ringkasan - lib.geologi.ugm.ac.idlib.geologi.ugm.ac.id/baru/wp-content/uploads/2011/04/ringkasan...3...
Post on 30-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
131
PERANAN GEOKIMIA TERHADAP
STABILITAS LERENG TANAH RESIDU VOLKANIK
DI DAERAH PANTI JEMBER JAWA TIMUR
RINGKASAN
Oleh
Amien Widodo
UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA
2011
232
A. PENDAHULUAN
1. Permasalahan
Sebagian besar longsor di Indonesia berupa aliran debris dan banjir
bandang, seperti yang terjadi Bukit Lawang Bohorok Sumatra tahun 2003, di
Gowa Sulawesi tahun 2004, di Cililin Bandung tahun 2004. Tahun 2006 sampai
2008 terjadi longsor di Banjarnegara, terjadi di Manggarai Nusa Tenggara, di
Sulawesi, di Jawa Barat, dan di Karanganyar Jawa Tengah. Longsor yang terjadi
di Jawa Timur dimulai sejak 1990 di lereng G Wilis dan tahun-tahun berikutnya
kejadian longsor terjadi tahun 2002 di Bondowoso dan di Pacet. Pada tahun
2006 terjadi di Panti Kabupaten Jember yang menyebabkan banyak korban dan
kerusakan yang cukup luas.
Kejadian longsor semakin berisiko karena hampir tiap tahun terjadi
bersamaan dengan datangnya musim hujan dan telah menyebabkan korban jiwa,
kerusakan fisik, kerugian ekonomi yang cukup besar. Bencana longsor sampai
tahun 2005 setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia dan setiap
tahunnya kerugian yang ditanggung sekitar 800 miliar rupiah, sedangkan jiwa
yang terancam semakin banyak (PVMBG, 2005). Jumlah kejadian longsor akhir
akhir ini semakin besar intensitasnya dan cakupan dampaknya semakin luas,
terutama di kawasan gunungapi yang sudah tidak aktif. Hal ini terjadi karena di
kawasan tersebut banyak digunakan sebagai kawasan permukian dan aktivitas
ekonomi.
1
333
Penelitian hubungan kejadian longsor sudah banyak dilakukan. Penelitian
penyebab kejadian longsor dengan jumlah yang banyak pada waktu bersamaan
pada suatu tempat masih sedikit dilakukan. Dugaan awal penyebab terjadinya ini
karena proses pelapukan di daerah ini sudah berlangsung lama dan menghasilkan
tanah yang tebal. Sebagai ilustrasi terbentuknya endapan breksi volkanik hasil
aliran lahar G.Merapi bulan Juni 2006 (Gambar 1a). Aktivitas volkanisme G.
Argopuro Panti Jember sudah berhenti lama dan endapan lahar yang sudah
terbentuk langsung mengalami pelapukan. Tanah hasil pelapukan akan terus
mengalami penebalan dan terus mengalami perubahan fisik-kimia dan terus
semakin menghalus ukuran butirnya atau semakin melunak. Oleh karena waktu
dan oleh karena terletak di lereng yang tajam maka tanah hasil pelapukan akan
retak, kritis dan atau longsor, seperti tersaji pada sketsa 1 sampai 4 (Gambar 1b).
Retakan ini akan menjadi media lewatnya air masuk ke dalam tanah akibatnya di
sepanjang retakan ini akan terjadi translokasi (mineral, unsur-unsur dan bahan
organik), terjadi transformasi dan proses pelapukan lebih intensif dibandingkan
di sekitarnya sehingga terjadi anomali-anomali di sepanjang retakan dan
kemudian terjadi longsor seperti tergambar pada sketsa nomor 5 dan nomor 6
(Gambar 1b). Dugaan lain terjadi karena gempa, namun gempa terakhir yang
terjadi di Jawa Timur pada tahun 2003 dengan skala Richter 6,3.
Permasalahan yang menjadi obyek penelitian disertasi ini adalah adanya
anomali sebelum terjadinya longsor. Untuk itu penelitian difokuskan pada tanah
hasil pelapukan, sifat geoteknik tanah dan kondisi geokimia tanah di lereng yang
berdekatan dengan bidang longsor yang telah terjadi di daerah penelitian.
434
Gambar 1a. Letusan G.Merapi bulan Juni 2006 dan hasil endapannya sebagai ilustrasi terbentuknya endapan breksi volkanik
Gambar 1b. Proses pelapukan batuan breksi volkanik dan sketsa terjadinya anomali serta terjadinya longsor
535
2. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengkaji
karakteristik geokimia dan karateristik geteknik material lereng dan kaitannya
dengan stabilitas lereng tanah residu volkanik Kuarter Tua G.Argopuro Panti
Jember.
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah ditemukannya
keterkaitan umur batuan, tingkat pelapukan batuan dengan proses terjadinya
longsor. Penelitian ini penting karena di Indonesia tanah residu volkanik Kuarter
Tua jumlahnya sangat banyak, tersebar di berbagai tempat dan menjadi lahan
permukiman padat sehingga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai
dasar dalam menganalisis stabilitas lereng tanah residu volkanik Kuarter Tua di
seluruh Indonesia. Disamping itu juga bisa dimanfaatkan sebagai dasar dalam
upaya perbaikan lereng tanah residu volkanik agar material lereng menjadi tidak
longsor.
3. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Lingkup penelitian dibatasi pada :
1. Tanah residu volkanik merupakan hasil pelapukan breksi volkanik di
daerah Panti Kabupaten Jember. Breksi Argopuro merupakan endapan
hasil aktivitas gunungapi G. Argopuro yang berumur Kuarter Tua
2. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Panti Kabupaten Jember Jawa
Timur (Gambar 2). Secara geografis daerah penelitian terletak di
113037’30” - 113038’30” Bujur Timur dan 800’0” - 807’30” Lintang
636
Selatan. Lokasi detil terletak di 113037’30” - 113038’0” Bujur Timur dan
806’10” - 806’20” Lintang Selatan.
