analisis bingkai
DESCRIPTION
Analisis BingkaiTRANSCRIPT
Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja
(Studi Dramaturgi Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja dalani kehidupannya di
Kota Bandung)
Penelitian bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Perilaku Komunikasi
Penggurta Ganja (Studi dramaturgi Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja dalam
kehidupannya di Kota Bandung). Untuk menjawab masalah di atas, maka
diangkat sub fokuS-sub fokus penelitian berikut: Panggung depan, panggung
belakang dan perilaku. Sub fokus tersebut untuk mendukung fokus penelitian,
yaitu: Perilaku Pengguna Ganja Pada Proses Kehidupannya di Kota Bandung.
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan studi dramaturgi, Subjek
penelitiannya adalah pengguna ganja. Informan dipilih dengan teknik purposive
sampling, untuk informan penelitian berjumlah 4 (empat) orang pengguna ganja,
dan untuk memperjelas serta memperkuat data adanya informan kunci yang
berjumlah 2 (dua) orang. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam,
observasi, dokumentasi, studi pustaka dan penelusuran data online. Untuk uji
validitas data menggunakan teknik triangulasi data. Adapun teknik analisis data
dengan mereduksi data, mengumpulkan data, menyajikan data, menank
kesimpulan, dan evaluasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa panggung depan (front stage),
pengguna ganja hampir semuanya memerankan panggung depan (front stage)
sesuai dengan peran mereka di masyarakat, mereka berperan layaknya aktris atau
aktor dalam suatu pertunjukan drama panggung. Pada panggung belakang (back
stage), pengguna ganja memainkan sebuah peran yang utuh. Sehingga pada
perilaku mereka saat berada di panggung depan front stage) dan panggung
belakang (back stage) memiliki suatu peran yang sangat berbeda, mereka
berdramaturgi dalam menjalani kehidupannya.
Kesimpulan dari hasil penelitian, bahwa para pengguna ganja memerankan
peran yang berbeda antara panggung depan dan panggung belakang, dan perilaku
yang tumbuh pada dirinya adalah hasil dari cara dia bersosialisasi di lingkungan,
baik dalam profesi maupun di lingkungan keluarga.
Sumber: download.portalgaruda.org/articte.php/article
ANALISIS BINGKAI
Analisisframing merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat
mengungkap rahasia di balik sebuah perbedaan, bahkan pertentangan media
dalam mengungkapkan fakta. Analisis framing dipakai untuk mengetahui
bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian, realitas sosial
dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu.
Elemen-elemen tersebut bukan hanya bagian dari teknis jurnalistik, melainkan
menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. Inilah sesungguhnya
sebuah realitas politik, bagaimana media membangun, menyuguhkan,
mempertahankan, dan mereproduksi, suatu peristiwa kepada pembacanya. Melalui
smaiisisframing akan dapat diketahui siapa menendalikan siapa, siapa lawan
siapa, mana kawan mana lawan, mana patron dan mana klien, siapa diuntungkan
dan siapa dirugikan, siapa menindas dan siapa tertindas. Kesimpulan-kesimpulan
seperti ini sangat mungkin diperoleh karena analisis framing merupakan suatu
seni-kreativitas yang memiliki kebebasan dalam menafsirkan realitas dengan
menggunakan teori dan metodologi tertentu. Ada dua csensi utama dari znalisis
framing, yaitu pertama, bagaimana peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan
bagian mana yang diliput dan mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta
ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar
untuk mendukung gagasan.
A. Akar Historis Analisis Framing
Analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana,
khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengen&iframing, pertama
kali dilontarkan oleh Beterson pada tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai
struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan
politik, kebijakan, dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar
untuk mengapresiasi realitas. Namun kemudian, pengertian framing berkembang,
yaitu ditafsirkan untuk menggambarkan proses penseleksian dan penyorotan
aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Dalam ranah studi komunikasi,
analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif
multidisipliner untuk menganalisis fenomena atau aktivitas komunikasi.
Analisis, framing sebagai suatu metode analisis isi media, terbilang baru. la
berkembang terutama berkat pandangan kaum konstruksionisme. Paradigma ini
mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang
dihasilkannya. Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog
interpretatif, Peter L. Beger bersama Thomas Luckman, yang banyak menulis
karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial dan realitas. Tesis utama
dari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis,
dinamis, dan plural secara terus-menerus. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk
secara ilmiah tidakjuga sesuatu yang diturunkan Tuhan, tetapi ia dibentuk dan
direkonstruksi. Dengan pemahaman seperti itu, realitas berwajah ganda/plural.
Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas.
Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Sebagai hasil dari konstruksi
sosial maka realitas dapat merupakan realitas subjektif dan realitas objektif.
Realitas subjektif, menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antarindividu
dengan objek. Sedangkan realitas objektif, merupakan sesuatu yang dialami,
bersifat eksternal, berada di luar atau dalam istilah Berger, tidak dapat kita
tiadakan dengan angan-angan.
Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa atau
fakta dalam arti yang riil. Di sini realitas bukan hanya dioper begitu saja sebagai
berita, ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam proses
internalisasi, wartawan dilanda oleh realitas. Realitas diamati oleh wartawan dan
diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses ekternalisasi, wartawan
menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi tentang fakta
diekspresikan untuk melihat realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses
interaksi dan dialektika tersebut.
Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media,
wartawan, dan berita dilihat, yaitu pada tabel berikut.
Tabel 1
Pendekatan Konstruksionis dan Positivis dalam Media, Wartawan dan
Berita
Penilaian Paradigma Konstruksionis
Paradigma Positivis
Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi
Fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu
Ada fakta yang "riil" yang diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal
Media adalah agen konstruksi
Media sebagai agen konstruksi pesan
Media sebagai saluran pesan
Berita bukan refleksi dari realitas. la hanyalah konstruksi dari realitas
Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena berita yang terbentuk nerupakan konstruksi atas realitas
Berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput
Berita bersifat subjektif/ konstruksi atas realitas
Berita bersifat subjektif, opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif
Berita bersifat oyektif, menyingkirkan opini dan pandangan subjektif dari pembuat berita
Wartawan bukan pelapor. la agen konstruksi realitas
Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial
Wartawan sebagai pelapor
Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita
Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa
Nilai, etika, opini, dan pilihan moral berada diluar proses peliputan berita
Etika, dan pilihan moral peneliti, menjadi bagian yang integral dalam penelitian
Nilai, etika, dan pilihan moral bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian
Nilai, etika, dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian
Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita
Khalayak mempunyai penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita
Berita diterima sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembuat berita
Karakteristik penelitian isi media yang berkategori konstruksionis terutama
dilakukan dengan melakukan pembedaan dengan paradigma positivistik, yaitu
pada tabel berikut.
Tabel 2
Karakteristik Penelitian Dilihat dari Isi Media
Penilaian Paradigma Konstruksionis Paradigma PositivistikTujuan penelitian: rekonstruksi realitas sosial
Rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti
Eksplanasi, prediksi, dan kontrol
Peneliti sebagai fasilitator keragaman subjektivitas sosial
Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial
Peneliti berperan sebagai disinterested scientist
Makna suatu teks adalah hasil negosiasi antara teks dan peneliti
Negosiasi; makna adalah hasil dari proses saling mempengaruhi antara teks dan pembaca. Makna bukan ditransmisikan, tetapi dinegosiasikan
Transmisi; makna secara inheren ada dalam teks, dan ditransmisikan kepada pembaca
Penafsiran bagian yang tak terpisahkan dalam analisis
Subjektif; penafsiran bagian tak terpisahkan dari penelitian teks. Bahkan dasar dari analisis teks
Objektif; analisis teks tidak boleh menyertakan penafsiran atau opini peneliti
Menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti teks
Reflektif/dialektik; menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti teks untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif
Intervensionis; pengujian hipotesis dalam stmktur hipotetico deductive method. Melalui lab eksperimen atau survai eksplanatif, dengan analisis kuantitatif
Kualitas penelitian diukur dan otentisitas dan refleksivitas temuan
Kriteria kualitas penelitian; otentisitas dan refleksivitas, sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas dihayati oleh para pelaku sosial
Kriteria kualitas penelitian; objektif, validitas, dan reliabilitas (internal dan eksternal)
B. Landasan Teoretik Analisis Framing
1. Perspektif Komunikasi
Analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat
mengkonstruksi fakta. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk
mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Oleh karena itu, berita
menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai
sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, dan tak terelakkan.
2. Perspektif Sosiologi
Secara sosiologis, konsep frame analysis ialah memelihara kelangsungan
kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara
aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat memahaminya.
Skemata interpretasi itu disehutframes, yang memungkinkan individu dapat
melokalisasi, merasakan, mengidentifikasikan, dan memberi label terhadap
peristiwa-peristiwa serta informasi.
3. Perspektif Psikologi
Framing dilihat sebagai penempatan informasi dalam konteks yang unik,
sehingga elemen-elemen tertentu suatu isu memperoleh alokasi sumber
kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya, elemen-elemen yang terseleksi
menjadi pentmg dalam mempengaruhi pemlaian individu dalam penarikan
kesimpulan.
4. Perspektif Disiplin Ilmu Lain
Kjonsepsi fr'aming terkesan tumpang tindih. Fungsi frames kerap dikatakan
sebagai struktur internal dalam pikiran dan perangkat yang dibangun dalam
wacana politik.
C. Konsep Analisis Framing
Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu
komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam
praktiknya, analisisframing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-
konsep sosiologis, politik, dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi,
sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan konteks
sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya. Berikut pandangan beberapa
tokoh tentang frame.
1. Gamson dan Modigliani
Frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir
sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa
yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Berdasarkan konsepnya, Gamson
rnende&nisikan framing dalam dua pendekatan berikut.
a. Pendekatan kultural dalam level kultural. Frame pertama-tama dapat
dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen
konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana.
b. Pendekatan psikologis dalam level individual. Individu selalu bertindak
atau mengambil keputusan secara sadar, rasional, dan intensional.
Individu selalu menyertakan pengalaman hidup, wawasan sosial, dan
kecenderungan psikologisnya dalam menginterpretasi pesan yang ia
terima.
2. Gitlin
Frame sebagai seleksi, penegasan, dan eksklusi yang ketat. Ia
menghubungkan konsep tersebut dengan proses memproduksi berita.
