prposal proyek urine
Post on 09-Feb-2016
130 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
URINE
Urine merupakan cairan sisa metabolisme yang diekskresikan oleh ginjal,
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Proses
pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah
yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga keadaan homeostasis cairan tubuh.
Secara umum urin berwarna kuning, urin berbau khas (ammonia). pH urin
berkisar antara 4,8 – 7,5, urin, akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi
banyak protein,dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak
sayuran. Secara kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah
nitrogen (ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan
sayuran dan buah, badan keton zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na,
Cl, K, Amonium, sulfat, Ca dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat
kimia asing), zat abnormal (protein, glukosa, sel darah Kristal kapur)
Volume urin normal per hari adalah 900 – 1200 ml, volume tersebut
dipengaruhi banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alcohol, dan
kopi), jumlah air minum, hormon ADH, dan emosi. Zat-zat diuretika tak hanya
mempengaruhi volume urin normal, tetapi juga mempengaruhi pH urine dan
warna Urine.
AKTIVITAS DIURETIK
Aktivitas diuretik adalah suatu aktivitas yang mempengaruhi kerja
metabolic ginjal dalam proses pengeluaran kemih (dieresis). Aktivitas diuretic
sendiri dipengaruhi oleh zat-zat diuretic yang dapat memperbanyak pengeluaran
urine, dengan mekanisme kerja langsung maupun tidak langsung. Mekanisme
kerja langsung adalah dengan mempengaruhi kerja metabolic ginjal dalam
memproduksi hasil ekskresi. Sedangkan mekanisme kerja tidak langsung adalah
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 1
dengan memperkuat kerja kontraksi jantung, memperbesar volume darah, atau
dengan merintangi sekresi hormone antidiuretik. Fungsi utama dari aktivitas
diuretic adalah untuk memobilisasi cairan udema, yang artinya mengubah
keseimbangan cairan, sehingga cairan ekstrasel menjadi normal atau dalam
keadaan homeostatis. Aktivitas diuretic dimulai dari mengalirnya darah ke dalam
glomerolus, dimana tempat terjadi proses filtrasi. Ultrafitrat yang didapat dari
proses filtrasi pertama ini, di lanjutkan ke tubulus proksimal dan distal, dimana
kedua bagian tersebut di hubungkan oleh lengkung henle. Pada lengkung henle
inilah, terjadi aktivitas diuretic (dalam hal ini yaitu memperbanyak volume
urine),yaitu penyerapan kembali unsure-unsur yang dibutuhkan oleh tubuh, yaitu
air, garam, maupun zat-zat lainnya. Dalam mekanisme kerja langsung aktivitas
diuretic, dipengaruhi oleh zat-zat diuretic kimiawi, salahsatunya adalah
furosemide.
FUROSEMIDE
Furosemide adalah suatu zat yang bekerja dalam proses Inhibisi reabsorpsi
natrium dan klorida pada lengkung Henle ascendens dan tubulus distal, yang
mempengaruhi kerja sistem ko-transpor ikatan klorida, untuk kemudian
meningkatkan ekskresi air, natrium, klorida magnesium dan kalsium. Furosemide
sendiri biasa digunakan untuk mengurangi kasus pembengakakan dan
penyimpanan cairan pada masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan sirosis
hati. Penggunaan furosemide berlebih dapat menyebabkan efeksamping yang
berkelanjutan seperti dehidrasi, anemia dan emboli. Untuk itulah dalam
pemakaian obat / zat furosemide harus sesuai takaran atau dosis yang tepat,
sehingga tidak menyebabkan terjadinya efek samping yang berlebihan.
Berdasarkan penjabaran mengenai pengaruh peningkatan aktivitas diuretic
dengan zat furosemide dapat menyebabkan efek samping berkelanjutan. Maka
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh peningkatan dosis furosemide
terhadap aktivitas diuretic pada tikus.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 2
B. TUJUAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh
peningkatan dosis furosemid terhadap aktivitas diuretic yaitu; volume urin, pH
urin dan warna urin pada tikus putih (Rattus Novergicus).
C. MANFAAT
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengaruh
peningkatan dosis furosemid terhadap aktivitas diuretic yaitu; volume urine, pH
urine, dan warna urine pada tikus putih (Rattus Novergicus).
D. RUMUSAN MASALAH
- Bagaimanakah aktivitas diuretic pada tikus normal ?
- Bagaimanakah aktivitas diuretic pada tikus setelah pemberian furosemid
yang sesuai dengan dosis ?
- Adakah pengaruh peningkatan dosis pemberian furosemid terhadap aktivitas
diuretic tikus yaitu; volume urine, pH urine, dan warna urine pada tikus
putih?
- Bagaimanakah pengaruh peningkatan dosis pemberian furosemid terhadap
aktivitas diuretic tikus ?
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DIURETIK
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.
Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya
penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstrasel menjadi normal. Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke
dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex).
Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif
dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi
dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang
mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan kemudian
disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara aktif dari air dan
komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam
antara lain ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah melalui kapiler yang
mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan
metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali.
Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran pengumpul
(ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air kembali. Filtrat
akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.
Manfaat lain dari diuretic adalah diuretik juga dapat menurunkan tekanan
darah terutama dengan cara mendeplesikan simpanan natrium tubuh. Awalnya,
diuretik menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume darah dan curah
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 4
jantung, tahanan vaskuler perifer. Penurunan tekanan darah dapat terlihat dengan
terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan volume plasma dan stroke
volume yang akan menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan
darah.
Mekanisme kerja diuretik
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik :
1. Tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium sedikit, akanmemberi efek yang lebih kecil bila
dibandingkan dengan diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi
natrium banyak.
2. Status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal
ginjal. Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap
diuretik.
3. Interaksi antara obat dengan reseptor.
Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :
1. Inhibitor karbonik anhidrase (asetazolamid).
2. Loop diuretik (furosemid, as etakrinat, torsemid, bumetanid)
3. Tiazid (klorotiazid, hidroklorotiazid, klortalidon)
4. Hemat kalium (amilorid, spironolakton, triamteren)
5. Osmotik (manitol, urea)
Menurut Siswandono dan Bambang (1995), berdasarkan efek yang
dihasilkan diuretikum dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Diuretikum yang hanya meningkatkan ekskresi air dan tidak mempengaruhi
kadar elektrolit tubuh (diuretik osmotik) contohnya gliserol, urea, dan manitol.
2. Diuretikum yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ (natriuretik) contohnya
HCT (Hydro Cloro Thiazid), triklormetiazid, butizida, politiazida, dan
bendroflumetiazida.
