sejarah pertumbuhan dan an hadits
Post on 20-Jun-2015
2.531 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
SEJARAH PERTUMBUHANDAN PERKEMBANGAN HADITS
MATA KULIAH ULUMUL HADITS
OLEH
SITTI NURNA’IMAH
NIM : 80100208149
Dosen Pembimbing :
Prof.Dr.H.Baso Midong, MA
Dr.H.Abustani Ilyas, M.Ag
PROGRAM PASCA SARJANAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua ulama dalam Islam sepakat akan pentingnya peranan Hadits dalam
berbagai disiplin Ilmu dan menjadi rujukan kedua setelah Al-Qur’an. Untuk
memahami Hadits dengan baik kita perlu mengetahui Sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Hadits agar kita dapat memahami sejauh mana pertumbuhan dan
perkembangannya dari masa ke masa.
Diantara ulama tidak seragam dalam menyusun periodesasi pertumbuhan
dan perkembangan hadits. Ada yang membaginya pada tiga periode saja, yaitu
masa rasulullah SAW Sahabat dan Tabi’in, masa pentadwinan dan masa setelah
tadwin.¹
Sedangkan menurut Prof.Dr.T.M hasbi ash Shiddieqy, dalam bukunya
Sejarah dan Pengantar Ilmu hadits, bahwa apabila kita pelajari dengan seksama
suasana dan keadaan yang telah dilalui hadist sejak dari zaman tumbuhnya hingga
dewasa ini, dapatlah kita menarik sebuah garis, bahwa hadits Rasul sebagai dasar
Tasyri’ yang kedua telah melalui enam masa dan sekarang sedang menempuh
periode ketujuh.²
________________
1 Munzier Supartam Ilmu Hadits, (Cet..3 : Jakarta, PT. Raja grafindo Persada, 2002) h.
702 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Cet 6 : Jakarta, Bulan
Bintang, 1980) h. 46
2
B. Rumusan masalah
Terlepas dari periodesasi yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut
diatas, makalah ini membahas : bagaimana kondisi hadits pada masa
kelahirannya, masa penulisan, masa pembukuan, masa pentashihan, masa
pengkajian sampai pada masa kontemporer.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masa Kelahiran Hadits
Pada Masa ini Nabi Muhammad SAW menjadi pusat perhatian para
sahabat. Apapun yang didatangkan oleh Nabi Muhammad SAW baik berupa
ucapan, perbuatan maupun ketetapan merupakan referensi yang dibuat pedoman
dalam kehidupan para sahabat.3
Setiap sahabat mempunyai kedudukan tersendiri dihadapan rasulullah.
Adakalanya yang disebut dengan “al-sabiqun al-awwalun” yakni para sahabat
yang pertama-tama masuk Islam, seperti Khulafaurrasyidin dan Abdullah Ibnu
Mas’ud. Ada juga sahabat yang sungguh-sungguh menghafal hadis rasul,
misalnya Abu Hurairah. Dan ada juga sahabat yang usianya lebih panjang dari
sahabat lain, sehingga mereka lebih banyak menghafalkan Hadits, seperi Anas bin
Malik, Abdullah bin Abbas. Demikian juga ada sahabat yang mempunyai
hubungan erat dengan Nabi SAW, seperti Aisyah, Ummu Salamah dan
Khulafaurrasyidin. Semakin erat dan lama bergaul semakin banyak pula Hadits
yang diriwayatkan dan validitasnya tidak diragukan.4
Namun demikian sahabat juga adalah manusia biasa, harus mengurus
rumah tangga, bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka tidak setiap
________________
3 Prof.Dr.Muhaimin,MA, Dr.Abdul Mujib,M.Ag, Dr.Jusuf Mudzakkir,M.Si, Kawasan
dan wawasan studi Islam (Cet 1 : Jakarta, Kencana, 2005) h. 1474 Ibid hal. 148
4
kali lahir sebuah hadis disaksikan langsung oleh seluruh sahabat. Sehingga
sebagian sahabat menerima hadits dari sahabat lain yang mendengar langsung
ucapan Nabi atau melihat langsung tindakannya. Apalagi sahabat yang
berdomisili didaerah yang jauh dari Madinah seringkali hanya memperoleh hadits
dari sesama sahabat.5
B. Masa Penulisan Hadits
Pada zaman Rasul, ternyata tidak sedikit diantara sahabat yang secara
pribadi telah bersaha mencatat hadits-hadits rasul. Shahifah yang berisi catatan
hadits Rasul itu dibuat dari pelepah-pelepah kurma, kulit-kulit kayu dan tulang-
tulang hewan. Menurut penelitian Dr. Muhammad Mushthafa al-A’zhami jumlah
para sahabat yang memiliki shahifah (catatan-catatan) hadits adalah sekitar 50
orang. Sedangkan jumlah hadits yang dicatat dalam shahifah-shahifah itu,
menurut munadzir Ahsan Kailani adalah lebih dari 10.000 hadits.
