skill neuro hiii
Post on 01-Jan-2016
728 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
BAB I
TAHAP PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Pemeriksaan neurologi adalah pemeriksaan yang dilakukan kepada penderita yang dimulai
dengan Kesan umum, pengambilan Anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi vital,
pemeriksaan Interna yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan khusus untuk memeriksa
keadaan anatomi dan fungsional susunan saraf, pemeriksaan tambahan dimana sedapat mungkin
dilakukan pemeriksaan dan pendekatan secara Holistik.
Kesan Umum
Anamnesa 60 – 75 %
Pemeriksaan
20 – 30 %
Laborat
10%
DIAGNOSA :
Klinis
Topis
Etiologis
Sekunder
PERWATAN + PENGOBATAN
REHABILITASI
Pada pemeriksaan khusus neurologi ada tiga kemampuan yang harus kita pahami dan
mampu kita lakukan yaitu :
1. Kemampuan skill
2. Kemampuan menginterprestasi
3. Kemampuan memaknai atau menganalisa.
2
Dalam melakukan pemeriksan neurologi, skill atau cara pemeriksaan harus benar benar
kita kuasai. suatu misal kita melakukan pemeriksaan Meningeal Sign (kaku kuduk) maka kita
harus mengetuhui dan menguasai skillnya.
Cara pemeriksaan kaku kuduk : Penderita tidur terlentang, pemeriksa berdiri di kanan penderita,
tangan kiri dibawah kepala, tangan kanan di atas dada, menjaga tubuh tidak terangkat, ayunkan
kepala ke kiri – ke kanan dengan gentle supaya leher relaksasi. Kemudian fleksikan leher
sampai menyentuh dagu.
Setelah kita dapat melakukan pemeriksaan dengan benar tahap selanjutnya adalah kita harus
menginterprestasikan pemeriksaan tersebut : kaku kuduk positif bila didapatkan tahanan saat
fleksi kepala atau dagu tidak menyentuh dada. Kemudian kita memaknai dan menganalisa
hasil pemeriksaan tersebut : bila positif berarti ada iritasi meningen (selaput otak). Apa yang
mengiritasi tergantung nanti kasus yang kita hadapi apakah infeksi (meningitis) atau perdarahan
(SAH).
Tujuan
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk menegakkan diagnosa klinis, diagnosa topis
maupun diagnosa etiologis.
Contoh kasus
Dari anamnesa didapatkan penderita laki- laki 18 tahun datang dengan keluhan utama sakit
kepala disertai panas sejak satu minggu yang lalu, dua hari yang lalu kejang dan tidak sadarkan
diri. Dari pemeriksaan didapatkan GCS 224, Papil edema dan kaku kuduk +. Apa diagnosanya ?.
Didalam bidang neurlogi kita selalu menggunakan 3 Diagnostik yaitu :
Diagnosa klinis
sakit kepala , panas , kejang ,tidak sadar, GCS 224, Papil edema dan kaku kuduk +.
Diagnosa Topis
Karena pada pemeriksaan tidak sadar, GCS 224, kaku kuduk + dan kejang, maka
topisnya adalah : meningen dan Encephlaon (otak).
]Diagnosa Etiologis
Karena sebelumnya disertai panas maka kemungkinan disebabkan infeksi dan infeksi
pada meningen dan encephalon adalah : meningoencephalitis.
Tahap- tahap pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa ini mengikuti ” POMR (problem
oriented medical record) ” seperti dibawah ini.
3
ILMIAH MEDIK
Logika hipotiko verifikasi problem oriented
Observasi DATA BASE
PROBLEM IDENTIFIKASI PROBLEM LIST
HIPOTESA
TESTING PLANING
KESIMPULAN PROGESS NOTE
INDENTIFIKASI MASALAH
PROBLEM LIST
Cara menemukan problem list atau daftar masalah adalah sebagai berikut :
ANALISA DATA
PROBLEM LIST
Penemuan daftar masalah ini akan menentukan planing atau perncanaan untuk mengatasi
masalah tersebut.
1. Profil penderita, indentifikasi penderita (nama penderita, nomor register, jenis kelamin,
tanggal MRS, tanggal KRS dan perjanjian kontrol.
DATA BASE
Data base atau pengumpulan data dasar merupakan langkah awal pendekatan kepada
penderita. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengumpulan data dasar adalah sebagai
berikut :
2. Riwayat penderita (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,riwayat penyakit
keluarga dan keadaan psikososial)
3. Status interne
4. Status psikiatri singkat
5. Status neurologi
6. PEMERIKSAAN TAMBAHAN (laboratorium dasar. Radologi, EKG, CT Scan, MRI
dll).
4
1. DIAGNOSTIK : diagnostik ini harus (sensitif,spesifik dan prediktif value)
INITIAL PLAN
Initial plan atau perncanaan awal terdiri dari perencanaan :
2. THERAPI / pengobatan : pengobatan ini harus memenuhi kriteria 4 tepat (tepat indikasi,
tepat penderita, tepat obat, tepat dosis ) ditambah waspada akan efek samping obat.
3. MONITORING : keberhasilan diagnosa dan pengobatan ini dapat diketahui pada batas
waktu tertentu, lewat monitoring.
4. EDUKASI : penjelasan kepada penderita dan keluarga, terdiri dari :
- penyakitnya apa ?
- prosedur diagnosa dan terapinya bagaiman ?
- perjalanan penyakitnya bagaiman ?
- prognosanya bagaimana ?
- pengawasan diri atau pantanganya .
Masalah baru yang timbul
PROGRES NOTE
Progres note merupakan tindak lanjut penanganan (catatan kemajuan) penderita dan
merupakan umpan balik dalam perencanaan ulang. Yang tercakup dalam menilai tingkat
kemajuan penderita adalan sebagai berikut :
S = Subyek berisi peryataan atau keluhan yang dirasakan penderita
O = Obyek berisi pemeriksaan dokter saat itu
A = Assesment berisi penilaian kondisi penderita berdasar subyek dan obyek
P = Planing berisi pengelolaan data / perencanaan lebih lanjut dari hasil diagnosa,
pengobatan, monitoring dan edukasi pada perencanaan awal.
Tujuan dalam memantau perkembangan penderita adalah untuk mengetahui :
Hasil pengobatan yang telah diberikan
Perbaikan dan penurunan kondisi penderita sehingga bisa timbul perubahan
planing karena ada perubahan masalah .
Fungsinya adalah untuk mengetahui dan menilai :
1. Kedaan penderita :
Apakah yang telah dilakukan benar ?
Apa yang perlu direncanakan selanjutnya sehubungan dengan masalah yang
baru ?.
2. Pelayanan bisa dinilai berkala.
3. Proses penyakit : membaik atau memburuk.
5
MACAM – MACAM PEMERIKSAAN NEUROLOGI
a) Pemeriksaan dengan sistem fungsi
(1) Pemeriksaan kesadaran
(2) Pemeriksaan rangsangan meningen
(3) Pemeriksaan nervus cranialis
(4) Pemeriksaan motorik
(5) Pemeriksaan sensorik
(6) Pemeriksaan Reflek fisiologis
(7) Pemeriksaan reflek patologis
(8) Pemeriksaan sistem saraf autonom
(9) Pemeriksaan sensorik khusus
(10) Pemeriksaan collumna vertebralis.
b) Pemeriksaan dengan sistimatik per regio
(1) Kepala
(2) Leher
(3) Trunkus
(4) Anggota gerak atas
(5) Anggota geraka bawah
6
BAB II
RIWAYAT PENYAKIT (ANAMNESA)
ANAMNESIS
Anamnesis merupakan langkah utama dalam rencana menegakkan diagnosis,
pengelolaan dan pengobatan. Dengan ”anamnesis” atau ”interview” yang baik, mendukung
diagnosa lebih dari 60%. Selain itu anamnesis yang baik dapat menghemat waktu, pemeriksaan
dan penggunaan penunjang diagnostik sehingga biaya pelayanan kesehatan akan lebih murah.
Dalam memeriksa penyakit syaraf, riwayat penyakit merupakan hal yang sangat penting.
Pada saat datang ke dokter penyakit pasien biasanya sedang berlangsung atau sudah sembuh
dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu terdapat pula penyakit yang
gejalanya dalam bentuk serangan atau timbul pada waktu-waktu tertentu. Diluar serangan
pasien biasanya dalam keadaan sehat. Oleh karena itu dokter memerlukan bantuan laporan yang
dikemukakan oleh pasien (Autoanamnesis) dan orang yang menyaksikanya (allo-anamnesis).
Perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis
kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh
bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit kita dapat mendekati diagnosisnya,
dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari sehingga dapat menghemat
biaya.
Dalam melakukan anamnesis gunakanlah cara yang sistematis. Biasanya wawancara
dengan penderita dimulai dengan menanyakan dan mencatat kapan penderita datang dan
indetitas penderita. Semakin banyak data yang dapat kita kumpulkan semakin akurat diagnosis
yang kita buat. Oleh karena itu, belajar tentang pasien sebagai manusia dan gejala-gejala dari
penyakit yang diderita, serta mulai membina suatu hubungan saling percaya antara dokter
dengan penderita sangat penting diperlukan dalam usaha mencari informasi tentang riwayat
kesehatan yang kita butuhkan.
Adapun riwayat kesehatan yang perlu kita catat dan tanyakan kepada penderita meliput i:
TANGGAL
Kapan pengumpulan riwayat kesehatan pasien tersebut bermanfaat sebagai catatan medik
untuk mengetahui perjalanan penyakit dari seorang pasien. Apabila seorang pasien
datang untuk kesekian kalinya, maka dokter mudah untuk mereview perjalanan penyakit
pasien dari dokumen dalam catatan medik tersebut.
7
IDENTITAS PASIEN :
• Nama
• Usia
• Jenis Kelamin
• Status perkawinan
• Kelompok etnis/suku dan agama
• Pekerjaan
• Pendidikan
• Tempat tinggal
Kemudian kita tanyakan keluhan utama dari pasien. Keluhan utama adalah keluhan yang
menyebabkan penderita tersesebut datang berobat, kemudian kita lengkapi anamnesa kita
dengan Empat Pokok Pikiran (The Fundamental Four) dan Tujuh Butir Mutiara
Anamnesis ( The Sacred Seven ) yang terdapat dalam Riwayat Penyakit Sekarang (salah satu
bagian dari The Fundamental Four) .
Yang dimaksudkan dengan Empat Pokok Pikiran adalah menuangkan anamnesis dalam:
1. Riwayat penyakit sekarang
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Riwayat kesehatan keluarga
4. Riwayat pribadi serta sosial
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Tanyakan apa yang menjadi keluhan utama dan usahakan memperoleh rincian yang jelas dari
gejala utama atau kelompok gejala (sindrom). Disini perlu dimengerti bahwa gejala atau
symtoms adalah manifestasi dari penyakit yang dirasakan oleh penderita sedangkan tanda atau
signs adalah manifestasi penyakit yang dilihat dan ditemukan oleh pemeriksa. Tanda atau signs
biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan fisik. Sedangkan dalam mendalami symtoms jangan
lupa mengejar anamnesisnya dalam tujuh butir mutiara anamnesis ( The Sacred Seven ) yaitu:
Lokasi sakit
Waktu terjadinya dan kronologinya
Sifat sakit ( kualitas )
Derajat sakit (kuantitas )
Faktor yang memperberat sakit
Faktor yang memperingan sakit
Keluhan lain yang menyertai
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Cari penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang ( penyakit-penyakit kronik, penyakit
terdahulu yang sama dengan penyakit sekarang), perawatan inap, imunisasi, riwayat pengobatan,
dan riwayat pembedahan. Juga tanyakan kesehatan pada umumnya sebelum menderita penyakit
yang sekarang.
8
Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Perlu ditanyakan apakah ada penyakit yang menurun dalam keluarga atau riwayat penyakit
menular.
Riwayat Pribadi serta Sosial
Cari masalah sosial yang berkaitan misalnya keluarga, kawan-kawan, tetangga, hobi, kebiasaan-
kebiasaan pribadi ( pola tidur, minum alkohol atau kopi, mengisap rokok, penggunaan obat),
sumber keuangan dan asuransi, kehidupan spiritual, agama, falsafah hidup dan kepercayaan.
Adapun alur pikiran yang perlu dikembangkan dalam anamnesis adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan sistematik
Gunakanlah konsep Fundamental Four dan Sacred Seven di atas.
b. Mulai berfikir atas organ mana yang terkena dan jangan berfikir akan penyakit apa.
Dengan menggunakan pengetahuan anatomi, fisiologi maka dokter akan sampai pada
organ mana yang abnormal kerjanya.
c. Mengingat waktu yang makin lama makin terbatas tidak mungkin dikerjakan anamnesis
yang menyeluruh lengkap, maka dikembangkan Problem Centered Interview (PCI),
yaitu suatu uraian yang rinci dari gejala-gejala dari keluhan utama pasien ditambah
dengan fakta-fakta yang relevan dari riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga dan
riwayat pribadi atau sosial.
d. Anamnesis menggunakan ketrampilan interpersonal dan untuk itu dibutuhkan
pengetahuan sosiologi, psikologi maupun antropologi.
e. Kembangkan cara sendiri yang paling sesuai untuk anda.
Untuk mendapatkan anamnesa yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh
perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesa sebaiknya dilakukan ditempat
tersendiri, supaya tidak didengar orang lain karena riwayat penyakit adalah merupakan rahasia
antara dokter dan penderita. Selain itu banyak penderita yang tidak suka penyakitnya diketahui
orang lain. Pada perinsipnya pengambilan anamnesa mengikuti 2 pola, yaitu :
1. Penderita dibiarkan secara bebas mengemukakan semua masalah dan keluhan serta
kelainan yang diderita.
2. Pemeriksa (dokter ) membimbing penderita mengemukakan keluhanya atau
kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan yang tertuju.
Pengambilan anamnesa yang baik menggabungkan kedua cara tersebut diatas.
9
Pada penderita penyakit saraf sering datang dengan keluhan utama ( Keluhan yang
menyebabkan penderita datang ke dokter ) adalah :
1) Lemah atau lumpu separoh badan (hemiprese)
2) Lemah atau lumpuh kedua tungkai (paraparese)
3) Lemah atau lumpuh keempat anggota gerak (tetra parese)
4) Kejang
5) Mulut mencong
6) Pusing – pusing (vertigo)
7) Sakit kepala
8) Gangguan bicara (afasia, disartria)
9) Penurunan kesadaran dan koma
10) Trauma kepala
11) Kepala tambah besar (hidrocephalus)
12) Ataksia
13) Gangguan tumbuh kembang pada anak
14) Baal atau rasa kesemutan seperti terbakar
15) Melihat dobel (diplopia)
16) Penglihatan menurun
17) Sulit menelan (disfagia).
Untuk melengkapi pengetahuan dalam penyusunan anamnesis kasus penyakit saraf
(neurologi) , dibawah ini ada bebrapa contoh contoh penyusunan anamnesis sekaligus pelukisan
berbagai gejala dan sindroma neurologik. Dengan pengetahuan ini pengarahan anamnesis akan
lebih dimengerti.
Sakit kepala :
apakah anda sakit kepala ?, bagaimana sifatnya, dalam bentuk serangan atau terus menerus ?,
dimana lokasinya?, apakah progresif, makin lama makin berat atau makin sering ? apakah
sampai mengganggu aktifitas sehari-hari ?. Sudah berapa lama sakit kepala?, Setiap kali merasa
sakit kepala, berapa lama sakit itu berlangsung?, Bagian kepala mana yang terasa sakit? Selalu
belahan kanan atau kiri saja, terutama di pelipis, di daerah mata, dahi, suboksipital, di ubun-
ubun atau seluruh kepala? kemudian :
a. Lukiskanlah sakit kepala itu, seperti apakah rasanya?
b. Kapan dan dalam keadaan apa sakit kepala bangkit?
10
c. Bagaimana awal timbulnya? Langsung menjadi sakit? Secara berangsur-
angsurkah? Setelah kurang tidur malam, setelah flu? Didahului oleh bangkitnya
gejala-gejala lain, seperti mual, penglihatan berkunang-kunang, dsb.
d. Gejala-gejala apakah yang mengiringi sakit kepala?
e. Faktor-faktor apa yang meredakan sakit kepala tersebut?
f. Faktor-faktor apa yang memperberat sakit kepala tersebut?
Pusing / Vertigo :
a. Sudah berapa lama anda pusing?
b. Apakah setiap hari pusing atau sekali-kali saja?
c. Berapa lama pusing itu berlangsung?
d. Coba anda ceritakan apa yang anda rasakan kalau pusing tersebut timbul?
e. Kapan dan keadaan apa yang mencetuskan pusing?
f. Bagaimana awal timbulnya, setelah kurang enak tidur malam atau setelah
mengidap penyakit demam?
g. Gejala-gejala apa yang juga timbul ketika anda pusing?
h. Anda berbuat apa untuk meringankan pusing?makan obatkah atau tidurkah?dsb.
Motorik / kelumpuhan :
a) Adakah bagian tubuh yang menjadi lemah atau lumpuh (tangan , kaki dsb) ?
b) Bagaimana sifatnya , hilang timbul atau menetap, makin lama makin berat atau
malah berkurang ?
c) Bagaimana kejadianya , mendadak, progresif atau kronis ?
d) apakah ada gerakan tubuh atau ekteremitas mengalami gangguan atau gerakan
abnormal dan tidak dapat dikendalikan ?
Sensibilitas :
a) Adakah perubahan atau gangguan perasaan bagian tubuh atau ekstremitas, adakah rasa
baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar?
b) Dimana tempatnya ?
c) Apakah rasa tersebut menjalar ?
d) Mulai kapan kejadianya ?
e) Apakah yang menyebabkan keluhan tersebut bertambah berat atau bertambah ringan ?
11
METODE ANAMNESA MEMAKAI POLA 7W
AKUT SUB AKUT CHRONIS
Trauma - Imunisasi - Tumor
Vaskuler - Intoxikasi - Endokrin
- metabolit - Degnerasi
- Infeksi - Infeksi
Sifat Perjalanan Berat-Ringannya Faktor yang memperberat/presipitasi Factor memperingan Mula timbulnya
SIAPA ? WHO ?
APA ? WHAT ?
DIMANA ? WHERE ?
KAPAN ? WHEN ?
MENGAPA? WHY ?
BAGAIMANA ? WHO ?
BAGAIMANA ? WHO ?
Identitas Riwayat Pribadi Riwayat Penyakit Dulu Riwayat Keluarga
Keluhan Utama dan Pengiring Presenting Systom Gejala (system) + tanda (sign)
Lokasi/Topis Gejala/Tanda Penjalaran Tipe/Pola
Onset - Akut Jam Sedang apa - Sub Akut Hari Lama - Sub Chronis Minggu Frekuensi - Chronis Bulan Kronologis Time table
PENYEBAB / ETIOLOGI
Kesadaran Fungsi luhur Motorik Sensorik Autonom Aktivitas sehari-hari?ADL Pekerjaan
12
BAB III
KESADARAN
Seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkunganya. Orang normal
dapat berada dalam keadaan sadar, mengantuk atau tidur. Bila ia tidur, ia dapat disadarkan oleh
rangsang, misalnya rangsang nyeri, bunyi atau gerak.
Definisi kesadaran
Menurut GILROY derajat kesiagaan dan kesadaran yang baik dapat dibuktikan dengan
adanya orientasi yang baik terhadap :
Tempat
Waktu
Ruang
Untuk definisi kerja, kesadaran adalah :
Mencerminkan integrasi yang baik antara impuls aferen dan eferen atau input dan output.
Pemeriksaan kesadaran harus dibedakan antara pemeriksaan tingkat kesadaran dan isi
kesadaran. Penilaian tingkat kesadaran (level of conciousness) berhubungan dengan
“AROUSAL” sedangkan isi kesadaran berkaitan dengan fungsi kortikal, seperti fungsi membaca,
menulis, menghitung, bahasa, daya ingat, kecerdasan dan sebagainya, yang akan dibicarakan
dalam bab mengenai fungsi luhur.
Sedangkan kualitas kesadaran merupakan modalitas kesadaran yang ditentukan oleh
pengolahan integratif asupan sensori difus (oleh ARAS) dan asupan sensoris spesifik (melalui
jaras spinothalamikus). Dalam pengolahan ini hampir semua kortek kedua belah hemisfer ikut
ambil bagian.
Kerusakan struktural dan kelainan metabolik yang menyeluruh pada kedua hemisfer
akan menimbulkan gangguan kualitas kesadaran. Gangguan tersebut tampak pada aktivitas
seseorang.
Anatomi kesadaran
Menurut Magoun (1945) yang dikutip Plum dan Posner (1989), ada dua pusat anatomik yang
mengatur kesadaran adalah :
1. Korteks serebri secara keseluruhan
2. Batang otak yang disebut formatio retikulars
Secara fisiologs disebut ARAS (Ascending Reticular Activating System)
Menurut Posner (1992) yang dikutip Misbach Y, ARAS mengatur tinggi rendah kesadaran (on-
off quality). Korteks serebri mengatur isi (content) kesadaran secara fisiologik. Dua bagian otak
13
ini saling isi mengisi dan saling mengaktivasi (reciprocal activation dan stimulation) yang
mengatur secara optimal fungsi masing – masing. Bila kesadaran menurun maka fungsi otak
yang lain menurun juga
Misal :
Fungsi luhur
Fungsi emosi
Fungsi intelegensi
Fungsi gerak motorik terkendali
Kecuali :
Reflek subkortkal
Reflek batang otak
Reflek medula spinalis
Faal kesadaran
Fungsi kesadaran yang baik perlu adanya interaksi yang terus menerus dan efektif antara
kedua hemisfer otak yang baik dengan formasio retikularis di batang otak, dengan demikian
kesadaran yang baik harus ada integrasi yang baik antara input dan output.
Input susunan saraf pusat ada 2 yaitu :
1. Input spesifik / khas
Impuls aferen khas ini menghasilkan kesadaran yang khas juga.
Misal : Impuls aferen proprioseptif, panca indera dan lain – lain
2. Input aspesifik / tidak khas
Input / asupan tidak spesifik ini merupakan sebagian dari impuls aferen yang disalurkan
melalui lintasan aferen tidak spesifik.
Lintasan ini terdiri dari serangkaian neuron di subtansia retikularis medula spinalis dan batang
otak, dan selanjutnya impuls ini disalurkan ke inti intra laminar thalamus.
Cara penyaluran ini bersifat : Multisinaptik, unilateral atau bilateral dan aspesifik / tidak khas
Kerusakan intra laminar thalamik dan substansia grisea sekitar aquaductus sylvii menyebabkan
penyaluran impuls “Ascenden aspesifik” tersumbat. Sesampainya di inti intra laminar impuls
akan menggalakkan inti intra laminar yang kemudian dipancarkan untuk menggiatkan seluruh
korteks serebri secara difus dan bilateral (lihat gambar 1)
Oleh karena itu neuron ini tersebut dinamakan “neuron penggalak kewaspadaan” (weakfullness)
Sedangkan neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan disebut “ pengemban
kewaspadaan” (awareness)
14
Gambar 1
Pembagian tingkat kesadaran
Menurut Gilroy tingkat kesadaran dibagi :
1. Obtundity : Penderita dapat dibangunkan dengan rangsangan, dan akan memberikan respon
bila ditanya atau diperintah, penderita terjaga selama rangsangan diberikan.
2. Stupor : Terjadi gerakan spntan, disertai dengan keluhan (arousable unrespnsiveness)
3. Semi koma : Ada gerakan menarik diri (withdrawal) selama diberi rangsangan nyeri
4. Koma : Tidak ada respon waktu diberi rangsangan nyeri (unrousable unresponsiveness)
pembagian di atas dapat menimbulkan perbedaan penilaian pada setiap pemeriksa.
Oleh karena itu pada literatur yang lain kesadaran dibedakan menjadi :
I. Kualitas Kesadaran ( Ilmu Jiwa ) :
1. Persepsi & Orientasi
2. Cipta / Daya pikir :
- Berfikir / berkhayal – Penalaran - Penialain
- Pembedaan - Keputusan
3. Rasa : Afek – Emosi
4. Karsa : - Nafsu
5. Kepribadian
6. Karya : – Psikomotor
II. Derajat Kesadaran :
GCS = Glasgow Coma Scale
ARAS
15
Dalam memeriksa derajat kesadaran, seorang dokter melakukan inspeksi, konversasi, dan
bila perlu memberikan rangsang nyeri.
1. Inspeksi.
Caranya perhatikan apakah pasien berespon secara wajar terhadap stimulus visual, auditoar
dan taktil yang ada disekitarnya.
2. Konversasi.
Caranya adalah perhatikan apakah pasien berespon secara wajar terhadap suara konversasi
atau dapat dibangunkan oleh suruhan atau pertanyaan yang disampaikan dengan suara yang
kuat.
3. Nyeri.
Apabila pada inspeksi dan konversasi kiata tidak mendapatkan respon maka penderita kita
berikan rangsangan / respon nyeri.
Skala Koma Glasgow ( Glasgow Coma Scale/GCS)
Untuk mengurangi perbedaan penilaian terhadap derajat kesadaran ini dipakai skala dari
Glasgow (Glasgow Coma Scale) atau lazim disebut GCS ini pertama kali dikemukakan oleh
Teasdale dan Janet tahun 1974 untuk menilai penderita dengan cidera kepala namun sekarang
dipakai untuk menlai penderita dengan kesadaran menurun oleh sebab apapun. Pada Glasgow
Coma Scale terdapat 3 skala penilaian :
1. Respon buka mata / Eye opening skala 1 – 4 (E)
2. Respon Verbal terbaik nilai 1 – 5 (V)
3. Respon motorik terbaik skala 1 – 6 (M)
TINGKAT KESADARAN SCALA
1. Tanggapan dengan membuka mata (E)
- Spontan
- Terhadap bicara
- Terhadap nyeri
- Tak ada tanggapan
4
3
2
1
2. Tanggapan verbal (V)
- Beorientasi
- Bicara kacau
- Kata-kata tak tepat
- Bunyi tanpa arti (mengerang)
- Tak ada jawaban
5
4
3
2
1
16
3. Tanggapan motorik (M)
- Menurut perintah
- Mengetahui lokasi nyeri
- Reaksi menghindar
- Gerakan fleksi abnormal (dekortikasi)
- Gerakan ekstensi (deserebrasi)
- Tak ada gerakan
6
5
4
3
2
1
Pemeriksaan kesadaran (GCS )
17
Gangguan kesadaran
Penurunan kesadaran
1. Penilaian beratnya penurunan kesadaran secara kwalitatif dibagi :
a. Apatis
b. Somnolent
c. Sopor : menunjukkan tingkat keterlibatan batang otak
d. Koma
2. Penilaian beratnya penurunan kesadaran secara kwantitatif memakai skala:
a. Glasgow Coma Score / scale
b. Pittsburg Brain Stem Scoring / PBSS : untuk melihat kedalaman koma
Penyebab penue\runan kesadaran menurut Prof B Chandra dibagi CEMENTED (diambil dari
huruf awal masing – masing kelainan)
C irculasi
E ncephalomeningitis
M etabolisme dan elektrolit
E ndokrin
N eoplasma
T rauma
E pilepsi
D rug
Sengkan menurut DESMND dalam handbook of Neurologic Emergencies
a. Gangguan sirkulasi otak
Syncope, sensitvitas sinus caroticus
Penyakit jantung : dekompensasi, aritmi, arest
Pembuntuan pembuluh darah otak : misal : Thrombosis atau emboli,
jarang menimbulkan koma bila hanya mengenai satu hemisfer, lebih
sering berhubungan dengan coma apabila mengenai
midbrain/mesencephalon atau pons
Perdarahan otak
b. Gangguan Metabolisme otak
Penyakit metabolik : Metabolik asidosis, hiperinsulin, hyperthyroidism,
hypoadrenalin, elektrolit in balance dll.
Toxic metabolik : renal failure, hepatic failure
Keracunan : alcohol, barbiturate, bromide, opiate dan obat – obat lain
18
Edema otak : akibat tekanan intra cranial meningkat atau infeksi, abses
otak, tumor atau trauma kepala.
c. Gangguan aktivitas listrik otak
Epilepsi
Komosio dan lain – lain
Beberapa definisi yang berhubungan dengan penurunan kesadaran
Coma
Menurut Plum “Coma is unarousable unresponsiveness atau coma is the absence of any
psychological under standable responses to external stimulus or inner need”. Jadi koma
ialah keadaan dimana kesadaran menurun pada tingkat yang paling rendah, sehingga
tidak ada respon sama sekali dengan rangsangan apapun.
