skripsi uji model stabilitasi tebing sungai …
Post on 01-Nov-2021
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
58
SKRIPSI
UJI MODEL STABILITASI TEBING SUNGAI MENGGUNAKAN
PASANGAN BATU KOSONG DAN RUMPUT BAHIA TERHADAP
GERUSAN
Disusun Oleh :
MUHAJIR 105 81 01509 11
AGUS RENDI. M 105 81 01530 11
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017
59
UJI MODEL STABILITASI TEBING SUNGAI MENGGUNAKAN
PASANGAN BATU KOSONG DAN RUMPUT BAHIA TERHADAP
GERUSAN
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Program Studi Teknik Pengairan
Jurusan Teknik Sipil Pengairan
Fakultas Teknik
Disusun Oleh :
MUHAJIR 105 81 01509 11
AGUS RENDI. M 105 81 01640 11
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017
60
61
62
Muhajir1)
dan Agus Rendi.M2)
1)Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar Email: muhajirajir@gmail.com
2)Progran Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar
Email: agusrendi@gmail.com
ABSTRAK
Uji Model Stabilitasi Tebing Sungai Menggunakan Pasangan Batu Kosong Dan Rumput Bahia
Terhadap Gerusan. Pembimbing : Andi Rahmat dan Amrullah Mansida. Daerah Aliran Sungai
di Indonesia mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan,
pertambahan jumlah penduduk serta, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian
lingkungan sekitar sungai. Bio-enginering adalah penanganan tebing sungai dengan konsep
Eko-hidraulik dengan menggunakan komponen vegetasi (tanaman-tanaman) yang menitik
beratkan pada penanganan sungai secara integral. Dengan tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh gabungan pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap
pengurangan volume gerusan pada tebing sungai, penelitian ini mengunakaan metode
eksperimental, di lakukan di laboratorium teknik sipil Universitas Muhammadiyah Makassar
dengan membuat 3 variasi debit aliran. Berdasarkan data penelitian diperoleh nilai debit
sedimen melayang (Qs) yang terendah sesudah menggunakan batu kosong dan rumput bahia
pada Q1 di titik pengamatan I yaitu 0,0000044 ton/hari, kemudian nilai yang tertinggi pada Q3
di titik pengamatan III yaitu 0.0000176 m/dtk.
Kata Kunci : Uji Model, Sungai, Bio-Engineering,Ekohidraulik
ABSTRACT
Test Stabilization Model of River Cliff Using Empty Rock Pairs And Bahia Grass Against Scouring. Advisor: Andi Rahmat and Amrullah Mansida. Watersheds in Indonesia are damaged as a result of land use change, population growth and lack of public awareness of environmental conservation around the river. Bio-enginering is the handling of river cliffs with the concept of Eco-hydraulic using vegetation components (plants) that emphasize on handling the river integrally. With the aim of this research is to know the effect of combination of blank stone pairs and grass bahia to the reduction of scouring volume on the river cliff, this research mengmentaan experimental method, done in civil engineering laboratory of Muhammadiyah University of Makassar by making 3 variation of flow discharge. Based on the research data, the lowest floating sediment discharge (Qs) value after using the empty stone and grass in Q1 at the observation point I is 0,0000044 ton / day, then the highest value at Q3 at observation point III is 0.0000176 m / s.
Keywords: Model Test, River, Bio-Engineering, Ekohidraulik
63
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga penulis dapat menyusun
proposal ini, dan dapat kami selesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik yang
harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan Program Studi pada
Jurusan Teknik Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Makassar. Adapun Judul kami adalah: “UJI MODEL
STABILITASI TEBING SUNGAI MENGGUNAKAN PASANGAN BATU
KOSONG DAN RUMPUT BAHIA TERHADAP GERUSAN”
Skripsi ini terwujud berkat adanya bantuan, arahan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan
dan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak HAMZAH AL IMRAN, ST., MT. sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak MUH. SYAFAAT S. KUBA, ST. sebagai Ketua Jurusan Sipil
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Ir. ANDI RAHMAT, MT. selaku pembimbing I dan Bapak
AMRULLAH MANSIDA, ST., MT selaku pembimbing II, yang telah
64
banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan dan pengarahan
sehingga terwujudnya skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai Fakultas Teknik atas segala
waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti
proses belajar mengajar di Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Ayahanda, Ibunda dan Saudara-saudaraku yang tercinta, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala
limpahan kasih sayang, do’a, dorongan dan pengorbanannya.
6. Rekan-rekan mahasiswa FakultasTeknik, terkhusus Saudaraku
Angkatan 2011 dengan keakraban dan persaudaraannya banyak
membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang
berlipat ganda di sisi Allah SWT dan tuga sakhir yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi penulis, rekan-rekan, masyarakat serta bangsa dan
negara. Amin.
Makassar,……Maret 2017
Penulis
65
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. v
DAFTAR TABEL ................................................................................. vi
DAFTAR NOTASI ............................................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 3
E. Batasan Masalah .......................................................................... 4
F. Sistematika Penulisan .................................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah aliran sungai (DAS) .......................................................... 6
B. Pengertian sungai ......................................................................... 7
1. Klasifikasi sungai ..................................................................... 8
2. Klasifikasi das ......................................................................... 10
C. Pengaruh erosi tebing sungai ..................................................... 10
66
D. Penanganan gerusan tebing konvesional murni ......................... 11
1. Pengertian pelindung tebing sungai ....................................... 11
2. Pelindung tebing sungai ......................................................... 11
E. Penanganan Gerusan Tebing Menggunakan Vegetasi
Setempat Yang Dikembangkan di Eropa dan Dikembangkan
Dalam Buku Agus Maryono ......................................................... 25
F. Hidrolika Aliran…….. ................................................................... 32
1. Aliran das............................................................................... 32
2. Kecepatan Air ....................................................................... 32
3. Aliran kritis supkritis dan super kritis ..................................... 36
G. Pengendapan sedementasi ...................................................... 40
H. Pasangan batu kosong dan rumput bahia sebagai stabilitasi
tebing sungai ........................................................................... 43
1. Pasangan batu kosong ....................................................... 43
2. Rumput bahaia ..................................................................... 44
3. Keuntungan atau manfaat rumput bahia ............................. 45
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 48
B. Alat dan Bahan ........................................................................... 48
C. Jenis Penelitian dan Sumber Data ............................................. 49
D. Prosedur Penelitian ................................................................... 50
E. Perencanaan dan Pembuatan Model ........................................ 50
F. Pengambilan Data ..................................................................... 51
67
G. Analisa Data…………………………………………………………52
H. Flow Chart Penelitian………………………………………………53
BAB IV DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data………………………………………………………58
1. Deskripsi hasil data pengamatan sebelum menggunakan pasangan
batu kosong dan rumput bahia terhadap
gerusan....................................................................................60
2. Deskripsi hasil data pengamatan setelah menggunakan pasangan
batu kosong dan rumput bahia terhadap
gerusan………………………………………………………………....63
B. Analisis data………………………………………………………...……..66
1. Kecepatan aliran……………………………………………………...66
2. Perhitungan koefisien hambatan
vegetasi………………………...……………………………………...69
3. Pengaruh volume gerusan…………………………………………..70
4. Pengaruh total sedimentasi…………………………………………72
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN………………………………………………………74
B. SARAN………………………………………………………………75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
68
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema DAS .................................................................................. 7
2. Sungai puthe Ramang-ramang di maros sulawesi selatan
dengan vegetasi di sekitar sungai .................................................. 8
3. Sungai code yogya (ditanggul) Sungai code, Yogyakarta
(diluruskan/ditanggul) (Kompas, 28 Januari 2001) ......................... 8
4. Perkuatan tebing sungai sungai menggunakan beronjong kawat
(Dinas PU Kab.Gorontalo,2013 ..................................................... 12
5. Pelindung tebing sungai dengan metode pasangan batu .............. 13
6. Pelindung tebing sungai dengan metode perkerasan dengan
Beton ............................................................................................. 14
7. Riprap sebagai pelindung tebing sungai (marine construction,
2011) ............................................................................................ 15
8. Pelindung tebing sungai dengan metode campuran semen
tanah (rezkiana, 2011) ................................................................. 16
9. Pelindung tebing sungai dengan metode kantong (rezkiana,
2011) ........................................................................................... 16
10. Pelindung sungai dengan metode turap batu kali (Rezkiana,
2011) ........................................................................................... 18
11. Bangunan pelusuran sungai,sudetan dan tanggul ......................... 20
12. Longsoran tebing sungai ............................................................... 22
69
13. Perlindungan tebing sungai (Budinetro, 2001)............................... 26
14. Batang pohon yang tak teratur(Agus maryono, 2008 .................... 27
15. Gabungan (ikatan) batang dan ranting pohon membujur (Agus
maryono, 2008) ............................................................................. 27
16. Penutup tebing (Agus maryono, 2008) .......................................... 28
17. Ikatan dan ranting pohon dengan batu dan tanah d dalamnya
(Agus maryono, 2008) ................................................................... 28
18. Pagar datar (Agus maryono, 2008) ............................................... 29
19. Tanaman tebing (Agus maryono, 2008) ....................................... 30
20. Penanaman tebing (Agus maryono, 2008) .................................... 30
21. Tanaman antara batu kosong (Agus maryono, 2008) ................... 31
22. Krib penahan arus (Agus maryono,2008) ...................................... 31
23. Distribusi kecepatan dan isovel tampang sungai alamiah ............. 33
24. Aliran laminar dan turbulen ............................................................ 36
25. Ilustrasi interaksi pada sungai dengan bantaran bervegetasi
menurut (Agus maryono,2008) ...................................................... 38
26 Perkuatan tebing sungai dengan menggunakan batu kosong
dan rumput bahia (Daru_itats, 2015) ............................................ 43
27 Rumput bahia (sumber.setijati dkk,1980. Anonimous, 2008)......... 47
28 Denah uji model hidraulik fisik………………………………………..51
29 Potongan memanjang………………………………………………….52
30 Potongan melintang dan detail rumput bahia……………………….53
31 Potongan A-A dan potongan B-B bak penampang…………………54
70
32 Bagan alur penelitian……………………………………………………57
33 Grafik hubungan antara debit dengan kecepatan sebelum
dan sesudah menggunakan pasangan batu kososng dan
rumput bahia…………………………………………………….... ...... 62
34 Grafik hubungan debit Q1 pada bilangan Froude pada
percobaan sebelum dan saat menggunakan perlindungan tebing
sungai menggunakan pasangan batu kosong dan rumput
bahia………………………… .......................................................... 64
35 Grafik hubungan debit Q1,Q2,Q3 sebelum menggunakan dan
saat menggunakan vegetasi………………….…………………… ... 67
36 Grafik gabungan sedimen melayang pada debit Q1,Q2,Q3
sebelum dan sesudah menggunakan pasangan batu kosong dan
rumput bahia……………………………………………………....... ... 69
71
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tipikal harga koefisien kekasaran manning, n yang sering di gunakan .. 34
2. Koefisien kekasaran equivalen .................................................. 39
3. Faktor konversi Cs (mengkonversi satuan ppm menjadi
mg/l) .............................................................................................. 42
4. Data pengamatan sebelum menggunakan pasangan batu
kosong dan rumput bahia terhadapa gerusan Q1= 0.019
m³/dtk. ........................................................................................... 60
5. Data pengamatan sebelum menggunakan pasangan batu
kosong dan rumput bahia terhadap gerusan, Q2=0.026
m³/dtk. ............................................................................................ 61
6. Data pengamatan sebelum menggunakan pasangan batu
kosong dan rumput bahia, Q3 = 0.033 m³/dtk ............................... 62
7. Data pengamatan setelah menggunakan pasangan batu
kosong dan rumput bahia, Q1 = 0,019 m³/dtk ............................... 63
8. Data pengamatan setelah menggunakan pasangan batu
kosong dan rumput bahia terhadap gerusan, Q2 = 0,026
m³/dtk ............................................................................................ 64
9. Data pengamatan setelah menggunakan pasangan batu
kosong dan rumput bahia terhadap gerusan Q3= 0.033 ............... 65
72
10. Hasil perhitungan kecepatan aliran sebelum dan sesudah
menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia .............. 66
11. Perhitungan bilangan Froude sebelum dan sesudah
mengunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia
terhadap gerusan .......................................................................... 67
12. Perhitungan koefisien manning ..................................................... 70
13. Perhitungan volume gerusan sebelum dan sesudah
menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia
terhadap gerusan .......................................................................... 71
14. Table perhitungan sedimen melayang sebelum dan sesudah
menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia
terhadap
gerusan…………………………………………………… .................. 72
73
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
Notasi Definisi dan keterangan
Q Debit (m3/det)
H Kedalaman (m)
B lebar dasar saluran (m)
P Penampang Basah (m)
A Luas (m2)
T Suhu (C0)
T Waktu (detik)
Re Bilangan Reynold
Fr Bilangan Froude
g Gaya gravitasi (m/detik2)
R Jari-jari hidrolis (m)
I Kemiringan saluran
Kecepatan rata-rata aliran (m/det)
µ Viskositas kinematik ( T = 29oC µ = 0.82 x 10-6 )
µ Viskositas kinematik ( T = 25oC µ = 0.90 x 10-6 )
Vg Volume gerusan (m³)
Hambatan karena bentuk vegetasi (-)
Luas tampang vegetasi tegak lurus aliran (m²)
Jarak antara elemen vegetasi searah aliran (m)
Jarak antara elemen vegetasi tegak lurus aliran (m)
74
Koefisien hambatan dari sekelompok elemen vegetasi
(m), besarnya untuk sekelompok vegetasi biasanya
terletak pada 0,60< <2,4. Untuk pendekatan dapat
dipakai
Qs Sedimen melayang (ton/hari)
Cs Konsentrasi sedimen (g/ml)
A Luas daerah yang tergerus (m2)
L Panjang gerusan (m)
75
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai di Indonesia sekarang ini mengalami banyak
kerusakan lingkungan pada sungai meliputi kerusakan pada aspek biofisik
ataupun kualitas air, sebagian Daerah Aliran Sungai di Indonesia mengalami
kerusakan sebagai akibat dari, perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah
penduduk serta, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian
lingkungan sekitar sungai dan kerusakan lahan terutama kawasan hutan lindung.
Kerusakan yang timbul paling nyata adalah semakin terjalnya tebing
sungai akibat gerusan arus dan berpotensi terjadi longsoran tebing (erosi). Dua
penyebab utama terjadinya erosi tebing sungai adalah karena sebab alamiah
dan karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses
pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan
keseimbangan tanah secara alami. Sedang erosi karena kegiatan manusia
kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat
cara bercocok tanam sekitar 1,17 juta hektar pertahun (Dinas Kehutanan 2003-
2006) dan adanya penambangan yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah
konservasi sungai atau pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik
sungai, seperti yang terjadi di sungai maros.
