transformasi desa indonesia 2003-20251 - perhepi · transformasi desa indonesia ... analisis dapat...
Post on 24-May-2018
230 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
Transformasi Desa Indonesia 2003-20251
Ivanovich Agusta2
Abstrak
Transformasi desa lebih relevan didorong oleh pemerintah.
Pembangunan desa tersebut diarahkan pada kesejahteraan masyarakat.
Analisis dapat dipusatkan pada dimensi tipologi desa, tingkat
pembangunan desa, dan laju pembangunan desa. Tipologi desa tergolong
tetap, kecuali desa persawahan menurun, meskipun tipe tersebut tetap
dominan. Sementara desa peternakan, pertambangan, serta perindustrian
dan jasa berubah menjadi tipe lain. Tingkat pembangunan desa tertinggi
terdapat di Jawa dan pada tipe desa persawahan. Pemisahan tipe dan
peringkat pembangunan desa dapat meningkatkan efektivitas pembangunan
desa. Adapun laju pembangunan desa mengambil pola kurva S, di mana
desa tertinggal dan maju memiliki laju rendah, sebaliknya desa-desa
transisi memiliki laju pembangunan tercepat. Program untuk wilayah
tertinggal dan wilayah maju perlu lebih selektif, sementara desa transisi
lebih mampu menyerap bantuan pembangunan dari pihak luar desa.
Kata kunci: pembangunan desa, tipologi desa, tingkat pembangunan desa,
laju pembangunan desa
Relevansi Pembangunan Desa
Pembahasan terhadap transformasi desa di masa datang semakin relevan dengan
diterbitkannya UU 6/2014 tentang desa.3 Di samping dorongan politis dari pemerintahan baru
periode 2015-2019, teks dalam undang-undang itu sendiri mencantumkan transformasi dalam
aspek pemerintahan desa, percepatan pembangunan, kelembagaan sosial, dan pemberdayaan
masyarakat.
Memang dorongan transformasi desa dapat berasal dari warga sendiri atau dari pihak
luar. Namun dengan memperhatikan pola keuangan pemerintahan desa (Tabel 1), dorongan
dari pemerintah sangat dominan (76%). Era dorongan dari dalam desa sudah berlalu sejak
awal 1980-an, sebagai konsekuensi dari berlakunya UU 5/1979.
Pembangunan dapat dimaknai sebagai transformasi yang dikehendaki (intended social
change). Hasil akhir yang diinginkan dari perubahan tersebut dimaknai sebagai visi
pembangunan desa. Visi tersebut bisa pula disebut sebagai model atau dampak
pembangunan.
Dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 tertulis bahwa pembentukan
pemerintahan ialah untuk menciptakan kesejahteraan umum. Dalam kaitan ini, amandemen
IV terhadap UUD tersebut telah menyatupadukan perekonomian nasional dengan
kesejahteraan sosial, sebagaimana tersaji pada Bab XIV.
Dalam UU 6/2014 tentang desa serta PP 73/2005 tentang kelurahan, pembentukan
desa dan kelurahan sama-sama diarahkan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat.
1 Makalah disampaikan pada acara Apresiasi kepada Bapak Prof. Dr. Sediono M.P. Tjondronegoro atas
Dedikasinya sebagai Bapak Pendiri Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia, di Bogor, 24 Oktober 2014 2 Sosiolog Pedesaan IPB Bogor, email iagusta1970@gmail.com. 3 Relevansi juga meningkat dengan peluang pendirian Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
2
Dalam era otonomi daerah, UU 23/2014 tentang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa
otonomi dilaksanakan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan
daya saing daerah. UU ini diturunkan menjadi PP 72/2005 tentang desa dan PP 73/2005
tentang kelurahan.
Tabel 1. Sumber, Jumlah dan Persentase Penerimaan Desa di Indonesia, 2011
Sumber Penerimaan Total Penerimaan (Rp x
1.000) Persentase
PAD 3.210.863 18,13
Bantuan Pemerintah Kab/Kota 7.387.140 41,70
Bantuan Pemerintah Provinsi 2.238.359 12,64
Bantuan Pemerintah Pusat 3.824.530 21,59
Bantuan Luar Negeri 195.769 1,11
Bantuan Swasta 234.746 1,33
Lainnya 622.423 3,51
Total 17.713.830 100,00
Sumber: Potensi Desa 2011
Kebijakan pembangunan desa Indonesia tersaji dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional periode 2005-2025. Berkaitan dengan
serangkaian kondisi umum dan tantangan pembangunan yang ada, visi pembangunan
nasional jangka panjang ditetapkan, yaitu menuju Indonesia yang mandiri, maju, adil dan
makmur. Terdapat serangkaian misi untuk mencapai visi pembangunan nasional tersebut.
Misi nomor dua dan lima berkaitan dengan pembangunan perdesaan. Dalam misi kedua
ditunjukkan untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing. Adapun dalam misi kelima
disampaikan kehendak mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.
Dalam UU 6/2014 beserta turunannya pada PP 43/2014 dan PP 60/2014, secara
khusus ditekankan percepatan pembangunan desa dan wilayah perdesaan (Lampiran 1).
Pemerintahan desa maupun kegiatan pemberdayaan warga desa mungkin semakin menguat.
Detil arahan tersebut mencakup penataan desa, kewenangan dalam pemilihan pemerintahan
desa, mengurus kesekretariatan, melaksanakan teknis pemerintahan dan pembangunan,
legislasi tingkat desa, keuangan dan aset desa, musyawarah desa, pengembangan lembaga
kemasyarakatan dan lembaga adat, hingga kerjasama antar desa.
Berbagai kebijakan pembangunan desa dioperasionalkan dalam bentuk program dan
kegiatan di lapangan. Ironisnya dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
2010-2014 hanya mencantumkan alokasi kepada sekitar 12.500 desa, dari sekitar 78 ribu desa
saat itu.
Adapun jangkauan program yang lebih luas ke desa ditangani oleh Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Pada tahun 2011 tercatat 54% desa (42 ribu) menjadi
lokasi PNPM (Gambar 1). Selain menjadi program terbesar yang memasuki desa,
penangannya dilaksanakan secara detil melalui konsultan swasta yang berperan sebagai
fasilitator dari tingkat nasional (membantu substansi dan administrasi pemerintah pusat),
provinsi, kabupaten dan kecamatan (membantu pemerintah daerah), hingga desa (membantu
kelompok masyarakat). Peran konsultan pendamping yang tinggi terekam dalam biaya
pedampingan yang mencapai 17% dari keseluruhan biaya PNPM Mandiri Perdesaan (Tabel
2). Lebih terang lagi terlihat dalam komposisi utang dari donor, di mana pendampingan
mendominasi utang sejumlah 69%.
Pendekatan pembangunan desa dapat diinterpretasikan sebagai upaya meningkatkan
rasionalisasi organisasi kemasyarakatan. Rasionalisasi organisasi dilakukan terhadap
pemerintah desa maupun kelompok-kelompok masyarakat. Dalam konteks inilah pemikiran
Tjondronegoro (1984) menjadi relevan, karena di dalamnya dijelaskan hubungan pihak luar
3
yang ingin merasionalkan (menjadi masyarakat berpola solidaritas organik) dan komunitas
yang turut berubah. Kekuatan komunitas terletak pada sodaliti, yang didasarkan pada
solidaritas mekanik menurut pola hubungan intim warga penghuninya (Gambar 2).
