skripsi -...
Post on 18-Sep-2019
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN ARISAN HAJI
DI DESA KIDEUNG ILIR CIAMPEA BOGOR
SKRIPSI DiajukanKepadaFakultasSyariahdanHukum
UntukMemenuhiPersyaratanMemperoleh
GelarSarjanaSyariah (S.Sy)
Oleh :
SRI WAHYUNINGSIH
1110043100021
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
JAKARTA
2015
LEMBAR PERYATAAN
Nama : Sri Wahyuningsih
Nim : 1110043100021
Dengan ini saya menyatakan bahwa;
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk
memenuhi salah satu persayaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua Sumber saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 07 November,2014
Sri Wahyuningsih
i
ABSTRAK
Kegiatan ekonomi dari masa ke masa terus mengalami perkembangan,
masyarakat mengadakan segala cara demi terpenuhi kebutuhannya, diantaranya
kebutuhannya itu adalah Haji. Haji adalah termasuk Rukun Islam yang ke lima,
banyaknya peminat masyarakat untuk melakukan ibadah haji tiap tahunnya, sehingga
ONH selalu naik tiap tahunnya, namun dikalangan masyarakat pada kalangan
menengah, hal ini menjadi hambatan karena ketidak sanggupannya untuk membayar
ONH secara langsung (tunai), begitupun yang terjadi di kalangan masyarakat yang
berada di Desa Kideung Ilir Ciampea ini, mereka melakukan praktek arisan haji guna
mempermudah pemberangkatan ibadah haji agar terpenuhinya minat masyarakat
untuh melakukan ibadah haji.
Dalam berhaji tentu ada aturan mengenai tatacara pendaftaran atau syarat
wajib hajinya, namun pada praktek arisan haji di Desa Kideung Ilir Ciampea ini
orang yang mendaftarkan haji tersebut menggunakan dana dari para donator peserta
arisan, dan tidak adanya suatu jaminan dan perjanjian yang jelas antara peserta arisan.
Maka tentu arisan seperti ini tidaklah sesuai dengan hukum Islam, karena segala
muamalah itu harus ada sebuah jaminan yang jelas, dan melakukan sebuah perjanjian
demi menjaga keamana kedua belah pihak, sehingga tidak akan ada kedzoliman
diantara keduannya.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penulis menggambarkan
permasalahan dengan didasari pada data-data yang ada lalu dianalisis lebih lanjut
kemudian diambil suatu kesimpulan. Data primer yang diambil adalah data
wawancara dengan responden yaitu pengurus arisan haji Ibu Dewi. Sedangkan data
sekunder diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian
ini.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbi al-‘Alamîn, penulis ucapkan rasa syukur yang tak
terkira kepada Allah SWT, yang telah menerangi, menuntun, dan membukakan hati
serta pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Besar Muhammad
SAW. Semoga kita mendapatkan syafa’at-nya kelak. Amin.
Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan kelulusan strata
satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam proses
penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari peran dan sumbangsih pemikiran serta
intervensi dari banyak pihak. Karena itu dalam kesempatan ini, penulisingin
menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, diantaranya:
1. Bapak Dr. J.M. Muslimin, M.Phil. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. khamami Zada, MA, dan Ibu Siti Hanna, MA, Lc. selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan program studi Perbandingan Mazhab dan Hukum
yang dengan penuh kesabaran membimbing penulis selama menempuh
pendidikan S1 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Dr. M. Taufiki, MA dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag., M.Si.,
selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan program studi Perbandingan Mazhab
dan Hukum Priode Tahun 2010-2014 yang dengan penuh kesabaran membimbing
penulis selama menempuh pendidikan S1 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. M. Taufiki, MA selaku dosen pembimbing yang senantiasa
membimbing penulis dari awal hingga selesaunya penulisan skripsi ini dan
terimakasih atas bimbingan, kesabaran, keramahan hati serta nasehat-nasehat
iii
berharga yang bapak berikan. Semoga bapak selalu dalam lindungan Allah SWT.
5. Ayahanda tercinta (Nurhali) dan Ibunda tersayang (Asni) yang selalu menjadi
penyejuk hati, penenang jiwa, penyemangat hidup, yang tak pernah kenal lelah
untuk terus berkorban bagi putra-putrinya. Senyummu adalah penyemangat
penulis dalam menjalani kehidupan ini.
6. Ananda (Amirudin) dan Adinda (Yayah, Baban, Mujib), yang selalu menjadi
penyemangat hidup, yang tidak pernah berhenti menyemangati penulis dalam hal
pendidikan maupun kehidupan.
7. Bapak/Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah member ilmu,
pengalaman dan nasehat kepada penulis. Semoga ilmu yang penulis dapatkan dari
Bapak/Ibu dapat bermanfaat dunia dan akhirat serta menjadi amal kebaikan
Bapak/Ibu dosen.
8. Pimpinan dan segenap staff perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
9. Kepada sahabat-sahabat penulis, Abdul Rahman, Ade Tri Cahyani, Dian Ohorela,
Widya Permatasari, Nabila Hassa, M. Irsyad Noor, serta Anak-anak PMF-A dan
PMF-B tahun ajaran 2010 terimakasih telah menjadi sahabat yang terbaik,
menyelami kehidupan susah senang secara bersama-sama, Semoga semua
kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan mendapat ridha dari Allah SWT
dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Amin.
Jakarta, 29 Desember 2014 M
01 Rabiul Awal 1435 H
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah ........................................................................ 1
B. PembatasdanPerumusanMasalah ........................................................ 3
C. TujuandanManfaatPenelitian .............................................................. 4
D. StudiTerdahulu .................................................................................... 4
E. MetodePenelitian................................................................................. 5
F. SistematikaPenulisan .......................................................................... 9
BAB II ARISAN DAN ISTITHA’AH HAJI
A. TinjauanTeoritisTentangArisan
1. SejarahArisan .............................................................................. 10
2. PengertianArisan ......................................................................... 10
3. ManfaatArisan ............................................................................. 11
4. MetodeArisan .............................................................................. 13
5. Macam-macamArisan ................................................................. 14
6. Arisandalam Islam ...................................................................... 15
B. Istitha’ahdalamberhaji
1. Istitha’ahibadah haji .................................................................. 21
2. Istitha’ahmenurutpendapatparaUlama ...................................... 22
3. Praktekistitha’ahpadazamandahulu ........................................... 26
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PELAKSANAAN ARISAN
HAJI DI DESA KIDEUNG ILIR KEC. CIAMPEA BOGOR.
A. SejarahArisan Haji ........................................................................... 33
B. StrukturOrganisasi ........................................................................... 35
C. Tata Cara Arisan Haji ...................................................................... 37
D. ManfaatArisan ................................................................................. 40
v
E. PelaksanaanArisan Haji
1. PertemuanRutinArisan Haji ....................................................... 41
2. Proses PengundianNama ........................................................... 42
3. PendaftaranCalonJama’ah Haji ................................................. 43
4. TutupBukudanPengajianPamitan Haji ...................................... 44
BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PELASANAAN ARISAN
HAJI
A. AnalisisterhadapIstitha’ah haji ........................................................ 45
B. AnalisisterhadapJaminandanPerjanjiandalamArisan Haji ............... 54
C. AnalisisterhadapHutangdalamBerhaji ............................................. 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 62
B. Saran-saran ...................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang masalah
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di
dunia, dengan jumlah penduduk muslim mencapai 88%. Dengan mayoritas
penduduk yang beragama Islam, pendaftar pemberangkatan haji pun terus
meningkat tiap tahunnya.
Hal ini dapat dilihat dari lamanya antrian pemberangkatan haji yang
terjadi di seluruh pelosok kota-kota besar pada umumnya. Jangka waktunya pun
tidak beragam, ada yang menunggu 5 tahun sampai 15 tahun dari pendaftaran.
Ibadah haji dilakukan setahun sekali oleh umat Islam, pada perjalanan
suci yang kesemua rangkaiannya adalah bentuk-bentuk pribadatan yang
melambangkan syi‘ar Allah. Oleh karenanya, bagi yang sudah berniat untuk
menunaikan perlu ancang-ancang dan persiapan secukupnya, bukan hanya dari
segi material, bahkan yang lebih penting adalah persiapan segi mental dan
fisiknya.
Sebagai dasar ke Islaman seseorang, tidak sempurna agamanya jika
belum menunaikan ibadah haji selama dia mampu menempuh jalannya,
mempertegas kewajiban perintah menunaikan ibadah haji bagi setiap muslim
2
yang mampu secara fisik dan finansial. Berangkat dari perintah kewajiban
tersebut, setiap muslim pun berlomba-lomba agar dapat menunaikan ibadah
haji.
Mengingat pada umumnya menunaikan ibadah haji memerlukan biaya
yang tidak sedikit, dan merupakan ibadah termahal dari sisi material, khususnya
bagi umat Islam yang tinggal di luar Jazirah Arab, sebagaimana halnya Indonesia,
setiap muslim yang ingin menunaikan ibadah haji memerlukan biaya lebih dari
tiga puluh juta rupiah. Besarnya biaya haji yang harus dikeluarkan membuat
masyarakat menengah ke bawah kesulitan untuk melaksanakan rukun Islam
yang kelima ini.
Di tengah masalah kemampuan materi yang menjadi tolak ukur
kemampuan seseorang untuk berangkat haji, muncul suatu kebiasaan baru dalam
masyarakat demi mencapai tujuan berhaji, misalnya menjual harta benda,
membuka tabungan haji dan mengikuti arisan haji.
Suatu kebiasan tersebut, arisan Haji merupakan yang paling populer saat
ini, Hal ini disebabkan karena arisan merupakan hal yang sudah sangat
mengakar dan sudah tumbuh sebagai bagian dari budaya masyarakat
Indonesia. Bahkan di beberapa kota besar di Indonesia, arisan telah menjadi gaya
hidup bagi sekelompok orang tertentu dan menjadi sebuah kebutuhan untuk
memperoleh sesuatu yang diinginkan. Dengan memperhatikan hal tersebut, di
Ciampea terdapat segolong masyarakat yang mengadakan arisan haji yang
3
bermaksud untuk meringankan dan menolong orang-orang Islam yang
mempunyai bekal cukup untuk menunaikan ibadah haji. Hal lain yang umumnya
menjadi penyebab adanya arisan haji adalah mahalnya ONH (Ongkos Naik Haji)
dan BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) di Indonesia dan kurang adanya
motivasi atau semangat untuk menabung.
Arisan haji yang diadakan orang-orang di Daerah Ciampea ini
dilaksanakan seperti arisan-arisan pada umumnya, dengan menyetorkan sejumlah
uang yang telah ditentukan. Dalam waktu yang telah ditentukan pula, serta
melakukan pengundian nama-nama yang akan diberangkatkan ibadah haji,
Adapun perbedaan dengan arisan-arisan lainnya yaitu terletak pada
operasionalnya dimana dalam arisan biasa yang setiap kali salah satu anggota
memenangkan uang pada pengundian. Selain itu bagi yang telah memenangkan
undian diwajibkan untuk hadir pada setiap pengundian, arisan haji di khususkan
hanya diperuntukan untuk orang muslim saja guna membayar ONH (Ongkos
Naik Haji) Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik mengetahui
lebih jauh terhadap hukum arisan haji yang berada di Desa Kideung Ilir Ciampea
ini. sehingga penulis ingin menjadikan sebuah judul skripsi yang berjudul
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN ARISAN
HAJI DI DESA KIDEUNG ILIR CIAMPEA BOGOR.
4
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan dalam skripsi ini akan berkisar terhadap Pelaksanaan Arisan
Haji yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kideung Ilir. sehingga penulis ingin
mempelajari lebih dalam tentang kepastian hukumnya. Untuk memudahkan
penulisan dalam menyusun karya ilmiahnya, penulis membatasi lokasi yang
dijadikan objek penelitian hanya di Kecamatan Ciampea.
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis dapat merumus dari permasalahan itu adalah :
1. Bagaimana sistem kerja Arisan Haji yang berada di Desa Kiding Ilir.
Ciampea?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan Arisan Haji yang
berada di Desa Kiding Ilir. Ciampea?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah pengetahuan hukum tentang pelaksanaan terhadap arisan
Haji yang berada di Desa Kiding Ilir Ciampea
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan
arisan Haji yang berada di Desa Kiding Ilir Ciampea.
D. Studi Terdahulu
Analisis ijarah pada pembiayaan talangan biaya perjalanan ibadah haji
(BPIH) pada bank BNI Syariah Fatmawati, ditulis oleh Zainal Arifin, Jurusan
Perbankan Syariah 2011. Dalam skripsi tersebut dijelaskan tentang ijarah, dan
5
menjelaskan tentang mekanisme pembiayaan talangan haji pada bank BNI
Syariah, dan menjelaskan kesanggupan seseorang terhadap dana talangan haji
menurut hukum Islam
Menurut pendapat Zainal Arifin dalam skripsinya talangan haji dengan
menggunakan akad ijarah adalah bagus untuk membantu nasabah atau calon
jamaah haji yang ingin berhaji namun belum mempunyai biaya yang cukup, maka
dapat di talangi menggunakan akad ijarah tersebut.
Praktek dana talangan haji dalam pandangan hukum Islam studi kasus
praktek dana talangan haji di Bank Syariah Mandiri ditulis oleh Imron Fiqri Aziz,
perbandingan mazhab dan hukum, 2013, dalam sekripsinya menjelaskan tentang
arti Istitha‘ah dalam berhaji dan hukum berhaji dengan menggunakan dana
talangan haji berdasarkan fatwa MUI.
Menurut pendapat Imron Fiqri Aziz dalam skripsinya mengatakan bahwa
hukum berhaji menggunakan dana talangan haji tidak diperbolehkan, karena
belum termasuk kepada Istitha‟ah haji. Orang yang menggunakan dana talangan
haji itu termasuk kepada seseorang yang memaksakan dirinya untuk pergi haji,
maka hal seperti itu tidak diperbolehkan.
Namun dalam skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Pelaksanaan Arisan Haji dengan objek penelitian di Desa Kideung Ilir Kec,
Ciampea ini sangat berbeda dengan penelitian diatas. Penulis lebih memperluas
pembahasan yaitu membahas tentang bagaimana sistem operasional arisan haji,
6
dan pandangan hukum Islam terhadap pelaksanaan arisan haji yang berada di
Desa Kideung Ilir Ciampea Bogor tersebut, tinjauan dilakukan pada sistem
operasionalnya, karena hukum akan bertolak langsung terhadap pelaksanaan
arisan haji. Selain itu penulis ingin membahas tentang kedudukan arisan haji
dengan kemampuan (istitha‟ah) dalam berhaji.
Dengan demikian penulis akan berusaha membahas masalah tersebut secara
cermat dalam penulisan skripsi ini, karena sepengetahuan penulis permasalahan
yang sedang penulis ajukan belum pernah dibahas dikaji orang lain, sehingga
penulis tertarik untuk membahas masalah ini dalam sebuah Karya Ilmiah
(skripsi).
E. Metode Peneletian
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode antara lain:
1. Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan1 yaitu dengan mencari data
langsung ke lapangan, yakni di Desa Kideung Ilir Kec Ciampea Bogor.
