review implementasi tax amnesty tax amnesty di …
Post on 17-Apr-2022
9 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
REVIEW IMPLEMENTASI TAX AMNESTY
(Studi Literatur Implementasi Tax Amnesty di Indonesia dan di Beberapa Negara
Lainnya)
Tio Fanny Aritonang
Akie Rusaktiva Rustam, SE., MSA., Ak.
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Abstrak
Penelitian ini akan mengkaji kendala pelaksanaan pengampunan pajak di
Indonesia sebelumnya, menelaah pelaksanaan pengampunan pajak di beberapa negara
yang telah melaksanakan pengampunan pajak, dan melihat potensi akan pelaksanaan
Pengampunan Nasional yang akan dilaksanakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui kendala yang terjadi di pengampunan pajak sebelumnya serta menjabarkan
pengampunan pajak di beberapa negara yang telah menerapkan kebijakan ini, sehingga
DJP dapat melihat potensi dan mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan Pengampunan Nasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif studi kepustakaan. Hasil penelitian menemukan kendala yaitu ketidaksiapan
pemerintah, kurangnya sistem administrasi perpajakan dan rendahnya minat masyarakat
akan kebijakan pemerintah. Dari beberapa negara lain yang telah melaksanakan
pengampunan pajak dikaji dan dihasilkan beberapa strategi menjalankan pengampunan
pajak. Dari hasil ini dapat disimpulkan rekomendasi untuk pelaksanaan Pengampunan
Nasional nantinya didasari dengan analisis potensi Pengampunan Nasional.
Kata Kunci: Pengampunan pajak, RUU, Implementasi, Kendala, dan Potensi.
Abstract
The purpose of the study is, therefore, to identify the obstacles in the past
Indonesia’s tax remission policy and depict the policy of other countries –both are
reliable sources for the DJP to recognize the potentials and some important
considerations prior to implementing the National Amnesty in future years. This study
uses descriptive qualitative design through review on relevant literatures. The result of
the study shows that such factors as the unpreparedness of the government, lack of tax
administration system, and low interest of the people toward the government’s policy
constrain the implementation of tax amnesty. The analysis has also discovered a
number of adaptable strategies taken by other countries in implementing the tax
amnesty. Finally, the study recommends that the future National Amnesty be applied on
the foundation of trustworthy analysis toward the potentials of such policy.
Keywords: Tax amnesty; Bill; Implementation; Obstacle; Potential.
2
PENDAHULUAN
Pajak merupakan penerimaan negara yang terbesar porsinya. Hal ini dikarenakan,
penerimaan yang berasal dari pajak mempunyai umur manfaat yang tak terbatas, lain
halnya dengan penerimaan dari sumber daya alam yang umur pemanfaatannya relatif
terbatas. Pajak dipungut dari warga negara sebagai kewajiban dan dapat dipaksakan
penagihannya, serta tidak memiliki manfaat langsung untuk pihak yang
membayarkannya,
Dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak dan WP terdaftar, maka pemerintah
melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar menyadari pentingnya pajak bagi
kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Selain itu, pemerintah juga berupaya melalui
kebijakan ekstensifikasi maupun intensifikasi pajak serta peraturan tentang perpajakan
yang semakin diperbaharui untuk perbaikan. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah berkaitan dengan upaya peningkatan jumlah WP terdaftar dan peningkatan
rasio pajak negara adalah tax amnesty (pengampunan pajak). Kebijakan ini diharapkan
dapat meningkatkan subjek pajak dan objek pajak juga kembalinya dana-dana yang
berada di luar negeri dan disertai penambahan jumlah WP.
Tahun 2015 beredar wacana tax amnesty akan diadakan kembali di tahun 2016.
Namun, sampai pada saat ini, belum ada kejelasan tentang pelaksanaan tax amnesty. Di
Indonesia sebelumnya telah 2 kali dilaksanakan pengampunan pajak dan semuanya
mengalami kegagalan. Permasalahan dalam implementasi diawali dengan masih
rendahnya kepatuhan wajib pajak; kekuasaan DJP yang mencakup fungsi eksekutif,
legislatif, yudikatif sekaligus yang berarti memiliki peranan dan pengaruh yang besar
menimbulkan ketidakadilan dalam melayani hak wajib pajak, hal ini berpengaruh pada
turunnya tingkat kepatuhan wajib pajak; masih rendahnya kepercayaan masyarakat
kepada aparat pajak dan berbelitnya aturan perpajakan yang menyulitkan masyarakat
(Ragimun, 2012).
Selain di Indonesia tax amnesty juga pernah dilaksanakan oleh beberapa negara,
akan tetapi hasil yang didapatkan berbeda-beda. Ada negara yang berhasil dan tidak
dalam menyelenggarakan tax amnesty. Masing-masing negara yang menyelenggarakan
tax amnesty memiliki latar dan dasar perpajakan yang berbeda.
3
Dengan adanya wacana pelaksanaan tax amnesty di masa mendatang, maka
masalah yang peneliti ambil yaitu analisis kebijakan berfungsi untuk memastikan bahwa
kebijakan yang dilakukan berlandaskan manfaat optimal yang akan diterima oleh
publik, bukan hanya menguntungkan pengambil kebijakan (Nugroho, 2004).
Rumusan Masalah
a. Apa kendala pelaksanaan tax amnesty di Indonesia tahun 1964 dan 1984?
b. Apa strategi pelaksanaan tax amnesty di negara-negara lainnya yang telah
melaksanakan tax amnesty?
c. Bagaimana potensi keberhasilan pelaksanaan tax amnesty di Indonesia di masa
mendatang serta rekomendasi dari pelaksanaan tax amnesty sebelumnya di
Indonesia dan beberapa negara lainnya?
LANDASAN TEORI
Tax Amnesty
Pengampunan pajak (tax amnesty) merupakan kebijakan pemerintah perpajakan
yang memberikan penghapusan pajak yang seharusnya terutang dengan membayar
tebusan dalam jumlah tertentu yang bertujuan untuk memberikan tambahan penerimaan
pajak dan kesempatan bagi wajib pajak yang tidak patuh (tax evaders) menjadi wajib
pajak yang patuh (honest taxpayers) sehingga diharapkan akan mendorong peningkatan
kepatuhan sukarela wajib pajak di masa yang akan datang (Hutagaol, 2007).
