tesis - unhasdigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/digital... · 2021. 3. 4. · kata kunci...
Post on 15-Mar-2021
16 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
TESIS
PENGARUH BEBAN KERJA DENGAN MENGGUNAKANMETODE NASA TASK LOAD INDEX (TLX) DAN STRES KERJA
TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI VARIABELINTERVENING KEPUASAN KERJA
PADA PT. PLN (Persero) AREA MAKASSAR UTARA
MUHAMMAD YOGIE WIRATMOKOP2100215052
Kepada
PROGRAM MAGISTER MANAJEMENFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2017
2
ABSTRAK
Pengaruh Beban Kerja dengan menggunakan Metode Nasa Task Load Index(TLX) dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Melalui
Variabel Intervening Kepuasan Kerja Pada PT. PLN (Persero)Area Makassar Utara
Muhammad Yogie WiratmokoIdayanti Nursyamsi
Andi Ratna Sari Dewi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengenalisis pengaruh beban kerjadengan menggunakan metode Nasa TLX terhadap kepuasan kerja karyawan. Untukmengetahui dan menganalisis pengaruh stres kerja terhadap kepuasan kerjakaryawan. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh beban kerja denganmenggunakan metode Nasa Task Load Index terhadap kinerja karyawan Untukmengetahui dan menganalisis pengaruh stres kerja terhadap kinerja karyawan. Untukmengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan terhadap kinerja karyawan. Teknikpengolahan data digunakan dengan metode Nasa TLX dan Software Smart PLS.Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kuantitatif, uji kelayakaninstrumen penelitian, analisis path, pengujian hipotesis, dan analisis jalur. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan karyawan di PT PLN AreaMakassar Utara memiliki beban kerja tinggi dengan menggunakan metode Nasa TLXdan beban kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerjakaryawan pada perusahaan PT. PLN (Pesero) Area Makassar Utara. Hasil penelitianmenemukan bahwa stress kerja mempunyai pengaruh yang negatif tetapi signifikanterhadap kepuasan kerja karyawan pada perusahaan PT. PLN (Pesero) AreaMakassar Utara. Beban kerja mempunyai pengaruh yang positif dan signifikanterhadap kinerja karyawan pada perusahaan PT. PLN (Pesero) Area Makassar Utara.Stres kerja mempunyai pengaruh yang negatif terhadap kinerja karyawan padaperusahaan PT. PLN (Pesero) Area Makassar Utara. Kepuasan kerja mempunyaipengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada perusahaan PT. PLN(Pesero) Area Makassar Utara.
Kata Kunci : Beban Kerja, Nasa TLX, Stres Kerja, Kinerja Karyawan,Kepuasan Kerja
3
ABSTRACT
The Effect of Workload by Using the Nasa (TLX) and Working Stress onEmployee Performance ThroughIntervening Variable Job Satisfaction
At PT. PLN (Persero) North Makassar Area
Muhammad Yogie WiratmokoIdayanti Nursyamsi
Andi Ratna Sari Dewi
This study aims to determine and recognize the influence of workload by using theNasa TLX method of employee job satisfaction. To know and analyze the effect of jobstress on employee job satisfaction. To know and analyze the influence of workloadby using Nasa Task Load Index method to employee performance To know andanalyze the effect of job stress on employee performance. To know and analyze theeffect of satisfaction on employee performance. Data processing techniques usedwith the Nasa TLX and Software Smart PLS. Data analysis techniques used arequantitative analysis, feasibility study instrument, path analysis, hypothesis testing,and path analysis. The results showed that almost all employees in PT PLN AreaNorth Makassar has a high workload using Nasa TLX method and workload has apositive and significant impact on employee job satisfaction at the company PT. PLN(Pesero) Area Makassar North. The results of the study found that job stress had anegative but significant effect on employee job satisfaction at PT. PLN (Pesero) AreaMakassar North. Workload has a positive and significant impact on employeeperformance at PT. PLN (Pesero) Area Makassar North. Job stress has a negativeeffect on employee performance at PT. PLN (Pesero) Area Makassar North. Jobsatisfaction has a positive and significant impact on employee performance at PT.PLN (Pesero) Area Makassar North.
Keywords: Workload, Nasa TLX , Job Stress, Employee Performance,Job satisfaction
4
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang tiada akan pernah habis kupanjatkan atas segala nikmat
dan karuniahnya yang masih dicurahkan oleh Allah semesta alam. Allah tempatku
meminta dan tempatku memohon, Allah yang penuh cinta dan penuh kasih sayang,
Allah SWT. Shalawat dan salam terkirim pula kepada Allah, Nabi Muhammad, SAW.
sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.
Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada
PT. PLN (Persero) Area Makassar Utara. Dalam penyusunan tesis ini peneliti banyak
menghadapi kendala, mulai dari penyusunan proposal; pelaksanaan penelitian
sampai pada penyusunan hasil penelitian terutama keterbatasan pengetahuan
peneliti, namun hal itu dapat teratasi berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak,
sehingga tesis ini dapat selesai tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini peneliti
dengan tulus menyampaikan hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Idayanti Nursyamsi, SE.,M.Si., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Ibu Dr. Hj. Andi Ratna Sari Dewi, SE, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing
kedua yang telah membantu membimbing dan mengarahkan peneliti ke arah
penyempurnaan tesis ini.
2. Bapak. Dr. Jusni., S.E., M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Makassar yang telah memberikan bantuan dan arahan selama dalam
penyelesaian tesis ini.
3. Para dosen pengajar, dosen penguji dan staf pendukung studi Magister
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin yang telah
membantu peneliti hingga akhir studi.
5
4. Pimpinan beserta staf dan jajaran PT. PLN (Persero) Area Makassar Utara yang
telah menerima dan memberikan data-data yang diperlukan untuk tujuan
penelitian.
5. Kedua orang tua dan keluarga besar yang ada di pulau jawa tercinta yang dengan
tulus ikhlas telah mendidik dan memberikan pengorbanan yang tak ternilai
dengan segenap do’a dan cintanya.
6. Atasan langsung saya Denny Ariefinardi yang telah memberikan toleransi waktu
begitu banyak sehingga bisa terselesaikannya penelitian ini dan rekan kerja
bidang pengembangan SDM Wilayah Sulselrabar yang telah membantu
memberikan dukungan dan doa dalam menyelesaikan Tesis ini.
7. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu persatu yang
telah memberikan bantuan dan dukungannya selama proses belajar berlangsung.
Dalam penyusunan tesis ini, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun dari berbagai pihak untuk kesempurnaan isi tesis ini, dan
semoga semua bantuan yang diberikan dapat menjadi amal ibadah di sisi Allah SWT.
Harapan peneliti, semoga tesis ini mempunyai banyak manfaat bagi semua pihak,
utamanya bagi peneliti dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan
datang.
Makassar , Agustus 2017
Peneliti
6
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................. 10
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................. 11
1.4. ManfaatPenelitian ................................................................ 11
1.4.1 Manfaat Teoritis ......................................................... 11
1.4.2 Manfaat Praktis .......................................................... 12
1.5. Ruang Lingkup Batasan Penelitian ...................................... 12
1.6. Definisi Istilah ...................................................................... 12
1.7. Sistematika Penulisan ......................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 15
2.1. Tinjauan Teori dan Konsep .................................................. 15
2.1.1 Pengertian Manajemen SDM ........................................ 15
2.1.2 Pengertian Beban Kerja ................................................ 18
2.1.3 Pengukuran Beban Kerja .............................................. 22
2.1.4 Faktor Pengaruh Beban Kerja ...................................... 26
2.1.5 Dampak Beban Kerja ................................................... 30
2.1.6 Pengertian Stres Kerja ................................................. 30
2.1.7 Faktor Penyebab Stres Kerja ....................................... 34
2.1.8 Tingkat Stres Kerja ........................................................ 38
2.1.9 Pengertian Kinerja Karyawan ....................................... 42
2.1.10 Pengertian kepuasa Kerja ........................................... 47
2.1.11 Faktor Mempengaruhi Kepuasan Kerja .................... 56
2.2 Tinjauan Empiris.................................................................. 63
BAB III KERANGKA DAN KONSEPTUAL .............................................. 70
3.1 Kerangka Konseptual .......................................................... 70
3.2 Hipotesis ............................................................................ 72
7
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................... 78
4.1. Rancangan Penelitian .......................................................... 78
4.2. Waktu Penelitian ................................................................ 78
4.3. Populasi dan Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..... 78
4.4. Jenis dan Sumber Data ..................................................... 79
4.5. Metode Pengumpulan Data ................................................. 80
4.6. Metode Pengolahan Data ……………………………………… 81
4.7. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...................... 84
4.8. Instrumen Penelitian ........................................................... 86
4.9. Teknik Analisis Data ........................................................... 87
BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN....................................... 92
5.1. Deskripsi Data...................................................................... 92
5.1.1. Gambaran Umum Perusahaan................................... 92
5.1.2 Struktur Organisasi .................................................... 93
5.2. Hasil Penelitian .................................................................... 94
5.2.1 Gambaran Umum Responden..................................... 94
5.2.2 Pengolahan Beban Kerja dengan Nasa TLX .............. 97
5.2.3 Deskripsi Variabel Penelitian....................................... 106
5.2.4 Analisis Kuantitatif ...................................................... 113
5.3 Pembahasan Hasil Penelitian ............................................... 125
BAB VI PENUTUP................................................................................... 136
6.1. Kesimpulan .......................................................................... 136
6.2. Saran.................................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 139
8
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Data Formasi Jabatan dan Kondisi Eksisteing Pegawai padaPT. PLN (Persero) Area Makassar Utara .................................................. 7
Tabel 1.2 Pencapaian Kinerja Karyawan padaPT. PLN (Persero) Area Makassar Utara .............................................. 9
Tabel 2.1 Perbandingan Berpasangan Untuk Indikator Nasa TLX ........................... 24Tabel 2.2 Tahap Pemberian Peringkat / Rating ......................................................... 25Tabel 2.3 Nilai Beban Kerja ....................................................................................... 26Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 64Tabel 4.1 Perbandingan Berpasangan Untuk Indikator Nasa TLX ............................ 82Tabel 4.2 Tahap Pemberian Peringkat / Rating ....................................................... 83Tabel 4.3 Nilai Beban Kerja ....................................................................................... 84Tabel 4.4 Definisi Operasional Variabel ..................................................................... 85Tabel 4.5 Skor Pengukuran Skala .............................................................................. 86Tabel 5.1 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin ........................................... 95Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Umur ......................................................... 95Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Status Perkawinan .................................... 96Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan ................................... 97Tabel 5.5 Pemberian nilai rating pada sebutan jabatan Supervisor Operasi ............. 98Tabel 5.6 Pemberian bobot pada sebutan jabatan Supervisor Operasi .................... 99Tabel 5.7 Rekap pemberian bobot pada sebutan jabatan Supervisor Operasi ......... 99Tabel 5.8 Rekap nilai rating dan bobot pada sebutan jabatan Supervisor Operasi ... 99Tabel 5.9 Perhitungan nilai produk sebutan jabatan Supervisor Operasi .................. 100Tabel 5.10 Kategori beban kerja mental ..................................................................... 101Tabel 5.11 Perhitungan WWL pada Supervisor Operasi ............................................ 101Tabel 5.12 Rekap perhitungan WWL dan kategori beban kerja ................................. 102Tabel 5.13 Perhitungan kebutuhan tenaga kerja dengan workload analysis
pada sebutan jabatan keuangan dan akuntansi ........................................ 104Tabel 5.14 Rekap perhitungan kebutuhan tenaga kerja PLN Area Makassar Utara
dengan metode workload analysis ............................................................. 105Tabel 5.15 Frekuensi Jawaban Responden mengenai Beban Kerja .......................... 106Tabel 5.16 Frekuensi Jawaban Responden mengenai Stres Kerja ............................ 108Tabel 5.17 Frekuensi Jawaban Responden mengenai Kepuasan Kerja .................... 110Tabel 5.18 Frekuensi Jawaban Responden mengenai Kinerja Karyawan ................. 112Tabel 5.19 Hasil Olahan Data Outer Loading dengan Smart PLS 2.0 ....................... 114Tabel 5.20 Cross Loading diolah dengan Smart PLS 2.0 ............................................ 115Tabel 5.21 Hasil Average Variance Extraction diolah dengan Smart PLS 2.0 ........... 116Tabel 5.22 Hasil Olahan Data Cronbach’s Alpha ......................................................... 117Tabel 5.23 Hasil Olahan Data Composite Reliability .................................................... 117Tabel 5.24 Hasil R Square diolah dengan Smart PLS .................................................. 118Tabel 5.25 Hasil Koefisien Jalur (Path Coefficient) yang diolah dengan Smart PLS ... 119
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Grafik Selisih Pagu FTK dan Realisasi FTK dari tahun 2015 – 2017 .......... 4Gambar 2.1 Kerangka Pikir ............................................................................................... 71Gambar 5.1 Bagan Organisasi PLN Area Makassar utara ............................................... 93Gambar 5.2 Data running model PLS ............................................................................... 118
10
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang penting
dalam suatu organisasi atau perusahaan, di samping faktor lainnya seperti
aktiva dan modal. Sehingga sumber daya manusia harus dikelola dengan baik
untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi, sebagai salah satu
fungsi dalam perusahaan yang dikelolah oleh manajemen sumber daya
manusia (Sunyoto, 2012:11), sehingga dapat dikatakan bahwa sumber daya
manusia dapat dipakai sebagai kekuatan yang bersumber dengan potensi
manusia yang ada dalam organisasi.
Pentingnya sumber daya manusia dalam perusahaan guna
meningkatkan keberhasilan perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi
melalui kinerja karyawan. Menurut Hamali (2016:99) yang menyatakan bahwa
kinerja merupakan hasil pekerjaan mempunyai hubungan kuat dengan tujuan
strategi organisasi. Kinerja adalah berkaitan dengan melakukan pekerjaan dan
hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Sehingga dari pendapat yang
dikemukakan oleh Hamali maka dapat dikatakan bahwa masalah kinerja
karyawan merupakan hal yang penting bagi suatu organisasi. Upaya dalam
meningkatkan kinerja karyawan adalah adanya kepuasan kerja karyawan.
Menurut Hamali (2016:201) yang mengatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan variabel tergantung, karena dua alasan yaitu kepuasan kerja
menunjukkan hubungan dengan faktor kinerja dan kepuasan kerja
1
11
menunjukkan preferensi nilai yang dipegang banyak peneliti perilaku
organisasi.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan Hamali maka dapat
dikatakan bahwa kepuasan kerja mempengaruhi kinerja karyawan. Di mana
dengan adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan maka akan
mempengaruhi kinerja karyawan. Hal ini didasari dari penelitian yang
dilakukan oleh Rosita (2016) yang menyatakan bahwa kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2009) yang menemukan bahwa
kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.
