suara parau files of drsmed
Post on 03-Jul-2015
361 Views
Preview:
TRANSCRIPT
0
Author :
Manora Nababan, S.Ked
Faculty of Medicine – University of Riau
Pekanbaru, Riau
2009
© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk
1
PENDAHULUAN
Suara merupakan produk akhir akustik dari suatu sistem yang lancar,
seimbang, dinamis dan saling terkait, melibatkan respirasi, fonasi, dan resonansi.
Tekanan udara subglotis dari paru, yang diperkuat oleh otot-otot perut dan dada,
dihadapkan pada plika vokalis. Suara dihasilkan oleh pembukaan dan penutupan
yang cepat dari pita suara, yang dibuat bergetar oleh gabungan kerja antara
tegangan otot dan perubahan tekanan udara yang cepat. Tinggi nada terutama
ditentukan oleh frekuensi getaran pita suara1.
Bunyi yang dihasilkan glotis diperbesar dan dilengkapi dengan kualitas
yang khas (resonansi) saat melalui jalur supraglotis, khususnya faring. Gangguan
pada sistem ini dapat menimbulkan gangguan suara1.
Di Negara-negara barat, sekitar 1/3 pekerja memerlukan suara untuk
pekerjaan mereka2. Gangguan suara diperkirakan terjadi pada satu persen rakyat
Amerika Serikat1. Di Inggris, sekitar 50.000 pasien THT (Telinga Hidung
Tenggorok) per tahunnya datang dengan masalah suara2.
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, ketegangan
serta gangguan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan
menimbulkan suara parau.3
2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Suara parau adalah suatu istilah umum untuk setiap gangguan yang
menyebabkan perubahan suara. Ketika parau, suara dapat terdengar serak, kasar
dengan nada lebih rendah daripada biasanya, suara lemah, hilang suara, suara
tegang dan susah keluar, suara terdiri dari beberapa nada, nyeri saat bersuara, atau
ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu. Suara parau bukan
merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala penyakit. Perubahan suara ini
seringkali berkaitan dengan kelainan pita suara yang merupakan bagian dari kotak
suara (laring)3,4.
2. Anatomi dan Fisiologi
Proses fonasi merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan
banyak organ di tubuh. Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling
berintegrasi untuk menghasilkan kualitas suara yang baik yaitu sistem pernapasan,
laring dan traktus vokalis supraglotis5,6,7.
a. Paru
Paru berperan sangat penting pada proses fonasi karena merupakan organ
pengaktif proses pembentukan suara. Udara yang dihembuskan pada saat ekspirasi
akan melewati celah glotis dan menghasilkan tekanan positif untuk menggetarkan
pita suara. Fungsi paru yang baik sangat diperlukan agar dapat dihasilkan suara
yang berkualitas5.
b. Saraf
Susunan saraf pusat dan saraf tepi akan mengontrol dan mengkoordinasikan
semua otot dan organ yang berperan dalam proses fonasi. Kerusakan pada saraf
ini akan mengacaukan proses pembentukan suara. 5
c. Rongga mulut dan faring
Perubahan ukuran dan bentuk rongga-rongga ini akan memperkuat
intensitas suara yang dihasilkan melalui resonansi5.
3
d. Pita suara
Pita suara merupakan generator pada proses fonasi. Pita suara digerakkan oleh
otot-otot intrinsik laring. Gerakan dan getaran otot-otot pita suara merupakan
gerakan terkendali (volunter), sehingga dapat dilatih untuk dapat menghasilkan
suara yang diinginkan5.
• Anatomi dan fisiologi Laring
Laring atau kotak suara ( voice box) merupakan bagian yang terbawah dari
saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga terpancung,
dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah
aditus laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago krikoid3.
