analisis air asam tambang batubara
TRANSCRIPT
ANALISIS AIR ASAM TAMBANG BATUBARA
KALIMANTAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Diajukan untuk memenuhi persyaratan kelulusan magang
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran
Oleh:
NURUL IRFANI
150110080086
UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJATINANGOR
2011
ANALISIS AIR ASAM TAMBANG BATUBARA
KALIMANTAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Diajukan untuk memenuhi persyaratan kelulusan magang
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran
Oleh:
NURUL IRFANI
150110080086
UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJATINANGOR
2011
ANALISIS AIR ASAM TAMBANG BATUBARA
KALIMANTAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Diajukan untuk memenuhi persyaratan kelulusan magang
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran
Oleh:
NURUL IRFANI
150110080086
UNIVERSITAS PADJADJARANFAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJATINANGOR
2011
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang berjudul “Air Asam Tambang
Batubara Kalimantan”.
Laporan ini disusun berdasarkan pelaksanaan PKL yang dilakukan di
Lembaga Pusat Penelitian Geoteknologi (LIPI) Bandung, pada tanggal 2 Agustus
s/d 11 Oktober 2011.
Kegiatan PKL ini dilakukan dengan beberapa kegiatan yaitu: pembahasan
proyek yang akan dilaksanakan, preparasi sample, drying process, sub grading
sample/crushing, analisis total sulfur, analisis MPA (Maximum Potential Acid),
analisis ANC (Acid Neutralization Potential), dan Pengukuran PH dan EC.
Maksud dan tujuan dari PKL ini adalah agar kita dapat mengetahui potensi
Air Asam Tambang di lahan bekas pertambangan di Kalimantan, mendapatkan
ilmu dan pengalaman menganalisis Total sulfur, Analisis MPA (Maximum
Potential Acid), analisis ANC (Acid Neutralization Potential), dan Pengukuran
PH dan EC.
Dalam kesempatan ini penulis tak lupa untuk menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian, Dr. Ir. Benny Joy
2. Kepala Program Studi Agroteknologi, Ir. Adjat
3. Dr. Anne Nuraini, Ir., MS selaku wali dosen, dan Mr. Anggoro selaku
dosen pembimbing lapangan kegiatan PKL.
4. Teh Mutia Dewi Yuniati selaku pembimbing selama kegiatan PKL
5. Teh Eki selaku pembimbing selama kegiatan PKL
6. Pak Ated selaku pembimbing selama kegiatan PKL
7. Segenap pimpinan, staf, beserta pegawai LIPI Geoteknologi yang telah
banyak membantu dan membimbing penulis
8. Orang tua yang telah memberikan izin, dukungan moril dan non moril
9. Teman-teman selama kegiatan PKL : Lina Marlina yang telah banyak
iii
10. membantu dan terus memberikan dukungannya. Serta pihak lain yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.
Akhirnya Penulis berharap laporan Praktek Kerja Lapangsn ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca. Selain itu Penulis sadar bahwa dalam laporan
ini terdapat kekurangan dan belum sempurna. Oleh sebab itu, Penulis menerima
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Bandung, Desember 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
COVER ……………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR………………………………………………… …..ii-iii
DAFTAR ISI ………… ………………………………………………..iv-v
DAFTAR GAMBAR ...………………………………………………….vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………........vii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………...................................1
1.2 Tujuan Magang ……………………………………………………..1
1.3 Waktu dan Tempat Magang…………………………………………2
1.4 Materi/Teori Magang ………………………………………………2-5
1.5 Metode Magang ……………………………………………………5-9
1.6 Sampel …………………………………………………………….9-10
II. Keadaan Umum Tempat Magang
2.1 Sejarah Singkat ………..…………………………………………11-13
2.2 Lokasi Geografi …………………………………………………….13
2.3 Struktur Organisasi …………………………………………………14
2.4 Bidang Usaha ……………………………………………………14-15
2.5 Sarana dan Prasarana …………………………………………….15-17
III. Kegiatan Magang
3.1 Jadwal Magang……………………………………………....………18
3.2 Kegiatan Magang
3.2.1 Preparasi Sampel Batubara dan DryingProcess...........................19-20
3.2.2 Sub Grading Sample/Crushing......................................................20-22
3.2.3 Analisis Total Sulfur)....................................................................22-24
3.2.4 Analisis MPA (Maksimum Potential Acid....................................24
3.2 .5 Analisis ANC (Acid Neutralizing Capacity) .............................24-27
v
3.2.6 Pengukuran pH dan EC .................................................................28
3.2.7 Penentuan Jumlah Organik Karbon ................................................29
3.2.8 Perhitungan NAPP..........................................................................29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Total Sulfur …………………………………………….30-33
4.2 Analisi MPA …………………………………………………….34-35
4.3 Analisis ANC ……………………………………………………36-39
4.4 Pengukuran pH dan EC ………………………………………… 39-40
4.5 Analisis Jumlah Organik Karbon ………………………………...41-42
4.6 Perhitungan NAPP ………………………………………………43-44
4.7 Hasil Keseluruhan ………………………………………………...44-47
V. REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN
5.1 Keadaan Umum Lahan Bekas Tambang ………………………….48
5.2 Kebutuhan Reklamasi ……………………………………………48-49
5.3 Teknologi Reklamasi …………………………………………….50-51
5.4 Memodifikasi Lapisan Atas Tanah ………………………………51-52
5.5 Stabilisasi Lokasi yang Direklamasi ……………………………..53-54
5.6 Mengembalikan Poroduktivitas Lahan …………………………..54-56
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan …………………………………………………………57
6.2 Saran ………………………………………………………………..58
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….61
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
1 Reaksi Pembentukan Air Asam Tambang 4
2 Menimbang bobot kering sampel tanah 20
3 Mengaduk Sampel Tanah (Drying Process) 20
4 Sub grading sample/crushing dengan mesin 21
pengayak screening
5 Sub grading sample/crushing dengan pengayak 22
60 mesh dan 230 mesh
6 Menumbuk/memperkecil ukuran sampel 22
7 Sampel (-230 mesh) 24
8 Menimbang bobot sampel 24
9 Simpan sample analiysis total sulfur di desicator 24
10 Menambahkan HCl analiysis total sulfur 24
11 Penyaringan dengan kertas saring 5A/5B 24
12 Hasil Saringan dipanaskan diatas hotplate 24
13 Pengenceran analiysis total sulfur 24
14 Mendidihkan sample ANC test 27
15 Larutan NaOH dan HCl untuk ANC test 27
16 Titrasi ANC test 27
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1 Mineral sulfida penghasil asam yang paling umum 3
2 ARD (Acid Rock Drainage) index value 7
classification and interpretation for these samples
3 Metode analisis air asam tambang (AAT) 8
4 Data sample penelitian Air Asam Tambang 9-10
PT. Pancaran Surya Abadi
5 Jadwal Kegiatan Magang 18
6 Bobot masing-masing sample tanah (kg) 19
7 Hasil bobot kering sample (kg) 21
8 Hasil pengamatan analisis total sulfur 30-31
9 Nilai akhir total sulfur dikurangi blanko 32
10 Hasil perhitungan MPA (Maximum Potential Acid) 34
11 Deskripsi fizz rating 37
12 Hasil ANC (Acid Neutralising Capacity) test 37-38
13 Hasil pengukuran pH dan EC 39
14 Hasil pengukuran % organik karbon 41
15 Hasil perhitungan NAPP 43
16 Ringkasan interpretasi asam-basa hasil penelitian 44
17 Hasil seluruh kegiatan magang (static test) 45
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1 Kegiatan Harian Magang LIPI 59-60
Geoteknologi Bandung
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Magang
Kegiatan magang ini dilakukan untuk melengkapi serangkaian pendidikan
mahasiswa Program Sudi Agroteknologi Fakultas Pertanian UNPAD, yang terdiri
dari kuliah, praktikum, diskusi, seminar, kuliah lapangan, dan magang.
Praktek kerja lapangan yang di latar belakangi karena adanya ketertarikan
untuk lebih mengenal program kerja yang dilakukan oleh Lembaga pemerintahan
non kementerian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), khususnya Pusat
Penelitian Geoteknologi.
LIPI sudah terkenal di Indonesia maupun mancanegara. Perusahaan ini telah
banyak melakukan penelitian-penelitian yang membantu Bangsa ini dalam
kemajuan yang pesat. Oleh karena itu kami sangat berminat mengetahui lebih jauh
tentang perusahaan lipi khususnya bagian Geoteknologi.
Dalam kegiatan magang ini kami melakukan penelitian tentang Air Asam
Tambang dari batubara yang perlu ada lebih banyak lagi penelitian mengenai itu
mengingat berbahaya nya Air Asam tambang untuk lingkungan. Pada penelitian
mengenai Air Asam Tambang ini, menggunakan dua cara yaitu static tests dan
kinetic test yang pada akhirnya dapat disimpulkan apakah sample tanah dari
daerah Kalimantan Timur ini berpotensi membentuk Air Asam Tambang atau
tidak.
1.2 Tujuan
Dalam penulisan laporan ini terdapat tujuan yaitu untuk dapat mengetahui
potensi Air Asam Tambang di lahan bekas pertambangan di Kalimantan.
2
1.3 Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilakukan di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Kompleks
LIPI Gd. 70, Jl. Sangkuriang Bandung 40135. Kegiatan magang dilakukan selama
dua bulan yaitu dari tanggal 2 Agustus s/d 2 Oktober 2011.
1.4 Materi/Teori Magang
Pembentukan Air asam tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris dikenal
dengan “acid mine drainage (AMD)” atau “acid rock drainage (ARD)” terbentuk
saat mineral sulphida tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi
dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan
terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan kondisi asam. Hasil reaksi
kimia ini, beserta air yang sifatnya asam, dapat keluar dari asalnya jika terdapat
air penggelontor yang cukup, umumnya air hujan yang pada timbunan batuan
dapat mengalami infiltrasi/perkolasi. Air yang keluar dari sumbernya inilah yang
lazimnya disebut dengan istilah AAT tersebut.
Air Asam Tambang (AAT) adalah istilah yang digunakan untuk merujuk
pada air asam yang timbul akibat kegiatan penambangan, untuk membedakan
dengan air asam yang timbul oleh kegiatan lain seperti: penggalian untuk
pembangunan pondasi bangunan, pembuatan tambak, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, apabila AAT keluar dari tempat
terbentuknya dan masuk ke sistem lingkungan umum (diluar tambang), maka
beberapa faktor lingkungan dapat terpengaruhi, seperti: kualitas air dan
peruntukannya (sebagai bahan baku air minum, habitat biota air, sumber air untuk
tanaman, dan sebagainya); kualitas tanah dan peruntukkanya (sebagai habitat flora
dan fauna darat), dan sebagainya.
AAT terbentuk karena selama proses penambangan, mineral sulfida
teroksidasi oleh oksigen menjadi asam sulfat yang terlarut ke dalam air.
Karakteristik kimia terbentuknya AAT, yaitu:
1. Nilai pH yang rendah
3
2. Konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium,
mangan, cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan merkuri
3. Nilai acidity yang tinggi (50 - 1500 mg/L CaCO3)
4. Nilai keasaman/sulphate yang tinggi (500 - 10.000 mg/L
5. Nilai salinitas (1 - 20 mS/cm)
6. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah
Mineral-mineral sulfida penghasil asam yang paling umum, akan dijelaskan
pada tabel 1.
Tabel 1: Mineral-mineral sulfida penghasil asam yang paling umum
Mineral Komposisi
Pirit FeS2
Markasit FeS2
Kalkopirit CuFeS2
Kalkosit Cu2S
Spalerit ZnS
Galena PbS
Milerit NiS
Pirhotit Fe1-xS (dimana 0<x<0.2)
Arsenopirit FeAsS
Sinabar HgS
4
Gambar 1: Reaksi Pembentukan Air Asam Tambang (AAT)
Mekanisme Pembentukan AAT:
1. FeS2 + 7/2O2 + H2O → Fe2+ + 2SO42- +2H+
2. FeS2 + ¼ 02 + H+ → Fe3+ + 1/2 H2O
3. Fe3+ + 3H2O → Fe(OH)3 + 3H+
4. FeS2 + ¼ Fe3+ + H2O→15Fe2+ +2SO42- +16H+
Pada reaksi 1, pyrite teroksidasi membentuk asam (2H+), sulfat dan besi ferrous
T(Fe2+),
Pada reaksi 2, besi ferrous akan teroksidasi membentuk besi ferri (Fe3+) dan air
pada suasana asam,
Pada reaksi 3, besi feri (Fe3+) di hidroksida dan membentuk hidroksida besi dan
asam,
Pada reksi 4, hasil reaksi 2 akan bereaksi dengan pyrite yang ada, dimana besi feri
bertindak sebagai katalis, sehingga terbentuk besi ferrous, sulfat, dan asam.
