30 67.8571 19 9 100.000

20 78.5714 22 6 133.333

10 89.2857 25 3 166.667

30 67.8571 19 9 100.000

10 89.2857 25 3 166.667

10 89.2857 25 3 166.667

10 89.2857 25 3 166.667

20 78.5714 22 6 133.333

10 89.2857 25 3 166.667

10 89.2857 25 3 166.667

10 89.2857 25 3 166.667

15 83.9286 23.5 4.5 150.000

10 89.2857 25 3 166.667

10 89.2857 25 3 166.667

13 86.0714 24.1 3.9 156.667

12 87.1429 24.4 3.6 160.000

7 92.5 25.9 2.1 176.667

14 85 23.8 4.2 153.333

10 89.2857 25 3 166.667

nilai rata-rata 15.31 83.60 23.41 4.59 148.98Sumber : Data Outlet RS. Telogorejo Jan 2005 s.d Des 2007 (diolah)

Lampiran 5Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter NH3

BM NH3 in NH3 out NH3 Efisiensi Kapasitas BPA BMLC

(mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) (kg/hari) (kg/hari) (%)

0.1 23.37 0.050 99.786 6.997 0.015 150.000

0.050 99.786 6.997 0.015 150.000

0.044 99.812 6.998 0.013 156.000

0.067 99.713 6.991 0.020 132.900

0.055 99.765 6.995 0.017 145.000

0.034 99.855 7.001 0.010 166.000

0.066 99.718 6.992 0.020 134.000

2.079 91.107 6.388 0.624 -1878.500

8.759 62.522 4.384 2.628 -8559.400

5.543 76.285 5.349 1.663 -5342.600

6.894 70.502 4.943 2.068 -6694.200

8.430 63.930 4.483 2.529 -8230.300

4.645 80.126 5.618 1.393 -4444.900

3.979 82.974 5.818 1.194 -3779.400

10.202 56.352 3.951 3.060 -10001.500

11.484 50.866 3.567 3.445 -11283.500

8.855 62.112 4.355 2.657 -8655.200

0.691 97.042 6.804 0.207 -491.400

9.186 60.697 4.256 2.756 -8986.000

12.552 46.294 3.246 3.766 -12352.100

13.094 43.977 3.084 3.928 -12893.600

9.790 58.111 4.075 2.937 -9590.300

5.948 74.553 5.227 1.784 -5747.500

5.595 76.063 5.333 1.678 -5394.600

4.839 79.296 5.560 1.452 -4638.900

4.740 79.721 5.590 1.422 -4539.500

3.258 86.060 6.034 0.977 -3058.100

3.652 84.376 5.916 1.095 -3451.600

12.790 45.276 3.175 3.837 -12590.000

13.428 42.546 2.983 4.028 -13228.100

5.128 78.061 5.473 1.538 -4927.600

15.067 35.535 2.492 4.520 -14866.700

16.241 30.510 2.139 4.872 -16041.300

2.887 87.647 6.145 0.866 -2687.200

nilai rata-rata 5.837 69.472 4.871 1.751 -5647.781Sumber : Data Outlet RS. Telogorejo Jan 2005 s.d Des 2007 (diolah)

Lampiran 6Perhitungan Efisiensi, Kapasitas, Badan Pencemar Aktual dan Baku Mutu Limbah Cair pada Parameter PO4

BM PO4 in PO4 out PO4 Efisiensi Kapasitas BPA BMLC

(mg/l) (mg/l) (mg/l) (%) (kg/hari) (kg/hari) (%)

