ampul b kompleks
DESCRIPTION
ampulTRANSCRIPT
LABORATORIUM FARMASEUTIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN GOLONGAN
FORMULA AMPUL VITAMIN B KOMPLEKS
ASISTEN:
ACHMAD HIMAWAN
MAKASSAR
2011
Rancangan Formula
Tiap 2 ml ampul mengandung :
Thiamin HCl 20 mg
Riboflavin sodium phospat 2,413 mg
Pirydoxin HCl 20 mg
Cyanocobalamin 50 µg
Nikotinamid 100 mg
Dexpanthenol 10 mg
FeCl3 0,005 %
Asam askorbat 0,1 %
Thiourea 0,001 %
Benzyl alcohol 2 %
CaNa2EDTA 0,01 %
HCl / NaOH q.s
Aqua pro injeksi ad 100 %
Master Formula
Nama produk : Beplex ® injeksi
Jumlah produk : 1 ampul @ 2 ml
Tanggal Formulasi : 11 April 2011
Tanggal Produksi : 11 Mei 2011
No. Reg : DKL 11002004 44 A1
No. Bets : A 02004
Diproduksi
Oleh :PT Eka
Pharma,
Makassar-
Indonesia
Disusun oleh: Kelompok II
Disetujui oleh: Achmad Himawan
No. Reg : DKL 1100200444
A1
No. Batch : A 02004
No
.
Kode
Bahan
Nama Bahan Fungsi Bahan Jumlah
Perkemasan Perbatch
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
TMN-01
RBF-02
PRD-03
CYB-04
NKT-05
DPT-06
FCL-07
ASK-08
TIU-09
Thiamin HCl
Riboflavin
sodium phospat
Pirydoxin HCl
Cyanocobalamin
Nikotinamid
Dexpanthenol
FeCl3
Asam askorbat
Thiourea
Zat aktif
Zat aktif
Zat aktif
Zat aktif
Zat aktif
Zat aktif
Stabilisator
Antioksidan
Antioksidan
10.
11.
12.
13.
BZA-10
CNE-11
HNA-12
API-13
Benzyl alcohol
CaNa2EDTA
HCl / NaOH
Aqua pro injeksi
Pengawet
Pengkhelat
pH adjustment
Pembawa
BAB I
DASAR FORMULASI
I.1 Dasar Pembuatan Sediaan
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspense, atau
serbuk yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam
kulit, melalui kulit, atau selaput lendir. (FI III : 13)
Keuntungan sediaan injeksi antara lain (SDF : 11) :
1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan,
yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal
jantung, asma, shok.
2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara
oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin,
hormon dan antibiotik.
3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar
harus diberikan secara injeksi.
4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari
ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga
dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila
diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk
parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara
intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada
keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total
diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, penggunaan bentuk
sediaan parenteral, utamanya dalam bentuk injeksi i.v, meningkat dengan
pesat. Alasan untuk hal ini adalah sangat banyak dan beragam, tetapi
dapat disimpulkan bahwa (a) maraknya penemuan dan pengembangan
teknik rute pemberian parenteral, (b) peningkatan jumlah obat yang hanya
dapat diberikan dengan rute parenteral, (c) kebutuhan pemberian
berulang obat-obatan dengan rute parenteral pada pasien yang dirawat di
rumah sakit, (d) bentuk baru terapi nutrisi, seperti injeksi i.v lipid, asam
amino, dan mineral, dan (e) pengembangan pemberian terapi parenteral
yang dapat dilakukan oleh pasien secara langsung.
Banyak obat-obatan yang penting sekarang hanya tersedia dalam
bentuk parenteral. Diantara obat-obatan ini adalah insulin, sefalosporin,
antibiotik, dan obat-obatan seperti heparin, protamine, dan glukagon.
Selain itu, beberapa obat seperti lidokain HCl dan banyak obat antikanker
diproduksi dalam bentuk parenteral. (Modern Pharmaceutics 4th : 384)
I.2 Dasar Pemilihan Zat Aktif
Vitamin dan beberapa mineral penting untuk metabolisme. Vitamin
merupakan senyawa organic yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil
untuk mempertahankan kesehatan dan seringkali bekerja sebagai kofaktor
untuk metabolism. Sumber vitamin dan mineral yang paling baik adalah
makanan sehingga orang sehat yang makanannya bermutu baik sudah
mendapat jumlah vitamin dan mineral yang cukup. Akan tetapi individu
dengan diet rendah kalori (kurang dari 1200 kalori/hari)seringkali asupan
vitaminnya kurang dan memerlukan tambahan. (Farmakologi dan Terapi
ed. 4 : 714)
Vitamin dibagi menjadi dua golongan yaitu vitamin larut lemak (A,
D, E, dan K) dan vitamin larut air (B dan vitamin larut air disimpan dalam
tubuh hanya dalam jumlah terbatas dan sisanya dibuang sehingga untuk
mempertahankan saturasi jaringan vitamin larut air perlu sering
dikonsumsi. (Farmakologi dan Terapi ed. 4 : 714)
1. Vitamin B1 (Dinamika Obat : 601)
Tiamin terdapat banyak dalam perikarpium dan biji Graminae
serta dalam ragi, sayur-sayuran dan kentang.
Didalam organism vitamin B1 mengalami fosforilasi menjadi
bentuk aktifnya yaitu tiamin pirofosfat (TPP). TPP merupakan koenzim
dekarboksilase dan aldehidtransferase. Karena itu sangat penting
artinya untuk metabolism karbohidrat.
Pada dekarboksilase oksidatif asam α-keto, asam keto akan
bergabung dengan TPP, CO2 akan bebas dan sisa aldehid akan
dibawa ke liponamida yang kemudian bertindak sebagai oksidator.
Selanjutnya pada reaksi esterifikasi gugus asil diteruskan pada
koenzim A. dengan cara ini asam lemak menjadi aktif dan dengan
mudah masuk ke metabolism selanjutnya misalnya dalam siklus sitrat.
Selanjutnya vitamin B1 berperan pada reaksi transketolase dimana
pada proses ini ia membawa glikoadehid pada gula C5 misalnya ribisa
atau eritrosa.
Pada manusia kekurangan vitamin B1 tercermin pada :
a. Berkurangnya kemampuan fisik maupun psikis
b. Tak ada nafsu makan, bobot badan berkurang, sekresi getah
lambung tak ada karena gangguan fungsi lambung dan usus
c. Atrofi otot, terutama pada ekstremitas bagian bawah
d. Perubahan EKG
Penyakit beri-beri, penyakit yang sudah dikenal sejak zaman
dulu, umumnya terdapat di daerah yang penduduknya terutama hidup
dari berasyaitu di Negara-negara Asia Timur. Penyakit ini akan
bertambah bila bulir-bulir padi dibebaskan dari kulitnya menggunakan
mesin. Ini merupakan penyakit avitaminosis yang kompleks karena
disamping defisiensi vtamin B1 juga disertai defisiensi vitamin B
lainnya. Penyakit yang parah ditandai dengan polyneuritis dengan
parestesia dan parese, perubahan psikis dan mungkin pula udem.
Pada paminum alcohol defisiensi vitamin B1 yang terjadi disebabkan
oleh makanan yang hanya sejenis atau karena absorpsi yang terbatas.
Disini terjadi kardiomiopati dengan dilatasi vemtrikel kanan.
2. Vitamin B2 (Dinamika Obat : 603)
Kadar riboflavin tertinggi terdapat dalam ragi, padi-padian,
polong-polongan serta hati, ginjal, susu, dan keju. Sebagian kebutuhan
manusia akan vitamin B2 akan disintesis oleh bakteri usus.
Setelah diabsorpsi dari usus halus, vitamin B2 akan difosforilasi
menjadi riboflavin-5-fosfat di dalam mukosa usus.