3. Diuretikum yang dapat meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- (saluretika)
contohnya furosemid dan bumetanid.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 5
Golongan obat diuretik yang lain adalah obat penghambat mekanisme
transport elektrolit di dalam tubuli ginjal dengan cara menghambat karbonik
anhidrase contohnya asetazolamid dan diklorpenamid. Karbonik anhidrase adalah
enzim yang mengkatalis reaksi
CO2 + H2O H2CO3. Di dalam tubuh, H2CO3 berada dalam keseimbangan
dengan H+ dan HCO3- yang sangat penting dalam sistem buffer darah. Ion ini juga
penting pada proses reabsorbsi ion tetap dalam tubuli ginjal, sekresi lambung dan
beberapa proses lain dalam tubuh.
Diuretikum terutama digunakan untuk mengurangi sembab (oedema)
diantaranya oedema akut, oedema kronik, hipertensi, dan insufisiensi jantung
selain itu indikasi sampingan sebagai diuresis dipaksakan pada keracunan,diabetes
insipidus, dan glaukoma. Walaupun demikian, diuretik hanya mempunyai
kemampuan sebagai terapi penunjang dari terapi yang khusus. Efek samping dari
penggunaan diuretik dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan elektrolit dan
air. Pada penggunaan diuretik ansa Henle dan tiazid dapat menyebabkan
kehilangan kalium, disamping itu ekskresi ion magnesium juga bertambah
(Mutscher 1991).
B. FUROSEMID
Furosemide atau ‘pil air’, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi
bengkak/edema dan penyimpanan cairan yang disebabkan oleh berbagai macam
masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung atau hati. Furosemide juga
digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi/hipertensi. Furosemide bekerja
dengan membloking absorpsi garam dan cairan dalam tubulus ginjal, sehingga
menyebabkan peningkatan jumlah urin yang diekskresikan. Efek diuretik
furosemide dapat menyebabkan deplesi cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh.
Furosemid tersedia dalam bentuk tablet 20,40,80 mg dan preparat
suntikan. Umunya pasien (manusia) membutuhkan kurang dari 600 mg/hari.
Dosis anak 2mg/kgBB, bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 6 mg/kgBB.
Furosemid merupakan kelompok diuretika kuat yang telah teruji secara medis
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 6
ilmiah. Sebagai diuretika kuat, furosemid merupakan obat yang paling sering
digunakan di Indonesia, yaitu sekitar 60% dibandingkan dengan diuretika kuat
yang lain. Hal ini terjadi karena mula kerja, waktu paruh dan waktu relative
singkat, sehingga efek diretiknya cepat timbul dan sangat cocok digunakan untuk
keadaan akut, namun sangat disayangkan, pemakaian furosemid dapat
menimbulkan efek samping gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
terutama ion Na dan K. kedua ion ini banyak yang dieksresikan, sehingga bisa
menimbulkan hiponatreinema dan hipokalemia (Agoes, 1992; Ganiswara S.G,
1995; Mutschler E, 1991).
Pemberian furosemid dapat mempengaruhi volume, pH dan warna urine.
Semakin tinggi dosisnya maka semakin tinggi volume urin. Kemudian menurut
Andi (2009) warna urin tergantung zat yang terlarut di dalamnya (Dawiesah, 1989
dalam Suratman et al. 2003). Menurut Gandasoebrata (1992), biasanya warna urin
berkisar antara kuning muda dan kuning tua. Umumnya, warna urin ditentukan
oleh besarnya diuresis dan makin besar diuresis maka makin muda warna urin
tersebut.
C. HEWAN PERCOBAAN
Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan labboratorium
tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat
pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana
ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian
ini, yaitu: Mencit, tikus, kelinci, dan kera.
1. Tikus
Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari
(nocturnal). Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 7
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Data biologik
- Konsumsi pakan per hari
- Konsumsi air minum per hari
- Diet protein
- Ekskresi urine per hari
- lama hidup
- Bobot badan dewasa
- Jantan
- Betina
- Bobot lahir
- Dewasa kelamin (jantan=betina)
- Siklus estrus (menstruasi)
- Umur sapih
- Mulai makan pakan kering
- Rasio kawin
- Jumlah kromosom
- Suhu rektal
- Laju respirasi
- Denyut jantung
- Pengambilan darah maksimum
- Jumlah sel darah merah (Erytrocyt)
- Kadar haemoglobin(Hb)
- Pack Cell Volume (PCV)
- Jumlah sel darah putih (Leucocyte)
5 g/100 g bb
8-11 ml/100 g bb
12%
5,5 ml/100 g bb
2,5- 3 tahun
300-400 g
250-300 g
5-6 g
50+10 hari
5 hari (polyestrus)
21 hari, 40-50 g
12 hari
1 jantan – 3 atau 4 betina
42
37,5oC
85 x/mn
300 – 500 x/mn
5,5 ml/Kg
7,2-9,6 X 106 / μl
15,6 g/dl
46%
14 X 103 /μl
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 8
2. Uji Metabolisme Obat
Dalam melakukan uji metabolisme suatu obat dalam tubuh hewan
percobaan, perlu dilakukan pada kandang individu. Kandang tersebut dirancang
khusus untuk mendapatkan contoh dari hasil metabolisme , seperti didalam urine,
faeses dan sebagainya. Kandang dibuat sedemikian rupa sehingga koleksi urine
dan feses dapt dilakukan dengan mudah tidak tercampur dengan dengan pakan
atau air minum.
Gambar 7. kandang metabolik untuk satu ekor hewan coba
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 9
D. SISTEM EKSKRESI
Ekskresi adalah proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang
sudah tidak digunakan oleh tubuh dan dapat dikeluarkan bersama urin, keringat
atau pernapasan. Pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme dari dalam tubuh
dapat melalui ginjal, kulit, paru-paru, dan saluran pencernaan. Secara umum
sistem ekskresi menghasilkan urin melalui 2 proses utama: filtrasi cairan tubuh
dan penyulingan larutan cair yang dihasilkan dari filtrasi itu.
Mikroanatomi
a. Korpuskulum Renallis
Korpuskulum renalis terdiri atas berkas kapiler glomeruli dan glomerulus
yang dikelilingi oleh kapsula berupa epithel yang berdinding ganda disebut
Kapsula Bowman. Dinding sebelah dalam disebut lapisan viseral sedangkan yang
disebelah luar disebut lapisan pariental (Popesko,1975).
b. Tubulus Konvulatus Prokimalis
Tubulus proksimalis merupakan tubulus nefron pertama yang dilewati oleh
filtrat glomerolus setelah proses filtrasi glomerolus. Tubulus proksimal akan
mereabsorbsi elektrolit, air dan mereabsorbsi sekitar 65% natrium, klorida,
bikarbonat, dan kalium yang difiltrasi serta semua glukosa dan semua asam amino
yang telah difiltrasi secara aktif (Guyton & Hall 1997). Tubulus proksimal juga
mensekresikan asam-asam organik, basa, dan ion hidrogen ke dalam lumen
tubulus.