Sejumlah sahabat Nabi yang memiliki catatan-catatan dan melakukan
penulisan terhadap hadits diantaranya sebagai berikut :
a. Abdullah ibn Amr al-Ash (7 SH – 65 H) ia memiliki catatan haditsyang menurut pengakuannya dibenarkan oleh rasulullah SAW, sehingga diberinya nama al-shahifah al-shadiqah yang memuat sekitar seribu hadits
b. Jabir Ibn Abdillah ibn Amr al-Anshari (w. 78 H ), ia memiliki catatan hadits dari Rasulullah SAW tentang manasik haji. Hadits-haditsnya kemudian diriwayatkan oleh Muslim. Catatannya ini dikenal dengan Shahifah Jabir
___________________
5
Muh.Zuhri, Hadits Nabi Telaah Historis dan Metodelogis, (Cet 11, Yogyakarta : Tiara wacana Yogya, 2003) h. 29
5
c. Abu Hurairah al-Dausi ( w. 59 H ), ia memiliki catatan hadits yang dikenal dengan nama al-Shahifah al-Shahifah. Hasil karyanya ini diwariskan kepada anaknya bernama Hammam.6
Ini membuktikan bahwa penulisan hadits telah dimulai sejak masa
Rasulullah SAW masih hidup, meskipun demikian pada masa sahabat dan tabiin
masih terjadi perdebatan seru antara kebolehan penulisan hadits dengan larangan
penulisannya. Sebab pada periode ini para sahabat memiliki komitmen terhadap
kitab suci Al-Qur’an. Mereka memelihara dalam lembaran-lembaran mushaf dan
didalam hati mereka. Ketika kekhawatiran tersebut hilang dan terdapat kebutuhan
untuk menulis hadits, maka penulisan hadits tidaklah dianggap tabu.7
C. Masa Pembukuan Hadits (Tadwin al-Hadits)
Yang dimaksud dengan tadwin al-hadits pada periode ini adalah
kodifikasi atau pembukuan secara resmi berdasarkan perintah Kepala Negara,
dengan melibatkan beberapa tokoh yang ahli dibidangnya, bukan yang dilakukan
secara perseorangan untuk kepentingan pribadi, seperti yang pernah terjadi pada
masa Rasulullah SAW. 8
Usaha ini dimulai pada masa pemerintahan Islam yang dipimpin oleh
Khalifah Umar bin Abd al-Aziz (Khalifah ke 8 dari kekhalaifaan bani Umayyah),
_________________6
Munzier Supatra, Op. Cit, h. 76-77 7
Muhammad Ajaj al-Khatib, As-Sunnah Qablat tadwin, diterjemahkan oleh: A.H.Akram Fahmi, dengan judul Hadits Nabi sebelum dibukukan, (Cet.I:Jakarta, Gema Insani Press, 1999) h.363
8 Utang Ranuwijaya, pengantarIlmu Hadits (Cet.III; Jakarta, gaya Media Pratama,1998)
h. 66
6
melalui instruksinya kepada para pejabat daerah agar memperhatikan dan
mengumpulkan hadits dari para penghafalnya. Khalifah menginstruksikan kepada
Abu bakar Ibn Hazm agar mengumpulkan hadits-hadits yang ada pada Amrah
binti Abd al-Rahman al-Anshari (murid kepercayaan Aisyah) dan al-qasim bin
Muhammad bin Abi Bakr. Instruksi yang sama juga ditujukan kepada Muhammad
bin Syihab al-Zuhri, yang dinilainya sebagai seorang yang lebih banyak
mengetahui hadits dari pada lainnya.