2 3.53 0.288 91.8403 0.97314 0.08646 185.59

0.422 88.0408 0.93288 0.12672 178.88

0.582 83.5136 0.88491 0.17469 170.885

0.328 90.7248 0.96132 0.09828 183.62

0.353 90.0142 0.95379 0.10581 182.365

0.172 95.1444 1.00815 0.05145 191.425

0.295 91.6478 0.9711 0.0885 185.25

0.338 90.4417 0.95832 0.10128 183.12

0.446 87.3754 0.92583 0.13377 177.705

0.680 80.7475 0.8556 0.204 166

0.880 75.0849 0.7956 0.264 156

0.910 74.2356 0.7866 0.273 154.5

0.880 75.0849 0.7956 0.264 156

0.740 79.0487 0.8376 0.222 163

0.930 73.6693 0.7806 0.279 153.5

0.870 75.3681 0.7986 0.261 156.5

0.870 75.3681 0.7986 0.261 156.5

0.730 79.3318 0.8406 0.219 163.5

0.840 76.2174 0.8076 0.252 158

0.720 79.6149 0.8436 0.216 164

0.810 77.0668 0.8166 0.243 159.5

0.720 79.6149 0.8436 0.216 164

0.660 81.3137 0.8616 0.198 167

0.710 79.8981 0.8466 0.213 164.5

0.690 80.4643 0.8526 0.207 165.5

0.550 84.4281 0.8946 0.165 172.5

0.480 86.41 0.9156 0.144 176

0.370 89.5243 0.9486 0.111 181.5

0.430 87.8256 0.9306 0.129 178.5

0.510 85.5606 0.9066 0.153 174.5

0.550 84.4281 0.8946 0.165 172.5

0.680 80.7475 0.8556 0.204 166

0.520 85.2775 0.9036 0.156 174

0.430 87.8256 0.9306 0.129 178.5

nilai rata-rata 0.5662 78.4139 0.83087 0.16986 160.579Sumber : Data Outlet RS. Telogorejo Jan 2005 s.d Des 2007 (diolah)

Lampiran 7Uji Statistik Kemampuan Fisik IPAL RS. Telogorejo Semarang

Results for: Worksheet 1Paired T-Test and CI: in BOD, out BOD Paired T for in BOD - out BOD

N Mean StDev SE Meanin BOD 36 54.0000 0.0000 0.0000out BOD 36 20.3556 6.3239 1.0540Difference 36 33.6444 6.3239 1.0540

95% lower bound for mean difference: 31.8637T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 31.92 P-Value = 0.000

Results for: Worksheet 2Paired T-Test and CI: in COD, out COD Paired T for in COD - out COD

N Mean StDev SE Meanin COD 36 129.580 0.000 0.000out COD 36 42.716 13.149 2.192Difference 36 86.8636 13.1492 2.1915

95% lower bound for mean difference: 83.1609T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 39.64 P-Value = 0.000

Results for: Worksheet 3Paired T-Test and CI: in TSS, out TSS Paired T for in TSS - out TSS

N Mean StDev SE Meanin TSS 36 93.0000 0.0000 0.0000out TSS 36 15.3056 6.6540 1.1090Difference 36 77.6944 6.6540 1.1090

95% lower bound for mean difference: 75.8207T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 70.06 P-Value = 0.000

Results for: Worksheet 4Paired T-Test and CI: in NH3, out NH3 Paired T for in NH3 - out NH3

N Mean StDev SE Meanin NH3 34 23.3700 0.0000 0.0000out NH3 34 6.1800 4.9210 0.8439Difference 34 17.1900 4.9210 0.8439

95% lower bound for mean difference: 15.7617T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 20.37 P-Value = 0.000

Results for: Worksheet 5Paired T-Test and CI: in PO4, out PO4 Paired T for in PO4 - out PO4

N Mean StDev SE Meanin PO4 34 3.53000 0.00000 0.00000

out PO4 34 0.59951 0.21245 0.03643Difference 34 2.93049 0.21245 0.03643

95% lower bound for mean difference: 2.86883T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 80.43 P-Value = 0.000

Results for: Worksheet 1One-Sample T: out BOD

Test of mu = 30 vs < 30

95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout BOD 36 20.3556 6.3239 1.0540 22.1363 -9.15 0.000

Results for: Worksheet 2One-Sample T: out COD

Test of mu = 80 vs < 80

95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout COD 36 42.7164 13.1492 2.1915 46.4191 -17.01 0.000

Results for: Worksheet 3One-Sample T: out TSS

Test of mu = 30 vs < 30

95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout TSS 36 15.3056 6.6540 1.1090 17.1793 -13.25 0.000

Results for: Worksheet 4One-Sample T: out NH3

Test of mu = 0.1 vs < 0.1

95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout NH3 34 6.18000 4.92098 0.84394 7.60826 7.20 1.000

Results for: Worksheet 5One-Sample T: out PO4

Test of mu = 2 vs < 2

95% UpperVariable N Mean StDev SE Mean Bound T Pout PO4 34 0.599506 0.212451 0.036435 0.661167 -38.44 0.000