Upaya penanganan perkuatan tebing dengan menggunakan rekayasa
geoteknik pada sungai guna melindungi suatu tebing alur sungai dengan
memakai sistem kosntruksi taludisasi diantaranya perkuatan tebing dengan
menggunakan pasangan batu, bronjong kawat silinder dan lain sebagainya.
1
76
Untuk pemilihan konsep perkuatan lereng yang cocok untuk suatu sungai
haruslah dipilih dengan memperhatikan sulit tidaknya keadaan lapangan yang
ditinjau dari pelaksanaannya.
Dengan berdasarkan cara pembangunan dan pemanfaatan potensi
sungai tersebut, dimana banyak menekankan pada sistem rekayasa hidraulik
murni yang tidak mempertimbangkan dampak negatif setelah melaksanakan
pembangunan seperti perubahan drastis marfologi sungai, penurunan tahanan
air, meningkatkan kemungkinan kejadian banjir, kerusakan struktur dasar sungai,
menurunya daya dinamis sungai, meningkatkan temperatur air, penurunan muka
air tanah, peningkatan biaya pemeliharaan, meningkatkan erosi dan transportasi
sedimen serta merusak ekosistem sungai.
Kosep ekohidrolik dalam penyelesaiaan banjir sangat berbeda dengan
kosep konvensional atau metode hidraulik murni karena dalam penyelesaiaan
banjir dengan konsep ekohidraulik menitik beratkan pada penanganan penyebab
banjir secara integral dengan mengembangkan unsur ekologi. Maka kami
memilih konsep ramah lingkungan dengan judul
“UJI MODEL STABILITASI TEBING SUNGAI MENGGUNAKAN PASANGAN
BATU KOSONG DAN RUMPUT BAHIA TERHADAP GERUSAN” sebagai salah
satu cara alternative dalam penanganan erosi tebing sungai yang ramah
lingkungan (Bioengineering).
B. Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penelitian uji model stabilitas tebing sungai
menggunakan ekohidrolik dengan pasangan batu kosong dan rumput bahia
adalah sebagai berikut.
77
1) Berapa besar pengaruh sebelum dan sesudah menggunakan pasangan batu
kosong dan rumput bahia terhadap laju kecepatan aliran ?
2) Berapa besar nilai koefisien hambatan tanaman rumput bahia ?
3) Berapa besar pengaruh sebelum dan sesudah menggunakan pasangan batu
kosong dan rumput bahia terhadap sedimentasi ?
C. Tujuan Penelitian
Dengan adanya masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sebelum dan sesudah
menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap laju
kecepatan aliran
2) Untuk mengetahui seberapa besar nilai koefisien hambatan tanaman
rumput bahia
3) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh sebelum dan sesudah
menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap
sedimentasi.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian uji model stabilitas tebing
sungai menggunakan ekohidrolik dengan pasangan batu kosong dan rumput
bahia ini adalah sebagai berikut:
1) Mendapatkan teknik pengamanan tebing sungai berbasis Bio-engineering
yang dapat diterapkan dengan biaya yang terjangkau, ramah lingkungan
serta mudah pelaksanaannya.
78
2) Sebagai bahan rujukan kepada pihak instansi terkait dalam menangani
tebing sungai dengan konsep pembangunan berwawasan ramah lingkungan.
3) Sebagai sarana pengembangan pengetahuan yang diperoleh di bangku
kuliah dengan penerapan dilapangan.
4) Dapat meningkatkan efektifitas sungai yang lebih berkualitas.
E. Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat berjalan dengan efektif dan mencapai sasaran
yang ingin dicapai maka penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai
berikut:
1) Penelitian menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia untuk
mengstabilitasi tebing sungai
2) Menggunakan sampel tanah sungai maros.
3) Uji model dilaboratorium.
4) Durasi pengaliran waktu (t) = 2 menit, 4 menit, 6 menit.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran umum isi tulisan, penulis membuat
sistematika penulisans ebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN : Merupakan pembahasan mengenai latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, batasan
masalah, dan systematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA : Menguraikan tentang daerah aliran
sungai, stabilitasi tebing sungai, permasalahan sungai, macam-macam erosi,
penanganan erosi tebing sungai dengan metode bio engineering, dan sifat-sifat
hidrolika sungai.
79
BAB III METODE PENELITIAN: Menguraikan tentang tahap penelitian
yang terdiri atas lokasi dan penelitian, rancangan penelitian, dan analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN : Menguraikan tentang
pembahasan mengstabilitasi tebing sungai, perilaku aliran tebing sungai,
perkuatan tebing sungai dengan metode bio engineering dan eko hidrolik, serta
kinerja perkuatan tebin gsungai.
BAB V PENUTUP: Menguraikan tentang kesimpulan dari seluruh
rangkaian penelitian dan saran-saran terkait dengan kekurangan dalam
penelitian.
80
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Menurut Wiersum (1979), dan Seyhan (1990), DAS adalah suatu
wilayah daratan yang dibatasi oleh batas alam berupa topografi yang berfungsi
untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang diterima menuju ke
sistem sungai terdekat yang selanjutnya bermuara di waduk atau danau atau
laut. Definisi lain menyatakan DAS adalah wilayah yang terletak di suatu titik
pada suatu sungai yang oleh batas-batas topografi mengalirkan air yang jatuh di
atasnya ke dalam sungai yang sama dan melalui titik yang sama pada sungai
tersebut (Brooks et al., 1992; Arsyad, 2010).
DAS merupakan suatu sistem ekologi yang kompleks, di dalamnya
terjadi keseimbangan dinamik antara energi material yang masuk (input) dan
material yang keluar (output). Pada keadaan alami perubahan keseimbangan
masukan dan keluaran berjalan lambat dan tidak menimbulkan ancaman yang
membahayakan bagi manusia dan kelestarian lingkungan, namun pada sistem
DAS dengan dinamika penggunaan lahan yang berlangsung secara terus
menerus dari bentuk vegetasi rapat ke bentuk vegetasi yang jarang atau dari
bentuk vegetasi ke bentuk non vegetasi, sesuai penyebaran lokasi penggunaan
lahan secara spasial (keruangan), akan mempengaruhi fluktuasi debit aliran
sungai (Asdak, 2004). Istilah yang juga umum digunakan untuk DAS adalah
daerahtangkapan air (DTA) atau catchment area atau watershed. Batas Das
adalah punggung perbukitan yang membagi satu DAS dengan DAS lainnya
8
81
Gambar 1. Skema DAS (www.recycleworks.org/kids/water.html)
Saat ini sebagian daerah aliran sungai di Indonesia mengalami
kerusakan sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah
penduduk, penurunan fungsi hidrologis, serta kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap pelestarian lingkungan DAS. Gejala kerusakan lahan banyak di jumpai
di beberapa wilayah di Indonesia, seperti di pulau Jawa, Sumatra, dan
Kalimantan. Penurunan fungsi hidrologis terjadi karena adanya ketimpangan
dalam pemanfaatan lahan. Ketimpangan yang dimaksud adalah kawasan hutan
beralih menjadi kawasan terbuka dan lahan pertanian serta kawasan pedesaan
beralih fungsi menjadi kawasan perkotaan. Kerusakan hutan di Indonesia
mencapai 1,6-2 juta hektar setiap tahunnya oleh penebangan liar, kebakaran
hutan, perambahan (Sunaryo dkk., 2004)
B. Pengertian Sungai
Sungai adalah tempat atau wadah serta jaringan pengaliran air mulai
dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang
pengalirannya oleh garis sempadan. Sungai mengalir dari hulu dalam kondisi
kemiringan lahan yang curam berturut-turut menjadi agak curam, agak landai,
dan relatif rata. Arus relatif cepat di daerah hulu dan bergerak menjadi lebih
82
lambat dan makin lambat pada daerah hilir. Sungai merupakan tempat
berkumpulnya air dilingkungan sekitarnya yang mengalir menuju tempat yang
lebih rendah (Mulyanto, 2007).
Gambar 2 Sungai Puthe Ramang-Ramang dimros Sulewesi selatan dengan
vegetasi disekitar sungai (sodventure.blogspot.com)
Gambar 3. Sungai code yogya (ditanggul) Sungai code, Yogyakarta
(diluruskan/ditanggul) (Kompas, 28 Januari 2001)
Menurut Dinas PU, sungai sebagai salah satu sumber air mempunyai
fungsi yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Sedangkan PP No. 35 Tahun 1991 tentang sungai, sungai merupakan tempat-
tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air
sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang
pengalirannya oleh garis sempadan.
1. Klasifikasi Sungai
Untuk penggunaan di Indonesia, di mana ditemukan jenis sungai
dengan berbagai variasi lebar dan kedalaman serta debit alirannya, maka
83
klasifikasi menurut Leopold et al. (1964) ini sangat cocok. Selanjutnya dapat
diperdetail dengan klasifikasi menurut Kern (1994).
Di samping klasifikasi tersebut ada klasifiksi berdasarkan orde sungai,
misalnya sungai paling kecil di hulu dalam suatu DAS disebut sungai orde
1)Pertemuan antara sungai orde 1 menghasilkan sungai orde 2, selanjutnya
pertemuan antara sungai orde 2 menghasilkan sungai orde 2, dan seterusnya.
Sementara pertemuan antara sungai dengan orde yang berbeda tidak
menghasilkan sungai orde berikutnya, namun tetap menjadi sungai orde terbesar
dari kedua sungai yang bertemu tersebut. Klasifikasi ini tidak selalu bisa dikaitkan
dengan besar-kecilnya, lebar-sempitnya, atau dalam-dangkalnya suatu sungai.
Pengertian pembagian sungai menjadi besar, sedang dan kecil ini
penting kaitannya dengan penelaahan sifat-sifat sungai pada umumnya. Sungai-
sungai kecil akan mempunyai karakteristik yang hampir sama, demikian juga
sungai sedang dan sungai besar. Perkembangan terakhir dalam teknik sungai
kaitannya dengan ekologi, semakin banyak ahli sungai yang memfokuskan
penelitian pada sungai-sungai kecil (misalnya Kern, 1994; Traibing, 1999; dan
lain-lain), karena pada sungai kecil ini keterkaitan antara faktor fisik hidraulik-
morfologi dan faktor ekologi dapat diamati secara mudah. Sehingga pengelolaan
sungai kecil kaitannya dengan konsep eko-hidraulik.
Dari sudut pandang ekologi terdapat klasifikasi berdasarkan vegetasi
yang hidup di tebing atau pinggir sungai. Sampai sekarang belum ada klasifikasi
yang bisa disetujui dan digunakan secara universal. Berikut ini beberapa
klasifikasi definisi yang membedakan sungai besar, sungai menengah, dan
sungai kecil.
84
2. Klasifikasi DAS
1. Das gemuk, das jenis ini memiliki daya tamping yang besar, dapun sungai
yang memiliki das seperti ini cenderung mengalami luapan air yang besar
apabila terjadinya hujan di daerah hulu.
2. Das kurus das jenis ini bentuknya sempit, sehingga daya tampungnya pun
kecil. Manakala hujan turun di daerah hulu, tidak terjadi luapan air yang
tidak terlalu hebat.
C. Pengaruh erosi tebing
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian
atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi
lahan). Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk
meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke
dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan
mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh
aliran permukaan pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang
selanjutnya akibat tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan
sungai sehingga akan memengaruhi kelancaran jalur pelayaran. Pengkikisan
oleh air dapat mengakibatkan tebing sungai semakin dalam, lembah semakin
curam, pembentukan gua, memperbesar badan sungai. Ada dua macam erosi,
yaitu erosi normal dan erosi dipercepat. Erosi normal juga disebut erosi geologi
atau erosi alami merupakan proses-proses pengangkutan tanah yang terjadi
dibawah keadaan vegetasi alami. Biasanya terjadi dengan laju yang lambat yang
memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung
pertumbuhan vegetasi secara normal. Erosi dipercepat adalah pengangkutan
tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan manusia
85
yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan
pengangkutan tanah (Arsyad, 1989).
D. Penanagan gerusan tebing dengan konvesional murni
1. Pengertian pelindung tebing sungai
Pelindung tebing sungai adalah bangunan untuk melindungi tebing
sungai secara langsung terhadap kerusakan akibat serangan arus, pelindung
tebing (reveatment) merupakan struktur perkuatan yang ditempatkan di tebing
sungai untuk menyerap energi air yang masuk guna melindungi suatu tebing
sungai atau permukaan tebing tanggul terhadap erosi dan limpasan gelombang
(over topping) kedarat dan secara khusus berperan meningkatkan stabilitas alur
sungai atau tubuh tanggul yang dilindungi.
Tebing sungai merupakan yang penting pada kestabilan alur pada
sungai karena membatasi aliran sungai. Menurut asal mulanya tebing sungai ini
dapat dibagi menjadi dua, yaitu : tebing sungai asli dan tebing sungai buatan
berupa timbunan (tanggul) ataupun galian. Sungai didaerah hulu pada umumnya
mengalir diantara pegunungan berupa lembah maupun palung, maka tebing
sungai ini masih merupakan tebing alam.Sedangkan didaerah rendah, sungai-
sungai sering meluap menyebabkan kerusakan pada dinding sungai.
2. Pelindungan tebing sungai
Perlindungan tebing sungai secara langsung (revetment). Revetment
yang berfungsi sebagai perkuatan lereng adalah bangunan yang ditempatkan
pada permukaan suatu lereng guna melindungi suatu tebing sungai terhadap
serangan arus yang dapat mengakibatkan terjadinya gerusan pada tebing
sungai. Beberapa jenis revetment yang biasa dipakai adalah sebagai berikut :
1) Kawat bronjong
86
Kawat bronjong merupakan pelindung tebing sungai tipe secara langsung, dan
keuntungan menggunakan kawat beronjong adalah :
a) Relatif murah jika batu pengisi tersedia,
b) Bersifat fleksibel, khususnya ketika dikombinasikan dengan tanaman hidup,
c) Sangat efektif untuk melindungi tebing yang tidak stabil dengan segera.
Sedangkan kekurangannya adalah :
a) Memerlukan pekerjaan tukang yang intensif
b) Diperlukan keahlian untuk pemasangan yang tepat,
c) Diperlukan biaya yang mahal untuk membetulkannya jika
pemasangannya tidak tepat
d) Tidak baik bagi ekologi sungai dan keindahan
e) Dapat memperburuk erosi pada hilir jika pemasangannya tidak tepat.
Gambar 4. Perkuatan tebing sungai menggunakan bronjong kawat
(Dinas PU Kab. Gorontalo,2013)
2).Pasangan Batu
Pasangan batu merupakan pelindung tebing sungai tipe secara langsung,
dan keuntungan menggunakan pasangan batu adalah :
a) Relatif murah, khususnya dikombinasikan dengan struktur perlindungan
yang lain seperti dinding turap,
87
b) Bersifat fleksibel dan tahan terhadap erosi,
c) Mengijinkan terjadinya perkolasi.
