tingkat rekrutmen karang pada tiga tipe substrat …
Post on 29-Nov-2021
17 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINGKAT REKRUTMEN KARANG PADA TIGA TIPE SUBSTRAT DI PANTAI
PASIR PUTIH SITUBONDO
Asteria Pitasari(1)
, Dian Saptarini(2)
, Aunurohim(3)
Jurusan Biologi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Surabaya 60111
Email: azter.pita@gmail.com(1)
, dian@bio.its.ac.id(2)
, aunurohim@bio.its.ac.id(3)
ABSTRAK
Terumbu merupakan endapan masif dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh hewan karang
hermatipik dari ordo Scleractinian, alga berkapur, dan organisme lain penghasil kalsium karbonat.
Kesuksesan reproduksi merupakan tahap awal dalam pertambahan individu karang pada terumbu.
Agar populasi karang terjaga maka koloni karang yang mati harus tergantikan melalui proses
rekrutmen dengan larva maupun reproduksi secara aseksual. Tingginya tingkat rekrutmen karang
merupakan suatu indikasi terjadinya pemulihan dalam komunitas terumbu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat rekrutmen karang Scleractinian secara alami
berdasarkan densitas karang, serta jenis life form dan genus penyusunnya pada tiga tipe substrat
dengan kestabilan berbeda. Karang Scleractinian dengan diameter kurang dari 5 cm diamati dalam
bingkai kuadrat berukuran 1x1 meter secara acak pada masing-masing substrat. Karang Scleractinian
diidentifikasi, dihitung frekuensi, penutupan, dan densitasnya untuk penentuan tingkat rekrutmen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa densitas rekrutmen karang pada substrat coral adalah
moderate sampai high dengan densitas 7,4-10,8 ind/m2 untuk jenis substrat death coral dan pada
kriteria low sampai high dengan densitas 4,2-9,8 ind/m2 untuk jenis substrat life coral, pada substrat
rubble termasuk moderate dengan densitas 5,4-6,8 ind/m2, dan substrat sand densitas rekrutmen
karangnya adalah very low sampai moderate dengan densitas 1,8-5,4 ind/m2. Densitas tertinggi life
form karang pada rekrutmen di substrat death coral dan rubble adalah coral encrusting. Densitas
tertinggi life form karang pada rekrutmen di substrat sand dan life coral adalah coral branching.
Genus dengan densitas tertinggi pada rekrutmen di semua substrat adalah Porites.
Kata Kunci : Scleractinian, tingkat rekrutmen karang
I Pendahuluan
Terumbu merupakan endapan-endapan
masif dari kalsium karbonat yang terutama
dihasilkan oleh hewan karang hermatipik dari
ordo Scleractinian dengan sedikit tambahan
dari alga berkapur dan organisme-organisme
lain penghasil kalsium karbonat (Nybakken,
1992). Terumbu karang memiliki manfaat
untuk menjaga kestabilan kondisi ekologi pada
perairan laut, antara lain sebagai habitat,
tempat memijah, dan tempat berlindung bagi
berbagai jenis hewan. Bencana kerusakan
terumbu karang dapat terjadi akibat topan,
tsunami, racun (sianida atau potasium),
pemanasan global, melimpahnya predator, dan
kegiatan manusia seperti penambangan karang
dan pencemaran (Ikawati, dkk 2001). Terumbu
karang Indonesia mencapai 51% dari luas
terumbu karang di Asia Tenggara dan 85%
dari luasan terumbu karang Indonesia
terancam rusak (Indraswati, dkk 2006).
Pada dasarnya karang Scleractinian
yang merupakan kelompok utama penyusun
terumbu memiliki kemampuan untuk
bereproduksi, menempel pada substrat, dan
tumbuh. Reproduksi karang dimulai dari
penyebaran larva pada kolom air kemudian
dilanjutkan dengan penempelan planula dan
akhirnya bermetamorfosis dari bentuk
planktonik ke bentuk bentik (Nybakken,
1992). Proses setelah suatu individu baru
terbentuk melalui reproduksi kemudian
tergabung didalam komunitas karang disebut
sebagai rekrutmen. Kesuksesan reproduksi
merupakan tahap awal dalam penambahan
individu karang pada terumbu. Agar populasi
karang terjaga maka koloni karang yang mati
harus tergantikan, baik melalui larva maupun
reproduksi secara aseksual. Rekrutmen karang
merupakan suatu indikasi terjadinya
pemulihan (Richmond, 1997).
Engelhardt (2001) mengkaji status dan
potensi pemulihan karang branching yang
dapat tumbuh dengan diameter 1-2 cm dalam
waktu 12 bulan dan mencapai diameter 2-5 cm
pada waktu 24 bulan. Karang massive
diketahui dapat tumbuh mencapai diameter
sekitar 0,5-2 cm per tahun (Nybakken, 1992).
Pengambilan sampel karang pada penelitian
ini dibatasi pada karang yang berukuran
kurang dari 5 cm sebagai indikasi terjadinya
pemulihan. Batasan ukuran pengambilan
sampel ini didasari atas beberapa penelitian
yang sudah dilakukan sebelumnya antara lain
oleh Norstrom (2006), yang meneliti mengenai
pengaruh morfologi substrat karang mati
terhadap pola distribusi karang dan Moulding
(2005) yang meneliti mengenai pola rekrutmen
karang di Florida. Norstrom, et al (2006) dan
Moulding (2005) melakukan pengambilan
sampel rekrutmen karang pada ukuran karang
kurang dari 5 cm.
Tingkat rekrutmen karang sangat
dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia dan
biologi perairan salah satunya adalah substrat
seperti tipe dan kondisi substrat (Lee, 2009).
Rekruit karang cenderung akan menempel
pada kondisi substrat yang padat, rekruit
karang yang menempel pada substrat yang
mudah goyah terhadap arus akan memiliki
tingkat kesintasan rendah (Richmond, 2007).
Pada penelitian Abrar (2005) mengenai
pemulihan populasi terumbu setelah
pemutihan di perairan Sipora, Sumatra Barat
diketahui bahwa tingkat rekrutmen karang di
substrat coral, rubble, dan sand masing-
masing berbeda karena dipengaruhi oleh
kestabilan substrat dari arus perairan.
Lokasi yang diambil adalah pantai Pasir Putih,
Situbondo. Lokasi tersebut cukup baik untuk
perkembangan ekosistem terumbu karang yang
telah diteliti oleh Victorius (2008), dimana
penutupan karang hidup pada pantai pasir
putih tergolong baik dengan persentase
80,34%, dengan genus karang yang ditemukan
antara lain Acropora dan non-Acropora seperti
Galaxea dan Porites, sedangkan untuk kondisi
substratnya banyak ditemukan coral, rubble,
dan sand diantara tutupan karang. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
rekrutmen karang Scleractinian serta jenis life
form dan genus karang pada rekrutmen di tiga
tipe substrat dengan kestabilan berbeda yaitu
substrat coral, rubble, dan sand, melalui
perbedaan densitas karang pada perairan Pasir
Putih Situbondo.
