sampah plastik
Post on 18-Nov-2014
1.443 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Sampah Plastik: Antara BBM dan Polusi Udara
Limbah plastik dan bahan bakar yang dihasilkan
Sampah plastik dapat diolah menjadi bahan bakar minyak?. Bagi orang-orang yang bergelut dalam dunia kimia dan penerapannya tentu telah lama mengetahuinya, sebab telah ada penelitian tentang ini sebelumnya. Bersama siswa-siswa saya, pada bulan Oktober 2012 yang lalu kami mengadakan percobaan pengolahan sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM).
Lansiran VOA pada 31 Oktober 2012, Plastik Dapat Gantikan BBM di AS memaparkan tentang sebuah perusahan di AS yang mengolah limbah plastik menjadi bahan bakar, sehingga dapat mengurangi limbah plastik dan ketergantungan terhadap minyak impor. Ada hal yang baru yang diangkat dalam lansiran VOA tersebut yaitu tentang belum ditentukanya proses pengolahan plastik menjadi minyak apakah merupakan proses “daur ulang”. Hal ini juga telah menjadi pertanyaan setelah saya dan siswa-siswa saya melakukan percobaan pengolahan limbah plastik menjadi BBM. Apakah uap yang dihasilkan pengolahan sampah plastik bisa mengakibatkan polusi? Mari kita bahas tentang plastik dan pengolahan sampah plastik.
Plastik dan Komponen Penyusun PlastikKita semua sering menggunakan plastik. Bahkan saat ini bisa dikatakan sebagai era plastik ! Produk yang menggunakan sedikit atau seluruhnya bahan plastik telah menyentuh semua sisi keperluan hidup, mulai dari pembungkus plastik, sepatu plastik, hand phone, laptop, piring, gelas, kaca mata bahkan mungkin bisa rumah dari plastik. Kelemahan plastik adalah tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme sehingga tidak dapat membusuk, tidak teroksidasi sehingga tidak dapat berkarat. Beberapa keunggulan plastik dari bahan lainnya adalah tahan air, lebih ringan, tidak menghantarkan listrik dan bisa lebih murah jika dibandingkan untuk benda dengan manfaat yang sama. Seiring dengan terus bertambahnya kebutuhan akan plastik maka limbah plastikpun terus meningkat, sehingga proses daur ulang sampah atau limbah plastik menjadi suatu keharusan. Plastik merupakan polimer organik dengan massa molekul yang besar. Polimer adalah molekul besar yang dibangun oleh pengulangan molekul sederhana yang disebut monomer. Plastik yang banyak terdapat di masyarakat banyak berasal daripolyethylene. Polyethylene terbagi dua yaitu High Density Poliethylene (HDPE) dan Low Density Polyethylene (LDPE). HDPE banyak
digunakan sebagai botol minuman, sedangkan LDPE banyak digunakan sebagai kantong plastik. Plastik dikatakan sebagai senyawa organik berarti komponen utama plastik adalah unsur karbon C dan unsur hidrogen H atau senyawa hidrokarbon dengan ikatan kovalen. Dalam plastik juga terkandung unsur yang lain seperti oksigen O, nitrogen N, Chlor Cl dan belerang S. Komponen utama yang menyusun BBM adalah juga senyawa hidrokarbon.
Perbandingan jumlah atom C antara plastik dan senyawa-senyawa dalam minyak bumi.Jumlah Atom C dalam senyawa
Zat / Wujud Zat
1-4 Gas (LPG, LNG)5-11 Cair (bensin)9-16 Cairan dengan viskositas rendah16-25 Cairan dengan viskositas tinggi (oli, gemuk)25-30 Padat (paraffin, lilin)1000-3000 Plastik (polistiren, polietilen, dll)
Pengolahan Sampah Plastik Dengan Teknik Pirolisis.Karena komponen utama plastik berupa hidrokarbon maka plastik dapat diolah menjadi BBM, pengolahannya dengan cara pirolisis. Pirolisis atau destilasi kering adalah teknik pembakaran sampah (limbah plastik) tanpa gas oksigen dan dilakukan pada suhu tinggi. Pengolahan tersebut merupakan perekahan pada molekul polimer plastik menjadi potongan molekul yang lebih pendek melalui proses pemanasan plastik pada suhu tinggi.
Pada tulisan ini saya mengkaji publikasi dua penelitian pengolahan sampah plastik dan percobaan pengolahan sampah plastik yang saya lakukan bersama siswa-siswa.
Pertama adalah penelitian yang dimuat pada Jurnal Riset Industri Vol. V No. 3, 2011 dengan judul konversi limbah plastik sebagai sumber energi alternatif. Dari penelitian tersebut dipaparkan bahwa proses pengolahan limbah plastik menjadi minyak meliputi 3 tahap/proses yaitu pirolisis, hydrotreating/hydrocracking dan hidro-isomerasi. Pada proses pirolisis limbah plastik dibakar pada suhu 800 oC sampai 1000 oC. Teknik ini mampu menghasilkan gas pembakaran yang berguna dan aman bagi lingkungan yaitu gas O2 dan CO2 . Selain gas, pada proses pirolisis senyawa-senyawa hidrokarbon cair mulai dari senyawa dengan jumlah atom C satu hingga empat. Tahap kedua adalah hydrotreating yaitu proses penyulingan untuk memisahkan unsur-unsur yang dihasilkan pada proses pirolisis. Proses ketiga adalah hidro-isomerasi, pada proses ini digunakan katalis khusus yang berfungsi menjadikan molekul-molekul isomer mempunyai viskositas tinggi. Berdasarkan dasar teori yang digunakan pada penelitian tersebut dituliskan bahwa sifat kimia yang dimiliki senyawa hidrokarbon cair hasil proses pirolisis mirip dengan senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah (minyak bumi), sehingga dapat menjadi energi alternatif. Banyaknya sampah plastik yang terurai menjadi minyak atau hidrokarbon cair adalah 60 %.
Kedua adalah penelitian yang dimuat pada Jurnal Ilmiah Berkala, Sains dan Terapan Kimia oleh Prodi Kimia FMIPA Unlam Vol. 3 No. 2, 2009 dengan judul pirolisis sampah plastik untuk mendapatkan asap cair dan penentuan komponen kimia penyusunnya serta uji kemampuannya sebagai bahan bakar cair. Pirolisis dilakukan pada suhu 425 oC dengan jenis sampah plastik berupa kantong plastik dan pembungkus makanan. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel asap cair kantong plastik adalah 2-hidroksimetil-oxiran, asam asetat, hidroksiaseton, 2-siklopenten, dan 2-butanon/metil etil keton.dari senyawa-senyawa tersebut yang bersifat mudah terbakar adalah hidroksi aseton, 2-siklopentena dan 2-butanon. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam sampel asap cair pembungkus makanan adalah 2-propanon/aseton, asam borat, asam asetat, dan
siklopentanon. Dari senyawa-senyawa tersebut yang memiliki sifat mudah terbakar adalah aseton dan siklopentanon.
Ketiga adalah percobaan yang saya lakukan bersama-sama siswa-siswa saya. Kami melakukan destilasi kering atau pembakaran plastik dengan menggunakan alat buatan sendiri. Pembuatan alat tersebut mengacu pada cara pembuatan alat sederhana pengubah sampah plastik yang diakses pada website klikedukasi.com. Sampah plastik yang dipanaskan berupa gelas dan botol plastik air mineral. Pada percobaan pertama sampah plastik di panaskan dengan sumber api dari kayu bakar. Selama proses pemanasan dihasilkan uap yang keluar melalui kondensor yang baunya sangat menyengat. Setelah setengah jam pemanasan didapatkan cairan kental berwarna kuning. Cairan tersebut dapat terbakar setelah dites dengan api.
Cairan kental berwarna kuning ini bukanlah orange juice tetapi hasil destilasi kering plastik:hasil percoaan pertama, cairan ini bersifat mudah terbakar.
Percobaan pertama. Pemanasan sampah plastik dengan kayu bakar.
Pada percobaan kedua, alat, bahan dan caranya tetap sama, tetapi sumber panasnya kami gunakan dari kompor gas elpiji. Setelah satu jam dihasilkan cairan bening dan uap yang keluar melalui kondensor tetapi baunya tidak menyengat. Cairan tersebut dites dengan api tetapi tidak menyala. Dari analisis kami, perbedaan kedua percobaan tersebut adalah pada suhu. Pada percobaan pertama, suhunya lebih tinggi dari percobaan kedua sehingga pada percobaan kedua polimer plastik belum terurai, yang dihasilkan adalah senyawa-senyawa yang tidak terbakar. Hal tersebut dibuktikan dengan masih adanya sisa-sisa plastik yang masih belum terbakar. Pada percobaan pertama tidak ada sisa plastik yang tidak terbakar.
Alat sederhana yang dibuat dari alat masak bekas dan pipa leding bekas sebagai kondensor
Dari ketiga bahasan penelitian dan percobaan tersebut, saya mecermati tentang uap yang keluar melalui kondensor yang tak terkondensasi atau tidak mengalami pengembunan. Pada paparan penelitian pertama uap yang dihasilkan adalah gas O2 dan CO2 yang ramah lingkungan, tetapi pada paparan penelitian kedua dihasilkan uap yang terkandung senyawa-senyawa 2-hidroksimetil-oxiran, asam asetat, hidroksiaseton, 2-siklopenten, dan 2-butanon/metil etil keton dari pemanasan kantong plastik dan dari pemanasan pembungkus plastik dihasilkan 2-propanon/aseton, asam borat, asam asetat, dan siklopentanon. Senyawa-senyawa ini bisa mencemari udara. Sebagai contoh asam borat, berbahaya jika terhirup dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa disertai nyeri tenggorokan, batuk, dan nafas pendek. Dapat menyebabkan batuk, mimisan, pernapasan menjadi pendek. Pada percobaan yang kami lakukan dihasilkan uap dengan bau yang menyengat, hampir seperti bau asap mobil dengan bahan bakar solar. Walaupun kami belum melakukan uji identifikasi senyawa pada uap tersebut tetapi dari bau yang menyengat tersebut bisa menjadi peringatan bagi kami untuk menjauh agar baunya tidak terhirup.
Percobaan kedua pengolahan sampah plastik menjadi BBM:
cairan ini bersifat tidak terbakar
Berdasarkan tulisan diatas, saya sependapat dengan Allen Hershkowitz, ilmuan senior dari Dewan Pertahanan Sumber Daya Alam, yang mengatakan bahwa “Barangkali pemisahan karbon menjadi botol plastik yang dibuang di tempat sampah lebih baik daripada mengubahnya menjadi bahan bakar cair dan melepaskan serta menggerakkan banyak senyawa karbon,” seperti yang dilansir oleh voaindonesia.com . Pengolahan sampah plastik menjadi minyak menurut saya sepertinya bukanlah proses daur ulang. Tetapi tidak tertutup kemungkinan diadakan penelitian lebih lanjut agar tidak ada hasil samping yang berupa senyawa-senyawa yang dapat menjadi toksik dan mencemari udara. Cara yang bijak adalah seperti anjuran pemerintah selama ini yaitu meminimalisasi penggunaan plastik dengan menumbuhkan kesadaran untuk menjaga lingungan agar tidak tercemar.
Sumber:Asam Borat. Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas) Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI. 2011
http://www.voaindonesia.com/content/plastik-dapat-gantikan-bbm-di-as/1536410.html
http://www.plastic.web.id/plastic_chemistry
http://en.wikipedia.org/wiki/Plastic
http://id.wikipedia.org/wiki/Plastik http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-polimer/klasifikasi-polimer/polimer-termoplastik-dan-termosetting/
http://www.klikedukasi.com/2012/04/alat-sederhana-pengubah-sampah-plastik.html
http://indonesiaproud.wordpress.com/2011/12/01/tri-handoko-mengubah-limbah-plastik-jadi-bahan-bakar-minyak/
Rahyani Ermawati. Konversi Limbah Plastik Sebagai Sumber Energi Alternatif. Jurnal Riset Industri Vol. V. No. 3, 2011, Hal. 257-263
Tri Anggono., Erina Wahyu W., Handayani., Arini Rahmadani., Abdullah. Pirolisis Sampah Plastik Untuk Mendapatkan Asap Cair Dan Penentuan Komponen Kimia Penyusunnya Serta Uji Kemampuannya sebagai Bahan Bakar Cair. Jurnal Ilmiah Berkala, Sains dan Terapan Kimia oleh Prodi Kimia FMIPA Unlam Vol. 3 No. 2, 2009
Minyak bumi atau dalam bahasa Inggrisnya disebut Petroleum, menurut bahasa
Latin terdiri dari dua penggalan kata yaitu Petrus yang artinya karang dan Oleum yang
artinya minyak. Oleh karena itu kimia minyak bumi (petroleum) merupakan ilmu yang
mempelajari tentang kelanjutan dari tumbuhan setelah dipendam atau dikubur selama
jutaan tahun. Senyawa yang terkandung dalam petroleum mempunyai variasi yang
besar dari senyawa dengan kerapatan rendah (gas) sampai senyawa dengan
kerapatan tinggi (padatan).
