analisa link budget komunikasi pelabuhan ke kapal

7
Prosiding SENTIA 2016 Politeknik Negeri Malang Volume 8 ISSN: 2085-2347 D-22 ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL MENGGUNAKAN KANAL VHF Sherli D. J 1 , Laode M. A 2 , Hani’ah M. 3 , Ari W. 4 , Okkie P. 5 , Nur Adi S. 6 Program Studi Teknik Telekomunikasi Departemen Teknik Elektro Politeknik Elektronika Negeri Surabaya 1 [email protected], 2 [email protected], 3 [email protected] Abstract Indonesia is a maritime nation which consists of approximately 78,86% ocean territory and become one of the highest shipping traffic in Southeast Asia. Therefore, it requires an integrated system to enable traffic entry and exit communication of oceangoing vessels in the port. Tanjung Perak Port has classified as high-traffic port resulting in high communication traffic. The objective of this research is to observe propagation model that established by transmitter and receiver. Maritime radio communication is required to send ships location and other mandatory information for emergency case. Generally, maritime communication has been implemented by utilizing VHF communication systems, but not every part of the sea has a good signal coverage and quality. In this study, some input and output parameters of VHF are necessary to calculate link budget, such as pathloss, acceptance, fade margin, and etc. The propagation characteristics affect the quality of the received power and coverage area. The reduction percentage of received power in distance is 7,63%, whereas the effect of losses on a coverage area that is 12,5%, as same as the cable attenuation. Kata Kunci: VHF, link budget, pathloss 1. Pendahuluan Indonesia merupakan Negara maritim dengan wilayah sebesar 5,8 juta Km 2 atau sekitar 78,86% wilayahnya adalah lautan dan merupakan salah satu Negara kepulauan dengan lalulintas pelayaran yang cukup sibuk di Asia Tenggara, Ramdhan & Arifin (2013). Oleh karena itu, membutuhkan sebuah sistem yang dapat memantau dan memudahkan komunikasi pada lalu lintas kapal atau keluar masuknya kapal di pelabuhan. Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya tergolong pelabuhan kelas satu di Indonesia dimana lalu lintas kapal yang keluar dan masuk pelabuhan sangat tinggi sehingga berdampak pada tingkat komunikasi pelabuhan ke kapal yang sangat sibuk. Pada umumnya, komunikasi yang dilakukan di laut sudah menggunakan sistem komunikasi VHF namun tidak semua wilayah memiliki kualitas sinyal yang baik dan jangkauan areanya luas. Komunikasi radio dibutuhkan dibidang maritim untuk mengirimkan data berupa posisi kapal dan beberapa informasi penting lainnya seperti keadaan darurat. Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi yaitu karakteristik propagasi, dimana sinyal mengalami difraksi di atas permukaan yang halus seperti laut, yang memungkinkan untuk mengikuti kelengkungan bumi, Tunaley (2011). Sehubungan dengan hal tersebut maka pada penelitian kali ini akan dilakukan analisa link budget pada kanal VHF band maritim dengan maksud agar dapat mengetahui tentang model propagasi antara pemancar dan penerima, sehingga dapat dimaksimalkan dan digunakan pada pengembangan komunikasi maritim yang dapat mencakup area yang lebih luas dengan penambahan beberapa parameter yang mempengaruhi efek propagasi VHF. Selain itu juga dapat diterapkan pada pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan sebagai dasar analisa perhitungan link budget untuk pengembangan teknologi VHF di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. 2. Perencanaan Link Budget Pada penelitian ini dilakukan perhitungan link budget antar pelabuhan ke kapal menggunakan VHF maritim. Gambar 1 merepresentasikan diagram alir perhitungan link budget.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL

Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347

D-22

ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL

MENGGUNAKAN KANAL VHF

Sherli D. J1, Laode M. A2, Hani’ah M.3, Ari W.4, Okkie P.5, Nur Adi S.6

Program Studi Teknik Telekomunikasi

Departemen Teknik Elektro

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya 1 [email protected], 2 [email protected], [email protected]

