r. ruminansia
Post on 19-Jan-2016
71 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMRANSUM RUMINANSIA
“PEMBUATAN SILASE”
KELOMPOK III
FATMAWATI KHALIFAH I111 12 261NUR KAMAL AKBAR I111 12 265RHIZA ACHMAD OS I111 12 267YULIA IRWINA BONEWATI I111 12 271NUR ICHWAN HUSAIN I111 12 273ANDI SUKMA INDAH I111 12 275FACHRURROZI I111 12 277MUHAMMAD AKBAR I111 12 279WAHYU ARYANTO U AM I111 12 281RAHMAT BURHAN I111 12 283MUH. FADIEL HAMID I111 12 285NESMAWATI I111 12 287KURNIATI I111 12 291WENDY NATALIA I111 12 293RAHMA NINGSI I111 12 295SURYANTI ILYAS I111 12 297RUDIANSYAH YUSUF I111 12 299ANDI ZHULFIMAN SELLE I111 12 301ROSALDI I111 12 303RAHMAT HIDAYAT I111 12 307
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2014
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hijauan makanan ternak merupakan salah satu bahan makanan ternak
yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi kehidupan dan kelangsungan
populasi ternak ruminansia. Oleh karenanya, hijauan makanan ternak sebagai
salah satu bahan makanan merupakan dasar utama untuk mendukung
peternakan terutama bagi peternak sapi potong, perah atau ternak ruminansia
lainnya yang setiap harinya membutuhkan cukup banyak hijauan pakan ternak.
Kebutuhan akan hijauan pakan akan semakin banyak sesuai dengan
bertambahnya jumlah populasi ternak yang dimiliki. Kendala utama di dalam
penyediaan hijauan pakan adalah produksinya tidak dapat tetap sepanjang
tahun. Pada saat musim penghujan, produksi hijauan makanan ternak akan
melimpah, sebaliknya pada saat musim kemarau tingkat produsinya akan
rendah, atau bahkan dapat berkurang sama sekali. Demi ketersediaan hijauan
makan ternak yang tetap sepanjang tahun, maka diperlukan teknologi
pengawetan hijauan yang menjadikan kualitas hijauan hampir sama seperti
sebelum diolah.
Silase merupakan salah satu teknologi yang memiliki tujuan untuk
proses pengawetan hijauan makanan ternak sehingga ketersedian sumber serat
tersedia sepanjang tahun, dimana teknik penyimpanan yang dapat dimanfaatkan
tidak hanya dalam musim kemarau, tetapi di semua musim. Bahan untuk
pembuatan silase bisa berupa hijauan atau bagian bagian lain dari tumbuhan
yang disukai ternak ruminansia. Hal inilah yang melatarbelakangi Praktikum
Pembuatan Silase.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dilakukannya Praktikum Pembuatan Silase adalah untuk
mengetahui kualitas silase dari segi warna, tekstur, ph, dan ada tidaknya jamur
pada silase yang terbuat dari bahan pakan berupa jerami padi 60%, daun murbei
20%, dan konsentrat 20%.
Adapun kegunaan dilakukannya Praktikum Pembuatan Silase adalah
agar praktikan dapat mengetahui cara pembuatan silase dan kualitas silase yang
baik.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum Jerami Padi
Padi merupakan tumbuhan monocotyl yang tumbuh di daerah tropis.
Tanaman padi yang telah siap panen akan diambil butiran-butirannya dan
batang serta daunnya akan dibuang. Batang dan daun inilah yang disebut
dengan jerami. Jerami merupakan salah satu limbah pertanian yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Selama ini jerami padi digunakan untuk pakan
ternak dan media tumbuh jamur. Meskipun demikian jerami masih berlimpah
dan terkadang harus dibakar (Auda, 2010).
Sebatang jerami yang telah dirontokkan gabahnya terdiri atas (Auda,
2010):
1. Batang (lidi jerami) kurang lebih sebesar lidi kelapa dengan rongga udara
memanjang di dalamnya.
2. Ranting jerami merupakan tempat dimana butiran butiran menempel.
Ranting jerami ini lebih kecil, seperti rambut yang bercabang-cabang
meskipun demikian ranting jerami mempunyai tekstur yang kasar dan kuat.
