ringkasan mpkt
Post on 12-Aug-2015
143 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
Kekuatan dan Keutamaan Karakter
1. Pendahuluan
Persoalan karakter kembali muncul dimana belakangan ini dibahas di dalam
diskusi dan seminar, yang bersamaan juga dengan bermunculannya lembaga
pendidikan yang mendidik karakter. Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan
bertujuan untuk membentuk karakter yang kuat, dimana pembentukan karakter
adalah faktor utama dalam kemajuan dan pembangunan bangsa, dan ini sesuai
dengan apa yang telah diucapkan oleh Bung Hatta.
Dalam psikologi, pembahasan tentang karakter dengan kekuatan dan
keutamaannya cukup menonjol. Hal ini dalam rangka memahami makna
kebahagiaan otentik yang berasal dari diri sendiri. Dengan keutamaan karakter,
manusia dapat menghasilkan perasaan-perasaan positif dan melihat sisi baik
hidupnya dalam kondisi apapun.
Kekuatan karakter beraal dari keberadaan manusia sebagai makhluk spiritual,
dimana daya spiritual yang ada dapat memberikan kebebasan kepadanya untuk
melampaui keterbatasannya sebagai makhluk ilmiah. Maka itu spiritualitas manusia
adalah dasar kekuatan manusia.
2. Kepribadian dan karakter
karakter bukan kepribadian meskipun kduanya berkaitan erat, sering kali
manusia memaknai kepribadian sama dengan karakter. Allport mendefinisikan
kepribadian sebagai organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko fisik dalam diri
individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang ybuj terhadap lingkungan.
Kepribadian manusia adalah hal yang terorganisasi tidak acak, dan unsurnya tidak
bekerja sendiri. Sebagai organisasi yang dinamis, kepribadian manusia terus
1
berkembang dan bergerak. Kepribadian juga tampil dalam perilaku yang melibatkan
aspek fisik manusia.
Organisasi, dinamika, dan interaksi antara psikis dan fisik manusia dala
kepribadiannya menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadap lingkungannya.
Factor internal dan eksternal diri manusia mempengaruhi kepribadian manusia.
Allprot juga menambahkan kepribadian dapat dipahami sebagai perpaduan dari
sifat-sifat mayor dan minor yang dapat berdiri sendiri dan dikenali.
Allport cenderung untuk tidak memilah-ilah dan menganalisis motif,
keinginan, dan perilaku sebagai hal yang terpisah satu sama lain, melainkan
mengganggapnya sebagai hal yang saing mempengaruhi. Allport meilhat manusia
sebagai keseluruhan yang utuh berdasarkan pembentukan sifat-sifat dasarnya.
Pemahaman tentang unsur-unsur kepribadian berdasarkan analisis terhadap unsur-
unsurnya masing-masing itu baru merupakan langkah awal untuk membantu
pmahaman tentang keseluruhan kepribadian.
3. Kekuatan dan Keutaman Karakter Karakter
identifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan
tertentu pada diri seseorang dapat dilakukan melalui pengenalan terhadap ciri-ciri
keutamaan yang tampak dalam perilaku khusus dan respons secara umum dari
orang itu. Peterson dan Seligman mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah
karakter yang beririkan keutamaan yang merupakan keunggulan manusia.
Penggalian, pengenalan dan pengukuran keutamaan dapat dilakukan melalui teknik
inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah (focus-group
discussion) dan simulasi. Pada prinsipnya, semua teknik itu membutuhkan ahli yan
memahami konstruksi karakter dan keutaman, terutama proses penafsiran karakter.
Namun dalam pelaksanaannya, ada beberapa teknik dapat digunakan oleh lebih
banyak orang yang terlebih dahulu dilatih dalam waktu singkat.
2
4. Membedakan Keutamaan, Kekuatan Karakter dan Tema Situasional
Peterson dan Seligman mengemukakan tiga level konseptual dari karakter,
yaitu keutamaan, kekuatan, dan tema situasinal dari karakter. Pembedaan ini
berguna untuk kepentingan pengenalan, pengukuran dan pendidikan karakter.
Hubungan antara keutamaan, kekuatan dan tema situasional karakter versifat
hierarkis. Keutaman berada di level atas, kekuatan di level tengah, dan teman
situasional di level bawah.
Keutamaan merupakan karakteristik utama dari karakter. Peterson dan
Seligman pun menegaskan bahwa enam keutamaan ini universal dan mungkin
memiliki dasar pada manusia secara biologis. Enam keutamaan ini harus ada di atas
batas ilia standar pada ndiidu yang dipercaya sebagai orang yang memiliki karakter
yang baik.
Kekuatan karakter merupakan unsur psikologi dan sebuah mekanisme yang
mendefinisika keutamaan. Keutamaan dapat dicapai melalui pencapaian kekuatan
karakter. Untuk kepentingan pengukuran dan penddikan krakter, kekuatan karkater
adalah karakteristik yang dijadikan indicator untuk mengenali adanya satu atau lebih
keutamaan pada diri seseorang.
5. Kriteria karakter yang kuat
Peterson dan Seligman mengemukakan kriteria dari karakter yang kuat
sehingga kita dapat mengenalinya dalam kehidupan sehari-hari. Peterson percaya
bahwa orang memiliki tanda kekuatan yang sama dengan yang disebut Allport
sebagai Personal traits. Kekuatan karakter itu yang dimiliki, dihargai dan seringkali
dilatih orang.
3
6. Keutamaan dan Kekuatan Karakter yang Membentuknya
Peterson dan Seligman berusaha untukmembuat daftar kekuatan arakter
pribadi, daftar ini masih terus diperbaiki dan dilengkapi. Berikut ini 24 kekuatan
karakter yang tercakup dalam 6 kategori keutamaan.