Abstract

Indonesia is a maritime nation which consists of approximately 78,86% ocean territory and become one of the

highest shipping traffic in Southeast Asia. Therefore, it requires an integrated system to enable traffic entry and

exit communication of oceangoing vessels in the port. Tanjung Perak Port has classified as high-traffic port

resulting in high communication traffic. The objective of this research is to observe propagation model that

established by transmitter and receiver. Maritime radio communication is required to send ships location and other

mandatory information for emergency case. Generally, maritime communication has been implemented by

utilizing VHF communication systems, but not every part of the sea has a good signal coverage and quality. In this

study, some input and output parameters of VHF are necessary to calculate link budget, such as pathloss,

acceptance, fade margin, and etc. The propagation characteristics affect the quality of the received power and

coverage area. The reduction percentage of received power in distance is 7,63%, whereas the effect of losses on a

coverage area that is 12,5%, as same as the cable attenuation.

Kata Kunci: VHF, link budget, pathloss

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan Negara maritim dengan

wilayah sebesar 5,8 juta Km2 atau sekitar 78,86%

wilayahnya adalah lautan dan merupakan salah satu

Negara kepulauan dengan lalulintas pelayaran yang

cukup sibuk di Asia Tenggara, Ramdhan & Arifin

(2013). Oleh karena itu, membutuhkan sebuah sistem

yang dapat memantau dan memudahkan komunikasi

pada lalu lintas kapal atau keluar masuknya kapal di

pelabuhan. Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya

tergolong pelabuhan kelas satu di Indonesia dimana

lalu lintas kapal yang keluar dan masuk pelabuhan

sangat tinggi sehingga berdampak pada tingkat

komunikasi pelabuhan ke kapal yang sangat sibuk.

Pada umumnya, komunikasi yang dilakukan

di laut sudah menggunakan sistem komunikasi VHF

namun tidak semua wilayah memiliki kualitas sinyal

yang baik dan jangkauan areanya luas. Komunikasi

radio dibutuhkan dibidang maritim untuk

mengirimkan data berupa posisi kapal dan beberapa

informasi penting lainnya seperti keadaan darurat.

Dalam hal ini faktor yang mempengaruhi yaitu

karakteristik propagasi, dimana sinyal mengalami

difraksi di atas permukaan yang halus seperti laut,

yang memungkinkan untuk mengikuti kelengkungan

bumi, Tunaley (2011). Sehubungan dengan hal

tersebut maka pada penelitian kali ini akan dilakukan

analisa link budget pada kanal VHF band maritim

dengan maksud agar dapat mengetahui tentang model

propagasi antara pemancar dan penerima, sehingga

dapat dimaksimalkan dan digunakan pada

pengembangan komunikasi maritim yang dapat

mencakup area yang lebih luas dengan penambahan

beberapa parameter yang mempengaruhi efek

propagasi VHF. Selain itu juga dapat diterapkan pada

pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan sebagai dasar

analisa perhitungan link budget untuk pengembangan

teknologi VHF di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.

2. Perencanaan Link Budget

Pada penelitian ini dilakukan perhitungan link

budget antar pelabuhan ke kapal menggunakan VHF

maritim. Gambar 1 merepresentasikan diagram alir

perhitungan link budget.

Page 2: ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL

Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347

D-23

Gambar 1. Diagram alir perhitungan link budget

Parameter input link budget berupa letak

koordinat, frekuensi yang digunakan, daya pancar,

gain antenna dan konfigurasi menara yang mencakup

tinggi menara pengirim, polarisasi, panjang antena

dan jarak antara pengirim dan penerima.

Link budget merupakan perhitungan redaman

dan penguatan yang digunakan sebagai perhitungan

awal dalam perencanaan suatu sistem komunikasi

wireless pada suatu kawasan tertentu. Perhitungan

power link budget atau analisa path memiliki peranan

penting agar hasil perencanaan dapat mencapai hasil

optimum dan efisiensi baik dari segi kehandalan

teknis maupun biaya.

Dalam penelitian ini apabila semua parameter

pendukung terpenuhi maka dapat dilakukan

perhitungan link budget dengan beberapa variasi

ketinggian yang berpengaruh terhadap daya terima

berdasarkan jarak yang ditempati oleh penerima.

Perhitungan link budget dibutuhkan input parameter

frekuensi dan jarak sehingga hasil akhir dari

perhitungan yaitu berupa nilai pathloss propagasi

antara pengirim dan penerima dan tingkat kualitas

sinyal terima.

