analisa kualitas kimia produk olahan bandeng ...repository.ub.ac.id/4821/1/satrio budi...
TRANSCRIPT
ANALISA KUALITAS KIMIA PRODUK OLAHAN BANDENG ASAP (Chano Chanos) DAN KANDUNGAN CEMARAN
LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DI DAERAH SIDOARJO, JAWA TIMUR
SKRIPSI
PROGRAMSTUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
Oleh :
SATRIO BUDI UTOMO NIM :105080300111009
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
i
ANALISA KUALITAS KIMIA PRODUK OLAHAN BANDENG ASAP (Chanos
chanos) DAN KANDUNGAN CEMARAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DI
DAERAH SIDOARJO JAWA TIMUR
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
SATRIO BUDI UTOMO NIM : 105080300111009
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
2
SKRIPSI
ANALISA KUALITAS KIMIA PRODUK OLAHAN BANDENG ASAP (Chanos chanos)
DAN KANDUNGAN CEMARAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DI DAERAH SIDOARJO
JAWA TIMUR
Oleh: SATRIO BUDI UTOMO NIM. 105080300111009
Telah dipertahankan didepan penguji pada tanggal 17 Juli 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Menyetujui
Dosen Penguji I Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Muhammad. Firdaus, MP Dr. Ir. Dwi Setijawati, M.Kes NIP. 19680919 200501 1 001 NIP.19500531 198103 1003 Tanggal : Tanggal : Dosen Penguji II Dosen Pembimbing II Hefti Salis Yufidasari, S.Pi, M.P. Dr. Ir. Hartati K, MS NIP. 19810331 201504 2 001 NIP. 19640726 198903 2 004 Tanggal : Tanggal :
Mengetahui Ketua Jurusan MSP
Dr. Ir. Arning Wilujeng E., MS NIP. 19620805 198603 2 001
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha
Esa atas berkah rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta Salam tidak lupa penulis curahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad
SAW.
βSeorang tidak bisa berdiri tanpa terjatuh dan pengalaman membuat seorang bisa
berjalan. Semua tidak lepas karena usaha dan kesabaran.β
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan Skripsi ini tidak lepas dari dukungan
dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rendah hati dan penuh keikhlasan,
tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua, kakak dan adik angkat yang selalu memberikan dorangan
semangat dan doβa. Begitu banyak pengorbanan yang telah kalian lakukan demi
mewujudkan seorang Sarjana di keluarga kita. Semoga dengan keikhlasan dan kasih
sayang kalian, cita-cita kalian dari seorang Sarjana ini bisa terwujud. Amin
2. Ibu Dr. Ir. Dwi Setijawati, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran serta dukungan
moril dan materil sampai terselesaikannya laporan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih MP. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan pengetahuan dan membimbing dengan sabar hingga dapat memahami
materi penelitian.
4. Bapak Dr. Ir. M.Firdaus, MP dan Ibu Hefti Salis Y, S.Pi, M.P.selaku Dosen Penguji
yang telah banyak memberikan ilmu, kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Tim Penelitian yang terdiri dari Whenda Jonathan, yang selalu bekerja sama dan
saling membantu dalam penelitian serta pengerjaan skripsi ini.
6. Seseorang yang spesial dan keluarga yang selalu membantu dan memberi dorongan
agar cepat terselesaikannya skripsi ini.
7. Sahabat saya Rakhlisya, Sigit Dwi, Auli dan Gamaditya yang meskipun sibuk dengan
aktifitas masing-masing namun tetap menjaga hubungan dan selalu memberikan
dukungan semangat tanpa akhir.
8. Kos Serigala yang beranggotakan Nandar, Vedo, Amik, Lyu, Dio yang selalu
memberikan semangat canda tawa, cacian, kritik dan saran.
9. Sahabat-sahabat tercinta THP angkatan 2010, yang selalu setia memberi motivasi,
semangat, doa serta keceriaan. Rasa berhutang budi penulis begitu besar dan tidak
akan terlupakan, semoga kelak kita lebih bisa menjadi orang berguna bagi keluarga,
masyarakat dan negara.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhirnya, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kekurangan hanya milik kita
sebagai manusia, sehingga penulis menyadari laporan Skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi
bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, Juli 2017
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat,
taufik dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Skripsi yang berjudul Analisa Kualitas Kimia Pangan
Kandungan Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) Pada Produk Olahan Bandeng Asap
(Chanos chanos) Di Daerah Sidoarjo Jawa Timur. Berisi pokok-pokok bahasan yang
meliputi kadar jumlah cemaran Kadmium (Cd), nilai proksimat atau kandungan gizi, serta
parameter cemaran lainnya pada produk olahan Bandeng Asap (Chanos chanos).
Melalui laporan skripsi ini penulis mengharapkan dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan bagi pembaca. Laporan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan (S.Pi) di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya. Akhirnya penulis menyadari laporan skripsi ini masih banyak
kekurangan, sehingga kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis berharap laporan skripsi
ini dapat memberikan manfaat dan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Malang, Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... iii
UCAPAN TERIMAKASIH .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
RINGKASAN ................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.4 Kegunaan ............................................................................................... 3
1.5 Waktu dan Tempat ................................................................................ 4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Bandeng................................................................................. 5
2.1.1 Habitat Alam Liar .................................................................................. 6
2.1.2 Logam Berat ........................................................................................ 7
2.2 Senyawa Kadmium (Cd) ............................................................................ 11
2.2.1 Sifat Fisik dan Kimia Kadmium (Cd) ............................. .................... 12
2.2.2 Manfaat Kadmium (Cd) ....................................................................... 14
2.2.3 Sumber Bahan Polutan ......................................................................... 15
2.3 Toksisitas Kadmium (Cd) pada Manusia....................................................... 16
2.3.1 Toksisitas Kadmium (Cd) pada Organisme Perairan...................................17
2.4 Mekanisme Toksisitas (Cd)............................................................................17
2.4.1 Gejala Toksisitas (Cd)................................................................................ 18
2.5 Bandeng Asap............................................................................................. 18
2.6 Atomic Absorption Spectrophotometry........................................................ 19
2.7 Metode Perhitungan MPN .......................................................................... 20
3. METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian ...................................................................................... 21
3.1.1 Alat Penelitian ................................................................................... 22
3.1.2 Bahan Penelitian ............................................................................... 22
3.2 Metode Penelitian ..................................................................................... 23
3.2.1 Penelitian Pendahuluan ..................................................................... 23
3.3.1 Penelitian Utama .............................................................................. 24
3.4 Prosedur Penelitian .............................................................................. 25
3.5 Analisa Penelitian ................................................................................. 26
3.5.3 Kadar Air ............................................................................................ 26
3.5.4 Kadar Lemak ...................................................................................... 26
3.5.6 Kadar Protein ..................................................................................... 27
3.5.7 Kadar Karbohidrat .............................................................................. 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kadar Total ................................................................................. 31
4.1.1 Kadar Kadmium................................................................................... 33
4.1.2 Proksimat .......................................................................................... 34
4.3 Kadar Air .............................................................................................. 38
4.4 Kadar Lemak .......................................................................................... 39
4.6 Kadar Protein ........................................................................................ 42
4.7 Kadar Karbohidrat ................................................................................. 43
4.9 Perhitungan E.colli (MPN) ....................................................................... 45
4.10 Jumlah ................................................................................................ 46
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 52
5.2 Saran .................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 53
LAMPIRAN ................................................................................................. 55
DAFTAR GAMBAR
6.1 Ikan Bandeng Segar................................................................. 10
6.2 Lokasi pengambilan sampel Desa Kalanganyar..................... 51
6.3 Lokasi pengambilan sampel desa Kloposepuluh..................... 51
6.4 Lokasi pengambilan sampel desa Bulusidokare...................... 52
DAFTAR TABEL
7.1 Komposisi proksimat Bandeng Segar............................................ 11
7.2 Kandungan Proksimat Bandeng Asap............................................ 44
7.3Kadar Logam Berat Kadmium Bandeng Asap I............................... 45
7.4 Kadar Logam Berat Kadmium Bandeng Asap II............................. 45
7.5Uji Colliform MPN Bandeng Asap.................................................... 47
RINGKASAN
SATRIO BUDI UTOMO. Skripsi. Analisa Kualitas Kimia Produk Olahan Bandeng
Asap (Chanos-chanos) Dan Kandungan Cemaran Logam Berat Kadmium (Cd) Di
Daerah Sidoarjo, Jawa Timur (dibawah bimbingan Dr. Ir. Dwi Setijawati M.Kes
dan Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih, M.S.
Perairan sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik diantaranya
berbagai jenis logam berat berbahaya yang banyak dihasilkan dari proses
industri Jika kandungan logam dalam perairan naik sedikit demi sedikit, maka
logam tersebut dapat diserap dalam jaringan tubuh organisme dari yang terkecil
yang berperan sebagai produsen hingga organisme terbesar yang berperan
sebagai konsumen akhir rantai makanan. Khususnya pada tambak daerah
Sidoarjo sering terjadi pencemaran akibat limbah pabrik dan bencana lumpur
Lapindo.
Pengukuran kadar jumlah kadmiumpada bandeng asap di sidoarjo ini
dapat dilakukan dengan metode AAS (Automatic absorbtion spectrophotometry).
. Pengambilan sampel produk ikan bandeng dilakukan secara Purposive
Sampling yaitu pengambilan sampel produk olahan ikan bandeng asap dari
beberapa pengolah dan distributor bandeng asap di daerah Sidoarjo dilakukan
secara acak. Kemudian diuji kadar Kadmium (Cd) menggunakan metode AAS
dan dianalisa proksimat secara menyeluruh kemudian dihitung kadar cemaran
mikroba colliform menggunakan metode MPN. Sedangkan untuk menghitung
kandungan nutrisi meggunakan uji Analisa proksimat
Kegunaan dari penelitian ini Untuk mengetahui jumlah total kandungan
kadmium yang terdapat pada bandeng Asap di sidoarjo, kandungan nutrisi serta
batas aman konsumsi bandeng asap yang tercemar logam berat kadmium serta
untuk memberi informasi kepada masyarakat, lembaga dan institusi lain
mengenai jumlah kadar kadmium total yang terdapat pada bandeng asap di
daerah sidoarjo, kandungan nutrisi serta batas aman mengkonsumsi produk
yang telah tercemar..
Kandungan logam berat Cd pada sampel Bandeng asap Desa
Kalanganyar Kecamatan Sedati adalah sebesar 0,0404 ppm, pada sampel
Bandeng asap Desa Bulusidokare 0,0511 ppm dan pada sampel Bandeng Asap
Desa Kloposepuluh/Buduran sebesar 0,0698 ppm. Cemaran Logam Kadmium
Masih dalam batas aman berdasarkan SNI 01-7387-2009 tentang batas
maksimum cemaran logam berat Cd dalam pangan yaitu ambang batas
maksimal pada ikan/ daging ikan/ olahan ikan (1,0 mg/kg), serta Bandeng Asap
memiliki kandungan gizi yang cukup baik untuk dikonsumsi masyarakat
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi dengan tambak terluasdengan pusat
tambak terletak pada Kabupaten Gresik sebesar 38,44% dan Sidoarjo 32,17% dari
seluruh luas tambak di Jawa Timur. Komoditas unggulan yang dibudidayakan lebih dari
60% tambak di wilayah Kabupaten Sidoarjoadalah tambak ikan Bandeng (BPS Jatim,
2002 dalam Wibowo, 2012). Kordi dan Andi (2007), menyatakan bahwa tambak
merupakan wilayah yang dibentuk manusia untuk pemeliharaan ikan dan udang.
Kabupaten Sidoarjo merupakan Kabupaten yang berbatasan langsung dan
merupakan kawasan penyangga pengembangan industri kota Surabaya.Terdapat
ratusan industri besar dan kecil yang berdomisili di kabupaten Sidoarjo. Dampak
langsung kawasan industri adalah dihasilkannya limbah dari aktivitas industri tersebut
dalam jumlah besar. Dampak akhir pembuangan limbah cair industri dibuang ke sungai
dan terbawa oleh aliran air dari hulu ke hilir, yang akhirnya menyebar di perairan muara
sungai dan perairan pantai. Lingkungan perairan pantai merupakan salah satu faktor
pendukung sistem budidaya ikan bandeng yang baik. Namun saat ini, di Desa
Kalanganyar, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo yang dekat dengan kawasan
industri mengakibatkan daerah pesisir tercemar akibat pembuangan limbah industri ke
laut. Logam berat adalah salah satu jenis limbah industri yang masuk ke perairan.