2. Sumber Data
Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah subyek dari mana
data diperoleh.2 Untuk memudahkan mengidentifikasikan data maka penulis
1 Sutrisno Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), h. 19.
2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV,
(Jakarta: Rineka Cipta, Cet. II, 1998), h, 114.
7
mengklasifikasikan menjadi dua sumber data, antara lain:
a. Sumber Data Primer
sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan, Data primer disebut juga data asli atau data baru.
Seperti : hasil wawancara dengan pihak arisan haji baik itu dengan para
anggota, atau pengurus arisan haji.
b. Sumber Data Sekunder
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
dari sumber-sumber yang telah ada. Data ini biasanya diperoleh dari
laporan-laporan peneliti terdahulu. Data sekunder disebut juga dengan
data tersedia3 seperti, buku-buku fiqih, dan hadis—hadis lainnya.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu upaya pengumpulan data-data yang
relevan dengan kajian penelitian, yang diperoleh dengan cara:
a. Observasi
Metode observasi yaitu usaha-usaha mengumpulkan data dengan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomen-
3 M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2002), h.82
8
afenomena yang diselidiki.4 Metode ini dilakukan dalam rangka
memperoleh data tentang pelaksanaan Arisan Haji Di Desa Kideung Ilir
Kec. Ciampea yaitu dengan cara melihat langsung.
b. Interview
Metode interview atau wawancara yaitu teknik pengumpulan data
yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung kepada para
responden,5atau mencari keterangan dengan cara berbincang-bicang
dengan para pihak atau tokoh yang terlibat langsung dalam kajian
penelitian. Untuk mendapatkan data dari responden, maka penulis
mengadakan wawancara dengan beberapa anggota Arisan Haji. Untuk
mendapatkan data dari responden, maka penulis mengadakan wawancara
dengan yayasan KBIH yang bekerja sama dalam menjalankan pelaksanaan
Arisan Haji tersebut.
c. Dokumentasi
Pengertian dokumentasi yaitu kumpulan koleksi bahan pustaka
(dokumen) yang mengandung informasi yang berkaitan dan relevan
dengan bidang-bidang pengetahuan maupun kegiatan yang menjadi
kepentingan instansi atau korporasi yang membina unit kerja dokumentasi
4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV,
(Jakarta: Rineka Cipta), Cet. II, 1998, h. 46
5 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, t.th
1995), h. 39.
9
tersebut.6Macam-macam dokumentasi antara lain: buku, majalah, surat
kabar, internet dan lain sebagainya.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang akan peneliti uraikan adalah metode diskriptif
analisis, yaitu analisis yang menekankan pada sebuah gambaran baru terhadap
data yang telah terkumpul yang bertujuan untuk menggambarkan secara
subyektif tentang pelaksanaan Arisan Haji Di Desa Kideung Ilir Kec Ciampea
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan data yang digunakan adalah berpedoman
kepada buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2012.
F. Sistematika Penulisan
Agar lebih memudahkan penyusutan dan pemahaman, maka sengaja
materi yang terdapat dalam skripsi dikelompokkan dalam lima bab, setiap dipilih
menjadi beberapa sub bab. Lengkapnya adalah sebagai berikut :
BAB I Merupakan bab pendahuluan, terbagi kepada sub bab, yaitu : Latar
Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Studi Terdahulu, Metode Penelitian, Sistematika
Penulisan.
BAB II Berisi tentang Arisan Haji dan Istitha‟ah Haji, yang terdiri dari Sejarah
6 Soejono Trima, Pengamatan Ilmu Dokumentasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), h.
7.
10
Arisan, Pengertian Arisan, Manfaat Arisan, Metode Arisan, Macam-
macam Arisan, Arisan dalam Islam, serta membahas tentang istitha‟ah
dalam Ibadah Haji.
BAB III Berisi Gambaran Umum Tentang Mekanisme pelaksanaan Arisan Haji
di Desa Kiding Ilir Kec. Ciampea yang terdiri dari: Sejarah berdirinya
Arisan Haji, Struktur Organisasi, Program kerja, Tatacara Pelaksanaan
Arisan Haji, Pengertian Arisan Haji, Pertemuan Rutin dan pengajian,
Proses Pengundian Nama, Pendaftaran sebagai Calon Jamaah Haji,
Tutup Buku atau Pengajian Pamitan Haji, Manfaat dan Tujuannya.
BAB IV Bab ini berisi tentang analisis penulis yang terbagi kepada tiga bagian.
Pertama menganalisis Terhadap istitha‟ah dalam Arisan Haji, Kedua,
analisis Terhadap pelaksanaan arisan haji Ketiga, analisis terhadap
hutang dalam berhaji.
BAB V Bab ini merupakan bab yang terakhir yang berisi Penutup yang terdiri
dari kesimpulan dan saran-saran dan disertai juga dengan Daftar
Pustaka dan Lampiran-lampiran Wawancara.
11
BAB II
ARISAN DAN ISTITHA’AH HAJI
A. Tinjauan Umum Tentang Arisan
1. Sejarah Arisan
Hampir seluruh penduduk di pelosok tanah air mengenal yang namanya
arisan. Arisan yang berkembang di masyarakat bermacam-macam bentuknya.
Ada arisan motor, arisan haji, arisan gula, arisan semen dan lain-lain. Ternyata
fenomena ini tidak hanya terjadi di negeri ini, di negara Arab juga telah dikenal
sejak abad ke sembilan hijriyah yang dilakukan oleh para wanita Arab dengan
istilah jum‟iyyah al-muwazhzhafin atau al-qardhu at-ta‟awuni, hingga kini
fenomena ini masih berkembang dengan pesat. Bila demikian sudah mendunia,
tentunya tidak lepas dari perhatian dan penjelasan hukum syar‟i bentuk
mu‟amalah seperti ini. Apalagi permasalah ini termasuk kontemporer dan
belum ada sebelumnya di masa para Nabi. Fenomena ini demikian semarak
dilakukan kaum Muslimin karena adanya kemudahan dan banyak membantu
mereka.7
2. Pengertian Arisan
Di dalam beberapa kamus disebutkan bahwa arisan adalah pengumpulan
uang atau barang, yang bernilai sama oleh beberapa orang, lalu diundi diantara
7Arisan dalam Pandangan Islam : tinjauan dari sisi media al-manhaj.com. Artikel diakses
pada 25 September 2014 dari http://almanhaj.or.id//3818//arisan-dalam-pandangan-islam/
12
mereka. Undian tersebut dilaksanakan secara berkala sampai semua anggota
memperolehnya.8
Arisan sangat mirip dengan tabungan. Sebagai sistem untuk menyimpan
uang, namun kegiatan ini juga dimaksudkan untuk kegiatan pertemuan yang memiliki
unsur "paksa" karena anggota diharuskan membayar dan datang setiap kali undian
akan dilaksanakan9.
Hakekat arisan ini adalah setiap orang dari anggotanya meminjamkan
uang kepada anggota yang menerimanya dan meminjam dari orang yang sudah
menerimanya kecuali orang yang pertama mendapatkan arisan maka ia
menjadi orang yang berhutang terus setelah mendapatkan arisan, dan orang
yang terakhir mendapatkan arisan, maka ia selalu menjadi pemberi hutang
kepada anggotanya.
3. Manfaat Arisan
Arisan adalah hal yang lazim bagi semua pihak, baik dilakukan ditempat
kerja, dengan keluarga, atau antara anggota organisasi lainnya, dalam
pelaksanaan arisan terdapat aktivitas yang dilakukan diantaranya adalah :
a) Mempererat tali silaturahmi dan ikatan kekerabatan antara para
anggota arisan.
8 Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (PN Balai Pustaka, 1976), h, 57.
9Pengertian arisan : tinjauan dari sisi media, Wikipedia.com. artikel diakses pada tanggal 28
Oktoberd, pukul 13:00, dari http://id.wikipedia.org/wiki/Arisan.
13
b) Mendiskusikan topik masalah tertentu, guna membantu masalah
anggota arisan.
c) Menyisihkan sebagian penghasilan sebagai wujud kebersamaan antara
anggota arisan.
Menurut pandangan Purwanto Menabung merupakan salah satu langkah
baik yang banyak dipilih orang untuk menghindari kekurangan uang pada
suatu saat. Selain itu, menabung juga penting jika seseorang ingin membeli
suatu barang tetapi tidak memiliki uang yang memadai. Sebab, hanya dengan
cara menabung keinginan tersebut akan dapat terpenuhi.
Arisan bisa menjadi salah satu cara belajar menabung, sebab saat kita
mengikuti arisan kita akan dipaksa membayar iuran, sama artinya juga dengan
paksaan menabung.10
Arisan juga mempunyai manfaat seperti11
:
a) Dengan mengikuti arisan, keuangan bisa dikelola dengan baik.
b) Dengan mengikuti arisan, sama saja dengan menabung, Jika menang
arisan, uangnya bisa dimanfaatkan dengan baik. bisa membeli barang-
barang dan alat-alat rumah tangga, membeli perhiasan emas, bahkan
bisa digunakan untuk membeli rumah dan sejenisnya
10
Purwanto, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kasus Jual Beli Arisan Di Desa Waru
Kecamatan Rembang Kabupatern Rembang. Skripsi S1 Jurusan Muamalah Syariah dan Hukum,
Institut Agama Islam Negeri Walisongo, tahun 2012, h, 48. 11
Manfaat arisan : tinjauan dari sisi media futuready.com. artikel diakses pada Tanggal : 03
November 2014, dari http://www.futuready.com/ArtikelDetail/Index/Arisan%20Sosialisasi.
14
c) Menjalin silaturahmi, dengan mengikuti arisan setidaknya hubungan
dengan pesertanya makin terjalin akrab. Misalnya, arisan RT,
menjadikan hubungan antar warga satu RT bisa lebih baik dengan
begitu bila ada kegiatan sosialisasinya lebih mudah, begitupun dengan
arisan dalam keluarga besar.
4. Metode Arisan
Sejatinya arisan merupakan perkumpulan dari sekelompok orang. Dimana
mereka berinisiatif untuk tetap bertemu dan bersosialisasi. Digagaslah sebuah
acara dimana mengumpulkan barang atau uang dalam jumlah tertentu yang
telah disepakati bersama. Lalu jika uang atau barang tersebut sudah terkumpul,
hanya akan ada satu orang yang bisa mendapatkannya melalui undian. Hal ini
terus berjalan hingga semua anggota mendapatkannya.
Untuk memulai sebuah arisan itu menurut pendapat Purwanta dalam
Skripsinya tentunya tidak mudah, perlu kesepakatan diantara para peserta
arisan. Seperti kesepakatan kapan rentan waktu pengocokan arisan apakah itu
perbulan atau dua minggu sekali. Kemudian juga disepakati besarnya uang
arisan yang akan disetorkan, dengan begitu diharapkan arisan bisa berjalan
sampai dengan pengocokan peserta terakhir. Memang tidak semua orang
tertarik mengikuti kegiatan arisan, banyak yang berpendapat kegiatan ini tidak
produktif dan membuang-buang waktu.12
12
Purwanto, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kasus Jual Beli Arisan Di Desa Waru
Kecamatan Rembang Kabupatern Rembang.h. 47-48
15
Undian merupakan salah satu cara dalam menentukan siapa yang akan
mendapatkan kumpulan uang yang diperoleh dari kumpulan arisan tersebut.
Dalam sistem undian ini pastinya tidak sesuai dangan apa yang diharapkan
oleh para peserta arisan. Yaitu, jika salah satu dari anggota membutuhkan
uang, pastinya anggota arisan tersebut hanya berpeluang kecil untuk
mendapatkan undian tersebut. Sehingga bisa dikatakan, jika arisan
menggunakan sistem cara pengundian ini berarti jauh dari unsur tolong
menolong, dan lebih cendrung pada unsur menabung.
Selain menggunakan undian arisan juga biasanya melakukan pengocokan
dengan cara Sesuai dengan kriteria. Cara yang menentukan siapa kriteria
anggota arisan ini berbeda dengan cara arisan dengan sistem undian. Pada
sistem ini ketua arisan memberikan uang yang diperoleh dari para anggota
arisan kepada anggota arisan yang membutuhkan. Prinsip ini lebih cenderung
pada prinsip tolong menolong dan unsur menabung. Karena pada saat
perkumpulan arisan dimulai, ketua arisan bertanya pada para angotanya siapa
yang lagi dalam keadaan sangat membutuhkan uang. Jika para anggota arisan
banyak yang ingin mendapatkan kumpulan uang arisan itu. Maka ketua arisan
bertanya pada anggota yang menginginkan uang itu, dan menimbang siapakah
yang lebih berhak mendapatkan uang arisan terlebih dahulu dengan
persetujuan anggota arisan yang lain.13
13
Purwanto, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kasus Jual Beli Arisan di Desa Waru
Kecamatan Rembang Kabupatern Rembang.h.49
16
5. Macam-macam Arisan
Arisan merupakan praktek sosial ekonomi masyarakat yang merupakan
salah satu bentuk kebiasaan atau tradisi masyarakat yang menjadi adat
kebiasaan. Namun hal ini tidak otomatis dapat diterima tentu saja harus
berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syari‟ah Islam.
Hampir seluruh penduduk di plosok tanah air mengenal namanya arisan.
Arisan yang berkembang di masyarakat bermacam-macam bentuknya,
diantaranya adalah :
a) Arisan motor
b) Arisan haji
c) Arisan gula
d) Arisan semen
e) Arisan uang
Tentu dalam hal arisan semua caranya hampir sama yaitu menyetorkan
dalam jangka waktu yang masing-masing telah ditentukan waktunya, dan
tentunya berdasarkan jumlah yang disepakati bersama.
Arisan tidak hanya berkembang di negara ini saja, tapi sudah tersebar luas
di negara-negara lainnya, hingga sekarang banyak sekali ditemukan adanya
arisan-arisan sejenis yang telah disebutkan di atas. Hal ini karena faktor
ekonomi masyarakat yang terbatas dan adanya keinginan untuk menabung
sehingga dengan mengikuti arisan tersebut keinginan pun menjadi terlaksana.
17
6. Arisan dalam Sejarah Islam
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak mungkin dapat
dilakukan sendiri, namun harus diusahakan bersama-sama. Dalam memenuhi
kebutuhan secara bersama tersebut akhirnya mendorong manusia untuk hidup
berkelompok atau bermasyarakat.14
Dalam perkembangannya masyarakat dalam memenuhi kebutuihan
melakukan dengan cara membentuk suatu lembaga yang mampu sedikit
meringankan atau memperlancar kehidupan perekonomian masyarakat
terutama perekonomiannya. Banyak cara masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Baik secara langsung ataupun secara tidak langsung salah
satu cara masyarakat memenuhi kebutuhannya sekaligus menjadikan
masyarakat mendekatkan dengan masyarakat yaitu dengan cara arisan.
