tugas bktk besi dan paduannya
Post on 02-Jan-2016
628 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
TUGAS BAHAN KONSTRUKSI TEKNIK KIMIA
(Besi dan Paduannya)
Disusun Oleh:
-- Kelompok 2 --
Kelas A
Rumiyati (03101003009)
Zubeir Saleh Daulay (03111003001)
Chega Putri Pratiwi (03111003007)
Firmansyah Putra (03111003013)
Rika Damayanti (03111003021)
Dede Hadi Widianto (03111003031)
Anggi Setiawan (03111003039)
M. Riandi Adiwijaya (03111003053)
Liliana Comeriorensi (03111003061)
Riska Pertiwi (03111003069)
Anissa Nurul Badriyah (03111003075)
Nova Amanda (03111003081)
Aufa Fauzan (03111003091)
Vera Sugi Lestari (03111003101)
Kelas B
Dini Fuadillah Sofyan (03101003038)
Trisna Novitasari (03101003082)
Agus Candra (03101003086)
Mardanila Apriani (03111003006)
Mona Ayu Destia (03111003012)
Dede Anugrah Permana (03111003018)
Ahmad Rumaiza (03111003024)
Putri Rahmi (03111003030)
Karina Mandasari (03111003036)
Jesica Novita (03111003044)
Italiana Hakim (03111003050)
Yuni Simanjuntak (03111003058)
Eni Handayani (03111003074)
Irvan Rizky (03111003084)
Cahyo Nugroho (03111003094)
BESI DAN PADUANNYA
A. Besi (Fe)
Ferrum (Fe) berasal dari bahasa Latin yang berarti besi. Besi adalah logam yang berasal
dari bijih besi (tambang) yang banyak digunakan untuk kehidupan manusia sehari-hari.
Dalam Sistem Periodik Unsur (SPU), besi mempunyai simbol Fe dengan nomor atom 26.Besi
merupakan logam yang melimpah nomor dua setelah logam aluminium dan merupakan unsur
melimpah nomor 4 penyusun kulit bumi, membentuk 5% dari padakerak bumi.
B. Komposisi
Logam dan paduannya adalah salah satu matrial teknik yang porsinya paling banyak
diperlukan dalam kegunaan teknik. Jika diperhatikan komponen mesin, maka sebagian besar
sekitar 80% dan bahkan lebih terbuat dari logam. Selebihnya digunakan material non logam
seperti keramik, glass, polimer dan bahkan material maju seperti komposit.
Gambar 1. Komposisi Logam dan Paduannya
Material logam dikelompokan menjadi dua, yaitu logam besi (ferrous) dan logam non
besi (non ferrous). Logam adalah unsur kimia yang mempunyai sifat-sifat kuat, keras,
penghantar listrik dan panas, serta mempunyai titik cair tinggi. Sedangkan logam non besi
merupakan semua unsur logam yang komposisi utamanya bukan besi. Contohnya adalah
logam dan paduan seperti aluminium, tembaga, timah, emas, magnesium, dan sebagainya.
Untuk logam-logam besi, pembagiannya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1. Pembagian Paduan Logam Besi Menurut Komposisinya.
No. Paduan Logam Besi Komposisi Kimia (%)
1. Besi Tuang (Cast Iron)
Besi Tuang Lunak
Besi Tuang Kelabu
Besi Tuang Putih
Besi Tuang Noduler
1.7% - 4% C ; 1% - 3% Si ; 0,80% Mn (maks) ;
0,10% P (maks) ; 0,05% S (maks) dengan unsur-
unsur pemadu seperti Cr, Ni, Mo, Al dan logam
lainnya.
2. Baja Paduan Rendah
Baja Karbon Rendah 0.08% - 0.35% C ; 0.25% - 1.50% Mn
Baja Karbon Sedang 0.35% - 0.50% C ; 0.25% - 0.30% Si
Baja Karbon Tinggi 0.55% - 1.70 % C ; 0.04% P ; 0.05% Si
3. Baja Paduan Tinggi
Baja Stainless a. Feritik (12% Cr dan kadar karbon rendah).
b. Martensitik (12% - 17% Cr dan 0.1% - 1% C)
c. Austenitik (17%-25% Cr dan 8% - 20% Ni)
d. Duplek (23% - 30% Cr dan 2.5% - 7% Ni
serta unsur Ti dan Mo.
e. Presipitasi (seperti austenitik dengan unsur
pemadu Cu, Ti, Al, Mo, Nb atau N).
Baja Perkakas a. General Purpose Steels
b. Die Steels
c. High Speed Steels(0.85% - 1.25% C ; 1.50% -
2.0% W ; 4 - 9.5% Mo ; 3% - 4%Cr ; 1% -
4% V ; 5% - 12% Co).
1. Besi Tuang (Cast Iron)
Besi tuang atau besi cor adalah kelompok paduan besi memiliki kadar karbon diatas
1.7% (berat). Dikarenakan elemen utamanya selain C dan Si, juga ada elemen-elemen
pemadu lainnya seperti Mn, S, P, Mg, dan lain-lain dalam jumlah yang sedikit. Sifatnya
sangat getas namun mampu cornya baik dibanding baja. Titik cairnya lebih rendah,
ketahanan korosinya lebih baik, hal ini dikarenakan adanya grafit yang tersebar di dalam
besi tuang.
