analisis daya saing komoditas kedelai ......indonesia dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi daya...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KEDELAI
INDONESIA
AYU LESTARI
105961108916
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KEDELAI
INDONESIA
AYU LESTARI
105961108916
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mempreroleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S-1)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
iv
v
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Daya Saing
Komoditas Kedelai Indonesia adalah benar merupakan hasil karya yang belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber
data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Agustus 2020
Ayu Lestari
105961108916
vi
ABSTRACT
AYU LESTARI. 105961108916. Analysis of Competitiveness of Indonesia
Soybean Commodities. Supervised by SRI MARDIYATI and FIRMANSYAH.
The aim of this study to determine the competitiveness of Indonesian
soybean commodities and what factors affect the competitiveness of Indonesian
soybeans.
this study uses secondary data ( time series) from 1989-2018. The type of
research used is quantitative. The analysis used in this research is Revealed
Comperative Advantage (RCA). the research data used land area, production,
productivity, export value and export volume of Indonesian soybeans, Indonesian
and world soybean prices , and the exchange rate in Indonesia.
The result of this study indicate that the Indonesian soybean commodity
has weak competitiveness with an average RCA value of 0,0055. The factors that
significantly influence the competitiveness of Indonesian soybean commodities
are soybean production and exchange rate (exchange rate). The high value of
soybean production and the exchange rate has a significant affect on
competitiveness of Indonesian soybean commodities.
Key Words: Competitiveness, Soybean, RCA.
vii
ABSTAK
AYU LESTARI. 105961108916. Analisis Daya Saing Komoditas Kedelai
Indonesia. Dibimbing oleh SRI MARDIYATI dan FIRMANSYAH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing komoditas kedelai
Indonesia dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi daya saing kedelai Indonesia.
Penelitian ini menggunakan data sekunder (time series) dari tahun 1989-
2018. Jenis penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif. Analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Revealed Comperatif Advantage (RCA). Data
penelitian menggunakan luas lahan, produksi, produktivitas, nilai ekspor dan
volume ekspor kedelai Indonesia , harga kedelai Indonesia dan dunia, nilai tukat
di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas kedelai Indonesia
memiliki daya saing yang lemah dengan rata-rata nilai RCA 0,0055 faktor- faktor
yang berpengaruh nyata terhadap daya saing komoditas kedelai Indonesia adalah
produksi kedelai dan nilai tukar (kurs). Tingginya nilai produksi kedelai dan nilai
tukar berpengaruh nyata terhadap daya saing komoditas kedelai Indonesia.
Kata Kunci: Daya Saing, Kedelai, RCA.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan
rahmatnya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
proposal ini dengan judul Analisis Daya Saing Komoditas Kedelai Indonesia.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
untuk mencapai gelar sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis Jurusan
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar. Penulis
menyadari bahwa selama proses penulisan skripsi ini penulis banyak
mendapatkan informasi, materi, waktu maupun dorongan semangat yang tidak
terhingga dari berbagai pihak. Karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati
penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhinggah kepada:
1. Ibu Dr. Sri Mardiyanti, S.P., M.P., selaku pembimbing I dan bapak
Firmansyah, S.P., M.Si. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu
dan memberikan bimbingan, petunjuk serta saran-saran yang sangat berarti
dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. H. Burhanuddin, S.Pi, M.P., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibu Dr. Sri Mardiyati, S.P., M.P., selaku ketua Program Sudi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Kedua orangtua ayahanda Kisman dan ibunda Hajrah dan adikku tercinta
Astiani serta segenap keluarga yang senangtiasa memberi bantuan baik moral
maupun material sehinggal skripsi ini dapat terselesaikan.
ix
5. Seluruh Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang
telah membekali segudang ilmu bagi penilis.
6. Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi dari awal hingga
akhir yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
terkait dalam penulisan skripsi ini, semoga karya tulis ini bermamfaat dan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan semoga
rahmat Allah senangtiasa melindungi. Amin.
Makassar , Agustus 2020
Ayu Lestari
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ............................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
I. PENDAHLUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
2.1 Rumusan Masalah ................................................................................. 3
3.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
4.1 Kegunan Penelitian ............................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 5
2.1 Komoditas Kedelai ................................................................................ 5
2.2 Konsep Perdagangan Internasional ...................................................... 7
2.3 Konsep Daya Saing Komoditas Komoditas ........................................ 13
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Komoditas .............. 18
2.5 Penelitian Terdahulu yang Relevan .................................................... 19
xi
2.6 Karangka Pemikiran ............................................................................ 26
III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 28
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 28
3.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 28
3.3 Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 28
3.4 Teknik Analisis Data ........................................................................... 29
3.5 Definisi Operasional............................................................................ 32
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ................................. 34
4.1 Letak Geografis ................................................................................... 34
4.2 Kondisi Demografis ............................................................................ 35
4.3 Kondisi Pertanian ............................................................................... 36
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 39
5.1 Perkembangan Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Kedelai ...... 39
5.2 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kedelai Indonesia ........... 44
5.3 Analisis Daya Saing Komoditas Kedelai Indonesia.......................... 49
5.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Kedelai .................. 52
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 56
6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 56
6.2 Saran ................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Luas Lahan, Produksi, Produktivitas Kedelai Indonesia ................................. 3
2. Ringkasan Beberapa Penlitian Terdahulu yang Relevan ................................ 20
3. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Komoditas
Kedelai Indonesia ............................................................................................ 52
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Skema Kerangka Pemikiran ............................................................................ 27
2. Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Kedelai Indonesia
tahun 1989-2018.............................................................................................. 39
3. Perkembanan Produktivitas Kedelai Indonesia Tahun 1989-2018 ................. 42
4. Perkembangan Volume Ekspor Kedelai Indonesia Tahun 1989-2018 ........... 45
5. Perkembanga Nilai Ekspor Kedelai Indonesia tahun 1989-2018 ................... 47
6. Nilai RCA Kedelai Indonesia Tahun 1989-2018 ............................................ 49
7. Nilai Indeks RCA Kedelai Indonesia Tahun 1989-2018 ................................ 51
8. Peta Lokasi Penelitian ..................................................................................... 62
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1. Peta Lokasi Penelitian ..................................................................................... 62
2. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing ...................... 63
3. Dokumentasi Peneliti di Badan Pusat Statistika (BPS)................................... 64
4. Surat Penelitian ............................................................................................... 65
5. Daftar Riwayat Hidup .................................................................................... 69
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perdagangan internasional adalah salah satu kegiatan yang terjadi akibat
dari proses globalisasi dunia. Dengan adanya globalisasi, maka akan terbentuk
suatu hubungan saling ketergantungan dan persaingan antar negara dalam
berbagai hal, salah satunya dalam bentuk perdagangan internasional (Carolina,
2019). Perdagangan dalam hal ini adalah kegiatan ekspor dan inpor yang
dilakukan suatu negara dengan negara lain. Ekspor dan inpor pada hakekanya
adalah suatu transaksi yang sederhana, yaitu jual beli barang, hanya perbedaannya
antara pembeli dan penjual berada di negara yang berbeda (Purnamawati, 2013).
Daya saing (competitiveness) merupakan hal yang sangat penting bagi
suatu komoditas atau industri di era pasar bebas saat ini. Komoditas yang
mempunyai peran strategis bagi suatu bangsa apabila tidak memiliki daya saing
yang baik, pemenuhannya akan bergantung pada impor dari negara lain yang
memiliki daya saing yang lebih baik. Suatu komoditas dapat memiliki daya saing
di pasar karena adanya dukungan (campur tangan) kebijakan pemerintah,
meskipun komoditas tersebut tidak memiliki daya saing (Saptana, 2010).
Salah satu komoditas strategis bagi Indonesia yang diupayakan agar dapat
berdaya sang adalah kedelai. Kedelai adalah salah satu tanaman pangan yang
berjenis kacang-kacangan. Kacang-kacangan termasuk dalam salah satu dari lima
komoditas pangan utama disamping padi, jagung, gula, dan daging sapi, yang di
konsumsi. Hal ini mengakibatkan kedelai banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
2
Kedelai di Indonesia sebagian besar digunakan untuk memenuhi konsumsi
penduduk dalam bentuk olahan tempe, tahu, susu, serta produk lain. Tempe dan
tahu adalah makanan favorit mayoritas masyarakat Indonesia, kandungan nutrisi
di dalam tempe kedelai dintaranya sumber protein nabati yang lebih besar
daripada daging, dan merupakan sumber kalsium yang setara dengan susu sapi
(Pusdatin, 2018).
Sebagai salah satu negara dengan mayoritas penduduk mengonsumsi
kedelai maka produksi kedelai di Indonesia selama kurung waktu 2014-2018
mengalami fluktusasi yang tidak menentu. Yang mana pada tahun 2015
mengalami peningkatan sebesar 963,183 ton dibandingkan pada tahun sebelunya
yaitu 954,997 ton, namun pada tahun 2016 dan 2017 mengalami fluktuasi yang
cenderung menurun sebesar 859,653 dan 838,729 ton, dan pada tahun 2018
kembali mengalami peningkatan sebesar 953,571 ton. Disisi lain luas lahan juga
mengalami fluktuasi yang tidak menentu dari tahun 2014-2018 dimana pada tahun
2014 luas lahan yang digunkan sebesar 615,69 ha, dan pada tahun 2015 dan 2016
mengalami penuruna area penanaman sebesar 614,10 dan 576,99 ha, di tahun
berikutnya yaitu tahun 2017 mengalami fluktuasi yang sangat signifikan
dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 355,80 ha, tetapi pada tahun 2018
kembali mengalami kenaikan sebesar 680,00 ha. Produksi kedelai di Indonesia
secara singkat dapat dilihat berdasarkan pada tabel berikut:
3
Tabel 1. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Kedelai Indonesia
Tahun Luas Lahan (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)
2014
2015
2016
2017
2018
615,69
614,10
576,99
355,80
680,00
954.997
963.183
859.653
838.729
953.571
15,51
15,68
14,90
15,14
14,44
Sumber : Outlook Kedelai Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2020
Berdasarkan kondisi kedelai di Indonesia pada tabel di atas dapat diketahui
bahwa produksi kedelai Indonesia mengalami fluktuasi dan kenaikan yang tidak
mementu dari tahun ke tahun yang ditinjau dari 5 tahun terakhir mulai dari tahun
2014 hingga tahun 2018 dengan luas panen tertinggi terjadi pada tahun 2018
dengan jumlah produksi 953.571 ton dan tingkat produktivitas sebesar 14,44
ton/hektar.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas dapat dikemukakan rumusan
masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana daya saing komoditas kedelai Indonesia?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing kedelai Indonesia?
4
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, dapat
diketahui tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui daya saing komoditas kedelai Indonesia.
2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing komoditas
kedelai Indonesia.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, dapat meningkatkan pengetahuan dalam mengidentifikasi dan
menganalisis suatu hal yang berkaitan dengan topik penelitian.
2. Bagi pemerintah, diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini bisa menjadi
pertimbangan dalam menyusun kebijakan ekspor kedelai.
3. Bagi pembaca, sebagai bahan reverensi dalam penulisan skripsi mahasiswa
yang berkaitan dengan ekspor kedelai.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komoditas Kedelai
Kedelai (Glycine max L.) adalah salah satu komoditas utama kancang-
kacangan yang menjadi andalan nasional karena merupakan sumber protein nabati
(Hasanuddin dan Partohardjono, 2005). Kedelai adalah tanaman beriklim tropis,
tanaman kedelai akan tumbuh subur di daerah berhawa panas, apalagi ditempat
terbuka tidak terlindung oleh tanaman lain. Kedelai dapat tumbuh baik ditempat
terbuka dengan curah hujan 100-400 ml/bulan. Oleh karena itu, kedelai
kebanyakan ditanaman di daerah yang terletak kurang dari 400 m di atas
permukaan laut. Kedelai merupakan tanaman hari pendek dengan rata-rata waktu
berbunga dari umur 30-60 hari (Suprapto, 2004).