Limbah ini dapat mengakibatkan penurunan kualitas air yang berimbas terhadap
menurunnyausaha perikanan budidaya di tambak Desa Kalanganyar. Pencemaran yang
disebabkan oleh limbah industri sebagian besar adalah pencemaran logam berat
khususnya CD dan Pb. Berbagai hasil penelitian sebelumnya melaporkan berbagai
kerusakan histopatologi hewan air (Sanusi, 1984; Palar, 1994; Darmono, 2001)
Ikan dikenal sebagai sumber protein bermutu tinggi, tersedia baik dalam keadaan
segar maupun dalam bentuk olahan ikan Bandeng. Salah satu ikan yang banyak
dikonsusmsi oleh masyarakat adalah Ikan Bandeng. Ikan Bandeng merupakan spesies
ikan yang memiliki habitat di laut. Bandeng memiliki badan memanjang seperti torpedo
dengan siripn ikan bercbang. Kepala Bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung
rahang tanpa gigi, dan lubang hidung terletak di depan mata. Mata diliputi oleh selaput
bening. Warna sisiknya putih keperak-perakan dengan punggung biru kehitaman (Kordi.
2010).
Ikan bandeng segar memiliki nilai nutrisi lengkap karena mengandung 16 profil
asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan oleh tubuh (Agustini et al., 2010). Lemak pada
bandeng menempati posisi ketiga terbesar setelah air dan protein (Yuwanti, 2005).
Asam lemak,memiliki peran penting dalam menurunkan kolesterol, trigliserid dan Low
Density Lipoprotein (LDL) dalam darah, serta menghambat penggumpalan dara
yangmampu menghambat transportasi darah dalam pembuluh darah (Stolyhwo, 2006).
Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas perikanan yang bernilai ekonomis
tinggi. Dengan kandungan protein yang tinggi (20,38 %), bandeng merupakan salah satu
sumber pangan yang sangat bergizi. Akan tetapi, kelemahan dari bandeng yaitu adanya
tulang dan duri yang cukup banyak di dalam tubuh bandeng sehingga mengurangi minat
masyarakat untuk mengkonsumsi bandeng. (Vatria,2010).
Pengasapan merupakan salah satu pengolahan yang dapat menghasilkan
citarasa, aroma dan warna yang khas pada produk yang dihasilkan dan banyak digemari
oleh masyarakat. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan untuk memperoleh citarasa
dan aroma asap, maka diproduksi asap cair. Menurut Swastawati (2007), asap cair (liquid
smoke) adalah suatu produk kondensat berbentuk cair dari proses pembakaran kayu
yang telah mengalami aging dan filtrasi sehingga senyawa tar dan senyawa tertentu
lainnya dapat dipisahkan. Perkembangan asap cair yang semakin pesat disebabkan oleh
beberapa keunggulan yang dimiliki, antara lain biaya yang dibutuhkan untuk kayu dan
peralatan pembuatan asap lebih hemat, flavour produk lebih seragam, flavour lebih
intensif dari pengasapan secara tradisional, flavour produk yang diinginkan dapat diatur,
komponen yang berbahaya dapat dipisahkan sebelum digunakan dalam makanan, dapat
diaplikasikan secara luas pada makanan, dapat diterapkan pada masyarakat awam,
mengurangi pencemaran dan komposisi asap cair lebih konsisten untuk pemakaian yang
berulang (Maga, 1987).
Metode pengasapan dengan asap cair dinilai mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan pengasapan tradisional karena dapat menerapkan proses
pemanasan bertahap dan dengan suhu dibawah 100OC, sehingga mampu meningkatkan
kualitas ikan asap, mempertahankan nilai nutrisi, memiliki umur simpan yang lebih lama,
serta mengandung senyawa antioksidan yang mampu memperlambat reaksi oksidasi
lemak, dan ramah lingkungan (Gonulalan et al., 2003; Guillen dan Cabo, 2004; Hattula et
al., 2001). Asam lemak tak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat
sangat mudah mengalami autooksidasi. (Hermanto et al., 2010).
Pembangunan yang pesat di bidang ekonomi di satu sisi akan
meningkatkankualitas hidup manusia yaitu dengan meningkatnya pendapatan
masyarakat. Akantetapi di sisi lain akan berakibat pada penurunan kesehatan akibat
adanya pencemaran yang berasal dari limbah industri dan rumah tangga. Hal ini
dikarenakan kurangnya kemampuan sumber daya manusia atau teknologi
yangmemadai untuk mengatasi masalah limbah tersebut. Salah satu pencemaran
padabadan perairan adalah masuknya logam berat baik dari limbah rumah tangga,
industri, pengikisan dari batuan mineral dan lain sebagainya (Hendri et al. 2010)
Dalam pengawasan kualitas lingkungan suatuperairan logam berat merupakan
salah satu parameter penting untuk melihat tingkat pencemarannya. Cemaran logam
berat umumnya disebabkan oleh berbagai jenis limbah domestik industri, pertanian,
maupun pertambangan (Anon,2002)
Tambak budidaya Bandeng umumnya merupakan tambak tradisional. Tambak
tradisional adalah tambak yang berpematang tanahdengan drainase yangterdiri dari aliran
arus air laut maupun tawar secara alami (payau). Tambak tradisionalmasih bergantung
pada pakan alami seperti zooplankton maupun fitoplankton. Ferianita et al.,(2005),
menyatakan bahwa fitoplankton mempunyai peran sebagai produsen primersehingga
keberadaan fitoplankton tersebut dapat memberikan informasi mengenai status perairan,
yaitu sebagai indikator biologi, kesuburan dan untuk mengevaluasi kesiapan air tambak
sebagai lingkungan hidup organisme budidaya. Hasil panen tambak semi intensif dan
tambak intensif lebih tinggi dibandingkan dengan tambak tradisional, namun tambak
tradisioal lebih ramah lingkungan, serta menghasilkan Bandeng yang dagingnya lebih
padat, dibanding Bandeng yang dibesarkan dengan pelet (Salmin, 2005).
Logam berat pada umumnya mempunyai sifattoksik dan berbahaya
bagiorganisme hidup, walaupun beberapa diantaranya diperlukan dalam
jumlahkecil.Beberapa logam berat banyak digunakan dalam berbagai kehidupan sehariβ
hariSecara langsung maupun tidak langsung toksisitas dari polutan itulah yang
Kemudianmenjadi pemicuterjadinya pencemaran pada lingkungan sekitarnya.
Apabilakadar logam beratsudah melebihi ambang batas yangditentukan
dapatmembahayakan bagi kehidupan (Koestoer, 1995).
Logam berat dalam konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan kematian
beberapa jenis biota perairan. Disamping itu, dalam konsentrasi yang rendah logam berat
dapat membunuh organisme hidup dan proses ini diawali dengan penumpukan logam
berat dalam tubuh biota. Lama kelamaan, penumpukan yang terjadi pada organ target
dari logam berat akan melebihi daya toleransi dari biotanya dan hal ini menjadi
penyebab dari kematian biota terkait (Palar, 1994). Hutagalung (1997) menyatakan
bahwa peningkatan kadar logam berat dalam air akan mengakibatkan logam berat yang
semula dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme akan berubah menjadiracun
bagi organisme. Selain bersifat racun logam berat juga akan terakumulasi dalam sedimen
dan biota melalui proses gravitasi, biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi oleh
biota air.
Ikan sebagai salah satu biota air dapat dijadikan sebagai salah satu
indikatortingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan. Jika di dalam tubuh ikan
telahterkandung kadar logam berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang
telahditentukan dapat sebagai indikator terjadinya suatu pencemaran dalam lingkungan.
Menurut Anand (1978), kandungan logam berat dalam ikan erat kaitannya
denganpembuangan limbah industri di sekitarnya tempat hidup ikan tersebut, seperti
sungai,danau, dan laut.
Lumpur panas Lapindo adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas yang
terjadi di Desa Renokenongo Kecamatan Porong,Kabupaten SidoarjoJawa Timur.Lumpur
yang di buang ke sungai Porong dalam jumlah yang besar akan menyebabkan degradasi
ekosistem sungai Porong yang nantinya memberikan dampak merugikan yang besar bagi
sektor perikanan khususnya tambak yang ada di Sidoarjo. Desa Kalanganyar merupakan
salah satu wilayah di Sidoarjo dengan kondisi lingkungan berupa tanah tambak
produktifyang sebagian besar dimanfaatkan untuk budidaya oleh masyarakat sekitar.
Pembuangan lumpur akan merusak ekosistem sungai Porong, masukan lumpur akan
mengganggu kehidupan organisme budidaya yang ada pada Kabupaten Sidoarjo.
Berdasar Laporan βEnvironmental Assesmentβ oleh UNDAC, 2006, disebutkan
bahwa kandungan logam berat pelepasan lumpur ke perairan akan menyebabkan
kematian hewan air dan menyebabkan akibat serius bagi manusia yang tergantung
pada perairan tersebut. Kandungan logam berat yang bersifat toksik dan ditemukan
pada konsentrasi yang tinggi adalah merkuri (Hg) yang berpotensi terakumulasi
dalam tubuh manusia melalui konsumsi ikan. Kandungan Hg terukur 9,6 s/d 14 ng/g;
Pb terukur 13,5-17 Β΅g/g,Cd terukur 0,13 Β΅g/g;Cr terukur 25-40 Β΅g/g. Sedangkan
berdasar hasil uji pendahuluan terhadap air lumpur lapindo diketahui mengandung Pb
sebesar 3,08 ppm, Fenol 1,56 ppm (Hidayati dan Widya yanti, 2007). Padahal menurut
KepMenLH 51/2004 kadar yang diperbolehkan diperaiaran: untuk Pb sebesar 0,008
ppm sedangkan Cd dan Hg hanya diperekenankan 0,001 ppm. Lumpur ini terdiri dari
30% zat padat dan 70% air, sehingga jika airnya diolah, masih ada potensi sebagai
media pemeliharaan ikan atau udang.
Cd di sedimen perairan yang tak terkontaminasi berkisar antara 0,1 sampai
1,0Β΅g/g bobot kering. Pada umumnya di air permukaan, baik Cd terlarut maupun
partikulatnya secara rutin dapat terdeteksi. Koefisien distribusi Cd partikulat/Cd terlarut
pada perairan sungai di dunia berkisar dari 104 sampai 105 Fluks input antropogenik
secara global per tahun jauh melebihi emisi Cd dari sumber alamiahnya seperti kegiatan
gunung berapi, Windborne soil particles, garam-garam dari laut dan partikel biogenik
sampai dengan satu tingkatan magnitude (Csuros and Csuros,2002).
Sebagian besar tambak di Sidoarjo adalah tambak rakyat atau lebih dikenal
dengan tambak tradisional yang salah satu cirinya adalah untuk pakannya
mengandalkan pakan alami yang tumbuh di tambak, yaitu fitoplankton dan klekap.
Menurut Ferianita et. al, (2005) dalam suatu ekosistim perairan, organisme nabati
fitoplankton mempunyai kedudukan yang amat penting karena berfungsi sebagai
produsen primer bahan organik. Oleh karena itu perubahan terhadap kualitas air
(suhu, hara, oksigen, dsb) erat kaitannya dengan potensi perairan yang ditinjau
dari kelimpahan dankomposisi fitoplankton. Keberadaan fitoplankton tersebut dapat
memberikan informasi mengenai kondisi perairan, yaitu fitoplankton dapat digunakan
sebagai indikator biologi, kesuburan dan untuk mengevaluasi kemantapan perairan
tambak sebagai lingkungan hidup. Suatu perairan dikatakan semakin mantap (baik)
apabila jumlah individu organisme berada dalam keadaan seimbang.
Menurut Soemirat (2003) taraf toksisitas logam berat sangat beragam bagi
berbagai organisme, tergantung dari berbagai aspek yang antara lain spesies, cara
toksikan memasuki tubuh, frekuensi dan lamanya paparan, konsentrasi toksikan, bentuk
dan sifat fisika/kimia toksikan serta kerentanan berbagai spesies terhadap toksikan.
Akumulasi merkuri di dalam tubuh biota perairan dapat terjadi melalui rantai makanan,
dimana akumulasi tertinggi akan didapat pada konsumen teratas.
Kadmium (Cd) sangat populer dan banyak dikenal oleh orang awam karena
logam ini sering digunakan di pabrik dan paling banyak menimbulkan keracunan pada
makhluk hidup (Darmono, 1995). Secara alamiah, timbal masuk ke dalam perairan
melalui pengkristalan di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi batuan
mineral akibat hempasan gelombang angin, sumber pencemaran logam Kadmium (Cd)
di antaranya limbah industri yang berkaitan dengan logam Kadmium (Cd). Masuknya Cd
secara kontinyu ke dalam perairan akan meningkatkan konsentrasinya, sehingga dapat
menyebabkan bioakumulasi pada biota perairan, bahkan dapat membunuh ikan- ikan
apabila Cd dalam air mencapai konsentrasi 188 mg/l (Palar,1994).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini apakah kandungan jumlah cemaran logam
berat Kadmium (Cd) pada produk olahan Bandeng asap (Chanos-chanos) di daerah
Sidoarjo masih aman untuk dikonsumsi serta berapa besar nilai kandungan gizi yang
terdapat di dalam produk
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar Kadmium (Cd) yang terdapat
cemaran dari berbagai sumber dalam olahan jenis ikan Bandeng asap (Chanos chanos)
di Desa Buduran, Desa Bulusidokare dan Desa Kalanganyar, Kabupaten Sidoarjo.