Proses pembentukan AAT terjadi secara spontan, pH dapat mencapai 2. Hal
ini memacu pertumbuhan bakteri pengoksidasi sulfur (menjadi sulfat) seperti
Thiobaccilus ferroxidan, sulfolobus, Acidianus,dll. Bakteri menyerang kristal
pyrite sehingga semakin mudah teroksidasi.
Sedangkan kemasaman yang tinggi dapat mengakibatkan:
Reaksi Pembentukan Air Asam Tambang (AAT):
4 FeS2 (s) + 15 O2 + 14 H2O 4 Fe(OH)3 + 2 SO42- + 8 H2S04
Pyrite + Oksigen + Air Asam Sulfat
FeS2
FeOH3, H2SO4
5
1. Mineral basa, seperti K, Na, Ca, dan Mg mengendap
2. Mineral-mineral Fe, Mn, Al, Cu, Zn, Cd, Zn, Cd, Ni, dan Hg terlarut
Jika mineral ini terbawa ke sumber air, AAT merusak produktivitas biologis
sistem akuatik tersebut. Jika parah, maka air menjadi tidak aman konsumsi dan
penggunaan lain, seperti irigasi, industri, dan rekreasi.
Dampak negatif Air Asam Tambang (AAT) terhadap lingkungan, yaitu;
biotik, abiotik, dan sosial. Dampak biotik yaitu tumbuhan tidak dapat tumbuh
subur atau bahkan mati. Ikan tidak dapat hidup di lingkungan dengan pH rendah
Abiotik, dapat mempercepat korosi pada peralatan tambang dapat mengurangi
produktivitas kinerja alat. Dan dampak sosial yaitu air tidak dapat dipergunakan
oleh masyarakat dan dapat menyebabkan penyakit, misalnya; diare, kerusakan
pada gigi.
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat,
diantaranya adalah konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik dari
mineral sulphida , keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari
atmosfer melalui mekanisme adveksi dan difusi, jumlah dan komposisi kimia air
yang ada, temperatur, dan mikrobiologi.
Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa pembentukan AAT sangat tergantung pada kondisi tempat
pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor tersebut diatas menyebabkan proses
pembentukan dan hasil yang berbeda. Terkait dengan faktor iklim di Indonesia,
dengan temperatur dan curah hujan yang tinggi di beberapa lokasi dimana terdapat
kegiatan penambangan, proses pembentukan AAT memiliki karakteristik yang
berbeda dengan negara-negara lain, karena memiliki kondisi iklim yang berbeda.
1.5 Metode Magang:
Prediksi dan identifikasi pembentukan AAT dapat dilakukan melalui
penyelidikan karakter geokimia dari batuan. Dikenal ada dua cara untuk hal
tersebut, yaitu melalui static test dan kinetic test.
6
Metode pengujian yang umum untuk static test meliputi: Net Acid
Generation (NAG), Acid Neutralizing Capacity (ANC) dan analisa kandungan
total sulfur (S) untuk mendapatkan nilai Maximum Potential Acid (MPA). Perlu
diketahui bahwa nilai MPA yang dihitung berdasarkan total sulfur ini cenderung
lebih besar dari potensi sebenarnya, karena yang terukur dalam total sulfur tidak
hanya sulphide-sulfur, tapi juga organic-sulfur dan sulfate-sulfur. Dari nilai ANC
dan MPA, kemudian dapat dihitung nilai Net Acid Production Potential (NAPP),
dimana NAPP = MPA – ANC.
Berdasarkan nilai pH dari uji NAG dan nilai NAPP, maka selanjutnya
dapat dilakukan pengklasifikasian jenis batuan berdasarkan sifat geokimianya.
Sebagai contoh adalah seperti dibawah ini:
NAG pH ≥ 4; NAPP≤0: Non Acid Forming (NAF) dan NAG pH<0;>0:
Potentially Acid Forming (PAF).
Selanjutnya, untuk mengetahui lebih detail kemungkinan pembentukan
AAT, dilakukan kinetic test yang umum dilakukan dengan menggunakan kolom.
Kondisi basah dan kering diterapkan terhadap batuan pada kolom, dan perubahan
nilai parameter kualitas air yang keluar dari kolom tersebut dianalisa untuk
mengetahui perilaku atau trend pembentukan AAT nya.
Pada umumnya, static test dilakukan untuk mengetahui secara cepat
potensi pembentukan AAT dari sejumlah batuan, sedangkan kinetic test,
dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil yang
mewakili, dilakukan untuk mengetahui karakter batuan yang dominan di sebuah
lokasi tertentu, atau untuk mempertajam hasil analisa dari static test. Pengujian
kolom juga dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yang lain seperti untuk
mengetahui pengaruh faktor lain (curah hujan, pencampuran dengan material lain,
perubahan faktor fisik, dsb) terhadap pembentukan AAT.
Untuk kegiatan magang ini, karena adanya keterbatasan waktu maka
kegiatan yang dilakukan hanya static test ; yaitu uji total sulfur, MPA, ANC, pH
& EC, Organik karbon, dan perhitungan NAPP.
Adapun jika kinetic test bisa dilakukan akan didapat hasil interpretasi sample
berdasarkan index nilai ARD, seperti berikut ini.
7
Tabel 2: ARD (Acid Rock Drainage) index value classification and
interpretation for these samples
ARD Index
value
classification Interpretation
≤50 Extremely
AF
>30% content of cm-scale unweathered acid generating phases
≤40 AF >10% content of cm-scale acid generating phases and/or low
(<10%) content of secondary neutralising minerals which may
be in direct contact with these and/or no primary neutralising
minerals identified
≤30 PAF <10% acid generating phases sub-cm scale phases present
and/or moderate content (<40%) of secondary neutralising
phases in direct contact with acid generating phases and/or low
(<20%) content of primary neutalising minerals (not in direct
contact with acid generating phases) identified.
≤20 NAF <10% disseminated mm-scale acid generating phases
encapsulated in slow weathering ineral phases or direct spatial
contact with promary neuralising phases
≤10 NAF No acid generating phases present
Sumber: Walters Stephen., Bradhsaw Dee., Mineralogical Characterisation Techniques
for Predicting Acid Rock Drainage. Australia
8
Tabel 3: Metode analisis air asam tambang (AAT)
Keterangan : Tulisan hijau tandanya pengamatan sudah dilakukan
Sumber : Ian Wark Research Institute, Environmental Geochemistry
International Pty Ltd
Sample preparation Basic screening tools Categorise SampleUncertain
ANCtest
Tallings orwaste rock
sampleNAGPHlessthan4.5
NAGPH
greater
than 5
PAFCarbonaceoussample
NAPPcalculat
ionFurthe
rinvestigation
andrecategorisat
ion
PAFlow
capacity
TotalSCrushing
and splitting
Pulveriseto
-75µm
NAGtest
NAG PHless than
4.5
NAPPpositive
NAF
PH & EC Dataevaluati
on uncertain
9
1.6 Sampel
Sampel berasal dari PT. Pancaran Surya Abadi, Kalimantan, Indonesia.
Yang akan diuji dalam penelitian ini apakah berpotensi membentuk air asam
tambang.
Tabel 4: Data sampel penelitian Air Asam Tambang PT. Pancaran Surya Abadi
Jenis
Tanah
Kode
sampel
Koordinat
pengambilan
Elevasi kedala
man
Foto sampel
TOP
SOIL
01
02
X= 536567.824
Y= 9953990.689
X=536546.2330
Y=9953995.286
Z=
70.206
Z=
70.340
0.21
M
0.34
M
CLAY
STON
E
(Med.
Soft)
03
04
X= 536528.039
Y=9953957.616
X=536550.6820
Y=9953931.493
Z=
61.385
Z=
59.820
1.62
M
2.18
M
SAND
STON
E
(Pasira
n tidak
kompa
k)
05
06
X=536566.791
Y=9953989.674
X=536616.9584
Y=9953953.649
Z=
66.718
Z=66.4
00
3.28
M
3.60
M
10
CLAY
STON
E
(Med.
Hard)
07
08
X=536564.8390
Y=9953988.529
X=536529.037
Y=9953958.142
Z=
65.358
Z=
62.843
6.64
M
0.66
M
LATE
RIT
CLAY
STON
E
(Med.
Soft)
09
10
X=536759.185
Y=9953528.485
X=536814.496
Y=9953731.934
Z=
63.039
Z=
59.530
2.961
M
7.47
M
SAND
STON
E
(Med.
Hard)
11
12
X=536658.711
Y=9953921.491
X=536742.796
Y=9953846.615
Z=
63.608
Z=58.4
58
7.392
M
12,54
M
11
BAB II
KEADAAN UMUM INSTANSI
a. Sejarah singkat
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI [GEOTEK LIPI] yang semula
bernama Lembaga Geologi Pertambangan Nasional [LGPN] ini dilahirkan pada
tanggal 1 Agustus 1963 dan berada di bawah naungan Majelis Ilmu Pengetahuan
Indonesia [MIPI] dan Dewan Urusan Riset Nasional [DURENAS]. Pada awal
kelahirannya lembaga ini didirikan untuk mengorganisir dan menyediakan
laboratorium modern dimana akan dilakukan Basic dan Applied Research dalam
bidang-bidang Geologi, Pertambangan, dan Teknik Perminyakan.
Pada tahun tujuh puluhan, tidak lama setelah lahirnya teori tektonik
lempeng, hingar-bingar penelitian geologi melanda seluruh dunia. Penelitian yang
terutama untuk mencari bukti-bukti geologi baru yang terkait dengan teori baru
tektonik lempeng. LGPN ketika itu, bersama Direktorat Geologi [sebelum terbagi
menjadi beberapa lembaga], aktif dalam penelitian geologi-geofisika baik di darat
maupun di lautan. Pada tahun tujuhpuluhan ini ditandai dengan kerjasama riset
internasional antara lain dengan partisipasi aktif dalam SEATAR [South East Asia
Tectonic Regional]. Sejumlah institusi luar negeri yang terlibat di antaranya
adalah Scripp Institution of Oceanography [USA], Kyoto University, dan BGR
[Jerman]. Di bidang teknologi remote sensing LGPN merupakan institusi pertama
yang membawa ke Indonesia khususnya untuk pemanfaatan citra Landsat untuk
geologi.
Tahun delapan puluhan, penjelajahan geologi terus berjalan. Pada tahun ini
ditandai dengan Ekspedisi Snellius II yang merupakan kerjasama Indonesia
dengan Belanda. Pada tahun ini pula kerjasama dengan Indonesia dengan Perancis
dimulai dan BPPT lembaga riset baru bertindak sebagai koordinator. Patut dicatat
pada bulan Januari 1981 tercatat lembaran hitam dalam sejarah pelayaran
Indonesia dengan tenggelamnya Kapal Tampomas II di perairan Masalembo. K/R
Sonne [Jerman] yang sedang berada di Selat Makassar untuk penelitian geologi
12
dan membawa sejumlah peneliti BGR-Jerman, Direktorat Geologi dan LGPN ikut
berperan dalam upaya penyelamatan penumpang. Tim ini menemukan jenazah
Kapten Tampomas Rivai. Kegiatan riset LGPN pada dekade ini ditandai dengan
penelitian pertambangan secara intensif di Jampang Kulon, Sukabumi. Selain itu
untuk pertama kalinya pemanfaatan citra Landsat untuk pengembangan wilayah
dilakukan. Terumbu karang pun mulai masuk dalam agenda riset. Sedangkan dari
sisi pembinaan sumberdaya manusia, maka tahun ini ditandai dengan pengiriman
sejumlah peneliti LGPN ke berbagai negara antara lain Belanda, Jepang, Jerman,
New Zealand, Perancis, dan USA. Pada tahun 1986 LGPN berubah menjadi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geoteknologi.