Tabel 1. Parameter antenna pemancar

Parameter

(Tx) simbol Nilai Satuan Sumber

Tinggi

Antena

Ht 60 Meter

(m)

Disnav

Frekuensi F 156.0

00 -

157.4

25

MHz JRV – 500

BPM

Daya Pancar Ptx 46 dBm JRV – 500

BPM

Gain Tx Gtx 3 dBi JRV – 500

BPM

Panjang

Kabel

65 Meter

(m)

Disnav

Tabel 2. Parameter antenna penerima

Parameter

(Rx) simbol Nilai Satuan Sumber

Tinggi

antena

Hr 20,

17,5,

& 15

Meter

(m)

PT. Pelni

Frekuensi F 15.00

0 –

157.4

25

MHz JRV – 500

BPM

Gain Rx Grx 3 dBi NRE – 332

Guard

Receiver

Sensitivi-tas Rth -101 dBm NRE – 332

Guard

Receiver

Data Tabel 1 dan 2 diasumsikan bahwa

kondisi kapal dalam keadaan diam dimana posisi

kapal disekitar selat Madura dengan kondisi laut yang

tenang dan menunggu panggilan dari pelabuhan

untuk sandar ke pelabuhan dan melakukan proses

bongkar muat, sehingga pelabuhan melakukan

komunikasi kepada kapal melalui channel 12 dengan

range frekuensi 156.600 MHz, Dirjen Perhubungan

Laut.

Spesifikasi kabel yang digunakan pada kapal

adalah RG-58, yang akan dibandingkan dengan kabel

RG-8x dan RG-213 sehingga dapat diketahui

mengenai daya terima berdasarkan losses kabel jika

mengacu pada persamaan (1).

Redaman

Kabel(Lr) =

𝑎𝑡𝑒𝑛𝑢𝑎𝑠𝑖

100 𝑥 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑎𝑏𝑒𝑙 (1

Tabel 3. Loss kabel berdasarkan panjang kabel

Jenis/panjang

kabel 10 m 8 m 6 m

RG – 58 2,0 dB 1,6 dB 1,2 dB

RG – 8x 1,5 dB 1,2 dB 0,9 dB

RG - 213 0,9 dB 0,7 dB 0,5 dB

Tabel 3 merupakan data nilai losses kabel

penerima berdasakan jenis dan panjang kabel. Losses

kabel tersebut digunakan sebagai parameter

pembanding dari kabel yang digunakan, sehingga

didapatkan kabel yang bagus untuk digunakan pada

penerima berdasarkan daya terima.

Page 3: ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL

Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347

D-24

Pada penelitian ini menggunakan perangkat

simulasi yaitu matlab. Matlab adalah sebuah software

komputasi numerikal dan bahasa pemrograman

komputer generasi keempat. Dikembangkan oleh The

Math 7 Works, matlab memungkinkan manipulasi

matriks, pem-plot-an fungsi dan data, implementasi

algoritma, pembuatan antarmuka pengguna, dan

pengantarmuka-an dengan program dalam bahasa

lainnya.

2.1 Daya Terima (Pr)

Radio propagasi di atas permukaan laut berbeda

dengan model propagasi darat. Hal ini dikarenakan

jumlah power penerima dari mobile station yang

terletetak diatas laut merupakan jumlah dari

gelombang langsung, gelombang yang dipantulkan

dari permukaan laut, dan gelombang yang

dipantulkan dari darat. Sehingga mengakibatkan

gangguan ke basis-stasiun lain dan mobile unit. Daya

yang diterima di atas permukaan laut diberikan oleh

persamaan (2), Hebert, James (2005).

PR = PT – Lp + GantT + GantR – Lt – Lr (2)

Dengan :

PR = Daya Terima (dBm)

PT = Daya Pancar (dBm)

Lp = Loss propagasi FSL (dB)

GantT = Gain transmitter antena (dBi)

GantR = Gain receiver antenna (dBi)

Lt = Loss cabel transmitter antenna (dB)

Lr = Loss cabel receiver antenna (dB)

2.2 Loss Propagasi 2-ray

Pada loss propagasi 2-ray refleksi permukaan

laut merupakan komponen yang mentransmisikan

sinyal radio, maka pada proses tersebut dapat terjadi

loss propagasi yang dapat dimodelkan menggunakan

L2-ray. Gambar 2 adalah simulasi L2-ray dengan

tinggi pemancar dan penerima yang berbeda. Oleh

karena itu, model 2-ray path loss di sederhanakan

menjadi persamaan (3).