Kekurangan adalah :
a) Batu yang digunakan harus tahan terhadap gaya erosi air yang tinggi,
b) Tidak disarankan pada sungai dengan kemiringan lebih dari 2v:1H
c) Memerlukan pekerjaan tukang yang intensif dalam pemasangan batu.
Gambar 5. Pelindung tebing sungai dengan metode pasangan batu
(www.litbang.pu.co.id)
3) Perkerasan dengan beton
Perkerasan dengan meton merupakan pelindung tebing sungai tipe armoring
(rigid revetment).
Keuntungan menggunakan perkerasan dengan beton :
a) Perawatan yang rendah
b) Memberikan stabilitas permanen,
c) Mencegah erosi dan pengerusan dengan segera.
Sedangkan kekurangannya adalah :
a) Mahal dibandingkan tipe dinding lain,
b) Memerlukan peralatan berat,
c) Tidak baik bagi ekologi sungai
88
d) Dapat mengakibatkan masalah erosi pada hilir jika dipasang dengan tidak
tepat,
e) Area terbatas untuk pemasangan,
f) Harus direncanakan oleh ahlinya agar sesuai dengan kondisi yang ada.
Gambar 6. Pelindung tebing sungai dengan metode perkerasan dengan beton
(dokumen.tip)
4. Riprap
Riprap merupakan pelindung tebing sungai tipe langsung (fleksibel
revetment). Keuntungan menggunakan riprap adalah :
a. Relatif murah, khususnya dikombinasikan dengan struktur perlindungan
yang lain seperti dinding turap,
b. Bersifat fleksibel dan tahan terhadap erosi,
c. Mengijinkan terjadinya perkolasi.
Sedangkan kekurangannya :
a. Batu yang digunakan harus tahan terhadap gaya erosi air yang tinggi,
b. Tidak disarankan pada sungai dengan kemiringan lebih dari 2v;1H,
c. Memerlukan pekerjaan tukang yang intensif dalam pemasangan batu,
d. Banjir dapat dengan mudah menghanyutkan batu riprap.
89
Gambar 7. Riprap sebagai pelindung tebing sungai (marine construction, 2011)
5. Campuran Semen Tanah
Campuran semen tanah merupakan pelindung tebing sungai tipe
armoring (rigid revetment). Keuntungan menggunakan campuran semen tanah :
a) Relatif murah,
b) Menggunakan material asli,
c) Pengerjaan mudah.
Sedangkan kekurangannya :
a. Tidak permeable, Kekuatan rendah,
b. Rentang terhadap perubahan suhu,
c. Karena tebing sebelah selimut menjadi lembab dan tidak dapat dikeringkan
keruntuhan dapat terjadi,
d. Karena selimut tanah semen relatif kaku, akibat pengaruh lalu lintas
kendaraan kecil, pejalan kaki, lalu lintas barang, selimut tanah semen dapat
bertahan tanpa mengalami keretakan.
90
Gambar 8. Pelindung tebing sungai dengan metode campuran semen tanah
(rezkiana, 2011)
6) Kantong
Pelindung tebing sungai dengan menggunakan kantong merupakan tipe
(armoring, rigid revetment). Keuntungan menggunakan kantong :
a) Mudah dikerjakan,
b) Kantong berisi campuran semen pasir dapat memberikan perlindungan
dalam jangka waktu yang lama jika campuran telah diatur dengan baik,
meskipun semua jenis kantong mudah rusak dan akhirnya memburuk.
Sedangkan kekurangannya:
a) Tidak baik bagi ekologi sungai,
b) Tidak untuk jangka waktu yang panjang.
Gambar 9. Pelindung tebing sungai dengan metode kantong (rezkiana, 2011)
91
7) Turap batu kali
Turap batu kali meruapakan pelindung tipe armoring(Rigid Revetment)
Keuntungan menggunakan turap batu kali adalah :
a) Perawatan yang rendah,
b) Memberikan stabilitas permanen jika diperlukan
c) Mencegah erosi dan penggerusan dengan segera,
d) Dapat digunakann pada sungai dengan area pemasangan yang sempit atau
jika digunakan struktur lain akan memakan tempat yang lebih luas.
Sedangkan kekurangannya :
a) Mahal,
b) Memerlukan perlatan berat,
c) Sebaiknya jika digunakan pada sungai dengan area dimana bongkahan
batu akan menyulitkan pemancangan turap mencapai kedalaman yang
dibutuhkan,
d) Sebaiknya jangan digunakan jika strukturnya terlalu tinggi sehingga dapat
menyebabkan kelengkungan yang membahayakan
e) Dapat mengakibatkan masalah erosi pada hilir jika dipasang dengan tidak
tepat,
f) Harus ditinjau stabilitasnya oleh ahli struktur
g) Dapat mentransfer erosi ke hilir jika tidak ditrasiskan dengan baik
h) Kurang baik bagi segi lingkungan dan keindahan.
92
Gambar 10. Pelindung sungai dengan metode turap batu kali (Rezkiana, 2011)
Konsep dan Penanganan Eko-Hidraulik dalam Pengelolaan Sungai
Pengelolaan sungai adalah usaha manusia guna memanfaatkan sungai
sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia dan lingkugan secara integral dan
berkesinambungan, tanpa menyebabkan kerusakan rezim dan kondisi ekologi
sungai yang bersangkutan. Di samping itu pengelolaan sungai harus dikerjakan
secara integral baik sungai besar, menengah, maupun kecil. Pengelolaan sungai
besar saja tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Bahkan sangat penting
untuk memprioritaskan sungai-sungai kecil karena jika pengelolaan sungai kecil
berhasil berarti masalah sungai besar dapat selesai dengan sendirinya.
Pengelolaan sungai dengan konsep eko-hidraulik ini, bukan saja bertujuan untuk
melestarikan komponen ekologi dilingkungan sungai, namun juga untuk
memanfaatkan komponen ekologi sungai dalam rekayasa hidraulik. Komponen
ekologi dan hidraulik suatu sungai atau wilayah keairan mempunyai keterkaitan
yang saling berpengaruh positif.
Prinsip pengelolaan sungai adalah bagaimana mempertahankan kondisi
sungai semaksimal mungkin masih seperti pada kondisi semula atau kondisi
93
alamiahnya (back to nature concept). Jika terpaksa harus diadakan
pembangunan pada sungai, misalnya untuk dibuat bendung irigasi, sudetan,
pelurusan, pembuatan tanggul, maka harus diadakan kajian secara integral
perubahan yang ada baik fisik maupun ekologi akibat adanya konstruksi
bangunan tersebut (Maryono, 2001). Jika berefek negatif, baik hidraulik maupun
ekologi, maka harus dicari solusi dan kompensasinya sehingga dampak negatif
tersebut dapat dihilangkan sama sekali. Dalam konsep eko-hidraulik tidak ada
satu faktor pun dalam wilayah sungai yang dianggap tidak penting. Rekayasa
hidraulik murni hanya memperhatikan dua unsur yaitu aliran air aliran sedimen
(termasuk formasi dasar sungai). Pada rekayasa eko-hidraulik, disamping
komponen diatas dimasukkan pula komponen vegetasi. Rumus-rumus dasar
hidraulika masih sepenuhnya digunakan dalam hitungan eko-hidraulik.
Sungai-sungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini mengalami
peningkatan pembangunan fisik yang relatif cepat. Pembangunan fisik tersebut
misalnya pembuatan sudetan-sudetan, pelurusan-pelurusan, pembuatan tanggul
sisi, pembetonan tebing baik pada sungai besar maupun kecil. Hal ini
menyebabkan terjadinya percepatan aliran air menuju hilir dan sungai di bagian
hilir akan menanggung volume aliran air yang lebih besar dalam waktu yang lebih
cepat dan singkat dibanding sebelumnya (atau bisa disebut banjir). Di samping
itu, aktivitas ini akan mengakibatkan kerusakan habitat flora dan fauna sungai
yang pada gilirannya akan menurunkan kualitas ekosistem sungai.
94
Gambar 11. Bangunan pelusuran sungai, sudetan, dan tanggul,
(https://www.scribd.com/doc/309317051/SODETAN-SUNGAI)
Penyelesaian masalah banjir dengan mengadakan pelurusan, sudetan,
dan pembuatan tanggul merupakan solusi yang selalu dilakukan baik dinegara
maju (seperti Eropa, Jepang, Amerika, dan Kanada) juga negara berkembang
seperti Indonesia.
Ditinjau dari kemampuan sungai dalam menahan aliran air maka
pelurusan, sudetan, dan pembuatan tanggul guna membatasi limpasan air
sungai di daerah bantaran pada hakekatnya merupakan aktivitas yang secara
langsung menurunkan bahkan menghilangkan retensi sungai. Komponen retensi
sungai yang sifatnya abiotik (fisik) adalah berupa material penyusun dasar
sungai, meander sungai, pulau atau delta di sungai, serta formasi bentuk dasar
sungai (lihat Maryono, 1988, 1999). Sedang komponen retensi yang bersifat
biotik adalah vegetasi di sepanjang bantaran sungai, vegetasi di tebing kanan kiri
sungai, dan vegetasi di dasar sungai.
Pendekatan eko-hidraulik telah menghasilkan rekayasa baru yang dapat
digunakan dalam penyelesaian masalah keairan dengan memanfaatkan faktor
95
ekologi yang ada (misalnya penanganan longsor tebing dengan
memanfaatkan/menggunakan vegetasi). Pengelolaan sungai adalah usaha
manusia guna memanfaatkan sungai sebesar-besarnya untuk kepentingan
manusia dan lingkugan secara integral dan berkesinambungan, tanpa
menyebabkan kerusakan rezim dan kondisi ekologi sungai yang bersangkutan.
Di samping itu pengelolaan sungai harus dikerjakan secara integral baik sungai
besar, menengah, maupun kecil. Pengelolaan sungai besar saja tidak akan bisa
menyelesaikan masalah. Bahkan sangat penting untuk memprioritaskan sungai-
sungai kecil. Karena jika pengelolaan sungai kecil berhasil berarti masalah
sungai besar dapat selesai dengan sendirinya. Pengelolaan sungai dengan
konsep eko-hidraulik ini, bukan saja bertujuan untuk melestarikan komponen
ekologi dilingkungansungai, namunjuga untuk memanfaatkan komponen ekologi
sungai dalam rekayasa hidraulik. Komponen ekologi dan hidraulik suatu sungai
atau wilayah keairan mempunyai keterkaitan yang saling berpengaruh positif.
Prinsip pengelolaan sungai adalah bagaimana mempertahankan kondisi
sungai semaksimal mungkin masih seperti pada kondisi semula atau kondisi
alamiahnya (back to nature concept). Jika terpaksa harus diadakan
pembangunan pada sungai, misalnya untuk dibuat bendung irigasi, sudetan,
pelurusan, pembuatan tanggul, maka harus diadakan kajian secara integral
perubahan yang ada baik fisik maupun ekologi akibat adanya konstruksi
bangunan tersebut (Maryono, 2001). Jika berefek negatif, baik hidraulik maupun
ekologi, maka harus dicari solusi dan kompensasinya sehingga dampak negatif
tersebut dapat dihilangkan sama sekali. Dalam konsep eko-hidraulik tidak ada
satu faktor pun dalam wilayah sungai yang dianggap tidak penting.Rekayasa
hidraulik murni hanya memperhatikan dua unsur yaitu aliran air aliran sedimen
96
(termasuk formasi dasar sungai). Pada rekayasa eko-hidraulik, disamping
komponen diatas dimasukkan pula komponen vegetasi. Rumus-rumus dasar
hidraulika masih sepenuhnya digunakan dalam hitungan eko-hidraulik.
Pencegahan dan Penanganan Longsoran Tebing/Gerusa Timbulnya
korban jiwa dan kerugian materi akibat bencana tanah longsor dapat dilakukan
dengan usaha pencegahan dan penanggulangan berikut ini.
Gambar 12: Longsoran tebing sungai (sumber: http://falah-
kharisma.blogspot.co.id/2015/08/pencegahan-dan-penanggulangan-
longsor.html)
a) Survei dan pemetaan kawasan yang
Survei perlu dilakukan untuk mengidentifikasi pola gerakan tanah di
kawasan – kawasan yang diperkirakan terjadi longsor. Pengukuran faktor-faktor
yang membuat kawasan tertentu lebih rawan longsor dibandingkan kawasan
lainnya, yaitu jenis dan distribusi tanah dan bebatusan, kemiringan lereng, cara
air mengalir di permukaan dan bawah tanah, pengaruh cuaca, dan kerentanan
pecah bebatuan.Program pemetaan dan analisis tingkat kerentanan terhadap
gerakan tanah/batuan ini perlu dilakukan pada tahap pencegahan bencana.
Ketersediaan peta kerentanan ini sangat penting karena menjadi dasar bagi
penataan ruang dan langkah – langkah mitigasi, seperti penerapan sistem
peringatan dini dan pengkajian tingkat risiko longsor pada kebijakan pertanahan.
97
b) Pemasangan rambu-rambu Untuk menjamin keselamatan, pada tempat –
tempat rawan longsor sebagaimana diidentifikasi dari hasil pemetaan, perlu
dipasang rambu–rambu dan tanda – tanda peringatan “rawan longsor”.
Rambu – rambu peringatan perlu dipasang dengan bahasa atau gambar
yang jelas, mudah dibaca, dan dipahami orang.
c) Peraturan tata guna tanah
Peraturan tata guna tanah perlu dibuat untuk mencegah
penggunaan daerah rawan longsor sebagai tempat hunian atau untuk
bangunan-bangunan penting Peraturan-peraturan itu bisa juga mencakup
relokasi yang jauh dari daerah berbahaya, khususnya jika tempat – tempat
alternatif lain tersedia. Peraturan juga mencakup pembatasan kegiatan yang
mungkin menggerakkan tanah longsor.
d) Penghijauan
Salah satu upaya mencegah atau mengendalikan penyebab terjadinya
tanah longsor adalah dengan program penghijauan, yang dilakukan secara
tempat pada lereng – lereng daerah aliran sungan dan pada lereng yang
rawan.Teknologi berkelanjutan yang sekarang sedang banyak diterapkan dalam
penanganan wilayah sungai salah satunya adalah bio-engineering atau eko-
engineering (rekayasa dengan memanfaatkan komponen biologi atau
ekologi).Dalam eko-engineering dikembangkan cara-cara pemanfaatan
komponen ekologi (flora) untuk perbaikan-perbaikan struktur fisik wilayah sungai.