Kedelai tergolong dalam jenis tanaman berbiji tertutup, bijinya terdiri atas
dua keping biji, merupakan jenis tanaman polong-polongan. Kedelai dibagi
menjadi dua spesies, yaitu kedelai putih (Glycine max) yang mana biji yang
dihasilkan bisa berwarna kuning agak putih atau hijau, dan kedelai hitam (Glycine
soja) yang berbiji hitam (Hermana, 1962 dalam Tulus 2011). Kedelai umumnya
dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, dan menyukai tanah yang
bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrenase baik akan tetapi peka terhadap
salinitasi. Kebutuhan pH yang baik sebagai syarat tumbuh tanaman kedelai yaitu
5,8-7, namun pada tanah dengan pH 4,5 kedelai juga masih dapat tumbuh dengan
baik (Adisarwanto, 2006).
6
Dalam kelompok tanaman pangan kedelai merupakan komoditas
terpenting ketiga setelah padi dan jaguung. Selain itu, kedelai juaga merupakan
komoditas palawija yang kaya akan protein. Kedelai segar sangat dibutuhkan
dalam industri panga dan bungkil kedelai dibutuhkan untuk industri pakan.
Kedelai berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka
peningkatan gizi masyarakat, karena selain aman bagi kesehatan juga relatif
murah dibandingkan sumber protein hewani. Kebutuhan kedelai terus meningkat
seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan baku industri
olahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan
sebagainya (Damardjati et al. 2005).
Lebih dari 90 persen kedelai Indonesia digunakan sebagai bahan pangan,
terutama pangan olahan, yaitu 88 persen untuk tahu dan tempe, 10 persen untuk
pangan olahan lainnya dan sekitar 2 persen untuk benih (Kasryno et al. 1985,
Sudaryanto 1996, Damardjati et al. 2005, Swastika et al. 2005). Sifat multi guna
kedelai menyebabkan kebutuhan kedelai terus meningkat, seiring dengan
pertumbuhan penduduk dan berkembangnya industri pangan berbahan baku
kedelai. Kandungan gizi kedelai cukup tinggi, terutama proteinnya dapat
mencapai 34 persen sehingga sangat diminati sebagai sumber protein nabati yang
relatif murah dibandingkan dengan sumber protein hewani (Ditjentan, 2004).
Produksi kedelai di Indoesia dihasilkan oleh beberapa provinsi di wilayah
Indonesia dengan sentra produksi kedelai diantanya provinsi Jawa Timur sebagai
sentra utama produksi kedelai nasional pada tahun 2014 sampai 2018 dengan
kontribusi rata-rata sebesar 32,87% sentra kedelai lainnya yaitu Provinsi Jawa
7
Tengah dengan kontribusi 14,28%, dan Jawa Barat 11,18%. Selain itu Provinsi
luar Jawa yang menjadi sentra kedelai iyalah Provinsi Nusa Tenggara Barat
kontribusi sebesar 11,03%, Sulawesi Selatan 5,58% Aceh 3,62%, dan Lampung
2,67% (Pusdatin, 2018).
2.2 Konsep Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional merupakan hal yang sudah mutlak dilakukan
oleh setiap negara. pada saat ini tidak ada suatu negara pun yang berada dalam
kondisi autarki atau negara yang terisolasi tampa adanya hubungan ekonomi
dengan negara lain. Hal ini disebabkan karena tidak ada negara yang bisa
memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Terjadinya perdagangan internasional
didasari karena adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki oleh tiap wilayah
atau negara (Pratama, 2015).
Indonesia termasuk salah satu negara yang mengandalkan kegiatan
perdagangan internasional sebagai penggerak dalam pertumbuhan ekonomi.
Perdagangan internasional menyumbang devisa yang cukup besar di Indonesia.
Ekspor terjadi apabila barang dihasilkan suatu negara dijual ke negara lain tetapi
apabila barang dari negara lain yang didatangkan ke negara tersebut dinamakan
importir. Kegiatan ekspor-impor akan menambah jaringan bisnis global serta bisa
mempererat hubungan bilateral Indonesia dengan negara lain. Jika ekspor lebih
besar dari pada impor maka neraca perdagangan di suatu negara akan mengalami
suplus sebaliknya jika impor yang lebih besar dibandingkan ekspor maka neraca
perdagangan di suatu negara akan mengalami kerugian. Karena impor menambah
beban pembayaran yang harus dibayar suatu negara (Salvatore, 2008).
8
2.2.1 Teori Perdagangan Internasional
Teori perdagangan internasional membantu menjelaskan arah serta
komposisi antara beberapa negara serta bagaimana efek dari perdagangan
iternasional terhadap struktur perekonomian suatu negara. Teori perdagangan
internasional juga menganalisa dasar-dasar terjadinya perdagangan internasional
serta keuntungan yang diperoleh (Salvatore, 1997:6). Dibawah ini dijelaskan
beberapa jenis teori tertang timbulnya perdagangan internasional:
2.2.2.1 Teori Klasik
2.2.2.1.1 Teori Keunggulan Absolute (Absolute Advantage : Adam Smith)
Teori ini berdasarkan pada besaran atau variabel rill bukan moneter
sehingga sering juga dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan
internasional. Murni disini berarti teori ini memusatkan perhatiannya pada
variabel rill seperti misalnya nilai suatu barang yang diukur dari banyaknya
tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasikan barang semakin banyak
tenaga kerja yang digunakan maka semakin tinggi nilai barang tersebut (Nopirin,
2014).
Dengan proses ini sumber daya diguakan dengan cara yang paling efisien
dan hasil dari kedua komoditas akan naik. Peningkatan dari hasil komoditas
keduanya merupakan ukuran keuntungan dari spesialisasi dalam produksi yang
tersedia untuk dibagi antara kedua negara melalui perdagangan. Adam Smith
peracaya bahwa suatu negara dari perdagangan dengan tegas menyatakan untuk
9
menjalankan kebijakan laisse faire, yaitu suatu kebijakan yang menyatakan
sedikit mungkin intervensi pemerintah dalam perekonomian (Salvatore, 2014).
2.2.2.1.2 Teori Keunggulan Komparatif
Berbeda dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan
keunggulan absolut dalam produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara
dibandingkan dengan negara lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan
internasional dapat terjadi walaupun suatu negara tidak mempunyai keunggulan
absolut, asalkan harga komparatif di kedua negara berbeda. Munculnya pemikiran
dari David Ricardo, yang disebut sebagai teori keunggulan komparatif (biaya
komparatif), yang dapat dianggap sebagai kritik dan sekaligus usaha
penyempurnaan atau perbaikan terhadap teori keunggulan absolut. Dasar
pemikiran Ricardo mengenai penyebab terjadinya perdagangan antar negara pada
prinsipnya tidak berbeda dengan dasar pemikiran dari Adam Smith (Tambunan,
2014).
Dasar pemikiran dari David Ricardo adalah bahwa perdagangan antar dua
negara akan terjadi bila masing-masing negara memliki biaya relatif yang terkecil
(produktivitas TK relatif yang terbesar) untuk jenis barang yang berbeda. Jadi,
didalam model Ricardo, penilaian terhadap keunggulan suatu negara atas negara
lain dalam memproduksi suatu jenis barang di dasarka pada tingkat efisiensi
dalam penggunaan TK (jumlah TK per satu unit output) atau tingkat produktivitas
TK (jumlah output per satu orang TK) (Tambunan, 2014).
10
2.2.2.2 Teori Modern (Heckscher-Ohlin Theory)
Teori klasik tidak dapat menjelaskan kenapa terdapat fungsi produksi
antara dua negara, sehingga muncul pemikiran-pemikiran baru yang beranggapan
bahwa fungsi produksi itu sama dan menjelaskan faktor penyebab terjadinya
perbedaan dalam comparative advantage adalah proporsi pemilihan paktor
produksi teori ini kemudian di kenal dengan teori perdagangan internasioal
modern atau factor proportion theory oleh Heckscher dan Ohlim (Boediono,
2015).
Teori Heckscher-Ohlim didasarkan pada sejumlah asumsi lugas yang
sengaja dikemukakan untuk menyederhanakan rumusan permasalahannya. Namun
harus diakui bahwa ada beberapa kelemahan asumsi yang menjadikan teori
tersebut tidak sepenuhnya dapat mnjelaskan hubungan dagang yang berlangsung
saat ini. Asumsi-asumsi pokok teori peragangan Hackscher-Ohlim adalah sebagai
berikut: (Salvatore, 2014)
1. Hanya terdapat dua negara saja ( negara 1 dan negara 2), dua komoditi
(komoditi x dan komoditi y) dan dua faktor produksi (tenaga kerja dan
modal).
2. Kedua negara menggunakan teknologi yang sama dalam produksi.
3. Komoditi X adalah padat karya, dan komoditi Y adalah padat modal di kedua
negara.
4. Kedua komoditas yang diproduksi diukur dalam skala hasil konstan.
5. Ada spesialisasi tidak menyeluruh dalam produksi di dua negara.
6. Selera yang sama dikedua negara.
11
7. Ada persaingan sempurna di kedua komoditas dan pasar faktor produksi di
kedua negara.
8. Ada mobilitas faktor yang sempurna di dalam setiap negara, tetapi tidak ada
mobilitas faktor produksi secara internasional.
9. Tindak ada biaya transportasi, tarif atau penghalang lain untuk arus bebas
perdagangan internasinal.
10. Semua sumber daya sepenuhnya digunakan di kedua negara.
11. Perdagangan internasional antara dua negara seimbang.
Inti dari model Heckscher-Ohlim adalah bahwa suatu negara cenderung
untuk mengekspor barang yang menggunakan lebih banyak faktor produksi relatif
melimpah di negara tersebut. jika dikaitkan dengan kenyataan secara umum
jawabannya adalah benar. Negara-negara yang memiliki sumber daya alam
tertentu yang jumlahnya relatif melimpah akan cenderung mengekspor sumber
daya alam yang melimpah tersebut seperti Saudi Arabia, Perancis, Spanyol.
Begitu pula negara berpenduduk padat tetapi relatif kurang memiliki faktor
produksi kapital dan cenderung mengekspor barang-barang yang padat karya
seperti India, Indonesia, Tiongkok. Sedangkan yang meliki faktor produksi modal
atau kapital akan relatif mengekspor barang-barang padat modal seperti Amerika
Serikat, Jepang, Inggris (Boediono, 2015).
12
2.2.2 Ekspor
2.2.2.1 Pengertian Ekspor
Ekspor adalah penjualan barang keluar negeri dengan menggunakan
sistem pembayaran, kualitas, kuantitas dan syarat penjualan lainnya yang telah
disetujui oleh pihak eksportir dan inportir. Permintaan ekspor adalah jumlah
barang atau jasa yang diminta untuk diekspor dari suatu negara ke negara lain
(Sukirno, 2010).
2.2.2.2 Konsep Ekspor
1. Menurut Punan (1992:2) ekspor adalah mengeluarkan barang dari dalam
keluar daerah Indonesia dengan memenuhi ketentuan berlaku.
2. Menurut Curry (2001:145) ekspor adalah barang dan jasa yang dijual kepada
negara asing untuk ditukarkan dengan barang lain (produk, uang).
3. Menurut Winardi (1992:203) pengertian ekspor adalah barang-barang
(termasuk jasa-jasa) yang dijuan kepada penduduk negara lain, ditambah
dengan jasa-jasa yang diselenggarakan kepada penduduk negara tersebut
berupa pengangkutan permodalan dan hal-hal lain yang membantu ekspor
tersebut.
4. Ekspor adalah berbagai macam barang dan jasa yang diproduksi di dalam
negeri lalu dijual di luar negeri (Mankiw, 2006).
Ekspor memiliki mamfaat untuk mendapatkan keuntungan dan pendapatan
nasional. Keuntungan dan pendapatan nasional yang didapat melalui aktivitas
13
ekspor akan dikelola oleh negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Ekspor juga berperan untuk memperluas pasar akan komoditi atau jasa tertentu
dan mendorong industri untuk meningkatkan produktivitas akibat pasar yang
semakin luas (Sri Sulasmiati et.al, 2016).
2.3 Konsep Daya Saing Komoditas
Pengertian daya saing mengacu pada kemapuan suatu negara untuk
memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan
negara lainnya (Silalahi dalam Bappenas, 2007). Definisi daya saing adalah
tingkat produktivitas yang diartikan sebagai output yang dihasilkan oleh suatu
tenaga kerja (Michael Porter: 1990). Sedangkan pengertian daya saing adalah
keunggulan pembeda dari yang lain yang terdiri dari comparative advantage
(faktor keunggulan komparatif) dan competitive advantage (faktor keunggulan
kompetitif) (Tambunan, 2001).