Struktur ini merupakan segmen berkelok-kelok, yang bagian awal dari
tubulus ini panjangnya dapat mencapai 14 mm dengan diameter 57-60 m. Tubulus
konvulatus proksimalis biasanya ditemukan pada potongan melintang kortek yang
dibatasi oleh epithel selapis kubis atau silindris rendah, dengan banyak dijumpai
mikrovilli yang panjangnya bisa mencapai 1,2 m dengan jarak satu dengan yang
lainnya 0.03 m. Karakteristik dari tubulus ini ditemukan apa yang disebut Brush
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 10
Border, dengan lumen yang lebar dan sitoplasma epithel yang jernih.
(Popesko,1975).
c. Ansa Henle
Ansa henle merupakan lanjutan dari nefron tubulus proksimalis. Ansa
henle nefron juxtaglomerolus memanjang sampai ke piramid medula ginjal
sebelum mengalirkan cairannya ke tubulus kontortus distalis di korteks (Ganong
2002). Ansa henle memiliki tiga segmen fungsional yaitu segmen tipis desenden,
segmen tipis asenden, dan segmen tebal asenden.
Bagian desenden segmen tipis sangat permiabel terhadap air dan sedikit
permeable terhadap kebanyakan zat terlarut, termasuk ureum dan natrium. Fungsi
segmen nefron ini terutama untuk memungkinkan difusi zat-zat secara sederhana
melalui dindingnya. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorbsi di ansa
henle, dan hampir semuanya tejadi di lengkung tipis desenden karena lengkung
asenden dan segmen tebal asenden tidak permeabel terhadap air (Sirupang 2007).
Segmen tebal asenden ansa henle mereabsorbsi sekitar 25% dari muatan
natrium, klorida, dan kalium yang difiltrasi, serta sejumlah besar kalsium
bikarbonat, dan magnesium (Guyton & Hall 1997). Akan tetapi pada segmen tebal
asenden ansa henle tidak mereabsorbsi air, sehingga cairan pada lumen berubah
menjadi hipotonis (Septi et al. 2007).
Ansa Henle banyak dijumpai di daerah medula. Ansa henle berbentuk
seperti huruf “U” yang mempunyai segmen tebal dan diikuti oleh segmen tipis.
Epithel dari ansa henle merupakan peralihan dari epithel silindris rendah atau
kubus sampai squomus, biasanya pergantian ini terdapat di daerah sub kortikal
pada medula, tapi bisa juga terjadi di daerah atas dari ansa henle (Popesko,1975).
d. Tubulus Konvulatus Distalis
Tubulus distalis merupakan lanjutan ansa henle asenden bagian tebal.
Segmen tubulus distalis relatif tidak permeabel tehadap air, sehingga berperan
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 11
dalam pengenceran urin. Reabsorbsi NaCl pada tubulus distalis lebih sedikit
jumlahnya dibanding tubulus proksimal dan ansa henle (Katzung 2001).
Perbedaan struktur histologi dengan Tubulus Konvulatus proksimalis
antara lain : Sel epithelnya besar, mempunyai brush border, lebih asidofil,
potongan melintang pada tempat yang sama mempunyai epithel lebih sedikit,
Tubulus Konvulatus distalis : Sel epithel lebih kecil dan rendah, tidak mempunyai
brush border, kurang asidofil, lebih banyak epithel pada potongan melintang
(Popesko,1975).
e. Tubulus kolektivus
Tubulus kolektivus merupakan lanjutan dari nefron bagian tubulus
konvulatus distalis dan mengisi sebagian besar daerah medula. Lumennya dilapisi
epithel kubis selapis, sedangkan tubulus kolektivus bagian belakangnya sudah
berubah menjadi bentuk silindris dengan diameter 200 m, panjangnya mencapai
30-38 mm ( Sisson,1975).
f. Pelvis Renalis
Pada hilus renalis terdapat pelvis renalis yang menampung urin dari papila
renalis. Pada ginjal yang multi-piramid urin pertama ditampung oleh kaliks renalis
kemudian dari sini baru ke pelvis renalis.Bangun histologinya adalah sebagai
berikut : Mukosa memiliki epithel peralihan dengan sel payung, mulai dari kaliks
renalis, tebal epithel hanya 2 sampai 3 sel. Propria mukosa terdiri atas jaringan
ikat longgar dan pada kuda terdapat kelenjar yang agak mukus . Bentuk kelenjar
adalah tubulo-alveolar. Tunika muskularis terdiri atas otot polos, jelas pada kuda,
babi dan sapi. Lapis dalam tersusun longitudinal dan lapis luar sirkuler. Tunika
adventitia terdiri dari jaringan ikat longgar dengan banyak sel lemak, pembuluh
darah, pembuluh limfe serta saraf (Sisson,1975).
g. Ureter
Tunika mukosa : Epithelium transisional : pada kaliks dua sampai empat
lapis, pada ureter empat sampai lima lapis, pada vesica urinaria 6-8 lapis. Tunika
submukosa tidak jelas. Lamina propria beberapa lapisan. Luar jaringan ikat padat
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 12
tanpa papila, mengandung serabut elastis dan sedikit noduli limfatiki kecil, dalam
jaringan ikat longgar. Kedua-dua lapisan ini menyebabkan tunika mukosa ureter
dan vesika urinaria dalam keadaan kosong membentuk lipatan membujur. Tunika
muskularis : otot polos sangat longgar dan saling dipisahkan oleh jaringan ikat
longgar dan anyaman serabut elastis. Otot membentuk tiga lapisan : stratum
longitudinale internum, stratum sirkulare dan stratum longitudinale eksternum
Tunika adventisia: jaringan ikat longgar (Sisson,1975).
h. Vesica Urinaria
Mukosa, memiliki epithel peralihan (transisional). Propria mukosa terdiri
atas jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan jarang terlihat limfonodulus atau
kelenjar. Submukosa terdapat dibawahnya, terdiri atas jaringan ikat yang lebih
longgar. Tunika muskularis tersusun oleh lapisan otot longitudinal dan sirkuler
(luar). Lapisan paling luar atau tunika serosa, berupa jaringat ikat longgar
(jaringan areoler), sedikit pembuluh darah dan saraf (Sisson,1975).
