anak (bedah anak) - polip anus juvenil refrat
DESCRIPTION
bahan belajarTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Polip berasal dari bahasa Yunani dari kata polypus yakni pertumbuhan
yang menonjol. Polip merupakan ekresensi sakit atau pertumbuhan menonjol dari
selaput lender; secara klasik digunakan untuk pertumbuhan selaput lender hidung,
sekarang istilah ini digunakan untuk tonjolan dari setiap selaput lender. Anus atau
ani meupakan muara distal atau terminal dari saluran cerna (Dorland, 2002).
II.2. EPIDEMIOLOGI
Polip anus/rektal kebanyakan merupakan suatu tumor jinak, namun polip
tipe villous dan herediter dapat mengarah pada keganasan. Polip rektal dapat
merupakan suatu lesi precancerous dari rectum. Kanker kanalis atau kanker pada
anus sangat jarang terjadi dan terjadi sekitar 2% dari seluruh keganasan
kolorektal. (Brunicardi, 2006). Polip anus dan rektal terjadi pada pria pada usia
lebih dari 55 tahun dan pada wanita sekitar usia 45 sampai lebih dari 60 tahun.
Pada anak-anak juga dapat terjadi polip rektal yang disebut juvenile polip,
umumnya terjadi pada usia kurang dari 10 tahun yang didominasi dengan keluhan
berak berdarah. (Gupta, 2004)
II.3. ANATOMI
Pembagian anatomi dari usus besar :
Kolon
Rectum
Kanalis analis
Anus merupakan bagian terluar dari saluran pencernaan dan rectum
merupakan bagian terbawah dengan panjang 10-15 cm dari usus besar. Kanalis
analis dimulai dari anorektal junction samapai ke anal verge. Kanalis analis
berukuran kira-kira 4 cm. batas antara kanalis dan anus disebut garis anorektum,
garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. linea pectinea / linea dentata
yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah rectum ada kolumna
rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis yang berakhir di
kaudal sebagai valvula rectalis. Didaerah ini terdapat kripta anus dan 4-8 muara
kelenjar anus antara kolumna rektum. infeksi yang terjadi disini dapat
menimbulkan abses anorektum yang dapat menimbulkan fistel. (Gupta, 2004).
Lekukan antar sfingter sirkuler dapatdiraba didalam kanalis analis sewaktu
melakukan colok dubur dan menunjukkan batasantara sfingter interna dan sfingter
eksterna (garis Hilton). Cincin sfingter anusmelingkari kanalis analis dan terdiri
dari sfingter intern dan sfingter ekstern. sisi posterior dan lateral cincin ini
terbentuk dari fusi sfingter intern, oto longitudinal, bagian tengahdari otot levator
(puborektalis), dan komponen m.sfingter eksternus.
Pendarahan arteri
Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a. mesenterika
inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan.
Cabang yang kanan bercabang lagi. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin
dapat menjelaskan letak hemoroid dalam yang khas yaitu dua buah di setiap
perempat sebelah kanan dan sebuah diperempat lateral kiri. Arteri hemoroidalis
medialis merupakan percabangan anterior a. iliaka interna, sedangkan a.
hemoroidalis inferior adalah cabang a. pudenda interna. Anastomosis antara
arkade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang
mempunyai makna penting pada tindak bedah atau sumbatan aterosklerotik
didaerah percabangan aorta dan a. iliaka. Anastomosis tersebut ke pembuluh
kolateral hemoroid inferior dapat menjamin perdarahan di kedua ekstremitas
bawah. Perdarahan di pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas dan kaya
sekali darah sehingga perdarahan dari hemoroid intern menghasilkan darah
segar yang berwarna merah dan bukan darah vena warna kebiruan.
Pendarahan vena
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan
berjalan kearah kranial kedalam v. mesenterika inferior dan seterusnya melalui v.
lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan ronggga perut
menentukan tekanan di dalamnnya. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai
embolus vena didalam hati, sedangkan embolus septik dapat menyebabkan
pileflebitis, v. hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v. pudenda
interna dan v. hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid.
Penyaliran limfe
Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalirkan
isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus
mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus
dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limfe dari rektum di atas
garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis superior dan melanjut ke
kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi
karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limfe ini.
(Brunicardi,2006).
II.4. KLASIFIKASI POLIP
Secara histologis polip kolon dan rektum diklasifikasikan menjadi dua
kelompok utama, yaitu polip nonneoplastik dan neoplastik. Polip non-neoplastik
termasuk polip mukosa, polip hiperplastik, polip juvenile, Peutz-Jeghers polip,
dan polip inflamasi. Polip neoplastik termasuk adenoma, yang dapat diidentifikasi
secara histologis sebagai adenoma tubular, adenoma tubulovillous, atau adenoma
villous.