Flavinmononukleotida (FMN) dan flavin adenine dinukleotida (FAD),
yang terbentuk dari FMN dan adenosine monofosfat, merupakan
koenzim dari enzim flavin. Enzim-enzim ini sangat diperlukan untuk
penghantaran hydrogen pada rantai pernapasan, untuk dehidrasi asam
lemak, eaminasi oksidatif asam amino dan untuk reaksi oksidasi-
reduksi selanjutnya (misalnya aldehidoksidase, xantinoksidase,
oksidase asam amino).
Gejala defisiensi vitamin B2 jarang terjadi pada manusia karena
biasanya vitamin B2 yang dipasok bersama makanan dan yang
disintesis oleh bakteri usus sudah mencukupi.
Defisiensi biasanya timbul setelah diare kronis atau setelah
terapi jangka panjang dengan antibiotika atau sulfonamide. Gejala
yang timbul adalah dermatitis muka (luka pada sudut bibir, eksem
pada muka, khelitis), glositis, konjungtivitis, dan vaskularisasi selaput
tanduk.
3. Vitamin B6 (Dinamika Obat : 604)
Vitamin B6 terdapat dalam seluruh sel hidup, terdapat banyak
terutama dalam ragi, padi-padian, sayuran hijau, hati, ginjal, otak,
kuning telur, dan susu.
Senyawa yang sesungguhnya berkhasiat adalah piridoksal-5-
fosfat yang merupakan koenzim transaminase dan dekarboksilase
asam amino yang sangat diperlukan pada metabolism asam amino.
Defisiensi vitamin B6 jarang terjadi pada manusia. Pada
manusia yang sehat, jika diberikan makanan yang tak mengandung
vitamin B6 atau setelah pemberian antivitamin desoksipiridin, terlihat
terjadinya neuritis, kejang seperti epilepsy, anemia hipokromik dan
pemyakit kulit (dermatitis seboroik). Pada pengobatan jangka panjang
dengan isoniazid dan sikloserin dapat timbul neuritis karena defisiensi
vitamin B6. Ini terjadi karena gugus NH2 senyawa-senyawa ini akan
bereaksi dengan gugus aldehida piridoksal dan dengan demikian
menghilangkan funsinya.
4. Nikotinamida (Dinamika Obat : 604)
Asam nikotinat dan nikotinamid banyak terkandung dalam ragi,
kacang-kacangan, hati, jantung, ginjal, otak, kuning telur, dan susu.
Nikotinamid merupakan kerangka piridinnukleotida yang
merupakan koenim penghantar hydrogen (kodehidrase) dan penting
untuk proses oksidasi-reduksi dan membentuk anggota pertama rantai
pernapasan.
Dalam piridinnukleotida nikotinamida-adenin-dinukleotida
(NAD+) dan nikotinamida-adenin-dinukleotida-fosfat (NADP+),
nikotinamida akan bergabung dengan ribose secara glikosidik. Fungsi
koenzim ini ialah pengambilan hydrogen secara reversible, dengan
cincin pirimidin akan direduksi dan N nya akan kehilangan muatan
positifnya.
Avitaminosis nikotinamida yang khas adalah pellagra yang
terjadi akibat defisiensi vitamin lainnya juga di samping defisiensi
nikotinamid. Karena itu untuk pemyembuhannya diberikan preparat B
kompleks. Dulu pellagra sering timbul di Negara yang menggunakan
jagung sebagai makanan utama. Ini ditandai dengan dermatitis pada
tempat yang terkena sinar, gangguan pencernaan, dan perubahan
degenerative system saaf pusat. Disamping akibat makanan, gejala
defisiensi nikotinamid dapat juga terjadi akibat isoniazid. Kemungkinan
senyawa ini akan masuk sebagai pengganti nikotinamida menjadi
kerangka palsu dalam koenzim.
5. Asam pantotenat (Dinamika Obat : 605)
Senyawa ini luas penyebarannya dan terdapat banyak terutama
dalam ragi, hati, daging, susu, dan kuning telur.
Koenzim A berfungsi untuk mengaktifkan asam asetat dan
asam lemak lainnya dan dengan demikian memegang peran yang
fundamental untuk keseluruhan metabolism. Asam lemak akan terikat
sebagai tioester pada koenzim A dan karena energy ikatan yang tinggi
dari gugus tioester maka ia sangat reaktif.
6. Vitamin B12 (Dinamika Obat : 411)
Vitamin ini termasuk kelompok koriniod yang mempunyai atom
kobalt sebagai atom pusat. Struktur dasar korinoid yaitu korin berbeda
dengan profirin karena tidak adanya gugus metil antara cincin A dan
cincin D.
Unsure struktur lainnya dari sianokobalamin yang istimewa
adalah suatu nukleotida yang biasanya mengandung basa purin atau
pirimidin, disini mengandung 5,6-dimetilbenzimidazol. Baru setelah
isolasi dan penjelasan strukturnya diketahui bahwa sianokobalamin
merupakan produk jadian yang dihasilkan pada saat pengerjaan. Zat
berkhasiat sesungguhnya terbentuk dalam organisme dari vitamin B12
dengan menggantikan gugus CN dengan 5-desoksiadenosin. Koenzim
vitamin B12 yang terjadi ini berperan pada :
a. Biosintesis basa purin dan pirimidin
b. Reduksi ribonukleotidatrifosfat menjadi 2-
desoksiribonukleotidatrifosfat
c. Perubahan metilmalonil-koenzim A menjadi suksinil-koenzim A
d. Sintesis metionin dari homosistein
e. Pembentukan lapisan myelin dalam system saraf
Di samping itu vitamin B12 penting untuk mendapatan kembali
secara normal asam tetrahidrofolat dari N-metiltetrahidrofolat
(defisiensi asam folat sekunder pada anemia pernisiosa). Berdasarkan
fungsi yang digambarkan tadi jelaslah bahwa pada defisiensi vitain
B12 pembentukan eritrosit baru terganggu dan hanya sedikit myelin
yang terbentuk sehingga di samping anemia makrositer dapat terjadi
gejala neurologic yang berat (mielosis funikuler).
Di samping itu terjadi atrofi mukosa saluran cerna. Terapi kausal
gangguan ini dilakukan dengan pemberian secara parenteral peparat
vitamin B12. Pemberian secara oral, walaupun ditambahkan factor
intrinsic akan segera kehilangan khasiatnya setelah beberapa saat.
I.3 Alasan Pembuatan Zat Aktif Dalam Bentuk Sediaan Ampul
Wadah dosis tunggal adalah suatu wadah yang kedap udara yang
mempertahankan jumlah obat steril yag dimaksudkan untuk pemberian
parenteral sebagai dosis tunggal dan yang bila dibuka tidak dapat ditutup
rapat kembali dengan jaminan tetap steril. (Ansel :423)
Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat
dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat
mempunyai leher agar dapat dengan mudah dipisahkan dari bagian
wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi ampul
dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermik. Sekali
dibuka, ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu
waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat
dipertanggungjawabkan lagi. (Ansel : 426)
Ukuran ampul biasanya kecil, biasanya 1-50 ml, tetapi kadang-
kadang pada beberapa keadaan tertentu dapat ditemukan ampul dengan
ukuran 100 ml atau lebih. Bentuknya beragam, tetapi dengan leher yang
kecil yang dapat berbentuk datar atau menyempit. Bentuk menyempit
lebih disukai karena ampul dapat dengan mudah dipatahkan sehingga
isinya dapat dengan mudah diambil. Cairan diambil dengan mematahkan
ampul di leher pada sisi yang menyempit dan cairan diambil dengan
pengisapan oleh alat suntik. Ampul double-end kadangkala digunakan
untuk cairan yang sangat kental. Isi ampul dapat dikeluarkan dengan
mematahkan ke dua sisi ampul. Ampul dengan bagian bawah bulat juga
digunakan untuk cairan kental atau suspense karena kemudahan dalam
pengeluaran isi ampul. (Scoville’s : 201)
Ampul juga digunakan untuk mengemas serbuk steril dan kering
yang tidak stabil dalam larutan. Sejumlah tertentu serbuk dimasukkan
dalam ampul steril dan kemudian ampul disegel. Air steril atau pelarut
lainnya ditambahkan ke dalam ampul untuk membuat larutan pada saat
akan diinjeksikan. (Scoville’s : 202)
Injeksi yang dikemas dalam bentuk ampul tidak membutuhkan
penambahan bahan pengawet meskipun pada tahap industry sering
dilakukan karena pihak pabrik seringkali menggunakan formula yang
sama yang akan dikemas dalam ampul dan vial yang merupakan
kemasan dosis ganda. Pada vial yang isinya digunakan lebih dari sekali
penambahan bahan pengawet merupakan hal yang diperlukan.