Dalam permasalahan yang dirumuskan ada teori yang terkait, yaitu:
a. Untuk rumusan masalah tekait kendala pelaksanaan tax amnesty yang telah
diterapkan di Indonesia pada tahun 1964 dan tahun 1984 teori yang dipakai
untuk menjadi tolok ukur adalah syarat yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaan pengampunan pajak menurut Hutagaol (2007), yaitu : adanya
jaminan kerahasiaan data terungkap, kampanye untuk menyebarluaskanberita
4
pelaksanaan pengampunan pajak, perangkat hukum terkait dengan
pengampunan pajak, dan perbaikan struktur perpajakan untuk menghadapi
pelaksanaan pengampunan pajak. Selain itu, ada aspek-aspek tertentu yang
harus diperhatikan dalam penetapan kebijakan pengampunan pajak yaitu
egibility yang berarti dalam pengampunan pajak ditentukan WP yang dapat
ikut pengampunan pajak; kedua, coverage yang mengacu pada jenis pajak
yang diampunkan; ketiga, incentives yang berfokus kepada daya tarik yang
ditawarkan pengampunan pajak pada WP yang melaksanakan pengampunan;
dan terakhir, duration alias jangka waktu untuk pengampunan pajak.
b. Untuk rumusan masalah terkait dengan pelaksanaan tax amnesty di negara-
negara lainnya yang sebelumnya telah melaksanakan tax amnesty, maka teori
yang digunakan untuk menjadi tolok ukur adalah beberapa kriteria yang
dinyatakan sebagai tolak ukur dalam mengukur keberhasilan pelaksanaan,
yaitu: Sosialisasi tax amnesty sebelumnya dalam jangka waktu yang panjang,
walaupun ada batasan jangka waktu pelaksanaan tax amnesty.; Jaminan tidak
akan adanya tax amnesty di masa mendatang, hanya pada kali pelaksaan
tersebut saja.; Syarat dan ketentuan yang berlaku melakukan pengampunan
pajak tidak sulit.; WP merasa rugi jika tak melaporkan kekayaan yang belum
dilaporkan aspek perpajakannya dan meminta pengampunan pajak.; Jika WP
merasa aman dan nyaman atas asal-usul kekayaan yang dilaporkan ke DJP
untuk diampuni perpajakannya.; Pengampunan pajak menjadi reformasi
perpajakan untuk ke arah yang lebih baik.1
c. Untuk rumusan masalah terkait dengan potensi keberhasilan pelaksanaan tax
amnesty di Indonesia di masa mendatang peneliti menggunakan analisa
SWOT (Strengths,Weaknesses, Opportunities, and Threats). Fungsi dari
analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi
dengan mengindikasikan hal-hal yang dimiliki obyek apakah termasuk dalam
kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman supaya obyek mengetahui
yang dilakukan, agar meminimalisir permasalahan yang dihadapi.2
1 Patrick L. Kelley & Oliver Oldman. 1973. Readings on Income Tax Administration.
2 Fred R. David. 2006. Manajemen Strategis.
5
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian kulitatif deskriptif studi kepustakaan.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang lebih menspesifikasikan kepada
pemahaman atas masalah-masalah sosial berdasarkan keadaan riil yang bersifat
kompleks dan rinci. (Indriantoro dan Supomo, 1999). Metode deskriptif merupakan
metode yang berfokus pada meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi,
suatu pemikiran, ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang yang bertujuan untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan secara akurat, faktual, serta sistematis tentang
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diteliti. Studi kepustakaan
berarti teknik pengumpulan data dengan membuat studi penelaahan terhadap buku-
buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan berhubungan dengan
masalah yang diteliti (Zed, 2008). Alasan bagi peneliti untuk menggunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif studi kepustakaan ini karena landasan untuk
melaksanakan penelitian kualitatif berorientasi pada teori yang sudah ada sebelumnya.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip, foto,
hasil rapat, jurnal kegiatan, artikel, dan sebagainya yang semuanya itu memberikan
informasi bagi proses penelitian.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang dipakai untuk menganalisis yaitu:
a. Pengumpulan data. Peneliti mengumpulkan data-data yang terkait dengan
penelitian dapat berupa studi literatur, dokumentasi, maupun yang lainnya.
Data yang diperoleh haruslah baru dan merupakan hal yang baru untuk diteliti.
b. Reduksi data. Peneliti menyempurnakan informasi dan data yang telah
diperoleh dari langkah sebelumnya. Peneliti menelaah data yang telah
6
dikumpulkan kemudian mengkajinya, sehingga data yang dipakai sebagai
sumber haruslah data yang valid dan memiliki keterkaitan.
c. Penyajian data. Data yang telah direduksi diolah dalam bentuk lainnya oleh
peneliti sehingga bisa dipahami. Peneliti juga melakukan telaah terhadap data
dengan teori hingga dihasilkan pemikiran sebagai hasil.
d. Penarikan kesimpulan. Setelah adanya interpretasi terhadap data dan data telah
sah sesuai dengan fakta yang ada, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai
penelitian tentang masalah tersebut.
PEMBAHASAN
Pengampunan Pajak di Indonesia
Pertama kali dilaksanakan pengampunan pajak di Indonesia pada tahun 1964
dibawah pemerintahan Presiden Soekarno, kebijakan tersebut dilaksanakan untuk
menarik dana dari masyarakat yang dianggap potensial tetapi belum ada pengenaan
pajak. Dasar kebijakan pengampunan pajak tahun 1964 ialah Penetapan Presiden
Republik Indonesia No. 5 Tahun 1964 tentang Peraturan Pengampunan Pajak.
Subyek pengampunan pajak pada tahun 1964 adalah WP Orang Pribadi (WPOP)
dan WP Badan. Obyek pengampunan pajaknya adalah pajak kekayaan, pajak
pendapatan, pajak perseroan serta bea materai modal (atas penempatan modal perseroan
yang belum dilaporkan). Masa berlaku pengampunan pajak pada tahun 1964 satu tahun
yaitu sejak tanggal berlakunya hingga tanggal 17 Agustus 1965. Fasilitas yang
didapatkan berlaku pada modal yang disalurkan usaha produktif bebas dari tuntutan
pajak dan tidak dipersoalkan tentang asal sumber penghasilan untuk modal tersebut.
Pengampunan pajak pada tahun 1984 adalah kedua kalinya dilaksanakan
pengampunan pajak di Indonesia, dan berada dibawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Dasar hukum ditetapkannya tertulis dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
26 tahun 1984, serta diperkuat dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan (KMK)
No. 345/KMK.04/1984 berisi tentang Pelaksanaan Pengampunan Pajak.
7
Subyek pengampunan pajak tahun 1984 adalah semua WPOP dan WP Badan
yang telah atau belum pernah mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak kepada Kantor
Inspeksi Pajak. Obyek pengampunan pajak adalah pajak yang secara keseluruhan belum
atau belum pernah dipungut atau dikenakan aspek perpajakan apapun, sesuai dengan
peraturan undang-undang perpajakan yang berlaku saat itu. Tarif uang tebusan adalah
1% untuk WP yang telah memasukkan Surat Pemberitahuan Terutang (SPT) Pajak
tahun 1983 dan tahun 1984 maksimal pada tanggal 18 April 1984 atau 10% untuk WP
yang memasukkan SPT Pajak tahun 1983 dan tahun 1984 setelahnya. Tarif dikalikan
dengan jumlah kekayaan bersih. Fasilitas yang didapatkan ialah WP melapor untuk
mendapatkan pengampunan pajak, maka dibebaskan dari segala penyidikan dan
pemeriksaan tentang sumber harta atau penghasilan yang dilaporkan dan tidak dituntut
pidana. Periode pengampunan berawal dari tanggal 18 April 1984 hingga tanggal 30
Juni 1985, setelah diperpanjang, dari seharusnya berakhir pada 31 Desember 1984.
Pengampunan Pajak di Negara Lain
Tidak semua negara berhasil melaksanakan pengampunan pajak ini, ada yang
berhasil, namun tidak sedikit pula yang gagal. Dalam penelitian ini, akan dibahas
pelaksanaan pengampunan pajak di 5 negara yang berhasil dan yang gagal dalam
melaksanakan kebijakan pengampunan pajak.