Laring terdiri dari empat komponen dasar anatomi yaitu tulang rawan, otot
intrinsik dan ekstrinsik, dan mukosa8. Bangunan kerangka laring tersusun dari
satu tulang, yaitu tulang hioid yang berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendon dan
otot-otot. Saat menelan, kontraksi otot-otot ini akan mengangkat laring. Tulang
rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago krikoid,
kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago tiroid. (gambar 1) 3
Gambar 1. Tulang rawan Laring 8
Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu otot ekstrinsik dan
intrinsik. Otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,
sedangkan otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot
4
ekstrinsik laring yang suprahioid ialah M. digastrikus, M. stilohioid, dan M.
milohiodid. Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid, M.omohioid, dan
M.tirohioid. sedangkan otot intrinsik laring ialah M.krikoaritenoid lateral,
M.tiroepiglotika, M.vokalis, M.tiroaritenoid, M.ariepiglotika, M.krikotiroid. Otot-
otot ini terletak di bagian lateral laring. Otot intrinsik laring yang terletak di
bagian posterior ialah M.aritenoid transversal, M.aritenoid oblik dan
M.krikoaritenoid posterior3.
Terdapat tiga kelompok otot laring yaitu aduktor, abduktor dan tensor.
Kelompok otot aduktor terdiri dari M.tiroaritenoid, M.krikoaritenoid lateral, dan
M. interaritenoid. otot tiroaritenoid merupakan otot aduktor dari laring.
Persarafan dari otot-otot aduktor oleh N. laringeus rekuren. Otot-otot tensor
terutama oleh M.krikotiroid didukung M.tiroaritenoid. otot krikotiroid disarafi
oleh cabang eksterna N. laringeus superior. Otot abduktor adalah M.krikoaritenoid
posterior yang disarafi cabang N.laringeus rekuren4. Perdarahan untuk laring
terdiri dari dua cabang yaittu A. laringeus superior dan A.laringeus inferior3.
Gambar 2. Potongan midsagital leher, tampak anatomi laring 8
5
Gambar 3. Anatomi laring, tampak otot-otot dan kartilago laring. (A)
laring dari posterior, (B) laring dari atas. 8
Lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan ligamentum ventrikulare
membentuk plika vokalis (pita suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara
palsu). Bidang antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, sedangkan
antara kedua plika ventrikularis disebut rima vestibuli. Plika vokalis dan plika
ventrikularis membagi rongga laring dalam 3 bagian yaitu vestibulum laring
(supraglotik), glotik dan subglotik3
Laring mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi
dan fonasi. Laring membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Saat
bernapas pita suara membuka (gambar 4), sedangkan saat berbicara atau
bernyanyi akan menutup (gambar 5) sehingga udara meninggalkan paru-paru,
bergetar dan menghasilkan suara. 9
Gambar 4. Posisi pita suara saat bernapas9 Gambar 5. Pita suara saat berbicara9
6
Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Bila plika
vokalis aduksi, maka M.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid ke bawah
dan ke depan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat itu M.krikoaritenoid
posterior akan menahan atau menarik kartiago aritenoid ke belakang. Plika vokalis
saat ini dalam kontraksi. Sebaliknya kontraksi M.krikoaritenoid akan mendorong
kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor. 3
3. Etiologi dan Patofisiologi
Faktor resiko terjadinya masalah pada suara adalah2:
- Merokok (faktor resiko karsinoma laring)
- Konsumsi alkohol berlebihan
- Refluks gasroesofageal
- Profesi seperti guru, aktor, penyanyi
- Usia
- Lingkungan
Suara parau dapat terjadi secara akut atau kronik. Onset akut lebih sering
terjadi dan biasanya karena peradangan lokal pada laring (laringitis akut).
Laringitis akut bisa disebabkan oleh infeksi viral, infeksi sekunder bakterial.
Apabila tidak ada bukti adanya infeksi, laringitis akut bisa terjadi karena bahan
kimia atau iritan dari lingkungan, atau akibat penggunaan suara berlebih (voice
overuse) pada penyanyi, pengajar, orator, dsb. Onset kronis (laringitis kronis),
dapat disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis
laring, tumor, defisit neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap
rokok atau voice abuse3,4.
Suara parau memiliki banyak penyebab yang prinsipnya menimpa laring
dan sekitarnya mulai dari yang sederhana infeksi saluran pernafasan atas hingga
dengan patologi serius seperti kanker leher dan kepala seperti yang dijelaskan di
bawah ini8
1. Infeksi
Laringitis merupakan penyebab tersering suara parau yang dapat
diakibatkan infeksi virus atau bakteri dan biasanya terjadi bersamaan dengan
7
common cold. Inflamasi menyebabkan pembengkakan jaringan-jaringan laring.