Eko-engineering ini merupakan salah satu komponen dalam teknologi ecological-
hydraaulic (eko-hidraulik) dan prinsip-prinsipnya dapat digunakan juga untuk
menanggulangi abrasi pantai, danau, dan lain sebagainya. Bangunan pelindung
tebing sungai sering digunakan dalam teknik perlindungan tebing konvensional
98
adalah perkerasan tebing dengan pasangan batu isi atau kosong. Konstruksi ini
menutup seluruh permukaan tebing. Bangunan semacam ini secara langsung
akan memperpendek alur sungai dan menurunkan faktor kekasaran dinding
(dinding menjadi relatif halus). Di samping itu dapat menimbulkan kesulitan bagi
biota sungai untuk bermigrasi atau bergerak secara horizontal, bahkan dapat
menghilangkan kemungkinan bagi segala jenis biota sungai pada bantaran untuk
masuk dan keluar sungai sesuai dengan pola hidupnya. Sementara dengan eko-
engineering dapat menjamin kelangsungan keluar masuknya biota ke dan dari
sungai, baik bagi biota air, amphipi, dan biota daratan (patt et al., 1988). Pada
pemilihan jenis vegetasi untuk perlindungan tebing sungai, sangat perlu
dipertimbangkan besarnya kecepatan air. Golongan rumput-rumputan (Familia
Gramineae) dan kangkung-kangkungan (Familia Convolvulaceae) yang bersifat
lentur bisa digunakan untuk perlindungan tebing pada kecepatan arus tinggi.
Sedang yang bersifat getas (mudah patah) untuk kecepatan rendah.
e) Perbaikan Sarana
Untuk mencegah terjadinya bencana longsor diperlukan perlindungan
dan perbaikan sarana – sarana sepanjang jalur dan kawasan yang dikhawatirkan
rentan longsor. Perbaikan juga dilakukan untuk tempat – tempat hunian, seperti
masalah drainase tanah dapat diperbaiki dengan menambah material yang bisa
menyerap air serta membangun beton – beton penahan tembok untuk
menstabilkan lokasi hunian.
f) Pendidikan masyarakat
Program pendidikan masyarakat perlu dilakukan untuk menyadarkan
setiap individu agar bertanggung jawab menjaga dan bersahabat dengan
lingkungan. Program ini juga diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang
99
sebab, cara pencegahan, dan tindakan penyelamatan ketika terjadi dan setelah
terjadinya tanah longsor. Pendidikan dapat dilakukan melalui pertemuan RT, RW,
organisasi, organisasi masyarakat, dan lingkungan sekolah.
g) Pemantauan dan peringatan
Pemantauan perlu dilakukan terhadap daerah – daerah yang rawan
tanah longsor sehingga dapat memberikan peringatan dan evakuasi secara
tempat. Peringatan kepada masyarakat perlu segera disampaikan jika sudah
terlihat tanda – tanda terjadinya tanah longsor. Peringatan memerlukan sistem
informasi yang cepat, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan radio, sirine,
atau sistem peringatan lainnya yang dapat memberikan informasi secara luas
dan cepat.
E. Penanganan Gerusan Tebing Menggunakan Vegetasi Setempat Yang
Dikembangkan di Eropa dan Dikembangkan Dalam Buku Agus Maryono
Budinetro (2001), dari hasil studi yang dilakukannya, mengusulkan tiga
jenis tumbuhan yang di Indonesia bisa digunakan, yaitu Vetiveria zizanioides
(rumput vetiver atau rumput akar wangi), Ipomoea carnea (karangkungan), dan
bambu. Rumput vetiver adalah tanaman yang sangat mudah tumbuh di berbagai
tingkat kesuburan tanah, tahan kekeringan dan tahan genangan air, serta
penanamannya mudah, relatif tanpa pemeliharaan. Akar vetiver ini tumbuh lebat
menancap ke bawah (dapat mencapai 3 meter), sehingga tidak terjadi perebutan
unsur hara dengan tanaman lain. Sifat yang menguntungkan lainnya adalah
umurnya panjang dan dapat bertahan selama puluhan tahun.
Bambu termasuk Familia Gramineae (golongan rumput-rumputan).
Bambu tumbuh alami di hampir semua benua. Sampai saat ini menurut FOA
terdapat sebanyak 75 genus bambu dan 1.250 spesies. Batangnya berbentuk
100
pipa, dengan buku-buku sebagai pembatas pipa, mempunyai lapisan kulit khusus
di bagian dalam dan luar batangnya. Kekuatan tarik lapis luar dua kali lipat dari
bagian dalam. Memiliki kekuatan tinggi secara aksial dan memiliki sifat lentur.
Dalam waktu 3-4 bulan dapat mencapai ketinggian maksimum 40 meter.
Gambar 13. Perlindungan tebing sungai; a) Pasangan batu kosong, b)
Krip, c) Tiang pancang, (d) Anyaman ranting kayu (Budinetro, 2001)Patt
et al. (1999) mengusulkan beberapa metode penelitian penahan tebing
dengan menggunakan vegetasi setempat.
a Batang pohon yang tak teratur
pohon tumbang baru dan belum di potongi dahan dan rantingnya dapat
dipasang pada bagian longsor bagian bawah (akar) diletakkan di hulu membujur
di sepanjang tebing yang longsor. Pada longsoran yang panjang dapat
digunakan sejumlah batang pohon yang dipasang memanjang.
101
Gambar 14. Batang pohon yang tak teratur (Agus Maryono, 2008)
b. Gabungan ikatan batang dan ranting pohon membujur
Dahan dan ranting dapat diikat memanjang dan di pasang dengan dipatok
disepanjang kaki tebing sungai. Fungsi utamanya adalah untuk menahan
kemungkinan longsornya tebing akibat arus air. Ikatan batang dan ranting pohon
sebaiknya ditimbun tanah sebagian sehingga terdorong untuk tumbuh. Untuk
menjaga kebasahan selama masa pertumbuhan, maka ikatan tersebut harus di
letakkan di bawah atau pada muka air rata-rata.
Gambar 15. Gabungan (ikatan) batang dan ranting pohon membujur (Agus
Maryono, 2008)
102
c. Penutup tebing
Untuk menanggulangi erosi dapat dibuat dari berbagai macam bahan
misalnya dari alang-alang, jerami kering, rumput gajah kering, dll.
Gambar 16. Penutup tebing(Agus Maryono, 2008)
d. Ikatan batang dan ranting pohon dengan batu dan tanah di dalamnya
Prinsipnya sama dengan ikatan batang, hanya di bagian dalam ikatan
tersebut diisi dengan batu dan tanah. Fungsi batu dan tanah ini adalah sebagai
alat pemberat sehingga ikatan tidak terbawa arus. Di samping itu mempermudah
tumbuhnya batang dan ranting tersebut.
Gambar 17. Ikatan batang dan ranting pohon dengan batu dan tanah di
dalamnya (Agus Maryono, 2008)
103
e. Pagar datar
Dapat dibuat dengan bambu atau batang dan ranting pohon yang ada di
sekitar sungai. Penancapan pilar pagar sekitar 50 cm dan jarak pilar antara 50-80
cm. Pagar dipasang di dasar sungai dengan bagian atas di bawah tinggi muka
air rat-rata. Pemasangan pagar ini paling tepat sebelum musim hujan.
Tergantung jenis tanaman setempat, dalam waktu beberapa bulan tanaman di
belakang pagar sudah bisa tumbuh.
Gambar 18. Pagar datar (Agus Maryono, 2008)
f. Tanaman tebing
Untuk melindungi erosi dan longsoran tebing yang terjal dapat
digunakan cara seperti pada gambar 18. Jenis tanamannya disesuaikan dengan
jenis tanamanyang dijumpai di sekitar lokasi. Panjang batangnya sekitar 60 cm
masuk ke dalam tanah dengan diurug di atasnya dan sekitar 20 cm yang di luar.
Dengan cara pengurugan ini didapat kondisi tanah yang gembur dan
memungkinkan hidupnya tanaman tersebut. Dengan masukan sedalam 60 cm ke
dalam tanah maka akan didapat tanaman yang kuat mengikat tebing sungai.
104
Gambar 19. Tanaman tebing (Agus Maryono,2008)
g.Penanaman tebing
Tebing-tebing sungai yang tanpa tumbuhan sebaiknya sesegera
mungkin ditanami. Jenis tumbuhannya dapat di pilih dari daerah setempat.
Bambu adalah salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di sepanjang
sungai di Indonesia. Penanaman bambu dapat dilakukan dengan memiliki
beberapa jenis bambu yang sesuai dengan lebar dan kedalam sungai. Jenis
bambu yang pendek dan kecil dapat ditanam pada sungai yang relatip kecil.
Sedangkan jenis bambu yang tinggi dan berbatang besar digunakan pada tebing
sungai yang besar. Tanaman di tebing sungai ini selain berfungsi sebagai
pelindung tebing juga berfungsi sebagi retensi aliran, sehingga kecepatan aliaran
turun dan banjir di hilir dapat dikurangi.
Gambar 20. Penanaman tebing (Agus Maryono,2008)
105
h. Tanaman antara pasangan batu kosong
Pada metode ini pasangan batu kosong akan lebih kuat jika di celah-
celahnya ditanami tumbuhan yang sesuai. Dengan adanya tumbuhan tersebut,
batu akan semakin kokoh terikat pada tebingnya.
Gambar 21. Tanaman antara batu kosong (Agus Maryono,2008)
i. Krib penahan arus
Krib penahan arus atau pembelok arus dapat dibuat baik dari batu-batu
kosong, pagar datar, atau batu dan akar/potongan pohon bagian bawah. Dengan
krib ini akan terjadi sedimentasi disekitar krip khususnya dibelang krib.
Gambar 22. Krib penahan arus (Agus Maryono,2008)
106
F. Hidrolika Aliran
1. Aliran Dasar
Sebagian besar debit aliran pada sungai kecil yang masih alamiah
adalah debit aliran yang berasal dari air tanah atau mata air dan debit aliran air
permukaan (air hujan). Dengan demikian aliran air pada sungai kecil pada
umumnya lebih menggambarkan kondisi hujan daerah yang bersangkutan.
Sedangkan sungai besar, sebagian besar debit alirannya berasal dari sungai-
sungai kecil dan sungai sedang di atasnya. Sehingga aliran di sungai besar tidak
mesti menggambarkan kondisi hujan di lokasi yang bersangkutan. Aliran dasar
pada sungai kecil terbentuk dari aliran mata air dan air tanah, sedang aliran
dasar pada sungai besar dibentuk dari aliran dasar sungai-sungai kecil dan
sedang di atasnya. Baik pada sungai kecil, sedang, atau besar, aliran dasar ini
merupakan alira yang sangat penting yang menentukan kondisi kualitas air dan
kehidupan flora dan fauna sungai. Flora dan fauna sungai memerlukan aliran
dasar yang relatif seimbang-dinamis serta kontinyu (keseimbangan
dinamis).Stabilitas aliran dasar ini sangat ditentukan oleh kualitas ekologi DAS
dan daerah aliran sepanjang sungai yang bersangkutan
2. Kecepatan Air
Karakteristik kecepatan air di sungai tidak jauh berbeda dengan
karakteristik kecepatan air di suatu saluran. Distribusi kecepatan aliran secara
vertikal adalah parabola pepat, karena aliran di sungai pada umunya adalah
turbulen seperti hanya aliran di saluran. Kecepatan di dekat permukaan adalah
maksimum dam kecepatan di dasar sungai adalah nol atau mendekati nol. Pada
sungai yang masih alami, distribusi kecepatan arah horisontal tidak teratur.
107
Gambar berikut ini adalah contoh garis-garis distribusi kecepatan (isovel)pada
suatu alur sungai.
Gambar 23. Distribusi kecepatan dan isovel suatu tampang sungai alamiah.
Untuk menetukan kecepatan rata-rata V pada alur sungai atau
saluran, berlaku rumus-rumus dasar hidraulika sebagai berikut.
Q = V1. A1 = V2 .A2 ;Vm = (1)
V = C. √ (Chezy) (2)
C = (Strickler) (3)
V = (Manning-Strickler) (4)
(Manning) (5)
dengan:
Q = debit (m³/dt)
Vm = kecepatan rata-rata antara pada kontrol volume
V1 dan V2 = kecepatan rata-rata (m/dt) pada potongan 1 & 2
A1 dan A2 = luas tampang sungai pada potongan 1 & 2
R = jari-jari hidraulis (m)
108
I = kemiringan saluran
C = koefisien Chezy
n = koefisien kekasaran dinding (koefisien Manning)
= koefisien Strickler
Tabel 1. Tipikal harga koefisien kekasaran Manning, n yang sering digunakan
No. Tipe saluran dan jenis bahan
Harga n
Minimum Normal Maksimum
1. Beton
Gorong-gorong lurus dan bebas dari kotoran
Gorong-gorong dengan lengkungan dan sedikit kotoran/gangguan
Beton dipoles Saluran pembuang dengan bak
kontrol
0,010
0,011
0,011
0,013
0,011
0,013
0,012
0,015
0,013
0,014
0,014
0,017
2. Tanah, lurus dan seragam
Bersih baru
Bersih telah melapuk
Berkerikil
Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu
0,016
0,018
0,022
0,022
0,018
0,022
0,025
0,027
0,020
0,025
0,030
0,033
3. Saluran alam
Bersih lurus
Bersih, berkelok-kelok
Banyak tanaman pengganggu
Dataran banjir berumput pendek – tinggi
0,025
0,033
0,050
0,030
0,040
0,070
0,033
0,045
0,08
109
No. Tipe saluran dan jenis bahan
Harga n
Minimum Normal Maksimum
Saluran di belukar 0,025
0,035
0,030
0,050
0,035
0,07
Daftar lengkap dapat dilihat dalam Open Channel Hydraulics oleh VenTe Chow.
a. Sifat-sifat Aliran
Sifat-sifat aliran pada dasarnya ditentukan oleh adanya pengaruh
kekentalan (viskositas) dan pengaruh gravitasi dalam perbandingannya dengan
gaya-gaya kelembaban (inertial forces) dari aliran. Tegangan permukaan
sebenarnya juga dapat berpangaruh pada sifat-sifat aliran.
b. Aliran Laminer dan Turbulen
Apabila perbandingan antara gaya-gaya kelembaban dengan gaya-gaya
kekentalan yang dipertimbangkan maka aliran dapat dibedakan menjadi: aliran
laminer dan aliran turbulen. Parameter yang dipakai sebagai dasar untuk
membedakan sifat aliran tersebut adalah suatu parameter tidak berdimensi yang
disebut angka Reynold (Re).
Aliran laminer adalah suatu aliran dimana gaya kekentalan relatif sangat
besar dibandingkan dengan gaya kelembaman, sehingga aliran dikuasai oleh
pengaruh kekentalan, dan aliran yang berada diantara aliran laminer dan aliran
turbulen disebut aliran transisi. Dalam aliran semacam ini partikel-partikel cairan
bergerak secara teratur menurut lintasan-lintasan arusnya dan berlapis-lapis.
Aliran turbulen terjadi apabila gaya-gaya kelembaman relatif sangat
besar dibandingkan dengan gaya kekentalan sehingga aliran dikuasai gaya
inersia. Dalam tipe aliran ini partikel-partikel cairan bergerak pada lintasan-
lintasan yang tidak teratur atau pada lintasan sembarang.
