referat tht
Post on 24-Jan-2016
261 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
REFERAT
Abses Leher Dalam
Disusun oleh :Agatha Marcelline Indrawati Wibisono (17120110068)
Grace Megasonia Zebua (17120110073)
Kepaniteraan Klinik Ilmu THTRumah Sakit TNI AL Marinir Cilandak
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanFebruari 2015
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya kami dapat
menyelesaikan referat ini. Referat berjudul Abses Leher Dalam ini disusun dengan
tujuan memenuhi tugas kepaniteraan klinik ilmu THT di Rumah Sakit Marinir
Cilandak. Melalui ini juga kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Muhammad
Agus, SpTHT yang telah membimbing kami dalam penyusunan referat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Sebagai manusia kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan kami
dalam pembuatan referat ini. Oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan
demi kemajuan ilmu pengetahuan tentang THT terutama mengenai Abses Leher
Dalam. Akhir kata, harapan kami adalah semoga referat ini memberikan manfaat
kepada para pembaca.
Jakarta, 18 Februari 2015
2 Referat Abses Leher Dalam
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI......................................................................................................................... 3
BAB I : ANATOMI LEHER DALAM.............................................................................4A. Fasia Leher Dalam............................................................................................................... 4B. Ruang Potensial Leher Dalam........................................................................................7
BAB II : ABSES PERITONSIL (QUINSY)................................................................11
BAB III : ABSES RETROFARING.............................................................................15
BAB IV : ABSES PARAFARING................................................................................ 19
BAB V : ABSES SUBMANDIBULA..........................................................................22
BAB VI : LUDWIG ANGINA......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 27
3 Referat Abses Leher Dalam
BAB I : ANATOMI LEHER DALAM
A. Fasia Leher DalamAbses leher dalam terbentuk didalam ruang potensial diantara fasia leher.
Fasia leher adalah jaringan ikat fibrosa yang berfungsi untuk membungkus organ,
otot, pembuluh darah, dan syaraf pada leher serta membagi leher menjadi beberapa
ruang potensial. Fungsi dari fasia adalah untuk menyokong struktur-struktur yang ada
di leher dan membagi ruangan di leher menjadi beberapa kompartemen dan ruang
potensial.Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian , yaitu fasia servikalis
superfisialis dan fasia servikalis profunda. Dengan memahami fasia leher dalam, kita
dapat mengetahui pola penyebaran infeksi di leher.1
Fasia servikalis superfisialis terletak diantara dermis dan fasia servikalis
profunda. Fasia ini mengelilingi leher, tipis, dan sulit dilihat. Fasia servikalis
superfisialis melekat pada prosesus zigomatikus di bagian superior dan berjalan ke
inferior menuju toraks dan aksila. Struktur yang terdapat didalam fasia servikalis
superfisialis adalah m.platysma, n.fasialis, kelenjar limfe superfisial, vena superfisial (
vena jugularis eksterna) dan jaringan subkutan. 1
Fasia servikalis profunda akan terbagi menjadi 3 lapisan yaitu lapisan
superfisial, media, dan profunda. Fasia servikalis profunda lapisan superfisial atau
Investing Layer menyelimuti seluruh area leher dimulai dari dasar tengkorak hingga
4 Referat Abses Leher Dalam
toraks dan aksila. Lapisan ini menyelimuti seluruh bagian m.trapezius,
m.sternokleidomastoideus, m.masseter, kelenjar parotis dan kelenjar submandibula. 1
Fasia servikalis profunda lapisan media yang memiliki nama lain Lapisan
Pretrakeal terletak di bagian anterior leher. Lapisan Pretrakeal berjalan diantara tulang
hyoid dan toraks, dimana ia akan bersatu dengan perikardium. Lapisan ini terbagi
menjadi dua divisi yaitu divisi muskular dan divisi viseral. Divisi viseral
membungkus organ-organ yang berada di anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea,
dan esofagus. Divisi muskular membungkus m.infrahioid. Fasia bukkofaringeal
adalah bagian posterior dari divisi viseral. Fasia ini terletak di belakang faring dan
esofagus, dan berfungsi untuk menutupi m.buccinator dan m.konstriktor.2
Fasia servikalis profunda lapisan profunda melapisi kolumna vertebralis dan
otot-otot vertebralis seperti m.scalenus, m.prevertebral, dan otot-otot dalam
punggung.Lapisan Prevertebral berjalan dari dasar tengkorak hingga mediastium.