Pembengkakan korda vokalis terjadi pada infeksi saluran napas atas, common
cold, atau pemakaian suara berlebihan. Radang laring dapat akut atau kronik10.
a. Laringitis akut
Laringitis akut merupakan radang mukosa pita suara dan laring kurang
dari tiga minggu. Penyebab radang ini adalah bakteri. Pada radang ini
terdapat gejala radang umum seperti demam, malaise, dan gejala lokal
seperti suara parau sampai tidak bersuara sama sekali (afoni), nyeri
menelan atau berbicara serta gejala sumbatan laring. Pada pemeriksaan
tampak mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan
bawah pita suara. Terapi yang diberikan berupa istirahat berbicara dan
bersuara selama 2-3 hari., menghirup udara lembab, menghindari iritasi
pada laring dan faring. Antibiotika diberikan jika peradangan berasal dari
paru10,11.
b. Laringitis kronik
Penyakit ini ditemukan pada orang dewasa. Sebagai faktor yang
mempermudah terjadinya radang kronis ini ialah intoksikasi alkohol atau
tembakau, inhalasi uap atau debu yang toksik, radang saluran napas dan
penyalahgunaan suara (vocal abuse). Pada laringitis kronis terdapat
perubahan pada selaput lendir, terutama selaput lendir pita suara. Pada
mikrolaringoskopi tampak bermacam-macam bentuk, tetapi umumnya
yang kelihatan ialah edema, pembengkakan serta hipertrofi selaput lendir
pita suara atau sekitarnya.
Terdapat juga kelainan vaskular, yaitu dilatasi dan proliferasi,
sehingga selaput lendir itu tampak hiperemis. Bila peradangan sudah
sangat kronis, terbentuklah jaringan fibrotik sehingga pita suara tampak
kaku dan tebal, disebut laringitis kronis hiperplastik. Kadang-kadang
terjadi keratinisasi dari epitel, sehingga tampak penebalan pita suara yang
di suatu tempat berwarna keputihan seperti tanduk. Pada tempat keratosis
ini perlu diperhatikan dengan baik, sebab mungkin di bawahnya terdapat
tumor yang jinak atau yang ganas7.
8
Gambar 6. Gambaran laring dan pita suara pada laringitis9
Suara parau juga dapat disebabkan oleh tuberkulosis (TB) dan lues3,10.
2. Lesi jinak pita suara
Lesi jinak pita suara sering terjadi karena penyalahgunaan suara (voice misuse
atau overuse) yang menimbulkan trauma bagi pita suara. Beberapa jenis lesi yan
timbul seperti nodul, polip dan kista9.
a. Nodul pita suara (vocal cord nodule)
Nodul pita suara terbanyak ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak
pada wanita dari pria, Terdapat berbagai sinonim klinis untuk nodul vokal
termasuk screamer’s nodule, singer’s node, atau teacher’s node. Nodulus jinak
dapat terjadi unilateral dan timbul akibat penggunaan korda vokalis yang tidak
tepat dan berlangsung lama. Letaknya sering pada sepertiga anterior atau di
tengah pita suara, unilateral atau bilateral. Klinis yang ditimbulkan adalah
suara parau, kadang-kadang disertai batuk. Pada pemeriksaan terdapat nodul di
pita suara sebesar kacang hijau atau lebih kecil, berwarna keputihan (gambar
7). Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laring tidak langsung/langsung.
Beberapa pasien berespon baik dengan pembatasan dan reedukasi vocal,
namun banyak juga yang memerlukan pembedahan endoskopik. 10,12
9
Gambar 7. Vocal Nodule 13
b. Polip
Polip laring ditemukan pada orang dewasa, lebih banyak pada pria dari
pada wanita, dan sangat jarang didapatkan pada anak. Pada pemeriksaan, polip
paling sering ditemukan di sekitar komisura anterior, tampak bulat, kadang-
kadang berlobul, berwarna pucat, mengkilat dengan dasarnya yang lebar di pita
suara, dan tampak kapiler darah sangat sedikit (gambar 8). Pada polip yang
besar, meskipun dasarnya di pita suara, polip ini ditemukan di subglotik. Epitel
di sekitar polip tidak berubah, tidak ada tanda radang. Polip dengan
vaskularisasi yang banyak akan berwarna merah, kadang-kadang terjadi
fibrotik, sehingga tidak tampak mengkilat lagi7.