Kemudian Windari (2014) yang menemukan bahwa variabel kepuasan kerja
tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Sehingga dalam
penelitian ini diperoleh riset gap karena adanya penelitian yang tidak
konsisten mengenai pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan.
Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan dalam suatu
perusahaan adalah beban kerja. Di mana menurut Sunyoto (2012:64) yang
mengatakan bahwa beban kerja yang terlalu banyak dapat menyebabkan
ketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stress. Hal ini bisa
disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja
terlalu tinggi, volume kerja yang terlalu banyak sehingga akan menimbulkan
kepuasan kerja dan kinerja karyawan terlalu rendah. Hal ini didasari dari
penelitian yang dilakukan oleh Dhania (2010) yang menemukan bahwa beban
kerja berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Sedangkan menurut
12
Hanafi (2015) menemukan bahwa beban kerja tidak memiliki hubungan yang
signifikan terhadap kinerja.
Kemudian pengaruh beban kerja dengan kinerja karyawan dimana
memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja karyawan, dimana
penelitian yang dilakukan oleh Sitepu (2013) yang menemukan bahwa beban
kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja. Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Murdiyani (2010) menemukan bahwa antara beban kerja
dengan kinerja karyawan berpengaruh signifikan.
Kemudian faktor lainnya yang mempengaruhi kepuasan kerja dan
kinerja karyawan adalah stress kerja. Menurut Fahmi (2013:256) mengatakan
bahwa stress kerja adalah suatu keadaan yang menekan diri dan jiwa
seseorang di luar batas kemampuannya, sehingga jika terus dibiarkan tanpa
ada solusi maka akan berdampak terhadap kepuasan kerja dan kinerja
karyawan, sehingga dari pendapat yang dikemukakan oleh Fahmi
menunjukkan bahwa stress kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan. Hal ini didasari dari penelitian yang dilakukan oleh Surya
(2015) yang hasil penelitian menemukan bahwa stress kerja berpengaruh
positif dengan kepuasan dan kinerja karyawan. Sedangkan dari penelitian
yang dilakukan oleh Yanuar (2014) menemukan bahwa stress kerja
berpengaruh positif dengan kinerja karyawan, sehingga dari hasil penelitian ini
menemukan bahwa stress kerja berpengaruh positif dengan kinerja karyawan.
PT PLN (Persero) Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan
Perseroan (Persero) berkewajiban untuk menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan
umum dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan yaitu menghasilkan
keuntungan sesuai dengan Undang-Undang No. 19 tahun 2000. Sehingga sebagai
13
perusahaan milik BUMN, PT PLN (Persero) merupakan salah satu perusahaan di
Indonesia yang mempunyai posisi strategis. PT PLN (Persero) bertanggungjawab
memenuhi kebutuhan energi listrik di seluruh Indonesia baik didaerah perkotaan,
pedesaan, kalangan industri, komersial, rumah tangga, maupun umum. PT. PLN
Wilayah Sulselrabar adalah salah satu unit induk yang menangani masalah
kelistrikan di pulau Sulawesi dengan cakupan areanya meliputi 3 provinsi yaitu
Suawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat. PLN Wilayah Sulselrabar
membawahi 16 unit diantaranya 10 Unit Area , 3 Sektor, UPT, UPB, APD. Jumlah
pegawai keseluruhan PT PLN Wilayah Sulselrabar pada tahun 2017 ini yaitu 2.099
Pegawai. Jumlah tersebut adalah jumlah pegawai terbesar yang ada di PLN
Indonesia bagian Timur. Akan tetapi jumlah pegawai tersebut masih jauh terhadap
pagu formasi tenaga kerja yang ditetapkan oleh PLN Pusat. Pada tahun 2017 PLN
Pusat menetapkan pagu formasi tenaga kerja untuk PLN Wilayah Sulselrabar yaitu
sebesar 2.620 Pegawai. Terdapat selisih 521 pegawai baru yang harus dipenuhi oleh
PLN Wilayah Sulselrabar untuk mampu mendukung operasional secara maksimal
guna meningkatkan performansi kinerja organisasi. Adapun berikut rekap pemenuhan
FTK dari tahun 2015 – 2017
Gambar 1. Grafik Selisih Pagu FTK dan Realisasi FTK dari tahun 2015 - 2017
14
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa kebutuhan tenaga kerja untuk PLN
Wilayah Sulselrabar dari 3 tahun terakhir semakin meningkat akan tetapi untuk
pemenuhan FTK dari tahun 2015 -2017 masih terdapat gap yang belum bisa dipenuhi
oleh PLN Wilayah Sulselrabar. Dengan adanya gap tersebut berdampak juga pada
pemenuhan formasi jabatan di unit-unit pelaksana dibawah kantor wilayah
sulselrabar. Banyak terdapat formasi jabatan yang kosong atau tidak ada pegawainya
akibat jumlah tenaga kerja di PLN Wilayah Sulselrabar kekurangan. Seperti unit PLN
Area Makassar Utara. PT. PLN (Persero) Area Makassar Utara adalah salah satu unit
yang terbesar dengan jumlah pelanggan lebih dari 60.000 pelanggan yang terbagi
dari pelanggan rumah tangga, bisnis dan perusahaan. PT. PLN (Persero) Area
Makassar Utara juga termasuk unit yang menyumbangkan pendapatan terbesar bagi
PLN Wilayah Sulselrabar dengan pendapatan terbesarnya yaitu dari pelanggan
kalangan industri dan bisnis. Maka PT. PLN (Persero) Area Makassar Utara dituntut
untuk konsisten dalam menjaga performa kinerja organisasinya melalui kinerja
karyawan dan memberikan pelayanan terbaik untuk seluruh pelanggannya. Realita
yang terjadi pada tahun 2016, PT. PLN (Persero) Area Makassar Utara mengalami
penurunan kinerja organisasi yang disebabkan oleh menurunnya kinerja karyawan
jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tahun 2015). Salah satu faktor yang
menyebabkan kinerja karyawan mengalami penurunan adalah beban kerja yang
terlalu tinggi dan tidak meratanya pembagian beban kerja dari masing-masing
karyawan sehingga beban kerja yang diberikan kepada karyawan ada yang terlalu
tinggi dan ada yang rendah. Beban kerja yang terlalu tinggi disebabkan karena
jumlah pelanggan yang semakin bertambah dan juga tuntutan untuk lebih
meningkatkan kualitas layanan dari tahun ke tahun. Dengan bertambahnya beban
pekerjaan dan juga tuntutan untuk lebih meningkatkan kualitas layanan harus
didukung dengan sumberdaya manusia yang lebih baik secara kuantitas maupun
kualitas sehingga mencegah terjadinya overload beban pekerjaan yang dialami oleh
15
setiap individu. Jumlah karyawan yang ada di PLN Area Makassar Utara
dibandingkan terhadap kebutuhan formasi jabatan masih terdapat gap. Terdapat
posisi formasi jabatan yang kosong tidak ada orang yang menduduki jabatan tersebut
di PLN Area Makassar Utara yaitu sebutan jabatan untuk struktural Supervisor PDKB,
dan sebutan jabatan fungsional Engineer/Assistant Engineer/ Junior Engineer
Proteksi, Assistant Officer/Junior Officer Administrasi Teknik, Assistant
Operator/Junior Operator Operasi Distribusi, Engineer/Assistant Engineer Preparator
PDKB, Assistant Engineer/Junior Engineer Kepala Regu PDKB, Assistant
Engineer/Junior Engineer K3 PDKB, Assistant Technician/ Junior Technician Teknisi
PDKB, Engineer/Assistant Engineer/Junior Engineer Pengendalian APP, Assistant
Technician/Junior Technician Transaksi Energi Listrik dan IPP, Officer/ Assistant
Officer/Junior Officer Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik, Assistant Officer/Junior
Officer Administrasi Pelanggan, Assistant EngineerJunior Engineer/Assistant
Technician/Junior Technician K3 dan lingkungan. Seperti yang ditunjukan pada tabel
1.1 tentang formasi jabatan dan kondisi eksisting pegawai di PLN Area Makassar
Utara
Faktor kedua yang menyebabkan menurunnya kinerja karyawan yaitu Stres
kerja. Stres kerja yang dialami oleh karyawan PT PLN (Persero) Area Makassar
Utara diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya tuntutan pekerjaan tinggi untuk
memberikan service excellent kepada pelanggan dengan menjaga kontinuitas
pasokan listrik berjalan dengan normal tidak ada gangguan, yang kedua yaitu
menghadapi komplain pelanggan ketika terjadi pemadaman atau gangguan lainnya,
yang ketiga menghadapi pelanggan yang menunggak untuk melakukan pembayaran
dan pelanggan yang mencuri listrik. Dengan intensitas yang cukup besar terjadi pada
hal-hal tersebut diatas maka semakin besar beban pekerjaan dan juga stres kerja
yang dialami oleh keryawan sehingga dapat berdampak pada kesehatan dan juga
kepuasan kerja karyawan dan ujungnya akan berdampak pada kinerja organisasi.
16
Tabel 1.1 Data Formasi Jabatan dan Kondisi Eksisteing Pegawai di PLN AreaMakassar
Utara
17
Sumber : Formasi Jabatan PT PLN Area Makassar Utara
18
Dari tabel di atas terlihat bahwa masih banyak sebutan jabatan yang
tersedia pada formasi jabatan tersebut tidak ada orang yang mengisi,
sehingga menyebabkan pekerjaan yang ada disebutan jabatan kosong tidak
tertangani dengan baik dan dialihkan ke pegawai dengan sebutan jabatan
berbeda. Hal tersebut lah yang menyebabkan penambahan beban
kerja/overload pekerjaan terhadap pegawai yang terkena pelimpahan
pekerjaan mengakibatkan beban kerjanya menjadi berlebih. Dari indikasi
tersebut dapat menimbulkan efek pegawai tidak fokus dalam melaksanakan
pekerjaannya dan juga mengalami tingkat stres yang tinggi karena tuntutan
pekerjaan yang begitu besar sehingga berdampak pada kinerja karyawan
yang kurang optimal. Kinerja karyawan yang menurun atau kurang optimal
berpengaruh terhadap kepuasn kerja karyawan itu sendiri. Karyawan tidak
merasa puas ketika pekerjaan yang diberikan kepadanya tidak bisa
terselesaikan dengan baik dan menjadikan efek negative terhadap kinerja
organisasi. Berdasarkan data di tahun 2016, salah satu penurunan kinerja
karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Makassar Utara yang dapat diuraikan
sebagai berikut :
9
Tabel 1.2. Pencapaian Kinerja Karyawan pada PT. PLN (Persero) Area Makassar Utara
No Sebutan Jabatan Indikator Kinerja Satuan Target2016
Realisasi2016
1 Supervisor Operasi susut JTM persen (%) 5.09% 8.98%
2 Supervisor Operasi susut JTR persen (%) 1.85% 2.82%
3 Supervisor Operasi susut Gardu Distribusi persen (%) 1.57% 2.01%
4 Supervisor Operasi susut SR/APP persen (%) 0.74% 1.13%
5 Junior Technician Pemeliharaan Meter Transaksi Akurasi Baca Meterpersen (%) 95.00% 91.00%
6Junior Technician Pemeliharaan Meter Transaksi Daftar pelanggan perlu
diperhatikan pelanggan (plg) 12.000 10.952
7Junior Technician Pemeliharaan Meter Transaksi
Updating rute baca meter pelanggan (plg) 218.528 198.599
8Asisten enginer / Junior enginer Pengendalian Susut danPJU P2TL kWh 8.025.000 7.995.800
9Asisten enginer / Junior enginer Pengendalian Susut danPJU pemakaian kWh PJU illegal kWh 300.000 289.000
Sumber : PT. PLN (Persero) Area Makassar Utara
10
Berdasarkan tabel 1.2 yakni data pencapaian kinerja karyawan
pada PT. PLN (Persero) Area Makassar Utara terlihat tidak optimal.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa pencapaian kinerja karyawan yang
mengalami penurunan pada tahun 2016, hal ini disebabkan karena beban
kerja yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan stress kerja tinggi, dan
hal ini berdampak terhadap kepuasan yang dirasakan karyawan.
Berdasarkan dari permasalahan yang dihadapi oleh PT. PLN
(Persero) Area Makassar Utara, sehingga hal ini mendasari peneliti
tertarik melakukan penelitian dengan judul yaitu : Pengaruh Beban Berja
Dengan Menggunakan Metode Nasa Task Load Index (TLX) dan Stres
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Variabel Intervening Kepuasan
Kerja Pada PT. Pln (Persero) Area Makassar Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang di
bahas adalah sebagai berikut :
1. Apakah beban kerja dengan menggunakan metode Nasa Task Load Index
berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan
2. Apakah stres kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan
3. Apakah beban kerja dengan menggunakan metode Nasa Task Load Index
berpengaruh terhadap kinerja karyawan
4. Apakah stres kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan
5. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan
6. Apakah beban kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan
kerja
11
7. Apakah stres kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan
kerja
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang diharapkan dapat dicapai dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan mengenalisis pengaruh beban kerja dengan
menggunakan metode Nasa Task Load Index terhadap kepuasan kerja
karyawan
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh stres kerja terhadap kepuasan
kerja karyawan
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh beban kerja dengan
menggunakan metode Nasa Task Load Index terhadap kinerja karyawan
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh stres kerja terhadap kinerja
karyawan
5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kepuasan terhadap kinerja
karyawan
6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh beban kerja melalui kepuasan
terhadap kinerja karyawan
7. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh stress kerja melalui kepuasan
terhadap kinerja karyawan
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dan diambil dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teori
12
a. Untuk membuktikan secara empiris bahwa beban kerja, dan stres
kerja mempengaruhi kinerja karyawan melalui variabel intervening
kepuasan kerja
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pikiran
mengenai pentingnya beban kerja dengan memperhatikan variabel-
variabel terkait yang mempengaruhinya, sehingga penelitian ini
dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat digunakan sebagai informasi atau bahan masukan bagi pihak
manajemen perusahaan untuk dijadikan pertimbangan dalam
meningkatkan kinerja karyawan sehingga akan membantu
pengembangan Sumber Daya Manusia di masa mendatang.
b. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang peningkatan sumber daya manusia pada
umumnya dan pada Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada
khususnya
1.5 Ruang Lingkup Batasan Penelitian
Penelitian ini ditekankan pada variabel bebas (independent
variable) yakni beban kerja, dengan menggunakan metode NASA Task
Load Index (TLX) dan stres kerja. Sedangkan variabel terikat (dependent
variable) yaitu kinerja karyawan melalui variabel intervening kepuasan
kerja. Walaupun masih banyak variabel yang mempengaruhi beban kerja,
namun peneliti hanya membatasi variabel penelitian, karena adanya
keterbatasan waktu dan tenaga yang peneliti miliki.
