uji lapang robot pemetik buah ketimun
Post on 23-Jun-2015
334 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UJI LAPANG ROBOT PEMETIK BUAH KETIMUN*
ABSTRAK
Sebuah robot pemanen ketimun otomatis telah dikembangkan dan diuji di Institute of Agriculture and
Environmental Engineering (IMAG B.V) pada musim gugur tahun 2001. Pada analisis proses panen di
Belanda ditunjukkan bahwa pada lahan seluas 2 ha dibutuhkan empat buah robot untuk mengganti tenaga
kerja manusia selama musim panen. Dengan asumsi tingkat keberhasilan robot adalah 100%,dibutuhkan
waktu pemetikan 10 detik/buah ketimun dalam satu siklus pemanenan. Dalam tulisan ini hasil dari uji
lapangan robot pemetik buah ketimun secara otomatis akan dilaporkan serta akan dianalisis dalam
beberapa kriteria kinerja robot. Ketimun (Cucumis sativus cv. Korinda) ditanam dalam suatu sistem
budidaya high- wire. Robot pemetik ketimun ini telah diuji dalam empat percobaan bebas. Tingkat rata-
rata keberhasilannya adalah 74.4%. Pada umumnya kegagalan pada uji lapang ini bersumber dari posisi
end-effector yang tidak akurat pada tangkai buah. Pada penelitian ini telah ditemukan beberapa posisi
robot yang tepat sehingga mampu melakukan beberapa upaya pemanenan pada posisi buah ketimun yang
berbeda-beda sehingga akan cukup meningkatkan tingkat keberhasilan. Dalam uji lapang ini diperoleh
siklus pemanenan ketimun dengan waktu 65.2 detik/buah ketimun. Karena tidak semua upaya pemanenan
berhasil, waktu siklus dari 124 detik per ketimun yang dipanen diukur dalam kondisi praktis. Pada uji
yang dilakukan, ditunjukkan bahwa kemampuan robot untuk memanen lebih dari satu mentimun dengan
menggunakan satu set gambar dapat mengurangi waktu siklus panen menjadi 56.7 dan 53 detik. Untuk
menghubungkan perbedaan antara kinerja yang diukur dan spesifikasi desain yang ada, penelitian
selanjutnya akan berfokus pada peningkatan tingkat keberhasilan,penggunaan hardware dan software
yang lebih cepat untuk pengolahan citra serta perencanaan gerak dan reduksi waktu gerak manipulator
robot tersebut.
*Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Mekantronika dan Robotika Pertanian, terjemahan jurnal
dengan judul Field Test of An Auotonomous Cucumber Picking Robot oleh E.J Van Henten et all.,
Institute of Agricultural and Enviromental Engineering, Netherland. Dikutip dari Jurnal Science
Direct pada tanggal 23 April 2010
I. PENDAHULUAN
Pada tahun 1996, penelitian tentang pengembangan robot panen ketimun telah didukung oleh
Institute of Agriculture and Environmental Engineering (IMAG B.V). Berbagai aspek pengembangan
sistem agro-robot pada beberapa bidang diantaranya penerapan sistem budidaya baru, ekonomi, logistik
dan yang terakhir adalah teknologi robot telah dilaporkan sepanjang tahun (Gieling et al.,1996; Van
Kollenburg-Crisan et al, 1997., 1998; Bontsema et al., 1999; Meuleman et al., 2000; VanHenten et al.,
2001, 2002a, 2002b, 2003). Pengembangan mesin panen telah menjadi tren lama yang dimulai pada awal
tahun 1980-an pada abad ke-20, yang mengarah pada otomatisasi. Banyak hal yang mendukung untuk
mempercepat otomatisasi pada bidang pertanian diantaranya adalah pengurangan biaya tenaga kerja,
permasalahan dengan ketersediaan tenaga kerja yang terampil dan peningkatan proses produksi baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Terlebih lagi pada saat baru-baru ini, pencegahan gangguan
muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan juga memotivasi proses otomatisasi.
Balerin et al. (1991), Kondo et al. (1996), Hayashi dan Sakaue (1996), Arima dan Kondo (1999)
dan Hayashi et al. (2001) melaporkan prototipe penelitian panen robot untuk tomat, ketimun dan terong
yang tumbuh di green house. Namun, robot pemanen otomatis ini belum diterapkan secara komersial di
dalam praktek budidaya horikultura. Salah satu kendalanya adalah karena harga dan kinerja robot belum
memenuhi persyaratan untuk diaplikasikan langsung di lapangan. Contohnya, tingkat keberhasilan yang
dilaporkan sejauh ini adalah 60% untuk panen tomat robot (Balerin et al., 1991), 70% untuk robot
pemanen tomat ceri (Kondo et al., 1996) dan 62,5% untuk robot pemanen terong (Hayashi et al., 2001).
Pada tahun 2001 di IMAG, model fungsional robot pemanen untuk buah ketimun diuji di green
house dengan sistem budidaya ketimun itu sendiri menggunakan sistem budidaya high-wire. Analisis
proses panen dari perspektif ekonomi, logistik dan teknologi, telah mengungkapkan bahwa pada fasilitas
produksi di lahan seluas 2 ha di Belanda, empat robot diperlukan untuk menggantikan tenaga kerja
manusia selama musim panen. Lalu dengan asumsi tingkat keberhasilan 100%, siklus panen dapat
berlangsung paling lama 10 detik/buah mentimun (Bontsema et al., 1999).