Pengangkatan bedah harus dilakukan pada satu sisi berturut-turut, untuk
mencegah pembentukan sinekia pada komisura anterior. Pembedahan harus
diikuti menghentikan merokok dan reedukasi vokal. Jika tidak demikian,
mungkin terjadi kekambuhan jaringan polipoid yang tebal sepanjang korda
vokalis12.
Gambar 8. Polip pada pita suara14
10
c. Kista
Kista pita suara merupakan massa yang terdiri dari membran (sakus)
(gambar 9). Kista dapat berlokasi dekat permukaan pita suara atau lebih
dalam, dekat ligament. Sama seperti nodul dan polip, ukuran dan lokasi
mengganggu getaran dari pita suara dan menyebabkan suara parau. Terapi
pembedahan diikuti terapi vokal merupakan terapi yang disarankan15.
Gambar 9. Kista pada pita suara 14
3. Neoplasma
a. Keratosis laring
Pada keratosis laring sebagian mukosa laring terjadi pertandukan, sehingga
tampak daerah yang keputihan yang disebut leukoplakia (gambar 10). Tempat
tersering yang mengalami pertandukan ialah pita suara dan di fosa
interaritenoid. Gejala yang ditemukan adalah suara parau yang persisten. Selain
itu rasa ada yang mengganjal di tenggorok. Stridor atau sesak napas tidak
ditemukan. Sebagai terapi dilakukan pembedahan dengan mikrolaring.
Terdapat 15% dari kasus yang mengalami degenerasi maligna7,16.
11
Gambar 10. leukoplakia pada pita suara17.
b. Karsinoma laring
Suara parau yang persisten atau perubahan suara yang lebih dari dua
hingga 4 minggu pada perokok perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengenali
apakah terdapat kanker laring15. Karsinoma sel squamosa merupakan
keganasan laring yang paling sering terjadi (94%) (gambar 11). Gejala dini
berupa suara parau, dan sesuai dengan keterlibatan, timbul nyeri, dispnea, dan
akhirnya disfagia16. Pilihan terapi yang diberikan meliputi pembedahan, radiasi
dan atau kemoterapi. Ketika kanker laring ditemukan lebih awal maka pilihan
terapi berupa pembedahan atau radiasi dengan angka kesembuhan tinggi, lebih
dari 90% 15.
Gambar 11. Karsinoma Sel Squamosa pada Laring 18
4. Gangguan Neurologi pada laring
Suara parau dapat terjadi berhubungan dengan masalah pada persarafan
dan otot baik dari pita suara atau laring15. Paralisis otot laring dapat disebabkan
gangguan persarafan baik sentral maupun perifer, dan biasanya paralisis motorik
bersamaan dengan paralisis sensorik. Kejadiannya dapat unilateral atau bilateral.
12
Penyebab sentral misalnya paralisis bulbar, siringomielia, tabes dorsalis, multiple
sklerosis. Penyebab perifer misalnya struma, pasca tiroidektomi, limfadenopati
leher, trauma leher, tumor eofagus dan mediastinum, aneurisma aorta3,4.
Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring. Secara umum
terdapat lima posisi dari pita suara yaitu posisi median, paramedian, intermedian,
abduksi ringan dan posisi abduksi penuh. Gambaran posisi pita suara dapat
bermacam-macam tergantung dari otot yang terkena3. Banyak dari paralisis pita
suara akan sembuh beberapa bulan, namun ada kemungkinan menjadi permanen,
yang memerlukan tindakan bedah10.
Gambar 12. Paralisis Pita Suara 19
5. Penuaan (Presbylaryngis)
Presbilaringis (vocal cord concavity) merupakan suau keadaan yang
disebabkan penipisan dari otot dan jaringan-jaringan pita suara akibat penuaan.
Pita suara pada prebilaringis tidak sebesar daripada laring normal sehingga tidak
dapat bertemu pada pertengahan, dan akibatnya pasien mengeluh suara menjadi
parau, lemah dan berat. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan pemberian injeksi
lemak atau bahan lain pada kedua pita suara sehingga penutupan dapat lebih
baik19.