Berdasarkan jenis matriksnya, besi tuang terdiri dari besi tuang lunak, besi tuang
kelabu, besi tuang putih, dan besi tuang noduler.
2. Baja (Steels)
Baja paduan adalah baja paduan dengan berbagai elemen dalam jumlah total antara
1,0% dan 50% berat untuk meningkatkan sifat mekanik. Baja paduan dipecah menjadi:
a. Baja paduan rendah (low alloy steel)
Baja paduan rendah biasanya digunakan untuk mencapai hardenability lebih baik,
yang pada gilirannya akan meningkatkan sifat mekanis lainnya. Mereka juga digunakan
untuk meningkatkan ketahanan korosi dalam kondisi lingkungan tertentu. Dengan
menengah ke tingkat karbon tinggi, baja paduan rendah sulit untuk las. Menurunkan
kandungan karbon pada kisaran 0,1% menjadi 0,3% bersama dengan beberapa
pengurangan elemen paduan, meningkatkan weldability dan sifat mampu bentuk baja
dengan tetap menjaga kekuatannya. Seperti logam digolongkan sebagai baja paduan
rendah kekuatan tinggi.
Baja paduan rendah dikelompokan menjadi 3, yaitu:
1) Baja Karbon Rendah (low carbon steel)
Baja ini dengan komposisi karbon kurang dari 0.35%.Fasa dan struktur
mikronya adalah ferrit dan perlit. Baja ini tidak bisa dikeraskan dengan cara
perlakuan panas (martensit) hanya bisa dengan pengerjaan dingin. Sifat mekaniknya
lunak, lemah, dan memiliki keuletan dan ketangguhan yang baik. Serta mampu
mesin (machinability) dan mampu las nya (weldability) baik.
2) Baja Karbon Sedang (medium carbon steel)
Baja ini memiliki komposisi karbon antara 0.35%-0.50% C (berat). Dapat
dikeraskan dengan perlakuan panas dengan cara memanaskan hingga fasa austenit
dan setelah ditahan beberapa saat didinginkan dengan cepat ke dalam air atau sering
disebut quenching untuk memperoleh fasa ang keras yaitu martensit. Baja ini terdiri
dari baja karbon sedang biasa (plain) dan baja mampu keras. Kandungan karbon
yang relatif tinggi itu dapat meningkatkan kekerasannya. Namun tidak cocok untuk
di las, dengan kata lain mampu las nya rendah. Dengan penambahan unsur lain
seperti Cr, Ni, dan Mo lebih meningkatkan mampu kerasnya. Baja ini lebih kuat dari
baja karbon rendah dan cocok untuk komponen mesin, roda kereta api, roda gigi
(gear), poros engkol (crankshaft) serta komponen struktur yang memerlukan
kekuatan tinggi, ketahanan aus, dan tangguh.
3) Baja Karbon Tinggi (high carbon steel)
Baja karbon tinggi memiliki komposisi antara 0.55 – 1.7% C (berat).
Kekerasan dan kekuatannya sangat tinggi, namun keuletannya kurang.baja ini cocok
untuk baja perkakas, dies (cetakan), pegas, kawat kekuatan tinggi dan alat potong
yang dapat dikeraskan dan ditemper dengan baik. Baja ini terdiri dari baja karbon
tinggi biasa dan baja perkakas. Khusus untuk baja perkakas biasanya mengandung
Cr, V, W, dan Mo. Dalam pemaduannya unsur-unsur tersebut bersenyawa dengan
karbon menjadi senyawa yang sangat keras sehingga ketahanan aus sangat baik.
b. Baja Paduan Tinggi (high alloy steel)
Baja ini memiliki ketahanan korosi yang baik, terutama pada kondisi atmosfer.
Unsur utama yang meningkatkan korosi adalah Cr dengan komposisi paling sedikit
11% (berat). Ketahanan korosi dapat juga ditingkatkan dengan penambahan unsur Ni
dan Mo. Baja tahan karat dibagi menjadi tiga kelas utama yaitu jenis martensitik,
feritik, dan austenitik. Jenis feritik dan martensitik bersifat magnetis, sedangkan jenis
austenitik tidak magnetis.
C. Diagram Fasa Sistem Besi-Karbon
Diagram fasa adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperaturdi mana
terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasanyang lambat dengan kadar
karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi perlakuan panas.
Fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk
setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing, maupun proses pengerasan.
Diagram fasa besi – karbon dibatasi sampai komposisi karbon 6,7% berat. Di atas 6,7% berat
bahan digolongkan ke dalam bahan grafit.
Diagram fasa Fe-C, atau biasa disebut diagram kesetimbangan besi-karbon, merupakan
diagram yang menjadi parameter untuk mengetahui segala jenis fasa yang terjadi di dalam
baja, serta untuk mengetahui faktor-faktor apasaja yang terjadi pada paduan baja dengan
segala perlakuannya. Diagram kesetimbangan fasa Fe-Fe3C adalah alat penting untuk
memahami struktur mikro dan sifat-sifat baja karbon. Diagram Fe-Fe3C dapat dianggap
sebagai suatu diagram fase yang metastabil. Kebanyakan baja hanya mengandung besi karbid
dan bukan grafit, sehingga dalam pemakaian diagram Fe-Fe3C sangat penting.
