analisa keputusan maroko untuk kembali...
TRANSCRIPT
ANALISA KEPUTUSAN MAROKO UNTUK KEMBALI
BERGABUNG DALAM KEANGGOTAAN UNI AFRIKA
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
oleh:
Arum Suci Alfiani
1113113000050
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
1.
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
ANALISA KEPUTUSAN MAROKO LTNTUK KEMBALI BERGABI.ING
DALAM KEANGGOTAAN UNI AFRIKA TAHUN 2016
Merupakan karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Strata I di Universitas Islam Negeri Or$ Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penurisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri rurN)
Syarif Hidayatul lah Jakarta.
Jika di kernudian hari terbukti jika karya saya ini bukan karyu asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya oraug lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di universitas Islam Negeri rur$ Syarif Hidayatuilah
Jakarta.
aJ.
.Jakarta, 7 Juli
%@Wt2017
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pernbimbing Skripsi rnenyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Arum Suci Alfiani
NIM :1113113000050
Program Studi : Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
..ANALISA KEPUTUSAN MAROKO UNTUK KEMBALI BERGABUNG
DALAM KEANGGOTAAN UNI AFRIKA TAHUN 2016"
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Mengetahui,
Jakarta, 7 Juli20l7
Menyetujui,
Pembirpping,
M. Adian Firnas. S.IP. M.SiNIP.
Irfan R. Hutagalune. LL.MNIP.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSIANALISA KEPUTUSAN MAROKO UNTUK KEMBALI BERGABUNG
DALAM KEANGGOTAAN LTNI AFRIKA TAHUN 2016
oleh:
Arum Suci Alfiani1113113000050
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik Universitas Islam Negeri Of$ Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal14 Juli 2017. Slaipsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelarSarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Intemasional.
Sekretaris,
Penguji I,
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 14 Juli 2017.
TT
iv
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai keputusan Maroko untuk kembali
bergabung dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui alasan dan faktor yang mendorong Maroko memutuskan untuk
kembali dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yakni dengan melakukan studi pustaka dan wawancara.
Penelitian ini dirumuskan melalui tahapan analisa ketika negara-negara di Afrika
termasuk Maroko membentuk sebuah organisasi regional bernama Organization
of African Unity (OAU) yang kemudian bereformasi menjadi Uni Afrika.
Meskipun menjadi salah satu negara yang ikut mendirikan OAU, namun Maroko
memutuskan untuk keluar dari keanggotaan OAU pada 1984 karena konflik
Sahara Barat. Kerjasama dan kebijakan Maroko di Afrika tidak berkurang sejak
keluarnya dari Uni Afrika. Sejumlah kerjasama dan bantuan diberikan Maroko
khususnya pada negara-negara Afrika Barat. Teori neoclassical realism
digunakan untuk mengetahui faktor yang mendorong keputusan Maroko untuk
kembali dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016. Teori ini berasumsi bahwa
perilaku negara dapat dilihat dari relative material power yang ditranslasikan oleh
intervening variabel atau pengambil kebijakan untuk mendapatkan systemic
incentive. Dalam kasus ini Maroko memiliki material power berupa peningkatan
ekonomi dan pengaruhnya di kawasan. Material power ini dtranslasikan oleh
pengambil kebijakan Maroko yakni Raja Mohammed VI yang memerintah sejak
1999 hingga saat ini. Systemic insentive yang didapatkan Maroko adalah untuk
mempertahankan klaimnya atas wilayah Sahara Barat yang akan membuka ruang
terhadap sumber daya dan meningkatkan jangkauan pengaruhnya di Afrika.
Kata kunci: Maroko, Uni Afrika, Organization of African Unity, Wilayah Sahara
Barat, Raja Mohammed VI, Neoclassical Realism.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamiin, kata yang tak akan pernah terlupa untuk selalu
di panjatkan kepada illahi rabbi yang telah memberikan nikmat yang tiada batas
sehingga penulis dapat menyelasaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisa
Keputusan Maroko Kembali Bergabung Dalam Keanggotaan Uni Afrika Pada
2016”. Shalawat beriring salam tak lupa pula selalu tercurahkan kepada junjungan
kita nabi besar Muhammmad SAW, yang telah membawa kita menuju zaman
terang benderang seperti sekarang ini.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan program S1 program studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan atas bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak Irfan Hutagalung, LL.M selaku pembimbing skripsi yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas waktu,
dukungan dan kepercayaan bapak selama ini.
2. Bapak Teguh Santosa dan Bapak Febri Dirgantara Hasibuan selaku dosen
penguji I dan penguji II yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.
3. Kedua orangtua penulis yang selalu mendukung penulis dalam segala hal dan
selalu memberikan kepercayaan dalam setiap langkah yang diambil oleh
penulis.
vi
4. Kakak penulis Tanty Suci Kurniasih, S.Pd, yang selalu mendukung penulis
secara moral maupun material, juga kedua keponakan penulis Farras Basith
Herawan dan Faundra Malik Herawan yang selalu mewarnai hari-hari
penulis, dan seluruh keluarga besar penulis.
5. Seluruh jajaran dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, terimakasih atas segala ilmu dan kesempatan yang telah diberikan
selama penulis menimba ilmu.
6. Teman-teman “Tut Wuri Handayani”, Rorien Novriana, Sarah Septarini,
Nurul Hidayati dan Innesyifa Haqien yang selalu mendukung dan mendorong
penulis menjadi orang yang lebih baik lagi.
7. Teman-teman “regionalisme”, Hanna, Tata, madinna, opin, innes, sarah,
nurul, andre, ojan, japir dan upang yang selalu memberi motivasi kepada
penulis dan menambah cerita masa kuliah yang menyenangkan.
8. Teman-teman seperjuangan HI angkatan 2013.
9. Sahabat penulis sejak SMP, Pipi Perawati, S.Sos, Rosita Sari, S.Pd, Desi
Ariyanti, S.P, Desi PW, S.Far, Ririn Khoirinnisa, S.Pd, Eneng Ermawati, Eka
Kurniawati, Ulan dan Yuli yang telah menemani penulis sejak 2006 hingga
saat ini, terimakasih banyak.
10. Seluruh teman-teman International Studies Club (ISC) yang menjadi
organisasi penulis semasa kuliah, terimakasih karena telah memberikan
banyak pengalaman dan telah menjadi keluarga kedua bagi penulis.
vii
11. Seluruh jajaran dan anggota Divhubinter Polri dan teman-teman di
Ruangguru.com yang telah memberikan pengalaman dan kesempatan kepada
penulis selama masa internship.
12. Prof. Yahia Zoubir, Mr. Terrence McNamee dan Mr. Charles Ogheneruonah
yang telah bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun penelitian ini
yang tidak bisa disebutkan satupersatu, terimakasih banyak.
Semoga skripsi ini bisa bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi
pembacanya. Meskipun begitu, penulis menyadari masih banyak sekali
kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Maka dari itu, saran dan masukan untuk
menyempurnakan skripsi ini dapat disampaikan melalui
[email protected] terimakasih.
Jakarta, 7 Juli 2017
Arum Suci Alfiani
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Pernyataan Masalah ................................................................ 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ............................................................... 6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6
1.4 Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6
1.5 Kerangka Teori ......................................................................... 10
1.6 Metode Penelitian ..................................................................... 12
1.7 Sistematika Penulisan .............................................................. 14
BAB II MAROKO DALAM KEANGGOTAAN ORGANIZATION OF
AFRICAN UNITY (OAU)
2.1 Latar Belakang Pembentukan OAU ...................................... 17
2.2 Proses Transformasi OAU menjadi Uni Afrika .................... 23
2.3 Uni Afrika ............................................................................. 26
2.4 Dinamika Keluarnya Maroko dari OAU tahun 1984 ............ 28
BAB III KEBIJAKAN MAROKO DI KAWASAN AFRIKA
3.1. Kerjasama Bilateral Dan Multilateral Maroko Di Kawasan
Afrika Pasca Keluar Dari Keanggotaan Uni Afrika .............. 33
ix
3.2. Kebijakan Luar Negeri Maroko Di Kawasan Afrika Pada Masa
Kepemimpinan Raja Mohammed VI (1999-Sekarang) ........ 37
3.3. Kebijakan Maroko dalam konflik Sahara Barat .................... 41
BAB IV ANALISIS KEPUTUSAN MAROKO KEMBALI DALAM
KEANGGOTAAN UNI AFRIKA PADA 2016
4.1 Isu terorisme dan imigrasi sebagai alasan Maroko kembali
ke Uni Afrika .......................................................................... 47
4.1.1. Terorisme di Maroko .................................................... 47
4.1.2. Imigrasi di Maroko ....................................................... 51
4.2 Relative Material Power Maroko ........................................... 55
4.3 Systemic incentive (faktor eksternal) ...................................... 58
4.4 Intervening Variabel (faktor internal) .................................... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 74
5.2 Saran ...................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. xiv
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar IV.1 Wilayah Utama Migrasi Internasional di Maroko ..................... 52
Gambar IV.2 Grafik GDP Maroko Perkapita ................................................ 57
Gambar IV.3 Geografis Maroko dan Afrika ................................................... 61
Gambar IV.4 Geografis Sahara Barat Dan Mauritania ................................... 63
xi
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Stok migran internasional berdasarkan usia dan jenis kelamin di
Maroko tahun 2013 ........................................................................................ 53
xii
DAFTAR SINGKATAN
AFISMA African-led International Support Mission to Mali
AMU African Maghreb Union
AS Amerika Serikat
AU African Union
CEMOC Joint Military Staff Committee On Sahel Region
CEN-SAD Communauté des Etats Sahélo-Sahariens
FDI Foreign Direct Investment
GCC Gulf Cooperation Council
GDP Gross Domestic Product
HAM Hak Asasi Manusia
KTT Konferensi Tingkat Tinggi
OAU Organization of African Unity
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
PDB Produk Domestik Bruto
PJD Parti De La Justice Et Du Développement
Polisario Frente Popular para la Liberación de Saguia el-Hamra y Rio
SADR Sahrawi Arab Democratic Republic
UE Uni Eropa
USD US Dollar
WTO World Trade Organization
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil wawancara dengan Dr. Yahia H. Zoubir
Lampiran 2 Hasil wawancara dengan Bapak Terrence McNamee
Lampiran 3 Hasil wawancara dengan Bapak Charles Ogheneruonah
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Pernyataan Masalah
Pada 2002 Uni Afrika muncul sebagai salah satu organisasi regional
menggantikan Organization of African Unity (OAU). Uni Afrika tumbuh dan lahir
dari rasa Pan-Afrikanisme dan wilayah jajahan yang sama1. Rasa bekas negara
jajahan menjadikan negara-negara di Afrika perlu untuk membangun sebuah
organisasi regional untuk lebih mempererat rasa pan-Afrikanisme. Sebelum
menjadi Uni Afrika, organisasi ini lebih dikenal dengan Organization of African
Unity (OAU) yang kemudian pecah karena kurang efektifnya struktur politik dan
tidak jelasnya tujuan ekonomi yang dibangun. Munculnya Uni Afrika telah
direncanakan sejak tahun 1977, ketika para pemimpin Afrika mengakui bahwa
aspek Piagam OAU telah usang dan perlu direformasi. Sejak 9 September 1999
dalam extraordinary session keempat organisasi tersebut di Sirte, Libya di mana
Kepala negara Afrika sepakat untuk membuat Uni Afrika2.
Afrika percaya dengan konsep Uni Afrika dalam bentuk integrasi ekonomi
dan politik pan-Afrika3. Tujuan awal didirikannya Uni Afrika adalah
memfasilitasi seluruh negara anggota dalam mempersiapkan economic plan yang
komprehensif di tingkat regional, memaksimalkan eksploitasi sumber daya yang
ada di Afrika hanya untuk warga Afrika. Selain itu tujuan di bidang militer juga
1 Alan Siaroff, “Following In Europe’s Footsteps? The African Union And Integration In Africa”,
Paper, European Union Studies Association, Montreal, Quebec, Canada, 2007. 2 Olufemi Babarinde , “The EU As A Model For The African Union: The Limits Of Imitation”, Jean
Monnet/Robert Schuman Paper Series, Vol. 7, No.2, 2007. 3 Olufemi Babarinde, “The EU As A Model For The African Union”.
2
bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas militer dan meningkatkan strategi
pertahanan untuk melindungi Afrika dari agresi imperialis4.
Setelah kemerdekaannya dari Prancis pada tahun 19565, Maroko menjadi
salah satu negara yang mendirikan organisasi Uni Afrika yang saat itu bernama
Organization of African Unity (OAU). Maroko memiliki luas wilayah sebesar
446,300 kilometer persegi. Terletak di sebelah Barat Laut benua Afrika sejajar
laut Mediteranian. Maroko memiliki populasi penduduk mencapai 29,9 juta jiwa
bahkan diprediksi akan mencapai 45 juta jiwa pada 20506. Sekitar 90 persen
penduduk Maroko beragaman islam. Maroko merupakan negara yang sedang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, pada 2004 pertumbuhan
ekonomi Maroko mencapai 3,7 persen dan terus mengalami kemajuan7. Pada
periode tahun 2000-2010 ekspor Maroko ke wilayah Sub-Sahara Afrika
mengalami peningkatan dari 248 juta dollar menjadi 849 juta dollar Amerika8.
Selain kemajuan dibidang ekonomi, Maroko juga termasuk negara yang memiliki
militer yang cukup kuat dibanding negara-negara di Afrika lainnya.
Meskipun Maroko menjadi salah satu negara yang mendirikan Organization
Of African Unity (OAU) sebagai salah satu bentuk representasi dari rasa pan
4 Edwin H.Moshi, “Organization Of African Unity/African Union And the Challenges Of Realizing
Its Objectives”, Workshop To Commemorate 50 Years Of OAU/AU Held On 24th May 2013 At J.K. Nyerere Hall, Muccobs. Hal. 45. 5 Bertelsmann Stiftung, BTI 2016, “Morocco Country Report”, Gütersloh: Bertelsmann Stiftung,
2016. tersedia di: http://www.bti-project.org 6 Ghizlan Loumrhari, “Ageing, Longevity And Savings: The Case Of Morocco”, International Journal
Of Economics And Financial Issues, Vol. 4, No. 2, 2014, Pp.344-352, ISSN: 2146-4138. Www.Econjournals.Com 7 Ghizlan Loumrhari, “Ageing, Longevity And Savings”.
8 Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center
For Strategic And International Studies, 2013.
3
Afrikanisme yang dibangun oleh negara-negara Afrika9. Pada 1984 Maroko
memutuskan untuk keluar dari keanggotaan Uni Afrika yang pada saat itu masih
bernama Organization of African Unity (OAU). Hal ini dikarenakan Uni Afrika
mengakui Sahrawi Arab Democratic Republic (SADR) sebagai sebuah negara
yang merdeka dan SADR menjadi negara anggota Uni Afrika10
. Hal ini tentu
menimbulkan respon negatif dari Maroko mengingat kawasan Sahara Barat
merupakan wilayah sengketa antara Maroko dan kelompok Polisario yang
didukung oleh Aljazair di kawasan tersebut. Maroko menganggap bahwa kawasan
Sahara Barat merupakan salah satu provinsi di sebelah selatan Maroko dan masih
bagian dari teritorial Maroko11
.
Konflik yang terjadi di kawasan Sahara Barat menjadi penyebab keluarnya
Maroko dari keanggotaan Uni Afrika. Konflik panjang ini berawal dari keluarnya
Perancis sebagai negara penjajah dari Sahara Barat. Maroko merasa bahwa
wilayah bekas jajahan Perancis ini adalah bagian dari negaranya. Namun,
kelompok Polisario yang dipimpin oleh Sahrawi juga ingin mendirikan negara
yang merdeka di wilayah tersebut12
. Konflik yang terjadi antara Maroko dan
kelompok Polisario yang didukung Aljazair ini masih berlanjut hingga saat ini
meskipun upaya damai telah dilakukan oleh berbagai pihak termasuk PBB.
Perjanjian gencatan senjata pada 1991 tidak membuat konflik di wilayah ini
9 Olufemi Babarinde, “The EU As A Model For The African Union: The Limits Of Imitation”, Jean
Monnet/Robert Schuman Paper Series, Vol. 7, No.2. 2007. 10
Terence Mcnamee, Dkk, “Morocco And The African Union: Prospects For Re-Engagement And Progress On The Western Sahara”, Discussion Paper, The Brenthurst Foundation, 2013, South Africa, Www.Thebrenthurstfoundation.Org 11
Anna Louise Strachan, “Conflict Analysis Of Morocco”, Research Paper, GSDRC, International Development Department, College Of Social Sciences University Of Birmingham, 2014, Www.Gsdrc.Org 12
Anna Louise Strachan, “Conflict Analysis Of Morocco”.
4
mereda, pada 2010 kerusuhan terjadi di Laayoune ibukota Sahara Barat dimana
kelompok Sahrawi membakar barang-barang yang berasal dari Maroko13
. Maroko
masih menganggap bahwa wilayah Sahara Barat termasuk dalam provinsi paling
Selatan wilayah Maroko.
Keluarnya Maroko dari keanggotaan Uni Afrika ini tentu berpengaruh
terhadap hubungan yang terjalin antara Maroko dan negara-negara di kawasan
Afrika14
. Meskipun begitu, hubungan bilateral Maroko dengan negara-negara di
wilayah Sub-sahara terlihat masih dijalankan. Sejak 2005 Raja Mohammad VI
melakukan banyak kunjungan ke negara-negara di Sub-Sahara sebagai bagian dari
upaya strategis Maroko untuk mempertahankan eksistensinya di kawasan
Afrika15
. Selain itu pada 2010 Maroko juga telah menandatangani 96 kesepakatan
dengan negara-negara di Afrika dalam hal pengadaan infrastruktur16
. Dalam
bidang keamanan, Maroko memiliki pengaruh yang cukup besar di wilayah
Afrika, terbukti dari peran penting Maroko dalam kordinasi anti terorisme joint
military staff committee on Sahel Region (CEMOC)17
.
Konflik wilayah yang terjadi di Sahara Barat belum usai hingga saat ini.
Meskipun begitu, perubahan kebijakan Maroko di Uni Afrika telah berubah. Hal
ini ditunjukkan oleh pernyataan Raja Mohammad VI, Raja Maroko, dalam
13
Anna Louise Strachan, “Conflict Analysis Of Morocco”. 14
Terence Mcnamee, Dkk, “Morocco And The African Union: Prospects For Re-Engagement And Progress On The Western Sahara”, Discussion Paper, The Brenthurst Foundation, 2013, South Africa, Www.Thebrenthurstfoundation.Org 15
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center For Strategic And International Studies, 2013. 16
Terence Mcnamee, Dkk, “Morocco And The African Union: Prospects For Re-Engagement And Progress On The Western Sahara”, Discussion Paper, The Brenthurst Foundation, 2013, South Africa, Www.Thebrenthurstfoundation.Org 17
J. Peter Pham, “Morocco’s Vital Role In Northwest Africa’s Security And Development”, ISSUEBRIEF, Africa Center, Atlantic Council, 2013.
5
African Union Summit 2016 di Kigali, Rwanda. Keputusan Maroko ini
disampaikan oleh Raja Mohammad VI setelah 32 tahun Maroko keluar dari
keanggotaan Uni Afrika. Ia menyatakan bahwa walaupun Maroko bukan
merupakan anggota Uni Afrika selama 32 tahun, namun selama itu juga Maroko
masih menjadi bagian dari Afrika18
. Raja juga berpendapat bahwa wilayah Sahara
Barat masih merupakan wilayah Maroko dan mendorong negara anggota Uni
Afrika untuk segera turut menyelesaikan isu tersebut. Raja juga menyebutkan
bahwa SADR tidak termasuk dalam keanggotaan PBB maupun Liga Arab yang
menurutnya juga tidak termasuk dalam anggota Uni Afrika19
.
Kebijakan Maroko tidak berubah terhadap konflik di wilayah Sahara Barat
sejak keluarnya dari keanggotaan Uni Afrika. Pertumbuhan ekonomi dan
kapabilitas militer yang meningkat menjadikan Maroko negara yang cukup
berpengaruh di kawasan Afrika. Meskipun begitu, pada 2016 Raja Mohammad VI
mengumumkan bahwa Maroko memutuskan untuk kembali ke dalam keanggotaan
Uni Afrika meskipun Maroko belum dapat menerima SADR sebagai suatu negara
merdeka. Hal ini menjadi menarik untuk diteliti mengingat adanya perubahan
kebijakan Maroko di Uni Afrika meskipun Maroko belum menerima SADR
sebagai sebuah entitas negara.
18
Al-Jazeera, “Morocco Asks To Rejoin The African Union After 32 Years”, Africa News Service, July 19, 2016. tersedia di: http://www.aljazeera.com/news/2016/07/morocco-asks-rejoin-african-union-32-years-160718060858072.html diakses pada: 14-09-2016 19
Fawad Maqsood, “Morocco Wants To Rejoin African Union: King”, AFP (Agence France-Presse), 18 Juli 2016.
6
1.2. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah tersebut penulis akan mengajukan
pertanyaan penelitian, mengapa Maroko memutuskan untuk kembali bergabung
dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini diantaranya:
1. Mengetahui alasan dibalik keputusan Maroko untuk kembali dalam
keanggotaan Uni Afrika pada 2016.
2. Mengetahui konstelasi poitik dan keamanan di kawasan Afrika pasca
keputusan Maroko tersebut.
3. Menerapkan analisa teori neo-classical realism.
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah:
1. Memperbanyak literatur mengenai penerapan teori neo-calssical realism.
2. Menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dengan minat sejenis.
1.4. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai Maroko pasca keluar dari keanggotaan Uni Afrika telah
banyak dilakukan oleh beberapa sarjana. Terdapat beberapa tinjauan pustaka yang
dapat dijadikan acuan dalam penulisan skripi ini.