Lapisan ini juga menyelubungi pembuluh darah aksila dan pleksus brakialis sebagai
selubung aksilaris yang keluar menuju tungkai atas. Lapisan ini terbagi menjadi dua
divisi yakni divisi alar dan divisi prevertebra. Divisi alar terletak diantara fasia
servikalis profunda media dengan divisi prevertebra. Divisi ini merupakan dinding
anterior dari “danger space”. Divisi prevertebra terletak dibagian anterior korpus
5 Referat Abses Leher Dalam
vertebra dan meluas hingga ke prosesus transversus. Divisi ini merupakan dinding
posterior dari “danger space”. 2
Selubung karotis adalah fasia yang terbentuk dari ketiga lapisan fasia
servikalis profunda. Selubung karotis berjalan dari dasar tengkorak hingga ke dasar
leher. Selubung ini melindungi struktur-struktur penting seperti a.karotis komunis,
v.jugularis interna, n.vagus. 2
6 Referat Abses Leher Dalam
B. Ruang Potensial Leher Dalam
Ruang potensial ini terletak diantara lapisan fasia servikalis leher dalam.
Ruang potensial ini penting karena melalui ruang ini, infeksi bisa menyebar dari
kepala dan leher menuju organ-organ lain seperti organ mediastinum. 1
Ruang potensial terbagi menjadi dua divisi yaitu divisi muskular dan divisi
viseral. Infeksi yang terjadi pada divisi muskular terbatas hanya pada insersi otot
dengan tulang. Sedangkan infeksi yang terjadi pada divisi viseral dan pembuluh
darah, dapat menyebar ke organ-organ yang jauh dan tidak terbatas pada insersi otot
dengan tulang.1
Ruang Potensial Parafaringeal terletak lateral dari fasia bukkofaringeal. Batas-
batas dari Ruang Potensial Parafaringeal adalah sebagai berikut ; 1
Batas Superior : Dasar tengkorak
Batas Inferior : Tulang Hyoid
Batas Lateral : m.pterygoid, mandibula, dan selubung karotis
Batas Anterior : Pterygomandibular raphe
Batas Posterior : Vertebra servikalis dan otot-otot paravertebra
Batas Medial : Orofaring dan nasofaring
Batas Posterolateral : Selubung karotis
Batas Posteromedial : Ruang Potensial Retrofaringeal
Rute infeksi yang sering terjadi pada Ruang Potensial Parafaringeal adalah
infeksi dari lidah, kelenjar submandibula, Ruang Potensial Parotid, dan abses
peritonsilar. 1
7 Referat Abses Leher Dalam
Ruang Potensial Submandibular merupakan ruang potensial yang terbagi dua
oleh m.mylohyoid. Ruang potensial yang terletak diatas m.mylohyoid disebut Ruang
Potensial Sublingual, sedangkan ruang potensial yang terletak dibawah m.mylohyoid
disebut Ruang Potensial Submaksilaris.1
Batas dari Ruang Potensial Submandibular adalah sebagai berikut ;1
Batas Superior : Mukosa mulut dan lidah
Batas Medial : Mukosa mulut dan lidah
Batas Lateral : Fasia servikalis superior
Batas Inferior : Tulang Hyoid.