Berkebalikan dengan vial, ampul tidak memiliki fleksibilitas dalam hal
dosis, kadangkala beberapa ampul harus dibuka sekaligus untuk
memenuhi dosis yang diinginkan misalnya pada injeksi furosemide. (SDF :
299)
Kerugian ampul yang paling utama adalah kontaminasi partikel
gelas ke dalam cairan injeksi pada saat wadah ampul dibuka. Selin itu,
ampul juga kurang menyenangkan bagi penggunanya karena isi ampul
harus sipindahkan ke dalam alat suntik terlebih dahulu sebelum
digunakan. Ampul dibuka dengan mematahkan sisi yang menyempit pada
leher ampul. Untuk ampul berukuran besar dimana leher ampul tidak
memiliki bagian yang meyempit, kesulitan dapat ditemukan dalam
membuka wadah ampul. Pembukaannya dapat dipermudah dengan cara
mengukir cat keramik melingkar pada leher ampul. Dibakar pada gelas,
ukiran ini melemahkan gelas pada sisi ukirannya dan menjadi titik
pematahan pada wadah ampul. (SDF : 300)
BAB II
DASAR PEMILIHAN BAHAN DAN WADAH
II.1 Dasar Penggunaan Zat Aktif
Thiamin HCl
a. Indikasi (AHFS : 19244)
Thiamin digunakan untuk mencegah dan mengobati sindrom
defisiensi thiamin termasuk beri-beri, sindrom ensefalopati
Wernicke, delirium, dan neuritis peripheral yang terkait dengan
pellagra atau neuritis karena kehamilan (yang diakibatkan adanya
muntah). Sindrom ensefalopati Wernicke dan kegagalan jantung
yang disebabkan beri-beri merupakan keadaan darurat yang
membutuhkan thiamin IV atau IM dengan segara. Banyak ahli klinik
yang merekomendasikan paling kurang satu dosis thiamin IV atau
IM untuk pasien alkoholik dengan kamampuan sensori yang telah
mengalami perubahan (misalnya delirium). Jika memungkinkan,
kebiasaan diet yang buruk harus diperbaiki, dan direkomendasikan
pemberian preparasi multivitamin yang mengandung thiamin pada
pasien dengan defisiensi vitamin yang diakibatkan diet yang buruk.
Thiamin juga digunakan pada saat diberikan dekstrosa IV pada
pasien dengan status thiamin marginal untuk mencegah
pengendapan karena adanya gagal jantung.
b. Rute pemberian (AHFS : 19246)
Thiamin HCL biasa diberikan secara oral. Pada saat
pemeberian oral tidak memungkinkan, utamanya pada diagnosis
adanya malabsorpsi, atau pada pasien dengan sindrom
ensefalopati Wernicke atau pada pasien gagal jantung karena beri-
beri, obat dapat diberikan dengan rute IM atau IV.
c. Dosis (A to Z Drug Facts)
- Beri-beri dengan gagal jantung
10-30 mg IV, 3 kali sehari (dewasa).
- Beri-beri
Untuk dewasa berikan 10-20 mg IM, 3 kali sehari selama 2
minggu, kemudian lanjutkan dengan pemberian oral 5-10 mg
(berikan dalam sediaan multivitamin) selama 1 bulan.
Untuk anak-anak berikan 10 mg IV diikuti oleh pemberian 10
mg IM, 2 kali sehari selama 3 hari, kemudian dianjutkan dengan
10 mg perhari selama 6 minggu.
- Defisiensi thiamin terkait dengan alkoholisme (ensefalopati
Wernicke)
Untuk dewasa berikan 50-100 mg IV selanjutnya diberikan
50-100 mg/hari IM/IV hingga pasien dapat mengkonsumsi diet
yang normal, diikuti oleh pemberian 40 mg/hari dengan
pemberian oral.
d. Efek Samping (AHFS : 19247)
Thiamin biasanya nontoksik pada pemberian parenteral
bahkan dengan dosis yang besar (100-500 mg), bagaimanapun
dapat terjadi hipersensitivitas dan efek samping lainnya antara lain
perasaan hangat, pruritus, nyeri, urtikaria, lemah, berkeringat,
nausea, tenggorokan kering, angioedema, gangguan pada saluran
nafas, sianosis, edema pulmonary, pendarahan pada saluran
cerna, vasodilatasi lokal dan hipotensi, vaskular kolaps, dan
kematian dilaporkan terjadi terkait dengan pemberian obat berulang
secara IV.
e. Perhatian dan Kontra indikasi (AHFS : 19247)
Perlu diperhatikan jika ada riwayat sensitivitas terhadap
thiamin. Direkomendasikan untuk melakukan test intradermal
terhadap thiamin pada pasien yang diduga sensitive sebalum
pemberian obat secara parenteral. Thiamin dikontraindikasikan
pada pasien yang diketahui sensitive terhadap obat atau bahan lain
yang terkandung dalam preparasi.
f. Interaksi Obat (AHFS : 19247)
Meskipun mekanisme sebenarnya belum diketahui, thiamin
dilaporkan apat meningkatkan efek dari inhibitor neromuskular.
g. Farmakokinetik (AHFS : 19248)
Dengan rute pemberian oral dengan dosis kecil, thiamin HCl
segera diabsorpsi. Bagaimanapun, absorpsi merupakan proses
aktif dan jumlah total yang diabsorpsi terbatas sekitar 4-8 mg.
Absorpsinya pada saluran cerna berkurang pada alkoholik dan
pada pasien dengan sirosis atau malabsorpsi. Thiamin secara
cepat dan lengkap diabsorpsi dengan rute pemberian IM.
Thiamin secara luas didistribusikan pada jaringan tubuh.
Sekitar 100-200 mcg thiamin didistribusikan ke dalam air susu ibu
menyusui yang menerima diet normal.
Thiamin mengalami metabolism pada hati. Beberapa
metabolitnya dapat dideteksi pada urin dalam bentuk yang berubah
atau tidak berubah.
h. Incomp (DOM Martin : 336-337)
Thiamin memiliki sifat dan karakteristik incompatibilas
dengan alkaloid. Dalam larutan berair membentuk endapan putih
dengan merkuri klorida, endapan merah kecoklatan dengan iodine
dan juga mengendap dengan asam pikrat dan potassium merkuri
iodide. Asam tanat juga dapat mengendapkan thiamin HCl. Telah
dilaporkan bahwa thiamin HCl mengendap bersama iodide,
karbonat, bikarbonat, asetat, ferri ammonium sitrat, ferri sulfat,
sodium fosfat, sodium borat, larutan Fowler, dan sodium
fenobarbital. Juga memiliki incompatibilitas dengan klorida.
Incomp dengan alkali dan garam alkali termasuk magnesium
karbonat, sodium sitrat, ammonium sitrat, dan basa alkaloid.
Incomp dengan garam besi, cobalt, dan tembaga.