Pertama, buku yang ditulis oleh Kwame Nkrumah berjudul “Afrika Must
Unite” yang diterbitkan pada 1963. Kwame Nkrumah dalam tulisannya
menjelaskan dengan rinci bagaimana proses pembentukan organisasi regional di
7
kawasan Afrika. Posisi benua Afrika dalam lingkungan Internasional sejak masih
adanya kolonialisme di Afrika. Kwame Nkrumah dengan jelas menceritakan
menurut pandangannya mengapa negara-negara dibenua Afrika perlu untuk
bersatu dan membentuk sebuah organisasi demi menyingkirkan segala bentuk
kolonialisme di tanah Afrika dengan membantu negara-negara yang masih
dibawah kolonialisme.
Dalam bukunya tersebut Kwame Nkrumah juga menjelaskan bagaimana
proses pembentukan organisasi regional di Afrika yang kemudian bernama
Organization of Arican Unity (OAU). Pada awal tahun 1960an terdapat dua blok
yang berbeda pandangan mengenai proses penyatuan Afrika, yakni kelompok
Casablanca dan kelompok Monrovia. Kwame Nkrumah sebagai presiden Ghana
pada saat itu termasuk dalam kelompok Casablanca yang menekankan penyatuan
Afrika secara lebih keras. Ia juga kemudian menceritakan dengan sangat rinci
proses penggabungan ide antara kelompok Casablanca dan kelompok Monrovia.
Buku yang ditulis oleh Kwame Nkrumah ini tentu dapat menjadi rujukan
utama dalam penulisan skripsi ini. Hal ini dikarenakan buku ini dapat memberikan
data dan sejarah pentingnya OAU di wilayah Afrika dan bagaimana peran Maroko
dalam proses pembentukan OAU tersebut. Persamaan penelitian ini dengan buku
yang ditulis Kwame Nkrumah terletak pada persn Maroko sebagai salah satu
negara pendiri OAU. Meskipun begitu, tentu penelitian ini berbeda dengan buku
ini karena penelitian ini akan berfokus pada keputusan Maroko kembali dalam
keanggotaan Uni Afrika pada 2016 yang tidak ada dalam buku tersebut.
8
Kedua, discussion paper yang ditulis oleh Terence McNamee, Greg Mills
dan J Peter Pham yang berjudul “Morocco and the African Union : Prospects for
Re-engagement and Progress on the Western Sahara”. Penelitian ini
menunjukkan hubungan yang cukup erat antara Maroko dan Uni Afrika pasca
Arab spring 2012. Terence McNamee dkk cukup komprehensif dalam
menjelaskan keterkaitan Maroko dan Uni Afrika dalam berbagai bidang seperti
ekonomi, politik dan militer.
Discussion paper ini juga cukup detail dalam menggunakan data-data yang
komprehensif yang dapat dijadikan rujukan dalam penulisan skripsi ini. Sejarah
keluarnya Maroko dari Uni Afrika juga dijelaskan secara rinci. Dalam hal militer
dan keamanan, Maroko merupakan negara yang disebut-sebut mampu dan
berhasil menghalau ancaman terorisme. Beberapa negara di Afrika menjadikan
Maroko sebagai acuan dalam kasus melawan terorisme. Sedangkan dalam hal
ekonomi, Maroko juga disebutkan mengalami kenaikan ekonomi yang cukup
signifikan karena meningkatkan ekspor ke negara-negara Afrika di bandingkan ke
Amerika atau Eropa.
Beberapa kerjasama juga telah dilakukan Maroko dalam hal keamanan
maupun ekonomi. Terence McNamee dkk menyebutkan beberapa kerjasama yang
dilakukan Maroko baik kerjasama bilateral maupun multilateral. Dalam tulisannya
ini Terence McNamee dkk menganjurkan Maroko sebagai negara yang memiliki
pengaruh besar di kawasan Afrika untuk terus menjaga hubungannya dengan
negara-negara di Afrika untuk menjaga status quo dalam konflik Sahara Barat.
Hal ini tentu berbeda dengan skripi yang akan ditulis kali ini yang lebih
9
menekankan pada alasan Maroko mengajukan kembali keanggotannya dalam Uni
Afrika.
Ketiga, policy brief yang di tulis oleh Ghita Tadlaoui dan diterbitkan oleh
FRIDE: a European think tank for global action berjudul Morocco’s religious
diplomacy in Africa. Tulisan Ghita Tadlaoui ini berfokus pada diplomasi agama
yang dilakukan Maroko terhadap negara-negara di kawasan sub-sahara Afrika
seperti Mali, Senegal, Nigeria, dan Pantai Gading. Ghita Tadlaoui
menggambarkan bagaimana diplomasi yang dilakukan Maroko di negara tersebut,
seperti memberikan pengajaran dan pelatihan terhadap para imam dari Mali,
membangun masjid dan memberikan Al-quran.
Ghita Tadlaoui juga menjelaskan hambatan-hambatan yang dihadapi
Maroko dalam melakukan diplomasi agama di negara-negara sub-sahara Afrika.
Hambatan tersebut berupa posisi politik Maroko di kawasan dan adanya ancaman
terorisme. Policy brief yang di tulis oleh Ghita Tadlaoui memang tidak secara
spesifik menggunakan teori ataupun konsep dalam penulisannya. Ghita Tadlaoui
hanya menjabarkan bagaimana diplomasi agama yang dilakukan Maroko dan
peluang yang dapat di ambil oleh Maroko di kawasan Afrika dari diplomasi
agama yang dilakukan. Peluang tersebut dijelaskan oleh Ghita Tadlaoui dalam
sektor politik, ekonomi dan militer.
Kesamaan penelitian yang ditulis oleh Ghita Tadlaoui dengan skripsi ini
adalah kebijakan yang dilakukan Maroko di kawasan Afrika. Meskipun begitu,
penelitian Ghita Tadlaoui hanya terfokus pada kebijakan diplomasi agama yang di
lakukan Maroko di kawasan Afrika dan peluang yang diperoleh. Sedangkan,
10
skripsi ini berfokus pada faktor yang melatar belakangi keputusan Maroko untuk
kembali dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016.
1.5. Kerangka Teori
Penelitian ini berfokus pada alasan Maroko memutuskan untuk kembali
bergabung dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016, untuk itu pendekatan yang
digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah neo-classical realism. Salah
satu tokoh Neo-classical realism adalah Gideon Rose. Neo-classical realism
menggabungkan faktor eksternal dan internal dalam pembuatan kebijakan luar
negeri. Teori ini percaya bahwa kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh power
yang dimiliki negara di dunia internasional dengan melihat kapabilitas material
power yang dimiliki. Selain itu, teori ini juga percaya bahwa pengaruh dari
kapabilitas power yang dimiliki tersebut bersifat tidak langsung dan sangat
kompleks karena adanya sistemic pressure yang juga ditranslasikan di level unit
itu sendiri, sehingga relative material power menjadi dasar ukuran dalam
pengambilan kebijakan luar negeri20
.
Arah, ambisi dan cakupan kebijakan luar negeri suatu negara ditentukan
oleh perannya dalam sistem internasional dan power yang dimiliki. Istilah power
tersebut merupakan kapabilitas atau resources yang akan membuat negara mampu
mempengaruhi satu sama lain. Persepsi pengambil kebijakan terhadap relative
material power sangat berpengaruh. Ketika relative material power mengalami
20
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.146.
11
peningkatan, maka negara akan lebih meningkatkan pengaruhnya dan
menyesuaikannya21
.
Kebijakan luar negeri di buat oleh pemimpin dan elit politik yang dapat
menentukan dan melihat kapabilitas power yang dimiliki negara. Kapabilitas
power yang dimaksud tidak hanya kuantitas dari militer tapi juga kekuatan dan
struktur negara tersebut dalam sistem sosial di level internasional maupun
regional. Sistemic pressure dan incentive pada akhirnya yang membentuk broad
contour dan petunjuk umum kebijakan luar negeri tanpa menjadi kuat secara
militer dapat menentuka secara detail perilaku negara22
.
Neo-classical realist percaya bahwa memahami hubungan antara power dan
kebijkan membutuhkan perhatian khusus dalam konteks kebijakan luar negeri
yang di formulasikan dan di implementasikan. Neo-classical realis menganggap
bahwa dalam menentukan kebijakan luar negeri, sebuah negara tidak hanya
mencari keamanan dalam struktur anarki tetapi sebagai respon dari ketidak
tentuan sistem anarki dengan mencari kontrol dan memperkuat pengaruhnya di
lingkungan eksternal. Pengaruh yang dimiliki suatu negara dalam lingkungan
internasional sangat penting untuk mendapatkan interest negara tersebut23
.
Neo-classical realism tidak hanya melihat sistemic pressure dari eksternal
faktor namun juga melihat pada unit level domestik. Persepsi dari para pengambil
kebijakan dan struktur domestik menentukan kebijakan luar negeri. Dalam Neo-
classical realism, pemimpin negara dapat dipengaruhi oleh politik internasional
dan politik domestik dalam mengambil kebijakan. Neo-classical realist 21
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.151. 22
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.147. 23
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal. 152.
12
memadukan antara teori struktural realis dan konstruktivis. Teori ini berpendapat
bahwa sistem dunia yang anarki memang ada, namun hal tersebut merupakan
konstruksi sosial yang dibangun24
.
Teori neo-classical realis ini diharapkan mampu menjawab penelitian
mengapa kemudian Maroko memutuskan untuk kembali dalam keanggotaan Uni
Afrika pada 2016. Adanya incentive yang mungkin didapatkan Maroko ketika
memutuskan untuk kembali bergabung dengan Uni Afrika. Incentive tersebut
yang kemudian dilihat dan diterjemahkan oleh aktor politik di ranah domestik.
Selain itu, pengaruh dan relative material power apa yang kemudian mendorong
intervening variabel atau pengambil kebijakan Maroko dalam mengeluarkan
kebijakan.
1.6. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dalam
penulisan skripsi. Metode ini dipilih karena penelitian bersifat eksplanatif25
.
Selain itu metode kualitatif dapat digunakan oleh seluruh penelitian dari berbagai
disiplin26
. Penelitian eksplanasi ini merupakan suatu penelitian yang dimaksudkan
untuk menemukan dan mengembangkan teori, sehingga hasil penelitiannya dapat
menjelaskan suatu peristiwa atau fenomena sosial yang terjadi27. Untuk
mendapatkan data primer, peneliti melakukan sejumlah wawancara dengan
narasumber yang terkait. Beberapa literatur seperti buku, jurnal maupun laporan-
24
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal. 157. 25
Sanapiah Faisal, “format-format penelitian sosial”, (Jakarta: Rajawali Press, 2010). Hal. 18 26
R. K Yin. “Qualitative Research From Start to Finish”. (New York: Guildford Press, 2011) . Hal. 07 27
Sanapiah Faisal, “format-format penelitian sosial”, (Jakarta: Rajawali Press, 2010). Hal. 18
13
laporan yang dapat diterima juga menjadi sumber sekunder yang dapat dijadikan
referensi.
Penulis akan melakukan wawancara untuk mendapatkan data yang lebih
akurat. Wawancara dilakukan kepada tiga orang narasumber yang memiliki minat
dalam penelitian ini yaitu Dr. Yahia H. Zoubir seorang Professor of International
Studies & International Management sekaligus menjabat sebagai Director of
Research in Geopolitics KEDGE Business School, Bapak Terrence McNamee
seorang PhD in IR from the LSE sekaligus menjabat sebagai Deputy Director of
the Johannesburg-based Brenthurst Foundation, narasumber ketiga adalah Bapak
Charles Ogheneruonah seorang Researcher di University of Benin. Karena
keberadaan narasumber di negara lain dengan jarak yang jauh, maka wawancara
dilakukan melalui e-mail. Selanjutnya data dan fakta yang telah ditemukan
kemudian diolah untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Hasil wawancara tersebut diharapkan mampu untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang diajukan. Setelah melakukan wawancara dengan beberapa
narasumber terebut, kemudian hasil wawancara di tulis dan dijadikan transkrip
untuk kemudian dipilih jawaban yang sesuai dengan pertanyaan penelitian.
Jawaban-jawaban yang telah diperoleh dari hasil wawancara juga kemudian
dipilih yang sesuai dengan teori yang telah dipilih oleh peneliti untuk
memudahkan peneliti dalam menemukan jawaban yang sesuai. Dalam mengolah
data dari hasil wawancara perlu dipisahkan jawaban yang sesuai dengan
pertanyaan penelitian dan teori yang digunakan dengan mendefinisikan terlebih
dahulu konsep, variabel atau istilah yang terkandung dalam pertanyaan
14
penelitian28
. Setelah pendefinisian dan melakukan batasan terhadap data yang
diperoleh, maka akan memudahkan peneliti dalam menggambarkan dan
menjelaskan data yang ada.
Data–data yang telah didapatkan dari hasil wawancara tersebut kemudian
dipetakan berdasarkan narasumber yang memberikan data. Data tersebut juga
tentu diperkuat dengan literatur yang dijadikan rujukan. Hipotesis awal peneliti
juga dapat dijadikan sebagai pembanding data dan keakuratan jawaban yang telah
didapat. Kesesuaian pengolahan data dengan teori yang digunakan menjadi hal
yang penting dalam menjelaskan alasan Maroko kembali bergabung dengan
keanggotaan Uni Afrika.
1.7. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan awal dari penulisan skripsi yang memuat pernyataan
masalah yang diangkat dan pertanyaan penelitian. Selain itu, bab ini juga memuat
beberapa tinjauan pustaka yang digunakan penulis dalam membantu proses
penelitian. Teori dan konsep yang akan digunakan dalam melakukan analisis juga
di jabarkan dalam bab I ini. Penjelasan mengenai metode penelitian dan
sistematika penulisan dijelaskan dalam bab ini.
BAB II MAROKO DALAM KEANGGOTAAN ORGANIZATION OF
AFRICAN UNITY (OAU)
28
Sanapiah Faisal, “format-format penelitian sosial”, Jakarta: Rajawali Press, 2010, Hal. 113.
15
Bab ini menjelaskan posisi Maroko dalam Organization of African Unity
(OAU) yang kini menjadi African Union (AU). Pada bab ini juga menjelaskan
mengenai latar belakang terbentuknya African Union dan posisi Maroko dalam
proses pembentukan tersebut. Dinamika keanggotaan Maroko di Uni Afrika juga
akan dibahas dalam bab ini. Konstelasi politik dan keamanan yang menyebabkan
Maroko keluar dari keanggotaan Uni Afrika juga akan dijelaskan dalam bab ini.
BAB III KEBIJAKAN MAROKO DI KAWASAN AFRIKA
Bab ini menjelaskan kebijakan Maroko di kawasan Afrika pasca keluar
dari keanggotaan Uni Afrika. Bab ini juga membahas secara lebih rinci kebijakan
yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Mohammad VI termasuk
keputusan untuk kembali dalam keanggotaan Uni Afrika. Selain itu, kerjasama
bilateral dan multilateral yang dilakukan Maroko di kawasan Afrika juga menjadi
bahasan dalam bab ini. Kebijakan Maroko dalam konflik Sahara Barat juga
dibahas dalam bab ini.
BAB IV ANALISIS KEPUTUSAN MAROKO KEMBALI DALAM
KEANGGOTAAN UNI AFRIKA PADA 2016
Bab ini akan menjawab pertanyaan penelitian mengenai mengapa Maroko
memutuskan untuk kembali bergabung dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016.
Faktor eksternal dan internal yang ada dalam teori neo-classical realism menjadi
fokus bahasan pada bab ini. Selain itu, systemic pressure dan intervening variable
seperti aktor pengambil kebijakan luar negeri juga akan dipaparkan pada bab ini.
16
Bab ini juga akan menjelaskan incentive yang mungkin akan didapatkan oleh
Maroko dengan kembali bergabung dalam kenaggotaan Uni Afrika.
BAB V KESIMPULAN
Bab ini merupakan hasil dari keseluruhan penelitian dan memuat jawaban
atas pertanyaan penelitian. Hasil akhir dan metode penelitian yang sesuai dengan
teori dan konsep yang digunakan terangkum secara lengkap dalam bab ini.
17
BAB II
MAROKO DALAM KEANGGOTAAN ORGANIZATION OF AFRICAN
UNITY (OAU)
Pada bab ini akan dijelaskan posisi Maroko dalam Organization of African
Unity (OAU) yang kini menjadi African Union (AU). Latar belakang proses
terbentuknya Organization of African Unity (OAU) dan transformasi perubahan
struktur menjadi Uni Afrika. Dinamika keanggotaan Maroko di Uni Afrika yang
menyebabkan konstelasi politik dan keamanan, membuat Maroko memutuskan
untuk keluar dari keanggotaan Uni Afrika juga akan dijelaskan dalam bab ini.
Penting untuk mengetahui alasan dibalik keputusan Maroko keluar dari
keanggotaan Uni Afrika pada 1984.
2.1. Latar Belakang Pembentukan OAU
Pembentukan Organization of African Unity (OAU) adalah hasil dari
beberapa konferensi Afrika yang bersifat multinasional yang diselenggarakan
pada tahun 1950an dan 1960an dengan tujuan mendukung masyarakat Afrika
yang masih berada di bawah penjajahan agar terbebas dari kekerasan29
.
Konferensi diadakan di ibukota negara Afrika yang telah merdeka seperti di
Accra, Ghana (1958) dan Addis Ababa, Ethiopia (1960)30
. Konferensi tersebut
merupakan perwujudan dari rasa Pan-Afrikanisme yang mulai mencapai
koherensi. Terdapat dua tujuan utama yang semakin mendapat perhatian dari
negara-negara Afrika independen. Pertama, kebutuhan untuk mengkonsolidasikan 29
Makaria Green, “The African Union”, Review Digest: Rights-Based Approaches To Development. 30
Okoth, P. Godfrey, “OAU: Forces Of Destabilization”, Ufahamu: A Journal Of African Studies, 13(1), 1983, UCLA. Tersedia Dalam:http://escholarship.org/uc/item/8mn839wp
18
kerjasama antar negara-negara Afrika untuk mencapai kesatuan. Kedua,
kebutuhan untuk menemukan cara dan sarana membebaskan negara-negara Afrika
yang masih berada di bawah kolonialisme31
.
Pertemuan pertama kali diadakan di Accra, Ghana pada 1958 yang di
prakarsai oleh Presiden Ghana, Kwame Nkrumah. Pertemuan tersebut dihadiri
oleh delapan negara yang telah merdeka kala itu yakni Maroko, Mesir, Ghana,
Sudan, Libya, Tunisia, Liberia dan Ethiopia. Tujuan dari pertemuan tersebut
adalah untuk bertukar pandangan mengenai hal-hal yang umum, mengeksplorasi
cara untuk mengkonsolidasikan dan menjaga kemerdekaan negara, memperkuat
ekonomi dan hubungan budaya antar negara, membantu sesama warga Afrika
yang masih tunduk pada penjajahan dan untuk tetap menjaga perdamaian di
dunia32
. Pertemuan inilah yang menjadi titik awal munculnya semangat pan-
Afrikanisme untuk melawan penjajahan di Afrika.
Sementara itu, pada 1961 muncul perbedaan tajam antara Kelompok
Casablanca dan kelompok Monrovia. Terdapat dua blok yang berbeda pandangan
mengenai proses penyatuan Afrika, yakni Blok Monrovia dan Blok Casablanka.
Kelompok Monrovia memilih untuk menyatukan Afrika secara bertahap dengan
pendekatan yang lebih fungsional, dan tetap menjunjung kedaulatan negara-
negara anggota. Sedangkan kelompok Casablanka yang beranggotakan Maroko,
Ghana, Guinea, Mali, Libya, Mesir dan Aljazair menganjurkan pendekatan yang
radikal untuk menyatukan Afrika33
.
31
Okoth, P. Godfrey, “OAU: Forces Of Destabilization”. Hal. 148. 32
Kwame Nkrumah, “Africa Must Unite”, (New York: Frederick A. Praeger, Inc., 1963). Hal. 143. 33
Okoth, P. Godfrey, “OAU: Forces Of Destabilization”, Ufahamu: A Journal Of African Studies, 13(1), 1983, UCLA. Hal. 148. Tersedia Dalam:http://escholarship.org/uc/item/8mn839wp
19
Pembentukan blok Kasablanka diprakarsai oleh Raja Mohammad V dari
Maroko pada 1961. Pertemuan ini berlangsung di kota Casablanca, Maroko, dan
dihadiri oleh Presiden Ghana, Guinea, Mali, United Arab Republik dan Menteri
Luar Negeri Libya34
. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mengkordinasikan
kebijakan atas krisis yang terjadi di Kongo dan membicarakan pembentukan
komando militer. Dalam pidatonya, Raja Maroko menyebutkan beberapa hal yang
harus dibicarakan selama pertemuan, diantaranya pembentukan sebuah Majelis
Konsultatif Afrika dan komite untuk mengkoordinasikan kebijakan ekonomi,
budaya dan militer Afrika. Pembentukan Majelis Konsultatif Afrika tersebut
berdasarkan prinsip likuidasi kolonialisme, penghapusan segregasi rasial,
pembatasan percobaan nuklir dan intervensi asing dalam urusan Afrika,
penegasan kembali netralitas Afrika, konsolidasi dan pertahanan bagi negara-
negara Afrika yang baru merdeka, membangun persatuan Afrika dan tindakan
untuk mengkonsolidasikan perdamaian dunia35
. Hasil dari pertemuan ini adalah
dibentuknya Piagam Casablanka yang menyatakan beberapa hal dalam mengatur
pembebasan Afrika dari kolonialisme dan pembentukan Majelis Konsultatif
Afrika yang permanen. Piagam tersebut ditandatangani oleh King Mohammed
dari Maroko dan Presiden Ghana, Guinea, Mali, dan United Arab Republik.
Asosiasi ini terbuka untuk negara-negara Afrika lainnya36
.
Berbeda dengan kelompok Kasablanca, kelompok Monrovia yang juga
ingin menyatukan Afrika mengadakan konferensi pada 1961 di kota Monrovia.