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyajikan dan menganalisa hasil uji lapangan beberapa
kriteria kinerja robot pemanen buah ketimun dan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari
konsep robot ini.
II. BAHAN DAN METODE
2.1 Sistem Budidaya High-Wire
Pada bulan Agustus 2001, ketimun (Cucumis sativus cv.Korinda) ditanam pada lapisan rockwool
di lahan 240 m2 pada green house di IMAG. Korinda, sebuah kultivar (media tanam) yang biasa
digunakan dalam praktik hortikultura di Belanda, dipilih untuk memperpanjang tangkai buah ketimun
yang kernudian dianggap dapat mendukung pemanen ketimun secara otomatis dengan baik. Pada
percobaan ini tanaman ketimun dibudidayakan pada sistem yang disebut sistem budidaya hig- wire
dengan rata-rata jarak baris antara setiap tanaman adalah 0.5 m (seperti pada Gambar 1). Setiap tanaman
menempel pada sebuah tali. Tanaman yang menempel pada tali ini terpasang dengan sebuah kumparan
dan melekat pada sebuah kawat logam yang berjarak sekitar 4 m di atas tanah. Kawat tanaman ini
terhubung dengan struktur bangunan green house. Setelah tanaman mencapai bagian atas kawat, tanaman
diturunkan sekitar 0-5 m dengan cara membuka gulungan tali tanaman dari kumparannya dan
menggerakkan kumparan tersebut secara paralel terhadap lintasan tanaman. Sebelum menurunkan
tanaman, semua daun yang berada di dekat tanah harus dibersihkan terlebih dahulu. Pertumbuhan buah
ketimun ini secara manual terbatas pada satu buah per dua axils. Dengan demikian, ketimun yang matang
terdapat pada daerah antara 0.8 m dan 1.5 m di atas tanah. Pada daerah tersebut, buah memiliki
keseragaman panjang dan berat. Untuk memudahkan pemanenan secara otomatis, standar sistem
pengolahan high- wire sedikit diubah dengan dua cara seperti ditunjukkan pada Gambar. 1. Pertama-tama,
kabel-kabel diikat di kawat tanaman sedemikian rupa sehingga daerah panen batang tanaman akan
menggantung pada sudut 35o terhadap garis horisontal. Meskipun dalam praktek hortikultura di Belanda,
tanaman biasanya tumbuh lebih vertikal yaitu dengan sudut batang yang besar, namun sudut batang dapat
bervariasi secara signifikan. Kedua, daun yang berada disekitar buah yang matang yaitu di daerah antara
0.8 dan 1.5 m di atas tanah harus diambil atau dibersihkan terlebih dahulu. Penelitian ini telah
menunjukkan bahwa pembersihan daun pada bagian bawah buah serta pada sekitar buah yang matang
buah merupakan perlakuan yang tidak akan memberikan pengaruh (berkurangnya) produksi buah baik
dari segi kuantitas maupun kualitas (Bruins dan Van Gurp, 2000). Dengan demikian, sebagian besar buah
akan bergantung bebas pada batang sehingga dapat terlihat dengan jelas dan mudah diakses. Jika
dibandingkan dengan budidaya buah ketimun tradisional, kelebihan utama dari sistem budidaya high-
wire ini, terutama untuk pemanenan buah secara otomatis adalah struktur kanopi lebih terbuka dan
daerah dimana buah yang matang dapat ditemukan lebih mudah terlihat. Selain itu, sistem ini juga
menghasilkan produksi yang lebih tinggi, baik dari segi kualitas dan kuantitas. Sayangnya, kekurangan
dari sistem ini adalah diperlukan tenaga kerja lebih tinggi untuk pemeliharaan tanaman.
Gambar 1. Sistem budidaya high- wire, sebelum dilakukan pembersihan daun (kiri) dan sesudah (kanan), dengan menggunakan sistem normal (kiri) dan dengan mengurangi sudut penggantungan
tanaman (kanan).
