sinusitis maksilaris kronis & polip nasi
Post on 25-Oct-2015
227 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi.
Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai
dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus
etmoidalis.1 Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.2
Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari–
hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh
dunia. Sinusitis didefiniskan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut (common cold) yang merupakan infeksi virus,
yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri .1,2
Sinusitis adalah penyakit yang banyak ditemukan di seluruh dunia. Sinusitis bakterial
adalah diagnosis terbanyak kelima pada pasien dengan pemberian antibiotik. Lima milyar
dolar dihabiskan setiap tahunnya untuk pengobatan medis sinusitis, dan 60 milyar lainnya
dihabiskan untuk pengobatan operatif sinusitis di Amerika Serikat. Berdasarkan fakta
tersebut diatas, sinusitis adalah penyakit yang penting untuk diketahui oleh seorang praktisi
kesehatan, dan sinusitis yang paling banyak ditemukan adalah sinusitis maksilaris. Oleh
karena itu tema ini diangkat agar diagnosis, dan penanganan sinusitis maksilaris bisa
dimengerti dengan lebih baik.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Sinus Paranasal
Manusia memiliki sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral kavum nasi.
Sinus – sinus ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah, dan diberi nama sesuai
dengan tulang tersebut, yaitu sinus maksilaris, sinus sfenoidalis, sinus frontalis, dan sinus
etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernafasan yang mengalami modifikasi,
yang mampu mengkasilkan mukus, dan bersilia. Sekret yang dihasilkan disalurkan ke dalam
kavum nasi. Pada orang sehat, sinus terutama berisi udara.1
Secara embrionik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan
perkembangannya dimulai dari fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan frontal. Sinus
maksila dan sinus etmoid sudah ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari
sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian superior rongga hidung. Sinus-
sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.2
Gambar 1. Sinus Paranasal dan Ostiumnya
Gambar 1. Sinus Paranasal dan Ostiumnya
2
1). Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila
bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus
ialah permukaan fasial os maksilla yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah
permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung,
dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus alveolaris dan
palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara
ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.2
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah :2
a) Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar
(p1 dan p2), dan molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi
molar 3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis
b) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita
c) Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui infundibulum yang
3
sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan
akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drenase sinus maksila
dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
Gambar 2. Sinus Maksilaris
2). Sinus Frontal
Sinus frontal terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasal
dari sel-sel resesus frontal atau dari sel- sel infundibulum etmoid. setelah lahir, sinus frontal
mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia
20 tahun. Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, dan dipisahkan oleh sekat yang
terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempuyai satu sinus frontal,
dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak berkembang.2
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm, dan dalamnya 2cm.
Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinusnya berlekuk-lekuk. Tidak adanya
gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto Rontgen menunjukkan
adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dan sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini. Sinus frontal
berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid.2
4
3). Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir- akhir ini
dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi:2
1) Sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior
yang bermuara di meatus posterior.
2) Sinus posterior yang lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterior
dari lamina basalis
Di bagian terdepat sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut pula
etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum,
tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau peradangan di resesus frontal
dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan
sinusitis maksila.1,2
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sfenoid.2
4). Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus
sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm
tingginya, dalam 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus di bangian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus sfenoid.2
Batas-batasnya adalah sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.2
5
2.2 Sinusitis Maksilaris
1) Definisi
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus parasanal. Umumnya disertai
atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah
selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh
infeksi bakteri.3
2) Etiologi
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi, seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks osteo-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada
sindroma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik.3
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk mengangkat sumbatan dan menyembuhkan
rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta
kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia.3
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
streptococcus Pneumonia (30-50%). Hemophylus Influenzae (20-40%) dan Moraxella
Catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis
kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong ke
arah bakteri gram negatif dan anaerob.3
6
3) Patogenesis
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
mokosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi
antimikrobial dan zat-zat yang bersifat sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman
yang masuk bersama udara pernafasan.3
Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-
bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Bila kondisi ini
menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan
multiplikasi bakteri. Gangguan penyerapan dan aliran udara di dalam sinus juga
menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi oleh selaput permukaan
sinus akan menjadi lebih kental dan menjadi mudah untuk bakteri timbul dan berkembang
biak. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi
antibiotik.3,5
7
Jika terapi ini tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi
berlanjut terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa semakin membengkak
dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa
menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini
mungkin diperlukan tindakan operasi.3
4) Manifestasi Klinis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan
pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat
disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah
sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa
di tempat lain (reffered pain). Nyeri pada pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara
atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh
kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks,
oksipital, belakang bola mata, dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada
nyeri alih ke gigi dan telinga.3
Selain itu, gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise dan nyeri
kepala yang tak jelas biasanya reda dengan pemberian analgetika biasa seperti aspirin. Wajah
terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, seperti sewaktu
naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta
nyeri pada palpasi dan perkusi. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang
berbau busuk. Batuk inisiatif non-produktif seringkali ada. Transluminasi berkurang bila
sinus penuh cairan.3,5
5). Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paranasal dilakukan inspeksi dari
luar, palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior, transluminasi, pemeriksaan radiologic
dan sinoskopi.2,3
8
a) Pemeriksaan Fisik
Pada Inspeksi, yang diperhatikan adalah adanya pembengkakan pada muka.
Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah-
merahan mungkin menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan di kelopak
mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut. Sinusitis etmoid akut jarang
menyebabkan pembengkakan di luar, kevuali bila telah terbentuk abses.
Pada palpasi, didapatkan nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan
adanya sinus maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di dasar frontal,
yaitu pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri
tekan di daerah kantus media.
Transluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai untuk
memeriksa sinus maksila dan sinus frontal. Bila pada pemeriksaan transluminasi
tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti antrum terisi oleh pus atau
mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam antrum. Bila terdapat
kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada pemeriksaan
transluminasi. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas
penggunaannya.
Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda yang khas
adalah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal)
atau di meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sfenoid) Pada rinosistis akut,
mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan di daerah
kantus medius.2,3
b) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos
posisi water, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus
besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas
udara-cairan (air-fluid level) atau penebalan mukosa. CT scan sinus merupakan gold
standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus,
adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil secret
dari meatus medius/superior, untuk mendapatkan secret yang tepat guna. Dan lebih
baik lagi bila diambil secret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
9
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila
yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.3
Pada tahun 1997, American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery
(AAO-HNS), menerbitkan kriteria diagnosis berdasarkan gejala dan tanda sinonasal, yang
dibagi menjadi kriteria mayor dan minor. Terdapatnya 2 atau lebih tanda mayor, atau 1 mayor
dan 2 minor, maka dikatakan sugestif sinusitis.6
Kriteria diagnosis sinusitis
Mayor MinorNyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
10
Sekret nasal purulen
Demam
Kongesti nasal
Obstruksi nasal
Hiposmia atau anosmia
Batuk
Rasa lelah
Halitosis
Nyeri gigi
Nyeri atau rasa tertekan pada telingaDiagnosis memerlukan dua atau lebih kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.
6). Tatalaksana
Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat penyembuhan 2) mencegah komplikasi
dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di
KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.3
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan
kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-
klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selam 10-
14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.3
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan
anaerob. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika perlukan seperti
analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya
dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan
antihistamin generasi ke-2. Irigasi sinus maksila atau Proesz displacement therapy juga
merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika
pasien menderita kelainan alergi yang berat.3
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF / FESS) merupakan operasi terkini untuk
sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan hampir semua
11
jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan
lebih ringan dan tindakan radikal.3
Indikasinya berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat,
sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya
komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.3
7). Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotik.
Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan
eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.3
Kelainan orbita disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata
(orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid kemudian
sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul
ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses
orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis sinus kavernosus
Kelainan
intrakranial.
Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak
dan trombosis sinus kavernosus
Osteomielitis dan
abses subperiostal.
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan
pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul
fistula oroantral atau fistula pada pipi
Kelainan paru seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus
paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis.
Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang
sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan.
2.3 Polip Hidung
12
Polip hidung adalah masa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat
timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.
Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi,
akan tetapi banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli sampai saat
ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.7
Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai,
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak
bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri
tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan
dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.7
Menurut teori Bernstein, terjadi perubahan mukosa hidung akibat peradangan atau
aliran udara yang berturbulensi, terutama di daerah sempit di kompleks ostiomeatal. Terjadi
prolaps submukosa yang diikuti oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Juga
terjadi peningkatan penyerapan natrium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air
sehingga terbentuk polip.7
Gejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung.