Pada masa sekarang ini arisan telah banyak dilaksanakan berbagai
masyarakat baik dari kalangan bawah hingga kalangan atas. Arisan
dilaksanakan dalam rangka memenuhi kebutuhan keuangan yaitu dengan cara
menabung, begitulah masyarakat menyebutnya. Apabila mereka sedang
beruntung maka akan memperoleh uang yang sebenarnya uang mereka sendiri.
Selain itu mereka juga mendekatkan hubungan kekerabatan dalam masyarakat
atau kelompok pada suatu Desa.
14
Artikel kholid Syamsudin‖ http//almanhaj.or.id//arisan-dalam-pandangan-islam/.Pada
tanggal 03 Oktober 2014.Pada pukul 13.00 WIB.
18
Arisan dikenal oleh sebagian orang Arab dengan istilah jam‟iyyah
(kumpulan peserta arisan). Ini termasuk masalah kontemporer yang tengah
marak ditekuni oleh banyak kaum muslimin mengingat manfaat yang mereka
rasakan darinya. Masalah ini diperselisihkan oleh para ulama ahli fatwa masa
kini.
Ulama dunia mengartikan arisan dengan istilah jum‟iyyah al-
muwazhzhafin atau al-qardhu al-ta‟awuni. Jum‟iyyah al-muwazhzhafin
dijelaskan para Ulama sebagai bersepakatnya sejumlah orang dengan ketentuan
setiap orang membayar sejumlah uang yang sama dengan yang dibayarkan
yang lainnya. Kesepakatan ini dilakukan pada akhir setiap bulan atau akhir
semester (enam bulan) atau sejenisnya. Kemudian semua uang yang terkumpul
dari anggota diserahkan kepada salah seorang anggota pada bulan ke dua atau
setelah enam bulan sesuai dengan kesepakatan mereka. Demikian seterusnya,
sehingga setiap orang dari mereka menerima jumlah ini berlangsung satu
putaran dan dua putaran atau lebih tergantung pada keinginan anggota.15
Hukum arisan secara umum, termasuk muamalat yang belum pernah
disinggung di dalam Al-Qur‘an dan As-Sunnah secara langsung, maka
hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah, yaitu dibolehkan. Para
ulama menyebutkan hal tersebut dengan mengemukakan kaedah fikih yang
berbunyi :
15
Artikel kholid Syamsudin‖ http//almanhaj.or.id/content/3818/slash/0/arisan-dalam-
pandangan-islam/.
19
Artinya :―Pada dasarnya hukum transaksi dan muamalah itu adalah halal dan
boleh”
Menurut pendapat Ali Mustofa Yakub dalam bukunya mengatakan bahwa
arisan sebenarnya menurut agama diperbolehkan, dengan catatan tidak ada
pihak yang dirugikan dan tidak adanya sistem perjudian didalamnya.
Kebolehan itu juga bisa menjadi haram, jika ada sesuatu yang menjadikan
haram, yaitu hilangnya ketentuan-ketentuan diatas.17
Begitu juga dalam muamalat disebutkan keberadaan suatu serikat
(perkumpulan) kerjasama itu dibentuk untuk menyediakan pinjaman tanpa
bungan bagi para anggotanya.18
Begitupun dengan arisan dibentuk guna
meminjamkan uang terhadap orang yang membutuhkan dengan memberikan
pinjaman tanpa memberikan uang didalamnya. Tentu hal ini arisan berlandasan
terhadap adanya rasa saling tolong-menolong antara peserta arisan tersebut.
Sebagaimana firman Allah SWT memerintahkan untuk saling tolong-
menolong dalam surat Al-Maidah : 2.
16
Sa‘dudin, Muhammad al-kibyi, al-Muamalah al-Maliyah al-Mua‟shirah fi Dhauni al-Islam,
(Beirut, 2002),h,75. 17
Ali Mustofa Yakub, Fatwa-Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal, Cet 1,(Jakarta : PT Puataka
Firdaus, 2007), h, 209.
18
Muhammad muslehuddin, Sistem Bank dalam Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), h, 51
20
Artinya :“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.“ (QS.Al-Maidah : 2)
Ayat di atas memerintahkan kita untuk saling tolong menolong di dalam
kebaikan, sedang tujuan ―arisan‖ itu sendiri adalah menolong orang yang
membutuhkan dengan cara iuran secara rutin dan bergiliran untuk
mendapatkannya, maka termasuk dalam katagori tolong menolong yang
diperintahkan Allah SWT.
Pendapat para ulama tentang arisan, diantaranya adalah pendapat Syaikh
Ibnu Utsaimin dan Syek Ibnu Jibrin serta mayoritas ulama-ulama senior Saudi
Arabia. Syekh Ibnu Utsaimin berkata: ―Arisan hukumnya adalah boleh, tidak
terlarang. Barang siapa mengira bahwa arisan termasuk kategori memberikan
pinjaman dengan mengambil manfaat maka anggapan tersebut adalah keliru,
sebab semua anggota arisan akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan
gilirannya masing-masing”19
Ada juga yang tidak mendukung atau mengharamkan arisan. Mereka
merujuk pada dalil dan pendapat Syaikh Sholih al-Fauzan, Syaikh Abdul Aziz
Alu Syaikh dan Syaikh Abdurrohman al-Barrok. Dengan dalil bahwa tiap-tiap
peserta sama halnya meminjamkan sesuatu kepada yang lain dengan
persyaratan adanya orang lain yang juga meminjamkan sesuatu, maka ini
19
Arisan dalam Islam : tinjauan dari sisi media, ahmadzain.com. artikel diakses pada tanggal
28 Oktoberd, pukul 13:00, dari http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/166/hukum-arisan-dalam-
islam/
21
adalah pinjaman yang menghasilkan suatu manfaat (bagi yang meminjami),
maka itu adalah riba, sebagaimana sabda Nabi :
Artinya :“Dikabarkan dari Abu Abdillah al- Hafiz dan Abu Sai‟d bin abi amrin
“Abu Abbas mengabarkan kepada kami “muhamad bin ya‟kub
mengabarkan kepada Ibrahim bin munqij “ mengabarkan aku kepada
Idris bin yahya dari Fadholah bin u‟baidi sahabat Nabi SAW.
Sesungguhnya nabi berkata Setiap pinjaman yang menghasilkan
manfaat, maka itu termasuk riba.”(HR. al-Baihaqi ).
Arisan dapat dikatakan haram, jika di dalamnya terdapat unsur
kezholiman, ghoror (ketidakpastian/spekulasi), atau riba, maka arisan
semacam ini menjadi haram.21
Begitu juga ketika arisan dijadikan ajang
menggunjing, ghibah, gossip, ngerumpi, maka arisan semacam ini jelas haram.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al- Qur‘an surat Al-Hujurot (49):12
yaitu :
20
Imam Baihaqi, Sunan al- Kubra, juz 5, h, 350 21
Ahmad Sarwat, Fikih Sehari-hari Tanya Jawab Seputar Jual Beli, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama), t.t, h, 155
22
Artinya :“dan janganlah menggunjingkan satu sama lain, adakah seseorang diantara
kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya, dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah maha penerima Taubat lagi maha penyayang.”
Membicarakan arisan berarti membicarakan didalamnya suatu
perkumpulan yang mengadakan suatu perjanjian atau akad untuk dilaksanakan,
agar tercapai kepada satu tujuan yang diharapkan. Perjanjian itu terjadi dalam
rangka untuk mewujudkan keadilan bersama sehingga dengan adanya
perjanjian tersebut berarti sudah memulai suatu hubungan dalam suatu
kegiatan yang didalamnya akan menimbulkan suatu hak-hak dan kewajiban
antara para peserta arisan.
Islam telah mewajibkan dikuatkannya akad-akad demi terjaminnya hak-
hak dan kewajiban diantara sekian manusia. Maka Islam juga memperhatikan
agar akad-akad itu dapat dikuatkan dengan tulisan dan saksi agar masing-
masing orang dapat terjamin, serta dapat terhidar dari perbuatan dan kehilafan
manakala terjadi perselisihan faham dan pertentangan.22
7. Istitha’ah dalam Ibadah Haji
1. Pengertian Istitha’ah dalam Ibadah Haji
Istitha‟ah dalam pengertian kebahasaan berasal dari akar kata thâ‟a, yaitu
tau‟an, berarti taat patuh dan tunduk. Istithâ‟ah berarti keadaan seseorang untuk
melakukan sesuatu yang diperintahkan syara‘ sesuai dengan kondisinya.
22
Abu Ahmadi dan Ansari Umar Sitanggal, Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-prinsip dan
Tujuannya, (Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1981), h,187.
23
Semakin besar kemampuan seseorang semakin besar tuntutan untuk
mengerjakan suatu perbuatan.
Bisa dikatakan Istitha‟ah artinya mampu, yaitu mampu melaksanakan
ibadah haji ditinjau dari segi jasmani yaitu, sehat dan kuat, rohani yaitu,
memahami manasik haji dan berakal sehat, ekonomi yaitu, mampu membayar
penyelenggaraan ibadah haji dan memiliki biaya hidup bagi keluarga yang
ditinggalkan. keamanan yaitu, Aman dalam perjalanan dan aman bagi keluarga
yang ditinggalkan.23
Mengenai dalil istitha‟ah yang menjadi dasar hukum kewajiban ibadah
haji adalah surat Ali- Imran ayat 97 :
Artinya:“Dan (diantara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan
ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan
perjalanan kesana.” (Q.S Ali Imran: 97)
1. Istitha’ah Menurut Pendapat Para Ulama Fikih
Menurut para ulama, ada tiga kemampuan yang harus dipenuhi dalam
rangka meliputi ibadah haji, yaitu: kemampuan kesehatan (badan),
kemampuan material/finansial (keuangan), kemampuan keamanan
(keselamatan).24
23
Departemen Agama RI, Bimbingan Manasik Haji, (Jakarta: 2003), h, 29. 24
Ahmad Thib Raya dan Siti Mushdah Mulia, Menyelami Seluk- Beluk Ibadah dalam Islam,
(Jakarta : Prenada Media, 2003). h. 237
24
a. Menurut Mazhab Hanafi25
Kesanggupan meliputi tiga hal yakni fisik, finansial, dan keamanan.
Kesanggupan fisik artinya kesehatan badan. Adapun menurut golongan
Hanafiyah, yang termasuk orang yang sakit, lumpuh, orang buta
(meskipun memiliki penuntutan), orang yang sangat tua dan tidak dapat
duduk sendiri di atas kendaraan, jika dia mampu untuk membayar ongkos
kepada orang yang akan menggantikan hajinya, maka ia wajib haji, sebab
ia terhitung orang kuasa dengan jalan mengongkosi orang.
Kesanggupan finansial adalah memiliki bekal dan kendaraan.
Yakni, mampu menanggung biaya pulang pergi serta punya kendaraan,
yang merupakan kelebihan dari biaya tempat tinggal, serta keperluan lain.
Harus lebih dari nafkah keluarga yang dinafkahinya sampai waktu
kepulangannya.
Adapun keamanan adalah jalan biasanya aman, meskipun dengan
membayar uang suap jika perlu. Dan Bagi keamanan wanita sebaiknya
menurut pendapat Abu Hanifah wanita harus diiringi oleh mahramnya
yang balig dan berakal atau remaja yang terpercaya, punya hubungan
darah atau perkawinan.
25Wahbah Al- Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy waadillatuh, Juz III, (Suriah : Dar‘ al-Fikr, t.t.), h,
414.
25
b. Kemampuan menurut Mazhab Maliki26
Kemampuan adalah bisa tiba di Mekah menurut kebiasaan, dengan
berjalan kaki atau berkendaraan. Artinya, kesanggupan berangkat saja,
Adapun kesanggupan untuk pulang itu tidak termasuk hitungan.
Kesanggupan itu meliputi tiga hal :
Pertama, kekuatan badan. Artinya, dapat tiba di Mekah menurut
kebiasaan, dengan berjalan ataupun dengan berkendaraan.
Kedua, adanya bekal yang cukup sesuai dengan kondisi orang dan sesuai
pula dengan kebiasaan mereka, Madzhab Maliki tidak mensyaratkan
adanya bekal dan kendaraan itu sendri, jalan kaki bisa menggantikan
kendaraan, bagi orang yang mampu, dan keterampilan kerja yang
mendatangkan pemasukan yang cukup bisa membuat seseorang tidak
perlu membawa bekal atau uang dan bisa dikatakan cukup sebagai ganti
bekal.
Tidak wajib haji dengan cara berhutang, meskipun utang kepada
anaknya sendiri, jika tidak punya harapan untuk dapat melunasi
utangnya. Juga, tidak wajib haji dengan harta pemberian orang lain,
(hibah atau sedekah) yang tanpa diminta. Dan tidak wajib bagi orang
yang meminta-minta baik itu suatu kebiasaan ataupun tidak.
26
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, h. 416
26
Ketiga, tersedianya jalan, yaitu jalan yang dilalui (darat atau laut)
dan biasanya jalan ini aman. Dan jika biasanya tidak aman maka itu tidak
wajib haji.
c. Kemampuan menurut Mazhab Syafi‘i27
Mampu menunaikan ibadah haji harus menempuh dua kemampuan
yaitu kemampuan fisik dan kemampuan finansial.
Pertama, kemampuan fisik, artinya, orang yang dipandang sehat
ialah orang yang mempunyai kekuatan fisik yang memungkinkan ia
sampai di Mekkah untuk melakukan ibadah haji, tanpa mengalami
kesulitan yang berarti, bahkan, menurutnya, orang buta pun diwajibkan
untuk menunaikan ibadah haji apabila ia mempunyai penuntun yang akan
menuntunnya selama dalam perjalanan dan ibadah haji.
Kedua, kemampuan finansial, dengan adanya bekal beserta
wadahnya, serta ongkos keberangkatan ke Mekah dan kepulangan ke
kampung halaman. Pendapat imam Syafi‘i berbeda dengan pendapat
imam Maliki, Imam Syafi‘i memandang bahwa pekerjaan di tengah
perjalanan itu tidak dibebani haji, alasannya, ada kemungkinan dia tidak
mendapatkan pekerjaan karena sesuatu hal. dan Sekalipun tetap
mendapatkan pekerjaan, maka itu akan banyak kesukaran.
Ketiga, adanya kendaraan (sarana transportasi) yang sesuai dengan
status seseorang dengan cara membelinya dengan harga rata-rata, bekal
27
Wahbah Al- Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, h. 417
27
dan kendaraan ini disyariatkan harus lebih dari utangnya (yang sudah
jatuh temponya maupun yang belum), baik utang itu kepada manusia
maupun kepada Allah Ta‟ala (seperti nadzar dan kafarat), maupun
menafkahi kepada orang-orang yang harus dinafkahinya selama
kepergian dan kepulangannya agar mereka tidak terbengkalai.
Keempat, kesanggupan dari sisi keamanan, yakni keamanan jalan
(meskipun sekedar praduga) bagi jiwa dan hartanya disemua tempat
sesuai kondisi yang layak baginya.