Minyak bumi atau petroleum dijuluki juga sebagai emas hitam, yaitu cairan yang
kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, dan berada di lapisan atas
dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari
berbagai hidrokarbon, dimana sebagian besar terdiri dari seri alkana tetapi bervariasi
dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya.
Asal minyak bumi adalah mahluk hidup (tumbuhan, hewan) yang terkubur selama
jutaan tahun dengan melalui proses penguburan, proses diagenesis kemudian proses
lebih lanjut pada masa katagenesis dan tidak dapat dimanfaatkan lagi pada masa
metagenesis.
Tahapan penguburan bahan alam mengalami tiga masa perubahan kimiawi yaitu:
a. Diagenesis
Masa ini merupakan zona tak matang dan terjadi perengkahan tak mencolok
(10%), yang dibagi dalam tiga bagian yaitu :
1) Diagenesis dini, yaitu peralihan dari senyawa yang stabil saat di permukaan
bumi, menjadi senyawa yang stabil pada kedalaman ribuan meter dengan suhu
sekitar 40-42oC. Pada masa ini terjadi pembentukan kerogen (fase dari
petroleum yang tidak dapat larut dalam pelarut organik dan anorganik).
2) Diagenesis pertengahan, terjadi proses aromatisasi (senyawa rantai panjang
membentuk senyawa aromatik, lingkar dan mempunyai ikatan rangkap dengan
elektron terdelokalisasi).
3) Diagenesis akhir, adalah proses yang terjadi pengkhelatan logam oleh
senyawa organik yang terbentuk pada masa sebelumnya.
Pembentukan minyak bumi terjadi pada diagenesis akhir dan dapat dikenal
berdasar hasil eksplorasi.
b. Katagenesis
Katagenesis adalah zona minyak dan gas basah. Pada masa ini terjadi
perengkahan mencolok, dimana terjadi perubahan senyawa kimia yang
diakibatkan oleh suhu dan kedalaman pendaman (penguburan) sehingga
menyebabkan penguraian termal kerogen.
c. Metagenesis
Pada tahap ini terjadi masa perusakan termal dari karakter senyawa (cairan)
menjadi residu (padatan), sehingga mengakibatkan senyawa organik menjadi
senyawa yang kekurangan hidrogen, dan material tak bernilai atau menjadi
material bernilai dari senyawa karbon (grafit, intan).
Adapun proses pengendapan bahan organik dalam proses pembentukan minyak bumi
ditunjukkan pada gambar 1. berikut.
Gambar 1. Diagram Pembentukan Minyak Bumi
Komposisi kimia dari minyak bumi dipisahkan dengan cara destilasi yang
didasari oleh perbedaan titik didih, kemudian setelah diolah lagi lebih lanjut akan
diperoleh minyak tanah, bensin, lilin dan lain-lain. Meskipun demikian pemisahan tidak
dapat memberikan senyawa tunggal, melainkan kumpulan senyawa dengan isomernya.
Minyak bumi terdiri dari hidrokarbon, senyawa hydrogen dan karbon. Empat
alkana teringan, yaitu � CH4 (metana), C2H6 (etana), C3H8 (propane), dan
C4H10 (butana) semuanya adalah gas yang mendidih pada suhu -161.6�C, -88.6�C, -
42�C, dan -0.5�C, berturut-turut (-258.9�, 127.5�, -43.6�, dan +31.1� F).
Rantai karbon dengan C5-7 semuanya ringan, dan mudah menguap, nafta jernih.
Senyawaan tersebut digunakan sebagai pelarut, cairan pencuci kering (dry clean), dan
produk cepat-kering lainnya. Rantai dari C6H14 sampai C12H26 dicampur bersama dan
digunakan untuk bensin. Minyak tanah terbuat dari rantai C10 sampai C15, diikuti oleh
minyak diesel (C10 hingga C20) dan bahan bakar minyak yang digunakan dalam mesin
kapal. Senyawaan dari minyak bumi ini semuanya dalam bentuk cair dalam suhu
ruangan. Minyak pelumas dan gemuk setengah-padat (termasuk Vaselin) berada di
antara C16 sampai ke C20. Sedangkan rantai di atas C20 berwujud padat, dimulai dari
"lilin, kemudian tar, dan bitumen aspal.
Titik pendidihan dalam tekanan atmosfer dari fraksi distilasi minyak bumi (oC)
adalah sebagai berikut. - Minyak eter: 40 - 70 oC (digunakan sebagai pelarut) - Minyak ringan: 60 - 100 oC (bahan bakar mobil) - Minyak berat: 100 - 150 oC (bahan bakar mobil)
- Minyak tanah ringan: 120 - 150 oC (pelarut dan bahan bakar untuk rumah
tangga) - Kerosene: 150 - 300 oC (bahan bakar mesin jet) - Minyak gas: 250 - 350 oC minyak diesel/pemanas) - Minyak pelumas > 300 oC (minyak mesin) - Sisanya: ter, aspal, bahan bakar residu
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah �Apakah ada perbedaan antara
gas yang di dalam tabung dan gas di dalam pipa�. Jawaban pertanyaan ini adalah gas
LPG (LPG singkatan dari gas dan bertekanan atau liquid pressure gas) lebih murni dari
pada gas dalam pipa. Harga gas LPG lebih mahal, hal ini menunjukkan bahwa proses
gas LPG yang melibatkan pembuatan gas-gas metana, etana, dan propana dari hasil
perengkahan (cracking) tidak mudah yaitu dengan cara memasukkan gas dalam tabung
yang harus dikontrol tekanannya sehingga mencair dan volume cairan lebih kecil dari
volume gas. Tekanan tabung harus dijaga dan dipertahankan.
Proses perengkahan, pengubahan, alkilasi, atau polimerisasi merupakan tahap
awal dari pemanfaatan senyawa (zat kimia) yang berasal dari minyak bumi. Minyak
bumi mengandung banyak senyawa kimia dan hasil isolasi senyawa ini dapat
dimanfaatkan oleh industri. Bahan kimia ini disebut sebagai bahan petrokimia.
Pemanfaatan industri umumnya didasari oleh reaksi-reaksi polimerisasi (perpanjangan
rantai), reaksi perengkahan (perpendekan rantai), reaksi pengubahan (paduan dengan
senyawa lain), maupun pembentukan senyawa pendek dari senyawa panjang minyak
bumi (pembentukan gas, alkilasi, perpendekan rantai atom karbon). Perpendekan rantai
minyak bumi menghasilkan senyawa yang ekonomis dan bermanfaat.
Senyawa kimia lain dari tumbuhan atau hewan pembentuk minyak bumi adalah
alkaloid, terpena, steroid, asam amino, dan lipid. Senyawa-senyawa ini terkubur
bersama tumbuhan dan hewan. Senyawa kimia yang terkubur dan pada saat
pengeboran minyak masih dapat dikenali dari strukturnya, maka senyawa ini dianggap
dapat menjadi pengungkap sejarah pembentukan minyak bumi yang dikenal sebagai
biomarker atau penanda hayati (contoh: porfirin dari klorofil, sekobikadinana dari
isoprena atau terpena, skualena, sterana, bahkan steroid, dan kolesterol).
Minyak bumi dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri. Bahan dasar ini
dipisahkan berdasar beberapa proses sebagai berikut.
a. Reaksi Perengkahan (cracking)
Cracking adalah pemecahan senyawa organik rantai panjang menjadi dua atau
lebih senyawa organik rantai lebih pendek, terjadi secara alami maupun dari
pemanasan langsung.
Contoh pemanasan
Proses alami:
Proses cracking atau alkilasi penting untuk minyak bumi dalam mencari senyawa
yang lebih dibutuhkan oleh konsumen, yaitu untuk mendapatkan bensin lebih
banyak dari minyak pelumas. Contoh cracking adalah minyak diesel (C16-C24) dan
minyak pelumas (C20-C30) yang dipecah menjadi bensin (C4-C10) dan senyawa lain
yang lebih banyak digunakan.
b. Reaksi pengubahan (reforming)
Reaksi pengubahan adalah reaksi dari bahan petroleum menjadi bahan dasar
industri dengan pemanfaatan bahan yang murah menjadi material yang
dibutuhkan sehingga bernilai ekonomis (murah). Proses ini diperoleh pada
polimerisasi (pembentukan plastik).
c. Reaksi alkilasi
Proses alkilasi dibagi dua yaitu proses perpanjangan atom karbon rantai lurus dan
proses pemutusan ikatan rantai karbon (dealkilasi). Proses ini dapat
dikelompokkan dalam polimerisasi, bila perpanjangannya memiliki gugus fungsi
yang sama. Dealkilasi dapat dimasukkan ke dalam kelompok perengkahan.
d. Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses pembentukan polimer. Polimer terdiri dari polimer
alami dan polimer sintetik. Polimer adalah molekul besar yang terdiri atas
pengulangan satuan kecil (monomer). Monomer adalah senyawa organik yang
memiliki ikatan rangkap dua dan ikatan rangkap ini terbuka membentuk ikatan
dengan monomer lain sampai jumlah yang diinginkan (polimer sintetik). Polimer
alam membentuk senyawa secara alami, contoh polimer alam yaitu lateks (dari
pohon karet), karbohidrat (singkong jagung), protein, selulosa, resin. Sedangkan
Contoh polimer sintetik adalah nilon, dakron, teflon.
Proses pembentukan polimer terdiri dari tiga tahap yaitu pembentukan radikal
bebas (inisiasi), perpanjangan monomer (propagasi), dan terminasi (pemotongan
atau penyetopan reaksi). Pembentukan cabang dalam proses polimerisasi
menyebabkan tiga bentuk struktur yaitu struktur beraturan (isotaktik), struktur tak
beraturan (ataktik), campuran (sindiotaktik). Struktur polimer sangat berpengaruh
terhadap sifat polimernya.
Minyak bumi merupakan bahan alam dengan berbagai jenis senyawa kimia,
sehingga dapat digunakan dalam berbagai bahan baku industri.
a. Plastik (PE)
Plastik adalah bahan yang elastik, tahan panas, mudah dibentuk, lebih ringan dari
kayu, dan tidak berkarat oleh adanya kelembapan. Plastik selain harganya murah,
juga dapat digunakan sebagai isolator dan mudah diwarnai. Sedangkan
kelemahan plastik adalah tidak dapat dihancurkan (degredasi). Contoh plastik
adalah polietilena, polistirena, (Styron, Lustrex, Loalin), poliester (Mylar, Celanex,
Ekonol), polipropilena (Poly- Pro, Pro-fax), polivinil asetat.
Polietilena atau PE (Poly � Eth, Tygothene, Pentothene) adalah polimer dari
etilena (CH2 = CH2) dan merupakan plastik putih mirip lilin, dapat dibuat dari resin
sintetik dan digolongkan dalam termoplastik (plastik tahan panas). Polietilena
mempunyai sifat daya tekan baik, tahan bahan kimia, kekuatan mekanik rendah,
tahan kelembapan, kelenturan tinggi, hantaran elektrik rendah. Berdasar
kerapatannya PE dibagi dua yaitu PE dengan kerapatan rendah (digunakan
sebagai pembungkus, alat rumah tangga dan isolator) dan yang berkerapatan
tinggi (dimanfaatkan sebagai drum, pipa air, atau botol).
Plastik disamping mempunyai kelebihan dalam berbagai hal, ternyata limbahnya
dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan. Penyebabnya yaitu sifat plastik
yang tidak dapat diuraikan dalam tanah. Untuk mengatasi masalah ini para pakar
lingkungan dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai
penelitian dan tindakan, diantaranya yaitu dengan cara mendaur ulang limbah
plastik, Namun cara ini tidak terlalu efektif karena hanya sekitar 4% yang dapat
didaur ulang. sisanya menggunung di tempat penampungan sampah. Sebagian
besar plastik yang digunakan masyarakat merupakan jenis plastik polietilena. Ada
dua jenis polietilena, yaitu high density polyethylene (HDPE) dan low density
polyethylene (LDPE). HDPE banyak digunakan sebagai botol plastik minuman,
sedangkan LDPE untuk kantong plastik.