II Metodologi
Penelitian dilaksanakan selama bulan
April 2011. Lokasi pengambilan sampel
adalah Karang Mayit, perairan Pasir Putih,
Kecamatan Bungatan, Situbondo, Jawa Timur.
Pengambilan sampel dilakukan pada
kedalaman + 8 meter pada lokasi Karang
Mayit dengan koordinat 07041’15,5”S dan
113049’42,9”E. Identifikasi genus karang yang
ditemukan dilakukan di Laboratorium Ekologi
Program Studi Biologi FMIPA ITS Surabaya.
Pengamatan rekrutmen karang
dilakukan di tiga stasiun. Stasiun sampling
ditentukan melalui metode random swim.
Random swim dipakai untuk menentukan
lokasi yang cocok dengan luasan area survei
yang terbatas. Random swim digunakan untuk
penentuan lokasi dalam manajemen program
penelitian. Informasi merupakan deskripsi
general dari lokasi dengan perhitungan semi
kualitatif kondisi terumbu berupa komunitas
bentik, gambaran tutupan terumbu, dan
kondisi perairannya (Hill and Wilkinson,
2004).
Kondisi terumbu karang perairan Pasir
Putih ditentukan melalui metode Line
Intercept Transect (LIT). LIT digunakan untuk
menaksir komunitas sesil bentik dari terumbu
karang yang dikarakteristikan menurut
deskripsi morfologi pada komunitas terumbu
menggunakan kategori life form. Kategori
tersebut diamati secara paralel terhadap
terumbu. LIT membutuhkan peralatan SCUBA
untuk penyelaman, meteran lapangan, dan
peralatan lain untuk koleksi data seperti pensil
dan underwater paper. LIT dilakukan pada
lokasi yang sebelumnya ditentukan melalui
random swim untuk pengamatan indukan dan
substrat. Meteran panjang diletakkan sejauh 30
meter pada rataan terumbu di tiap stasiun
kemudian penyelam berenang lambat
disepanjang meteran dan mengamati tiap
perubahan life form yang ditemukan. Ukuran
dan jenis life form yang dilalui meteran dicatat.
Ketersediaan indukan dan substrat dalam
perairan Pasir Putih dapat diketahui melalui
hasil pencatatan life form, dimana substrat
karang yang terdiri dari karang hidup diambil
dari semua jenis life form Acropora dan non-
Acropora, dan substrat karang mati
dilambangkan dengan DCA atau DC, substrat
patahan karang dilambangkan dengan R, dan
pasir dilambangkan dengan S. Sedangkan
ketersediaan indukan karang batu
(Scleractinian) dapat diketahui dari life form
Acropora dan non-Acropora (English, 1994).
Pengukuran parameter kondisi fisik
perairan yang diamati antara lain kecerahan,
suhu, salinitas, pH, dan sedimentasi. Tingkat
kecerahan diukur dengan menggunakan Secchi
disk, sedangkan suhu diukur menggunakan
termometer raksa dengan tingkat ketelitian
10C. Salinitas diukur dengan menggunakan
hand-refracto salinometer ATC FG-217
dengan tingkat ketelitian hingga 1‰,
sedangkan untuk pH dilakukan pengukuran
menggunakan pH universal.
Pengamatan sedimentasi dilakukan di
tiap stasiun sekitar lokasi LIT. Pengukuran
sedimen dilakukan menggunakan sedimen
traps. Sedimen traps dibuat dari 3 pipa paralon
yang ditutup bagian dasarnya, masing-masing
trap berdiameter 5 cm dengan tinggi 12 cm
dan diletakkan 20 cm dari dasar substrat
berfungsi untuk menampung sedimen yang
ada di kolom air. Sedimen traps diletakkan di
tiap stasiun sebelum pengambilan data
rekrutmen karang. Sedimen yang terkumpul
selama 1 hari dikeringkan dan ditimbang.
Pengukuran sedimen tersebut dilakukan setiap
hari selama 3 hari dalam 3 minggu (English,
1994).
Berat kering dari sedimen diukur laju
sedimentasinya kemudian dilihat perkiraan
dampak level laju sedimentasi (mg/cm2/hari)
terhadap komunitas karang.
Pencuplikan sampel rekrutmen karang
masing-masing dilakukan di tiap stasiun
sekitar lokasi LIT pada struktur substrat
berbeda yaitu karang yang terdiri dari karang
mati dan karang hidup, patahan karang, dan
pasir. Pada masing-masing substrat, dilakukan
pencuplikan sampel rekrutmen karang
berukuran kurang dari 5 cm untuk seluruh tipe
life form karang Scleractinian dengan
menggunakan bingkai kuadrat berukuran 1x1
meter. Bingkai kuadrat diletakkan sebanyak 5
kali secara acak masing-masing pada substrat
karang yang terdiri dari karang mati dan
karang hidup, patahan karang, dan pasir
disekitar lokasi LIT. Seluruh rekrutmen karang
yang ditemukan didalam kuadrat difoto,
diamati dan dicatat genus, jumlah, dan
ukurannya (English, 1994).
Rekruit karang yang ditemukan
dihitung luas, frekuensi, penutupan, dan
densitas untuk penentuan tingkat
rekrutmennya. Tingkat rekrutmen karang pada
total densitas karang dalam kuadrat 1x1 meter
dikelompokkan menurut Engelhardt (2001)
dalam tabel 1.
Tabel 1 Tingkat rekrutmen karang pada total
densitas karang dalam kuadrat 1x1 meter
menurut Engelhardt (2001).
Setelah semua data terkumpul,
identifikasi karang selanjutnya dilakukan di
Laboratorium Ekologi Program Studi Biologi
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya menggunakan buku-buku kunci
identifikasi seperti Coral of Australia and The
Indo-Pacific (Veron, 1993) atau Jenis-jenis
Karang di Indonesia (Suharsono, 2004).
Penelitian adalah bersifat deskriptif
kuantitatif. Data life form yang didapatkan
melalui metode line intercept transect (LIT)
dihitung dengan formula perhitungan
presentase penutupan life form terumbu
menurut English (1994):
(English, 1994)
Penentuan kriteria kondisi tutupan
karang berdasarkan tutupan terumbu karang
hidup menurut KepMen LH No. 04 Th. 2001
dijabarkan pada tabel 2
Tabel 2 Kriteria kondisi tutupan karang
berdasarkan tutupan terumbu karang hidup
Penutupan dan densitas karang masing-
masing didapatkan dengan menggunakan
formula sebagai berikut:
(English, 1994)
(Engelhardt, 2001)
Coral Recruitment Rates Coral Recruit Density in 1 m2 Quadrat
Very Low 0 – 2,5
Low 2,6 – 5
Moderate 5,1 – 7,5
High 7,6 – 10
Very High > 10
Parameter
Buruk 0 – 24,9
Sedang 25 – 49,9
Baik 50 – 74,9
Baik
Sekali75 - 100
Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang (dalam %)
Presentase Luas Tutupan
Karang Hidup
Rusak
Baik
III Hasil dan Pembahasan
Parameter Lingkungan
Pengamatan tingkat rekrutmen karang
Scleractinian dilakukan di perairan Karang
Mayit pantai Pasir Putih Situbondo pada
koordinat 07041’15,5”S dan 113
049’42,9”E.