2.2 Prosedur Pemanenan
Gambar 2 menunjukkan urutan prosedur panen yang digunakan selama percobaan. Robot pemanen
ini menggunakan pipa pemanas yang diletakkan di dalam tanah (sistem pipa seperti pada rel kereta api )
untuk membimbing dan mendukung robot saat bergerak di dalam green house. Selama proses
pemanenan robot dalam keadaan stand by kemudian sistem visual mengambil dua gambar buah ketimun
yang akan dipanen. Setelah ketimun terdeteksi oleh sistem visual, kematangannya dianalisis. Ketimun
yang terlalu kecil tidak akan dipanen. Sedangkan pada ketimun yang benar-benar matang, posisi tiga
dimensinya (3D) dihitung dengan menggunakan dua gambar. Jika lebih dari satu ketimun matang yang
terdeteksi, buah akan dipanen secara berurutan. Pertama, gerakan collision-free (tabrakan bebas) dari
manipulator dihitung untuk membawa end-effector ke posisi sekitar 10 cm di depan buah ketimun yang
akan dipanen. Kemudian, gerakan collision-free (tabrakan bebas) yang kedua, manipulator akan
menempatkan gripper (pemegang buah-tangan robot) tepat pada tangkai buah.Gerakan ini dilakukan pada
kecepatan relatif lambat yang bertujuan untuk mencegah kerusakan buah, walaupun dalam hal ini sensor
yang digunakan untuk perencanaan gerakan manipulator belum cukup akurat. Penyimpangan yang terjadi
selama prosedur pemanenan telah dinyatakan oleh Van Henten et al. (2003), selama uji lapangan yang
dilakukan, penyimpangan yang terjadi akibat tidak adanya informasi yang digunakan dari sensorik lokal
yang diperoleh dari kamera yang terpasang di atas end effector. Kemudian gripper mencengkeram
tangkai buah lalu pisau termal memotong tangkai buah, buah yang telah dipanen dipisahkan dari
pohonnya. Lalu, dengan menggunakan section cup buah dipindahkan ke peti penyimpanan. Kemudian
manipulator bergerak kembali ke posisi awal. Jika ketimun yang matang lebih banyak, siklus panen
diulangi lagi mulai dengan gerakan perencanaan untuk mendekati buah. Jika tidak ada
lagi ketimun yang matang, kendaraan akan berpindah dengan jarak sejauh 0.33 m sepanjang rel pada
sistem pipa dan kemudian berhenti. Pada saat posisi baru ini, siklus panen diulang, dimulai dengan
mengambil dua citra buah yang akan dipanen. Karena lebar sudut kamera yang digunakan dalam sistem
visual mampu memeriksa luas daerah panen selebar 1m, maka gerakan 0.33 m kendaraan sepanjang rel
pada sistem pipa memungkinkan maksimal tiga kali upaya pemanenan per buah ketimun. Percobaan
terdahulu telah menunjukkan bahwa hal ini memungkinkan untuk meningkatkan kinerja robot. Pada
akhirnya, seluruh prosedur panen akan terus diulangi sampai lintasan robot habis.
Gambar 2. Urutan tugas selama pemanenan ketimun; 3D, threedimensional; TCP, tool center point
Yes
Yes
Yes Yes
No
No
No
No
Inisial sistem
Robot bergerak sejauh
Δx kedepan pada rel
Kamera bergerak pada
posisi pengambilan citra
Pengambilan citra streo
Pengolahan citra
(penditeksian buah)
Pendeteksia
n buah? Penentuan 3D
Buah
matang?
Robot
berada di
akhir rel?
Perencanaan gerakan
TCP bergerak dekat ke
titik pemotongan Memegang buah dan
memotong batang
Masukkan buah
kedalam peti lalu
berhenti
TCP bergerak ke posisi
awal
Masih
terdeteksi
buah?
Robot bergerak ke
posisi awal
Pemanenan
selesai
2.3 Percobaan Pemanenan
Percobaan pemanenan ini telah selesai dilakukan pada tanggal 25 Oktober dan pada tanggal 1, 7
dan 13 November 2001. Dengan menggunakan dua buah kabel pada ketinggian 0.8 dan 1.5 m pita panen
ditandai pada kanopinya. Semua ketimun di dalam pita panen ini telah menerima tag yang bernomor.
Seperti dijelaskan dalam bagian 2.1 daun didalam pita ini telah dibuang. Hanya daun yang berasal dari
batang pada ketinggian di dalam pita panen yang dibuang secara manual, sedangkan daun yang berasal
dari batang di atas ketinggian 1.5 m dibiarkan saja ditempatnya. Selain itu, dalam pita panen, sistem yang
berkembang telah dimodif dalam dua cara. Dari dua ketimun yang saling bersentuhan satu sama lain, satu
telah dibuang, sedangkan ketimun yang tergantung di belakang batang dari tanaman di sebelahnya akan
diletakkan secara manual di depan batangnya. Namun, modifikasi ini jarang dilakukan karena kemiringan
35o dari kabel tanama membuat sebagian besar buah ketimun bergantung bebas dan oleh karena itu dapat
terlihat dengan sangat jelas dan mudah diakses.
Selanjutnya siklus pemanenan dilakukan di sepanjang jalur tersebut. Keberhasilan dan kegagalan
dari siklus pemanenan yang secara manual dicatat. Dalam hal kegagalan, sebab-sebab atau faktor-faktor
kegagalan tersebut dinilai dan dicatat juga. Berbagai jenis kegagalan tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1: Kategori kegagalan penelitian selama proses pemanenan
Kategori kegagalan Deskripsi
1 Kesalahan segmentasi gambar karena intensitas flash yang terlalu
rendah atau terlalu tinggi
2 Tidak dapat mendeteksi ketimun karena terhalang oleh ketimun yang
lain, daun, batang atau benda lainnya dalam gambar 3 Tidak dapat mendeteksi ketimun karena tersembunyi di balik buah yang
lain, daun, batang, tali atau benda lain
4 Tidak dapat mendeteksi ketimun karena sebagian di luar bidang gambar
5 Gagal dalam melakukan pencocokan objek selama proses stereovision
karena terdapat perbedaan dalam dua gambar tersebut yang dapat
berasal dari perbedaan dalam ukuran objek, segmentasi, refleksi dan
sudut pandangan yang berbeda antara dua gambar 6 Tidak dapat mendeteksi batang timun
7 Tidak dapat menempatkan posisi end-effector dengan akurat pada
tangkai buah (dalam salah satu dari tiga dimensi) 8 Tidak dapat mendekati buah karena halangan dari gerak-jalan oleh
benda-benda yang tidak terdeteksi seperti daun dan batang
9 Perencanaan gerakan gagal, perilaku yang tidak diinginkan manipulator 10 Kegagalan oleh end-effector misalnya end-effector mendorong
mentimun menjauh, kegagalan dalam perangkat pemotongan,kegagalan
pada mangkok sedotan, ketidaksengajaan jatuhnya ketimun selama
proses pemindahan ke peti atau pelepasan ketimun untuk masuk ke dalam peti yang tidak baik
Kegagalan pada kategori 1-6 terkait dengan pengolahan citra sedangkan kegagalan pada kategori 7
dan 8 dapat berasal baik dari pengolahan gambar atau dari kontrol gerakan robot. Kegagalan kategori 9
murni berasal dari kontrol gerak robot. Kegagalan 10 diwakili oleh fungsi yang tidak tepat dari and-
effector.