13
1.6 Definisi dan Istilah
Batasan-batasan dalam suatu penelitian diperlukan agar ruang
lingkup masalah tidak meluas, dimana definisi atau istilah yang digunakan
adalah sebagai berikut :
Beban kerja adalah keseluruhan waktu yang digunakan oleh
karyawan dalam melakukan aktivitas atau kegiatan selama jam kerja
NASA Task Load Index (TLX) adalah istilah yang digunakan untuk
mengevaluasi beban kerja yang bersifat subjektif.
Kinerja karyawan sangat perlu, sebab dengan kinerja ini akan
diketahui seberapa jauh kemampuan karyawan dalam melaksanakan
tugas yang dibebankan kepadanya.
Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap
berbagai segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja
bukan merupakan konsep tunggal.
1.7 Sistematika Penulisan
Pada penelitian yang akan dilakukan kali ini, rancangan sistematika
penulisan secara keseluruhan dibedakan menjadi 6 bab. Keenam bab
tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
Bab I PENDAHULUANPada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
ruang lingkup batasan penelitian, definisi dan istilah serta
sistematika penulisan.
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
14
Pada bab ini berisi pengertian beban kerja, pengukuran
beban kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja,
dampak beban kerja, metode Metode National Aeronautics
and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX),
pengertian stress kerja, faktor penyebab stress kerja, faktor-
faktor penyebab stres kerja, pengertian kinerja karyawan,
pengertian kepuasan kerja faktor-faktor penyebab kepuasan
kerja, penelitian terdahulu
Bab III KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
Bab ketiga membahas kerangka konseptual dan hipotesis
Bab IV METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang rancangan penelitian, waktu penelitian,
populasi dan sampel dan teknik pengambilan sampel, jenis
dan sumber data, metode pengumpulan data, variabel
penelitian dan definisi operasional, instrument penelitian,
teknik analisis data.
Bab V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menyajikan berbagai data yang sudah diperoleh
selama observasi lapangan dan rangkaian pembahasan
untuk menjawab tujuan penelitian. Hasil analisis ini nantinya
dijelaskan secara detail dan terperinci untuk memudahkan
dalam penarikan kesimpulan hasil penelitian.
15
Bab VI PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan
yang diperoleh dari analisis pemecahan masalah serta hasil
pengumpulan data, saran-saran kepada pihak-pihak yang
terkait didalamnya.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Tinjauan Teori dan Konsep
2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam konteks bisnis, adalah orang
yang bekerja dalam suatu organisasi yang sering pula disebut pegawai.
Sumber Daya Manusia merupakan aset yang paling berharga dalam
perusahaan, tanpa manusia maka sumber daya perusahaan tidak akan
dapat mengahasilkan laba atau menambah nilainya sendiri. Manajemen
Sumber Daya Manusia didasari pada suatu konsep bahwa setiap pegawai
adalah manusia, bukan mesin, dan bukan semata menjadi sumber daya
bisnis.
Bermacam-macam pendapat tentang pengertian manajemen
sumber daya manusia, antara lain : adanya yang mengatakan Human
Resources, ada yang mengartikan sebagai manpower
management serta ada yang menyetarakan dengan pengertian
manajemen sumber daya manusia dengan personal (personalia,
kepegawaian, dan sebagainya). Akan tetapi pada manajemen sumber
daya manusia yang mungkin tepat adalah human resources management
(manajemen sumber daya manusia), dengan demikian secara sederhana
pengertian manajemen sumber daya manusia adalah mengelola sumber
daya manusia.
17
Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang
memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan,
daya dan karya (rasio, rasa dan karsa). Semua potensi sumber daya
manusia tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam
mencapai tujuan. Betapapun majunya teknologi, perkembangan informasi,
tersedianya modal dan memadainya bahan, jika tanpa sumber daya
manusia sulit bagi organisasi untuk mencapai tujuannya.
Manajemen sumber daya manusia berkaitan dengan pengelolaan
manusia melalui aktivitas-aktivitas organisasi dan fungsi-fungsi
operasionalnya. Dengan demikian, menurut Bangun (2012 : 6)
mengatakan bahwa :
Manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan sebagaisuatu proses perencanaan, pengorganisasian, penyusunanstaf, penggerakan, dan pengawasan, terhadap pengadaan,pengem-bangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian,pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja untuk mencapaitujuan organisasi. Orang yang melaksanakan aktivitas tersebutadalah manajer sumber daya manusia, yang memperolehkewenangan dari manajer umum untuk mengelola manusiadalam suatu organisasi.
Selanjutnya pengertian manajemen sumber daya manusia
dikemukakan oleh Ardana dan kawan-kawan (2012 : 5) sebagai berikut :
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses pemanfaatan
sumber daya manusia searah efektif dan efisien melalui kegiatan
perencanaan, penggerakan dan pengendalian semua nilai yang menjadi
kekuatan manusia untuk mencapai tujuan.
Manajemen sumber daya manusia adalah proses pendayagunaan
manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar semua potensi fisik
15
18
dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal untuk mencapai tujuan.
Dalam rumusan lain manajemen sumber daya manusia adalah
pengelolaan pemanfaaqtan individu-individu tersebut.
Dari pengertian sumber daya manusia yang dikemukakan di atas,
dapat diketengahkan beberapa paradigma, seperti berikut ini :
1. Manusia memerlukan organisasi dan sebaliknya organisasi memerlukan
manusia sebagai motor penggerak agar organisasi dapat berfungsi
untuk mencapai tujuan.
2. Potensi psikologis seorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaan
berifat abstrak dan tidak jelas batas-batasnya sehingga pimpinan
berkewajiban menggali, menyalurkan membina dan mengembangkan
potensi yang dimiliki pegawai dalam rangka peningkatan produktivitas.
3. Sumber daya finansial perlu disediakan dan dipergunakan dan jumlah
yang cukup untuk keperluan mengelola sumber daya manusia dan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
4. Memperlakukan pegawai secara manusiawi untuk mendorong
partisipasi dalam mencapai tujuan perusahaan. Perlakuan secara
manusiawi juga berarti bahwa pegawai harus dihormati, dihargai dan
diperlakukan sesuai dengan hak-hak asasi manusia (HAM) sehingga
akan berkembang parasaan ikut memiliki, perasaan ikut
bertanggungjawab, dan kemauan untuk bekerja sama demi kemajuan
perusahaan.
Moekijat (2010 : 4) mengemukakan pengertian sumber daya
manusia sebagai berikut : Manajemen sumber daya manusia dapat
19
didefinisikan sebagai proses pencapaian tujuan organisasi melalui
mendapatkan, mempertahankan, memberhentikan, pengembangkan, dan
menggunakan atau memanfaatkan sumber daya manusia dalam suatu
organisasi dengan sebaik-baiknya.
Sutrisno (2014 : 1) menyatakan bahwa : Manajemen sumber daya
manusia adalah : pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai
tujuan-tujuan organisasi. Sebagaimana dikemukakan bahwa dimensi
pokok sisi sumber daya adalah kontribusinya terhadap organisasi,
sedangkan dimensi pokok manusia adalah perlakuan kontribusi
terhadapnya yang pada gilirannya akan menentukan kualitas dan
kapabilitas hidupnya.
Selanjutnya Rachmawati (2008 : 3) mengemukakan bahwa
manajemen sumber daya manusia merupakan suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan kegiatan-kegiatan
pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian,
pemeliharaan, dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai
berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat.
Selanjutnya pengertian yang sama dikemukakan oleh Sofyandi
(2008 : 6) mengemukakan bahwa
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu strategi dalammenerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planning,organizing, leading, and controlling, dalam setiap aktivitas ataufungsi organisasi sumber daya manusia mulai dari prosespenarikan, seleksi, pelatihan dan pengembangan, penempatanyang meliputi promosi, demosi dan transfer, penilaian kinerja,pemberian kompensasi, hubungan industrial, hinggapemutusan hubungan kerja, yang ditujukan bagi peningkatankontribusi produktif dari sumber daya manusia organisasi
20
terhadap pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif danefisien.
Sedangkan menurut Sunyoto (2012:1) manajemen sumber daya
manusia dapat didefinisikan sebagai berikut :
Manajemen sumber daya manusia merupakan salah satu faktoryang penting dalam suatu organisasi atau perusahaan, disamping faktor lain seperti aktiva dan modal. Oleh karena itusumber daya manusia harus harus dikelola dengan baik untukmeningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi, sebagaisalah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal denganmanajemen sumber daya manusia.
Selanjutnya pengertian manajemen sumber daya manusia menurut
Fajar dan Heru (2010 : 2) mengemukakan bahwa : ” Manajemen sumber
daya manusia merupakan pandangan modern untuk apa yang
disampaikan oleh pandangan tradisonal sebagai manajemen personalia”.
Meskipun demikian, para ahli sumber daya manusia yakin bahwa
manajemen personalia merupakan pandangan tradisional terhadap
pengelolaan sumber daya manusia yang jauh lebih berorientasi
administratif. Dengan demikian manajemen sumber daya manusia bukan
merupakan sebutan baru dari manajemen personalia.
2.1.2 Pengertian Beban Kerja
Beban kerja merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan
oleh setiap organisasi, karena beban kerja salah satu yang dapat
meningkatkan kinerja Pegawai. Teknik analisis beban kerja (workload
analysis) memerlukan penggunaan rasio atau pedoman staf standar untuk
menentukan kebutuhan personalia. Analisis beban kerja mengidentifikasi
21
baik jumlah pegawai maupun jenis pegawai yang diperlukan dalam
mencapai tujuan organisasional.
Beban kerja sebagai suatu konsep yang timbul akibat adanya
keterbata-san kapasitas dalam memproses informasi. Saat menghadapi
suatu tugas, individu diharapkan dapat menyelesaikan tugas tersebut
pada suatu tingkat tertentu. Apabila keterbatasan yang dimiliki individu
tersebut menghambat/ menghalangi tercapainya hasil kerja pada tingkat
yang diharapkan, berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat
kemampuan yang diharapkan dan tingkat kapasitas yang dimiliki.
Kesenjangan ini menyebabkan timbulnya kegagalan dalma kinerja
(performance failures). Hal inilah yang mendasari pentingnya pemahaman
dan pengukuran yang lebih dalam mengenai beban kerja.
Beban kerja adalah volume pekerjaan yang dibebankan kepada
tenaga kerja baik berupa fisik atau mental dan menjadi tanggung
jawabnya. Seorang tenaga kerja saat melakukan pekerjaan menerima
beban sebagai akibat dari aktivitas fisik yang dilakukan. Pekerjaan yang
sifatnya berat membutuhkan istirahat yang sering dan waktu kerja yang
pendek.
Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam
hubungan dengan beban kerja. Mungkin diantara mereka lebih cocok
untuk beban fisik atau mental, atau sosial. Namun sebagai persamaan
yang umum, mereka hanya mampu memikul beban pada suatu berat
tertentu. Bahkan ada beban yang dirasa optimal bagi seseorang.
Menurut Sunyoto (2012:64), bahwa :
22
Beban kerja adalah yang terlalu banyak dapat menyebabkanketegangan dalam diri seseorang sehingga menimbulkan stres.Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat keahlian yang dituntutterlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin terlalu tinggi, volumekerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya.Sedangkan pendapat lain yang menyatakan pendapat beban kerja
yang menekankan kepada tuntutan tugas yang harus dikerjakan pegawai
adalah dalam buku Tarwaka Beban Kerja (workload) menurut Hart &
Staveland dalam (Tarwaka, 2011:106) bahwa :
Beban kerja merupakan suatu yang muncul dari interaksi antaratuntutan tugas-tugas lingkungan kerja dimana digunakansebagai tempat kerja, keterampilan dan persepsi dari pekerja.Beban kerja kadang-kadang didefinsikan secara operasionalpada faktor-faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upayayang dilakukan untuk melakukan pekerjaan.
Beban kerja yang harus dilaksanakan pegawai hendaknya merata,
sehingga dapat dihindarkan adanya seorang pegawai yang mempunyai
beban kerja terlalu banyak atau terlalu sedikit. Namun demikian beban
kerja yang merata ini tidak berarti bahwa setiap pegawai dalam organisasi
tersebut harus tetap sama beban kerjanya.
Selanjutnya dikatakan pula bahwa beban kerja yang diberikan
kepada pegawai organisasi maupun institusi sebagai suatu kegiatan, yang
mempunyai peran penting untuk menetapkan kebutuhan akan pegawai
yang diperlukan dalam kelancaran suatu penyelesaian pekerjaan dimana
penghitungan beban kerja tersebut memerlukan suatu metode atau teknik
tertentu agar sesuai dengan keinginan dari organisasi atau institusi
tersebut.
Sutarto (2006:122) mengungkapkan bahwa :
Beban aktivitas satuan organisasi atau beban kerja masing-masing pejabat atau pegawai hendaknya merata sehingga
23
dapat dihindarkan adanya satuan organisasi yang terlalubanyak aktivitasnya dan ada satuan organisasi terlalu sedikitaktivitasnya demikian pula dapat dihindarkan adanya pejabatatau pegawai yang terlalu bertumpuk-tumpuk tugasnya danada pejabat atau pegawai yang sedikit beban kerjanyasehingga nampak terlalu banyak menganggur.”
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa beban kerja
(workload) adalah sebuah tugas atau pekerjaan yang kesulitannya
disebabkan oleh kemampuan individu masing-masing. Karena didalam
sebuah perusahaan, setiap karyawan memiliki kemampuan yang berbeda-
beda dengan keahlian yang beraneka ragam pula, maka tidak jarang
terdapat beban kerja yang dirasakan oleh seseorang dalam satu tim untuk
menyelesaikan tugasnya.
Menurut Munandar (2001:381) mengklasifikasikan beban kerja
kedalam faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan sebagai berikut :
1. Tuntutan fisik
Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal
disamping dampaknya terhadap kinerja pegawai, kondisi fisik
berdampak pula terhadap kesehatan mental seorang tenaga kerja.
Kondisi fisik pekerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal dan
psikologi seseorang. Dalam hal ini bahwa kondisi kesehatan pegawai
harus tetap dalam keadaan sehat saat melakukan pekerjaan, selain
istrirahat yang cukup dengan dukungan sarana tempat kerja yang
nyaman dan memadai.
2. Tuntutan tugas
Kerja shif/kerja malam sering kali menyebabkan kelelahan bagi para
pegawai akibat dari beban kerja yang berlebihan. Beban kerja
24
berlebihan dan beban kerja terlalu sedikit dapat berpengaruh terhadap
kinerja pegawai. Beban kerja dapat dibedakan menjadi dua kategori,
yaitu :
a. Beban kerja terlalu banyak/sedikit “kuantitatif” yang timbul akibat
dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada
tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu.
b. Beban kerja berlebihan/terlalu sedikit “kualitatif” yaitu jika orang
merasa tidak mampu untuk melaksanakan suatu tugas atau
melaksanakan tugas tidak menggunakan keterampilan dan atau
potensi dari tenaga kerja.