Gambar 1. Jumlah dan Persentasi Lokasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat, 2011
Tabel 2. Biaya dan Pendanaan PNPM Mandiri Perdesaan 2012-2015 (US$ Million)
Component Project
cost IBRD*
% IBRD/ Project
Cost
% Project
Cost
% IBRD
1. Kecamatan Grants 3.723,77 200,00 5% 83% 31%
2. Community Empowerment and Facilitation 496,21 356,39 72% 11% 55%
3. Implementation Support and Technical Assistance 280,03 93,61 33% 6% 14%
Total project cost 4.500,00 650,00 14% 100% 100%
Interest during implementation
Front-end fees** 1,63 0%
Total Financing Required 4.500,00 650,00 14% 100% 100% Note:
*The Bank will finance each respective project component in parallel and at 100%.
** The front-end fee of the 0.25% is excluded from the project costs.
Sumber: Project Appraisal Document Report No 71180-ID
Gambar 2. Pengembangan Model Hubungan Organisasi Luar dan Sodality
Ketika program pembangunan desa berhenti pada pengorganisasian di tingkat desa,
sejak masa reformasi konsep sodaliti dipraktekkan dalam bentuk musyawarah tingkat dusun
4
(musdus). Pengguna konsep sodaliti tidak lembaga swadaya masyarakat (dipraktekkan di
Sulawesi dan Papua), namun juga melebar pada donor, konsultan swasta dan pemerintah
(dalam PNPM).
Agar lebih mampu menjelaskan pengorganisasian desa dalam pembangunan masa
kini, ada baiknya aspek kekuasaan lebih ditekankan dalam model tersebut (Gambar 2). UU
5/79 yang berlaku hingga tahun 1999 telah menguatkan pemerintah di atas desa. Kuasa yang
kuat juga tercermin pada kekuasaan pemerintah desa (yang lebih tepat dilihat sebagai
operator kekuasaan pemerintah.
Selama masa reformasi, kekuasaan diambil alih golongan perantara (dikenal sebagai
konsultan swasta sebagai fasilitator). Di samping memiliki kekuasaan dalam aspek finansial
pada PNPM, konsultan pendamping mampu mempengaruhi musyawarah warga (dengan
istilah populer "mengkondisikan warga") hingga membereskan administrasi program
(kemampuan administratif ini menjadikan konsultan swasta mampu menggeser lembaga
swadaya masyarakat sejak akhir dekade 1990-an).
Di masa depan, pengaruh UU 6/2014 tentang desa berikut kelembagaannya
kemungkinan besar menguatkan posisi pemerintah desa. Pada saat yang bersamaan, peluang
pemberdayaan warga desa juga menguat. Fasilitas finansial dan wewenang pengorganisasian
program di tingkat desa tersebut diperkirakan mampu menguatkan posisi sodality ketika
berhadapan dengan organisasi dari atas desa.
Prediksi konseptual melalui pengembangan konsep sodality tersebut dapat digunakan
sebagai basis analisis desa masa kini dan prediksi pembangunan desa di masa mendatang.
Pada bagian berikut hendak disampaikan kondisi desa masa lalu, kini dan masa depan.
Selanjutnya setelah diterangkan tiga dimensi pembangunan desa, dianalisis berbagai aspek
pembangunan desa lebih mendalam. Pada bagian akhir disajikan kesimpulan terhadap pola
pembangunan desa dan rekomendasi untuk mencapai visi kesejahteraan warga.
Desa Kontemporer, Dekade Lalu, dan Masa Depan
Jumlah desa dan penduduknya terus bertambah (Lampiran 2). Pada tahun 2003
jumlah desa hanya sekitar 61 ribu, dan meningkat menjadi 70 ribu pada tahun 2011. Jika
dibandingkan dengan kelurahan, persentase desa meningkat dari 89% pada tahun 2003
menjadi 90% pada tahun 2011. Jumlah penduduk di desa meningkat dari 154 juta pada tahun
2003 menjadi 172 juta pada tahun 2011. Jika dibandingkan dengan kelurahan, persentase
penduduk di desa menurun dari 74% pada tahun 2003 menjadi 71% pada tahun 2011.
Bersamaan dengan itu jumlah kepala keluar meningkat dari 38 juta KK pada tahun 2003
menjadi 48 juta KK pada tahun 2011. Jika dibandingkan dengan kelurahan, persentase kepala
keluarga di desa menurun dari 76% pada tahun 2003 menjadi 73% pada tahun 2011.
Di pihak lain, dimensi kelurahan juga meningkat. Jumlah kelurahan meningkat dari 7
ribu pada tahun 2003 menjadi 8 ribu pada tahun 2011. Jumlah penduduk di kelurahan
meningkat dari 54 juta pada tahun 2003 menjadi 71 juta pada tahun 2011. Kepala keluarga di
kelurahan meningkat dari 12 juta pada tahun 2003 menjadi 18 juta pada tahun 2011.
Sesuai dengan perkembangan selama satu dekade terakhir, diperkirakan jumlah desa
selalu meningkat. Dari statistika desa dapat diramalkan tahun 2015 terdapat lebih dari 79 ribu
desa dan hampir 9 ribu kelurahan. Jumlah tersebut meningkat setiap tahun, menjadi lebih dari
87 ribu desa dan lebih dari 9 ribu kelurahan pada tahun 2019.
Dari data Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, terlihat lonjakan
muncul pada tahun 2012. Ini konsekuensi dari kebijakan kemudahan pembentukan wilayah
desa dan kelurahan baru.
5
Undang-undang 6/2014 tentang desa bahkan lebih memudahkan pembentukan dan
peralihan desa, desa adat serta kelurahan. Jika peluang ini digunakan warga desa mungkin
jumlah desa melonjak lebih tinggi daripada prediksi statistika.
Kelurahan yang masih berciri pedesaan cenderung berbalik arah menjadi desa
kembali (misalnya di pinggiran Kota Batam). Jika alokasi dana desa benar-benar mengucur
Rp 1 miliar per desa, lebih banyak lagi kelurahan yang beralih desa. Ribuan masyarakat yang
memiliki tanah ulayat dan hutan desa mungkin juga mendirikan desa adat.
Bersamaan dengan peningkatan wilayah, perlu juga diperhatikan lonjakan jumlah
penduduk. Analisis berikutnya menggunakan periode antara 2015, 2019 dan 2025.
Penduduk desa semula lebih dari 176 juta jiwa dan meningkat pesat menjadi lebih
dari 190 juta jiwa, lalu 214 juta jiwa. Di kelurahan, penduduk juga meningkat dari 80 juta
jiwa menjadi 92 juta jiwa, lalu 108 juta jiwa.
Pertumbuhan wilayah dan penduduk akhirnya tidak mengubah jumlah penghuni.
Rata-rata satu desa dihuni 2.225 ribu jiwa lalu sedikit menurun menjadi 2.179 jiwa, lalu 2.112
jiwa. Penambahan penghuni meningkat di kelurahan, dari 9.223 jiwa menjadi 9.870 jiwa, lalu
10.709 jiwa.
Konsekuensinya layanan dokter dan bidan di desa meningkat, namun di kelurahan
menurun. Semula seorang dokter di desa melayani hampir 7.814 penduduk, lalu kian terfokus
kepada 7.353 penduduk, kemudian 6.917 penduduk. Layanan bidan lebih terfokus lagi, mula-
mula untuk 1.751 penduduk lalu untuk 1.678 penduduk, kemudian 1.610 penduduk.
Di kelurahan memang dokter melayani lebih sedikit penduduk, namun bebannya
cenderung meningkat. Mula-mula seorang dokter melayani 2.626 penduduk, dan layanan
meningkat menjadi untuk 2.843 penduduk, lalu 3.177 penduduk. Bidan kurang populer
dibanding di desa, semula melayani 2.362 penduduk lalu 2.299 penduduk, kemudian 2.233
penduduk.