Hasil rata-rata pengukuran parameter
fisik dan kimia perairan Pasir Putih selama 3
minggu antara lain untuk kecerahan 6,67
meter, suhu 27,670C, salinitas 33,33
0/00, pH 8,
dan sedimentasi untuk stasiun 1; 0,1290,
stasiun 2; 0,1195, dan stasiun 3; 0,2850.
Parameter fisik dan kimia perairan
Pasir Putih masih berada didalam kisaran batas
optimum parameter perairan pendukung
pertumbuhan karang kecuali suhu, dimana
rata-rata suhu 27,670C sedangkan batas
maksimal parameter optimum suhu adalah
250C. Tetapi perairan Karang Mayit masih
memungkinkan untuk pertumbuhan terumbu
karang karena karang mampu mentolerir suhu
sampai 360C-40
0C (Nybakken, 1992).
Kondisi Terumbu Karang di Karang Mayit
Pantai Pasir Putih memiliki terumbu
yang berjajar dari tepi pantai sampai pada
daerah tubir. Tipe terumbu karang tersebut
termasuk dalam tipe terumbu tepi (fringing
reef). Panjang reef flat Pantai Pasir Putih
diperkirakan +500 meter dengan lereng
terumbu yang relatif landai.
Penelitian ini mengambil kedalaman +
8 meter karena terumbu karang di kedalaman
lainnya memiliki kondisi tutupan terumbu
karang yang buruk. Kondisi tutupan terumbu
yang buruk memiliki presentase tutupan
karang hidup yang sedikit, sedangkan tutupan
karang hidup dapat menghasilkan rekrutmen
melalui reproduksi seksual maupun aseksual,
sehingga rekrutmen yang dihasilkan diduga
juga sedikit.
Life form yang ditemukan pada
terumbu karang di lokasi Karang Mayit terdiri
dari karang hidup, organisme selain karang,
dan elemen abiotik yaitu death coral, death
coral with algae, rubble, dan sand. Tutupan
elemen abiotik yang ditemukan di 3 stasiun
dapat berperan sebagai substrat untuk
rekrutmen karang.
Persentase tutupan karang hidup di
stasiun 1 adalah 34,6%, stasiun 2 adalah
28,9%, sedangkan pada stasiun 3 adalah
25,6%. Persentase tutupan karang hidup
didapatkan melalui perhitungan tutupan life
form karang hidup (*) dengan formula
perhitungan persentase penutupan life form
terumbu menurut English (1994). Menurut
KepMen LH No. 04 Th. 2001 kriteria kondisi
tutupan karang pada 3 stasiun pengambilan
data adalah rusak sedang dengan dominansi
tutupan tertinggi yaitu rubble. Pendataan
dilakukan pada lokasi dengan kondisi tutupan
karang yang rusak sedang karena ingin diamati
tingkat rekrutmen karang sebagai indikator
terjadinya pemulihan pada lokasi tersebut.
Terdapat 2 jenis life form karang hidup
yang ditemukan yaitu Acropora dan 6 jenis life
form non-Acropora. Life form Acropora yang
ditemukan antara lain acropora branching
(ACB) dan acropora tabulate (ACT). Jenis life
form acropora branching (ACB) hanya
ditemukan di stasiun 2 sedangkan acropora
tabulate(ACT) hanya ditemukan di stasiun 1.
Life form non-Acropora yang ditemukan
antara lain coral branching (CB), coral
encrusting (CE), coral foliose (CF), coral
massive (CM), coral mushroom (CMR), dan
coral submassive (CS). Jenis life form coral
branching (CB), coral encrusting (CE), coral
massive (CM), dan coral submassive (CS)
ditemukan di semua stasiun sedangkan coral
foliose (CF) hanya ditemukan di stasiun 1 dan
2, kemudian coral mushroom (CMR) hanya
ditemukan di stasiun 3. Pada stasiun 1 life
form didominasi oleh coral encrusting,
sedangkan stasiun 2 dan 3 didominasi oleh
coral branching. Coral branching dan coral
massive cenderung memiliki persentase
tutupan yang tinggi pada 3 stasiun. Tutupan
life form karang hidup yang ditemukan pada 3
stasiun diduga dapat menghasilkan rekrutmen
karang melalui mekanisme reproduksi.
Penentuan Tingkat Rekrutmen Karang
Tingkat rekrutmen karang serta life
form dan genus Scleractinian berdiameter
kurang dari 5 cm pada kedalaman + 8 meter di
Karang Mayit perairan Pasir Putih, ditentukan
berdasarkan total densitas karang Scleractinian
yang ditemukan. Tingginya densitas karang
merupakan suatu indikasi terjadinya
pemulihan kondisi terumbu karang (Lee,
2009). Tingkat rekrutmen karang akan
dibandingkan pada tiap substrat dengan
kestabilan berbeda. Substrat yang diduga
memiliki kestabilan tinggi adalah substrat
yang padat dimana rekruit karang cenderung
akan menempel pada kondisi substrat yang
padat, rekruit karang yang menempel pada
substrat yang mudah goyah terhadap arus akan
memiliki tingkat kesintasan rendah
(Richmond, 2007). Substrat coral memiliki
bentuk padat sehingga substrat ini diduga
merupakan substrat yang stabil, pada substrat
rubble memiliki bentuk pecahan karang yang
berasal dari karang mati dengan ukuran
panjang + 15-20 cm sehingga substrat ini
diduga merupakan substrat yang cukup stabil,
dan pada substrat sand memiliki bentuk
partikel pasir dengan ukuran < 2 mm sehingga
substrat ini diduga merupakan substrat yang
tidak stabil.
A. Rekrutmen Karang pada Substrat
Coral
Substrat coral dibagi menjadi 2 jenis
yaitu substrat coral yang didominasi oleh
death coral dan substrat coral yang didominasi
oleh life coral. Perbedaan antar substrat
didasarkan keberadaan organisme karang
disekitar rekrutmen yang memiliki
kemampuan memangsa partikel organik
tersuspensi seperti fitoplankton dan
zooplankton berukuran kecil dengan
menggunakan tentakel dan nematokistnya atau
disebut filter feeder (Nybakken, 1992). Karang
dengan ukuran polip terkecil + 1 mm mampu
memangsa plankton dengan ukuran 200-400
µm, sedangkan menurut Richmond (1997)
planula karang bersifat planktonik, dimana
larva planula memiliki ukuran diameter sangat
kecil sekitar 350-400 µm, sehingga larva
planula karang diduga akan dimangsa oleh
karang dewasa sebelum sempat untuk
menempel pada substrat (Palardy et al., 2006).
1. Rekrutmen Karang pada Substrat
Death Coral
Pada stasiun 1 densitas total rekrutmen
karang yang ditemukan adalah 8 ind/m2, total
densitas tersebut termasuk tinggi (high),
sedangkan pada stasiun 2 densitas totalnya 7,4
ind/m2
yang termasuk sedang (moderate), dan
pada stasiun 3 densitas totalnya 10,8 ind/m2
yang termasuk sangat tinggi (very high).