Beban kerja terlalu sedikit dapat menyebabkan kurang adanya
rangsangan akan mengarah kesemangat dan motivasi yang rendah untuk
kerja, karena pegawai akan merasa bahwa dia tidak maju-maju dan
merasa tidak berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya.
2.1.3 Pengukuran Beban Kerja
Pengukuran Beban Kerja Mental NASA-TLX Metode National
Aeronautics and Space Administration Task Load Index (NASA-TLX)
adalah metode yang mengevaluasi beban kerja yang bersifat subjektif,
dimana pekerja diminta untuk memberikan pendapatnya atas pekerjaan
yang tengah dilakukan. Pada metode NASA-TLX ini pekerja diminta untuk
menilai (antara 0-100) pada 6 aspek dari pekerjaan. (Iridiastadi, 2014)
Metode NASA-TLX, dikembangkan oleh Sandra G. Dari NASA-Ames
Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose State University
pada tahun 1981, yang dikutip oleh (Simanjuntak, 2010). Metode ini
25
dikembangkan berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif
yang terdiri dari skala sembilan faktor (kesulitan tugas, tekanan waktu,
jenis aktivitas, usaha fisik, usaha mental, performansi, frustasi, stress, dan
kelelahan).
Dari sembilan faktor ini disederhanakan lagi menjadi 6 faktor, yaitu:
Kebutuhan Fisik (KF), Kebutuhan Mental (KM), Kebutuhan Waktu (KW),
Performansi (P), Usaha (U), dan Tingkat Frustasi (TF). Penyederhanaan
ini berdasarkan pertimbangan praktis (NASA-Task Load Index)
pembuatan skala rating beban kerja. Penjelasan dari setiap aspek pekerja
dapat diuraikan satu persatu sebagai berikut :
1. Kebutuhan Fisik: Seberapa banyak pekerjaan ini membutuhkan
aktivitas fisik (misalnya: mendorong, mengangkat, memutar, dan lain-
lain).
2. Kebutuhan Mental: Seberapa besar pekerjaan ini membutuhkan
aktivitas mental dan perseptualnya (misalnya: menghitung, mengingat,
membandingkan, dan lain-lain).
3. Performansi: Tingkat keberhasilan dalam pekerjaan. Seberapa puas
atas tingkat kinerja yang telah dicapai.
4. Kebutuhan Waktu: Seberapa besar tekanan waktu pada pekerjaan ini.
Apakah pekerjaan ini perlu diselesaikan dengan cepat dan tergesa-
gesa, atau sebaliknya dapat dikerjakan dengan santai dan cukup
waktu.
5. Usaha: Seberapa besar tingkat usaha (mental maupun fisik) yang
dibuthkan untuk memperoleh performansi yang diinginkan.
26
6. Tingkat Frustasi: Seberapa besar tingkat frustasi terkait dengan
pekerjaan. Apakah pekerjaan menyebalkan, penuh stres, dan tidak
memotivasi, ataukah sebaliknya, menyenangkan, santai, dan
memuaskan.
Total nilai dari keseluruhan aspek pekerjaan yang dinilai dapat
digunakan sebagai evaluasi kuantitatif beban mental atas
pekerjaan/aktivitas yang bersangkutan. Metode ini dapat pula diguanakan
untuk mengkaji apakah untuk pekerjaan yang sama, beban mental
dirasakan oleh para pekerja.
Langkah pengukuran dengan menggunakan NASA TLX menurut
Meshkati, 1988 yang dikutip dari Widyanti, 2010 adalah sebagai berikut:
1. Pembobotan
Pada tahap pemberian bobot yang menyajikan 15 pasangan indikator
kemudian diisi oleh karyawan dengan cara mencentang dari salah satu
pasangan indikator dimana menurut karyawan yang lebih dominan
mereka alami.
27
Tabel 2.1 Perbandingan Berpasangan Untuk Indikator Nasa TLX
No Indikator Kode Indikator Kode
1 Kebutuhan mental KM Kebutuhan Fisik KF
2 Kebutuhan mental KM Kebutuhan waktu KW
3 Kebutuhan mental KM Performansi kerja PK
4 Kebutuhan mental KM Usaha U
5 Kebutuhan mental KM Tingkat frustasi TF
6 Kebutuhan fisik KF Kebutuhan Waktu KW
7 Kebutuhan fisik KF Performansi Kerja PK
8 Kebutuhan fisik KF Usaha U
9 Kebutuhan fisik KF Tingkat Frustasi TF
10 Kebutuhan waktu KW Performansi Kerja PK
11 Kebutuhan waktu KW Usaha U
12 Kebutuhan waktu KW Tingkat Frustasi TF
13 Per informasi kerja PK Usaha U
14 Per informasi kerja PK Tingkat Frustasi TF
15 Usaha U Tingkat Frustasi TF
Sumber : (Simanjuntak, 2010)
2. Pemberian Rating
Dalam tahap ini, responden diminta memberikan penilaian/rating
terhadap keenam dimensi beban mental. Skor akhir beban mental
NASA-TLX diperoleh dengan mengalikan bobot dengan rating setiap
dimensi, kemudian dijumlahkan dan dibagi 15.
Berikut ini dikemukakan tahap pemberian peringkat atau rating
menurut Simanjuntak (2010) yang dapat dilihat melalui tabel dibawah ini :
28
Tabel 2.2 Tahap Pemberian Peringkat / Rating
Indikator Pertanyaan Rating NilaiKebutuhanMental (KM)
Menurut anda, seberapa besarusaha mental yangdibutuhkan untuk pekerjaananda?
0 - 100
Kebutuhan Fisik(KF)
Menurut anda, seberapa besarusaha fisik yang dibutuhkanuntuk pekerjaan anda?
0 - 100
KebutuhanWaktu (KW)
Menurut anda, seberapa besartekanan yang anda rasakanberkaitan dengan waktu untukmelakukan pekerjaan anda?
0 - 100
PerformansiKerja (PK)
Menurut anda, Seberapa besartingkat keberhasilan anda dalammelakukan pekerjaan anda ?
0 - 100
Tingkat Frustasi(TF)
Menurut anda, seberapa besarkecemasan, perasaantekanan, dan stres yang andarasakan berkaitan denganwaktu untuk melakukanpekerjaan anda?
0 - 100
Usaha Fisik danMental (U)
Menurut anda, seberapa besarkerja mental dan fisik yangdibutuhkan untukmenyelesaikan pekerjaan anda?
0 - 100
Sumber : (Simanjuntak, 2010)Pengolahan data dari tahap pemberian peringkat (rating) bertujuan
untuk memperoleh beban kerja (mean weighted workload) adalah sebagai
berikut: Menghitung banyaknya perbandingan antara faktor yang
berpasangan, kemudian menjumlahkan dari masing-masing indikator,
sehingga diperoleh banyaknya jumlah dari tiap-tiap faktor.
Dengan demikian, dihasilkan 6 nilai dari 6 indikator (KM, KF,KW,
PF, U, dan TF). Menghitung nilai untuk tiap-tiap faktor dengan cara
mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-masing deskriptor.
29
Weighted workload (WWL). WWL diperoleh dengan cara menjumlahkan
ke enam nilai faktor
WWL = rating x bobot faktor ............ (1)
Menghitung rata-rata WWL. Ratarata WWL diperoleh dengan cara
membagi WWL dengan jumlah bobot total, yaitu 15. Menghitung rata-rata
WWL. Rata-rata WWL diperoleh dengan cara membagi WWL dengan
jumlah bobot total, yaitu 15.
Rata –rata WWL = WWL .............. (2)15
Pada penelitian ini nantinya, NASA-TLX akan digunakan sebagai salah
satu metode untuk mengetahui jumlah beban kerja terhadap setiap
karyawan. Penentuan jumlah ini akan didasarkan pada nilai rata-rata WWL
dari setiap karyawan. Terdapat kategori beban kerja yang nantinya dapat
mengindikasikan apakah suatu pekerjaan yang dibebankan memiliki beban
yang tinggi ataupun rendah. Pengkategorian tersebut menurut Risma A. S.
(Simanjuntak, 2010) adalah seperti yang tertera pada tabel.
Tabel 2.3 Nilai Beban Kerja (Simanjuntak, 2010)
No Range nilai rata-rata WWL Kategori Beban kerja1 0-29 Rendah2 30-49 Sedang4 50-79 Tinggi5 80-100 Tinggi sekaliSumber : (Simanjuntak, 2010)2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja
Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima
pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang
diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik
maupun psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban
30
kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban kerja psikologis. Beban
kerja fisik dapat berupa beratnya pekerjaan seperti mengangkat, merawat,
mendorong. Sedangkan beban kerja psikologis dapat berupa sejauh mana
tingkat keahlian dan prestasi kerja yang dimiliki individu dengan individu
lainnya.
Selain adanya dimensi-dimensi beban kerja, juga terdapat faktor-
faktor yang mempengaruhi beban kerja pegawai seperti yang
dikemukakan oleh Manuaba dalam Tarwaka (2011:107) menyatakan
bahwa beban kerja dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
1. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja,
seperti :
a. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti tata ruang,
tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja,
sedangkan tugas-tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas
pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan.
b. Organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja
bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur
organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang.
c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,
lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis.
2. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri
akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain,
berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun
31
subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (jenis kelamin, umur,
ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi,
persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan). Penilaian secara
obyektif melalui perubahan reaksi fisiologis, sedangkan penilaian
subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan
perubahan perilaku. Karena itu strain secara subjektif berkaitan erat
dengan harapan, keinginan, kepuasan dan penilaian subjektif lainnya.
Dalam literatur-literatur yang membahas beban kerja, beban kerja
selalu dijelaskan sebagai faktor yang memiliki pengaruh terhadap kinerja.
Lysaght dalam Irawati (2012) menegaskan faktor-faktor dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Tuntutan situasi dan pengaruh internal
a. Kebutuhan kerja dan pembagian tugas
Pembagian antara fungsi sistem dan manusia merupakan langkah
awal dalam desaian sistem dan pembagian ini akhirnya akan
menimbulkan tuntutan situasi pada pekerjaan. Selama disain
sistem dilakukan, tim yang mendisain memutuskan fungsi mana
yang diberikan pada manusia dan mana yang diberikan pada
sistem. Sekali telah dilakukan pembagian, fungsi, dan juga disain
dari kendali dan display akan mengarahkan tugas dari pekerja.
b. Konteks lingkungan
Tugas yang dikerjakan oleh pekerja tidaklah dikerjakan sendiri.
Suatu tugas dilakukan di dalam suatu keadaan yang berbeda-beda
32
yang dapat mempengaruhi tingkat kesulitan yang dialami oleh
pekerja. Bagaimana seorang pekerja berinteraksi dengan
sekelilingnya juga memberikan dampak yang penting terhadap
kinerja dan beban kerja. Beberapa faktor eksternal yang dapat
mengubah tuntutan situasi dan mempengaruhi tingkat kesulitan
yakni lingkungan eksternal di mana tugas dilakukan (misalnya
panas, kelembaban, suara, penerangan, getaran, dan gaya
gravitasi), disain dari unit pertukaran informasi manusia-mesin
(misalnya tipe dan ukuran dari display dan kendali, serta bentuk
susunannya.), desain dari pengemasan manusia (misalnya pakaian
pelindung, posisi duduk) serta desain dari keseluruhan
stasiun/tempat kerja (misalnya ukuran, pencahayaan di dalamnya,
ventilasi, kendali kelembaban dan suhu, dan pengurangan
getaran).
2. Pekerja
Setiap pekerja memasuki suatu situasi dengan membawa pengaruh-
pengaruh yang dapat mempengaruhi kinerja.
a. Kondisi sementara
Merujuk kepada kondisi awal misalnya kondisi kesegaran tubuh
seseorang, yang bisa saja berpengaruh kepada pelaksanaan
tugas.
b. Sifat/bawaan menetap
Tidak hanya kondisi sementara, kondisi seorang pekerja
dipengaruhi oleh beberapa karakteristik yang tidak mudah berubah,
33
misalnya tujuan/motivasi, pengetahuan/keterampilan, dan
kemampuan proses berpikir. Kemampuan proses berpikir ini akan
berinteraksi dan berintegrasi dengan pengetahuan dan
keterampilan untuk mencapai tujuan dari tugas.
Individu berbeda-beda di dalam hal tujuan, sejauh apa sejauh
tersebut sudah terpuaskan hingga saat ini, dan sejauh mana pemenuhan
tugas dipandang sebagai pencapaian tugas. Mereka juga berbeda dalam
hal persepsi mengenai kecepatan dan akurasi yang dibutuhkan saat
menyelesaikan tugas. Faktor-faktor ini akhirnya menentukan tingkat
motivasi dalam pemenuhan tugas dan sebagai akibatnya, menentukan
sejauh mana usaha yang secara sukarela diberikan oleh individu tersebut.
Kapasitas proses berpikir dari seorang individu dibedakan dari
pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya melalui pelatihan
dan pengalaman. Pengetahuan (misalnya mengenai fakta-fakta,
peraturan-peraturan prosedur pemakaian peralatan) dapat dianggap
sebagai sumber yang dimiliki oleh individu yang dapat dimanfaatkan oleh
proses kognitif.
Dalam menggunakan pengetahuan tersebut, seorang individu
harus melibatkan proses dinamis lainnya untuk mengingat dan
memanipulasi pengetahuan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas.
Kemampuan proses kognitif dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi
yang didapat dari display dan memanipulasi kendali yang ada.
2.1.5 Dampak Beban Kerja
34
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan
baik fisik atau psikis sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit di
mana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan
menimbulkan kebosanan. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena
tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya
perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan
pekerja.
Dampak negatif dari kelebihan beban kerja menurut Winaya
(1989:45) beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan tenaga kerja
dapat menimbulkan dampak negatif bagi pegawai. Dampak negatif
tersebut adalah :
1. Kualitas kerja menurun
Beban kerja yang terlalu berat tidak diimbangi dengan kemampuan
tenaga kerja, kelebihan beban kerja akan mengakibatkan menurunnya
kualitas kerja karena akibat dari kelelahan fisik dan turunnya
konsentrasi, pengawasandiri, akurasi kerja sehingga hasil kerja tidak
sesuai dengan standar
2. Keluhan pelanggan
Keluhan pelanggan timbul karena hasil kerja yaitu karena pelayanan
yang diterima tidak sesuai dengan harapan. seperti harus menunggu
lama, hasil layanan yang tidak memuaskan.
3. Kenaikan tingkat absensi
Beban kerja yang terlalu banyak bisa juga mengakibatkan pegawai
terlalu lelah atau sakit. Hal ini akan berakibat buruk bagi kelancaran
35
kerja organisasi karena tingkat absensi terlalu tinggi, sehingga dapat
mempengaruhi terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan.