Berkebalikan dengan pola layanan kesehatan, untuk layanan pendidikan tekanan lebih
tertuju di kelurahan. Di desa pembangunan sekolah dasar (SD) semakin menurun, digantikan
pembangunan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). Sedangkan pembangunan SLTP di
kelurahan justru tertinggal jauh.
Sebuah SD di desa dibangun di antara 1.284 penduduk, lalu meningkat menjadi untuk
1.378 penduduk, kemudian untuk 1.531 penduduk. Adapun SLTP dibangun mula-mula untuk
3.944 penduduk lalu menurun menjadi untuk 3.830 penduduk, lalu naik menjadi 3.859
penduduk.
Sementara di kelurahan sebuah SD dibangun mula-mula di antara 2.522 penduduk
lalu untuk 2.821 penduduk, lalu 3.252 penduduk. Adapun SLTP dibangun bagi 11.301
penduduk lalu menjadi 14.762 penduduk, kemudian meningkat menjadi 20.380 penduduk.
Kabar menggembirakan bersumber dari akses listrik yang diperkirakan telah
maksimal sejak 2015. Sayang infrastruktur lainnya cenderung menurun di kelurahan,
meskipun relatif tetap atau meningkat di desa.
Pasar permanen masih sedikit melayani desa, yaitu tetap pada angka penyediaan
untuk 18-19 persen desa. Sementara itu, pasar hanya tersedia untuk 16 persen kelurahan dan
terus menurun menjadi 12 persen, alu 9 persen.
Jalan aspal atau beton baru mencapai 72 persen desa, sayang diprediksi relatif tetap
(menjadi 73 persen lalu 71 persen). Di kelurahan bahkan mengenaskan, pada awalnya hanya
39 persen lalu menurun menjadi 28 persen lalu 19 persen.
Sinyal telepon seluler tersedia pada 76 persen desa dan relatif tetap menjadi 78
persen, lalu 76 persen. Kembali di kelurahan fasilitas telekomunikasi juga rendah dan kian
rendah, semula 29 persen lalu menjadi hanya 11 persen.
6
Tiga Dimensi: Tipologi, Tingkat, Kecepatan
Dimaknai sebagai perubahan sosial yang diharapkan, dimensi pembangunan meliputi
adanya kondisi awal, terdapat kondisi akhir yang diinginkan, serta dimensi waktu di mana
perubahan berlangsung di antara dua titik waktu tersebut (Gambar 3). Kondisi awal yang
diukur ialah kumulasi potensi atau tingkat pembangunan desa saat ini. Hal ini ditunjukkan
oleh berbagai indikator eksisting desa yang berkaitan dengan potensi sosial, ekonomi, dan
pemerntahan. Kondisi akhir yang diinginkan ialah visi pembangunan desa sebagaimana
tercantum dalam berbagai peraturan perundangan dan kebijakan di Indonesia. Visi tersebut
ialah untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Gambar 3. Konsep Pengukuran Pembangunan Desa
Dimensi waktu diukur menurut dua sub dimensi. Pertama, mengukur tingkat
pembangunan baru sebagai hasil dari investasi pembangunan. Ukuran tingkat pembangunan
ini diorientasikan kepada kesejahteraan masyarakat. Kedua, mengukur kecepatan atau laju
pembangunan desa. Ukuran laju ini merujuk pada perubahan ukuran pembangunan dari
waktu ke waktu. Di samping itu, konteks pembangunan desa ditunjukkan oleh berbagai tipe
desa.
Tipologi desa dan kelurahan adalah karakteristik desa dan kelurahan berdasarkan
potensi sumber daya alam dan interaksi dengan kegiatan sosial ekonomi masyarakat (pola
nafkah). Tipologi desa dan kelurahan mempertemukan konsep sumber daya alam, konsep
pemberdayaan masyarakat, dan pola nafkah, dan aspek kewilayahan.
Acuan dalam menentukan tipologi desa dan kelurahan adalah berdasarkan pada
karakteristik desa yang secara alami tidak akan berubah atau jika mengalami perubahan
membutuhkan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, berdasarkan sensus Potensi Desa
(Podes), data karakteristik desa yang memenuhi kriteria tersebut diatas dan dapat digunakan
sebagai dasar pembentukan tipologi adalah sebagai berikut :
1. letak geografis
2. lokasi desa terhadap hutan
3. peruntukan lahan
4. pola nafkah
Analisis data yang digunakan untuk menyusun tingkat pembangunan desa
menggunakan skor terhadap indikator-indikator desa (Lampiran 3). Untuk mengadaptasi
penghitungan skor ke dalam perhitungan indeks, maka nilai skor dinormalisasi ke dalam
indeks 0 sampai 1. Klasifikasi indeks berdasarkan Permendagri 12/2007 yang selama ini
7
digunakan sebagai basis pengukuran pembangunan desa, yaitu swadaya, swakarya dan
swasembada. Komponen pembangunan meliputi pemenuhan kebutuhan dasar, kelembagaan
sosial, dan pemerintahan desa/kelurahan.
Tahap awal adalah melakukan pengkajian terhadap jenis indikator yang akan
digunakan untuk pengklasifikasian desa. Indikator-indikator yang sudah terpilih kemudian
dikelompokkan menjadi tujuh variabel sesuai dengan relevansi data indikator terhadap
variabel, yaitu pemerintahan desa, modal sosial, sosial budaya, ekonomi, kesehatan,
pendidikan, dan infrastruktur. Kemudian setiap indikator diberikan skor sesuai dengan kaidah
pada Lampiran 3.
Dari skor (S) yang telah diperoleh untuk masing-masing indikator kemudian
dilakukan konversi nilai menjadi 0 – 1 atau nilai indeks indikator (I) dengan menggunakan
persamaan :
Ii =Si
max(Si)
Dimana S = Skor Indikator
I = Nilai Indeks Indikator
i = 1, 2, ……. jumlah indikator
Setelah mendapatkan nilai indeks masing-masing indikator, tahap selanjutnya adalah
melakukan perhitungan nilai indeks variabel (V). Nilai indeks untuk masing-masing variabel
dihitung dengan menggunakan persamaan :
Vj = Ii∈jmi=1
m
Dimana V = Nilai Indeks Variabel
I = Nilai Indeks Indikator
i = 1, 2, …, m - jumlah indikator dalam kelompok variabel
j = 1, 2, …, 7
Indeks Desa merupakan nilai representasi tingkat kemajuan suatu desa dan merupakan
nilai komposit dari nilai indeks variabel. Persamaan untuk menghitung indeks desa adalah :
D = Vjnj=1
n
Dimana D = Nilai Indeks Desa
V = Nilai Indeks Variabel
j = 1, 2, …….n - jumlah variabel
Tahapan terkahir adalah dengan menetapkan nilai treshold untuk tiap klasifikasi desa.
Nilai treshold yang digunakan dalam kajian ini adalah :
Swadaya : D < 0,6
Swakarya : 0,6 <= D < 0,8
Swasembada : D >= 0,8
Transformasi Tipe Desa
Dari 78.603 desa di Indonesia pada tahun 2011, sebanyak 33% (25.940 desa) terletak
di wilayah Pulau Jawa dan Bali, dan sebanyak 31% (24.210 desa) menghuni wilayah Pulau
8
Sumatera (Gambar 4). Dalam posisi yang lebih rendah, sebanyak 13% (9.980 desa) terdapat
di wilayah Pulau Sulawesi, kemudian sebanyak 9% (6.960 desa) di wilayah Pulau
Kalimantan. Jumlah yang lebih rendah terdapat di wilayah Pulau Papua sebanyak 7% (5.363
desa), wilayah Kepulauan Nusa Tenggara sebanyak 5% (4.047 desa), dan wilayah Kepulauan
Maluku sebanyak 2% (2.103 desa).
