refarat abses hati
Post on 27-Dec-2015
42 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Refarat Abses Hati PiogenikLabels: bedah, interna, refarat
ABSES HATI PIOGENIK
A. Epidemiologi
Abses hati piogenik didapatkan 1 dari 500 orang dewasa di rumah
sakit.17 Insiden dari abses hati piogenik tidak mengalami perubahan
selama 70 tahun terakhir. Di Amerika Serikat, insiden abses hati piogenik
sekitar 8-15 kasus per 100.000 populasi. Pada penelitian, didapatkan
insiden penyakit ini lebih tinggi pada negara dengan
pemeliharaan kesehatan yang tidak tersedia. Perbandingan laki-laki dan
wanita didapatkan 2:1 dan lebih sering didapatkan pada usia dekade
kelima.18
B. Etiopatogenesis
Abses hati piogenik dapat berasal dari radang bilier, dari daerah
splanknik melalui v. porta, atau sistemik dari manapun di tubuh melalui a.
hepatika. Sebagian sumber tidak diketahui. Kadang disebabkan oleh
trauma atau infeksi langsung dari hati atau sistem di sekitarnya.3
Abses hati piogenik dapat terjadi melalui :1,2,3,,13,18,
1. Infeksi pelvis atau gastrointestinal seperti appendisitis, diverticulitis,
disentri basiler, hemoroid yang terinfeksi dan abses perirektal bisa
menyebabkan pileflebitis perifer disertai pernanahan dan trombosis yang
kemudian menyebar melalui vena porta ke dalam hati.
2. Saluran empedu merupakan sunber infeksi tersering. Sekitar 21-30%
telah dilaporkan. Kolangitis septik dapat menyebabkan penyumbatan
saluran empedu seperti juga batu empedu, kanker, striktur saluran
empedu ataupun anomali saluran empedu kongenital. Infeksi pada
saluran empedu yang mengalami obstruksi naik ke cabang saluran
empedu intrahepatik menyebabkan kolangitis yang menimbulkan
kolangiolitis dengan akibat abses multiple.
3. Trauma tajam atau tumpul dapat menyebabkan laserasi, perdarahan dan
nekrosis jaringan hati serta ekstravasasi cairan empedu yang mudah
terinfeksi. Hematom subkapsuler dapat mengundang infeksi dan
menimbulkan abses yang soliter dan terlokalisasi.
4. Abses hati dapat terjadi akibat penyebaran langsung infeksi dari fokus
septik berdekatan seperti empiema kandung empedu, pleuritis ataupun
abses perinefrik.
5. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada orang
lanjut usia, diabetes dan kanker metastasis. Pasien dengan abses hepar
piogenik berulang yang tidak diketahui penyebabnya harus dievalusi
saluran empedu dan sistem pencernaannya.
Abses hati piogenik multipel terdapat pada 50% kasus. Hati tampak
membengkak dan daerah yang mengandung abses menjadi pucat
kekuningan, berbeda dengan hati sehat di sekitarnya yang berwarna
merah tua. Kebanyakan terdapat pada lobus kanan dengan perbandingan
lima kali lobus kiri.3
Apabila asbes hati piogenik berhubungan dengan pileflebitis, v.
porta dan cabangnya tampak melebar mengandung nanah, bekuan darah
dan bakteri. Di sekitar abses terdapat infiltrasi radang. Apabila abses
merupakan penyulit penyakit bilier, biasanya abses berisi nanah berwarna
hijau.3
Abses hati amuba juga disebabkan oleh infeksi bakteri terutama
disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak
adalah E. coli (33%), Staphylococcus aureus, Proteus, Klebsiella
pneumoniae (18%) dan Pseudomonas. Dapat pula disebabkan oleh bakteri
anaerob seperti Bakteriodes (24%), Aerobakteria, Aktinomises, Strep.
anaerob, dan Clostridium. Kecurigaan kuman anaerob lebih besar bila
nanah yang berbau busuk, gas dalam abses dan tidak ada kuman pada
biakan aerob.1,3,11 Untuk penetapan kuman penyebab perlu dilakukan
biakan darah, pus, empedu dan swab secara aerob maupun
anaerob.1,2,5,13,18,
Gbr 10 . Gambaran Abses Hati Piogenik19
C. Gambaran Klinis
Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi
sistemik yang lebih berat dari abses hati amuba.1 Secara klinis, ditemukan
demam yang naik turun, rasa lemas, penurunan berat badan dan nyeri
perut. Nyeri terutama di bawah iga kanan atau pada kuadran kanan atas.
Dapat dijumpai gejala dan tanda efusi pleura.1,2,3,5
Nyeri sering berkurang bila penderita berbaring pada sisi kanan.
Demam hilang timbul atau menetap bergantung pada jenis abses atau
kuman penyebabnya. Dapat terjadi ikterus, ascites dan diare. Ikterus,
terutama terdapat pada abses hati piogenik karena penyakit saluran
empedu disertai dengan kolangitis supurativa dan pembentukan abses
multiple. Jenis ini prognosisnya buruk.1,3,5
Pada pemeriksaan mungkin didapatkan hepatomegali atau
ketegangan pada perut kuadran lateral atas abdomen atau
pembengkakan pada daerah intercosta. Ketegangan lebih nyata pada
perkusi. Apabila abses terdapat pada lobus kiri, mungkin dapat diraba
massa di epigastrium.3
No Gejala Presentase (%) Tanda Presentase(%)
1 Demam 80 Hepatomegali 50
2 Nyeri perut 50 Nyeri tekan 50
3 Menggigil 40 Ikterus 25
4 Mual dan muntah 35 Efusi pleura 20
5 Berat badan menurun 30
Table 2. Gejala dan Tanda Abses Hati Piogenik3
D. Kelainan Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit meningkat
dengan jelas (> 10.000/mm3) didapatkan pada 75-96% pasien, walaupun
beberapa kasus menunjukkan nilai normal. Laju endap darah biasanya
meningkat dan dapat terjadi anemia ringan yang didapatkan pada 50-80%
pasien.