2.1.6 Pengertian Stres Kerja
Salah satu masalah yang dapat akan dihadapi oleh setiap orang
dalam kehidupan berkarya adalah stres. Stres pada umumnya dapat
diatasi, baik oleh karyawan sendiri tanpa bantuan orang lain, maupun
dengan bantuan pihak lain seperti para spesialis yang disediakan oleh
organisasi di mana karyawan bekerja.
Stres atau dengan kata lain orang menafsirkan sebagai ”tekanan
batin” yang dialami para karyawan perlu mendapatkan perhatian khusus
dari pihak pimpinan organisasi. Sebab, tanpa adanya upaya mengatasi
hal tersebut, stres dapat berpengaruh pada prestasi kerja mereka.
Berbagai penyebab stres kiranya sudah banyak ditemui, namun dalam hal
ini adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan dalam suatu
organisasi.
Para ahli mengatakan bahwa stres dapat timbul sebagai akibat
tekanan atau ketegangan yang bersumber dari ketidakselarasan antara
seseorang dengan lingkungannya. Dengan perkataan lain, apabila saran
dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan
seseorang, ia akan mengalami stres. Biasanya stres semakin kuat apabila
seseorang menghadapi masalah yang datangnya bertubi-tubi.
Stres sebagai reaksi-reaksi individu terhadap faktor-faktor baru atau
yang mengancam dalam lingkungan kerja seseorang. Lingkungan kerja
sering kali berisi situasi-situasi baru dan situasi-situasi tertekan yang
36
bersifat individu, dan dapat dihasilkan dalam perubahan-perubahan
emosional, peceptual, perilaku, dan fisiologis.
Stres juga dapat diartikan sebagai suatu reaksi psikolohis dan fisik
terhadap kondisi-kondisi internal atau lingkungan yang diperpanjang, dan
kecakapan-kecakapan adaptif individu yang bekerja terlalu berat. Stres
adalah tanggapan adaptif terhadap ancaman yang disadari atau tidak
disadari. Stres adalah hasil dari suatu ancaman yang dirasakan, dan tidak
berhubungan dengan kondisi-kondisi lingkungan aktual. Sejumlah stres
yang dihasilkan lewat suatu kondisi bergantung pada persepsi seseorang
tentang situasi, bukan situasi itu sendiri, atau dengan kata lain, stres
adalah sebuah fenomena yang bersifat relatif.
Berikut ini adalah beberapa pengertian dan definisi stres kerja
dirangkum dari beberapa sumber sebagaimana dikemukakan oleh
Mangkunegara (2010 : 28) mengemukakan bahwa stres kerja adalah
perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan
dalam menghadapi pekerjaan.
Fahmi (2013 : 256) berpendapat bahwa : “Stres adalah suatu
keadaan yang menekan dari dan jiwa seseorang diluar batas
kemampuannya, sehingga jika terus dibiarkan tanpa ada solusi maka
akan berdampak pada keselamatannya.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa stres
timbul begitu saja namun sebab-sebab stres timbul umumnya diikuti oleh
faktor peristiwa yang mempengaruhi kejiwaan seseorang, dan peristiwa itu
37
terjadi diluar dari kemampuannya sehingga kondisi tersebut telah
menekan kejiwannya.
Robbins (2015 : 577) stress kerja di dalam organisasi perusahaan
menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk
efisiensi di dalam pekerjaan. Stres kerja karyawan perlu dikelola oleh
seorang pimpinan perusahaan agar potensi-potensi yang merugikan
perusahaan dapat diatasi. Akibat adanya stres kerja yaitu seseorang atau
karyawan menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis,
peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik
individu. Menurut Schuler, stres adalah suatu kondisi dinamis dimana
individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil
yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan.
Stres kerja adalah sesuatu kondisi ketegangan yang menciptakan
adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi,
proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan (Rivai, 2014:108).
Selanjutnya orang-orang yang mengalami stres menjadi nervous dan
merasakan kekuatiran kronis sehingga mereka sering menjadi marah-
marah, agresif, tidak dapat relaks, atau memperlihatkan sikap yang tidak
kooperatif (Hasibuan, 2014:204).
Menurut Handoko (2012:200), stres kerja adalah suatu kondisi
ketegangan yang mempengaruhi proses berpikir, emosi, dan kondisi
seseorang, hasilnya stres yang terlalu berlebihan dapat mengancam
kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan dan pada akhirnya
akan mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya.
38
Menurut Sasono (2014:47), stres kerja bisa dipahami sebagai
keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak
bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya. Jika kemampuan
seseorang baru sampai angka 5 (lima) tetapi menghadapi pekerjaan yang
menuntut kemampuan dengan angka 9 (sembilan), maka sangat mungkin
sekali orang itu akan terkena stres kerja.
Stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan
yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja tampak
dari gejala antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka
menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas,
tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan
pencernaan.
Sifat dasar stress dapat dikelompokkan menjadi empat aspek,
menurut Hamali (2016:242) yaitu :
1. Stres dapat dialami baik yang disebabkan oleh peluang maupun
ancaman. Peluang adalah sesuatu yang memiliki potensi bagi
keuntungan seseorang, sedangkan tantangan adalah sesuatu yang
memiliki potensi mengancam seseorang. Peluang dapat berupa
pembelajaran keahlian-keahlian baru atau memperileh pekerjaan baru
yang dapat membuat karyawan merasa tertekan ketika kehilangan
keberuntungan diri dan rasa takut yang tidak akan mampu ditunjukkan
pada tingkatan yang dapat diterima. Organisasi yang mengurangi
ukuran kekuatan kerjanya akan membuat karyawan mengalami stress
39
karna adanya ancaman terhadap keamanan keuangan, kesejahteraan
psikologis, dan pengembangan karier karyawan.
2. Aspek stres yang berupa ancaman atau peluang yang dialami
dianggap penting oleh seseorang. Ancaman atau peluang tersebut
dianggap penting karena memiliki potensi yang memengaruhi
kesejahteraan seseorang atau muatan yang dapay membuat
seseorang bahagia, sehat, dan makmur.
3. Aspek stres yang berupa ketidakpastian. Orang yang mengalami
peluang atau ancaman yang penting tidak yakin untuk secara efektif
menangani suatu peluang atau ancaman, bahkan biasanya tidak
mengalami stres.
4. Aspek stres yang berakar dalam persepsi. Seseorang mengalami stres
tergantung pada bagaimana seseorang merasakan peluang-peluang
dan ancaman-ancaman potensial, dan bagaimana seseorang
merasakan kecakapan-kecakapan yang berhubungan dengannya.
Seseorang mungkin merasa perubahan jabatan atau promosi sebagai
suatu peluang untuk belajar dan kemajuan karier, namun orang lain
mungkin merasa perubahan jabatan atau promosi yang sama sebagai
suatu ancaman karena berpotensi menuju kegagalan.
2.1.6 Faktor Penyebab Stres KerjaMenurut Robbins (2015:794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor
yaitu:
1. Faktor Lingkungan
Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan, yaitu :
40
a. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian
ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi
semakin mencemaskan kesejahteraan mereka.
b. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti
yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai
kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian
semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti
penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya
angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk
kerja.
c. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka
hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru.
Yang membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan
menyesuaikan diri dengan itu.
d. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang
semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa
penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-
orang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres.
2. Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan
stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan
tugas dalam kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang
menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan.
Dari beberapa contoh diatas, penulis mengkategorikannya menjadi
41
beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung di dalamnya,
yaitu :
a. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau
tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.
b. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada
seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan
dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan
yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran
terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada
yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila
harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak
pasti mengenai apa yang harus dikerjakan.
c. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh
karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan
hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang
cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki
kebutuhan sosial yang tinggi.
d. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam
organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu
diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan
merupakan potensi sumber stres.
3. Faktor Individu
42
Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-
faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik
kepribadian bawaan.
a. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten
menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi
dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan
pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak
merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres
bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.
b. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat
mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh
kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan
mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.
c. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting
mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar
seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan
itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu.
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau
stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor
lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun
hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa
berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi
sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan
diri.
43
Menurut Handoko (2012:200-201) kondisi-kondisi yang
menyebabkan stres disebut dengan istilah stressors. Stres dapat
disebabkan oleh satu stessor, biasanya karyawan mengalami stres
karena kombinasi beberapa stessor. Ada dua kategori penyebab stres,
yaitu on-the-job dan off-the-job. Hampir dalam set iap kondisi pekerjaan di
perusahaan dapat menyebabkan stres tergantung pada reaksi karyawan.
Misalnya, seorang karyawan akan dengan mudah menerima dan
mempelajari prosedur kerja baru, sedangkan seorang karyawan yang lain
tidak atau bahkan menolaknya. Beberapa kondisi kerja yang
menyebabkan stres bagi karyawan dinyatakan sebagai penyebab stres
“on the job “ antara lain:
1. Beban kerja yang berlebihan.
2. Tekanan atau desakan waktu
3. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai
4. Wewenang yang tidak cukup untuk melaksanakan tanggung jawab
5. Ambiguitas peranan (role ambiguity)
6. Konflik antar pribadi dan antar kelompok
7. Perbedaan antara nilai- nilai perusahaan dan karyawan
Stres kerja karyawan juga dapat disebabkan masalah– masalah
yang terjadi diluar perusahaan. Penyebab – penyebab stres “off-the-job”
antara lain :
1. Kekuatiran finansial
2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak
44
3. Masalah-masalah fisik
4. Masalah-masalah perkawinan
5. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak keluarga
2.1.7 Tingkatan Stres
Stres yang menimpa seseorang tidak sama antara satu orang
dengan yang lainnya, walaupun faktor penyebabnya boleh jadi sama.
Seseorang bisa mengalami stres ringan, sedang, atau stres yang berat
(stres kronis). Hal demikian sangat dipengaruhi oleh tingkat kedewasaan,
kematangan emosional, kematangan spiritual, dan kemampuan
seseorang untuk menangani dan merespon stresor.
Menurut Amberg, gangguan stres biasanya timbul secara lamban,
tidak jelas kapan mulainya dan sering kali kita tidak menyadari. Berikut
adalah keenam tingkatan tersebut:
a. Stres tingkat 1
Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan
biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:
1) Semangat besar.
2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana mestinya.
3) Energi dan gugup berlebihan, kemampuan menyelesaikan masalah
pekerjaan lebih dari biasanya.
b. Stres tingkat 2
Dalam tingkatan ini dampak stres yang menyenangkan mulai
menghilang dan timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi
45
tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan yang sering dikemukakan
sebagai berikut:
1) Merasa letih ketika bangun pagi.
2) Merasa lelah sesudah makan siang.
3) Merasa lelah sepanjang sore.
4) Terkadang gangguan sistem pencernaan (gangguan usus, perut
kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar.
5) Perasaan tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang
leher).
6) Perasaan tidak bisa santai.
c. Stres tingkat 3
Pada tingkatan ini keluhan keletihan nampak disertai dengan
gejala-gejala:
1) Gangguan usus lebih terasa.
2) Otot terasa lebih tegang.
3) Perasaan tegang yang semakin meningkat.
4) Gangguan tidur (sukar tidur, sering terbangun dan sukar tidur kembali,
atau bangun pag-pagi).
5) Badan terasa oyong, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh).
d. Stres tingkat 4
Tingkatan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk, yang
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa sulit.
2) Kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit.
46
3) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan sosial
dan kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.
4) Tidur semakain sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan seringkali
terbangun dini hari.
5) Perasaan negativistic
6) Kemampuan konsentrasi menurun tajam.
7) Perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak mengerti mengapa.
e. Stres tingkat 5
Tingkat ini merupakan keadan yang lebih mendalam dari tingkatan
empat di atas:
1) Keletihan yang mendalam.
2) Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang
mampu.
3) Gangguan sistem pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering,
sukar buang air besar atau sebaliknya feses encer dan sering ke
belakang (kamar mandi)
f. Stres tingkat 6
Tingkatan ini merupakan tingkatan puncak yang merupakan
keadaan darurat. Gejalanya antara lain:
1) Debaran jantung terasa amat keras.
2) Nafas sesak.
3) Badan gemetar.
4) Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak kuasa lagi, pingsan
atau collap.
47
Pendapat yang lain tentang tingkat stres dikemukakan oleh Weiten,
ia menjelaskan adanya empat jenis tingkat stres, yaitu:
a) Perubahan
Kondisi yang dijumpai ternyata merupakan kondisi yang tidak
semestinya serta membutuhkan adanya suatu penyesuaian.
b) Tekanan
Kondisi dimana terdapat suatu harapan atau tuntutan yang sangat
besar terhadap individu untuk melakukan perilaku tertentu.
c) Konflik
Kondisi ini muncul ketika dua atau lebih perilaku saling berbenturan,
dimana masing-masing perilaku tersebut butuh untuk diekspresikan
atau malah saling memberatkan.
d) Frustasi
Kondisi dimana individu merasa jalan yang akan di tempuh untuk
meraih tujuan dihambat.
Sedangkan Patel (1996:5-6) menjelaskan adanya berbagai jenis
tingkat stres yang umumya dialami manusia meliputi:
1) Too little stress
Dalam kondisi ini, individu belum megalami tantangan yang berat dalam
memenuhi kebutuhan pribadinya. Seluruh kemampuan belum sampai
dimanfaatkan, serta kurangnya stimulasi mengakibatkan munculnya
kebosanan dan kurangnya makna dalam tujuan hidup.
2) Optimum stress
48
Individu mengalami kehidupan yang seimbang pada situasi "atas"
maupun "bawah" akibat proses manajemen yang baik pada dirinya.
Kepuasan dan perasaan mampu individu dalam meraih prestasi
menyebabkan individu mampu menjalani kehidupan dan pekerjaan
sehari-hari tanpa menghadapi masalah terlalu banyak atau rasa lelah
yang berlebihan.
3) Too much stress
Dalam kondisi ini, individu merasa telah melakukan pekerjaan yang
terlalu banyak setiap hari. Dia mengalami kelelahan fisik maupun
emosional, serta tidak mampu menyediakan waktu untuk beristirahat
dan bermain. Kondisi ini dialami terus-menerus tanpa memperoleh hasil
yang diharapkan.
4) Breakdown stress
Ketika pada tahap too much stress individu tetap meneruskan
usahanya pada kondisi yang statis, kondisi akan berkembang menjadi
adanya kecende-rungan neurotis yang kronis atau munculnya rasa
sakit psikomatis. Misalnya pada individu yang memiliki perilaku
merokok atau kecanduan minuman keras, konsumsi obat tidur, dan
terjadinya kecelakaan kerja. Ketika individu tetap meneruskan
usahanya ketika mengalami kelelahan, ia akan cenderung mengalami
breakdown baik secara fisik maupun psikis.