Gambar 2.Diagram Fasa Fe-Fe3C
Karbon larut di dalam besi dalam bentuk larutan padat (solution) hingga 0,05% berat
pada temperatur ruang. Baja dengan atom karbon terlarut hingga jumlah tersebut disebut
dengan alpha (α)-ferit pada temperatur ruang. Pada kadar karbon lebih dari 0,05% akan
terbentuk endapan karbon dalam bentuk hard intermetallic stoichiometric compound (Fe3C)
yang dikenal sebagai Sementit atau karbid. Selain larutan padat alpha-ferit yang dalam
kesetimbangan dapat ditemukan pada temperatur ruang terdapat fase-fase penting lainnya,
yaitu delta (δ)-ferit dan gamma (γ)-austentit. Logam Fe bersifat polymorphism, yaitu
memiliki struktur kristal berbeda pada temperatur berbeda. Pada Fe murni, misalnya, alpha-
feritakan berubah menjadi gamma-austentit saat dipanaskan melewati temperatur 910°C.Pada
temperatur yang lebih tinggi, mendekati 1400°C gamma-austentit akan kembali berubah
menjadi delta-ferit. Alpha (α) dan delta (δ) ferit dalam hal ini memiliki struktur Kristal Body
Centered Cubic (BCC) sedangkan gamma (γ) austentit memiliki struktur Kristal Face
Centred Cubic (FCC).
Gambar3. Ilustrasi struktur kristal BCC Gambar 4. Ilustrasi struktur kristal FCC
1. Ferit
Ferit adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (Body Centered Cubic).
Ferit dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada temperature ruang, yaitu alpha-ferit
atau pada temperature tinggi, yaitu delta-ferit. Secara umum fase ini bersifat lunak (soft),
ulet (ductile), dan magnetik (magnetic) hingga temperatur tertentu. Kelarutan karbon di
dalam fase ini relative lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase
larutan padat lain di dalam baja, yaitu fase Austentit. Pada temperatur ruang, kelarutan
karbon di dalam alpha-ferit hanyalah sekitar 0,05%.Ruang antara atom-atomnya adalah
kecil dan padat sehingga atom karbon yang dapat tertampung hanya sedikit sekali.
Berbagai jenis baja dan besi tuang dibuat dengan mengeksploitasi sifat-sifat ferit.
Baja lembaran berkadar karbon rendah dengan fase tunggal ferit misalnya, banyak
diproduksi untuk proses pembentukan logam lembaran. Dewasa ini bahkan telah
dikembangkan baja berkadar karbon ultra rendah untuk karakteristik mampu bentuk yang
lebih baik. Kenaikan kadar karbon secara umum akan meningkatkan sifat- sifat mekanik
ferit. Untuk paduan baja dengan fase tunggal ferit, faktor lain yang berpengaruh
signifikan terhadap sifat-sifat mekanik adalah ukuran butir.
2. Sementit
Sementit atau karbid dalam sistem paduan berbasis besi adalah stoichiometric inter-
metallic compound Fe3C yang keras (hard) dan getas (brittle). Nama sementit berasal dari
kata caementum yang berarti stone chip atau lempengan batu. Sementit sebenarnya dapat
terurai menjadi bentuk yang lebih stabil yaitu Fe dan C sehingga sering disebut sebagai
fase metastabil. Namun, untuk keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai fase
stabil. Sementit sangat penting perannya di dalam membentuk sifat-sifat mekanik akhir
baja. Sementit dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk seperti
bentuk bola (sphere), bentuk lembaran (berselang seling dengan alpha-ferit), atau
partikel-partikel karbid kecil. Bentuk,ukuran,dan distribusi karbon dapat direkayasa
melalui siklus pemanasan dan pendinginan. Jarak rata-rata antar karbida, dikenal sebagai
lintasan Ferit rata-rata (Ferit Mean Path), adalah parameter penting yang dapat
menjelaskan variasi sifat-sifat besi baja. Variasi sifat luluh baja diketahui berbanding
lurus dengan logaritmik lintasan ferit rata-rata.
3. Perlit
Perlit adalah suatu campuran dari ferit dan sementit. Konstituen ini terbentuk dari
dekomposisi austentit melalui reaksi eutectoid pada keadaan setimbang, di mana lapisan
ferit dan Sementit terbentuk secara bergantian untuk menjaga keadaan kesetimbangan
komposisi eutektoid. Perlit memiliki struktur yang lebih keras daripada ferit, yang
terutama disebabkan oleh adanya fase sementit atau karbid dalam bentuk lamel-lamel.
4. Austentit
Fase austentit memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan
setimbang, fase austentit ditemukan pada temperatur tinggi. Fase ini bersifat non
magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam
larutan padat austentit lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada
fase ferit. Secara geometri, dapat dihitung perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam
fase austentit (atau kristal FCC) dan fase ferit (atau kristal BCC).
Perbedaan ini dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena transformasi fase pada
saat pendinginan austentit yang berlangsung secara cepat. Selain pada temperatur tinggi,
austentit pada sistem ferrous dapat pula direkayasa agar stabil pada temperatur ruang.