3. Selongsong jerami adalah pangkal daun pada jerami yang membungkus
batang atau lidi jerami.
Jerami merupakan golongan kayu lunak yang mempunyai komponen
utama selulosa. Selulosa adalah serat polisakarida yang berwarna putih yang
merupakan hasil dari fotosintesa tumbuh - tumbuhan. Jumlah kandungan
selulosa dalam jerami antara 35 - 40 %. Kandungan lain pada jerami adalah
lignin dan komponen lain yang terdapat pada kayu dalam jumlah sedikit (Auda,
2010).
Komposisi kimia jerami padi dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini
Tabel 1. Komposisi Kimia Jerami Padi Senyawa Komposisi Jerami Kering
Air (%) 12Protein (%) 6,8Lemak (%) 2,3Karbohidrat (%) 74Kalsium (mg/100 gr) 0,32Phospor (mg/100 gr) 0,17
Sumber: Auda, 2010.
Ketersediaan jerami padi yang cukup tinggi belum dimanfaatkan secara
optimal oleh petani peternak bahkan jerami padi sering dibakar sehingga
terbuang percuma. Kondisi ini terjadi karena kurangnya pengetahuan petani
peternak dalam memanfaatkan jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia
khususnya sapi Bali (Trisnadewi dkk, 2011).
Jerami padi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak terutama pada saat
musim kering, ketersediaan hijauan pakan ternak termasuk rumput terbatas dan
sulit dicari. Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak mengalami beberapa
kendala antara lain, nilai nutrisinya yang rendah dibandingkan dengan rumput
segar terutama dalam kandungan protein kasar dan mineral serta kecernaannya.
Kandungan protein kasar jerami padi rendah (3-5%), SK tinggi, kekurangan
mineral, ikatan lignoselulosanya kuat dan kecernaannya rendah. Rendahnya
nilai nutrisi jerami padi disebabkan oleh kadar protein, kecernaan, mineral
esensial dan vitamin yang rendah, serta kadar SK yang tinggi (Trisnadewi dkk,
2011).
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas jerami padi dapat
dilakukan dengan meningkatkan nilai cernanya melalui pemecahan ikatan
kompleks lignoselulosa baik secara kimia, fisika, biologi maupun kombinasinya
(Trisnadewi dkk, 2011).
B. Gambaran Umum Daun Murbei
Tanaman murbei mempunyai potensisebagai bahan pakan yang
berkualitas karena potensi produksi, kandungan nutrient dan daya adaptasi
tumbuhnya yang baik. Produksi daun murbei sangat bervariasi tergantung pada
varietas, lahan, ketersediaan air dan pemupukan. Produksi biomassa murbei
dengan interval defoliasi 90 hari akan mencapai 25 ton BK/ha/thn dan produksi
daun sebesar 16 ton BK/ha/thn sedangkan produksi daun sebesar 19 ton
BK/ha/thn. Potensi produksi tersebut lebih tinggi dibanding dengan leguminosa
lain seperti gamal dengan potensi produksi sebesar 7-9 ton BK/ha/tahun (Jaya,
2012).
Kandungan nutrien daun murbei meliputi 22-23% PK, 8-10% total gula,
12-18% mineral, 35% ADF, 45,6% NDF, 10-40% hemiselulosa, 21,8%
selulosa. Kandungan nutrien daun beberapa varietas murbei disajikan pada tabel
1. Kualitas daun murbei yang tinggi juga ditandai oleh kandungan asam
aminonya yang lengkap. Rata-rata komposisi asam amino daun murbei yang di
analisis dari 119 varietas murbei disajikan pada tabel 3. Tanaman murbei juga
teridentifikasi mengandung asam askorbat, karoteinase, vitamin B1, asam folat
dan provitamin D (Jaya, 2012).
Tabel 2. Komposisi Nutrien Daun MurbeiKomposisi Nutrien Varietas Murbei
Morus Alba
Morus Nigra
Morus Multicaulus
Morus Cathayana
Morus Australis
Air (%)Potein Kasar (%)Serat Kasar (%)
82.2720.1513.27
83.1720.0616.19
77.1115.5112.55
79.5518.5312.89
83.8919.4412.82
Lemak Kasar (%)Abu (%)
3.6210.58
3.6310.77
3.6410.97
3.6914.84
4.1010.63
Sumber: Jaya, 2012.