Gambar 4. Sebaran Desa menurut Wilayah Pulau Besar di Indonesia, 2011
Gambar 5. Sebaran Desa menurut Tipologi di Indonesia 2011
Desa-desa di Indonesia bervariasi sebagaimana ditunjukkan oleh tipologi desa-desa
persawahan, perladangan, perkebunan, perhutanan, pesisir, peternakan, pertambangan, serta
perindustrian dan jasa (Gambar 5 dan Gambar 6). Di antara variasi tipologi tersebut, ternyata
saat ini tipe desa persawahan mendominasi, dengan jumlah desa-desa persawahan sebanyak
31.791 desa atau 40%. Meskipun jauh di bawahnya, tipe lain yang tergolong banyak ialah
desa-desa perkebunan (13.861 desa atau 18%), pesisir (11.884 desa atau 15%), perladangan
9
(10.157 desa atau 13%), dan perindustrian dan jasa (7.665 desa atau 10%). Berikutnya ialah
desa-desa perhutanan mencapai 2.673 desa atau 3%. Adapun tipe desa yang jarang dijumpai
meliputi desa-desa pertambangan (350 desa) dan peternakan (228 desa).
Gambar 6. Lokasi Desa menurut Tipologi di Indonesia, 2011
Penurunan desa-desa pangan (desa persawahan dan desa perladangan) berlangsung
secara konsisten selama hampir satu dekade terakhir. Jumlah desa-desa persawahan telah
turun dari 70 persen pada tahun 2003 menjadi 40 persen pada tahun 2011 (Gambar 7).
Penurunan jumlah desa persawahan sebanyak hampir separuhnya menunjukkan turunnya
peluang pengelolaan komunitas berbasis ekologi sawah. Penurunan pengelolaan komunitas
sekaligus mengindikasikan menurunnya peran yang bisa dimainkan oleh desa-desa
persawahan.
Gambar 6. Perkembangan Tipologi Desa dan Kelurahan di Indonesia 2003-2011
10
Gambar 7. Alur Perubahan Tipologi Desa di Indonesia, 2003-2009
Gambar 8. Pembangunan Desa Multilinear di Indonesia
Secara lebih jelas, tipe desa yang lebih mudah berubah ekologis ialah desa-desa
perladangan/lahan kering, desa peternakan dan desa pertambangan (Gambar 7). Sejak 2006
desa perhutanan juga lebih mudah berubah bentuk ekologis. Tipe desa lainnya umumnya
tidak mengalami perubahan bentuk ekonomi dalam jangka panjang.
Dari hasil penyusunan tipologi desa, dapat dinyatakan bahwa pembangunan desa di
Indonesia bersifat multilinear (Gambar 8). Masing-masing tipe desa memiliki alur
pembangunan untuk mencapai skor pembangunan tertinggi. Dengan kata lain, tipe desa
persawahan, perladangan, perkebunan, perhutanan, peternakan, pesisir, pertambangan,
perindustrian dan jasa sama-sama memiliki alur menuju kemajuan. Tidak ada hierarki
kemajuan di antara tipe desa.
11
Transformasi Tingkat Pembangunan Desa
Tingkat pembangunan desa dapat diklasifikasikan menurut kelas swadaya, swakarya
dan yang tertinggi ialah swasembada. Pada tahun 2011 terlihat klasifikasi desa swadaya
dominan dalam jumlah desa dan luas areal desa, masing-masing sebesar 73% (57.557 desa)
dan 80% (503.452.820 Ha) (Gambar 9 dan Tabel 3). Hal ini menunjukkan luasan wilayah dan
pemerintahan desa yang strategis pada desa swadaya. Adapun dalam aspek jumlah penduduk,
sebarannya terdapat pada 54% desa swakarya (sebanyak 129.535.547 jiwa), sedikit di atas
desa swadaya sebesar 40% atau 95.917.021 jiwa.
Di desa swadaya ternyata tipologi persawahan mendominasi dalam aspek jumlah desa
(29% atau 22.523 desa), luas wilayah (25% atau 157.087.950 Ha) dan jumlah penduduk
(18% atau 43.672.608 jiwa) (Tabel 4). Tipologi persawahan juga masih mendominasi aspek
jumlah desa (12% atau 9.177 desa) dan luas desa (8% atau 48.508.960 Ha) pada klasifikasi
swakarya, namun kalah dalam jumlah penduduk pada desa perindustrian dan jasa (24% atau
56.796.911 jiwa). Hal ini menunjukkan arah perubahan dari tipe persawahan menuju
perindustrian dan jasa.
Gambar 9. Peta Lokasi Tingkat Pembangunan Desa di Indonesia, 2011
Transformasi desa yang didorong oleh tingkat pembangunan menunjukkan pola
transisional sejak tahun 2005 (Gambar 10). Hal ini ditunjukkan mula-mula oleh pengurangan
desa-desa swadaya yang diikuti dengan penambahan desa-desa swakarya. Akan tetapi
perubahan tingkat perkembangan ini belum mencapai bentuk akhir dan berulang-ulang di
antara keduanya. Sementara itu, dsa swa sembada tidak mengalami peningkatan pesat.
Transformasi Laju Pembangunan Desa
Sebagai disampaikan di muka, konsep yang dicatat dalam UU 6/2014 tentang desa
bukan sekedar pembangunan namun berupa percepatan pembangunan. Konsep percepatan
membutuhkan informasi tentang laju pembangunan desa.
Dari hasil pengukuran selisih indeks pembangunan antar periode, yang dimaknai
sebagai kecepatan, dapat disusun suatu bentuk percepatan pembangunan desa. Ternyata laju
pembangunan desa di Indonesia memiliki bentuk kurva huruf S (Gambar 11).
12
Tabel 3. Jumlah Desa di Indonesia menurut Tingkat Perkembangan dan Tipologi, 2011
Tabel 4. Persentase Desa di Indonesia menurut Tingkat Perkembangan dan Tipologi, 2011
13
Gambar 10. Transformasi Tingkat Pembangunan Desa di Indonesia, 2003-2011
Gambar 11. Laju Pembangunan Desa di Indonesia, 2003-2011
Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan pembangunan pada desa-desa dengan indeks
pembangunan rendah maupun tinggi sama-sama lambat. Adapun desa dengan indeks
pembangunan di tengah-tengah justru memiliki laju yang lebih tinggi. Kurva S dapat
menjelaskan meningkatnya desa swakarya dan dinamika desa-desa tersebut menjadi swadaya
kembali atau sebaliknya. Fenomena tersebut berlangsung pada nilai-nilai indeks di tengah
atau transisi.
Laju pembangunan desa dapat ditingkatkan ketika masukan pembangunan
disesuaikan dengan tingkat pembangunan desa tersebut. Jika dibandingkan dengan upaya
melaksanakan pembangunan desa secara seragam secara nasional, ternyata pemberian
14
masukan kegiatan sesuai klasifikasi desa mampu meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan
hingga sekitar 2 kali lipat (pada desa swadaya dan swakarya) sampai 5 kali lipat (pada desa
swasembada) (Gambar 12).
Gambar 12. Laju Pembangunan Desa Swadaya, Swakarya, Swasembada dan Pembangunan
Seragam secara Nasional
Upaya peningkatan laju pembangunan desa secara lebih detil tertuju pada pilihan
kegiatan atau program pembangunan (Gambar 13). Untuk setiap tahapan atau indeks
pembangunan yang berbeda, ternyata dibutuhkan kegiatan pengungkit yang berbeda pula.