Dekade sembilan-puluhan, Indonesia khususnya di bidang kebumian
ditandai dengan datangnya kapal-kapal riset K/R Baruna Jaya I-IV yang dikelola
oleh BPPT. Geoteknologi untuk pertamakalinya membawa K/R Baruna Jaya III
dan memimpin Ekspedisi Mentawai bersama peneliti Perancis. Ekspedisi
Mentawai yang membawa sejumlah peneliti Indonesia dari BPPT, Geotek-LIPI,
Lemigas dan PPGL ini menemukan struktur baru yang kemudian di sebut Zona
Sesar Mentawai [Geology, vol.20, 1992]. Pada masa ini penelitian keikliman
purba dengan mempelajari terumbu karang dimulai. Selain itu kerjasama dengan
Caltech [California Institute of Technology] yang semula mempelajari Sesar
Sumatera bergeser ke pemahaman gempa-gempa yang berasosiasi dengan zona
subduksi di perairan Mentawai dengan mempelajari terumbu karang. Penelitian-
penelitian yang berhubungan dengan pengembangan wilayah semakin intens
dilakukan yang ditandai dengan partisipasi aktif Geotek LIPI di Lembah Baliem,
Wamena, dan Bengkulu. Perannya dalam kelahiran Coremap, Brantas River
Watch, bahkan RUT juga cukup signifikans. Pada masa ini pembinaan
sumberdaya manusia berjalan cukup intens baik melalui pendidikan di dalam
negeri maupun pengirim ke luar negeri.
Milenium baru ditandai dengan berubahnya nama, sejalan dengan
reorganisasi LIPI. Kini menjadi Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI dan bernaung
di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian [IPK]. Pada abad baru ini
Indonesia ditandai dengan bencana besar yakni Gempa Aceh 26 Desember 2004.
13
Gempa yang menyebabkan gelombang tsunami ini menelan korban lebih dari 200
ribu jiwa. Penelitan Geotek LIPI bersama Caltech di Kepulauan Mentawai
merupakan landmark bahwa peran basic sciences begitu nyata dalam kehidupan
manusia. LIPI mendapat peran sentral dalam penyiapan Tsunami Early Warning
System [TEWS]. Selain itu penemuan aktivitas hidrothermal bawah laut di
perairan Sulawesi yang bekerjasama dengan CSIRO, Indian Ocean Dipole Mode
di masa lalu yang dilakukan bersama ANU, riset iklim mikro kaitannya dengan
perubahan lahan, pemodelan gerakan tanah maupun kegiatannya yang terkait
dengan industri migas yang oleh aplikasi pertama MT di Indonesia untuk
eksplorasi migas adalah merupakan susunan batu-batu yang menjadi dasar
Landmark Geotek LIPI 2000-2010.
Berikut adalah nama dari para ketua/kepala Puslit Geoteknologi LIPI dari
awal sampai sekarang;
1963– 1972: Prof. J.A. Katili
1972 – 1982: Dr. Ir. Fred Hehuwat
1982 – 1986: Ir. Sismaryanto Sadarjoen
1986 – 1996: Prof. Dr. Ir. Suparka S.
1996 – 2001: Prof. Dr. Ir. Jan Sopaheluwakan M.Sc
2001 – 2006 : Dr. Ir. Hery Harjono
2006 –2011 : Dr. Ir. Iskandar Zulkarnain
2011-2016 : Dr. Ir. Haryadi Permana
2.2 Lokasi
Kegiatan magang dilakukan di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Kompleks
LIPI Gd. 70, Jl. Sangkuriang Bandung 40135.
14
2.3 Struktur Organisasi
2.4 Bidang Unit Riset Geoteknologi LIPI
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, sering disingkat Geotek LIPI,
merupakan salah satu unit riset di lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia [LIPI]. Geotek LIPI bersama 3 [tiga] pusat riset lainnya, Pusat
Penelitian Limnologi, Pusat Penelitian Metalurgi, dan Pusat Penelitian
Oseanografi berada di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan Kebumian [IPK].
KEPALA PUSLITGEOTEKNOLOGI
STRUKTUR ORGANISASILIPI GEOTEKNOLOGI
Kepala PUSLITGeoteknologi
Dr. Ir. HaryadiPermana
Bagian TaraUsaha
Dr. Sukendar
Sub bagiankepegawaian
Mimin Kartika,A.Md.
Sub bagiankeuangan
Asep Setiadi,S.E.
Sub bagianumum
Dede Suherman
Sub bagian jasadan informasi
Nugraha Sastra,A.Md
Bidangsumberdaya
bumi danrekayasamineral
Dr. AnggoroTri Mursito,ST., M.Sc.
Bidang geologiteknik dankonservasikebumian
Dr.Ir.AdrinTohari, M.Eng.
Bidangdinamika bumi
dan bencanageologiDr. EkoYulianto
Bidangsarana
penelitianYayat
Sudrajat,S.Si.
Bidang sisteminformasi
kebumian dantata ruangDr.HeruSantoso
M.App.Sc.
Kelompokjabatan
fungsional
Kelompokjabatan
fungsional
Kelompokjabatan
fungsional
Kelompokjabatan
fungsional
Subbidang saranasistem informasi
kebumian dan tataruang
15
Pusat penelitian yang berada di Bandung ini memiliki 4 [empat] unit riset, 2
[dua] unit pendukung riset dan 3 [tiga] UPT [Unit Pelayanan Teknis]. Adapun ke
empat unit riset dan 2 unit pendukung adalah:
Bidang Sistem Informasi Kebumian dan Tata Ruang [SIKTR];
Bidang Geologi Teknik dan Konservasi Kebumian [GTKK];
Bidang Dinamika Bumi dan Bencana Geologi [DBBG];
Bidang Sumberdaya Bumi dan Rekayasa Mineral [SBRM];
Bidang Sarana Penelitian;
Bagian Tata Usaha
Adapun subyek penelitian magang yang dilakukan adalah mengenai potensi
air asam tambang di lahan bekas pertambangan di Kalimantan. Dimana penelitian
tersebut berada di unit riset Bidang Sumberdaya Bumi dan Rekayasa Mineral
[SBRM].
2.5 Sarana dan prasarana
1. Laboratorium Geofisika.
Didirikan untuk mendukung para peneliti di Puslit Geoteknologi – LIPI,
khususnya di bidang Geofiska. Lab ini didukung oleh peneliti yang handal,
peralatan lengkap antara lain : Gravity meter, Magnetotelurik, Resistivity meter,
Geolloger dengan teknisi yang berpengalaman menjadikan laboraturium geofisika
menjadi salah satu ujung tombak dalam penelitian di Puslit Geoteknologi.
2. Laboratorium Fisika Mineral (Mineral Optik).
Dibangun untuk memenuhi kebutuhan para peneliti untuk melakukan analisis
mineralogi. Laboratorium ini dilengkapi oleh Mikroskop polarisasi (Nikon
Eclipse) untuk menganalisis petrografi dan mineragrafi, mikroskop polarisasi
yang dilengkapi dengan heating stage dan seperangkat alat untuk melakukan
16
pengukuran mikrotermometer inklusi fluida, dan mikroskop binokuler, untuk
analisis butiran mineral.
Laboratorium Fisika Mineral didukung oleh para penyelia yang
berpengalaman di dalam bidang uji mineral (petrografi, mineragrafi,
mikrotermometri inklusi fluida, dan butiran mineral). Laboratorium Fisika
Mineral ini didukung oleh Lab. Asah Batuan (preparasi sayatan tipis).
3. Laboratorium Kimia.
Laboratorium Kimia Pusat Penelitian Geoteknologi – LIPI dipersiapkan
untuk memenuhi kebutuhan penelitiannya khususnya dalam pemeriksaan batuan,
ore, tanah dan endapan stream. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
preparasi contoh dan geokimia contoh, dengan instrument penunjang yang
digunakan seperti Atomic Absorption Spectrofotometri (AAS) dan
Spektrofotometer.
4. Laboratorium Air Tanah.
Laboratorium Air dan Tanah Puslit Geoteknologi – LIPI didedikasikan untuk
membantu para peneliti dalam menganalisis kualitas air dan tanah. Analisis
sampel air dan tanah dilakukan oleh teknisi yang berpengalaman dengan metoda
analisis yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
5. Laboratorium Geologi Teknik.
Laboratorium Geologi Teknik didirikan untuk mendukung para peneliti di
Puslit Geoteknologi – LIPI, khususnya di bidang Geoteknik. Lab ini didukung
oleh peneliti yang handal, peralatan lengkap dan terbaru dengan teknisi yang
berpengalaman menjadikan lab geoteknik menjadi salah satu ujung tombak dalam
penelitian di Puslit Geoteknologi.
17
6. Laboratorium GIS
7. Laboratorium Mikropal
8. Laboratorium Riset Bencana
9. Perpustakaan
10. Ruang hotspot
11. Foto copy
18
BAB III
KEGIATAN MAGANG
3.1 Jadwal Magang
Jadwal magang selama penulis melakukan kegiatan magang di Pusat
Penelitian Geoteknologi LIPI, selama dua bulan yaitu dari tanggal 2 Agustus 2011
sampai tanggal 2 Oktober 2011 ini akan dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 5: Jadwal kegiatan magang
No. Kegiatan Penelitian Bulan
Agustus September Oktober
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Preparasi sample Air Asam Tambang
dan Drying Process
2 Sub Grading Sample/Crushing
3 Analisis Total Sulfur
4 Analisis MPA (Maximum Potential
Acid)
5 Analisis ANC (Acid Neutralization
Potential)
6 Pengukuran pH dan EC
7 Pengukuran Total Organik Karbon
19
3.2 BAHAN DAN METODE
3.2.1 Preparasi Sampel Batubara & Drying Proces
Tanggal: 2-5 Agustus 2011
Alat & bahan:
- 12 sampel
- Sekop
- Nampan/baki
- Timbangan
Cara Kerja:
1. Sampel tanah sebanyak 12 sampel masing-masing dimasukan dalam
nampan bersih,
2. Nampan beserta sampel tanah ditimbang dan catat berat basahnya,
3. Sampel tanah dikeringanginkan selama 2-3 hari untuk mengetahui berat
keringnya (persen moisture)/Drying process
Tabel 6: Bobot Masing-Masing Sample Tanah (Kg)
Kode Sampel Bobot Baki Bobot
Baki+sampel
Bobot sampel
01 0,2 1,7 1,5
02 0,2 1,9 1,7
03 0,2 2,75 2,55
04 0,2 3 2,8
05 0,2 2,45 2,25
06 0,2 2,35 2,15
07 0,2 2,1 1,9
08 0,2 2,4 2,2
09 0,2 2,85 2,65
10 0,2 3,1 2,9
11 0,2 3 2,8
12 0,2 3,55 3,35
20
Gambar 2 Menimbang Bobot Kering Sampel Tanah
Gambar 3: Mengaduk/Mengeringkan Sampel Tanah (Drying Process)
3.2.2 Sub-grading sample/crushing
Tanggal: 9-12 Agustus 2011
Alat & bahan:
- Sample
- Penumbuk porselen
- Sekop
- Timbangan
- Pengayak/mesin screening
- Pengayak 60 mesh & 230 mesh
- Plastik, spidol
- Koas
Cara Kerja:
1. Sampel yang telah dikeringanginkan, ditimbang bobot keringnya,
21
2. Separuh pada masing-masing sample tanah ditumbuk halus,
3. Hasil tumbukan disaring bertingkat menggunakan penyaring 60 mesh dan
230 mesh,
4. Hasil saringan dimasukan dalam plastik dan beri label.
Tabel 7: Hasil Bobot Kering Sampel (Kg)
Kode sampel Bobot baki Bobot baki +
sampel
Bobot kering
sampel
01 0,2 1,6 1,4
02 0,2 1,85 1,65
03 0,2 2,45 2,25
04 0,2 2,65 2,45
05 0,2 2,3 2,1
06 0,2 2,2 2
07 0,2 1,85 1,65
08 0,2 2,1 1,9
09 0,2 2,7 2,5
10 0,2 2,8 2,6
11 0,2 2,75 2,55
12 0,2 3,325 3,225
Gambar 4: Sub-grading Sample/crushing dengan menggunakan
Pengayak/mesin screening
22
Gambar 5: Sub-grading Sample/crushing Gambar 6: Menumbuk/memperkecil
dengan menggunakan Pengayak ukuran sampel
60 mesh dan 230 mesh
3.2.3 Analisis Total Sulfur
Tanggal: 12-19 Agustus dan 5, 6, 7, 13, 14 September 2011
Alat & bahan:
- Ceramic crucible
- Furnace
- Desikator
- Tang antipanas
- Neraca analitis
- Kertas saring 5A, 5C
- Sample 230 mesh
- Na2CO3 (fused)
- MgO (fused)
- Nampan/baki
- Gelas kimia
- Pengaduk
- Corong
- Aquadest
Cara kerja: Ash content analysis berdasarkan JIS M-8812
1. Siapkan sampel batubara di ash crucible (ukuran 230 mesh sebanyak 1 gr),
23
2. Masukan dalam muffle furnace sampel pada suhu 815 ± 25°C selama 3
jam,
3. Dinginkan crucible perlahan-lahan.
Total sulfur analysis berdasarkan JIS M-8819
1. Siapkan fused MgO pada suhu 550°C dan Na2CO3 pada suhu 700 °C
selama 1 jam,
2. Siapkan sample batubara, fused MgO, fused Na2CO3 (dengan
perbandingan 1:2:1) pada sulfur crucible type B (timbang sulfur crucible
type B dalam keadaan kosong),
3. Masukan sample batubara, fused MgO, fused Na2CO3 yang sudah
disiapkan sebelumnya dalam muffle furnace sample dan reagent tadi
dengan disertai crucible cap pada suhu 800 ± 25°C selama 1,5 jam,
4. Dinginkan crucible perlahan-lahan, lalu timbang,
5. Siapkan gelas kimia & hotplate,
6. Masukan aquadest sebanyak 50 ml & HCl 25 ml kedalam gelas kimia tadi
dan didihkan selama 5 menit,
7. Dinginkan, lalu saring pada kertas saring advantec 5A/5B menggunakan
funnel dan gelas kimia 250 ml, bersihkan dan cuci gelas kimia, crucible
dan capnya dengan aquadest tadi sampai mempunyai total volume 250 ml,
8. Ambil filtrate dan masukan BaCl2 (85 gr/L) sebanyak 25 ml (sedikit demi
sedikit), sambil dipanaskan kembali diatas hotplate, sampai mencapai titik
didih pertama,
9. Dinginkan, biarkan 12 jam, gelas kimia ditutup petri disc,
10. Saring filtrasi dengan menggunakan kertas saring advantec 5C, setelah
selesai cuci/bilas gelas kimia, dan pengaduknya dengan aquadest,
11. Satukan residunya dan kertas saringnya, dan masukan kedalam sulfur
crucible type A, kemudian panaskan dalam furnace pada suhu 800 ± 25°C
selama 30 menit (timbang sulfur crucible type A dan capnya dalam
keadaan kosong).