Elemen-elemen seperti mangan dan nikel misalnya dapat menurunkan laju transformasi
dari gamma-austentit menjadi alpha-ferit. Dalam jumlah tertentu elemen-elemen tersebut
akan menyebabkan austentit stabil pada temperatur ruang.
5. Martensit
Martensit adalah mikro konstituen yang terbentuk tanpa melalui proses difusi.
Konstituen ini terbentuk saat austentit didinginkan secara sangat cepat, misalnya melalui
proses quenching pada medium air. Transformasi berlangsung pada kecepatan sangat
cepat, mendekati orde kecepatan suara, sehingga tidak memungkinkan terjadi proses
difusi karbon. Transformasi martensit diklasifikasikan sebagai proses transformasi tanpa
difusi yang tidak tergantung waktu (diffusionless time-independent transformation).
Martensit yang terbentuk berbentuk seperti jarum yang bersifat sangat keras (hard) dan
getas (brittle). Fase martensit adalah fase metastabil yang akan membentuk fase yang
lebih stabil apabila diberikan perlakuan panas. Martensit yang keras dan getas diduga
terjadi karena proses transformasi secara mekanik (geser) akibat adanya atom karbon
yang terperangkap pada struktur kristal pada saat terjadi transformasi polimorf dari FCC
ke BCC. Hal ini dapat dipahami dengan membandingkan batas kelarutan atom karbon di
dalam FCC dan BCC serta ruang intertisi maksimum pada kedua struktur kristal tersebut.
Beberapa jenis baja memiliki sifat-sifat yang tertentu sebagai akibat penambahan unsur
paduan. Salah satu unsur paduan yang sangat penting yang dapat mengontrol sifat baja adalah
karbon (C). Jika besi dipadu dengan karbon, transformasi yang terjadi pada rentang
temperatur tertentu erat kaitanya dengan kandungan karbon. Berdasarkan pemaduan antara
besi dan karbon, karbon di dalam besi dapat berbentuk larutan atau berkombinasi dengan besi
membentuk karbida besi (Fe3C).
Jika kadar karbon meningkat maka transformasi austenit menjadi feritakan menurun
dan akan mencapai minimum pada titik prosentase karbon 0,8% pada temperatur 723oC. Titik
ini biasa disebut titik eutektoid. Komposisi eutektoid dari baja merupakan titik rujukan untuk
mengklasifikasikan baja. Baja dengan kadar karbon 0,8% disebut baja eutektoid. Sedang kan
baja dengan kadar karbon kurang dari 0,8% disebut baja hipotektoid.
Jika baja eutektoid didinginkan dari temperatur austenisasinya, maka pada saat
mencapai titik – titik sepanjang garis tersebut akan bertransformasi menjadi suatu campuran
eutektoid yang disebut perlit. Jika baja hypo tektoid didinginkan dari temperatur
austenisasinya, ferit akan terbentuk sepanjang batas butir austenit. Pada titik ini, pengintian
ferit akan terjadi dibatas butir austenit dan mulai saat itu, paduan Fe-C memasuki daerah dua
fasa. Jika pendinginan yang lambat tersebut diteruskan, ferit akan tumbuh. Pada 732oC,
struktur baja terdiri dari austenit dan ferit. Karena kelarutan karbon di ferit sangat rendah,
maka pada saat pertumbuhan ferit akan disertai pembuangan karbon ke austenit yang masih
tersisa sehingga fasa austenit menjadi kaya akan karbon. Pendinginan lanjut dari dari baja
tersebut, pada saat melalui temperatur eutektoidnya, austenit yang tersisa akan
bertransformasi menjadi suatu campuran ferit dan sementit yang berbentuk lamellar (serpih).
Dengan demikian baja dengan kadar karbon 0,4% akan terdiri dari ferit dan perlit.
Perbandingan ferit terhadap perlit sama dengan perbandingan ferit terhadap austenit.
Pendinginan lebih lanjut sampai ke temperatur kamar tidak mempengaruhi struktur mikro
yang sudah ada. Pada saat dipanaskan akan terjadi transformasi yang berlangsung
kebalikanya dari apa yang telah dijelaskan di atas.
Jumlah perlit yang ada pada setiap jenis baja sangat tergantung pada kadar karbonya.
Sebagai contoh, baja dengan 0,2% C akan memiliki sekitar 25% perlit, sedangkan baja
dengan 0,4% C akan memiliki sekitar 50% C. Jika baja hypotektoid didinginkan dari
temperatur austenisasinya, maka akan terjadi pemisahan sementit pada batas butir austenit.
Sebagai contoh jika baja dengan 1,25% C diaustenisasi dan didinginkan perlahan-lahan maka
akan terjadi pemisahan sementit. Dengan adanya pembentukan sementit, kadar karbon
diaustenit akan berkurang dan penurunan kadar karbon tersebut terus berlanjut sampai
mendekati temperatur 723oC. Struktur baja akan terdiri dari campuran austenit dan sementit
di mana sementitnya terbentuk disepanjang batas butir austenit.