Memang terdapat pula kegiatan yang muncul pada setiap tahapan, yaitu kesehatan,
transportasi, pemerintah desa dan pemberdayaan.
Ketimpangan Rumah Tangga Petani dan Buruh Tani
Sebagaimana ditunjukkan oleh pengembangan konsep sodality dari Tjondronegoro
(1984), transformasi desa di masa depan berkaitan dengan upaya penguatan solidaritas di
kalangan warga desa sendiri (sodality). Cerminan hal ini ditunjukkan dari hasil Survei
Pendapatan Rumah Tangga Petani tahun 2014 (Lampiran 4).
Rata-rata pendapatan rumah tangga petani ialah Rp 26,5 juta per tahun. Beda
pendapatan antara rumah tangga petani dan buruh tani rata-rata Rp 10,5 juta per tahun. Rata-
rata rasio pendapatan petani dari lahan pertanian mencapai 7 kali lipat daripada buruh tani.
Ketika bekerja di luar pertanian, perbedaan tersebut hanya 0,7 kali lipat.
Dengan membandingkan rata-rata pendapatan rumah tangga petani dan buruh tani
dari nilai rata-rata nasional, terlihat bahwa wilayah yang nyaman bagi rumah tangga petani
meliputi Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali,
Kalteng, Kaltim, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Papua Barat. Wilayah yang nyaman bagi
rumah tangga buruh tani terdapat di Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Utara.
Adapun permasalahan ketimpangan antara petani dan buruh tani dapat dilihat dari
nilai absolut dan ketimpangan relatif, baik untuk pendapatan dari pertanian maupun non
pertanian. Sayang ketimpangan justru banyak muncul di wilayah Timur Indonesia, yang
15
selama ini terabaikan dari pembangunan. Ketimpangan yang akut terutama terjadi di
Gorontalo dan Sulawesi Barat.
Gambar 13. Prioritas Kegiatan menurut Tahapan Pembangunan Desa di Indonesia
Kesimpulan
Pembahasan di atas menunjukkan bahwa pembangunan desa menjadi penggerak
utama transformasi desa di Indonesia. Transformasi tersebut tidak bisa diarahkan pada
evolusi desa pertanian menuju industri lalu jasa, melainkan setiap tipe desa dapat
melaksanakan pembangunan secara bersama-sama.
Kecepatan pembangunan setiap tipe desa dipengaruhi posisi awalnya pada peringkat
rendah atau tinggi (kecepatan pembangunan rendah) atau di tengah (kecepatan pembangunan
tinggi). Setiap tahapan pembangunan membutuhkan kegiatan atau program yang khas.Namun
demikian terdapat penggerak yang selalu muncul dalam pembangunan desa, yaitu kesehatan,
transportasi, pemerintah desa dan pemberdayaan.
UU 6/2014 diperkirakan memperkuat sodality ketika berhubungan dengan organisasi
pembangunan dari atas desa. Namun demikian masih terdapat wilayah dengan ketimpangan
petani dan buruh tani yang tinggi, terutama di Gorontalo dan Sulawesi Barat. Hal ini
menunjukkan lokasi-lokasi yang perlu penanganan lebih mendalam agar sodality lebih
mampu menggerakkan pembangunan.
16
Daftar Pustaka
Tjondronegoro, SMP. 1984. Social Organization and Planned Development in Rural Java: A
Study of the Organizational Phenomenon in Kecamatan Cibadak, West Java and
Kecamatan Kendal, Central Java, Singapore: Oxford University Press.
BPS. 2003. Data Potensi Desa 2003. Jakarta: BPS
BPS. 2005. Data Potensi Desa 2005. Jakarta: BPS
BPS. 2008. Data Potensi Desa 2008. Jakarta: BPS
BPS. 2011. Data Potensi Desa 2011. Jakarta: BPS
BPS. 2014. Sensus Pertanian: Survei Rumah Tangga Petani 2014. Jakarta: BPS
17
Lampiran 1.
Bab dalam UU 6/2014
Bab dalam PP 43/2014
Substansi PP 60/2014
Amanat PP dari UU Desa Amanat Permen dari PP 43/2014 Amanat
Permen dari PP 60/2014
Permendagri Saat Ini
Kedudukan dan Jenis Desa
Penataan desa Penataan Desa Penataan desa Permendagri 27/2006 Permendagri 28/2006 Permendagri 30/2006 Permendagri 31/2006
Kewenangan desa Kewenangan Kewenangan desa
Tata cara perubahan status desa menjadi desa adat
Penyelenggaraan pemerintahan desa
Pemerintahan Desa Pemilihan kepala desa Pemilihan kepala desa Permendagri 8/2001
Perangkat desa Bidang urusan sekretariat desa Permendagri 14/1999 Permendagri 18/1993 Pelaksana Teknis
Pakaian dan atribut kepala desa dan perangkat desa
Permendagri 11/2008
Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
Permendagri 35/2007 Permendagri 32/2006 Permendagri 14/1999 Permendagri 67/2007 Permendagri 23/1996 Permendagri 45/1998
Perangkat Desa berstatus PNS
Permendagri 21/2008
Pemberhentian kepala desa Pemberhentian kepala desa
Pemberhentian perangkat desa
Pengangkatan dan pemberhentian kepala desa
Tupoksi, pengisian anggota dan pemberhentian BPD
Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa
Peraturan desa Tata cara penyusunan peraturan desa
Peraturan di desa Permendagri 29/2006 Permendagri 126/2003
Keuangan desa dan Keuangan dan Penganggaran, Keuangan Desa Pengelolaan keuangan desa Permendagri 37/2007
18
Bab dalam UU 6/2014
Bab dalam PP 43/2014
Substansi PP 60/2014
Amanat PP dari UU Desa Amanat Permen dari PP 43/2014 Amanat
Permen dari PP 60/2014
Permendagri Saat Ini
aset desa kekayaan desa pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pelaporan,
Tata cara penyaluran ADD Dana Desa Pengelolaan kekayaan desa
Pengelolaan kekayaan desa Permendagri 4/2007 Permendagri 22/1996
Penghasilan pemerintah desa
Pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan
Pembangunan desa dan pembangunan kawasan perdesaan
RPJM Desa, RKP Desa, APB Desa
Musyawarah desa Tata tertib dan pengambilan keputusan dalam Musdes
Permendagri 66/2007
Kerja sama desa Kerja sama desa Tata cara kerjasama desa Permendagri 38/2007
Lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat desa
Lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat desa
Lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat
Permendagri 5/2007
Badan Usaha Milik Desa
Badan Usaha Milik Desa
Pendirian, pengurusan, pengelolaan dan pembubaran BUM Desa
Permendagri 39/2010
19
Lampiran 2. Desa di Indonesia 2003 2025
Tahun Desa Penduduk Keluarga Dokter Bidan Posyandu SD SLTP Desa dengan Jalan Aspal/
Beton
Desa Terdapat Sinyal HP
Keluarga Pengguna
Listrik
2003 68.816 208.122.141 50.152.320 258.274.461 466.396.602 1.915.738.728 3.106.806.393 5.022.545.121 11.236.157.907 3.573.244.634 724.671.063
2005 69.957 216.122.506 53.890.224 270.012.730 486.135.236 1.998.431.168 3.240.714.370 5.239.145.538 11.720.574.278 3.727.216.821 756.147.966
2008 75.403 231.637.800 60.565.988 292.203.788 523.841.588 2.155.932.340 3.495.819.304 5.651.751.644 12.643.390.252 4.020.222.561 816.045.376
2010 78.603 242.275.265 66.294.074 308.569.339 550.844.604 2.269.672.490 3.679.931.037 5.949.603.527 13.309.465.601 4.231.279.807 859.413.943
2011 80.335 233.650.719 61.755.654 295.406.373 529.057.091 2.177.984.019 3.531.504.573 5.709.488.592 12.772.497.739 4.060.833.007 824.463.464
2012 82.250 239.601.014 64.866.687 304.467.701 544.068.715 2.241.141.547 3.633.746.678 5.874.888.225 13.142.381.581 4.177.878.655 848.536.416
2013 84.210 245.612.418 68.147.155 313.759.573 559.371.991 2.305.635.118 3.738.138.673 6.043.773.791 13.520.051.137 4.297.609.094 873.131.564
2014 86.215 251.686.110 71.607.032 323.293.142 574.979.251 2.371.524.037 3.844.775.681 6.216.299.718 13.905.851.079 4.419.832.413 898.272.393
2015 88.265 257.823.293 75.256.917 333.080.209 590.903.502 2.438.870.926 3.953.758.140 6.392.629.066 14.300.145.346 4.544.661.642 923.983.712
2016 90.363 264.025.193 79.108.078 343.133.272 607.158.465 2.507.741.939 4.065.192.140 6.572.934.079 14.703.318.360 4.672.350.605 950.291.737
2017 92.509 270.293.061 83.172.499 353.465.560 623.758.621 2.578.206.983 4.179.189.785 6.757.396.769 15.115.776.339 4.802.948.407 977.224.181
2018 94.704 276.628.170 87.462.920 364.091.091 640.719.261 2.650.339.964 4.295.869.576 6.946.209.540 15.537.948.692 4.936.588.837 1.004.810.351
2019 96.950 283.031.819 91.992.897 375.024.716 658.056.535 2.724.219.037 4.415.356.822 7.139.575.859 15.970.289.503 5.073.413.357 1.033.081.251
2020 99.248 289.505.331 96.776.847 386.282.178 675.787.509 2.799.926.884 4.537.784.081 7.337.710.966 16.413.279.129 5.213.571.591 1.062.069.688
2021 101.600 296.050.056 101.830.113 397.880.169 693.930.224 2.877.551.010 4.663.291.627 7.540.842.637 16.867.425.892 5.357.221.852 1.091.810.393
2022 104.006 302.667.368 107.169.021 409.836.389 712.503.757 2.957.184.048 4.792.027.951 7.749.211.999 17.333.267.901 5.504.531.708 1.122.340.146
2023 106.467 309.358.670 112.810.948 422.169.618 731.528.288 3.038.924.101 4.924.150.295 7.963.074.396 17.811.374.987 5.655.678.584 1.153.697.906
2024 108.986 316.125.390 118.774.394 434.899.785 751.025.175 3.122.875.093 5.059.825.228 8.182.700.321 18.302.350.776 5.810.850.402 1.185.924.959
2025 111.564 322.968.985 125.079.055 448.048.040 771.017.026 3.209.147.157 5.199.229.248 8.408.376.405 18.806.834.902 5.970.246.274 1.219.065.066
Keterangan Data dasar diambil dari Potensi Desa 2003, 2005, 2008, 20011
20
Lampiran 2 (Lanjutan). Desa di Indonesia 2003 2025
Tahun IndustriKecil/
RumahTangga Kulit
Industri Kecil/ Rumah Tangga
Kayu
Industri Kecil/ Rumah Tangga
Logam
Industri Kecil/ Rumah Tangga
Anyaman/ Gerabah
Industri Kecil/ Rumah Tangga
Tenun
Industri Kecil/ Rumah Tangga
Makanan-Minuman
Industri Kecil/ Rumah Tangga Lainnya
2003 1.191.109.304 1.915.750.944 3.106.806.393 5.022.545.121 2.382.135.330 3.831.477.456 6.213.612.786
2005 1.242.650.417 1.998.675.440 3.240.714.370 5.239.145.538 2.484.566.404 3.996.862.336 6.481.428.740
2008 1.340.448.633 2.156.152.510 3.495.819.304 5.651.751.644 2.679.773.928 4.311.864.680 6.991.638.608
2010 1.410.762.713 2.269.840.760 3.679.931.037 5.949.603.527 2.820.517.094 4.539.344.980 7.359.862.074
2011 1.353.791.897 2.178.181.658 3.531.504.573 5.709.488.592 2.707.041.110 4.355.968.037 7.063.009.147
2012 1.392.668.393 2.241.161.330 3.633.746.678 5.874.888.225 2.785.210.262 4.482.283.094 7.267.493.356
2013 1.432.601.985 2.305.660.907 3.738.138.673 6.043.773.791 2.865.007.109 4.611.270.237 7.476.277.346
2014 1.473.329.125 2.371.539.980 3.844.775.681 6.216.299.718 2.946.503.288 4.743.048.074 7.689.551.362
2015 1.514.887.214 2.438.870.926 3.953.758.140 6.392.629.066 3.029.774.428 4.877.741.852 7.907.516.280
2016 1.557.450.202 2.507.741.939 4.065.192.140 6.572.934.079 3.114.900.404 5.015.483.877 8.130.384.281
2017 1.600.982.802 2.578.206.983 4.179.189.785 6.757.396.769 3.201.965.604 5.156.413.966 8.358.379.571
2018 1.645.529.612 2.650.339.964 4.295.869.576 6.946.209.540 3.291.059.225 5.300.679.928 8.591.739.152
2019 1.691.137.786 2.724.219.037 4.415.356.822 7.139.575.859 3.382.275.571 5.448.438.073 8.830.713.644
2020 1.737.857.197 2.799.926.884 4.537.784.081 7.337.710.966 3.475.714.394 5.599.853.769 9.075.568.163
2021 1.785.740.617 2.877.551.010 4.663.291.627 7.540.842.637 3.571.481.234 5.755.102.020 9.326.583.255
2022 1.834.843.903 2.957.184.048 4.792.027.951 7.749.211.999 3.669.687.805 5.914.368.097 9.584.055.902
2023 1.885.226.195 3.038.924.101 4.924.150.295 7.963.074.396 3.770.452.389 6.077.848.202 9.848.300.591