Kalkulasi: TS = [(Mend-Minit) / M sample] * 13,74
24
Berikut ini adalah gambar beberapa tahapan/kegiatan analisis Total Sulfur:
Gambar 7: Sampel (-230
mesh)
Gambar 8:
Menimbang
bobot sampel
Gambar 9:
Simpan
desicator
Gambar 10:
Memasukan
HCl dalam
sampel
Gambar 11: Penyaringan
dengan kertas saring
5A/5B
Gambar 12: Hasil
saringan
dipanaskan diatas
hotplate
Gambar 13: Panaskan sampel
dalam furnace
3.2.4 Analisis MPA (Maximum Potential Acid)
Tanggal: 24 Agustus 2011
Kalkulasi:
MPA = kg CaCO3 kg/t = %S x 31,25, kg H2SO4kg/t = %S x 30,58 (ini yang
digunakan)
25
3.2.5 Analisis ANC (Acid Neutrealising Capacity)
Tanggal: 6, 7, 27 September 2011
Alat dan Bahan:
Aquadest
HCL 0,1 N
HCL 0,5 N
NaOH 0,1 N
NaOH 0,5 N
Gelas kimia, 250 ml
Batang pengaduk
Buret, 100 ml
Hot plate
pH meter
Buffer 0,01 g
Cara Kerja:
1. Membuat larutan
NaOH 0,5 N, sebanyak 3 lt:
Timbang 60 g NaOH dan tambahkan air bebas ion sampai 3 lt.
NaOH 0,1 N, sebanyak 2 lt (pengenceran):
VI . NI = V2 . N2
V1 . 0,5 = 2 . 0,1
V1 = 0,2 / 0,5 = 0,4 lt
HCL 0,5 N, sebanyak 3 lt
HCL 37% N = 37/100 x 1,190/36,5 = 12,06 , N = 12,06
Ket: dalam 1 lt HCL terdapat 1,19 kg = 1190 g
VI . N1 = V2 . N2
V1 . 12,06 = 0,5 . 3000
V1 = 124,4 ml
HCL 0,1 N sebanyak 2 lt
V1 . N1 = V2 . N2
26
V1 . 12,06 = 0,1 . 2000
V1 = 16,58 ml
Dan membuat standarisasi:
a. 0,1 N HCl → 50 ml 0,1 N HCl dititrasi dengan 0,5 N NaOH → PH 7
b. 0,1 N NaOH → 20 ml 0,1 N NaOH dititrasi dengan 0,1 N HCl → PH 7
c. 0,5 N HCl → 20 ml 0,5 N HCl dititrasi dengan 0,5 N NaOH → PH 7
d. 0,5 N NaOH → 20 ml 0,5 N NaOH dititrasi dengan 0,1 N HCl → PH 7
2. Letakan 0,5 g sampel (60 mesh) dalam satu lembar alumunium foil,
3. Tambahkan satu atau dua tetes HCl (dengan perbandingan 1:3) ke dalam
sampel, adanya CaCO3 diindikasikan dengan adanya gelembung atau
karakter fizz (fizz rating), bisa juga dengan bunyi, bahkan untuk reaksi
yang kuat dapat melubangi lembar alumunium foil,
4. Timbang 2 g sampel (60 mesh) masukan kedalam gelas kimia 250 ml,
5. Tambahkan secara hati-hati HCl berdasarkan petunjuk di tabel 11 kedalam
gelas kimia yang telah berisi sampel,
6. Panaskan hingga mendidih, putar gelas kimia dengan batang pengaduk
tiap 5 menit, sampai reaksi selesai. Catatan: Reaksi selesai ketika tidak ada
lagi gelembus gas yang terlihat dan sampel sudah menempati rata didasar
gelas kimia,
7. Tambahkan air destilasi sampai volume 125 ml,
8. Didihkan hingga bergelembung selama 1 menit dan dinginkan segera.
Tutupi selama didinginkan
9. Titrasi dengan menggunakan 0,1 N NaOH atau 0,5 N NaOH, sampai pH 7
menggunakann elektrometrik pH meter dan buret. Titrasi dengan NaOH
harus sesuai dengan molaritas HCl pada step 5. Catatan: titrasi dengan
NaOH sampai terbaca pH 7, selama kurang lebih 30 detik,
10. Jika kurang dari 3 ml NaOH yang diperlukan untuk mencapai pH 7, itu
artinya HCl yang ditambahkan tidak cukup untuk menetralisasi semua
bahan berisi 2 g sampel tersebut. Maka duplikat sampel harus diberikan
dengan volume/konsentrasi yang lebih tinggi, seperti di tabel 1
27
11. Kerjakan blanko untuk tiap volume dan normalitas dengan menggunakan
step 5, 6, 7, 8, 9.
Tabel 8: Deskripsi Fizz Rating dan volume serta molaritas yang harus
ditambahkan dengan HCl pada sampel berdasarkan nilai Fizz Ratingnya, juga
volume NaOH yang akan dititrasi.
Fizz Rating Dekripsi HCl NaOH
Molaritas
(M)
Molarit
as (M)
Volume
(ml)
0-Tidak ada Tidak ada reaksi 0,1 0,1 20
1-Sedikit Reaksi sedikit; terdapat
beberapa gelembung kecil
tiap detik nya
0,1 0,1 40
2-Sedang Terdapat gelembung besar
dengan hanya sedikit jumlah
‘letupan’
0,5 0,5 40
3-Kuat Terdapat gelembung yang
sangat kuat/besar, termasuk
adanya ‘letupan’ yang besar
0,5 0,5 80
Sumber: Noll et al., 1988 ; Sobek et al., 1978
Gambar 14: Panaskan
sampel untuk
menganalisis ANC
Gambar 15: larutan
NaOH dan HCl
Gambar 16: Titrasi ANC
28
3.2.6 Pengukuran pH dan EC
Tanggal: 23 Agustus 2011
Alat dan Bahan:
Cup plastik dan Spatula
Sampel (60 mesh)
Aquadest
pH scan 3, double function
EC tester low, 0 to 1990 µs
EC tester high, 0 to 19,90 µs
Cara Kerja:
1. Timbang 10 g sample tanah (60 mesh),
2. Masukan dalam cup plastik,
3. Tambahkan aquadest sebanyak 5 ml,
4. Catatan: jangan diaduk!
5. Diamkan sampai air menyerap kedalam sample secara keseluruhan dengan
sendirinya. Setelah itu baru dapat diaduk,
6. Amati dan ukur pH serta EC nya.
29
3.2.7 Menentukan jumlah organik karbon
Tanggal: 7, 10 oktober 2011
Material:
1. Muffle furnace
2. Drying oven
3. Desicator
4. Buffer
5. Crucibles or evaporating dishes
Prosedur:
1. Ukur bobot crucible kosong dan catat hasilnya,
2. Ukur berat sampel (60 mesh) sebanyak 10 gr, dan letakan di crucible,
3. Letakan di furnace dan panaskan selama 4 jam, 105 °C,
4. Pindahkan sampel dan diamkan di desicaror,
5. Timbang berat sampel,
6. Letakan sampel difurnace dan panaskan selama 7 jam, 400°C,
7. Pindahkan sampel dan diamkan di desicator,
8. Timbang bobot sample akhir,
Kalkulasi:
D = B-A
E= C-A
F = D – E
G = (F / D) x 100
3.2.8 Net Acid Production Potential (NAPP)
Tanggal: 16 Oktober 2011
Kalkulasi: NAPP = MPA – ANC.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISIS TOTAL SULFUR
Hasil pengamatan analisis toral sulfur akan dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 9: Hasil Pengamatan Analisis Total Sulfur
Kode
Samp
le
Kod
e cc
M1 M2 M3 M4 Kod
e cc
M1 M4 TS (gr)
01A 334 20,828 21,2286 22,432 22,221 42 10,218 10,254 1,2400
01B 519 21,095 21,4953 22,737 22,514 216 10,139 10,175 1,2263
02A 201 21,225 21,6244 22,822 22,603 275 10,056 10,096 1,3981
02B 135 20,820 21,2203 22,423 22,225 313 9,515 9,553 1,2881
03A 96 20,653 21,0533 22,251 22,047 330 9,8156 9,8524 1,2641
03B 53 20,615 21,0145 22,213 22,020 36 10,046 10,081 1,1920
04A 103 20,604 20,7110 22,311 21,997 379 10,244 10,295 1,7348
04B 2 20,693 20,5850 22,058 21,763 202 10,052 10,097 1,5423
05A 233 20,505 20,9053 22,022 21,856 202 10,052 10,079 0,9240
05B 107 20,533 20,9323 22,147 21,952 71 9,9846 10,020 1,2160
06A 367 20,857 21,2572 22,456 22,256 349 9,977 10,224 1,560
06B 891 21,050 21,4502 22,648 22,475 53 10,194 10,228 1,1954
07A 63 20,839 21,239 22,311 22,120 7 10,133 10,199 2,260
07B 347 21,214 21,615 22,058 22,489 162 10,089 10,155 2,2465
08A 261 20,781 21,1803 22,370 22,165 379 10,244 10,292 1,6694
08B 225 20,921 21,3215 22,526 22,319 355 9,480 9,522 1,4668
09A 259 20,743 21,615 22,346 22,042 216 10,139 10,189 1,7519
09B 225 20,919 21,147 22,512 22,195 42 10,219 10,270 1,7622
31
10A 103 20,711 21,1112 22,315 22,039 338 9,555 9,605 1,7381
10B 91 20,846 21,2463 22,447 22,161 201 21,224 21,279 1,8961
11A 390 20,939 21,339 22,523 22,190 333 9,7097 9,744 1,1679
11B 61 20,768 21,170 22,374 22,039 71 9,9853 10,037 1,7656
12A 61 20,768 21,1670 22,371 22,157 162 10,088 10,127 1,3190
12B 391 20,616 21,0169 22,226 22,018 246 9,975 10,029 1,8790
Blank
o1
332 20,693 - 21,867 21,613 330 9,8163 9,8600 1,5011
Blank
o2
261 20,781 - 21,978 21,721 53 10,194 10,236 1,3019
Keterangan:
M1 : Wcc kosong (gr)
M2 : Wcc + sampel (= 0,4 gr)
M3 : Wcc + sampel + PRx (MgO dan Na2CO3) (gr)
M4 : Wcc setelah di furnace (gr)
Contoh perhitungan:
Kalkulasi: TS = [(Mend-Minit) / M sample] * 13,74
Keterangan:
Mend = Wcc setelah di furnace (gr), Minit = Wcc kosong (gr)
Sample 1. TS = [(10,254 gr – 10,218 gr)/0,4 gr] *13,74 = 1,2400 gr
32
Tabel 9: Nilai Akhir Total Sulfur Dikurangi Blanko
No. Sample
code
TS (gr)
1 01A -0,0619
2 01B -0,0756
3 02A 0,0962
4 02B -0,0138
5 03A -0,0378
6 03B -0,1099
7 04A 0,4329
8 04B 0,2423
9 05A -0,376
10 05B -0,084
11 06A 0,26
12 06B -0,1046
13 07A 0,96
14 07B 0,9465
15 08A 0,3694
16 08B 0,1668
17 09A 0,5
18 09B 0,5
19 10A 0,4381
20 10B 0,5961
21 11A -0,1321
22 11B 0,5
23 12A 0,1019
24 12B 0,579
33
Pembahasan:
Metode ini bertujuan untuk mengukur total sulfur dalam sampel. Jika
semua kandungan total sulfur yang terjadi dalam bentuk pirit, perhitungan potensi
sulfur dari maximum potential acidity (MPA) disesuaikan dengan potensi
keasaman sulfur yang sebenarnya. Tetapi jika sebagian kandungan total sulfur
yang terjadi dalam bentuk lain, maximum potential acidity (MPA) yang dihitung
berarti terlalu tinggi. Artinya bahwa perhitungan tersebut diragukan, jadi
perhitungan berikutnya harus dibuat dalam bentuk lain.
