tugas hukum pajak a.n leonardo a.hs npm.a2021131092
Post on 19-Dec-2015
231 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TUGAS HUKUM PAJAK DAN RETRIBUSIDOSEN : Dr. Hj. NENENG EUIS FATIMA, M.Si
REFORMASI PERPAJAKAN DALAM UPAYA PENAMBAHAN PENERIMAAN PAJAK KENDARAAN
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Desentralisasi telah menjadi topik atau issue yang populer di Indonesia
terutama sejak pemerintah Indonesia memperkenalkan kebijakan otonomi
daerah. Keseriusan pemerintah Indonesia diwujudkan dengan dihasilkannya
UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian
diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2004. Esensi kebijakan otonomi daerah
yang bergulir dewasa ini telah menempatkan Kabupaten dan Kota sebagai titik
berat otonomi, nampaknya telah membawa perubahan dalam pelaksanaan
pemerintahan di daerah. Salah satu perubahan itu adalah pemberian
wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan pengelolaan
pemerintahan di daerah. Hal tersebut membawa angin baru bagi
perkembangan pembangunan daerah di Indonesia, yang tentunya juga
diharapkan berimplikasi kepada peningkatan pelayan, perbaikan
kesejahteraan dan jaminan hidup yang lebih baik kepada masyarakat
dibandingkan dengan masa lalu.
Sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo (2002), bahwa otonomi
yang diberikan kepada daerah Kabupaten dan kota dilaksanakan dengan
kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada pemerintah
1
daerah secara proporsional. Artinya, pelimpahan tanggungjawab akan diikuti
oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan dan sumberdaya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Sejalan dengan kewenangan tersebut, pemerintah daerah diharapkan
lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan didaerahnya melalui
Pendapatan Asli Daerah atau PAD (Sidik, 2002). Oleh karenanya
penyelenggaraan otonomi daerah akan lebih berdaya guna dan berhasil guna,
manakala dibarengi dengan kemampuan yang kuat dari daerah dalam
mengembangkan atau meningkatkan potensi sumber-sumber keuangan
secara optimal. Hal itu berarti, pemerintah daerah dituntut untuk lebih mandiri
dalam membiayai kegitan opersional rumah tangganya.
Mengingat tidak semua sumber pembiayaan diberikan kepada daerah,
maka daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Mamesah, 1995).
Hal yang senada dikemukakan oleh Rasyid (2002) bahwa untuk dapat
menyelenggarakan urusan rumah tangganya, daerah harus mempunyai
keuangan sendiri, sehingga tidak selalu tergantung pada sumber-sumber dari
pemerintah pusat.
Persoalan keuangan daerah merupakan suatu hal yang sangat potensi
dan sentral bagi setiap daerah. Potensi karena segenap aspek
penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah amat ditentukan atas factor
keuangan ini. Sentral karena bisa mempengaruhi bidang-bidang yang lain.
2
Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dalam rangka
memberikan pelayanan dan pembangunan kepada masyarakat secara efisien
dan efektif tanpa tersedianya dana yang memadai.
Untuk itu, pemerintah daerah berupaya semaksimal mungkin dalam
mengembangkan atau meningkatkan potensi sumber-sumber keuangan
daerah yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah, seperti yang tercantum dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintah daerah.
Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan
oleh pusat kepada daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi
daerah, meskipun jumlahnya relatif memadai yakni sekurang-kurangnya
sebesar 25 persen dari Penerimaan Dalam Negeri dalam APBN, namun,
daerah harus lebih kreatif dalam meningkatkan PADnya.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan indikator penting untuk
menilai tingkat kemandirian pemerintah daerah di bidang keuangan. Semakin
tinggi peran Pendapatan Asli Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), mencerminkan keberhasilan usaha atau tingkat
kemampuan daerah dalam pembiayaan dan penyelenggaraan pembangunan
serta pemerintah. Dengan meningkatnya PAD, akan mengurangi
ketergantungan pemerintah daerah terhadap subsidi atau bantuan dari
pemerintah pusat. Selain itu pemerintah daerah akan lebih leluasa
membelanjakan penerimaannya sesuai dengan prioritas pembangunan yang
sedang dilaksanakan di daerahnya.