Sehingga perlu dilakukan studi dan analisa secara mandiri terhadap profil kualitas ikan
pada hasil tambak meliputi faktor fisika, kimia dan biologi perairan yang kemudian
hasilnya dihubungkan dengan laju pertumbuhan organisme budidaya yakni ikan Bandeng
yang memiliki pengaruh salah satunya olahan Bandeng Asap
.
1.4 Kegunaan
Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi pada
masyarakat, Lembaga dan Institusi lain mengenai bahaya cemaran Kadmium pada
pangan terutama pada produk perikanan Bandeng Asap (Chanos-chanos) serta
kandungan gizi dan nutrisi di dalam Bandeng Asap
1.5 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus β Oktober 2016 di Desa
Bulusidokare, Desa Kalanganyar, Desa Kloposepuluh Kabupaten Sidoarjo. Pengujian
kadar Kadmium (Cd) di Balai Pengendalian Dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan
Surabaya. Analisa Proksimat dilakukan di Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang. Pengujian kadar E.colli dilakukan
di Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya Malang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.KlasifikasiIkan Bandeng
Menurut Anonymous (2012b), klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Osteichthyes Division : Ostariophysi Order : Gonorynchiformes Family : Chanidae Genus : Chanos Lacepede Species : Chanos chanos Forsskal
Gambar 1. Ikan Bandeng (Kurnia, 2011)
2.1.2 Komposisi Proksimat Ikan Bandeng Segar
Komposisi Proksimat Ikan Bandeng Komposisi kimia setiap ikan berbeda-beda
tergantung pada jenis ikan, antar individu dalam spesies, dan antar bagian tubuh dari
satu individu ikan. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu umur, laju
metabolisme, pergerakan ikan, makanan, serta masa reproduksi. Selain itu perbedaan
komposisi kimia daging juga tergantung dari umur, habitat dan kebiasaan makan.
Komposisi kimia daging ikan umumnya terdiri dari kadar air 70-85%; protein 15-25%;
lemak 1-10%; karbohidrat 0,1-1% dan mineral 1-1,5% (Okada, 1990). Komposisi
proksimat ikan berbeda pada habitat yang berbeda, hal ini dikemukakan oleh Aziz et al.
(2013) bahwa komposisi proksimat ikan berbeda pada habitat air payau dan air tawar.
Komposisi proksimat dari ikan bandeng air tawar dan air payau dapat dilihat pada Tabel
2. (Koestoer, 1995)
Tabel 2. Komposisi Proksimat Daging Ikan Bandeng Segar
Komposisi proksimat Air Tawar Air Payau
Air (%) 75,857 70,787
Abu (%) 2,812 1,405
Protein (%) 20,496 24,175
Lemak (%) 0,721 0,853
Karbohidrat (by different) (%) 0,114 2,780
Ikan bandeng mempunyai badan yang memanjang seperti torpedo dengan sirip
ekor bercabang. Kepala ikan bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang
tanpa gigi, lubang hidung terletak di depan mata. Mata diseliputi oleh selaput bening
(subcutaneous).Warna badan putih keperak-perakan dan punggung biru kehitaman.Ikan
bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh di belakang tutup insang. Dengan 14β16
jari-jari sirip punggung, 16β17 jari-jari sirip dada, 11β12 jari-jari sirip perut, 10β11 jari-jari
sirip anus (sirip anus/anal finn terletak jauh di belakang sirip punggung) dan pada sirip
ekor berlekuk simetris dengan 19 jari-jari (Kordi, 1997).
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin,Oleh karena itu ikan bandeng dapat
hidup di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Induk bandeng baru bisa memijah
setelah mencapai umur 5 tahun dengan ukuran panjang 0,5β1,5 m dan berat badan 3β
12 kg. Jumlah telur yang dikeluarkan induk bandeng berkisar 0,5β1,0 juta butir tiap kg
berat badan. Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu 1,1β1,7% bobot badan/hari.
Pada tahap pendederan ikan bandeng, penambahan bobot per hari berkisar 40β50 mg.
Ikan bandeng dengan bobot awal 1β2 gr membutuhkan waktu 2 bulan untuk mencapai
bobot 40 gr (Anonymous, 2012a).
2.2 Habitat di Alam Liar
Menurut Idel dan Setyo (1996), bandeng selalu hidup berkelompok di air
asin/payau di pinggir-pinggir pantai dan di muara sungai. Bandeng yang memiliki sifat
euryhaline bisa beradaptasi secara cepat pada daerah payau. Bahkan cenderung
menyerang air (arus air) sampai pada titik air tawar untuk mencari makanan.
Perpindahan secara besar-besaran biasanya terjadi karena beberapa faktor seperti
banyaknya ikan pemangsa (predator), perubahan suhu air yang mendadak dan
meningkat drastis serta ketika hendak bertelur. Bandeng akan mencari tempat yang
lebih aman, baik untuk kelangsungan kehidupannya atau untuk mengembangkan
keturunannya. Ikan bandeng mampu berdaptasi pada air yang bersuhu 15OCβ40OC, jika
suhu air dibawah 15OC maka bandeng akan mengalami stres dan kematian.
Penyebarannya sangat luas, mulai dari samudra Hindia sampai tepi barat pantai
Amerika. Di Indonesia sendiri banyak dijumpai di laut Jawa, sepanjang pantai Madura,
Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra.
2.3 Logam Berat
Logam berat dalam air mudah terserap dan tertimbun dalam fitoplankton
yang merupakantitik awal dari rantai makanan, selanjutnya melalui rantai makanan
sampai ke organisme lainnya(Fardiaz, 1992). Kadar logam berat dalam air selalu
berubah-ubah tergantung pada saatpembuangan limbah, tingkat kesempurnaan
pengelolaan limbah dan musim. Logam berat yang terikat dalam sedimen relatif sukar
untuk lepas kembali melarut dalam air, sehingga semakinbanyak jumlah sedimen
maka semakin besar kandungan logam berat di dalamnya.
Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke tubuh manusia melalui makanan
dan minuman serta pernafasan dan kulit. Peningkatan kadar logam berat dalam air
laut akan diikuti oleh peningkatan logam berat dalam tubuh ikan dan biota lainnya,
sehingga pencemaran air laut olehlogam berat akan mengakibatkan ikan yang hidup
di dalamnya tercemar.
Pemanfatan ikan-ikan ini sebagai bahan makanan akan membahayakan
kesehatan manusia (Hutagalung, 1991). Logam berat dapat didefinisikan sebagai
unsur-unsur yang mempunyai nomor atom 22-92dan terletak pada periode 4 - 7 pada
susunan berkala Mendeleyev. Logam berat mempunyai efekracun terhadap manusia
dan makhluk hidup lainnya. Logam berat yang berbahaya dan sering mencemari
lingkungan adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (Ar), kadmium (Cd),
kloronium(Cr) dan nikel (Ni). Logam-logam tersebut dapat menggumpal di dalam
tubuh organisme dan tetaptinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama
sebagai racun yang terakumulasi (Fardiaz,1992).
Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan
sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia
(Darmono, 1995). Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-
kriteria yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang
dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup.
Berbeda dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus
pada mahluk hidup (Palar, 1994). Tidak semua logam berat dapat mengakibatkan
keracunan pada mahluk hidup. Keberadaan logam berat dalam lingkungan berasal
dari dua sumber. Pertama dari proses alamiah seperti pelapukan secara kimiawi dan
kegiatan geokimiawi serta dari tumbuhan dan hewan yang membusuk. Kedua dari
hasil aktivitas manusia terutama hasil limbah industri (Connel dan Miller, 1995).
Dalam neraca global sumber yang berasal dari alam sangat sedikit dibandingkan
pembuangan limbah akhir di laut (Wilson, 1988).
Menurut Vouk (1986) terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini
yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Berdasarkan sudut pandang
toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah logam
berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat dibutuhkan
oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek
racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya.
Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana
keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan dapat
bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain. Logam berat ini dapat
menimbulkan efek kesehatan bagi manusia tergantung pada bagian mana logam
berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya racun yang dimiliki akan bekerja sebagai
penghalang kerja enzim, sehingga proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh
lagi, logam berat ini akan bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen.
2.2 Senyawa Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam kebiruan yang lunak, termasuk golongan II B table
berkala dengan konigurasi elekron [Kr] 4d105s2. unsur ini bernomor atom 48,
mempunyai bobot atom 112,41 g/mol dan densitas 8,65 g/cm3. Titik didih dan titik
lelehnya berturut-turut 765oC dan 320,9oC. Kadmiun merupakan racun bagi tubuh
manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal
mengalami disfungsi kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar
diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air
minum dan polusi udara. Pemasukan Cd melalui makanan adalah 10 β 40 ΞΌg/hari,
sedikitnya 50% diserap oleh tubuh. Rekomendasi pemasukan Cd menurut gabungan
FAO/WHO dengan batas toleransi tiap minggunya adalah 420 ΞΌg untuk orang
dewasa dengan berat badan 60 kg. Pemasukan Cd rata-rata pada tubuh manusia
ialah 10 β 20 % dari batas yang telah direkomendasikan. Unsur Cd dapat mengurangi
serapan ion-ion hara karena daya afinitas yang tinggi dari logam berat tersebut pada
kompleks pertukaran kation. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S) sebagai
greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS).
Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah
teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3). Di perairan Cd akan
mengendap karena senyawa sulfitnya sukar larut. (Palar, Heriyanto 1994)
2.2.1 Sifat fisik dan sifat kimia
Sifat Fisik dari Kadmium adalh Logam berwarna putih keperakan Mengkilat
Lunak/Mudah ditempa dan ditarik, memiliki Titik lebur rendah serta akan kehilangan
kilapnya jika berada dalam udara yang basah atau lembab. dapat mengalami
kerusakan bila terkena uap amonia dan sulfur hidroksida.
Sedangkan Sifat Kimia dari kadmium adalah tidak larut dalam basa tetapi
Larut dalam H2SO4 encer dan HCl encer. Kadmium tidak menunjukkan sifat amfoter
justru Bereaksi dengan halogen dan nonlogam seperti S, Se, P. Kadmium sendiri
adalah logam yang cukup aktif, Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan
membentuk asap coklat CdO. Kadmium juga Memiliki ketahanan korosi yang tinggi
serta larut dalam alkohol.
2.2.2 Manfaat Kadmium
Cadmium (Cd) digunakan sebagai bahan stabilitasi sebagai bahan pewarna dalam
industri plastik dan pada elektroplating.Jenis Allay Cd digunakan sebagai pemandu
peluru-peluru kendali. Substansi dari alloy Cd dapat digunakan sebagai bahan solder.
Logam Cd dan senyawa Kadmium Nitrat sangat berguna dalam pengembangan reaktor
nuklir,berfungsi sebagai bahan untuk mengontrol kecepatan pemecahan inti atom dalam
rantai reaksi(reaksi berantai). Senyawa CdS dan CdSeS banyak digunakan sebagai zat
warna. Senyawa Cd-sulfat(CdSO4) digunakan dalam industri baterai yang berfungsi untuk
pembuatan sel Weston karena mempunyai potensial stabil yaitu sebesar 1,0186 volt.
2.2.3 Sumber-sumber dan bahan polutan
Logam kadmium mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada satu
jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan
bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini sangat jarang
ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan produksi
sampingan dari peristiwa peleburan bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada konsentrat bijih
Zn didapatkan 0,2 sampai 0,3 % logam Cd. Di samping itu, Cd juga diproduksi dalam
peleburan bijih-bijih logam Pb(timah hitam) dan Cu(tembaga). Namun demikian, Zn
merupakan sumber utama dari logam Cd, sehingga produksi dari logam tersebut sangat
dipengaruhi oleh Zn.
Dalam lingkungan,menurut Clark (1986) sumber kadmium yang masuk ke perairan
berasal dari Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng, air bilasan dari
elektroplating bisa juga dari Besi, tembaga dan industri logam non ferrous yang
menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium.
Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 % Cd
sebagaibahan ikutan (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses
korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun serta Pupuk phosfat dan endapan sampah
Sumber kadmium terutama dari biji seng, timbal-seng, dan timbal-tembaga-seng.
Kandungan logam Cd bersumber dari makanan dan lingkungan perairan yang sudah
terkontaminasi oleh logam berat. Kontaminasi makanan dan lingkungan perairan tidak
terlepas dari aktivitas manusia didarat maupun pada perairan. Sifat logam Cd yang
akumulatif pada suatu jaringan organisme serta sulit terurai. Kadmium dalam air juga
berasal dari pembuangan industri dan limbah pertambangan. Logam ini sering digunakan
sebagai pigmen pada keramik, dalam penyepuhan listrik, pada pembuatan alloy, dan
baterai alkali.
Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung Cd sampai 0,5 ppm, batubara
mengandung Cd sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung Cd bahkan ada
yang sampai 170 ppm. Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas bekas
yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut serta sisa-sisa pembakaran bahan
bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh masuk ke laut.
2.3 Toksisitas Kadmium (Cd) pada manusia
Kadmium merupakan salah satu limbah industri yang beracun dan berbahaya bagi
kehidupan. Limbah Cd ini berasal dari beberapa sumber antara lain pertambangan dan
industri. Di berbagai industri, Cd dipakai sebagai komponen pelapis atau pencampur
logam, patri alumunium, pembuatan klise, amalgama dalam kedokteran gigi, pemrosesan
foto berwarna, pewarna porselin, industri gelas, industri keramik, sebagai foto konduktor,
sebagai foto elektrik, sebagai bahan pencampur pigmen, sebagai campuran pupuk fosfat,
sabun, tekstil, kertas, karet, tinta cetak, kembang api dan lainnya (Berman dalam Dewi
2004)
Kadmium dapat menyebabkan suatu penyakit aneh seperti rematik. Penderita
biasanya meraung-raung karena nyeri (ngilu) pada tulang, penyakit ini di Jepang dikenal
dengan sebutan penyakit Β³Itai-itaiΒ΄.Disamping itu pula keracunan kadmium dapat bersifat
akut dan kronis. Efekkeracunan yang dapat ditimbulkannya berupa penyakit paru-paru,
hati, tekanan darah tinggi, gangguan pada sistem ginjal dan kelenjer pencernaan serta
mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Connel dan Miller, 1995). Logam berat Cd sukar
mengalami proses pelapukan baik secara kimiawi, fisika maupun biologi. Dalam perairan
logam berat tersebut sekalipun kadarnya relatif rendah, dapat terabsorpsi dan
terakumulasi secara biologis oleh hewan air, dan akan terlibatdalam sistem jaringan
makanan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya proses yang dinamakan bioakumulasi,
dimana logam berat akan terkumpul dan meningkat kadarnya dalam jaringan tubuh
organisme air yang hidup.
Kemudian melalui proses biotransformasi akan terjadi perpindahan dan
peningkatan kadar logam berat.tersebut pada tingkat pemangsaan (trophic level) yang
lebih tinggi. Secara tidak langsung proses biomagnifikasi dapat terjadi dalam jaringan
tubuh manusia yang memakan hasil perairan yang tecemar oleh logam berat
(Martuti, 2001).
2.3.1 Toksisitas Kadmium (Cd) pada organisme perairan
Kadmium membahayakan kesehatan manusia melalui rantai makanan Ikan
bandeng (Chanos chanos Forskal) dikenal di Indonesia sebagai jenis ikan budidaya air
payau (tambak) yang sekaligus merupakan bahan konsumsi masyarakat luas. Sementara
itu pengembangan berbagai aktivitas industri dan pertanian serta aktivitas manusia
lainnya yang menggunakan logam berat Cd, menyebabkan unsur ini secara langsung
maupun tidak langsung mencemari lingkungan perairan tempat budidaya ikan bandeng.
Seperti yang telah di laporkan oleh para petani tambak di daerah jalur pantai utara,
banyak ikan bandeng yang mati karena keracunan Cd dengankadar Β±20 ppm, sehingga
petani tambak mengalami kerugian (Anonim,2003). Akibat yang lebih parah dapat dialami
manusia apabila mengkonsumsi bandeng tersebut. Hal ini disebabkan manusia yang
menduduki tingkat trofik tertinggi dari rantai makanan, akan mengakumulasi Cd paling
tinggi dibandingkan plankton atau ikan Dengan melihat latar belakang tersebut diatas,
perlu kiranyadilakukan penelitian tentang akumulasi Cd terhadap kehidupan biota akuatik,
khususnya ikan sebagai indikator pencemaran lingkungan perairan.
Keberadaan kadmium di alam berhubungan erat dengan hadirnya logam Pb dan
Zn. Dalam industri pertambangan, Pb dan Zn proses pemurniannya akan selalu
memperoleh hasil samping kadmium yang terbuang dalam lingkungan. Kadmium masuk
ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Untuk mengukur kadmium intake ke dalam tubuh manusia perlu dilakukan pengukuran
kadar Cd dalam makanan yang dimakan atau kandungan Cd dalam feses.. (Palar,
Heriyanto 1994)
2.4 Mekanisme toksisitas Cd
Sekitar 5% dari diet kadmium,diabsobsi dalam tubuh. Sebagian besar Cd masuk
melalui saluran pencernaan, tetapi keluar lagi melalui feses sekitar 3-4 minggu kemudian
dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urine. Kadmium dalam tubuh terakumulasi dalam
hati dan ginjal terutama terikat sebagai metalotionein. Metalotinein mengandung unsur
sistein,dimana Cd terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam enzim seperti karboksil
sisteinil,histidil,hidroksil dan fosfatil dari protein dan purin. Kemungkinan besar pengaruh
toksisitas Cd disebabkan oleh interaksi antara Cd dan protein tersebut, sehingga
menimbulkan hambatan terhadap aktivitas kerja enzim dalam tubuh.
Plasma enzim yang diketahui dihambat Cd ialah aktivitas dari enzim alfa anti
tripsin. Terjadinya defisiensi enzim ini dapat menyebabkan emfisema dari paru dan hal ini
merupakan salah satu gejala gangguan paru karena toksisitas Cd. (Fatmawati,2013)
2.4.1 Gejala Toksisitas Cd
Kadmium lebih beracun bila terhisap melalui saluran pernafasan dari pada melalui
saluran pencernaan. Kasus keracuan akut kadmuim kebanyakan dari menghisap debu
dan asap kadmium, terutama kadmium oksida(CdO). Dalam beberapa jam setelah
menghisap,korban akan mengeluh gangguan saluran pernafasan, nausea, muntah,kepala
pusing dan sakit pinggang. Kematian disebabkan karena terjadinya oedema paru-paru.
Apabila pasien tetap bertahan hidup, akan terjadi emfisema atau gangguan paru-paru
dapat jelas terlihat.
Keracunan kronis terjadi bila inhalasi Cd dosis kecil dalam waktu lama dan
gejalanya juga berjalan kronis. Kadmium dapat menyebabkan nefrotoksisitas(toksik ginjal)
yaitu gejala proteinuria,glikosuria dan aminoasiduria disertai dengan penurunan laju filtrasi
glumerulus ginjal. Kasus keracunan Cd kronis juga menyebabkan gangguan
kadrdivaskuler dan hipertensi. Hal tersebut terjadi karena tingginya afinitas jaringan ginjal
terhadap kadmium. Gejala hipertensi ini tidak selalu terjadi pada kasus keracunan kronis
kadmium. Selain itu, kadmium dapat menyebabkan terjadinya gejala osteomalasea
karena terjadi interferensi daya keseimbangan kandungan kalsium dan fosfat dalam
ginjal.
Beberapa unsur nutrisi yang berpengaruh terhadap hadirnya Cd dalam tubuh ialah
seng,besi,tembaga,selenium,kalsium,piridoksin,asam askorbat dan protein yang
interaksinya bersifat antagonisme. Kebanyakan toksisitas Cd terjadi karena adanya
defisiensi unsur tersebut diatas yang mengakibatkan meningkatnya absorpsi Cd. Pada
umumnya rendahnya intake unsur nutrisi esensial mengakibatkan bertambah parahnya
toksisitas Cd, sedangkan intake yang tinggi dari unsur nutrisi esensial mengakibatkan
berkurangnya efek toksisitas Cd.
Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungannya
antara absorpsi Cd dengan cadangan Fe dalam tubuh. Percobaan pada orang(pria dan
wanita sukarelawan) yang diberi sarapan pagi mengandung 25 microgram Cd dalam
bentuk CdCl2, menunjukkan bahwa 8,9% orang terlihat gejala adanya deposit Fe yang
rendah, yang pada analisi serum feritin ditemukan kurang dari normal(<20 microgram/ml).
Pada penelitian lain, menunjukkan baha pemberian suplemen asam askorbat(0,5% dalam
diet) dan substansi Fe dapat menurunkan konsentrasi Cd dalam hati atau
ginjal.(Darmono, 2003)
Kabupaten Sidoarjo merupakan Kabupaten yang berbatasan langsung dan
merupakan kawasan penyangga pengembangan industri kota Surabaya.Terdapat ratusan
industri besar dan kecil yang berdomisili di kabupaten Sidoarjo.Dampak langsung
kawasan industri adalah dihasilkannya limbah dari aktivitas industri tersebut dalam jumlah
besar. Dampak akhir pembuangan limbah cair industri dibuang ke sungai dan terbawa
oleh aliran air dari hulu ke hilir, yang akhirnya menyebar di perairan muara sungai dan
perairan pantai.
Lingkungan perairan pantai merupakan salah satu faktor pendukung sistem
budidaya ikan bandeng yang baik. Namun saat ini, di Desa Kalanganyar, Kecamatan
Sedati, Kabupaten Sidoarjo yang dekat dengan kawasan industri mengakibatkan daerah
pesisir tercemar akibat pembuangan limbah industri ke laut. Logam berat adalah salah
satu jenis limbah industri yang masuk ke perairan. Limbah ini dapat mengakibatkan
penurunan kualitas air yang berimbas terhadap menurunnya usaha perikanan budidaya
di tambak kawasan sidoarjo.
Pencemaran yang disebabkan oleh limbahindustri sebagian besar adalah
pencemaranlogam berat khususnya CD dan Pb. Berbagaihasil penelitian sebelumnya
melaporkanberbagai kerusakan histopatologi hewan air(Sanusi et al, 1984; Palar, 1994;
Darmono, 2001)
Pada kasus pencemaran industri di kawasan tersebut maka peneliti merasa ingin
mengkaji status pencemaran ikan bandeng (Chanos chanos) yang terdapat di di
kawasan sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo tersebut. Tujuan penelitian untuk mengetahui
kandungan logam berat Hg, Cd dan Pb pada ikan bandeng baik dalam bentuk segar
maupun dalam bentuk olahan ikan asap.
Ikan bandeng selain bergizi tinggi karena mengandung protein, lemak, vitamin
dan mineral yang kaya akan kalsium dan fosfor, bandeng juga memiliki rasa yang lezat
dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat (Swastawati dan Sumardianto, 2004).
Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan ini memiliki peluang untuk pemenuhan gizi
masyarakat. Namun, ikan termasuk komoditas yang cepat rusak bahkan lebih cepat
dibandingkan dengan daging hewan lainnya (Irianto dan Soesilo, 2007).
Salah satu proses pengawetan ikan adalah dengan pengasapan. Asap dapat
digunakan sebagai pengawet karena mengandung komponen antioksidan, antimikroba,
misalnya phenol dan asam asetat. Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengasapan panas dan pengasapan dingin. Pengasapan panas dilakukan diatas api
langsung. Pengasapan secara langsung menyebabkan terikutnya senyawa benzopyrene
yang bersifat karsinogen (Tranggono, dkk,1996) sedang pengasapan dingin dilakukan
dengan mengkondensasi asap menjadi asap cair, sehingga senyawa bezopyrene yang
berada bersama ter akan mengendap tidak ikut terkondensasi. (Margaretha, 2000).
Pengasapan ikan merupakan salah satu cara pengolahan ikan yang berfungsi
untuk mengawetkan serta memberi aroma dan cita rasa yang khas berasal dari senyawa
kimia hasil pembakaran bahan bakar alami (Afrianto dan Liviawati, 2005). Secara umum
pengasapan didefinisikan sebagai salah satu metode pengawetan ikan yang merupakan
kombinasi proses penggaraman (brinning), pemanasan (cooking), dan pengasapan itu
sendiri (smoking) (Clucas and Ward, (1996) dalam Darmanto et., al, 2009).
Asap cair mempunyai kemampuan untuk menghambat aktivitas mikrobia dengan
adanya senyawa phenol dan asam asetat (Ratna, dkk 1997), ditambah dengan senyawa-
senyawa antimikrobia dan antioksidan yang ada dalam oleoresin daun sirih, yang
memberi efek pengawetan, sehingga diharapkan proses pengasapan dengan asap cair
dari tempurung kelapa dengan proses perendaman dalam larutan mikrokapsul oleoresin
daun sirih sebelum pengasapan dapat menghambat penurunan lisin serta dapat
meningkatkan umur simpan. ikan bandeng asap yang dihasilkan.
Komponen senyawa fenol yang berperan sebagai zat antioksidan dalam asap cair,
dijadikan alternatif untuk menggantikan fungsi formalin sebagai pengawet bahan pangan
yang berbahaya bagi kesehatan (Solichin; 2008). Penggunaan asap cair mempunyai
banyak keuntungan dibandingkan metode pengasapan tradisional, yaitu lebih mudah
diaplikasikan, proses lebih cepat, memberikan karakteristik yang khas pada produk akhir
berupa aroma, warna, dan rasa yang lebih menarik, serta penggunaannya tidak
mencemari lingkungan (Budijanto, et al.; 2008)
2.5 Bandeng asap
Bandeng asap merupakan salah satu produk perikanan yang telah lama dikenal.