Konsepsij9a/ra>2,p dari para konstruksionis dalam literatur sosiologi ini
memperkuat asumsi mengenai proses kognitif individual penstrukturan
representasi kognitif-dan teori proses pengendalian informasi dalam
psikologi.
3. Entman
Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan
penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua faktor ini dapat lebih
mempertajam framing berita melalui proses seleksi isu yang layak
ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Perspektif wartawanlah yang akan
menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya. Di balik
semua itu, pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu
melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses
produksi sebuah berita. Framing memiliki implikasi penting bagi komunikasi
politik sebab framing memainkan peran utama dalam mendesakkan
kekuasaan politik, dan frame dalam tcks berita sungguh merupakan
kekuasaan yang tercetak ia menunjukkan identitas para aktor atau interest
yang berkompetisi untuk mendominasi teks. Konsep framing menurut
Entman, secara konsisten menawarkan sebuah cara untuk mengungkap the
power of a communication text. Framing analysis dapat menjelaskan dengan
cara yang tepat pengaruh atas kesadaran manusia yang didesak oleh transfer
informasi dari sebuah lokasi, seperti pidato, ucapan/ungkapan, news report,
atau novel. Framing, secara esensial meliputi penseleksian dan penonjolan.
WembudXframe adalah menseleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman
realitas, dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang
dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi
permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral, dana atau
merekomendasikan penanganannya.
4. G.J. Aditjondro
GJ. Aditjondro mendefinisikan j9a?m'ag sebagai metode penyajian realitas di
mana kebenaran, tentang suatu kejadian, tidak diingkari secara total,
melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap
aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istQah-istilah yangpunya
konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi
lainnya. Proses framing merupakan bagian tak terpisalikan dari proses
penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media
cetak. Proses framing menjadikan media massa sebagai arena dimana
informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang simbolik
antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan pandangannya
didukung pembaca.
Pada umumnya, terdapat tiga tindakan yang biasa dilakukan pekerja media
massa, khususnya oleh komunikator massa, tatkala melakukan konstruksi
realitas politik yang berujung pada pembentukan makna atau citra mengenai
sebuah kekuatan politik, yaitu seperti berikut.
a. Dalam hal pilihan kata (simbol) politik. Dalam komunikasi politik, para
komunikator bertukar citra-citra atau makna-makna melelui lambang.
Mereka saling menginterpretasikan pesan-pesan (simbol-simbol) politik
yang diterimanya.
b. Dalam melakukan pembingkaian framing) peristiwa politik. Untuk
kepentingan pemberitaan, komunikator massa sering kali hanya menyoroti
hal-hal yang "penting" (mempunyai nilai berita) dari sebuah peristiwa
politik. Ditambah pula dengan berbagai kepentingan, maka konstruksi
realitas politik sangat ditentukan oleh siapa yang memiliki kepentingan
(menarik keuntungan atau pihak mana yang diuntungkan) dengan berita
tersebut.
c. Menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah peristiwa politik. Justru
hanya jika media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa politik,
maka peristiwa akan memperoleh perhatian dari masyarakat. Semakin
besar tempat yang diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan
oleh khalayak. Pada konteks ini, media massa memiliki fungsi agenda
setter sebagaimana yang dikenal dengan teori agenda setting
D. Perbedaan Karakteristik Analisis Framing dengan Analisis Wacana
Kritis
■ Analisis Framing
a. Untuk pusat perhatiannya adalah pembentukan pesan teks.
b. Untuk melihat bagaimana pesan atau peristiwa dikonstruksi oleh media.
Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyampaikannya
kepada khalayak pembaca.
c. Konstruksi makna cenderung bersifat simbolis, laten dan pervaswe.
d. Teks berita mengandung sejumlah perangkat retoris yang akan berinteraksi
dengan memori khalayak dalam proses konstruksi makna.
e. Tujuannya menangkap bentuk konstruksi media terhadap realitas yang
disajikan sebagai berita.
f. Kajiannya mengkaji masalah sintaksis, semantik, skrip, tematik, retoris,
skema, detail, nominalisasi antarkalimat, kata ganti leksikon, gran's,
metafor, pengandaian.
■ Analisis Wacana Kritis
a. Lebih menekankan pada pemaknaan teks yang mengandalkan interpretasi
dan penafsiran peneliti. Setiap teks dimaknai secara berbeda dan ditafsirkan
secara beragam.
b. Berpretensi memfokuskan pada pesan latent (tersembunyi). Makna suatu
pesan tidak bisa hanya ditafsirkan sebagai apa yang tampak dalam teks,
namun harus dianalisis dari makna yang tersembunyi.
c. Bukan hanya kata, atau aspek isi lainnya yang dikodekan, tetapi struktur
wacana yang kompleks pun dapat dianalisis pada berbagai tingkatan
deskripsi. Bahkan makna kalimat dan relasi koheren antarkalimat pun
dipelajari.
d. Tidak berpretensi melakukan generalisasi dengan beberapa asumsi. Karena
setiap peristiwa pada dasarnya selalu bersifat unik, karena itu tidak dapat
diperlakukan prosedur yang sama yang diterapkan untuk isu dan kasus yang
berbeda.
e. Tujuannya menggali bagaimana "pemakaian bahasa" dalam tuturan atau
tulisan sebagai bentuk praktik sosial, termasuk di dalamnya praktik
kekuasaan.
f. Kajiannya mengkaji wacana, ideologi, representasi, struktur, kognisi sosial,
teks, konteks.