3
Dalam pasal 6 UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, disebutkan bahwa PAD berasal dari
beberapa sumber yaitu pajak daerah ; retribusi daerah ; hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah.
Dari sumber-sumber pendapatan asli daerah tadi, yang paling dominan
memberikan kontribusi terbesar dalam struktur PAD adalah pendapatan yang
berasal dari hasil pajak daerah. Dijelaskan oleh Kurniawan (2004), pajak
daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
Pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting
guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah. Menurut pasal 2 UU Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak dan retribusi
daerah, disebutkan bahwa jenis pajak propinsi terdiri dari 4 (empat) jenis
pajak, antara lain : pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air; Bea
Balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; Pajak bahan bakar
kendaraan bermotor; serta pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah
tanah dan air permukaan. Ketentuan pelaksanaan dari pajak daerah
selanjutnya diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor.
65 tahun 2001 tentang pajak daerah.
4
Dari berbagai pajak daerah diatas, pajak kendaraan bermotor (PKB)
merupakan salah satu primadona dalam membiayai pembangunan daerah
propinsi. Karena kontribusi di sektor PKB bagi PAD pada tahun 2005 sebesar
sebesar Rp. 1.063.573.343.614 (25,3 %) dari realisasi PAD sebesar Rp.
4.611.233.578.173. Maka dari itu, penerimaan dari sektor PKB perlu adanya
pengoptimalan melalui upaya intensifikasi maupun dari berbagai upaya yang
mampu meningkatkan jumlah pendapatan dari sektor ini, salah satunya
adalah dengan menekan seminimal mungkin tunggakan pajak kendaraan
bermotor.
Menurut Kurniawan (2004), dijelaskan bahwa tunggakan pajak atau
dikenal dengan pajak terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Sedangakan tunggakan pajak kendaraan bermotor adalah pajak yang harus
dibayar oleh pemilik kendaraan bermotor beroda dua atau lebih beserta
gandengannya dalam tahun pajak, menurut peraturan perundang-undangan
perpajakan daerah.
Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Kalimantan barat
atau yang biasa disebut dengan UPTD Pontianak tahun 2005 merupakan
pemberi kontribusi terbesar disektor pajak kendaraan bermotor bagi PAD yaitu
Rp. 112 Milyar atau 12,3 %. Namun demikian permasalahan tunggakan PKB
tetap menjadi fokus perhatian dari UPTD Kalimantan Barat, ini dikarenakan
tunggakan pajak kendaraan bermotor setiap tahunnya terus meningkat,
5
Dilihat dari latar belakang tersebut bahwa masih belum optimalnya
kinerja UPTD Kalimantan Barat terhadap pemungutan pajak kendaraan
bermotor. Untuk itu, sangat diperlukan adanya upaya guna mengatasi
tunggakan pajak kendaraan bermotor tersebut yang jumlahnya terus
meningkat. Mengingat penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor sangat
diandalkan untuk menunjang Pendapatan Asli Daerah maka perlu kiranya
pemungutan sumber penerimaan tersebut dioptimalkan.
Bertitik tolak dari fenomena tersebut diatas, pokok permasalahan dalam
penulisan ini adalah :
Bagaimana strategi peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor yang
dilakukan oleh UPTD Kalimantan Barat dan yang menjadi kendala dan upaya
mengatasi kendala dalam meningkatkan penerimaan Pajak Kendaraan
Bermotor
6
BAB II
PEMBAHASAN
1. Strategi Meningkatkan Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor.
Pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu primadona bagi
pembiayaan pembangunan di daerah Kalimantan Barat. Pajak Kendaraan
Bermotor merupakan pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi
Kalimantan Barat dan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
yang potensial, yang pemungutannya diatur berdasarkan Perda Kalimantan
Barat Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan Bermotor. Dijelaskan
pula, bahwa bahwa semua orang pribadi atau badan yang memiliki dan/atau
menguasai kendaraan bermotor wajib membayar pajak dengan nama Pajak
Kendaraan Bermotor (PKB) yang dipungut di Wilayah Daerah tempat
kendaraan bermotor didaftarkan.