Umar bin Abd al-Aziz memamg hidup dalam suasana ilmiah dan sebagai
Amirul Mu’minin ia tidak jauh dari ulama. Ia menilai penting memelihara dan
menghimpun hadits rasulullah SAW karena didorong oleh aktivitas para tabi’in
yang sudah membolehkan pembukuan hadits. Faktor lain yang berpengaruh
terhadap jiwa para ulama dan amirul mukminin adalah munculnya praktek
pemalsuan hadits yang dilatar belakangi oleh persaingan politik dan perselisihan
antar aliran.9
Sistem pembukuan pada fase ini masih bersifat temporer, yakni masih
berbaur antara hadits Nabi, fatwa-fatwa sahabat, juga fatwa-fatwa tabi’in,
sehingga muncullah istilah hadits marfu’, mauquf dan maqthu’.10
Buku-buku yang ditulis pada masa itu dan kini yang sudah dicetak dan
beredar antara lain :
____________________
9 Muhammad Ajaj al-Khatib, Op. Cit, h. 36910 Prof.Dr.Muhaimin,MA, et al, Op. Cit, h.150
7
1. Al-Muwaththa’ Karya Imam malik bin Anas2. Al-Mushannif karya Abdurrazak bin hammam As-Shan’ani3. As-Sunah karya Said bin Mansur4. Al-Mushannaf karya Abu Bakar bin Abu Syaibah.11
D. Masa Pentashihan Hadits
Masa pentashihan atau penyaringan hadits ketika pemerintahan dipegang
oleh dinasti bani Abbas, khususnya sejak masa al-makmum sampai dengan al-
Muktadir (sekitar tahun 201 – 300 H)12
Pada Masa ini para ulama hadits mulai memisahkan mana hadits dan
mana fatwa sahabat dan tabi’in, demikian pula memilah-milah mana hadits
shahih, hasan maupun yang dhaif. Disamping itu pula menetapkan kaidah-kaidah
hadits, ilat-ilat hadits dan tafsir sejumlah perawi-perawi hadits, sehingga
muncullah Ilmu Dirayah Hadits yang banyak macamnya disamping Ilmu Riwayah
Hadits. Dari kriteria yang mereka pergunakan dalam menilai hadits, maka
muncullah kitab-kitab Shahih dan kitab-kitab musnad.13
Kitab-kitab tersebut pada perkembangannya kemudian dikenal dengan
Kutub al-Sitta (Kitab induk yang enam).14
____________________________
11 Manna al-Qathan, Mabahits fi ulumil al-Hadits, diterjemahkan oleh : Mifdhal
Abdurrahman dengan judul : Pengantar studi Ilmu Hadits (Cet. Ke-2 : Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2006) h. 54
12 Munzier Supatra, Op Cit, h. 9213 Prof.Dr.Muhaimin,MA, et al, Op. Cit, h. 15114 Subhi al-Shahih, Ulum al-Hadits wa Mustalahuhu, (Cet. Ke-9, Bairut : Dar-Al-Ulum
al-Malayin, 1977) h. 84
Secara lengkap kitab induk yang enam tersebut dapat diurutkan sebagai
berikut :
8
1. Al-Jami’al-Shahih susunan Imam al-Bukhari2. Al-Jami’al-Shahih susunan Imam Muslim3. Al-Sunan susunan Abu Dawud 4. Al-Sunan susunan Al-Tirmidzi5. Al-Sunan susunan An-Nasa’i6. Al-Sunan susunan Ibnu Majah 15
Untuk mengumpulkan, menyaring dan mensistematisir produk hadits
yang sangat melimpah ini, sejumlah ulama terkemuka telah melakukan perjalanan
menjelajah seluruh dunia pada masa itu. Pencari-pencari hadits yang bersemangat
paergi dari suatu tempat ke tempat yang lain dan bertanya dari orang lain yang
satu ke orang yang lain.16 Tujuannya tiada lain adalah untuk menetapkan
keshahihan sebuah hadits.