6.1 Kebijaksanaan dan Pengetahuan
Kebijaksanan dan pengetahuan merupakan keutamaan yang berkaitan
dengan fungsi kognitif, yaitu tentang bagaimana mendapatkan dan menggunakan
pengetahuan. Kreativitas memberikan kemampuan untuk berpikir dengan cara baru
dan produktif dalam membuat konsep dan menyelasaikan pekerjaan. Keingintahuan
mencakup minat, dorongan untuk mencari kebaruan, keterbukaan terhadap
pengalaman. Keterbuaan pikiran mencakup kemampuan membuat penilaian dan
berpikir kritis. Cinta pembelajaran memampukan orang yang memilikinya menguasai
keterampilan topic, dan cabang pengetahuan baru, baik dengan cara belajar sendiri
maupun, secara formal dalam lembaga pendiikan.
6.2 Kemanusiaan dan Cinta
Kemanusiaan dan cinta merupakan keutamaan yang mencakup kemampuan
interpersonal dan bagaimana menjalin pertemanan dengan orang lain. Kekuatan
Kemanusiaan adalah kekuatan interpersonal yang meilbatkan kecenderungan dekat
dan bertemean dengan orang lain. Kekuatan kebaikan hati mencakup
kedermawanan, pemeliharaan, perawatan, kasih saying, dan altruistic menjadikan
orang mau berbagi kesenangan dan kebaikan dengan orang lain. Kecerdasan social
mencakup kecerdasan emosional dan kecerdasan intrapersonal memampukan orang
yang memilikinya memahami motif dan perasaan orang lain, serta memahami motif
dan perasaan diri sendiri.
4
6.3 kesatriaan (courage)
Keutamaan keatriaan (courage) merupakan kekuatan emosional yang
melibatkan kemauan kuat untuk mencapai suatu tujuan meskipin mendapat
halangan atau tantangan, baik eksternal maupun internal. Keutamaan ini terdiri atas
Kekuatan keberanian, Ketabahan, Integritas(otentisitas), dan vitalitas (semangat).
6.4 Keadilan
Keutamaan keailan mendasari kehidupan yang sehat dalam suatu
masyarakat. Ada tiga kekuatan yang tercakup, yaitu dedikasi demi keberhasilan
bersama, kesetaraan perlakuan terhadap orang lain,dan kepemimpinan.
6.5 Pengelolaan Diri
Pengelolaan diri adalah keutamaan untuk melindungi diri dari segala akibat
buruk yang mungkin terjadi di kemudian hari karena perbuatan sendiri, yang terdiri
dari kekuatan pemaaf, pengendalian diri, kerendahan hati, kehati-hatian.
6.7 Transdensi
Transdensi adalah keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia
dengan seluruh alam semesta dan memberi makna kepada kehidupan, dimana
terdiri dari kekuatan penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan,
kebersyukuran, optimism, spritualitas, dan menikmati hidup.
5
7. Karakter dan Spritualitas
Manusia memiliki kemampuan untuk memahami keterkaitan dirinya dengan
seluruh alam semesta, juga keterkaitan semua hal yang ada di alam semesta.
Karakter selalu didasari oleh spiritualitas. Daya-daya sprititual menjadi kekutan kita
untuk bertahan dan setia menuju satu tujuan. Narayanasamy menegaskan bahwa
tidak ada satu pun definisi dari spiritualitas yang otoritatif. Murray dan Zentner
tersebut mengusulkan harus ditempatkan dalam konteks keseluruhan alam semesta
dan keterkaitan isi dunia.
8. Keutamaan Karakter dan Kebahagiaan
Pembentukan karakter erat sekali hubungannya dengan pencapaian
kebahagiaan. Peterson dan Seligman memaparkan berbagai hasil penelitian yang
menunjukkan keberadaan potensi setiap keutamaan karakter itu paa diri manusia.
Menurut Seligman, tidak ada jlan pintas untuk mempersingkat pencapaian
kebahagiaan. Jika dipahami bahwa inti pendidikan adalah pembentukan karakter
maka seharusnyalah dicamkan pula bahwa setiap pendidikan adalah pembentukan
karakter. Tetapi belakangan kita menyaksikan pendidikan secara umum seperti
dipisahkan dari pembentukan karakter sehingga diperlukan usaha khusus untuk
menyelenggarakan “pendidikan karakter” sebelum nanti pembentukan karakter
kembali menjadi inti dari pendidikan.
6
BAB IIDASAR-DASAR FILSAFAT
1. Pendahuluan
Penjelasan tentang hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan dapat kita
temui dalam literature filsafat ilmu. Filsafat ilmu berkaitan dengan asumsi, fondasi,
metode, dan implikasi daari ilmu pengetahuan. Di sisi lain, filsafat ilmu berurusan
dengan pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan. Setidaknya, ada
tiga bidang kajian filsafat yang dibutukan ilmu pengetahuan untuk menjadi dasar bagi
aktuvitas-aktivitasnya mencari pengetahuan.
1. Etika. Ilmuwan dituntut bertindak secara etis, baik dalam aktivitas mencari
pengetahuan maupun dalam penerapan pengetahuan.
2. Epistemologi. Sebagai bidang filsafat yang mengkaji pengetahuan, epistemlogi
diperlukan oleh ilmu pengeryahuan unuk mmberi dasar bagi perolehan
pengetahuan. Pertanyaan yang diakukan epistemologi juga merupakan pertanyaan
yang perlu diaukan ilmu pengertahuan. Ilmu pengertahuan membutuhkan
jawaban setidaknya pendekatan kerja yang akan digunakan dalam penelitian,
yang biasanya tampil dalam bentuk paradigma ilmiah.