34
Kwame Nkrumah, “Africa Must Unite”, (New York: Frederick A. Praeger, Inc., 1963). Hal. 145. 35
Norman I. Padelford, Dkk, “Africa And International Organization”, Volume XVI, No. 2, 1962, World Peace Foundation, JSTOR. Hal. 437. Tersedia Dalam: http://www.jstor.org/stable/2705397 36
Norman I. Padelford, Dkk, “Africa And International Organization”, Hal. 438.
20
Konferensi ini diprakarsai oleh negara Kamerun, Liberia, Nigeria, dan Togoland.
Konferensi ini membahas empat topik utama, yaitu cara dan sarana mencapai
pemahaman dan kerja sama dan cara yang lebih baik dalam mempromosikan
persatuan di Afrika serta kemungkinan kontribusi negara-negara Afrika terhadap
perdamaian dunia. Pertemuan ini menyepakati penyatuan Afrika yang menjunjung
prinsip non-intervensi dalam urusan domestik negara-negara merdeka, kesetaraan
politik bagi semua negara Afrika merdeka dan menghormati integritas teritorial
semua negara bagian37
.
Kemudian, pada tahun 1961 inisiatif muncul dari Presiden Liberia untuk
mengadakan konferensi demi menyatukan negara-negara Afrika dengan
mengundang beberapa Kepala Negara. Pertemuan tersebut dilaksanakan di
Monrovia, ibukota Liberia. Namun, pertemuan ini tidak berjalan dengan lancar
dikarenakan kelompok negara merdeka yang tergabung dalam Kelompok
Casablanka, seperti United Arab Republic, Ghana, Guinea, Mali dan Maroko
tidak hadir dalam pertemuan tersebut38
. Pertemuan kedua terjadi pada 1962 di
Lagos, Nigeria. Meskipun negara-negara yang tergabung dalam kelompok
Casablanca menolak untuk menghadiri konferensi tersebut, namun pada
konferensi tersebut disetujui pembentukan kerjasama diantara negara-negara
Afrika39
.
Pada pertemuan ketiga yang dilakukan di Addis Ababa tahun 1963, para
Menteri Luar Negeri negara-negara Afrika menyetujui beberapa agenda termasuk
37
Kwame Nkrumah, “Africa Must Unite”, (New York: Frederick A. Praeger, Inc., 1963). Hal. 145. 38
Humayun Akhter Kamal, “Organization Of African Unity”, 1973, Pakistan Institute of International Affairs, JSTOR. Hal. 37. Tersedia dalam: http://www.jstor.org/stable/41393158 39
John Gay Nout Yoh, “The Institutional Role Of The Organisation Of African Unity (OAU) In Conflict Resolution In Africa”, 2008, thesis, University Of South Africa. Hal. 140.
21
pembentukan Organization of African Unity (OAU). Pertemuan ini dihadiri oleh
kedua kelompok yakni kelompok Monrovia dan kelompok Casablanca yang
kemudian sepakat untuk membuat organisasi regional di kawasan Afrika40
.
Pembentukan organisasi regional yang didasari dengan charter dan struktur yang
permanen. Organisasi regional tersebut diharapkan mampu menjadi forum yang
akan memfasilitasi kerjasama di bidang ekonomi, teknologi, pendidikan, ilmu
pengetahuan, dekolonisasi, diskriminasi ras dan apartheid serta hubungan antara
Afrika dan PBB41
. Ethiopia menjadi negara yang pertama kali membuat draft
mengenai pembentukan Organisasi bagi negara-negara Afrika.
Pada 25 Mei 1963, sebanyak 23 negara di Afrika yang telah merdeka kala
itu, setuju untuk membentuk sebuah organisasi regional bernama Organization of
African Unity (OAU) di Addis Ababa, Ethiopia. OAU berjalan pada pedoman
dasar berbentuk piagam kesepakatan dan the 1991 treaty tentang Establishing the
African Economic Community42
. Piagam OAU merupakan hasil penyatuan dari
Piagam Lagos, Piagam Casablanca dan Piagam draft Ethiopia yang substansinya
sama dengan Piagam Lagos43
. Berdasarkan Piagam OAU pasal 7, OAU terdiri
dari empat bagian utama yakni, (1) Majelis Kepala Negara dan Pemerintahan; (2)
40
Hilary Kipkuruikibet, “A Comparison Of The Organization Of African Unity (OAU) And African Union (AU) Management Of Conflicts In The Horn Of African”, 2009, Thesis, Universitas Nairobi. Hal. 25. 41
Kathryn Cragg, “Organizing African Unity: a Pan-African Project A Comparison of the Organization of African Unity And the African Union”, 2008, Thesis, Wesleyan University, hal. 49. 42
African Union, “History Of The OAU And AU”, tersedia dalam: http://www.au.int/en/history/oau-and-au 43
T. O. Elias, “The Charter of the Organization of African Unity”, 1965, The American Journal of International Law, Vol. 59, No. 2, American Society of International Law, JSTOR. tersedia dalam: http://www.jstor.org/stable/2196967
22
Dewan Kementerian; (3) Sekretariat Umum; (4) Komisi Mediasi, Konsiliasi dan
Arbitrase44
.
Seiring perjalanannya, OAU menjadi organisasi regional yang mencoba
untuk melindungi seluruh warga Afrika termasuk pengungsi. Mengingat masih
ada negara-negara yang berkonflik dan perang melawan kolonialisme. Pada 1972,
Dewan Menteri yang bertemu dalam Sidang OAU Ke-19 di Rabat, Maroko,
mengeluarkan sebuah resolusi, CM / Res.266 (XIX), tentang Biro Penempatan
dan Pendidikan Pengungsi Afrika, di mana negara anggota OAU perlu untuk
membuat ketentuan mengenai lapangan pekerjaan, beasiswa dan kesempatan
pelatihan untuk pengungsi Afrika45
. Maroko sebagai negara yang telah merdeka
kala itu dan memiliki wilayah yang strategis dan aman menjadi salah satu negara
yang bertanggungjawab menerima para pengungsi Afrika. Terbukti dengan
diratifikasinya Konvensi OAU 1969 yang mengatur Aspek-Aspek Spesifik
Masalah Pengungsi di Afrika pada 197146
.
Selain masalah pengungsi, Maroko juga turut aktif dalam mendukung
pembebasan Afrika dari penjajahan. Pada KTT OAU 1972 di Rabat, Maroko,
Raja Hassan II dari Maroko memberikan sumbangan sebesar $ 1 juta kepada
orang Afrika melalui Komite Pembebasan Afrika. Menurut Raja Hassan II, tanpa
kebebasan tidak akan ada kemajuan, kemakmuran, maupun kebahagiaan. Ia juga
mendorong semua negara independen harus melakukannya dengan
44
T. O. Elias, “The Charter of the Organization of African Unity”. 45
George Okoth-Obbo, “Thirty Years On: A Legal Review Of The 1969 Oau Refugee Convention Governing The Specific Aspects Of Refugee Problems In Africa”, Refugee Survey Quarterly, Vol. 20, No. 1, 2001, UNHCR. 46
Channe Lindstrom, “Report on the Situation of Refugees in Morocco: Findings of an exploratory study October 2002”, American University of Cairo.
23
memungkinkan gerakan pembebasan untuk memasang pangkalan militer di
wilayah mereka47
.
2.2. Proses transformasi OAU menjadi Uni Afrika
Pembentukan OAU diharapkan mampu untuk menyatukan negara-negara
Afrika. Tujuan utama terbentuknya organisasi tersebut adalah untuk
membebaskan afrika dari kolonialisme. Mempromosikan persatuan dan solidaritas
di antara negara-negara anggota serta memberantas segala bentuk kolonialisme di
benua Afrika. Organisasi ini berupaya untuk meningkatkan standar hidup seluruh
warga negara anggota dan untuk mempertahankan kedaulatan, integritas teritorial,
dan kemandirian semua negara anggota48
.
OAU telah menunjukkan pencapaian yang cukup baik dalam beberapa hal,
seperti dalam hal ekonomi dan dapat memfasilitasi kerjasama antar negara di
Afrika49
. Melalui komite koordinasi untuk pembebasan Afrika, OAU mendukung
emansipasi wilayah Afrika yang belum merdeka. Terbukti pada 1990 ketika
Namibia berhasil memerdekakan diri serta keberhasilan memerangi apartheid
dengan pembebasan Nelson Mandela dan pemilihannya sebagai Presiden Afrika
Selatan50
. Namun, tatanan dunia yang bersifat dinamis mengharuskan OAU untuk
47
Zdenek Cervenka, “The Unfinished Quest For Unity”, (London: Julian Friedmann Publishers Ltd. 1977). Hal. 54. 48
Godfrey L. Binaisa, “Organization of African Unity and Decolonization: Present and Future Trends”, 1977, The Annals of the American Academy of Political and Social Science, Vol. 432, Africa in Transition, JSTOR. Hal. 58. Tersedia dalam: http://www.jstor.org/stable/1042889 49
Okoth, P. Godfrey, “OAU: Forces Of Destabilization”, Ufahamu: A Journal Of African Studies, 13(1), 1983, UCLA. Tersedia Dalam:http://escholarship.org/uc/item/8mn839wp 50
The Africa-EU Partnership, “From The Organisation Of African Unity (OAU) To The African Union (AU): The 50-Year Path Towards African Unity”, 2013. Tersedia dalam: http://www.africa-eu-
24
juga melakukan reformasi diri. Meskipun OAU telah berhasil mencapai
tujuannya, namun beberapa negara berpendapat bahwa OAU perlu direformasi.
Terdapat beberapa hal yang membuat OAU perlu direformasi ketika
memasuki abad ke-21. Faktor kurangnya peran OAU dalam hal memajukan
perekonomian di Afrika menjadi salah satu penyebabnya. Menurut Olufemi
Babarinde dalam bukunya menyebutkan bahwa OAU masih kurang dalam hal
memajukan perekonomian di Afrika. Terbukti menurutnya, pada awal abad ke-21,
GNP untuk Sub-Sahara Afrika adalah sebesar $ 310 miliar dan $ 520 miliar untuk
Afrika. Lebih kecil dibandingkan dengan negara yang memiliki populasi sedikit
seperti Kanada yang GNP-nya mencapai $ 650 miliar. Diperkirakan 800 juta
penduduk Afrika hanya menghasilkan 5% dari output nasional yang dihasilkan
oleh 282 juta orang dari Amerika Serikat. Pangsa pasar Afrika menurun dari
hampir 6% pada 1975 menjadi 2% pada 2005. Pangsa Foreign Direct Investment
(FDI) turun dari hampir 10% pada 1975 menjadi 2% pada 2005. Hal ini terlihat
dari sekitar 60% negara-negara dalam kelompok Bank Dunia yang berpenghasilan
rendah adalah negara-negara Afrika. Indeks Kemiskinan, Indeks Pembangunan
Manusia, dan indeks Kualitas Fisik Kehidupan umumnya rendah untuk orang-
orang Afrika51
.
Selain faktor ekonomi, faktor internal juga menjadi salah satu penyebab
perlunya reformasi OAU. Perselisihan antara kelompok Monrovia dan kelompok
Casablanka masih terjadi. Krisis kedua kalinya yang terjadi di Kongo pada 1965
partnership.org/en/newsroom/all-news/organisation-african-unity-oau-african-union-au-50-year-path-towards-african-unity 51
Olufemi Babarinde , “The EU As A Model For The African Union: The Limits Of Imitation”, Jean Monnet/Robert Schuman Paper Series, Vol. 7, No.2, 2007.
25
juga semakin memecah belah negara anggota OAU. Ketergantungan dengan
Perancis sebagai negara yang banyak menguasai wilayah Afrika juga menjadi
penyebab runtuhnya OAU. Masalah tersulit yang dihadapi OAU adalah
menyelesaikan masalah diantara sesama negara anggota52
.
Munculnya ide mengenai pembentukan Uni Afrika untuk menggantikan
OAU muncul pada tahun 1977 ketika para pemimpin negara di Afrika merasa
bahwa piagam OAU sudah tidak relevan53
. Pada tahun 1990an perdebatan akan
adanya perubahan struktur OAU sangat kencang berhembus. Akhirnya pada 1999
di Sirte, Libya, Majelis Kepala Negara dan Pemerintahan OAU mengeluarkan
deklarasi Sirte yang berisi seruan untuk membentuk Uni Afrika untuk
menggantikan OAU. Pergantian ini diperlukan untuk menyesuaikan tatanan dunia
yang terus berubah dan dinamis54
.
Pembentukan Uni Afrika pada awalnya diprakarsai oleh Presiden Libya,
Mouamar Gaddafi pada tahun 1999. Uni Afrika tidak dapat dikatakan lahir dari
kegagalan OAU, namun Uni Afrika merupakan pembaharuan organisasi tersebut
ketika benua itu mencari sebuah forum yang layak untuk menyatukan semua
negara-negara Afrika di bawah satu payung55
. Kemudian kelompok Casablanca
melalui Presiden Libya mengangkat kembali ide tentang Uni Afrika pada
52
Abdullahi Shehu Gusau, “Littering The Landscape: An Analysis Of The Role Of Nigeria In The Transition Of O.A.U To The African Union”, 2013, vol.9, No.8, e - ISSN 1857- 7431, European Scientific Journal. Hal. 173. 53
Olufemi Babarinde , “The EU As A Model For The African Union: The Limits Of Imitation”, Jean Monnet/Robert Schuman Paper Series, Vol. 7, No.2, 2007. 54
African Union, “HISTORY OF THE OAU AND AU: The Organization of African Unity and the African Union”, diterbitkan oleh African Union. Tersedia dalam: http://www.africa-eu-partnership.org/en/newsroom/all-news/organisation-african-unity-oau-african-union-au-50-year-path-towards-african-unity 55
Abdullahi Shehu Gusau, “Littering The Landscape: An Analysis Of The Role Of Nigeria In The Transition Of O.A.U To The African Union”, 2013, vol.9, No.8, e - ISSN 1857- 7431, European Scientific Journal. Hal. 173
26
Konferensi Luar Biasa OAU di Sirte, Libya September 1999. Uni Afrika
diharapkan mampu mencerminkan entitas supra-nasional yang berdaulat56
.
Pada sidang OAU ke-36 di Lome, Togo pada 11 Juli 2000, para pemimpin
Afrika mulai mengadopsi Konstitusi Uni Afrika. Kemudian pada 2001, para
pemimpin negara Afrika setuju untuk menyatakan pembentukan Uni Afrika dan
menyetujui rencana transisi satu tahun untuk transformasi OAU ke Uni Afrika.
Transformasi ini diharapkan mampu menjadi ujung tombak yang berrtugas
mempercepat dan memperdalam proses integrasi ekonomi dan politik di kawasan
Afrika57
. Pada pertemuan yang sama, Presiden Mbeki dari Afrika Selatan terpilih
sebagai presiden pertama Uni Afrika selama satu tahun, dan Sekretaris Jenderal
yang baru terpilih dari OAU, Amara Essy, ditugaskan untuk mengawasi proses
transisi58
.
2.3. Uni Afrika
OAU didirikan pada tanggal 25 Mei 1963 di Addis Ababa, untuk
mempromosikan persatuan dan solidaritas di antara negara-negara Afrika. Namun,
memasuki abad ke-21 prioritas OAU mulai berubah. Kebutuhan negara akan Hak
Asasi Manusia (HAM) menjadi perhatian yang lebih penting. Berakhirnya
apartheid di Afrika Selatan, menunjukkan tujuan utama OAU yang telah tercapai.
56
Abdullahi Shehu Gusau, “Littering The Landscape: An Analysis Of The Role Of Nigeria In The Transition Of O.A.U To The African Union”. Hal. 174. 57
The Africa-EU Partnership, “From The Organisation Of African Unity (Oau) To The African Union (Au): The 50-Year Path Towards African Unity”, 2013. Tersedia dalam: http://www.africa-eu-partnership.org/en/newsroom/all-news/organisation-african-unity-oau-african-union-au-50-year-path-towards-african-unity 58
Olufemi Babarinde , “The EU As A Model For The African Union: The Limits Of Imitation”, Jean Monnet/Robert Schuman Paper Series, Vol. 7, No.2, 2007.
27
Pada tahun 1999 Majelis Kepala Negara dan Pemerintahan OAU melalui
Deklarasi Sirte menyerukan pembentukan Uni Afrika untuk menangani realitas
sosial, politik dan ekonomi baru dan untuk menghilangkan konflik59
.
Akhirnya pada sidang OAU ke-36 di Lome, Togo pada 11 Juli 2000, para
pemimpin Afrika mulai mengadopsi Konstitusi Uni Afrika. Uni Afrika dibentuk
di sahkan pada 2001 dengan tujuan untuk membangun Afrika yang terintegrasi,
makmur dan damai. Mewujudkan wilayah Afrika yang dipimpin oleh warganya
dan memiliki kekuatan dinamis di dunia Internasional. Uni Afrika juga memiliki
visi yang lebih rinci dalam hal kebijakan-kebijakan umum dibidang pertahanan,
perdamaian dan keamanan benua, integrasi ekonomi Afrika, pergerakan pasar,
barang dan modal, keamanan pangan, memerangi kemiskinan, pengembangan,
perdagangan, lingkungan dan memerangi pandemi60
.
Pada 26 Mei 2001 adalah awal dari kemunculan Uni Afrika dengan
diadopsinya Constitutive Act of African Union oleh negara-negara di Afrika61
.
Dalam Constitutive Act of African Union pasal 3 menyebutkan tujuan Uni Afrika
yang berusaha untuk mencapai persatuan dan solidaritas di antara negara-negara
Afrika, mempertahankan kedaulatan wilayah dan kemerdekaan negara-negara
anggota, mempercepat integrasi politik dan sosial-ekonomi, mempromosikan dan
menguatkan posisi Afrika pada isu-isu yang menarik, mendorong kerja sama,
mempromosikan perdamaian dan keamanan dan stabilitas di benua itu dan
59
Holger Hestermeyer, “African Union replaces Organization of African Unity”, 2002, German Law Journal. tersedia dalam: http://www.germanlawjournal.com/index.php?pageID=11&artID=173 60
Olufemi Babarinde , “The EU As A Model For The African Union: The Limits Of Imitation”, Jean Monnet/Robert Schuman Paper Series, Vol. 7, No.2, 2007. 61
Baba Schalk, dkk, “Successes And Failures Of The Organisation Of African Unity: Lessons For The Future Of The African Union”, 2005, Vol 40 no 3.2, Journal of Public Administration. Hal. 501.
28
mempromosikan dan melindungi manusia dan hak-hak masyarakat. Selain itu,
tujuan Uni Afrika lainnya adalah termasuk mengaktifkan posisi Afrika dalam
ekonomi global dan negosiasi internasional, mempromosikan ekonomi
berkelanjutan, pembangunan sosial budaya dan integrasi, mempromosikan
penelitian di semua bidang dan mempromosikan kesehatan yang baik di benua
itu62
.
Sesuai dengan pasal 3 dalam Constitutive Act of African Union tujuan Uni
Afrika tidak jauh berbeda dengan OAU. Beberapa Kepala negara berpendapat
bahwa charter dalam OAU tidak dapat dijadikan pedoman di abad ke-21, terlebih
lagi charter OAU diciptakan saat perang dingin terjadi. Setelah perang dingin
usai, Piagam OAU juga perlu direformasi. Selain itu, dengan terbentuknya Uni
Afrika diharapkan mampu untuk mengangkat posisi dan suara negara-negara
Afrika di dunia internsional63
. Dapat dikatakan bahwa OAU dan Uni Afrika bukan
merupakan organisasi yang berbeda. Semangat pan-Afrikanisme, penyatuan
Afrika, kemajuan Afrika dan semangat pembaharuan bagi benua Afrika masih
menjadi dasar utama organisasi ini.
2.4. Dinamika Keluarnya Maroko dari OAU tahun 1984
Maroko merupakan negara yang berada di sebelah Utara Afrika di antara
Laut Mediterania dan Samudra Atlantik. Maroko disebut sebagai pintu gerbang
62
Hilary Kipkuruikibet, “A Comparison Of The Organization Of African Unity (Oau) And African Union (Au) Management Of Conflicts In The Horn Of Africa”, 2009, Thesis, University of Nairobi. Hal. 53. 63
Charles Ogheneruonah, “From O.A.U to A.U: The Politics, Problems and Prospects of a Continental Union”, Vol.4, No.24, 2014, ISSN 2225-0565, Developing Country Studies. www.iiste.org
29
atau tempat pertemuan, karena lokasinya menjadi titik pertemuan antara Afrika
dan Eropa, terletak di rute maritim penting yakni sepanjang pantai barat Afrika,
melalui Laut Mediterania dan menyentuh Selat Gibraltar di utara. Memiliki lokasi
yang strategis menjadikan Maroko salah satu titik transit utama dunia dan di
diberkahi dengan kekayaan alam yang cukup besar64
.
Selain lokasi yang strategis, Maroko adalah eksportir fosfat terbesar di
dunia. Mengandung dua pertiga sumber daya fosfat di dunia yang membuat
negara ini menjadi negara ekspor yang kaya untukperdagangan dengan negara-
negara lain. Sumber daya lain yang penting adalah deposit bijih besi, yang saat ini
tetap terbelakang. Maroko juga meningkatkan perekonomian negaranya lewat
jalur nelayan dan sektor pertanian. Pantai Maroko menyediakan setengah juta mil
persegi perairan nelayan yang menyumbang 16 persen dari ekspor. Dalam sektor
pertanian mempekerjakan sekitar 50 persen dari angkatan kerja dan menyumbang
sektor pariwisata sebesar 20 persen65
.
Maroko menjadi salah satu negara pendiri Organization of African Unity
(OAU). Tergabung dalam kelompok Kasablanka, Maroko menjadi negara yang
menginginkan penyatuan Afrika secara lebih radikal dan berani. Namun, setelah
21 tahun OAU terbentuk Maroko memutuskan untuk keluar dari keanggotaan
OAU. Hal ini disebabkan oleh konflik Sahara Barat. Keluarnya Maroko dari
keanggotaan OAU ini dipicu oleh penerimaan Sahrawi Arab Democratic Republic
64
Megan Melissa Cross, “KING HASSAN II: Morocco’s Messenger of Peace”, 2007, thesis, University of Kansas. Hal. 5. 65
Megan Melissa Cross, “KING HASSAN II: Morocco’s Messenger of Peace”. Hal. 7.