Mengingat penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sangat
diandalkan untuk menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kalimantan
Barat, maka perlu kiranya pemungutan sumber penerimaan tersebut
dioptimalkan. Strategi yang dilakukan UPTD Kalimantan Barat untuk
meningkatkan penerimaan PKB, adalah sebagai berikut :
a) Pengetatan sanksi
Pengetatan sanksi merupakan salah satu upaya penerapan hukum yang
tegas dan adil terhadap masyarakat, agar mereka memenuhi peraturan
yang berlaku sebagaimana diatur dalam undang-undang. Dasar dari
7
pengetatan sang sanksi yang dilakukan oleh UPTD Kalbar didasarkan pada
Perda Kalimantan Barat Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan
Bermotor yang diatur dalam pasal 4 ayat 3 yang mengatur tentang
pengetatan sanksi dan sebagai upaya menyadarkan masyarakat untuk
membayar PKB secara tepat waktu guna mencapai target penerimaan PKB.
Dalam pelaksanaan pengetatan sanksi di UPTD Kalbar betul-betul
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dan dikenakan pada semua
wajib pajak tanpa pandang bulu. Dari jumlah Obyek PKB di UPTD Kalbar
selama bulan Januari – Agustus tahun 2006-2007 yang berjumlah 263.297,
terdapat tunggakan obyek pajak sejumlah 10.653. Adapun jumlah nilai
tunggakan pajak kedaraan bermotor sebesar Rp 1.752.129.600.
Sedangkan bentuk sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak berupa
sanksi administrasi dengan kenaikan sebesar 25% dan ditambah dengan
bunga sebesar 2 %. Hal itu tercantum dalam Perda Kalimantan Barat
Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan Bermotor, Tujuan
pengetatan sanksi sebagai upaya menyadarkan masyarakat untuk
membayar PKB secara tepat waktu guna mencapai target penerimaan PKB.
Menurut Nurmantu (2005) sebagai hukum publik, hukum pajak memuat
ketentuan tentang sanksi perpajakan baik sanksi yang bersifat administratif
maupun sanksi yang berupa pidana. Secara filosofis, sanksi diberikan untuk
salah satu atau gabungan tujuan-tujuan yakni sebagai hukuman atau
sebagai balas dendam (Retribution), sebagai efek (deterrence), sebagai
8
pengasingan dari masyarakat (incapacitation) dan sebagai rehabilitasi
(rehabilitation).
Selanjutnya, Nurmantu (2005) mengatakan sanksi perpajakan
diharapkan akan memberikan efek atau pengaruh, baik kepada wajib pajak
yang telah melalaikan kewajiban perpajakannya maupun kepada wajib
pajak lain yang belum melakukan tindakan yang dapat diancam dengan
sanksi perpajakan.
Adanya pengetatan sanksi sangat erat kaitannya dengan kepatuhan
wajib pajak. Dalam melakukan kepatuhan terhadap kewajiban
perpajakannya, manusia mempunyai keterbatasan rasional dan berperilaku
oportunistik yang melatarbelakangi keputusan untuk patuh atau tidak dalam
menjalankan kewajiban perpajakan. Perilaku rasionalitas adalah perilaku
ekonomis yang dapat didekati dengan teori ekonomi.
Sebagaimana diungkapkan oleh Brooks (2001) bahwa pendekatan teori
ekonomi didasarkan pada prinsip perilaku rasionalitas. Lebih lanjut
dijelaskan, bahwa berdasarkan prinsip rasionalitas, individu akan
memaksimalkan keuntungan dengan biaya sedikit mungkin.
Konsekuensinya model ekonomi melakukan pendekatan permasalahan
penghindaran pajak berdasarkan prefensi ekonomis pilihan individu untuk
menghindari pajak. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengantisipasi
penghindaran pajak perlu dipikirkan kebijakan mengenai struktur penalti dan
probabilitas untuk menangkap penghindaran pajak dan pemberian sanksi.
9
Menurut Mardiasmo (2003), agar pemungutan pajak tidak menimbulkan
hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi
syarat sebagai berikut : Pemungutan pajak harus adil (Syarat keadilan);
Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (Syarat yuridis);
Tidak mengganggu perekonomian (Syarat ekonomis); Pemungutan pajak
harus efisien (Syarat Finansiil) serta ; Sistem pemungutan pajak harus
sederhana.
b) Perbaikan Sistem Administrasi Perpajakan
Administrasi perpajakan dituntut untuk mampu memenuhi target
penerimaan pajak yang berkelanjutan dan tuntutan reformasi yang
berkembang pada masyarakat. Disamping itu administrasi perpajakan
diharapakan mampu mengatasi turbulensi permasalahan yang dihadapi
untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Artinya,
bahwa administrasi perpajakan memainkan peranan yang penting didalam
menentukan sistem perpajakan yang efektif.