3. Logika. Bagaimana kita tahu bahwa pengetahuan yang kita peroleh dihasilkan
dari metode rasional? Untuk dapat menjawab ini, semua dibutuhkan filsafat
logika untuk dapat memastikan langkah-langkah perolehan pengetahuan benar.
Karakter dan filsafat memiliki hubungan yang saling menguatkan. Filsafat
memang mengandalkan pikiran karena untuk mencapai kebenaran diperlukan pikiran.
Berfilsafat juga melibatkan keseluruhan diri untuk terlibat dalam pencarian
kebenaran. Dari sini dapat dipahami bahwa berfilsafat membutuhkan kekuatan dan
karakter. Aktivitas dalam filsafat mencakup kegiatan berpikir, mencari kemungkinan
7
lain dari situasi, menjaga kesetiaan, berani mengambil risiko. Dengan dasar itu maka
filsafat dipelajari beriringan dengan pengembangan karakter.
2. Pengertian Filsafat
Kata filsafat pertama kali ditemukan dalam tulisan sejarawan YUnani Kuno,
Herodotus (484-424 SM). Ia menggunakan kata kerja “berfilsafat” dalam
percakapannya dengan Croesus yang kemudian menyampaikan kepada solon bahwa
ia mendengar solon telah melakukan perjalanan melalui berbagai negeri untuk
berfilsafat digerakan oleh hasrat akan pengetahuan. Ada dugaan yang tak dapat
dilacak catatan tertulisnya bahwa kata filsafat dapat dilacak lebih jauh lagi asalnya
pada Pythagoras (sekitar 582-500 SM). Pythagoras menjelaskan dirinya sebagai filsuf,
dan berkata bahwa urusannya adalah menyelidiki hakikat benda-benda. Penggunaan
kata filsuf selanjutnya digunakan leh beberapa penulis Yunani, diantaranya Xenophon
(430-354 SM) dan Plato (427-347 SM). Pengertian filsuf dalam tulisan-tulisan mereka
adalah orang yang mencurahkan dri dan hidupnya untuk mencari kebijaksanaan atau
untuk melakukan pembelajaran. Dalam arti sempitnya, filsuf adalah orang yang
menyelidiki dan mendiskusikan sebab-sebab benda dan ebaikan tertinggi(Thayer,
2011).
Apa yang dilakukan oleh filsuf kemudian disebut filsafat. Dari asal katanya
dalam bahasa Yunani Kuno yaitu Philos (cinta) dan Sophia (kebijaksanaan) maka
artinya adalah cinta akan kebenaran atau kebijaksanaan. Filsafat didefinisikan sebagai
usaha manusia untuk memahami segala perwujudan kenyataan secara kritis, radikal
dan sistematis. Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah usaha. Apa
yang hendak diketahui filsafat tak terbatas, oleh karena itu proses pemahaman
berlangsung terus menerus.
Meski produk filsafat berupa pemikiran filosifis mencerminkan proses
pencariannya dan merupkan pelajaran penting, tidak tepat jika dalam memahami
filsafat kita hanya fokus pada produknya. Sebagai produk, filsafat dapat terkesan
sebagai barang jadi, sesuatu yang telah selesai. Bisa jadi, jika kita lihat produknya saja
kalimat-kalimat dalam filsafat tampil sebagai resep, ibarat resep masakan, tinggal
diikuti petunjuknya, atau sebaliknya kalimat dalam filsafat menjadi sebuah kerumitan.
Ini terjadi karena kurang memahaminya proses yang ada. Jika filsafat hanya
8
diaanggap sebagai produk yang sudah selesai, maka akan terjadi kontradiksi dalam
pengertian filsafat. Setidaknya sebagai produk, filsafat adalah pemikiran yang perlu
dikaji, direfleksikan dan dikritik lagi.
Istilah kritisa dalam pengertian filsafat berasal dari istilah latin kritein yang
berarti memilah dan kritikos yang berarti kemampuan menilai. Secara lebih khusus
lagi kritis di sini diartikan sebagai terbukan pada kemungkinan baru dan dialektis.
Sifat utama filsafat yang lain adalah radikal. Istilah radika brerasal dari kata
radix yang berarti akar. Sifat radikan pada filsafat memungkinkannya memahami
persoalan sampai ke akar-akarnya dan mengajukan penjelasan yang mendasar.
Berfilsafat dilakukan secara sistematis. Asal kata sistematis adalah systema yang
berarti keteraturan. Jika kita cermati para filsuf besar dunia, maka kita temukan di
sana logika yang mereka gunakan untuk memahami perwujudan kenyataan yang
dikaji.
Berdasarkan pengertian filsafat yang sudah dipaparkan, dapat disimpulkan
bahwa berpikir filosofis berarti merenung yang bukan mengkhayal atau melamun.
Filsafat merupakan pemikiran yang sistematis. Perenungan filosofis ialah
percobaanuntuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional untuk memahami
dunia tempat kita hidup. Hasrat filosif ialah berpikir secara ketat. Kegiatan filosofis
sesungguhnya merupakan perenungan atas pemikiran yang sfatnya kritis, tidak begitu
saja menerima sesuatu.
3. Cabang dan aliran Filsafat
ada berbagai cara untuk membagi filsafat menjadi cabang-cabang yang
memiliki obyek kajian khusus. Kita dapat menmukan pembagian filsafat berdasarkan
sstematika permasa;aha atau area kajian filsafat yang secara garis besar terdiri
ontologi epistemologi dan axiologi.