Pendapat Amberg di atas tentu berdasar pada kajian keilmuan yaitu
dalam bidang kedokteran jiwa. Apabila kita melihat kembali indikatornya
jelas sebagian bersifat fisik daripada psikis. Sedangkan pendapat Weiten
49
meski ia menyebutnya sebagai tingkat stres namun peneliti berpendapat
bahwa hal tersebut masih terdapat kekurangan yaitu kekaburan
perbedaan antara jenis stres ataukah tingkat stres. Sedangkan pendapat
Pattel lebih fokus pada pembagian tingkatan stres bahkan ia juga
menjelaskan beberapa indikator pada tingkatan tersebut.
2.1.8 Pengertian Kinerja Karyawan
Konsep kinerja atau prestasi kerja merupakan singkatan dari
kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah
performance. Istilah performance sering di Indonesiakan sebagai
performa, atau dikenal juha denhan istilah kinerja. Kinerja adalah keluaran
yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan
atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Pekerjaan adalah aktivitas
menyelesaikan sesuatu atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan
tenaga dan keterampilan tertentu seperti dilakukan oleh pekerja kasar
atau blue collar worker. Profesi adalah pekerjaan yang untuk
menyelesaikannya memerlukan penguasaan dan penerapan teori ilmu
pengetahuan yang dipelajari dari lembaga pendidikan tinggi seperti yang
dilakukan profesional atau white collar worker.
Kinerja dalah catatan tentang hasil-hasil yang diproduksikan dari
fungsi-fungsi jabatan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.
Pencapaian kinerja merupakan suatu proses yang memerlukan sejumlah
sumber daya (resources) seperti uan, orang, alat, waktu dan sebagainya.
Dengan demikian yang dimaksud dengan kinerja atau performance adalah
tingkat pencapaian kebijakan / program / kegiatan dengan menggunakan
50
sejumlah sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Kinerja juga bisa dikatakan sebagai sebuah hasil kerja (output) dari
suatu proses (konversi) tertentu yang dilakukan oleh seluruh komponen
organisasi terhadap sumber-sumber daya (resources), data dan informasi,
kebijakan, dan waktu tertentu yang digunakan disebut sebagai masukan
(input).
Menurut Prawirosentono dan Dewi (2015:2) mengemukakan bahwa
performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai
dengan moral maupun etika.
Kaswan (2016:6) mengemukakan bahwa kinerja merupakan tingkat
kontribusi yang diberikan pegawai terhadap tujuan pekerjaannya atau unit
kerja dan perusahaan/organisasi sebagai hasil perilakunya dan aplikasi
dari keterampilan, kemampuan dan pengetahuannya.
Hamali (2016:98) berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil
pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada
ekonomi. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang
dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang
dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.
51
Wirawan (2014:733) mengelompokkan dimensi kinerja pegawai
menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Hasil kerja, yaitu kuantitas dan kualitas hasil kerja pegawai dalam
melaksanakan pekerjaannya. Hasil kerja dalam bentuk barang dan
jasa yang dapat diukur jumlah atau kuantitas dan kualitasnya.
Misalnya, seorang penjahit berapa banyak kemeja dan celana yang ia
produksi setiap harinya dan bagaimana kualitasnya apakah memenuhi
standar kualitas yang ditetapkan. Kinerja seorang dokter berapa
banyak pasien yang ia periksa setiap harinya dan berapa pasien yang
dapat disembuhkannya.
2. Perilaku kerja. Ketika berada di tempat kerja dan melaksanakan
pekerjaannya, pegawai melakukan dua jenis perilaku yaitu perilaku
kerja dan perilaku peribadinya. Ketika dokter memeriksa pasien di
kliniknya di rumah sakit, dokter berperilaku kerja sesuai dengan kode
etik kedokteran; cara berkata-kata dengan pasien, cara memeriksa
pasien, cara memberi resep semuanya harus mengacu kepada ilmu
kedokteran dank ode etik dokter. Akan tetapi, ketika ia memesan
makanan di kantin, ia berperilaku pribadi.
3. Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan, yaitu sifat
pribadi yang diperlukan oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
pekerjaannya. Misalnya, seorang pilot penerbang pesawat tempur
harus mempunyai sifat pribadi yang tak takut di ketinggian, dia berani
menghadapi musuhnya, dia berani mengambil risiko pesawatnya
tertembak rudal dalam dog fight dan tewas dalam pertempuran.
52
Kinerja karyawan merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor,
yang terdiri dari (Hamali, 2016:101) :
1. Faktor internal karyawan
Faktor internal karyawan yaitu faktor-faktor dari dalam diri karyawan
yang merupakan faktor bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh
ketika karyawan itu berkembang. Faktor-faktor bawaan misalnya
bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Faktor-faktor
yang diperoleh misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja,
pengalaman kerja, dan motivasi kerja. Faktor internal ini menentukan
kinerja karyawan, sehingga semakin tinggi faktor-faktor internal
tersebut, maka semakin tinggi pula kinerja karyawan; dan semakin
rendah faktor-faktor tersebut, maka semakin rendah pula kinerjanya.
2. Faktor lingkungan internal organisasi
Karyawan dalam melaksanakan tugasnya memerlukan dukungan
organisasi di tempatnya bekerja. Dukungan tersebut sangat
memengaruhi tinggi rendahnya kinerja karyawan, misalnya
penggunaan teknologi robot oleh organisasi. Faktor internal organisasi
misalnya strategi organisasi, dukungan sumber daya yang diperlukan
untuk melaksanakan pekerjaan, serta sistem manajemen dan
kompensasi. Manajemen organisasi harus menciptakan lingkungan
internal organisasi yang kondusif sehingga dapat mendukung dan
meningkatkan produktivitas karyawan.
3. Faktor lingkungan eksternal organisasi
53
Faktor-faktor lingkungan eksternal organisasi adalah keadaan,
kejadian, atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi
yang memengaruhi kinerja karyawan. Misalnya, krisis ekonomi dan
keuangan yang terjadi di Indonesia tahun 1997 meningkatkan inflasi,
menurunkan nilai nominal upah dan gaji karyawan, dan selanjutnya
menurunkan daya beli karyawan. Jika inflasi tidak diikuti dengan
kenaikan upah atau gaji para karyawan yang sepadan dengan tingkat
inflasi, maka kinerja karyawan akan menurun.
Budaya masyarakat juga merupakan faktor eksternal yang
memengaruhi kinerja karyawan. Misalnya. Budaya alon-alon asal
kelakon dan mangan ora mangan kumpul, memengaruhi kinerja
manusia Indonesia. Hal tersebut dapat menjelaskan penyebab kinerja
orang Indonesia rendah, misalnya jika dibandingkan dengan kinerja
ngasa Jepang.
Faktor-faktor internal karyawan bersinergi dengan faktor-faktor
lingkungan internal organisasi dan faktor-faktor lingkungan eksternal
organisasi. Sinergi ini memengaruhi perilaku kerja karyawan yang
kemudian memengaruhi kinerja karyawan. Kinerja karyawan kemudian
menentukan kinerja organisasi. Satu faktor dari ketiga jenis faktor tersebut
yang dapat dikontrol dan dikondisikan oleh para manajer adalah faktor
lingkungan internal organisasi dan faktor internal karyawan. Faktor-faktor
lingkungan eksternal organisasi berada di luar kontrol manajer. Tugas
manajer adalah mengontrol dan mengambangkan faktor lingkungan
internal organisasi dan faktor internal karyawan.
54
Manajemen organisasi baik organisasi publik maupun bisnis harus
bisa mendapatkan hasil penilaian kinerja organisasi secara komprehensif
dalam sebuah laporan penilaian kinerja selama satu periode dan
berkesinambungan dari tahun ke tahun. Memang banyak ukuran yang
bisa digunakan. Namun untuk lebih efektifnya manajemen perlu
menyusun prioritasnya pada hal-hal yang sangat urgen saja untuk
mengetahui apakah organisasi bekerja dengan baik, dan hal-hal apa saja
yang masih perlu diperbaiki.
Untuk menjadi pegangan manajemen dalam menetapkan apa yang
menjadi ukuran indikator kinerja dalam praktek biasanya hanya memuat
antara 3 sampai dengan 10 indikator kinerja untuk setiap level atau
jenjang organisasi sesuai dengan kompleksitasnya. Sebagai contoh
misalnya ukuran kinerja dapat dikelompokkan dalam enam kategori
berikut, namun masing-masing organisasi dapat saja mengembangkannya
sesuai dengan misi organisasi masing-masing.
Keenam kategori ukuran kinerja tersebut menurut Moeheriono
dalam Abdullah (2014:152) adalah sebagai berikut :
1. Efektif, indikator ini mengukur derajat kesesuaian yang dihasilkan
dalam nencapai sesuatu yang diinginkan. Indikator efektivitas ini
menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang
sudah benar (are we doing the right).
2. Efisien, indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses
menghasilkan output dengan menggunakan biaya serendah mungkin.
55
Indikator efektivitas ini menjawab pertanyaan mengenai apakah kita
melakukan sesuai dengan benar (are we doing things right?).
3. Kualitas, indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas
produk atau jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan
konsumen.
4. Ketepatan waktu, indikator ini mengukur apakah pekerjaan telah
diselesaikan secara benar dan tepat waktu.
5. Produktivitas, indikator ini mengukur tingkat efektivitas suatu
organisasi.
6. Keselamatan, indikator ini mengukur kesehatan organisasi secara
keseluruhan serta lingkungan kerja para karyawan ditinjau dari aspek
kesehatan.
2.1.9 Pengertian Kepuasan Kerja
Setiap orang ingin mendapatkan pekerjaan karena dengan bekerja
ia mengharapkan mendapat imbalan untuk menghidupi dirinya akan
keluarganya. Namun, sering kali terjadi bahwa mendapatkan imbalan saja
dirasakan belum cukup. Mereka menginginkan mendapatkan kepuasan
dari pekerjaannya. Persoalannya adalah bagaimana menentukan ukuran
kepuasan kerja. Terhadap pekerjaan dan imbalan yang sama, kepuasan
orang dapat berbeda, orang yang satu dapat merasa puas,
sedangkan orang lainnya belum mendapatkan kepuasan.
Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting
untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang merasakan
kepuasan dalam bekerja, ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan
56
segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas
pekerjaannya. Dengan demikian, produktivitas dan hasil kerjanya akan
meningkat secara optimal. Akan tetapi, dalam kenyataannya, di Indonesia
dan beberapa negara lain, kepuasan kerja secara menyeluruh belum
mencapai tingkat maksimal.
Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan
sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan
karyawan meningkat. Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh
moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati
dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar
pekerjaan.
Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang
dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,
penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang
baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam
pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa
walaupun balas jasa itu penting. Kepuasan kerja di luar pekerjaan adalah
kepuasan kerja karyawan yang dinikmati di luar pekerjaan dengan
besarnya balas jasa yang akan diterima dari hasil kerjanya, agar dia dapat
membeli kebutuhan-kebutuhannya. Karyawan yang lebih suka menikmati
kepuasannya di luar pekerjaan lebih mempersoalkan balas jasa dari pada
pelaksanaan tugas-tugasnya. Kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar
pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap emosional
57
yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya.
Karyawan yang lebih menikmati kepuasan kerja kombinasi dalam dan luar
pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja dan balas jasanya dirasa adil
dan layak.
Menurut Martoyo (2015:156) bahwa kepuasan kerja (job
satisfaction) dimaksudkan sebagai keadaan emosional karyawan di mana
terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja
karyawan dari perusahaan/ organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang
memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan.
Badriyah (2015:229) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah
sikap atau perasaan karyawan terhadap aspek-aspek yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai pekerjaan yang
sesuai dengan penilaian masing-masing pekerja.
Luthans (2012:243) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah
hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka
memberikan hal yang diilai penting.
Glinow & McShane dalam Wirawan (2014) bahwa kepuasan kerja
merupakan evaluasi pegawai mengenai pekerjaannya dan konteks
pekerjaannya, merupakan sikap yang paling banyak diteliti. Kepuasan
kerja merupakan penilaian mengenai persepsi karakteristik pekerjaan,
lingkungan pekerjaan, pengalaman emosional di tempat kerja. Kepuasan
kerja merupakan sikap pegawai mengenai berbagai aspek dan konteks
dari pekerjaan.
58
Kepuasan kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap
pekerjaannya, yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja.
Penilaian tersebut dapat dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya.
Penilaian dilakukan sebagai rasa menghargai dalam mencapai salah satu
nilai-nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai
situasi kerjanya daripada karyawan yang tidak puas, yang tidak menyukai
situasi kerjanya.
Kepuasan kerja mengandung dua unsur penting, yaitu nilai
pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar. Nilai-nilai pekerjaan
merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tugas pekerjaan.
Nilai yang ingin dicapai tersebut adalah nilai-nilai pekerjaan yang
dianggap penting oleh individu. Nilai-nilai pekerjaan harus sesuai atau
membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar.
Kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan
dengan motivasi kerja. Kepuasan kerja adalah jumlah dari kepuasan kerja
(dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan derajat pentingnya aspek
pekerjaan bagi individu. Seorang individu akan merasa puas atau tidak
puas terhadap pekerjaannya, dan hal ini merupakan sesuatu yang
bersifat pribadi, yaitu bergantung pada cara individu tersebut
mempersepsikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginan-
keinginannya dan hasil keluarannya.
Dari batasan-batasan mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat
disimpulkan secara sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan
59
kerja merupakan hasil interaksi menusia terhadap lingkungan kerjanya. Di
samping itu, perasaan seseorang terhadap pekerjaan merupakan refrelsi
dari sikapnya terhadap pekerjaan.
Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan
pernah mencapai kepuasan psikologis dan akhirnya akan timbul sikap
atau tingkah laku negatif pada gilirannya akan dapat menimbulkan
frustasi, sebaliknya karyawan yang terpuaskan akan dapat bekerja
dengan baik, penuh semangat, aktif, dan dapat berprestasi lebih baik dari
karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Karyawan yang tidak
memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan
piskologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi.
Dampak perilaku kepuasan dan ketidakpuasan kerja telah banyak
diteliti dan dikaji. Beberapa hasil penelitian tentang dampak kepuasan
kerja, Sutrisno (2014:80) yaitu :
1. Dampak terhadap produktivitas
Pada mulanya orang berpendapat bahwa produktivitas dapat
dinaikkan dengan menaikkan kepuasan kerja. Hubungan antara
produktivitas dan kepuasan kerja sangat kecil. Vroom mengatakan
bahwa produktivitas dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor moderator
di samping kepuasan kerja. Lawler dan Porter mengharapkan
produktivitas yang tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan
kerja jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran intrinsik
(misalnya, rasa telah mencapai sesuatu) dan ganjaran ekstrinsik
(milsanya, gaji) yang diterima kedua-duanya adil dan wajar dan
60
diasosiakan dengan prestasi kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak
memersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik berasosiasi dengan
prestasi kerja, maka kenaikan dalam prestasi tak akan berkorelasi
dengan kenaikan dalam kepuasan kerja.