Persistent Vegetative State (PVS)
The patient is awake but not aware
Dalam keadaan vegetatif ini korteks serebri tidak berfungsi, tetapi aktivitas pemeliharaan
fisiologi batang otak tidak apa – apa, seperti ritme bangun – tidur, buka mata, posisi
anggota gerak, dan lain – lain
Lock in Syndrome (Ventral Pontine Syndrome)
Terjadi kerusakan jaras motoris di ventral pons di bawah nervus III, formatio retikularis
masih baik (wakefulawareness). Sehingga kesadaran tidak terganggu, komunikasi dapat
dilakukan dengan gerakan otot muka dan kedipan mata
Encefalopati
Gangguan metabolic dan toksik yang secara primer tidak merusak substansi otak pada
tahap awal, kecuali pada iskemia global.
Klasifikasi KOMA
KOMA Bihemisfer :
@ Koma Metabolit = Encephalopathi @ Koma Diabetik / Hipoglikemia @ Koma Hepatikum @ Koma Uremia @ Shock @ Koma Hipoksia @ Elektrolit @ Hipertensi Encefalopathi @ dll
KOMA Diencefalik : Supra / Infra Tentorial @ Semua TIK meningkat / SOP @ Tumor / Absces @ CVA ICH @ Epidural Bleeding @ Subdural Bleeding @ Contusio serebri @ Epilepsi
19
BAB IV PEMERIKSAAN KEPALA WAJAH
INSPEKSI :
Asimetris atau tidak
Besar : normal atau tidak
Dwang stan : menoleh karena nyeri
Ekspresi wajah, missal miopatik : otot – otot wajah turun
Fullmoon, wajah bulat
Impresi akibat trauma
Rambut kepala, bulu mata, alis
Wajah topeng : Parkinson
Tortikolis : menoleh karena spasme m.sternocleido mastoideus
PALPASI :
Raba adanya :
o Tonjolan
o Cekungan
o Kekerasan
o Fontanela membuka / menutup
o Sutura membuka / menutup
PERKUSI
o Kepala / Crack Pot sign : seperti pot pecah
o Processus mastoideus
AUSKULTASI
Adakah : Bruit pembuluh darah di mata, pelipis. Leher dan processus mastoid.
20
BAB V TANDA RANGSANGAN MENINGEN
( MENINGEAL SIGN)
Definisi dari meningeal sign adalah tanda-tanda adanya perangsangan selaput otak.
Terjadinya perangsangan selaput otak bisa disebabkan oleh infeksi (meningitis), zat kimia
(bahan kontras), darah (perdarahan subarachnoid / SAH), atau invasi neoplasma (meningitis
carcinomatosa). Tanda-tanda perangsangan selaput otak dan gejalanya bervariasi tergantung
pada berat-ringan proses yang terjadi.
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan ini adalah timbulnya gejala yang disebut
” meningismus ” di mana pada pemeriksaan fisik didapatkan meningeal sign positif tetapi tidak
ada proses patologis di daerah selaput otak tersebut. Keadaan meningismus ini bisa disebabkan
oleh adanya proses radang di dekat meningen (misalnya mastoiditis) atau di luar tengkorak
(sepsis). Kadang-kadang sulit juga membedakan antara meningitis dengan keadaan sepsis,
terutama untuk meningitis yang tidak disertai gejala defisit neurologis (reflek patologis negatif).
Demikian juga untuk membedakan meningitis dengan mastoiditis yang belum menimbulkan
komplikasi meningitis. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya dilakukan lumbal pungsi untuk
memastikan diagnosa. Pada keadaan meningismus, meningeal sign positif tetapi hasil lumbal
pungsi normal.
Pengertian Adanya tahanan pada saat leher digerakkan ke segala arah Otot : spame Kelainan muskulo skeletal Tulang : trauma, fraktur arthritis Diskus : herniasi discus intervertebralis Meningitis Kelainan meningen – kaku kuduk Ensefalitis (nuchal rigidity) Perdarahan subaracnoid Parkinson Kelainan Extrapiramidal Distonia Abses
Kelainan di Myelum Neoplasma
Cervical rigidity
21
ALGORITMA Tanda – tanda rangsangan meningeal Tanda – tanda tanda-tanda Tekanan tekanan Intracranial N intracranial
o Nyeri kepala o Muntah o Papil edema
Lumbal punksi CT scan Kepala + Kontras SOP- SOP + SDP > 5 sel/mm3 xantochrom Lumbal punksi Infeksi Perdarahan Infeksi subarachnoid OPISTOTHONUS (Baca : AH – PISS – TAH – TONUS) HIPEREXTENSI otot – otot extensor tubuh Trauma Karena Lesi otak kronis Cerebral palsy Mental retardasi Iritasi meningen Meningitis Ensefalitis Perdarahan subarachnoid Hipertonus refleks extensor decerebrate Rigidity Tetanus Rabies Kelainan mental Histeris Catatonic schizophrenia
22
KAKU KUDUK (NUCHAL RIGIDITY / NR)
Nuchal berarti belakang leher
NR : yaitu penderita tidak dapat menfleksikan kepala (dagu tidak bisa menyentuh
dada)
Sebab : Refleks spasme otot nucha (extensor)
Akibat : Iritasi meningen / ruang subaracnoid
Misal :
Meningitis
Ensefalitis
Perdarahan subarachnoid
Mekanisme : Bila ada rangsangan nyeri (Ingat meningen termasuk struktur yang peka nyeri) Timbul mekanisme perlindungan tubuh untuk melokalisir nyeri Dengan cara mengadakan spasme m.extensor leher (nucha) TES ADANYA RANGSANGAN MENINGEN TES KAKU KUDUK
Cara :
Penderita : Tidur terlentang
Pemeriksa : Berdiri di kanan penderita, tangan kiri dibawah kepala, tangan kanan di atas
dada, menjaga tubuh tidak terangkat, ayunkan kepala ke kiri – ke kanan dengan
gentle supaya leher relaksasi. Kemudian fleksikan leher sampai menyentuh
dagu
Penilaian : kaku kuduk positif bila terdapat tahanan saat fleksi kepala atau dagu tidak
menyentuh dada
Maknanya : bila positif berarti ada iritasi meningen
23
TES KERNIG
Cara : Penderita tidur terlentang, fleksikan sendi panggul tegak lurus tubuh dan
tungkai atas dan bawah juga tegak lurus kemudian ekstensikan sendi lutut.
Penilaian : tes kernig posoitip
- Bila sendi lutut tidak bisa diekstensika > 135 ° karena nyeri atau spasme otot hamstring,
sehingga sendi panggul ikut fleksi
- Bila terjadi fleksi involunter pada lutut kontralateral
Maknanya : bila positif berarti ada iritasi meningen
Kernig test
BRUDZINSKI I (Brudzinski ‘s neck sign)
Cara : pasien tidur terlentang
Pemeriksa :
- Berdiri di sebelah kanan pasien
- Tangan kanan di bawah kepala, tangan kiri diletakkan di atas dada supaya tubuh
tidak terangkat
- Fleksikan kepala secara pasif sehingga dagu menyentuh dada
Tes kaku kuduk
24
Test (+) : bila gerak pasif tadi disusul dengan gerak fleksi sendi lutut dan panggul kedua
tungkai secara reflektorik, kadang – kadang hanya satu tungkai bila pasien
mengalami hemiparese.
Maknanya : bila test + berarti ada iritasi meningen
(Brudzinski ‘s neck sign)
BRUDZINSKI II (Brudzinski ‘ Contralateral sign)
Cara : Pasien tidur terlentang dengan salah satu tungkai diangkat, fleksi sendi panggul
dan ekstensi sendi lutut
Test + : Bila tungkai kontralateral timbul fleksi reflektoris di sendi lutut dan sendi
panggul. Bila responnya ekstensi sendi panggul dan sendi lutut kontralateral
maka disebut Brudzinski reciprocal contralateral leg sign
Maknanya : bila test + berarti ada iritasi meningen
(Brudzinski ‘ Contralateral sign)
25
BRUDZINSKI III (Brudzinski ‘s Check sign)
cara : Pasien tidur terlentang
tekan pipi kiri – kanan dengan kedua ibu jari pemeriksa tepat di bawah os zygomaticum
test + : Bila disusul gerakan fleksi reflektorik kedua siku ke atas sejenak
Maknanya : bila positif berarti ada iritasi meningen
BRUDZINSKI IV (Brudzinski symphisis sign)
Cara : Pasien tidur terlentang
Tekan simpisis pubis dengan kedua ibu jari tangan pemeriksa
Test + : Bila timbul fleksi reflektorik kedua sendi lutut .
Maknanya : bila positif berarti ada iritasi meningen
TANDA LASEQUE
Cara :
Pasien rileks berbaring telentang dan dilakukan fleksi pada sendi panggul sewaktu tungkai
dalam keadaan ekstensi. Selama fleksi sendi panggul dilakukan perlahan-lahan ditanyakan pada
pasien apakah ia merasa nyeri dan dimana rasa nyeri itu terjadi
Tanda Laseque positif, jika timbul rasa nyeri di lekuk ischiadikus atau adanya tahanan pada
waktu dilakukan fleksi < 60°. Hasilnya false positive pada keadaan-keadaan seperti pada tes
Kernig.
Tanda Laseque ini selain menunjukkan adanya iritasi pada meningen juga bisa menunjukkan
adanya iritasi pada saraf Ischiadicus .
26
Epitelium olfactorius di atap
rongga hidung
Selaput lender Atap cavnasi, yang memiliki
silia yang menonjol ke ronga hidung
Serabutnya Tdk Bermielin (FILA OLFAKTORIA)
Lamina cribosa Dari os etmoidalis
Bulbus olfactorius
n. olfactorius
perifer
Juluran sentral sel2 bipolar
dlm epitelium Masuk rongga
tengkorak
menembus
BAB VI
PEMERIKSAAN SYARAF KRANIAL
PEMERIKSAAN SARAF I ( N. OLFACTORIUS ) Anatomi
• Satu- satunya saraf otak yg tak melewati batang otak.
• N.olfactorius : serabut-serabut yang menghubungkan epitelium olfaktorius (yang
berada di atap rongga hidung) dengan bulbus olfaktorius
• Serabut tersebut merupakan juluran dari sel bipolar yang berada di dalam epitelium
olfaktorius.
Perjalanan N. I
Serabut saraf besinap di bulbus olfaktorius, yang terdiri dari dua lapis: sel mitral menuju ke kortek lobus piriformis dan inti amigdala untuk kesadaran thd bau- bauan, sel berjambul menuju hipotalamus untuk reflek olfakto kinetik.
27
Pada pemeriksaan N.I ada syarat yang harus dipenuhi supaya hasil pemeriksaan bisa falid.
syarat tersebut adalah :
• Penderita sadar
• Tidak terjadi penyumbatan pada lubang hidung (Penyakit pada mukosa hidung, baik
yang obstruktif (rhinitis) atau atropik (ozaena) akan menimbulkan positif palsu)
• Bahan yang digunakan biasanya bersifat aromatik dan tidak merangsang, (golongan
minyak, sabun, kopi dan vanili) Bahan yang merangsang mukosa hidung seperti
alcohol,amoniak tidak digunakan karena akan merangsang saraf V.
Cara Pemeriksaan :
Sewaktu pemeriksaan, kedua mata ditutup, satu lubang hidung ditutup, sementara bahan
aromatik diletakkan pada lobang hidung yang lain dan penderita diminta untuk
menghirup/mencium dan sebaliknya. Kemudian diminta untuk mengidentifikasi bahan tersebut.
Pemeriksaan pembauan
KLINIK GANGGUAN PENGHIDUAN
• Anosmia ( hilangnya daya penghiduan) dapat terjadi pada: trauma kapitis, meningitis,
meningioma yang menekan bulbus olfaktorius. Anosmia unilaterl/ bilateral diseratiatrofi
n. optikus ipsilateral dan papil oedama kontralateral disebut sindroma FOSTER
KENNEDY o/k tumor lobus frontalis.
• Hiperosmia (daya penghiduan yang lambat) terjadi pada orang berusia lanjut.
• Parosmia (daya penghiduan yang tidak sesuai), kakosmia ( tercium bau tidak enak)
dapat terjadi pada konversi histerik dan trauma kapitis.
• Halusinasi olfaktorik ( tercium bau tetapi sebenarnya tidak ada) dapat terjadi pada
psikosis dan epilepsi.
28
Penyebab Anosmia
- Radang hidung akut flu
Kronik perokok
Rhinitis alergica
Subarachnoid meningitis
- Usia Tua
- Trauma kepala kerusakan lamina cribosa
- Malformation
- Tumor meningioma, pituitari, lobus frontalis
PEMERIKSAAN SARAF II ( N. OPTICUS )
Anatomi
• Reseptor adalah sel batang dan kerucut.
• Tempat terbanyak sel kerucut adalah makula lutea.
• Serabut2 aferen berkumpul di papila nervi optisi dan membentuk nervus optikus.
• Nervus optikus berjalan ke intra cranial melalui foramen optikum.
• Nervus optikus kiri dan kanan bergabung di kiasma, di depan tuber sinerium.
• Serabut dari retine bagian nasal menyilang garis tengah menuju kontralateral,
sedangkan serabut retina temporal tetap ipsilateral.
• Setalah melewati kiasma disebut sebagai traktus optikus.
• Serabut traktus optikus yg bersinap di korpus geniculatum lateral. Jaras visual, yg berakir
di kolikulus superior adalah reflek optosomatik
29
• Di korpus genikulatum lateral diteruskan oleh serabut genikulo kalkarina menuju ke
kortek kalkarina (area 17).
Fisiologi
• Reseptor sel batang untuk penerangan intensitas rendah.
• Reseptor sel kerucut untuk pengenalan warna.
• Serabut optik yg berakhir di kolikulus superior membangkitkan reflek optosomatik
• Serabut yg bersinap di korpus genikulatum lateral dilanjutkan ke kortek visual primer
(area 17) yg menjadi sensasi visual sederhana, bersama kortek area 18 & 19
membentuk gambaran visual komplek.
Pemeriksaan meliputi :
A. Ketajaman penglihatan (Visual Acuity)
B. Luas lapang pandang.
C. Buta warna.
D. Funduscopy.
30
A. Ketajaman penglihatan(Visual Acuity)
Untuk membedakan apakah penurunan ketajaman penglihatan oleh karena kelainan refraksi
atau kelainan pada retina digunakan PIN HOLE , apabila penglihatan lebih jelas, berarti
gangguan visus akibat kelainan refraksi.
Ketajaman penglihatan diperiksa dengan menggunakan :
Kartu Snellen
Cara :
Membaca kartu Snellen pada jarak 6 meter. Pencahayaan dlm ruangan cukup. Mata kiri
dan kanan diperiksa bergantian, mata yang tidak diperiksa ditutup dengan telapak
tangan. Baris terbawah yg masih dapat dilihat, jika sulit, baca baris di atasnya ⇒ catat
PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENGLIHATAN
Jari tangan
Cara :
Normal jari tangan bisa dilihat dari jarak 60 m. Jadi seseorang yang tidak dapat melihat
jari tangan pada jarak 3 m tapi bisa melihat pada jarak 2 m, maka visusnya diperkirakan
2/60.
31
Gerakan tangan
Cara :
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 300 m, jadi seseorang yang tidak bisa
melihat lambaian tangan pada jarak 3 m tapi bisa melihat pada jarak 2 m, maka visusnya
diperkirakan 2/300.
Cahaya lampu senter
Cara :
Apabila masih bisa membedakan gelap dan terang ketajaman penglihatannya 1/ tak
terhingga.
B. Luas lapang pandang (visual Field).
Diperiksa dengan Cara :
- Test Konfrontasi
Jarak antara dokter dan pasien 60 – 100 cm. Yang penting jari tangan pemeriksa
yang digerakkan berada tepat di tengan obyek tersebut. Obyek yang digunakan
digerakkan mulai dari lapangan pandang kanan dan kiri (lateral-medial) sekitar
750-1000, atas 500 dan bawah 600 dimana mata yang lain dalam keadaan tertutup
dan mata yang diperiksa harus menatap lurus kedepan (ke mata pemeriksa) dan
tidak boleh melirik ke arah obyek tersebut.
Pemeriksaan konfrontasi
- Perimetri/Kampimetri
cara yang lebih sesitif untuk melohat lapangan pandang yaitu dengan suatu benda
yang bergerak mamakai metode MECHANICAL PERIMETER. Pandangan
penderita difiksasi / difokuskan pada titiksentral. Suatu benda putih digerakkan
32
sesuai arcus perimeter ke central sampai penderita melihat benda tersebut. Sering
dipakai pada bagian mata.
Pemeriksaan perimeter Medan penglihatan normal
Tangent screen
Lebih akurat untuk mengetes lapangan pandang central + 30 derajat.
Gangguan lapang pandang dikaitkan dengan letak lesi sistem penglihatan, misalnya :
1. Lesi n. Opticus mengakibatkan gangguan penglihatan unilateral
2. Lesi chiasma mengakibatkan bitemporal hemianopsia
3. Lesi antara chiasma sampai cortex occipital menimbulkan homonymous
hemianopsia.
4. Lesi lobus temporalis yang mengenai radiasi retina inferior akan menyebabkan
superior contra lateral quadrant anopsia.
33
C. Pemeriksaan Buta Warna.
Tes Buta warna dengan menggunakan kartu “ ISHIHARA”
D. Pemeriksaan Funduscopy
Dengan melakukan pemeriksaan Funduscopi kita dapat melihat papil dan perubahanya.
Papil adalah tempat serabut N II memasuki mata. Yang perlu diketahui adalah apakah papil
normal, atropi (primer/sekunder),sembab (papil oedem). Apabila didapatkan papil edema
kemungkinan disebabkan oleh proses peradangan (neuritis optic/papilitis) dan bendungan
yang disebabkan oleh karena tekanan intracranial yang meningkat.
Pemeriksaan Funduscopi meliputi :
- Pemeriksaan emetrop & ametrop
Pemeriksa visus baik 6/6 dapat melihat arteri retina pasien dengan jelas, jika tidak
lensa optalmoskop pilih lensa optalmoskop yang dapat memperjelas. Maka lensa
tersebut diperlukan untuk koreksi refraksi pasien.
- Pemeriksaan gambar retina
Fundus okuli normal warnanya merah ke oranyean, arteri dan vena keluar dari
pusat papil nervi optisi, yang tampak hanya arteri. Pulsasi pada arteri adalah
patologis, dijumpai pada glaukoma, penyakit jantung dan anemia berat.
Makula berwarna pucat letak di temporal papil nervi optisi.
- Pemeriksaan gambar papil nervi optisi
Warnanya lebih pucat . Batas papil dibentuk oleh cincin berlapis dua.
Pusatnya cekung (ekskavatio), terdapat lubang2 kecil (lamina kribosa)
Pada glaukoma dan atrofi nervus optikus pada cekungan tidak tampak lubang2
kecil. Pada papil oedema cekungan hilang dan tidak tampak lubang2 kecil.
TES BUTA WARNA
34
Pemeriksaan funduskopi
papil normal papil edema
PEMERIKSAAN NERVI OKULARES ( N III, N IV,NVI ) Anatomi dan Fisiologi
1. N. Okulomotorius (N III)
Nukleus Motorik
• Di depan substansia grisa periakuaduktal
• Bertanggung jawab untuk persarafan otot rectus medialis, superior dan inferior ;
otot obligus inferor dan otot kuator pelpebra superior
Nukleus Otonom (Edinger-Westphal)
• Di dalam substansia grisea periakuaduktal yang bernyelin sangat sedikit
• Muson-muson kecilnya memberikan serat parasimpatik untuk mensarafi otot-otot
mata interna (sfingter pupil, otot siliaris)
35
Nukleus Perlia Parasimpatik
• Terletak diantara nukleus Edinger-Westphal
• Saraf ini berjalan diantara a. cerebi posterior dan a. cerebellaris superior
• Sebelum memasuki sinus cavernosus, menyebrangi lig. Sfenopetrosal dan
menjadi rentan terhadap tekanan ok herniasi ukus.
• Masuk orbita via fisura orbita superior, lalu serat parasimpatik meninggalkan
saraf dan bergabung dengan ganglion silier untuk mensarafi otot-otot mata
interna.
• Setelah masuk orbita, serat somatik dibagi menjadi 2 cabang :
o Cabang dorsal (atas) : ke otot levator palpebra dan rektus superior
o Cabang ventral (bawah) : mensarafi otot rectus medius, inferior dan
obligus inferior.
2. N. Troklearis ( N IV)
• Nukleus saraf IV : setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
priakuaductal dan segera di bawah nukleus saraf III
• Saraf IV meninggalkan otak tengah di bawah kolikulus inferior.
• Satu-satunya saraf yang keluar dari sisi dorsal batang otak
• Dari sinus kavernosus, saraf IV masuk orbita bersama dengan saraf III
• Mensarafi : m. obligus superior
3. N. Abdusens (N VI)
• Nukleus saraf VI : pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
Oblongata.
• Saraf VI berjalan ke atas via spasium sub arachnoid pada sisi a. basilaris ke
spasium subdural di depan klivus, bergabung dengan 2 saraf (III, IV) dalam sinus
kavernosus.
• Mensarafi : m. rectus lateralis
• Bila lumpuh : terjadi strabismus konvergen (Esotropia).
Otot – otot penggerak bola mata dipelihara oleh saraf kranial N III, N IV.dan N VI.
Nervus Ocolomtorius (N III)
• Sifat : motoris
• Fungsi : mengangkat kelopak mata keatas(m.Rectus superior), kebawah (m.
Rectus Inferior), ke medial ( m, Rectus medialis) dan ke medial atas (m. Obligus
inferior)
36
Nervus Trochlearis (N IV)
• Sifat : motorik
• Fungsi : memutar mata kebawah medial (m. Obligus superior).
Nervus Abducens
• Sifat : motoris
• Fungsi : memutar mata ke lateral (m. Rectus Lateralis).
Ketiga saraf otak ini dinamakan nervi okularis yang di dalam klinik diperiksa secara
bersama-sama. Pemeriksaan terhadap fungsi nervi okulares mencakup:
I. Observasi terhadap kelopak mata
II. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil
III. Pemeriksaan gerakan bola mata.
IV. Pmeriksaan Konvergensi dan Akomodasi
I. OBSERVASI KELOPAK MATA
Dalam observasi yang perlu diperhatikan adalah :
Adakah retraksi kelopak mata atas?
Retraksi kelopak mata atas adalah kelopak mata atas yang terlampau banyak
berelevasi yaitu menjadi ciut.
Retraksi bilateral yang sering dijumpai ialah retraksi yang menimbulkan tanda
matahari terbit pada anak-anak dengan hidrosefalus.
Adakah ptosis?
Bentuk fisura palpebral seseorang adalah sama-dan sebangun.Penyempitan fisura
sesisi harus diperhatikan,oleh karena gejala ini adalah selamanya patologik.Penyempitan
fisura palpebrale disebabkan oleh menurunnya kelopak mata atas,yang dapat timbul
akibat tonus otot levator palpebrale menurun atau akibat kelumpuhan otot
tersebut.Menurunnya kelopak mata atas itu di namakan Ptosis.
Ptosis tanpa kelemahan atau kelumpuhan otot-otot pengangkat kelopak mata atas
dinamakan pseudoptosis.
Cara pemeriksaan :
Pasien diminta untuk mengangkat kelopak mata atasnya secara sadar .Jika mata
tetap tertutup dan dahi menunjukkan lipatan kulit,maka terbuktilah adanya ptosis tulen.
Lipatan-lipatan pada kulit dahi menandakan kontraksi muskulus frontalis yang
menunjukkan kelopak mata benar- benar diangkat sekuat-kuatnya. Pada ptosis histerik
dapat ditetapkan dengan cara pemeriksaan tersebut diatas akan teapi lipatan kulit dahi
tidak tampak.
37
.Pada blefarospasmus pasien memejamkan matanya secara berulang-ulang dan
kuat. Tic dan spasmus fasialis merupakan pemejaman mata involuntary. Gejala ini dapat
timbul sebagai manifestasi post paralisis fasialis perifer,khorea Huntington dan khorea
sydenham.
Pasien yang neurotic ,histerik,gelisah dan psikotik memejamkan kedua matanya
bilamana mata hendak diperiksa.
II. PEMERIKSAAN FUNGSI DAN REAKSI PUPIL
Pupil yang normal mempunyai diameter yang berkisar antara 2 sampai 6 mm.Rata - rata
diameter pupil adalah 3 ½ mm.Orang-orang sehat tidak semuanya mempunyai diameter pupil
yang sama. Diantaranya 17% menunjukan aniskoria dengan selisih sampai 1 mm dan dianggap
tidak patologik selama kedua pupil bereksi terhadap penyinaran dengan sama cepatnya.
Pupil yang sempit dinamakan miosis dan pupil yang lebar midriasis.Pada nyeri,
ketakutan dan cemas terjadi midriasis dan tidur,koma yang dalam dan tekanan intracranial yang
meninggi terjadi miosis.
Midriasis dan miosis unilateral adalah patologik.Iritasi terhadap nervus okulomotorius
membangkitkan miosis. Miosis dapat juga dijumpai sebagai tanda paralysis saraf simpatetik
bagian torakal atas (Horner Syndrom).
Cara Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil mencakup:
1. Observasi bentuk dan ukuran pupil
2. Perbandingan pupil kanan dan kiri
3. Pemeriksaan refleks pupil.
Observasi bentuk dan ukuran pupil
Pada umumnya pupil adalah bundar dan batasnya rata dan licin.Perubahan bentuk pupil
mempunyai arti klinik. Penyakit di iris selalu merubah bentuk pupil.Perlekatan dengan
lensa,keloboma congenital atau bekas operasi iris selalu menimbulkan perubahan bentuk pupil
yang jelas.Sedangkan sifilis dapat menimbulkan perubahan bentuk pupil yang ringan sekali,
misalnya batas pupil yang berliku–liku, bentuk yang menjadi lonjong atau agak bersegi tiga.
Dalam hal itu terdapat atrofi iris.
Ukuran kedua pupil dapat berubah-ubah setiap saat, karena terjadi kontriksi dan dilatasi
pupil secara berselingan menurut irama tertentu. Gejala tersebut dikenal sebagai Hipus. Arti
patologi tidak penting, hanya informasi tentang adanya goncangan dalam keseimbangan
ortosimpatetik dan para simpatetik terungkap oleh hipus itu. Keguncangan dalam keseimbangan
itu terjadi pada tahap permulaan dan regenerasi paralysis nervus okulomotoris. Juga pada sifilis
susunan syaraf neoplasma intracranial dan multiple sclerosis dapat timbul hipus yang sama
sekali yang tidak mempunyai arti lokalisotorik atau diagnostic.
38
Secara praktis kedua pupil adalah sama dan sebangun akan tetapi selisih sampai 1mm
antara diameter pupil kanan dan kiri masih dapat dianggap normal. Perbedaan yang lebih dari 1
mm sudah menunjuk pada adanya aniskoria tidak selamanya patologis. Hanya anisokoria yang
disertai kelainan reflek cahaya adalah patologik.
Cara pemeriksaan reflek cahaya
Persiapan, sebelum melakukan test reflek pupil, kamar periksa harus sedikit digelapkan.
Pasien yang akan menjalani test tersebut harus memendang jauh kedepan, agar reflek pupil
akomodatif tidak mempengaruhi hasil test reaksi pupil terhadap cahaya. Siapkan satu lampu
baterai yang memberikan sinar terang yang konvergen.
Pemeriksaan, reflek pupil yang akan diperiksaadalah :
a. reflek cahaya langsung
b. reflek konsensual/reflek cahaya tak langsung
c. reflek pupil akomodatif atau konvergensi
a. Reflek cahaya langsung
Dengan tangan kirinya pemeriksa melakukan fiksasi kepada pasien. Dengan tangan
kanannya pemeriksa menyoroti pupil dari samping agar pupil yang lain sisi yang lain tidak
ikut tersoroti. Bila sorotan lampu baterai itu tiba pada retina, impuls visual optokinetik akan
dikirimkan ke kolikulus superior untuk mencetuskan potensial aksi yang akan merangsang
inti Edinger-Westphal, sehingga kontriksi pupil terjadi. Jika sorotan lampu meninggalkan
pupil, pelebaran pupil akan terjadi. Utuhnya lintasan eferen dan aferen serta utuhnya efektor
menjamin reflek cahaya yang positif.
b. Reflek cahaya konsensual/tak langsung
Penyinaran terhadap pupil sesisi akan menimbulkan miosis pada pupil kedua sisi.
Miosis pada pupil yang tidak disinari, yang terjadi karena pupil sisi yang lain disoroti sinar
lampu, dikenal sebagai reaksi pupil konsensual atau reaksi cahaya tak langsung.