Pemanasan polietilena menggunakan metode pirolisis akan terbentuk suatu
senyawa hidrokarbon cair. Senyawa ini mempunyai bentuk mirip lilin (wax).
Banyaknya plastik yang terurai adalah sekitar 60%, suatu jumlah yang cukup
banyak. Struktur kimia yang dimiliki senyawa hidrokarbon cair mirip lilin ini
memungkinkannya untuk diolah menjadi minyak pelumas berkualitas tinggi. Pada
pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa minyak pelumas yang saat ini
beredar di pasaran berasal dari pengolahan minyak bumi. Sifat kimia senyawa
hidrokarbon cair dari hasil pemanasan limbah plastik mirip dengan senyawa
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah sehingga dapat diolah
menjadi minyak pelumas. Pengubahan hidrokarbon cair hasil pirolisis limbah
plastik menjadi minyak pelumas menggunakan metode hidroisomerisasi. Minyak
pelumas buatan ini diharapkan dapat digunakan untuk kendaraan bermotor
dengan kualitas yang sama dengan minyak bumi hasil penyulingan minyak
mentah, ramah lingkungan, sekaligus ekonomis.
b. Cat
Cat adalah produk dari industri pelapis permukaan, bertujuan untuk menjaga
keawetan bahan yang dilapisi (kayu, logam atau tembok) dan untuk estetika
(keindahan). Fungsi cat ini yaitu memberikan ikatan yang baik antara permukaan
benda dan cat pelapis. Cat primer disediakan dalam kemasan yang lebih encer
dari cat biasa dan dilarutkan dalam air atau minyak. Kemasan cat umumnya terdiri
atas resin atau bahan pengikat (untuk mengikat pigmen warna di dalam cat, misal:
minyak biji rami dan getah tumbuhan seperti gom arab, gom senegal), bahan
pengisi (untuk memperbaiki sifat mekanis dan fisik cat agar tidak retak/terjadi
goresan saat pengeringan, contohnya: bubuk kaca agar memantulkan cahaya
matahari/lampu pada rambu lalu lintas), penstabil (digunakan sebagai penetral
pengaruh sinar ultraviolet matahari), pengering pelarut, dan pigmen.
Pigmen bersifat ganda yaitu untuk menampilkan keindahan dan memberikan sifat
mekanik pada selaput yang terbentuk. Pigmen menghalangi penyebaran uap air
dan sinar matahari langsung pada bahan yang dilapisi. Warna yang dihasilkan
pigmen bergantung pada banyaknya cahaya matahari yang diserap dan diserap
dan dipantulkan. Pigmen harus tidak toksik dan merupakan senyawa anorganik
yang tak larut dalam pelarut organik sehingga mengendap di dasar wadah.
Pigmen seperti zink, aluminium, dan stainlessdigolongkan dalam pigmen metalik,
banyak digunakan untuk dekorasi. Krom dalam bentuk polikrometik dipakai
sebagai cat lapis akhir pada kendaraan bermotor.
c. Tekstil ( Nilon )
Kata tekstil berasal dari bahasa latin �texer� yang berarti menenun. Tekstil
dibuat dari serat yang dipintal, ditenun, dirajut, dianyam atau dibuat jala
benang. Serat dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu serat alami dan serat
sintetik. Serat alami (wol, sutera, katun, dan rami) pada umumnya pendek dengan
panjang 1,3-20 cm. Serat alam berasal dari kapas akan menghasilkan kain yang
lunak dan menyerap air sehingga baik untuk dibuat handuk, sprei, maupun
pakaian. Serat rami dapat dibuat linen yang indah dan kuat sehingga
dimanfaatkan untuk membuat taplak, sapu tangan dan serbet. Serat binatang
(domba) dibentuk menjadi wol, sutera (kepompong ulat sutera) juga termasuk
serat alami Serat alam yang berasal dari mineral adalah asbestos, mempunyai
sifat tahan terhadap api dan digunakan pada pembungkus kabel.
Bahan baku serat sintetik adalah filamen yang bersambung/serat pendek,
seragam dalam panjang, dan terpintal dalam benang. Poliester, nilon, akrilik, dan
poliolefin merupakan contoh serat sintetik yang dibuat dari petrokimia. Perbedaan
bahan tersebut terletak pada kekuatan tarik, elastisitas, kelembutan, daya serap
terhadap air, ketahanan terhadap cahaya dan panas atau usia pemakaian. Bahan
yang dihasilkan merupakan bahan yang kuat dan mudah disetrika. Serat sintetik
yang terbuat dari bubur kayu, sampah kapas atau petrokimia yaitu rayon, asetat
dan triasetat. Kain rayon menghasilkan bahan penghisap yang mudah kering, kain
asetat tahan kerut dan tarikan, sedangkan triasetat merupakan bahan yang lebih
tahan kusut.
Nilon adalah kelompok poliamida hasil polimerisasi heksametilena-diamina dan
asam adipat. Nilon termasuk polimer paling ulet, kuat, dan kenyal, tidak rusak oleh
minyak dan gemuk serta tak basah oleh air sehingga dapat dibentuk menjadi
serat, sikat, lembaran, batang, pipa, maupun bahan penyalut. Nilon terdiri dari
Nilon 6, Nilon 6,6 dan Nilon 8.. Nilon 6,6 dibuat dari reaksi polimerisasi asam
adipat dan heksametilena diamina. Asam adipat dibuat dari sikloheksana, dan
petroleum mengandung sikloheksana.
Diagram pembuatan Nilon 6,6 ditampilkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Pembuatan Nilon 6 dari Benzena
Bagan pembuatan Nilon 6,6 dan Nilon 8 ditampilkan pada Gambar 3
Gambar 3. Proses Pembuatan Nilon 6,6 dan nilon 8
Untuk produksi nilon besar-besaran sebagai bahan baku digunakan batu bara,
minyak bumi, gas alam, maupun hasil pertanian. Nylon 66 (Huruf 6,6 atau 6
merupakan jumlah atom karbon pembentuk bahan) dibuat dari bahan baku
kaprolaktam.
d. PVC (Polivinil klorida)
Monomer dari PVC (poli vinil klorida) adalah etena yang satu atom hidrogen
diganti (substitusi) dengan atom klorida. Vinil klorida dengan rumus kimia
CH2=CHCl disebut kloroetilena atau kloroetena adalah gas tak berwarna, yang
mencair pada suhu �13,9oC. PVC termasuk termoplastik yang paling banyak
digunakan, bersifat kuat dan ulet. PVC dibagi dua yaitu PVC elastik dan PVC
keras, atau kaku. Jenis PVC elastik dimanfaatkan untuk penutup lantai, bola
mainan, sarung tangan, jas hujan.
PVC keras dimanfaatkan sebagai pipa listrik atau pipa air, kartu kredit. Kedua
jenis PVC memiliki sifat sama yaitu tahan cuaca dan isolator. PVC dimodifikasi
dengan bahan lain untuk meningkatkan pemakaiannya. PVC/akrilik tahan api dan
bahan kimia, sedangkan PVC/ABS (akrilonitril-butadiena-stirena) mudah diproses
pada rentangan api dan kuat terhadap tegangan tinggi. ABS adalah suatu bahan
yang kuat, kaku, dan murah. PVC di Indonesia dijual dengan beberapa merk, dari
yang tebal sampai yang tipis. Pabrik pembuat PVC menyebut dengan istilah
paralon. Membakar PVC bekas menimbulkan asap yang diduga dapat
menyebabkan kanker hati. PVC terbakar perlahan-lahan.
Plastik vinil dibuat dari gas alam, atau minyak bumi. Vinil dapat dibuat lemas, kaku,
maupun bening. Sebagai bahan yang tidak mudah pecah atau sobek, vinil tidak
dirusak oleh asam, minyak atau air. Sejak tahun 1927 PVC merupakan bahan
plastik vinil yang telah diproduksi secara komersial. Pada pertengahan tahun 1970
vinil diteliti sebagai salah satu pencemar udara penyebab penyakit serius, seperti
kanker hati. Plastik vinil dimanfaatkan secara luas sebagai barang yang murah dan
tahan lama yang fleksibel (lantai, isolasi, kopor, tirai kamar mandi, pakaian mirip
kulit, atau selang air). Jenis vinil yang tegar digunakan untuk mainan dan pipa air.
Penyalutan dengan vinil dilakukan agar tidak lembek atau lembab, dan kertas
dokumen maupun kertas dinding tidak terkena noda.
e. Perekat atau Adhesif
Perekat adalah bahan untuk menggabungkan dua benda pada permukaannya,
contohnya semen, pelapisan tablet, lem, maupun getah. Mekanisme kerja perekat
adalah perekatan mekanik atau fisika dan perekatan kimia.
Proses perekatan benda yaitu dengan memasukkan bahan perekat ke dalam pori-
pori benda, sehingga terjadi penguncian secara mekanik. Pada perekatan kimia
terjadi reaksi kimia (gaya tarik elektrik) antar molekul perekat dan permukaan
benda. Umumnya perekatan terjadi secara bersamaan antara perekatan fisika dan
kimia.
Perekat terdiri dari perekat yang mengering di udara, dilelehkan sebelum
digunakan, dilakukan penekanan, atau yang aktif secara kimiawi. Benda yang
direkatkan biasanya kertas, plastik, karet, kayu, logam, logam bukan logam, kaca,
bahkan gigi. Plastik termoset memerlukan perekat untuk menggabungkan kedua
bahan.
Powerglu adalah perekat yang bekerja berdasarkan reaksi polimerisasi pada saat
pengeringan. Reaksi perekatan dibantu oleh uap air di udara/zat lain yang
ditambahkan. Perekat untuk kayu dikenal sebagai perekat tahan-cuaca dan
setengah tahan-cuaca. Perekat tahan cuaca umumnya memiliki kekuatan lebih
besar dari kayunya. Bahan perekat jenis ini dibuat dari bahan polimer fenolik,
epoksi, atau resorsinol. Perabot kayu yang tidak mengalami perubahan suhu yang
drastis dan tidak kena air terlalu sering dapat memanfaatkan perekat dari bahan
tulang atau perekat vinil. Perekat kayu setengah tahan-cuaca terbuat dari perekat
urea dan kasein.
f. Polistirena (PS).
Polistirena adalah polimer yang mengandung monomer stirena C6H5CH=CH2.
Polimer ini termasuk golongan termoplastik, merupakan plastik jernih dan keras.
Polistirena diproduksi dalam bentuk busa plastik dengan nama
komersial styrofoam, atau sebagai bahan isolasi (listrik, panas), komponen
perabot, bahan pengemas, mainan, maupun benda toilet. Stirena dibuat dengan
cara pirolisis-dehidrogenasi dari etilbenzena. Etilbenzena disintesis dari etilena
dan benzena. Polimer ini bersifat tahan asam, basa, maupun garam. Penampilan
PS lembut dan kecerahannya baik sehingga banyak digunakan untuk pipa, busa,
pendingin, instrumen atau panel dalam otomotif.
Stirena dapat digunakan sebagai monomer karet sintetik. Jenis karet sintetik ini
dikopolimerisasi dengan gugus lain yaitu SBR (stirena-butadiena), SCR (stirena-
kloroprena), dan SIR (stirena-isoprena). Pemanfaatan polimer yang dapat
menggantikan logam (sifat: konduktor, titik leleh yang tinggi, berpenampilan cantik
dalam pewarnaan) dan kayu (tahan suhu dan tekanan) makin diteliti. Polimer
adalah bahan yang anti karat dan tidak mudah terbakar.
Semakin langka dan tingginya harga minyak bumi serta masih minimnya
penggunaan energi alternatif, seperti energi angin, tenaga surya, biomassa, dan panas
bumi menyebabkan kita harus berpikir untuk mencari alternatif penggunaan BBM fosil
yang lain. Alternatif yang sudah dilakukan selama ini yaitu penggunaan biodiesel
(campuran solar dan minyak kelapa sawit) atau biofuel (campuran etanol dan bensin)
yang bahan bakunya merupakan komoditas pasar siap pakai. Alternatif lain yang perlu
dipertimbangkan adalah energi hijau terbarukan seperti pemanfaatan biji jarak pagar
(Jatropha curcas). Sekurang-kurangnya, ada dua pilihan dalam proses produksi
minyak jarak pagar diukur dari hasil olahan, investasi, dan biaya pengolahannya.
1. mengolah biji jarak pagar secara mekanik dengan memeras biji untuk mendapat
straight jatropha oil (SJO). Minyak jenis SJO ini dengan biaya produksi di bawah Rp
2.000 per liter sudah dapat mengganti minyak tanah untuk menyalakan kompor
dapur atau menggantikan minyak bakar untuk memanaskan ketel uap air yang
menggerakkan turbin-turbin pembangkit listrik.