Ontologi berasal dari dua kata bahasa latin, yaitu onta yang berarti ‘ada’ dan
logia yang berarti ilmu. Ontology secara umum didefinisikan sebagai studi flosifis
tentang hakikat eksistensi. Sebagai bidang kajian filsafat tentang eksistensi, ontologi
dalam arti umum dibagi dua menjadi 2 subbidang, yaitu ontology (dalam arti khusus)
dan metafisika. Kata metafisika berarti kenyataan dibalik fisika, dimana berhubungan
9
dengan obyek yang tidak dapat dijangkau secara inderawi karena obyek itu melapaui
sesuatu yang bersifat fisik.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori tentang sumber,
hakikat, dan batas pengetahuan. Epistemologi dalam arti sempit merupakan cabang
filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan yang ditelusiri melalui 4 pokok, yaitu 1)
sumber pengetahuan, 2) struktur pengetahuan, 3) keabsahan pengetahuan, dan 4)
batas pengetahuan. Filsafat ilmu pengetahuan merupakan cabang filsafat yang
mengkaji ciri dan cara memperoleh ilmu pengetahuan. Pengetahuan yang dikaji
berbeda dengan pengetahuan pada epistemology dalam arti sempit. Metodologi adalah
cabang filsafat yang mengkaji cara dan metode ilmu pengetahuan memperoleh
pengetahuan secara sistematis.
Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan “apa
yang dilakukan manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia”. Axiology
mengkaji pengalaman dan penghayatan dari perilaku manusia. Cabang filsafat yang
termasuk dalam axiology adalah etitka dan estetika.
Dalam perkembangan filsafat, berbagai aliran, berbagai isme bermunculan.
Berikut adalah beberapa airan yang cukup berpengaruh dalam sejarah perkembangan
filsafat :
a. Rasionalisme : aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa semua
pengetahuan bersumber dari akal
b. Empirisme : aliran dalam filsafat yang menekankan pengalaman
sebagai sumber pengetahuan
c. Kritisisme : Aliran ini dasarnya aadalah kritik terhadap
rasionalisme dan empirisme yang dianggap terlalu ekstrem
d. Idealisme : aliran filsafat yang berpendirian bahwa pengetahuan
adalah proses mental ataupun psikologis yang sifatnya subyektif.
e. Vitalisme : aliran filsafat yang memandang hidup tidak dapat
sepenuhnya dijelaskan secara mekanis karena pada hakikatnya manusia
berbeda dengan benda mati.
f. Fenomenologi : aliran filsafat yang mengkaji penampakan dan
memandang gejalan dan kesadaran selalu saling terkait.
10
4. Alternatif Langkah Belajar Filsafat
Ada banyak cara untuk belajar filsafat sesuai dengan pesatnya
erkembangan filsafat sekarang ini. Para filsuf mengembangkan cara belajar
filsafat sesuai dengan pendekatan yang digunakannya. Secara umum, filsuf
berusaha memperoleh makna istilah-istliah dengan cara melakukan analisis
terhadap istilah-istilah itu berdasarkan pengenalan obyeknya dalam kenyataan.
Analisis terhadap istilah merupakan langkah penting yang harus dilakukan
untuk mendapatkan makna yang tepat dan memadai.
Setelah analisis istilah, filsuf berusaha untuk memadukan hasil-hasil
penyelidikan melalui aktivitas sintesis. Penggunaan analisis dan sintesis dalam
filsafat ini disebut metode analisis-sinstesis. Metode ini merupakan metode
yang paling banyak digunakan oleh para filsuf.
Menurut kattsoff, secara filosfis analisis adalah pengumpulan semua
pengetahuan yang dapat dikumpulkan oleh manusia untuk menyusun suatu
pandangan tentang dunia. Secara ringkas, kattsoff mengemukakan langkah
umum yang disarankan dalam analisis-sintesis.
1. memastikan adanya masalah yang diragukan kesempurnaan
atau kelengkapannya
2. masalah umumnya terpecahkan dengan menguji prinsip
kesahihannya dan menentukan sesuatu yang tak dapat
diragukan kebenarannya.
3. Meragukan dan menguji secara rasional segala hal yang ada
sangkut pautnya dengan kebenaran.
4. Mengenali apa yang dikatakan orang lain mengenai masalah
yang bersangkutan dan menguji penyelesaian mereka.
5. Menyarankan suatu hipotesis yang kiranya memberikan
jawaban atas masalah yang diajukan.
6. Mengyhu konsekuensi dengan melakukan verifikasi
terhadap hasil penjabaran yang telah dilakukan
7. Menarik simpulan mengenai masalah yang mengawali
penyelidikan.
11
Metode belajar filsafat sebenarnya bukan hanya dapat dihunakan untuk belajar
filsafat, melainkan juga dapa dimanfaatkan dalam pembelajaran di bidang ilmu
pengetahuan. Secara umum, disadari atau tidak, filsafat digunakan manusia untuk
menyelasaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian, berpikir filosofis
merupakan satu cara untuk membangun keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan
dengan kekuatan-kekuatan yang dikandungnya.
12
BAB III
Dasar-Dasar Logika
1. Apakah logika itu?
logika dapat diartikan sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji prinsip,
hukum, dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Jika ditempatkan
sebagai matematika maka logika merupakan cabang matematika yang
mengkaji seluk-beluk perumusan pernyataan atau persamaan yang benar,
khususnya pernyataan yang menggunakan bahasa formal. Bahasa formal
disini merujuk kepada rangkaian simbol matematis seperti yang biasa kita
jumpai dalam literatur matematika.
Kategori
Manusia berpikir dengan menggunakan kategori. Pada awalnya kategori
yang digunakan sangat sederhana dan umum seperti lebih besar dan lebih
kecil, atau lebih jauh dan lebih dekat, atau lebih keras atau lebih lembut.
Kemudian kategori yang lebih kompleks dikembangkan, seperti makhluk
hidup yang bernapas dengan paru-paru, tempat tinggal yang layak huni dan
nyaman, dan sebagainya.
2. Term,Definisi, dan Divisi
Term adalah tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai
sesuai dengan pakat/perjanjan. Tanda itu bersifat formal dan instrumental.