Mengalami dekomposisi dengan agen pereduksi seperti
formaldehid, tannin, sulfur dioksida, sulfit, starch yang mengandung
sulfit, dll. Thiamin juga telah dilaporkan berinteraksi dengan
beberapa vitamin misalnya asam pantotenat, cyanocobalamin, dan
riboflavin
i. Stabilitas (DOM Martin : 336)
Dalam bentuk padat thiamin tidak mengalami oksidasi atau
dekomposisi dengan pemaparan oleh udara atau cahaya.
Meskipun daipanaskan pada suhu 100oC selama 24 jam dengan
kontak terhadap udara tidak menyebabkan thiamin dalam bentuk
Kristal kering kehilangan potensi. Thiamin HCl dalam larutan berair
stabl pada pH 2,5-4,5 pada temperatur rendah (4oC) dan stabil
pada temperatur ruangan. Potensi vitamin menurun dengan
pemanasan utamanya jika dalam larutan alkali. Efek vitamin
menjadi rusak dengan pemanasan pada suhu 115-120oC selama
satu hingga dua jam, tetapi pemanasan 100oC hanya menyebabkan
sedikit dekomposisi thiamin.
j. Cara sterilitas (DOM Martin : 366)
Larutan thiamin HCl untuk parenteral injeksi dapat disterilkan
dengan pemanasan selama satu jam pada suhu 100oC atau selama
20 menit pada suhu 120oC tanpa kehilangan potensi jika pH 3,5,
larutan tetap stabil selama kira-kira empat bulan.
Riboflavin
a. Indikasi (AHFS : 19238)
Riboflavin digunakan untuk mencegah defisiensi dan untuk
mengobati ariboflavinosis. Jika memungkinkan, kebiasaan diet
yang buruk harus diperbaiki, dan banyak ahli klinik yang
merekomendasikan pemberian preparasi multivitamin yang
mengandung riboflavin pada pasien dengan defisiensi riboflavin.
Meskipun jumlah riboflavin yang mencukupi biasanya
didapatkan dari sumber makanan, defisiensi riboflavin biasa terjadi
pada pasien dengan infeksi berkepanjangan, gangguan hati,
alkoholisme, malignansi, penyakit jantung, diabetes mellitus, dan
pasien yang mengkonsumsi probenesid. Peningkatan kebutuhan
riboflavin dikaitkan dengan kehamilandan laktasi, atau penggunaan
kontrasepsi oral, bagaimanapun defisiensi riboflavin jarang terjadi
pada kondisi ini.
b. Rute Pemberian (AHFS : 19240)
Riboflavin biasanya diberikan secara oral. Dapat juga
diberikan dengan injeksi IM atau infuse IV sebagai komponen dari
injeksi multivitamin.
c. Dosis (AHFS : 19240)
Untuk pengobatan pada defisiensi riboflavin pada dewasa,
biasa diberikan riboflavin 5-30 mg perhari diberikan dalam dosis
terbagi. Pada anak-anak biasa iberikan 3-10 mg riboflavin.
d. Efek Samping (AHFS : 19241)
Tidak ditemukan efek toksik terkait dengan pemberian
riboflavin
e. Interaksi Obat (AHFS : 19241)
Laju absorpsi riboflavin dilaporkan dipengaruhi oleh
propantheline bromide. Propantheline bromide menunda laju
absorpsi riboflavin tetapi meningkatkan jumlah riboflavin yang
diabsorpsi, kemungkinan dengan jalan memperlama riboflavin
berada dalam saluran pencernaan.
f. Farmakokinetik
Riboflavin diabsorpsi dengan segera pada aluran cerna,
bagaimanapun, absorpsi obat melibatkan mekanisme transport aktif
dan jumlah yang diabsorpsi dibatasi oleh lama kontak obat dengan
segmen mukosa dimana absorpsi terjadi. Riboflavin-5-fosfat secara
cepat dan sempurna mengalami defosforilasi pada lumen saluran
cerna sebelum diabsorpsi. Jumah yag diabsorpsi pada aluran cerna
meningkat jika obat diberikan bersama dengan makanan dan
menurun pada pasien dengan hepatitis, sirosis, obstruksi biliaris,
dan pasien yang mengkonsumsi probnesid.
Secara luas didistribusikan ke dalam jaringan tubuh
termasuk sel mukosa saluran cerna, eritrosit, dan liver. Riboflavin
bebas dapat ditemukan pada retina. Riboflavin disimpan dalam
jumlah terbatas pada liver, limpa, ginjal, dan jantung.
Waktu paruh riboflavin kira-kira 66-84 menit pada pemberian
oral atau IM dosis besar tunggal pada orang yang sehat. Meskipun
proses metabolisme riboflavin belum ditemukan dengan jelas,
dipercayai bahwa obat mengalami fosforilasi oleh sel mukosa
saluran cerna, eritrosit, dan liver. Eksresi riboflavin melibatkan
sekresi tubular renal dan filtrasi glomerulus. Seiring dengan
peningkatan dosis yang diberikan, jumlah besar obat dapat
ditemukan dalam urin dalam bentuk tidak berubah.
g. Incomp (AHFS : 19242)
Incomp dengan larutan alkali, tetrasiklin, eritromisin, dan
streptomisin.
h. Stabilitas (DOM Martin : 339)
Stabil di bawah kondisi pemyimpanan biasa. Larutan
riboflavin sangat sensitive terhadap cahaya dan alkali tetapi
dekompisisi dapat dicegah dengan mendapar larutan pada pH
asam
Pyridoxine HCl
a. Indikasi (AHFS : 19226)
Digunakan untuk mencegah dan mengobati defisiensi
vitamin B6. Meskipun jumlah mencukupi dapat didapatkan dari
sumber makanan, defisiensi vitamin B6 biasanya terjadi pada
pasien dengan uremia, alkoholisme, sirosis, hipertiroidisme,
sindrom malabsorpsi, dan kegagalan jantung kongesti dan pasien
menerima isoniazid, sikloserin, ethionamide, hidralazin, penicilamin,
atau pirazinamid.
b. Rute Pemberian (AHFS : 19228)
Biasa diberikan secara oral, bagaimanapun dapat diberikan
secara IM, IV, atau injeksi subkutan saat pemberian oral tidak
memungkinkan.
c. Dosis (A to Z Drug Fact)
- Defisiensi
Dewasa (PO / IM / IV) 10-20 mg/hari selama 3 minggu.
- Defisiensi yang diinduksi oleh obat atau neuritis
Dewasa (PO / IM / IV) 100-200 mg/hari selama 3 minggu diikuti
oleh 25-100 mg/hari
- Neuropati
Dewasa (PO / IM / IV) 50-200 mg/hari
- Sindrom dependensi vitamin B6
Dewasa (PO / IM / IV) 600 mg diikuti pemberian 30 mg/hari
seumur hidup. Harus diberi perhatian terhadap penderita dewasa
dependensi yang menerima 200 mg/hari.
Infan (IM / IV) 10-100 mg diikuti pemberian 2-100 mg/hari.
- Gangguan metabolic
Dewasa (PO / IM / IV) 100-500 mg/hari
- Keracunan isoniazid
Dewasa dan anak-anak 4 gram IV diikuti pemberian 1 gram
secara IM sampai dosis piridoksin setara dengan INH yang
diberikan.
d. Efek Samping (AHFS : 19231)
Pridoksin biasanya nontoksik, bagaimanapun pemberian
denganjumlah besar dikaitkan dengan efek neurologic. Nausea,
sakit kepala, paresthesia, somnolen, dan peningkatan kadar serum
AST (SGOT) serta penurunan kadar asam folat serum telah
dilaporkan. Rasa terbakar dan menyengat pada tempat injeksi
dapat terjadi setelah pemberian injeksi IM atau subkutan. Kejang
dapat tejadi setelah pemberian IV dengan dosis yang sangat besar.