Alkali fosfatase dapat
meningkat yang didapatkan pada 95-100 pasien. Peningkatan serum
aminotransferase apartat dan serum aminotransferase alanin didapatkan
pada 48-60% pasien. Prognosis buruk bila kadar serum amino transferase
meningkat. Peningkatan bilirubin didapatkan pada 28-73% pasien.
Penurunan albumin (<3 g/dL) dan peningkatan globulin (>3 g/dL) masih
diamati. Protrombin time meningkat pada 71-87 pasien.1,3,18
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Dada
Pada foto dada didapatkan elevasi atau perubahan diafragma kanan
terlihat pada 50% kasus. Dapat dijumpai pleuritis, empiema, abses paru
dan jarang sekali fistel bronkopleural. Kadang didapati garis batas udara
dan cairan yang terdapat di dalam rongga abses.1,3,18
b. Pemeriksaan ultrasonografi, radionuclide scanning, CT dan MRI
mempunyai nilai diagnostik yang tinggi. Sekarang dapat dikatakan bahwa
pemeriksaan CT dan MRI merupakan gold standard. Pemeriksaan ini
sangat penting dalam pengelolaan abses hati terutama untuk diagnosis
dini dan dapat menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk
drainase perkutan atau tindakan bedah. USG merupakan alat diagnostik
yang berharga karena cepat, noninvasif, biaya relatif lebih murah dan
tidak ada radiasi.1,2,3,13,18
Gbr 11. CT Scan Abdomen Abses Hati Piogenik pada lobus kanan, yang telah
dilakukan terapi drainase perkutaneus dan antibiotik.18
Gbr 12. CT Scan Abdomen Abses Hati Piogenik pada lobus kiri hati, yang telah diterapi
dengan drainase perkutaneus dan antibiotik.18
c. Bakteriologi
Pemeriksaan biakan pada permulaan penyakit sering tidak
menimbulkan kuman. Kuman yang sering ditemukan adalah kuman gram
negatif dan bakteri anaerob.1,5
A. Diagnosis
Diagnosis abses hati piogenik perlu dipikirkan pada setiap penderita
dengan demam tanpa sebab yang jelas, terutama pascabedah.3 Terdapat
demam yang naik turun disertai menggigil, nyeri perut kanan atas,
hepatomegali dan nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan leukositosis,
alkali fosfatase meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu
dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi serta dapat dibantu
dengan tes biakan.1,3,18
Aspirasi tertutup dapat dilakukan dengan bimbingan
ultrasonografi. Punksi ini untuk tujuan aspirasi berulang, memasukkan
antibiotik serta memasang kateter, baik sebagai tindakan diagnosis
maupun pengobatan.3
B. Penatalaksanaan
1. Antibiotik
Pemberian antibiotik disesuaikan hasil tes kepekaan kuman. Bila
hasil tes belum ada, sedangkan pengobatan harus dimulai, dapat
digunakan kombinasi gentamisin, metronidazol atau klindamisin.
Pengobatan selama 2 bulan, kecuali bila abses telah diatasi dengan
pembedahan secara baik. Bila perlu, antibiotik dapat diberikan langsung
ke saluran empedu melalui kateter yang dipasang sewaktu melakukan
laparotomi atau langsung ke sistem porta melalui v. umbilikalis.
Keberhasilan pengobatan bergantung pada ukuran, letak dan jumlah
asbes.1,3,13,18
2. Pengobatan Bedah
Indikasi drainase bedah adalah:18
1. Abses yang lokasinya tidak bisa dijangkau dengan drainase perkutaneus.
2. Adanya penyakit intraabdominal lain yang membutuhkan tindakan
pembedahan.
3. Gagal dengan terapi antibiotik.
4. Gagal dengan aspirasi perkutaneus.
Adapun kontra indikasi relatif pembedahan:18
1. Abses multipel
2. Infeksi polimikrobial.
3. Berhubungan dengan keganasan atau penyakit imunosupresif.
4. Adanya penyakit komplikasi
Penyaliran tertutup dan pemberian antibiotik melalui kateter
ternyata efektif pada banyak penderita. Pembedahan dilakukan pada
penderita yang tidak menunjukkan hasil baik dengan pengobatan
nonbedah.3
Laparotomi dilakukan dengan sayatan subcostal kanan, abses
dibuka, dilakukan penyaliran, dicuci dengan larutan garam fisiologik dan
larutan antibiotik serta dipasang kateter. Apabila letak asbes jauh dari
permukaan, penentuan lokasi dilakukan dengan ultrasonografi
intraoperatif, kemudian dilakukan aspirasi dengan jarum.3 Abses multipel
bukan indikasi untuk pembedahan dan pengobatannnya hanya dengan
pemberian antibiotik dan punksi.3,13
C. Komplikasi
Dapat terjadi penyulit berupa pecahnya abses ke organ sekitarnya
atau ke dalam rongga tubuh, seperti perut, rongga dada atau pericard.