2. mengolah SJO melalui proses esterifikasi yang rumit dan karenanya mahal pada
investasi maupun bahan tambahan serta katalis untuk memacu reaksi kimia. Hal ini
menyebabkan biaya pokok produksi ester SJO dua kali lipat SJO. Pada dasarnya,
dari sisi mutu, ester-SJO hanya berbeda pada titik nyala dan derajat kekentalan.
Salah satu pertimbangan penggunaan alternatif BBM fosil dengan menggunakan
minyak jarak pagar (SJO), yaitu: tanaman jarak pagar bisa hidup dan tetap produktif
meski ditanam di tanah kritis dan tandus, tumbuh baik di dataran rendah maupun
pegunungan, tidak memiliki hama dan mulai berbuah pada usia lima bulan sesudah
ditanam, serta dapat dipanen terus-menerus hingga usia 50 tahun. Pertimbangan
lainnya yaitu dapat meningkatkan penghasilan petani, mampu menghemat devisa
negara apabila produksinya melewati kebutuhan dalam negeri, dan dapat menurunkan
kadar emisi NOx, SOx dan CO.
[Latihan]
Minyak Pelumas dari
Botol Plastik BekasMinggu, 22 April 2012
Minyak Pelumas dari Botol Plastik Bekas
Bagaimana caranya?
Sebagian besar penduduk di dunia memanfaatkan plastik dalam menjalankan aktivitasnya. Berdasarkan data Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat, pada tahun 2001, penduduk Amerika Serikat menggunakan sedikitnya 25 juta ton plastik setiap tahunnya. Belum ditambah pengguna plastik di negara lainnya. Bukan suatu yang mengherankan jika plastik banyak digunakan. Plastik memiliki banyak kelebihan dibandingkan bahan lainnya.
Secara umum, plastik memiliki densitas yang rendah, bersifat isolasi terhadap listrik, mempunyai kekuatan mekanik yang bervariasi, ketahanan suhu terbatas, serta ketahanan bahan kimia yang bervariasi. Selain itu, plastik juga ringan, mudah dalam perancangan, dan biaya pembuatan murah.
Sayangnya, di balik segala kelebihannya, limbah plastik menimbulkan masalahbagi lingkungan. Penyebabnya tak lain sifat plastik yang tidak dapat diuraikan dalam tanah. Untuk mengatasinya, para pakar lingkungan dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai penelitian dan tindakan. Salah satunya dengan cara mendaur ulang limbah plastik. Namun, cara ini tidaklah terlalu efektif. Hanya sekitar 4% yang dapat didaur ulang, sisanya menggunung di tempat penampungan sampah.
Mungkinkah tumpukan sampah plastik ini dapat diubah menjadi minyak pelumas? Masalah itulah yang mendasari Miller dan rekan-rekannya melakukanpenelitian ini. Sebagian besar plastik yang digunakan masyarakat merupakan jenis plastik polietilena.
Ada dua jenis polietilena, yaitu high density polyethylene (HDPE) dan low density polyethylene(LDPE). HDPE banyak digunakan sebagai botol plastik minuman, sedangkan LDPE untuk kantong plastik. Dalam penelitiannya yang akan dipublikasikan dalam Jurnal American Chemical Society bagian Energi dan Bahan Bakar (Energy and Fuel) edisi 20 Juli 2005, Miller memanaskan polietilena menggunakan metode pirolisis, lalu menyelidiki zat hasil pemanasan tersebut.
Ternyata, ketika polietilena dipanaskan akan terbentuk suatu senyawa hidrokarbon cair. Senyawa ini mempunyai bentuk mirip lilin (wax). Banyaknya plastik yang terurai adalah sekitar 60%, suatu jumlah yang cukup banyak. Struktur kimia yang dimiliki senyawa hidrokarbon cair mirip lilin ini memungkinkannya untuk diolah menjadi minyak pelumas berkualitas tinggi.
Sekadar informasi, minyak pelumas yang saat ini beredar di pasaran berasal dari
pengolahan minyak bumi. Minyak mentah (crude oil) hasil pengeboran minyak bumi di dasar bumi mengandung berbagai senyawa hidrokarbon dengan titik didih yang berbeda-beda. Kemudian, berbagai senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah ini dipisahkan menggunakan teknik distilasi bertingkat (penyulingan) berdasarkan perbedaantitik didihnya. Selain bahan bakar, seperti bensin, solar, dan minyak tanah, penyulingan minyak mentah juga menghasilkan minyak pelumas.
Sifat kimia senyawa hidrokarbon cair dari hasil pemanasan limbah plastik mirip dengan senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah, sehingga dapat diolah menjadi minyak pelumas. Pengubahan hidrokarbon cair hasil pirolisis limbah plastik menjadi minyak pelumas menggunakan metode hidroisomerisasi. Miller berharap minyak pelumas buatan ini dapat digunakan untuk kendaraan bermotor dengan kualitas yang sama dengan minyak bumi hasil penyulingan minyak mentah, ramah lingkungan, sekaligus ekonomis.
Sebenarnya, usaha pembuatan minyak sintetis dari senyawa hidrokarbon cair ini bukan suatu hal baru. Pada awal 1990-an, perusahaan Chevron telah mencoba mengubah senyawa hidrokarbon cair menjadi bahan bakar sintetis untuk tujuan komersial. Hanya saja bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan senyawa hidrokarbon cair berasal dari gas alam (umumnya gas metana) melalui proses katalitik yang dikenal dengan nama proses Fischer-Tropsch.
Pada proses Fischer-Tropsch ini, gas metana diubah menjadi gas sintesis (syngas), yaitu campuran antara gas hidrogen dan karbon monoksida, dengan bantuan besi atau kobalt sebagai katalis. Selanjutnya, syngas ini diubah menjadi senyawa hidrokarbon cair, untuk kemudian diolah menggunakan proses hydrocracking menjadi bahan bakar dan produk minyak bumi lainnya, termasuk minyak pelumas. Senyawa hidrokarbon cair hasil pengubahan dari syngas mempunyai sifat kimia yang sama dengan polietilena.
Gas alam yang digunakan berasal dari Amerika Serikat. Belakangan, daerah lepas laut Timur Tengah menjadi sumber gas alam karena di sana harga gas alamlebih murah. Minyak pelumas dari gas alam ini untuk sementara dapat menjadi alternatif minyak pelumas hasil pengolahan minyak bumi. Pada masa mendatang, cadangan gas alam di dunia diperkirakan akan segera menipis. Di lain pihak, kebutuhan akan minyak pelumas semakin tinggi. Kini, dengan adanya penemuan ini, pembuatan minyak pelumas tampaknya tidak lagi memerlukan gas alam. Cukup dengan memanfaatkan limbah botol plastik, jadilah minyak pelumas. Tertarik mencoba?
Cara mengolahnya :
Sebagian besar penduduk di dunia memanfaatkan plastik dalam menjalankan aktivitasnya. Berdasarkan data Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat, pada tahun 2001, penduduk Amerika Serikat menggunakan sedikitnya 25 juta ton plastik setiap tahunnya. Belum ditambah pengguna plastik di negara lainnya. Bukan suatu yang mengherankan jika plastik banyak digunakan. Plastik memiliki banyak kelebihan dibandingkan bahan lainnya. Secara umum, plastik memiliki densitas yang rendah, bersifat isolasi terhadap listrik, mempunyai kekuatan mekanik yang
bervariasi, ketahanan suhu terbatas, serta ketahanan bahan kimia yang bervariasi. Selain itu, plastik juga ringan, mudah dalam perancangan, dan biaya pembuatan murah. Sayangnya, di balik segala kelebihannya, limbah plastik menimbulkan masalah bagi lingkungan. Penyebabnya tak lain sifat plastik yang tidak dapat diuraikan dalam tanah. Untuk mengatasinya, para pakar lingkungan dan ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai penelitian dan tindakan. Salah satunya dengan cara mendaur ulang limbah plastik. Namun, cara ini tidaklah terlalu efektif. Hanya sekitar 4% yang dapat didaur ulang, sisanya menggunung di tempat penampungan sampah.
Akhirnya para peneliti diseluruh dunia mencoba bagaimana caranya mengubah limbah-limbah plastik tersebut menjadi sesuatu yang lebih berguna dan bermanfaat untuk kelangsungan hidup masyarakat dunia yang lebih baik dimasa yang akan datang. Hasil dari pengolahan limbah plastik melalui proses penguraian adalah minyak pelumas mesin atau yang lebih dikenal dengan nama oli atau oli mesin.
Saat ini, sekitar 129 juta ton plastik setiap tahunnya diproduksi, dan 60% dari jumlah itu diproduksi dari bahan minyak bumi. Jika dari jumlah tersebut dapat diolah kembali maka akan diperoleh sebesar 69 juta minyak bumi yang dapat dimanfaatkan. Jepang sendiri telah menerapkan undang-undang pengolahan sampah sejak 1997 dan khususnya bagi sampah plastik sejak tahun 2000.
Sebagian besar plastik yang digunakan masyarakat merupakan jenis plastik polietilena. Ada dua jenis polietilena, yaitu high density polyethylene (HDPE) dan low density polyethylene (LDPE). HDPE banyak digunakan sebagai botol plastik minuman, sedangkan LDPE untuk kantong plastik.
Penelitian dalam mengubah limbah plastik menjadi minyak pelumas telah terbukti berhasil dari penelitian yang dilakukan oleh Stephen J. Miller, Ph.D., seorang ilmuwan senior dan konsultan peneliti di Chevron. Bersama rekan – rekannya di
Pusat penelitian Chevron Energy Technology Company, Richmond, California, Amerika Serikat dan University of Kentucky.
Dalam penelitiannya yang dipublikasikan dalam Jurnal American Chemical Society bagian Energi dan Bahan Bakar (Energy and Fuel) edisi 20 Juli 2005, Miller memanaskan polietilena menggunakanmetode pirolisis, lalu menyelidiki zat hasil pemanasan tersebut.
Ternyata, ketika polietilena dipanaskan akan terbentuk suatu senyawa hidrokarbon cair. Senyawa ini mempunyai bentuk mirip lilin (wax). Banyaknya plastik yang terurai adalah sekitar 60%, suatu jumlah yang cukup banyak. Struktur kimia yang dimiliki senyawa hidrokarbon cair mirip lilin ini memungkinkannya untuk diolah menjadi minyak pelumas berkualitas tinggi. Sekadar informasi, minyak pelumas yang saat ini beredar di pasaran berasal dari pengolahan minyak bumi.
Sifat kimia senyawa hidrokarbon cair dari hasil pemanasan limbah plastik mirip dengan senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah sehingga dapat diolah menjadi minyak pelumas. Pengubahan hidrokarbon cair hasil pirolisis limbah plastik menjadi minyak pelumas menggunakan metode hidroisomerisasi.
Miller berharap minyak pelumas buatan ini dapat digunakan untuk kendaraan bermotor dengan kualitas yang sama dengan minyak bumi hasil penyulingan minyak mentah, ramah lingkungan, sekaligus ekonomis.
Proses pengolahan limbah plastik menjadi minyak pelumas dasar ini meliputi beberapa tahapan / proses, yaitu :
1. Proses Pirolisis
Teknologi pirolisis ini adalah teknik pembakaran sampah (limbah plastik) tanpa O2 dan dilakukan pada suhu tinggi (800- 1000 oC). Teknik ini mampu menghasilkan gas pembakaran yang berguna dan aman bagi lingkungan.
Teknik pirolisis adalah proses pemanasan dan penyulingan bahan organik dalam sampah (limbah plastik) menggunakan sedikit O2 atau tidak sama sekali. Pembakaran plasik selalu menimbulkan bahaya yang dapat mengancam kesehatan.
Seperti kita ketahui, plastik memiliki tekstur yang kuat dan tidak mudah terdegradasi oleh mikroorganisme tanah. Jika sampah plastik dibakar dapat mendatangkan masalah tersendiri bagi kita. Plastik yang dibakar akan mengeluarkan asap toksik yang apabila dihirup dapat menyebabkan sperma menjadi tidak subur dan terjadi gangguan kesuburan. Pembakaran PVC akan mengeluarkan DEHA yang dapat mengganggu keseimbangan hormon estrogen manusia. Selain itu juga dapat mengakibatkan kerusakan kromosom dan menyebabkan bayi - bayi lahir dalam kondisi cacat. Namun lain halnya pembakaran limbah plasik dengan metode pirolisis, Teknologi pirolisis dapat dikatakan sebagai suatu metode yang ramah lingkungan sebab produk akhirnya menghasilkan
CO2dan H2O, yang bukan merupakan gas toksik . Kadar dioksin yang dilepaskan dari teknologi pirolisis ini juga amat rendah. Pada proses pirolisis ini dapat dihasilkan senyawa-senyawa hidrokarbon cair mulai dari C1 hingga C4, dan diperoleh juga senyawa rantai panjang (oligomer) lainnya seperti parafin dan olefin.