Komputer kontrol robot secara otomatisakan akan mencatat waktu-waktu eksekusi dari masing-
masing sub-tugas di siklus panen tersebut. Masing-masing sub-tugas dapat dibedakan sebagai barikut: (1)
mengambil dua gambar oleh sistem visi; (2) gambar dianalisis; (3) perencanaan gerakan dan pelaksanaan
gerakan manipulator ke posisi di depan ketimun; (4) pendekatan lambat menuju ketimun, dan akhirnya
(5) mencengkram dan memotong tangkainya, menyimpan buah pada tempat yang telah disediakan lalu
manipulator kembali ke posisinya semula. Sayangnya, tidak mungkin untuk secara otomatis dapat
memecahkan sub-tugas yang terakhir ini. Oleh karena itu, perkiraan waktu pelaksanaan perencanaan
gerakan, mencengkeram,pemotongan dan gerak kembali ditentukan secara masing-masing setelah
percobaan di green house selesai dilakukan. Gambar 3 menunjukkan robot panen di green house selama
uji lapangan dilakukan.
Gambar 3. Robot pemanen ketimun IMAG di dalam green house selama masa uji lapang.
III. HASIL
Pada bagian hasil dari percobaan panen disajikan dalam 4 kriteria pengukuran yaitu, tingkat
keberhasilan, jumlah percobaan perpanen yang berhasil, sumber kegagalan dan waktu eksekusi.
3.1 Tingkat Keberhasilan
Selama dilakukan empat percobaan panen diperoleh total buah ketimun yang siap untuk dipanen
adalah 195 buah. Rata-rata 74. 4% dari buah ketimun yang berada di wilayah panen berhasil dipanen.
Tingkat keberhasilannya bervariasi antara 60 % dan 93.9% selama empat kali percobaan.
3.2 Jumlah Percobaan Pemanenan
Prosedur pemanenan seperti yang telah digambarkan pada bagian 2.2 dibolehkan untuk diulangi
kembali jika pada percobaan yang awal terjadi kegagalan. Meskipun 53% dari keberhasilan pemanenan
ketimun adalah yang sekali pemanenan, namun usaha untuk memanen ketimun secara berulang-ulang
terjadi cukup sering seperti yang terlihat pada Tabel 2. Secara total, usaha yang dibuat untuk memanen
195 ketimun adalah 302 usaha, sehingga usaha yang dibutuhkan untuk memanen satu ketimun yaitu
1.6/ketimun, namun pada akhirnya hanya 145 usaha yang berhasil dilakukan. Keberhasilan 145 usaha
tersebut membutuhkan 222 usaha, sehingga secara nyata usaha yang dibutuhkan yakni 1.5 untuk
memanen satu buah ketimun. Jelas, dapat dinyatakan bahwa untuk berhasil memanen 145 ketimun, dari
totalusaha panen yang telah dilakukan yaitu 302, diperoleh usaha yakni 2.1/ketimun yang dipanen.
302 usaha panen yang dilakukan pada 160 posisi pemanenan yang berbeda-beda pada robot selama
empat kali percobaan. Rata-rata 1.9 usaha yang dilakukan pada masing-masing posisi pemanenan. Pada
tabel 3 disajikan rincian jumlah ketimun yang terdeteksi dan yang dipanen pada setiap posisi panen.
Dalam jumlah kasus yang relatif kecil, yakni 11.8%, tidak ada ketimun yang siap panen terdeteksi. Pada
posisi ini, siklus panen berhenti sebentar setelah dilakukan pengolahan gambar. Kemudian robot tersebut
pindah ke posisi panen berikutnya. Dalam 60.1% dari posisi panen, satu dua atau tiga ketimun dipanen.
Dalam 15 kasus, empat ketimun terdeteksi di satu posisi panen; dalam lima kasus, lima ketimun; dalam
dua kasus, enamketimun; dan dalam satu kasus, bahkan tujuh ketimun. Namun, paling banyak tiga
ketimun berhasil dipanen pada satu posisi panen. Pada 22% dari posisi panen, dua atau tiga ketimun
dipanen. Hasil ini jelas menggambarkan kemampuan robot untuk memanen lebih dari satu ketimun
dengan menggunakan satu set gambar yang diambil di awal siklus panen. Namun masih, dalam 28.1%
dari kasus, ada ketimun yang terdeteksi tapi tidak berhasil dipanen.