Reaksi alergi terhadap vitamin juga telah dilaporkan terjadi.
e. Perhatian dan Kontra indikasi (AHFS : 19231)
Piridoksin sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan
riwayat sensitive terhadap vitamin. Piridoksin juga sebaiknya tidak
diberikan secara IV pada pasien dengan gangguan jantung.
f. Interaksi Obat (AHFS : 19231)
Piridoksin menurunkan efek dari levodopa dengan
meningkatkan metabolism perifer levodopa. Penggunaan
kombinasi bersama dengan karbidopa mencegah efek buruk
piridoksin terhadap levodopa. Piridoksin HCl sebaiknya tidak
diberikan dengan dosis lebih dari 5 mg per hari pada pasien yang
menerima levodopa tunggal. Dalam sebuah studi, ditemukan
bahwa 200 mg piridoksin HCl perhari selama satu bulan
menurunkan 50 % konsentrasi serum fenobarnital dan fenitoin.
g. Farmakokinetik
Piridoksin, piridoksal, piridoksamin secara cepat diabsorpsi
oleh saluran cerna melalui pemberian oral, bagaimanapun jumlah
yang diabsorpsi dapat berkurang pada pasien dengan sindrom
malabsorpsi.
Vitamin B6 disimpan sebagian besar pada hati dengan
jumlah yang terbatas pada otot dan otak. Simpanan total tubuh
sekitar 167 mg. Piridoksal dan piridoksal fosfat, bentuk yang
ditemukan dalam darah, berikatan kuat dengan protein. Piridoksal
menembus plasenta dan konsentrasi plasma fetus lima kali lebih
besar dibanding plasma ibunya.
Pada eritrosit, piridoksin diubah menjadi piridoksal fosfat dan
piridoksamin diubah menjadi piridoksamin fosfat. Dalam hati,
piridoksin difosforilasi menjadi piridoksin fosfat dan ditransaminasi
menjadi piridoksal dan piridoksamin yang dengan segera juga
mengalami fosforilasi. Riboflavin dibutuhkan dalam perubahan
piridoksin fosfat menjadi piridoksal fosfat. Dalam darah vitamin
ditemukan dalam bentuk piridoksal dan piridoksal fosfat. Waktu
paruh piridoksin sekitar 15-20 hari. Dalam hati, piridoksal dioksidasi
menjadi asam 4-piridoxic yang dieksresikan melalui urin.
h. Incomp (DOM Martin : 340)
Terkait dengan gugus fenol yang dimilikinya, piridoksin
menunjukkan incompatibilitas dengan fenol.
i. Stabilitas (DOM Martin : 340)
Stabil pada udara dalam bentuk padat tetapi terdekomposisi
secara lambat oleh cahaya. Larutan berairnya stabil terhadap
pemanasan dan asam tetapi kestabilannya semakin menurun
seiring dengan peningkatan pH.
j. Cara sterilisasi
Larutan dengan pH kurang dari 5 dapat diautoklaf 120oC
selama 20 menit tanpa dekomposisi yang signifikan.
Cyanocobalamin
a. Indikasi (AHFS : 19252)
Digunakan pada terapi anemia dan status defisiensi vitamin
B12. Cyanocobalamin biasanya dipilih sebagai preparat vitamin
B12. Defisiensi biasa terjadi pada pasien dengan abnormalitas
gastric atau mukosa ileum. Penyebab defisiensi vitamin B12
merupakan penyakit Crohn, colitis, dan anemia pernisiosa. Orang-
orang yang rentan dengan defisiensi vitamin B12 antara lain orang
tua, infeksi HIV, dan pada pasien yang mengalami gastrectomi.
b. Rute pemberian (AHFS : 19255)
Cyanocobalaimn diberikan dengan IM atau injeksi subkutan.
Juga biasa diberikan secara oral dan intranasal sebagai gel.
c. Dosis
- Defiensi vitamin B12
Dewasa (PO) 25-1000 mcg/hari. (IM atau deep SC) 30 mcg/hari
selama 5-10 hari diikuti pemberian 100-200 mcg/hari. (intranasal)
500 mcg sekali seminggu setelah remisi malabsorpsi dengan
pemberian terapi injeksi.
- Anemia pernisiosa
Dewasa (IM atau deep SC) 100 mcg/hari selama 6-7 hari. Jika
terjadi respon retikulosit, berikan 100 mcg dalam 7 dosis terpisah,
kemudian berikan 100 mcg selama 3-4 hari selama 2-3 minggu.
- Shilling test flushing dose
Dewasa (IM) 1000 mcg
d. Efek samping (AHFS : 19258)
Vitamin B12 biasanya nontoksik meskupun diberikan dalam
dosis besar, bagaimanapun, diare ringan, thrombosis peripheral
vascular, gatal, exanthema, urtikaria, bengkak, anafilaksis, dan
kematian telah dilaporkan terjadi pada pasien yang menerima
vitamin B12. Meskipun reaksi alergi terhadap vitamin secara umum
terkait dengan ketidakmurnian preparasi, sedikit pasien
menunjukkan reaksi positif terhadap test kulit dengan
cyanocobalamin murni atau hidroksikobalamin murni. Edema
pulmonary dan gagal jantung kongesti telah dilaporkan pada
pemberian terapi parenteral vitamin B12, mugkin dikarenakan
peningkatan volume darah yang diinduksi oleh obat. Sakit kepala,
infeksi, dan paresthesia telah dilaporkan terjadi pada pasien yang
menerima cyanocobalamin gel intranasal.
e. Perhatian dan Kontra indikasi (AHFS : 19259)
Riwayat sensitive harus dipastikan sebelum pemberian
vitamin B12, test intraderma direkomendasikan sebelum pemberian
vitamin B12 pada pasien yang mungkin sensitive terhadap
cobalamin. Kadar serum potassium sebaiknya dimonitor dan dapat
diberikan potassium jika diperlukan karena hipokalemia fatal dapat
terjadi pada perubahan anemia megaloblastik menjadi eritropoesis
normal dimana kebutuhan potassium dalam eritrosit semakin
meningkat.
Asam folat sebaiknya diberikan pada pasien anemia parah
dengan anemia yang belum terdiagnosis. Cyanocobalamin
sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan penyakit Leber
(atropi saraf optic herediter) dikarenakan kerusakan saraf dapat
semakin parah dengan pemberian vitamin B12 pada pasien ini.
Vitamin B12 dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat
hipersensitif terhadap vitamin atau cobalt.
f. Interaksi obat (AHFS : 19261)
Absorpsi vitamin B12 dari saluran cerna menurun oleh
aminoglikosida, antibiotic, kolkisin, preparasi potassium extended-
release, asam aminosalisilat dan garamnya, antikonvulsan (fenitoin,
fenobarbital, primidon), irradiasi cobalt pada kandung kemih, dan
konsumsi besar alcohol lebih dari dua minggu. Neomisin
menginduksi malabsorpsi vitamin B12 dan semaikin meningkat
penggunaan bersamaan dengan kolkisin. Asam askorbat dapat
merusak sejumlah vitamin B12 pada test in vitro. Prednisone
dilaporkan meningkatkan absorpsi vitamin B12 dan sekresinya
pada beberapa pasien anemia pernisiosa tetapi tidak pada pasien
dengan gastrectomi. Penggunaan bersamaan dengan
kloramfenikol dapat menghasilkan efek antagonis terhadap respon
hematopoietic pada pasien defisiensi vitamin B12. Respon
hematologic sebaiknya secara hati-hati dimonitor dan antibiotic
alteranatif sebaiknya dengan segera diberikan.
g. Farmakokinetik (AHFS : 19261)
Vitamin B12 secara irregular diabsorpsi dari usus halus pada
pemberin oral. Vitamin B12 pada makanan terikat dengan protein
dan ikatannya pertama-tama harus diputuskan oleh proteolisis dan
asam lambung sebelum disbsorpsi. Absorpsi vitamin B12 pada
pemberian oral menurun pada kerusakan structural atau fungsional
pada lambung atau usus halus.