Gambar 24:Struktur ginjal
1. Proses Pembentukan Urine
a. Penyaringan (filtrasi)
Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan
struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium molecular
protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 13
plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular.
Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal
terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang
meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel
epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula
bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan
filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal.
Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler,
membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel
yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate
(Guyton.1996).
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan
solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler
dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk
proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena
molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi
(filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan
protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring
(Guyton, 1996).
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring,
sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun
karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk
menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari sretiap
molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari
pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa,
asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati
saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus
berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah
tetapi tidak mengandung protein (Guyton, 1996).
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 14
b. Penyerapan kembali (reabsorbsi)
Bahan-bahan yang masih diperlukan di dalam urin pimer akan diserap
kembali di tubulus kontortus proksimal, sedangkan di tubulus kontortus distal
terjadi penambahan zat-zat sisa dan urea.Meresapnya zat pada tubulus ini melalui
dua cara. Gula dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus proksimal dan
tubulus distal.
Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan asam amino
dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan seperti penisilin, kelebihan
garam dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan bersama urin.Setelah terjadi
reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya urea.
Volume urin hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat
glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan
terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi
yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa
sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin.
Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan
150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali.
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder
yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-
zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-
zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03′,
dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada
tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa
difusi, sedangkan air melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada
tubulus proksimal dan tubulus distal.
c. Augmentasi
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 15
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter
adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen
empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme
adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini
sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20,
NHS, zat warna empedu, dan asam urat.
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat
makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa
tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa
zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan
PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan, misalnya sebagai pelarut .
d. Regulasi kadar ion natrium (sodium)
Ion Natrium (sodium) merupakan elektrolit utama dalam tubuh secara
terus-menerus dikeluarkan lewat urin dan perkeringatan. Pengaturan kadar ion
Natrium melibatkan sel-sel korteks adrenal (hormon aldosteron) dan sel-sel
tubulus ginjal. Ion Natrium (Sodium) merupakan ion utama yang menyusun
elektrolit tubuh. Natrium secara terus menerus dikeluarkan lewat urin dan
keringat.
Sel khusus yang terdapat pada dinding pembuluh darah ginjal berperan
sebagai osmoreseptor berperan memantau kadar ion natrium dalam darah. Jika
kadar natrium turun (osmolaritas menurun), maka sel tersebut mengeluarkan
enzim renin yang mengubah angiotensinogen menjadi angeiotensin I kemudian
angiotensin II.
Angiotensin II sebagai hormon berperan merangsang sel korteks adrenal
untuk mensintesis dan mensekresikan aldosteron. Aldosteron merangsang sel-sel
tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsorpi natrium dalam urin sehingga kadar
natrium darah kembali seimbang (normal).
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 16
Peran ginjal sangat penting dalam menjaga suasana lingkungan internal
agar tetap sesuai untuk kelangsungan proses fisiologis di dalam sel atau yang
disebut homeostasis (W.B. Cannon). Pada tubuh manusia, sel-sel yang menyusun
jaringan berada dalam suatu lingkungan yang disebut lingkungan internal. Claude
Bernard (bangsa Perancis) menamakan lingkungan internal tersebut dengan istilah
melieu interieur. Lingkungan internal tersebut tidak lain adalah ruang antarsel.
Ruang antarsel bukan merupakan suatu ruangan kosong, melainkan ruangan yang
dipenuhi dengan cairan, demikian juga ruang dalam sel (sitoplasma).
Menurut Ganong (2002), komposisi tubuh kita sebagian besar merupakan
cairan yaitu kurang lebih 60%. Cairan tubuh, berdasarkan keberadaannya (letak)
dapat dibedakan menjadi cairan ekstraseluler (CES) 20 %, dan intraseluler (CIS)
40%. Cairan ekstraseluler dapat dibedakan menjadi cairan interseluler (jaringan)
75%, dan cairan plasma dan limfe 25%. Sebagai contoh, seseorang dengan berat
badan 50 Kg, maka cairan tubuh total sekitar 30 L. 20 L CIS, 10 L CES, 7,5
cairan jaringan dan 2,5 L cairan palsma dan limfe.
Elektrolit adalah suatu zat yang larut atau terurai kedalam bentuk ion-ion
dan selanjutnya larutan menjadi konduktor elektrik, ion-ion merupakan atom-
atom bermuatan elektrik. Elektrolit bisa berupa air, asam, basa atau berupa
senyawa kimia lainnya. Elektrolit umumnya berbentuk asam, basa atau garam.
Beberapa gas tertentu dapat berfungsi sebagai elektrolit pada kondisi tertentu
misalnya pada suhu tinggi atau tekanan rendah. Elektrolit kuat identik dengan
asam, basa, dan garam kuat.
2. Hasil akhir urin secara umum
a. Kandungan Urin Normal
Urin mengandung sekitar 95% air. Komposisi lain dalam urin normal
adalah bagian padaat yang terkandung didalam air. Ini dapat dibedakan
beradasarkan ukuran ataupun kelektrolitanya, diantaranya yaitu memiliki sifat non
elektrolit dimana memiliki ukaran yang relatif besar, di dalam urin terkandung :
Urea CON2H4 atau (NH2)2CO, Kreatin, Asam Urat C5H4N4O3, Dan subtansi
lainya seperti hormon (Guyton, 1996).
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 17
Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+,
Calcium (Ca2+). Dalam Jumlah Kecil : Ammonium (NH4+), Sulphates (SO42-),
Phosphates (H2PO4-, HPO42-, PO43) (Guyton, 1996).
b. Warna
Normal urin berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat mengubah
warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan
indikasi adanya penyakit (Anonim, 2008 ).
c. Bau
Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan
indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu
(Anonim, 2009).
d. Kejernihan
Normal urine terang dan transparan agak kekuningan. Urine dapat menjadi
keruh karena ada mukus atau pus ( Anonim, 2009).
e. pH
pH urine normal sedikit asam (4,5 – 7,5). Urine yang telah melewati
temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas
bakteri. Vegetarian urinenya sedikit mengandung alkali (Anonim, 2009 ).
f. Urea
Urea merupakan zat diuretik higroskopik dengan menyerap air dari plasma
darah menjadi urin. Kadar urea dalam darah manusia disebut BUN Blood Urea
Nitrogen). Peningkatan nilai BUN terjadi pada simtoma uremia dalam kondisi
gagal ginjal akut dan kronis atau kondisi gagal jantung dengan konsekuensi
tekanan darah menjadi rendah dan penurunan laju filtrasi pada ginjal. Pada kasus
yang lebih buruk, hemodialisis ditempuh untuk menghilangkan larutan urea dan
produk akhir metabolisme dari dalam darah.(Anonim,2009)
Amonia merupakan produk dari reaksi deaminasi oksidatif yang bersifat
toksik. Pada manusia, kegagalan salah satu jenjang pada siklus urea dapat
berakibat fatal, karena tidak terdapat lintasan alternatif untuk menghilangkan sifat
toksik tersebut selain mengubahnya menjadi urea. Defisiensi enzimatik pada
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 18
siklus ini dapat mengakibatkan simtoma hiperamonemia yang dapat berujung
pada kelainan mental, kerusakan hati dan kematian. Sirosis pada hati yang
diakibatkan oleh konsumsi alkohol berlebih terjadi akibat defisiensi enzim yang
menghasilkan Sarbamil fosfat pada jenjang reaksi pertama pada siklus ini.