Pendinginan lebih lanjut dari baja tersebut melalui temperatur eutektoidnya akan
mengubah seluruh austenit yang tersisa menjadi perlit. Pendinginan lanjut sampai ke
temperatur kamar tidak akan mengubah struktur mikro yang sudah ada. Berdasarkan
penjelasan di atas, struktur baja karbon tergantung dari kadar karbonnya. Hasil pendinginan
yang lambat pada temperatur kamar akan terdiri dari:
1. Ferit, dengan kandungan karbon 0,007% - 0,25% C
2. Ferit dan perlit, dengan kadungan karbon 0,025% - 0,8% C
3. Perlit dan sementit, dengan karbon, 0,8% - 1,7% C
4. Perlit dan grafit, dengan karbon 1,7% - 4,2% C (dengan perlakuan khusus)
Pada Gambar 2. Diagram Fasa Fe-Fe3C, terlihat diagram fasa besi (Fe) dan karbida besi
(FeC). Komposisi eutektik terdapat pada 4.3% (berat) karbon atau 17% atom karbon dan
suhu eutektik adalah 1147oC.
Besi gamma (γ) austentit yang kaya Fe dapat menampung sampai 2.11% (berat) atau
9% atom karbon. Atom-atom karbon ini larut secara intersisi dalam besi FCC.
1. Reaksi eutektik
Pada Gambar 5. Reaksi eutektik dan eutektoid, merupakan perbandingan antara
penambahan karbon pada austenit dengan penambahan garam pada air. Pada setiap keadaan
penambahan bahan yang dilarutkan menurunkan jangkauan suhu stabil larutan.
Gambar 5. Reaksi eutektik dan eutektoid
Pada sistem es-garam, larutan cairan berada diatas suhu eutektik, sedangkan pada
sistem besi-karbon terdapat larutan padat sehingga reaksi eutektik sungguhan tidak terjadi
sewaktu pendinginan. Akan tetapi karena analogi reaksi ini dengan reaksi eutektik, reaksi ini
disebut eutektoid (secara harfiah berarti seperti eutektik).
Didinginkan
Eutektik : L2 S1 + S3
Dipanaskan
Didinginkan
Euitektoid : S2 S1 + S3
Dipanaskan
Suhu eutektoid untuk paduan besi-karbon adalah 727oC. Komposisi eutektoid terdiri
sekitar 0.8% karbon.
Reaksi eutektoid untuk paduan Fe-C yang terjadi pada 0,77% C (berat) dan temperatur
727oC adalah :
727oC
γ (0.77% C) α (0.022% C) + Fe3C (6.7% C)
2. Pergeseran Eutektoid
Pada baja paduan atom karbon dan atom besi saling berkoordinasi dengan atom lain.
Oleh karena itu kadar karbon euitektoid dan suhu euitektoid berubah bila ada elemen paduan
lainnya Perubahan kadar karbon euitektoid dan suhu euitektoid dapat dilihat pada diagram
berikut:
Gambar 6.Perubahan kadar karbon euitektoid dan suhu euitektoid
D. Perhitungan Distribusi Fasa dengan Hukum Lever
Prosedur lever rule (hukum tuas) biasanya digunakan untuk mencari persen atau fraksi
fase. Selain menggunakan hukum lever, digunakan juga garis horizontal (tie
line).Prosedur dari hukum tuas antara lain adalah sebagai berikut:
1. Tarik garis horisontal pada temperatur yang diketahui.
2. Diperoleh komposisi alloy keseluruhan, Co.
3. Fraksi sebuah fase dihitung dengan mengambil panjang dari komposisi
alloy keseluruhan, Co, kebatas fase yang lainnya dan dibagi dengan
panjang total tie line (panjang CL - Cα).
4. Fraksi fase yang lain dilakukan dengan cara yang sama.
Gambar 7. Diagram fase tembaga-nikel
5. Jika diinginkan dalam persen, fraksi dikali 100. Jika komposisi dalam % berat, maka
fraksi adalah fraksi massa (berat).
W l=S
R+S
W l=Cα−Co
Cα−CL
dimana:
WL= fraksi berat fase L
Cα = komposisi fase α
CL= komposisi fase L
Co= komposisi keseluruhan
Sebagai contoh, lihat gambar 7!
W l=42,5−35
42,5−31,5
=0,68
Dengan cara yang sama untuk fase α :
W α=R
R+S
¿Co−CL
Cα−C L
¿ 35−31,542,5−31,5
=0,32
E. Sifat-Sifat Logam
Secara garis besar material, termasuk logam, mempunyai sifat-sifat yang
mencirikannya. Sifat-sifat itu akan mendasari dalam pemilihan logam, sifat tersebut adalah
sifat fisik dan sifat mekanik.
1. Sifat Fisik
Sifat fisik adalah kelakuan atau sifat-sifat logam yang bukan disebabkan oleh
pembebanan seperti pengaruh pemanasan, pendinginan dan pengaruh arus listrik yang
lebih mengarah pada struktur logam. Sifat fisik logam antara lain temperatur cair,
konduktivitas panas dan konduktivitas listrik.