Pada sel mukosa intestinal, vitamin B12 dilepaskan dari
bentuk kompleks vitamin B12-IF dan kemudian berikatan protein
plasma, utamanya protein transport β-globulin, transcobalamin II.
Jumlah yang lebih kecil terikat protein penyimpan transcobalamin I
(α-globulin) dan transcobalamin III (inter- α-glicoprotein), jumlah
yang lebih kecil lagi (1-10 %) dapat ditemukan bebas dalam darah.
vitamin B12 didistribusikan ke dalam hati, sumsum tulang, dan
jaringan tubuh lainnya termasuk plasenta.
Pada individu sehat, sekitar 3-8 mcg vitamin B12
disekresikan pada saluran cerna melalui saluran cerna dimana
sekitar 1 mcg direabsorpsi kembali, kurang dari 0,25 mcg vitamin
dieksresikan melalui urin perhari. Saat vitamin B12 diberikan dalam
jumlah melebihi kapasitas pengikatan plasma, hati, dan jaringan
lainnya, maka vitamin akan dibebaskan ke dalam darah dan
mengalami eksresi melalui urin.
h. Incomp (DOM Martin : 341)
Mengalami inaktivasi oleh asam dan alkali. Pemaparan
terhadap cahaya matahari atau agen pereduksi seperti gula,
sodium bisulfit, garam ferro, beberapa bahan perasa, hasil
dekomposisi thiamin telah dilaporkan sebagai bahan yang dapat
merusak cyanocobalamin. Juga dapat berinteraksi dengan asam
askorbat, riboflavin, dan niasinamid.
i. Stabilitas (AHFS : 19263)
Cyanocobalamin dan hidroksicobalamin sangat higroskopik
dan sebaiknya dilindungi dari cahaya.
j. Cara sterilisasi (DOM Martin : 341)
Larutan dengan pH 4,5-5 dapat diautoklaf selama 20 menit
pada suhu 1200C.
Dexpanthenol
a. Indikasi (AHFS : 19219)
Pada pasien defisiensi vitamin dianjurkan untuk
mengkonsumsi multivitamin yang mengandung asam pantotenat.
Beberapa kasus seperti neuritis periferal, kram otot, dan glositis
refraktori juga berkaitan dengan defisiensi asam pantotenat.
b. Rute pemberian (AHFS : 19220)
Kalsium pantotenat dan asam pantotenat biasanya diberikan
secara oral, dexpanthenol biasa diberikan secara IM tapi dapat juga
diberikan dengan IV infuse lambat. Dexpanthenol juga dapat
diberikan topical sebagai krim. Untuk IV pada pasien dewasa,
dexpanthenol ditambahkan pada volume besar larutan dekstrosa
5% atau injeksi Ringer Laktat dan diinfus secara lambat.
c. Dosis (AHFS : 19221)
Untuk menstimulasi peristaltis intestinal, 250-500 mg
dexpanthenol diberikan secara IM kepada pasien dewsa. Dosis
tambahan diberikan setelah dua jam dan diulangi tiap 4-12 jam bila
diperlukan. Anak-anak diberikan 11-2,5 mg/kg secara IM dengan
pengaturan pemberian yang sama pada pasien dewasa. Untuk IV
infuse pada dewasa, diberikan 500 mg dexpanthenol dengan infuse
lambat.
d. Efek samping (AHFS : 19221)
Biasanya asam pantotenat nontoksik meskipun diberikan
dalam jumlah besar. Reaksi alergi terhadap dexpanthenol telah
dilaporkan, bagaimanapun reaksi ini belum tentu berkaitan
langsung dengan obatnya. Meskipun telah dilaporkan terjadinya
gatal, kesulitan bernafas, eritema, dermatitis, urtikaria, hipotensi,
diare, dan gemetar pada pemberian dexpanthenol injeksi, belum
ditemukan hubungan langsung obat dengan reaksi-reaksi ini.
e. Perhatian dan Kontra indikasi (AHFS : 19222)
Dexpanthenol injeksi sebaiknya diberikan secara berhati-hati
pada pasien dengan gangguan elektrolit dan cairan tubuh
(utamanya hipokalemia), anemia, dan hipoproteinemia, pasien
yang menerima terapi infeksi, penurunan motilitas saluran cerna,
dan dekompressi saluran cerna memggunakannasogastrik suction.
Dexpanthenol dapat memperpanjang waktu pendarahan dan
sebaiknya digunakan dengan perhatian berlebih. Sebaiknya
pemakaian dihentikan jika terjadi reaksi hipersensitivitas.
f. Interaksi obat (AHFS : 19222)
Sebaiknya tidak diberikan bersamaan dengan pemberian
neostigmin atau obat parasimpatomimetik lainnya. Meskipun
mekanisme klinisnya belum ditemukan secara jelas, efek miotik dari
preparasi ophtalmik antikolinesterase dilaporkan dapat terjadi
potensiasi dengan pemberian bersama asam pantothenat. Juga
telah dilaporkan bahwa dexpanthenol memperpanjang efek
relaksasi otot suksinilkolin. Dapat terjadi reaksi alergi pada saat
penggunaan secara bersamaan dexpanthenol injeksi dengan
antibiotic, opiate, dan barbiturate.
g. Farmakokinetik (AHFS : 19223)
Asam pantothenat segera diabsorpsi melalui saluran cerna
pada pemberian secara oral. Kadar normal serum pantothenat
adalah100 mcg/ml atau lebih.
Dexpanthenol diubah menjadi asam pantothenat yang
secara luas didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh, utamanya
dalam bentuk koenzim A. konsentrasi tinggi ditemukan dalam hati,
kelenjar adrenal, jantung, dan ginjal.
Sekitar 70 % dosis oral asam pantothenat dieksresi dalam
bentuk tidak berubah pada urin dan sekitar 30 % pada feses.
h. Incomp (AHFS : 19223)
Dexpanthenol incomp dengan alkali dan asam kuat.
i. Stabilitas (DOM Martin : 339)
pH larutan dexpanthenol yaitu 9,5 tetapi stabil pada pH 3-5.
Pantothenyl alcohol lebih stabil dibandingkan asam pantothenat.
Nikotinamid
a. Indikasi (AHFS : 19211)
Niasin dan niasinamid digunakan dalam pencegahan
defiseinsi niasin dan untuk pengobatan pellagra. Beberapa ahli
klinik lebih menyukai niasinamide untuk pengobatan pellagra
karena efek vasidilatasinya yang lebih rendah. Pellagra dapat
timbul dari defisiensi diet, terapi isoniazid, atau penurunan konversi
triptofan menjadi niasin pada penyakit Hartnup atau tumor
karsinoid. Jika memungkinkan, kebiasaan diet yang buruk
diperbaiki dan banyak ahli klinik yang merekomendasikan
penggunaan preparasi multivitamin yang mengandung niasin pada
pasien dengan defisiensi vitamin karena diet yang buruk yang
biasanya menyebabkan defisiensi multivitamin. Peningkatan
kebutuhan niasin dapat dikaitkan dengan hipertiroidisme, diabetes
mellitus, sirosis, kehamilan, dan laktasi.
b. Rute pemberian (AHFS : 19212)
Niasin dan niasinamid biasa diberikan secara oral tepai
dapat juga diberikan secara IM, SC, atau IV lambat.
c. Dosis (A to Z Drug Facts)
- Pellagra
Dewasa (PO) lebih dari 500 mg/hari dalam dosis terbagi. Slow
IV/SC/IM dapat diberikan jika rute oral tidak memungkinkan.