II.4.1. Polip non-neoplastik
a. Hamartoma
Hamartoma ditandai oleh pertumbuhan yang cepat dari komponen
kolon normal, seperti epithelium dan jaringan penghubung. Hamartoma
tidak mempunyai potensi mengalami penyebaran dan kurang atipic atau
invasif. Juvenil polip dan sindrom Peutz-Jegher dikarakteristikan sebagai
Hamartoma.
b. Juvenile Polyps
Polip juvenile dapat ditemukan di seluruh kolon namun paling
sering ditemukan pada daerah rektosigmoid. Polip ini paling sering terjadi
pada berusia kurang dari 5 tahun, tetapi juga ditemukan pada orang
dewasa segala usia; dalam kelompok yang terakhir, kelainan ini dapat
disebut sebagai polip retensi. Apapun terminologinya, lesi biasanya besar
pada anak (diameter 1 sampai 3 cm) tetapi lebih kecil pada orang dewasa;
lesi berbentuk bulat, licin atau sedikit berlobus, dan sekitar 90% memiliki
tangkai, dimana panjangnya hingga 2 cm. Secara umum polip ini terbentuk
sendiri-sendiri dan terletak di rectum. Biasanya polip mengalami regresi
spontan dan tidak bersifat ganas.
Gejala klinis utama adalah perdarahan spontan dari rectum yang
sering tidak disertai nyeri, kadang disertai lendir. Karena selalu bertangkai,
dapat menonjol keluar dari anus pada saat defekasi. Pada sebagian kasus
polip dapat terpuntir di tangkainya sehingga mangalami infark.
c. Sindrom Peutz-Jeghers
Peutz-Jeghers polip merupakan polip non-neoplastic yang biasanya
berukuran dari 1 mm sampai 3 cm, biasanya multiple dan mempunyai
tangkai. Secara makrokopis, polip ini menyerupai permukaan lobular dari
adenomas. Secara mikroskopik, mukosa muskularis yang terarborsi
tertutup oleh mukosa yang berisi kelenjar, dan lapisan propria. Gejalanya
meliputi muntah, pendarahan dan sakit pada perut bagian bawah.
d. Polyp inflammatory
Polip inflamasi biasanya terjadi selama fase regeneratif dari
peradangan mukosa pada kolon seperti yang terjadi pada ulceratif kolitis,
penyakit Crohn, kolitis amoeba, dan disentri bakteri. Terbentuknya polip
inflamasi, bagaimanapun, terjadi sebagai akibat dari ulserasi tanpa
penyebab yang jelas, sehingga terdapatnya polip inflamatory tidak selalu
menunjukkan suatu proses inflamasi kronis di kolon. Polip dapat kecil atau
besar, dan polip yang berukuran besar dapat menyerupai neoplasma. Pada
periode post inflamasi, polip dapat mengandung jaringan granulasi, tetapi
jaringan tersebut kemudian akan terdistorsi kembali oleh mukosa yang
normal.
e. Polyp Hyperplastic
Polip hiperplastik merupakan polip kecil yang berdiameter 1-3 mm
yang berasal dari epitel mukosa yang hiperplastik dan metaplastik. Polip
mungkin hanya satu, tetapi umumnya multiple. Walaupun dapat
ditemukan dimana saja dikolon, pada lebih dari separuh kasus polip
ditemukan di daerah rectosigmoid.
Umumnya polip ini tidak bergejala, tetapi harus dibiopsi untuk
diagnosis histologik. Secara histologis, polip mengandung banyak kriptus
yang dilapisi oleh sel epitel absorptif atau sel goblet berdiferensiasi baik,
dipisahkan oleh sedikit lamina propria. Walaupun sebagian besar polip
hiperplastik tidak berpotensi menjadi ganas, sekarang disadari bahwa
sebagian dari apa yang disebut sebagai polip hiperplastik di sisi kanan
kolon mungkin merupakan prekursor karsinoma kolorektum. Polip-polip
ini memperlihatkan instabilitas mikrosatelit dan dapat menimbulkan
kanker kolon akibat ketidaksesuaian jalur regeneratif.