Salah satu tanda adanya potensi Air asam tambang adalah nilai sulfat yang
tinggi, yaitu 500 - 10.000 mg/L) atau (0,5 – 10 gr/L). Hal ini tercermin dengan
hasil pengujian ini, dari sampel 1 sampai sample 12, didapat nilai analisis total
sulfur yang cukup tinggi, yaitu pada sampel 7A sebesar 0,96 g/l, sample 7B
sebesar 0,9465 g/l, sample 9A sebesar 0,5 g/l, sample 9B sebesar 0,5 g/l, sample
10B sebesar 0,5961 g/l, sample 11B sebesar 0,5 g/l, dan sample 12B sebesar 0,579
g/l (seperti pada tinta merah).
34
4.2 ANALISIS MPA
Hasil pengamatan analisis MPA akan dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 11: Hasil Perhitungan MPA
Sample TS (%) MPA
01A -0,0619 -1,8929
01B -0,0756 -2,3118
02A 0,0962 2,9418
02B -0,0138 -0,4220
03A -0,0378 -1,1156
03B -0,1099 -3,3361
04A 0,4329 13,2381
04B 0,2423 7,4095
05A -0,376 -11,4981
05B -0,084 -2,5687
06A 0,26 7,9508
06B -0,1046 -3,1987
07A 0,96 29,3568
07B 0,9465 28,9440
08A 0,3694 11,2963
08B 0,1668 5,1007
09A 0,5 15,29
09B 0,5 15,29
10A 0,4381 13,397
10B 0,5961 18,2287
11A -0,1321 -4,0396
11B 0,5 15,29
12A 0,1019 3,1161
12B 0,579 17,7058
35
Pembahasan:
Setelah analisis total sulfur ditentukan, selanjutnya dapat dihitung MPA
(Maximum Potential Acid), dengan asumsi semua bersumber dari mineral pirit
(FeS2) dengan hasil dinyatakan sebagai satuan kilogram dari H2SO4 per ton
batuan (Kg H2SO 4 /t). Biasanya nilai MPA adalah antara 0 dan 200 Kg H2SO4 /t.
Analisis MPA biasanya dikombinasikan dengan analisis ANC untuk interpretasi.
Salah satu tanda adanya potensi Ais Asam Tambang adalah asam yang
tinggi. Hal ini tercermin dengan hasil pengujian ini didapat nilai MPA yang cukup
tinggi. Yaitu nilai MPA yang antara 0 dan 200 Kg H2SO4 /t. Yaitu pada sampel
2A sebesar 2,9418, sampel 4A sebesar 13,2391, sampel 4B sebesar 7,4085,
sampel 6A sebesar 7,9508, sampel 7A sebesar 29,3568, sampel 7B sebesar
28,9440, sampel 8A sebesar 11,2963, sampel 8B sebesar 5,1007, sampel 9A
sebesar 15,29, sampel 9B sebesar 15,29, sampel 10A sebesar 13,397, sampel 10B
sebesar 18,2287, sampel 11B sebesar 15,29, sampel 12A sebesar 3,1161, sampel
12B sebesar 17,7058, yang semuanya dalam satuan Kg H2SO4 /t (seperti pada
tinta merah).
36
4.3 ANALISIS ANC
Analisis ANC dilakukn dengan melakukan kalkulasi/perhitungan ANC.
Hasil pengujian ANC:
Kalkulasi: ANC = [Y x M HCl /wt] x C
Keterangan:
Y = (Volume HC yang ditambahkan) – (Vol NaOH yang dititrasi x B)
B = (Volume HCl pada blanko) / (Volume NaOH yang dititrasi pada blanko)
M HCl = Molaritas HCl
Wt = Bobot sample (= 2 gr)
C = Faktor konversi, C = 49.0 (untuk menghitung kg H2SO4/t), C = 5.0 (untuk
menghitung % CaCO3).
Contoh perhitungan ANC: Sample 1
Diketahui:
B = (40 / 66,73) = 0,5994
Y = (40 – (61,66 x0,6) = 3
ANC = (3 x 0,1 / 2) x 49 = 7,35
Hasil dari pengujian ANC terdapat dalam tabel 12.
37
Tabel 12: Hasil ANC test
Sampel Wsampel
(gr)
Fizz
Rating
HCl yang
ditambahkan
pH awal Hasil titrasi
NaOH
ANC
(ml) (N) (N) (ml)
01A 2 1 40 0,1 0,1 61,66 7,35
01B 2 1 40 0,1 0,1 63,67 4,41
02A 2 1 40 0,1 0,1 62,05 6,78
02B 2 1 40 0,1 0,1 61,50 7,595
03A 2 3 80 0,5 0,5 81,76 8,45
03B 2 3 80 0,5 0,5 83,40 -11
04A 2 3 80 0,5 0,26 0,5 81,37 13,11
04B 2 3 80 0,5 0,10 0,5 81,46 13,11
05A 2 3 80 0,5 0,57 0,5 79,22 39,2
05B 2 3 80 0,5 0,59 0,5 80,61 22,17
06A 2 1 40 0,1 1,54 0,1 63,02 5,39
06B 2 1 40 0,1 1,54 0,1 63,95 19,6
07A 2 3 80 0,5 0,71 0,5 81,98 6,125
07B 2 3 80 0,5 0,53 0,5 80.01 29,28
08A 2 2 40 0,5 0,84 0,5 40,34 20,58
08B 2 2 40 0,5 0,85 0,5 41,83 3,68
09A 2 1 40 0,1 1,59 0,1 78,48 17,4
09B 2 1 40 0,1 1,59 0,1 76,27 -14,1
10A 2 2 40 0,5 0,84 0,5 40,19 22,3
10B 2 2 40 0,5 0,83 0,5 39,63 28,78
11A 2 2 40 0,5 0,86 0,5 41,55 6,50
11B 2 2 40 0,5 0,78 0,5 40,66 17,2
12A 2 2 40 0,5 0,85 0,5 40,87 14,3
12B 2 2 40 0,5 0,5 41,33 8,58
Blanko 1 - - 20 0,1 0,1 5,98
38
Blanko 2 - - 40 0,1 1,45 0,1 66,73
Blanko3 - 40 0,5 0,76 0,5 41,97
Blanko 4 - 80 0,5 0,64 0,5 82,27
Hasil Standarisasi:
50 ml 0,1 HCl dititrasi dengan 0,5 NaOH, hasil 141,31 ml
20 ml 0,1 NaOH dititrasi dengan 0,1 HCl, hasil 16,50 ml
20 ml 0,5 HCl dititrasi dengan 0,5 NaOH, hasil 20,58 ml
20 ml 0,5 NaOH dititrasi dengan 0,1 HCl, hasil 122,89 ml
Pembahasan:
Analsisi ANC pada prinsipnya adalah jumlah basa penetral, termasuk
karbonat yang terdapat dalam material overburden yang dapat ditemukan dengan
melakukan pengujian dengan asam klorida (HCl). Caranya, sampel dan asam
klorida dipanaskan agar terjadi reaksi, selanjutnya tentukan banyaknya asam yang
ditambahkan (volume) untuk selanjutnya dititrasi dangan NaOH. (Jackson, 1958).
Sebelumnya harus ditentukan fizz rating. Fizz rating yang terdapat dalam
perhitungan ANC ditentukan untuk masing-masing sampel yaitu untuk
memastikan penambahan asam yang tepat agar dapat bereaksi dengan kalsium
karbonat (CaCO3) yang ada.
Selama perngujian ANC, sampel jangan dibiarkan mendidih. Jika sampai
mendidih, buang sampel dan uji ulang lagi. sebelum mentitrasi dengan asam, isi
buret dengan asam lalu dinginkan sesaat. Sebelum mentitrasi dengan basa, isi
buret dengan basa lalu dinginkan sesaat untuk memastikan titran yang bebas
sudah ditambahkan kedalam sampel.
Acid Neutrealising Capacity (ANC) sebagai salah satu metode melihat
potensi AAT pada prinsipnya adalah alat mengukur buffering capacity atau
kemampuan menetralisir asam (biasanya ditandai dengan hadirnya mineral
karbonat). Hal ini ditentukan dengan penambahan sejumlah tertentu HCl pada
sampel yang telah ditentukan, dan ketika sampel sudah bereaksi (dengan
pemanasan), titrasi dengan NaOH untuk menentukan jumlah HCl yang terdapat
dan bereaksi dengan sampel.
39
Potesi ANC pada penelitian ini cukup bervariasi. Nilai ANC terkecil
terdapat pada sampel 8B yaitu sebesar 3,68, dan nilai ANC terbesar terdpaat pada
sampel 5A yaitu sebesar 39,2. Dan terdapat nilai minus (seperti pada tinta merah)
yaitu pada sampel 3B dan 9B. hal ini mungkin dikarenakan saat titrasi dengan
NaOH terlalu banyak sehingga nilai ANC keliru.
4.4 PENGUKURAN PH DAN EC
Hasil pengukuran PH dan EC dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 13: Hasil Pengukuran pH dan EC
Kode sampel pH EC (µs)
01 5,66 40
02 5,48 30
03 4,45 30
04 5,47 20
05 4,75 20
06 4,95 30
07 3,88 630
08 4,84 80
09 4,57 30
10 4,01 830
11 4,21 120
12 4,45 690
Pembahasan:
Pengukuran pH pada prinsipnya adalah analisis berbasis lapangan untuk
menentukan keasaman mudah larut dalam batuan dan umumnya digunakan
sebagai alat kualitatif untuk mengidentifikasi dan mengelola daerah asam.
Analisis ini dilakukan dengan mencampur sampel dalam perbandingan volume
1:5 dengan air deionisasi. Sebuah sampel dengan pH kurang dari 4,5
menunjukkan tingkat keasaman yang tinggi.
40
Salah satu tanda adanya potensi Ais asam tambang adalah nilai pH yang
rendah. Yaitu Ph dibawah 5,5 seperti yamg ditemukan dalam analalisis ini nilai
pH sampel 1 sampai sampel 12 bernilai rendah.