Diantara Ruang Potensial Sublingual dan Ruang Potensial Submaksilaris
terdapat Cekung Mylohyoid. Struktur-struktur yang terdapat didalam Cekung
Mylohyoid adalah Kelenjar Wharton, persyarafan lidah, n.hipoglosus, cabang-cabang
pembuluh darah fasial, dan kelenjar limfe. Infeksi yang sering terjadi di ruang
potensial ini adalah Ludwig’s angina.1
Ruang Potensial Mastikator berasal dari servikalis fasia profunda yang
membelah menjadi dua untuk menyelubungi mandibula dan otot mastikasi. Struktur
yang terdapat didalam ruang ini adalah m.masseter, m.pterygoid, ramus dari
mandibula, insersi dari otot-otot temporalis. Ruang potensial ini berkomunikasi
langsung dengan ruang temporal sehingga infeksi yang teradapat di Ruang Potensial
Mastikator juga menginfeksi ruang temporal. Infeksi yang sering terjadi pada ruang
potensial ini adalah infeksi yang berasal dari gigi molar.1
8 Referat Abses Leher Dalam
Ruang Potensial Retrofaringeal terletak diantara servikalis fasia profunda
divisi prevertebral dan fasia bukkofaringeal. Ruang potensial ini terbagi menjadi dua
ruang potensial yaitu Ruang Potensial Retrofaringeal dan “Danger Space” atau Ruang
Potensial Prevertebral atau Ruang Grodinsky. Ruang Potensial Retrofaringeal terletak
diantara faring dan lapisan alar. Ruang Potensial Prevertebral terletak diantara lapisan
alar dan lapisan prevertebral. Infeksi yang terjadi di “danger space” dapat menyebar
hingga ke mediastinum.1
Ruang Potensial Parotid terletak diantara kapsul superfisial dan kapsul
profunda kelenjar parotid. Infeksi yang terjadi di Ruang Potensial Parotid tidak dapat
menyebar ke arah lateral karena kapsul lateral yang sangat kuat yang berasal dari
servikalis fasia superfisial. Namun infeksi dari Ruang Potensial Parotid dapat
menyebar ke arah medial menuju Ruang Potensial Retrofaringeal.1
9 Referat Abses Leher Dalam
Ruang Potensial Peritonsillar memiliki batas sebagai berikut ;1
Batas Superior : Pilar Anterior Tonsil
Batas Inferior : Pilar Posterior Tonsil
Batas Lateral : m.superior pharyngeal constrictor
Batas Medial : Kapsul dari tonsil palatina
10 Referat Abses Leher Dalam
BAB II : ABSES PERITONSIL (QUINSY)
A. Etiologi
Penyebab utama dari abses peritonsil adalah komplikasi dari infeksi
tonsilitis akut dan obstruksi dari Kelenjar Weber yang terletak di kutub atas
tonsil. 7
B. Patofisiologi
Abses peritonsil terjadi di Ruang Potensial Peritonsil yang terletak
diantara pilar anterior tonsil, pilar posterior tonsil, tonsil palatina, dan
m.superior pharyngeal constrictor. Abses peritonsil biasanya merupakan
komplikasi dari akut tonsilitis berulang atau yang tidak ditangani secara tepat
sehingga infeksi menyebar ke daerah sekitar tonsil (peritonsilar) dan juga
Kelenjar Weber. Akibat dari penyebaran tersebut, palatum mole terlihat
membengkak.3
Perjalanan penyakit ini dapat terbagi menjadi beberapa tahapan atau
stadium. Pada stadium awal (stadium infiltrat) palatum mole tampak
pembengkakan dan hiperemis. Selanjutnya akan terjadi supurasi yang
mengakibatkan daerah tersebut menjadi lunak. Pembengkakan dari palatum
mole juga menyebabkan uvula dan tonsil terdorong ke arah kontralateral.3
Peradangan yang terus terjadi juga dapat menginfeksi m.pterigoid
interna sehingga menimbulkan trismus.3
. Jika Kelenjar Weber juga ikut terinfeksi, dapat terjadi selulitis. Infeksi
yang terus berlangsung dapat mengakibatkan nekrosis jaringan dan
terbentuknya kumpulan pus atau abses di Kelenjar Weber. Abses yang
terbentuk dapat pecah secara spontan dan memungkinkan terjadinya aspirasi
ke paru.3
11 Referat Abses Leher Dalam
C. Gejala dan Tanda
Pasien umumnya datang dengan riwayat sakit tenggorokan dan demam
selama 4-5 hari, dengan gejala tambahan odinofagia (nyeri saat menelan),
otalgia (nyeri telinga) unilateral pada sisi yang sama dengan odiofagia,
muntah, foetor ex ore (mulut berbau), hipersalivasi, “hot potato voice” yaitu
perubahan suara yang khas pada abses peritonsil, trismus (sulit membuka
mulut), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.7
D. Diagnosis
Diagnosis utama abses peritonsilar adalah berdasarkan pemeriksaan
fisik. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan palatum mole yang tampak
membengkak, menonjol kedepan, dan teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan
terdorong ke sisi kontralateral. Pembengkakan , hiperemis, dan dislokasi dari
tonsil ke arah media dan inferior, serta dapat juga ditemukan adanya detritus