Semula, sebelum ada produk bandeng cabut duri, bandeng yang diproduksi sebagai
bandeng asap adalah yang masih memiliki duri. Namun, saat ini bandeng yang digunakan
sebagai bahan untuk bandeng asap bisa menggunakan bandeng yang sudah dicabut
durinya. Unsur yang paling berperan dalam pembuatan bandeng asap adalah asap yang
dihasilkan dari pembakaran kayu. Pengasapan akan menghasilkan efek pengawetan
yang berasal dari beberapa senyawa kimia yang terkandung di dalam kayu tersebut.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 400 senyawa kimia, khususnya
alcohol, aldehid, ester, furan, lakton, fenol, serta asam-asam organik seperti asam semut
dan asam cuka. Komponen asap tersebut dapat dijadikan sebagai sumber aroma, warna,
antimikroba, dan antioksidan.
Perubahan warna dari ikan asap yang terbentuk disebabkan oleh adanya interaksi
antara senyawa karbonil yang berasal dari asap dengan gugus amino dari protein yang
terdapat pada permukaan ikan. Warna kuning keemasan atau kuning kecokelatan yang
terbentuk dari proses pengasapan merupakan warna yang bisa dijadikan sebagai
indikator dalam menentukan mutu produk. Untuk menghasilkan bandeng asap yang baik,
sebaiknya digunakan jenis kayu yang mampu menghasilkan asap dengan kandungan
unsur phenol dan asam organik tinggi. Kedua unsur ini lebih banyak melekat pada tubuh
ikan dan dapat menghasilkan rasa, aroma, maupun warna daging ikan asap yang khas.
Bahan baku pengasap yang sering digunakan di antaranya kayu api-api , kulit dan ampas
tebu, serabut dan tempurung kelapa, serta batang jagung.
Pengasapan bandeng dapat dilakukan melalui dua cara berikut , yakni
Pengasapan panas (hot smoking), yaitu proses pengasapan dengan suhu sekitar 70-100
C. Ikan bandeng yang diasapi sebaiknya diletakkan cukup dekat dengan sumber asap.
Lama pengasapan yang ideal sekitar 2-4 jam. Yang kedua adalah Pengasapan dingin
(cold smoking), yaitu pengasapan dengan suhu sekitar 40-500C. lkan bandeng yang
akan diasapi diletakkan agak jauh dari sumber asap. Proses pengasapannya lebih
lama daripada pengasapan panas, yakni memakan waktu beberapa hari bahkan bisa
sampai dua minggu.
Pada prinsipnya, pengasapan bandeng dapat dilakukan sperti pada skema
pembuatan bandeng asap. Beberapa pengolah bandeng asap ada yang melakukan
pengasapan secara bertahap, Mula-mula bandeng diasapi dengan asap tebal bersuhu
30-40Β°C selama Β½-1 jam. Pengasapan ini bertujuan untuk menguapkan sebagian air
secara merata dari tubuh ikan. Selanjutnya, suhu dinaikkan menjadi 50-60Β°C. Ketebalan
asap dikurangi dan lama waktu pengasapan Β½-3/4 jam. Hal terakhir yang dilakukan
adalah menaikkan suhu secara perlahan dengan suhu 70-80Β°C dan lama pengasapan 30-
60 menit.
Berikut ini adalah alur proses pembuatan bandeng asap:
Ikan Bandeng
Cuci
Siangi, buang sisik, isi perut dan insang
Cuci ikan bandeng hingga bersih
Angkat & tiriskan
Rendam dalam larutan garam dan bumbu
Pembilasan
Penirisan
Penggantungan di tempat pengasapan
Pengasapan
Pendinginan
Gambar 2. Alur Proses Pembuatan Bandeng Asap
2.6 AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)
Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) atau Spektrofotometri Serapan Atom
adalah salah satu jenis analisa spektrofometri dimana dasar pengukurannya adalah
pengukuran serapan suatu sinar oleh suatu atom, sinar yang tidak diserap, diteruskan dan
diubah menjadi sinyal listrik yang terukur. AAS pertama kali diperkenalkan oleh Welsh
(Australia) pada tahun 1955. AAS merupakan suatu metode yang populer untuk analisa
logam, karena disamping sederhana, ia juga sensitif dan selektif. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dewasa ini berdampak pada makin meningkatnya pengetahuan
serta kemampuan dari manusia. Betapa tidak setiap manusia lebih dituntut dan diarahkan
kearah ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang. Tidak ketinggalan pula ilmu kimia
yang identik dengan ilmu mikropun tidak luput dari sosrotan perkebangan IPTEK ini.
Belakangan ini telah lahir IPTEK-IPTEK yang berpeluang mempermudah dalam keperluan
analisis kimia. Salah satu bentuk kemajuan IPTEK ini yang biasa dikenal sekarang
diantaranya alat serapan atom yang kemudian sangat mendukung dalam analisis kimia
dengan metode Spektroskopis Serapan Atom (SSA).
Para ahli kimia sudah lama menggunakan warna sebagai suatu pembantu dalam
mengidentifikasi zat kimia. Dimana, serapan atom telah dikenal bertahun-tahun yang lalu.
Dewasa ini penggunaan istilah spektrofotometri menyiratkan pengukuran jauhnya
penyerapan energi cahaya oleh suatu sistim kimia itu sebagai fungsi dari panjang
gelombang radiasi, demikian pula pengukuran penyerapan yang menyendiri pada suatu
gelomabng tertentu. Perpanjangan spektrofotometri serapan atom ke unsur-unsur lain
semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran nyala. Bila disinari dengan
benar, kadang-kadang dapat terlihat tetes-tetes sample yang belum menguap keluar dari
puncak nyala, dan gas-gas nyala itu terencerkan oleh udara yang menyerobot masuk
sebagai akibat tekanan rendah yang diciptakan oleh kecepatan tinggi itu, lagi pula sistim
optis itu tidak memerikasa seluruh nayala melainkan hanya mengurusi suatu daerah dengan
jarak tertentu diatas titik puncak pembakar. (Skooget al., 2000)
Selain dengan metode serapan atom unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah
dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, tetapi untuk unsur-unsur dengan energi
eksitasi tinggi hanya dapat dilakukan dengan fotomeetri nyala. Untuk analisisi dengan garis
spektrum resonansi antara 400-800 nm, fotometri nyala sangat berguna, sedangkan antara
200-300 nm, metode AAS lebih baik dari fotometri nyala. Untuk analisis kualitatif, metode
fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik
(hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu
perubahan temperatur nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dalam
fotometri nyala dapat berfarisasi hasilnya. Dari segi biaya operasi, AAS lebih mahal dari
fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan
AAS merupakan komplementer satu sama lainnya.
Gambar 5 : Alat Cold Vapor Atomic Absorption Spectrophotometry
2.7 MPN (most probably number)
Bandeng asap yang disimpan terlalu lama dapat memicu tumbuhnya jamur dan
bakteri. Penyebaran mikroorganisme yang tumbuh pada bahan hasil pertanian dan hasil
olahannya, pada umumya terdiri dari bakteri, jamur/kapang, virus dan disamping itu
terdapat juga binatang bersel satu. Pertumbuhan dan perkembanganmikroorganisme dalam
bahan (makanan), akan menyebabkan perubahan-perubahan tertentu yaitu : perubahan
yang bersifat fisik dan dan kimiawi, sebagai contoh yaitu: konsistensi bahan menjadi lunak,
timbul gas atau aroma tertentu dan zat racun yang membahayakan. Jumlah penyebaran
bakteri atau mikroorganisme pada bahan (makanan) yang sedang mengalami pembusukan
sangat bervariasi jumlahnya dan tidak sama jenisnya serta tergantung pada: varietas,
habitat,susunan kimia, cara penanganan, suhu penyimpanan dan lain-lain.
Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap
bahwa setiap koloni yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung jumlah
koloni dapat diketahui penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Jumlah mikroba pada
suatu bahan dapat dihitung dengan berbagai macam cara,tergantung pada bahan dan jenis
mikrobanya. Ada 2 macam cara perhitungan jumlah mikroba atau bakteri, yaitu perhitungan
secara langsung dan tidak langsung (Sudrajat, 2010).
Perhitungan jumlah mikroba secara langsung yaitu jumlah mikroba dihitung secara
keseluruhan, baik yang mati atau yang hidup sedangkan perhitungan jumlah miroba secara
tidak langsung yaitu jumlah mikroba dihitung secara keseluruhan baik yang mati atau yang
hidup atau hanya untuk menentukan jumlah mikroba yang hidup saja, ini tergantung cara-
cara yang digunakan. Untuk menentukan jumlah miroba yang hidup dapat dilakukan setelah
larutan bahan atau biakan mikroba diencerkan dengan faktor pengenceran tertentu dan
ditumbuhkan dalam media dengan cara-cara tertentu tergantung dari macam dan sifat-sifat
mikroba.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode peneltian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan bersifat deskriptif.
Pengambilan sampel produk ikan bandeng dilakukan secara Purposive Sampling yaitu
pengambilan sampel produk olahan ikan bandeng asap dari beberapa toko dan distributor
bandeng asap di daerah Sidoarjo dilakukan secara acak dengan 3 kali pengulangan.
Penelitian Ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar jumlah cemaran logam berat dalam ikan
bandeng asap di daerah sidoarjo.
3.1.2 Materi Penelitian
Materi Penelitian ini adalah akumulasi logam berat kadmium (Cd) pada Ikan bandeng
asap yang diambil di daerah sidoarjo. Penelitian ini menggunakan 3 jenis uji, yakni uji AAS
kadmium (Cd) dua kali pengulangan, uji TPC dan uji analisa Proksimat. Kandungan logam
berat dapat ditentukan dengan metode Spektofotometer serapan/ Atomic Absorption
Spectrophotometry (AAS). Merupakan salah satu metode analisis yang dapat digunakan
untuk mengetahui keberadaan dan kadar logam berat dalam berbagai bahan, namun
terlebih dahulu dilakukan tahap pendestruksi cuplikan. Pada metode destruksi basah
dekomposisi sampel dilakukan dengan cara menambahkan pereaksi asam tertentu ke
dalam suatu bahan yang dianalisis. Asam-asam yang digunakan adalah asam pengoksidasi
seperti seperti asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO)3, erklorat (HCIO4) atau
campurannya. Pemilihan jenis asam untuk mendestruksi suatu bahan akan mempengaruhi
hasil analisis.
3.1.1 Populasi dan Sampel
Arikunto (2002: 108) berpendapat bahwa populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian. Komarudin (dalam Mardalis 2002 :53) menyatakan bahwa yang dinamakan
populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan data yang ada dalam
penelitian. Sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bandeng asap di daerah
sidoarjo dengan jumlah petani tambak 3.227 orang dengan total luas tambak 15.530
hektare. Beberapa desa yang memiliki banyak tambak antara lain Desa Banjar Kemuning
(APS), Desa Kalanganyar, Desa Segoro Tamak dan Desa Gesik Semanggi
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002) Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah bandeng asap dari 3 tempat pengolah berbeda.
Masing-masing bandeng memiliki karasteristik dan berat berbeda. Pada bandeng asap
daerah bulusidokare memiliki berat 500 gramdan dikemas dalam kemasan plastik HDPE
kedap udara. Sementara pada bandeng asap daerah sedati memiliki berat kurang dari 300
gram dengan kemasan plastik PE. Terakhir pada bandeng asap daerah buduran memiliki
berat 350 gram dengan kemasan plastik PE.
3.2 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai selesai. Penelitian ini
meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Pengambilan dilakukan di beberapa toko
Kabupaten Sidoarjo. Analisis keamanan Pangan dilakukan di Laboratorium Balai Keamanan
Pangan Surabaya, Laboratorium Kimia Dasar Fakultas MIPA Universitas Brawijaya, dan
Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya.
3.3 Pengumpulan data sampel
Pengumpulan data sampel dilakukan di 3 tempat berbeda yakni di daerah desa
bulusidokare, desa kalanganyar dan kecamatan buduran. Masing masing tempat diambil 3
ekor bandeng asap yang berasal dari tambak berbeda. Kemudian dilakukan uji AA tentang
besar jumlah Kadmium (Cd) di Balai Laboratorium Pengujian Hasil Mutu Perikanan
Surabaya. Setelah itu dilakukan analisa Proksimat untuk menentukan kadar gizi yakni kadar
protein, kadar air, kadar karbohidrat dan kadar lemak di laboratorium Perekayasaan Hasil
Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.Proses
terakhir yakni penentuan jumlah kadar bakteri ecolli yang terdapat pada sampel
menggunakan metode MPN (most probably number). Dilakukan di Laboratorium Keamanan
Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Universitas Brawijaya Malang.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dan survei. Metode ini meliputi
banyak orang sehingga hasil survei dapat dipandang mewakili populasi melalui wawancara
langsung dan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
menurut Mussa dan Nurfitri (1988) survei adalah pengamatan atau penyelidikan yang kritis
untuk mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu di dalam
daerah atau lokasi tertentu, atau suatu studi ekstensif yang dipolakan untuk memperoleh
informasi-informasi yang dibutuhkan.