Konsep daya saing adalah suatu yang sangat dinamis, dimana keunggulan
saat ini bisa saja menjadi ketidak unggulan dimasa yang akan datang, atau sesuatu
yang belum unggul saat ini sangat mungkin untuk semakiin tidak unggul dimasa
yang akan datang (Pahan, 2008). Tingginya tingkat persaingan antar negara tidak
hanya akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Kemampuan suatu daerah untuk meningkatkan daya saing perekonomiannya akan
sangat bergantung pada kemampuan daerah dalam menentukan faktor-faktor yang
dapat digunakan sebagai ukuran daya saing daerah dan kemampuan daerah dalam
menetapkan kebijakan terhadap daerah lain (Abdullah, et, al., 2002).
14
Konsep daya saing dalam perdagangan internasional terkait dengan
keunggulan yang dimiliki oleh suatu komoditas atau kemampuan suatu negara
dalam menghasilkan komoditas tersebut secara lebih efisien dari pada negara lain.
Daya saing dapat juga dikatakan sebagai kemampuan suatu komoditas untuk
memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar
tersebut, dalam artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk
tersebutlah yang banyak diminati oleh banyak konsumen (Tatakomara, 2004).
Daya saing suatu komoditas ekspor suatu negara atau industri dapat
dianalisis dengan berbagai macam metode atau diukur dengan sejumlah indikator.
Salah satu diantaranya adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). Revealed
Comparative Advantage (RCA) adalah indeks yang mengukur kinerja ekspor
suatu komoditas dari suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor suatu
komoditas dalam ekspor total negara tersebut dalam perdagangan dunia (Kuncoro,
2008 dan Basri , 2002). Disamping itu, laporan tahunan dari World Economic
Forum (WEF) mengenai Gobal Competitiveness Index (GCI) adalah indeks
gabungan dari sejumlah indokator ekonomi yang telah teruji secatra empiris
memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi (PDB) untuk jangka
menengah dan panjang. Secara teoritis juga mempunyai korelasi positif dengan
kinerja atau tingkat daya saing ekspor (Tambunan, 2000)
Dalam mengkaji daya saing mengacu pada teori-teori terjadinya
perdagangan internasional sebagai berikut:
15
2.3.1 Keunggulan Kompetitif
Teori keunggulan kompetitif digunakan untuk mengukur kelayakan suatu
aktivitas dengan menggunakan harga pasar yag berlaku. Keunggulan kompetitif
yang disebut juga sebagai keunggulan bersaing, merupakan nilai yang mampu
diciptakan produsen untuk konsumen yang melebihi biaya produksi. Terdapat dua
jenis keunggulan bersaing yaitu keunggulan biaya dan diferensiasi (Dirgantoro,
2002). Biaya rendah adalah kemampuan sebuah unit untuk merancang, membuat
dan memasarkan produk dengan cara yang lebih efisien dari pada pesaing.
Diferensiasi adalah kemampuan untuk menyediakan nilai unit dan superior
kepada pembeli dari segi kualitas, keistimewaan atau layanan purna jual (Hunger
dan Wheelen, 2005).
Sulistyandari dan Sri (2013), menyebutkan bahwa keunggulan kompetitif
merupakan alat dalam pencapaian tujuan keuangan organisasi untuk mendapatkan
keberhasilan melebihi para pesaingnya. Keunggulun konpetitif merupakan fungsi
identifikasi dimensi produk pasar yang tepat bagi posisi perusahaan. Porter (1985)
menyatakan bahwa keunggulan kompetitif sebagai upaya menciptakan nilai
pelanggan yang lebih baik dibandingkan pesaingnya dengan cara melakukan
aktivitas-aktivitas spesifik secara ekonomi ataupun kualitas superior, pelayanan
ataupun kominasi keduanya dibandingkan dengan para kompetitornya. Barny
(1991) menjelaskan karakteristik sumber daya yang bernilai bagi keunggulan
bersaing adalah yang berkaitan dengan sumber daya yang bernilai kompleks,
eksklusif, mudah digeneralisasikan dan susah ditiru pesaing. Pada perspektif
tersebut keunggulan kompetitif strategis diperoleh dari sumber daya inti (core
16
resources) dan kompetensi inti (core competence) yang bernilai, angka, susah
ditiru, dan tidak ada penggantinya (substitutabilty). Kemampuan dan sumber daya
dilakukan substitutability dalam dua arti, pertama tidak dapat ditiru atau justru
dapat menggantikan sumber daya sejenis yang dimiliki pesaing (Barny, 1991).
Penting bagi organisasi untuk bisa membuat produknya susah ditiru ataupun
menggeser milik pesaing (Sulistyandari dan Sri, 2013:2-3). Salah satu faktor
untuk mencapai keunggulan kompetitif adalah teknologi karena degan adanya
kemajuan teknologi untuk menghasilkan sejumlah input yang lebih sedikit.
Keadaan ini disebabkan karena produtivitas input yang meningkat dengan
kemajuan teknologi tersebut (Sugiarto, et,al., 2005).
2.3.2 Keunggulan Komparatif
Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang
efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih
tetap dapat melakukan perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak.
Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan
mengekspor komoditi yang memiliki kerugian absolut lebih besar (Salvatore,
1997).
Theory f labor value dikemukakan oleh David Ricardo menjelaskan bahwa
nilai atau harga suatu produksi ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang
diperlukan untuk memproduksinya. Teori klasik (Comparative Advantage)
menjeaskan bahwa perdagangan internasional dapat terjadi karena adanya
perbedaan fungsi faktor produksi (tenaga kerja). Perbedaan fungsi ini
17
menimbulkan terjadinya perbedaan produktivitas (production comparative
advantage). Akibatnya, terjadinya perbedaan harga barang yang sejenis diantara
dua negara. jika fungsi faktor produksi (tenaga kerja) sama atau produktivitas dan
efisiensi di dua negara sama, maka tentu tidak akan terjadi perdaganga
internasional karena harga barang yang sejenis akan menjadi sama di kedua
negara (Hady, 2004).
Namun menurut teori Heckscher-Ohin, walaupun fungsi faktor produksi
sama diantara kedua negara, perdagangan internasional dapat tetap terjadi. Hal ini
dikarenakan keunggulan komparatif dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-
masing negara, sehingga terjadilah peredaan harga barang yang diproduksinya.
Faktor yang paling berperan dan selalu diperlukan untuk semua kelompok produk
agar dapat memiliki keunggulan komparatif adalah faktor SDM yang berteknologi
tinggi dan berkualitas (Hady, 2004).
Menurut Simatupang (1991) serta Sudaryanto dan Simatupang (1993)
konsep keungguan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan)
potensial dalam artian daya saing yang akan dicapai apabila perekonomian tidak
mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang mempunyai keunggulan
komparatif dikatakan juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Lebih lanjut
Simatupang (1995) mengumumkan bahwa untuk meningkatkan daya saing produk
pertanian dapat dilakukan dengan strategi pengembangan agribisnis dalam konsep
industrialisasi pertanian diarahkan pada pengembangan agribisnis sebagai suatu
sistem keseluruhan yang dilandasi prinsip-prinsip efisiensi dan keberlanjutan di
18
mana konsolidasi usahatani diwujudkan melalui koordinasi vartikal sehingga
produk akhir dapat dijamin dan disesuaikan preferensi konsumen akhir.
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Komoditas
Daya saing suatu komoditas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Irawati et al. (2008) dalam (Prajogo et al, 2015), faktor-faktor yang
dimaksud adalah: a) ketersedian SDA, b) kualitas SDM yang ditentukan oleh
tingkat pendidikan, c) kualitas hidup masyarakat dan d) prasarana dan sarana
untuk menunjang kesejahtraan masyarakat. Sementara menurut kalaba (2012),
faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing suatu komoditas ekspor adalah
sebagai berikut: a) harga domestik komoditas itu sendiri, b) harga internasional
komoditas sendiri dalam dollar AS, c) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, d)
nilai tukar mata uang negara re-eksportir terhadap dollar AS.
Menurut Kalaba (2012) dalam (Prajogo U et al, 2015 ) faktorr-faktor yang
mempengaruhi daya saing suatu komoditas ekspor adalah sebagai berikut: (a)
harga domestik komoditas itu sendiri. Kenaikan harga domestik akan mendorong
produksi lokal lebih meningkatkan jumlah produksinya dan memperhatikan mutu
hasilnya, sehingga komoditas tersebut mendapat tempat di pasar internasional.
Efek dari peningkatan harga domestik tersebut adalah meningkatnya pendapatan
yang kemudian meningkatkan daya saing komoditas. Namun kenaikan harga
domestik akan diikuti peningkatan daya saing jika pada saat yang sama terjadi
juga peningkatan harga domestik komoditas yang sama di negara-negara pesaing.
(b) harga internasional komoditas sendiri dalam dollar AS. Kenaikan harga
19
internasional akan mendorong eksportir untuk meningkatkan volume ekspor
sehingga nilai ekspor akan meningkat dan akan meningkatkan daya saing di pasar
internasional. (c) nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Nila tukar rupiah
berpengaruh negatif terhadap daya saing komoditas ekspor pertanian.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menyebabkan harga relatif
ekspor komoditas pertanian Indonesia menjadi lebih murah, sehingga eksportir
didalam jangka pendek akan cenderung mengurangi volume ekspor, sehingga
daya saing akan menurut. Namun pengurangan ekspor produk primer akan
mendorong produksi produksi olahan. (d) nilai tukar mata uang negara re-
eksportir terhadap dollar AS. Ada beberapa negara yang mengimpor komoditas
pertanian Indonesia kemudian mengekspornya baik di dalam bentuk primer
maupun olahan.
2.5 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu ini memuat tentang penelitian yang telah dilakukan
mengenai kondisi kedelai di Indonesia. Penelitian terdahulu ini sebagai rujukan
penelitian yang penulis lakukan, beberapa penelitian terdahulu yang relevan
secara ringkas tersaji pada tabel berikut:
20
Tabel 2. Ringkasan Beberapa Penelitian Terdahulu yang Relevan
No. Judul Penelitian Metode
Analisis
Hasil Penelitian
1. Analisis Daya
Saing Kedelai
Indonesia
(Willy,
Pratama., 2015
Analisis
Regresi
Ordinary Least
Square (OLS)
Produksi kedelai dan ekspor kedelai
Indonesia berpengarus secara signifikan
terhadap peningkatan daya saing kedelai
Indonesia.
Nilai probabilitas produksi kedelai seniai
0.0246 < a=5%, (0,05) dan nilai probabilitas
ekspor senilai 0,0000 < a=5%, (0,05) yang
berarti kedua variabe ini mempengeruhi
secara signifikan.
Nilai tukar dan kebijakan pemerintah tidak
mempengaruhi daya saing kedelai Indonesia
karena nilai probabilitas nilai tukar senilai
0,0805 > a=5%, (0,05) serta nilai
probabilitas kebijakan pemerintah 0,1188
>a=5%, (0,05)
2. Analisis Daya
Saing dan
Strategi
Pengembangan
Kedelai Lokal
di Indonesia
(Dinar,
Prihastika,
Sari,. 2011)
Porter’s
Diamond
Analyse,
Analisis
SWOT,
Arsitektur
Strategik
Berdasarkan Porter’s Diamond Analyse
diperoleh keterikatan antara komponen pada
Porter’s Diamond System dimana
komponen yang saling mendukung pada
komponen utama lebih sedikit bila
dibandingkan dengan komponen yang tidak
saling mendukung. Hal ini menunjukkan
bahwa analisis daya saing kedelai lokal di
Indonesia lemah. Namun komponen
pendukung pada Porter’s Diamond Sisytem
sangat mendukung komponen utama.
Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh
sepuluh alternatif strategi yang dapat
21
digunakan untukmengembangkan agribisnis
kedelai lokal di Indonesia: (1) peningkatan
produksi kedelai lokal, (2) pengembangan
industri pengolahan berbasis kedelai lokal
(3) enguatan kelembagaan, (4) membentuk
kerjasama dengan lembaga permodalan non
bank (5) mengatur ketersediaan benih dan
pupuk pada sentra produksi kedelai (6)
meningkatkan peran kelompok tani dalam
mendukung pengembangan agribisnis
kedelai lokal di Indonesia (7) melakukan
sosialisasi dan promosi agribisnis kedelai
lokal (8) melakukan bimbingan dan
pembinaan petani kedelai lokal (9)
pembatasan volume impor (10) membentuk
lembaga stabilitas harga kedelai.