41
4.5 ANALISIS JUMLAH ORGANIK KARBON
Hasil pengukuran jumlah (%) organik karbon dijelaskan pada tabel berikut
Tabel 14: Hasil Pengukuran jumlah (%) Organik Karbon
Kode
sample
Kod
e cc
A B C D E F G
01A 103 20,7096 30,6552 30,5239 9,944 9,813 13,1 1,31 %
01B 225 20,9169 30,8544 30,7260 9,938 9,809 12,9 1,29 %
02A 135 20,8177 30,7612 30,6504 9,943 9,832 11,1 1,11 %
02B 334 20,8269 30,7709 30,6917 9,944 9,865 7,9 0,79 %
03A 367 20,8541 30,6672 30,6365 9,813 9,782 3,1 0,31 %
03B 391 20,6007 30,4225 30,3670 9,822 9,766 5,6 0,56 %
04A 107 20,5170 30,1974 30,1745 9,681 9,657 2,4 0,24 %
04B 53 20,5946 30,1972 30,1526 9,602 9,558 4,4 0,44 %
05A 44 20,5699 30,5634 30,5488 9.993 9,979 1,4 0,14 %
05B 89 21,0477 30,5756 30,5672 9,528 9,519 0,9 0,09 %
06A 151 20,8506 30,8455 30,8369 9,995 9,986 0,9 0,09 %
06B 233 20,4893 30,4867 30,4777 9,997 9,988 0,9 0,09 %
07A 61 20,7658 30,6064 30,5638 9,840 9,798 4,2 0,42 %
07B 261 20,7769 30,6193 30,5402 9,842 9,763 7,9 0,79 %
08A 59 21,0903 30,9003 30,8460 9,810 9,755 5,5 0.55 %
08B 390 20,9355 30,7475 30,7057 9,812 9,770 4,2 0,42 %
09A 259 20,7409 30,3506 30,3974 9,609 9,656 -4,7 -0,47 %
09B 63 20,8370 30,4386 30,4596 9,601 9,622 -2,1 -0,21 %
10A 332 20,6893 29,8575 28,6441 9,168 7,955 121,3 12,13 %
10B 91 20,8451 29,9904 28,8264 9,145 7,981 116,4 11,64 %
11A 2 20,5751 30,4913 30,2058 9,916 9,630 28,6 2,86 %
11B 347 21,2114 31,1190 30,9053 9,908 9,694 21,4 2,14 %
12A 96 20,6511 30,3790 30,2351 9,728 9,584 14,4 1,44 %
12B 274 21,1853 30,9206 30,7601 9,735 9,575 16 1,6 %
42
Keterangan:
A: Wcc kosong (gr), B: Wcc + sampel setelah pemanasan 4 jam 105°C, C: Wcc +
sampel setelah pemanasan 7 jam 400°C, D: W sampel setelah pemanasan 4 jam
105°C, E: W sampel setelah pemanasan 7 jam 400°C, F: Bahan organik yang
teroksidasi dengan pemanasan, G: % bahan organik sampel
Pembahasan:
Pada penelitian ini ditemukan jumlah bahan organik yang bervariasi dari
sampel 1 sampai sampel 12. Didapat bahwa jumlah bahan organik terendah
terdapat pada sampel 5B, 6A, dan 6B yaitu sebesar 0,09%, jumlah bahan organik
tertinggi terdapat pada sampel 10A yaitu sebesar 12,13%, dan jumlah bahan
organik yang minus (seperti pada tinta merah) terdapat pada sampel 9A dan 9B
yaitu sebesar -0,47% dan -0,21% hal ini mungkin dikarenakan kesalahan sewaktu
menimbang.
43
4.6 PERHITUNGAN Net Acid Production Potential (NAPP)
Hasil perhitungan NAPP dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 15: Hasil perhitungan NAPP
Sample MPA ANC NAPP Interpretasi
01A -1,8929 7,35 -9,243 NAF
01B -2,3118 4,41 -6,7218 NAF
02A 2,9418 6,78 -3,8382 NAF
02B -0,4220 7,595 -8,017 NAF
03A -1,1156 8,45 -9,566 NAF
03B -3,3361 -11 7,639 PAF
04A 13,2381 13,11 0,1281 PAF
04B 7,4095 13,11 -5,7005 NAF
05A -11,4981 39,2 -50,698 NAF
05B -2,5687 22,17 -24,739 NAF
06A 7,9508 5,39 2,5608 PAF
06B -3,1987 19,6 -22,799 NAF
07A 29,3568 6,125 23,2318 PAF
07B 28,9440 29,28 -0,336 NAF
08A 11,2963 20,58 -9,2837 NAF
08B 5,1007 3,68 1,4207 PAF
09A 15,29 17,4 -2,11 NAF
09B 15,29 -14,1 29,39 PAF
10A 13,397 22,3 -8,903 NAF
10B 18,2287 28,78 -10,55 NAF
11A -4,0396 6,50 -10,54 NAF
11B 15,29 17,2 -1,91 NAF
12A 3,1161 14,3 -11,18 NAF
12B 17,7058 8,58 9,1258 PAF
44
Hasil interpretasi perhitungan NAPP dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 16 Ringkasan untuk menafsirkan asam-basa hasil perhitungan
Kisaran nilai NAPP NAPP (MPA-ANC) NAG
> 10 KGH 2 SO 4 / tSangat berpotensi membentuk
asam (PAF)
Sangat berpotensi
membentuk asam (PAF)
1-10 KGH 2 SO 4 / tCukup berpotensi membentuk
asam (PAF)
Cukup berpotensi
membentuk asam (PAF)
0-1 KGH 2 SO 4 / tRendah – tidak berpotensi
membentuk asam (NAF)
Rendah – tidak berpotensi
membentuk asam (NAF)
-1-10 KGH 2 SO 4 / tTidak berpotensi membentuk asam
(NAF)
Pembahasan:
Net Acid Production Potential (NAPP) adalah hasil selisih antara MPA
dan ANC, yaitu NAPP = MPA - ANC, dan dihitung dalam satuan kg H2SO4/ton
batuan (Kg H2SO4/ t). Nilai positif NAPP mengindikasikan bahwa terdapat asam,
sementara nilai negatif NAPP terdapat penetral asam.
Net Acid Production Potential (NAPP) adalah hasil selisih antara MPA
dan ANC, Nilai positif NAPP mengindikasikan bahwa sampel berpotensi
membentuk asam (PAF), sementara nilai negatif NAPP mengindikasikan bahwa
sampel tidak berpotensi membentuk asam (NAF).
Dari hasil penelitian yang kami lakukan, didapat bahwa yang berpotensi
membentuk asam (PAF) yaitu pada sampel 3B, 4A, 6A, 7A, 8B, 9B, 12B.
sedangkan yang tidak berpotensi membentuk asam (NAF) yaitu pada sampel 1A,
1B, 2A, 2B, 3A, 4B, 5A, 5B, 6A, 6B, 7B, 8A, 9A, 10A, 10B, 11A, 11B, 12A.
45
4.7 Hasil keseluruhan magang (static test)
Hasil penelitian analsis Air Asam Tambang akan disajikan pada tabel 17.
Tabel 17: Hasil Seluruh Kegiatan Magang (Static Test)
No Kode
Samp
el
TS % MPA ANC pH
Past
e
%
organik
karbon
NAPP Inte
rpre
tasi
1 01A -0,0619 -1,8929 7,35 5,66 1,31 % -9,243 NAF
2 01B -0,0756 -2,3118 4,41 1,29 % -6,7218 NAF
3 02A 0,0962 2,9418 6,78 5,48 1,11 % -3,8382 NAF
4 02B -0,0138 -0,4220 7,595 0,79 % -8,017 NAF
5 03A -0,0378 -1,1156 8,45 4,45 0,31 % -9,566 NAF
6 03B -0,1099 -3,3361 -11 0,56 % 7,639 PAF
7 04A 0,4329 13,2381 13,11 5,47 0,24 % 0,1281 PAF
8 04B 0,2423 7,4095 13,11 0,44 % -5,7005 NAF
9 05A -0,376 -11,4981 39,2 4,75 0,14 % -50,698 NAF
10 05B -0,084 -2,5687 22,17 0,09 % -24,739 NAF
11 06A 0,26 7,9508 5,39 4,95 0,09 % 2,5608 PAF
12 06B -0,1046 -3,1987 19,6 0,09 % -22,799 NAF
13 07A 0,96 29,3568 6,125 3,88 0,42 % 23,2318 PAF
14 07B 0,9465 28,9440 29,28 0,79 % -0,336 NAF
15 08A 0,3694 11,2963 20,58 4,84 0.55 % -9,2837 NAF
16 08B 0,1668 5,1007 3,68 0,42 % 1,4207 PAF
17 09A 0,5 15,29 17,4 4,57 -0,47 % -2,11 NAF
18 09B 0,5 15,29 -14,1 -0,21 % 29,39 PAF
19 10A 0,4381 13,397 22,3 4,01 12,13 % -8,903 NAF
20 10B 0,5961 18,2287 28,78 11,64 % -10,55 NAF
21 11A -0,1321 -4,0396 6,50 4,21 2,86 % -10,54 NAF
22 11B 0,5 15,29 17,2 2,14 % -1,91 NAF
23 12A 0,1019 3,1161 14,3 4,45 1,44 % -11,18 NAF
24 12B 0,579 17,7058 8,58 1,6 % 9,1258 PAF
46
Pembahasan:
Berdasarkan tabel diatas, dilihat dari hasil static test, seperti; analisis total
sulfur, MPA, ANC, pH, % organik karbon, dan NAPP, beberapa sample yang
diteliti pada kegiatan magang ini berpotensi membentuk air asam tambang (AAT).
Salah satu tanda adanya potensi Air asam tambang adalah nilai sulfat yang
tinggi, yaitu 0,5 – 10 gr/l). Hal ini tercermin dengan hasil pengujian ini, dari
sampel 1 sampai sample 12, didapat nilai analisis total sulfur yang cukup tinggi,
yaitu pada sampel 7A sebesar 0,96 g/l, sample 7B sebesar 0,9465 g/l, sample 9A
sebesar 0,5 g/l, sample 9B sebesar 0,5 g/l, sample 10B sebesar 0,5961 g/l, sample
11B sebesar 0,5 g/l, dan sample 12B sebesar 0,579 g/l.
Salah satu tanda adanya potensi Ais Asam Tambang yang lain adalah asam
yang tinggi. Hal ini tercermin dengan hasil pengujian ini didapat nilai MPA yang
cukup tinggi. Yaitu nilai MPA yang antara 0 dan 200 Kg H2SO4 /t. Yaitu pada
sampel 2A sebesar 2,9418, sampel 4A sebesar 13,2391, sampel 4B sebesar
7,4085, sampel 6A sebesar 7,9508, sampel 7A sebesar 29,3568, sampel 7B
sebesar 28,9440, sampel 8A sebesar 11,2963, sampel 8B sebesar 5,1007, sampel
9A sebesar 15,29, sampel 9B sebesar 15,29, sampel 10A sebesar 13,397, sampel
10B sebesar 18,2287, sampel 11B sebesar 15,29, sampel 12A sebesar 3,1161,
sampel 12B sebesar 17,7058, yang semuanya dalam satuan Kg H2SO4 /t
Potesi ANC pada penelitian ini cukup bervariasi. Nilai ANC terkecil
terdapat pada sampel 8B yaitu sebesar 3,68, dan nilai ANC terbesar terdapat pada
sampel 5A yaitu sebesar 39,2.
Salah satu tanda adanya potensi Ais asam tambang adalah nilai pH yang
rendah.Nilai pH yang didapat juga rendah. Yaitu sampel 1 s/d 12 ber-pH rendah,
pH dibawah 5,5.
Pada penelitian ini ditemukan jumlah bahan organik yang bervariasi dari
sampel 1 sampai sampel 12. Didapat bahwa jumlah bahan organik terendah
terdapat pada sampel 5B, 6A, dan 6B yaitu sebesar 0,09%, jumlah bahan organik
tertinggi terdapat pada sampel 10A yaitu sebesar 12,13%, dan jumlah bahan
47
organik yang minus terdapat pada sampel 9A dan 9B yaitu sebesar -0,47% dan -
0,21% hal ini mungkin dikarenakan kesalahan sewaktu menimbang.
Berdasarkan perhitungan NAPP yang telah kami lakukan, didapat bahwa
yang berpotensi membentuk asam (PAF) yaitu pada sampel 3B, 4A, 6A, 7A, 8B,
9B, 12B. sedangkan yang tidak berpotensi membentuk asam (NAF) yaitu pada
sampel 1A, 1B, 2A, 2B, 3A, 4B, 5A, 5B, 6A, 6B, 7B, 8A, 9A, 10A, 10B, 11A,
11B, 12A.
Sedangkan untuk kinetik test belum bisa dilakukan karena membutuhkan
waktu yang lama sehingga belum bisa didapatkan apakah sample yang kita teliti
ini termasuk potential acid forming (PAF), non acid forming (NAF), atau
uncertain (UC).
48
BAB V
REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG
5.1 Keadaan Umum Lahan Bekas Tambang
Lahan bekas tambang terutama dengan penambangann sistem terbuka
(open pit mining) mempunyai sifat yang buruk untuk pertumbuhan
tanaman/vegetasi. Sifat fisik tanah sudah sangat buruk; tekstur tanah didominasi
oleh pasir berkerikil dengan permeabilitas sangat cepat, kapasitas menahan air
kurang dari 20%. Bila tekstur tanahnya liat berlumpur maka permeabilitasnya
sangat lambat sehingga sering tergenang air. Kemasaman tanah sangat bergantung
pada bahan induk tanahnya. Kandungan hara seperti N, P, K sangat rendah serta
aktivitas biologi tanah pun sangat rendah. Hampir tidak ada tanaman yang dapat
tumbuh baik disitu. Kemiringan lereng berkisar dari 5-25%.
5.2 Kebutuhan Reklamasi
Pada lahan bekas tambang, keadaan sumberday alam (tanah, vegetasi, air)
pada umumnya sudah berubah dan terganggu oleh kegiatan penambangan.