Komposisi nutrient yang lengkap serta produksi daun yang tinggi
menjadikan tanaman murbei potensial dijadikan bahan pakan ternak
menggantikan konsentrat khususnya untuk ternak ruminansia. Di Indonesia,
tanaman murbei baru digunakan sebagai pakan ulat sutra, sedangkan penelitian
atau pemanfaatan murbei sebagai pakan ternak belum dijumpai. Kondisi yang
berbeda terjadi di negara bagian Amerika, dimana daun murbei telah digunakan
sebagai bahan pakan ternak. Di Indonesia dikenal beberapa spesies murbei yang
potensial untuk pakan ulat sutera atau sumber bahan baku pakan ayam, antara
lain Morus alba, Morus nigra, Morus multicaulis, Morus astralis, Morus
cathayana, Morus mierovra, Morus alba var. Macrophylla, dan Morus
bombycis. Daun murbei potensial menjadi sumber pakan di wilayah tropis
(Jaya, 2012).
Daun murbei berpotensi baik sebagai sumber pakan alternative karena
kandungan proteinnya cukup tinggi yaitu sebesar 20,4 %. Daun tersebut dapat
dipanen sepanjang tahun karena tidak mengalami masa istirahat. Tanaman
murbei dapat tumbuh baik di daerah tropis. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tanaman murbei dapat dibudidayakan di Indonesia, sehingga dapat
digunakan dalam jumlah yang tinggi sebagai pakan ternak. Namun demikian
sebelum digunakan pada ternak secara terus – menerus perlu dilakukan
kajian untuk mengetahui level pemberian daun murbei yang efisien pada ternak
(Syahrir dkk, 2009).
Penambahan tepung daun murbei kedalam ransum telah dilakukan,
namun pemberian dalam jumlah yang banyak mungkin menyebabkan
penurunan produksitvitas ternak. Pemberian tepung daun murbei pada ayam
petelur sebanyak 3, 6 dan 9 % dalam ransum memberikan hasil yang semakin
baik dibandingkan kontrol. Hasil yang baik ditunjukkan dengan peningkatan
berat telur maupun kualitas kuning telur, namun pada pemberian sampai
15% dalam ransum menurunkan kualitas berat telur, yaitu berat dan rasio
produksi. Berdasarkan hasil tersebut dapat diduga adanya kandungan senyawa
yang membatasi penggunaan daun murbei sebagai pakan ternak (Syahrir dkk,
2009).
Daun murbei merupakan salah satu pakan lokal yang selama ini
digunakan sebagai pakan ulat sutra, dan juga memiliki potensi sebagai
pakan ternak. Daun murbei menunjukkan hasil yang cukup baik ketika
digunakan sebagai pakan ternak ruminansia tetapi belum terdapat laporan hasil
penggunaannya sebagai pakan unggas (Has dkk, 2013).
Pemanfaatan murbei sebagai pakan lokal unggas dapat meningkatkan
efisiensi usaha oleh karena secara ekonomis lebih murah. Namun demikian,
tingginyakandungan serat kasar dan antinutrisi dapat mengganggu
kecukupan energi unggas dengan cara menghalangi penyerapan nutrien dari
pakan dalam saluran pencernaan. Kandungan antinutrisi 1-deoxynojirimycin
(DNJ) dilaporkan dapat menghambat aktivitas alfa-glukosidase, mengintervensi
proses hidrolisis karbohidrat, menghambat penyerapan glukosa dan
monosakarida-monosakarida (Has dkk, 2013).
Daun murbei merupakan bahan pakan yang berasal dari hijauan dengan
komposisi nutrisi yang sebagian besar terdiri atas hemiselulosa dan selulosa
(serat) dan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh broiler. Serat kasar
memiliki sifat meningkatkan laju pakan dalam saluran pencernaan. Dengan
demikian, penyerapan zat makanan tidak optimal terutama penyerapan
sumber energi. Selain itu peningkatan laju pakan juga menyebabkan saluran
pencernaan lebih cepat kosong dan menstimulasi ayam untuk mengkonsumsi
lebih banyak (Has dkk, 2013).