3. Analisis Daya
Saing dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Ekspor Jagung
Indonesia di
Pasar Malaysia
Pra dan Pasca
Krisis
Ekonomi
(Yosep,
Fernando,.
2009)
Revelead
Comparative
Advabtage
(RCA),
Regresi Linear
Berganda
Hasil yang diperoleh dari analisis daya
saing jagung Iindonesia pada saat pra krisis
ekonomi dengan menggunakan metode
RCA menunjukkan bahwa ekspor jagung
Indonesia memiliki keunggula komparatif
atau berdaya saing. Pada saat setelah
terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1999
hingga 2008 jagung Indonesia yang
diperdagangkan di pasar Malaysia dengan
jenis jagung 1005 memiliki keunggulan
komparatif berdaya saing haya pada tahun
1999. Harga jagung domestik memiliki
hubungan yang negatif terhadap ekspor
jagung Indonesia di pasar Malaysia.
Variabel volume produksi memiliki
22
hubungan yang positif terhadap ekspor
jagung dengan koefisien regresi sebesar
0,0018 yang berarti setiap kenaikan rata-rata
jagung yang diekspor sebesar satu ton maka
akan menaikkan volume produksi jagung
sebesar 0.0018 ton, cateris paribus. Pada
varibel harga ekspor jagung Indonesia
memilik hubunga yang positif terhadap
ekspor jagung Indonesia di pasar Malaysia.
Variabel volume impor jagung Indonesia
memiliki hubungan yang negatif dengan
ekspor jagung Indonesia.
4. Analisis Daya
Saing Kedelai
di Jawa Timur
(Muhammad,
Firdaus,. 2008)
Policy Analysis
Matrix (PAM)
Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1)
perkembangan luas area panen dan produksi
kedeai mengalami penurunan, sedangkan
perkembangan produktivitas mengalami
peningkatan setiap tahunnya (2) usahatani
kedelai, yang berada di Jember dan
Banyuwangi secara privat efisien (3)
usahatani kedelai di Jember memiliki
keunggulan komparatif dan kompetitif,
sedangkan Banyuwangi tidak memiliki
keunggulan komparatif tetapi memiliki
kompetitif (4) kebijakan pemerintah
memberikan dampak positif bagi usahatani
kedelai (5) penurunan harga input tradable
meningkatkan keunggulan kompetitif,
sedangkan kenaikan harga input tradable
mengakibatkan penurunan keunggulan
kompetitif (6) penurunan harga output
mengakibatkan penurunan keunggulan
23
kompetitif dari usahatani kedelai (7)
penurunan produksi kedelai mengakibatkan
penurunan keunggulan kompetitif dari
usahatani kedelai.
5. Anaisis Daya
Saing dan
Kebijakan
Pemerintah
Terhadap
Usahatani
Padi, Jagung
dan Kedelai
Provinsi Jawa
Tengah
(Aisyah,
Nurayati,.
2015)
Policy
Analiysis
Matrix (PAM)
Hasil analisis PAM dalam penelitian ini
menunjukkan usahatani padi Kabupaten
Cilacap serta usahatani jagung Kabupaten
Grobongan memiliki daya saing keunggulan
kompetitif dan keunggulan komparatif.
Sedangkan usahatani kedelai Kabupaten
Grobongan hanya memiliki daya saing
keunggulan kompetitif. Secara keseluruhan
kebijakan pemerintah telah mampu
memproteksi usahatani padi Kabupaten
Cilacap, namun belum memproteksi
usahatani jagung dan kedelai Kabupaten
Grobonga. Analisis sensitivitas
menunjukkan keuntungan dan daya saing
usahatani sensitif terhadap variabel
perdagangan internasional seperti
perubahan harga internasiona komoditas
beras, jagung dan kedelai, perubahan harga
internasional pupuk, perubahan upah tenaga
kerja, perubahan nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika dan perubahan kebijakan
tarif inpor komoditas.
6. Daya Saing
dan Dampak
Kebijakan
Komodias
Policy Analysis
Matrix (PAM)
Hasil analisis menunjukkan bahwa
pengusaha komoditas kedelai di Kabupaten
lamongan tidak menguntungkan dan tidak
efisien secara finansial dan ekonomi.
24
Kedelai
Domestik di
Kabupaten
Lamongan
Povinsi Jawa
Timur (
Syahrul,
Ganda,
Sukmaya,.
2016)
Berdasarkan indikator daya saing yaitu PCR
dan DRCR, menunjukkan bahwa sistem
usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan
tidak memiliki daya saing , nilai koefisien
PCR>1 dan DRCR>1, hal ini berarti sistem
usahatani kedelai tida kompetitif dan tidak
efisien. Berdasarkan indikator transfer
input, menunjukkan bahwa pemerintah
melakukan kebijakan subsidi terhadap
imput pupuk. Berdasakan indikator trasfer
output, menjelaskan bahwa dengan adanya
kebijakan atau interverensi pemerintah
terhadap output kedelai lebh
menguntungkan konsuumen, karena
konsumen membei output kedelai dengan
harga yang lebih rendah dari harga
sebenarnya. Kebijakan pemerintah terhadap
input-output usahatani kedelai merugikan
usahatani kedelai di Lamongan.
7. Analisis Daya
Sang Kedelai
Indonesia
(Sarwono,
Willy,
Pratama,.
2014)
Ordinary Least
Square (OLS)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
produksi dan ekspor berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap daya saing
kedelai Indonesia.
8. Analisis
Permintaan
Kedelai di
Indonesia
Regresi Linear
Berganda
Analisis regresi menunjukkan bahwa
permintaan kedelai di Indonesia di
pengaruhi sebagian oleh harga dari ayam,
pendapatan per kapita, dan tingkat inflasi.
25
(Septi Rostika
Anjani,
Dwidjoko Hadi
Darwanto,
Jangkung
Handoyo
Mulyo,. 2015)
Elastisitas harga permintaan kedelai di
Indonesia adalah inelastis, yaitu sebesar
0,22. Sementara elastisitas pendapatan dari
permintaan untuk kedelai adalah positif
yang berarti bahwa kedelai adalah barang
pokok bagi masyarakat Indonesia.
9. Analisis Daya
Saing
Usahatani
Kedelai di Das
Brantas
(Masjidin
Siregar,
Sumaryanto,.
2003)
Policy Analysis
Matrix (PAM)
Hasil analisis memperlihatkan bahwa
penerimaan bersih untuk pengelola (returns
to management) adalah negatif. Ini berarti
bahwa komoditas kedelai tidak memiliki
keunggulan kompetitif yang dipertegas lagi
oleh nilai PCR sekitar satu. Nilai DRC yang
berada disekitar satu juga menunjukkan
bahwa komoditas kedelai memiliki
keunggulan komparatif yang lemah. Dari
analisis titik impas diperoleh kesimpulan
bahwa komoditas kedelai akan mempunyai
daya saing finansial jika harga kedelai dunia
naik paling sedikit 8,5 persen, atau nilai
tukar dolar terhadap rupiah paling sedikit
turun 9,2 persen atau produktivitas kedelai
naik paling sedikit 27,4 persen, ceteris
paribus. Dengan perkataan lain harus ada
upaya peningkatan efisiensi tanaman
kedelai melalui peningkatan produktivitas
dengan penggunan benih bermutu serta
pupuk berimbang.
10. Analisis Daya
Saing
Revealed
Comparatif
Hasil peneitian ini menunjukkan bahwa
komoditas lada di Indonesia mempunyai
26
Komoditas
Lada di
Indonesia
(Fenni
Irmawati,
2018)
Advantage
(RCA)
daya saing komperatif dengan nilai RCA
rata-rata 18,71. Faktor-faktor yang
berpengaru secara simultan yaitu produksi
lada, harga lada di Indonesia, harga lada
dunia, dan nilai tukar. Faktor (variabel)
yang berpengaruh nyata terhadap daya saing
(RCA) adalah nilai tukar, variabel nilai
tukar mempunyai nilai koefisien regresi
sebesar 0.001421. nilai koefisien dari
variabel tersebut menunjukkan korelasi
positif dan berpengaruh nyata pada arah
kepercayaan 90 persen (0,0735 <0,1).
2.6 Kerangka Pemikiran
Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan yang cukup penting
sebagai sumber protein nabati. Kedelai dikatakan berdaya saing jika indeks RCA
lebih dari satu. Penelitian ini akan menganalisis bagaimana daya saing dan faktor-
faktor yang mempengaruhi daya saing kedelai Indonesia. Analisis yang
diguunakan dalam penelitian ini adalah Revealed Comparative Advantage (RCA)
yang mencerminkan daya saing komoditas kedelai dan Analisis Rengresi Linear
Berganda untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi daya
saing di Indonesia. Secara ringkas kerangka pikir penelitian dapat diihat pada
gambar 1 dibawah ini:
27
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
.
Komoditas kedelai
Indonesia
Ekspor Kedelai
Daya Saing Kedelai
Revelaed Comparative Advantage
(RCA)
Regresi Linear Berganda
Keunggulan Komparatif Kedelai
Indonesia
28
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian mencakup wilayah Indonesia pada bulan Mai sampai
dengan bulan Juni 2020.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan pada penellitian ini adalah jenis
penellitian kuantitatif. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu (Time
Series). Data runtut waktu (Time Series) adalah data yag secara kronologis
disusun menurut waktu pada satu variabel tertentu. Data runtut waktu digunakan
untuk melihat pengaruh rentang waktu tertentu (Kuncoro, 2009). Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data
yang dicatat secara sistematis yang berbentuk data runtut waktu dengan priode 30
tahun, yaitu tahun 1989 sampai dengan tahun 2018. Adapun instalansi yang
dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah Badan Pusat Statistika (BPS),
Kementrian Pertanian, Food Agricultur Organization (FAO), literatur-literatur
yang berkaitan, dan penelitian sebelumnya.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik yang digunakan untuk
memperoleh data yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dokumentasi dan study literature. Dokumentasi
merupakan suatu cara untuk memperoleh data informasi mengenai hal yang
29
berkaitan dengan penelitian dengan jalan melihat laporan tertulis baik berupa
angka maupun keterangan (Arikunto, 2006).
Dokumentasi dalam penelitian ini menghasilkan data dalam kurung waktu
1989-2018 denga mengambil data, gambar, tabel yang telah ada pada sumber data
dari Badan Pusat Statistika, Kementrian Pertanian, Food Agriculture Organization
(FAO) serta literatur lain yang berkaitan dengan penelitian. Study literature
adalah dengan membaca penelitian-peneitian terdahulu dan laporan yang
berkaitan dengan instalasi terkait.
3.4 Teknik Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian analisis daya saing
adalah Revelaed Comparative Advantage (RCA) dan Regresi Linear Berganda.
3.4.1 Revelaed Comparative Advantage (RCA)
Keunggulan komparatif suatu negara di pasar internasional yang
direflesikan dari nilai ekspornya dapat diukur menggunakan Revelaed
Comparative Advantage (RCA) atau indeks balassa (Startiene dan Remeikiene,
2014). Dalam analisis ini akan dihitung RCA dari beberapa eksportir kedelai
sehingga keunggulan komparatifnya dapat dibandingkan. Secara matematis RCA
dirumuskan sebagai berikut:
=
Dimana :
30
= Keunggulan komparatif (daya saing) Indonesia tahun ke t
= Nilai ekspor komoditas kedelai Indonesia tahun ke t
= Nilai ekspor total Indonesia tahun ke t
= Nilai ekspor komoditas kedelai di dunia tahun ke t
= Nilai ekspor total dunia tahun ke t
t = 1989,......,2018
Nilai daya saing dari suatu komoditas ada dua kemungkinan, yaitu:
1. Jika nilai RCA > 1, berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif di
atas rata-rata dunia sehingga komoditas tersebut memiliki daya saing kuat.
2. Jika nilai RCA < 1, berarti Indonesia memiliki keunggulan komparatif
dibawah rata-rata dunia sehingga suatu komoditas memiliki daya saing
yang lemah.
Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan
niai RCA tahun sebelumnya, rumus indeks RCA adalah sebagai berikut:
Indeks RCA =
Dimana :
RCAt = Nilai RCA tahun sekarang (t)
RCAt-1 = Nilai RCA tahun sebelumnya (t-1)
t = 1989,.......,2018
31
nilai indeks RCA berkisar dari nol sampai tak terhingga. Nilai indeks RCA
sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja ekspor
komoditas kedelai di Indonesia di pasar internasional tahun sekarang sama denga
tahun sebelumnya. Jika nilai indeks RCA lebih kecil dari satu maka terjadi
penurunan RCA atau kinerja ekspor kedelai Indonesia di pasar internasional tahun
sekarang lebih rendah dari tahun sebelumnya.
3.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda
Menurut Sugiono (2014) Analisis Regresi Linear Berganda bermaksud
meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium),
bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediator dimanipuasi
(dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi linear berganda akan dilakukan
bila jumlah variabel independennya minimal dua. Persamaan regresi liniear
berganda yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
Y = a +
Dimana:
Y = Daya saing (RCA)
a = Koefisien konstanta
= Koefisien regresi
= Produksi kedelai Indonesia (Ton)
= Harga kedelai Indonesia (US$/Ton)
= Harga kedelai dunia (US$/Ton)
32
= Nilai tukar kurs (Kurs)
e = Error, variabel gangguan
3.5 Definisi Operasional
1. Kedelai adalah salah satu tanaman yan dibudidayakan oleh masyarakat
Indonesia, tanaman ini tumbuh pada daerah beriklim tropis dengan curah
hujan 100-400 ml/bulan. Selain itu kedelai merupan sumber protein nabati
selain daging.
2. Daya saing adalah kemampuan yang dimiliki oleh suatu komoditi untuk dapat
bertahan dengan persainga pasar luar negeri atau kemampuan suatu komoditi
untu dapat bertahan dalam pasar internasional dan dapat bersaing dengan
komoditas unggulan yang berasal dari luar negeri.
3. Perdaganga internasional adalah kegiatan ekspor inpor yang dilakukan oeh
suatu negara untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya yang dinginkan
dengan adanya perjanjian terdahulu bahasa sederhana iyalah kegiatan jual dan
beli yang dilakukan oleh dua negara.
4. Ekspor adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara dalam menjual
barang keluar negeri dengan menggunakan sistem pembayaran dan syarat
penjualan yang telah disetujui oleh pihak eksportir dan inportir.
5. Keunggulan komparatif adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara
untuk melihat perbedaan faktor produksi yang dilakukan oleh negara lain
dalam perdagangan internasional.
33
6. Keunggulan kompetitif adalah hal yang digunakan suatu negara untk
mengukur kelayakan suat aktivitas dengan menggunakan harga pasar yang
berlaku disebut juga dengan keunggulan bersaing.
7. Revelaed Comparative Advantage (RCA) adalah salah satu metode yang
digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif di Sulawesi Selatan atau
analisis yang digunakan untuk mengetahui daya saing suatu komoditi di
Indonesia.
34
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis
Indonesia merupakan salah satu negara terluas di dunia, menurut Badan
Informasi Geospasial (BIG) wilayah Indonesia terdiri atas daratan seluas
1.922.570 km2 dan peraian seluas 3.257.483 km2 jika dibandingkan negara
lainnya. Indonesia memiliki daratan dengan jumlah 17.504 pulau besar dan kecil,
sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni yang menyebar disekitar katulistiwa
sehingga menjadikan negara Indonesia sebagai salah saru negara kepulauan
terbesar di dunia, banyaknya pulau tersebut membuat garis pantainnya juga besar
yakni mencapai 108.000 km.
Indonesia memiliki jumlah pulau yang banyak, yang terdiri dari pulau
besar dan pulau kecil. Di antara banyaknya pulau yang ada di Indonesia terdapat
lima pulau yang memuliki ukuran yang besar diantaranya, pulau Papua dengan
luas wilayah 421.991,20 km2, Kalimantan dengan luas wilayah 544.150,07 km2,
Sumatra dengan luas wilayah 480.793,30 km2, Sulawesi 188.522,36 km2, dan
pulau jawa dengan luas wilayah 129.438,28 km2.
Letak suatu tempat di permukaan Bumi bukan sekedar posisi suatu objek
di permukaan Bumi. Letak suatu tempat dipermukaan bumi juga memiliki
karaktrisrik tersendiri yang ada pada tempat tersebut, setiap tempat yang berbeda
di permukaan bumi akan menunjukkan perbedaan satu sama lain. Sehingga letak
wilayah sangat berpengaruh terhadap keadaan alam suatu tempat. Berdasarkan
letak geografis, Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudra. Indonesia
35
terletak diantara Benua Asia dan Benua Australia. Indonesia juga terletak di
antara dua samudra yaitu samudra Hindia dan samudra Pasifik. Wilayah Indonesia
juga berbatasan dengan sejumlah wilayah di sekitarnya, yaitu:
1. Sebelah utara, Indonesia berbatasan dengan Malaysia, Singapura, Filipina, dan
laut Cina Selatan.
2. Sebelah selatan, Indonesia berbadatasan dengan Timor Leste, Australia, dan
Samudera Hindia.
3. Sebela barat, Indonesia berbsatasan dengan Samudera Hindia.
4. Sebelah timur, Indonesia berbatasan dengan Papua Nugini dan Samudera
Pasifik.
Indonesia memiliki keuntungan Geografis yaitu letak wilayah yang startegis
baik secara sosial, ekonomi, maupun budaya. Di karenakan wilayah Indonesia
sangat strategis sehingga dilalui jalur perdaganga dan pelayaran dunia. Antara lain
negara-negara Asia Timur dengan negara-negara Eropa, Timur Tengah dan India,
serta jalur perdagangan antara Asia ke Australia dan Selandia Baru. Kapal-kapal
dagang yang berasal dari Jepang, Cina dan negara Asia Timur lainnya yang
menuju Ke Eropa melalui Indonesia dan sebaliknya. Karena Indonesia menjadi
jalur perdagangan dunia mengakibatkan Indoesia telah menjalin interaksi sosial
dengan negara-negara lainnya.
4.2 Kondisi Demografis
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di
dunia dengan jumlah populasi sebesar 265.015 juta jiwa pada tahun 2018 dan
sekaligus merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dengan
36
lebih dari 230 juta jiwa. Dari sabang di ujung Aceh sampai dengan marauke di
tanah Papua , Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama.
Dimana suku jawa adalah suku yang terbesar populasinya dengan jumlah populasi
mencapai 41,7 persen dari seluruh penduduk Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) jumlah populasi warga
negara Indonesia pada 2019 diperkirakan mencapai 266,91 juta jiwa. Dimana
jumlah penduduk usia produktif (usia 15-6 tahun) sebanyak 183,36 juta jiwa,
adapun usia penduduk tidak produktif (usia diatas 65 tahun) sangat rendah sekitar
6,51 persen populasi. Dari segi kependudukan Indonesia memiliki masalah yang
cukup besar yaitu penyebaran penduduk tidak merata di setiap daerahnya
misalnya di pulau Jawa jumlah penduduk jauh lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah penduduk di Kalimantan dan Irian, dimana jumlah penduduk di Pulau
Jawa sebesar 57,5 persen penduduk, Pulau Sumatra dihuni oleh 21,3 persen
penduduk, Pulau kalimantan yang luasnya 28,5 persen dari luas seluruh indonesia
dihuni oleh 5,8 persen penduduk, Pulau Sulawesi dengan jumlah penduduk
sebesar 7,3 persen penduduk, Maluku dengan jumlah penduduk sebesar 1,1
persen, dan Papua dengan luas daerah 21,8 persen dihuni oleh 1,5 persen
penduduk.
4.3 Kondisi Pertanian Kedelai Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang melimpah,
yang tersebar di beberapa wilayah di seluruh Indonesia. Wilayah Indonesia sangat
cocok untuk kegiatan pertanian karena memiliki tanah yang subur, hal ini
mengakibatkan Indonesia dijuluki dengan negara agraris selain itu Indonesia juga
37
memiliki iklim yang mendukung dalam melakukan kegiatan pertanian dan
perkebunan. Sektor pertanian masih menjadi ladang pencarian nafkah bagi
masyarakat kecil, kurang lebih 100 juta jiwa penduduk Indonesia bekerja sebagai
petani, namun alih fungsi lahan di kalangan petani bisa saja terjadi hal ini
disebabkan karena adanya ketidak sejahtaan yang diperoleh petani akibatnya
ketahanan pangan tidak lagi menjadi prioritas bagi petani.
Keadaan kedelai di Indonesia saat ini dipandang sebagai komoditas
strategis. kebutuhan kedelai setiap tahunnya diperkirakan mencapai 1,8 juta ton
kebutuhan akan kedelai tersebut akan semakin bertambah sejalan dengan
pertumbuhan penduduk yang semakin banyak di setiap tahunnya, untuk
memenuhi kebutuhan tersebut terdapat beberapa wilayah yang menjadi sentra
produksi kedelai yang dicanangkan dapat membantu kebutuhan kedelai nasional.
Sentra produksi kedelai di Indonesia menyebar di beberapa provinsi di antaranya
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan,
Aceh, dan Lampung.
Permasalahan yang dihadapi pertanian kedelai di Indonesia cukup banyak
dimana kebutuhan pasar dalam negeri untuk komoditas kedelai tidak dapat
memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengakibatkan terjadinya impor
kedelai untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Telah kita ketahui bahwa
Indonesia merupakan negara agraris namun semakin banyaknya penduduk
mengakibatkan alih fungsi lahan menjadi perumahan serta perkantoran,
penurunan lahan pertanian ini menjadi faktor utama menurunnya produktivitas
kedelai di Indonesia contoh kecilnya yaitu pada tahun 1992 lahan pertanian
38
Indonesia masih berkisar 1,7 juta hektar namun pada sembilan tahun berikutnya
jumlah lahan pertanian di Indonesia menyusut dengan sangat drastis hingga
mencapai 550 ribu hektar saja.
Faktor lain yang mengakibatkan penurunan lahan pertanian iyalah petani
yang pada awalnya becocok tanam kedelai namun dikarenakan harga kedelai yang
sering anjlok saat panen raya mengakibatkan petani beralih menanam komoditas
lain yang dianggap dapat menguntungkan dibandingkan kedelai. Permasalahan
lain yang dihadapi oleh petani Indonesia adalah buruknya kualitas benih kedelai
yang ditanam mengakibatkan hasil yang di dapat tidak sebanding dengan luas
lahan yang di tanaminya dan diperburuk oleh luas lahan pertanian yang dimiliki
oleh perorangan mengakibatkan produksi kedelai tidak efisien.
Selain itu, kebijakan perdagangan bebas yang di lakukan oleh pemerintah
Indonesia mengakibatkan harga kedelai impor lebih murah dibandingkan dengan
harga kedela lokal serta kualitas kedelai yang di impor juga memiliki kualitas
yang baik sehingga para para perusahan yang mengolah kedelai lebih memilih
menggunakan kedelai impor karna dianggap murah dan berkualitas.
Kendala lain yang mengakibatkan produksi kedelai dalam negeri
terhambat iyalah karena komoditas kedelai bukan merupakan tanaman pangan
utama yang dibudidayakan petani, banyak petani Indonesia lebih memili
menanam tanaman padi sebagai komoditas utama dalam bercocok tanam. Di
Indonesia sendiri tanaman kedelai hanya dijadikan tanaman tumpang sari dengan
tanaman lain seperti dengan tanaman jagung, kacang, dan tanaman lainnya.
39
0,00
1.000,00
2.000,00
3.000,00
4.000,00
Luas Lahan dan Produksi Kedelai Indonesia
Luas Lahan Produksi
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Perkembangan Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Kedelai
Indonesia
Perkembangan luas lahan, produksi, dan produktivitas kedelai di Indonesia
memiliki keadaan yang tidak menentu, hal ini dapat diketahui dengan peningkatan
produksi dan produktivitas yang tidak sejalan, lebih jelasnya akan dijabarkan
lebih menyeluruh pada pembahasan berukut:
5.1.1 Luas Lahan dan Produksi Kedelai di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang memiliki area tanam kedelai yang luas.