Pada tahun 1997, pemerintah India melaksanakan tax amnesty, dengan jangka
waktu dari Juli sampai dengan Desember 1997. Sebelumnya pernah dilaksanakan tax
amnesty namun tidak berhasil. Pada tax amnesty kali ini, obyek pajak yang diampuni
hanya pelanggaran yang dianggap tidak cukup besar dan tidak terlalu merugikan negara.
Pengadaan publikasi dan kampanye secara besar-besaran pun dilakukan pemerintah
India dengan menyampaikan secara tersirat bahwa pengampunan ini adalah terakhir
kalinya akan dilaksanakan pemerintah India, setelah ini akan dilakukan penegakan
hukum dengan kenaikan sanksi untuk para pelanggar pajak yang ketahuan. Dengan cara
ini, pengampunan pajak India tahun 1997 dianggap berhasil karena mengumpulkan
$2.500.000.000 dengan jumlah WP yang berpartisipasi sekitar 350.000 jiwa.3
3 James Alm. 1998. The Economics of Tax Amnesties.
8
Lain halnya dengan Irlandia pada tahun 1988 yang baru pertama kali
melaksanakan tax amnesty. Dalam kampanye pada saat itu, pemerintah Irlandia
menyampaikan secara tersirat bahwa tax amnesty hanya akan dilaksanakan pada saat itu
saja. Pelaksanaan tax amnesty didukung juga dengan pembenahan struktur pajak secara
keseluruhan yang direformasi. Target dari pemerintah Irlandia adalah peningkatan
penerimaan pajak sebesar $ 50.000.000 akan tetapi penerimaan pajak yang diterima
melebihi ekspektasi yaitu sekitari $ 750.000.000
Tax amnesty yang dianggap berhasil di Italia adalah pada tahun 2009-2010. Tax
amnesty dilaksanakan pada 15 September 2009 yang seharusnya berakhir pada 15
Desember 2009 akan tetapi diperpanjang hingga 30 April 2010. Pada tax amnesty kali
ini, Pemerintah Italia berfokus kepada WP yang bertempat tinggal di Italia (WN Italia)
yang memiliki harta kekayaan baik berupa investasi maupun aset yang berada di luar
negeri yang belum melaporkan serta membayarkan aspek perpajakannya ke
Pemerintahan Italia. Tindak kepatuhan yang diberikan adalah regularisasi dan repatriasi,
warga Italia yang memiliki aset di luar negeri wajib melaporkan hartanya kepada
otoritas pajak Italia dan mengajukan formulir (RW Form) sebagai bagian prosedur
pengembalian. Hingga akhir April 2010, pemerintah Italia berhasil mengumpulkan
penerimaan sekitar €30.000.000.000. Hasil tersebut didapatkan dari sekitar €200
milyaran kekayaan diluar Italia yang tak terdeklarasi.
Keberhasilan pelaksanaan tax amnesty di Afrika Selatan yaitu pada tahun 2003.
Pada tax amnesty ini, ruang lingkup WP yang berpatisipasi dibatasi hanya untuk WP
yang ada di luar negeri yang belum melaporkan dan membayarkan pajak di masa lalu.
Kantor Pajak Afrika Selatan yaitu South African Revenue Services (SARS) melakukan
kampanye secara aktif sebelum pelaksanaan untuk menjaring pendapat WP dan
stakeholders serta untuk memperkenalkan tax amnesty kepada masyarakat Afrika
Selatan pada masa itu.4 SARS memberikan pendidikan dasar pajak untuk WP,
kampanye budaya taat pajak, mengadakan lokakarya kepada target subyek pajak,
menyediakan tenaga penyuluh pajak yang melakukan kunjungan langsung ke
masyarakat untuk membantu masyarakat dalam memahami kewajiban perpajakannya.
Strategi yang digunakan Afrika Selatan dalam tax amnesty 2003 yaitu strategi pull and
4 Urip Santoso & Justina M. Setiawan. 2009. Tax Amnesty dan Pelaksanaannya di Beberapa
Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia.
9
push. Dalam strategi ini, yang dimaksud dengan pull adalah menarik WP dengan cara
memberikan insentif untuk WP yang ikut serta dalam program pengampunan pajak.5
Sedangkan yang dimaksud dengan push adalah memberikan tekanan terhadap WP yang
tidak berpartisipasi. Tekanan yang dimaksud adalah pemberikan perlakuan agar WP
yang tidak berpartisipasi merasa tidak aman dan tidak nyaman misalnya dengan
peningkatan intensitas tax audit WP sebelum dilakukannya tax amnesty sehingga WP
lebih memilih untuk mengikuti kebijakan tax amnesty.
Belgia melaksanakan tax amnesty pada tahun 2004, setelah menerbitkan RUU
pengampunan pajak pada 29 September 2003. UU pengampunan pajak akhirnya
disahkan pada 31 Desember 2003. Pengampunan diberikan selama 1 tahun terhitung
dari tanggal 1 Januari 2004 sampai 31 Desember 2004 dan diberi nama “One Time Full
Relief Declaration” untuk menyamarkan kata pengampunan pajak, karena adanya hal
politik yang sedang terjadi di Belgia (Daryadi, 2007). Target pemerintah Belgia pada
tax amnesty tahun 2004 adalah antara $76.700.000 sampai $89.500.000 akan tetapi hasil
yang didapatkan mengecewakan pemerintah, hanya sebesar $59.900.000. Pada
pelaksanaannya masih banyak ketidakpastian yang mengakibatkan adanya celah yang
masih bisa dimanfaatkan para WP nakal. Masih adanya kesimpangsiuran terutama di
bidang perbankan di Belgia. Sehingga malah banyak WP yang malah menyimpan
dananya di Bank Belgia agar tidak terkena regulasi perpajakan. Hal ini akan merugikan
pemerintah Belgia dalam pelaksanaan tax amnesty. Apalagi bank di Belgia juga
mendukung bahkan menyarankan para nasabah untuk memanfaatkan celah yang ada
(Quaghebeur, 2004).
RUU Pengampunan Nasional 2015
RUU Pengampunan Nasional merupakan implementasi dari Pasal 14 ayat 2 dan
Pasal 23A UUD Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 14 ayat 2 berkaitan dengan
pemberian amnesti atau pengampunan yang ditentukan tata cara pelaksanaannya oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Pasal 23A terkait dengan
setiap pajak yang penggunaannya untuk keperluan negara diatur oleh Undang-Undang.
5 Indonesian Tax Review Digest. 2005. Belajar Mengampuni dari Om Nelson.
10
Subyek pajak berdasarkan pasal 2 RUU Pengampunan Nasional 2015 adalah
setiap orang atau badan terkecuali orang pribadi (OP) atau badan yang sedang atau
dalam proses penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan atau lainnya. Obyek pajak
yang boleh dilaporkan berdasarkan pasal 3 tidak dibatasi oleh lingkup wilayah negara
yang berarti bisa berada di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia, akan
tetapi harta atau kekayaan tersebut diperoleh sebelum berlakunya UU ini nantinya.