Gambar 13. Presbilaringis19
13
6. Perdarahan
Jika terdapat keluhan kehilangan suara mendadak yang sebelumnya
didahului dengan berteriak atau penggunaan suara yang kuat, menunjukkan telah
terjadi perdarahan dari pita suara. Perdarahan pita suara terjadi karena ruptur dari
salah satu pembuluh darah permukaan pita suara dan jaringan lunak terisi dengan
darah. Penanganannya segera dan harus diterapi dengan istirahat suara total dan
pemeriksaan oleh dokter spesialis19.
Gambar 14. Perdarahan Pita Suara 19
7. Refluks gastroesofageal
Hal yang sering juga merupakan penyebab suara serak adalah refluks
gastroesofageal, dimana asam lambung naik ke esofagus dan mengiritasi pita
suara. Banyak pasien dengan perubahan suara yang berkaitan dengan refluks,
tidak mempunyai gejala rasa terbakar di lambung (heartburn). Biasanya, suara
mulai memburuk di pagi hari dan meningkat sepanjang hari. Pasien mungkin
akan merasakan sensasi gumpalan pada tenggorokannya, cairan yang menusuk
tenggorokan, atau adanya keinginan yang kuat untuk membersihkan
tenggorokannya15.
8. Penyebab lain
Penyebab lain dapat berasal dari sistemik seperti kelainan endokrin
(hippotiroid), arthritis rematoid, penyakit granulomatosa, alergi, trauma laring,
alergi2 .
14
4. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. 2,4,8
a. Anamnesis
• Setiap pasien dengan suara parau yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa
adanya infeksi saluran napas atas memerlukan pemeriksaan. Sangat penting
untuk mengetahui durasi dan karakter perubahan suara.
• Riwayat merokok dan minum alkohol, dimana dapat mengiritasi mukosa
mulut dan laring dan beresiko kanker kepala leher
• Riwayat pekerjaan, pola/ tipe pemakaian suara seperti menyanyi berteriak
• Riwayat penyalahgunaan suara (voice abuse)
• Keluhan yang berhubungan meliputi nyeri, disfagia, batuk, susah bernapas
• Keluhan refluks gastroesofageal seperti merasakan asam di mulut pada apgi
hari
• Penyakit sinonasal (rhinitis alergi atau sinusitis kronik)
• Kelainan neurologis
• Riwayat trauma atau pembedahan
• Riwayat pemakaian obat-obatan seperti ACE inhibitor
•
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi penilaian
pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan fungsi saraf
kranial. 15. Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
• Pemeriksaan laringoskopi
Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara seperti kanker, singer’s
node, polip tuberkulosis atau sifilis. Selain itu dapat menilai adanya paralisis
pita suara, yang berhubungan dengan kanker paru, aneurisma aorta dan lain-
lain. 20
• Pemeriksaan kelenjar getah bening
Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan neuropati perifer, sindrom
Guillain-Barre, tumor otak atau penyakit serebrovaskuler21.
15
c. Pemeriksaan Penunjang Lainnya15,20
• Laringoskopi fibreoptik.
• Stroboskopi (videolaryngostroboscopy)
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring
• Pemeriksaan untuk mengukur produksi suara seperti amplitudo, range, pitch
dan efisiensi aerodinamik
• Pemeriksaan darah
Meliputi hitung jenis dan LED, fungsi tiroid, nilai C1 esterase inhibitor
untuk pembengkakan pita suara dan diduga angioedema, serta pemeriksaan
reseptor asetilkolin untuk suara parau yang diduga disebabkan miastenia
gravis.
• Kultur hidung dan sputum
• Foto torak x ray jika ditemukan paralisis pita suara pada pemeriksaan
laringoskopi
• CT scan dada
• Ct scan dan MRI jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis
• USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid yang menyebabkan paralisis pita
suara
5. Penatalaksanaan
Suara parau dialami lebih dari 3 minggu memerlukan rujukan ke spesialis
telinga hidung dan tenggorok untuk menilai pita suara dan menyingkirkan ke arah
keganasan. Penatalaksanaan suara parau tergantung dari penyebab. Pada banyak
kasus, dapat diterapi dengan istirahat suara dan penggunaan suara yang tepat2,15.