Untuk menyamakan pengertian dan menghindari kesalahan penafsiran
terhadap term diperlukan definisi. Definisi adalah pernyataan yang
menerangkan hakikat suatu hal.
Pembuatan definisi yang memadai untuk digunakan untuk pemikiran logis
harus mengikuti aturan berikut.
1. Harus jelas dari yang didefinisikan
2. Definisi tidak boleh mengandung ide atau term dari yang didefinisikan
3. Definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak-balik dengan pas
13
4. Definisi harus dinyatakan dalam kalimat positif
term juga dapat diuraikan dengan kriteria tertentu menjadi bagian-bagian.
Penguraian term itu biasa disebut divisi. Divisi adalah uraian suatu
keseluruhan kedalam bagian-bagian berdasarkan satu kesamaan
karakteristik tertentu. Ada beberapa jenis divisi, yakni divisi real atau
aktual dan divisi logis.
Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dalam pembuatan divisi, yakni :
1. Tidak boleh ada bagian yang terlewati
2. Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan
3. Tidak boleh ada bagian yang meliputi bagian lain
4. Divisi harus jelas dan teratur
5. Jumlah bagian harus terbatas.
4.Kalimat, Pernyataan, dan Proposisi
4.1 Pengertian
Kalimat didefinisikan sebagai serangkaian kata yang disusun
berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat
digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau
memerintahkan sesuatu hal.
Salah satu jenis kalimat adalah pernyataan (bahasa Inggris statement)
yang dalam praktiknya sama dengan kalimat berita. Tetapi pernyataan
memiliki pengertian yang lebih khusus. Pernyataan adalah kalimat
yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan
sesuatu yang bisa benar atau salah.
Dalam literatur logika dan ilmu pengetahuan, kita juga menemukan
term proposisi. Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui
pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpretasi dari suatu
pernyataan. Proposisi juga dapat dipahami sebagai makna dari kalimat
14
berita, mengingat bahwa pernyataan merupakan kalimat berita yang
dapat dinilai benar atau salah.
4.2 Pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks
Secara umum, berdasarkan proposisi yang dikandung, ada dua jenis
pernyataan, yaitu pernyataan sederhana dan pernyataan kompleks.
Pernyataan sederhana adalah pernyataan yang hanya mengandung satu
proposisi. Sedangkan, pernyataan kompleks adalah pernyataan yang
mengandung lebih dari satu proposisi.
4.3 Jenis-jenis Pernyataan Kompleks
Berdasarkan hubungan antara proposisi-proposisi yang terkandung
dalam pernyataan kompleks, ada empat jenis pernyataan kompleks,
yaitu :
1. Negasi : Pengingkaran atas pernyataan
2. Konjungsi : Suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya
dihubungkan dengan kata dan disebut konjungsi atau kalimat
konungtif.
3. Disjungsi : Pernyataan kompleks yang komponen logikanya
dihubungkan dengan kata atau disebut disjungsi atau pernyataan
disjungtif.
4. Kondisional : Pernyataan kompleks yang komponen logikanya
dihubungkan dengan jika..., maka... disebut pernyataan kondisional
atau hipotesis.
4.4 Hubungan Antar Pernyataan
4.4.1 Kesimpulan langsung: Oposisi dan Proposisi
- Kontradiksi : tidak mungkin keduanya benar dan tidak
mungkin keduanya salah
- Kontrari : Tidak mungkin keduanya benar, tapi mungkin
saja keduanya salah
- Subkontrari : Mungkin saja keduanya benar, tetapi tidak
mungkin keduanya salah
15
- Subalternasi : Jika superalternasinya benar, maka
subalternasinya benar
4.4.2 Konsistensi dan Inkonsistensi
Dua pernyataan disebut inkonsisten jika dan hanya jika
keduanya tidak mungkin benar pada saat yang bersamaan. Pada
kondisi yang sebaliknya,dua pernyataan tersebut disebut
konsisten.
4.4.3 Implikasi, Ekuivalensi, dan Independensi Logis
Tiga jenis hubungan antar-pernyataan adalah implikasi,
ekuivalensi, dan independensi logis.
Untuk memahami ketiga jenis hubungan itu, dan untuk
menghindari kesalahan dalam penggunaannya, kita perlu
memahami pengertian masing-masing dan bagaimana
penggunaannya.
- Implikasi : Pernyataan P mengimplikasikan pernyataan Q
ketika secara logis tidak mungkin P benar dan Q salah pada
waktu yang bersamaan.
- Ekuivalensi : Dua pernyataan secara logis ekuivalen bila
keduanya saling mengimplikasikan.
- Independensi logis : Dua pernyataan disebut independensi
logis apabila secara logis tidak berhubungan.
5. Penalaran
Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan-alasan yang
relevan. Alasan-alasan itu dapat berupa bukti, data, informasi akurat, atau
penjelasan tentang hubungan antara beberpa hal. Penalaran berlangsung
dalam pikiran. Ungkapan verbal dari penalaran adalah argumentasi.
Ada dua jenis penalaran, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Kedua jenis penalaran ini diperlukan dalam proses pencapaian kebenaran.
Deduksi adalah proses penalaran yang dengannya kita membuat suatu
kesimpulan dari suatu yang umum menjadi suatu yang khusus. Penyimpulan
deduktif juga disebut silogisme. Induksi adalah proses penalaran yang
membuat kesimpulan dari hal khusus menjadi halnyang bersifat umum.