Pengampunan yang dapat diberikan atas kewajiban pajak adalah pajak penghasilan
(PPh), PPN dan PPnBM, bea materai, PBB sektor perkebunan, kehutanan dan tambang.
Syarat untuk mengajukan Pengampunan Nasional yaitu memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP); menyampaikan Surat Permohonan Pengampunan Nasional yang
ditandatangani oleh Orang Pribadi atau Badan; membayar uang tebusan; melunasi
seluruh Tunggakan Pajak; dan memberikan surat kuasa kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk membuka akses atas seluruh rekening Orang Pribadi atau Badan yang berada di
bank dalam negeri dan bank luar negeri untuk transaksi setelah memperoleh
Pengampunan Nasional. Fasilitas yang didapatkan WP yaitu penghapusan pajak
terutang, sanksi administrasi perpajakan, dan sanksi pidana dibidang perpajakan untuk
kewajiban perpajakan; tidak dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa,
pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan dan penuntutan tindak
pidana di bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun
pajak; jika ada pemeriksaan pajak atau pemeriksaan bukti permulaan untuk kewajiban
perpajakan sebelum undang-undang ini diundangkan tidak diperiksa dalam rangka
pengampunan ini. Pengampunan juga diberikan terhadap tindak pidana yang dilakukan
untuk memperoleh kekayaan kecuali tindakan yang dilakukan berhubungan dengan
korupsi, terorisme, narkoba, dan perdagangan manusia.
HASIL PEMBAHASAN
Kendala Pelaksanaan Pengampunan Pajak tahun 1964 dan 1984
Dalam pelaksanaan pengampunan pajak, menurut Hutagaol (2007) ada beberapa
syarat yang harus terpenuhi sebelumnya, yaitu: adanya jaminan kerahasiaan data yang
terungkap, kampanye untuk menyebarluaskan berita tentang pelaksanaan pengampunan
11
pajak, perangkat hukum terkait dengan pengampunan pajak, dan perbaikan struktur
perpajakan untuk menghadapi pelaksanaan pengampunan pajak.
Jika pengampunan pajak tahun 1964 dan tahun 1984 dijabarkan menurut syarat
pelaksanaan pengampunan pajak, maka akan didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1
Syarat Pelaksanaan Pengampunan Pajak
Syarat Pengampunan Pajak 1964 Pengampunan Pajak 1984
Jaminan
kerahasiaan data
Adanya jaminan kerahasiaan data,
dibuktikan dengan pengampunan
pajak tahun 1964 yang tidak akan
mengajukan pertanyaan,
penyelidikan mengenai asal-usul
kekayaan yang diungkapkan yang
ingin dilakukan pengampunan
terhadapnya.
Adanya jaminan kerahasiaan data,
dibuktikan dengan Pasal 7
Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 1984
tentang Pengampunan Pajak. WP
yang melaporkan kekayaan untuk
diampuni tidak akan dilakukan
penyusutan fiskal terhadapnya dan
laporan tentang kekayaan yang
diampuni pajaknya tidak dijadikan
dasar penyidikan dan penuntutan
pidana dalam bentuk apapun.
Kampanye
pelaksanaan
pengampunan
pajak
(tidak didapatkan informasi yang
terkait)
Ketidaksiapan pemerintah
mengakibatkan sosialisasi yang
kurang.
Perangkat hukum
Penetapan Presiden Republik
Indonesia No. 5 Tahun 1964
Peraturan Pengampunan Pajak.
Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 1984
tentang Pengampunan Pajak
Perbaikan
struktur
perpajakan
Perbaikan struktur tidak berhasil,
dibuktikan dengan tidak adanya
upaya penegakan hukum dengan
kondisi administrasi perpajakan
yang masih belum direfornasi.
Perbaikan struktur tidak berhasil,
dengan tidak adanya persiapan dari
pemerintah kebijakan lanjutan
dalam menindak WP tidak jujur.
Sumber : Olahan Peneliti
Pengampunan pajak tahun 1964 dan tahun 1984 jika dijabarkan apakah memiliki
aspek yang harus diperhatikan dalam penetapan kebijakan tax amnesty, berikut datanya:
Tabel 2
Aspek Kebijakan Tax Amnesty
Syarat Pengampunan Pajak 1964 Pengampunan Pajak 1984
12
Egibility
Dapat dilakukan oleh semua pihak
baik WP Orang Pribadi (WPOP)
maupun WP Badan.
Dapat dilakukan oleh semua pihak
baik WP Orang Pribadi (WPOP)
maupun WP Badan
Coverage
Pajak yang diampunkan meliputi
segala aspek perpajakan walaupun
ada batasan jenis pajak yang bisa
diampunkan.
Pengampunan pajak yang diberikan
meliputi sega aspek perpajakannya
dan juga bisa diterapkan di semua
jenis pajak (kecuali yang telah
melanggar hukum).
Incentives
Modal yang disalurkan untuk usaha
produktif bebas dari tuntutan pajak
dan tidak dipersoalkan tentang asal-
usul sumber penghasilan untuk
modal tersebut.
WP yang melapor untuk
mendapatkan pengampunan pajak,
dibebaskan dari segala penyidikan
dan pemeriksaan tentang sumber
harta atau penghasilan yang
dilaporkan dan tidak akan dituntut
pidana.
Duration Satu tahun hingga 17 Agustus
1965.
18 April 1984 – 30 Juni 1985
diperpanjang hingga 31 Desember
1984.
Sumber: Olahan Peneliti
Berdasarkan kedua penjelasan dari segi syarat pelaksanaan tax amnesty dan aspek
kebijakan tax amnesty, maka dapat diartikan pada pengampunan pajak tahun 1964
kurang berhasil karena tidak sesuai dengan target pemerintah. Dapat dilihat dari tidak
adanya upaya hukum selanjutnya pasca pelaksanaan tax amnesty, hal ini dapat diartikan
masih kurangnya kesiapan pemerintah dalam melaksanakan tax amnesty tahun 1964.
Walaupun dari segi subyek dan obyek pajak pada pengampunan kali ini melingkupi
hampir semua aspek sehingga kemungkinan jika dilaksanakan dengan lebih baik maka
akan mendapatkan penerimaan yang lebih.
Lain halnya dengan tax amnesty pada tahun 1984, diawali dengan dasar yang baik
yaitu reformasi perpajakan. Akan tetapi sosialisasi yang diberikan tentang sistem
perpajakan yang baru masih kurang, ditambah lagi dengan adanya pelaksanaan tax
amnesty yang masih tergolong baru di masyarakat Indonesia, sehingga jika tidak
didasari dengan sosialisasi yang baik, maka tidak akan memberi manfaat yang
maksimal6 karena masyarakat yang menjadi WP masih tergolong “buta” dalam
pelaksanaan tax amnesty. Namun walaupun dalam tax amnesty sebelumnya ada
kegagalan disertai dengan tidak adanya pengaturan hukum pasca pelaksanaan tax
6 Ria Eva Lusiana. 2008. Kajian atas Formulasi Sunset Policy melalui Kebijakan Pengurangan
atau Penghapusan Sanksi Administrasi berupa Bunga.
13
amnesty, namun sepertinya menurut peneliti, pemerintah masih kurang menyadarinya.