Rentang nilai densitas rekrutmen karang pada
substrat death coral adalah 7,4-10,8 ind/m2,
dimana tingkat rekrutmen karang pada
densitas tersebut adalah sedang (moderate)
sampai sangat tinggi (very high) (Engelhardt,
2001). Densitas rekrutmen karang yang
cenderung tinggi diduga karena karakteristik
substrat yang stabil, dimana planula tidak akan
menempel pada substrat yang tidak stabil,
terutama jika tersedia substrat yang lebih stabil
(Richmond, 1997). Selain itu, death coral
diduga memiliki kandungan kalsium karbonat
yang berasal dari rangka kapur karang yang
sudah mati sebelumnya, dimana larva planula
akan menempel pada permukaan aboral dari
substrat yang memiliki tekstur dan lapisan
kalsium karbonat yang dibutuhkan oleh karang
untuk proses kalsifikasi (Richmond, 1997).
Penempelan planula dimulai dengan larva
yang bersinggungan dengan substrat, lalu larva
akan menempatkan lapisan matriks organik
diikuti pembentukan endapan skeleton
karbonat (Richmond, 1997).
Pada substrat death coral, jumlah total
individu karang yang ditemukan adalah 131
individu yang terdiri dari 10 famili dan 22
genus dengan life form yang berbeda-beda.
Kemampuan suatu individu karang untuk
memilih substrat pada proses rekrutmen
bersifat spesifik dan tergantung pada
kesintasan masing-masing individu karang
(Soong, 2010).
Life form karang dengan densitas
tertinggi pada rekrutmen di semua stasiun
adalah life form encrusting dengan densitas
masing-masing adalah 4,4 ind/m2; 3,2 ind/m
2;
4,2 ind/m2. Hal ini diduga karena coral
encrusting memiliki bentuk life form merayap
dengan permukaan yang luas (Suharsono,
2004) sehingga coral encrusting mampu
tumbuh pada kondisi perairan yang memiliki
intensitas cahaya lebih rendah dimana
kecerahan rata-rata yang diukur 6,67 meter
sedangkan lokasi penelitian berada di dalam
kedalaman + 8 meter (Supriharyono, 2000).
Hal ini diduga menyebabkan densitas coral
encrusting cenderung tinggi.
Life form encrusting disusun oleh
genus Montipora, Pavona, Cyphastrea,
Porites, Echinopora, dan Goniastrea dengan
densitas tertinggi oleh genus Porites. Life form
lainnya yang menyusun rekrutmen karang
pada substrat death coral antara lain jenis
acropora branching, coral branching, coral
foliose, coral massive, coral mushroom, dan
coral submassive.
Genus rekrutmen karang dengan
densitas tertinggi yang ditemukan di semua
stasiun pada gambar 4.3 adalah genus Porites
dengan densitasnya masing-masing adalah 2,2
ind/m2; 2,8 ind/m
2; dan 6 ind/m
2. Hal ini
diduga karena Porites diketahui sebagai salah
satu karang yang bereproduksi dengan cara
brooding, larva yang dihasilkan melalui
mekanisme brooding sudah memiliki septa
dan alga zooxanthellae yang berkontribusi
sebagai penghasil energi bagi larva selama
proses penempelan (Richmond,1997) dengan
ukuran larva lebih besar sekitar 7-8 µm
sedangkan larva planula melalui mekanisme
spawning belum memiliki septa dan alga
zooxanthellae (Richmond,1997) dengan
memiliki ukuran 2-3 µm (Mate, 1997), hal ini
menyebabkan planula dari mekanisme
brooding mampu langsung menempel pada
substrat dan memiliki tingkat rekrutmen yang
cenderung tinggi (Richmond, 1997). Porites
juga mampu menghasilkan banyak larva
planula yaitu 1905-2015 (Mate, 1997) setiap
tahunnya dimana rata-rata genus dengan
mekanisme brooding lainnya antara 100-300
larva planula (Mate, 1997) sehingga Porites
memiliki tingkat rekrutmen yang lebih tinggi
(Moulding, 2005). Genus lainnya yang
menyusun rekrutmen karang pada substrat
death coral antara lain berasal dari family
Acroporidae, Agariciidae, Faviidae, Fungiidae,
Musiidae, Merulinidae, Pocilloporidae,
Oculinidae dan family Unknown 1.
2. Rekrutmen Karang pada Substrat
Life Coral
Substrat life coral yang menjadi obyek
pengamatan rekrutmen karang adalah yang
terdapat rubble atau death coral didalamnya.
Pengamatan tidak dilakukan pada substrat life
coral yang masih utuh, karena kondisi di
lokasi penelitian tidak ditemukan adanya
rekrutmen karang pada substrat tersebut, hal
ini diduga disebabkan kemampuan karang
untuk memangsa larva planula.
Pada stasiun 1 dan 2 densitas total
rekrutmen karang yang ditemukan berturut-
turut adalah 8,4 ind/m2 dan 9,8 ind/m
2, total
densitas tersebut termasuk tinggi (high),
sedangkan pada stasiun 3 densitas totalnya 4,2
ind/m2 yang termasuk rendah (low). Rentang
nilai densitas rata-rata rekrutmen karang pada
substrat life coral adalah 4,2-9,8 ind/m2,
dimana tingkat rekrutmen karang pada
densitas tersebut termasuk rendah (low)
sampai tinggi (high) (Engelhardt, 2001).
Substrat life coral merupakan substrat yang
stabil seperti death coral. Tetapi karang hidup
yang terdapat pada substrat memiliki
kemampuan untuk memangsa larva planktonik
karang sehingga diduga akan mengurangi
densitas karang, jumlah individu dan genus
pada rekrutmen menjadi lebih sedikit daripada
substrat death coral. Pada substrat life coral di
3 stasiun ditemukan 112 individu karang yang
terdiri dari 10 famili dengan 15 genus yang
memiliki life form yang berbeda-beda.
Life form dengan densitas tertinggi di
stasiun 1 adalah coral encrusting dengan
densitas 2,6 ind/m2. Life form coral encrusting
di stasiun 1 disusun oleh genus Montipora,
Echinopora, Goniastrea, Pectinia, dan Porites.
Densitas genus tertinggi yang menyusun life
form coral encrusting di stasiun 1 adalah
Porites.
Pada stasiun 2 dan 3 rekrutmen
didominasi oleh life form coral branching
dengan densitas masing-masing 6,4 ind/m2 dan
3,6 ind/m2. Hal ini diduga karena persentase
tutupan coral branching pada LIT yang
cenderung tinggi di tiap stasiun. Coral
branching disekitar lokasi mampu melakukan
reproduksi secara seksual melalui larva
maupun aseksual salah satunya fragmentasi.
Fragmentasi merupakan koloni baru yang
terbentuk dari patahan karang terutama pada
karang bercabang akibat faktor fisik seperti
ombak atau badai atau faktor biologi seperti
predasi. Patahan tersebut dapat menempel
kembali di dasar dan membentuk tunas serta
koloni baru (Timotius, 2003). Life form coral
branching pada stasiun 2 dan 3 disusun oleh
genus Montipora, Hydnophora, dan Porites.