16
6. Argumen Deduktif
Penalaran deduktif adalah proses perolehan kesimpulan yang terjamin
validitasnya jika bukti yang tersedia benar dan penalaran yang digunakan
untuk menghasilkan kesimpulan adalah tepat. Kesimpulan juga harus
didasari hanya oleh bukti yang sudah ada sebelumnya. Kesimpulan tidak
boleh mengandung informasi baru tentang materi. Penalaran deduktif
bertujuan untuk menentukan putusan yang sahih tentang hal khusus tertentu
berdasarkan pemahaman tentang hal-hal yang lebih umum.
Penalaran deduktif juga bisa dinyatakan dalam silogisme yang terdiri dari
premis minor,mayor, dan kesimpulan. Dalam membuat silogisme, harus
tunduk pada delapan hukum yang masing-masing diterapkan berikut ini.
a. Silogisme hanya mengandung tiga term
b. Term mayor atau minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan
jika dalam premis hanya bersifat partikular.
c. Term tengah tidak boleh muncul di kesimpulan.
d. Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premis-
premis, setidaknya satu kali.
e. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan jua afirmatif
f. Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif. Kalau salah
satu premis partikular, kesimpulan harus partikular.
g. Tidak boleh kedua premis negatif, minimal satu afirmatif.
h. Tidak boleh kedua premis partikular, minimal satu universal
7. Argumen Induktif
argumen induktif biasanya mencakup proses inferensial dalam mendukung
atau memperluas keyakinan kita kepada kondisi yang mengandung risiko
atau ketidakpastian. Argumen induktif dapat dipahami sebagai hipotesis yang
mengandung risiko dan ketidakpastian.
a. Induksi enumeratif : proses menggunakan premis-premis yang
menggambarkan karakteristik sampel untuk mengambil kesimpulan
umum. Mengenai kelompok asal sampel tersebut.
17
b. Silogisme statistikal : argumen yang menggunakan generalisasi statistik
tentang suatu kelompok untuk mengambil kesimpulan mengenai suatu
sub kelompok atau anggota individual dari kelompok itu.
c. Induksi Eliminatif atau Diagnostik : Mempunyai premis-premis yang
menggambarkan suatu konfigurasi fakta atau data yang berbeda-beda,
yang merupakan bukti dari kesimpulannya. Induksi jenis ini
menghasilkan kesimpulan yang merupakan penjelasan terbaik, tetapi
tidak statistikal.
Bukti-bukti dalam argumen induktif mana pun tidak menjamin
kesimpulannya. Premis-premis dari argumen induktif dapat mendukung
beberapa kesimpulan yang berbeda dan bertentangan.
8. Sesat Pikir
Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran
berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak
sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika.
- Sesat Pikir Formal
Jika sebuah penalaran bentuknya tidak sesuai dengan bentuk deduksi
yang baku, maka penalaran itu tidak sahih dan tergolong sesat pikir.
a. Empat term : Kesalahan yang terjadi jika ada empat term yang
diikutsertakan dalam silogisme padahal silogisme hanya mempunyai
tiga term.
b. Term tengah yang tidak terdistribusikan : silogisme kategoris yang
term tengahnya tidk memadai menghubungkan term mayor dan term
minor.
c. Proses Ilisit : perubahan tidak sahih dari term mayor atau term
minor.
d. Premis-premis afirmatif tetapi kesimpulannya negatif : dalam premis
digunakan digunakan proposisi afirmatif teapi dalam kesimpulan
digunakan proposisi negatif.
e. Premis negatif dan kesimpulan afirmatif : Sesat pikir ini terjadi jika
dalam premis digunakan proposisi negatif tetapi dalam kesimpulan
digunakan proposisi afirmatif
18
f. Dua premis negatif : Jika dalam silogisme kedua premis yang
digunakan adalah proposisi negatif.
g. Mengafirmasi konsekuensi : pembuatan kesimpulan yang diturunkan
dari pernyataan yang hubungan antara anteseden dan
konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah
hubungan itu suatu keniscayaan.
h. Menolak Anteseden : pembuatan kesimpulan yang diturunkan dari
pernyataan yang hubungan antara anteseden dan konsekuensinya
tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu
keniscayaan. Tetapi dalam bentuk ini yang ditolak adalah
antesedennya.
i. Mengiyakan suatu pilihan dalam suatu susunan argumentasi
disjungsi subkonter.
j. Mengingkari suatu pilihan dalam suatu disjungsi yang konter
- Sesat Pikir Nonformal
a. Perbincangan dengan ancaman : kebenaran dari kesimpulan
didasarkan kepada ancaman.
b. Salah Guna : Penyalahgunaan pertimbangan-pertimbangan yang
secara logis tidak relevan.
c. Argumentasi berdasarkan kepentingan
d. Argumentasi berdasarkan ketidaktahuan
e. Argumentasi berdasarkan belas kasihan
f. Agumentasi yang disangkutkan dengan banyak orang
g. Argumentasi dengan kewibawaan ahli walaupun keahliannya tidak
relevan.
h. Argumentasi berdasarkan ciri-ciri tak esensial
i. Perumusan yang tergesa-gesa
j. Sebab yang salah
k. Penalaran sirkular
l. Sesat pikir karena terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab
sehingga jawaban tak sesuai dengan pertanyaan.
m. Kesimpulan tidak relevan
19
n. Makna ganda
o. Makna ganda ketata-bahasaan
p. Sesat pikir karena perbedaan logat dan dialek.
q. Kesalahan komposisi
r. Kesalahan divisi
s. Generalisasi tak memadai
9. Kesalahan umum dalam penalaran induktif
Anda harus selalu siap memberikan kritik dengan cara melakukan teknik-
teknik rekonstruksi dan evaluasi yang telah dijelaskan paal-pasal sebelumnya.
Jika Anda menyebutkan bahwa suatu argumen mengandung kesalahan
tertentu, anda harus siap untuk menjelaskan letak kesalahan atau kesimpulan
yang patut dipertanyakan.