Dapat pula terjadi septisemia atau syok.3,18 Komplikasi ke rongga paru
sangat sering terjadi, sehingga menyebabkan efusi pleura, empiema dan
fistel bronkohepatik. Komplikasi ke intrabdominal juga biasa didapatkan
seperti asbes subfrenik dan ruptur ke cavum peritoneum, perut, colon,
vena cava dan ginjal. Abses besar bisa menekan vena cava inferior dan
vena hepatica sehingga mengakibatkan sindrom Budd-Chiari. Ruptur ke
perikardium dan otak melalui pembuluh darah jarang terjadi.18
D. Prognosis
Asbes hati piogenik yang tidak diterapi bisa mengakibatkan angka
kematian 100%. Pada kasus serius, telah dilaporkan angka kematian lebih
dari 80%. Diagnosis cepat, drainase yang adekuat dan terapi antibiotik
lama bisa menurunkan angka kematian menjadi 15-20%. Prognosis abses
hati piogenik dipengaruhi oleh.1,18
1. Usia lebih dari 70 tahun
2. Abses multipel
3. Infeksi polimikrobial
4. Berhubungan dengan keganasan dan penyakit imunosupresif.
5. Gangguan fungsi hati seperti ikterus dan hipoalbuminemia.
Komplikasi dengan mortalitas tinggi dapat terjadi pada keadaan
sepsis asbes subfrenik atau subhepatik, ruptur abses ke rongga
peritonium, pleura, atau ke paru, disamping komplikasi kegagalan hati,
hemobilia dan perdarahan ke dalam asbes hati.1,3
Penyakit penyerta yang dapat menyebabkan mortalitas tinggi adalah diabetes melitus, penyakit polikistik dan sirosis hati.1
Refarat Abses Hati AmoebikLabels: bedah, interna, refarat
ABSES HATI AMOEBIKI. PENDAHULUAN
Abses hati masih merupakan masalah kesehatan dan sosial pada
beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Prevalensi yang
tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang jelek, status
ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus urbanisasi
menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.1,2
Abses hati dibedakan atas abses hati amuba dan abses hati
piogenik. Abses hati amuba biasa disebabkan oleh Entamoeba
hystolitica sedangkan abses hati piogenik disebabkan oleh bakteri dan
pada anak dan dewasa muda biasa disebabkan oleh komplikasi
appendisitis, dan pada orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran
empedu. Di negara yang sedang berkembang, abses hati amuba lebih
sering didapatkan secara endemis dibandingkan dengan abses hati
piogenik. Abses hati piogenik merupakan 70% dari semua abses
hati. Abses hati piogenik merupakan kondisi serius dengan angka
kematian tinggi bila diagnosis tidak dibuat secara dini. Bila terapi
dilakukan secara dini dan tepat, angka kematian cenderung mengecil.1,3,4,5
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata beratnya sekitar
1.500 gr atau 2,5% berat badan pada orang dewasa normal. Hati
merupakan organ plastis lunak yang tercetak oleh sruktur sekitarnya.
Permukaan superiornya cembung dan terletak di bawah kubah kanan
diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan
merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus. Hati memiliki
dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen
anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat
dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral
oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan
abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum visceralis, kecuali
daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada
diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum
membantu menyokong hati. Di bawah peritoneum terdapat jaringan
penyambung padat yang dinamakan capsula Glisson yang meliputi
seluruh permukaan organ. Kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di
permukaan inferior melanjutkan diri ke dalam massa hati membentuk
rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri hepatika dan
saluran empedu.6
Gbr 1. Gambaran makroskopik dan mikroskopik hati7
Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang dikenal sebagai
lobulus, yaitu susunan heksagonal jaringan yang mengelilingi sebuah
vena sentral, seperti kue angel food bersudut enam dengan lubang
mewakili vena sentral. Di tepi luar setiap potongan lobulus terdapat tiga
pembuluh: cabang arteri hepatika, cabang vena porta, dan duktus
biliaris. Darah dari cabang-cabang arteri hepatika dan vena porta tersebut
mengalir dari perifer lobulus ke dalam ruang kapiler yang melebar yang
disebut sinusoid.Sinusoid ini terdapat di antara barisan sel-sel hati ke
vena sentral seperti jari-jari pada ban sepeda. Sel-sel kuffer melapisi
bagian dalam sinusoid dan menghancurkan sel darah merah yang usang
serta bakteri yang lewat bersama darah. Hepatosit tersusun diantara
sinusoid-sinusoid dalam lempeng yang tebalnya dua lapis sel, sehingga
setiap tepi lateral berhadapan dengan darah sinusoid. Vena sentral dari
semua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika, yang
menyalurkan darah keluar dari hati. Terdapat sebuah saluran tipis
penyalur empedu, kanalikulus biliaris, yang berjalan diantara sel-sel di
dalam setiap lempeng hati. Setiap hepatosit berkontak dengan sinusoid
hati di satu sisi dan dengan kanalikulus biliaris di sisi lain.8,9
Kanalikulus mengalir ke dalam duktus biliaris intralobulus dan
duktus-duktus ini bergabung melalui duktus biliaris antarlobulus
membentuk duktus hepatikus kiri dan kanan. Duktus-duktus ini bersatu di
luar hati membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus sistikus mengalir
ke luar dari kantung empedu. Duktus hepatikus bersatu dengan duktus
sistikus untuk membentuk duktus koledokus (duktus biliaris komunis).