2. Dampak terhadap ketidakhadiran dan keluarnya tenaga kerja
Ketidakhadiran dan berhenti bekerja merupakan jenis jawaban-
jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih spontan
sifatnya dan dengan demikian kurang mencerminkan ketidakpuasan
kerja. Lain halnya dengan berhenti atau keluar dari pekerjaan. Perilaku
ini karena akan mempunyai akibat-akibat ekonomis yang besar, maka
lebih besar kemungkinannya ia berhubungan dengan ketidakpuasan
kerja. Organsiasi melakukan upaya yang cukup besar untuk menahan
orang-orang ini dengan jalan menaikkan upah, pujian, pengakuan,
kesempatan promosi yang ditingkatkan, dan seterusnya. Justru
sebaliknya, bagi mereka yang mempunyai kinerja buruk, sedikit upaya
dilakukan oleh organisasi untuk menahan merek. Bahkan mungin ada
tekanan halus untuk mendorong mereka agak keluar. Menurut Steers
dan Rhodes, mereka melihat adanya dua faktor pada perilaku hadir,
yaitu motivasi untuk hadir dan kemampuan untuk hadir. Mereka
percaya bahwa motivasi untuk hadir dipengaruhi oleh kepuasan kerja
dalam kombinasi dengan tekanan-tekanan internal dan eksternal untuk
datang pada pekerjaan.
Ketidakpuasan kerja pada tenaga kerja atau karyawan dapat
diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya, selain
61
meninggalkan pekerjaan, karyawan selalu mengeluh, membangkang,
menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka.
3. Dampak terhadap kesehatan
Salah satu temuan yang penting dari kajian yang dilakukan oleh
Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja, ialah untuk
semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga kerja bahwa pekerjaan
mereka menuntut penggunaan efektif dan kecakapan-kecakapan
mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang tinggi.
Meskipun jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan
kesehatan, hubungan kausalnya masih tidak jelas. Diduga bahwa
kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi fisik dan mental dan
kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari
kepuasan kerja dan kesehatan mungkin slaing mengukuhkan sehingga
peningkatan dari yang yang satu dapat meningkatkan yang lain dan
sebaliknya yang satu mempunyai akibat yang negatif juga pada yang
lain. Kepuasan kerja ialah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi
dari tenaga kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan
efektif dan kecakapan-kecakapan mereka berkaitan dengan skor
kesehatan mental yang tinggi dan sebaliknya yang satu mempunyai
akibat yang negatif juga pada yang lain.
Pada dasarnya, kepuasan kerja menyangkut sikap seseorang
terhadap lingkungan di mana dia bekerja. Semakin positif sikapnya
terhadap berbagai aspek lingkungan kerja, maka ia akan semakin merasa
puas. Begitu juga sebaliknya, semakin negatif sikapnya terhadap
62
lingkungan kerja di sekitarnya, ia merasa tidak puas. Oleh karena itu,
manajemen sumber daya manusia harus mengerti hakikat kepuasan kerja
dan cara melakukan manajemennnya.
Menurut Wexley dan Yuki dalam Badriyah (2015:237) teori-teori
tentang kepuasan kerha terdiri atas tga macam, yaitu sebagai berikut :
1. Teori Perbandingan Interpersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan individu merupakan hasil
perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri
terhadap berbagai hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan
menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut
apabila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu
dan sesuatu yang diperoleh dari pekerjaannya kecil. Sebaliknya,
ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu apabila perbedaan atau
kesenjangan antara standar pribadi individu dengan sesuatu yang
diperoleh dari pekerjaan besar.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Tingkat kepuasan seseorang bergantung pada caranya
merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan
equity atau inequity terhadap suatu situasi diperoleh seseorang
dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas,
sekantor, ataupun di tempat lain.
3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip teori ini adalah kepuasan dan ketidakpuasan kerja
merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik
63
pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu dissatisfier
(hygiene factors) dan satisfier (motivators).
Satisfier atau motivator adalah faktor-faktor atau situasi yang
dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri atas
prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung jawab, dan promosi.
Sekalipun demikian, ketidakadaan kondisi-kondisi ini bukan berarti
membuktikan kondisi sangat tidak puas. Keberadaan kondisi-kondisi
tersebut membentuk motivasi kuat yang menghasilkan prestasi yang
baik. Oleh sebab itu, faktor ini disebut sebagai pemuas.
Hygiene factors adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi
sumber kepuasan, yaitu gaji, insentif, pengawasan, hubungan pribadi,
kondisi kerja, dan status. Keberadaan kondisi iin tidak selalu
menimbulkan kepuasan bagi karyawan, dan sebaliknya
ketidakberadaannya dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi
karyawan.
4. Theory of Work Adjustment
Model Theory of Work Adjustment mengukur 20 dimensi yang
menjelaskan 20 kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang
penting dalam menciptakan kepuasan kerja. Dimensi-dimensi tersebut,
di antaranya :
a. Ability utilization, yaitu pemanfaatan kecakapan yang dimiliki oleh
karyawan.
b. Achievement, yaitu prestasi yang dicapai selama bekerja.
c. Activity, yaitu prestasi yang dicapai selama bekerja.
64
d. Advancement, yaitu kemajuan atau perkembangan yang dicapai
selama bekerja.
e. Authority, yaitu wewenang yang dimiliki dalam melakukan
pekerjaan.
f. Company policies and practices, yaitu kebijakan yang dilakukan adil
bagi karyawan.
g. Compensation, yaitu bentuk kompensasi yang diberikan kepada
para karyawan.
h. Co-workers, yaitu rekan sekerja yang terlibat langsung dalam
pekerjaan.
i. Creativity, yaitu kreativitas yang dapat dilakukan dalam melakukan
pekerjaan.
j. Independence, yaitu kemandirian yang dimiliki karyawan dalam
bekerja.
k. Moral values, yaitu nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam
melakukan pekerjaannya, seperti rasa bersalah atau terpaksa.
l. Recognition, yaitu pengakuan atas pekerjaan yang dilakukan.
m. Responsibility, yaitu tanggung jawab yang diemban dan dimiliki.
n. Security, yaitu rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap
lingkungan kerjanya
o. Social service, yaitu perasaan sosial karyawan terhadap lingkingan
kerjanya.
p. Social status, yaitu derajat sosial dan harga diri yang dirasakan
akibat dari pekerjaan.
65
q. Supervision-human relations, yaitu dukungan yang diberikan oleh
badan usaha terhadap pekerjaannya.
r. Supervision-technical, yaitu bimbingan dan bantuan teknis yang
diberikan atasan kepada karyawan.
s. Variety, yaitu variasi yang dapat dilakukan karyawan dalam
melakukan pekerjaannya.
t. Working conditions, keadaan tempat kerja karyawan melakukan
pekerjaannya.
2.1.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Rasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan setiap orang, karena rasa puas atau tidak puas
itu berkaitan erat dengan kebutuhan manusia, sedangkan adanya
kebutuhan manusia menunjukkan bahwa manusia itu masih hidup. Dalam
melaksanakan pekerjaannya, setiap individu karyawan tidak mungkin tidak
memiliki kebutuhan, seperti kebutuhan rasa aman, dukungan rekan kerja,
perhatian dan dukungan dari atasan, tempat kerja yang nyaman, dan lain-
lain. Apabilan kebutuhan-kebutuhannya ini dapat dipenuhi maka individu
ini akan merasa puas, tetapi sebaliknya, apabila kebutuhannya tidak dapat
terpenuhi maka ia akan kecewa. Kepuasan kerja karyawan merupakan
sikap karyawan terhadap pekerjaannya yang mana hal ini dapat
memengaruhi kinerja seorang karyawan. Oleh karena itu, kepuasan kerja
66
karyawan merupakan salah satu apsek yang menjadi perhatian dalam
praktik manajemen sumber daya manusia (Suparyadi, 2015:436).
Secara umum, Greenberg dan Baron dalam Badriyah (2015:231)
membagi faktor-faktor ini dalam dua kelompok besar, yaitu :
1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan individu
Faktor-faktor yang berkaitan dengan individu adalah faktor-faktor
yang berasal dari dalam diri individu, yang membedakan antara satu
individu dan individu lain. Faktor-faktor dari diri individu yang
memengaruhi tingkat kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
a. Kepribadian
Kepribadian merupakan aspek yang paling sulit untuk diubah oleh
organiassi dan manajer dalam waktu yang singkat. Kepribadian
dalam hal ini adalah cara individu berpikir, bertingkah laku, dan
memiliki perasaan. Kepribadian merupakan determinan pertama
yang mengungkapkan perasaan dan pikiran individu terhadap
pekerjaannya dan kepuasan kerja yang dirasakan individu.
Kepribadian individu memengaruhi positif atau negatifnya pikiran
terhadap pekerjaannya. Berdasarkan beberapa penelitian,
ditemukan adanya hubungan signifikan antara kepribadian dan
tingkat kepuasan kerja individu.
b. Nilai-nilai yang dimiliki individu
Nilai memiliki pengaruh pada kepuasan kerja karena dapat
merefleksikan keyakinan dari pekerjaan mengenai hasil pekerjaan
dan cara seseorang bertingkah laku dalam pekerjaan. Contohnya,
67
individu yang memiliki nilai tinggi pada sifat dari pekerjaan
cenderung memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi
dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki nilai tersebut.
c. Pengaruh sosial dan kebudayaan
Sikap dan tingkah laku individu sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya, termasuk pengaruh orang lain dan kelompok tertentu.
Individu yang berasal dari keluarga yang memiliki tingkat
kesejahteraan hidup yang tinggi cenderung merasa tidak puas
terhadap pekerjaan yang memiliki penghasilan atau gaji yang
rendah dan tidak sesuai dengan standar kehidupannya.
Kebudayaan di lingkungan individu tinggal juga mempunyai
pengaruh signifikan terhadap tingkat kepuasan kerja yang
dirasakan oleh individu. Individu yang tinggal di lingkungan yang
menekankan pada kekayaan akan merasa puas dengan pekerjaan
yang memberikan upah/gaji yang tinggi. Sebaliknya, individu yang
tinggal di lingkungan yang menekankan pentingnya membantu
orang lain akan merasa tidak puas pada pekerjaan yang
menekankan pada kompetisi dan prestasi.
d. Minat dan penggunaan keterampilan
Minat sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Artinya,
apabila seseorang yang bekerja pada bidang kerja yang sesuai
dengan minatnya akan merasa puas dibandingkan dengan individu
yang bekerja pada bidang kerja yang tidak sesuai dengan
68
minatnya. Kepuasan kerja berhubungan erat dengan kesesuaian
antara pekerjaan, minat pekerja, dan jutusan yang dipilih saat
kuliah. Semakin sesuai ketiganya, semakin tinggi tingkat kepuasan
kerjanya. Selain itu, pekerja juga merasa lebih puas jika
mempunyai kesempatan untuk dapat menggunakan
keterampilannya dalam bekerja.
e. Usia dan pengalaman kerja
Kepuasan kerja, pengalaman kerja, dan usia memiliki hubungan
yang parallel. Biasanya, pada awal bekeja, para pekerja cenderung
merasa puas dengan pekerjaannya. Hal ini karena ia merasa
adanya tantangan dalam bekerja dan mempelajari keterampilan-
keterampilan baru. Setelah beberapa tahun bekerja, tingkat
kepuasan kerjanya akan mengalami penurunan. Hal ini karena
mereka mengalami stagnansi, merasa ditinya tidak maju dan
berkembang. Setelah enam atau tujuh tahun bekerja, tingkat
kepuasan kerja akan kembali meningkat. Hal tersebut karena
individu merasa memiliki banyak pengalaman dan pengetahuan
tentang pekerjaannya dan mampu menyesuaikan diri dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya.
Usia memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan kerja.
Pekerja yang lebih tua umumnya merasa lebih puas dibandingkan
dengan para pekerja yang lebih muda usianya. Seorang pekerja
yang mencapai usia 30 tahun mempunyai tingkat kepuasan kerja
yang meningkat. Hal tersebut karena pekerja pada usia tersebut
69
sudah merasa puas dengan kondisi keluarga dan keuangan yang
dimilikinya.
f. Jenis kelamin
Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan hubungan antara
kepuasan kerja dengan jenis kelamin, walaupun terdapat
perbedaan hasil. Ada yang menemukan bahwa wanita merasa lebih
puas dibandingkan pria, dan ada juga yang sebaliknya. Terdapat
indikasi bahwa wanita cenderung memusatkan perhatian pada
aspek-aspek yang berbeda dengan pria. Selain itu, terdapat
perbedaan antara pria dan wanita. Pria mempunyai nilai pekerjaan
yang memberikan kesempatan untuk mengarahkan diri dan
memperoleh imbalan secara sosial. Bukti lain menunjukkan bahwa
wanita memperoleh sedikit uang dan kesempatan untuk
dipromosikan dibandingkan pria sehingga hal ini membuat wanita
puas dengan pekerjaannya.
g. Tingkat inteligensi
Inteligensi bukan merupakan faktor utama dan penentu kepuasan
kerja, melainkan berhubungan erat dan menjadi faktor yang penting
dalam unjuk kerja. Dalam pekerjaan terdapat asosiasi antara
tingkat inteligensi (IQ) dengan efisiensi unjuk kerja dan kepuasan
kerja. Individu dengan IQ yang tinggi, diatas 120 skala Weschler,
akan mudah mengalami kebosanan atau frustasi dan
ketidakpuasan kerja.
70
Salah satu faktor yang berhubungan dengan inteligensi adalah
tingkat pendidikan. Adanya tingkat kepuasan kerja yang rendah
pada pekerja muda yang berpendidikan biasanya disebabkan
mereka memiliki kemampuan lebih daripada yang diharapkan
pekerjaannya sehingga merasa bosan dan tidak tertantang. Pekerja
yang berpendidikan tinggi juga mempunyai tingkat kepuasan kerja
yang tinggi dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai tingkat
pendidikan lebih rendah. Hal ini dikarenakan pekerja dengan
tingkat pendidikan tinggi mengerjakan pekerjaan yang penting dan
terlibat di dalamnya.
h. Status dan senioritas
Semakin tinggi posisi seseorang pada tingkatan dalam organisasi,
semakin orang tersebut mengalami kepuasan kerja. Hal ini
dikarenakan orang dengan status lebih tinggi biasanya lebih
menikmati pekerjaannya dan imbalan yang didapatnya
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki tingkatan yang lebih
rendah.