Fermentasi daun murbei dengan cairan rumen tidak menunjukan
pengaruh terhadap konsumsi, hal ini disebabkan tingkat konsumsi sebagian
besar dipengaruhi total serat kasar, sedangkan fermentasi lebih cenderung
meningkatkan kecernaan melalui perubahan komposisi kimiawi pakan
dibanding meningkatkan konsumsi pakan. Fermentasi dapat meningkatkan
kualitas nutrisi bahan pakan, karena pada proses fermentasi terjadi perubahan
kimiawi senyawa-senyawa organik (karbohidrat, lemak, protein, serat kasar dan
bahan organik lain) baik dalam keadaan aerob maupun anaerob, melalui kerja
enzim yang dihasilkan mikroba (Has et al., 2013).
C. Gambaran Umum Konsentrat
Konsentrat berupa bijian dan butiran serta bahan berserat yaitu jerami
dan rumput yang merupakan komponen penyusun ransum. Pakan penguat
(konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan
mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal
dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes,
dan berbagai umbi. Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan
memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah.
Konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar kurang dari 18%,
berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari pabrik dan umbi-
umbian (Haryanti, 2009).
Bekatul dalam susunannya mendekati analisis dedak halus, akan tetapi
lebih sedikit mengandung selaput putih dan bahan kulit, di dalam bekatul juga
tercampur pecahan halus dari menir. Kandungan nutrien dari bekatul adalah
15% air, 14,5% PK, 48,7% BETN, 7,4% SK, 7,4% LK dan 7,0 % abu, kadar
protein dapat dicerna 10,8% dan Martabat pati (MP) = 70. Bekatul mengandung
85% BK, 14% PK, 87,6% TDN, 0,1% kalsium (Ca) dan 0,8% phospor (P)
(Haryanti, 2009).
Ampas tahu adalah ampas yang diperoleh dari pembuatan tahu yang
diberikan kepada ternak besar dan kecil. Ampas tahu dalam keadaan segar
mengandung lebih dari 80% air. Kandungan nutrien dari ampas tahu adalah
84% air, 5% PK, 5,8% (bahan ekstrak tanpa nitrogen) BETN, 3,2 % SK,1,2%
LK, dan 0,8% abu. Ampas tahu yang sudah dikeringkan masih mengandung
kira-kira16% air, dengan kadar protein dapat dicerna (Prdd) 22,3% dan nilai
MP=62. Ampas tahu mengandung 23% BK, 23,7% PK, 23,6% SK dan 79%
TDN (Haryanti, 2009).
Ketela pohon (Manihot utilissima) mempunyai umbi dengan kadar
tepung yang sangat tinggi. Umbi ketela pohon yang masih segar tidak
dianjurkan diberikan pada ternak secara rutin, karena mengandung racun sianida
yang sangat berbahaya. Kandungan nutrisi ketela pohon adalah 32,3% BK,
3,3% PK, 4,2% SK, 81,8% TDN (Haryanti, 2009).
D. Gambaran Umum Urea
Urea adalah suatu senyawa organik yang terdiri dari unsur karbon,
hidrogen, oksigen dan nitrogen dengan rumus CON2H4 atau (NH2)2CO. Urea
juga dikenal dengan nama carbamide yang terutama digunakan di kawasan
Eropa. Nama lain yang juga sering dipakai adalah carbamide resin, isourea,
carbonyl diamide dan carbonyldiamine. Senyawa ini adalah senyawa organik
sintesis pertama yang berhasil dibuat dari senyawa anorganik, yang akhirnya
meruntuhkan konsep vitalisme (Laras, 2013).