Genus dengan densitas tertinggi yang
menyusun life form branching di stasiun 2 dan
3 adalah Porites.
Life form lainnya yang menyusun
rekrutmen karang pada substrat life coral
antara lain jenis acropora branching, coral
foliose, coral massive, coral mushroom, dan
coral submassive.
Pada stasiun 1 rekrutmen didominasi
oleh Montipora dengan densitas 2,4 ind/m2.
Genus Montipora diketahui melakukan
reproduksi secara spawning dimana Montipora
mampu menghasilkan telur sebanyak 2.223-
2.300 tiap tahunnya dengan ukuran telur 2,50
µm (Mate, 1997). Genus Montipora
mengeluarkan telur yang banyak dibandingkan
genus lainnya yang bereproduksi dengan
mekanisme spawning dengan rentangan telur
yang dihasilkan 9-180 telur, selain itu genus
Montipora memiliki pengecualian dimana
larva sudah memiliki alga zooxathellae yang
berkontribusi untuk memberikan energi selama
proses penempelan pada substrat (Richmond,
1997) sehingga hal ini diduga menjadi
penyebab Montipora memiliki densitas yang
tinggi. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3
rekrutmen didominasi oleh Porites dengan
densitas 6,8 ind/m2 dan 3,8 ind/m
2.
Keberadaan dari masing-masing individu di
tiap stasiun sangat dipengaruhi kemampuan
sintas pada masing-masing individu karang
(Soong, 2010).
Genus lainnya yang menyusun
rekrutmen karang pada substrat life coral
antara lain berasal dari family Acroporidae,
Astrocoeniidae, Faviidae, Fungiidae,
Merulinidae, Pectinidae, Oculinidae dan
family Unknown 2.
B. Rekrutmen Karang pada Substrat
Rubble
Total densitas rekrutmen karang yang
ditemukan berturut-turut pada stasiun 1,2, dan
3 adalah 6,4 ind/m2; 6,8 ind/m
2; dan 5,4 ind/m
2
kriteria densitas tersebut termasuk sedang
(moderate). Rentang nilai densitas rata-rata
rekrutmen karang pada substrat rubble adalah
5,4-6,8 ind/m2, dimana tingkat rekrutmen
karang pada densitas tersebut termasuk sedang
(moderate) (Engelhardt, 2001).
Densitas rekrutmen karang termasuk
dalam kriteria sedang (moderate) diduga
karena karakteristik substrat yang kurang
stabil, sehingga mempengaruhi kekuatan
penempelan matriks organik larva pada
substrat (Richmond, 1997). Tetapi rubble
masih memungkinkan menjadi tempat
menempel bagi rekrutmen (Abrar, 2005)
karena rubble diduga memiliki lapisan kalsium
karbonat dari rangka kapur karang mati
sebelumnya yang dideteksi melalui lapisan
luar larva saat tahap penempelan pada substrat.
Karang membutuhkan kalsium karbonat untuk
pembentukan rangka kapur sehingga diduga
substrat rubble masih memungkinkan menjadi
tempat penempelan karang. Pada substrat
rubble di 3 stasiun ditemukan 93 individu
karang yang terdiri dari 9 famili dengan 17
genus yang memiliki life form yang berbeda-
beda. Jumlah individu yang ditemukan lebih
sedikit dari substrat life coral tetapi memiliki
jumlah genus yang hampir sama.
Life form karang dengan densitas
tertinggi pada rekrutmen di stasiun 1 adalah
encrusting dan massive dengan densitas 2
ind/m2. Life form encrusting juga diketahui
memiliki densitas tertinggi di stasiun 3 yaitu
2,6 ind/m2. Sedangkan life form dengan
densitas tertinggi di stasiun 2 adalah coral
branching yaitu 3 ind/m2. Tingginya densitas
rekrutmen coral branching di stasiun 2 diduga
berasal dari reproduksi seksual dan aseksual
coral branching disekitar rekrutmen. Coral
branching pada stasiun 2 disusun oleh genus
Montipora, Hydnophora, dan Porites dengan
densitas tertinggi oleh genus Porites.
Life form coral encrusting di stasiun 1
disusun oleh genus Favites, Goniastrea,
Porites, genus 1 family Faviidae, dan Genus 1
family Unknown 1 dengan densitas tertinggi
oleh genus Porites. Hal ini diduga karena
Porites diketahui sebagai salah satu karang
yang bereproduksi dengan cara brooding dan
mampu menghasilkan banyak larva planula
tiap tahunnya sehingga memiliki tingkat
rekrutmen yang lebih tinggi dari jenis lainnya
(Lee, 2009).
Densitas coral massive tinggi di
stasiun 1. Densitas coral massive disusun oleh
genus Favia, Favites, Goniastrea, Montastrea,
Blastomussa, dan Galaxea. Keberadaan dari
masing-masing individu di tiap stasiun sangat
dipengaruhi kemampuan sintas pada masing-
masing individu karang (Soong, 2010).
Genus karang dengan densitas
tertinggi pada rekrutmen yang ditemukan di
semua stasiun pada substrat rubble sama
dengan pada substrat death coral yaitu genus
Porites dengan densitasnya masing-masing
adalah 2 ind/m2; 3,8 ind/m
2; dan 2,6 ind/m
2.
Selain Porites, genus lain yang menyusun
rekrutmen karang pada substrat rubble antara
lain berasal dari genus Acroporidae, Faviidae,
Fungiidae, Musiidae, Poritidae, Oculinidae
dan family Unknown 1.
C. Rekrutmen Karang pada Substrat
Sand
Pada stasiun 1 densitas total rekrutmen
karang yang ditemukan adalah 4,4 ind/m2,
total densitas tersebut termasuk rendah (low),
sedangkan pada stasiun 2 densitas totalnya 5,4
ind/m2 yang termasuk sedang (moderate), dan
pada stasiun 3 densitas totalnya 1,8 ind/m2
yang termasuk sangat rendah (very low).
Rentang nilai densitas rata-rata rekrutmen
karang pada substrat sand adalah 1,8-5,4
ind/m2, dimana tingkat rekrutmen karang pada
densitas tersebut termasuk sangat rendah (very
low) sampai sedang (moderate) (Engelhardt,
2001). Densitas karang cenderung rendah pada
rekrutmen di substrat sand yaitu ditemukan 58
individu karang yang terdiri dari 6 famili
dengan 11 genus yang memiliki life form yang
berbeda-beda, hal ini diduga karena
karakteristik substrat yang tidak stabil
terhadap arus, sedangkan karang akan lebih
survive jika menempel pada substrat yang
stabil (Hubbart, 1997). Selain itu sand diduga
memiliki kandungan kalsium karbonat yang
lebih rendah dari substrat lainnya karena sand
berasal dari pelapukan karang dan cangkang-
cangkang hewan laut (Hubbart, 1997).
Kandungan kalsium karbonat diduga masih
terdapat pada sand dari pelapukan cangkang
atau koloni karang, hanya kandungannya lebih
sedikit daripada substrat yang berasal dari
karang mati. Sehingga sedikit larva planula
yang mampu untuk sintas pada substrat
tersebut, hal ini mempengaruhi proses
metamorfosis pada karang, dimana
pembentukan kalsium karbonat akan dimulai
dari bagian basal sampai pada bagian mulut
dalam proses pembentukan polip pertama pada
karang (Richmond, 1997).