3. Faktor yang mempengaruhi pembentukan urin
1. Hormon
ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga
dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan
meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar
adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya
perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin.
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang
berlungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan
pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan
dalam mengatur sirkulasi ginjal.
Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air
yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin yang dihasilkan oleh sel-sel
apparatus juksta glomerularis pada:
1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra)
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 19
4. Innervasi ginjal dihilangkan
2. Zat – zat diuretic
Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak
mengkonsumsi zat diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi,
sehingga volume urin bertambah.
3. Suhu internal atau eksternal
Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan
mengurangi volume urin.
4. Konsentrasi darah
Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah
rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.
5. Stress
Kondisi emosi yang tidak stabil pada saat stress dapat merangsang
kandung kemih untuk mensekresikan urine keluar dari dalam tubuh selain itu
kondisi stress atau dalam keadaan tertekan dan terancam mempengaruhi
peningkatan dan penurunan volume urin.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai
Hari/ tanggal : Senin, 28 Mei 2012
Waktu : 09.00 – 18.00 WIB
Tempat : Laboratorium Fisiologi Hewan dan Laboratorium Ekologi,
Jurusan Biologi FMIPA Unnes
B. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan
rancangan sederhana (Pre and Post Test Control Group Design). Rancangan
penelitian ini dengan 4 perlakuan 2 kali ulangan, maka unit percobaan ada 4 unit
dengan menggunakan pre and post test.
P0 O2
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 21
R P1 O4
S
P2 O6
P3 O8
Keterangan:
S : hewan percobaan
R : pembagian secara acak menjadi 4 kelompok
P0 : perlakuan control normal
P1 : perlakuan I
P2 : perlakuan II
P3 : perlakuan III
O2 : hasil pemeriksaan kadar urea setelah perlakuan pada kelompok control
normal
O4 : hasil pemeriksaan kadar urea setelah perlakuan pada kelompok perlakuan I
O6 : hasil pemeriksaan kadar urea setelah perlakuan pada kelompok perlakuan
II
O8 : hasil pemeriksaan kadar urea setelah perlakuan pada kelompok perlakuan
III
C. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas : pemberian variasi dosis furosemide pada tikus
2. Variable terikat : jumlah urin tikus
3. Variable control : berat badan tikus
D. SAMPEL
1. Kelompok kontrol normal (P0): tikus dicekok aquades.
2. Kelomok perlakuan I (P1): tikus dicekok furosemide dengan dosis 0,36
mg/200 g bb.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 22
3. Kelompok perlakuan II (P2): tikus dicekok furosemide dengan dosis 0,72
mg/200 g bb.
4. Kelompok perlakuan III (P3): tikus dicekok furosemide dengan dosis 1,44
mg/200 g bb.
E. HIPOTESIS
Ho = tidak ada pengaruh pemberian variasi dosis furosemide terhadap
aktivitas diuretic tikus putih
Ha = ada pengaruh pemberian variasi dosis furosemide terhadap aktivitas
diuretic tikus putih
F. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN
Alat:
a) sonde tikus
b) gelas ukur
c) timbangan digital
d) spuit 1cc
e) kandang
G. PROSEDUR PENELITIAN
Adapun tahapan dalam penelitian ini adalah:
a. Tahap Persiapan
Menimbang furosemide dengan timbangan digital
b. Pelaksanan penelitian
1) Membagi tikus secara random menjadi 4 kelompok masing-masing
kelompok terdiri dari 1 tikus
2) Menempatkan tikus dalam kandang, setiap kandang berisi 1 tikus
dan dikelompokan sesuai perlakuan
3) Sebelum perlakuan, tikus dipuasakan minimal selama 18 jam. Tetap
diberi minum. Pengujian ini menggunakan metode Lipschitz (Lipschitz
1943).
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 23
Bahan:
a) tikus putih dengan bobot badan
berkisar 200 gram
b) Aquadest
c) furosemid
d) pH-Indikator.
4) Memberi loading dose pada tikus berupa aquadest hangat sebanyak
10ml/200 g bb
5) Memberi perlakuan sesuai dengan alur kerja penelitian
1. Kelompok 1 (control normal)
2. Kelompok II
Satu ekor tikus dicekok furosemid dengan dosis 0,36 mg/200 g bb.
Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.
3. Kelompok III
Satu ekor tikus dicekok furosemid dengan dosis 0,72 mg/200 g bb.
Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.
4. Kelompok IV
Satu ekor tikus dicekok furosemid dengan dosis 1,44 mg/200 g bb.
Diberikan secara oral pada tikus menggunakan sonde.
6) Melakukan pengamatan terhadap volume urin yang dikeluarkan setiap
satu jam selama 6 jam dan diukur pH urin pada jam pertama, selain itu
diamati pula warna urin. Hewan di tempatkan dalam kandang dan urin
diambil dengan perlakuan,yaitu tikus dibuat stress sehingga dapat
mengeluarkan urin.
H. METODE ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
Data hasil penelitian dianalisis dan diinterpretasikan dengan analisis grafik
dan deskriptif, yang pengujiannya dilakukan secara pre and post control group
design.