E. Teknik Analisis Framing
Secara teknis, tidak mungkin bagi seorangjurnalis untuk mem-framing
seluruh bagian berita. Artinya, hanya bagian dari kejadian-kejadian penting dalam
sebuah berita saja yang menjadi ob]ekframingjurnalis. Namun, bagian-bagian
kejadian penting ini sendiri merupakan salah satu aspck yang sangat ingin
diketahui khalayak. Aspek lainnya adalah peristiwa atau ide yang diberitakan.
1. Entman
Framing dalam berita dilakukan dengan delapan cara berikut.
a. Identifikasi masalah (problem identification).
b. Peristiwa dilihat sebagai apa dan dengan nilai positif atau negatif apa.
c. Identifikasi penyebab masalah {causal interpretation).
d. Siapa yang dianggap penyebab masalah.
e. Evaluasi moral (moral evaluation).
f. Penilaian atas penyebab masalah.
g. Penanggulangan masalah (treatment recommendation).
h. Menawarkan suatu cara penanganan masalah dan kadangkala
memprediksikan hasilnya.
2. Abrar
Pada umumnya, terdapat delapan teknik mem-framing berita yang dipakai
wartawan.
a. Ketidaksesuaian sikap dan perilaku (cognitif dissonance).
b. Empati (membentuk "pribadi khayal").
c. Daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan (packing).
d. Menggabungkan kondisi, kebijakan, dan objek yang sedang aktual
dengan fokus berita (asosiasi).
e. Sekurangnya, ada tiga bagian berita yang bisa menjadi ob]ek framing
seorang wartawan, yaitu judul berita, fokus berita, dan penutup berita.
f. Untuk judul berita di-framing dengan menggunakan teknik empati, yaitu
menciptakan "pribadi khayal" dalam diri khalayak, sementara khalayak
diangankan menempatkan diri mereka seperti korban kekerasan atau
keluarga dari korban kekerasan, sehingga mereka bisa merasakan
kepedihan yang luar biasa.
g. Fokus berita di-framing dengan menggunakan teknik asosiasi, yaitu
menggabungkan kebijakan aktual dengan fokus berita. Kebijakan yang
dimaksud adalah penghormatan terhadap perempuan (misalnya).
h. Penutup berita di-framing dengan menggunakan teknik packing, yaitu
menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang
dikandung berita. Sebab mereka tidak berdaya sama sekali untuk
membantah kebenaran yang direkonstruksikan berita.
3. Gamson
a. Level Kultural
Identifikasi dan kategorisasi terhadap proses pengulangan, penempatan,
asosiasi, dan penajaman kata, kalimat, dan proposisi tertentu dalam
wacana. Selain itu pula, dapat dilakukan dengan membedah sisi retoris
suatu wacana, yaitu dengan menganalisis dan mengidentifikasi kata,
kunci, metafor, frase, popular wisdom, silogisme, dan perangkat-
perangkat simbolik lain yang ada di dalamnya.
b. Level Individu
Konsepframe-resonance, yaitu tingkat keselarasan antara/ram« yang
muncul dalam wacana tekstual dengan respons interpretatif khalayak.
Untuk mengukurframe-resonance, serta untuk mengetahui tingkat
keseragaman atau keberagaman schemata awak media,
analisis/rameragperlu dilakukan sampai pada tingkat individu.
Analisisframing terhadap schemata individu ini bisa dilakukan dengan
polling atau wawancara komprehensif.
F. Efek Framing
Salah satu efek framing yang paling mendasar ialah realitas sosial yang
kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai
sesuatu yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Framing
menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang
dikenal khalayak. Karena itu, framing menyediakan kunci bagaimana peristiwa
dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam bentuk berita. Karena media
melihat peristiwa dari kacamata tertentu maka realitas setelah dilihat oleh
khalayak adalah realitas yang sudah dibentuk oleh bingkai media.
1. Menonjolkan Aspek Tertentu - Mengaburkan Aspek Lain.
Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas.
Dalam penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak
diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya, ada aspek lainnya yang tidak
mendapatkan perhatian yang memadai.
2. Menampilkan Sisi Tertentu - Melupakan Sisi Lain.
Dengan menampilkan aspek tertentu dalam suatu berita menyebabkan aspek
lain yang penting dalam memahami realitas tidak mendapatkan liputan yang
memadai dalam berita.
3. Menampilkan Aktor Tertentu - Menycmbunyikan Aktor.
Berita sering kali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini
tentu saja tidak salah, tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan
pada satu pihak atau aktor tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin
relevan dan penting dalam pemberitaan menjadi tersembunyi.
a. Mobilisasi Massa
Framing atau isu umumnya banyak dipakai dalam literatur gerakan
sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada strategi bagaimana supaya
khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Itu sering kali
ditandai dengan menciptakan masalah bersama, musuh bersama, dan
pahlawan bersama. Hanya dengan itu, khalayak bisa digerakkan dan
dimobilisasi. Semua itu, membutuhkanjrame bagaimana isu dikemas,
bagaimana peristiwa dipahami, dan bagaimana pula kejadian dimaknai
dan didefinisikan.
b. Menggiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu
Individu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media. Karenanya,
perhatian khalayak, bagaimana orang mengkonstruksi realitas sebagian
besar berasal dari apa yang diberitakan oleh media. Media merupakan
tempat dimana khalayak memperoleh informasi mengenai realitas politik
dan sosial terjadi di sekitar mereka. Karena itu, bagaimana media
membingkai realitas tertentu berpengaruh pada bagaimana individu
menafsirkan peristiwa tersebut. Dengan kata lain, frame yang disajikan
oleh media ketika memaknai realitas mempengaruhi bagaimana khalayak
menafsirkan peristiwa. Membayangkan tiekframing pada individu
semacam ini, bukan berarti mengandalkan individu adalah makhluk yang
menafsirkan realitas politik adalah makluk yang pasif. Sebaliknya, ia
adalah entitas yang aktif menafsirkan realitas politik. Pemahaman mereka
atas realitas politiik terbentuk dari apa yang disajikan oleh media dengan
pemahaman dan predisposisi mereka atas suatu realitas. Hubungan
transaksi antara teks dan personal ini melahirkan pemahaman tertentu
atas suatu realitas.
G. Model-Model Analisis Framing
1. Pan dan Gerald M. Kosicki
Pan dan Gerald M. Kosicki mengoperasionalisasikan empat dimensi
struktural teks berita sebagai pemngkat framing, yaitu sintaksis, skrip,
tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam
tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu
koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyaijrame
yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang
dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita kutipan sumber,
latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara
keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang
memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang
dimunculkan dalam teks.
Tabel 3
Kerangka Framing Pan dan Kosicki
Struktur Perangkat Framing Unit yang DiamatiSintaksisCara wartawan menyusun fakta
1. Skema berita Headline, lead, latar informasi, kutipan, sumber, pernyataan, penutup
SkripCara wartawan mengisahkan fakta
2. Kelengkapan berita 5W+1H
TematikCara wartawan menulis fakta
1. Detail 2. Maksud kalimat, hubungan 3. Nominalisasi antarkalimat 4. Koherensi (Bentuk kalimat, Kata ganti)
Paragraf, proposisi
RetorisCara wartawan menekankan fakta
1. Leksikon 2. Gratis 3. Metafor (Pengandaian)
Kata, idiom, gambar/foto, grafik
2. William A. Gamson dan Andre Modigliani
Didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media-
berita dan artikel, terdiri atas package interaktif yang mengandung makna
tertentu. Di dalam package ini terdapat dua struktur, yaitu core frame dan'
condesnsing symbols. Struktur pertama merupakan pusat organisasi elemen-
elemen ide yang membantu komunikator untuk menunjukkan substansi isu
yang tengah dibicarakan. Sedangkan struktur yang kedua mengandung dua
substruktur, yaitu framing devices dan reasoning devices. Frame merupakan
inti sebuah unit besar wacana publik yang disebut package. Framing analysis
yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami wacana media
sebagai satu gugusan perspektif interpretasi (interpretatzf package) saat
mengkonstruksi dan memberi makna suatu isu.
Core Frame (gagasan sentrat)
Berisi elemen-elemen inti untuk memberikan pengertian yang relevan
terhadap peristiwa, dan mengarahkan makna isu-yang dibangun condesing
symbol (simbol yang "dimampatkan").
Condensing Symbol
Pencermatan terhadap interaksi perangkat simbolik {framing devices dan
reasoning devices) sebagai dasar digunakannya perspektif. Simbol dalam
wacana terlihat transparan bila dalam dirinya menyusup perangkat
bermakna yang mampu berperan sebagai panduan menggantikan sesuatu
yang lain. Struktur framing devices yang mencakup metaphors, exemplars,
catchphrases, depictions, dan visual images menekankan aspek bagaimana
"melihat" suatu isu.
Metaphors
Cara memindah makna dengan merelasikan dua fakta analogi, atau
memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti, ibarat, bak,
sebagai, umpama, laksana. Metafora berperan ganda; pertama, sebagai
perangkat diskursif, dan ekspresi piranti mental; kedua, berasosiasi dengan
asumsi atau penilaian, serta memaksa teks membuat sense tertentu.
Exemplars
Mengemas fakta tertentu secara mendalam agar satu sisi memiliki bobot
makna lebih untuk dijadikan rujukan/pelajaran. Posisinya menjadi
pelengkap bingkai inti dalam kesatuan berita untuk membenarkan
perspektif.
Catchpharases
Bentukan kata, atau frase khas cerminan fakta yang merujuk pemikiran
atau semangat tertentu. Dalam teks berita, catchphrases mewujud dalam
bentuk jargon, slogan, atau semboyan.
Depictions
Penggambaran fakta dengan memakai istilah, kata, kalimat konotatif agar
khalayak terarah ke citra tertentu. Asumsinya, pemakaian kata khusus
diniatkan untuk membangkitkan prasangka, menyesatkan pikiran dan
tindakan, serta efektif sebagai bentuk aksi politik. Depictions dapat
berbentuk stigmatisasi, eufemisme, serta akronimisasi.
Visual Images
Pemakaian foto, diagram, grafis, tabel, kartun, dan sejenisnya untuk
menekspresikan kesan, misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan-
dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna. Visual
images bersifat sangat natural, sangat mewakili realitas yang membuat erat
muatan ideologi pesan dengan khalayak. Struktur reasoning devices
menekankan aspek pembenaran terhadap cara "melihat" isu, yakni roots
(analisis kausal) dan appeals to principle (klaim moral).