Sehingga berpotensi memproduksi komoditas kedelai dengan jumlah banyak,
pada tahun 1992 luas lahan kedelai berada pada anggka 1.665,71 ha dengan
produksi sebesar 1.869,71 ton dan merupakan yang tertinggi selama kurung waktu
1989-2018. Perkembangan luas lahan dan produksi tanam kedelai indonesia
terdapat pada Gambar 2.
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, 2020
Gambar 2.Perkembangan Luas Lahan dan Produksi Kedelai Indonesia Tahun
1989-2018
40
Pada gambar diatas (Gambar 2.) dapat dilihat bahwa luas lahan dan
produksi kedelai di Indonesia sering mengalami fluktuasi, dimana pada tahun
1989 luas lahan kedelai mengalami peningkatan hingga empat tahun berikutnya
yaitu tahun 1992 dengan jumlah luas lahan 1.665,71 hektar. Hal tersebut tentu
saja dibarengi dengan peningkatan produksi kedelai, dari tahun 1989 jumlah
produksi kedelai Indonesia sebesar 1.315.113 ton dan meningkat hingga tahun
1992 dengan jumlah produksi sebesar 1.869.713 ton, keadaan tersebut juga
mengakibatkan ditahun 1992 sebagai produksi dan luas lahan tertinggi selama
kurung waktu 1989-2018 dengan rata-rata luas lahan sebesar 865,47 hektar dan
jumlah produksi 1.073.585 ton.
Pada tahun 1993 hingga 1998 luas lahan dan produksi kedelai mengalami
fluktuasi, tetapi pada tahun 1995 luas lahan serta produksi kedelai sempat
mengalami kenaikan sebesar 5,01 persen dan kembali turun ditahun berikutnya
hingga tahun 1998. Di tahun 1999, produksi kedelai kembali naik sebesar
1.382.848 ton dan presentase pertumbuhan 5,91 persen, dengan jumlah luas lahan
1.151,08 hektar. Pada tahun 2000 jumlah luas lahan kedelai turun sebesar 28,37
persen dengan jumlah produksi 1.017.634 ton, di tahun 2001 hingga 2003
produksi kedelai Indonesia terus mengalami penurunan dari 826.932 ton tahun
2001 menjadi 671.600 ton di tahun 2003 hal ini terjadi karena Provinsi Jawa
Tengah tidak memproduksi kedelai sehingga berpengaru terhadap produksi
kedelai nasional.
Meskipun di tahun 2000 hingga 2005 Provinsi Jawa Tengan tidak
memproduksi kedelai namun Provinsi lain yang menjadi sentra kedelai Indonesia
41
mengalami peningkatan luas lahan dan produksi sehigga mengakibatkan adanya
kenaikan luas lahan sebesar 11,73 persen di tahun 2005. Pada tahun 2006 kedelai
Indonesia kembali mengalami penurunan luas lahan sebesar 6,60 persen hingga
tahun 2007 dengan luas lahan sebesar 459,12 hektar, hal ini juga di ikuti dengan
penurunan produksi kedelai sebesar 7,151 persen di tahun 2006 dan 20,74 persen
ditahun 2007.
Pada tahun 2008 luas lahan dan produksi kedelai meningkat, dengan luas
lahan 590,96 hektar serta produksi 775.491 ton. Tahun 2009 peningkatan masih
terjadi dengan luas lahan 722,79 hektar dan produksi sebesar 974.511 ton. Namun
dalam kurung waktu 2010 hingga 2013 produksi kedelai kembali turun dengan
presentase 6,92 persen ditahun 2010 hal tersebut disebabkan oleh penurunan
jumlah luas lahan pada tiga tahun terakhir hingga presentase pertumbuhan
menyentuh 2,96 persen ditahun 2013.
Di tahun 2014 produksi dan luas lahan kedelai kembali bangkit dengan
presentase luas lahan 11,78 persen dan produksi 954.997 ton, meskipun
pertumbuhan ini tidak bertahan lama dimana pada tahun berikutnya yaitu tahun
2015 hingga 2017 kembali mengalami penurunan luas lahan dengan jumlah
614,10 hektar tahun 2015, tahun 2016 sebesar 576,99 hektar, dan tahun 2017 luas
lahan dan produksi masih mengalami penurunan dengan jumlah luas lahan 355,80
hektar dan jumlah produksi 538,729 ton, tahun 2017 merupakan tahun dengan
luas lahan dan produksi terkecil selama 30 tahun terakhir (1989-2018). Tahun
2018 luas lahan kedelai sebesar 680,00 hektar dan jumlah produksi 953.571 ton.
42
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Pro
du
ktiv
itas
(to
n/h
a)
Tahun
Perkembangan Produktivitas Kedelai Indonesia
5.1.2 Perkembangan Produktivitas Kedelai Indonesia
Perkembangan produktivitas kedelai di Indonesia dalam kurung waktu 30
tahun terakhir (1988-2017) mengalami fluktiasi, dengan rata-rata produktivas
sebesar 12,85 ton/hektar. Dalam kurung waktu tersebut (1988-2017) produktivitas
kedelai tertinggi terjadi pada tahun 2015 dengan jumlah produktivitas 15,68
ton/hektar. Lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah (Gambar 3).
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan Kementrian Pertanian, 2020
Gambar 3. Perkembangan Produktivitas Kedelai Indonesia
Berdasarkan dari gambar diatas (Gambar 2) produktivitas kedelai
Indonesia pada tahun 1989 berada pada angka 10,88 ton/hektar dan terus
meningkat hingga tahun 1991 denga jumlah produktivitas 11,37 ton/hektar. Di
tahun 1992 produktivitas menurun dengan jumlah 11,22 ton/hektar dan naik di
tahun 1993 dengan jumlah 11,62 ton/hektar. Namun ditahun 1994 produktivitas
kedelai Indonesia mengalami penurunan sebesar 11,12 ton/hektar hal ini terjadi
43
karena adanya penuruna luas lahan dan produksi kedelai di beberapa sentra
kedelai diantaranya prodinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Aceh, dan Lampung.
Produktivitas kedelai nasional kembali meningkat pada tahun 1995 hingga
1997 dengan produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 1997 sebesar 12,13
ton/hektar. Di tahun 1998, produktivas mengalami penurunan kembali dengan
jumlah 11,92 ton/hektar namun produktivitas kembali meningkat yaitu dari 12,01
ton/hektar pada tahun 1999 menjadi 12,34 ton/hektar pada tahun 2000. Pada tahun
2001 produktivitas kedelai mengalami penurunan, namun masih dalam tahap
positif dengan jumlah produksitivitas 12,18 ton/hektar. Dalam kurung waktu 2002
hingga 2005 produktivitas kedelai Indonesia cenderung meningkat hingga
mencapai 1,59 persen dimana tahun 2005 merupakan tahun dengan produktivitas
tertinggi dengan jumlah 13,01 ton/hektar dalam kurung waktu 2002-2005.
Penurunan produktivias kedelai kembali terjadi ditahun 2006 dengan
jumlah produktivitas 12,88 ton/hektar dibandingka dengan tahun sebelumnya
yang masih berada pada jumlah 13,01 ton/hektar, penurunan ini terjadi tetapi
hanya sementara karena produktivitas kembali naik ditahun 2007 dengan jumlah
produktivitas 12,91 ton/hektar kenaikan ini terus menigkat hingga tahun 2010
sebesar 13,73 ton/hektr dengan presentase pertumbuan 1,85 persen. Produktivitas
kembali turun 1,49 persen ditahun 2011 menjadi 13,68 ton/hektar dan pada tahun
2012 jumlah produktivitas kedelai berada pada angka 14,85 ton/hektar.
Di tahun 2013 hingga tahun 2018 produktivitas kedelai Indonesia
mengalami keadaan naik dan turun disebabkan karena adanya penurunan luas
lahan nasional, tahun 2013 produktivitas kedelai sebesar 14,16 ton/hektar naik
44
menjadi 15,51 ton/hektar pada tahun 2014, ditahun 2015 produktivitas masih
mengalami kenaikan dengan jumlah produktivitas 15,68 ton/hektar. Dan pada
tahun 2016 produktivitas kedelai mengalami penurunan dengan jumlah 14,90
ton/hektar, namun di tahun 2017 kembali naik dengan jumlah produktivitas 15,14
ton/hektar. Tahun 2018 jumlah produkvitas sebesar 14,44 ton/hektar.
5.2 Perkembangan Volume dan Nilai Ekspor Kedelai Indonesia
Perkembangan volume dan nilai ekspor kedelai Indonesia pada tahun 1989
hingga 2018 mengalami fluktuasi dengan rata-rata volume ekspor 7.682,67 ton
dan rata-rata nilai ekspor kedelai Indonesia sebesar 1328,567 dollar AS lebih jelas
akan dibahas lebih menyeluruh pada pembahasan berikut:
5.2.1 Perkembangan Volume Ekspor Kedelai Indonesia
Peningkatan volume ekspor kedelai Indonesia mengalami fluktuasi dalam
kurung waktu 1989 sampai 2018. Dimana rata-rata volume ekspor sebesar
7.919,77 ton, dengan volume tertinggi terjadi pada tahun 2017 dengan jumlah
volume 56.473 ton dan terendah tahun 1999 dengan volume ekspor 134 ton, lebih
jelasnya akan dibahas pada Gambar 4.
45
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018V
olu
me
Eksp
or
(to
n)
Tahun
Volume Ekspor Kedelai di Indonesia
Sumber : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2020.
Gambar 4. Pererkembangan Volume Ekspor Kedelai Indonesia
Perkembangan volume ekspor kedelai pada tahun 1989 tercatat berada
pada angka 153 ton dengan presentase pertumbuhan sebesar 73,16 persen. Pada
tahun 1990 dan 1991 volume ekspor kedelai mengalami kenaikan sebesar 242 ton
dan 283 ton. Ditahun 1992 hingga 1994 volume ekspor kedelai Indonesia
mengalami keadaan naik turun dimana pada tahun 1992 volume naik sebesar
2.447 ton ditahun berikutnya turun dengan jumlah volume 995 ton dan ditahun
1994 jumlah volume kembali naik sebesar 3.043 ton, tahun 1995 dan 1996
volume ekspor kedelai kembali turun sebesar 630 ton dan 598 ton. Peningkatan
volume ekspor kembali naik ditahun 1997 dengan jumlah volume ekspor 28.054
ton.
Perkembangan volume ekspor kedelai dalam delapan tahun dimulai dari
tahun 1998 hingga 2005 mengalami fluktuasi yang tidak menentu, dimana volume
ekspor tahun 1998 sebesar 956 ton. Pada tahun 1999 volume ekspor turun 134
ton, di tahun 2000 dan 2001 volume ekspor kembali naik 521 ton dan 1.188 ton.
Dua tahun setelahnya (2002-2003) volume ekspor kedelai turun kembali dengan
46
presentase pertumbuhan 80,22 persen dan 28,09 persen, penurunan tersebut
kemudia dibayar dengan peningkatan volume ekspor yang cukup positif pada
tahun 2004 dengan jumlah 1.300 ton sangat meningkat dari dua tahun
sebelumnya, tetapi peningkatan tersebut hanya sesaat setahun kemudian volume
ekspor turun menjadi 876 ton.
Pada tahun 2006 hingga 2007 volume ekspor naik 97,72 persen ditahun
2006 dengan jumlah ekspor kedelai 1.732 ton dan tahun 2007 naik menjadi 2.390
ton, namun tahun 2008 volume ekspor kedelai turun pada angka 1.775 ton dan
naik kembali di tahun 2009 sebesar 2.131 ton kenaikan dan penurunan tersebut
terjadi dikarenakan adanya perubahan jumlah produksi kedelai Indonesia yang
naik dan turun.
Perkembangan kedelai tahun 2010 hingga 2014 cenderung mengalami
kenaikan yag signifikan dimana tahun 2010 volume ekspor kedelai ada pada
angka 385 ton dan terus naik hingga angka 51.184 ton ditahun 2014 dengan rata-
rata volume ekspor 17.627 ton dalam kurung waktu (2010-2014). Ditahun 2015
dan 2016 volume kedelai turun kembali hingga 72,77 persen dengan 13.935 ton
pada 2015 dan 2016 sebesar 13.797 ton, volume ekspor kembali bangkit ditahun
2017 sebesar 56.473 ton dan merupakan volume ekspor kedelai terbesar
sepanjang 30 tahun terakhir, tahun 2018 volume ekspor turun kembali hingga
40,61 persen dengan presentase jumlah volume sebesar 15.397 ton.