Konduktivitas logam penghantar sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur pemadu,
impurity, atau ketidaksempurnaan dalam kristal logam, yang ketiganya banyak berperan
dalam proses pembuatan pembuatan penghantar itu sendiri. Unsur-unsur pemandu selain
mempengaruhi konduktivitas listrik, akan mempengaruhi sifat-sifat mekanika dan fisika
lainnya. Logam murni memiliki konduktivitas listrik yang lebih baik dari pada yang lebih
rendah kemurniannya.Akan tetapi kekuatan mekanis logam murni adalah rendah.
Penghantar tenaga listrik, selain mensyaratkan konduktivitas yang tinggi juga
membutuhkan sifat mekanis dan fisika tertentu yang disesuaikan dengan penggunaan
penghantar itu sendiri.
Untuk konduktivitas termal, pada umumnya zat padat merupakan konduktor termal
yang baik, sedangkan zat cair dan zat gas merupakan konduktor termal yang buruk.
Konduktor termal sama dengan penghantar panas. Zat cair dan zat gas bisa disebut juga
sebagai isolator termal terbaik. Di mana isolator termal sama dengan penghambat panas.
Berikut nilai konduktivitas termal dari beberapa logam:
Jenis logam Konduktivitas Termal (k)
J/m.s.oC Kkal/m.s.oC
Perak 420 1000 x 10-4
Tembaga 380 920 x 10-4
Aluminium 200 500 x 10-4
Baja 40 110 x 10-4
Struktur logam sangat erat hubungannya dengan sifat mekanik. Sifat mekanik dapat
diatur dengan serangkaian proses perlakukan fisik. Dengan adanya perlakuan fisik akan
membawa penyempurnaan dan pengembangan logam bahkan penemuan logam baru.
2. Sifat Mekanik
Sifat mekanik dapat diartikan sebagai respon atau perilaku logam terhadap pembebanan
yang diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau gabungan keduanya. Dalam prakteknya
pembebanan pada logam terbagi dua yaitu beban statik dan beban dinamik.Perbedaan antara
keduanya hanya pada fungsi waktu dimana beban statik tidak dipengaruhi oleh fungsi waktu
sedangkan beban dinamik dipengaruhi oleh fungsi waktu.
Untuk mendapatkan sifat mekanik logam, biasanya dilakukan pengujian mekanik.
Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak (destructive test), dari pengujian tersebut
akan dihasilkan kurva atau data yang mencirikan keadaan dari logam tersebut.
Setiap logam yang diuji dibuat dalam bentuk sampel kecil atau spesimen. Spesimen
pengujian dapat mewakili seluruh logam apabila berasal dari jenis, komposisi dan perlakuan
yang sama. Pengujian yang tepat hanya didapatkan pada logam uji yang memenuhi aspek
ketepatan pengukuran, kemampuan mesin, kualitas atau jumlah cacat pada logam dan
ketelitian dalam membuat spesimen. Sifat mekanik tersebut meliputi antara lain kekuatan
tarik, ketangguhan, kelenturan, keuletan, kekerasan, ketahanan aus, kekuatan impak,
kekuatan mulur, kekeuatan leleh dan sebagainya.
Sifar-sifat mekanik logam yang perlu diperhatikan:
a. Tegangan yaitu gaya diserap oleh logam selama berdeformasi persatuan luas.
b. Regangan yaitu besar deformasi persatuan luas.
c. Modulus elastisitas yang menunjukkan ukuran kekuatan logam.
d. Kekuatan yaitu besarnya tegangan untuk mendeformasi logam atau kemampuan logam
untuk menahan deformasi.
e. Kekuatan luluh yaitu besarnya tegangan yang dibutuhkan untuk mendeformasi plastis.
f. Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang berdasarkan pada ukuran mula.
g. Keuletan yaitu besar deformasi plastis sampai terjadi patah.
h. Ketangguhan yaitu besar energi yang diperlukan sampai terjadi perpatahan.
i. Kekerasan yaitu kemampuan logam menahan deformasi plastis lokal akibat penetrasi
pada permukaan.
Baja Stainless austenititk merupakan paduan logam besi-krom-nikel yang mengandung
16-20% kromium, 7-22%wt nikel, dan nitrogen. Logam paduan ini merupakan paduan
berbasis ferrous dan struktur kristal face centered cubic (FCC). Struktur kristal akan tetap
berfasa austenit bila unsur nikel dalampaduan diganti mangan (Mn) karena kedua unsur
merupakan penstabil fasa austenit. Fasa austenitik tidak akan berubah saat perlakuan panas
anil kemudian didinginkan pada temperatur ruang. Baja stainless austenitik tidak dapat
dikeraskan melalui perlakuan celup cepat (quenching). Umumnya jenis baja ini dapat tetap
menjaga sifat asutenitik pada temperature ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan
korosi lebih baik dibandingkan baja stainless ferritik dan martensit. Setiap jenis baja stainless
austenitic memiliki karakteristik khusus tergantung dari penambahan unsur pemadunya
terlihat. Baja stainless steel austenitik hanya bisa dikeraskan melalui pengerjaan dingin.
Material ini mempunyai kekuatan tinggi di lingkungan suhu tinggi dan bersifat cryogenic.
Tipe 2xx mengandung nitrogen, mangan 4-15,5%wt, dan kandungan 7%wt nikel. Tipe 3xx
mengandung unsur nikel tinggi dan maksimal kandungan mangan 2%wt. Unsur
molybdenum, tembaga, silicon, aluminium,titanium dan niobium ditambah dengan karakter
material tertentu seperti ketahanan korosi sumuran atau oksidasi. Sulfur ditambah pada tipe
tertentu untuk memperbaiki sifat mampu mesin.