Tabel 2. Jumlah upaya panen/ketimun
Jumlah upaya pemanenan Jumlah kejadian untuk semua
ketimun yang ada di adegan
panen (N 195)
Jumlah kejadian untuk
ketimun yang di panen (N =
145)
1 102 77
2 79 59
3 14 9
Jumlah upaya 302 222
Jumlah rata-rata dari
upaya/ketimun
1.6 1.5
N = Jumlah sampel
Tabel 3. Jumlah ketimun yang terditeksi dan terpanen pada setiap posisi panen
Jumlah kejadian absolut (%) Jumlah kejadian relatif
(%)
Posisi panen 160 100
Tidak ada ketimun yang terditeksi 19 11.8
Ketimun yang terditeksi tapi tidak terpanen
45 28.1
Ketimun terdeteksi dan satu yang
terpanen
61 38.1
Ketimun yang terditeksi dan dua
yang terpanen
32 20
Ketimun yang terditeksi dan tiga
yang terpanen
3 2
3.3 Sumber-Sumber Kegagalan
Sumber kegagalan yang direkam selama empat kali percobaan tercantum dalam Tabel 4. Mayoritas
kegagalan jatuh dalam kategori 7. Dalam 81 kasus, sistem tidak dapat menempatkan posisi and-effector
dengan cukup akurat di batang buah ketimun untuk dapat mensukseskan pemetikan. Analisis lebih lanjut
menunjukkan bahwa dalam kebanyakan kasus, yaitu 73 dari 81, kesalahan posisi terjadi pada bidang di
samping kendaraan robot yaitu, gripper diposisikan terlalu jauh ke kiri atau terlalu banyak ke kanan atau
terlalu tinggi atau terlalu rendah, sedangkan kesalahan posisi tegak lurus terhadap kendaraan kurang
jelas.
Kegagalan kategori 4 mewakili kasus-kasus di mana buah ketimun sebagian menggantung di luar
bidang pandang sistem visiual robot. Untungnya, dalam kasus-kasus ini, tidak ada waktu terbuang pada
usaha panen yang sebenarnya. Kegagalan yang tergolong dalam kategori 8, yaitu jalur lintasan robot yang
terhalang oleh beberapa objek, yang berupa daun-daun yang bergantung disekitar daerah panen. Daun-
daun ini ada karena tidak dipetik sebelum proses pemanenan. Secara total, 224 kasus kegagalan tercatat
dan beberapa kegagalan terjadi untuk proses pemanenan tunggal. Rata-rata siklus panen tidak berhasil
dilakukan karena gabungan dari 1.4 kegagalan lainnya.
Tabel 5 menyajikan analisis sumber kegagalan untuk kasus-kasus di mana ketimun yang dipanen
dilakukan dalam dua atau tiga kali usaha pemanenan. Tabel ini juga menyajikan beberapa kegagalan yang
terjadi selama usaha awal yang tidak sukses. Kegagalan kategori 7 bahkan lebih jelas, dengan kategori 4
menempati posisi kedua. Jadi, dalam hal keberhasilan, upaya sebelumnya untuk pemanenan buah
ketimun, biasanya kegagalan yang terjadi karena kurangnya akurasi dalam penempatan posisi and-
effector. Jika dibandingkan dengan hasil yang tercantum dalam Tabel 4, kegagalan kategori 8 lebih jarang
muncul
Tabel 4. Kegagalan yang diamati selama empat kali percobaan
Sumber Kegagalan Jenis Kegagalan Kejadian Absolut Kejadian Relativ
(%)
1 Eror pada proses segmentasi
5 2.2
2 Penggabungan citra 14 6.3
3 Citra yang
tersembunyikan
12 5.4
4 Citra yang sebagian 33 14.7
5 Eror pada proses
sterevision
5 2.2
6 Batang yang tidak terditeksi
2 0.9
7 Penempatan end-
effector yang salah
81 36.2
8 Gangguan pada jalur gerakan
41 18.3
9 Eror pada manipulator 11 4.9
10 Kerusakan buah
ketimun
20 8.9
Total 224 100
.
Tabel 5. Sumber-sumber kegagalan pada pemanenan setelah dilakukan 2 atau 3 usaha
Sumber Kegagalan Jenis Kegagalan Kejadian Absolut Kejadian Relativ
(%)
1 Eror pada proses
segmentasi
3 3.6
2 Penggabungan citra 5 6
3 Citra yang
tersembunyikan
8 9.5
4 Citra yang sebagian 14 16.6
5 Eror pada proses sterevision
3 3.6
6 Batang yang tidak
terditeksi
2 2.4
7 Penempatan end-
effector yang salah
37 44
8 Gangguan pada jalur 8 9.5
gerakan
9 Eror pada manipulator 0 0
10 Kerusakan buah ketimun
4 4.8
Total 84 100
3.4 Waktu Eksekusi
Tabel 6 menunjukkan kontribusi masing-masing dari sub-tugas terhadap waktu pelaksanaan
keseluruhan siklus panen untuk proses tunggal. Siklus panen penuh pada posisi tetap dari robot pemanen
rata-ratanya adalah 65.2 detik/ketimun. Ketika dua atau tiga ketimun dipanen dengan menggunakan
informasi yang sama dari sistem visual, waktu eksekusi dikurangi secara teratur menjadi 56.7 dan 53
detik untuk setiap mentimun. Nilai-nilai yang diukur sedikit lebih tinggi daripada yang bisa dihitung dari
tabel 6. Waktu eksekusi dari dua atau tiga ketimun, dihitung dengan nilai-nilai yang tercantum dalam
tabel 6, masing-masing adalah 55.1 dan 55.7 detik. Perbedaan nilai ini bisa dijelaskan dengan waktu
terlama (yaitu Δt = + 1.5 detik) yang diperlukan untuk perencanaan gerakan dan pengekskusian, dalam
hal ini lebih dari satu ketimun yang dipanen dengan menggunakan informasi yang sama dari sistem
visual. Sumber dari perbedaan ini tidak diketahui.