Dalam menetapkan dasar-dasar pentashihan sebuah hadits, para ulam
hadits memperhatikan beberapa kriteria misalnya rijal al-hadits, apakah ia pernah
bertemu dengan orang yang ia riwayatkan haditsnya atau tidak? Apakah ia orang
cacat, tercela atau sering berbuat tidak sopan? Imam Bukhari misalnya, dalam
menetapkan sunah sangat ketat sekali, sehingga para ulama hadits manyatakan
bahwa Imam al-Bukhari orang yang kuat hafalannya dan jarang bandingannya,
disamping itu beliau mempunyai keahlian dalam meneliti keadaan perawi-perawi
yang tampaknya kurang baik.
____________________
15 Munzier Supatra, Op. Cit, h. 9316 Fazlur Rahman, Islam, diterjemahkan oleh Ahsin Muhammad (Cet. IV: Bandung,
Pustaka, 2000) h. 83Terkadang Imam Bukhari dan Imam Muslim berbeda dalam menentukan
kriteria dan syarat bagi seorang perawi, seperti masalah rijalul hadits harus lebih
9
erat dengan perawi, perawi harus lebih erat dengan perawi yang memberi
periwayatannya. Tetapi kedua-duanya sama-sama menentukan syarat bahwa
hadits sanadnya harus bersambung, dan perawinya muslim yang berpredikat “al-
Shiddiq” tak suka bertadlis dan tidak berubah akal, bersikap adil, kuat hafalannya,
tak ragu-ragu dan baik pula iktikadnya.
Beberapa kitab-kitab Hadits yang disusun pada masa itu :
1. Kitab-kitab shahih, yaitu kitab-kitab yang memuat hadits-hadits shahih saja ;
2. Kitab-kitab sunan, yaitu kitab-kitab yang memuat hadits-hadits shahih dan hadits-hadits yang tidak terlalu dhaif ;
3. Kitab-kitab musnad yaitu kitab-kitab yang menyusun segala macam hadits tanpa memperdulikan shahih tidaknya, serta tidak menerangkan derajat-derajatnya.17
Kitab-kitab shahih diwakili oleh kitab al-Buchari dan kitab Muslim.
Imam Bukahi menyusun kitab bernama al-Jama Shahih al-Musnadi min hadits
rasul yang dikenal dengan Shahih al-Bukhari. Kitab ini merupakan kitab pedoman
kedua setelah al-Qur’an. Isi kandungannya berjumlah 9082 hadits marfu’ dan
sejumlah hadits maqthu dan mauquf. Sedang Imam Muslim menyusun kitab
bernama al-Jami’ al-Shahih yang dikenal dengan Shahih Muslim, keistimewaan
kitab ini adalah susunannya lebih baik dari pada Shahih Bukhari. Dan
kedudukannya Shahih Muslim menurut para ulama nonor dua setelah Shahih
Bukhari.
____________________
17 Prof.Dr.Muhaimin,MA, et al, Op. Cit, h. 152
10
Selanjutnya kitab-kitab sunan diwakili oleh Sunan an-Nasa’i yang
dinamakan al-Mutaba’ min as-sunah dan Sunan Abu Dawud yang berisikan 4800
hadits setelah adanya penyeleksian dari 500.000 hadits yang ditulisnya dan Sunan
al-Turmudzi, serta Sunan Ibnu Majah dan sunan al-Darimy.
Dan untuk kitab-kitab musnad diwakili oleh kitab Musnad Imam ahmad
bin Hambali yang berisikan 40.000 buah hadiits dan 10.000 diantaranya yang
diulang-ulang.18
E. Masa Pengkajian Hadits
Pada masa ini para ulama hadits mengalihkan perhatiannya untuk
menyusun kitab-kitab hadits untuk topik-topik tertentu. Untuk itu mereka
membuat sistematika penyusunan hadits agar memudahkan pengkajiannya.