Pada stasiun 1 dan 3 life form dengan
densitas tertinggi adalah encrusting dengan
densitas 2 ind/m2 dan 1,2 ind/m
2, sedangkan
pada stasiun 2 adalah branching dengan
densitas 3,4 ind/m2. Life form coral encrusting
di stasiun 1 dan 3 disusun oleh genus
Montipora, Cyphastrea, Favia, Favites,
Porites, dan Stylocoeniella. Coral branching
pada stasiun 2 disusun oleh genus Montipora
dan Porites. Life form lainnya yang menyusun
rekrutmen karang pada substrat rubble antara
lain jenis coral foliose, coral massive, dan
coral mushroom.
Genus karang dengan densitas
tertinggi pada rekrutmen yang ditemukan di
semua stasiun pada substrat sand sama dengan
substrat death coral dan rubble sebelumnya
yaitu genus Porites dengan densitasnya
masing-masing adalah 2,2 ind/m2; 4 ind/m
2;
dan 0,8 ind/m2. genus lain yang menyusun
rekrutmen karang pada substrat sand antara
lain berasal dari genus Acroporidae,
Astrocoeniidae, Faviidae, Fungiidae,
Musiidae, dan Poritidae.
Hubungan Tipe Substrat dengan Tingkat
Rekrutmen Karang
Tingkat rekrutmen karang ditentukan
melalui rentang densitas, luas, penutupan dan
jumlah karang yang ditemukan pada
rekrutmen di tiap substrat. Luas, penutupan,
dan jumlah karang, serta tingkat rekrutmen
karang pada tiap substrat dijabarkan dalam
tabel 3.
Tabel 3 Luas, penutupan, densitas, dan tingkat
rekrutmen karang setiap substrat
Pada tabel 3 diketahui bahwa tingkat
rekrutmen yang cenderung tinggi adalah pada
substrat coral yang didominasi oleh death
coral dengan densitas 7,4-10,8 ind/m2; pada
substrat coral yang didominasi oleh life coral
tingkat rekrutmennya antara rendah (low)
sampai tinggi (high) dengan densitas 4,2-9,8
ind/m2, pada rubble tingkat rekrutmennya
sedang (moderate) dengan densitas 5,4-6,8
ind/m2, dan rekrutmen karang cenderung
rendah (very low-moderate) pada sand dengan
densitas 1,8-5,4 ind/m2. Jumlah individu
karang pada rekrutmen di substrat coral yang
didominasi oleh death coral cenderung tinggi
(moderate-very high) dengan jumlah genus
yang ditemukan ada 22 genus, sedangkan pada
coral yang didominasi oleh life coral memiliki
15 genus, substrat rubble memiliki 17 genus,
dan pasir hanya memiliki 11 genus dengan
jumlah individu karang cenderung sedikit.
Substrat coral yang didominasi oleh death
coral memiliki densitas serta individu dan
genus yang cenderung tinggi daripada jenis
substrat lainnya. Hal ini diduga karena kondisi
pada substrat coral yang didominasi oleh
death coral adalah stabil. Tingkat keberhasilan
rekrutmen karang dipengaruhi oleh keadaan
substrat, dimana planula cenderung akan
menempel pada substrat yang lebih stabil
(Richmond, 1997). Selain itu karang juga akan
mengalami pertumbuhan yang lebih cepat
pada substrat dengan tingkat kestabilan yang
tinggi (Birkeland, 1997).
Pada substrat coral yang didominasi
oleh life coral memiliki kondisi yang stabil
seperti coral yang didominasi oleh death
coral, tetapi karang hidup yang terdapat pada
substrat memiliki kemampuan untuk
memangsa larva planktonik karang dimana
larva planula karang kemungkinan akan
dimangsa oleh karang dewasa sebelum sempat
untuk menempel pada substrat, sehingga
diduga akan mengurangi densitas karang pada
rekrutmen (Palardy et al., 2006).
Substrat rubble memiliki bentuk
bercabang-cabang dengan ukuran panjang +
15-20 cm, sedangkan substrat sand yang
ditemukan di lokasi memiliki ukuran yang
lebih kecil dari jenis gravel < 2 mm. Hal ini
menyebabkan substrat rubble dan sand kurang
stabil terhadap arus. Substrat yang mudah
goyah terhadap arus atau gelombang akan
mempengaruhi rekrutmen, pertumbuhan, dan
ketahanan pada karang. Penempelan matriks
organik pada karang akan terganggu, sehingga
karang akan memiliki ketahanan untuk hidup
yang rendah (Richmond, 1997). Hal ini diduga
menyebabkan densitas, jumlah individu, dan
jumlah genus yang ditemukan di substrat
rubble dan sand lebih sedikit.
Perbandingan densitas rata-rata karang
pada rekrutmen tiap substrat di lokasi Karang
Mayit dijabarkan dalam gambar 1.
Gambar 1 Grafik perbandingan densitas rata-
rata karang pada rekrutmen tiap substrat di
lokasi Karang Mayit.
Jenis life form rekrutmen karang yang
ditemukan pada lokasi Karang Mayit adalah
jenis Acropora dan non-Acropora. Life form
Acropora yang ditemukan antara lain
acropora branching (ACB), acropora tabulate
(ACT), dan acropora encrusting (ACE). Pada
life form non-Acropora ditemukan jenis coral
branching (CB), coral encrusting (CE), coral
foliose (CF), coral massive (CM), coral
mushroom (CMR), dan coral submassive
(CS).
Pada rekrutmen karang jenis life form
Acropora, memiliki nilai densitas sangat
rendah dibandingkan dengan jenis life form
non-Acropora. Pada life form acropora
branching hanya ditemukan pada substrat
karang, sedangkan life form acropora
encrusting hanya ditemukan pada substrat
rubble. Rekrutmen karang jenis Acropora
relatif sangat sedikit ditemukan pada lokasi
penelitian, hal ini diduga karena kondisi
tutupan karang life form Acropora hanya
ditemukan di beberapa stasiun dengan
presentase tutupan yang kecil, sehingga
rekrutmen yang ditemukan juga sedikit. Pada
rekrutmen acropora encrusting, tidak
ditemukan tutupan karang acropora
encrusting disekitar lokasi. Hal ini diduga
karena Acropora memiliki mekanisme
reproduksi spawning dimana larva Acropora
membutuhkan waktu 3-4 minggu untuk
pembentukan septa sebelum memulai
menempel pada substrat (Richmond, 1997)
sehingga diduga induk dari rekrutmen
acropora encrusting yang ditemukan berada
pada lokasi yang jauh. Selain itu, Acropora
merupakan koloni karang yang memiliki
ukuran polip relatif kecil, sehingga Acropora
hanya mampu hidup pada lokasi yang paling
optimum untuk pertumbuhan karang (Lukan et
al, 2009). Parameter kondisi kecerahan hanya
mencapai kedalaman 6,67 meter sedangkan
lokasi penelitian berada pada kedalaman 8
meter, hal ini diduga mengakibatkan stres
pada Acropora sehingga karang jenis
Acropora sedikit ditemukan di lokasi tersebut.
