rmk dasar pkn
Post on 19-Feb-2016
265 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Tugas Pengelolaan Keuangan Negara
RMK
DASAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
KELOMPOK 6
I Wayan Budi Mahendra (7)I Wayan Sukarta (8)Nyoman Agus Putrawan (11)
PROGRAM STAR BPKP
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
DASAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
I. Gambaran Umum Keuangan Negara
Akhir-akhir ini masalah pengelolaan keuangan negara banyak mendapat sorotan.
Media massa terutama surat kabar hampir tiap hari menampilkan kasus-kasus yang
menyangkut korupsi pada berbagai instansi pemerintah dari tingkat pusat sampai daerah
terpencil terkait dengan permasalahan dalam pengelolaan keuangan negara.
Pemahaman tentang konsep dasar keuangan negara antara pejabat publik dengan
penegak hukum dan masyarakat bisa jadi memiliki berada dalam persepsi yang berbeda.
Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara pada Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 saatini adalah dari sisi objek, subjek, proses dan tujuan. Dari
sisiobjek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatandalam bidang
fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu
baik berupa uang, maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh objek
sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan atau dikuasai oleh pemerintah
pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya
dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian
kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut diatas mulai dari
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan
hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan atau penguasaan objek sebagaimana tersebut
diatas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam ilmu keuangan negara, bidang pengelolaan keuangan negara yang
demikian luas kemudian dikelompokan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang
pengelolaan moneter dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Penyelenggaraan tugas negara pada hakekatnya merupakan hubungan antara
negara dengan rakyat, yang umumnya diatur dengan konstitusi atau undang undang.
Hubungan hukum tersebut disamping menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara, juga
1
menimbulkan hak dan kewajiban bagi rakyat sebagai salah satu pihak lainnya. Dasar
hukum keuangan negara adalah:
a) Dasar Filosofis
Terdapat dalam pembukaan UUD 1945 NKRI 1945, alinea IV
b) Dasar Hukum Konstitusional
Pasal-pasal dari konstitusi yang menjadi pegangan untuk membuat aturan lebih
lanjut di bidang keuangan negara. Yaitu pasal 23 s.d. 23c UUD NRI 1945.
c) Dasar Hukum Operasional
Yaitu aturan-aturan pelaksanaan, seperti :
UU No.17 tahun 2003 tentang keuangan Negara
UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah
UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara
Ketiga dasar inilah yang menjadi legalitas pemerintah untuk melakukan
pengelolaan keuangan negara.
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan
menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan
keuangan negara harus didasarkan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku
sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam
rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar
1945 dan sebagai upaya menghilangkan penyimpangan terhadap keuangan negara serta
guna mewujudkan sistem pengelolaan keuangan negara yang berkesinambungan
(sustainable), profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara maka sejak tanggal 5 April 2003 telah diundangkan UU No. 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang keuangan negara ini merupakan tonggak reformasi pengelolaan
keuangan negara di Indonesia, karena memberikan perubahan mendasar dalam ketentuan
keuangan negara, dimulai dari pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas
umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri
Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan
2
mengenai penyusunan dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan
antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga
asing, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara,
perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta
penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN dan APBD, termasuk telah mengantisipasi perubahan standar akuntansi di
lingkungan pemerintahan di Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar
akuntansi di lingkungan pemerintahan secara internasional.
Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 29 UU No. 17 Tahun 2003, dalam rangka
pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan
yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD, diberlakukan UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara sejak tanggal 14 Januari 2004. Dalam Undang-
undang Perbendaharaan Negara ini diatur ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan
negara, kewenangan pejabat perbendaharaan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja
negara/daerah, pengelolaan uang negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang
negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan
pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian
kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini
dimaksudkan pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah. Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, kepada daerah
diberikan kewenangan yang luas dan dana yang diperlukan untuk menyelenggarakan
kewenangan itu. Oleh karena itu, selain menjadi landasan hukum dalam pelaksanaan
reformasi pengelolaan Keuangan Negara pada tingkat pemerintahan pusat, Undang-undang
Perbendaharaan Negara ini juga berfungsi untuk memperkokoh landasan pelaksanaan
desentralisasi dan otonomi pada tingkat pemerintah daerah, dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 1 Tahun 2004 tersebut maka
sejak tanggal 19 Juli 2004, diundangkan juga UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. UU No. 15 Tahun 2004 memberikan
kejelasan posisi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai badan pemeriksa keuangan
negara yang bebas dan mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23E Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3
Dalam ketentuan UU No. 15 Tahun 2004 antara lain mengatur tentang lingkup
pemeriksaan, standar pemeriksaan, kebebasan dan kemandirian BPK dalam pelaksanaan
pemeriksaan, akses pemeriksa terhadap informasi, kewenangan untuk mengevaluasi
pengendalian intern, hasil pemeriksaan dan tindak lanjutnya dan pengenaan ganti kerugian
negara, termasuk sanksi pidana baik yang dapat ditujukan kepada pihak yang diperiksa
maupun pemeriksa. Inilah yang digunakan sebagai pedoman ataupun landasan bagi BPK
dalam melakukan pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara,
baik yang dikuasai atau dikelola oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan
Negara/Daerah, maupun badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
Ketiga Undang-undang ini kemudian diistilahkan sebagai paket Undang-undang
di bidang Keuangan Negara menggantikan peraturan peninggalan jaman kolonial yang
masih digunakan sebelumnya, dan menjadi dasar pembentukan Undang-Undang lainnya,
dan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Lembaga
Tinggi Negara, serta Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, terutama yang terkait
dengan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional.
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
menjadi Undang-Undang, dan telah dirubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan sebagaimana telah digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan
Daerah.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
4
7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah.
8. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (LPPD) kepada Pemerintah dan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Informasi LPPD kepada Masyarakat.
9. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Laporan
Pertanggungjawaban Pemerintah.
11. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas
Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah
di Wilayah Provinsi.
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, dan diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
14. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.05/2011 tentang Pedoman Umum
Sistem Akuntansi Pemerintahan (PUSAP)
Keberadaan regulasi atau peraturan perundang-undangan inilah yang menjadi
dasar dan pedoman dalam pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah agar dapat dipertanggungjawabkan
kepada rakyat sebagai pemberi amanat. Namun, khusus untuk pengelolaan keuangan
daerah maka harus dilengkapi dengan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Kepala Daerah
(Gubernur/Bupati/ Walikota) yang akan digunakan sebagai dasar pengelolaan keuangan
daerah pada pemerintah daerah yang bersangkutan.
II. UU NO. 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA
1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat
dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
5
yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan
Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang
dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik
berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud
dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang
dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah,
Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan
negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan
yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau
penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Ruang lingkup keuangan negara meliputi:
a. Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan
negara dan membayar tagihan negara
c. Penerimaan negara
d. Pengeluaran negara
e. Penerimaan daerah
f. Pengeluaran daerah
g. Kekayaan negara/ kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan
daerah
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh Pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum
i. Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang
diberikan pemerintah
6
Kekayaan pihak lain sebagaimana dimaksud meliputi kekayaan yang
dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-
yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
1.2 Asas-Asas Umum Pengelolaan Keuangan NegaraDalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam
penyelenggaraan negara, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara
profesional, terbuka, dan bertanggung jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-
Undang Dasar 1945, Undang-Undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan
aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam
asas-asas umum yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam
pengelolaan keuangan negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan,
dan asas spesialitas maupun asas-asas baru sebagai pencerminan best practices
(penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara, antara
lain:
a. Akuntabilitas berorientasi pada hasil
b. Profesionalitas
c. Proporsionalitas
d. Keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara
e. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya
prinsip-prinsip pemerintahan daerah sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Bab
VI Undang-Undang Dasar 1945. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di
dalam Undang-Undang tentang Keuangan Negara, pelaksanaan Undang-Undang ini
selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus
dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1.3 Tanggungjawab Pengelolaan keuangan Negara
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut
meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus.
Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi,
dan prioritas dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang antara lain berkaitan dengan penetapan pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja
7
kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman
pengelolaan Penerimaan Negara. Sedangkan kewenangan yang bersifat khusus
meliputi keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN yang
antara lain berkaitan dengan keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN,
keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan
piutang negara.
Untuk membantu Presiden, sebagian dari kekuasaan tersebut dikuasakan
kepada Menteri Keuangan selaku Pengelola Fiskal dan Wakil Pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, serta kepada Menteri/Pimpinan
Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementrian negara/lembaga
yang dipimpinnya. Sementara itu, sesuai dengan asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara, sebagian kekuasaan Presiden tersebut juga
diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah.
Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah, tugas menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran dilakukan oleh bank sentral (Bank Indonesia).
Atas pembagian kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara tersebut, maka
keuangan negara dapat dikelompokkan dalam 3 sub bidang, yaitu:
a. Sub bidang Pengelolaan fiskal, meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan
fiskal dan kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan,
administrasi kepabeanan, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
b. Sub bidang pengelolaan moneter, meliputi pelaksanakan kebijakan moneter,
pengaturan suku bunga dan jumlah uang beredar, serta upaya untuk mencapai
kestabilan nilai rupiah.
c. Sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, meliputi penyertaan
modal pemerintah kepada perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan
swasta, dan badan pengelola dana masyarakat
Pembagian kekuasaan bidang pengelolaan Keuangan Negara perlu
dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang
dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances, mendorong
upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan serta
diterapkannya prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) dalam
lingkungan pemerintahan. Oleh karena itu, baik Presiden, Menteri Negara, Pimpinan
lembaga, maupun Gubernur/Bupati/Walikota, adalah pihak-pihak yang harus
mempertanggung-jawabkan pengelolaan keuangan negara.
Penjelasan Kekuasaan Pengalolaan Keuangan Negara
8
1. Presiden
Presiden selaku Kepala Pemerintahan, memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan
pengelolaan keuangan negara meliputi :
a. Kewenangan yang bersifat umum, meliputi penetapan arah, kebijakan
umum, strategi dan prioritas dalam pengelolaan APBN, penetapan
pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan
pedoman penyusunan rencana kerja K/L, penetapan gaji dan tunjangan,
pedoman pengelolaan penerimaan negara.
b. Kewenangan khusus, meliputi kebijakan teknis yang berkaitan dengan
pengelolaan APBN antara lain keputusan sidang kabinet di bidang
pengelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana
perimbangan dan penghapusan asset dan piutang negara.
Dalam melaksanakan mandat Undang-Undang Keuangan Negara, fungsi
pemegang kekuasaan umum atas pengelolaan keuangan negara dijalankan
sebagai berikut:
a. Selaku pengelola Fiskal dan wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan
negara yang dipisahkan, dikuasakan kepada Menteri Keuangan
b. Selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian
negara/lembaga negara dikuasakan kepada masing-masing
menteri/pimpinan lembaga
c. Selaku kepala pemeritah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan, diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota.
2. Menteri Keuangan
Jika presiden berfungsi sebagai Chief Financial Officer (CEO), maka Menteri
Keuangan berperan sebagai Chief Financial Officer (CFO) yang berwenang
dan bertanggungjawab atas pengelolaan asset dan kewajiban negara secara
nasional, sedangkan para menteri dan pimpinan lembaga negara pada
hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) yang berwenang dan
bertanggungjawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai bidang tugas dan
fung simasing-masing.
Pemisahan fungsi di atas dimaksudkan untuk membuat kejelasan dan kepastian
dalam pembagian wewenang dan tanggungjawab. Sebelumnya fungsi-fungsi
9
tersebut belum terbagi secara tegas sehingga seringkali terjadi tumpang tindih
antar lembaga. Pemisahan ini juga dilakukan untuk menegaskan terlaksana
checks and balances.