PL2-ray=-10log10

{(𝜆

4𝜋𝑑)2[2 𝑠𝑖𝑛 (

2𝜋ℎ𝑡ℎ𝑟

𝜆𝑑)]

2

} (3

Dengan :

PL2-ray = 2-ray propagation loss (dB)

Λ = panjang gelombng (m)

hthr = tinggi transmitter dan receiver (m)

d = jarak propagasi (m)

2.3 Loss Propagasi L3-ray

Pada umumnya, over the sea propagasi dapat

diklasifikasikan berdasarkan posisi radio platform

dekat dengan permukaan laut dan ratusan meter di

atas permukaan laut atau lebih tinggi, Yong bai,

Wencai Du, Chong Shen (2012). Path loss model 3-

ray (termasuk LoS ray langsung, reflected ray dari

permukaan laut, dan juga sinar refracted oleh saluran

penguapan) digunakan untuk pemodelan dan

memprediksi propagasi LoS preliminarily dekat

permukaan laut. Secara matematis, dapat ditulis

berdasarkan persamaan (4).

PL3-ray = -10 log10 {(𝜆

4𝜋𝑑)2[2 (1 + ∆)]2} (4

Dengan:

∆ = 2 sin (2𝜋ℎ𝑡ℎ𝑟

𝜆𝑑) sin

(2𝜋(ℎ𝑒− ℎ𝑡 )(ℎ𝑒− ℎ𝑟)

𝜆𝑑)

(5

Dengan :

ht, hr = panjang transmitter dan receiver (meter)

he = panjang saluran yang efektif

2.4 Loss Permukaan Laut

Permukaan laut bekerja sebagai reflektor

untuk propagasi radio, dan sebagai hasilnya,

degradasi sinyal lengkap di sepanjang jalur. Dalam

lingkungan terestrial, ada kendala dari berbagai

ukuran, yang mengakibatkan refleksi, refraksi dan

hamburan dari sinyal dalam saluran komunikasi. Path

loss di lingkungan terestrial lebih tinggi daripada di

ruang bebas, dan itu ditentukan oleh Elliott.

LT(d) = Ls(do) + 10 n log + 𝑑

𝑑0Xf (6

Dengan :

Ls(do) = PLFSL (dBm)

N = pathloss komunikasi maritim (dBm)

Xf = representasi ketinggian gelombang (dBm)

Gambar 2. Simulasi komunikasi kapal

dan SROB menggunakan metode 2-ray

Page 4: ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL

Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347

D-25

2.5 Fade Margin

Fade Margin merupakan nilai selisih antara

daya terima (RSL) terhadap threshold level (Rth).

Nilai fade margin diberikan pada desain link untuk

mempertahankan kualitas pelayanan jaringan

komunikasi agar tetap stabil dan memenuhi minimal

kualitas layanan. Untuk menghitung Fade Margin

digunakan persamaan (7).

FM = RSL - Rth (7

Dengan :

FM = Fade margin (dB)

RSL = Daya terima (dBm)

Rth = Batas level minimum yang diterima antena

peneriman (dBm)

3. Hasil dan Analisa

Hasil dari penelitian ini yaitu analisa link

budget antara pelabuhan (Stasiun Radio Pantai) ke

kapal pada frekuensi pancar 156.600 MHz yang

meliputi jarak lintasan antara pelabuhan ke kapal,

frekuensi kerja yang digunakan, besaran losses antara

pemancar (Tx) dan pengirim (Rx) serta parameter

lainnya yang mempengaruhi nilai redaman pada

system komunikasi VHF maritim.

3.1 Free Space Loss

Propagasi free space loss merupakan salah

satu parameter output, sebab dengan parameter

tersebut dapat diketahui besarnya redaman antara

pengirim dan penerima dalam kondisi line of sight

tanpa adanya penghalang atau obstacle.

Hubungan free space loss terhadap jarak dapat

ditampilkan dalam bentuk grafik free space loss

terhadap fungsi jarak pada gambar 3.