Hal ini dapat dilihat dari masih kurangnya usaha pemerintah dalam mendorong
masyarakat sebagai WP untuk memiliki kesadaran perpajakan sendiri.7
Maka dari hal-hal diatas dapat peneliti tarik kesimpulan, bahwa dalam
pelaksanaan pengampunan pajak tahun 1964 dan tahun 1984 ada terdapat beberapa
kendala, diantaranya:
1. Ketidaksiapan pemerintah dalam menjalankan pengampunan pajak.
Hal tersebut dapat dilihat dari kurangnya sosialisasi yang diberikan dan tidak
adanya pemaksaan dari pemerintah untuk WP yang seharusnya dapat
mengikuti pengampunan pajak, sehingga WP yang seharusnya mengikuti
pengampunan pajak, malah tidak mengikutinya, hingga hasil yang didapatkan
tidak maksimal. Ketidaksiapan pemerintah juga dilihat pasca pelaksanaan tax
amnesty yang tidak diawasi, padahal menurut Hutagaol (2007) salah satu
tujuan tax amnesty adalah untuk menarik WP sehingga di kemudian hari WP
dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya secara sukarela.
2. Kurangnya sarana dan prasarana dalam sistem administrasi perpajakan.
Dalam pelaksanaan tax amnesty tahun 1964 dan tahun 1984, pemerintah tidak
didukung dengan sistem informasi digital seperti sekarang ini yang
memudahkan untuk mengakses data antar wilayah. Hal ini menjadi kendala
dalam pelaksanaan tax amnesty, karena kurangnya informasi pemerintah akan
aset dan kekayaan lainnya yang dimiliki oleh WP, sehingga sulit untuk
memperkirakan dan mendeteksi WP yang seharusnya mengikuti
pengampunan pajak, maupun jumlah harta kekayaan sebenarnya WP tersebut
baik yang mengikuti maupun tidak mengikuti tax amnesty.
3. Kurangnya minat dari WP mengenai kebijakan perpajakan.
Dalam pelaksanaan kebijakan tax amnesty, banyak WP yang kurang berminat
dalam melaksanakan tax amnesty, didukung dengan kurangnya pengetahuan
WP atas kebijakan perpajakan karena sosialisasi yang kurang. Menurut
peneliti, kurangnya minat juga didukung dengan rasa ketidakadilan yang
dirasakan WP dalam pengampunan pajak.
7 Ria Eva Yuliana, Ibid.
14
Telaah Pelaksanaan Tax Amnesty di Beberapa Negara Lain
Banyak faktor yang menjadi kendala ketidakberhasilan Indonesia dalam
pelaksanaan pengampunan pajak. Untuk itu perlu adanya pembelajaran dari negara
lainnya yang telah melaksanakan tax amnesty dan berhasil dalam pelaksanaannya. Hal
tersebut diperhatikan karena keberhasilan pelaksanaan kebijakan tax amnesty sangatlah
dipengaruhi dari strategi yang diterapkan oleh pemerintah selaku penyelenggara.
Banyak negara yang tidak langsung berhasil dalam pertama kali melaksanakan
pengampunan pajak, akan tetapi berhasil di pengampunan pajak setelahnya.
Tabel 3
Pelaksanaan Pengampunan di Negara Lainnya
Kriteria India Irlandia Italia Afrika Selatan Belgia
Waktu
Pelaksanaan
Juli –
Desember
tahun 1997
Januari –
Oktober 1988
15 September
2009 -15
Desember 2009
diperpanjang
hingga 30 April
2010
Tahun 2003
1 Januari
2004 – 31
Desember
2004
Jumlah
Pelaksanaan
8 (delapan)
kali 5 (lima) kali 4 (empat) kali 2 (dua) kali 1 (satu) kali
Subyek
Pengampunan
WP Orang
Pribadi dan
WP Badan
WP Orang
Pribadi dan
WP Badan
WP yang
bertempat
tinggal di Italia
(WN Italia)
yang memiliki
harta kekayaan
berupa investasi
dan aset yang
berada di luar
negeri yang
belum
melaporkan
serta
membayarkan
pajaknya ke
Pemerintah
Italia
WP yang ada di
luar negeri yang
belum melaporkan
dan membayarkan
pajak di masa lalu.
WP Orang
Pribadi dan
WP Badan
Dasar Obyek
Pengampunan
Pelanggaran
yang tidak
cukup besar
dan tidak
merugikan
negara
Pelaporan
pajak yang
belum
dilaporkan
dan
dibayarkan
tanpa adanya
ancaman
sanksi, denda,
Investasi atau
aset asing yang
memiliki nilai
lebih dari
€10.000 dimana
sumber
perolehan
pendapatannya
yang
Modal yang telah
dilarikan ke luar
negeri.
Harta yang
belum
dilaporkan
atau dipungut
pajaknya
yang dimiliki
oleh WP
sebelum 1
Juni 2003,
15
bunga,
tuntutan
hukum
perdata atau
pidana.
didapatkan dari
aset atau
investasi
tersebut berasal
dari asing.
baik didalam
maupun
diluar Belgia
Hasil yang
dicapai
Total
penerimaan
sebesar $
2.500.000.000
dengan WP
yang
berpartisipasi
sekitar
350.000 jiwa.
Target
peningkatan
penerimaan
pajak sebesar
$ 50.000.000
penerimaan
pajak yang
diterima yaitu
sekitari $
750.000.000
Penerimaan
sekitar €
30.000.000.000.
dari sekitar
€200 milyaran
kekayaan diluar
Italia .
Penerimaan
meningkat
2.300.000.000.000
Rand dari sekitar
43.000 aplikasi
permohonan.
Kegagalan
dari target
antara $
76.700.000
sampai $
89.500.000
hasil yang
didapatkan
dibawah
target hanya
sebesar
$59.900.000
Sumber: Olahan Peneliti
Dengan beberapa pelaksanaan tax amnesty diatas, beberapa negara yang berhasil
dalam pelaksanaannya memiliki kriteria pengampunan pajak yang berhasil (Kelley &
Oldman, 1973). Dalam kriteria melakukan sosialisasi, India dan Afrika Selatan
melakukan sosialisasi yang sangat besar dan gencar. Misalnya seperti otoritas
perpajakan Afrika Selatan (SARS) melakukan pendidikan dasar pajak, kampanye
budaya taat pajak, serta lokakarya untuk subyek pajak didukung dengan
ditingkatkannya jumlah tenaga penyuluh pajak yang melakukan kunjungan langsung
untuk membantu masyarakat dalam memahami aspek perpajakannya sendiri.
Lain halnya dengan penjaminan pelaksanaan tax amnesty yang merupakan satu-
satunya dan tidak ada pelaksanaan sejenis yang akan dilakukan kembali. Hal ini akan
meningkatkan animo masyarakat untuk melaksanakan tax amnesty tersebut. Seperti
yang dilakukan oleh India dan Irlandia dalam pengampunan pajak yang diselenggarakan
negara tersebut. Dinyatakan dalam pelaksanaan tax amnesty tersebut, bahwa kali itu
adalah kali terakhir pelaksanaan tax amnesty, sehingga animo WP meningkat untuk
melaksanakan tax amnesty. Hal kebalikannya terjadi di Irlandia, pada pelaksanaan tahun
1988 yang menyatakan bahwa tax amnesty tersebut adalah pertama, terakhir, dan satu-
satunya kesempatan untuk melaksanakannya. Akan tetapi, pada tahun 1993 pemerintah
Irlandia kembali menyelenggarakan tax amnesty, akan tetapi animo masyarakat rendah,
sehingga hasil yang didapatkan tidak seperti pada pelaksanaan sebelumnya.