pada tonsil.7
Pungsi dari abses dan insisi juga dapat dilakukan untuk konfirmasi dari
diagnosis.7
12 Referat Abses Leher Dalam
E. Tatalaksana
Tatalaksana stadium awal atau stadium infiltrasi diberikan antibiotik
(penisilin atau klindamisin) , obat-obatan simptomatik, serta kumur dengan
cairan hangat dan kompres dingin pada leher.7
Bila sudah ditemukan abses, dapat dilakukan pungsi kemudian insisi
untuk mengeluarkan nanah pada daerah abses. Tempat insisi ialah pada
pertengahan garis yang menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas
terakhir pada sisi yang sakit.7
Prosedur emergency tonsillectomy sebenarnya kurang dijadikan pilihan
sebagai terapi utama karena dibutuhkan anestesi secara general, dan
kemungkinan terjadinya post-operative hemorrhage. Namun demikian pada
pasien yang sudah diterapi dengan drainase abses, resiko terjadinya abses
13 Referat Abses Leher Dalam
peritonsil yang berulang masih tinggi. Oleh karena itu dianjurkan untuk
dilakukan tonsilektomi 2-3 bulan setelah menderita abses peritonsil.4
Tonsilektomi yang dilakukan bersama-sama dengan tindakan drainase
abses disebut tonsilektomi a’chaud. Bila dilakukan 3-4 hari sesudah drainase
abses disebut tonsilektomi a’tiede. Bila dilakukan 4-6 minggu setela drainase
abses disebut tonsilektomi a’froid.7
Pada umumnya tonsilektomi dilakukan 2-3 minggu setelah drainase
abses, saat infeksi sudah tenang.7
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada abses peritonsil adalah ;
Abses yang pecah secara spontan dan dapat mengakibatkan perdarahan,
aspirasi paru, dan piemia (septikemia). 7
Dapat juga terjadi penjalaran infeksi dari Ruang Potensial Peritonsillar
menuju Ruang Potensial Retrofaringeal sehingga mengakibatkan infeksi pada
mediastinum.7
Selain itu, bila terjadi penjalaran infeksi ke daerah intrakranial, dapat
menyebabkan trombus sinus kavernosus, meningitis, dan abses otak.7
14 Referat Abses Leher Dalam
BAB III : ABSES RETROFARING
A. Etiologi
Abses di ruang retrofaring dapat disebabkan oleh infeksi bakteri aerob,
anaerob, dan juga bakteri gram negatif pada kelenjar limfa yang tidak
ditangani dengan tepat.7
Selain itu juga dapat disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas yang
mengakibatkan limfadenitis retrofaring, trauma dinding belakang faring oleh
benda asing (tulang ikan, tindakan medis, intubasi endotrakea,dll), serta
tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin).7
B. Patofisiologi
Abses retrofaring umum terjadi pada anak dibawah usia 5 tahun. Hal
ini disebabkan masih terdapatnya kelenjar limfa di ruang retrofaring pada anak
dibawah usia 5 tahun. Pada usia 6 tahun, kelenjar limfa ini akan mengalami
atrofi. Fungsi dari kelenjar limfa ini adalah untuk menerima aliran limfa dari
hidung, sinus paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius, dan telinga
tengah.7
Organisme yang paling sering mengakibatkan adenitis pada kelenjar
limfa di retrofaring adalah staphylococcus aureus dan streptococcus beta-
hemoliticus grup A.7
Adenitis retrofaring yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat
dapat mengakibatkan abses retrofaring. Abses retrofaring sering
15 Referat Abses Leher Dalam
mengakibatkan kematian karena dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas,
mediastinitis, pneumonia aspirasi, abses epidural, trombosis vena jugularis,
sepsis, dan erosi dari arteri karotis.5
C. Gejala dan Tanda
Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada anak dengan abses
retrofaring adalah demam, sakit tenggorokan dan sulit menelan, kekakuan otot
leher, sesak napas, dapat timbul suara nafas stridor, perubahan suara, air liur yang
menetes-netes.5
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya dinding posterior faring
membengkak dan hiperemis disatu sisi , mukosa tampak bengkak dan hiperemis.5
16 Referat Abses Leher Dalam
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakan dari riwayat infeksi saluran nafas atas, trauma
pada faring, dan berdasarkan gejala yang ditemukan seperti sesak
nafas,stridor, dan kaku pada leher.7
Selain itu diagnosis juga dapat ditegakan dari foto X-ray jaringan lunak
leher lateral. Hasil yang akan ditemukan adalah pelebaran ruang retrofaring
lebih dari 7mm pada anak dewasa, serta pelebaran ruang retrotrakeal lebih dari
14mm pada anak dan lebih dari 22mm pada dewasa.7
Akan ditemukan juga berkurangnya lordosis pada tulang belakang.