Untuk meningkatkan konsumsi pakan oleh ternak pada kondisi
pemeliharaan tradisional ialah dengan memberikan suplemen yang tersusun dari
kombinasi bahan ilmiah sumber protein dengan tingkatan jumlah tertentu yang
secara efisien dapat mendukung pertumbuhan, perkembangan dan kegiatan
mikroba secara efisiensi dalam rumen. Selanjutnya produktivitas hewan dapat
ditingkatkan dengan memberikan sumber N protein dan/ atau non protein serta
mineral tertentu. Suplementasi secara keseluruhan diharapkan dapat
memberikan pengaruh yang baik melalui peningkatan protein mikrobial,
peningkatan daya cerna dan peningkatan konsumsi pakan hingga diperoleh
keseimbangan yang lebih baik antara amino dan energi di dalam zat-zat
makanan yang terserap (Laras, 2013).
Hasil penelitian laboratorium, selalu dan akan selalu menghasilkan
adanya perbaikan nitrisi terhadap bahan makanan ternak yang diberi larutan
urea. Protein, nutrisi terpenting dan relatif mahal ini menjadi begitu murah dan
mudah didapat dengan pemberian urea. Bahan pakan pun secara laboratorium
menunjukkan berbagai perbaikan. Serat kasar yang sulit dicerna rumen pun
menjadi lebih bisa bermanfaat setelah melalui proses urease (Laras, 2013).
Hasil penelitian pengolahan jerami padi IR 38 dengan pemberian urea 4
% bukan hanya meningkatkan protein kasar secara drastis tetapi juga
meningkatkan daya cernanya 50 % lebih baik, serat kasar bahkan menunjukan
perbaikan daya cernanya lebih dari itu. Perbaikan juga terjadi pada daya cerna
bahan kering dan bahan organik. Sekali lagi, mahasiswa mendapatkan amanat
yang harus dipegang teguh bahwa sekalipun hasil kerja di laboratorium
menunjukkan berbagai keindahan tetapi harus hati-hati dalam penerapannya di
lapangan. Penggunaan protein semu tersebut telah menunjukkan berbagai
bahaya. Misalnya, sapi laktasi tiba-tiba turun drastis produksinya, menyebabkan
kemandulan, dan lain-lainnya. Masalah sosial-budaya peternak yang tidak
setinggi manusia laboratorium memperparah keadaan, angka kematian tidak
dapat dihindarkan (Laras, 2013).
Sampai sekarang penambahan urea menjadi pro dan kontra. Namun
sebagaian besar nutrisionis Indonesia merekomendasikan penggunaan urea
dengan batasan-batasan tertentu dengan beberapa alas an berikut. Urea
merupakan salah satu sumber Non Protein Nitrogen (NPN) yang mengandung
41-45 % N. Disamping itu penggunaan urea dapat meningkatkan nilai gizi
makanan dari bahan yang berserat tinggi serta berkemampuan untuk
merenggangkan ikatan kristal molekul selulosa sehingga memudahkan mikroba
rumen memecahkannya (Laras, 2013).
Dengan demikian, pemberian urea untuk pakan ternak sepanjang
memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku seperti diuraikan di atas, maka hal
tersebut tidak berbahaya bagi ternak justru meningkatkan kualitas pakan dan
pertumbuhan yang baik bagi ternak (Laras, 2013).
E. Gambaran Umum Molases
Bahan sisa dari industri gula banyak dijumpai hasil utamanya. Dari
berbagai bahan sisa yang dihasilkan industri gula, molase merupakan bahan
dasar yang berharga sekali untuk industry dengan fermentasi. Molase adalah
sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir. Molase
tidak dapat dikristalkan karena mengandung glukosa dan fruktosa yang sulit
untuk dikristalkan. Molase merupakan produk limbah dari industri gula di mana
produk ini masih banyak mengandung gula dan asam – asam organik, sehingga
merupakan bahan baku yang sangat baik untuk industri pembuatan etanol.
Bahan ini merupakan produk sampingan yang dihasilkan selama proses
pemutihan gula (Simanjuntak, 2009).
Kandungan gula dari molase terutama sukrosa berkisar 40-55 %. Molase
masih mengandung kadar gula yang cukup untuk dapat menghasilkan etanol
dengan proses fermentasi, biasanya pH molase berkisar 5,5-6,5. Molase yang
masih mengandung kadar gula sekitar 10-18 % telah memberikan hasil yang
memuaskan untuk pembuatan etanol. Jenis mikroorganisme yang berperan yaitu
adalah golongan khamir Saccharomyces cerevisiae (Simanjuntak, 2009).