Syarat yang mudah dilaksanakan oleh WP untuk melakukan pengampunan pajak
juga merupakan kriteria, karena masyarakat awam biasanya jika kebijakan publik
16
tersebut sulit, maka animo untuk melaksanakannya akan semakin kecil, karena sulit
untuk pemahamannya. Di Irlandia, pada saat pelaksanaan tax amnesty, para WP yang
ingin melaksanakan pengampunan pajak hanya dengan melakukan pelaporan dan
pembayaran pajak serta dengan tidak adanya ancaman sanksi, denda, bunga, tuntutan
hukum, dsb terkait dengan harta kekayaan yang dilaporkan dalam pengampunan pajak.
Adanya tuntutan yang membuat WP merasa rugi jika tidak melaksanakan tax
amnesty juga menjadi salah satu kriteria seperti yang dijalankan oleh Italia dan Afrika
Selatan dalam masing-masing pelaksanaan tax amnesty. Di Italia, akan ada sanksi
pertahunnya jika pelaksanaan perpajakan tidak sesuai dengan formulir. Lain dengan
pelaksanaan di Afrika Selatan yang menggunakan strategi pull and push, arti push
adalah jika WP yang dianggap harusnya mengikuti pelaksanaan tax amnesty, namun
tidak mengikutinya akan diberikan tekanan berupa perlakuan agar WP tersebut merasa
tidak aman dan nyaman. Hal yang dilakukan adalah dengan peningkatan intensitas tax
audit WP secara keseluruhan, sehingga WP lebih memilih untuk mengikuti tax amnesty.
Berkebalikan dengan kriteria diatas, kriteria ini menjadikan WP merasa aman dan
nyaman ketika melakukan pengampunan pajak. Di Afrika Selatan, berkebalikan dengan
push, strategi pull berarti menarik WP dengan adanya insentif jika WP mengikuti
pengampunan pajak. Insentif yang diberikan dapat berupa penghapusan denda, bunga,
ataupun sanksi, dan yang lainnya, sehingga WP merasakan keuntungan dalam
melaksanakan tax amnesty. Kriteria ini bisa juga dilihat dari pelaksanaan tax amnesty
yang tidak mengenakan audit atas sumber harta kekayaan yang dilaporkan dalam
pengampunan pajak serta tidak adanya tuntutan hukum yang diberikan atas harta
kekayaan yang dilaporkan. Hal seperti ini dilakukan di Italia dan juga Irlandia.
Terakhir, dasar pelaksanaan tax amnesty yang didasari sebelumnya dengan
reformasi sistem perpajakan yang dilakukan di negaranya masing-masing. Hal tersebut
akan mendukung pelaksanaan dan juga mendukung reformasi yang dilakukan
sebelumnya. Negara yang melakukan reformasi sebelum melaksanakan tax amnesty
adalah India, Irlandia, dan Afrika Selatan.
Dalam telaah pengampunan pajak di beberapa negara di atas, ada beberapa negara
yang telah menyelenggarakan tax amnesty beberapa kali, ada yang baru pertama kali
17
melaksanakan tax amnesty. Ada negara yang berhasil dalam pelaksanaan tax amnesty,
namun ada juga yang gagal dalam pelaksanaannya. Menurut peneliti, kesimpulan dari
telaah tax amnesty beberapa negara diatas adalah sebagai berikut:
1. Adanya reformasi pajak terlebih dahulu sehingga kebijakan ini dapat menjadi
salah satu manfaat yang dirasakan secara langsung dari reformasi pajak
tersebut. Apalagi jika reformasi pajak dilakukan secara menyeluruh dan
diikuti dengan penambahan jumlah fiskus yang meningkatkan kinerja otoritas
pajak negara tersebut. Ditambah lagi dengan data yang baik terkait WP yang
seharusnya mengikuti pengampunan pajak.
2. Adanya dasar hukum yang jelas yang mengatur tentang pengampunan pajak
dari sebelum, saat pelaksanaan, hingga pasca pelaksanaan tax amnesty.
Sehingga manfaat pelaksanaan tax amnesty tidak hanya terbatas ketika
pelaksanaannya saja, akan tetapi juga setelahnya. Maka di tahun mendatang
pemerintah dapat melakukan pengawasan perpajakan untuk WP yang telah
menjalani pengampunan pajak tersebut.
3. Diperlukan kampanye pengampunan pajak, bisa dengan sosialisasi secara
langsung ke masyarakat ataupun publikasi ke berbagai media massa. Dengan
berkembangnya pengetahuan masyarakat akan adanya pengampunan pajak
maka kemungkinan akan meningkatkan minat untuk melaksanakannya.
Sebaiknya diikuti juga dengan kampanye yang menyatakan bahwa
pengampunan pajak kali ini adalah terakhir kalinya dilakukan, sehingga
masyarakat akan lebih memiliki motivasi untuk melaksanakannya.
4. Tidak terlalu sering melaksanakan tax amnesty ataupun hal sejenis dalam
waktu yang berdekatan yang akan mengakibatkan ketidakefektifan dalam
pelaksanaan tax amnesty dan menurunkan animo masyarakat serta tidak ada
efek jera yang dirasakan WP yang masih mangkir dari pengampunan pajak.
5. Memperhatikan unsur-unsur dalam pengampunan pajak, seperti jenis, obyek,
subyek, fasilitas, tarif, dan hal mendasar lainnya tentang pengampunan pajak.
Lebih baik jika dalam pelaksanaannya memiliki fokus, sehingga pemerintah
dapat memberi batas dan dapat meningkatkan kinerja.
18
6. Memperhatikan lembaga lainnya yang terkait dengan pelaksanaan tax amnesty
serta melaksanakan perjanjian kerjasama yang baik..
7. Adanya peraturan tentang pasca pelaksanaan pengampunan pajak yang
disertai dengan peningkatan sanksi yang tegas, sehingga pasca pelaksanaan
tax amnesty ada manfaat yang dapat dilaksanakan secara kontiniu.
Potensi bagi Pelaksanaan Pengampunan Nasional
Untuk dapat melihat potensi dari implementasi Pengampunan Nasional 2015,
maka dapat digunakan analisis strength, weakness, opportunity, and threat (SWOT).
Fungsi dari analisis SWOT adalah untuk mendapatkan informasi dari analisis situasi
dengan mengindikasikan hal-hal yang dimiliki obyek apakah termasuk dalam kekuatan,
kelemahan, kesempatan, dan ancaman agar obyek dapat mengetahui apa yang harus
dilakukan, sehingga meminimalisir permasalahan yang dihadapi (David, 2006). Analisis
SWOT pada Pengampunan Nasional 2015, dapat dijabarkan sebagai berikut:
Strengths (Kekuatan)
1. Telah adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Nasional
2015 yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tax amnesty nantinya.