Lapisan tanah dikikis dan sering dibuang, walaupun disadari bahwa untuk
membentuknya kembali dibutuhkan waktu ratusan bahkan ribuan/jutaan tahun.
tanah sesungguhnya berfungsi sebagai media utama pertumbuhan tanaman, filter
secara biologi, dan secara langsung mempengaruhi tata air suatu ekosistem.
Fungsi hidrologi suatu DAS akan dirubah secara nyata (siginificant) oleh kegiatan
penambangan, sering mengakibatkan perubahan drastis dari jumlah dan kualitas
baik sumberdaya air, aliran permukaan, maupun air bawah tanah. Debu dari
kegiatan penambangan sering menurunkan kualitas udara. Pelepasan gas ke udara,
seperti H2S, NH4, NH3, dan NO2 sering terjadi dalam kegiatan penambangan.
Sistem biologi pada semua skala dirubah dan dirusak oleh penambangan.
49
Pertumbuhan penduduk yang terus berjalan mengakibatkan tekanan pada
kebutuhan sumberdaya alam yang mengharuskan masyarakat mengkonversikan
dan menggunakan sumberdaya alam secara bijaksana.
Apabila kita merusak atau mengganggu sumber daya alam serius, maka
sumberdaya alam tersebut mungkin tidak akan dapat dimanfaatkan oleh generasi
yang akan datang. Etika konservasi menyatakan bahwa kita harus memelihara
dan/atau memperbaiki sumberdaya alam sejauh yang dapat dilakukan apabila
SDA itu telah dirusak atau diganggu oleh setiap tipe pembangunan. Dengan
demikian etika konservasi menghimbau dilakukannya reklamasi semua lahan
yang sudah terganggu atau rusak dan mengembalikannnya pada penggunaan yang
produktif. Hampir semua tipe penggunaan lahan adalah berbasis pertumbuhan
vegetasi seperti pertanian, kehutanan, penggembalaan, dan rekreasi. Oleh sebab
itu, untuk memenuhi etika konservasi maka diperlukan upaya untuk
mengembalikan potensi maksimum pertumbuhan tanaman dalam mereklamasi
lahan bekas tambang yang sudah sangat rusak. Mungkin generasi sekarang tidak
akan sempat memanfaatkan lahan yang direklamasi sampai potensi maksimalnya,
tetapi dalam rencana reklamasi kita tidak boleh mengabaikan manfaat yang
diperoleh oleh generasi yang akan datang. Lahan produktif adalah sumberdaya
yang sangat berharga tetapi sangat terbatas sehingga harus dikonversikan oleh
generasi sekarang untuk digunakan oleh generasi yang akan datang.
Untuk itu banyak pemerintah negara membuat undang-undang untuk
mereklamasi lahan bekas tambang atau lahan yang sudah rusak agar potensi
produktivitasnya dapat dikembalikan. Walau biaya reklamasi lahan rusak itu
kelihatannya mahal, tetapi kalau dihitung satuan biaya tersebut per satuan
keuntungan yang sudah diambil atau per satuan produksi yang sudah dihasilkan
mungkin biaya tersebug sudah sangat wajar.
Di Amerika biaya reklamasi lahan bekas tambang mencapai US$ 4000 –
US$ 10.000,- per hektar; namun biaya ini sesungguhnya hanya beberapa sen dolar
saja per metrik ton batubara yang sudah diambil atau hanya sekian sen dollar per
kilo watt listrik yang dihasilkan.
50
5.3 Teknologi Reklamasi
Teknologi reklamasi lahan yang sudah sangat rusak akibat penambangan
adalah tergantung pada keadaan setiap lokasi. Namun dalam membuat rencana
reklamasi dan pemilihan teknologi reklamasi mana yang dipakai perlu dijawab 2
pertanyaan berikut:
1. Penggunaan (apa) bagaimana yang memberikan potensi tertinggi didaerah
tersebut berdasarkan karakteristik tanah dan lahan yang ada diatasnya,
topografi dan bentuk lahan, iklim lokal dan suberdaya air?
2. Teknologi apa yang diperlukan untuk mencapai potensi tersebut?
penggunaan lahan setelah penambangan mungkin atau tidak merupakan
penggunaan yang paling potensial. Namun teknologi yang dipakai untuk
reklamasi seharusnya adalah teknologi yang tidak merintangi generasi
datang mengubah penggunaan lahan tersebut untuk tujuan lain yang
mungkin sesuai. Falsafah dan pendekatan ini akan menjamin bahwa
sumberdaya alam daerah tersebut akan dikonservasikan sebaik mungkin.
Untuk mengimplementasikan pendekatan ini, maka peraturan seharusnya
menganjurkan agar survey harus dilakukan pada suatu daerah sebelum daerah
tersebut terusik melalui penambangan untuk menentukan sifat-sifat hidrologinya,
sifat-sifat jenis vegetasinya, serta sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Dengan adanya informasi tersebut, rencana reklamasi dapat dikembangkan/desain
untuk menjawab pertanyaan dan kriteria diatas. Jika ada lapisan tanah yang
mengandung unsur-unsur yang tidak baik untuk pertumbuhan tanaman seperti
pirit, dapat disusun cara untuk megatasinya agar tidak memberikan dampak yang
merugikan pertumbuhan tanaman. Sebaliknya bila ada lapisan tanah yang
menguntungkan tanaman seperti lapisan atas tanah (top soil) maka lapisan
tersebut dapat dipisahkan, disimpan, dan kemudian disebar keatas tanah
permukaannya yang sudah dibentuk kembali. Dari informasi sumberdaya tadi
maka keputusan dapat diambil sehubungan dengan ketebalan lapisan tanah yang
tersedia untuk disebar kembali pada puing-puing tanah yang sudah dibentuk
51
kembali. Bangunan-bangunan hidrologi/tata air dan bangunan pencegah erosi
dapat direncanakan dengan tepat. Suatu rencana reklamasi lahan yang baik dapat
dibuat untuk mengatasi semua masalah yang sudah teridentifikasi. Teknologi
reklamasi lahan bekas tambang tersedia sangat banyak dan bervariasi, tetapi dapat
dikelompokan pada; a) teknologi yang memodifikasi sifat merugikan dari puing-
puing tanah rusak; b) teknologi yang dapat menutupi puing-puing tanah rusak, dan
c) teknologi yang menstabilkan tanah rusak.
5.4 Memodifikasi Lapisan Atas Tanah
Teknik untuk memodifikasi sifat tanah atas yang merugikan pertumbuhan
tanaman dan tata air cukup banyak dan bervariasi yang harus disesuaikan dengan
sifat-sifat tanahnya. Lapisan tanah masam sering diperbaiki dengan menggunakan
kapur, dolomit, batuan fosfat, atau bahan-bahan bersifat basa.
Apabila kemasaman diakibatkan oleh pencucian basa-basa dari lapisan
tumpukan tanah, maka permberian kapur adalah cara reklamasi yang tepat.
Namun apabila kemasaman tanah diakibatkan oleh oksidasi pirit yang dikandung
oleh tumpukan puing tanah, maka pemberian kapur dalam jumlah banyak dan
dalamn waktu yang panjang akan dibutuhkan untuk menetraliasai kemasaman
tanah tersebut. hal ini mungkin tidak praktis apabila tidak ada deposit kapur di
sekitar daerah tersebut.
Lahan bekas tambang yang mempunyai sifat yang tidak baik untuk
pertumbuhan tanaman sering ditimbun sebagai cara untuk mereklamasinya.
Dalam menimbun bahan/puing yang tidak diinginkan, upaya pencegahan bahaya
akibat pencucian dan kebocoran dari bahan tersebut harus dilakukan sebelumnya.
Untungnya dalam semua pertambangan batubara yang lahan bekas tambangnya
perlu ditimbun lapisan persis dibawah lorong penambangan sering hampir kedap
dan dapat mencegah infiltrasi oksigen yang dapat mengoksidasi phyrit tersebut.
bahan yang sering dipakai untuk menimbun puing yang tidak diinginkan tersebut
adalah tanah asal atau puing tanah yang kualitasnya baik. Ketebalan tanah yang
diperlukan untuk menimbun puing yang tidak diinginkan tersebut sangat
52
tergantung pada kualitas tanah penimbun dan puing yang ditimbun. Ketebalan
tersebut berkisar dari 60-100 cm dan bila kualitas puing yang ditimbun tidak
terlalu merugikan maka ketebalan penimbunan bisa kurang dari 60 cm.
Dalam semua kasus, pemisahan dan penyebaran kembali tanah yang
berasal dari topsoil dan subsoil sangat baik, penimbunan bagian bawah digunakan
subsoil dan penimbunan bagian atas digunakan topsoil.
Berdasarkan pengalaman penimbunan pada beberapa lokasi menunjukan
bahwa reklamasi yang terbaik melalui penimbunan diperoleh apabila dilakukan
perataan dengan kontur yang sesuai pada puing yang akan ditimbun. Penimbunan
tanah asal setebal 40-60 cm sudah cukup untuk memberikan kondisi yang baik
untuk pertumbuhan tanaman pada bekas tambang yang mengandung garam.
Karena penimbunan dengan top soil sangat baik, maka ketebalan top soil 5-30 cm
diatas timbunan subsoil sudah sangat efektif. Dengan cara ini maka produktifitas
lahan yang sudah direklamasi lebih tinggi dari lahan sebelum ditambang.
Pada umumnya, pemisahan dan penyebaran kembali tanah top soil dan sub
soil dalam penimbunan lebih baik dari pencampuran keduanya. Pencampuran
menyebabkan pengenceran hara yang tersedia pada top soil, penurunan siklus
hara, dan penerimaan keuntungan top soil sebagai sumber benih maupun
keragaman jenis vegetasi.
Apabila lapisan topsoil tersedia sedikit dan tidak cukup menutup seluruh
area dengan ketebalan yang diinginkan, maka lebih baik topsoil yang tersedia
disebar keseluruh area dengan lebih tipis daripada disebar pada area sempit
dengan ketebalan yang diinginkan. Dengan cara ini maka seluruh area akan
ditumbuhi vegetasi walaupun tipis dan sudah cukup mencegah pengkerakan
permukaan tanah dan dapat meningkatkan infiltrasi dan menurunkan aliran
permukaan dan erosi. Hal ini menunjukan bahwa tanah dan penyimpanan tanah
lapisan atas sangat penting dalam proses penambangan dan reklamasi.
53
5.5 Stabilisasi Lokasi yang Direklamasi
Lokasi yang direklamasi pada umumnya berlereng miring dan tanahnya
terlepas-lepas. Hal ini juga akan terjadi pada lahan yang baru saja dibentuk
topografinya dan ditutupi dengan tanah lapisan atas (top soil). Kondisi ini
mengakibatkan tanah sangat mudah tererosi oleh air maupun angin. Oleh sebab itu
lokasi ini harus segera diproteksi sambil melakukan penanaman. Untuk
mengontrol aliran permukaan dan erosi pada lahan baru saja dibentuk
permukaannya dan disebar dengan topsoil adalah dengan pemberian penutup
tanah seperti mulsa. Tipe-tipe mulsa yang sering dipakai adalah mulsa jerami,
rumput-rumputan atau mulsa limbah atau hasil pabrik. Mulsa rumput-rumputan
dapat juga berfungsi sebagai sumber benih selain sebagai penutup tanah. Mulsa-
hydro (hydromulching) sering juga dipakai terutama pada lokasi yang berlereng
curam seperti potongan jalan atau dareah yang sulit dijangkau.
Tanaman berbiji seering digunakan sesegera mungkin setelah penempatan
topsoil karena tanaman berbiji (rumput-rumputan) atau legume merayap dapat
segera berkecambah dan tumbuh menutup lahan. Tanaman rumput dan legume
merayap akan segera menutup tanah dengan baik dan efektif meningkatkan
infiltrasi, menurunkan aliran permukaan dan erosi sehingga sangat baik didaerah
relatif kering.
Apabila tanah tidak tersedia maka mulsa residue/limbah pabrik atau
amelioran kimia sangat diperlukan untuk menciptakan media pertumbuhan
tanaman. Bahan amelioran yang sering dipakai adalah serbuk gergaji, gypsum,
dan/atau pupuk nitrogen pada laha bekas tambang yang tidak ada tanahnya.
Tanah bekas tambang sebaiknya dianalysis kandungan haranya agar dapat
ditentukan hara yang perlu ditambahkan dalam reklamasi. Waktu pemberian
pupuk sangat tergantug pada tanaman apa yang ditanam dalam program
reklamasi. Apabila rumput tahunan yang akan ditanam, pemupukan lebih baik
ditunda sampai setelah tanaman tumbuh untuk mencegah kompetisi dengan
tanaman setahun yang ditanam karena tanaman tersebut segera merespon pupuk
yang diberikan. Namun pemberian bahan organik termasuk limbah rumah tangga,
54
kompos, dan pupuk kandang dapat digunakan segera untuk memenuhi kebutuhan
hara dan bahan organik.