110
Trublen
Laminer
Gambar 24. Aliran laminer dan
Aliran turbulen berhubungan dengan aliran yang bergerak dengan kuat
dan kecepatan yang tinggi yang dapat mentransportasikan sedimen. Umumnya,
aliran pada sungai merupakan aliran turbulen. Pada dasarnya, aliran ini
dibedakan dengan aliran laminer yang merupakan aliran yang bergerak dengan
kecepatan rendah dan arah yang paralel terhadap dasar aliran. Angka ini
menyatakan angka perbandingan antara gaya-gaya kelembaman dan gaya-gaya
kekentalan yaitu:
………………………………………………..(6)
Dimana :
V = Kecepatan Aliran (m/det)
L = Panjang Karakteristik, atau jari-jari hidrolis (r), (m)
µ = Kekentalan Kinematik, (m2/dt)
Dalam prakteknya aliran saluran terbuka umumnya dijumpai pada aliran
turbulen, sedangkan aliran laminer dijumpai pada percobaan-percobaan
laboratorium, karena ukuran saluran relatif kecil sehingga zat cair mempunyai
kekentalan yang besar.
3. Aliran Kritis, Subkritis, dan Superkritis.
Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan
gelombang gravitasi dengan amplitudo kecil. Gelombang gravitasi dapat
111
dibangkitkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil
daripada kecepatan kritis, maka alirannya disebut subkritis, sedangkan jika
kecepatan alirannya lebih besar daripada kecepatan kritis, maka alirannya
disebut superkritis.
Apabila yang dipertimbangkan adalah besarnya perbandingan antara
gaya-gaya kelembaman dan gaya-gaya gravitasi maka aliran dapat dibagi
menjadi:
1) Aliran kritis apabila angka FR = 1, berarti gaya-gaya kelembamamdan gaya
gravitasi seimbang dan aliran disebut dalam keadaan aliran kritis.
2) Aliran subkritis Apabila FR< 1, berarti gaya gravitasi menjadi dominan dan
aliran dalam keadaan aliran subkritis.
3) Aliran superkritis apabila FR> 1, maka gaya kelembaman yang dominan dan
aliran menjadi superkritis.
Parameter tidak berdimensi yang membedakan tipe aliran tersebut
adalah angka Froude (FR) yaitu angka perbandingan antara gaya kelembaman
dan gaya gravitasi :
√ ………………………………………………….. ……(7)
Dimana :
= Angka Froude
= Kecepatan rata-rata aliran dalam (m/det)
L = Panjang karakteristik
g = Gaya gravitasi, dalam (m/det2)
4. Hitungan Koefisien Hambatan
Pada sungai alamiah berbentuk mendekati trapesium, di mana di bagian
bantarannya bervegetasi lebat, akan terjadi daerah interaksi yang lebar dan
112
proses kehilangan energi akibat gesekan kecepatan dari antar tampang. Dengan
adanya daerah interaksi ini maka akan terjadi reduksi kecepatan secara
keseluruhan. Sebagai konsekuensinya maka muka air akan naik dan kapasitas
debit aliran akan berkurang. Gambar 8 menunjukkan ilustrasi interaksi aliran
pada sungai dengan bantaran bervegetasi.
Gambar 25. Ilustrasi interaksi pada sungai dengan bantaran bervegatasi
menurut (Agus Maryono,2008)
Untuk hitungan koefisien hambatan (drag koefisien λ) dari satu tampang
sungai atau saluran yang relatif masih alamiah, dapat digunakan cara yang
diusulkan oleh Merten (1989) dan DVWK (1997). Cara Merten (1989) dapat
dipilih karena cara ini, meskipun dengan prinsip sederhana. Pada cara Merten
(1989) masih menggunakan juga konsep dasar koefisien hambatan menurut
Keulegan (1938) Untuk tampang mendekati trapesium:.
√λ = -2,03 . log (
)………………………….............(8)
113
Sedangkan untuk sungai yang lebar dan bentuk tampang lintang
mendekati persegi panjang dapat digunakan rumus sebagai berikut:
√λ = -2,03 . log (
)………………………………….(9)
Dimana:
kekasaran ekuivalen (m)
Tabel 2. Koefisien kekasaran equivalen (Zanken, 1982 dan DVWK,1990)
Stuktur dasar sungai Kekerasan equivalen Ks
(mm)
Dasar rata dengan batuan sedimen seragam Ks = d
Dasar rata dengan batuan sedimen tak seragam Ks = 2,5.d50 atau d90
Dasar saluran ber- Ks = hws
Dasar saluran ber-dume Ks = hwd
Dasar/dinding saluran berupa batu lapis
Teratur 220 – 350
Agak tak teratur 450 – 700
Saluran dengan dinding tanah
Teratur tak bervegetasi 15 – 60
Sangat teratur dan tak bervegetasi 6 – 10
Dasar dan dinding berlumpur, teratur 25 – 50
Dasar dan tebing berbatu dengan vegetasi jarang 80 – 140
Tebing sangat padat vegetasi 190 – 270
Kondisi sangat jelek/rusak 300 – 500
Dasar sangat padat dengan semak-semak air 500 – 1500
Dasar berbatu dan berkerikil (tanpa transport sedimen)
Kerikil kasar, tebing sedikit bererosi, dasar saluran
dengan batu tunggal secara tak teratur 50 – 54
Untuk vegetasi yang tinggi, dimana tinggi vegetasi lebih besar dari tinggi
muka air (lihat gambar 9), maka koefisien hambatan dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
λ
………………………………………………….. (10)
114
Dimana:
λ hambatan karena bentuk vegetasi (-)
luas tampang vegetasi tegak lurus aliran (m²)
jarak antara elemen vegetasi searah aliran (m)
jarak antara elemen vegetasi tegak lurus aliran (m)
koefisien hambatan dari sekelompok elemen vegetasi (m), besarnya
untuk sekelompok vegetasi biasanya terletak pada 0,60< <2,4. Untuk
pendekatan dapat dipakai
G. Pengendapan (Sedimentasi)
Dalam kaitannya dengan sedimen dan sedimentasi ini, Menurut Rahayu
dkk(2009) terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan sedimen dalam beberapa
pengertian, salah satunya adalah Pipkin (1977) menyatakan bahwa sedimen
adalah pecahan, mineral, atau material organik yang ditransformasikan dari
berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau air dan juga
termasuk didalamnya material yang diendapkan dari material yang melayang
dalam air atau dalam bentuk larutan kimia. Petti John (1975) mendefinisikan
sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang
diakibatkan oleh pengendapan material pembentuk atau asalnya pada suatu
tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara,
danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut dalam.
Menurut Umi M dan Agus S (2002) bagian sungai yang paling efektif
untuk proses pengendapan (sedimentasi) ini adalah bagian hilir atau pada
bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena biasanya pada kelokan sungai
terjadipengurangan energi yang cukup besar. Ukuran material yang diendapkan
berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke
115
hilir, energi semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi adalah:
a. Kecepatan Aliran Sungai
Kecepatan aliran maksimal pada tengah alur sungai, bila sungai
membelok maka kecepatan maksimal ada pada daerah cut of slope (terjadi
erosi). Pengendapan terjadi bila kecepatan sungai menurun atau bahkan hilang.
b. Gradien / kemiringan lereng sungai
Bila air mengalir dari sungai yang kemiringan lerengnya curam
kedataran yang lebih rendah maka keceapatan air berkurang dan tiba-tiba hilang
sehingga menyebabkan pengendapan pada dasar sungai.
c. Bentuk alur sungai
Aliran air akan mengerus bagian tepi dan dasar sungai. Semakin besar
gesekan yang terjadi maka air akan mengalir lebih lambat. Sungai yang dalam,
sempit, dan permukaan dasar tidak kasar, aliran airnya deras. Sungai yang lebar,
dangkal, dan permukaan dasarnya tidak kasar, atau sempit dalam tetapi
permukaan dasarnya kasar, aliran airnya lambat.
Untuk menghitung nilai kandungan sedimen diperoleh berdasarkan hasil
perkalian konsentrasi sedimen dengan debit, dan dapat dirumuskan sbb:
Qs = k . Cs . Q (0.086)………………………………......(11)
Keterangan:
Qs : Debit sedimen (ton/hari)
Cs : Konsentrasi sedimen (mg/l)
Q : Debit air (m3/dt)
Konsentrasi sedimen suspensi (Cs) umumnya ditulis dalam mg/l atau
dalam satuan part per million (ppm). Untuk mendapatkan nilai konsentrasi dalam
116
mg/l konsentrasi dalam satuan ppm sebagai hasil analisa dari laboratarium
dengan cara mengambil contoh air sungai dengan volume tertentu kemudian
diendapkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 2 x 24 jam
sampai keadaan kering oven dan kandungan air di dalamnya tetap dengan
menimbang berat kering sedimennya.
Dari berat kering tersebut bisa diukur konsentrasi sedimen dalam contoh
air. Keberadaan sedimen di dalam air dapat diketahui dari kekeruhannya.
Semakin keruh air berarti semakin tinggi konsentrasi sedimennya. Oleh karena
itu, konsentrasi sedimen dapat didekati dari hasil pengukuran tingkat kekeruhan
air (Rahayu dkk, 2009).
Oleh karena itu, konsentrasi sedimen dapat didekati dari hasil
pengukuran tingkat kekeruhan air (Rahayu dkk, 2009).
Tabel 3. Faktor konversi Cs (mengkonversi satuan ppm menjadi mg/l) (sumber:
Rahayu dkk, 2009)
Konsentrasi (ppm) Cs Konsentrasi (ppm) cc
0 – 15900 1.00 322000 – 341000 1.26
16000 – 46800 1.02 342000 – 361000 1.28
46900 – 76500 1.04 362000 – 380000 1.30
76600 – 105000 1.06 381000 – 399000 1.32
106000 – 133000 1.08 400000 – 416000 1.34
134000 – 159000 1.10 417000 – 434000 1.36
160000 – 185000 1.12 435000 – 451000 1.38
186000 – 210000 1.14 452000 – 467000 1.40
211000 – 233000 1.16 468000 – 483000 1.42
234000 – 256000 1.18 484000 – 498000 1.44
257000 – 279000 1.20 499000 – 514000 1.46
280000 – 300000 1.22 515000 – 528000 1.48
301000 – 321000 1.24 529000 – 542000 1.50
117
H. Pengunaan Pasangan Batu Kosong dan Rumput Bahaia Sebagai
Stabilitasi Tebing Sungai
1. Pasangan Batu Kosong
Perlindungan tebing sungai yang selalu digunakan dalam teknik
perlindungan tebing konvensional adalah perkerasan tebing dengan pasangan
batu kosong, Konstruksi ini menutup seluruh permukaan tebing. Bangunan
semacam ini secara langsung akan memperpendek alur sungai dan menurunkan
factor kekasaran dinding (dinding menjadi relative halus).Disamping itu
perlindungan tebing sungai dengan mengunakan pasangan batu ini sangat
menjamin bagi kehidupan biota sungai untuk bermigrasi atau bergerak secara
horizontal untuk kelangsungan keluar masuknya dari sungai, baik bagi biota air,
amphibi, dan biota daratan.
Gambar 26. Perkuatan tebing sungai dengan menggunakan batu kosong dan
rumput bahia, (Daru_Itats.2015)
2. Rumput Bahia
118
Rumput Bahia (Paspalum notatum) adalah tanaman semu menahun,
tapi bukan termasuk keluarga rumput-rumputan (Graminae). Berikut merupakan
sistematika ilmiah rumput teki:
Kingdom : Plantae (Dunia tumbuhan)
Sub-kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super-Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Klassis : Liliopsida (Tumbuhan berkeping satu)
Sub-klassis : Commilinidae
Ordo : Cyperales
Familia : Cyperaceae
Genus : Cyperus
Spesies : Cyperus rotundus
Batang rumput bahia berbentuk segitiga meroset, hidup sepanjang
tahun dengan tinggi mencapai 10-75 cm. Biasanya tanaman liar ini tumbuh di
kebun, di ladang dan di tempat lain sampai pada ketinggian 1000 m dari
permukaan laut. Tanaman ini mudah dikenali karena bunga-bunganya berwarna
hijau kecoklatan, terletak di ujung tangkai dengan tiga tunas helm benang sari
berwarna kuning jernih, membentuk bunga-bunga berbulir, mengelompok
menjadi satu berupa payung. Ciri khasnya terletak pada buah-buahnya yang
berbentuk kerucut besar pada pangkalnya, kadang-kadang melekuk berwarna
coklat, dengan panjang 1,5 - 4,5 cm dengan diameter 5 - 10 mm. Daunnya
berbentuk pita, berwarna mengkilat dan terdiri dari 4-10 helai, terdapat pada
pangkal batang membentuk rozet akar, dengan pelepah daun tertutup
tanah.Pada rimpangnya yang sudah tua terdapat banyak tunas yang menjadi
119
umbi berwarna coklat atau hitam. Rasanya sepat kepahit-pahitan dan baunya
wangi. Umbi-umbi ini biasanya mengumpul berupa rumpun.
Di Indonesia sendiri, rumput bahia (Paspalum notatum) di kenal dengan
nama yang berbeda-beda yaitu rumput teki, mota, koreha wai, rukut teki, rukut
wuta. Sedangkan di inggris di sebut Nut grass atau field sedge dan di China
dikenal dengan nama Xiang fu. Gulma ini termasuk yang cukup ganas dan
penyebarannya luas. Gulma ini hampir selalu ada di sekitar segala tanaman
budidaya, karena mempunyai kemampuan tinggi untuk beradaptasi pada jenis
tanah yang beragam.
Bagian dalam tanah terdiri atas akar dan umbi. Umbi pertama dibentuk
pertama kali pada tiga minggu seteawal. Mempunyai umbi yang membentuk akar
ramping dan umbi lagi, demikian seterusnya (1 m2 sedalam 10 cm = 1600 umbi).
Umbi tidak tahan kering, selama 14 hari di bawah sinar matahari, daya
tumbuhnya akan hilang.
Mempunyai batang tumpul atau segi tiga.Mempunyai daun pada
pangkal batang terdiri dari 4 – 20 helai, pelepah daun tertutup tanah. Helai daun
bergaris dan berwarna hijau tau mengkilat Mempunyai bunga dengan benang
sari sebanyak tiga helai dan berwarna cokelat dapat tumbuh meluas terutama di
daerah tropis kering, berkisar pada ketinggian 1 – 1000 m dpl, dan curah hujan
antara 1500 – 4000 mm/tahun dan 7 hari pada keadaan lembab, pada suhu
100 – 400˚C, dengan suhu optimal 300 – 350˚C
3. Keuntungan atau Manfaat Rumput Bahia
Rumput Bahia (Paspalum notatum). Tanaman ini biasanya tumbuh
secara liar di tempat terbuka atau sedikit terlindung dari sinar matahari seperti di
tanah kosong, tegalan, lapangan rumput, pinggir jalan atau lahan pertanian dan
120
tumbuh Fungsi tanaman ini menjaga kesetabilan tanah agar kokoh, kuat dan
tidak mudah runtuh di daratan tinggi atau tebing. Banyak cara dilakukan untuk
menanggulangi atau mencegah timbulnya erosi dan sedimentasi baik secara
mekanis, vegetatif maupun cara kimiawi. Metode vegetatif dapat dilakukan
dengan menggunakan tanaman bahia sebagai tanaman konsrvasi. Tanaman ini
disamping mempunyai karakteristik sangat baik untuk menanggulangi erosi.