2. Adanya strategi baru di pengampunan pajak yaitu ketentuan untuk
diberikannya surat kuasa untuk membuka akses WP untuk bank-bank yang
dimiliki WP jika WP telah diberikan pengampunan pajak. Hal ini dapat
menjadi dasar pengawasan pasca pelaksanaan tax amnesty.
3. Kebijakan pengampunan pajak merupakan kebijakan yang memberikan
manfaat bagi WP sehingga menambah daya tarik pengampunan pajak.
Weaknesses (Kelemahan)
1. Pernah gagal dalam penerapannya yaitu pada pengampunan pajak tahun 1964
dan tahun 1984. Kegagalan pada saat itu memberikan dampak negatif, juga
pengampunan pajak seharusnya hanya dilakukan sekali.
19
2. Pembahasan tentang dasar hukum yang sampai sekarang belum disahkan dan
ditentukan pelaksanaannya. Sehingga belum bisa dipastikan kapan
pengampunan pajak akan dilaksanakan.
3. Adanya kemungkinan terjadi kecurangan yang dilakukan WP dengan fiskus.
4. Jumlah fiskus yang tidak sebanding dengan WP dengan jumlah fiskus sekitar
4.500 orang dibandingkan dengan jumlah WP sekitar 20.000.000 orang.
Opportunites (Kesempatan)
1. Telah suksesnya beberapa negara yang telah melaksanakan tax amnesty.
2. Dapat meningkatnya dana-dana yang disimpan di luar negeri untuk masuk ke
Indonesia (repatriasi dana). Adanya hal tersebut dapat meningkatkan
penerimaan negara.
3. Jika dilaksanakan tax amnesty, maka WP yang mendaftarkan diri dan
mengikuti pengampunan pajak semakin menigkat, sehingga penerimaan pajak
negara juga meningkat.
Threats (Ancaman)
1. Adanya beberapa kasus yang terkait dengan kinerja otoritas perpajakan (DJP)
sehingga masyarakat memiliki pandangan yang sedikit negatif tentang aspek
perpajakan di Indonesia.
2. Adanya pertukaran informasi kekayaan secara otomatis untuk keperluan pajak
yang disebut Automatic Exchange of Information (AEoI) yang mulai berlaku
pada tahun 2018, dimana terjalin kerjasama antar negara G20 untuk bertukar
data dan informasi perbankan.
3. Tax ratio Indonesia yang masih rendah, pada tahun 2016 ini rasio berada di
kisaran 11% dimana itu berada dibawah standar negara ASEAN dan
Organisation on Economic Cooperation and Development (OECD).
Rendahnya tax ratio berarti membutuhkan usaha yang lebih untuk
meningkatkan rasio penerimaan pajak, salah satunya pengampunan pajak.
20
Dari analisis SWOT, dapat digambarkan tentang kesempatan dan ancaman dari
eksternal yang dihadapi serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, yaitu:
Tabel 4.4
Matriks SWOT
STRATEGI Strength (Kekuatan) Weakness (Kelemahan)
Opportunity
(Kesempatan)
SO
Pengampunan pajak merupakan
kebijakan yang memberikan manfaat
bagi WP sehingga bisa menarik WP
untuk menjalankannya, jika
dilaksanakan WP yang mengikuti
pengampunan pajak meningkat
sehingga WP terdaftar dan
penerimaan pajak pun meningkat.
WO
Telah suksesnya beberapa negara lain
dalam melaksanakan tax amnesty
berarti meningkatkan kemungkinan
keberhasilan pelaksanaan tax amnesty
Indonesia walaupun dalam
pelaksanaan sebelumnya mengalami
kegagalan.
Threat
(Ancaman)
ST
Adanya strategi baru yaitu keharusan
untuk memberi wewenang berupa
surat kuasa kepada DJP untuk
membuka akses bank WP yang
mengikuti pengampunan pajak
sehingga bisa menjadi dasar
pengawasan pajak kedepannya. Hal
tersebut berarti akan meningkatkan
tax ratio Indonesia kedepannya yang
saat ini masih rendah sekitar 11 %.
WT
Perbaikan dilakukan dalam DJP agar
mempersempit kecurangan yang
dilakukan oleh aparat DJP sendiri
untuk menurunkan pandangan negatif
dari masyarakat tentang kinerja
otoritas perpajakan yang memiliki
beberapa kasus terkait pajak.
Sumber : Olahan Peneliti
Dari analisis yang dijabarkan diatas, dapat disimpulkan, bahwa Indonesia
memiliki potensi besar dalam pelaksanaan tax amnesty tersebut. Namun, harus adanya
kejelasan tentang dasar dan perangkat hukum yang terkait dengan Pengampunan
Nasional dan juga kesiapan pemerintah dalam menjalankan tax amnesty, sehingga
manfaat pelaksanaan dapat dicapai secara maksimal.
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan disertai dengan analisis pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat peneliti tarik kesimpulan:
21
1. Dalam pelaksanaan pengampunan pajak tahun 1964 dan tahun 1984 di
Indonesia, kendala yang terjadi berkisar diantara ketidaksiapan pemerintah
dalam menjalankan pengampunan pajak yang mengakibatkan kurangnya
pengetahuan masyarakat dan juga kurangnya pengawasan yang diberikan
kepada WP baik yang melaksanakan pengampunan pajak maupun yang
seharusnya melaksanakan akan tetapi menghindari pengampunan pajak. Selain
itu, dengan masih terbatasnya alat sarana dan prasarana dalam sistem
administrasi perpajakan maka pemerintah mengalami kekurangan informasi.
Terakhir, rendahnya minat masyarakat dalam melaksanakan kebijakan publik,
termasuk tax amnesty yang merupakan kebijakan perpajakan.
2. Dilihat dari 5 negara yang dikaji pelaksanaannya, maka ada beberapa hal yang
memang perlu perhatian pemerintah dalam persiapan untuk menjalankan tax
amnesty nantinya, diantaranya adanya reformasi pajak terlebih dahulu
sebelum pelaksanaan; dasar hukum yang rincu mengatur dari pra, saat, dan
pasca pelaksanaan tax amnesty; sosialisasi melalui kampanye secara gencar;
tidak melaksanakan tax amnesty dan hal sejenisnya secara berturut-turut;
berfokus pada unsur pengampunan pajak yang diberikan; memperhatikan dan
mengawasi kinerja lembaga yang memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan
tax amnesty; dan peningkatan sanksi pasca pelaksanaan agar menimbulkan
efek jera.
3. Dalam Pengampunan Nasional 2015, Indonesia memiliki potensi untuk
melaksanakannya. Akan tetapi dibutuhkan dasar dan perangkat hukum yang
jelas serta kesiapan pemerintah dalam melaksanakan pengampunan agar
manfaat pelaksanaan tax amnesty dapat dicapai secara maksimal.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang tertera diatas maka peneliti dapat memberikan
saran, yaitu:
1. Perlu adanya persiapan dari pemerintah untuk menjalankan Pengampunan
Nasional mulai dari pra, saat, sampai pasca pelaksanaan, agar kegagalan yang
dialami pada tahun 1964 dan tahun 1984 tidak terulang. Pada pra pelaksanaan,
22
sebaiknya dimulai dari pengesahan UU yang menjadi dasar Pengampunan
Nasional, dan sebelum penerapan UU dilakukan perlu adanya sosialisasi yang
dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat. Untuk mengetahui target
yang tepat, maka dibutuhkan data perpajakan yang dapat digunakan untuk
mengetahui WP yang dianggap seharusnya mengikuti pengampunan pajak.