Permasalahan dalam sistem administrasi perpajakan di negara
berkembang pada umumnya adalah prosedur yang ketinggalan jaman dan
masalah sumber daya manusia. Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan dalam
sistem administrasi perpajakan. Menurut Nasucha (2004), persyaratan
penting bagi perbaikan administrasi perpajakan ialah penyederhanaan
sistem administrasi perpajakan, strategi dan komitmen.
Dengan adanya perbaikan sistem administrasi perpajakan yang lebih
sederhana, diharapkan administrasi perpajakan dapat dilaksanakan dengan
10
lebih rapi terkendali, sederhana dan mudah dipahami baik oleh masyarakat
maupun aparat pajak. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya
keberhasilan dalam penerimaan pajakan daerah sangat ditunjang oleh
pelaksanaan administrasi perpajakan daerah yang baik dan efisien.
Perbaikan sistem perpajakan terkait dengan prosedur pendaftaran dan
penetapan serta penagihan.
Upaya perbaikan dalam prosedur pendaftaran dan penetapan yang
dilakukan oleh UPTD Kalimantan Barat telah mengarah pada hal yang
positif. Hal ini dibuktikan dengan melakukan pembenahan dalam segala
bidang yang termasuk di dalamnya adalah kecepatan dalam waktu
pendaftaran dan penetapan, penyederhanaan loket, penggunaan teknologi
informasi seperti pemanfaatan komputer dalam proses pelayanan dan
pengembangan sistem dan prosedur pemungutan dan pembayaran seperti
informasi tentang pajak kendaraan bermotor lewat media elektronik yaitu
handphone melalui sms.
Kesederhanaan dalam pendaftaran dan penetapan merupakan salah
satu bagian dari perbaikan sistem administrasi perpajakan. Menurut
Nasucha (2004), kepatuhan wajib pajak dapat ditingkatkan melalui
peningkatan administrasi perpajakan. Kepastian, kemudahan dan ekonomis
yang dicerminkan melalui prosedur yang tidak berbelit-belit sangat erat
kaitannya dengan administrasi perpajakan.
Administrasi perpajakan bisa menjadi efisien bila biaya pengumpulan
pajaknya sangat rendah. Tujuan dari perbaikan administrasi perpajakan
11
menurut Ott (2001), salah satunya adalah untuk meningkatkan kualitas
prosedur yang tujuan akhirnya adalah memberikan kemudahan prosedur
kepada wajib pajak sehingga akan tercipta kepatuhan suka rela.
Isu sentral atas keberhasilan reformasi administrasi perpajakan
kedepan adalah kapasitas administrasi perpajakan dalam implementasinya
secara sefisien dan efektif. Hal ini meliputi penembangan sumber daya
manusia, teknologi informasi, struktur organisasi, proses dan prosedur serta
sumber daya finansial dan insentif yang mencukupi.
Strategi-strategi yang dilakukan oleh UPTD Kalimantan barat dalam
perbaikan sistem administrasi pajaknya ternyata kurang diberengi dengan
kesadaran wajib pajak untuk membayar pajaknya. Dalam pelaksanaan
dilapangan, ternyata masih banyak juga wajib pajak yang menunggak
sehingga memerlukan tindakan penagihan.
Penagihan wajib pajak termasuk bagian dari administrasi pajak.
Pelaksanaan sistem penagihan pajak kendaraan bermotor di UPTD
Kalimantan Barat, dilakukan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Daerah (SKPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB),
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD), Surat
Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambah (SKPDKBT) dan Surat
Paksa yang dikirim langsung oleh pegawai UPTD Kalimantan Barat ke
alamat wajib pajak. Hal ini didasarkan pada Perda Kalimantan Barat Nomor
4 Tahun 2003 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor.
12
Walaupun sudah ada landasan yuridisnya, masih banyak wajib pajak
yang tidak membayar membayar pajak tepat pada waktunya. Menurut
Prakosa (2005) tindakan penagihan utang pajak dapat dilakukan dengan 2
langkah :
Penagihan secara pasif, pada umumnya dilakukan dengan penyerahan
Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Pajak Tambahan (SKPT)
dan Surat Tagihan Pajak (SPT) dan terakhir menggunakan Surat Tegoran.