Cahaya yang kurang pada Acropora akan
mengakibatkan stres berupa berkurangnya
jumlah koloni, hal ini diduga mempengaruhi
reproduksi pada Acropora dimana akan
mengurangi kemampuan pembentukan tunas
serta jumlah larva yang dikeluarkan oleh
Acropora mengalami penurunan (Kojis, 2006).
Karang jenis life form non-acropora
ditemukan di semua substrat kecuali coral
submassive yang tidak ditemukan pada
substrat sand. Hal ini diduga disebabkan
karena substrat sand memiliki kestabilan yang
rendah, sehingga sedikit individu karang yang
ditemukan pada substrat tersebut. Life form
karang pada rekrutmen yang cenderung tinggi
densitasnya di tiap substrat adalah coral
branching dan coral encrusting. Genus
penyusun rekrutmen coral encrusting dengan
densitas yang cenderung tinggi antara lain
adalah Porites dan Montipora. Pada Porites
diketahui bahwa mekanisme reproduksinya
adalah melalui brooding, dimana larva
Porites sudah memiliki septa dan alga
zooxanthellae yang berkontribusi sebagai
penghasil energi bagi larva selama proses
penempelannya (Richmond,1997) sehingga
larva Porites mampu untuk langsung
menempel pada substrat dan memiliki tingkat
rekrutmen yang cenderung tinggi (Richmond,
1997). Porites juga mampu menghasilkan
banyak larva planula setiap tahunnya sehingga
memiliki tingkat rekrutmen yang cenderung
lebih tinggi (Moulding, 2005). Pada
Montipora diketahui bahwa mekanisme
reproduksinya adalah melalui spawning
dimana Montipora mampu menghasilkan
banyak sel telur untuk tiap tahunnya (Mate,
1997). Genus Montipora mengeluarkan telur
yang banyak dibandingkan genus lainnya yang
bereproduksi dengan mekanisme spawning
selain itu genus Montipora memiliki
pengecualian dimana larva sudah memiliki
alga zooxathellae yang berkontribusi untuk
memberikan energi selama proses penempelan
pada substrat (Richmond, 1997), sehingga hal
ini diduga menjadi penyebab Montipora
memiliki densitas tinggi.
Pada coral branching densitas
rekrutmennya yang cenderung tinggi diduga
karena kondisi persentase tutupan coral
branching yang juga tinggi pada lokasi Karang
Mayit. Rekrutmen yang ditemukan diduga
berasal dari tutupan coral branching
disekitarnya yang mengalami fragmentasi.
Fragmentasi tersebut dapat diakibatkan faktor
fisik seperti ombak atau badai atau faktor
biologi seperti predasi. Patahan tersebut dapat
menempel kembali di dasar dan membentuk
tunas serta koloni baru (Timotius, 2003).
Karang jenis life form coral massive
juga memiliki persentase tutupan yang
cenderung tinggi pada 3 stasiun, tetapi
rekrutmen coral massive memiliki densitas
yang lebih rendah daripada coral branching
yang sebelumnya juga memiliki persentase
tutupan yang cenderung tinggi. Hal ini diduga
karena coral massive memiliki bentuk
reproduksi aseksual yang berbeda dengan
coral branching, dimana coral massive tidak
mampu melakukan fragmentasi, coral massive
hanya mampu bereproduksi dengan cara polip
bailout, yaitu bagian coenosarc pada karang
yang keluar dari skeletonnya dan terbawa arus
didalam kolom air sampai berkontak dengan
permukaan substrat kemudian menempel, tipe
reproduksi ini membutuhkan pembentukan
kalsium karbonat sebagai rangka kapur karang
dari awal (Richmond. 1997). Sehingga
pertumbuhan rekrutmen pada coral massive
cenderung lebih rendah daripada coral
braching yang memiliki rangka kalsium
karbonat dari koloni sebelumnya, hal ini
diduga menyebabkan tingkat rekrutmen coral
branching lebih rendah daripada coral
branching.
Life form dengan densitas rekrutmen
yang cenderung tinggi yaitu coral branching
dan coral encrusting disusun oleh family
Acroporidae, Agariciidae, Astrocoeniidae,
Faviidae, Musiidae, Oculinidae, Pectinidae,
Pocilloporidae, dan Poritidae. Genus-genusnya
antara lain Acropora, Montipora sampai pada
genus Seriatopora dan Porites. Densitas genus
yang menyusun rekrutmen karang pada
masing-masing substrat dijabarkan pada
gambar 2.
Gambar 2 Grafik densitas genus rekrutmen
karang tiap substrat
Genus yang memiliki densitas tertinggi pada
rekrutmen di tiap substrat adalah Porites.
Koloni Porites yang ditemukan memiliki
bentuk encrusting dan branching. Koralitnya
kecil dengan tiga septa yang menyatu (triplet)
dan satu pali (Suharsono, 2004). Porites
diketahui sebagai salah satu karang yang
bereproduksi dengan cara brooding, larva yang
dihasilkan melalui mekanisme brooding sudah
memiliki septa dan alga zooxanthellae yang
berkontribusi sebagai penghasil energi bagi
larva selama proses penempelannya
(Richmond,1997) dengan ukuran larva lebih
besar sekitar 7-8 µm sedangkan larva planula
melalui mekanisme spawning belum memiliki
septa dan alga zooxanthellae (Richmond,1997)
dengan memiliki ukuran 2-3 µm (Mate, 1997),
hal ini menyebabkan planula dari mekanisme
brooding mampu langsung menempel pada
substrat dan memiliki tingkat rekrutmen yang
cenderung tinggi (Richmond, 1997). Porites
juga mampu menghasilkan banyak larva
planula yaitu 1905-2015 (Mate, 1997) setiap
tahunnya dimana rata-rata genus dengan
mekanisme brooding lainnya antara 100-300
larva planula (Mate, 1997) sehingga memiliki
tingkat rekrutmen yang lebih tinggi
(Moulding, 2005). Tetapi Porites merupakan
kompetitor yang lemah bagi karang lainnya
dan dia tidak mampu untuk berkembang
sebesar karang massive. Walaupun tingkat
rekrutmen karang tipe massive sangat rendah,
tetapi memiliki tingkat kesintasan yang
cenderung lebih tinggi. Sehingga tingginya
rekrutmen Porites tersebut belum tentu
berhasil untuk mencapai tahap dewasa
(Moulding, 2005).
IV Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini
adalah tingkat rekrutmen karang dengan
densitas 7,4-10,8 ind/m2 dengan kriteria
sedang (moderate) sampai sangat tinggi (very
high) dijumpai pada substrat coral dengan
dominasi death coral. Tingkat rekrutmen
karang dengan densitas 4,2-9,8 ind/m2 dengan
kriteria rendah (low) sampai tinggi (high)
dijumpai pada substrat coral dengan dominasi
life coral. Tingkat rekrutmen karang dengan
densitas 5,4-6,8 ind/m2 dengan kriteria sedang
(moderate) dijumpai pada substrat rubble.