Kelima, wanita harus disertai oleh suaminya, atau oleh mahram
(dari hubungan nasab / darah atau lainya),
d. Kemampuan menurut Mazhab Hambali28
Kesanggupan atau kemampuan yang disyariatkan adalah
kemampuan atas bekal dan kendaraan. Sebagaimana Rasulullah SAW
bersabda:
Artinya : “Anas Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada yang bertanya:
Wahai Rasulullah, apakah sabil (jalan) itu? beliau bersabda:
"Bekal dan kendaraan." Riwayat Daruquthni. Hadits shahih
menurut Hakim. Hadits mursal menuru pendapat yang kuat30
28
Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, h. 420.
29
Ali ibni ‗Umar Abu al-Husaini al-Dâru Quthni al-Baghdadi, Sunan al-Daru Quthni, juz 2
(Beirut, Dar al-Ma‘rifah, 1996), h. 215.
30
Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulugul Maram, h.143.
28
Walaupun Hadis-hadis yang menafsirkan sabil dengan
pembelanjaan dan kendaraan, dha‟if ditinjau dari segi sanadnya, namun
kebanyakan ulama mensyariatkan yang demikian untuk mewajibkan
haji. Adanya pembelanjaan dan kendaraan adalah bagi orang yang tidak
memperoleh perbelanjaan dan kendaraan, tidaklah wajib haji atasnya.
Mazhab Hambali sepakat dengan madzhab Syafi‘i
2. Praktek Istitha’ah pada Zaman Terdahulu
Kata istitha‟ah berdasarkan pengertian di atas yaitu, suatu kemampuan
seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan yang diperintahkan oleh Allah
SWT dan RasulNya. Namun demikian, Allah tidak memberatkan dan tidak
menuntut seseorang untuk mengerjakan, maka dalam kondisi demikian,
sangat diperhatikan i‟tikad baik seseorang dalam melaksanakan perintah
Allah Swt sesuai kadar ketaqwaannya. Sebagaimana Allah berfirman dalam
surat Al- Baqarah : 197
Artinya :(muslim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang
siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan
berbantah- bantahan di dalam masa mengerjakan haji, dan
apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah
mengetahuinya, berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-
baiknya bekal adalah taqwa.
29
Dari arti ayat di atas ―Dan ambillah bekal olehmu‖ menurut keterangan
yang disampaikan oleh Ibnu Jarir, Bukhari, dan lain-lain dari Ibnu Abbas
yaitu, ― adalah penduduk Yaman pergi mengerjakan haji dengan tidak
membawa bekal dan mereka berkata, ― kami bertawakal‖ kemudian mereka
datang di Mekkah meminta- minta. Berdasarkan peristiwa tersebut turunlah
ayat ini.31
Dari ayat dan tafsiran bahwa Allah tidak memaksakan seseorang pergi
haji tanpa berbekalan, Akan tetapi jika seseorang pergi haji tanpa berbekalan
dan pada akhirnya harus meminta-minta kepada orang lain, yang akan
merugikan orang lain tersebut maka tidaklah menjadi taqwa, karena
sebagaimana dalam hadis dari Ibnu Abbas :
Artinya :“Dari Ibnu Abbas RA. Dia berkata “dulu penduduk yaman
mengerjakan haji tanpa membawa perbekalan,dan mereka
berkata kami adalah orang-orang yang bertaqwa,” ketika
mereka datang ke Mekah, mereka meminta-minta kepada
orang lain, maka Allah Menurunkan firmannya, “berbekalah,
dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa”.
Selain itu haji merupakan ibadah yang memerlukan penempuhan jarak
sehingga tidak mungkin diwajibkan tanpa adanya harta dan kendaraan seperti
jihad.
31
Syekh Abdul Halim Hasan Binjai, Tafsir Al- Ahkam, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), h. 67-70.
32
Imam Bukhori, Shahih al-Bukhori, juz.5, No. 1426, h. 32.
30
Dalam kitab Al-Muhabzab karangan Abu Ishaq disebutkan jika seseorang
memiliki uang untuk membeli bekal dan kendaraan tetapi, uang itu
dibutuhkannya untuk membayar hutang, maka tidaklah wajib ia haji, baik
utang itu berjangka pendek maupun berjangka panjang. Hutang harus
didahulukan daripada haji yang memiliki waktu yang luas.33
Dalam kitab Al-Mughni karangan Ibnu Qudamah seseorang yang
memiliki piutang terhadap seseorang yang lalai dalam membayar hutangnnya
tetapi mampu membayarnya, sedangkan piutang itu cukup untuk biaya haji,
maka ia wajib naik haji karena termasuk orang yang mampu. Akan tetapi,
bila orang yang dipiutangnya itu orang yang tidak mampu atau sulit untuk
membayar, maka tidaklah wajib haji34
.
Menurut Syafi‘iyah apabila seseorang diberi oleh orang lain kebutuhan
(kendaraan) secara cuma-cuma, ia tidak wajib menerimanya karena dalam
menerima itu ia terpaksa memikul tanggung jawab. Sedangkan baginya sulit
untuk melaksanakannya. Kecuali, jika disamping pemberian tadi ia memiliki
harta untuk membiayai haji. Maka pemberian itu hendaklah diterimanya.
Karena pemberian yang mengikat itu ia masih mampu menunaikannya.35
33
Abu Ishaq, al-Muhadzab, Juz.1. (Dar al-Kutub.t.t), h.358.
34
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Juz 3, (Beirut : Dar al-Fikr.t.t), h, 167.
35
Muhammad Najmuddin Zuhdi, 125 Masalah Haji, ( Solo : Tiga Serangkai, 2008), cet 1, h,
60.
31
Menurut pendapat Hanabilah, seseorang tidak wajib haji karena
pemberian orang lain. Karena dengan itu ia belum bisa dikatakan mampu,
baik si pemberi itu merupakan keluarga dekat maupun orang lain, baik
berupa bekal ataupun kendaraan.36
Kajian tentang istitha‟ah dibahas hampir ke semua furu‟ (cabang)
ibadah, pada masalah shalat, puasa, kifarat, nikah dan lain-lain. Akan tetapi
yang lebih rinci dibicarakan adalah istatha‟ah dalam ibadah haji. Hal itu
disebabkan karena dalam persoalan haji menghimpun dua kemampuan,
kemampuan fisik dan materi sekaligus.
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan batasan-batasan
istatha‟ah. Secara umum mereka memahami istatha‟ah di dalam surat Ali
Imran ayat 97, kemampuan seseorang untuk dapat sampai ke Mekah dan
menunaikan haji seperti kemampuan jasmani, biaya dan keamanan.
Orang dikatakan mampu (mustathi‟) ialah orang yang mampu
melakukan ibadah haji dengan bekalnya pulang pergi, upah sopir yang aman
baginya, dan ongkos sewa atau harga kendaraan jika jarak dari tempatnya
sampai Makkah mencapai 2 marhalah, atau kurang waktu dari itu tetapi tidak
kuat berjalan kaki, Selain itu ada juga biaya belanja orang yang ditinggalkan
olehnya sampai dia pulang37
maka Jika seseorang yang pergi haji tidak
memiliki harta yang cukup, maka itu tidak bisa dikatakan mampu, walaupun
36
Muhammad Najmuddin Zuhdi, 125 Masalah Haji, h, 60-64. 37
Zainuddin ibn Abdul ‗Aziz al-Malaibary, Fathul Mu‟in (Surabaya: Al-hidayah), h. 60.
32
seseorang rela melakukan berhutang demi melaksanakan ibadah haji, karena
dalam sebuah hadis Nabi menjelaskan yaitu:
(38
Artinya :―jiwa orang mukmin itu bergantung pada hutangnya sampai hutang
tersebut terbayar.”
Istitha‟ah ibadah haji tidak hanya dengan bekalnya saja akan tetapi
berdasarkan jasmaninya berdasarkan riwayat ‗Abdullah Ibnu ‗Abbas
.
Artinya:“ dari abdullah bin abbas RA, dia berkata, “Al Fadhl bin Abbas
pernah pergi bersama Rasulullah. tiba- tiba ada seseorang
perempuan dari khats‟am mendatangi beliau untuk meminta fatwa.
Al- Fadhl memandang perempuan itu dan perempuan itupun
memandangnya.lalu rasulullah memalingkan wajahnya Al Fadhl kea
rah yang lain. Perempuan itu bertanya,“wahai Rasulullah!
Istitha‟ah menurut kesehatan bagi seorang lansia (lanjut usia) yang
tidak mempunyai kemampuan untuk duduk lama di dalam kendaraan atau di
38
Muhammad ibnu Isa Ibnu Sauroh Ibnu al dhahak al julami al Buqhni al-Tirmidzi, Al-jami‟u
shahih Sunan Al-Tirmidzi, Juz, 4, (Beirut : Dar Ihya al Tarath al-Arabi.t.t) h, 352.
39
Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, No, 732,h. 143.
33
perjalanan, boleh mewakilkan hajinya kepada orang lain.40
Diriwayatkan
dalam hadis shahih :
.
Artinya :“dari abdullah bin abbas RA, dia berkata, “Al Fadhl bin Abbas
pernah pergi bersama Rasulullah. Tiba-tiba ada seseorang
perempuan dari khats‟am mendatangi beliau untuk meminta fatwa.
Al- Fadhl memandang perempuan itu dan perempuan itupun
memandangnya. Lalu rasulullah memalingkan wajahnya Al Fadhl
kea rah yang lain. Perempuan itu bertanya“wahai Rasulullah!
sesungguhnya ibadah haji yang diwajibkan oleh Allah kepada
hamba-hambanya telah berlaku atas ayahku yang sudah tua,
namun dia tidak kuat berada di atas kendaraan, apakah aku boleh
menunaikan haji untuk menggantikannya? Rasulullah
menjawab“Ya Boleh” peristiwa itu pun pada waktu haji wada”.
Istitha‟ah bagi perempuan, hendaknya ia berjalan bersama dengan
mahramnya, bersama-sama dengan suaminya, atau bersama-sama dengan
perempuan yang dipercayai. Sebagaimana dalam hadis yang telah
diriwayatkan ibnu abbas :
41Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, No, 732, h. 143.
42Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, No, 735, h. 144.
34
Artinya : ―Dari ibnu abbas, nabi Muhammad Saw, berkata,“tidak boleh bagi
perempuan berpergian selain beserta mahramnya, dan tidak pula
boleh bagi laki- laki mendatangi perempuan itu selama apabila ia
beserta mahramnya,“bertanya seseorang laki-laki,” ya rasulullah,
sesungguhnya saya bermaksud akan pergi berperang, sedangkan
istriku bermaksud akan pergi haji,” jawab Rasulullah saw, “
pergilah bersama- sama dengan istrimu )naik haji (. )riwayat
bukhari(
Istitha‟ah bagi orang yang berkuasa mengerjakan haji yang bukan
dikerjakan oleh yang bersangkutan, tetapi dengan jalan menggantinya dengan
orang lain, Misalnya haji orang yang sudah meningal, pada masa hidupnya
telah memenuhi syarat wajib haji (bernadzar) maka hajinya wajib dikerjakan
oleh orang lain. Tentunya semua ongkos pergi haji diambil dari harta
peninggalannya sebelum dibagi.43
Sebagaimana sabda Rasulullah :
Artinya : ―Dari ibnu Abbas, “sesungguhnya perempuan dari kabilah jubainah
telah datang kepada Nabi Saw. Katanya,“ sesungguhnya ibuku telah
bernadzar akan pergi haji, tetapi dia tidak pergi sampai dia mati,
apakah saya boleh kerjakan haji untuk dia, ? jawab Nabi, “ ya boleh
“ kerjakanlah olehmu hajinya, bagaimana pendapatmu kalau ibimu
sewaktu mati meninggalkan utang, bukankah engkau yang
membayarnya? Hendaklah kamu bayar hak Allah, sebab hak Allah
itu lebih utama untuk dipenuhi.”
43
Sulaiman rajid, fiqih Islam, cet, 41, (Bandung : sinar baru Algensindo,1994), h. 250.
44
Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, No. 733.h.143.
35
BAB III
GAMBARAN TENTANG ARISAN HAJI DI DESA KIDEUNG ILIR
CIAMPEA BOGOR
A. Sejarah Arisan Haji
Bagi setiap orang Islam yang sudah mampu, beribadah haji hukumnya
wajib. Berhaji berarti berupaya menyempurnakan posisi kehambaan di hadapan
Allah SWT. Maka siapa pun yang ingin berhaji hendaklah ia mempersiapkan
dirinya untuk memenuhi kebutuhannya untuk berhaji, baik dari segi material
mau pun spiritual. Ketika membicarakan haji sebagai salah satu rukun Islam
yang kelima bagi orang yang sudah mampu melaksanakannya. Mampu atau
istitha‟ah merupakan salah satu syarat melaksanakan ibadah haji. Maka kata
mampu inilah yang menjadi permasalahan yang masih diperdebatkan.
Kemudian ketika biaya ibadah haji menjadi permasalahan bagi masyarakat
ekonomi menengah ke bawah, dikarenakan ONH (Ongkos Naik Haji) dari tahun
ke tahun bertambah mahal, maka disuatu masyarakat, munculah suatu sistem,
yakni haji dengan sistem arisan.45
Haji sudah menjadi cita-cita umat Islam pada umumnya. Maka, akhirnya
banyak yang ingin menjalankan ibadah haji meski dengan segala resiko dan
dengan menempuh cara apapun. Karena ibadah yang dilakukan di tanah suci
45
http://digilib.uin-suka.ac.id/ -uinsuka--wahyurinau-3793, diakses pada tanggal 27
September 2014, pada pukul : 10: 00 WIB.
36
sangat utama dibanding di tempat-tempat lainnya. Kerinduan untuk datang
kesana tidak tergantikan oleh apapun. karena ibadah haji mempunyai nilai
spiritual dan kemanusiaan yang luar biasa.
Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan sistem arisan. Dengan
memperhatikan hal tersebut di Desa Kideung Ilir Ciampea Bogor terdapat
segolongan masyarakat yang mengadakan Arisan Haji yang diberi nama Ikatan
Arisan Haji (IKAH), yang bertujuan untuk mempermudah pemberangkatan haji.
Arisan haji telah berdiri selama kurang lebih 16 tahun, yaitu tepatnya pada
Tahun 1998 yang mana pada saat itu dipimpin oleh Dedeh. dan telah beberapa
kali angkatan. Awal mulanya terbentuk arisan haji ini karena banyaknya ibu–
ibu pengajian yang sering mengikuti pengajian mingguan kemudian
terbentuklah sebuah ide untuk mengadakan arisan, akan tetapi karena forum ini
Islami, jika arisan sehari-hari itu sudah banyak di kalangan rumahan, maka
terbentuklah arisan, tetapi hanya untuk biaya pergi haji, karena banyaknya ibu-
ibu yang berusia lanjut yang berminat pergi haji, dan kebanyakan ibu–ibu ini
ingin secara mencicil uang tersebut dengan secara menabung lewat arisan,
karena dengan melalui cicilan tersebut semuanya bisa mempermudah bagi
orang yang akan pergi haji.