Sumbatan ini tidak hilang – timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada
sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini
menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan
keluhan nyeri kepala dan rinore. Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama
ialah bersin dan iritasi di hidung.7
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah a). Menghilangkan keluhan-
keluhan, b). Mencegah komplikasi, c). Mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid
untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat diberikan
sistemik atau topical. Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau
polip yang sangat massif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Dapat dilakukan ekstraksi
polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunam dengan analgesi local,
etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila.7
13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : An “ZH”
Umur : 9 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sukarara
Tanggal Pemeriksaan : 27 maret 2012
3.2 ANAMNESIS
Keluhan utama:
Hidung tersumbat
Riwayat penyakit sekarang:
Os datang dengan keluhan hidung tersumbat yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu.
Keluhan hidung tersumbat ini dirasakan pada kedua hidung, namun lebih berat pada
hidung sebelah kiri. Pasien mengaku keluhan hidung tersumbat ini sering disertai keluhan
pusing serta penciumannya berkurang. Pasien juga mengaku sering batuk dan pilek, dan
jika pilek mengeluarkan ingus yang kental berwarna putih. Keluhan sering pilek ini
terutama dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.. Pasien terkadang mengeluhkan nyeri di
sekitar hidung ketika pilek kambuh Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya benjolan
pada rongga hidung sebelah kiri, yang menyebabkan keluhan hidung tersumbat semakin
memberat pada hidung sebelah kiri. Pasien tidak tau pasti kapan benjolan tersebut mulai
muncul. Benjolan tidak nyeri. Riwayat epistaksis disangkal pasien. Riwayat demam jika
pilek kambuh (+). Tidak ada keluhan mual ataupun muntah.
14
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat sering batuk dan pilek sejak 1 tahun yang lalu, terutama 3 bulan terakhir (+)
Tidak terdapat riwayat trauma atau dirawat dirumah sakit
Riwayat penyakit keluarga/sosial: -
Riwayat pengobatan: -
Riwayat alergi:
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan.
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tensi : -
Nadi : 72 x/menit
Respirasi : -
Suhu : afebris
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
No. Pemeriksaan
Telinga
Telinga kanan Telinga kiri
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri
tarik aurikula (-)
Bentuk dan ukuran dalam batas
normal, hematoma (-), nyeri
tarik aurikula (-)
15
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-), otorhea
(-)
Serumen (-), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-), otorhea
(-)
4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-),cone of light (+)
Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-),cone of light (+)
Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri
Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-)
Bentuk (normal), hiperemi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Hiperemis (+), sekret
mukopurulen (+)
Hiperemis (+), sekret
mukopurulen (+)
Cavum nasi Bentuk (normal), hiperemia (+) Bentuk (normal), hiperemia (+)
Meatus nasi media Mukosa hiperemis, sekret (+), Mukosa hiperemis, sekret (+),
16
Massa (-) Massa (+)
Konka nasi inferior Edema (+), mukosa hiperemi (+) Edema (+), mukosa hiperemi (+)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus
(-)
Deviasi (-), perdarahan (-), ulkus
(-)
Pemeriksaan Tenggorokan
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),
lender (-)
Tonsila palatine kanan kiri
T1 T1
Fossa Tonsillaris
dan Arkus Faringeus
hiperemi (-) hiperemi (-)
17
3.4 DIAGNOSIS
- Rhinosinusitis maksilaris kronis dextra et sinistra & Polip nasi cavum nasi sisnistra.
3.5 DIAGNOSIS BANDING
- Rhinitis Kronis
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Foto polos (posisi Waters)
- CT-scan
18
Pada tanggal 28 Maret 2012 pasien kembali datang membawa hasil foto polos
Interpretasi hasil foto polos:
Kesimpulan: sinusitis maksila dextra et sinistra
19
3.7 RENCANA TERAPI
Pro Irigasi sinus maksilaris
Antibiotik :
Sefadroksil (caps) 2 x 500 mg per hari selama 10 hari.