2. Proses Hydrotreating/Hydrocracking
Pada proses ini hasil dari proses pirolisis dimasukkan ke dalam tungku penyulingan pada tekanan atmosfir dan kemudian di vakum untuk mepisahkan unsur-unsur yang dihasilkan dari proses awal.
Proses ini berguna dalam mengurangi/menghilangkan aromatik dan komponen polar yang dihasilkan dari proses pirolisis.
3. Proses Hidroisomerisasi
Pada proses Hidro-Isomerisasi digunakan katalis khusus yang berfungsi menjadikan molekul-molekul isomer mempunyai viskosistas yang tinggi, tingkat titik beku yang rendah dan menjadikan pelumas dasar yang Iso-Paraffinik. Pada proses ini indeks viskosistas mencapai 156-160 oC. Tingginya viskositas yang dihasilkan dari proses hidroisomerisasi ini menandakan tingginya kualitas minyak pelumas yang dihasilkan dari limbah plastik. Kekentalan merupakan salah satu unsur kandungan minyak pelumas paling rawan karena berkaitan dengan ketebalan minyak pelumas itu sendiri atau seberapa besar resistensinya untuk mengalir. Kekentalan minyak pelumas langsung berkaitan dengan sejauh mana minyak tersebut berfungsi sebagai pelumas sekaligus pelindung benturan antar permukaan logam. Tingginya kualitas minyak pelumas yang dihasilkan dari limbah plastik berdasarkan penelitian Stephen.J.Miller, menandakan bahwa penelitian ini cukup berhasil dan sangat berguna bagi kelangsungan energi dan bahan bakar dunia di masa yang akan datang.
Gas alam yang digunakan berasal dari Amerika Serikat. Belakangan, daerah lepas laut Timur Tengah menjadi sumber gas alam karena di sana harga gas alam lebih murah. Minyak pelumas dari gas alam ini untuk sementara dapat menjadi alternatif minyak pelumas hasil pengolahan minyak bumi. Pada masa mendatang, cadangan gas alam di dunia diperkirakan akan segera menipis. Di lain pihak, kebutuhan akan minyak pelumas semakin tinggi. Kini, dengan adanya penemuan ini, pembuatan minyak pelumas nampaknya tidak lagi memerlukan gas alam. Cukup dengan memanfaatkan limbah botol plastik, jadilah minyak pelumas.
Diposkan oleh Rizqy Jamaludin di 01.45 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
KEBIJAKAN PEMERINATAH TENTANG LPG
Meski awalnya banyak yang menyangsikan akan berhasil, konversi Minyak Tanah ke LPG menjadi fenomena penting program konversi energi di Indonesia. Apalagi, keberhasilan mengubah kebiasaan masyarakat yang turun termurun dari generasi ke generasi menggunakan Minyak Tanah beralih ke LPG bukan sekadar persoalan teknis, namun juga sarat dengan aspek sosial dan budaya.
Sebenarnya, tujuan utama konversi Minyak Tanah ke LPG untuk mengurangi subsidi. Maklum, Minyak Tanah, yang biaya produksinya setara dengan Avtur, selama ini dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat berpenghasilan rendah yang terkonsentrasi di perdesaan. Sehingga pemerintah memberikan subsidi harga. Kebijakan yang sudah berlangsung bertahun-tahun ini cukup membebani keuangan negara.
Konsumsi Minyak Tanah sebelum dilakukan konversi mencapai kisaran 12 juta Kilo Liter (KL) setiap tahun. Ketika itu, besaran subsidi mencapai sekitar Rp 25 triliun. Angka ini berubah sesuai dengan basis asumsi harga minyak mentah dunia maupun volume. Dari jumlah volume sebesar itu profil pengguna Minyak Tanah adalah sekitar 10 persen golongan sangat miskin, 10 persen golongan miskin, 50 persen golongan menengah dan 20 persen golongan mampu.
Melihat profil pengguna tersebut, sangat jelas bahwa pemberian subsidi Minyak Tanah memang tidak seluruhnya tepat sasaran. Kelompok masyarakat menengah maupun mampu masih banyak yang mengkonsumsi Minyak Tanah bersubsidi dengan
beragam alasan. Oleh sebab itu program konversi yang diikuti dengan pengurangan volume Minyak Tanah bersubsidi ditujukan untuk memperbaiki distribusi agar lebih tepat sasaran.
LPG menjadi pilihan pengganti Minyak Tanah. Alasan terpenting adalah biaya produksi LPG lebih murah dibanding Minyak Tanah. Biaya produksi Minyak Tanah tanpa subsidi adalah sekitar Rp 6.700/liter. Jika dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Untuk satu satuan setara Minyak Tanah, biaya produksi LPG tanpa subsidi adalah Rp 4.200/liter. Sedang LPG dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Pemanfaatan LPG jelas mengurangi konsumsi subsidi Minyak Tanah.
Selain biaya produksi lebih murah, untuk satu satuan yang sama kalori LPG juga lebih tinggi dibanding Minyak Tanah. Sehingga biaya pemakaian LPG untuk keperluan memasak, misalnya, lebih murah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Laboratorium Energi Universitas Trisakti menghasilkan biaya merebus air 5 liter adalah Rp 11,6/menit untuk LPG dan Rp 13,8/menit untuk Minyak Tanah.
Program konversi Minyak Tanah ke LPG memiliki sasaran atau target sekitar 40 juta Kepala Keluarga (KK) miskin yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk keperluan ini dibutuhkan sebanyak 40 juta kompor LPG beserta asesorisnya serta 100 juta tabung LPG 3 Kg. Pada pelaksanaan program, telah dibagikan sejumlah paket perdana secara gratis kepada para keluarga miskin yang terdiri kompor LPG dan asesoris serta tabung LPG 3 Kg.
Sejak mulai dilaksanakan tahun 2007 hingga menjelang akhir 2010 telah dibagikan paket perdana sebanyak 44.675.000 ke seluruh wilayah Indonesia atau lebih dari 100 persen dari target. Sebanyak 3.793.000 Metrik Ton (MT) LPG telah dikonsumsi masyarakat sasaran. Sedang Minyak Tanah yang ditarik mencapai 11.317.000 KL. Penghematan yang berhasil dilakukan mencapai sebesar Rp 19,34 Triliun.
Selain penghematan keuangan negara dalam APBN, pelaksanaan konversi Minyak Tanah ke LPG juga membawa dampak bergulir dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Pengadaan lebih dari 44 juta kompor LPG telah mendorong bangkitnya industri kompor LPG di dalam negeri. Saat ini sudah beroperasi sebanyak 34 pabrik kompor LPG dengan kapasitas mencapai sekitar 55 juta unit setiap tahun.
Pabrikan asesoris juga berkembang seiring dengan kebutuhan pengoperasian kompor LPG oleh konsumen. Saat ini serta 21 pabrik katub tabung (valve), selang dan regulator dengan berbagai merek di berbagai wilayah di Indonesia. Produksi katub tabung mencapai sekitar 25 juta setiap tahun, regulator mencapai sekitar 45 juta setiap
tahun dan selang karet mencapai sekitar 80 juta per tahun.
Kebutuhan sekitar 100 juta tabung LPG ukuran 3 Kg juga telah mendorong bekembangnya pabrikan di dalam negeri. Saat ini setidaknya sudah beroperasi sekitar 73 pabrik tabung LPG dengan kapasitas mencapai sekitar 75 juta/tahun. Kebutuhan akan tabung LPG juga mendorong berkembangnya produksi industri lembaran baja sebagai bahan baku. Jumlah sebesar ini diprediksi masih akan bertambah guna memenuhi kebutuhan stock dan rolling.
Tumbuhnya industri penunjang konversi Minyak Tanah ke LPG tersebut telah menyerap sedikitnya sekitar 100 ribu tenaga kerja langsung. Diprediksi jumlah tenaga kerja tidak langsung yang terserap lebih banyak lagi dengan berkembangnya industri ini. Terlebih lagi, nilai investasi langsung yang telah ditanamkan untuk pengembangan industri ini mencapai kisaran Rp 3 Triliun. Jika mempertimbangkan investasi tidak langsung nilainya akan lebih besar lagi.
Dinamika berkembangnya kegiatan industri kompor LPG beserta asesoris maupun tabung LPG diprediksi masih akan terus berlanjut diwaktu-waktu mendatang. Kebiasaan masyarakat menggunakan LPG sebagai bahan bakar merupakan pasar utama industri ini. Selain para pabrikan, berkembangan industri ini juga mendorong tumbuhnya jasa perdagangan maupun usaha perbengkelan di bidang kompor LPG beseta asesoris.
Nilai yang muncul dari rantai ekonomi kegiatan industri peralatan LPG untuk rumah tangga tergolong tidak kecil. Diprediksi triliunan rupiah akan berputar dalam bisnis ini. Selain itu juga membuka ribuan kesempatan kerja, baik bagi para tenaga kerja berketrampilan khusus maupun terciptanya usaha distributor atau penjualan produk industri ini. Bahkan, juga terbuka peluang merambah pasar luar negeri apabila kualitas produk dan harga bisa bersaing.
Aktivitas ekonomi juga terjadi dalam jalur distribusi LPG. Sejak dari lapangan produksi ataupun impor hingga konsumen. Selain berupa pembangunan infrastruktur, termasuk kapal pengangkut, juga memacu investasi bidang pengangkutan, stasiun pengisian, penyaluran dan pemeliharaan (SPPBE/SPBE). Rantai distribusi juga membuka peluang usaha berupa pembukaan Agen, Sub Agen dan pangkalan/penyalur.
Bahkan saat ini, di jalur paling ujung sebelum konsumen juga berkembang usaha penjualan LPG 3 Kg eceran. Baik oleh toko kelontong maupun pedagang dorongan khusus LPG 3 Kg. Besar kemungkinan ini dilakukan oleh para pedagang dorongan
atau pedagang keliling yang sebelumnya menjajakan Minyak Tanah. Betapapun, kegiatan ini telah menjadi nilai tambah ekonomi dalam rantai penyaluran LPG 3 Kg.
Kalori yang lebih tinggi dibanding Minyak Tanah, membuat para pedagang kecil yang beralih menggunakan LPG juga mengaku lebih besar keuntungannya mencapai sekitar 10 persen hingga 15 persen. Setidaknya, untuk jumlah biaya pengeluaran pengadaan bahan bakar sebesar setara Minyak Tanah, penggunaan LPG memberikan efisiensi produksi yang lebih tinggi. Penghematan serupa juga dirasakan oleh para konsumen rumah tangga, berupa pengeluaran untuk biaya bahan bakar rumah tangga.
Lintas Instansi
Program konversi Minyak Tanah ke LPG yang hingga kini telah menjangkau hampir seluruh kawasan Indonesia merupakan program pemerintah yang melibatkan beberapa intansi pemerintah. Selain itu juga secara langsung melibatkan PT Pertamina serta para pengusaha, baik yang bergerak dalam industri maupun pabrikan kompor LPG dan Tabung LPG serta kalangan swasta yang menjadi mitra PT Pertamina sebagai pengelola SPBE, angkutan atau transportasi sampai agen maupun penyalur LPG 3 Kg.
Di lingkungan intansi pemerintah saat awal pelaksanan program, Kementerian ESDM bertindak sebagai Koordinator Program. Selain itu, juga bertugas melaksanakan sosialisasi, pengawasan dan verifikasi atas penyediaan dan pendistribusian LPG 3 Kg. Berdasarkan tugas inilah jajaran Kementerian ESDM sejak awal pelaksanaan program ini terlibat langsung baik dari sisi kebijakan maupun pelaksaan di lapangan. Selain itu juga melakukan tugas-tugas koordinasi dengan intansi pemerintah lain dalam pelaksanaan atau menjalankan program konversi Minyak Tanah ke LPG.
Program konversi energi menugaskan Kementerian Perindustrian untuk menyiapkan kebijakan ijin industri yang terkait dengan pelaksanaan konversi Minyak Tanah ke LPG. Untuk itulah, selain bertanggungjawab terhadap keluarnya ijin industri, Kementerian Perindustrian juga bertugas menyiapkan Spesifikasi Material maupun Sertifikasi produk-produk seperti tabung LPG 3 Kg, kompor gas, regulator dan selang sebagai pelengkap atau asesoris kompor gas.