3.Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan pengambilan sampel
tanah dengan bor sedalam 30 meter pada pertengahan tahun 2006.
Pemilihan lokasi detil berdasarkan kemudahan dalam mencapai lokasi,
mengingat bahwa sebagian besar titik-titik lokasi longsor terletak di
daerah yang susah dijangkau dan lokasi ini dipilih karena terletak di tepi
jalan serta karena tersingkap juga akar pohon yang menggantung.
4. Pengambilan sampel dengan bor dalam sebanyak 2 titik membutuhkan
waktu sekitar 10 hari sehingga sampel tanah yang diperoleh tidak bisa
langsung dianalisis, dimungkinkan terjadi perubahan sifat fisik tanah
sehingga hasil analisis lebih kecil dan atau lebih besar.
Gambar 2. Lokasi penelitian
737
B. Metode Penelitian
1. Bahan dan alat
Bahan utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah hasil kajian
pustaka, laporan penelitian terdahulu, peta-peta seperti peta geologi, peta rupa
bumi skala 1:25.000 dari Bakosurtanal, Citra LANDSAT ETM+ yang memiliki
ukuran piksel sebesar 30 meter tahun 1994 dan tahun 2002, digunakan juga Citra
ASTER tahun 2004 dan tahun 2008 mempunyai karakteristik 8 bit yang sama
dengan landsat dan juga mempunyai karakteristik spektral yang hampir sama
dengan landsat, peta topografi detil lereng yang longsor hasil pengukuran
langsung, hasil pengamatan di lapangan, hasil pengujian permeabilitas lapangan,
sampel tanah hasil pengeboran dan hasil analisis geoteknik dan geokimia tanah
di laboratorium. Peralatan yang dipergunakan adalah peralatan lapangan seperti
kompas geologi dan palu geologi, kamera, meteran, theodolit, 1 set peralatan bor
dalam, 1 set alat uji penetrasi standar (SPT), 1 set alat sondir, 1 set alat
pengukuran permeabilitas lapangan, alat tulis, dan peralatan pribadi
2. Pengolahan Data
a. Citra.
Tucker et.al., 1997 (dalam Sotomayor, 2002) menyebutkan bahwa NDVI
atau Normalized Difference Vegetation Index merupakan metoda standar dalam
membandingkan tingkat kehijauan vegetasi pada data satelit. Formula untuk
menghitung nilai adalah
NDVI = (kanal NIR - kanal Red) / (kanal NIR + kanal Red)
838
Nilai index mempunyai rentang -1.0 hingga 1.0. Nilai yang mewakili vegetasi
pada rentang 0.1 hingga 0.7, diatas nilai ini menggambarkan tingkat kesehatan
tutupan vegetasi.
b. Analisis dan pengujian sifat fisik (geoteknik)
Pengujian sifat fisik tanah antara lain kandungan distribusi butir, konsistensi,
sifat fisik, kuat geser, sudut geser dalam dan permeabilitas. Cara yang digunakan
menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI).
c. Analisis dan pengujian kimia metode XRF dan XRD
Analisis geokimia tanah dengan metode XRF dan XRD digunakan
untuk menentukan komposisi unsur suatu material. Pada waktu material dikenai
sinar X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dibandingkan
intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan
juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar X
yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya
berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar
X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Ukuran
dan bentuk titik fokus (focal spot) dibuat sekecil mungkin sehingga energi
elektron terpusat pada bagian kecil permukaan target.
d. Analisis dan pembahasan
1. Analisis data keseluruhan yaitu dengan membandingkan penampang vertikal
dari masing-masing hasil pengujian sehingga diketahui adanya anomali.
2. Analisis dan pembahasan keseluruhan data yang diperoleh serta pembuatan
laporan
939
C. Hasil dan Pembahasan
1. Hasil
Longsor dan banjir bandang di Jember menimbulkan kerugian korban
jiwa dan harta benda, serta rusaknya infrastruktur setempat. Adapun daerah
terparah yang terlanda banjir bandang adalah di wilayah Desa Suci, Desa Panti
dan Desa Kemiri, Kecamatan Panti yang termasuk wilayah sub DAS Dinoyo-
Kali Putih. Hasil pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa jumlah
longsor yang terjadi lebih dari 20 tempat, di ketinggian 400 – 1000 meter dari
muka air laut dan lebar mahkota longsor 20 meter – 300 meter dan kedalaman
bidang longsor sekitar 30 meter. Sebagian besar masuk ke lembah sungai,
terkumulasi dan berubah menjadi banjir lumpur yang mengalir deras di
sepanjang sungai, mengerosi tepi sungai sehingga sungai melebar. Banjir lumpur
ini mampu membawa batu besar sejauh > 3 km dan menghancurkan beberapa
rumah yang dilewatinya. Longsor masih mungkin akan terjadi dikarenakan
masih banyak dijumpai retakan-retakan memanjang memotong tebing. (Gambar
3 dan Gambar 4)
Daerah penelitian terletak di DAS Bedadung yang wilayahnya meliputi
sebagian besar wilayah Kabupaten Jember. Berdasarkan curah hujan pada 20
(duapuluh) tahun terakhir, berkisar diatas 400 mm/bulan. Pada tanggal 1 Januari
2006, telah terjadi hujan dengan intensitas tinggi disalah satu stasiun hujan
tercatat 178 mm/jam pada sub DAS Dinoyo-Kali Putih, rata rata curah hujan
sebesar 324 mm/bulan, ini menunjukkan bahwa pada hari tersebut termasuk
curah hujan sangat tinggi (Gambar 5)
103
10
Gam
bar
3. A
lur
dan
bida
ng b
ekas
long
sor
di d
i dae
rah
pene
liti
an
113
11
Gambar 4. Aliran debris dan banjir bandang di Kecamatan Panti Jember.
