referat amyloidosis
Post on 28-Jan-2016
61 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB1
PENDAHULUAN
Semasa hidup manusia, DNA mengkode untuk menghasilkan molekul kecil
yang disebut protein. Protein ini menyediakan struktur dan fungsi yang berperan
pada hamper seluruh proses biologis tubuh. Enzim yang mengatur hubungan antar
sel, hormone yang mempengaruhi regulasi dan pertumbuhan, dan antibody yang
membentuk sistem imun, semuanya adalah contoh dari beberapafungsi protein.1
Ketika pertama kali dibentuk oleh tubuh, molekul protein secara alami akan
melipat diri ke bentuk partikel. Bentuk alami dari molekul protein ini yang
memungkinkan protein memiliki fungsi spesifik. Sederhananya, ketika protein
terbentuk sempurna, mereka bekerja sebagaimana seharusnya. Ketika protein
mengalami kesalahan dalam pembentukan molekulnya, maka akan berpengaruh
pada fungsi tubuh dan akan menimbulkan berbagai masalah dikemudian hari.1
Berbagai macam penyakit timbul dari kegagalan peptida atau protein
spesifik untuk mengadopsi atau tetap dalam keadaan konformasi fungsional asli .
Kondisi patologis kolektif disebut sebagai penyakit konformasi protein.
Kelompok terbesar dari penyakit konformasi terkait dengan konversi peptida atau
protein dari bentuk fungsional larut mereka menjadi agregat beracun yang
disimpan dalam jaringan.2
Amiloid adalah zat protein yang mengalami kegagalan konformasi.
Amyloid dapat tersimpan di jaringan maupun organ tubuh. Penumpukan protein
amyloid pada jaringan tubuh dikenal dengan amyloidosis. Amyloidosis
merupakan istilah yang pertama kali dikenalkan oleh Rudolf Virchow pada
tahun1854. Amyloidosis merupakan kelompok besar penyakit kelainan
konformasi dimana agregasi protein mengalami penumpukan baik secara sistemik
maupun local pada jaringan atau organ tertentu.2,3
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Amyloidosis merupakan deposisi protein amyloid di berbagai jaringan
atau organ. Kedua jenis amiloidosis sistemik dan lokal hadir dengan berbagai
manifestasi kulit maupun gejala sistemik. Berdasarkan aspek biokimia dan
imunologi, protein amiloid dibagi menjadi beberapa subtipe dari asal yang
berbeda.4,5,6
B. EPIDEMIOLOGI
Amyloidosis adalah kondisi langka dan kejadian yang sebenarnya masih
belum jelas. Kedua bentuk lokal dan sistemik penyakit ini menjadi lebih sering
dengan pertambahan usia, dan presentasi penderita dibawah usia 30 tahun
sangat jarang. Tidak ada faktor ras, pekerjaan, geografis, atau faktor
lingkungan lainnya yang telah jelas terlibat dalam asal-usul amyloidosis.7
Setiap tahun, sekitar 50.000 orang di seluruh dunia diperkirakan menderita
penyakit ini, dengan lebih dari 3.000 orang yang didiagnosis terdapat di
Amerika Utara saja.1
C. ETIOLOGI
Amyloidosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
penumpukan protein abnormal yang terjadi secara ekstraselular di jaringan dan
organ tubuh. Protein abnormal ini berasal dari agregasi protein yang salah
dalam pembentukan.7,8
Protein yang gagal melipat dapat diproduksi karena penyebab genetik, atau
karena faktor lain yang terkait dengan peradangan kronis atau bertambahnya
usia. Meskipun demikian, tubuh kita biasanya mampu mengidentifikasi dan
menghancurkan protein yang abnormal. Dalam beberapa kasus, tubuh
2
menghasilkan terlalu banyak protein abnormal, dan tubuh sendiri tidak bisa
menghancurkan atau membersihkan protein abnormal tersebut.1
Gambar 1. Molekul protein normal dan abnormal
D. PATOGENESIS
Terdapat 26 protein yang tidak terkait dikenal untuk membentuk fibril
amiloid manusia secara in vivo. Morfologi dan histokimia semua fibril amiloid,
terlepas dari jenis protein prekursor, sangat mirip dan studi fibril difraksi telah
mengkonfirmasi bahwa mereka semua berbagi struktur inti umum terdiri yang
dari rantai silang inti β dan polipeptida. Keadaan abnormal ini akan
membentuk sebuah konformasi yang mendasari sifat fisikokimia khas fibril
amiloid , termasuk stabilitas relatif mereka dan ketahanan terhadap proteolisis.7