Dalam menyelenggarakan kekuasaan pengelolaan keuangan, Presiden
memerikan kuasa kepada Menteri Keuangan sebagai pengelola Fiskal dan
wakil pemerintah dalam pemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. Menteri
Keuangan selaku pembantu Presiden dalam bidang keuangan bertindak selaku
Chief Financial Officer (CFO), yang mempunyai tugas :
a. Menyusun kebijkan fiskal dan kerangka ekonomi makro
b. Menyusun RPBN dan Rancangan Peubahan APBN
c. Mengesahkan dokumen pelaksana ananggaran
d. Melakukan perjanjian internasional dibidang keuangan
e. Melaksanakan pemunguta pendapatan negara yang telah ditetapkan
dalam UU
f. Melaksanakan fungsi sebagai bendahara umum Negara
g. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN
h. Melaksanakan tugas-tugas lain dibidang pengelolaan fiskal bedasarkan
UU
3. Menteri/Pimpinan Lembaga
Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai pengguna anggaran/barang, berkedudukan
sebagai Chief Operational Officer (COO), mempunyai tugas antara lain:
a. Menyusun rancangan anggaran kementrian/lembaga yang dipimpinnya
b. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
c. Melaksanakan anggaran kementerian/lembaga
d. Pelaksanakan pemungutan PNBP dan menyetorkannya ke kas Negara
e. Mengelola piutang dan utang yang menjadi tanggungan kementerian
negara/lembaga
f. Melaksanakan tugas-tugas lain dibidang pengelolaan fiskal bedasarkan
UU
4. Gubernur/Bupati/Walikota
10
Sesuai dengan azas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan,
presiden dalam mengelola keuangan negara menyerahkannya kepada
Gubernur, bupati/ Walikota selaku pengelola keuangan daerah yang
dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
(KSKPKD), selaku pejabat pengelola APBD. KSKPKD mempunyai tugas :
a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD
b. Menyusun RAPBD dan Rancangan Perubahan APBD
c. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan
dengan Perda
d. Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah
e. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
5. Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA)
Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang
dipimpinnya. Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah
mempunyai tugas:
a. Menyusun RKA-SKPD
b. Menyusun DPA-SKPD
c. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
anggaran belanja
d. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya
e. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran
f. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
g. Mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas
anggaran yang telah ditetapkan
h. Menandatangani SPM
i. Mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggungjawab SKPD yang
dipimpinnya
j. Mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi
tanggungjawab SKPD yang dipimpinnya.
k. Menyusun dan menyampaikan laporan keuaangan SKPD yang
dipimpinnya.
l. Mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya
11
m. Melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/barang lainnya
berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah
n. Bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah
melalui sekretaris daerah
Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk
melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melksanakan
sebagian tugas dan fungsi SKPD. Pelimpahan sebagian kewenangan ditetapkan
oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD dan didasarkan atas pertimbangan
tingkat daerah, besaran SKPD, besaran jumah uang yang dikelola, beban kerja,
lokasi, kompetensi jabatana dan/atau rentang kendali dan pertimbangan
objektif lainnya. Kuasa Pengguna Anggaran bertanggungjawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.
6. Kepala satuan Kerja Perangkat Daerah
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (KSKPD) selaku Pejabat Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang daerah, mempunyai tugas :
a. Menyusun anggaran SKPD yag dipimpinnya
b. Menyusun Dokumen pelaksanaan anggaran
c. Melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya
d. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
e. Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggungjawab SKPD
f. Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggungjawab
SKPD
g. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD
7. Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK)
Dalam rangka melaksanakan wewenang atas penggunaan anggaran yang
dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD, disebut pejabat
penatausahaan keuangan SKPD (PPK-SKPD).
8. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
Pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan
program dan kegiatan menunjuk pejabat pada SKPD selaku PPTK yang
mempunyai tugas antara lain:
a. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan,
b. Melaporkan pengembangan pelaksanaan kegiatan,
12
c. Menyimpan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan
kegiatan
d. Membuat surat permintaan pembayaran.
PPTK bertanggung jawab kepada pejabat pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran.
9. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
Kepala Daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan
bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD. Bendahara penerimaan adalah
pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima,menyimpan menyetor,
menata usaha dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan daerah dalam
rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. Bendahara pengeluaran adalah pejabat
fungsional yang ditunjukkan uang untuk keperluan belanja daerah dalam
rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
Pada setiap SKPD sebagai pengguna anggaran ditunjuk bendahara
pengeluaran. Apabila pada SKPD tersebut terdapat sumber penerima daerah
maka ditunjuk bendahara penerimaan. Pada Satuan Kerja Pengelolaan
Keuangan Daerah khusus belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, belanja tak
terduga, dan pengeluaran pembiayaan ditunjuk satu bendahara pengeluaran
sehingga untuk mengelola DPA SKPD pada suatu kerja pengelolaan keuangan
daerah dilakukan oleh dua bendahara pengeluaran.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran dilarang membuka
rekening/giro pos atau menyimpan uang pada milik pemerintah daaerah pada
bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi. Bendahara penerimaan
dan bendahara pengeluaran dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh
bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu dan
beberapa pembantu bendahara untuk melaksanakan tugas-tugas administrasi.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD, dan bertanggung
jawab secara administrasi kepada kepala SKPD sebagai pengguna anggaran.
13
1.4 Penyusunan dan Penetapan APBN
APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap
tahun dengan Undang-Undang. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran
belanja, dan pembiayaan. Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak,
penerimaan bukan pajak, dan hibah. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan
penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah. APBN disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun
pendapatan negara. Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja
operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud berpedoman kepada rencana
kerja Pemerintah dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN.
Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto.
Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto. Dalam hal
anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana
penggunaan surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penggunaan
surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban
antargenerasi sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang,
pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
1.5 Pelaksanaan APBN Dan APBD
Setelah APBN ditetapkan secara rinci dengan undang-undang,
pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan keputusan Presiden sebagai pedoman
bagi kementerian negara/lembaga dalam pelaksanaan anggaran. Penuangan dalam
keputusan Presiden tersebut terutama menyangkut hal-hal yang belum dirinci di
dalam undang-undang APBN, seperti alokasi anggaran untuk kantor pusat dan kantor
daerah kementerian negara/lembaga, pembayaran gaji dalam belanja pegawai, dan
pembayaran untuk tunggakan yang menjadi beban kementerian negara/lembaga.
Selain itu, penuangan dimaksud meliputi pula alokasi dana perimbangan untuk
provinsi/kabupaten/kota dan alokasi subsidi sesuai dengan keperluan
perusahaan/badan yang menerima.
Untuk memberikan informasi mengenai perkembangan pelaksanaan
APBN/APBD, pemerintah pusat/pemerintah daerah perlu menyampaikan laporan
14
realisasi semester pertama kepada DPR/DPRD pada akhir Juli tahun anggaran yang
bersangkutan. Informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut menjadi bahan
evaluasi pelaksanaan APBN/APBD semester pertama dan penyesuaian/perubahan
APBN/APBD pada semester berikutnya. Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan
negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD ditetapkan tersendiri dalam undang-
undang yang mengatur perbendaharaan negara mengingat lebih banyak menyangkut
hubungan administratif antarkementerian negara/lembaga di lingkungan pemerintah
1.6 Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun
dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 ditetapkan bahwa laporan pertanggung-
jawaban pelaksanaan APBN/APBD disampaikan berupa laporan keuangan yang
setidak-tidaknya terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan harus disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, demikian pula laporan
keuangan pemerintah daerah yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan
harus disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
II. UU NO. 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN
2.1 Pengertian, Ruang Lingkup, dan Azas Umum Perbendaharaan Negara
Undang-Undang tentang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan untuk
memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam
Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa “Perbendaharaan
Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk
investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD“.
Sesuai dengan kaidah- kaidah yang baik dalam pengelolaan keuangan negara,
Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini menganut azas kesatuan, azas
universalitas, azas tahunan, dan azas spesialitas. Ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula untuk memperkokoh
landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Oleh Karena itu Undang-
15
Undang Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam
pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah pusat,
berfungsi pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan sebagai pembantu
presiden dalam bidang keuangan pada hekekatnya adalah Chief Financial Officer
(CFO) pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap Menteri/Pimpinan Lembaga
pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang
tertentu pemerintahan. Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan
para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk meningkatkan
akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling-uji (check and balance) dalam
proses pelaksanaan anggaran perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara
pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan.
Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementrian
negara/lembaga, sementara penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan
kepada kementrian keuangan.
Dilain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dan
pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah
sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran
negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara adalah pengelola keuangan
dalam arti seutuhnya, yang berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan,
dan manajer keuangan.
2.2 Penerapan Kaidah Pengelolaan Keuangan yang sehat di Lingkungan
Pemerintahan
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara,
dirasakan pula semakin pentingnya fungsi perbendaharaan negara dalam rangka
pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah yang terbatas secara efisien. Fungsi
Perbendaharaan tersebut meliputi, perencanaan kas yang baik, pencegahan agar tidak
sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang
paling murah dan memanfaatkan dana yang menganggur (idle cash) untuk
meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.
Dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip-
prinsip yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kas,
16
perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi
serta barang milik negara/daerah yang selama ini belum mendapat perhatian yang
memadai.
2.3 Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan AnggaranUntuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
keuangan negara, laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu
disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi
pemerintahan. Sehubungan dengan itu, perlu ditetapkan ketentuan yang mengatur
mengenai hal-hal tersebut agar:
a. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi
b. Laporan keuangan pemerintah yang disajikan sesuai dengan standar akuntansi
keuangan pemerintah
c. Laporan keuangan disajikan sebagai wujud pertanggungjawaban setiap entitas
pelaporan
d. Laporan keuangan pemerintah pusat/daerah disampaikan kepada DPR/DPRD
selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir
e. Laporan keuangan pemerintah diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern yang
independen dan professional sebelum disampaikan kepada DPR
f. Laporan keuangan pemerintah dapat menghasilkan statistic keuangan yang
mengacu kepada manual statistic keuangan pemerintah (Government Finance
Statistic/GFS) ;
Standar akuntansi pemerintah ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah
dan disusun oleh suatu komite standar akuntansi pemerintah yang independen yang
terdiri dari para profesional. Agar informasi yang disampaikan dalam laporan
keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu
diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem
Akuntansi Pusat (SAP) yang dilaksanakan oleh kementrian negara/lembaga. Dalam
Undang-Undang ini juga mengatur penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah secara tepat waktu kepada DPR/DPRD. Mengingat bahwa
laporan keuangan pemerintah terlebih dahulu harus diaudit oleh Badan Pemerintah
Keuangan, maka Badan Pemerintah Keuangan memegang peranan yang sangat
penting dalam upaya ketepatan penyampaian laporan keuangan pemerintah tersebut
kepada DPR/DPRD.
2.4 Penyelesaian Kerugian Negara
17
Dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini ditegaskan bahwa setiap
kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang harus diganti oleh pihak yang bersalah. Sehubungan dengan itu,
setiap pimpinan kementrian negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah
wajib segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam instansi
yang dipimpinnya telah terjadi kerugian. Pengenaan ganti kerugian negara/daerah
terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, sedangkan
pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara
ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. Dengan
penyelesaian kerugian tersebut negara/daerah dapat dipulihkan dari kerugian yang
telah terjadi.
2.5 Pengelolaan Keuangan Badan Layanan UmumDalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dapat dibentuk
Badan Layanan Umum yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kekayaan Badan
Layanan Umum merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, berkenaan
dengan itu rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja Badan
Layanan Umum disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan kementrian
Negara/lembaga/pemerintah daerah.
III. UU NO. 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA
3.1 Definisi UmumPemeriksaan adalah suatu proses indentifikasi masalah, analisis, dan
evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan
standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan
keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Sedangkan pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
Tanggung jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk
melaksanakan pengelolaan Keuangan Negara secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
18
2.2 Lingkup PemeriksaanAda 3 (tiga) lingkup pemeriksaan BPK:
a. Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan pernyataan
opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan.
b. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi
serta efektivitas.