Namun demikian, foto Rontgen tidaklah spesifik. CT-scan dengan kontras
lebih dapat mendukung diagnosis.7
E. Tatalaksana
Untuk terapi medikamentosa akan diberikan antibiotik dosis tinggi yang
mencakup kuman aerob dan anaerob (penicillin, clindamycin). Obat diberikan
secara parenteral.6
Untuk membedakan dengan retrofaring adenitis, pada retrofaring adenitis
dalam jangka waktu 12-24 jam akan terjadi perbaikan cukup dengan terapi
medikamentosa saja. 6
17 Referat Abses Leher Dalam
Pada pasien dengan retrofaring abses tidak akan terjadi perbaikan hanya
dengan terapi medikamentosa. Dibutuhkan insisi dan pungsi abses. Insisi dan
pungsi abses dilakukan dalam posisi pasien Trandelnburg.6
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada abses retrofaring adalah;
penjalaran infeksi ke ruang parafaring dan ruang vaskular visera, mediastinitis,
asfiksi karena obstruksi jalan napas, pneumonia aspirasi, dan abses paru.7
18 Referat Abses Leher Dalam
BAB IV : ABSES PARAFARING
A. Etiologi
Abses parafaring umumnya disebabkan oleh penyebaran infeksi dari
tonsillitis akut, gigi, faring, sinus paranasal, mastoid, vertebra servikal, ruang
peritonsil, retrofaring, atau submandibula. Selain itu benda asing seperti ujung
jarum suntik yang terkontaminasi saat tonsilektomi juga dapat menyebabkan
abses parafaring.8
B. Patofisiologi
Abses parafaring merupakan suatu keadaan infeksi pada ruang
parafaring dan dapat mengancam jiwa. Parafaring terletak di dekat naso- dan
oro-faring antara tengkorak kepala dan tulang hyoid. Lokasinya yang dekat
dengan struktur lain seperti sinus paranasal, ruang retrofaring, mengakibatkan
mudahnya kemungkinan terkena infeksi dari struktur lain disekitarnya.
Trauma karena tindakan medis seperti tonsilektomi juga dapat
mengakibatkan infeksi pada ruang parafaring.8
C. Gejala dan Tanda
Gejala awal pasien akan mengalami demam tinggi (64%) dan malaise.