Roots (analisis kausal)
Pembenaran isu dengan menghubungkan suatu objek atau lebih yang
dianggap menjadi sebab timbulnya atau terjadinya hal yang lain.
Tujuannya, membenarkan penyimpulan fakta berdasar hubungan sebab-
akibat yang digambarkan atau dibeberkan.
Appeal to Principle (klaim moral)
Pemikiran, prinsip, klaim moral sebagai argumentasi pembenar
membangun berita, berupa pepatah, cerita rakyat, mitos, doktrin, ajaran,
dan sejenisnya. Appeal to principle yang apriori, dogmatis, simplistik, dan
monokausal (nonlogis) bertujuan membuat khalayak tak berdaya
menyanggah argumentasi. Fokusnya, memanipulasi emosi agar mengarah
ke sifat, waktu, tempat, cara tertentu, serta membuatnya tertutup/keras dari
bentuk penalaran lain.
3. Murray Edelman
Apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada
bagaimana kita membingkai dan mengkonstruksi/menafsirkan realitas.
Edelman mensejajarkan^/ramz^ sebagai kategorisasi pemakaian perspektif
tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan
bagaimana fakta atau realitas dipahami. Salah satu gagasan utama dari
Edelman ialah dapat mengarahkan pandangan klialayak akan suatu isu dan
membentukpengertian mereka akan suatu isu. Elemen penting dalam melihat
suatu peristiwa ialah bagaimana orang membuat kategorisasi atas suatu
peristiwa melalui kategorisasi hendak ke mana sebuah peristiwa diarahkan
dan dijelaskan.
Kategorisasi
Merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. Kategori merupakan alat
bagaimana realitas dipahami dan hadir dalam benak khalayak. Kategori
merupakan kekuatan yang besar dalam mempengaruhi pikiran dan
kesadaran publik, sebab kategori lebih menyentuh, lebih substil, dan lebih
mengena alam bawah sadar.
Kesalahan Kategorisasi
Sering kali terjadi kategori yang dipakai dalam mendefinisikan peristiwa
itu salah atau menipu khalayak. Peristiwa dibungkus dengan kategori
tertentu menyebabkan khalayak tidak bisa menerima informasi
sebenarnya. Peristiwa tertentu yang dikategorisasikan dan dibingkai
dengan cara tertentu, mempengaruhi bagaimana peristiwa dipahami.
Rubrikasi
Merupakan salah satu aspek kategorisasi yang penting dalam pemberitaan.
Bagaimana suatu peristiwa di kategorisasikan dalam rubrik-rubrik tertentu.
Rubrikasi harus dipahami sebagai bagian dari bagaimana fakta
diklasifikasikan dalam kategori tertentu. Pendefinisian suatu realitas sosial,
secara sederhana dalam strategi pemberitaan dan proses pembuatan berita,
dapat dilihat dari bagaimana peristiwa dan fakta ditempatkan dalam rubrik
tertentu. Rubrikasi menentukan bagaimana peristiwa dan fenomena harus
dijelaskan. Rubrikasi ini bisa jadi miskategorisasi peristiwa yang
seharusnya dikategorisasikan dalam satu kasus, tetapi karena masuk dalam
rubrik tertentu, akhirnya dikategorisasikan dalam rubrik tertentu.
Klasifikasi menentukan dan mempengaruhi emosi khalayak ketika
memandang atau melihat suatu peristiwa. Bagaimana publik mempersepsi
realitas dengan bantuan kategori atau klasifiksi yang telah dibuat.
Kategorisasi dan Ideologi
Dalam pandangan Edelman, kategorisasi berhubungan dengan ideologi.
Bagaimana realitas diklasifikasikan dan dikategorisasikan, di antaranya
ditandai dengan bagaimana kategorisasi tersebut dilakukan. Kategorisasi
bukan representasi dari realitas. Pada dasarnya, kategorisasi merupakan
kreasi kembali yang penting agar tampak wajar dan rasional, yaitu dengan
pemakaian kata-kata terentu yang mempengaruhi bagaimana realitas atau
seseorang dicitrakan uang pada akhirnya membentuk pendapat umum
mengenai suatu peristiwa atau masalah. Pemakaian bahasa tertentu
memperkuat pandangan seseorang, prasangka, dan kebencian tertentu.
4. Robert N. Entman
Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakkan dasar-dasar
bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep mengenai framing ditulis
dalam sebuah artikel untuk Journal of Political Communication dan tulisan
lain yang mempraktikkan konsep itu dalam suatu studi kasus pemberitaan
media. Konsep framing oleh Entman digunakan untuk menggambarkan
proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media.
Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam
konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari
pada isu yang lain. Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks
komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan/dianggap oleh
pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat didefinisikan membuat
informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih mudah diingat oleh
khalayak. Informasi yang menonjol kemungkinan lebih diterima oleh
khalayak, lebih terasa dan tersimpan dalam memori dibandingkan dengan
yang disajikan secara biasa.