Menurut Subana dan Sudrajat (2005: 25) penelitian kuantitatif ini dipakai untuk
menguji suatu teori, menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, dan untuk
menunjukkan hubungan antar variabel dan adapula yang sifatnya mengembangkan konsep,
mengembangkan pemahaman atau mendiskripsikan banyak hal.
Adapun Spesifikasi penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu untuk mengangkat
fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi sekarang (ketika
penelitianberlangsung) dan penyajiannya apa adanya. Penelitian ini merupakan penelitian
yang mengarah pada studi korelasional. Studi korelasi ini merupakan hubungan antar dua
variabel, tidak saja dalam bentuk sebab akibat melainkan juga timbal balik antara dua
variabel (Subana, 2005: 36).
3.4. Penentuan Kadar Kadmium (Cd) menggunakanMetode Atomic Absorption Specthrophotometry (AAS)
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap
cahaya tersebut pada panjang gelaombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya.
Misalkan Natrium menyerap pada 589 nm, uranium pada 358,5 nm sedangkan kalium pada
766,5 nm. Cahaya pada gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat
elektronik suatu atom. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi,
suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi. Tingkat-
tingkat eksitasinya pun bermacam-macam. Misalnya unsur Na dengan nomor atom 11
mempunyai konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6 3s1, tingkat dasar untuk elektron valensi 3S,
artinya tidak memiliki kelebihan energi. Elektron ini dapat tereksitasi ketingkat 3p dengan
energi 2,2 eV ataupun ketingkat 4p dengan energi 3,6 eV, masing-masing sesuai dengan
panjang gelombang sebesar 589nm dan 330 nm. Kita dapat memilih diantara panjang
gelombang ini yang menghasilkan garis spektrum yang tajam dan dengan intensitas
maksimum, yang dikenal dengan garis resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis
resonansi dapat berupa spektrum yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul, biasanya
berupa pita-pita lebar ataupun garis tidak berasal dari eksitasi tingkat dasar yang
disebabkan proses atomisasinya.
3.5 Analisa Proksimat
3.5.1 Analisa Kadar Air
Penentuan kadar air menggunakan metode thermogravimetri merupakan analisis
penting dan paling luas dilakukan dalam pengolahan dan pengujian pangan. Jumlah bahan
kering (dry matter) sampel bahan kebalikan dengan jumlah air yang dikandungnya, maka
kadar air secara langsung berkaitan dengan kepentingan ekonomis bahan . Kandungan air
bahan juga berkaitan dengan kualitas dan stabilitas bahan . Bijian yang berkadar air tinggi
akan mudah rusak oleh jamur, pemanasan, serangga, dan resiko perkecambahan. Laju
pencoklatan sayur dan buah yang dikeringkan serta absorpsi oksigen oleh bubuk telur makin
meningkat dengan semakin tingginya kandungan airnya.
Kadar air perlu diketahui dalam penentuan nilai gizi pangan, untuk memenuhi
standar komposisi dan peraturan-2 pangan. Kadar air diperlukan juga untuk menghitung
komposisi bahan yang disajikan pada basis dry-matter.
Analisa kadar air pada ikan bandeng asap ini menggunakan metoda:
β’ Metoda pengeringan (thermogravimetri)
Kadar air ditentukan dengan rumus:
Kadar air (%) =a-b x 100 %
a
Keterangan: a = berat sampel awal (g)
b = berat sampel setelah dikeringkan (g)
3.5.2 Kadar protein
Penentuan kadar Protein dengan menggunakan metode spektrofotometer dan
kjeldahl. Menggunakan UV-Vis single beam dengan larutan biuret. Reaksi Biuret merupakan
reaksi warna yang umum untuk gugus peptida (-CO-NH-N) dan protein. Reaksi positif juga
ditandai dengan terbentuknya warna ungu karena terbentuk senyawa kompleks antara Cu2
+ dan N dari molekul ikatan peptida. Senyawa dengan dipeptida memberikan warna ungu,
biru dan merah. Spektrofotometer itu sendiri merupakan teknik analisis yang bertujuan untuk
mengetahui jumlah (konsentrasi) zat dalam suatu bahan berdasarkan spektroskopi khusu
untuk panjang gelombang UV-visible.
3.5.3 Kadar Lemak
Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring dan
diletakkan pada kertas pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta
labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya
sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks minimal selama 16 jam
sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut di dalam labu lemak didestilasi
dan ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 105 oC selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator
selama 20-30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus: Lipida
merupakan bahan organik dalam jaringan tanaman dan atau hewan yang bersifat larut
dalam solven non-polar. Rumus perhitungannnya adalah sebagai berikut
Lemak % =πππππ‘πππππ
πππππ‘π ππππππ₯ 100%
3.5.4 Kadar Karbohidrat
Analisa kadar karbohidrat menggunakan metode spektrofotometer yakni pertama-
tama timbang sampel 1 gr kemudian dieskstrak dengan 20 ml air. Kemudian saring dan
masukkan labu ukur 100 ml, sampai tanda batas. Gunakan pipet 1ml larutan jernih sampel
dan encerkan hingga 100 ml. Siapkan 2 tabung reaksi masukkan 1 ml aquades (blanko)
pada salah satu tabung dan tabung yang lain diisi dengan 1 ml sampel. Tambahkan masing-
masing tabung dengan 1 ml reagen DNS dan dihomogenkan. Ditutup mulut tabung dengan
alumunium foil dan dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit sampai larutan
berwarna merah-coklat. Kemudian ditambahkan 1ml larutan Kna-Tartrat 40%.
Tabung reaksi didinginkan dan ditambahkan dengan aquades hingga volumenya
menjadi 10 ml dan dihomogenka. Terakhir diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 540 nm.
3.5.5 Uji MPN (Colliform)
Media pada tabung reaksi adalah Lactose Broth yang diberi indikator perubahan pH
dan ditambah tabung durham. Pemberian sampel pada tiap seri tabung berbeda-beda.
Untuk sampel sebanyak 10 ml ditumbuhkan pada media LB (Lactose Broth) yang memiliki
komposisi Beef extract (3 gr),peptone (5 gr),lactos e (10 gr) dan Bromthymol Blue (0,2 %)
per liternya. Tanda positif pada tabel hasil pengamatan menunjukkan adanya bakteri
coliform dalam sample air yang diuji. Indikator yang digunakan dalam melakukan
pengamataniniadalah dengan melihat perubahan warna yaitu menjadi kuning, ada
gelembung dalam tabung durham dan gas pada tabung reaksi, hal ini terjadi karena mikroba
(bakteriColiform) yang tumbuh mampu memfermentasikan laktosa menjadi asam dan gas.
Gelembung gas menunjukan adanya metabolisme pada bakteri tersebut. Berdasarkan tabel
hasil pengamatan hanya sampel 3,4 6 dan 8 yang positif pada waktu inkubasi 24 jam
sedangkan sampel 5(air tanah) dan 7 (air keran) terbentuk gas pada inkubasi 48 jam
sehingga disebut meragukan. Tanda negatif (-) pada tabel menunjukkan tidak terdapatnya
gelembung dalam tabung durham dan gas pada tabung reaksi, hal ini menunjukkan tidak
terdapat aktivitasmikroba (bakteriColifor m) dalam tabung kultur. Hasil negatif terdapat pada
sampel 1 dan 2.Nilai MPN ditentukan dengan kombinasi jumlah tabung positif (asam dan
gas) tiap serinya setelah diinkubasi. Untuk inkubasi 24 jam.
4. PEMBAHASAN
4.1 Hasil Analisa Proksimat Bandeng Asap
4.1.1 Kadar Air (%)
Hasil perhitungan jumlah Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini adalah 51,31
% untuk sampel Bandeng asap Buduran. Pada sampel daerah Kalanganyar 53.30 %. Dan
terakhir pada sampel daerah Kloposepuluh 56.49 %. Perhitungan ini menggunakan metode
Gravimetri.Berikut adalah gambar1.
Gambar 1. Jumlah kadar air pada Bandeng Asap (%)
dari grafik di atas dapat dilihat dilihat nilai kadar air Tertinggi diperoleh pada Bandeng Asap
Desa Kloposepuluh dengan nilai 56,49 % Sedangkan nilai Kadar air terendah diperoleh
pada Bandeng Asap buduran dengan nilai sejumlah 51,31 %. Kadar air tinggi pada
Bandeng Asap Kloposepuluh dikarenakan proses pengasapan. Semakin besar konsentrasi
asap, semakin besar nilai kandungan lemak yang terkandung. Kadar lemak dan
kadar air pada ikan asap saling berhubungan, jika kadar airnya lebih tinggi, maka kadar
lemak pada ikan asap akan menurun (lebih kecil), demikian pula sebaliknya, jika kadar
airnya lebih rendah, maka kadar lemak dalam ikan asap akan naik. Menurut Doe (1998),
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
Buduran Kalanganyar Kloposepuluh
per
10
0 g
rsa
mp
el
56, 49
53,30
51,31
semakin tinggi kadar air yang keluar dari bahan maka akan semakin besar jumlah kadar
lemak ( dan kadar nutrisi lainnya) yang terukur pada uji proksimat. Hadjinikolova (2008)
menambahkan, proses pengolahan dengan menggunakan prinsip pemanasan seperti
pengeringan, pengukusan dan pengasapan akan menyebabkan sebagian lemak
meleleh keluar dari bagian-bagian daging ikan tetapi pengukuran kandungan lemak
juga akan dipengaruhi oleh kandungan air yang terukur. Berdasarkan penelitian Setiawan
et al., (1997), dapat diperkirakan daya pengaruh antioksidan asap (phenol) terhadap
pencegahan kerusakan lemak. Semakin lama perendaman, dimana hal ini
meningkatkan konsentrasi phenol sampel, maka proses kerusakan lemak makin dapat
dihambat.
4.2.2 Kadar lemak (%)
Hasil perhitungan jumlah kadar lemak pada Bandeng Asap adalah 1.47 % untuk
sampel daerah Buduran. Pada sampel daerah Kloposepuluh sebanyak 1.60%. Sedangkan
pada sampel daerah Kalanganyar sebanyak 1.32%. Berikut adalah Gambar 2. jumlah
kadar Lemak :
Gambar 2. Nilai Proksimat kadar lemak Pada Bandeng Asap (%)
dari grafik di atas dapat dilihat jumlah kadar lemak tertinggi ada pada Bandeng Asap Desa
Kloposepuluh dengan nilai 1,60%. sedangkan jumlah Kadar lemak Terendah terdapat
pada pada Bandeng Asap Desa Kalanganyar / Sedati dengan nilai 1,32 %. Kadar Lemak
pada Bandeng Asap Kloposepuluh memiliki nilai tinggi dikarenakan proses pengasapan.
Menurut Hadjinikolova (2008) menambahkan, proses pengolahan dengan menggunakan
prinsip pemanasan seperti pengeringan, pengukusan dan pengasapan akan
menyebabkan sebagian lemak meleleh keluar dari bagian-bagian daging ikan tetapi
pengukuran kandungan lemak juga akan dipengaruhi oleh kandungan air yang terukur.
Berdasarkan penelitian Setiawan et al., (1997), dapat diperkirakan daya pengaruh
antioksidan asap (phenol) terhadap pencegahan kerusakan lemak. Semakin lama
perendaman, dimana hal ini meningkatkan konsentrasi phenol sampel, maka proses
kerusakan lemak makin dapat dihambat.
4.2.3 Kadar Protein (%)
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
Buduran Kalanganyar Kloposepuluh
per
10
0 g
rsa
mp
el1,47
1,60
1,32
22
Hasil Perhitungan kadar jumlah protein pada sampel daerah Buduran adalah 33.14
%. Pada sampel daerah Kloposepuluh sejumlah 27.61 % Sedangkan pada sampel daerah
Kalanganyar sejumlah 26,61% Jumlah kadar Protein dapat dilihat pada Gambar 3. sebagai
berikut :
Gambar 3. Jumlah kadar protein pada Bandeng asap (%)
dari grafik diatas dapat dilihat jumlah kadar protein tertinggi ada pada Bandeng Asap Desa
Buduran dengan nilai 33,14 % sedangkan jumlah kadar
protein terendah terdapat pada Bandeng Asap Desa Kalanganyar dengan Nilai 26,61 %.
Kadar Protein Pada Bandeng Asap Buduran memiliki nilai Protein tertinggi dikarenakan
banyak hal salah satunya proses pengasapan Penambahan bumbu dan asap tersebut
dapat meningkatkan tingkat keasaman sehingga produk akan menjadi lebih cepat kering
atau matang. Meningkatnya nilai protein diikuti dengan menurunnya kadar air produk.