- Suplemen diet
(PO) 15-20 mg/hari untuk pria dewasa dan 13-15 mg/hari untuk
wanita dewasa. Peningkatan dosis niasin 17-20 mg/hari selama
kehamilan dan laktasi. Pada anak-anak (PO) 5-20 mg/hari.
- Hiperlipidemia
Dewasa (PO) 1-2 gram, 3 kali sehari, selama atau sesudah
makan.
d. Efek samping (AHFS : 19214)
Dosis kecil oral niasin atau niasinamid biasanya nontoksik.
Bagaimanapun, pada pemberian dosis besar, misalnya pada
pengobatan pellagra dan penyakit lainnya, kemerahan (utamanya
pada wajah dan leher), pruritus, rasa terbakar, menyengat pada
kulit, nausea, muntah, nyeri dada, diare, peningkatan aktivitas
glandula sebasea, hipotensi, kebingungan, takikardia, sinkop,
serangan vasofagal, sakit kepala, dan berkunang-kunang dapat
terjadi. Pada penggunaan selama 2 minggu terapi oral niasin dosis
tinggi, reaksi kemerahan dan sensitasi kulit, peningkatan aktivitas
glandula sebasea, dan peningkatan motilitas saluran cerna akan
menghilang pada sebagian besar pasien.
Pada penggunaan jangka panjang niasin dengan dosis
besar, dapat terjadi ruam, hiperpigmentasi, kulit kering, xerostomia,
hiperurisemia, gout, peptic ulser, penglihatan kabur, proptosis,
panic, hipertrigliseridemia dan toleransi glukosa abnormal, dan
glikosuria.
Dapat pula ditemukan hasil pemeriksaan hati yang abnormal
mencakup peningkatan kadar serum bilirubin, AST, ALT, dan LDH,
jaundice, dan kerusakan hati kronik. Waktu protrombin abnormal
dan hipoalbuminemia juga telah dilaporkan terjadi.
e. Perhatian dan Kontra indikasi (AHFS : 19214)
Kadar glukosa darah sebaiknya dimonitor secara periodic
pada pasien yang menerima niasin atau niasinamid. Fungsi hati
sebaiknya dievaluasi secara berkala pada pasien dengan terapi
niasin jangka panjang. Dosis besar niasin diberikan pada pasien
gangguan arteri koroner dengan perhatian berlebih. Niasin dan
niasinamid dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan hati,
peptic ulser, atau hipersensitif terhadap obat. Juga
dikontraindikasikan pada pasien dengan arterial hemorargi atau
hipotensi.
f. Interaksi obat (AHFS : 19215)
Dilaporkan menimbulkan potensiasi efek hipotensi obat-
obatan penyekat ganglionik. Penggunaan jangka panjang isoniazid
dapat mempengaruhi konversi triptofan menjadi niasin dan
meningkatkan kebutuhan niasin.
g. Farmakokinetik (AHFS : 19216)
Niasin dan niasinamid dengan segera diabsorpsi melalui
saluran cerna pada pemberian oral. Niasin dapat diabsorpsi
dengan baik dari sumber makanan seperti hati, kacang-kacangan,
daging. Dikarenakan niasin pada sereal terikat dengan kuat, niasin
tidak dapat diabsorpsi dengan sempurna pada sumber makanan
ini. Biosintesis niasin yang berasal dari triptofan sangat berperan
pada pemenuhan jumlah niasin yang dubutuhkan tubuh.
Niasinamid secara luas didistribusikan pada jaringan tubuh.
Niasinamid dimetabolisme di dalam hati menjadi N-
methylniacinamide, derivate N-methylated, and nicotinuric acid
(konjugasi glisin dari niacin). Metabolit ini dieksresikan dalam urin.
h. Incomp (AHFS : 19217)
Niasin incomp dengan bahan oksidator dan niasinamid
incomp dengan alkali dan asam kuat.
i. Stabilitas
Nikotinamid sedikit hgroskopik tetapi stabil dalam bentuk
keringnya. Dalam larutan berair cukup stabil dengan tidak adanya
penambahan asam atau alkali dimana dapat menyebabkan
hidrolisis.
II.2 Dasar Penggunaan Zat Tambahan
FeCl3
- Incompatibilitas antara thiamin dan cyanocobalamin ditemukan oleh
beberapa pekerja. Hal ini telah dipecahkan oleh Mukherjee dan Sen,
Macek, dan Ravin sebagai perbedaan antara konsentrasi obat yang
digunakan, efek pemanasan, dan adanya produk dekomposisi
thiamin yaitu senyawa thiazole yang dapat berperan sebagai agen
pereduksi bagi cyanocobalamin. Mukherjee menyarankan
penggunaan ferri klorida sebagai stabilisatorpada pH 4-4,5 untuk
menghindari masalah ini. Gambiehr dan Rahn melaporkan teknik
proses dengan menggunakan rasio kritis obat, nilai pH kritis, dan
menghindari pemanasan yang dapat membantu mengatasi hal ini.
Prosedur ini bekerja apabila rasio thiamin-cyanocobalamin tidak lebih
dari 120 : 1, tetapi antara 5000 : 1 atau 10000 : 1 prosedur ini tidak
lagi bekerja. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam
memaksimalkan stabilitasnya yaitu teknik lyophilisasi. (DOM Martin :
337)
- Asam askorbat menyebabkan dekomposisi vitamin B12 dalam
larutan dimana 1,5 % dekomposisi perhari pada pH 2,5-3 dan
dekomposisi 100 % dalam satu jam pada pH 7 pada suhu ruangan.
Skeggs dengan sukses menggunakan besi oksida sementara
Newmark mematenkan garam besi terlarut 17-17000 mcg/ml. (DOM
Martin : 341)
Thiourea
- Patel telah melaporkan bahwa riboflavin dapat mengabsorpsi cahaya
dan meyebabkan fotooksidasi cyanocobalamin. Niasinamid
mengakselerasi fotolisis sementara antioksidan thiourea dan
ethylhidrocafeat menghambatnya. (DOM Martin : 341)
Benzyl alcohol
- Benzyl alcohol merupakan bahan pengawet yang paling sering
digunakan dalam formulasi parenteral. (Encyclopedia of
Pharmaceutical Technology : 1625)
- Benzyl alcohol biasa digunakan pada konsentrasi 0,9 %. Pada saat
aksinya sebagai anastetik local diinginkan untuk meringankan nyeri
pada injeksi intramuscular, konsentrasi yang digunakan 1,5 % atau
lebih. (SDF : 32)
CaNa2EDTA
- Chelating agent digunakan untuk membentuk kompleks dan
menginaktifkan logam seperti tembaga, besi, dan zinc yang
mengkatalisis degradasi oksidatif dari molekul obat. Chelating agent
yang paling sering digunakan yaitu derivate disodium edetate dan
garamnya. (Modern Pharmaceutics : 394)
- Keuntungan kalsium EDTA disbanding garam tetrasodium yaitu
bahwa kalsium EDTA tidak mengikat banyak kalsium dari darah.
(Encyclopedia of Pharmaceutical Technology : 1625)
Asam askorbat
- Incomp antara thiamin dan riboflavin telah ditemukan dalam larutan
vitamin B kompleks dimana menyebabkan terjadinya pengendapan
tiokrom atau kloroflavin. Pengendapan tiokrom terjadi karena adanya
aksi oksidatif riboflavin pada thiamin. Semakin besar konsentrasi
riboflavin atau semakin besar konsentrasi udara atau oksigen maka
reaksi ini akan semakin cepat terjadi. Selain itu, aksi reduksi dari
thiamin atau produk dekomposisinya pada riboflavin menghasilkan
kloroflavin. Incompatibilitas ini dilaporkan telah berhasil diatasi
dengan penambahan asam askorbat. (DOM Martin : 337)
II.3 Dasar Pewadahan
Pada ampul vitamin B kompleks digunakan wadah ampul coklat.