Cara kerja Mengikat tanah dengan membuat jaring didalam tanah agar
tanah koko dan menanggulangi erosi selain itu dapat meningkatkan ketersediaan
air untuk kebutuhan dometik ,irigasi pertanian dan idustri ,penggunaan tanaman
konservasi dapat meningkatkan efisiensi biaya perawatan daerah
bantaran sungai , bendungan dan bangunan-bangunan di atasnya.
Tanaman bahia telah banyak di usahakan di berbagai negara
untuk menghambat laju erosi dalam meningkatkan upaya konservasi tanah.
Berdasarkan hasil riset yang telah dilakukan di brbagai negara di Afrika, Asia dan
Amerika, melalui IPTEKS budidaya yang tepat, maka daerah terjal dekat aliran
sungai, terasiring dapat ditanami rumput bahia untuk menanggulangi erosi DAS
dan meningkatkan efisiensi biaya perawatan bantaran sungai, bendungan dan
bangunan-bangunan di atasnya. Karena adanya kekuatan geser tanah sudah
tidak mampu lagi untuk menahan beban massa tanah jenuh air di sekitar nya.
Erosi massa juga banyak di jumpai pada bantaran-bantaran pada sungai.
121
Gambar 27. Rumput bahia (sumber: setijati dkk, 1980.Anonymous,.2008.
https://vetiverindonesia.wordpress.com/pedoman/kementerian-pu/)
122
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian serta perakitan uji model stabilitas tebing sungai menggunakan
pasangan batu kosong dan rumput bahia dilaksanakan diLaboratorium Fakultas
Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar dengan waktu penelitian
Juli – November 2016.
B. Alat dan Bahan
Secara umum alat dan bahan yang digunakan dalam menunjang
penelitian adalah sebagai berikut :
1) Alat
a) Heand bor
b) Sencond
c) Stopwatch
d) Termometer
e) Gergaji
f) Linggis, sekop
g) Meter, pengaris
h) Kamera digital
i) Cawan
j) Tabel data untuk mencatat data-data yang diukur, alat tulis.
k) Komputer, dan printer.
2) Bahan
48
123
a) Tanah
b) Air Tawar
c) Batu kosong
d) Batang Bambu
e) Pompa Air
f) Benang, dan tali untuk mengukur sedimen
g) Current meter
h) Pipa
i) Sendok
C. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode eksperimental,
dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada
literatur.
Pada penelitian ini akan menggunakan dua variabel, yaitu :
1) Variabel bebas atau variabel penyebab (independent vriables)
a) Tinggi muka air (h)
b) Kecepatan aliran (V)
c) suhu
d) endapan sedimen (Cs)
2) Variabel Terikat atau Variabel tergantung (Dependent Variables)
a) Volume gerusan (m³)
b) Waktu (t)
c) Dimensi saluran
d) Kemiringan tebing (m)
e) Debit (Q)
124
D. Prosedur Penelitian
1) Studi Literatur
2) Membuat model penelitan dengan belokan saluran.
3) Merakit model uji stabilitas tebing sungai mengunakan pasangan batu kosong
dan rumput bahia.
4) Dilakukan pengambilan data sesuai dengan kebutuhan peneliti.
5) Mengamati hasil pelindung tebing sungai dengan pasangan batu kosong dan
rumput bahia.
6) Menganalisa data dengan beberapa persamaan.
7) Menyimpulkan hasil penelitian yang telah ada.
E. Perencanaan dan Pembuatan Model
Pembuatan model dilakukan setelah adanya rancangan yang telah
dibuat, yang terdiri dari:
a) Bak hulu
b) Bak hilir
c) Bak penenang, kolam tando
d) Pintu saluran
e) Pengukur debit (Thomson)
f) Pengatur tinggi muka air
g) Kisi-kisi
h) Saluran terbuka
i) Saluran penghantar
j) Pelindung tebing sungai
k) Pipa PVC 2”
125
F. Pengambilan Data
Adapun data yang diambil dalam penelitian uji model stabilitas tebing
sungai menggunakan eko hidrolik dengan pasangan batu kosong dan pagar
datar sebagai berikut :
1) Debit aliran sungai, sebelum melewati pelindung tebing ( ) di ukur dengan
menggunakan meter pada tiga titik (H0) dari dasar saluran hingga pada
permukaan air.
2) Debit aliran sungai, pada saat melewati pelindung tebing (Q1) pada belokan
pertama aliran, diukur dengan menggunakan meter pada titik (H0-H1) dari
dasar saluran hingga pada permukaan air.
3) Debit aliran sungai, setelah melewati pelindung tebing (Q2) pada saat aliran
lurus diukur dengan menggunakan meter pada titik (H1-H2) dari dasar saluran
hingga pada permukaan air.
4) Debit aliran sungai pada saat melewati pelindung tebing (Q3) pada belokan
kedua diukur dengan menggunakan meter pada titik (H2-H3) dari dasar
saluran hingga pada permukaan air.
5) Kecepatan aliran (V0) diukur dengan menggunakan flow watch pada tiga titik
yaitu kedua tepi saluran dan tengah saluran.
6) Kecepatan aliran (V1) diukur dengan menggunakan flow watch pada tiga titik
yaitu kedua tepi saluran dan pada tengah saluran.
7) Kecepatan aliran (V2) diukur dengan menggunakan flow watch pada tiga titik
yaitu kedua tepi saluran dan pada tengah saluran.
8) Kecepatan aliran (V3) diukur dengan menggunakan flow watch pada tiga titik
yaitu kedua tepi saluran dan pada tengah saluran.
9) Memasang alat uji pelindung tebing sungai dengan mengunakan pasangan
126
batu kosong dan rumput bahia. kemudian mengamati karakter pola aliran
sungai yang terjadi setelah adanya pelindung tebing sungai tersebut.
10) Mengamati kekuatan pelindung tebing sungai yang terdapat pada saluran.
Dengan perbandingan antara saluran yang tidak memiliki pelindung tebing
dan yang mempunyai pelindung tebing sungai.
11) Mengamati kinerja pelindung tebing dengan pasangan batu kosong dan
rumput bahhia
12) Serta mengamati tingkat laju sedimen yang terjadi, setelah dan sebelum di
uji.
G. Analisa Data
Data dari lapangan diolah sebagai bahan analisa terhadap hasil studi ini,
sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian. Data yang diolah adalah data yang
relevan, dapat mendukung dalam menganalisa hasil penelitian. Analisa data
yang menyangkut hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian dilakukan
dengan tahap sebagai berikut :
a) Peningkatan debit saluran.
b) Kecepatan aliran sungai.
c) Karakter pola aliran sungai.
d) Kecepatan aliran saluran untuk menganalisis kecepatan aliran yang
meningkat akibat pelindung tebing sungai.
e) Sedimentasi yang dihasilkan oleh pelindung tebing sungai
f) Kinerja perkuatan lereng dengan menggunakan pasangan batu kosong dan
rumput bahia.
127
Flow Chart Penelitian
Ga
Gambar 32 . Bagin Alur Penelitian
MULAI
Studi Literatur
Pembuatan Model
Pengambilan Data
Variabel Bebas a) Tinggi muka air (h) b) Kecepatan aliran (V) c) Gerusan d) Pengendapan (Cs) e) Koefisien hambatan
Variabel Terikat a. Waktu (t) b. Debit (Q) c. Vegetasi rumput bahia
Validasi /
pengolahan
Data
Analisis data
a. Perilaku aliran, Fr & Re
b. Volume gerusan (Vg)
c. Konsentrasi Sedimen
d. kovisien hambatan
e. Endapan sedimen
f. Suhu
SELESAI
tidak
ya
128
B A B IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Deskripsi data ini disajikan dari hasil penelitian di Laboratorium Fakultas
Teknik Muhammadiyah Makassar adalah guna untuk memberikan gambaran
secara umum mengenai penyebaran data yang diolah di lapangan. Data ini
disajikan berupa data mentah yang diolah menggunakan teknik statistik
deskripsi. Adapun dalam deskripsi data ini yang disajikan dalam bentuk berupa
data yang terukur dan data terhitung. Deskripsi data berguna untuk menjelaskan
penyebaran data menurut frekuensinya, untuk menjelaskan pola penyebaran
sebelum dan setelah menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia
terhadap gerusan pada perlindungan tebing sungai, kami melakukan
pengambilan data yang dapat mendukung dalam menganalisa perhitungan
gerusan tebing sungai.
Adapun dalam proses pengambilan data terbagi menjadi beberapa
tahapan yang di mana tahapan ini di bagi menjadi tiga bukaan (Q), dan dalam
proses tersebut di ambil beberapa data yaitu, data kecepatan aliran, data volume
gerusan, data sedimentasi, dan data suhu. Dalam proses penggambila data ini
juga menggunakan beberapa alat pendukung seperti current meter, meter ukur,
mistar, dan mesin pompa air.
Dalam proses pengambilan data kecepatan aliran di lakukan tiga tahap
pembukaan (Q) yang di mana dalam melakukan penggambilan data tersebut
memiliki tiga fariasi waktu (t) yaitu, (Q1) dengan waktu 2 menit (t), (Q2) dengan
waktu 4 menit (t), dan (Q3) dengan waktu 6 menit (t) dengan menggunakan alat
129
current meter. penggambilan data gerusan di lakukan tiga tahapan pembukaan
(Q) dan dalam setiap proses pembukaan tersebut dilakukan penggukuran
volume gerusan yang di mna pembukaan (Q) dengan fariasi waktu yaitu (Q1)
dengan waktu 2 menit (t), (Q2) dengan waktu 4 menit (t), dan (Q3) dengan waktu
6 menit (t), dan dalam penggambilan data tersebut di gunakan alat meter ukur.
Proses pengambilan data sedimentasi memilik tiga bagian pembukaan (Q)
dengan tiga fariasi waktu (t) yaitu (Q1) dengan waktu 2 menit (t), (Q2) dengan
waktu 4 menit (t), dan (Q3) dengan waktu 6 menit (t) dengan menggunakan alat
meter ukur. Proses penggambilan data suhu dilakukan pula dengan tiga tahapan
pembukaan(Q) yaitu dengan fariasi waktu (t) yaitu, (Q1) dengan waktu 2 menit
(t), (Q2) dengan waktu 4 menit (t), dan (Q3) dengan waktu 6 menit (t) dengan
menggunakan alat current meter.
Berdasarkan judul dan perumusan masalah penelitian dimana penelitian
ini terdiri dari dua variabel bebas dan variabel terikat yang ditetapkan pada Bab
III. vegetasi yang digunakan pada penelitian ini adalah pasangan batu kosong
dan rumput bahia untuk perlindungan tebing sungai, hasilnya dapat dijelaskan
sebagaimna dibawa ini.
55
1. Deskripsi hasil data pengamatan sebelum menggunakan pasangan batu koson dan rumput bahia terhadap gerusan
Tabel 4. Data Pengamatan sebelum menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap gerusan ,
Q1 = 0,019 m³/dtk.
No. Bagian Pengamatan
Waktu Suhu (T)
Kecepatan Aliran (V) / (m/dtk) Tinggi Muka Air (h) / (m) Volume Gerusan (Vg) / (m³)
Konsentrasi Sedimen (Cs) / (g/ml)
menit oC Kiri Tengah Kanan Rata-rata
Kiri Tengah Kanan Rata-rata
1 Titik I (Hulu)
2.00 27o 0.80 0.80 0.80 0.80 0.05 0.05 0.05 0.05
0.0032 0.0113 4.00 27o 0.70 0.70 0.70 0.70 0.05 0.05 0.05 0.05
6.00 27o 0.60 0.70 0.60 0.63 0.06 0.06 0.06 0.06
2 Titik II (Tengah)
2.00 27o 0.70 0.80 0.80 0.77 0.05 0.05 0.05 0.05
0.0278 0.0127 4.00 27o 0.70 0.70 0.70 0.70 0.06 0.06 0.06 0.06
6.00 29o 0.70 0.60 0.60 0.63 0.06 0.06 0.06 0.06
3 Titik III (Hilir)
2.00 27o 0.70 0.80 0.80 0.77 0.06 0.06 0.06 0.06
0.00163 0.0147 4.00 27o 0.60 0.70 0.70 0.67 0.07 0.07 0.07 0.07
6.00 27o 0.60 0.60 0.60 0.60 0.07 0.07 0.07 0.07
Kecepatan Rata-rata 0.70
Tinggi Muka Air Rata-rata
0.06 0.03263
Sumber: Hasil Uji Laboratorium FakultasTeknik Unismuh
60
56
Tabel 5. Data Pengamatan sebelum menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahaia teehadap gerusan,
Q2 = 0,026 m³/dtk.
No. Bagian Pengamatan
Waktu Suhu (T)
Kecepatan Aliran (V) / (m/dtk) Tinggi Muka Air (h) / (m) Volume Gerusan (Vg) / (m³)
Konsentrasi Sedimen (Cs) / (g/ml)
Menit oC Kiri Tengah Kanan Rata-rata
Kiri Tengah Kanan Rata-rata
1 Titik I (Hulu)
2.00 27o 1.00 0.90 0.90 0.93 0.06 0.06 0.06 0.06
0.0011 0.0127 4.00 27o 0.80 0.90 0.80 0.83 0.06 0.06 0.06 0.06
6.00 27o 0.70 0.80 0.70 0.73 0.07 0.07 0.07 0.07
2 Titik II (Tengah)
2.00 27o 0.90 0.90 0.90 0.90 0.06 0.06 0.06 0.06
0.0488 0.0153 4.00 27o 0.80 0.90 0.80 0.83 0.07 0.07 0.07 0.07
6.00 27o 0.70 0.80 0.70 0.73 0.08 0.08 0.08 0.08
3 Titik III (Hilir)
2.00 27o 0.80 0.90 0.80 0.83 0.08 0.08 0.08 0.08
0.0189 0.0180 4.00 27o 0.70 0.80 0.80 0.77 0.08 0.08 0.08 0.08
6.00 27o 0.70 0.70 0.70 0.70 0.07 0.07 0.07 0.07
Kecepatan Rata-rata 0.81
Tinggi Muka Air Rata-rata
0.07 0.0688
Sumber: Hasil Uji Laboratorium FakultasTeknik Unismuh
61
57
Tabel 6. Data Pengamatan sebelum menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap gerusan, Q3 = 0.033 m³/dtk.