Hal tersebut diperkuat Menurut Sebranek (2009), tinggi atau rendahnya nilai protein
yang terukur dapat dipengaruhi oleh besarnya kandungan air yang hilang (dehidrasi) dari
bahan. Nilai protein yang terukur akan semakin besar jika jumlah air yang hilang semakin
besar. Winarno dalam Marabessy (2007), dengan bekurangnya kadar air, maka
0
5
10
15
20
25
30
35
Buduran Kloposepuluh Kalanganyar
per
10
0 g
rsa
mp
el
33,14
dddd
%%%
%%
%%
26,61 27,61
bahan pangan akan meningkatkan senyawa-senyawa seperti protein, lemak, karbohidrat
dan mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Menurut Harris dan Karmas (1989),
selama proses pemanasan terjadi susut air sehingga kadar protein dan lemak lemak akan
meningkat per unit bobot bahan.
4.2.4 Kadar Karbohidrat (%)
Hasil perhitungan kadar karbohidrat pada sampel daerah Buduran sebanyak 13.95
%. Pada daerah bulusidokare sebanyak 17,11 %. Sedangkan pada daerah Kalanganyar
sebanyak 14,96%.
Jumlah kadar karbohidrat dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kandungan jumlah Karbohidrat pada Bandeng Asap (%)
dari grafik di atas dapat dilihat nilai jumlah Karbohidrat tertinggi terdapat pada Bandeng
Asap Desa Kloposepuluh dengan jumlah 17,11 %. Sedangkan nilai Karbohidrat paling
rendah terdapat pada Bandeng Asap Desa Buduran dengan nilai 13,95 %. Kandungan
Karbohidrat tinggi pada Bandeng Asap Desa Kloposepuluh dikarenakan banyak hal Proses
penggaraman dan pemanasan mempengaruhi kadar karbohidrat yang dihasilkan.
Swastawati (2008)
menyatakan bahwa penurunan kadar karbohidrat dan kadar air juga pengaruh oleh
adanya perlakuan sebelum pengasapan seperti penirisan dan perendaman dalam
konsentrasi garam tertentu. Persyaratan mutu dan keamanan ikan asap pada SNI
2725.2:2009 yang menyebutkan bahwa batas maksimal kadar air pada ikan asap adalah
60%.
Nilai Hasil Kandungan Proksimat ini tidak memiliki perbedaan signifikan dengan nilai
hasil Proksimat Jurnal Pengolahan dan bioteknologi Hasil Perikanan (2014) yaitu dengan
jumlah pada tabel :
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Buduran Kloposepuluh Kalanganyar
per
10
0 g
rsa
mp
el
Perlakuan
13,95
17,11 14,96
Keterangan:
- Data
merupakan rata-
rata dari tiga kali
ulangan Β± standar
deviasi
- Data yang
diikuti huruf yang
berbeda
menunjukkan
perbedaan nyata
(β€ 0,05)
Tabel 4. Kandungan Proksimat Daging Bandeng Asap (Chanos-chanos)
0% 1% 3% 5%
Kadar Air (%) 55.92Β±0.16a 50.40Β±0.30
b 45.27Β±0.78
c 39.96Β±0.20
d
Kadar Protein (%) 34.36Β±0.17a 34.97Β±0.15
b 36.27Β±0.31
c 37.18Β±0.14
d
Kadar Lemak (%) 5.09Β±0.029a 5.42Β±0.021
b 5.72Β±0.023
c 6.09Β±0.032
d
Kode Hasil Analisa Metode Analisa
Parameter No
Kadar Satuan Pereaksi Metode
Kadar Air
1 A 51.31
2 B 53.30 %
Gravimetri
3 C 56.49
Kadar Lemak 4 A 1.47
Keterangan : A = Bandeng Asap Buduran/Klopose
puluh B =
Bandeng Asap Bulusidokare
C= Bandeng Asap Sedati/Kalangany
ar
4.3 Analisa Kandungan Kadmium (Cd) Bandeng Asap
Hasil pengukuran kadar logam berat Cd pada sampel ketiga Bandeng asap yang
diambil dari 3 tempat berbeda di daerah Sidoarjo yang menggunakan bahan baku Bandeng
segar dari hasil tambak yang berbeda yakni daerah Desa Kalanganyar, Desa Kloposepuloh
dan Buduran serta Desa Bulusidokare dengan karakteristik kondisi lingkungan dan tambak
yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
5 B 1.60 % Petrolium ether Soklet
6 C 1.32
Kadar protein
7 A 33.14
8 B 27.47 % Nesler Kjeldahl
9 C 26,61
Kadar karbohidrat
10 A
13.95
11 B
17,11 %
By difference
12 C
14,96
Tabel 3. Kadar Logam Berat Kadmium (Cd) pada daging Ikan Bandeng asap (Chanos-
chanos) Uji Pertama : No. Sampel
(Bandeng asap)
Parameter uji
Hasil Uji
*Batas standar
Satuan Metode
1. Sedati Kadmium 0,0404 <1,0
mg/kg SNI-01-
2354.5-2006
2. Bulusidokare Kadmium 0,0511 <1,0
3. Buduran/
Kloposepuluh Kadmium 0,0698 <1,0
(Diuji oleh Balai Pengendalian dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan Surabaya)
Uji Pengulangan :
No. Sampel (Bandeng
asap)
Parameter uji
Hasil Uji
*Batas standar
Satuan Metode
1. Sedati Kadmium 0,0344 <1,0
mg/kg SNI-01-
2354.5-2006
2. Bulusidokare Kadmium 0,0413 <1,0
3. Buduran/
Kloposepuluh Kadmium 0,0438 <1,0
Keterangan : *Standar Nasional Indonesia 7387-2009
Dari Tabel di atas, kadar Cd yangdi dapat menunjukkan masih dalam ambang batas
yang aman. Ditetapkan Badan Standarisasi Nasional Indonesia S.K Dirjen BPOM SNI 01-
7387-2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat Cd dalam pangan yaitu ambang
batas maksimal pada ikan/ daging ikan/ olahan ikan (1,0 mg/kg), jumlah kandungan Cd
dapat dipengaruhi oleh populasi penduduk di sekitar sungai, aktivitas industri, aktivitas
transportasi, serta akibat jenis pakan ikan. Cemaran dari lumpur porong sidoarjo juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya jumlah Cd pada air sungai dan
tambak.
4.3.1 Jumlah Kadar Logam Berat Cd Pada Tiap Sampel
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh kadar logam berat Cd yang berbeda-beda
baik pada sampel dari Desa Sedati, Desa Bulusidokare, serta Desa Kloposepuluh/ Buduran.
Sampel dengan jumlah kadar Kadmium tertinggi ada pada Desa Kloposepuluh/Buduran.
Kadar logam berat yang tinggi
dipengaruhi oleh bermacam-macam hal termasuk proses pemeliharaan ikan di tambak dan
proses pengolahan menjadi Bandeng segar Bandeng asap. Berikut adalah Grafik
kandungan logam berat Cd pada tiap sampel pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Kandungan Logam berat Cd pada Sampel Bandeng asa
Dari Grafik di atas dapat dilihat Kadar logam berat Kadmium (Cd) ada Bandeng Asap pada
Desa Sedati dengan Jumlah 0,0404 mg/kg. Pada Bandeng Asap Bulusidokare memiliki
jumlah 0,0511 mg/kg dan Bandeng Asap Pada Buduran/Kloposepuluh memiliki nilai 0,0698
mg/kg. Pada grafik di atas juga dapat dilihat kandungan Kadmium (Cd) tertinggi ada pada
Bandeng Asap Buduran dan kandungan Kadmium (Cd) pada Bandeng Asap terendah ada
pada Desa Sedati.
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0,07
0,08
Variabel Sampel
Sedati
Bulusidokare
Buduran/Klopo
Kad
ar L
oga
m B
era
t C
d (
pp
m)
0,0404 mg /kg
0,0511 mg/kg
0,0698 mg/kg
4.5 Parameter Mikrobiologi
4.5.1 Kandungan Jumlah Total Koliform Dengan Metode MPN
A.Test Praduga (Presumtive Test)
Test praduga dengan menggunakan metode MPN (Most Probable Number)
ragam 1 (3:1:1) dengan menggunakan 27 tabung. Menggunakan media LB (Lactose
Broth)dan EB (EC.Broth). Langkahnya adalah sebagai berikut, Disiapkan 3 tabung LB yang
didalamnya sudah diisi dengan tabung durham posisi terbalik. Kemudian sampel uji dikocok
sampai homogen, setelah itu 3 tabung LBS masing-masing diinokulasi dengan 1 ml sampel.
Dilakukan pengenceran hingga 27 tabung. Kemudian semua tabung yang berisi sampel
diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam.
B.Test Penegasan (Confirmative Test)
Test ini menggunakan media EB (EC.Broth). Test ini dilakukan untuk mengaskan
hasil positif dari test perkiraan. Pertama, dari setiap tabung yang menunjukkan gas
positif/keruh pada uji presumtive, dikocok dan masing-masing diambil 1 ml. Kemudian
diinokulasi pada tabung EB (EC.Broth) dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam.
Kemudian diamati terbentuknya gas pada setiap tabung jumlah tabung EB (EC.Broth) yang
positif gas dicatat dan hasilnya ditunjuk ke tabel MPN. Angka yang diperoleh dari tabel
menunjukkan MPN Coliform per 100 ml Contoh sampel uji.
Tabel 5. Data Hasil Uji Praduga MPN (Most Probable Number) Pada Daging Bandeng Asap Dengan Menggunakan Media EB (Ec Broth) Pada Suhu 37oC. No. Kode Jenis Sampel Hasil Uji Praduga Keterangan
Tabung APM/g
101 10
2 10
3
1 A1 Bandeng Asap 0 0 1 Positif 17
2 A2 Bandeng Asap 1 1 0 Positif 21
3 A3 Bandeng Asap 0 0 0 Negatif -
4 B1 Bandeng Asap 0 0 0 Negatif -
5 B2 Bandeng Asap 2 3 0 Positif 28
6 B3 Bandeng Asap 0 0 0 Negatif -
7 C1 Bandeng Asap 2 2 1 Positif 26
8 C2 Bandeng Asap 2 3 1 Positif 27
9 C3 Bandeng Asap 2 2 1 Positif 28
Keterangan : A = Bandeng Asap Buduran/Kloposepuluh B = Bandeng Asap Bulusidokare C= Bandeng Asap Sedati/Kalanganyar
Mengacu pada Badan Standarisasi Nasional Indonesia SNI 7388:2009 Dari hasil
tabel di atas dapat dilihat bahwa sampel Bandeng asap Positif mengandung E.colli akan
tetapi masih dalam batas aman untuk dikonsumsi, yakni <3. Perlu diperhatikan kandungan
coliform dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan, peengemasan produk maupun proses
distribusi dari produk itu sendiri. Penanganan produk yang baik sangat mempengaruhi
higienitas produk khususnya produk perikanan yang merupakan perishable food.
4.6 Keadaan Umum Lokasi Penelitian
4.6.1 Desa Kalanganyar, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo
Kalanganyar adalah sebuah desa yang luas 2/3 terdiri dari tambak memiliki luas
135.000 M2 dan memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.450 jiwa. Desa ini memasuki wilayah
Kecamatan Sedati. Desa ini sebagai penghasil komoditi bandeng, udang windu, dan terasi,
krupuk serta olahan ikan bandeng. Kalanganyar merupakan desa yang agamis religius dan
saaat ini tumbuh dalam rangka tahap membangun. Baik sektor pendidikan, perdagangan,
kesehtan dan sektor infrastruktur pariwisata pemancingan yang mana hal itu telah
berkembang pesat dan sudah terkenal di seluruh wilayah Kab. Sidoarjo.
4.6.2Desa Kloposepuluh, Kecamatan Sukodono , Kabupaten Sidoarjo
Desa Klopo sepuluh adalah desa yang cukup ramai dengan luas 147.000 M2 dan
memiliki penduduk 7.360 jiwa. Desa ini berada di sebelah utara kota sidoarjo. Hanya
berjarak 9 km dari Pusat kota Sidoarjo. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Krian,
sebelah selatan berbatsan dengan kecamatan Wonoayu dan sidoarjo. Sebelah utara
berbatasan dengan kecamatan Taman. Sedangkan sebelah timur berbatasaan dengan
kecamatan Buduran dan Gedangan.
4.6.3 Desa Bulusidokare, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo
Kelurahan Bulusidokare Berlokasi sekitar 2 km arah tenggara dari alun-alun
Kabupaten Sidoarjo. Berbatasan dengan Kelurahan Pucanganom di sebelah utara,
Kelurahan sekardangan dan Kelurahan Celep di sebelah selatan, Kelurahan Pekauman di
sebelah barat dan Kelurahan Rangkah Kidul di sebelah timur. Kelurahan ini Teridiri dari 8
RW dan 48 RT dan memiliki jumlah penduduk sebesar 9.028 jiwa. Luas wilayah Kelurahan
Bulusidokare kurang lebih 144 M2.