30
(SADR) sebagai sebuah entitas negara dan diterima sebagai anggota ke-51
OAU66
.
Peran OAU dalam menyelesaikan konflik Sahara Barat ini cukup dinamis.
Aneksasi Maroko di Sahara Barat pada tahun 1975 menyebabkan konflik
berkepanjangan yang terus berlanjut sampai tahun 1991 ketika gencatan senjata
disepakati67
. Konflik Sahara Barat tidak hanya melibatkan Maroko dan kelompok
Polisario yang ingin memerdekakan diri, namun juga Aljazair. Hubungan OAU
dan Maroko semakin memburuk ketika hasil referendum yang diadakan OAU
tidak dapat diterima Maroko. Puncaknya terjadi ketika Polisario dan Aljazair
mendorong penerimaan SADR pada 1982 untuk menjadi anggota OAU. Akhirnya
pada 1984 SADR diterima sebagai anggota OAU. Hal ini akhirnya membuat
Maroko memutuskanuntuk keluar dari keanggotaan OAU68
. Meskipun sudah
terjadi gencatan senjata sejak 1991, kerusuhan masih terus terjadi hingga kini.
Demonstrasi berlangsung di seluruh negeri, tetapi tingkat kekerasan terhadap
warga sipil semakin bertambah pada 2013 menyusul demonstrasi yang terjadi di
Laayoune, ibukota Sahara Barat69
.
Keluarnya Maroko dari keanggotaan OAU pada 1984 tentu membuat
semakin memanasnya hubungan antara Maroko dan Aljazair, termasuk dalam hal
66
Yahia H. Zoubir, “The Western Sahara Conflict: A Case Study In Failure Of Prenegotiation And Prolongation Of Conflict”, 1996, Vol. 26, California Western International Law Journal. Hal. 186 67
Anna Louise Strachan, “Conflict Analysis Of Morocco”, Research Paper, GSDRC, International Development Department, College Of Social Sciences University Of Birmingham, 2014, Www.Gsdrc.Org 68
Yahia H. Zoubir, “The Western Sahara Conflict: A Case Study In Failure Of Prenegotiation And Prolongation Of Conflict”, 1996, Vol. 26, California Western International Law Journal. Hal. 187. 69
Anna Louise Strachan, “Conflict Analysis Of Morocco”, Research Paper, GSDRC, International Development Department, College Of Social Sciences University Of Birmingham, 2014, Www.Gsdrc.Org
31
hubungannya dengan OAU. Meskipun demikian, ternyata tidak membuat
hubungan Maroko dengan negara-negara di kawasan Afrika lainnya merenggang.
Kebijakan-kebijakan Maroko di kawasan Afrika khususnya pada masa
pemerintahan Raja Mohammad VI akan lebih dijelaskan dalam bab selanjutnya
yakni pada bab tiga.
32
BAB III
KEBIJAKAN MAROKO DI KAWASAN AFRIKA
Sebelum mengetahui alasan Maroko memutuskan untuk kembali bergabung
dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016, perlu untuk mengetahui kebijakan
Maroko di kawasan Afrika pasca keluar dari keanggotaan Uni Afrika pada 1984
yang pada saat itu bernama Organization of African Unity (OAU). Hal ini menjadi
penting untuk melihat kebijakan dan pendekatan yang telah dilakukan Maroko di
kawasan Afrika. Kebijakan atau pendekatan tersebut dapat digunakan untuk
melihat posisi Maroko dan eksistensinya di kawasan serta relative material power
agar dapat melihat systemic incentive yang akan didapatkan Maroko ketika
bergabung dengan Uni Afrika.
Maka pada bab ini akan dibahas mengenai kebijakan yang dikeluarkan
Maroko di kawasan Afrika, khususnya pada masa pemerintahan Raja Mohammad
VI. Hal ini karena pada masa pemerintahan Raja Mohammed VI Maroko
mengeluarkan keputusan untuk kembali dalam keanggotaan Uni Afrika yakni
pada tahun 2016. Kebijakan yang akan dipaparkan pada bab ini adalah kebijakan
Maroko dalam bidang ekonomi, politik dan keamanan sejak memutuskan keluar
dari Uni Afrika dan sebelum memutuskan untuk kembali dalam keanggotaan Uni
Afrika. Selain itu, kerjasama bilateral dan multilateral yang dilakukan Maroko di
kawasan Afrika dan kebijakan Maroko dalam konflik Sahara Barat juga dibahas
dalam bab ini.
33
3.1. Kerjasama Bilateral Dan Multilateral Maroko Di Kawasan Afrika
Pasca Keluar dari Keanggotaan Uni Afrika
Sejarah, budaya dan geografi memainkan peran penting dalam pengambilan
kebijakan Luar Negeri suatu negara, termasuk Maroko. Kebijakan luar negeri
Maroko sudah terbilang tua dan kompleks. Identitas kerajaan Maroko meliputi
pengaruh dari Afrika dan Maghrebi, Muslim dan Yahudi, Arab dan Berber,
dengan banyak pengaruh etnis dan daerah lainnya. Maroko juga terikat secara
historis maupun kontemporer ke Eropa dan dunia70
. Setelah merdeka dari
pemerintahan kolonial Prancis dan Spanyol pada tahun 1956, Maroko
melanjutkan hubungannya dengan negara-negara Afrika. Keterlibatan Maroko
pada awalnya didorong oleh keinginan untuk membantu negara-negara terjajah
untuk mencapai kemerdekaan mereka dengan memberikan dukungan kepada
gerakan pembebasan dan mendukung perjuangan mereka di kalangan
internasional. Maroko adalah anggota pendiri Organization Of African Unity
(OAU), organiasi yang merepresentasikan rasa panAfrikanisme yang dibangun
oleh negara-negara Afrika71
.
Seperti yang telah dibahas pada bab II, Maroko memutuskan untuk keluar
dari keanggotaan Uni Afrika yang pada saat itu masih bernama Organization of
African Unity (OAU) pada 1984. Meskipun begitu, hubungannya dengan negara-
negara sub-Sahara dan keterlibatan dalam masalah keamanan dan pembangunan
benua tersebut tidak pernah berhenti. Maroko memiliki hubungan yang panjang
70
Ian O. Lesser, dkk. “Morocco’s New Geopolitics A Wider Atlantic Perspective”, Washington DC: The German Marshall Fund of the United States. 2002. Hal. 07. tersedia dalam: www.gmfus.org/publications 71
Olufemi Babarinde, “The EU As A Model For The African Union: The Limits Of Imitation”, Jean Monnet/Robert Schuman Paper Series, Vol. 7, No.2. 2007.
34
dan sangat baik dengan sejumlah negara di Afrika Barat seperti Gabon, Senegal,
dan Pantai Gading72
. Maroko memiliki ikatan budaya dan komersial yang telah
berlangsung lama dengan negara-negara tetangganya di Afrika Barat. Kebijakan
Maroko di Afrika Barat ini menjadi strategi geopolitik Maroko di mana
infrastruktur baru dapat membuka peluang bagi pembangunan ekonomi, dengan
Maroko sebagai pusat integrasi dan perdagangan di kawasan ini73
.
Tidak hanya eksistensi di kawasana, Maroko juga berpartisipasi dalam
banyak konferensi dan pertemuan mengenai benua Afrika di tingkat PBB, Uni
Eropa (UE), dan Afrika. Maroko memainkan peran aktif dalam memulai dialog
antara negara-negara Afrika dan Uni Eropa mengenai migrasi dan pembangunan
di tahun 2006, yang dikenal sebagai Rabat Proccess. Selain itu, Maroko
bergabung dengan organisasi pan-Afrika lainnya untuk mempromosikan kerja
sama regional dalam berbagai isu, seperti Konferensi Tingkat Menteri dalam
Kerja sama Perikanan antara Negara-negara Afrika. Maroko juga bergabung
dalam Komunitas Sahel-Sahara (CEN-SAD) pada bulan Februari 200174
. CEN-
SAD diciptakan oleh Qadhafi sebagai wahana untuk memberikan pengaruh
regional dan internasional. Setelah jatuhnya Qadhafi, Maroko mulai mendorong
kebangkitan organisasi tersebut, hingga pada bulan Februari 2013 revisi perjanjian
72
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”, 2015, ISBN 1-58487-711-1, Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press. Hal. 04. 73
Ian O. Lesser, dkk. 2012. “Morocco’s New Geopolitics A Wider Atlantic Perspective”, Washington DC: The German Marshall Fund of the United States. Hal. 07. tersedia dalam: www.gmfus.org/publications 74
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”, 2015, ISBN 1-58487-711-1, Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press. Hal. 04.
35
untuk organisasi tersebut telah disahkan. Maroko didukung oleh otoritas Libya
yang baru75
.
Pada tingkat bilateral, Maroko memiliki hubungan yang sangat dekat
dengan sejumlah pemimpin Afrika Barat. Kongo adalah salah satu sekutu terdekat
Maroko di Afrika. Raja Hassan II dari Maroko dan Presiden Gabon Hadj Omar
Bongo Ondimba menempa hubungan baik yang kemudian menjalin hubungan
yang lebih erat antara kedua negara mereka. Presiden Gabon adalah salah satu
pendukung utama kedaulatan Maroko atas Sahara Barat. Kedua pemimpin
tersebut bersama-sama melakukan intervensi diplomatik untuk mengakhiri krisis
di antara negara-negara Afrika. Hubungan erat kedua pemimpin tersebut berlanjut
di bawah penerus mereka, Raja Mohammed VI dari Maroko dan Presiden Ali
Bongo Ondimba dari Kongo. Selain itu, hubungan Maroko dengan Guinea juga
terus berlanjut sejak tahun 1970an76
.
Dalam hal kerjasama keamanan, Maroko sebagai negara yang stabil di
kawasan yang dilanda gejolak politik dan meningkatnya aktivitas terorisme,
berkomitmen untuk mempromosikan keamanan regional. Maroko bekerjasama
dengan negara lain seperti AS, Uni Eropa, dan negara-negara tetangganya di
wilayah Maghreb, Sahel, dan Sub-Sahara Afrika dalam upayanya melawan
terorisme dan upaya keamanan lainnya. Upaya yang dipilih diantaranya77
:
75
Wolfram Lacher, “The Malian crisis and the challenge of regional security cooperation”, 2013, Stability: International Journal of Security & Development, 2(2): 18. Hal. 4. 76
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”, 2015, ISBN 1-58487-711-1, Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press. Hal. 06. 77
http://moroccoonthemove.com/policy/regional-security/#sthash.sHWkx0zB.ehG7sZw1.dpbsakses pada: 08 Mei 2017, pukul: 09.45.
36
1. Membongkar sel teror dan menggagalkan usaha untuk membangun camp
pelatihan teroris di Maroko;
2. Mengirimkan pasukan dan pengamat militer ke Misi Perdamaian PBB di
Afrika;
3. Menyediakan akses ke pangkalan Maroko selama krisis Mali;
4. Memperkuat hubungan dengan negara tetangga di Afrika, seperti Senegal,
Chad, dan Pantai Gading.
Maroko juga menerapkan langkah-langkah kontraterorisme yang telah
berhasil dilakukan di tingkat domestik, dengan menggunakan pendekatan hard
power maupun soft power78
. Terbukti pada 2011, Pejabat berwenang Maroko
melaporkan bahwa mereka telah menggagalkan aksi terorisme yang
merencanakan serangan terhadap pemerintah Maroko dan institusi militer, orang
asing, dan lokasi wisata. Selain itu, polisi juga menyatakan telah membongkar
kelompok berjumlah lima orang yang beroperasi di Casablanca dan Rabat yang
telah melakukan kontak dengan pemimpin Al Qaeda, Ayman al Zawahiri79
. Selain
aktivitas anti terorisme melalui pasukan keamanannya, Maroko juga menghalangi
akses terorisme terhadap sumber keuangan, mengurangi pengaruh terorisme
dengan memerangi marjinalisasi ekonomi dan politik, dan mempromosikan Islam
moderat di masjid-masjid dan hubungannya dengan agama-agama lain80
.
78
http://moroccoonthemove.com/policy/regional-security/#sthash.sHWkx0zB.ehG7sZw1.dpbsakses pada: 08 Mei 2017, pukul: 09.45. 79
Alexis Arieff, “Morocco: Current Issues”, Volume 5, Number 2, ISSN: 1098-4070, 2012, Current Politics and Economics of Africa, Nova Science Publishers, Inc. Hal. 239. 80
http://moroccoonthemove.com/policy/regional-security/#sthash.sHWkx0zB.ehG7sZw1.dpbsakses pada: 08 Mei 2017, pukul: 09.45.
37
Maroko juga terus memberikan bantuan kemanusiaan dan teknis ke negara-
negara Afrika untuk mempertahankan pengaruhnya dan memberi sinyal
solidaritas dan komitmen terhadap benua Afrika. Selama beberapa dekade
terakhir, Maroko telah mendirikan rumah sakit militer dan mengirim makanan dan
bantuan medis pada berbagai kesempatan ketika negara-negara Afrika Barat
menderita konflik atau bencana alam. Inisiatif kemanusiaan terbaru adalah
pembentukan sebuah rumah sakit militer di bidang bedah militer oleh angkatan
bersenjata Maroko di ibukota Mali, Bamako, pada bulan September 2013, dan di
Guinea-Conakry pada bulan Februari 2014. Maroko juga mendukung
pengembangan berbagai macam Sektor kunci di beberapa negara Afrika Barat
dengan berbagi pengetahuan dan keahliannya. Maroko memberikan beasiswa
kepada ratusan siswa dan memberikan pelatihan kepada kader dari negara-negara
ini81
.
3.2. Kebijakan Luar Negeri Maroko Di Kawasan Afrika Pada Masa
Kepemimpinan Raja Mohammad VI (1999-sekarang)
Maroko pada masa kepemimpinan Raja Mohammed VI (1999-sekarang)
semakin memperdalam dan mempererat hubungannya dengan negara-negara
Afrika. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kunjungan yang dilakukan oleh Raja
Maroko ke berbagai negara Afrika Barat dan Afrika Tengah sejak tahun 2000,
juga meningkatnya jumlah perjanjian dan kerjasama yang ditandatangani dalam
satu dekade terakhir. Beberapa kunjungan Raja Maroko berlangsung selama 81
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”, 2015, ISBN 1-58487-711-1, Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press. Hal. 04.
38
berminggu-minggu, hal ini menunjukkan kecintaan pribadi Raja untuk negara-
negara Afrika. Tidak hanya memberikan bantuan materoi kepada negara sub-
Sahara Afrika dan Afrika Barat, tetapi juga menerapkan kebijakan keamanan dan
ekonomi di wilayah tersebut82
.
Meski kebanyakan negara Afrika mengikuti jalur politik dan pembangunan
ekonomi yang sosialis setelah kemerdekaan, sejumlah negara mengadopsi
pendekatan yang lebih liberal. Negara-negara seperti Maroko, Pantai Gading,
Kenya, Malawi, Nigeria, Kamerun, dan Gabon terbuka terhadap aktivitas pasar
bebas dimana rezim kapitalis negara mendorong perusahaan swasta83
. Maroko
memanfaatkan koneksi politiknya dengan berbagai penguasa Afrika Barat untuk
memfasilitasi peluang bisnis bagi investor swasta dan lembaga komersial milik
negara. Keinginan untuk meluaskan mitra ekonomi tetap menjadi pendorong
utama Maroko dalam memperkuat hubungannya dengan negara-negara Afrika.
Pertumbuhan ekonomi yang kuat yang dicapai selama dua dekade terakhir di
sejumlah negara bagian ini telah menarik perhatian elit politik dan ekonomi
Maroko ke wilayah tersebut. Minat Maroko di Afrika juga didorong oleh perlunya
mengumpulkan dukungan politik di antara negara-negara Afrika sub-Sahara atas
klaim Maroko ke wilayah Sahara Barat84
.
Selain ekonomi, kontribusi Maroko terhadap aksi melawan paham-paham
radikal di wilayah Afrika Barat dan Sahel adalah dengan melatih imam dan
82
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”. 83
Alex Thomson, “An Introduction To African Politics”, edisi ketiga, (Taylor & Francis e-Library, 2010) Hal. 44. 84
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”, 2015, ISBN 1-58487-711-1, Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press. Hal. 06
39
pengkhotbah Masjid Afrika85
. Maroko menerapkan kebijakan startegis melalui
diplomasi keagamaan dibawah pemerintahan Raja Mohammed VI yang
merepresentasikan diri sebagai ototritas keagamaan86
. Meneruskan pola kebijakan
Raja Hassan II, kebijakan luar negeri Maroko terus memberikan bobot retoris
yang cukup besar terhadap dimensi Islam. Raja Mohammed VI berdiri sebagai
wakil umat Muslim dan teman bicara para pemimpin agama besar lainnya, hal ini
terlihat dalam pesannya kepada Paus Benediktus XVI untuk memprotes
pernyataan kontroversialnya tentang sifat kekerasan Islam pada 2006 dalam
ceramah di Universitas Regensburg87
.
Diplomasi keagamaan yang diterapkan Maroko menggunakan pendekatan
islam moderat demi menumbuhkan perekonomian dan ikatan politik88
. Pada bulan
September 2013, Maroko menandatangani sebuah kesepakatan dengan pemerintah
Mali untuk melatih sekitar 500 imam dalam upaya untuk mempromosikan Islam
yang lebih toleran di Mali. Selain itu, Maroko juga berencana membangun masjid
di berbagai negara di Sub-Sahara seperti Senegal, Niger, Benin, dan Guinea. Pada
kunjungan terakhir ke negara-negara tetangga Afrika, Raja Mohammed VI secara
simbolis menawarkan salinan Alquran untuk didistribusikan di antara masjid-
masjid di negara tersebut89
.
85
http://moroccoonthemove.com/policy/regional-security/#sthash.sHWkx0zB.ehG7sZw1.dpbsakses pada: 08 Mei 2017, pukul: 09.45. 86
Ghita Tadlaoui, “Morocco’s Religious Diplomacy In Africa”, Policy Brief, ISSN : 1989 - 2667, No. 196, 2015, FRIDE: A European Think Tank For Global Action. Hal. 02. 87
Molina, Irene Fernandez, “Morocco and the Middle East under Mohammed VI”, Discussion Paper, 2014, Durham University, HH Sheikh Nasser Al-Sabah Programme, Durham. Hal. 06. 88
Ghita Tadlaoui, “Morocco’s Religious Diplomacy In Africa”, Policy Brief, ISSN : 1989 - 2667, No. 196, 2015, FRIDE: A European Think Tank For Global Action. Hal. 02. 89
Ghita Tadlaoui, “Morocco’s Religious Diplomacy In Africa”.
40
Raja Mohammed VI dari Maroko dalam pidatonya pada 2002, menyebutkan
bahwa saat ini wilayah Afrika menjadi prioritas utama kebijakan luar negeri
Maroko. Kebijakan ini dibuktikan dengan bantuan Maroko terhadap rehabilitasi
Cocody Bay di Abidjan, ibukota Pantai Gading, di mana Maroko merupakan
sumber investasi asing terbesar90
. Selain itu kontribusi Maroko lainnya adalah
proyek di Soumbedioune Bay, di Dakar, Senegal. Project ini berupaya untuk
mempromosikan pengembangan ekosistem pertanian Afrika, untuk memastikan
petani kecil dapat memperoleh akses yang terjangkau terhadap pupuk yang sesuai
untuk tanaman dan tanah mereka serta berbagai layanan dan dukungan untuk
mengubah input ini menjadi hasil panen yang lebih besar dan menghasilkan
pendapatan yang lebih tinggi91
.
Kebijakan Maroko di bawah kepeimpinan Raja Mohammed VI yang fokus
pada wilayah Afrika sebagai prioritas utama kebijakan Luar Negeri mendapat
perhatian banyak kalangan setelah keputusannya untuk kembali dalam
keanggotaan Uni Afrika pada 2016. Langkah yang diambil oleh Raja Mohammed
VI untuk kembali dalam keanggotaan Uni Afrika setelah 32 tahun keluar dari
keanggotaan Uni Afrika menimbulkan banyak spekulasi. Dalam pernyataannya
pada African Union Summit 2016 di Kigali, Rwanda, Raja Mohammed VI
menyerukan negara-negara di Afrika untuk segera menyelesaikan konflik Sahara
Barat yang masih terus berlangsung hingga saat ini92
.
90
J. Peter Pham, “King Affirms Africa As 'Top Priority' in Moroccan Foreign Policy”, artikel, Africa News Service, 2016. 91
J. Peter Pham, “King Affirms Africa As 'Top Priority”. 92
Africa News Service, “Full Text of Royal Message to the 27th African Union Summit [document]." 2016.
41
3.3. Kebijakan Maroko Dalam Konflik Sahara Barat
Sahara Barat terletak di Afrika Utara di pantai barat, wilayah ini berbatasan
dengan Maroko, Mauritania dan Aljazair. Spanyol mengklaim wilayah Sahara
Barat pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1958, Sahara Barat menjadi koloni
Spanyol yang dikenal sebagai Sahara Spanyol. Setelah kepergian Spanyol pada
tahun 1976, wilayah tersebut terbagi antara Mauritania dan Maroko berdasarkan
Madrid Accords. Penduduk Sahara pribumi, yang juga dikenal sebagai Saharawis
berharap untuk mendapat kemerdekaan begitu Spanyol mundur. Sekelompok
pemberontak yang dikenal sebagai Front Polisario, membentuk pemerintahan
mereka sendiri di Sahara Barat, yang dikenal sebagai Sahrawi Arab Democraatic
Republic (SADR), dari basis mereka yang berada di Aljazair93
.