No. Bagian Pengamatan
Waktu Suhu (T)
Kecepatan Aliran (V) / (m/dtk) Tinggi Muka Air (h) / (m) Volume Gerusan (Vg) / (m³)
Konsentrasi Sedimen (Cs) / (g/ml)
menit oC Kiri Tengah Kanan Rata-rata
Kiri Tengah Kanan Rata-rata
1 Titik I (Hulu)
2.00 27o 1.00 1.00 1.00 1.00 0.07 0.07 0.07 0.07
0.0195 0.0127 4.00 27o 1.00 1.00 1.00 1.00 0.07 0.07 0.07 0.07
6.00 27o 0.90 1.00 0.90 0.93 0.08 0.08 0.08 0.08
2 Titik II (Tengah)
2.00 27o 1.00 1.00 0.90 0.97 0.07 0.07 0.07 0.07
0.0597 0.0153 4.00 27o 0.90 1.00 0.90 0.93 0.08 0.08 0.08 0.08
6.00 29o 0.90 0.90 0.80 0.87 0.09 0.09 0.09 0.09
3 Titik III (Hilir)
2.00 27o 1.00 1.00 0.90 0.97 0.09 0.09 0.09 0.09
0.0189 0.0180 4.00 27o 0.90 1.00 0.80 0.90 0.10 0.10 0.10 0.10
6.00 27o 0.80 0.90 0.80 0.83 0.11 0.11 0.11 0.11
Kecepatan Rata-rata 0.93
Tinggi Muka Air Rata-rata
0.08 0.0981
Sumber : Hasil Uji Laboratorium FakultasTeknik Unismuh
62
58
2. Deskripsi hasil data pengamatan setelah menggunakan pasangan batu koson dan rumput bahia terhadap gerusan
Tabel 7. Data Pengamatan setelah menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahaia terhadap gerusan Q1 = 0.019 m³/dtk.
No. Lokasi Penelitian
Waktu
Suhu (T)
Kecepatan Aliran (V) / (m/dtk)
Tinggi Muka Air (h) /(m) Konsentrasi Sedimen (Cs) / (mg/l)
Volume Gerusan (Vg) / (m³)
Menit oC Kiri Tengah
Kanan
Rata-rata
Kiri Tengah
Kanan Rata-rata
1 Titik I (Hulu)
2.00 27 0.30 0.06 0.03 0.13 0.09 0.11 0.10 0.10
0.01133333 0.00128 4.00 27 0.20 0.07 0.02 0.10 0.10 0.12 0.12 0.11
6.00 27 0.20 0.07 0.10 0.12 0.12 0.14 0.13 0.13
2 Titik II (Tengah)
2.00 27 0.20 0.06 0.02 0.09 0.09 0.10 0.09 0.09
0.013 0.00290 4.00 27 0.20 0.07 0.01 0.09 0.11 0.13 0.11 0.12
6.00 27 0.20 0.07 0.01 0.09 0.14 0.15 0.13 0.14
3 Titik III (Hilir)
2.00 27 0.20 0.09 0.02 0.10 0.10 0.12 0.11 0.11
0.01466667 0.00160 4.00 27 0.20 0.08 0.01 0.10 0.13 0.14 0.12 0.13
6.00 27 0.10 0.05 0.02 0.06 0.15 0.16 0.13 0.15
Kecepatan Rata-rata
0.10
0.12
0.00578
Sumber : Hasil Uji Laboratorium FakultasTeknik Unismuh 63
59
Tabel 8. Data Pengamatan setelah menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap gerusan Q2 = 0.026 m³/dtk.
No. Bagian Pengamatan
Waktu Suhu (T)
Kecepatan Aliran (V) / (m/dtk) Tinggi Muka Air (h) / (m) Volume Gerusan (Vg) / (m³)
Konsentrasi Sedimen (Cs) / (g/ml)
menit oC Kiri Tengah Kanan
Rata-rata Kiri Tengah Kanan Rata-rata
1 Titik I (Hulu)
2.00 27o 0.60 0.60 0.50 0.57 0.11 0.11 0.11 0.11
0.0032 0.0020 4.00 27o 0.50 0.50 0.40 0.47 0.11 0.11 0.11 0.11
6.00 27o 0.40 0.40 0.40 0.40 0.12 0.12 0.12 0.12
2 Titik II (Tengah)
2.00 27o 0.60 0.50 0.40 0.50 0.12 0.12 0.12 0.12
0.0020 0.0033 4.00 27o 0.50 0.50 0.40 0.47 0.12 0.12 0.12 0.12
6.00 27o 0.50 0.40 0.40 0.43 0.13 0.13 0.13 0.13
3 Titik III (Hilir)
2.00 27o 0.50 0.60 0.60 0.57 0.13 0.13 0.13 0.13
0.0024 0.0047 4.00 27o 0.40 0.50 0.50 0.47 0.13 0.13 0.13 0.13
6.00 27o 0.30 0.40 0.40 0.37 0.14 0.14 0.14 0.14
Kecepatan Rata-rata 0.47 Kecepatan Rata-rata 0.12 0.0052
Sumber : Hasil Uji Laboratorium FakultasTeknik Unismuh
64
60
Tabel 9. Data Pengamatan setelah menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahaia terhadap gerusan Q3 = 0.033 m³/dtk.
No. Lokasi Penelitian
Waktu Suhu (T)
Kecepatan Aliran (V) / (m/dtk) Tinggi Muka Air (h) /(m) Konsentrasi Sedimen (Cs) / (mg/l)
Volume Gerusan (Vg) / (m³)
Menit oC Kiri Tengah Kanan
Rata-rata
Kiri Tengah Kanan Rata-rata
1 Titik I (Hulu)
2.00 27 0.30 0.50 0.20 0.33 0.10 0.16 0.13 0.13
0.01266667 0.0017 4.00 27 0.20 0.70 0.10 0.33 0.11 0.19 0.12 0.14
6.00 27 0.20 0.80 0.10 0.37 0.13 0.20 0.14 0.16
2 Titik II (tengah)
2.00 27 0.30 0.60 0.20 0.37 0.15 0.18 0.14 0.16
0.01533333 0.008 4.00 27 0.20 0.70 0.20 0.37 0.16 0.19 0.15 0.17
6.00 27 0.10 0.70 0.10 0.30 0.20 0.20 0.20 0.20
3 Titik III (hilir)
2.00 27 0.10 0.80 0.20 0.37 0.15 0.20 0.15 0.17
5.333 0.002 4.00 27 0.10 0.70 0.10 0.30 0.16 0.20 0.15 0.17
6.00 27 0.10 0.70 0.10 0.30 0.22 0.23 0.22 0.22
Kecepatan Rata-rata 0.34
0.17
0.0123
Sumber : Hasil Uji Laboratorium FakultasTeknik Unismuh
65
66
B. Analisis Data
1. Kecepatan Aliran
Dari hasil perhitungan kecepatan aliran,maka kecepatan aliran
sebelum dan sesudah menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia
dapat di lihat pada tabel di bawah ini
Tabel 10. Hasil perhitungan kecepatan aliran sebelum dan sesudah
menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia
Debit (m³/dtk)
Titik Pengamatan
Kecepatan (m/dtk)
Sebelum Sesudah
1 2 3 4
Q1
I 0.722 0.333
II 0.700 0.311
III 0.678 0.244
Q2
I 0.844 0.444
II 0.822 0.400
III 0.767 0.333
Q3
I 0.978 0.611
II 0.922 0.544
III 0.900 0.467 Sumber : Hasil perhitungan
Gambar 33. Grafik hubungan antara debit dengan kecepatan sebelum dan
sesudah menggunakan pasangan batu kososng dan rumput bahia
-
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
I II III
Ke
cep
atan
Alir
an (
m/d
tk)
Titik pengamatan Q1 Sebelum Q2 Sebelum Q3 Sebelum
Q1 Sesudah Q2 Sesudah Q3 Sesudah
62
Hasil perhitungan bilangan Froude sebelum dan sesudah perlakuan yang digunakan dalam penelitian Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini.
Tabel 11. Perhitungan bilangan Froude sebelum dan sesudah menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap
gerusan.
Debit
saluran
(Q)(m³)
Titik Kedalaman rata-rata
pertitik (h)(m)
Lebar
dasar
(B)(m)
Luas
penampang(A)(m²) Kecepatan(V)(m/detik) Bilangan froude (Fr) Ket
1 2 sebelum sesudah 4 sebelum Sesudah sebelum sesudah sebelum Sesudah sebelum sesudah
Q1
1 0.05 0.08 0.50 0.03 0.046 0.72 0.33 1.00 0.384 kritis Sub kritis
2 0.06 0.09 0.50 0.032 0.055 0.70 0.31 0.939 0.331 sub kritis Sub kritis
3 0.07 0.11 0.50 0.039 0.068 0.68 0.24 0.838 0.239 sub kritis Sub kritis
Q2
1 0.06 0.10 0.50 0.037 0.060 0.84 0.44 1.07 0.456 super kritis Sub kritis
2 0.07 0.11 0.50 0.041 0.068 0.82 0.40 0.992 0.391 sub kritis Sub kritis
3 0.08 0.12 0.50 0.046 0.074 0.77 0.33 0.884 0.313 sub kritis Sub kritis
Q3
1 0.07 0.12 0.50 0.043 0.075 0.98 0.61 1.153 0.571 super kritis Sub kritis
2 0.08 0.15 0.50 0.048 0.100 0.920 0.54 1.041 0.454 super kritis Sub kritis
3 0.1 0.16 0.50 0.06 0.112 0.9 0.47 0.91 0.372 sub kritis Sub kritis
Sumber : Hasil Uji Laboratorium FakultasTeknik Unismuh
67
63
Gambar 34: Grafik hubungan debit Q1 pada bilangan Froude pada percobaan
sebelum dan saat menggunakan perlindungan tebing sungai
menggunakan pasangan batru kosong dan rumput bahia
Berdasarkan hasil tabel 10 dan gambar 28 besarnya kecepatan aliran
akibat adanya sebelum dan sesudah menggunakan pasangan batu kosong dan
rumput bahia, maka nilai terendah sebelum menggunakan pasangan batu kosong
dan rumput bahia yaitu Q1 berada pada titik III yaitu 0.678, sedangkan nilai tertinggi
berada pada titik I yaitu 0.722, pada Q2 nilai terendah berada pada titik III yaitu
0.767, sedangkan nilai tertinggi berada pada titik I yaitu 0.844, dan pada Q3 nilai
terendah berada pada titik III yaitu 0.900, sedangkan nilai tertinggi berada pada titik
0.978.
Dan nilai terendah dan tertinggi kecepatan aliran setelah menggunakan
pasangan batu kosong dan rumput bahia yaitu nilai Q1 nilai terendah berada pada
titik III yaitu 0.244, sedangkan nilai tertinggi berada pada titik I yaitu 0.333, pada Q2
nilai terendah berada pada titik III yaitu 0.333, sedangkan nilai tertinggi berada pada
- 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40
Titik I Titik II Titik III
Bila
nga
n F
rou
de
(Fr
)
Titik pengamatan
sebelum vegetasi sesudah vegetasi sebelum vegetasi
sesudah vegetasi sebelum vegetasi sesudah vegetasi
64
titik I yaitu 0.444, dan pada Q3 nilai terendah berada pada titik III yaitu 0.467,
sedangkan nilai tertinggi berada pada titik I yaitu 0.611. dan
Adapun pada tabel 11 yang sebelum menggunakan pasangan batu kosong dan
rumput bahia, nilai bilangan froude yang di hasilkan dari Q1 titik 1 yaitu (1.00), titik 2(
0.939), titik 3 (0.838). dari Q2 titik 1 (1.07), titik 2 (0.992), titik 3(0.884).dan Q3 titik 1
(1.153), titik 2 (1.041), titik 3 (0.909).
Dan sesuidah menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia, nilai
bilangan froude yang di hasilkan dari Q1 titik 1 yaitu (0.384), titik 2(0.331), titik 3
(0.239). dari Q2 titik 1 (0.456), titik 2 (0.391), titik 3(0.313).dan Q3 titik 1 (0.571),
titik 2 (0.454), titik 3 (0.372).
2. Perhitungan Koefisien Hambatan Vegetasi
Untuk mengetahui koefisien hambatan pada vegetasi bambu drag koefisien
dari satu tampang sungai atau saluran yang bervegetasi,dimana tinggi vegetasi
lebih besar dari tinggi muka air maka besar koefisien hambatan dapat dihitung
sebagai berikut
Diketahui hasil pengukuran di laboratorium
diameter vegetasi = 3 cm
jari-jari = 1,5 cm = 0,015 m
Ap = 3,14 x (0,015)2 = 0,00071
10 cm = 0,10 m
10 cm = 0,10 m
65
koefisien hambatan dari sekelompok elemen vegetasi (m), besarnya
untuk sekelompok vegetasi biasanya terletak pada 0,60< <2,4.
Untuk pendekatan dapat dipakai
Tabel 12. Perhitungan koefisien kekasaran manning
Debit Saluran
Titik Pengamatan
Jari-jari Hidraulis (m)
Kemiringan Dasar Saluran
Koefisien Manning
Koef. Strickler
Kecepatan dengan Flow watch (m/dt)
Kecepatan koefisien Manning (m/dtk)
R I n kst V0 Vm
1 2 3 4 5 6 7 8
Q1
I 0.061 0.0030 0.0250 40.00 0.330 0.3364
II 0.070 0.0030 0.0250 40.00 0.310 0.3688
III 0.080 0.0030 0.0250 40.00 0.240 0.4034
Q2
I 0.074 0.0030 0.0250 40.00 0.440 0.3828
II 0.080 0.0030 0.0250 40.00 0.400 0.4034
III 0.086 0.0030 0.0250 40.00 0.330 0.4234
Q3
I 0.086 0.0030 0.0250 40.00 0.610 0.4234
II 0.103 0.0030 0.0250 40.00 0.540 0.4778
III 0.1110
0.0030 0.0250 40.00 0.470 0.5023
Sumber dari hasil perhitungan
Berdasakan Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien hambatan vegetasi
rumput bahia (drag koefisien λ) sebesar 0,424>0.0250 (koefisien manning)
66
3. Pengaruh Volume Gerusan
Volume gerusan menggambarkan seberapa besar gerusan yang terjadi pada
tebing sungai sebelum menggunakan dan sesudah menggunakan vegetasi
pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap gerusan hasil perhitungan
volume gerusan dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 13. perhitungan volume gerusan sebelum dan sesudah menggunakan
pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap gerusan
Sumber dari hasil perhitungan
Kecepatan (v)
/ (m/dt)
Volume
Gerusan (Vg)
/ (m³)
Kecepatan
(v) / (m/dt)
Volume
Gerusan
(Vg) / (m³)Q1 I 0.711 0.0032 0.356 0.0003
II 0.700 0.0278 0.356 0.009
III 0.678 0.0163 0.344 0.0001
0.696 0.0473 0.352 0.0094
I 0.833 0.0111 0.478 0.001
II 0.822 0.0488 0.467 0.002
III 0.767 0.0189 0.467 0.0005
0.807 0.0788 0.47 0.0035
I 0.978 0.0189 0.622 0.0004
II 0.922 0.0597 0.589 0.0005
III 0.900 0.0189 0.578 0.00224
0.933 0.0975 0.596 0.001
Sesudah
Q3
Debit (Q) /
(m³/dtk)
Bagian
Pengamatan
Sebelum
Q2
67
Gambar 35. Grafik hubungan debit Q1, Q2, Q3 sebelum menggunakan dan saat
menggunakan vegetasi
Berdasarkan data diatas, dapat di simpulkan bahwa sebelum menggunakaan
pasan gan batu kosong dan rumput bahia terhadap gerusan tertinggi senilai (0,0975
m³) pada debit (Q3) dan terendah senilai (0,0111 m³) pada debit (Q2), sedangkan
pada saat menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahaia terhadap
volume gerusan tertinggi (0,00224) pada saat debit (Q3) dan terendah senilai (0,001
m³) pada saat debit (Q1).