Bentuk penonjolan tersebut bisa beragam; menempatkan satu aspek informasi
lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok, melakukan
pengulangan informasi yang dipandang penting atau dihubungkan dengan
aspek budaya yang akrab dibenak khalayak. Dengan bentuk seperti itu,
sebuah ide, gagasan, informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah
diperhatikan, diingat dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema
pandangan khalayak. Karena kemenonjolan adalah produk interaksi antara
teks dan penerima, kehadiran frame dalam teks bisa jadi tidak seperti yang
dideteksi oleh peneliti, khalayak sangat mungkin mempunyai pandangan apa
yang dia pikirkan atas suatu teks dan bagaimana teks berita tersebut
dikonstruksi dalam pikiran khalayak.
Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan
penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Penonjolan
adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik,
berarti, atau lebih diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara
menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk
diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.
Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu
tertentu dan mengabaikan isu yang lain; dan menonjolkan aspek dari isu
tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana penempatan yang
mencolok (menempatkan di headline depan atau bagian belakang),
pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat
penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/peristiwa
yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi
dan Iain-lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari
konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Framing
adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang
yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara
pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang
diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, hendak dibawa
kemana berita tersebut.
Tabel 4
Seleksi Isu dan Penonjolan Aspek Isu (1)
Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? Dari proses ini selalu terkandung didalamnya ada bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi ada juga berita yang dikeluarkan (excluded). Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu.
Penonjolan aspek tertentu dari suatu isu
Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis? Hal ini, sangat berkaitan dengan kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak.
Sumber: Eriyanto, 2002: 187
Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali
dapat kita lihat mengenai framing. Elemen ini merupakan master frame atau
bingkai yang paling utama. la menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh
wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu
tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Bingkai
yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda. Ketika ada
demonstrasi mahasiswa dan diakhiri dengan bentrokan, bagaimana peristiwa ini
dipahami? Peristiwa ini bisa dipahami sebagai anarkisme gerakan mahasiswa, bisa
juga dipahami sebagai pengorbanan mahasiswa.
Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah), merupakan elemen
framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu
peristiwa. Penyebab di sini bisa berarti apa [what), tetapi bisa juga berarti siapa
(who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang
dianggap sebagai sumber masalah. Karena itu, masalah yang dipahami secara
berbeda, penyebab masalah secara tidak langsung juga akan dipahami secara
berbeda pula. Misalnya, dalam kasus bentrokan demonstrasi mahasiswa. Kalau
demonstrasi itu dipahami sebagai anarkisme mahasiswa maka mahasiswalah yang
dianggap sebagai pelaku. Tetapi sebaliknya, kalau demonstrasi tersebut dipahami
sebagai perlawanan mahasiswa maka polisilah yang dipandang sebagai pelaku.
Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing
yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian
masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab
masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk
mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu
yang familiar dan dikenal oleh khalayak. Contoh gerakan mahasiswa, kalau
wartawan memaknai demonstrasi mahasiswa sebagai upaya pertahanan diri,
dalam teks berita bisa dijumpai serangkaian pilihan moral yang diajukan.
Misalnya disebut dalam teks, "mahasiswa adalah kelompok yang tidak
mempunyai kepentingan, dan berjuang di garis moral". Pilihan moral sebaliknya,
bisa diberikan kepada polisi dengan menyatakan bahwa polisi berjuang demi
rakyat.
Elemen framing lain adalah treatment recommendation (menekankan
penyelesaian). Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki wartawan.
Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja
sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang
sebagai penyebab masalah. Kalau dalam berita mengenai demonstrasi mahasiswa
tersebut dipandang polisi yang salah, maka penyelesaian masalah yang ditawarkan
bisa jadi menyeret polisi ke pengadilan atau bisa juga ditawarkan penyelesaian
untuk terus melakukan demonstrasi dalam jumlah massa lebih besar.
Konsep framing oleh Entman untuk menggambarkan proses seleksi dan
penonjolan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing memberi tekanan
lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang
dianggap penting atau ditonjolkan oleh pembuat teks. Entman melihatframing
dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-
aspek tertentu dari realitas atau isu. Dalam pruktiknya., framing dijalankan oleh
media dengan menseleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain, serta
menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai srategi
wacana, misalnya isu ditempatkan pada headline depan, pengulangan, pemakaian
grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, dan pemakaian label
tertentu dan lain sebagainya. Yeva.ngka.t framing dapat digambarkan sebagai
berikut.
Tabel 5
Seleksi Isu dan Penonjolan Aspek Isu (2)
Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta dari realitas yang kompleks dan beragam, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan?
Penonjolan aspek tertentu dari isu
Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa atau isu tersebut telah dipilih, bagaimana aspek tersebut dituiis? Hal ini, sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan oitra tertentu untuk ditampilkan pada khalayak
Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian
definisi, penjelasan definisi, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk
menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.
Secara lebih, jelas dapat digambarkan sebagai berikut.
Tabel 6Seleksi Isu dan Penonjolan Aspek Isu
dari Aspek Problem, Diagnose, Moral, dan TreatmentDefine problems (pendefinisian masalah)
Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat, sebagai apa, atau sebagai masalah apa?
Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah)
Sebagai penyebab dari suatu masalah, siapa atau aktor yang dianggap sebagai penyebab mereka?
Make moral judgement (membuat keputusan moral)
Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan?