5.2.2 Perkembangan Nilai Ekspor Kedelai Indonesia
47
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Nila
i Eks
po
r (1
000
(US$
)
Tahun
Nilai Ekspor Kedelai Indonesia
perkembangan nilai ekspor kedelai Indonesia dalam kurung waktu 1989
hingga 2018 mengalami keadaan fluktuatif, dimana tahun 2014 nilai ekspor
kedelai Indonesia sebesar 24415 dollar AS dan merupakan nilai ekspor tertinggi
selama 30 tahun terakhir, dengan rata-rata nilai ekspor kedelai Indonesia sebesar
1.328,56 dollar AS (1989-2018). Perkembangan nilai ekspor kedelai Indonesia
terdapat pada Gambar 5.
Sumber : FAOSTAT, 2020
Gambar 5. Pertumbuhan Nilai Ekspor Kedelai Indonesia
Dapat dilihat dari gambar diatas, dalam kurung waktu 1989 hingga 1990
nilai ekspor kedelai Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan, dimana tahun
1989 nilai ekspor kedelai berada pada angka 118 dollar AS dan meningkat di
tahun 1990 dengan jumlah 235 dollar AS. Keragaman nilai ekspor kedelai terjadi
pada tahun 1991 hingga 1995 dimana nlai ekspor mengalami keadaan naik dan
turun, dengan nilai ekspor tertinggi terjadi ditahun 1992 dengan jumlah nilai
ekspor 1339 dollar AS.
48
Pada tahun 1996 dan 1997 , nilai ekspor kedelai naik dan berada pada
angka 116 dollar AS dan 172 dolar AS. Ditahun berikutnya nilai ekspor kedelai
turun 98,96 persen dengan jumlah nilai ekspor 115 dollar AS. Tahun 1999 nilai
ekspor kedelai sebesar 18 dollar AS dengan presentasi pertumbuhan sebesar
321,23 persen. Di tahun 2000 dan 2001 nilai ekspor kedelai sebesar 117 dollar AS
tahun 2000 dan 345 dollar AS tahun 2001.
Di tahun 2002 hingga 2004 nilai ekspor kedelai Indonesia mengalami
pertumbuhan yang signifikan dengan jumlah nilai ekspor 152 dollar AS pada
tahun 2002 dan 501 dollar AS tahun 2004. Namun di tahun 2005 nilai ekspor
turun 2,07 persen dengan jumlah nilai ekspor 485 dollar AS. Tahun 2006 nilai
ekspor kedelai Indonesia 2891 dollar AS, nilai ekspor kedelai Indonesia
mengalami penurunan tiga tahun (2007-2009) berturut-turut dimulai pada tahun
2007 dengan konteribusi 2252 dollar AS, di tahun 2008 turun 4,19 persen dengan
jumlah kontribusi sebesar 1405 dollar AS dan pada tahun 2008 konteribusi
sejumlah 342 dollar AS.
Pertumbuhan nilai ekspor kedelai selama 2010 hingga 2012, nilai ekspor
terrtinggi terjadi pada tahun 2012 dengan jumlah 1593 dollar AS dan terendah
terjadi di tahun 2010 dengan jumlah 343 dollar AS 24,26 tahun 2011 nilai ekspor
kedelai sebesar 438 dollar AS meningkat 14,15 persen dari tahun sebelumnya,
2012 nilai ekspor kedelai berada pada 1593 dollar AS, 2013 nilai ekspor turun
dengan jumlah 459 dollar AS, dan tahun 2014 nilai ekspor kedelai sebesar 24415
dollar AS dan merupakan tahun dengan jumlah nilai ekspor terbesar selama 30
tahun terakhir.
49
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
19
89
19
90
19
91
19
92
19
93
19
94
19
95
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
20
16
20
17
20
18
Nila
i RC
A
Tahun
Nilai RCA Kedelai di Indonesia
Tahun 2015 nilai ekspor kedelai turun sebesar 90,91 persen namun naik
kembali ditahun 2016 dengan jumlah nilai ekspor 282 dollar As dan tahun 2017
nilai ekspor turun sebesar 254 dollar AS, tahun 2018 kedelai naik dengan jumlah
467 dollar AS.
5.3 Analisis Daya Saing Komoditas Kedelai Indonesia
Untuk mengetahui keunggulan komperatif suatu komoditas di suatu wilayah
dapat menggunakan analisis RCA. pada daya saing komoditas kedelai, nilai RCA
Indonesia memiliki daya saing yang lemah dimana nilai RCA lebih kecil dari 1
itu artinya jika Indonesia melakukan ekspor komoditas kedelai dalam kurung
waktu 30 tahun terakhir memiliki daya saing yang rendah. Rata-rata nilai RCA
komoditas kedelai Indonesia pada 30 tahun terakhir (1989-2018) sebesar 0,0055.
Adapun nilai RCA komoditas kedelai Indonesia dalam periode waktu tahun 1989-
2018 dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:
Sumber: Data Sekunder Setelah diolah, 2020
Gambar 6. Nilai RCA Kedelai Indonesia Tahun 1989-2018
50
Dari grafik diatas dapat dijelaskan mengenai perkembangan daya saing
komoditas kedelai Indonesia, dimana nilai RCA Komoditas kedelai dalam kurung
waktu 30 tahun terakhir (1989-2018) sering mengalami keadaan fluktuasi. Pada
tahun 1989 nilai RCA komoditas kedelai berada pada angka 0,00267 dan
meningkat di tahun berikutnya dengan peningkatan sebesar 5 persen di tahun
1990 dengan nilai RCA sebesar 0,00544. Tahun 1991 nilai RCA kedelai
Indonesia mengalami penurunan sebesar 1 persen dengan jumlah nilai 0,00436
dan tahun 1992 kembali naik dengan jumlah kenaikan mencapai 0,02307, tetapi
ditahun 1993 hingga tahun 1994 nilai RCA kedelai mengalami penurunan hingga
68 persen dengan nilai RCA sebesar 0,00017. Ditahun 1995 nilai RCA naik
dengan jumlah sebesar 0,00441 dan tahun 1996 nilai RCA kembali turun sebesar
37 persen dengan jumlah RCA mencapai 0,00125.
Jumlah nilai RCA kedelai Indonesia di tahun 1997 sebesar 0,00157
meningkat 1431 persen dari tahun sebelumnya, ditahun 1998 nilai RCA turun
hingga mencapai angka 0,00014 dan menjadi tahun dengan nilai RCA terendah
selama kurung waktu 30 tahun terakhir dan tahun selanjutnya (1999) mengalami
peningkatan dengan jumlah nilai RCA 0,00027. Tahun 2000 dan 2001 nilai RCA
kembali naik 89 persen dengan jumlah nilai 0,00131 dan 0,00361 tahun 2001
selanjutnya ditahun 2002 jumlah nilai RCA turun hingga mencapai 0,00159..
Tahun 2003 dan 2004 nilai RCA mengalami peningkatan dengan jumlah
nilai masing-masing 0,00231 dan 0,00419. Tahun 2005 nilai RCA mengalami
penurunan sebesar 7 persen dengan nilai 0,00371, di tahun berikutnya (2006)
sempat mengalami peningkatan dengan nilai 0,02123 dan empat tahun berikutnya
51
(2007-2010) kembali turun 41 persen dengan jumlah nilai masing masing
0,01163, 0,00413, 0,00108, dan 0,00077. Pada tahun 2011 dan 2012 nilai RCA
kedelai naik hingga mencapai 26,09 tetapi ditahun berikutnya 2013 kembali turun
dengan jumlah RCA mencapai 0,00082. Dalam kurung waktu 2014 hingga 2018
nilai RCA kedelai mengalami fluktuasi dengan nilai RCA tertinggi terjadi pada
tahun 2014 dengan nilai 0,04456 dan terkecil pada tahun 2015 dengan nilai
0,00038.
5.4 Nilai Indeks RCA Kedelai Indonesia
Nilai indeks RCA selama kurung waktu tahun 1989 hingga 2018 mengalami
keadaan yang berfluktuasi. Nilai indeks RCA apabila lebih kecil dari satu berarti
megalami penurunan atau kinerja ekspor kedelai Indonesia tahun sekerang lebih
rendah dari tahun sebelumnya, dan sebaliknya apabila nilai indeks RCA lebih
besar dari satu berarti terjadi kenaikan kinerja ekspor kedelai Indonesia tahun
sekarang dibandingkan dari tahun sebelumnya. Nilai indeks RCA rata-rata dalam
kurun tahun 1989 sampai 2018 menunjukkan jumlah nilai sebesar 4,5466 berarti
rata-rata nilai indeks RCA kedelai Indonesia mengalam peningkatan RCA dari
tahun sebelumnya. Nilai indeks RCA kedelai di Indonesia dapat dilihat pada
Gambar 7.
52
0
10
20
30
40
50
60
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
Nila
i In
dek
s R
CA
Tahun
Nilai Indeks RCA Kedelai di Indonesia
Sumber : Data Sekunder Setelah diolah, 2020
Gambar 7. Nilai Indeks RCA Kedelai Indonesia Tahun 1989-2018
Nilai indeks RCA kedelai Indonesia pada tahun 1989 hingga 2018
menunjukkan bahwa terjadinya fluktuasi yang tidak menentu, pada tahun 1989
nilai indeks RCA adalah 2,03 yang berarti mengalami peningkatan dari tahun
sebelunya. Dimana nilai indeks RCA tertinggi terjadi pada tahun 2014 dengan
nilai indeks 54,34 dan nilai indeks terendah terjadi pada tahun 2017 dengan nilai
0,07 yang merupakan nilai indeks RCA lebih kecil dari 1 dan pada tahun 2017
nilai indeks RCA mengalami penurunan dari tahun sebelumnya (2016).
5.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Komoditas Kedelai di
Indonesia
Faktor (variabel) yang mempengaruhi daya saing kedelai Indonesia adalah
produksi kedelai, harga kedelai Indonesia, harga kedelai dunia, dan nilai tukar.
Dengan tingkat alfa yang digunakan sebesar 10 persen atau 0,010 lebih jelas dapat
diihar pada Tabel 3.
53
Tabel 3. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Komoditas
Kedelai Indonesia
Variabel Bebas Koefisien t_statistik P
Produksi Kedelai (ln_ )
Harga Kedelai (ln_ )
Harga Kedelai Dunia (ln_ )
Nilai Tukar (ln_ )
1,783804*
-0,07653
0,07745
0,954276**
1,976904
-0,637302
0,689270
2,201638
0,0592
0,5297
0,4970
0,0371
Konstanta = -28,70703 ***) : signifikan (α = 1%)
= 0,222555 (22,25%) **) : signifikan (α = 5%)
= 1,789 *) : signifikan (α = 10%)
ns) : non signifikan
Sumber : Data Sekunder Setelah diolah, 2020.
Dari analisis data menggunakan program eviews diperoleh persamaan
regresi daya saing komoditas kedelai di Indonesia sebagai berikut:
Ln_y =1,784ln_ - 0.077ln_ + 0.077ln_ + 0.954ln_ - 28.70
Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa
nilai uji F (over all test) adalah 1,789 dan perpengaruh nyata terhadap tingkat
kepercayaan 90 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa keempat variabel bebas
( produksi kedelai, harga kedelai, harga kedelai dunia, dan nilai tukar) yang
digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing
(RCA) kedelai Indonesia secara bersama-sama (simultaneusly) berpengaruh
terhadap naik turunnya daya saing tersebut. hasil analisis juga menunjukkan
bahwa variabel yang digunakan untuk menduga daya saing (RCA) kedelai
Indonesia mampu menjelaskan koefisien daya saing (RCA) kedelai tersebut
sebesar 22,25 persen sedangkan sisanya 77,75 persen disebabkan oleh adanya
54
faktor-faktor lain dari luar variabel pendugaan seperti ekspor kedelai dan
kebijakan pemerintah.