Dari gambar 3 dapat diketahui kapal dapat

berkomunikasi dengan radio pantai dengan

memperhatikan jenis kabel yang digunakan. Jarak

coverage terjauh dari sisi penerima adalah pada jarak

302 km dengan menggunakan jenis kabel RG-213

sedangkan pada kabel RG-58 dapat mencapai jarak

sejauh 272 km dengan nilai atenuasi yang berbeda

dari setiap kabelnya. Dari hasil tersebut dapat

diketahui mengenai semakin kecil atenuasi kabel

akan semakin jauh jarak cakupan areanya sebab

pengaruh terhadap losses sedikit berkurang.

3.2 Pathloss 2-ray

Loss 2-ray merupakan loss atau rugi-rugi yang

terjadi pada lintasan pengirim dan penerima dengan

menghitung pengaruh direct ray dan juga pengaruh

gelombang tercermin atau memantul dipermukaan

laut.

Nilai redaman yang disebabkan karena adanya

penyerapan atmosfir dan reflected ground

berdasarkan tinggi antenna penerima ditunjukkan

oleh Gambar 4. Perbedaan nilai redaman tersebut

menunjukkan adanya pengaruh terhadap tinggi

antenna penerima dan panjang lintasan. Semakin

tinggi antenna penerima dari ground maka nilai

redamannya semakin besar.

Pada jarak 50 km dengan tinggi antenna 20 m

akan menerima loss sebesar 126,42 dB. Sedangkan,

ketika tinggi antenna 17,5 meter pada jarak yang

sama yaitu 50 km akan menerima losses sebesar

127,54 dB. Dari hasil tersebut menunjukkan tinggi

atenna yang berbeda dengan jarak yang sama akan

menghasilkan loss yang berbeda.

3.3 Pathloss 3-ray

Loss 3-ray merupakan loss atau rugi-rugi yang

terjadi pada lintasan pengirim dan penerima dengan

memperhatikan pengaruh direct ray, pengaruh

gelombang tercermin atau memantul dipermukaan

laut dan juga evaporation duct atau tinggi penguapan

saluran. Evaporation duct dapat terjadi ketika posisi

penerima berada diatas jarak d break dari pemancar.

Gambar 3. Grafik free space loss terhadap

jarak

Gambar 4. Grafik pathloss 2-ray dengan

variasi tinggi penerima

Page 5: ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL

Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347

D-26

Pada tinggi penguapan ini menurut penelitian

sebelumnya adalah antara 20 sampai 40 meter, dalam

perhitungan ini akan digunakan sampel dengan tinggi

penguapan saluran yaitu 35 meter serta asumsi

parameter tinggi antenna kapal yang berbeda.

Dari gambar 5 pada jarak lebih dari 10 km

tinggi antenna kapal tidak lagi berpengaruh pada

pemodelan 3- ray. Sehingga apabila lebih dari nilai d

break tidak ada pengaruh penguapan saluran pada

jalur pengiriman antara pemancar dan penerima.

3.4 Pathloss Tinggi Gelombng Laut

Pathloss gelombang laut merupakan pathloss

yang memperhatikan pengaruh dari reflaksi, refraksi

dan hamburan dari sinyal dalam chanel komunikasi,

Chow Yen Desmond (2012). Dari hasil perhitungan

pathloss tinggi gelombang laut dapat diketahui

mengenai besaran losses dengan memperhatikan

pengaruh tinggi gelombang rata-rata adalah setinggi

1 meter sehingga dapat menghasilkan loss pada jarak

10 mil laut adalah sebesar 109,49 dB.

Gambar 6 dapat dianalisa bahwa semakin jauh

jarak kapal dari pemancar maka losses yang terjadi

akan semakin besar, begitu juga dengan tinggi

gelombang apabila gelombang laut semakin tinggi

maka losses juga akan semakin besar. Sehingga,

apabila kapal berada di tengah laut dengan keadaan

ombak yang besar maka nilai redaman yang diterima

juga akan besar sebab terdapat pengaruh gelombang

yang membuat sinyal terganggu.