II.4.2. Polip Neoplastik
a. Polip Adenomatosa
Adenoma merupakan suatu lesi premaligna. Banyak suatu
adenokarsinoma pada usus besar merupakan suatu progresivitas dari
perkembangan mukosa normal yang menjadi adenoma kemudian
berkembang menjadi karsinoma. Polip adenomatosa adalah polip asli yang
bertangkai dan jarang ditemukan pada usia di bawah 21 tahun. Insidens
meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Gambaran klinis umunya
tidak ada, kecuali perdarahan dari rectum dan prolaps anus disertai
anemia. Letaknya 70% di sigmoid dan rectum. Polip ini bersifat
pramaligna sehingga harus diangkat setelah ditemukan. Potensi keganasan
dari polip adenomatosa tergantung dari ukurannya, perkembangannya dan
derajat epitel atipikal
Karena polip adenomatosa mungkin berkembang menjadi kelainan
premaligna dan kemudian menjadi karsinoma, sebaiknya setiap adenoma
yang ditemukan dikeluarkan. Berdasarkan kemungkinan ini dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan berkala seumur hidup pada penderita polip
adenomatosa multiple atau mereka yang pernah menderita polip
adenomatosa. Polip adenomatosa ini dapat berupa tubule, tubulovilous
dan vilous
Tubulus adenoma yang khas ialah kecil, sferis dan bertangkai
dengan permukaan yang licin. Villous adenoma biasanya besar dan sessile
dengan permukaan yang tidak licin. Tubulovilous adenoma adalah
campuran dari kedua jenis adenoma tersebut. Villous adenoma terjadi pada
mukosa dengan perubahan hyperplasia berpotensi ganas, terutama pada
penderita yang berusia lanjut. Villous adenoma mungkin didapatkan agak
luas di permukaan selaput lendir rektosigmoid sebagai rambut halus. Polip
ini kadang memproduksi banyak sekali lendir sehingga menimbulkan diare
berlendir yang mungkin disertai hipokalemia.
b. Polip Neoplastik Herediter
Poliposis kolon atau poliposis familial merupakan penyakit
herediter yang jarang ditemukan. Riwayat keluarga ditemukan menyertai
sepertiga kasus dimana terjadi penurunan genetic. Gejala pertama timbul
pada usia 13-20 tahun. Frekuensinya sama pada pria dan wanita. Polip
yang tersebar diseluruh kolon dan rectum ini umunya tidak bergejala.
Kadang timbul mulas atau diare disertai perdarahan rectum. Biasanya
sekum tidak terkena. Resiko keganasan 60% dan sering multiple.
Sedapat mungkin segera dilakukan kolektomi disertai anastomosis
ileorektal dengan kantong ileum dan reservoir. Pada penderita ini harus
dilakukan pemeriksaan endoskopi seumur hidup karena masih ada sisa
mukosa rectum. Setelah kolektomi total, dapat dilakukan ileokutaneostomi
(biasanya disingkat ileostomi) yang merupakan anus preternaturalis pada
ileum. Karena kanalis anus tidak dilengkapi poliposis, dapat juga
dilakukan anoileostomi dengan dibuat reservoir dari ileum terminal.
Untuk pencegahan, semua anggota keluarga sebaiknya dilakukan
pemeriksaan genetic untuk mencari perubahan kromosom dan diperiksa
secara berkala untuk mengurangi resiko karsinoma kolon, yaitu dengan
endoskopi atau foto enema barium. Peran endoskopi sangat berperan
dalam penanganan poliposis. Biopsy jaringan dan polipektomi biasanya
dikerjakan secara bersamaan.
Sindrom gardner merupakan penyakit herediter yang terdiri dari
poliposis kolon disertai osteoma, tumor epidermoid multiple, kista
sebaseus dan tumor dermoid. Terapi dan pencegahannya sama dengan
yang dilakukan pada poliposis kolon.
II.5. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Etiologi dan patofisiologi dari polip anus belum banyak diketahui.
Kemungkinan terdapat keterkaitan dengan factor genetic, diet, hygiene (Gupta,
2004) dan factor inflamasi seperti infeksi virus HPV (Penninger, 2001) yang
menyebabkan perubahan dari sel epitel
II.6. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis pada kelainan anorektal (Gupta, 2004) dan (Brunicardi, 2006):
a. Nyeri daerah anorektal
Merupakan gejala yang paling sering dan terkadang merupakan gejala
sekunder dari fisura ani, abses perirecktal maupun karena fistula. Lebih
jarang lagi dapat disebabkan oleh neoplasma anal canal, infeksi kulit
perianal, spasme kulit.
b. Perdarahan GI tract bagian bawah
Sering menjadi keluhan pasien datang ke rumah sakit.