Pengelolaan air pada lahan yang telah direklamasi sangat penting untuk
menjamin stabilisasi hidrologi jangka panjang lokasi tersebut. Seperti pada lahan
pertanian, pembuatan terus guludan, teras bangku, kontur, saluran air, bangunan
terjunan, dan bangunan lain sangat diperlukan untuk konservasi air terutama
didaerah yang berlereng curam dan dilokasi yang mungkin terjadi konsentrasi air.
5.6 Mengembalikan Produktivitas Lahan
Teknologi yang didiskusikan diatas mempunyai tingkat keberhasilan yang
bervariasi dalam mengembalikan potensi produktivitas lahan yang secara drastis
telah terganggu oleh kegiatan penambangan. Apakah lahan tersebut akan
digunakan untuk pertanian, penggembalaan, kehutanan, atau untuk dareah
reklamasi, pertumbuhan vegetasi adalah kriteria utama dalam menilai
keberhasilan reklamasi.
Pada daerah yang mempunyai lapisan fragipan (lapisan padat dengan BO
yang tinggi) atau lapisan horizon B yang masam, maka lapisan yang tidak baik ini
harus dipindahkan dan dikubur. Untuk lokasi yang tanahnya dalam atau puing
tanah yang tidak mempunyai sifat buruk terhadap pertumbuhan tanaman, maka
lokasi tersebut sangat sesuai (feseable) untuk mengembalikan potensi
produktivitas lahannya. Secara umum, diperlukan paling sedikit 60-100 cm
kedalaman perakaran untuk dpaat dipertimbangkan sebagai lokasi yang mungkin
dikembalikan produktivitasnya sebagai dareah produksi pertanian. Untuk itu
daerah tersebut sering ditanami dengan rumput dan/atau rumput + kacang-
kacangan merayap pada 3-4 tahun pertama dalam program reklamasi.
Hal ini diperlukan untuk mengkonsolidasikan dan memantapkan tanahnya
supaya lebih baik dari segi sifat fisik maupun kimianya. Masalah pemadatan
(compaction) adalah faktor yang sangat dominan dalam kegagalan reklamasi.
Pengurangan kepadatan tanah membutuhkan teknik reklamasi mekanik dan
biologi yang tepat yang kadang-kadang membutuhkan waktu yang lama.
55
Didaerah yang beriklim basah, terutama kehutanan (hutan) mungkin
menjadi tipe penggunaan lahan yang final dalam program reklamasi. Seperti pada
penanaman rumput tahunan dan tanaman setahun, pada umumnya dengan teknik
reklamasi yang cukup, maka penanaman spesies kayu-kayuan yang sama dengann
yang tumbuh disekitarnya dapat dilakukan. Seperti praktek yang umumnya
dilakukan bahkan pada lokasi yang rencana final penggunaan lahannya adalah
hutan, kebanyakan lokasinya ditanami terlebih dahulu dengan rumput-rumputan
pada beberapa tahun pertama, baru kemudian ditanami kayu-kayuan.
Teknik rehabilitasi mekanik yang umum diperlukan dan diterapkan dalam
rangka mengembalikan produktivitas lahan adalah:
1. Memindahkan tumpukan tanah dilokasi yang berlerang curam berbukit
agar lebih landai lerengnya dan mudah menstabilkan serta mudah
menumbuhan tanaman/vegetasi.
2. Dalam persiapan, tergantung pada posisi lekukan, perencanaan saluran air
harus pada posisi yang tepat. Semua saluran, terjunan, dan saluran diversi
harus direncanakan pada posisi yang tepat sehingga tidak akan ada air
yang tergenang, kecuali pada tempat yang memang direncanakan sebagai
check dam atau kolam.
3. Rencanakan jalan mobil maupun jalan manusia serta gorong-gorong yang
diperlukan, sehingga mudah memindahkan puing, mengangkut tanaman,
pupuk, pupuk kandang, dan air untuk mengairi.
4. Parit-parit sepanjang garis kontur harus dibangun secara bersambung pada
lokasi yang lerengnya panjang dan gundul. Parit tersebut akan bermanfaat
menahan air dan tanah yang tererosi dari bagian atas lereng.
5. Teras-teras perlu dibangun sekaligus untuk menyebarkan puing-puing
tumpukan tanah sehingga lebih mudah menanam tanaman konservasi dan
menstabilkan tanah.
6. Bangunan bronjong dan terjunan pada saluran terutama apabila lereng
saluran curam, lebih dari 45%
7. Apabila memungkinkan dan diperlukan harus dibangun kantong penahan
sedimen (sediment trap) pada saluran utama yang lerengnya <20%
56
8. Pada saluran yang kecil, bangunan penahan aliran/sedimen dari kayu atau
tumpukan batu berupa check dam kecil.
9. Bangunan penahan aliran /sedimen dari kayu yang diisi batu pada saluran
yang curam terutama pada saluran yang rawan longsor.
10. Bangunan penahan longsor tebing pada saluran yang mudah longsor.
11. Bangunan saluran terjunan apabila ada jatuhan air melebihi 3 meter.
57
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa hampir semua lahan bekas
tambang sudah rusak berat. Sifat fisik dan kimia tanah pada lahan bekas tambang
umumnya buruk; tanahnya bertekstur pasir, berkerikil/berbatu, permeabilitas
sangat cepat, kemampuan menahan air kecil (<20%), dan kandungan hara (N, P,
K) rendah; pada lahan tertentu kandungan NA+ tinggi, kepadatan sangat tinggi,
dan permeabilitas sangat lambat. Selain itu, keadaan rusak tersebut dapat
menimbulkan aliran permukaan dan erosi yang tinggi sehingga dapat
mengakibatkan banjir dan sedimen dibagian hilir daerah tambang (Sinukaban,
Naik, 2007).
Seperti pada penelitian ini, Analisis terbentuknya air asam tambang di
lahan bekas pertambangan batubara di Kalimantan ini dilakukan dengan 12
sample overburden/bahan penutup tanah dengan berbeda-beda kedalamannya.
Hasil sementara yang bisa didapat dari kegiatan magang ini berdasarkan analisi
static test yaitu; analisis total sulfur, MPA, ANC, PH dan EC, organik karbon, dan
perhitungan NAPP, didapat bahwa terdapat beberapa sample yang berpotensi
membentuk asam (PAF) yaitu pada sampel 3B, 4A, 6A, 7A, 8B, 9B, 12B.
Sedangkan yang tidak berpotensi membentuk asam (NAF) yaitu pada sampel 1A,
1B, 2A, 2B, 3A, 4B, 5A, 5B, 6A, 6B, 7B, 8A, 9A, 10A, 10B, 11A, 11B, 12A.
58
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan melalui Praktik Kerja Lapang ini yaitu :
1. Harus dilakukan penelitian yang lebih teliti dan orang yang sudah
berpengalaman sebelumnya di pengerjaan tes analisis air asam
tambang ini di static test maupun kinetic test agar hasil yang didapat
akurat,
2. Penelitian harus dilengkapi oleh bahan dan alat yang mendukung
kegiatan penelitian, juga menyediakan waktu yang cukup banyak
karena static test dan kinetic test memerlukan waktu yang banyak,
3. Harus dilanjutkan dengan kinetic test untuk mempertajam hasil analisa
dari static test dan untuk mendapatkan hasil apakah sampel termasuk
PAF, NAF, atau UC dengan tepat,
4. Perlu adanya pengulangan terhadap beberapa sample yang eror
hasilnya di beberapa pengujian
5. Lahan bekas penambangan menyebabkan lahan rusak dan berdampak
buruk bagi lingkungan sekitar (misal akibat adanya pengaruh air asam
tambang batubara), maka diperlukan upaya reklamasi lahan bekas
penambangan. Teknik reklamasi yang diperlukan agar lahan bekas
penambangan dapat dimanfaatkan misal untuk kegiatan pertanian
sangat tergantung pada keadaan biofisik lahan bekas tambang. Namun
secara umum reklamasi dapat dilakukan melalui kegiatan modifikasi
lapisan atas tanah, penutupan puing tanah yang rusak, stabilisasi lahan
dan pengembalian produktivitas lahan.
59
LAMPIRAN
Lampiran 1: Kegiatan Harian Magang di LIPI Geoteknologi Bandung
Tanggal Kegiatan
2 Agustus 2011 Preparasi sampel dan drying process
3 Agustus 2011 Preparasi sampel dan drying process
4 Agustus 2011 Preparasi sampel dan drying process
5 Agustus 2011 Preparasi sampel dan drying process
8 Agustus 2011 Sub-grading sample/crushing
9 Agustus 2011 Sub-grading sample/crushing
10 Agustus 2011 Sub-grading sample/crushing
11 Agustus 2011 Sub-grading sample/crushing
12 Agustus 2011 Analisis total sulfur
15 Agustus 2011 Analisis total sulfur
16 Agustus 2011 Analisis total sulfur
17 Agustus 2011 Analisis total sulfur
18 Agustus 2011 Analisis total sulfur
19 Agustus 2011 Analisis total sulfur
22 Agustus 2011 IZIN MAGANG KEPERLUAN KULIAH
23 Agustus 2011 Pengukuran pH dan EC
24 Agustus 2011 Analisis MPA
25 Agustus 2011 Analisis total sulfur
26 Agustus 2011 Analisis total sulfur
29 Agustus 2011 LIBUR LEBARAN
30Agustus 2011 LIBUR LEBARAN
31 Agustus 2011 LIBUR LEBARAN
1 September 2011 LIBUR LEBARAN
2 September 2011 LIBUR LEBARAN
5 September 2011 Analisis total sulfur
60
6 September 2011 Analisis total sulfur, Analisis ANC
7 September 2011 Analisis total sulfur, Analisis ANC
8 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
9 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
12 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
13 September 2011 Analisis total sulfur
14 September 2011 Analisis total sulfur
15 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
16 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
19 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
20 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
21 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
22 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
23 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
26 September 2011 Analisis ANC
27 September 2011 Analisis ANC
28 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
29 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
30 September 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
3 Oktober 2011 Analisis ANC
4 Oktober 2011 Analisis ANC
5 Oktober 2011 Analisis ANC
6 Oktober 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
7 Oktober 2011 IZIN MAGANG KARENA KULIAH
10 Oktober 2011 Analisis jumlah organik karbon
11 Oktober 2011 Analisis jumlah organik karbon
12 Oktober 2011 Analisis jumlah organik karbon
16 Oktober 2011 Perhitungan NAPP
61
DAFTAR PUSTAKA
Ian Wark Research Institute, Environmental Geochemistry International Pty Ltd
Field and Laboratory Methods Applicable to Overburdens and Minesoils. P.p. 47
50. U.S. Environment Protection Agency, Cincinati, Ohio, 45268. EPA-
600/2-78-054.
Sinukaban, Naik. 2007. Rehabilitasi Lahan Bekas Penambangan Sebagai Upaya
Perwujudan Pertanian Berkelanjutan. Direktorat Jenderal RLPS. Bogor.
Sinukaban, Naik. 2007. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pembangunan
Berkelanjutan. Direktorat Jenderal RLPS. Bogor.
Sobek, A.A., Schuller, W.A., Freeman, J.R., and Smith, R.M. 1978.
Walters Stephen., Bradhsaw Dee., Mineralogical Characterisation Techniques for
Predicting Acid Rock Drainage. Australia
Anonim, available online at:
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.crl.co.
z/research/MDframework_3.2.asp&ei=jd2aTrs16J2IBqqtKwC&sa=X&oi
translate&ct=result&resnum=9&ved=0CF4Q7gEwCA&prev=/search%3
q%3DAnalisis%2BMPA%2B(Maximum%2BPotential%2BAcid)%2Bad
ah%26hl%3Did%26biw%3D1024%26bih%3D653%26prmd%3Dimvnsb
Anonim, available online
at:http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.dm
wa.gov.au/documents/acid_mine_drainage.docx.pdf&ei=jd2aTrs16J2Ibq
tKwC&sa=X&oi=translate&ct=result&resnum=5&ved=0CEAQ7gEwB
&prev=/search%3Fq%3DAnalisis%2BMPA%2B(Maximum%2Bpotenti
%2BAcid)%2Badalah%26hl%3Did%26biw%3D1024%26bih%3D653%
6prmd%3Dimvnsb
Anonim, available online http://www.scribd.com/doc/49823190/air asam-
tambang (Diakses pada tgl: 16 Oktober 2011).