Tabel 6. Kontribusi dari masing-masing sub-task untuk total waktu eksekusi dari siklus pemanenan
tunggal
Sub-task Waktu Eksekusi (s) Standar Deviasi Waktu Eksekusi
Relatif (%)
Pencitraan 10.8 0.9 17
Analisis citra 9.5 1 15
Perencanaan gerakan dan pengeksekusian
12.5 1.9 19
Gerakan mendekati
buah ketimundengan
lambat
7.1 1.5 11
Menggenggam,
memotong dan
meletakkan buah
kedalam tempat penyimpanan lalu
kembali lagi ke posisi
semula
25.3 1 38
Total 65.2 2.4 100
Untuk dapat lebih membedakan antara sub-task, beberapa pengukuran tambahan dilakukan setelah
percobaan. Ditemukan bahwa gerakan perencanaan membutuhkan waktu sebesar 6.9 detik. Jadi, waktu
yang dibutuhkan untuk bergerak ke posisi di depan timun rata-ratanya sebesar 5.6detik. gerakan
menggenggam membutuhkan waktu sebesar 0.9 detik dan pemotongan tangkai diperlukan waktu sebesar
2.7 detik. Perjalanan transportasi buah ketimun ke peti penyimpanan dan kembalinya gerakan manipulator
dari peti ke posisi semula membutuhkan waktu sebesar 16.2 dan 5.5 detik. Gerakan keseluruhan robot
dari satu posisi pemanenan ke posisi yang lain sepanjang lintasannya membutuhkan waktu sebesar 16.5
detik.
Hal ini bukanlah siklus panen pada posisi tetap robot yang benar-benar diperhitungkan dalam
prakteknya. Ini adalah kinerja rata-rata robot pada skala green house yang benar-benar penting. Selama
empat percobaan yang dilakukan, waktu siklus rata-rata yang tercatat dari 124 detik per mentimun yang
dipanen. Ini termasuk usaha pemanenan yang berhasil, kegagalan serta gerak dari robot sepanjang
lintasan tersebut. Rata-rata waktu eksekusi pada setiap posisi panen adalah 112 detik. Dan rata-rata
waktu eksekusi per ketimun yang ada adalah 92 detik.
Analisis lebih lanjut dari data menunjukkan bahwa jika semua usaha pemanenan pada posisi panen
tertentu didukung oleh informasi baru dari sistem visual maka waktu siklus rata-rata akan dapat
ditingkatkan menjadi 106 detik/ ketimun dan 142 detik per ketimun yang dipanen. Jika semua ketimun
yang ada telah dipanen pada usaha yang pertama, waktu siklus rata-rata akan menjadi 75 detik.
IV. PEMBAHASAN
Tingkat keberhasilan sebesar 74.4% adalah hasil yang sangat menjanjikan untuk pengujian yang
pertama kalinya dari prototipe ini dalam prakteknya di green house. Dalam hubungannya dengan tingkat
keberhasilan, kinerja robot pemetik ketimun ini dapat bertahan dibandingkan dengan mesin pemanen
yang dikembangkan untuk beberapa produk hortikultura seperti tomat, tomat ceri dan terong dengan
tingkat keberhasilan 60%(Balerin et al., 1991), 70% (Kondo et., 1996) dan 62.5% (Hayashi et al.,2001).
Namun, untuk mendekati tingkat keberhasilan 100% memerlukan upaya penelitian yang cukup besar.
Sumber utama kegagalan ada hubungannya dengan ketidakmampuan sistem robotik menempatkan
posisi end-effector dengan akurasi yang tepat pada tangkai buah. Tampaknya ketidakakuratan ini berasal
dari sistem visual 3D yang digunakan. Manipulator yang digunakan dianggap perlu dibuat dengan
keakuratan yang cukup.
Beberapa dari kegagalan tersebut juga dikarenakan kurangnya daya lensa dalam sistem visual.