Analisis grafik digunakan untuk mengetahui signifikasi pengaruh setiap
perlakuan, dan untuk mengetahui perlakuan mana yang pengaruhnya paling
signifikan terhadap kandungan urea urin tikus yang diteliti.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Pada percobaan ini diambil satu ekor tikus untuk masing-masing variasi dosis
furosemide dan satu ekor tikus untuk kontrol normal yang diambil urinnya,
sehingga ada 4 ekor tikus yang dijadikan sampel percobaan. Pengambilan urin
dilakukan setiap jam selama 6 kali. Dari hasil uji urin diperoleh data seperti di
bawah ini :
1. URINE SEBELUM PERLAKUAN
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 25
TIKUS VOLUME
URINE
pH URINE WARNA URINE
A 0 6 kuning
B 0,12 ml 6 kuning
C 0,13 ml 6 Kuning
D 0.09 ml 6 Kuning
2. URINE SESUDAH PERLAKUAN
TIKUS VOLUME
URINE
pH URINE WARNA URINE
A 0,95 ml 6 Kuning agak pucat
B 0,47 ml 6 Kuning pucat, berbusa
C 1,05 ml 6 Kuning pudar, berbusa
D 1,31 ml 5 Kuning bening, berbusa
B. ANALISIS DATA
- Volume Urine
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 26
Keterangan :
A : tikus yang diberi aquadest
B : tikus yang diberi furosemide 0,5 ml ditambah air 1,3 ml
C : tikus yang diberi furosemide 0,9 ml ditambah air 0,9 ml
D : tikus yang diberi furosemide 1,8 ml
Diatas merupakan grafik volume urine sebelum perlakuan. Tikus A tidak
mengeluarkan urine sama sekali. Tikus B mengeluarkan urine awal
sebelum perlakuan sebanyak 0,12 ml. Tikus C mengeluarkan urine awal
sebelum perlakuan sebanyak 0,13 ml. Tikus D mengeluarkan urine awal
sebelum perlakuan sebanyak 0,09 ml.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 27
Keterangan :
A : tikus yang diberi aquadest 1,8 ml.
B : tikus yang diberi furosemide 0,5 ml ditambah aquadest 1,3 ml.
C : tikus yang diberi furosemide 0,9 ml ditambah aquadest 0,9 ml.
D : tikus yang diberi furosemide 1,8 ml.
Dari grafik diatas dapat ditarik informasi, setelah tikus diberi perlakuan
yang berbeda yaitu; tikus A yang diberi air minum aquadest setelah 6 jam
menghasilkan urine sebanyak 0,95 ml dengan presentase kenaikan volume
urine 95 %. tikus B yang diberi furosemide 0,5 ml ditambah aquadest 1,3
ml setelah 6 jam menghasilkan 0,47 ml, dengan presentase kenaikan
volume urine sebanyak 35 %. Tikus C yang diberi furosemide 0,9 ml
ditambah aquadest 0,9 ml setelah 6 jam menghasilkan 1,05 ml, dengan
presentase kenaikan volume urine sebanyak 92 %. Tikus D yang diberi
furosemide 1,8 ml setelah 6 jam menghasilkan 1,31 ml, dengan presentase
kenaikan volume urine sebanyak 122 %. Berdasarkan presentase kenaikan
volume urine, dosis pemberian 1,8 ml furosemide yang paling signifikan
dalam menambah volume urine. Urutan berdasarkan presentase kenaikan
volume urine adalah D > A > C > B .
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 28
- pH Urine
pH urine tikus sebelum mengalami perlakuan yaitu 6. Hasil ini sudah
sesuai dengan teori bahwa urine tikus pH-nya berada di kisaran 4,5 – 7,5
bersifat asam. pH urine setelah mengalami perlakuan mendapatkan hasil
yang berbeda yaitu; Tikus A, Tikus B, Tikus C pH-nya 6 artinya dosis
penggunaan furosemide dan aquadest belum merubah pH urine tikus
normal. Pada Tikus D pH awalnya 6, setelah mengalami perlakuan
menjadi lebih bersifat asam yaitu menjadi 5.
- Warna Urine
Warna urine sebelum mengalami perlakuan, tikus A, B, C, dan D
mempunyai warna yang sama yaitu kuning. Setelah diberi perlakuan
didapatkan hasil yang berbeda-beda yaitu; Tikus A yang diberi aquadest
1,8 ml menghasilkan urine dengan warna kuning sama seperti sebelum
perlakuan. Tikus B yang diberi furosemide 0,5 ml ditambah aquadest 1,3
ml menghasilkan urine dengan warna kuning pucat dan sedikit berbusa.
Tikus C yang diberi furosemide 0,9 ml ditambah aquadest 0,9 ml
menghasilkan urine dengan warna kuning pudar dan berbusa. Tikus D
yang diberi furosemide 1,8 ml menghasilkan urine dengan warna kuning
bening dan berbusa.
C. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh peningkatan
dosis furosemide terhadap aktivitas diuretik tikus. Aktivitas diuretic yang
dipengaruhi dosis optimal furosemid adalah 0,9 mg. Pengambilan sampling
urine didapatkan dengan cara membuat kondisi tikus menjadi stress sehingga
mengeluarkan urine.
Dari percobaan tersebut, didapatkan hasil pada tikus A (tidak mendapatkan
perlakuan atau penambahan furosemide) volume urine awal 0 ml, kemudian
setelah di berikan aquadest sebanyak 1,8 ml, volume akhir menjadi 0,95 ml,
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 29
dengan presentasi kenaikan 95 %. Pada tikus B (yang mendapat perlakuan
atau penambahan furosemid dengan dosis 0,5 ml + 1,3 aquadest) volume
urine awal 0,12 ml, kemudian setelah diberikan dosis furosemide volume
akhirnya menjadi 0,47 ml,dengan presentase kenaikan 35 %. Pada tikus C
(yang mendapat perlakuan atau penambahan furosemide dengan dosis 0,9 ml
+ 0,9 aquadest) volume urine awal 0,13 ml, kemudian setelah diberikan dosis
furosemide volume akhirnya menjadi 1,05 ml, dengan presentase kenaikan
volume 92 %. Pada tikus D (yang mendapat perlakuan atau penambahan
furosemide dengan dosis 1,8 ml) volume awalnya 0,09 ml, kemudian setelah
diberikan dosis furosemide volume akhirnya menjadi 1,31 ml, dengan
presentase kenaikan volume urine 122 %. Hal ini dapat terjadi karena
mekanisme kerja furosemide terhadap proses pembentukan urine pada
lengkung henle. Furosemide bekerja pada lengkung henle ascendens, dengan
merintangi Cl-, sehingga menghambat reabsorbsi Na+, kemudian
meningkatkan ekskresi ion K+ dan air.
pH urine awal dari ke empat tikus mempunyai pH yang sama yaitu 6 atau
bersifat asam. Setelah diberi perlakuan, terdapat perbedaan pH pada keempat
tikus tersebut. Tikus A, B , dan C pH akhir setelah mengalami perlakuan,
sama dengan pH awal yaitu 6 atau bersifat asam. Tikus D setelah mengalami
perlakuan, pH akhirnya menjadi 5 atau bersifat lebih asam. Penurunan pH
urine ini terjadi karena adanya proses pengeluaran ion hidrogen pada sel-sel
epitel tubulus proksimalis, segmen tebal lengkung henle bagian ascendens,
dan tubulus distalis ke dalam cairan tubulus melalui transport-imbangan
natrium-hidrogen. Sekresi aktif sekunder dari ion hidrogen yang berpasangan
dengan transport natrium masuk ke dalam sel pada membran luminal, dan
energi untuk sekresi ion hidrogen melawan gradien konsentrasi berasal dari
gradien pompa natrium-kalium adenosin trifosfat (ATPase), sehingga terjadi
penambahan ion H+ dan menjadikan urine lebih bersifat asam (pH furosemid
5, bersifat asam).