3.5 RSL berdasarkan pengaruh pathloss 2ray

RSL (receive signal level) pathloss 2ray yaitu

untuk mengetahui pengaruh dan daya terima

berdasarkan besarnya redaman dengan

memperhatikan pengaruh pantulan dari permukaan

laut.

Dari gambar 7 dengan variasi tinggi antenna

yang berbeda yakni dengan ketinggian 17,5 meter dan

15 meter masing-masing menghasilkan pathloss

sebesar 75,69 dB untuk kapal dengan ketinggian 17,5

meter dan ketinggian 15 meter pathloss yang

dihasilkan sebesar 76,07 dB. Sehingga pada kapal

dengan ketinggian antenna 17,5 meter dan 15 meter

pada jarak 1 mil masing-masing kapal dapat

menerima daya terima sebesar -36,97 dBm dan -36,19

dBm. Berdasarkan persamaan pathloss 2-ray tersebut

dengan asumsi jarak kapal ke pemancar sejauh satu

mil laut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

antenna penerima pada kapal maka pathloss akan

semakin kecil sehingga dapat memaksimalkan

kualitas daya terima.

3.6 RSL berdasarkan pengaruh pathloss 3ray

RSL pathloss 3ray bertujuan untuk

mengetahui seberapa jauh pengaruh 3-ray pada

propagasi VHF. Pathloss 3-ray memilki tiga

pengaruh yaitu dari direct ray, reflected ray dan juga

evaporation duct terhadap daya terima dengan tinggi

antenna penerima serta loss kabel yang berbeda

sesuai panjang kabel yang digunakan.

Gambar 5. Perbandingan hr menggunakan

loss 3-ray dengan he = 35 m

Gambar 6. Grafik pathloss dengan memperhatikan

tinggi gelombang laut

Gambar 7. Grafik daya terima L2-ray pada tinggi

antenna yang berbeda

Page 6: ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL

Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347

D-27

Dari gambar 8 dapat diketahui bahwa

pengaruh 3-ray pada propagasi VHF dengan jarak

diatas 5000 meter dari penerima sudah tidak dapat

diprediksi lagi oleh persamaan (1) dengan

menggunakan loss propagasi dan menggunakan

persamaan (3), sehingga dapat disimpulkan pada

propagasi VHF dengan jarak diatas 5000 meter untuk

tinggi antenna 15, 17,5 dan 20 meter di penerima

tidak ada pengaruh dari evaporation duct atau

penguapan saluran sebab dari hasil tersebut pada

jarak diatas 5000 meter tidak dapat di prediksi.

3.7 RSL berdasarkan Loss tinggi gelombang

RSL berdasarkan tinggi gelombang laut

merupakan metode untuk mengetahui kualitas daya

terima dengan mempertimbangkan pengaruh loss

propagasi terhadap ketinggian gelombang laut

dimana semakin tinggi gelombang laut maka akan

semakin besar loss yang terjadi pada saluran

propagasi.

Dari gambar 9 tersebut dapat diketahui bahwa

semakin jauh jarak komunikasi antara pemancar

kepada penerima maka daya terima akan semakin

kecil sebab sangat di pengaruhi oleh besarnya nilai

pathloss yang diterima penerima dengan

memperhatikan tinggi gelombang laut. Pada jarak 53

km atau sejauh 28,61 mil laut mendapat daya terima

sebesar -84 dBm sedangkan pada jarak 20,160 km

atau sejauh 10,88 mil laut dengan daya terima sebesar

-97,88 dBm, nilai tersebut membuktikan bahwa

semakin jauh jarak pengirim ke penerima maka daya

terima akan semakin kecil.

3.8 Coverage Area

Coverage area merupakan cakupan atau jarak

terjauh yang dapat dijangkau pemancar dengan

kualitas daya terima yang baik pada sisi penerima,

coverage area juga dapat diketahui melalui

perpotongan antara daya terima dengan level

sensitivitas pada penerima.

Dari gambar 10 dapat diketahui bahwa sejauh

mana kapal dapat berkomunikasi dengan radio pantai

dengan memperhatikan jenis kabel yang digunakan.