Sedang sebagai pihak yang bertugas melakukan pengadaan komor gas beserta asesoris adalah Kementerian UKM. Intansi ini pula yang juga bertanggungjawab melakukan pendistribusian ke masyarakat pengguna. Sedang Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi bertugas melakukan pengawasan terhadap peredaran tabung gas dan kompor gas. Adapun Kementerian Perdagangan bertindak sebagai pihak yang melakukan pengawasan terhadap barang-barang yang beredar dan impor.
Alokasi anggaran paket perdana konversi Minyak Tanah ke LPG serta penggantian subsidi LPG 3 Kg menjadi tugas Kementerian Keuangan. Mengingat pengguna LPG 3 Kg pada umumnya adalah kalangan ibu rumah tangga maka Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan mendapat tugas melakukan sosialisasi program pengalihan Minyak Tanah ke LPG 3 Kg. Berbagai program baik demontrasi hingga penyebaran brosur tentang pemakaian LPG 3 Kg telah dilakukan diberbagai tempat di tanah air.
PT Pertamina memiliki peran yang cukup penting. Perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang migas inilah yang bertugas melakukan pengadaan LPG maupun pengadaan tabung LPG 3 Kg untuk paket perdana. Perusahaan negara ini pula yang melakukan pendistribusian paket perdana kepada masyarakat yang menjadi target atau sasaran program ini. Selain itu juga berperan dalam pengisian ulang produk LPG 3 Kg serta mensupllai dan distribusi LPG 3 Kg hingga ke agen-agen untuk selanjutnya diteruskan ke konsumen.
Tentu bukan pekerjaan yang ringan melakukan koordinasi yang melibatkan sejumlha instansi. Namun, melalui berbagai rapat-rapat koordinasi nyaris semua hambatan bisa diatasi. Selain itu semupau pihak yang terlibat saling menyadari bahwa program konversi energi ini bertujuan untuk kepentingan masyarakat luas. Meski demikian, harus diakui masih ada pula hal yang harus menjadi perhatian dan penyempurnaan pelaksanaan yaitu terjadinya sejumlah kecelakaan penggunaan LPG oleh konsumen.
Pemerintah telah mengambil langkah cepat mengatasi kecelakaan tersebut. Di bawah koordinasi Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat yang juga melibatkan PT Pertamina telah dilakukan sejumlah langkah. Antara lain memberikan santunan terhadap korban. Selain itu, dilakukan pengecekan terhadap peralatan kompor gas dan tabung LPG 3 Kg. Jika terdapat produk yang dinilai belum memenuhi sfesifikasi yang telah ditetapkan ditarik. Selain itu sosialisasi tentang cara aman pemakaian kompor dan tabung LPG 3 Kg dilakukan lebih intensif.(*)
< < > >
(ADMINISTRATOR)
Silang Sengkarut LPG Akibat Inkonsistensi PemerintahRabu, 15 Januari 2014 , 13:06:00 WIB
Laporan: Ade Mulyana
RMOL. Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Ali Masykur Musa, menyatakan
silang sengkarut terkait kenaikan harga LPG 12 Kg akibat inkonsistensi kebijakan pemerintah
dalam berbagai bentuk peraturan yang dibuatnya sendiri.
Mahkamah Konstitusi, sebut Ali Masykur Musa, sudah membatalkan Pasal 28 ayat (2) UU Migas
No 22/2001 tentang liberalisasi harga BBM/BBG, namun kemudian diterbitkan Permen ESDM
No 26/2009 tentang Penyedian dan
Pendistribusian LPG, yang
memberikan kewenangan kepada
Badan Usaha untuk menetapkan
harga LPG non-PSO sesuai harga
patokan LPG.
"Karena aturan ini yang diikuti,
Pertamina menggunakan CP Aramco,
harga patokan yang berlaku di pasar
Asia Pasifik. Dengan harga patokan
ini, selisih biaya pengadaan yang kian
tinggi dengan harga jual yang
konstan sejak 2009 menjadi kerugian
yang harus ditanggung perusahaan
sejak 2008 hingga 2013, dengan total
kerugian selama 5 tahun mencapai
Rp 21,8 triliun," papar dia dalam
Diskusi Panel Ahli PP ISNU bertema
LPG Naik, Salah Siapa? di kantor
PBNU, Jakarta (Selasa, 14/1).
Inkonsistensi pemerintah, lanjut Cak
Ali demikian Ali Masykur disapa, juga terkadi terkait status dan orientasi kerja Pertamina. UU
Migas No 22/2001 menyebutkan bahwa Pertamina merupakan BUMN berbentuk perseroan dan
tunduk kepada UU No 1/1995 tantang Perseroan Terbatas dan UU No 19/2003 tentang BUMN
dengan orientasi kegiatan dari perseroan adalah untuk mengejar keuntungan guna
meningkatkan nilai perusahaan. Dengan aturan ini maka Pertamina harus untung dan jika rugi
berarti melanggar Undang-Undang.
"Menurut UU Migas, Pertamina tidak lagi mengemban fungsi tanggung jawab pelayanan publik
(PSO) setelah masa transisi berakhir pada November 2005. Kalau pun Pertamina saat ini
menjalankan PSO, itu diperoleh dengan mekanisme tender biasa dan Pertamina selalu
memenangi tender karena infrastrukturnya yang paling siap," imbuhnya.
Inkonsistensi lainnya, pemerintah mencanangkan pengarusutamaan penggunaan gas dengan
asumsi Indonesia defisit lifting minyak dan surplus produksi gas. Tetapi road map pemerintah
tidak jelas sehingga tidak ada proyeksi tentang kesinambungan penyediaan bahan bakunya
dalam jangka panjang. Akibatnya, meskipun negeri ini surplus produksi gas, tetapi karena 56
persen produksi gas telah terikat ekspor penjualan jangka panjang maka Indonesia harus
mengimpor semakin banyak bahan baku untuk dikonversi menjadi produk turunan seperti LPG.
"Akibatnya, mengikuti tren kenaikan konsumsi elpiji, impor bahan baku ikut meningkat. Pada
2008, dari total penjualan LPG nonsubsidi sebesar 1,4 juta metric ton (MT), hanya 17 persen
bahan bakunya diperoleh dari impor," katanya.
Memang sebagain besar bahan baku LPG masih diperoleh dari dalam negeri, baik dari kilang
pertamina sebesar 40 persen maupun domestik lainnya sebesar 43%, namun menurut Cak Ali,
terjadi peningkatan volume konsumsi, komposisi impor tahun 2013 mencapai 57 persen, sisanya
dari kilang Pertamina sebesar 12 persen dan domestik lainnya 31 persen.
"Lonjakan impor berarti lonjakan biaya produksi, karena bahan baku diperoleh dengan harga
pasar," tekannya.
Dari sejumlah inkonsistensi pemerintah tersebut, Cak Ali yang juga peserta konvensi Capres
Partai Demokrat ini menyerukan semua pihak untuk kembali kepada konstitusi dan taat asas
pada putusan MK yang meletakkan BBM/BBG bukan sebagai komoditas komersial biasa, tetapi
komoditas strategis yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. UU
Migas yang menjadi tonggak liberalisasi industri migas nasional, menurutnya, harus dirombak
total.
"Harga BBM/BBG harus ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan kemampuan
daya beli masyarakat. Pertamina tidak boleh sepenuhnya berorientasi komersial seperti konsep
UU Migas, karena BUMN ini istimewa berbeda dengan BUMN lain," imbuh anggota BPK RI ini.
Kerancuan konsep yang berlaku saat ini, menurut Capres yang mengusung slogan Indonesia
AMM (Adil, Makmur, Martabat) ini, membuat semua pihak melanggar Undang-Undang.
Pemerintah melanggar UU Migas karena menganut rezim liberalisasi harga BBM/BBG yang
terlarang menurut putusan MK. Pemerintah juga melanggar UU BUMN dan UU Perseroan
Terbatas karena mematok rugi harga jual barang komersial Pertamina tanpa menetapkan
selisihnya sebagai subsidi.
Di sisi lain, Pertamina juga melanggar UU BUMN dan UU Perseroan Terbatas karena menjual
komoditas komersial di bawah biaya produksi yang merugikan perusahaan bertahun-bertahun.
Padahal, sebagai perseroan, Pertamina harus untung. Dan jika rugi, kerugiannya tidak bisa
langsung dipotong dengan pengurangan dividen ke pemerintah karena akan mengacaukan
sistem akuntansi keuangan negara.
"Karena itu, silang sengkarut soal penetapan harga elpiji non-subsidi ini merefleksikan
kekacauan tata kelola migas nasional yang harus dirombak total, dengan konsep yang lebih
sejalan dan seiring dengan konstitusi," demikian Cak Ali.[dem]
Baca juga:
Paling Logis PGN Beli Pertagas
Mau Bangun Tower 99 Tingkat, Pertamina Tak Masuk Akal Merugi
RR1 Sarankan Presiden dan Menteri Kursus UUD 45
SP BUMN Tolak Kenaikan Harga Elpiji 12 Kg
KPK Harus Telusuri Indikasi Korupsi di Pertamina !
Mencontoh Kebijakan Pengolahan Sampah di Jepang
OPINI | 01 August 2012 | 05:50 Dibaca: 1198 Komentar: 1 2
Banyak sudah para penggiat lingkungan selalu menyuarakan kritik maupun himbauan terhadap persoalan klise pencemaran lingkungan akibat sampah yang membludak disetiap tempat. Sampah-sampah itu ada yang bersifat anorganik (tak dapat diurai) maupun organik (dapat diurai). Salah satu sampah yang mengandung emisi karbon yang tinggi adalah plastik. Coba perhatikan sampah-sampah yang berserakan baik di siku jalan raya, halaman, pajak tradisional, terminal dan aliran sungai, disana sampah plastik mendominasi akibat tingginya tingkat konsumsi terhadap barang yang dikemas dalam plastik. Dimulai dari jajanan kecil anak-anak atau kerupuk,
tempat belanja ibu-ibu, kemasan jajanan dipinggiran jalan, kemasan barang di mol-mol, botol mineral dan kantong-kantong plastik kemasan makanan instant. Belum lagi tingkat konsumsi barang tertinggi kedua yang berbahan karet dan kaleng, tak kalah berbahayanya dari plastik.
Kecenderungan konsumsi masyarakat yang tinggi menjadi latar belakang terintegrasinya sampah yang bertumpuk, berserakan dimana-mana hingga menggunung, berbau menyengat dan mencemari lingkungan atau mengurangi keindahan kota. Ditambah pula dengan sikap ketidaksadaran pelaku terhadap kebersihan lingkungan semakin menyempurnakan persoalan ini.
Seperti salah satu ibukota provinsi tempat saya berdomisili yaitu kota Medan, sejak tahun 2009 kota ini menjadi pelanggan banjir. Setiap kali hujan pastinya daerah-daerah yang berada pada topografi rendah akan mengalami banjir. Hingga saat ini, malah banjir semakin menjadi-jadi meskipun intensitas hujannya masih terbilang rendah. Menurut pengamatan saya hal ini terjadi karena tersumbatnya parit atau selokan pembuangan air oleh sampah-sampah plastik sehingga menghalangi air mengalir dan akhirnya merembes keluar dari pembuangan dan menggenangi seluruh wilayah.
Pola kebiasaan membuang sampah disembarang tempat harus menjadi perhatian yang khusus. Masih banyak masyarakat yang acuh tak acuh dan menganggap sepele terhadap sampah. Coba bayangkan bila setiap jiwa mengonsumsi sebungkus plastik dan membuangnya disembarang tempat. Maka kebiasaan buruk itu akan menjadi awal petaka terhadap keberlangsungan hidup kita. Tingkat komsumsi yang tinggi terhadap barang yang berkemasan plastik bila dikalikan dengan seluruh jumlah penduduk Indonesia sekitar ratusan juta jiwa itu maka hasilnya akan sangat luar biasa dan lambat laun tamatlah riwayat bumi pertiwi. Bahaya yang dapat kita rasakan secara kasat mata adalah polusi dan perusakan keindahan alam. Kondisi ini tampaknya tidak lagi dapat ditolerir dan sudah menjadi persoalan yang fundamental bagi kehidupan.
Dampak yang diakibatkan oleh penumpukan sampah organik maupun anorganik sangat berbahaya seperti berbagai polusi baik udara, tanah dan laut. Bahaya dari kebiasaan masyarakat yang mengkonsumsi barang kemasan plastik dan membuangnya ke sungai, laut dan tanah sesungguhnya mengancam produksi oksigen yang sehat dan meningkatkan emisi karbon (CO2), punahnya ikan-ikan dilaut karena memakan bahan-bahan plastik yang terbuang dan terendap dilaut serta banjir yang berasal dari sungai yang
dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah sehingga aliran sungai menjadi terhambat dan merembes keluar.