Kemudian akibat progresivitas penyakit akan terjadi odinofagia (55%),
disfagia, ptialisme, ipsilateral otalgia. Penurunan intake per oral akan
menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan fisik akan menunjukkan kaku leher
(65%), pembengkakan dinding lateral faring dan menonjol ke arah medial
(55%), pembesaran KGB (36%), trismus, indurasi di sekitar angulus
mandibula.8
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala dan tanda
klinis. Pemeriksaan penunjang lain adalah foto roentgen dan CT scan. CT scan
adalah test pilihan utama karena memberikan detail mengenai ukuran, lokasi,
19 Referat Abses Leher Dalam
posisi abses serta relasinya dengan pembuluh darah besar. Selain itu hubungan
antara abses dengan ruang lain dalam leher dapat dilihat dengan jelas melalui
CT scan.10
E. Tatalaksana
Penatalaksaan untuk abses parafaring mengacu pada keadaan umum
pasien, tingkat keparahan penyakit dan patensi jalan napas. Pada penanganan
infeksi leher dalam, pengamanan jalan napas adalah prioritas utama. Intubasi
atau trakeostomi dapat dilakukan. Kemudian diperlukan koreksi segera untuk
dehidrasi. Solusi ringer laktat akan menjaga keseimbangan elektrolit dalam
serum.8,12
Setelah itu, terapi antibiotik intensif dan insisi saling melengkapi satu
sama lain. Dalam keadaan ukuran abses yang kecil dan tidak terdapat
keracunan sistemik, terapi antibiotik dapat diberikan. Antibiotik diberikan
selama kurun waktu 72 jam. Lini pertama antibiotik yang disarankan adalah
amoksisilin dengan asam klavulanat secara intravena (150 mg/kg) karena
sebagian besar abses leher dalam mengandung organisme yang memproduksi
beta laktamase. Untuk bakteri anaerob dapat diberikan metronidazole
intravena (0.5 gm) setiap 6 jam.8,12
Insisi abses terdiri dari 2 macam yaitu insisi intraoral dan insisi
eksternal. Insisi eksternal dilakukan 2½ jari di bawah dan sejajar mandibula.
Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior m.
sternokleidomastoideus ke arah atas belakang menyusuri bagian medial
mandibula dan m. pterigoid, mencapai ruang parafaring dengan terabanya
prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam selubung karotis, insisi
20 Referat Abses Leher Dalam
dilanjutkan vertical dari pertengahan insisi horizontal ke bawah di depan m.
sternokleidomastoideus. Insisi intraoral memiliki keuntungan angka
morbiditas rendah, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan biaya yang
tidak mahal. Kontraindikasi Insisi intraoral adalah abses yang lateral terhadap
pembuluh darah dan abses dengan komplikasi.8
F. Komplikasi
Penanganan yang terlambat akan menyebabkan kemungkinan
terjadinya ruptur spontan dari abses, trombosis vena jugular, sindrom
Lemierre, aspirasi ke trakeobronkial, atau stridor dikarenakan edema laring
atau mediastinitis. Jika mediastinum sudah terlibat, penanganan yang dapat
diberikan adalah antibiotik intravena dosis tinggi, thorakotomi, dan drainase.
Komplikasi lain yang jarang terjadi adalah ruptur arteri carotid dan
meningitis.8
21 Referat Abses Leher Dalam
BAB V : ABSES SUBMANDIBULA
A. Etiologi
Infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa
submandibula dapat menyebabkan abses submandibula. Kuman penyebab
biasanya aerob dan anaerob. Untuk golongan aerob yaitu alfa streptokokus
hemolitikus, stafilokokus, bakteroides. Untuk golongan anaerob yaitu
peptostreptokokus, peptokoki, dan fusobakterium nukleatum. Trauma pada
saluran nafas atas dan organ pencernaan atas dimana terjadi perforasi pada
membran mukosa pelindung mulut atau ruang faring, infeksi saluran nafas
atas, benda asing dan intervensi alat-alat medis juga merupakan faktor
terjadinya abses.13
B. Patofisiologi
Ruang submandibula meliputi membran mukosa dari dasar mulut
hingga ke otot-otot dan fascia dari tulang hyoid. Ruang submandibular terdiri
dari ruang sublingual dan submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang
submaksila oleh otot mylohyoid. Ruang sublingual superior terhadap otot
mielohyoid dan ruang submaksila inferior terhadap otot mylohyoid. Ruang
submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan submaksila
lateral oleh otot digastrikus anterior. Dikarenakan kontinuitas dasar mulut dan
region submandibularis yaitu daerah sekeliling batas posterior muskulus
mielohyoid dan dalamnya akar-akar gigi molar dibawah mielohyoid, maka
infeksi supurativa pada mulut dan gigi geligi dapat timbul di trigonum
submandibularis.13
C. Gejala dan Tanda
Demam, nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula baik
unilateral maupun bilateral dan berfluktasi, pembengkakan di bawah lidah,
serta trismus karena inflamasi pada m. pterigoides sering ditemukan.
Asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%,
22 Referat Abses Leher Dalam
torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada
leher juga dapat terjadi.12
D. Diagnosis
Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis, pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher
atau tomografi komputer. Tomografi komputer menunjukkan daerah dengan
densitas rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edema
jaringan sekitar abses. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan untuk
mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. Perlu ditanyakan juga
apakah riwayat penyakit dahulu seperti tonsilitis, peritonsil abses, riwayat
intubasi, dan dental karies. 9
Tanda dan gejala klinis dari abses leher dalam timbul oleh karena efek
massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur abses,
serta keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi. Pemeriksaan
penunjang yang dianjurkan adalah roentgen leher posisi lateral dimana akan
tampak bayangan radio opak dan tissue swelling, serta CT scan kontras
dimana akan tampak bangunan atau lesi, air fluid level, dan lokulasi.11
E. Tatalaksana
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus
diberikan secara parenteral. Evakuasi abses dilakukan dalam anestesi local
untuk abses dangkal dan terlokalisasi. Untuk abses dalam dan luas dapat
dilakukan eksplorasi dalam. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi
atau setinggi os hyoid. 9
F. Komplikasi
Komplikasi dari abses submandibular antara lain obstruksi jalan nafas karena
tertekannya trakea, aspirasi setelah intubasi endotrakeal, trombosis vena
jugular, erosi dan rupture arteri karotid. Selain itu dapat juga terjadi disfungsi
saraf kranial atau saraf otonom di leher yang menimbulkan disfonia akibat
terkenanya nervus vagus atau sindrom Horner akibat pengaruh saraf simpatis.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah emboli septik pada paru-paru
dan otak, shock sepsis, necrotizing cervical fascilitis, dan osteomyelitis.7,10
23 Referat Abses Leher Dalam
BAB VI : LUDWIG ANGINA
A. Etiologi
Ludwig angina adalah infeksi yang terjadi di ruang submandibula
berupa selulitis, 80% kasus disebabkan oleh karena infeksi jaringan di sekitar
gigi molar 2 dan 3. Group A streptokokus adalah penyebab tersering. Ludwig
Angina merupakan penyakit yang mengancam nyawa karena dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas dan kematian. 13
B. Patofisiologi
Ludwig angina dapat terjadi di ruang submandibula dan biasanya
terjadi bilateral. Infeksi di area gigi molar 3 dapat menyebar dengan mudah ke
area lain dikarenakan posisi molar 3 yang strategis yaitu di persimpangan
beberapa ruang fascia. Ruang-ruang fascia ini dapat meregang atau perforasi
dikarenakan pus atau eksudat yang berasal dari proses inflamasi. Yang
termasuk ruang-ruang fascia adalah ruang buccal, ruang buccinators, ruang
parafaring, ruang submandibula, ruang sublingual, ruang lateral faring, dan
ruang pterigoid. 12
Jika dilihat secara horizontal, penyebaran infeksi dapat menyebar
secara lateral ke ruang buccal, arah posterior ke ruang masticator, arah medial
ke ruang lateral faring, atau arah lingual ke ruang sublingual (gambar a). Jika
dilihat secara koronal, rute penyebaran infeksi adalah kearah ruang buccal,
24 Referat Abses Leher Dalam
submandibula, dan sublingual (gambar b). Penyebaran infeksi selain ke ke
ruang sublingual juga dapat menyebar ke ruang submental. Jika infeksi sudah
berada di ruang sublingual maka akan menyebabkan dasar mulut membengkak
dan mendorong lidah ke atas belakang sehingga terjadi sesak napas. 12,13
C. Gejala dan Tanda
Gejala awal yang ditimbulkan adalah demam, kemudian terjadi
drooling, lidah terasa sakit dan inflamasi, disfagia dan trismus. Pada
pemeriksaan fisik terdapat pembengkakan pada seluruh ruang submandibula
tetapi tidak membentuk abses sehingga teraba keras pada perabaan
submandibula. Bengkak terasa seperti papan (board like), kulit terasa kencang
dan mengkilap. Terdapat pembesaran KGB regional dan toksemia juga.