Dengan demikian itu setelah beberapa bulan maka disepakatilah ide
tersebut dan kemudian berdasarkan kesepakatan bersama dibentuklah sebuah
organisasi guna untuk mengelolah atau mengurus uang arisan dalam praktek
arisan haji tersebut, agar arisan haji itu berjalan sebagaimana mestinya, semua
37
dilakukan berdasarkan kesepakatan anggota arisan, baik dari bembentukan
oreganisasi, cara pelaksanaannya, waktu yang ditentukan, biaya yang
disepakati, dan waktu kapan arisan akan tutup buku, semua dibicarakan
bersama-sama antara anggota arisan haji dan pengurus arisan.46
B. Struktur Organisasi
Di dalam sebuah ikatan arisan tentu membutuhkannya pengurus yang
bertanggung jawab terhadap peserta anggota yang mengikuti arisan tersebut,
dalam praktek arisan yang terletak di Desa Kideung Ilir ini tidak banyak
menggunakan pengurus hanya cukup dengan Pembina, Ketua, Sekertaris, dan
Bendahara saja. Sebagaimana yang penulis gambarkan sebagai berikut.
Tabel I. Struktur Kepengurusan Arisan Haji :
46
Wawancara dengan Dewi Ketua Arisan Haji ( IKAH ), Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok
Pesantren Darussolihin, ciampea, Bogor
PEMBINA
H.DEDE
KETUA
H. DEWI
SEKERTARIS
IBU ENDAH
BENDAHARA
IBU IYOS
ANGGOTA- ANGGOTA
38
Tabel II. Tabel Anggota-anggota arisan Haji :
NO
NAMA
ALAMAT
PEKERJAAN 1. Gunawan Ciampea Karyawan
2. Fiqri Ciampea Wiraswasta
3. Roni Ciampea Guru
4. Asep Saefudin Ciampea PNS
5. Jajat Bojong, Ciampea PNS
6. Aminah Bojong, Ciampea Guru
7. Jajang Bojong, Ciampea Wiraswasta
8. Maemunah Ciampea Ibu Rumah Tangga
9. Yanwar Bojong Ciampea Wiraswasta
10. Maesaroh Ciampea Ibu Rumah Tangga
11. Sakinah Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
12. Yuni Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
13. Emi Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
14. Nuraini Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
15. Siti Masitoh Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
16. Nur Khafifah Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
17. Hanifah Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
18. Nenti Ilir Ciampea Ibu Rumah Tangga
19. Sanih Bojong, Ciampea Guru
20. Mutmainah Bojong, Ciampea Karyawan swasta
21. Gufron Bojong, Ciampea Karyawan swasta
22. Nur Ahmad Bojong, Ciampea Guru
23. Adnan Bojong, Ciampea Wiraswasta
24. Asep Saifullah Bojong, Ciampea PNS
25. Deni Ciampea PNS
26. Rifqi Ciampea PNS
27. Arini Ciampea Pedagang
28. Indah Lestari Ciampea Pedagang
29. Dira Ciampea PNS
30. Dwi Khoiriyah Ciampea PNS
31. Eka Jayanti Ciampea Guru
32. Abdul Ghani Ciampea Guru
33. Siti Maesaroh Ciampea Karyawan Swasta
34. Muinah Ciampea Karyawan Swasta
35. Siti Bareroh Ciampea Karyawan Swasta
36. Amih Ciampea Karyawan Swasta
37. Rustam Ilir Ciampea Pedagang
39
38. Cicih Ilir Ciampea Pedagang
39. Zaenuddin Ilir Ciampea Buruh
40. Zainal Ciampea Buruh Harian Lepas
41. Dimyati Ciampea PNS
42. Siti Barkah Ciampea PNS
43. Mustaqim Ciampea Petani
44. Siti Aisyah Bojong, Ciampea Petani
45. Siti Sa‘adah Bojong, Ciampea Pedagang
46. Ridwan Bojong, Ciampea Pedagang
47. Mahmudah Ilir Ciampea Buruh
48. Maulidah Ilir Ciampea Guru
49. Siti Hanna Ilir Ciampea Petani
50. Yusuf Ilir Ciampea Wiraswasta
51. Dodi Ahmad Ilir Ciampea Wiraswasta
52. Mansyur Ciampea Wiraswasta
53. Yayan Ciampea Pedagang
54. Yayah R Ciampea Pedagang
55. Muhamad Arifin Ciampea Buruh
56. Nurul Bojong, Ciampea Karyawan
57. Asnah Ilir Ciampea Petani
58. Dewi Ciampea Ibu Rumah Tangga
59. Kurnia Bojong, Ciampea Ibu Rumah Tangga
60. Kurniawan Bojong, Ciampea Karyawan
61. Afandi Ciampea Karyawan
62. Ruhayati Ciampea Ibu Rumah Tangga
63. Robby Ciampea Karyawan swasta
64. Sarah Marhamah Ilir Ciampea Pedagang
65. Uswatun. H Ciampea Ibu Rumah Tangga
66. Mona Ciampea Karyawan
67. Sarifah Ciampea Ibu Rumah Tangga
68. Sari‘ah Ciampea Petani
69. Marpuah Ilir Ciampea Petani
70. Unih Bojong, Ciampea Ibu Rumah Tangga
C. Tata Cara Pelaksanaan Arisan Haji
Arisan Haji yang diadakan oleh para anggota (IKAH) ini, dilaksanakan
seperti arisan–arisan pada umumnya dengan menyetorkan sejumlah uang yang
40
telah ditentukan, dalam setiap waktu yang telah ditentukan pula47
Setiap
bulannya para anggota Arisan berkumpul guna menghitung jumlah uang yang
berhasil dikumpulkan. Setelah diketahui, bahwa uang yang berhasil
dikumpulkan sudah terkumpul dengan jumlah yang ditentukan maka dilakukan
undian untuk mengetahui siapa saja anggota Arisan yang berhak mendaftarkan
ibadah haji. Anggota Arisan yang berhasil memenangkan undian yang
dilakukan secara terbuka sesuai dengan cara-cara yang lazim dilakukan dalam
undian arisan yang telah disepakati bersama, berhak mendaftarkan ibadah haji
kepada pihak yayasan dengan biaya yang telah dikumpulkan dari Arisan
tersebut, sekalipun pada hakikatnya uang simpanan pemenang undian tersebut
belum mencapai BPIH yang ditetapkan pemerintah.
Akan tetapi arisan haji ini tidak hanya diperuntukan pergi haji saja
melainkan keperluan lainnya diantaranya, membuat rumah bagi yang belum
memiliki rumah dan lain sebagainya, semua itu diserahkan kepada peserta
arisan masing-masing.48
Karena pendapatan uang dari arisan haji tersebut
terbilang tinggi dengan berjumlah Rp. 70.000.000,00.- maka tentu peserta arisan
sangat luas untuk memakai uang tersebut, jika belum memiliki rumah bisa
dibayarkan untuk membuat rumah dan sisanya bisa digunakan untuk biaya haji
karena masing-masing anggota arisan mendapatkan biaya yang lebih dari
47
Wawancara dengan Dewi selaku Ketua Arisan Haji ( IKAH ).
48
Wawancara pribadi dengan Asnah selaku peserta arisan haji (IKAH), Sabtu, 17, Mei 2014,
di Pondok Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor.
41
Ongkos Biaya Perjalanan Haji.
Jumlah uang yang diterima oleh pemenang undian untuk membayar
Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan jumlah uang tabungan yang
disimpannya pada arisan, merupakan hutang (pinjaman) kepada para anggota
arisan yang harus dibayarnya secara berangsur-angsur melalui tabungan tiap
bulan sampai jumlah hutangnya terlunasi.
Apabila salah seorang peserta arisan tidak menyetorkan setoran tepat
waktu perbulannya maka dari pihak penyelenggara menggantikan atau
menghendel peserta yang tidak menyetorkan bulanannya tersebut.
Apabila seseorang yang telah memenangkan giliran arisan tersebut telah
meninggal sebelum setorannya itu terlunasi, maka pihak ahli warislah yang
melanjutkan cicilan tersebut.49
Hal ini sering terjadi di dalam praktek arisan haji
di Desa Kideung Ilir Ciampea ini. Akan tetapi selama ini hal itu dapat diatasi
bersama oleh para anggota arisan haji. Begitu juga para setiap anggota arisan
dan pengurus berada di Daerah dan lingkungan dekat, Maka dengan begitu jika
terjadi peristiwa yang tidak di inginkan terjadi, sangat kecil peluang untuk tidak
bertanggung jawab dengan tugasnya tersebut, karena semua pihak anggota
maupun pengurus sudah mengetahui latar belakang keluarganya masing-
masing, sehingga menjadi kemungkinan kecil jika salah seorang peserta atau
pengurus arisan akan melarikan diri.
49
Wawancara dengan ibu Asmanah Anggota Arisan Haji (IKAH), Sabtu, 17, Mei 2014, di
Pondok Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor.
42
Selanjutnya pada tiap bulan dilakukan pengundian arisan haji secara
berangsur-angsur, sehingga seluruh anggota mendapatkan giliran arisan
tersebut. dan Tiap bulan juga dilakukan pula pendaftaran anggota
pemberangkatan haji bagi yang telah mendapatkan giliran arisan tersebut, tentu,
hal ini terus berajalan sampai semua anggota arisan haji mendapatkan giliran
sehingga di daftarkan untuk pergi melaksanakan ibadah haji ke tanah suci.
Selain itu seluruh anggota harus mengikuti perkumpulan arisan haji
perbulannya berdasarkan kesepakatan yang telah ditentukan untuk menyetorkan
setoran perbulan dan membayar konsumsi sebesar Rp. 20.000.00-./ bulannya.
Biasanya perkumpulan ini tidak hanya dilakukan untuk kepentingan arisan saja
tetapi, semua anggota arisan disamping untuk membayar iuran atau setoran
perbulan tapi diajak untuk mengikuti pengajian yang diadakan dari yayasan
tersebut guna disamping bersilaturahmi dan juga dapat menuntut ilmu dengan
medengarkan tausiah atau ceramah agama dari para ustadz setempat.
Begitu juga apabila salah seorang peserta arisan meminta ingin
mendapatkan giliran karena waktu perberangkatan sudah tiba, maka para pihak
pengurus mengumpulkan para peserta untuk membicarakan atau untuk
bermusyawarah apakah setuju atau tidak. Tentu hal itu berdasarkan kesepakatan
bersama.50
50
Wawancara dengan Asmanah selaku Anggota Arisan Haji (IKAH). Sabtu, 17, Mei 2014, di
Pondok Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor.
43
D. Manfaat Arisan Haji
Banyak sekali manfaat yang diperoleh dari kalangan anggota arisan haji
tersebut, yang mana masing-masing berpendapat tidak jauh berbeda
mengungkapkan manfaat-manfaat yang diperoleh mereka dari pelaksanaan
arisan haji, Yaitu diantaranya sebagai berikut51
:
a. Mempermudah untuk mencapai ibadah haji
b. Mempererat tali silaturahmi dengan orang-orang yang tadinya tidak
kenal menjadi kenal dengan orang-orang yang beda daerah
c. Ingin menyambung tali silaturahmi yang luas
d. Menabung untuk biaya ibadah haji
e. Karena setiap pertemuan arisan diadakannya pengajian rutin maka
bagi peserta arisan manfaatnya yaitu untuk Menyambung tali
silaturahmi dengan guru-guru ngaji.
E. Pelaksanaan Arisan Haji
1. Pertemuan Rutin dan Pengajian
Agar pelaksanaan Arisan Haji berjalan lancar dan tidak ada kendala para
pihak pelaksana dan anggota mengadakan suatu pertemuan khusus untuk
penyetoran setoran perbulannya demi mencegah adanya tunggakan, biasanya
pertemuan ini bersifat keagamaan karena di samping dengan penyetoran uang
arisan dan juga sekaligus menyambung tali siraturahmi dengan mengadakan
51
Wawancara dengan Asmanah selaku Anggota Arisan Haji (IKAH).
44
pengajian-pengajian ibu–ibu baik itu anggota ataupun ibu-ibu lainnya yang
tidak termasuk anggota arisan haji.
Pertemuan ini merupakan suatu upaya agar terkumpulnya jumlah setoran
perorang beserta pengumpulan buku tabungan peranggota masing-masing. Ada
pun waktu pertemuan rutin yang diadakan oleh IKAH yaitu sebulan 1 kali
pertemuan dan biasanya itu terletak pada minggu kedua. Akan tetapi, jika salah
seorang anggota berhalangan hadir, maka diwajibkan menitipkan kepada salah
seorang tetangga atau pun mengantarkan kepada salah satu pengurus Arisan
tersebut.52
Di samping pertemuan ini untuk kebutuhan arisan sekaligus untuk
memperdalam ilmu agama karena arisan haji ini dibangun di dalam pengurus
pondok pesantren, Jadi sangat erat pertalian siraturahmi yang dijalin oleh para
anggota arisan tersebut.
2. Proses Pengundian Nama
Dalam pelaksanaan arisan haji ini adanya pengundian nama– nama bagi
para anggota yang belum mendapatkan giliran, Adapun cara pengundian di sini
ada dua macam yaitu :
a) Secara dikocok, pengundian secara dikocok ini pada umumnya tidak
jauh berbeda dengan arisan– arisan lainnya, Para anggota yang belum
mendapatkan giliran dikocok pada waktu perkumpulan itu
52
Wawancara dengan Dewi ketua Arisan Haji (IKAH), Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok
Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor.
45
berlangsung dan jika setelah hasil kocokan itu keluar dan terdaftar
nama–nama orang tersebut telah muncul, maka dialah yang berhak
mendapatkan giliran. Hal ini berdasarkan kesepakatan bersama pada
awalnya jadi sistem dikocok ini tidak ada paksaan sebelumnya.
b) Secara meminta, yang dimaksud pengundian meminta ini adalah,
pengundian secara diminta lebih dulu oleh salah satu anggota arisan
yang ingin lebih dulu mendapatkan giliran, biasanya pengundian ini
dibicarakan dari jauh– jauh hari sebelum waktu pengocokan tiba, dan
biasanya pengocokan ini biasa terjadi berdasarkan persetujuan seluruh
anggota, yang mana persetujuan ini diperoleh dari hasil rapat atau
musyawarah perkumpulan arisan sebelumnya. Jika hasilnya setuju
maka pengundian dikabulkan, jika tidak setuju maka pengundian akan
tetap diundi secara dikocok.53
3. Pendaftaran sebagai Calon Jamaah Haji
Anggota arisan haji ini melakukan pendaftaran haji melalui lembaga yang
bekerja sama dengan arisan yaitu lembaga Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah
(KBIH), peserta yang telah mendapatkan giliran arisan, maka langsung
mendaftarkan diri untuk menjadi calon haji dengan mendaftarkan ke lembaga
KBIH tersebut sesuai biaya yang telah ditentukan oleh pihak yayasan. Adapun
53
Wawancara dengan Dewi ketua Arisan Haji (IKAH). Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok
Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor.