Berdasarkan analisis NDVI citra satelit ini maka kawasan hutan
mengalami penurunan yang signifikan dari 9.172,89 hektar tahun 1994 berubah
menjadi 3.113,56 hektar tahun 2008 atau mengalami penurunan luas sebesar
66
123
12
6.059,33 hektar. Bersamaan dengan itu terjadi penambahan luas lahan terbuka
dan permukiman, hal ini menunjukkan bahwa selama jangka waktu tersebut
banyak terjadi pembukaan lahan hutan (Gambar 6 dan Gambar 7).
Gambar 5. Grafik curah hujan selama 20 tahun (Tim Gubernur Provinsi Jawa Timur, 2006)
Gambar 6. Penambahan dan pengurangan luas akibat perbedaan temporal/waktu (1994, 2002, 2004 dan 2008)
133
13
Perubahan drastis terutama dari tahun 1994 ke tahun 2002 karena pada
tahun 1997 bersamaan dengan reformasi terjadi pembabatan hutan secara bebas
dan tidak terkendali. Di Jawa Timur pembabatan hutan sampai seakar-akarnya
karena akar tersebut juga diperjual belikan. Hasil penelitian Zimmer (1981)
menyebutkan bahwa longsor terjadi setelah pembabatan hutan selama sekitar 12
tahun, maka untuk di daerah penelitian sekitar 9 tahun kemudian terjadi longsor.
Secara geologis longsor-longsor yang terjadi di daerah penelitian berada
di satuan Breksi Argopuro, untuk itu dilakukan pemilihan lokasi penelitian detil.
Lokasi ini dipilih karena terletak di tepi jalan, mudah dijangkau dan karena
tersingkap juga akar pohon yang menggantung. Elevasi permukaan sekitar 400-
600 meter dari permukaan laut dan terletak di dekat bidang longsor di kawasan
perkebunan karet. Bidang longsor berbentuk melengkung, lebar mahkota longsor
lebih dari 100 meter dengan kedalaman lebih dari 25 meter dari muka
tanah/jalan, secara umum dibentuk oleh tanah hasil pelapukan breksi Argopuro
dengan tebal lebih dari 25 meter (Gambar 8 dan Gambar 9).
Hasil pengujian penetrasi standard (SPT) dan hasil pengujian dengan alat
sondir maka lapisan tanah di daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3
lapisan yaitu lapisan tanah residu, lapisan tanah lapuk dan lapisan batuan dasar
Breksi Argopuro. Lapisan tanah residu mempunyai nilai SPT antara 1-9
pukulan/kaki dan nilai konus < 30 kg/cm2 dikategorikan tanah sangat lunak
sampai lunak dan tebalnya mencapai 16 meter, sedangkan pada titik bor BH-2
sekitar 13 meter karena titik BH-2 posisinya lebih tinggi 3 meter di atas BH-1.
Lapisan tanah lapuk dicirikan dengan nilai SPT 4 - 20 pukulan/kaki dan nilai
143
14
konus > 250 kg/cm2. Lapisan batuan dasar pada kedalaman > 20 meter dengan
SPT > 60 pukulan/kaki (Gambar 10).
G
amba
r 7.
Cit
ra s
atel
it p
erub
ahan
pen
ggun
aan
laha
n hu
tan
berd
asar
kan
data
ND
VI
tahu
n 19
94 ,
2002
, 20
04 d
an 2
0 08
153
15
Gambar 8. Peta topografi daerah penelitian
Gambar 9. Lokasi tempat pengukuran dan pengambilan sampel tanah dengan bor sampai kedalaman -30 meter
a. Mahkota dan bidang longsor b. Akar pohon karet yang terlihat menggantung
79
163
16
Gam
bar
10.
Sif
at g
eote
k nik
tana
h h
asil
pel
apuk
an B
reks
i G.A
rgop
uro
173
17
Hasil pengujian permeabilitas lapangan menunjukkan bahwa tanah di
permukaan sampai kedalaman – 1,0 dan - 2,0 m harga permeabilitasnya antara
1,33 x 10-5 - 9,50 x 10-5 cm/detik. Harga permeabilitas ini menunjukkan bahwa
lapisan tanah permukaan sampai kedalaman 2 meter termasuk lapisan kedap air.
Distribusi ukuran butir lempung terjadi peningkatan persen beratnya di
kedalaman 9-12 meter di titik BH-2 dan di kedalaman 13-15 meter di titik BH-1,
yaitu > 50%. Pada kedalaman > 15 meter terjadi pengurangan persentase butir
lempung (Gambar 11).
Hasil analisis geokimia tanah dengan menggunakan dengan XRF
menunjukkan adanya anomali SiO2/(Al2O3+Fe2O3) (rasio silica-sesquioxides) di
titik BH-1 pada kedalaman 12-15 meter dan di titik BH-2 pada kedalaman 9
meter. Normalnya akibat pencucian dan pelindihan terjadi pengurangan harga
rasio silica-sesquioxides ke arah permukaan dan semakin membesar ke arah
lebih dalam (Tabel 1). Berdasarkan Chemical Index of Alteration (CIA) > 90%
merupakan tanah residu dan dikombinasikan dengan diagram ACNK
menunjukkan bahwa tanah residu didominasi lempung kelompok kaolin
(Gambar 12). Harga Chemical Weathering Index (CWI) sekitar 60%
menunjukkan tanah residu. Hasil analisis bahan organik menunjukkan bahwa
hampir di setiap kedalaman tanah mengandung bahan organik (Gambar 13).
Mineral haloisit mendominasi hampir di setiap kedalaman dan karena
termasuk mineral lempung dari mineral gelas yang amorf maka rekaman XRD
tidak memperlihatkan kristal-kristal yang menonjol seperti umumnya grafik
XRD (Tabel 2). Munculnya mineral-mineral hasil alterasi hidrotermal
183
18
menunjukkan bahwa Breksi Argopuro telah teralterasi, yang terjadi bersamaan
dan atau setelah Breksi Argopuro terbentuk. Mineral-mineral hasil ubahan
hidrotermal seperti mineral kristobalit, tridimit, kuarsa, smektit, kaolin,
monmorilonit bisa bertahan lebih dari 500 tahun.