4. Pengaruh total sedimentasi
Hasil pengambilan sampel air yang dilakukan di 3 titik lokasi, setelah dianalisis
di laboratorium untuk diukur dan dihitung nilai Cs (konsentrasi sedimen melayang),
untuk selanjutnya dilakukan perhitungan untuk memperoleh hasil debit sedimen
melayang (Qs) sebelum perlindungan tebing sungai yang kemudian di sajikan
secarah rincih dibawah ini
-
0.0100
0.0200
0.0300
0.0400
0.0500
0.0600
0.0700
I II III
Vo
lum
e G
eru
san
(m
³/d
tk)
Debit (m³/dtk)
sebelum vegetasi sebelum vegetasisebelum vegetasi sesudah vegetasisesudah vegetasi sesudah vegetsai
68
Tabel 14. Tabel perhitungan sedimen melayang sebelum dan sesudah
menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia terhadap gerusan.
Sumber dari hasil perhitungan
Gambar 36. Grafik gabungan sedimen melayang pada debit Q1,Q2,Q3 sebelum
dan sesudah menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia.
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Titik I 0.134 0.019 0.0113 0.0027 0.0000186 0.000044
Titik II 0.019 0.019 0.0127 0.0033 0.0000208 0.000055
Titik III 0.019 0.019 0.0147 0.0033 0.0000241 0.000055
Rata-Rata 0.057 0.019 0.0129 0.0093 0.0002117 0.000051
Titik I 0.026 0.026 0.0127 0.0033 0.0000285 0.000075
Titik II 0.026 0.026 0.0153 0.0053 0.0000344 0.000120
Titik III 0.026 0.026 0.0180 0.0040 0.0000404 0.00009
Rata-Rata 0.026 0.026 0.015333 0.0042 0.000034 0.000095
Titik I 0.033 0.033 0.0127 0.0033 0.0000364 0.000096
Titik II 0.033 0.033 0.0153 0.0047 0.0000441 0.000134
Titik III 0.033 0.033 0.0180 0.004 0.0000518 0.000115
Rata-Rata 0.033 0.033 0.015333 0.004 0.0000441 0.000115
Q2
Q3
Debit (Qw) / (m³/dtk)
Konsentrasi
Sedimen (Cs) /
(g/ml)
Debit Sedimen
Melayang (Qs) /
(ton/hr)
Q1
Debit
(m³/dtk)
Lokasi
Penelitian
0.0000000
0.0000100
0.0000200
0.0000300
0.0000400
0.0000500
0.0000600
I II III
Deb
it (
Qs)
/ (t
on
/hr)
Bagian Pengamatan
Sedimen melayang dari Q1 sebelum menggunakan vegetasiSedimen melayang dari Q2 sebelum menggunakan vegetasiSedimen melayang dari Q3 sebelum menggunakan vegetasiSedimen melayang dari Q1 sesudah menggunakan vegetasiSedimen melayang dari Q2 sesudah menggunakan vegetasiSedimen melayang dari Q3 sesudah menggunakan vegetasi
Keterangan:
69
Berdasarkan dari tabel 11 dan gambar 30 dari hasil perhitungan debit
sedimen melayang (Qs) sesudah dan sebelum menggunakan batu kosong dan
rumput bahia, adapun nilai debit sedimen melayang (Qs) yang terendah sebelum
menggunakan batu kosong dan rumput benggala pada Q1 di titik pengamatan I yaitu
0,0000186 ton/hari, kemudian nilai yang tertinggi pada Q3 di titik pengamatan III
yaitu 0,0000518 ton/hari. Sedangkan nilai debit sedimen melayang (Qs) yang
terendah sesudah menggunakan batu kosong dan rumput benggala pada Q1 di titik
pengamatan I yaitu 0,0000044 ton/hari, kemudian nilai yang tertinggi pada Q3 di titik
pengamatan III yaitu 0.0000176 m/dtk.
Maka dapat disimpulkan bahwa sesudah menggunakan batu kosong dan
rumput bahia mengalami penurunan debit sedimen melayang (Qs).
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Besar pengaruh sebelum dan sesudah menggunakan pasangan batu
kosong dan rumput bahia terhadap laju kecepatan aliran yaitu nilai
terendah sebelum menggunakan pasangan batu kosong dan rumput bahia
pada Q1 di titik pengamatan III yaitu 0.678 m/dtk, kemudian nilai tertinggi
pada Q3 di titik pengamatan I yaitu 0.978 m/dtk, sedangkan nilai
kecepatan yang terendah sesudah menggunakan pasangan batu kosong
dan rumput bahia pada Q1 di titik pengamatan III yaitu 0.244 m/dtk,
kemudian nilai tertinggi pada Q3 di titik pengamatan I yaitu 0.611 m/dtk.
2. besar nilai koefisien hambatan tanaman rumput bahia 0.424
3. Dari hasil perhitungan debit sedimen melayang (Qs) sesudah dan sebelum
menggunakan batu kosong dan rumput bahia, adapun nilai debit sedimen
melayang (Qs) yang terendah sebelum menggunakan batu kosong dan
rumput bahia pada Q1 di titik pengamatan I yaitu 0,0000186 ton/hari,
kemudian nilai yang tertinggi pada Q3 di titik pengamatan III yaitu
0,0000518 ton/hari. Sedangkan nilai debit sedimen melayang (Qs) yang
74
71
terendah sesudah menggunakan batu kosong dan rumput bahia pada Q1
di titik pengamatan I yaitu 0,0000044 ton/hari, kemudian nilai yang tertinggi
pada Q3 di titik pengamatan III yaitu 0.0000176 m/dtk. Maka dapat
disimpulkan bahwa sesudah menggunakan batu kosong dan rumput bahia
mengalami penurunan debit sedimen melayang (Qs).
B.Saran
Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan mencapai
tujuan yang diinginkan maka disarankan:
1. Penelitian tentang perkuatan tebing sungai menggunakan batu kosong
dan rumput bahia ini perlu lebih dikembangkan lagi dengan
menambahkan variasi debit agar kedalaman optimal dapat diketahui.
2. Untuk penelitian serupa, perlu lebih dikembangkan lagi dengan berbagai
variasi sudut pada belokan sungai.
3. Untuk penelitian serupa, dalam proses perencanaan pembuatan model
sungai harus lebih teliti lagi agar pada saat pengambilan data tidak terjadi
kendala.
72
lampiran
73
TABEL PENGAMATAN HASIL VOLUME GERUSAN PADA DEBIT (Q1)
0,019 m3/dtk SEBELUM MENGGUNAKAN PASANGAN BATU KOSONG
DAN RUMPUT BAHIA
TABEL PENGAMATAN HASIL VOLUME GERUSAN PADA DEBIT (Q2)
0,026 m3/dtk SEBELUM MENGGUNAKAN PASANGAN BATU KOSONG
DAN RUMPUT BAHIA
74
TABEL PENGAMATAN HASIL VOLUME GERUSAN PADA DEBIT (Q3)
0,033 m3/dtk SEBELUM MENGGUNAKAN PASANGAN BATU KOSONG
DAN RUMPUT BAHIA
75
TABEL PENGAMATAN HASIL VOLUME GERUSAN PADA DEBIT (Q1)
0,019 m3/dtk SESUDAH MENGGUNAKAN PASANGAN BATU KOSONG
DAN RUMPUT BAHIA.
Kemiringan
(m)Lebar (m) Tinggi (m)
0.13 0.14 0.1 0.007 0.74 0.00518
0.17 0.09 0.15 0.00675 1 0.00675
0.11 0.08 0.08 0.0032 0.75 0.0024
0.10 0.08 0.06 0.0024 0.7 0.0017
0.11 0.1 0.05 0.0025 0.6 0.00150
Perhitungan
Volume
Gerusan (m³)
Kiri
Perhitungan
Luasan
Gerusan (m²)
Sketsa Bidang Gerusan
Kanan
Dimensi GerusanPanjang
Gerusan (i)
Titik II / Suhu
25°c
Kiri
Titik III /
Suhu 25°c
Titik I / Suhu
25°c1
Kanan
Kiri
Kanan
NoLokasi
Penelitian /
Titik/Suhu
Gerusan
Tebing
76
TABEL PENGAMATAN HASIL VOLUME GERUSAN PADA DEBIT (Q2)
0,026 m3/dtk SESUDAH MENGGUNAKAN PASANGAN BATU KOSONG
DAN RUMPUT BAHIA.
Kemiringan
(m)Lebar (m) Tinggi (m)
0.08 0.06 0.05 0.0015 0.50 0.0008
0.11 0.09 0.07 0.0032 0.10 0.0003
0.08 0.05 0.06 0.0015 0.80 0.0012
0.09 0.08 0.03 0.0012 0.70 0.0008
Kanan
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
2
Titik III / Suhu
25°c3
Titik I / Suhu
25°c1
Titik II / Suhu
25°c
Dimensi GerusanPanjang Gerusan (i)
Perhitungan
Volume Gerusan
(m³)
Kiri
Perhitungan
Luasan
Gerusan (m²)
NoLokasi Penelitian
/ Titik/Suhu
Gerusan
Tebing
Sketsa Bidang
Gerusan
77
TABEL PENGAMATAN HASIL VOLUME GERUSAN PADA DEBIT (Q3)
0,033 m3/dtk SESUDAH MENGGUNAKAN PASANGAN BATU KOSONG
DAN RUMPUT BAHIA.
Kemiringan
(m)Lebar (m) Tinggi (m)
0.12 0.1 0.06 0.0030 0.80 0.0024
0.08 0.06 0.05 0.0015 0.50 0.0008
0.08 0.06 0.05 0.0015 0.80 0.0012
0.07 0.05 0.05 0.0013 0.60 0.0008
0.11 0.07 0.08 0.0028 0.85 0.00243
Titik III / Suhu
25°c
Kiri
Kanan
Kanan
2Titik II / Suhu
25°c
Kiri
Kanan
Perhitungan
Luasan
Gerusan (m)
Panjang Gerusan (i)
(m)
Perhitungan
Volume Gerusan
(m³)
1Titik I / Suhu
25°c
Kiri
NoLokasi Penelitian
/ Titik/Suhu
Gerusan
TebingSketsa Bidang Gerusan
Dimensi Gerusan
78
TABEL HASIL UJI LABORATORIUM SEDIMEN SEBELUM VEGETASI
Sebelum Vegetasi Berat Sedimen
(gram) Berat Sedimen di oven - Berat Cawan (miligram) Volume Air
Contoh (ml)
Berat Cawan (gram)
Berat Sedimen (a)
(gram)
Cs (g/ml) Sebelum Vegetasi
(Q1) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Percobaan I.I 62 30 49 17 1500 13 17 0.0113
Percobaan I.II 65 32 52 19 1500 13 19 0.0127
Percobaan I.III 71 35 58 22 1500 13 22 0.0147
Sebelum Vegetasi (Q2)
Percobaan II.I 67 33 54 20 1500 13 20 0.013
Panjang (m) Lebar (m) Tinggi (m)
0.122 0.100 0.070 0.004 1.10 0.004
0.078 0.060 0.050 0.002 0.50 0.001
0.094 0.080 0.050 0.002 0.60 0.001
0.071 0.050 0.050 0.001 0.60 0.001
0.127 0.090 0.090 0.004 0.70 0.0033
Titik III / Suhu
25°c
Kiri
Kanan
Kanan
2Titik II / Suhu
25°c
Kiri
1Titik I / Suhu
25°c
Kiri
NoLokasi Penelitian
/ Titik/Suhu
Gerusan
Tebing
Sketsa Bidang
Gerusan
Kanan
Perhitungan
Luasan
Gerusan (m²)
Panjang Gerusan (i)
(m)
Perhitungan
Volume Gerusan
(m³)
Dimensi Gerusan (m)
79
Percobaan II.II 73 37 60 24 1500 13 24 0.016
Percobaan II.III 75 39 62 26 1500 13 26 0.017
Sebelum Vegetasi (Q3)
Percobaan III.I 70 32 57 19 1500 13 19 0.013
Percobaan III.II 74 36 61 23 1500 13 23 0.015
Percobaan III.III 78 40 65 27 1500 13 27 0.018
TABEL HASIL UJI LABORATORIUM SEDIMEN SESUDAH VEGETASI
Vegetasi
Vegetasi (Q1) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Percobaan I.I 39 17 41000 2000 1500 13 2000 1.3333
Percobaan I.II 38 18 42000 3000 1500 13 3000 2.0000
Percobaan I.III 34 18 24000 2000 1500 13 2000 1.3333
Vegetasi (Q2)
Percobaan II.I 36 18 43000 2000 1500 13 2000 1.333
Percobaan II.II 55 21 24000 4000 1500 13 4000 2.667
Percobaan II.III 37 19 32000 2000 1500 13 2000 1.333
Vegetasi(Q3)
Percobaan III.I 46 18 61000 2000 1500 13 2000 1.333
Percobaan III.II 52 20 40000 5000 1500 13 5000 3.333
Percobaan III.III 40 19 59000 3000 1500 13 3000 2.000
Cs
(mg/Ltr)
Berat Sedimen (a)
(miligram)
Berat
Cawan
(gram)
Volume Air Contoh
(Ltr)
Berat Sedimen di oven - Berat Cawan
(miligram)Berat Sedimen (gram)
80
DOKUMENTASI
Gambar 1. Proses pengukuran saluran
Gambar 2. proses pengalian saluran
81
Gambar 3. proses pemasangan batu bata bak penanmpungan
82
Gambar 4. Proses pemasangan batu bata bak hilir
Gambar 5. pengambilan data kecepatan dan suhu menggunakan
flowcart
83
Gambar 6. Pengambilan sampel sedimen melayang
84
Gambar 7. Proses pengukuran ketinggian muka air
Gambar 8. Proses pengukuran volume gerusan
85
top related