Jepang dan Pengolahan Sampah Maishimanya
Harusnya masyarakat sudah menyadari bahwa sampah adalah ancaman terhadap lingkungan. Sehingga persoalan lingkungan yang dialami Indonesia seperti saat ini tidak akan pernah terjadi. Namun apa hendak dikata, kita mungkin masih terlalu cuek dengan keberlangsungan kehidupan kita. Sampah yang dibuang disembarang tempat tentunya sangat mencemari lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah perhatian khusus termasuk memberikan kesadaran lingkungan terhadap masyarakat terlebih dahulu.
Mungkin persoalan mendaur ulang kembali sampah masih jauh dari pemikiran kita. Tapi hal ini harus kita pikirkan sekarang karena negara Jepang yang jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia telah menerapkan pengolahan sampah kembali sehingga penataan kota dapat terjaga dengan baik, minimnya tempat-tempat pembuangan sampah dan hampir tidak ditemukan lagi sampah yang berserakan disana-sini. Segala jenis sampah ditampung dan diangkut kedalam sebuah pabrik khusus pembakar sampah raksasa yang bernama Maishima Incineration Plant atau Pabrik Pembakar Sampah Maishima di Osaka.
Siapa sangka sampah yang dibakar dalam suhu mencapai 950 derajat celcius tersebut mampu menghasilkan energi listrik yang difungsikan untuk dijual kembali bagi perusahaan pembangkit listrik. Mungkin kita patut mencontoh gerakan Jepang dalam memberdayakan kembali sampah yang menguntungkan baik untuk mengurangi pencemaran lingkungan maupun menghasilkan energi listrik.
Hal lain yang mampu kita terapkan adalah dengan menetapkan peraturan yang menitikberatkan pada produksi plastik yang berlebihan karena semakin banyak produk berbahan plastik akan semakin mengancam keberlangsungan hidup karena kandungan emisi karbon (CO2)nya yang cukup tinggi. Ada baiknya kebijakan pemerintah dapat meminimalisasi tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk berbahan plastik serta memberi penyadaran akan bahaya kandungan emisinya.
Pembudayaan kembali kebiasaan ibu rumah tangga dengan membawa keranjang tempat belanjaannya ke pasar traditional dinilai sangat berpengaruh besar. Paling tidak kita dapat meminimalisasi konsumsi kantong-
kantong plastik yang berbahaya itu.
Selain itu, penyediaan tong-tong sampah pun sangat membantu agar masyarakat tau membuang sampah pada tempatnya. Pemerintah dalam hal ini masih belum maksimal menerapkannya diseluruh wilayah. Paling tidak kita hanya mendapati beberapa tempat yang sudah dilengkapi dengan hal itu.
Kesadaran Akan Sampah
Persoalan yang fundamental soal sampah ini sebenarnya sangat sederhana. Kesadaran akan pentingnya Oksigen (O2) bagi kehidupan tentunya secara langsung akan menggerakkan kita untuk tidak buang sampah sembarangan, menjaga kebersihan sungai, aliran pembuangan dan mengurangi tingkat konsumsi barang berbahan plastik.
Sampah mungkin dianggap racun bagi lingkungan, tetapi apabila sampah dapat difungsikan kembali dengan cara pengolahan kembali tentunya akan malah sangat menguntungkan dan bersinergis memberi daya guna yang besar bagi kehidupan seperti apa yang dilakukan oleh pabrik pembakar sampah Maishima.
Semakin tingginya dampak global warming atau pemanasan global, harusnya menyadarkan kita untuk mengubah pola kehidupan yang sangat konsumtif dan lebih menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan. Seperti pepatah berkata “Bersih Pangkal Sehat“. Semoga kita benar-benar insaf dan memulai hidup lebih sederhana dan sehat.***
Ditulis oleh: Lori MOra
Tags: penghijauan polusi sampah reboisasi sumatera utara
Laporkan
Tanggapi
Kompasiana adalah Media Warga. Setiap berita/opini di Kompasiana menjadi tanggung jawab Penulis.Siapa yang menilai tulisan ini?
2
Jumat, 20 Mei 2011
Pengelolaan Sampah dan Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan Sampah Kota Tangerang
I. Pendahuluan
Globalisasi ekonomi, politik dan sosial membawa hubungan antar negara semakin dekat dan
erat serta membawa dampak yang positif maupun negatif bagi suatu negara. Salah satu akibat yang
paling nyata dari globalisasi adalah berkembangnya perusahaan-perusahaan multinasional didunia.
Prospektif pangsa pasar dan kemudahan-kemudahan lainya yang mendorong perusahaan multinasional
mencari negara-negara yang dapat dijadikan sasaran investasinya, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar tidak lepas dari sasaran investasi
perusahaan-perusahaan tersebut. Tetapi dengan masuknya perusahaan-perusahaan tersebut membawa
akibat yang positif maupun negatif di indonesia.Salah satu akibat yang negatif hasil produksi dari
perusahaan tersebut adalah banyaknya hasil produksi yang diproduksi tanpa memikirkan kendala yang
akan dihadapi dikemudian hari.
Pada dasarnya semua usaha dan pembangunan menimbulkan dampak dikemudian hari.
Perencananaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus memuat perkiraan
dampaknya yang penting dikemudian hari, guna dijadikan pertimbangan apakah rencana tersebut perlu
dibuat penanggulangan dikemudian hari atau tidak.
Pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana dalam rangka mengelola dan
memanfaatkan sumber daya alam, guna mencapai tujuan pembangunan yaitu meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dan bangsa indonesia. Pembangunan tersebut dari masa kemasa terus berlanjut
secara berkesinambungan dan selalu ditingkatkan pelaksanaanya guna memenuhi kebutuhan penduduk
yang semakin meningkat.
Secara umum Perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya dibarengi dengan
perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan-perkembangan tersebut membawa
perubahan dalam kehidupan di dunia. Disamping itu perkembangan teknologi yang semakin pesat
membawa manusia pada suatu masa dimana banyak barang dapat dibuat secara sintesis. Hidup menjadi
lebih praktis dan mudah, seolah-olah manusia tidak bergantung lagi pada alam dan dapat
memperlakukanya tanpa batas. Namun apa yang diperlakukan oleh manusia terhadap alam akan
berbalik kepada dirinya karena manusia adalah bagian dari alam. Alam mempunyai hukumnya sendiri,
segala sesuatu akan kembali kepada siklus alam walaupun bahan sintesis hasil rekayasa manusia seperti
plastik, tetapi akan menimbulkan masalah yang sangat besar terhadap bahan tersebut dikemudian hari
jika sudah tidak dimanfaatkan lagi.
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola hidup masyarakat, kecepatan teknologi dalam
menyediakan barang secara melimpah ternyata telah menimbulkan masalah-masalah baru yang sangat
serius yaitu adanya barang yang sudah terpakai dan sudah tidak digunakan lagi oleh si empunya yang
mengakibatkan timbulnya sampah.
Sampah sebagai barang yang masih mempunyai nilai tidak seharusnya diperlakukan sebagai
barang yang menjijikan, melainkan harus dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah atau bahan yang
berguna lainya. Prinsip asal buang tanpa memilah-milah dan mengolahnya terlebih dahulu selain akan
menghabiskan lahan yang sangat luas sebagai tempat pembuangan ahir juga merupakan pemborosan
energi dan bahan baku yang sangat terbatas tersedia di alam. sebaliknya mengolah sampah dan
menggunakan sampah sebagai bahan baku skunder dalam proses produksi adalah suatu penghematan
bahan baku, energi dan sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan.
II. Pokok Permasalahan
1. Bagaimana Dampak Sampah terhadap Lingkungan dan masyarakat?
2. Bagaimana sistem pengelolaan dan kebijakan pemerintah terhadap sampah di Kota Tangerang?
III. Data dan Fakta
Pengolahan sampah di Kota Tangerang dikelola oleh Dinas Kebersihan. Tingkat pelayanan pada
saat ini baru mencapai 28% dari total penduduk perkotaan, dengan total sampah terangkut 445 m3 per
hari. Lokasi tempat pembuangan akhir terletak di Rawa Kucing Kelurahan Kedaung Wetan sekitar 7 Km
dari pusat kota. Sistem yang dipakai yaitu open dumping dan compositing yang tidak beroperasi secara
kontinu dengan luas lahan sekitar 8 Ha (2 Ha milik Pemerintah Daerah dan 6 Ha milik swasta). Sisa
kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) saat ini sekitar 0,25 Ha sehingga untuk menampung volume
sampah yang ada diperlukan penanganan khusus atau penanganan lainnya. Untuk mengantisipasi hal
tersebut Subdin Kebersihan telah merencanakan TPA baru di daerah Jatiwaringin yang terletak di
Kabupaten Tangerang, bersebelahan dengan TPA milik Kabupaten Tangerang dan merupakan lahan
bekas galian tanah dengan luas 10 Ha, dimana pada saat ini baru 8 Ha yang telah dibebaskan.
Daerah pelayanan persampahan pada saat ini belum menyeluruh, dimana wilayah pelayanan tercakup
meliputi daerah komersil pusat kota (Kecamatan Tangerang), daerah Perumnas (Kecamatan Jatiuwung),
daerah Jalan Protokol Daan Mogot, daerah Jalan Ciledug Raya (Kecamatan Ciledug), dan pasar, serta
pertokoan.
Pengelolaan Air Limbah
Sistem pengolahan air limbah yang dioperasikan, saat ini oleh Kota Tangerang meliputi sistem
setempat (on-site) dan sistem terpusat (off-site). Sistem setempat berupa jamban pribadi atau jamban
umum yang dilengkapi dengan tangki septik dengan bidang rembesan. Apabila tangki septik sudah
penuh, lumpur disedot atau dikuras oleh Truk Tinja dan dibuang ke IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur
Tinja). Saat ini Pemerintah Kota Tangerang menyediakan 7 unit Truk Tinja dan I unit IPLT di Karawaci.
Pembuangan lumpur septik dengan sistem terpusat yaitu pengelolaan air limbah di lokasi IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah) Tanah Tinggi yang melayani Kelurahan Sukasari dan Babakan
sebanyak/sekitar 3.000 KK. IPAL ini dibangun oleh Pemerintah Pusat pada tahun 1981/1982 dengan
panjang 22,7 Km dan pengelolaannya baru diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada
Pemerintah Kota Tangerang pada tahun 2000.
Di samping lokasi IPAL Tanah Tinggi, lokasi lain Pengolahan Air Limbah secara terpusat yaitu di kawasan
Perumnas Karawaci, dilayani dengan sistem pengolahan kolam oksidasi, (Oxidation Pond) sebanyak 2
lokasi (Jalan Pandan dan Jalan Karang) dan 6 lokasi lainnya masih berupa Laggon. Penyaluran air limbah
dilakukan dengan menggunakan sistem perpipaan skala kawasan dengan kondisi baik dan penyaluran
dilakukan secara gravitasi. Cakupan pelayanan dengan sistem perpipaan sekitar 10.000 KK.
Proses pengolahan pada lagoon terjadi secara biologis dengan melalui proses aerobik dan
anaerobik dan pada saat ini kolam sudah mengalami pendangkalan sehingga pengolahan atau reduksi
air limbah tidak optimal.
Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran terhadap badan air di sekitar
LPA dan air tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk
mengatasi hal ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara lain :
1. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan efisiensi pengolahan sehingga
kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang.
2. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur “sanitary landfill”.
3. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih, Puskesmas dan
ambulance.
4. Mengatur para pemulung agar tidak mengganggu operasional LPA.
Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan sampah dari sumber
penghasil dan di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang
atau dibuat kompos. Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan ke
tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS. Tak heran bila sampah akan
menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume
sampah di TPA juga mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp 8 milyar
untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan sampah terpadu, sampah akan terus
menjadi masalah.
IV. Analisis Masalah
1. Dampak Sampah terhadap Lingkungan dan masyarakat
Setiap orang mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Sesuai
dengan ketentuan tersebut bahwa setiap orang berhak menolak dengan adanya hal-hal yang dapat
merugikan kesehatan baginya. Dalam hal ini, Tidak ada teknologi yang dapat mengolah sampah tanpa
meninggalkan sisa. Oleh sebab itu, pengelolaan sampah selalu membutuhkan lahan sebagai tempat
pembuangan ahir.