Depoisi amiloid secara umum mengandung plasma glikoprotein yang
normal, komponen serum amyloid P (SAP), heparan sulfat, proteoglikan sulfat
dermatan, dan rantai glikosaminoglikan sebagai konstituen nonfibrillar. Protein
plasma lainnya, seperti apolipoprotein E, kadang-kadang terdeteksi dalam
deposisi amiloid, tapi tanpa kelebihan SAP.7
3
Pembentukan amiloid in vivo terjadi dengan kedua protein wild-type
normal dengan varian protein secara genetik. Fibril mungkin berisi protein
amyloidogenic utuh atau fragmen pembelahan proteolitik. Selalu ada periode
lag, sering bertahun-tahun, sejak pertama kali terbentuknya protein berpotensi
amyloidogenic hingga timbul deposisi amiloid klinis yang signifikan.7
Ada banyak cara untuk mengklasifikasikan amiloidosis, yang paling sering
adalah berdasarkan jenis protein yang terdeposisi. Selain itu, sangat penting
untuk menentukan apakah deposisi amiloid terlokalisasi, terdistribusi dalam
satu jaringan atau organ, atau lebih luas.7
Gambar 2. Degradasi molekul protein dalam sirkulasi
4
E. KLASIFIKASI
Amyloidosis dapat diklasifikasikan sebagai primer (yang sering memiliki
manifestasi kulit), sekunder (yang memiliki manifestasi kulit yang sangat
langka), amyloidosis lokal primer (juga disebut primary cutaneous amyloidosis
saat kulit terkena), dan secondary cutaneous amyloidosis. Amyloidosis
sekunder yang berkaitan dengan kelainan genetik dapat menyebabkan deposisi
amiloid yang disebut amyloidosis heredofamilial. Klasifikasi amyloidosis
adalah sebagai berikut:3,7,9
1. Systemic amyloidosis
a. Primary (myeloma-associated) systemic amyloidosis
Primary systemic amyloidosis atau AL amyloidosis melibatkan
jaringan mesenkim, lidah, jantung, saluran gastrointestinal, dan kulit.
Manifestasi kulit terjadi hampir 40% dari seluruh kasus primary
systemic amyloidosis. Jenis ini merupakan yang tersering pada
amyloidosis sistemik, sekitar lebih dari 60% dari seluruh kasus. AL
amyloidosis berkaitan dengan diskrasi sel B monoclonal. Fibril AL
berasal dari rantai immunoglobulin monoclonal. Myeloma-associated
amyloidosis termasuk dalam kategori ini.7,9
b. Secondary systemic amyloidosis
Secondary systemic amyloidosis atau AA amyloidosis melibatkan
kelenjar adrenal, hati, lien,dan ginjal sebagai dampak dari beberapa
penyakit kronik. Dalam kategori ini manifestasi kulit tidak ditemukan.
Amyloid fibril pada secondary systemic amyloidosis disebut protein
AA, dan tidak berkaitan dengan imunoglobulin. Prekusornya adalah
serum protein amyloid A, yang pada faseakut meningkat pada
beberapa kejadian inflamasi.3,9
2. Cutaneous amyloidosis
a. Primary cutaneous amyloidosis
Pada primary localized cutaneous amyloidosis (PLCA) terdapat
deposisi amyloid pada kulit yang normal, tanpa adanya deposit
5
amyloid pada organ internal. Terdapat beberapa subtype dari PLCA
yaitu macular, papular (lichen amyloidosis), dan nodular.7,9
b. Secondary (tumor-associated) cutaneous amyloidosis
Deposit secara mikroskopik dari amyloid telah dijelaskan berkaitan
dengan berbagai jenis tumor kulit, termasuk nevus melanositik
intradermal, tumor kelenjar apokrin, karsinoma sel basal, dan
trikoepitelioma.3,9
3. Heredofamilial amyloidosis
Penyebab utama amyloidosis herediter adalah mutasi transthyretin (TTR),
yang diderita sekitar 10,000 pendudk di seluruh dunia,dan menyebabkan
familial amyloid polyneuropathy (FAP).7
F. GEJALA KLINIS
Sistemik Amyloidosis
Primary systemic amyloidosis
Usia rata – rata penderita amyloidosis primer sekitar 65 tahun, dan lebih
banyak pada pria. Gejala yang timbul tidak khas seperti kelelahan, penurunan
berat badan, parestesia, edema, dispneu, dan sinkop karena hipotensi ortostatik.
Gejala klasik yang timbul seperti carpal tunnel syndrome, makroglosi,
hepatomegali, dan edema menandakan adanya diskrasia sel plasma.3
Gambar 3. Makroglosi
6
Lesi mukokutaneus khas terjadi hampir 40% dari semua kasus. Lesinya
berupa infiltrat kapiler dengan peteki atau purpura di kelopak mata dan dada.