Lampiran 9Rekapitulasi Biaya Pengelolaan IPAL RS. Telogorejo per Bulan

Tahun Bulan

Rincian Biaya (Rp)

O&P listrik+air SDM total

2005 Jan 1244745 3684067.9 4502282 9431094.69

Feb 1864041 3363308.58 4518757 9746106.18

Mar 4320420 3666990.4 4506492 12493902.6

Apr 3859086 3571455.63 4578455 12008995.9

May 620591.7 3684067.9 4456310 8760969.32

Jun 954604.9 3571455.63 4480603 9006663.83

Jul 3436113 3666990.4 4313678 11416781.8

Aug 1075524 3684067.9 4445013 9204604.84

Sep 726330.5 3571455.63 4594008 8891794.38

Oct 452250 3666990.4 4228323 8347563.68

Nov 970336.6 3571455.63 4438623 8980415.46

Dec 1589627 3684067.9 4313788 9587483.29

Jumlah tahun 2005 21113669 43386373.9 53376334 117876376

2006 Jan 3135575 3666990.4 4760541 11563105.7

Feb 460551.6 3363308.58 4680966 8504825.81

Mar 5616999 3684067.9 4328133 13629199.8

Apr 6842830 3571455.63 3916788 14331074

May 479304 3666990.4 3724231 7870525.78

Jun 731158.6 3571455.63 3696194 7998808.45

Jul 730254.1 3684067.9 3662839 8077161.15

Aug 352798.6 3666990.4 3693414 7713203.23

Sep 9294404 3571455.63 3849219 16715078.8

Oct 2694415 3684067.9 3545619 9924101.94

Nov 408721.7 3571455.63 4135549 8115726.49

Dec 2185188 3666990.4 3956044 9808222.88

Jumlah tahun 2006 32932199 43369296.4 47949538 124251034

2007 Jan 483166 3684067.9 4602534 8769767.9

Feb 1993025 3363308.58 4535264 9891597.6

Mar 989753.2 3666990.4 4258135 8914878.58

Apr 553608.2 3571455.63 4623566 8748629.8

May 1551071 3684067.9 4216791 9451929.82

Jun 2091439 3571455.63 4926458 10589352.8

Jul 3279603 3666990.4 3991073 10937666.7

Aug 918755.4 3684067.9 3990168 8592991.29

Sep 1624853 3571455.63 4290141 9486449.73

Oct 1957457 3666990.4 4114148 9738595.3

Nov 2941862 3571455.63 4504143 11017460.5

Dec 1905020 3684067.9 4602454 10191542.2

Jumlah tahun 2007 20289613 43386373.9 52654875 116330862Sumber : Lampiran 7 dan Data Personalia RS. Telogorejo Tahun 2005-2007 (diolah)

Lampiran 10Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana antara Biaya Penurunan Parameter dengan Penurunan Konsentrasi Parameter Limbah RS. Telogorejo Semarang.

Regression Analysis: penurunan BOD versus biaya penurunan BOD

The regression equation ispenurunan BOD = 44.2 - 246 biaya penurunan BOD

Predictor Coef SE Coef T PConstant 44.186 1.496 29.54 0.000biaya penurunan BOD -246.11 30.57 -8.05 0.000

S = 3.76340 R-Sq = 65.6% R-Sq(adj) = 64.6%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 1 918.14 918.14 64.83 0.000Residual Error 34 481.55 14.16Total 35 1399.69

Unusual Observations

biaya penurunanObs BOD peuurunan BOD Fit SE Fit Residual St Resid12 0.084 15.610 23.513 1.363 -7.903 -2.25R16 0.149 12.610 7.516 3.258 5.094 2.70RX21 0.055 38.610 30.650 0.706 7.960 2.15R

R denotes an observation with a large standardized residual.X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Regression Analysis: penurunan COD versus biaya penurunan COD

The regression equation ispenurunan COD = 129 - 2602 biaya penurunan COD

Predictor Coef SE Coef T PConstant 128.757 5.043 25.53 0.000biaya penurunan COD -2601.6 301.9 -8.62 0.000

S = 7.48634 R-Sq = 69.2% R-Sq(adj) = 68.3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 1 4162.3 4162.3 74.27 0.000Residual Error 33 1849.5 56.0Total 34 6011.8