c. Konstipasi dan obstruksi defekasi
Merupakan gejala yang sering terjadi, yang dapat disebabkan oleh
metabolic, farmakologik, endokrin, psikologis dan juga striktur ataupun
adanya massa yang sebaiknya diperiksa lebih lanjut dengan kolonoskopi
atau barium enema.
d. Diare dan sindrom iritasi pencernaan
Diare juga merupakan gejala yang umum terjadi pada orang dengan
gangguan pada kolorektal. Dapat disebabkan oleh infeksi karena
gastroenteritis. Diare berdarah dan nyeri merupakan tanda dari colitis,
sigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat membantu penegakan diagnosis.
e. Nyeri perut
Merupakan gejala non spesifik. Nyeri perut ini berkaitan dengan keadaan
inflamasi/neoplastic, perforasi ataupun adanya perforasi.
f. Nyeri pelvis
Nyeri pelvis dapat berasal dari kolon bagian distal ataupun dari rectum.
Inkontenensia faltus atau alvi
g. Pruritus ani
Discharge dari anus atau sekitar anus
II.7. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Sesuaikan dengan gejala klinis pasien
b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi : dapat ditemukan adanya erosi sekitar anus, produksi mukosa
berlebih, massa yang “protrude”
c. Rectal tauche sangat penting untuk diagnosis. Untuk mengetahui adanya
hemoroid, fisura ani, bahkan tumor rectum dan polip. (Brunicardi, 2006).
d. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan : (Schwart, ) dan (Bhalla,
2011)
1. Endoskopi
a) Anoscopi dapat digunakan untuk pemeriksaan kanalis analis dan
dapat memeriksa sekitar 6-8 distal dari anus. Anoskopi juga dapat
digunakan sebagai diagnostic dan terapeutik (Rubber band ligase
dari hemoroid)
b) Protoskopi digunakan untuk memeriksa rectum dan distal dari
kolon sigmoid dan dapat digunakan sebagai terapeutik (seperti
polipektomi, elektrokoagulasi, detorsi dari volvulus di sigmoid)
c) Sigmoidoskopi atau kolonoskopi digunakan sebagai visualisasi dari
kolon dan rectum. Sigmoidoskopi dapat memeriksa sejauh 60 cm
yakni sejauh fleksura splenikus.pasien dapat mentoleransi
procedure ini tanpa sedasi. Kolooskopi dapat memeriksa sejauh
100-160 dan dapat memeriksa seluruh kolon dan ileum terminalis.
Procedure ini memerlukan sedasi sehingga komplit oral
preparation sangat diperlukan karena jika tidak akan menimbulkan
rasa tidak nyaman pada pasien.
2. Imaging
a) Foto X-ray untuk mengetahui apakah terdapat obstruksi,
banyaknya udara dalam usus, dll
b) CT scan dapat mengetahui staging dari karsinoma kolorektal, dan
dapat mengetahui adanya inflamasi bowel disease atau ada iskemia
c) MRI untuk mengevaluasi adanya lesi pada pelvic atau tidak. Lebih
efektif untuk mengetahui adanya metastase ke tulangatau
penyebaran dari tumor rectum
d) Endoanal ultrasound untuk mengetahui dan mengevaluasi
kedalaman dari invasi neoplastic anal dan rektum
3. FNAB dan biopsy untuk mengetahui jenis sel dan sitology sel
4. Pemeriksaan laboratorium umumnya untuk menemukan adanya
perdarahan darah samar, anemia, ataupun ketidakseimbangan
elektrolit.
II.8. DIAGNOSIS BANDING
Polip fibroepitelial seringkali memiliki diagnosis banding dengan
papilloma squamous. Polip Fibroepitelial merupakan tumor jinak yang terdiri dari
jaringan myxoid atau kolagen /jaringan ikat yang diliputi dengan epitel squamous.
Polip ini terdiri dari mononukleasi dan multinukleasi sel stroma dengan
fibroblastic dan myofibroblastiv serta sel mast. Etiologi polip ini berhubungan
dengan response dari anoderm modified sebagi respon hipertrofi dari iritasi,
perlukaan ataupun infeksi. Selain itu, polip fibroepitelial sering dikaitkan dengan
fisura ani kronik dan juga hemoroid. Polip fibroepitelial ini mungkin mengalami
prolaps, berdarah atau dapat menyebabkan ketidaknyamanan daerah anus namun
tidak dihubungkan dengan pruritus ani. Simptomatik atau polip fibroepitelial yang
besar harus segera disingkirkan/diobati. Terapinya ialah eksisi yang mungkin
membutuhkan anestesi regional.