Papul atau plak xanthomatous juga sering timbul, dan adanya lesi keratosis
hiperpigmentosa. Bulla yang tegang dan hemoragik dapat timbul intradermal
atau subepidermal. Lesi kulit yang jarang seperti alopesia, scleroderma-like
skin, dan distrofi kuku.3,6,7
Gambar 4. Purpura pada kelopak mata
Gambar 5. Periobtal purpura dan plak xantomatosa
7
Gambar 5. Garisl longitudinal pada
kuku
Gambar 6. Bulla hemoragik pada
pergelangan tangan
Gambar 7. A. Purpura pada dada; B. Skleroderma like skin pada tangan; C.
distrofi kuku
8
Secondary systemic amyloidosis
Amyloidosis sekunder terjadi sebagai akibat dari berbagai penyakit inflamasi
kronik dimana sistem imun terstimulasi. Dalam hal ini termasuk infeksi akut
yang rekuren atau infeksi kronik. Amyloidosis sekunder jarang menimbulkan
lesi kulit. Nodul pada siku akibat deposisi amyloid AA dilaporkan pada pasien
dengan riwayat sindrom Sjorgen, miopati, osteoporosis berat, dan fraktur
vertebra. Pasien biasanya menunjukkan gejala proteinuria, gagal ginjal
progresif, dan sering disertai dengan sindrom nefrotik.3,7
Cutaneous Amyloidosis
Primary cutaneous amyloidosis
a. Macular amyloidosis
Gejala yang sering timbul berupa gatal, berwarna coklat, macula kecil
dengan karakteristik lokasi pada region interskapula. Pigmentasi bersifat
terpisah memberikan gambaran “salt and pepper”. Parastesia nostalgia
terlokalisasi pada area yang sama. Kadang-kadang paha, betis, lengan,
dada, dan bokong juga terlibat, dan pada kasus dengan lesi kulit yang luas
berkaitan dengan pruritus yang luas.5,9
9
Gambar 8. Macular amyloidosis. Pigmentasi yang berkonfluensi pada regio interskapula
Gambar 9. Macular amyloidosis. Hiperpigmentasi dengan gambaran “salt and pepper” pada regio interskapula
b. Lichen amyloidosis
Lichen amyloidosis ditandai dengan papul likenoid yang gatal, dan terjadi
bilateral pada betis. Lesi primernya kecil, berwarna coklat, berlainan,
sedikit papul bersisik bersatu membentuk plak. Jarang timbul pada paha,
lengan dan punggung.5,9
10
Gambar 10. Hiperpigmentasi, erupsi popular pada kedua regio tibial
Gambar 11. Papul hyperkeratosis pada regio tibial
c. Nodular amyloidosis
Amyloidosis nodular merupakan bentuk yang jarang dari PCLA.
Kebanyakan penderita adalah wanita. Nodul tunggal , nodul mutipel,
atau plak berhubungan dengan diskarasia sel plasma terkait amyloidosis
sistemik. Nodul dapat timbul pada wajah, badan, tungkai, genitalia, atau
palatum. Ukurannya bermacam-macam,dari milimeter hingga beberapa
centimetre. Kulit dasar nodul biasanya atrofi dan terdapat peteki
hemoragik di sekitar nodul.3
11
Gambar 13. Nodular amyloidosis pada hidung
Gambar 14. Nodular amyloidosis pada dagu
Secondary cutaneous amyloidosis
Deposisi secara mikroskopik dari amyloid telah dijelaskan memiliki hubungan
dengan beberapa kejadian tumor kulit.3
Heredofamilial Amyloidosis
Amyloidosis herediter dapat menimbulkan peteki dan erupsi pada kulit. Selain
itu, juga dapat bermanifestasi sebagai infiltrasi plak berwarna kekuningan dan
lesi seperti akantosis nigrikan. Kelaianan kulit pada FAP dapat menyerupai
xerosis, dermatitis seboroik, luka bakar, dan onikomikosis.7
12
Gambar 15. Purpura di lengan pada amyloidosis herediter
G. DIAGNOSIS
Amyloidosis umumnya timbul pada usia pertengahan atau lebih tua, tapi
juga dapat menyerang pada usia 30 – 40 tahun, kadang-kadang pada usia yang
lebih muda. Deposit amyloid dapat menyebabkan penurunan berat badan,
kelelahan, dispneu, pusing, edema, tingling, proteinuria, gangguan saluran
cerna, makroglosia, dan kelainan pada kulit.1,3,7
Pemeriksaan darah dan urine dapat menunjukkan protein yang abnormal
dalam tubuh. Tapi gold standard untuk mendeteksi deposit amyloid adalah
dengan biopsy jaringan dengan pewarnaan Congo red.3
13