2. Saat berlangsungnya pelaksanaan tax amnesty, harus adanya pengawasan dari
DJP untuk WP yang mengikuti pengampunan harus sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Hal ini untuk memaksimalkan penerimaan yang seharusnya
diterima oleh Indonesia. penambahan jumlah fiskus juga seharusnya dilakukan
untuk mempercepat dan lebih berfokus pada WP yang mengikuti
pengampunan pajak.
3. Pasca pelaksanaan pengampunan pajak, harus adanya evaluasi yang dilakukan
secara menyeluruh tentang pelaksanaan yang dilakukan. Adanya kebijakan
dan sanksi yang diberikan untuk para WP yang masih menghindar dari
kewajibannya pasca pelaksanaan pengampunan pajak juga dibutuhkan agar
adanya tindak lanjut kepada WP yang masih menghindar dan tidak
memanfaatkan pengampunan pajak ataupun kepada WP yang masih curang
dalam melaporkan harta kekayaan yang mau diberi pengampunan pajak.
Selain itu, dibutuhkan pengawasan agar pelaksanaan tax amnesty tidak hanya
memiliki manfaat pada periode pelaksanaannya saja, akan tetapi WP yang
mengikuti pengampunan pajak, dapat secara kontiniu melaporkan dan
membayarkan pajaknya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan penerimaan
pajak dan juga untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat akan kredibilitas
kinerja pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Alm, James. 1998. Tax Policy Analysis : the Introduction of a Russian Tax Amnesty.
Working Paper. Georgia State University.
__________. 1998. The Economics of Tax Amnesties. Working Paper. University of
Colorado at Boulder.
Anonim, Instruksi Presiden Republik Indonesia No. Instruksi2/KOTOE tahun 1962
23
______, Instruksi Presiden Republik Indonesia No. Instruksi6/KOTOE tahun 1962
______, Keputusan Menteri Keuangan No. 345/KMK.04/1984 tentang Pelaksanaan
Pengampunan Pajak.
______, Keputusan Menteri Keuangan No. 966/KMK.04/1983 tentang Faktor
Penyesuaian Untuk Perhitungan Pajak Penghasilan.
______, Keputusan Presiden Nomor 26 tahun 1984.
______, Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1964 tentang Peraturan
Pengampunan Pajak.
______, Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional tahun 2015.
______, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
______, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Arini, Ranti Kusuma. 2008. Kebijakan Pengampunan Pajak di Indonesia. Skripsi.
Universitas Indonesia.
Darussalam. 2014. Tax Amnesty dalam Rangka Rekonsiliasi Nasional. Inside Tax. Edisi
26.
Darussalam & Adri A. L. Poesoro. 2016. Does Indonesian Tax Office Need Another
Amnesty?. www.thejakartapost.com, diakses 15 Februari 2016.
Darussalam. 2016. Tax Amnesty dalam Rangka Rekonsiliasi Nasional (Bagian I dan
Bagian 2). www.selasar.com, diakses 20 Maret 2016
Daryadi, Waluyo. 2007. Tax Amnesty : dari Masa ke Masa. Indonesian Tax Review.
Volume VI/Edisi 23.
David, Fred R. 2006. Manajemen Strategis. Edisi Kesepuluh. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat.
Deny, Septian. 2016. “Ini Alasan Pemerintah Kukuh Beri Pengampunan Pajak.
www.bisnisliputan6.com, diakses 17 Mei 2016.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 4.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Devano, Sony & Rahayu Kurnia. 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta:
PT Kencana.
24
Euromoney Institutional Investor. 2004. Belgian Tax Amnesty Fails To Meet Target.
International Tax Review.
Haryanto, Joko Tri. 2016. Tax Amnesty dan Kinerja Perpajakan 2016. Media
Keuangan. Vol XI/No 103.
Hutagaol, Jhon. 2007. Perpajakan : Isu-Isu Kontemporer. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Indriantoro, Soepomo & Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis. Edisi
1. Yogyakarta : BPFE.
Kelley, Patrick L. & Oliver Oldman. 1973. Readings on Income Tax Administration.
New York : The Foundation Pres, Inc.
Lestari, Daurina & Chandra G. Asmara. 2016. Tax Amnesty Pernah Berlaku di Era
Soekarno dan Soeharto. www.bisnis.news.viva.co.id, diakses 10 Mei 2016.
Luitel, Hari Sharan. 2005. Essays on Value Added Tax Evasion and Tax Amnesty
Programs. Dissertation. West Virginia University.
Lusiana, Ria Eva. 2008. Kajian atas Formulasi Sunset Policy Melalui Kebijakan
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Berupa Bunga. Skripsi.
Universitas Indonesia.
Mookherjee, Dilip & Arindam Das-Gupta. 1995. Tax Amnesties in India : An Empirical
Evaluation. Journal. University of Maryland.
Nurmayanti. 2016. DPR Diminta Mendahulukan RUU Pengampunan Pajak.
www.bisnis.liputan6.com, diakses 05 Maret 2016.
_________, 2016. ”Menunggu Lolosnya RUU Pengampunan Pajak.
www.bisnis.liputan6.com diakses 05 Maret 2016.
Redaksi. 2005. Belajar Mengampuni dari Om Nelson. Indonesian Tax Review Digest.
Petunjuk Pelaksanaan Pengampunan Pajak (K.P.P.I) Dilengkapi Tata Cara Permohonan
dan Fasilitas Penanaman Modal yang Berkaitan dengan Pengampunan,
Penghapusan, Penyusutan, Pembebasan, dan Penghentian Pajak. 1984. Cetakan I.
Surabaya : Sinar Wijaya
Quaghebeur, Marc. 2004. What Belgium’s Tax Amnesty Will Mean. International Tax
Review.
Ragimun. 2014. Analisis Implementasi Pengampunan Pajak di Indonesia. Jurnal.
Kementerian Keuangan RI.
Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
25
Santoso, Urip & Justina M. Setiawan. 2009. Tax Amnesty dan Pelaksanaannya di
Beberapa Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia. Jurnal. Universitas
Padjajaran.
Sawyer, Adrian. 2006. Targeting Amnesties at Ingrained Evasion – a New Zealand
Initiative Warranting Wider Consideration?. Journal. University of Canterbury.
Stella, Peter. 1989. Do Tax Amnesties Work?. Journal. International Monitary Fund.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta.
Tambunan, Ruston. 2015. Mengupas Sunset Policy & Tax amnesty, Senjata Kejar
Target Pajak. www.bisnis.liputan6.com, diakses 01 April 2016.
Uchitelle, Elliot. 1989. The Effectiveness of Tax Amnesty Programs in Selected
Countries. Journal. Federal Reserve Bank of New York.
Waluyo. 2014. Akuntansi Pajak. Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat
Zatnika, Asep Munazat. 2016. Parlemen Siap Bahas RUU Tax Amnesty.
www.nasional.kontan.co.id, diakses 18 Maret 2016.
Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Edisi 2. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.
top related