Pemeriksaan pupil
39
III. PEMERIKSAAN GERAKAN BOLA MATA
a. Gerakan bola mata voluntary
Gerakan konyugat
Gerakan bola mata dilaksanakan oleh otot-otot okularis yang diurus oleh syaraf
otak ke-III, ke-IV dan ke-VI. Dalam gerakan tersebut kedua mata bertindak sebagai
organ visual yang tunggal, yang berarti bahwa hasil mencerapan mata kedua sisi adalah
suatu penglihatan yang tunggal. Hasil tersebut hanya dapat diperoleh bila mana gambar
obyek yang tiba diretina kedua sisi menduduki tempat yang identik. Gerakan istimewa
itu dikenal sebagai gerakan konyugat. Bila bola mata melirik kekiri maka bola mata
kanan melirik pula kekiri secara sinkron, tanpa selisih dalam arah dan kecepatan baik
dalam arti linear, tangensial atau rototorik. Bila terdapat selisih yang sedikitpun dalam
sinkronisasi itu, kedua bola mata tidak lagi bertindak sebagai organ visual yang tunggal
dan hasilnya ialah penglihatan yang kembar atau diplopia.
Gerakan diskonyugat atau gerakan konvergen
Gerakan kedua bola mata untuk menatapkan mata pada sesuatu tidak selalu
berjalan searah, melainkan bisa juga berjalan kearah yang berlawanan. Gerakan bola
mata yang sinkron dengan arah yang berlawanan hanyalah gerakan kedua bola mata
kearah nasal. Dalam gerakan itu, bola mata kiri bergerak kekanan dan bola mata kanan
bergerak kekiri. Gerakan kedua bola mata kearah nasal dinamakan gerakan konvergen,
yang terjadi karena kedua otot rektus medialis (internus) berkontraksi.
Sinkron dengan gerakan otot rektus medialis kedua sisi itu, terjadi pula kontraksi
muskulus sfingter pupilae sehingga gerakan konvergen selalu bergandengan dengan
menguncupnya pupil serta mengendornya kapsul lensa yang mengakibatkan lensa
menjadi lebih konveks. Mekanisme komplek ini diperlukan untuk melihat dekat yang
40
dalam penghidupan sehari-hari (membaca). Istilah yang digunakan untuk perubahan
dioptri lensa sesuai dengan jarak melihat dekat jarak akomodasi
b. Gerakan bola mata involuntar
Nistagmus
Gerakan bola mata involuntary yang dinamakan nistagmus ialah osilasi atau
getaran bola mata yang timbul secara spontan. Nistagmus sebagian besar adalah bilateral
dan gerakannya bersifat konyugat asosiatif atau diskonyugat.
Nistagmus mempunyai arah dan kecepatan arahnya dapat bersifat horizontal,
vertical, oblik rotatorik atau campuran antara sifat-sifat tersebut. Kecepatan osilasi bola
mata itu dapat sama bagi mata kedua sisi. Nistagmus semacam ini dikenal sebagai
nistagmus pendular jika osilasi mata tidak sama cepatnya, maka terdapatlah komponen
yang cepat dan komponen yang kurang cepat. Nistagmus semacam ini dinamakan
nistagmus ritmik. Julukan bagi nistagmus ialah menerut komponen gerak cepatnya.
Nistagmus ritmik adalah patologik, sedangkan nistagmus pendular tidak mempunyai arti
klinik
Gerakan okologirik
Gerakan bolamata involuntary tersebut diatas timbul dalam serangan, dimana
kedua bolamata memutar keatas secara konyugat dengan sedikit menyimpang kekiri atau
kekanan. Setiap serangan okulogirik dapat berlangsung sejenak atau dapat berlangsung
berjam-jam. Gejala ini merupakan manifestasi iritasi terdapat pusat lirikan atau area
delapan dilopus frantalis.
IV. PEMERIKSAAN KONVEGENSI DAN AKOMODASI.
Apabila mata melihat dekat maka, kedua otot rektus medialis berkontraksi dan mata
bergerak konsensual kearah nasal itu dikenal sebagai konvergensi. Dengan gerakan
konvergensi itu gambaran benda diproyeksikan pada fovea. Bersamaan dengan gerakan
konvergensi, otot silier berkontraksi juga sehingga menimbulkan kontriski pupil
(Akomodasi). Dalam melaksanakan test tersebut, penerangan dikamar periksa diatur
sedemikian rupa sehingga sinar lampu tidak menimbulkan miosis tetapi penerangan masih
cukup untuk mengamat-amati bentuk dan ukuran pupil.
Cara pemeriksaan
Dengan mengacungkan jari pemeriksa mendekatkan jarinya kearah mata pasien
dengan cepat dan pasien diminta untuk terus menatapkan matanya pada jari itu yang semakin
mendekati matanya. Pupil pasien yang semakin menyempit pada pendekatan obyek yang
41
dilihatnya dan kedua otot rektus medialis berkontraksi dan mata bergerak konsensual kearah
nasal menandakan bahwa test konvergensi dan reaksi pupil akomodatif adalah baik
Pemeriksaan konvergensi dan akomodasi
Otot otot Penggerak bola mata
Kelainan nervus III,IV dan VI
Kelumpuan total N. III
• Mata tidak dapat digerakan ke atas, ke bawah dan ke nasal
• Waktu istirahat posisi mata ke lateral bawah karena aktivitas m. rectus lateralis dan
m. obligus superior.
• Diplopia atau melihat ganda
• Ptosis karena kelumpuhan m. levator palpebra
• Pupil midriasis karena paralisis m. spincter pupilae
• Gangguan reflek akomaodasi.
42
Kelumpuan total N. III kanan
Kelumpuan N. IV
• Terjadi diplopia jika melihat kebawah karena kelumpuhan m. obligus superior
• mata memutar kemedial bawah
• penderita biasanya kesulitan turun tangga dan membaca.
Kelumpuan N. VI
• Tidak bisa melirik kelateral.
• Bila melihat kedepan akan terjadi diplopia da strabismus konvergen.
Kelumpuhan N.IV D Keluhan : - Diplopia & Strabismus saat melirik kebawah / saat miring ke sakit - Takut turun tangga
43
NERVUS TRIGEMINUS (N V) N. Trigeminus memberikan tiga cabang, yaitu :
1. Cabang pertama (oftalmik):
Menghantarkan impuls eksteroseptif dari kulit dahi, pelipis, kepala sampai verteks,
kelopak mata atas, hidung bagian anterior, bola mata, konjungtiva atas, kornea, korpus
siliar, iris dan selaput lendir dindang sinus frontalis, sebagian sinus etmoidalis dan
rongga hidung bagian atas.
2. Cabang kedua (maksilar) :
Menghantarkan impuls eksteroseptif dari kulit hidung bagian posterior, kulit kelopak
mata bawah, pipi atas, bagian depan pelipis, bibir atas dan selaput lendir kelopak mata
bawah, sinus maksilaris, sebagian sinus sfenoidalis, sinus etmoidalis, rongga hidung
bawah, bibir atas, rongga mulut bagian atas berikut palatum molle dan uvula.
3. Cabang ketiga (mandibular) :
Terdiri dari serabut motorik dan sensorik. Serabut aferen berasal dari kulit wajah di
bawah kawasan cabang maksilaris dan selaput lendir bibir bawah, bagian bawah rongga
mulut berikut selaput lendir lidah, ginggiva bawah dan gigi geligi bawah.
A. PEMERIKSAAN FUNGSI MOTORIK :
Kelumpuhan N.Trigeminus tidak menimbulkan asimetris wajah pada inspeksi. Paralisis
nervus trigeminus harus diungkapkan dengan meneliti kerjasama otot-otot yang
dipersyarafinya. Otot-otot yang melakukan gerakan mengunyah dapat diperiksa sebagai
berikut :
a. Pasien diminta untuk menggigit giginya sekuat mungkin. Selama pasien melakukannya,
pemeriksa melakukan palpasi pada kontraksi otot maseter dan temporalis sisi kanan dan
kiri. Bila ada kelumpuhan unilateral, maka pada sisi ipsilateral tidak terjadi kontraksi
atau berkontraksi lemah.
b. Pasien lalu diminta membuka mulut. Pemeriksa berdiri didepan pasien dan mengawasi
rahang bawah. Pada kelumpuhan unilateral, rahang bawah akan menyimpang ke sisi
ipsilateral pada waktu mulut dibuka karena m. Pterigoideus eksternus yang sehat
mendorong kondilus mandibulae dan rahang bawah ke depan tanpa dorongan yang
mengimbangi dari sisi yang lain.
c. Selanjutnya pasien diminta untuk menggerakkan rahang bawahnya ke samping, dan
sewaktu pasien melakukannya, pemeriksa menahan gerakan rahang tersebut. Jika
terdapat kelumpuhan sesisi, maka gerakan ke samping yang lumpuh kuat sedangkan
gerakan ke samping yang sehat lemah atau tidak ada sama sekali. Tindakan ini untuk
menilai kekuatan kontraksi bersama otot-otot pterigoideus internus dan eksternus.
44
d. Untuk memeriksa kekuatan otot maseter dilakukan dengan cara berikut. Letakkan
penekan lidah di atas deretan geraham kiri, lalu pasien diminta untuk menggigit kayu itu
sekuatnya. Lakukan pada sisi kanan juga. Bekas gigitan pada kayu dibandingkan.
B. PEMERIKSAAN FUNGSI SENSORIK :
Sensibilitas yang harus diperiksa adalah sensibilitas kulit dan mukosa dalam kawasan
N. Trigeminus. Modalitas sensorik yang harus diteliti mencakup rasa nyeri, panas, dingin
dan raba.
ONION SKIN
C. PEMERIKSAAN REFLEK TRIGEMINAL :
1. Reflek maseter atau reflek rahang bawah:
Pasien diminta untuk sedikit membuka mulut. Diupayakan penderita tidak dalam kondisi
tegang. Pasien diminta untuk membuka mulut sambil mengeluarkan bunyi ”aaaaaaaaa”.
Pemeriksa menempatkan jari telunjuk tangan kirinya di garis tengah dagu dan dengan
palu reflek dilakukan pengetukan dengan tangan kanan pada jari telunjuk kiri. Jawaban
yang diperoleh berupa kontraksi otot maseter dan temporalis bagian depan yang
menghasilkan penutupan mulut secara tiba-tiba.
Gb.Ciri Lesi Perifer
Gb.Ciri “ Perioral = Onion “ Lesi Central di A di : Pons B di : Medulla Oblongata
45
2. Reflek zigomatikus :
Merupakan modifikasi reflek maseter. Dengan palu reflek dilakukan pengetukan pada os
zigomatikus. Pada orang sehat tidak didapatkan respon. Pada orang dengan lesi pada N.
Trigeminus akan terjadi penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral.
3. Reflek retraksi kepala :
Reflek ini terjadi apabila terdapat lesi bilateral di jaras piramidalis antara medulla
oblongata dan bagian servical medula spinalis. Dilakukan pengetukan pada bibir atas
tepat di bawah hidung dengan posisi kepala yang sedikit dianggukkan. Bila terdapat lesi
akan terjadi gerakan kepala berfleksi ke belakang secara tiba-tiba.
4. Reflek kornea :
Pasien diminta untuk melirik keatas atau ke samping. Goreskan seutas kapas pada
kornea. Secara normal akan terjadi kedipan kelopak mata atas secara bilateral.
5. Reflek korneo-mandibular :
Perangsangan pada kornea yang dijawab dengan timbulnya gerakan reflektorik dari
rahang bawah ke samping kolateral dengan pemejaman mata ipsilateral.
Pemeriksaan Nervus Trigeminus
NERVUS FASIALIS (N. VII) Anatomi dan Fisiologi
N. VII mengandung 4 macam serabut :
1. Serabut somato sensorik, mensarafi otot2 ekspresi wajah (kec. m.levator palpebra /
N.III), otot platisma,stilohiod, digastricus bag post dan stapedius di telinga tengah
2. Serabut visero-motorik (parasimpatis) dari nukleus salivatorius superior ⇒ glandula dan
mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal dan glandula submaksilar serta
sublingual dan lakrimalis.
3. Serabut visero-sensorik, menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan lidah
46
4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri (rasa suhu & raba) dari sebagian daerah kulit dan
mukosa yg disarafi oleh N.V. Daerah overlapping (disarafi oleh > 1 saraf terdapat di
lidah, palatum, meatus akustikus eksterna & bag luar gendang teling
Serat UMN n.VII berasal dr cortex cerebri hingga nukleus n.fasialis adalah sebagai berikut:
1. Daerah motorik pertama (1st motor area) berasal dr 1/3 bwh girus presentralis
menuju genu dari kapsula interna (TRAKTUS KOTIKOPONTIN) ⇒ basis
pedunkuli ⇒ N.VII kontralateral.
2. Komponen n.VII yg menginervasi bag atas muka berasal dari korteks kedua sisi,
muka dr korteks kontralateral.
3. Daerah motorik kedua (2nd motor area) terletak di lobus temporalis
Serat LMN berasal dari nukleus N.VII ke bawah. Nukleus N.VII terletak di sebelah
ventrolateral dari formatio retikularis di pons dan terdiri atas tiga nuklei yaitu :
• Nuklei motorik (gerakan otot)
• Nuklei salivatorius superior ( parasimpatis )
• Nuklei traktus solitarius (sensorik)
Kemudian perjalanannya dibagi dalam beberapa segmen yaitu :
• Segmen Cerebro Pontine Angle (CPA)
N.VII-N.VIII-N.Intermedius (sekretorius)
PadA CPA n.VII tanpa selubung perineural, berhubungan langsung
dengan Cairan Serebro spinal.
Kelaiananya TUMOR CPA,MENINGITIS KARSINOMATOSA
• Segmen canalis auditorus internus
Meatus Akustikus Internus ⇒canalis auditorius internus (selubung
perineural tdk ada) ⇒ nVII pisah dr N.VIII masuk ke kanalis fasalis
(Falopi)
Kelainannya OTITIS MEDIA,MENINGITIS KARSINOMATOSA
• Segmen Labirintin
Canalis fasialis menuju ganglion genikulatum (3-4 mm) kemudian
membelok tajam sebagai 1st genu (serat motoris) menuju n.petrosus
superfisialis mayor
• Segmen timpani (horisontal)
Ganglion genikulatum menuju canalis semisirkularis lateralaris (12-
13mm) dan membelok tajam membentuk 2nd genu menuju m.stapedius.
47
• Segmen mastoid (vertikal)
o 2nd genu menuju foramen stilomastoideus (15-20mm) sebagai segmen piramidal
dan memberikan cabang n.corda timpani (rasa pengecapan lidah 2/3 anterior dan
serabut sekresi untuk kelenjar submaksilaris dan sublingualis.
• Segmen foramen stilomastoideus
o For stilomastoideus menuju lateral prosesus stiloideus dan melengkung ke lateral
dan anteror sampai pada glandula parotis.
Kelainannya tumor parotis
• Segmen ekstratemporal
o Gl. parotis menuju cabang temporofasialis dan cabang servicofasalis dan
melingkari isthmus kelejar parotis dan bercabang ke
temporal,zygomaticus,bukals,mandibularis marginal, dan cervcalis menuju
pleksus pes anserius
Perjalanan n. Fascialis
48
Otot-otot wajah mendapat persarafan dari dua sisi
Pemeriksaan terhadap fungsi N. Fasialis mencakup :
A. Pemeriksaan motorik nervus fasialis
B. Pemeriksaan sensorik dan sensorik khusus (viserosensorik dan viseromotorik )
A. Pemeriksaan motorik :
Kawasan motorik nervus fasialis adalah wajah.
Inspeksi (kondisi diam)
Perhatikan kerutan dahi, kedipan mata, lipatan nasolabialis dan sudut mulut. Pada sisi
yang lumpuh, kedipan mata lambat dan tidak kuat, sudut mulut letaknya lebih rendah dan
lipatan nasolabialis lebih datar.
Observasi gerakan otot wajah voluntar (kondisi bergerak) :
Kontraksi otot fasialis masing-masing diteliti dengan meminta pasien untuk melakukan
gerakan :
a. Mengerutkan kulit dahi atau mengangkat alis.
b. Mengerutkan alis
c. Menutup mata.
d. Meringis.
49
e. Memperlihatkan barisan gigi atasnya.
f. Mengembungkan pipinya.
g. Menjungurkan bibirnya.
h. Bersiul.
i. Mengetatkan kulit dagunya.
Gerakan otot wajah voluntar (kondisi bergerak)
Parese nervus VII perifer kiri
LAGOLPTALMUS
Parese N VII Kanan Tipe UMN / Central LESI Cortex/ Subcortex
N
N
ABN
ABN
ABN
ABN
50
Observasi gerakan otot wajah involuntar :
Gerakan ini dapat bersifat spontan atau reflektorik. Adapun gerakan involuntar adalah :
1. Gerakan fasial involuntar spontan fisiologis :
Sudut mulut sisi yang lumpuh tampak lebih rendah, lipatan nasolabialis mendatar.
Pada saat tertawa otot tidak ikut bergerak.
2. Gerakan fasial involuntar spontan iritatif patologik :
Karena terjadi lesi di ganglia basalis, dapat timbul gerakan otot wajah spontan yang
menyerupai gerakan meringis-ringis, menjungur-jungurkan bibir, memejamkan mata,
mengerutkan dahi berselingan dengan mengerutkan kulit di antara kedua alis.
3. Gerakan fasial reflektorik :
a. Reflek glabela :
Setiap glabela diketuk, kedua mata berkedip, tetapi setelah diketuk berturut-turut
3-4 kali kedipan mata tidak akan timbul lagi pada orang yang sehat.
b. Tanda Myerson:
Ketukan pada pangkal hidung menimbulkan kedipan sekali saja pada orang sehat.
c. Reflek visual palpebra :
Sinar yang terang benderang atau adanya ancaman pada mata akan menimbulkan
gerakan pemejaman mata pada orang sehat.
d. Reflek aurikulo palpebra :
Timbulnya gerakan memejamkan kedua mata bila terdengar suara secara tiba-tiba
dan tidak terduga.
e. Snout reflek :
Pengetukan pada bibir atas akan terjadi kontraksi bibir atas serta penarikan kedua
sudut mulut ke atas dan timbulnya kerutan-kerutan pada kulit dagu sejenak dan
serentak dimana hal ini terrjadi pada lesi bilateral di jaras kortikospinalis
kortikobulbaris.
f. Reflek palmomental :
Pada penderita dimensia akan terjadi gerakan muskulus mentalis dan orbikularis
oris ipsilateral sebagai jawaban atas rangsangan di daerah tenar tangan.
g. Tanda chvostek :
Tanda ini muncul pada kasus tetani. Dengan ujung jari telunjuk, tengah dan
manis, cabang nervus fasialis di depan lubang telinga diketuk. Positif bila timbul
kontraksi otot-otot fasialis.
51
B. Pemeriksaan sensorik dan sensorik khusus (viserosensorik dan viseromotorik)
viserosensorik :
Perasaan viserosensorik khusus yaitu citarasa. Untuk menilai digunakan 4
perasaan pengecapan pokok, yaitu: manis, asin, asam dan pahit. Bagian yang
akan diteliti adalah 2/3 bagian depan lidah. Bahan perangsang yang digunakan
larutan Bornstein terdiri dari glukosa 4% untik rasa manis, NaCl 2,5 % untuk
rasa asin, larutan citric acid 1% untuk rsa asam dan HCl quinine 0.0075% untuk
rasa pahit.
Caranya : penderita menjulurkan lidah selama pemeriksaan dilakukan,
dikeringkan dahulu kemudian dengan lidi kapas bahan tersebut disentuhkan pada
2/3 depan lidah. Rasa manis diperiksa pada bagian ujung lidah, asin dan asam
pada pinggir lidah dan paling akhir rasa pahit digian belakng lidah (untuk n, IX).
Penderita menunjukkan kertas yang bertuliskan manis, asam, asin, pahit tentang
apa yang dirasakan. Tiap kali setelah pemeriksaan penderita kumur – kumur
dahulu dengan air hangat, lidah dikeringkan lagi dan baru dilanjutkan
pemeriksaan dengan bahan lain.
viseromotorik
Lakrimasi ⇒ Tes Schirmer
Caranya :
Kertas lakmus merah ukuran 5x50 mm,. salah satu ujung kertas dilipat dan
diselipkan pada conjungtival sac di dekat sudut mata medial kiri dan kanan,
biarkan 5 menit dengan mata terpejam.
Interprestasi :
Normal ⇒ air mata conjunctival sac membasahi lakmus merah menjadi
biru sepanjang 20-30 mm dlm waktu 5 menit
< 20 mm atau (-) berarti produksi air mata berkurang.
False ⇒ Conjungtivitis
Refleks Stapedius (Stethoscope loudness balance test)
Caranya :
Stetoskop kita letakkan pada telinga penderita kemudian kita ketuk lembut diafragma
stetoskop atau dengan garputala 256 Hz dekat diafragma stetoskop
Bila terjadi hiperakusis pada salah satu telinga maka terdapat lesi pada n.VII tersebut.
52
Penyebab gangguan n.VII
• Sentral : CVA
• Perifer :
o Bell’s palsy (vaskuler,viral,imunologi)
o Tumor sudut serebelopontin
o Otitis media
o Meningitis karsinomatosa
o Tumor parotis
o Fraktur dsr tulang tengkorak
NERVUS AKUSTIKUS (N. VIII). Fungsi nervus akustikus dapat dibagi dalam fungsi pendengaran (nervus kokhlearis) dan
fungsi keseimbangan (nervus vestibularis).
Tes Pendengaran :
1. Tes Berbisik
2. Gesekan jari didepan telinga
3. Detik jam tangan kuno
4. Audiometri
Jenis TULI :
1. Tuli Konduksi
2. Tuli Persepsi
B A
Tipe TULI Persepsi
Tipe TULI Konduksi
53
Pemeriksaan daya pendengaran
Pemeriksaan tersebut dapat menggunakan suara gesekan jari, arloji, garpu tala atau audiometer.
Pemeriksaan dengan suara :
Pendengaran diperiksa secara bergantian Pasien diminta untuk menutup lubang telinganya
dengan ujung jari telunjuknya secara bergantian. Pasien diminta juga untuk memejamkan mata.
Pemeriksa mengeja kata dan angka secara berselingan. Intensitas suara harus sekeras bisikan
sejauh 30 cm dari telinga.
pemeriksaan pendengaaran dengan gesekan jari
Pemeriksaan dengan arloji saku :
Arloji yang disarankan adalah arloji saku. Secara mendasar sama dengan pemeriksaan dengan
suara.
Pemeriksaan dengan garpu tala :
Tes Schwabach:
Setelah garpu tala dibunyikan, pemeriksa menempatkan garpu tala didekat lubang telinga
dan menanyakan apakan pasien dapat mendengar bunyi, maka pasien diminta untuk menirukan
bunyi itu. bila bunyi garpu tala itu sudah berhenti, maka dialihkan ketelinga pemeriksa. Bila
pemeriksaan masih dapat menagkap bunyi garpu tala, maka penderita mengalami tuli persepsi
dan bila pemeriksa tidak mendengar suara gataran garpu tala maka pendengaran pasien normal
atau tuli konduksi.
Tes Schwabach
54
Tes Rinne:
Untuk membandingkan penghantaran suara melalui tulang dan udara. Secara normal
melalui udara lebih baik daripada melalui tulang. Garpu tala dibunyikan dan kakinya diletakkan
di atas tulang mastoid pasien. Pasien diminta untuk memberitahukan bila sudah tidak terdengar
suara lagi. Selanjutnya pemeriksa menempatkan ujung garpu tala di dekat lubang telinga pasien
ipsilateral. Bila masih terdengar dikatakan rinne test positif kemungkinanya adalah penderita
normal atau mengalami tuli persepsi, bila penderita tiadak mendengar maka dikatakan rinne test
negatif, pada pnederita ini mengalami tuli konduksi.
Garpu tala yang sering digunakan dengan frekwensi 128,256,512 Hz.
Tes Weber :
Tes ini untuk membandingkan pendengaran telinga kanan dan kiri. Garpu tala
dibunyikan dan oleh pemeriksa, kaki garpu tala diletakkan di verteks. Garpu tala yang
sering digunakan dengan frekwensi 64 sampai dengan 2048
Bila pendengaran normal, maka suara garpu tala akan terdengar sama di kedua telinga.
Bila ada leteralisasi kearah telinga yang sakit berarti ada tuki konduksi dan sebaliknya
bila ada leteralisasi kearah telinga yang sehat berarti ada tuli persepsi.
Penyebab Tuli persepsi :
– Reseptor di telinga dalam rusak (senile,obat toksik (streptomisin,aspirin,kina),
suara keras dan lama,Meniere syndrome, otosklerosis dan trombosis a.auditer
interna)
55
– Kerusakan n.cochlearis (trauma,tumor,meningitis)
– Gangguan pada inti2 serabut pendengaran di brainstem.
– Korteks auditif (kerusakan lobus temporalis bilateral)
Penyebab tuli konduksi
– Gangguan telinga luar dan telinga tengah
– Sumbatan liang telinga luar serumen, air, darah, eksudat pada membran timpani,
perforasi m.timpani, otitis media
– Gangguan nasofaring (obstruksi pd tuba eustachii)
Pemeriksaan fungsi keseimbangan (vestibular)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Observasi sikap berdiri dan sikap badan sewaktu bergerak.
Tes Romberg:
Pasien diminta berdiri dengan kedua kaki dekat satu dengan yang lain, mata
dipejamkan. Pada pasien yang normal hal ini dapat dilakukan dengan baik.
2. Observasi nistagmus spontan
3. Observasi nistagmus yang dibangkitkan.
Tes Romberg
56
Perangsangan dengan perangsangan kalorik
Tes Kalori
Untuk mengetes kelainan pada kanalis semi sirkularis vertikalis maka kepala harus
tunduk 60 derajat sedang untuk mengetes kelainan pada kanalis semi sirkularis
horizontalis kepala harus tengadah 30 derajat.
– Spuit 20 cc, jarum ukuran 15 ujung dilindungi karet diisi dg air suhu 30 derajat
untuk rangsangan dingin dan 44 derajat untuk rangsangan panas (± 7 derajat
dengan suhu tubuh normal 39 derajat.
– Semprotkan ke liang telinga 1 cc/detik
– Amati arah gerak nistagmus, frekuensi, lamanya
– Istirahat
– Tes telinga lain, bandingkan kanan dan kiri
– Normal pada suhu dingin nistagmus akan berlawanan dengan tempat
rangsanganya, sedan pada suhu panas searah dengan tempat rangsangannya.
(COWS : Cold Opposite Warm Site )
Perlu diperhatikan : pada tes kalori untuk orang sehat dengan vertigo jangan menggunakan air
es karena bisa menyebabkan muntah-muntah hebat. Rangsangan untuk tes kalori pada penderita
koma bila (+) akan timbula gerakan mata kesisi rangsangan karena pada koma tidak ada
nistagmus sedangkan untuk air hangat akan timbul gerakan mata kesisi kontra lateral.
Manuver :
Nylen Barany atau Hallpike manuver
57
N. Glosofaringeus (N IX) dan N. Vagus (N X) Anatomi n. IX
1. Serabut motorik, sifat :
Somato motorik
Sekreto motorik
2. Serabut sensorik (merupakan serabut eferen), sifat :
Somato sensorik
Visero sensorik khusus (hantarkan impuls
Ganglion ke-2 serabut eferen, yakni :
Ganglion petrosum
Ganglion yugulare
Anatomi N X
Saraf otak yg plg panjang, terdiri dari :
Serabut eferen somato motorik & sekreto motorik
Serabut eferen somato sensorik & sekreto sensorik
Serabut somato motorik
mensarafi : otot lurik palatum molle, faring dan laring (kecuali otot tensor veli
palatini dan stilo faringeus)
Serabut eferen : konstraksi seluruh tract digestivus
Dari farings sampai kolon desendens
Mengurusi sekresi kelenjar2 GIT & pankreas
Serabut2 ini termasuk serabut visero motorik
Fs : - motorik (konstraksi ot polos)
- sekretorik
Serabut eferen yg somatomotorik : sarafi otot2 larings
Di rongga thorax; N X Dextra :
– Ikuti vena cava dari belakang ke bronkus kanan
– Sebagian mensarafi permukaan posterior paru
– Sebagian berjalan di belakang esofagus dan beranastomose dg N X Sinistra
didepan esofagus
ke 2 cab N X ini membentuk pleksus esofagus posterior.