2024 1.936.950.134 3.122.875.093 5.059.825.228 8.182.700.321 3.873.900.268 6.245.750.187 10.119.650.455
2025 1.990.082.091 3.209.147.157 5.199.229.248 8.408.376.405 3.980.164.183 6.418.294.314 10.398.458.497
Keterangan Data dasar diambil dari Potensi Desa 2003, 2005, 2008, 20011
21
Lampiran 2 (Lanjutan). Desa di Indonesia 2003 2025 Tahun Pasar Permanen Koperasi Toko Rumah Makan Hotel
2003 6.938.283.849 1.191.067.665 2.382.135.330 3.831.477.456 6.213.612.786
2005 7.237.576.706 1.242.283.202 2.484.566.404 3.996.862.336 6.481.428.740
2008 7.807.683.984 1.339.886.964 2.679.773.928 4.311.864.680 6.991.638.608
2010 8.219.276.017 1.410.258.547 2.820.517.094 4.539.344.980 7.359.862.074
2011 7.887.472.611 1.353.520.555 2.707.041.110 4.355.968.037 7.063.009.147
2012 8.116.029.772 1.392.605.131 2.785.210.262 4.482.283.094 7.267.493.356
2013 8.349.408.909 1.432.503.554 2.865.007.109 4.611.270.237 7.476.277.346
2014 8.587.823.755 1.473.251.644 2.946.503.288 4.743.048.074 7.689.551.362
2015 8.831.499.992 1.514.887.214 3.029.774.428 4.877.741.852 7.907.516.280
2016 9.080.676.018 1.557.450.202 3.114.900.404 5.015.483.877 8.130.384.281
2017 9.335.603.752 1.600.982.802 3.201.965.604 5.156.413.966 8.358.379.571
2018 9.596.549.504 1.645.529.612 3.291.059.225 5.300.679.928 8.591.739.152
2019 9.863.794.895 1.691.137.786 3.382.275.571 5.448.438.073 8.830.713.644
2020 10.137.637.850 1.737.857.197 3.475.714.394 5.599.853.769 9.075.568.163
2021 10.418.393.647 1.785.740.617 3.571.481.234 5.755.102.020 9.326.583.255
2022 10.706.396.048 1.834.843.903 3.669.687.805 5.914.368.097 9.584.055.902
2023 11.001.998.497 1.885.226.195 3.770.452.389 6.077.848.202 9.848.300.591
2024 11.305.575.414 1.936.950.134 3.873.900.268 6.245.750.187 10.119.650.455
2025 11.617.523.562 1.990.082.091 3.980.164.183 6.418.294.314 10.398.458.497
Keterangan Data dasar diambil dari Potensi Desa 2003, 2005, 2008, 20011
22
Lampiran 3. Variabel dan Indikator Tingkat Perkembangan Desa Konsep Konstruk Variabel Kode Indikator Kelas Data
Pemerintahan desa
Pemerintahan desa Administrasi pemerintah desa
1 Status Pemerintahan Desa 1 = Lainnya
10 = desa/kelurahan
Keuangan Desa APB Desa 2 Proporsi PAD Dalam Sumber Penerimaan APB Desa
0 = tidak ada
2 = 0,01-0,02
5 = 0,03-0,15
8 = 0,16-0,5
10 = > 0,5
Kantor pemerintahan Bangunan pemerintahan desa/kelurahan
3 Keberadaan dan Lokasi Kantor Kepala Desa/Kelurahan
1 = tidak ada
5 = ada, di luar wliayah desa/kelurahan
10 = ada, di dalam wilayah desa/kelurahan Pendidikan Aparat Desa Pendidikan tertinggi yang
ditamatkan 4 Pendidikan tertinggi kepala desa/lurah 1 = tidak bersekolah
2 = tidak tamat SD
3 = tamat SD
5 = tamat SLTP
8 = tamat SLTA
9 = DIII/Akademi
10 = Perguruan tinggi
Pendidikan tertinggi kepala sekretaris desa/lurah
1 = tidak bersekolah
2 = tidak tamat SD 3 = tamat SD
5 = tamat SLTP
8 = tamat SLTA
9 = DIII/Akademi
10 = Perguruan tinggi
Lembaga kemasyarakatan
Sosial Budaya Lembaga kemasyarakatan 5 Jumlah Jenis Lembaga Non Profit Yang Aktif
0 = tidak ada
3 = 1 lembaga aktif
7 = 2 lembaga aktif
10 = >2 lembaga aktif
Olah raga 6 Jumlah Jenis Kelompok Olah Raga 0 = tidak ada 2 = 1
5 = 3
8 = 5
10 = > 5
Adat dan kebudayaan 7 Jumlah Jenis Tempat Ibadah 0 = tidak ada
10 = ada
23
Konsep Konstruk Variabel Kode Indikator Kelas Data
8 Akses Ke Gedung Bioskop/Pub/Diskotik/ Tempat Karaoke
1 = > 5 km
5 = 1-5 km
10 = < 1 km atau ada
Peran serta masyarakat
Modal sosial Kerukunan dan keikutsertaan
9 Warga Desa Berasal Lebih Dari Satu Suku/Etnis
0 = tidak
10 = ya 10 Kegiatan Warga Untuk Menjaga
Lingkungan Selama Setahun Terakhir 0 = tidak ada
10 = ada
Pemberdayaan dan tindakan politis
11 Jumlah Jenis Program/Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Selama 3 Tahun Terakhir
0 = tidak ada
2 = 1
5 = 3
8 = 5
10 = > 5
Kedaulatan politik masyarakat
Badan Permusyawaratan desa
Keberadaan BPD 12 Keberadaan BPD 0 = tidak ada
10 = ada
Kesehatan masyarakat
Kesehatan Akses prasarana kesehatan
13 Akses Ke Poliklinik/Balai Pengobatan, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Tempat Praktek Dokter
1 = sangat sulit
3 = sulit
7 = mudah
10 = sangat mudah
14 Akses Ke Tempat Praktek Bidan, Poskesdes, Polindes
1 = sangat sulit
3 = sulit
7 = mudah 10 = sangat mudah
15 Sumber Air Untuk Minum Dan Memasak Sebagian Besar Keluarga
1 = lainnya
2 = air hujan
5 = mata air, sungai/danau/kolam
8 = pompa listrik/tangan, sumur
10 = air kemasan, PDAM
Pengalaman kesakitan 16 Wabah Penyakit Menular 1 = di atas 3
2 = 3
5 = 2
8 = 1 10 = tidak ada
Gizi 17 Proporsi Penderita Gizi Buruk 1 = > 0,07
2 = 0,06-0,07
5 = 0,04-0,05
24
Konsep Konstruk Variabel Kode Indikator Kelas Data
8 = 0,02-0,03
10 = 0-0 - 01
Pendidikan masyarakat
Pendidikan Pendidikan formal 18 SD 0 = tidak ada
10 = ada
19 SLTP 0 = tidak ada 10 = ada
20 SLTA 0 = tidak ada
10 = ada
Pelatihan masyarakat 21 Jumlah Jenis Pendidikan Ketrampilan 0 =
10 =
Perpustakaan 22 Keberadaan Taman Bacaan Masyarakat 0 = tidak ada
10 = ada
Ekonomi masyarakat
Ekonomi Usaha ekonomi masyarakat
23 Industri Kecil Dan Mikro 0 = tidak ada
2 = 1 5 = 3
8 = 5
10 = > 5
24 Akses Kelompok Pertokoan/ Minimarket, Toko/ Warung Kelontong, Warung/Kedai, Restoran/Rumah Makan
1 = >5 km
5 = 1-5 km
10 = ada
25 Jumlah Jenis Hotel, Penginapan 0 = tidak ada
3 = 1
7 = 2
10 = > 2 Perkreditan dan simpan pinjam
26 Jumlah Jenis Lembaga Simpan Pinjam 0 = tidak ada
3 = 1
7 = 2
10 = > 2
27 Jumlah Jenis Fasilitas Kredit Yang Diterimana Penduduk Dalam Satu Tahun Terakhir
0 = tidak ada
3 = 1