Penanganannya mencakup2:
- Penilaian klinis suara untuk diagnosis yang akurat
- Penatalaksanaan multidisiplin meliputi voice therapists dalam satu team.
Terapi suara dapat dilatih pada pasien untuk memodifikasi perilaku dan
mengeliminasi gangguan suara.
- Terapi pembedahan meliputi bedah mikrolaring. Vocal nodul, polip, kista
memerlukan tindakan kombinasi bedah dan terapi suara
16
6. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut2,10:
- Menghindari dan menghentikan merokok ataupun merokok pasif
- Pasien disarankan juga untuk minum yang banyak untuk mengencerkan
mucus.
- Menghindari agen/bahan yang menimbulkan dehidrasi seperti alkohol, kopi
- Mengontrol refluks gastroesofagus
- Menggunakan suara dengan tepat, tidak bersuara terlalu kuat.
- Menggunakan mikrofon jika diperlukan
- Menghindari bersuara atau bernyanyi ketika suara parau
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Cohen JI. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of Otolaryngology. Jakarta: Penerbit EGC; 1997. 370-371
2. Hartree N. Hoarseness; http://www.patient.co.uk/showdoc/40000966/ [ diakses 15 Februari 2009]
3. Hermani B, Kartosoediro S. Suara Parau. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN (editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003. 190-94
4. Wang RC, Miller RH. Hoarseness and Vocal Cord Paralysis. In: Calhoun KH. Head and Neck Surgery-Otolaryngoloy Volume II 3rd Ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins; 607, 609
5. Hermani B, Hutauruk SM. Gangguan Suara Pada Penyanyi. OtoRhinoLaryngologica Indonesiana 2006; 36: 42.
6. Kadriyan H. Aspek Fisiologis dan Biomekanis Kelelahan Bersuara serta Penatalaksanaannya. Cermin Dunia Kedokteran 2007;155: 93
7. Iskandar HN. Pemakaian Mikroskop PadaDiagnostik dan Bedah Laring. Cermin Dunia Kedokteran 1987; 43: 21-22.
8. Rosen CA, Anderson D, Murry. Evaluating Hoarseness: Keeping Your Patient's Voice Healthy nhttp://www.aafp.org/afp/980600ap/rosen.html [diakses 15 Februari 2009]
9. Sulica L. Normal Voice Function http://www.voicemedicine.com/normal_voice_functioning.htm [diakses 15 Februari 2009]
10. American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. http://www.entnet.org/HealthInformation/hoarseness.cfm [diakses 15 Februari 2009].
11. Hermani B, Abdurachman H. Kelainan Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar HN (editors). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi ke V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2003. 195-96,199-200.
12. Banovetz JD. Gangguan Laring Jinak. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of Otolaryngology.Jakarta: Penerbit EGC; 1997. 387, 391.
13. Ghorayeb BY. Picture of Vocal Cord Nodules (Teacher's Nodules). http://www.ghorayeb.com/VocalCordNodule2.html [diakses 21 Februari 2009].
14. Stanford University Medical Center. Clinical Pictures & Moviee. http://www.stanfordhospital.com/clinicsmedServices/cfm [diakses 21 Februari 2009].
18
15. American Academy of Otolaryngology. http://www.sinuscarecenter.com/aao/hoars_aao.htm [diakses 15 Februari 2009].
16. Adams GL. Tumor-Tumor Ganas Kepala dan Leher. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 6. Alih Bahasa: Wijaya C. BOIES Fundamental of Otolaryngology.Jakarta: Penerbit EGC; 1997. 446.
17. Ghorayeb BY. Pictures of Chronic Laryngitis and Leukoplakiahttp://www.ghorayeb.com/LaryngitisChronic.html [diakses 21 Februari 2009].
18. Ghorayeb BY. Pictures of Laryngeal Polyps and Cancers http://www.ghorayeb.com/LarynxLesions.html [diakses 21 Februari 2009]
19. Stasney R. Disorders of the Larynx http://www.otohns.net/default.asp?id=15102 [diakses 21 Februari 2009]
20. Singapore Pain Specialist. Hoarseness. diagnosishttp://www.wrongdiagnosis.com/symptoms/hoarse/tests.htm [diakses 21 Februari 2009].
© Files of DrsMed – FK UNRI (http://www.Files-of-DrsMed.tk
top related