Treatment recomendation (menekankan penyelesaian)
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah
H. Perbandingan dan Keistimewaan Model-Model Analisis Framing
Model-model framing di atas mempunyai kesamaan, yaitu secara umuni
membahas mengenai bagaimana media membentuk konstruksi atas realitas,
menyajikannya dan menampilkannya kepada khalayak. Model-model tersebut
mempunyai beragam cara dan pendekatan. Mengutip Jisuk Woo, paling tidak ada
tiga kategori dasar demen framing. Pertama, level makrostruktural. Level ini dapat
dilihat sebagai pembingkaian dalam tingkat wacana. Kedua, level mikrostruktural.
Elemen ini memusatkan perhatian pada bagian atau sisi mana dari peristiwa
tersebut ditonjolkan dan bagian mana yang dilupakan/dikecilkan. Ketiga, elemen
retoris. Elemen ini memusatkan perhatian pada bagaimana fakta ditekankan.
Perbandingan di antara model-model tersebut, di antaranya model Entman dan
Edelman, tidak merinci secara detil elemen retoris. Meskipun dalam tingkatan
analisisnya mereka menunjukkan bagaimana kata, kalimat atau gambar dapat
dianalisis sebagai bagian integral memahami frame, tetapi mereka tidak
mengajukan gambaran detail mengenai elemen retoris tersebut. Model mereka
terutama bergerak pada level bagaimana peristiwa dipahami dan bagaimana
pemilihan fakta yang dilakukan oleh media.
Model dan Pan dan Kosicki, disertakan dalam unit analisis mereka apa saja
elemen retoris yang perlu diperhatikan untuk menunjukkan perangkat framing.
Model Gamson yang banyak ditekankan adalah penandaan dalam bentuk simbolik
baik lewat kiasan maupun retorika yang secara tidak langsung mengarahkan
perhatian khalayak. Model Pan dan Kosicki banyak diadaptasi pendekatan
linguistik dengan memasukkan elemen seperti pemakaian kata, menulis struktur
dan bentuk kalimat yang mengarahkan bagaiman peristiwa dibingkai media.
Tabel 7
Makro Struktural, Mikro Struktural dan Retoris dalam Bingkai Media
Makro struktural
Mikro struktural
Retoris
Murray Edelman V VRobert N Entman V VWilliam Gamson V V V
Zhong dang Pan dan Gerald M Kosicki
V V V
Pembingkaian Media Atas Pemberitaan Peristiwa Bentrokan antara Warga
dengan Jemaah Ahmadiyah
Studi Analisis Framing Pemberitaan Peristiwa Bentrokan antara Warga
dengan Jemaah Ahmadiyah pada Media Televisi TV One dan Metro TV
Pemberitaan tentang kekerasan dalam agama di dunia pertelivisian terus
didengungkan seiring dengan berlalunya waktu. Tak henti-hentinya konflik
antarumat beragama yang mendera negeri ini disiarkan oleh berbagai media
termasuk media televisi. Tampilan berita yang berkaitan dengan konflik antarumat
beragama tersebut ditampilkan secara berbeda oleh masing masing media televisi
berdasarkan ideologinya sendiri-sendiri. Salah satunya adalah berita peristiwa
bentrokan antara warga dengan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini ingin dilihat bagaimanakah perbedaan media televisi
membingkai pemberitaan peristiwa bentrokan antara warga dengan jemaah
Ahmadiyah di Cikeusik.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kecenderungan pemberitaan
TV One dan Metro TV dalam mengkonstruksi realitas tentang peristiwa bentrokan
antara warga dengan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik. Landasan teori yang
digunakan sebagai rujukan analisis antara lain, Jurnalisme Televisi Sebagai Media
Massa, Peran Media Massa dalam Mengkonstruksi Realitas, Berita Merupakan
Hasil dari Konstruksi Realitas, Model Komunikasi, serta landasan teori
moddframirig Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah anaksisfaming dengan menggunakan teori yang
dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Unit analisisnya
adalah item berita tentang peristiwa bentrokan antara warga dengan jemaah
Ahmadiyah di Cikeusik yang berupa naskah berita pada media televisi TV One
dan Metro TV tanggal 6 Februari s/d 4 Maret 2011. Populasi berita di TV One ada
8 berita, sementara Metro TV sebanyak 10 berita dan yang dijadikan korpus ada 3
berita dari TV One dan 4 berita dari Metro TV
Hasil dari penelitian ini berdasarkan analisis data yang didapat dari naskah
berita yang menjadi korpus di kedua media televisi tersebut yaitu TV One
membingkai peristiwa bentrokan antara warga dengan jemaah Ahmadiyah di
Cikeusik cenderung lebih pro (apresiasi atau menyanjung) peran polisi dalam
peristiwa bentrokan antara warga dengan jemaah Ahmadiyah di Cikeusik
berdasarkan realitas bagusnya peran aktif polisi untuk menangani dan mengusut
peristiwa bentrokan Cikeusik. Sedangkan Metro TV cenderung lebih kontra dan
terkesan menjatuhkan peran polisi dalam peristiwa bentrokan antara warga dengan
jemaah Ahmadiyah di Cikeusik berdasarkan realitas buruknya peranan
polisi dalam mengatasi peristiwa bentrokan ini.
Sumber: http:llwww.upnjatim.ac.id