Pada gambar 3 dapat diketahui mengenai jarak

coverage terjauh adalah pada jarak 302 km dengan

menggunakan jenis kabel disisi penerima yaitu RG-

213 sedangkan pada kabel RG- 58 dapat mencapai

jarak sejauh 272 km dengan nilai atenuasi yang

berbeda dari setiap kabelnya. Dari hasil tersebut dapat

diketahui bahwa semakin kecil atenuasi kabel akan

semakin jauh jarak cakupannya sebab pengaruh

terhadap losses sedikit berkurang.

3.9 Fade Margin

Fade margin merupakan gangguan karena

pantulan dan lapisan udara yang tidak seragam.

Fading bisa terjadi di sembarang tempat dimana

sinyal gelombang diterima. Dari penelitian ini

besaran nilai fade margin berdasarkan posisi kapal

terhadap jarak dari pemancar dimana nilai fade

margin dari setiap tabel berbeda sebab

memperhatikan atenuasi dari kabel yang digunakan

seperti pada jarak 7,76 mil dengan menggunakan

kabel RG-58, RG-8x, dan RG-213 dapat

menghasilkan besaran nilai fade margin yang berbeda,

Gambar 8. Grafik daya terima L3-ray pada tinggi

kapal yang berbeda ketinggian dan losses kabel

dengan he=35

Gambar 9. Grafik daya terima dengan pengaruh

tinggi gelombang laut

Gambar 10. Pengaruh loss kabel RG-58

terhadap jarak maksimum coverage area dengan

he=35

Page 7: ANALISA LINK BUDGET KOMUNIKASI PELABUHAN KE KAPAL

Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347

D-28

dengan nilainya masing-masing adalah 32,31 dBm,

32,81 dBm dan 33,4 dBm. Dari data tersebut dapat

diketahui mengenai semakin kecil atenuasi kabel

yang di hasilkan maka nilai fade margin akan

semakin besar.

4. Kesimpulan dan Saran

Berikut kesimpulan yang didapat dari penelitian ini.

1. Parameter yang paling berpengaruh dalam

komunikasi antara pemancar dan penerima adalah

nilai dari loss propagasi. Pada ketinggian antenna

17,5 meter daya terima yang dihasilkan sebesar -

36,97 dBm. Semakin tinggi antenna maka

berpengaruh pada kualitas daya terima.

2. Gelombang laut mempengaruhi kualitas daya

terima ketika pada jarak 53 km atau sejauh 28,61

mil laut mendapat daya terima sebesar -84 dBm

sedangkan pada jarak 20,160 km atau sejauh

10,88 mil laut dengan daya terima sebesar -97,88

dBm, nilai tersebut membuktikan bahwa semakin

jauh jarak pengirim ke penerima maka daya

terima akan berkurang sebeasar 7,63%.

3. Coverage area dapat diketahui berdasarkan

coverage terjauh menggunakan kabel RG-213

disisi penerima dengan jarak 302 km dan losses

kabel 0,9 dB. Semakin jauh cakupan area maka

semakin kecil atenuasi kabel karena pengaruh

terhadap losses berkurang sebesar 12,5%.

4. Nilai fade margin kabel RG-213 sebesar 33,4 dBm.

Berdasarkan nilai tersebut semakin kecil atenuasi

kabel yang di hasilkan maka nilai fade margin

akan semakin besar sehingga kabel RG-213

memiliki gangguan pantulan lapisan udara yang

besar.

.

Daftar Pustaka:

Chow Yen Desmond.(2012): The Propagation Of

VHF & UHF Radio Waves Over Sea Paths,

Thesis Submitted for The Degree of Doctor

Philosophy, University of Lichester

Direktorat Jendral Perhubungan Laut, Departemen

Perhubungan RI, “JRV-500 BPM VHF

Transceiver”, Distrik Navigasi Kelas II

Surabaya, Surabaya

Hebert, James.(2005): Marine VHF Radio

Communication, Unautorized Reproduction

Prohibited

Ramdhan, Muhammad. & Arifin, Taslim.(2013):

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dalam

Penilaian Proporsi Luas Laut Indonesia, Jurnal

Ilmiah Geomatika Volume 19 No. 2: 141 – 146

Tunaley, J. K. E.(2011): VHF Propagation Study,

London Research and Development Corporation

Yong bai, Wencai Du, Chong Shen.(2012): Over the

Sea Propagation and Integrated Wireless

Networking for Ocean Fishery vessels, College

of Information Science & Technology, Hanian

University