Warna urine awal dari ke empat tikus mempunyai warna yang sama yaitu
kuning. Setelah diberi perlakuan, terdapat perbedaan warna pada keempat
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 30
tikus tersebut, yaitu; tikus A warna urinenya tetap seperti pada awal sebelum
perlakuan yaitu kuning. Tikus B warna urinenya menjadi kuning pucat. Tikus
C warna urinenya menjadi kuning pudar. Tikus D warna urinnya menjadi
kuning bening. Hal ini dapat terjadi karena besarnya aktivitas diuresis
semakin memudarkan warna urine normal. Aktivitas dieresis yang melampaui
batas optimum, akan menjadikan warna urine jauh lebih muda / bening
dibandingkan dengan urine normal.
Namun, dalam praktikum ini terdapat kesalahan secara teknis maupun non
teknis, yaitu ;
1. Pada saat pemberian dosis atau perlakuan kurang tepat sehingga efek yang
ditimbulkan kurang maksimal.
2. Pemberian dosis yang digunakan belum sangat signifikan dari batas optimum
sehingga efek kerja furosemid kurang terlalu terlihat.
3. Cara pengambilan urine kurang tepat, karena cara pengambilan urine dengan
membuat tikus menjadi stress terdapat kekurangan yaitu, kondisi psikis tikus
berbeda sehingga urine yang dikeluarkan tidak maksimal.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 31
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Peningkatan dosis furosemide mempunyai pengaruh terhadap aktivitas
dieresis urine (volume, pH dan warna).
- Penggunaan dosis furosemide diatas batas optimum memberikan pengaruh
yang jauh berbeda yaitu; peningkatan volume urine sampai lebih dari 100
%, penurunan pH urine menjadi lebih asam, dan menjadikan warna urine
lebih muda atau bening.
- Pengunaan dosis furosemid di bawah batas optimum tidak memberikan
pengaruh yang jauh berbeda.
B. SARAN
- Perlu dilakukannya penelitian dengan jangka waktu yang sesuai yaitu
pengambilan sampel urine 24 jam sehingga hasil penelitian dapat lebih
maksimal.
- Perlu adanya peningkatan layanan hewan percobaan seperti tikus, agar
dalam penelitian selanjutnya tidak kesulitan untuk memperoleh hewan
percobaan.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 32
DAFTAR PUSTAKA
Adha, Andi Citra. 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Alpukat
(Persea Americana Mill.) Terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan
Sprague-Dawley (Skripsi). Bogor : Institut Petanian Bogor.
Agoes A. 1992. Catatan Kuliah Farmakologi Bagian I. Jakarta : ECG. Hlm 124.
Anonim A ,2009. http://gurungeblog.wordpress.com/gangguan-sistem-ekskresi-
pada-manusia/(30 April 2012).
Anonim.2009. http://www.dechacare.com/informasi-kesehatan/label.php?l=asam-
urat-136 (30 April 2012).
Ganiswara, S G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta : bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm 389-392.
Guyton, A.C. 1996. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh Adji Dharma. CV.
ECG Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC.
Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Katzung BG. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi ke-1. Sjabana D,
Raharjo W, Sastrowardoyo, Hamzah E, Isbandiati I, Uno dan
Purwaningsih, penerjemah. Jakarta : Salemba Medika. Terjemahan dari :
Basic and Clinical Pharmakology.
Mutschler E. 1991. Dinamika Obat Edisi V. Bandung : Penerbit ITB. Hlm 565-
568, 571-573.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 33
Popesko, peter, 1975. Atlas of to Topographical Anatomy of the Domestic
Animals. London : W. B. Saunders Company.
Septi IA et al. 2007. Mekanisme Aksi Hidrokloritiazid sebagai Diuretik.
Yogyakarta. FM Universitas-Sanata-Dharma.http://www.ilmukedokteran.
blogspot.com/2007/11/mekanisme-aksi-hidrokloritiazid-sebagai-diuretik.
htm -97k [30 April 2012].
Sirupang Y. 2007. Pola Perubahan Elektrolit pada Pemberian Obat-obat Diuretik.
http://www.javedsirupang.wordpress.com/2007/08/05/pola-perubahan-
elektrolit-pada-pemberian-obat-obat-diuretik/ - 112k. [30 April 2012].
Sisson & Grossman. 1975. The Anatomy of The Domestic Animal. Philadephia :
WB. Saunders Company.
Siswandono, Bambang S. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya : Airlangga
University Press.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 34
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 35
LAMPIRAN 1
SILABUS PEMBELAJARAN
Sekolah :Mata Pelajaran : BiologiKelas/Semester : XI/IIStandar Kompetensi : Menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan hewan tertentu, kelainan/penyakit yang mungkin terjadi serta
implikasinya pada Salingtemas.
Kompetensi Dasar Materi Pokok/ Materi
Pembelajaran
Kegiatan Pembelajaran
Indikator Pencapaian
Penilaian Alokasi Waktu
Sumber Belajar
Teknik Penilaian
Bentuk Instrument
Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada manusia dan hewan (tikus)
Sistem ekskresi
Mengkaji literatur dan berbagai sumber tentang sistem ekskresi
Mendiskusikan struktur ginjal dan proses pembentukan urineMelakukan pengamatan terhadap ginjal
Menjelaskan pengertian ekskresi
Menjelaskan struktur ginjal dan menjelaskan proses pembentukan urine
Mengidentifikasi alat ekskresi pada hewan (tikus)
Tes
Tes
Non Tes
Non Tes
Tertulis
Tertulis
Unjuk Kerja
Unjuk Kerja
2x45’
2x45’
Buku Biologi SMA
Lembar Kerja Siswa, Tikus jantan, Sonde, Kandang bersih, Spuit,
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 36
tikus
Melakukan pengujian terhadap urine tikus
Mengidentifikasi proses pembentukan urine berdasarkan hasil pengamatan
Indikator pH, Aquades, Gelas ukur, Larutan furosemide (1,8 mg)
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 37
LAMPIRAN 2
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP)
Mata Pelajaran : Biologi
Kelas / Semester : XI (Sebelas)/ II
Pertemuan : 7 dan 8
Alokasi Waktu : 4 jam pelajaran
Standar Kompetensi : Menjelaskan struktur dan fungsi organ manusia dan
hewan tertentu, kelainan/penyakit yang mungkin
terjadi serta implikasinya pada Salingtemas.