Untuk mendapatkan lokasi batas bidang longsor maka digunakan
metoda Bishop dan menggunakan program open source XSTABL Untuk itu
lereng dibagi menjadi 4 bagian dengan jarak 55 meter dan 1 bagian dengan jarak
105 meter. Pada jarak 55 meter Hasilnya menunjukkan bahwa pada kondisi
kering, kondisi muka air tanah sejajar batas bawah lapisan tanah residu dan
posisi muka air tanah sejajar permukaan tanah maka batas bidang longsor berada
pada lapisan lapuk dengan faktor keamanan lebih dari 1 (Gambar 14). Pada jarak
105 meter batas bidang longsor berada di lapisan batas antara lapisan lapuk dan
lapisan tanah residu dengan faktor keamanan lebih kecil 1 tidak stabil atau mau
longsor (Gambar 15).
2. Pembahasan
Breksi Argopuro sebagian besar matriknya dibentuk oleh mineral gelas
yang secara alami mempunyai porositas dan permeabilitas tinggi sehingga air
mudah meresap. Setelah endapan breksi volkanik terbentuk bersamaan itu pula
air masuk meresap ke dalam endapan dan proses pelapukan mulai berlangsung.
Berdasarkan data curah hujan 20 tahun terakhir menunjukkan bahwa daerah
penelitian termasuk di kawasan curah hujan tahunan sangat tinggi > 2000 mm.
Keberadaan mineral gelas ini masih terlihat dari hasil XRD (terlampir) yang
memperlihatkan tidak adanya kristal-kristal atau amorf.
Titik Bor BH 1
0% 20% 40% 60% 80% 100%
-15
-12
-9
-6
-3
Ked
alam
an (
m)
Lempung 35.0 54.3 55.0 55.0 43.2
Lanau 45.0 34.7 33.5 34.0 29.1
Pasir 20.0 10.9 11.4 11.0 27.7
-15 -12 -9 -6 -3
Titik Bor BH 2
0% 20% 40% 60% 80% 100%
-15
-12
-9
-6
-3
Ked
alam
an (m
)
Lempung 29.7 49.9 66.0 54.0 39.6
Lanau 56.2 36.0 22.0 36.0 36.1
Pasir 14.1 14.1 12.0 10.0 24.3
-15 -12 -9 -6 -3
193
19
Gambar 11. Perbandingan persen butir tanah hasil pelapukan Breksi Argopuro
Gambar 12. Diagram A-CN-K tanah hasil pelapukan Breksi Argopuro
Gambar 13. Bahan Organik tanah hasil pelapukan Breksi Argopuro
Titik BH-1
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Bahan Organik (%)
Ked
alam
an (
m)
Titik BH-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Bahan Organik (%)
Ked
alam
an (
m)
A - Al2O3
K - K2OCN - CaO+Na2OBH - II
Tanah Residu
Lapuk > 50%
Lapuk sedikit
Nila
i CIA
%
ILSm
K Gi
Sm = Smektit ; IL = Ilit ; K = Kaolin ; Gi = Gibsit
A - Al2O3
K - K2OCN - CaO+Na2OBH - I
Tanah Residu
Lapuk > 50%
Lapuk sedikit
Nila
i CIA
%
ILSm
K Gi
Sm = Smektit ; IL = Ilit ; K = Kaolin ; Gi = Gibsit
% SiO2 TiO2 Al2O3 Fe2O3 MnO CaO MgO Na2O K2O P2O5LOI
(H2O)
mol 60.08 79.90 101.96 159.69 70.94 56.08 40.30 61.98 94.20 141.94 18
BH I% 40.04 1.16 28.54 11.79 0.227 0.41 0.844 0.237 0.164 0.447 15.85
mol 0.666 0.015 0.280 0.074 0.003 0.007 0.021 0.004 0.002 0.003 0.881
% 41.47 1.04 28.39 11.29 0.12 0.53 0.468 0.344 0.238 0.419 15.26
mol 0.690 0.013 0.278 0.071 0.002 0.009 0.012 0.006 0.003 0.003 0.848
% 39.06 1.17 29.68 12.8 0.288 0.371 0.719 0.29 0.218 0.261 14.8
mol 0.650 0.015 0.291 0.080 0.004 0.007 0.018 0.005 0.002 0.002 0.822
% 38.53 1.1 30.35 11.78 0.302 0.319 0.419 0.223 0.352 0.397 15.91
mol 0.641 0.014 0.298 0.074 0.004 0.006 0.010 0.004 0.004 0.003 0.884
% 41.9 1.11 28 11.21 0.314 0.396 0.58 0.465 0.12 0.359 15.47
mol 0.697 0.014 0.275 0.070 0.004 0.007 0.014 0.008 0.001 0.003 0.859
% 40.48 1.11 28.48 11.37 0.268 0.39 0.549 0.279 0.207 0.384 15.86
mol 0.674 0.014 0.279 0.071 0.004 0.007 0.014 0.005 0.002 0.003 0.881
% 41.15 1.04 29.39 11.24 0.277 0.343 0.395 0.284 0.257 0.299 15.05
mol 0.685 0.013 0.288 0.070 0.004 0.006 0.010 0.005 0.003 0.002 0.836
% 41.02 0.948 31.79 10.35 0.129 0.247 0.0898 0.184 0.126 0.153 14.74
mol 0.683 0.012 0.312 0.065 0.002 0.004 0.002 0.003 0.001 0.001 0.819
% 39.52 0.628 28.66 7.2 0.0897 0.199 0.119 0.212 0.0548 0.0949 13.02
mol 0.658 0.008 0.281 0.045 0.001 0.004 0.003 0.003 0.001 0.001 0.723
% 41.26 1.0 31.1 10.66 0.181 0.252 0.114 0.208 0.15 0.178 14.49
mol 0.687 0.013 0.305 0.067 0.003 0.004 0.003 0.003 0.002 0.001 0.805
% 39.04 1.14 28.37 12.69 0.274 0.725 0.885 0.405 0.244 0.314 15.64
mol 0.650 0.014 0.278 0.079 0.004 0.013 0.022 0.007 0.003 0.002 0.869
% 41.99 1.02 28.06 11.21 0.254 0.967 0.575 0.563 0.12 0.359 14.47
mol 0.699 0.013 0.275 0.070 0.004 0.017 0.014 0.009 0.001 0.003 0.804