58
Setinggi arkus aorta ;
– N X Sinistra memberikan cabang yang berbalik ke atas melalui kolon arkus aorta
(≈N rekurnes)
– Cab N X Dextra (≈N rekurnes D) berbalik ke atas melalui permukaan bawah a.
subklavia
– semua otot larings, kecuali otot krikotiroid, sfingter faring dan kriko faringeus
Bersama esofagus : menemembus diafragma via hiatus esofagus dan tiba di ruang abdomen
Di perjalanan dlm rongga thorax & abdomen membentuk pleksus2
– Di thorax : pleksus esofagus, pulmonalis anterior & posterior
– Di abdomen : rami gastrisi anterior
Pemeriksaannya :
Pemeriksaan fungsi N IX dan N X tidak dapat mengungkapkan semua segi
fungsionalnya. Adapun pemeriksaan klinis yang diselenggarakan untuk meneliti fungsi syaraf
otak ialah:
1. Orofarings
2. Larings
1. Orofarings
Pemeriksaan orofarings dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan rongga mulut,
dimana gigi geligi, lidah dan mukosa rongga mulut diamati. Khusus terhadap orofarings
pemeriksaan dapat dibagi dalam :
• Inspeksi orofarings dalam keadaan istirahat
• Inspeksi orofarings dalam keadaan berfonasi
• Pembangkitan refleks
Cara pemeriksaan Inspeksi orofarings :
- Pasien diminta membuka mulut selebar-lebarnya dengan lidah dikeluarkan sejauh-
jauhnya
- Amati arcus faringeus, uvula, dinding belakang farings, dan epiglotis dengan
menggunakan senter/lampu baterai
- Gambaran orofarings sehat : uvula ditengah, pangkal lidah merupakan bagian dari
palatum mole yang menjulur kesamping untuk membentuk arcus faringeus. Dibelakang
tampak dinding farings dan diantara pangkal lidah dan dinding posterior farings dapat
terlihat epiglotis. Arcus faringeus pada kedua sisi praktis sama dan sebangun. Ujung
uvula kalau tidak terlalu panjang menunjuk kebawah tepat digaris tengah.
59
- Paresis/paralisis ipsilateral N IX/X :
Uvula melebar sesisi, arcus faringeus sesisi menjadi kendor dan tampak melengkung
kesisi yang lain
Pasien disuruh berfonasi; arcus faringeus tidak ikut tertarik ke atas saat pasien
berfonasi, ujung uvula menunjuk ke arah yang sehat (suara sengau)
Pasien disuruh menelan air menimbulkan kesukaran menelan, pasien tersedak air
keluar dari hidung
2. Larings
- Paresis vagus unilateral menimbulkan suara serak
- Yang paling sering dijumpai ; paresis postikus yaitu kelumpuhan otot krikoaritenoideus
posterior, sehingga abduksi pita suara terbatas.
- Pita suara berabduksi sewaktu inspirasi dan beraduksi sewaktu fonasi dan batuk
- Berdasarkan gerakan pita suara, maka dengan laringoskopi diteliti gerakan aduksi dan
abduksi pita suara
Gambaran orofarings sehat
Parese n. IX kiri
60
Pemeriksaan terdiri dari :
suara bicara
apakah biasa, parau,tak bersuara (aphonia) karena plica vocalis disarafi oleh n. Vagus,
sedang semua otot larinx disarafi oleh n. laryngeus n. Vagus. pergerakan pita suara diperiksa
dengan laryngoccope.
Proses menelan
Apakah bisa ataukah sulit ( disfagi)
Kedudukan Arcus Pharinx Atau Uvula
Apakah arcus pharinx kanan dan kiri simetris atau tidak. Bila terjadi kelumpuhan n. IX kiri
maka arcus parinx atau uvula akan tertarik kekanan
Vernet Rideu Phenomena
yaitu saat mengucapkan “aaaaaaa” Arcus faringeus pada kedua sisi praktis sama dan
sebangun, ini adalah dalam keadaan normal (Vernet Rideu Phenomena posoitip)
bila terdapat kelumpuhan maka dinding belakang pharinx akan bergerak kedepan atau
terangkat sehingga mengecil, sedang bagian yang lumpuh akan tertinggal.
Vernet Rideu Phenomena posoitip Parese n. IX kiri
Reflek muntah
Menyentuhkan ujung kayu penekan lidah/spatel pada arcus faringeus atau uvula
akan timbul refleks batuk atau muntah
Klinik gangguan N IX
N IX merupakan syaraf motorik utama bagi farings, yang memegang peran penting
dalam mekanisme menelan. Ia mensyarafi otot stilofaringeus yang merupakan levator dari
farings. Bersama-sama dengan kontraksi otot-otot arkus faringeus, musculus stilofaringeus
melaksanakan tugas memindahkan makanan dari mulut ke farings. Bagian lain dari farings
disyarafi oleh nervus vagus. Disamping tugas motorik N IX mengurus inervasi sensorik
eksteroseptif permukaan orofarings dan pengecapan 1/3 bagian belakang lidah. Maka gangguan
terhadap N IX akan menimbulkan : gangguan menelan, gangguan pengecapan dan gangguan
perasaan protopatik di sekitar orofarings
61
Klinik gangguan N X
Lesi pada N X sebelum meninggalkan foramen jugulare menyebabkan paralysis farings.
Pada keadaan tersebut daya pendorong makanan kearah esophagus hilang, sehingga farings
tertimbun dengan lendir dan makanan, karena lesi vagus tersebut, palatum mole, sfingter larings
dan otot krikofaring ikut lumpuh.
Nervus Asesorius ( N XI) Nervus Accessorus di bentuk oleh gabungan antara kranial dan spinal, keduanya bersifat
motorik.
• Nervus Accessorus akar kranial memelihara otot-otot pallatum molle ( kecuali m. tensor
veli pallatini), otot pharinx ( kecuali m. stylophringeus) dan otot larynx ( kecuali m.
Cricothyroideus)
• Nervus Accessorus akar spinal memelihara m. sternocleidmastoideus dan trapezius.
Anatomi Nervus Accessorus
Pemeriksaan
Untuk menilai fungsi musculus trapezius dan sternokleidomastoideus, pasien dapat diperiksa
dalam posisi duduk atau baring.
Penilaian fungsi muskulus trapezius
- Pasien diminta untuk mengangkat kedua bahunya, sedangkan pemeriksa menahan
elevasi bahu (menekan kedua bahu penderita kebawah), sebaiknya posisi penderita
duduk dan pemeriksa berada di belakang pasien.
- Kelumpuhan otot trapezius dapat diketahui dari kelemahan gerakan elevasi bahu dan
hilangnya kontur otot, juga elevasi lengan melewati tingkat bahu sangat terganggu.
62
Pemeriksaan muskulus trapezius
Penilaian fungsi muskulus strenokleidomastodius
- Pasien disuruh memutarkan kepalanya (gerakan fleksi lateral) dengan penahanan yang
dilakukan oleh si pemeriksa pada rahang bawah pasien. Otot yang menarik oksiput
tampak jelas dan konsistensinya keras
- Jika otot tersebut lumpuh secara bilateral, maka kepala bersikap anterofleksi.
Pemeriksaan muskulus strenokleidomastodius
Klinik Gangguan N XI
- Asimetri yang timbul akibat posisi leher/kepala biasanya disebabkan oleh disfungsi
unilateral muskulus sternokleidomastoideus dan trapezius.
- Kepala miring dengan wajah menoleh kesalah satu sisi dengan dagu sedikit terangkat.
Posisi ini dikenal sebagai Tortikolis
- Tortikolis dapat bersifat paralitik : oksiput sedikit tertarik ke sisi yang sehat atau iritatif :
oksiput tertarik ke sisi yang tidak sehat/sakit
- Tortikolis non paralitik : biasanya bersifat spasmodik yaitu kepala/leher bergoyang-
goyang secara involunter karena kontraksi dan relaksasi musculus sternocleidomastodius
dan trapezius secara berulang-ulang.
63
Nervus Hipoglosus (N XII)
Anatomi N XII
• Inti : di nukleus N XII, terletak disamping dorsal fasikulus longitudinalis medial, pada
tingkat caudal medula. oblongata.
• mengandung serabut somato motorik, meng-inervasi :
- otot. extrinsik lidah
- otot. intrinsik lidah
• Fs ot. extrinsik lidah : menggerakkan lidah.
• Fs ot. intrinsik lidah : merubah bentuk lidah.
Nervus Hipoglosus mepersarafi semua otot intrinsik lidah dan m. styloglosus, hypoglosus dan
genioglosus yang mengatur bentuk dan pergerakan lidah, kecuali m. palatoglosus.
Nervus Hipoglosus tidak ada hubungannya dengan fungsi pengecapan.
Pemeriksaan - Pasien diminta untuk mengeluarkan lidahnya secara lurus di garis tengah.
- Pada kelumpuhan sesisi lidah tidak dapat dikeluarkan secara lurus digaris tengah,
melainkan menyimpang ke sisi yang lumpuh.
- Pada kelumpuhan unilateral yang bersifat UMN, lidah tidak dapat dikeluarkan lurus
digaris tengah, tetapi secara volunter lidah masih dapat digerakkan ke kanan dan kekiri.
pada belahan lidah yang lumpuh tidak tampak tampak adanya atrofi dan fasikulasi.
64
- Jika kelumpuhan unilateral dan bersifat LMN, lidah akan menyimpang ke sisi yang
lumpuh dan tidak mampu bergerak kearah sisi yang sehat, lagipula atrofi dan fasikulasi
belahan lidah yang lumpuh tampak dengan jelas.
- Untuk menilai kekuatan otot lidah dengan cara : ujung jari pemeriksa ditempatkan pada
salah satu pipi penderita, kemudian penderita diminta mendorong ujung jari tersebut
dengan ujung lidahnya. Bandingkan kekuatan dorongan kiri dan kanan.
Pemeriksaan n. XII
Klinik gangguan N XII
- Kelumpuhan bilateral yang bersifat UMN, gerakan lidah secara volunter adalah lambat
dan kaku, sehingga pengucapan kata-kata kurang jelas dan dinamakan ’pelo’. Perintah
untuk mengeluarkan lidah tidak dapat dilaksanakan
- Kelumpuhan lidah unilateral yang bersifat LMN memperlihatkan atrofi, dimana garis
tengah lidah menjadi cekung dan belahan lidah yang lumpuh menjadi tipis dan
berkeriput, bila lidah lumpuh LMN secara bilateral, maka seluruh lidah menjadi tipis,
gepeng dan berkeriput, bicara dan menelan akan terganggu.
65
BAB VII
PEMERIKSAAN MOTORIS
Pemeriksaan motoris harus benar-benar dipahami dan dilakukan dengan mahir. Karena
sebagian besar manifestasi objektif kelainan saraf bermanifestasi berupa gangguan gerakan otot
(motorik)(gambar 1.). Perlu diperhatikan bahwa kelumpuhan bukan merupakan kelainan
yang harus ada pada tiap gangguan gerak (motorik), oleh karena gangguan gerak/ motorik
akibat kelainan pada sistem ekstrapiramidal dan serebellum tidak didapatkan kelumpuhan.
Manifestasi objektif inilah yang merupakan bukti riil adanya suatu kelainan atau penyakit.
Gambar 1. Representasi otot lurik di koteks motoris (gyrus presentralis)
Pada perisnsipnya untuk mendapatkan gerakan motorik yang kuat indah dan lues
diperlukan kerjasama tiga sistem yang bekerja secara bersama yaitu :
1. Jaras Piramidalis
2. Jaras Extrapiramidalis
3. Cerebellum
66
1. LINTASAN PIRAMIDAL
UMN
UMN
Perjalan jaras Piramidalis( UMN) dimulai dari kortek motorik di otak, bersama-sama
traktus kortikobulbaris, setelah tiba di batang otak, menuju piramid medula oblongata,
menyilang garis tengah (dekusasio piramidalis), berada di kolumna lateralis medula spinalis,
sampai ke inti-inti motorik di kornu anterior medula spinalis (disebut traktus kortikospinalis
lateralis). Sebagian kecil (kira - kira 10%) tidak menyilang melalui dekusasio piramidalis, tetapi
langsung menuju kolumna anterior medula spinalis (ipsilateral) dan pada akhrnya menyilang di
tingkat cervical medula spinalis menuju inti-inti motorik di kornu anterior disebut traktus
kortikospinalis anterior)
67
LMN :
Dari inti-inti motrik di kornu anterior medula spinalis, menuju radiks anterior, saraf-saraf spinal,
mengikuti perjalanan saraf-saraf tepi, menuju keotot-otot tubuh dan anggota gerak.
Fungsi :
Berkaitan dengan gerakan-gerakan tangkas otot-otot tubuh dan anggota gerak
2. LINTASAN EKSTRAPIRAMIDAL
Yaitu semua jaras, inti dan srkuit yang mempengaruh aktvitas somatomotorik, selain lintasan piramdal. Terdiri dari :
1. Korteks motorik
2. Basal ganglia
3. Inti – inti talamus dan subtalamus
4. Nukleus ruber dan substansia nigra (mesensefalon)
5. Inti – inti di formasio retikularis (pons dan medula oblongata)
6. Sirkuit feedback, jaras dan lintasannya )kotikospinalis, kortikoretikulospinalis, dan vestibulospinalis)
Fungsi :
Berkaitan dengan fungsi lntasan piramidal, terutama dalam memulai dan memperhalus
gerakan – gerakan tubuh dan anggota gerak (terutama jari – jari)
Untuk setiap kelainan motoris perlu dibedakan apakah itu lesi / sindrome upper motor
neuron (UMN) atau sindroma lower motor neuron (LMN). Sindroma UMN ditemukan pada
kerusakan sistem piramidal, gejalanya : lumpuh, hipertoni, hiper refleksi dan klonus serta refleks
patologis. Sindroma LMN mempunyai gejala : lumpuh, atonia, atrofi dan arefleksia. Hal ini
didapatkan pada kerusakan di neuron motorik, myoneural junction dan otot.
68
Pada gangguan sistem ekstrapiramidal didapatkan gangguan pada tonus otot, gerakan
otot abnormal yang tidak dapat dikendalikan, gangguan kelancaran gerakan otot volunter dan
gangguan gerak-otot asosiatif.
Gangguan pada serebelum mengakibatkan gangguan gerak berupa gangguan sikap dan
tonus. Selain itu juga terjadi ataksia, dismetria dan tremor.
Tiga fungsi serebelum adalah keseimbangan, pengatur tonus dan pengkoordinasi gerakan
volunter
Ruang lingkup pemeriksaan motoris
1. INSPEKSI : Jalan , Sikap , Atropi dll
2. TONUS
3. KEKUATAN
4 KOORDINASI (. Pemeriksaan serebellum )
INSPEKSI
Pengamatan pasien dimulai sejak pasien masuk kedalam kamar praktek (saat berjalan,
melepas baju, melepaskan sepatu dan pada saat pasien naik tempat periksa), saat pasien
berbaring diperhatikan tubuh simetris atau asimetris, kelumpuhan, kedipan kelopak mata dan
sebagainya.
Perhatikan pasien saat jalan, sikap, atropi dll
• Cara jalan :
o Hemiplegi gait : kaki diputar keluar dan diseret keluar
o Parkinson gait : Langkah pendek serta fleksi (seperti robot)lengan statik dan
tangan tremor, punggung agak membungkuk. Penderita cenderung berjalan
semakin cepat seperti terdorong kedepan (propulsif) maupun kebelakang
(retrupulsif) dan penderita sulit membalikkan badan (berputar)
o Walding gait : Jalan seperti bebek karena kelumpuhan m. gluteus maximus.
o Tabetik gait : berjalan seoerti ayam jantan karena kelumpuhan n. peroneus.
o Ataxic gait,Wide base gait,cerebellar gait, drnken gait :penderita cenderung jatuh
kesisi yang sakit.
69
• Sikap : Ape hand, claw hand, drop hand, claw foot, drop foot, dystonik, wajah topeng
o Ape hand : tangan monyet akibat paralysis N. Medianus dan terjadi hipestesia
jari 1, 2 , 3, ½ volar, parese flexor Jari 1 2 3 dan atropi thena.
o Claw hand : akibat paralysis N. Ulnaris dan terjadi hipestesia jari 4 , 5 volar,
parese flexor jari 4 , 5 Inter Ossei dan atropi hipothenar.
o Tindakan Froment untuk menilai paralysis N. Ulnaris dengan jalan pasien
diminta untuk memegang sehelai kertas dengan menggunakan jari telunjuk dan
ibu jari pada kedua tangan, kemudian kedua ujung kertas ditarik
o Drop hand : akibat paralysis N. Radialis dan terjadi hipestesia dorsum tangan
jari 1 2 3, parese extensor tangan, extensor jari 1 2 3
70
o Untuk menilai paralysis N Radialis dengan jalan pasien diminta untuk mengambil
dan mengangkat benda
o Drop foot : akibat paralysis N. Peroneus, dan terjadi hipestesia betis lateral
dorsum kaki, parese extensor kaki
o Untuk menilai paralysis N Peroneus dengan jalan pasien diminta untuk berjalan
diatas tumit
• Gerak Involunter :
o Fibrilasi : kontraksi acak dan spontan dari serabut otot tersebut, bisa
dilihat dengan jelas pada EMG.
o Fasikulasi : sentakan atau tarikan acak yang sepontan dari sekelompok
kecil otot yang bisa dilihat dengan mata telanjang atau EMG.
o Myoklonik jerk : kontraksi spontan dan tiba-tiba sebuah otot atau sekelompok
otot yang mengejutkan.
o Tics : sederetan kontraksi otot yang sepontan dan stereotip, terlihat
jelas pada otot wajah penderita dengan Obsesive convulsive
o Chorea : gerakan yang cepat, spontan seoala-olah sebagai bagian dari
gerakan yang normal, biasanya lebih jelas pada anggota gerak.
o Athetosis : gerakan spontan, meliuk-liuk pada jari dan extremitas kadang
kadang mengenai wajah dan otot punggung.
o Dystonia : gerakan spontan terutama mengenai sebagaian besar badan
dan lemngan terjadi gerakan bergantian antara kontrksai agonis dan antagonis
o Ballismus : kontraksi sekelompok otot, involunter, tiba-tiba biasanya
terjadi pada separoh tubuh (hemiballismus)
o Tremor : gerak ritmis tanpa tujuan dan terjadi berturut-turut.
Macam – macam tremor : resting tremor, intension tremor dan postural tremor.
71
• Bentuk dan ukuran : atropi / hiperttophy / pseudohipertrophy seperti pada penderita
Duchene Muscular Dystropi (Gower sign)
Setiap kali pemeriksaan motoris agar membandingkan otot tiap belahan tubuh antara satu
dengan yang lainnya
Penilaian status otot :
- Inspeksi : perhatikan bentuk dan ukuran otot, gerakan abnormal
- Pengukuran : bila asimetris maka perlu dilakukan pengukuran
- Palpasi : otot yang normal terasa kenyal, sebaliknya otot yang lumpuh LMN ;
lembik, kendor dan konturnya hilang, otot yang lumpuh UMN, konsistensinya
masih cukup kenyal, kadang lebih tegang. Dalam palpasi tindakan pemeriksaan
harus dilakukan pada otot masing-masing dan dibandingkan untuk kelompok otot
yang sepadan
- Perkusi : otot akan berkontraksi jika diperkusi, bersifat setempat dan berlangsung
hanya 1 atau 2 detik saja
PSEUDO HIPERTROPI
ATROPI
72
TONUS
Cara pemeriksaan :
Sarat terpenting pemeriksaan tonus otot adalah pasien harus relax tidak melawan (pasif),
memberikan gerakan pasif pada semua sendi (lower, upper) kiri maupun kanan, untuk
mengalihkan konsentrasi alihkan perhatian penderita dengan cara diajak bicara atau dengan
prasat jendrasik. Tonus adalah ketengan otot pada waktu istirahat.
Interprestasi :
• Menurun (hipotoni) Tonus otot menurun tidak ada gerakan perlawanan terdapat
pada lesi LMN dan cerebellum.
• Normal R
• Meningkat (hipertoni) :
Spastis :
Tahanan meningkat pada awal gerakan sesudah itu tidak menunjukkan adannya
tahanan. Fenomena Pisau Lipat (flash knife): ada tahanan awal gerakan
membuka/menutup.
Rigiditas : sendi sulit digerakan :
a. Fenomena Pipa Timah (lead pipe) : ada tahanan sepanjang gerakan
b. Coghweel phenomenon (roda gigi) : tahanan dan tidak ada tahanan terjadi
selang seling.
Spastic terjadi pada kelainan sistem piramidal sedang Rigid terjadi pada kelainan
extrapiramidal.
KEKUATAN OTOT
Penilaian kekuatan otot memerlukan pengetahuan fungsi berbagai kelompok otot dan
membutuhkan pengalaman. Tenaga otot diukur berdasarkan penderajatan. Penderajatan tenaga
otot antara normal dan sub-normal adalah yang paling sukar, penderajatan antara lumpuh total
dan tenaga otot yang normal adalah yang paling mudah.
Pada perinsipnya pemeriksaan kekuatan otot penderita harus aktif hal inilah yangmembedakan
dengan pemeriksaan tonus otot dimana penderita harus rilek (pasif). Dalam pemeriksaan
kekuatan otot dapat dilakukan 4 cara yang sedikit berbeda :
1. Pasien disuruh menahan usaha si pemeriksa untuk menggerakkan salah satu bagian
anggota geraknya. Metoda ini mudah dimengerti oleh pasien dan tidak sulit untuk
dilaksanakan pasien yang mempunyai kekurangan tenaga yang ringan.
73
2. Pasien diminta untuk menggerakkan bagian anggota geraknya dan si pemeriksa menahan
gerakan yang akan dilaksanakan pasien itu. Metode ini untuk memeriksa pasien dengan
kekurangan tenaga ringan sampai sedang.
3. Pasien diminta untuk melakukan gerakan kearah yang melawan gaya tarik bumi, dan
yang mengarah ke jurusan gaya tarik bumi. Metoda ini untuk menilai tenaga otot yang
sangat kurang.
4. Penilain dengan cara inspeksi dan palpasi gerakan otot, jika metoda a dan b kurang
cocok dilaksanakan seperti menilai otot maseter atau otot temporalis
Untuk menilai kekuatan otot kita gunakan kriteria sebagai berikut :
There is a 0 to 5 rating scale for muscle strength:
0/5 No movement
1/5 Barest flicker of movement of the muscle, though not enough to move the structure to which it’s attached.
2/5 Voluntary movement which is not sufficient to overcome the force of gravity. For example, the patient would be able to slide their hand across a table but not lift it from the surface.
3/5 Voluntary movement capable of overcoming gravity, but not any applied resistance. For example, the patient could raise their hand off a table, but not if any additional resistance were applied.
4/5 Voluntary movement capable of overcoming “some” resistance 5/5 Normal strength
‘+’ and ‘-‘ can be added to these values, providing further gradations of strength. Thus, a patient who can overcome “moderate but not full resistance” might be graded 4+ or 5- . This is quite subjective, with a fair amount of variability amongst clinicians. Ultimately, it’s most important that you develop your own sense of what these gradations mean, allowing for internal consistency and interpretability of serial measurements.
Anggota gerak bawah
Iliopsoas. Pasien berbaring fleksi disendi panggul atau duduk , kemudian penderita
memfleksikan tungkai atas dan pemeriksa menahan.. daerah ini dipersyarafi oleh L1 –L3 dan
nervus femoralis.
74
Kuadriseps femoris. Lutut (tungkai bawah) dalam posisi fleksi kemudian diekstensikan, sambil
kita tahan. Otot ini dipersyarafi L2 – L4, n. femoralis.
Pemeriksaan otot kuadriseps femoris.
Biseps femoris (hamstring). Pasien dalam posisi tengkurap, lutut (tungkai bawah) dalam posisi
fleksi, dan dipertahankan, sambil kita ekstensikan. dipersyarafi L4-5, S1-2 n. Peroneus komunis
dan n. tibialis
Pemeriksaan otot biseps femoris
Otot aduktor. Pasien berbaring pada sisinya dan tungkai berada pada posisi ekstensi, kemudian
tungkai diaduksikan sambil ditahan. Daerah ini dipersyarafi oleh L2 – L4 dan nervus
obturatorius. Sedangkan untuk otot abduktor, otot di abduksikan melawan tahanan, dipersyarafi
L 4-5 S1 dan n gluteal superior
a b
Pemeriksaan otot aduktor (a) dan otot abduktor (b).
75
Otot gastroknemeus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien berbaring atau duduk,
kemudian disuruh memfleksikan dorso kakinya. Daerah ini dipersyarafi oleh L5, S1, S2 dan
nervus tibialis.
Pemeriksaan otot gastroknemeus
Otot fleksor digitorum longus. Pemeriksaan dilakukan dengan jari – jari kaki diplantar
fleksikan, sambil diberi tahanan oleh pemeriksa. Dipersyarafi oleh S1, S2 dan nervus tibilalis.
Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus.
Otot gluteus maksimus. Dipersyarafi oleh L4, L5, S1, S2 dan n. gluteus inferior. Pasien
tengkurap, tungkai bawah berada dalam keadaan fleksi pada sendi lutut, kemudian disuruh
mengangkat lututnya sambil ditahan oleh pemeriksa
Pemeriksaan otot gluteus maksimus
76
Anggota gerak atas
Otot pektoralis mayor. Inspeksi pada bagian dada atas dan lipatan aksilaris anterior.
Kemudian pasien disuruh menekukkan lengannya pada sendi siku , pemeriksa memberi tahanan.
Sewaktu pasien menekankan kedua telapak tangannya, dapat dilakukan palpasi otot pektoralis
mayor. Dipersyarafi oleh C5 – T1, n. pektoralis lateralis dan medialis.
Pemeriksaan Otot pektoralis mayor
Latisimus dorsi. Pasien disuruh merentangkan lengan ke samping. Kemudian lengan ini disuruh
gerakkan ke bawah sambil kita tahan. Daerah ini dipesyarafi C6 – 7 – 8 dan N torako dorsalis
dan N latisimus dorsi.
Pemeriksaan otot latisimus dorsi
Otot seratus anterior. Perhatikan posisi skapula, bila terdapat paralisis m. seratus anterior maka
sudut inferior skapula mendekati vertebra. Untuk memperjelasnya pasien disuruh meluruskan
lengannya ke depan dan menekan telapak tangannya ke dinding, skapula akan menonjol.
Dipersyarafi oleh C5, C6, C7 dan n. toraksis longus.
Pemeriksaan Otot seratus anterior
77
Otot deltoideus. Pasien disuruh mengangkat lengannya yang diluruskan ke samping sampai
bidang horisontal. Di persyarafi oleh C5, C6 dan n. aksilaris.
Pemeriksaan Otot deltoideus.
Otot biseps. Lengan yang sudah disupinasi disuruh fleksi pada persendian siku, kemudian
ditahan oleh pemeriksa. Dipersyarafi oleh C5, C6 dan n. muskulokutaneus.
Pemeriksaan otot biseps
Triseps. Lengan bawah yang sudah difleksikan di suruh ekstensi, sambil ditahan oleh pemeriks.
Dipersyarafi oleh C6, C7, C8 dan n. radialis.
Pemeriksaan otot triseps
78
Otot supraspinatus. Di persyarafi oleh C4 – C6 dan n. supraskapularis. Lengan diabduksikan
dari samping badan, sambil ditahan oleh pemeriksa.
Pemeriksaan otot supraspinatus
Otot rombhoid. Dipersyarafi oleh C4, C5 dan n. supraskapularis dorsalis. Pasien disuruh untuk
menggedikkan bahunya ke belakang, sambil ditahan oleh pemeriksa.
Pemeriksaan otot rombhoid.
79
Otot ekstensor karpi ulnaris. Dipersyarafi oleh C7 – C8 dan n. radialis. Persendian
pergelangan tangan diekstensikan ke arah ulnaris, sambil ditahan pemeriksa .
Pemeriksaan otot ekstensor karpi ulnaris
Otot supinator. Dipersyarafi oleh C5 – C7 dan n. radialis. Tangan disupinasikan sambil diberi
tahanan (lengan dalam posisi ekstensi disamping). Tahanan diberikan dengan memegang lengan
bawah pasien dekat pergelangan.
Pemeriksaan otot supinator.
Otot ekstensor karpi radialis longus. Dipersyarafi oleh C5 – C6 dan n. radialis. Pergelangan
tangan diekstensikan dan diabduksikan ke arah radialis sambil jari tetap dalam keadaan ekstensi
dan menahan kekuatan pemeriksa.
Pemeriksaan Otot ekstensor karpi radialis
80
Otot interosei palmaris. Tehnik pemeriksaannya adalah pasien dan pemeriksa menjepit satu
kertas diantara jari – jarinya, kemudian saling tarik – menarik. Daerah ini dipersyarafi oleh C8,
T1 dan n. ulnaris.
Pemeriksaan otot interossei palmaris
Otot interossei dorsalis. Pasien disuruh untuk mengembangkan jari – jarinya, yang ditahan oleh
pemeriksa. dipersyarafi oleh C8, T1 dan n. ulnaris.
Pemeriksaan otot interossei dorsalis
Otot abduktor polisis longus. Dipersyarafi oleh C7 – C8 dan n.radialis. Tehnik pemeriksaan
penderita mengabduksikan jari pertama pada sendi karpo metakarpal, seperti tampak pada :
Pemeriksaan Otot abduktor polisis longus
81
Otot ekstensor digitorum. Jari diekstensikan pada persendian metakarpo-falang, sambil diberi
tahanan oleh pemeriksa. Dipersyarafi oleh C7, C8 dan n. Interosseous posterior.