II.9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan polip pada kolon dan rectum dilakukan berdasarkan tiga hal
yaitu karena polip tersebut memberikan suatu gejala yang menggangu, karena
polip tersebut mungkin bersifat ganas ketika pertama kali ditemukan, atau karena
polip tersebut dapat menjadi suatu keganasan nantinya.
a. Polypectomy
Dalam kasus polip yang bertangkai dan berkonsistensi keras,
pengangkatan polip seiring dengan dilakukannya kolonoskopi merupakan
tindakan kuratif yang sering dilakukan. Polip diangkat selama kolonoskopi
dengan menggunakan pisau bedah atau lingkaran kawat yang dialiri arus
listrik. Kekambuhan polip kolon setelah 1 tahun dilakukan polypectomy
jarang dijumpai namun pemeriksaan kolonoskopi ulang pada 3-12 bulan
setelah dilakukannya polipektomi terkadang dianjurkan apabila terdapat
keraguan apakah polip kolon telah sepenuhnya hilang dan/atau mempunyai
resiko keganasan.
b. Endoscopic Mucosal Resection (EMR)
Endoscopic Mucosal Resection kini telah menjadi tehnik standar untuk
melakukan reseksi pada polip kolorektal luas yang tidak bertangkai.
Penggunaan EMR ini terutama dipertimbangkan pada polip kolorektal yang
tidak bertangkai dengan ukuran lebih dari 1 cm. Komplikasi yang kadang
terjadi dari penggunaan tehnik EMR ini adalah terjadinya perdarahan dan
mikroperforasi. Mikroperforasi yang diketahui terlambat merupakan indikasi
untuk dilakukanya laparotomi.10
c. Laparoscopic Colectomy
Prosedur Laparoscopic Colectomy terutama dilakukan pada kasus
polip kolorektal yang tidak dapat direseksi dengan endoskopi misalkan pada
polip yang mengenai lebih dari sepertiga kolon atau pada polip tidak
bertangkai yang luas. Prosedur ini dikatakan merupakan prosedur yang aman
dilakukan karena sedikitnya komplikasi yang terjadi.11
d. Reseksi kolon
Dalam kasus polip kolon yang dikaitkan dengan poliposis familia,
reseksi sering menjadi satu-satunya pilihan penatalaksanaan. Reseksi kolon
juga dianjurkan untuk pasien dengan kolitis ulseratif kronis yang ditemukan
terdapatnya sel-sel yang mengalami displasia. Reseksi bedah mungkin
dianjurkan pada polip yang berukuran besar, polip tidak bertangkai yang sulit
untuk diangkat atau polip kolon yang terus mengalami kekambuhan meskipun
telah dilakukan polipektomi dengan endoskopi.
Beberapa pilihan operasi harus yang dapat dilakukan adalah kolektomi
total, kolektomi subtotal, atau reseksi segmental. Pemeriksaan histologis
terhadap spesimen yang telah didapatkan sangat dianjurkan untuk dilakukan.
Hal ini untuk mengetahui kemungkinan keganasan suatu polip dan berperan
untuk rencana penatalaksanaan selanjutnya.
II.10. PROGNOSIS
Tingkat kekambuhan adenoma vilosum pada daerah eksisi sekitar 15%
dari kasus setelah penanganan lokal dilakukan. Adenoma tubuler jarang kambuh,
akan tetapi kasus baru dapat muncul kembali, serta pada pasien yang memiliki
adenoma jenis apapun memiliki resiko lebih besar untuk terjadinya
adenocarsinoma daripada populasi umum. Resiko untuk terjadinya tumor
metachronous setelah dilakukan eksisi dari adenoma kolorektal akan lebih besar
apabila terdapat indeks lesi multipel atau bila adenoma sessile, villous, atau
diameternya lebih dari 2 cm. resiko lebih besar pada laki-laki daripada
perempuan. Pada satu studi, resiko kumulatif dari perkembangan lebih jauh dari
adenoma adalah linear sepanjang waktu, mencapai sekitar 50% setelah tindakan
menghilangkan satu atau lebih adenoma kolorectal, insidens kumulatif dari kanker
pada populasi yang sama meningkat menjadi 7% dalam 15 tahun. Apabila kolon
dibersihkan dengan kolonoskopi total saat dilakukan eksisi polip, kolonoskopi
lanjutan pada 3 tahun kemudian sama efektif dengan kolonoskopi pada 1 dan 3
tahun kemudian untuk mencegah perkembangan neoplasma yang membahayakan.