Tingkat rekrutmen karang dengan densitas 1,8-
5,4 ind/m2
dengan kriteria sangat rendah (very
low) sampai sedang (moderate) dijumpai pada
substrat sand.
Densitas tertinggi life form karang
pada rekrutmen di substrat death coral dan
rubble adalah coral encrusting. Densitas
tertinggi life form karang pada rekrutmen di
substrat sand dan life coral adalah coral
branching.
Genus karang dengan densitas tertinggi di
semua substrat adalah Porites.
V Daftar Pustaka
Abrar, M. 2005. Pemulihan Populasi Karang
Setelah Pemutihan di Perairan Sipora
kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Widyariset, Vol. 8, No 1, 2005.
Azkab, M.H., A. Budiyanto, Yahmantoro, H.
Mudji W. 1996. Laporan Penelitian
Konservasi Terumbu Karang dan
Ekosistemnya di Perairan Jawa Timur.
Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanologi – LIPI
dan PT. Primamustika Surya
Mandiri.
Birkeland, C. 1977. The Importance of Rate of
Biomass Accumulation in Early
Successional Stages of Benthic
Communities to the Survival of Coral
Recruits. Coral Reef Symp: Miami.
Coremap, 2006. Modul Pengenalan Terhadap
Ekosistem Terumbu Karang.
Coremap fase II Kabupaten
Selayar-Yayasan Lanra Link
Makassar: Benteng.
Engelhardt, U. 2001. Monitoring Protocol for
Assessing the Status and Recovery
Potential of Scleractinian Coral
Communities on Reefs Affected by
Major Ecological Disturbances.
Reefcare International: Australia.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker (ed.).
1994. Survei Manual for Tropical
Marine Research. Townsville:
ASEAN-Australia Marine Science
Project Australian Institute of
Marine Science: Australia.
Golbuu, Yimnang and Robert H. Richmond.
Substratum Preferences in Planula
Larvae of Two Species of Scleractinian
Coral, Goniastrea retiformis and
Stylarea punctata. University of Hawaii:
Manoa. Mar BiolDOI 10.1007/s00227-
007-0717-x
Hill, Josh and Clive Wilkinson. 2004. Methods
for Ecological Monitoring of Coral
Reefs. Australian Institute of
Marine Science: Australia.
Hubbard, Dennis K. 1997. Reefs as Dynamic
Systems in Life and Death of Coral
Reefs. Chapman and Hall 115 Fifth
Avenue: New York.
Ikawati, Yuni. Puji S. Hanggarwati, Hening
Parlan, Hendrati Handini, Budiman
Siswodihardjo. 2001. Terumbu Karang
di Indonesia. Masyarakat. Penulis
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi:
Jakarta.
Indraswati, Evi., dkk. 2006. INCL Indonesia:
Indonesian Nature Conservation News
Letter 9-44b.
Johan, Ofri. 2003. Sistematika dan Teknik
Identifikasi Karang. PSK-UI, Yayasan
TERANGI, IOI-Indonesia: Jakarta.
Kojis, Barbara L. and Norman J. Quinn, 2006.
Evaluating the potential of natural
reproduction and artificial techniques
to increase Acropora cervicornis
populations at Discovery Bay,
Jamaica. University of the West
Indies: Jamaica. Rev. Biol. Trop. (Int.
J. Trop. Biol. ISSN-0034-7744) Vol.
54
Kordi, M. Ghufran. 2010. Ekosistem Terumbu
Karang. Rineka Cipta: Jakarta.
Lee, C.S, J. Walford, B. P. L. Goh.2009.
Adding Coral Rubble to Substrata
Enhances Settlement of Pocillopora
damicornis Larvae. Nation Institute of
Education, Nanyang Technological
University: Singapore, Coral Reefs
(2009) 28:529–533.
Lukan, 2009. Plating Montipora Coral.
http://animal-
world.com/encyclo/information/refere
nces-marine-reef.php. diakses pada 30
Juni 2011 jam 18.00.
Mallela, J. And C. T. Perry, 2006. Calcium
carbonate budgets for two coral reefs
affectedby different terrestrial runoff
regimes, Rio Bueno, Jamaica.
Menchester Metropolitan University:
Menchester. Coral ReefsDOI
10.1007/s00338-006-0169-7
Mate, Juan L., 1997. New Reports on the
Timing and Mode of Reproduction
of Hawaiian Coral. University of
Miami: Miami.
Moulding, Alison L. 2005. Coral Recruitment
Patterns in the Florida Keys.
Rosenstiel School of Marine and
Atmospheric Science, Division of
Marine Biology and Fisheries, 4600
Rickenbacker Causeway: Miami, Rev.
Biol. Trop. (Int. J. Trop. Biol. ISSN-
0034-7744) Vol. 53 (Suppl. 1): 75-82,
May 2005.
Norstrom, A.V, J. Lokrantz, M. Nystrom, H.
T. Yap. 2006. Infuence of Dead Coral
Substrate Morphology on Patterns of
Juvenile Coral Distribution.
Departement of System Ecology,
Stockholm University: Sweden. Mar
Biol (2007) 150:1145–1152.
Nybakken. (1992). Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologi. Gramedia :
Jakarta.
Richmond, Robert H. 1997. Reproduction
and Recruitment in Corals: Critical
Links in The Persistence of Reefs in
Life and Death of Coral Reefs.
Chapman and Hall 115 Fifth Avenue:
New York.
Soong, Keryea and Kum-Ming Kuo, 2010.
Post-Settlement Survival of Reef Coral
Juveniles in Southern Taiwan. Institute
of Marine Biology, National Sun Yat-
sen University, Kaohsiung 804:
Taiwan. Zoological Studies 49(6):
xxx-xxx Suharsono. 2004. Jenis-Jenis Karang di
Indonesia. Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI COREMAP
Program: Jakarta.
Supriharyono, 2004. Growth Rates of the
Massive Coral Porites lutea Edward and
Haime, On the Coast of Bontang, East
Kalimantan, Indonesia. Universitas
Diponogoro: Semarang. Volume 7,
Number 3, June 2004 : 143-155 Supriharyono, 2000. Pengelolaan Ekosistem
Terumbu Karang. Djambatan: Jakarta.
Timotius, Silvianita. 2003. Biologi Terumbu
Karang. Yayasan Terumbu Karang
Indonesia, TERANGI: Jakarta.
Tomaschik, Tomas, 1991. Settlement patterns
of Caribbean scleractinian corals on
artificial substrata along a
eutrophication gradient, Barbados,
West Indies. Bellairs Research
Institute of McGill University.:
Barbados. MARINE ECOLOGY
PROGRESS SERIES Vol. 77: 261-
269, 1991 Veron, J.E.N., 1993. Coral of Australia and
The Indo-Pacific. University of
Hawaii Press: Honolulu
Victoryus, Arnold. 2008. Korelasi antara
Densitas Diadema setosum dan
Tutupan Karang di Perairan Pasir
Putih Kecamatan Bungatan
Situbondo Jawa Timur, Skripsi.
Program Studi Biologi FMIPA ITS.
top related