Keterangan :Sampel diambil di bidang longsor, 1 diambil 1 meter dari dasar lereng, 2 diambil 2 meter dari dasar lereng,
SSF =
bases/alumina (K2O+Na2O+CaO+
MgO)/Al2O3
silica/alumina (SiO2/Al2O3)
95.60
95.60
SSF
BH II
95.60
95.60
95.60
95.60
95.60
95.60
95.60
95.60
95.60
95.60
Indeks pelapukan
Kimia, CWI
Indeks Alterasi Kimia, CIA
0.1582 2.3352 1.8164 0.64
0.1521 2.5394 2.0233 0.61
0.0402 2.2514 1.8471 0.63
0.0374 2.3400 2.0165 0.61
0.0351 2.1897 1.8128 0.63
0.0806 2.3760 1.9097 0.63
0.0976 2.4120 1.9221 0.64
0.1101 2.5394 2.0224 0.62
0.0787 2.1543 1.7265 0.65
0.1080 2.2333 1.7511 0.64
0.64
0.1047 2.4788 1.9769 0.63
0.1208 2.3808 1.8839
silica/sesquisida
(SiO2/(Al2O3+
Fe2O3)
3
6
9
12
15
3
6
9
12
Titik Sampel/ Kedala
man (m)
15
1
2
%100*)komponen semua
) OHTiOOFO(Al(C
223232 mole
WI+++= CIA = [Al2O3/(Al2O3 + CaO + Na2O + K2O)] ⋅ 100 and
CIW = [Al2O3/(Al2O3 + CaO + Na2O)] ⋅ 100
203
20
Tab
el 1
. Has
il an
alis
is g
eoki
mia
tan a
h re
sidu
vo l
kani
k G
.Ar g
opur
o
213
21
Tabel 2 Jenis mineral lempung tanah hasil pelapukan breksi Argopuro
TITIK BH 1Kedalaman
(m)NAMA MINERAL RUMUS KIMIA
-3Montmorillonite-15A Na0.3 ( Al , Mg )2 Si4 O10 ( O H )2 !4 H2 OPalygorskite ( Mg0.669 Al0.0331 )4 ( Si4 O10 )2 ( O H )2 ( H2 O )8
Magnetite Fe3 O4
Halite, potassian, syn K0.2 Na0.8 Cl-6 hydrated halloysite Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 O
Palygorskite ( Mg , Al )5 ( Si , Al )8 O20 ( O H )2 !8 H2 O
-9hydrated halloysite Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 OMuscovite-3\ITT\RG ? ( K , Na ) ( Al , Mg , Fe )2 ( Si3.1 Al0.9 ) O10 ( O H )2
Graphite C
-12
hydrated halloysite Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 OSericite [NR] K2 O !3 Al2 O3 !6 Si O2 !2 H2 OClinochlore ( Mg , Fe , Al )6 ( Si , Cr )4 O10 ( O H )8
Wairakite Ca7.19 Na1.12 ( Si32.59 Al15.38 O96 ) ( H2 O )16
Chloritoid Fe1.81 Mg0.27 Al3.92 Si2 O10 ( O H )4
-15hydrated halloysite Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 OHalite potassian, syn Na.6990 K.3010 ClWairakite Ca7.19 Na1.12 ( Si32.59 Al15.38 O96 ) ( H2 O )16
silicon oxide Si O2
TITIK BH 2Kedalaman
(m)NAMA MINERAL RUMUS KIMIA
-3 hydrated halloysite Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 O
-6Sericite [NR] K2 O !3 Al2 O3 !6 Si O2 !2 H2 OIllite-montmorillonite K Al4 ( Si , Al )8 O10 ( O H )4 !4 H2 OHalloysite Al2 Si2 O5 ( O H )4
Quartz Si O2
-9hydrated halloysite Al2 Si2 O5 ( O H )4 !2 H2 OChloritoid Fe1.77 Mg0.15 Al3.84 Fe0.16 Si2 O10 ( O H )4
Illite-2\ITM\RG#1 [NR] ( K , H3 O ) Al2 Si3 Al O10 ( O H )2
Silicon oxide - HT Si O2
-12metahalloysite Al2 Si2 O5 ( O H )4
Muscovite 2\ITM\RG#1 K Al3 Si3 O10 ( O H )2
Tridymite Si O2
Cristobalite $GB, syn Si O2
SAMPEL DIAMBIL DI BIDANG LONGSOR SSF1 Dickite Al2 Si2 O5 ( O H )4
1 m dari dasar bidang longsor
Halloysite ( O H )8 Al2 Si2 O3
Kaolinite 1\ITA\RG Al2 ( Si2 O5 ) ( O H )4
Quartz Si O2
SSF2 Halloysite Al2 O3 !2 Si O2 !4 H2 O2 m dari dasar bidang longsor
Quartz Si O2
Iron(III) oxide - $-alpha Fe2 O3
223
22
Gambar 14. Analisis bidang longsor dengan metode Bishop dengan jarak 55 meter dengan kondisi tanpa air tanah, air tanah sebagian dan air tanah memenuhi
lereng. 84
233
23
Gambar 15. Analisis bidang longsor dengan metode Bishop dengan jarak 105 meter dengan kondisi tanpa air tanah, air tanah sebagian dan air tanah memenuhi lereng
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
-55152535455565758595105115125135
Kondisi 1 Muka air tanah tidak ada (kering)Faktor keamanan = 0,944
Tanah residu
Tanah LapukBH-II BH-I
Breksi volkanik
340
350
360
370
380
390
400
410
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
340
350
360
370
380
390
400
410
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
120 130330
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
-55152535455565758595105115125135
Kondisi 2 Muka air tanah terletak sejajar dengan batas bawah lapisan tanah residuFaktor keamanan = 0,926
Tanah residu
Tanah lapuk
Breksi volkanik
BH-II BH-I
340
350
360
370
380
390
400
410
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
340
350
360
370
380
390
400
410
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
120 130330