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang tidak
termasuk dalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja.
2.3 Pelaksanaan Pemeriksaana. Kebebasan dan kemandirian BPK
BPK bebas dan mandiri dalam menentukan objek perusahaan, perencanaan dan
pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan serta
penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan.
b. Perencanaan Pemeriksaan
1) Memperhatikan permintaan, saran dan pendapat lembaga perwakilan.
2) Dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral dan
masyarakat
c. Pelaksanaan Pemeriksaan
1) Dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang
bekerja untuk dan atas nama BPK.
2) Dapat meminta dokumen, mengakses data, melakukan penyegelan tempat
penyimpanan uang, meminta keluarga, memotret, merekam dan/atau
mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.
3) Dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang untuk meminta
keterangan.
4) Melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian
intern pemerintah.
5) Dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya
indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.
6) Melaporkan temuan unsur pidana kepada instansi berwenang sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan, penyampaian laporan dimaksud
diatur bersama oleh BPK dan Pemerintah.
2.4 Hasil Pemeriksaan Dan Tindak Lanjuta. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) disusun pemeriksa setelah pemeriksaan
selesai dilakukan.
19
b. Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan opini.
c. Pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan dan rekomendasi.
d. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan kesimpulan.
e. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR/DPR/DPRD sesuai
dengan kewenangannya ditindaklanjuti antara lain dengan membahas bersama
pihak terkait.
f. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK juga disampaikan kepada pemerintah.
g. BPK menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan persemester yang disampaikan ke
lembaga perwakilan dan Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota.
h. Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga
perwakilan, dinyatakan terbuka untuk umum.
i. Pemerintah menidaklanjuti rekomendasi BPK.
j. BPK mamantau dan menginformasikan hasil pamantauan atas tindak lanjut
rekomendasi kepada DPR/DPRD.
2.5 Pengenaan Kerugian Negaraa. BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban
bendahara atas kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan
keuangan negara/daerah.
b. Bendahara dapat mengajukan keberatan atas pembelaan diri terhadap putusan
BPK.
c. Pengaturan tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah ini ditetapkan
oleh BPK setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.
d. Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota melaporkan
penyelesaian kerugian negara/daerah kepada BPK.
e. BPK mamantau penyelesaian pengenaan ganti rugi kerugian negara/ daerah
terhadap pegawai negeri bukan berdasarkan dan/atau pejabat lain pada
kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.
2.6 Ketentuan Pidanaa. Sanksi pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/ atau
denda paling banyak Rp. 500 juta dikenakan kepada :
1) Setiap orang yang tidak menjalankan kewajiban menyerahkan dokumen
dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk
kelancaran pemeriksaan pengelolaan uang dan tanggung jawab keuangan
negara.
20
2) Setiap orang yang mencegah, menghalangi dan /atau menggagalkan
pelaksanaan pemeriksaan.
3) Setiap orang yang menolak pemanggilan BPK tanpa menyampaikan alasan
penolakan secara tertulis.
4) Setiap pemeriksaan yang tidak melaporkan temuan pemeriksaan yang
mengandung unsur pidana.
5) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti
rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan.
b. Sanksi pidana selama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1 milyar
kepada :
1) Setiap orang yang memalsukan atau membuat palsu dokumen yang
disahkan untuk kelancaran pemeriksaan.
2) Pemeriksa yang menggunakan dokumen yang diperoleh dalam
pemeriksaan melampaui batas kewenangannya.
3) Pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan
kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan.
REFERENSI
Andi. “Pengelolaan Keuangan Negara: Rakyat Bukan Hanya Sekedar Pemberi Amanat”. 24 Oktober 2015. https://andichairilfurqan.wordpress.com/tag/pengelolaan-keuangan-negara/
Atambua. “UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara”. 24 Oktober 2015. http://www.slideshare.net/atambua/uu-no151
Suwandi, Tatang. “Landasan Hukum Keuangan Negara”. 24 Oktober 2015. http://www.slideshare.net/TatangSuwandi/landasan-hkpaketundangundang
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
21
top related