Tetapi tetap saja dirasakan bahwa ini bukan satu-satunya sumber kesalahan. Hasil yang lain menunjukkan
bahwa ketidakakuratan ini mungkin juga disebabkan oleh sudut-lebar yang dimiliki oleh lensa yang
digunakan dalam sistem visual. Posisi kesalahan banyak terjadi ketika ketimun terletak di sepanjang tepi
gambar. Hal ini ditunjukkan oleh sumber-sumber kegagalan yang terjadi selama usaha sebelumnya dalam
kasus dimana ketimun dipanen setelah dua atau tiga kali usaha (lihatTabel 5). Dengan kemungkinan
usaha pemanenan maksimum yang dilakukan sebanyak tiga kali per ketimun, terdapat cukup kesempatan
selama usaha pemanenan yang pertama dilakukan, ketimun berada di luar di tengah bidang pandang dari
sistem visual. Tiga rekonstruksi posisi dimensi menggunakan kamera berbasis stereovision bergantung
pada model lensa dalam hal titik fokus, jarak fokus dan radial dan tangensial distorsi. Selama kalibrasi
sudut-lebar dari sistem kamera yang digunakan dalam robot panen ini, ditemukan bahwa model kamera
sangat akurat jika diletakkan di dekat pusat bidang tampilan. Namun, kesalahan pemodelan terhadap tepi
gambar akan meningkat dengan sangat pesat dan akan mendistorsikan rekonstruksi posisi 3D dari
ketimun tersebut. Biasanya, model kedua digunakan untuk menggambarkan distorsi radial lensa. Model
yang seperti itu mungkin tidak cukup akurat untuk sudut-lebar lensa yang digunakan dalam robot
pemanen ini. Juga resolusi dari kamera CCD yang digunakan mempengaruhi ketelitian rekonstruksi posisi
3D. Sebuah resolusi yang lebih tinggi dari 768 dengan 512 piksel yang digunakan dalam sistem saat ini,
dapat meningkatkan akurasi proses stereovision juga. Selain itu, ketidaksetaraan dari distribusi cahaya
dalam di bidang pandang sistem kamera juga mungkin telah mendistorsikan keakuratan dari penentuan
posisi 3D buah ketimun juga. Seperti yang diilustrasikan pada Gambar. 4, disini ketimun dikelilingi oleh
garis padat yang jelas yang terlihat di dekat pusat bidang pandangan (ditengah gambar). Ketika terletak di
tepi bidang pandang, buah ketimun kurang terang terlihat (kiri dan kanan gambar). Jelas, dengan
memasang kamera di atas end-effector dapat menaikkan tingkat keberhasilan proses pemetikan karena
dengan posisi seperti ini sistem dapat menggunakan informasi yang diperoleh dari sensor tersebut tentang
posisi yang tepat dari buah ketimun untuk kontrol umpan balik manipulator tersebut.
Gambar 4. Dua buah ketimun terlihat dalam posisi pemanenan yang berurutan, ketimun yang ditunjukkan
dengan garis melingkar menggambarkan efek dari ketidakseimbangan distribusi cahaya dalam beberapa
tangkapan citra dari kamera; ketimun yang ditunjukkan dengan garis putus-putus menggambarkan bahwa pada satu posis panen, buah ketimun mungkin saja terhalang oleh dedaunan, daunan ini dapat dibersihkan
sehingga posisi selanjutnya dapat terlihat dengan jelas.
Hasil ini sangat jelas menggambarkan kemampuan sistem untuk memanen lebih dari satu ketimun
menggunakan satu set gambar yang diambil oleh sistem visual. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi dari
siklus panen. Jelas, prosedur ini hanya akan bekerja jika posisi dari ketimun lainnya tidak berubah
terlalu banyak setelah pemanenan dilakukan. Baik teoritis maupun empiris analisis mekanika dari
tanaman ketimun telah mengungkapkan bahwa pembuangan buah dari tanaman sebagian besar tidak
dapat mempengaruhi posisi buah lainnya. Sejak di akhir musim gugur, penutup ventilasi ditutup atau
hanya sedikit dibuka, tidak ada efek angin yang dihasilkan yang dapat merubah buah.
Telah ditemukan suatu keuntungan besar bahwa sistem robot yang ada saat ini mampu melakukan
beberapa usaha pemanenan ketimun tunggal. Tidak ada dua adegan panen yang persis sama. Dalam kasus
seperti ini merupakan keuntungan untuk dapat mencari target, yaitu buah ketimun, dari perspektif yang
berbeda. Ini diilustrasikan pada Gambar 4. buah ketimun yang dikelilingi dengan garis putus-putus yang
tersembunyi di balik daun yang berada di tengah gambar, tetapi jelas terlihat di depan posisi seperti yang
ditunjukkan pada gambar yang disebelah kanan. Satu prosedur akan menghasilkan tingkat keberhasilan
39.5%, bukan 74.4%. Dengan demikian, keberhasilan kinerja robot dalam hal ini dapat ditingkatkan
secara drastis. Namun, kerugian panen dalam beberapa usaha adalah bahwa prosedur ini cukup memakan
banyak waktu.
Dalam hubungannya dengan waktu siklus, prototipe penelitian belum mampu memenuhi kebutuhan
waktu pemanenan sebesar 10 detik/ketimun. Usaha panen tunggal yang dilakukan pada posisi panen yang
tetap membutuhkan waktu 65.2 detik, sedangkan waktu untuk memanen terong seperti yang ditulis oleh
Hayashi et al. (2001) yaitu 64.1 detik jauh lebih baik jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh.
Namun dalam prakteknya, hal tersebut bukanlah merupakan satu siklus panen pada posisi tetap robot
yang akan dihitung melainkan adalah kinerja rata-rata robot dalam skala green house yang benar-benar
penting. Selama percobaan dilakukan, waktu siklus rata-rata tercatat sebesar 124 detik/ketimun.
Kemampuan sistem untuk melakukan panen berulang dengan satu set gambar telah ditemukan serta
menjadi keuntungan karena ternyata rata-rata waktu siklus pemanenan dapat berkurang menjadi 13-19%.