9.1 Menilai penalaran Induktif dengan Standar Deduktif
Kita tidak perlu menolak suatu kesimpulan induktif semata-mata
karena buktinya tidak dapat menjamin kebenaran kesimpulan itu.
Jaminan memang bukan karakteristik induksi, dan kita jangan menilai
argumen induktif dengan standar deduktif.
9.2 Kesalahan generalisasi
- Generalisasi yang Terburu-buru
- Kesalahan Kecelakaan
- Kesalahan Penggunaan Bukti Secara Salah
- Kesalahan Statistikal
- Kesalahan Kausal
- Kesalahan Analogi
20
BAB IV
MODUL ETIKA MPKT
1. Perbedaan Etika dan moralitas
Ada dua kata yang seringali rancu penggunaannya, yaitu etika dan moralitas.
Etika dan moralitas memang dua kata berhubungan errant dan seringkali orang
menggunakan dua kata tersebut secara bergantian tapi tidak tepat.
Secara etimologi, istilah etika berasa dari kata Yunani “ethikos” yang artinya
kebiasaan. Dalam perkembangannya, etika mengacu pada seperangkat aturan, prnsip
dan cara berpikir. Secara umum maka etika diartikan sebagai cabang ilmu filsafat
yang menyelidiki suatu sistem prinsip moral.
Lain halnya dengan moralitas yang berasal dari kata Latin “moralis” yang artinya
tata cara. Secara terminologis moralitas sering kali dirujuk sebagai diferensiasi dari
keputusan dan tindakan antara yang baik atau yang tidak baik. Moralitas sangan
berhubungan dengan etika karena hal itu adalah objek kajiannya. Etika adalah suatu
abstraksi dalam memahami atau mendefinisikan moral dengan melakukan refleksi
atasnya
Ada asumsi penting terkait masalah penjelasan moral tentang tanggung jawab etis.
Asumsi tersebut di dalam etika, yaitu pentingnya kehendak bebas di dalam
pertangungjawaban etis. Sedang dalam soal moralitas hal ini biasanya tidak teralu
dipentingkan.
2. Klasifikasi Etika
2.1 Etika normatif
Etika normative merupakan cabang etika yang penyelidikannya terkait
dengan pertimbangan-pertibangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertindak
secara etis. Dalam etika normatif, muncul teori-teori etika, misalnya etika
utilitariannisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Suatu teori etika
dipahami bahwa hal tersebut mengajukan suatu kriteria tertentu tentang bagaimana
seseorang harus bertindak dalam situasi etis.
21
2.2 Etika Terapan
Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori etika secara lebih
spesifik kepada topic-topik kontroversial baik pada domain privat atau public seperti
perang, hak-hak bnatang, hukuman mati dan lain-lain. Berbeda dengan permasalahan
etis yang lebih bersifat universal, seperti kewajiban untuk tidak berbohong, dan tidak
terbatas suatu masyarakat tertentu saja. Dengan begitu bisa dimegerti bahwa istilah
etika terapan digunakan untuk menggambarkan upaya untuk menggunakan metode
filosofis mengidentifikasi apa saja yang benar secara moral terkait dengan kehidupan
manusia.
2.3 Etika Deskriptif
Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap
etis oleh individu atau masyarakat. Dengan begitu etika deskriptif bukan sebuah etika
yang mempunyai hubungan langsung dengan filsafat tetapi merupakan sebuah bentuk
studi empiris terkait dengan perilaku-perilaku individual atau kelompok. Penyelidikan
etika deskriptif juga melibatkan tentang apa yang dianggap seseorang atau masyarakat
sebagai sesuatu yang ideal. Oleh karena itu, etika deskriptif melibatkan studi empiris
seperti psikologi, sosiologi, dan antropologi untuk memberikan suatu gambaran utuh.
Etika deskriptif dapat digunakan dalam argumentasi folosifis terkait dengan masalah
etis tertentu.
2.4 Metaetika
Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Focus dari
metaetika adalah arti atau makna dari pernyataan yang ada di dalam etika. Metaetika
juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungksi pernyataan
etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan tersebut
dan bagaimanan pernyataan itu didemonstrasikan.
3.Realisme Etis dan Non-Realisme Etis
3.1 Realisme Etis
Gagasan realism etis berpusat pada manusia menemukan lebenaran etis
yang memiliki eksistensi independen di luar dirinya, konsekuensinya, realism etis ini
22
mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak ada secara independen dari diri manusia
dan pernyataan etis memberikan pengetahuan tentang dunia objektif. Masalah bagi
etika realis adalah manusia mengikuti keyakinan etis yang berbeda-beda. Jika
memang ada kebenaran etis yang nyata di luar sana, maka manusia seharusnya bisa
menemukan dan punya keyakinan etis yang sama.
3.2 Non-realisme Etis
Keberatan terhadap realism etis menimbulkan cara melihat persoalan
etis yang disebut dengan nonrealisme etis. Gagasan utama dari nonrealisme etis
adalah manusia yang menciptakan kebenaran etis. Akan teteapi ada persoalan juga di
dalam relativisme etis. Diantaranya adalah kita merasa bahwa aturan etis memiliki
kualitas yang lebih tinggi daripada sekedar kesepakatan umum dari sekelompok
orang. Lebih jauh lagi, relativisme memiliki masalah dengan persoalan tirani
mayoritas. Dalam relativisme etis, jika kebanyakan orang dalam suatu masyarakat
setuju dengan aturan tertentu, itulah akhir dari masalah etis.