Stridor, anxietas, sianosis adalah tanda obstruksi jalan napas yang
mengindikasikan diperlukannya pengamanan jalan napas segera.9
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis mengenai riwayat penyakit
gigi, cabut gigi, serta gejala dan tanda klinis seperti disebutkan di atas. 9
E. Tatalaksana
Terapi meliputi antibiotik dosis tinggi intravena seperti klindamisin
atau ampisilin. Antibiotik harus dapat mengatasi bakteri aerob penghasil beta
laktamase atau anaerob gram positif kokus dan gram negatif basili. Eksplorasi
dan evakuasi pus dilakukan untuk mengurangi ketegangan di leher dan
menghilangkan pus. Insisi dilakukan di garis tengah secara horizontal setinggi
os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula). Insisi intraoral diindikasikan bila
infeksi berada di ruang sublingual. Insisi eksternal dilakukan bila infeksi
berada di ruang submandibula. Perlu dilakukan pengobatan pada gigi sebagai
sumber infeksi. Pasien harus diobservasi untuk pengamanan jalan napas.
Intubasi atau trakeostomi dapat dilakukan jika diperlukan. 9
25 Referat Abses Leher Dalam
F. Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan dari Ludwig angina adalah
asfiksia dikarenakan edema dari jaringan lunak leher yang menghambat jalan
napas. Selain itu komplikasi lain yang dapat terjadi adalah penjalaran abses ke
ruang leher dalam lain atau mediastinum serta sepsis. 7
26 Referat Abses Leher Dalam
DAFTAR PUSTAKA
1. David A. Morton, K. Bo Foreman, Kurt H. Albertine (2011) The Big Picture :
Gross Anatomy, 1st edn., China: The McGraw-Hill Companies, Inc.
2. Oliver Jones. Fascial Layers Of The Neck.
http://teachmeanatomy.info/neck/misc/fascial-layers/ (accessed 17 September
2015).
3. Anil K. Lalwani, MD, Milan R. Amin, MD, Marc R. Avram, MD (2012)
CURRENT Diagnosis & Treatment in Otolaryngology—Head & Neck Surgery,
3rd edn., United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
4. Gerard M. Doherty, MD ,Craig T. Albanese, MD, John T. Anderson, MD (2010 )
Current Diagnosis & Treatment: Surgery, Thirteenth Edition, 13th edn., United
States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
5. Frank Accurso, MD, Daniel R. Ambruso, MD, Marsha S. Anderson, MD (2014 )
CURRENT Diagnosis & Treatment: Pediatrics, 20th edn., United States of
America: McGraw-Hill Education.
6. Michael J. Aminoff, MD, DSc, FRCP, Charalambos Babis Andreadis, MD,
MSCE, Alicia Y. Armstrong, MD, MHSCR (2015 ) Current Medical Diagnosis &
Treatment 2015, 54th edn., United States of America: McGraw-Hill Education.
7. Soepardi E. A., et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. 6th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.
8. Tubachi J., et al. Surgical Management of Parapharyngeal Abscess. Int J
Otorhinolaryngol Clin 2012;4(3):1122-124.
9. Kamath P. M., et al. Presentation and Management of Deep Neck Space Abscess.
Ind J Otolaryngol Head Neck Surg 2003, Vol. 55 No. 4.
10. Longo L. Dan, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18th ed. USA:
McGraw Hill, 2011.
11. Knoop K. J., et al. The Atlas of Emergency Medicine. 3rd ed. China: McGraw
Hill, 2010.
12. Tintinalli J. E., et al. Tintinalli’s Emergency Medicine: A Comprehensive Study
Guide. 7th ed. China: McGraw Hill, 2011.
27 Referat Abses Leher Dalam
13. Lalwani A.K. Current Diagnosis and Treatment Otolaryngology Head and Neck
Surgery. USA: McGraw Hill, 2012.
28 Referat Abses Leher Dalam
top related