Kelompok Polisario mencapai kesepakatan dengan Mauritania pada tahun
1979, dan Mauritania menyerahkan tanah mereka sehingga orang Sahrawis dapat
mandiri, namun Maroko mengambil alih kendali atas tanah-tanah ini. Polisario
dan Maroko menghadapi perang gerilya yang terus berlanjut selama 12 tahun
sampai 1991 ketika PBB mengumumkan sebuah gencatan senjata dan
menghasilkan sebuah rencana penyelesaian hingga referendum dapat berlangsung.
Selama 24 tahun PBB telah mempersiapkan sebuah referendum untuk
menentukan status Sahara Barat, namun mengalami hambatan seperti prosedur
pemungutan suara dan kelayakan juga oposisi Maroko terhadap referendum94
.
Asal mula konflik Sahara Barat terletak pada kenyataan bahwa Spanyol,
penguasa kolonial sejak 1884, gagal mematuhi komitmennya untuk mengadakan 93
Winston Churchill, “Conflict in Western Sahara”, paper, Special Political and Decolonization Committee (SPECPOL). 94
Winston Churchill, “Conflict in Western Sahara”.
42
referendum mengenai self-determination di Sahara Barat95
. Pada pertengahan
1970an, Spanyol bersiap untuk mendekololisasi wilayah tersebut, yang bermaksud
mengubahnya menjadi sebuah negara merdeka yang dekat setelah referendum
mengenai penentuan nasib sendiri. Maroko dan Mauritania menentang rencana
Spanyol dan masing-masing mengklaim wilayah tersebut96
. Referendum pertama
kali diminta oleh PBB pada tahun 1965 dan oleh OAU pada tahun 1972. Usaha
Spanyol untuk mengadakan referendum pada tahun 1974 terganggu saat Maroko
dan Mauritania yang terakhir memiliki klaim sejarah atas Seluruh wilayah97
.
Meskipun klaim mereka didasarkan pada sejarah, sumber daya fospat yang
terdapat di Sahara Barat juga memotivasi Maroko dan Mauritania. Berdasarkan
inisiatif Maroko, Majelis Umum PBB mengajukan pertanyaan ke Mahkamah
Internasional, namun pada tanggal 12 Oktober 1975 ICJ tidak menemukan ikatan
antara kedaulatan teritorial antara Maroko dan Sahara Barat. Sebagai tanggapan,
pada tanggal 6 November 1975, Raja Hassan II dari Maroko meluncurkan "Green
March" 350.000 warga sipil tak bersenjata ke Sahara Barat untuk mengklaimnya.
Sepuluh hari kemudian, Spanyol setuju untuk menarik dan mentransfer wilayah
tersebut bersama pemerintah Maroko-Mauritania98
.
Pada tahun 1970an, faktor penting yang terus mendorong kebijakan luar
negeri Maroko hingga saat ini adalah menumbuhkan dukungan dari negara-negara
Afrika sub-Sahara atas klaim Maroko terhadap Sahara Barat. Diplomasi Maroko
95
Yahia H. Zoubir, “The Western Sahara Conflict: A Case Study In Failure Of Prenegotiation And Prolongation Of Conflict”, 1996, Vol. 26, California Western International Law Journal. Hal. 176 96
Alexis Arieff, “Western Sahara”, 2014, Congressional Research Service, www.crs.gov 97
Yahia H. Zoubir, “The Western Sahara Conflict: A Case Study In Failure Of Prenegotiation And Prolongation Of Conflict”, 1996, Vol. 26, California Western International Law Journal. Hal. 176. 98
Alexis Arieff, “Western Sahara”, 2014, Congressional Research Service, www.crs.gov
43
menjadi sangat aktif dalam upaya untuk menolak Sahrawi Arab Democratic
Republic (SADR) dan berupaya mempengaruhi negara-negara Afrika yang telah
mengakui SADR sebagai entitas negara untuk menarik pengakuan mereka
kembali. Kebijakan luar negeri Maroko di Afrika tersebut berjalan efektif terbukti
dari kegagalan KTT Tahunan OAU pada bulan Agustus 1982 di Tripoli, Libya,
setelah sejumlah negara-negara Afrika mendukung Maroko untuk memboikot
KTT tersebut dalam sebuah demonstrasi pada saat penerimaan SADR sebagai
anggota OAU99
.
Isu Sahara Barat yang belum terselesaikan terus mendominasi kebijakan
luar negeri Maroko terhadap negara-negara Afrika dan Uni Afrika. Pada bulan
Juni 2014, pengangkatan mantan presiden Mozambik Joaquim Chissano oleh Uni
Afrika sebagai utusan khusus untuk Sahara Barat menghidupkan kembali
ketegangan Maroko dengan organisasi tersebut, namun juga menyoroti betapa
luasnya perselisihan teritorial ini masih dalam hubungan Maroko dengan negara-
negara Afrika. Maroko menekankan bahwa penanganan masalah ini tetap
merupakan wilayah eksklusif Dewan Keamanan PBB100
.
Ketika OAU didirikan pada tahun 1963, negara anggota sepakat bahwa
batas-batas kolonial harus dianggap tidak dapat diganggu gugat. Meskipun orang
Afrika tentu menganggap perbatasan ini bermasalah, memang ada kesepakatan
umum bahwa setiap perubahan pada batas-batas kolonial hanya akan menciptakan
99
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”, 2015, ISBN 1-58487-711-1, Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press. Hal. 06. 100
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”.
44
konflik yang lebih besar lagi. Hanya Maroko dan Somalia yang menolak untuk
menyetujui prinsip ini101
.
Meskipun konflik yang terjadi di Sahara Barat belum usai hingga saat ini,
namun Raja Mohammed VI telah membentuk Komisi Ekuitas dan Rekonsiliasi
pada tahun 2004. Komisi Ekuitas dan Rekonsiliasi ini bertujuan untuk menangani
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Sahara Barat selama masa
pemerintahan Raja Mohammed V dan untuk memberi kompensasi kepada korban.
Dewan Hak Asasi Manusia Nasional juga dibentuk pada tahun 2011. Lembaga ini
telah menyelidiki sejumlah isu hak asasi manusia di Sahara Barat. Sebelum
pertemuannya dengan Presiden Obama pada bulan November 2013, Raja
Mohammed VI mengumumkan rencana untuk berinvestasi dalam hal pekerjaan
untuk memastikan akses yang sama terhadap sumber daya dan untuk memperbaiki
infrastruktur di Sahara Barat. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk memperbaiki
hak asasi manusia melalui sarana sosial ekonomi102
.
Maroko sebagai negara yang stabil dalam hal keamanan dan politik di
kawasan Afrika memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan benua Afrika.
Pasca keluar dari keanggotaan Uni Afrika yang pada saat itu masih bernama
OAU, Maroko masih tetap menjalin hubungan dan kerjasama dengan negara-
negara Afrika lainnya. Meskipun satu-satunya negara Afrika ynag bukan anggota
Uni Afrika, namun Maroko tetap menjalin hubungan yang baik dan harmonis
101
Alex Thomson, “An Introduction To African Politics”, edisi ketiga, (Taylor & Francis e-Library, 2010) Hal. 46. 102
Anna Louise Strachan, “Conflict Analysis Of Morocco”, Research Paper, GSDRC, International Development Department, College Of Social Sciences University Of Birmingham, 2014, Www.Gsdrc.Org
45
dengan negara-negara Afrika lainnya. Sejumlah bantuan dalam bidang keamanan
hingga keagamaan diberikan Maroko kepada negara-negara di kawasana Afrika.
Posisi Maroko dan eksistensinya di kawasan cukup kuat dan berpengaruh.
Meskipun bukan anggota Uni Afrika, namun Maroko mampu memainkan peran
penting di kawasan. Kebijakan Maroko dalam konflik Sahara Barat belum
berubah. Maroko masih tetap mengangap Sahara Barat sebagai wilayah paling
Selatan Maroko dan tidak mengakui SADR sebagai sebuah entitas negara.
Meskipun begitu, pada African Union Summit di Kigali, Rwanda pada 2016 Raja
Mohammed VI Maroko memutuskan kembali dalam keanggotaan Uni Afrika.
Faktor-faktor dan alasan yang mempengaruhi keputusan Maroko tersebut dilihat
dari teori neo-classical realism akan dipaparkan lebih lanjut pada bab selanjutnya,
yakni bab empat.
46
BAB IV
ANALISIS KEPUTUSAN MAROKO KEMBALI DALAM
KEANGGOTAAN UNI AFRIKA PADA 2016
Pada bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai kebijakan-kebijakan
Maroko dikawasan Afrika, khususnya pada masa pemerintahan Raja Mohammed
VI. Kebijakan Maroko dalam hal ekonomi dan keamanan juga bantuan ke negara-
neagara Afrika Barat telah banyak dilakukan Maroko. Hal ini tentu membuat
posisi Maroko di kawasan memiliki pengaruh yang cukup kuat. Kebijakan
Maroko di kawasan Sahara Barat juga tidak berubah sejak keluarnya Maroko dari
keanggotaan OAU pada 1984. Maroko masih menganggap wilayah Sahara Barat
adalah bagian dari negaranya dan Maroko belum mengakui SADR sebagai sebuah
entitas negara. Meskipun begitu, pada 2016 dalam African Union Summit di
Kigali, Rwanda Maroko memutuskan untuk kembali bergabung dalam
keanggotaan Uni Afrika meskipun belum merubah kebijakannya terhadap konflik
Sahara Barat yang menjadi alasan keluarnya Maroko dari OAU pada 1984.
Maka dari itu, bab ini akan memaparkan faktor dan alasan Maroko
memutuskan untuk kembali dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016 dengan
menggunakan pendekatan teori neoclassical realism. Merujuk pada Gideon Rose
dalam tulisannya, bahwa kebijakan luar negeri dipengaruhi oleh power yang
dimiliki negara di dunia internasional dengan melihat kapabilitas material power
yang dimiliki. Kebijakan luar negeri tersebut dibuat oleh pemimpin dan elit politik
yang dapat menentukan dan melihat kapabilitas power yang dimiliki negara.
47
Kapabilitas power yang dimaksud tidak hanya kuantitas dari militer tapi juga
kekuatan dan struktur negara tersebut dalam sistem sosial di level internasional
maupun regional. Pengaruh dari kapabilitas power yang dimiliki tersebut bersifat
tidak langsung dan sangat kompleks karena adanya systemic pressure yang juga
ditranslasikan di level unit itu sendiri, sehingga relative material power menjadi
dasar ukuran dalam pengambilan kebijakan luar negeri103
.
Systemic pressure dan incentive pada akhirnya yang membentuk broad
contour dan petunjuk umum kebijakan luar negeri tanpa menjadi kuat secara
militer dapat menentukan secara detail perilaku negara104
. Alasan kembalinya
Maroko ke dalam keanggotaan Uni Afrika serta faktor eksternal dan internal
berupa systemic incentive dan intervening variable yang ada dalam teori neo-
classical realism menjadi fokus bahasan pada bab ini. Serta relative material
power Maroko juga akan di paparkan dalam bab ini.
4.1. Isu Terorisme dan imigrasi sebagai alasan Maroko kembali ke Uni
Afrika
Sebelum mengetahui faktor yang mendorong keputusan Maroko kembali
dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016, perlu untuk mengetahui alasan Maroko
mengeluarkan kebijakan tersebut.
4.1.1. Terorisme di Maroko
Seperti yang telah dipaparkan pada bab tiga, Maroko berkomitmen untuk
mempromosikan keamanan regional dalam usahanya melawan aksi terorisme di
103
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.146. 104
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.147.
48
Afrika. Maroko bekerjasama dengan negara lain seperti AS, Uni Eropa, dan
negara-negara tetangganya di wilayah Maghreb, Sahel, dan Sub-Sahara Afrika
dalam upayanya melawan terorisme dan upaya keamanan lainnya105
.
Maroko menerapkan langkah-langkah kontraterorisme yang telah berhasil
dilakukan di tingkat domestik, dengan menggunakan pendekatan hard power
maupun soft power106
. Terbukti pada 2011, pejabat berwenang Maroko
melaporkan bahwa mereka telah menggagalkan aksi terorisme yang
merencanakan serangan terhadap pemerintah Maroko dan institusi militer, orang
asing, dan lokasi wisata. Selain itu, polisi juga menyatakan telah membongkar
kelompok berjumlah lima orang yang beroperasi di Casablanca dan Rabat yang
telah melakukan kontak dengan pemimpin Al Qaeda, Ayman al Zawahiri107
.
Selain aktivitas anti terorisme melalui pasukan keamanannya, Maroko juga
menghalangi akses terorisme terhadap sumber keuangan, mengurangi pengaruh
terorisme dengan memerangi marjinalisasi ekonomi dan politik, dan
mempromosikan Islam moderat di masjid-masjid dan hubungannya dengan
agama-agama lain108
.
Pada Januari 2012 ketika terjadi pemberontakan kelompok militan radikal
islam di wilayah Utara Mali, Maroko mendukung koalisi Perancis dan
mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Mali hingga 2013. Maroko juga
105
http://moroccoonthemove.com/policy/regional-security/#sthash.sHWkx0zB.ehG7sZw1.dpbsakses pada: 08 Mei 2017, pukul: 09.45. 106
http://moroccoonthemove.com/policy/regional-security/#sthash.sHWkx0zB.ehG7sZw1.dpbsakses pada: 08 Mei 2017, pukul: 09.45. 107
Alexis Arieff, “Morocco: Current Issues”, Volume 5, Number 2, ISSN: 1098-4070, 2012, Current Politics and Economics of Africa, Nova Science Publishers, Inc. Hal. 239. 108
http://moroccoonthemove.com/policy/regional-security/#sthash.sHWkx0zB.ehG7sZw1.dpbsakses pada: 08 Mei 2017, pukul: 09.45.
49
memberikan dukungan dana sebesar USD 5 juta kepada African-led International
Support Mission to Mali (AFISMA). Dukungan Maroko tersebut membuat
Maroko menaruh perhatian lebih dalam memerangi gerakan islam radikal yang
justru dapat merugikan stabilitas negara109
. Hal tersebut memberi isyarat bahwa
ancaman kekerasan ekstremis di Sahel memasuki fase baru dan Maroko perlu
berhati-hati akan hal tersebut110
. Otoritas Maroko mengklaim bahwa lebih dari
1.000 warga negara Maroko telah bergabung dengan pasukan ISIS di luar negeri.
Ancaman para ekstrimis yang dilatih di Libya dan Suriah yang kembali ke
Maroko telah menyebabkan militerisasi dalam keamanan nasional111
.
Ancaman terorisme di Maroko terjadi ketika pada 16 Mei 2003 kota pusat
ekonomi Maroko yakni Casablanca mengalami serangan bom bunuh diri dan
menewaskan empat puluh orang warga Maroko. Setelah itu pada bulan Maret dan
April 2007, Casablanca kembali mengalami aksi terorisme. Dua serangan
dilakukan oleh tiga pelaku bom bunuh diri di pinggiran kota yakni di Sidi
Moumen dan Boulevard Moulay Youssef, dua pelaku teroris lainnya berhasil
ditangkap. Meski serangan tersebut menyebabkan kematian hanya satu korban,
namun hal ini membuktikan bahwa ancaman teroris tersebut mengintai di setiap
109
Ghita Tadlaoui, “Morocco’s Religious Diplomacy In Africa”, Policy Brief, ISSN : 1989 - 2667, No. 196, 2015, FRIDE: A European Think Tank For Global Action. Hal. 03 110
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center For Strategic And International Studies, 2013. 111
Erica Vásquez, “Morocco’s Counterterrorism Strategy: Implications for Western Sahara”, 2015, Middle East Institute. tersedia dalam : http://www.mei.edu/content/article/morocco%E2%80%99s-counterterrorism-strategy-implications-western-sahara diakses pada 18 Juli 2017.
50
sudut Maroko112
. Pada tahun 2011, 17 orang tewas dan 21 terluka dalam sebuah
ledakan besar di sebuah restoran di Marrakech yang merupakan tempat wisata di
Maroko113
. Serangan tersebut membuat lebih banyak alasan bagi Maroko untuk
tetap waspada dan meningkatkan tindakan keamanan untuk melawan ancaman
terorisme.
Pada 2012, Duta Besar Maroko untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
Mohamed Loulichki, menyerukan untuk mengembangkan kerjasama global secara
inklusif antara negara-negara Afrika Utara dan Afrika Barat serta PBB untuk
menghadapi tantangan keamanan di Sahel. Maroko juga mencoba untuk
menghidupkan kembali Tripoli Process yakni sebuah inisiatif kerjasama
keamanan regional yang awalnya dibuat oleh Gadafi. Selain itu, Maroko juga
mengusulkan untuk membuat Ministerial Conference of African States Bordering
the Atlantic untuk memperkuat kerja sama keamanan antara 22 negara114
. Hal ini
menunjukkan bahwa Maroko perlu menguatkan kerjasama regional untuk
menghalau aksi terorisme di negaranya. Pemerintah Maroko menyerukan kerja
sama bilateral dan multilateral yang lebih besar di antara negara-negara tetangga
untuk mengatasi masalah tersebut115
. Semakin rapuh dan tidak pasti lingkungan
eksternal negara bisa menjadi arena bagi bentuk baru kerjasama politik dan
112
Saad Eddine Lamzouwaq, “How Morocco Leads the Fight Against Terrorism”, 2017, Morocco World News. tersedia dalam: https://www.moroccoworldnews.com/2017/05/216898/morocco-leads-fight-against-terrorism/ diakses pada: 18 Juli 2017. 113
Rob Virtue, “Morocco terror warning: Officials raise threat level to HIGH for British holidaymakers”, 2015, majalah express. tersedia dalam: http://www.express.co.uk/news/world/602233/Morocco-terror-threat-level-raised-high-British-government diakses pada: 18 Juli 2017. 114
Ghita Tadlaoui, “Morocco’s Religious Diplomacy In Africa”, Policy Brief, ISSN : 1989 - 2667, No. 196, 2015, FRIDE: A European Think Tank For Global Action. Hal. 04 115
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center For Strategic And International Studies, 2013.
51
keamanan116
. Hal ini pula yang kemudian mendorong Maroko memutuskan
kembali dalam keanggotaan Uni Afrika demi meningkatkan kerjasama dalam
menghalau ancaman terorisme.
4.1.2. Imigrasi di Maroko
Selain ancaman terorisme, masalah imigrasi juga menjadi alasan Maroko
kembali ke Uni Afrika. Maroko merupakan negara yang menjadi tempat
persinggahan para imigran yang akan menuju Eropa maupun Amerika. Maroko
adalah negara imigrasi yang mengirim pekerja ke Prancis, Spanyol, dan negara-
negara Eropa lainnya117
. Wilayah yang menjadi m i g r a t i o n b e l t s
utama Maroko yakni bagian timur daerah pegunungan Rif, wilayah Sous barat
daya dekat Agadir dan oasis sungai terletak di sebelah tenggara Dari Atlas
Tinggi118
.
116
Terence Mcnamee, Dkk, “Morocco And The African Union: Prospects For Re-Engagement And Progress On The Western Sahara”, Discussion Paper, The Brenthurst Foundation, 2013, South Africa, Www.Thebrenthurstfoundation.Org 117
Joaquin Arango and Philip Martin, “Best Practices to Manage Migration: Morocco-Spain”, The International Migration Review, Vol. 39, No. 1, 2005, Center for Migration Studies of New York, Inc., JSTOR. Hal. 258. 118
Hein de Haas, “The impact of international migration on social and economic development in Moroccan sending regions: a review of the empirical literature”, working papers, 2007, International Migration Institute. Hal. 04.
52
Gambar IV.1 Wilayah Utama Migrasi Internasional di Maroko
Sumber: Hein de Haas, “The impact of international migration on social
and economic development in Moroccan sending regions: a review of the
empirical literature”, 2007, International Migration Institute.
Maroko menjadi pengirim imigran utama dengan arus tahunan berjumlah
140.400 orang, hal ini terus meningkat sejak tahun 1960an. Pada 1990an, Maroko
telah berkembang menjadi negara transit dan imigrasi yang penting, menerima
arus migrasi terutama dari negara-negara Sub-Sahara. Migran Sub-Sahara
umumnya berusaha menyeberang ke Eropa secara ilegal namun banyak di antara
mereka juga cenderung tinggal di Maroko untuk memperbaiki kondisi kehidupan
mereka119
.
119
Anna Di Bartolomeo, Tamirace Fakhoury dan Delphine Perrin, “Migration Profile: Morocco”, 2009, Consortium for Applied Research on International Migration, ROBERT SCHUMAN CENTRE FOR ADVANCED STUDIES.
53
Selain migran legal, Maroko telah menerima jumlah migran ilegal yang
besar dari Afrika sub-Sahara yang diperkirakan oleh Kementerian Dalam Negeri
Maroko sekitar 15.000 pada tahun 2007. Sebuah survei yang dilakukan oleh
Asosiasi Marocaine d'Etudes et de Recherches sur les Migrations menunjukkan
bahwa migran sub-Sahara ilegal juga membuat perdagangan ilegal. Terbukti Sejak
tahun 2000, sebanyak 207.320 migran telah ditangkap dan lebih dari 1.200
jaringan perdagangan telah dibongkar120
. Masalah imigran tidak hanya distribusi
manusia namun juga menimbulkan masalah lain yang harus dihadapi yakni
adanya perdagangan ilegal. Maroko adalah negara transit dan imigrasi tidak hanya
untuk pencari suaka tapi juga pengungsi. Maroko menjadi tuan rumah dari 1.235
orang imigran, berasal dari negara-negara sub-Sahara dan Timur Tengah, sekitar
38% berasal dari Pantai Gading, 28% dari Republik Demokratik Kongo dan 28%
dari Irak dengan 25% adalah anak di bawah umur dan 17% adalah wanita121
.