Duktus koledokus masuk ke dalam duodenum di papila duodenum,
orifisiumnya dikelilingi oleh sfingter oddi, dan duktus ini biasanya bersatu
dengan duktus pankreatikus mayor tepat sebelum masuk ke dalam
duodenum.8,7
Gbr 2. Gambaran vaskularisasi hati dan saluran empedu7
Hati adalah organ metabolit terbesar dan terpenting di tubuh. Organ
ini penting bagi sistem pencernaan untuk sekresi garam empedu dan juga
melakukan berbagai fungsi lain, mencakup hal-hal berikut:8
1. Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak dan
protein) setelah penyerapan mereka di saluran pencernaan.
2. Detoksifikasi atau degradasi zat-zat sisa dan hormon serta obat dan
senyawa asing lainnya.
3. Sintesis berbagai protein plasma, mencakup protein-protein yang penting
untuk pembekuan darah serta untuk mengangkut hormon tiroid, steroid
dan kolesterol dalam darah.
4. Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
5. Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati bersama ginjal.
6. Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang usang berkat adanya
makrofag residen.
7. Ekskresi kolesterol dan bilirubin, yang terakhir adalah produk penguraian
yang berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah usang.
III. ABSES HATI AMUBA
A. Epidemiologi
Abses hati amuba merupakan penyakit yang banyak didapatkan di
daerah tropis dan negara berkembang, dan juga masalah yang sama
didapatkan di daerah telah berkembang karena imigrasi dan
wisatawan.10 Meksiko, India, Afrika dan sebagian dari Amerika Tengah dan
Amerika Selatan merupakan daerah endemis dari E. Hystolitica.Tahun
1995, WHO mengestimasi bahwa 40-50 juta orang menderita kolitis
amuba atau abses hati amuba di seluruh dunia, dengan angka kematian
40.000 hingga 10.000 pertahun.10,11 Hampir 10% penduduk dunia
terutama di Negara berkembang terinfeksi E. histolytica, tetapi hanya
sepersepuluh yang memperlihatkan gejala.1 Individu yang mudah
terinfeksi adalah penduduk di daerah endemis, wisatawan ke daerah
endemis atau para homoseksual.1,11
Penelitian epidemiologi menunjukkan perbandingan pria dan wanita
berkisar 10:1. Penularan pada umumnya melalui jalur oral-anal-fekal. Usia
yang dikenai berkisar antara 20-40 tahun terutama dewasa muda dan
lebih jarang pada anak, dengan riwayat perjalanan ke daerah
endemis.1,10 Untuk alasan yang tidak jelas, wanita yang sedang haid
insidennya lebih rendah dan munculnya kehamilan menghilangkan
resistensi ini. Pecandu alkohol sering dilaporkan lebih mudah terkena
infeksi amuba. Penurunan daya tahan tubuh juga ikut berperan. Pasien
dengan abses hati amuba tanpa riwayat perjalanan ke daerah endemis
sering dihubungkan dengan penurunan daya tahan tubuh seperti AIDS,
malnutrisi, infeksi kronik dan penggunaan kortikosteroid yang lama.10,11,13
B. Etiopatogenesis
Dari berbagai spesies amuba, hanya Entamoeba histolytica yang
patogen pada manusia. Sebagai host definitif, individu–individu yang
asimtomatis mengeluarkan tropozoit dan kista bersama kotoran mereka.
Infeksi biasanya terjadi setelah menelan air atau sayuran yang
terkontaminasi. Kista adalah bentuk infektif pada amubiasis, hidup di
tanah, kotoran manusia dan bahkan pada air yang telah diklorinasi.
Setelah kista tertelan, dinding kista dicerna oleh usus halus, keluarlah
tropozoit imatur. Tropozoit dewasa tinggal di usus besar, terutama di
caecum. Sebagian besar tropozoit kecil dan tidak invasif. Individu yang
terinfeksi kemungkinan asimtomatis atau berkembang menjadi desentri
amuba. Strain Entamoeba histolytica tertentu dapat menginvasi dinding
colon. Strain ini berbentuk tropozoit besar, yang di bawah mikroskop
tampak menelan sel darah merah dan sel PMN. Pertahanan tubuh
penderita juga berperan dalam terjadinya amubiasis invasif.14 Tidak semua
amuba yang masuk ke hepar dapat menimbulkan abses. Untuk terjadinya
abses, diperlukan faktor pendukung atau penghalang berkembangbiaknya
amuba tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah pernah terkena infeksi
amuba, kadar kolesterol yang meninggi, pascatrauma hepar dan
ketagihan alkohol.3
Gbr 3. Entamoeba hystolitica12
Gbr 4. Penularan E. hystolitica12
Amubiasis invasif dapat menyebabkan perdarahan usus besar,
perforasi, dan pembentukan fistula. Bila terjadi perforasi biasanya pada
daerah caecum. Infeksi amuba invasif pada tempat-tempat yang jauh
meliputi paru, otak dan terutama hepar. Distribusi yang luas ini
menunjukkan bahwa amuba dapat menginvasi organ melalui penjalaran
lokal atau melalui sistem sirkulasi. Abses pada hepar diduga berasal dari
invasi sistem vena porta, pembuluh limfe mesenterium, atau melalui
penjalaran intraperitoneal. Dalam parenkim hepar terbentuk tempat-
tempat mikroskopis di mana terjadi trombosis, sitolisis dan pencairan,
suatu proses yang disebut hepatitis amuba. Bila tempat-tempat tersebut
bergabung terbentuklah abses amuba.14
Struktur dari abses amuba hepar terdiri dari cairan di dalam,
dinding dalam dan kapsul jaringan penyangga. Secara klasik, cairan abses
menyerupai "anchovy paste" dan berwarna coklat kemerahan, sebagai
akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. Abses mungkin
saja berisi cairan hijau atau kuning. Tidak seperti abses bakterial, cairan