Namun demikian, siklus waktu dari 124 detik masih membutuhkan waktu pemanenan sebesar 12.4 per
ketimun hal ini menjadi faktor yang penting untuk dikaji karena ternyata waktu tersebut masih lebih
tinggi dari waktu yang dibutuhkan untuk memanen yaitu 10 detik/ketimun. Jelas, tingkat keberhasilan
yang lebih tinggi akan meningkatkan waktu yang diperlukan untuk memanen per buah ketimun. Jika
semua ketimun telah dipanen selama usaha pertaman maka waktu siklus akan berkurang sampai 75 detik.
Hasil pengujian yang dilaporkan menunjukkan bahwa pencitraan dan analisa citra membutuhkan waktu
sekitar 20.3 detik, yakni 31% dari total waktu siklus. Perencanaan gerakan dan pelaksanaan gerakan
manipulatormembutuhkan waktu sekitar 41.3 detik, yakni 63% dari waktu siklus. Dalam sub-task, ada
banyak ruang untuk perbaikan. Waktu untuk pencitraan dapat dikurangi dengan menggunakan dua
kamera terpisah untuk menghasilkan dua gambar yang dibutuhkan untuk proses stereovision. Pada saat
hanya menggunakan satu sistem visual ,kamera bergeser 0.05 m sepanjang slide linier untuk mendapatkan
dua gambar. Pergeseran dan pemuatan flashlight kamera mekanis ternyata menghaiskan waktu lebih
lama. Penerapan pengolahan citra dengan menggunakan software pada hardware yang mempunyai
dedikasi kecepatan tinggi akan mengurangi waktu proses untuk sebagian kecil dari waktu yang digunakan
oleh off-the-shelf pada PC. Perencanaan gerakan yang lebih cepat dapat dicapai dengan menggunakan
software dan hardware yang lebih cepat. Juga waktu gerak manipulator dapat dikurangi secara signifikan.
Efisiensi gerakan dapat ditingkatkan dengan mengemudikan langsung manipulator dari kabin
penyimpanan ke depan ketimun yang akan dipanen berikutnya. Untuk alasan keselamatan, manipulator
tidak digerakkan pada kecepatan maksimumnya selama percobaan. Dengan tenaga kerja berada di luar
ruang kerja dari robot, seperti yang dipersyaratkan oleh undang-undang Belanda, manipulator dapat
digerakkan di kecepatan yang jauh lebih tinggi dengan demikian kerusakan tanaman dan buah akan
menjadi faktor pembatas saja.
V. KESIMPULAN
Robot pemanen ketimun dikembangkan di Institute of Agriculture and Environmental Engineering
(IMAG B.V) dan telah diuji di dalam green house pada musim gugur tahun 2001. Dengan sistem
budidaya ketimun yang digunakan adalah sistem budidaya high-wire robot mampu mencapai tingkat
keberhasilan sebesar 74.4 % serta ditemukan suatu keuntungan besar bahwa sistem ini mampu melakukan
usaha pemanenan berulang satu buah ketimun. Hal ini dapat meningkatkan tingkat keberhasilan dalam
kondisi praktis.
Masalah keakuratan posisi and-effector pada tangkai buah merupakan sumber utama kegagalan.
Hal ini disebabkan oleh kegagalan dari sistem visual. Masalah ini telah diidentifikasi dan diperbaiki
setelah percobaan. Namun, dirasakan bahwa akurasi yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan
penggunaan model lebar-sudut kamera serta penggunaan kamera dengan resolusi yang lebih tinggi yaitu
dari 768 dengan 512 pixel dapat memperbaiki kinerja sistem ini. Juga penyebaran flashlight yang lebih
merata di atas bidang pandang kamera dapat memperbaiki kinerja konstruksi 3D. Akhirnya, kamera yang
dipasang di atas and-effector dapat memperbaiki tingkat keberhasilan pemetikan dengan menggunakan
informasi yang diperoleh dari sensor tentang posisi yang tepat dari ketimun sebagai kontrol umpan balik
manipulator tersebut. Rata-rata waktu pelaksanaan siklus panen tunggal buah ketimun ini adalah sebesar
65.2 detik. Karena tidak semua usaha pemanenan berhasil dilakukan maka waktu rata-rata siklus yang
diperoleh adalah sebesar 124 detik/ panen ketimun yang diukur dalam kondisi praktis.Kemampuan sistem
untuk memanen beberapa ketimun dengan menggunakan satu set gambar dapat meningkatkan efisiensi
dari sistem sampai 13-19 %. Di sisi lain, beberapa fitur dari robot yang digunakan dapat mengurangi
efisiensi dari mesin. Oleh karena itu, penurunan drastis waktu eksekusi dari siklus panen tunggal menjadi
fokus utama penelitian selanjutnya. Besar kesempatan untuk melakukan perbaikan dalam pengurangan
waktu siklus, salah satu hal yang dapat dilakuakan adalah perbaikan sistem visual yaitu dengan
menggunakan dua kamera tetap untuk proses stereovision dan hardware yang mempunyai kecepatan
tinggi untuk menganalisis citra. Hal ini juga ternyata dapat mengurangi waktu gerak. Hardware dan
software yang lebih cepat dibutuhkan untuk mengurangi waktu yang digunakan untuk perencanaan
gerakan. Selain itu, profil gerakan yang lebih efisien selama beberapa proses pemanenan dan
meningkatkan kecepatan gerak dari manipulator akan memberikan kontribusi bagi pengurangan waktu
gerak.
top related