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi
Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi adalah faktor
dari dalam organisasi dan dari lingkungan organisasi yang
memengaruhi kepuasan kerja individu. Faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Situasi dan kondisi pekerjaan
71
Situasi pekerjaan adalah tugas pekerjaa, interaksi dengan orang-
orang tertentu, lingkungan pekerjaan, dan cara organisasi
memperlakukan pekerjaannya, serta imbalan atau gaji yang
didapat. Setiap aspek dari pekerjaan merupakan bagian dari situasi
kerja dan dapat memengaruhi kepuasan kerja karayawan.
b. Sistem imbalan
Sistem ini mengacu pada pendistribusian pembayaran, keuntungan,
dan promosi. Kepuasan timbul dengan penggunaan sistem imbalan
yang dipercaya adil, adanya rasa hormat terhadap sesuatu yang
diberikan oleh organisasi, dan mekanisme yang digunakan untuk
menentukan pembayaran. Ketidakpuasan kerja dapat muncul
karena gaji yang diterima terlalu kecil dibandingkan dengan gaji
yang dipersepsikan akan diterima.
c. Penyelia dan komunikasi
Penelitian terdahulu menemukan hasil bahwa pekerja yang percaya
bahwa penyelia mereka adalah orang kompeten, mengetahui minat
mereka, perhatian, tidak mementingkan diri sendiri, memperlakukan
mereka dengan baik dan menghargai mereka, cenderung akan
mempunyai tingkat kepuasan kerja yang tinggi pula. Kualitas
penyelia juga memengaruhi kepuasan kerja. Kualitas tersebut
adlaah gaya pengawasan, teknik pnegawasan, kemampuan
hubungan interpersonal, dan kemampuan administrasi.
Komunikasi merupakan aspek lain dari penyelia yang memiliki
kualitas yang baik. Pekerja akan merasa lebih puas dengan
72
pekerjaannya jika memiliki kesempatan untuk berkomunikasi
dengan penyelianya.
d. Pekerjaan
Pekerja akan merasa lebih puas apabila bekerja pada jenis
pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan belajar, dan
menuntut tangung jawab yang besar. Para pekerja juga kana
merasa lebih puas dengan pekerjaan yang bervariasi, yang tidak
membuat mereka menjadi bosan, dan tidak tertantang. Faktor-faktor
ini terdapat pada individu yang meilihat pekerjaan sebagai karir,
berlawanan dengan pekerja yang melihat pekerjaannya untuk waktu
singkat temporer.
e. Keamanan
Faktor keamanan berhubungan dengan kestabilan pekerjaan dan
perasaan yang dimiliki individu berkaitan dengan kesempatan untuk
bekerja di bawah kondisi organisasi yang stabil. Keamanan
menimbulkan kepuasan kerja karena dengan adanya rasa aman
individu menggunakan kemampuannya dan memperoleh
kesempatan untuk tetap bertahan pada pekerjaannya.
f. Kebijaksanaan perusahaan
Kebijaksanaan perusahaan sangat memengaruhi kepuasan kerja
karyawannya. Hal ini dikarenakan perusahaan memiliki prosedur
dan peraturan yang memungkinkan individu untuk memperoleh
imbalan. Selain itu, individu yang mempunyai konflik peran atau
73
peran yang ambigu dalam pekerjaannya karena kebijaksanaan
lembaga/perusahaan cenderung merasa tidak puas.
g. Aspek sosial dari pekerjaan
Aspek sosial dari pekerjaan terbukti memberikan kontribusi
terhadap kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Aspek ini adalah
kebutuhan untuk kebersamaan dan penerimaan sosial. Karyawan
yang bekerja dalam kelompok kerja yang kohesif dan merasakan
bahwa pekerjaannya memberikan kontribusi terhadap organisasi
cenderung akan merasa puas. Sebaliknya, karyawan merasa tidak
cocok dengan kelompok kerjanya dan tidak dapat saling bekerja
sama akan merasa tidak puas. Rekan kerja juga memberikan
kontribusi terhadap kepuasan bekerja. Rekan kerja yang
memberikan perasaan puas adalah rekan kerja yang ramah dan
bersahabat, kompeten, memberikan dukungan, serta bersedia
untuk membantu dan bekerja sama.
h. Kesempatan untuk pertumbuhan
Kesempatan untuk pertumbuhan dan promosi berbeda-beda dalam
setiap tingkat ekonomi dan tingkat sosial. Seorang profesional dan
eksekutif di perusahaan melihat fakor ini sebagai faktor yang sangat
penting. Demikian pula bagi karyawan pada posisi manajemen
tingkat menengah, faktor ini cukup mendapat perhatian.
Kesempatan untuk dipromosikan berhubungan dengan terdapatnya
kesempatan untuk maju dan yang menjadi dasar dari promosi
tersebut.
74
2.2 Tinjauan Empiris
Penelitian terdahulu dapat dipakai sebagai sumber pembanding
dengan penelitian yang sedang penulis lakukan. berikut beberapa
penelitian terdahulu yang di dapat dari jurnal dan internet sebagai
perbandingan agar diketahui persamaan dan perbedaannya. Adapun
penelitian terdahulu yang dikemukakan oleh beberapa peneliti terdahulu
dapat dilihat dibawah ini :
64
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
Peneliti/Tahun Judul Penelitian Metode Analisis Hasil TemuanJoko, Risma, Roki(Institut Sains danTeknologiAKPRIND) (2012)
Pengaruh Beban Kerja Mentaldengan Menggunakan MetodeNASA-TLX Terhadap Stress Kerja
NASA TLX Hasil penelitian menunjukkan bahwaKaryawan yang mengalami bebankerja mental tinggi adalah 91% dan 9%mengalami beban kerja mental sangattinggi, Karyawan yang mengalamistress kerja tinggi adalah 36% dan64% mengalami stress sedang, Stresskerja karyawan dipengaruhi olehbeban kerja mental sebesar 42,8%dan 57,2% dipengaruhi oleh faktor lainyang tidak diteliti dalam penelitian.
Susetyo J. SimanjuntakRA Wibisono RC,(2012)
Pengaruh Beban Kerja MentalDengan Menggunakan MetodeNasatask Load Iindex (TLX)Terhadap Stres Kerja
NASA TLX Dari hasil penelitian dan pembahasanbeban kerja mental, maka dapatdiketahui 91% dari jumlah karyawanmengalami tingkat beban kerja mentaltinggi dan 9% mengalami beban kerjamental sangat tinggi. Sedangkan streskerja, dapat diketahui 36% dari jumlahkaryawan mengalami stres kerja tinggidan 64% mengalami stres kerjasedang. Berdasarkan uji statistikdengan menggunakan software SPSS19.0, diketahui nilai korelasi antaravariabel rata-rata WWL denganvariabel skor stres individu adalahsebesar -0,428. Berdasarkan hipotesisdari persamaan regresi Y = 157.940 +0,656 X, dengan demikian dapatdibuktikan bahwa beban kerja mentalberpengaruh terhadap stres kerja
65
karyawan.Dhini Rama Dhania,(2010)
Pengaruh Stres Kerja, Beban KerjaTerhadap Kepuasan Kerja (StudiPada Medical Representatif Di KotaKudus)
Analisis regresi linear berganda Berdasarkan dari penelitian yang telahdilakukan didapatkan hasil bahwastres kerja tidak secara signifikanmempengaruh berdasarkan hasilwawancara awal didapat bahwa salahsatu alasan merasa nyaman denganpekerjaan yang dijalani saat iini adalahmeskipun berat tetapi mereka sangatmengharapkan mendapatkan insentifguna menambah untuk kebutuhankeluarga. Hal ini juga didukung olehCooper & Payne (Robins, 2001) yangmempengaruhi kepuasan kerjaseseorang salah satunya adalah salaryyang diterima. Untuk itu diharapkanpara medical representatif tidak hanyafokus terhadap gaji dan insentifsebagai pendorong untuk dapatmerasakan kepuasan kerja. Banyakhal yang dapat menjadi pendoronguntuk dapat merasakan kepuasankerja, misalnya saja karena stresskerja yang tinggi membuat medicalrepresentatif menjadi terpacu untukmelakukan tugasnya sebaik mungkinsehingga mampu merasakan puasdengan pekerjaannya.
Lucki kurniadi hanapi,(2015)
Pengukuran Beban Kerja DenganMetode Nasa-Talk Load Index di CV.Gimera Jaya Bandung
NASA TLX Hasil penelitian menggunakan NASA-Talk Loader Index didapatkan hasilbahwa, Mental Demand merupakanbeban kerja paling dominan dengantotal rata2 keseluruhan adalah 82,03.yang kemudian disusul oleh Physical
66
Demand dengan total rata-ratakeseluruhan 78,78 yang menyebabkantingginya turnover karyawan yangberdampak pada produktifitas danprofit perusahaan, ditambah aspeklingkungan kerja (pencahayaan,temperatur, kebisingan) yang masihtidak sesuai NAB.
Hetty Murdiyani(UniversitasSebelas Maret (2010)
Pengaruh Beban Kerja, KepuasanKerja dan Komitmen OrganisasiTerhadap Kinerja Dosen Tetap (StudiKasus di Fakultas Ilmu KesehatanUniversitas MuhammadiyahSurabaya
Analisis regresi linear berganda Tidak ada pengaruh yang signifikanantara beban kerja terhadap kinerjadosen tetap fakltas illmu kesehatanUniversitas Muhammadiyah Surabaya,idak ada pengaruh yang signifikanantara kepasan kerja terhadap kinerjadosen tetap fakultas ilmu kesehatanuniversitas Muhammadiyah Surabaya,Tidak ada pengaruh yang signifikanantara komitmen organisasi terhadapkinerja dosen tetap fakltas illmukesehatan Universitas muhammadiyahSurabaya.
Agripa Toar Sitepu(UniversitasSamRatulangi Manado(2013)
Beban Kerja dan Motivasi Pengaruh-nya Terhadap Kinerja KaryawanPada PT. Bank Tabungan NegaraTBK Cabang Manado)
Analisis regresi linear berganda Beban kerja dan motivasi secarabersama berpengaruh terhadap kinerjakaryawan, Beban kerja berpengaruhterhadap kinerja karyawan tetapi tidaksignifikan, Motivasi kerja memilikipengaruh yang signifikan terhadapkinerja karyawan. Jurnal Riset,Ekonomi dan Manajemen,
Ahmad Ahid Mudayana(Universitas AhmadDahlan, Yogyakarta,(2010)
Pengaruh Motivasi dan Beban KerjaTerhadap Kinerja Karyawan diRumah Sakit Nur Hidayah Bantul
Analisis regresi linear berganda Ada pengaruh motivasi kerja terhadapkinerja karyawan di RS Nur HidayahBantul, da Pengaruh faktor motivasiintrinsik dan motivasi ekstrinsikterhadap kinerja karyawan di RS Nur
67
Hidayah Bantul, Ada pengaruh subvariabel motivasi instrinsik terhadapkinerja karyawan di RS Nur HidayahBantul, Tidak ada pengaruh subvariabel motivasi ekstrinsik terhadapkinerja karyawan di RS Nur HidayahBantul, Ada pengaruh sub variabelkondisi kkerja dalam motivasiekstrinsik terhadap kinerja karyawan diRS Nur Hidayah Bantul.
Wa Satria, A.Indahwaty, NoerBahry (UNHASMakassar (2013)
Hubungan Beban Kerja denganKinerja Perawat dalamMengimplementasikan Patient Safetydi Rumah Sakit UNHAS Tahun 2013
Analisis regresi linear sederhana Tidak ada Hubungan beban kerjadengan perawat dalam mengim-plementasikan patient safety diinstalasi rawat inap rumah sakitUniversitas Hasanuddin pada shiftpagi.
Putu MelatiPurbaningrat Yo, IdaBagus Ketut Surya,(2015)
Pengaruh Beban Kerja TerhadapKepuasan KerjaDengan Stres Kerja Sebagai VariabelMediasi
Analisis regresi linear berganda Beban kerja berpengaruh negatifterhadap kepuasan kerja,bila bebankerja meningkat maka kepuasan kerjamenurun, dan sebaliknya. Stres kerjaberpengaruh negatif terhadapkepuasan kerja. Stres Kerjameningkat maka kepuasan kerjamenurun, dan sebaliknya.
Rahadian Ramadhan,Ishardita PambudiTama, RembaYanuar,(2014)
Analisa Beban Kerja DenganMenggunakan Work Sampling danNasa-Tlx Untuk Menentukan JumlahOperator (Studi Kasus: PT XYZ)
Work Sampling dan Nasa TLX Hasil perhitungan NASA-TLXmenunjukkan bahwa beban mental 5operator adalah 71,4. Setelahpenambahan pelaksana mesin dimesin Ring sebanyak 1 orang skorNASA-TLX menjadi 59,49.
Ayu Windar (2014) Pengaruh Kepuasan Kerja danDisiplin Kerja Terhadap KinerjaKaryawan PTt. Pos Indonesia(Persero) Malang
Analisis regresi linear berganda Hasil analisis regresi linier sederhana(uji t) menunjukkan bahwa untukvariabel kepuasan kerja tidakberpengaruh signifikan terhadap
68
kinerja karyawan, sedangkan untukvariabel disiplin kerja berpengaruhsignifikan terhadap kinerja karyawan.Hal ini dapat dilihat dari hasil SPSSyang menunjukkan bahwa 0,000 <0,05 atau probabilitas hitung < level orsignificance (α) sehinggaHo ditolak.Sedangkan R square sebesar 0,678yang berarti peningkatan kinerjakaryawan dipengaruhi oleh kepuasankerja dan disiplin kerja pada PT PosIndonesia (Persero) Malang sebesar67,8% dan sisanya didukung lehfaktor-faktor lain yang tidak ditelitidalam penelitian ini
Titik Riosita (2016) Pengaruh Kepuasan Kerja TerhadapKinerja Karyawan Dengan KomitmenOrganisa-sional Sebagai Variabelintervening
Analisis regresi linear berganda Hasil dari penelitian menunjukkanbahwa kepuasan kerja berpengaruhlangsung terhadap kinerja karyawansecara positif dan signifikan. Kepuasankerja berpengaruh langsung terhadapkomitmen organisasi secara positif dansignifikan serta komitmen organisasiberpengaruh positif dan signifikansecara tidak langsung antara epuasankerja terhadap kinerja karyawan.Artinya komitmen tinggi yang sesuaidengan kepuasan kerja akanmembawa kinerja organisasi yangtinggi pada PT Pharos IndonesiaSurabaya.
Diana Sulianti K. L.Tobing (2009)
Pengaruh Komitmen Organisasionaldan Kepuasan Kerja TerhadapKinerja Karyawan PT. PerkebunanNusantara III di Sumatera Utara
Analisis regresi linear berganda Model hubungan antara tiga variabelyang diteliti menunjukkan bahwakomitmen organisasi yang terdiri darikomitmen afektif, komitmen
69
continuance, commitmnet normatifmemiliki pengaruh yang signifikanterhadap kinerja karyawan dengantanda-tanda positif. kepuasan kerjamemiliki effe signifikanct dan memediasi pengaruh komitmenorganisasi terhadap kinerja karyawanPT Perkebunan Nusantara III diSumatera Utara .
top related