Nasal Dekongestan + Analgetika :
Demacolin (tab) 3 x 1 (selama masih ada gejala/keluhan)
Operasi untuk mengangkat massa pada cavum nasi sinistra (polip) Polipektomi
3.8 KIE pasien
pasien dianjurkan untuk bed rest, agar kondisi tubuh dapat prima, sehingga proses
penyembuhan penyakit dapat cepat berjalan.
Diet seimbang dan tingkatkan konsumsi makanan tinggi vitamin
Kompres air hangat pada wajah untuk meringankan gejala jika muncul keluhan nyeri
Antibiotik yang diberikan diminum sampai habis.
3.9 PROGNOSIS
Dubia ad bonam
20
BAB IV
PEMBAHASAN
Sinus maksilaris merupakan sinus yang paling besar dan juga paling sering
mengalami infeksi atau peradangan. Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan sinusitis
maksilaris kronis yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta didukung
dengan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan hidung tersumbat serta
riwayat pilek berulang sejak satu tahun yang lalu. Pilek disertai pengeluaran sekret kental
berwarna putih. Keluhan hidung tersumbat ini juga disertai keluhan pusing yang sering
dirasakan oleh pasien. Terkadang pasien merasakan nyeri disekitar bagian hidung jika pilek
kambuh. Selain itu, pasien juga mngeluhkan ada benjolan di rongga hidung sebelah kiri,
namun keluhan mimisan disangkal pasien.
Pada pemeriksaan fisik sekret mukopurulen pada rongga hidung bagian kiri dan
kanan. Didapatkan adanya massa berwarna putih keabuan di bagian konka media. Pada
pemeriksaan penunjang foto Rontgen dengan posisi Water’s didapatkan gambaran
perselubungan pada sinus maksilaris kiri dan kanan.
Untuk rencana penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita ini pada intinya adalah
untuk mengeluarkan sekret dari sinus dengan cara irigasi. Untuk menghilangkan agen
penyebab infeksi, diberikan antibiotik. Sinusitis maksilaris kronis umumnya diterapi dengan
antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin, ampisilin atau golongan sefalosforin.Dalam hal
ini dipilih cefadroxyl sebagai antibiotik untuk mengeradikasi kuman penyebab, dengan alasan
antibiotik ini merupakan antibiotik spektrum luas, tingkat resistensi lebih rendah dibanding
golongan penisilin, serta aman diberikan untuk pasien yang berusia 9 tahun. Antibiotik
diberikan selama 10 hari. Untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat serta nyeri dan
pusing, dapat diberikan kombinasi dekongestan dan analgetik. Diberikan Demacolin 3x1 jika
gejala masih ada.
Untuk keluhan benjolan di rongga hidung sebelah kiri (polip), direncanakan untuk
dilakukan operasi pengangkatan polip (polipektomi) untuk mengurangi sumbatan yang
diakibat oleh massa tersebut. Sebelum dilakukan operasi, tetap diberikan pengobatan
simptomatik untuk mengurangi keluhan hidung tersumbat, nyeri, serta pusing yang dirasakan
oleh pasien.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Higler, P.,A.. Hidung: Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : BOIES Buku Ajar
Penyakit THT Edisi Keenam. Jakarta: EGC. 1997.hal.173-190
2. Mangunkusumo, Endang., Damajanti Soetjipto. Sinus Paranasal. Dalam : Soepardi
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi
Keenam. Jakarta: FKUI. 2007.hal.145-149
3. Mangunkusumo, Endang., Damajanti Soetjipto. Sinusitis. Dalam : Soepardi, Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam.
Jakarta: FKUI. 2007.hal.150-153
4. Patel AM, Vaughan WC. 2005. Chronic Maxillary Sinusitis Surgical Treatment.
Medscape Refference. Available at: http://www.emedicine.com. Accessed : Maret
2nd , 2012
5. Higler, P.A. Penyakit Sinus Paranasal. Dalam : BIOES Buku Ajar Penyakit THT Edisi
Keenam. Jakarta: EGC.1997.hal.240-260
6. Lane, Andrew P., David W. Kennedy. Sinusitis dan poliposis. In : Ballenger
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 3th edition. Northwestern university.
Chicago. 2003. p.760-786
7. Mangunkusumo, Wardani. Polip Hidung. Dalam : Soepardi Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. Jakarta:
FKUI. 2007.hal.123-125
22
top related