Kompetensi Dasar : Menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi,
dan proses serta Kelainan/penyakit yang dapat
terjadi pada sistem ekskresi pada manusia dan
hewan (tikus)
Tujuan : Siswa dapat mendeskripsikan struktur, fungsi, dan
proses serta kelainan/penyakit yang terjadi pada
sistem ekskresi
I. Indikator
Menjelaskan pengertian sistem ekskresi
Menjelaskan struktur ginjal dan menjelaskan proses pembentukan
urine
Mengidentifikasi penyakit/gangguan pada alat ekskresi manusia
Mengidentifikasi alat ekskresi pada hewan
Mengidentifikasi proses pembentukan urine berdasarkan hasil
pengamatan
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 38
II. Materi Ajar
Pengertian sistem ekskresi
Organ-organ ekskresi pada manusia dan fungsinya antara lain:
1. Ginjal 3. Kulit
2. Paru-paru 4. Hati
Proses pembentukan urine
Kelainan dan penyakit yang terjadi pada sistem ekskresi manusia
Sistem ekskresi hewan
III. Metode Pembelajaran
Diskusi- Penugasan- Pengamatan
IV. Langkah-Langkah Pembelajaran
Pertemuan 7 (2 jam pelajaran)
A. Kegiatan awal (20 menit)
Guru memberikan pertanyaan tentang pengertian ekskresi dan alat
ekskresi pada manusia kepada siswa untuk di cari jawabannya di
dalam buku teks.
Siswa membaca buku teks, mencari jawaban, dan menuliskan
jawabannya dalam buku catatan.
B. Kegiatan inti (60 menit)
Siswa bersama siswa mendiskusikan pengertian sistem ekskresi.
Siswa bersama guru mendiskusikan alat-alat ekskresi yang terdapat
dalam tubuh manusia dan fungsinya.
Guru meminta siswa mendeskripsikan sifat urine yang biasa
dikeluarkan oleh siswa.
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 39
Siswa bersama guru mendiskusikan struktur ginjal dan proses
pembentukan urine yang terjadi di dalamya.
Siswa bersama guru mendiskusikan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan urine.
C. Kegiatan akhir (10 menit)
Guru menugaskan siswa untuk mencari informasi lainnya
mengenai proses pembentukan urine pada mamalia, serta faktor
yang memengaruhi maupun kelainannya.
Pertemuan 8 (2 jam pelajaran)
A. Kegiatan awal (10 menit)
Guru mengecek dan mengumpulkan Tugas
8.1 dari siswa.
Siswa bersama guru menyimpulkan
pengertian, fungsi, faktor dan kelainan berdasarkan informasi yang
sudah dikumpulkan.
Siswa menyiapkan alat dan bahan sesuai
dengan kegiatan praktikum ”faktor yang memengaruhi
pembentukan urine”
B. Kegiatan inti (70 menit)
Siswa melakukan kegiatan praktikum ”faktor yang memengaruhi
pembentukan urine” sesuai dengan panduan praktikum.
Siswa melakukan kegiatam pengamatan terhadap hasil praktikum.
Siswa menyusun laporan hasil pengamatan.
C. Kegiatan akhir (10 menit)
Siswa mengumpulkan laporan hasil
praktikum
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 40
Guru mengecek pemahaman siswa mengenai
faktor yang memengaruhi proses pembentukan urine dengan
memberikan pertanyaan umpan balik.
V. Alat/Bahan/Sumber
Buku Biologi SMA
Berbagai informasi tentang proses pembentukan urine dan faktor
yang memengaruhinya
Lembar Kerja Siswa
Tikus jantan
Sonde
Kandang bersih
Spuit
Indikator pH
Aquades
Gelas ukur
Larutan furosemide (1,8 mg)
VI. Penilaian
Makalah tentang proses pembentukan urine dan faktor yang
memengaruhinya.
Laporan hasil pengamatan faktor yang memengaruhi proses
pembentukan urine.
Uji kompetensi tertulis
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 41
LAMPIRAN 3
alat dan bahan tikus percobaan
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 42
Pelabelan pada tikus pengambilan larutan furosemide
Pemberian larutan furosemide pada tikus pengeluaran urin tikus
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 43
Pengambilan urin tikus pengumpulan urin pada flacon
pelabelan urin tikus pada flacon Hasil percobaan
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 44
pH akhir urin pada tikus A pH akhir urin pada tikus B
pH akhir urin pada tikus C pH akhir urin pada tikus D
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 45
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 46
LAMPIRAN 4
Jurnal Kegiatan Mahasiswa Dalam Melaksanakan Penelitian Penelitian dan Menyusun Laporan Proyek Fisiologi Hewan
1. Farra Hiashinta Ristiandani 4401410060
2. Meylinda Dwi Lestari 4401410082
3. Intan Permata Dewi 4401410085
4. Suaida Wahdha 4401410097
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 47
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 48
No. Nama Kegiatan Tanggal Nama Mahasiswa yang Hadir
Tanda Tangan Keterangan
1. Diskusi mengenai
judul proposal
25 April 2012 1. Meylinda Dwi L Dilakukan di Pelataran D7
2. Farra Hiashinta R
3. Suaida Wahdha
4. Intan Permata D
2. Konsultasi dengan
dosen
2 Mei 2012 1. Suaida Wahdha Dilakukan di Laboratorium Fisiologi
Hewan
2. Intan Permata D
3. Meylinda Dwi L
4. Farra Hiashinta R
3. Diskusi mengenai
judul proposal
9 Mei 2012 1. Suaida Wahdha Dilakukan di Gazebo D7 FMIPA
2. Intan Permata D
3. Meylinda Dwi L
4. Menyusun
Proposal
11 Mei 2012 1. Meylinda Dwi L Pembuatan proposal
2. Suaida Wahdha
3. Farra Hiashinta R
4. Intan Permata D
5. Konsultasi Dosen 16 Mei 2012 1. Intan Dewi P Dilakukan di laboratorium Fisiologi
Hewan2. Meylinda Dwi L
Semarang, 30 Mei 2012 Mengetahui,
Dosen Pengampu
drh. Wulan Christijanti, M.Si
Pengaruh Peningkatan Dosis Furosemide terhadap Aktivitas Diuretik pada Tikus 49
top related