1. Penagihan secara aktif, yaitu penagihan dengan menggunakan Surat
Paksa dan dilanjutkan dengan tindakan sita.
Adapun dasar dari penagihan yaitu kepala daerah menentukan tanggal
jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama
30 (tiga puluh) hari setelah saat terutang pajak. Surat Ketetapan Pajak
Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan
2. Kendala dan Upaya Mengatasi
Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam melaksanakan strategi untuk
meningkatkan penerimaan pajak kendaraan bermotor di UPTD Kalimantan
Barat adalah : 1. Sanksi hukum yang kurang tegas bagi para wajib pajak;
2. Kualitas Sumber Daya Manusia yang kurang dan keterbatasan tenaga
operasional.
Brooks (2001), menggambarkan bahwa kesulitan dalam pemenuhan
kepatuhan perpajakan karena terdapat perbedaaan penting antara hukum
pajak dengan hukum yang lain, yaitu untuk dapat mematuhi hukum pajak
penduduk harus berhadapat dengan kompleksitas aturan dan bahkan
13
serangkaian aktivitas yang membutuhkan biaya tinggi. Untuk itu kebijakan
harus memilih diantara dua alasan utama, yaitu penerapan keadilan yang
dapat menyebabkan peraturan perpajakan yang kompleks atau mengurangi
biaya kepatuhan dengan penyederhanaan peraturan dan prosedur.
Menurut Prakosa (2005) tindakan pidana, memutuskan pelayanan atau
menyita kekayaan biasanya merupakan cara yang efektif untuk
meningkatkan pembayaran. Namun, kadang-kadang beberapa tindakan
tersebut seringkali tidak dilaksanakan. Akibatnya tindakan perdata
seringkalli merupakan satu-satunya sanksi hukum yang dilakukan tetapi
seringkali juga tidak efektif. Prosedur yang berbellit-belit dan kurang
perhatian pengadilan terhadap masalah pelanggaran pajak daerah ini,
kadang merupakan penyumbang ketidak efektifan sanksi hukum diterapkan.
Untuk mengatasi kendala tersebut, maka UPTD Kalimantan Barat perlu
melakukan upaya-upaya yaitu : penegakan hukum yang tegas; tindakan
pidana menyangkut harta kekayaan melalui penahanan dan hukuman
penjara serta penyitaan dan penjualan langsung atas kekayaan.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) aparatur pajak yang kurang
merata dan terbatasnya tenaga operasional, juga menjadi kendala
kelancaran dalam pemberian pelayanan kepada para wajib pajak.
Sementara itu, Bahl dan Vazquez dalam Nasucha (2004)
mengemukakan bahwa kelemahan sistem perpajakan yang umumnya
terjadi biasanya ditandai dengan prosedur yang sudah usang, pegawai yang
dibayar rendah, pegawai yang kurang terlatih, sitem perpajakan yang terlalu
14
kompleks sehingga sulit untuk mencapai efisiensi administrasi dengan
sumber daya yang tersedia sangat minim bagi kantor pelayanan pajak,
keengganan pemerintah untuk menegakkan sistem yang ada dan
cenderung hanya menunggu terjadinya krisis atau desakan dari luar
terutama dari negara donor. Bahl menyebutkan, bahwa permasalahan
dalam administrasi perpajakan di negara sedang berkembang pada
umumnya adalah sistem yang kompleks, masalah sumber daya manusia
dan prosedur yang sudah ketinggalan.
Administrasi pajak memerlukan jaringan pelaksana pemungut atau
penagih yang tersebar luas sesuai dengan penyebaran penduduk serta
kemungkinan untuk memperoleh data dan pendapatan para wajib pajak
(Prakosa, 2005). Hal ini penting terutama untuk pajak langsung di negara-
negara sangat luas wilayahnya, seperti Indonesia. Artinya dalam hal ini
dibutuhkan tingkat pemerintahan yang mempunyai hubungan administrasi
sampai ketingkat desa.