Salah satu jenis baja stainless austenitik adalah AISI 304. Baja austenitik ini
mempunyai struktur kubus satuan bidang (face center cubic) dan merupakan baja dengan
ketahanan korosi tinggi. Komposisi unsur – unsur pemadu yang terkandung dalam AISI 304
akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan korosi. Baja AISI 304 mempunyai kadar
karbon sangat rendah 0,08%wt. Kadar kromium berkisar 18-20%wt dan nikel 8-10,5%wt
yang terlihat pada Tabel 2. Kadar kromium cukup tinggi membentuk lapisan Cr2O3 yang
protektif untuk meningkatkan ketahanan korosi. Komposisi karbon rendah untuk
meminimalisai sensitasi akibat proses pengelasan.
Tabel 2. Komposisi kimia baja AISI
Unsur C Mn P S Si Cr Ni Mo Ni Cu Fe
% Wt 0.08 2 0.45 0.03 0.75 18-20 8-10.5 0 0.10 0 Balance
Komposisi kandungan unsur dalam baja AISI 304 tersebut diperoleh sifat mekanik
material yang ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat mekanik AISI 304
Poison 0.27–
0.30
Tensile 515
Yield 205
Elong 40
Hard 88
Mod 193
Density 8
Keterangan :
Poison : Rasio Poison
Tensile : Tensile strength (MPa)
Yield : Yield Strength (MPa)
Elong : Elongation (%)
Hard : Kekerasan (HVN)
Mod : Modulus elastisitas (GPa)
Density : berat jenis (Kg/m3)
Tabel 4. Sifat fisik dan listrik AISI 304 pada kondisi annealed
Thermal ekspansi (10–6/ºC) 17.2
Thermal konduktivitas (W/mK) 16.2
Spesific heat (J/kgK) 500
Resistivitas (10–9Wm) 720
F. Heat Treatment (Perlakuan Panas)
Salah satu faktor yang dapat menentukan sifat mekanis suatu material adalah dengan
cara perlakuan panas (heat treatment).
1. Pengertian Heat Treatment
Perlakuan panas adalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, dan
kadang-kadang sifat kimia dari suatu material melalui proses mengubah suhu pada material.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik dan yang diinginkan sesuai
dengan batas-batas kemampuannya.
Secara umum perlakukan panas (heat treatment) diklasifikasikan dalam 2 jenis, yakni:
a. Near Equilibrium (Mendekati Kesetimbangan)
Tujuan dari perlakuan panas Near Equilibrium adalah untuk :
1) Melunakkan struktur kristal
2) Menghaluskan butir
3) Menghilangkan tegangan dalam
4) Memperbaiki machineability
Jenis dari perlakukan panas Near Equibrium, antara lain adalah:
1) Full Annealing (annealing)
2) Normallizing
3) Spheroidizing
4) Homogenizing
5) Stress relief Annealing
b. Non Equilirium (Tidak setimbang)
Tujuan panas Non Equilibrium adalah untuk mendapatkan kekerasan dan kekuatan
yang lebih tinggi. Jenis dari perlakukan panas Non Equibrium, antara lain adalah :
1) Hardening
2) Martempering
3) Austempering
4) Surface Hardening (Carburizing, Nitriding, Cyaniding, Flame hardening, Induction
hardening)
2. Heat Treatment pada Besi dan Paduannya
a. Baja/besi cor paduan Mn.
Paduan Mn dalam jumlah kecil memiliki efek promosi pembentukan perlit,
sedangkan dalam jumlah besar akan memperluas daerah g diagram fasa biner Fe-C,
sehingga pada temperatur kamar dapat dihasilkan struktur g (austenit) yang cukup stabil.
Baja paduan Mn rendah pasca pengecoran, mengingat kandungan C yang hanya
sekitar 0,3%, perlu sedikitnya diberlakukan proses normalisasi agar perlit yang terbentuk
tidak menjadi kasar (widmanstatten). Proses pemanasan dilakukan hingga diatas Ac3 dan
didinginkan diudara bebas setelah mengalami penahanan homogenisasi temperatur.
Proses perlakuan panas lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan keuletan bahan
adalah anil, di mana setelah proses ini akan dihasilkan struktur perlit dengan karbida besi
(sementit) tumpul hingga bulat. Pemanasan dilakukan hingga temperatur dibawah Ac3
yang diikuti dengan pendinginan dalam tungku. Lama penahanan panas menentukan
tingkat kebulatan karbida besi. Sedangkan untuk menghasilkan struktur martensit yang
keras, paduan ini dapat dikeraskan melalui pemanasan sedikit diatas Ac3 dan dikuens
kedalam air serta diikuti dengan proses temper.
Untuk baja paduan Mn tinggi, dimana diharapkan memiliki struktur austenit,
dilakukan proses austenisasi melalui pemanasan hingga temperatur 1.100oC yang
dilanjutkan dengan pendinginan kuens kedalam air. Lama penahanan panas ditentukan
berdasarkan ketebalan produk dengan tujuan homogenisasi temperatur.