abses amuba steril dan tidak berbau. Evaluasi cairan abses untuk
penghitungan sel dan enzimatik secara umum tidak membantu dalam
mendiagnosis abses amuba. Dinding dalam abses adalah lapisan dari
jaringan nekrotik hepar dan trofozoit yang ada.Biopsi dari lapisan ini
sering memperkuat diagnosis dari investasi amuba hepar. Pada abses
lama, kapsul jaringan penyangga dibentuk oleh perkembangan
fibroblast. Berbeda dengan abses piogenik, lekosit dan sel-sel inflamasi
tidak didapatkan pada kapsul dari abses amuba hepar.3,14
Gbr 5. Gambaran Abses Hati Amuba15
Dibandingkan dengan abses hati piogenik, abses hati amuba sering
terletak pada lobus kanan dan sering superfisial serta tunggal. Data
terakhir menunjukkan 70% sampai 90% kasus pada lobus kanan hepar,
terutama bagian belakang dari kubah. Lebih dari 85% kasus abses amuba
hepar adalah tunggal. Kecenderungan ini diperkirakan akibat
penggabungan dari beberapa tempat infeksi mikroskopik. Ukuran abses
bervariasi, dari diameter 1 sampai 25 cm, dengan pertumbuhan yang
berkelanjutan karena nekrosis aktif dari jaringan sekitar hepar. Kavitas
tersebut berisi cairan kecoklatan (hasil proses lisis sel hepar), debris
granuler dan beberapa sel-sel inflamasi. Amuba bisa didapatkan ataupun
tidak di dalam cairan pus. Bila abses ini tidak diterapi akan pecah. Dari
hati, abses dapat menembus ruang subdiafragma masuk ke paru-paru
dan kadang-kadang dari paru ini menyebabkan emboli ke jaringan
otak.3,11,14
C. Gambaran Klinis
Manifestasi akut lebih sering pada abses hati amuba daripada
piogenik. Jarang sekali penderita dengan ruptur abses hepar
menyebabkan syok. Banyak pasien dewasa yang memiliki gejala yang
sama, namun lebih berat pada abses hati piogenik. Pasien dengan abses
hati amuba sering memiliki riwayat penyakit diare (20-50%).14 Gejala
klinis yang klasik pada abses hati amuba dapat berupa demam yang tidak
lebih dari 38,5 °C, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang nyeri
spontan atau nyeri tekan. Jarang sekali disertai ikterus, prekoma, atau
koma. Bila lobus kiri yang terkena, akan ditemukan massa di daerah
epigastrium. Kadang-kadang gejalanya tidak khas dan timbul pelan-
pelan. Penderita tidak kelihatan sakit berat seperti pada abses karena
bakteri. 1,2,3,4,10,11,14
No Gejala Presentase (%)
1 Nyeri perut 84-93
2 Demam 80-93
3 Menggigil 41-73
4 Nausea 45-85
5 Berat badan menurun 29-45
6 Diare 17-60
7 Batuk 2-41
No Tanda Presentase (%)
1 Nyeri tekan perut kanan atas 67-80
2 Hepatomegali 18-53
3 Tanda peritoneal 18-20
4 Ikterus 4-12
Tabel 1. Gejala dan tanda Abses Hati Amuba yang diteliti
antara tahun 1986-1999 pada 241 pasien10
D. Kelainan Laboratorium Dan Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Banyak penderita abses hati amuba hanya mengalami sedikit
perubahan parameter laboratorium. Penulis lain menyebutkan pada
penderita dengan abses hati amuba akut tidak didapatkan anemia, tetapi
didapatkan derajat leukositosis yang cukup bermakna, sedangkan pada
penderita dengan penyakit kronis mengalami anemia dengan leukositosis
yang tidak jelas.14 Pada pemeriksaan hematologi pada abses hati amuba
didapatkan hemoglobin antara 10,4-11,3%, sedangkan leukosit berkisar
umumnya antara 10.000-12.000/ml3.1,3 Pada abses hati piogenik,
leukositosis didapatkan pada 70% penderita, sementara anemia
didapatkan pada kira-kira 50% kejadian. Abnormalitas test faal hati lebih
jarang terjadi dan lebih ringan pada abses hati amuba dibanding abses
hati piogenik. Hiperbilirubinemia didapatkan hanya pada 10% penderita
abses hati amuba. Pada pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,67-
3,05 gr%, globulin 3,62-3,75 gr%, total bilirubin 0,9-2,44 gr%, alkali
fosfatase 270,4-382 u/L sedangkan SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63
u/L.1,14 Karena pada abses amuba terjadi destruksi aktif parenkim hepar,
dapat terjadi peningkatan PPT (Plasma Prothrombin Time). Pemeriksaan
feses penderita, meskipun dengan sampel yang didapatkan dengan
proktoskop bukan merupakan cara yang dapat dipercaya untuk
mendiagnosis investasi amuba. Kista dan tropozoit pada kotoran hanya
teridentifikasi pada 15% sampai 50% (penulis lain menyebutkan 15,4%)
penderita abses amuba hepar, karena infeksi usus besar seringkali telah
mereda saat penderita mengalami abses hepar. Complement fixation
test lebih dapat dipercaya dibanding riwayat diare, pemeriksaan kotoran
dan proktoskopi. Diagnosis sering ditegakkan dengan aspirasi dari kavitas
abses, prosedur yang relatif tidak berbahaya. Tropozoit amuba ditemukan
pada kurang dari sepertiga pasien.14
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto dada
Kelainan foto dada pada abses hati amuba dapat berupa peninggian
kubah diafragma kanan, berkurangnya gerak diafragma, efusi pleura,
kolaps paru dan abses paru.1,3,10
Gbr 6. Gambaran Foto Dada Abses Hati Amuba12
b. Foto polos abdomen
Kelainan pada foto polos abdomen tidak begitu banyak, hanya
mungkin dapat berupa gambaran ileus, hepatomegali atau gambaran
udara bebas di atas hati jarang didapatkan berupa air fluid level.1
c. Ultrasonografi
Untuk mendeteksi abses hati amuba, USG sama efektifnya dengan
CT atau MRI. Sensitivitasnya dalam diagnosis abses hati amuba 85-95 %.