Gambar 16. Algoritma untuk mendiagnosa amyloidosis
Gambar 17. Deposit amyloid disekitar pada papilla dermis, makular
14
Gambar 18. Deposit amyloid di rete ridge pada lichen amyloidosis
Gambar 19. Deposit amyloid pada seluruh lapisan dermis, nodular amyloidosis
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada amyloidosis diantara adalah sebagai berikut :7
- Dermatitis atopic
- Lichen planus
- Prurigo pigmentosa
- Dermatomyositis
15
I. PENATALAKSANAAN
Terapi pada semua jenis amyloidosis bertujuan untuk mengurangi
produksi dari prekursor fibril amyloid dan memperbaiki fungsi dari organ yang
terlibat. Pada amyloidosis sistemik primer yang umumnya berkaitan dengan
multiple myeloma, terapi yang sering diberikan adalah kemoterapi, biasanya
melphalan dan prednisone, dengan atau tanpa transplantasi sumsum tulang.3,7
Pada amyloidosis sistemik sekunder, penanganan inflamasi primer dapat
menurunkan jumlah protein amyloid dalam tubuh. Obat-obatan dengan sitokin
mediator inflamasi sebagai targetnya terbukti dapat menekan respon inflamasi
fase akut pada pasien.7
Pasien dengan cutaneous amyloidosis dapat diberikan antihistamin
sedative, dimethyl sulfoxide topical, kortikosteroid, siklosporin khususnya
untuk lichen amyloidosis. Selain itu, dermabrasi dan pembedahan juga menjadi
alternatif untuk penanganan pasien dengan cutaneous amyloidosis.2,3,7
J. PROGNOSIS
Prognosis umumnya buruk pada amyloidosis sistemik. Hal ini disebabkan
karena penderita umumnya asimptomatik sehingga sering terjadi keterlambatan
diagnosa. Pada cutaneous amyloidosis umumnya tidak menimbulkan kematian
tapi bersifat rekuren.3,7
K. KOMPLIKASI
Amyloidosis dapat menimbulkan komplikasi berupa kardiomiopati, gagal
ginjal, gangguan saluran cerna, neuropati, sindrom nefrotik, gatal, perdarahan,
dan rasa nyeri pada lesi kulit.7
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
- Amyloidosis merupakan penyakit yang disebakan karena adanya
deposit protein plasma abnormal yang disebut amyloid, baik
pada jaringan ataupun organ.
- Penumpukan amyloid dapat terjadi secara sistemik atau
terlokalisasi hanya pada kulit
- Diagnosis pasti amyloidosis berdasarkan pemeriskaan
histopatologi
- Penatalaksanaan amyloidosis harus berdasarkan tipenya masing-
masing dan prinsipnya adalah mengurangi produksi protein
prekursor yang membentuk protein amyloid
17
DAFTAR PUSTAKA
1. National Organization for Rare Disorders. Amyloidosis Awareness
[Internet]. 2013. Available from: www.amyloidosis.org
2. Clos LA et al. Therapeutic removal of amyloid deposits in cuteneous
amyloidosisby localised intra-lesional injections of anti-amyloid
antibodies. Experimental Dermatology. 2010;19:904-5.
3. Breathnach S. Amyloid and the amyloidosis of the skin. In: Burns T,
Breathnach S, NeilCox, Griffith C, editors. Rook's Text Book of
Dermatology. 2. 8th ed. United Kingdom: Wiley Blackwell; 2010. p.
59.42-59.7.
4. Yamamoto T. Amyloidosis in the skin. 2011. In: Amyloidosis-An Insight
to Disease of System and Novel Therapies [Internet]. Croatia: In Tech; [91
-101]. Available from: www.intechopen.com
5. Kaltoft B. Primary localised cutaneous amyloidosis-systemic review. Dan
Med J. 2013;60(11):1-4.
6. Saoji V. Primary systemic amyloidosis : Three different presentation.
Indian J Dermatol Venerol. 2009;75(4):394-7.
7. Lachman HJ. Amylodosis of the skin. In: Glodwmith L, Katz S, Gilchrest
B, Paller A, Leffell D, KlausWolff, editors. Fitzpatrick's Dermatology in
General Medicine. 2. 8th ed. United Stated: McGra-Hill Companies; 2012.
8. Kumar S, Sangupta R. Skin involvement in primary systemic amyloidosis.
Mediterr J Hematol Infect Dis. 2013;5(1).
9. James W, Berger T, Elston D. Andrews' Disease of The Skin : Clinical
Dermatology. 10th ed. United State: Saunders Elsavier; 2006.
18
top related