Tabel IV.1. Stok migran internasional berdasarkan usia dan jenis kelamin
di Maroko tahun 2013
Age Male Female Total
0-9 2869 2731 5600
10-19 4235 3507 7742
20-29 5220 4246 9466
30-39 4705 4650 9355
40-49 3969 3845 7814
50-59 3139 2979 6118
60+ 2429 2274 4703
Total 26566 24232 50798
International migrant stock by age and sex in Morocco 2013
Sumber: UNICEF, “Part IV. International migrant stocks”, Migration Profile Morocco, 2013.
120
Anna Di Bartolomeo, Tamirace Fakhoury dan Delphine Perrin, “Migration Profile: Morocco”, 2009, Consortium for Applied Research on International Migration, ROBERT SCHUMAN CENTRE FOR ADVANCED STUDIES. 121
Anna Di Bartolomeo, Tamirace Fakhoury dan Delphine Perrin, “Migration Profile: Morocco”, 2009, Consortium for Applied Research on International Migration, ROBERT SCHUMAN CENTRE FOR ADVANCED STUDIES.
54
Meskipun Maroko tidak cukup makmur untuk menyediakan layanan sosial
seperti pendidikan dan perawatan kesehatan untuk ribuan imigran. Namun, pada
2014 Maroko meluncurkan program pertamanya untuk melegalkan imigran dari
berbagai negara Afrika yang pernah tinggal di Maroko selama bertahun-tahun
untuk menunggu kesempatan berimigrasi ke Eropa. Perubahan sikap resmi di
Maroko terhadap imigran gelap tidak didorong oleh kebutuhan pekerja, seperti
yang biasa terjadi di banyak negara Eropa sampai beberapa tahun yang lalu122
. Hal
ini merupakan upaya pemerintah Maroko untuk menolak pelaporan media yang
menuduh perlakuan rasis dan tidak manusiawi terhadap imigran ilegal Afrika dan
upaya untuk menunjukkan solidaritas orang-orang Afrika dengan orang-orang
Afrika lainnya123
.
Dalam hal regional, sejak tahun 1990an Maroko telah memperoleh peran
penting dalam pengelolaan dan pengendalian perbatasan. Status ini telah
memberikan posisi kunci bagi Maroko dalam tata kelola migrasi Euro-
Mediterania, sementara itu juga membawa kontroversi signifikan mengenai peran
regional Maroko dalam pengelolaan arus migrasi124
. Masalah imigrasi penting
bagi Maroko untuk terlibat dalam diskusi reguler dengan Aljazair dan Mauritania.
Meskipun sudah ada organisasi yang mengatur masalah migrasi di Afrika yakni
African Maghreb Union (AMU) namun pejabat dari negara anggota AMU lebih
122
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”, 2015, ISBN 1-58487-711-1, Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press. Hal. 15. 123
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”. Hal. 16. 124
Anna Di Bartolomeo, Tamirace Fakhoury dan Delphine Perrin, “Migration Profile: Morocco”, 2009, Consortium for Applied Research on International Migration, ROBERT SCHUMAN CENTRE FOR ADVANCED STUDIES.
55
sering bertemu di acara yang diselenggarakan di bawah naungan Uni Eropa atau
Uni Afrika daripada pada rapat umum125
. Hal tersebut kemudian mendorong
Maroko untuk kembali ke Uni Afrika demi menyelesaikan masalah migran di
Maroko dan Afrika. Setelah mengetahui alasan Maroko kembali ke Uni Afrika,
berdasarkan teori neoclassical realism, keputusan tersebut di pengaruhi oleh
relative material power Maroko.
4.2. Relative Material Power Maroko
Menurut asumsi neocalssical realist, suatu negara mengeluarkan kebijakan
Luar Negeri dipengaruhi oleh adanya faktor eksternal yakni systemic pressure
atau systemic incentive berdasarkan material power yang dimiliki yang kemudian
ditranslasikan oleh para pengambil kebijakan atau yang disebut sebagai
intervening variabel. Hal ini dilakukan karena menurut Neo-classical realist
negara merespon ketidakpastian sistem anarki tidak hanya dengan seek security
namun dengan seeking to control and shape lingkungan eksternal mereka126
.
Dalam hal ini, seperti yang telah dipaparkan dalam bab III Maroko memiliki
pengaruh yang cukup kuat dalam posisinya di wilayah Afrika. Sejumlah
kerjasama dibidang keamanan maupun ekonomi berhasil menempatkan Maroko
menjadi salah satu negara yang kuat di wilayah Afrika. Meningkatnya anggaran
perbelanjaan militer sejak tahun 2000 hingga 2013 menunjukkan adanya
peningkatan kekuatan militer Maroko. Terbukti pada tahun 2000 anggaran
125
Mike Collyer, Myriam Cherti, Eliza Galos dan Marta Grosso, “Responses to irregular Migration in Morocco Promising Changes, Persisting Challenges”, paper, 2012, Institute for Public Policy Research, Buckingham. 126
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.147.
56
perbelanjaan militer Maroko hanya USD 9.129 juta dan terus mengalami
peningkatan pada 2013 mencapai USD 34.173 juta127
. Bahkan menurut laporan
Strategic Defense Intelligence anggaran perbelanjaan militer Maroko akan
meningkat pada 2022 menjadi sekitar USD 3,9 miliar128
.
Pertumbuhan ekonomi Maroko diproyeksikan sebesar 3,7% pada tahun
2017. Kebijakan pertanian berangsur-angsur membaik dan berkembang, didorong
oleh sektor otomotif dengan tren yang meningkat129
. PDB per kapita Maroko
tercatat sebesar USD 3196 pada tahun 2016 dengan rata-rata 1828.44 USD dari
tahun 1966 sampai 2016, mencapai titik tertinggi sepanjang masa yakni USD
3204.80 pada tahun 2015 dan rekor terendah USD 815.50 pada tahun 1966. PDB
per kapita di Maroko setara dengan 25% dari rata-rata dunia130
.
127
Stockholm International Peace Research Institute ( SIPRI ), Yearbook: Armaments, Disarmament and International Security. http://data.worldbank.org/indicator/MS.MIL.XPND.CN?locations=MA&start=1999&end=2015&view=chart diakses pada 6 Juli 2017. <iframesrc="http://data.worldbank.org/share/widget?end=2015&indicators=MS.MIL.XPND.CN&locations=MA&start=1999&view=chart" width='450' height='300' frameBorder='0' scrolling="no" ></iframe> 128
Marianne Dodson, “Moroccan defense budget to increase 2.8 percent by 2022”, 2017, the moroccan times. tersedia dalam: http://themoroccantimes.com/2017/02/22100/moroccan-defense-budget-to-increase-2-8-percent-by-2022 diakses pada 6 Juli 2017. 129
African economic Outlook 2017, “Morocco economic outlook”, African development bank group. tersedia dalam: https://www.afdb.org/en/countries/north-africa/morocco/morocco-economic-outlook/ diakses pada 6 Juli 2017. 130
https://tradingeconomics.com/morocco/gdp-per-capita diakses pada 6 Juli 2017.
57
Gambar IV.2 grafik GDP Maroko perkapita
https://tradingeconomics.com/morocco/gdp-per-capita diakses pada 6 Juli 2017.
Selain negara-negara kaya lainnya di kawasan Afrika, Maroko menjadi
salah satu negara yang dilihat memiliki potensi cukup besar dikawasan. Terbukti
dengan penawaran kerjasama strategis GCC dengan Maroko yang kemudian
ditolak oleh Maroko131
. Sesuai dengan asumsi neoclassical realis bahwa relative
material power tidak hanya kapabilitas militer namun juga pengaruh negara di
tingkat Internasional maupun regional, maka dalam hal ini Maroko memiliki
relative material power yakni berupa pertumbuhan ekonomi dan pengaruh yang
cukup kuat dikawasan. Kerjasama bilateral maupun multilateral serta bantuan
yang diberikan Maroko ke negara-negara Afrika Barat tentu menumbuhkan rasa
percaya diri Maroko dan hal ini menjadi alat untuk seeking to control and shape
lingkungan eksternal negara.
131
Lelia Rousselet, “Evolutions In The Relations Morocco And The Gulf Cooperaation Council (GCC): A Singular Illustration Of Multilateralism In The Arab World”, Paper, Kuwait Program At Sciences Po, 2014.
58
Relative material power yang dimiliki Maroko di kawasan Afrika tersebut
mendorong keputusan Maroko untuk bergabung kembali dalam keanggotaan Uni
Afrika pada 2016. Seperti yang disampaikan oleh Terrence McNamee dalam
wawancara melalui e-mail, sebelum bergabung dengan Uni Afrika Maroko
menciptakan rekor yang sangat mengesankan dalam kontribusinya pada isu-isu
Afrika secara politis dan diplomatis, ekonomis dan militer atau keamanan.
Kontribusi Maroko tersebut menurut McNamee menyampaikan pesan yang kuat
melalui diplomasi dan kekuatan ekonominya yang lebih agresif dan berkembang.
Pesannya bahwa Maroko adalah negara yang memiliki pengaruh politik dan
ekonomi yang serius, yang integral dengan pembangunan benua Afrika dan siap
untuk memainkan peran utama (pemimpin) di masa depan dan hal itu akan
membuat Uni Afrika lebih kuat. Hal ini yang membuat gelombang opini negara-
negara Afrika menjadi sangat menguntungkan bagi Maroko132
. Kontribusi
Maroko di benua Afrika tersebut memberikan power berupa pengaruh di kawasan
yang kemudian ditranslasikan oleh intervening variabel demi mendapatkan
incentive ketika Maroko bergabung dengan Uni Afrika.
4.3. Systemic incentive (faktor eksternal)
Seperti yang telah dipaparkan dalam bab II, Uni Afrika merupakan
organisasi regional yang cukup penting di kawan Afrika. Uni Afrika sebagai
organisasi regional tentu menawarkan incentive bagi Maroko. Berdasarkan
wawancara dengan Professor Yahia H. Zoubir via e-mail, beberapa alasan Maroko
132
wawancara dengan Terrence McNamee pada 28 Juni 2017.
59
kembali dalam keanggotaan Uni Afrika adalah untuk mengumpulkan dukungan
dari negara-negara sekutu tradisional dan francophone di dalam Uni Afrika seperti
Senegal, Gabon dan Guinea dengan harapan dapat mengisolasi SADR dari Uni
Afrika133
. Kedekatan Maroko dengan negara-negara Afrika Barat juga membantu
Maroko untuk dapat mempengaruhi negara-negara tersebut agar mencabut
pengakuannya terhadap SADR. Selain itu untuk melemahkan pengaruh Aljazair di
dalam Uni Afrika yang mendukung kelompok Polisario di kawasan Sahara
Barat134
.
Aljazair merupakan negara yang membantu dan mendukung pembebasan
Sahara Barat dari pendudukan Maroko. Pada tahun 1970an ketika Maroko
melakukan serangan terhadap kelompok Polisario di wilayah Sahara Barat,
mayoritas orang Saharawis melarikan diri dari pasukan pendudukan Maroko ke
kamp-kamp pengungsi di Tindouf, Aljazair Barat Daya. Berdasarkan keinginan
untuk mendukung gerakan pembebasan Afrika, pemerintah Aljazair menjadi
sekutu regional terkuat dari Saharawis135
. Polisario mendirikan kantor pusatnya di
Tindouf, Aljazair Barat Daya, dan mendirikan Sahrawi Arab Democratic
Republic (SADR) pada 1976136
. Kelompok Polisario juga diberi fasilitas
persenjataan, komunikasi dan pengungsian yang aman karena pasukan Maroko
133
wawancara dengan Prof Yahia H. Zoubir pada 10 Juni 2017. 134
wawancara dengan Prof Yahia H. Zoubir pada 10 Juni 2017. 135
Pedro Pinto Leite, “The Western Sahara conflict The Role of Natural Resources in Decolonization”, CURRENT AFRICAN ISSUES NO. 33, ISBN 91-7106-572-5, Swedia, NORDISKA AFRIKAINSTITUTET, 2006. 136
Alexis Arieff, “Western Sahara”, 2014, Congressional Research Service, www.crs.gov
60
tidak akan memprovokasi keterlibatan langsung Aljazair dalam konflik
tersebut137
.
Seperti yang telah dipaparkan dalam bab II, konflik Sahara Barat yang
masih berlangsung hingga saat ini menjadi penyebab Maroko memutuskan keluar
dari keanggotaan Uni Afrika pada 1984. Pengakuan SADR sebagai negara
anggota Uni Afrika tidak dapat diterima oleh Maroko. Berdasarkan wawancara
dengan Profesor Yahia H. Zoubir dapat disimpulkan bahwa Maroko memutuskan
untuk kembali dalam keanggotaan Uni Afrika karena selama 34 tahun keluar dari
Uni Afrika masalah Sahara Barat masih belum usai bahkan SADR masih
termasuk anggota Uni Afrika. Oleh sebab itu, dukungan yang akan didapatkan
Maroko di Uni Afrika pada akhirnya akan digunakanan Maroko untuk berusaha
memiliki hak suara untuk mengeluarkan SADR dari Uni Afrika. Hal ini karena
Maroko menganggap bisa melobi negara-negara Afrika dari dalam Uni Afrika
daripada di luar ketika tidak menjadi anggota Uni Afrika138
.
Wilayah Sahara Barat merupakan wilayah yang penting bagi Maroko.
Kebijakan luar negeri Maroko hingga saat ini adalah bertujuan untuk
menumbuhkan dukungan dari negara-negara Afrika sub-Sahara atas klaim
Maroko terhadap Sahara Barat. Diplomasi Maroko menjadi sangat aktif dalam
upaya untuk menolak Sahrawi Arab Democratic Republic (SADR) dan berupaya
mempengaruhi negara-negara Afrika yang telah mengakui SADR sebagai entitas
137
Pedro Pinto Leite, “The Western Sahara conflict The Role of Natural Resources in Decolonization”, CURRENT AFRICAN ISSUES NO. 33, ISBN 91-7106-572-5, Swedia, NORDISKA AFRIKAINSTITUTET, 2006. 138
wawancara dengan Prof Yahia H. Zoubir pada 10 Juni 2017.
61
negara untuk menarik pengakuan mereka kembali139
. Kebijakan Maroko di Afrika
dipusatkan pada penggalangan dukungan diplomatik untuk kedaulatannya atas
Sahara Barat, yang mendorong serangkaian program bantuan pembangunan,
perjanjian perdagangan bilateral, dan kerja sama diplomatik yang lebih luas. Raja
Mohammed VI telah mendorong perusahaan-perusahaan Maroko dan badan-
badan pemerintah untuk memperluas kegiatan mereka dengan Afrika sub-Sahara
dalam dekade terakhir140
.
Gambar IV.3 Geografis Maroko dan Afrika
Sumber: J. Peter Pham, “Morocco’s Vital Role in Northwest Africa’s Security and Development”, 2013, The Atlantic Council’s Africa Center.
Wilayah Sahara Barat menjadi begitu penting bagi Maroko karena kekayaan
alam yang dimilikinya. Wilayah ini terdiri dari padang pasir dari samudera
139
Mohammed El-Katiri, “From Assistance To Partnership: Morocco And Its Foreign Policy In West Africa”, 2015, ISBN 1-58487-711-1, Strategic Studies Institute and U.S. Army War College Press. Hal. 04. 140
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center For Strategic And International Studies, 2013.
62
atlantik di barat sampai Sudan di timur dan dari pegunungan atlas di utara sampai
ke sungai senegal ke selatan141
. Meskipun wilayah Sahara Barat hanya dikelilingi
oleh padang pasir namun pada tahun 1974, Bank Dunia menganggap Sahara Barat
sebagai wilayah terkaya di wilayah Maghreb karena sumber daya perikanan dan
deposit fosfatnya yang besar142
. Pada 1960an, satu-satunya mineral yang
ditemukan dalam jumlah komersial adalah bijih besi dan fosfat, keduanya terletak
di dekat perbatasan Maroko. Deposit fosfat Sahara Barat dikatakan sebagai yang
terkaya di dunia karena diyakini memiliki deposit fosfat terbesar keempat di dunia
yang terdapat di wilayah bou craa, yaitu kota di bagian utara Sahara yang jaraknya
hanya beberapa mil dari perbatasan Maroko143
.
Selain kandungan fosfat, wilayah Sahara Barat juga mengandung potensi
cadangan minyak yang besar144
. Maroko tidak memiliki sumber daya minyak
sendiri karena hingga saat ini belum ditemukan adanya cadangan minyak di
wilayah Maroko. Sementara itu, geologi Sahara Barat sangat mirip dengan
Mauritania. Keduanya merupakan bagian dari wilayah yang memiliki minyak
potensial yang menjangkau dari Teluk Guinea. Insentif ekonomi untuk produksi
minyak merupakan alasan strategis untuk mengendalikan sumber daya yang ada
141
Jeffrey H. Willis, “Western Sahara: A Land Of Conflict”, 1991, thesis, North Carolina: Troy State University At Fort Bragg. Hal. 10. 142
Pedro Pinto Leite, “The Western Sahara conflict The Role of Natural Resources in Decolonization”, CURRENT AFRICAN ISSUES NO. 33, ISBN 91-7106-572-5, Swedia, NORDISKA AFRIKAINSTITUTET, 2006. 143
Jeffrey H. Willis, “Western Sahara: A Land Of Conflict”, 1991, thesis, North Carolina: Troy State University At Fort Bragg. Hal. 14. 144
Pedro Pinto Leite, “The Western Sahara conflict The Role of Natural Resources in Decolonization”, CURRENT AFRICAN ISSUES NO. 33, ISBN 91-7106-572-5, Swedia, NORDISKA AFRIKAINSTITUTET, 2006.
63
di Sahara Barat. Pencarian minyak sejak tahun 2001 telah menambah tekad
Maroko untuk bertahan di Sahara Barat145
.
Gambar IV.4 Geografis Sahara Barat dan Mauritania
Sumber: Toby Shelley, “Natural resources and the Western Sahara” 2006, Swedia: NORDISKA AFRIKAINSTITUTET
Selain adanya cadangan minyak yang menjanjikan, perairan Sahara Barat
juga hal yang penting karena dapat meningkatakan perekonomian Maroko secara
keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni pengembangan
industri perikanan Maroko sebagai pembangkit pendapatan dan lapangan kerja,
meningkatnya permintaan seafood internasional dan peningkatan jumlah proporsi
tangkapan Maroko yang tercatat di perairan Sahara yakni dari 200.000 ton per
145
Toby Shelley, “Natural resources and the Western Sahara” terdapat dalam “The Western Sahara conflict The Role of Natural Resources in Decolonization”, 2006, CURRENT AFRICAN ISSUES NO. 33, ISBN 91-7106-572-5, Swedia, NORDISKA AFRIKAINSTITUTET.
64
tahun pada 1960an meningkat menjadi lebih dari 1 juta ton pada tahun 2001146
.
Selain kegiatan pertambangan, memancing telah menjadi kegiatan ekonomi paling
penting di sahara barat147
. Selain itu, tentu saja terdapat mineral lain yang dapat
ditemukan di Sahara Barat, termasuk logam. Hingga saat ini, Maroko telah
melakukan pencarian bahkan survei tentang sumber daya yang tersimpan di
Sahara Barat seperti adanya titanium atau vanadium menjadi sumber daya yang
akan diperebutkan di masa depan148
.
Dapat dikatakan, bahwa masalah sumber daya dalam konflik Sahara Barat
menjadi alasan utama Maroko bertahan di Sahara Barat. Keputusan Maroko untuk
kembali dalam keanggotaan Uni Afrika demi menggalang dukungan atas
klaimnya terhadap wilayah Sahara Barat menjadi strategi Maroko. Pentingnya
klaim Maroko atas wilayah Sahara Barat dipicu karena kelompok Polisario dan
para pendukungnya yang berusaha untuk melawan eksploitasi sumber daya
Sahara oleh Maroko149
. Insentif sistemik yang akan didapatkan Maroko ketika
bergabung dengan Uni Afrika tidak hanya meningkatkan pengaruh atas klaimnya
di wilayah Sahara Barat, namun juga lebih luas dalam hal insentif ekonomi yang
akan didapatkan.
Selain untuk mengumpulkan dukungan terkait kasus Sahara Barat, Afrika
secara keseluruhan juga memiliki peran yang strategis bagi Maroko. Afrika
146
Toby Shelley, “Natural resources and the Western Sahara” terdapat dalam “The Western Sahara conflict The Role of Natural Resources in Decolonization”. 147
Jeffrey H. Willis, “Western Sahara: A Land Of Conflict”, 1991, thesis, North Carolina: Troy State University At Fort Bragg. Hal. 10. 148
Toby Shelley, “Natural resources and the Western Sahara” terdapat dalam “The Western Sahara conflict The Role of Natural Resources in Decolonization”, 2006, CURRENT AFRICAN ISSUES NO. 33, ISBN 91-7106-572-5, Swedia, NORDISKA AFRIKAINSTITUTET. 149
Toby Shelley, “Natural resources and the Western Sahara” terdapat dalam “The Western Sahara conflict The Role of Natural Resources in Decolonization”.
65
menyediakan “pasar” yang lebih dekat bagi Maroko dibandingkan Amerika atau
Eropa. Selama dekade terakhir, Maroko berusaha menyeimbangkan
ketergantungannya pada Eropa dengan membangun kemitraan strategis dengan
Amerika Serikat. Namun, kedua kemitraan strategis tersebut memiliki
keterbatasan. Maka dari itu Afrika menjadi sangat penting bagi Maroko yang
memungkinkan Maroko untuk melengkapi kemitraan strategis di wilayah Afrika.
Selain itu, intervensi Maroko di Mali terkait ancaman Al-qaeda dan kelompok
teroris lain mengharuskan Maroko untuk lebih memperkuat jaringan aliansi
regionalnya di wilayah Afrika150
.