USG dapat mendeteksi kelainan sebesar 2 cm disamping sekaligus dapat
melihat kelainan traktus bilier dan diafragma. Keterbatasan USG terutama
kelainan pada daerah tertentu, pasien gemuk atau kurang
kooperatif.1,3,10,13,14
Abses hati amuba stadium dini kelihatan seperti suatu massa dan
jika terjadi pencairan bagian tengah, terlihat sebagai kista. Gambaran
ultrasonografi pada abses hati amuba adalah:1
1) Bentuk bulat atau oval
2) Tidak ada gema dinding yang berarti
3) Ekogenesitas lebih rendah dari parenkim hati normal
4) Bersentuhan dengan kapsul hati
5) Peninggian sonik distal
Gbr 7. USG Abses Hati Amuba16
d. Tomografi Computer
Sensitivitas Tomografi Computer berkisar 95-100% dan lebih baik
untuk melihat kelainan di daerah posterior dan superior. Tetapi tidak
dapat melihat integritas diafragma, sehingga tidak dapat menentukan
efusi pleura sebagai efusi reaktif atau ruptur dari diafragma.1,11,14,
Gbr 8. Gambaran CT Scan Abdomen Abses Hati Amuba dengan kontras IV dan oral.
Gambaran ini tidak dapat dibedakan dengan abses hati piogenik.11
Gbr 9. Gambaran CT Scan Abdomen Abses Hati Amuba pada pasien yang sama dengan
gambar 8 di atas tanpa kontras.11
e. Pemeriksaan Serologi
Membedakan abses piogenik dengan abses amuba pada hepar
seringkali tidak dapat dilakukan dengan mempergunakan kriteria klinis,
pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan radiologis. Karena itu,
pemeriksaan serologi diperlukan untuk memastikan adanya infeksi
amuba.14 Respon antibodi bergantung pada lamanya sakit dan negatif
pada minggu pertama. Titer antibodi dapat bertahan berbulan-bulan
sampai tahunan pada pasien di daerah endemik. Jadi tidak begitu spesifik
untuk daerah endemik, tetapi sangat spesifik untuk daerah bukan
endemik.1 Pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan meliputi IHA
(Indirect Hemagglutination), GDP (Gel Diffusion Precipitin),
ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent
Assay),counterimmunelectrophoresis, indirect immunofluorescence,
dan complement fixation. IHA dan GDP merupakan prosedur yang paling
sering digunakan. IHA dianggap positif jika pengenceran melampaui
1:128. Sensitivitasnya mencapai 95%. Bila tes tersebut diulang,
sensitivitasnya dapat mencapai 100%. IHA sangat spesifik untuk
amubiasis invasif, tetapi hasil yang positif bisa didapatkan sampai 20
tahun setelah infeksi mereda. GDP meskipun dapat mendeteksi 95%
abses hepar karena amuba, juga mendeteksi colitis karena amuba yang
noninvasif. Jadi, tes ini sensitif, tetapi tidak spesifik untuk abses amuba
hepar. Namun demikian, GDP dapat dikatakan tidak mahal, mudah
dilaksanakan, dan jarang sekali tetap positif sampai 6 bulan setelah
sembuhnya abses. Karena itu, bila pada pemeriksaan radiologi ditemukan
lesi "space occupying" di hepar, GDP sangat membantu untuk
memastikan apakah kelainan tersebut disebabkan amuba.1,3,11,13,14
ELISA, counterimmunelectrophoresis, dan indirect
immunofluorescence juga sangat sensitif dan cepat prosedurnya untuk
mendiagnosis amubiasis invasif. Namun pemeriksaan tersebut masih sulit
didapatkan dibanding IHA dan GDP dan harganya lebih mahal.
Prosedur "compement fixation"merupakan pemeriksaan serologi pertama
yang dikembangkan untuk mendiagnosis amubiasis invasif, namun
pelaksanaannya sukar dan sensitivitasnya kurang. Karena itu,
pemeriksaan ini jarang digunakan.11,14
E. Diagnosis
Diagnosis abses hati amuba di daerah endemis dapat
dipertimbangkan jika
terdapat demam, nyeri perut kanan atas dan hepatomegali yang nyeri
tekan. Di samping itu, bila didapatkan leukositosis, alkali fosfatase
meninggi disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan
pemeriksaan ultrasonografi serta dapat dibantu dengan tes serologi.1,3
F. Diagnosis Banding
Penyakit lain yang gejala klinisnya mirip dengan abses hati amuba
antara lain kolesistitis akut, hepatitis virus akut, dan karsinoma hati
primer tipe febril. Untuk memastikan diagnostik, perlu dilihat hasil
pemeriksaan ultrasonografi, punksi, dan percobaan pengobatan dengan
amubisid yang merupakan diagnosis pereksklusionem.3,10,14
G. Penatalaksanaan
Dengan ditemukannya metronidazol, sebagian besar kasus abses
hati amuba hepar tidak lagi memerlukan tindakan bedah. Aspirasi
perkutan atau tindakan bedah diperlukan bila diagnosisnya masih belum
dapat dipastikan atau bila terjadi komplikasi.