Pemeriksaan Otot ekstensor digitorum
Otot ekstensor polisis longus. Dipersyarafi oleh C7 – C8 dan n. Interosseous posterior. Tehnik
pemeriksaan ibu jari pasien diekstensikan pada sendi interphalangeal dan melawan tahanan
pemeriksa.
Pemeriksaan Otot ekstensor polisis longus
Otot fleksor polisis longus. Dipersyarafi oleh C7 – C8, T1 dan n. Interosseous anterior. Tehnik
pemeriksaan pasien dalam posisi fleksi dintal phalanx dari ibu jari, pemeriksa melawan.gerakan.
Pemeriksaan Otot fleksor polisis longus
KOORDINASI
Untuk melihat fungsi CEREBELLUM , pada dasarnya fungsi cerebellum dibagi menjadi
tiga yaitu : Keseimbangan, koordinasi dan tonus.jadi pemeriksaanya mencakup ketiga fugsi
tersebut.
Fungsi Gangguan
@ Gerakan halus Ataxia
82
@ Keseimbangan Ataxia , Varian Romberg ,tandem gait
@ Tepat jarak Dysmetri
@ Gerak ritmik Dysdiadokokinesia
@ Rem gerak Rebound fenomena
Gerakan diskoordinatif merupakan gerakan kehilangan sifat koordinatifnya yang dapat
tampak pada sikap duduk atau berdiri, pada waktu berdiri dan pada waktu melakukan gerakan-
gerakan koordinatif.
MOTOR LONCAT
Untuk melihat adanya diskoordinatif dapat dilakukan pemeriksaan dengan cara pasien
diminta untuk berdiri dan mengangkat/meloncat pada salah satu kaki bergantian
MOTOR PRONASI
Dalam memelihara suatu sikap orang sehat tidak memerlukan bantuan visual, tetapi
pasien dengan lesi serebelar unilateral memerlukan mata, jika mata ditutup akan terjadi deviasi
sikap anggota gerak disisi lesi. Gejala ini dapat diungkap dengan jalan, meminta pasien
mengangkat kedua tangan lurus kedepan dengan mata tertutup selama beberapa detik, lengan
pada sisi lesi akan menyimpang kearah lesi.
Dalam posisi kedua lengan lurus, salah satu lengan diturunkan dan diminta untuk menempatkan
lengan itu pada posisi semula. (Arm bounce), lengan sisi lesi tidak mampu untuk mengambil
kembali posisi semula .
Pemeriksaan Arm bounce
Fenomena Rebound :
Pasien diminta untuk menekukkan lengan disendi siku, pemeriksa menahan gerakan
yang dilakukan pasien, pada waktu penahanan dihilangkan pasien terlanjur berfleksi sehingga
tangannya dapat memukul pipinya sendiri. Pada orang sehat lengan bawah tidak terlanjur
memukul pipinya melainkan akan berhenti bergerak.
84
ROMBERG TEST
Test ini sebenarnya adalah untuk menilai fungsi Funikulus Dorsalis (proprioseptif)
(tabes dorsalis). Cara melakukan test Romberg ini pasien diminta berdiri dengan kedua kakinya
berdekatan satu dengan yang lain, saat berdiri pasien diminta dengan mata terbuka dan mata
tertutup. Seorang dengan lesi diserebelum pada saat mata terbuka sudah tidak dapat berdiri
dengan sikap yang tegak, ia akan bergoyang-goyang dan jatuh kesalah satu sisi, tetapi seorang
dengan degenerasi funikulus dorsalis (tabes dorsalis) dapat berdiri dalam sikap tersebut, bila
kedua mata tertutup akan jatuh.
TANDEM WALKING
Cara memeriksanya dengan meminta pasien untuk berjalan menuruti garis yang lurus
atau pasien berjalan memutari kursi atau meja. Saat berjalan pasien diminta berjalan dengan
mata terbuka dan mata tertutup. Dengan test tersebut akan terlihat kesimpangsiuran gerakan
berjalan. Pada lesi unilateral diserebelum kecenderungan untuk jatuh kesisi lesi, jika lesi terletak
divermis, badan bergoyang-goyang dan berangguk-angguk sewaktu berdiri dan juga waktu
berjalan.
Tandem walking
DYSDIADOKOKINESIS
Kemampuan untuk melakukan gerakan cepat secara berselingan dinamakan
diadokokinesis. Untuk anggota gerak bagian bawah cara memeriksanya dengan cara pemeriksa
menepuk plantar pedis pasien, kemudian pasien diminta dengan plantar pedis untuk menepuk
tangan pemeriksa. Awal gerakan pelan-pelan kemudian gerakan dilakukan dengan cepat
Untuk anggota gerak bagian atas cara memeriksanya dengan meminta pasien melakukan
gerakan mempronasi-supinasi tangan
Pemeriksaan gerakan diadokokinesis
85
Pasien melakukan dorsofleksi dan volarfleksi dipergelangan tangan secara berselingan
seperti menepuk-nepuk paha.
. Pemeriksaan gerakan diadokokinesis
Pasien membolak-balik tangan diatas paha secara berulang-ulang, atau menyentuh ujung
jari telunjuk dan ujung ibu jari secara berulang-ulang. Pemeriksaan dilakukan pada tangan kiri
dan kanan atau bolak-balik. Awal gerakan pelan-pelan kemudian gerakan dilakukan dengan
cepat
Pemeriksaan gerakan diadokokinesis
DYSMETRIA
Dysmetria adalah gangguan kemampuan untuk mengelola kecepatan gerakan,
kekuatannya dan jangkauannya. Adapun test-testnya sebagai berikut :
Heel – Knee – toe testing :
- Meminta pasien menempatkan salah satu tumitnya diatas lutut tungkai lainnya, kemudian
tumit itu harus meluncur dari lutut ke pergelangan kaki melalui tulang tibia dan
memanjat dorsum pedis untuk menyentuh ibu jari kaki
Pemeriksaan dilakukan pada kaki kiri maupun kaki kanan
86
Finger-nose testing : (gambar a)
- Meminta pasien untuk menyentuh ujung jari telunjuk pemeriksa/pasien dengan hidung
pasien
Finger-finger testing : (gambar b)
- Meminta pasien untuk menyentuh ujung jari telunjuk dengan ujung jari telunjuk tangan
lainnya
Pemeriksaan dilakukan dengan mata tertutup maupun dengan mata terbuka
Gambar b. Pemeriksaan gerakan dysmitria
gambar a
87
BAB VIII
SUSUNAN SYARAF AUTONOM (SSA)
Susunan syaraf otonom adalah bagian susunan syaraf yang mengurus proses badaniah
yang involunter dan simbul secara refleksionik. Manifestasi gangguan syaraf otonom yang
sering dijumpai diklinik meliputi :
Gangguan miksi
Gangguan saluran pencernaan dan defekasi,
Hipertensi ortostatik
Impotensia, vasofagal reflek
Anhidrosisi
Gangguan salvias
Gangguan suhu tubuh.
Adapun substrat anatomik susunan syaraf autonom (SSA) terdiri dari SSA perifer yang
meliputi komponen tharakolumbal yang bersifat simpatik dan komponen kraniosakral yang
bersifat parasimpatik. Bagian pusatnya mencakup susunan limbic dan hipotalamos sebagai
regulasi system autonom.
II BEBERAPA PEMERIKSAAN NEUROLOGIS YANG BERHUBUNGAN DENGAN
SUSUNAN SYARAF OTONOM
1. Pemeriksaan Sistem Urogenital / Miksi
Pada anamnesa penderita akan kita tanyakan bagaimana buang air kecilnya (miksi) :
apakah ngompol (incontinnentia urine), tertahan (retensio urine), atau kadang-kadang
terganggu (uninhabited blader) .
2. Pemeriksaan Gastrointestinal dan Sfingter Anal (defikasi)
Pada gangguan gastrointestinal dapat terjadi karena sekresi asam lambung yang
berlebihan (biasanya: mual, muntah, nyeri ulu hati). Pada gangguan sfingter anal (fungsi
defekasi) akan kita tanyakan bagaimana buang air besarnya : apakah tidak terasa
(incontinensia alvi), tertahan (retensio alvi) atau ada gangguan lain.
3. Pemeriksaan Suhu Tubuh
Disebabkan karena kerusakan regulasi suhu di hipotalamus, biasanya oleh karena infeksi
otak, stroke, tumor intracranial.
4. Pemeriksaan Reflek Vasofagal
Reflek Vasofagal yang sering terjadi adalah sincop, dimana penderita hilang kesadaran
sejenak, lemes, mual, wajah pucat, banyak berkeringat, akhirnya terjatuh. Bisa di
88
sebabkan stress fisik / psikis. Jarang terjadi pada posisi duduk dan terbaring. Bisa
didiagnosis banding dengan penyakit epilepsy.
5. Pemeriksaan Gangguan Salivator dan Lakrimasi
Bisa terjadi pada paralysis N VII karena trauma, infeksi, tumor, operasi telingga dan
pada Bell’s Palsy. Pada kasus ini terjadi reinervasi yang salah, sehingga apa bila
penderita mengunyah makanan disertai air liur, akan merangsang lakrimalis dan
hiperhidrasis.
6. Pemeriksaan Gangguan Keringat
Pada palpasi : bagian tubuh yang terkena gangguan kulit akan terasa kering dan kasar.
Pada gangguan medula spinalis kita lakukan test keringat / test lugol (perspirasi test)
untuk mengetahui batas lesi.
Cara Pemeriksaan Test Keringat ( perspirasi test)
Setengah jam sebelum dilakukan pemeriksaan penderita disuruh minum obat antipiretik
(parasetamol /Asam Salisilat (Aspirin) 2 biji (1000 mg)) .
a. Penderita ditidurkan berbaring (terlentang)
b. Bagian tubuh yang akan diperiksa, dibersihkan dulu dengan alkohol 70% lalu
dikeringkan
c. Bagian yang sudah dibersihkan tadi diolesi dengan larutan lugol (Iodin 7-10%),
kemudian ditaburi dengan amilum (tepung kanji)
d. kemudian penderita dimasukkan kedalam cerobong yang diberi lampu 75 W empat
buah.
e. Kurang lebih 1 jam di evaluasi, bila bagian yang ditaburi amilum berubah warna
menjadi biru kehitaman berarti normal (karena terdapat keringat) dan bila warna
amilum tidak berubah tetap putih berarti ada gangguan. (karena tak ada keringat)
• Normal : Test Negatif
• Ada gangguan : Test Posittif
89
BAB IX
PEMERIKSAAN REFLEKS
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa refleks adalah jawaban atas rangsang. Refleks
neurologik merupakan suatu lengkungan (lengkung refleks) yang terdiri atas jalur aferen yang
dicetuskan oleh reseptor dan sistem eferen yang mengaktivasi organ efektor, serta hubungan
antara kedua komponen ini. Misalnya refleks tendon lutut timbul karena adanya rangsang
(ketokan), reseptor, serabut aferen, gangglion spinal, neuron perantara, sel neuron motorik,
serabut eferen dan efektor (otot). Hal ini dinamakan lengkung refleks (reflex arc), bila lengkung
ini rusak, maka refleks akan hilang. Selain itu, juga terdapat adanya hubungan dengan pusat
yang lebih tinggi diotak yang bertugas memodifikasi refleks tersebut. Bila hubungan ini
terputus, misalnya karena kerusakan pada sistem piramidal, hal ini dapat mengakibatkan refleks
meninggi.
Pemeriksaan refleks kurang bergantung pada kooperasi pasien. Ia dapat dilakukan pada
orang yang menurun kesadarannya, bayi, anak, orang yang rendah intelegensinya dan orang
yang gelisah. Oleh karena itu, pemeriksaan refleks penting nilainya, karena lebih objektif
dari pemeriksaan lainnya.
Jenis Refleks
Dalam praktek sehari – hari kita biasanya memeriksa 2 macam refleks, yaitu refleks dalam
dan refleks superfisial.
Refleks Dalam (refleks regang otot)
Refleks dalam timbul oleh regangan otot yang disebabkan oleh rangsangan, dan sebagai
jawabannya maka otot akan berkontraksi. Refleks dalam disebut juga refleks regang otot
(muscle stretch reflex), refleks tendon, refleks periostal, refleks miotatik atau refleks fisiologis.
90
Refleks Superfisialis
Refleks ini timbul karena terangsangnya kulit atau mukosa, yang mengakibatkan
berkontraksinya otot yang ada di bawahnya atau disekitarnya.
Teknik Pengetukan
1. Sikap Anggota gerak simetris
Bila ada peninggian reflex secere bilateral belum tentu keadaan patologis
Bila ada asimetri : suatu proses patologis
2. Pengetukan tepat pada tendon
Bila tendon tdk berlandasan pada bangunan yang kuat, maka jari pemeriksa
ditempatkan pada tendon itu bila tidak maka jawaban reflek lemah / kurang
nyata. Metode ini untuk Reflek bisep brakhialis.
Teknik Pengetukan
Tingkat Jawaban Refleks
Dalam menilai tingkat jawaban reflek kita harus memperhatikan :
1. Jawaban reflek (intensitas)
2. Adakah perluasan area reflek
3. Selalu kita bandingkan kanan dan kiri
4. Adakah klonus
Jawaban refleks dapat dibagi atas beberapa tingkat, yaitu :
- (negatif) : tidak ada refleks sama sekali
+ 1 : hanya ada kontraksi otot
+ 2 : ada gerakan sendi (jawaban normal)
+ 3 : ada gerakan sendi dan ada perluasan refleks (tempat memberikan respon
biasanya bertambah luas).
+ 4 : hiperaktif, sering disertai klonus, sering merupakan indikator suatu penyakit.
91
Sebenarnya tidak ada batas yang tegas antar tingkat refleks seperti yang telah dikemukakan.
Pada refleks yang meningkat, daerah tempat memberikan respon biasanya bertambah luas.
Kontraksi otot pun bertambah hebat, sehingga mengakibatkan gerakan yang kuat pada
persendiannya. Jika meningkatnya refleks hebat, kadang – kadang didapatkan klonus, yaitu otot
yang berkontraksi secara klonik. Pada refleks yang lemah, kita perlu mempalpasi otot untuk
mengetahui apakah ada kontraksi. Terkadang kita perlu juga melakukan sedikit upaya untuk
memperjelas refleks yang lemah. Misalnya dengan membuat otot yang diperiksa berada dalam
keadaan kontraksi ringan sebelum dirangsang. Misalnya bila kita hendak memeriksa refleks
kuadriseps femoris, kita suruh pasien mendorongkan tungkai bawahnya sedikit kedepan sambil
kita menahannya, baru kemudian kita beri rangsang (ketok) pada tendon patella.
Membangkitkan refleks pada lutut.
Waktu mengetok refleks, perhatian pasien dapat dialihkan dengan menyuruhnya menarik pada
kedua tangannya yang saling bertautan.
92
Refleks yang meningkat tidak selalu berarti adanya gangguan patologis, tetapi bila
refleks berbeda pada sisi kanan dan kiri, maka besar kemungkinannya hal ini disebabkan oleh
keadaan patologis.
”Simetri penting dalam penyakit syaraf ”. Oleh karena itu pada pemeriksaan refleks jangan
lupa selalu membandingkan bagian – bagian yang simetris (kiri dan kanan). Asimetri dapat
menunjukkan adanya proses patologis.
Dasar pemeriksaan refleks :
1. Alat yang dipakai biasa disebut reflex hammer yang umumnya terbuat dari bahan karet,
untuk mencapai hasil yang baik dan tidak menimbulkan nyeri pada pasien, agar tidak
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Macam- macam bentuk Hammer reflek.
2. Penderita harus dalam posisi yang santai dan paling nyaman menurut penderita. Bagian
tubuh yang akan diperiksa harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot
yang nantinya akan terjadi dapat muncul secara optimal.
3. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung; kerasnya pukulan harus dalam
batas nilai ambang, tidak perlu terlalu keras.
4. Oleh karena sifat reaksi bergantung pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus
dalam keadaan ‘ sedikit kontraksi ’. Apabila akan membandingkan refleks sisi kiri dan
kanan maka posisi ekstremitas harus simetris.
Pemeriksaan Refleks Refleks yang lazim diperiksa pada pemeriksaan rutin adalah :
1. Refleks Biseps. (BPR)
Cara pemeriksaan :
Kita pegang lengan pasien yang disemifleksikan sambil menempatkan ibu jari di atas tendon
otot biseps. Kemudian ibu jari diketok; hal ini akan mengakibatkan gerakan fleksi lengan
bawah. Pusat refleks ini terletak di C5 – C6.
93
Refleks biseps
2. Refleks Triseps (TPR).
Cara pemeriksaan :
Kita pegang lengan bawah pasien yang disemifleksikan. Setelah itu diketok pada tendon
insersi m.triseps, yang berada sedikit diatas olekranon. Sebagai jawaban, maka lengan bawah
akan mengadakan gerakan ekstensi. Lengkung refleks ini melalui n.radialis yang pusatnya
terletak di C6 – C8.
Refleks triseps
3. Refleks- dalam dinding perut.
Cara pemeriksaan :
Pasien dalam keadaan berbaring, ditekan dinding perutnya dengan jari telunjuk atau
penggaris kemudian diketok. Otot dinding perut akan berkontraksi. Terlihat pusar akan
bergerak ke arah otot yang berkontraksi. Lengkung refleks ini melalui Th6 -Th12. Pada
orang normal, kontraksi dinding perut sedang saja, sedangkan pada penggeli reaksi ini dapat
kuat. Reaksi dinding perut ini mempunyai nilai yang penting bila ditinjau bersama –sama
dengan refleks superfisialis dinding perut. Bila refleks-dalam dinding perut meningkat,
sedangkan refleks superfisialnya negatif, maka hal ini dapat menandakan adanya lesi
piramidal pada tempat yang lebih atas dari Th6.
4. Refleks Patella (R. tendon lutut, R. kuadriseps femoris). Istilah KPR masih sering
digunakan untuk refleks ini, yaitu singkatan dari bahasa Belanda : Kniepeesreflex, yang
berarti refleks tendon lutut.
94
Cara pemeriksaan :
Tungkai difleksikan atau digantung (misalnya pada tepi tempat tidur), kemudian diketok
pada tendon m. kuadriseps femoris; dibawah atau di atas patella (biasanya di bawah patella).
Kuadriseps femoris akan berkontraksi dan akan mengakibatkan gerakan ekstensi tungkai
bawah . Lengkung refleks ini melalui L2 - L4.
Refleks patella
Refleks Achilles. Dalam bahasa Belanda refleks ini disebut Achillespeesreflex (APR).
Cara pemeriksaan :
Tungkai bawah difleksikan sedikit, kemudian kita pegang kaki pada ujungnya untuk
memberikan sikap dorsofleksi ringan pada kaki. Setelah itu tendong Achilles diketok. Hal ini
akan mengakibatkan berkontraksinya m.triseps sure dan memberikan gerak plantar fleksi
pada kaki. Lengkung refleks ini melalui S1-S2.
96
5. Refleks Glabela.
Cara pemeriksaan :
Pukulan singkat pada glabela atau disekitar daerah supraorbitalis mengakibatkan kontraksi
singkat kedua otot orbikularis okuli. Pada lesi perifer nervus fasialis, refleks ini menurun
atau negatif, sedangkan pada sindroma parkinson refleks ini meningkat. Pusat refleks ini
terletak di pons.
Refleks Glabela
6. Refleks Rahang bawah.
Cara pemeriksaan :
Penderita disuruh membuka mulutnya sedikit dan telunjuk pemeriksa ditempatkan melintang
di dagu. Setelah itu telunjuk diketok dengan hammer reflex, yang akan mengakibatkan
berkontraksinya otot maseter, sehingga mulut merapat/ menutup. Pusat refleks ini terletak di
pons.
Refleks rahang bawah
Klonus
Salah satu gejala kerusakan piramidal adalah adanya hiper-refleksi, bila hiper-refleksi ini
hebat dapat terjadi klonus. Klonus adalah kontaksi ritmik dari otot, yang timbul bila otot
diregangkan secara pasif. Klonus merupakan refleks-regang-otot (muscle stretch reflex) yang
97
meningkat, dan dapat dijumpai pada lesi supranuklear (upper motor neuron / piramidal). Ada
orang normal yang mempunyai hiper-refleksi fisiologis; pada mereka ini dapat terjadi klonus,
tetapi berlangsung singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama (terus
berlangsung selama rangsang diberikan), hal ini dianggap patologis. Klonus dapat dianggap
sebagai rentetan refleks regang otot, yang meningkat. Pada lesi piramidal [UMN (upper motor
neuron), supranuklear] kita sering mendapatkan klonus dipergelangan kaki, lutut dan
pergelangan tangan.
Macam –macam klonus :
Klonus Angkle (kaki).
Cara pemeriksaan :
Dapat dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot triseps sure betis (untuk membuat
dorsofleksi berlebihan). Pemeriksa menempatkan tangannya ditelapak kaki penderita,
kemudian telapak kaki ini didorong dengan cepat (dikejutkan), sehingga terjadi dorso fleksi
sambil seterusnya diberikan tahanan ringan. Hal ini mengakibatkan teregangnya otot betis.
Bila ada klonus, maka terlihat gerakan ritmik (bolak – balik) dari kaki, yaitu berupa plantar
fleksi dan dorso fleksi secara bergantian.
Klonus ankle
Klonus patela.
Cara pemeriksaan :
Dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot kuadriseps femoris. Kita pegang patella
penderita, kemudian didorong dengan kejutan (tiba – tiba, dengan cepat) ke arah distal
sambil diberikan tahanan ringan. Bila terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot
kuadriseps femoris, yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patela. Pada pemeriksaan
ini tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan.
98
Refleks Superfisial
1. Refleks Kornea.
Cara pemeriksaan :
Kornea disentuh dengan sepotong kapas yang ujungnya dibuat runcing. Hal ini
mengakibatkan dipejamkannya mata (m. orbikularis okuli). Pada pemeriksaan ini harus
dijaga agar datangnya kapas ke mata tidak dilihat oleh pasien, misalnya dengan
menyuruhnya melirik ke arah yang berlawanan dengan arah datangnya kapas. Pada
gangguan n.V sensorik, refleks ini negatif atau berkurang. Refleks kornea juga
menghilang atau berkurang bila terdapat kelumpuhan m.orbikularis okuli, yang
dipersyarafi oleh nervus Vll (fasialis).
Refleks kornea
2. Refleks dinding perut superfisial.
Cara pemeriksaan :
Dibangkitkan dengan menggores dinding perut dengan benda yang agak runcing,
misalnya kayu geretan atau kunci. Positif, bila otot (m. rektus abdominins) berkontraksi.
Refleks ini dilakukan pada berbagai lapangan dinding perut, yaitu epigastrium (otot
yang berkontraksi diinervasi oleh Th 6, Th 7), perut bagian atas (Th 7, Th 9), perut
bagian tengah (Th 9, Th 11), perut bagian bawah (Th 11, Th 12 dan lumbal atas). Pada
kontraksi otot , terlihat pusar bergerak ke arah otot yang berkontraksi.
Refleks dinding perut superfisial
99
Pemerikssaan ini sering terjadi “ false negatif “ pada wanita normal dengan banyak anak
(multipara), orang gemuk, lanjut usia, bayi baru lahir sampai usia 1 tahun.
Pada orang muda, bila refleks ini negatif mempunyai nilai patologis. Bila refleks dinding
perut superfisial negatif disertai refleks-dalam dinding perut meningkat, hal ini
menunjukkan adanya lesi traktus piramidalis di tempat yang lebih atas dari Th 6. Refleks
ini biasanya mudah lelah, setelah beberapa kali dilakukan, akan menghilang.
3. Refleks Kremaster.
Cara pemeriksaan :
Refleks ini dibangkitkan dengan jalan menggores atau menyentuh bagian medial pangkal
paha. Akan terlihat skrotum berkontraksi . Pada lesi traktus piramidalis diatas L1, refleks
ini negatif; selain itu juga dapat negatif pada orang lanjut usia, penderita hidrokel,
varikokel, orkhitis atau epididimitis. Lengkung refleks melalui L1, L2.
Reflek, Kremester
4. Refleks telapak kaki (plantar reflex).
Cara pemeriksaan :
Kaki dilemaskan, kemudian telapak kaki digores dengan benda yang agak runcing. Pada
orang normal terlihat jawaban berupa kaki melakukan gerakan plantar fleksi. Pada orang
penggeli gerakan ini disertai gerakan menarik kaki. Pada lesi traktus piramidalis
( UMN), didapatkan gerakan atau jawaban : Dorsofleksi ibu jari kaki serta gerakan
mekar jari – jari (funning) lainnya. Hal ini disebut refleks patologis.
100
Refleks Patologis
Refleks patologis telapak kaki. Refleks patologis pada telapak kaki dapat dilakukan /
dibangkitkan dengan bermacam cara yang diberi nama (dikenal) sesuai dengan penemunya.
Antara lain :
Cara Babinski : Penderita berbaring dengan tungkai diluruskan. Kita pegang
pergelangan kaki supaya tetap pada tempatnya. Untuk merangsang
dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak runcing. Goresan
harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan nyeri, sebab
hal ini akan menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex). Goresan
dilakukan pada telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju
pangkal jari.
Cara Chaddock : rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral maleolus.
Cara Gordon : dibangkitkan dengan memencet (mencubit) betis.
Cara Oppenheim : dengan mengurut kuat tibia dan otot tibialis anterior. Arah mengurut ke
bawah (distal).
Cara Gonda : dengan memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian
melepaskannya dengan sekonyong – konyong.
Cara Schaefer : dengan memencet (mencubit) tendon Achilles.
Cara Bing : dengan memberikan rangsang tusuk pada kulit yang menutupi
metatarsal ke lima
”Positif “ jika terdapat gerakan “dorsofleksi ibu jari kaki”, yang dapat disertai dengan
“gerak mekarnya jari – jari lain (funning) “.
Refleks patologis
Dorsofleksi ibu jari kaki
funning
101
Disamping respon kaki yang terdiri atas dorso fleksi ibu jari kaki dengan pengembangan
serta ekstensi jari-jari kaki lainnya (funning), terdapat juga gerakan jari-jari kaki yang
befleksi sejenak pada sendi – sendi interfalangealnya (plantar fleksi) setiap kali telapak kaki
bagian terdepan diketuk – ketuk ( refleks Rossolimo) atau setiap kulit dorsum pedis yang
menutupi os cuboid diketuk – ketuk (refleks Mendel-Bechtrew).
Refleks patologis di tangan
Refleks Hoffman Trommer. Pada orang normal, refleks ini biasanya tidak ada atau
ringan saja, karena ambang refleks menjadi rendah dan kita dapatkan refleks yang kuat. Dalam
beberapa buku refleks ini masih dianggap sebagai refleks patologis dan senada dengan refleks
Babinski, meskipun mekanisme refleks fleksor jari – jari tangan sama sekali berbeda dengan
refleks Babinski. Ia merupakan refleks regang otot, jadi sama dengan refleks kuadriseps. Refleks
ini dapat positif pada lesi piramidal, atau akibat peningkatan refleks yang fungsional. Akan
tetapi, bila refleks pada sisi kanan berbeda dari yang kiri, maka hal ini dapat dianggap sebagai
keadaan patologis.
Reflek Babinski
Reflek Rossolimo
102
Refleks Hoffman
Cara pemeriksaan :
Tangan penderita kita pegang dengan pergelangan dan jari – jarinya di suruh fleksi
ringan. Kemudian jari tengah penderita kita jepit di antara telunjuk dan jari tengah kita.
Kemudian dengan ibu jari kita ‘gores- kuat’ (snap) ujung jari tengah penderita. “positip”
bila ibu jari, telunjuk, serta jari- jari lainnya fleksi sejenak setiap kali kuku jari tengah
pasien digores.
Refleks Trommer.
Cara pemeriksaan :
Tangan penderita dalam posisi supinasi relaks, selanjutnya kita stimulus dengan
mencolek-colek ujung jari tengah. Respon yang positif adalah berupa : jari telunjuk,
terutama ibu jari dan jari – jari lainnya berfleksi setiap kali ujung jari tengah tersebut
tercolek.
Refleks Hoffman Trommer
Refleks Leri.
Cara pemeriksaan :
Lengan pasien diluruskan dengan bagian ventralnya menghadap keatas. Kemudian kita
tekukkan dengan kuat (fleksi) jari – jari serta pergelangannya. Pada orang normal,
gerakan ini akan diikuti oleh fleksi lengan bawah dan lengan atas pada siku. Refleks ini
akan negatif bila terdapat lesi piramidal. Tidak adanya refleks ini dinyatakan sebagai
”gejala Leri positif ”.
103
Refleks Mayer.