4.Empat Jenis Pernyataan Etika
kita bisa melihat ketika orang mengucapkan pernyataan “pembunuhan itu
tidak baik”, orang merujuk pada hal yng berbeda. Perbedaan ini memberikan
pendekatan yang berbeda pula untuk melihat persoalan etis. Kita dapat menunjukkan
beberapa hal yang berbeda ketika mengatakan hal itu dengan menulis ulang
bernyataan tersebut untuk menunjukkan apa yang benar-benar dimaksud sebagai
berikut:
1. saya mungkin bermaksud membuat pernyataan tentang fakta etis, seperti
“pembunuhan itu adalah salah”. Hal ni adalah realism moral yang
didasarkan pada gagasan bahwa ada fakta nyata dan objektif terkait
masalah etis di alam semesta.
2. Saya mungkin bermaksud hendak menyatakan tentang perasaan saya
sendiri, “saya tidak menyetujui pembunuhan”, hal ini adalah
subjektivisme, dimana mengajarkan bahwa penilaian etis tidak lebih dari
pernyataan perasaan atau sikap seseorang.
23
3. Saya mungkin bermaksud untuk mengespresikan perasaan saya saja “tidak
ada kompromi dengan pembunuhan”. Hal ini adalh emotivisme dimana
merupakan pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari ekspresi
persetujuan atau ketidaksetujuan.
4. Saya mungkin bermaksud ingin memberikan instruksi atau larangan,
seperti “jangan melakukan pembunuhan”. Hal ini adalah preskriptivisme,
yaitu gagasan yang berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau
rekomendasi.
5.Kegunaan etika
Etika sebenarnya tidak secara langsung mengharuskan orang mengikuti hasil
analisisnya. Artinya tidak ada inensi dari etika untuk menekan orang untuk melakukan
suatu tindakan atau keputusan etis sesuai dengan pedoman tertentu. Etika
menyediakan alat-alat analisis untuk berpikir tentang isu-isu moral. Dengan kata lain,
etika memberika sebuah peta moral atau kerangka berpikir yang bisa digunakan untuk
menemukan jalan keluar dari masalah moral yang sulit. Memang harus dimengerti
bahwa etika tidak selalu memberi jawaban yang tepat untuk masalah moral. Hal ini
dikarenakan masalah-masalah moral, seringkali tidak ada jawaban yang tunggal.
6.Immanuel Kant dan Etika Kewajiban
Immanuel Kant membahas secara filosofis tetang apa yang dimaksud dengan
moral. Prinsip moral dapat muncul dari berbagi sumber, diserap dari nilai-nilai agam,
kaidah norma masyarakat, maupun dari hokum yang dibuat oleh negara. Bagi
Immanuel Kant, sika etis tidak datang dari luar individu, ini berkaitan dengan era
dimana Kant mempopulerkan filsafatnya dengan selalu berkata Sapere Aude yang
artinya beranilah berpikir secara mandiri. Etika kewajiban dari Kant mengingatkan
kita betapa pentingnya perbuatan moral yang patuh pada suatu prinsip moral bahwa
kebaikan tersebut intrinsik adanya, dimana pemahaman ini mewajibkan tentang
konsep kebaikan universal.
24
7.Stuart Mill dan Konsep Etika Utilitarian
Utilitarian yang berasa dari kata utility, yang artinya kegunaan, merupakan
teori yang menggap bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah
untuk mencapai kebahagiaan. Tapi seringkali pernyataan kaum utilitarian
disalahartikan menjadi pandangan yang secara general memperbolehkan apapun
untuk mencapai kebahagiaan, inilah kritik terutama bagi kaum utilitarian. Mill
menyatakan bahwa pandangan utitlitarian tidak sesederhana itu dalam menggunakan
kata kebahagiaan. Mill menekankan, keijaksanaan yang utama erta memiliki nilai
moral adalah mengejar kebahagiaan. Dengan meningkatkan kebahagiaan, menurut
etika utilitarian, merupakan objek dari kebijaksanaan.
8.W.D Ross; Intuisi dan Kewajiban
Ross berargumen bahwa sesorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa
yang bernilai baik maupun buruk. Ia mengkritik pandangan utilitarian yang terlalu
menekankan konsep kebahagiaan, bahkan mensejajarkan kebahagiaan dengan
kebaikan. Senada dengan Kant, Ross adalah seorang filosf moral yang menekankan
bahwa tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan individual. Meski terdapat
keserupaan dalam filsafat moral Ross dengan Kant, ada perbedaan penting antara
Ross dan Kant. Ross mengkritik kewajiban sempurna dari Kant. Ia mendebat bahwa
kewajiban sempurna mengaikan bahwa tidak ada perselisihan menyangkut tindakan
moral mana yang harus diprioritaskan. Ross memapakrkan bahwa secara intuitif kita
memahami bahwa manakah prioritas dalam dilemma moral semacam ini. Ide moral
semacam ini disebut oleh Ross sebagai Prima Facie, dimana menunjukan bahwa
sesungguhnya pada pandangan awal yang muncul adalah situasi moral yang hanya
kemunculan semata, tetapi apa yang dimaksud dengan Prima Facie adalah situasi
moral yang dapat ditelaah secara objektif.
Ross menjelaskan enam tipe dari Prima Facie sebagai berikut :
1. Fidelitas : menyangkut bagaimana seseorang memegang komitmennya
2. Kewajiban atas rasa terimakasih
3. Kwajiban berdasarkan keadian
4. Kewajiban beneficence : bersikap dermawan sebagai tanggung jawab
social
25
5. Kewajiban untuk menjaga diri sendiri
6. Kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain
Dari keenam tipe ini, Ross menunjukan bahwan dalam kondisi tertentu kita kerap
terbentuk untuk memutuskan diantara pilihan-pilihan moral. Ross menekankan pada
kemampuan intuitif manusia untuk mengambil keputusan. Dengan begitu, maka ia
menghindarkan dirinya dari pilihan yang menyebabkan keburukan untuk dirinya
maupun orang disekitarnya.
26
top related