Maroko semakin sadar akan perlunya melibatkan Afrika. Kematian
Ghadaffi dari Libya dan kinerja buruk Nigeria dan Afrika Selatan di front
kepemimpinan Afrika, menciptakan kekosongan kepemimpinan yang ingin
dicapai Maroko. Maroko berusaha untuk melibatkan Afrika setelah 32 tahun
kebijakan isolasionisnya di Afrika adalah untuk mengisi kekosongan
kepemimpinan yang dirasakan dan ketidakadilan yang dirasakan negara-negara
Afrika lainnya151
. Afrika menjadi arena dimana Maroko memiliki kesempatan
untuk memainkan peran kepemimpinannya di kawasan, hal ini ditunjukkan dari
peran Maroko dalam menyelesaikan konflik-konflik di wilayah Afrika152
dan
bantuan-bantuan yang diberikan Maroko ke negara-negara Afrika Barat seperti
yang telah dijelaskan pada bab III.
150
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center For Strategic And International Studies, 2013. 151
Wawancara dengan Charles Ogheneruonah pada 28 Juni 2016. 152
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center For Strategic And International Studies, 2013.
66
4.4. Intervening Variabel (faktor internal)
Sesuai dengan asumsi neo-classical realist bahwa relative material power di
translasikan pada level unit domestik yakni oleh para pengambil kebijakan yang
disebut intervening variabel153
. Dalam hal ini keputusan Maroko untuk bergabung
dengan Uni Afrika tentu didasari oleh persepsi pengambil kebijakan berdasarkan
relative material power yang dimiliki. Hal ini terlihat dalam surat terbuka yang
disampaikan oleh Raja Mohammed VI kepada African Union Heads of State and
government ketika Maroko mendeklarasikan untuk kembali dalam keanggotaan
Uni Afrika154
.
My country has forged a unique, authentic and tangible South-South cooperation
model which has made it possible not only to consolidate cooperation in the traditional
areas of training and technical assistance, but also to engage in new, strategic sectors such
as food security and infrastructure development. This process will not be ending any time
soon. And - like it or not - it is irreversible.
The important involvement of Moroccan operators and their strong engagement in
the areas of banking, insurance, air transport, telecommunications and housing are such
that the Kingdom is now the number one investor in West Africa. My country is already
the second largest investor in the Continent, and our ambition is to be ranked first.
..... Furthermore, the Kingdom's participation in all of Africa's bi-regional and bi-
continental partnerships is further evidence of my country's readiness to defend the
Continent's interests at the international level and to leverage its exchange network to
promote Africa's relations with the rest of the world.
Finally, true to a longstanding tradition of solidarity and commitment to peace in the
world, the Kingdom of Morocco, even after it left the OAU, has continued to launch
initiatives to promote stability and security”. (Africa News Service, 2016)
Dalam pesan yang disampaikan oleh Rachid Talbi Alami seorang speaker of
Morocco's Lower House pada African Union Summit 2016155
terlihat Raja
menjabarkan kontribusi yang telah dilakukan Maroko di kawasan Afrika. Dalam
pesannya tersebut terlihat Maroko menjadikan relative material power yang
153
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.146 154
Peter Mugabo, “Morocco Turns Back to Seek AU Membership [press release]”, Africa News Service, 2016. 155
Peter Mugabo, “Morocco Turns Back to Seek AU Membership [press release]”.
67
dimiliki sebagai dasar ukuran dalam mengambil keputusan. Keberadaan dan
kontribusi Maroko di kawasan Afrika selama ini menjadi power yang kemudian
diterjemahkan oleh intervening variabel dalam hal ini Raja Mohammed VI.
Maroko merupakan negara yang menganut paham monarki konstitusional.
Pada 2011 orang-orang Maroko memilih untuk secara resmi mengkonsolidasikan
dua dekade reformasi dengan sebuah konstitusi baru yang dirancang untuk
membentuk sebuah monarki konstitusional dengan pemisahan kekuasaan156
.
Meskipun partai Justice and Development Party (PJD) memenangkan kursi paling
banyak di parlemen pada 2011 dan Abdelilah Benkiran menjadi Perdana Menteri,
namun Raja masih memainkan peran besar dan menentukan dalam dunia
politik157
. Pada awal pemerintahannya, Raja Mohammed VI mengisyaratkan
bahwa dia menyukai demokrasi. Namun pada kenyataannya, proses demokratisasi
di Maroko tidak berjalan dengan baik158
.
Ketika Raja Mohammed VI menggantikan ayahnya yakni Raja Hassan II
pada bulan Juli 1999, dia menyadari harapan orang-orang yang tinggi. Dia
membuat beberapa isyarat untuk memberi tanda awal era yang lebih baik. Dalam
pidato pertamanya, dia membela hak-hak perempuan, memperdebatkan partisipasi
penuh mereka dalam kehidupan publik. Dia menentang kemiskinan, ketidakadilan
dan korupsi yang dilembagakan. Dia menyerukan konsep baru wewenang
berdasarkan pertanggungjawaban, hak asasi manusia dan kebebasan individu. Dia
mendanai program sosial untuk membantu kaum miskin kota dan memimpin
156
American Moroccan Center, “Constitutional Reform in Morocco Five Years On”, issue brief, 2006. 157
American Moroccan Center, “Constitutional Reform in Morocco Five Years On”. 158
Marina Ottaway dan Meredith Riley, “Morocco: From Top-down Reform to Democratic Transition?”, paper, Washington, DC: Carnegie Endowment for International Peace, 2006.
68
beberapa kampanye untuk mengurangi kemiskinan pedesaan setelah dua tahun
masa kekeringan. Dia mengunjungi provinsi utara yang terbelakang, termasuk
wilayah Rif, yang terakhir dikunjungi Raja Hassan II lebih dari 40 tahun yang lalu
untuk menekan pemberontakan. Kebijakan Mohammed VI menciptakan iklim
liberalisasi politik yang memungkinkan orang Maroko berbicara lebih bebas dan
menyampaikan keluhan mereka di depan umum, setelah 38 tahun memegang
kendali ketat di bawah Raja159
.
Pada masa pemerintahan Raja Mohammed VI, Maroko berkembang
menjadi negara yang lebih agresif dalam bidang ekonomi maupun militer. Hal ini
terbukti dengan penandatanganan sebuah perjanjian perdagangan bebas dengan
Amerika Serikat yang berlanjut hingga akhir 2013 yakni sebuah kesepakatan
fasilitas perdagangan. Hal ini menjadikan Maroko satu-satunya negara di benua
Afrika yang telah menandatangani sebuah perjanjian perdagangan bebas dengan
Amerika Serikat160
. Selain itu, Maroko juga menjadi salah satu dari lima penerima
investasi asing terbesar di Afrika. Posisi Maroko naik ke posisi 77 pada peringkat
daya saing Forum Ekonomi Dunia, hal ini menjadikannya negara dengan
peringkat tertinggi ketiga setelah Afrika Selatan dan Rwanda161
.
Pada awal masa pemerintahan Raja Mohammed VI, pertumbuhan ekonomi
Maroko meningkat dari rata-rata 2,2% menjadi 5%, rasio utang luar negeri
terhadap PDB turun 65% dari 79% di tahun 1999 menjadi sekitar 14% pada akhir
159
Abdeslam Maghraoui, “Political Authority in Crisis: Mohammed VI's Morocco”, Middle East Report, No. 218, 2001, JSTOR, Middle East Research and Information Project, Inc. tersedia dalam: http://www.jstor.org/stable/1559304 160
J. Peter Pham dan Ricardo René Larémont, “Morocco’s Emergence as a Gateway to Business in Africa”, Atlantic Council’s Africa Center, 2014. 161
J. Peter Pham dan Ricardo René Larémont, “Morocco’s Emergence as a Gateway to Business in Africa”.
69
tahun 2009, dan lebih dari 1,5 juta orang Maroko bangkit dari kemiskinan162
. Pada
Februari 2014 ketika Raja berkunjung ke Mali, telah menghasilkan lebih dari 80
perjanjian bilateral dengan empat negara. Perjanjian ini merupakan tambahan dari
17 perjanjian perdagangan bilateral dengan negara yang lain. Kerjasama ini
meningkatkan nilai pendapatan perdagangan Maroko. Terlihat perdagangan
Maroko dengan sub-Sahara Afrika mencapai rata-rata $ 300 juta per tahun. Sejak
tahun 1998 memiliki rata-rata $ 529 juta per tahun dan mencapai $ 1 miliar pada
tahun 2008163
. Selain pendapatan perdagangan, antara tahun 2008 dan 2010 FDI
Maroko ke sub-Sahara Afrika hampir dua kali lipat, dari $ 248 juta menjadi $ 495
juta164
. Investasi Maroko di wilayah Sub-Sahara Afrika telah tersebar di berbagai
sektor ekonomi Afrika dengan prospek pertumbuhan yang signifikan di tahun-
tahun mendatang, termasuk pertanian, telekomunikasi, farmasi, dan
manufaktur165
. Hal ini menjadi prioritas utama Maroko terbukti dengan masuknya
kerjasama dengan Afrika dalam konstitusi 2011, yang menjanjikan negara untuk
mengkonsolidasikan hubungan kerja sama dan solidaritas dengan masyarakat dan
negara Afrika166
.
Raja Mohammed VI telah memanfaatkan kekuatan ekonomi Maroko yang
meningkat untuk meningkatkan jangkauan pengaruh Maroko di kawasan. Pada
162
J. Peter Pham dan Ricardo René Larémont, “Morocco’s Emergence as a Gateway to Business in Africa”. 163
J. Peter Pham dan Ricardo René Larémont, “Morocco’s Emergence as a Gateway to Business in Africa”. 164
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center For Strategic And International Studies, 2013. 165
J. Peter Pham dan Ricardo René Larémont, “Morocco’s Emergence as a Gateway to Business in Africa”, Atlantic Council’s Africa Center, 2014. 166
J. Peter Pham dan Ricardo René Larémont, “Morocco’s Emergence as a Gateway to Business in Africa”.
70
tahun 2000, Raja mengumumkan rencana pengampunan hutang untuk negara-
negara terbelakang di Afrika, dan pemberantasan bea masuk atas produk yang
diimpor dari negara-negara tersebut. Maroko telah mengambil peran penting
dalam forum ekonomi Afrika dan negara berkembang , dalam satu dekade terakhir
Maroko menjabat sebagai ketua Kelompok Afrika di World Trade Organization
(WTO) dan presiden G-77 yaitu koalisi negara-negara berkembang yang
merupakan kaukus terbesar untuk kepentingan ekonomi dan kapasitas negosiasi
dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)167
.
Maroko juga telah menyelenggarakan serangkaian forum internasional yang
ambisius dengan tujuan menciptakan "Komunitas Atlantik" yang lebih luas yang
menghubungkan negara-negara Afrika di pesisir laut dengan negara-negara Eropa
dan Amerika168
. Keberhasilan Raja Mohammed VI membawa Maroko menjadi
negara yang berkembang secara ekonomi membuat reputasi Raja Maroko semakin
baik. Kepercayaan diri dan keinginan untuk semakin meluaskan pengaruh Maroko
ditataran internasional turut mendorong keputusan Maroko kembali dalam
keanggotaan Uni Afrika pada 2016.
Menurut McNamee, selama bertahun-tahun telah diyakini bahwa jika Raja
mengakui SADR atau mengalah pada kasus ini, maka hal itu akan menjadi akhir
dari monarki. Melalui reformasi bertahap dan membuka beberapa ruang politik,
Raja mendorong orang untuk lebih banyak membicarakan masalah SADR yang
sebelumnya hampir tabu untuk mengangkatnya dan memperdebatkannya. Raja
167
J. Peter Pham dan Ricardo René Larémont, “Morocco’s Emergence as a Gateway to Business in Africa”. 168
J. Peter Pham dan Ricardo René Larémont, “Morocco’s Emergence as a Gateway to Business in Africa”.
71
menjadi lebih percaya diri dalam membahas masalah ini secara lebih terbuka.
Dengan kata lain, Raja merasa cukup kuat untuk bergabung dengan Uni Afrika
sementara SADR masih menjadi anggota Uni Afrika karena Raja yakin bahwa
orang Maroko akan dapat melihat gambaran yang lebih besar dan tidak
menganggap hal itu sebagai pengakuan SADR untuk eksis sebagai sebuah negara
merdeka169
.
Tidak hanya dibidang ekonomi, agresivitas kebijakan Maroko pada masa
pemerintahan Raja Mohammed VI juga menjadi sangat dinamis. Pemerintah
Maroko menyerukan kerja sama bilateral dan multilateral yang lebih besar di
antara negara-negara tetangga untuk mengatasi masalah keamanan di wilayah
Afrika. Maroko mendukung intervensi militer Perancis di Mali, dan Maroko
berusaha bekerja sama lebih erat dengan pemerintah Mauritania, Mali dan Senegal
untuk memperkuat kerja sama kontraterorisme dan menentang penyebaran
ideologi ekstremis melalui program kontra-radikalisasi yang luas. Maroko
berambisi dalam perannya menyelesaikan krisis keamanan regional dan ini
menunjukkan pencapaian Maroko untuk menunjukkan kemampuannya di ranah
yang lebih luas170
.
Menurut Haim Malka dalam tulisannya, persaingan yang terus berlangsung
dengan Aljazair dan konflik Sahara Barat serta absennya Maroko dari Uni Afrika
menjadi hambatan untuk usahanya mengukir diplomasi yang lebih berpengaruh
dan peran keamanan di Afrika. Pada tingkat multilateral, Maroko akan
mendapatkan keuntungan dari keterlibatan lebih aktif dengan organisasi 169
Wawancara dengan Terrence McNamee pada 28 Juni 2016. 170
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center For Strategic And International Studies, 2013.
72
regional171
. Maka dari itu sesuai dengan pernyataan Yahia H. Zoubir bahwa
keputusan Maroko kembali dalam keanggotaan Uni Afrika adalah untuk
menguatkan pengaruh Maroko di kawasan172
.
Kawasan Afrika dan khususnya wilayah Sahara Barat merupakan kebijakan
strategis penting bagi masa depan Maroko. Namun, resiko bagi Maroko adalah
bahwa di tahun-tahun mendatang Maroko mungkin tidak penting bagi Afrika.
Dengan status Afrika sebagai salah satu pasar perbatasan terakhir yang tersisa,
persaingan internasional karena akses terhadap sumber daya dan pasar semakin
meningkat173
. Terlepas dari tantangan ini, Maroko mungkin masih menjadi mitra
penting bagi negara-negara Afrika. Strateginya akan lebih efektif jika terus
berfokus untuk membangun kehadirannya di Francophone, Afrika Barat dan
Afrika Tengah, di mana ia memiliki hubungan historis, jaringan ekonomi, dan
kepentingan bersama mengenai ancaman keamanan dan lintas batas174
. Adanya
systemic pressure ini juga yang kemudian di translasikan oleh pengambil
kebijakan bahwa pentingnya Maroko kembali dalam keanggotaan Uni Afrika. Hal
ini juga sejalan dengan asumsi neoclassical realist bahwa ketika negara telah
beralih dari satu peringkat ke peringkat berikutnya dalam hal perekonomian
maupun pengaruh negaranya maka kebijakan luar negeri mereka akan
menyesuaikan dan terus mengalami kemajuan dengan mencari pengaruh lebih
luas175
.
171
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”. 172
Wawancara dengan Dr. Yahia Zoubir pada 10 Juni 2017. 173
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper, Middle East Program, Center For Strategic And International Studies, 2013. 174
Haim Malka, “Morocco’s Rediscovery Of Africa”. 175
Gideon Rose, “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, hal.155.
73
Faktor yang melatarbelakangi keputusan Maroko kembali dalam
keanggotaan Uni Afrika pada 2016 dapat dilihat melalui adanya relative material
power yang ditranslasikan oleh intervening variabel dengan melihat adanya
insentif yang akan didapatkan. Maroko mengalami pertumbuhan ekonomi dan
memiliki pengaruh yang cukup kuat di kawasan dengan melakukan kerjasama,
memberikan bantuan dan memberikan kontribusi dalam hal ekonomi maupun
keamanan. Kontribusi inilah yang kemudian menambah kepercayaan diri Raja
Mohammed VI sebagai intervening variabel dalam mengambil keputusan. Sesuai
dengan asumsi neoclassical realist bahwa negara akan menyesuaikan perilakunya
dengan power yang dimiliki dan akan terus mencari pengaruh lebih luas, maka
dalam hal ini Maroko mencari pengaruh yang lebih luas dengan memutuskan
untuk kembali dalam keanggotaan Uni Afrika. Pengaruh inilah yang kemudian
akan menciptakan sistemik insentif bagi Maroko dalam mempertahankan Sahara
Barat dan memberikan status kepemimpinan di kawasan bagi Maroko.
74
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Maroko merupakan salah satu negara pendiri Organization Of African Unity
(OAU) bersama dengan negara-negara Afrika yang telah merdeka kala itu.
Keinginan untuk membebaskan wilayah Afrika dari kolonialisme dan
meningkatkan perekonomian negara-negara Afrika menjadi tujuan utama
terbentuknya organisasi regional ini. Meskipun begitu, pada 2001 negara anggota
OAU menganggap bahwa piagam OAU perlu direformasi sesuai dengan pengaruh
globalisasi. Maka pada 2002 OAU berubah nama menjadi Uni Afrika.
Meskipun Maroko menjadi salah satu negara yang mendirikan OAU, namun
pada 1984 Maroko memutuskan untuk keluar dari keanggotaan OAU. Hal ini
disebabkan oleh penerimaan SADR sebagai negara anggota OAU. SADR
merupakan nama untuk negara yang berada di wilayah Sahara Barat. Wilayah
yang masih menjadi sengketa antara Maroko dan kelompok Polisario. Meskipun
telah keluar dari keanggotaan Uni Afrika yang masih bernama OAU pada saat itu,
hubungan Maroko dan negara-negara Afrika tetap terjalin dengan baik. Bahkan
pada 2002 ketika Raja Mohammed VI dari Maroko menjabat sebagai Raja untuk
menggantikan ayahnya yakni Raja Hassan II, Maroko berkembang menjadi
negara yang baik secara ekonomi dan memiliki pengaruh yang cukup besar di
kawasan Afrika.
75
Pada 2016 dalam African Union Summit di Kigali, Rwanda, Raja
Mohammed VI menyatakan untuk kembali dalam keanggotaan Uni Afrika setelah
32 tahun bukan merupakan anggota Uni Afrika. Meskipun konflik di Sahara Barat
belum usai dan Maroko belum menerima SADR sebagai sebuah entitas negara,
namun Maroko telah merubah keputusannya untuk kembali dalam keanggotaan
Uni Afrika. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan mengapa Maroko memutuskan
untuk kembali dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016 padahal Maroko belum
menerima SADR sebagai sebuah entitas negara dan konflik Sahara Barat masih
berlangsung.
Sejalan dengan teori neo-classical realism, kebijakan suatu negara tidak
hanya dapat dilihat lewat faktor eksternal maupun internal saja namun dapat
dilihat melalui kedua faktor tersebut secara bersamaan. Dalam hal ini keputusan
Maroko untuk kembali bergabung dalam keanggotaan Uni Afrika pada 2016
adalah karena adanya relative material power yang ditranslasikan oleh
intervening variabel dalam melihat incentive yang akan didapatkan. Relative
material power yang dimiliki Maroko adalah pengaruhnya di kawasan yang dapat
dilihat dari kerjasama bilateral, multilateral dan bantuan-bantuan Maroko ke
negara-negara Afrika yang kemudian ditranslasikan oleh intervening variabel.
Intervening variabel atau pengambil kebijakan di Maroko adalah Raja
Mohammed VI yang telah berkuasa menggantikan ayahnya yakni Raja Hassan II
sejak 1999 hingga saat ini. Intervening variabel melihat incentive jika Maroko
kembali dalam keanggotaan Uni Afrika yakni untuk menambah pengaruh dan
mempertahankan posisinya di wilayah Sahara Barat. Menggalang dukungan untuk
76
mengeluarkan SADR dari Uni Afrika dan mempertahankan klaimnya atas wilayah
Sahara Barat serta perlunya memperkuat jaringan aliansi regionalnya di wilayah
Afrika dalam menyelesaikan isu keamanan wilayah. Insentif sistemik yang
didapatkan Maroko ketika kembali menjadi anggota Uni Afrika tidak hanya
menambah pengaruh namun juga dapat merambah dalam bidang ekonomi dan
politik.
5.2. Saran
Penelitian ini berfokus pada keputusan Maroko kembali dalam keanggotaan
Uni Afrika pada 2016. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi bagi
penelitian-penelitian selanjutnya mengenai hal serupa atau kelanjutan hubungan
Maroko di Uni Afrika. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih
memeperkaya narasumber baik dari pihak kedutaan Maroko maupun pihak Uni
Afrika.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Cervenka, Zdenek. 1977. “The Unfinished Quest For Unity”, London:
Julian Friedmann Publishers Ltd.
Cragg, Kathryn. 2008. “Organizing African Unity: a Pan-African Project A
Comparison of the Organization of African Unity And the African Union”, Thesis,
Wesleyan University.
Cross, Megan Melissa. 2007. “KING HASSAN II: Morocco‟s Messenger of
Peace”, thesis, University of Kansas.
Faisal, Sanapiah. 2010. “format-format penelitian sosial”, Jakarta: Rajawali
Press.
Kipkuruikibet, Hilary. 2009. “A Comparison Of The Organization Of
African Unity (OAU) And African Union (AU) Management Of Conflicts In The
Horn Of African”, Thesis, Universitas Nairobi.
Nkrumah, Kwame. 1963. “Africa Must Unite”, New York: Frederick A.
Praeger, Inc.
Ottaway, Marina dan Meredith Riley. 2006. “Morocco: From Top-down
Reform to Democratic Transition?”, Washington, DC: Carnegie Endowment for
International Peace.
Rose, Gideon. “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”.
Cambridge.
Thomson, Alex. 2010. “An Introduction To African Politics”, Edisi Ketiga,
New York: Taylor & Francis E-Library.
Willis, Jeffrey H. 1991. “Western Sahara: A Land Of Conflict”, North
Carolina: Troy State University At Fort Bragg.