Unusual Observations

biaya penurunanObs COD penurunan COD Fit SE Fit Residual St Resid12 0.0290 45.34 53.31 4.07 -7.97 -1.27 X16 0.0310 60.35 48.11 4.65 12.24 2.09RX

R denotes an observation with a large standardized residual.X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Regression Analysis: penurunan TSS versus biaya penurunan TSS

The regression equation ispenurunan TSS = 94.5 - 877 biaya penurunan TSS

Predictor Coef SE Coef T PConstant 94.470 3.113 30.35 0.000biaya penurunan TSS -876.9 172.7 -5.08 0.000

S = 3.85251 R-Sq = 45.4% R-Sq(adj) = 43.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 1 382.87 382.87 25.80 0.000Residual Error 31 460.10 14.84Total 32 842.97

Unusual Observations

biaya penurunanObs TSS penurunan TSS Fit SE Fit Residual St Resid18 0.0340 63.000 64.654 2.909 -1.654 -0.65 X

X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Regression Analysis: penurunan NH3 versus biaya penurunan NH3

The regression equation ispenurunan NH3 = 26.6 - 106 biaya penurunan NH3

Predictor Coef SE Coef T PConstant 26.591 1.076 24.70 0.000biaya penurunan NH3 -106.01 11.08 -9.57 0.000

S = 2.50067 R-Sq = 74.1% R-Sq(adj) = 73.3%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 1 572.16 572.16 91.50 0.000Residual Error 32 200.11 6.25Total 33 772.26

Unusual Observations

biaya penurunanObs NH3 penurunan NH3 Fit SE Fit Residual St Resid24 0.208 10.000 4.542 1.386 5.458 2.62RX36 0.187 7.000 6.768 1.167 0.232 0.10 X

R denotes an observation with a large standardized residual.X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Regression Analysis: penurunan PO4 versus biaya penurunan PO4

The regression equation ispenurunan PO4 = 3.47 - 1.15 biaya penurunan PO4

Predictor Coef SE Coef T PConstant 3.4743 0.1688 20.58 0.000biaya penurunan PO4 -1.1546 0.3521 -3.28 0.003

S = 0.186958 R-Sq = 25.1% R-Sq(adj) = 22.8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F PRegression 1 0.37577 0.37577 10.75 0.003Residual Error 32 1.11851 0.03495Total 33 1.49427

Unusual Observations

biaya penurunanObs PO4 penurunan PO4 Fit SE Fit Residual St Resid19 0.704 2.6600 2.6612 0.0883 -0.0012 -0.01 X24 0.786 2.7200 2.5667 0.1156 0.1533 1.04 X