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
-55152535455565758595105115125135
Kondisi 3 Muka air tanah terletak dekat dengan permukaan tanahFaktor keamanan = 0,916
Tanah residu
BH-II BH-I Tanah lapuk
Breksi volkanik
340
350
360
370
380
390
400
410
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
340
350
360
370
380
390
400
410
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
120 130330
A
B
C
243
24
Berdasarkan hasil yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa
proses pelapukan Breksi Volkanik G. Argopuro yang berumur Kuarter Tua telah
mencapai kedalaman lebih dari 20 meter dari muka tanah terdiri dari tanah
residu dengan tebal 16 meter, tanah lapuk dengan tebal 4 meter. Hasil analisa
besar butir tanah dan konsistensi tanah ini termasuk lanau plastisitas sedang
sampai plastisitas tinggi dan potensi mengembang rendah sampai sangat tinggi
(Tabel 3 dan Gambar 16). Ketebalan tanah residu volkanik lebih dari 12 meter
terletak diatas batuan dasar dan kemiringan lereng secara umum lebih dari 30o
sehingga tanah residu volkanik keadaan kritis,. Hal ini di lapangan ditunjukkan
dengan adanya retakan memotong lereng dan sudah longsor tanggal 1 Januari
2006. Tebalnya tanah residu umumnya melebihi akar vegetasi sehingga vegetasi
hampir tidak ada manfaatnya dalam menahan longsor, walau begitu perubahan
penggunaan lahan dari hutan ke penggunaan lain ikut berperan dalam proses
terjadinya longsor di daerah penelitian.
Hasil pengukuran permeabilitas di lapangan menunjukkan bahwa tanah
hasil pelapukan di permukaan termasuk kedap air sehingga tidak memungkinkan
permukaan tanah melewatkan air ke dalam tanah. Air hujan masuk ke dalam
tanah melewati retakan dan bersamaan dengan itu terjadi proses pelapukan di
sepanjang retakan dan proses translokasi bahan tanah dari permukaan kedalam
retakan. sedangkan translokasi menyebabkan berpindahnya bahan organik dari
permukaan ke dalam retakan. Proses pelapukan dalam retakan ini membentuk
anomali-anomali silica-sesquioxides dan anomali mineral lempung serta bahan
organik. Proses pelapukan juga menyebabkan terjadi penghalusan mineral
PlastisitasRendah Sedang Tinggi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Batas Cair
Bat
as
Pla
sti
s
- 3 m - 6 m - 9 m -12m - 15m
Titik BH - I PlastisitasRendah Sedang Tinggi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Batas Cair
Bata
s P
lasti
s
- 3 m - 6 m - 9 m -12m - 15m - 18m
Titik BH - II
L e m p u n g
L a n a u
L e m p u n g
L a n a u
253
25
sehingga persentase fraksi ukuran butir lempung menjadi lebih besar
dibandingkan di bagian atas dan bawahnya, sehingga nilai SPT nya dan nilai
konusnya rendah .
Tabel 3. Aktivitas tanah dan potensi mengembang
Kedalaman% < 2 mm
Indeks Plastis
(IP)Aktivitas
Potensi Mengembang
Keterangan
BH – I -3 72.26 16.82 0.23 2.12 menengah-6 89 46.39 0.52 25.15 sangat tinggi-9 88.58 18.4 0.21 2.63 menengah-12 89.06 5 0.06 0.11 rendah-15 80 11.17 0.14 0.78 rendah
BH - II -3 75.69 1.7 0.02 0.01 rendah-6 90 13.96 0.16 1.34 menengah-9 88 18.58 0.21 2.70 menengah-12 85.86 1.35 0.02 0.00 rendah-15 85.86 15.97 0.19 1.86 Menengah
Keterangan :
mm 2 butir %
sPlastisita IndeksAktivitas
<= , Potensi Mengembang = 2,16 x 10-3 x (IP)2,44
Gambar 16 Jenis tanah di daerah penelitian
87
263
26
Hasil analisis stabilitas lereng dengan metode Bishop dengan jarak 105
meter menunjukkan bahwa bidang longsor terjadi sejajar dengan tebal lapisan
tanah residu baik dalam keadaan kering maupun dalam keadaan lereng jenuh air.
Bidang longsor yang terjadi di daerah penelitian pada tanggal 1 Januari 2006
sesuai dengan bidang longsor model.
.Masuknya air melewati retakan menimbulkan dispersi unsur kimia dan
material di lereng yang menyebabkan pemiskinan dan pengkayaan. Unsur-unsur
mayor seperti Ca2+, Na+, Mg2+, K+, Mg2+, Si4+, Fe2+ , Fe3+, dan Al3+ secara umum
mengalami penurunan konsentrasi yang dicirikan oleh menunrunnya harga
senyawa oksida atau di dalam istilah geokimia mengalami pemiskinan di
kedalaman 12 meter. Unsur-unsur ini tertranslokasi (alih tempat) ke lain tempat
dan atau tertransformasi (alih rupa) yaitu mengalami pelapukan lebih intensif.