Tabel 3. Komposisi Kimia MolaseKomposisi Persentase (%)Bahan kering 77 – 84Total gula sebagai gula invert 52 – 67
C -N 0,4 – 1,5P2O5 0,6 – 2,0CaO 0,1 – 1,1MgO 0,03 – 0,1K2O 2,6 - 5,0SiO2 -Al2O3 -Fe2O5 -C -N 0,4 – 1,5P2O5 0,6 – 2,0
CaO 0,1 – 1,1MgO 0,03 – 0,1K2O 2,6 - 5,0
Total abu 7 - 11Sumber: Simanjuntak, 2009.
Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Molase kelas 1, kelas
2 dan “black strap”. Molase kelas 1 didapatkan saat pertama kali jus tebu
dikristalisasi. Saat dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak mengkristal
dan berwarna bening. Maka sisa jus ini langsung diambil sebagai molase kelas
1. Kemudian molase kelas 2 atau biasa disebut dengan “Dark” diperoleh saat
proseskristalisasi kedua. Warnanya agak kecoklatan sehingga sering disebut
juga denganistilah “Dark”. Dan molase kelas terakhir, ”Black Strap” diperoleh
dari kristalisas terakhir. Warna “black strap” ini memang mendekati hitam
(coklat tua) sehingga tidak salah jika diberi nama “Black Strap” sesuai
dengan warnanya. “Black strap” ternyata memiliki kandungan zat yang
berguna. Zat-zat tersebut antara lain kalsium, magnesium, potasium, dan
besi. “Black strip” memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, karena
terdiri dari glukosa dan fruktosa (Simanjuntak, 2009).
F. Gambaran Umum Silase
Silase merupakan pengawetan bahan pakan melalui fermentasi yang
menghasilkan kadar air yang tinggi yang biasa digunakan pada hijauan sebagai
pakan ruminansia atau pakan yang berasal dari tanaman serealia yang
penggunaannya sebagai biofuel. Bahan untuk pembuatan silase adalah segala
macam hijauan dan bahan dari tumbuhan lainnya yang disukai oleh ternak
ruminansia, seperti rumput, sorghum, jagung, biji - bijian kecil, tanaman tebu,
tongkol gandum, pucuk tebu dan jerami padi, dan lain-lain (Jaya, 2012).
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan
baku yang berupa tanaman hijauan , limbah industri pertanian, serta bahan
pakan alami lainya, dengan kandungan air pada tingkat tertentu kemudian di
masukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara yang biasa
disebut dengan Silo, selama sekitar tiga minggu. Didalam silo tersebut tersebut
akan terjadi beberapa tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen),
dimana “bakteri asam laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada
bahan baku, sehingga terjadilah proses fermentasi. Silase yang terbentuk karena
proses fermentasi ini dapat di simpan untuk jangka waktu yang lama tanpa
banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya (Jaya, 2012).
Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan
pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan
ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk
kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak, sehingga dapat mengatasi
kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Sayangnya
fermentasi yang terjadi didalam silo (tempat pembuatan silase), sangat tidak
terkontrol prosesnya, akibatnya kandungan nutrisi pada bahan yang di awetkan
menjadi berkurang jumlahnya. Maka untuk memperbaiki berkurangnya nutrisi
tersebut, beberapa jenis zat tambahan (additive) harus digunakan agar
kandungan nutrisi dalam silase tidak berkurang secara drastis, bahkan bisa
meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi ternak yang memakannya.
Pembuatan silase dapat juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaannya
tergantung dari ahan tambahan yang akan di pergunakan. Adapun penggunaan
bahan tambahan sangat tergantung dari kebutuhan hasil yang ingin di capai
(Jaya, 2012).
Silase merupakan salah satu teknik pengawetan hijauan pakan
ternak untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kering. Segala macam
hijauan dapat digunakan sebagai silase baik itu berupa rumput segar (rumput
lapangan dan rumput unggul) maupun limbah pertanian. Berbagai macam
pengawet juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan silase, yaitu molases, gula
merah, dedak maupun limbah agroindustri lainnya (Jaya, 2012).
BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Hasil Praktikum Pembuatan Silase yang telah dilakukan
maka diperolah hasil pengujian pembuatan silase yaitu sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Pengujian Pembuatan SilaseWaktu Hasil
Bau Khas AmoniasiWarna Coklat mudaTekstur HaluspH AsamJamur Ada
Sumber: Data Hasil Praktikum Ransum Ruminansia, 2014
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil pengujian pada pembuatan
silase yang dihasilkan dilihat dari parameter bau bahwa silase yang dihasilkan
berbau khas yaitu memiliki bau atau aroma amoniak. Bau atau aroma amoniak
yang timbul dari silase yang telah dibuat dapat disebabkan karena adanya
penambahan zat-zat aditif seperti urea. Dimana urea dapat diurai menjadi
amoniak. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuni (2009) yang menyatakan bahwa
ada tiga sumber amoniak yang dapat dipergunakan dalam proses amoniasi yaitu:
NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam
bentuk padat.
Berdasarkan hasil pengujian pada pembuatan silase yang dihasilkan
dilihat dari parameter warna bahwa silase yang dihasilkan berwarna coklat
muda. Warna pada silase ini dipengaruhi oleh warna dari bahan yang digunakan.
Dari warna yang dihasilkan maka dapat diketahui bahwa silase tersebut
memiliki kualitas baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Febrisiantosa (2007)
yang menyatakan bahwa silase yang berkualitas baik mempunyai ciri-ciri
teksturnya tidak berubah, tidak menggumpal, berwarna coklat seperti daun
direbus, berbau dan berasa asam. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan Susetyo (1980) yang menyatakan bahwa silase yang baik memiliki
warna yang tidak jauh berbeda dengan warna bahan dasar itu sendiri, memiliki
pH rendah dan baunya asam.
Berdasarkan hasil pengujian pada pembuatan silase yang dihasilkan
dilihat dari parameter tekstur dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan
bertekstur lembut dan masih utuh. Dari tekstur silase yang dihasilkan dapat
disimpulkan bahwa silase yang dihasilkan merupakan silase yang memiliki
kualitas yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Zailzar dkk (2011) bahwa
ciri-ciri silase yang baik yaitu berbau harum dan bertekstur remah atau halus
dan lembut, serta tekstur segar, berwarna kehijau-hijauan dan tidak
menggumpal.
Berdasarkan hasil pengujian pada pembuatan silase yang dihasilkan
diliat dari parameter pH dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan memiliki
pH yang asam. Silase yang baik itu harus dalam suasana/kondisi asam karena
terjadi proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Siregar
(1996) yang menyatakan bahwa pada pembuatan silase perlu ditambahkan
bahan pengawet agar terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal.
Rasa asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses
ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam.
Diperkuat oleh pernyataan Hal ini sependapat dengan Zailzar dkk (2011) bahwa
ciri-ciri silase yang baik yaitu memiliki pH antara 4 sampai 4,5.
Berdasarkan hasil pengujian pada pembuatan silase yang dihasilkan
dilihat dari pertumbuhan jamur dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan
ditumbuhi oleh jamur. Silase yang telah dibuat berkualitas rendah karena silase
tersebut ditumbuhi jamur. Pertumbuhan jamur pada silase ini dapat disebabkan
karena kondisi lingkungan yang mempunyai kelembapan tinggi, adanya aliran
udara didalam silo, dan kadar air yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kartadisastra (2004) bahwa silase yang baik mempunyai tekstur segar, berwarna
kehijau-hijauan dan tidak menggumpal. Tetapi silase yang dihasilkan sedikit
berjamur pada bagian permukaan silase. Hal ini disebabkan karena tidak
kuatnya ikatan atau masih memungkinkan udara masuk. Sehingga perlu
diperhatikan pada saat mengikat atau menutup silase harus benar-benar
dipastikan bahwa udara tidak masuk sehingga tercipta suasana yang benar-benar
hampa udara.
BAB IVPENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Praktikum Pembuatan Silase yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa dalam pembuatan silase dengan perbandingan jerami plus
dan konsentrat (60:40) diperlukan 2,04 kg jerami plus dan 0,96 kg konsentrat.