Cara pemeriksaan :
Pasien diminta untuk mensupinasikan tangannya, telapak tangan ke atas dan jari – jari di
fleksikan ringan serta ibu jari difleksikan ringan dan diabduksikan. Kemudian tangannya
kita pegang. Dengan tangan yang satu lagi kita tekukkan jari tengah dan menekannya
pada telapak tangan (fleksi maksimal). Pada orang normal, hal ini mengakibatkan aduksi
dan oposisi ibu jari. Respon seperti ini tidak didapatkan pada lesi piramidal, dan tidak
adanya respon seperti ini disebut sebagai ”gejala Mayer positif ”.
Refleks patologik petanda regresi Gerakan reflektori yang dibangkitkan secara fisiologik pada bayi tidak lagi dijumpai
pada anak – anak yang sudah besar. Bila hal ini dapat ditimbulkan kembali pada orang dewasa,
maka fenomena tersebut menandakan kemunduran fungsi susunan syaraf pusat. Refleks yang
menandakan proses regresi itu adalah :
Refleks menetek.
Stimulus : sentuhan jari pada bibir. Respons berupa gerakan bibir, lidah dan rahang bawah
seolah – olah menetek.
Snout reflex.
Stimulus : perkusi pada bibir atas, akan memberikan respons berupa gerakan bibir atas dan
bawah yang menjungur atau kontraksi otot – otot disekitar bibir atau bawah hidung.
Refleks genggam (grasp reflex).
Refleks ini normal pada bayi sampai usia kira – kira 4 bulan. Penekanan atau penempatan jari
pemeriksa pada telapak tangan pasien akan direspon dengan mengepalkan tangan(memegang
tangan pemeriksa).
Refleks palmomental.
Stimulus berupa goresan dengan ujung pensil atau ujung gagang palu refleks terhadap kulit
telapak tangan bagian tenar akan direspon dengan kontraksi m.mentalis dan orbikularis oris
ipsilateral.
104
BAB X
PEMERIKSAAN SISTEM SENSORIK
Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika tidak tahu adanya bahaya yang
mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan jalan melihat,
mendengar, mencium dan merasakan rasa nyeri, rasa raba, rasa panas dingin dan sebagainya.
Inilah yang disebut sistem sensorik. Sistem sensorik menempatkan manusia berhubungan
dengan sekitarnya. Pada dasarnya sistem sensorik dapat dibagi 5 jenis, yaitu :
A. Sensasi superfisial atau eksteroseptif :
1. Rasa raba
2. Rasa suhu
3. Rasa nyeri
B. Sensasi dalam atau propioseptif :
1. Rasa getar
2. Rasa posisi
C. Sensasi viseral atau interoseptif
D. Sensorik Khusus yang mencakup fungsi pembauhan,penglihatan, pengecapan,
pendengaran yang diatur oleh saraf kranialis.
E. Combined sensation atau rasa kombinasi :
1. Stereognosis
2. Barognosis
3. Graphestesia
4. Two point tactile discrimination
5. Sensory extinction
6. Loss of body image
Pemeriksaan sensoris bertujuan untuk:
1. Menetapkan adanya gangguan sensoris
2. Mengetahui modalitasnya
3. Menetapkan polanya
4. Menyimpulkan jenis dan lokasi lesi yang mendasari gangguan sensoris (yang akhirnya
perlu dinilai secara integratif dangan hasil pemeriksaan dan penilaian gangguan motorik,
kesadaran dan syaraf otonom).
105
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan sensorik adalah:
1. Jarum pentul (untuk rasa nyeri)
2. Tabung reaksi yang berisi air hangat (40-45oC) dan dingin (5-10oC)
3. Kapas atau bulu (untuk rasa raba ringan)
4. Garpu tala (untuk rasa getar), digunakan 128 Hz dan 256 Hz
5. Untuk rasa tekan, kita menggunakan tekanan jari kita sendiri atau benda-benda lain yang
tumpul.
6. Untuk rasa gerak, kita gerakkan ibu jari tangan/kaki pasien dengan memegang pada
sampingnya.
Berikut ini adalah berbagai macam istilah modalitas sensorik
a. Analgesia, hipalgesia, hiperalgesia
modalitas rasa yang berhubungan dengan rasa nyeri
b. Termoanestesia, termohipestesia, termohiperestesia
modalitas rasa yang berhubungan dengan rasa suhu
c. Anestesia, hipestesia, hiperestesia
modalitas rasa yang berhubungan dengan perasa raba ringan
d. Kinhipestesia, kinanestesia
modalitas rasa yang berhubungan dengan perasa gerak
e. Palhipestesia, palanestesia
modalitas rasa yang berhubungan dengan perasa getar
f. Stathipesthesia, statanestesia
modalitas rasa yang berhubungan dengan perasa sikap
g. Barhipestesia, baranestesia
modalitas rasa yang berhubungan dengan perasa tekan
h. Parestesia
rasa kesemutan
i. Disestesia-hiperptahia
rasa nyeri panas dingin tidak karuan
j. Stereognosis
pengenalan bentuk dan ukuran suatu benda dengan jalan perabaan dengan mata tertutup
k. Barognosia
hilangnya kemampuan untuk membedakn berat.
l. Grafestesia
pengenalan angka/huruf yang digoreskan diatas kulit dengan mata tertutup
106
Grafestesia Two point tactile discrimination Stereognosis
Supaya pemeriksaan sensibilitas ini dapat berlangsung dengan baik, maka ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Penderita itu harus sadar, kooperatif dengan kecerdasan yang cukup.
b. Pemeriksaan hendaknya dapat dilakukan secara santai dan penderita memejamkan mata.
c. Sebelum melakukan sesuatu uji, hendaknya terlebih dahulu diterangkan kepada
penderita, respons apa yang diharapkan dari penderita (misalnya pada pemeriksaan
perasa posisi (proprioseptif), respons yang diharapkan adalah “ke atas/ke bawah”).
PEMERIKSAAN
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan lebih dahulu apakah ada keluhan
mengenai sensibilitas. Bila ada, penderita disuruh menunjukkan tempatnya (lokalisasi). Dari
bentuk daerah yang terganggu dapat diduga apakah gangguan bersifat sentral, perifer atau
berbentuk dermatom.
Bila tidak terdapat persangkaan, bahwa pada penderita ini terdapat gangguan sensibilitas,
maka pemeriksaan itu dapatlah dilakukan dengan singkat. Tetapi bila terdapat persangkaan,
bahwa pada penderita itu ada gangguan sensibilitas, maka pemeriksaan itu hendaknya dilakukan
dengan teliti. .
CARA PEMERIKSAAN SENSIBILITAS Eksteroseptif.
Rasa raba
107
Untuk pemeriksaan ini, kita sentuh kulit penderita dengan kapas. Respons, yang kita
harapkan adalah, jawaban “ya”, bila kulitnya tersentuh. Sewaktu pemeriksaan kita
bandingkan keadaan perasa raba disisi kanan dengan yang di sisi kiri atau di bagian
proksimal dengan yang di bagian distal. Bila terdapat suatu perbedaan, misalnya di suatu
daerah terasa lebih baik daripada di daerah lainnya, maka pemeriksaan perasa raba di tempat
itu harus dilakukan dengan lebih teliti. Bila perasa raba di suatu tempat menurun, maka kita
katakan bahwa telah terdapat anestesia di daerah tersebut. Untuk menentukan batas lesi
maka kita raba dari yang mengalami penurunan rasa kearah yang rasanya normal.
Rasa suhu
Untuk pemeriksaan perasa suhu ini kita pergunakan tabung yang berisi air hangat
(40-45oC) dan tabung yang berisi air dingin (5-10oC). Dengan tabung-tabung ini kita sentuh
kulit itu secara silih-berganti. Respon yang kita harapkan dari penderia adalah
“panas/dingin.“ Bila perasa suhu itu terganggu, maka kita katakan bahwa di tempat
tersebut, terdapat termanestesia.
Rasa nyeri
Untuk pemeriksaan perasa nyeri ini kita pergunakan jarum pentul. Penderita hendaknya
dapat membedakan antara “tajam atau tumpul.” Bila perasa nyeri itu terganggu, maka kita
katakan bahwa di tempat tersebut terdapat analgesia.
Rasa raba Rasa suhu Rasa nyeri
Untuk pemeriksaan nyeri dalam dapat kita lakukan seperti berikut:
a. Pijat pada betis penderita
b. Pijat tendon Achilles
c. Pijat testikel. Propioseptif : Rasa posisi
108
Dalam pemeriksaan rasa posisi, kita gerakan jari kaki/tangan penderita secara pasif ke
atas atau ke bawah.
Pada awal dari uji ini, kita perbolehkan penderita melihat sendiri apa yang kita lakukan
pada jari-jari tangan atau kakinya. Kemudian penglihatannya kita halang-halangi dengan
kertas. Dengan memegang jari (tangan/kaki) itu di permukaan lateralnya lantas kita
gerakkan jari itu ke atas atau ke bawah.
Testing Proprioception
Rasa getar
Kita menggunakan garpu tala 128 Hz dan 256 Hz. Kita awali uji ini seperti berikut: Kita
taruh ujung gagang garpu tala kita yang bergetar di atas sternum penderita. Bila penderita
merasa adanya getaran, maka ia katakan : “Getar.” Bila penderita tidak merasa adanya
getaran, maka ia katakan “Tidak getar.” Kemudian kita tekankan ujung gagang garpu tala
yang bergetar itu pada: Bagian dorsal falang terakhir dari ibu jari kaki, pada maleolus, pada
tuberositas tibiae, pada spina iliaka anterior superior, pada falang akhir ibu jari tangan, pada
prosessus stiloideus radii dan ulna, pada epikondilus humeri, pada olekranon dan pada
akromion. Perasa getar (vibrasi) yang terganggu dinamakan palanestesi.
128 Hz tuning fork Testing vibratory sensation
Interoseptif
Rasa interoseptif adalah perasaan dari visera (organ dalam tubuh), rasa yang timbul dari
organ-organ internal. Seseorang pasien mungkin mengemukakan gangguan perasaan berupa rasa
nyeri mules atau kembung. Nyeri visceral ini biasanya difus, tidak tegas lokalisasinya. Pada
109
pemeriksaan neurologi rasa interoseptif ini sukar dievaluasi dan diperiksa. Selain lokasinya yang
difus, kita tidak dapat melakukan tes pada organ yang letaknya dalam.
110
Rasa Kombinasi : Stereognosis
Stereognosis dan grafestesi adalah fungsi dari korteks serebri. Bila terdapat astereognosis
atau grafanestesia di suatu sisi tubuh maka dapat disimpulkan, bahwa ada lesi di korteks
serebri di sisi kontralateral.
Cara pemeriksaan :
Pada penderita, yang tidak memperlihatkan tanda-tanda gangguan sensibilitas seperti
misalnya anestesia, termanestesia atau gangguan proprioseptif, kita letakkan suatu benda
yang dipakainya sehari-hari di dalam tangannya. Dalam keadaan normal, penderita akan
dapat mengenal benda tersebut (misalnya kancing atau uang logam 100 rupiah) dengan
mudah.
Bila penderita tidak dapat mengenal benda tersebut maka kita katakan, bahwa ia
memperlihatkan astereognosis. Bila penderita dapat mengenal bentuk dan ukuran benda
itu, tetapi tidak dapat mengatakan nama benda tersebut, maka kita namakan keadaan itu
suatu agnosi taktil.
Grafestesia
Cara pemeriksaan :
Dengan pensil kita tulis suatu huruf atau suatu angka (penderita tentu tidak boleh buta
huruf) misalnya pada kulit di daerah telapak tangan lengan atau daerah paha penderita.
Dalam keadaan normal penderita dengan mudah akan dapat mengenal apa yang di tulis
itu.
111
Bila pada penderita tidak menderita gangguan sensibilitas, tetapi tidak dapat mengenal
apa yang di tulis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ia telah memperlihatkan suatu
agrafestesia.
Barognosis
Pengenalan berat suatu benda dengan mata tertutup.
Cara pemeriksaan :
Untuk memeriksa ini kita gunakan benda-benda yang bentuk dan ukurannya sama serta
terbuat dari zat yang sama, namun beratnya dibuat berbeda, misalnya dengan
menambahkan pemberat di dalamnya. Hilangnya kemampuan untuk membedakan berat
disebut baragnosia.
Two point tactile discrimination
Kemampuan untuk merasakan 2 (dua) tusukan pada tempat yang berbeda pada saat yang
sama dengan mata tertutup (jaraknya bervariasi tergantung tempatnya:
o Lidah ( 1 mm)
o Jaringan tangan bagian ujung ( 2-7 mm)
o Dorsum manus ( 20-30 mm)
o Telapak tangan (8-12 mm)
o Daerah dada, lengan bawah dan tungkai bawah ( 40 mm)
o Punggung, lengan atas dan paha ( 70-75 mm)
o Jari kaki ( 3-8 mm)
Sensory extinction
Hilangnya kemampuan untuk merasakan rangsangan pada satu sisi tubuh jika
secara serentak dirangsang pada kedua sisi tubuh yang berpasangan (simetris)
Loss of body image
Keadaan dimana pasien hanya memperhatikan / sadar terhadap salah satu sisi tubuhnya
saja. Ia tidak merasa mempunyai sisi tubuh yang lain.
112
Untuk lebih memahami arti klinis dari fungsi sensorik, dibawah ini adalah lokasi gangguan
fungsi sensorik beserta sindromanya.
114
BAB XI
PEMERIKSAAN SENSORIK KHUSUS
Root compression
• nerve root compression akut a tau kronis menimbulkan nyeri, dengan karakteristik
nyeri:
– Mengikuti distribusi dermatom
– Dapat disertai dengan gejala paresthesia atau sensory loss pada daerah dermatom
– Hilangnya kekuatan motorik dari otot yg disarafi oleh nervus yg terkompresi
tersebut.
• Nyeri pinggang merupakan keluhan tersering pada kompresi saraf
• Pada herniasi diskus intervertebra, onsetnya akut, radicular pain yang ditimbulkan atau
diperberat dengan gerakan atau dg batuk/bersin.
• Ischialgia pain bersifat difus dan pendrita sulit untuk menunjukkan lokasi nyeri secara
pasti. Nyeri sepanjang saraf ischiadicus, radicular pain .
N. Ischiadicus posterior
• Nyeri sepanjang paha posterior dan posterolateral tungkai (radiculopathy S1 atau L5)
• Iritasi S1 menimbulkan nyeri pada lateral kaki, sementara L5 nyeri pada dorsum kaki
dan ibu jari
N. Ischiadicus anterior
• Nyeri menjalar sepanjang paha bagian anterior (radiculopathy L3 atau L4).
• Nyeri L2 pd anteromedial paha.
Cervical radiculopathies
• Nyeri pada kompresi radiks C6 dan C7 menimbulkan nyeri menjalar dari leher dan
sekitar bahu menuju lengan atas/bawah . C6 radiculopathy menyebabkan nyeri sepanjang
dorsal ibu jari. C7 menimbulkan nyeri pada jari2 tengah
117
Persiapan
Sebelum melakukan tes provokasi n.ischiadicus pertama kali kita lihat adanya kelainan pada
sendi sakroiliaka :
yaitu PATRICK’S SIGN (FABERE SIGN=FLEXI,ABDUKSI,EKSTERNAL ROTASI,
EKSTENSI), dan CONTRA PATRICK’S SIGN.
Cara memeriksa Patrick’s sign
• Penderita dalam keadaan berbaring, maleolus eksterna (lateral) tungkai yang diperiksa
diletakkan pada patella tungkai yang lain, dilakukan penekanan lutut ke bawah.
• (+) ⇒ terasa nyeri pada sendi koksae.
Cara Memeriksa Contra Patrick’s sign
• Fleksi pada sendi lutut, kemudian kerjakan endorotasi serta adduksi, lalu tekan tungkai
tersebut sejenak pada lutut
• (+) ⇒ nyeri pada sendi sakroiliaka
• Tes Patrick’s dan contra patrick’s (+) pada penyakit sendi dan (-) pada gangguan
nervus ischiadicus
• Bila tes (+), tes provokasi pada n.ischiadicus tidak valid penilaiannya.
118
Tes Provokasi n.ischiadicus Ada 16 teknik pemeriksaan provokasi n. ischiadicus
1. Lasseque sign (Straight leg Raising Test = SLRT)
• Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut
• (+) bila terasa sakit menjalar mulai dari bokong sampai ujung kaki (perjalanan nervus
ischiadicus) pada sudut kurang dari 60 derajat
2. Croosed Lasseque
• Fleksi pada sendi paha yang tidak sakit dengan lutut tetap ekstensi
• (+) bila terasa nyeri pada sisi yg sakit
Tes Lasseque Silang
3. Reversed Lasseque
• Penderita posisi telungkup (pronasi), kemudian fleksikan lutut maksimal
• (+) bila terasa nyeri pada punggung menjalar ke sisi yg sakit.
4. Sicard’s sign :
• Dilakukan seperti pada tes lasseque dengan disertai dorsofleksi ibu jari kaki.
• (+) bila terasa nyeri sepanjang saraf ischiadicus
5. Bragard’s sign :
• Dilakukan spt pd tes lasseque dg disertai dorsofleksi kaki.
• (+) ⇒ terasa nyeri sepanjang n.ischiadicus.
119
6. Minor’s sign :
penderita pada posisi duduk, diminta untuk berdiri. pada saat berdiri, penderita
memfleksikan tungkai yang sakit, sambil satu tangannya memegang pinggang yang
sakit.
7. Neri’s sign :
penderita berdiri lurus, bila diminta membungkuk ke depan, tungkai yang sakit akan
ditekuk.
8. Sciatic tension test :
Dilakukan seperti pada tes lasseque, setelah timbul rasa nyeri dilakukan fleksi pada sendi
lutut kira2 20 derajat, kemudian dilakukan lagi fleksi pada sendi paha hingga timbul
rasa nyeri lagi. Penekanan pada fossa poplitea pada saat ini akan mengakibatkan
timbulnya rasa nyeri yg hebat pada daerah sepanjang n.ischiadicus
9. Chin-chest manuver :
Fleksi pasif pada leher sehingga dagu mengenai dada, akan terjadi tarikan pada akar
saraf terutama torakal bawah dan lumbal atas dan akan terasa nyeri.
10. Viets & Naffziger test :
Penderita dalam posisi tegak dilakukan penekanan pada v.jugularis dengan tangan
(Viets), tekanan dipertahankan sampai penderita mengeluh kepala terasa berat atau
minimal 2 menit atau penekanan dengan menggunakan manset sfigmomanometer pada
tekanan sebesar 40 mmHg selama 10 menit (Naffziger) akan nyeri radikuler pada akar
saraf yan g sakit.
120
11. Valsava test :
Dapat dilakukan pada waktu penderita duduk dan disuruh mengejan, responnya (+) bila
terdapat nyeri sepanjang n.ischiadicus.
12. Door bell sign :
Perkusi dengan hammer pada daerah lumbal bawah akan menyebabkan nyeri pada paha
dan tungkai (biasanya dirasakan nyeri pada daerah betis, tes ini diibaratkan kalau kita
menekan tombol bel, maka terjadi bunyi bel di tempat yang jauh)
13. Bonnet’s phenomenon :
Dilakukan seperti pada tes lasseque dengan disertai adduksi dan rotasi internal pada
tungkai akan nyeri sepanjang n.ischiadicus
14. Spurling’s sign :
Modifikasi tes lasseque dengan fleksi paha sampai pada sudut mendekati nyeri,
kemudian dilanjutkan dengan fleksi pada leher, akan timbul nyeri sepanjang
n.ischiadicus
15. O’Connell’s test :
Kedua paha difleksikan secara bersama2 sepert tes lasseque sampai pada sudut timbul
rasa nyeri. Kemudian tungkai yang normal (tidak sakit) diturunkan ke tempat tidur maka
terjadi eksaserbasi nyeri yg kadang2 disertai parestesia.
16. Kemp test :
Penderita pada posisi berdiri, diminta untuk melakukan gerakan laterofleksi, tulang
punggung (dalam ekstensi). (+) ⇒ terasa nyeri radikuler di sisi tubuh laterofleksi.
Cara Membangkitkan Nyeri untuk Menunjukkan Sumber Nyeri dapat dilakukan dengan :
a. Nyeri Tekan
Dapat terungkap dengan melakukan penekanan pada daerah keluhan. Nyeri yang timbul
bisa menunjukkan sumber nyeri, biasanya pada tempat tendon melekat pada tulang
(tuberositas), bagian tendon yang beralih ke otot, ototnya sendiri, fasia otot, kapsul, tulang
persendian, penonjolan tulang (epikondilus), tulang yang retak/patah, pembuluh darah dan
berkas syaraf (nervi periferes)
Tindakan pemeriksaan untuk membangkitkan nyeri tekan sekaligus menghasilkan nyeri
yang menjalar (nyeri syaraf) dikenal sebagai tindakan Tinel
Tes Tinel Terowongan Carpal
• Penekanan pada lig. Volare pergelangan tangan menimbulkan nyeri atau
parestesia di kawasan n. Medianus
121
• Apabila terowongan carpal menyempit seperti halnya denga sindrom carpal tunnel
Tes Tinel pd sulcus n.ulnaris
• Bilamana terdapat neurome nervus ulnaris atau entrapment neuritis di sulcus n.
ulnaris, maka penekanan pada n. Ulnaris di tempat tersebut akan menimbulkan
nyeri yang dirasakan berpangkal pada tempat penekanan dan menjalar sepanjang
perjalanan n. Ulnaris.
Tes Tinel pada lutut
• Caban g infrapatellar nervus saphenus yan g melewati bagian medial tuberositas
tibiae sering mengalmai trauma mekanik dan pada tempat itu dapat tumbuh
neuroma.
• nyeri pada lutut dapat disebabkan oleh penekanan pada neuroma secara tidak
sengaja.
• tes tinel pada lutut adalah penekanan pada n. Saphenus pada medial tuberositas
tibiae.
• Testersebut (+) bila pada penekanan timbul nyeri, di tempat penekanan yang
menjalar ke bagian perifer cabang n.saphenus tersebut.
b. Nyeri Gerak Pasif
Nyeri musculoskeletal dapat timbul pada waktu rehat, gerakan volunter, gerakan pasif atau
gerakan isometric yang dilakukan. Nyeri yang ditimbulkan pada gerakan pasif biasanya
menunjuk pada kapsul atau persendian yang menjadi sumber nyeri.
122
c. Nyeri Gerak Aktif
Bilamana suatu gerakan aktif membangkitkan nyeri, maka sumber nyeri terletak pada otot
atau tendon.
d. Nyeri Gerak Isometrik
Cara membangkitkan nyeri gerak isometric sama seperti melakukan test tenaga otot
dimana orang yang diperiksa disuruh untuk berkontraksi (fleksi, ekstensi, abduksi, aduksi,
endorotasi/eksorotasi, supinasi atau pronasi) dengan melawan tahanan.
Beberapa Contoh Pemeriksaan untuk Sindroma Nyeri :
1. Tes Phalen
Jika terdapat penyempitan pada terowongan karpal di pergelangan tangan bagian volar
yang dilintasi cabang-cabang N. Medianus (pada Carpal Tunnel Syndrome), maka
penekukan tangan pada pergelangan tangan akan menimbulkan nyeri atau parestesia.
Kedua tangan pasien ditekukkan di sendi pergelangan tangan, kemudian menekankan
kedua dorsum manus satu dengan yang lain sekuat-kuatnya. Tangan yang merasakan nyeri
atau kesemutan mengungkapkan bahwa terowongan karpal menyempit
Tes Phalen
2. Tes Distraksi
Nyeri syaraf radikuler di daerah leher dapat terjadi karena kompresi pada radiks
dorsalis ditingkat servical. Jika kepala pasien diangkat, nyeri dapat lenyap atau berkurang
Tes Distraksi
123
3. Tes Kompresi ( lhermitte test)
Kepala pasien ditekan / dikompresi dalam berbagai posisi kepala (miring kanan, miring
kiri, tengadah, menunduk). Bila terdapat nyeri syaraf akibat kompresi di foramen
intervertebrale bagian servikal, maka kompresi pada kepala pasien akan menimbulkan
nyeri yang sesuai dengan tingkat kompresi.
lhermitte test
4. Tes Valsava
Pasien disuruh mengejan sewaktu pasien menahan napas. Tes ini positif apabila timbul
nyeri radikular yang berpangkal ditingkat leher dan menjalar ke lengan.
Tes Valsava
5. Tes Naffziger
Pasien disuruh mengejan dan kedua tangan pemeriksa menekan kedua vena jugularis,
pasien dalam posisi bediri atau berbaring. Jika ada proses desak ruang di kanalis
vertebralis maka radiks yang terbentang atau teregang mendapat perangsangan pada saat
dilakukan tes Naffziger, sehingga akan timbul nyeri radikuler yang melintasi kawasan
dermatomalnya
Tes Naffziger
124
BAB XII PEMERIKSAAN PENDERITA KOMA
Pada pennderita koma yang pertama kali kita pikirkan adalah apa kemungkinan
penyebab koma pada penderita tersebut. Tujuan pemeriksaan neurologis pada penderita koma
adalah untuk membedakan apakah komanya disebabkan oleh adanya lesi struktural atau karena
gangguan metabolik.
ANAMNESE
Pertama kali yang kita lakukan adalah menanyakan riwaayat sebelum penderita Koma yaitu :
1. Mulai kapan koma.
2. Gejala dan tanda sebelum panderita mengalami Koma (sakit kepala, trauma, minum
obat dll)
3. Riwayat penyakit dahulu.
4. Live Style ( drug,foot,toxic).
PEMERIKSAAN INTERN
Pada pemeriksaan intern harus dilakukan dengan teliti :
1. Tanda vital ( vital sign )
- Tekanan darah,nadi ,suhu badan, respirasi.
2. Bau pernafasan penderita (amoniak,aseton,alcohol,dll)
3. Kulit (turgor,warna,bekas injeksi dan luka-luka karena trauma).
4. Selaput mokosa mulut(adanya darah, bekas minum racun dll.
• Breathing pattern • Kelainan pupil • Refleks Cephalik • lateralisasi
Penurunan Kesadaran
Metabolik Neurologis
• Anamnesis • Defisit Neurologis • Meningeal Sign
125
5. Kepala :
- Keduduka kepala : Opistotonus (meningitis), miring kekanan atau kekiri ( tumor
fosa posterior)
- Apakah keluar darah dari hidung atau telinga ?
- Apakah ada tanda Brill hematoma, atau tanda mastoid (Battle Sign) ?.
- Apakah terdapat fraktur impressi dibawah rambut ?.
6. Leher.
- Apakah terdapat fraktur vertebra servikalis? Kalau yakin tidak ada
periksalah KAKU KUDUK
7. Toraks
- Periksalah jantung dan paru secara teliti
8. Ektremitas
- Apakah ada sianosis pada ujung jari ?.
- Apakah ada edema pada tungkai ?.
Untuk menetapkan proses di batang ontak pemeriksaanya adalah sebagai berikut :
• Observasi umum
o Jika penderita melakukan gerakan menelan,mengunyah,mengecap dan
membasahi bibir berarti fungsi batang otak masih baik.
o Gerakan multifokal (myoklonik jerk) menunjukkan kelainan yang sifatnya
difus (koma metabolik).
o Posisi lengan dalam keadaan fleksi (decorticate) ketika kita beri rangsangan
nyeri menunjukan lesi pada hemisfer yang berarti prognosa lebih baik.
o Pasisi lengan extensi (decerebrate) menunjukkan lesi pada batang otak,
prognosa lebih buruk.
• Pola pernafasan
o Cheyne – stokes (Periodic Breathing)
Pola pernafasan ini disebabkan karena proses di hemisfer (diencephalon) atau batang
otak bagian atas.
126
o CNH ( Central Neurogrnic Hyperventlation),Kussmaul, Biot.
Pola pernafasan ini disebabkan oleh karena proses yang terletak di antara
mesensephalon dan pons. Pola pernafasan ini menunjukka prognosis lebih buruk
bila dibanding Cheyne – stokes karena letak prosesnya lebih caudal.
o Pernafasan Apneustik (Apneustic breathing)
Ditandai suatu inspirasi yang dalam dan diikuti penghentian ekspirasi dalam
waktu yang lama.
Pola pernafasan ini disebabkan proses di pons, tentunya prognosisnya lebih
jelek dibanding CNH.
o Pola pernafasan Ataksik(Atacsic Breathing)
Ditandai pernafasan yang dangkal,cepat dan tidak teratur.
Pola ini terjado bila proses sudah sampai pada medula oblongata,sering
terlihat pada keadaan menjelang ajal (agonal).
• Reflek Cephalik
Batang otak merupakan tempat inti (nucleus central), maka dengan memeriksa
reflek-reflek yang melibatkan inti-inti tersebut kita dapat mengetahui letak proses
dibatang otak.