Proses translokasi ini juga menyebabkan berpindahnya bahan organiik, material
berukuran lempung dan atau ditambah dengan proses pelapukan yang intensif
sehingga pada kedalaman 12 meter dijumpai material berukuran lempung cukup
banyak. Oleh karena itu maka silica-sesquioxides mengecil padahal kalau tidak
ada gangguan akan membesar ke arah dalam (Gambar 17a dan 17b).
Masuknya air kedalam retakan juga menyebabkan transformasi yaitu
dengan terbentuknya mineral lempung haloisit di kedalaman 12 meter ke arah
atas dan ke arah bawah sehingga hampir di seluruh tubuh tanah hasil pelapukan
dijumpai mineral haloisit.
273
27
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.3 0.6
0.0 0.3 0.6
P2O5
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.2 0.4
K2O
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.3 0.6
0.2 0.3 0.6
Na2O
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.5 1.0
MgO
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.3 0.6
0.0 0.3 0.6
CaO
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.2 0.4
MnO
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
7.0 10.0 13.0
7.0 10.0 13.0
Fe2O3
0
3
6
9
12
15
18
21
28 30 32
Al2O3
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 1.0 2.0
0.0 1.0 2.0
TiO2
0
3
6
9
12
15
18
21
38.0 40.0 42.0
SiO2
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
70.0 80.0 90.0 100.0
Indeks Alterasi KimiaCIA
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
0.60 0.63 0.65 0.68
0.6 0.63 0.65 0.68Indeks Pelapukan Kimia
CWI
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
1.50 1.75 2.00 2.25
Silica SesquioxidesSiO2/(Al2O3+Fe2O3)
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
2.0 2.3 2.5 2.8
2.0 2.3 2.5 2.8Silica Alumnia
SiO2/Al2O3
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
0.00 0.05 0.10 0.15
Base Alumina(K2O+Na2O+CaO+MgO)//Al2O3
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.3 0.6
0.0 0.3 0.6
P2O5
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.2 0.4
K2O
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.3 0.6
0.2 0.3 0.6
Na2O
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.5 1.0
MgO
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.3 0.6
0.0 0.3 0.6
CaOke
dalam
an (m
)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.2 0.4
MnO
keda
laman
(m)
0
3
6
9
12
15
18
21
7.0 10.0 13.0
7.0 10.0 13.0
Fe2O3
0
3
6
9
12
15
18
21
27 29 31
Al2O3
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 1.0 2.0
0.0 1.0 2.0
TiO2
0
3
6
9
12
15
18
21
38.0 40.0 42.0
SiO2
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
70.0 80.0 90.0 100.0
Indeks Alterasi KimiaCIA
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
0.60 0.63 0.65 0.68
0.6 0.63 0.65 0.68Indeks Pelapukan Kimia
CWI
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
1.50 1.75 2.00 2.25
Silica SesquioxidesSiO2/(Al2O3+Fe2O3)
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
2.0 2.3 2.5 2.8
2.0 2.3 2.5 2.8Silica Alumnia
SiO2/Al2O3
keda
laman
(m)
0.0
3.0
6.0
9.0
12.0
15.0
18.0
21.0
0.00 0.05 0.10 0.15
Base Alumina(K2O+Na2O+CaO+M gO)//Al2O3
keda
laman
(m)
Nilai Konuskg/cm2))
0
3
6
9
12
15
18
21
0 35 70
0 35 70Vane Shear(kg.cm2)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.5 1.0
SPT(Blows/feet)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 25.0 50.0
Keda
laman
(m)
Nilai Konuskg/cm2))
0
3
6
9
12
15
18
21
0 35 70
0 35 70Vane Shear(kg.cm2)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 0.5 1.0
SPT (Blows/feet)
0
3
6
9
12
15
18
21
0.0 25.0 50.0
Keda
laman
(m)
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
-55152535455565758595105115125135
Kondisi 3 Muka air tanah terletak dekat dengan permukaan tanahFaktor keamanan = 0,916
Tanah residu
BH-II BH-I Tanah lapuk
Breksi volkanik
340
350
360
370
380
390
400
410
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
340
350
360
370
380
390
400
410
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
120 130330
BH-II
Bidang longsorhipotetik
J alan
Tanah Residu
BH-ITanah Lapuk
Breksi Volkanik
Gam
bar
17a .
Pen
ampa
n g le
reng
, bid
ang
long
sor
hipo
tetik
, SP
T,
Van
e Sh
ear,
N
ilai
Kon
us, d
an k
andu
n gan
uns
ur-u
nsur
may
or ta
nah
283
28
Gambar 17b. Penampang lereng, bidang longsor hipotetik, rasio basa alumina, silica-sesquioxides, CWI dan CIA
293
29
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Proses geokimia yang terjadi di sepanjang bidang retakan telah
melemahkan kekuatan geser tanah melalui proses translokasi unsur-unsur
bahan semen tanah seperti silika, alumina, oksida besi, bahan organik
dan berpindahnya butiran serta mineral lempung dari permukaan ke
dalam bidang retakan. Pada bidang longsor terjadi anomali silica-
sesquioxides yang mengecil ke arah lebih dalam, anomali indek
pelapukan CIA > 85% sampai kedalaman > 15 meter, terjadi pula
anomali ukuran butir lempung > 50%, dan anomali kandungan mineral
lempung haloisit yang dijumpai di setiap kedalaman serta anomali bahan
organik. Hal ini terjadi karena adanya perpindahan unsur, material dan
proses pelapukan oleh air yang melewati retakan.
b. Ketebalan tanah residu volkanik Kuarter Tua G.Argopuro lebih dari 16
meter dan proses geokimia menyebabkan material lereng menjadi uzur.
Oleh karena terletak di atas batuan dasar yang keras dengan SPT lebih
dari 60 pukulan/kaki, dengan kemiringan lereng lebih dari 300 serta
didominasi oleh material ukuran lempung – lanau, maka tanah residu
volkanik Kuater Tua G.Argopuro dalam keadaan kritis.