X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Residual

Per

cent

1050-5-10

99

90

50

10

1

Fitted Value

Res

idua

l

40302010

10

5

0

-5

-10

Residual

Freq

uen

cy

840-4-8

8

6

4

2

0

Observation Order

Re

sidu

al35302520151051

10

5

0

-5

-10

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

Residual Plots for penurunan BOD

SRES1

Pe

rcen

t

3210-1-2-3

99

95

90

80

70

60504030

20

10

5

1

Mean

>0.150

0.03428StDev 1.083N 36KS 0.095P-Value

Probability Plot of SRES1Normal

Residual

Per

cent

20100-10-20

99

90

50

10

1

Fitted Value

Res

idua

l

1007550

10

0

-10

Residual

Freq

uen

cy

151050-5-10

8

6

4

2

0

Observation Order

Re

sidu

al35302520151051

10

0

-10

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

Residual Plots for penurunan COD

SRES3

Pe

rcen

t

3210-1-2-3

99

95

90

80

70

60504030

20

10

5

1

Mean

>0.150

0.006630StDev 1.033N 35KS 0.102P-Value

Probability Plot of SRES3Normal

Residual

Per

cent

1050-5-10

99

90

50

10

1

Fitted Value

Res

idua

l

8580757065

6

3

0

-3

-6

Residual

Freq

uen

cy

420-2-4-6

4.8

3.6

2.4

1.2

0.0

Observation Order

Re

sidu

al302520151051

6

3

0

-3

-6

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

Residual Plots for penurunan TSS

SRES6

Pe

rcen

t

3210-1-2-3

99

95

90

80

70

60504030

20

10

5

1

Mean

0.118

-0.005299StDev 1.005N 33KS 0.136P-Value

Probability Plot of SRES6Normal

Residual

Per

cent

5.02.50.0-2.5-5.0

99

90

50

10

1

Fitted Value

Res

idua

l

2015105

5.0

2.5

0.0

-2.5

-5.0

Residual

Fre

quen

cy

420-2-4

6.0

4.5

3.0

1.5

0.0

Observation Order

Re

sidu

al

35302520151051

5.0

2.5

0.0

-2.5

-5.0

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

Residual Plots for penurunan NH3

SRES7

Pe

rcen

t

3210-1-2-3

99

95

90

80

70

60504030

20

10

5

1

Mean

>0.150

0.01337StDev 1.035N 34KS 0.092P-Value

Probability Plot of SRES7Normal

Residual

Per

cent

0.500.250.00-0.25-0.50

99

90

50

10

1

Fitted Value

Res

idua

l

3.02.92.82.72.6

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

Residual

Freq

uen

cy

0.30.20.10.0-0.1-0.2-0.3

8

6

4

2

0

Observation Order

Re

sidu

al35302520151051

0.4

0.2

0.0

-0.2

-0.4

Normal Probability Plot of the Residuals Residuals Versus the Fitted Values

Histogram of the Residuals Residuals Versus the Order of the Data

Residual Plots for penurunan PO4

SRES8

Pe

rcen

t

3210-1-2-3

99

95

90

80

70

60504030

20

10

5

1

Mean

0.035

0.005551StDev 1.011N 34KS 0.160P-Value

Probability Plot of SRES8Normal

LAMPIRAN 11KUESIONER PENELITIAN

PENILAIAN MASYARAKAT TERHADAPPENGELOLAAN LIMBAH RS. TELOGOREJO SEMARANG

Selamat pagi, siang ataupun sore kepada Bapak/Ibu warga kawasan Anggrek. Saya adalah Kamila Haqq, mahasiswa S1 Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, yang saat ini sedang melakukan penelitian di RS. Telogorejo Semarang, dengan judul penelitian : Analisis Efektivitas Biaya dan Penilaian Masyarakat Terhadap Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Saya memohon bantuan Bapak/Ibu untuk dapat menjawab pertanyaan yang terkait dengan penelitian saya. Mohon jawab pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas dan sejujur-jujurnya.

No. Responden : …….Jenis Kelamin : P/W*)

Umur : ……thnPendidikan :……………..Pekerjaan : ………………………………………..Pendapatan Keluarga*) : 1. ≥500000-750000 3. >1000001-1500000

2. >750001-1000000 4. >1500001Jarak rumah dengan RS : ……meterLama Tinggal : ……thn

Pilihlah jawaban dengan cara memberi tanda silang (X)!1. Apakah anda mengetahui apa itu limbah?

a. Ya b. tidak Jika ‘ya’, lanjutkan ke pertanyaan berikut!

2. Apakah anda mengetahui dampak dari adanya limbah rumah sakit?a. Ya b. tidak

3. Apakah selama tinggal di sekitar RS Anda pernah merasakan bau tidak sedap?a. Pernah b. tidak

4. Jika pernah merasa bau, apakah Anda merasa terganggu?a. Ya Tidak

5. Apakah Anda mengetahui bahwa RS. Telogorejo memiliki pengelolaan limbah?a. Tahu b. Tidak tahu

6. Menurut anda apakah pengelolaan limbah di RS. Telogorejo sudah memiliki hasil yang positif?a. Sudah b. Belum

7. Bagaimana penilaian anda mengenai pengelolaan limbah RS. Telogorejo sejauh ini?a. Sudah Baik b. Belum Baik

*)Pilih salah satu

- Terima Kasih –

Best Regards,Kamila

Lampiran 13Foto-foto Hasil Pengamatan Lapang di RS. Telogorejo Semarang

Gambar 21 Gambar 22 Gambar 23Tempat Sampah Domestik Tempat Sampah Klinis (samping)Tempat Sampah

Klinis (atas)

Gambar 24 Gambar 25Gerbang Tempat Pembuangan Sementara Instalasi Pengolahan Air Limbah

Gambar 26 Gambar 27Biodetox IPAL Kolam indikator untuk IPAL