Pada hasil uji kualitas silase yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa silase
memiliki bau yang khas berupa aroma amoniak, dengan warna coklat muda
sedangkan dari segi tekstur bertekstur halus dengan pH asam namun ditumbuhi
jamur. Sedangkan secara umum didapatkan hasil dari segi warna, bau, dan
tekstur silase maupun ada tidaknya jamur menunjukkan kualitas silase tidak
bagus.
B. Saran
Sebaiknya pada praktikum pembuatan silase selanjutnya dilakukan
pengukuran pH agar dapat diketahui apakah silase yang dihasilkan benar-benar
berkualitas baik.
DAFTAR PUSTAKA
Auda, Haris Yoyo. 2010. Bab I Pendahuluan. http://bagasvanirawan.files. wordpress.com/2010/08/biomass-wes-ringkes.doc. Diakses tanggal 4 Juni 2014.
Febrisantosa, S. 2007. Silase Komplit Untuk Pakan Ternak. http://jiwocore. wordpress.com. Diakses pada tanggal 3 juni 2014.
Haryanti, Nina Woro. 2009. Kualitas Pakan Dan Kecukupan Nutrisi Sapi Simental di Peternakan Mitra Tani Andini, Kelurahan Gunung Pati, Kota Semarang. Laporan Praktek Kerja Lapangan. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Has, H., V. D. Yunianto, B. Sukamto. 2013. Kecukupan energi pakan yang menggunakan daun murbei (Morus alba) fermentasi melalui pengukuran glukosa, lemak abdominal dan konsumsi ransum. JITP Vol. 3 No. 1, Juli 2013.
Jaya, Irvan. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Daun Murbei (Morus Alba) Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Kualitas Silase Limbah Organik Pasar. Makalah Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kartadisastra. 2004. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Laras, Mandiri. 2013. Urea Sebagai Pakan Ternak ?. mandirilaras.blogspot. com/2013/01/urea-sebagai-pakan-ternak.html. Diakses tanggal 4 Juni 2014.
Simanjuntak, R. 2009. Studi Pembuatan Etanol Dari Limbah Gula (Molase). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan Departemen Makanan Ternak Fapet. IPB Press. Bogor.
Syahrir, S., K. G. Wiryawan, A. Parakkasi, Winugroho dan W. Ramdania. 2009. Daya hambat hidrolisis karbohidrat oleh ekstrak daun murbei. Agripet Vol 9, No. 2, Oktober 2009.
Trisnadewi, A. A. A. S., N. L. G. Sumardani, B. R. Tanamaputri, I G. L. O. Cakra, Dani G. A. I. Aryani. Peningkatan kualitas jerami padi melalui penerapan teknologi amoniasi urea sebagai pakan sapi
berkualitas di desa bebalang kabupaten bangli. Udayana Mengabdi Volume 10 Nomor 2 Tahun 2011.
Yuni, D. 2009. Laporan Praktikum Pembuatan Silase. http://wwwyunidedare lombok.blogspot.com . Diakses pada tanggal 3 Juni 2014.
Zailzar, L., Sujono, Suyatno dan A. Yani. 2011. Peningkatan Kualitas Dan Ketersediaan Pakan Untuk Mengatasi Kesulitan di Musim Kemarau Pada Kelompok Peternak Sapi Perah. Jurnal Dedikasi Vol. 8.
LAMPIRAN
Perhitungan
Bahan yang digunakan:
a. Jerami plus : 60 %
b. Konsentrat : 40 %
Kadar Bahan
Bahan Kadar BK Kadar Air
Jerami Plus 40% 60%
Konsentrat 85% 15%
Nilai Keuntungan/ Koefisien Bahan
a. Jerami plus :
b. Konsentrat :
Σ Koefisien Bahan : 125 + 58,8
: 183,8
Jumlah bahan yang digunakan berdasarkan kondisi dilapangan
a. Jerami plus :
b. Konsentrat :
Jadi, untuk membuat silase dengan berat 3 Kg diperlukan 2,04 Kg jerami plus,
dan 0.96 Kg konsentrat.
top related