Reflek – reflek tersebut adalah :
o Reflek pupil ada dua yaitu reflek cahaya langsung dan tidak langsung bila
terdapat gangguan pada reflek pupil maka lesinya pada mesencephalon.
o Doll’s eye fenomen ( fenomena mata boneka / Oculo cephalic). Bila kepala
digerakkan kesamping maka bola mata akan bergerak berlawanan. Reflek ini
akan hilang bila letak proses di Pons.
127
o Reflek oculo auditorik (Auditory blink Reflex). Bila penderita dirangsang
dengan suara yang keras, maka penderita akan menutup matanya. Reflek ini akan
hilang bila Pons terganggu.
o Reflek oculovestibuler .( Kalori test). Reflek ini akan hilang bila Pons
terganggu.
o Reflek kornea. Memberikan rangsangan pada kornea akan terjadi penutupan
kelopak mata. Reflek ini akan hilang bila Pons terganggu.
o Reflek muntah. Dengan memberikan sentuhan pada dinding faring bagian
belakang akan menyebabkan reaksi muntah. Reflek ini akan hilang bila Medula
Oblongata terganggu.
• Reaksi terhadap Rangsang nyeri
Tiga cara yg dpt menimbulkan stimulus noxious (nyeri) pada penderita koma adalah :
1. Tekan kuat dengan ibu jari pada atap superior tulang cavum orbita.
2. Cubit nipple (puting susu ) pennderita dengan kuat.
3. Tekan kuat salah satu kuku jari penserita dengan pulpen
Penderita koma akan menunjukkan respon motorik yg mengindikasikan adanya refleks2
yg lebih luas.
Gerakan abduksi berarti fungsi hemisfer masih baik
Posisi decorticate terdiri atas adduksi lengan atas, fleksi lengan bawah.pergelangan
tangan dan jari. Posisi decerebrate terdiri atas adduksi lengan atas, ekstensi dan pronasi
lengan bawah, dengan ekstensi dari ekstremitas inferior
Secara umum, penderita dengan posisi decortcate memiliki prgnosis yang lebih
baik disbanding dengan penderita posisi decerebrate!!
• Fungsi traktus piramidalis
Traktus piramidalis adalah jaras yang paling panjang pada susunan saraf kita,
oleh karena itu bila terjadi kerusakan pada saraf pusat, amat sering terganggu. Bila
Traktus piramidalis tidak terganggu, kemungkinan besar koma yang kita hadapai adalah
koma metabolik.
128
Adanya gangguan pada traktus piramidalis dapat kita ketahui dengan melakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
o Kelumpuhan ( paralisis). Kita dapat mengetahui adanya kelumpuhan pada
penderita koma dengan cara memberikan rangsang nyeri, memposisikan
penderita pada posisi yang sulit, tes lengan jatuh dan tes tungkai jatuh kemudian
kita lihat mana yang lebih aktif dan mana yang pasif..
o Reflek tendon. Pada lesi piramidalis (UMN) seharusnya reflek tendon akan
meningkat akan tetapi pada fase akut bisa menurun (spinal shock)
o Reflek Patologis. Pada lesi piramidalis (UMN) seharusnya reflek patologis positif
akan tetapi pada fase akut bisa negatif (spinal shock)
o Tonus. Pada lesi piramidalis (UMN) seharusnya tonus otot akan meningkat
(spastic)akan tetapi pada fase akut bisa menurun (spinal shock)
Untuk lebih memudahkan kita dalam memahami letak proses setinggi mana pada
penderita koma, dibawah ini kami berikan tabel tentang tahapan letak proses tersebut beserta
tanda dan gejalanya. ( Rostro Caudal syndrome )
Tahapan Rostro Caudal syndrome pada proses Herniasi
Stadium Klinis
Diensefalon Mesensefalon Pons Medulla Oblongata
Derajat Kesadaran
- Somnolens - Stupor
Koma Koma Koma
Pola pernapasan - Eupnea - Cheyne Stoke
CNH CNH Apneustic
Apneustic Ataxic
Tensi Stabil normal Tidak stabil Hipertensi Tensi drop Nadi Stabil normal Mulai
bradikardi Bradikardi Bradikardi
Suhu badan normal Mulai naik Hipertermia Hipertemia Kedudukan bola mata
Bergerak kian kemari konjugat
Strabismus divergen ipsilateral
Diam di tengah Diam di tengah
pupil Isokor Miosis
Anisokor iplisit Midrasis iplisit
Mid Position fixed (midriasis)
Midriasis ODS
Stadium Klinis
Diensefalon Mesensefalon Pons Medulla Oblongata
R. Cahaya +/+ +/- -/- -/- R. Bulu Mata +/+ +/+ -/- -/- R. Cornea +/+ +/+ -/- -/- R. Mata Boneka +/+ +/- iplisit +/- -/- R. Kulorik +/+ +/- iplisit +/- -/- R. Muntah +/+ +/+ +/+ -/- Sikap/tonus -Paratonia
-Decorticate R. Decorticate R. Decorticate R.
Decorebrate R. Flaccid
Neuro fokal + (unilateral) + (unilateral) Bilateral (sulit dinilai)
Sulit dinilai
129
BAB XIII
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
Evaluasi status mental merupakan penilaian fungsi kognitif yang sistematis. Status
mental sering kali tidak diperhatikan oleh penderita, keluarga maupun klinisi dan sering
dianggap suatu hal yang lumrah bila mengalami atau melihat seseorang menjadi pelupa,kognisi
yang nenurun dan dianggap hal yang biasa pada proses penuaan. Penurunan fungsi kognisi
merupakan salah satu bentuk defisit neurologis yang bisa merupakan tanda suatu penyakit yang
memerlukan penanganan yang segera (Stroke).
Pada pemeriksaan status mental dibutuhkan pemeriksaan yang berurutan oleh karena
untuk memeriksa fungsi memori tentunya penderita harus sadar dan Atensi juga harus baik. Jadi
urutan pemeriksaanya adalah sebagai berikut :
Pemeriksaan tingkat kesadaran Atensi dan Konsentrasi Orientasi Pemeriksaan fungsi bahasa Pemeriksaan memori Gnosis (pengenalan obyek) Praksis
PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN Tingkat kesadaran kita ukur dengan menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale) yang
telah kita biarakan pada bab sebelumnya.
ATENSI DAN KONSENTRASI
Atensi adalah kemempuan untuk memusatkan perhatian pada masalah yang sedang
dihadapi.
Konsentrasi adalah kemampuan untuk mepertahankan pada fokus yang sedang
dihadapi.
Cara pemeriksaan :
• Tes mengulang angka
Pemeriksa menyebutkan angka dengan lambat dan jelas, satu angka satu detik
kemudian penderita disuruh mengulanginya. Saratnya angka yang disebutkan
tidak boleh berurutan.
130
Contoh
2-5-8 , 1-4-2-5, 4-2-6-8-2-9, 2-5-2-4-8-2-4-7-5 dst.
Dikatakan normal bila dapat mengulang enam sapai tujuh angka dengan benar,
bila tidak bisa dikatakan atensi atau perhatiannya kurang.
• Tes mengetukkan jari bila disebut angka atau huruf tertentu
Pemeriksa menyuruh pemderita untuk mengetukkan jarinya bila disebutkan
angka 5 atau huruf F kemudian pemeriksa menyebutkan dengan pelan dan jelas
satu angka atau huruf satu detik sederetan angka atau huruf yang didalam deretan
angka atau huruf tersebut terdapat angka 5 da n huruf huruf F.
Dikatan normal bila penderita dapat melakukan tanpa membuat kesalahan, bila
terjadi kesalahan mengetuk yang konstan berarti terdapat lesi pada lobus
frontalis.
ORIENTASI
Pemeriksaan orientasi dapat juga merupakan ukuran memori jangka pendek, dan
pemeriksaan orientasi meliputi :
• Orientasi tempat
• Orientasi waktu
• Orientasi orang
Kesalahan dalam orientasi mencerminkan memori jangka pendek juga terganggu.
PEMERIKSAAN FUNGSI BAHASA
Didalam berbahasa tercakup enam modalitas bahasa yaitu :
1. Bicara Spontan
2. Pemahaman (komprehensi)
3. Menamai (naming)
4. Mengulang (Repetition)
5. Membaca
6. Menulis
Bahasa merupakan instrumen dasar dalam komunikasi dan merupakan komponen
terpenting dari fungsi kognisi. Bila terdapat gangguan dalam berbahasa maka penilaian fungsi
131
Stimulasi auditif perifer Sistim auditif
Area auditif primer (girus Hischl) pd kedua
lubus temporalis
Hemisfer dominan
Hemisfer non dominan
Pusat Identifikasi kata AREA WERNICKE
Area asosiasi auditif
posterior lobus
temporalis sup
Corpus Calosum
kognisi yang lain seperti memori verbal,interprestasi pepatah (abstraksi), berhitung lisan dll.
Menjadi sulit dilakukan.
ANATOMI DAN FISIOLOGI
TThhee mmaajjoorr llaanngguuaaggee cceenntteerrss ooff tthhee bbrraaiinn.. TThhee mmoottoorr aanndd sseennssoorryy aarreeaass aarree pprreesseenntteedd aass llaannddmmaarrkkss.. IInntteerrccoonnnneeccttiinngg ffuunnccttiioonnaall ppaatthhwwaayyss aarree iinnddiiccaatteedd bbyy lleetttteerrss:: AA)) TThhee ccoonnnneeccttiioonn bbeettwweeeenn WWeerrnniicckkee''ss aanndd BBrrooccaa''ss aarreeaass,, mmeeddiiaattiinngg eexxpprreessssiioonn ooff llaanngguuaaggee uutttteerraanncceess iinn ssppeeeecchh;; BB)) TThhee ccoonnnneeccttiioonn bbeettwweeeenn BBrrooccaa''ss aarreeaa aanndd tthhee pprriimmaarryy mmoottoorr aarreeaa;; CC)) CCoonnnneeccttiioonn bbeettwweeeenn pprriimmaarryy aauuddiittoorryy ppeerrcceeppttiioonn aanndd WWeerrnniicckkee''ss aarreeaa;; DD)) CCoonnnneeccttiioonn bbeettwweeeenn vviissiioonn aanndd WWeerrnniicckkee''ss aarreeaa,, mmeeddiiaattiinngg rreeaaddiinngg aabbiilliittyy;; EE)) CCoonnnneeccttiioonn bbeettwweeeenn ssoommaattoosseennssoorryy ppeerrcceeppttiioonn ((ttaaccttiillee,, ppaaiinn,, ccoolldd//hhoott,, ppoossiittiioonn sseennssee)) aanndd WWeerrnniicckkee''ss aarreeaa,, tthhiiss wwoouulldd mmeeddiiaattee llaanngguuaaggee ccoommpprreehheennssiioonn bbyy ttrraacciinngg lleetttteerrss oonn tthhee sskkiinn oorr rreeaaddiinngg bbrraaiillllee..
132
• suara diidentifikasi jadi bahasa pada area pengenalan kata (inferior lobus parietal
hemisfer dominan), pengenalan berdasarkan pengalaman masa lalu dan hubungan antar
simbol ⇒ Wernicke ⇒ area lain (enkoding)
• KOMUNIKASI : area identifikasi kata - serabut asosiasi - area enkoding motor
(posterior girus temporalis sup - area operkuler lobus frontal)
• impuls visual ⇒ pusat visual primer lobus oksipital kedua hemisfer ⇒ area asosiasi
visual (pengenalan dan identifikasi simbol bahasa) :
• dominan ke area identifikasi kata
• non dominan - menyilang ke hemisfer yg dominan melalui korpus kalosum
• Informasi penamaan obyek dari kedua area asosiasi visual ⇒ area pengenalan kata
hemisfer dominan ⇒ area wernicke
• AREA BROCA (Area enkoding motorik) = konversi preliminer simbol bahasa ke
aktivitas motor
• Informasi dari area broca ⇒ area motor primer hemisfer, untuk dikonversikan menjadi
gerakan motorik ⇒ BICARA
saat bersamaan : komunikasi antara area Broca dengan area motor suplementer
pada medial girus frontal superior ⇒ area motor primer
• Lengkung refleks area broca ⇒ area motor suplementer ⇒ area motor primer yang
bertanggung jawab terhadap kelancaran konversi informasi di area motor primer jadi
impuls yg memproduksi bicara (speech)
• Kaitan anatomi :
Area bahasa posterior = area kortikal, bertugas memahami bahasa lisan = AREA
WERNICKE
Area bahasa bagian frontal = produksi bahasa = AREA BROCA (area brodmann
44).
PEMERIKSAAN SISTEM BAHASA
Untuk lebih memahami dan mangerti tentang pemeriksaan berbahasa kita harus
menguasai terminologi yang penting dalam berbahasa :
• Disartria (pelo,cedal)
Merupakan gangguan pada artikulasi atau pengucapan kata. Hal ini disebabkan oleh
karena kontrol neuromuskular pada proses artikulasi.
133
• Disfonia (serak,bindeng)
Adalah kesulitan dalam mengeluarkan bunyi atau suara (fonasi).
• Disprosodi
Adalah gangguan pada irama berbicara yaitu ritme, intonasi dan melodi suara
terganggu seingga penderita berbicara monoton.(datar).
• Apraksia oral/apraksia bukofasial
Adalah ketidakmampuan otot-otot wajah dan otot-otot untuk berbicara melakukan
gerakan yang terampil. Kompreensi, tenaga otot dan koordinasi normal.
Misal : Penderita disuruh meniup lilin maka akan terjadi kesulitan untuk mengatur
bibirnyas agar dia bisa meniup dengan benar.
• Afasia
Adalah gangguan dalam berbahasa. Dalam hal ini penderrita mengalami gamgguan
dalam meproduksi dan memahami bahasa.
• Disfasia
Adalah gangguan berbasa dalam perkembangan. Terminologi ini digunakan bila
anak-anak mengalami keterlambatan dalam berbahasa yang tidak sebanding dengan
perkembangan fungsi kognintifnya.
• Aleksia
Adalah kehilangan kemampuan dalam membaca yang sebelumnya penderita mampu
membaca.
• Agrafia
Adalah kehilangan kemampuan dalam menulis yang sebelumnya penderita mampu
menulis.
Untuk memeriksa fungsi bahasa kita harus memeriksa keenam modalitas dalam fungsi
berbahasa tersebut sehingga kita dapat menggolongkan gangguan berbahasa tersebut.
• Perhatikan :
Bagaimana px berbicara spontan
Komprehensi (pemahaman)
Repetisi (mengulang)
Menamai (naming)
Membaca dan Menulis
134
Dan jangan lupa selalu menanyakan \ mencari sisi otak mana yg dominan (kidal atau tdk)
PEMERIKSAAN KELANCARAN BERBICARA
• Bicara lancar : lancar, spontan, tanpa tertegun untuk mencari kata yg diinginkan
• kelancaran bahasa verbal : refleksi efisiensi penemuan kata
• untuk mendeteksi masalah berbahasa ringan pada lesi otak yg ringan atau demensia dini
Tes Kelancaran
Menemukan kata (sejumlah kata dalam periode waktu tertentu), bandingkan dengan normal
Dipengaruhi usia, intelegensia dan tingkat pendidikan :
69 th ⇒ 20 nama hewan dalam 1 menit (normal)
70 th ⇒ 17
80 th ⇒ 15,5
menyebutkan nama benda yg berawalan huruf tertentu
Pemeriksaan Pemahaman (komprehensi) bahasa lisan
• Percakapan : kemampuan memahami pertanyaan dan suruhan yg diberikan pemeriksa
• Suruhan : serentetan suruhan (sederhana - sulit)
• Yes / no question
• Menunjuk : menunjuk benda tertentu
Pemeriksaan Repetisi (Pengulangan
• Menyuruh pendrita mengulang, mulai dari kata yg sederhana (satu patah kata) - banyak
kata (satu kalimat)
• normal : mampu mengulang kalimat yg mengandung 19 suku kata
• gangguan kemampuan mengulang ⇒ kelainan patologis pada daerah peri-sylvian
• bila gangguan (-) ⇒ peri-sylvian bebas dari kelainan Patologis (p.u. Di perbatasan
vaskuler (area water - shed)
Pemeriksaan penamaan dan menemukan kata
• Kesulitan menemukan kata = kemampuan menyebut nama (menamai) ⇒ ANOMIA
• Mencakup kemampuan penderita menyebut :
o Nama obyek - simbol matematik
o Bagian dr obyek - nama tindakan
135
o bagian tubuh
o warna
o gambar geometrik
• Obyek lazim atau yang langka ditemui
• Bila penderita kesulitan, dapat dibantu denga memberikan suku kata pemula dengan
menggunakan kalimat penuntun atau melukiskan / memperagakan kegunaannya atau
memilih diantara jawaban
• Perhatikan jawaban yg diberikan : cepat atau lamban atau tertegun atau neologisme
• Penderita yang AFASIA selalu AGRAFIA, dan sering ALEKSIA ⇒ pemeriksaan baca
dan tulis bisa dipersingkat.
• Penderita yang tidak afasia ⇒ pemeriksaan baca - tulis harus dilakukan sepenuhnya
(karena dpt terjadi terpisah, tanpa afasia)
KLASIFIKASI AFASIA
• Menurut manifestasi klinisnya :
– Afasia yang lancar (bicara lancar, artikulasi baik, irama baik, namun isi bicara
tdk bermakna dan tanpa isi), parafasia (kata sering salah)
• Afasia Reseptif/sensorik (Wernicke)
• Afasia Konduksi
• Afasia amnesik (anomik)
• Afasia transkortikal
– Afasia yang tidak lancar (bicara terbatas, artikulasi buruk)
• Afasia ekspresif/motorik
• Afasia global
• Menurut lesi anatomiknya
– Sindrom afasia peri - silvian
• Afasia Broca (ekspresif)
• Afasia wernicke (reseptif)
• Afasia konduksi
136
kelancaran Pemahaman Pengulangan jenis
Lancar
Baik
Buruk
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Tak Lancar
Anomik
Konduksi
Transkortikal sensorik
Wernicke
Transkortikal motorik
Broca
Transkortikal camp
Global
– Sindrom afasia daerah perbatasan (border zone)
• Afasia transkortikal motorik
• Afasia transkortikal sensorik
• Afasia transkortikal campuran
– Sindrom afasia subkortikal
• Afasia talamik
• afasia striatal
– Sindrom afasia non - lokalisasi
• Afasia anomik
• Afasia global
Gambaran Klinis Afasia Global
• Paling berat
• beberapa patah kata yang stereotipi
• komprehensi menghilang atau terbatas
• Repetisi, baca, tulis terganggu berat
• akibat lesi luas pd semua daerah bahasa (oklusi arteri karotis interna atau arteri cerebri
media pada pangkal)
• disertai hemiparese/plegi
137
Afasia broca
• Disebabkan lesi daerah broadmann 44 dan sekitarnya (melibatkan operkulum frontal -
area brodmann 45 dan 44, substansia alba frontal dalam), lesi di korteks peri - rolandik
(t.u. Daerah brodmann 4)
• Disertai perubahan emosional (frustasi dan depresi)
Afasia Wernicke
• Hemiparese +/-, tanpa hemiparese sering diduga penderita psikosis
• akibat lesi di daerah bahasa posterior girus temporal superior
• Bila pemahaman kata tunggal terpelihara, tapa kata kompleks terganggu (lesi daerah
lobus parietal)
• Dapat juga karena lesi subkortikal - ismus temporal yang memblokir signal aferen
inferior ke korteks temporal
Afasia Konduksi
• Akibat terputusnya hubungan antara area wernicke dan broca, gangguan girus
supramarginal, lesi substansia alba subkortikal parietal inferior, fasikulus arkuatus yang
menghubungkan korteks temporal dan frontal
138
Afasia transkortikal
• Fluent (SENSORIK), pemahaman buruk, repetisi baik, ekolalia, komprehensi auditif
dan membaca terganggu, defisit motorik dan sensorik jarang, defisit lapangan pandang .
• Nonfluent (MOTORIK), pemahaman baik, repetisi baik, output terlambat, ungkapan
singkat, parafasia, ekolalia nonfluent, komprehensi buruk, repetisi baik, ekolalia >>
(CAMPURAN)
• Oleh karena lesi luas berupa infark berbentuk bulan sabit, dalam zona perbatasan antara
pembuluh darah serebral mayor (lobus frontal antara daerah arteri serebri anterior dan
media)
• Afasia transkortikal motorik oleh karena. Lesi di perbatasan anterior yg menyerupai
huruf C terbalik,
• Tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 & 44 dan
sekitarnya), korteks peri sylvian parietal (repetisi)
• Etiologi tersering :
• Anoksia sekunder terhadap sirkulasi darah yang menurun (cardiac arrest)
• Oklusi atau stenosis berat arteri karotis
• Anoksia oleh keracunan CO
• Demensia
Afasia Anomik
• Banyak tempat lesi di hemisfer dominan yang dapat menyebabkan afasia anomik (lesi
kortikal / subkortikal)
• Anomia dapat ringan, sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat
pula demikian beratnya sehingga keluaran spontan tidak lancar dan isinya kosong.
• Prognosis untuk penyembuhan bergantung beratnya defek inisial
139
MEMORI
Memori adalah status mental yang memungkinkan seseorang menyimpan informasi
untuk dipanggil kembali dikemudian hari. rentang waktu untuk memanggil kembali bisa singkat
berapa detik (seperti pada tes mengulang angka), atau setelah bertahun – tahun seperti
mengingat kembali pengalaman masa kanak- kanak.
Gangguan memori merupakan keluhan yang paling sering dijumpai pada penderita
dengan sindrom mental organik. Hampir semua penderita dimensia menunjukkan masalah
memori dini pada perjalanan penyakitnya.
Memperhatikan secara seksama hasil tes memori sering dapat mengungkapkan adanya
gangguan organik sebelum terlihat kelainan pada pemeriksaan neurologi rutin. Hal ini
disebabkan karena berbagai penyakit organik mengakibatkan berbagai gangguan jenis memori,
misalnya defisit memori yang terisolasi pada sndroma korsakof, ganggua n memori disertai in-
atensi dan agitasi pada kadaan konfusi kacau, atau gangguan memori baru disertai disfungsi
kognitif umum pada dimensia. Pada tiap kelainan ini mekanisme patofisiologi gangguan memori
berbeda. Memori verbal dapat terganggu pada lesi unilateral hemisfer kiri dan memori visual
nonverbal dapat terganggu pada lesi hemisfer kanan yang unilateral.
Tidak semua gangguan memori disebabkan oleh kelainan organik. Faktor psikiatrik
terutama depresi dan anxietas dapat juga mempengaruhi fungsi memori dan kognitif. sering
keluhan memori pada usia lanjut lebih berkaitan dengan keadaan
afektif dari pada faktor neurologi. penderita yang depresif dan cemas dan juga penderita dengan
gangguan psikiatrik sering mengalami gangguan memori.
Pada pemeriksaan memori diperlukan kooperasi dan kinerja maksimal, sedangkan
penderita dengan gangguan emosional sering kali kinerjanya buruk. Karena itu dapat terjadi
kesalahan dalam mendiagnosis, yang seharusnya depresi dianggap sebagai demensia atau
sebaliknya . mendeteksi atau memngungkapakan masalah memori pada penderita dengan
kelainan psikiatrik adalah sulit namun dengan evaluasi neurologis, psikiatrik dan psikologis
hampir selalu dapat membimbing kediagnosis yang benar.
Proses Memori Pertama-tama informasi diterima oleh modalitas sensorik khusus misalnya raba, dengar,
visual dan diregistrasi. selanjutnya memori ini disimpan sebentar dimemori jangka pendek
(memori kerja). Langkah kedua terdiri dari menyimpan dan mempertahan kan informasi dalam
bentuk yang lebih permanen (memori jangka panjang ). Proses penyimpanan ini dapat
ditingkatkan melalui pengulangan (repetisi) atau oleh penggabungan dengan informasi lain
yang sudah disimpan sebelumnya. Penyimpanan merupakan proses aktif yang membutuhkan
140
upaya melalui praktek dan latihan. Langkah akhir pada proses memori adalah memanggil
kembali (recal) menjumput (retrival) informasi yang telah disimpan. Langkah menjumput
merupakan proses yang aktif , memobilisasi yang telah disimpan. Tiap tahapan pada seluruh
proses memori bertumpu pada integritas langkah-langkah sebelumnya. Bila terdapat interupsi
atau gangguan dalam urutanya, hal ini dapat menghalangi penyimpanan atau penjumputan
memori sehingga aka terjadi gangguan memori.
Pembagian Memori :
Memori Segera
Memori segera atau pemanggilan segera merupakan pemanggilan setelah rentang waktu
beberapa detik, seperti pada pengulangan deretan angka.
Memori baru/ janka pendek ( rescent memori) Kemampuan penderita untuk mengingat kejadian yang baru terjadi, kejadian sehari-hari
( misalnya hari, tanggal, sarapan pagi atau kejadian yang baru terjadi). Lebih tegas lagi
memori baru adalah kemampuan untuk mengingat materi yang baru dan menjumput
materi tersebut setelah interval beberapa menit , jam atau hari.
Memori Rimot ( jangka panjang)
Kemampuan mengumpulkan fakta atau kejadian yag terjadi bertahun – tahun
sebelumnya, seperti nama guru atau nama teman waktu kecil dulu.
Amnesia
Kelainan pada fungsi memori, rentang waktu amnesia dapat singkat ( beberapa detik) atau lama
sampai bertahun – tahun. Kejadian ini sering terjadi pasca trauma kepala, stroke.
Amnesia antegrade adalah ketidak mampuan memepelajari materi baru setealah jejas otak
Amnesia retrograd berarti amnesia terhadap kejadian sebelum terjadinya jejas pada otak.
Amnesia psikogenik
Amnesia dapat juga berbentuk amnesia psikogenik. Dalam hal ini pasien memblok suatu kurun
waktu. pasien ini tidak menunjukkan defisit memori baru, ia dapat mempelajari aitem baru
sewaktu periode amnesia dan setelah periode amnesia berlalu, dan tidak menderita defek pada
memori jangka panjang dan pendek (recent) bila di tes. hilangnya memori yang berdasarkan
keadaan psikologis mengakibatkan lubang-lubang pada memori terhadap kejadian sewaktu
adanya amnesia. Kadang pasien dapat mengingat sebagian dari periode amnesia yang tidak
bermuatan trauma emosional, namun akan memblok kejadian yang secara emosional traumatik.
141
Pemeriksaan Pada pemeriksaan memori tiap aspek pemerikasaan memori harus diteliti yaitu memori
segera, memori jangka pendek \ memori baru dan memori rimot. Dalam menilai memori perlu
disadari bahwa tes memori memerlukan pemusatan perhatian, dengan demikian pada pnederita
yang in-atensi pemeriksaan tidak valid. demikian juaga dengan gangguan fungsi sensorik dan
motorik serta gangguan fungsi bahasa yang mengganggu komprehensi dan kemampuan ekspresi,
juga akan mengganggu kinerja serta hasil tes memori.
Pemeriksaan memori segera ( immediate recall)
Dilakukan dengan cara mengulang angka.
Cara pemeriksaan :
penderita diberitahu untuk menyebutkan angka yang telah pemeriksa sebutkan. Mula-
mula dengan menyebutkan dua angka, tiga angka, dan seterusnya. pemeriksa harsu
menyebutkan angka dengan jelas, dengan kecepatan satu angka satu detik.
contoh aitem tes : 4-7; 3-6-8; 1-3-7-3; 2-5-3-6-7; 2-7-4-7-8; 1-5-7-4-8-4-1 dst
Skor orang dengan intelegensi rata-rata dapat dengan akurat mengulangi 5 sampai 7 angka tanpa
kesulitan. bila dapat mengulang kurang dari 5 angka maka terjadi gangguan memori segera.
Pemeriksaan memori baru ( rescent memori )
Pemeriksaan memori baru mencakup pemeriksaan memori verbal dan visual.
memori verbal
Cara pemeriksaan :
Pemeriksa memeriksa orientasi penderita dengan menanyakan :
Indetitas pribadi ( nama, umur , tangal lahir dll )
Tempat ( dimana saat ini berada, apa nama tempat ini dll.)
Waktu ( pagi, siang, sore, tanggal, tahun dll.)
Orang yang normal dapat melakukan tes ini tanpa mengalami kesulitan, akan tepai ada juga
yang mengalami kesulitan dalam memahami waktu dan ini tergantung juga pada edukasi
penderita.
Tes dengan empat kata yang tidak berurutan
Katakan pada penderita “ saya kan menyebutkan 4 patah kata yang anda harus sebutkan
makanya harus dingata baik-baik, Beberapa menit lagi saya akan menit lagi saya akan
menanyakan apa yang telah saya katakan.” Untuk memastikan penderita mengerti dan
142
memahami suruh penderita mengulang apa yang telah kita katakan. kemudian penderita diberi
tugas lain agar dia tidak mengulang kata tersebut didalam hatinya. setelah berselang 5 menit,
suruh penderita menyebutkan 4 kata tadi.