Yin, R. K. 2007. “Qualitative Research From Start To Finish”. New York:
Guildford Press
Yoh, John Gay Nout. 2008. “The Institutional Role Of The Organisation Of
African Unity (OAU) In Conflict Resolution In Africa”, Thesis, University Of
South Africa.
xv
Jurnal:
------. 2012. “Morocco: Current Issues”, Volume 5, Number 2, ISSN: 1098-
4070, Current Politics and Economics of Africa, Nova Science Publishers, Inc.
------. 2013. “Morocco‟s Vital Role In Northwest Africa‟s Security And
Development”, ISSUEBRIEF, Africa Center, Atlantic Council.
American Moroccan Center. 2016. “Constitutional Reform in Morocco Five
Years On”, issue brief.
Arango, Joaquin dan Philip Martin. 2005. “Best Practices to Manage
Migration: Morocco-Spain”, The International Migration Review, Vol. 39, No. 1,
JSTOR. New York: Center for Migration Studies of New York, Inc.
Arieff, Alexis. 2014. “Western Sahara”, Congressional Research Service,
www.crs.gov
Babarinde, Olufemi. 2007. “The EU as a Model for the African Union: the
Limits of Imitation”, Miami - Florida European Union Center, University of
Miami.
Bartolomeo, Anna di, dkk. 2009. “Migration Profile: Morocco”,
Consortium for Applied Research on International Migration, Robert Schuman
Centre For Advanced Studies.
Binaisa, Godfrey L., 1977. “Organization of African Unity and
Decolonization: Present and Future Trends”, The Annals of the American
Academy of Political and Social Science, Vol. 432, Africa in Transition, JSTOR.
Churchill, Winston. “Conflict in Western Sahara”, paper, Special Political
and Decolonization Committee (SPECPOL).
Collyer, Mike, dkk. 2012. “Responses to irregular Migration in Morocco
Promising Changes, Persisting Challenges”, paper, , Buckingham: Institute for
Public Policy Research.
Elias, T. O. 1965. “The Charter of the Organization of African Unity”, The
American Journal of International Law, Vol. 59, No. 2, American Society of
International Law, JSTOR. http://www.jstor.org/stable/2196967
El-Katiri, Mohammed. 2015. “From Assistance To Partnership: Morocco
And Its Foreign Policy In West Africa”, ISBN 1-58487-711-1, Strategic Studies
Institute and U.S. Army War College Press.
xvi
Fernandez, Molina Irene. 2014. “Morocco and the Middle East under
Mohammed VI”, Discussion Paper, Durham: Durham University, HH Sheikh
Nasser Al-Sabah Programme.
Godfrey, Okoth, P. 1983. “OAU: Forces Of Destabilization”, Ufahamu: A
Journal Of African Studies, UCLA. http://escholarship.org/uc/item/8mn839wp
Green, Makaria. ”The African Union”, Review Digest: Rights-Based
Approaches To Development.
Gusau, Abdullahi Shehu. 2013. “Littering The Landscape: An Analysis Of
The Role Of Nigeria In The Transition Of O.A.U To The African Union”, vol.9,
No.8, e - ISSN 1857- 7431, European Scientific Journal.
Haas, Hein de. 2007. “The impact of international migration on social and
economic development in Moroccan sending regions: a review of the empirical
literature”, working papers, International Migration Institute.
Hestermeyer, Holger. 2002. “African Union replaces Organization of
African Unity”, German Law Journal.
http://www.germanlawjournal.com/index.php?pageID=11&artID=173
Kamal, Humayun Akhter. 1973. “Organization Of African Unity”, Pakistan
Institute of International Affairs, JSTOR. http://www.jstor.org/stable/41393158
Lacher, Wolfram. 2013. “The Malian crisis and the challenge of regional
security cooperation”, Stability: International Journal of Security &
Development.
Leite, Pedro Pinto. 2006. “The Western Sahara conflict The Role of Natural
Resources in Decolonization”, Current African Issues NO. 33, ISBN 91-7106-
572-5, Swedia:NORDISKA AFRIKAINSTITUTET.
Lesser, Ian O. dkk. 2012. “Morocco‟s New Geopolitics A Wider Atlantic
Perspective”, Washington DC: The German Marshall Fund of the United States.
Hal. 07. tersedia dalam: www.gmfus.org/publications
Loumrhari, Ghizlan. 2014. “Ageing, Longevity And Savings: The Case Of
Morocco”, International Journal Of Economics And Financial Issues, ISSN:
2146-4138. Www.Econjournals.Com
Maghraoui, Abdeslam. 2001. “Political Authority in Crisis: Mohammed
VI's Morocco”, Middle East Report, No. 218, JSTOR, Middle East Research and
Information Project, Inc. tersedia dalam: http://www.jstor.org/stable/1559304
xvii
Malka, Haim. 2013. “Morocco‟s Rediscovery Of Africa”, Analysis Paper,
Middle East Program, Center For Strategic And International Studies.
Maqsood, Fawad. 2016. “Morocco Wants To Rejoin African Union: King”,
Agence France-Presse.
Mcnamee, Terence Dkk. 2013. “Morocco And The African Union:
Prospects For Re-Engagement And Progress On The Western Sahara”,
Discussion Paper, The Brenthurst Foundation: South Africa.
www.Thebrenthurstfoundation.Org
Moshi, Edwin H. 2013. “Organization Of African Unity/African Union
Andthe Challenges Of Realizing Its Objectives”, Workshop To Commemorate 50
Years Of OAU/AU Held On 24th May 2013 At J.K. Nyerere Hall, Muccobs.
Mugabo, Peter. 2016. “Morocco Turns Back to Seek AU Membership [press
release]”, Africa News Service.
Ogheneruonah, Charles. 2014. “From O.A.U to A.U: The Politics, Problems
and Prospects of a Continental Union”, Vol.4, No.24, ISSN 2225-0565,
Developing Country Studies. www.iiste.org
Okoth-Obbo, George. 2001. “Thirty Years On: A Legal Review Of The
1969 OAU Refugee Convention Governing The Specific Aspects Of Refugee
Problems In Africa”, Refugee Survey Quarterly, Vol. 20, No. 1, UNHCR.
Padelford, Norman I., Dkk,. 1962. “Africa And International Organization”,
Volume XVI, No. 2, World Peace Foundation, JSTOR.
http://www.jstor.org/stable/2705397
Pham, J. Peter dan Ricardo René Larémont. 2014. “Morocco‟s Emergence
as a Gateway to Business in Africa”, Atlantic Council‟s Africa Center.
Pham, J. Peter. 2016. “King Affirms Africa As 'Top Priority' in Moroccan
Foreign Policy”, artikel jurnal, Africa News Service.
Rousselet, Lelia. 2014. “Evolutions In The Relations Morocco And The Gulf
Cooperaation Council (GCC): A Singular Illustration Of Multilateralism In The
Arab World”, Paper, Kuwait Program At Sciences Po.
Schalk, Baba. dkk,. 2005. “Successes And Failures Of The Organisation Of
African Unity: Lessons For The Future Of The African Union”, Vol 40 no 3.2,
Journal of Public Administration.
xviii
Shelley, Toby. 2006. “Natural resources and the Western Sahara” terdapat
dalam “The Western Sahara conflict The Role of Natural Resources in
Decolonization”, Current African Issues NO. 33, ISBN 91-7106-572-5, Swedia:
NORDISKA AFRIKAINSTITUTET.
Siaroff, Alan. 2007. “Following In Europe‟s Footsteps? The African Union
And Integration In Africa”, Paper, European Union Studies Association:
Montreal, Quebec, Canada.
Strachan, Anna Louise. 2014. “Conflict Analysis Of Morocco”, Research
Paper, GSDRC, International Development Department, College Of Social
Sciences University Of Birmingham. www.Gsdrc.Org
Tadlaoui, Ghita. 2015. “Morocco‟s Religious Diplomacy In Africa”, Policy
Brief, ISSN : 1989 - 2667, No. 196, FRIDE: A European Think Tank For Global
Action.
Vásquez, Erica. 2015. “Morocco‟s Counterterrorism Strategy: Implications
for Western Sahara”, Middle East Institute.
Zoubir, Yahia H. 1996. “The Western Sahara Conflict: A Case Study In
Failure Of Prenegotiation And Prolongation Of Conflict”, Vol. 26, California
Western International Law Journal.
Website:
Africa News Service. 2016. “Full Text of Royal Message to the 27th African
Union Summit [document]”.
African economic Outlook 2017, “Morocco economic outlook”, African
development bank group. tersedia dalam:
https://www.afdb.org/en/countries/north-africa/morocco/morocco-economic-
outlook/
African Union, “History Of The OAU And AU”, tersedia dalam:
http://www.au.int/en/history/oau-and-au
Al-Jazeera, 2016. “Morocco Asks To Rejoin The African Union After 32
Years”, Africa News Service.
Bertelsmann Stiftung, BTI 2016, “Morocco Country Report”, Gütersloh:
Bertelsmann Stiftung, 2016. Tersedia dalam: http://www.bti-project.org
xix
Channe Lindstrom, “Report on the Situation of Refugees in Morocco:
Findings of an exploratory study October 2002”, American University of Cairo.
Dodson, Marianne. 2017. “Moroccan defense budget to increase 2.8
percent by 2022”, The Moroccan Times. tersedia dalam:
http://themoroccantimes.com/2017/02/22100/moroccan-defense-budget-to-
increase-2-8-percent-by-2022
http://moroccoonthemove.com/policy/regionalsecurity/#sthash.sHWkx0zB.e
hG7sZw1
https://tradingeconomics.com/morocco/gdp-per-capita
Lamzouwaq, Saad Eddine. 2017. “How Morocco Leads the Fight Against
Terrorism”, Morocco World News. tersedia dalam:
https://www.moroccoworldnews.com/2017/05/216898/morocco-leads-fight-
against-terrorism/
Stockholm International Peace Research Institute ( SIPRI ), Yearbook:
Armaments, Disarmament and International Security.
http://data.worldbank.org/indicator/MS.MIL.XPND.CN?locations=MA&start=19
99&end=2015&view=chart diakses pada 6 Juli 2017.
<iframesrc="http://data.worldbank.org/share/widget?end=2015&indicators=MS.
MIL.XPND.CN&locations=MA&start=1999&view=chart" width='450'
height='300' frameBorder='0' scrolling="no" ></iframe>
The Africa-EU Partnership, “From The Organisation Of African Unity
(OAU) To The African Union (AU): The 50-Year Path Towards African Unity”,
2013. Tersedia dalam: http://www.africa-eu-partnership.org/en/newsroom/all-
news/organisation-african-unity-oau-african-union-au-50-year-path-towards-
african-unity
UNICEF. 2013. “Part IV. International migrant stocks”, Migration Profile
Morocco.
Virtue, Rob. 2015. “Morocco terror warning: Officials raise threat level to
HIGH for British holidaymakers”, majalah express. tersedia dalam:
http://www.express.co.uk/news/world/602233/Morocco-terror-threat-level-raised-
high-British-government
xx
Lampiran 1
Hasil wawancara dengan Dr. Yahia H. Zoubir
(Professor of International Studies & International Management
Director of Research in Geopolitics KEDGE Business School)
Wawancara dilakukan melalui email [email protected] dan
Pada Jumat, 2 Juni 2017
1. Morocco and the African Union have a long and complex relationship and
history, when in 1984 Morocco decided to withdrew from African Union
membership which at that time was still named Organization of African Unity
(OAU). In your opinion, why Morocco decided to rejoin the African Union
(AU) membership in 2016?
Morocco‟s objective in joining it is multifaceted: weaken Algeria‟s influence
within the AU; gather support from its traditional, francophone allies in the
organization (Senegal, Gabon, Guinea…) in the hope of isolating the SADR;
serve France‟s interests within the AU; and, ultimately weaken the U itself.
2. Morocco withdrew from OAU after the admission of Sahrawi Arab
Democratic Republic (SADR) as a member of OAU. Since deciding to quit the
OAU, Morocco is still continuing its relationship with African countries.
Even in the 2000s, King Mohammed VI further strengthened its relationship
with African countries, particularly West Africa. How do you think King
Mohammed VI sees the current position of Morocco in the African region?
Why did the King decide to rejoin the African Union even though Sahrawi
Arab Democratic Republic (SADR) is still a member of AU?
As I said above, Morocco relies on its traditional Francophone allies (mostly
in West Africa). In fact, it wants to also join the Regional Economic
Community ECOWAS. Morocco‟s active role in Africa in general and in
West Africa in particular is to counter Algeria at a time when Algeria has
domestic difficulties (sick president, problem of succession, and economic
xxi
difficulties do the drop in the price of oil…). The optimistic supporters of the
Sahrawis believe that Morocco joining the AU is an implicit recognition of
the SADR and that they might negotiate within the AU. I personally don‟t
believe it. Morocco will eventually seek to have a vote to expel the SADR
from the AU. It can lobby inside the AU rather than outside. Morocco‟s
admission to the AU was a real coup in that it got admitted in violation of the
OAU/AU Charters.
3. Is Morocco‟s decision to rejoin AU related to the Western Sahara conflict
which still unfinished today? Will Morocco‟s decision to rejoin AU be able to
resolve the Western Sahara conflict? Or it will further complicate the
conflict?
Absolutely! The primary reason is to gather support on its position on
Western Sahara and, at the same time, seek to weaken Algeria and its position
on Western Sahara. I doubt that at this stage, any resolution will come from
within the AU. Morocco prefers the UN, where it knows it has the support of
France, the United States, and the UK and the neutrality of China and Russia.
4. How did Morocco's relationship with SADR or Algeria, when the morocco
was readmitted as a member of AU?
Algerian-Moroccan relations are at a low ebb, the lowest since the war
between Polisario and Morocco. There are no relations between SADR &
Morocco. They had some “negotiations” in 2007…but Morocco refuses any
solution short of maintaining its occupation of the territory. It can rely on
France‟s support for that!
5. Is there any influence of other actors, such as the United States, behind the
Moroccan decision?
From what I understand, France encouraged Morocco to rejoin as a ploy to
weaken both the AU and Algeria.
xxii
Lampiran 2
Hasil wawancara dengan Bapak Terrence McNamee
(PhD in IR from the LSE and Deputy Director of the Johannesburg-based
Brenthurst Foundation)
Wawancara dilakukan melalui email [email protected] dan
Pada Jumat, 28 Juni 2017
1. Morocco and the African Union have a long and complex relationship and
history, when in 1984 Morocco decided to withdrew from African Union
membership which at that time was still named Organization of African Unity
(OAU). In your opinion, why Morocco decided to rejoin the African Union (AU)
membership in 2016?
As I have written elsewhere, I think Morocco has always played the „long game‟,
believing that their strategy to win over major African states to their cause would
eventually pay off. Although they had certainly hoped that the AU would remove
SADR before they joined, Morocco has calculated that there will be a better
chance of doing that from inside the tent rather than outside it. Before joining
morocco built a very impressive record of contributing to African issues –
politically and diplomatically, economically and (where it can) militarily – so
much so, that the tide of opinion has shifted considerably in their favour. Morocco
has conveyed a powerful message through its nimble diplomacy and economic
strength: Morocco is a country of serious political and economic clout, integral to
the continent‟s development and prepared to play a leading role in its future. And
it will make the AU stronger. At least that‟s the message.
2. Morocco withdrew from OAU after the admission of Sahrawi Arab
Democratic Republic (SADR) as a member of OAU. Since deciding to quit the
OAU, Morocco is still continuing its relationship with African countries. Even in
the 2000s, King Mohammed VI further strengthened its relationship with African
countries, particularly West Africa. How do you think King Mohammed VI sees
xxiii
the current position of Morocco in the African region? Why did the King decide to
rejoin the African Union even though Sahrawi Arab Democratic Republic (SADR)
is still a member of AU?
Related to the above, the issue of SADR has been central to the relationship of the
Moroccan King to Moroccans. For many years it was believed that if the King
were to give away SADR or relent on that issue, that would be the end of the
monarchy, so central has the Western Sahara issue become in Moroccan society.
But I think the king, through gradual reforms and some opening up the of the
political space, encouraging people to talk more about the SADR issue (whereas
previously it was almost taboo to raise it as a matter of debate), he has become
more confident in the ability of the Moroccan people to have a debate and discuss
this issue more openly. In other words, he felt strong enough to join the African
Union with SADR still having a seat at the table because he is more confident that
Moroccan will be able to see the bigger picture and not take it as a recognition of
SADR‟s right to exist as an independent nation.
I think the King sees morocco as a leader of regional organisations in Africa,
believing it has huge amounts to offer in terms of technocratic ability, connections
with Europe, relative stability, and so on.
3. Is Morocco‟s decision to rejoin AU related to the Western Sahara conflict
which still unfinished today? Will Morocco‟s decision to rejoin AU be able to
resolve the Western Sahara conflict? Or it will further complicate the conflict?
It is certainly related to the Western Sahara issue – Morocco is still adamant that
their autonomy proposal is the only way forward, and is the maximum amount
they will give on that issue. I believe that ultimately the western sahara issue will
never be resolved at the AU, it will always be principally a battle between Algeria
and Morocco – and it is in those two capitals that an ultimate solution will be
eventually solved, not the AU. It will complicate issue, especially if the likes of
South Africa remain steadfast in their opposition to any solution for SADR that
doesn‟t grant them outright independence.
xxiv
4. How did Morocco's relationship with SADR or Algeria, when the morocco
was readmitted as a member of AU?
Both SADR and Algeria were vehemently opposed. But currently around 33
African member states support Morocco, so the numbers are not on SADR side
5. Is there an economic interest behind the Moroccan decision to rejoin African
Union?
Yes, but it is not the principal reasons. While it did not have much material
difference on Morocco‟s foreign trade and investment, there are significant
advantages to gain from being a sophisticated economy in Africa with terrific
links to Europe and the Mediterranean …and being part of its only pan African
body, ie the AU.
6. Is there any influence of other actors, such as the United States, behind the
Moroccan decision?
Good question and I am not sure. The autonomy proposal was supported greatly
the US, EU and others. But I think on this decision, morocco had been doing the
numbers (of countries that support Morocco and/or likely to withdraw their
recognition of SADR) for a very long time, and I think what we are seeing is just
a culmination of those calculation.
xxv
Lampiran 3
Hasil wawancara dengan Bapak Charles Ogheneruonah
(Researcher at University of University of Benin)
Wawancara dilakukan melalui email [email protected] dan
Pada Jumat, 28 Juni 2017
1. Morocco and the African Union have a long and complex relationship and
history, when in 1984 Morocco decided to withdrew from African Union
membership which at that time was still named Organization of African Unity
(OAU). In your opinion, why Morocco decided to rejoin the African Union (AU)
membership in 2016?
RESPONSE:
Views differ on why Morocco seek to re-join AU after disserting the OAU in
1973 over OAU‟s support for Sahrawi Arab Democratic Republic and the
Polisario Front, a separatist movement that sought to liberate Sahrawi Arab
Democratic Republic from Morocco‟s control. Morocco‟s decision to re-join has
elicited mixed reactions. Some believe the North African country wants to avoid
been left of a continental body that is growing while others believe that Morocco
wants to re-join to be able to correct perceived injustice OAU did by recognising
SADR as sovereign entity. Both views appear logical but I personally align with
the later which is that Morocco wants to re-join to be able to re-open the SADR
case with a view to claiming back her territory. True picture of things would
become clearer with passage of time.
2. Morocco withdrew from OAU after the admission of Sahrawi Arab
Democratic Republic (SADR) as a member of OAU. Since deciding to quit the
OAU, Morocco is still continuing its relationship with African countries. Even in
the 2000s, King Mohammed VI further strengthened its relationship with African
countries, particularly West Africa. How do you think King Mohammed VI sees
xxvi
the current position of Morocco in the African region? Why did the King decide to
rejoin the African Union even though Sahrawi Arab Democratic Republic (SADR)
is still a member of AU?
RESPONSE:
Morocco is increasing becoming conscious of the need to engage Africa. The
demise of Pan Africa Ghadaffi of Libya and abysmal performance of Nigeria and
South Africa in African leadership front, creates a leadership vacuum the
Morocco seek to leverage on. King Mohammed VI in-road into Africa in recent
times with ECOWAS as starting point, is to earn leadership position in political
Africa and lead the way probably. This is to enable Morocco direct Africa affairs
in a manner she deems „just‟ and avoid a repeat of the SADR episode in either
Morocco or other Africa state. In sum, Morocco quest to engage Africa after her
32 years African isolationist policy, is to fill perceived leadership vacuum and
correct perceived injustice melted on her and other African states.
3. Is Morocco‟s decision to rejoin AU related to the Western Sahara conflict
which still unfinished today? Will Morocco‟s decision to rejoin AU be able to
resolve the Western Sahara conflict? Or it will further complicate the conflict?
RESPONSE:
If the sole mission is to „right perceived wrongs‟ from within, possibility of AU
reversing self on SADR is slim. What possibly could happen, is a negotiated
settlement that will favour both parties but collapsing the state status granted
SADR, would be resisted by majority of AU members and SADR herself. On the
other hand, if Morocco remain unyielding if the SADR issue is re-introduced, it
might lead to crisis within the AU that will see camps emerging and this will
complicate issues. As we speak, there is already discordant tunes as 28 AU
members wrote for right of SADR to be withdrawn while Algeria and others are
opposed. If this is not carefully handled, big diplomatic crisis will rock the
continental body and leave it in tatters.
xxvii
4. How did Morocco's relationship with SADR or Algeria, when the morocco
was readmitted as a member of AU?
RESPONSE:
They have frosty relationship. Algeria appear sympatric to the SADR course. This
led to broken diplomatic relationship between Morocco and Algeria.
5. Is there an economic interest behind the Moroccan decision to rejoin
African Union?
RESPONSES:
Though Morocco‟s veiled intention appear political at the moment, the economic
dimension could become manifest if Moroco succeeds in collapsing SADR to
pave way for resource exploitation.
6. Is there any influence of other actors, such as the United States, behind the
Moroccan decision?
RESPONSE:
No known influence other than Morocco‟s quest to politically dominate Western
Sahara.