4.6.4 Deskripsi Tempat Pengamatan
Pengambilan sampel Bandeng asap (chanos-chanos) dilakukan setelah di lakukan
survei menyeluruh di daerah tambak sidoarjo tentang bahaya Kadmium pada produk olahan
Bandeng asap (chanos-chanos). Pengambilan sampel dilakukan di 3 daerah di sidoarjo
yakni daerah Bulusidokare, Sedati/Kalanganyar, dan Buduran/Klopo. Selanjutnya dapat
dibandingkan antara ketiga lokasi pengamatan tersebut.
- Daerah 1 : Desa Kalanganyar Kecamatan Sedati Bandeng asap Maharani
Pada Bandeng Asap Maharani memiliki kemasan yang cukup baik namun dari sisi
higienies masih kurang. Kemasan msh menggunakan plastik PE tidak kedap udara
ditambah box karton. Penyimpanan juga ala kadarnya, digantung pada etalase kaca.
Bandeng asap Maharani diambil dari hasil tambak di Kecamatan Sedati Desa Kalanganyar.
Lokasi Pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Lokasi pengambilan sampel Desa Kalanganyar
Daerah2: Desa kloposepuluh Buduran. Kecamatan Sukodono Bandeng Asap Bapak Teguh
Pada Bandeng Asap Bapak Teguh memiliki ciri khas tersendiri yakni pada kemasan
box dilapisi daun pisang di dalamnya. Penyimpanan di dalam lemari khusus dan memiliki
suhu yang dapat disesuaikan. Bandeng Asap Bapak Teguh juga memiliki tempat
pengolahan di Buduran. Bandeng asap bapak Teguh mengambil dari beragam hasil tambak
di sidoarjo. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Lokasi pengambilan sampel desa Kloposepuluh
Daerah 3 : Desa Bulusidokare, Kecamatan Sidoarjo. Bandeng Asap Bapak Djalil
Terletak di cukup dekat dengan Kota, Bandeng asap Bapak Djalil hanya menerima pesanan.
Dikarenakan Bapak Djalil hanya memproduksi Bandeng Asap dengan berat tertentu yakni
500 gram ke atas. Pengemasan Bandeng asap menggunakan box karton dan plastik biasa.
Produk disimpan dalam lemari etalase. Bapak Djalil hanya mengambil bandeng segar dari
hasil tambak di daerah Sidoarjo. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Lokasi pengambilan sampel desa Bulusidokare.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
Sampel Bandeng Asap (Chanos-Chanos) pada ketiga tempat yakni Desa
Kalanganyar, Desa Bulusidokare, Desa Kloposepuluh memiliki kandungan kadmium
(Cd) < 1 yang berarti masih aman untuk dikonsumsi berdasarkan Jurnal SNI 7387 :
2009
Bandeng Asap memiliki kandungan gizi yang cukup baik untuk dikonsumsi
masyarakat. Terbukti dengan hasil analisa proksimat yang tertera pada tabel 4 bab
Pembahasan.
Kandungan logam berat Cd pada sampel Bandeng asap Desa Kalanganyar
Kecamatan Sedati adalah sebesar 0,0344 ppm, pada sampel Bandeng asap Desa
Bulusidokare 0,0413 ppm dan pada sampel Bandeng Asap Desa
Kloposepuluh/Buduran sebesar 0,0438 ppm.
Kandungan logam berat Cd (pengulangan ) pada sampel Bandeng asap Desa
Kalanganyar Kecamatan Sedati adalah sebesar 0,0404 ppm, pada sampel Bandeng
asap Desa Bulusidokare 0,0511 ppm dan pada sampel Bandeng Asap Desa
Kloposepuluh/Buduran sebesar 0,0698 ppm.
Nilai proksimat Bandeng asap pada masing-masing sampel, diambil 5gr tiap sampel.
Yang pertama adalah Desa Buduran/Kloposepuluh kode sampel A dengan kadar air
51,31% , kadar lemak 1,47 %, kadar protein 33,14 %, kadar karbohidrat 13,95 %.
Pada Desa Bulusidokare kode sampel B dengan kadar air 53,30 %, kadar lemak
1,60 %, kadar protein 27,47 Β± 0,02%, kadar karbohidrat 17,11%. Pada Desa
Kalanganyar/Sedati kode sampel C dengan kadar air 56,49 %, kadar lemak 1,32
%, kadar protein 26,61 Β± 0,01 % kadar karbohidrat 14,96 %.
5.2 Saran
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan pada penelitian ini. Bandeng Asap adalah
salah satu jenis olahan Bandeng yangmemilikiNilai gizi yang cukup tinggi dan memiliki rasa
yang cukup unik. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai analisa cemaran logam
berat pada berbagai olahan jenis ikan bandeng Asap lain. Selain itu Peran pemerintah
sangat dibutuhkan mengingat pembuangan limbah industri yang berbahaya apabila tidak
ditangani.
DAFTAR PUSTAKA
Ackman RG. 1982. Fatty acid composition of fish oil. Di dalam: Barlow SM, Stansby ME editor. Nutritional Evaluation of Llong Chain Fatty Acid in Fish Oil.
Afrianto dan Liviawaty, 1989. Pengawetan danPengolahan Ikan, Kanisius, Jogyakarta.
Adnan, M. 1982. Aktivitas Air danKerusakan Makanan, Agritech,Yogyakarta.
Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. [AOAC] Association of Official Analytical Chemysts. 1995. Official Methods of Analysts of the Association of Official Analytical Chemysts. Virginia: AOAC Inc.
Anand. 1978. T. 2010. Kontaminasi Logam Berat pada Makanan dan Dampaknya Pada Kesehatan. Teknuboga. 2 (2)
Andi, T.2010. Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan Dan Dampaknya Pada Kesehatan. TEKNUBUGA.2(2): 53-65
[APHA] American Public Health Association. 1998. Standard Method for Examination of Water and Wastewater. Ed ke-17. Washington DC: American Water Works Association, dan Water Pollution Control Federation.
Arief A. 2004. Analisis logam berat Pb dan Cu dalam kerang darah di perairan Tanjung Bunga Makassar. http://www.unhas.ac.id/lemlit/researches/view/132.html [1 Februari 2009].
Basmi J. 1998. Perkembangan komunitas fitoplankton sebagai indikator perubahan tingkat kesuburan kualitas perairan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Budiyanto MAK. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Budiono A. 2003. Pengaruh pencemaran merkuri terhadap biota air [makalah]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Connel dan Miller. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta : UI Press
Chin J.2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17.Infomedika. Hlm 118-129.
Day, R.A and Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Terjemahan Pudjaatmaka, A. H. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Ferianita, Ghous and B.H. Ridzwan. 2007. Cadmiumand majority purpose From MalaysianWith Optimized Secreted Antibacterial Activity. American Journal of Biochem and Biotech 3 (2) : 60-65.
Fessenden, R. J dan J. S Fesseden. 1997. Kimia Organik. Terjemahan oleh Pudjaatmaka, A. H. Penerbit Erlangga. Jakarta. 590 hlm.
Gholib, D. 2009. Uji Daya Hambat Daun Senggani (Melastoma malabathricum L.)Terhadap Trychophyton mentagrophytes Dan Candida albicans.Berita Biologi Vol 9 (5) : 253-262.
Guenther, E. 1987.Minyak AtsiriJilid 1.Penerbit UI Press. Jakarta.
Gunawan, I. W. G., I. G. A. Gede Bawa, dan N. I. Sutrisnayanti. 2008. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Terpenoid Yang Aktif Antibakteri Pada Herba Meniran (Phyllanthus niruri Linn). Jurnal Kimia 2 (1) : 31-39.
Han, H., Y. H. Yi, B. s. Liu, X. H. Wang, dan M. X. Pan. 2008. Leucospilotaside C, A New Sulfated Tritepene Glycoside From Sea Cucumber Holothuria leucospilota. Journal Of Chinese Chemical Letters 19 : 1462-1464.
Han, H., Y. Yang-hua, L. Ling, L. Bao-shu, L. Ming-ping, dan Z. Hong-wei. 2009. Triterpene Glycosides From Sea Cucumber Holothuria leucospilota. Chinese Journal Of Natural Medicines 7 (5) : 346-350.
Han, H., L. Ling, Y. Yang-hua, W. Xiao-hua, dan P. Min-xiang. 2012. Triterpene Glycosides From Sea Cucumber Holothuria scabra with Cytotoxic Activity. Journal of Chinese Herbal Medicines 4 (3) : 183-188.
Handayani, D. Maipa, D., Marlina, Meilan.2007. Skrining Aktivitas Antibakteri Beberapa Biota Laut Dari Perairan Pantai Painan, Sumatera Barat.Makalah.Fakultas Farmasi
Universitas Andalas. Padang.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Makhluk. Hidup. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Dewi, N.K. 2012. Biomarker pada Ikan Sebagai Bioindikator Pencemaran Logam Berat Kadmium Timbal dan Merkuri di Perairan Kaligarang Semarang. Disertasi. Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Budidaya kerang hijau. http://www.indonesia.go.id/id/index.php.htm [15 Feb 2009].
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Sistem Informasi Data Statistik. www.simpatik.com. [28 Juni 2009].
Dody S. 2008. Morfometri dan pertumbuhan kerang tapes di pulau Fair, Maluku Tenggara [prosiding seminar riptek kelautan nasional]. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius
Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Febrianti, S., H. Sulistyarti, Atikah. 2013. Penentuan Kadar Iodida SecaraSpektrofotometri Berdasarkan Pembentukan Kompleks Amilum Iodium Menggunakan Oksidator Iodat. Kimia Student Journal. 1(1): 50-56. Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloid. CRC
Press. Boca Raton.
Hartanto, R. 2003. Modul Metodologi Penelitian. Universitas Diponegoro. Semarang
Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta. Kristanto. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta : Penerbit
Hutagalung. 1997. Penuntun Proses Jaringan dan Atlas Histologi Ikan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Koestoer. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses. Proses Penyakit. Ahli Bahasa : Peter Anugerah. Jakarta : EGC. Penerbit Buku Kedokteran. 220 hlm.
Kordi, M.G.H. 2008. Budi Daya Perairan Buku Kesatu. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Kurnia ; Effendi, I 2004 Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya : Jakarta.
Maga. 1987. Teknik Sederhana Memilih dan Meminimalkan Cemaran Logam Pb pada Kangkung. IPTEKMA 3(1), 38-42. 2011. ISSN: 2086-1354.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir Dan Laut. Jakarta: Pradnya Paramitha
Murtiani, L. 2003. Analisis Kadar Timbal (Pb) Pada Ekstrak Kerang Darah (Anadara granosa L) Di Perairan sumbawa.
Muara Tambak Oso Sedati-Sidoarjo. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Nilasari, N,I. 2006. Analisis Kadar Timbal (Pb) Pada Udang Putih (Penaeus marguiensis) Di Pantai Utara Kawasan Kalianak. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Okada, M. Minaguchi, D and George, K 1973. The Giant among Japanese Process Fishery. Marine Fisheries Review Vol 3 (12)
Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta.
RACHMAWATI, S., DARMONO dan ZAENAL ARIFIN. 1999. Pengaruh Pemberian Mineral Seng dan Kalsium pada Pakan Terhadap Akumulasi Kadmium dalam Organ Hati Ayam Pedaging. Proseding Seminar Hasil-hasil Penelitian Veteriner. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.
Salmin, 1995. An Atlas of Fish Histology. Normal and Phatological Features. Second Edition. Kondansha LTD. Tokyo. Vol 166, pp. 321 - 344
Sanusi H.S dan Putranto S. 2009. Kimia Laut dan Pencemaran , Proses Fisik Kimia dan Interaksi dengan Lingkungan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertania Bogor.
Stolywho, A ; Collin H : Martin, M; Guiochson, G: Journal of Chromatography A. 288,253. (2006)
Swastawati. 2007. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Usaha Pengasapan Ikan. Bank Indonesia Direktorat Kredit, BPR dan UMKM. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/1475D25D-A0CB-4E39-AF71 5BC6AD0C1B03/15954/UsahaPengasapanIkan.pdf
Vatria. 2010. C.C. and Abowei, J.F.N. 2011. Traditional Fish Handling and Preservation in Nigeria. Asian Journal of Agricultural Sciences 3(6):427-436.
WILBRAHAM dan MATTA. 1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Penterjemah Suminar. Penerbit ITB. Bandung.
WIRAKARTAKUSUMAH, A., SUBARNA, MUHAMMAD A, DAHRUL SYAH, dan SITI I.B. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Petunjuk Laboratorium.
United Nations Disaster Assessment and Coordination (2006) UNDAC Field Handbook,
Office for the coordination of Humanitarian Affairs Field Coordination Support Unit, Geneva