1. Antibiotik
Golongan imidasol meliputi metronidazol, tinidazol, dan niridazol
dapat memberantas amuba pada usus maupun hepar. Metronidazol
peroral, 750 mg, tiga kali sehari selama sepuluh hari, dapat
menyembuhkan 95% penderita abses amuba hepar.1,10Pemberian
intravena sama efektifnya, diperlukan pada penderita yang mengalami
rasa mual atau pada penderita yang keadaan umumnya buruk. Hasil yang
positif pada pemberian metronidazol secara empiris dapat memperkuat
diagnosis abses amuba hepar. Perbaikan gejala klinis terjadi dalam 3 hari
dan pemeriksaan radiologis menunjukkan penurunan ukuran abses dalam
7 sampai 10 hari. Metronidazol tidak mahal dan aman, namun merupakan
kontraindikasi pada kehamilan. Efek samping yang dapat terjadi ialah
mual dan rasa logam. Neuropati perifer jarang terjadi.1,10,11,13,14,
Emetin, dehidroemetin, dan klorokuin berguna pada abses amuba
hepar yang mengalami komplikasi atau bila pengobatan dengam
metronidazol gagal.10,14 Karena obat ini hanya memberantas amuba yang
invasif, diperlukan pemberian obat yang bekerja dalam usus secara
bersamaan. Pemberian metronidazol dapat dilanjutkan. Setelah terapi
abses hepar diberikan, direkomnedasikan pemberian agen luminal untuk
mencegah kekambuhan. Agen Luminal yang efektif untuk amubiasis
seperti iodokuinol, paronomysin dan diloxanide furoate.10 Emetin dan
dehidroemetin diberikan secara intramuskular. Emetin
memiliki"therapeutic range" yang sempit. Dapat terjadi proaritmia, efek
kardiotoksik yang diakibatkan akumulasi dosis obat. Penderita yang
mendapat obat ini harus tirah baring dan dilakukan pemantauan tanda
vital secara teratur.11,10,14,
Emetin dan dehidroemetin diindikasikan terutama untuk penderita
yang mengalami komplikasi paru, karena biasanya keadaan umumnya
buruk dan memerlukan terapi "multidrug" untuk mempercepat perbaikan
gejala klinis. Dehydroemetine 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular
(maksimum 99 mg/hari) selama 10 hari. Klorokuin dapat diberikan per
oral. Dosisnya 1g/hari selama 2 hari dan diikuti 500/hari selama 20 hari.
Meskipun efek samping penggunaan klorokuin lebih sedikit dibanding
emetin dan dehidroemetin, obat ini kurang poten serta sering terjadi
relaps jika digunakan sebagai obat tunggal. Saat ini klorokuin digunakan
bersamaan dengan emetin dosis rendah untuk strain amuba yang resisten
terhadap metronidazol. Kombinasi klorokuin dan emetin dapat
menyembuhkan 90% sampai 100% penderita amubiasis ekstrakolon yang
resisten.1,11,14,
2. Aspirasi Jarum
Penderita yang mendapat pengobatan amubisid sistemik namun
gejala klinisnya tidak menunjukkan perbaikan lebih dari 72 jam setelah
dimulainya pengobatan, akan menunjukkan perbaikan dengan cara
aspirasi rongga abses. Dalam hal ini, aspirasi berguna tidak hanya untuk
mengurangi gejala-gejala penekanan, tetapi juga untuk menyingkirkan
adanya infeksi bakteri sekunder. Aspirasi juga mengurangi risiko ruptur
pada abses yang volumenya lebih dari 250 ml, abses yang terletak pada
lobus kiri hepar, atau lesi yang disertai rasa nyeri hebat dan elevasi
diafragma, dan untuk membedakan dengan abses hati piogenik Aspirasi
juga bermanfaat bila terapi dengan metronidazol merupakan
kontraindikasi seperti pada kehamilan. Tidak ada indikasi untuk
melakukan injeksi obat-obatan ke dalam kavitas abses. Sebaiknya aspirasi
ini dilakukan dengan tuntunan USG. Bila abses menunjukkan adanya
infeksi sekunder, drainase terbuka adalah pilihan terapinya.1,3,10,11,13,14
3. Drainase Perkutan
Drainase perkutan berguna pada penanganan komplikasi paru,
peritoneum dan perikardial. Tingginya viskositas cairan abses amuba
memerlukan kateter dengan diameter yang besar untuk drainase yang
adekuat. Infeksi sekunder pada rongga abses setelah dilakukan drainase
perkutan dapat terjadi.14
4. Drainase Bedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak
berhasil membaik dengan terapi konservatif. Laparotomi diindikasikan
untuk perdarahan yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa penderita,
disertai atau tanpa adanya ruptur abses. Tindakan operasi juga dilakukan
bila abses amuba mengenai sekitarnya. Penderita dengan septikemia
karena abses amuba yang mengalami infeksi sekunder juga dicalonkan
untuk tindakan bedah, khususnya bila usaha dekompresi perkutan tidak
berhasil. Laparoskopi juga dikedepankan untuk kemungkinannya dalam
mengevaluasi terjadinya ruptur abses amuba intraperitoneal. Sepanjang