7 = 2
10 => 2
Pemasaran 28 Pasar Dengan Bangunan Permanen/ Semi Permanen
0 = > 5 km 5 = 1-5 km
10 = ada
29 Penerangan Di Jalan Utama Desa 1 = tidak ada
25
Konsep Konstruk Variabel Kode Indikator Kelas Data
10 = ada
Infrastruktur Infrastruktur Infrastruktur desa 30 Jenis Permukaan Jalan Utama Desa Yang Terluas
1 = lainnya
3 = tanah
7 = diperkeras (kerikil, batu, dsb)
10 = aspal, beton 31 Jalan Utama Desa Dapat Dilalui
Kendaraan Bermotor Roda 4 Atau Lebih 0 = tidak dapat dilalui
10 = sepanjang tahun kecuali pada musim hujan, sepanjang tahun kecuali pada saat tertentu (turun hujan, longsor, pasang), sepanjang tahun
32 Sinyal Telepon Seluler/Hand Phone 0 = tidak ada
5 = ada lemah
10 = ada kuat
33 Telepon Umum Koin/Kartu Yang Masih Aktif/Berfungsi, Wartel/Kiospon/Warpostel/Warparpostel
0 = tidak ada 10 = ada
34 Warung Internet 0 = tidak ada
10 = ada
35 Kantor Pos/Pos Pembantu/Rumah Pos 1 = > 5 km
5 = 1-5 km
10 = ada
36 Program Siaran 0 = tidak ada 5 = 1 jenis
10 = >1 jenis
Infrastruktur permukiman 37 Tempat Buang Air Besar Sebagian Besar Keluarga
1 = bukan jamban
3 = jamban umum
7 = jamban bersama
10 = jamban sendiri
38 Tempat Buang Sampah Sebagian Besar Keluarga
1 = lainnya
3 = drainase (got/selokan), sungai/saluran irigasi
7 = dalam lubang/dibakar 10 = tempat sampah, kemudian diangkut
39 Permukiman Kumuh 1 = > 1
5 = 1
10 = tidak ada
40 Proporsi Keluarga Yang Berlangganan Telepon Kabel
0 = 0
2 = 0,01-0,15
26
Konsep Konstruk Variabel Kode Indikator Kelas Data
5 = 0,16-0,5
8 = 0,51-0,85
10 = 0,86-1
Sarana 41 Angkutan Umum Dengan Trayek Tetap 0 = tidak ada
10 = ada 42 Proporsi Keluarga Pengguna Listrik 0 = 0
2 = 0,1-0,2
5 = 0,3-0,5
8 = 0,6-0,8
10 = 0,9-1
Energi 43 Bahan Bakar Yang Digunakan Oleh Sebagian Besar Keluarga Untuk Memasak
1 = lainnya
3 = kayu bakar
7 = minyak tanah
10 = gas kota/LPG 44 Pangkalan/Agen/ Penjual Minyak Tanah/
LPG 0 = tidak ada
10 = ada
(Bahan indeks individual)
Kerawanan Sosial Rawan Sosial 45 Jumlah Jenis Kriminalitas dan Kejadian Perkelahian Massal yang Terjadi Selama Setahun Terakhir, serta Lokalisasi/Lokasi/ Tempat Mangkal PSK
1 =
3 =
7 =
10 = tidak ada
Tanggap Rawan Sosial 46 Inisiator/ penengah upaya penyelesaian perkelahian massal serta akses Sarana Keamanan Lingkungan
1 = Sangat sulit
2 = sulit
5 = mudah 8 = sangat mudah
10 = ada
Kerawanan Bencana Alam
Rawan Bencana Alam 47 Jumlah Jenis Pencemaran dan bencana alam
1 = > 2
3 = 2
7 = 1
10 = tidak ada
Tanggap Bencana Alam 48 Jumlah Jenis Fasilitas Untuk Mengantisipasi Bencana Alam
0 = tidak ada
3 = 1 fasilitas
7 = 2 fasilitas 10 = >2 fasilitas
27
Lampiran 4. Rata-rata Pendapatan Rumah Tangga Petani dalam Setahun (Rp x 1.000), 2014
Provinsi
Usaha di Sektor
Pertanian
Usaha di Luar
Sektor Pertanian
Pendapatan/ Penerimaan Lainnya dan
Transfer
Buruh Pertanian
Buruh di Luar
Pertanian
Rata-rata Pendapatan
Rata-rata Pendapatan per kapita per Bulan
Selisih Pendapatan
Petani - Buruh Pertanian
Perbandingan Pendapatan
Petani / Buruh Pertanian
Perbandingan Pendapatan Luar Pertanian / Luar Buruh Pertanian
Aceh 10.652 2.913 1.958 2.154 5.988 23.667 493 8.498 5 0,5
Sumatera Utara 15.556 3.202 1.816 2.597 5.441 28.612 596 12.959 6 0,6
Sumatera Barat 13.327 5.704 1.985 3.042 6.480 30.538 636 10.285 4 0,9
Riau 24.561 4.676 1.614 4.089 6.110 41.050 855 20.472 6 0,8
Jambi 23.011 3.458 1.767 3.071 4.806 36.113 752 19.940 7 0,7
Sumatera Selatan 23.015 2.339 958 2.315 3.316 31.942 665 20.699 10 0,7
Bengkulu 17.203 3.229 2.285 2.783 5.309 30.808 642 14.420 6 0,6
Lampung 14.110 2.693 2.681 2.661 3.984 26.127 544 11.449 5 0,7
Kep. Bangka Belitung 16.558 10.243 6.403 3.439 8.084 44.728 932 13.119 5 1,3
Kepulauan Riau 18.771 3.994 3.895 964 8.223 35.846 747 17.807 19 0,5
DKI Jakarta 19.383 8.065 7.841 438 22.372 58.099 1.210 18.945 44 0,4
Jawa Barat 10.344 4.269 3.456 1.541 5.153 24.763 516 8.802 7 0,8
Jawa Tengah 8.020 3.759 2.567 1.395 6.267 22.009 459 6.626 6 0,6
DI Yogyakarta 7.413 4.117 4.353 638 9.441 25.963 541 6.775 12 0,4
Jawa Timur 10.508 3.316 3.607 1.932 4.757 24.120 502 8.576 5 0,7
Banten 9.582 3.606 3.797 1.196 8.160 26.342 549 8.386 8 0,4
Bali 11.969 4.926 4.854 1.393 12.471 35.613 742 10.576 9 0,4
Nusa Tenggara Barat 10.742 3.180 3.815 1.184 3.427 22.348 466 9.558 9 0,9
Nusa Tenggara Timur 9.027 1.616 4.678 357 3.531 19.211 400 8.670 25 0,5
Kalimantan Barat 16.542 2.557 4.015 2.715 5.089 30.919 644 13.827 6 0,5
Kalimantan Tengah 16.491 5.527 5.911 3.361 7.616 38.906 811 13.131 5 0,7
Kalimantan Selatan 12.619 4.605 3.603 2.272 6.013 29.111 606 10.347 6 0,8
Kalimantan Timur 21.495 4.264 6.793 3.362 10.120 46.035 959 18.133 6 0,4
Kalimantan Utara 20.502 3.618 7.127 2.778 8.723 42.748 891 17.723 7 0,4
Sulawesi Utara 15.212 5.240 3.841 2.414 8.351 35.057 730 12.798 6 0,6
Sulawesi Tengah 13.364 3.318 3.950 1.673 5.073 27.379 570 11.691 8 0,7
Sulawesi Selatan 13.853 2.986 2.021 620 4.454 23.934 499 13.233 22 0,7
Sulawesi Tenggara 11.715 4.078 4.182 810 6.361 27.146 566 10.905 14 0,6
Gorontalo 14.725 6.601 2.339 1.913 5.257 30.836 642 12.813 8 1,3
Sulawesi Barat 11.843 4.160 3.202 1.127 3.932 24.264 505 10.716 11 1,1
Maluku 12.410 4.118 6.008 515 5.271 28.322 590 11.895 24 0,8
Maluku Utara 15.235 2.763 8.305 1.207 6.015 33.525 698 14.028 13 0,5
Papua Barat 16.963 3.986 7.707 1.312 7.717 37.685 785 15.651 13 0,5
Papua 20.463 900 9.582 266 2.379 33.590 700 20.198 77 0,4
Indonesia 12.414 3.574 3.270 1.819 5.484 26.561 553 10.595 7 0,7
top related