Dengan adanya tempat pembuangan sampah di suatu daerah, biasanya akan mempengaruhi kesehatan
dan lingkungan bagi warga sekitarnya. Seperti contoh yang terjadi di TPA bantar gebang, dengan adanya
TPA maka warga sekitarnya TPA menuai derita yang tiada berujung. Dampak, seperti Penyakit ISPA,
Gastritis, Mialgia, Anemia, Infeksi kulit, Kulit alergi, Asma, Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain
merupakan hasil penelitian di Bantar Gebang selama kawasaan tersebut dijadikan TPA.
Dengan adanya TPA tersebut juga dapat merusak lingkungan dan ekologi disekitarnya. beberapa
kerusakan lingkungan yang hingga kini tidak bisa ditanggulangi akibat sebuah kawasan ekologi dijadikan
TPA antara lain: pencemaran tanah dimana Kegiatan penimbunan sampah akan berdampak terhadap
kualitas tanah (fisik dan kimia) yang berada di lokasi TPST dan sekitarnya. Tanah yang semula bersih dari
sampah akan menjadi tanah yang bercampur dengan limbah/sampah, baik organik maupun anorganik
baik sampah rumah tangga maupun limbah industri dan rumah sakit. Tidak ada solusi yang konkrit
dalam pengelolaannya, maka potensi pencemaran tanah secara fisik akan berlangsung dalam kurun
waktu sangat lama. Akibat lain yang dapat ditimbulkan adanya TPA adalah terjadinya pencemaran air,
dimana hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas air tanah akibat limbah sampah yang akan meresap
ke tanah dan akan terkumpulnya berbagai macam penyakit di sekitar wilayah proyek. Potensi
tercemarnya air tanah oleh limbah B3 pun tidak dapat dihindari, akibat adanya limbah indstri dan limbah
rumah sakit. Sedangkan akibat yang selanjutnya dengan adanya TPA tersebut adalah tercemarnya udara
disekitar TPA dengan bau yang tidak sedap yang dapat menimbulkan berbagai penyakit yang antaranya
adalah TBC.
2. Sistem Pengelolaan Sampah Dan Kebijakan Pemerintah.
Manusia hidup di dunia menentukan lingkunganya atau ditentukan oleh lingkunganya.
Perubahan lingkungan sangat ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada lingkungannya.
Alam secara fisik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan kehidupan yang
lebih baik dan sehat menjadi tidak baik dan tidak sehat dan dapat pula sebaliknya, apabila
pemanfaatanya tidak sesuai dengan kemampuan serta melihat situasinya.
Begitu pula dengan sampah, dapat membuat hidup jadi tidak sehat. Karena itu sampah harus
dapat diolah dengan baik agar tidak menimbulkan berbagai penyakit. Langkah Pertama, faktor penyebab
secara INTERNAL. Dilihat dari sudut pandang internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah
antara lain adalah minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan
sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri. Banyak warga yang merasa bahwa dengan membayar
retribusi sampah berarti tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab PD Kebersihan. Faktor
internal lain adalah munculnya pola pikir / paradigma yang salah tentang sampah seperti :
Masalah sampah adalah masalah kecil yang tidak perlu mendapat prioritas perhatian
Sampah adalah barang yang tidak berguna, bukan sebagai sumber energi / pendapatan
Sindrom “not in my backyard” / Urusan sampah “bukan urusan gue”
Filosofi pengelolaan sampah : dikumpulkan → ditampung → dibuang di tempat akhir.
Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya kualitas SDM yang
berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi
mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini
pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada
pendekatan sumber.
Kedua, faktor penyebab secara EKSTERNAL. Faktor penyebab eksternal yang paling klasik
terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-
kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya
seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang
berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung. Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di
media massa adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan dengan
keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan)
melalui kajian geologi, hidrogeologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak
adanya AMDAL membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat
kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah AMDAL sehingga seringkali kita temui TPA yang berada
di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal
dominan lainnya adalah pengelolaan sampah / kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam
prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama sekali kurang.
Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang
berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi
mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini
pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada
pendekatan sumber.
Secara umum, pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah sampah seharusnya
mempunyai rencana pengelolaan lingkungan hidup yang baik bagi warga sekitar. Dimana dalam
menyusun pengelolaan lingkungan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan dan tidak dapat dipisahkam
yaitu:
a. Siapa yang akan melakukan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan apa yang harus
dilakukan
b. Sesuai dengan dampak yang diduga akan terjadi, maka akan ditetapkan cara pengelolaan yang
bagaimana yang akan dilakukan atau teknologi apa yang akan digunakan agar hasilnya sesuai
dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah
c. Karena berbagai institusi termasuk pemilik proyek yang akan melakukan pengelolaan lingkungan
hidup secara terpadu, maka teknologi yang akan digunakan tergantung pada kemampuan biaya
yang akan dikeluarkan, terutama kemampuan dari pemilik proyek sebagai sumber pencemar.
Permasalahan umum yang terjadi pada pengelolaan sampah kota di TPA , khususnya kota-kota
besar adalah adanya keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial dan lain-lain. Karena itu pengelolaan
sampah di TPA harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Memanfaatkan lahan yang terbatas
dengan efektif
Memilih teknologi yang mudah, dan aman terhadap lingkungan
Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual dan memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi masyarakat
Produk harus dapat terjual habis.
Sebanarnya untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan tersebut, pemerintah melalui PP
No. 16 tentang Air Minum dan Sanitasi dan Perda Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang
Pengelolaan Sampah, salah satunya menegaskan bahwa Pemerintah Daerah dibenarkan menerbitkan
Perda tentang persampahan. Perda ini menjelaskan tata cara masyarakat dalam upaya mengurangi
volume sampah sejak dari sumbernya. Pengurangan sampah juga dapat dilakukan dengan cara inovasi
teknologi dalam komposting misalnya, pemanfaatan limbah dan gas hasil pembakaran untuk berbagai
keperluan, dalam upaya menerapkan 3 R (reduce, reuse dan recycling). 3 R perlu disosialisasikan kepada
masyarakat. ”Penanganan sampah tidak memerlukan teknologi tinggi, melainkan kepedulian semua
pihak,”. Dengan adanya pengaturanyang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, dari
segala bentuk pelanggaran dan kejahatan, bagi pelaku baik yang dilakukan oleh perorangan maupun
badan hukum dengan upaya pencegahan (preventif) maupun penindakanya(represif). Untuk tindakan
represif ada beberapa jenis instrumen yang diterapkan antara lain melihat dampak yang ditimbulkan.
V. Penutup
Dalam tulisan ini dari uraian yang disampaikan diatas, maka dapat diambil kesimpulan masyarakat
kota tangerang harus memperhatikan sebagai berikut:
1. Kegiatan penanganan sampah adalah :
pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah,
dan/atau sifat sampah;
pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumberdan/atau dari tempat penampungan
sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan
akhir;
pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau
pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan
sebelumnya ke media lingkungan secara aman
2. Disamping itu pemerintah harus dapat membuat kebijakan baik internal maupun eksternal.
Faktor Internal dimana minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap
permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri, rendahnya SDM. Sedangkan
yang mempengaruhi faktor eksternal adalah minimnya lahan pembuangan sampah serta tidak
ketatnya pemerintah baik pusat maupun daerah membuat aturan masalah sampah.
Daftar Pustaka
http://www.infotangerang.com/detailKota.php?no=35. Di akses tanggal 1 April 2011.
Zuliansyah Rangga. 2011 http://tangerangnews.com/baca/2011/01/24/4173/pemkot-tuding-bandara-
kirim-sampah-ke-kota-tangerang. Diakses tanggal 2 April 2011.
Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7., Cet.15.,(Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2000).
Sudrajat H.R.., Solusi Mengatasi masalah Sampah kota Dengan Manajemen Terpadu dan
Mengolahnya Menjadi Energi Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006).
Subagyo.P.Joko., Hukum Lingkungan: Masalah dan penanggulanganya., cet.3., (jakarta: Rineka
Cipta,2002).
Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Sampah
Diposkan oleh faozan di 09.27
Konsumsi plastik dalam kehidupan sehari-hari semakin meningkat selama tiga dekade terakhir. Sifat
plastik yang ringan, transparan, mudah diwarnai, tahan terhadap korosi dan mudah dibentuk merupakan
alasan utama penggunaannya yang populer. Namun plastik juga memiliki kelemahan terutama setelah
menjadi sampah.
Plastik adalah bahan yang sangat sulit terurai. Dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa
mengurainya, sehingga diperlukan cara-cara untuk mengurangi jumlah sampah plastik yang juga
semakin meningkat seiring dengan kenaikan angka konsumtivitasnya. Metode yang biasa digunakan
untuk mengurangi sampah plastik adalah reuse dan recycle. Reuse berarti penggunaan kembali, dan
recycle adalah pengolahan sampah plastik sehingga bisa digunakan kembali.
Aksi Karnaval Bumi memperingati Hari Bumi tahun 2012 oleh aktivis Wahana Lingkungan Hidup
di Bandung, Jawa Barat. (foto: antarafoto.com)
Salah satu metode recycle yang bisa digunakan untuk mengurangi jumlah sampah plastik adalah
pirolisis. Dengan menggunakan konsep pirolisis, sampah plastik dipanaskan pada suhu sekitar 500
derajat Celcius sehingga berubah fase menjadi gas, kemudian akan terjadi proses perengkahan
(cracking). Selanjutnya gas tersebut dikondensasikan sehingga menjadi fase cair. Hasil kondensasi inilah
yang bisa digunakan sebagai bahan bakar cair yang setara dengan bensin dan solar.
Contoh plastik jenis PP, PE dan PS (foto: www.blest.co.jp)
Beberapa hari yang lalu, saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke sebuah pabrik pembuat alat
pirolisis plastik menjadi bahan bakar cair, Blest Company, yang berlokasi di perfektur Kanagawa, Jepang.
Alat ini didesain untuk mengubah sampah plastik jenis PP (polipropilene), PE (polietilene) dan PS
(polistirene) menjadi bahan bakar cair yang dapat diaplikasikan sebagai bahan bakar boiler, insinerator,
mesin diesel dan generator. Kategori sampah yang termasuk PP antara lain tong sampah, bungkus
snack, kotak DVD, dll. Sampah plastik yang termasuk kategori PE, misalkan kantong plastik biasa, tutup
botol plastik, dll. Sedangkan PS meliputi sampah seperti sterofom, dll.
Reaktor pirolisis skala kecil (foto: putri noviasri)
Reaktor pirolisis skala medium (foto: syamsiro)
Proses pirolisis dilakukan pada suhu 400 – 450 derajat Celcius tanpa menggunakan katalis. Hasil pirolisis
dari campuran PE dan PP akan menghasilkan bahan bakar cair yang setara dengan bensin, kerosene,
solar dan heavy oil, dimana persentase keempatnya tergantung dari persentase campuran PE dan PP
yang diinputkan ke dalam reaktor. Sedangkan cairan hasil pirolisis PS hanya mengandung
styrenemonomer, styrene dimer dan styrene trimer, yang jika dimurnikan akan menjadi bahan baku dari
plastik. Selain itu hasil pirolisis PS juga dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar cair lain dengan
persentase kurang dari 20%.
Hasil penyulingan bahan bakar cair yang diperoleh dari pirolisis PP dan PE di BLEST Company (dari kiri
ke kanan): bensin (gasoline), kerosene, solar (diesel oil) dan heavy oil. (foto: putri noviasri)
Dengan metode pirolisis ini, sampah plastik kini dipandang bukan lagi sebagai sampah saja namun
sebagai sumber energi yang dapat berguna bagi kemaslahatan masyarakat. Berbagai teknologi untuk
mengolahnya sudah tersedia, tinggal bagaimana kemauan dari pemerintah dan masyarakat untuk
menerapkannya di Indonesia sehingga ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dimana kita sudah
mulai mengimpor untuk memperolehnya, dapat dikurangi secara bertahap.
Bersama Direktur & Staf BLEST Company (foto: syamsiro)
Putri Noviasri, Research Student, Dept Environmental Science and Technology, Tokyo Institute of
Technology, Jepang dan Dosen Jurusan Teknik Mesin UGM.Comments
0#9 eko susilo 2014-03-13 09:42
artikel yang bagus, saya pikir dengan drum yang agak tebal, kita bisa rancang alat sederhana ini. Dengan begitu kita bisa kurangi volume sampah plastik yang ada. Cuma siapa yang mau melakukannya?. Mestinya pemerintah mau mengucurkan dana untuk program ini. Akademisi melakukan rancang bangun alat ini. Toh alat yang sederhana cuma perlu modifikasi supaya orang awam bisa mengoperasikan. Saya pikir dengan tabung volume 5000 ltr, i unit gak sampai 100jt, itupun kalau ada kemauan dari pemerintah....
Quote
top related