Hasil pendugaan dalam analisis diatas juga menunjukkan bahwa variabel
yang berpengaru nyata terhadap daya saing (RCA) adalah produksi kedelai,
variabel produksi kedelai mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 1,784. Nilai
pada variabelp tersebut menunjukkan korelasi positif dan berpengaruh nyata pada
arah kepercayaan 90 persen (0,0592 < 0,010) terhadap daya saing (RCA) kedelai
Indonesia artinya dapat diketahui bahwa secara kuantitatif apabila produksi
kedelai naik 1 persen maka daya saing (RCA) kedelai tersebut meningkat 1,784
persen. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Willy
dan Sarwono, 2014) yang menjelaskan nilai probabilitas produksi kedelai (0,0246
< α=5%) maka variabel produksi berpengaruh secara signifikan terhadap
peningkatan daya saing kedelai Indonesia penelitian ini juga mendukung teori
keunggulan komperatif yang dikemukakan oleh (Porter, 1990) bahwa produksi
sebagai pengembangan dari kondisi faktor yang menjadi faktor pendukung daya
saing.
Nilai kofisien untuk variabel nilai tukar adalah 0,954 dan secara statistik
nilai tersebut menunjukkan korelasi positif dan berpengaruh nyata pada
kepercayaan 90 persen (0,0371 0,010) terhadap daya saing (RCA) kedelai
Indonesia. Karena berkorelasi positif terhadap daya saing (RCA) yang berarti
secara kuantitatif apabila nilai tukar naik 1 persen maka daya saing (RCA) kedelai
Indonesia meningkat sebesar 0,954. hasil penelitian ini mendukung teori yang
dikemukakan oleh (Tambunan, 2001) tentang delapan faktor penentu daya saing
55
salah satu faktor penentu daya saing yaitu keuangan. Namun menurut (Willy dan
Sarwono, 2014) bahwa variabel nilai tukar tidak berpengaruh terhadap
peningkatan daya saing kedelai di Indonesia.
Nilai koefisien untuk variabel harga kedelai Indonesia adalah -0,077 nilai
variabel tersebut menunjukkan korelasi negatif terhadap daya saing (RCA) dan
secara statistik tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90 persen (
0,5297 > 0,010) terhadap daya saing (RCA) kedelai Indonesia. Variabel tersebut
berkorelasi negatif terhadap daya saing (RCA) yang artinya secara kuantitatif
apabila harga kedelai Indonesia meningkat 1 persen maka daya saing (RCA)
kedelai Indonesia akan menurun sebesar -0,077. hasil penelitian ini tidak
mendukung teori yang dikemukakan oleh Tambunan, 2001 tentang delapan faktor
penentu daya saing. Sehingga variabel harga kedelai tidak berpengaruh terhadap
daya saing kedelai Indonesia.
Nilai koefisien variabel harga kedelai dunia adalah 0,077 nilai tersebut
menunjukkan korelasi positif terhadap daya saing (RCA) tetapi secara statistik
tidak berpengaru nyata pada taraf kepercayaan 90 persen (0,4970 > 0,010)
terhadap daya saing kedelai Indonesia. Artinya secara kuantitatif apabila harga
kedelai dunia meningkat 1 persen maka akan mengakibatkan daya saing (RCA)
kedelai Indonesia akan melemah 0.077. Menurut Kalaba (2012) kenaikan harga
internasional akan mendorong eksportir untuk mengekspor dalam jumlah yang
lebih besar, sehingga nilai ekspor akan meningkat dan akhirnya berdampak pada
kenaikan daya saing. Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dihasilkan
dimana apabila harga dunia meningkat maka daya saing Indonesia akan melemah.
56
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulan sebagai
berikut:
1. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai RCA komoditas kedelai Indonesia
memiliki daya saing yang lemah dengan rata-rata nilai RCA sebesar 0,0055
dan dapat dikatakan daya saing Indonesia untuk Kedelai masih berada
dibawah rata-rata dunia.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap daya saing komoditas kedelai
Indonesia adalah produksi kedelai dan nilai tukar. Dengan demikian semakin
tinggi nilai produksi kedelai maka daya saing komoditas kedelai Indonesia
akan meningkat dan semakin tinggi nilai tukar maka daya saing kedelai
Indonesia meningkat.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis daya saing
komoditas kedelai Indonesia terdapat beberapa saran, diantaranya:
1. Untuk meningkatkan daya saing komoditas kedelai Indonesia pemerintah
harus memperhatikan kualitas dan kuantitas dari komoditas kedelai yang
dijual dengan memperhatikan kesejahtraan petani sehingga volume ekspor
kedelai dapat maksimal.
57
2. Agar produksi komoditas kedelai di Indonesia meningkat perlu adanya
sosialisasi dan binaan bagi petani untuk memamfaatkan lahan yang tidak
terpakai sebagai lahan bercocok tanam kedelai
3. Adanya kebijakan untuk mengstabilkan harga kedelai domestik agar
pemermintaan kedelai impor dapat menurun
58
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, dkk. 2002. Daya Saing Daerah : Konsep dan Pengukurannya di
Indonesia. Yogyakarta : BPFE.
Adisarwanto, 2006. Budidaya Kedelai Dengan Pemupukan yang Efektif dan
Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta.
Aditya, P. 2016. Daya Saing, Profitabilitas dan Efisiensi Usahatani Padi dan
Jagung di Indonesia. Skripsi. Fakultas Eknomi dan Bisnis, Universitas
Eirlangga.Surabaya.
Aisyah, N. 2015. Analisis Daya Saing dan Kebijakan Pemerintah Terhadap
Usahatani Padi, Jagung dan Kedelai Provinsi Jawa Tengah. Skripsi.
Fakultas Ekonomi, Unversitas Negeri Semarang. Semarang
Badan Pusat Statistika, 2018. www.bps.go.id Kedelai. Sulawesi Selatan.
Damardjati et al. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai.
Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Dinar, Frihartka S. 2011. Analisis Daya Saing dan Strategi Pengembangan
Agribisnis Kedelai Lokal di Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonmi
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Dirgantro, 2002. Keunggulan Bersaing Melalui Proses Bisnis. Jakarta. Penerbit
Gramedia Pustaka Utama.
Ditjentan, 2004. Profil Kedelai (Glycine max). Buku 1. Direktorat Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Hasanuddin dan Partoharjono. 2005. Dalam Dyah Karunia Sari, Yaya Hasanah,
Toga Simanungkait. 2014. Respon Pertumbuhan dan Produksi Beberapa
Varietas Kedelai (Glycine Max L. (Merill)) Dengan Pemberian Pupuk
Organik Cair. Jurnal
Irmawati, F. 2018. Analisis Daya Saing Komoditas Lada di Indonesia. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar.
Kalaba, Y. 2012. Dalam Prajogo U, Hadii, dan Julia f. Sinuraya. Kinerja dan
Strategi Penguatan Daya Saing Komoditas Pertanian Indonesia. Jurnal.
Kasryno et al. 1985. Pemasaran Kedelai Indonesia. In : Somaatmadja et al. (eds.)
Kedelai. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
Kementan, 2018. Outlook Kedelai. Komoditas Pertanian Subsektor Tanaman
Pangan. Kementrian Pertanian. Jakarta.
59
Lauria Tika Carolina dan Jaka Aminata, 2019. Analisis Daya Saing dan Faktor
yang Mempengaruhi Eksor Batu Bara. Jurnal Penelitian Departemen IESP
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Vol. 1 No1.
Muhammad, F. 2008. Analisis Daya Saing Kedelai di Jawa Timur. Skripsi.
Program Magister Program Pasca Sarjana. Universitas Jember. Jember
Alam, N. 2018. Analisis Daya Saing Komoditas Kakao di Sulawesi Selatan.
Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar.
Nopirin, 2014. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro-Makro. Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta.
Partohardjono, 2005. Upaya Peningkatan Produksi Kedela Melalui Perbaikan
Teknologi Budidaya. Dalam Partohardjono (penyunting). Analisis dan
Opsi Kebijakan Pemerintah dan Pengembangan Tanaman Pangan.
Monograf No.1. 2005. Puslitbangtan. Bogor.
Prajogo U. Hadi dan Julia F. Sinuraya. 2015. Kinerja dan Strategi Penguatan
Daya Saing Komoditas Pertanian Indonesia.
Purnawati, Astatuti dan Sri Fatmawati.2013. Dasar-dasar Ekspor Impor. UPP
STIM YKPN. Yogyakarta.
Salvatore, 2008. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
, 1997. Ekonomi Internasional. Alibahasa Oleh Haris Munandar Edisi 5
Cetak 1. Erlangga. Jakarta.
, 2014. Ekonomi Internasional. Jakarta : Salemba Empat.
Sarwono dan Willy Pratama, 2014. Analisis Daya Saing Kedelai Indonesia. Junal
Penelitian. Jejak 7(2) (2014): 100-202. DOI: 10.15294/jejak.v7il.3596.
Badan Pusat Statistika, Indonesia.
Septi RostikaAnjani, Dwidjono Hadi Darwanto dan Jangkung Handoyo Mulyo.
Jurnal penelitian SEPA: Vol. 12 No.1 September 2015 :42-47. Fakultas
Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sri Sulasmiyati, Mochammad Al Musadieq dan Muhammad Luqman Zakariya,
2016. Pengaruh Produksi, Harga, dan Nilai Tukar Terhadap Volume
Ekspor (studi pada vulume ekspor biji kakao Indonesia priode januari
2010- dessember 2015. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 40 No.2
November 2016.
Sudaryanto, 1996. Konsumsi Kedelai. In : Amang et al. (eds). Ekonomi Kedelai
Indonesia. IPB press. Bogor.
60
Sugianto, dkk. 2005. Ekonomi Mikro. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sugiono, 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D. Bandung.Alfabeta.
Sulistyandari, dan Sri, 2013. Membangun Keunggulan Bersaing Berkelanjutan:
Sebuah Kajian Literatur Pada Konteks Usaha Kecil Menengah.
Sustainable Competitive Advantage, Vol. 1(1), h: 1-17.
Suprapto, 2004. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Syahrul, G, S. 2016. Daya Saing dan Dampak Kebijakan Komoditas Kedelai
Domestik di Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tambunan, 2014. Perekonomian Indonesia. Yogyakarta. BPFE.
Tatakomara, 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Komoditi
Teh di Indonesia. Serta Daya Saing Komoditi Teh di Pasar Internasional.
Skripsi Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tulus, S. 2011. Uji Daya Hsil Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max L. Merill)
Berdaya Saing Tinggi pada Lahan Kerin di Manggoapi Manokwari.
Fakultas Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua.
Manokwari. 883hlm.
Willy, P. 2014. Analisis Daya Saing Kedelai Indonesia. Skripsi. Fakultas
Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.
Yosep, F. 2009. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Ekspor Jagung Indonesia di Pasar Malaysia Pra dan Pasca Krisis
Ekonomi. Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
61
LAMPIRAN
62
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian
63
Lampiran 2. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 08/11/20 Time: 13:51
Sample: 1989 2018
Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -28.70703 15.41466 -1.862320 0.0744
X1 1.783804 0.902322 1.976904 0.0592
X2 -0.076535 0.120092 -0.637302 0.5297
X3 0.077454 0.112371 0.689270 0.4970
X4 0.954276 0.433439 2.201638 0.0371 R-squared 0.222555 Mean dependent var 4.352956
Adjusted R-squared 0.098164 S.D. dependent var 0.977547
S.E. of regression 0.928328 Akaike info criterion 2.840148
Sum squared resid 21.54482 Schwarz criterion 3.073681
Log likelihood -37.60222 Hannan-Quinn criter. 2.914857
F-statistic 1.789155 Durbin-Watson stat 1.565673
Prob(F-statistic) 0.162587
64
Lampiran 3. Dokumentasi penelitian di Kantor Badan Pusat Statistika (BPS)
65
66
67
68
69
RIWAYAT HIDUP
Penulis di lahirkan di Desa Mattampa Walie Kecamatan
Lamuru Kabupaten Bone tanggal 9 agustus 1998. Dari ayah
yang bernama Kisman dan ibu bernama Hajrah. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudra.
Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 160
Mattampa Walie lulus pada tahun 2010, dan melanjutkan pendidikan di SMP
Negeri 1 Lamuru lulus pada tahun 2013, selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan di SMAN 17 Bone selesai tahun 2016. Pada tahun yang sama penulis
terdaftar sebagai mahasiswi di Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas
Pertanian Program Studi Agribisnis.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah melakukan magang di Balai
Benih Hortikultura Loka Bantaeng, dan penulis juga pernah Melaksanakan Kuliah
Kerja Profesi di Kelurahan Pabundukang Kecamatan Polongbangkeng Selatan
Kabupaten Takalar.