Aitem test yang dapat diberikan :
cokelat, jujur, mawar, lengan
lucu, wortel. tumit, setia
bila penderita tidak dapat menyebutkan suatu kata maka dapat kita bantu dengan beberapa cara
yaitu :
Bantuan semantik, sehubungan dengan jenis obyek, misalnya salah satu katanya
mengenai warna.
Batuan fonem, kata yang belum anda sebut mengandung : suku kata ju ( jujur).
Bila penderita masih tidak mampu menyebutkan kata tadi maka pmeriksa dapat memberikan
sederetan kata-kata yang memuat kata yang harus disebutkanya kembali, misalnya : merah hijau,
cokelat kuning, biru.
Bila kemampuan penderita lebih baik mengenala daripada menyebutkanya secara sepontan
maka hal ini menunjukkan problem memori pada masalah penjumputan (retrieval) fari pada
akuisisi atau defisit penyimpanan.
orang normal dibawah 60 tahun dapat menyebutkan kembali 3 atau 4 kata setelah sepulu menit
berlalu. Teradapat variasi yang besar pada populasi normalpada hasil tes ini ( SD. 0,8 kata) jadi
implikasi klinik pada skor yang rendah ( misalnya 2 dari 4) harus dilihat dan diinterprestasikan
dengan memperhatikan seluruh pemeriksaan lainnya.
Memori visual.
Seharusnya dilakukan pada semua penderita karena tes ini bisa dilakukan pada panderita afasia
juga pada penderita dengan gangguan fungsi verbal.
Cara pemeriksaan :
Pemeriksaan dengan menggunakan 5 obyek kecil, yang dapat dengan mudah
disembunyikan disekitar penderita, misalnya : pensil, sisir, mata uang sendok dll. obyek
ini disimpan disekitar penderita misalnya dibawah kursi, dibawah bantal, didalam laci di
kantung pemeriksa. Sewaktu disembunyikan penderita melihatnya, kemudian perhatian
penderita dialihkan dengan cara penderita diajak bicara dengan diberikan beberapa
pertanyaan, setelah berselang 5 menit penderita kita tanyakan benda yang kita simpan
tadi dan dimana tempatnya.
143
skor memori visual.
Orang normal berusia diawah umur 60 tahun dapat menyebutkan 4 atau 5 obyek yang
disembunyikan setelah 5 menit tanpa kesulitan. penderita usia 70 – 90 tahun kurang mampu
melakukanya . apabila penderita mampu melakukan kurang dari 3 obyek maka dapat dikatakan
telag terjadi gangguan memori.
Memori Rimot ( jangka panjang)
Tes mengenai memori rimot dapat mengenai informasi pribadi, pentahuan umum dan sejarah.
Data pribadi memerlukan verifikasi dari orang lain yang mengetahui. Pengetahuan umum dan
sejarah dipengaruhi oleh tingkat edukasi, pengalaman sosial dan intelegensi premorbid.
Pertanyaan yang dapat diajukan mengenai diri pribadi adalah :
Dimana anda dilahirkan ?
Kapan anda dilahirkan ?
dimana anda sekolah SD,SMP,SMA?
Apa saja pekerjaan anda? kapan ? dimana ?
Siapa nama istri anda ? anak ? berapa anak anda ? siapa nama ibu anda ?
Informasi pribadi umumnya dapat diselesaikan dengan baik oleh orang normal atau penderita
dengan gangguan yang ringan. Kinerja yang buruk mengkin menunjukkan keadaan patologik,
namun kita tidaka dapat menilai jenisnya.
Pengetahuan umum , fakta sejarah.
pemeriksaanya dapat dilakukan dengan cara :
Sebutkan nama empat wakil presiden RI ! mulai saat ini dengan urutan kebelakang.
Tes ini sering sukar dilakukan pada penderita Alzaimer dini.
Sebutkan kerusuhan terakhir yang beritanya tersebar luas disetiap media mas a di seluruh
Indenesia !! kapan hari kemerdekaan Bangsa Indonesia ?
Implikasi Klinik
Beberapa aspek proses memori terjadi pada bangunan neuroanatomi tertentu atau sistem
neuronal. Penelitian patologik anatomi telah banyak mendokumentasikan bahwa bangunan
Limbik terlibat dalam pemnyimpanan jangka panjang dan penjumputan informasi baru (recent).
namun demikian, bangunan yang berperan untuk pemanggilan – kembali segera dan memori –
144
rimot belum dapat ditentukan. Walaupun jejak memori visual, verbal dan taktil mungkin sekali
disimpan di neo – korteks, banyak bangunan subkortikal dibutuhkan untuk proses total dari
memori (regstrasi, penyimpanan dan penjumputan). kerusakan pada berbagai sistem kortikal
atau subkortikal akan mengakibatkan berbagai pola gangguan fungsi.
Perhatian, berbahasa dan memori merupakan dasar dari proses yang menjadi pondasi
dari perkembangan fungsi intelektual yang lebih tinggi. Fungsi kognitif yang lebih tinggi
mencakup manipulasi bahan yang telah dipelajari, pemikiran abstrak, menyelesaikan masalah
(problem solving), menghitung dsbnya. Fungsi neuropsikologi yang kompleks ini bertumpu
pada integrasi serta interaksi dari proses yang lebih dasar. Fungsi kognitif yang lebih tinggi ini
sering sangat rawan terhadap akibat penyakit saraf. Evaluasi fungsi, kognitif yang lebih tinggi
pada pemeriksaan status mental, dapat menunjukkan akibat dini dari kerusakan kortikal,
sebelum proses yang lebih dasar, yaitu atensi, berbahasa dan memori terganggu.
APRAKSIA
Figure Caption: The major cortical brain centers involved in the control of movement.
Subcortical centers include the cerebellum, basal ganglia and substantia nigra
Praksis Konstruksional
• Praksis adalah integrasi motorik yang digunakan uutuk melakukan gerakan kompleks
yang bertujuan.
• Tugas konstruksional : menggambar garis dan balok, berguna dalam deteksi penyakit
otak organik (HARUS DIMASUKKAN DLM PEMERIKSAAN STATUS MENTAL)
145
• Ketidak mampuan melakukan tugas konstruksional disebut apraksia konstruksional
• kemampuan konstruksi :
– menggambar atau membangun gambae atau bentuk 2 - 3 dimensi
– mencontoh atau menyalin gambar garis dengan pensil dan kertas
– merekonstruksi bangunan balok
• Merupakan fungsi kognitif non - verbal tingkat tinggi ⇒ tugas motorik perseptual
komplek (melibatkan integrasi fungsi lobus occipital - parietal - frontal)
Karena daerah kortikal yang dibutuhkan luas dalam melaksanakan konstruksional maka lesi
otak dini dan ringan sudah menunjukkan gangguan.
PEMERIKSAAN
• Menggambar segi empat
• Mereproduksi bangunan geometri dengan pensil dan kertas
• menggambar secara spontan
• Reproduksi pola dengan menggunakan batang korek api
• Membuat konstruksi dari balok 3 dimensi
• Tugas analisa spasial, yaitu pasien diminta menandai bagian yg bertindihan.
Implikasi Klinis
• Kemampuan konstruksional merupakan fungsi kortikal terintegrasi tinggi yg primer
dilaksanakan oleh lobus parietal.
• Gangguan kinerja konstruksional ⇒ diduga adanya penyakit pada bagian posterior
hemisfer serebral (meskipun daerah lain dapat juga ikut terlibat).
Apraksia
• Adalah gangguan didapat pada gerakan motorik yg dipelajari dan berurutan , yang bukan
disebabkan oleh gangguan elementer pada tenaga, koordinasi, sensorik atau kurangnya
pemahaman (konprehensi) atau atensi.
• Hendaya (impairment) daalm seleksi dan organisasi inervasi motorik yang dibutuhkan
untuk melakukan suatu aksi.
• Apraksia bukan gangguan motorik tingkat rendah, tatapi defek dalam perencanaan
motorik (langkah2 integratif yang dibutuhkan pada gerakan terampil atau yang
dipelajari)
146
• Klasifikasi apraksia berdasarkan kerumitan (kompleksitas) dan sifat dari tugas yang
dilaksanakan.
Macam - macam Apraxia
• Apraxia ideomotor
• Apraxia ideasional (lesi cerebral difus)
• Cortical motor apraxia
• Apraxia agraphia (lesi di writing center exner 89)
• Apraxia swallowing (menelan), contoh ceguken
• Apraxia gaze dan head-neck (apraxia dlm melirik, lesi pd area 8)
• Apraxia tangan dan jari (dressing apraxia)
1. Apraksia Ideomotor
• Jenis yang paling sering dijumpai.
• Tidak mampu melakukan gerakan motorik yangg sebelumnya pernah dipelajari dan
dapat dilakukan dengan benar.
• ketidak mampuan lobus frontal untuk menerjemahkan aksi menjadi gerakan
mortorik.
• Gangguan dapat dilihat pada otot buko-fasial, ekstremitas superior / inferior, atau
otot badan.
• Misal :
– Penderita tidak mampu memperagakan bagaimana minum dengan
menggunakan sedotan
– Tidak mampu meniup api.
Apabila penderita gagal melakukannya maka terjadi apraksia bukofasial
– Kesulitan dalam gerakan lengan atau tungkai (“Beri hormat !”, “Peragakan
bagamana menendang bola!”)
Apabila penderita gagal melakukannya maka terjadi apraksia anggota gerak
– Kesulitan menggerakkan tubuh (“Peragakan bagaimana sikap seorang petinju
menangkis serangan lawan”)
147
Apabila penderita gagal melakukannya maka terjadi apraksia gerak tubuh
seluruhnya
• Penderita apraksia ideomotor mungkin tidak mampu memejamkan mata atas suruhan,
namun dapat mengedipkan mata secara spontan, tidak mampu menjulurkan lidah atas
perintah, namun gerakan lidahnya adekuat bila berbicara.
• Penderita mungkin mengalami kesulitan melaksanakan tugas yang sederhana
(berpakaian, menyisir rambut, menggunakan alat makan).
PEMERIKSAAN
• Bukofasial
– Bagaimana meniup lilin yg menyala
– Menjulurkan lidah
– Minum melalui semprit
• Anggota gerak
– Memberi hormat
– Mengetok palu
– Menyisir rambut
– Menendang bola
• Seluruh tubuh
– Melakukan smash pada bulu tangkis
– Sikap seorang petinju
Implikasi Klinis
• Berasosiasi erat dengan fungsi bahasa pada hemisfer yang dominan
• Pemahaman verbal merupakan prasarat dari penilaian praksis
• Bila suruhan telah dipahami, informasi meluas ke girus supramarginal yang letaknya
berbatasan (misal hembus lilin menyala) di asosiasikan dengan memori kinetik (gerakan)
yang berada di korteks parietal posterior - rolandik.
• Memori darr gerakan ditransfer ke daerah pre motor tempat memori bagi pola motorik
dicetuskan.
• Daerah premotor kemudian mengarahkan neuron piramid di daerah motor untuk
melaksanakan aksi
148
• Lesi di salah satu titik di sepanjang jalur akan menyebabkan apraksia ideomotor
2. Apraksia Ideasional
• Adalah gangguan perencanaan motorik yang kompleks (lebih tinggi dari ideomotor)
• Kegagalan dalam melaksanakan tugas yang mempunyai berbagai komponen yang
berurutan
• Penderita tidak mampu memformulasikan rancangan aksi (plan of action). Perintah
melakukan aksi jelas dipahami, namun penderita tidak mampu merencanakan rentetan
aktivitas yang diperintah.
• Contoh :
– Pendrita disuruh menuangkan air dari teko ke dalam gelas, penderita mungkin
gagal menuangkan air, an mungkin mengangkat gelas ke bibir atau mengangkat
teko dan minum langsung dari teko.
– Menyalakan lilin dengan korek api (Tahapannya : korek menyala - lilin
dinyalakan - korek ditiup untuk memadampak api), penderita dapat melakukan
gerakan tersebut tapi kacau urutannya.
Implikasi Klinis
• Sering dijumpai pada penderitadengan penyakit otak bilateral (penyakit kortikal difus,
t.u. Lobus parietal)
• Ketidakmampuan mengetahui kegunaan suatu obyek ⇒ agnosia obyek (px berusaha
menyalakan lilin dengan menggesekkan lilin pada kotak korek api)
• Apraksia idesional umumnya tidak sendiri, namun dijumpai bersama deteriorasi
intelektual luas.
3. Cortical Motor Apraxia
• Penderita dapat melakukan tindakan sesuai perintah hanya lebih lamban
– Apraxia Speech
– Musical apraxia
149
AGNOSIA
• Figure Caption: Sensory areas of the cortex. Represented here are somatosensory
perception (touch, hot/cold, position), vision and hearing. The dark blue sections represents
brain areas that mediate the association of these perceptions. The colored areas in the
figure on the right depict the injured areas of the occiptal and temporal lobes associated
with prosopagnosia (inability to recognize faces).
Definisi
• Gagal mengenal suatu obyek kendati sensasi primernya (inderanya) berfungsi baik.
• Gangguan persepsi sensasi, walaupun sensibilitas primernya normal.
• Dapat melibatkan semua jenis sensasi (visual, rasa raba dan persepsi tubuh)
Agnosia (a-gnosis, "non-knowledge") is a loss of ability to recognize objects, persons,
sounds, shapes or smells while the specific sense is not defective nor is there any
significant memory loss. It is usually associated with brain injury or neurological
illness, particularly after damage to the temporal lobe
150
Macam Agnosia
• Verbal agnosia
• visual spatial agnosia (tidak mampu mengenali tata ruang. Penderita biasanya takut
turun tangga)
• Visual agnosia (tidak mampu mengenali obyek melalui penglihatan)
• Agnosia taktil (astereognosia), tidak mampu mengenali obyek dengan sentuhan atau
perabaan.
• Visual - verbal agnosia (gejala buta kata, alexia tanpa agrafia)
• Sindrom Gerstmann, gejala alexia, agrafia, dan R/L discrimination (lesi di are 22,39)
• Simultagnosia: Patients recognize objects or details but only one at the time. They cannot
make out the scene they belong to or make out a whole image out of the details. They
literally cannot see the forest for the trees.
• Associative Agnosia: Patients can describe visual scenes and classes of objects but still
fail to recognize them. He may, for example, know that fork is something you eat with
but may mistake it for a spoon.
• Mirror Agnosia: Patients cannot recognize objects or activity on either their left or right
field of view. Impairment can vary from mild inattention to complete inability to perform
spatial reasoning with regard to the afflicted side. The disorder takes its name from an
experiment in which a patient was shown objects reflected in a mirror and saw them, but
was unable to find them when prompted
• Prosopagnosia: Patients cannot consciously recognize familiar faces, sometimes even
including their own. Impairment may vary from 'faces making no sense' to being able to
perceive faces but not connect them with any semantic information, such as the person's
identity, name or occupation. Curiously, despite being unable to consciously recognise
people, studies have shown that people with prosopagnosia can show an emotional
response to familiar faces. Affected people may be able to recognise a person through
another cue, like familiar voice or clothing. It is especially likely after bilateral (both
sides) or right temporal lobe damage.
• Agnostic alexia: Inability to recognize text.
• Color agnosia: There is a distinction between color perception versus color recognition.
Central Achromatosia refers to deficiency in color perception
151
• Auditory agnosia refers to similar symptoms with environmental, nonverbal auditory
cues. This is separate from word deafness which is agnosia connected to auditory
information. Receptive amusia is agnosia for music. Cortical deafness refers to people
who do not respond to any auditory information but whose hearing is intact.
Agnosia visual
• Tiadak mampu mengenal obyek secara visual, padahal penglihatannya adekuat.
• Kemungkinan disebabkan oleh kelainan yang melibatkan area asosiasi visual otak
(penderita dapat melihat obyeknya, namun tadak dapat mengenalinya atau menyebutkan
namanya).
• Perlu disingkirkan kemungkinan adanya afasia nominal bila penderita dapat menamai
obyek teresbut melalui perabaan (taktil).
Agnosia Jari
• Adalah keadaan penderuta yang tidak mampu mengidentifikasi jarinya sendiri akan
tetapi dapat mengetahui jari orang lain (misal tak mampu melakukan suruhan “Tunjuk
telunjukmu! Kanan atau ibu jari kirimu !”)
Cara Pemeriksaan
• Penderita disuruh menutup mata, pemeriksa meraba salah satu jarinya, kemudian
penderita buka mata, dan menunjukkan jari yang diraba oleh pemeriksa.
• Pemeriksa menyebutkan nama jari dan suruh penderita menunjukkan pada jari pemeriksa
(misal “Tunjuklah jari manis saya!”)
• Penderita dengan agnosia jari biasanya mempunyai lesi di hemisfer yang dominan.
• Lesi di parietal - occipital mungkin dapat menyebabkan agnosia jari.
• Bila didapatkan afasia tes ini sulit dilakukan atau sulit dinilai.
Agnosia Taktil (Astereognosia)
• Adalah keadaan diman terdapat kegagalan mengenal suatu obyek melalui perabaan,
sedang sensorik primernya baik.
• Dapat dijumpai pada lesi yang melibatkan lobus parietal yang non dominan.
Cara Pemeriksaan
• Suruh penderita menutup mata
• Tempatkan pada tangan atau genggamannya suatu benda, misal kunci atau peniti
• Dengan cara meraba2 suruh penderita mengenalinya.
152
• Penderita agnosia taktil tidak mampu mengenali benda dengan cara meraba.
Anosognosia
Adalah tidak mengakui adanya penyakit atau kelainan, merupakan keadaan tidak
mengakui atau tidak menyadari adanya gangguan fungsi pada sebagian tubuh (misal :
tidak mengakui adanya kelumpuhan, padahal jelas terlihat adanya hemiplegi).
Anosognosia merupakan gambaran kelainan di frontal posterior dan lobus parietal otak,
dan lebih sering terlihat bila lesi melibatkan hemisfer yang non dominan.
7
DAFTAR KETERAMPILAN KLINIS YANG DIPEROLEH DI KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN KETERAMPILAN NILAI 4 NILAI 3 NILAI 2 NILAI 1
NEUROLOGI Fungsi Nn.Kranial Assessment of sense of smell Inspection of width of palpebral cleft Inspection of pupils (size and shape) Pupillary reaction to light Assessment of facial symmetry Assessment of strength of temporal and masseter muscles Assessment of facial sensation Assessment of facial movements Tongue, inspection at rest Tongue, inspection and assessment of
motor System (e.g. Sticking out)
Pupillary reaction of close objects Assessment of extra-ocular movements - Assessment of diplopia Assessment of nystagmus Corneal reflex Assessment of visual fields Test visual acuity Fundoscopy assessment of pupil Assessment of taste Assessment of hearing (lateralization, air And bone conduction) Assessment of swallowing Inspection of palate Test gag reflex Assessment of sternomastoid and trapezius muscles
Sistem motorik Inspection: posture, habitus involuntary movements Assessment of passive stretch Assessment of muscle strength Assessment of strength of individual
muscles
Koordinasi Inspection of gait (normal, on heels, on toes, hopping in one place, heel-to-toe) Shallow knee bend Romberg’s test Reaction to a push (balance) Point-to-point testing: between index
finger and nose Point-to-point testing: heel on opposite Knee, running down to big toe Testing for dysdiadochokinesis
Sistem sensori Assessment of sense of pain Assessment of sense of temperature
8
Assessment of light touch Assessment of extinction phenomenon Assessment of vibration Assessment of position sense Assessment of discriminative
sensations (e.g.stereognosis) Ggn.Sensasi radikular Lasègue’s sign Fungsi yg lebih tinggi assessment of level of consciousness
by means of Glasgow coma scale assessment of orientation assessment of aphasia
Assessment of apraxia Assessment of agnosia Assessment of new learning ability Assessment of memory Assessment of concentration
Reflek fisiologis Tendon reflexes (biceps, reflex, triceps reflex knee reflex, ankle reflex) Plantar response Abdominal reflexes Cremaster reflex Anal reflex
Reflek patologis Hoffmann-Trömner sign Respon plantar Babinski Reflek primitive
Snout reflex Rooting reflex Grasp reflex Glabela reflex -4- Palmomental Reflex
Lain-lain Detections of neck Assessment of fontanelles Patrick’s and contra patrick’s sign Chvostek’s sign
Dx penunjang X-ray skull X-ray spine CT-scan of cerebrum EEG EMG, EMNG ENG Brain mapping PET, SPECT
Seldinger angiography Myelography caudography Visual evoked
response examination,
BAEP,SSEP Digital substraction
9
angiography Duplex-scan of vessels Biopsy of muscle Lumbar puncture Lumbar puncture,
Queckenstedt test
MRI, MRA Skill Tx therapeutic spinal
tap opening the skull surgery for acoustic neuroma surgery of pituitary gland surgery for extradural haemorrhage surgery for subdural haemorrhage surgery for cerebral tumour surgery for carpal/tarsal tunnel syndrome surgery for intra cerebral aneurysm
Spine Inspection at rest Inspection in motion Percussion for tenderness Palpation for tenderness Palpation for pain on vertical pressure Assessment of lumbar flections
7
STATUS MAHASISWA ILMU PENYAKIT SYARAF PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Nama Mahasiswa : NIM : No. Register RSUD : I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tanggal Pemeriksaan : Umur : Ruang Perawatan : Jenis Kelami : Masuk RS : Tgl ... Jam ... Agama : Keluar RS : Tgl ... Jam ... Suku / Bangsa : Diagnosa Masuk : Alamat : Diagnosa Keluar : Pendidikan / Pekerjaan : Code (ICD) :
Mengetahui,
Dokter Ruangan : Dokter Pembimbing
( ) ( ) Koordinator Mahasiswa ( )
8
II. SUBYEKTIF ANAMNESIS : 1. Keluhan utama : 2. Riwayat Penyakit Sekarang :
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
5. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Pribadi :
9
III. OBYEKTIF A. Pemeriksaan Umum
1. Status Present : - Kesan : - Suhu : - Kesadaran : GCS - Pernafasan : - Gizi : - Anemi : - Tensi : - Icterus : - Nadi : - Sianosis : - Lain-lain : THORAX : Inspeksi : Palpasi :
- Paru-paru : Perkusi : Aukultasi : - Jantung : Perkusi : Aukultasi :
ABDOMEN : - Inspeksi : - Lemas / Tegang : - Palpasi : - Hepar : - Perkusi : - Lien
2. Status Psykologis : - Afek dan Emosi : - Penyerapan : - Proses berfikir : - Kemauan : - kecerdasan : - Psikomotor :
3. Status Neurologis :
1. Kepala : Posisi : Penonjolan : Bentuk / Ukuran : Aukultasi :
2. Urat Syaraf Kepala : Kanan Kiri
- N.I (Olfaktorius) Penghidu :
- N.II (Optikus) Ketajam penglihatan : Lapang Penglihatan : Funduskopi :
10
- N III, IV, VI Kanan Kiri
• N. III (Okulomotorius) Celah kelopak mata - Ptosis : - Exsotalmus :
Pergerakan bola mata : Pupil - Ukuran / bentuk : - Isokor / anisokor : Reflek cahaya langsung / tdk langsung : Nistagmus :
• N. IV (Trokhlearis) Posisi bola mata : Pergerakan mata :
• N. VI (Abdusen) Pergerakan mata :
- N. V (Trigeminus) Sensibilitas : - N V 1 :
- N V 2 :
- N V 3 : Motorik : - Inspeksi : - Palpasi : - Mengunyah : - Menggigit : Reflek dagu / masseler : Reflek kornea :
- N. VII (Fasialis) Motorik
M. Frontalis : M. oblik okuli : M. Oblik Oris : Pengecap 2/3 lidah depan :
- N. VIII (Oktavus) Detik arloji : Suara berbisik : Tes Weber : Tes Rinne :
11
- N. IX (Glossofaringeus) Kanan Kiri Pengecapan 1/3 (bagian belakang) : Sensibilitas faring :
- N. X (Vagus) Posisi Arkus faring : (istirahat / A A H) : Reflek telan / muntah :
- N. XI (Aksesorius) Mengangkat bahu : Memalingkan kepala (dengan / tanpa tahanan) :
- N. XII (Hipoglossus) Deviasi lidah : Fasceculasi : Tremor : Atrofi : Ataxia :
3. Leher
- Tanda perangsangan selaput otak: • Kaku kuduk : • Kernig’s sign :
- Kelenjar lympe : - Arteri karotis :
• Palpasi : • Aukultasi :
- Kelenjar gondok :
4. Abdomen - Reflek kulit dinding perut :
5 Kolumna vertebralis
- Inspeksi : - Palpasi : - Pergerakan : - Perkusi :
6. Ekstremitas Superior Inferior Kanan Kiri Kanan Kiri
Motorik :
• Pergerakan : • Kekuatan : • Tonus otot :
Otot yang terganggu: Refleks fisiologis :
12
• Biceps (BPR) : • Triseps (TPR) : KPR: APR:
Refleks patologis • Hoffman-iromner: Babinski :
Chaddock : Gordon : Schacfer : Oppenheim : Mendel – B : Rossolimo :
Trofi : Sensibilitas • Eksteroseptif :
Nyeri : Suhu : Rasa raba halus :
• Proprioseptif : Rasa sikap : Rasa nyeri dalam:
• Fungsi Kortikol : Rasa diskriminasi: Stereognosis : Barognosis :
7. Pergerakan abnormal spontan :
8. Gangguan koordinasi • Test jari-hidung : • Test pronasi-supinasi : • Test tumit-lutut :
9. Gait :
10. Pemeriksaan fungsi luhur (FKL)
• Afek / Emosi : • Kemampuan bahasa : • Memori : • Visuospasial : • Intelegensia :
13
IV. PEMERIKSAAN LABORATURIUM • Darah :
• Urine :
• Laquor serebrospinslis : V. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS DAN PEMERIKSAAN LAIN VI. RINGKASAN VII. DIAGNOSIS Diagnosis klinik : Diagnosis Topik : Diagnosis Etiologik :
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam R.D, Principles of Neurology : The Neurologic Examination (Companian Hand
Book). 6th Edition, MC Graw Hill International, USA : 1998, 5-9
2. Allen V. Maurice W, Pictorial Manual of Neurlogic Test, 2 ed.Year Book Medical
Publizers, INC, 1980.
3. Aminoff M.J, Clinical Neurologi, 3nd. ed. Appletion and Lange, 1996.
4. Chandra B, Neurologi Klinik, Lab. Ilmu Penyakit saraf RSU Dr
Soetomo,Surabaya,1994.
5. De Groot I., Neuroanatomi Korelatif : Susunan Syaraf autonom, Edisi ke-21, Jakarta :
Penerbit ECG, 1996, 202-216.
6. De jong’s N. R., The Neurologic Examination, 5th Edision, I.B Lippincott Company,
USA : 1992.
7. Fuller. G, et al, An Illustration Colour Text Neurology, Churchill Livingstone, 2000,
London.
8. Gilroy, Basic Neurology,3th ed. Mc.Graw Hill,2000
9. Groof D.J, Neuroanatomi Korelatif Klinis : Fungsi Kortikal Luhur, Edisi Ke-21, EGC,
Jakarta ,1987 :217-224
10. Harsono, Neurologi Klinis : Pengetahuan Dasar Susunan Syaraf Autonom, Edisi ke-1,
Gajah Mada University Press, Jogjakarta : 1996, 337-365
11. http:// braincampus.learnpsychology.com/npsych/apraxia.html.
12. http:// braincampus.learnpsychology.com/npsych/aphasia.html.
13. http:// www.nanonline.org./nandistance/mtbi/clin Neuro/agnosia.html.
14. Jan Thompson , A Practical Guide to Clinical Medicine, The School of Medicine of the
University of California, San Diego. 2004.
15. Islam MS, Neuro Anatomi Fungsional, Lab Ilmu Penyakit Saraf RSU Dr
Soetomo,Surabaya,1996.
16
16. jong’s, The Neurologic Examination : The Mental Status Examination 5th Edition, IB
Sippincalt Company, 1992 :28-40
17. Kusumoputro S. , Kapita Selekta Neurologi : Fungsi Luhur, Cetakan Ke-2, Yogyakarta :
UGM Press, 1996 : 3-24
18. Laboratorium Ketrampilan Medik, 2003. Skills Lab jilid 2, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, MEDIKA offset FKU UGM, Yogyakarta
19. Lindsay.WK,et.al, Neurology and Neurosurgery Illustrated, Churchill Livingstone,
London,1998.
20. Lumbantobing, Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Cetakan 2 Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta ,2000.
21. Marshall RS, On Call Neurology, W.B Saunders Company,1997.
22. M.D O’Brien, Aid to The Examination of The Peripheral Nervous System, W.B
Saunders, Fourth Ed. 2000.
23. Ngoerah Igst Ng G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Syaraf, Surabaya, Airlangga University
Press. 1991.
24. Priguna Sidharta, Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Cetakan 4., Dian Rakyat
Jakarta, 1999.
top related