Hal ini dimaksudkan untuk melindungi kandungan bahan aktif ampul yang
dapat terdekomposisi bila terpapar oleh cahaya.
II.4 Uraian Bahan
1. Thiamin HCl (Martindale 36 : 1976)
Nama resmi : Thiamini Hydrochloridum
Sinonim : Thiamine Hydrochloride
RM/BM : C12H17ClN4OS. HCl / 337,3
RB :
Pemerian : Serbuk atau serbuk hablur, putih, bau khas
lemah. Jika bentuk anhidrat terpapar udara
dengan cepat menyerap udara lebih kurang 4 %.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, larut dalam 170
bagian alcohol, tidak larut dalam eter dan
benzene, larut dalam gliserol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, terlindung dari
cahaya.
2. Riboflavin sodium phospat (Martindale 36 : 1977)
Nama resmi : Riboflavini Natrii Phospas
Sinonim : Riboflavine Sodium Phospate
RM/BM : C17H20N4NaO9P / 478,3
RB :
Pemerian : Serbuk kristal jingga atau kuning-jingga,
higroskopik, mempunyai bau lemah.
Kelarutan : Larut dalam air, sangat sukar larut dalam
alcohol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, terlindung dari
cahaya.
3. Piridoxin HCl (Martindale 36 : 1978)
Nama resmi : Pyridoxine Hydrochloride
Sinonim : Pyridoxine Hydrochloridum
RM/BM : C8H11NO3. HCl / 205,5
RB :
Pemerian : Serbuk kristal putih atau hampir putih
Kelarutan : Larut dalam 5 bagian air, 115 bagian alcohol,
tidak larut dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, terlindung dari
cahaya.
4. Cyanocobalamin (Martindale 36 : 1980)
Nama resmi : Cyanocobalamin
Sinonim : Cyanocobalaminum
RM/BM : C63H88 CoN14O14P. HCl / 1355,4
RB :
Pemerian : Kristal, serbuk kristal, atau amorf berwarna
merah gelap. Bentuk anhidratnya sangat
higroskopik dan pada saat dipaparkan pada
udara akan menyerap air 12 %
Kelarutan : Larut dalam 80 bagian air, larut dalam alcohol,
tidak larut dalam aseton, kloroform, dan eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, terlindung dari
cahaya.
5. D-pantothenol (Martindale 35)
Nama resmi : Dexpanthenol
Sinonim : Deksapentenoli
RM/BM : C9H19 NO4 / 205,3
Pemerian : Tidak berwarna atau agak kuning, higroskopis,
larutan viskos putih atau hampir putih, atau
serbuk kristal.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam alcohol,
metil alcohol dan propilen glikol, larut dalam
kloroform dan eter, sukar larut dalam gliserol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap.
6. Nikotinamid (FI IV : 609)
Nama resmi : Nikotinamidum
Sinonim : Niasinamidum
RM/BM : C6H6 N2O / 122,1
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, tidak berwarna,
berbau khas lemah
Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air, dalam 1,5 bagian
etanol, sukar larut dalam kloroform dan eter
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
7. Asam askorbat (Exp 6th : 43)
Nama resmi : Ascorbis Acid
Sinonim : Acidum Ascorbicum
RM/BM : C6H8O6 / 173,13
RB :
Pemerian : Serbuk kristal putih atau kuning, nonhigroskopis,
tidak berbau atau Kristal tidak berwarna dengan
rasa asam yang tajam. Berubah menjadi gelap
pada pemaparan dengan cahaya.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform, eter, dan
minyak; larut dalam 50 bagian etanol, 25 bagian
etanol (95%), 1000 bagian gliserin, 20 bagian
propilen glikol, dan 3,5 bagian air.
Stabilitas : Dalam bentuk serbuk, asam askorbat relative
stabil di udara. Dengan tidak adanya oksigen
dan bahan oksifator juga stabil terhadap panas.
Tidak stabil dalam larutan, utamanya dalam
larutan basa, teroksidasi dengan segera pada
pemaparan terhadap udara. Proses oksidasi
diakselerasi oleh cahaya dan panas dan
dikatalisis oleh ion tembaga dan besi.
Incomp : Incomp dengan basa, ion logam berat utamanya
tembaga dan besi, bahan oksidator,
methenamine, fenileprin HCl, pyrilamine
maleate, salisilamide, sodium nitrit, sodium
salisilat, teobromin salisilat, dan picotamide.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, nonlogam, terlinding
dari cahaya pada tempat sejuk dan kering.
8. Benzyl alcohol (Exp 6th : 64)
Nama resmi : Benzyl Alcohol
Sinonim : Alcohol Benzylicus
RM/BM : C7H8O / 108,14
RB :
Pemerian : Cairan berminyak, tidak berwarna, jernih dengan
bau aromatic yang tajam, rasa terbakar
Kelarutan : Bercampur dengan kloroform, etanol, eter,
minyak, larut dalam 1,5 bagian etanol (50%),
dalam 25 bagian air pada suhu 25oC, dalam 14
bagian air pada suhu 90oC.
Stabilitas : Teroksidasi dengan lambat pada udara menjadi
benzaldehid dan asam benzoate, tidak bereaksi
dengan air.
Incomp : Incomp dengan bahan oksidator dan asam kuat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap, terlindung dari
cahaya pada tempat sejuk dan kering
9. NaOH (Exp 6th : 648)
Nama resmi : Sodium hydroxide
Sinonim : Caustic soda, Natrium hidrat, Soda Iye
RM/BM : NaOH / 40,00
Pemerian : kristal rapuh, putih, bentuk pelet, serpihan,
batang atau lainnya
Kelarutan : praktis tidak larut dalam eter, larut dalam gliserin,
1 bagian larut dalam 0,9 bagian air, 0,3 bagian
air (1000C), 4,2 bagian metanol, 7,2 bagian
etanol
Incomp : basa kuat dan incomp dengan komponen yang
cepat terhidrolisis atau teroksidasi. Bereaksi
dengan asam, ester dan eter, khususnya dalam
larutan berair
Penyimpanan : dalam wadah non metalik kedap udara, di tempat
sejuk dan kering
10. HCl (Exp 6th : 308)
Nama resmi : Hydrochloride Acid
Sinonim : Asam hidroklorida, konsentrat asam hidroklorida
RM/BM : HCl / 36,46
Pemerian : jernih, tidak berwarna, bau tajam
Kelarutan : bercampur dengan air, larut dalam dietil eter,
etanol (95%)
Incomp : bereaksi dengan alkali dengan melepas
sejumlah panas. Juga bereaksi dengan logam,
melepas hidrogen
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, wadah gelas atau
inert pada suhu < 300C
11. Edetate calcium disodium (Exp 6th : 248)
Nama resmi : Edetate Calcium Disodium
Sinonim : Calsium Disodium Edetate
RM/BM : C10H12CaN2Na2O8 / 368,46
RB :
Pemerian : Serbuk kristal atau granul putih atau putih krim,
sedikit higroskopik; tidak berbau, atau dengan
bau lemah, tidak berasa, atau dengan sedikit
rasa asin.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform, eter, dan
pelarut orgain lainnya; sangat sukar larut dalam
alcohol (95%), larut dalam 2 bagian air.
Stabilitas : Sedikiti higroskopik dan sebaiknya diindungi dari
kelembaban.
Incomp : Incomp dengan bahan oksidator kuat, basa kuat,
dan ion logam polivalen seperti tembaga, nikel,
dan campuran tembaga. Incomp dengan
amphotericin dan hydralazin HCl.
Penyimpanan : Dalam wadah bebas alkali.
12. Aqua pro injeksi (Exp 6th : 766)
Nama resmi : Purified Water
Sinonim : water pro injeksi
RM/BM : H2O / 18,02
Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan
kering
Stabilitas : stabil dalam berbagai fase
BAB III
METODE KERJA