Tentunya sistematika susunan hadits pada masa ini lebih baik dari masa-
masa sebelumnya, karena upaya ulama pada masa ini bukan mencari, tetapi hanya
mengumpulkan dan selanjutnya mensistemasi menurut kehendak atau
kebutuhannya. Ada yang mensistemasi menurut kehendak pengarang sendiri, ada
yang mensisitemasi dengan mendahulukan bab Thaharah, Wudhu dan kemudian
shalat dan seterusnya, misalnya hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar,
maka diletakkan dibawah nama Abu bakar. Ada juga yang mensistemasi dengan
bagia-bagian, yaitu bagian seruan, larangan, khabar, ibadah dan af’al. Demikian
pula ada yang menyusun berdasarkan abjad hijaiyyah, seperti kitab al-jami’ Shagir
oleh al-Syuyuti.19
____________________18 Ibid, h. 15319 Loc cit
11
Beberapa kitab yang disusun berdasarkan sistematika penyusunan hadits
yang telah ditetapkan para ulama hadits pada masa itu antara lain :
1. Kitab-kitab Mustakhraj adalah kitab yang haditsnya diambil dari hadits perawi lain dari sanad perawi yang diambilnya dan kadang-kadang para mustakhraj meninggalkan suatu periwayatan karena tidak memperbolehkan sanad sendiri.
2. Kitab-kitab Mustadrak adalah kitab yang haditsnya didapat dari pengumpulan hadits yang memiliki syarat-syarat al-Bukhari atau Muslim atau kedua-duanya yang kebetulan tidak diriwayatkan atau dishahihkan oleh beliau berdua.
Kedua kitab inilah yang paling banyak diproduksi dan model tersebut
merupakan ciri khas dari pembukuan hadits pada masa ini.20
F. Masa Kontemporer
Yang dimaksud dengan masa kontemporer dalam konteks ini adalah
zaman mutaakhkhirin, yaitu era tahun-tahun terakhir yang kita jalani hingga saat
sekarang ini.21
Seperti kita ketahui para muhadditsin yang hidup pada abad kedua dan
ketiga dinamakan “Mutaqaddimin” sedang yang hidup pada abad keempat
dinakaman “Mutaakhkhirin” dan kebanyakan yang mereka kumpulkan adalah dari
hasil petikan atau nukilan dari kitab-kitab Mutaqaddimin.22
____________________
20 Ibid, h. 15421 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta, Raja Grapindo Persada, 2007) h. 6822 Prof.Dr.Muhaimin,MA, et al, Op. Cit, h. 153
12
Ciri-ciri masa ini hampir sama dengan masa pengkajian, hanya saja
cakupannya diperluas. Misalnya masa pengkajian mengumpulkan dari beberapa
kitab hadits lalu disitematisasi menurut kehendak muallif. Pada masa ini
disamping mengumpulkan para ulama juga menyusun kitab zawid yakni
penyusunan kitab yang hadits-hadits tidak termuat dan tidak terdapat dalam kitab-
kitab sebelumya. Demikian juga merenovasi nilai-nilainya dalam kitab tertentu
serta menerangkan tempat-tempat pengambilan hadits-hadits yang semula
perawinya tidak disebutkan.23
Kecenderungan Ulama Mutaakhkhirin adalah menyusun Hadits menurut
topik (mawdhu) yang dibicarakan, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menetapkan masalah atau tpok yang akan dibahas