303
30
2. Saran
Penelitian ini merupakan salah satu cara dalam memahami longsor yang
terjadi secara bersamaan dalam satu waktu dan mestinya banyak hal-hal yang
belum terungkap sehingga bisa dipakai dalam memahami tentang longsor secara
utuh. Untuk itu disarankan :
a. dilakukan penelitian pengembangan lebih kearah umur dari batuan dan
tanah hasil pelapukannya sehingga diperoleh atau diketahui secara umum
bahwa umur batuan tertentu akan menghasilkan tebal tanah tertentu yang
tidak stabil.
b. dilakukan penelitian pengembangan untuk stabilisasi tanah residu
volkanik Kuarter Tua karena tanah residu Volkanik Tua banyak dijumpai
di Indonesia dan secara umum padat hunian.
c. dilakukan penelitian pengembangan terkait dengan dijumpainya mineral-
mineral alterasi hidrotermal dalam tanah hasil pelapukan Breksi
Argopuro.
313
31
Daftar Pustaka
Aristizabal E., Roser B and Yokota S., 2005. Tropical Chemical Weathering of Hillslope Deposits and Bedrock Source in the Aburra Valley, Northern Colombian Andes, Engineering Geology 81, Elsevier Science, B.V., www.elsevier.com
Campanella D., 1990, Xstabl, Interactive Software Designs, Inc., Civil Eng., Univ. of B.C, Vancouver, CANADA
Darmawijaya I., 1980. Klasifikasi Tanah, IPB Bogor.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur, 2003, Identifikasi Kawasan Rawan Gerakan Tanah dan Longsor Di Jawa Timur Khususnya di Obyek Wisata dan Pemukiman, Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur, Tidak Dipublikasikan, Surabaya.
Duzgo-Aydin N.S., Aydin A. and Malpas J., 2002. Re-assessment of Chmeical Weathering Indeces : Case Study on Pyroclastic Rocks I Hong Kong, Engineering Geology 63, Elsevier Science, B.V., www.elsevier.com.
Jenny, H., 1941, Factors of Soil Formation a System of Quantitative Pedology, Dover Publication, Inc., New York.
Karnawati, D., 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia, dan Upaya Penanggulangannya, Jurusan Teknik Geologi Fakultas teknik universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ISBN 979-95811-3-3.
Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan Jurusan Teknik Sipil ITS, 2007, Kumpulan Hasil Penyelidikan Tanah di Daerah Longsor di G.Wilis, G.Kawi-Tretes, G.Argopuro Jawa Timur, Tidak Dipublikasikan, Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan Jurusan Teknik Sipil ITS, Surabaya.
Mitchcell J.K., 1976. Fundamentals of Soil Behavior, John Wiley and Son Inc, New York
Nyakairu, G.W.A. and Koeberl, C., 2001. Mineralogical and chemical composition and distribution of rare earth elements in clay-rich sediments from central Uganda, Geochemical Journal, Vol. 35, pp. 13 to 28, 2001
Ohba T and Nakagawa M , 2002, Minerals in Volcanic Ash 2: Non-magmatic Minerals , Global Environmental Research. ISSN:1343-8808 Vol.6, No.2, Page. 53-59, Japan
PVMBG, 2005, Pengenalan Gerakan Tanah, tidak dipublikasikan, PVMBG, Bandung
323
32
Raharjo H., Aung K.K., Leong E.C. and Rezaur R.B., 2004. Characteristic of Residual Soils in Singapura as Formed by Weathering, Engineering Geology 73, Elsevier Science, B.V., www.elsevier.com.
Rose, A.W., Hawkes, H.E. and Webb, J.S., 1981. Geochemistry in Mineral Exploration, 2nd ed., Academic Press Inc, London.
Sapei T., Suganda A.H., Astadireja K.A.S dan Suharsono, 1992, Peta Geologi Lembar Jember, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Schroeder D, 1980. Soils Facts and Concept, Int. Potash Institute, Switzerland
Shelby, 1993. Hillslope Materials and Process, Oxford University Press, Oxford
Sotomayor A.I.T., 2002, A Spatial Analysis Of Different Forest Cover Types Using Gis And Remote Sensing Techniques. A Case Study In Shivapuri Area, Nepal. Forest Science Division, Master of Science in Geo-information for Forest and Tree Resource Management, ITC, Enschede, The Netherlands.
Subagio H., Kardono P., dan Sukmantaya I.N., 2006. Integrasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Untuk Analisis Kondisi Permukaan Lahan dan Geomorfologi, Studi Kasus Banjir Bandang Kecamatan Panti dan Kecamatan Rambepuji, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Laporan Penelitian, Bakosutanal, Jakarta
Tan Y. C. and Gue S. S., 2001. The Determination of Shear Strength in residual soils for Slope Stabiliy Analysis, Seminar Cerun Kebangsaan, Cameron Higlands, Malaysa
Tan, K.H. and Troth, P.S., 1982, Silica Sesquioxide Ratios as Aids in Characterization of Some Temerate Region and Tropical Soil Clays, Soil Science Society of America Journal, Vol. 46, No. 5, pp. 1109-1114.
Thomas M., 1994. Tropical Geomorphology, John wiley and Sons Inc., New York
Tim Gubernur Provinsi Jawa Timur, 2006, Analisis dan Evaluasi Bencana Banjir Bandang di Kabupaten Jember, Tidak Dipublikasikan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Surabaya
Wen. B. P., 2001. Quantitative Microstrutural Analysis of Slip Zone of landslide in Granitic Saprolite Hongkong; Geology Society of America Annual Meeting, November, Abstract Paper no. 27-0.
Ziemer R.R, 1981, The Role of Vegetation in the Stability of Forested Slopes, Proceedings-Referate-Exposes XVII IUFRO World Congress, Japan.
top related