UPTD Pontianak yang merupakan penyumbang dana pembangunan
bagi provinsi Kalimantan barat, upaya yang semestinya dilakukan adalah
dengan cara : meningkatkan kualitas sumber daya menusia aparat pajak
dengan melakukan pelatihan secara kontinyu; penyederhanaan prosedur dan
sistem serta pengelolaan pajak yang efisien serta menciptakan jaringan
pelaksana pungutan yang tersebar disetiap wilayah kerja.
15
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a. Dalam hal pengetatan sanksi, UPTD Kalimantan yang berada di Kota
Pontianak telah memberlakukan sanksi kepada semua wajib pajak yang
melakukan pelanggaran terutama kepada wajib pajak yang terlambat dalam
pembayaran pajak kendaraan bermotor. Pemberlakuan sanksi tersebut
sesuai dengan aturan atau Perda Kalimantan Barat Nomor 4 Tahun 2003.
Adapun bentuk sanksi yang yang dikenakan kepada wajib pajak berupa
sanksi administrasi dengan kenaikan sebesar 25 % dari pajak terhutang.
b. Strategi yang dilakukan UPTD Kalimantan Barat dalam hal sistem
administrasi perpajakan adalah perbaikan terhadap prosedur pendaftaran
dan penetapan yang telah mengarah pada hal yang positif. Hal ini
dibuktikan dengan melakukan pembenahan dalam segala bidang yang
termasuk didalamnya adalah kecepatan dalam waktu pendaftaran dan
penetapan, penyederhanaan loket, penggunaan teknologi informasi seperti
informasi tentang pajak kendaraan bermotor lewat alat elektronik yaitu
Handphone melalui SMS.
c. Kendala-kendala yang dihadapi UPTD Kalimantan Barat adalah pemberian
sanksi hukum bagi wajib pajak kurang tegas, dalam hal sistem administrasi
ternyata kualitas sumber daya aparatur masih belum merata serta
keterbatasan personil.
16
Saran
a. Dalam hal pengetatan sanksi, sebaiknya UPDT Kalimantan Barat
melakukan upaya penegakan hukum yang tegas, memberikan tindakan
pidana yang menyangkut harta kekayaan melalui penahanan dan hukuman
penjara serta melakukan penyitaan dan penjualan langsung atas kendaraan
bermotor bagi wajib pajak yang menunggak dalam membayar pajaknya.
b. Perlu juga dilakukan perbaikan sistem administrasi perpajakan, yaitu :
Penyederhanaan prosedur dan sistem serta pengelolaan pajak yang
efisien ; meningkatkan kualitas SDM aparat pajak dengan melakukan
pelatihan yang secara kontinyu ; serta menciptakan jaringan pelaksana
pungutan yang tersebar disetiap wilayah kerja.
17
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Neil., 2001. “Presentation Paper of Key Issues in Income Tax : Challenges of Tax administration and Compliance” 2001 Tax Conference. Tokyo: Asian Development Bank Institute.
Kurniawan P., et all., 2004., Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia, Malang :Bayu Media.
Mardiasmo., 2002., “Otonomi Daerah Sebagai Upaya memperkokoh Basis Perekonomian Daerah”, Jurnal Ekonomi Rakyat, Th I-No.4-Juni 2002, http://www.ekonomirakyat.org, 10 Agustus 2006.
Milles, B. Huberman dan Michael A., 1992. Anallisis Data Kualitatif, Jakarta : UI Press.
Moleong., 2006., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Nasucha, Chaizi. 2004., Reformasi Administrasi Publik Teori dan Praktek, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nazir, Moh. 1998., Metodologi Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.Nurmantu, Safri., 2005. Pengantar Perpajakan, Jakarta : Granit.
Ott, Katarina. 2001., ”Tax Administration Reform in transition : The case of Croatia”. Occasional Paper. Knjiznica : Institutza Javne Finance.
Prakosa, Bambang K. 2005., Pajak Dan Retribusi Daerah, Yogyakarta : UII Press.
Rasyid, Ryaas. 2002., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta : Pusat Pengkajian Etika Politik dan Pemerintahan Bekerjasama Dengan Pustaka Pelajar Offset.
18
top related