2. Menghimpun hadits-hadits yang berkaitan dengan masalah tersebut
3. Menyusun runtutan hadits sesuai dengan masa turunnya, disertai dengan pengetahuan tentang asbabul wurudnya.
4. Memahami korelasi hadits-hadits tersebut dalam babnya masing-masing
5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna
6. melengkapi pembahasan dengan ayat-ayat yang relevan dengan topik tersebut
7. Mempelajari hadits-hadits tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun hadits-hadits yang mempunyai makna yang sama atau mengkompromikan anatara yang amm (umum) dan yang khas (khusus), Muthlaq yang Muqayyad (terikat) atau yang pada lahitnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam stu muata atau perbedaan atau pemaksaan.24
______________________23 Hasbi Ash-Shiddiqi, Op.Cit, h. 4724 Prof.Dr.Muhaimin,MA, et al, Op. Cit, h. 154
13
Tokoh-tokoh hadits pada masa kontemporer antara lain :
1. Imam Az-Zahabi, as-Suyuti (w 911 H)
2. Ibnu Taimiyah (611-728 H = 1263-1328 M)
3. Ibnu Hajaral-Asqalani (773-853 H)
4. Imam Muhammad Abu Zahrah (w 1394 H)
5. Syekh Mansur Ali Nasif, Syekh Ismail bin Muhammad bin Abdul Hadi Al-Ajluni al-jarahi (w 1162 H = 1749 M)
6. Muhammad bin Asy-Syaukani (w 1250 H = 1834 M)25
Disamping itu tokoh hadits kontemporer yang paling terkenal sekarang
ini adalah Yusuf Qardhawi yang lahir di Mesir (9 September 1926) dan
Muhammad al-Ghazali lahir di Mesir Tahun 1917 dan wafat 1996.26
Kedua tokoh hadits kontomporer ini banyak melakukan kajian-kajian
secara menyeluruh tentang hadits dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan modern. Meskipun ada sebagian ulama yang menggolongkannya
sebagai inkarussunnah. Ini mungkin disebabkan karena beliau sangat ketat dalam
menentukan keshahihan sebuah hadits.
___________________
25 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Suplemen Ensiklopedi Islam, (Cet. Ke-4 : Jakarta,
Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997) h. 157-15826 Bustamin dan M.Isa H.A.salam Metodologi kritik hadits, (Cet Pertama : Jakarta, PT.
Raja Grapindo Persada, 2004) h. 89 dan 99
14
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas kita dapat mengambil kesimpulan :
1. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Hadits dimulai sejak Nabi
Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul
2. Penulisan hadits sudah ada sejak Rasulullah masih hidup. Shahifah yang berisi
catatan hadits Rasul itu dibuat dari pelepah-pelepah kurma, kulit-kulit kayu
dan tulang-tulang hewan.
3. Masa Pembukuan hadits yang secara resmi dilakukan atas kebijaksanaan
pemerintah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Abd Aziz (w 101 H)
4. Masa pentashihan atau penyaringan hadits dimulai ketika pemerintahan
dipegang oleh dinasti bani Abbas, khususnya sejak masa al-makmum sampai
dengan al-Muktadir (sekitar tahun 201 – 300 H)
5. Pada masa Pengkajian hadits para ulama hadits mengalihkan perhatiannya
untuk menyusun kitab-kitab hadits untuk topik-topik tertentu
6. Masa kontemporer adalah zaman mutaakhkhirin, yaitu era tahun-tahun
terakhir yang kita jalani hingga saat sekarang ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
As-Shiddiqy.M.Hasbih, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Cet. ke-6, Jakarta : Bulan Bintang, 1980
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, jakarta : Raja Grafindo Persada, 1970
Bustamin, M.Isa,H.A.Salam, Metodologi Kritik Hadits, Cet.I Jakarta : PT.Raja Grapindo Persada, 2004
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Cet. Ke-4, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997
Khatib, al-Muhammad Ajaj, As-Sunnah Qablat Tadwin, diterjemahkan oleh A.H.Akram Fahma, dengan judul : Hadits Nabi sebelum dibukukan, Cet.I, Jakarta : Gema Insani Press, 1999
Muhaimin. Mujib, Abdul. Mudzakir, Jusuf, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Cet.I, Jakarta : Kencana, 2005
Qathan, al-Manna, Mabahits fii ulumil al-Hadits, diterjemahkan oleh Mifdhal Abdurrahman, dengan judul : Pengantar Studi Ilmu Hadits, Cet. Ke-2, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2006
Rahman, Fazlur, Islam, Diterjemahkan oleh Ahsin Muhammad, Cet. IV, Bandung : Pustaka, 2000
Ranuwijaya, Utang, Pengantar Ilmu Hadits, Cet.III, Jakarta : Gaya Media Pratama, 1998
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, Cet. Ke-3, Jakarta : PT.Raja Grapindo Persada, 2002
Shalih al-Subhi, Ulumul al-Hadits wa Musthalahuhu, Cet. Ke-9 Bairut : Dar al-Ulum al-Malayin, 1977
Zuhri, Muhammad, Hadits Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Cet. Ke-11, Yogyakarta : Tiara Wanama Yogya, 2003
16
top related