46
persyaratan untuk pendaftaran biaya haji dari lembaga KBIH ini adalah sebagai
berikut :
a. Photo copy KTP
b. Surat Kartu Keluarga
c. Surat Pernyataan
d. Surat Kesehatan
e. Buku Nikah
f. Rekening Haji Saldo >< 30 juta54
4. Tutup Buku atau Pengajian Pamitan Haji
Arisan haji biasanya mengadakan pengajian pamitan, guna untuk saling
mempererat tali silaturahmi, dan untuk memberikan kesempatan saling maaf
memaafkan antara anggota arisan dan pengurus arisan. Karena, dengan
pengajian pamitan ini, berarti bahwa arisan haji telah selesai, maka segala
kegiatan arisan telah selesai, tentu hal ini terjadi apabila telah selesai seluruh
anggota arisan mendapatkan giliran,55
dan sekaligus membicarakan rencana
pembukaan buku baru untuk arisan haji berikutnya.
54
Wawancara dengan Milah kariawan (KBIH) Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok Pesantren
Darussolihin, Ciampea, Bogor.
55
Wawancara dengan Dewi Ketua Arisan Haji (IKAH), Sabtu, 17, Mei 2014, di Pondok
Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor.
47
BAB IV
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN ARISAN HAJI DI
DI DESA KIDEUNG ILIR, CIAMPEA BOGOR
A. Analisis Terhadap Pelaksanaan Arisan Haji
Bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat ibadah haji dari segi fisik
dan materil, maka wajib baginya untuk menunaikan ibadah haji. Berhaji berarti
berupaya menyempurnakan posisi kehambaan di hadapan Allah Swt. Syarat
wajib haji adalah sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh seseorang sehingga dia
diwajibkan untuk melaksanakan haji, dan barang siapa yang tidak memenuhi
salah satu dari syarat-syarat tersebut, maka dia belum wajib menunaikan haji.
Syarat-syarat tersebut ada lima56
. Yaitu : Islam, Berakal, Balig, Merdeka, dan
Mampu.57
Mampu disini yaitu memiliki arti sebagai berikut :
1. Mampu fisik, kondisi badan sehat, dan bebas dari berbagai penyakit
yang dapat menghalangi tatacara ibadah haji, Tidaklah wajib bagi
seseorang yang sudah tua dan sakit yang berat untuk melaksanakan
ibadah haji. Tetapi bisa dikatakan wajib apabila dengan jalan
menggantikannya, tentu harus dengan harta yang cukup serta mampu
56
Quraish Shihab, Haji dan Umroh, (Jakarta: Lentera Hati, 2012), h, 218
57
Sulaiman, Rajid, Fiqih Islam, ( Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994), h, 242
48
membayar ongkos terhadap orang yang akan menggantikan ibadah
haji tersebut,58
2. Memiliki perbekalan yang cukup dalam perjalanan, baik untuk masa
mukim (menginap) dan saat kembali kepada keluarganya, tentu biaya
tersebut diluar kebutuhan-kebutuhan pokok, seperti tanggungan utang
dan nafkah untuk keluarga dan orang-orang yang berada dalam
tanggungannya.
3. Kemampuan yang lain adalah berkaitan dengan keamana dalam
perjalanan, tempat yang dituju, serta tempat dan waktu pelaksanaan
ibadah hingga kembali menemui keluarga. Keamanan keluarga yang
ditinggal pun, menjadi pertimbangan, jangan sampai karena anda
tinggalkan mereka menderita
Mampu atau istitha'ah merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan
ibadah haji. Di antara makna istitha‟ah bagi orang yang hendak pergi haji
adalah kemampuan dalam hal harta, baik harta sebagai biaya keberangkatan dan
keperluan pada saat haji, juga untuk keluarga yang ditinggal. Tidak dibenarkan
seseorang pergi haji, tetapi meninggalkan keluarganya dalam keadaan
kelaparan dan melarat. Hingga dikemudian hari menjadi beban hidup baginya
dan keluarganya.
58
Sulaiman, Rajid, Fiqih Islam, h, 250
49
Mampu inilah yang banyak diperdebatkan oleh para ulama dalam
tafsirannya. Apakah mampu menyicil juga dapat dikatakan mampu? Dalam
beberapa kalangan masyarakat menengah kebawah yang tidak mampu
membayar lunas biaya ibadah haji secara kontan, dilakukan dengan cara
menyicil. Juga kalangan masyarakat menengah ke atas yang tidak memiliki
uang secara tunai, melainkan aset berupa rumah, tanah, saham, emas, dan lain
sebagainya.
Arisan haji ini menjadi sarana bagi masyarakat ekonomi ke bawah untuk
mewujudkan syarat mampu dalam ibadah haji. arisan haji menjadi pembicaraan
pro dan kontrak menurut pendapat para ulama. Ada dua pendapat mengenai
pelaksanaan arisan haji ini, yakni pendapat yang menilai tidak adanya masalah
karena tidak adanya dalil yang melarangnya, dan selama tidak melanggar
kaidah-kaidah hukum yang berlaku, serta pendapat yang menilai tidak sahnya
haji dengan cara arisan karena di dalamnya terdapat unsur-unsur yang dilarang
dalam Islam. Adanya unsur utang, perjudian, mengundi nasib, dan kedzaliman
pada anggota arisan yang mendapat jatah atau giliran yang terakhir.
Arisan merupakan praktek sosial ekonomi masyarakat yang merupakan
salah satu bentuk urf atau tradisi masyarakat yang menjadi adat kebiasaan. Urf
atau kebiasaan baik berlaku umum atau khusus bisa dijadikan aturan atau
Hukum selama tidak ada Nash yang melarangnya.59
Arisan secara umum
59
Ahmad Sudirman Abbas, Qawa‟id Fiqhiyyah dalam Perspektif Fiqih, cet,1, (Jakarta : Radar
Jaya Offset.2004), h.164
50
termasuk muamalat yang belum pernah disinggung dalam Al-Quran dan sunnah
secara langsung. Maka hukumnya dikembalikan kepada hukum asal muamalah,
yaitu dibolehkan. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dalam
pelaksanaan arisan ini tidak menjadi haram. Arisan pada dasarnya merupakan
suatu bentuk kerjasama dalam menghimpun dana dengan ketentuan-ketentuan
yang disepakati oleh para peserta arisan.60
Dalam menentukan ketentuan-ketentuan ini, perlu dilihat yang pertama,
adalah apakah mengandung unsur riba61
atau tidak, jika mengandung riba maka
arisan tersebut tidak diperbolehkan. Namun melihat peserta arisan di Desa
Kideung Ilir Ciampea ini sudah rela sama rela dengan ketentuan iuran yang
dibayarkan, dan tidak adanya dana tambahan tiap tahunnya, maka hal ini
menurut penulis diperbolehkan, karena tidak mengandung unsur riba.
Kemudian yang kedua, adalah harus ada penanggung atau jaminan yang
diberikan, Hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi jika kelak misalnya
peserta yang bersangkutan telah mendapatkan arisan meninggal dunia.
Sehingga diharuskan ada penanggung yang akan melanjutkan pembayaran
iurannya atau berupa jaminan. Sebagaimana hadis Nabi :
نب سياعنربخأ: لاقم رشح نيبلع ويلظنحلا هيم ارب إنب ق احسثنا إدح
صلى هللالوسى ررتشإ: تالق ةشائع نعد وس االنعا هيم رب انع شمعل اسبننوي
)همسلمروا) ديدح نامع ورهنه دراامعطدي وهي نم.اهللا عليه وسلم
60
Ali Mustofa Yakub, Fatwa-fatwa Imam Besar, Cet 1, (Jakarta: Puataka Firdaus, 2007), h. 210.
61
Ali Mustofa Yakub, Fatwa-fatwa Imam Besar, h. 211
51
Artinya: “Telah meriwayatkan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al-Hanzhali
dan Ali binKhasyram berkata: keduanya mengabarkan kepada kami
Isa bin Yunus bin „Amasy dari IbrahimdariAswaddari Aisyah
berkata: bahwasannya Rasulullah saw. membeli makanan dari
seorang yahudi dengan menggadaikan baju besinya (sebagai
jaminan/anggunan).”(HR. Muslim).62
Berdasarkan hadis tersebut Nabi telah memberikan pakaiannya terhadap
orang Yahudi sebagai jaminan atas makanan yang telah dimakannya. Tentu
dalam hal ini segala transaksi yang bersifat berhutang harus memiliki suatu
jaminan, karena utang termasuk yang wajib dilunasi dan bersifat memikat,
maka Segala bentuk ketentuan atau aturan haruslah jelas.
Namun yang menjadi persoalan di dalam praktek arisan haji di Desa
Kideung Ilir Ciampea ini tidak memiliki jaminan secara jelas, akan tetapi
berdasarkan saling percaya antara anggota satu dan anggota lainnya. Dewi
selaku ketua arisan haji mengungkapkan bahwa Para anggota arisan haji
termasuk orang dekat, dan semua peserta masing-masing sudah mengetahui
keadan anggota-anggota lainnya, baik itu dari prilaku, maupun harta yang
dimilikinya.
Tentu hal ini menurut penulis bisa dikatakan bahwa tempat tinggal tidak
termasuk jaminan yang jelas, karna syarat jaminan itu harus berbentuk barang
sebagaimana hadis nabi yang telah dijelaskan di atas, bahwa nabi memberikan
baju besinya itu dan menjadikan sebagai sebuah jaminan terhadap makanan
62
Imam Abi Al-Husain Muslim al-Hijaj, Shahih Muslim, (Mesir, Dar al-Hadits al-Qahirah:
1994), Jilid 3, hal. 993.
52
yang telah dimakannya, maka menurut penulis arisan haji seperti ini tidak
diperbolehkan, sebab adanya unsur gharar di dalamnya, karena tidak jelasnya
suatu jaminan sehingga dikhawatirkan hal ini merugikan banyak pihak, dan
dikhawatirkan menmberi kesempatan untuk berbuat kedzoliman.
Begitu juga selain adanya Jaminan di dalam arisan haji tentu harus ada
perjanjian yang pasti dan jelas, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-
Baqarah ayat 283 :
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh
yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.
Dari ayat tersebut dikatakan bahwa Allah memerintahkan apabila mereka
utang piutang maupun muamalah dalam jangka waktu tertentu hendaklah ditulis
perjanjian serta mendatangkan saksi, hal ini menjaga terjadinya sengketa pada
53
waktu-waktu yang akan datang. Maka jelas sekali jika kita akan bertransaksi
maka haruslah ada sebuah perjanjian yang jelas dan tertulis, bahkan harus
disertakan dengan saksi, karena apabila terjadi suatu perselisihan, selain
mencegah unsur kedzoliman antara anggota satu dan lainnya.
Berbeda halnya dalam pelaksanaan arisan haji yang terdapat di Desa
Kideung Ilir Ciampea terdapat suatu perjanjian yang mana Perjanjian arisan
yang merupakan perjanjian tidak tertulis, tetapi walaupun perjanjian ini tidak
tertulis pada dasarnya sifatnya mengikat antara anggota satu dan anggota
lainnya, karena arisan haji ini dilaksanakan atas dasar kepercayaan dan orang-
orang yang mengikutinya adalah termasuk orang-orang dekat. Sehingga jika
salah satu peserta terlambat memenuhi pembayarannya, maka akan
dikomunikasikan oleh pihak penyelenggara63
.
. Maka menurut penulis tentu hal ini tidak sesuai dengan hukum syara‘.
Yang mana perjanjian dalam sistem arisan haji ini tidak adanya kejelasan apa
saja hak-hak dan kewajiban antara anggota dan pengurus lainnya, sehingga
menurut penulis hal ini menjadi madharat untuk dirinya dan orang lain,
sebagaimana Kaidah Fiqiyah :
―segala madharat harus dihilangkan‖
63
Wawancara Pribadi dengan Dewi Ketua Arisan Haji, Sabtu 17 Mei, 2014, di Pondok
Pesantren Darussolihin, Ciampea, Bogor.
64
Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa‟id Fiqiyyah, h, 9.
54
Berdasarkan Kaidah tersebut, maka arisan haji yang berada di Desa
Kideung Ilir Ciampea ini tidak diperbolehkan, karena mengandung unsur
ketidak jelasan suatu perjanjian di dalamnya, sehingga dapat menimbulkan
masalah nantinya jika di kemudian hari terdapat peserta yang lalai dalam tidak
memenuhi tanggung jawabnya, sedangkan di saat yang sama peserta yang
lainnya merasa dirugikan karena telah menunaikan kewajiban, namun belum
mendapatkan haknya, maka hal tersebut menjadi madharat bagi dirinya dan
orang lain, serta terjadi permusuhan antara anggota satu dan lainnya.
Ketiga, adalah apakah mengandung unsur maisir, Maisir dapat diartikan
sesuatu yang mengandung unsur perjudian. Perjudian adalah suatu permainan
yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat
permainan tersebut. Perjudian apapun bentuknya dilarang oleh Islam. Allah
SWT telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan aktivitas yang
mengandung unsur maisir atau perjudian. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat Al- Maidah ayat 90.
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum
khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib
dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.”
55
Namun berdasarkan pemaparan tersebut penulis menganalisis bahwa
pelaksanaan arisan haji di Desa Kideung Ilir Ciampea itu tidak termasuk prilaku
yang merugikan antara pihak satu dan yang lainnya, serta tidak menanggung
beban pihak satu dan lainnya, karena pada dasarnya para peserta arisan haji ini
masing-masing mendapatkan haknya yang sama, maka hal itu tidak termasuk
kepada perjudian tentu arisan haji seperti ini diperbolehkan.
Selain tidak mengandung maisir, arisan haji ini bersifat saling tolong-
menolong antara peserta satu dan peserta lainnya, maka arisan haji seperti ini
diperbolehkan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat Al- Maidah : 02
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar
Allah[389], dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram[390],
jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya[391], dan binatang-
binatang qalaa-id[392], dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang
mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari
Tuhannya[393] dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka
bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu
kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
56
Sebelum pemberangkatan haji biasanya calon Jama‘ah haji mendaftarkan
terlebih dahulu untuk pergi berhaji kepada lembaga-lembaga yang bertugas
untuk memberangkatan ibadah haji dan umroh, adapun biaya yang dikeluarkan
sangat beragam, karena ONH tidak pernah sama tiap tahunnya, tentu hal ini
menjadi penyebab dari terbentuknya suatu ide masyarakat untuk melakukan
arisan haji, guna mempermudah pendaftaran haji secara langsung dengan
menggunakan arisan haji.
Mengingat besarnya keinginan untuk berhaji masyarakat di Desa Kideung
Ilir Ciampea ini melakukan praktek arisan haji dengan bertujuan untuk
mempermudah pemberangkatan haji, dengan cara mencicil uang dengan
melalui sistem arisan, kemudian setelah uang itu terkumpul dan diundi untuk
menentukan siapa yang berhak mendaftarkan Haji kepada lembaga yang
bekerjasama dengan pihak arisan haji, adapun dana yang di gunakan adalah
dana yang di dapatkan dari arisan tersebut.
Namun hal ini menjadi permasalahan menurut Para Ulama, karena dana
yang di gunakan oleh peserta arisan haji adalah dana pinjaman dari Para
anggota lainnya, Sebagaimana berdasarkan fatwa MUI tentang dana talangan
haji dan istitha‟ah Cipasung tahun 2012 menurut keputusan fatwa tersebut pada
poin 4 yakni :65
‖ istitha‟ah merupakan syarat wajib haji (syarth al- wujub),
bukan syarat sah haji (syarth al-sihhah). Upaya untuk memperoleh kursi haji
65
Ijtima‘ Ulama Komisi Fatwa Seluruh Indonesia IV Fatwa Seluruh Indonesia IV tentang
masalah-masalah fikih kontemporer. (Masail Fiqhiyyah Mu‟ashirah), (Cipasung: 9-12 Sya‘ban
1433H/29 Juni-2 Juli 2012 M).