tindakan ini, kateter perkutan dimasukkan dengan tuntunan laparoskopi
akan berhasil mengeluarkan abses dan mencegah tindakan
laparotomi.3,13,14
H. Komplikasi
Diperkirakan 10% pasien dengan abses amuba hati akan mengalami
komplikasi. Dari penelitian yang baru-baru ini diadakan di China dengan
503 kasus abses amuba hati yang didokumentasikan sepanjang 21 tahun,
didapatkan 22% mengalami komplikasi dengan perforasi. Perforasi
tersering meliputi struktur pleura dan paru (72%), ruang subfrenik (14%),
dan ruang peritoneum (10%). Pada penelitian lain (India Selatan) dengan
200 kasus abses amuba hati yang didapati antara tahun 1989 dan 1991,
komplikasi yang didapat 4% termasuk pleural efusi (dua kasus),
konsolidasi paru (4 kasus), efusi perikardial (1 kasus), dan ascites (2
kasus). Peneliti di negara Barat melaporkan insidens komplikasi sebanyak
23%. Disebutkan pula pada sebuah penelitian bahwa pasien-pasien
dengan komplikasi didapatkan perubahan yang bermakna dari
hemoglobin, hematokrit, prothrombin time, total protein, albumin, LDH,
dan BUN. Juga titer antibodi terhadapE. histolytica meningkat pada
kelompok ini.10,14
Seperti halnya abses piogenik, angka kematian meningkat pada
pasien-pasien ini. Komplikasi tersering adalah ruptur abses ke dalam
peritoneum atau ke dalam toraks. Abses dapat juga menyebabkan erosi
organ di sekitarnya atau mendapat infeksi sekunder bakterial. Sangat
jarang, hemobilia dan kegagalan hepar timbul sebagai akibat
pertumbuhan yang erosif dari abses hati amuba.14
Sistem pleuropulmonum merupakan sistem tersering terkena bila
abses amuba hepar ruptur. Secara khusus, kasus tersebut berasal dari lesi
yang terletak di lobus kanan hepar. Abses menembus diafragma dan akan
timbul efusi pleura, empyema, abses pulmonum, atau pneumonia. Fistula
bronkopleura, biliopleura, dan biliobronkial juga dapat timbul dari ruptur
abses amuba. Pasien-pasien dengan fistula ini akan menunjukkan ludah
yang berwarna kecoklatan yang berisi amuba yang ada. Kebanyakan
komplikasi pleuropulmonum berespons baik terhadap antibiotik dan
drainase. Pasien-pasien dengan amuba empyema akan mengakibatkan
sesak napas dan perselubungan hemitoraks. Ini akan memerlukan terapi
multimedikamentosa, pemasangan toraks drain, dan sering torakotomi
dengan dekortikasi. Torakotomi mungkin juga diperlukan pada pasien-
pasien dengan fistula biliobronkial yang tidak membaik dengan
pengobatan konservatif.14
Tiga puluh persen dari komplikasi abses amuba, termasuk
kontaminasi peritoneal, berasal dari abses hepar kanan. Penanganan
amubiasis ruptur intraperitoneal masih kontroversial. Beberapa penulis
menganjurkan terapi antibiotik sistemik saja, yang lain menganjurkan
drainase perkutan. Pasien-pasien dengan perdarahan yang mengancam
nyawa atau yang gagal pada pengobatan konservatif memerlukan
laparotomi, drainase abses, dan irigasi amubisidal. Terapi amubisidal
sistemik adalah pengobatan awal dari fistula hepatokutan.14
Pada kurang dari 2% pasien, abses hepar kiri dapat mengalami
ruptur ke dalam perikardium. Pada kebanyakan pasien, akan timbul gagal
jantung kongestif. Penanganan dari amubiasis perikardial adalah
nonoperatif, dengan angka kematian yang rendah dengan aspirasi jarum
dan amubisidal sistemik dibanding prosedur drainase terbuka.14
I. Prognosis
Tidak seperti abses hati piogenik, angka kematian pada abses
amuba hepar tercatat dalam sejarah lebih rendah. Tahun 1935, Ochner
melaporkan 9% pasien dengan abses amuba meninggal karena
penyakitnya. Para peneliti mengevaluasi pengobatan dengan antibiotik
saja, antibiotik dikombinasikan dengan aspirasi jarum, dan antibiotik
dengan drainase terbuka, telah dilaporkan dengan angka kematian yang
sama antara 2% sampai 3%.14
Beberapa faktor klinis telah dikaitkan dengan prognosis yang jelek
pada pasien-pasien dengan abses amuba hepar. Peningkatan umur,
manifestasi klinis yang lambat, encephalopathy, multipel abses, volume
abses > 500 ml, dan komplikasi seperti ruptur intraperikardial atau
komplikasi pulmonum meningkatkan tiga kali angka
kematian.Hiperbilirubinemia (>3,5 mg/dL) juga termasuk faktor resiko,
dengan ruptur timbul lebih sering pada pasien-pasien
dengan jaundice. Kadar hemoglobin 8 g/dL dan serum albumin <2 g/dL
juga meningkatkan resiko ruptur. Meskipun demikian, kebanyakan pasien
dengan abses amuba hepar, dengan atau tanpa komplikasi, memiliki
respons yang baik terhadap pengobatan medis dan dapat sembuh.11,14
top related