Gambar 8. Diagram T vs t Besi Cor Paduan Mn
b. Baja/besi cor paduan Cr dan Stainless steel.
Paduan Cr pada baja pada umumnya digunakan untuk menghasilkan struktur as cast
ferit, sehingga produk dapat diaplikasikan pada temperatur kerja tinggi. Bersama dengan
Ni akan menghasilkan struktur austenit yang non mahnetis. Oksida Cr (CrO2) yang sangat
tahan terhadap korosi akan selalu melapisi bagian kulit dari produk cor sehingga baja-baja
paduan Cr maupun Cr-Ni masuk kedalam katagori stainless steel (baik feritis, maupun
austenitis).
Struktur martensit baru akan terbentuk pada besi cor paduan Cr, dimana unsur C
tersedia cukup banyak. Proses hardening perlu dilakukan untuk menjamin terbentuknya
struktur martensit yang halus. Namun demikian pemanasan maupun pendinginan tidak
boleh dilakukan dengan terlalu cepat untuk menghindari keretakan akibat dari banyaknya
karbida Cr yang keras dan rapuh. Pemanasan dilakukan dengan lambat hingga mencapai
temperatur 1.020oC dan ditahan agar terjadi homogenisasi temperatur. Pendinginan cepat
dilakukan dengan menggunakan media udara tiup. Kemudian dilanjutkan dengan proses
temper pada temperatur 350oC dan pendinginan udara.
Gambar 9. Diagram T vs t Besi Cor Paduan Cr dan Stainless steel
c. Besi cor putih paduan Ni (Ni Hard )
Ni Hard merupakan besi cor putih paduan Ni dan Cr yang terdiri dari Ni Hard 1 & 2
serta Ni Hard 4. Memiliki ketahanan gesek yang sangat baik namun kurang mampu
menerima beban impak. Ni Hard 1 dan 2 memiliki struktur martensit-ledeburit yang keras
namun rapuh. Keuletan bahan ini dapat ditingkatkan melalui proses temper pada
temperatur 275 oC serta pendinginan diudara bebas setelah mengalami penahanan panas
(setelah temperatur homogen) selama 4 – 8 jam.
Berbeda dengan Ni Hard 2 dan 2, Ni Hard 4 memiliki struktur martensit dan karbida
Cr yang memiliki ketahanan impak jauh lebih baik. Peningkatan kekerasan dapat
dilakukan dengan memperbanyak karbida Cr dan diakhiri dengan peningkatan keuletan
melalui proses temper untuk membulatkan martensitnya.
Gambar 9. Diagram T vs t Besi Cor Paduan Ni (Ni Hard)
3. Heat Treatment pada Baja Komersial
Proses ini dilakukan dalam berbagai cara yaitu:
a. Proses Anil
Pada proses ini, bahan diapanskan sampai suhu tinggi disusul dengan pendinginan
perlahan-lahan.
1) gelas dianil untuk menghindarkan terjadinya retak-retak anil tidak merubah
kekerasan gelas yang digunakan
2) kuningan yang alami pendinginan anil bertujuan untuk melunakannya. Selama
proses anil kuningan mengalami rekristalisasi.
3) Pada besi cor mengakibatkan meningkatkan keuletan
b. Proses Celup
Proses ini bertujuan untuk menghasilkan martensit yang keras dan agar rapuh.
Austensit lebih padat daripada martensit. Hal ini merupakan masalah pada celup langsung
dari autensit ke martensit karena bagian tengah yang lebih lamban pendinginannya
berubah menjadi martensit rapuh. Jadi retak dapat terjadi pada tembaga dengan ukuran
lembaran atau kawat, khususnya bila kadar karbon > 0,5%.
Apabila waktu transformasi ke martensit cukup, baja panduan dapat didinginkan
lebih lambat, sehingga permukaan dengan bagian tengah bertransformasi serentak.Jadi
dapat dihindari perbedaan perubahan volume yang terjadinya tegangan-tegangan yang
dapat menimbulkan retakan.
c. Proses Celup Terputus
Dalam proses ini, baja dicelup dengan cepat dan pendinginannya dilakukan terputus-
putus. Pendinginan dilanjutkan namun lebih lambat, dalam daerah martensit sampai suhu
ruang, sehingga bagian permukaan dan bagian tengah baja dapat bertransformasi secara
serentak, sehingga retak celup dapat dihindarkan.
Pendinginan yang lebih lambat memang mungkin pada suhu rendah ini.Karena
transformasi tertunda sedang martensit langsung terjadi dengan turunnya suhu. Dari segi
produksi proses ini sulit, karena laju pendinginan harus diubah dari cepat ke tepat
dilanjutkan kependinginan lambat. Hasil akhir berupa martensit, harus di temper agar
memiliki ketangguhan.
d. Proses Temper
Proses ini dilakukan dengan cara pemanasan ulang yang bertuuan untuk peningkatan
ketangguhan. Martensit biasanya keras sekali selain itu sangat rapuh karena tidak ulet bila
mengandung karbon. Daripada itu kekerasan dan keuletan saling tolak belakang. Dengan
mentemper martensit dapat meningkatkan ketangguhan meskipun kekerasan dan keuletan
turun.
top related