57
melalui talangan haji itu boleh, karena hal tersebut merupakan usaha/
kasab/ikhtiar dalam rangka menunaikan ibadah haji, jika upaya tersebut
madharat bagi dirinya atau orang lain, maka tidak diperbolehkan,‖
Melihat fatwa tersebut penulis menganalisis bahwasanya orang yang
pergi berhaji karena memakai sistem arisan haji ini hampir sama dengan
talangan haji akan tetapi, pelaksanaan dan caranya saja yang berbeda, maka
menurut penulis ini bisa disamakan dengan dana talangan haji, dan hukumnya
pun diperbolehkan apabila tidak madarat bagi dirinya dan orang lain, karena
usaha dan upayanya menuju istitha‟ah haji adalah suatu upaya yang disanggupi
secara financial,
Salah satu cara upaya ibadah haji dalam arisan haji yaitu mencicil melalui
pelaksanaan arisan haji tersebut seperti yang dikatakan oleh Siti Hanna66
.
Bahwa jika peserta arisan haji ini dia mampu dalam mencicil tidak mampu
dalam sekaligus membayar seperti orang yang mampu gunta- ganti kendaraan
itu bisa saja dikatakan mampu secara financial dan juga selain hal itu melihat
waktu yang lama untuk menunggu pemberangkatan maka bisa saja ketika
pemberangkatan haji telah tiba pada saat itu pengocokan arisan telah selesai
semua, maka istitha‟an financial pun telah terpenuhi tanpa memiliki hutang
cicilan arisan tersebut. Dengan demikian kepergian jama‘ah haji pun tidak
dalam keadaan berhutang maka jelas hal ini diperbolehkan.
66
Wawancara Pribadi dengan Sti Hanna, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pada tanggal, 21
Juli 2014, Pukul, 11: 09 WIB
58
Jama‘ah haji yang memakai sistem arisan haji ini, belum tentu
dikategorikan orang yang tidak mampu yang memaksakan diri sendiri untuk
berhaji, karena orang yang menggunakan uang arisan haji adalah mampu
membayar atau mengangsur pembayaran perbulannya untuk membayar arisan
haji tersebut, maka jamaah haji ini pada dasarnya memiliki dana yang lebih dari
kebutuhan sehari- hari dan cukup untuk pergi berhaji.
Oleh karena itu penulis menganalisis memperbolehkan arisan haji ini
karena dibutuhkan oleh umat Islam. Dan diberikan kesempatan bagi orang-
orang yang sebenarnya mampu membayar atau melunasinya. Bukan orang-
orang yang sama sekali tidak mampu secara financial.
Lain halnya jika seandainya jamaah haji sudah berangkat tetapi
pelaksanaan arisan tersebut belum selesai pengocokan, maka jamaah haji
tersebut menyisakan hutang setelah berangkat haji, akan tetapi dia sanggup
membayar hutangnya berdasarkan adanya harta yang lain atau jaminan, maka
syarat wajib hajinya tidak sah, akan tetapi hajinya tetap sah.
Ditemukan ada sebagian pendapat ulama yang membatalkan syarat
sahnya haji, karena jamaah haji meninggalkan hutang. Dan juga tidak adanya
dalil yang menyatakan bahwa ongkos haji harus bukan berupa utang. Namun
dari syarat wajib haji, orang yang memiliki utang itu dikatagorikan tidak wajib
berhaji, atau dikatagorikan belum termasuk orang yang mampu.
Walaupun, istitha‟ah syarat wajib haji, orang yang tidak istitha‟ah
memaksakan diri untuk melakukan haji, dengan menggunakan dana arisan haji,
59
haji itu dilakukan tetap sah akan tetapi menggugurkan kewajiban. Apabila calon
jamaah haji tidak dapat melunasi pada jangka tertentu yang telah disepakati, hal
ini sama dengan seorang yang tidak mampu berpuasa Ramadhan karena sakit,
tapi memaksakan diri untuk tetap berpuasa sampai magrib tiba, puasany sah
dan menggugurkan kewajiban.67
Begitupun dengan orang yang memakai dana arisan haji dan jamaah haji
tersebut sudah berangkat akan tetapi pengocokan arisan haji tersebut belum
selesai pengocokan dan calon jamaah haji ini pun memiliki sisa pembayaran
arisan tersebut karena jangka waktunya itu belum selesai maka inipun sama saja
karena terdapat sisa cicilan arisan haji itu dan ini bisa dikatagorikan tidak
mampu.
Hal ini berdasarkan ketentuan Fatwa DSN MUI KEPUTUSAN IJTIMA
ULAMA KOMISI FATWA SE-INDONESIA IV Tentang MASALAH-
MASALAH FIKIH KONTENFORER (MASAIL FIQHIYYAH
MU‘ASHIRAH) pada poin 4 yakni: ―umat Islam tidak boleh memaksakan diri
untuk melaksanakan ibadah haji sebelum benar-benar istitha‟ah dan tidak
dianjurkan untuk memperoleh dana talangan Haji terutama dalam kondisi
antrian haji yang sangat panjang seperti saat ini68
.‖
67
Wawancara Pribadi dengan Siti Hanna, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pada tanggal,
21 Juli 2014, Pukul, 11: 09 WIB.
68
Ijtima‘ Ulama Komisi Fatwa Seluruh Indonesia IV Fatwa Seluruh Indonesia IV tentang
masalah-masalah fikih kontemporer. (Masail Fiqhiyyah Mu‟ashirah), (Cipasung: 9-12 Sya‘ban
1433H/29 Juni-2 Juli 2012 M).
60
Melihat fatwa tersebut, maka penulis dapat menganalisis bahwa para
peserta arisan tidak diperbolehkan menggunakan arisan haji inin sebagai sarana
untuk menempuh ibadah haji, karena dana yang di gunakan oleh arissan haji
adalah dana dari hasil pinjaman dari Para anggota arisan lainnya, sehingga
menurut penulis hal ini peserta arisan tidak bias di katakana mampu, justru itu
memaksakan diri dengan berhutang kepada anggota arisan haji, maka ada
kemungkinan ia akan menyusahkan dirinya sendiri padahal Allah sendiri
memberikan beban (taklif) kepada hambanya sesuai kesanggupan hamba
tersebut, Allah Swt berfirman dalam surat Al- Baqarah Ayat 286
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdo‟a): “Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak
sanggup kami memikulnya. Beri ma‟aflah kami; ampunilah
kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.
61
B. Analisis Terhadap Hutang Dalam Berhaji
Melihat banyaknya peminat haji dari tahun ke tahun cukup banyak,
banyak pula masyarakat yang dengan segala cara untuk melakukan pergi haji.
Pergi haji merupakan perjuangan yang cukup panjang. Sehingga dibutuhkan
perbekalan yang mencukupi, khususnya perbekalan yang bisa memudahkan
baginya mencapai derajat haji yang mabrur. Telah menjadi kesepakatan ulama
bahwa syarat diwajibkannya haji apabila adanya kemampuan, mampu disini
harus diartikan mampu secara real, bukan sesuatu yang dipaksakan seperti
mengutang untuk pelaksanaan ibadah haji. Tidak dibenarkan seseorang pergi
haji, tetapi meninggalkan keluarganya dalam keadaan kelaparan dan melarat.
Hingga dikemudian hari menjadi beban hidup baginya dan keluarganya.69
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis yaitu :
(70
Artinya : ―jiwa orang mukmin itu bergantung pada hutangnya sampai hutang
tersebut terbayar.”
Dari hadis diatas penulis menganalisi bahwa pergi haji dalam keadaan
berhutang itu tidak diperbolehkan, karena bisa dikataka hal seperti ini tidak
dikatakan mampu secara materil,
69
Hasil Wawancara dengan Siti Hanna, di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pada tanggal, 21
Juli 2014, Pukul, 11: 09 WIB
70
Muhammad ibnu Isa Ibnu Sauroh Ibnu al-Dhahak al-Julami al Buqhni al-Tirmidzi, Al-jami‟u
shahih Sunan Al-Tirmidzi, Juz, 4, (Beirut : Dar Ihya al Tarath al-Arabi. t.t) h, 352.
62
Dari uraian diatas jelas bahwa kewajiban haji itu berlaku bagi orang yang
sanggup membayar Ongkos Naik Haji (ONH), maka seseorang yang
memaksakan dirinya untuk menunaikan ibadah haji, padahal ia tidak mampu,
misalnya dengan cara mengikuti arisan haji dan ia mendapatkan uang arisan
pada putaran pertama awal maka hukumnya minimal makruh bahkan bisa
menjadi haram. Karena, ongkos hajinya itu berasal dari uang yang dipinjamkan
oleh anggota arisan lainnya.71
Melihat hal itu maka penulis menganalisis bahwa jika seseorang ingin
berhaji dengan cara melakukan arisan haji maka jelas hukumnya tidak boleh
bahkan bisa dikatakan haram menurut pendapat sebagian Ulama, karena ia
masih meninggalkan hutang kepada anggota arisan lainnya, karena hutang
wajib dibayar, dan dengan adanya hutang maka gugurlah kewajiban seseorang
untuk melaksanakan hajinya. Sebagaimana telah dikatakan dalam kaidah
fiqiyah :
Hutang harus dibayar
Melihat kaidah itu maka penulis menganalisis bahwa orang yang
memiliki hutang itu gugur dalam menjalankan ibadah haji, karena tidak
termasuk mampu secara materil, Terkecuali orang tersebut berangkat haji
dengan menggunakan uang arisan haji yang diperoleh pada putaran akhir
71
Ali Mustofa Yakub, Fatwa-Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal, h. 212.
72
Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa‟id Fiqiyyah, (Jakarta: Raya Jaya Offset, 2009), h.
20.
63
sehingga ketika dia berangkat haji tidak meninggalkan hutang maka itu
diperbolehkan karena, itu sama saja berhaji karena tabungan yang dia
kumpulkan bukan karena hutang yang ia pinjam dari anggota arisan.
Jika seseorang tetap menjalankan dengan melakukan sistem arisan haji
ini di khawatir akan menimbulkan madarat buat keluarganya yang dirumah,
baik sebelum pergi haji ataupun setelah pergi haji, dalam kaidah fiqiyah
dijelaskan :
―segala madharat harus dihilangkan‖
Pada hakikatnya, seseorang yang telah berhasil memenangkan undian
Arisan Haji sehingga berhak menunaikan ibadah haji dengan biaya yang
diperoleh dari uang arisan adalah berhutang uang kepada para anggota arisan
lainnya. Pinjaman tersebut harus dibayar lunas, meskipun secara berangsur-
angsur sesuai dengan aturan-aturan dalam arisan. Jika ia meninggal dunia atau
jatuh bangkrut sebelum membayar lunas uang arisan, maka ia akan memikul
beban hutang yang sangat berat. Karena hutang yang belum terbayar akan
menjadi beban hingga di akhirat.
Maka dari uraian di atas bahwa arisan haji seperti ini tidak diperbolehkan,
karna menimbulkan kemadharatan bagi diri sendiri dan keluarga nantinya,
Allah sendiri tidak memaksakan seseorang berdasarkan kemampuannya, jika
73
Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa‟id Fiqiyyah, h, 9.
64
Haji dengan berhutang maka itu sama saja memaksakan diri bukan karena
Allah, sebagaimana firman Allah dalam surat Al- Baqarah Ayat 286 :
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya. (Mereka berdo‟a): “Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami
tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan
kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak
sanggup kami memikulnya. Beri ma‟aflah kami; ampunilah
kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.
Menurut analisis penulis berdasarkan ayat tersebut seseorang pergi haji
dengan menggunakan sistem arisan haji dan ketika berangkat haji
meninggalkan hutang maka tidak diperbolehkan karena sama saja pergi
beribadah haji ini memaksakan diri untuk berhaji sedangkan Allah
melarangnya, dan Salah satu falsafah yang dapat diambil dari ibadah haji
adalah adanya keharusan untuk menjadikan ibadah haji sebagai tabungan atau
biaya kita untuk melaksanakan perintah Allah sebelum ia berangkat ke tanah
suci Makkah, ketika ia menjalankan ibadah haji dan ketika ia sudah kembali
65
dari tanah Makkah. Di samping itu, di ulang ulangnya kata lillah seperti dalam
surat Al Imron ayat 97 dan surat Al Baqoroh ayat 197 juga memberikan isyarat
bahwa ibadah haji akan di dominasi oleh motivasi motivasi lain selain lillah,
oleh karena itu, Allah sejak dini mungkin memperingatkan pada manusia agar
menjalankan haji karena lillah74
bukan karena paksaan.
Sebagaimana menurut pedapat Ali Mustafa Yakub dalam bukunya, pintu
surga masih terbuka walaupun kita tidak melakukan ibadah haji75
, oleh sebab
itu ibadah lainnya, seperti, shalat, puasa, dan yang lainnya itu merupakan
kewajiban yang bisa membukakan pintu surga karena ibadah haji bukan satu-
satunya untuk mencapai keridhaan Allah semata.
74
Ali Mustofa Yaqub,. Islam Masa Kini, (Jakarta: Pustaka Firdaus. 2001), h, 270.
75
Ali Mustofa Yaqub, Fatwa-Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal, h.512.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut.
Arisan haji yang dilaksanakan oleh masyarakat yang berada di Desa Kideung
Ilir Kecamatan Ciampea ini atas dasar saling tolong-menolong, suka rela tanpa ada
unsur paksaan, walaupun pelaksanaan arisan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
muamalah, karena terdapat unsur gharar di dalamnya, dan ketidakpastian jaminan
dan perjanjian yang tidak tertulis sehingga dikhawatirkan dapat merugikan salah
satu peserta arisan. Dengan ini menurut penulis arisan yang berada di Desa
Kideung Ilir Kecamatan Ciampea ini tidak sesuai dengan hukum Islam.
Istitha‟ah yang merupakan syarat wajib haji, baik secara financial, fisik,
maupun memenuhi keperluan dalam perjalanan. Mampu secara finansial adalah
mampu membiayai ibadah haji dengan biaya sendiri, namun pada praktek di Desa
Kideung Ilir Kecamatan Ciampea ini, peserta arisan masing-masing mendaftarkan
ibadah haji setelah mendapatkan giliran arisan tersebut, tentu hal ini tidak bias
dikatakan mampu, karena mengingat dana yang diperoleh dari donator peserta
arisan (berupa pinjaman uang).
Di dalam pelaksanaan arisan haji terdapat unsur-unsur yang tidak sesuai
dengan hukum Islam, yaitu, tidak adanya suatu perjanjian yang tertulis, dan
67
jaminan yang jelas antara anggota-anggot arisan lainnya, sehingga dikhawatirkan
adanya unsur kedzoliman bagi para anggota arisan. Tentu hal ini tidak sesuai
dengan hukum islam. Adapun di dalam arisan haji terdapat kesesuaian dengan
hukum Islam yaitu, tidak adanya perjudian diantara peserta arisan, karena pada
dasarnya arisan ini dibentuk karena saling tolong menolong, sehingga para
anggota tersebut mendapatkan hak-hak yang sama dalam mendapatkan giliran.
Orang yang memiliki hutang, dan ia ingin melaksanakan ibadah haji, maka
seharusnya membayar hutangnya terlebih dahulu, karena jika peserta arisan ingin
pergi haji lalu meninggalkan hutang, jika terjadi hal-hal yang tidak di ingingkan,
maka hutangnya akan menjadi beban bagi dirinya dan orang lain, tentu hal ini
dapat memberikan madharat untuk dirinya dan keluarga.
68
B. Saran
Sebagai saran-saran untuk menyempurnakan penelitian ini, harapan penulis
kepada pembaca atau peneliti selanjutnya menyarankan untuk :
1. Dari uraian diatas, penulis menyarankan, kepada masyarakat agar lebih
memahami arti dari isti‘thaah (kemampuan), karena kemampuan tersebut
sebagai dari syarat wajib haji, jika seseorang belum mampu maka orang
tersebut gugur dari sebuah kewajiban haji.
2. Pada perjanjian arisan haji ini diharapkan perjanjian itu harus tertulis dan jelas,
sehingga terjamin keamanannya. Jika terjadi hal-hal yang merugikan antara
peserta dan pengelolanya maka itu bisa dipertanggung jawabkan dengan
adanya perjanjian tertulis.
3. Pelaksanaan arisan haji sebaiknya dilakukan dengan beberapa orang saja agar
dalam satu tahun pengocokan sudah selesai dan berangkat haji secara
bersamaan sehingga tidak ada peserta yang ketika berangkat masih mencicil
uang arisan.
69
Daftar Pustaka
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research I, Yogyakarta: Andi Offset, 1989.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi
Revisi IV, Jakarta: Rineka Cipta, Cet. II, 1998.
Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek,Jakarta:
Rineka Cipta, t.th 1995.
Trima, Soejono, Pengamatan Ilmu Dokumentasi, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1984.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai Pustaka, 1976.
Purwanto, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Kasus Jual Beli Arisan Di Desa
Waru Kecamatan Rembang Kabupatern Rembang. Skripsi S1 Jurusan Muamalah
Syariah dan Hukum, Institut Agama Islam Negeri Walisongo, tahun 2012.
Muhammad al-kibyi, Sa‘dudin, al-Muamalah al-Maliyah al-Mua‟shirah fi
Dhauni al-Islam, Beirut, 2002.
Yakub, Ali Mustofa Fatwa-Fatwa imam Besar Masjid Istiqlal,Cet 1, Jakarta :
PT Puataka Firdaus, 2007.
Muslehuddin, Muhammad, sistem bank dalam Islam, Jakarta : Rineka Cipta,
1990.
Imam Baihaqi, Sunan al- Kubro, juz 5, h, 350
70
Sarwat, Ahmad, Fikih Sehari-hari Tanya Jawab Seputar Jual Beli, Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama.
Ahmadi, Abu dan Sitanggal, Ansari Umar, Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-
prinsip dan Tujuannya, Surabaya : PT Bina Ilmu Offset,1981.
Departemen Agama RI, Bimbingan Manasik Haji, Jakarta : 2003.
Raya, Ahmad Thib dan Mulia, Siti Mushdah, menyelami seluk- beluk ibadah
dalam Islam, jakarta : Prenada Media, 2003.
Sabiq, Sayyid, Fiqih Al- Sunnah, jilid, 1, Beirut Libanon : Dar al- Kutub al-
Arabi.1973.
Al-kahlawi, Ablah Muhammad, Induk Haji dan Umrah Untuk Wanita,
Jakarta : Zaman, 2009, Cet 1.
Al- Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqh al-Islamy waadillatuh, Juz III, Suriah : Sar‘
al-Fikr, t.t.
Ali ibni ‗Umar Abu al-Husaini al-Dâru Quthni al-Baghdadi, Sunan al-Daru
Quthni, juz 2 Beirut, Dar al-Ma‘rifah, 1996.
Al-Hafiz ibin Hajar Al- Asqolani, Bulugul Maram, h.143.
Binjai, Syekh Abdul Halim Hasan, Tafsir Al- Ahkam, Jakarta: kencana
prenada media group, 2006.
Imam Bukhori, Shahih al-Bukhori, juz.5,No. 1426, h. 32.
Abu Ishaq, al-Muhadzab, Juz.1.Dar al-Kutub.t.t.
Ibnu Qudamah, al-Mughni, Juz 3, Beirut : Dar al-Fikr.t.t.
71
Zuhdi, Muhammad Najmuddin, 125 Masalah Haji, Solo : Tiga Serangkai,
2008), cet 1.
Al-Malaibary, Zainuddin ibn Abdul ‗aziz, Fathul Mu‟in, Surabaya: Al-
hidayah.
Muhammad ibnu Isa Ibnu Sauroh Ibnu al dhahak al julami al Buqhni al-
Tirmidzi, Al-jami‟u shahih Sunan Al-Tirmidzi, Juz, 4, Beirut : Dar Ihya al Tarath al-
Arabi.t.t.
Rajid, Sulaiman, fiqih Islam, cet, 41, Bandung : sinar baru Algensindo,1994.
Ijtima‘ Ulama Komisi Fatwa Seluruh Indonesia IV Fatwa Seluruh Indonesia
IV tentang masalah-masalah fikih kontemporer. (Masail Fiqhiyyah Mu‘ashirah),
(Cipasung: 9-12 Sya‘ban 1433H/29 Juni-2 Juli 2012 M).
Abbas, Ahmad Sudirman, Qawa‟id Fiqhiyyah dalam Perspektif Fiqih, cet,1,
Jakarta : Radar Jaya Offset. 2004.
Abbas,Ahmad Sudirman, sejarah qawa‟id fiqiyyah, Jakarta : Raya Jaya
Offset, 2009.
Yaqub, Ali Mustofa,. Islam Masa Kini, Jakarta: Pustaka Firdaus. 2001
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Arisan.
http://www.futuready.com/ArtikelDetail/Index/Arisan%20Sosialisasi.
http//almanhaj.or.id/ /arisan-dalam-pandangan-islam/.
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/166/hukum-arisan-dalam-islam/
Nama : Dewi
Tempat, tanggal, lahir :Bogor, 06 april 1970
Jabatan : sebagai Ketua arisan haji
Alamat : Desa Kideung Ilir RT.003 RW.01. Ciampea, Bogor.
Bagaimana sejarah didirikannya arisan haji ?
Responden : “ awal mula terbentuknya arisan haji ini karena banyaknya ibu-ibu
pengajian yang berniat ingin pergi berhaji maka saya berkeinginan membantu para
ibu-ibu agar mempermudah pemberangkatan haji ini dengan melakukan arisan haji.
Awal terbentukan pada tahun 1998 yang dipimpin oleh Hj. Dedeh.”
Apa motivasi dan tujuan arisan haji ?
Responden :“motivasi karena dorongan atau minat para ibu-ibu untuk melaksanakan
pergi haji. Dan tujuannya yaitu ingin mempermudah pemberangkatan haji dan
menjalin tali silaturahmi serta memperluas jaringan sosial”.
Apa yang dimaksud dengan arisan haji ?
Responden : “seperti arisan pada umumnya, tetapi kalau arisan biasa biasanya
dikocok tapi buat kebutuhan tertentu, tapi kalau arisan haji diperuntukan untuk
berangkat haji uangnnya.
Siapa yang menjadi sasaran arisan haji ?
Responden : “kita tidak ada kriteria bagi siapa saja yang mau ikut kami terima, jadi
bebas saja.
Bagaimana struktur organisasi arisan Haji ?
Responden : “saya tidak banyak-banyak hanya terdiri dari pembinaa ibu Hj. Dedeh,
ketua saya, ibu Hj. Dewi, sekertaris ibu Endah, bendahara ibu Iyos.
Apa saja tugas-tugas pengurus ?
Responden : “tidak ada yang terstruktur, hanya saja tugasnya mengumpulkan buku
tabungan, memegang uang, dan menentukan kocokan siapa yang akan mendapatkan
giliran, serta mendaftarkan pemberangkatan Haji ke pada Yayasan.
Berapa banyak jumlah peserta yang ikut Arisan Haji ?
Responden : “semua berjumlah 70 orang”
Siapa saja dan dari mana sajakah pesertra arisan haji ?
Responden : “dari Bogor Ciampea. Semua peserta arisan haji berasal dari kecamatan
Ciampea, dan walaupun itu dari jauh tapi tetep sodaranya di Ciampea”.
Kapan diadakan pertemuan arisan haji ?
Responden : “1 bulan sekali dan itu biasanya pada minggu ke dua”.
Berapa jumlah setoran yang harus dikeluarkan dalam pelaksanaan arisan haji
ini?
Responden :“semua peserta menyetorkan dengan jumlah Rp.1.000.000,00-/orang.”
Sejauhmana ibu mengetahui arisan haji menurut hukum islam ?
Responden :“saya sudah menanyakan sama ustadz sebelumnya, dan itu hukumnya
boleh, karena bertujuan untuk mempermudah pergi haji.”
Sejauhmana ibu mengetahui arti istitha’ah ?
Responden : “arisan haji itu bisa dikatakan mampu, karena kalau tidak mampu maka
anggota arisan tidak akan sanggup membayar perbulan sebesar 1.000.000.00”
Bagaimana penentuan terhadap siapa yang akan mendapatkan giliran arisan
haji ?
Responden :“secara dikocok apabila ada yang meminta dan niatnya untuk berangkat
haji tahun ini maka langsung dikasihkan tetapi dengan hasil musyawarah dengan
anggota dan pengurus arisan”.
Kebijakan apa jika salah satu peserta arisan itu mogok dalam pembayaran
setoran?
Responden :“Alhamdulilah tidak ada yang terjadi seperti itu sampai sekarang, tetapi
jika terjadi seperti itu, maka itu akan dihendel dahulu oleh ketua.”
Bagaimana jika peserta yang telah mendapatkan arisan tetapi meninggal dunia?
Responden : “hal itu pernah terjadi tapi berdasarkan kesepakatan bersama bahwa
yang harus menggantikan itu adalah ahli waris atau pihak keluarga maka masalah
seperti ini bisa teratasi sampe sekarang.”
Ketentuan-ketentuan apa sajakah yang harus dipatuhi oleh peserta dan
pengurus ?
Responden :“ didalam arisan haji ini tidak ada perjanjian tertulis hanya saja harus
membayar tepat waktu perbulannya dan bertanggung jawab.”
Bagaimana system kerja arisan haji ini ?
Responden : “pada dasarnya seperti arisan biasa kita perbulan menyetorkan uang
dengan jumlah yang ditentukan kemudian setelah pengumpulan uang maka
pengocokan arisan siapa yang menapatkan giliran, setelah itu jika sudah ditentukan
siapa yang mendapatkan giliran kemudian uang tersebut bisa dipergunakan untuk
pendaftaran arisan haji oleh peserta yang mendapatkan giliran tersebut.
Didaftarkannya ke yayasan disini sesuai biaya pendaftaran tahun ini”.
Apakah ketika pengocokan arisan jika seseorang yang ingin pergi terlebih
dahulu ada dana tambahan ?
Responden : “tidak ada karena itu berdasarkan kesepakatan bersama”
Biaya haji biasanya tiap tahunnya naik, nah apakah biaya arisan ini tiap
tahunbnya berbeda ?
Responden : “ tidak. Karena kami mendpatkan uang tidak hanya untuk pergi haji
saja tapi bisa digunakan untuk yang lainnya jika tiap tahunnya biaya haji naik
2.000.000,- itu masih terdapat sisa karena satu orang peserta menapatkan
70.000.000,- / peserta. Jadi, uang tersebut tidak kurang dari ongkos haji bahkan ada
sisa buat yang lainnya.”
Bagaimana jika pelaksanaan tutup buku ?
Responden : “jika semua peserta arisan haji ini sudah mendapatkan arisan maka
semua kita tutup buku dengan cara biasanya dikumpulkan buku tabungannya dan
ada pengajian penutupan disertai dengan ceramah agama dan saling maaf
memaafkan.”
Nama :Asnah
Tempat, tanggal, lahir : Bogor, 06 april 1953
Jabatan : sebagai peserta arisan haji
Alamat : Desa Kideung Ilir RT.003 RW.02. Ciampea, Bogor
Apa alasan ibu mengikuti arisan haji ?
Responden :“ingin menabung biar bisa berangkat haji”.
Apa manfaat buat ibu telah mengikuti arisan haji ?
Responden : “silaturahmi, banyak temen, kenal sama guru-guru,”
Apakah ibu tau, bagaimana arisan haji dalam islam ?
Responden :“boleh-boleh saja yang penting bener tidak ada yang curang.”
Nama :Asmanah
Tempat, tanggal, lahir : Bogor, 18 mei 1965
Jabatan : sebagai peserta arisan haji
Alamat : Desa Kideung Ilir RT.003 RW.02. Ciampea, Bogor.
Apa alasan ibu mengikuti arisan haji ?
Responden :“ nabung biar bisa berangkat terus biar bisa bangun rumah”
Apa manfaat buat ibu telah mengikuti arisan haji ?
Responden : “silaturahmi, banyak temen yang tadinya tidak kenal jadi kenal, terus
kenal sama guru-guru ngaji.
Apakah ibu tau, bagaimana arisan haji dalam islam ?
Responden :“boleh saja kan niatnya buat pergi haji”.
Nama :Milah
Tempat, tangal, lahir : Bogor, 28 Desember 1980
Jabatan : sebagai kariawan Yayasan (KBIH)
Alamat : Desa Kideung Ilir RT.003 RW.01. Ciampea, Bogor.
Bagaimana prosedur pendaftaran arisan haji?
Responden :“pendaftaran haji disini tidak jauh seperti pendaftaran pada umumnya
yayasan-yayasan lain pun sama, yaitu dengan menyetorkan jumlah uang seharga
ongkos naik haji secara kontan.
Apa peran yayasan dalam arisan haji ini ?
Responden :“sebenarnya yayasan sendiri tidak ada ikut serta dalam arisan haji
tersebut, hanya saja sebagai pelantara untuk membantu pendaftaran ke Departemen
Agama, adapun untuk kaitannya, tidak ada kaitan jabatan atau pengelola arisan.”
Apakah ibu tau, bagaimana arisan haji dalam islam ?
Responden : “ ya boleh se, kan kita tujuannya buat ibadah pergi haji ke mekah”.
Apa persyaratan pendaftaran untuk anggota arisan haji ?
Responden : “pada dasarnya sama saja dengan orang-orang yang berdaftar haji
dengan tidak melakukan sistem arisan, yaitu dengan cara menyerahkan, poto copy
KTP, Surat Kartu keluarga, Surat Pernyataan, Surat Kesehatan, Buku Nikah,
Rekening Haji saldo minimal 30 juta”.
top related